bab i edit print lagi2 p2sk
DESCRIPTION
ikmTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis
di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu
lama). Hipertensi merupakan bahaya terselubung, karena tidak menunjukkan
banyak gejala yang nyata dan keadaan ini dapat berlangsung selama beberapa
tahun. Oleh karena itu, hipertensi dijuluki silent killer. Seseorang baru menyadari
bahwa dirinya menderita hipertensi ketika telah terjadi gangguan pada beberapa
organ tubuh seperti gangguan fungsi jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan
fungsi kognitif atau stroke.
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta
orang atau 26.4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan
26.6% pria dan 26.1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi
29.2% di tahun 2025. Mulai tahun 1995, saat batasan hipertensi berubah, mulai
dilakukan penelitian berskala nasional, antara lain Susenas, Surkesnas, dan SKRT.
Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan proporsi hipertensi
pada pria 27% dan wanita 29%. Sedangkan hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 2004, hipertensi pada pria 12.2% dan wanita 15.5%.12 Penyakit
sistem sirkulasi dari hasil SKRT tahun 1992, 1995 dan 2001 selalu meduduki
peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16.0%, 18.9%, dan
26.4%. Survei Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular oleh WHO tahun 2008 di
Jakarta menunjukkan prevalensi hipertensi lebih banyak ditemukan pada usia
lebih dari 50 tahun, yaitu berkisar 15-20%.9
Penelitian lain melihat faktor risiko kasus kardiovaskular akibat hipertensi
di beberapa daerah di Indonesia. Hasilnya sebagai berikut, tekanan darah <120
mmHg akan meningkatkan risiko mortalitas akibat penyakit kardiovaskular
sebanyak 6.1%, 120-139 mmHg meningkatkan risiko hingga 16.3%, 140-159
mmHg sebanyak 22.7%, dan ≥ 160 mmHg bisa menaikkan risiko hingga 8 kali
1
lipat yakni 49.2%. Proporsi pasien penyakit kardiovaskular yang dirawat di rumah
sakit di Indonesia terus meningkat dari 2.1% di tahun 1990 menjadi 6.8% di tahun
2001.13
Adapun beberapa obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi antara
lain ACE inhibitor, diuretic, beta blocker, calcium antagonist, vasodilator,
centrally-acting anthypertensive agents, penghambat neuron adrenergik, ATII-
receptor blocker. Obat tersebut digunakan mulai dari dosis yang paling rendah.
Selain digunakan untuk mengobati hipertensi dan gagal jantung, ACE
inhibitor juga mempunyai efek yang lebih penting, yaitu dapat mencegah
terjadinya disfungsi endotel yang merupakan tanda awal terjadinya proses
aterosklerosis. Pemahaman mengenai manfaat ACE inhibitor untuk pengobatan
hipertensi, gagal jantung, dan proteksi terhadap terjadinya disfungsi endotel
didasarkan pada pengetahuan tentang Renin-Angiotensin System (RAS) dan sistem
kinin-kalikrein. Efek vaskuloprotektif ACE inhibitor didapatkan melalui efek
sebagai antiproliferasi dan antimigrasi, perbaikan dan restorasi fungsi endotel,
proteksi ruptur plak, efek anti trombosis dan efek antihipertensi.
Oleh karena belum banyak data yang melaporkan penggunaan ACE
inhibitor sebagai monoterapi atau terapi kombinasi pasien hipertensi dan
banyaknya efek penting dari obat ini, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk
mengetahui penggunaan ACE inhibitor sebagai antihipertensi dikaitkan dengan
distribusi, dosis, frekuensi penggunaan dan kombinasinya dengan antihipertensi
lainnya untuk pengobatan pasien hipertensi di Klinik Mitra Palembang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pola penggunaan ACE inhibitor pada pasien hipertensi di
Klinik Mitra Palembang berdasarkan Data Rekam Medik Periode Januari
2007 -Juni 2009?
2
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pola penggunaan ACE inhibitor pada pasien hipertensi di
Klinik Mitra Palembang berdasarkan Data Rekam Medik Periode Januari
2007 - Juni 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasien hipertensi yang menggunakan ACE
inhibitor sebagai obat antihipertensi di Klinik Mitra Palembang
berdasarkan Data Rekam Medik Periode Januari 2007 - Juni 2009.
b. Untuk mengetahui distribusi, dosis, frekuensi dan kombinasi obat
golongan ACE inhibitor yang digunakan untuk mengobati hipertensi di
Klinik Mitra Palembang berdasarkan Data Rekam Medik Periode Januari
2007 - Juni 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademik :
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis :
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi
terapi pasien hipertensi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hipertensi
Istilah hipertensi diambil dari bahasa Inggris “hypertension”. Kata
“hypertension” berasal dari bahasa Latin yaitu “hyper” dan ”tension”. “Hyper”
berarti super atau luar biasa dan “tension” berarti tekanan atau tegangan. Di
samping itu, dalam bahasa Inggris digunakan istilah ”high blood pressure” yang
berarti tekanan darah tinggi.
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan darah di dalam arteri1 atau suatu keadaan tekanan darah dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg18 .
B. Klasifikasi Hipertensi
1. Hipertensi berdasarkan tingkatannya
Hipertensi berdasarkan tingkatannya diklasifikasikan menurut The Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure, 2003.Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa Usia 18 tahun atau Lebih Menurut JNC 711
Kategori Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80Prehipertensi 120-139 80-89Hipertensi
Derajat I Derajat II
140-159≥ 160
90-99≥ 100
2. Hipertensi berdasarkan penyebabnya
4
a. Hipertensi primer atau esensial
Merupakan jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum diketahui.
Hipertensi esensial lebih banyak terjadi pada kulit hitam. Hipertensi ini terjadi
sekitar 90% dari seluruh kasus hipertensi. Berbagai faktor seperti bertambahnya
umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan) diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi esensial.
Hipertensi terjadi hampir dua kali lebih banyak pada pasien dengan satu
atau kedua orang tuanya juga menderita hipertensi dan berbagai penelitian
epidemiologi juga mengemukakan bahwa faktor genetik berperan dalam kejadian
hipertensi pada hampir 30% populasi. Selain itu, terdapat beberapa faktor lain
yang merupakan patogenesis terjadinya hipertensi esensial4, antara lain :
1) Ekskresi natrium dan air oleh ginjal
2) Kepekaan baroreseptor
3) Respons vaskular
4) Sekresi renin
2. b. Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui, antara lain15 :
1) Penyakit ginjal (stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis,
tumor ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), trauma pada
ginjal (luka yang mengenai ginjal), terapi penyinaran yang mengenai
ginjal).
2) Kelainan hormonal (hiperaldosteronisme, Cushing syndrome,
pheochromositoma)
3) Obat-obatan (pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritropoietin, kokain,
penyalahgunaan alkohol, kayu manis (dalam jumlah sangat besar)).
4) Penyebab lainnya (coarctasio aorta, preeclampsia, porphyria intermitten
acute, keracunan timbal akut).
C. Gejala Hipertensi
5
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan, oleh karena itu pasien
hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna.
Ketika terjadi kenaikan tekanan darah yang berarti atau jika hipertensinya
berat dan tidak diobati, maka gejala yang umumnya timbul seperti sakit kepala,
mengantuk, keletihan, sulit tidur, gemetaran, mimisan, wajah kemerahan,
penglihatan yang kabur (mata berkunang), telinga berdengung, rasa berat
ditengkuk dan mudah marah. Terkadang pasien hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Keadaan ini disebut encephalopathy hypertensive, yang memerlukan penanganan
segera.5,8
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan hanya dengan satu kali
pengukuran, tetapi hanya dapat ditegakkan setelah dua kali atau lebih pengukuran
tekanan darah pada kunjungan yang berbeda dalam waktu satu sampai beberapa
minggu, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi sekali disertai beberapa gejala
klinis seperti diatas.
D. Patofisiologi Hipertensi
Di dalam tubuh, terdapat empat sistem yang mengendalikan tekanan darah,
yaitu baroreseptor, pengaruh volume cairan tubuh, sistem renin-angiotensin, dan
autoregulasi pembuluh darah. Menurut persamaan hidrolik, tekanan darah arterial
(BP) adalah berbanding lurus dengan hasil perkalian antara aliran darah (curah
jantung, CO) dan tahanan lewatnya darah melalui arterioli prekapiler (tahanan
vaskular perifer, PVR)2:
BP = CO x PVR
Secara fisiologi, pada orang normal maupun hipertensi, tekanan darah
dipertahankan oleh pengaturan tiap waktu (moment-to-moment regulation)
terhadap curah jantung dan tahanan pembuluh darah tepi, yang dilakukan pada
tiga tempat anatomis yaitu: arterioli, venul pascakapiler, dan jantung. Suatu
6
tempat kontrol anatomis yang keempat, ginjal, berfungsi untuk mempertahankan
tekanan darah dengan mengatur volume cairan intravaskular.7
Gambar 1. Mekanisme terjadinya hipertensi (Kaplan:1997) 10
E. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko terjadinya hipertensi, antara lain :16
1. Obesitas (kegemukan)
Merupakan ciri khas pasien hipertensi. Walaupun belum diketahui secara
jelas hubungan obesitas dan hipertensi, namun terbukti bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah pasien obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi daripada pasien hipertensi dengan berat badan normal.
2. Stres
Renin-angiotensin excess
Simphatetic nervous over activity
Decreased filtration surface
Renal sodium retention
StressReduced nephron number
Excess Sodium intake
Cell membrane activity
↑ contractibility↑ preload
Functional constriction
Venous constriction
↑ fluid volume Structural
hypertrophy
BLOOD PRESSURE = CARDIAC OUTPUT X PERIPHERAL RESISTANCE Hypertension = Increased CO and / or Increased PR
7
ObesityGenetic alteration
Hyper-insulinemia
Endothelium derived factor
Diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita
beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan
meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
3. Faktor keturunan (genetik)
Apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orang tua, maka dugaan
hipertensi esensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar
monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah pasien hipertensi.
4. Jenis kelamin (gender)
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada
wanita.
5. Usia
Semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi
juga semakin besar.
6. Asupan garam
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah
dan menyebabkan daya tahan pembuluh darah meningkat. Juga
memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin. Semua mekanisme ini
menjelaskan peningkatan tekanan darah.6
7. Gaya hidup yang kurang sehat
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun
kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga
dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
F. Komplikasi Hipertensi
8
1. Penyakit hipertensi kardiovaskular/ HHD (Hypertension Heart Disease)
Komplikasi pada jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada hipertensi esensial, dan pencegahan terhadap komplikasi
ini merupakan tujuan utama terapi. Bukti EKG berupa hipertrofi ventrikel
kiri ditemukan pada lebih dari 15% hipertensi kronik. Hal ini merupakan
indikasi peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. EKG hipertrofi
ventrikel kiri merupakan prediktor yang kuat untuk prognosis. Hipertrofi
ventrikel kiri mungkin menyebabkan komplikasi hipertensi pada jantung
termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemik miokardial
dan kematian mendadak.3
2. Penyakit hipertensi serebrovaskular dan dementia
Hipertensi merupakan penyebab utama dari stroke terutama perdarahan
intraserebral dan juga infark serebral iskemik. Komplikasi pada
serebrovaskular lebih terkait dengan tekanan darah sistolik daripada
diastolik. Komplikasi ini dikurangi dengan terapi antihipertensi. Hipertensi
yang berkelanjutan terkait dengan lebih banyak insiden dementia, baik itu
tipe vaskular maupun tipe Alzheimer. Pengendalian tekanan darah yang
efektif mungkin memodifikasi risiko atau angka progresivitas dari
disfungsi kognitif.3
3. Penyakit renal hipertensi
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab insufisiensi
renal. Pengendalian tekanan darah yang agresif dapat memperlambat
proses nefrosklerosis pada pasien dengan hipertensi nefropati, tekanan
darahnya harus 130/80 mmHg atau lebih rendah bila proteinuria muncul.
Penyakit renal sekunder lebih sering muncul pada pasien hipertensi yang
berkulit hitam terutama bila disertai diabetes. Hipertensi juga memainkan
peranan penting dalam mempercepat progresivitas pembentukan penyakit
ginjal lain seperti diabetik nefropati.3
4. Diseksi aorta
Hipertensi dapat menyebabkan diseksi aorta.3
5. Komplikasi aterosklerosis
9
Kebanyakan orang Amerika yang mengalami hipertensi meninggal karena
komplikasi aterosklerosis, tetapi kaitan antara hipertensi dengan penyakit
aterosklerosis kardiovaskular jauh lebih sedikit dibandingkan beberapa
komplikasi diatas. Jadi, terapi antihipertensi yang efektif kurang berhasil
dalam mencegah komplikasi penyakit jantung koroner.3
G. Penatalaksanaan Hipertensi
Dalam mengendalikan tekanan darah pasien hipertensi, dokter dapat
memilih beberapa kemungkinan terapi. Pilihan dokter biasanya ditentukan oleh
keadaan jasmani dan pribadi pasien. Secara garis besar, terapi hipertensi dapat
dibagi menjadi terapi non-farmakologis dan farmakologis.
Gambar 2. Algoritma pengobatan hipertensi berdasarkan JNC 7 . (Chobanian, A.V: 2003) 11
1. Non-farmakologis
10
Pengobatan non-farmakologis sama pentingnya dengan pengobatan
farmakologis, terutama pada pengobatan hipertensi derajat I. Pada hipertensi
derajat I, pengobatan non-farmakologis terkadang dapat mengendalikan tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan atau pemberiannya
dapat ditunda. Jika obat antihipertensi diperlukan, pengobatan non-farmakologis
dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik.5
Pengobatan non-farmakologis yang dapat dilakukan oleh pasien hipertensi,
antara lain sebagai berikut : 6
a. Menurunkan berat badan. Berat badan berlebihan (obesitas) menyebabkan
bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila berat
badan dapat diturunkan, tekanan darah (TD) dapat turun kurang lebih
0.7/0.5 mmHg setiap kg penurunan. Dianjurkan BMI antara 18.5-24.9
kg/m2.
b. Mengadopsi DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) eating
plan. Pasien hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi buah, sayuran,
asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup, makanan yang
rendah lemak (lemak jenuh dan lemak total rendah). Tekanan darah
sistolik (TDS) dapat menurun 8-14 mmHg.11
c. Mengurangi garam dalam diet. Bila kadar Na di filtrat glomeruli rendah,
maka lebih banyak air, TD akan turun. Pengurangan setiap gram garam
sehari dapat berefek penurunan tekanan darah 1 mmHg. Maka untuk
mencapai penurunan TD yang nyata, konsumsi garam harus dibatasi
sampai < 6 g sehari.
d. Membatasi kolesterol berguna untuk membatasi risiko aterosklerosis,
antara lain dengan mengurangi/menghindari asupan lemak jenuh
(saturated and total fat). Konsumsi serat nabati hendaknya justru
diperbanyak, karena telah terbukti bahwa serat tersebut dalam makanan
dapat membantu menurunkan TD. Diketahui pula bahwa orang vegetarian,
yakni yang pantang daging dan makan banyak sayur dan buah (yang
mengandung banyak serat), rerata memiliki tekanan darah yang lebih
rendah daripada orang dewasa.
11
e. Berhenti merokok.
f. Membatasi minum kopi sampai maksimal 3 cangkir sehari. Kafein dalam
kopi berkhasiat menciutkan pembuluh yang secara akut dapat
meningkatkan TD dengan terjadinya gangguan ritme (sementara).
g. Membatasi minum alkohol sampai 2-3 konsumsi (bir, anggur) sehari.
Alkohol memiliki banyak khasiat, antara lain vasodilatasi, peningkatan
HDL-kolesterol, fibrinolitis, dan mengurangi kecenderungan pembekuan
darah. Tetapi minum lebih dari 40 g sehari untuk jangka waktu yang
panjang dapat meningkatkan tekanan darah diastolik sampai 0.5 mmHg
per 10 g alkohol.
h. Cukup istirahat dan tidur adalah penting, karena selama periode itu TD
menurun.
i. Olahraga. Walaupun TD meningkat pada waktu awal mengeluarkan
tenaga, namun olahraga secara teratur dapat menurunkan TD yang tinggi,
karena saraf parasimpatik (dengan antara lain efek vasodilatasinya) akan
menjadi relatif lebih aktif daripada sistem simpatik antara lain kerja
vasokonstriksinya. Telah dibuktikan bahwa jalan (agak cepat) setiap hari
(minimal 3x seminggu) selama sekurangnya ½ jam cukup untuk
memberikan hasil.
2. Farmakologis
Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan
beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan
organ target dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular atau
faktor risiko lainnya.
Pengobatan pada instansi pertama ditujukan pada penurunan TD, tetapi
tujuan akhir adalah untuk menghindarkan komplikasi lambat, memperbaiki
kualitas dan memperpanjang hidup. Hal ini dapat dicapai dengan jalan prevensi
efek buruk jangka panjang, seperti infark otak (stroke), gangguan aterosklerosis
dan hipertrofi jantung, yang akhirnya dapat menimbulkan aritmia dan
dekompensasi.
12
Pengobatan dengan obat antihipertensi harus selalu dimulai dengan dosis
rendah agar TD jangan menurun terlalu drastis dengan mendadak. Kemudian
setiap 1-2 minggu dosis berangsur dinaikkan sampai tercapai efek yang
diinginkan (metoda start low go slow). Begitu pula penghentian terapi harus
secara berangsur pula. Pada hakikatnya, obat antihipertensi harus diminum
seumur hidup, tetapi setelah beberapa waktu dosis pemeliharaan pada umumnya
dapat diturunkan.6
Untuk pengobatan hipertensi, rekomendasi WHO menganjurkan lima jenis
obat dengan daya hipotensif dan efektivitas kurang lebih sama, yaitu diuretic
tiazida, beta-blockers, antagonist-Ca, ACE-inhibitors, dan ATII-reseptor
blockers. Efek melindungi dari semua obat ini terletak pada daya kerja penurunan
TD dan tidak pada sifat lain dari obat tersebut. Maka, pilihan jenis obat terutama
tergantung dari penyakit tambahan yang seringkali menyertai hipertensi.6
Beberapa obat yang dapat menjadi pilihan diantaranya adalah :6,7
a. Diuretic
Obat golongan ini bekerja menurunkan tekanan darah dengan
mengosongkan simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretika menurunkan tekanan
darah dengan mengurangi volume darah dan curah jantung; resisten vaskular
perifer mungkin meningkat. Setelah 6-8 minggu, curah jantung kembali ke arah
normal sedangkan resistensi vaskular perifer menurun. Dengan demikian, tekanan
darah akan menurun. Natrium diperkirakan berperan dalam resistensi vaskular
dengan meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan reaktivitas saraf,
kemungkinan berhubungan dengan peningkatan kalsium intraselular.
b. Beta blocker
13
Khasiat utama obat ini adalah anti-adrenergik dengan jalan menempati
secara bersaing reseptor β-adrenergik. Blokade reseptor ini mengakibatkan
peniadaan atau penurunan kuat aktivitas adrenalin dan noradrenalin.
c. Calcium antagonist
Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat pemasukan ion Ca
ekstrasel ke dalam sel otot polos arteri dan dengan demikian dapat mengurangi
penyaluran impuls dan kontraksi miokard serta dinding pembuluh. Senyawa ini
tidak mempengaruhi kadar Ca di dalam plasma.
d. Angiotensin II receptor blocker
Angiotensin II receptor blocker menghalangi penempelan zat angiotensin
II pada reseptornya sehingga tidak terjadi vasokonstriksi dan tidak terjadi retensi
air dan garam. Contoh obatnya yaitu losartan, valsartan.
e. ACE inhibitor
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat pembentukan angiotensin
II yang mengakibatkan vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Contoh
obat golongan ini adalah kaptopril, enalapril, benazepril, cilazapril, fosinopril,
lisinopril, perindopril, quinapril, ramipril.6,19
14
Gambar 3. Tempat kerja kaptopril.(Bertram G. Katzung: 1997)7
1) Kaptopril
Farmakodinamik :
Kaptopril menghambat konversi AT I menjadi AT II sehingga mengurangi
kadar AT II, sekresi aldosteron, peningkatan aktivitas plasma renin dan
level bradikinin. Reduksi AT II menyebabkan penurunan retensi air dan
natrium. Dengan mekanisme ini, kaptopril menyebabkan efek hipotensi.6
Farmakokinetik :
Absorpsi: 60-75% diabsorpsi dari traktus gastrointestinal (GI) (oral),
konsentrasi plasma puncak setelah 1 jam.
Angiotensinogen
Vasodilatasi
Peningkatan sintesis prostaglandin
Inaktif
Bradikinin
kalikrein
Kininogen
Converting enzyme(kininase II)
Vasokonstriksi
Angiotensin II
Renin
Angiotensin I
Sekresi aldosteron
Penurunan tahanan vaskular perifer
Peningkatan retensi natrium dan air
Peningkatan tahanan vaskular perifer
Penurunan tekanan darah
Peningkatan tekanan darah
15
Distribusi: Protein Pengikatan (PP) 30%, menyeberangi plasenta dan ada
pada Air Susu Ibu (ASI) sekitar 1% dari konsentrasi darah ibu.
Ekskresi: lewat urin (40-50% masih utuh, 50% lagi tidak utuh). Eliminasi
waktu paruh (t1/2)nya 2-3 jam.26
Dosis :
Awal 12.5-25 mg 2x/hari, dapat ditingkatkan menjadi 50 mg 2x/hari bila
perlu. 6
Pemberian obat :
Berikan pada saat perut kosong 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan.19
Indikasi :
Hipertensi, gagal jantung, infark miokardium dan nefropati diabetik. Dapat
digunakan sebagai terapi pada pasien dengan fungsi ginjal normal.6
2) Enalapril
Farmakodinamik :
Enalapril di de-esterifikasi menjadi enalapril aktif6 yang menyebabkan
penghambatan ACE yang hebat sehingga mengurangi level AT II dan
sekresi aldosteron. Secara klinis, tekanan darah menurun, retensi air dan
garam diperbaiki, hipertrofi ventrikel dibalikkan. Aliran darah ginjal
meningkat tetapi pada pasien gagal ginjal mungkin terjadi oliguria atau
gagal ginjal akut.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: 60% diabsorpsi dari traktus GI (oral), konsentrasi plasma
puncak setelah 1 jam (enalapril), 3-4 jam (enalaprilat).
Distribusi: PP 50-60% (enalaprilat).
Metabolisme: di hati, dihidrolisis menjadi enalaprilat.
Ekskresi: lewat urin (60% sebagai enalaprilat dan bentuk utuh). Lewat
empedu (sisa dosisnya). Eliminasi t1/2-nya 11 jam.26
Dosis :
Oral 1-2 dd 5-10 mg (maleat) a.c./p.c., pemeliharaan 20-40 mg sehari.6
Indikasi :
16
Hipertensi, dekompensasi6
3) Lisinopril
Farmakodinamik :
Lisinopril menghambat konversi AT I menjadi AT II sehingga mengurangi
kadar AT II, sekresi aldosteron, peningkatan aktivitas plasma renin dan
level bradikinin. Reduksi AT II menyebabkan penurunan retensi air dan
natrium. Dengan mekanisme ini, lisinopril menyebabkan efek hipotensi.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: absorpsi secara lambat dan tidak lengkap dari traktus GI (oral),
konsentrasi plasma puncak setelah 7 jam.
Distribusi: PP ikatan tidak signifikan (25%).
Ekskresi: lewat urin (sebagai bentuk utuh). Eliminasi t1/2-nya 12 jam.26
Dosis :
Oral 1 dd 10 mg, maksimal 80 mg. 6
Indikasi :
Hipertensi, gagal jantung kongestif 6
4) Fosinopril
Farmakodinamik :
Fosinopril menghambat konversi AT I menjadi AT II sehingga
mengurangi kadar AT II, sekresi aldosteron, peningkatan aktivitas plasma
renin dan level bradikinin. Reduksi AT II menyebabkan penurunan retensi
air dan natrium. Dengan mekanisme ini, fosinopril menyebabkan efek
hipotensi.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: 36% diabsorpsi dari traktus GI (oral), konsentrasi plasma
puncak setelah 3 jam (fosinoprilat).
Distribusi: PP >95% (fosinoprilat).
Metabolisme: secara cepat dan lengkap dihidrolisis menjadi fosinoprilat
(metabolit aktif) di mukosa GI dan hati.
Ekskresi: lewat urin dan feses. Eliminasi t1/2-nya 11.5 jam (pasien
hipertensi), 14 jam (pasien dengan gagal jantung).26
17
Dosis :
Awal 1 dd 10 mg, sesudah 4 minggu bila perlu dinaikkan sampai 20-40
mg.6
Pemberian obat :
Paling baik diberikan 1 jam sebelum makan. Dapat diberikan bersama
makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada GI.19
Indikasi :
Hipertensi. Dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan diuretic
tiazid.6
5) Perindopril
Farmakodinamik :
Perindopril menghambat konversi AT I menjadi AT II sehingga
mengurangi kadar AT II, sekresi aldosteron, peningkatan aktivitas plasma
renin dan level bradikinin. Reduksi AT II menyebabkan penurunan retensi
air dan natrium. Dengan mekanisme ini, perindopril menyebabkan efek
hipotensi.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: secara cepat diabsorpsi dari traktus GI, konsentrasi plasma
puncak perindoprilat 3 jam setelah mengkonsumsi perindopril secara oral.
Distribusi: PP 60%. Perindoprilat 10-20%.
Metabolisme: utamanya di hati, dimetabolisme menjadi perindoprilat
(aktif metabolit) dan metabolit inaktif.
Ekskresi: utamanya lewat urin (sebagai bentuk utuh, bentuk metabolit).
Eliminasi t1/2 perindoprilat ≥ 25-30 jam.26
Dosis :
Oral 1 dd 4 mg, maksimal 8 mg. Pada lanjut usia, terapi awal 2 mg. Pada
insufisiensi ginjal, dosis disesuaikan dengan kreatinin klirens.6
Pemberian obat :
Berikan sebelum makan19
Indikasi:
Hipertensi esensial, gagal jantung kongestif 6
18
6) Quinapril
Farmakodinamik :
Quinapril menghambat konversi AT I menjadi AT II sehingga mengurangi
kadar AT II, sekresi aldosteron, peningkatan aktivitas plasma renin dan
level bradikinin.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: 60% diabsorpsi dari traktus GI.
Distribusi: 97% berikatan dengan protein plasma. Juga terdistribusi di
ASI.
Metabolisme: dimetabolisme di hati menjadi quinaprilat6 dan metabolit
inaktif.
Ekskresi: lewat urin dan feses.26
Dosis :
Oral 1 dd 10 mg, maksimal 80 mg. 6
Pemberian obat :
Berikan sebelum makan pada jam yang sama setiap hari19
Indikasi :
Hipertensi esensial sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan diuretic.
Terapi gagal jantung kongestif dikombinasi dengan diuretic &/atau
glikosida.
t1/2 nya 2.5 jam6
7) Ramipril
Farmakodinamik :
Ramipril dimetabolisme menjadi metabolit aktif, ramiprilat.6 Ramipril
menghambat konversi AT I menjadi AT II sehingga mengurangi kadar AT
II, sekresi aldosteron, peningkatan aktivitas plasma renin dan level
bradikinin. Reduksi AT II menyebabkan penurunan retensi air dan
natrium. Dengan mekanisme ini, ramipril menyebabkan efek hipotensi.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: 50-60% diabsorpsi dari traktus GI (oral). Konsentrasi plasma
puncak setelah 2-4 jam (ramiprilat).
19
Distribusi: PP 56%.
Metabolisme: dimetabolisme di hati menjadi ramiprilat.
Ekskresi: lewat urin (60%), lewat feses (sisanya). Eliminasi t1/2-nya 13-17
jam.26
Dosis :
Awal 1 dd 2.5 mg, maksimal 10 mg. Pemeliharaan 2.5-5 mg/hari. Pasien
dengan terapi diuretic agar pemberian diuretic, bila mungkin, dihentikan
2-3 hari sebelum mulai terapi. Awal 1.25 mg 1x/hari. 6
Indikasi :
Hipertensi, gagal jantung kongestif. Pasien yang menunjukkan tanda klinis
gagal jantung kongestif beberapa hari pertama sesudah infark miokard
akut. Untuk mengurangi risiko infark miokard, stroke, kematian
kardiovaskular atau kebutuhan akan prosedur revaskularisasi pada pasien
≥ 55 tahun dengan bukti klinis PJK, stroke atau penyakit vaskular perifer.
Pasien DM ≥ 55 tahun dengan satu atau lebih faktor risiko : hipertensi,
kolesterol total tinggi, perokok, diketahui mikroalbuminuria, adanya
penyakit vaskular sebelumnya.6
8) Benazepril
Farmakodinamik :
Benazepril dan metabolitnya, benazeprilat menghambat ACE
mengkonversi AT I menjadi AT II sehingga mengurangi sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal dan menurunkan aktivitas vasopressor.26
Farmakokinetik :
Absorpsi: 37% diabsorpsi dari traktus GI (oral), konsentrasi plasma
puncak setelah 1-2 jam (saat puasa), 2-4 jam (saat tidak puasa).
Distribusi: PP 95%. Ada pada ASI.
Metabolisme: di hati, dikonversi menjadi metabolit aktif (benazeprilat)11.
Ekskresi: utamanya lewat urin. Lewat empedu 11-12%. Eliminasi t1/2 nya
10-11 jam. 26
Dosis :
Oral 1x sehari 10 mg, maksimal 1-2 x 20 mg. 6
20
Indikasi :
Hipertensi dan gagal jantung kongestif 6
9) Cilazapril
Farmakodinamik
Cilazapril adalah prodrug dari cilazaprilat (metabolit aktif)6 menyebabkan
vasodilatasi dan penurunan resistensi perifer. Cilazapril mengurangi
pembentukan AT II, degradasi bradikinin, baik preload dan afterload, left
ventricular remodelling.26
Farmakokinetik
Absorpsi: setelah absorpsi, secara cepat dimetabolisme di hati menjadi
cilazaprilat. Bioavailability cilazaprilat 60%.
Ekskresi: cilazaprilat dalam bentuk utuh di urin. Plasma t1/2 – nya 9 jam
setelah dosis 1 kali sehari.26
Dosis :
1 dd 1.25 mg selama 2 hari, lalu 1 dd 2.5-5 mg6
Indikasi :
Hipertensi6
Semua ACE inhibitor, kecuali fosinopril, dieliminasikan terutama oleh ginjal.
Dosis obat harus dikurangi pada pasien yang mengalami insufisiensi ginjal.
Penggunaan obat golongan ACE inhibitor ini juga memiliki beberapa efek
samping, antara lain batuk, peningkatan kadar kalium darah, tekanan darah
rendah, pusing, sakit kepala, lemas, hilang rasa.17
ACE inhibitor memiliki manfaat khusus pada pasien diabetes melitus,
mengurangi proteinuria dan memantapkan fungsi ginjal (meskipun tanpa
penurunan tekanan darah). Keuntungan ini mungkin hasil dari hemodinamik
intrarenal yang membaik, dengan menurunnya resistensi arterioli eferen glomeruli
dan hasil penurunan tekanan kapiler intraglomeruli. ACE inhibitor telah terbukti
sangat berguna dalam pengobatan gagal jantung kongestif. 7
Hipotensi berat dapat terjadi setelah pemberian dosis permulaan dari
beberapa ACE inhibitor pada pasien yang hipovolemik karena diuretic,
pembatasan garam, atau kehilangan cairan gastrointestinal. Efek tak diinginkan
21
lainnya dari semua ACE inhibitor yang sering terjadi adalah gagal ginjal akut
(terutama pada pasien dengan stenosis arteri ginjal yang soliter), hiperkalemia,
angioedema, dan batuk kering, terkadang disertai oleh mengi.
Penggunaan ACE inhibitor adalah kontraindikasi pada kehamilan trimester
kedua dan ketiga karena hipotensi janin, anuria, dan kegagalan ginjal, kadang
disertai malformasi atau kematian janin7,20. Kaptopril, terutama jika diberikan
dalam dosis tinggi pada pasien insufisiensi ginjal, dapat menyebabkan netropenia
atau proteinuria. Efek toksik ringan yang khas meliputi perubahan rasa
pengecapan, ruam kulit alergi, dan demam obat, yang bisa terjadi paling banyak
10% pada pasien. Insidens dari efek tak diinginkan ini mungkin lebih rendah
dengan enalapril dan lisinopril.
Terapi kombinasi kini dianggap penting dan ternyata sangat efektif, karena
dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah juga efek sampingnya
berkurang. Lagi pula kesetiaan terapi ditingkatkan bila suatu sediaan mengandung
kombinasi dari dua atau tiga obat yang hanya harus diminum satu kali sehari.
Dianjurkan untuk langsung dimulai dengan kombinasi dua obat pada pasien
dengan TD lebih tinggi dari nilai/tujuan 140/90 mmHg.6
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei penggunaan obat ACE
inhibitor secara retrospektif.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Klinik Mitra Palembang pada tanggal 19
Desember - 26 Desember 2009.
22
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang diambil adalah semua data rekam medik pasien yang
didiagnosis menderita hipertensi di Klinik Mitra Palembang periode Januari 2007-
Juni 2009.
Sampel penelitian adalah semua data rekam medik pasien yang didiagnosis
menderita hipertensi derajat I dan derajat II di Klinik Mitra Palembang periode
Januari 2007 - Juni 2009 yang mendapatkan terapi obat antihipertensi golongan
ACE inhibitor.
D. Variabel-variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari :
1. Hipertensi
2. Karakteristik pasien hipertensi
3. Distribusi penggunaan obat
4. Dosis penggunaan obat
5. Frekuensi pemberian obat
6. Kombinasi obat
E. Definisi Operasional
1. Hipertensi adalah kondisi medis dimana tekanan darah sistolik >140
mmHg dan tekanan darah diastolik >90 mmHg. (JNC 7)
Hipertensi derajat I adalah pasien yang tekanan darahnya 140/90
mmHg – 160/100 mmHg. (JNC 7)
Hipertensi derajat II adalah pasien dengan tekanan darah lebih dari
160/100 mmHg. (JNC 7)
2. Karakteristik pasien hipertensi adalah identitas yang menyangkut jenis
kelamin, umur pasien, dan tekanan darah.
23
3. Distribusi penggunaan obat adalah jenis obat yang digunakan oleh seorang
pasien dalam kurun waktu tertentu.
4. Frekuensi penggunaan obat adalah jumlah obat antihipertensi per hari
yang diberikan kepada pasien dengan selang waktu tertentu.
5. Dosis penggunaan obat adalah jumlah obat antihipertensi dalam 1 kali
pemberian per satuan waktu yang digunakan untuk mencapai efek terapi.
6. Kombinasi obat adalah penggunaan obat bersama dengan obat
antihipertensi lainnya.
F. Metode Pengumpulan Data Penelitian
Data penelitian yang diambil merupakan data sekunder yang didapatkan
dari catatan rekam medik pasien yang didiagnosis menderita hipertensi derajat I
dan derajat II di Klinik Mitra Palembang pada periode Januari 2007 - Juni 2009.
G. Penyajian dan Analisis Data
Semua data penelitian yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam
bentuk tabel disertai penjelasan secara deskriptif.
24
25