evaluasi masalah utama kejadian medication errors · 11. ibu catur widjastuti, amk selaku kepala...

164
EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI dan DRUG THERAPY PROBLEMS PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA PERIODE AGUSTUS 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Donald Tandiose NIM : 058114130 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 ii

Upload: others

Post on 16-Oct-2019

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI dan DRUG THERAPY PROBLEMS

PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA PERIODE AGUSTUS 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Donald Tandiose

NIM : 058114130

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008

ii

Page 2: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

iii

Page 3: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

iv

Page 4: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

Allah mungkin tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru,

bunga bertaburan disepanjang hidup kita.

Allah mungkin tidak pernah menjanjikan matahari tanpa hujan,

sukacita tanpa kesedihan, dan kedamaian tanpa penderitaan.

Namun, Allah menjanjikan kekuatan untuk menempuh hari ini,

Dia telah menjanjikan istirahat bagi para pekerja,

Terang di jalan yang gelap, rahmat untuk mengatasi pencobaan,

Bantuan dari atas, simpati yang tak berkesudahan,

dan kasih yang tak kunjung padam

Kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya

(Gereja Santo Antonius Kotabaru, 27 Mei 2008) Kupersembahkan Untuk : Tuhan Yesus Kristus atas berkat, hikmah, serta perlindungan yang telah diberikan Papa dan Mama tercinta atas doa, kasih sayang dan pengorbanan selama ini Kakak-kakaku tersayang Almamaterku

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh yang

menghina hikmat dan pengetahun (Amsal 1 : 7)

v

Page 5: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

vi vi

Page 6: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa atas berkat,

rahmat dan bimbingan yang telah Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication

Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit

Bethesda Periode Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran

Pernapasan)” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi, Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung yang berupa materil, moral maupun spiritual. Oleh karena itu, penulis

menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin

menggunakan Rumah Sakit Bethesda sebagai tempat untuk menjalankan

penelitian.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma dan sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, saran serta

dukungan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.

3. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt. sebagai pembimbing lapangan dan dosen

penguji yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian ini di RS

Bethesda.

vii

Page 7: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

4. dr. Fenty, M.Kes, SpPK. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta yang

telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan

skripsi ini.

5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji

serta yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses

penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Ana, selaku apoteker di bangsal kelas III RS. Bethesda yang telah bersedia

untuk diwawancarai dan banyak membantu peneliti selama penelitian.

7. Seluruh apoteker di RS Bethesda yang tak dapat disebutkan satu persatu yang

telah membantu dan memberikan saran serta arahan kepada peneliti.

8. Seluruh dokter yang menjadi responden untuk diwawancarai dalam penelitian.

9. Pak Sis, selaku Kepala Bagian Rekam Medis RS Bethesda beserta staf karyawan

yang telah mengijinkan dan membantu peneliti dalam pengambilan data.

10. Mba Igun, sektretaris di Farmasi Rawat Inap RS Bethesda yang telah membantu

selama pengurusan ijin penelitian.

11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda

yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti selama pengambilan data di

ruang B.

12. Seluruh perawat di bangsal kelas III RS Bethesda terutama ruang B yang tak

dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu, membimbing, mengayomi,

memberi arahan serta masukan kepada peneliti demi kelancaran penelitian dan

telah banyak direpotkan oleh peneliti.

viii

Page 8: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

13. Ayahanda Yohanes Tandiose dan ibunda Maria Biri yang telah membesarkan,

mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan doa yang tulus serta

pengorbanan tanpa henti kepada penulis.

14. Kakak-kakakku tersayang Irma, Iwan dan Denny yang telah mengayomi penulis

dan menjadi motivator dan inspirator kepada penulis dalam menyusun penelitian.

15. Fransisca Ayuningtyas, yang telah mendukung, memberi semangat dan doa ketika

peneliti dalam keadaan sulit serta sebagai teman yang selalu setia disisi, ketika

peneliti dalam masalah dan menjadi inspirasi yang sangat berarti kepada peneliti.

16. Siska dan Stela yang sudah dibuat sibuk, pusing dan emosi oleh penulis serta

sebagai tempat mencari jawaban ketika penulis sedang dalam kesusahan dalam

menyusun skripsi ini.

17. Andien, Bambang, Nolen, Sekar dan Vivi yang merupakan rekan dalam

penelitian di RS Bethesda yang telah membantu peneliti dalam penelitian serta

bersama-sama dalam suka dan duka menjalankan penelitian.

18. Weli, teman peneliti yang tidak dapat melanjutkan penelitian ini. Seorang yang

ceria dan penuh tawa.

19. Akursius Rony dan Feri Dian Sanubari yang telah banyak membantu peneliti dan

memberi masukan serta inspirasi selama proses penyusunan skripsi di kontrakan.

20. Teman-teman kelas C angkatan 2005 dan FKK angkatan 2005 yang telah

memberikan semangat kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

ix

Page 9: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

x

Page 10: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

INTISARI

Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmasis untuk memaksimalkan hasil terapi dan meminimalkan efek negatif terapi, sehingga tercapai tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat sistem saluran pernapasan serta untuk mengetahui profil kasus pasien, profil penggunaan obat sistem saluran pernapasan serta mengetahui kerasionalan terapi kasus pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 (kajian obat gangguan sistem saluran pernapasan). Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, rancangan penelitian eksploratif deskriptif yang bersifat prospektif.

Kasus yang menerima obat sistem saluran pernapasan sebanyak 22 kasus. 46% kasus berumur diatas 55 tahun sampai 75 tahun, jenis kelamin terbanyak laki-laki (59%), berpendidikan SLTA (45%), pekerjaan sebagai swasta (26%), kasus dengan satu diagnosa (63.6%). Profil obat yang paling banyak digunakan yaitu golongan antibiotik (77,3%), sediaan oral padat (222,7%), dekstrometorphan 15mg dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1 tablet digunakan oleh 22,7% kasus pasien.

DTP dan ME yang terjadi, dosis terlalu tinggi 4 kasus, dosis terlalu rendah 12 kasus, ADR 5 kasus, interaksi obat 8, complience 6 kasus, potensi administration error 3 kasus, pemberian diluar instruksi dokter 1 kasus dan kegagalan mengecek instruksi 3 kasus. Masalah utama DTP disebabkan kelemahan paramedis terutama farmasi klinis dalam memonitor penggunaan obat pasien. Kelemahan ini terjadi karena terbatasnya apoteker yang menjalankan praktek farmasi klinis di bangsal rumah sakit, sedangkan masalah utama medication error disebabkan oleh kelemahan pencatatan identitas pasien di rumah sakit (human error).

Kata kunci : Pharmaceutical care, ME, DTP, obat sistem saluran pernapasan

xi

Page 11: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

ABSTRACT

Pharmaceutical care is a responsibility of the pharmacists to maximize the result of the therapy and minimize the negative effect, so that the purpose of increasing the quality of patient life can be achieved. The objective of this research is to know the main problem of the administration phase of ME and DTP in the use of the respiratory tract system drug and also to know the profile case of the patient, the rationality of patient case therapy at 3rd room in the Bethesda Yogyakarta Hospital during the period of August 2008 (The analysis of respiratory tract system drug use). This research is non experimental, the design of the research is explorative-descriptive research which is prospective. There are 22 cases received in respiratory tract system drug cases. 46% cases are up to 55 until 75 years old, most of them are men (59%), senior high school educated 45%, private officers are 26% , cases with one diagnose 63,6%. The most drug used profile is antibiotics (77,3%), the solid oral drug (222,7%), 15 mg Dextrometorphan three times a day one tablet frequency used by 22,7% patient cases. The cases of DTP and ME are too high dossage are 4 cases, too low dossage are 12, ADR are 5 cases, drug interaction are 8 cases complience are 6 cases, ME potential related to dossage are 3 cases, additional medicine out of the doctor intruction is one case and the failure in the intruction checking are 3 cases.

Key word : Pharmaceutical care, ME, DTP, respiratory tract system drug

xii

Page 12: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................... vi PRAKATA.......................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................. x INTISARI............................................................................................................ xi ABSTRACT........................................................................................................ xii DAFTAR ISI....................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xx BAB I PENGANTAR................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................... 1 1. Permasalahan ................................................................................ 4 2. Keaslian penelitian........................................................................ 4 3. Manfaat penelitian......................................................................... 6

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum................................................................................. 6 2. Tujuan khusus................................................................................ 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.................................................................. 8 A. Medication Error................................................................................ 8 B. Drug Therapy Problems (DTPs)…………………………………… 9 C. Interaksi Obat………………………………………………………. 11 D. Pharmaceutical Care……………………………………………..... 12 E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan………………… 12 F. Gangguan Saluran Pernapasan...........................................................

1. Emfisema paru.............................................................................. 14 15

2. Sianosis…………………………………………………………. 16 3. Dispnea………………………………………………………….. 16 4. Efusi pleura……………………………………………………... 17

G. Asma………………………………………………………………... 18 1. Definisi………………………………………………………….. 17 2. Epidemiologi……………………………………………………. 18 3. Etiologi………………………………………………………….. 19 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 19 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 19 6. Strategi terapi…………………………………………………… 20

H. COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)……………….. 21 1. Definisi………………………………………………………….. 21 2. Epidemiologi…………………………………………………….. 21

xiii

Page 13: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

3. Etiologi………………………………………………………….. 22 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 22 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 22 6. Strategi terapi……………………………………………………. 22

I. Sinusitis……………………………………………………………… 23 1. Definisi………………………………………………………….. 23 2. Epidemiologi……………………………………………………. 24 3. Etiologi………………………………………………………….. 24 4. Patofisiologi……………………………………………………... 24 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 25 6. Strategi terapi……………………………………………………. 25

J. Pneumonia…………………………………………………………… 26 1. Definisi………………………………………………………….. 26 2. Epidemiologi……………………………………………………. 27 3. Etiologi…………………………………………………………. 27 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 27 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 27 6. Strategi terapi…………………………………………………… 28

K. Bronchitis…………………………………………………………… 28 1. Definisi………………………………………………………….. 28 2. Epidemiologi…………………………………………………….. 29 3. Etiologi………………………………………………………….. 29 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 29 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 30 6. Strategi terapi…………………………………………………… 30

L. TBC (Tuberculosis)……………………………….………………… 31 1. Definisi………………………………………………………….. 31 2. Epidemiologi…………………………………………………….. 31 3. Etiologi………………………………………………………….. 32 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 32 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 32 6. Strategi terapi…………………………………………………… 32

M. Keterangan Empiris………………………………………………… 33

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….. 34 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………. 34 B. Definisi Operasional………………………………………………… 34 C. Subjek Penelitian …………………………………………………… 36 D. Bahan Penelitian……………………………………………………. 37 E. Alat Penelitian……………………………………………………… 37 F. Tempat Penelitian………………………………………………….. 37 G. Tata Cara Penelitian………………………………………………… 38

1. Tahap orientasi………………………………………………….. 38 2. Tahap pengambilan data………………………………………… 38 3. Tahap penyelesaian data………………………………………… 39

H. Tata Cara Analisis Hasil……………………………………………. 40

xiv

Page 14: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

I. Kesulitan Penelitian………………………………………………… 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 44 A. Hasil Wawancara Tentang Medication Error dan Drug Therapy

Problems………………………………………………................. 45

1. Dokter ………………………………………………………….. 45 2. Perawat………………………………………………………….. 46 3. Apoteker………………………………………………………… 48

B. Profil Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan………………………………………………………..

49

1. Berdasarkan kelompok umur…………………………………… 49 2. Berdasarkan jenis kelamin……………………………………… 50 3. Berdasarkan pendidikan………………………………………… 52 4. Berdasarkan pekerjaan………………………………………….. 53 5. Berdasarkan diagnosa utama…………………………………… 55

C. Profil Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan………………. 56 1. Jumlah macam obat dan golongan obat………………………… 56 2. Golongan obat dan jumlah saluran pernapasan…………………. 63 3. Bentuk sedíaan………………………………………………….. 65 4. Kekuatan dan frekuensi penggunaan obat.................................... 67

D. Evaluasi Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Mengggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan.......................................................................................

69

1. Drug therapy problems (DTPs)................................................... 69 2. Medication error (ME)................................................................ 76

E. Evaluasi Masalah Utama Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Mengggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan Periode Agustus 2008..................................................

91

F. Rangkuman Pembahasan..................................................................... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 94 A. Kesimpulan......................................................................................... 94 B. Saran................................................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 96 BIOGRAFI......................................................................................................... 144

xv

Page 15: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

DAFTAR TABEL

Tabel I Bentuk-bentuk Medication error............................................... 9 Tabel II Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems

(DTPs)........................................................................................10

Tabel III Pengelompokkan Berdasarkan Diagnosis Utama Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

56

Tabel IV Pengelompokkan Berdasarkan Jumlah Macam Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

57

Tabel V Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 4 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................

57

Tabel VI Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 5 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................

58

Tabel VII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 6 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

58

Tabel VIII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 7 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................................................................

59

Tabel IX Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 8 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

59

Tabel X Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 9 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

60

Tabel XI Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 10 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

60

Tabel XII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 11 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................................................................

61

Tabel XIII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 13 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat

xvi

Page 16: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................................................................

62

Tabel XIV Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 14 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

62

Tabel XV Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 15 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

63

Tabel XVI Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008................................................................

64

Tabel XVII Pengelompokkan Berdasarkan Sediaan Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................................

66

Tabel XVIII Pengelompokkan Berdasarkan Kekuatan dan Frekuensi Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................

67

Tabel XIX Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................

70

Tabel XX Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008..............................................................................

71

Tabel XXI Kelompok Kasus DTP ADR pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................

72

Tabel XXII Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................

73

Tabel XXIII Kelompok Kasus DTP Complience pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................

75

Tabel XXIV Jumlah Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................

76

Tabel XXV Kelompok Kasus Potensi ME terkait Administration Error pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan

xvii

Page 17: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................

77

Tabel XXVI Kelompok Kasus ME Pemberian Obat di Luar Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................

78

Tabel XXVII Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008................................................................

79

Tabel XXVIII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................

81

Tabel XXIX Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

82

Tabel XXX Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

83

Tabel XXXI Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

84

Tabel XXXII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

85

Tabel XXXIII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

86

Tabel XXXIV Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

87

Tabel XXXV Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

88

Tabel XXXVI Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

89

Tabel XXXVII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

90

Tabel XXXVIII Jumlah Kasus ME pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................

94

xviii

Page 18: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi sistem saluran pernapasan.............................................. 14 Gambar 2 Mekanisme Kerja Obat Gangguan Sistem Saluran

Penapasan ..................................................................................... 15

Gambar 3 Pengelompokkan Umur Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...................................................................

50

Gambar 4 Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008………………………………

51

Gambar 5 Pengelompokkan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008................................

53

Gambar 6 Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008………………………………

55

xix

Page 19: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Obat Sisten Saluran Pernapasan Yang Digunakan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................................................

99 Lampiran 2 Hasil Wawancara Terhadap Dokter di Bangsal

Kelas III RS Bethesda……………………………………..

100 Lampiran 3 Hasil Wawancara Terhadap Perawat di Bangsal

Kelas III RS Bethesda………………………………….…..

102 Lampiran 4 Hasil Wawancara Terhadap Apoteker di Bangsal

Kelas III RS Bethesda……………………………………...

111 Lampiran 5 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit

di Rumah Pasien…………………………………………...

113 Lampiran 6 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit

di Rumah Pasien…………………………………………...

114 Lampiran 7 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit

di Rumah Pasien…………………………………………...

115 Lampiran 8 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit

di Rumah Pasien…………………………………………...

116 Lampiran 9 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit

di Rumah Pasien…………………………………………...

117 Lampiran 10 Rekam Medis Kasus 1.......................................................... 118 Lampiran 11 Rekam Medis Kasus 2......................................................... 119 Lampiran 12 Rekam Medis Kasus 3.......................................................... 120 Lampiran 13 Rekam Medis Kasus 4......................................................... 121 Lampiran 14 Rekam Medis Kasus 5.......................................................... 122 Lampiran 15 Rekam Medis Kasus 6...... ................................................... 123 Lampiran 16 Rekam Medis Kasus 7 ......................................................... 124 Lampiran 17 Rekam Medis Kasus 8.......................................................... 125 Lampiran 18 Rekam Medis Kasus 9.......................................................... 127 Lampiran 19 Rekam Medis Kasus 10........................................................ 128 Lampiran 20 Rekam Medis Kasus 11........................................................ 130 Lampiran 21 Rekam Medis Kasus 12........................................................ 131 Lampiran 22 Rekam Medis Kasus 13........................................................ 132 Lampiran 23 Rekam Medis Kasus 14........................................................ 133 Lampiran 24 Rekam Medis Kasus 15........................................................ 134 Lampiran 25 Rekam Medis Kasus 16........................................................ 135 Lampiran 26 Rekam Medis Kasus 17........................................................ 136 Lampiran 27 Rekam Medis Kasus 18........................................................ 138 Lampiran 28 Rekam Medis Kasus 19........................................................ 139

xx

Page 20: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

Lampiran 29 Rekam Medis Kasus 20........................................................ 141 Lampiran 30 Rekam Medis Kasus 21........................................................ 142 Lampiran 31 Rekam Medis Kasus 22........................................................ 143

xxi

Page 21: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmasis untuk

memaksimalkan hasil terapi dan meminimalkan efek negatif terapi sehingga

tercapai tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Medication error adalah

suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan

proses tersebut masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi

kesehatan (Anonim, 1998), sementara adverse drug reaction (ADR) adalah salah

satu DTP respon obat yang tidak diharapkan pada dosis lazim profilaksis,

diagnosis, penyembuhan, dan koreksi atau mengubah fungsi fisiologi. Mengingat

isu paradigma baru patient safety, sangat penting melakukan observasi kejadian

riil drug therapy problems (DTPs) dan medication error (ME) pada pasien

sehingga dapat disusun suatu strategi pelaksanaan patient safety tersebut.

Patient safety merupakan isu kritis dan harus ditangani dengan tepat

karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety menjadi tanggung jawab

berbagai pihak yang terkait dengan perawatan pasien, utamanya adalah health

care team (dokter, perawat, farmasis, ahli gizi, fisioterapis, dan lainnya) termasuk

keluarga pasien dan juga pemerintah terkait dengan sistem kesehatan nasional.

Farmasis sebagai salah satu health worker dalam health care team harus selalu

meningkatkan kemampuannya dalam hal menjamin penyediaan obat yang

terjamin kualitasnya, melakukan assessment terapi, dan pemberian informasi obat.

Apalagi dengan semakin banyaknya penemuan obat baru dan juga produk obat

1

Page 22: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

2

dengan bermacam-macam brand name dari berbagai perusahaan farmasi maka

menjadi tantangan tersendiri bagi farmasis untuk mampu memberikan

rekomendasi pilihan terapi dengan jaminan kualitas dan mutu obat yang baik.

Untuk memenuhi kriteria patient safety diperlukan suatu observasi tentang

kejadian ME dan DTP yang nyata di masyarakat, sehingga dari observasi tersebut

kita dapat menarik benang merah agar didapat suatu strategi pencapaian terapi

yang aman kepada pasien (patient safety).

Kasus medication error di Indonesia tergolong sangat banyak. Salah

satunya pembuatan puyer yang mencampur berbagai macam obat. Medication

error yang terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia mencapai 3

sampai 6,9%, sedangkan peneliti lain melaporkan angka kejadian medication

error yang lebih besar yaitu 4-17% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah

sakit. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa medication error yang terjadi pada

fase administrasi menduduki urutan kedua setelah fase ordering/prescribing

(39%) yaitu sebesar 38% (Dwiprahasto and Kristin, 2008).

Gangguan saluran pernapasan merupakan salah satu penyakit yang banyak

diderita oleh masyarakat. Di Amerika, terdapat 14 sampai 15 juta orang yang

mengidap penyakit gangguan pernapasan dengan gejala yang ringan sampai gejala

yang berat (Beringer et.al., 2005). Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di

dunia dengan masalah penyakit gangguan pernapasan seperti TBC, dimana setiap

tahunnya Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan

sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC (TBC

fact.com). Treatment penyakit TBC salah satunya menggunakan obat antibiotik

Page 23: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

3

yang dikenal dengan nama obat anti tuberkolosis (OAT). Berdasarkan seminar

tentang manajemen medication error di rumah sakit Bethesda, diketahui bahwa

golongan antibiotik misalnya obat anti tuberkolosis (OAT) merupakan golongan

obat yang memiliki risiko terbesar terjadinya medication error dibandingkan 9

golongan obat yang lain.

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Bethesda karena merupakan

rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001 dan

merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY). Rumah sakit ini memiliki 7 orang apoteker dan telah mulai menjalankan

kegiatan farmasi klinis. Selain itu, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

dan RS. Bethesda Yogyakarta telah melakukan suatu kerjasama mengenai

masalah patient safety yang berupa penelitian medication error di RS. Bethesda

yang dilakukan pada tahun 2007.

Sebagai kelanjutan penelitian kemitraan yang sebelumnya, diusulkan

penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Error (ME) terutama

Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems (DTP) pada Pasien RS Bethesda

Yogyakarta Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan).

Penelitian kemitraan ini hasilnya diharapkan dapat diaplikasi pada pelaksanaan

pharmaceutical care di rumah sakit.

Page 24: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

4

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan utama yang

diangkat dalam penelitian ini adalah: ”apakah yang menjadi masalah utama

terjadinya Medication Error (ME) fase adminstrasi dan Drug Therapy Problems

(DTPs) pada penggunaan obat sistem saluran pernapasan pasien di RS Bethesda

periode Agustus 2008?”. Selain masalah utama diatas, beberapa penelitian

tambahan yang ingin diamati, yaitu :

a. seperti apa profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan,

diagnosa utama yang mengalami medication error dan drug therapy problem

di RS Bethesda periode Agustus 2008?

b. seperti apa profil penggunaan obat gangguan sistem pernapasan yang meliputi

jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat, kekuatan obat dan

frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mengalami medication error dan

drug therapy problem di RS Bethesda periode Agustus 2008?

c. medication error dan drug therapy problems apa saja yang terjadi pada pasien

RS Bethesda dalam penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan

periode Agustus 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif)?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors

dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) belum

Page 25: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

5

pernah dilakukan. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan

masalah medication error dan drug therapy problems serta peresepan penggunaan

obat sistem saluran pernapasan telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan

judul sebagai berikut.

a. Pola Pengobatan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas pada Pasien Rawat

Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1997.

b. Evaluasi Peresepan Obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bagian Atas

Nonkomplikasi pada Anak di Instalasi Rawat Rawat Inap di Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2000.

c. Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi menyebabkan

Medication Error di Apotek di Kota Yogyakarta periode Januari-Februari

2005.

d. Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

yang Menerima Resep Racikan dalam Periode 2007 : Kajian Kasus Gangguan

Sistem Pernapasan.

Adapun perbedaan antara penelitian-penelitian diatas adalah penelitian

Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy

Problems pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian

Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) merupakan penelitian yang

dilakukan secara prospektif di bangsal kelas III RS Bethesda dan di rumah pasien

yaitu home visit pasien.

Page 26: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

6

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi

bagi tenaga kesehatan untuk mendeskripsikan ME dan DTP penggunaan obat

gangguan sistem pernapasan yang terjadi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk

pengambilan keputusan mengenai penggunaan obat gangguan sistem saluran

pernapasan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care dan

menerapkan isu patient safety di rumah sakit yang pada akhirnya akan

meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat di Rumah Sakit Bethesda dan secara

umum rumah sakit di Indonesia.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum disusunnya penelitian ini adalah mengetahui

masalah utama kejadian ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat

pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 (kajian obat

gangguan sistem saluran pernapasan).

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. menggambarkan profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran pernapasan yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin,

Page 27: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

7

pekerjaan, diagnosa utama yang mengalami ME dan DTP di RS Bethesda

periode Agustus 2008.

b. menggambarkan profil obat gangguan sistem saluran pernapasan meliputi

jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat, kekuatan obat

dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mengalami ME dan DTP

di RS. Bethesda periode Agustus 2008.

c. mengetahui ME dan DTP yang terjadi pada pasien RS Bethesda dalam

penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan periode Agustus

2008 (berdasarkan pengamatan prospektif).

Page 28: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Medication Error

Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang

seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan

dan tanggung jawab profesi kesehatan (Cohen, 1991), dalam Surat Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa

pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat

pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya

dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase

prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration.

Dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor

penyebabnya dapat berupa, (Cohen, 1991) :

1. komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun

secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker),

2. sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem

penyimpanan obat, dan lain sebagainya)

3. sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dll),

4. edukasi kepada pasien kurang,

5. peran pasien dan keluarganya kurang.

8

Page 29: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

9

Tabel I. Bentuk-bentuk Medication error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008) Prescribing Transcribing Dispensing Administration

Kontraindikasi Duplikasi Tidak terbaca Instruksi tidak jelas Instruksi keliru Instruksi tidak lengkap Penghitungan dosis keliru

Copy error Dibaca keliru Ada instruksi yang terlewatkan Mis-stamped Instruksi tidak dikerjakan Instruksi verbal diterjemahkan salah

Kontraindikasi Extra dose Kegagalan mencek instruksi Sediaan obat buruk Instruksi pengguna-an obat tidak jelas Salah menghitung dosis Salah memberi label Salah menulis instruksi Dosis keliru Pemberian obat di luar instruksi Instruksi verbal dijalankan keliru

Administration error Kontraindikasi Obat tertinggal di samping bed Extra dose Kegagalan mencek instruksi Tidak mencek identitas pasien Dosis keliru Salah menulis instruksi Patient off unit Pemberian obat di luar instruksi Instruksi verbal dijalankan keliru

B. Drug Therapy Problems (DTPs)

Drug Therapy Problems adalah suatu permasalahan atau kejadian yang

tidak diharapkan atau yang kemungkinan akan dialami pasien selama proses terapi

akibat obat, sehingga mengganggu tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi drug

therapy problems merupakan fokus penentuan dan keputusan akhir yang dibuat

dalam tahapan proses pelayanan pasien. Drug therapy problems merupakan

konsekuensi dari kebutuhan akan obat yang kurang tepat, yang juga merupakan

sesuatu yang sentral dalam pharmaceutical care practice. Setiap praktisi tenaga

kesehatan bertanggung jawab untuk membantu pasien yang memerlukan tenaga

profesional dalam hal mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah

yang dialami pasien (Cipolle dan Strand, 2004).

Page 30: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

10

Tabel II. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs) (Cipolle and Strand, 2004). No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP

1

Butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)

Timbulnya kondisi medis baru memerlukan tambahan obat baru Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-menerus Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah atau terapi profilaksi.

2 Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu Terapi dengan dosis toksik Penyalah-gunaan obat, merokok, dan alkohol Terapi sebaiknya non-farmakologi Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman

3 Salah obat (wrong drug)

Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi Obat efektif tetapi relative mahal atau bukan yang paling aman Obat sudah resisten terhadap infeksi Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat Kombinasi obat yang salah.

4 Dosis terlalu rendah (dose too low)

Dosis terlalu rendah Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotika untuk operasi Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien

5 Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat

Obat diberikan terlalu cepat Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi Bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan. Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium

6 Dosis terlalu tinggi (dose too high)

Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan Dosis dinaikkan terlalu cepat Obat akumulasi karena terapi jangka panjang Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus

7 Ketaatan pasien (compliance) / gagal menerima obat

Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya

Page 31: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

11

C. Interaksi Obat

Interaksi antar obat dapat dapat diartikan sebagai hasil pemberian obat

kombinasi yang dapat berupa respon farmakologi atau klinik yang berbeda dari

respon farmakologi masing-masing obat tersebut apabila diberikan secara tunggal.

Hasil klinis dari interaksi antar obat dapat berefek antagonisme, sinergisme, atau

idiosinkrasi.

Dalam mengevaluasi interaksi obat, yang perlu diperhatikan adalah

signifikansi interaksi. Signifikansi berhubungan dengan jenis dan besarnya efek

yang menentukan kebutuhan monitoring pasien dan perlu tidaknya pengubahan

terapi untuk mencegah efek yang merugikan. Menurut Tatro (2001), signifikansi

klinik meliputi kelas signifikansi, onset dari efek interaksi, dan tingkat keparahan

interaksi.

Semakin rendah suatu nilai kelas interaksi menandakan bahwa interaksi

yang terjadi berbahaya dan telah terbukti, sebaliknya semakin besar nilai

interaksinya maka kemungkinan terjadi interaksi belum jelas karena belum

memiliki bukti. Onset menandakan kecepatan timbulnya efek, ada yang cepat

(terjadi kurang dari 24 jam) dan tertunda (terjadi lebih dari 24 jam atau bahkan

berhari-hari). Terdapat tiga tingkat keparahan, yaitu berat (mengancam jiwa dan

dapat menyebabkan kerusakan permanen), sedang (efek yang terjadi

menyebabkan kondisi klinis pasien menurun, serta ringan (tidak mengancam

jiwa).

Page 32: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

12

D. Pharmaceutical Care

Pharmaceutical care atau “asuhan kefarmasian” adalah suatu praktek yang

dilakukan dengan tanggung jawab kepada kebutuhan yang berhubungan obat

individu pasien dan diselenggarakan berdasarkan komitmen tanggung jawab

tersebut (pharmaceutical care is a practice in which the practioner takes

responsibility for a patient’s drug-related needs, and is held accountable for

commitment). Tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian,

yaitu :

1. menjamin semua terapi yang diterima oleh individu pasien sesuai

(appropriate), paling efektif (the most effective possible), paling aman (the

safest available), and praktis (convenient enough to be taken as indicated).

2. mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan berhubungan

terapi dengan obat yang menghambat pelaksanaan tanggung yang pertama

(Strand et.al., 2004 dan Rovers et.al., 2003).

E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan

Sistem saluran pernapasan dapat dibedakan menjadi 2 menurut letaknya,

yaitu sistem saluran napas bagian atas dan sistem saluran napas bagian bawah.

1. Saluran nafas bagian atas

a. Rongga hidung

Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal, yaitu

dihangatkan, disaring dan dilembabkan.

Page 33: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

13

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari,

Pseudostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan

partikel partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan

disaring oleh bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serous yang berfungsi

melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi

menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian

udara akan diteruskan ke :

b. nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)

c. orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat

pangkal lidah)

d. laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

(Anonim, 2008b).

2. Saluran napas bagian bawah

Saluran napas bagian bawah terdiri dari :

a. laring, terdiri dari tiga struktur yang penting, seperti tulang rawan krikoid,

selaput/pita suara, epiglotis, glotis

b. trakhea, merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾

cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh

membran fibroelastic menempel pada dinding depan esofagus

c. bronkhi, merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat

percabangan ini disebut carina. Bronchus kanan lebih pendek, lebar dan

lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi, lobus

Page 34: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

14

superior, medius, inferior. Bronchus kiri terdiri dari lobus superior dan

inferior

d. alveoli, terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisia (Anonim,

2008b).

Gambar 1. Anatomi Sistem Saluran Pernapasan (Anonim, 2008a)

F. Gangguan Saluran pernapasan

Obstruksi paru atau saluran pernapasan didefinisikan sebagai penurunan

kapasitas paru untuk mengeluarkan udara dari dalam paru melalui saluran

bronkus. Penurunan kapasitas paru ini dapat disebabkan oleh pengecilan diameter

saluran bronkus, kehilangan integritas paru (bronchomalacia), atau penurunan

elastisitas (emphysema) sehingga menyebabkan penurunan tekanan dalam saluran

Page 35: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

15

bronkus. Penyakit yang berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan adalah

asma dan infeksi bronkus (bronkhitis kronis) (Beggs et.al., 2007).

Gambar 2. Mekanisme Kerja Obat Gangguan Sistem Saluran Penapasan (Neal, M.J., 2006)

Restrictive lung disease didefinisikan sebagai ketidakmampuan paru untuk

memasukkan udara kedalam paru dan untuk mempertahankan udara dalam paru

pada keadaan normal. Kebanyakan restrictive lung disease sering dihubungkan

dengan gangguan atau destruksi dari membran kapiler alveoli (Dipiro, 2005).

1. Emfisema paru

Istilah emfisema paru berarti adanya udara yang berlebihan di dalam paru.

Tetapi istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan proses obstruktif dan

Page 36: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

16

destruktif paru yang kompleks akibat merokok selama bertahun-tahun. Efek

fisiologis dari emfisema kronik sangat bervariasi, bergantung pada beratnya

penyakit dan perbandingan derajat infeksi bronkiolis relatif terhadap kerusakan

parenkim paru. Emfisema kronik biasanya berkembang secara lambat selama

bertahun-tahun. Seseorang akan mengalami hipoksia dan hiperkapnia karena

hipoventilasi pada banyak alveoli dan karena kehilangan dinding alveolus. Hasil

akhir dari semua efek ini adalah kekurangan udara (air hunger) yang hebat, lama,

dan bersifat merusak yang dapat berlangsung bertahun-tahun sampai hipoksia dan

hiperkapnia menyebabkan kematian (Guyton dan Hall, 2007).

2. Sianosis

Istilah sianosis berarti kebiruan pada kulit, dan penyebabnya adalah

hemoglobin yang tidak mengandung oksigen jumlahnya berlebihan dalam

pembuluh darah kulit, terutama dalam kapiler. Hemoglobin yang tidak

mengandung oksigen berwarna biru gelap keunguan yang terlihat melalui kulit.

Pada umumnya, sianosis muncul apabila darah arteri mengandung lebih dari 5

gram hemoglobin yang tidak mengandung oksigen dalam setiap 100 ml darah

(Guyton dan Hall, 2007).

3. Dispnea

Dispnea berarti penderitaan mental yang diakibatkan oleh

ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan udara. Sinonim yang

sering dipakai adalah “air hunger”. Tiga faktor yang sering menyertai

perkembangan sensasi dispnea, yaitu kelainan gas-gas pernapasan dalam cairan

tubuh terutama hiperkapnia dan hipoksia (dengan porsi yang jauh lebih sedikit),

Page 37: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

17

jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan

ventilasi yang memadai, keadaan pikiran orang tersebut. Seseorang menjadi

sangat dispnea terutama akibat pembentukan karbon dioksida yang berlebihan

dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu waktu kadar karbondioksida dan oksigen

dalam cairan tubuh dalam batas normal, tetapi untuk mencapai gas-gas ini dalam

batas normal, orang tersebut harus bernapas dengan kuat pada keadaan seperti ini,

aktivitas otot-otot pernapasan yang kuat sering kali memberi sensasi dispnea pada

orang tersebut (Guyton dan Hall, 2007).

4. Efusi pleura

Efusi pleura berarti terjadi penggumpalan sejumlah besar cairan bebas dalam

ruang pleura. Keadaan ini analog dengan cairan edema dalam jaringan, dan dapat

disebut sebagai “edema rongga pleura”. Penyebab efusi adalah sama dengan yang

menyebabkan edema pada jaringan lain, yaitu :

a. hambatan drainase limfatik dari rongga pleura

b. gagal jantung, yang menyebabkan tekanan perifer dan kapiler paru menjadi

sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan

kedalam rongga pleura.

c. tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun, sehingga

memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan.

d. infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga

pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran protein

plasma dan cairan kedalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall, 2007).

Page 38: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

18

G. Asma

1. Definisi

Asma merupakan gangguan yang terjadi pada saluran napas berupa

inflamasi kronis akibat pengaruh sel-sel, seperti pada sel mast, eosinofil dan

limfosit T. Pada orang-orang yang rentan proses inflamasi ini dapat memunculkan

gejala berupa wheezing, sesak napas, nyeri dada dan batuk terutama pada malam

dan subuh. Gejala-gejala ini biasanya dapat meluas, akan tetapi serangan dapat

kembali secara sendirinya atau dengan penanganan (Borner et.al., 1998).

Berdasarkan NAEP (Health Nasional Astma Education Program)

mendefinisikan asma sebagai gangguan paru yang memiliki ciri/gejala :

a. penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel (tetapi tidak sepenuhnya

reversibel pada pasien-pasien tertentu) secara spontan atau dengan

menggunakan penanganan.

b. pembengkakan saluran napas

c. peningkatan respon saluran napas akibat berbagai macam stimulus.

Namun dengan berkembangnya teknologi, dapat meningkatkan pengetahuan kita

tentang adanya pengaruh asma yang muncul berhubungan dengan imunobiologi,

biokimia, psikologi dan bahkan tentang pengaruh genetik terhadap timbulnya

asma (Dipiro, 2005).

2. Epidemiologi

Asma bronkial merupakan penyakit umum yang dapat diderita oleh anak

maupun dewasa (Dipiro, 2005). Namun insidensi serangan asma pada orang

dewasa jarang untuk diteliti. Berdasarkan The National Health and Nutrition

Page 39: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

19

Survey, menyatakan bahwa serangan asma pada orang dewasa lebih tinggi pada

perempuan dibanding laki-laki (Borner et.al., 1998), walaupun alasan peningkatan

insidensi asma tidak diketahui dengan pasti, namun pemejanan akibat alergen dan

iritasi pada jalan napas seperti asap rokok pada anak-anak dapat meningkatkan

risiko terjadinya asma. Kualitas udara yang jelek dapat meningkatkan risiko

terjadinya asma (Dipiro, 2005).

3. Etiologi

Penyebab asma yang umum adalah hipersensitivitas kontraktil bronkiolus

sebagai respon terhadap benda – benda asing di udara. Pada pasien dibawah usia

30 tahun, sekitar 70% asma disebabkan oleh hipersensitivitas alergik, terutama

hipersensitivitas terhadap bahan iritan nonalergik di udara. Pada pasien yang

lebih tua, penyebab hampir selalu hipersensitivitas terhadap bahan iritan non

alergenik di udara, seperti iritan kabut asap (Guyton dan Hall, 2007).

4. Patofisiologi

Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar kelainan

faal. Kelainan patologi yang terjadi adalah obstruksi saluran napas,

hiperesponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos bronkus, hiperesekresi

mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel, eksaserbasi, asma malam dan

analisis gas darah (Borner et.al., 1998).

5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik asma adalah dispnea, suara wheezing ketika inspirasi

dan ekspirasi, batuk kering, tachypnea, takikardi.

Page 40: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

20

6. Strategi terapi

a. Non-farmakologi

1) Menjauhkan pasien dari penyebab atau alergen yang dapat memicu

terjadinya asma

2) Olahraga ringan secara teratur

b. Farmakologi

1) β2 agonis

β2 agonis merupakan bronkodilator yang paling efektif. Terdapat 2 tipe

obat bronkodilator, yaitu : Simpatomimetik bronkodilator dan Derivat

xantin (methylxanthines).

Simpatomimetik bronkodilator bekerja dengan membuka bronkus

sehingga udara dapat mengalir masuk kedalam bronkus. Mekanisme

kerjanya yaitu menstimulasi sistem saraf parasimpatik dan melepaskan

mediator kimiawi sehingga menimbulkan bronkodilatasi (Beringer et.al.,

2005). Contoh golongan obat simpatomimetik yaitu salbutamol

(Salbron®), orsiprenalin sulfat (Alupent®), prokaterol HCl (Meptin®),

salmeterol (Seretide®).

Derivat xantin (metilxantin) menstimulasi SSP untuk menghasilkan efek

bronkodilatasi. Mekanisme obat derivat xantin yaitu meningkatkan siklik

cAMP dan menghambat kerja enzim fosfodiesterase yang mendegradasi

cAMP (Beringer et.al., 2005). Contoh obat golongan ini yaitu teofilin

(Quibron TSR®).

Page 41: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

21

2) Kortikosteroid

Obat-obat kortikosteroid, misalnya flutikason propionat (Flixotide®)

diberikan secara inhalasi dan bekerja dengan menurunkan proses inflamasi

pada pasien asma.

3) Antagonis reseptor leukotrien dan penghambat saluran leukotrien

Golongan obat antagonis reseptor leukotrien misalnya zafirlukast

(Accolate®) merupakan contoh obat golongan penghambat saluran

leukotrien. Zafirlukast bekerja sebagai antagonis reseptor leukotrien

dengan menghambat reseptor leukotrien untuk berikatan dengan leukotrien

di saluran napas, mencegah edema sehingga menghasilkan bronkodilatasi

(Beggs et.al., 2007).

H. COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)

1. Definisi

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) adalah penyakit progresif

yang memiliki karakteristik terbatasnya aliran udara yang tidak sepenunya

reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi paru-paru akibat partikel

atau gas yang berbahaya (Dipiro, 2005).

2. Epidemiologi

COPD merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat

setelah kanker, gangguan hati, dan cerebrovaskular accident. Pada tahun 2000,

lebih dari 119.000 orang meninggal di Amerika Serikat dan 2,74 juta orang

Page 42: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

22

meninggal diseluruh dunia akibat COPD. Kematian tertinggi lebih banyak pada

pria dan jenis kulit berwarna putih (Dipiro, 2005).

3. Etiologi

Penyebab utama COPD adalah asap rokok. Faktor lain dapat berupa

gangguan atau predisposisi genetik, debu atau partikel serta zat kimia yang

terhirup dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan sel dan berujung dengan

COPD (Dipiro, 2005).

4. Patofisiologi

COPD dikarakteristikkan sebagai proses inflamasi kronik pada saluran

pernapasan. Tidak hanya pada saluran pernapasan, proses inflamasi ini juga pada

pembuluh darah pada paru-paru. Inflamasi pada penyakit COPD sering

berhubungan dengan neutrofil di alam, akan tetapi makrofag, dan limfosit CD8

juga memainkan peran yang cukup besar (Dipiro, 2005).

5. Manifestasi klinik

Diagnosis COPD didasarkan atas gejala yang ditunjukkan oleh pasien

yang berupa, batuk, produksi sputum, sesak napas, serta pernah terpejan faktor

risiko seperti merokok, dan pemejanan bahan berisiko (debu atau zat kimia)

(Dipiro, 2005).

6. Strategi terapi

a. Non-farmakologi

1) Mengurangi atau bahkan menghentikan merokok, jika pasien bukan

seorang perokok jauhkan dari asap rokok.

2) Melakukan olahraga ringan secara teratur.

Page 43: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

23

b. Farmakologi

Pada umumnya terapi COPD hampir sama dengan terapi asma, yaitu

penggunaan agen bronkodilator yaitu golongan simpatomimetik (β2 agonis),

antikolinergik dan metilxantin. Namun yang membedakan antara terapi asma

dengan COPD adalah dari segi bentuk sediaan. Untuk terapi COPD lebih

disarankan dalam bentuk sediaan inhalasi, hal ini karena sediaan oral dan

parenteral kurang efektif dibanding sediaan inhalasi (MDI), selain itu efek

samping yang berupa takikardi dan tremor lebih banyak terjadi pada sediaan

oral dan parenteral (Dipiro, 2005).

Salah satu terapi COPD yang sering disarankan yaitu penggunaan agen

kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik. Terapi ini disarankan kepada

pasien yang mengalami penyakit yang progress dan tidak memperlihatkan

gejala yang semakin baik. Contoh terapi ini yaitu inhalasi kombinasi

salbutamol dan ipratropium bromida (Combivent MDI®).

I. Sinusitis

1. Definisi

Sinusitis merupakan suatu proses inflamasi atau infeksi pada sinus

pranasal mukosa. Istilah rhinosinusitis digunakan oleh beberapa ahli karena

sinusitis secara khas juga terjadi pada mukosa nasal. Sinusitis dibagi menjadi dua

macam, yaitu sinusitis akut dan kronis. Sinusitis akut didefinisikan sebagai proses

inflamasi yang terjadi selama 30 hari sedangkan sinusitis kronis didefinisikan

sebagai proses inflamasi lebih dari 3 bulan (Dipiro, 2005).

Page 44: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

24

2. Epidemiologi

Sinusitis lebih banyak terjadi pada anak-anak dibanding dewasa. Diantara

anak-anak yang terinfeksi saluran napas akibat virus, 5%-13% mengalami

komplikasi sinusitis akibat bakteri. Infeksi saluran napas bagian atas akibat virus

yang terjadi pada dewasa, hanya 0,5%-2% yang mengalami komplikasi sinusitis

akibat bakteri (Dipiro, 2005).

3. Etiologi

Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus dan tidak jarang juga infeksi

bakteri, dimana cukup sulit untuk membedakan penyebabnya karena memilki

gejala yang sama. Infeksi virus biasanya dapat sembuh setelah 7 sampai 10 hari.

Jika gejala tidak berkurang setelah 7 sampai 10 hari diindikasi terinfeksi bakteri

(Dipiro, 2005).

4. Patofisiologi

Hampir sama dengan otitis media, akut sinusitis didahului dengan infeksi

saluran pernapasan oleh virus sehingga menyebabkan inflamasi pada mukosal.

Inflamasi ini dapat menyebabkan obstruksi pada sinus ostia. Sekresi mukosal

menjadi terjebak, pertahanan lokal gagal, bakteri yang berasal dari luar mulai

berploriferase. Patogenesis sinusitis kronis tidak diketahui secara pasti.

Kemungkinan disebabkan oleh patogen yang mempengaruhi fungsi imun

penderita. Beberapa pasien mengalami gejala kronis setelah mengalami infeksi

akut sebelumnya (Dipiro, 2005).

Page 45: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

25

5. Manifestasi klinik

Gejala atau tanda sinusitis akut pada dewasa, yaitu keluarnya cairan

hidung (meler), nyeri pada sinus maxillary, jika gejala muncul selama 7 hari atau

lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada anak-anak, yaitu

keluarnya cairan hidung, batuk, lebih dari 10-14 hari atau suhu tubuh mencapai

39OC atau pembengkakan hidung disertai nyeri (Dipiro, 2005).

Gejala atau tanda sinusitis kronis umumnya seperti gejala sinusitis akut

tetapi tidak spesifik. Terjadi rhinorhea yang berhubungan dengan eksaserbasi

akut. Batuk tidak produktif yang kronis, laringitis, dan sakit kepala. Biasanya

terjadi 3 hingga 4 kali pertahun dan tidak dapat diatasi oleh dekongestan (Dipiro,

2005).

6. Strategi terapi

a. Non-farmakologi

1) Banyak minum air putih untuk menurunkan konsentrasi mukus

2) Menggunakan terapi uap panas untuk melegakan jalan napas

3) Istirahat yang cukup

b. Farmakologi

1) Dekongestan

Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan bengkak pada saluran

hidung. Dekongestan sering digunakan untuk mengatasi gejala common cold,

badan panas (fever), sinusitis, rhinitis dan alergi saluran pernapasan lainnya.

Dekongestan hidung merupakan obat simpatomimetika, dimana obat ini

meningkatkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di bagian membran

Page 46: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

26

hidung. Vasokonstriksi dapat menurunkan bengkak pada saluran hidung

(Beggs, Susan, et al, 2007). Contoh obat dekongestan oral yaitu, gabungan

pseudoefedrin dan terfenadin (Rhinofed®).

2) Antitusif

Antitusif merupakan substansi yang bekerja secara spesifik untuk

menghambat dan menekan batuk. Golongan antitusif dapat diklasifikasikan

berdasarkan tempat kerjanya. Misalnya antitusif yang bekerja dengan

menekan SSP dan menghambat pusat batuk di medula serta meningkatkan

ambang refleks batuk. Kategori lain antitusif yaitu antitusif narkotik misalnya

kodein dan nonnarkotik misalnya dekstrometorfan HBr (Beringer et.al., 2005).

3) Mukolitik dan Ekspektoran

Mukolitik merupakan golongan obat yang mengencerkan dahak di saluran

pernapasan, dengan cara menurunkan viskositas atau kekentalan dari dahak

(Beggs et.al., 2007). Contoh obat mukolitik, seperti asetil sistein (Fluimucil®),

ambroksol HCl (Mucopect®), bromheksin HCl (Bisolvon®, Mucosulvan®).

Ekspektoran merupakan golongan obat yang berfungsi untuk menolong

mengeluarkan dahak yang kental dari saluran pernapasan (Beggs et.al., 2007).

Contoh agen ekspektoran adalah Sanadryl® dan Deladryl® .

J. Pneumonia

1. Definisi

Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan beberapa

atau seluruh alveoli terisi cairan dan sel-sel darah (Guyton dan Hall, 2008).

Page 47: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

27

2. Epidemiologi

Pneumonia merupakan infeksi umum yang menyebabkan kematian

terbanyak di Amerika Serikat, dimana 4 juta kasus didiagnosis tiap tahunnya.

Pneumonia dapat menyerang semua kalangan umur, akan tetapi yang paling

banyak terjadi pada balita, orang tua dan yang mengidap penyakit kronis (Dipiro,

2005).

3. Etiologi

Patogen yang paling banyak menyebabkan pneumonia pada dewasa adalah

S. pneumoniae dan M. pneumoniae. Pneumococcus merupakan bakteri penyebab

umum pneumonia di semua kelompok umur. M. pneumoniae menyebabkan 10%-

20% kasus pneumonia (Dipiro, 2005).

4. Patofisiologi

Bakteri yang masuk ke dalam saluran pernapasan, kemudian akan kontak

dengan alveoli kemudian bakteri akan ditangkap lapisan cairan epitelial,

kemudian individu akan membentuk antibodi imunoglobulin G sesuai dengan

respon imunologisnya. Tahap selanjutnya adalah tahap fagositosis oleh makrofag

alveolar. Terjadinya pneumonia disebabkan jika pertahanan paru-paru gagal

menahan infeksi bakteri (Dipiro, 2005).

5. Manifestasi klinik

Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi

(non spesifik), gejala pada paru, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik

meliputi demam, menggigil, dan gelisah. Gejala pada paru timbul ketika proses

infeksi berlangsung, seperti demam, batuk, pilek dan nyeri dada. Nyeri yang

Page 48: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

28

dirasakan disebabkan peradangan pada pleura akibat infeksi bakteri (Guyton dan

Hall, 2008).

6. Strategi terapi

Terapi suportif dapat digunakan untuk mengatasi gejala penyakit

pneumonia. Terapi suportif yang dapat digunakan yaitu penggunaan oksigen,

penggunaan bronkodilator, misalnya salbutamol ketika terjadi bronkospasme,

analgesik antipiretik ketika pasien mengalami demam.

Terapi menggunakan antibiotik pada umumnya sama seperti terapi

penyakit infeksi lain, yaitu menggunakan antibiotik spektrum luas pada awal

pengobatan yang efektif melawan patogen. Antibiotik empiris dapat digunakan

setelah mendapatkan hasil kultur kuman penyebab pneumonia. Bakteri yang

umumnya terdapat pada pasien dewasa penderita bronchitis kronis yaitu

Pneumococcus, H. influenzae, M. catarrhalis. Terapi yang dapat digunakan yaitu

cefuroksim, makrolida-azalide misalnya klaritromisin (0,5–1gram/hari),

eritromisin (1-2 gram/hari), azitromisin (500mg/hari kemudian menjadi

250mg/hari selama 4 hari) dan fluorokuinolon misalnya levofloksasin (0,5 – 0,75

gram/hari).

K. Bronchitis

1. Definisi

Bronchitis merupakan kondisi inflamasi pada elemen yang kecil maupun

yang luas pada batang tracheobronkial. Infamasi yang terjadi tidak mencapai

alveoli. Bronchitis dapat dibagi menjadi bronchitis akut dan kronis. Bronchitis

Page 49: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

29

akut dapat terjadi pada semua umur sedangkan bronchitis kronis biasanya hanya

muncul pada dewasa (Dipiro, 2005).

2. Epidemologi

Bronchitis kronis merupakan penyakit nonspesifik yang sering diderita

oleh orang dewasa. Antara 10% - 20% populasi orang dewasa berumur 40 tahun

atau lebih menderita bronchitis kronis. Bronchitis kronis lebih banyak diderita

oleh pria dibandingkan wanita (Dipiro, 2005).

3. Etiologi

Bronchitis kronis merupakan hasil dari berbagai faktor, misalnya merokok,

pemejanan debu atau bahan yang berbahaya, asap, dan berbagai polutan serta

infeksi bakteri atau kemungkinan virus. Pengaruh berbagai faktor ini baik secara

tunggal ataupun kombinasi berbagai faktor dapat menyebabkan bronchitis kronis,

namun mekanismenya tidak diketahui. Asap rokok dapat mengiritasi saluran

napas dan dipercaya sebagai faktor predominan bronchitis kronis (Dipiro, 2005).

4. Patofisiologi

Pada bronchitis kronis, dinding bronkus menjadi tebal dan terjadi sekresi

mukus secara berlebihan oleh sel goblet di permukaan epitelium pada bronkus

yang besar dan kecil. Secara normal, sel goblet umumnya tidak muncul pada

bronkus yang kecil. Akibat peningkatan jumlah sel goblet, terjadi hipertropi dari

kelenjar mukus dan dilatasi dari kelenjar duktus mukus. Sebagai hasil dari

perubahan yang terjadi, bronchitis kronis terjadi akibat banyaknya mukus pada

saluran napas sehingga mengganggu kerja paru secara normal. Selain itu terjadi

metaplasia sel skuamosa pada permukaan epitel, edema dan peningkatan

Page 50: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

30

vaskularitas dari membran saluran napas dan inflamasi kronis pada sel infiltrasi.

Hasil akhir dari semua proses ini adalah obstruksi dan kelemahan dinding bronkus

(Dipiro, 2005).

5. Manifestasi klinik

Penanda bronchitis kronis yaitu batuk produktif ringan hingga berat.

Biasanya batuk dan produksi dahak akan meningkat pada pagi hari. Warna

sputum bervariasi mulai dari putih hingga kuning kehijauan. Beberapa pasien

yang melaporkan diri telah batuk berdahak selama hampir 3 bulan berurutan

mengidap bronchitis kronis. Pada tahap bronchitis kronis yang progresif,

ditemukan cor pulmonale, hepatomegali, edema pada anggota gerak bagian

bawah. Secara umum, bronchitis kronis tidak menyebabkan penurunan berat

badan (dapat mempertahankan berat badan pada kisaran normal ), namun juga

dapat menyebabkan peningkatan berat badan hingga kegemukan (Dipiro, 2005).

6. Strategi terapi

a. Non-farmakologi

1) Hindarkan pasien dari bahan-bahan yang dapat mengiritasi, misalnya

asap rokok.

2) Banyak minum air putih untuk menurunkan kekentalan dahak

b. Farmakologi

Pasien yang pernapasannya terbatas dapat diberikan obat bronkodilator

misalnya salbutamol inhalasi dengan dosis 3-4 kali sehari 1-2 semprot, jika

produksi dahaknya berlebih dan sulit untuk dikeluarkan dapat digunakan agen

mukolitik misalnya N-asetil sistein.

Page 51: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

31

Diagnosis etiologik bronchitis sangat sulit untuk dilakukan, sehingga

pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan hasil kultur

kuman penyebab. Misalnya jika penyebab pneumonia akibat bakteri

Streptococcus pneumonia maka antibiotik yang dapat digunakan yaitu

eritromisin (0,5 gram 3x/hari) atau turunannya misalnya klaritromisin dan

azitromisin (0,25-0,5 gram 1x/hari). Altenatif antibiotik lain yang berasal dari

golongan fluorokuinolon misalnya, levofloksasin (0,5–0,75 gram 1x/hari)

dapat digunakan.

L. TBC (Tuberculosis)

1. Definisi

Tuberkolosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang tertinggi

dibanding penyakit infeksi lain yang dapat membunuh penderitanya tanpa

diketahui secara perlahan-lahan, atau cepat jika tidak ditangani dengan benar

(Dipiro, 2005).

2. Epidemologi

Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun

1995 menunjukan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor

tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada

semua kelompok umur, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. WHO

1999 memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru dengan kematian

sekitar 140.000 (Anonim, 2005).

Page 52: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

32

3. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit TBC,

dimana berbentuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya

mengandung komplek lipida-glikolipida sarta lilin (wax) yang sulit ditembus zat

kimia. Kuman ini memiliki sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan pada uji mikrobiologis sputum dahak, oleh karena itu disebut sebagai

Basil Tahan Asam (BTA) (Dipiro, 2005).

4. Patofisiologi

Ketika kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran

pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem

peredaran darah dan saluran limfe, saluran pernapasan serta melalui saluran lain.

Infeksi berlangsung ketika kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara

pembelahan diri di paru, mengakibatkan peradangan di dalam paru.

5. Manifestasi klinik

Manifestasi klinik TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami

batuk dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau

pernah batuk darah, nafsu makan dan berat badan menurun, demam dan

berkeringat pada malam hari (Dipiro, 2005).

6. Strategi terapi

Terapi penyakit tuberkolosis menggunakan antibiotik yang dikenal dengan

nama obat anti tuberkolosis (OAT). Terdapat tiga kategori pengobatan, yaitu

kategori 1, kategori 2 dan kategori 3.

Page 53: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

33

Tahap kategori 1 (intensif) terdiri dari HRZE (isonisazid, rifampisin,

pirazinamid dan etambutol) yang diminum setiap hari selama 4 bulan. Terapi

kategori ini diberikan kepada pasienn baru TB paru BTA positif.

Rifampisin digunakan dengan dosis TB laten yaitu 10mg/kg BB

(maksimal 600mg/hari) selama 4 bulan. Isoniasid digunakan dengan dosis TBC

aktif: 5mg/kg/hari (dosis yang umum digunakan yaitu 300mg/hari). Etambutol

digunakan dengan dosis terapi harian 15-25mg/kg atau pasien dengan berat badan

40-55kg : 800mg, 56-75kg : 1200mg, 76-90kg : 1600mg. Pirazinamid digunakan

dengan dosis :dewasa : 15-30mg/kg/hari, Terapi harian : 40-55 kg : 1000mg ; 56-

75 kg : 1500mg ; 76-90kg : 2000 mg (Lacy et.al., 2006).

M. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors

(ME) Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems (DTPs) pada Pasien RS

Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian Obat Gangguan Sistem

Saluran Pernapasan) diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

kejadian medication error dan drug therapy problems yang terjadi di RS

Bethesda, serta dapat digunakan untuk mengurangi kejadian ME dan DTP

penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan pada pasien di RS Bethesda

Yogyakarta.

Page 54: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase

Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda Periode

Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) merupakan

penelitian non eksperimental, rancangan penelitian eksploratif deskriptif yang

bersifat prospektif (Pratiknya, 1986).

Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya

dilakukan secara apa adanya, tanpa adanya manipulasi atau intervensi serta

perlakuan dari peneliti (Pratiknya, 1986). Rancangan penelitian deskriptif

eksploratif merupakan rancangan yang mendeskripsikan suatu fenomena tanpa

mencoba menganalisis mengapa dan bagaimana fenomena itu dapat terjadi.

Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini

mengikuti keadaan kasus (observasi pasien) selama mendapatkan perawatan dan

juga dengan melihat lembar catatan mediknya serta melakukan wawancara pasien

dan tenaga kesehatan.

B. Definisi Operasional

1. Masalah Utama merupakan penyebab utama dari masalah pengobatan pasien

yang ditemukan pada fase administrasi.

34

Page 55: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

35

2. Fase administrasi merupakan suatu fase pada saat obat diberikan dan

digunakan oleh pasien.

3. Periode Agustus 2008 pada penelitian ini dimulai dari tanggal 4 Agustus – 4

September 2008.

4. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan

menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Bangsal kelas III

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008.

5. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang

memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,

diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat,

hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume pasien dewasa yang

menerima obat gangguan sistem saluran pernapasan di RS Bethesda

Yogyakarta periode Agustus 2008.

6. Karakteristik pasien meliputi distribusi umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, diagnosis dan penyakit penyerta.

7. Karakteristik peresepan obat meliputi unsur jumlah obat, jenis obat, bentuk

sediaan obat, aturan pemakaian obat, kekuatan, frekuensi pemberian.

8. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information

Handbook (Lacy et.al., 2006).

9. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat

dalam resep yang diberikan kepada pasien berdasarkan sumber referensi

Drug Interaction Fact (Tatro, 2001).

Page 56: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

36

10. Home visit adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi pasien setelah

keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, yang dilakukan pada

pasien yang menyetujui informed consent.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian meliputi: pasien yang dirawat inap di Bangsal Kelas

III RS Bethesda periode Agustus 2008. Kriteria inklusi subyek adalah pasien

yang dirawat di bangsal dewasa yang dilayani oleh farmasis klinis Rumah Sakit

Bethesda dan pasien rawat jalan rumah sakit yang menerima terapi obat sistem

saluran pernapasan pada bulan Agustus 2008. Bahan penelitian meliputi catatan

medik pasien termasuk peresepannya. Kriteria eksklusi subyek adalah pasien

yang tidak bersedia bekerja sama dan meninggal dunia selama penelitian sedang

berlangsung.

Terdapat 80 kasus pasien yang dirawat di Bangsal Kelas III Rumah

Sakit Bethesda selama Periode Agustus 2008. Terdapat 22 kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan. Dari 22 kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan yang dirawat di

bangsal rawat inap, terdapat 5 pasien yang menyetujui informed consent untuk

dilakukan home visit.

Sebagai subjek wawancara adalah tenaga medis yang bekerja di bangsal

kelas III Rumah Sakit Bethesda, yang terdiri dari 3 dokter, 14 perawat serta

seorang apoteker.

Page 57: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

37

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien

dewasa yang menerima resep obat gangguan sistem saluran pernapasan dan

dirawat inap di Bangsal Kelas III RS Bethesda periode Agustus 2008 yang ditulis

oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara

kepada perawat dan pasien atau keluarga yang mendampingi bila dimungkinkan

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data laboratorium sederhana seperti

tensi meter (Tensoval®), termometer, alat pengukur kadar gula (Gluco Dr®),

dan alat pengukur kadar kolesterol (Easy Touch®)

2. form pemantauan pasien dan form penggunaan obat pasien selama di bangsal

dan di rumah.

3. panduan wawancara terstruktur kepada pasien pada saat visit bangsal dan

home visit di rumah pasien.

4. panduan wawancara terstruktur kepada perawat, apoteker dan dokter.

F. Tempat penelitian

Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase

Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta

Periode Agustus 2008 (Kajian Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan)

dilakukan di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta untuk kasus rawat inap

Page 58: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

38

dan di tempat tinggal pasien untuk pasien yang bersedia dilaksanakannya home

visit dan yang telah menyetujui informed consent.

G. Tata Cara Penelitian

Terdapat tiga tahapan dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi, tahap

pengambilan data dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap Orientasi

Pada tahap ini, penelitian dimulai dengan penyusunan proposal dan

kemudian dipresentasikan didepan perwakilan dokter dan apoteker RS Bethesda.

Pada tahap orientasi ini peneliti mencari informasi mengenai penggunaan obat

gangguan sistem saluran pernapasan di Bangsal RS Bethesda. Selain itu, untuk

mencari teknis pengambilan data yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas di

bangsal tersebut. Tahap orientasi dari penyusunan proposal kegiatan hingga

melakukan orientasi langsung ke lapangan menghabiskan waktu 2 bulan, yaitu

dari bulan Juni hingga Agustus.

2. Tahap pengambilan data

Pada tahap ini, pengambilan data terbagi menjadi 2, yaitu pengambilan

data primer dan pengambilan data sekunder.

Pengumpulan data primer dibagi meliputi :

a. pengamatan langsung penggunaan obat pasien baik di bangsal maupun di

rumah bagi pasien yang menyetujui informed consent. Home visit dilakukan

di Propinsi Yogyakarta, kecuali kabupaten Gunung Kidul tidak dilakukan

home visit.

Page 59: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

39

b. wawancara langsung kepada pasien bila memungkinkan atau kepada keluarga

pasien yang mendampingi. Selain itu wawancara dilakukan terhadap dokter,

perawat, dan keluarga pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data

penunjang untuk membantu mendeskripsikan hasil penelitian.

Pengumpulan data sekunder meliputi pencatatan lembar catatan medis pasien.

Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan,

riwayat penyakit, riwayat keluarga, lama tinggal di rumah sakit, anamnesis,

diagnosis, obat yang diberikan (terapi), dan data laboratorium serta

keterangan kesembuhan pasien.

3. Tahap Penyelesaian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa

keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian,

tanggal pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, waktu penggunaan obat

oleh pasien, serta nama obat yang diberikan kepada pasien di RS Bethesda

Yogyakarta yang menerima obat gangguan sistem saluran pernapasan.

Data-data diatas kemudian dievaluasi meliputi interaksi obat secara teorita

farmasetika, farmakokinetika, dan farmakodinamika terutama interaksi yang

bersifat clinically significant (Tatro, 2001) serta evaluasi kerasionalan

berdasarkan drug therapy problems (DTPs) yang ditemukan berdasarkan

pembanding standar atau referensi atau evidence based medicine, misalnya yang

bersumber dari buku Drug Information Handbook (Lacy et.al., 2006).

Page 60: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

40

Data digunakan untuk identifikasi medication error dan drug therapy

problems yang mungkin terjadi dan juga untuk identifikasi masalah utama

kejadian ME dan DTP.

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar.

1. Persentase berdasarkan umur pasien dikelompokkan dalam umur 18 tahun –

35 tahun ; >35 tahun – 55 tahun ; >55 tahun – 75 tahun dan >75 tahun,

dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok umur

dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan

obat gangguan sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase berdasarkan jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi 2, yaitu

pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara

menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan

jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat gangguan

sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.

3. Persentase berdasarkan tingkat pendidikan pasien dikelompokkan menjadi 4,

yaitu tingkat pendidikan tidak diketahui, pasien dengan tingkat pendidikan

tidak / belum tamat SD, pasien dengan tingkat pendidikan SLTP dan pasien

dengan tingkat pendidikan SLTA. Persentase dihitung dengan cara

menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok tingkat pendidikan dibagi

dengan jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat

gangguan sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.

Page 61: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

41

4. Persentase berdasarkan jenis pekerjaan pasien dikelompokkan menjadi 7,

yaitu swasta, petani, pegawai negeri sipil, buruh, pedagang, ibu rumah tangga

dan tidak diketahui pekerjaannya. Persentase dihitung dengan cara

menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis pekerjaan dibagi dengan

jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat gangguan

sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.

5. Persentase berdasarkan diagnosis pasien dikelompokkan menjadi 3, yaitu

kelompok pasien dengan satu diagnosis, kelompok pasien dengan dua

diagnosis dan kelompok pasien dengan tiga diagnosis. Persentase dihitung

dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok berdasarkan

diagnosis dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan

menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan

100%.

6. Persentase berdasarkan jumlah macam obat yang diterima oleh pasien dan

kemudian dikelompokkan menurut golongan obat. Persentase dihitung

dengan cara menghitung jumlah kasus yang menggunakan jumlah macam

obat tertentu dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien

dikalikan 100%.

7. Persentase berdasarkan golongan dan jumlah obat sistem saluran pernapasan

yang diterima oleh pasien dikelompokkan menjadi 10, yaitu golongan obat

ekspektoran, antitusif, mukolitik, nasal dekongestan, antagonis reseptor

leukotrien, simpatomimetik bronkodilator, derivat xantin, kombinasi,

antibiotik, dan obat anti TBC (Beggs et.al., 2007 dan Beringer et.al., 2005)

Page 62: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

42

Persentase dihitung dengan cara menghitung jumlah obat yang digunakan tiap

golongannya dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan dikalikan

100%.

8. Persentase berdasarkan bentuk sediaan obat sistem saluran pernapasan yang

diterima oleh pasien dikelompokkan menjadi 4, yaitu oral padat, oral cair,

inhalasi / nebulizer, dan injeksi. Persentase dihitung dengan cara menghitung

jumlah obat yang digunakan berdasarkan sediaannya dan kemudian dibagi

dengan jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan

sistem saluran pernapasan dikalikan 100%.

9. Persentase berdasarkan kekuatan dan frekuensi penggunaan obat sistem

saluran pernapasan yang diterima oleh pasien. Persentase dihitung dengan

cara menghitung jumlah obat yang digunakan berdasarkan kekuatan dan

frekuensi penggunaan dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus

pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan

dikalikan 100%.

10. Mengevaluasi pola peresepan dan kerasionalan terapi, dengan cara

mengidentifikasi drug therapy problems meliputi : dosis terlalu tinggi, dosis

terlalu rendah, butuh tambahan obat, efek samping obat (ADR), interaksi obat

dan kepatuhan pasien (complience).

11. Mengevaluasi pola peresepan dan kerasionalan terapi, dengan cara

mengidentifikasi Medication error meliputi : administration error, pemberian

obat diluar instruksi dan kegagalan mencek instruksi.

Page 63: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

43

12. Hasil evaluasi drug therapy problems dan medication error akan disajikan

dalam bentuk persentase dan tabel.

I. Kesulitan Penelitian

Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti mengalami

beberapa kesulitan, seperti kurangnya pengalaman penulis dalam membaca

catatan rekam medik pasien dan membaca tulisan dokter maupun perawat yang

tertera didalam catatan rekam medis tersebut. Selain itu, terkadang peneliti

kurang memahami beberapa istilah terminologi medis yang tertulis dalam catatan

rekam medis. Untuk mengatasi kesulitan ini, peneliti bertanya kepada perawat

yang sedang bertugas di bangsal pada saat itu.

Selain kesulitan di bangsal, peneliti juga mengalami kesulitan ketika

melakukan home visit ketika pertama kali ke rumah pasien. Hal ini karena

kekurang-pahaman peneliti mengenai lokasi tempat tinggal pasien, selain itu

terkadang medan lokasi yang berat sering menjadi kesulitan tersendiri. Kesulitan

ini dapat diatasi dengan menanyakan alamat tempat tinggal pasien secara lengkap

dan selalu semangat.

Pada saat melakukan evaluasi data, peneliti terkadang mendapatkan

kesulitan, yaitu adanya data yang kurang lengkap pada lembar catatan medis.

Kurang lengkapnya data mungkin dapat disebabkan dokter maupun perawat tidak

mencantumkan beberapa catatan ke dalam lembar rekam medis. Salah satu

contoh catatan klinis yang tidak dituliskan secara lengkap adalah data berat badan

pasien dan daftar pemberian obat (DPO). Proses evaluasi terapi pasien hanya

berdasarkan catatan yang terdapat pada rekam medik pasien.

Page 64: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase

Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda

periode Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan)

merupakan anak judul dari penelitian payung yang diadakan oleh Fakultas

Farmasi Sanata Dharma dengan judul “Evaluasi Masalah Utama Kejadian

Medication Error Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien

Rumah Sakit Bethesda periode Agustus 2008”. Selain kajian obat sistem saluran

pernapasan, masih terdapat 7 kajian lain yang merupakan anak judul dari

penelitian payung ini, antara lain kajian penggunaan obat gangguan sistem urinary

dan reproduksi, gangguan sistem neuromuskuler, gangguan alergi dan sistem

imun, kardiovaskuler, serebrovaskuler, antiemetik, dan endokrin.

Dari hasil penelitian selama periode Agustus 2008, terdapat 80 pasien

yang menjadi pasien kasus yang dirawat di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda. Dari 80 kasus pasien tersebut, terdapat 22 kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan, dimana merupakan kasus

pasien dalam penelitian ini. Hasil dan pembahasan penelitian ini akan dibahas

menjadi beberapa bagian, yaitu : hasil wawancara terhadap dokter, perawat,

apoteker dan pasien ; profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan

sistem saluran pernapasan di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda ; profil

peresepan obat gangguan sistem saluran pernapasan pada pasien di Bangsal Kelas

44

Page 65: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

45

III Rumah Sakit Bethesda ; kerasionalan terapi kasus pasien di Bangsal Kelas III

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan.

A. Hasil Wawancara Tentang Medication Error dan Drug Therapy Problems

Data wawancara didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada

dokter, perawat serta apoteker yang bekerja di Bangsal Kelas III Rumah Sakit

Bethesda.

1. Dokter

Wawancara dilakukan kepada dokter yang bertugas di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda, hal ini karena penelitian dilakukan di bangsal kelas III

serta dokter yang diwawancarai merupakan dokter yang cukup lama bertugas

bangsal tersebut sehingga dokter tersebut telah mengetahui kondisi pasien

secara umum di bangsal.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada dokter, diketahui

bahwa seluruh dokter sangat mementingkan issue medication error yang terjadi,

dengan alasan medication error banyak terjadi di rumah sakit, medication error

merupakan bagian dari risiko pelayanan dari prescribing hingga dispensing

sehingga mudah terjadi kesalahan, medication error sangat terkait dengan 7

tepat (indikasi, pasien, dosis obat, wapada efek samping, cara dan harga), dan

medication error sangat berhubungan dengan terapi, dimana ketepatan terapi

tersebut sangat berhubungan dengan ketepatan dokter mendiagnosis.

Keterlibatan apoteker dalam memonitor penggunaan obat pasien sangat

disetujui oleh dokter, bahkan terdapat dokter yang sangat berterima kasih

Page 66: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

46

apabila seorang apoteker ikut memantau penggunaan obat. Beberapa alasannya

yaitu : berdasarkan penelitian adanya apoteker dalam monitor penggunaan obat

pasien dapat menurunkan error yang terjadi, karena apoteker lebih belajar lebih

rinci tentang obat dibanding dokter.

Dokter mempertimbangkan adanya interaksi obat, dosis serta ada tidaknya

kontraindikasi dalam pemilihan obat terhadap pasien. Namun dari hasil

wawancara diketahui bahwa dokter hanya mengetahui interaksi antar obat yang

umum-umum saja, sehingga dokter tidak sepenuhnya memperhatikan interaksi

antar obat yang digunakan oleh pasien, hal ini karena keterbatasan pengetahuan

dokter terhadap data tentang interaksi antar obat.

Alur distribusi obat yang dilalui mulai dari tahap prescribing hingga

dispensing dan akhirnya digunakan oleh pasien, memiliki risiko terjadinya

medication error. Semakin panjang suatu sistem atau alur distribusi obat maka

risiko terjadinya kesalahan akan semakin besar. Peranan dokter dan farmasi

sangat dibutuhkan untuk mengatasi sistem ini. Komunikasi serta kepercayaan

yang terjalin dengan baik merupakan salah satu kunci untuk meminimalkan

terjadinya medication error dan drug therapy problems.

2. Perawat

Wawancara dilakukan terhadap perawat yang bertugas di bangsal kelas

tiga rumah sakit Bethesda. Adapun perawat yang diwawancarai berjumlah 14

orang, dimana tiap ruangnya diwakili oleh 2 orang perawat.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa perawat sangat mementingkan

issue medication error yang terjadi karena langsung berhubungan dengan

Page 67: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

47

pasien. Apabila medication error terjadi, maka yang akan dirugikan adalah

pasien. Selain itu, keterlibatan apoteker dalam memantau penggunaan obat

pasien juga disetujui oleh perawat karena apoteker lebih mengerti tentang obat

dibandingkan dengan perawat dan adanya apoteker dapat meringankan kerja

perawat.

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa 64,28% perawat tidak

mendapatkan informasi yang cukup jelas terkait penggunaan obat yang

diberikan oleh apoteker ketika menebus obat di farmasi. Apoteker hanya

memberikan informasi terutama pada obat-obat yang jarang digunakan,

misalnya sitostatika. Informasi yang diberikan hanya berupa aturan pakai dan

pengecekan ulang terkait jumlah dan nama obat. Sedangkan 35,72% perawat

mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi terkait penggunaan obat dari

apoteker meliputi cara pemakaian, tempat penyimpanan dan efek samping obat.

Perawat memberikan informasi tentang penggunaan obat terhadap pasien,

dimana informasinya bervariasi berupa cara minum obat, dosis, aturan pakai,

tempat penyimpanan dan efek samping obat. Akan tetapi terdapat 1 perawat

yang mengatakan bahwa dia jarang memberikan informasi tentang penggunaan

obat terhadap pasien.

Ketidaktaatan pasien dalam menggunakan obat sesuai aturan pakai sering

dijumpai oleh perawat. Ketidaktaatan yang terjadi dapat berupa pembuangan

atau penyembunyian obat di tempat sampah atau di bawah kasur. Jika hal ini

terjadi dan diketahui oleh perawat maka perawat akan melakukan edukasi

tentang khasiat obat atau bahkan menegur pasien.

Page 68: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

48

Kasus obat ketinggalan di bangsal juga sering ditemukan, terutama ketika

pasien akan pulang ke rumah. Banyak faktor yang menyebabkan kasus ini

terjadi, mulai dari ketidaksengajaan hingga ketidaksabaran pasien untuk

menunggu obat dari farmasi yang kadang agak terlambat ke bangsal. Ketika

kasus ini terjadi, perawat segera memberitahukan pasien atau keluarga pasien

melalui telepon untuk mengambil obat atau perawat yang langsung

mengantarkan ke rumah pasien.

Perawat merupakan pintu terakhir alur obat sebelum digunakan oleh

pasien di bangsal rawat inap, sehingga tanggung jawab perawat menjadi sangat

besar terkait ketepatan pasien menggunakan obat. Tugas farmasi klinis pada fase

administrasi ini yaitu meringankan tanggung jawab yang diemban oleh perawat.

Hal yang dapat dilakukan yaitu melakukan pemantauan penggunaan obat pasien.

3. Apoteker

Apoteker rawat inap menganggap penting issue medication error yang

terjadi. Apoteker berpendapat bahwa terapi dengan obat memerlukan suatu

ketelitian agar menghindari kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat terapi.

Selain itu apoteker juga berpendapat bahwa keterlibatan apoteker dalam

memonitor penggunaan obat pasien sangat diperlukan untuk meminimalkan

medication error yang terjadi.

Apoteker sangat memperhatikan adanya interaksi obat, ketepatan dosis,

kontraindikasi serta efek samping terhadap obat yang diresepkan oleh dokter

selama obat digunakan oleh pasien.

Page 69: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

49

Apabila memungkinkan, apoteker memberikan informasi tentang

penggunaan obat kepada pasien dan keluarganya atau kepada yang menunggu

pasien setiap hari di bangsal. Informasi yang diberikan berupa nama obat dan

indikasinya, cara pakai atau aturan minum, frekuensi, penyimpanan, efek

samping yang mungkin timbul atau hal-hal lain yang diperlukan.

Kepedulian apoteker untuk ikut terlibat dalam melakukan monitoring obat

pasien merupakan suatu hal yang positif, namun jumlah apoteker yang sangat

terbatas serta kesibukan lain di instalasi farmasi menjadi kendala dalam

mempraktekkan farmasi klinik di rumah sakit. Untuk mengatasi hal ini,

komunikasi serta kerjasama antar dokter dan perawat merupakan hal yang

penting untuk meminimalkan medication error yang mungkin terjadi pada

pasien di bangsal rawat inap.

B. Profil Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan

Profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 meliputi

persentasi kasus pasien berdasarkan kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis

kelamin, pekerjaan, dan diagnosis utama.

1. Berdasarkan kelompok umur

Umur kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008

Page 70: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

50

dikelompokkan menjadi 4 kelompok umur yaitu, 18 tahun - 35 tahun, >35 tahun-

55 tahun, >55 tahun-75 tahun, dan diatas 75 tahun.

18%

18%

46%

18%

18 - 35 tahun>35 - 55 tahun>55 - 75 tahundiatas 75 tahun

Gambar 3. Pengelompokkan Umur Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan

Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa, pasien terbanyak yang

menggunakan obat gangguan sistem pernapasan adalah kasus dengan kelompok

umur >55 tahun-75 tahun. Diketahui bahwa umur >55 tahun hingga 75 tahun

masuk dalam kelompok geriatri, dimana risiko pasien geriatri untuk menderita

suatu penyakit terutama gangguan saluran pernapasan secara khusus lebih besar

dibanding kelompok dewasa.

2. Berdasarkan jenis kelamin

Setiap kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008

dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu laki-laki dan wanita. Dari

hasil pengelompokkan didapatkan data bahwa pasien yang paling banyak

menggunakan obat gangguan sistem pernapasan periode Agustus 2008 adalah

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59%, sedangkan kasus pasien berjenis

Page 71: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

51

kelamin perempuan yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan

periode Agustus 2008 sebanyak 41%. Pada penelitian ini, peneliti tidak dapat

menghubungkan secara langsung pengaruh jenis kelamin terhadap penggunaan

obat gangguan sistem saluran pernapasan, hal ini dikarenakan tidak ada alasan

pembedaan penggunaan obat gangguan sistem pernapasan berdasarkan jenis

ataupun dosis yang akan digunakan pada pasien laki-laki maupun perempuan.

Menurut Notoatmodjo, (2004) terdapat suatu fakta dimana peranan lingkungan

sangat berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit, seperti contoh lebih

banyak pria yang menghisap rokok. Dari kutipan diatas, kita dapat mengetahui

bahwa risiko penyakit gangguan pernapasan lebih banyak terjadi pada laki-laki,

sehingga kecerendungan untuk mendapatkan obat gangguan sistem pernapasan

akan lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita. Jenis kelamin kasus pasien

yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Rumah Sakit

Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008.

59%

41%

Laki-laki

Perempuan

Gambar 4. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien yang Menggunakan Obat

Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Page 72: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

52

3. Berdasarkan tingkat pendidikan

Setiap kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008

dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu tidak diketahui pendidikannya,

tidak tamat SD, SLTP dan SLTA. Dari hasil pengelompokkan didapatkan data

bahwa pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 yang terbanyak berasal

dari kelompok pendidikan SLTA yaitu 45%, sedangkan kelompok pasien yang

paling sedikit menerima obat gangguan sistem pernapasan berasal dari kelompok

pendidikan SLTP yaitu 9%. Pada penelitian ini, peneliti tidak dapat

menghubungkan secara langsung pengaruh pendidikan terhadap penggunaan obat

gangguan sistem saluran pernapasan, hal ini dikarenakan tidak pengaruh

pendidikan terhadap penggunaan obat gangguan sistem pernapasan. Menurut

Notoatmodjo, (2004) ”Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur salah satunya

adalah pendidikan hal ini dikarenakan bahwa pendidikan mempengaruhi aspek

kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan”.

Menurut Green, pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting

dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor (faktor predisposisi,

pendukung dan pendorong). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

pengetahuan akan pemeliharaan kesehatannya pun semakin tinggi, sehingga

kecerendungan untuk menjaga kesehatan seperti melakukan kunjungan ke sarana

dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit akan semakin tinggi pula, sebaliknya

semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan akan kesehatan

Page 73: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

53

semakin rendah, sehingga risiko terkena suatu penyakit akan semakin besar. Teori

ini sesuai dengan data di atas, bahwa tingkat pendidikan SLTA memiliki

persentasi tertinggi pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan dan tingkat pendidikan tidak atau belum tamat SD menduduki posisi

kedua.

14%

32%

9%

45% Tidak diketahui

Tidak/belum tamat SD

SLTP

SLTA

Gambar 5. Pengelompokkan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

4. Berdasarkan pekerjaan

Setiap kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008

dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu pegawai negeri sipil, swasta,

pedagang, petani, buruh, ibu rumah tangga dan tidak diketahui pekerjaannya.

Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan paling

banyak adalah pasien dengan pekerjaan swasta 26%, diikuti oleh petani 23%.

Kelompok terendah kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem

saluran pernapasan berasal dari kelompok ibu rumah tangga dan pedagang yaitu

5%.

Page 74: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

54

Andersen (1968) menyatakan bahwa ”jumlah penggunaan pelayanan

kesehatan oleh suatu keluarga merupakan karakteristik predisposisi, kemampuan

serta kebutuhan keluarga atas pelayanan medis”. Kemampuan dalam hal ini

adalah faktor biaya. Jenis pekerjaan seseorang dapat dihubungkan dengan jumlah

penghasilannya. Umumnya semakin tinggi strata sosial (pekerjaan) seseorang,

maka kemampuannya untuk memenuhi kesehatan dalam hal ini frekuensi

penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin tinggi sebaliknya, kurangnya

pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada kemungkinan dapat disebabkan oleh

karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport,

dan sebagainya. Hal ini telah sesuai dengan data dimana, kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan paling banyak adalah

pasien dengan pekerjaan swasta 26% dan pasien yang paling sedikit menggunakan

obat gangguan sistem saluran pernapasan adalah pasien dengan pekerjaan sebagai

ibu rumah tangga dan pedagang dengan persentasi 5%.

Selain itu, menurut Notoatmodjo, (2004) jenis pekerjaan juga dapat

berperan dalam timbulnya suatu penyakit. Sebagai contoh petani, dimana

frekuensi kontak dengan bahan kimia dan gas beracun cukup tinggi serta

kebiasaan merokok ketika menunggui ladangnya merupakan faktor risiko

terjadinya penyakit saluran pernapasan. Hal ini telah sesuai dengan data dimana,

kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan

terbanyak kedua adalah pasien dengan pekerjaan sebagai petani 23%.

Page 75: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

55

26%

23%

18%

9%5% 5%

14%Sw asta

Petani

PNS

Buruh

Pedagang

Ibu rumah tangga

tidak diketahui

Gambar 6. Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien yang

Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

5. Berdasarkan Diagnosis utama

Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran

pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008

dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu kasus dengan satu diagnosis

utama, kasus dengan dua diagnosis utama, kasus dengan tiga diagnosis utama dan

kasus tanpa diagnosis utama. Jumlah keseluruhan kasus pasien yang

menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta periode Agustus 2008 sebanyak 22 kasus. Penggunaan obat gangguan

sistem saluran pernapasan terbanyak digunakan pada pasien yang terdiagnosis

satu macam penyakit yaitu sebanyak 63,4%, dua macam penyakit sebanyak 31,6%

dan tiga macam penyakit dan tanpa diagnosis utama sebanyak 4,5%.

Page 76: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

56

Tabel III. Pengelompokkan Berdasarkan Diagnosis Utama Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 No. Diagnosis Utama Jumlah Kasus Persentasi (%)

Dengan satu diagnosis 1. COPD 4 18,2 2. Asma 2 9,1 3. CVA non hemoragi 2 9,1 4. Bronchitis asmatis 1 4,5 5. Kanker paru 1 4,5 6. TBC 1 4,5 7. Tumor paru kanan 1 4,5 8. Efusi pleura kiri 1 4,5 9. Shock kardiogenik 1 4,5 Dengan dua diagnosis 1. TBC + haemoptoe 2 9,1 2. Bronkopneumonia + TB paru 1 4,5 3. COPD + bronkopneumonia 1 4,5 4. Rhinosinusitis + hipertensi 1 4,5 5. CPC dekompensata + hipoalbuminuria 1 4,5 6. Retensi urin dan hematuria 1 4,5 Dengan tiga diagnosis 1. Epistaksis + rhinitis kronis + hipertensi 1 4,5 JUMLAH 22 99,5

C. Profil Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan

Profil penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 meliputi jumlah obat, jenis

obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat, kekuatan obat, frekuensi, dan jumlah obat

yang digunakan.

1. Jumlah macam obat dan golongan obat

Seluruh kasus pasien dalam peneltian di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang

digunakan selama dirawat di rumah sakit. Jumlah obat yang paling sedikit

digunakan berjumlah 4 macam obat, sedangkan jumlah obat yang terbanyak

berjumlah 15 macam obat. Jumlah obat yang paling sering digunakan oleh pasien

kasus berjumlah 5 dan 11 macam obat, dimana digunakan oleh 4 pasien kasus.

Page 77: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

57

Tabel IV. Pengelompokkan Berdasarkan Jumlah Macam Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Jumlah Macam Obat Jumlah Kasus Persentase

4 1 4,5 5 4 18,2 6 2 9,1 7 3 13,6 8 1 4,5 9 2 9,1

10 1 4,5 11 4 18,2 13 1 4,5 14 2 9,1 15 1 4,5

Jumlah 22

Berdasarkan hasil pengelompokkan menurut jumlah macam obat yang

diterima oleh kasus pasien, kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan golongan

masing-masing obat.

Tabel V. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 4 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Antibiotik kuinolon Ofloksasin Ofloksasin Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect®

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®

11

Preparat anti asma dan PPOK Flutikason propionat Flixotide®

Page 78: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

58

Tabel VI. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 5 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Preparat anti asma dan PPOK Prokaterol HCl Meptin®

Obat batuk & pilek Dekstrometorfan Anti anemia & vitamin Hemobion®

Antiflatulen Metoklopropamid Primperan®

5

Antireumatik & analgesik antiinflamasi Meloksikam Movicox®

Rifampisin

Isoniasid+vit B6 Pehadoxin F®

Etambutol

Obat anti tuberkolosis

Pirazinamid

12

Suplemen HP pro®

Dekstrometorfan Obat batuk & pilek Bromheksin HCl Mucosulvan®

Preparat anti asma dan PPOK Salbutamol Salbron®

Antibiotik penisilin Azitromisin dihidrat Zitromax®

13

Suplemen Hp pro®

Preparat anti asma dan PPOK

Orciprenalin sulfat Alupent®

Antikoagulan & antiplatelet Asam asetil salisilat Farmasal®

Vitamin D D-α-tokoferol Dalfarol®

Hemorheologikal Pentoksifilin Tarontal®

20

Nootropik& neurotropik Pirasetam Neurotam®

Tabel VII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 6 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Antibiotik sefalosporin Sefiksim Cefarox®

Suplemen & terapi penunjang

Koenzim Q10 Qten®

ACE inhibitor Kaptopril Preparat anti asma dan PPOK

Orciprenalin sulfat Allupent®

Antireumatik & analgesik antiinflamasi

Ketorolak

16

Hemostatik Asam traneksamat

Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect® sirup Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol® Antibiotik penisilin Azitromisin dihidrat Zitromax®

Antiulserasi Ranitidin Rantin®

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®

7

Preparat anti asma dan PPOK Flutikason propionat Flixotide®

Page 79: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

59

Tabel VIII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 7 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Obat batuk & pilek Dekstrometorfan Antibiotik kuinolon Ofloksasin AP caps®

Elektolit & mineral K I-aspartat Aspar K®

Diuretik Furosemid Lasix®

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®

2

Hemostatik Karbazokrom Na sulfonat Adona®

Obat batuk & pilek Kodein Antibiotik sefalosporin Sefiksim Cefspan®

Prokaterol HCl Meptin®

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK

Flutikason propionat Flixotide®

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®

6

AP caps®

Obat batuk & pilek Bromheksin HCl Bisolvon®

Elektrolit & mineral K I-aspartat Aspar K®

ACE inhibitor Kaptopril Analgesik antipiretik Parasetamol Antidiare Attapulgit Arcapec®

Diuretik Furosemid Lasix®

18

Antiulserasi Ranitidin Rantin®

Tabel IX. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 8 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®

Antagonis angiotensin II Losartan K Angioten®

Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect®

Antibiotik kuinolon Levofloksasin Cravit®

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK Flutikason propionat Flixotide®

Antiulserasi Ranitidin Rantin®

15

Antibiotik sefalosporin Seftriakson

Page 80: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

60

Tabel X. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 9 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Kodein Obat batuk & pilek

Dekstrometorfan Rifampisin

Isoniasid+vit B6 Pehadoxin® F Etambutol

Obat anti tuberkolosis

Pirazinamid Karbazokrom Na sulfonat Adona®Hemostatik

Asam traneksamat Kalnex®

4

Analgesik antipiretik Parasetamol+asetil sistein Sistenol®

Obat batuk & pilek Pseudoefedrin+terfenadin Rhinofed®

Antihistamin Setirizin Histrine®

Antibiotik golongan lain Klindamisin Climadan®

ACE inhibitor Kaptopril Asam traneksamat Kalnex® Hemostatik

Karbazokrom Na sulfonat Adona®

Antiangina, Antagonis kalsium

Amilodipin maleat Amdixal®

Antibiotik penisilin Amoksisilin trihidrat Lapimox®

9

pseudoefedrin Dycinon®

Tabel XI. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 10 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Salmeterol Seretide®

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK

Flutikason propionat Flixotide®

Obat batuk & pilek Sanadryl®

AP caps®

Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®

Anti angina, Antagonis kalsium

Amlodipin besilat Tensivask®

Antireumatik & analgesik antiinflamasi

Yekalgin®

Antibiotik sefalosporin Sefriakson

3

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®

Page 81: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

61

Tabel XII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 11 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang

Antibiotik kuinolon Moksifloksasin HCl Avelox®

Antibiotik sefalosporin Seftasidim Obat batuk & pilek Dekstrometorfan Ambroksol HCl Mucopect®

Analgesik antipiretik Parasetamol Vitamin Neurobion® 5000 Nootropik& neurotropik Mekobalamin Metylcobal®

Flutikason propionat Flixotide®Preparat anti asma dan PPOK Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®

Antiulserasi Ranitidin Rantin®

1

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®

N-Asetilsistein Fluimucil®

Ambroksol HCl Mucopect® sirup Obat batuk & pilek

Dekstrometorfan Antibiotik kuinolon Moksifloksasin HCl Avelox®

Sefiksim Cefspan®Antibiotik sefalosporin Seftasidim

Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol® Vitamin Neurobion® 5000 Antireumatik & analgesik antiinflamasi

Meloksikam Mobiflex®

Hormon kortikosteroid Deksametason Kalmetason®

8

Antiflatulen Metoklopropamid Primperan®

Obat batuk & pilek Bromheksin HCl Bisolvon®

Zafirlukast Accolate®

Prokaterol HCl Meptin®

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®

Preparat anti asma dan PPOK

Flutikason propionat Flixotide®

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol® Antihistamin Setirizin Antibiotik sefalosporin Seftriakson Sapiron®

Digestan Enzyplex®

14

Antasida Lansoprazol Prosogan®

Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®

Antibiotik kuinolon Levofloksasin Teofilin anhidrat Quibron® TSR

Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK

Flutikason propionat Flixotide®

Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect® Domperidon Vomitas®Antiflatulen

Metoklopramid HCl Primperan®

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®

Antibiotik sefalosporin Seftazidim

19

Antiulserasi Ranitidin Rantin®

Page 82: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

62

Tabel XIII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 13 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang

Asam asetil salisilat Farmasal®

Cilostazol Pletaal®

Nadroparin Ca Fraxiparine®

Antikoagulan & antiplatelet

Klopidogrel Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect®

Antagonis angiotensin II Valsaltran Diovan®

Anti angina, Antagonis kalsium

Amlodipin besilat Tensivask®

Nootropik & neurotinik Pirasetam Neurotam®, Nootropil®

Hemorheologikal Pentoksifilin Tarontal®

Vasodilator perifer & Aktivator serebral

Citisolin Nicholin®, Braintact®

Antireumatik & analgesik antiinflamasi

Ketorolak trometamin Remopain®

Diuretikum Manitol

22

Kenalox®

Tabel XIV. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 14 Macam Obat

Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Obat batuk & pilek Kodein Antibiotik kuinolon Ofloksasin

Rifampisin Isoniasid+vit B6 Pehadoxin® F

Pirazinamid Etambutol

Obat anti tuberkolosis

4FDC Suplemen HP pro®

Multivitamin dengan mineral

Lipofood®

Asam traneksamat Kalnex®Hemostatik Karbazokrom Na sulfonat Adona®

Antiflatulen Metoklopramid HCl Primperan®

Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®

10

Hepatik protektor Curliv plus®

Page 83: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

63

Lanjutan Tabel XIV Kasus Golongan Obat Nama Obat Nama Dagang

Preparat anti asma dan PPOK

Orciprenalin sulfat Alupent®

Antikoagulan & antiplatelet Asam asetil salisilat Ascardia®

Antiangina Isosorbid dinitrat Cedocard®

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Hexilon®

Antibiotik sefalosporin Cefadroksil Cefadroxil Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®

Nisergolin Serolin®Vasodilator perifer & Aktivator serebral Citisolin Nicholin®

Nootropik & neurotinik Pirasetam Neurotam®

Antireumatik & analgesik antiinflamasi

Ketorolak

Antiulserasi Ranitidin Nootropik& neurotropik Pirasetam Neurotam®

Levonox®

21

Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Tabel XV. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 15 Macam Obat Berdasarkan

Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Golongan Obat Nama Obat Nama Dagang

ACE inhibitor Lisinopril Noperten®

Selekoksib Celebrex®Antireumatik & analgesik antiinflamasi Ketorolak trometamin Remopain®, Toradol®

Oelapin®

Obat batuk & pilek Pseudoefedrin+terfenadin Rhinofed®

Vertivom®

Dondix®

Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®

Yekalgin®

Antibiotik kuinolon Moksifloksasin HCl Avelox®

Obat batuk & pilek Pseudoefedrin HCl Disadrin®

Hormon kortikosteroid Deksametason Kalmetason®

Stesolid®

Antiulserasi Ranitidin Rantin®

17

Antiflatulen Metoklopropamid Primperan®

2. Golongan dan jumlah obat saluran pernapasan

Setiap obat sistem saluran pernapasan yang digunakan oleh kasus pasien

di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan

menjadi sepuluh kelompok, yaitu : ekspektoran, antitusif, mukolitik, antagonis

reseptor leukotrien, nasal dekongestan, simpatomimetik bronkodilator, derivat

xantin, antibiotik, obat anti TBC (OAT), dan kombinasi.

Page 84: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

64

Tabel XVI. Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008

No. Golongan Obat Nama Obat Jumlah Kasus Presentase (%)

1. Ekspektoran Sanadryl® 1 4,5 Kodein tab 10 mg 3 13,6 2. Antitusif Dekstrometorfan 6 27,3

3. Mukolitik Bromheksin HCl 3 13,6 Ambroksol HCl 8 36,3 N-asetil sistein 1 4,5

4. Nasal dekongestan Pseudoefedrin+terfenadin 2 9,1 5. Antagonis reseptor

leukotrien Zafirlukast 1 4,5

Orsiprenalin sulfat 3 13,6 Prokaterol HCl 3 13,6 Salbutamol 1 4,5

6. Simpatomimetik bronkodilator

Salmeterol 1 4,5 7. Derivat xantin Teofilin 1 4,5

Ipratropiun HBr+salbutamol 8 36,3 8. Kombinasi Flutikason propionat 8 36,3 Moksifloksasin HCl 2 9,1 Sefiksim 1 4,5 Seftasidim 3 13,6 Seftriakson 3 13,6 Klindamisin 1 4,5 Levofloksasin 2 9,1 Ofloksasin 3 13,6

9.

Antibiotik

Azitromisin dihidrat 2 9,1 Rifampisin 3 13,6 Isoniasid+Vit B6 3 13,6 Etambutol 3 13,6 Pirazinamid 3 13,6

10. Obat anti TBC (OAT)

4 FDC 1 4,5 80

Kasus pasien yang paling banyak menggunakan obat gangguan sistem

saluran pernapasan berasal dari jenis obat antibiotik yaitu sebanyak 17 kasus,

diikuti mukolitik dan kombinasi ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason

propionat. Hal ini dapat terjadi karena kebanyakan pasien kasus mengalami

infeksi saluran pernapasan yang diketahui dari tingginya angka leukosit. Selain

indikator angka leukosit, infeksi dapat diketahui dari dahak yang dihasilkan. Rata-

rata pasien kasus mengeluh batuk berdahak dan sukar untuk dikeluarkan, oleh

Page 85: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

65

karena itu pasien mendapatkan terapi mukolitik untuk membantu mengencerkan

dahak yang sulit untuk dikeluarkan.

Selain antibiotik dan mukolitik, obat golongan bronkodilator yaitu

salbutamol juga banyak digunakan oleh pasien kasus. Salbutamol dapat diberikan

secara oral maupun inhalasi. Salbutamol yang banyak digunakan oleh pasien

kasus berupa sediaan larutan yang diuapkan dengan bantuan nebulizer.

3. Bentuk sediaan

Setiap obat sistem saluran pernapasan yang digunakan oleh kasus pasien

di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan

menjadi empat kelompok berdasarkan sediaan, yaitu oral padat, oral cair,

inhalasi/nebulizer dan injeksi. Sediaan yang paling banyak digunakan oleh pasien

kasus yaitu sediaan oral padat misalnya tablet dan kapsul yaitu 222,7%, diikuti

inhalasi dengan persentase 77,3% dan oral cair dengan persentase 36,4%.

Sediaan oral padat memiliki banyak keuntungan dibanding sediaan yang

lain yaitu lebih praktis penggunaannya dan lebih murah dari segi ekonomi.

Page 86: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

66

Tabel XVII. Pengelompokkan Berdasarkan Sediaan Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008

Sediaan Komposisi Nama Obat Jumlah Persentase (%)

Zafirlukast 20mg Accolate® 1 4,5 Orsiprenalin sulfat 20mg Alupent® 3 13,6 Moksifloksasin HCl 400mg Avelox® 2 9,1 Bromheksin HCl 8mg Bisolvon® 1 4,5 Sefiksim 50mg Cefspan® 1 4,5 Klindamisin 150 mg Climadan® 1 4,5 Kodein 10mg Kodein 10mg 3 13,6 Levofloksasin 500mg Cravit® 500mg 1 4,5 Dekstrometorfan 15mg Dekstrometorfan

15mg 6 27,3

Etambutol 250 1 4,5 Etambutol Etambutol 500 2 9,1

Rifampisin 150mg + isoniasid 75mg + pirazinamid 400mg + Etambutol 275mg

FDC

1 4,5

N-Asetilsistein 200mg Fluimucil® 1 4,5 Levofloksasin 500mg Levofloksasin 500mg 1 4,5 Prokaterol HCl 50mcg Meptin® 50mcg 3 13,6 Ambroksol HCl 30mg Mucopect® 3 13,6 Ofloksasin 400mg Ofloksasin 400mg 3 13,6 Isoniasid 400mg + vit B6 10mg Pehadoxin® forte 3 13,6 Pirazinamid 500mg Pirazinamid 500mg 3 13,6 Teofilin anhidrat 300mg Quibron TSR® 1 4,5 Pseudoefedrin 30mg + terfenadine 10mg

Rhinofed®

2 9,1

Rifampisin 450mg Rifampisin 450mg 3 13,6 Salbutamol sulfat 2 mg Salbron® 1 4,5 Azitromycin dihidrat 250mg Zithromax ® 2 9,1

Oral Padat

Jumlah 49 222,7 Bisolvon® 1 4,5 Bromheksin HCl 4mg/5ml Mucosulvan® 1 4,5

Sanadryl® 1 4,5 Ambroksol HCl 15mg/5ml Mucopect® 5 22,7

Oral cair

Jumlah 8 36,4 Ipratropium HBr 21mcg + Salbutamol 120mcg

Combivent® 8 36,4

Flutikason propionat Flixotide® 8 36,4 Salmeterol Seretide® 1 4,5

Inhalasi/ nebulizer

Jumlah 17 77,3 Seftasidim® 1 gram 3 13,6 Seftriakson 1 gram 3 13,6

Injeksi

Jumlah 6 27,3 Jumlah total 80

Page 87: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

67

4. Kekuatan dan frekuensi penggunaan obat

Setiap obat sistem saluran pernapasan yang digunakan oleh kasus pasien

di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan

berdasarkan kekuatan dan frekuensi penggunaannya.

Tabel XVIII. Pengelompokkan Berdasarkan Kekuatan dan Frekuensi Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Nama Generik dan

Kekuatan obat Nama Obat Frkekuensi Jumlah Persentase (%)

Zafirlukast 20mg Accolate® 2x1 1 4,5 Orsiprenalin sulfat 20mg

Allupent®3x ½ 2 9,1

Orsiprenalin sulfat 20mg

Allupent® 2x ½ 1 4,5

Moksifloksasin HCl 400mg

Avelox®1x1 2 9,1

Sefiksim 50mg Cefspan® 2x1 1 4,5 Klindamisin 150 mg Climadan® 3x1 1 4,5 Kodein 10mg Kodein 10mg 3x1 3 13,6 Levofloksasin 500mg Cravit® 500mg 1x1 1 4,5 Dekstrometorfan 15mg Dekstrometorfan 15mg 2x1 1 4,5 Dekstrometorfan 15mg

Dekstrometorfan 15mg 3x1 5 22,7

Etambutol 250 1x3 1 4,5 Etambutol Etambutol 500 1x1 ½ 2 9,1

Rifampisin 150mg + INH75mg + pirazinamid 400mg + etambutol 275mg

FDC

1x2

1

4,5

N-Asetilsistein 200mg Fluimucil® 2x1 1 4,5 Levofloksasin 500mg Levofloksasin 500mg 1x1 1 4,5 Prokaterol HCl 50mcg Meptin® 50mcg 3x ¼ 3 13,6 Ambroksol HCl 30mg Mucopect® tablet 3x1 3 13,6 Ambroksol HCl 15mg/5ml

Mucopect® sirup 3x1cth 4 18,2

Ambroksol HCl 15mg/5ml

Mucopect® sirup 3x2cth 1 4,5

Ofloksasin 400mg Ofloksasin 400mg 2x1 3 13,6 INH 400mg + vit B6 10mg

Pehadoxin® forte 1x ¾ 1 4,5

INH 400mg + vit B6 10mg

Pehadoxin® forte 1x1 2 9,1

Pirazinamid 500mg Pirazinamid 500mg 1x2 1 4,5 Pirazinamid 500mg Pirazinamid 500mg 1x3 2 9,1 Teofilin anhidrat 300mg Quibron® TSR 2x ½ 1 4,5 Pseudoefedrin 30mg + terfenadin 10mg

Rhinofed®

3x1 2 9,1

Rifampisin 450mg Rifampisin 450mg 1x1 3 13,6

Page 88: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

68

Lanjutan Tabel XVIII Nama Generik dan

Kekuatan obat Nama Obat Frkekuensi Jumlah Persentase

(%) Salbutamol sulfat 2 mg Salbron® 3x1 1 4,5 Azitromisin dihidrat 250mg

Zithromax® 1x1 2 9,1

Bromheksin HCl 8mg Bisolvon® 3x1 1 4,5 Bromheksin HCl 4mg/5ml

Bisolvon®3x2cth 1 4,5

Sanadryl® 3x2cth 1 4,5 Bromheksin HCl 4mg/5ml

Mucosulvan®3x1cth 1 4,5

Ipratropium HBr 21mcg + salbutamol 120mcg

Combivent® 2xsehari 3 13,6

Ipratropium HBr 21mcg + salbutamol 120mcg

Combivent® 3xsehari 3 13,6

Ipratropium HBr 21mcg + salbutamol 120mcg

Combivent® 4xsehari 2 9,1

Flutikason propionat Flixotide® 2xsehari 3 13,6 Flutikason propionat Flixotide® 3xsehari 3 13,6 Flutikason propionat Flixotide® 4xsehari 2 9,1 Salmeterol Seretide® 3x2hisap 1 4,5 Seftasidim 1 gram 2x1gram 3 14,6 Seftriakson 1 gram 1x1gram 1 4,5 Seftriakson 1 gram 2x1gram 2 9,1

Obat yang paling banyak digunakan adalah dekstrometorfan dengan

kekuatan 15mg dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1 tablet.

Page 89: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

69

D. Evaluasi Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Menggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan Periode Agustus 2008

1. Drug therapy problems (DTPs)

Evaluasi kerasionalan terapi pada pasien kasus di Bangsal Kelas III

Rumah Sakit Bethesda yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan

dilakukan dengan mengidentifikasi drug therapy problems (DTPs) fase

administrasi yang terjadi berdasarkan penelusuran pustaka. DTP fase administrasi

yang dievaluasi berupa dossage too high (dosis terlalu tinggi), dossage too low

(dosis terlalu rendah), adverse drug reaction (ADR), interaksi obat dan

complience.

Dari 22 kasus pasien yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan

terdapat kasus pasien yang hanya mengalami satu jenis DTP, akan tetapi terdapat

juga yang mengalami lebih dari satu jenis DTP. Adapun hasil evaluasi DTP yang

terjadi meliputi dosis terlalu tinggi sebanyak 4 kasus, dosis terlalu rendah

sebanyak 12 kasus, ADR sebanyak 5 kasus, interaksi obat sebanyak 8 kasus dan

complience sebanyak 6 kasus.

Penggunaan obat dengan dosis yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan

kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat menimbulkan hal-hal yang

tidak diinginkan, seperti timbulnya efek samping obat yang merugikan dan dapat

mengancam kehidupan pasien.

Page 90: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

70

Tabel XIX. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

3 Flutikason propionat (Seretide® dan Flixotide®)

Terdapat kandungan obat sama pada kedua jenis obat, yaitu flutikason propionat. Kedua obat ini diberikan secara bersamaan dengan dosis Flixotide® dan Seretide® adalah 3x2 semprot sehari.

Gunakan salah satu obat saja, misalnya Flixotide®.

20, 21 Orsiprenalin sulfat

Penggunaan orsiprenalin sulfat pada pasien tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan melebihi dosis yang seharusnya diberikan yaitu ½-1 tablet/hari (MIMS) Kasus H12 mendapatkan dosis 3x ½ tab.

Menurunkan dosis orsiprenalin sulfat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.

10 Isoniasid+Vit B6 Di instruksi dokter, penggunaan isoniasid+Vit B6 yaitu 1x ¾ tablet, akan tetapi perawat memberikan obat kepada pasien yaitu 1x1 tablet.

Isoniasid+Vit B6 diberikan sesuai instruksi dokter, yaitu 1x ¾ tablet.

Flutikason propionat yang merupakan golongan kortikosteroid apabila

digunakan dalam dosis yang berlebih dapat menimbulkan infeksi pada saluran

pernapasan akibat penurunan sistem imun. Orsiprenalin sulfat apabila digunakan

dalam dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler seperti takikardi

dan aritmia.

Page 91: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

71

Tabel XX. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

5, 6 dan 14

Prokaterol HCl Penggunaan prokaterol HCl pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang dibutuhkan yaitu 1 tab (50mcg) 2x/hari atau 1-2 mini tablet(25mcg)2x/hari (MIMS). Kasus 5, 6 dan 14 hanya mendapatkan 3x ¼ tablet 50 mcg (37,5 mcg)

Dosis prokaterol HCl dinaikkan menjadi 50-100 mcg/hari.

2 Dekstrometorfan Penggunaan dekstrometorfan tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 3x1 tablet 15mg sehari atau 10-20 mg tiap 4 jam. Kasus 2 pada awal terapi hanya diberikan dekstrometorfan 2x1 tablet 15mg sehari.

Dosis dekstrometorfan dinaikkan menjadi 3x1 tablet 15mg sehari atau 10-20 mg tiap 4 jam.

3 Seftriakson Penggunaan seftriakson kurang tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 50-75mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, maksimal diberikan 2 gram/hari. Kasus 3 pada awal terapi hanya diberikan 1gram/hari akibatnya AL pasien tidak menurun.

Dosis seftriakson dinaikkan menjadi 2x1gram/hari.

1, 7, 8, dan 19

Ambroksol HCl Penggunaan ambroksol HCl sirup tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 3x2 cth (10ml) sehari. Kasus 7 pada awal terapi hanya diberikan ambroksol HCl sirup 3x1cth sehari, kasus 1, 8 dan 19 hanya mendapatkan terapi ambroksol HCl 3x1cth sehari.

Dosis ambroksol HCl sirup dinaikkan menjadi 3x2cth (10ml) sehari.

13 Bromheksin HCl Penggunaan bromheksin HCl sirup tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 3x2 cth (10ml) sehari. Kasus 13 hanya diberikan bromheksin HCl sirup 3x1cth sehari.

Dosis bromheksin HCl sirup dinaikkan menjadi 3x2cth (10ml) sehari.

19 Teofilin

Penggunaan teofilin tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 400mg/hari. Kasus 19 hanya diberikan teofilin 2x ½ tablet (300mg/hari).

Dosis teofilin dinaikkan menjadi 2/3-1 tablet tiap 12 jam atau 400mg/hari.

13 Salbutamol Penggunaan salbutamol tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 2-4mg/dosis 3-4 kali/hari. Kasus 13 hanya diberikan Salbutamol 3x ½ tablet 2mg sehari.

Dosis salbutamol dinaikkan menjadi 2-4mg/dosis 3-4 kali/hari.

Page 92: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

72

Dosis obat yang terlalu rendah dapat mengakibatkan terapi obat tidak

mencapai efek optimal yang diharapkan, hal ini karena kadar obat dalam darah

berkurang sehingga jendela terapi untuk dapat mencapai efek optimal tidak

tercapai.

Tabel XXI. Kelompok Kasus DTP ADR pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 3 Flutikason propionat

(Seretide® dan Flixotide®)

Terdapat kandungan obat sama pada kedua jenis obat, yaitu flutikason propionat. Penggunaan dengan dosis yang berlebih dapat menimbulkan ADR yang berupa infeksi saluran napas, hal ini terlihat pada AL pasien yang meningkat walaupun telah mendapatkan terapi antibiotik.

Turunkan dosis atau gunakan salah satu obat saja.

8 Ambroksol HCl Pasien mengalami reaksi alergi setelah mengkonsumsi ambroksol HCl sirup.

Hentikan penggunaan ambroksol HCl sirup dan digantikan dengan agen mukolitik lain.

10dan 12

OAT (rifampisin, isoniasid, etambutol, pirazinamid)

Penggunaan OAT terutama etambutol dapat mengakibatkan kerusakan hati (hepatotoksik), hal ini terlihat dari angka SGOT/SGPT pasien yang meningkat.

Berikan obat yang bersifat hepatoprotektif. Jika tetap meningkat segera hentikan penggunaan obat.

17 Pseudoefedrin+terfenadin Pseudoefedrin+terfenadin mengandung pseudoefedrin, dimana ADR yang ditimbulkan pseudoefedrin adalah aritmia. Hal ini terlihat dari tekanan darah pasien yang tinggi.

Monitor tekanan darah pasien, setelah menggunakan obat. jika tekanan darah pasien tidak turun, hentikan pengguaan obat untuk sementara.

Adverse drug reaction (ADR) suatu obat bersifat individual, dimana

terjadi pada individu tertentu. Umumnya ADR berdampak merugikan bagi pasien

yang dapat mengancam kehidupan pasien.

Page 93: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

73

Tabel XXII. Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

2 Antibiotik gol. Kuinolon dan furosemid

Penggunaan bersama antara AB gol. kuinolon bersama furosemid potensial dapat meningkatkan risiko aritmia.

Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.

2 Ofloksasin dan metil prednisolon

Penggunaan bersama antara ofloksasin bersama metil prednisolon potensial dapat meningkatkan risiko tendon rupture

Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.

4, 10, dan 12

Isoniasid dan rifampisin

Isoniasid berinteraksi dengan rifampisin dengan tingkat signifikansi 1. rifampisin dapat meningkatkan risiko hepatotoksik dari etambutol.

Monitor keadaan pasien (SGPT/SGOT) setelah obat digunakan. Jika perlu tambahkan obat hepatoprotektif.

4, 10, dan 12

Rifampisin dan pirazinamid

Rifampisin berinteraksi dengan pirazinamid dengan tingkat signifikansi 5. pirazinamid akan mengurangi kadar rifampisin dalam serum sehingga menurunkan efek rifampisin.

Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.

Kasus DTP interaksi obat merupakan DTP yang bersifat potensial, dimana

DTP ini berpotensi terjadi pada pasien kasus, namun belum terjadi pada kasus.

Berdasarkan drug information handbook, interaksi terjadi pada penggunaan

bersama antibiotik golongan kuinolon dengan furosemid (Lasix®) dan ofloksasin

dengan kortikosteroid (Somerol®). Penggunaan bersamaan antibiotik golongan

kuinolon dengan furosemid potensial dapat meningkatkan risiko aritmia. Selain

itu, penggunaan bersama ofloksasin dengan kortikosteroid potensial dapat

meningkatkan risiko tendon rupture.

Obat lain yang mengalami interaksi adalah isoniasid dengan rifampisin

dengan tingkat signifikansi 1 dan onset lambat serta tingkat keparahan besar

(mayor). Efek interaksi kedua obat tersebut akan meningkatkan risiko gangguan

fungsi hati (hepatotoksik) bila dibandingkan jika digunakan secara terpisah.

Page 94: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

74

Mekanismenya adalah terjadi perubahan metabolisme isoniasid yang disebabkan

oleh rifampisin.

Pemberian bersama antara rifampisin dan pirazinamid dapat menyebabkan

interaksi obat dengan tingkat signifikansi 5 dan onset cepat serta tingkat

keparahan rendah (minor). Interaksi kedua obat dapat menyebabkan penurunan

kadar rifampisin dalam serum. Mekanisme interaksi kedua obat ini belum

diketahui.

Kasus DTP yang berupa complience merupakan kasus DTP karena

kegagalan pasien mengkonsumsi obat atau faktor lain yang dapat menyebabkan

kegagalan pasien untuk mengkonsumsi obat, misalnya ketaatan pasien. Ketaatan

pasien biasanya dipengaruhi oleh jumlah obat yang dikonsumsi, semakin banyak

obat yang digunakan oleh pasien maka risiko ketidaktaatan pasien akan semakin

besar.

Obat yang menjadi penyebab DTP complience adalah etambutol.

Berdasarkan instruksi dokter pasien seharusnya menggunakan etambutol 500 mg

1 ½ tablet 1 kali sehari, akan tetapi etambutol yang diberikan ke pasien adalah

Etambutol 250 mg sehingga pasien harus mengkonsumsi obat menjadi 3 tablet

sekaligus dalam waktu yang bersamaan. DTP yang terjadi bersifat potensial

karena kegagalan mengkonsumsi obat belum terjadi, namun dapat berisiko

menghasilkan DTP. Untuk memastikan apakah kasus ini termasuk ME, perlu

diketahui alasan penggantian obat ini, apakah karena stok etambutol habis atau

memang kelalaian petugas kesehatan.

Page 95: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

75

Tabel XXIII. Kelompok Kasus DTP Complience pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode

Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 12 Etambutol Pada instruksi dokter pasien

diberikan obat etambutol 500mg 1x1 ½ tablet, akan tetapi oleh perawat diberikan etambutol 250mg, sehingga pasien harus mengkonsumsi obat menjadi 3 tablet sehari.

Pasien diberikan etambutol 500mg 1x1 ½ untuk meningkatkan complience.

17 Pseudoefedrin+terfenadin Pasien tidak mengkonsumsi obat sore karena ketiduran.

Merupakan obat yang digunakan jika perlu, sehingga tidak menjadi suatu masalah yang berarti apabila pasien tidak mengkonsumsi obat sesuai jadwal, namun dengan ketentuan gejala pasien telah membaik.

17 Pseudoefedrin+terfenadin Ketika kontrol ke rumah sakit, pasien tidak menebus obat yang diresepkan oleh dokter karena berencana menggunakan obat-obatan herbal.

Obat harus dilanjutkan penggunaannya untuk mempercepat kesembuhan pasien.

15 Levofloksasin Pasien tidak mengkonsumsi obat secara teratur seperti yang tertera di etiket. Hal ini diketahui ketika home visit pasien.

Diperlukan pendampingan dari keluarga untuk memantau pasien agar menggunakan obat secara rutin seperti instruksi di etiket

15 Ipratropium HBr Pasien salah menggunakan Ipratropium HBr secara tepat. Ipratropium HBr digunakan secara terbalik.

Sebelum pasien keluar dari rumah sakit, diperlukan pelatihan cara menggunakan Ipratropium HBr yang benar kepada pasien dan keluarga yang mendampingi

19 Ambroksol HCl Di rumah, pasien hanya menggunakan ambroksol HCl hanya ketika siang hari saja.

Ambroksol HCl digunakan 3 kali sehari 2cth.

Obat lain yang menyebabkan DTP complience adalah

pseudoefedrin+terfenadin. Berbeda dengan etambutol, DTP complience obat

pseudoefedrin+terfenadin bersifat aktual atau telah terjadi, dimana pasien gagal

mengkonsumsi obat sesuai dengan jadwal akibat pasien tidur. Namun penggunaan

Rhinofed® dapat digunakan jika perlu, sehingga tidak menjadi suatu masalah yang

Page 96: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

76

berarti apabila pasien tidak mengkonsumsi obat sesuai jadwal, namun dengan

ketentuan gejala pasien telah membaik.

Terdapat 4 kejadian DTP complience yang terjadi ketika dilakukan home

visit ke rumah pasien. DTP complience terjadi karena ketidaktaatan pasien dalam

mengkonsumsi obat seperti yang terjadi pada kasus 17, 15 dan 19. Satu kasus

lainnya terjadi karena ketidaktahuan pasien dalam menggunakan sediaan obat

inhaler yang memang jarang diketahui oleh orang awam. Untuk mencegah

kejadian DTP yang terjadi di rumah, sebaiknya sebelum keluar dari rumah sakit

pasien dan keluarga dijelaskan mengenai cara pemakaian obat dan meminta

keluarga untuk dapat memonitor penggunaan obat oleh pasien.

Tabel XXIV. Jumlah Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Jenis DTP Jumlah Kasus Persentase (%) Dosis terlalu tinggi 4 18,2 Dosis terlalu rendah 12 54,5 ADR 5 22,7 Interaksi obat 8 36,4 Complience 6 27,3

2. Medication Error (ME)

Selain berdasarkan drug therapy problems (DTPs), evaluasi kerasionalan

terapi pasien kasus di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yang

menggunakan obat sistem saluran pernapasan juga dilakukan identifikasi

berdasarkan medication error yang terjadi pada fase administrasi.

Dari 22 kasus pasien yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan

terdapat kasus pasien mengalami medication error. Adapun hasil evaluasi

medication error yang terjadi meliputi potensi ME terkait administration error

Page 97: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

77

sebanyak 3 kasus, pemberian diluar instruksi dokter sebanyak 1 kasus dan

kegagalan mengecek instruksi sebanyak 3 kasus.

Tabel XXV. Kelompok Kasus Potensi ME terkait Administration Error pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

4, 10 dan 12

OAT (Etambutol dan pirazinamid)

Pemberian dosis etambutol dan pirazinamid bergantung dari berat badan pasien. Berat badan pasien tidak tercatat pada rekam medis

Pasien ditimbang berat badannya untuk mendapatkan dosis yang sesuai.

Untuk mendapatkan dosis antibiotik misalnya obat antituberkolosis (OAT)

diperlukan data berat badan pasien. Hal ini karena dosis OAT seperti etambutol

dan pirazinamid sangat dipengaruhi oleh berat badan pasien. Dosis untuk

etambutol adalah 15-25 mg/kg/hari atau pasien dengan berat badan 40-55 kg :

800 mg, 56-75 kg : 1200 mg, 76-90 kg : 1600 mg, sedangkan pirazinamid adalah

15-30 mg/kg/hari atau pasien dengan berat badan 40-55 kg : 1000mg, 56-75 kg :

1500 mg, 76-90 kg : 2000 mg.

Kasus 4 dan 12 mendapatkan etambutol 750 mg/hari dan pirazinamid 1500

mg/hari. Jika dilihat dengan dosis tersebut, terdapat perbedaan range berat badan

pada obat etambutol dan pirazinamid. Pada etambutol range berat badan pasien

adalah 40-55 kg, sedangkan pirazinamid adalah 56-75 kg.

Kasus 10 mendapatkan etambutol 750 mg/hari dan pirazinamid 1000

mg/hari. Jika dilihat dengan dosis tersebut, terdapat perbedaan range berat badan

pada obat etambutol dan pirazinamid. Pada etambutol range berat badan pasien

adalah 40-55 kg, sedangkan pirazinamid adalah 40-45 kg.

Medication error terkait administration error ini dapat memberikan

dampak terapi yang berbahaya apabila dosis yang diterima oleh pasien kurang

Page 98: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

78

atau bahkan berlebih. Hal ini terjadi pada kasus 10 dan 12, dimana timbul efek

toksik dari penggunaan OAT, yaitu gangguan fungsi hati. Efek ini dapat muncul

salah satu sebabnya terjadi karena kesalahan pemberian dosis kepada pasien.

Administration error ini dapat diatasi dengan pencatatan berat badan

pasien ketika masuk ke rumah sakit, sehingga pasien mendapatkan dosis obat

sesuai dengan kebutuhannya.

Tabel XXVI. Kelompok Kasus ME Pemberian Obat di Luar Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

7 Prokaterol HCl Berdasarkan laporan keperawatan, pasien mendapatkan prokaterol HCl ¼ tablet pada tanggal 20 Agustus. Dokter tidak menginstruksikan pemberian prokaterol HCl selama dirawat.

Pemberian obat harus berdasarkan instruksi dokter dan sebaiknya tercatat dalam rekam medis.

Berdasarkan laporan keperawatan pasien tanggal 20 Agustus, kasus 7

mendapatkan prokaterol HCl ¼ tablet sesaat sebelum pulang. Akan tetapi

berdasarkan intruksi dokter, pasien tidak mendapatkan obat prokaterol HCl

selama di bangsal. Pemberian prokaterol HCl ini tidak tercatat pada daftar

pemberian obat di rekam medis pasien.

Pemberian obat diluar instruksi dokter dapat membahayakan pasien,

karena obat tersebut bukan rekomendasi dari dokter yang mendiagnosis pasien

dan apabila ada efek yang merugikan terjadi, orang yang paling merasa dirugikan

adalah pasien itu sendiri. Efek obat terhadap pasien tidak dapat dimonitor karena

pasien telah keluar dari rumah sakit.

Page 99: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

79

Tabel XXVII. Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi

8 Moksifloksasin HCl Pada etiket, moksifloksasin HCl diberikan 1xsehari tiap 24 jam. Akan tetapi pada pemberian hari pertama dan kedua tidak 24 jam. Pada hari pertama pasien diberikan sore hari sedangkan hari kedua pasien diberikan pada pagi hari.

Pemberian obat moksifloksasin HCl harus diberikan seperti yang tertera di etiket.

10 Isoniasid+Vit B6 Pada instruksi dokter, isoniasid+Vit B6 diberikan 1x ¾ tablet, namun prakteknya pasien diberikan isoniasid+Vit B6 1x1 tablet.

Isoniasid+Vit B6 diberikan sesuai dengan instruksi dokter.

11 Ipratropium HBr dan flutikason propionat

Instruksi dokter ipratropium HBr dan flutikason propionat diberikan tiap 8 jam. Pasien diberikan obat hanya tiap 7 jam, yaitu pada pukul 06.00 ; 13.00 ; 20.00.

Ipratropium HBr dan flutikason propionat diberikan tiap 8 jam.

ME kegagalan mencek instruksi dapat mengakibatkan gagalnya terapi dan

bahkan dapat membahayakan jiwa pasien. Obat yang mengalami ME instruksi

dijalankan keliru adalah moksifloksasin HCl, ipratropium HBr dan flutikason

propionat.

Moxifloxacin HCl merupakan antibiotik golongan kuinolon. Berdasarkan

etiket, moxifloxacin HCl digunakan 1 kali sehari tiap 24 jam. Pemberian pertama

dan kedua, moxifloxacin HCl diberikan dengan jeda kurang dari 24 jam, dimana

pada pemberian pertama moxifloxacin HCl digunakan pada sore hari akan tetapi

esok harinya moxifloxacin HCl digunakan pada pagi hari.

Instruksi dokter mengatakan bahwa ipratropium HBr dan flutikason

propionat diberikan tiap 24 jam kepada pasien. Namun, pasien hanya diberikan

terapi hanya tiap 7 jam, yaitu pada pukul 06.00 ; 13.00 dan 20.00. Pemberian

dengan jeda kurang dari 24 jam ini dapat mengakibatkan kadar obat dalam darah

Page 100: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

80

melebihi jendela terapi dan sangat berbahaya pada obat-obat yang memiliki

indeks terapi sempit karena dapat menimbulkan ketoksikan. Selain itu, efek obat

tidak dapat melindungi pasien selama 24 jam penuh sehingga risiko timbulnya

gejala sesak besar terjadi terutama pada obat ipratropium HBr dan flutikason

propionat.

Obat lain yang mengalami ME adalah isoniasid+Vit B6 . Isoniasid+Vit B6

berdasarkan instruksi dokter diberikan 1 kali sehari ¾ tablet, akan tetapi

prakteknya pasien diberikan obat isoniasid+Vit B6 1 kali sehari 1 tablet. ME yang

terjadi dapat mengakibatkan kadar obat dalam darah meningkat karena

penggunaan yang berlebihan. Berdasarkan pengamatan, ME yang terjadi tidak

menimbulkan efek yang merugikan kepada pasien.

Page 101: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

81

Tabel XXVIII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 2 Subyektif Bapak BH, No MR : 00-63-84-46. Umur 57 tahun masuk rumah sakit tanggal 07 Agustus 2008 dengan keluhan 1 bulan sesak nafas, batuk. Keluar rumah sakit tanggal 19 Agustus 2008. Lama perawatan: 12 hari. Diagnosis dokter adalah tumor paru kanan. Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 7/8 Satuan Nilai normal

Hb 11 gr% 13.50 - 17.50 Lekosit 10,42 ribu/mmk 4.10 - 10.90 Eosinofil 1,1 % 0 - 5.0 Basofil 0,4 % 0 - 2.0 Segmen 80,0 % 47.0 - 80.0 Limfosit 11,2 % 13.0 – 40.0 Monosit 7,3 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 36 % 41.0 – 53.0 Eritorisit 4,93 Juta/mmk 4.5 – 5.90 Ureum 21,3 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 1,3 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 26 u/l 0 – 37.0 SGPT (ALT) 17 u/l 0 – 41.0

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 36,7ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 – 29kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 100 kali per menit Tekanan darah Berkisar antara 120/90 – 160/100 mmHg

Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : DMP 2x1 tgl 7 Agt, kemudian dinaikkan menjadi 3x1 tgl 9 Agt ; ofloksasin

400mg 2x1 tgl 15 Agt, AP caps® 3x1tab, K I-aspartat (Aspar K®) 2x1, furosemid (Lasix® 1x1)

Parenteral : Metil prednisolon (Somerol®) inj 2x125mg, karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 3x1. Penilaian 1. Dosis penggunaan ofloksasin telah tepat yaitu 400mg tiap 12 jam 2. DMP diberikan 2x1 tablet kemudian dinaikkan menjadi 3x1 tablet. DTP yang terjadi dosis

terlalu rendah 3. Furosemid (Lasix®) diberikan bersama dengan AB kuinolon dapat meningkatkan risiko

aritmia akibat perpanjangan QT. Berdasarkan DIF, tingkat signifikansi 5. DTP yang terjadi interaksi obat

4. Penggunaan ofloksasin dengan kortikosteroid dapat meningkatkan risiko tendon rupture (DIH). DTP yang terjadi interaksi obat

Rekomendasi 1. DMP diberikan 3x1 tablet 2. Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.

Page 102: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

82

Tabel XXIX. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 3 Subyektif Ny. WS, No. RM : 00-21-55-95, umur 70 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 08 Agustus 2008 dengan keluhan sesak, batuk, badan panas ± 3 hari, badan lemas. Keluar tanggal 14 Agustus 2008, Lama perawatan: 6 hari. Diagnosis dokter adalah COPD eksaserbasi akut. Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 8/8 11/8 13/8

Satuan Nilai normal

Hb 14,1 gr% 12.00 – 18.00 Lekosit 176 28,2 20,8 ribu/mmk 4.10 – 13.00 Eosinofil 0,2 % 0 - 5.0 Basofil 0,2 % 0 - 2.0 Segmen 89,7 % 47.0 - 80.0 Limfosit 5,5 % 13.0 – 40.0 Monosit 4,4 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 43,7 % 36.0 – 46.0 Eritorisit 5,32 Juta/mmk 4.1 – 5.30 Ureum 15,2 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 0,7 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 34,4 u/l 14.0 – 56.0 SGPT (ALT) 25,2 u/l 9.0 – 52.0

Suhu (ºC) Berkisar antara 36,1ºC – 38ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 22– 28 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 88 – 110 kali per menit Takanan darah Berkisar antara 140/80 – 180/100 mmHg

Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : salmeterol 3x2 ; Sanadryl® sirup 3x2 cth, AP caps® 3x1, Parasetamol (Pamol®)

3x1, amlodipin besilat (Tensivask®) 1x1, Yekalgin® 3x1. Parenteral : sefriakson inj 1x1g 3 hari (8-10 Agt) kemudian dinaikkan menjadi 2x1g (11-14 Agt)

; metil prednisolon (Somerol®) inj 2x125mg, ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat inhalasi 3xsehari selama 8 hari, mulai tanggal 8-15 Agt.

Penilaian 1. Pasien mendapatkan terapi Flixotide® dan Seretide® yang isinya sama yaitu flutikason

propionat. Penggunaan flutikason propionat berlebih adalah infeksi saluran napas dan batuk. DTP yang terjadi dosis berlebih dan ADR

2. Seftriakson diberikan 1x1 gram pada awal terapi akan tetapi AL pasien tetap tinggi kemudian dinaikkan menjadi 2x1gr. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah

Rekomendasi 1. Sebaiknya digunakan salah satu obat saja, misalnya Flixotide®. 2. Dosis seftriakson dinaikkan dari awal pemakaian menjadi 2x1 gr tiap 12 jam, karena pasien

menggunakan 3 kortikosteroid.

Page 103: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

83

Tabel XXX. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 4* Subyektif Bpk SH, No. RM : 01-92-06-19, umur 51 tahun, masuk rumah sakit tanggal 10 Agustus 2008 dengan keluhan pasien batuk keluar darah, sesak sudah 3 hari, batuk kumat-kumatan ± ½ tahun, 1 bulan yang lalu batuk darah sekali, ± 3 hari batuk-batuk dahak ada darahnya, belum pernah dirawat. Pasien keluar tanggal 18 Agustus 2008. lama perawatan yaitu 5 hari. Diagnosa dokter adalah TB paru dan haemoptoe. Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 10 Agt 13 Agt 17 Agt Satuan Nilai normal

Hb 12,3 gr% 13.50 - 17.50 Lekosit 5,56 ribu/mmk 4.10 - 10.90 Hematokrit 37,5 % 41.0 – 53.0 Trombosit 237 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gol. darah O Gula darah sewaktu 122 130 110 mg/dL 70.0 – 140.0

Ureum 24,4 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 0,5 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 27,5 27,9 u/l 0 – 37.0 SGPT (ALT) 25,4 24,2 u/l 0 – 41.0 Laju endap darah 66/104

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 38ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 18– 24kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 10 kali per menit Tekanan darah Berkisar antara 120/70 – 130/90 mmHg

Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : kodein 3x10mg selama 2 hari, kemudian digantikan dengan DMP 3x1

rifampisin 450mg 1x1, isoniasid+Vit B6 1x1, etambutol 500mg 1x ½ , pirazinamid 500mg 1x3, Karbazokrom Na sulfonat (Adona) 3x1, Sistenol® 3x1

Parenteral : Kalnex inj 2x1 amp Penilaian 1. Dosis untuk kodein dan DMP telah tepat 2. Berat badan pasien tidak diketahui, sedangkan dosis OAT sangat dipengaruhi oleh berat

badan. ME yang terjadi administration error. 3. Isoniasid memiliki interaksi dengan rifampisin, dengan signifikansi 1 (DIF), yang dapat

meningkatkan risiko hepatoksisitas. DTP yang terjadi interaksi obat. 4. Rifampisin memiliki interaksi dengan pirazinamid, dengan signifikansi 5 (DIF), pirazinamid

dapat menurunkan kadar rifampisin. DTP yang terjadi interaksi obat. Rekomendasi 1. Untuk mendapatkan dosis OAT yang tepat dibutuhkan data berat badan pasien yang akurat. 2. Monitor keadaan pasien setelah mengkonsumsi obat untuk mengamati ada tidaknya interaksi

obat yang membahayakan. *DTP terjadi pada kasus 10 dan 12

Page 104: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

84

Tabel XXXI. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 11 Subyektif Bpk MW, No. RM : 01-92-16-48. Umur : 74 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 31 Agustus 2008 dengan keluhan OS kiriman klinik mitra sehat opname 3 hari, sesak belum berkurang, keluarga minta dirujuk di RS Bethesda. Keluar rumah sakit tanggal 05 September 2008. Lama perawatan 5 hari. Diagnosa dokter adalah COPD Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 31 agt Satuan Nilai normal

Hb 13,20 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 7,89 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 0,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,4 % 0 – 2.0 Segmen 76,1 % 47.0 – 80.0 Limfosit 10 % 13.0 – 40.0 Monosit 13,4 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 43,6 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 4,56 juta/mmk 4.5 – 5.90

Suhu (ºC) Berkisar antara 37ºC – 37,9ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 24 – 26 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 90 – 110 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 150/80 – 170/100

Penatalaksanaan Terapi Non_parenteral : ofloksasin 2x400mg, ambroksol HCl tablet 3x1 Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 3x24 jam Penilaian 1. Terapi yang diberikan telah tepat dosis. 2. Instruksi dokter tertulis bahwa Combivent® dan Flixotide® diberikan 3x24jam (tiap 8 jam),

namun pasien hanya diberikan tiap 7 jam (jam 6, 13, dan 20). ME yang terjadi kegagalan mencek instruksi.

Rekomendasi 1. Combivent® dan Flixotide® diberikan tiap 8 jam agar obat dapat melindungi pasien selama

24 jam.

Page 105: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

85

Tabel XXXII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 13 Subyektif Ny. TKY, No. RM : 01-92-03-60. Umur : 63 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 4 Agustus 2008 dengan keluhan Sesak napas + 1 minggu, batuk (+), dahak tidak produktif, kaki kanan nyeri, perut sebah. Keluar rumah sakit tanggal 11 Agustus 2008. Lama perawatan 7 hari. Diagnosa sementara dokter adalah efusi pleura kiri Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 4/8 5/8 Satuan Nilai normal

Hb 9 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 8,84 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 3,0 % 0 – 5.0 Basofil 0,0 % 0 – 2.0 Limfosit 23,0 % 13.0 – 40.0 Monosit 14,0 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 28,1 % 41.0 – 53.0 Trombosit 155 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gula darah sewaktu

158 gr/dL 70.0 – 140.0

Ureum 41,1 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 1,1 mg/dL 0.80 – 1.40

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,5ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 16 – 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 96 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 100/70 – 140/90

Penatalaksanaan Terapi Non_parenteral : DMP 3x1, salbutamol 2mg 3x ½, bromheksin HCl 3x1cth, azitromisin dihidrat 1x1, Hp pro® 3x1 Penilaian 1. Bromheksin HCl berdasarkan litelatur diketahu bahwa dosis untuk dewasa adalah 2 cth,

sedangkan instruksi dokter 1 cth. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah 2. Salbutamol digunakan 3x1/2 tablet. Berdasarkan litelatur salbutamol digunakan 2-4 mg

3xsehari. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah Rekomendasi 1. Bromheksin HCl dinaikkan dosisnya menjadi 3x2cth 2. Salbutamol dinaikkan dosisnya menjadi 3x2mg.

Page 106: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

86

Tabel XXXIII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 14* Subyektif Bpk DJS, No. RM : 96-03-58. Umur : 78 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 13 Agustus 2008 dengan keluhan 4 hari sesak, batuk dahak tidak bisa keluar. Keluar rumah sakit tanggal 24 Agustus 2008. Lama perawatan 11 hari. Diagnosa dokter adalah COPD dan broncopneumonia Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 13/8 18/8 21/8 23/8 Satuan Nilai normal

Hb 12,8 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 13.9 14,8 18,4 13,8 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Hematokrit 38 % 41.0 – 53.0

Trombosit 227 ribu/mmk 140.0 – 440.0 P.CO2 31,7 35-45 PO2 65 83-108

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,9ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 – 32 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 120 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 110/90 – 160/90

Penatalaksanaan Terapi Non_parenteral : Bromheksin HCl 3x2cth, zafirlukast 2x1, Enzyplex® 2x1, lansoprazol

(Prosogan®) 1x1, metil prednisolon (Somerol®) 4mg 2x1, setirizin 1x1b/p, Prokaterol HCl 50mcg 3x ¼

Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 4xsehari, metil prednisolon (Somerol®) 4xsehari, seftriakson 2x1, Sapiron® 2x1 gr

Penilaian 1. Terapi bromheksin HCl dan zafirlukast telah tepat. 2. Aturan pakai prokaterol HCl untuk orang dewasa adalah 1 tab (50mcg) 2x/hari atau 1-2 mini

tablet(25mcg)2x/hari, sedangkan pasien hanya diberikan dosis 3x ¼ tablet 50mcg. DTP yang terjadi dosis kurang.

Rekomendasi 1. Dosis prokaterol HCl dinaikkan menjadi 50-100mcg/hari *DTP terjadi pada kasus 5 dan 6

Page 107: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

87

Tabel XXXIV. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 15 Subyektif Ny. IgS, No. RM : 01-92-05-37 Umur : 67 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 8 Agustus 2008 dengan keluhan sudah 4 hari mengeluh sesak napas dan batuk dahak bisa dikeluarkan, hari ini mengeluh pusing, mual,muntah 4x. Keluar rumah sakit tanggal 12 Agustus 2008. Lama perawatan 4 hari. Diagnosa dokter adalah COPD. Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 8 Agt 9 Agt

Satuan Nilai normal

Hb 13,7 gr % 12.00 – 18.00 Lekosit 37,9 ribu/mmk 4.10 – 13.00 Eosinofil 8,49 % 0 – 5.0 Trombosit 322 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gol.Darah O Gula darah sewaktu

158 gr/dL 70.0 – 140.0

SGOT (AST) 39,8 u/l 14.0 – 56.0 SGPT (ALT) 23,2 u/l 9.0 – 52.0

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,2ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 – 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 100 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 90/70 – 160/90

Penatalaksanaan Terapi 1. Obat rawat inap

Non_parenteral : parasetamol (Pamol®) 3x1b/p, losartan K (Angioten®) 1x1, ambroksol HCl tab 3x1, levofloksasin 1x1.

Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 3x1, ranitidin (Rantin®) 2x1amp, seftriakson 2x1.

2. Obat rawat jalan Non-parenteral : losartan K (Angioten®) 1x1, levofloksasin 1x1, Lipofood® 2x1, Ambroksol HCl 3x1tab

Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol 3xsehari 2 semprot Penilaian 1 Pasien mendapatkan terapi ambroksol HCl tablet 3x1, cravit 1x1 inhalasi ipratropium

HBr+salbutamol dan flutikason propionat 3xsehari serta injeksi seftriakson 2x1gram selama di rawat inap.

2 Dosis tiap obat telah tepat 3 Pasien mendapatkan obat levofloksasin 1x1, ambroksol HCl 3x1tab, dan ipratropium

HBr+salbutamol ketika pulang keluar rumah sakit 4 Ketika dilakukan home visit yang kedua kali, obat levofloksasin yang seharusnya telah habis

masih sisa. DTP yang terjadi complience. 5 Ketika home visit dilakukan, diketahui bahwa pasien salah menggunakan ipratropium

HBr+salbutamol inhalasi. Pasien menggunakan ipratropium HBr+salbutamol secara terbalik. DTP yang terjadi complience

Rekomendasi 1. Levofloksasin digunakan secara rutin sesuai dengan instruksi di etikat. 2. Sebelum pasien keluar dari rumah sakit, diperlukan pelatihan cara menggunakan ipratropium

HBr+salbutamol.yang benar kepada pasien dan keluarga yang mendampingi.

Page 108: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

88

Tabel XXXV. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 17 Subyektif Bpk RIP, No. RM : 00-95-56-02, umur : 34 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 22 Agustus 2008 dengan keluhan pusing cekot-cekot, riwayat sinusitis. Pasien keluar 24 Agustus 2008. Lama perawatan selama 2 hari. Diagnosa dokter rhinosinusitis dan hipertensi. Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 22/8

Satuan Nilai normal

Hb 17,30 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 12,70 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 4,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,3 % 0 – 2.0 Segmen 63,2 % 47.0 – 80.0 Limfosit 23,2 % 13.0 – 40.0 Monosit 9,3 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 47,8 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 5,81 juta/mmk 4.5 – 5.90 Ureum 37,1 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 1,20 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 16,7 u/l 0 – 37.0 SGPT (ALT) 22 u/l 0 – 41.0

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37 ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 88 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 140/100 – 190/110 mmHg

Penatalaksanaan Terapi 1. Obat rawat inap

Non-parenteral : lisinopril (Noperten®) 5mg 1x1, selekoksib (Celebrex®) 100mg 2x1, Oelapin® 3x1, psudoefedrin+terfenadin 3x1, Vertivom® 3x1, Dondix® 3x1, Lanam®/Pamol® 3x1, Yekalgin® 3x1, moksifloksasin HCl (Avelox®) 400mg 3x1, pseudoefedrin HCl 3x1, ranitidin (Rantin®) 2x1, deksametason (Kalmetason®) 3x2cc.

Parenteral : ketorolak trometamin (Toradol®) inj 1amp (IGD), Stesolid® inj ½ ampul (IGD), ketorolak trometamin (Remopain®/Kaltrofen®) 1amp, ranitidin (Rantin®) inj 1amp, Primperan® inj 1amp.

2. Obat rawat jalan Non-parenteral : Telfast® OD 1x1, Pronalges® 2x1 b/p, Proneuron®, Pondex®, Noperten® 5mg 2x1,

Climadan® 150mg 3x1, Yekalgin® 3x1, psudoefedrin+terfenadin 3x1, pseudoefedrin HCl 3x1, Spasmium® 3x1 b/p, lazoprasol 30mg 1x1, Rantin® 1x1, Myonal® 2x1.

Penilaian 1. Pasien mendapatkan psudoefedrin+terfenadin 3x1 tablet. 2. Psudoefedrin+terfenadin yang berisi pseudoefedrin kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi

berat karena dapat meningkatkan TD. DTP yang terjadi ADR 3. Pasien tidak mengkonsumsi obat pada sore hari karena ketiduran. DTP yang terjadi complience. 4. Ketika dilakukan home visit, diketahui pasien tidak menebus obat psudoefedrin+terfenadin di

rumah sakit, karena berencana menggunakan obat-obatan herbal. DTP yang terjadi complience.

Page 109: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

89

Tabel XXXVI. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 19* Subyektif Ny Snkm, No. RM : 00-28-20-73, umur : 55 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 18 Agustus 2008 dengan keluhan + 4 hari badan lemas, sesak, mual, nafsu makan kurang, dada berdebar-debar. Pasien keluar 22 Agustus 2008. Lama perawatan selama 4 hari. Diagnosa dokter Bronchitis asmatis Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 18/8 Satuan Nilai normal

Hb 16,3 gr % 12.00-18.00 Lekosit 6,32 ribu/mmk 4.10 – 13.00 Eosinofil 7,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,8 % 0 – 2.0 Segmen 55,2 % 47.0 – 80.0 Limfosit 26,9 % 13.0 – 40.0 Monosit 10,0 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 46,8 % 36.0 – 46.0 Eritrosit 5,49 juta/mmk 4.1 – 5.30

Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,6 ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 18- 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 92 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 100/60 – 130/80 mmHg

Penatalaksanaan Terapi 1. Obat rawat inap

Non-parenteral : parasetamol (Pamol®) 3x1, levofloksasin 500mg 1x1, teofilin 2x ½ , ambroksol HCl 3x1cth, ranitidin (Rantin®) 2x1, domperidon (Vomitas®) 3x1

Parenteral : metil prednisolon (Somerol®) 2x1, seftazidim 2x1gr, ranitidin (Rantin®) 2x1amp, metoklopramid HCl (Primperan®) 2x1amp, ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 2x1/hari

2. Obat rawat jalan Non-parenteral : teofilin 2x ½ , domperidon (vomitas®) 3x1, ranitidin (Rantin®) 2x1,

ambroksol HCl sirup 3x1cth, Doloscaneuron® 3x1 Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat

Penilaian 1. Penggunaan ambroksol HCl sirup berdasadarkan litelatur untuk pasien dewasa adalah

3x2cth (10ml) akan tetapi pasien hanya diberikan 3x1cth di rawat inap dan di rawat jalan. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah

2. Penggunaan teofilin berdasarkan mims untuk dewasa adalah 2/3-1 tablet tiap 12 jam, sedangkan pasien hanya diberikan 2x ½ tablet. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah

3. Berdasarkan hasil wawancara ketka home visit, pasien hanya menggunakan ambroksol HCl sirup ketika siang hari saja. DTP yang terjadi adalah compliance.

Rekomendasi 1. Dosis ambroksol HCl sirup ditingkatkan menjadi 3x2cth 2. Dosis teofilin ditingkatkan menjadi 2/3-1 tablet tiap 12 jam. *DTP terjadi pada kasus 1, 7, 8

Page 110: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

90

Tabel XXXVII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

KASUS 21* Subyektif Bpk MJ, No. RM : 01-92-02-36, umur : 80 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 1 Agustus 2008 dengan keluhan tadi pagi tiba-tiba lemas, sesak nafas. Pasien keluar 13 Agustus 2008. Lama perawatan selama 12 hari. Diagnosa sementara dokter Shock kardiogenik Obyektif

Hasil Tanggal Pengukuran 1/8

Satuan Nilai normal

Hb 11,2 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 4,73 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 2,7 % 0 – 5.0 Basofil 0,4 % 0 – 2.0 Segmen 69,8 % 47.0 – 80.0 Limfosit 19,7 % 13.0 – 40.0 Monosit 7,4 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 33,7 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 4,24 juta/mmk 4.5 – 5.90

Suhu (ºC) Berkisar antara 36,2ºC – 37 ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 18- 20 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 60 – 84 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 110/60 – 140/80 mmHg

Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : orciprenalin sulfat 3x ½ tab, asam asetil salisilat (Ascardia®) 1x1, (isosorbid

dinitrat) Cedocard® 2x1, metil prednisolon (Hexilon®) 3x1, sefadroksil 2x1, parasetamol (Pamol®) 3x1, nisergolin (Serolin®) 3x1, pirasetam (Neurotam®) 3x1

Parenteral : Ketorolak (IGD), Ranitidin 2x1, citisolin (Nicholin®) 1x1, pirasetam (Neurotam®) 1x1, Levonox® 2x1, metil prednisolon 1x1.

Penilaian 1. Pasien mendapatkan terapi orciprenalin sulfat 3x ½ tab, berdasarkan litelatur orciprenalin

sulfat digunakan ½ -1tablet/ hari. DTP yang terjadi dosis berlebih. Rekomendasi 1. Dosis orciprenalin sulfat diturunkan menjadi 2xsehari 1/2tablet. *DTP terjadi pada kasus 20

Tabel XXXIX. Jumlah Kasus ME pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Jenis ME Jumlah Kasus Persentasi (%) Potensi ME terkait administration error 3 13,6 Pemberian diluar instruksi 1 4,5 Kegagalan mencek instruksi 3 13,6

Page 111: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

91

E. Evaluasi Masalah Utama Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Menggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan

Periode Agustus 2008

Berdasarkan hasil evaluasi drug therapy problems dan medication error

diketahui bahwa kejadian DTP terbanyak disebabkan karena dosis terlalu rendah

yang dialami oleh 54,55% kasus pasien sedangkan kejadian medication error

terbanyak disebabkan oleh administration error yang dialami oleh 13,63% kasus

pasien. Masalah utama kejadian DTP dan ME dapat diketahui dari jumlah

kejadian DTP dan ME terbanyak.

Masalah utama DTP dosis terlalu rendah dapat disebabkan karena

kelemahan tenaga kesehatan terutama farmasi klinis dalam memonitor

penggunaan obat pasien. Farmasi klinis merupakan tenaga kesehatan yang paling

paham terkait dengan masalah penggunaan obat oleh pasien dan harus ikut serta

dalam memonitor penggunaan obat pasien. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

kepada dokter dan perawat dimana dokter mengakui kelebihan seorang farmasis

dibanding dokter terletak pada pengetahuan tentang obat. Selain itu dokter dan

perawat sangat menyetujui apabila apoteker ikut serta dalam memonitor

penggunaan obat oleh pasien karena dengan adanya farmasi klinis dapat

meminimalkan kesalahan. Salah satu kelemahan untuk menjalankan farmasi klinis

secara menyeluruh adalah terbatasnya jumlah apoteker di rumah sakit, sehingga

upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi dapat

dilakukan dengan meningkatkan peran apoteker dalam memonitoring penggunaan

obat pasien dan meningkatkan kerjasama dengan tenaga medis lainnya demi

keberhasilan terapi pasien. Peningkatan peran dalam hal ini seperti meluangkan

Page 112: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

92

waktu sejenak tiap harinya untuk memonitoring penggunaan obat di bangsal oleh

seluruh apoteker.

Masalah utama medication error dapat disebabkan oleh kelemahan

pencatatan di rumah sakit (human error). Human error terjadi pada proses

identifkasi pasien dan pencatatan, dimana terdapat data berat badan pasien yang

tak tercatat ketika pasien berobat di rumah sakit. Data berat badan sangat

dibutuhkan untuk menghitung dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Dengan adanya data berat badan pasien yang terekam maka dapat meminimalkan

kesalahan akibat kesalahan prediksi berat badan oleh tenaga medis.

F. Rangkuman Pembahasan

Terdapat 22 kasus pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan periode Agustus

2008. Kelompok umur kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur >55 tahun

sampai 75 tahun. Laki-laki merupakan kasus pasien yang paling banyak

menggunakan obat sistem saluran pernapasan. Pasien dengan pendidikan SLTA

dan pasien yang bermata pencaharian sebagai pekerja swasta merupakan kasus

pasien yang paling banyak menggunakan obat sistem saluran pernapasan.

Berdasarkan diagnosis, pasien yang paling banyak menggunakan obat sistem

saluran pernapasan berasal dari kelompok pasien yang terdiagnosis menderita

COPD.

Obat antibiotik adalah golongan obat yang paling banyak digunakan oleh

kasus pasien yaitu 17 kasus dengan presentasi 77,3%. Sediaan oral padat

Page 113: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

93

merupakan sediaan yang paling banyak digunakan yaitu 49 kasus dengan

persentasi 222,7%.

Hasil kajian kerasionalan terapi terhadap 22 kasus pasien yang

menggunakan obat sistem saluran pernapasan berdasarkan analisis drug therapy

problem dan medication error meliputi DTP dosis terlalu tinggi sebanyak 4 kasus,

dosis terlalu rendah sebanyak 12 kasus, ADR sebanyak 5 kasus, interaksi obat

sebanyak 8 dan complience sebanyak 6 kasus, serta ME yang terjadi meliputi

potensi ME terkait administration error sebanyak 3 kasus, pemberian diluar

instruksi dokter sebanyak 1 kasus dan kegagalan mengecek instruksi sebanyak 3

kasus.

Page 114: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Masalah utama DTP dosis terlalu rendah dapat disebabkan karena kelemahan

paramedis terutama farmasi klinis dalam memonitor penggunaan obat pasien.

Kelemahan ini terjadi karena terbatasnya apoteker yang menjalankan praktek

farmasi klinis di bangsal rumah sakit, sedangkan masalah utama medication

error yang berupa admisnistration error dapat disebabkan oleh kelemahan

pencatatan identitas pasien di rumah sakit (human error).

2. Kelompok umur terbanyak berasal dari kelompok umur >55 tahun-75 tahun

sebanyak 46%, jumlah kasus pasien terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 59%. Pasien dengan latar pendidikan SLTA dan pasien yang

bermata pencaharian sebagai pekerja swasta merupakan kasus pasien yang

paling banyak menggunakan obat sistem saluran pernapasan dengan

persentase berturut-turut 45% dan 26%. Kasus pasien yang mengalami satu

diagnosis utama merupakan pasien yang paling banyak menggunakan obat

sistem saluran pernapasan dengan jumlah 14 kasus pasien (63,6%).

3. Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan oleh

kasus pasien dengan jumlah mencapai 17 kasus (77,3%). Sediaan yang paling

banyak digunakan oleh kasus pasien adalah oral padat dengan persentasi

222,7%. Dekstrometorfan 15mg dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1

94

Page 115: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

95

tablet digunakan oleh 22,7% kasus pasien dan merupakan persentasi obat

tertinggi yang digunakan.

4. Hasil identifikasi drug therapy problem dan medication error meliputi DTP

dosis terlalu tinggi sebanyak 4 kasus, dosis terlalu rendah sebanyak 12 kasus,

ADR sebanyak 5 kasus, interaksi obat sebanyak 8 dan complience sebanyak 6

kasus, serta ME yang terjadi meliputi potensi ME terkait dosis sebanyak 3

kasus, pemberian diluar instruksi dokter sebanyak 1 kasus dan kegagalan

mengecek instruksi sebanyak 3 kasus.

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini, yaitu :

1. perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang evaluasi kejadian medication error

dan drug therapy problem pada fase prescribing secara prospekif.

2. diperlukan peningkatan peran farmasi klinis dalam memonitoring penggunaan

obat pasien untuk meminimalkan ME dan DTP yang terjadi seperti apoteker

meluangkan waktu sebentar setiap harinya untuk melakukan monitoring

penggunaan obat di bangsal

3. diperlukan suatu sistem pencatatan secara lengkap terutama data berat badan

pasien untuk mengatasi DTP dan ME.

Page 116: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

96

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Taxonomy of Medication Errors, http://www.NCCMERP/pdf/taxo2001-07-31.

Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 7, CMP Medika,

Jakarta. Anonim, 2008a, http://webschoolsolutions.com/patts/systems/lungs.gif , diakses

pada tanggal 19 November 2008. Anonim, 2008b, http://ebsco.smartimagebase.com/ , diakses tanggal 1 Desember

2008. Anonim, 2005, Indonesia Health Profile, http://bankdata.go.id/ , diakses pada

tanggal 8 Oktober 2008. Anne, Marry., Lloyd Yee Young, et al., 2005, Applied Theraupetics The Clinical

Use Drug, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Maryland. Borner, P.J., Rogder, I.W., and Thompson, N.C., 1998, Asma Basic Mechanism

And Clinical Management, 3rd ed., 12-21, Academic Press, California. Basse, B. and Myers, L., 1998, Medication Error - Definition and Procedure, Hill

Country Memorial Health System Frederickburg, Texas. Beggs, Susan., Cosgarea, M., Hatfield, N.T., Menhouse, D., Salinas, E., et al.,

2007, e-book Introductory Clinical Pharmacology, 7th edition. Beringer, Paul, Felton, L., Gelone, S., Genaro, A.R., Hoover, J.E., 2005,

Remington The Science and Practice of Pharmacy, 21st, Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.

Cipolle, R.J and Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The

Clinician’s Guide, Second Edition, , McGraw-Hill, New York. Cohen, M.R., 1991, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),

Medication Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC.

Dwiprahasto, I., Kristin, E., 2008, Masalah dan Pencegahan Medication Error,

Bagian Farmakologi dan Toksikologi/Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit, Fak. Kedokteran UGM/RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, Avail.at.http://www.dkkbpp.com/index.php?option=com_content&task=view&id=132&Itemid=47.

Page 117: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

97

Guyton, A.C dan Hall J.E., Text Book of Medical Physiology 11th edition, diterjemahkan oleh Rachman.Y.L., Hartanto.H., Novrianty.A., Wulandari.N., 495-559, EGC, Jakarta.

Joseph T. Dipiro, 2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, edisi 6,

McGrowHill, Medical Publishing Division, New York. KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance L.L., 2006, Drug Information

Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio. Muzaham, F., 2007, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, 27 dan 63 Universitas

Indonesia Press, Jakarta. Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, edisi 5, 28, Erlangga, Jakarta. Notoatmodjo, S., 2003, Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta,

Jakarta. Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta. Sarwono, S., 2007, Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplkasinya,

32-40, 55-65, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tatro, D.S. (Ed), 2001, Drug Interaction Facts, Facts & Comparison, Wolters

Kluwer, St. Louis. Tierney, Lawrence M., 2004, Current Medical Diagnosis and Treatment, Mc

Graw Hill, New York.

Page 118: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

98

LAMPIRAN

Page 119: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

99

Lampiran 1. Daftar Obat Sisten Saluran Pernapasan Yang Digunakan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008

Komposisi Nama Obat Zafirlukast Accolate®

Orsiprenalin sulfat Alupent®

Moksifloksasin HCl Avelox®

Bromheksin HCl Bisolvon® Sefiksim Cefspan®

Klindamisin Climadan®

Kodein Kodein 10mg Levofloksasin Cravit® 500mg Dekstrometorfan Dekstrometorfan 15mg Etambutol Etambutol Rifampisin + isoniasid + pirazinamid + Etambutol FDC N-Asetilsistein Fluimucil® Levofloksasin Levofloksasin 500mg Prokaterol HCl Meptin® 50mcg Ambroksol HCl Mucopect®

Ofloksasin Ofloksasin 400mg Isoniasid + vit B6 Pehadoxin® forte Pirazinamid Pirazinamid 500mg Teofilin anhidrat Quibron TSR®

Pseudoefedrin + terfenadine Rhinofed®

Rifampisin Rifampisin 450mg Salbutamol sulfat Salbron®

Azitromycin dihidrat Zithromax ®

Bromheksin HCl Bisolvon® Bromheksin HCl Mucosulvan®

Dipenhidramin HCl+ammon Cl+ K guaisulfonat +Na sitrat+ mentol

Sanadryl®

Ambroksol HCl Mucopect®

Ipratropium HBr + Salbutamol Combivent®

Flutikason propionat Flixotide®

Salmeterol Seretide®

Page 120: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

100

Lampiran 2. Hasil Wawancara Terhadap Dokter di Bangsal Kelas III RS Bethesda

1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai dokter?

Berikan alasan anda?

Dokter 1 Sangat penting, karena :

1. Banyak terjadi di rumah sakit

Merupakan bagian dari risiko

pelayanan dari prescribing hingga

dispensing sehingga akan mudah terjadi

kesalahan

Dokter 2 Penting sekali

Tugas dari dokter adalah mendiagnosa,

yang kemudian terkait dengan terapi

Medication error merupakan bagian

dari terapi, dimana terapi berhubungan

langsung dengan pasien

Dokter 3 Sangat penting, karena harus 7 (tepat

indikasi, pasien, dosis obat, waspada

efek samping, cara, dan harga).

Page 121: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

101

2. Bagaimana pendapat dokter jika apoteker terlibat dalam memonitor

penggunaan obat?

Dokter 1 Sangat berterimakasih dan setuju. Error

terjadi karena tulisan yang tidak jelas

dan kurangnya informasi. Bukti farmasi

klinis jika ada apoteker maka error akan

turun.

Dokter 2 Setuju, karena mereka lebih belajar

lebih rinci mengenai obat

Dokter 3 Harus seperti memonitoring obat (PMO = pengawas minum obat )

3. Apakah Anda memperhatikan adanya :

- interakasi obat

- dosis (besar, lamadan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak

habis)

- kontraindikasi

selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal) pada saat melakukan

monitoring terhadapa pasien?

Dokter 1 Dipertimbangkan, tetapi tidak tahu

interaksi obat (tidak hafal) hanya tahu

yang umum-umum saja.

Dokter 2 Ya

Dokter 3 Wajib

Page 122: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

102

Lampiran 3. Hasil Wawancara Terhadap Perawat di Bangsal Kelas III RS Bethesda

1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi anda sebagai perawat?

Berikan alasan anda?

Perawat 1 Penting sekali, demi keamanan pasien, karena dapat membahayakan pasien jika keliru.

Perawat 2 Penting, karena berhubungan kepada pasien, kita harus tahu tujuan dan alasan biar kita tidak salah kepada pasien

Perawat 3 Penting. Agar lebih hati-hati dan lebih teliti dalam memberikan obat kepada klien

Perawat 4 Sangat penting, karena berkaitan dengan nyawa pasien Kalau obat salah, perawatmaupun farmsis kena Jika pasien menuntuturusan panjang

Perawat 5 Penting sekali Ada kaitan dengan patient safety, memberikan obat : memberikan racun Pemberian obat juga harus sesuai dengan prinsip 10 benar

Perawat 6 Penting Karena pengobatan merupakan salah satu faktor penunjang kesembuhan pasien

Perawat 7 Penting sekali, karena dampaknya pada pasien sangat besar, efeknya berat

Perawat 8 Sangat penting untuk meningkatkan ketelitian Perawat 9 Sangat penting, karena bila terjadi akan berakibat fatal atau bisa

memperlambat kesembuhan pasien sehingga akan memperpanjang waktu rawat inap

Perawat 10 Penting, karena issue ME bisa menyebabkan atau merugikan pasien bahkan bisa fatal

Perawat 11 Penting karena berpengaruh pada kesehatan pasien Perawat 12 Sangat penting.

Menyangkut nyawa pasien, harus mematuhi 5B / 6B Perawat 13 Sangat penting.

Karena kita bisa tau bahayanya, bisa lebih bertindak hati-hati Perawat 14 Penting sekali.

Karena akibatnya fatal kalau ada kesalahan

Page 123: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

103

2. Bagaimana pendapat jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan

obat?

Perawat 1 Bagus lebih bisa mencek obat, asal tahu batasan-batasan pekerjaannya agar tidak mengganggu perawat

Perawat 2 Bagus dan sangat mendukung, karena meminimalkan kesalahan-kesalahan dan pemberian obat bias maksimal sesuai dengan kapasitasnya

Perawat 3 Setuju. Meringankan aktivitas perawat di ruangan, seperti dalam membagi dan mengecek obat

Perawat 4 Bagus, karena dapat mengurangi beban perawat Untuk obat-obatan apoteker lebih tahu mengenai efek samping obat, waktu penggunaan, jam pemberian, indikasi, interaksi obat, dll

Perawat 5 Sangat setuju Karena ada fungsi kontrol dalam tindakan keperawatan khususnya pemberian obat, sehingga dapat saling mengingatkan. Dalam prakteknya masih banyak kesalahan dalam pemberian obat oleh perawat sehingga dibutuhkan fungsi kontrol satu-sama lain baik apoteker maupun perawat

Perawat 6 Setuju Hal itu bisa untuk mementau pemberian obat dari dokter kepada pasien, sehingga akan benar-benar tahu obat yang diberikan kepada pasien. Antara dokter dan apoteker ada komunikasi terkait obat yang diberikan. Disamping itu apoteker juga bisa menjadi sarana untuk komunikasi masalah pengobatan kepada dokter

Perawat 7 Pekerjaan perawat menjadi lebih ringan karena obat-obatan mudah tertangani (meminimalisir kesalahan) Kalau perawat mengurus obat selain repot juga kurang menguasai (apoteker lebih mengetahui mengenai konraindikasi, interaksi, dll)

Perawat 8 Sangat bagus Perawat 9 Setuju, dengan adanya keterlibatan apoteker maka penggunaan obat

benar-benar termonitoring, di samping itu pekerjaan perawat yang multifungsi jadi bisa terbantu Dalam monitoring obat

Perawat 10 Setuju Perawat 11 Sangat setuju Perawat 12 Bagus, sangat bagus (kalau dikelas iya)

Karena apoteker memang yang tau tentang obat Perawat 13 Lebih senang. Karena apoteker ikut mengawasi dan membantu

melihat obat (tidak cuma melihat FIO saja) Apoteker membagi-bagi obat lebih baik

Perawat 14 Lebih baik. Farmasis bisa mengontrol obat-obat, dimana letak kesalahannya, monitor efek samping obat

Page 124: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

104

3. Informasi apa sajakah yang anda dapatkan dari apoteker pada saat

pengambilan obat? ( pada saat rawat inap)

Perawat 1 Jarang dijelaskan, karena dianggap sudah tahu (perawat), namun kalau obat-obat tertentu misalnya kemoterapi baru dijelaskan

Perawat 2 Cara pemberian, dosis, efek samping obat Perawat 3 Kadang tidak ada, karena sudah sering di berikan dan umum

digunakan. Kalau adapun berupa informasi obat misalnya aturan pemakaian dan efek samping

Perawat 4 Kadang-kadang mengenai penyimpanan di kulkas, di etiket sesudah ayau sebelum makan

Perawat 5 Hanya klarifikasi jumlah obat, cek nama obat Perawat 6 Cara penyimpanan, aturan pakai Perawat 7 Aturan pakai tapi tidak pernah mendetail, karena ada tertulis di

kemasa (untuk secara lisan tidak ada) Perawat 8 Pemakaian dengan dosis yang tepat, cara pemakaian obat, waktu

pemberian obat Perawat 9 - Perawat 10 Jarang ketemu Perawat 11 Cara pemakaian / pemberian obat Perawat 12 Jarang ada (lebih banak jarangnya)

Kadang-kadang hanya sitostatika Perawat 13 Tidak ada informasi

Perawat 14 Kadang-kadang. Dalam penyimpanan, pemakaian

Page 125: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

105

4. Apa anda memberikan informasi penggunaan obat terhadap pasien? Jika iya,

informasi apa saja yang anda berikan?

Perawat 1 Iya. Efek samping, cara minum, harus dihabiskan (untuk AB), serta harus sesuai aturan pakai

Perawat 2 Iya. Aturan pakai, cara pemberian (sebelum atau sesudah makan) dan jika obat habis segera kontrol

Perawat 3 Iya. Fungsi obat, aturan minum, cara minum, kalau meminum obat harus memakai air putih, jika obat habis harus kontrol dan harus rutin mengkonsumsinya dan tidak boleh ada selah (untuk OAT)

Perawat 4 Ya, Informasi mengenai indikasi, nama obat, waktu minum obat Perawat 5 ya,Informasi yang diberikan berupa dosis, cara minum obat (sblum

atau setelah makan), sebelum tidur/malam hari, cara penggunaan (misal sublingual, tidak boleh digerus)

Perawat 6 Waktu penggunaan (sebelum/setelah makan), obat-obatan yang bila perlu, obat-obat antibiotik yang aturan minumnya per berapa jam (mis tiap 8 jam, dll)

Perawat 7 Ya, informasi yang diberikan sesuai dengan aturan obat (misalnya obat diberikan 1 jam sebelum makan), interaksi obat (tapi yang sedrhana saja)

Perawat 8 Ya, waktu kapan obat diminum, cara pemakaian obatnya Perawat 9 Tidak, tetapi kadang-kadang iya Perawat 10 Dosis pemberian obat, cara pemakaian, cara minum obat

(sebelum/sesudah/saat makan ), reaksi setelah minum obat Perawat 11 Ya.

Cara minum obat, efek samping minum obat, guna obat Perawat 12 Ya.

Sebelum/sesudah makan, indikasi obat, ½ jam sebelum makan untuk obat muntah

Perawat 13 Iya. Indikasi obatnya

Perawat 14 Ya. Obatnya sebelum / sesudah makan, obat luar / obat dalam

Page 126: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

106

5. Apakah anda mengecek ulang terlebih dahulu obat untuk pasien sebelum

menyerahkannya?

Perawat 1 Iya Perawat 2 Iya Perawat 3 Iya Perawat 4 Ya Perawat 5 Selalu dicek dulu

Setiap ganti shift pasti dicek, setelah dicek sudah enar jumlah dan pasiennya maka langsung diberikan

Perawat 6 Ya, dicek melalui DPO, dicek obatnya juga, semua obat Pagi, cek untuk pagi dan siang Sore, cek sambil membagikan

Perawat 7 Ya, lihat dari FIO/DPO, disesuaikan/dicocokkan Perawat 8 Ya, tentu donk Perawat 9 Ya Perawat 10 Ya Perawat 11 Ya Perawat 12 Ya Perawat 13 Iya.

Nama pasien, nama obat Perawat 14 Ya.

Nama obat, aturan pakai, dosis

Page 127: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

107

6. Apabila terdapat pasien yang tidak mematuhi aturan pakai obat, apa yang anda

lakukan?

Perawat 1 Ditegur, kemudian dibilangin tentang efek obat dan akan sulit sembuh

Perawat 2 Dikasih tahu kembali aturan pakai obat. Kalau pasien merasa tidak dapat mengkonsumsi sendiri, perawat dapat membantu dan ditungguin sampai diminum

Perawat 3 Menegur, kemudian diterangkan lagi tentang manfaat dan khasiat obat

Perawat 4 Merayu/membujuk pasien supaya mau minum obat Perawat 5 Beri edukasi tentang pemberian obat

Jika pasien ada kendala, ber tahuu apotekernya Perawat 6 Beri tahu cara pemakaian obat lagi Perawat 7 Memberi tahu bahwa obat tersebut harus diminum, jika tidak

diminum akan menghambat proses penyembuhan, dan akan menjadi tidak efektif (menegur)

Perawat 8 Kita berikan sendiri atau diberi pengarahan Perawat 9 Tidak ada Perawat 10 Memberikan informasi akibat-akibat bila tidak memenuhi aturan

pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar Perawat 11 Memberi tahu kalau kepatuhan minum obat adalah untuk

kepentingan pasien ( kesembuhan ) Perawat 12 Dinasehati.

Dievaluasi mengapa tidak mematuhi aturan pakainya Perawat 13 Terserah mereka, yang penting sudah memberi tahu. Perawat 14 Dinasehati, dirayu

Page 128: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

108

7. Pada saat anda memberikan obat kepada pasien, apakah anda

menunggu/melihat hingga pasien menggunakan semua obatnya?

Perawat 1 Iya, ditungguin atau bahkan diminumkan, kecuali jika pasien tidak mau ditungguin, maka perawat akan meninggalkan ruangan

Perawat 2 Ditungguin hingga terminum Perawat 3 Iya ditungguin, bahkan kalau bisa diminumkan. Namun terkadang

pasien bilang ke perawat bahwa dia akan meminum obat sebentar lagi sehingga perawat tidak memantau penggunaan obat tersebut

Perawat 4 Kadang-kadang menunggu Meminumkan jika pasien tidak bisa minum, kalau bisa minum sendiri, obat diminum sendiri

Perawat 5 Tidak selalu Klo obatnya digerus maka ditunggui

Perawat 6 Sering disaat pasien tidak ada keluarga yang menunggu Jika ada yang menunggu, keluarga yang dipasrahi dalam memastikan obat sudah diminum oleh pasien

Perawat 7 Menuggu, kadang-kadang semua diminumkan Perawat 8 Kadang ya, kadang tidak Perawat 9 Ya Perawat 10 Ya Perawat 11 Kadang-kadang ya Perawat 12 Tergantung situasi dan tenaganya.

Kalau pasien banyak, ditinggal saja, soalnya ramai. Perawat 13 Ya.

Langsung diminumkan Perawat 14 Diminumkan

Page 129: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

109

8. Apakah anda sering menemukan obat pasien yang ketinggalan di bangsal?

Kalau iya, apa yang anda lakukan?

Perawat 1 Iya terutama sirup. Dihubungi jika ada telp dan kalau tidak bisa mengambilnya maka perawat akan mengantar ke rumah

Perawat 2 Sering ketinggalan di kotak obat, kalau di ruangan jarang. Kalau ada nomor telepon perawat telepon, jika tidak ada perawat antar ke rumah

Perawat 3 Kadang-kadang. Menghbungi pasien atau keluarga untuk mengambil obat, kalau pasien tidak bisa datang, perawat yang akan membawa kerumah. Kebanyakan obat yang ketinggalan disebabkan karena proses lama di farmasi, sehingga pasien tidak betah untuk menunggu.

Perawat 4 Kadang-kadang (terutama jika obat yang sudah distop) Ditelpon kalau masih digunakan oleh pasien Dijadikan 1 dengan obat-obat stok (untuk obat yang telah distop)

Perawat 5 Ada pernah tapi jarang Perawat 6 Pernah, menelpon pasien tetapi juga tergantung dari jumlah obat,

misalnya tertinggal ½ tablet, tidak usah ditelpon/disusulkan Perawat 7 Pernah tapi tidak terlalu sering

Menghubungi pasien/keluarga sedapat mungkin Perawat 8 Tidak sering, bahkan sangat jarang, tapi pernah ada yang

ketinggalan biasanya kalau alamatnya ada dan mudah dijangkau kita akan antar ke rumah klien

Perawat 9 Tidak Perawat 10 Ya, pernah dulu saya telpon humas lalu minta antar ambulance

diantar sampai rumah. Pernah juga menelpon keluarganya untuk ambil ke ruangan

Perawat 11 Jarang Perawat 12 Jarang Perawat 13 Tidak Perawat 14 Sering.

Ditunggu kalau kontrol lagi Kalau rumahnya dekat, diantar atau ditelpon

Page 130: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

110

9. Apakah anda pernah menjumpai obat yang kemungkinan sengaja di buang

atau disembunyikan oleh pasien? Jika iya, apa yang anda lakukan?

Perawat 1 Tidak, karena diminumkan. Kecuali obat sirup (OBH), dimana efek sampingnya malah membuat batuk, hal ini yang menyebabkan pasien jarang meminum sesuai aturan.

Perawat 2 Belum pernah Perawat 3 Ada, namun perbandingannya jarang.

Jika pasien masih di rawat di bangsal, maka perawat akan menegur dan menerangkan kembali fungsi obat

Perawat 4 Tidak Perawat 5 Belum pernah lihat Perawat 6 Belum pernah Perawat 7 Ada, ditegur (jika ada keluarganya diberi tahu)

Kadang-kadang ada yang disembunyikan keluarganya juga Perawat 8 Tidak pernah ( di RS jiwa sering )

Perawat 9 Ya, bila memberikan obat langsung diminum kan supaya pasien

tidak menyembunyikan atau membuang

Perawat 10 Ya, memberi informasi akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar

Perawat 11 Tidak Perawat 12 Sering.

Dinasehati. Perawat 13 Banyak. Sengaja ditaruh dilaci

Tidak melakukan apa-apa Perawat 14 Jarang, karena diminumkan langsung, hampir tidak pernah ada

Page 131: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

111

Lampiran 4. Hasil Wawancara Terhadap Apoteker di Bangsal Kelas III RS Bethesda

1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai apoteker?

Berikan alasan anda?

Jawab : Penting, terapi dengan obat memerlukan ketelitian. Issue ME sebagai

perhatian yang penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada

saat terapi.

2. Bagaimana pendapat Anda selaku seorang apoteker jika apoteker terlibat

dalam memonitor penggunaan obat?

Jawab : Diperlukan

3. Apakah Anda melakukan monitoring terhadap penggunaan obat pasien? Jika

iya, sejauh mana monitoring yang Anda lakukan?

Jawab : Ya

4. Apakah Anda memperhatikan adanya :

- interakasi obat

- dosis (besar, lamadan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak

habis)

- kontraindikasi

- efek samping

dari obat yang diresepkan oleh dokter selama obat digunakan oleh pasien (di

bangsal)?

Jawab : Ya

5. Apakah Anda memberikan informasi tentang penggunaan obat pada pasien di

rawat inap? Jika iya, kepada siapa dan apa saja informasi yang dberikan?

Jawab : Ya, bila memungkinkan kepada pasien dan keluarganya, atau kepada

yang menunggu pasien setiap hari di RS. Nama obat dan indikasi, cara

pakai/aturan minum, frekuensi, penyimpanan, efek samping yang mungkin

timbul atau hal-hal lain yang mungkin diperlukan.

Page 132: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

112

6. Bagaimana sistem/cara penyaluran (dispensing) obat hingga obat sampai

kepada pasien?

Jawab : Resep diterima farmasi, interpretasi resep, validasi, negosiasii

harga/kemampuan pasien, etiket, koreksi, penyerahan, konseling.

Page 133: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

113

Lampiran 5. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien

No. Pertanyaan untuk KASUS 5 Jawaban 1 Sejak kapan Anda menggunakan obat ini

(awal penggunaan)? Waktu awal masuk Bethesda

2 Di saat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

Obat seseg diminum saat seseg saja.

3 Bagaimana cara mengkonsumsi obat tersebut? (ditelan, dioleskan, dll)

Ditelan.

4 Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan. 5 Siapa yang sering menjelaskan tentang

tatacara atau aturan pakai obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Perawat.

6 Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tersebut? jika Anda bingung, siapa yang akan Anda cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Perawat. Dia memberikan informasi mengenai aturan pakai obat.

7 Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur?

Ya. Tetapi kadang lupa.

8 Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada seperti apa?

Tidak ada. Nyeri berkurang setelah minum Celebrex.

9 Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul?

-

10 Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Tidak.

11 Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak.

12 Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda? (terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)

Tidak. Sudah hafalan.

Page 134: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

114

Lampiran 6. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 8 Jawaban 1 Sejak kapan Anda menggunakan obat ini

(awal penggunaan)? Waktu awal masuk Bethesda

2 Di saat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

3 Bagaimana cara mengkonsumsi obat tersebut? (ditelan, dioleskan, dll)

Ditelan

4 Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan 5 Siapa yang sering menjelaskan tentang

tatacara atau aturan pakai obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Perawat. Hanya diminum 1 kali saja.

6 Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tersebut? jika Anda bingung, siapa yang akan Anda cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Hanya “obat untuk hari ini”. Kapan minumnya saja.

7 Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur?

Ya.

8 Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada seperti apa?

Tidak ada. Hanya kadang-kadang ngantuk.

9 Bagaimana pengatasn Anda jika efek tersebut muncul?

Tidur.

10 Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Tidak.

11 Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak.

12 Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda? (terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)

Ya.

Page 135: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

115

Lampiran 7. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 15 Jawaban

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)? Sejak sakit di RS

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

Kata dokter Combivent® diminum saat sesak saja

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll)

Yang lain di telan, kecuali Combivent® di masukan mulut terus disemprot

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai dengan di etiket

5.

Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Perawat

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

-

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan?

Ya

8.

Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

-

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? -

10.

Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Pernah, minum kaptopril dari tetangga (dokter) 1 tablet setelah makan

11.

Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat,nama pasien, umur,, tanggal)?

Iya

Page 136: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

116

Lampiran 8. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 17 Jawaban

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)?

Sejak dirawat di rumah sakit (hanya waktu masuk di rumah sakit), ada yang dibawa pulang

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

Pronalges®: hanya bila perlu, kalau pusing

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll) Ditelan

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai yang diresepkan

5.

Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Tidak ada penjelasan

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Tidak pernah mendapatkan informasi

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan?

Ya

8.

Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

Ya, alergi gatal – gatal, yang dilakukan berhenti munum obat, konsultasi ke dokter di rumah sakit

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? Berhenti minum obat

10.

Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Tidak

11.

Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat,nama pasien, umur, tanggal)?

Ya

Page 137: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

117

Lampiran 9. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 19 Jawaban

1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)?

Pasien mengkonsumsi obat sejak di rumah sakit

2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)

-

3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll)

Combivent® dan Flixotide® di uapun, tapi tidak ada alatnya dirumah Mucopect® diminum (sirup) Yang lain telan

4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Cara mengkonumsi memathui aturan pakai di etiket obat

5. Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?

Informasi obat dari perawat

6.

Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?

Informasi cukup lengkap

7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan? Ya

8. Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?

Tidak ada

9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul?

-

10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?

Tidak pernah

11. Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?

Tidak

12.

Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat,nama pasien, umur, tanggal)?

Iya

Page 138: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

118

Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 1 Nama : Hmdn

No. RM : 00-91-30-88

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SLTA

Pekerjaan PNS

Umur : 73 tahun

Tgl Masuk : 3 Agt 2008

Anamnese :sesak, batuk Dx Utama : COPD

Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan Tanggal 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt Hb 13.50 - 17.50 gr% 13,9 Lekosit 4.10 - 10.90 ribu/mmk 26,9 28,20 19,90 Basofil 0 - 2.0 % 0,3 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 40,9 Eritorisit 4.5 – 5.90 Juta/mmk 4,52 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 31,4 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,20 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 32,7 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 28,4 Tanda Vital Suhu (ºC) 38 36,5 36,8 36,5 36,5 36,5 36,5 36,7 Nadi (x/menit) 96 96 96 96 96 92 100 100 36,8 Nafas (x/menit) 26 26 26 24 26 24 24 22 22 TD (mmHg) 100/70 140/90 130/80 150/90 150/90 140/90 130/90 140/90 130/90Nama Obat dosis dan cara pemberian Parasetamol 3x1 p.o 1x Moksifloksasin HCl (Avelox®) 1x1 p.o √ √ √ √ stop Ambroksol HCl (Mucopect®) 3x1 p.o √ DMP 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ 2xNeurobion® 1x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ Mekobalamin (Methylcobal®) 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ 2xIpratropiun HBr+salbutamol 3x4 inhalasi 2x √ ↓3x √ √ √ √ ↓2x √ √ 1xFlutikason propionat 3x4 inhalasi 2x √ ↓3x √ √ √ √ ↓2x √ √ 1xRanitidin (Rantin®) 2x1 inj 1x 1x Metil prednisolon (Somerol®) 2x125 mg inj √ √ √ √ √ ↓1x125 √ √ Seftasidim 2x1 gram inj 1x √ √ √ √

Page 139: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

119

Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 2 Nama : BH No. RM :

00-63-84-46 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SLTA

Pekerjaan PNS

Umur : 57 tahun

Tgl Masuk : 7 Agt 2008

Anamnese : sesak, batuk Dx Utama : tumor paru kanan

Hasil Laboratorium Tanggal

Hasil Nilai Normal Satuan 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt Hb 13.50 - 17.50 gr% 11 Lekosit 4.10 - 10.90 ribu/mmk 10,42 Eosinofil 0 - 5.0 % 1,1 Basofil 0 - 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 - 80.0 % 80,0 Limfosit 13.0 – 40.0 % 11,2 Monosit 2.0 – 11.0 % 7,3 Eritorisit 4.5 – 5.90 Juta/mmk 4,93 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 21,3 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,3 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 26 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 17 Tanda Vital 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt Suhu (ºC) 36,5 36,7 37 36,6 36 36,5 36,5 36,6 36,4 36,2 Nadi (x/menit) 100 100 92 100 88 92 92 92 96 88 Nafas (x/menit) 29 24 24 24 24 24 24 24 24 22 TD (mmHg) 130/90 130/80 130/100 150/90 160/100 150/110 120/90 140/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt AP caps® 3x1 p.o 1x 2x √ √ √ 2x √ √ √ √ √ √ 2xDMP 3x1 p.o 1x 2x √ √ √ √ √ √ - 1x √ √ 2xK I-aspartat (Aspar K®) 2x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ 1xFurosemid (Lasix®) 1x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ √ Metil prednisolon (Somerol®) 2x125 mg inj √ √ √ 1x √ √ √ √ √ √ √Karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 3x1 p.o 1x √ √ √ √ 2xOfloksasin 2x1 p.o 1x √ √ √

Page 140: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

120

Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 3 Nama : WS No. RM :

00-21-55-95 Jenis Kelamin : perempuan

Pendidikan SLTA

Pekerjaan -

Umur : 70 tahun

Tgl Masuk : 8 Agt 2008

Anamnese : sesak, batuk, badan panas, lemas Dx Utama : COPD eksaserbasi akut

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Hb 12.00 – 18.00 gr% 14,1 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 17,6 28,2 20,8 Eosinofil 0 - 5.0 % 0,2 Basofil 0 - 2.0 % 0,2 Segmen 47.0 - 80.0 % 89,7 Limfosit 13.0 – 40.0 % 5,5 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,4 Eritorisit 4.1 – 5.30 Juta/mmk 5,32 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 15,2 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,7 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 34,4 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 25,2 Tanda Vital 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Suhu (ºC) 38 37,2 37,4 37,2 37 37,2 37,4 Nadi (x/menit) 94 92 110 92 92 96 96 Nafas (x/menit) 28 24 28 24 22 22 22 TD (mmHg) 180/100 160/90 170/90 160/100 140/80 180/100 140/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Ap caps® 3x1 p.o 2x √ 1x 2x √ √ 2xSalmeterol (Seretide®) 3x2 inhalasi Sanadryl® 3x2cth p.o Parasetamol (Pamol®) 3x1 p.o 1x 1x Amlodipin besilat (Tensivask®) 1x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ Yekalgin® 3x1 p.o 2x Seftriakson 1x1gram inj. √ √ √ ↑2x1 √ √ √ Ipratropiun HBr+salbutamol 3xsehari inhalasi 2x √ √ √ √ √ 1xFlutikason propionat (Flixotide®) 3xsehari inhalasi 2x √ √ √ √ √ 1xMetil prednisolon (Somerol®) 2x125mg inj. √ √ √ √ √ √ 1x

Page 141: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

121

Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 4 Nama : SH No. RM :

01-92-06-19 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SLTA

Pekerjaan Swasta

Umur : 51 tahun

Tgl Masuk : 10 Agt 2008

Anamnese : sesak, batuk, tidak ada dahaknya Dx Utama : TB paru Dx sekunder : Haemoptoe

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt Hb 13.50 - 17.50 gr% 12,3 Lekosit 4.10 - 10.90 ribu/mmk 5,50 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 37,5 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 237 Gol. darah O Gula darah sewaktu 70.0 – 140.0 mg/dL 122 130 110 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 24,4 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,5 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 27,5 27,9 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 25,4 24,2 LED 66/104 Tanda Vital 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt Suhu (ºC) 38 37,2 36,5 36,5 36,5 36,7 Nadi (x/menit) 90 100 92 84 88 88 Nafas (x/menit) 18 24 22 22 22 20 TD (mmHg) 130/90 120/90 120/70 130/80 120/80 130/80 Nama Obat dosis dan cara pemberian 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt Kodein 3x1 p.o B/P 1x 2x Parasetamol+asetil sistein (Sistenol®) 3x1 p.o 2x 2x Isoniasid+vit B6 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ Rifampisin 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ Etambutol 1x1 1/2 p.o √ √ √ √ √ √ √ PZA 1x3 p.o √ √ √ √ √ √ √ DMP 3x1 p.o 1x √ √ √ √ Karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 3x1 p.o 1x √ √ √ Asam traneksamat (Kalnex®) 2x1 p.o 1x 1x

Page 142: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

122

Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 5 Nama : TS No. RM :

00-61-02-61 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan -

Pekerjaan -

Umur : 66 tahun

Tgl Masuk : 12 Agt 2008

Anamnese : opname prokemo seri II ke-5, kedua kaki nyeri, tidak selera makan Dx Utama : Scuamosa Ca paru

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 12Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt Hb 12.00 – 18.00 gr% 10,40 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 6,43 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 436

Gula darah sewaktu 70.0 – 140.0 gr/dL 256

Tanda Vital 12Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt Suhu (ºC) 37,3 37,5 37,5 36,7 Nadi (x/menit) 100 88 109 84 Nafas (x/menit) 24 22 22 22 TD (mmHg) 130/60 130/80 140/90 120/80

OBAT RAWAT INAP Nama Obat dosis dan cara pemberian 12Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt Hemobion® 1x1 p.o √ √ DMP 3x1 p.o 2x 2x Prokaterol HCl 3x 1/4 p.o 2x 2x Metoklopropamid (Primperan®) 3x1 p.o 1x 2x Meloksikam (Movicox®)

OBAT RAWAT JALAN DMP 3x1 p.o Claritin® Prokaterol HCl 3x 1/4 p.o Metoklopropamid (Primperan®) 3x1 p.o Hemobion® 1x1 p.o Selekoksib (Celebrex®) 1x1 p.o

Page 143: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

123

Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 6 Nama : NR No. RM :

00-99-02-52 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SLTA

Pekerjaan Swasta

Umur : 23 tahun

Tgl Masuk : 17 Agt 2008

Anamnese : sesak, batuk Dx Utama : Asma

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 17,40 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 15,56 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,1 Basofil 0 – 2.0 % 0,2 Segmen 47.0 – 80.0 % 95,1 Limfosit 13.0 – 40.0 % 4,2 Monosit 2.0 – 11.0 % 0,4 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 49,3 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 5,63 PDW fL 9,70 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 25,3 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 4,5 Tanda Vital 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt Suhu (ºC) 36 36,7 37 36,5 Nadi (x/menit) 84 88 84 90 Nafas (x/menit) 26 22 22 22 TD (mmHg) 140/90 130/80 150/90 120/70 Nama Obat dosis dan cara pemberian 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt Kodein® 3x1 p.o √ √ 2xSefiksim 2x1 p.o 1x √ 1xProkaterol HCl 3x 1/4 p.o 1x √ 2xAp caps® 2x1 p.o 1x √ 1xMetil prednisolon (Somerol®) 2x 125mg inj. √ Ipratropiun HBr+salbutamol 3x1 inhalasi √ B/PFlutikason propionat 3x1inhalasi √ B/P

Page 144: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

124

Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 7 Nama : K No. RM :

01-92-09-51 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan SLTA

Pekerjaan -

Umur : 18 tahun

Tgl Masuk : 17 Agt 2008

Anamnese : sesak, batuk Dx Utama : Asma

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Hb 12.00 – 18.00 gr % 13,2 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 9,52 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,6 Basofil 0 – 2.0 % 0,3 Segmen 47.0 – 80.0 % 66,9 Limfosit 13.0 – 40.0 % 26,4 Monosit 2.0 – 11.0 % 3,8 Hematokrit 36.0 – 46.0 % 40,7 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 4,91 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 16,1 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,60 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 20,3 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 12,3 Tanda Vital 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Suhu (ºC) 36,9 37,5 37 36,3 Nadi (x/menit) 88 88 88 84Nafas (x/menit) 26 24 22 20TD (mmHg) 100/70 120/90 100/80 110/70 Nama Obat dosis dan cara pemberian 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Ambroksol HCl 3x1 cth p.o √ ↑3x2 Metil prednisolon (Somerol®) 1x1 p.o √ √ √ Azitromisin dihidrat 1x1 p.o √ √ √ Ipratropiun HBr+salbutamol 2xsehari, inhalasi √ √ stopFlutikason propionat 2xsehari, inhalasi √ √ stopRanitidin (Rantin®) 2x1 p.o 1x √ √ Metil prednisolon (Somerol®) 2x125mg, inj √

Page 145: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

125

Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 8 Nama : R No. RM :

01-92-09-81 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan SLTA

Pekerjaan Buruh

Umur : 53 tahun

Tgl Masuk : 17 Agt 2008

Anamnese : sesak, batuk, badan panas Dx Utama : Bronchopneumonia Dx sekunder : TB paru

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt 25 Agt Hb 12.00 – 18.00 gr % 10,40 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 15,66 10,00 12.1 4,4 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,4 Basofil 0 – 2.0 % 0,3 Segmen 47.0 – 80.0 % 89,0 Limfosit 13.0 – 40.0 % 5,6 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,7 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 3,67 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 24,5 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 22,1

Tanda Vital 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt 25 Agt Suhu (ºC) 36,8 36,7 38,8 38,3 37,5 37,7 37 36,7Nadi (x/menit) 92 90 112 112 88 100 100 94Nafas (x/menit) 24 22 22 20 22 20 20 20TD (mmHg) 130/90 130/80 130/80 120/80 140/90 140/90 120/80 120/70Primperan 1 amp, inj

Page 146: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

126

OBAT RAWAT INAP Nama Obat dosis dan cara pemberian

18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt 25 Agt

N-Asetilsistein 2x1 p.o √ Moksifloksasin HCl 1x1 p.o √ √ √ √ √ Ambroksol HCl 3x1 cth, p.o √ 2xSefiksim 2x1 p.o √ √ 1xDMP 3x1 p.o 1x √ 2xParasetamol (Pamol®) 3x1 p.o 2x 2x 2x 2x 2x 1x Neurobion 5000® 1x1 p.o √ √ √ Meloksikam (Mobiflex®) 1x1 p.o √ 3x √ Seftasidim 2x1gram, inj √ √ Deksametason (Kalmetason®)® 3x2cc, inj √

OBAT RAWAT JALAN Ambroksol HCl 3x1 cth, p.o Meloksikam (Mobiplex®) DMP 3x1 p.o Neurobion 5000®® 1x1 p.o Sefiksim 2x1 p.o Erdostein 1x1 p.o Prokaterol HCl 2x ¼ tab, p.o

Page 147: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

127

Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 9 Nama : P No. RM :

00-49-33-80 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan tdk tamat SD

Pekerjaan Buruh

Umur : 85 tahun

Tgl Masuk : 23 Agt 2008

Anamnese : mimisan, Dx Utama : epistaksis, rhinitis kronis, hipertensi

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 23 Agt 24 Agt 25 Agt 26 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 13,7 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 12 Eosinofil 0 – 5.0 % 7,0 Basofil 0 – 2.0 % 1,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 56,2 Limfosit 13.0 – 40.0 % 27,7 Monosit 2.0 – 11.0 % 7,7 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 40,9 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 43,9 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,10 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 21,9 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 11,2 Tanda Vital 23 Agt 24 Agt 25 Agt 26 Agt Suhu (ºC) 36,8 37,2 37 36,3 Nadi (x/menit) 88 90 90 84Nafas (x/menit) 22 130/90 20 20 TD (mmHg) 130/90 130/70 130/80 120/80 Nama Obat dosis dan cara pemberian 23 Agt 24 Agt 25 Agt 26 Agt Pseudoefedrin+terfenadin 3x1 p.o 1x √ √ 2xSetirizin (Histrine®) 1x1 p.o 1x √ √ Klindamisin 3x1 p.o 1x √ √ 2xKaptopril 25mg® 2x1 sehari p.o 1x √ √ 1xAsam traneksamat (Kalnex®) 3x1 p.o 1x √ √ 2xAmilodipin maleat (Amdixal®) 1x1 p.o √ √ Amoksisilin trihidrat (Lapimox®) 3x1 p.o 1x √ Asam traneksamat (Kalnex®) 3x500mg 1xPseudoefedrin 2x1inj 1x Karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 50mg (infus)

Page 148: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

128

Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 10 Nama : SA No. RM :

01-92-13-12 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan SLTA

Pekerjaan Swasta

Umur : 31 tahun

Tgl Masuk : 24 Agt 2008

Anamnese : Batuk 2 bulan, berdahak dan keluar darah Dx Utama : TB paru Dx sekunder :Haemoptoe

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 24 Agt 25 Agt 26 Agt 27 Agt 28 Agt 29Agt 30 Agt 31 Agt 1-Sep Hb 12.00 – 18.00 gr % 10,00 11,80 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 13,56 11,98 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,3 Basofil 0 – 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 15,6 Limfosit 13.0 – 40.0 % 15,6 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,5 Hematokrit 36.0 – 46.0 % 31,3 36,9 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 3,81 RDW 11.60 – 14.80 % 14,90 MCV 92.0 – 121.0 fL 82,20 MCH 31.0 – 37 Pg 26,20 MCHC 29.0 – 36.0 g/dL 31,90 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 368,0 620,0 MPV 4.0 – 11.0 fL 9,10 PDW 10.0 – 18.0 fL 8,90 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 15,7 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,60 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 31,5 61,5 84,2 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 22,6 25,5 95,5

ZN I 2 ZN II 1 ZN III 1

Page 149: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

129

Tanda Vital 24 Agt 25 Agt 26 Agt 27 Agt 28 Agt 29Agt 30 Agt 31 Agt 1-Sep Suhu (ºC) 39 37,4 39 38 38,4 36,7 37,2 37,4 37Nadi (x/menit) 100 90 92 88 90 82 88 88 88Nafas (x/menit) 24 20 20 20 22 20 20 20 20TD (mmHg) 110/80 120/70 120/70 110/80 110/80 120/80 110/80 120/70 120/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 24 Agt 25 Agt 26 Agt 27 Agt 28 Agt 29Agt 30 Agt 31 Agt 1-Sep Kodein 3x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ 2xOfloksasin 2x1 p.o 1x √ √ √ stopRifampisin 1x1 p.o √ √ √ √ √ Isoniasid+vit B6 1x 3/4 p.o 1 tab 1 tab 1 tab 1 tab 1 tab PZA 1x2 p.o √ √ √ √ √ Etambutol 1x1 1/2 p.o √ √ √ √ √ 4 FDC® 1x2 p.o √ √ √ √ Hp pro® 3x1 p.o √ √ √ Lipofood® 2x1 p.o √ √ √ Asam traneksamat (Kalnex®) 3x1 p.o √ 1x Metoklopramid HCl (Primperan®) 3x1 p.o √ √ 2xParasetamol (Pamol®) B/P p.o Curliv plus® 3x1 p.o 1xKarbazokrom Na sulfonat (Adona ®) 3x1 p.o 1x

Page 150: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

130

Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 11 Nama : MW No. RM :

01-92-16-48 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan tdk tamat SD

Pekerjaan Petani

Umur : 74 tahun

Tgl Masuk : 31 Agt 2008

Anamnese : Sesak napas Dx Utama : COPD

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 31 Agt 1-Sep 2-Sep 3-Sep 4-Sep 5-Sep Hb 13.50 – 17.50 gr % 13,20 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 7,89 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,1 Basofil 0 – 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 76,1 Limfosit 13.0 – 40.0 % 10 Monosit 2.0 – 11.0 % 13,4 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 43,6 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 4,56 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 94,3 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,90 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 51,0 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 29,0 Tanda Vital 31 Agt 1-Sep 2-Sep 3-Sep 4-Sep 5-Sep Suhu (ºC) 37,4 37,9Nadi (x/menit) 90 108Nafas (x/menit) 24 26TD (mmHg) 170/100 170/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 31 Agt 1-Sep 2-Sep 3-Sep 4-Sep 5-Sep Ofloksasin 2x400mg p.o 1x √ √ √ √Ambroksol HCl 3x1 tab p.o √ 2x √ √ √ 2xIpratropiun HBr+salbutamol 3x24 jam 1x √ √ √ ↓2x √ √ Flutikason propionat 3x 24 jam 1x √ √ √ ↓2x √ √

ket : Ipratropiun HBr+salbutamol dan Flutikason propionat di berikan pada pukul 06;13 dan 20

Page 151: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

131

Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 12 Nama : SPJ No. RM :

01-92-03-50 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SLTP

Pekerjaan Petani

Umur : Tgl Masuk : 74 tahun 4 Agt 2008

Anamnese : Sesak napas, mengi, krekel, ronchi Dx Sementara : Pneumonia (s), dengan komplikasi paru

Tanggal Hasil Laboratorium Hasil Satuan 6 Agt 7 Agt 4 Agt 5 Agt 8 Agt Nilai Normal 9 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 10,5 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 10.12 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,2 Basofil 0 – 2.0 % 0,2 Segmen 47.0 – 80.0 % 90,2 Limfosit 13.0 – 40.0 % 6,7 Monosit 2.0 – 11.0 % 2,7 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 30,2 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 3,57 MCV 92.0 – 121.0 fL 84,60 MCH 31.0 – 37 pg 29,40 MCHC 29.0 – 36.0 g/dL 34,80 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 578 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 16,7 94,2 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 14,3 58,7 Tanda Vital 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Suhu (ºC) 36,8 37 37 36,6 37 36,4Nadi (x/menit) 88 92 92 82 88 84Nafas (x/menit) 26 24 22 22 22 20TD (mmHg) 150/90 140/90 140/90 130/80 130/80 140/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Rifampisin 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ Isoniasid+vit B6 √ 1x1 p.o √ √ √ √ √ Etambutol 250 √ √ √ √ √ 1x3 p.o √ PZA 1x3 p.o √ √ √ √ √√ Hp Pro® 1x1 p.o √ √

Ket : instruksi dokter, Etambutol 500mg 1x1 1/2 tp diberi ethambutol 250 mg 1x3

Page 152: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

132

Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 13 Nama : TKY No. RM :

01-92-03-60 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan tdk tamat SD

Pekerjaan Petani

Umur : 63 tahun

Tgl Masuk : 4 Agt 2008

Anamnese : Sesak napas, mengi, krekel, ronchi Dx Sementara : Pneumonia (s), dengan komplkasi paru

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Satuan 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt Nilai Normal 9 Agt 10 Agt 11 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 9 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 8840 Eosinofil 0 – 5.0 % 3,0 Basofil 0 – 2.0 % 0,0 Limfosit 13.0 – 40.0 % 23,0 Monosit 2.0 – 11.0 % 14,0 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 28,1 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 155 Gula darah sewaktu 70.0 – 140.0 gr/dL 158 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 41,1 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,1 Bilirubin direct 0,12 Tanda Vital 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt Suhu (ºC) 37 36,6 36,7 36,8 36 36,8 36,5 36,9Nadi (x/menit) 96 88 92 86 88 92 88 80Nafas (x/menit) 20 26 24 22 22 22 20 20TD (mmHg) 120/80 120/80 120/80 120/80 120/70 140/90 120/70 130/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt DMP 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ 2xSalbutamol 3x 1/2 tab p.o 1x √ 2xBromheksin HCl 3x1 cth p.o 1x Azitromisin dihidrat 1x1 p.o √ √ √ Hp Pro® 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ 2x

Page 153: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

133

Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 14 Nama : DJS No. RM :

96-03-58 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SLTA

Pekerjaan Pedagang

Umur : 78 tahun

Tgl Masuk : 13 Agt 2008

Anamnese : Sesak napas, batuk, dahak tidak bisa keluar Dx Utama : COPD, Bronchopneumonia

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 13 Agt 14 Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 22 Agt 15Agt 21 Agt 23 Agt 24 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 12,8 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 13.9 18, 8 14,8 4 13, Hematokrit 41.0 – 53.0 % 38 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 227,0

P.CO2 35-45 31,7 PO2 83-108 65,0

Tanda Vital 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt Suhu (ºC) 36,5 36,2 37 _ 36,5 36,4 37 36,5 37 37,2 37,9 36,8 Nadi (x/menit) 120 100 120 110 _ 112 100 100 110 100 100 100Nafas (x/menit) 28 32 28 32 26 28 24 24 24 24 24TD (mmHg) 150/90 150/90 150/90 160/90 170/110 170/100 160/90 180/90 160/90 150/90 150/80 130/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt Bromheksin HCl 3x2cth p.o √ Zafirlukast o √ 2x1 p. √ √ √ √ _ √ √ √ √ √ √ Enzyplex √ √ √ √ ® 2x1 p.o 1x √ √ 1xLansoprazol (Prosogan®) √ 1x1 p.o √ √ Metil prednisolon (Somerol®) 2x1 p.o 1xSetirisin 1x1 B/P p.o 1x 1x Prokaterol HCl 3x 1/4 p.o 1x 2x Ipratropiun HBr+salbutamol 4x sehari

inhalasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ↓3x √ ↓2x 1x

Flutikason propionat 4x sehari inhalasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ ↓3x √ ↓2x √ 1x

Metil prednisolon (Somerol®) √ √ √ 4x sehari, inj √ ↓3x √ √ √ ↓2x √ B/PSeftriakson √ √ √ √ 2x1 inj. √ √ √ √Sapiron® 2x1gram inj. √ √ √

Page 154: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

134

Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 15 Nama : IgS No. RM :

01-92-05-37 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan SLTP

Pekerjaan ibu rumah tangga

Umur : 67 tahun

Tgl Masuk : 8 Agt 2008

Anamnese : Sesak napas, batuk, dahak bisa dikeluarkan, pusing, mual, muntah Dx Utama : COPD

Hasil Laboratorium Tanggal

Hasil Nilai Normal Satuan 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12Agt Hb 12.00 – 18.00 gr % 13,7 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 37,9 Eosinofil 0 – 5.0 % 8,490 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 322 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l

39,8

SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 23,2 Tanda Vital 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12Agt

Suhu (ºC) 36,7 37,2 36,5 36,5 36,5Nadi (x/menit) 88 92 100 86 88 Nafas (x/menit) 24 24 24 22 20TD (mmHg) 160/90 160/80 150/90 120/80 130/80

OBAT DI BANGSAL Nama Obat dosis dan cara pemberian

8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12Agt

Parasetamol (Pamol®) 3x1 B/P, p.o 2x Losartan K (Angioten®) √ √1x1 p.o 1x √ √ Ambroksol HCl 3x1 p.o √ √ √ 2x 1x Levofloksasin 1x1 p.o √Ipratropiun HBr+salbutamol 3x1 inhalasi √ √ √ √ ↓2x Flutikason propionat 3x1 inhalasi √ √ √ √ ↓2x Ranitin (Rantin ) √ ® 2x1 amp, ijn. √ Seftriakson √ 2x1inj. √ √ √

OBAT RAWAT JALAN

Nama Obat dosis dan cara pemberian Losartan K (Angioten®) 1x1 p.o Levofloksasin 1x1 p.o Lipofood® 2x1 p.o Ambroksol HCl 3x1 p.o Ipratropiun HBr+salbutamol 3xsehari, 2 smprt

Page 155: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

135

Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 16 Nama : Ngtm No. RM :

01-92-02-96 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan tdk tamat SD

Pekerjaan Petani

Umur : 90 tahun

Tgl Masuk : 3 Agt 2008

Anamnese : tidak bisa buang air kecil Dx Utama : retensi urine, hematuria

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 11.9 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 9.69 Eosinofil 0 – 5.0 % 15.4 Basofil 0 – 2.0 % 0.4 Segmen 47.0 – 80.0 % 68.7 Limfosit 13.0 – 40.0 % 9.2 Monosit 2.0 – 11.0 6.3 % Hematokrit 41.0 – 53.0 % 36.3 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 3.94 RDW 11.60 – 14.80 % 13.7 MCV 92.0 – 121.0 fL 92.1 MCH 31.0 – 37 pg 30.2 MCHC 29.0 – 36.0 g/dL 32.8 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 171 MPV 4.0 – 11.0 fL 9.8 Tanda Vital 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt Suhu (ºC) 37,2 37,2 37 37 37,6 Nadi (x/menit) 88 84 84 88 88 Nafas (x/menit) 22 20 20 24 20 TD (mmHg) 200/100 180/90 170/80 Nama Obat dosis dan cara pemberian 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 3 Agt Sefiksim (Sefamox®) 2x1 p.o √ √ Koenzim Q10 (Qten®) 1x1 p.o √ √ Orciprenalin sulfat 2x 1/2 p.o √ Kaptopril 3x1 p.o √ Ketorolac 2x1 amp, inj √ √ 1xAsam tranheksamat 3x1 amp, inj √ √ 1x

Page 156: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

136

Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 17 Nama : RIP No. RM :

00-95-56-02 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan -

Pekerjaan Swasta

Umur : 34 tahun

Tgl Masuk : 22 Agt 2008

Anamnese : tidak bisa buang air kecil Dx Utama : retensi urine, hematuria

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 22 Agt 23 Agt 24 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 17.3 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 12.7

Eosinofil 0 – 5.0 % 4.1

Basofil 0 – 2.0 % 0.3

Segmen 47.0 – 80.0 % 63.2

Limfosit 13.0 – 40.0 % 23.2 Monosit 2.0 – 11.0 % 9.3 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 47.8

Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 5.81 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 37.1 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1.2 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 16.7 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 22 Tanda Vital 22 Agt 23 Agt 24 Agt Suhu (ºC) 37 37 Nadi (x/menit) 88 88 Nafas (x/menit) 20 20 TD (mmHg) 180/120 190/110

Page 157: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

137

OBAT DI BANGSAL

Nama Obat dosis dan cara pemberian 22 Agt 23 Agt

Lisinopril (Noperten®) 1x1 p.o √ 1xSelekoksib (Celebrex®) 2x1 p.o √Oelapin® 3x1 p.o √ √ Pseudoefedrin+terfenadin 3x1 p.o √ √ Vertivom® 3x1 p.o √ Dondix® 3x1 p.o √ Parasetamol (/Pamol®) 3x1 p.o √Yekalgin® 3x1 p.o 1x √ Moksifloksasin HCl 3x1 p.o Pseudoefedrin HCl 3x1 p.o Ranitidin (Rantin®) 2x1 p.o Deksametason (Kalmetason®) 3x2 cc inj. 1x 1x Ketorolak trometamin (Toradol®) 1x1 inj. 1x IGD Stesolid® 1/2 ampul, inj. 1x IGD Ketorolak trometamin (Remopai/n®) 1 amp, inj 2x 2x Ranitidin (Rantin®) 1 amp, inj 1x Metoklopropamid (Primperan®) 1 amp, inj 1x

OBAT RAWAT JALAN

Nama Obat dosis dan cara pemberian Feksofenadin HCl(Telfast®) 1x1 p.o Ketoprofen (Pronalges®) 2x1 B/P p.o Proneuron® Asam m mefenamat (Pondex®) Lisinopril (Noperten®) 2x1 p.o Klindamisin (Climadan®) 3x1 p.o Yekalgin® 3x1 p.o Pseudoefedrin+terfenadin 3x1 p.o Pseudoefedrin 3x1 p.o Spasmium® 3x1 B/P p.o Lazoprasol 1x1 p.o Ranitidin (Rantin®) 1x1 p.o Eperison HCl (Myonal®) 2x1 p.o

Page 158: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

138

Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 18 Nama : Mwy No. RM :

01-92-03-30 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan SD

Pekerjaan Swasta

Umur : 71 tahun

Tgl Masuk : 4 Agt 2008

Anamnese : sesak napas, kaki bengkak, perut mrongkol Dx Utama : CPC Dekompensata Dx sekunder : hipoalbuminuria

Hasil Laboratorium Tanggal

Hasil Nilai Normal Satuan 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 9.61 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 11,6 Segmen 47.0 – 80.0 % 82.9 Limfosit 13.0 – 40.0 % 10.9 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 28.2 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 2.98 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 250 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 99.8 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 3.3 Protein total L 4,90 Albumin L 2,10Globulin 2,80 Tanda Vital

3 Agt 4 Agt 6 Agt 5 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Suhu (ºC) 38 37,8 37,5 36,8 36,8 37,1 Nadi (x/menit) 88 88 88 84 92 80 Nafas (x/menit) 20 22 20 20 20 18 TD (mmHg) 170/90 160/90 150/90 170/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Furosemid 1-0-0 p.o √ √ Bromheksin HCl 3x1 p.o 1x 2x K I-aspartat 2x1 p.o 1x √ √ √Kaptopril 2x1 p.o 1x √ √ √Parasetamol 3x1 p.o 1x √ √ √ Attapulgit 3x2 p.o 1x √ √ 2x Furosemid (Lasix®) √ 1x2amp, inj. 1x 1x 1xRanitidin (Rantin®) √ 2x1 amp, inj. 1x √

Page 159: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

139

Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 19 Nama :Snkm No. RM :

00-28-20-73 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan tdk tamat SD

Pekerjaan -

Umur : 55 tahun

Tgl Masuk : 18 Agt 2008

Anamnese : lemas, sesak, mual, nafsu makan kurang, dada berdebar Dx Utama : Bronchitis asmatis

Hasil Laboratorium Tanggal

Hasil Nilai Normal Satuan 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt Hb 12.00-18.00 gr % 16,30 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 6,320 Eosinofil 0 – 5.0 % 7,1 Basofil 0 – 2.0 % 0,8 Segmen 47.0 – 80.0 % 55,2 Limfosit 13.0 – 40.0 % 26,9 Monosit 2.0 – 11.0 % 10,0 Hematokrit 36.0 – 46.0 % 46,8 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 5,49

Tanda Vital 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt Suhu (ºC) 36,3 36,5 37,6 37 37 Nadi (x/menit) 80 92 88 80 80 Nafas (x/menit) 20 22 22 22 22 TD (mmHg) 120/70 130/80 120/80 130/80

Page 160: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

140

OBAT DI BANGSAL Nama Obat dosis dan cara pemberian

18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt

Parasetamol (Pamol®) 3x1 p.o 1xLevofloksasin 1x1 p.o 1x √ √ √ √ Teofilin anhidrat 2x 1/2 tab p.o 1x √ √ √ Ambroksol HCl 3x1cth p.o 1x √ Ranitidin (Rantin®) 2x1 p.o 1x 1xDomperidon (Vomitas®) 3x1 p.o 1x 2xMetil prednisolon (Somerol®) √ √ 2x1 inj. √ Seftasidim , inj. 1x √ 2x1gram 1x Ranitidin (Rantin®) 2x1 inj. 1x 1x 1xMetoklopramid HCl (Primperan®) , inj. 2x1amp 1x 1xIpratropiun HBr+salbutamol √ 2x1 inhalasi 1x √ √Flutikason propionat 2x1 inhalasi 1x √ √ √

OBAT RAWAT JALAN

Nama Obat dosis dan cara pemberian Teofilin anhidrat 2x1/2 p.o Domperidon (Vomitas®) o 3x1 p.Ranitidin (Rantin®) 2x1 p.o Ambroksol HCl 3x1cth p.o Doloscaneuron® 3x1 p.o

Page 161: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

141

Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 20

Nama :S No. RM : 01-92-09-77

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan -

Pekerjaan PNS

Umur : 55 tahun

Tgl Masuk : 17 Agt 2008

Anamnese : anggota gerak bagian kiri lemas Dx Utama : CVA non Hemoragi

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 16 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 8,27 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,4 Basofil 0 – 2.0 % 0,5 Segmen 47.0 – 80.0 % 47,7 Limfosit 13.0 – 40.0 % 44,7 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,7 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 5,22 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 240,0 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 31,4 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,20 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 21,6 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 18,0 Tanda Vital 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Suhu (ºC) 37 37 36,7 36,2 Nadi (x/menit) 84 84 80 84 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 TD (mmHg) 110/80 140/90 130/90 130/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Orciprenalin sulfat 3x1/2 tab, p.o 1x 2x 1x Asam asetil salisilat (Farmasal®) 1x1 tab, p.o √ √ √ √ Pirasetam (Neurotam®) 2x1 tab .po √ Pentoksifilin (Tarontal®) 2x1 tab .po √ D-α-tokoferol (Dalfarol®) 2x 2x 1x1 tab, p.o √ 2xPirasetam 1x1 inj. 1x √ √ √ Pentoksifilin (Tarontal®) 1x1 inj. √

Page 162: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

142

Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 21 Nama :MJ No. RM :

01-92-02-36 Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan -

Pekerjaan Petani

Umur : 80 tahun

Tgl Masuk : 1 Agt 2008

Anamnese : sesak napas, tadi pagi lemas Dx Utama : CVA non Hemoragi

Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 1 Agt 2 Agt 3 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 4 Agt 12 Agt 13 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 11,20 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 4,73 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,7 Basofil 0 – 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 69,8 Limfosit 13.0 – 40.0 % 19,7 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 33,7 Eritrosit juta/mmk 4,24 4.5 – 5.90 Tanda Vital 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt Suhu (ºC) 37,2 37 37,4 38 37 37 36,6 37 36,7 36,7 Nadi (x/menit) 80 80 88 84 84 84 84 88 84 80 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 TD (mmHg) 140/80 150/90 120/80 140/80 130/80 140/70 150/80 130/90 130/90 140/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt Orciprenalin sulfat √ √ 3x1/2 tab, p.o 1x √ √ √ √ √ √ 1x 2xAsam asetil salisilat (Ascardia®) √ √1x1 tab, p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Isosorbid dinitrat (Cedocard®) √ 2 2x1 tab, p.o 1x √ √ √ 1x 1x 3x 3x 3x 3x xMetil prednisolon (Hexilon®) 3x1 tab, p.o 1x √ √ √Cefadroxil 2x1 tab, p.o √ √ 1x √ √ √Parasetamol (Pamol®) 3x 3x1 tab, p.o √ √Nisergolin (Serolin® 3x1 tab, p.o √ √ √ √ √ √ √Pirasetam (Neurotam® √ 3x1 tab, p.o 1x Ketorolak IGD 1x Ranitidin® 2x1 inj. √ 1x 1x √ √ √Citisolin (Nicholin®) 1x 1x1 inj. √ √ 2x 2x 2x 2x 2x 2x 2x 2xNeurotam® 1x1 inj. √ √ √ √ √ √ √ √ Levonox® 2x1 inj. 1x √ 1x Metil prednisolon 1x1 inj. 1x √ √

Page 163: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

143

Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 22 Nama :B No. RM :

01-92-02-75 Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan SD

Pekerjaan Swasta

Umur : 60 tahun

Tgl Masuk : 1 Agt 2008

Anamnese : kepala ngliyer Dx Sementara : CVA non Hemoragi

Hasil Laboratorium Tanggal

Hasil Nilai Normal Satuan 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Hb 12.0-18.0 gr % 14 Lekosit 4.10 – 13 ribu/mmk 7,87 eosinofil 0 – 5.0 % 3,3 basofil 0 – 2.0 % 0,5 segmen 47.0 – 80.0 % 65,4 limfosit 13.0 – 40.0 % 25,2 SGOT (AST) 14 - 56 u/l 22,8 SGPT (ALT) 9.0-52 u/l 22,9

Tanda Vital 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Suhu (ºC) 36,8 36,8 36,5 37 36,7 37,2 36,7 36,7 37,2 37 Nadi (x/menit) 84 84 84 84 88 88 88 84 84 84

Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 TD (mmHg) 190/100 160/100 140/90 00 140/80 0 170/100 150/90 160/100 160/100 160/1 150/9

Nama Obat dosis dan cara pemberian 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15 Agt 9 Agt Asam asetil salisilat (Farmasal®) 1x1 tab, p.o √ √ √ √ √ 1x √ √ √ √ √ √ √ √ klopidogrel 1x1 tab, p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Ambroksol HCl 3x1 tab, .po √ √Valsaltran (Diovan®) 1x1 tab, p.o 2x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Amlodipin besilat (Tensivask®) √ √ 1x1 tab, p.o √ √ √ √ √ √ Cilostazol (Pletaal®) √ √ √2x1 tab, p.o 1x √ √ √ √ Pirasetam (Neurotam®) 3x1 tab, .po 1x √ √ √ Pentoksifilin (Tarontal®) 1x1inj. 1x √Sitikolin (Nicholin®) 1x1 inj. √Nadroparin Ca (Fraxiparent®) 2x1 inj. √ √ √ 1x √Ketorolak trometamin (Remopain®) 1x1 inj. √ Pirasetam (Nootropil®) √ 1x1 inj. √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Manitol 2x sehari 1x 3x (xtra) √Sitikolin (Brain Act®) 2 1x1 inj. x 2x 2x √ √ √ √Kenalox® 2x1 inj. √

Page 164: EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS · 11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti

144

BIOGRAFI PENULIS

Donald Tandiose merupakan anak ke-empat dari empat

bersaudara pasangan Yohanes Tandiose dan Maria Biri.

Lahir di Jayapura pada tanggal 25 Agustus 1987.

Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak Kristen

Kalam Kudus Jayapura pada tahun 1991-1993. Kemudian

di lanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar

Kristen Kalam Kudus Jayapura pada tahun 1993-1999.

Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Sekolah Menengah

Pertama Kristen Kalam Kudus Jayapura pada tahun 1999-2002. Kemudian naik ke

jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2002-2005. Selanjutnya

menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan

sampai saat ini masih menempuh pendidikan di bangku kuliah.