faringitis print edit
DESCRIPTION
internaTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
FARINGITIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. A
Umur : 19 Tahun
J. Kelamin : Perempuan
Suku : Bugis
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswi keperawatan UMI
Alamat : BTP Blok H Lama
Tgl Periksa : 02 Oktober 2014
ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri menelan
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 2 hari SMRS seperti tertusuk-tusuk dan rasa terbakar, terus
menerus, nyeri berkurang dengan minum obat (amoksisillin dan Ester C).
Demam (+) 2 hari pada malam hari terus menerus, pusing (-), sakit kepala
(+) seperti tertindih pada pagi hari. Batuk (-). Mual (-), muntah (-). Nafsu
makan menurun.
BAB : baik
BAK.: baik
Riwayat keluhan yang sama (+) dialami ± 2 bulan yang lalu sembuh dengan
minum obat yang disarankan teman.
Riw. Penyakit Sebelumnya :
Riwayat keluhan yang sama ± 2 bulan yang lalu
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (+) yaitu adik
1
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit diabetes (-)
PEMERIKSAAN FISIS
Status Present :
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 45 kg
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,1 oC
Kepala : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-)
Leher : DVS tidak ada peninggian, faring: hiperemis
Thoraks : Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Cor : Suara jantung I dan II murni, reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : tidak ada kelainan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
DIAGNOSIS
Faringitis
PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah:
Degirol 4 x 1
Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien antara lain :
Istirahat teratur dan tidur yang cukup
Kumur air hangat
2
Kurangi makan makanan yang berminyak, pedas dan yang mengandung
MSG
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
1. Kunjungan Rumah (07 Oktober 2014)
Keluhan : Nyeri menelan
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-)
Leher : DVS tidak ada peninggian, faring:tidak hiperemis
Thoraks : Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Cor : Suara jantung I dan II murni, reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
Penatalaksanaan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien
antara lain :
o Istirahat teratur dan tidur yang cukup
o Kurangi makan makanan yang berminyak, pedas dan yang
mengandung MSG
2. Kunjungan Rumah II (09 Oktober 2014)
Keluhan : Nyeri menelan
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9 oC
Pemeriksaan Fisik :
3
Kepala : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-)
Leher : DVS tidak ada peninggian, faring: tidak hiperemis
Thoraks : Vesikuler, Rh (-), Wh (-)
Cor : Suara jantung I dan II murni, reguler
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
Penatalaksanaan non farmakologi yang dianjurkan kepada pasien
antara lain :
o Istirahat teratur dan tidur yang cukup
o Kurangi makan makanan yang berminyak, pedas dan yang
mengandung MSG
Berikut akan dibahas mengenai keluarga pasien :
1. Profil Keluarga :
Nn. A adalah seorang mahasiswi di fakultas keperawatan Universitas
Muslim Indonesia. Ia adalah anak pertama dari tiga orang bersaudara. Ia
tinggal bersama kedua orangtua dan kedua adiknya di BTP Blok H Lama.
2. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Nn. A tinggal di sebuah rumah batu dengan 3 buah kamar tidur, 1 buah
kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. Menurutnya, kebutuhan sehari-harinya
dan keluarganya cukup terpenuhi dikarenakan kedua orangtuanya sama-sama
memiliki pekerjaan (wiraswasta).
4
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari penuturan Nn. A diketahui dia tidak memiliki riwayat penyakit
jantung, diabetes, maupun alergi. Namun adiknya memiliki riwayat keluhan
yang sama (sakit menelan) dan saat ini sudah membaik.
4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Diakui Nn. A bahwa pola makannya sehari-hari teratur. Makanan yang
dikonsumsi setiap hari adalah makanan yang dibuat oleh ibunya dan jajan di
tempat ia kuliah. Dalam menu makanan sehari-hari jarang mengkonsumsi
sayur dan buah karena Nn. A tidak begitu suka mengonsumsi sayur.
5. Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Psikologi hubungan antar anggota keluarga secara umum baik.
6. Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah keluarga tergolong bersih. Sumber air untuk
kebutuhan mandi dan mencuci diperoleh dari air PDAM dan air galon untuk
minum.
5
DISKUSI
Nn. A datang ke poliklinik IBNU SINA dengan keluhan nyeri menelan
yang dialami sejak 2 hari SMRS seperti tertusuk-tusuk dan rasa terbakar, terus
menerus, nyeri berkurang dengan minum obat (amoksisillin dan Ester C). Demam
(+) 2 hari pada malam hari terus menerus, sakit kepala (+) seperti tertindih pada
pagi hari. Batuk (-). Nafsu makan menurun. BAB dan BAK baik. Riwayat
keluhan yang sama (+) dialami ± 2 bulan yang lalu sembuh dengan minum obat
yang disarankan teman. Riwayat keluhan yang sama ± 2 bulan yang lalu, riwayat
alergi obat (-). Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (+); adik
Dari gejala diatas, pasien di diagnosis dengan faringitis. Faringitis adalah
infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh
adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran
limfonodi di leher dan malaise. Demam disebabkan karena adanya proses infeksi
pada mukosa faring.
Pengobatan yang diberikan adalah tablet isap degirol 4 kali sehari. Obat ini
merupakan obat antiinfeksi untuk radang tenggorokan (nyeri menelan) yang
belum diketahui penyebabnya.
7
FARINGITIS
A. Definisi
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus
atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan
hiperemis, demam, pembesaran limfonodi di leher dan malaise.(1,2)
B. Anatomi
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini
mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi servikal
ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke
depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah
berhubungan esofagus.panjang dinding posterior faring pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir,
fascia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. (1)
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya
torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu
orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya
gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan
banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang
termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut
juga daerah pertahanan tubuh terdepan. (1)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui
hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak atas
silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini
8
berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang
diisap. Palut ini mengandungenzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi. (1)
Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memenjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m.konstriktor faring
superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar, berbentuk
kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini
dipersarafi n.vagus (n.X). Otot-otot yang longitudinal adalah m. stilofaring
dan m.palatofaring. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan
menarik rahang, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring
dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja
sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan.
m.stiofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.
X.(1)
C. Etiologi
Faringitis disebabkan oleh bakteri:(3)
1. Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS) 15% kasus faringitis.
• Gambaran klinis berupa: demam lebih dari 101.5°F, tonsillopharyngeal
eritem dan eksudasi, pembengkakan limfonodi leher, sakit kepala, muntah
pada anak-anak, petechiae palatal, biasa terjadi pada cuaca dingin.
• Suatu ruam scarlatiniform juga dihubungkan dengan infeksi GABHS
ruam kemerahan pada ekstremitas dan lidah memerah (strawberry
tongue)
2. Group C, G, F Streptococci ( 10%), mungkin secara klinis tidak bisa
dibedakan dari infeksi GABHS, namun Streptococcus jenis ini tidak
menyebabkan sequelae immunologic. Streptococci grup C dan G telah
dilaporkan sebagai penyebab radang selaput otak (meningitis), endocarditis,
dan empyema subdural.
9
• Arcanobacterium Chlamydia pneumoniae (5%), gejala mirip dengan M
pneumoniae. Faringitis biasanya mendahului terjadinya peradangan pada
paru.
• Corynebacterium diphtheria
• Bakteri yang jarang namun dapat dijumpai pada faringitis yaitu Borrelia
species, Francisella tularensis, Yersinia species, and Corynebacterium
ulcerans.
• ( Corynebacterium) haemolyticus ( 5%) banyak terjadi pada dewasa
muda,gejalanya mirip dengan infeksi GABHS, berupa ruam
scarlatiniform. Pasien sering mengeluh batuk.
• Mycoplasma pneumoniae, pada dewasa muda dengan headache, faringitis,
and nfeksi pernafasan bawah. Kira-kira 75% pasien disertai batuk.
3. Viral pharyngitis
o Adenovirus (5%):.
o Herpes simplex (< 5%):
o Coxsackieviruses A and B (< 5%):
o Epstein-Barr virus (EBV):
o CMV.
o HIV-1:
4. Penyebab lain
o Candida sp. Pada pasien-pasien dengan riwayat pengbatan penekan
sistem imun. Banyak terjadi pada anak dengan gambaran plak putih pada
orofaring.
o Udara kering, alergi (postnasal tetes), trauma kimia, merokok, neoplasia.
D. Patofisiologi
Pada infeksi faringitis, virus atau bakteri secara langsung menginvasi
mucosa pada rongga tenggorokan, menyebabkan suatu respon inflamasi lokal.
berbeda halnya dengan virus, seperti rhinovirus,dapat mengiritasi mukosa
rongga tenggorokan. Streptococcal infeksi/peradangan ditandai oleh pelepasan
dan invasi toksin ekstra seluler lokal dan protease.(3)
10
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi
inflamasi local. Infeksi bakteri grup A Streptococcus β hemolitikus dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena bakteri ini melepaskan
toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan
katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu
akibat terbentuknya komplek antigen antibody bakteri. Penularan infeksi
melalui secret hidung dan ludah (droplet infection). (1)
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuclear. Pada
stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.
Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung
menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior,
atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.(4,5)
E. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan,
demam, mual dan kelenjar limfe leher membengkak. Pada pemeriksaan tampak
hiperemis, udem dan dinding posterior faring bergranular.(1)
Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang
paling sering, kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10
% pada oang dewasa. Biasanya terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh
bakteri Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis yang disebabkan oleh
streptococcus meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa sakit
pada tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan
muntah. Sedangkan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring
dan tonsil, eksudat pada faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula,
limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua
11
gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa
eksudatif. Anak-anak dibawah tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta
hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini.(6)
Pada infeksi virus, gejala disertai dengan konjungtivitis, coryza, malaise,
fatigue, serak, dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi (low-grade fever).
Faringitis pada anak dapat disertai dengan diare, nyeri perut, dan muntah.(2)
F. Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam
menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis
karena bakteri atau virus.(7)
Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi, progresifitas dan
tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam, batuk, kesukaran
bernafas, pembengkakan limfonodi; paparan infeksi, dan adanya penyakit
sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa apakah
terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat, massa,
petechie dan adenopati. Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami
pasien seperti demam, timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan
coryza. Jika dicurigai faringitis yang disebabkan oleh Sterptococcus, seorang
dokter harus mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaliasi
apakah pada pasien terdapat pembesaran lien dan hepar.(6)
Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan kelenjar limfe leher,
tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 380 C maka dicurigai
adanya faringitis karena infeksi GABHS. (6)
Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan
suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk
mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil
dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan
12
ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi
GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok
sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari. GABHS rapid antigen
detection test merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena
infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko
sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik
dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif
maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka
pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up:
• Hasil kultur tenggorok negative
• Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G
atau jenis bakteri patogen lainnya(3)
G. Penatalaksanaan
Apabila penyebabnya diduga infeksi virus, pasien cukup diberikan
analgetik dan tablet isap saja. Antibiotika diberikan untuk faringitis yang
disebabkan oleh bakteri Gram positif disamping analgetika dan kumur dengan
air hangat. Penisilin dapat diberikan untuk penyebab bakteri GABHS, karena
penisilin telah terbukti, ,aman dan murah harganya. Dapat diberikan secara
sistemik dengan dosis 250 mg, 2 atau 3 kali sehari untuk anak-anak, dan 250
mg 4 kali sehari atau 500 mg 2 kali sehari selama 10 hari. Apabila pasien alergi
dengan penisilin, dapat diganti dengan eritromisin.(6)
H. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses
peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi sebagai komplikasi umum faringitis
terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media,
epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada
pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan
antibiotik, atau adanya paparan baru. Demam rheumatic akut (3-5 minggu
13
setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock
syndrome, peritonsiler abses,
Komplikasi infeksi mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain
Barré syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell
lymphoma, dan karsinoma nasofaring.(3)
I. Prognosis
Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, namun
sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis.(3)
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Dalam: Supardi, E.A., Iskandar. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed ke-5.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia. 2001.
2. Vincent, T., Mirian, Celestin,N.,Hussain,N.,Aneela. Pharyngitis.
www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
3. Kazzi,A.,Antoine, Wills,J. Pharyngitis.
http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006.
4. Dwiyana, O. Kapita Selekta. Faringitis. Ed. Arif M, Kuspuji T, Rahmi S.
Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas kedokteran UI. 2001.
5. http://yosdimromli.blogspot.com/2010/02/faringitis.html )
6. Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-210
7. Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis
Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta: EGC.1994.
15