faktor-faktor yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
BISINOSIS PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. ARGO PANTES
TBK. TANGERANG TAHUN 2016
SKRIPSI
OLEH:
RR. PUTRI ANNISYA AFFRIANY PRASETYO
NIM : 1112101000113
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2016 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2016
Rr. Putri Annisya A.P.
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2016
Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo, NIM: 1112101000113
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bisinosis Pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016.
xxv+165 halaman, 20 tabel, 7 gambar, 7 lampiran
ABSTRAK
Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja yang diakibatkan oleh pajanan
debu kapas di tempat kerja. Bisinosis masih menjadi masalah kesehatan di negara-
negara berkembang dan berkaitan erat dengan industri yang menghasilkan debu
kapas pada proses produksinya yaitu industri tekstil. Bahkan, pajanan debu kapas
pada industri tekstil dapat memberikan dampak yang luar biasa pada pekerja
apabila industri tekstil telah beroperasi selama puluhan tahun. PT. Argo Pantes
Tbk adalah salah satu perusahaan tekstil di Tangerang yang telah beroperasi
selama kurang lebih 44 tahun dan dalam proses produksinya menggunakan bahan
baku utama berupa katun alami dan katun campuran antara kapas dan polyester.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang
berhubungan kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes
Tbk Tangerang Tahun 2016. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2016 hingga
bulan September 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 130 orang responden.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer
yang didapat dengan menggunakan kuesioner ATS-DLD-78 A yang sudah
dilengkapi. Sementara teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji chi-square dan uji kruskal wallis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki
kemungkinan bisinosis tingkat ½ ada sebanyak 5 orang (3,8%), tingkat 1
sebanyak 2 orang (1,5%), dan tingkat 2 sebanyak 1 orang (0,8%). Selanjutnya
diketahui ada perbedaan signifkan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan
bisinosis (p value=0,021). Selain itu, diketahui pula bahwa sebanyak 48 (36,9%)
orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih
dari NAB.
Oleh karena itu, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang diantaranya perlu
meningkatkan jumlah dan performa alat pengendali debu dan ventilasi penghisap
udara, menggunakan pompa hampa udara dalam melakukan pembersihan mesin,
memberikan APD berupa masker jenis N95 kepada pekerja di bagian produksi,
dan kembali melakukan pemeriksaan kesehatan berkala kepada pekerja.
Daftar bacaan : 90 (1983-2016)
Kata kunci : Bisinosis, Debu Kapas, Penyakit Paru Akibat Kerja
iv
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY MAJOR
Minithesis, December 2016
Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo, NIM: 1112101000113
Factors Associated with Byssinosis Case Among Production Department
Workers in Argo Pantes Tangerang Inc, 2016
xxv+165 pages, 20 tables, 7 pictures, 7 attachments
ABSTRACT
Byssinosis is an occupational lung disease caused by cotton dust exposure
in the workplace. Byssinosis is one of the health problems in developing countries
and firmly related with industry that producing cotton dust during its production
process, namely textile industry. Moreover, if the textile industry has been
operated for decades, the exposure of cotton dust can provide tremendous impact
among the workers. Argo Pantes Tangerang Inc is one of the textile industry in
Tangerang that has been operated for approximately 44 years and using the
natural cotton and polyester-natural cotton-blended cotton as the raw material of
its production process.
This study is a cross sectional study that aims to reveal the byssinosis case
and factors associated with byssinosis case among the production department
workers of Argo Pantes Tangerang Inc year 2016. This study was conducted from
May 2016 to September 2016 with130 respondents as the sample. Primary data
source that collected by using the equipped ATS-DLD-78 A questionnaire is one
of the data sources that used in this study. While, data analysis techniques that
used in this study are chi-square test and kruskal wallis test.
The result of this study shows that there are 5 workers (3,8%) who have
possibility of suffering grade ½ of byssinosis symptom, 2 wokers (1,5%) have
possibility of suffering grade 1 of byssinosis symptom, and 1 worker (0,8%) have
possibility of suffering grade 2 of byssinosis symptom. Furthermore, its also
shows that there is association between cotton dust level/concentration and
byssinosis symptom (pvalue=0,021). Besides that, there are 48 workers (36,9%)
who work at work area with TWA exceed of cotton dust level/concentration.
Therefore, Argo Pantes Tangerang Inc need to improves the number and
performance of dust control equipment and air ventilation, using vacuum pump
for cleaning the machines, provides N95 respirators for the production
departmenst workers as the PPE, and re-perform the periodic medical
examinations of workers.
Reading List : 90 (1983-2016)
Keywords : Byssinosis, Cotton Dust, Occupational Lung Disease
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
BISINOSIS PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. ARGO PANTES
TBK. TANGERANG TAHUN 2016
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Desember 2016
Oleh:
Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo
NIM. 1112101000113
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Iting Shofwati S.T., M.KKK
NIP. 19760808 200604 2 001 Izzatu Millah, S.K.M, M.KKK
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIADAYATULLAH JAKARTA
1438/2016 H
vi
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RR. PUTRI ANNISYA AFFRIANY PRASETYO
NIM. 1112101000113
Jakarta, Desember 2016
Penguji I,
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
NIP. 19530730 198011 1 001
Penguji II,
dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D
vii
CURRICULUM VITAE (CV)
PERSONAL DATA
Nama : R. Putri Annisya Affriany Prasetyo
Tempat, Tanggal, Lahir : Jakarta,23 April 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Taman Palem Kuning No. 3,
RT/RW 04/19, Palem Kuning,
Karawaci, Tangerang
Telepon : 085718229998
Email : [email protected]
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
SEKOLAH/UNIVERSITAS TAHUN
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3), Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK).
Ciputat, Tangerang Selatan
2012-Sekarang
SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School (SMAN CMBS)
Jurusan IPA
Kuranten, Pandeglang
2009-2012
PENGALAMAN ORGANISASI
ORGANISASI/JABATAN TAHUN
Relawan Blood For Life Indonesia (Blood4lifeId/BFL Indonesia)
- Divisi Edukasi (DDI Rangers)
- Blood For Life Indonesia Chapter Tangerang
2016-Sekarang
Sekretaris Umum (General Secretary) FSK3 2015 (Forum Studi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015
viii
Member of Sahabat Beasiswa Chapter Jakarta 2014-Sekarang
Pengurus FSK3 2014 (Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Departemen Science
2014
Anggota TCYC (Tobacco Control Youth Community) dibawah
naungan TCSC IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia)
2014-Sekarang
Pengurus BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
- Departemen Pendidikan Penelitian dan Keilmuan (P2K)
- Penanggung Jawab Sementara Bendahara
- Bendahara Departemen Pendidikan Penelitian dan Keilmuan
(P2K)
- Sekretaris Departemen Pendidikan Penelitian dan Keilmuan
(P2K)
2013-2014
2013-2014
2014
2014
2013
Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Komisariat Fakultas Kesehatan (Komfakes)
2012-Sekarang
Koordinator II Divisi Kesehatan dan Olahraga
(ATMOSPHERE) OSIS SMAN CMBBS
2010-2011
Anggota Ekstrakurikuler Paduan Suara SMAN CMBBS 2009-2011
Anggota Ekstrakurikuler Tradisional Art (Tari Saman) SMAN
CMBBS
2009-2011
Anggota Ekstrakurikuler Kimia (Chemistry Club) SMAN
CMBBS
2010-2011
PENCAPAIAN
(PELATIHAN/WORKSHOP/SEMINAR/EXCHANGE/UJI KOMPETENSI)
PENCAPAIAN TAHUN
Peserta Interactive Training Contractor Safety Management
System (CSMS) oleh PT. Safety Training Solusindo
2016
Peserta Seminar OHS Sharing Knowledge 2016 “Pelatihan 2016
ix
Penggunaan Alat Pengukuran Higiene Industri” bersama Petrolab
Peserta Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Tahun 2016 “Langkah Tepat dan Cermat,
Pejalan Kaki Selamat”
2016
Peserta Seminar Profesi Promosi Kesehatan “Waspada Zika:
Temukan Strategi Pencegahannya”
2016
Peserta Seminar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional
“Strategi Peningkatan Performa K3 Organisasi di Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN ditinjau dari Aspek Manusia”
2016
Trainee dalam On the Job Training Program PT. TJB Power
Services PLTU Tanjung Jati B Unit 1 & 2
2016
Peserta Kajian Ilmu K3 Bersama/Pelatihan Mengenai
“Pengenalan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015
dan Contoh Implementasinya”
2016
Peraih Nilai Terbaik Nasional Ke I Pada Uji Kompetensi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Indonesia Periode Desember 2015 yang
Diselenggarakan oleh Komite Nasional UKSKMI
2015
Peserta Workshop “Risk Assessment in the Workplace” oleh
Fairuz Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company
2015
Peserta Workshop “Management of Fire Safety” oleh Fairuz
Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company
2015
Peserta Pelatihan Riset dan Lomba Karya Ilmiah yang
diselenggarakan oleh Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2015
Peserta Capacity Building Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
tema “How to Deal With Hard People”
2015
Exchange Participant of REAP Project on Global Community
Development Program in Manila, Philippine. This program is
established and organized by AIESEC UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta and AIESEC Ateneo de Manila University
2014
Peserta Tobacco Control Youth Camp: Pelatihan Advokasi Bagi
Mahasiswa dengan tema “Membangun Kerangka Kerja dan Peran
Strategis Mahasiswa dalam Upaya Advokasi Pengendalian
Tembakau yang diselenggarakan oleh TCSC IAKMI
2014
Peserta IMA Youth Forum Part of Indonesia MDG Awards 2013
yang diselenggarakan oleh The Office of The President’s Special
Envoy on Milennium Develompent Goals Republic of Indonesia
2014
x
Peserta Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya
Menghadapi Tantangan Kesehatan Masyarakat Indonesia Post
MDGs: Healthy People – Healthy EnvironmentI”
2014
Peserta Research Training (Pengumpulan Data, Manajemen Data,
dan Analisis Data Univariat dan Bivariat) BEM Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014
Peserta Workshop “Ergonomics in The Workplace” oleh Fairuz
Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company
2014
Peserta Workshop “Safety in The Process Industries” oleh Fairuz
Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company
2014
Enumerator Penelitian Program Studi Kesehatan Masyarakat di 3
desa binaan FKIK (Buaran, Pamulang/Reni Jaya, Rempoa)
bekerjasama dengan Departemen P2K BEM Kesehatan
Masyarakat
2013-2014
Peserta Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50
Tahun 2012 yang diselenggarakan oleh PT. Sinergi Solusi
Indonesia dan FSK3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014
Peserta Talkshow Nasional Peringatan Hari AIDS se-Dunia 2012
“Say Hi to AIDS”
2012
Peserta Seminar “Kajian Ilmu K3 Bersama: Basic Safety
Awareness & Contractor Safety Management System” oleh FSK3
UIN Jakarta
2012
Peserta Seminar Publik “Bongkar Skandal Century Menuju
Indonesia Tanpa Korupsi” yang diselenggarakan oleh LPUI-
Kastrat Kammi UIN dan BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2012
Peserta Kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika yang diselenggarakan oleh
Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia berkerja sama
dengan BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2012
Peserta Pelatihan Pemantauan Tumbuh Kembang Balita Melalui
Penggunaan Media Lembar Putar Pada Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Gizi Balita di Kelurahan
Rempoa, Kecamatan Timur, Tangerang Selatan
2012
Peserta Pelatihan Konseling Gizi Melalui Penggunaan Media
Lembar Balik Pada Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Dalam
Rangka Peningkatan Gizi Balita di Kelurahan Rempoa,
Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan
2012
Peserta Lomba Saman dalam event Sonic Linguistic MAN Insan
Cendekia Boarding School
2010
xi
Peserta Lomba Writing Competition Bulan Bahasa SMAN
CMBBS
2010
Peserta Lomba Vocal Group UNSERA 2010
PENGALAMAN KEPANITIAAN
Ketua Tim Peneliti Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Master of Ceremoy (MC)/Pembawa acara dalam Seminar Beasiswa dan Launching
Sahabat Beasiswa Chapter Jakarta Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Sahabat
Beasiswa Chapter Jakarta dan HMPS Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2015
Master of Ceremony (MC)/Pembawa acara dalam acara Kongres FSK3 (Forum Studi
Keselamatan Kesehatan Kerja) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Anggota divisi acara dalam kepanitian Entrepreneurship Festival BEM Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi Kesehatan dalam Kepanitian Penguatan Keorganisasian dan Silaturahim
Mahasiswa (PKSM) BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi konsumsi kepanitiaan Safety Building Training BEM Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi Perlengkapan kepanitiaan seminar dan kajian RUU Nakes BEM
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Koordinator divisi Konsumsi kepanitiaan Pelatihan Skrinning BEM Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Koordinator divisi acara kepanitiaan Running BEM “Team Building dan RaKer” BEM
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi Konsumsi kepanitiaan Penyuluhan PHBS BEM Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi PHD kepanitiaan BONGKAR BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Panitia kegiatan “Pelatihan dan Aplikasi Screening” BEM Kesehatan Masyarakat UIN
xii
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014
Panitia dalam acara “Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013, Go Ahead
Attack Cigarrete; Peran Mahasiswa Kesehatan dalam Dukungannya terhadap Aksesi
FCTC untuk Indonesia Sehat”
Anggota divisi Acara kepanitiaan Penutupan PSO dan bulan OPAK BEM Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013
Sekretaris Kepanitiaan Research Training “Pengumpulan, Manajemen, dan Analisis
Data” BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bendahara kepanitiaan Gerakan Kesehatan Masayarakat Mengabdi “Ayo Mengenal
Buah dan Sayur” BEM Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2013
Bendahara kepanitiaan LKTM BEM Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2013
Bendahara kepanitiaan OPAK Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2013
xiii
KATA PENGANTAR
بسمهللالرحمنالرحيم
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur ke hadirat AllAH
SWT, Tuhan semesta alam, yang berkat rahmat, karunia, dan ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk.
Tangerang Tahun 2016”.
Penulis menyadari bahwa penulis telah mendapatkan banyak dukungan
dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dari
itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga, terutama kedua orang tua, mama (Ibu Tuty Herawati) dan Papa (R.
Bambang Agus Prasetyanto,S.Kom), kedua adik penulis (R. Dwi Pandu
Prasetyo Putro dan Rr. Tri Utami Syarah Prasetyo Putri), alm. Mbah kakung,
mbah Putri, macil, nenek, alm. Aki Poedjo, dan seluruh keluarga besar
penulis, atas doa, kasih sayang, cinta, pengorbanan, dukungan, semangat, dan
motivasi yang senantiasa dicurahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menggapai jenjang pendidikan perguran tinggi dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
xiv
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST, M.KKK selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu
Izatu Millah, SKM, M.KKK selaku dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan waktu dan tenaganya untuk membimbing, memberi ilmu,
memberi arahan, serta memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
5. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D, dr. Yuli Prapanca, MARS, dan dr. Mukhtar Ikhsan,
SpP(K) selaku penguji dalam seminar hasil/sidang skripsi yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji serta memberi masukan,
saran, perbaikan, dan ilmu kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu-ilmu dan pengajaran yang
telah diberikan.
7. Bapak Efendi selaku staff HRD PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang dan dr. Tri
selaku dokter perusahaan PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang yang telah
memberi izin, bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis dalam
melakukan penelitian di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang.
8. Kak Nur Najmi Laila, SKM, M.Kes selaku laboran K3 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberi izin menggunakan alat laboratorium
K3 serta turut mendampingi, membantu, dan memberi arahan kepada penulis
dalam proses pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas di PT. Argo Pantes
Tbk. Tangerang.
9. Bapak Yunus, Bapak Margono, Bapak Arifin, Bapak Dodit, Bapak Timan,
Bapak Darmaji, Bapak Totok, Bapak Suroso, Bapak Abu Sofyan, Bapak Lili,
Bapak Suistoyo, Mbak Bibah, dan Mas Franky selaku kepala unit, shift
leader, dan staff administrasi unit yang sangat kooperatif, serta telah
xv
memberi izin, bantuan, dan dukungan kepada pennulis dalam melakukan
pengumpulan data.
10. Sahabat tercinta Amaliah Nurrizqi dan adik kelas tercinta Mia Amalia atas
dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini serta
bantuan yang diberikan kepada penulis dalam proses pengumpulan data.
11. Sahabat-sahabat tecinta penulis Alm. Kak Hasanah Putri (Kak Nacil), Halida
Muthia, Anis Rohmana Malik, Intan Permata Sari, dan Cholifatun Nisa atas
bantuan moral, dukungan, serta semangat yang diberikan kepada penulis
selama ini.
12. Teman-teman Cngers (Kelas C), K3, dan Kesehatan Masyarakat 2012 yang
saling menguatkan dan menyemangati satu sama lain.
Semoga AllAH SWT senantiasa membalas kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis dengan limpahan rahmat, rezeki, kasih sayang, kesehatan, dan
perlindungan. Aamiiin Ya Robbal Alamiiin.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang ada dalam
skirpsi ini. Maka dari itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat
diperlukan dan diharapkan oleh penulis agar dapat dijadikan pembelajaran dan
masukan oleh penulis di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membaca. Semoga AllAH SWT
senantiasa membimbing, meridhoi, dan menuntun langkah kita semua. Amiin Ya
Robbal Alamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2016
Rr. Putri Annisya A.P.
xvi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... vi
CURRICULUM VITAE (CV) .............................................................................. vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xx
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xxiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
1. Tujuan Umum .......................................................................................... 9
2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 11
1. Bagi Peneliti Lain ................................................................................... 11
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 11
3. Bagi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang .................................................. 11
4. Bagi Pekerja ........................................................................................... 12
xvii
F. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14
A. Bisinosis ..................................................................................................... 14
1. Definisi Bisinosis ................................................................................... 14
2. Etiologi Bisinosis ................................................................................... 14
3. Patogenesis Bisinosis ............................................................................. 16
4. Gejala dan Karakteristika Penyakit Bisinosis ........................................ 18
5. Diagnosis Penyakit Bisinosis ................................................................. 21
6. Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade) ..................................... 24
B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis .................................. 26
1. Konsentrasi/Kadar Debu Kapas ............................................................. 26
2. Penggunaan APD (Penggunaan Masker) ............................................... 31
3. Masa kerja .............................................................................................. 33
4. Kebiasaan Merokok ................................................................................ 35
5. Status Gizi .............................................................................................. 40
6. Umur Pekerja .......................................................................................... 42
7. Jenis Kelamin ......................................................................................... 45
8. Tingkat Pendidikan ................................................................................ 48
C. Pencegahan dan Tatalaksana Bisinosis ...................................................... 49
1. Pencegahan ............................................................................................. 49
2. Tatalaksana ............................................................................................. 51
D. Industri Tekstil ........................................................................................... 52
E. Kerangka Teori ........................................................................................... 54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................ 55
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 55
B. Definisi Operasional .................................................................................. 56
C. Hipotesis .................................................................................................... 59
xviii
BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 60
A. Desain Penelitian ....................................................................................... 60
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 60
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 60
D. Pengumpulan Data ..................................................................................... 64
E. Instrumen Penelitian ................................................................................... 67
F. Pengolahan Data ......................................................................................... 75
G. Analisa Data ............................................................................................... 85
BAB V HASIL ..................................................................................................... 89
A. Proses Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ................................. 89
a) Bahan Baku dan Bahan Penolong .......................................................... 89
b) Proses Produksi dan Hasil Produksi ....................................................... 89
B. Analisis Univariat ...................................................................................... 97
a) Gambaran Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk.
Tangerang ................................................................................................... 97
b) Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada
Pekerja PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang ................................................ 100
C. Analisis Bivariat ....................................................................................... 107
a) Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok,
Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan
Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang.
108
b) Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis Pada Pekerja Bagian
Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. .............................................. 112
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 113
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 113
B. Gambaran Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang ..................................................................................... 114
xix
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian
Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang ..................................................... 119
1. Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dan Bisinosis ...... 119
2. Penggunaan APD Pekerja .................................................................... 138
3. Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis ....................................... 140
4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Bisinosis .......................... 141
5. Hubungan Antara Status Gizi dan Bisinosis ........................................ 143
6. Hubungan Antara Umur Pekerja dan Bisinosis .................................... 145
7. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Bisinosis ................................... 146
8. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bisinosis .......................... 148
BAB VII PENUTUP .......................................................................................... 150
A. Simpulan .................................................................................................. 150
B. Saran ........................................................................................................ 151
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154
LAMPIRAN ........................................................................................................ 165
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade) .................................... 25
Tabel 2.2 Tingkat Bisinosis, Perubahan Akut, dan Nilai FEV 1,0 Terhadap
Prediksi ................................................................................................................. 25
Tabel 2.3 Occupational Exposure Limits untuk Debu Kapas ............................... 31
Tabel 2.4 Permissible Exposure Limits for Cotton Dust for Different Work Areas
............................................................................................................................... 31
Tabel 2.5 Klasifikasi BMI Internasional untuk Orang Dewasa ............................ 41
Tabel 2.6 Pembuatan Produk Tekstil .................................................................... 52
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 56
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Pada Setiap Variabel/Faktor Risiko
Penelitian ............................................................................................................... 61
Tabel 4.2 Rangkaian Kegiatan Pengumpulan Data .............................................. 65
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Bisinosis Menuut Tingkat Bisinosis di PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ...................................................................... 98
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Menurut Gejala Penyerta Bisinosis di PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ...................................................................... 99
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, penggunaan APD,
kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan di
PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016 ................................................... 100
Tabel 5.4 Distribusi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Per Unit dan Per Area Kerja
Unit Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ............................. 101
Tabel 5.5 Distribusi Jenis Masker yang Digunakan Pekerja Bagian Produksi di
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 .................................................... 103
xxi
Tabel 5.6 Distribusi Lama Merokok dan Rata-Rata Batang Rokok per Hari
Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ................................... 105
Tabel 5.7 Distribusi Status Merokok Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
Tahun 2016 ......................................................................................................... 106
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang Tahun 2016 ....................................................................................... 107
Tabel 5.9 Hubungan Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok, Status
Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Bisinosis Pada
Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ............ 108
Tabel 5.10 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian
Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ..................................... 112
Tabel 6.1 Existing Control dan Additional Control Pada Area Kerja ................ 121
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori.................................................................................. 54
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 55
Gambar 4.1 Tampilan Layar EPAM-5000 Saat Proses Run Sampling ................ 74
Gambar 5.1 Alur Kegiatan Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ................ 97
Gambar 5.2 Konsentrasi/Kadar Debu Kapas di Area Kerja Produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang ......................................................................................... 102
Gambar 5.3 Kebiasaan Penggunaan Masker Pekerja.......................................... 103
Gambar 5.4 Sumber Kepemilikan Masker .......................................................... 104
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Layout titik pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas dengan menggunakan
EPAM-5000 pada masing-masing area kerja
3. Dokumentasi Gambar (Foto)
4. Hasil Output SPSS
5. Hasil Ouput EPAM 5000
6. Surat Balasan dari PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
7. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang oleh
Unilab
xxiv
DAFTAR ISTILAH
ACGIH : American Conference of Governmental Industrial
Hygienists
APD : Alat Pelindung Diri
CEN : European Committee for standardization/ Comité
Européen de Normalisation
FEV : Forced Expiratory Flow (Volume Ekspirasi Paksa)
ILO : International Labor Organization
ISO : International Organization for Standardization
ITPT : Industri Tekstil dan Produk Tekstil
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indoenesia
NAB : Nilai Ambang Batas
NIOSH : National Institute of Occupational Safety and Health
PAK : Penyakit Akibat Kerja
Permanakertrans RI : Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia
SNI : Standar Nasional Indonesia
UK : United Kingdom
US : United State
WHO : World Health Organization
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
Kemendagri : Kementerian Dalam Negeri
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya tentu memiliki risiko dan
bahaya yang dapat menyebabkan berbagai masalah potensial di tempat kerja
terjadi. Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan salah satu masalah kesehatan
potensial pada pekerja di tempat kerja, dimana ILO memperkirakan bahwa
setiap tahun terjadi 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja (Kementerian
Kesehatan RI, 2015d, ILO, 2008). Di Indonesia, jumlah kasus penyakit akibat
kerja pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 40.694 kasus dari tahun
2013 yang mencapai 97.144 kasus. Namun, tingkat partisipasi angkatan kerja
di Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut diperoleh dari data tingkat
partisipasi angkatan kerja yang menunjukkan bahwa partisipasi angkatan kerja
pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 69,2% dari tahun 2012 yang
hanya mencapai 66,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2015d).
Saat ini, menderita luka dan terkena penyakit akibat kerja dianggap
merupakan hal yang umum terjadi dalam dunia kerja (ILO, 2008). Padahal,
ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan-
kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun mencapai lebih
dari US$ 1.25 triliun yang itu artinya sama dengan 4% dari Produk Domestik
Bruto (GDP) dunia atau lebih dari 20 kali dana bantuan pembangunan resmi
(Markkanen, 2004). Maka dari itu, berbagai upaya untuk mencegah,
menemukan/mendeteksi, dan mengendalikan PAK harus senantiasa dilakukan
oleh berbagai industri/perusahaan.
2
Ada berbagai macam atau jenis PAK salah satunya adalah penyakit
saluran pernapasan/penyakit paru akibat kerja (seperti pneumokoniosis,
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), dan asma akibat kerja)
(Lastriawati dan K., 2015). NIOSH memperkirakan angka kematian yang
terkait dengan penyakit paru akibat kerja (occupational lung disease)
mencapai sekitar 705 dari total kematian akibat kerja (Dwi, 2013). Penyakit
paru akibat kerja juga telah tercatat keberadaannya sejak sangat lama karena
telah tercatat di dalam catatan sejarah kuno (Alemu dkk., 2010). Sehingga
dapat dikatakan, penyakit paru akibat kerja memberikan dampak yang besar
terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup (produktivitas) pekerja.
Berkaitan dengan penjelasan pada paragraf sebelumnya, ILO menyatakan
bahwa salah satu penyakit paru akibat kerja yang paling banyak diderita oleh
pekerja adalah Pneumokoniosis (Kementerian Kesehatan RI, 2015a).
Berdasarkan Surveillance of Work-Related and Occupational Respiratory
Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris secara rutin, diketahui bahwa
Pneumokoniosis hampir selalu menduduki peringkat 3-4 setiap tahunnya
(Susanto, 2012). Sementara berdasarkan data dari ILO tahun 2013, sebanyak
30% sampai 50% pekerja di negara berkembang menderita pneumokoniosis
(Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Pneumokoniosis digunakan untuk
menyatakan berbagai keadaan salah satunya adalah kelainan yang ditimbulkan
oleh debu organik seperti debu kapas yang kemudian lebih dikenal dengan
istilah bisinosis (Susanto, 2012).
Saat ini, bisinosis masih merupakan masalah kesehatan kerja yang perlu
mendapat perhatian sebab prevalensi bisinosis masih tinggi di negara-negara
berkembang, meskipun di negara-negara maju prevalensinya telah mengalami
3
penurunan yang signifikan (Hinson dkk., 2014, Chauhan dkk., 2015).
Pernyataan tersebut didukung oleh data yang menunjukkan bahwa
prevalensi/rate bisinosis di berbagai negara bervarasi. Di UK, rate bisinosis
hanya mencapai 3%, sementara di Turki berdasarkan penelitian-penelitian
yang telah dilakukan prevalensi bisinosis di negara tersebut mencapai 14,2%,
sedangkan di Indonesia, Sudan, dan India rate bisinosisnya mencapai 30-50%
(Hinson dkk., 2014, Farooque dkk., 2008).
Meski belum ada data prevalensi bisinosis nasional secara resmi dan detail
di Indonesia, namun data prevalensi bisinosis dapat dilihat dari hasil penelitian
yang telah dilakukan pada bebagai industri. Seperti halnya penelitian
Baratawidjaja pada tahun 1989 di Pabritex Senayan yang menunjukkan
prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 21,60% (54 dari 250 karyawan)
(Baratawidjaja, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Karnagi pada tahun
1996 di PT. Sandratex Jakarta menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis pada
pabrik tersebut mencapai 27,3% (Karnagi, 1996). Wahab pada tahun 2001
dalam penelitiannya di sebuah pabrik tekstil di Semarang menunjukkan bahwa
prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 26,2% (Wahab, 2001).
Kemudian, penelitian Hendarta tahun 2005 di sebuah pabrik tekstil di
Bogor menghasilkan prevalensi bisinosis di tempat tersebut mencapai 11,1 %
(9 dari 81 pekerja) (Hendarta, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hartati
pada tahun 2013 di pengolahan kapas UD. Tuyaman Kabupaten Kendal
menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 55% (Dwi,
2013). Sementara Syahputra dkk dan Mulyati dkk pada tahun 2015 dalam
masing-masing penelitiannya pada Sebuah pabrik X Pembuat Tilam di Kota
Medan dan pada sebuah industri tekstil PT. Grandtex Bandung menyatakan
4
bahwa prevalensi bisinosis di masing-masing tempat tersebut mencapai
kemungkinan 77% (36 orang) dan 18,75 % (15 orang dengan gejala bisinosis
positif dan fungsi paru tidak normal) (Syahputra dkk., 2015, Mulyati dkk.,
2015).
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, dapat
diketahui bahwa kejadian bisinosis sangat berkaitan erat dengan industri yang
banyak menghasilkan debu kapas pada proses produksinya. Seperti halnya
Alemu dkk (2010) yang menyatakan bahwa industri yang berhubungan
dengan proses pengolahan kapas khususnya pabrik kain dan benang adalah
yang paling berhubungan dengan paparan debu kapas pada pekerja (Alemu
dkk., 2010). Selain itu, Cauhan dkk (2015) juga menyatakan bahwa kejadian
bisinosis telah dilaporkan oleh negara-negara yang memiliki industri tekstil.
Kemudian, Suma’mur P.K (2014) menyatakan bahwa bisinosis tidak menjadi
masalah penting selama perusahaan-perusahaan tekstil baru beroperasi selama
beberapa tahun, namun akan berdampak sangat luar biasa pada pekerja apabila
perusahaan tekstil sudah beroperasi selama puluhan tahun.
PT. Argo Pantes, Tbk Tangerang adalah salah satu perusahaan manufaktur
di Indonesia yang bergerak di bidang industri tekstil. PT. Argo Pantes Tbk
merupakan salah satu produsen tekstil berkualitas terkemuka di Indonesia. PT.
Argo Pantes telah beroperasi selama kurang lebih 44 tahun sejak diresmikan
pada tanggal 22 Juli 1972. Pada mulanya PT. Argo Pantes yang bernama PT.
Daya Manunggal Tangerang berfokus pada proses pertenunan (weaving).
Namun dikarenakan kala itu prospek pabrik pemintalan sedang berjalan
dengan baik, maka pada tanggal 12 Juli 1977 perusahaan mendirikan parbik
spinning sebanyak 2 unit dan berganti nama menjadi PT. Argo Pantes.
5
Selanjutnya pada tahun 1980 PT. Argo Pantes kembali membangun pabrik
weaving (pertenunan) dan dyeing finishing (pencelupan kain) (Alpiah, 2015).
PT. Argo Pantes telah memenuhi standar Internasional (tersertifikasi) ISO
9002 dan ISO 14001 dari SGS Indonesia. Selain itu, PT. Argo Pantes juga
telah memperoleh sertifikat “Best Delivery Performance” dan “Best Vendor
Reward”. Adapun proses produksi tekstil yang ada di PT. Argo Pantes terdiri
dari Spinning, Yarn Dyeing, Weaving, dan Dyeing Finishing dengan bahan
baku utama yang digunakan adalah bahan baku katun dan katun campuran
kapas dan polyester (Alpiah, 2015).
Berdasarkan data angka kunjungan berobat tahunan tahun 2015 dan data
hasil pengukuran lingkungan kerja oleh PT. Unilab Perdana pada lingkungan
kerja PT. Argo Pantes, diperoleh informasi bahwa golongan penyakit yang
paling banyak diderita karyawan PT. Argo Pantes adalah penyakit pernapasan
dengan total kunjungan berobat sebanyak 1.121 (30%) dan kadar debu total
yang terdapat di lingkungan kerja unit 8 winding spinning 3 (SP-3), unit 7 ring
spinning SP-3, unit 3 winding SP-1, unit 5 blowing SP-1, unit 8 blowing SP-3,
unit 9 RTW yarn processing, unit 11 tenun AJL weaving 1, unit 4 ring
spinning SP-1, serta unit 10 PAD steam fabric processing masing-masing
mencapai 4 mg/m3, 3 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3,
1 mg/m3, dan 0,2 mg/m3.
Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
diketahui bahwa dari 30 orang pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 8
orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 yang disertai gejala
penyerta dan 1 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang
disertai dengan gejala penyerta. Kemudian, berdasarkan hasil pengukuran
6
konsentrasi/kadar debu kapas sebagai studi pendahuluan, dapat diketahui
bahwa pada bagian Winding unit Spinning 3 konsentrasi/kadar debu kapasnya
mencapai 0,317 mg/m3, pada bagian tenun unit weaving konsentrasi/kadar
debu kapasnya mencapai 0,260 mg/m3, dan pada bagian Soft Winder unit Yarn
Processing (Yarn Dyeing) konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,104
mg/m3. Sementara di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
no. 13 Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas
(NAB) zat kimia di udara tempat kerja, tertulis bahwa Nilai Ambang Batas
(NAB) dari debu kapas (debu katun) adalah sebesar 0,2 mg/m3
(Kemenakertrans RI, 2011, Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2005).
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengetahui tentang gambaran
kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun
2016 karena bisinosis dapat timbul atau terjadi pada pekerja berhubungan atau
disebabkan oleh berbagai macam faktor (multifaktorial). Faktor risiko tersebut
diantaranya terdiri dari konsentrasi/kadar debu kapas, masa kerja/durasi
bekerja (duration of employment), merokok, penggunaan APD (Alat
Pelindung Diri) atau pemakaian masker, status gizi, umur pekerja, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan (Syahputra dkk., 2015, Mulyati dkk., 2015,
Karnagi, 1996, Hendarta, 2005, Dwi, 2013, Farooque dkk., 2008, Er dkk.,
2016, Chauhan dkk., 2015).
B. Rumusan Masalah
Bisinosis masih merupakan masalah kesehatan akibat kerja pada negara-
negara berkembang. Kejadian bisinosis sangat berkaitan erat dengan industri
yang banyak menghasilkan debu kapas dalam proses produksinya, yaitu
7
Industri Tekstil. Pajanan debu kapas pada industri tekstil akan sangat luar
biasa dampaknya pada pekerja jika perusahaan tekstil sudah beroperasi selama
puluhan tahun. PT. Argo Pantes, Tbk Tangerang adalah salah satu perusahaan
manufaktur di bidang industri tekstil yang telah beroperasi selama kurang
lebih 44 tahun. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan
diketahui bahwa dari 30 orang pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 8
orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 yang disertai gejala
penyerta dan 1 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang
disertai dengan gejala penyerta. Kemudian hasil pengukuran konsentrasi/kadar
debu kapas sebagai studi pendahuluan, menunjukkan bahwa pada bagian
Winding unit Spinning 3 konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,317
mg/m3, pada bagian tenun unit weaving konsentrasi/kadar debu kapasnya
mencapai 0,260 mg/m3, dan pada bagian Soft Winder unit Yarn Processing
(Yarn Dyeing) konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,104 mg/m3.
Selain itu, berdasarkan data kunjungan berobat tahunan tahun 2015, dapat
diketahui bahwa penyakit pernapasan adalah golongan penyakit yang paling
banyak diderita oleh pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dengan total
kunjungan berobat sebanyak 1.121 orang pekerja (30%). Kemudian,
berdasarkan data hasil pengukuran lingkungan kerja oleh PT. Unilab Perdana,
kadar debu total yang terdapat di lingkungan kerja PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang unit 8 winding spinning 3 (SP-3), unit 7 ring spinning SP-3, unit 3
winding SP-1, unit 5 blowing SP-1, unit 8 blowing SP-3, unit 9 RTW yarn
processing, unit 11 tenun AJL weaving 1, unit 4 ring spinning SP-1, serta unit
10 PAD steam fabric processing masing-masing mencapai 4 mg/m3, 3 mg/m3,
2 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3, dan 0,2 mg/m3.
8
Sementara NAB debu kapas (debu katun) berdasarkan Permanakertrans no. 13
Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 adalah 0,2 mg/m3.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran prevalensi kejadian bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
2. Bagaimana gambaran konsentrasi/kadar debu kapas pada pekerja bagian
produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
3. Bagaimana gambaran penggunaan APD (penggunaan masker) pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
4. Bagaimana gambaran masa kerja pekerja bagian produksi pada PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
5. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok pada pekerja bagian produksi
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
6. Bagaimana gambaran status gizi pada pekerja bagian produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
7. Bagaimana gambaran umur pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang Tahun 2016?
8. Bagaimana gambaran jenis kelamin pekerja bagian produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
9. Bagaimana gambaran tingkat pendidikan pada pekerja bagian produksi
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
10. Bagaimana hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas dan bisinosis
pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun
2016?
9
11. Bagaimana hubungan antara penggunaan masker dan bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
12. Bagaimana hubungan antara masa kerja dan bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
13. Bagaimana hubungan antara kebiasaan merokok dan bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
14. Bagaimana hubungan antara status gizi dan bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
15. Bagaimana hubungan antara umur pekerja dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
16. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
17. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui gambaran kejadian
bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bisinosis
pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun
2016.
2. Tujuan Khusus
1) Diketahui gambaran prevalensi kejadian bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
2) Diketahui gambaran konsentrasi/kadar debu kapas pada pekerja bagian
produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
10
3) Diketahui gambaran penggunaan masker pada pekerja bagian produksi
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
4) Diketahui gambaran masa kerja pekerja bagian produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
5) Diketahui gambaran kebiasaan merokok pekerja bagian produksi PT.
Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
6) Diketahui gambaran status gizi pada pekerja bagian produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
7) Diketahui gambaran umur pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes
Tbk Tangerang Tahun 2016
8) Diketahui gambaran jenis kelamin pekerja bagian produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
9) Diketahui gambaran tingkat pendidikan pada pekerja bagian produksi
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
10) Diketahui hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan
bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang Tahun 2016
11) Diketahui hubungan antara penggunaan masker dan bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
12) Diketahui hubungan antara masa kerja dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
13) Diketahui hubungan antara kebiasaan merokok dan bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
14) Deiketahui hubungan antara status gizi dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
11
15) Diketahui hubungan antara umur pekerja dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
16) Diketahui hubungan antara jenis kelamin dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
17) Diketahui hubungan antara tingkat pendidikan dan bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk
melanjutkan penelitian lain terkait bisinosis dengan desain penelitian yang
berbeda di tempat yang sama ataupun di tempat yang juga berbeda.
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
dan literatur kepustakaan terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan
bisinosis pada salah satu industri tekstil.
3. Bagi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan program keselamatan dan kesehatan
kerja yang komprehensif di PT. Argo Pantes Tbk melalui upaya promotif,
preventif dan kuratif. Hal tersebut merupakan bentuk upaya dalam
mencegah terjadinya bisinosis pada pekerja yang masih sehat,
mengendalikan konsentrasi debu kapas pada area kerja, serta memberikan
penanganan yang cepat dan tepat bagi pekerja yang sudah memiliki
kemungkinan mengalami bisinosis. Sehingga produktivitas dan performa
para pekerja dapat terjaga dan kembali optimal.
12
4. Bagi Pekerja
Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pekerja dalam
mendeteksi dini penyakit bisinosis pada dirinya, turut membantu pekerja
dalam mencegah dan mengendalikan perkembangan penyakit bisinosis,
serta dapat menstimulasi para pekerja dalam menyadari pentingnya
penggunaan APD berupa masker selama bekerja di tempat kerja dengan
kadar debu kapas yang tinggi.
F. Ruang Lingkup Penelitian
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang telah beroperasi selama 44 tahun.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan diketahui bahwa
pendahuluan dari 30 orang pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 8 orang
pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 yang disertai gejala
penyerta dan 1 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang
disertai dengan gejala penyerta. Selain itu, berdasarkan data kunjungan
berobat tahunan pada tahun 2015 penyakit pernapasan adalah golongan
penyakit yang paling banyak diderita oleh pekerja. Selanjutnya, berdasarkan
data pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan oleh PT. Unilab diperoleh
informasi bahwa kadar debu total pada beberapa unit di PT. Argo Pantes
berada dalam rentang 0,2-4 mg/m3. Sementara berdasarkan hasil pengukuran
konsentrasi/kadar debu kapas yang dilakukan oleh peneliti diperoleh hasil
berupa konsentrasi/kadar debu kapas pada bagian Winding unit Spinning 3
mencapai 0,317 mg/m3, pada bagian tenun unit weaving mencapai 0,260
mg/m3, dan pada bagian Soft Winder unit Yarn Processing (Yarn Dyeing)
mencapai 0,104 mg/m3. Sementara NAB debu kapas itu sendiri hanya sebesar
0,2 mg/m3.
13
Maka dari itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang Tahun 2016. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 hingga
bulan September 2016 dan merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan
desain cross sectional. Responden pada penelitian ini berjumlah 130 orang
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 yang
dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. Sumber data
yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner ATS-
DLD-78 A yang sudah dilengkapi atau diberi tambahan pertanyaan dari
kuesioner penelitian Julia Karnagi (1996) yang mengadopsi kuesioner British
Medical Research Council (BMRC). Selain itu, analisis yang akan digunakan
adalah analisis univariat berupa deskriptif kuantitatif dan analisis bivariat
berupa uji chi-square dan uji kruskal wallis.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bisinosis
1. Definisi Bisinosis
Penyakit bisinosis yang merupakan penyakit paru akibat kerja
memiliki beberapa istilah dan definisi. Bisinosis dikenal dengan istilah
“Brown lung disease” dan “cotton worker’s lung” (Farooque dkk., 2008).
Bisinosis adalah istilah yang diambil dari kata/bahasa Yunani yang artinya
benang putih, yang merupakan gangguan pernapasan yang terjadi pada
beberapa individu yang terpapar debu kapas mentah (Berry dkk., 2007).
Bisinosis adalah salah satu jenis khusus asma akibat kerja yang disebabkan
oleh inhalasi debu kapas atau rami (Bourke dan Burns, 2011). Selanjutnya
Suma’mur P.K. (2014) mendefinisikan bisinosis (byssinosis) sebagai
penyakit paru akibat kerja yang penyebabnya penghirupan debu kapas,
vlas, henep, atau sisal. Bisinosis juga didefinisikan sebagai penyakit paru
akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran udara akut atau kronis
yang dijumpai pada pekerja pengolahan kapas, rami halus, dan rami
(Jeyaratnam dan Koh, 2010).
2. Etiologi Bisinosis
Selama puluhan tahun berlaku hipotesis mengenai etiologi bisinosis,
yaitu (Suma'mur P.K, 2014):
a. Efek mekanis debu kapas yang dihirup ke dalam paru;
b. Akibat pengaruh endotoksin bakteri Gram-negatif kepada alat
pernafasan;
c. Merupakan gambaran reaksi alergi dari pekerja kepada debu kapas;
15
d. Akibat bekerjanya zat kimia dari debu kepada paru seperti zat kimi
brokho-konstriktor atau enzim;
e. Reaksi psikis dari para pekerja.
Namun, tidak satu pun dari etiologi tersebut dapat dibuktikan secara
tunggal dan benar-benar pasti sebagai penyebab bisinosis. Oleh karena itu
Suma’mur P.K (2014) mengusulkan teori penyebab jamak bisinosis
(multiple causation of byssinosis). Sehingga kelima faktor yang telah
disebutkan di atas dianggap bekerja sama dalam menimbulkan gejala
penyakit. Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa para peneliti dapat
menunjukkan zat penyebab konstriksi bronkhioli (broncho-constricting
agent) terdapat dalam daun kapas tetapi tidak pada serat atau biji kapas
dan zat tersebut dapat dianggap sebagai penyebab bisinosis. Selain itu,
endotoksin bakteri juga mempunyai peran dalam menimbulkan penyakit
bisinosis. Zat kimia dan endotoksin tersebut menyebabkan terbentuk dan
bebasnya histamin hingga menimbulkan manifestasi berupa gejala dan
tanda penyakit bisinosis.
J. Jeyaratnam dan David Koh (2010) juga menjelaskan bahwa
penyebab bisinosis yang sebenarnya tidak diketahui tetapi secara umum
diketahui bahwa penyakit ini disebabkan pajanan terhadap kapas, rami
halus, dan rami. Kemudian ada beberapa bukti yang mengungkapkan
bahwa debu goni juga dapat mengakibatkan keadaan/kondisi yang sama.
Hal serupa diungkapkan oleh Cherie Berry dkk. (2007) yang menyatakan
bahwa agent di dalam debu kapas yang menyebabkan bisinosis belum
diketahui tetapi diyakini merupakan kontaminan kapas. Namun, saat ini
sebuah teori telah mengungkapkan bahwa bisinosis merupakan produk
16
bakteri yang ada di dalam bagian daun buah kapas. Sementara pekerja
kapas yang paling berisiko adalah pekerja yang berada di kamar peniup
dan penyisir yang bertanggung jawab untuk membersihkan peniup dan
mesin penyisir. Sebab, kamar peniup dan penyisi merupakan tempat
pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi (Jeyaratnam dan Koh,
2010).
3. Patogenesis Bisinosis
John B. Wrest (2010) menyatakan bahwa patogenesis bisinosis
sebenarnya tidak benar-benar dipahami, namun tampaknya diawali dengan
inhalasi beberapa komponen aktif dalam bracts (daun di sekitar dahan bola
kapas) yang menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast di dalam paru.
Pelepasan histamin tersebut menyebabkan timbulnya gejala pada hari
pertama kerja setelah libur hari minggu (Suma'mur P.K, 2014).
Selanjutnya, John B. Wrest (2010) mengungkapkan bahwa inhalasi debu
organik lebih menyebabkan reaksi jalan napas daripada reaksi alveolar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya bisinosis diakibatkan oleh
terjadinya penyempitan jalan napas karena menghirup debu kapas, rami,
serat rami, atau goni (Farooque dkk., 2008).
Secara lebih rinci, inhalasi debu yang sangat mungkin mengandung
endotoksin bakteri menyebabkan terjadi pelepasan histamin yang
kemudian menimbulkan adanya kontraksi otot polos yang mengakibatkan
orang-orang dengan bisinosis umumnya mengalami gejala mengi, sesak
napas, sesak dada, dan batuk-batuk selama hari kerja (selama terpapar atau
mendapat paparan debu) (Kalasuramath dkk., 2015). Selain itu,
17
bronkokonstriksi yang dihasilkan tersebut juga menyebabkan munculnya
dipsnea selain mengi (West, 2010).
Selanjutnya, paparan jangka panjang debu kapas, rami, atau serat jute
dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut permanen pada paru-paru
dan saluran pernapasan yang mengakibatkan munculnya penyakit pada
paru-paru dan paru-paru melemah (Farooque dkk., 2008). Selain itu,
partikel-partikel debu kapas yang tak terlihat juga masuk ke dalam alveoli
paru-paru melalui inhalasi kemudian masuk ke dalam limfa (getah bening)
yang selanjutnya menyebabkan kerusakan pada alveoli, penyempitan
saluran udara, berkurangnya kapasitas untuk mempertahankan oksigen,
dan dengan terakumulasinya debu kapas, para pekerja mulai merasakan
sesak di dada (feeling of chest tightness) (Kalasuramath dkk., 2015).
Gejala bisinosis mungkin muncul dalam kecepatan beberapa jam
setelah paparan dan berkurang ketika pekerja meninggalkan lingkungan
pabrik (Farooque dkk., 2008). Namun, masa inkubasi dari bisinosis itu
sendiri adalah 5 tahun (Djatmiko, 2016). Dan berdasarkan studi
epidemiologi, paparan harian lebih dari 20 tahun menyebabkan gangguan
fungsi paru permanen yang tipe atau jenisnya berhubungan dengan PPOK
(West, 2010). Sebab, paparan terhadap debu kapas, vlas, henep, atau sisal
yang terus menerus selama bertahun-tahun menyebabkan iritasi saluran
pernapasan bagian atas dan bronkus, kemudian setelah paparan berlanjut
maka terjadi penyakit paru obstruktif kronis (Suma'mur P.K, 2014).
18
4. Gejala dan Karakteristika Penyakit Bisinosis
Gejala dan tanda sakit bisinosis yang muncul setelah beberapa tahun
bekeja di industri memang mirip dengan asma bronkhial, namun ada pola
karakteristik pada gejala bisinosis yang menunjukkan adanya perbedaan
dari gejala pada asma akibat kerja (asma bronkhial). Diantaranya pada
penyakit asma bronkhial tidak ditemukan riwayat penyakit yang khas bagi
bisinosis yaitu keluhan berat di dada dan nafas pendek yang dirasakan
menurut hari kerja yang awalnya hari senin dan selanjutnya pada hari-hari
lainnya. Selain itu, gejala bisinosis cenderung meningkat sepanjang
minggu bekerja. Jika pekerja jauh dari paparan untuk waktu/periode yang
lama atau absen beberapa waktu, gejala cenderung lebih parah
(memburuk) ketika paparan ulang terjadi. Oleh karena itu, bisinosis sering
dikenal dengan “Monday Fever. Namun ketika paparan berlanjut
sepanjang akhir minggu, maka gejala hari Senin (Monday Symptoms) tidak
akan muncul. Sehinga dapat dikatakan, keluhan bisinosis tidak semata-
mata untuk hari Senin saja, melainkan pada hari-hari lain dimana pekerja
baru masuk atau baru kembali bekerja sesudah beberapa hari libur.
Sebagai contoh, di negara yang liburnya jatuh pada hari Jumat bukan hari
minggu, maka keluhan berat di dada dan pendek nafas demikan dirasakan
pada hari Sabtu (Bourke dan Burns, 2011, Suma'mur P.K, 2014, Tarlo
dkk., 2010, West, 2010).
Seperti yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, penyakit
bisinosis memiliki ciri khas napas pendek dan dada sesak (sesak
napas/perasaan sesak di dada). Gejala khas tersebut dirasakan ketika
kembali bekerja setelah tidak berada di pabrik untuk satu hari atau lebih.
19
Selain gejala napas pendek dan dada sesak, gejala khas bisinosis juga
disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak atau dengan
kata lain ada peningkatan batuk dan produksi dahak. Lebih jelasnya lagi,
karakteristika penyakit bisinosis adalah adanya rasa hari Senin atau
sindrom hari senin (Monday feelings/Monday syndrome) pada bisinosis
tingkat dini (½ dan 1), yaitu keluhan berat di dada dan pendek nafas pada
hari-hari Senin (hari pertama sesudah tidak bekerja dua hari yaitu Sabtu
dan Minggu). Adapun gejala bisinosis secara keseluruhan meliputi
dipsnea, sesak dada, mengi, dan batuk iritasi. Gejala bisinosis ini dimulai
pada hari Senin dan mereda pada sore hari. Pada sebagian besar individu
gejala nyata yang dialami pada hari pertama kerja akan berkurang atau
hilang pada hari kedua bekerja (keluhan sudah tidak dirasakan). Namun,
dengan pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan
fungsi akan menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama
seminggu kerja. Bahkan, riwayat dipsnea saat melakukan kegiatan adalah
temuan yang biasa pada pekerja yang sudah lama terpajan selama
bertahun-tahun (Jeyaratnam dan Koh, 2010, Berry dkk., 2007, Suma'mur
P.K, 2014, Tarlo dkk., 2010).
Penjelasan mengenai gejala bisinosis juga dapat dibagi ke dalam
gejala pada tahap awal bisinosis (pada stadium dini) dan gejala pada
perkembangan penyakit selanjutnya (pada bisinosis lanjut atau parah).
Pada tahap awal (stadium dini) bisinosis, tanda penyakit bisinosis adalah
gejala berat di dada (chest tightness) dan pendek (sesak) napas (shortness
of breath) yang biasanya menjelang akhir kerja pada hari pertama masuk
kerja setelah libur hari Sabtu dan Minggu atau hari-hari libur lainnya.
20
Gejala-gejala tersebut mereda pada akhir hari kerja dan terulang kembali
pada hari Senin pagi setelah berada jauh dari paparan debu untuk beberapa
jangka waktu. Pada hari berikutnya, gejala menghilang kecuali adanya
iritasi di saluran napas bagian atas. Sementara pada keadaan sakit
selanjutnya atau seiring dengan lama paparan meningkat lebih dari tahun-
tahun kerja para pekerja, keluhan berupa gejala-gejala sesak napas dan
napas pendek terjadi lebih sering dan disertai pula oleh kesulitan bernapas.
Selain itu, gejala lebih menetap pada hari-hari lain dalam seminggu selain
hari kerja pertama yaitu pada hari selasa, rabu, dan seterusnya (Suma'mur
P.K, 2014, Berry dkk., 2007).
Pada bisinosis lanjut parah (perkembangan penyakit selanjutnya),
bisinosis menyerupai bronkhitis kronis dan emfisema. Atau dengan kata
lain, efek kronis dari bisinosis memiliki ciri obstruksi jalan napas yang
secara klinis tidak bisa dibedakan dengan bronkitis kronis dan emfisema.
Temuan bronkhitis kronis dan emfisema paru ini keduanya tidak khas
untuk bisinosis. Adapun karakteristika dari kedua temuan tersebut adalah
adanya riwayat gejala khas berat di dada dan pendek nafas serta
menurunnya kapasitas ventilasi paru yang memburuk pada hari pertama
minggu kerja. dalam hal tingkat penyakit ini pun idealnya penderita
mengalami pula rasa hari Senin pada masa yang lalu ketika penyakit masih
berada pada tingkat dini. Demikian pula pada bisinosis dengan cacat paru,
rasa hari Senin harus pernah dikeluhkan oleh penderita pada masa lalu.
Kemudian perlu diperhatikan bahwa pekerja bisinosis dengan kecacatan
paru, umumnya tidak dapat bekerja seperti pekerja yang tidak terkena efek
debu penyebab bisinosis, bahkan mungkin mereka sudah tidak mampu
21
bekerja lagi. Selain itu, pekerja yang sudah memiliki bronkitis kronis atau
asma sebelumnya biasanya sangat rentan sehingga juga perlu mendapat
perhatian (Suma'mur P.K, 2014, Jeyaratnam dan Koh, 2010, West, 2010).
5. Diagnosis Penyakit Bisinosis
Diagnosis penyakit bisinosis pada tingkat dini ditegakkan dengan cara
mewawancarai para pekerja untuk menemukan rasa hari senin, sedangkan
pemeriksaaan klinis, laboratoris dan rontgen paru bisa saja tidak
menunjukkan ada kelainan, kecuali uji fungsi paru (ventilasi ekspirasi
paksa/FEV 1,0) (Suma'mur P.K, 2014). William N. Rom dan Steven B.
Markowitz (2007) menjelaskan bahwa tidak ada kriteria universal untuk
mendiagnosis bisinosis. Kemudian, Ronald B. George dkk (2005)
menjelaskan bahwa diagnosis bisinosis yang utama atau paling utama
bergantung pada riwayat pekerjaan dari pola gejala karakteristik bisinosis
yang dihubungkan dengan paparan terhadap debu kapas atau debu alami
tekstil lainnya. Sementara menurut J. Jeyaratnam dan David Koh (2010),
diagnosis bisinosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan
riwayat pajanan.
William N. Rom dan Steven B. Markowitz (2007) juga menjelaskan
bahwa secara tradisional, kriteria yang lebih umum digunakan untuk
menetapkan bisinosis adalah gejala khas hari petama atau gejala hari senin.
Diagnosis sering dilakukan berdasarkan gejala-gejala pada pekerja berupa
pendek napas dan sesak napas/rasa dada tertekan serta pengetahuan dokter
mengenai keadaan industri dan keadaan klinis dimana penyakit ini
mungkin terjadi. Sementara Cherie Berry dkk (2007) menjelaskan bahwa
22
pemeriksaan kesehatan yang akan diberikan kepada calon karyawan
sebelum tugas awal mereka harus mencakup (Berry dkk., 2007):
1) Riwayat medis untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada
atau penyakit yang dapat mempengaruhi pernapasan.
2) Kuesioner pernapasan standar menanyakan tentang masalah seperti
batuk, sesak dada dan riwayat merokok.
3) Tes fungsi paru (pernapasan) termasuk kapasitas paksa vital (FVC),
jumlah udara yang bisa memaksa keluar setelah mengambil napas
dalam-dalam, dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1),
jumlah udara dipaksa keluar selama detik pertama ekspirasi.
Uji fungsi paru adalah alat untuk mengevaluasi sistem pernapasan,
kelainan yang terkait, riwayat penyakit pasien, penelitian berbagai kondisi
paru dan uji invasif seperti bronkoskopi dan biopsi terbuka paru. Uji
fungsi paru dapat membantu diagnosis dan penatalaksanaan pasien
penyakit paru atau jantung, penentuan toleransi tindakan pembedahan,
evaluasi kesehatan untuk kepentingan asuransi, penelitian epidemiologi
terhadap bahaya suatu substansi serta prevalensi penyakit dalam
komunitas (Harahap dan Aryastuti, 2012).
Metode yang paling sering digunakan untuk menilai fungsi paru
adalah Spirometri. Selain itu, spirometri merupakan suatu pemeriksaan
yang menilai fungsi terintegrasi mekanik paru, dinding dada dan otot-otot
pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yang dihembuskan
dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu (Uyainah dkk., 2014,
Harahap dan Aryastuti, 2012). Pada Spirometri, dapat dinilai 4 volume
paru dan 4 kapasistas paru, yaitu (Harahap dan Aryastuti, 2012):
23
a. Volume paru:
1. Volume tidal, yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke
luar dari paru pada pernapasan biasa.
2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah udara yang masih dapat
masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi
biasa.
3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara yang dikeluarkan
secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa.
4. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah
ekspirasi maksimal.
b. Kapasistas Paru
1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah total udara dalam paru setelah
inspirasi maksimal.
2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi
maksimal setelah inspirasi maksimal.
3. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat
masuk ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa.
4. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada
akhir ekspirasi biasa.
Hasil spirometri yang mendokumentasikan penurunan FEV1 dapat
mendukung diagnosis bisinosis (George dkk., 2005). Gambaran penurunan
FEV 1 yang bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam
pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu memberikan bukti objektif
tentang efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji
dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak
24
terpajan (Jeyaratnam dan Koh, 2010). Selain itu, menurut John B. West
(2010) uji fungsi paru menunjukkan pola obstruktif dengan penurunan
FEV1, FEV/FVC, FEF 25-75%, dan FVC. Abnormalitas tersebut khasnya
memburuk secara bertahap pada hari kerja. Namun, penyembuhan baik
parsial maupun komplet terjadi pada malam hari atau selama akhir pekan
dan tidak adanya bukti terkena parenkim serta foto toraks terlihat normal.
6. Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade)
Menurut parahnya efek debu kapas, vlas, henep, dan sisal, bisinosis
diklasifikasikan menurut tingkat penyakit yang dikenal dengan Schilling’s
Classification (klasifikasi Schilling). Sebab, penentuan klasifikasi tingkat
penyakit bisinosis pertama kali dilakukan oleh Dr. Richard F. Schilling,
seorang dokter yang mempelajari kesehatan pekerja tekstil di Inggris, yang
mengembangkan sistem grading kepada para pekerja berdasarkan keluhan
pernapasan mereka pada hari pertama kerja di minggu kerja (Berry dkk.,
2007).
Pada tahun 1950 dr. R.F.Schilling mengembangkan dan mengesahkan
sebuah metode terstandar untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan
gejala-gejala bisinosis yang pada akhirnya muncul sebagai gejala
pernapasan akut dan kronik. Perubahan-perubahan fisiologis dan
karakteristik pernapasan yang terlihat pada pekerja dengan bisinosis
distandardisasi/dibakukan ke dalam serangkaian tingkatan/klasifikasi yang
saat ini menjadi dasar bagi banyak penelitian epidemiologi dan penelitian
klinis (Rom dan Markowitz, 2007). Klasifikasi Schilling
mengklasifikasikan bisinosis berdasarkan sebarapa jauh penyakit bisinosis
25
telah berkembang sebagaimana yang terdapat pada tabel 2.1 (Suma'mur
P.K, 2014).
Tabel 2.1 Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade)
Tingkat Gejala
a. Tingkat 0 Tidak ada gejala
b. Tingkat ½ Kadang-kadang berat di dada (chest
tightness) dan pendek nafas (shortness of
breath) pada hari Senin atau rangsangan
pada alat-alat pernafasan pada hari-hari
Senin (hari pertama bekerja sesudah tidak
bekerja 2 hari).
c. Tingkat 1 Berat di dada atau pendek nafas pada hari-
hari Senin hampir pada setiap minggu.
d. Tingkat 2 Berat di dada atau pendek nafas pada hari-
hari Senin dan hari-hari lainnya pada setiap
minggu.
e. Tingkat 3 Bisinosis dengan cacat paru.
(Sumber: R.F. Schilling dalam Suma’mur P.K,2014)
Tingkat penyakit bisinosis di atas, dapat pula dinyatakan dalam
penurunan fungsi paru ventilasi ekspirasi paksa 1 detik (FEV 1,0) seperti
pada tabel 2.3.
Tabel 2.2 Tingkat Bisinosis, Perubahan Akut, dan Nilai FEV 1,0
Terhadap Prediksi
Tingkat Perubahan akut (persentase
penurunan FEV 1,0 sebelum
shift)
Nilai FEV 1,0 sebagai
persentase terhadap
prediksi
F0 < 5% 80%
F½ 5 - <10% 80%
F1 10% atau lebih 80%
F2 10% atau lebih 60% - 70%
F3 10% atau lebih 60% atau kurang
(Sumber: Suma'mur P.K, 2014)
26
Penjelasan:
a. Perubahan akut : Persentase penurunan FEV 1,0 sebelum shift dan
sesudah bekerja pada hari pertama minggu kerja
b. Nilai FEV 1,0 : Nilai sesudah tidak bekerja (tidak terpapar 2 atau
lebih hari kerja); dalam hal mungkin digunakan nilai diukur setelah
digunakan obat bronkhodilator
c. F0 : Tidak menunjukkan efek akut; tidak ada kelainan
kronis ventilasi fungsi paru
d. F1 : Efek akut
e. F2 : Kerusakan ringan hingga sedang menetap
kapasitas
ventilasi paru
f. F3 : Kerusakan sedang hingga berat menetap kapasitas
ventilasi paru
B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis
Berdasakan kajian pustaka yang telah dilakukan, ada berbagai faktor risiko
yang dapat menyebabkan atau berhubungan dengan bisinosis, yaitu:
1. Konsentrasi/Kadar Debu Kapas
Penelitian Hendarta (2005) pada sebuah pabrik tekstil di Bogor
menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara kadar debu kapas
dengan timbulnya bisinosis (Hendarta, 2005). Karnagi (1996) dalam
penelitiannya di sebuah pabrik tekstil menunjukkan bahwa kadar debu
pada penelitiannya secara statistik sangat bermakna (Karnagi, 1996). Yang
paling terbaru adalah penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2015)
pada pekerja sebuah pabrik pembuatan tilam di Kota Medan yang
27
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara bisinosis dengan
konsentrasi debu di pabrik kapas (Syahputra dkk., 2015). Selain itu, dari
penelitian tentang Bisinosis di sebuah pabrik tekstil di India oleh Cauhan
dkk (2015), dari hasil analisis regresi logistik diperoleh adanya hubungan
antara bekerja di tempat/area kerja yang berdebu dimana kadar paparannya
maksimum dengan kejadian bisinosis, atau dengan kata lain bekerja di
tempat/area kerja yang berdebu adalah faktor risiko (independen) dari
bisinosis (Chauhan dkk., 2015).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ajeet dkk (2010) dalam
penelitiannya yang menunjukkan bahwa tempat kerja berdebu seperti
ruangan mixing/blowing dan carding berhubungan secara signifikan
dengan morbiditas penyakit paru kronis yang salah satunya adalah
bisinosis (Ajeet dkk., 2010). Sementara di luar bisisnosis, penelitian
Yuliawati (2015) pada pekerja pembuat kasur di desa Banjarkerta
Karanganyar Purbalingga menunjukkan bahwa pekerja pembuat kasur
yang terpapar oleh partikel terhisap > 0,2 mg/m3 per hari mempunyai
risiko 27 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru
(Yuliawati, 2015).
Adapun penjelasan mengenai pengertian debu kapas, Nilai Ambang
Batas debu kapas, dan pengukuran kadar debu kapas adalah sebagai
berikut:
a) Pengertian Debu Kapas
Debu kapas adalah debu yang terdapat di udara selama proses
penanganan dan pengolahan kapas. Debu kapas adalah campuran
kompleks dari komponen-komponen yang mungkin termasuk tanah
tempat tumbuh materi tanaman, serat kapas, bakteri, tanah jamur, atau
28
pestisida. Debu tersebut juga dapat mengandung kontaminan-
kontaminan yang sudah terakumulasi selama proses pertumbuhan,
panen, dan pengolahan berikutnya atau selama periode penyimpanan.
Maka dari itu setiap debu yang dihasilkan selama proses penanganan
dan pengolahan kapas dianggap sebagai debu kapas. Proses
manufaktur menggunakan limbah atau serat-serat kapas baru atau
serat kapas dari produk-produk pabrik tekstil juga menghasilkan debu
kapas. Debu kapas namun bukan serat kapas, dianggap sebagai
penyebab dari penyakit paru bernama bisinosis (Berry dkk., 2007).
Debu kapas menyebabkan peradangan yang merusak struktur
normal dari paru-paru dan melepas histamin yang mengkontriksi
saluran udara. Pernapasan menjadi sulit seiring dengan periode waktu
karena debu kapas terakumulasi di paru-paru, menghasilkan warna
yang khas sehingga dikenal dengan penyakit paru-paru cokelat. Debu
kapas dapat menyebabkan efek kesehatan yang merugikan melalui
inhalasi. Paparan jangka pendek debu kapas menyebabkan bronkitis
dan bisinosis akut yang merupakan sebuah penyakit pernapasan
reversibel. Paparan jangka panjang (kronis) menyebabkan obstruksi
jalan napas paru (yang mengurangi kapasitas ventilasi) serta
menyebabkan kecacatan dan kematian dini. Telah diamati
sebelumnya, bahwa ada hubungan langsung antara konsentrasi total
eksposur debu kapas dan perkembangan bisinosis. Selain itu, debu
kapas sebagai etiologi dari penyakit bisinosis pada pekerja ini dapat
diklasifikasikan ke dalam empat jenis/kelompok berdasarkan ukuran
pertikelnya, yakni Trash (di atas 500 µm), Dust (50-100 µm), micro
29
dust (15-50 µm), dan breathable dust (di bawah 15 µm) (NIOH,
2012).
b) Pengukuran Kadar Debu Kapas
ACGIH , ISO, dan CEN membagi fraksi ukuran partikel ke dalam
tiga kelompok, yaitu (WHO, 1999):
1. Inhalable Praticulate Fraction (Fraksi Partikulat Terhirup) adalah
Fraksi awan debu yang dapat masuk atau terhirup ke dalam
hidung dan mulut. Contoh debu yang termasuk ke dalam partikel
terhirup (Inhalable Praticle) adalah termasuk debu-debu kayu
keras tertentu (yang dapat menyebabkan kanker nasal/hidung),
dan debu-debu dari proses grinding tembaga yang mengandung
campuran logam (yang dapat terabsobrsi dan menyebabkan
keracunan sistemik).
2. Thoracic Particulate Fraction (Fraksi Partikulat Toraks) adalah
fraksi debu yang dapat menembus saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernapasan di dalam paru-paru. Contoh debu kecil
yang menjadi perhatian khusus ini adalah termasuk debu kapas
dan debu lain yang dapat menyebabkan penyakit saluran
pernapasan. Sementara dari perspektif/sudut pandang praktis,
Thoracic Particulate Fraction (Fraksi Partikulat Toraks) adalah
fraksi debu dengan cut-point (titik potong) 50% pada 10 µm.
Fraksi ini hampir identik dengan definisi PM10 yang banyak
digunakan dalam ilmu lingkungan (LCS Laboratory Inc, 2016).
3. Respirable Particulate Fraction (Pecahan Partikulat Terhirup
Lebih Dalam) adalah fraksi partikel udara terhirup yang dapat
30
menembus keluar saluran bronkiolus menuju area/wilayah
pertukaran gas di dalam paru-paru. Contoh dari debu yang
merupakan fraksi terhirup dengan bahaya besar adalah termasuk
kuarsa dan debu yang megandung silika kristal bebas,
mengandung kobalt, dan debu logam lainnya yang dihasilkan dari
kegiatan menggiling dalam proses pengeboran batu.
Maka dari itu, kadar/konsentrasi debu kapas dapat diukur dengan
menggunakan alat Environmental Particulate Air Monitor (EPAM-
5000). Sebab, EPAM-5000 dapat mengukur partikel dengan ukuran
partikel debu 1 mikron (µ), 2,5 mikron (µ), dan 10 mikron (µ).
EPAM-5000 adalah inovasi nephelometer dengan hamburan cahaya
dan saringan (filter) sampler udara yang digabungkan dalam satu
desain portabel yang terpadu dan ringan (HAZ-DUST Environmental
Devices Coporation, nd).
c) Nilai Ambang Batas (NAB) Kadar Debu Kapas
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13
Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas
(NAB) zat kimia di udara tempat kerja, NAB dari kapas (debu katun)
adalah 0,2 mg/m3 (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2011,
Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2005) Kemudian menurut
OSHA, NIOSH, dan ACGIH, cccupational exposure limit untuk debu
kapas adalah seperti pada tabel 2.3 (CDC, 1988).
31
Tabel 2.3 Occupational Exposure Limits untuk Debu Kapas
Exposure Limits µg/m3
OSHA PEL TWA 200 (pembuatan/manufaktur benang dan
pencucian kapas)
500 (proses limbah pabrik tekstil dan proses
lower grade washed cotton/proses
pencucian kapas dengan kualitas lebih
rendah pada pembuatan/ manufaktur
benang)
750 (slashing dan weaving)
1.000 (daur ulang limbah dan garnetting)
NIOSH REL <200
ACGIH TLV TWA 200
(Sumber: CDC,1988)
Selanjutnya tabel 2.4 menunjukkan batas paparan debu kapas
yang diizinkan untuk berbagai area kerja yang berbeda (Permissible
Exposure Limits for Cotton Dust for Different Work Areas) dari
North Carolina Department of labor yang mengacu kepada standar
OSHA 29 CFR 1910.1043 (Berry dkk., 2007).
Tabel 2.4 Permissible Exposure Limits for Cotton Dust for
Different Work Areas
Area PEL (µg/m3)
Opening 200
Picking 200
Carding 200
Combing 200
Roving 200
Spinning 200
Winding 200
Warping 200
Slashing 750
Weaving 750
Wastehouse 500
(Sumber: Berry dkk., 2007)
2. Penggunaan APD (Penggunaan Masker)
Berdasarkan hasil penelitian Hendarta (2005) di sebuah pabrik tekstil di
Bogor, diketahui bahwa faktor yang paling dominan dengan kejadian
bisinosis salah satunya adalah pemakaian masker (p value=≤0,05)
32
(Hendarta, 2005). Mulyati dkk. (2015) dalam penelitiannya di sebuah
pabrik tekstil di Bandung menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara penggunaan APD dengan kejadian Bisinosis (p value=
0,001) (Mulyati dkk., 2015). Selain itu, Ajeet dkk (2010) dalam
penelitiannya juga mengungkapkan bahwa tidak memakai APD adalah
salah satu determinan/faktor utama yang berhubungan secara signifikan
dengan morbiditas penyakit paru kronis yang salah satunya adalah
bisinosis.
Kemudian Penelitian Yuliawati (2015) pada pekerja pembuat kasur di
Karanganyar Purbalingga menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan
dengan gangguan pernapasan pada pekerja salah satunya adalah
penggunaan APD (masker). Pekerja yang tidak selalu menggunakan
masker secara statistik memperbesar risiko untuk terjadinya gangguan
fungsi paru (44 kali lebih besar) dibandingkan pekerja yang selalu
menggungan masker (Yuliawati, 2015). Sementara penelitian Prasetya
(2012) pada pekerja bagian pemintalan di PT. Lotus Indah Textile
menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara penggunaan APD
(masker) dengan keluhan pernapasan pada pekerja tersebut (Prasetya,
2012).
Alat Pelindung Diri (APD) menurut Permanakertrans RI nomor
PER.08/MEN/VII/2010, adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Salah satu jenis APD
yang sangat dibutuhkan oleh para karyawan di bagian produksi pabrik
tekstil adalah alat pelindung pernapasan. Alat pelindung pernapasan adalah
33
alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan
cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran
bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol),
uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya (Kemenakertrans RI, 2010).
Jenis alat pelindung pernapasan itu sendiri terdiri dari masker,
respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air
Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator
(Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-
Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing
apparatus (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2010). Sementara
jenis masker yang tepat untuk melindungi pekerja di pabrik tekstil
(khususnya bagian produksi) dari inhalasi debu kapas ke saluran
pernapasan adalah jenis masker N95. Sebab, masker jenis N95 adalah
masker yang cukup baik karena dapat menghalangi 95% partikel yang
masuk (terutama PM 10) jika digunakan dengan teknik dan cara yang tepat
(Kementerian Kesehatan RI, 2015c).
3. Masa kerja
Masa kerja adalah salah satu faktor risiko dari bisinosis. Sebab,
masa kerja menentukan lama paparan seseorang terhadap debu, semakin
lama masa kerja yang dimiliki seseorang pada suatu industri yang berdebu
menyebabkan semakin besar kemungkinan paparan debu yang
diterima/didapatkannya (Laga dkk., 2013). Risiko berkembangnya
bisinosis berkaitan dengan intensitas paparan debu, durasi paparan, dan
pekerjaan seseorang (George dkk., 2005). Hal senada juga diungkapkan
oleh Barry S. Levy dkk (2011) serta Jean-Luc Malo dkk (2013) yang
34
menyatakan bahwa bisinosis berkembang jika paparan terhadap
kadar/level debu yang cukup tinggi berlangsung lama hingga menahun
(Levy dkk., 2011, Malo dkk., 2013). Lebih lanjut Peter J. Baxter (2010)
dkk mengungkapkan bahwa perkembangan gejala bisinosis jarang terjadi
pada sepuluh tahun pertama terpapar debu kapas dan biasanya
membutuhkan periode paparan debu antara 20-25 tahun (Baxter dkk.,
2010).
Berdasarkan hasil penelitian Hartati (2013) pada pekerja di sebuah
industri pengolahan kapas di Desa Sidomukti, diketahui bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian bisinosis (p
value=0,017), kemudian pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun
mempunyai risiko 3,71 kali untuk terkena bisinosis dibandingkan pekeja
yang memiliki masa kerja <5 tahun. Hal senada diungkapkan oleh
Syahputra dkk. (2005) dalam penelitiannya tentang kejadian bisinosis pada
sebuah pabrik pembuat tilam di Kota Medan, yang menyatakan bahwa
terjadi kecenderungan kemungkinan bisinosis pada pekerja dengan masa
kerja >5 tahun (p=0,05) (Syahputra dkk., 2015).
Selanjutnya penelitian Ajeet dkk (2010) menunjukkan bahwa
durasi paparan dalam tahun adalah salah satu faktor utama yang
berhubungan secara signifikan dengan morbiditas penyakit paru kronik
yang salah satunya adalah bisisnosis. Mishra dkk (2003) dalam
penelitiannya juga menunjukkan bahwa masa keja lebih dari 30 tahun
adalah faktor independen bisinosis yang signifikan. Selain itu, penelitian
yang dilakukan oleh Yuliawati (2015) serta Umakaapa dkk (2013)
menunjukkan bahwa masa kerja adalah salah satu faktor (faktor risiko)
35
yang berhubungan dengan gangguan fungi paru (Yuliawati, 2015,
Umakaapa dkk., 2013). Kemudian, Prasetya (2012) dalam penelitiannya
juga menunjukkan ada hubungan yang sangat kuat antara masa kerja
dengan keluhan pernapasan pada tenaga kerja bagian pemintalan di PT.
Lotus Indah Textile (Prasetya, 2012).
4. Kebiasaan Merokok
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011,
Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk
dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih,
cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan
(Kemenkes dan Kemendagri RI, 2011). Merokok dapat menyebabkan
berbagai macam masalah kesehatan, diantaranya struk, kebutaan, katarak,
kelainan kongenital, periodontitis, aneurisma aorta, aterosklerosis aorta
abdominal dini pada dewasa muda, penyakit jantung koroner, pneumonia,
penyakit aterosklerosis pada vaskuler (pembuluh darah) periferal, penyakit
paru obstruksi kronis, tuberkulosis, asma, efek paru lainnya, diabetes, efek
reproduksi pada wanita termasuk menurunkan fertilitas, fraktur panggul,
kehamilan ektopik, disfungsi erektil, artritis reumatoid, dan gangguan
fungsi imun (US Department Of Health and Human Services, 2014).
Secara lebih spesifik bagi organ pernapasan (paru-paru), merokok
dapat menyebabkan paru-paru terasa seperti terbakar saat pertama kali
merokok. Perokok dapat mengalami batu-batuk secara hebat yang
36
merupakan pertanda atau sinyal bahwa tubuh sedang diracuni. Lama
kelamaan, rokok dapat merusak dan menghancurkan silia-silia yang
berbentuk seperti sikat, yang terdapat di sepanjang saluran pernapasan dan
berfungsi menyapu lendir-lendir (mucus) dan kotoran-kotoran yang ada
agar paru-paru tetap bersih. Perokok mengalami batuk yang dikenal
dengan “Batuk Perokok (smoker’s cough)” dikarenakan paru-paru
menghasilkan lebih banyak lendir (mucus) dan silia-silia yang ada sudah
tidak dapat membersihkan paru-paru dengan optimal (US Department of
Health and Human Services, 2010).
Selain itu, asap rokok juga melukai paru-paru perokok. Paru-paru
seharusnya bersifat elastis seperti balon yang mengembang ketika udara
dihirup dan mengempis ketika udara dihembuskan. Namun, racun-racun
yang terdapat pada asap rokok menyebabkan lapisan halus yang ada di
dalam paru-paru mengalami inflamasi. Sehingga merokok selama
bertahun-tahun dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yang lebih parah
dan menyebabkan paru-paru tidak lagi dapat meregang/mengembang dan
tidak dapat mengeluarkan udara (US Department of Health and Human
Services, 2010).
Status merokok seseorang diklasifikasikan ke dalam tiga
kelompok, yaitu (New Zealand Ministry of Health, 2015):
a) Bukan Perokok (Never Smoker)
Bukan perokok (never smoker) adalah orang yang tidak pernah
merokok lebih dari 100 rokok selama hidupnya dan sekarang ini
sedang tidak merokok.
37
b) Bekas Perokok (Ex-Smoker)
Bekas perokok (ex-smoker) adalah orang yang telah merokok
lebih dari 100 rokok selama hidupnya tetapi tidak lagi merokok dalam
28 hari terakhir/ke belakang.
c) Masih Perokok (Current Smoker)
Masih Perokok (current smoker) adalah orang yang telah
merokok lebih dari 100 rokok (termasuk sigaret, rokok linting, dll)
selama hidunya dan masih merokok dalam 28 hari terakhir/ke
belakang.
Untuk seseorang yang tidak merokok setiap hari, dapat
diklasifikasikan sebagai Perokok Berkala (Occasional Smoker) dan
Perokok Sosial (Social Smoker), dengan pengertian (New Zealand
Ministry of Health, 2015):
a) Perokok Berkala (Occasional Smoker)
Perokok Berkala (Occasional Smoker) adalah orang yang
kemungkinan merokok seminggu sekali, dan dapat juga
diklasfikasikan sebagai seorang perokok (current smoker) yang telah
merokok lebih dari 100 batang rokok selama hidupnya.
b) Perokok Sosial (Social Smoker)
Perokok Sosial (Social Smoker) adalah seseorang yang hanya
merokok ketika mereka sedang berada di lingkungan sosialnya
(bersosialisasi), tetapi ia setidaknya merokok satu kali dalam
seminggu.
Derajat merokok seseorang dapat ditentukan dengan mengunakan
Indeks Brinkman (IB), yakni perkalian jumlah rata-rata batang dihisap
38
sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, yang hasilnya berupa
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003):
a) Ringan : 0-200 batang
b) Sedang : 200-600 batang
c) Berat : >600 batang
Adapun contoh dari penggunaan Indeks Brinkman (IB) adalah
sebagaimana yang dijelaskan oleh Fariz Nurwidya (2013) dalam
artikelnya yang berjudul Ketika Merokok Terus Menggerogoti Keluarga
Indonesia. Ia menjelaskan dengan contoh kasus berupa Pak Sumarno yang
telah berusia 45 tahun mengakhiri hidupnya dengan salah satu kanker
paling mematikan yaitu Kanker Paru. Pak Sumarno pernah merokok
sewaktu remaja yang kemungkinan dimulai pada umur 15 tahun. Namun
Pak Sumarno berhenti merokok pada umur 35 tahun dan hanya 6 batang
rokok yang ia hisap perhari. Maka, Indeks Brinkman Pak Sumarno yang
merokok selama 20 tahun dengan jumlah batang rokok perhari rata-rata 6
batang adalah 6x20=120. Sehingga dapat diketahui bahwa berdasarkan
Indeks Brinkman, Pak Sumarno memiliki risiko ringan atau masuk ke
dalam kelompok perokok ringan karena hasil perhitungannya dibawah
200, yakni 120 (Nurwidya, 2013).
Berbagai penelitian menunjukkan ada hubungan antara merokok
dengan kejadian bisinosis atau dengan kata lain merokok merupakan
faktor risiko dari bisinosis. Sebab, orang yang merokok menderita
kerusakan yang paling parah akibat bisinosis, karena kombinasi paparan
debu dan merokok keduanya sama-sama memperburuk kondisi paru-paru
dan saluran napas (Farooque dkk., 2008). Hasil penelitian Mukremin Er
39
dkk. (2016) pada pekerja pabrik manufaktur rami (hemp dan jute)
menunjukkan ada hubungan antara perkembangan bisinosis dan faktor-
faktor seperti merupakan pekerja aktif dan perokok serta merupakan
pekerja yang sudah pensiun dan mantan perokok (Er dkk., 2016).
Kemudian analisis regresi logistik dalam penelitian yang dilakukan
oleh Chauhan dkk. (2015) pada salah satu pabrik tekstil di kota
Ahmedabad India menunjukkan bahwa merokok berhubungan secara
signifikan dengan bisinosis dan dapat dinyatakan sebagai faktor risiko
independen dari bisinosis (Chauhan dkk., 2015). Secara lebih dulu
Baratawidjaja (1989) dalam penelitiannya tentang bisinosis dan
hubungannya dengan obstruksi akut pada salah satu pabrik tekstil di
Jakarta menyatakan bahwa risiko terjadinya bisinosis pada karyawan yang
merokok adalah 1,5-2,3 kali lebih bsesar dibandingkan dengan karyawan
yang tidak merokok (Baratawidjaja, 1989).
Selain itu, penelitian Mishra dkk (2003) pada pekerja tekstil laki-
laki di Pondicherry menunjukkan bahwa merokok lebih dari 20 pak dalam
setahun (perokok berat) adalah faktor risiko (independen) bisnosis yang
signifikan, yaitu memiliki risiko bisinois 3,9 kali lebih tinggi. Selanjutnya
penelitian Memon dkk (2008) pada pekerja spinning dan tekstil di
Karachi menunjukkan bahwa durasi merokok secara positif berhubungan
dengan prevalensi bisinosis (Memon dkk., 2008). Ajeet dkk (2010) dalam
penelitiannya pada pekerja bagian pemintalan juga menunjukkan bahwa
merokok adalah salah satu faktor risiko yang berhubungan secara
signifikan dengan morbiditas penyakit pernapasan yang salah satunya
adalah bisisnosis (Ajeet dkk., 2010). Serta penelitian Prasetya (2012) yang
40
menunjukkan adanya hubungan meski rendah antara kebiasaan merokok
dengan keluhan pernapasan pada pekerja bagian pemintalan di PT. Lotus
Indah Tekstil (Prasetya, 2012).
5. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaaan zat-zat gizi yang dapat dibedakan menjadi status gizi
buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2010). Untuk menentukan status
gizi orang dewasa dapat menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) (Notoatmodjo, 2007). Body Mass Index (BMI)
adalah indeks sederhana terhadap berat badan dan tinggi badan yang biasa
digunakan untuk mengklasifikasikan underweght, overweight, dan obesitas
pada orang dewasa. BMI didefinisikan sebagai berat dalam kilogram
dibagi tinggi badan kuadrat dalam meter (Kg/m2) (WHO, 2016):
BMI/IMT (Kg/m2)= BB (Berat Badan) dalam Kg
TB2(Tinggi Badan)dalam m
Hasil perhitungan dengan formula IMT/BMI tersebut akan
mengindikasikan status gizi dengan klasifikasi (Notoatmodjo, 2007):
a. < 18 = Kurus
b. 18-24 = Normal
c. 25-30 = Gemuk
d. >30 = Gemuk sekali (Obsseitas)
Sementara klasifikasi BMI internasional untuk orang dewasa
menurut WHO adalah sebagaimana yang tertera pada tabel 2.5.
41
Tabel 2.5 Klasifikasi BMI Internasional untuk Orang Dewasa
Klasifikasi
BMI/IMT (Kg/m2)
Cut-off point Utama Cut-off point Tambahan
Underweight (Kurus) <18,50 <18.,50
Severe Thinnes (Sangat
Kurus)
<16,00 <16,00
Moderate Thinnes
(Cukup Kurus)
16,00-16,99 16,00-16,99
Mild Thinnes (Sedikit
Kurus)
17,00-18,49 17,00-18,49
Normal 18,50-24,99 18,50-22,99
23,00-24,99
Overweight
(Lebih/Gemuk)
≥25,00 ≥25,00
Pra-Obesitas 25,00-29,99 25,00-27,49
27,50-29,99
Obesitas (Gemuk
Sekali)
≥30,00 ≥30,00
Obesitas Kelas I 30,00-34,99 30,00-32,49
32,50-34,99
Obesitas Kelas II 35,00-39,99 35,00-37,49
37,50-39,99
Obesitas Kelas III ≥40,00 ≥40,00
(Sumber: WHO,2016)
Nadine Dobby dan Sarah Chieveley (2009) dalam Respiratory
Physiology: Anaesthesia Tutorial of the Week 147 mengungkapkan bahwa
volume paru bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan berat badan
seseorang, serta obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat
mengurangi Kapasitas Residu Fungsional (KRF) atau Functional Residual
Capacity (FRC) seseorang. Kapasitas Residu Fungsional (KRF) itu sendiri
adalah keseimbangan antara tendensi dinding dada untuk mengembang
dan tendensi paru untuk menguncup atau kolaps. Kapasitas Residu
Fungsional (KRF) adalah hasil penjumlahan (gabungan) dari Volume
42
Cadangan Ekspiras (VCE) atau Expiatory Reserve Volume (ERV) dan
Volume Residu (VR) Residual Volume (RV) paru (Dobby dan Chieveley,
2009). Selain itu, S. Ostrowski dan W. Barud (2006) juga mengutarakan
bahwa berat badan (obesitas, distribusi lemak, dan berat badan bebas
lemak) mempengaruhi fungsi paru seseorang
Hasil penelitian Hendarta (2005) pada pekerja laki-laki bagian
Spinning di salah satu pabrik tekstil di Bogor menunjukkan status gizi
lebih mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk mengalami bisinosis
dibandingkan dengan status gizi normal dan kurang (Hendarta, 2005).
Sementara penelitian Hartati (2013), Cauhan dkk (2015), serta Mishra
(2003) menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi (BMI) dengan
bisinosis (Dwi, 2013, Chauhan dkk., 2015, Mishra dkk., 2003).
6. Umur Pekerja
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam
penyelidikan epidemiologi dan hampir semua angka-angka kesakitan
maupun kematian dalam keadaan tertentu menunjukkan adanya hubungan
dengan umur (Notoatmodjo, 2007). Selain itu, umur juga berhubungan
dengan kondisi atau keadaan paru seseorang. Sharma dan Goodwin (2006)
menyatakan bahwa paru-paru manusia berkembang atau mengalami proses
pematangan pada rentang usia 20-25 tahun, sementara setelah itu proses
penuaan yang terjadi pada seseorang menyebabkan terjadinya penurunan
progresif fungsi paru. Secara lebih spesifik, Sharma dan Goodwin (2006)
menjelaskan bahwa paru-paru mengalami fase pertumbuhan dan
pematangan dalam dua dekade pertama kehidupan dan mencapai fungsi
paru maksimal pada usia sekitar 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk
43
laki-laki. Selain itu, pada rentang usia 20-25 tahun fungsi paru tetap stabil
dengan perubahan yang sangat minim, baru kemudian mengalami
penurunan setelah melewati rentang usia tersebut (Sharma dan Goodwin,
2006).
Berkaitan dengan perubahan kondisi paru dan proses penuaan atau
bertambahnya umur seseorang, W. M. Wahba (1983) juga menyatakan
bahwa ada empat perubahan dasar yang mempengaruhi fungsi paru ketika
terjadi penuaan pada seseorang, yaitu penurunan daya kerja paru,
penurunan elastisitas paru, kekakuan dinding dada, dan penurunan ukuran
ruang intervetebral yang masing-masing dapat memberikan efek secara
tunggal maupun bersamaan (kombinasi) terhadap fungsi paru (Wahba,
1983). Tidak hanya itu Ostrowski dan Barud (2006) juga menyatakan
bahwa umur dapat mempengaruhi fungsi paru seseorang.
Oleh karena itu, umur pekerja juga merupakan faktor risiko
bisinosis (Rom dan Markowitz, 2007). Sebagaimana penelitian Ismail
Memon dkk (2008) pada pekerja Spinning dan Tekstil di Karachi yang
menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis meningkat seiring dengan
peningkatan usia, meski tidak terdapat hubungan antara status bisinosis
dengan kelompok usia (p=0,38) (Memon dkk., 2008). Namun, penelitian
Deddy Abdi Syahputra dkk (2015) pada pekerja pabrik pembuatan Tilam
di Kota Medan menunjukkan pekerja laki-laki dengan usia yang lebih tua
memiliki kecenderungan kemungkinan bisinosis (Syahputra dkk., 2015).
Selain itu, penelitian Ajeet dkk (2010) pada pekerja bagian
pemintalan di India juga menunjukkan adanya hubungan antara
peningkatan usia dengan morbiditas (angka kesakitan) penyakit
44
pernapasan kronik yang salah satunya adalah bisinosis, yang selanjutnya
dikatakan juga bahwa peningkatan usia adalah determinan atau faktor
utama dari morbiditas penyakit pernapasan kronik (Ajeet dkk., 2010).
Selanjutnya, penelitianUmakaapa dkk (2013) pada pekerja bagian
produksi industri tekstil CV Bagabs Makassar menunjukkan bahwa secara
statistik ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan fungsi paru
(p=0,035) (Umakaapa dkk., 2013).
Untuk keperluan perbandingan, WHO menganjurkan pembagian-
pembagian umur yang salah satunya menurut tingkat kedewasaan, yaitu
bayi dan anak-anak adalah yang berusia 0-14 tahun, orang muda dan
dewasa adalah yang berusia 15-49 tahun dan orang tua adalah yang beruia
50 tahun ke atas (Notoatmodjo, 2007). Namun, Riski Noor Adha dkk
(2013) dalam penelitiannya mengenai faktor yang mempengaruhi kejadian
gangguan fungsi paru pada pekerja pengangkut semen mengklasifikasikan
umur pekerja ke dalam dua kelompok umur, yaitu pekerja dengan umur
tua (≥ 30 tahun) dan pekerja yang berumur muda (<30 tahun) (Adha dkk.,
2013). Sementara Tian Bapino dkk (2014) dalam penelitiannya mengenai
gambaran faktor risiko yang mempengaruhi kapasitas paru pada polisi lalu
lintas mengklasifikasikan umur ke dalam kelompok umur tidak berisiko
(20-30 tahun) dan kelompok umur berisiko (31-40 tahun) (Bapino dkk.,
2014).
Berkaitan dengan hal tersebut, Yusitriani dkk (2014) memaparkan
bahwa pertumbuhan paru manusia terjadi mulai dari fase anak hingga fase
usia 22-24 tahun yang menyebabkan nilai kapasitas paru semakin besar
seiring dengan bertambahnya usia. Nilai kapasitas paru tersebut akan
45
menetap (stasioner) selama beberapa waktu, baru kemudian mengalami
penurunan secara perlahan (gradual) yang biasanya dimulai dari usia 30
tahun (Yusitriani dkk., 2014). Kemudian, Trisno Dase dkk (2013) juga
menyatakan bahwa semakin tua usia seorang pekerja maka risiko terhadap
gangguan fungsi paru yang dimilikinya juga semakin tinggi (Dase dkk.,
2013). Sebagaimana pernyataan Qomariyatus Sholihah dkk (2008), yang
menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang menyebabkan daya tahan
tubuhnya akan menurun sehingga orang yang berusia lanjut akan lebih
sensitif dan lebih mudah terganggu/tepengaruh kesehatannya
dibandingkan dengan orang yang berusia muda (Sholihah dkk., 2008).
7. Jenis Kelamin
Gretchen Neigh dan Megan Mitzelfelt (2016) menjelaskan bahwa
terlepas dari faktor usia, dalam keadaan normal wanita memiliki paru-paru
lebih kecil daripada laki-laki. Meski secara anatomi berbeda antara wanita
dan laki-laki, namun laju alir ekspirasi (expiratory flow rate) wanita pada
kenyataannya lebih tinggi daripada laki-laki yang mencerminkan pola
napas dan pertumbuhan alveolarnya. Selama masa anak-anak dan remaja,
saluran pernapasan dan parenkim paru wanita tumbuh secara proporsional,
namun pada laki-laki pertumbuhan saluran pernapasannya lebih lamban
daripada bagian paru-paru lainnya sehingga menyebabkan jumlah saluran
udara alveoli secara tidak proporsional lebih sedikit. Oleh karena
perbedaan proses pertumbuhan tersebut, pada laki-laki saluran
pernapasannya lebih sempit dan berkontribusi menyebabkan resistensi
saluran pernapasan lebih tinggi dan laju alir ekspirasi paksanya (forced
expiratory flow rate) lebih sedikit (Neigh dan Mitzelfelt, 2016).
46
Selanjutnya Gretchen Neigh dan Megan Mitzelfelt (2016)
menjelaskan bahwa di masa pubertas, pada wanita tidak terlihat jelas
adanya laju alir ekpirasi (expiratory flow rate) yang lebih besar meskipun
rasio volume ekspirasi paksa 1/kapasitas vital paksa (FEV1/FVC)
cenderung lebih besar pada wanita. Lebih lanjut, proses kehamilan pada
wanita menyebabkan perubahan anatomi paru yang dapat menyebabkan
perubahan fungsi, diantaranya proses kehamilan di dalam uterus
mengelevasi diafragma dan mengkompres atau menekan paru-paru di
dalam rongga dada serta mereduksi kapasitas total dan kapasitas residu
fungsional (functional residual capacity/FRC) paru.
Mengenai proses kehamilan dan gangguan pernapasan, Ova Emilia
dan Harry Freitag (2010) juga menjelaskan bahwa setelah minggu ke-30
posisi diafragma ibu hamil biasanya terangkat oleh karena desakan rahim
yang semakin membesar selama hamil. Sehingga menyebabkan
terbatasnya gerak pernapasan ibu hamil dan pernapasan cenderung lebih
cepat yang oleh karena terdorong insting untuk bernapas lebih cepat
beberapa ibu hamil akan menjadi lebih mudah terengah dan merasa sesak
napas. Namun, kondisi tersebut tidak berlangsung terus menerus, karena
puncaknya adalah pada usia kehamilan 36 minggu. Setelah melewati usia
kehamilan 36 minggu kesulitan napas yang dirasakan ibu hamil akan
menurun karena ibu hamil sudah dapat beradaptasi dan gejala mulai
berkurang (Emilia dan Freitag, 2010). Oleh karena itu, sebagaimana yang
tercantum dalam ayat 1 pasal 82 Undang-Undang no. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan
47
anak yaitu pada usia kandungan 7,5 bulan atau 30 minggu (Sekretaris
Negara Republik Indonesia, 2003).
Berkaitan dengan proses penuaan sebagai independen dari berbagai
penyakit, ada perubahan-perubahan yang berkaitan dengan umur seperti
perihal elastisitas pada saluran pernapasan dan peningkatan fibrosis yang
menyebabkan penurunan laju alir ekspirasi maksimal (expiratory flow
rate). Bahkan, perubahan-perubahan tersebut lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada wanita, atau dengan kata lain terjadi lebih lamban pada
wanita. Sehingga secara keseluruhan, dengan ukuran saluran pernapasan
yang relatif lebih besar dan perubahan-perubahan detrimental yang lebih
lamban sepanjang hidupnya, saluran pernapasan wanita secara alami
berfungsi lebih baik (Neigh dan Mitzelfelt, 2016).
Meski belum ada bukti yang meyakinkan bahwa gender (jenis
kelamin) memiliki peran dalam perkembangan bisinosis, namun telah
dilaporkan bahwa bisinosis lebih umum terjadi pada laki-laki dan secara
mufakat dinyatakan bahwa laki-laki rata-rata cenderung memiliki jam
kerja yang lebih panjang pada area kerja yang berdebu (Rom dan
Markowitz, 2007). Selain itu, Barbara M. Newman dan Philip R. Newman
(2015) juga menyatakan bahwa salah satu penjelasan yang paling banyak
dikutip mengenai laki-laki lebih berisiko mengalami kanker paru
dikarenakan laki-laki lebih banyak merokok (Newman dan Newman,
2015). Lebih lanjut Norbert F. Voelkel dan William MacNee (2002)
mengatakan bahwa disamping laki-laki merokok lebih banyak daripada
wanita dan mulai merokok pada usia yang lebih dini, laki-laki juga
bernapas lebih sering daripada wanita (Voelkel dan Macnee, 2002).
48
Sehingga penelitian Syahputra dkk (2015) menunjukkan bahwa pekerja
laki-laki dengan usia yang lebih tua memiliki kecenderungan
kemungkinan bisinosis (Syahputra dkk., 2015).
8. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu investasi sumber daya manusia
(SDM) yang penting sebab keterampilan yang memadai dapat diperoleh
melalui pendidikan (Zaenuddin, 2015). T. Pavlica dkk. (2010)
mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mencerminkan
status sosial ekonominya yang kemudian akan menentukan kualitas
hidupnya. Kondisi/kualitas hidup yang lebih baik dapat
menjamin/memastikan nilai sifat morfofisiologis seseorang lebih tinggi,
yang kemudian menunjukkan adanya perbedaan peningkatan penuaan.
Seseorang yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah
tidak mampu mengembangkan potensi genetik yang dimiliki secara
sepenuhnya sehingga tetap terlihat ada perbedaan yang dimiliki sepanjang
hidupnya (Pavlica dkk., 2010).
Education Statistics Bulletin (1999) mengungkapkan bahwa ada
hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan status kesehatan
seseorang (Zaenuddin, 2015). Lebih lanjut, Bret A. Boyer dan Indira
Paharia (2008) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan memberikan
dampak atau pengaruh yang kuat terhadap outcome suatu penyakit dimana
tingkat pendidikan lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan ketertarikan
atau minat dalam memperoleh informasi dan memiliki outcome jangka
panjang yang lebih baik (Boyer dan Paharia, 2008). Selain itu, tingkat
pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah
49
dimana semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman
hidup yang dilaluinya sehingga akan lebih siap dalam menghadapi
masalah yang terjadi (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
Penelitian Syahputra dkk (2015) menunjukkan bahwa pekerja
dengan pendidikan menengah ke bawah memiliki kecenderungan
kemungkinan bisinosis (Syahputra dkk., 2015). Sementara penelitian
Memon dkk (2008) menunjukkan bahwa status/tingkat pendidikan pekerja
berhubungan secara signifikan dengan prevalensi bisinosis dimana tingkat
pendidikan pekerja yang lebih rendah berkontribusi secara signifikan
terhadap tingginya prevalensi bisinosis di Pakistan (Memon dkk., 2008).
C. Pencegahan dan Tatalaksana Bisinosis
1. Pencegahan
Pencegahan bisinosis itu sendiri bergantung pada kerja sama antar
disiplin ilmu kedokteran dan ilmu teknik, yang terdiri dari pengendalian
debu, TLV dan sampling/pengukuran debu, serta surveilans
penyakit/medis pada pekerja (Parkes, 1974). Seringkali perusahaan-
perusahaan dapat mereduksi kadar debu dengan menyesuaikan peralatan
pengendalian debu seperti sistem ventilasi dan dengan membersihkan dan
memperbaiki peralatan secara teratur. Program pengendalian debu yang
dilakukan minimal harus terdiri dari (Texas Department of Insurance, nd):
1) Membersihkan lantai dengan vakum atau metode lain yang
menghentikan penyebaran debu
2) Membuang debu sedemikan rupa sehingga hanya sedikit mungkin
yang tercerai berai
3) Menggunakan metode mekanis untuk melakukan stack, dump, atau
menangani kapas atau limbah kapas ketika memungkinkan
50
4) Memeriksa, membersihkan, dan memperbaiki alat pengendali debu
dan sistem ventilasi.
Karyawan yang melakukan pembersihan pun harus memakai
respirator. Kemudian, kompresi udara tidak dapat digunakan untuk
membersihkan pakaian dan lantai melainkan hanya dapat digunakan untuk
membersihkan peralatan jika tidak ada metode lain yang memungkinkan
(Texas Department of Insurance, nd). Selain itu, Suma’mur P.K. (2014)
juga menyatakan bahwa upaya pencegahan sangat perlu dan penting
diselenggarakan secara memadai dengan program preventif yang
mencakup:
a) Pemeliharaan ketatarumahtanggaan yang baik di perusahaan tekstil,
sehingga debu serat kaas udara tempat kerja berada pada kadar aman
(NAB debu kapas (katun) =0,2 mg/m3 serat yang respirabel).
Pengambilan sampel debu serat kapas alat pengambil sampel khusus
yang dapat memisahkan debu kapas respirabel dari yang tidak
respirabel.
b) Pembersihan mesin karding sebaiknya dengan pompa hampa udara,
jadi tidak secara mekanis menyebabkan berhamburannya debu serat
kapas.
c) Membersihkan lantai dengan sapu tidak boleh dilakukan oleh karena
dapat menyebabkan berdebunya udara.
d) Ventilasi dengan meniupkan udara ke ruang kerja (ventilasi umum)
tidak boleh dilakukan, sebab seharusnya yang dipakai adalah ventilasi
dengan cara menghisap udara.
51
e) Pekerjaan membuka kapas dari bal-balnya dilakukan pad tempat kerja
khusus dan pekerja memakai tutup hidung agar terlindung dari
kemungkinan menghirup debu kapas.
f) Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja, terutama tidak
mempekerjakan calon pekerja dengan penyakit paru antara lain TBC
paru, asma bronkial, bronkitis kronis, atau penyakit paru obstruktif
kronis.
g) Pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan melakukan wawancara
yang secara rinci mengungkapkan keluhan alat pernapasan dan
melakukan uji fungsi paru terutama ventilasi ekspirasi paksa guna
mendapat data awal dan perubahannya selama bekerja dalam rangka
mendeteksi penyakit bisinosis pada stadium dini.
h) Pekerja yang ternyata menderita penyakit bisinosis harus segera
dihentikan pemaparannya terhadap debu kapas atau debu penyebab
bisinosis lainnya dengan menempatkannya pekerjaan yang udara
ruang kerjanya tidak tercemar oleh debu kapas.
2. Tatalaksana
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversibel
sedangkan penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas
dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke
daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas
sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang
diperkirakan, juga harus lebih baik tiddak terpajan lebih lanjut (Jeyaratnam
dan Koh, 2010). Lebih lanjut W. Raymond Parkes (1974) menjelaskan
bahwa pekerja dengan Grade atau tingkatan bisinosis C1 dan C3 harus
52
dipindahkan dari area kerja yang memiliki paparan debu. Obstruksi
saluran pernapasan pada Grade atau tingkatan bisinosis C1/2 sampai C2
pada banyak kasus masih dapat dikembalikan dengan inhalasi aerosol
bronkodilator (seperti orciprenaline) dan penurunan FEV pada hari Senin
pagi dapat dikurangi dengan pemberian antihistamin tetapi pengukuran-
pengukuran terapeutik tidak dapat ditambahkan sebagai upaya
pencegahan.
D. Industri Tekstil
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 15 Tahun 2012,
Industri tekstil yang selanjutnya disebut ITPT adalah perusahaan industri yang
menghasilkan tekstil dan produk tekstil (Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, 2012). Secara umum pembuatan produk tekstil lengkap dengan
teknologi dan produk yang dihasilkan pada masing-masing proses dapat
dilihat pada tabel 2.6 (Fitrihana, nd):
Tabel 2.6 Pembuatan Produk Tekstil
Proses Produksi Teknologi Produk Tekstil
Mekanik Kimia
Pembuatan serat
alam
Pertanian
(kapas, yute, dan
linen),
peternakan
(sutera, wol).
Polimerisasi/polimer
alam (rayon viskosa,
rayon asetat).
Serat alam seperti
sutera, kapas, wol,
yute, linen, sisal,
serat rayon.
Pembuatan serat
sintesis
Pemintalan
leleh, kering
atau basah.
Polimerisasi
senyawa kimia.
Filamen (benang) dan
staple serat polyester,
nilon, dan lain-lain.
Pembuatan
benang
Pemintalan Tidak membutuhkan
proses kimia secara
signifikan.
Benang kapas,
benang polyester,
benanbg campurn
(kapas dan
polyester), dan lain-
lain
53
Pembuatan kain
tenun/rajut
Mesin persiapan
tenun, mesin
tenun, dan
mesin rajut.
Penganjian untuk
benang lusi yang
akan ditenun.
Kain tenun dan kain
rajut.
Pembuatan kain
non woven
Mesin kempa
(mesin pres).
Teknologi kimia
tekstil (Resin, kimia
analisis, kimia
organik, polimer,
dan sebagainya).
Kain non woven
seperti kulit sintesis,
matras, jas hujan,
bahan parasit, terpal,
dan sebagainya.
Pewarnaan
tekstil (celup dan
cap)
Mesin celup,
mesin printing
(cap).
Teknologi kimia
tekstil (zat warna,
obat bantu, kimia
fisika, kimia
analisis, dan
sebagainya).
Kain berwarna
merah, hijau, kuning,
dan sebagainya. Kain
dengan motif/gambar
tertentu.
Finishing
(penyempurnaan
bahan sehingga
memiliki sifat-
sifat khusus)
Mesin
penyempurnaan
(Mesin bakar
bulu, desizing,
bleaching,
scouring,
mercerisasi,
mesin saforis,
spreading, heat
settingi, anti ait,
anti susut, dan
sebagainya.
Teknologi kimia
tekstil (resin,
bioteknologi, kimia
organik, kimia
fisika, kimia
analisis, polimer)
Kain halus, berkilau,
langsai, kain untuk
tujuan khusus seperti
anti api, anti air, dan
sebagainya.
Pakaian
(Garmen)
Mesin jahit,
pasang kancing,
mesin potong,
mesin pres.
Tidak ada proses
kimia secara
signifikan.
Pakaian, kemeja,
celana, dan
sebagainya.
(Sumber: Fitrihana, nd)
54
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber: Berry dkk,2007; Suma’mur P.K,2014; George dkk,2005; Levy dkk,
2011; Malo dkk,2013; Baxter dkk,2010; Kemenakertrans RI, 2010; US
Department of Health and Human Services, 2010; NIOH,2012; Dobby dan
Chieveley, 2009; Ostrowski dan Barud, 2006; Sharma dan Goodwin, 2006; Rom
dan Markowitz, 2007; Syahputra dkk, 2015; Mulyati dkk, 2015; Karnagi,1996;
Hendarta,2005; Farooque dkk,2008; Er dkk, 2016; Cauhan dkk, 2015; Ajeet
dkk,2010; Mulyati dkk,2015; Mishra,2003; Memon dkk,2008)
Bisinosis
Tingkat Bisinosis
(Klasifikasi Schilling):
1. TIngkat 0
2. Tingkat ½
3. Tingkat 1
4. Tingkat 2
5. Tingkat 3
6.
Kadar Debu Kapas
Penggunaan APD
(Pemakaian Masker)
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Status Gizi
Umur pekerja
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
55
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian bisinosis dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bisinosis. Variabel yang
diteliti hubungannya dengan bisinosis dalam penelitian ini tediri dari kadar
debu kapas di tempat kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur,
jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Penggunaan APD tidak diteliti
hubungannya dengan bisinosis karena data yang dihasilkan homogen.
Keterangan:
= Tidak diteliti hubungan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Bisinosis
Tingkat Bisinosis
(Klasifikasi Schilling):
1. TIngkat 0
2. Tingkat ½
3. Tingkat 1
4. Tingkat 2
5. Tingkat 3
Kadar Debu Kapas
Penggunaan APD
(Pemakaian Masker)
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Status Gizi
Umur pekerja
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
56
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 adalah penjabaran mengenai defisini operasional, cara ukur,
hasil, dan skala dari masing-masing variabel yang diteliti dalam penelitian ini:
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
Bisinosis
Dikatakan
memiliki
kemungkinan
bisinosis tingkat
½ apabila
ditemukan
kadang-kadang
berat di dada dan
pendek nafas pada
hari senin (hari
pertama bekerja
setelah tidak
bekerja 2 hari),
tingkat 1 apabila
ditemukan berat di
dada atau pendek
nafas pada hari
Senin di hampir
setiap minggu,
tingkat 2 apabila
ditemukan berat
di dada atau
pendek nafas pada
hari Senin dan
hari-hari lainnya
pada hampir
setiap minggu,
dan tingkat 3
apabila ditemukan
adanya bisinosis
dengan cacat paru.
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Tingkat 0
1. Tingkat ½
2. Tingkat 1
3. Tingkat 2
4. Tingkat 3
(Suma'mur
P.K, 2014)
Ordinal
Konsentrasi/
Kadar debu
kapas
Jumlah/
banyaknya debu
kapas yang
Pengukuran
kadar debu
dengan alat
EPAM-
5000
0. ≤0,2
mg/m3
1. >0,2
Ordinal
57
terkandung di
udara tempat
kerja.
pengukur
kadar debu
mg/m3
(Menteri
Tenaga Kerja
dan
Transmigrasi
RI, 2011,
Badan
Standardisasi
Nasional
Indonesia,
2005)
Penggunaan
APD
(Pemakaian
Masker)
Kebiasaan pekerja
dalam
menggunakan
APD (masker)
ketika melakukan
pekerjaannya
sehari-hari.
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Sesuai (Jika
masker
yang
digunakan
adalah
masker
N95)
1. Tidak
Sesuai (Jika
masker
yang
digunakan
bukan
masker
N95)
(Kementerian
Kesehatan RI,
2015b)
Ordinal
Masa Kerja Lamanya
seseorang telah
bekerja dihitung
dari pertama kali
bekerja di
lingkungan/tempat
kerja berdebu di
PT. Argo Pantes
Tbk. Tangerang
hingga Agustus
2016
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner Dalam tahun Rasio
Kebiasaan
Merokok
status merokok
para pekerja
berdasarkan
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Bukan
Perokok
1. Bekas
Ordinal
58
jumlah batang
rokok yang
dihisap selama
hidupnya dan
aktivitas merokok
sekarang ini dan
dalam 28 hari ke
belakang.
Perokok
2. Masih
Perokok
(New Zealand
Ministry of
Health, 2015)
Status Gizi
(Indeks
Masa
Tubuh/IMT)
Keadaan/kondisi
gizi pekerja
berdasarkan nilai
Indeks Masa
Tubuhnya.
Penyebaran
kuesioner,
penimbangan
berat badan
dan tinggin
badan
Kuesioner,
alat
timbangan
berat badan
dan alat
pengukur
tinggi badan
(microtois)
0. Kurang
(IMT=
<18,50)
1. Normal
(IMT=
18,50-
24,99)
2. Lebih
(IMT=25,
00-
≥30,00)
(WHO, 2016)
Ordinal
Umur
pekerja
Lamanya waktu
hidup seorang
pekerja yang
dihitung mulai
dari tanggal lahir
sampai ulang
tahun terakhir
dalam satuan
tahun.
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Muda
(<30
tahun)
1. Tua (≥30
tahun)
(Adha dkk.,
2013, Sharma
dan Goodwin,
2006)
Ordinal
Jenis
Kelamin
Perbedaan antara
laki-laki dan
permpuan secara
bentuk, sifat, dan
fungsi biologi
sejak lahir yang
menentukan
perbedaan peran
mereka dalam
menyelenggaraka
n keturunan.
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Perempuan
1. Laki-laki
Nominal
Tingkat
Pendidikan
Pendidikan fornal
terakhir yang
dijalankan atau
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner 0. Tinggi (jika
pendidikan
SMA/sedera
Ordinal
59
dimiliki oleh
seseorang.
jat atau
lebih dari
SMA/
sederajat)
1. Rendah
(jika
pendidikan
dibawah
SMA/
sederajat)
C. Hipotesis
1) Ada hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas dan bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
2) Ada hubungan antara masa kerja dan bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
3) Ada hubungan antara kebiasaan merokok dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
4) Ada hubungan antara status gizi dan bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
5) Ada hubungan antara umur pekerja dan bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
6) Ada hubungan antara jenis kelamin dan bisinosis pada pekerja bagian
produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
7) Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan bisinosis pada pekerja
bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
60
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis penelitian kuantitatif dan
dengan desain penelitian analitik cross sectional, yang bertujuan untuk
mendeskripsikan masing-masing variabel dependen dan independen yang
diteliti yaitu bisinosis, konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD
(pemakaian masker), masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis
kelamin, dan tingkat pendidikan pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang serta mencari hubungan atau keterkaitan antara masing-masing
variabel independen (konsentrasi/kadar debu kapas, masa kerja, kebiasaan
merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan) dengan
varaibel dependen (bisinosis).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga bulan September 2016.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan produksi PT.
Argo Pantes Tbk Tangerang. Berdasarkan datra yang diperoleh dari
departemen HRD, PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang mempunyai tenaga
kerja/karyawan produksi sebanyak 411 orang karyawan. Setelah melalui
proses inklusi masa kerja 5 tahun didapatkan jumlah populasi studi penelitian
ini adalah sebanyak 345 orang karyawan.
Cara menentukan besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi (hypothesis test for
two population proporsi) sebagai berikut:
61
𝑛 ={𝑍
1−𝛼2
2√2𝑝(1 − 𝑝) + 𝑍1−𝛽√𝑝1(1 − 𝑝1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)}
2
(𝑝1 − 𝑝2)2
Ket:
n = besar sampel
P = 𝑃1+𝑃2
2
P1 = Perkiraan proporsi di populasi 1 (jumlah orang yang mendapatkan
paparan (exposure positive) dan menderita penyakit (disease positive) pada
penelitian sebelumnya).
P2 = Perkiraan proporsi di populasi 2 (jumlah orang yang tidak
mendapatkan paparan (exposure negative) dan menderita penyakit
(disease positive) pada penelitian sebelumnya).
Z 1-α/2 = CI (derajat kepercayaan) 95% (1,96)
Z1-β = Kekuatan uji 80% (0,842)
Tabel 4.1 adalah hasil perhitungan besar sampel dengan menggunakan uji
beda dua proporsi (hypothesis test for two population proporsi) pada setiap
variabel/faktor risiko penelitian ini, untuk kemudian dipilih satu nilai n (besar
sampel) yang akan ditetapkan sebagai jumlah sampel yang dibutuhkan
penelitian ini.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Pada Setiap Variabel/Faktor
Risiko Penelitian
No.
Variabel/Faktor Risiko
P1
P2
n
(Besar
Sampel)
1 Konsentrasi/ Kadar Debu
Kapas (Syahputra dkk., 2015)
0,861
(86,1%)
0,364
(36,4%)
14
2 Penggunaan APD (Masker) 0,300 0,492 101
62
(Hendarta, 2005) (30%) (4,92%)
3 Masa Kerja (Dwi, 2013) 0,769
(76,9%)
0,143
(14,3%)
9
4 Kebiasaan Merokok
(Chauhan dkk., 2015)
0,480
(48%)
0,080
(8%)
19
5 Status Gizi (Hendarta, 2005) 0,2105
(21,05%)
0,0847
(8,47%)
124
6 Umur Pekerja (Syahputra
dkk., 2015)
0,9697
(96,97%)
0,2143
(21,43%)
6
7 Jenis Kelamin (Syahputra
dkk., 2015)
0,7955
(79,55%)
0
(0%)
5
8 Tingkat Pendidikan
(Syahputra dkk., 2015)
1
(100%)
0,5
(50%)
11
Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebesar 124 orang
responden, yang kemudian dibulatkan menjadi 130 orang responden.
Penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling sebagai metode
pemilihan sampel, yaitu dengan mengundi/mengocok 345 orang pekerja di
populasi menjadi 130 orang sampel/responden terpilih. Selain itu,
sebagaimana yang telah sedikit disinggung sebelumnya, pengambilan sampel
juga dilakukan dengan menentukan kriteria pengambilan sampel, yang terdiri
dari:
1) Kriteria Inklusi
a. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani inform
consent.
b. Telah bekerja di bagian produksi (spinning, weaving, fabric
processing, dan yarn processing) PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
minimal 5 tahun.
c. Berusia lebih dari sama dengan 13 tahun pada saat penelitian
berlangsung.
63
2) Kriteria Eksklusi
a. Tidak bersedia mengikuti penelitian hingga akhir.
b. Tidak berkerja di bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang.
c. Memiliki penyakit asma, bronkitis, emfisema, PPOK, dan TB/ada
riwayat pasca TB sejak sebelum bekerja di PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang.
d. Pekerja wanita yang sedang hamil dengan usia kandungan lebih dari
sama dengan 30 minggu (7,5 bulan).
Jumlah sampel (responden) pada setiap area kerja unit produksi ada
sebanyak:
a. Unit Spinning 3 : 24 orang
a) Front Spinning (CDR) : 5 orang
b) Ring Spining : 11 orang
c) Winding : 8 orang
b. Unit Weaving : 49 orang
c. Unit Yarn Processing/Yarn Dyeing : 17 orang
a) RTW : 6 orang
b) Soft Winder : 5 orang
c) Warper : 1 orang
d) Verpacking : 4 orang
d. Unit Fabric Processing/Dyeing Finishing : 40 orang
a) Bleaching : 16 orang
b) Dyeing : 10 orang
c) Verpacking : 11 orang
d) Finishing : 3 orang
64
D. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer
(dikumpulkan secara langsung oleh peneliti). Teknik yang dilakukan untuk
mengumpulkan data primer tersebut adalah penyebaran kuesioner,
pengukuran kadar/konsentrasi debu, serta pengukuran berat badan dan tinggi
badan untuk mendapatkan nilai IMT (Indeks Masa Tubuh) responden.
Sementara data yang digunakan untuk studi pendahuluan penelitian ini selain
bersumber dari data primer melalui penyebaran kuesioner dan pengukuran
kadar/konsentrasi denu kapas juga bersumber dari data sekunder yaitu data
hasil pengukuran kadar debu dan data kunjungan berobat pekerja ke klinik
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang.
Untuk menentukan titik pengukuran kadar/konsentrasi debu kapas,
peneliti melakukan pemetaan area kerja dengan ricncian langkah berupa
terlebih dahulu meminta peta/layout unit Spinning 3, Weaving, Yarn
Processing/Yarn Dyeing, dan Fabric Processing/Dyeing Finishing dari
bagian HRD untuk kemudian dibuat pemetaan titik pengukuran sesuai dengan
ketentuan yang ada di dalam SNI 7230:2009. Setelah pemetaan selesai, baru
kemudian peneliti menggunakan pertimbangan bahwa satu titik pengukuran
di masing-masing area kerja yang ditetapkan adalah titik yang dekat dengan
pekerja (responden/sampel) dalam melakukan pekerjaannya.
Pengumpulan data dilakukan selama 8 hari, yaitu dari hari Senin, 29
Agustus 2016 hingga hari Selasa, 6 September 2016 dengan rangkaian
kegiatan seperti yang tertera pada tabel 4.2
65
Tabel 4.2 Rangkaian Kegiatan Pengumpulan Data
No Hari, Tanggal, Tahun Kegiatan Pengumpulan Data
1 Senin, 29 Agustus 2016 - Penyebaran kuesioner kepada
responden di unit Spinning 3.
- Pengukuran tinggi badan dan berat
badan repsonden di unit Spinning 3
(alat pengukur tinggi badan dan
berat badan yang digunakan adalah
alat milik lab gizi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, sudah melalui
proses perizinan, dan diambil dari
lab gizi pada hari Jumat, 26 Agustus
2016).
2 Selasa, 30 Agustus 2016 - Melanjutkan pengukuran tinggi
badan dan berat badan responden di
unit Spinning 3.
- Penyerahan dan pemeriksaan
kuesioner yang telah diisi serta
pemberian souvenir kepada
responden di unit Spinning 3.
3 Rabu, 31 Agustus 2016 - Mengambil alat EPAM 5000 di
laboratorium K3 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan
menjemput laboran K3 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk tutut
serta mendampingi proses
penggunaan alat/pengukuran yang
dilakukan.
- Penyebaran kuesioner ke responden
di unit Weaving.
- Pengukuran konsentrasi/kadar debu
kapas di unit Yarn Processing/Yarn
Dyeing (bagian/area kerja Soft
Winder dan RTW) dengan
menggunakan EPAM 5000.
4 Kamis, 1 September 2016 - Pengukuran konsentrasi/kadar debu
kapas di unit Weaving (bagian/area
kerja tenun) dengan menggunakan
EPAM 5000.
- Penyerahan dan pemeriksaan
kuesioner yang telah diisi serta
pemberian souvenir kepada
responden di unit Weaving.
66
- Pengukuran tinggi badan dan berat
badan repsonden di unit Weaving.
5 Jumat, 2 September 2016 - Pengukuran tinggi badan dan berat
badan repsonden di unit Weaving
yang pada hari Kamis, 1 September
2016 libur.
- Penyerahan dan pemeriksaan
kuesioner yang telah diisi serta
pemberian souvenir kepada
responden di unit Weaving yang
pada hari Kamis, 1 September 2016
libur.
- Pengukuran konsentrasi/kadar debu
kapas kembali di unit Weaving
(bagian/area kerja tenun) dengan
menggunakan EPAM 5000.
- Pengukuran konsentrasi/kadar debu
di unit Yarn Processing/Yarn
Dyeing (bagian/area kerja soft
winder, warper, dan verpacking)
dengan menggunakan EPAM 5000.
- Penyebaran kuesioner ke unit Yarn
Processing/Yarn Dyeing.
- Koordinasi dan penyebaran
kuesioner ke unit Dyeing
Finishing/Fabric Processing.
6 Sabtu, 3 September 2016 - Pengukuran konsentrasi/kadar debu
di unit Spinning 3 (bagian/area kerja
Ring Spinning, Front Spinning, dan
Winding) dengan menggunakan
EPAM 5000.
7 Senin, 5 September 2016 - Pengukuran konsentrasi/kadar debu
di unit Dyeing Finishing/Fabric
Processing (bagian/area Bleaching,
Dyeing, Finishing, dan Verpacking)
dengan menggunakan EPAM 5000.
- Pengukuran tinggi badan dan berat
badan repsonden di unit Dyeing
Finishing/Fabric Processing.
- Penyerahan dan pemeriksaan
kuesioner yang telah diisi serta
pemberian souvenir kepada
responden di unit Dyeing
67
Finishing/Fabric Processing.
8 Selasa, 6 September 2016 - Pengukuran tinggi badan dan berat
badan repsonden di unit Yarn
Processing/Yarn Dyeing.
- Penyerahan dan pemeriksaan
kuesioner yang telah diisi serta
pemberian souvenir kepada
responden di unit Yarn
Processing/Yarn Dyeing.
E. Instrumen Penelitian
Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi
kuesioner baku dari American Thoracic Society (ATS) dengan jenis
kuesioner ATS-DLD-78 A yang dilengkapi atau diberi tambahan
pertanyaan dari kuesioner yang digunakan oleh Julia Karnagi (1996)
dalam penelitiannya dengan mengadopsi kuesioner baku dari British
Medical Research Council (BMRC).
Kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui bisinosis,
penggunaan masker (APD), masa kerja, kebiasaan merokok, umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan pada pekerja di PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang. Kuesioner ATS-DLD-78 A pernah diuji validitas dan
reabilitasnya oleh Tanzil Jamali kemudian dipublikasi pada IOHA
International Scientific Conference ke 10 di London pada tahun 2015.
Uji validitas tersebut memperoleh nilai spesifisitas pertanyaan
kuesioner ATS-DLD-78 A untuk gejala batuk kronik, dahak kronik,
mengi kronik, dan kombinasi gejala kronik mencapai 93,1%, 85,7%,
75,4%, dan 63% sehingga diperoleh kesimpulan bahwa kuesioner ATS-
68
DLD-78-A adalah instrumen yang valid untuk melakukan screening
gejala pernapasan pada pekerja tekstil (Jamali, 2015).
Berikut adalah penjelasan mengenai kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan variabel penelitian yang hendak diukur:
a. Bisinosis
Variabel bisinosis diukur dengan menggunakan 42 pertanyaan
seputar gejala yang terdiri dari 9 pertanyaan tentang batuk, 6
pertanyaan tentang dahak, 2 pertanyaan tentang peristiwa batuk dan
dahak, 7 pertanyaan tentang mengi, 12 pertanyaan tentang rasa dada
tertekan/terjepit, serta 6 pertanyaan tentang sesak napas karena sakit
jantung dan paru.
b. Penggunaan APD (Masker)
Variabel penggunaan APD (Masker) diukur dengan 3 buah
pertanyaan yakni pertanyaan mengenai apakah responden memakai
APD ketika berada di ruangan yang berdebu, APD apa yang
digunakan, dan bagaimana kebiasaan responden memakai masker
tersebut.
c. Masa kerja
Variabel masa kerja diukur dengan pertanyaan mengenai riwayat
pekerjaan berupa 1 buah yang pertanyaan menanyakan tentang total
tahun bekerja pada suatu perusahaan/industri berdebu. Pertanyaan
lainnya mengenai riwayat pekerjaan adalah pertanyaan-pertanyaan
seputar jenis/bagian pekerjaan yang biasa dilakukan responden dan
apakah responden penah pindah dari lingkungan kerja yang lebih
berdebu ke tempat yang kurang berdebu.
69
d. Kebiasaan merokok
Variabel merokok diukur dengan menggunakan 26 pertanyaan
yang diawali dengan pertanyaan apakah responden pernah merokok
100 batang rokok atau lebih selama hidupnya yang kemudian
dilanjutkan dengan pertanyaan tentang apakah responden masih
merokok dalam satu bulan terakhir, berapa rata-rata batang rokok
yang dihisap, pada usia berapa berhenti merokok, berapa usia
responden ketika mulai merokok secara teratur, apakah responden
menghisap rokok sampai ke dalam dada, hingga pertanyaan seputar
apakah responden pernah merokok rokok sigaret, cerutu, atau rokok
pipa secara teratur dalam hidupnya.
e. Umur pekerja
Variabel umur pekerja didapatkan dengan pertanyaan mengenai
identitas responden pada bagian awal kueisoner.
f. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin didapatkan dengan pertanyaan mengenai
identitas responden pada bagian awal kuesioner.
g. Tingkat pendidikan
Variabel tingkat pendidikan didapatkan dengan pertanyaan
mengenai tingkat pendidikan dengan bentuk jawaban berupa tahun
pendidikan formal berdasarkan tingkat pendidikan/sekolah tertinggi
yang telah diselesaikan oleh responden.
2) Environmetal Particulat Monitor (EPAM)-5000
Environmetal Particulat Monitor (EPAM)-5000 digunakan untuk
mengukur kadar/konsentrasi debu kapas di area kerja PT. Argo Pantes
Tbk Tangerang. Untuk menentukan titik pengambilan sampel udara
peneliti mengacu kepada SNI 7230:2009 serta berdasarkan titik/lokasi
70
terdekat dari pekerja yang menjadi responden dalam melakukan
pekerjaannya. Sementara untuk lama pengukuran, peneliti melakukan
pengukuran selama 1 jam sebab berdasarkan NMAM 0600, minimal
lama pengukuran partikulat adalah 45 menit dan maksimalnya adalah 8
jam (NIOSH, 1998).
Berikut adalah cara menggunakan Environmental Particulat Monitor
(EPAM)-5000 (SKC, 1999):
1. Cek baterai. Sebelum digunakan, Baterai EPAM-5000 harus dalam
keadaan terisi penuh. Guankan EDC EPAM untuk mengisi daya
baterai. Waktu untuk pengisian baterai adalah sekitar 22 jam untuk
penggunaan alat selama 24 jam.
2. Tekan ON/OFF untuk menyalakan monitor EPAM-5000.
3. Tekan Enter untuk masih ke menu utama.
4. Untuk melihat settingan (pengaturan alat), pilih Special Functions
dari Menu Utama, kemudian pilih Date/Time, kemudian pilih View
Date/Time, kemudian masukkan data tanggal dan waktu sesuai
dengan tanggal dan waktu data pengukuran diambil dengan
menggunakan tanda panah ke atas atau ke bawah. Tekan Enter jika
sudah selesai melakukan pengaturan tanggal dan waktu
pengukuran.
5. Untuk pengaturan alarm, pilih Special Functions dari Menu Utama
kemudian pilih Set Alarm, atur alarm sesuai kebutuhan, dan tekan
Enter jika sudah selesai melakukan pengaturan alarm.
71
6. Untuk menghapus data pilih Special Functions dari Menu Utama
kemudian pilih System Options, kemudian pilih Erase Memory dan
tekan Yes untuk menghapus data.
7. Sebelum melakukan pengukuran, lakukan terlebih dahulu tes laju
alir udara dengan menggunakan Flow Audit Meter atau tes laju alir
udara, dengan cara memasang alat laju alir udara di kepada sensor
EPAM-5000, kemudian Run, dan pilih Continue atau Overwrite
Data. Kemudian lihat angka di alat laju alir udara, jika bola kecil
menunjukkan angka 4 Lpm, maka laju alir udara alat masih sesuai,
namun jika tidak menunjukkan angka 4 Lpm maka lakukan
penyesuaian angka dengan menggeser laju alir udara dengan jenis
ukuran partikel debu yang akan diambil.
8. Pengukuran dengan menggunakan EPAM-5000 dapat mengukur
partikel dengan ukuran partikel debu 1,0 mikron, 2,5 mikron, dan
10 mikron. Dalam penelitian ini ukuran partikel debu yang diukur
berukuran 10 mikron. Berikut adalah cara pemasangan dan
penggunaan alat untuk ukuran partikel 10 mikron (10 µm):
1) Pilih Special Functions dari menu utama
2) Pilih System Options
3) Pilih Extended Options
4) Pilih Size Select
5) Pilih 10 µm – M
6) Masukkan inlet sampling kedalam kepala sensor dari
EPAM-5000
7) Pasang penahan filter cassette ke dalam sensor EPAM-5000
72
Lakukan Manual Zero
9. Auto-Zero bergungsi untuk membersihkan fitur yang secara
otomatis menyesuaikan ke awal drift akibat adanya perubahan suhu
ambien yang cukup signifikan. Fitur ini merupakan pengaturan
default yang ada ada EPAM-5000 yang melakukan pembersihan
optik sensor dengan udara bersih dan menetapkan kembali
pengaturan awal tiap 30 menit. Untuk mengaktifkan dan
menonaktifkan Auto Zero data dilakukan dengan cara berikut:
1) Pilih Special Functions dari menu utama
2) Pilih System Options
3) Pilih Extended Options
4) Pilih Calibration Options
5) Pilih Auto Zero
10. Manual Zero (Manual Nol) merupakan menetapkan dasar
pengukuran EPAM-5000 menjadi nol mg/m3. Pemeriksaaan
manual zero harus dilakukan sebelum memulai satu set baru
pengukuran, yang jika menggunakan setting Auto Zero (default)
EPAM-5000 secara otomatis kembali lagi ke nol awal setiap 30
menit sekali. Pastikan saluran masuk untuk sampling yang akan
diukur sudah terpasang pada saluran masuk sensor dari EPAM-
5000. Jika sampling partikel PM 10 maka masukan 10 impactor jet.
Berikut adalah cara melakukan Manual Zero:
1) Pilih Special Functions dari menu utama
2) Pilih System Options
3) Pilih Extended Options
73
4) Pilih Calibration Options
5) Pilih Manual-Zero
6) Pilih lagi Manual-Zero, tunggu hingga 99 detik. Kemudian
Menu Utama akan muncul jika proses Manual-Zero telah
selesai.
7) Memilih Sample Rate:
a. Pilih Special Functions pada menu utama
b. Pilih System options
c. Pilih Sample Rate. Pilih 1 second untuk pengambilan sampel
selama 6 jam, pilih 10 second untuk maksimal pengambilan
sampel selama 60 jam. Pilih 1 menit untuk maksimal
pengambilan selama 15 hari. Dan pilih 30 menit untuk
maksimal pengambilan sampel selama 15 bulan.
8) Sampling (Pengukuran):
a. Nyalakan alat dan tekan Enter
b. Pilih Run, dan pilih Continue atau Overwrite Data
c. Untuk menghapus semua data sebelumnya yang telah terekam
dalam alat, pilih Overwrite, kemudian pilih Yes untuk
mengkonfirmasi, jika pilih No, akan membatalkan proses
sampling tanpa mempengaruhi memori data.
d. Untuk menambahkan data poin untuk ke lokasi penyimpanan
data pada pengukuran yang berturut-turut pilih Continuation.
e. Untuk pengambilan sampe tanpa fitur alarm tekan Run, untuk
pengambilan sampel dengan fitur alarm tekan Alarm-Continue.
74
f. Internal pump akan aktif dan memulai proses pengukuran. Dan
kemudian pada layar akan muncul data Run dengan tampilan
seperti pada gambar 4.1:
A = Lokasi Kode yang sedang dilakukan pengukuran
B = Partikulat yang sedang dilakukan pengukuran. 1,0
µm: E, 2,5 µm: S, 10 µm: M, TSP: L
C = Konsentrasi hasil pengukuran
D = Status Baterai
g. Tekan Enter untuk stop (menghentikan) pengukuran data dan
kembali ke Menu Utama.
9) Sampel yang ada akan diambil setiap detik dan akan dirata-ratakan
sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
10) Melihat hasil data yang tersimpan:
a. Pilih Review Data
b. Pilih Statistics
Gambar 4.1 Tampilan Layar EPAM-5000 Saat Proses
Run Sampling
(Sumber: SKC,1999)
75
c. Jika memori menajan data poin di lokasi lain, maka layar akan
menampilkan Scanning data memori, lanjutkan ke step 7.
Tetapi jika memori telah dibersihkan dari semua data poin yang
ada maka tidak ada data yang tersimpan.
d. Untuk memilih lokasi jika ingin melihat lokasi yang berbeda,
pilih New Tag XXX dan lanjutkan ke step 7.
e. Tekan Enter untuk lokasi yang datanya ingin dilihat. Untuk
melihat nilai lokasi yang lebih kecil tekan panah ke bawah, jika
ingin melihat nilai lokasi data uyang lebih besar tekan panah
atas. Pilih digit atau raung selanjutnya dengan menekan Enter.
f. Tekan Enter ketika lokasi data yang diingingkan ingin dilihat.
g. Data pertama yang akan terlihat adalah lima bayar statistic
ketika data dihitung. Pilih layar statistic dengan menekan panah
bawah atau panah atas.
3) Timbangan Berat Badan dan Mikrotois
Timbangan berat badan dan mikrotois (alat pengukur tinggi badan
digunakan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan responden
untuk mendapatkan nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) sebagai penentu
status gizi responden. Setelah dilakukan pengukuran, data tinggi badan
dan berat badan responden kemudian dimasukkan ke dalam kolom isian
pertanyaan mengenai tinggi badan dan berat badan pada bagian identitas
responden di awal kuesioner.
F. Pengolahan Data
Seluruh data primer yang terkumpul akan diolah dengan proses sebagai
berikut:
76
1) Data Coding
Proses memberikan kode untuk masing-masing variabel sesuai
dengan tujuan dikumpulkannya data agar memudahkan dalam proses
entry. Proses ini dilakukan sejak saat pembuatan kuesioner. Berikut
adalah penjelasan coding untuk masing-masing variabel:
a. Bisinosis
Variabel bisinosis terdiri dari 6 kelompok pertanyaan, yaitu:
1) Batuk
Pertanyaan tentang gejala batuk diawali dengan pertanyaan
apakah responden selama bekerja di lokasi penelitian biasanya
mengalami batuk, apakah biasanya batuk sebanyak 4-6 kali
sehari atau minimal 4 hari atau lebih dalam seminggu, dan
pertanyaan apakah biasanya batuk selama sepanjang hari, yang
pilihan jawaban untuk masing-masing pertanuyaan tersebut
adalah 1. Ya 2. Tidak. Jika terdapat jawaban Ya pada salah satu
pertanyaan tersebut maka dilanjutkan dengan pertanyaan
apakah responden biasanya batuk pada hampir setiap hari
selama 5 bulan berturut-turut atau lebih dalam setahun terakhir
dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Kemudian pertanyaan
terbuka mengenai sudah berapa lama mengalami batuk dengan
jawaban yang diharapkan dalam satuan tahun. Selanjutnya
pertanyaan mengenai apakah batuk yang dialami dirasakan
pada hari-hari tertentu dalam seminggu dengan pilihan jawaban
1. Ya 2. Tidak yang jika Ya kemudian berlanjut ke pertanyaan
mengenai hari kerja ke berapa saja batuk itu ada dengan pilihan
jawaban 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 untuk mewakili 7 hari
77
dalam seminggu. Baru kemudian masuk ke pertanyaan terakhir
perihal intensitas batuk pada hari kerja ke 01 dengan pilihan
jawaban 1. Kadang-kadang 2. Selalu.
2) Dahak
Pertanyaan mengenai gejala dahak diawali dengan
pertanyaan perihal apakah responden biasanya mengeluarkan
dahak dari dalam dadanya, apakah biasanya mengeluarkan
dahak sampai sebanyak 2 kali sehari atau minimal 4 hari atau
lebih dalam seminggu, apakah biasanya mengeluarkan dahak
ketika bangun tidur di pagi hari, dan apakah biasanya
mengeluarkan dahak/rehak selama sepanjang hari yang pilihan
jawabannya terdiri dari 1. Ya 2. Tidak. Jika ada jawaban Ya
pada salah satu pertanyaan tersebut maka dilanjutkan dengan
pertanyaan apakah biasanya mengeluarkan dahak hampir setiap
hari atau minimal selama 3 bulan berturut-turut atau lebih
dalam setahun belakangan dengan pilihan jawaban 1. Ya
2.Tidak. Serta diakhiri dengan pertanyaan terbuka berupa sudah
berapa lama memiliki masalah dahak/reak tersebut dengan
jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun.
3) Peristiwa Batuk dan Dahak
Pertanyaan mengenai peritiwa batuk dan dahak terdiri dari
dua pertanyaan mengenai apakah responden mengalami
serangan batuk dengan dahak/reak meningkat yang berlangsung
minimal 3 minggu berturut-turut atau lebih dalam setahun
dengan pilihan jawab 1. Ya 2. Tidak. Serta pertanyaan terbuka
sudah berapa lama mengalami setidaknya satu serangan batuk
78
dengan dahak tersebut dengan jawaban yang diharapkan adalah
dalam satuan tahun.
4) Napas Berbunyi atau Mengi
Pertanyaan mengenai gejala napas berbunyi atau mengi
diawali dengan pertanyaan tentang apakah dada responden
pernah berbunyi/mengeluarkan suara mengi atau bengek bila
bernapas ketika pilek/flu, terkadang disaat tidak pilek/flu, dan
hampir setiap hari atau setiap malam (4 hari dalam seminggu)
dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Jika ada jawaban Ya
dari responden pada salah satu pertanyaan tersebut maka
dilanjutkan dengan pertanyaan apakah bunyi mengi tersebut
muncuk setelah bekerja di bagian/unit kerjanya dengan pilihan
jawaban 1. Ya 2. Tidak dan pertanyaan terbuka tentang sudah
berapa lama mengi/bengek tersebut ada dengan jawaban
jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun.
Selanjutnya adalah pertanyaan tentang apakah responden
memiliki serangan mengi yang membuatnya merasa sesak
napas dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak yang jika diberi
jawaban Ya maka dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka
berapa usia responden ketika pertama kali mendapatkan
serangan tersebut dengan jawaban yang diharapkan adalah
dalam satuan tahun. Kemudian pertanyaan mengenai apakah
responden mengalami peristiwa tersebut sebanyak 2 kali atau
lebih yang pilihan jawabannya 1. Ya 2. Tidak dan pertanyaan
apakah responden pernah membutuhkan/menggunakan obat
79
atau perawatan untuk mengatasi serangan-serangan tersebut
yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak.
5) Rasa Dada Tertekan atau Terjepit
Pertanyaan-pertanyaan seputar rasa dada tertekan atau
terjepit diawali dengan pertanyaan tentang apakah responden
pernah merasa seperti ditekan/dijepit atau napasnya bertambah
susah dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Jika jawaban
pertanyaan tersebut Ya maka dilanjutkan dengan pertanyaan
pada hari kerja ke berapa responden merasakan dada tertekan
atau terjepit dengan pilihan jawaban 01, 02, 03, 04, 05,
06, 07 untuk mewakili 7 hari dalam seminggu. Jika hari ker
01 adalah jawaban dari responden, maka dilanjutkan dengan
pertanyaan bagaimana intensitas rasa dada tertekan atau
terjepit yang dirasakan apakah 1. Kadang-kadang atau 2.
Selalu.
Selanjutnya adalah pertanyaan tentang kapan rasa dada
terjepit tersebut hilang dengan pilihan jawaban 1. Hari kerja ke
1 berhenti bekerja 2. Hari kerja ke 2 berhenti bekerja 3. Hari
kerja ke 3 berhenti bekerja 4. Tidak hilang/tetap ada. Jika
jawaban responden merasakan rasa dada tertekan pada hari
kerja ke 1, maka dilanjutkan dengan pertanyaan kapan
responden merasa dada tertekan/terjepit atau merasakan napas
susah yang pilihan jawabannya adalah 1. Sebelum masuk
pabrik 2. Sesudah Masuk pabrik. Kemudian dilanjutkan
dengan pertanyaan terbuka tentang setelah bekerja berapa lama
di bagian yang berdebu responden mulai merasakan dada
80
tertekan dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan
bulan/tahun.Lalu pertanyaan tentang apakah di waktu yang
lalu responden pernah mereasa tertekan atau terjepit dengan
pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak, yang jika jawabannya Ya aka
ditanyakan pada hari kerja ke berapa apakah 01, 02, 03, 04,
05, 06, 07, selanjutnya jika jawabannya Ya pada hari kerja
ke 1 maka ditanyakan apakah rasa itu muncul 1. Kadang-
kadang atau 2. Selalu.
Serta pertanyaan tentang apakah dalam 3 tahun kebelakang
responden pernah memiliki penyakit/gangguan pada dada yang
menyebabkan harus berhenti bekerja yang pilihan jawabannya
adalah 1. Ya 2. Tidak. Jika jawaban pertanyaan terebut Ya
maka berkanjut menuju dua pertanyaan terakhir yaitu apakah
responden dahulu mengeluarkan dahak karena mengalami
gangguan/penyakit pada dada yang pilihan jawabannya adalah
1. Ya 2. Tidak dan pertanyaan terbuka tentang pada 3 tahun
terakhir berapa banyak penyakit yang diderita dan apakah
berlangsung selama seminggu atau lebih dengan jawaban yang
diharapkan adalah berupa menyebutkan jumlah penyakit.
6) Sesak Napas karena Sakit Jantung Atau Paru
Pertanyaan perihal sesak napas karena sakit jantung atau
paru diawali dengan pertanyaan apakah responden menderita
sakit jantung atau paru dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak
yang kemudian responden harus memiliki apakah 1. Jantung
atau 2. Paru. Selain itu responden juga diminta menyebutkan
kondisi lain selain penyakit jantung dan paru yang menyebabkan
81
ia tidak dapat berjalan. Selanjutnya adalah pertanyaan tentang
apakah responden menjadi susah/sesak napas saat sedang
berjalan tergesa-gesa/terburu-buru di tempat yang datar atau saat
berjalan biasa di tempat yang agak menanjak, apakah responden
harus berjalan lebih lamban dari pada orang-orang seusianya di
tempat yang datar karena sesak napas, apakah responden pernah
sampai terpaksa harus berhenti berjalan untuk bernapas ketika
berjalan di tempat datar dengan kecepatannya sendiri, apakah
responden pernah sampai harus terpaksa berhenti untuk
bernapas setelah berjalan sekitar 100 yard (91,44 meter) atau
setelah beberapa menit di tempat yang datar, dan apakah
responden terlalu sesak/pendek napas untuk pergi meninggalkan
rumah atau ketika mengenakan/melepaskan pakaian yang
pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak.
b. Penggunaan APD (Masker)
Pertanyaan terkait variabel APD (Masker) terdiri dari
pertanyaan apakah responden menggunakan APD di ruang berdebu
untuk menghindari debu dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak.
Jika jawaban responden adalah Ya maka berlanjut ke pertanyaan
tentang APD yang digunakan dengan pilihan jawaban 1. Masker
yang disediakan 2. Masker atau cara lain kemudian sebutkan apa
cara lainnya. Kemudian diakhir dengan pertanyaan bagaimana
kebiasaan responden memakai masker (APD) dengan pilihan
jawaban 1. Selalu 2. Kadang-kadang.
82
c. Masa kerja
Pertanyaan mengenai masa kerja terdapat di kelompok
pertanyaan riwayat pekerjaan dengan jenis pertanyaan berupa
pertanyaan terbuka dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam
satuan tahun.
d. Kebiasaan merokok
Pertanyaan perihal kebiasaan merokok diawali dengan
pertanyaan apakah respoden pernah meroko sebanyak 100 batang
atau lebih selama hidupnya yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya
2. Tidak. Jika jawaban responden adalah Ya maka berlanjut ke
pertanyaan apakah dalam satubulan terakhir responden masih
merokok dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak, pertanyaan
terbuka tentang pada usia berapa berhenti merokok jika sudah
berhenti dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan
tahun, pertanyaan terbuka tentang berapa batang rokok rata-rata
sehari yang dihisap dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam
satuan batang, pertanyaan terbuka tentang berapa usia responden
mulai merokok dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam
satuan tahun, dan pertanyaan tentang apakah biasanya responden
menghirup asap rokok hingga ke dalam dadanya dengan pilihan
jawaban 1. Ya 2. Tidak. Selain itu juga terdapat pertanyaan-
pertanyaan mengenai kebiasaan merokok berdasarkan jenis rokok
(sigaret, cerutu, dan rokok pipa) yang pilihan jawaban
pertanyaannya tediri dari 1. Ya 2. Tidak, jawaban yang diharapkan
adalah dalam satuan tahun dan dalam satuan rokok/batang per hari,
83
serta dengan pilihan jawaban 1. Tidak termasuk 2. Sekali-sekali
tidak 3. Sedikit 4. Cukup 5. Banyak.
e. Umur pekerja
Pertanyaan mengenai umur adalah pertanyaan terbuka
mengenai tanggal lahir responden dengan jawaban yang
diharapkan adalah dalam satuan tanggal, bulan, dan tahun.
f. Jenis Kelamin
Pertanyaan mengenai jenis kelamin hanya memiliki dua
pilihan jawaban yakni 1. Perempuan 2. Laki-laki.
g. Tingkat pendidikan
Pertanyaan mengenai tingkat pendidikan adalah pertanyaan
terbuka dengan jawaban dalam satuan tahun.
2) Data Editing
Proses menyunting data yang dilakukan sebelum melakukan data
entry dengan melakukan pengecekan isian kuisioner, apakah jawaban
pada setiap pertanyaan sudah terjawab lengkap dan jelas.
3) Data Entry
Proses memasukkan data ke dalam komputer dengan menggunakan
perangkat lunak (software) pada komputer agar data dapat dianalisis.
4) Data Cleaning
Proses pengecekan data setelah data di-entry dengan tujuan untuk
mengetahui apakah ada data yang belum di entry atau terjadi kesalahan
saat entry. Hasil skoring akhir masing-masing variabel setelah seluruh
data di-entry dan sebelum dianalsisis lebih lanjut adalah sebagai berikut:
a. Bisinosis
0. Tingkat 0, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 2. Tidak.
84
1. Tingkat ½, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian
jawaban pertanyaan 12B terdiri dari 01, dan jawaban pertanyaan
12C adalah 1. Kadang-kadang.
2. Tingkat 1, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian
jawaban pertanyaan 12B terdiri dari 01, dan jawaban pertanyaan
12C adalah 2. Selalu.
3. Tingkat 2, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian
jawaban pertanyaan 12B tidak hanya terdiri dari 01, dan jawaban
pertanyaan 12C adalah 1. Selalu.
4. Tingkat 3, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian
jawaban pertanyaan 12B terdiri dari 01 , jawaban pertanyaan
12C adalah 1. Selalu, jawaban pertanyaan 12D adalah 1. Hari
kerja ke 1 berhenti bekerja, dan jawaban pertanyaan 12E adalah
1. Sebelum masuk pabrik.
Untuk menentukan grade atau tingkat bisinosis pada responden,
peneliti juga melakukan konsultasi/diskusi sebelumnya dengan
dokter perusahaan PT. Argo Pantes Tbk Tangerang untuk
menghindari subjektifitas dan meningkatkan sensitifitas instrumen
yang digunakan dan proses pengumpulan data yang dilakukan.
b. Konsentrasi/kadar debu kapas
0. ≤ 0,2 mg/m3, jika hasil pengukuran kadar debu kapas kurang atau
sama dengan 0,2 mg/m3 (NAB debu kapas).
1. >0,2 mg/m3, jika hasil pengukuran kadar debu kapas lebih dari
0,2 mg/m3 (NAB debu kapas).
c. Penggunaan APD (Masker)
0. Sesuai, jika jawaban pertanyaan 29C adalah masker N95.
85
1. Tidak Sesuai, jika jawaban pertanyaan 29C adalah selain masker
N95.
d. Kebiasaan Merokok
0. Bukan Perokok, jika jawaban pertanyaan 25A adalah 2. Tidak.
1. Bekas Perokok, jika jawaban pertanyaan 25A adalah 1.Ya dan
jawaban pertanyaan 25B adalah 2. Tidak.
2. Masih Perokok, jika jawaban pertanyaan 25A adalah 1.Ya dan
jawaban pertanyaan 25B adalah 1. Ya.
e. Status Gizi
0. Kurang, jika IMT responden kurang dari 18,50.
1. Normal, jika IMT responden mencapai 18,50-24,99.
2. Lebih, jika IMT responden mencapai 25,00-≥30,00.
f. Umur
0. Muda dan dewasa, jika umur responden kurang dari 30 tahun.
1. Tua, jika umur responden lebih dari sama dengan 30 tahun.
g. Jenis Kelamin
0. Perempuan, recode dari coding jawaban 1. Perempuan.
1. Laki-laki, recode dari coding jawaban 2. Laki-laki.
h. Tingkat Pendidikan
1. Rendah, jika jawaban pertanyaan no. 6 adalah kurang dari sama
dengan 9 tahun.
2. Tinggi, jika jawaban pertanyaan no. 6 lebih dari 9 tahun
G. Analisa Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan
analisis bivariat dengan penjelasan sebagai berikut:
86
1) Analisis Univariat
Analisis univariat adalah cara analisis untuk variabel tunggal dan
merupakan hal yang penting untuk menganalisis distribusi ukuran kasus
sampel dari variabel tunggal. Bentuk paling sederhana dari analisis
univariat adalah menghitung jumlah kasus dalam masing-masing kategori.
Hasil perhitungan tersebut disebut dengan distribusi frekuensi, yang perlu
diberikan manipulasi statistik tambahan agar lebih bermanfaat. Manipulasi
statistik tambahan tersebut tergantung pada jenis variabel atau lebih tepat
pada tingkat pengukuran atau skala yang terdiri dari skala nominal,
ordinal, interval, dan rasio (Lapau, 2012). Adapun skala atau tingkat
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Skala Nominal
Pada pengukuran skala nominal, kategori yang satu dari variabel
tertentu berbeda dengan kategori lain dari variabel yang sama
sehingga satu kategori variabel tidak perlu lebih tinggi, lebih rendah,
lebih besar, lebih kecil, dari kategori yang lain (Lapau, 2012). Skala
nominal dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel jenis
kelamin.
b. Skala Ordinal
Variabel dengan skala ordinal adalah satu variabel yang ada
hubungan tingkatan di antara kateogrinya dengan kategori nomor 1
dianggap lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori dengan nomor 2,
nomor 3, dan seterusnya (Lapau, 2012). Skala ordinal dalam
penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel bisinosis,
konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD (pemakaian masker),
lama kerja, area/bagian kerja (aktifitas pekerjaan), kebiasaan merokok,
87
status gizi, umur, dan tingkat pendidikan. Dengan tingkat paling
rendah atau tidak berisiko adalah kateogri nomor 0 dan tingkat paling
tinggi atau tingkat paling berisiko adalah nomor 4 untuk variabel
bisinosis, nomor 2 untuk variabel penggunaan APD, kebiasaan
merokok, dan status gizi, serta nomor 1 untuk variabel konsentrasi
debu kapas, umur, dan tingkat pendidikan.
c. Skala Rasio
Skala rasio dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel
masa kerja.
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang menunjukkan hubungan
antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Jenis
teknis analisis yang tepat untuk meneliti hubungan statistik diantara 2
variabel tergantung pada apakah variabel itu kategorikal (nominal dan
ordinal) atau kontinous (interval dan rasio) (Lapau, 2012). Jenis teknik
analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
hubungan antara 2 variabel kategorik, yaitu antara 2 variabel ordinal serta
antara variabel ordinal dan nominal, yaitu uji chi square. Serta teknik
analisis hubungan antara variabel numerik yang datanya berdistribusi tidak
normal dan variabel kategorik lebih dari 2 kategori, yaitu uji kruskal
wallis.
Hipotesis dalam statistik ada dua macam, yaitu (Hastono dan Sabri,
2010):
a. Hipotesis nol (Ho), adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada
perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Contohnya, tidak
ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari
88
ibu merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak
merokok.
b. Hipotesis alternatif (Ha), adalah hipotesis yang menyatakan ada
perbedaan suatu kejadian antara kedua kelompok. Contohnya, ada
perbedaan berat badan bayi antara mereke yang dilahirkan dari ibu
yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak
merokok.
Untuk menentukan keputusan uji statistik, penelitian ini
menggunakan pendekatan probabilistik dengan menggunakan salah satu
program statistik computer yang dapat menampilkan nilai P (P value).
Nilai P tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai α (alpha) untuk
membuat keputusan uji statistik berdasarkan keputusan yang berlaku, yaitu
(Hastono dan Sabri, 2010):
a. Bila nilai P ≤ α, keputusannya adalah Ho ditolak.
b. Bila nilai P > α, keputusannya adalah Ho gagal ditolak.
89
BAB V
HASIL
A. Proses Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
a) Bahan Baku dan Bahan Penolong
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi di PT.
Argo Pantes Tbk Tangerang adalah bahan baku katun alami dan katun
campuran antara kapas dan polyester. Sementara bahan penolong yang
digunakan adalah kain pancing. Selain menggunakan bahan baku dan
bahan penolong, proses produksi juga menggunakan bahan kimia yang
digunakan dalam proses yarn dyeing/yarn processing dan proses fabric
processing/dyeing finishing. Bahan kimia yang digunakan dalam proses
yarn dyeing/yarn processing adalah soda kaustik, NaOH, Na2CO3, enzim,
KmnO4, dan Na2SO4. Sementara bahan kimia yang digunakan dalam
fabric processing/dyeing finishing adalah resin, zat anti sadah, zat anti
migrasi, dan pembasah seperti sabun dan kanji (Alpiah, 2015).
b) Proses Produksi dan Hasil Produksi
Proses produksi yang dilakukan oleh PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
dilakukan per unit secara terpadu yang terdiri dari serangkaian proses
seperti yang terlihat pada gambar 5.1, dengan penjelasan sebagai berikut
(Alpiah, 2015):
1) Spinning (Pemintalan)
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang memiliki tiga buah pabrik/unit
spinning, yaitu Spinning 1, Spinning 2, dan Spinning 3. Namun,
unit/pabrik spinning yang masih beroperasi hingga penelitian ini
dilakukan hanyalah unit Spinning 3. Spinning adalah tahapan awal
90
dalam pembutan kain atau benang yang terdiri dari serangkaian
tahapan yang harus dijalani, yaitu:
a) Blowing
Blowing adalah tahapan/proses menguraikan gumpalan
kapas yang baru diambil dari pohon dan mencampurkan
kapas/polyeter yang telah terurai. Pada tahapan ini, bahan baku
yang awalnya berbentuk gumpalan diolah menjadi lembaran-
lembaran kapas yang panjang dan lebar.
b) Carding
Carding adalah tahapan/proses merubah bentuk bahan baku
dari lembaran menjadi uraian sebesar tali yang cara
penggulungannya seperti tali tambang, yang terdiri dari proses
penggarukan, pembersihan, dan penguraian serat.
c) Pre Drawing
Pre Drawing adalah tahapan/proses perangkapan dan
peregangan bahan baku, mensejajarkan serat (apakah 100% kapas
atau ada campuran polyester), serta memperbaiki kerataan bahan
baku.
d) Lap Former
Lap Former adalah tahapan/proses perubahan bentuk bahan baku
dari yang berbentuk tali menjadi bentuk lembaran-lembaran yang
lebih tipis apabilia dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari
proses carding.
e) Combing
Combing adalah tahapan/proses memisahkan serat panjang
dan pendek agar tidak mudah putus. Kemudian serat tersebut
disejajarkan, untuk selanjutnya dilakukan proses perubahan
91
bentuk dari lembaran tipis menjadi tali-tali yang disimpan dengan
cara digulung.
f) Drawing
Drawing adalah tahapan/proses merangkapkan,
memperbaiki, dan mensejajarkan serat agar tali tidak mudah
putus, serta dilakukan pengaturan presentase blending.
g) Roving
Roving adalah tahapan/proses yang harus dilalui oleh
benang baik yang sudah diberi pewarnaan maupun benang yang
masih berwarnan asli.
h) Ring Spinning
Ring Spinning adalah tahapan/proses membentuk benang
dalam kapasitas yang lebih kecil dari proses roving untuk
kemudian diberi nomor dan keterangan mengenai persentase
bahan baku yang digunakan agar lebih mudah menentukan jenis
kain yang akan diolah dalam proses weaving. Pada tahapan/proses
ini benang roving akan dirubah bentuknya menjadi benang ring.
i) Winding
Winding adalah tahapan/proses penggulungan benang ring
menjadi benang cones yang lalu akan diperiksa kerataan dan berat
gulungan benang tersebut. Setelah tahapan/proses winding selesai
dilakukan pengepakan.
2) Weaving (Penenunan)
Serangkaian tahapan yang harus dilakukan pada proses weaving
adalah:
92
a) Penerimaan Bahan Baku
Proses/tahapan menerima bahan baku berupa benang dari
Spinning. Ada dua jenis benang yang menjadi bahan baku, yaitu
benang lusin dan benang pakan. Benang lusi adalah benang yang
dipasang sejajar pada mesin tenun sehingga membentuk anyaman
untuk kain dengan bentuk memanjang. Sementara benang pakan
adalah benang anyaman untuk kain dengan bentuk melebar atau
arahnya tegak lurus dengan benang lusi.
b) Sizing
Sizing adalah tahapan/proses pengajian benang lusi dalam
rangka menidurkan bulu-bulu benang dan menambah kekuatan
benang sehingga tidak putus pada proses penenunan.
c) Reaching
Reaching adalah tahapan/proses memasukan benang lusi
yang tlah melalui proses sizing ke dalam gun, dropper, dan sisir.
Serta menentukan anyaman tenunan sebagai desain struktur pada
kain.
d) Tying
Tying adalah tahapan/proses menyambungkan benang lusi
dia ats mesin tenun dengan benang lusi pada bibit sehingga
pemasangan pada tenun dapat lebih cepat/dipercepat.
e) Tenun
Tenun adalah tahapan/proses membuat kain dengan cara
menganyam benang lusi dan benang pakan dengan motif anyaman
yang telah ditentukan.
93
f) Inspecting
Inspecting adalah tahapan/proses memeriksa kain yang
telah selesai ditenun dalam rangka memisahkan dan membedakan
grade kain sesuai dengan kelompoknya.
g) Folding
Folding adalah tahapan/proses melipat dan mendata kain
yang sudah melalui tahapan inspecting berdasarkan panjang dan
grade kain.
h) Packing
Packing adalah tahapan/proses menyusun kain di atas palet
dan mendata kain sesuai dengan jenis serta grade kain untuk
kemudian sebagian kain di ball pada mesin ball press untuk
dikirim ke luar negeri (ekspor). Sementara sebagian lainnya
dikirim ke gudang.
3) Yarn Dyeing/Yarn Processing (Pewarnaan Benang)
Serangkaian tahapan yang harus dilakukan pada proses yarn
dyeing adalah:
a) Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan adalah benang grey.
b) Singeing
Singeing adalah tahapan/proses dihilangkannya bulu-bulu
pada serat benang untuk diwarnai.
c) Reeling
Reeling adalah tahapan/proses mengubah benang bentuk
cones menjadi bentuk benang grey.
94
d) Mercerize
Mercerize adalah tahapan/proses penarikan benang dalam
larutan soda kaustik untuk menambah daya serap, kilatm dan
kekuatan tarik benang yang dilakukan pada suhu rendah.
e) Hank ke Cones
Hank ke Cones adalah tahapan/proses menggulung benang
dari bentuk hank ke bentuk cones.
f) Soft Winder
Soft Winder adalah tahapan/proses menggulung benang dari
bentuk cones ke bentuk stainless tube yang diperlukan untuk
tahapan dyeing.
g) Dyeing
Dyeing adalah tahapan/proses pencelupan benang dalam
bentuk cheese atau beam, yang prosesnya dimulai dari scourcing,
bleaching, sampai oiling.
h) Dryer
Dryer adalah tahapan/proses mengeringkan benang yang
telah melalui proses/tahapan pencelupan dengan menggunakan
uap panas yang dialirkan oleh blower.
i) RTW
RTW adalah tahapan/proses menggulung benang dari bentuk
stainless tube ke dalam bentuk cone kembali.
j) Warping
Warping adalah tahapan/proses pemindahan gulungan dari
gulungan cones menjadi gulungan boom yang harus disesuaikan
dengan panjang yang telah ditentukan agar tidak ada kesulitan
pada tahapan/proses selanjutnya.
95
k) Verpacking
Verpacking adalah tahapan/proses pengepakan barang
untuk dikirim ke gudang berdasarkan lot, warna, dan sebagainya.
4) Dyeing Finishing/Fabric Processing (Pencelupan Kain)
Proses-proses yang harus dilakukan dalam tahapan dyeing
finishing adalah:
a) Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan proses menyambug kain
grey per lembar dan per jenis warna yang diingingkan.
b) Bleaching
Bleaching adalah tahapan/proses yang terdiri dari proses
membakar bulu permukaan kain grey, penghilangan kanji,
pemasakan untuk menghilangkan kotoran dan kuman pada suhu
120⁰C selama 40 menit, pemutihan, penstabilan serat kapas,
menambah kekuatan kain, menambah daya serap serat kain, dan
menstabilkan serat polyester.
c) Dyeing
Dyeing adalah tahapan/proses yang terdiri dari proses
pencelupan atau pewarnaan kain dengan menggunakan zat warna,
pengikatan zat warna dengan serat polyester pada suhu 200⁰C -
210⁰C selama 90 detik, dan pengikatan zat warna reaktif dengan
serat kapas pada mesin padsteam pada suhu 102⁰C.
d) Finishing
Finishing adalah tahapan/proses yang terdiri dari proses:
1. Penyempurnaan dengan menggunakan obat resin dan softener
2. Mengatur (setting) arah lebar kain agar kain tidak luntur dan
tidak berubah pH-nya
96
3. Perbaikan warna (topping)
4. Pemeriksaan sekilas kain agar terbebas dari masalah spack,
lipetan, spot, dan bekas oli/bekas zat kimia yang digunakan.
5. Proses pemantapan kain agar mendapatkan shrinkage yang
diinginkan oleh pelanggan sehingga kain tidak menciut saat
masuk proses selanjutnya.
e) Verpacking
Verpacking adalah tahapan/proses memeriksa kain untuk
menentukan grade kain dengan klasifikasi grade A, B, C, dan X.
Kain grade A dan B akan diekspor (dikirim/dijual ke luar negeri).
Kain grade C akan dijual di dalam negeri. Sementara kain grade
X yang merupakan kain dengan kerusakan parah sekali/cacat kain
parah tidak akan dijual melainkan akan dipernaiki dan diolah
kembali. Selain itu, pada tahapan verpacking juga terdapat proses
scrolling, yaitu menggulung dan membungkus kain jadi serta
proses pengepakan kain ke dalam box sesuai dengan permintaan
pelanggan untuk dikirim ke gudang.
97
B. Analisis Univariat
a) Gambaran Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes
Tbk. Tangerang
Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh
inhalasi debu kapas, rami, vlas, henep, sisal atau goni. Berikut adalah
gambaran distribusi frekuensi kemungkinan bisinosis menurut tingkatan
(grade) dan gejala-gejala penyerta pada pekejra bagian produksi PT. Argo
Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016.
1. Gambaran Bisinosis Pada Pekerja Menurut Tingkat Bisinosis
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh responden dan
analisis yang telah dilakukan, diperoleh hasil kemungkinan tingkat
bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang seperti yang tertera pada tabel 5.1.
Gambar 5.1 Alur Kegiatan Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
98
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Bisinosis Menuut Tingkat Bisinosis
di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
No Tingkat Bisinosis n Persen (%)
1 Tingkat 0 122 93,8%
2 Tingkat ½ 5 3,8%
3 Tingkat 1 2 1,5%
4 Tingkat 2 1 0,8%
5 Tingkat 3 0 0%
Total 130 100%
Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa sebanyak 122
(93,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan mengalami bisinosis
tingkat 0 (tidak ada gejala), 5 (3,8%) orang pekerja memiliki
kemungkinan mengalami bisinosis tingkat ½, 2 (1,5%) orang pekerja
memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 1, 1 (0,8%) orang
pekerja memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 2, dan
tidak ada satu pun pekerja yang memiliki kemungkinan mengalami
bisinosis tingkat 3.
2. Gambaran Gejala Penyerta Bisinosis Pada Pekerja
Bisinosis memiliki ciri khas atau karakteristik gejala berupa rasa
dada tertekan/sesak dada/napas bertambah susah yang dimulai pada
hari pertama bekerja setelah dua hari libur bekerja (hari Senin). Yang
kemudian perkembangan ciri khas gejala tersebut menentukan tingkat
sakit bisinosis seseorang ke dalam lima tingkatan, yaitu tingkat 0, ½, 1,
2, dan 3.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sebanyak 122 (93,8%)
orang pekerja kemungkinan memiliki bisinosis tingkat 0, yang itu
artinya pada pekerja tersebut tidak ditemukan adanya gejala khas
bisinosis. Kemudian sebanyak 5 (3,8%) orang pekerja memiliki
kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang artinya pekerja tersebut
99
mengalami kadang-kadang berat di dada dan pendek nafas pada hari
Senin atau rangsangan pada alat-alat pernapasan pada hari Senin.
Selanjutnya sebanyak 2 (1,5%) orang pekerja memiliki kemungkinan
bisinosis tingkat 1 dan 1 (0,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan
bisinosis tingat 2 yang itu artinya 2 orang pekerja tersebut mengalami
berat di dada atau pendek napas pada hari Senin hampir setiap minggu
sementara 1 orang pekerja tersebut mengalami berat di dada atau
pendek nafas pada hari Senin dan hari-hari lainnya pada setiap
minggu.
Selain ditemukan ada ciri khas gejala tersebut, secara keseluruhan
gejala bisinosis meliputi sesak dada, batuk kronis, dahak kronis,
peristiwa batuk dengan dahak/reak yang meningkat, mengi, dan sesak
napas. Distribusi gejala-gejala tersebut pada pekerja PT. Argo Pantes
Tbk. Tangerang tertera tabel 5.2
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Menurut Gejala Penyerta Bisinosis
di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
No Gejala Ya Tidak Total
n % n % n %
1 Batuk Kronis 16 12,3% 114 87,7% 130 100%
2 Dahak Kronis 21 16,2% 109 83,8% 130 100%
3
Peristiwa Batuk
dengan Dahak/Reak
yang Meningkat
7 5,4% 123 94,6% 130 100%
4 Mengi 22 16,9% 108 83,1% 130 100%
5 Sesak Napas 5 3,8% 125 96,2% 130 100%
Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa sebanyak 16
(12,3%) orang pekerja mengalami batuk kronis, 21 (16,2%) orang
pekerja mengalami dahak kronis, 7 (5,4%) orang pekerja pernah
mengalami peristiwa batuk dengan dahak meningkat, 22 (16,9%)
100
orang pekerja mengalami mengi, dan 5 (3,8%) orang pekerja
mengalami sesak napas.
b) Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada
Pekerja PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang
Munculnya bisinosis pada pekerja dipengaruhi oleh faktor-
faktor/variabel seperti konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD,
masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan. Distribusi frekuensi variabel konsentrasi/kadar debu
kapas, penggunaan APD, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis
kelamin, dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.3. Sementara
untuk distribusi frekuensi variabel masa kerja dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas,
penggunaan APD, kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis
Kelamin, dan Tingkat Pendidikan di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang
Tahun 2016
No Variabel
Independen
Kategori n Persen (%)
1 Konsentrasi/
Kadar Debu
Kapas
≤ NAB (≤ 0,2
mg/m3)
82 63,1%
>NAB (0,2
mg/m3)
48 36,9%
2 Penggunaan
APD
Sesuai 0 0%
Tidak Seseuai 130 100%
3 Kebiasaan
Merokok
Bukan Perokok 90 69,2%
Bekas Perokok 9 6,9%
Masih Perokok 31 23,8%
4 Status Gizi Normal 11 8,5%
Kurang 69 53,1%
Lebih 50 38,5%
5 Umur Muda dan
Dewasa
11 8%
Tua 119 92%
6 Jenis Kelamin Perempuan 45 35%
Laki-Laki 85 65%
7 Tingkat
Pendidikan
Tinggi 100 76,9%
Rendah 30 23,1%
101
1. Gambaran Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Pada Area Unit
Produksi
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dan seperti
yang terdapat pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 82
(63,1%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar
debu kapas yang kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) dan
sebanyak 48 (36,9%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu kapas yang lebih dari NAB (>0,2 mg/m3).
Selain itu, diperoleh hasil konsentrasi/kadar debu kapas pada
beberapa area kerja di empat unit produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang seperti yang tertera pada tabel 5.4 dan gambar 5.2.
Tabel 5.4 Distribusi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Per Unit dan Per
Area Kerja Unit Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun
2016
No Unit Area Kerja/Bagian Konsentrasi/Kadar
Debu Kapas
TWA (mg/m3)
1 Spinning 3 Front Spinning (CDR) 0,293
Ring Spinning 5,995
Winding 0,399
2 Weaving Tenun bagian 1 0,214
Tenun bagian 2 0,137
3 Yarn
Processing/
Yarn Dyeing
Soft Winder 0,179
RTW 0,183
Warper 0,227
Verpacking 0,095
4 Dyeing
Finishing/
Fabric
Processing
Bleaching 0,046
Dyeing 0,036
Finishing 0,287
Verpacking 0,071
102
Selanjutnya dari tabel 5.4 diperoleh informasi bahwa dari 13
area kerja PT Argo Pantes Tbk Tangerang yang diukur
konsentrasi/kadar debu kapasnya terdapat enam area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu kapas yang telah melebihi NAB debu kapas
(>0,2 mg/m3), yaitu area kerja front spinning (0,293 mg/m3), ring
spinning (5,995 mg/m3), dan winding (0,399 mg/m3) pada unit
Spinning 3. Kemudian area kerja tenun bagian 1 (0,214 mg/m3) pada
unit Weaving, area kerja warper (0,227 mg/m3) pada unit Yarn
Processing/Yarn Dyeing, dan area kerja Finishing (0,287 mg/m3)
pada unit Dyeing Finishing/Fabric Processing. Sementara ketujuh
area kerja lainnya memiliki konsentrasi/kadar debu kapas
dibawah/kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) . Selain itu,
dari gambar 5.2 juga dapat diketahui bahwa area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu kapas paling tinggi adalah area kerja ring
spinning (5,995 mg/m3) pada unit Spinning 3. Sementara area kerja
dengan konsentrasi/kadar debu kapas paling rendah adalah area kerja
Dyeing (0,036 mg/m3) pada unit Dyeing Finishing/Fabric Processing.
0.293
5.995
0.399 0.214 0.137 0.179 0.183 0.227 0.095 0.046 0.036 0.287 0.0710.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Gambar 5.2 Konsentrasi/Kadar Debu Kapas di Area Kerja Produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang
103
2. Gambaran Penggunaan APD Pekerja
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan seperti yang
tertera pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa seluruh (100%) pekerja
yang menjadi responden di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang
menggunakan masker (APD) yang tidak sesuai atau dengan kata lain
tidak menggunakan masker N95. Jenis masker yang digunakan oleh
para pekerja tersebut dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Jenis Masker yang Digunakan Pekerja Bagian
Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
No Jenis Masker n Persen (%)
1 Masker Kain 128 98%
2 Masker Katun 1 1%
3 Masker Medis 1 1%
Total 130 100%
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa sebanyak 128
(98%) orang pekerja menggunakan jenis masker kain, 1 (1%) orang
pekerja menggunakan jenis masker katun, dan 1 (1%) pekerja
menggunakan jenis masker medis. Sementara untuk kebiasaan pekerja
dalam menggunakan masker dapat dilihat pada gambar 5.3.
Berdasarkan gambar 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 54
(43%) orang pekerja selalu memakai masker selama 8 jam kerja dan
54 (43%)
74 (57%)
Selalu Memakai Kadang-Kadang Memakai
Gambar 5.3 Kebiasaan Penggunaan Masker Pekerja
104
sebanyak 74 (57%) orang pekerja kadang-kadang memakai masker
dalam 8 jam bekerja. Selanjutnya dari gambar 5.4 dapat diketahui
bahwa sebanyak 96 (73,8%) orang pekerja menggunakan masker
yang diberikan perusahaan dan sebanyak 34 (26,2%) orang pekerja
menggunakan masker pribadi.
3. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 90
(69,2%) orang pekerja adalah bukan perokok, 9 orang pekerja (6,9%)
adalah bekas perokok, dan 31 (23,8%) orang pekerja lainnya adalah
masih perokok. Berikut ini adalah gambaran lama merokok, rata-rata
batang rokok per hari, dan derajat merokok pekerja.
a. Lama Merokok dan Rata-Rata Batang Rokok Per Hari
Lama merokok dan rata-rata batang rokok per hari dari 40
orang pekerja yang merupakan perokok (bekas perokok dan
masih perokok) dapat dilihat pada tabel 5.6.
Gambar 5.4 Sumber Kepemilikan Masker
96; 74%
34; 26%
Masker dari
Perusahaan
Masker Milik
Pribadi
105
Tabel 5.6 Distribusi Lama Merokok dan Rata-Rata Batang
Rokok per Hari Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
Tahun 2016
No Variabel Mean Median Modus Min. Maks.
1 Lama
Merokok
21,28
tahun
22
tahun
15
tahun
2
tahun
43
tahun
2 Rata-rata
Batang
Rokok Per
hari
7,35
batang
6
batang
12
batang
1
batang
20
batang
Dari tabel 5.6, dapat diketahui bahwa rata-rata lama merokok
40 orang pekerja yang merupakan perokok adalah 21,28 tahun,
nilai tengahnya 22 tahun, lama merokok yang paling banyak
dimiliki adalah 15 tahun, lama merokok minimalnya adalah 2
tahun dan lama merokok maksimalnya (paling lama) adalah 43
tahun. Sementara untuk rata-rata batang rokok per hari, nilai rata-
ratanya adalah 7,35 batang rokok, nilai tengahnya adalah 6
batang rokok per hari, nilai modus (rata-rata batang rokok per
hari yang paling banyak menjadi jawaban) adalah 12 batang
rokok per hari, rata-rata batang rokok per hari minimalnya
adalah 1 batang rokok per hari dan nilai maksimalnya adalah 20
batang rokok per hari.
b. Derajat Merokok
Derajat merokok seseorang dapat diketahui dengan
menggunakan Indeks Brinkman. Dari analisis yang telah
dilakukan, diperoleh hasil derajat merokok 40 orang pekerja
(responden) yang merupakan perokok adalah seperti yang terlihat
pada tabel 5.7.
106
Tabel 5.7 Distribusi Status Merokok Pekerja di PT. Argo Pantes
Tbk Tangerang Tahun 2016
No Status Merokok n Persen (%)
1 Perokok Ringan 29 22.3%
2 Perokok Sedang 11 8,5%
3 Perokok Berat 0 0%
Total 40 30,8%
Berdasarkan tabel 5.7, diperoleh informasi bahwa dari 40
orang pekerja (responden) yang merupakan perokok, 29 orang
merupakan perokok ringan sementara 11 orang lainnya
merupakan perokok sedang dan tidak ada yang merupakan
perokok berat.
4. Gambaran Status Gizi Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 11 (8,5%)
orang pekerja memiliki status gizi kurang, 69 (53,1%) orang pekerja
status gizinya normal, dan 50 (38,5%) orang pekerja lainnya memiliki
status gizi lebih.
5. Gambaran Umur Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui sebanyak 119 (92%) orang
pekerja memiliki umur yang tergolong tua dan 11 (8%) orang pekerja
lainnya memiliki umur yang tergolong muda dan dewasa.
6. Gambaran Jenis Kelamin Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui sebanyak 85 (65%) orang
pekerja yang menjadi responden dalam penelitian ini berjenis kelamin
laki-laki dan 45 (35%) orang lainnya berjenis kelamin perempuan.
107
7. Gambaran Tingkat Pendidikan Pekerja
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 100
(77%) orang pekerja memiliki tingkat pendidikan tinggi dan hanya 30
(23%) orang pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
8. Gambaran Masa Kerja Pekerja
Distribusi frekuensi masa kerja pekerja di PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja di PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
No Variabel
Independen
Mean Median Modus Min. Maks.
1 Masa Kerja 19,80
tahun
21
tahun
5 tahun 5
tahun
38
tahun
Berdasarkan tabel 5.8, dapat diperoleh informasi bahwa rata-rata
masa kerja pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang menjadi
responden adalah 19,80 tahun dengan nilai tengahnya 21 tahun, masa
kerja yang paling banyak dimiliki adalah 5 tahun, masa kerja paling
minimal adalah 5 tahun dan masa kerja paling maksimal (terlama)
adalah 38 tahun. Sementara berdasarkan hasil uji normalitas data yang
telah dilakukan, diperoleh nilai p value 0,000, yang menandakan
bahwa data variabel masa kerja berdistribusi tidak nomal (<0,05).
C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat untuk
mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Dari delapan variabel indepen, hanya tujuh variabel yang dapat dilakukan
analisis bivariatnya. Sebab, salah satu hasil variabel yaitu variabel
108
penggunaan APD sudah sangat homogen. Pada penelitian ini, untuk
mengetahui hubungan konsentrasi/kadar debu kapas, kebiasaan merokok,
status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan bisinosis
pada pekerja digunakan teknik analisis uji chi square. Sementara untuk
mengetahui hubungan masa kerja dengan bisisnosis digunakan teknik analisis
uji kruskal wallis dikarenakan berdasarkan uji normalitas yang digunakan,
diperoleh hasil data variabel masa kerja berdistribusi tidak normal.
a) Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan
Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan
dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang.
Hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas, kebiasaan
merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan
bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Hubungan Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok,
Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Bisinosis
Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun
2016
No Variabel Kategori
Bisinosis
Total P
Value
Tingkat
0
Tingkat
½
Tingkat
1
Tingkat
2
n % n % n % n % n %
1
Kadar
Debu
Kapas
≤0,2 mg/m3 81 98,8 1 1,2 0 0 0 0 82 100
0,021 >0,2
mg/m3 41 85,4 4 8,3 2 4,2 1 2,1 48 100
2 Kebiasaan
Merokok
Bukan
Perokok 85 94,4 3 3,3 1 1,1 1 1,1 90 100
0,890 Bekas
Perokok 9 100 0 0 0 0 0 0 9 100
Masih
Perokok 28 90,3 2 6,5 1 3,2 0 0 31 100
3 Status Gizi Kurang 10 90,9 1 9,1 0 0 0 0 11 100 0,632
109
Normal 65 94,2 2 2,9 2 2,9 0 0 69 100
Lebih 47 94 2 4 0 0 1 2 50 100
4 Umur
Muda dan
Dewasa 10 90,9 1 9,1 0 0 0 0 11 100
0,766
Tua 11
2 94,1 5 3,8 2 1,5 1 0,8 119 100
5 Jenis
Kelamin
Perempuan 44 97,8 1 2,2 0 0 0 0 45 100 0,537
Laki-Laki 78 91,8 4 4,7 2 2,4 1 1,2 85 100
6 Tingkat
Pendidikan
Tinggi 93 93 4 4% 2 2% 1 1% 100 100 0,811
Rendah 29 96,7 1 3,1 0 0 0 0 30 100
1. Hubungan Antara Konsentrasi Debu Kapas dan Bisinosis
Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis
pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value≤0,05).
Selanjutnya, pekerja yang bekerja di lingkungan/tempat kerja dengan
konsentrasi debu kapas kurang dari sama dengan NAB (≤ 0,2 mg/m3)
dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala) ada
sebanyak 81 (98,8%) orang pekerja. Kemudian pekerja yang bekerja di
lingkungan/tempat kerja dengan konsentrasi debu kapas kurang dari
sama dengan NAB (≤ 0,2 mg/m3) dan memiliki kemungkinan bisinosis
tingkat ½ ada sebanyak 1 (1,2%) orang. Sementara untuk pekerja yang
bekerja di lingkungan/tempat kerja dengan konsentrasi debu lebih dari
NAB (> 0,2 mg/m3) dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½,
1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 41 (85,4%), 4 (8,3%), 2 (4,2%)
dan 1 (2,1%) orang pekerja.
2. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Bisinosis
Dari tabel 5.9 diperoleh informasi bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan bisinosis pada
pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Selanjutnya,
110
pekerja yang merupakan bukan perokok dan memiliki kemungkinan
bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), ½, 1, dan 2 masing-masing ada
sebanyak 85 (94,4%), 3 (3,3%), 1 (1,1%), dan 1 (1,1%) orang pekerja.
Kemudian pekerja yang merupakan bekas perokok dan memiliki
kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala) ada sebanyak orang
9 (100%) orang dan tidak ada yang memiliki kemungkinan tingkat
bisinosis ½, 1, 2 maupun 3. Sementara untuk pekerja yang merupakan
masih perokok dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat dan
memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, dan 1, masing-masing
ada sebanyak 28 (90,3%), 2 (6,5%), dan 1 (3,2%) serta tidak ada yang
memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 2.
3. Hubungan Antara Status Gizi dan Bisinosis
Dari tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara status gizi dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Selanjutnya, pekerja yang status
gizinya kurang dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak
ada gejala) dan ½ masing-masing ada sebanyak 10 (90,9%) dan 1
(9,1%), serta tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 1
dan 2. Kemudian pekerja yang status gizinya normal dan memiliki
kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), ½, dan 1 masing-
masing ada sebanyak orang 65 (94,2%), 2 (2,9%) dan 2 (2,9%), serta
tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 2. Sementara
untuk yang status gizinya normal dan memiliki kemungkinan bisinosis
tingkat 0, ½, dan 2, masing-masing ada sebanyak 47 (94%), 2 (4%),
111
dan 1 (2%), serta tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis
tingkat 1.
4. Hubungan Antara Umur dan Bisinosis
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara umur pekerja dengan bisinosis pada
pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value >0,05). Pekerja
dengan kategori umur muda dan dewasa serta memiliki kemungkinan
bisinosis tingkat 0 dan ½ (tidak ada gejala) masing-masing ada
sebanyak 10 (90,9%) dan 1 (9,1%) orang pekerja. Kemudian pekerja
dengan kategori tua dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½,
1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 112 (94,1%), 4 (3,4%), 2
(1,7%), dan 1 (0,8%) orang.
5. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Bisinosis
Dari tabel 5.9 diperoleh informasi bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara jens kelamin dengan bisinosis pada pekerja PT.
Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Pekerja dengan kategori
jenis kelamin perempuan dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat
0 dan ½ (tidak ada gejala) masing-masing ada sebanyak 44 (97,8%)
dan 1 (2,2%) orang pekerja. Kemudian pekerja dengan jenis kelamin
laki-laki dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2
masing-masing ada sebanyak 78 (91,8%), 4 (4,7%), 2 (2,4%), dan 1
(1,2%) orang.
6. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bisinosis
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan bisinosis
112
pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Pekerja
dengan tingkat pendidian rendah dan memiliki kemungkinan bisinosis
tingkat 0 dan ½ (tidak ada gejala) masing-masing ada sebanyak 29
(96,7%) dan 1 (3,3%) orang pekerja. Kemudian pekerja dengan tingkat
pendidikan tinggi dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, 1,
dan 2 masing-masing ada sebanyak 93 (93%), 4 (4%), 2 (2%), dan 1
(1%) orang.
b) Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis Pada Pekerja Bagian
Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang.
Hubungan antara masa kerja dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian
Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Bisinosis Pada
Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun
2016
No Variabel
Independen
Bisinosis Frekuensi
(n)
Mean
Rank
P Value
1 Masa Kerja Tingkat 0 122 65,87
0,092 Tingkat ½ 5 34,10
Tingkat 1 2 101,50
Tingkat 2 1 105
Berdasarkan tabel 5.10, dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara masa kerja dengan bisinosis pada pekerja
PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value >0,05) dengan mean rank untuk
masa kerja dan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2 masing-masing adalah
65,87 , 34,10 , 101,50 , dan 105.
113
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan peneliti dalam menemukan bisinosis dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan bisinosis di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang adalah:
1) Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross
sectional sehingga tidak menjelaskan hubungan sebab akibat melainkan
hanya hubungan keterkaitan.
2) Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam
mengisi kuesioner, karena peneliti tidak dapat melakukan wawancara
terstruktur secara langsung kepada responden, melainkan hanya
penyebaran kuesioner yang dapat diisi sendiri dan dibawa pulang ke
rumah. Sehingga masih ada kemungkinan responden menutup informasi
yang sebenarnya dari peneliti mengenai gejala-gejala yang dirasakan. Hal
ini dikarenakan terbatasnya waktu yang diberikan perusahaan kepada
peneliti untuk dapat bertemu langsung dengan responden, agar tidak
mengganggu proses produksi.
3) Penentuan titik pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas juga harus
mempertimbangkan ada atau tidaknya sumber listrik pada titik
pengukuran dikarenakan alat EPAM-5000 yang digunakan sudah tidak
dapat bertahan lama baterainya. Sehingga alat EPAM-5000 harus selalu
dalam kondisi charging selama pengukuran berlangsung dan hanya dapat
mengukur titik yang letaknya tidak jauh dari sumber listrik.
114
B. Gambaran Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang
Bisinosis merupakan penyakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh
inhalasi debu kapas, vlas, henep, sisal, atau rami dan merupakan salah satu
jenis khusus asma akibat kerja (Suma'mur P.K, 2014, Bourke dan Burns,
2011). Inhalasi debu organik berupa kapas, rami, serat rami, atau goni dapat
menyebabkan terjadinya reaksi jalan napas berupa penyempitan jalan napas
(West, 2010, Farooque dkk., 2008). Inhalasi debu kapas yang sangat
mungkin mengandung endotoksin bakteri menyebabkan terjadinya pelepasan
histamin dan sel mast di dalam paru yang kemudian menimbulkan reaksi otot
polos sehingga mengakibatkan timbulnya gejala pada hari pertama kerja
setelah libur hari minggu (West, 2010, Kalasuramath dkk., 2015). Oleh
karena itu, terjadinya bisinosis berkaitan erat dengan industri yang
menggunakan bahan baku kapas dan menghasilkan debu organik (debu
kapas) dalam proses produksinya, yaitu industri tekstil.
Penyakit bisinosis memiliki ciri khas gejala berupa napas pendek dan
dada sesak (perasaan sesak di dada) yang dirasakan ketika kembali bekerja
setelah tidak berada di pabrik selama satu hari atau lebih. Atau dengan kata
lain karakteristik dari bisinosis adalah adanya rasa hari senin atau sindrom
hari senin berupa keluhan berat di dada atau pendek napas. Namun secara
keseluruhan bisinosis meliputi sesak dada, mengi, batuk iritasi, dipsnea, serta
disertai dengan kekhasan gejala batuk yang lama kelamaan menjadi batuk
berdahak atau ada peningkatan produksi batuk dan dahak (Jeyaratnam dan
Koh, 2010, Berry dkk., 2007, Suma'mur P.K, 2014, Tarlo dkk., 2010). R. F.
Schilling pada tahun 1950 membuat metode standar untuk
mengklasifikasikan bisinosis ke dalam empat tingkatan (grade) yaitu mulai
115
dari tingkat 0, ½ , 1, 2, hingga 3 seperti yang terdapat pada tabel 2.1 dan
penentuan klasifikasi tersebut berdasarkan seberapa jauh penyakit binosis
telah berkembang (Rom dan Markowitz, 2007, Suma'mur P.K, 2014).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 122 (93,8%) orang
pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), 5
(3,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½, 2 (1,5%)
orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 1, dan 1 (0,8%) orang
pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 2. Sementara untuk gejala
penyerta bisinosis, sebanyak 16 (12,3%) orang pekerja memiliki gejala batuk
kronis, 21 (16,2%) orang pekerja memiliki gejala dahak kronis, 7 (5,4%)
orang pekerja mengalami peristiwa batuk dengan dahak/reak yang
meningkat, 22 (16,9%) orang pekerja memiliki gejala mengi, dan 5 (3,8%)
orang pekerja mengalami sesak napas. Sehingga hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ditemukan
adanya pekerja yang kemungkinan memiliki bisinosis dengan gejala-gejala
seperti yang dijelaskan oleh Rom dan Markowitz (2007), Jeyaratnam dan
Koh (2010), Berry dkk (2007), Suma’mur P.K (2014) serta Tarlo dkk (2010),
yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kasus bisinosis memang
dapat ditemukan dan berkaitan erat dengan industri yang menggunakan
bahan baku kapas dalam proses produksinya. Seperti penelitian-penelitian
sebelumnya di Indonesia yaitu penelitian yang dilakukan oleh Baratawidjaja
(1989) di Pabritex Senayan menunjukkan prevalensi bisinosis disana adalah
sebesar 21,60% (54 dari 250 karyawan), penelitian Karnagi (1996) di PT.
Sandratex Jakarta menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis pada pabrik
116
tersebut mencapai 27,3%, penelitian Wahab (2001) di sebuah pabrik tekstil di
Semarang menunjukkan prevalensi bisinosis disana sebesar 26,2%, penelitian
Hendarta (2005) di sebuah pabrik tekstil di Bogor menghasilkan prevalensi
bisinosis yang mencapai 11,1 % (9 dari 81 pekerja), penelitian Hartati (2013)
di pengolahan kapas UD. Tuyaman Kabupaten Kendal menunjukkan bahwa
prevalensi bisinosis disana mencapai 55%, serta penelitian Syahputra dkk
(2015) dan penelitian Mulyati dkk (2015) pada sebuah pabrik X Pembuat
Tilam di Kota Medan dan pada sebuah industri tekstil PT. Grandtex Bandung
menunjukkan prevalensi bisinosis pada masing-masing tempat tersebut
mencapai kemungkinan 77% (36 orang) dan 18,75 % (15 orang dengan
gejala bisinosis positif dan fungsi paru tidak normal).
Penelitian-penelitian sebelumnya di luar Indonesia yang menunjukkan
prevalensi bisinosis di industri tekstil sehingga turut menudukung hasil
penelitian ini terdiri dari penelitian Mishra dkk (2003) pada perusahaan
tekstil di Pondicherry yang hasilnya berupa 150 dari 800 orang pekerja
mengalami bisinosis, kemudian penelitian Memon dkk (2008) menghasilkan
prevalensi bisinosis pada bagian Spinning di 3 perusahaan tekstil di Karachi
Pakistan sebesar 35,6%, penelitian Farooque dkk (2008) menunjukkan pada
bagian spinning di perusahaan tekstil di Karachi proporsi bisinosisnya
mencapai 19,28%, penelitian Alemu dkk (2010) pada pabrik tekstil di Etiopia
menghasilkan prevalensi bisinosis disana mencapai 38%, penelitian Chauhan
dkk (2015) pada perusahaan tekstil di kota Ahmedabad India menghasilkan
temuan bisinosis sebesar 6,18%, penelitian Kalasuramath dkk (2010) pada
pabrik penggilingan kapas menunjukkan prevalensi bisinosis disana
117
mencapai 41%, dan penelitian Muktemin Er dkk (2016) yang menghasilkan
rate bisinosis pada manufaktur rami dan goni mencapai 28,2%.
Hasil analisis selanjutnya dengan melakukan crosstab antara gejala
penyerta dengan tingkat bisinosis menunjukkan bahwa lebih dari 50%
pekerja yang mengalami gejala penyerta (batuk kronis, dahak kronis,
peristiwa batuk dengan dahak meningkat, mengi, dan sesak napas) memiliki
kemungkinan bisinosis tingkat 0 atau dapat dikatakan tidak mengalami
bisinosis. Padahal para pekerja terebut tidak memiliki riwayat penyakit paru
(asma, bronkitis, emfisema, dll). Dari 16 orang pekerja yang mengalami
batuk kronis, sebanyak 12 (75%) orang berada pada kemungkinan bisinosis
tingkat 0. Selanjutnya dari 21 orang pekerja yang mengalami dahak kronis,
sebanyak 17 (81%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Dari
7 orang pekerja yang mengalami peristiwa batuk dengan dahak meningkat,
sebanyak 4 (57,1%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0.
Kemudian dari 22 orang yang mengalami mengi, sebanyak 17 (77,3%) orang
berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Dan dari 5 orang yang
mengalami sesak napas, sebanyak 3 (60%) orang berada pada kemungkinan
bisinosis tingkat 0.
Selain itu, diketahui pula bahwa pekerja yang kemungkinan mengalami
bisinosis tingkat 2 memiliki hampir semua gejala penyerta (batuk kronis,
dahak kronis, peristiwa batuk dengan dahak meningkat, dan sesak napas)
kecuali mengi. Dari 2 orang pekerja yang kemungkinan mengalami bisinosis
tingkat 1, hanya satu orang yang memiliki gejala batuk kronis dan dahak
kronis, kemudian keduanya tidak mengalami peristiwa batuk dengan dahak
yang meningkat, serta keduanya memiliki gejala mengi dan sesak
118
napas.Sementara dari 5 orang yang kemungkinan mengalami bisinosis
tingkat ½, 2 orang diantaranya yang memiliki gejala batuk kronis, dahak
kronis, dan peristiwa batuk dengan dahak yang meningkat, 3 orang
diantaranya memiliki gejala mengi, dan hanya 1 orang diantaranya yang
memiliki gejala sesak napas.
Apabila para pekerja yang saat ini masih berada pada tingkat bisinosis 0
namun memiliki gejala penyerta bisinosis tersebut terus dan tetap
mendapatkan pajanan debu kapas di tahun-tahun kerja berikutnya, maka
mungkin saja tingkat bisinosis yang saat ini masih 0 (tidak mengalami
bisinosis) berkembang menjadi tingkat ½, 1, atau bahkan 2 (mengalami
bisinosis). Begitu juga dengan pekerja yang saat ini sudah miliki
kemungkinan bisinosis tingkat ½, 1, dan 2. Apabila mereka terus
mendapatkan pajanan debu kapas yang sama dengan atau melebihi NAB di
tahun-tahun kerja berikutnya, maka mereka memiliki peluang mengalami
kenaikan tingkat bisinosis dari yang sebelumnya.
Oleh karena itu, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang perlu kembali
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala kepada pekerjasehingga keluhan
pernapasan yang dirasakan pekerja dapat terungkap secara rinci serta
melakukan uji fungsi paru (spirometri) untuk menegakkan diagnosa serta
mendeteksi dini penyakit bisinosis dan keluhan pernapasan lainnya. Selain
itu, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang juga perlu menghentikan pemaparan
debu kapas dengan merotasi pekerja yang sudah terdiagnosis bisinosis
nantinya ke bagian yang konsentrasi/kadar debu kapasnya kurang dari NAB
(0,2 mg/m3). Sementara untuk pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja,
sebaiknya tetap harus dilakukan oleh PT. Argo Pantes Tbk Tangerang agar
119
PT. Argo Pantes tidak mempekerjakan calon pekerja yang memiliki
gangguan pernapasan seperti penyakit paru obstuksi kronis, asma, bronkitis
kronis, dan sebagainya. Sebab, paparan debu kapas yang didapat pekerja saat
bekerja memperburuk kondisi kesehatan calon pekerja dengan gangguan
pernapasan tersebut.
Namun perlu diingat bahwa desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain cross sectional, sama dengan desain penelitian
yang digunakan oleh Baratawidjaja (1996), Karnagi (1996), Wahab (2001),
Sundaru (2005), Memon dkk (2008), Farooque (2008), Alemu dkk (2010),
Hartati (2013), Syahputra (2015), Mulyati (2015), Mukremin Er dkk (2016),
dan Kalasuramath dkk (2015) dalam penelitiannya. Sementara penelitian
Mishra (2003) dan Chauhan (2015) menggunakan desain penelitian case
control. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan desain
penelitian case control ataupun cohort dalam rangka mendapatkan kekuatan
hubungan antar variabel.
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang
1. Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dan Bisinosis
Konsentrasi/kadar debu kapas dalam penelitian ini adalah
jumlah/banyaknya debu kapas yang terkandung di udara tempat kerja.
Debu kapas yang berukuran 10 µm termasuk ke dalam Thoracic
Particulate Fraction, terdapat di udara selama proses penanganan dan
pengolahan kapas, dan dianggap sebagai penyebab dari penyakit paru
bernama bisinosis karena dapat menyebabkan peradangan yang merusak
struktur normal paru-paru dan dapat menyebabkan pelepasan histamin
yang mengkonstriksi saluran udara (Berry dkk., 2007, NIOH, 2012,
120
WHO, 1999, LCS Laboratory Inc, 2016). Nilai ambang batas (NAB)
debu kapas menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
no. 13 Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas
(NAB) zat kimia di udara tempat kerja adalah 0,2 mg/m3.
Kemudian sebagaimana yang terdapat pada tabel 5.3, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 82 (63,1%) orang pekerja
bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang kurang
dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) dan sebanyak 48 (36,9%) orang
pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang
lebih dari NAB (>0,2 mg/m3). Sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Berry dkk. (2007) yang menyatakan bahwa debu kapas
terdapat di udara tempat kerja selama proses penanganan dan pengolahan
kapas berlangsung.
Selanjutnya, pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa berdasarkan
hasil pengukuran yang telah dilakukan, konsentrasi/kadar debu kapas
pada setiap area kerja di masing-masing unit bervariasi. Area kerja
dengan konsentrasi/kadar debu kapas tertinggi pertama, kedua, dan ketiga
adalah area kerja pada unit produksi Spinning 3 yaitu area kerja Ring
Spinning (5,995 mg/m3), Winding (0,399 mg/m3), dan Front
Spinning/CDR (0,293 mg/m3). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
mengungkapkan bahwa proses spinning adalah proses operasi/produksi
yang menghasilkan kadar debu kapas paling tinggi (Hameed dkk., 2012).
Variasi konsentrasi/kadar debu kapas tersebut juga disebabkan oleh
perbedaan proses produksi, pengendalian yang telah diterapkan pada
masing-masing area kerja, serta kondisi dan situasi saat pengukuran
121
konsentrasi/kadar debu kapas berlangsung. Tabel 6.1 menunjukkan
perbedaan konsentrasi/kadar debu kapas, pengendalian yang sudah
diterapkan dan pengendalian tambahan yang dapat atau seharusnya
diterapkan pada masing-masing area kerja yang diukur kosentrasi/kadar
debu kapasnya.
Tabel 6.1 Existing Control dan Additional Control Pada Area Kerja
No Area Kerja
Konsentrasi/
Kadar Debu Kapas
(0,2 mg/m3)
Existing Control Additional Control
Lebih dari NAB (>0,2 mg/m3)
1 Front Spinning
(CDR)
0,293 - Sohler
- Ducting
- Pemberian masker
N95 kepada pakerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Memasang tanda
peringatan yang
menginformasikan
bahwa area kerja ini
memiliki
konsentrasi/kadar
debu kapas yang
tinggi, yang dapat
menyebabkan
bisinosis sehingga
pemakaian masker
adalah suatu
keharusan/
kewajiban.
- Inspeksi,
pembersihan,
perawatan, dan
122
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
2 Ring Spinning 5,995 - Sohler
- Pekerja
membersihkan
lantai dari
gumpalan kapas
dengan
menggunakan sapu
dan sikat besar.
- Ducting
- Tidak lagi
menggunakan sapu
atau sikat besar
untuk membersihkan
lantai dari gumpalan
kapas melainkan
dengan
menggunakan
vacuum cleaner.
- Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Memasang tanda
peringatan yang
menginformasikan
bahwa area kerja ini
memiliki
konsentrasi/kadar
debu kapas yang
tinggi, yang dapat
menyebabkan
bisinosis sehingga
pemakaian masker
adalah suatu
keharusan/
kewajiban.
- Inspeksi,
pembersihan,
123
perawatan, dan
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
3 Winding 0,399 - Sohler
- Ducting
- Membersihkan lantai
dari gumpalan kapas
dengan
menggunakan
vacuum cleaner.
- Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Memasang tanda
peringatan yang
menginformasikan
bahwa area kerja ini
memiliki
konsentrasi/kadar
debu kapas yang
tinggi, yang dapat
menyebabkan
bisinosis sehingga
pemakaian masker
adalah suatu
keharusan/
kewajiban.
- Inspeksi,
pembersihan,
perawatan, dan
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
124
4 Tenun bagian 1 0,214 - Sohler - Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Memasang tanda
peringatan yang
menginformasikan
bahwa area kerja ini
memiliki
konsentrasi/kadar
debu kapas yang
tinggi, yang dapat
menyebabkan
bisinosis sehingga
pemakaian masker
adalah suatu
keharusan/
kewajiban.
- Inspeksi,
pembersihan,
perawatan, dan
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
5 Warper 0,227 Pekerja membersihkan
lantai dari gumpalan
kapas dengan
menggunakan sapu dan
sikat besar
- Ducting
- Local Exhaust
Ventilation System
- Tidak lagi
menggunakan sapu
atau sikat besar
untuk membersihkan
lantai dari gumpalan
kapas melainkan
125
dengan
menggunakan
vacuum cleaner.
- Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Memasang tanda
peringatan yang
menginformasikan
bahwa area kerja ini
memiliki
konsentrasi/kadar
debu kapas yang
tinggi, yang dapat
menyebabkan
bisinosis sehingga
pemakaian masker
adalah suatu
keharusan/
kewajiban.
6 Finishing 0,287 Tidak ada - Sistem ducting
- Local Exhaust
Ventilation System
- Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Memasang tanda
peringatan yang
menginformasikan
bahwa area kerja ini
memiliki
126
konsentrasi/kadar
debu kapas yang
tinggi, yang dapat
menyebabkan
bisinosis sehingga
pemakaian masker
adalah suatu
keharusan/
kewajiban.
Kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3)
1 Tenun bagian 2 0,137 Sohler - Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Inspeksi,
pembersihan,
perawatan, dan
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
2 Soft Winder 0,179 - Sohler dan vacuum
- Pekerja
membersihkan lantai
dari gumpalan kapas
dengan
menggunakan sapu
dan sikat besar
- Tidak lagi
menggunakan sapu
atau sikat besar
untuk membersihkan
lantai dari gumpalan
kapas melainkan
dengan
menggunakan
vacuum cleaner.
- Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
127
- Inspeksi,
pembersihan,
perawatan, dan
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
3 RTW 0,183 - Sohler
- Pekerja
membersihkan lantai
dari gumpalan kapas
dengan
menggunakan sapu
dan sikat besar
- Tidak lagi
menggunakan sapu
atau sikat besar
untuk membersihkan
lantai dari gumpalan
kapas melainkan
dengan
menggunakan
vacuum cleaner.
- Pemberian masker
N95 kepada pekerja
untuk digunakan
saat bekerja.
- Inspeksi,
pembersihan,
perawatan, dan
perbaikan sistem
ventilasi secara
berkala.
4 Verpacking YP 0,095 Tidak ada Tidak ada
5 Bleaching 0,046 Dust Collector Machine
(Local Exhaust
Ventilation System)
Tidak ada
6 Dyeing 0,036 Tidak ada Tidak ada
7 Verpacking DF 0,071 Tidak ada Tidak ada
128
Berdasarkan tabel 6.1, dapat diketahui bahwa terdapat 6 area kerja
yang konsentrasi/kadar debu kapasnya lebih dari NAB sementara 7 area
kerja lainnya memiliki konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama
dengan NAB. Berikut penjelasan mengenai proses produksi pada masing-
masing area, kondisi pada saat dilakukan pengukuran, dan pengendalian
yang sudah ada sehingga menghasilkan konsentrasi/kadar debu yang
berbeda serta perihal pengendalian yang perlu ditambahkan untuk
mengendalikannya.
a. Area kerja lebih dari NAB
1) Front Spinning (CDR)
Proses produksi yang terdapat pada area kerja ini terdiri dari
Combing, Drawing, dan Roving. Proses Combing adalah proses
memisahkan serat panjang dan pendek untuk disejajarkan serta
dirubah bentuknya dari lembaran tipis menjadi tali-tali. Drawing
adalah proses merangkapkan, memperbaiki, dan mensejajarkan
serat agar tali tidak mudah putus. Sementara Roving adalah proses
yang harus dilalui oleh serat-serat yang telah melalui proses
drawing sebelum masuk ke proses pembuatan benang di ring
spinning.
Area kerja Front Spinning (CDR) sudah dilengkapi dengan
pengendalian debu kapas berupa Sohler pada mesin dan Ducting di
lantai. Namun dikarenakan jumlah mesin cukup banyak, maka
lubang ducting yang terdapat di area ini juga berukuran kecil dan
tidak terlalu banyak. Selain itu, titik pengkuran pada area ini jauh
dari ducting namun cukup dekat dengan sohler yang ada di salah
satu mesin Roving. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas yang
129
dihasilkan pada area kerja ini meskipun lebih kecil dari dua area
kerja spinning lainnya, tetap lebih dari NAB debu kapas (0,293
mg/m3).
Dapat diketahui bersama dari paragraf sebelumnya bahwa
meskipun telah diberi pengendalian, area kerja front spinning tetap
memiliki kadar debu kapas yang telah melebihi NAB debu kapas.
Sehingga masih perlu dilakukan pengendalian tambahan seperti
memberikan masker N95 pada pekerja, memasang tanda
peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki
konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan
bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/
kewajiban, serta melakukan inspeksi, pembersihan, perawatan, dan
perbaikan sistem ventilasi secara berkala.
2) Ring Spinning
Proses yang dilakukan pada area kerja ring spinning ini adalah
membentuk benang dalam kapasitas yang lebih kecil dan dari
benang roving dirubah bentuknya menjadi benang ring. Jumlah
mesin yang terdapat pada area kerja ini sangat banyak dan jarak
antar mesinnya sangat berdekatan. Selanjutnya, pengendalian
engineering yang terdapat pada area kerja ini hanya berupa sohler
yang terpasang pada setiap mesin, tidak ada sistem ducting di dekat
mesinnya. Sehingga debu kapas yang dihasilkan pada area ini
sangat banyak, hingga mencapai konsentrasi/kadar 5,995 mg/m3.
Selain itu, pada saat pengukuran berlangsung terdapat pekerja yang
membersihkan gumpalan kapas di lantai dengan cara disapu dan
dikumpulkan dengan penyiduk. Sehingga dapat dimungkinkan
130
debu kapas yang berterbangan di udara sekitar titik pengukuran
semakin banyak. Padahal, menurut Suma’mur P.K (2014)
membersihkan lantai dengan sapu tidak boleh dilakukan karena
dapat menyebabkan berhamburnya debu di udara.
Oleh karena itu, pada area kerja ini perlu dilakukan
pengendalian tambahan berupa penambahan sistem ducting,
pemberian masker N95 pada pekerja, dan tidak membersihkan
gumpalan kapas di lantai dengan disapu atau sikat besat melainkan
dengan menggunakan vacuum cleaner, memasang tanda peringatan
yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki
konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan
bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/
kewajiban, serta melakukan inspeksi, pembersihan, perawatan, dan
perbaikan sistem ventilasi secara berkala.
3) Winding
Pada area kerja winding, proses yang dilakukan adalah proses
penggulungan benang ring menjadi benang cones. Sehingga
menghasilkan kadar/konsentrasi debu kapas yang tinggi dan
melebihi NAB, yaitu 0,399 mg/m3.
Apabila dibandingkan dengan area kerja Ring Spinning
kadar/konsentrasi debu kapas pada area winding memang jauh
berbeda atau jauh lebih rendah. Hal tersebut dapat dikarenakan
pada area kerja winding selain terdapat sohler di setiap mesinnya,
pada area kerja ini juga dilengkapi dengan ducting di lantai dalam
jumlah banyak dan letaknya dekat dengan setiap mesin winding.
131
Pengukuran pun dilakukan tidak jauh dari lubang ducting
tersebut, karena letaknya yang juga dekat dengan tempat pekerja
(operator) dalam melakukan pekerjaannya di masing-masing
mesin. Selain itu, jumlah mesin yang terdapat pada area kerja ini
jauh lebih sedikit daripada jumlah mesin pada area kerja ring
spinning yaitu hanya sekitar 14 mesin.
Namun, meski telah diberikan pengendalian area kerja ini tetap
memiliki kadar/konsentrasi debu kapas yang melebihi NAB debu
kapas. Sehingga perlu diberikan pengendalian tambahan berupa
membersihkan lantai dari gumpalan kapas dengan menggunakan
vacuum cleaner, memberikan masker N95 kepada pekerja untuk
digunakan saat bekerja, memasang tanda peringatan yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar
debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan bisinosis sehingga
pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban, serta
melakukan inspeksi, pembersihan, perawatan, dan perbaikan
sistem ventilasi secara berkala.
4) Warping
Proses warping adalah proses pemindahan gulungan
benang dari gulungan cones menjadi gulungan boom. Pada area
kerja warping tidak ada pengendalian engineering apapun untuk
mengurangi konsentrasi/kadar debu kapas. Selain itu, pada saat
dilakukan pengukuran ada pekerja yang beberapa kali lalu lalang
untuk membersihkan lantai dari gumpalan-gumpalan kapas dengan
menggunakan sikat besar. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas
132
yang dihasilkan sedikit melebihi NAB debu kapas, yaitu 0,227
mg/m3.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian tambahan
pada area kerja ini agar konsentrasi/kadar debu kapasnya jauh di
bawah NAB, diantaranya dengan menambahkan sistem ducting,
menambahkan local exhaust ventilation system seperti sohler,
pemberian masker N95 kepada pekerja, tidak lagi menggunakan
sapu atau sikat besar untuk membersihkan lantai dari gumpalan
kapas melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, dan
Memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa area
kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi, yang
dapat menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah
suatu keharusan/ kewajiban.
5) Finishing
Material yang digunakan pada proses produksi di area kerja ini
adalah kain yang telah melalui serangkaian proses bleaching dan
dyeing sebelumnya. Proses produksi yang dilakukan pada area
kerja ini terdiri dari penyempurnaan dengan menggunakan obat
resin dan softener, setting arah lebar kain, perbaikan warna,
pemeriksaan kain , dan pemantapan kain. Area kerja ini letaknya
paling pojok, tidak ada ventilasi dan pengendalian engineering
sama sekali pada area kerja ini, dan terdapat beberapa troli besar
berisi tumpukan kain di sudut ruangan dan pinggir tembok. Selain
itu pengukuran juga dilakukan sangat dekat dengan mesin dan
pekerja. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini
melebihi NAB, yaitu 0, 287 mg/m3. Oleh karena itu, perlu
133
diberikan pengendalian tambahan pada area kerja ini, diantaranya
sistem ducting, local exhaust ventilation system seperti sohler,
pemberian masker N95 pada pekerja, dan memasang tanda
peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki
konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi, yang dapat
menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu
keharusan/ kewajiban.
6) Tenun Bagian 1 dan Tenun Bagian 2
Pada area kerja ini proses yang dilakukan adalah proses
membuat kain dengan cara menganyam benang lusi dan benang
pakan dengan berbagai motif anyaman. Meskipun sama-sama
proses tenun, konsentrasi/kadar debu kapas pada tenun bagian 1
dan tenun bagian 2 berbeda, namun konsentrasi/kadar debu kapas
pada area tenun bagian 1 (0,214 mg/m3) lebih besar daripada tenun
bagian 2 (0,137 mg/m3), yang bahkan onsentrasi/kadar debu kapas
pada area tenun bagian 1 melebihi NAB debu kapas. Hal ini dapat
dikarenakan pada saat dilakukan pengukuran di area kerja tenun
bagian 1, dua mesin yang paling dekat dengan alat pengukur kadar
debu (EPAM 5000) dalam keadaan terus beroperasi mulai dari
awal sampai akhir pengukutan. Sementara pada saat pengukuran di
area kerja tenun bagian 2, salah satu dari dua mesin yang paling
dekat dengan EPAM 5000 dalam kondisi tidak beroperasi, bahkan
dalam 1 jam pengukuran ada satu dari beberapa mesin yang ada di
sekeliling EPAM 5000 yang sempat berhenti beroperasi selama
beberapa menit.
134
Oleh karena hasil konsentrasi/kadar debu kapas pada area
kerja tenun bagian 1 telah melebihi NAB, maka diperlukan
pengendalian tambahan pada area kerja tenun berupa memberikan
masker N95 kepada pekerja, memasang tanda peringatan yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar
debu kapas yang tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban,
serta melakukaniInspeksi, pembersihan, perawatan, dan perbaikan
sistem ventilasi secara berkala.
b. Area kerja kurang dari sama dengan NAB
1) Soft Winder
Proses yang dilakukan pada area kerja ini adalah proses
menggulung benang dari bentuk cones ke bentuk stainless tube.
Area kerja ini dilengkapi dengan pengendalian debu berupa
vacuum dan sohler yang terpasang pada setiap mesin. Selain itu,
pekerja juga membersihkan lantai dari gumpalan kapas dengan
menggunakan sapu dan sikat besar ketika sudah ada banyak
gumpalan kapas di lantai. Kemudian pada saat proses pengukuran
dilakukan, dari delapan mesin soft winder yang ada tidak semua
mesin dalam keadaan beroperasi melainkan hanya empat mesin.
Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas yang dihasilkan hampir
mencapai NAB debu kapas yakni 0,179 mg/m3.
Meskipun konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini
masih di kurang dari sama dengan NAB, namun tetap diperlukan
pengendalian tambahan berupa tidak lagi menggunakan sapu atau
sikat besar untuk membersihkan lantai dari gumpalan kapas
135
melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, memberikan
masker N95 kepada pekerja untuk digunakan saat bekerja, dan
mellakukan pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem
ventilasi secara berkala.
2) RTW
Proses yang dilakukan pada area kerja RTW adalah proses
menggulung benang dari bentuk stainless tube ke dalam bentuk
cone kembali. Area kerja ini dilengkapi dengan pengendalian debu
kapas berupa sohler. Selain itu pekerja juga membersihkan lantai
dari gumpalan kapas dengan menggunakan sapu dan sikat besar
ketika gumpalan kapas sudah banyak bertebaran di lantai.
Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas yang dihasilkan hampir
mencapai NAB debu kapas yaitu 0,183 mg/m3.
Meski konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini masih di
kurang dari sama dengan NAB, namun tetap perlu diberikan
pengendalian tambahan berupa tidak lagi menggunakan sapu atau
sikat besar untuk membersihkan lantai dari gumpalan kapas
melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, memberikan
masker N95 kepada pekerja untuk digunakan saat bekerja, dan
mellakukan pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem
ventilasi secara berkala.
3) Verpacking YP
Proses yang dilakukan pada area kerja verpacking pada unit
Yarn Processing hanyalah proses pengepakan barang untuk dikirim
ke gudang tanpa ada penggunaan mesin. Sehingga
konsentrasi/kadar debu kapas yang dihasilkan pun jauh di bawah
136
NAB, yaitu 0,095 mg/m3. Selain itu, area kerja ini juga berada di
dekat pintu keluar sekaligus pintu masuk gedung unit Yarn
Processing yang terbuka setiap saat. Oleh karena itu, area kerja ini
tidak memerlukan pengendalian debu apapun.
4) Bleaching
Material yang digunakan pada proses produksi di area kerja ini
sudah dalam bentuk kain dan prosesnya terdiri serangkaian proses
seperti pembakaran bulu permukaan kain grey, penghilangan kanji,
pemasakan pada suhu 120⁰C selama 40 menit, pemutihan,
penstabilan serat kapas, menambah kekuatan kain. Area kerja ini
dilengkapi dengan local exhaust ventilation system berupa dust
collector machine yang terpasang pada mesin bleaching. Selain itu,
titik pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas pada area ini yang
merupakan tempat pekerja melakukan pekerjaannya, sangat dekat
dengan salah satu pintu keluar gedung unit Dyeing Finishing.
Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini jauh
dibawah NAB bahkan yang kedua terendah dari tiga belas area
kerja yang diukur (0,046 mg/m3). Oleh karena itu, pada area kerja
ini sudah tidak diperlukan pengendalian debu kapas tambahan.
5) Dyeing
Proses yang dilakukan pada area kerja ini juga sudah
menggunakan material kain dan terdiri dari serangkaian proses
berupa pencelupan warna atau pewarnaan kain, pengikatan zat
warna pada suhu 200⁰C-210⁰C dan pengikatan zat warna reaktif
pada mesin padsteam dengan suhu 102⁰C. Selain karena prosesnya
yag banyak menggunakan cairan, area kerja ini juga sangat luas
137
dengan langit-langit yang sangat tinggi dan tidak ada sekat
pemisah antar ruangan di dalamnya. Sehingga konsentrasi/kadar
debu kapas pada area kerja ini jauh dibawah NAB bahkan yang
terendah dari tiga belas area kerja yang diukur (0,036 mg/m3). Oleh
karena itu, pada area kerja ini tidak diperlukan pengendalian debu
kapas apapun.
6) Verpacking DF
Pada area kerja ini material yang digunakan adalah kain-kain yang
sudah melalui proses bleaching, dyeing, dan finishing untuk dilakukan
pemeriksaan, penggulungan, pembungkusan, dan pengepakan
terhadap kain-kain terebut dengan menggunaan bantuan mesin dan
pekerja. Kemudian, di tengah-tengah pengukuran konsentrasi/kadar
debu kapas, ada beberapa mesin yang tidak beroperasi karena masih
belum ada pasokan kain yang diterima untuk dilakukan proses
verpacking. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja
ini jauh di bawah NAB, yaitu 0,071 mg/m3. Oleh karena, itu area
kerja ini tidak dilengkapi dengan pengendalian debu kapas apapun
dan tidak memerlukan pengendalian debu kapas tambahan.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis
(p value≤0,05). Sehingga penelitian ini sesuai dengan teori-teori yang
menyatakan bahwa etiologi bisinosis adalah efek mekanis debu kapas
yang dihirup ke dalam paru atau dengan kata lain kontaminan kapas
adalah penyebab munculnya bisinosis (Suma'mur P.K, 2014, Berry dkk.,
2007). Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Hendarta (2005) yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara kadar
138
debu kapas dengan timbulnya bisinosis (p value 0,031<0,05), penelitian
Karnagi (1996) di sebuah pabrik tekstil yang menunjukkan kadar debu
pada penelitiannya secara statistik sangat bermakna, kemudian penelitian
yang dilakukan oleh Syahputra (2015) pada pekerja yang menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara bisinosis dengan konsentrasi debu di
pabrik kapas (p value<0,05), serta penelitian Cauhan dkk (2015) yang
berdasarkan hasil analisis regresi logistik diperoleh adanya hubungan
antara bekerja di tempat/area kerja yang berdebu dimana kadar paparannya
maksimum dengan kejadian bisinosis (p value<0,001), sehingga bekerja di
tempat/area kerja yang berdebu dinyatakan sebagai faktor risiko
(independen) dari bisinosis olehnya.
Saran lain yang dapat dilakukan oleh PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
dalam rangka mengendalikan konsentrasi/kadar debu kapas adalah
pembersihan mesin sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pompa
hampa udara sehingga debu serat kapas tidak berhamburan di udara dan
melakukan pemeliharaan ketatarumahtanggaan (Hygiene Industry) yang
baik sehingga konsentrasi/kadar debu kapas di area kerja tidak melebihi
NAB debu kapas seperti tidak membiarkan gumpala-gumpalan kapas hasil
pembersihan lantai tetap berada di sudut ruangan atau pinggir tembok,
melainkan langsung ditaruh ke tempat pembuangan atau tempat khusus.
Sehingga dapat meminimalisis tercerai berainya kapas tersebut.
2. Penggunaan APD Pekerja
Penggunaan APD dalam penelitian ini adalah kebiasaan pekerja
dalam menggunakan masker ketika melakukan pekerjaannya sehari-hari.
Sebagaimana yang terdapat dalam Permenakertrans RI No. 8 Tahun
2010, masker merupakan salah satu jenis APD yang berfungsi untuk
139
melindungi organ pernapasan (Kemenakertrans RI, 2010). Masker yang
sesuai atau tepat untuk melindungi pekerja di pabrik tekstil dari inhalasi
debu kapas adalah masker N95 (Kementerian Kesehatan RI, 2015c).
Sehingga dapat diperoleh hasil berupa seluruh (100%) pekerja PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang yang menjadi responden menggunakan masker
yang tidak sesuai. Sebab, masker yang digunakan oleh pekerja PT. Argo
Pantes Tbk Tangerang yang menjadi responden adalah masker kain,
masker katun dan masker medis seperti yang tertera pada tabel 5.10,
bukan masker N95. Oleh karena hasil penelitian yang homogen untuk
variabel penggunaan APD (masker), maka untuk variabel ini tidak dapat
diuji secara statistik mengenai hubungannya dengan bisinosis.
Meski dalam penelitian ini tidak dapat diteliti atau diuji hubungan
antara penggunaan masker (APD) dengan bisinosis, namun berdasarkan
observasi yang dilakukan PT. Argo Pantes Tbk Tangerang belum
menyediakan APD (masker) yang tepat untuk digunakan. Atau dengan
kata lain, APD (masker) yang digunakan oleh para pekerja masih belum
efektif dalam mereduksi pajanan debu kapas. Sehingga risiko pekerja
mengalami bisinosis masih tinggi. Hasil penelitian ini pun menunjukkan
sudah ada 8 orang pekerja yang kemungkinan memiliki bisinosis
meskipun mereka selalu atau kadang-kadang memakai APD (masker)
tersebut. Dengan demikian, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang perlu
menyediakan APD berupa masker N95 kepada pekerja untuk digunakan
ketika bekerja khususnya bagi pekerja yang bekerja di area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB debu kapas. Selain itu, para
pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang khususnya yang bekerja di area
140
kerja dengan konsentrasi /kadar debu kapas melebih NAB debu kapas
juga harus selalu memakai APD (masker) ketika sedang melakukan
pekerjaannya.
3. Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis
Masa kerja dalam penelitian ini adalah lamanya seseorang telah
bekerja dihitung dari pertama kali bekerja di lingkungan/tempat kerja
berdebu di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang hingga bulan Agustus 2016.
Risiko berkembangnya bisinosis salah satunya berkaitan dengan durasi
paparan atau dengan kata lain perkembangan bisinosis terjadi apabila
paparan terhadap kadar/level debu yang cukup tinggi berlangsung lama
hingga menahun (Levy dkk., 2011, Malo dkk., 2013).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pekerja PT. Argo Pantes
Tbk Tahun 2016 yang menjadi responden rata-rata memiliki masa kerja
19,80 tahun, dengan masa kerja paling lama adalah 38 tahun, masa kerja
minimal adalah 5 tahun, dan masa kerja maksimal adalah 5 tahun.
Sementara untuk hubungan masa kerja dan bisinosis pada penelitian ini
menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara masa kerja dan
bisinosis (p value>0,05).
Tidak ada perbedaan signifikan antara masa kerja dengan bisinosis
dalam penelitian ini dapat dikarenakan homogenitas berupa pekerja yang
menjadi responden rata-rata memiliki masa kerja 19,80 tahun dan masa
kerja yang paling banyak dimiliki oleh pekerja adalah 5 tahun. Sementara
perkembangan bisinosis biasanya jarang terjadi pada sepuluh tahun
pertama terpapar debu kapas melainkan membutuhkan periode paparan
debu antara 20-25 tahun dan masa inkubasi bisinosis itu sendiri adalah 5
tahun (Baxter dkk., 2010, Djatmiko, 2016). Selain itu, setelah dianalisis
141
lebih lanjut diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja lebih dari 21
tahun sebagian besar bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu
kapas yang kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) yaitu 47 orang
(57,3%). Sementara pekerja dengan masa kerja lebih dari 21 tahun dan
bekerja di area kerja dengan kadar debu kapas lebih dari NAB hanya 24
orang (50%), sama dengan jumlah pekerja dengan masa kerja kurang dari
21 tahun dan bekerja di area kerja dengan kadar debu kapas lebih dari
NAB. Namun, jika pekerja dengan masa kerja lebih dari 21 tahun tersebut
tetap dibiarkan bekerja di area kerja dengan kadar/konsentrasi debu kapas
yang tinggi tanpa ada pengendalian yang cukup terhadap
konsentrasi/kadar debu kapas, maka risiko bisinosis cepat ataupun lambat
juga akan muncul pada diri pekerja tersebut.
Selain itu, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Farooque (2008) yang menyatakan bahwa hubungan antara masa kerja
dengan bisinosis menunjukkan tidak ada hubungan. Kemudian dengan
hasil penelitian Chauhan dkk (2015) yang menunjukkan tidak ada
hubungan antara masa kerja (duration of service) dengan bisinosis. Serta
penelitian Memon (2008) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara prevalensi bisinosis dengan masa kerja (duration of
working history) (p value 0,861>0,05).
4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Bisinosis
Kebiasaan merokok dalam penelitian ini adalah status merokok
para pekerja berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap selama
hidupnya dan aktivitas merokok sekarang ini dan dalam 28 hari ke
belakang. Merokok dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
kerusakan dan kehancuran silia-silia di sepanjang saluran pernapasan.
142
Seorang perokok juga menghasilkan banyak lendir (mucus) di dalam
paru-parunya sehingga mengalami batuk yang dikenal dengan batu
perokok (smoker’s cough). Selain itu, merokok selama bertahun-tahun
juga dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah dan menyebabkan
paru-paru tidak dapat lagi meregang/mengembang dan tidak dapat
mengeluarkan udara (US Department of Health and Human Services,
2010). Kebiasaan merokok seseorang dapat dilihat dari status merokok
dan derajat merokoknya. Status merokok seseorang dapat dikelompokkan
menjadi bukan perokok, bekas perokok, dan masih perokok (New
Zealand Ministry of Health, 2015). Sementara derajat merokok terdiri
dari derajat ringan, sedang, dan berat (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 90 (60,2%)
orang bukan perokok, 9 (6,9%) orang pekerja bekas perokok, dan 31
(23,8%) orang pekerja masih perokok. Dari 40 orang pekerja yang
merupakan perokok, rata-rata telah merokok selama 21,28 tahun dan rata-
rata merokok sebanyak 7,35 batang per hari dengan derajat merokok
ringan 29 (22,3%) orang dan sedang 11 (8,5%) orang. Sementara untuk
hubungan antara kebiasaan merokok dengan bisinosis dalam penelitian
ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan bisinosis (p value>0,05).
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan setelah di
analisis lebih lanjut, dapat diketahui bahwa sebagian besar perokok baik
yang bekas perokok yaitu 7 orang (8,5%) maupun yang masih perokok
143
yaitu 19 orang (23,2%) bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar
debu kapas kurang dari sama dengan NAB. Sementara pekerja yang
bukan perokok dan bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu
kapas kurang dari sama dengan NAB ada sebanyak 56 orang (68,3%)
orang. Selain itu, jumlah pekerja yang bukan perokok dan bekerja di area
kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB jauh lebih
banyak yaitu 34 orang (70,8%) daripada jumlah pekerja bekas perokok
yaitu 2 orang (4,2%) dan pekerja masih perokok yaitu 12 orang (25%)
yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari
NAB.
Selanjutnya, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Karnagi (1996) yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara
bisinosis pada perokok dan bukan perokok. Serta hasil penelitian
Umakaapa dkk (2013) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara
kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru pada pekerja bagian
produksi di industri tekstil CV Bagabs Kota Makassar.
Meski hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara debu kapas dengan bisinosis, namun dikarenakan
merokok juga dapat menyebabkan kerusakan paru seperti kerusakan silia
dan dihasilkannya banyak lendir pada saluran pernapasan sehingga
perokok mengalami batuk-batuk maka sebaiknya pekerja yang merokok
mulai mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi rokok agar risiko
terhadap bisinosis dapat berkurang.
5. Hubungan Antara Status Gizi dan Bisinosis
Status gizi dalam penelitian ini adalah keadaan/kondisi gizi pekerja
berdasarkan nilai Indeks Masa Tubuhnya. Indeks Masa Tubuh seseorang
144
dapat mengklasifikasikan status gizi orang tersebut apakah kurang,
normal, atau lebih, dan pengklasifikasian IMT/BMI untuk orang dewasa
dapat mengacu kepada klasifikasi yang dikeluarkan oleh WHO. Menurut
S. Ostrowski dan W. Barud (2006), berat badan (obesitas, distribusi
lemak, dan berat badan bebas lemak) mempengaruhi fungsi paru
seseorang. Selain itu penelitian penelitian Hendarta (2005) menunjukkan
bahwa status gizi lebih mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk
mengalami bisinosis dibandingkan dengan status gizi normal dan kurang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja
(53,1%) memiliki status gizi normal. Sementara pekerja yang status
gizinya kurang hanya 8,5% dan yang status gizinya lebih ada sebanyak
38,5%. Sementara untuk hubungan status gizi dengan bisinosis diperoleh
hasil berupa tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan
bisinosis (p value 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Hartati (2013), Cauhan dkk (2015), dan A.K. Mishra (2003) yang
menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi (BMI) dengan
bisinosis.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan
bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan setelah dianalisis lebih
lanjut, dapat diketahui bahwa lebih banyak pekerja dengan status gizi
lebih (berisiko) yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu
kapas kurang dari sama dengan NAB yaitu 32 orang (39%) daripada
pekerja dengan status gizi lebih yang bekerja di area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu kapas lebih dengan NAB yaitu 18 orang (37,5%).
145
6. Hubungan Antara Umur Pekerja dan Bisinosis
Umur dalam penelitian ini adalah lamanya waktu hidup seorang
pekerja yang dihitung mulai dari tanggal lahir sampai ulang tahun
terakhir dalam satuan tahun, yang dikategorikan menjadi dua kategori
yakni muda dan dewasa (<30 tahun) serta tua (≥30 tahun). Umur
seseorang dapat mempengaruhi keadaan atau kondisi paru-parunya. Paru-
paru manusia berkembang atau mengalami proses pematangan pada
rentang usia 20-25 tahun, sementara setelah itu proses penuaan yang
terjadi pada seseorang menyebabkan terjadinya penurunan progresif
fungsi paru (Sharma dan Goodwin, 2006). Selain itu, salah satu yang
terjadi pada paru ketika seseorang mengalami penuaan adalah penurunan
daya kerja paru (Ostrowski dan Barud, 2006).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja
yang menjadi responden (92%) masuk ke dalam kategori umur tua
sementara sisanya (8%) masuk ke dalam kategori umur muda dan
dewasa. Itu artinya sebagaimana yang dinyatakan oleh Sahrma dan
Goodwin (2006), sebagan besar pekerja telah masuk ke dalam proses
penuaan dan fase penurunan progresif fungsi paru atau daya kerja paru.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara umur dengan bisinosis. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wahab (2001) yang menunjukkan bahwa umur tidak
mempunyai hubungan yang bermakna untuk tejadinya bisinosis.
Tidak ada pebedaan yang signifikan antara umur dengan bisinosis
dalam penelitian ini dapat dikarenakan lebih banyak pekerja dengan
kategori umur tua yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar
debu kapas kurang dari sama dengan NAB yaitu 77 orang (93,9%)
146
daripada pekerja dengan kategori umur tua yang bekerja di area kerja
dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB yaitu 42 orang
(87,5%). Sementara jumlah pekerja dengan kategori muda dan dewasa
lebih banyak yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu
kapas lebih dari NAB yaitu 6 orang (12,5%) daripada di area kerja
dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB
yaitu 5 orang (6,1%).
Meski hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan
signifikan antara umur dengan bisinosis, namun seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar pekerja yang ada di PT.
Argo Pantes Tbk Tangerang sudah memasuki umur dengan fase
penurunan progresif daya kerja paru dan ada yang bekerja di area dengan
konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB debu kapas. Sehingga
apabila pekerja dengan kategori umur tua tersebut tetap dibiarkan bekerja
di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB tanpa
ada pengendalian yang cukup atau memadai, maka risiko bisinosis pada
pekerja tersebut juga dapat muncul.
7. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Bisinosis
Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah Perbedaan antara laki-
laki dan permpuan secara bentuk, sifat, dan fungsi biologi sejak lahir
yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan
keturunan. Meski belum ada bukti yang meyakinkan bahwa gender (jenis
kelamin) memiliki peran dalam perkembangan bisinosis, namun telah
dilaporkan bahwa bisinosis lebih umum terjadi pada laki-laki (Rom dan
Markowitz, 2007). Menurut Norbert F. Voelkel dan William MacNee
(2002), hal tersebut selain dikarenakan laki-laki merokok lebih banyak
147
daripada wanita, mulai merokok pada usia yang lebih dini, dan bernapas
lebih sering daripada wanita.
Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan bisinosis (p
value>0,05) meskipun dari jumlah pekerja laki-laki lebih banyak (65%)
daripada pekerja perempuan (35%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Wahab (2001) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan
bermakna antara jenis kelamin dengan bisinosis.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan kedua kelompok pekerja,
baik pekerja laki-laki yaitu 56 orang (68,3%) dan pekerja perempuan
yaitu 26 orang (31,7%) lebih banyak bekerja di area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB daripada
yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari
NAB yaitu hanya 29 orang (60,4%) pekerja laki-laki dan 19 orang
(39,6%) pekerja perempuan.
Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan bisinosis, namun jika pekerja
baik laki-laki atau perempuan tersebut tetap dibiarkan bekerja di area
kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB tanpa ada
pengendalian yang memadai, maka bisinosis pada pekerja tersebut juga
dapat muncul seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi pekerja laki-laki
memiliki risiko untuk menghirup konsentrasi/kadar debu kapas lebih
banyak daripada perempuan, sebab laki-laki bernapas lebih sering
daripada perempuan.
148
8. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bisinosis
Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan fornal
terakhir yang dijalankan atau dimiliki oleh seseorang. Tingkat pendidikan
seseorang menentukan kualitas hidup dan keterampilan memadai yang
dimilikinya (Pavlica dkk., 2010, Zaenuddin, 2015). Selain itu, menurut
Education Statistics Bulletin (1999) ada hubungan yang positif antara
tingkat pendidikan dengan status kesehatan seseorang (Zaenuddin, 2015).
Namun, hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan bisinosis (p value>0,05). Dari
delapan orang yang memiliki kemungkinan bisinosis, hanya satu orang
dengan kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang memliki tingkat pendidikan
rendah. Sementara tujuh orang lainnya memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi. Hal tersebut dapat memudahkan proses penanganan masalah
kesehatan pada masing-masing pekerja di kemudian hari. Sebab, para
pekerja yang memiliki kemungkinan bisinosis disertai dengan memiliki
pendidikan yang tinggi akan lebih siap dalam menghadapi masalah
kesehatan yang dialaminya. Sebagaimana pernyataan Tamher dan
Noorkasiani (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya sehingga
akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi.
Tidak ada perbedaan siginifikan antara tingkat pendidikan dengan
bisinosis pada penelitian ini dapat dikarenakan sebagian besar pekerja
yang menjadi responden (77%) memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
dan hanya 23% yang bertingkat pendidikan rendah. Selain itu, berdasarkan
analisis selanjutnya diketahui bahwa pekerja yang memiliki tingkat
pendidikan rendah dalam hal ini berisiko, lebih banyak bekerja di area
149
kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB
yaitu 20 orang (24,4%) daripada yang bekerja di area kerja dengan
konsentrasi/kadar debu lebih dari NAB yaitu 10 orang (20,8%).
Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan bisinosis, namun para pekerja perlu mendapatkan
pengetahuan dan peringatan mengenai bahaya kesehatan akibat pajanan
debu kapas (bisinosis). Sehinga kesadaran pekerja untuk senantiasa
menjaga kesehatannya dapat meningkat. Sebagian besar pekerja PT. Argo
Pantes yang sudah memilii tingkat pendidikan yang tinggi dirasa tidak
akan menyulitkan realisasi dari proses pemberian informasi dan peringatan
tersebut. Sebab, sebagaimana menurut Bret A. Boyer dan Indira Paharia
(2008), tingkat pendidikan memberikan dampak atau pengaruh yang kuat
terhadap outcome suatu penyakit dimana tingkat pendidikan lebih tinggi
dikaitkan dengan peningkatan ketertarikan atau minat dalam memperoleh
informasi dan memiliki outcome jangka panjang yang lebih baik.
150
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang memiliki kemungkinan
binosis tingkat ½ ada sebanyak 5 (3,8%) orang, tingkat 1 sebanyak 2
(1,5%) orang, dan tingkat 2 sebanyak 1 (0,8%) orang.
2. Pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang bekerja di area kerja
dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB (0,2 mg/m3) ada
sebanyak 48 (36,9%) orang.
3. Area kerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang konsentrasi/kadar debu
kapasnya sudah melebihi NAB adalah area kerja Front Spinning (CDR),
Ring Spinning, Winding, Tenun bagian 1, Warper, dan Finishing.
Sementara area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas paling tinggi
dan paling rendah adalah Ring Spinning pada unit Spinning 3 (5,995
mg/m3) dan area kerja Dyeing pada unit Fabric Processing (0,036
mg/m3).
4. Seluruh (100%) pekerja yang menjadi responden tidak menggunakan
APD (masker) yang sesuai (masker N95) melainkan menggunakan
masker jenis kain, katun, dan medis.
5. Rata-rata masa kerja responden adalah 19,80 tahun dengan masa kerja
maksimal adalah 38 tahun dan masa kerja minimal adalah 5 tahun.
6. Sebanyak 90 (69,2%) pekerja (responden) adalah bukan perokok, 9
(6,9%) orang adalah bekas perokok, dan 31 (23,8%) orang adalah masih
perokok.
151
7. Sebanyak 11 (8,5%) orang pekerja memiliki status gizi kurang, 69
(53,1%) orang memiliki status gizi normal, dan 50 (38,5%) orang
memiliki status gizi lebih.
8. Sebanyak 119 (92%) orang pekerja memiliki umur dengan kategori tua.
9. Sebanyak 85 (65%) orang pekerja berjenis kelamin laki-laki.
10. Sebanyak 100 (77%) orang pekerja berpendidikan tinggi.
11. Ada perbedaan signifikan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan
bisinosis (p value≤0,05).
12. Tidak ada perbedaan signifikan antara masa kerja, kebiasaan merokok,
status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan bisinosis
(p value>0,05).
B. Saran
a) PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
a. Perihal Pengendalian Konsentrasi/kadar Debu Kapas
1) Melakukan pemeliharaan ketatarumahtanggan (Hygiene Industri)
yang baik sehingga konsentrasi kadar debu kapas di area kerja
tidak melebihi NAB debu kapas (0,2 mg/m3).
2) Menyediakan dan memberikan masker jenis N95 kepada seluruh
pekerja bagian produksi khususnya kepada pekerja yang bekerja
di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari sama
dengan NAB (≥0,2 mg/m3).
3) Membuat dan memberlakukan peraturan wajib menggunakan
APD (masker) jenis N95 di area kerja produksi yang
konsentrasi/kadar debu kapasnya lebih dari sama dengan NAB
(≥0,2 mg/m3). Peraturan tersebut disosialisasikan dan disampaikan
secara berkala kepada pekerja.
152
4) Memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa suatu
area kerja memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan
dapat menyebabkan bisinosis sehingga wajib untuk memakai
APD (masker) pada area kerja tersebut.
5) Tidak membersihkan lantai dengan disapu karena dapat
menyebabkan debu kapas berhamburan di udara, melainkan
dengan menggunakan vakum atau metode lain yang dapat
mencegah dan menghentikan penyebaran debu kapas.
6) Memeriksa, membersihkan, serta memperbaiki alat pengendali
debu dan sistem ventilasi penghisap udara secara berkala.
7) Pembersihan mesin dilakukan dengan menggunakan pompa
hampa udara sehingga debu serat kapas tidak berhamburan di
udara.
8) Meningkatkan jumlah dan performa alat pengendali debu dan
sistem ventilasi penghisap udara di area kerja yang
konsentrasi/kadar debu kapasnya sudah mencapai atau bahkan
lebih dari NAB (≥0,2 mg/m3). Seperti penambahan ducting pada
area kerja ring spinning, serta penambahan ducting dan local
exhaust ventilation system pada area kerja warper/warping dan
finishing DF. Namun bila tidak memungkinkan saran ini dapat
diaplikasikan apabila ada penambahan unit baru.
b. Perihal Kesehatan Pekerja
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja agar tidak
mempekerjakan calon pekerja dengan gangguan pernapasan
seperti penyakit paru obstruksi kronis, asma, bronkitis kronis,
dan sebagainya.
153
2) Kembali melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang dapat
mengungkapkan keluhan pernapasan yang dirasakan pekerja
secara rinci dan melakukan uji fungi paru (spirometri) untuk
menegakkan diagnosa bisinosis dan diagnosa keluhan pernapasan
lainnya pada pekerja serta mendeteksi dini penyakit bisinosis
pada stadium dini.
3) Melakukan deteksi dini secara berkala untuk menemukan kasus
bisinosis dan dan gangguan kesehatan akibat kerja lainnya.
4) Menghentikan pemaparan terhadap debu kapas dengan merotasi
pekerja ke bagian yang konsentrasi/kadar debu kapasnya kurang
dari NAB (<0,2 mg/m3) bagi pekerja yang terdiagnosa bisinosis.
b) Pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
1) Selalu menggunakan masker jenis N95 ketika sedang melakukan
pekerjaan di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang
tinggi.
2) Bagi pekerja yang merokok, ada baiknya untuk mengurangi atau
bahkan menghentikan konsumsi rokok.
c) Peneliti Lain
1) Menggunakan metode penelitian yang lebih baik seperti melakukan
pengumpulan data dengan mewawancarai pekerja secara langsung
khususnya dalam menemukan gejala yang dirasakan pekerja.
154
DAFTAR PUSTAKA
Adha, R. N., Djajakusli, R. dan Muis, M. 2013. Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengangkut Semen di
Gudang Penyimpanan Semen Pelabuhan Malundung Kota Tarakan
Kalimantan Timur. Universitas Hasanudin Repository
Ajeet, S., Aniruddha, D., Meenal, K. dan Jaydeep, N. 2010. To Study the
Prevalence of Chronic Respiratory Morbidities and Related
Epidemiological Factors among Spinning Mill Workers Global Journal of
Health Science, 2.
Alemu, K., Kumie, A. dan Davey, G. 2010. Byssinosis and other respiratory
symptoms among factory workers in Akaki textile factory, Ethiopia.
Ethiopian Journal of Health Development, 24.
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama.
Alpiah, I. M. 2015. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di PT. Argo Pantes, Tbk Tangerang. Diploma, Institut
Pertanian Bogor.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia 2005. SNI 19-0232-2005 Nilai Ambang
Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
Bapino, T., Hiola, R. P. dan Pateda, S. M. 2014. Gambaran Faktor Risiko ang
Mempengaruhi Kapasitas Paru Pada Polisi Lalu Lintas di Kota
Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo.
Baratawidjaja, K. G. 1989. Bisinosis dan Hubungannya dengan Obstruksi Akut.
Universitas Indonesia.
155
Baxter, P. J., Aw, T.-C., Cockroft, A., Durrington, P. dan Harrington, J. M. 2010.
Hunter's Diseases of Occupations: Tenth Edition, New York, Taylor and
Francis Group.
Berry, C., McNeely, A., Beauregard, K. dan Geddie, J. E. 2007. A Guide for
Persons Employed in Cotton Dust Environments, North Carolina, N.C.
Departmenet of Labor Occupational Safety and Health Program.
Bourke, S. J. dan Burns, G. P. 2011. Respiratory Medicine Lecture Notes 8th
Edition, West Sussex,UK, John Wiley & Sons Ltd.
Boyer, B. A. dan Paharia, M. I. 2008. Comprehensive Handbook of Clinical
Health Psychology, New Jersey, John Wiley & Sons Inc.
CDC 1988. Occupational Safety and Health Guideline for Cotton Dust. Cotton
Dust, 1-5.
Chauhan, S., Shukla, A. dan Dalal, A. 2015. A Case Control Study On Byssinosis
Among Textile Mill Workers In Ahmedabad City, India. International
Journal of Medical and Pharmaceutical Sciences, 5, 05-09.
Dase, T., Russeng, S. S. dan Muis, M. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan
Kapsitas Paru Pada Karyawan SPBU Pasti Pas! di kecamatan Tamalanrea
Kota Makassar Tahun 2013. Hasanuddin Univerity Repository.
Djatmiko, R. D. 2016. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Yogyakarta,
Deepubish.
Dobby, N. dan Chieveley, S. 2009. Respiratory Physiology: Anaesthesia Tutorial
of the Week 147 World Federation of Societis of Anaesthesiologist.
Dwi, H. 2013. Risiko Pemajanan Debu Kapas Terhadap Bisinosis Pada Pekerja
Industri Pengolah Kapas Industri Informal Di Ud. Tuyaman, Desa
156
Sidomukti, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal Tahun 2013. Skripsi,
Dian Nuswantoro University.
Emilia, O. dan Freitag, H. 2010. Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil, Jakarta,
Agromedia Pustaka.
Er, M., Emri, S. A., Demir, A. U., Thorne, P. S., Karakoca, Y., Bilir, N. dan Baris,
I. Y. 2016. Byssinosis and COPD Rates Among Factory Workers
Manufacturing Hemp and Jute. International Journal of Occupational
Medicine and Environmental Health, 29, 66-68.
Farooque, M. I., Khan, B., Aziz, F., Moosa, M., Raheel, M., Kumar, S. dan
Mansuri, F. A. 2008. Byssinosis: as seen in cotton spinning mill workers
of Karachi. JOURNAL-PAKISTAN MEDICAL ASSOCIATION, 58, 95.
Fitrihana, N. nd. Pengembangan Produk TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)
Memasuki Era Global. Tersedia:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132297145/Produk%20Tekstil%20
di%20Era%20Global_0.pdf.
George, R. B., Light, R. W., Matthay, M. A. dan Matthay, R. A. 2005. Chest
Medicine Essentials of Pulmonary and Critical Care Medicine: Fifth
Edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
Hameed, H., ALY, H. A. dan El Latif, O. 2012. An intervention study to evaluate
compliance with personal protective equipment among workers at Textile
industry. J of Am Sci, 8, 117-21.
Harahap, F. dan Aryastuti, E. 2012. Uji Fungsi Paru. CDK-192, 39.
Hastono, S. P. dan Sabri, L. 2010. Statistik Kesehatan, Jakarta, RajaGrafindo
Persada.
157
HAZ-DUST Environmental Devices Coporation nd. Model EPAM 5000 Portable
Size Selective Aerosol Monitor for Measuring Lung Damaging Airborne
Paticles. Plaistow,USA: HAZ-DUST Environmental Devices Coporation.
Hendarta, A. S. D. 2005. Prevalensi Bisinosis dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan Pada Pekerja Laki-Laki Bagian Spinning Pabrik Tekstil PT.
X, di Bogor. Magister, Universitas Indonesia.
Hinson, A., Schlünssen, V., Agodokpessi, G., Sigsgaards, T. dan Fayomi, B.
2014. The Prevalence of Byssinosis Among Cotton Workers In the North
of Benin. The international journal of occupational and environmental
medicine, 5, 448-194-200.
ILO 2008. Mengelola Risiko di Lingkungan Pekerjaan Jakarta, Organisasi
Perburuhan Internasional.
Jamali, T. Validation of the ATS Respiratory Questionnaire for Lung Function
Assessment Among an Occupational Group of Textile Workers. IOHA
International Scientific Conference, 2015 London.
Jeyaratnam, J. dan Koh, D. 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kalasuramath, S., Kumar, M., K, S. M., Deshpande, D. V. dan S, V. C. 2015.
Incidence Of Byssinosis, Effects Of Indoor Pollutants And Associated
Risk Factors On Lung Functioned Among Women Working In Cotton
Mills. International Journal of Basic and Applied Physiology, 4, 152-160.
Karnagi, J. 1996. Prevalensi Bisinosis di Pabrik Tekstil dan Hubungannya dengan
Konsentrasi Debu Kapas di Lingkungan Kerja. Magister, Universitas
Indonesia.
158
Kemenakertrans RI 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia nomor per.08/men/vii/2010 Tentang Alat Pelindung
Diri. Jakarta: Kemenakertrans RI.
Kemenakertrans RI 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia No. 13 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta: Kemenakertrans
RI
Kemenkes dan Kemendagri RI 2011. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7 Tahun
2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta:
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI 2015a. Pekerja Industri Pertambangan Rentan Terkena
Pneumoconiosis. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2015b. Penggunaan Masker Pada Asap Kebakaran
Hutan [Online]. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI. Tersedia:
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=15101900004.
Kementerian Kesehatan RI 2015c. Penggunaan Masker Pada Asap Kebakaran
Hutan Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI 2015d. Situasi Kesehatan Kerja RI. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2012. Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor 15/M-IND/PER/2/2012 Tentang
159
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 123/M-
IND/PER/11/2010.
Laga, H., Russeng, S. S. dan Wahyu, A. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan
Kapasitas Paru Tenaga Kerja di Kawasan Industri Mebel Antang
Makassar. Universitas Hasanudin Repository.
Lapau, B. 2012. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lastriawati, B. dan K., E. Z. 2015. Kecelakaan & Penyakit Akibat Kerja.
LCS Laboratory Inc. 2016. Thoracic Dust – how do we collect it? [Online].
Tersedia: http://www.labconserv.com/thoracic-dust-what-is-that/.
Levy, B. S., Wegman, D. H., Baron, S. L. dan Sokas, R. K. 2011. Occupational
and Environmental Health: Recognizing and Preventing and Injury Sixth
Edition, New York, Oxford University Press.
Malo, J.-L., Chan-Yeung, M. dan Bernstein, D. I. 2013. Asthma in The Workplace
Fourth Edition,, New York, CRC Press Taylor & Francis Group.
Markkanen, P. K. 2004. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia, Manila,
Philippine, International Labour Organization (ILO).
Memon, I., Panhwar, A., Rohra, D. K., Azam, S. I. dan Khan, N. 2008. Prevalence
of Byssinosis in Spinning and Textile Workers of Karachi, Pakistan.
Archives of Environmental & Occupational Health, 63.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor per.08/men/vii/2010 Tentang
Alat Pelindung Diri. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI.
160
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja Jakarta: Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
Mishra, A., Rotti, S., Sahai, A. dan Narayan, K. 2003. Byssinosis among male
textile workers in Pondicherry: a case-control study. National Medical
Journal of India, 16, 70-72.
Mulyati, S. S., Setiani, O. dan Raharjo, M. 2015. Analisis Risiko Paparan Debu
Kapas Terhadap Kejadian Bisinosis di Industri Tekstil PT. Grandtex
Bandung. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14, 8.
Neigh, G. dan Mitzelfelt, M. 2016. Sex Differences in Physiology, London, San
Diego, Cambridge, Oxford, Academic Press Elservier.
New Zealand Ministry of Health. 2015. Definition of Smoking Status [Online].
New Zealand Government. Tersedia: http://www.health.govt.nz/our-
work/preventative-health-wellness/tobacco-control/tobacco-control-
guidance-practitioners/definitions-smoking-status.
Newman, B. M. dan Newman, P. R. 2015. Development Through Life: A
Psychosocial Approach Twelfth Edition, Stamford, Cengage Learning
NIOH 2012. Byssinosis. Envis-NIOH Newsletter, 7, 1-8.
NIOSH 1998. NIOSH Manual Of Analytical Methods (NMAM) Fourth Edition:
Particulates Not Otherwise Regulated, Respirable
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta, Rineka
Cipta.
Nurwidya, F. 2013. Ketika Merokok (Terus) Menggerogoti Keluarga Indonesia.
Majalah Dokter Kita.
161
Ostrowski, S. dan Barud, W. 2006. Factors influencing lung function: are the
predicted values for spirometry reliable enough? Journal of physiology
and pharmacology, 57, 263-271.
Parkes, W. R. 1974. Occupational Lung Disorders, London, Butterworth & Co.
Ltd.
Pavlica, T., Bozic-Krstic, V. dan Rakic, R. 2010. Correlation of Vital Lung
Capacity With Body Weight, Longitudinal and Circumference
Dimensions. Biotechnology & Biotechnological Equipment, 24, 325-328.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Prasetya, S. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Pernapasan Pada Tenaga Kerja Bagian Pemintalan Di Pt. Lotus Indah
Skripsi, Universitas Airlangga.
Rom, W. N. dan Markowitz, S. B. 2007. Environmental and Occupational
Medicine: Fourth Edition, Philadelphia, USA, Lippincott Williams &
Wilkins.
Sekretaris Negara Republik Indonesia 2003. Undang-Undang Republik
Indonesianomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta.
Sharma, G. dan Goodwin, J. 2006. Effect of Aging on Respiratory System
Physiology and Immunology. Clinical Interventions in Aging, 1, 253-260.
Sholihah, Q., Khairiyati, L. dan Setyaningrum, R. 2008. Pajanan Debu Batubara
dan Gangguan Pernapasan Pada Pekerja Lapangan Tambang Batubara.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4, 1-8.
162
SKC 1999. User's Guide SKC Environmental Perticulate Air Monitor Model SKC
EPAM-5000. Valley View Road: Haz-Dust Environmental Devices
Corporation.
Suma'mur P.K 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES),
Jakarta, Sagung Seto.
Susanto, A. D. 2012. Pneumoconiosis. Journal of the Indonesian Medical
Association, 61.
Syahputra, D. A., Amir, Z. dan Pandia, P. 2015. Hubungan Kadar Debu Kapas
dengan Kejadian Bisinosis pada Pekerja Pabrik X Pembuat Tilam di Kota
Medan. Jurnal Respirologi Indonesia, 35.
Tamher dan Noorkasiani 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika.
Tarlo, S. M., Cullinan, P. dan Nemery, B. 2010. Occupational and Environmental
Lung Disease, West Sussex,UK, John Wiley & Sons.
Texas Department of Insurance nd. Cotton Dust Fact Sheet. Texas: Texas
Department of Insurance.
Umakaapa, M., Rahim, M. R. dan Saleh, L. M. 2013. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian
Produksi Industri Tekstil CV Bagabs Kota Makassar. Hasanudin
University Repository.
US Department of Health and Human Services 2010. A Report of the Surgeon
General: How Tobacco Smoke Causes Disease: What It Means to You.
U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease
Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention
and Health Promotion, Office on Smoking and Health.
163
US Department Of Health and Human Services 2014. The Health Consequences
of Smoking—50 Years of Progress: A Report of the Surgeon General,
Atlanta, U.S. Department of Health and Human Services, Centers for
Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease
Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health.
Uyainah, A., Amin, Z. dan Thufeilsyah, F. 2014. Spirometri. Ina J Chest Crit and
Emerg Med, 1, 35-38.
Voelkel, N. F. dan Macnee, W. 2002. Chronic Obstructive Lung Diseases,
London, BC Decker Inc.
Wahab, Z. 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Timbulnya
Gangguan Fungsi Paru Dan Kejadian Bisinosis Pada Karyawan Pabrik
Tekstil" X" Di Semarang. Tesis, Universitas Diponegoro.
Wahba, W. M. 1983. Influence of Aging on Lung Function-Clinical Significance
of Changes from Age Twenty International Anesthesia Research Society,
764-776.
West, J. B. 2010. Patofisiologi Paru Esensial Edisi 6, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
WHO 1999. Hazard Prevention And Control In The Work Environment: Airborne
Dust, Geneva, Occupational and Environmental Health Department of
Protection of the Human Environment.
WHO. 2016. BMI classification [Online]. World Health Organization. Tersedia:
http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html.
Yuliawati, R. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi
Paru Pada Pekerja Pembuat Kasur (Studi Kasus Di Desa Banjarkerta
Karanganyar Purbalingga). Jurnal Ilmiah Manuntung, 1.
164
Yusitriani, Russeng, S. S. dan Muis, M. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan
Kapasitas Patu Pekerja Paving Block CV Sumber Galian. Hasanudin
University Repository.
Zaenuddin, M. 2015. Isu, Problematika, Dan Dinamika Perekonomian, Dan
Kebijakan Publik, Yogyakarta, deepublish.
165
LAMPIRAN
1
INFORM CONSENT
Assalamu’alaikum wr.wb.
Saya Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo mahasiswi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Jurusan Kesehatan Masyarakat peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sedang melakukan penelitian untuk Tugas Akhir/Skrpisi yang
berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja PT.
Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016”. Sehubungan dengan hal itu, saya
memohon kesediaan Saudara/Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini yang akan
sangat membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir/Skripsi saya.
Kuesioner ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan
dengan bisinosis pada PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Kami memohon kejujuran
anda dalam pengisian kuesioner ini sesuai dengan keadaan dan kenyataan tanpa
pengaruh orang lain. Semua jawaban akan kami jaga kerahasiaannya dan tidak
memberikan dampak negatif bagi Saudara/Bapak/Ibu. Hasilnya dapat dijadikan
sebagai saran bagi pihak yang terkait dengan objek penelitian. Atas kesediaan
Saudara/Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini saya ucapkan
terimakasih.
Wassalamualaikum wr.wb.
Tangerang,__________ 2016
Peneliti Responden
_____________
Rr. Putri Annisya A.P
2
==========================================================
JAWAB SETIAP PERTANYAAN JENIS PILIHAN GANDA DENGAN
MEMBERI TANDA SILANG (X) ATAU DENGAN MELINGKARI (O)
NOMOR PILIHAN JAWABAN. CONTOH:
1. Ya 1. Ya 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07
2. Tidak 2. Tidak 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07
==========================================================
IDENTITAS
NOMOR RESPONDEN** : ________________________
NAMA* : ________________________________________
ALAMAT : ________________________________________
_________________________________________________________________
KOTA/KABUPATEN___________________________KODE POS__________
NOMOR HP* : ___________________________
TINGGI BADAN** :__________cm
BERAT BADAN** :__________Kg
1. Tanggal Lahir* : _______ ____________ ________
Tanggal Bulan Tahun
2. Tempat Lahir : ___________________________
3. Jenis Kelamin* : 1) Perempuan ______
2) Laki-laki _____
(*WAJIB DIISI, **DIISI OLEH PENELITI)
ATS-DLD-78-A
KUESIONER UNTUK DEWASA-DISELESAIKAN SENDIRI
(Untuk 13 Tahun ke atas)
Terimakasih atas kebersediaan anda untuk berpartisipasi dalam studi ini. Anda telah
terpilih berdasarkan prosedur pengambilan sampel ilmiah, dan kerjasama anda sangat
penting bagi kesuksesan studi ini. Kuesioner ini adalah kuesioner yang anda diharapkan
untuk mengisinya. Jawablah pertanyaan dengan terus terang dan seakurat mungkin.
SEMUA INFORMASI YANG DIPEROLEH DARI STUDI INI AKAN DIJAGA
KERAHASIAANNYA DAN HANYA DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN. Dokter
pribadi anda akan diberitahu tentang hasil tes jika anda menginginkan.
3
4. Apa tingkat pendidikan/sekolah tertinggi yang anda selesaikan? (tahun
pendidikan formal)* _________________________________
(Contoh: 6 tahun adalah telah menyelesaikan SD, 9 tahun adalah telah
menyelesaikan SMP, 12 tahun adalah telah menyelesaikan SMA, 16 tahun
telah menyelesaikan S1, dst)
5. Lama Kerja* : ___________ Tahun
6. Unit/Bagian Kerja* : ___________________________
(*WAJIB DIISI)
JAWAB SETIAP PERTANYAAN JENIS PILIHAN GANDA DENGAN
MEMBERI TANDA SILANG (X) ATAU DENGAN MELINGKARI (O)
NOMOR PILIHAN JAWABAN. CONTOH:
1. Ya 1. Ya 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07
2. Tidak 2. Tidak 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07
==========================================================
GEJALA
Pertanyaan-pertanyaan ini secara khusus berkaitan dengan apa yang anda
rasakan pada dada anda. Jawablah Ya atau Tidak. Jika anda ragu tentang apakah
Ya atau Tidak, maka jawab Tidak.
BATUK
7A. Selama anda bekerja disini apakah anda
biasanya batuk?
(Termasuk batuk saat pertama merokok atau
pertama kali keluar ruangan. Kecuali ketika
membersihkan tenggorokan/berdehem).
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak, lompat
ke pertanyaan 7C]
B. Apakah anda biasanya batuk sebanyak 4-6
kali sehari, atau sekurang-kurangnya 4 hari
atau lebih dalam seminggu?
1. Ya
2. Tidak
C. Apakah anda biasanya batuk ketika baru
bangun tidur di pagi hari?
1. Ya
2. Tidak
D. Apakah anda biasanya batuk selama
sepanjang hari baik siang hari atau malam
hari?
1. Ya
2. Tidak
JIKA ADA JAWABAN YA UNTUK PERTANYAAN APAPUN DI ATAS
(7A, B, C, ATAU D), MAKA JAWAB PERTANYAAN SELANJUTNYA.
JIKA JAWABAN SEMUA PERTANYAAN ADALAH TIDAK, LOMPAT
KE PERTANYAAN NO. 8A
E. Selama bekerja disini apakah anda biasanya
batuk seperti ini pada hampir setiap hari
selama 5 bulan berturut-turut atau lebih
dalam setahun terakhir?
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak, lompat ke
pertanyaan 8A]
4
F. Sudah berapa lama anda mengalami batuk
seperti ini?
Jumlah Tahun
G. Apakah batuk yang anda alami terjadi pada
hari-hari tertentu dalam seminggu?
1. Ya
2. Tidak
H. Kalau “YA” pada hari kerja ke: 01, 02, 03, 04, 05, 06,
07
(lingkari yang perlu/
sesuai dengan keadaan
diri- Boleh lebih dari satu
lingkaran/jawaban)
I. Kalau “YA” pada hari kerja ke satu (01),
apakah:
1. Kadang-Kadang
2. Selalu
DAHAK
8A. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya
mengeluarkan dahak/reak dari dada anda?
(Perhitungkan dahak/reak saat pertama kali
merokok atau pertama kali keluar ruangan.
Kecuali yang keluar dari hidung. Perhitungkan
dahak yang ditelan).
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak, lompat ke
pertanyaan 8C]
B. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya
mengeluarkan dahak/reak sampai sebanyak 2
kali sehari, atau sekurang-kurangnya 4 hari
atau lebih dalam seminggu?
1. Ya
2. Tidak
C. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya
mengeluarkan dahak/reak ketika baru bangun
tidur di pagi hari?
1. Ya
2. Tidak
D. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya
mengeluarkan dahak/reak selama sepanjang
hari baik siang maupun malam hari?
1. Ya
2. Tidak
JIKA ADA JAWABAN YA UNTUK PERTANYAAN APAPUN DI ATAS
(8A, B, C, ATAU D), MAKA JAWAB PERTANYAAN SELANJUTNYA.
JIKA JAWABAN SEMUA PERTANYAAN ADALAH TIDAK LOMPAT
KE PERTANYAAN NO. 9A
E. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya
mengeluarkan dahak/reak seperti ini pada
hampir setiap hari sekurang-kurangnya selama
3 bulan berturut-turut atau lebih dalam
setahun ini?
1. Ya
2. Tidak
F. Sudah berapa lama anda memiliki masalah
dahak/reak ini?
Jumlah Tahun
5
PERISTIWA BATUK DAN DAHAK
9A. Selama bekerja disini, apakah Anda
mengalami serangan batuk dengan dahak/reak
MENINGKAT yang berlangsung sekurang-
kurangnya selama 3 minggu berturut-turut
atau lebih dalam setahun?
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA UNTUK PERTANYAAN NO. 9A
B. Sudah berapa lama anda mengalami
setidaknya satu serangan batuk dengan dahak
seperti itu?
Jumlah Tahun
BATUK KRONIK ADA/TIDAK ADA
NAPAS BERBUNYI ATAU MENGI (NAPAS KUCING BUNYI
NGIK..NGIK..NGIK)
10A. Apakah dada anda pernah
berbunyi/mengeluarkan suara mengi atau
bengek bila bernapas:
1. Ketika anda pilek/flu?
2. Terkadang disaat tidak pilek/flu?
3. Hampir setiap hari atau setiap malam (4
hari dalam seminggu)?
1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
JIKA ADA JAWABAN YA PADA 1, 2, ATAU 3 PADA PERTANYAAN 10A
B. Apakah bunyi mengi itu timbul setelah anda
bekerja di bagian ini?
1. Ya
2. Tidak
C Sudah berapa lama mengi/bengek itu ada?
Jumlah Tahun
11A. Apakah Anda pernah memiliki sebuah
SERANGAN mengi yang telah membuat
Anda merasa sesak napas?
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 11A
B. Berapakah usia anda ketika anda pertama
kali mendapatkan serangan tersebut?
___________usia dalam
tahun
C. Apakah anda mengalami peritiwa tersebut
sebanyak 2 kali atau lebih?
1. Ya
2. Tidak
D. Apakah anda pernah
membutuhkan/menggunakan obat atau
perawatan untuk serangan-serangan
tersebut?
1. Ya
2. Tidak
RASA DADA TERTEKAN ATAU TERJEPIT
12A. Selama bekerja disini, apakah anda pernah
merasa dada seperti tertekan/terjepit atau
napas anda bertambah susah?
1. Ya
2. Tidak
Jika tidak (G0) langsung
ke pertanyaan 13A
6
B. Bila “Ya” Pada hari kerja ke: 01, 02, 03, 04, 05, 06,
07
(lingkari yang perlu/ sesuai
dengan keadaan diri-Boleh
lebih dari satu lingkaran/
jawaban)
C. Bila “Ya” Pada hari kerja ke satu (01),
apakah:
1. Kadang-Kadang (G½)
2. Selalu (G1)
D. Bila “Ya” Kapan rasa dada tertekan/terjepit
tersebut menghilang?
1. Hari kerja ke 1 berhenti
bekerja
2. Hari kerja ke 2 berhenti
bekerja
3. Hari kerja ke 3 berhenti
bekerja
4. Tidak hilang/tetap ada
Jika ada G1 ditambah Ya Pada hari kerja yang lain maka G2
E. Kalau “Ya” pada hari kerja ke satu (01),
pada waktu kapan anda merasa dada
tertekan/terjepit atau merasakan napas
susah?
1. Sebelum masuk pabrik
(G3)
2. Sesudah masuk pabrik
F. Setelah bekerja berapa lama di bagian yang
berdebu ini anda mulai merasakan dada
tertekan/terjepit/berat?
______________bulan/tahun
(Coret yang tidak perlu
antara bulan atau tahun)
G. Di waktu yang lalu apakah anda pernah
merasa dada tertekan/terjepit atau
merasakan napas susah?
1. Ya
2. Tidak
Jika Tidak langsung ke
pertanyaan 13A
H. Kalau “Ya” pada hari kerja ke: 01, 02, 03, 04, 05, 06,
07 (lingkari yang perlu/
sesuai dengan keadaan
diri-Boleh lebih dari satu
lingkaran/ jawaban)
I. Kalau “Ya” pada hari kerja ke satu (01),
apakah
1. Kadang-kadang
2. Selalu
13A. Selama 3 tahun ke belakang, apakah anda
pernah memiliki penyakit/gangguan pada
dada yang telah menyebabkan anda harus
berhenti bekerja, di dalam rumah, atau
beristirahat di tempat tidur?
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 13A
B. Apakah anda dulu mengeluarkan dahak 1. Ya
7
karena mengalami penyakit/gangguan pada
dada?
2. Tidak
C. Pada 3 tahun terakhir, berapa banyak anda
mengalami penyakit yang disertai dengan
(peningkatan) dahak? Apakah itu
berlangsung selama seminggu atau lebih?
1. Ya, sebutkan ________
(Jumlah
penyakit/gangguan)
2. Tidak ada
penyakit/gangguan
seperti itu
3. Tidak termasuk
SESAK NAPAS KARENA SAKIT JANTUNG ATAU PARU
14. Apakah anda menderita sakit jantung atau paru?
1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, Sebutkan penyakit apa, apakah 1. Jantung 2. Paru
Jika tidak bisa berjalan karena mengalami kondisi lain selain penyakit
jantung dan paru, tolong jelaskan dan lanjutkan ke pertanyaan no. 15A dan
seterusnya.
Sifat/jenis kondisi:___________________________________________
15A. Setelah anda bekerja disini, apakah anda
menjadi susah/sesak napas saat sedang
berjalan tergesa-gesa/terburu-buru di tempat
yang datar atau saat berjalan biasa di tempat
yang agak menanjak?
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak lompat ke
pertanyaan 16]
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 15A
B. Apakah anda harus berjalan lebih lamban
dari pada orang-orang seusia anda di tempat
yang datar karena sesak napas
Jika ya derajat 1
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak lompat ke
pertanyaan 16]
C. Apakah anda pernah sampai terpaksa harus
berhenti berjalan untuk bernapas ketika
berjalan di tempat datar dengan kecepatan
anda sendiri?
Jika ya derajat 2
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak lompat ke
pertanyaan 16]
D. Apakah anda pernah sampai harus terpaksa
berhenti untuk bernapas setelah berjalan
sekitar 100 yard (91,44 meter) atau setelah
beberapa menit di tempat yang datar?
Jika ya derajat 3
1. Ya
2. Tidak
[Jika tidak lompat ke
pertanyaan 16]
E. Apakah anda terlalu sesak/pendek napas
untuk pergi meninggalkan rumah atau ketika
mengenakan/melepaskan pakaian?
Jika ya derajat 4
1. Ya
2. Tidak
8
==========================================================
PENYAKIT TERDAHULU
16. Apakah anda memiliki masalah pada paru saat
berusia kurang dari 16 tahun?
1. Ya
2. Tidak
17. Apakah anda pernah memiliki salah satu dari
berikut ini:
1A. Serangan bronkitis? 1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 1A:
B. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya
2. Tidak
C. Pada usia berapakah serangan pertama
anda alami?
_________usia dalam
tahun
2A. Pneumonia (termasuk bronkopneumonia)? 1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 2A:
B. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya
2. Tidak
C. Pada usia berapakah anda pertama kali
mengalaminya?
_____usia dalam tahun
3A. Alergi serbuk bunga? 1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 3A:
B. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya
2. Tidak
C. Pada usia berapakah itu bermula? _____usia dalam tahun
18A. Apakah anda pernah mengalami bronkitis
kronis?
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 18A:
B. Apakah anda masih mengalaminya? 1. Ya
2. Tidak
C. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya
2. Tidak
D. Pada usia berapakah itu bermula? ____usia dalam tahun
19A. Apakah anda pernah mengalami emfisema? 1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 19A:
B. Apakah anda masih mengalaminya? 1. Ya
2. Tidak
C. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya
2. Tidak
D. Pada usia berapakah itu bermula? ______usia dalam
tahun
9
20A. Apakah anda pernah mengalami asma? 1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 20A:
B. Apakah anda masih mengalaminya? 1. Ya
2. Tidak
C. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya
2. Tidak
D. Kapan anda mulai menderita asma? 1. Sebelum bekerja di
bagian ini
2. Sesudah bekerja di
bagian ini
E. Bila jawaban pertanyaan 20D adalah
sesudah bekerja di bagian ini, berapa lama
setelah anda bekerja di bagian ini anda
menderita asma?
1. Kurang dari 1
tahun
2. 1-5 tahun
3. 5-10 tahun
4. Lebih dari 10 tahun
F. Pada usia berapakah asma itu bermula? _________usia dalam
tahun
G. Jika anda sudah tidak mengalaminya lagi,
pada usia berapa anda berhenti mengalaminya?
_________usia dalam
tahun
21. Apakah anda pernah memiliki:
A. Penyakit/gangguan pada dada lainnya?
Jika ya, sebutkan______________________
B. Operasi/perbaikan pada dada?
Jika ya, sebutkan______________________
C. Cedera pada dada?
Jika ya, sebutkan______________________
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
22A. Apakah dokter pernah mengatakan bahwa anda
memiliki gangguan/masalah pada jantung?
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 22A:
B. Apakah anda pernah mendapatkan
perawatan untuk masalah/gangguan jantung
dalam 10 tahun ke belakang?
1. Ya
2. Tidak
23A. Apakah dokter pernah mengatakan bahwa anda
memiliki tekanan darah tinggi?
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 23A:
B. Apakah anda pernah mendapatkan
perawatan untuk tekanan darah tinggi dalam 10
tahun ke belakang?
1. Ya
2. Tidak
==========================================================
RIWAYAT PEKERJAAN
24A. Apakah anda penah bekerja dalam waktu
penuh (full time/30 jam per minggu atau lebih)
1. Ya
2. Tidak
10
selama 6 bulan atau lebih?
B. Apakah anda pernah bekerja selama satu
tahun atau lebih pada pekerjaan yang
berdebu?
1. Ya
2. Tidak
C. Sebutkan
pekerjaan/industri________________
D. Total tahun bekerja
____________tahun
E. Apakah jenis/bagian pekerjaan yang biasa anda lakukan (satu
pekerjaan yang paling lama anda kerjakan)?
1. Pekerjaan:_______________________________________________
2. Jumlah tahun kerja pada jenis/bagian pekerjaan
terebut:________________tahun
3. Posisi-jabatan pekerjaan:___________________________________
4. Perusahaan, bidang, atau industri:____________________________
F. Pernahkan anda pindah dari lingkungan kerja yang lebih berdebu ke
tempat yang kurang berdebu?
1. Ya
2. Tidak
==========================================================
KEBIASAAN MEROKOK
25A. Pernahkan anda merokok 100 batang rokok
atau lebih selama hidup anda?
1. Ya
2. Tidak (Bukan
perokok)
[Langsung/lompat
ke pertanyaan 29A
tentang APD)
Jika “YA”
B. Apakah anda dalam satu bulan terakhir
masih merokok?
1. Ya
2. Tidak (Bekas
Perokok)
C. Berapa batang rokok rata-rata sehari yang
anda hisap saat ini/selama anda merokok?
_____________batang
[Langsung/lompat ke
pertanyaan 25E)
D. Jika jawaban pertanyaan 25C adalah tidak,
Pada usia berapa anda berhenti merokok?
_____________tahun
E. Berapa tahun usia anda ketika anda mulai
merokok secara teratur?
_____________tahun
F. Apakah anda biasanya menghirup asap
rokok secara dalam sampai ke dalam dada?
1. Ya
2. Tidak
26A. Apakah anda penah/sekarang merokok
sigaret (seperti 1 bulan yang lalu)? (TIDAK
kurang dari 20 pak rokok/sigaret atau 12 ons
(340,194 gram) tembakau seumur hidup
1. Ya
2. Tidak
11
atau kurang dari 1 rokok sehari dalam satu
tahun.
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 26A:
B. Berapakah umur/usia anda ketika anda
pertama kali merokok sigaret?
______usia dalam tahun
C. Jika anda sudah berhenti merokok
sepenuhnya, berapa usia anda ketika
berhenti merokok?
_____tahun usia berhenti
merokok
Cek jika masih merokok
____________
D. Rata-rata berapa sigaret/rokok yang
anda hisap setiap harinya saat
ini/selama anda merokok?
_________rokok per hari
E. Apakah anda pernah atau selalu
menghirup asap rokok?
1. Tidak termasuk
2. Sekali-sekali tidak
3. Sedikit
4. Cukup
5. Banyak
27A. Apakah anda pernah merokok rokok pipa
secara teratur? (IYA=lebih dari 12 ons
(340,194 gram) tembakau seumur hidup).
1. Ya
2. Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 27A:
B. Berapakah usia/umur anda ketika anda
mulai merokok rokok pipa secara
teratur?
____________usia/umur
dalam tahun
C. Jika anda sudah berhenti merokok
rokok pipa sepenuhnya, berapa
usia/umur anda ketika berhenti
merokok?
______ tahun usia
behenti merokok
Cek jika masih merokok
____________
D. Dalam merokok rokok pipa selama ini,
berapa rata-rata pipa tembakau yang
anda hisap per minggunya?
_______ons per minggu
(standar satu kantong
tembakau mengandung 1
½ ons)
E. Apakah anda pernah atau selalu
menghirup asap rokok?
1. Tidak termasuk
2. Sekali-sekali tidak
3. Sedikit
4. Cukup
5. Banyak
28A. Apakah anda pernah merokok cerutu secara
teratur? (IYA=lebih dari 1 cerutu dalam
seminggu atau satu tahun)
1. Ya
2. Tidak
12
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 28A:
B. Berapa usia/umur anda ketika mulai
merokok cerutu secara teratur?
_______________usia/
umur dalam tahun
C. Jika anda sudah berhenti merokok
cerutu sepenuhnya, berapa usia/umur
anda ketika berhenti merokok?
____________tahun usia
berhenti merokok
Cek jika masih merokok
cerutu ____________
D. Dalam merokok cerutu selama ini, rata-
rata berapa cerutu yang anda hisap per
minggunya?
cerutu per minggu
E. Apakah anda pernah atau selalu
menghirup asap rokok?
1. Tidak termasuk
2. Sekali-sekali tidak
3. Sedikit
4. Cukup
5. Banyak
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
29A. Apabila anda berada di ruang
berdebu, apakah anda
menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) dari debu?
1. Ya
2. Tidak (Sama sekali tidak pernah
menggunakan APD/Masker
selama 8 jam bekerja)
Jika “YA”
B. APD yang anda gunakan 1. Masker yang disediakan oleh
perusahaan
2. Masker milik pribadi/cara lain
C. Jenis masker yang digunakan 1. Masker N95
2. Masker Lainnya,
sebutkan___________________
(Masker kain, Masker medis
atau kain biasa yang dijadikan
penutup hidung)
D. Bagaimana kebiasaan anda
memakai masker (APD) tersebut?
1. Selalu memakai (APD/Masker
digunakan secara terus menerus
selama 8 jam kerja)
2. Kadang-kadang (APD/Masker
tidak digunakan secara terus
menerus selama 8 jam kerja)
TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASI ANDA DALAM MENGISI
KUESIONER INI
13
INFORMASI TAMBAHAN:
Masker N95 Masker Medis
1. Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara utama dari paru-paru atau
bronkus yang menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi pada
saluran udara itu yang gejalanya terdiri dari batuk-batuk disertai lendir
berwarna kuning keabu-abuan atau hijau, Sakit pada tenggorokan, Sesak
napas, Hidung beringus atau tersumbat, Sakit atau rasa tidak nyaman pada
dada, dan Kelelahan.
2. Bronkopnemuomonia adalah suatu radang parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala
panas yang tinggi, gelisah, dispnoe, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare,
batuk kering dan produktif.
3. Bronkitis Kronis adalah penyakit saluran pernapasan yang biasa dialami
oleh sebagian oang dan ditandai dengan batuk kronis yang berdahak selama
kurang lebih 3 bulan dalam jangka waktu satu tahun. Gejalanuya meliputi
terjadi suatu sumbatan pada saluran pernapasan dan terjadi secara kronis,
semakin hari semakin parah, penderita akan mengalami penurunan stamina
tubuh, jika penyakit bronkits kronis semakin parah bisa menyebabkan
pembengkakan jantung dan pastinya berisiko kematian, sering mengalami
batuk berdahak yang parah, dan napas akan terputus-putus dan pendek serta
bisa menimbulkan bunyi.
4. Emfisema adalah penyakit progresif jangka panjang pada paru-paru yang
umumnya menyebabkan napas menjadi pendek. jaringan paru-paru, yang
berperan pada bentuk fisik paru-paru dan fungsi pernapasan, pada penderita
emfisema sudah rusak. gejala emfisema terdiri dari napas pendek, batuk dan
suara mengi saat bernapas, kemampuan untuk berolahraga dan menjalani
aktivitas rutin menurun secara bertahap, bibir dan kuku menjadi biru atau
abu-abu, serta menjadi kurang awas secara mental.
5. Asma adalah suatu jenis penyakit gangguan pernapasan khususnya pada
paru-paru yang dikenal dengan penyakit sesak napas dikarenakan adanya
penyempitan pada saluran pernapasan karena adanya aktivitas berlebih
terhadap suatu rangsangan tertentu hingga menyebabkan peradangan dan
penyempitan pada pembuluh darah dan saluran udara yang mengalirkan
oksigen ke paru-paru dan rongga dada. Gejala awal asma adalah sesak napas,
batuk, dan suara mengi.
14
Layout Unit Spinning 3
Layout Unit Weaving
Layout Unit Weaving
Layout Unit Yarn Processing
Titik pengukuran di area kerja front spinning, ring spinning, dan winding
Titik Pengukuran di area kerja tenun bagian 1 dan 2
15
Layout unit Yarn Processing
Layout Unit Dyeing Finishing
Titik pengukuran di area kerja verpacking, RTW, warping, dan soft winder
Titik pengukuran di area kerja verpacking, finishing, dyeing, dan bleaching
16
Pengukuran di Area Kerja RTW Area Kerja RTW
Pekerja membersihkan gumpalan kapas di
lantai dengan menggunakan sapu
Pengukuran di area kerja tenun
bagian 1
Pengukuran di area kerja tenun bagian 2 Pengukuran di area kerja verpacking YP
17
Pengukuran di area kerja ring spinning
Pengukuran di area kerja winding
Area kerja verpacking YP Pengukuran di area kerja softwinder
18
Pengukuran di area kerja warping
Pengukuran di area kerja
verpacking DF
Pengukuran di area kerja dyeing DF
Pengukuran di area kerja front
spinning
Pengukuran di area kerja bleaching
19
Pengukuran di area kerja finishing DF Pengukuran tinggi badan
Pengukuran berat badan Lubang Ducting
Sohler
20
Sohler dan Vacuum
Local Exhaust Ventilation pada mesin bleaching
21
Kantong-kantong penyimpanan sementara gumpalan kapas
22
Tabel Frekuensi
Tingkat Bisinosis
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Statistics
Tingkat_Gejala_Bisinosis
N Valid 130
Missing 0
Tingkat_Bisinosis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tingkat 0 122 93.8 93.8 93.8
Tingkat 0.5 5 3.8 3.8 97.7
Tingkat 1 2 1.5 1.5 99.2
Tingkat 2 1 .8 .8 100.0
Total 130 100.0 100.0
Gejala Penyerta Lainnya
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Statistics
Batuk_Kronis
N Valid 130
Missing 0
Batuk_Kronis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 114 87.7 87.7 87.7
Ya 16 12.3 12.3 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
Dahak_Kronis
N Valid 130
Missing 0
Dahak_Kronis
23
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 109 83.8 83.8 83.8
Ya 21 16.2 16.2 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meni
ngkat
N Valid 130
Missing 0
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meningkat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 123 94.6 94.6 94.6
Ya 7 5.4 5.4 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
Mengi
N Valid 130
Missing 0
Mengi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 108 83.1 83.1 83.1
Ya 22 16.9 16.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
Sesak_Napas
N Valid 130
Missing 0
Sesak_Napas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
24
Valid Tidak 125 96.2 96.2 96.2
Ya 5 3.8 3.8 100.0
Total 130 100.0 100.0
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Statistics
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas
N Valid 130
Missing 0
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari sama dengan
NAB 82 63.1 63.1 63.1
Lebih dari NAB 48 36.9 36.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
Penggunaan APD/Masker
Statistics
Penggunaan Masker
N Valid 130
Missing 0
Penggunaan Masker
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Sesuai 130 100.0 100.0 100.0
Statistics
J29D Bagaimana kebiasaan anda
memakai masker/APD tersebut?
N Valid 130
Missing 0
J29D Bagaimana kebiasaan anda memakai masker/APD tersebut?
25
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Selalu Memakai 56 43.1 43.1 43.1
Kadang-Kadang 74 56.9 56.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
J29B APD yang anda gunakan?
N Valid 130
Missing 0
J29B APD yang anda gunakan?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Masker yang disediakan
perusahaan 96 73.8 73.8 73.8
Masker milik pribadi 34 26.2 26.2 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
Jika lainnya, Sebutkan
N Valid 130
Missing 0
Jika lainnya, Sebutkan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid MASKER KAIN 128 98.5 98.5 98.5
MASKER KATUN 1 .8 .8 99.2
MASKER MEDIS 1 .8 .8 100.0
Total 130 100.0 100.0
Masa Kerja
Statistics
H24D Total tahun bekerja
N Valid 130
Missing 0
26
Mean 19.80
Median 21.00
Mode 5
Minimum 5
Maximum 38
H24D Total tahun bekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 5 14 10.8 10.8 10.8
6 13 10.0 10.0 20.8
7 5 3.8 3.8 24.6
9 1 .8 .8 25.4
12 1 .8 .8 26.2
13 2 1.5 1.5 27.7
15 2 1.5 1.5 29.2
16 1 .8 .8 30.0
18 1 .8 .8 30.8
19 8 6.2 6.2 36.9
20 11 8.5 8.5 45.4
21 10 7.7 7.7 53.1
22 8 6.2 6.2 59.2
23 4 3.1 3.1 62.3
24 6 4.6 4.6 66.9
25 5 3.8 3.8 70.8
26 7 5.4 5.4 76.2
27 4 3.1 3.1 79.2
28 3 2.3 2.3 81.5
29 3 2.3 2.3 83.8
30 3 2.3 2.3 86.2
31 1 .8 .8 86.9
32 5 3.8 3.8 90.8
33 3 2.3 2.3 93.1
34 1 .8 .8 93.8
27
35 4 3.1 3.1 96.9
36 3 2.3 2.3 99.2
38 1 .8 .8 100.0
Total 130 100.0 100.0
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
H24D Total tahun bekerja .159 130 .000 .917 130 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics
Kategori_Masa_kerja
N Valid 130
Missing 0
Kategori_Masa_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang dari 21 tahun 59 45.4 45.4 45.4
lebih dari sama dengan 21
tahun 71 54.6 54.6 100.0
Total 130 100.0 100.0
Kebiasaan Merokok
Statistics
Status_Merokok
N Valid 130
Missing 0
Status_Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Bukan Perokok 90 69.2 69.2 69.2
Bekas Perokok 9 6.9 6.9 76.2
Masih Perokok 31 23.8 23.8 100.0
Total 130 100.0 100.0
Statistics
28
Derajat_Merokok_IB
N Valid 40
Missing 90
Derajat_Merokok_IB
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perokok Ringan 29 22.3 72.5 72.5
Perokok Sedang 11 8.5 27.5 100.0
Total 40 30.8 100.0
Missing System 90 69.2
Total 130 100.0
Statistics
Lama_Merokok
I25C Berapa batang rokok rata-rata sehari yang anda
hisap saat ini/selama anda m
N Valid 40 40
Missing 90 90
Mean 21.28 7.35
Median 22.00 6.00
Mode 15 12
Minimum 2 1
Maximum 43 20
Lama_Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 1 .8 2.5 2.5
4 2 1.5 5.0 7.5
5 2 1.5 5.0 12.5
11 1 .8 2.5 15.0
14 1 .8 2.5 17.5
15 4 3.1 10.0 27.5
16 2 1.5 5.0 32.5
18 2 1.5 5.0 37.5
19 1 .8 2.5 40.0
29
20 1 .8 2.5 42.5
21 1 .8 2.5 45.0
22 3 2.3 7.5 52.5
23 1 .8 2.5 55.0
24 2 1.5 5.0 60.0
25 2 1.5 5.0 65.0
26 2 1.5 5.0 70.0
27 2 1.5 5.0 75.0
28 1 .8 2.5 77.5
29 2 1.5 5.0 82.5
30 1 .8 2.5 85.0
31 1 .8 2.5 87.5
32 2 1.5 5.0 92.5
35 1 .8 2.5 95.0
36 1 .8 2.5 97.5
43 1 .8 2.5 100.0
Total 40 30.8 100.0
Missing System 90 69.2
Total 130 100.0
I25C Berapa batang rokok rata-rata sehari yang anda hisap saat ini/selama anda
m
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 4 3.1 10.0 10.0
2 1 .8 2.5 12.5
3 4 3.1 10.0 22.5
4 2 1.5 5.0 27.5
5 3 2.3 7.5 35.0
6 8 6.2 20.0 55.0
8 3 2.3 7.5 62.5
10 4 3.1 10.0 72.5
12 9 6.9 22.5 95.0
13 1 .8 2.5 97.5
30
20 1 .8 2.5 100.0
Total 40 30.8 100.0
Missing System 90 69.2
Total 130 100.0
Status Gizi
Statistics
Kategori_Status_Gizi
N Valid 130
Missing 0
Kategori_Status_Gizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 11 8.5 8.5 8.5
Normal 69 53.1 53.1 61.5
Lebih 50 38.5 38.5 100.0
Total 130 100.0 100.0
Umur
Statistics
Kategori_Umur
N Valid 130
Missing 0
Kategori_Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Muda dan Dewasa 11 8.5 8.5 8.5
Tua 119 91.5 91.5 100.0
Total 130 100.0 100.0
31
Jenis Kelamin
Statistics
Jenis_Kelamin_New
N Valid 130
Missing 0
Jenis_Kelamin_New
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 45 34.6 34.6 34.6
Laki-Laki 85 65.4 65.4 100.0
Total 130 100.0 100.0
Tingkat Pendidikan
Statistics
Tingkat_Pendidikan
N Valid 130
Missing 0
Tingkat_Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tinggi 100 76.9 76.9 76.9
Rendah 30 23.1 23.1 100.0
Total 130 100.0 100.0
32
Chi Square Test
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas *
Tingkat_Gejala_Bisinosis
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Kategori_
Konsentra
si_Kadar_
DebuKap
as
Kurang dari sama
dengan NAB
Count 81 1 0 0 82
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas 98.8% 1.2% .0% .0% 100.0%
Lebih dari NAB Count 41 4 2 1 48
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas 85.4% 8.3% 4.2% 2.1% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
33
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 9.685a 3 .021
Likelihood Ratio 10.450 3 .015
Linear-by-Linear Association 8.801 1 .003
N of Valid Cases 130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .37.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas (Kurang dari sama
dengan NAB / Lebih dari NAB)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a 2*2
table without empty cells.
34
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status_Merokok *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Status_Merokok * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Status_Merokok Bukan Perokok Count 85 3 1 1 90
% within Status_Merokok 94.4% 3.3% 1.1% 1.1% 100.0%
Bekas Perokok Count 9 0 0 0 9
% within Status_Merokok 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Masih Perokok Count 28 2 1 0 31
% within Status_Merokok 90.3% 6.5% 3.2% .0% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
35
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
% within Status_Merokok 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.299a 6 .890
Likelihood Ratio 2.856 6 .827
Linear-by-Linear Association .137 1 .711
N of Valid Cases 130
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .07.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Status_Merokok (Bukan
Perokok / Bekas Perokok)
a
36
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Status_Gizi *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Status_Gizi * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Kategori_Status_Gizi Kurang Count 10 1 0 0 11
% within Kategori_Status_Gizi 90.9% 9.1% .0% .0% 100.0%
Normal Count 65 2 2 0 69
37
% within Kategori_Status_Gizi 94.2% 2.9% 2.9% .0% 100.0%
Lebih Count 47 2 0 1 50
% within Kategori_Status_Gizi 94.0% 4.0% .0% 2.0% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within Kategori_Status_Gizi 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.330a 6 .632
Likelihood Ratio 5.202 6 .518
Linear-by-Linear Association .020 1 .887
N of Valid Cases 130
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .08.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Kategori_Status_Gizi (Kurang
/ Normal)
a
38
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Umur *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Umur * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Kategori_Umur Muda dan Dewasa Count 10 1 0 0 11
% within Kategori_Umur 90.9% 9.1% .0% .0% 100.0%
Tua Count 112 4 2 1 119
% within Kategori_Umur 94.1% 3.4% 1.7% .8% 100.0%
39
Total Count 122 5 2 1 130
% within Kategori_Umur 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.148a 3 .766
Likelihood Ratio 1.184 3 .757
Linear-by-Linear Association .000 1 .990
N of Valid Cases 130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .08.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for Kategori_Umur
(Muda dan Dewasa / Tua)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
40
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis_Kelamin_New *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Jenis_Kelamin_New * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Jenis_Kelamin_New Perempuan Count 44 1 0 0 45
% within Jenis_Kelamin_New 97.8% 2.2% .0% .0% 100.0%
Laki-Laki Count 78 4 2 1 85
% within Jenis_Kelamin_New 91.8% 4.7% 2.4% 1.2% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within Jenis_Kelamin_New 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.173a 3 .537
Likelihood Ratio 3.179 3 .365
41
Linear-by-Linear Association 2.087 1 .149
N of Valid Cases 130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .35.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Jenis_Kelamin_New
(Perempuan / Laki-Laki)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat_Pendidikan *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
42
Tingkat_Pendidikan * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Tingkat_Pendidikan Tinggi Count 93 4 2 1 100
% within Tingkat_Pendidikan 93.0% 4.0% 2.0% 1.0% 100.0%
Rendah Count 29 1 0 0 30
% within Tingkat_Pendidikan 96.7% 3.3% .0% .0% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within Tingkat_Pendidikan 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .960a 3 .811
Likelihood Ratio 1.635 3 .652
Linear-by-Linear Association .838 1 .360
N of Valid Cases 130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .23.
43
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Tingkat_Pendidikan (Tinggi /
Rendah)
a
a. Risk Estimate statistics cannot be
computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.
Kruskal Wallis Test
Ranks
Tingkat_Gejala_Bisinosis N Mean Rank
H24D Total tahun bekerja Tingkat 0 122 65.87
Tingkat 0.5 5 34.10
Tingkat 1 2 101.50
Tingkat 2 1 105.00
Total 130
Test Statisticsa,b
H24D Total tahun
bekerja
Chi-Square 6.439
44
df 3
Asymp. Sig. .092
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Crosstab Gejala Penyerta dengan Tingkat Bisinosis
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Batuk_Kronis * Tingkat_
_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Batuk_Kronis * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_ Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Batuk_Kronis Tidak Count 110 3 1 0 114
% within Batuk_Kronis 96.5% 2.6% .9% .0% 100.0%
Ya Count 12 2 1 1 16
% within Batuk_Kronis 75.0% 12.5% 6.2% 6.2% 100.0%
45
Total Count 122 5 2 1 130
% within Batuk_Kronis 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dahak_Kronis *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Dahak_Kronis * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Dahak_Kronis Tidak Count 105 3 1 0 109
% within Dahak_Kronis 96.3% 2.8% .9% .0% 100.0%
Ya Count 17 2 1 1 21
% within Dahak_Kronis 81.0% 9.5% 4.8% 4.8% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within Dahak_Kronis 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
46
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat *
Tingkat_Gejala_Bisinosis
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meningkat * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
Tidak Count 118 3 2 0 123
% within
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
95.9% 2.4% 1.6% .0% 100.0%
Ya Count 4 2 0 1 7
% within
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
57.1% 28.6% .0% 14.3% 100.0%
47
Total Count 122 5 2 1 130
% within
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat *
Tingkat_Gejala_Bisinosis
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meningkat * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
Tidak Count 118 3 2 0 123
% within
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
95.9% 2.4% 1.6% .0% 100.0%
Ya Count 4 2 0 1 7
48
% within
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
57.1% 28.6% .0% 14.3% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Meningkat
93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Mengi *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Mengi * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Mengi Tidak Count 105 2 0 1 108
% within Mengi 97.2% 1.9% .0% .9% 100.0%
Ya Count 17 3 2 0 22
% within Mengi 77.3% 13.6% 9.1% .0% 100.0%
49
Total Count 122 5 2 1 130
% within Mengi 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sesak_Napas *
Tingkat_Gejala_Bisinosis 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Sesak_Napas * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Total Tingkat 0 Tingkat 0.5 Tingkat 1 Tingkat 2
Sesak_Napas Tidak Count 119 4 2 0 125
% within Sesak_Napas 95.2% 3.2% 1.6% .0% 100.0%
Ya Count 3 1 0 1 5
% within Sesak_Napas 60.0% 20.0% .0% 20.0% 100.0%
Total Count 122 5 2 1 130
% within Sesak_Napas 93.8% 3.8% 1.5% .8% 100.0%
50
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Masa Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas *
Kategori_Masa_kerja
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Kategori_Masa_kerja Crosstabulation
Kategori_Masa_kerja
Total
kurang dari 21
tahun
lebih dari sama
dengan 21 tahun
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
Kurang dari sama dengan
NAB
Count 35 47 82
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
42.7% 57.3% 100.0%
Lebih dari NAB Count 24 24 48
51
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 59 71 130
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
45.4% 54.6% 100.0%
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Status Merokok
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas * Status_Merokok 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Status_Merokok Crosstabulation
Status_Merokok
Total Bukan Perokok Bekas Perokok Masih Perokok
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan NAB Count 56 7 19 82
52
DebuKapas % within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
68.3% 8.5% 23.2% 100.0%
Lebih dari NAB Count 34 2 12 48
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
70.8% 4.2% 25.0% 100.0%
Total Count 90 9 31 130
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
69.2% 6.9% 23.8% 100.0%
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Status Gizi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas *
Kategori_Status_Gizi
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
53
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Kategori_Status_Gizi Crosstabulation
Kategori_Status_Gizi
Total Kurang Normal Lebih
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
Kurang dari sama dengan
NAB
Count 6 44 32 82
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
7.3% 53.7% 39.0% 100.0%
Lebih dari NAB Count 5 25 18 48
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
10.4% 52.1% 37.5% 100.0%
Total Count 11 69 50 130
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
8.5% 53.1% 38.5% 100.0%
54
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Umur
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas * Kategori_Umur 130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Kategori_Umur Crosstabulation
Kategori_Umur
Total
Muda dan
Dewasa Tua
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
Kurang dari sama dengan
NAB
Count 5 77 82
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
6.1% 93.9% 100.0%
Lebih dari NAB Count 6 42 48
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
12.5% 87.5% 100.0%
Total Count 11 119 130
55
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
8.5% 91.5% 100.0%
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Jenis Kelamin
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas *
Jenis_Kelamin_New
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Jenis_Kelamin_New Crosstabulation
Jenis_Kelamin_New
Total Perempuan Laki-Laki
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan Count 26 56 82
56
DebuKapas NAB % within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
31.7% 68.3% 100.0%
Lebih dari NAB Count 19 29 48
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
39.6% 60.4% 100.0%
Total Count 45 85 130
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
34.6% 65.4% 100.0%
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Tingkat Pendidikan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas *
Tingkat_Pendidikan
130 100.0% 0 .0% 130 100.0%
57
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Tingkat_Pendidikan Crosstabulation
Tingkat_Pendidikan
Total Rendah Tinggi
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
Kurang dari sama dengan
NAB
Count 20 62 82
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
24.4% 75.6% 100.0%
Lebih dari NAB Count 10 38 48
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
20.8% 79.2% 100.0%
Total Count 30 100 130
% within
Kategori_Konsentrasi_Kadar_
DebuKapas
23.1% 76.9% 100.0%
58
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 1 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 31 Agustus 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 19:14:09 – 20:15:59 Hasil pengukuran
Location Number:, 1
Location Name:,Location 1
Date:,WED 31-AUG-15
Start:,19:14:09
End:,20:15:59
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
59
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
60
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 8 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 09:10:12 – 10:09:52 Hasil pengukuran
Location Number:, 8
Location Name:,Location 8
Date:,FRI 02-SEP-16
Start:,09:10:12
End:,10:09:52
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
61
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
62
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 9 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 17:20:11 – 18:19:51 Hasil pengukuran
Location Number:, 9
Location Name:,Location 9
Date:,FRI 02-SEP-16
Start:,17:20:11
End:,18:19:51
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
63
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
64
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 9 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 17:20:11 – 18:19:51 Hasil pengukuran
Location Number:, 9
Location Name:,Location 9
Date:,FRI 02-SEP-16
Start:,17:20:11
End:,18:19:51
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
65
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
66
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 10 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 18:56:11 – 19:55:51 Hasil pengukuran
Location Number:, 10
Location Name:,Location 10
Date:,FRI 02-SEP-16
Start:,18:56:11
End:,19:55:51
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
67
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
68
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 4 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 01 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 13:50:11 – 14:49:51 Hasil pengukuran
Location Number:, 4
Location Name:,Location 4
Date:,THUR 01-SEP-16
Start:,13:50:11
End:,14:49:51
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
69
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
70
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 6 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 01 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 18:27:11 – 19:26:51 Hasil pengukuran
Location Number:, 6
Location Name:,Location 6
Date:,THUR 01-SEP-16
Start:,18:27:11
End:,19:26:51
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
71
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
72
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 21 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 03 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 12:19:57 – 13:19:47 Hasil pengukuran
Location Number:, 21
Location Name:,Location 21
Date:,SAT 03-SEP-16
Start:,12:19:57
End:,13:19:47
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
73
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
74
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 14 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 03 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 10:19:11 – 11:18:51 Hasil pengukuran
Location Number:, 14
Location Name:,Location 14
Date:,SAT 03-SEP-16
Start:,10:19:11
End:,11:18:51
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
75
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
76
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 23 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 03 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 14:49:48 – 15:49:48 Hasil pengukuran
Location Number:, 23
Location Name:,Location 23
Date:,SAT 03-SEP-16
Start:,14:49:48
End:,15:49:48
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
77
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
78
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 25 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 11:13:51 – 12:14:11 Hasil pengukuran
Location Number:, 25
Location Name:,Location 25
Date:,MON 05-SEP-16
Start:,11:13:51
End:,12:14:11
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
79
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
80
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 27 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 15:41:47 – 16:41:37 Hasil pengukuran
Location Number:, 27
Location Name:,Location 27
Date:,MON 05-SEP-16
Start:,15:41:47
End:,16:41:37
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
81
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
82
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 26 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 12:30:36 – 13:31:06 Hasil pengukuran
Location Number:, 26
Location Name:,Location 26
Date:,MON 05-SEP-16
Start:,12:30:36
End:,13:31:06
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
83
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
84
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 1 dari 2
Nama Pengguna : Tag 29 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 17:54:45 – 18:59:35 Hasil pengukuran
Location Number:, 29
Location Name:,Location 29
Date:,MON 05-SEP-16
Start:,17:54:45
End:,18:59:35
Data Type:,10.0 um - M
Unit Type:,EPAM-5000
Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 1 dari 2 Paraf :
85
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
021-7401925
No bagian HOC
Terbitan/Revisi 1/0
Tanggal Terbit 14 September 2016
Hasil Pengukuran Tanggal Revisi
Halaman 2 dari 2
Hasil Pengukuran Partikulat Halaman : 2 dari 2 Paraf :
86