evaluasi perencanaan dan pengadaan ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/tesis haris complete.pdfdi...

106
EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN KEBUTUHAN OBAT PUBLIK SERTA KETERSEDIAAN OBAT DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN DAERAH KOTA TOMOHON TAHUN 2016 TESIS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Strata 2 Oleh : Haris Maspekeh SBF 151540339 PROGRAM STUDI S2 FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2018

Upload: others

Post on 16-Jul-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN KEBUTUHAN

OBAT PUBLIK SERTA KETERSEDIAAN OBAT DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN DAERAH KOTA TOMOHON

TAHUN 2016

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Derajat Sarjana Strata 2

Oleh :

Haris Maspekeh

SBF 151540339

PROGRAM STUDI S2 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2018

Page 2: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

ii

Page 3: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

iii

Page 4: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

iv

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Pengasih dan

Penyayang atas berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan tesis ini dengan sebaik-baiknya yang berjudul ―Evaluasi Perencanaan

dan Pengadaan Kebutuhan Obat Publik serta Ketersediaan Obat di Wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon Tahun 2016‖. Tesis ini disusun sebagai

salah satu wujud dari tanggung jawab penulis untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Magister Farmasi pada Program Pascasarjana Fakultas Farmasi

Universitas Setia Budi Surakarta. Penulis Menyadari sepenuhnya tanpa bantuan

dari berbagai pihak maka tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik, untuk itu

atas segala bantuan serta bimbingan yang telah diberikan sampai tersusunnya tesis

ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Djoni Taringan MBA., selaku Rektor Universitas Setia Budi Surakarta

yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis.

2. Prof. Dr. R. A. Oetari, SU., MM., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Setia Budi Surakarta.

3. Dr. Satibi, M.Si., Apt, selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan pengarahan

yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan tesis.

4. Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si., Apt, selaku Ketua Program Studi S2

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta, sekaligus sebagai

Pembimbing Pendamping dan Pembimbing Akademik yang telah banyak

memberikan pengarahan yang bermanfaat dan membimbing penulis selama

proses penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

5. Para Penguji yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan

saran serta kritik untuk menunjang kesempurnaan penyusunan tesis ini.

6. dr. Deesje V. Liuw, M. Biomed, selaku Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon beserta jajarannya yang telah memberikan ijin dan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Dinas

Page 5: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

v

Kesehatan Daerah Kota Tomohon serta membantu penulis dalam

memperoleh informasi yang dibutuhkan.

7. Junitha L. Kereh, S.Si., Apt, selaku Kepala Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan

kepada penulid dengan memberiakn informasi yang dibutuhkan.

8. Kepala Puskesmas dan Pengelola Obat di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon atas dukungannya dalam memberikan informasi dan

data yang diperlukan.

9. Ayah, Ibu dan Adikku tersayang, terima kasih yang tak terhingga atas Doa,

motivasi serta dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan tesis.

10. Sahabat dan teman-temanku di Program Studi S2 Farmasi minat Manajemen

Farmasi Angkatan 2015 yang selalu memberika motivasi dan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan dalam penyusunan tesis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna sehingga

saran dan kritik dari semua pihak diterima dengan senang hati demi kesempurnaan

penulisan tesis ini. Penulis berharap, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Aamiin.

Surakarta, 7 Mei 2018

Penulis

Page 6: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ........ii

PERNYATAAN ..................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

INTISARI ............................................................................................................. xiii

ABSTRACT ......................................................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ......................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4

E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8

A. Pengelolaan Obat di Dinas Kesehatan Kota .................................... 8

1. Perencanaan .............................................................................. 8

2. Pengadaan ................................................................................. 9

3. Penerimaan ............................................................................... 9

4. Penyimpanan .......................................................................... 10

5. Distribusi ................................................................................ 11

6. Pengendalian .......................................................................... 11

7. Pencatatan dan Pelaporan ....................................................... 12

B. Perencanaan Kebutuhan Obat Publik ............................................ 12

1. Pemilihan Obat ....................................................................... 13

2. Kompilasi Pemakaian Obat .................................................... 15

Page 7: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

vii

3. Perhitungan Kebutuhan Obat ................................................. 15

4. Efisiensi Dana......................................................................... 19

5. Output dalam Perencaaan Obat .............................................. 19

C. Pengadaan ...................................................................................... 20

D. Ketersediaan Obat ......................................................................... 25

E. Dinas Kesehatan ............................................................................ 28

1. Pengertian Dinas Kesehatan ................................................... 28

2. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan ............................................. 28

3. Fungsi Dinas Kesehatan ......................................................... 29

4. Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon ............................... 29

F. Indikator Pengelolaan Obat ........................................................... 31

G. Evaluasi ......................................................................................... 33

H. Landasan Teori .............................................................................. 35

I. Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 36

J. Keterangan Empiris ....................................................................... 37

BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 38

A. Rancangan Penelitian .................................................................... 38

B. Populasi dan Sampel ...................................................................... 39

C. Variabel Penelitian ........................................................................ 40

D. Definisi Operasional ...................................................................... 40

E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 41

F. Jalannya Penelitian ........................................................................ 42

G. Alur Penelitian ............................................................................... 42

H. Analisis Hasil ................................................................................. 43

1. Reduksi Data (Data Reduction) ............................................. 44

2. Penyajian Data (Data Display) ............................................... 44

3. Pengambilan Kesimpulan (Conclusions Drawing / Verifying)

................................................................................................ 45

4. Validitas dan Reliabilitas........................................................ 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 47

A. Perencanaan Kebutuhan Obat ........................................................ 47

Page 8: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

viii

1. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan Fornas ............... 47

2. Penyimpangan perencanaan ................................................... 49

3. Ketepatan Perencaaan ............................................................. 51

4. Permasalahan yang dihadapi dalam proses perencanaan ....... 52

B. Pengadaan Obat ............................................................................. 53

1. Persentase modal/dana yang tersedia dengan keseluruhan dana

yang dibutuhkan ..................................................................... 54

2. Persentase alokasi dana pengadaan obat. ............................... 56

3. Persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan

pakai untuk masing-masig item obat ..................................... 58

4. Frekuensi pengadaan item obat .............................................. 60

5. Frekuensi kesalahan faktur ..................................................... 62

6. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh Dinas Kesehatan

terhadap waktu yang telah ditetapkan .................................... 63

7. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengadaan .......... 64

C. Ketersediaan Obat ......................................................................... 65

1. Tingkat ketersediaan obat kategori kurang ............................ 66

2. Tingkat ketersediaan obat kategori aman ............................... 67

3. Tingkat ketersediaan obat kategori berlebih .......................... 67

D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 69

A. Kesimpulan ............................................................................. 69

B. Saran ....................................................................................... 70

BAB VI RINGKASAN ......................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73

LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 78

Page 9: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................... 37

Gambar 2. Skema Alur Penelitian ......................................................................... 43

Gambar 3. Analisis Data Secara Interaktif ............................................................ 44

Page 10: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Penelitian Serupa................................................................ 5

Tabel 2. Indikator Pengelolaan Obat Tahap Perencanaan dan Pengadaan serta

Ketersediaan ............................................................................................ 31

Tabel 3. Kesesuaian Item Obat yang Tersedia dengan DOEN dan Fornas .......... 48

Tabel 4. Penyimpangan Perencanaan .................................................................... 49

Tabel 5. Ketepatan Perencanaan ........................................................................... 51

Tabel 6. Persentase Modal/Dana yang Tersedia dengan Keseluruhan Dana yang

Dibutuhkan .............................................................................................. 54

Tabel 7. Persentase Alokasi Dana Pengadaan Obat .............................................. 56

Tabel 8. Persentase Kesesuaian Antara Pengadaan dengan Kenyataan Pakai untuk

Masing-masing Obat ............................................................................... 59

Tabel 9. Frekuensi Pengadaan Item Obat ............................................................. 60

Tabel 10. Frekuensi Tertundanya Pembayaran oleh Dinas Kesehatan Terhadap

Waktu yang Telah Ditetapkan ................................................................ 63

Tabel 11. Tingkat Ketersediaan Obat di Puskesmas ............................................. 66

Page 11: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ....................................................................... 80

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Pada Wawancara Mendalam dan Triangulasi .... 81

Lampiran 3. Surat Permohonan Penelitian............................................................ 83

Lampiran 4. Surat Rekomendasi Melaksanakan Penelitian dari Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon ..................................................................... 84

Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Tara-

tara ................................................................................................... 85

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Tinoor ............................................................................................... 86

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Pangolombian .................................................................................. 87

Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Rurukan ............................................................................................ 88

Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Lansot ............................................................................................... 89

Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Matani .............................................................................................. 90

Lampiran 11. Daftar Hadir Kegiatan Wawancara dengan Pengelola Obat .......... 91

Lampiran 12. Daftar Hadir Kegiatan Triangulasi ................................................. 92

Page 12: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

xii

DAFTAR SINGKATAN

ABC : Always Better Control (Pareto)

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

CPOB : Cara Pembuatan Obat yang Baik

DAK : Dana Alokasi Khusus

DOEN : Daftar Obat Esensial Nasional

FEFO : Fist Expired Fist Out

FIFO : First In First Out

FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

FORNAS : Formularium Nasional

IFK : Instalasi Farmasi Kota

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

KLB : Kejadian Luar Biasa

K/L/D/I : Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi

LPLPO : Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

LPSE : Layanan Pengadaan Secara Elektronik

PBF : Pedagang Besar Farmasi

PERWAKO : Peraturan Walikota

PFT : Panitia Farmasi dan Terapi

PKD : Pelayanan Kesehatan Dasar

PPK : Pejabat Pembuat Komitmen

RKO : Rencana Kebutuhan Obat

SIK : Sistem Informasi Kesehatan

SIKDA : Sistem Informasi Kesehatan Daerah

SPK : Surat Perintah Kerja

TPOT : Tim Perencanaan Obat Terpadu

UPOPPK : Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

UPTD : Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

VEN : Vital Essensial Non essensial

WHO : World Health Organization

Page 13: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

xiii

INTISARI

MASPEKEH, H., 2018, EVALUASI PERENCANAAN DAN

PENGADAAN KEBUTUHAN OBAT PUBLIK SERTA

KETERSEDIAAN OBAT DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN

DAERAH KOTA TOMOHON TAHUN 2016, TESIS, FAKULTAS

FARMASI, UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA.

Ketidakmampuan merencanakan kebutuhan obat dengan baik di tingkat

Puskesmas, akan berpengaruh pada persediaan obat. Tujuan dari penelitian ini

untuk mengetahui kesesuaian perencanaan, pengadaan kebutuhan obat publik dan

tingkat ketersediaan obat dengan indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan

obat serta permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan pengadaan

kebutuhan obat publik di wilayah kerja dinas kesehatan daerah kota tomohon

tahun 2016.

Rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh melalui pengamatan

dokumen obat tahun 2016, obat Indikator sebanyak 144 item obat, serta

wawancara dengan pengelola obat, Kepala Puskesmas, Kepala Instalasi Farmasi

Kota Tomohon dan Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Data yang

diperoleh dianalisis dengan indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat

menggunakan indikator Depkes dan dibandingkan dengan standar atau hasil

penelitian lain.

Hasil yang tidak sesuai standar yaitu rata-rata perencanan obat yang tepat

di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah

sebesar 33,35%, kurang tepat sebesar 48,03% dan berlebih sebesar 18,62%.

Persentase alokasi dana pengadaan obat di IFK sebesar 3,91%. Rata-rata

persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai obat 94,98%.

Frekuensi pengadaan IFK 1 kali setahun. Hasil yang sesuai standar yaitu rata-rata

persentase kesesuaian item obat yang tersedia sebesar 94,33%. Rata-rata

persentase penyimpangan perencanaan 5,66%. Persentase ketersediaan dana

pengadaan obat di IFK tahun 2016 sebesar 100%. Tidak pernah terjadi kesalahan

faktur. Rata-rata lama waktu pembayaran dari dinas kesehatan kepada distributor

adalah 50 hari dengan rata-rata lama waktu pembayaran yang disepakati yaitu 60

hari. Rata-rata tingkat ketersediaan obat kategori kurang sebesar 5,97%, aman

sebesar 76,88%, dan berlebih sebesar 17,15%. Prioritas penanganan masalah

sebagai berikut: 1). Menyusun Standar Operasional Prosedur pengelolaan obat. 2).

Membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu Kabupaten/Kota. 3).

Menyelenggarakan pelatihan tentang pengelolaan obat. 4). Menerapkan Sistem

Informasi Manajemen (SIM) pengelolaan obat.

Kata kunci : perencanaan, pengadaan, ketersediaan obat, indikator efisiensi

Page 14: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

xiv

ABSTRACT

MASPEKEH, H., 2018, EVALUATION PLANNING AND

PROCUREMENT OF NEEDS OF PUBLIC DRUG AND MEDICAL

AVAILABILITY IN REGIONAL HEALTH WORK AREA OF TOMOHON

CITY IN 2016, THESIS, FACULTY OF PHARMACY, SETIA BUDI

UNIVERSITY. SURAKARTA.

An inability to properly plan needs at the health centers level will have an

effect on drug preparation. The purpose of this research is to know the suitability

of planning, procurement of medicines society and level of drugs with indicator of

efficiency and effectivity of drugs and problems that occur in the planning and

procurement of medicines in Regional Health Work Area of Tomohon City of

2016.

Descriptive research design. Data obtained through observation of drug

documents in 2016, drug indicator as many as 144 items of drugs, as well as

interviews with drug managers, Head of health centers, Head of Pharmacy

Installation and Secretary of Regional Health Work Area of Tomohon City. The

data obtained were analyzed with efficiency and effectiveness indicators of drug

management using Health Department indicator and compared with standard or

other research result

Results that are not in accordance with the standard that the average of

the appropriate drug planning is 33.35%, less precise by 48.03% and excess of

18.62%. The percentage of allocation of drug procurement funds in Pharmacy

Installation was 3.91%. The average percentage of conformity between the

procurement and the fact of drug use was 94.98%. Frequency of Pharmacy

Installation procurement 1 times a year. The standard result is the average

percentage of suitability of available drugs item of 94.33%. Mean planning

deviation percentage is 5.66%. The percentage of availability of drug procurement

funds in Pharmacy Installation by 2016 is 100%. Never an invoice error occurred.

The average duration of payment from the health service to the distributor is 50

days with the average length of the agreed payment time of 60 days. The average

level of drug availability category less by 5.97%, safe by 76.88%, and excess of

17,15%. Priority of problem handling as follows: 1). Establish Standard

Operational Procedures of drug management. 2). Establish District / City

Integrated Drug Planning Team. 3). Conducting training on drug management. 4).

Implementing Management Information System (MIS) of drug management

Keywords: planning, procurement, availability of drugs, efficiency indicators

Page 15: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk

upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau serta menjamin

ketersediaan, pemerataan serta keterjangkauan perbekalan kesehatan, termasuk

obat-obatan. Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau dan tenaga kesehatan

yang berkompeten adalah komponen yang dibutuhkan dalam sistem pelayanan

kesehatan, tapi obat lebih penting dengan alasan obat menyelamatkan kehidupan

dan meningkatkan derajat kesehatan (Quick dkk, 2012).

Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam

pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah

satu hak azasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan

kewajiban bagi pemerintah dan lembaga pelayanan kesehatan baik publik maupun

swasta (Kepmenkes, 2006). Obat merupakan komponen penting dari suatu

pelayanan kesehatan. Ketersediaan obat pada unit Pelayanan Kesehatan sangat

mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, karena itu perlu adanya pengelolaan

obat yang baik yang bertujuan menjamin kelangsungan ketersediaan dan

keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional (Hartono, 2007).

Menurut Inggrid (2015) Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan pada

tingkat kota mempunyai peranan penting untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan, khususnya dibidang pelayanan kefarmasian di kota. Unsur pokok dalam

menunjang pelayanan tersebut adalah terjaminnya ketersediaan obat di setiap lini

pelayanan kesehatan sektor publik di wilayah kerjanya.

Page 16: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

2

Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang meliputi tahap seleksi,

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat

dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia. Untuk meningkatkan upaya

pengobatan yang rasional, penggunaan obat esensial pada fasilitas pelayanan

kesehatan, selain harus disesuaikan dengan pedoman pengobatan yang telah

ditetapkan, juga sangat berkaitan dengan pengelolaan obat. Obat perlu dikelola

dengan baik dengan tujuan utama tersedianya obat dengan mutu baik, tersebar

merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dasar

(Djatmiko, 2005).

Salah satu siklus dalam pengelolaan obat adalah perencanaan. Perencanaan

kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah satu fungsi yang

menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

Perencanaan kebutuhan obat publik sangat berkaitan dengan ketersediaan obat bagi

masyarakat. Tujuan utama dari perencanaan kebutuhan obat adalah untuk

menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan

pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan.

Athijah (2010) dalam penelitiannya mengenai perencanaan dan pengadaan

obat di puskesmas Surabaya Timur dan Selatan mengungkapkan meskipun regulasi

tentang perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas sudah disusun namun

masih ditemukan kejadian stock out dan overstock hal ini dikarenakan puskesmas

dalam melakukan perencanaan kebutuhan obat belum sesuai dengan kebutuhan

sesungguhnya.

Ketidakmampuan merencanakan kebutuhan obat dengan baik di tingkat

Puskesmas, akan berpengaruh pada persediaan obat. Puskesmas akan mengalami

persediaan obat yang berlebih (over stock) ataupun masalah kekosongan obat

(stock out). Kelebihan dan kekosongan obat tersebut dikarenakan jumlah

permintaan dan persediaan yang tidak seimbang akibat dari kurang tepatnya dalam

penentuan jumlah persediaan.

Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon membawahi 7 Puskesmas, namun

belum pernah dilakukan evaluasi mengenai perencanaan dan pengadaan kebutuhan

obat publik. Dengan pertimbangan tersebut maka diperlukan sebuah evaluasi

Page 17: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

3

terkait perencanaan dan pengadaan di tingkat Puskesmas untuk mengetahui

permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat serta

pengaruhnya terhadap ketersediaan obat.

Hasil observasi yang telah dilakukan peneliti, proses perencanaan dan

pengadaan obat di Puskesmas dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaian

dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO), LPLPO kemudian diajukan ke Instalasi

Farmasi Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Dengan adanya Dana Kapitasi

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Puskesmas dapat membeli obat dan

perbekalan kesehatan yang sudah masuk dalam e-catalogue dengan menggunakan

e-purchasing. Untuk menghindari terjadinya duplikasi dalam pengadaan obat dan

perbekalan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon, maka Puskesmas wajib melakukan verifikasi Rencana Pengadaan

Obat dan Perbekalan Kesehatannya ke Instalasi Farmasi dan Sekretaris Dinas

Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah sebagaimana diuraikan pada latar belakang di atas,

dapat diketahui inti pokok atau garis besar masalah yang ada, diantaranya :

1. Apakah metode perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat publik yang

dilakukan oleh pengelola obat di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon sudah efektif dan efisien?

2. Apakah permasalahan yang dihadapi pada proses perencanaan dan pengadaan

di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon?

3. Bagaimana ketersediaan obat di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan proses kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui kesesuaian perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat publik

yang dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker di Wilayah Kerja Dinas

Page 18: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

4

Kesehatan Daerah Kota Tomohon dengan indikator efisiensi dan efektifitas

pengelolaan obat.

2. Mengetahui permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan pengadaan

kebutuhan obat publik di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon.

3. Mengetahui ketersediaan obat publik pada sarana kesehatan di Wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan hasil dari proses penelitian, diharapkan

bermanfaat bagi :

1. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara :

Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka menetapkan kebijakan

berkenaan dengan perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat di masa

sekarang dan yang akan datang.

2. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon :

Sebagai bahan evaluasi kinerja dalam pengelolaan dan distribusi obat,

khususnya pada tahap perencanaan dan pengadaan serta ketersediaan obat.

3. Peneliti lain :

Sebagai bahan referensi dalam pengembangan konsep penelitian

dengan variabel yang sama atau sebagai bahan perbandingan penelitian di

daerah yang berbeda.

Page 19: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

5

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Perbandingan Penelitian Serupa

Perbedaan Fokus Tempat Tahun Unit

Analisis

Analisis Data

Peneliti Evaluasi

Perencanaan dan

Pengadaan

Kebutuhan Obat

Publik serta

Ketersediaan Obat

Kota Tomohon

Sulawesi Utara

2018 Wilayah

Kerja Dinas

Kesehatan

Daerah Kota

Tomohon

Analisis

kualitatif dengan

cara content

analysis

Eko

Yudha

Prasetya

Evaluasi

Perencanaan

Kebutuhan Obat

Publik Serta

Ketersediaan Obat

Surakarta 2016 Wilayah

Kerja Dinas

Kesehatan

Kota

Surakarta

Analisis

kualitatif dengan

cara content

analysis

Ingrid N.

Rumbay

Analisis

Perencanaan Obat

Minahasa

Utara

2015 Wilayah

Kerja Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Minahasa

Analisis

kualitatif dengan

cara content

analysis

Margareth

a Triana

Evaluasi

Perencanaan Obat

Pelayanan

Kesehatan Dasar

Kalimantan

Tengah

2014 Gudang

Farmasi

Kabupaten

Gunung Mas

Analisis

kualitatif dengan

cara content

analysis

Joko Puji

Hartono

Analisis Proses

Perencanaan

Kebutuhan Obat

Publik Untuk

Pelayanan

Kesehatan Dasar

Tasikmalaya 2008 Puskesmas di

Wilayah

Kerja Kota

Tasikmalaya

Analisis

kualitatif dengan

cara content

analysis

Muhamm

ad

Djatmiko

Evaluasi Sistem

Pengelolaan Obat

Instalasi Perbekalan

Farmasi

Semarang 2008 Dinas

Kesehatan

Kota

Semarang

Analisis

kualitatif dengan

cara content

analysis

Page 20: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

6

Penelitian dengan topik perencanaan obat sudah pernah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya, namun dengan beberapa perbedaan-perbedaan pada aspek

yang diteliti. Lima penelitian yang hampir sama diantaranya adalah :

1. Joko Puji Hartono (2008), Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat

Publik Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) Di Puskesmas Se Wilayah Kerja

Dinkes Kota Tasikmalaya. Fokus penelitian Joko hanya menganalisa proses

perencanan kebutuhan obat publik di Puskesmas. Sementara fokus dari penelitian

ini untuk mengevaluasi proses perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan oleh

Puskesmas dengan Apoteker maupun Puskesmas tanpa Apoteker, serta dilihat

dampaknya dari sisi ketersediaan obat.

2. Muhammad Djatmiko (2008), Evaluasi Sistem Pengelolaan Obat

Instalasi Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007.

Penelitian Djatmiko hanya pada sistem pengelolaan obat yang terdiri dari tahap

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan serta

pencatatan dan pelaporan obat, dengan hasil yang cukup efektif berdasarkan

sebelas indikator dalam Prosedur Tetap Pengelolaan obat di Provinsi.

3. Margaretha Triana (2014), Evaluasi Perencanaan Obat Pelayanan

Kesehatan Dasar (PKD) di Gudang Farmasi Kabupaten Gunung Mas Provinsi

Kalimantan Tengah. Penelitian Triana fokus pada perencanaan yang didukung

dengan kemampuan petugas dalam perencanaan obat yang memadai serta

kepatuhan petugas dalam menjalankan pedoman perencanaan dengan beban kerja

berlebihan serta kurangnya supervise secara berkala dari atasan terhadap

pelaksanaan perencanaan obat yang dilakukan.

4. Ingrid N Rumbay (2015), Analisis Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan

Kabupaten Minahasa Tenggara. Fokus penelitian Inggrid adalah analisa proses

perencanaan obat pada tingkat kota. Sementara penelitian ini lebih fokus kepada

proses perencanaan di tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).

5. Eko Yudha Prasetya (2016), Evaluasi Perencanaan Kebutuhan Obat

Publik Serta Ketersediaan Obat di Tingkat Puskesmas Se-Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2015. Fokus penelitian Eko adalah pada variabel

Page 21: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

7

kebutuhan obat yang dibandingkan dengan ketersediaan obat di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Surakarta.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah

peneliti mengambil fokus penelitian pada Perencanaan dan Pengadaan Kebutuhan

Obat Publik serta Ketersediaan Obat dengan lokasi penelitian berada di Wilayah

Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara.

Page 22: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Obat di Dinas Kesehatan Kota

Pengelolaan obat adalah suatu urutan kegiatan yang mencakup

perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pengendalian,

pencatatan dan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait,

didasarkan kepada efisiensi, efektifitas, dan profesionalisme. Pengelolaan obat

bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan

pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional. Pengelolaan obat di Puskesmas

meliputi :

1. Perencanaan

Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan

kesehatan untuk menentukan jenis atau macam obat dalam rangka pemenuhan

kebutuhan Puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap

periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di

Puskesmas.

Proses perencanaan kebutuhan obat pertahun Puskesmas diminta

menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO (Laporan

Pemakaian Lembar Permintaan Obat). Selanjutnya UPOPPK (Unit Pengelola Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan) yang akan melakukan kompilasi dan analisa

terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.

Pengajuan usulan kebutuhan obat ke Instalasi Farmasi Kota (IFK), perlu

memperhatikan tenggang waktu antara pengajuan usulan dengan waktu penyerahan

obat ke Puskesmas. Umumnya waktu pengajuan dan pengiriman obat oleh

Instalasi Farmasi Kota (IFK) ke masing-masing Puskesmas sudah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan kesepakatan IFK dan Puskesmas.

Page 23: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

9

2. Pengadaan

Tujuan pengadaan obat adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di masing-

masing unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah

kerjanya. Sumber penyediaan obat di Puskesmas adalah Dinas Kesehatan Kota.

Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat esensial yang

jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk

kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

Menurut WHO (1996) dalam Satibi (2015), pengadaan obat merupakan

bagian terbesar dari anggaran kesehatan. Di negara maju, biaya obat berkisar 10-

15% dari anggaran kesehatan. Sementara di negara berkembang, biaya ini lebih

besar lagi antara 35-65%, sedangkan di Indonesia 39%. Tanggung jawab

pengadaan obat essensial untuk pelayanan kesehatan dasar bukan lagi menjadi

tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah

daerah Kabupaten/Kota.

Pengadaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing

Puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan pengadaan dari

sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub

unit.

Kegiatan permintaan obat dari puskesmas ke IFK dapat dibagi menjadi :

a. Permintaan rutin, yaitu permintaan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang

disepakati oleh Dinas Kesehatan dan masing-masing Puskesmas.

b. Permintaan khusus, yaitu permintaan yang dilakukan diluar jadwal yang telah

disepakati apabila terjadi kekosongan atau untuk penanganan kejadian luar

biasa (KLB).

3. Penerimaan

Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang

diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di

bawahnya. Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan

berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Setiap penyerahan obat

Page 24: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

10

oleh UPOPPK kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari

Kepala Dinas Kesehatan Kota atau Pejabat yang diberi wewenang untuk itu.

Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat

yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat,

bentukobat sesuai dengan isi dokumen LPLPO dan ditanda tangani oleh petugas

penerima/diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat petugas

penerima dapat mengajukan keberatan. Jika terdapat kekurangan, penerima obat

wajib menuliskan dan melaporkan jenis yang kurang (rusak, jumlah kurang, dan

lain-lain) kepada unit pengelola yang lebih tinggi. Setiap penambahan obat-obatan,

dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.

4. Penyimpanan

Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan

yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun

kimia dan mutunya tetap terjamin. Tujuannya agar obat yang tersedia di unit

pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan. Penyimpanan obat yang baik

meliputi :

a. Menjaga ketersediaan obat dan kelangsungan pelayanan kesehatan.

b. Menjaga mutu selama waktu jeda proses distribusi sehingga dapat

dipertahankan.

c. Meminimalkan kehilangan.

d. Menjaga kemungkinan pengambilan dan pencurian obat.

e. Menjaga keakuratan pencatatan barang.

f. Informasi stok obat.

g. Efisiensi sirkulasi barang.

Penyimpanan obat, setiap obat yang disimpan dilengkapi dengan kartu stok

untuk mencatat setiap mutasi obat, setiap lembar kartu stok hanya untuk mencatat

mutasi 1 jenis obat. Obat disusun bentuk sediaan dan alfabetis, rotasi obat dengan

sistem FIFO (First In First Out) yaitu obat yang datang pertama kali harus

dikeluarkan lebih dahulu, dan FEFO (Fist Expired Fist Out) yaitu obat dengan

kadaluarsa pendek/mendekati kadaluwarsa digunakan lebih dahulu, begitu juga

Page 25: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

11

ruang/gudang penyimpanan obat dilengkapi dengan pallet sehingga kondisi dan

kualitasobat dapat dipertahankan.

5. Distribusi

Distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata

dan teratur sesuai prosedur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan

kesehatan (sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas, Puskesmas

Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Polindes). Tujuannya adalah untuk

memenuhi kebutuhan obat sub unitpelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan tepat waktu. Kegiatan distribusi

meliputi menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis obat yang

diberikan dan melaksanakan penyerahan obat.

Pelaksanaan pendistribusian obat meliputi:

a. Menentukan stok minimal

Dilakukan dengan pendekatan sesuai dengan jumlah kasus pada tahun

sebelumnya dan dengan jumlah kasus tahun sebelumnya + buffer stok 5–10%.

b. Menentukan frekuensi distribusi

Dilakukan dengan cara mempertimbangkan jarak dari UPOPPK ke unit

pelayanan kesehatan dasar dan biaya yang tersedia.

c. Menentukan jumlah dan jenis obat

Dilakukan dengan cara mempertimbangkan pemakaian rata-rata perjenis obat,

sisa stok, pola penyakit, dan jumlah kunjungan di setiap sub unit pelayanan

kesehatan.

d. Melaksanakan penyerahan obat

Dilakukan dengan cara mengirimkan obat dari gudang obat ke unitpelayanan

ataupun dengan penyerahan di gudang puskesmas diambil sendiri oleh sub-sub

unit pelayanan kesehatan dan obat diserahkan bersama dengan formulir LPLPO

serta lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan.

6. Pengendalian

Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan

tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah

ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di

Page 26: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

12

unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan

kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

7. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan rangkaian

kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan

yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun digunakan di Puskesmas dan atau

unit pelayanan lainnya. Tujuannya adalah sebagai bukti bahwa suatu kegiatan yang

telah dilakukan, sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan dan

pengendalian, dan sebagai sumber data pembuatan laporan. Puskesmas

bertanggung jawab atas terlaksanakannya pencatatan dan pelaporan obat yang

tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung seluruh pengelolaan obat

(Depkes RI, 2004).

Data-data yang harus tersedia dan up to date yang sangat diperlukan antara

lain seperti data kunjungan pasien, data penyakit, data pemakaian obat periode

sebelumnya.

B. Perencanaan Kebutuhan Obat Publik

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

922/MENKES/SK/X/2008, tentang Obat Pelayanan Kesehatan Dasar adalah obat

esensial yang harus disediakan untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas dan

jaringannya. Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk

pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan

rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi

dan tingkatnya (Depkes RI, 2008).

Tujuan dari perencanaan adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat

yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya stock out (kekosongan) obat

dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Utami, 2001). Perencanaan

obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan

dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan

adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang

tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar.

Page 27: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

13

Berkaitan dengan hal tersebut, mutlak diperlukan koordinasi dan

keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan,

sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu

kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana

melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan

masalah obat di setiap Dinas Kesehatan Kota.

Perencanaan obat harus didukung dengan beberapa data yang dapat

digunakan dalam perhitungan, seperti pola konsumsi obat, pola penyakit, jumlah

kunjungan, sisa stok, dan alokasi dana. Perencanaan ini akan lebih baik jika melihat

juga data kondisi dua tahun sebelumnya untuk mengetahui tren penggunaan obat

(Rahma, 2013).

Proses perencanaan kebutuhan obat publik diawali dari data yang

disampaikan Puskesmas (LPLPO) ke Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota yang

selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan

kesehatan di Dinas Kesehatan Kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik

perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stock pusat

maupun Provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan

perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kota dan tetap mengacu kepada DOEN.

Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses dalam perencanaan obat

yaitu pemilihan jenis obat, kompilasi penggunaan obat, perhitungan jumlah

kebutuhan obat.

1. Pemilihan Obat

Pemilihan jenis obat berfungsi untuk menentukan apakah obat benar-benar

diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit didaerah.

Keanekaragaman obat-obatan yang tersedia serta kompleksnya masalah keamanan

dan efektivitas penggunaan obat menyebabkan pentingnya suatu rumah sakit

membentuk program untuk memaksimalkan rasionalisasi pengunaan obat, sehingga

pasien dapat menerima perawatan yang terbaik.

Proses seleksi merupakan awal yang amat menentukan dalam perencanaan

obat, karena melalui seleksi obat ini akan tercermin berapa banyak item obat yang

akan dikonsumsi. Berbagai pertimbangan yang seksama tentu diperlukan untuk dapat

Page 28: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

14

menetapkan item obat apa saja yang akan diseleksi. Prinsip dasar seleksi adalah harus

menjamin bahwa obat yang diseleksi atau dipilih benar-benar memiliki manfaat terapi

yang jauh lebih besar dibandingkan risikonya, serta merupakan obat terbaik diantara

kompetitornya. Untuk itu diperlukan informasi pendukung yang memadai sehingga

dapat memberikan bukti secara ilmiah dan klinik bahwa obat tersebut memiliki rasio

manfaat risiko yang baik (Sudjianto, 2009).

Secara epidemiologi pola sebagian besar penyakit yang ada di masyarakat

dapat dikatakan konstan, beberapa yang lainnya berubah secara drastis dan beberapa

lagi sering tidak dapat dideteksi dengan baik. Berdasarkan hal ini mestinya dapat

diseleksi obat yang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat untuk sebagian besar

masyarakat berdasarkan pola penyakitnya, sehingga tidak semua obat yang jumlahnya

puluhan ribu harus dikonsumsi secara bersama(Sudjianto,2009).

Organisasi yang menyusun dan menjalankan program ini adalah Panitia

Farmasi dan Terapi (PFT), yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf

medis dan staf farmasi. Anggotanya terdiri atas Dokter yang mewakili spesialisasi

yang ada di rumah sakit, Apoteker wakil farmasi rumah sakit serta Tenaga

Kesehatan lainnya. PFT berfungsi mengkaji penggunaan obat, menetapkan

kebijakan penggunaan obat, serta mengelola sistem formularium dan standar terapi.

Adapun dasar-dasar seleksi kebutuhan obat untuk mendapat pengadaan obat

yang baik yaitu:

a. Obat yang dipilih harus memiliki ijin edar dari Pemerintah RI.

b. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan

efek terapi jauh lebih baik dibandingkan risiko efek samping yang akan

ditimbulkan.

c. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi

dan kesamaan jenis.

d. Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih

baik.

e. Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai

efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.

Page 29: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

15

f. Apabila jenis obat banyak, maka dipilih berdasarkan obat pilihan (drug of

choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

2. Kompilasi Pemakaian Obat

Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan

masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/Puskesmas selama setahun

dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari

kompilasi pemakaian obat adalah :

a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan

kesehatan/Puskesmas.

b. Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun di

seluruh unit pelayanan kesehatan/Puskesmas.

c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kota.

3. Perhitungan Kebutuhan Obat

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus

dihadapi oleh Apoteker yang bekerja di pelayanan kesehatan dasar ataupun di unit

pengelolaan obat/gudang farmasi. Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat

dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi teoritis

kebutuhan pengobatan. Melalui koordinasi dan proses perencanaan untuk

pengadaan obat secara terpadu, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat

tepat jenis, jumlah serta waktu. Ada 3 metode perencanaan perbekalan farmasi,

yaitu:

a. Metode Konsumsi

Metode konsumsi ini didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun

sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan

metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Pengumpulan dan pengolahan data

Sumber data adalah melalui pencatatan, pelaporan, dan informasi

yang ada. Jenis data yang dikumpulkan adalah mengenai alokasi dana,

daftar obat-obatan yang dibutuhkan, stok awal, penerimaan, pengeluaran,

sisa stok, obat hilang/rusak atau kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian

Page 30: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

16

rata-rata tahunan, indeks maksimum, waktu tunggu, stok pengaman, dan

perkembangan pola kunjungan.

2) Analisis data untuk informasi dan evaluasi

Untuk melihat lebih mendalam pola penggunaan obat-obatan, perlu

dilakukan analisis data konsumsi tahun sebelumnya. Hasil analisis ini dapat

digunakan sebagai panduan perencanaan kebutuhan obat-obatan tahun

berikutnya.

3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat-obatan :

a) Menghitung pemakaian nyata per tahun (a)

b) Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (b)

c) Menghitung kekurangan obat (c)

d) Menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun (d)

e) Menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang (e)

y = Kenaikan jumlah penduduk pertahun

f) Menghitung waktu tunggu (f)

n2 = waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat diajukan

sampai obat diterima.

g) Menghitung stok pengaman (g)

Diperoleh berdasarkan pengalaman dari monitoring dinamika logistik.

h) Menghitung kebutuhan obat untuk program tahun yang akan datang (h)

(a) = stok awal + penerimaan - sisa stok - jumlah obat hilang/ kadaluarsa

(b) = (a) : n (bulan)

(d) = (a) + (c)

(e) = (d) + y %

(f) = (b) x n2

(h) = (e) + (f) + (g)

(c) = waktu kekosongan obat x pemakaian rata-rata

Page 31: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

17

i) Menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran

yang akan datang (i)

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana

b. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi didasarkan pada pola penyakit, data jumlah kunjungan,

frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah pokok

dalam metode ini adalah sebagai berikut:

1) Pengumpulan dan pengolahan data

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan cara :

a) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani Untuk

menentukannya sangat diperlukan data perkiraan realistik dari jumlah

penduduk yang akan diobati serta distribusi umur dari penduduk.

b) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.

Jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit atau yang

memerlukan pelayanan kesehatan harus diketahui dengan tepat yaitu

data-data mengenai gejala, diagnosa atau jenis pelayanan

2) Menyediakan pedoman pengobatan yang digunakan untuk perencanaan.

Standar pengobatan sangat diperlukan untuk menghitung jumlah kebutuhan

obat. Selain itu penyusunan dan penggunaan standar pengobatan dapat

berperan sangat penting dalam memperbaiki pola penggunaan obat.

3) Menghitung perkiraan kebutuhan obat

Dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat berdasarkan metode

epidemiologi perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Perhitungan jumlah setiap obat dengan menghitung jumlah masing-

masing obat yang diperlukan perpenyakit serta pengelompokkan dan

penjumlahan masing-masing obat.

(i) = kebutuhan obat yang diprogramkan – sisa stok

Page 32: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

18

b) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan

mempertimbangkan peningkatan kunjungan, kemungkinan hilang, rusak

atau kadaluarsa.

c) Menghitung kebutuhan obat yang diprogramkan untuk tahun yang akan

datang dengan mempertimbangkan waktu tunggu dan stok pengaman.

d) Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan

datang.

e) Menghitung jumlah obat yang dibutuhkan per kemasan.

c. Metode Kombinasi

Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode

epidemiologi. Adapun kelebihan dan kekurangan metode konsumsi dan

metode epidemiologi

Kelebihan metode konsumsi:

1) Data konsumsi akurat (metode paling mudah).

2) Tidak membutuhkan data epidemiologi maupun standar pengobatan.

3) Jika data konsumsi dicatat dengan baik, pola preskripsi tidak berubah dan

kebutuhan relatif konstan.

Kekurangan metode konsumsi:

1) Data konsumsi, data obat dan data jumlah kontak pasien kemungkinan sulit

untuk didapat.

2) Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan

perbaikan pola preskripsi.

3) Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3 bulan,

obat yang berlebih atau adanya kehilangan.

4) Pencatatan data morbiditas yang baik tidak diperlukan.

Kelebihan metode epidemiologi:

1) Perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran.

2) Program-program yang baru dapat digunakan.

3) Usaha memperbaiki pola penggunaan obat dapat didukung oleh standar

pengobatan.

Page 33: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

19

Kekurangan metode epidemiologi:

1) Memerlukan waktu yang banyak dan tenaga yang terampil

2) Data penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan terdapat

penyakit yang tidak termasuk dalam daftar/tidak melapor.

3) Memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan.

4) Pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama.

5) Dapat terjadi kekurangan obat karena wabah, kebutuhan insidentil tidak

terpenuhi.

6) Variasi obat terlalu luas.

4. Efisiensi Dana

Untuk mengefisiensikan penggunaan dana dalam pengadaan obat dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Pemilihan obat yang dibutuhkan dengan teliti.

b. Cara pengadaan obat yang efisien.

c. Penggunaan obat yang rasional.

d. Pengelolaan yang baik khususnya perencanaan obat sebagai tahap awal dari

manajemen pengelolaan obat

5. Output dalam Perencaaan Obat

Output dari perencanaan obat ini adalah tersedianya obat dengan jenis dan

jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin dan tersebar secara

merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.

Adapun tanda-tanda ketidaktepatan perhitungan kebutuhan obat antara lain:

a. Kekurangan obat-obat yang sering dipakai.

b. Kelebihan obat-obat tertentu.

c. Bentuk dan dosis yang tersedia tidak disukai oleh Dokter atau pasien.

d. Efektifitas penggunaan dana yang tidak memadai karena kecenderungan

mengadakan/menggunakan obat-obatan yang lebih mahal dari pada obat-

obatan yang lebih murah dengan efektifitas yang sama.

e. Penyesuaian yang tidak rasional terhadap kendala anggaran.

f. Preskripsi yang tidak rasional dan tidak efektif.

Page 34: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

20

Setiap kali selesai penghitungan kebutuhan obat, idealnya diikuti dengan

evaluasi. Evaluasi ini sekaligus dapat mencapai beberapa sasaran, seperti

(Suryawati, 1997):

a. Apakah perencanaan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola penyakit ?

b. Apakah perencanaan cukup rasional ?

c. Apakah dana cukup tersedia ?

d. Apakah jumlah atau jenis obat perlu dikurangi karena dana yang tidak cukup ?

e. Apakah pilihan sediaan tidak terlalu banyak ?

Ketepatan perencanaan dapat dilihat dari jumlah obat yang direncanakan

dengan jumlah obat yang dipakai. Standar WHO dalam Depkes RI (2006)

menyebutkan standar ketepatan perencanaan yaitu 100% dengan penambahan

sebagai safety stock sebesar 10% dan dengan standar 110%.

Perencanaan obat yang efektif harus mencakup aspek-aspek berikut :

a. Menjaga hubungan antara pembeli dan penjual tetap transparan dan etis

b. Perencanaan jenis dan jumlah obat yang sesuai kebutuhan.

c. Memperoleh harga pembelian terendah.

d. Memilih keandalan pemasok sehubungan dengan kualitas pelayanan.

e. Mengatur pengiriman tepat waktu guna menghindari kekurangan dan

kekosongan stok.

f. Memastikan obat-obat yang disediakan memenuhi standar kualitas.

g. Memastikan keandalan pemasok sehubungan dengan pelayanan dan kualitas.

Mengatur jadwal pembelian, menyusun formula kuantitas pemesanan serta

mempertimbangkan ketersediaan stok pengaman demi efisiensi biaya

perencanaan dan penyimpanan dalam sistem

h. Mencapai tujuan diatas dengan cara se-efisien mungkin (Quick dkk, 1997).

C. Pengadaan

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk

penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan dengan tujuan

tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan

pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin, obat dapat diperoleh pada saat

Page 35: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

21

diperlukan. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas

Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa

oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang

prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh

kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

dilakukan dengan (Pemerintah RI, 2010):

1. Pelelangan Sederhana

Pengadaan pekerjaan yang tidak kompleks dan bernilai paling tinggi

Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) yang diumumkan sekurang-kurangnya di

website Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, papan pengumuman

resmi untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga

masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat

mengikutinya.

2. Penunjukan Langsung

Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun

harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan

secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Keadaan tertentu yang memungkinkan

dilakukan Penunjukan Langsung terhadap Penyedia Barang/Pekerjaan

Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud meliputi Barang/Pekerjaan

Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu)

Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak

paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak

yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

Pengadaan barang khusus seperti Pekerjaan Pengadaan dan distribusi

bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin

ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat

yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di

bidang kesehatan

Page 36: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

22

3. Pengadaan Langsung

Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi

Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dengan ketentuan:

a. Kebutuhan operasional K/L/D/I

b. Teknologi sederhana

c. Risiko kecil

d. Dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau

badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang

menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro,

Usaha Kecil, dan koperasi kecil.

Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di

pasar kepada Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

4. Kontes

Kontes digunakan untuk Pengadaan Barang yang memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Tidak mempunyai harga pasar

b. Tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan

Tanda bukti perjanjian terdiri atas (Pemerintah RI, 2010):

1. Bukti pembelian

Bukti pembelian digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang nilainya

sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

2. Kuitansi

Kuitansi digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang nilainya sampai

dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

3. Surat Perintah Kerja (SPK)

SPK digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa

Lainnya sampai dengan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Jasa

Konsultansi dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Page 37: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

23

4. Surat perjanjian

Surat Perjanjian digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan

Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan untuk Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah)

5. Surat pesanan

Surat Pesanan digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-

Purchasing dan pembelian secara online

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat adalah (Kemenkes,

2010):

1. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan/ memilih metoda pengadaan

a. Kriteria umum

1) Obat yang tercantum dalam daftar obat Generik, Daftar Obat

Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), daftar Obat Program Kesehatan,

berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih

berlaku.

2) Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Registrasi dari

Kementerian Kesehatan R.I cq. Badan POM.

3) Batas kadaluarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun.

4) Khusus untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa

diatur tersendiri.

5) Obat memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan

nomor batch masing-masing produk.

6) Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat

CPOB.

b. Kriteria mutu obat

Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan harus dapat

dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan

adalah sebagai berikut:

1) Persyaratan mutu obat harus sesuai dengan persyaratan mutu yang

tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir.

Page 38: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

24

2) Industri Farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap

mutu obat melalui pemeriksaan mutu (Quality Control) yang

dilakukan oleh Industri Farmasi.

Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh Apoteker

penanggung jawab Instalasi Farmasi Propinsi, Kabupaten/Kota. Bila terjadi

keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di Laboratorium

yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab distributor

yang menyediakan.

2. Persyaratan pemasok

Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas

dan kuantitas obat. Persyaratan pemasok sebagai berikut :

a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi/Industri Farmasi yang masih

berlaku.

b. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus ada dukungan dari Industri

Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang

Baik) bagi tiap bentuk sediaan obat yang dibutuhkan untuk

pengadaan

c. Industri Farmasi harus memiliki Sertifikat CPOB bagi tiap bentuk

sediaan obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.

d. Pedagang Besar Farmasi atau Industri Farmasi harus memiliki reputasi

yang baik dalam bidang pengadaan obat.

e. Pemilik dan atau Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar

Farmasi, Apoteker penanggung jawab produksi dan quality control

Industri Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan

yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.

f. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan

masa kontrak

3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat

Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber

anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisis data:

a. Sisa stok dengan memperhatikan waktu

Page 39: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

25

b. Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran

c. Rata-rata pemakaian

d. Waktu tunggu/lead time

Berdasarkan data tersebut dapat dibuat:

a. Profil pemakaian obat.

b. Penetapan waktu pesan.

c. Waktu kedatangan obat

4. Penerimaan dan pemeriksaan obat

Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan

agar obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah serta sesuai

dengan dokumen yang menyertainya

5. Pemantauan status pesanan

Pemantauan status pesanan bertujuan untuk :

a. Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan

b. Pemantauan dapat didasarkan kepada sistem VEN.

c. Petugas Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota memantau status pesanan secara

berkala.

d. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan

memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang

sudah diterima, obat yang belum diterima

D. Ketersediaan Obat

Ketersediaan adalah kesiapan suatu sarana (tenaga, barang, modal,

anggaran) yang dapat dipergunakan atau dioperasikan pada waktu yang di

tentukan. Sehingga ketersediaan obat adalah tingkat persediaan obat yang dapat

dipergunakan untuk melakukan pelayanan pengobatan di unit pelayanan

kesehatan. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu

yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan

kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan. Terdapat empat faktor yang

dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan yaitu faktor waktu, faktor

Page 40: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

26

ketidakpastian waktu datang, faktor ketidakpastian penggunaan dan faktor

ekonomis (Quick dkk, 2012).

Ketersediaan obat dapat diamati pada jumlah obat yang mengalami

kekosongan obat, jumlah hari kekosongan obat, serta jumlah obat yang

mengalami stok berlebih dalam kurun waktu tertentu, jumlah obat yang

mengalami expire date, monitoring persentase kunjungan dan supervisi yang

direncanakan pada manajemen stok seperti: Ketersediaan data penggunaan

pada kartu stok, evaluasi cara penyimpanan, leadtime antara waktu pemesanan

dengan barang datang, ketersediaan dari alat transport, tenaga kerja yang telah

diberi pelatihan, serta ketersediaan dana (Tumwine dkk, 2010). Ketersediaan

obat merupakan tingkat persediaan yang dapat dipergunakan untuk melakukan

pelayanan pengobatan di unit pelayanan kesehatan. Tingkat ketersediaan obat

adalah tingkat persediaan obat baik jenis maupun jumlah obat yang diperlukan

oleh pelayanan pengobatan dalam periode waktu tertentu, diukur dengan cara

menghitung persediaan obat dan pemakaian rata-rata perbulan (Quick dkk, 2012).

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur ketersedian obat adalah

sebagai berikut :

1. Konsumsi rata-rata bulanan

2. Jumlah item obat

3. Jumlah obat yang tersedia

4. Stok obat

Merujuk pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 922/MENKES/SK/X/2008, pengertian dari ketersediaan adalah tersedianya

obat, alat kesehatan, reagensia dan vaksin yang tepat jenis dan tepat jumlah disetiap

tingkat administrasi pemerintahan untuk digunakan oleh unit pelayanan kesehatan

sektor publik.

Ketersediaan obat esensial secara nasional harus dijamin oleh pemerintah,

demikian pula pemerataannya di seluruh wilayah Indonesia. Ketentuan perjanjian

menutup kemungkinan pemberian subsidi pemerintah untuk menunjang produksi

dalam negeri. Namun, meskipun kemandirian tidak mungkin dicapai dalam pasar

yang mengglobal, pemerintah perlu memberi kemudahan pada produksi lokal yang

Page 41: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

27

layak teknis dan yang dapat menunjang perekomian nasional melalui berbagai

upaya dan dengan memanfaatkan peluang yang ada (Depkes RI, 2005).

Kecukupan obat di Puskesmas merupakan indikasi kesinambungan

pelayanan untuk mendukung pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Ketersediaan diketahui dengan menghitung jumlah obat yang tersedia dibagi rata-

rata pemakaian obat perbulan, dengan asumsi jumlah hari dalam satu bulan adalah

30 hari (Depkes RI, 2008).

Ketersediaan merupakan gambaran jumlah dan jenis obat yang tersedia di

Puskesmas yang dapat digunakan untuk jangka waktu tertentu. Ketersediaan obat

akan meningkatkan keterjangkauan akses obat oleh masyarakat (Rini, 2010).

Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap

ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di kabupaten/kota.

Dalam proses perencanaan kebutuhan obat pertahun Puskesmas diminta

menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO. Kemudian

UPOPPK akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat

Puskesmas di wilayah kerjanya (Anjarwati, 2010).

Perhitungan presentase ketersediaan obat dapat dihitung dengan rumus :

Jumlah obat/vaksin yang tersedia: Sisa stock + total penggunaan

Kebutuhan persediaan ideal yang dibangun dengan perhitungan pemakaian rata-

rata / bulan tahun sebelumnya dikali 18 bulan

Ketepatan perencanaan dapat diukur dengan rumus :

jumlah perencanaan obat

Jumlah pemakaian obat× 100

Jumlah obat tersedia

kebutuhan rata-rata per bulan× 100

Jumlah obat tersedia

kebutuhan per bulan× 30 hari

Page 42: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

28

E. Dinas Kesehatan

1. Pengertian Dinas Kesehatan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 Tahun

2014 yang dimaksud dengan Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan

lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Berdasarkan Kepmenkes RI No: 128/Menkes/SK/II/2004, menetapkan

kedudukan Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan (UPTD),

Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional

Dinas Kesehatan dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung

tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Dengan demikian secara teknis dan

administratif, Puskesmas bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan. Sebaliknya

Dinas Kesehatan bertanggungjawab membina serta memberikan bantuan

administratif dan teknis kepada Puskesmas.

Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas

bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas. Puskesmas

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya

kesehatan perseorangan tingkat pertama.

Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan

kesehatan di Wilayah Daerah adalah Dinas Kesehatan, sedangkan Puskesmas

bertanggungjawab hanya pada sebagian upaya pembangunan kesehatan yang

dibebankan oleh Dinas Kesehatan sesuai dengan kemampuannya.

2. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan.

Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) Kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu)

Puskesmas. Kondisi tertentu yang dimaksud ditetapkan berdasarkan pertimbangan

kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 Tahun 2014,

menyebutkan ―Apabila di satu Kecamatan terdapat lebih dari dari satu Puskesmas,

Page 43: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

29

maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan

memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-

masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada

Dinas Kesehatan Daerah.

3. Fungsi Dinas Kesehatan

Puskesmas mempunyai fungsi pelayanan kesehatan strata pertama,

pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dan penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan, membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya

dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat, memberikan

pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Dalam menyelenggarakan

fungsinya, Puskesmas berwenang untuk melaksanakan perencanaan berdasarkan

analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang

diperlukan.

4. Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon

Kota Tomohon secara administratif terbentuk melalui Undang-undang

Nomor 10 Tahun 2003 Tanggal 25 Februari 2003, dan diresmikan oleh Menteri

Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia pada Tanggal 4 Agustus

2003. Kota Tomohon merupakan salah satu Kota di Propinsi Sulawesi Utara yang

berjarak sekitar 25 Km dari Manado. Kota Tomohon terbagi atas 5 (lima)

Kecamatan yaitu Kecamatan Tomohon Utara (34,85 Km2), Tomohon Timur

(11,87 Km2), Tomohon Tengah (16.85 Km

2), Tomohon Barat (26.47 Km

2), dan

Tomohon Selatan (24,16 Km2), serta mencakup 44 Kelurahan dengan luas seluruh

wilayah Kota Tomohon 114,20 Km2. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

dalam perkembangannya dari tahun ketahun diupayakan terus meningkat yang

bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan merata

sampai di daerah terpencil. Kota Tomohon tahun 2015 memiliki 7 (tujuh) Unit

Puskesmas, dengan perincian 2 Puskesmas Rawat Jalan (Puskesmas Kakaskasen

dan Puskesmas Lansot) dan 5 Puskesmas Rawat Inap (Puskesmas Taratara,

Puskesmas Matani, Puskesmas Rurukan, Puskesmas Tinoor, dan Puskesmas

Pangolombian). Puskesmas Perawatan Taratara pengoperasiannya pada tahun

2007, Puskesmas perawatan Tinoor pengoperasiannya tahun 2008 dan untuk

Page 44: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

30

Puskesmas Perawatan Rurukan dan Pangolombian pengoperasiannya mulai tahun

2009 (Dinkessos, 2016).

Berdasarkan Peraturan Walikota (Perwako) Kota Tomohon Nomor 20

Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi dan Tupoksi Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon, Dinkesda Kota Tomohon terdiri dari :

a. Kepala Dinas Kesehatan Daerah

b. Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah yang mengkoordinir Sub Bagian Umum,

Perencanaan, Kepegawaian dan Hukum serta Sub Bagian Keuangan, Aset,

Pelaporan.

c. Bidang Kesehatan Masyarakat dan Promosi Kesehatan yang terdiri dari Seksi

Kesehatan Keluarga, Seksi Pelayanan Gizi dan Usila, Seksi Promosi Kesehatan,

Penyuluhan dan Pemberdayaan UKBM.

d. Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, dan Kesehatan Lingkungan terdiri

dari Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Seksi Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, Seksi Lingkungan Sehat.

e. Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari Seksi Pelayanan Kesehatan Primer,

Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Kesehatan Jiwa, Seksi Pelayanan

Kesehatan Tradisional dan JPKM.

f. UPTD Instalasi Farmasi dan Alat Kesehatan.

g. UPTD Rumah Sakit.

h. UPTD Puskesmas Kakaskasen, Puskesmas Matani, Puskesmas Rurukan,

Puskesmas Taratara, Puskesmas Lansot, Puskesmas Tinoor, Puskesmas

Pangolombian.

i. UPTD Data dan Informasi Kesehatan

j. Kelompok Jabatan Fungsional.

Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon dalam Menjalankan tugasnya

berpedoman pada visi dan misi yang dimiliki. Dengan berpedoman pada visi Kota

Tomohon ―Terwujudnya Masyarakat Kota Tomohon yang Religius, Berdaya

Saing, Demokrasi, Sejahtera, Berbudaya dan Berwawasan Lingkungan, Menuju

Kota Wisata Dunia‖ Maka Dinas Kesehatan Daerah menetapkan visi

―Terwujudnya Masyarakat Kota Tomohon yang Sehat dengan Pelayanan

Page 45: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

31

Kesehatan yang Merata serta Mandiri Untuk Hidup Sehat‖. Untuk dapat mencapai

visi tersebut maka Dinas Kesehatan Daerah mengemban misi berikut :

a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau disegala

lapisan masyarakat.

b. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah

kesehatan.

c. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat melalui upaya promosi

kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat.

d. Meningkatkan manajemen dan informasi kesehatan yang akuntabel, transparan,

berdayaguna dan berhasilguna.

F. Indikator Pengelolaan Obat

Indikator merupakan suatu alat/tolak ukur yang hasilnya menujukkan

ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Semakin sesuai yang

diukur dengan indikatornya, semakin sesuai pula hasil suatu pekerjaan dengan

standarnya. Indikator dibedakan menjadi Indikator persyaratan minimal yaitu

indikator yang digunakan untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan,

proses, dan lingkungan dan indikator penampilan minimal yaitu indikator yang

ditetapkan untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal

pelayanan yang diselenggarakan (Satibi, 2015).

Beberapa macam indikator pengelolaan obat sebagai berikut:

Tabel 2. Indikator Pengelolaan Obat Tahap Perencanaan dan Pengadaan serta Ketersediaan

Tahap Indikator Tujuan Cara Menghitung Standar

Perencanaan a. Kesesuaian item

obat yang tersedia

dengan Fornas (*)

Untuk

Mengetahui

tingkat

kepatuhan

terhadap

pemakaian obat

essensial

Hitung jumlah item obat

(x) dan jumlah item obat

yang tersedia (y).

Persentase :

x

Z = x 100%

Y

49%

b. Penyimpangan

Perencanaan (*)

Untuk

mengetahui

ketepatan

perencanaan

obat

Hitung persentase jumlah

item obat dalam

perencanaan dan jumlah

obat dalam kenyataan

pakai

10-20%

c. Ketepatan

perencanaan (**)

Tercapainya

penggunaan

Hitung persentase jumlah

item obat yang

100-120%

Page 46: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

32

alokasi dana

obat yang

efektif dan

efisien

diadakan dengan yang

direncanakan

Pengadaan d. Persentase

moda/dana yang

tersedia dengan

keseluruhan dana

yang dibutuhkan

(**)

Untuk

mengetahui

seberapa jauh

persediaan dana

Dinas

Kesehatan

memberikan

dana pada

farmasi

Hitung dana yang tersedia

(x) kebutuhan dana yang

sesungguhnya (y)

Persentase :

x

Z = — × 100 %

y

100%

e. Persentase

alokasi dana

pengadaan obat.

(*)

Untuk

mengetahui

seberapa jauh

dana

yang diberikan

kepada

farmasi

dibandingkan

dengan seluruh

anggaran Dinas

Kesehatan

Hitung total dana

pengadaan obat (x) dan

total anggaran rumah

sakit (y).

Persentase :

x

Z = — × 100 %

y

30-40%

f. Persentase

kesesuaian

pengadaan

dengan kenyataan

pakai untuk

masing-masing

item obat. (**)

Untuk

mengetahui

seberapa besar

ketepatan

pemilihan

obat dalam

pengadaan

Hitung jumlah item obat

yang ada dalam

perencanaan (x) dan

jumlah item obat yang

ada dalam kenyataan

pakai (y). Persentase :

x

Z = — × 100 %

y

100%

Lanjutan Tabel 2. Indikator Pengelolaan Obat Tahap Perencanaan dan Pengadaan serta

Ketersediaan

Tahap Indikator Tujuan Cara Menghitung Standar

g. Frekuensi

pengadaan tiap

item obat. (**)

Untuk

mengetahui

berapa kali

obat-obatan

tersebut

dipesan setiap

tahunnya.

Ambil laporan

pemesanan obat

kemudian diamati berapa

kali obat dipesan tiap

tahunnya

Rendah

<12×/tahun

Sedang 12-

24×/tahun

Tinggi

>24×/tahun

h. Frekuensi

kesalahan faktur.

(**)

Untuk

mengetahui

berapa kali

terjadinya

kesalahan faktur

Hitung berapa faktur

yang salah (x) dan jumlah

seluruh faktur yang

diterima (y).

Persentase :

x

Z = — × 100 %

y

0%

i. Frekuensi Untuk Amati daftar hutang dan 0-25 hari

Page 47: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

33

tertundanya

pembayaran oleh

dinas Kesehatan

terhadap waktu

yang telah

ditetapkan. (**)

mengetahui

kualitas

pembayaran

Dinas

Kesehatan

cocokkan dengan daftar

pembayaran (x hari)

Ketersediaan

Obat

Tingkat ketersediaan

obat (*)

Tersedianya

obat dalam

jumlah maupun

jenis yang

cukup dan

tersedia pada

saat dibutuhkan

Jumlah obat yang tersedia

dibagi dengan jumlah

pemakaian rata-rata obat

perbulan

Kurang

<12 bulan,

Aman 12-

18 bulan,

Berlebih

>18 bulan

Keterangan : (*) Indikator Depkes RI (2008)

(**) Indikator Pudjaningsih (1996)

G. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu kondisi yang

diharapkan dengan kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi dapat

langsung dibahas dengan yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan

dapat mengetahui kondisinya. Dapatkan kesepakatan dan kemudian coba

dibahas langkah-langkah apa yang akan dapat dipergunakan untuk

membantu yang bersangkutan untuk mencapai hasil yang diinginkan (Kemenkes,

2010). Dengan demikian maka evaluasi dapat diartikan sebagai :

1. Suatu proses untuk menentukan suatu nilai atau keberhasilan dalam

usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan.

2. Suatu usaha untuk mengukur pencapaian suatu tujuan atau keadaan

tertentu dengan membandingkan dengan standar nilai yang sudah

ditentukan sebelumnya.

3. Suatu usaha untuk mencari kesenjangan antara rencana yang ditetapkan

dengan kenyataan hasil pelaksanaan.

Proses evaluasi dapat dilihat sebagai lima langkah model umpan balik,

yang masing-masing langkah adalah :

1. Penetapan apa yang harus diukur. Manajemen puncak menetapkan proses

pelaksanaan dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses

dan hasil pelaksanaan harus dapat diukur dalam kaitannya dengan tujuan.

Page 48: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

34

2. Pembuatan standar kinerja. Standar digunakan untuk mengukur kinerja

merupakan suatu rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat

mengukur apa yang mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan.

3. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang tepat

4. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar. Jika hasil kinerja yang

aktual berada di dalam kisaran toleransi maka pengukuran dihentikan.

5. Melakukan tindakan korektif. Jika hasil kinerja aktual berada di luar

kisaran toleransi, harus dilakukan koreksi untuk deviasi yang terjadi.

Evaluasi bermanfaat untuk :

1. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang

berjalan

2. Meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya

3. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif

4. Meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi

5. Kesesuaian tuntutan tanggung jawab

Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara

lingkungan program dan waktu evaluasi yaitu :

1. Evaluasi formatif yang dilakukan selama berlangsungnya kegiatan

program. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat dimensi kegiatan program

yang melengkapi informasi untuk perbaikan program.

2. Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu

untuk menetapkan ikhtisar program, termasuk informasi outcome,

keberhasilan dan kegagalan program.

3. Evaluasi penelitian adalah suatu proses penelitian kegiatan yang

sebenarnya dari suatu program, agar diketemukan hal-hal yang tidak

tampak dalam pelaksanaan program.

4. Evaluasi presumtif yang didasarkan pada tendensi yang menganggap

bahwa jika kegiatan tertentu dilakukan oleh orang tertentu yang

diputuskan dengan pertimbangan yang tepat, dan jika bertambahnya

anggaran sesuai dengan perkiraan, maka program dilaksanakan sesuai

dengan yang diharapkan.

Page 49: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

35

Hasil evaluasi ini dapat dipergunakan untuk :

1. Memberikan penilaian atas prestasi kerjanya.

2. Merupakan kebutuhan pelatihan yang memberi masukan bagi program

pelatihan.

3. Mengetahui sampai berapa jauh kepuasan kerja dicapai sehingga

merupakan indikator bagi motivasi kerja di unit organisasinya.

4. Masukan bagi program pengembangan karier.

5. Merupakan masukan bagi pengembangnan organisasi.

H. Landasan Teori

Pengelolaan obat bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan

dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional. Pengelolaan

obat di Puskesmas meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

distribusi, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Tujuan dari perencanaan adalah

untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan,

menghindari terjadinya stock out (kekosongan) obat dan meningkatkan penggunaan

obat secara rasional (Utami, 2001).

Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam proses dalam perencanaan obat

yaitu pemilihan jenis obat, kompilasi penggunaan obat, perhitungan jumlah

kebutuhan obat dengan menggunakan metode konsumsi, metode epidemiologi dan

metode kombinasi.

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk

penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan dengan tujuan

tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan

pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin, obat dapat diperoleh pada saat

diperlukan. Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh

Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi

yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

dilakukan dengan (Pemerintah RI, 2010) pelelangan sederhana, penunjukan

langsung, pengadaan langsung, kontes.

Page 50: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

36

Ketersediaan adalah kesiapan suatu sarana (tenaga, barang, modal,

anggaran) yang dapat dipergunakan atau dioperasikan pada waktu yang di

tentukan. Sehingga ketersediaan obat adalah tingkat persediaan obat yang dapat

dipergunakan untuk melakukan pelayanan pengobatan di unit pelayanan

kesehatan. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu

yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan

kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan. Terdapat empat faktor yang

dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan yaitu faktor waktu, faktor

ketidakpastian waktu datang, faktor ketidakpastian penggunaan dan faktor

ekonomis (Quick dkk, 2012). Ketersediaan obat merupakan perbandingan antara

pemakaian obat dalam satu tahun dan sisa stok dengan pemakaian rata-rata

perbulan. Tingkat ketersediaan obat dikatakan aman jika persediaan 12-18 bulan,

kurang jika tingkat ketersediaan <12 bulan dan berlebih jika tingkat ketersediaan

>18 bulan.

I. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini sebagaimana terlihat pada gambar :

DINKESDA KOTA TOMOHON

Puskemas Rawat Inap

Puskesmas Rawat Jalan

Pengelolaan Obat

Perencanaan Pengadaan Ketersediaan Obat

Page 51: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

37

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

J. Keterangan Empiris

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data-data yang berkaitan

dengan perencanaan kebutuhan obat seperti sumber data atau dokumen apa saja

yang digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon. Dengan mengetahui data dasar yang digunakan dapat

dievaluasi apakah data dasar yang digunakan sudah mencukupi dalam menyusun

perencanaan yang efektif ataukah perlu ditambah dengan data dasar yang lain agar

lebih lengkap. Dengan demikian dapat digambarkan secara sistematis pola

perencanaan kebutuhan obat di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon. Data jumlah rata-rata kebutuhan obat tiap bulan serta data jumlah obat

yang tersedia dapat digunakan dalam perhitungan rumus ketersediaan obat.

Evaluasi

Menggunakan

Indikator Depkes

(2008) dan

Pudjaningsih (1996)

- Kesesuaian item obat

yang tersedia dengan

Fornas

- Penyimpangan

Perencanaan

- Ketepatan perencanaan

- Persentase modal/dana yang tersedia

dengan keseluruhan dana yang

dibutuhkan

- Persentase alokasi dana

pengadaan obat

- Persentase kesesuaian pengadaan

dengan kenyataan pakai untuk

masing-masing item obat

- Frekuensi pengadaan tiap

item obat

- Frekuensi kesalahan faktur

- Frekuensi tertundanya pembayaran

oleh dinas Kesehatan terhadap waktu

yang telah ditetapkan

- Tingkat ketersediaan

obat

Page 52: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

38

Ketersediaan obat di Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon nantinya akan

dihubungkan dengan proses perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan

sebelumnya, karena tujuan utama dari perencanaan kebutuhan obat adalah

tersedianya jumlah dan item obat yang optimal untuk melayani kebutuhan

masyarakat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon dengan rancangan penelitian deskriptif untuk mengevaluasi perencanaan

dan pengadaan kebutuhan obat publik serta ketersediaan obat di Wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Data primer pada penelitian ini diperoleh

Page 53: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

39

berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan triangulasi, sedangkan data

sekunder diperoleh dari hasil penelusuran dokumen tahun 2016. Tenaga Apoteker

dan Asisten Apoteker yang dipilih adalah yang mengetahui permasalahan dengan

jelas, dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang baik serta mampu

mengemukakan pendapat secara baik dan benar (Notoatmojo, 2005).

Wawancara dilakukan secara langsung antara peneliti (interviewer) dengan

Tenaga Apoteker dan Asisten Apoteker (intervewee). Pewawancara penelitian ini

adalah peneliti sendiri, dan terwawancara adalah pengelola obat publik di Wilayah

Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

Jawaban pengelola obat pada penelitian cenderung bersifat subyektif. Untuk

mengantisipasi akurasi informasi, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi

dilakukan setelah selesai pelaksanaan wawancara.

Dilihat dari manfaat yang akan diperoleh, penelitian ini bersifat evaluatif

(evaluation research) yaitu penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan

kegiatan yang sedang berjalan dalam rangka mencari feedback yang dapat

dijadikan sebagai dasar untuk perbaikan suatu program yang sedang berjalan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi untuk penelitian ini adalah tenaga pengelola obat publik di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Dalam menentukan

Tenaga Apoteker atau Asisten Apoteker sebagai sampel yang akan diwawancarai,

dilakukan dengan teknik pengambilan total sampling. Dengan cara ini berarti, dari

7 Puskesmas yang ada maka dalam setiap Puskesmas akan dipilih satu orang

penanggungjawab pengelola obat untuk dilakukan wawancara. Proses Triangulasi

dilaksanakan 3 orang informan yang terdiri dari 1 orang Kepala Puskesmas, 1

orang Kepala Instalasi Farmasi Kota Tomohon dan 1 orang Sekretaris Dinas

Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

Sampel obat yang digunakan adalah obat Indikator di tiap Puskesmas dan

Instalasi Farmasi Kota yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan obat.

Sebanyak 144 item obat Indikator yang digunakan dalam penelitian ini.

Page 54: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

40

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel yang direncanakan untuk

diteliti berupa indikator pengelolaan obat , yaitu :

1. Perencanaan

a. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan Fornas

b. Penyimpangan perencanaan

c. Ketepatan Perencaaan

2. Pengadaan

a. Persentase modal/dana yang tersedia dengan keseluruhan dana yang

dibutuhkan.

b. Persentase alokasi dana pengadaan obat.

c. Persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan untuk masing-

masing item obat.

d. Frekuensi pengadaan item obat.

e. Frekuensi kesalahan faktur.

f. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang

telah ditetapkan.

3. Ketersediaan Obat

Tingkat ketersediaan obat

D. Definisi Operasional

a. Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan

ketersediaan obat dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan

dengan tolok ukur/standar untuk memperoleh kesimpulan.

b. Perencanaan kebutuhan obat adalah proses penyusunan perencanaan dan

kebutuhan obat publik di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon.

c. Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah pengadaan obat publik

yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi

elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Page 55: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

41

d. Obat Publik adalah semua jenis obat publik sebagaimana tercantum dalam

Daftar Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan

Dasar yang sesuai dengan ketentuan Direktur Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Depertemen Kesehatan RI yang masih berlaku pada saat

pelaksanaan penelitian.

e. Obat Indikator adalah sampel obat yang digunakan dalam penelitian.

f. Daftar Obat Esensial Nasional adalah daftar obat terpilih yang paling

dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan

fungsi dan tingkatnya.

g. Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus

tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).

h. Ketersediaan obat adalah jumlah persediaan obat yang dapat dipergunakan

untuk melakukan pelayanan kesehatan di unit pelayanan kesehatan

i. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan Fornas/DOEN adalah ketepatan

setiap item obat yang diadakan sudah sesuai dengan daftar obat esensial yang

tersedia

j. Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

wilayah kerja. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat dalam penelitian ini adalah berupa pedoman

wawancara dan alat perekam wawancara. Peneliti sebagai human instrument,

berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih Tenaga Apoteker atau Asisten

Apoteker sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data untuk evaluasi

perencanaan dan pengadaan, serta ketersediaan obat publik dan membuat

kesimpulan atas temuannya. Responden yang diwawancarai adalah Tenaga

Apoteker atau Asisten Apoteker bertindak sebagai pengelola obat publik dan

kemudian dilakukan triangulasi kepada Kepala Puskesmas, Kepala Instalasi

Farmasi, dan Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

Langkah-langkah dalam melakukan wawancara adalah sebagai berikut :

Page 56: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

42

1. Memberi salam dengan sopan dan ramah.

2. Menjelaskan secara singkat tujuan wawancara dan tujuan penelitian.

3. Meyakinkan bahwa hasil wawancara hanya digunakan untuk tujuan penelitian

dan dijamin kerahasiaanya.

4. Menyalakan alat perekam suara dan menyiapkan alat tulis untuk mencatat

jawaban responden.

5. Memulai wawancara sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun

(pertanyaan tidak perlu urut tergantung situasi dan arah pembicaraan).

Selesai wawancara, mengucapkan terimakasih, mohon pamit dan salam

dengan sopan.

F. Jalannya Penelitian

Cara penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data sekunder yang terdiri dari :

a. Rekapitulasi rencana kebutuhan obat publik wilayah kerja Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon

b. Daftar jenis obat yang ada di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon

c. Data pemakaian dan persediaan obat dari LPLPO

2. Melaksanakan wawancara secara langsung dengan pengelola obat publik di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

3. Mencatat semua hasil wawancara dengan pengelola obat publik di Wilayah

Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon

4. Merumuskan serta menganalisis hasil wawancara dengan pengelola obat publik

di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

5. Melakukan triangulasi kepada Kepala Puskesmas, Kepala Instalasi Farmasi dan

Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

G. Alur Penelitian

Tahap persiapan :

1. Studi Pustaka

2. Penyusunan Proposal

3. Ujian Proposal

4. Pengurusan Ijin

Page 57: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

43

Gambar 2. Skema Alur Penelitian

H. Analisis Hasil

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilah mana yang penting dan akan

dipelajari dan selanjutnya mengambil kesimpulan sehingga mudah dipahami baik

oleh diri sendiri maupun orang lain.

Data hasil wawancara mendalam serta triangulasi dianalisis dengan

metode content analysis. Data kualitatif dipilih agar dapat dikelola, mensistensi,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Tahap Penelitian

Mengumpulkan data

sekunder dari dokumen

Wawancara dengan pengelola

obat publik

Melakukan Triangulasi

Analisa Data

Kesimpulan

Page 58: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

44

Peneliti melakukan teknik analisa data dengan model Miles dan

Huberman. Miles dan Huberman (1992) mengemukakan bahwa aktivitas dalam

analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Model interaktif dalam analisis data dapat ditunjukkan pada skema /

gambar berikut :

Gambar 3. Analisis Data Secara Interaktif

Analisis data pada penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data

berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Langkah-langkah dalam analisis data secara interaktif adalah sebagai

berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu

maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. lalu dicari

tema dan polanya. Data-data direduksi dengan menguji keabsahannya dan

keterkaitannya dengan topik penelitian serta landasan teori yang digunakan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dalam penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Cara yang paling sering

Data

collection

Data

reduction

Data

display

conclusions

drawing

/verifying

Page 59: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

45

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat naratif.

3. Pengambilan Kesimpulan (Conclusions Drawing / Verifying)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam

penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan

sejak awal.

4. Validitas dan Reliabilitas

Menguji keabsahan data dalam penelitian, dilakukan uji validitas dan

reliabilitas. Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif, sehingga

data yang ada valid dan dapat dipertanggungjawabkan, peneliti melakukan

triangulasi (check dan recheck).

a. Validitas (Validity)

Pengujian validitas (keabsahan) terhadap hasil penelitian dilakukan

dengan cara triangulasi. Metode triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. Dengan demikian

terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan triangulasi

waktu.

Uji validitas pada penelitian ini dengan cara triangulasi sumber,

triangulasi sumber berarti untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh ke beberapa sumber (Robandi, 2008). Dalam

triangulasi sumber, peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda,

dalam penelitian kualitatif hal itu dapat dicapai dengan jalan :

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di tempat umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi.

Page 60: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

46

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan

menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

(Lexy, 2005).

b. Reliabilitas (Reliability)

Penelitian ini uji reliabilitas (kepercayaan) dilakukan dengan cara audit

terhadap keseluruhan proses penelitian. Proses penelitian yang diaudit meliputi

penentuan fokus masalah, peneliti masuk ke lapangan, menentukan sumber data,

analisis data, uji keabsahan data, sampai dengan penarikan kesimpulan harus dapat

ditunjukan oleh peneliti (Sugiyono, 2007).

Page 61: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perencanaan dan pengadaan

kebutuhan obat serta ketersediaan obat dengan fokus penelitian di Puskesmas

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Penelitian dilakukan di 7

Puskesmas yang ada di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

Hasil penelitian pada fokus tersebut adalah sebagai berikut :

A. Perencanaan Kebutuhan Obat

Tahap perencanaan merupakan tahap yang penting karena faktor

perencanaan obat yang tidak tepat, belum efektif dan kurang efisien dapat berakibat

kepada tidak terpenuhinya kebutuhan obat-obatan di Puskesmas. Perencanaan

kebutuhan obat untuk Puskesmas dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan

Kesehatan yang ada di Puskesmas setiap bulannya. Dalam proses perencanaan

kebutuhan obat per tahun, Puskesmas menyediakan data pemakaian obat dengan

mengunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan

analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.

1. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan Fornas

Data yang dikumpulkan adalah seluruh jenis obat yang terdapat di

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) dan Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Daerah Kota Tomohon, kemudian disesuaikan dengan formularium

nasional. Jumlah obat yang terdapat dalam fornas untuk Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama (FKTP) adalah sebanyak 401 item obat. Obat yang tersedia di IFK

sebanyak 144 item obat dengan persentase sebesar 92,36% dari jumlah obat yang

terdapat dalam fornas. Jika dibandingkan dengan nilai standar dari Depkes RI

(2008) dengan persentase minimal 49% maka pengelolaan obat pada indikator ini

sudah efisien. Ada 11 item obat yang tidak termasuk dalam fornas tapi tetap

dilakukan pengadaan sesuai dengan permintaan dari beberapa puskesmas. Jika ada

obat yang disediakan diluar fornas hal tersebut disebabkan oleh beberapa

pertimbangan seperti obat memang memiliki manfaat, memberikan efek terapi dan

Page 62: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

48

diperlukan oleh puskesmas sehingga ketika obat tersebut tidak tercantum lagi

dalam fornas, obat masih tetap dilakukan pengadaan. Obat yang tidak tercantum

dalam fornas ini dimasukkan dalam daftar tambahan formularium puskesmas.

Tabel 3. Kesesuaian Item Obat yang Tersedia dengan Fornas

Uraian Jumlah Jumlah Item

Tidak Sesuai

Nilai

(%)

Standar

Jumlah item obat di formularium 401 49%

Jumlah item obat di Instalasi Farmasi 144 11 92,36

Jumlah item obat di Puskesmas kakaskasen 108 6 94,44

Jumlah item obat di Puskesmas Rurukan 114 9 92,10

Jumlah item obat di Puskesmas Matani 94 1 98,93

Jumlah item obat di Puskesmas Pangolombian 86 3 96,51

Jumlah item obat di puskesmas Lansot 105 7 93,33

Jumlah item obat di Puskesmas Taratara 123 10 91,86

Jumlah item obat di Puskesmas Tinoor 103 5 95,14

Rata-rata kesesuaian item obat 109,62 6,5 94,33

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase kesesuaian obat yang tersedia di

Puskesmas Kakaskasen sebesar 94,44%, Puskesmas Rurukan sebesar 92,10%,

Puskesmas Matani sebesar 98,93%, Puskesmas Pangolombian sebesar 96,51%,

Puskesmas Lansot sebesar 93,33%, Puskesmas Taratara sebesar 91,86%, dan

Puskesmas Tinoor sebesar 95,14%. Persentase kesesuaian dari tiap puskesmas

sudah baik, hal ini dikarenakan hampir semua item obat yang diadakan mengacu

pada fornas. Kebutuhan obat di puskesmas didasarkan pada pola penyakit dan pola

konsumsi di wilayah puskesmas masing-masing.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kesesuaian item obat yang tersedia di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah sudah efisien dengan rata-rata persentase

keseuaian sebesar 94,33% dimana lebih besar apabila dibandingkan dengan

penelitian kesesuaian obat yang tersedia dengan DOEN oleh Fakhriadi (2011)

sebesar 19,10% di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Temanggung dan lebih besar pula jika dibadingkan dengan penelitian Risqi (2016)

dimana persentase kesesuaian obat dengan fornas sebesar 93,6% di Dinas

Kesehatan Kabupaten Sleman.

Page 63: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

49

2. Penyimpangan perencanaan

Evaluasi penyimpangan perencanaan yang dilakukan untuk mengetahui

ketepatan perecanaan obat dengan menghitung persentase jumlah item obat dalam

perencanaan dan jumlah obat dalam kenyataan pakai. Sebanyak 144 item obat

direncanakan oleh IFK tapi selama tahun 2016 hanya 142 item obat yang

digunakan, 2 item obat tidak pernah di keluarkan dari IFK. Hal ini dikarenakan

tidak ada permintaan obat dari puskesmas karena stok obat di puskesmas masih

cukup. Dengan persentase obat yang tidak digunakan sebesar 1,35%

menggambarkan perencanaan yang dilakukan oleh IFK cukup efektif karena

penyimpangan perencanaan yang dilakukan tidak lebih dari 20%.

Tabel 4. Penyimpangan Perencanaan

Uraian Jumlah Obat

Direncanakan

Jumlah item

obat pakai

Nilai (%) Standar

Jumlah item obat di Instalasi Farmasi 144 142 2,77 10-20%

Jumlah item obat di Puskesmas

kakaskasen

108 101 6,48

Jumlah item obat di puskesmas Rurukan 114 110 3,50

Jumlah item obat di Puskesmas Matani 94 89 5,31

Jumlah item obat di Puskesmas

Pangolombian

86 79 8,13

Jumlah item obat di puskesmas Lansot 105 97 7,61

Jumlah item obat di Puskesmas Taratara 123 110 10,56

Jumlah item obat di Puskesmas Tinoor 103 102 0,97

Rata-rata penyimpangan

perencanaan

109,62 103,75 5,66

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 4 menunjukkan jumlah item obat yang direncanakan oleh

puskesmas tapi tidak digunakan selama tahun 2016. Sebanyak 7 item obat tidak

digunakan oleh Puskesmas Kakaskasen yaitu antihemoroid supp, asetosal tablet 80

mg, eugenol, metilergometrin injeksi, probenesid tablet, ventolin dan combivent

dengan persentase sebesar 6,48%, Puskesmas Rurukan 4 item obat yaitu eugenol,

klorpromazin tablet, spironolakton tablet 25 mg, dan combivent dengan persentase

sebesar 3,50%, Puskesmas Matani 5 item obat yaitu antihemoroid supp, loratadin

tablet 10 mg, metilergometrin injeksi, pirantel pamoat suspensi, dan ventolin

dengan persentase sebesar 5,31%, Puskesmas Pagolombian 7 item obat yaitu

Page 64: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

50

diazepam tablet, vitamin K tablet, probenesid tablet, propanolol tablet, ventolin,

combivent, dan clindamycin kapsul 300 mg dengan persentase sebesar 8,13%,

Puskesmas Lansot 8 item obat yaitu gentian violet, glimepirid tablet 2 mg,

haloperidol tablet 0,5 mg, ibuprofen tablet 200 mg, nistatin tablet vaginal,

clindamycin kapsul 300 mg, combivent dan ventolin dengan persentase sebesar

7,61%, Puskesmas Taratara 13 item obat yaitu aqua pro injeksi, gentian violet,

glukosa infus 10%, klorokuin fosfat tablet 250 mg, klorpromazin tablet 100 mg,

pirantel pamoat tablet 125 mg, papaverin tablet, probenesid tablet, spironolactone

tablet 25 mg, vagisol, tetagam dan ventolin dengan persentase sebesar 10,56% dan

Puskesmas Tinoor 1 item obat (epinefrin injeksi) dengan persentase sebesar 0,97%.

Persentase penyimpangan perencanaan di tiap puskesmas cukup efektif karena

persentase penyimpangan perencanaan tidak lebih dari 20%. Persentase

penyimpangan perencanaan terbesar ada di Puskesmas Taratara dengan persentase

sebesar 10,56%. Hal ini dikarenakan ada beberapa item obat yang digunakan

ditahun sebelumnya sempat mengalami kekosongan, pada waktu pengadaan tahun

2016 pengelola obat tidak menyampaikan ke dokter jika item obat yang mengalami

kekosongan ini sudah masuk sehingga dokter tidak pernah mengeluarkan resep

untuk item obat tersebut.

Selama tahun 2016 ada beberapa item obat tidak pernah keluar

dikarenakan tidak ada permintaan tertulis dari dokter, selain itu ada juga beberapa

item obat yang merupakan obat sumbangan dari suatu instansi kepada IFK

sehingga IFK harus membagikanya ke puskesmas meskipun puskesmas tidak

memerlukan obat tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, pengelola obat harus aktif

berkomunikasi dengan dokter, IFK serta puskesmas lainnya mengenai stok obat

yang ada di puskesmas agar dokter dapat mengeluarkan resep untuk item obat

tersebut ataupun dapat dikirimkan ke puskesmas lain yang memerlukan item obat

tersebut.

Hasil penelitian rata-rata persentase penyimpangan perencanaan sebesar

5,66% lebih kecil apabila dibandingkan dengan penelitian Ihsan (2015) sebesar

9,15% di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun

2014.

Page 65: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

51

3. Ketepatan Perencaaan

Membuat daftar kebutuhan obat mulai dari pemilihan jenis dan jumlah

obat serta menghitung dana yang dibutuhkan kalau perlu sampai pada penyesuaian

dana yang ada merupakan suatu rangkaian proses perencanaan yang dilakukan di

puskesmas. Hasil akhir perencanaan adalah sebuah daftar perencanaan kebutuhan

obat. Ketepatan perencanaan kebutuhan obat sangat berhubungan dalam

tercapainya penggunaan alokasi dana obat yang efektif dan efisien. Item obat

indikator adalah item obat yang digunakan puskesmas yang digunakan untuk

merencanakan kebutuhan obat. Jumlah obat indikator di setiap puskesmas berbeda-

beda, hal ini dikarenakan kebutuhan obat di setiap wilayah kerja puskesmas

berbeda disesuaikan dengan pola konsumsi obat dan pola penyakit yang ada di

wilayah puskesmas bersangkutan.

Tabel 5. Ketepatan Perencanaan Tiap Item Obat Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon

No Nama Puskesmas

∑ obat

indikator

Rata ketepatan

perencanaan (%)

Kurang

(%)

Tepat

(%)

Berlebih

(%)

1 Kakaskasen 108 98,29 52,78 29,63 17,59

2 Rurukan 114 72,63 64,91 23,68 11,40

3 Matani 94 125,58 15,96 59,57 24,47

4 Pangolombian 86 126,16 20,93 51,16 27,91

5 Lansot 105 90,87 54,29 30,48 15,24

6 Taratara 123 103,03 64,23 14,63 21,14

7 Tinoor 103 100 63,11 24,27 12,62

Total 733 716,56 336,21 233,42 130,37

Rata-rata 104,71 102,36 48,03 33,35 18,62

SD +12,24 +18,90 +20,81 +16,08 +6,15

Sumber : data diolah, 2018

Ket : Kurang : Ketepatan perencanaan kurang dari 100%

Tepat : Ketepatan perencaan antara 100%-120%

Berlebih : Ketepatan perencaaan lebih dari 120%

Tabel 5 menunjukkan ketepatan perencanaan yang dilakukan puskesmas.

Menurut Pudjaningsih (1996) dalam Fakhriadi (2011) persentase ketepatan

perencanaan obat berada dalam rentang 100%-120%. Rata-rata ketepatan

perencanaan kebutuhan obat di puskesmas sebesar 102,36%. Rata-rata perencanan

obat yang tepat di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon adalah sebesar 33,35%, kurang tepat sebesar 48,03% dan berlebih

Page 66: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

52

sebesar 18,62%. Hal ini menunjukkan perencanaan yang dilakukan puskesmas

tidak sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya. Perencanaan berlebih menunjukkan

tidak efisiennya penggunaan dana yang mengakibatkan stok obat berlebih

sedangkan perencanaan yang kurang dari kebutuhan penggunaan yang seharusnya

dapat mengakibatkan kehabisan stok obat.

Penelitian ini menunjukkan ketepatan perencanaan semua Puskesmas di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon belum efektif karena

presentase ketidaktepatan perencanaan obat kurang dan obat berlebih masih lebih

besar dari presentase rentang perencanaan obat tepat. Hal ini disebabkan dalam

penyusunan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) hanya melibatkan petugas IFK

berdasarkan rekapitulasi penggunaan obat melalui LPLPO tanpa secara langsung

melibatkan pengelola obat dari tiap puskesmas. Rekapitulasi menggunakan LPLPO

hanya menggambarkan obat yang digunakan sebelumnya sehingga jika terjadi

kekosongan pada beberapa item obat dapat mempengaruhi keakuratan perhitungan

jumlah kebutuhan obat yang seharusnya. Untuk itu dalam penyusunan RKO perlu

melibatkan pengelola obat dari tiap puskesmas yang memang mengetahui secara

pasti permasalahan penggunaan obat yang ada di tiap puskesmas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase ketepatan

perencanaan pada tahun 2016 sebesar 102,36% lebih besar jika dibandingkan

dengan peneliltian yang dilakukan oleh Djatmiko (2009) sebesar 98,19% di

Instalasi Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007.

4. Permasalahan yang dihadapi dalam proses perencanaan

Sumber data yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan obat

puskesmas diperoleh dari catatan penggunaan harian dari setiap unit pelayanan

baik di puskesmas induk, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, maupun bidan

desa. Catatan penggunaan harian ini kemudian direkapitulasi oleh masing-masing

penanggung jawab di unit layanan ke dalam LPLPO. Selain rekapitulasi di tiap unit

pelayanan kesehatan, rekapitulasi juga dilakukan terhadap pengeluaran obat untuk

kepentingan kegiatan sosial seperti bencana alam, Kejadian Luar Biasa (KLB), dan

kegiatan sosial lainnya. Data yang diperoleh masih diragukan keakuratannya

karena perhitungannya berdasarkan pemakaian rata-rata pertahun dimana jika

Page 67: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

53

terjadi kekosongan obat selama beberapa bulan dapat mempengaruhi hasil

perhitungan pemakaian rata-rata, sehingga data yang diperoleh tidak

mencerminkan kebutuhan obat yang sesungguhnya. Hal ini mungkin dapat

menyebabkan perencaaan kebutuhan beberapa item obat tidak tepat.

Dalam merencanakan kebutuhan obat, harus dilakukan secara tepat agar

tidak terjadi kekosongan obat maupun stok obat berlebih. Metode perhitungan

kebutuhan yang digunakan puskesmas adalah metode konsumsi berdasarkan data

pemakaian periode sebelumnya. Jumlah kebutuhan obat untuk periode yang akan

datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya. Idealnya

setiap obat di Puskesmas dihitung stok optimumnya, namun kenyataanya belum

semua Puskesmas melakukan perhitungan stok optimum untuk semua item obat.

Sehingga dalam melakukan permintaan obat hanya didasarkan perkiraan semata.

Belum semua Puskesmas melakukan tahap perhitungan dengan benar karena

beberapa Puskesmas belum memperhitungkan stok optimum.

Dari wawancara yang dilakukan, pengelola obat belum terlalu paham

tentang langkah-langkah perencanaan obat dimulai dari pemilihan jenis obat hingga

evaluasi yang dilakukan. Untuk itu, perlu dibuat Standar Prosedur Operasional

tentang perencanaan kebutuhan obat agar pengelola obat lebih memahami

bagaimana cara melakukan perencanaan kebutuhan obat yang baik sehingga dapat

menyusun kebutuhan obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, mencegah

terjadinya kekosongan obat dan dapat meningkatkan penggunaan obat yang efektif

dan efisien.

B. Pengadaan Obat

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk

penyediaan obat yang dibutuhkan puskesmas. Pengadaan obat dan perbekalan

kesehatan dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon. Pengadaan obat dilakukan sekali dalam setahun. Pengadaan dilakukan

setelah keluar kontrak payung antara PPK dan distributor. Berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,

Kontrak Payung (Framework Contract) merupakan Kontrak Harga Satuan antara

Page 68: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

54

Pemerintah dengan Penyedia Barang/Jasa yang dapat dimanfaatkan oleh K/L/D/I,

dengan ketentuan diadakan untuk menjamin harga Barang/Jasa yang lebih efisien,

ketersediaan Barang/Jasa terjamin dan sifatnya dibutuhkan secara berulang dengan

volume atau kuantitas pekerjaan yang belum dapat ditentukan pada saat Kontrak

ditandatangani dan pembayarannya dilakukan oleh setiap PPK/Satuan Kerja yang

didasarkan pada hasil penilaian/pengukuran bersama terhadap volume/kuantitas

pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa secara nyata.

Hasil penelitian pada tahap pengadaan adalah sebagai berikut:

1. Persentase modal/dana yang tersedia dengan keseluruhan dana yang

dibutuhkan

Data diperoleh secara retrospective dengan melihat dokumen yang ada

pada IFK Kota Tomohon. Indikator ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh

persediaan dana dari Dinas Kesehatan Daerah yang diberikan untuk IFK. Sumber

dana pengadaan obat di IFK Kota Tomohon berasal dari dana DAK tahun 2016

yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepeda daerah tertentu

untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang

menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. Persentase modal/dana yang

tersedia dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Persentase Modal/Dana yang Tersedia dengan Keseluruhan Dana yang Dibutuhkan

Uraian

Dana

DAK 2016

(Rp)

Realisasi

Std

Sisa

Dana

(Rp) E-Katalog

(Rp)

Pembelian

Langsung

(Rp)

Total (Rp) % dana

digunakan

Pengadaan

Obat

815.970.000

591.438.050

167.906.500

759.344.550

93,06

56.625.450

Pengadaan

Reagens

200.000.000

199.172.840

199.172.840

99,59

100%

827.160

Total 1.015.970.000 958.517.390 94,35 57.452.610

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 6 menunjukkan besar jumlah dana yang disediakan Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon kepada IFK. Persentase ketersediaan dana pengadaan obat

di IFK tahun 2016 sebesar 100% namun penggunaan dana yang diberikan masih

belum diserap maksimal karena masih terdapat sisa anggaran pada tahun 2016.

Page 69: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

55

Dana yang disediakan sebanyak Rp 1.015.970.000,00 dan yang digunakan hanya

sebanyak Rp 958.517.390,00 atau sebesar 94,35% dari keseluruhan dana yang

diberikan. Ada beberapa kendala yang menyebabkan tidak maksimalnya

penggunaan dana yang diberikan yaitu pada saat penyusunan Rencana Kebutuhan

Obat (RKO) belum terdapat harga pasti dari tiap item obat maupun besaran jumlah

dana yang akan diterima IFK untuk pengadaan obat. Semua dana masih perkiraan

sementara sehingga pada saat realisasi anggaran dimana terjadi perubahan harga

item obat dari distributor, IFK harus melakukan perhitungan kebutuhan ulang

untuk disesuaikan dengan anggaran yang akan diterima. Dana yang tersedia pada

tahun 2016 tidak dapat digunakan sepenuhnya disebabkan juga karena pada saat

melakukan pemesanan, item obat belum tersedia di e-catalog sehingga harus

dilakukan pembelian langsung ke distributor. Pada saat dilakukan pembelian

langsung, distributor tidak dapat memenuhi permintaan kebutuhan dari IFK karena

kekurangan pasokan dari penyedia obat sehingga ada beberapa item obat yang

tidak dapat dilakukan pengadaan atau distributor tetap melayani permintaan obat

dari IFK tetapi jumlahnya terbatas. Hal lain yang menyebabkan penggunaan dana

tidak maksimal yaitu terdapat satu PBF yang lokasinya terdapat di luar provinsi

dimana PBF tersebut tidak dapat memenuhi permintaan obat dari IFK terkait

regulasi dari PBF tersebut dimana tidak ada distributor cabang yang dapat

menyalurkan pesanan di wilayah Sulawesi Utara sehingga terjadi pembatalan

kontrak sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak. Hal inilah yang

menyebabkan anggaran dana yang dialokasikan untuk pengadaan obat di IFK pada

tahun 2016 tidak dapat digunakan sepenuhnya sehingga sisa dana yang ada sebesar

Rp 57.452.610,00 harus dikembalikan ke kas daerah.

Untuk memaksimalkan penyerapan dana yang diberikan, maka harus

dilakukan pengendalian dengan menggunakan metode analisis ABC untuk

menentukan prioritas pemesanan berdasarkan nilai atau harga obat, metode analisis

VEN dengan mengklasifikasikan obat menjadi golongan VEN (vital, essencial, non

essencial) serta memonitor surat pesanan yang telah dibuat (Satibi, 2015).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase modal/dana yang

tersedia dengan kesuluruhan dana yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan

Page 70: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

56

penelitian yang dilakukan Djatmiko (2009) dengan persentase sebesar 97,59% di

Instalasi Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007 dan

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2013) dengan persentase

sebesar 100% di Instalasi Farmasi RSUD Karel Sadsuitubun Tahun 2012.

2. Persentase alokasi dana pengadaan obat.

Indikator ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh dana yang

diberikan kepada IFK dibandingkan dengan seluruh anggaran Dinas Kesehatan

Daerah. Data diperoleh secara retrospective dengan melihat dokumen pelaksanaan

anggaran tahun 2016 di bagian perencanaan Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon. Persentase alokasi dana pengadaan obat dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Persentase Alokasi Dana Pengadaan Obat

Uraian Dana 2016 (Rp) Standar Alokasi dana

Pengadan obat (%)

Alokasi dana pengadaan obat

1.015.970.000(a)

30-40%

3,91%1

Anggaran belanja langsung

dinas kesehatan daerah

25.963.470.567(b)

Dana Kapitasi JKN (Obat,

Alkes dan BMHP)

645.000.000(c) 15%2

Total Dana Kapitasi JKN 4.300.000.000(d)

Sumber : data diolah, 2018

Keterangan:

Tabel 7 menunjukkan persentase alokasi dana pengadaan obat di IFK

sebesar 3,91% dari anggaran belanja langsung Dinas Kesehatan Daerah. Hal ini

menunjukkan jika alokasi dana pengadaan obat untuk IFK tahun 2016 belum

memenuhi standar yang ditetapkan WHO dimana alokasi dana pengadaan obat

harus berkisar antara 30-40% dari total anggaran belanja Dinas Kesehatan. Nilai

anggaran untuk pengadaan obat telah ditetapkan dalam anggaran oleh pemerintah

daerah melalui APBD sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan penambahan

anggaran. Untuk tahun yang akan datang, anggaran obat dapat diusulkan untuk

ditingkatkan melalui advokasi anggaran kesehatan yang umumnya dihadiri oleh

Dinas Kesehatan Daerah, Pemerintah Daerah setempat dan DPRD. Pada proses

advokasi ini dilakukan presentasi kebutuhan obat sehingga pada proses advokasi

a

1= — × 100 %,

b

c

2= — × 100 %

d

Page 71: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

57

ini diperlukan ketrampilan pengelola obat yang dapat menunjang dalam melakukan

pengajuan kebutuhan obat seperti kemampuan negosiasi, kemampuan mengolah

data penggunaan obat dari aspek ekonomi, kemampuan advokasi dan ketrampilan

lainnya untuk menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat.

Dengan demikian kebutuhan obat baik jenis dan jumlahnya dapat terpenuhi.

Selain itu, diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan

kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dengan pembentukan Tim Perencanaan

Obat Terpadu dengan melibatkan pengelola obat. Tim Perencanaan Obat Terpadu

(TPOT) merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efesiensi dan

efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar

instansi yang terkait dengan perencanaan obat di Kota Tomohon. Dengan adanya

TPOT dapat menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran, keterpaduan

dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan, kesamaan persepsi antara pemakai

obat dan penyedia anggaran, estimasi kebutuhan obat lebih tepat, koordinasi antara

penyedia dan pemakai obat serta pemanfaatan dana pengadaan dapat lebih optimal.

TPOT terdiri dari ketua yang bertugas mengkordinasikan kegiatan tim teknis

perencanaan obat terpadu, sekretaris yang bertugas mempersiapkan daftar

perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan, unsur

sekretariat daerah yang bertugas menyediakan informasi ketersediaan dana APBD

yang dialokasikan untuk obat dan perbekalan kesehatan serta unsur pelaksana

program kesehatan di Dinas Kesehatan Daerah yang bertugas memberikan

informasi data atau target sasaran program kesehatan (Kemenkes, 2010).

Selain melakukan pengadaan obat melalui DAK, puskesmas dapat

melakukan pengadaan obat melalui dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) yang jumlahnya di tiap puskesmas berbeda. Dana kapitasi JKN

dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan (60%) dan

dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan (40%) (Pemerintah RI, 2016).

Sekitar 15% dari dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan dimanfaatkan

untuk biaya obat, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dengan

jumlah keseluruhan sebesar Rp 645.000.000,00.

Page 72: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

58

Dari wawancara yang dilakukan, pembelian obat menggunakan dana

kapitasi dilakukan melalui apotek yang ada di sekitar wilayah puskesmas. Hal ini

menyebabkan harga obat jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga obat e-

catalogue. Seharusnya dengan dilakukannya kontrak payung antara Dinas

Kesehatan Daerah dengan Distributor, puskesmas dapat melakukan pengadaan obat

kepada distributor tersebut menggunakan e-catalogue sehingga terdapat

keseragaman harga di tiap puskesmas dan pengadaan obat lebih efisien.. Untuk itu

perlu ditambahkan butir dalam kontrak payung yang menjelaskan pihak distributor

harus melayani pembelian obat yang dilakukan oleh puskesmas agar supaya pada

saat puskesmas melakukan pengadaan obat tidak terjadi penolakan dari pihak

distributor.

Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pengadaan obat dan

perbekalan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon, maka puskesmas wajib melakukan verifikasi rencana pengadaan

obat dan perbekalan kesehatannya ke Instalasi Farmasi. Dengan ini, puskesmas

bisa mengetahui stok obat apa saja yang mengalami kekurangan di IFK sehingga

dapat menjadi acuan untuk melaksanakan pengadaan obat melalui dana JKN di

puskesmas.

Hasil penelitian ini menunjukkan persentase alokasi dana pengadaan obat

di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon lebih rendah jika

dibandingkan dengan penelitian Wati (2013) dengan persentase sebesar 6,51% di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun dan penelitian

oleh Fakhriadi (2011) sebesar 36% di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Temanggung.

3. Persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai untuk

masing-masing item obat

Indikator kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai untuk

masing-masing item obat digunakan untuk mengetahui seberapa besar ketepatan

pemilihan obat dalam pengadaan. Data diambil secara retrospective pada tahun

2016. Persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai untuk

masing-masig item obat dapat dilihat pada tabel 8.

Page 73: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

59

Tabel 8. Persentase Kesesuaian Antara Pengadaan dengan Kenyataan Pakai untuk Masing-

masing Obat

Uraian Jumlah

Obat

Diadakan

Jumlah item

obat pakai

Nilai (%) Standar

Jumlah item obat di Instalasi Farmasi 67 66 98,5 100%

Jumlah item obat di Puskesmas

kakaskasen

94 89 94,68

Jumlah item obat di Puskesmas Rurukan 87 85 97,70

Jumlah item obat di Puskesmas Matani 93 88 94,62

Jumlah item obat di Puskesmas

Pangolombian

83 76 91,56

Jumlah item obat di Puskesmas Lansot 87 81 93,10

Jumlah item obat di Puskesmas Taratara 98 89 90,81

Jumlah item obat di Puskesmas Tinoor 91 90 98,90

Rata-rata 87,5 83 94,98

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 8 menunjukkan persentase kesesuaian antara pengadaan dengan

kenyataan pakai obat. Idealnya semua obat yang diadakan tahun 2016 harus

digunakan pada tahun berjalan tapi nyatanya ada beberapa item obat yang tidak

digunakan selama tahun 2016. Persentase obat yang digunakan dalam pengadaan

tahun 2016 di IFK sebesar 98,5% dimana ada 1 item obat tidak digunakan. Hal ini

dikarenakan pada tahun 2016 kontrak payung dilakukan pada bulan April sehingga

belanja obat dilaksanakan pada bulan Mei, sehingga ada item obat dari distributor

yang terlambat pengirimannya ke IFK. Untuk mengatasi masalah ini IFK harus

terus memantau status pengiriman obat dengan rutin melakukan komunikasi

dengan pihak distributor untuk mencegah keterlambatan pengiriman.

Persentase obat yang digunakan oleh Puskesmas Kakaskasen sebesar

94,68% dimana ada 5 item obat tidak digunakan yaitu antihemoroid supp, eugenol,

metilergometrin injeksi, ventolin dan combivent, persentase Puskesmas Rurukan

sebesar 97,70 ada 2 item obat tidak digunakan yaitu spironolakton tablet dan

Page 74: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

60

combivent, Puskesmas Matani sebesar 94,62% ada 5 item obat tidak digunakan

yaitu antihemoroid supp, loratadin tablet 10 mg, metilergometrin injeksi, pirantel

pamoat suspensi, dan ventolin, Puskesmas Pangolombian sebesar 91,56% dimana

ada 7 item obat tidak digunakan yaitu diazepam tablet, vitamin K tablet, probenesid

tablet, propanolol tabletventolin, combivent dan clindamysin kapsul 300 mg,

Puskesmas Lansot sebesar 93,10% ada 6 item obat tidak digunakan yaitu

haloperidol tablet 0,5 mg, ibuprofen tablet 200 mg, nistatin tablet vaginal,

clindamysin kapsul 300 mg, combivent dan ventolin, Puskesmas Taratara sebesar

90,81% ada 9 item obat tidak digunakan yaitu aqua pro injeksi, gentian violet,

glukosa infus 10%, klorokuin fosfat tablet 250 mg, pirantel pamoat tablet 125 mg,

papaverin tablet, spironolacton tablet, tetagam dan ventolin, Puskesmas Tinoor

sebesar 98,90% dimana ada 1 item obat tidak digunakan selama tahun 2016 yaitu

epinefrin injeksi. Jika dibandingkan dengan penelitian Pudjaningsih (1996) maka

persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai untuk masing-

masing item obat di tiap puskesmas wilayah kerja dinas kesehatan daerah kota

tomohon belum efisien. Hal ini dikarenakan ada item obat yang tidak diperlukan

puskesmas masih di distribusikan oleh IFK ke puskesmas. Upaya yang perlu

dilakukan adalah melakukan perencanaaan obat dengan selektif yang mengacu

pada prinsip efektif, aman, ekonomis, rasional dan diadakan koreksi dengan

metode VEN dan analisa ABC (Quick dkk, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata persentase kesesuaian

pengadaan dengan kenyataan pakai lebih tinggi dibandingkan penelitian oleh Wati

(2013) sebesar 72,73% di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Karel

Sadsuitubun.

4. Frekuensi pengadaan item obat

Indikator frekuensi pengadaan item obat digunakan untuk mengetahui

berapa kali obat-obatan tersebut dipesan setiap tahunnya. Data diambil secara

retrospective tahun 2016, ditunjukkan pada tabel 9.

Tabel 9. Frekuensi Pengadaan Item Obat

Uraian Jumlah

Pesanan (kali/

Tahun)

Standar

Page 75: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

61

Frekuensi pengadaan obat di Instalasi Farmasi 1 Rendah

<12×/tahun

Sedang 12-

24×/tahun

Tinggi

>24×/tahun

Frekuensi pengadaan obat di Puskesmas kakaskasen 12

Frekuensi pengadaan obat di puskesmas Rurukan 12

Frekuensi pengadaan obat di Puskesmas Matani 12

Frekuensi pengadaan obat di Puskesmas Pangolombian 12

Frekuensi pengadaan obat di puskesmas Lansot 12

Frekuensi pengadaan obat di Puskesmas Taratara 12

Frekuensi pengadaan obat di Puskesmas Tinoor 12

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 9 menunjukkan frekuensi pengadaan obat dalam setahun.

Pengadaan obat di IFK hanya dilakukan sekali dalam setahun. Jika dibandingkan

dengan penelitian Pudjaningsih (1996), maka frekuensi pengadaan obat di IFK

masih rendah yaitu < 12x pertahun. Meskipun pengadaan yang dilakukan hanya

sekali dalam setahun, obat yang tersedia sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan

puskesmas dalam setahun karena data yang digunakan untuk melakukan

perencanaan pengadaan obat berasal dari kompilasi data kebutuhan semua

puskesmas selama satu tahun. IFK serta Dinas Kesehatan Daerah telah melakukan

kerjasama dengan beberapa distributor untuk tidak mengirimkan item obat

sekaligus. Obat yang dikirimkan ke IFK dilakukan secara bertahap mengingat daya

tampung gudang di IFK tidak cukup besar. Hal ini juga disetujui oleh beberapa

distributor karena permintaan kebutuhan yang cukup banyak sehingga ditributor

juga butuh waktu untuk melayani semua permintaan obat dari IFK.

Frekuensi pengadaan obat di puskesmas dilakukan sebanyak 12 kali dalam

setahun. Frekuensi pengadaan obat di puskesmas disesuaikan dengan persedian

untuk mencegah resiko kerusakan, daya konsumsi obat selama sebulan di

puskesmas, biaya penyimpanan dan memudahkan pengendalian persediaan oleh

petugas gudang obat di puskesmas. Jika dibandingkan dengan penelitian

Pudjaningsih (1996), maka frekuensi pengadaan obat di puskesmas masuk kategori

sedang yaitu 12-24 kali pertahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi pengadaan item obat lebih

kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Djatmiko (2011) sebanyak 14,8

kali di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung dan

sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2013) sebanyak 1 kali dalam

Page 76: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

62

setahun di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Karel Sadsuitubun juga

ihsan (2015) sebanyak 1 kali pertahun di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Muna.

5. Frekuensi kesalahan faktur

Indikator frekuensi kesalahan faktur digunakan untuk mengukur berapa

kali terjadi kesalahan faktur seperti jumlah barang yang tidak sesuai pesanan,

faktur ada tetapi barangnya tidak ada. Data diambil secara retrospective dengan

melihat dokumen faktur pesanan tahun 2016. Barang dari distributor yang dikirim

ke IFK disertai dengan faktur tapi ada juga yang hanya menggunakan laporan serah

terima obat. Faktur yang diberikan merupakan salinan dari faktur asli, setelah

jumlah barang yang dikirimkan lengkap sesuai dengan pesanan dan telah dilunasi

barulah IFK mendapatkan faktur yang asli.

Barang yang datang akan diterima dan diperiksa oleh petugas bagian

penerimaan barang. Barang kemudian akan diperiksa spesifikasinya terlebih dahulu

seperti alamat pengirim barang, alamat tujuan, nama, kemasan, jumlah barang

waktu kadaluarsa (waktu kadaluarsa obat tidak kurang dari satu tahun), serta nomor

batch disesuaikan dengan yang tertera pada surat pesanan dan faktur. Apabila

terdapat ketidaksesuaian, petugas penerimaan akan mengembalikan atau menolak

barang yang dikirim (retur) untuk ditukar dengan barang yang sesuai.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas penerimaan barang,

frekuensi kesalahan faktur tidak pernah terjadi. Hal ini dikarenakan pada saat

barang masuk selalu dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada. Apabila

ditemukan ketidaksesuaian antara faktur dengan barang pesanan, maka langsung

dikembalikan kepada distributor. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya

penyalahgunaan obat yang dilakukan pihak tertentu.

Hasil penelitian ini menunjukan frekuensi kesalahan faktur di Wilayah

kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon lebih kecil dibandingkan penelitian

oleh Sasongko (2016) di RSUD Kabupaten Sukoharjo dari 41 sampel yang menjadi

indikator ditemukan 4 kesalahan faktur dimana item barang atau jumlah barang

yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan.

Page 77: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

63

6. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh Dinas Kesehatan terhadap

waktu yang telah ditetapkan

Indikator frekuensi tertundanya pembayaran oleh dinas kesehatan terhadap

waktu yang telah ditetapkan dimaksudkan untuk mengetahui kualitas pembayaran

dinas kesehatan terhadap waktu yang telah disepakati dengan distributor. Data

diambil secara retrospective tahun 2016, ditunjukkan dalam tabel 10.

Tabel 10. Frekuensi Tertundanya Pembayaran oleh Dinas Kesehatan Terhadap Waktu yang

Telah Ditetapkan

Uraian Waktu

Pembayaran

(hari)

Standar

Rata-rata lama waktu pembayaran 50 0-25 hari

Rata-rata lama waktu pembayaran yang disepakati 60

Rata-rata selisih waktu pembayaran dengan jatuh tempo

(hari)

10

% Tertundanya pembayaran 0

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 10 menunjukkan rata-rata lama waktu pembayaran dari dinas

kesehatan kepada distributor adalah 50 hari dengan rata-rata lama waktu

pembayaran yang disepakati yaitu 60 hari. Hal ini dikarenakan pihak distributor

harus melengkapi semua jumlah pesanan obat baru dilakukan pembayaran oleh

bagian keuangan. Pada tahun 2016, pembayaran kepada distributor tidak melewati

waktu pembayaran yang disepakati. Sebelum tanggal jatuh tempo, bagian keuangan

dinas kesehatan daerah kota Tomohon telah melakukan pelunasan sejumlah harga

faktur kepada pihak distributor. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Pudjaningsih (1996) dimana lama waktu pembayaran efektif dilakukan antara 0-25

hari setelah jatuh tempo, maka frekuensi pembayaran yang dilakukan bagian

keuangan kepada pihak distributor sudah efektif dan efisien.

Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi tertundanya pembayaran oleh

dinas kesehatan terhadap waktu yang telah ditetapkan lebih cepat jika

dibandingkan dengan penelitian Djatmiko (2011) di Instalasi Farmasi Dinas

Page 78: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

64

Kesehatan Kota Semarang dengan rata-rata lama keterlambatan pembayaran 11,8

hari.

7. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengadaan

Kendala yang sering ditemui selama pengadaan menggunakan E-

Catalogue adalah pemilihan distributor di daerah dilakukan langsung oleh penyedia

pusat tanpa mengetahui jumlah sisa stok yang ada di distributor. Distributor tidak

sanggup memenuhi semua kebutuhan obat yang diperlukan karena sisa stok yang

ada di distributor nanti diketahui setelah penandatanganan kontrak payung

dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan pengiriman obat ke Instalasi Farmasi

tertunda sehingga waktu tunggu kedatangan obat menjadi lebih lama karena

distributor harus memesan dulu obat yang diperlukan ke penyedia obat. Untuk

mengatasi masalah keterlambatan ini, Instalasi Farmasi selalu melakukan

komunikasi dengan distributor via telpon untuk memantau kemajuan barang

pesanan.

Instalasi Farmasi seringkali memperoleh bantuan obat dari Dinas Provinsi

maupun pemerintah Pusat. Kondisi obat bantuan ini kadang sudah mendekati

waktu kadaluarsa sehingga harus segera didistribusikan ke puskesmas. Puskesmas

harus menerimanya meskipun tidak membutuhkan obat tersebut.

Puskesmas dapat melakukan pengadaan obat sendiri diluar pengadaan

rutin yang diperoleh dari Instalasi Farmasi, dalam hal ini obat yang dibutuhkan

tidak ada atau memang terjadi kekosongan obat di Instalasi Farmasi. Pengadaan

yang dilakukan puskesmas ini bersumber dari dana BPJS dan dana rutin APBD

setiap tahunnya. Puskesmas dapat membeli obat dan perbekalan kesehatan yang

sudah masuk dalam e-catalogue dengan menggunakan e-purchasing. Untuk

menghindari terjadinya duplikasi dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan

yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon,

maka Puskesmas wajib melakukan verifikasi Rencana Pengadaan Obat dan

Perbekalan Kesehatannya ke Instalasi Farmasi dan Sekretaris Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon.

Dari wawancara yang dilakukan, ada puskesmas yang melakukan

pembelian langsung ke PBF adapula yang melakukan pembelian lewat Apotek

Page 79: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

65

yang ada di sekitar wilayah puskesmas dengan persetujuan Kepala Puskesmas.

Keputusan ini diambil karena pihak distributor tidak melayani pembelian obat dari

puskesmas. Pembelian obat yang tidak pada satu tempat ini menyebabkan

perbedaan harga yang cukup signifikan untuk beberapa item obat sehingga pada

saat pembuatan laporan pertanggungjawaban setiap puskesmas memiliki daftar

harga obat yang berbeda-beda.

Ketersediaan informasi kesehatan sangat diperlukan dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan khususnya dalam pengelolaan obat. Agar

informasi kesehatan tersebut tersedia dengan baik dan akurat perlu adanya suatu

Sistem Informasi Kesehatan (SIK). Dengan adanya SIK pengumpulan data,

pengolahan, pelaporan dan penggunaan informasi menjadi terintegrasi antara

puskesmas dengan Dinas Kesehatan sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih

efektif dan efisien. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengelola obat,

setiap puskesmas sudah memiliki server SIKDA lengkap dengan perangkat

komputer. Tapi belum digunakan dikarenakan tidak tersedianya jaringan internet di

semua wilayah puskesmas. Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon harus melakukan advokasi ke Pemerintah Kota Tomohon untuk

melakukan pengadaan jaringan internet di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon sehingga dapat dilakukan koneksi data base secara oline melalui

jaringan internet ke Server SIKDA Generik di dinas kesehatan, maupun ke data

base lokal yang ada di puskesmas.

C. Ketersediaan Obat

Salah satu syarat penting dari pelayanan kesehatan masyarakat yang

bermutu adalah tersedianya obat dalam jumlah maupun jenis yang cukup dan

tersedia pada saat dibutuhkan. Ketersediaan obat yang kurang dapat menurunkan

kualitas pelayanan kesehatan sedangkan ketersediaan obat berlebih

menggambarkan pengadaan yang tidak efisien karena dapat meningkatkan biaya

penyimpanan dan juga obat yang berlebih memiliki potensi menjadi obat

kadaluarsa. Data diperoleh secara retrospective tahun 2016, ditunjukkan dalam

tabel 11.

Page 80: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

66

Tabel 11. Tingkat Ketersediaan Obat di Puskesmas

No

Nama

puskesmas

∑ item

obat

Rata rata

ketersediaan

obat (bulan)

%kurang %aman %Lebih

(<12) (12-18) (>18)

1 Kakaskasen 108 15,92 7 (6,48) 81 (75,00) 20 (18,52)

2 Rurukan 114 14,55 4 (3,51) 94 (82,46) 16 (14,04)

3 Matani 94 15,76 5 (5,32) 77 (81,91) 12 (12,77)

4 Pangolombian 86 15,75 7 (8,14) 66 (76,74) 13 (15,12)

5 Lansot 105 16,41 8 (7,62) 74 (70,48) 23 (21,90)

6 Taratara 123 18,01 12 (9,76) 79 (64,23) 32 (26,02)

7 Tinooor 103 14,86 1 (0,97) 90 (87,38) 12 (11,65)

Total 733 111,26 44(41,80) 561(538,20) 128(120,02)

Rata-rata 104,71 15,89 6,28 (5,97) 80,14 (76,88) 18,28 (17,15)

SD 12,24 1,12 2,98 7,92 5,26

Sumber : data diolah, 2018

Tabel 11 menunjukkan persentase tingkat ketersediaan obat di puskesmas.

Rata-rata tingkat ketersediaan obat kategori kurang yaitu obat yang

ketersediaannya <12 bulan adalah 6,28 item obat dengan persentase sebesar 5,97%,

rata-rata tingkat ketersediaan obat kategori cukup dengan ketersediaan antara 12

bulan sampai 18 bulan adalah 80,14 item obat dengan persentase 76,88%, rata-rata

tingkat ketersediaan obat kategori berlebih dengan ketersediaan >18 bulan adalah

18,28 item obat dengan persentase 17,15%.

1. Tingkat ketersediaan obat kategori kurang

Rata-rata obat yang masuk kategori kurang sebesar 5,97%, obat yang

masuk kategori kurang ini bukanlah obat dengan stok kurang di puskesmas

melainkan obat stagnant yang tidak mengalami mutasi pengeluaran obat dalam

setahun. Untuk mengatasi masalah ini, pengelola obat harus berkordinasi dengan

Instalasi Farmasi atau puskesmas lain yang membutuhkan. Kurangnya ketrampilan

pengelola obat dalam menghitung kebutuhan obat juga mempengaruhi persediaan

di puskesmas. Hal ini disebabkan kurangnya pelatihan tentang pengelolaan obat

yang diikuti. Kelancaran dan keberhasilan tugas pengelolaan obat di IFK sangat

didukung kualitas pengelola obat. Kualitas ini perlu ditingkatkan dengan pelatihan

sehingga dapat memodifikas perilaku pegawai serta mendukung organisasi dan

tujuan organisasi seperti keefektifan, distribusi barang dan pelayanan lebih efisien

Page 81: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

67

(Waluyo, 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan persentase tingkat ketersediaan

obat kategori kurang lebih kecil dibandingkan penelitian Carollen (2017) di

Puskesmas Kabupaten Keerom Provinsi Papua dengan rata-rata tingkat

ketersediaan obat kategori kurang sebelum implementasi JKN sebesar 25,71% dan

setelah implementasi JKN sebesar 27,6%

2. Tingkat ketersediaan obat kategori aman

Berdasarkan jumlah dan jenis item obat, ketersediaan obat di Puskesmas

di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon sudah baik, dimana

jumlah item obat dalam kategori ketersediaan obat aman sebesar 76,88% lebih

banyak dibanding jumlah item obat dengan ketersediaan kurang ataupun berlebih.

Ketersediaan obat di puskesmas termasuk kategori cukup yaitu masuk pada rentang

12-18 bulan dengan rata-rata tingkat ketersediaan obat di puskesmas sebesar 15,89

bulan. Hal ini menandakan jumlah dan jenis obat yang ada di puskesmas cukup

untuk digunakan dalam kegiatan pelayanan kefarmasian di puskesmas. Hasil

penelitian ini menunjukkan persentase tingkat ketersediaan obat kategori aman

lebih besar dibandingkan penelitian Carollen (2017) di Puskesmas Kabupaten

Keerom Provinsi Papua dengan rata-rata tingkat ketersediaan obat kategori aman

sebelum implementasi JKN sebesar 64,28% dan setelah implementasi JKN sebesar

64,29%.

3. Tingkat ketersediaan obat kategori berlebih

Rata-rata obat yang masuk kategori berlebih sebesar 17,15%, obat dalam

kategori berlebih ini berpotensi menjadi obat kadaluarsa. Oleh karena itu,

pengelola obat harus berkoordinasi dengan Instalasi Farmasi untuk menarik obat

yang ada di puskesmas agar Instalasi Farmasi dapat mendistribusikan obat berlebih

ini ke puskesmas lain yang membutuhkan. Pengelola obat juga harus

berkomunikasi dengan dokter penulis resep untuk mengeluarkan obat tersebut,

pengelola obat secara rutin memberikan daftar stok obat yang ada kepada dokter

penulis resep agar supaya dokter juga mengetahui ketersediaan obat yang ada di

puskesmas. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase tingkat ketersediaan obat

kategori berlebih di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon lebih

besar jika dibandingkan dengan penelitian Carollen (2017) dengan persentase

Page 82: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

68

sebesar 9,52% sebelum implementasi JKN dan sebesar 7,6% setelah implementasi

JKN di Puskesmas Kabupaten Keerom Provinsi Papua.

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Kebutuhan

Obat Publik serta Ketersediaan Obat di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon Tahun 2016 memiliki beberapa keterbatasan dan kelemahan yaitu

Penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan secara kualitatif dengan

dukungan data kuantitatif. Waktu pengumpulan data primer yang dilakukan hanya

satu kali observasi memungkinkan terdapat informas yang tidak terserap oleh

peneliti. Jawaban informan pada penelitian kualitatif cenderung bersfat subyektif.

Untuk mengantisipasi, maka dilakukan triangulasi. Kepala Puskesmas sebagai

informan triangulasi yang kebetulan belum lama bertugas di puskesmas yang

bersangkutan bisa juga merupakan kelemahan informasi. Maka untuk

mengantisipasinya triangulasi dilakukan juga kepada Kepala Instalasi Farmasi Kota

Tomohon dan Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon yang juga

bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kota Tomohon.

Page 83: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta data-data yang

diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil yang belum sesuai standar pada indikator : 1). Rata-rata perencanan obat

yang tepat di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon

adalah sebesar 33,35%, kurang tepat sebesar 48,03% dan berlebih sebesar

18,62%. 2). persentase alokasi dana pengadaan obat di IFK sebesar 3,91%. 3).

Rata-rata persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai obat

94,98%. 4). Frekuensi pengadaan IFK 1 kali setahun.

Hasil yang sesuai standar pada indikator : 1). Rata-rata persentase kesesuaian

item obat yang tersedia sebesar 94,33%. 2). Rata-rata persentase penyimpangan

perencanaan 5,66%. 3). Persentase ketersediaan dana pengadaan obat di IFK

tahun 2016 sebesar 100%. 4). Tidak pernah terjadi kesalahan faktur. 5). Rata-

rata lama waktu pembayaran dari dinas kesehatan kepada distributor adalah 50

hari dengan rata-rata lama waktu pembayaran yang disepakati yaitu 60 hari.

Page 84: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

70

2. Idealnya setiap obat di Puskesmas dihitung stok optimumnya, namun

kenyataanya belum semua Puskesmas melakukan perhitungan stok optimum

untuk semua item obat. Sehingga dalam melakukan permintaan obat hanya

didasarkan perkiraan semata. Belum tersedianya Standar Prosedur Operasional

tentang proses perencanaan kebutuhan obat di puskesmas. Pemilihan distributor

di daerah dilakukan langsung oleh penyedia pusat tanpa mengetahui jumlah sisa

stok yang ada di distributor

3. Rata-rata tingkat ketersediaan obat kategori kurang sebesar 5,97%, aman

sebesar 76,88%, dan berlebih sebesar 17,15%.

B. Saran

1. Saran bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota

Tomohon agar menyusun Standar Operasional Prosedur pengelolaan obat

tingkat Puskesmas agar pengelola obat dapat menyusun kebutuhan obat yang

tepat sesuai dengan kebutuhan, mencegah terjadinya kekosongan obat dan

dapat meningkatkan penggunaan obat yang efektif dan efisien.

2. Saran bagi Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon:

a. Membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu Kabupaten/Kota (TPOTK)

untuk menghasilkan perencanaan obat yang lebih baik

b. Menyelenggarakan pelatihan atau bimbingan tentang pengelolaan obat di

puskesmas

c. Menerapkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) pengelolaan obat untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Daerah Kota Tomohon.

Page 85: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

71

BAB VI

RINGKASAN

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan

segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau serta

menjamin ketersediaan, pemerataan serta keterjangkauan perbekalan kesehatan,

termasuk obat-obatan. Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau dan tenaga

kesehatan yang berkompeten adalah komponen yang dibutuhkan dalam sistem

pelayanan kesehatan, tapi obat lebih penting dengan alasan obat menyelamatkan

kehidupan dan meningkatkan derajat kesehatan (Quick dkk, 1997).

Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan.

Ketersediaan obat pada unit Pelayanan Kesehatan sangat mempengaruhi mutu

pelayanan kesehatan, karena itu perlu adanya pengelolaan obat yang baik yang

bertujuan menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat

yang efisien, efektif dan rasional (Hartono, 2007). Menurut Inggrid (2015)

Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan pada tingkat Kota mempunyai

peranan penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya dibidang

Page 86: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

72

pelayanan kefarmasian di Kota. Unsur pokok dalam menunjang pelayanan tersebut

adalah terjaminnya ketersediaan obat disetiap lini pelayanan kesehatan sektor

publik di wilayah kerjanya.

Ketidakmampuan merencanakan kebutuhan obat dengan baik di tingkat

Puskesmas, akan berpengaruh pada persediaan obat. Puskesmas akan mengalami

persediaan obat yang berlebih (over stock) ataupun masalah kekosongan obat

(stock out). Kelebihan dan kekosongan obat tersebut dikarenakan jumlah

permintaan dan persediaan yang tidak seimbang akibat dari kurang tepatnya dalam

penentuan jumlah persediaan.

Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon membawahi 7 Puskesmas, namun

belum pernah dilakukan evaluasi mengenai proses perencanaan dan pengadaan

kebutuhan obat publik. Dengan pertimbangan tersebut maka diperlukan sebuah

evaluasi terkait proses perencanaan dan pengadaan di tingkat Puskesmas untuk

mengetahui permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan pengadaan

kebutuhan obat serta pengaruhnya terhadap ketersediaan obat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian

perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat publik dengan indikator efisiensi dan

efektivitas pengelolaan obat, permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan

pengadaan kebutuhan obat publik serta mengetahui ketersediaan obat publik pada

sarana kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengevaluasi perencanaan

dan pengadaan kebutuhan obat publik di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon. Data primer pada penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil

wawancara dengan responden dan triangulasi, sedangkan data sekunder diperoleh

dari hasil penelusuran dokumen tahun 2016.

Penelitian dilakukan di 7 Puskesmas yang ada di Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Hasil yang tidak sesuai standar yaitu rata-rata

perencanan obat yang tepat di puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah

Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%, kurang tepat sebesar 48,03% dan berlebih

sebesar 18,62%. Persentase alokasi dana pengadaan obat di IFK sebesar 3,91%.

Rata-rata persentase kesesuaian antara pengadaan dengan kenyataan pakai obat

Page 87: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

73

94,98%. Frekuensi pengadaan IFK 1 kali setahun. Hasil yang sesuai standar yaitu

rata-rata persentase kesesuaian item obat yang tersedia sebesar 94,33%. Rata-rata

persentase penyimpangan perencanaan 5,66%. Persentase ketersediaan dana

pengadaan obat di IFK tahun 2016 sebesar 100%. idak pernah terjadi kesalahan

faktur. Rata-rata lama waktu pembayaran dari dinas kesehatan kepada distributor

adalah 50 hari dengan rata-rata lama waktu pembayaran yang disepakati yaitu 60

hari. Rata-rata tingkat ketersediaan obat kategori kurang sebesar 5,97%, aman

sebesar 76,88%, dan berlebih sebesar 17,15%.

DAFTAR PUSTAKA

Anjarwati R. 2010. Evaluasi Kesesuaian Pengelolaan Obat Pada Puskesmas

Dengan Standar Pengelolaan Obat Yang Ada Di Kabupaten Sukoharjo

Tahun 2009. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Athijah U. 2010. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Surabaya Timur

dan Selatan. Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5 No. 1 Tahun 2010 Hal.

15-23. Universitas Airlangga. Surabaya.

Carollen, I., Fudholi, A., dan Endarti, D. 2017. Evaluasi Ketersediaan Obat

Sebelum dan Sesudah Implementasi JKN pada Puskesmas di Kabupaten

Keerom Provinsi Papua. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

Volume 7 Nomor 1 Maret 2017. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Depkes RI. 2002. Pedoman Suvervisi dan Evaluasi Obat Publik Kesehatan dan

Perbekalan Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan

Masyarakat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Bina

Page 88: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

74

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1114/MENKES/SK/VIII/2004, tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi

Kesehatan di Puskesmas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Jakarta.

Depkes RI. 2006. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

066/MENKES/SK/II/2006, tentang Panduan Manajemen Sumber Daya

Kesehatan Dalam Penanggulan Bencana. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di

Puskesmas. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2007. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

di Daerah Perbatasan. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2008. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1121/MENKES/SK/XII/2008, tentang Pedoman Teknis Pengadaan

Obat Publik dan Pembekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan

Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48

Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat Dengan

E-purchasing Berdasarkan E-catalouge. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Dinkessos, 2016, Profil Kesehatan Kota Tomohon Tahun 2015, Dinas Kesehatan

dan Sosial Kota Tomohon

Page 89: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

75

Djatmiko M., Anggraeni A., Cut Nurita M. 2009. Evaluasi Sistem Pengelolaan

Obat Instalasi Perbekalan Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang

Tahun 2007. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. Vol. 6 No. 1,

Juni 2009 Hal. 1-6. Universitas Wahid Hasyim. Semarang.

Fakhriadi A., Marchaban., dan Pudjaningsih., D. 2011. Analisis Pengelolaan Obat

di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung

Tahun 2006, 2007 dan 2008. Jurnal Manajemen dan Pelayanan

Farmasi. Hal 94-102. Vol. 1 no. 2/Juni 2011. Pascasarjana Fakultas

Farmasi Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Hartono, PJ. 2007. Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Public Untuk

Pelayanan Pesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas se Wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya [Tesis]. Semarang. Program Studi

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Ihsan, S., Amir, S., dan Sahid M. 2015. Evaluasi Pengelolaan Obat di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014.

Majalah Farmasi, Sains dan Kesehatan Pharmauho Volume 1, Nomor

2, Hal 23-28. Fakultas Farmasi Universitas halu Oleo. Kendari.

Ingrid NR, Kandou GD, Soleman T. 2015. Analisis Perencanaan Obat di Dinas

Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. JIKMU Vol. 5, No. 2b: 471.

Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Kemenkes. 2010. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes. 2010. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kepmenkes. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 189/Menkes/Sk/Iii/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Page 90: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

76

Kepmenkes. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

922/MENKES/SK/X/2008 Tentang Pedoman Teknis Pembagian

Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

Kepmenkes. 2013. Keputusan Menteri Kesehatan RI No

312/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Daftar Obat Esensial Tahun

2013. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kepmenkes. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75

Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Kepmenkes. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

128/Menkes/SK/II/2014 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan

Masyarakat. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kepmenkes. 2016. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

HK.02.02/MENKES/137/2016 Tentang Perubahan atas keputusan

Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang

Formularium Nasional. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Lexy J.M. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoatmojo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rieneka Cipta.

Pemerintah RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.

Pemerintah RI. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun

2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah

dirubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan

Page 91: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

77

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.

Pemerintah RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian Nomor

21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan

Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehata dan Dukungan

Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Pemerintah Daerah. Jakarta.

Quick, J.D., Hume, M.I., O’Connor, R.W. 1997. Managing Drug Supply. Second

edition : Revised and expanded, Managemen Sciencesfor Health :

WHO, Boston.

Quick, J.D., Vimal, D. James,R.R.. 2012. Inventori Management. 3rd

edition.

Management Science for Health. USA.

Rahma, D. 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat

Publik Dan Perbekalan Kesehatan Periode 07-18 Januari 2013.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Rini, H. 2010. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 13 No. 1 tahun 2010 : 54

– 60.

Risqi, H., Nugraheni, D., dan Medina, N. 2016. Analisis Ketersediaan Obat Publik

pada Era Jaminan Kesehatan Nasional di Dinas Kesehatan Kabupaten

Sleman Tahun 2015. Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah

Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia. Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta.

Robandi, I. 2008. Becoming The Winner Riset, Menulis Ilmiah, Publikasi Ilmiah,

dan Presentasi, (Yokyakarta: C.V Andi. 2008), hal. 122.

Sasongko, H. 2016. Overview of Drug Procurement Management Indicators in

Sukoharjo Central Java Hospital. Journal of Pharmaceutical Science

and Clinical Research 2016, 01, 21-28. Universitas Sebelas Maret.

Surakarta.

Satibi. 2015. Manajemen Obat di Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Page 92: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

78

Sudjianto, T. 2009. Pengelolaan Obat Hisfarma. https://sites.google.com/site

/hisfarma/Home/pengelolaan obat diakses tanggal 8 November 2015.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV Alfabeta.

Suryawati S. 1997. Perencanaan Kebutuhan Obat. Program Pengembangan

Ekskutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerja sama dengan

Pusat Studi Farmakologi Klinik dan kebijakan Obat Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tumwine, Y., Kutyabami Paul, Odoi AR, Kalyango J.N. 2010. Availability and

Expiry of Essential Medicines and Supplies During the pull and push

Drug Acquisition Systems in a Rural Ugandan Hospital. Topical

Journal of Pharmaceutical Research.Vol. 9. Hal 557-563.

Utami, JN, Suryawati.S, 2001, Pengembangan Indikator Panitia Farmasi dan

Terapi Rumah Sakit, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 7:67-

68.

Waluyo, Y., Athiyah, U., dan Rochmah T. 2015. Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Pengelolaan Obat Publik di Instalasi Farmasi

Kabupaten di Papua Wilayah Selatan. Jurnal Ilmu Kefarmasian

Indonesia Volume 13 Nomor 1, Hal 94-101. Universitas Airlangga.

Surabaya.

Wati, W., Fudholi, A., dan Pamudji G. 2013. Evaluasi Pengelolaan Obat dan

Strategi Perbaikan dengan Metode Hanlon di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Tahun 2012. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi Volume

3 Nomor 4. Universitas Setia Budi. Surakarta.

Page 93: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

79

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 94: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

80

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara

Responden yang diwawancarai adalah tenaga pengelola obat publik dan

kemudian dilakukan triangulasi kepada Kepala Puskesmas, Kepala Instalasi

Farmasi, dan Kepala Seksi Farmamin Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Langkah-langkah dalam melakukan wawancara adalah sebagai berikut :

A. Memberi salam dengan sopan dan ramah.

B. Menjelaskan secara singkat tujuan wawancara dan tujuan penelitian.

C. Meyakinkan bahwa hasil wawancara hanya digunakan untuk tujuan penelitian

dan dijamin kerahasiaanya.

D. Menyalakan alat perekam suara dan menyiapkan alat tulis untuk mencatat

jawaban responden.

E. Memulai wawancara sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun

(pertanyaan tidak perlu urut tergantung situasi dan arah pembicaraan).

F. Selesai wawancara, mengucapkan terimakasih, mohon pamit dan salam

dengan sopan.

Page 95: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

81

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Pada Wawancara Mendalam dan Triangulasi

Data Dasar dan Sumber Data Yang Digunakan Untuk Merencanakan

Kebutuhan dan Pengadaan Obat Publik

Pertanyaan 1. Apa saja data dasar yang digunakan dalam merencanakan

kebutuhan obat

2. Data apa saja digunakan untuk pengadaan kebutuhan obat

3. Sumber dokumen data dasar yang digunakan untuk perencanan

kebutuhan obat

4. Sumber dukumen data dasar yang digunakan untuk pengadaan

obat publik

5. Sistem seleksi supplier pada pengadaan obat publik

menggunakan metode apa

6. Sistem Pembayaran pada supplier, menggunakan metode apa

7. Berapa kali pengadaan dalam setahun

8. Kapan pengadaan dilakukan

Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat Publik Yang Dibutuhkan

Pertanyaan 1. Metode perhitungan menentukan jenis dan jumlah obat yang

dibutuhkan

2. Bagaimana proses pengajuan usulan obat baru kepada tim

perencana

3. Metode pengadaan yang digunakan dalam perencanaan obat

4. Skala prioritas dalam perencanaan pengadaan obat

5. Penentuan metode jenis obat pada perencanaan dan pengadaan

bagi obat yang masa kedaluwarsa pendek

Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik

Pertanyaan 1. Bagaimana langkah-langkah melakukan perencanaan obat

2. Siapa yang terlibat dalam tim perencanaan obat

3. Bagaimana sistem perencaan obat yang dilaksanakan saat ini

4. Apa pedoman yang digunakan dalam perencaan obat

5. Apakah ada keterlibatan perwakilan dalam rapat perencanaan

obat

6. Cara mengevaluasi proses perencanaan obat dan dilaksanakan

setiap berapa bulan

7. Proses perencanaan obat apa mengacu pada program kerja

yang sesuai dengan Rencana Strategi

Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perencanaan dan Pengadaan

Kebutuhan Obat Publik

Pertanyaan 1. Kebijakan yang digunakan untuk menjaga ketersediaan obat

2. Persyaratan yang digunakan dalam melakukan pengadaan obat

3. Bagaimana menentukan kriteria obat dan distributor dalam

pengadaan

4. Masalah yang selalu dihadapi dalam merencanakan kebutuhan

obat

5. Kesulitan yang sering dirasakan dalam merencanakan

kebutuhan obat

Page 96: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

82

6. Bagaimana cara mengevaluasi perencanaan dan pengadaan

kebutuhan obat

7. Mengatasi keterlambatan pengiriman dari distributor

Pendapat dan Masukan Untuk Perbaikan Perencanaan dan Pengadaan

Kebutuhan Obat Publik

Pertanyaan 1. Pandangan terhadap Sistem Informasi Manajemen dalam

membantu proses perencanaan dan pengadaan obat

2. Pandangan Apoteker atau Asisten Apoteker terhadap kualitas

obat yang tersedia

3. Bagaimana cara mengevaluasi supplier obat

4. Sistem penentuan seleksi tender mengacu pada peraturan apa

5. Sistem Informasi Obat pada Puskemas dengan Dinas

Kesehatan Kota, apakah sudah terintegrasi

6. Rencana Strategi dalam perencanaan dan pengadaan obat, apa

sudah mengacu visi dan misi Dinas Kesehatan Kota

Page 97: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

83

Lampiran 3. Surat Permohonan Penelitian

Page 98: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

84

Lampiran 4. Surat Rekomendasi Melaksanakan Penelitian dari Dinas

Kesehatan Daerah Kota Tomohon

Page 99: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

85

Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Tara-tara

Page 100: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

86

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Tinoor

Page 101: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

87

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Pangolombian

Page 102: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

88

Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Rurukan

Page 103: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

89

Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas

Lansot

Page 104: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

90

Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di

Puskesmas Matani

Page 105: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

91

Lampiran 11. Daftar Hadir Kegiatan Wawancara dengan Pengelola Obat

Page 106: EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ...repository.setiabudi.ac.id/970/2/TESIS HARIS COMPLETE.pdfdi puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar 33,35%,

92

Lampiran 12. Daftar Hadir Kegiatan Triangulasi