faal otot 2

22
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Percobaan Manusia sebagai makhluk dinamik memiliki kebutuhan gerak yang cukup besar. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar kemampuan gerak manusia dapat berkembang secara optimal. Sikap tubuh dan gerak manusia dalam berjalan, berlari, makan, minum, duduk dan sebagainya diarahkan sesuai dengan kodrat manusia. Apabila kebutuhan gerak ini tidak tercukupi maka seseorang akan terganggu aktifitasnya. Sekitar 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10% lainnya berupa otot polos dan otot jantung. Beberapa prinsip dasar yang sama mengenai kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot yang berbeda ini. Pada percobaan ini akan dibahas mengenai mekanisme, fisiologi kontraksi dari otot rangka. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme kerja dari otot dan yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan otot, antara lain kerja dengan frekuensi rendah, kerja dengan frekuensi tinggi, hambatan aliran darah atau iskemia, istirahat atau pemijatan, nyeri akibat iskemia, dan sebagainya. Dalam proses terjadinya sebuah kontraksi diperlukan energi yang tidak sedikit untuk mencapai

Upload: lm-davis

Post on 06-Aug-2015

67 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Fisiologi Otot

TRANSCRIPT

Page 1: Faal Otot 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Percobaan

Manusia sebagai makhluk dinamik memiliki kebutuhan gerak yang cukup

besar. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar kemampuan gerak manusia dapat

berkembang secara optimal. Sikap tubuh dan gerak manusia dalam berjalan,

berlari, makan, minum, duduk dan sebagainya diarahkan sesuai dengan kodrat

manusia. Apabila kebutuhan gerak ini tidak tercukupi maka seseorang akan

terganggu aktifitasnya.

Sekitar 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10%

lainnya berupa otot polos dan otot jantung. Beberapa prinsip dasar yang sama

mengenai kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot yang berbeda ini. Pada

percobaan ini akan dibahas mengenai mekanisme, fisiologi kontraksi dari otot

rangka. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme kerja dari

otot dan yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan otot, antara lain kerja

dengan frekuensi rendah, kerja dengan frekuensi tinggi, hambatan aliran darah

atau iskemia, istirahat atau pemijatan, nyeri akibat iskemia, dan sebagainya.

Dalam proses terjadinya sebuah kontraksi diperlukan energi yang tidak

sedikit untuk mencapai kontraksi yang optimal. Energi ini dapat diperoleh dari

berbagai sumber. Jika kebutuhan energi tidak dapat terpenuhi akibat kontraksi

otot yang kuat dan lama dapat menimbulkan kelelahan otot.

Oleh karena itu dalam percobaan kali ini kita akan melihat bagaimana

pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap mekanisme kerja otot dan penyebab

timbulnya kelelahan otot.

I.2 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan kali ini adalah untuk melihat pengaruh berbagai faktor

terhadap kerja (kontraksi) dan kelelahan otot.

Page 2: Faal Otot 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Otot

Otot adalah ikatan jaringan berserat yang menggerakkan tubuh, penjaga

postur, serta menfungsikan organ-organ dalam, seperti jantung, ginjal, dan

kangdung kemih. Otot dikendalikan dengan sinyal dari sistem saraf. Otot

kerangka bisa dikendalikan secara sadar, sedangkan otot lain bekerja secara

otomatis.

Tiga jenis otot itu adalah otot adalah otot rangka, yang menutup dan

menggerakkan kerangka, otot jantung, yang membentuk dinding jantung serta otot

polos seperti pada dinding saluran pencernaan, pembuluh darah serta sluran-

saluran genital. Pada pembahasan kali ini dikhususkan pada otot rangka sebagai

alat gerak pasif.

Sel otot rangka dapat dirangsang secara kimia, listrik, dan mekanik untuk

menimbulkan suatu potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel. Sel

ini mengandung protein kontraktil dan mempunyai mekanisme yang diaktifkan

oleh potensial aksi. Sekitar 40 % dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka.

Kontraksi dapat diterapkan pada semua jenis otot. Semua otot rangka dibentuk

oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar 10-80 mikrometer. Setiap serabut

otot itu bergaris melintang oleh adanya gambaran selang-seling antara wrna merah

muda dan tua. Setiap serabut terbentuk oleh sejumlah mio-fibril dan diselubungi

membran halus yaitu sarkolemna ( selaput otot ).

Otot skeletal dibagi menjadi otot tipe I dan II. Otot tipe I (satu) atau tipe

postural yang mempunyai warna lebih merah, mempunyai kontraksi landai (slow

Twitch fibre) dan berfungsi untuk stabilisasi dan mempertahankan posture.

Gangguan yang biasa terjadi pada otot tipe ini adalah ketegangan dan pemendekan

otot. Otot tipe II (dua) atau tipe phasic mempunyai kontraksi cepat dan kuat ( fast

twitch fibre), sangat baik bila digunakan untuk aktifitas dengan kecepatan tinggi.

Otot ini berfungsi untuk gerakan cepat dan atau kuat. Gangguan yang biasa terjadi

pada otot tipe ini adalah kelemahan dan atrofi otot.

Page 3: Faal Otot 2

II.2 Mekanisme Kontraksi Otot

Pertemuan setiap serabut saraf yang akan mempersarafi suatu serabut otot

dikenali sebagai neuromuscular junction atau dikenali juga sebagai motor end

plate. Neuromuscular junction merupakan serabut saraf yang terdiri dari ujung

sinaps dan mempunyai vesikel-vesikel sinaps yang akan melepaskan

neurotransmitter berupa acetylcholine.

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam rutan tahap-tahap

berikut:

1. Suatu potensial aksi berjalan disepanjang sebuah saraf motorik sampai ke

ujungnya pada serabut otot.

2. Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter , yaitu asetilkolin,

dalam jumlah sedikit.

3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot untuk

membuka banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui molekul-molekul

protein yang terapung pada membran.

4. Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion

natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut otot. Peristiwa ini

akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran.

5. Potensial aksi akan berjalan disepanjang membran serabut otot dengan cara

yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut saraf.

6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot, dan banyak

aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Disini,

Page 4: Faal Otot 2

potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma menlepaskan sejumlah

besar ion kalsium, yang telah tersimpan dalam retikulum ini.

7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan

miosin, yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain,

dan menghasilkan proses kontraksi.

8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali kedalam

retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini tetap

disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi;

pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot

terhenti.

Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung

filamen aktin yang memanjang dari dua

lempung Z yang berurutan sedikit saling

tumpang tindih satu sama lain. Sebaliknya,

pada keadaan kontraksi, filamen aktin ini

telah tertarik kedalam diantara filamen

miosin, sehingga ujung-ujungnya sekarang

saling tumpang tindih satu sama lain

dengan pemanjangan yang maksimal.

Lempeng Z juga ditarikoleh filamen aktin

sampai ke ujung filamen miosin. Jadi,

kontraksi otot terjadi tersebut mekanisme

pergeseran filamen.

Selain perangsanga saraf, berbagai faktor lain dapat mempengaruhi kinerja

kontraksi otot rangka. Panjang awal otot, yang berkaitan dengan jumlah jembatan

silang yang dapat dihasilkan oleh tumpang tindih (overlapping) filamen aktin dan

miosin merupakan faktor yang mempengaruhi kekuatan kontraksi otot rangka.

Sehubungan dengan hal ini, perlu diingat bahwa otot rangka melekat pad tulang

sehingga kekuatan kontraksi yang dihasilkan akan sangat bergantung pada

kedudukan sendi (derajat fleksi, ekstensi, dsb) serta arah serat otot terhadap aksis

kebebasan gerak sendinya. Faktor lain yang dapat juga mempengaruhi kinerja

Page 5: Faal Otot 2

kontraksi otot rangka adalah perubahan suhu dan keasaman (pH), yang dapat

mempengaruhi kinerja protein yang merupakan bahan dasar otot maupun enzim

yang berperan dalam kontraksi otot rangka. Penelitian mutakhir menunjukkan

bahwa faktor sentral (sistem saraf pusat) , cadangan glikogen otot dan keadaan ion

fosfat maupun kalium dalam otot juga dapat mempengaruhi kinerja otot pada

kondisi tertentu, antara lain berupa timbulnya kelelahan otot.

Bila sebuah otot berkontraksi, timbul suatu kerja yang memerlukan energi.

Sejumlah besar ATP dipecah membentuk ADP selama proses kontraksi.

Selanjutnya, semakin hebat kerja yang dilakukan oleh otot, semakin besar pula

jumlah ATP yang dipecahkan. Berikut ini adalah gambaran rangkaian peristiwa

terjadinya kontraksi otot :

1. Sebelum kontraksi mulai terjadi, kepala jembatan penyeberangan

berikatan dengan ATP. Aktivitas ATPase dari kepala miosin segera memecah

ATP tetapi meninggalkan hasil pemecahan, ADP dan Pi, terikat pada kepala.

Dalam keadaan ini, bentuk kepala memanjang secara tegak lurus ke arah

filamen aktin tetapi masih belum melekat pada aktin.

2. Selanjutnya, bila kompleks troponin- tropomiosin berikatan dengan

ion- ion kalsium, bagian aktif pada filamen aktin menjadi terbuka, dan kepala

miosin kemudian berikatan dengan bagian ini.

3. Ikatan antara kepala jembatan penyeberangan dan bagian aktif

filamen ektin menyebabkan perubahan kedudukan kepala, yaitu kepala miring

ke arah lengan jembatan penyeberangan. Kedudukan ini memberikan power

stroke untuk menarik filamen aktin. Energi yang mengaktifkan power stroke

adalah energi yang tersimpan oleh perubahan bentuk pada kepala bila molekul

ATP telah dipecahkan sebelumnya.

4. Sekali kepala jembatan penyeberangan itu miring, keadaan ini

menyebabkan pelepasan ADP dan Pi yang sebelumnya melekat pada kepala.

Pada tempat pelepasan ADP, terikat molekul ATP yang baru. Ikatan ini

kemudian menyebabkan terlepasnya kepala dari aktin.

5. Setelah kepala terlepas dari aktin, sebuah molekul ATP yang baru

dipecah untuk memulai siklus baru yang menimbulkan power stroke.

Page 6: Faal Otot 2

Jadi, proses akan berlangsung terus sampai filamen aktin menarik membran

Z menyentuh ujung akhir filamen miosin atau sampai beban pada otot menjadi

terlalu besar untuk terjadinya tarikan lebih lanjut.

Proses kontraksi dan relaksasi kontraksi otot senantiasa membutuhkan

pasokan ATP yang diperoleh dari berbagai jalur metabolisme sumber energi di

dalam otot rangka. Hidrolisis ATP akan menghasilkan energi baik mekanik

maupun panas (termal). Energi mekanik tersebut akan menjadi tegangan otot,

yang memendekkan berkas otot jika tengangan tersebut melampaui beban yang

harus dilawannya. Kontraksi otot yang memendekkan berkas otot disebut

kontraksi isotonik. Jika tegangan otot lebih rendah dari beban yang harus dilawan

oleh otot tersebut maka kontraksi tidak akan mengubah panjang berkas otot, yang

disebut sebagai kontraksi isometrik. Kontraksi otot maksimal pada kecepatan yang

tetap pada pergerakan disebut sebagai kontraksi isokinetik. Sesungguhnya,

sebagian besar energi yang dihasilkan oleh proses kontraksi otot dalam bentuk

energi panas. Fungsi otot rangka sebagai penghasil energiterbesar di tubuh

manusia sangat besar perannya dalam pengaturan keseimbangan panas.

Dalam melakukan kontraksi, otot memerlukan sejumlah energi yang berasal

dari pemecahan ATP menjadi ADP dan P organik (Pi). Terdapat beberapa sumber

untuk proses pembentukan ATP melalui proses refosforilase.

1. Creatine Phosphate (CP)

Pemecahan creatine phosphate menjadi kreatin & fosfat akan

menghasilkan fosfat berenergi tinggi yang akan digunakan dalam

pembentukan ATP apabila berikatan dengan ADP.

CP C + Pi + Energi

ADP + Pi ATP

2. Metabolisme aerobik

Glikogen akan dipecahkan menjadi asam piruvat melalui proses glikolisis

dan akan menghasilkan energi berupa ATP yang akan dipakai untuk kontraksi

otot. Akan tetapi, proses ini memerlukan oksigen dan membuthkan waktu

yang lama. Umumnya sintesis ATP dari proses glikolisis digunakan sewaktu

melakukan kontraksi yang lama hingga beberapa jam.

Page 7: Faal Otot 2

3. Metabolisme anaerobik

Metabolisme ini juga melalui proses glikolisis tapi akan menghasilkan

produk tambahan yaitu asam laktat disamping terbentuknya asam piruvat.

Asam laktat akan menyebabkan kelelahan pada otot oleh karena sifat

keasamannya yang menaikkan nilai pH dan mengganggu reaksi enzimatik

untuk proses kontraksi otot. Dalam proses ini oksigen tidak diperlukan untuk

menghasilkan ATP. ATP dihasilkan dengan sangat cepat yaitu 1 hingga 3 kali

lebih cepat dari metabolisme aerobik.

Kontraksi otot yang kuat dan lama mengakibtakan keadaan yang dikenal

dengan kelelahan otot. Hambatan aliran darah yang menuju ke otot yang

sedang berkontraksi mengakibatkan kelelahan otot hampir sempurna selama

satu menit atau lebih karena kehilangan suplai makanan, terutama kehilangan

oksigen.

Page 8: Faal Otot 2

BAB III

METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat-alat yang dibutuhkan

Alat-alat yang dig :unakan dalam percobaan ini adalah :

1. Ergograf, berfungsi untuk menilai kekuatan otot yang ditampilkan

melalui angka yang ditunjuk oleh jarum penunjuk.

2. Metronom, digunakan sebagai pencatat waktu.

3. Sphygmomanometer, dipakai untuk menilai pengaruh hambatan aliran

darah terhadap kontraksi otot.

4. Kimograf.

III. 2 Cara Kerja

Cara kerjanya adalah sebagai berikut :

Orang coba duduk dan lengan bawah kanan diletakkan di atas meja.

Peganglah Ergograf seperti orang memegang pistol yaitu memegang

pegangan Ergograf dengan jari telunjuk pada pelatuknya. Tariklah pelatuk

Ergograf sekuat-kuatnya dengan hanya menggerakkan jari telunjuk Jari-

jari lainnya harus tetap bergerak. Pusatkan perhatian pada kerja tersebut

tanpa melihat pada hasil pencatatan.

Protokol :

a. Kerja dengan frekuensi rendah.

Dilakukan tarikan setiap empat detik menurut irama metronom dan

mencatat angka yang ditunjuk oleh jarum dinamometer.

b. Kerja dengan frekuensi tinggi

Dilakukan tarikan setiap satu detik sesuai dengan irama metronom.

Kerja dihentikan setelah terjadi kelelahan sempurna. Kemudian dicatat

hasilnya setiap sekali tarikan.

Page 9: Faal Otot 2

c. Pengaruh hambatan aliran darah.

Dipasang manset sphygmomanometerpada lengan atas dari lengan yang

melakukan kerja. Lalu dilakukan tarikan setiap empat detik sebanyak 12

tarikan. Pada tarikan ke-13 manset dipompa sampai denyut arteri

radialis tidak teraba. Orang coba tetap melakukan tarikan sampai terjadi

kelelahan sempurna. Lalu tekanan manset diturunkan sehingga aliran

darah kembali terbuka. Kekuatan tarikan akan kembali dan berangsur-

angsur meningkat hingga mencapai kekuatan semula. Selanjutnya diberi

tanda pada dinamometer pada saat arteri radialis tertutup rapat, dan pada

saat arteri radialis teraba kembali.

d. Pengaruh istirahat dan pemijatan

Dilakukan tarikan setiap satu detik sesuai irama metrononm hingga

terjadi kelelahan sempurna. Lalu orang coba beristirahat selama 3 menit.

Selam istirahat, lengan diletakkan di atas meja. Setelah itu, kerja tarikan

dilanjutkan hingga terjadi kelelahan sempurna. Orang coba kembali

disuruh untuk beristirahat selam 3 menit dan salah satu anggota

kelompok melakukan pemijatan terhadap lengan orang coba tersebut.

Setelah itu, kerja tarikan dilanjutkan kembali untuk ketigakalinya

sampai terjadi kelelahan sempurna. Yang perlu diamati di sini adalah

pengaruh pemijatan terhadap hasil kerja orang coba.

e. Nyeri akibat iskemia

Dilakukan kerja seperti pada bagian C. Akan tetapi, kerja dilakukan

setelah arteri radialis tidak teraba lagi dan frekuensi kerja adalah satu

tarikan setiap satu detik. Hal ini dilakukan terus hingga timbul kelelahan

sempurna atau timbul rasa nyeri pada lengan. Setelah itu, tekanan dalam

manset diturunkan dan kita perhatikan suhu dan warna lengan bawah

sebelum dan sesudah penekanan pada arteri brachialis.

Page 10: Faal Otot 2

IV.2 Pembahasan

Berdasarkan keseluruhan hasil percobaan yang telah dilakukan, tampak

bahwa semakin lama waktu digunakan seseorang untuk melakukan kegiatan

menarik pelatuk ergograf maka orang tersebut pasti akan mengalami rasa lelah.

Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya angka yang terlihat pada ergograf

dipermulaan. Semakin lama orang tersebut melakukan kontraksi, maka semakin

menurun pula gaya yang dihasilkannya atau kekuatan otot jadi melemah.

Kontraksi otot yang kuat dan lama mengkibatkan keadaan yang dikenal sebagai

kelelahan otot. Penelitian menunjukkan bahwa kelelahan otot meningkat hampir

berbanding langsung dengan kecepatan pengurangan glikogen otot. Oleh karena

itut, sebagian besar kelelahan adalah akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi

dan metabolisme serabut-serabut otot untuk terus memberikan hasil kerja yang

sama.

Dari data yang disajikan, terdapat perbedaan efisisensi kontraksi pada/ antara

frekuensi lambat dengan kontraksi otot frekuensi cepat. Pada kontraksi otot

frekuensi lambat, gaya kontraksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan pada

frekuensi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi maksimum dapat

diwujudkan hanya bila otot berkontraksi dengan kecepatan sedang/ agak lambat.

Bila otot berkontraksi dengan sangat lambat atau bahkan tanpa pergerakan sama

sekali maka hanya sejumlah kecil panas (maintenance heat) yang dilepaskan atau

tidak ada sama sekali, sehingga akan menurunkan efisiensi perubahan menjadi

nol. Sebaliknya, bila kontraksi terlalu cepat , sejumlah besar energi digunakan

untuk melawan gesekan viskositas di dalam otot itu sendiri, dan hal ini juga akan

mengurangi efisiensi kontraksi. Umumnya, efisiensi maksimum terbentuk bila

kecepatan kontraksi kira-kira 30% dari nilai maksimum.

Pada protokol percobaan pengaruh hambatan aliran darah, gaya yang

dihasilkan oleh otot sebelum manset dipompa adalah lebih besar. Sebaliknya,

setelah manset dipompa, akan terjadi penurunan gaya yang dihasilkan oleh otot.

Ini membuktikan bahwa hambatan aliran darah yang menuju otot yang sedang

berkontraksi menyebabkan kelelahan otot hampir sempurna dalam 1 atau 2 menit

karena kehilangan suplai makanan, terutama kehilangan oksigen.

Page 11: Faal Otot 2

Pemijatan yang dilakukan pada protokol 4 memperlihatkan suatu pengaruh

yang cukup berarti terhadap kontraksi otot. Hal ini dibuktikan dengan besaran

angka yang hampir sama dengan gaya yang dihasilkan sebelum pemijatan.

Pemijatan yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan laju aliran darah ke

keadaan normal.

Page 12: Faal Otot 2

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

Energi yang optimal sangat menunjang efisisensi kontraksi otot.

Efisiensi maksimum dapat diwujudkan hanya bila otot berkontraksi

dengan kecepatan sedang

Kontraksi otot yang kuat dan lama dapat mengkibatkan keadaan yang

dikenal sebagai kelelahan otot

Kurangnya suplai oksigen ke jaringan otot dapat menyebabkan penurunan

kekuatan kontraksi otot.

Pemijatan dapat memperlancar kembali aliran darah sehingga kerja otot

menjadi normal seperti semula.

Asam laktat dihasilkan sebagai akibat kontraksi otot tanpa menggunakan

oksigen (melalui metabolisme anaerob).

V.2 Saran

Sebaiknya, alat yang digunakan untuk praktikum dapat diperbanyak

sehingga kegiatan praktikum dapat berjalan dengan efisien.

Sebaiknya, dalam setiap kelompok didampingi seorang asisten agar

praktikan dapat memahami dengan baik tujuan dan cara kerja dalam

praktikum.

Page 13: Faal Otot 2

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11. Jakarta: EGC.

Ganong, William. 1998. Buku Ajar Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC.

Matieson, Blaustein. 2002. Cellular Physiology. New York : Elseiver Mosby.

Seidel, Charles. 2001. Basic Concepts Physiology A Student Survival Guide. International Edition : MC Graw Hill.

Sherwood, Lauralee.2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

Cahyani, Nani. 2005. Pengantar Faal Otot.www.jurnalFKUI.com

Wahyuni. 2004. Latihan Peregangan Untuk Meningkatkan Fleksibilitas Punggung .www.infokes.com.

Page 14: Faal Otot 2
Page 15: Faal Otot 2

DAFTAR ISI

Sampul....................................................................................................................i

Kata pengantar.......................................................................................................ii

Daftar isi...............................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan 1

I. 1 Latar belakang 1

I. 2 Tujuan percobaan 1

Bab II Tinjauan Pustaka 2

II. 1 Otot 2

I. 2 Mekanisme Kontraksi Otot 3

Bab III Metode Percobaan 8

III. 1 Alat yang digunakan 8

III. 2 Cara kerja/protokol 8

Bab IV Hasil dan Pembahasan 10

IV. 1 Hasil (tabel dan grafik) 10

IV. 2 Pembahasan 18

Bab V Penutup 20

V. 1 Kesimpulan 20

V. 2 Saran 20

Daftar pustaka

Lampiran