evaluasi pengelolaan obat kadaluarsa di ......pengelolaan obat akan memberi dampak negatif terhadap...
TRANSCRIPT
EVALUASI PENGELOLAAN OBAT KADALUARSA
DI INSTALASI FARMASI KABUPATEN (IFK) “Y”
JURNAL
Disusun oleh :
ENDANG SARWIJIYATI
F. 904.017.008
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) DUTA GAMA KLATEN
2019
ii
EVALUASI PENGELOLAAN OBAT KADALUARSA
DI INSTALASI FARMASI KABUPATEN (IFK) “Y”
INTISARI
Endang [email protected]
, M.Nur Khamid2, Shesanthi Citrariana
3
Manajemen pengelolaan obat salah satunya adalah penentuan kadaluwarsa obat. Obat
yang sudah melewati masa kadalursa dapat membahayakan karena berkurangnya
stabilitas obat tersebut dan dapat mengakibatkan efek toksik (racun). Tidak semua obat-
obatan yang ada di instalasi farmasi langsung didistribusikan kepada pasien. Obat-obatan
yang belum didistribusikan kepada pasien disimpan terlebih dahulu. Penyimpanan obat
yang terlalu lama dapat mengakibatkan obat menjadi kadaluarsa Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengelolaan obat kadaluarsa di Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Y.
Objek dalam penelitian ini adalah semua jenis obat yang tersimpan di Instalasi Farmasi
Kabupaten Y. Teknik sampling menggunakan Total Sampling, sampel penelitian ini
adalah obat yang tersimpan di instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Y. Periode Januari -
Desember 2018. Instrumen yang akan dipakai dalam pengambilan data penelitian ini
adalah lembar observasi, dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan
mendiskripsikan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan selama bulan Januari - Desember tahun 2018 persentasi
obat kadaluwarsa di Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Y Tahun 2018 adalah 8 jenis obat
1,85%. Obat yang paling banyak jumlah kadaluwarsanya adalah Chlorpromazine 100 mg
yaitu 600 box, Albendazole 400 mg 229 box dan Metronidazole 250 mg 240 box. Cara
pemusnahan obat kadaluarsa di instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Y pada bulan Januari-
Desember 2018 obat diberikan kepada pihak ketiga.
Kata Kunci : Pengelolaan obat, Kadaluarsa, Instalasi Farmasi Kabupaten
1 Mahasiswa STIKES Duta Gama Klaten
2 Pembimbing I
3 Pembimbing II
iii
EVALUATION OF PROSPEROUS DRUG MANAGEMENT
IN DISTRICT PHARMACY INSTALLATION “Y”
ABSTRACT
Endang [email protected]
, M.Nur Khamid2, Shesanthi Citrariana
3
One of the management of drug management is the determination of drug expiration.
Drugs that have passed through the period can be obtained endanger because of the
reduced stability of the drug and can cause toxic effects (poisons). Not all medicines in
pharmacy installations are directly distributed to patients. Medicines that have not been
distributed to patients are stored first. Storage of drugs that are too long can cause the
drug to expire The purpose of this study was to determine the management of expired
drugs in District Pharmacy Installation Y.
The objects in this study were all stored in the District Pharmacy Installation Y. The
sampling technique uses Total Sampling, this research sample is a drug stored in the
District Pharmacy installation (IFK) Y Period January-December 2018. The instrument
that will be used in data collection is the observation sheet, in this study data analysis was
carried out by describing the percentage.
The results showed that during the month of January-December 2018 the percentage of
drugs expired in the District Pharmacy (IFK) Y in 2018 was 8 types of drugs 1.85%. The
drugs with the most expiration date were Chlorpromazine 100 mg, 600 boxes,
Albendazole 400 mg 229 boxes and Metronidazole 250 mg 240 boxes. Ways to destroy
drugs expired at the District Pharmacy (IFK) Y in January-December 2018 the drug is
given to third parties.
Keywords: Drug management, Expiration, District Pharmacy Installation
1 Student STIKES Duta Gama Klaten
2 Supervisor I
3 Supervisor II
1
PENDAHULUAN
Pemakaian obat banyak sekali
yang digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit. Pengertian obat
itu sendiri merupakan bahan yang
hanya dengan takaran tertentu dan
penggunaan yang tepat dapat
dimanfaatkan untuk mencegah
penyakit, menyembuhkan atau
memelihara kesehatan. Oleh karena
itu, pada saat sebelum penggunaan
obat harus diketahui sifat dan cara
pemakaian agar penggunaannya tepat
dan aman. Informasi tentang obat,
utamanya obat bebas dapat
diperoleh dari etiket atau brosuryang
menyertai obat tersebut. Apabila
pasien kurang memahami isi
informasi dalam etiket atau brosur
obat, dianjurkan untuk menanyakan
pada tenaga kesehatan (Depkes,
2007).
Pentingnya obat untuk
pelayanan kesehatan sehingga
diperlukan manajemen yang tepat.
Pengelolaan obat merupakan salah
satu segi manajemen yang sangat
penting dalam penyediaan pelayanan
kesehatansecara keseluruhan, karena
ketidakefisienan dan ketidaklancaran
pengelolaan obat akan memberi
dampak negatif terhadap rumah sakit
dan masyarakat, baiksecara medik,
sosial maupun secara ekonomi.
Pengelolaan obat yang baik
dimaksudkan agar obat yang
diperlukan senantiasa tersedia dalam
jumlah yang cukup dengan mutu
yang terjamin (Santoso dan Danu,
2009).
Manajemen pengelolaan obat
salah satunya adalah penentuan
kadaluwarsa obat. Obat yang sudah
melewati masa kadalursa dapat
membahayakan karena berkurangnya
2
stabilitas obat tersebut dan dapat
mengakibatkan efek toksik (racun).
Hal ini dikarenakan kerja obat sudah
tidak optimal dan kecepatan
reaksinya telah menurun, sehingga
obat yang masuk kedalam tubuh
hanya akan mengendap dan menjadi
racun. Sebenarnya obat yang belum
kadaluarsa juga dapat menyebabkan
efek buruk yang sama, hal ini
disebabkan karena penyimpanannya
yang salah yang menyebabkan zat di
dalam obat tersebut rusak (BPOM,
2009).
Instalasi farmasi salah
satunya adalah Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK)/ Kota yang
melaksanakan distribusi obat ke
Puskesmas dan di wilayah kerjanya
sesuai kebutuhan masing-masing
Unit Pelayanan Kesehatan.
Keberadaan Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) belum mampu
menjawab permasalahan-
permasalahan pengelolaan obat yang
ada. IFK di setiap daerah belum
mampu memenuhi kebutuhan obat
untuk masyarakat yang ada
diwilayahnya (BPOM, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Herman
dan Handayani (2009) masih
ditemukan permasalahan pengelolaan
obat publik dibeberapa daerah,
diantaranya: masih tingginya tingkat
kekosongan beberapa jenis obat
tertentu sementara di sisi lain
ditemukan pula jenis obat tertentu
yang mengalami penumpukan,
meningkatnya jumlah obat
kadaluarsa dan rusak, serta adanya
duplikasi obat yang tidak perlu
terutama untuk obat golongan
antibotik.
Tidak semua obat-obatan
yang ada di instalasi farmasi rumah
sakit langsung didistribusikan kepada
3
pasien. Obat-obatan yang belum
didistribusikan kepada pasien
disimpan terlebih dahulu.
Penyimpanan obat yang terlalu lama
dapat mengakibatkan obat menjadi
kadaluarsa. Obat-obatan yang telah
kadaluarsa ini harus dikelola dengan
baik agar tidak merugikan
masyarakat. Hasil penelitian Nuraini
(2011) menunjukkan hasil peneliian
Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo Tahun
2011 analisa jumlah obat
keseluruhan yang kadaluarsa yaitu
sebesar 0,000347%. Obat kadaluarsa
berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu
sediaan tablet sebesar 96,89%;
injeksi 1,76%; alat kesehatan 0,25%;
syrup 1,02%; dan infus 0,08%.
Hasil studi pendahuluan di
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) Y
tahun 2018 didapatkan hasil bahwa
belum ada pelaporan pasti tentang
jumlah obat kedaluwarsa di IFK Y,
sudah ada SOP tentang obat
kadaluarsa tetapi belum dijalankan
dengan baik terutama prosedur
pemusnahan yang diserahkan pada
pihak ketiga. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka penulis
tertarik untuk melakukan
pengelolaan kasus keperawatan
dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “ Evaluasi Pengelolaan
Obat Kadaluarsa Di Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) Y ”.
METODE
Objek dalam penelitian ini
adalah semua obat yang tersimpan di
instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
“Y”. Teknik sampel menggunakan
Total Sampling. Sampel penelitian
ini adalah obat yang tersimpan di
instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
“Y” Periode Januari - Desember
4
2018. Variabel penelitian ini ada
variabel tunggal yaitu pengelolaan
obat kadaluarsa Periode Januari-
April 2019 meliputi jumlah obat
kadaluarsa, jenis obat dan cara
pemusnahan obat kadaluarsa.
Definisi operasional meliputi
Pengelolaan obat kadaluarsa yang
dilakukan di instalasi farmasi yang
meliputi : jumlah obat kadaluarsa,
jenis obat dan cara pemusnahan obat
kadaluarsa.
Instrumen yang akan dipakai
dalam pengambilan data dalam
penelitian ini adalah lembar
observasi, dimana pada penelitian ini
peneliti melakukan observasi secara
langsung pada obat yang tersimpan
di instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
meliputi tanggal kadaluarsa dan jenis
obat yang kadaluarsa. Hasil
pengamatan tersebut dimasukkan ke
dalam lembar observasi. Dalam
penelitian ini analisis data dilakukan
dengan membuat persentase jumlah
obat yang kadaluarsa di IFK dan
persentase jenis obat yang
kadaluarsa. Sedangkan cara
pemusnahan obat kadaluarsa
dianalisis dengan mendiskripsikan
langkah-langkah yang dilakukan di
IFK periode Januari - Desember
2018.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian telah dilakukan di
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali berdasarkan stok
pada bulan Januari - Desember tahun
2018 untuk mengetahui kategori obat
fast moving dan slow moving studi
kasus arsip Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali
Tahun 2018. Hasil penelitian adalah
sebagai berikut :Penelitian telah
dilakukan di Dinas Kesehatan
5
Kabupaten “Y” berdasarkan stok
pada bulan Januari-Desember 2018
untuk mengetahui tentang
pengelolaan obat kadaluarsa di
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
“Y” Tahun 2018. Hasil penelitian
adalah sebagai berikut:Jumlah obat
kadaluarsa di instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y”
Tabel 1. Jumlah obat kadaluarsa di
instalasi Farmasi Kabupaten
(IFK) “Y”
Kategori Stok
total %
Kadaluarsa 8 1,85
Tidak kadaluwarsa 425 98,15
Jumlah 433 100
Hasil penelitian menunjukkan
selama bulan Januari -Desember
tahun 2018 persentasi obat
kadaluwarsa di Dinas Kesehatan
Kabupaten “Y” Tahun 2018 adalah 8
jenis obat 1,85%. Sisanya 425 jenis
obat 98,15% adalah obat yang layak
digunakan.
Hasil penelitian apabila dijadikan
diagram adalah sebagai berikut :
Grafik 1. Jumlah obat kadaluarsa
Jenis obat kadaluarsa di instalasi
Farmasi Kabupaten (IFK) “Y”
Penelitian ini juga mendapatkan hasil
bahwa 8 obat yang kadaluwarsa
adalah :
Tabel 2 Obat farmasi yang
kadaluwarsa di instalasi
farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten “Y”
Nama obat Satuan Jumlah Harga Tanggal
Kadaluarsa
MDT PB Combi
Adult
Box / 6 6 75.414 10 Maret 2018
Box / 6 6 75.414 17 Juli 2018
Acetosal 100 mg Box / 100 1 71.500 15 Maret 2018
Chlorpromazine
100 mg
Box / 100 600 8.820.000 17 Maret 2018
Metronidazole
250 mg
Box / 100 240 2.256.000 23 Maret 2018
Halloperidol
Injeksi 5 mg/ml
Ampul 18 112.500 30 April 2018
RDT (Combo)
Malaria
Kit Test 100 1.976.000 30 April 2018
Albendazole 400
mg
Box / 30 532 4.596.480 10 Agustus
2018
Fenofibrat 100
mg
Box / 30 15 482.850 14 September
2018
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa obat yang paling banyak
jumlah kadaluwarsanya adalah
Chlorpromazine 100 mg yaitu 600
6
box, Albendazole 400 mg 532 box
dan Metronidazole 250 mg 240 box.
Cara pemusnahan obat kadaluarsa di
instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y” pada
bulan Januari-Desember 2018 obat
diberikan kepada pihak ketiga. Pihak
ketiga dalam penelitian ini adalah
Instasi Swasta yang memiliki
sertifikat dan ijin pemusnahan.
instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
“Y” akan mendapatkan berita acara
penyerahan obat kadaluarsa dan
keterangan pemusnahan obat.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan
selama bulan Januari -Desember
tahun 2018 persentasi obat
kadaluwarsa di Dinas Kesehatan
Kabupaten “Y” Tahun 2018 adalah 8
jenis obat 1,85%. Persentase
kadaluarsa tertinggi adalah pada
bulan Maret 2018. Kadaluarsa dapat
diartikan, masa habisnya berlaku
sebuah produk untuk dikonsumsi.
Selama disimpan baik dan benar,
maka masa kadaluarsa dapat
menyesuiakan dengan tanggal yang
tertera dalam sebuah produk. Ketika
produk disimpan tidak disuhu yang
tepat bisa mempercepat kadaluarsa.
(Suratmono,2016). Masa kadaluarsa
atau expired date menurut PP
Menkes no.72 , Th 2016 rata-rata 2
tahun setelah pembuatan.
Obat kaduluwarsa di Instalasi
Farmasi Kabupaten (IFK) “Y”
dikarenakan rendahnya permintaaan
dari Puskesmas sehingga menjadi
kaduluwarsa. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Chlorpromazine
100 mg meupakan obat yang paling
banyak kadaluwarsa.
Chlorpromazine adalah obat obat
untuk menangani gejala psikosis
7
pada skizofrenia (gangguan jiwa).
Selain untuk mengatasi gejala
psikosis, chlorpromazine juga
digunakan untuk menangani mual,
muntah, dan cegukan yang tidak
kunjung berhenti. Pendeita gangguan
jiwa di Kabupaten “Y” tidak banyak
dan untuk mengatasi mual-muntah
terdapat obat alternatif lainnya
sehingga penggunaan atau
permintaan chlorpromazine di
puskesmas sangat terbatas. Hal ini
menimbulkan stok menunpuk dan
mengalami kadaluwarsa.
Chlorpromazine di Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y” memiliki
catatan khusus dan memiliki tempat
penyimpanan khusus.
Albendazole 400 mg juga
merupakan obat yang banyak
kadaluwarsa. Albendazole adalah
obat yang digunakan untuk
mengobati infeksi tertentu yang
disebabkan oleh cacing seperti
cacing pita jenis tertantu. Selin itu,
obat ini bisa digunakan untuk
mengobati infeksi cacing kremi,
cacing cambuk, dan cacing gilig.
Infeksi cacing di Kabupaten “Y”
bukan termasuk 10 besar penyakit
dan tidak banyak dialami masyarakat
sehingga penggunaan atau
permintaan dari Puskesmas
Albendazole juga tidak banyak.
Metronidazole 250 mg juga
termasuk pada obat yang banyak
jumlah kadaluwarsanya.
Metronidazole adalah obat
antimikroba yang digunakan untuk
mengobati berbagai macam infeksi
yang disebabkan oleh
mikroorganisme protozoa dan bakteri
anaerob. Kedua jenis organisme ini
dapat hidup dan berkembang biak
tanpa bantuan oksigen. Mereka
sering menyebabkan infeksi pada
8
bagian tubuh seperti rongga perut,
rongga panggul, dan gusi.
Metronidazole sering diresepkan
dokter kepada pasien sebelum
menjalani operasi usus dan operasi
pada sistem reproduksi wanita.
Penggunaan atau permintaan dari
Puskesmas termasuk sedikit karena
Puskesmas jarang menemukan kasus
yang membutuhkan metronidazol
tablet. Puskesmas cenderung
memilih persediaan berupa salep.
Instalasi Farmasi Kabupaten
(IFK) “Y” pada dasarnya telah
melakukan berbagai upaya untuk
meminimalis adanya stok kadaluarsa
yang dilakukan dengan adanya
pelaporan stok 6 bulan sebelum
kadaluarsa untuk dilakukan
monitoring kadaluasa, selain itu
setiap 3 bulan di lakukan konfirmasi
kepada Puskesmas tentang stok yang
akan kadaluarsa.
Cara pemusnahan obat
kadaluarsa di Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y” pada bulan
Januari-Desember 2018 obat
diberikan kepada pihak ketiga. Pihak
ketiga dalam penelitian ini adalah
instasi swasta yang memiliki
sertifikat dan ijin pemusnahan obat.
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK)
“Y” akan mendapatkan berita acara
penyerahan obat kadaluarsa dan
keterangan pemusnahan obat. Pihak
ketiga yang dipilih sebagai pemusnah
obat di Instalasi Farmasi Kabupaten
(IFK) “Y” adalah instanti yang telah
memenuhi standar dalam
pemusnahan obat dengan teknologi
tinggi. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa salah satu pemusnahan obat
adalah dengan pembakaran
berteknologi tinggi. Teknologi
incinerator ini adalah salah satu alat
pemusnah limbah yang dilakukan
9
pembakaran pada suhu tinggi, dan
secara terpadu dapat aman bagi
lingkungan sehingga
pengoperasiannya pun mudah dan
aman, karena keluaran emisi yang
dihasilkan berwawasan lingkungan
dan dapat memenuhi persyaratan dari
Kementerian Lingkungan Hidup
sesuai dengan Kep.Men LH No.13/
MENLH/3/1995. Instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y” melakukan
penyimpanan obat kadaluwarsa
sebelum dimusnahkan adalah
disimpan di tempat khusus dan
terbisah dari obat lainnya, selain itu
obat disimpan dalam kardus atau
kontainer plastik tertutup. Hal ini
telah sesuai dengan standar yang ada.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Somantri (2013)
yang berjudul Evaluasi Pengelolaan
Obat Di Instalasi Farmasi “X”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
indikator kadaluwarsa menghasilkan
persentase sebesar 0,2%. Penelitian
lain oleh Nuraini (2011)
menunjukkan hasil peneliian Di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Sukoharjo Tahun
2011 analisa jumlah obat
keseluruhan yang kadaluarsa yaitu
sebesar 0,000347%. Obat kadaluarsa
berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu
sediaan tablet sebesar 96,89%;
injeksi 1,76%; alat kesehatan 0,25%;
syrup 1,02%; dan infus 0,08%.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan
selama bulan Januari -Desember
tahun 2018 persentasi obat
kadaluwarsa di Dinas Kesehatan
Kabupaten “Y” Tahun 2018 adalah
8 jenis obat 1,85%. Obat yang paling
banyak jumlah kadaluwarsanya
adalah Chlorpromazine 100 mg yaitu
10
600 box, Albendazole 400 mg 532
box dan Metronidazole 250 mg 240
box. Cara pemusnahan obat
kadaluarsa di instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y” pada bulan
Januari-Desember 2018 obat
diberikan kepada pihak ketiga. Pihak
ketiga adalam penelitian ini adalah
produser obat. instalasi Farmasi
Kabupaten (IFK) “Y” mendapatkan
berita acara penyerahan obat
kadaluarsa dan keterangan
pemusnahan obat.
11
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI.2009.Jenis Obat.
www.pom.go.id
BPOM RI.2013.Pemusnahan Obat.
www.pom.go.id
Danu, S.S. Santoso, A.P. 2006.
Evaluasi Sistem Pengadaan
Obat dari Dana APBD Tahun
2001 – 2003 Terhadap
Ketersediaan dan Efisiensi
Obat. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan. 09 :
31-41.
Depkes RI. 2004. Pengelolaan Obat.
Jakarta: Depkes
Depkes RI. 2007. Pedoman
Pengelolaan Obat. Jakarta:
Depkes
Herman dan Handayani. 2009.
Gambaran Indikator Evaluasi
Pengelolaan Dan
Pembiayaan Obat Di 20
Puskesmas Sumatera Barat.
Universitas Sumatera Utara
Hidayat. 2010. Metodelogi
Penelitian Kebidanan dan
Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika
Kep.Men LH No.13/
MENLH/3/1995 Tentang. :
Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.
02396/A/SK/VIII/1986
tentang tanda khusus obat
keras
Lukman. 2006. Penyimpanan Obat-
obat. Jakarta: Rineka
Notoatmodjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan.
Jakarta:Rineka Cipta.
Nuraini. 2011. Analissis Pengelolaan
Obat Kadaluarsa Di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo Tahun
2011.
https://digilib.uns.ac.id/..
PerMenkes no.72 , Th 2016 tentang
Standar Pelayanan
Kefarmasian
PerMenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000
Tentang Penggolongan Obat
Priyanto. 2008. Farmakoterapi
Dasar untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Farmasi
Jakarta : Leskonfi.
Seto. 2002. Manajemen Farmasi.
Surabaya: Airlangga Press
SK Menkes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang
obat bebas
Somantri. 2013. Evaluasi
Pengelolaan Obat Di Instalasi
Farmasi “X”.
eprints.ums.ac.id/
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk
Penelitian. Bandung: alfabeta
Suratmono. 2016. Expiry Date Vs
Best Before.
12
https://www.eatbydate.com/b
est-before-date-definition/
UU RI No.22 Th 1997 tentang
Narkotika
UU RI No.5 Th 1997 tentang
Psikotropika