evaluasi masalah utama kejadian medication errors · 11. ibu catur widjastuti, amk selaku kepala...
TRANSCRIPT
EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI dan DRUG THERAPY PROBLEMS
PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA PERIODE AGUSTUS 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Donald Tandiose
NIM : 058114130
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
ii
iii
iv
Allah mungkin tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru,
bunga bertaburan disepanjang hidup kita.
Allah mungkin tidak pernah menjanjikan matahari tanpa hujan,
sukacita tanpa kesedihan, dan kedamaian tanpa penderitaan.
Namun, Allah menjanjikan kekuatan untuk menempuh hari ini,
Dia telah menjanjikan istirahat bagi para pekerja,
Terang di jalan yang gelap, rahmat untuk mengatasi pencobaan,
Bantuan dari atas, simpati yang tak berkesudahan,
dan kasih yang tak kunjung padam
Kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya
(Gereja Santo Antonius Kotabaru, 27 Mei 2008) Kupersembahkan Untuk : Tuhan Yesus Kristus atas berkat, hikmah, serta perlindungan yang telah diberikan Papa dan Mama tercinta atas doa, kasih sayang dan pengorbanan selama ini Kakak-kakaku tersayang Almamaterku
Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh yang
menghina hikmat dan pengetahun (Amsal 1 : 7)
v
vi vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan bimbingan yang telah Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication
Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit
Bethesda Periode Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran
Pernapasan)” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi, Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung yang berupa materil, moral maupun spiritual. Oleh karena itu, penulis
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin
menggunakan Rumah Sakit Bethesda sebagai tempat untuk menjalankan
penelitian.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma dan sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, saran serta
dukungan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.
3. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt. sebagai pembimbing lapangan dan dosen
penguji yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian ini di RS
Bethesda.
vii
4. dr. Fenty, M.Kes, SpPK. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta yang
telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan
skripsi ini.
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji
serta yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses
penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Ana, selaku apoteker di bangsal kelas III RS. Bethesda yang telah bersedia
untuk diwawancarai dan banyak membantu peneliti selama penelitian.
7. Seluruh apoteker di RS Bethesda yang tak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu dan memberikan saran serta arahan kepada peneliti.
8. Seluruh dokter yang menjadi responden untuk diwawancarai dalam penelitian.
9. Pak Sis, selaku Kepala Bagian Rekam Medis RS Bethesda beserta staf karyawan
yang telah mengijinkan dan membantu peneliti dalam pengambilan data.
10. Mba Igun, sektretaris di Farmasi Rawat Inap RS Bethesda yang telah membantu
selama pengurusan ijin penelitian.
11. Ibu Catur Widjastuti, AMK selaku kepala ruang B, bangsal kelas III RS Bethesda
yang telah mengijinkan dan membimbing peneliti selama pengambilan data di
ruang B.
12. Seluruh perawat di bangsal kelas III RS Bethesda terutama ruang B yang tak
dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu, membimbing, mengayomi,
memberi arahan serta masukan kepada peneliti demi kelancaran penelitian dan
telah banyak direpotkan oleh peneliti.
viii
13. Ayahanda Yohanes Tandiose dan ibunda Maria Biri yang telah membesarkan,
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan doa yang tulus serta
pengorbanan tanpa henti kepada penulis.
14. Kakak-kakakku tersayang Irma, Iwan dan Denny yang telah mengayomi penulis
dan menjadi motivator dan inspirator kepada penulis dalam menyusun penelitian.
15. Fransisca Ayuningtyas, yang telah mendukung, memberi semangat dan doa ketika
peneliti dalam keadaan sulit serta sebagai teman yang selalu setia disisi, ketika
peneliti dalam masalah dan menjadi inspirasi yang sangat berarti kepada peneliti.
16. Siska dan Stela yang sudah dibuat sibuk, pusing dan emosi oleh penulis serta
sebagai tempat mencari jawaban ketika penulis sedang dalam kesusahan dalam
menyusun skripsi ini.
17. Andien, Bambang, Nolen, Sekar dan Vivi yang merupakan rekan dalam
penelitian di RS Bethesda yang telah membantu peneliti dalam penelitian serta
bersama-sama dalam suka dan duka menjalankan penelitian.
18. Weli, teman peneliti yang tidak dapat melanjutkan penelitian ini. Seorang yang
ceria dan penuh tawa.
19. Akursius Rony dan Feri Dian Sanubari yang telah banyak membantu peneliti dan
memberi masukan serta inspirasi selama proses penyusunan skripsi di kontrakan.
20. Teman-teman kelas C angkatan 2005 dan FKK angkatan 2005 yang telah
memberikan semangat kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
ix
x
INTISARI
Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmasis untuk memaksimalkan hasil terapi dan meminimalkan efek negatif terapi, sehingga tercapai tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat sistem saluran pernapasan serta untuk mengetahui profil kasus pasien, profil penggunaan obat sistem saluran pernapasan serta mengetahui kerasionalan terapi kasus pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 (kajian obat gangguan sistem saluran pernapasan). Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, rancangan penelitian eksploratif deskriptif yang bersifat prospektif.
Kasus yang menerima obat sistem saluran pernapasan sebanyak 22 kasus. 46% kasus berumur diatas 55 tahun sampai 75 tahun, jenis kelamin terbanyak laki-laki (59%), berpendidikan SLTA (45%), pekerjaan sebagai swasta (26%), kasus dengan satu diagnosa (63.6%). Profil obat yang paling banyak digunakan yaitu golongan antibiotik (77,3%), sediaan oral padat (222,7%), dekstrometorphan 15mg dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1 tablet digunakan oleh 22,7% kasus pasien.
DTP dan ME yang terjadi, dosis terlalu tinggi 4 kasus, dosis terlalu rendah 12 kasus, ADR 5 kasus, interaksi obat 8, complience 6 kasus, potensi administration error 3 kasus, pemberian diluar instruksi dokter 1 kasus dan kegagalan mengecek instruksi 3 kasus. Masalah utama DTP disebabkan kelemahan paramedis terutama farmasi klinis dalam memonitor penggunaan obat pasien. Kelemahan ini terjadi karena terbatasnya apoteker yang menjalankan praktek farmasi klinis di bangsal rumah sakit, sedangkan masalah utama medication error disebabkan oleh kelemahan pencatatan identitas pasien di rumah sakit (human error).
Kata kunci : Pharmaceutical care, ME, DTP, obat sistem saluran pernapasan
xi
ABSTRACT
Pharmaceutical care is a responsibility of the pharmacists to maximize the result of the therapy and minimize the negative effect, so that the purpose of increasing the quality of patient life can be achieved. The objective of this research is to know the main problem of the administration phase of ME and DTP in the use of the respiratory tract system drug and also to know the profile case of the patient, the rationality of patient case therapy at 3rd room in the Bethesda Yogyakarta Hospital during the period of August 2008 (The analysis of respiratory tract system drug use). This research is non experimental, the design of the research is explorative-descriptive research which is prospective. There are 22 cases received in respiratory tract system drug cases. 46% cases are up to 55 until 75 years old, most of them are men (59%), senior high school educated 45%, private officers are 26% , cases with one diagnose 63,6%. The most drug used profile is antibiotics (77,3%), the solid oral drug (222,7%), 15 mg Dextrometorphan three times a day one tablet frequency used by 22,7% patient cases. The cases of DTP and ME are too high dossage are 4 cases, too low dossage are 12, ADR are 5 cases, drug interaction are 8 cases complience are 6 cases, ME potential related to dossage are 3 cases, additional medicine out of the doctor intruction is one case and the failure in the intruction checking are 3 cases.
Key word : Pharmaceutical care, ME, DTP, respiratory tract system drug
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................... vi PRAKATA.......................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................. x INTISARI............................................................................................................ xi ABSTRACT........................................................................................................ xii DAFTAR ISI....................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL............................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xx BAB I PENGANTAR................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1 1. Permasalahan ................................................................................ 4 2. Keaslian penelitian........................................................................ 4 3. Manfaat penelitian......................................................................... 6
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum................................................................................. 6 2. Tujuan khusus................................................................................ 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.................................................................. 8 A. Medication Error................................................................................ 8 B. Drug Therapy Problems (DTPs)…………………………………… 9 C. Interaksi Obat………………………………………………………. 11 D. Pharmaceutical Care……………………………………………..... 12 E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan………………… 12 F. Gangguan Saluran Pernapasan...........................................................
1. Emfisema paru.............................................................................. 14 15
2. Sianosis…………………………………………………………. 16 3. Dispnea………………………………………………………….. 16 4. Efusi pleura……………………………………………………... 17
G. Asma………………………………………………………………... 18 1. Definisi………………………………………………………….. 17 2. Epidemiologi……………………………………………………. 18 3. Etiologi………………………………………………………….. 19 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 19 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 19 6. Strategi terapi…………………………………………………… 20
H. COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)……………….. 21 1. Definisi………………………………………………………….. 21 2. Epidemiologi…………………………………………………….. 21
xiii
3. Etiologi………………………………………………………….. 22 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 22 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 22 6. Strategi terapi……………………………………………………. 22
I. Sinusitis……………………………………………………………… 23 1. Definisi………………………………………………………….. 23 2. Epidemiologi……………………………………………………. 24 3. Etiologi………………………………………………………….. 24 4. Patofisiologi……………………………………………………... 24 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 25 6. Strategi terapi……………………………………………………. 25
J. Pneumonia…………………………………………………………… 26 1. Definisi………………………………………………………….. 26 2. Epidemiologi……………………………………………………. 27 3. Etiologi…………………………………………………………. 27 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 27 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 27 6. Strategi terapi…………………………………………………… 28
K. Bronchitis…………………………………………………………… 28 1. Definisi………………………………………………………….. 28 2. Epidemiologi…………………………………………………….. 29 3. Etiologi………………………………………………………….. 29 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 29 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 30 6. Strategi terapi…………………………………………………… 30
L. TBC (Tuberculosis)……………………………….………………… 31 1. Definisi………………………………………………………….. 31 2. Epidemiologi…………………………………………………….. 31 3. Etiologi………………………………………………………….. 32 4. Patofisiologi…………………………………………………….. 32 5. Manifestasi klinik……………………………………………….. 32 6. Strategi terapi…………………………………………………… 32
M. Keterangan Empiris………………………………………………… 33
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….. 34 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………. 34 B. Definisi Operasional………………………………………………… 34 C. Subjek Penelitian …………………………………………………… 36 D. Bahan Penelitian……………………………………………………. 37 E. Alat Penelitian……………………………………………………… 37 F. Tempat Penelitian………………………………………………….. 37 G. Tata Cara Penelitian………………………………………………… 38
1. Tahap orientasi………………………………………………….. 38 2. Tahap pengambilan data………………………………………… 38 3. Tahap penyelesaian data………………………………………… 39
H. Tata Cara Analisis Hasil……………………………………………. 40
xiv
I. Kesulitan Penelitian………………………………………………… 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 44 A. Hasil Wawancara Tentang Medication Error dan Drug Therapy
Problems………………………………………………................. 45
1. Dokter ………………………………………………………….. 45 2. Perawat………………………………………………………….. 46 3. Apoteker………………………………………………………… 48
B. Profil Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan………………………………………………………..
49
1. Berdasarkan kelompok umur…………………………………… 49 2. Berdasarkan jenis kelamin……………………………………… 50 3. Berdasarkan pendidikan………………………………………… 52 4. Berdasarkan pekerjaan………………………………………….. 53 5. Berdasarkan diagnosa utama…………………………………… 55
C. Profil Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan………………. 56 1. Jumlah macam obat dan golongan obat………………………… 56 2. Golongan obat dan jumlah saluran pernapasan…………………. 63 3. Bentuk sedíaan………………………………………………….. 65 4. Kekuatan dan frekuensi penggunaan obat.................................... 67
D. Evaluasi Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Mengggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan.......................................................................................
69
1. Drug therapy problems (DTPs)................................................... 69 2. Medication error (ME)................................................................ 76
E. Evaluasi Masalah Utama Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Mengggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan Periode Agustus 2008..................................................
91
F. Rangkuman Pembahasan..................................................................... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 94 A. Kesimpulan......................................................................................... 94 B. Saran................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 96 BIOGRAFI......................................................................................................... 144
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I Bentuk-bentuk Medication error............................................... 9 Tabel II Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems
(DTPs)........................................................................................10
Tabel III Pengelompokkan Berdasarkan Diagnosis Utama Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
56
Tabel IV Pengelompokkan Berdasarkan Jumlah Macam Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
57
Tabel V Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 4 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................
57
Tabel VI Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 5 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................
58
Tabel VII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 6 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
58
Tabel VIII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 7 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................................................................
59
Tabel IX Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 8 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
59
Tabel X Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 9 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
60
Tabel XI Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 10 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
60
Tabel XII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 11 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................................................................
61
Tabel XIII Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 13 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat
xvi
di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................................................................
62
Tabel XIV Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 14 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
62
Tabel XV Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 15 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
63
Tabel XVI Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008................................................................
64
Tabel XVII Pengelompokkan Berdasarkan Sediaan Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................................
66
Tabel XVIII Pengelompokkan Berdasarkan Kekuatan dan Frekuensi Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................
67
Tabel XIX Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................
70
Tabel XX Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008..............................................................................
71
Tabel XXI Kelompok Kasus DTP ADR pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................
72
Tabel XXII Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................................................
73
Tabel XXIII Kelompok Kasus DTP Complience pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...............................................................
75
Tabel XXIV Jumlah Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................
76
Tabel XXV Kelompok Kasus Potensi ME terkait Administration Error pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan
xvii
Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................
77
Tabel XXVI Kelompok Kasus ME Pemberian Obat di Luar Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008............................................
78
Tabel XXVII Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008................................................................
79
Tabel XXVIII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008.............................
81
Tabel XXIX Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
82
Tabel XXX Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
83
Tabel XXXI Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
84
Tabel XXXII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
85
Tabel XXXIII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
86
Tabel XXXIV Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
87
Tabel XXXV Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
88
Tabel XXXVI Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
89
Tabel XXXVII Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
90
Tabel XXXVIII Jumlah Kasus ME pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................
94
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Anatomi sistem saluran pernapasan.............................................. 14 Gambar 2 Mekanisme Kerja Obat Gangguan Sistem Saluran
Penapasan ..................................................................................... 15
Gambar 3 Pengelompokkan Umur Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...................................................................
50
Gambar 4 Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008………………………………
51
Gambar 5 Pengelompokkan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008................................
53
Gambar 6 Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008………………………………
55
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Obat Sisten Saluran Pernapasan Yang Digunakan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008...........................................................
99 Lampiran 2 Hasil Wawancara Terhadap Dokter di Bangsal
Kelas III RS Bethesda……………………………………..
100 Lampiran 3 Hasil Wawancara Terhadap Perawat di Bangsal
Kelas III RS Bethesda………………………………….…..
102 Lampiran 4 Hasil Wawancara Terhadap Apoteker di Bangsal
Kelas III RS Bethesda……………………………………...
111 Lampiran 5 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit
di Rumah Pasien…………………………………………...
113 Lampiran 6 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit
di Rumah Pasien…………………………………………...
114 Lampiran 7 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit
di Rumah Pasien…………………………………………...
115 Lampiran 8 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit
di Rumah Pasien…………………………………………...
116 Lampiran 9 Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit
di Rumah Pasien…………………………………………...
117 Lampiran 10 Rekam Medis Kasus 1.......................................................... 118 Lampiran 11 Rekam Medis Kasus 2......................................................... 119 Lampiran 12 Rekam Medis Kasus 3.......................................................... 120 Lampiran 13 Rekam Medis Kasus 4......................................................... 121 Lampiran 14 Rekam Medis Kasus 5.......................................................... 122 Lampiran 15 Rekam Medis Kasus 6...... ................................................... 123 Lampiran 16 Rekam Medis Kasus 7 ......................................................... 124 Lampiran 17 Rekam Medis Kasus 8.......................................................... 125 Lampiran 18 Rekam Medis Kasus 9.......................................................... 127 Lampiran 19 Rekam Medis Kasus 10........................................................ 128 Lampiran 20 Rekam Medis Kasus 11........................................................ 130 Lampiran 21 Rekam Medis Kasus 12........................................................ 131 Lampiran 22 Rekam Medis Kasus 13........................................................ 132 Lampiran 23 Rekam Medis Kasus 14........................................................ 133 Lampiran 24 Rekam Medis Kasus 15........................................................ 134 Lampiran 25 Rekam Medis Kasus 16........................................................ 135 Lampiran 26 Rekam Medis Kasus 17........................................................ 136 Lampiran 27 Rekam Medis Kasus 18........................................................ 138 Lampiran 28 Rekam Medis Kasus 19........................................................ 139
xx
Lampiran 29 Rekam Medis Kasus 20........................................................ 141 Lampiran 30 Rekam Medis Kasus 21........................................................ 142 Lampiran 31 Rekam Medis Kasus 22........................................................ 143
xxi
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmasis untuk
memaksimalkan hasil terapi dan meminimalkan efek negatif terapi sehingga
tercapai tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Medication error adalah
suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan
proses tersebut masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi
kesehatan (Anonim, 1998), sementara adverse drug reaction (ADR) adalah salah
satu DTP respon obat yang tidak diharapkan pada dosis lazim profilaksis,
diagnosis, penyembuhan, dan koreksi atau mengubah fungsi fisiologi. Mengingat
isu paradigma baru patient safety, sangat penting melakukan observasi kejadian
riil drug therapy problems (DTPs) dan medication error (ME) pada pasien
sehingga dapat disusun suatu strategi pelaksanaan patient safety tersebut.
Patient safety merupakan isu kritis dan harus ditangani dengan tepat
karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety menjadi tanggung jawab
berbagai pihak yang terkait dengan perawatan pasien, utamanya adalah health
care team (dokter, perawat, farmasis, ahli gizi, fisioterapis, dan lainnya) termasuk
keluarga pasien dan juga pemerintah terkait dengan sistem kesehatan nasional.
Farmasis sebagai salah satu health worker dalam health care team harus selalu
meningkatkan kemampuannya dalam hal menjamin penyediaan obat yang
terjamin kualitasnya, melakukan assessment terapi, dan pemberian informasi obat.
Apalagi dengan semakin banyaknya penemuan obat baru dan juga produk obat
1
2
dengan bermacam-macam brand name dari berbagai perusahaan farmasi maka
menjadi tantangan tersendiri bagi farmasis untuk mampu memberikan
rekomendasi pilihan terapi dengan jaminan kualitas dan mutu obat yang baik.
Untuk memenuhi kriteria patient safety diperlukan suatu observasi tentang
kejadian ME dan DTP yang nyata di masyarakat, sehingga dari observasi tersebut
kita dapat menarik benang merah agar didapat suatu strategi pencapaian terapi
yang aman kepada pasien (patient safety).
Kasus medication error di Indonesia tergolong sangat banyak. Salah
satunya pembuatan puyer yang mencampur berbagai macam obat. Medication
error yang terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia mencapai 3
sampai 6,9%, sedangkan peneliti lain melaporkan angka kejadian medication
error yang lebih besar yaitu 4-17% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah
sakit. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa medication error yang terjadi pada
fase administrasi menduduki urutan kedua setelah fase ordering/prescribing
(39%) yaitu sebesar 38% (Dwiprahasto and Kristin, 2008).
Gangguan saluran pernapasan merupakan salah satu penyakit yang banyak
diderita oleh masyarakat. Di Amerika, terdapat 14 sampai 15 juta orang yang
mengidap penyakit gangguan pernapasan dengan gejala yang ringan sampai gejala
yang berat (Beringer et.al., 2005). Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di
dunia dengan masalah penyakit gangguan pernapasan seperti TBC, dimana setiap
tahunnya Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan
sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC (TBC
fact.com). Treatment penyakit TBC salah satunya menggunakan obat antibiotik
3
yang dikenal dengan nama obat anti tuberkolosis (OAT). Berdasarkan seminar
tentang manajemen medication error di rumah sakit Bethesda, diketahui bahwa
golongan antibiotik misalnya obat anti tuberkolosis (OAT) merupakan golongan
obat yang memiliki risiko terbesar terjadinya medication error dibandingkan 9
golongan obat yang lain.
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Bethesda karena merupakan
rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001 dan
merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Rumah sakit ini memiliki 7 orang apoteker dan telah mulai menjalankan
kegiatan farmasi klinis. Selain itu, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
dan RS. Bethesda Yogyakarta telah melakukan suatu kerjasama mengenai
masalah patient safety yang berupa penelitian medication error di RS. Bethesda
yang dilakukan pada tahun 2007.
Sebagai kelanjutan penelitian kemitraan yang sebelumnya, diusulkan
penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Error (ME) terutama
Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems (DTP) pada Pasien RS Bethesda
Yogyakarta Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan).
Penelitian kemitraan ini hasilnya diharapkan dapat diaplikasi pada pelaksanaan
pharmaceutical care di rumah sakit.
4
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan utama yang
diangkat dalam penelitian ini adalah: ”apakah yang menjadi masalah utama
terjadinya Medication Error (ME) fase adminstrasi dan Drug Therapy Problems
(DTPs) pada penggunaan obat sistem saluran pernapasan pasien di RS Bethesda
periode Agustus 2008?”. Selain masalah utama diatas, beberapa penelitian
tambahan yang ingin diamati, yaitu :
a. seperti apa profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan,
diagnosa utama yang mengalami medication error dan drug therapy problem
di RS Bethesda periode Agustus 2008?
b. seperti apa profil penggunaan obat gangguan sistem pernapasan yang meliputi
jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat, kekuatan obat dan
frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mengalami medication error dan
drug therapy problem di RS Bethesda periode Agustus 2008?
c. medication error dan drug therapy problems apa saja yang terjadi pada pasien
RS Bethesda dalam penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan
periode Agustus 2008 (berdasarkan pengamatan prospektif)?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors
dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) belum
5
pernah dilakukan. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan
masalah medication error dan drug therapy problems serta peresepan penggunaan
obat sistem saluran pernapasan telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan
judul sebagai berikut.
a. Pola Pengobatan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas pada Pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1997.
b. Evaluasi Peresepan Obat Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bagian Atas
Nonkomplikasi pada Anak di Instalasi Rawat Rawat Inap di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2000.
c. Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi menyebabkan
Medication Error di Apotek di Kota Yogyakarta periode Januari-Februari
2005.
d. Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda
yang Menerima Resep Racikan dalam Periode 2007 : Kajian Kasus Gangguan
Sistem Pernapasan.
Adapun perbedaan antara penelitian-penelitian diatas adalah penelitian
Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy
Problems pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian
Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) merupakan penelitian yang
dilakukan secara prospektif di bangsal kelas III RS Bethesda dan di rumah pasien
yaitu home visit pasien.
6
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi
bagi tenaga kesehatan untuk mendeskripsikan ME dan DTP penggunaan obat
gangguan sistem pernapasan yang terjadi pada pasien RS Bethesda Yogyakarta.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengambilan keputusan mengenai penggunaan obat gangguan sistem saluran
pernapasan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care dan
menerapkan isu patient safety di rumah sakit yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat di Rumah Sakit Bethesda dan secara
umum rumah sakit di Indonesia.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum disusunnya penelitian ini adalah mengetahui
masalah utama kejadian ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat
pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 (kajian obat
gangguan sistem saluran pernapasan).
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini bertujuan untuk :
a. menggambarkan profil pasien yang menggunakan obat gangguan sistem
saluran pernapasan yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin,
7
pekerjaan, diagnosa utama yang mengalami ME dan DTP di RS Bethesda
periode Agustus 2008.
b. menggambarkan profil obat gangguan sistem saluran pernapasan meliputi
jumlah obat, jenis obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat, kekuatan obat
dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mengalami ME dan DTP
di RS. Bethesda periode Agustus 2008.
c. mengetahui ME dan DTP yang terjadi pada pasien RS Bethesda dalam
penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan periode Agustus
2008 (berdasarkan pengamatan prospektif).
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Medication Error
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang
seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan
dan tanggung jawab profesi kesehatan (Cohen, 1991), dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa
pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya
dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase
prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration.
Dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor
penyebabnya dapat berupa, (Cohen, 1991) :
1. komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun
secara lisan (antara pasien, dokter dan apoteker),
2. sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem
penyimpanan obat, dan lain sebagainya)
3. sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dll),
4. edukasi kepada pasien kurang,
5. peran pasien dan keluarganya kurang.
8
9
Tabel I. Bentuk-bentuk Medication error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008) Prescribing Transcribing Dispensing Administration
Kontraindikasi Duplikasi Tidak terbaca Instruksi tidak jelas Instruksi keliru Instruksi tidak lengkap Penghitungan dosis keliru
Copy error Dibaca keliru Ada instruksi yang terlewatkan Mis-stamped Instruksi tidak dikerjakan Instruksi verbal diterjemahkan salah
Kontraindikasi Extra dose Kegagalan mencek instruksi Sediaan obat buruk Instruksi pengguna-an obat tidak jelas Salah menghitung dosis Salah memberi label Salah menulis instruksi Dosis keliru Pemberian obat di luar instruksi Instruksi verbal dijalankan keliru
Administration error Kontraindikasi Obat tertinggal di samping bed Extra dose Kegagalan mencek instruksi Tidak mencek identitas pasien Dosis keliru Salah menulis instruksi Patient off unit Pemberian obat di luar instruksi Instruksi verbal dijalankan keliru
B. Drug Therapy Problems (DTPs)
Drug Therapy Problems adalah suatu permasalahan atau kejadian yang
tidak diharapkan atau yang kemungkinan akan dialami pasien selama proses terapi
akibat obat, sehingga mengganggu tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi drug
therapy problems merupakan fokus penentuan dan keputusan akhir yang dibuat
dalam tahapan proses pelayanan pasien. Drug therapy problems merupakan
konsekuensi dari kebutuhan akan obat yang kurang tepat, yang juga merupakan
sesuatu yang sentral dalam pharmaceutical care practice. Setiap praktisi tenaga
kesehatan bertanggung jawab untuk membantu pasien yang memerlukan tenaga
profesional dalam hal mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah
yang dialami pasien (Cipolle dan Strand, 2004).
10
Tabel II. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTPs) (Cipolle and Strand, 2004). No Jenis DTP Contoh Penyebab DTP
1
Butuh tambahan terapi obat (need for additional drug therapy)
Timbulnya kondisi medis baru memerlukan tambahan obat baru Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-menerus Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah atau terapi profilaksi.
2 Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu Terapi dengan dosis toksik Penyalah-gunaan obat, merokok, dan alkohol Terapi sebaiknya non-farmakologi Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman
3 Salah obat (wrong drug)
Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi Obat efektif tetapi relative mahal atau bukan yang paling aman Obat sudah resisten terhadap infeksi Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat Kombinasi obat yang salah.
4 Dosis terlalu rendah (dose too low)
Dosis terlalu rendah Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotika untuk operasi Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien
5 Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat
Obat diberikan terlalu cepat Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi Bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan. Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium
6 Dosis terlalu tinggi (dose too high)
Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan Dosis dinaikkan terlalu cepat Obat akumulasi karena terapi jangka panjang Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus
7 Ketaatan pasien (compliance) / gagal menerima obat
Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya
11
C. Interaksi Obat
Interaksi antar obat dapat dapat diartikan sebagai hasil pemberian obat
kombinasi yang dapat berupa respon farmakologi atau klinik yang berbeda dari
respon farmakologi masing-masing obat tersebut apabila diberikan secara tunggal.
Hasil klinis dari interaksi antar obat dapat berefek antagonisme, sinergisme, atau
idiosinkrasi.
Dalam mengevaluasi interaksi obat, yang perlu diperhatikan adalah
signifikansi interaksi. Signifikansi berhubungan dengan jenis dan besarnya efek
yang menentukan kebutuhan monitoring pasien dan perlu tidaknya pengubahan
terapi untuk mencegah efek yang merugikan. Menurut Tatro (2001), signifikansi
klinik meliputi kelas signifikansi, onset dari efek interaksi, dan tingkat keparahan
interaksi.
Semakin rendah suatu nilai kelas interaksi menandakan bahwa interaksi
yang terjadi berbahaya dan telah terbukti, sebaliknya semakin besar nilai
interaksinya maka kemungkinan terjadi interaksi belum jelas karena belum
memiliki bukti. Onset menandakan kecepatan timbulnya efek, ada yang cepat
(terjadi kurang dari 24 jam) dan tertunda (terjadi lebih dari 24 jam atau bahkan
berhari-hari). Terdapat tiga tingkat keparahan, yaitu berat (mengancam jiwa dan
dapat menyebabkan kerusakan permanen), sedang (efek yang terjadi
menyebabkan kondisi klinis pasien menurun, serta ringan (tidak mengancam
jiwa).
12
D. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care atau “asuhan kefarmasian” adalah suatu praktek yang
dilakukan dengan tanggung jawab kepada kebutuhan yang berhubungan obat
individu pasien dan diselenggarakan berdasarkan komitmen tanggung jawab
tersebut (pharmaceutical care is a practice in which the practioner takes
responsibility for a patient’s drug-related needs, and is held accountable for
commitment). Tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian,
yaitu :
1. menjamin semua terapi yang diterima oleh individu pasien sesuai
(appropriate), paling efektif (the most effective possible), paling aman (the
safest available), and praktis (convenient enough to be taken as indicated).
2. mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah permasalahan berhubungan
terapi dengan obat yang menghambat pelaksanaan tanggung yang pertama
(Strand et.al., 2004 dan Rovers et.al., 2003).
E. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saluran Pernapasan
Sistem saluran pernapasan dapat dibedakan menjadi 2 menurut letaknya,
yaitu sistem saluran napas bagian atas dan sistem saluran napas bagian bawah.
1. Saluran nafas bagian atas
a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal, yaitu
dihangatkan, disaring dan dilembabkan.
13
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari,
Pseudostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan
partikel partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan
disaring oleh bulu hidung, sel goblet dan kelenjar serous yang berfungsi
melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian
udara akan diteruskan ke :
b. nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
c. orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat
pangkal lidah)
d. laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
(Anonim, 2008b).
2. Saluran napas bagian bawah
Saluran napas bagian bawah terdiri dari :
a. laring, terdiri dari tiga struktur yang penting, seperti tulang rawan krikoid,
selaput/pita suara, epiglotis, glotis
b. trakhea, merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾
cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh
membran fibroelastic menempel pada dinding depan esofagus
c. bronkhi, merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut carina. Bronchus kanan lebih pendek, lebar dan
lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi, lobus
14
superior, medius, inferior. Bronchus kiri terdiri dari lobus superior dan
inferior
d. alveoli, terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisia (Anonim,
2008b).
Gambar 1. Anatomi Sistem Saluran Pernapasan (Anonim, 2008a)
F. Gangguan Saluran pernapasan
Obstruksi paru atau saluran pernapasan didefinisikan sebagai penurunan
kapasitas paru untuk mengeluarkan udara dari dalam paru melalui saluran
bronkus. Penurunan kapasitas paru ini dapat disebabkan oleh pengecilan diameter
saluran bronkus, kehilangan integritas paru (bronchomalacia), atau penurunan
elastisitas (emphysema) sehingga menyebabkan penurunan tekanan dalam saluran
15
bronkus. Penyakit yang berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan adalah
asma dan infeksi bronkus (bronkhitis kronis) (Beggs et.al., 2007).
Gambar 2. Mekanisme Kerja Obat Gangguan Sistem Saluran Penapasan (Neal, M.J., 2006)
Restrictive lung disease didefinisikan sebagai ketidakmampuan paru untuk
memasukkan udara kedalam paru dan untuk mempertahankan udara dalam paru
pada keadaan normal. Kebanyakan restrictive lung disease sering dihubungkan
dengan gangguan atau destruksi dari membran kapiler alveoli (Dipiro, 2005).
1. Emfisema paru
Istilah emfisema paru berarti adanya udara yang berlebihan di dalam paru.
Tetapi istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan proses obstruktif dan
16
destruktif paru yang kompleks akibat merokok selama bertahun-tahun. Efek
fisiologis dari emfisema kronik sangat bervariasi, bergantung pada beratnya
penyakit dan perbandingan derajat infeksi bronkiolis relatif terhadap kerusakan
parenkim paru. Emfisema kronik biasanya berkembang secara lambat selama
bertahun-tahun. Seseorang akan mengalami hipoksia dan hiperkapnia karena
hipoventilasi pada banyak alveoli dan karena kehilangan dinding alveolus. Hasil
akhir dari semua efek ini adalah kekurangan udara (air hunger) yang hebat, lama,
dan bersifat merusak yang dapat berlangsung bertahun-tahun sampai hipoksia dan
hiperkapnia menyebabkan kematian (Guyton dan Hall, 2007).
2. Sianosis
Istilah sianosis berarti kebiruan pada kulit, dan penyebabnya adalah
hemoglobin yang tidak mengandung oksigen jumlahnya berlebihan dalam
pembuluh darah kulit, terutama dalam kapiler. Hemoglobin yang tidak
mengandung oksigen berwarna biru gelap keunguan yang terlihat melalui kulit.
Pada umumnya, sianosis muncul apabila darah arteri mengandung lebih dari 5
gram hemoglobin yang tidak mengandung oksigen dalam setiap 100 ml darah
(Guyton dan Hall, 2007).
3. Dispnea
Dispnea berarti penderitaan mental yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan udara. Sinonim yang
sering dipakai adalah “air hunger”. Tiga faktor yang sering menyertai
perkembangan sensasi dispnea, yaitu kelainan gas-gas pernapasan dalam cairan
tubuh terutama hiperkapnia dan hipoksia (dengan porsi yang jauh lebih sedikit),
17
jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk menghasilkan
ventilasi yang memadai, keadaan pikiran orang tersebut. Seseorang menjadi
sangat dispnea terutama akibat pembentukan karbon dioksida yang berlebihan
dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu waktu kadar karbondioksida dan oksigen
dalam cairan tubuh dalam batas normal, tetapi untuk mencapai gas-gas ini dalam
batas normal, orang tersebut harus bernapas dengan kuat pada keadaan seperti ini,
aktivitas otot-otot pernapasan yang kuat sering kali memberi sensasi dispnea pada
orang tersebut (Guyton dan Hall, 2007).
4. Efusi pleura
Efusi pleura berarti terjadi penggumpalan sejumlah besar cairan bebas dalam
ruang pleura. Keadaan ini analog dengan cairan edema dalam jaringan, dan dapat
disebut sebagai “edema rongga pleura”. Penyebab efusi adalah sama dengan yang
menyebabkan edema pada jaringan lain, yaitu :
a. hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
b. gagal jantung, yang menyebabkan tekanan perifer dan kapiler paru menjadi
sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan
kedalam rongga pleura.
c. tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun, sehingga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan.
d. infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga
pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran protein
plasma dan cairan kedalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall, 2007).
18
G. Asma
1. Definisi
Asma merupakan gangguan yang terjadi pada saluran napas berupa
inflamasi kronis akibat pengaruh sel-sel, seperti pada sel mast, eosinofil dan
limfosit T. Pada orang-orang yang rentan proses inflamasi ini dapat memunculkan
gejala berupa wheezing, sesak napas, nyeri dada dan batuk terutama pada malam
dan subuh. Gejala-gejala ini biasanya dapat meluas, akan tetapi serangan dapat
kembali secara sendirinya atau dengan penanganan (Borner et.al., 1998).
Berdasarkan NAEP (Health Nasional Astma Education Program)
mendefinisikan asma sebagai gangguan paru yang memiliki ciri/gejala :
a. penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel (tetapi tidak sepenuhnya
reversibel pada pasien-pasien tertentu) secara spontan atau dengan
menggunakan penanganan.
b. pembengkakan saluran napas
c. peningkatan respon saluran napas akibat berbagai macam stimulus.
Namun dengan berkembangnya teknologi, dapat meningkatkan pengetahuan kita
tentang adanya pengaruh asma yang muncul berhubungan dengan imunobiologi,
biokimia, psikologi dan bahkan tentang pengaruh genetik terhadap timbulnya
asma (Dipiro, 2005).
2. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan penyakit umum yang dapat diderita oleh anak
maupun dewasa (Dipiro, 2005). Namun insidensi serangan asma pada orang
dewasa jarang untuk diteliti. Berdasarkan The National Health and Nutrition
19
Survey, menyatakan bahwa serangan asma pada orang dewasa lebih tinggi pada
perempuan dibanding laki-laki (Borner et.al., 1998), walaupun alasan peningkatan
insidensi asma tidak diketahui dengan pasti, namun pemejanan akibat alergen dan
iritasi pada jalan napas seperti asap rokok pada anak-anak dapat meningkatkan
risiko terjadinya asma. Kualitas udara yang jelek dapat meningkatkan risiko
terjadinya asma (Dipiro, 2005).
3. Etiologi
Penyebab asma yang umum adalah hipersensitivitas kontraktil bronkiolus
sebagai respon terhadap benda – benda asing di udara. Pada pasien dibawah usia
30 tahun, sekitar 70% asma disebabkan oleh hipersensitivitas alergik, terutama
hipersensitivitas terhadap bahan iritan nonalergik di udara. Pada pasien yang
lebih tua, penyebab hampir selalu hipersensitivitas terhadap bahan iritan non
alergenik di udara, seperti iritan kabut asap (Guyton dan Hall, 2007).
4. Patofisiologi
Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar kelainan
faal. Kelainan patologi yang terjadi adalah obstruksi saluran napas,
hiperesponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos bronkus, hiperesekresi
mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel, eksaserbasi, asma malam dan
analisis gas darah (Borner et.al., 1998).
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik asma adalah dispnea, suara wheezing ketika inspirasi
dan ekspirasi, batuk kering, tachypnea, takikardi.
20
6. Strategi terapi
a. Non-farmakologi
1) Menjauhkan pasien dari penyebab atau alergen yang dapat memicu
terjadinya asma
2) Olahraga ringan secara teratur
b. Farmakologi
1) β2 agonis
β2 agonis merupakan bronkodilator yang paling efektif. Terdapat 2 tipe
obat bronkodilator, yaitu : Simpatomimetik bronkodilator dan Derivat
xantin (methylxanthines).
Simpatomimetik bronkodilator bekerja dengan membuka bronkus
sehingga udara dapat mengalir masuk kedalam bronkus. Mekanisme
kerjanya yaitu menstimulasi sistem saraf parasimpatik dan melepaskan
mediator kimiawi sehingga menimbulkan bronkodilatasi (Beringer et.al.,
2005). Contoh golongan obat simpatomimetik yaitu salbutamol
(Salbron®), orsiprenalin sulfat (Alupent®), prokaterol HCl (Meptin®),
salmeterol (Seretide®).
Derivat xantin (metilxantin) menstimulasi SSP untuk menghasilkan efek
bronkodilatasi. Mekanisme obat derivat xantin yaitu meningkatkan siklik
cAMP dan menghambat kerja enzim fosfodiesterase yang mendegradasi
cAMP (Beringer et.al., 2005). Contoh obat golongan ini yaitu teofilin
(Quibron TSR®).
21
2) Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid, misalnya flutikason propionat (Flixotide®)
diberikan secara inhalasi dan bekerja dengan menurunkan proses inflamasi
pada pasien asma.
3) Antagonis reseptor leukotrien dan penghambat saluran leukotrien
Golongan obat antagonis reseptor leukotrien misalnya zafirlukast
(Accolate®) merupakan contoh obat golongan penghambat saluran
leukotrien. Zafirlukast bekerja sebagai antagonis reseptor leukotrien
dengan menghambat reseptor leukotrien untuk berikatan dengan leukotrien
di saluran napas, mencegah edema sehingga menghasilkan bronkodilatasi
(Beggs et.al., 2007).
H. COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
1. Definisi
Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) adalah penyakit progresif
yang memiliki karakteristik terbatasnya aliran udara yang tidak sepenunya
reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi paru-paru akibat partikel
atau gas yang berbahaya (Dipiro, 2005).
2. Epidemiologi
COPD merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat
setelah kanker, gangguan hati, dan cerebrovaskular accident. Pada tahun 2000,
lebih dari 119.000 orang meninggal di Amerika Serikat dan 2,74 juta orang
22
meninggal diseluruh dunia akibat COPD. Kematian tertinggi lebih banyak pada
pria dan jenis kulit berwarna putih (Dipiro, 2005).
3. Etiologi
Penyebab utama COPD adalah asap rokok. Faktor lain dapat berupa
gangguan atau predisposisi genetik, debu atau partikel serta zat kimia yang
terhirup dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan sel dan berujung dengan
COPD (Dipiro, 2005).
4. Patofisiologi
COPD dikarakteristikkan sebagai proses inflamasi kronik pada saluran
pernapasan. Tidak hanya pada saluran pernapasan, proses inflamasi ini juga pada
pembuluh darah pada paru-paru. Inflamasi pada penyakit COPD sering
berhubungan dengan neutrofil di alam, akan tetapi makrofag, dan limfosit CD8
juga memainkan peran yang cukup besar (Dipiro, 2005).
5. Manifestasi klinik
Diagnosis COPD didasarkan atas gejala yang ditunjukkan oleh pasien
yang berupa, batuk, produksi sputum, sesak napas, serta pernah terpejan faktor
risiko seperti merokok, dan pemejanan bahan berisiko (debu atau zat kimia)
(Dipiro, 2005).
6. Strategi terapi
a. Non-farmakologi
1) Mengurangi atau bahkan menghentikan merokok, jika pasien bukan
seorang perokok jauhkan dari asap rokok.
2) Melakukan olahraga ringan secara teratur.
23
b. Farmakologi
Pada umumnya terapi COPD hampir sama dengan terapi asma, yaitu
penggunaan agen bronkodilator yaitu golongan simpatomimetik (β2 agonis),
antikolinergik dan metilxantin. Namun yang membedakan antara terapi asma
dengan COPD adalah dari segi bentuk sediaan. Untuk terapi COPD lebih
disarankan dalam bentuk sediaan inhalasi, hal ini karena sediaan oral dan
parenteral kurang efektif dibanding sediaan inhalasi (MDI), selain itu efek
samping yang berupa takikardi dan tremor lebih banyak terjadi pada sediaan
oral dan parenteral (Dipiro, 2005).
Salah satu terapi COPD yang sering disarankan yaitu penggunaan agen
kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik. Terapi ini disarankan kepada
pasien yang mengalami penyakit yang progress dan tidak memperlihatkan
gejala yang semakin baik. Contoh terapi ini yaitu inhalasi kombinasi
salbutamol dan ipratropium bromida (Combivent MDI®).
I. Sinusitis
1. Definisi
Sinusitis merupakan suatu proses inflamasi atau infeksi pada sinus
pranasal mukosa. Istilah rhinosinusitis digunakan oleh beberapa ahli karena
sinusitis secara khas juga terjadi pada mukosa nasal. Sinusitis dibagi menjadi dua
macam, yaitu sinusitis akut dan kronis. Sinusitis akut didefinisikan sebagai proses
inflamasi yang terjadi selama 30 hari sedangkan sinusitis kronis didefinisikan
sebagai proses inflamasi lebih dari 3 bulan (Dipiro, 2005).
24
2. Epidemiologi
Sinusitis lebih banyak terjadi pada anak-anak dibanding dewasa. Diantara
anak-anak yang terinfeksi saluran napas akibat virus, 5%-13% mengalami
komplikasi sinusitis akibat bakteri. Infeksi saluran napas bagian atas akibat virus
yang terjadi pada dewasa, hanya 0,5%-2% yang mengalami komplikasi sinusitis
akibat bakteri (Dipiro, 2005).
3. Etiologi
Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus dan tidak jarang juga infeksi
bakteri, dimana cukup sulit untuk membedakan penyebabnya karena memilki
gejala yang sama. Infeksi virus biasanya dapat sembuh setelah 7 sampai 10 hari.
Jika gejala tidak berkurang setelah 7 sampai 10 hari diindikasi terinfeksi bakteri
(Dipiro, 2005).
4. Patofisiologi
Hampir sama dengan otitis media, akut sinusitis didahului dengan infeksi
saluran pernapasan oleh virus sehingga menyebabkan inflamasi pada mukosal.
Inflamasi ini dapat menyebabkan obstruksi pada sinus ostia. Sekresi mukosal
menjadi terjebak, pertahanan lokal gagal, bakteri yang berasal dari luar mulai
berploriferase. Patogenesis sinusitis kronis tidak diketahui secara pasti.
Kemungkinan disebabkan oleh patogen yang mempengaruhi fungsi imun
penderita. Beberapa pasien mengalami gejala kronis setelah mengalami infeksi
akut sebelumnya (Dipiro, 2005).
25
5. Manifestasi klinik
Gejala atau tanda sinusitis akut pada dewasa, yaitu keluarnya cairan
hidung (meler), nyeri pada sinus maxillary, jika gejala muncul selama 7 hari atau
lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada anak-anak, yaitu
keluarnya cairan hidung, batuk, lebih dari 10-14 hari atau suhu tubuh mencapai
39OC atau pembengkakan hidung disertai nyeri (Dipiro, 2005).
Gejala atau tanda sinusitis kronis umumnya seperti gejala sinusitis akut
tetapi tidak spesifik. Terjadi rhinorhea yang berhubungan dengan eksaserbasi
akut. Batuk tidak produktif yang kronis, laringitis, dan sakit kepala. Biasanya
terjadi 3 hingga 4 kali pertahun dan tidak dapat diatasi oleh dekongestan (Dipiro,
2005).
6. Strategi terapi
a. Non-farmakologi
1) Banyak minum air putih untuk menurunkan konsentrasi mukus
2) Menggunakan terapi uap panas untuk melegakan jalan napas
3) Istirahat yang cukup
b. Farmakologi
1) Dekongestan
Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan bengkak pada saluran
hidung. Dekongestan sering digunakan untuk mengatasi gejala common cold,
badan panas (fever), sinusitis, rhinitis dan alergi saluran pernapasan lainnya.
Dekongestan hidung merupakan obat simpatomimetika, dimana obat ini
meningkatkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di bagian membran
26
hidung. Vasokonstriksi dapat menurunkan bengkak pada saluran hidung
(Beggs, Susan, et al, 2007). Contoh obat dekongestan oral yaitu, gabungan
pseudoefedrin dan terfenadin (Rhinofed®).
2) Antitusif
Antitusif merupakan substansi yang bekerja secara spesifik untuk
menghambat dan menekan batuk. Golongan antitusif dapat diklasifikasikan
berdasarkan tempat kerjanya. Misalnya antitusif yang bekerja dengan
menekan SSP dan menghambat pusat batuk di medula serta meningkatkan
ambang refleks batuk. Kategori lain antitusif yaitu antitusif narkotik misalnya
kodein dan nonnarkotik misalnya dekstrometorfan HBr (Beringer et.al., 2005).
3) Mukolitik dan Ekspektoran
Mukolitik merupakan golongan obat yang mengencerkan dahak di saluran
pernapasan, dengan cara menurunkan viskositas atau kekentalan dari dahak
(Beggs et.al., 2007). Contoh obat mukolitik, seperti asetil sistein (Fluimucil®),
ambroksol HCl (Mucopect®), bromheksin HCl (Bisolvon®, Mucosulvan®).
Ekspektoran merupakan golongan obat yang berfungsi untuk menolong
mengeluarkan dahak yang kental dari saluran pernapasan (Beggs et.al., 2007).
Contoh agen ekspektoran adalah Sanadryl® dan Deladryl® .
J. Pneumonia
1. Definisi
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan beberapa
atau seluruh alveoli terisi cairan dan sel-sel darah (Guyton dan Hall, 2008).
27
2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan infeksi umum yang menyebabkan kematian
terbanyak di Amerika Serikat, dimana 4 juta kasus didiagnosis tiap tahunnya.
Pneumonia dapat menyerang semua kalangan umur, akan tetapi yang paling
banyak terjadi pada balita, orang tua dan yang mengidap penyakit kronis (Dipiro,
2005).
3. Etiologi
Patogen yang paling banyak menyebabkan pneumonia pada dewasa adalah
S. pneumoniae dan M. pneumoniae. Pneumococcus merupakan bakteri penyebab
umum pneumonia di semua kelompok umur. M. pneumoniae menyebabkan 10%-
20% kasus pneumonia (Dipiro, 2005).
4. Patofisiologi
Bakteri yang masuk ke dalam saluran pernapasan, kemudian akan kontak
dengan alveoli kemudian bakteri akan ditangkap lapisan cairan epitelial,
kemudian individu akan membentuk antibodi imunoglobulin G sesuai dengan
respon imunologisnya. Tahap selanjutnya adalah tahap fagositosis oleh makrofag
alveolar. Terjadinya pneumonia disebabkan jika pertahanan paru-paru gagal
menahan infeksi bakteri (Dipiro, 2005).
5. Manifestasi klinik
Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi
(non spesifik), gejala pada paru, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik
meliputi demam, menggigil, dan gelisah. Gejala pada paru timbul ketika proses
infeksi berlangsung, seperti demam, batuk, pilek dan nyeri dada. Nyeri yang
28
dirasakan disebabkan peradangan pada pleura akibat infeksi bakteri (Guyton dan
Hall, 2008).
6. Strategi terapi
Terapi suportif dapat digunakan untuk mengatasi gejala penyakit
pneumonia. Terapi suportif yang dapat digunakan yaitu penggunaan oksigen,
penggunaan bronkodilator, misalnya salbutamol ketika terjadi bronkospasme,
analgesik antipiretik ketika pasien mengalami demam.
Terapi menggunakan antibiotik pada umumnya sama seperti terapi
penyakit infeksi lain, yaitu menggunakan antibiotik spektrum luas pada awal
pengobatan yang efektif melawan patogen. Antibiotik empiris dapat digunakan
setelah mendapatkan hasil kultur kuman penyebab pneumonia. Bakteri yang
umumnya terdapat pada pasien dewasa penderita bronchitis kronis yaitu
Pneumococcus, H. influenzae, M. catarrhalis. Terapi yang dapat digunakan yaitu
cefuroksim, makrolida-azalide misalnya klaritromisin (0,5–1gram/hari),
eritromisin (1-2 gram/hari), azitromisin (500mg/hari kemudian menjadi
250mg/hari selama 4 hari) dan fluorokuinolon misalnya levofloksasin (0,5 – 0,75
gram/hari).
K. Bronchitis
1. Definisi
Bronchitis merupakan kondisi inflamasi pada elemen yang kecil maupun
yang luas pada batang tracheobronkial. Infamasi yang terjadi tidak mencapai
alveoli. Bronchitis dapat dibagi menjadi bronchitis akut dan kronis. Bronchitis
29
akut dapat terjadi pada semua umur sedangkan bronchitis kronis biasanya hanya
muncul pada dewasa (Dipiro, 2005).
2. Epidemologi
Bronchitis kronis merupakan penyakit nonspesifik yang sering diderita
oleh orang dewasa. Antara 10% - 20% populasi orang dewasa berumur 40 tahun
atau lebih menderita bronchitis kronis. Bronchitis kronis lebih banyak diderita
oleh pria dibandingkan wanita (Dipiro, 2005).
3. Etiologi
Bronchitis kronis merupakan hasil dari berbagai faktor, misalnya merokok,
pemejanan debu atau bahan yang berbahaya, asap, dan berbagai polutan serta
infeksi bakteri atau kemungkinan virus. Pengaruh berbagai faktor ini baik secara
tunggal ataupun kombinasi berbagai faktor dapat menyebabkan bronchitis kronis,
namun mekanismenya tidak diketahui. Asap rokok dapat mengiritasi saluran
napas dan dipercaya sebagai faktor predominan bronchitis kronis (Dipiro, 2005).
4. Patofisiologi
Pada bronchitis kronis, dinding bronkus menjadi tebal dan terjadi sekresi
mukus secara berlebihan oleh sel goblet di permukaan epitelium pada bronkus
yang besar dan kecil. Secara normal, sel goblet umumnya tidak muncul pada
bronkus yang kecil. Akibat peningkatan jumlah sel goblet, terjadi hipertropi dari
kelenjar mukus dan dilatasi dari kelenjar duktus mukus. Sebagai hasil dari
perubahan yang terjadi, bronchitis kronis terjadi akibat banyaknya mukus pada
saluran napas sehingga mengganggu kerja paru secara normal. Selain itu terjadi
metaplasia sel skuamosa pada permukaan epitel, edema dan peningkatan
30
vaskularitas dari membran saluran napas dan inflamasi kronis pada sel infiltrasi.
Hasil akhir dari semua proses ini adalah obstruksi dan kelemahan dinding bronkus
(Dipiro, 2005).
5. Manifestasi klinik
Penanda bronchitis kronis yaitu batuk produktif ringan hingga berat.
Biasanya batuk dan produksi dahak akan meningkat pada pagi hari. Warna
sputum bervariasi mulai dari putih hingga kuning kehijauan. Beberapa pasien
yang melaporkan diri telah batuk berdahak selama hampir 3 bulan berurutan
mengidap bronchitis kronis. Pada tahap bronchitis kronis yang progresif,
ditemukan cor pulmonale, hepatomegali, edema pada anggota gerak bagian
bawah. Secara umum, bronchitis kronis tidak menyebabkan penurunan berat
badan (dapat mempertahankan berat badan pada kisaran normal ), namun juga
dapat menyebabkan peningkatan berat badan hingga kegemukan (Dipiro, 2005).
6. Strategi terapi
a. Non-farmakologi
1) Hindarkan pasien dari bahan-bahan yang dapat mengiritasi, misalnya
asap rokok.
2) Banyak minum air putih untuk menurunkan kekentalan dahak
b. Farmakologi
Pasien yang pernapasannya terbatas dapat diberikan obat bronkodilator
misalnya salbutamol inhalasi dengan dosis 3-4 kali sehari 1-2 semprot, jika
produksi dahaknya berlebih dan sulit untuk dikeluarkan dapat digunakan agen
mukolitik misalnya N-asetil sistein.
31
Diagnosis etiologik bronchitis sangat sulit untuk dilakukan, sehingga
pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan hasil kultur
kuman penyebab. Misalnya jika penyebab pneumonia akibat bakteri
Streptococcus pneumonia maka antibiotik yang dapat digunakan yaitu
eritromisin (0,5 gram 3x/hari) atau turunannya misalnya klaritromisin dan
azitromisin (0,25-0,5 gram 1x/hari). Altenatif antibiotik lain yang berasal dari
golongan fluorokuinolon misalnya, levofloksasin (0,5–0,75 gram 1x/hari)
dapat digunakan.
L. TBC (Tuberculosis)
1. Definisi
Tuberkolosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang tertinggi
dibanding penyakit infeksi lain yang dapat membunuh penderitanya tanpa
diketahui secara perlahan-lahan, atau cepat jika tidak ditangani dengan benar
(Dipiro, 2005).
2. Epidemologi
Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun
1995 menunjukan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor
tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada
semua kelompok umur, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. WHO
1999 memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru dengan kematian
sekitar 140.000 (Anonim, 2005).
32
3. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit TBC,
dimana berbentuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya
mengandung komplek lipida-glikolipida sarta lilin (wax) yang sulit ditembus zat
kimia. Kuman ini memiliki sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan pada uji mikrobiologis sputum dahak, oleh karena itu disebut sebagai
Basil Tahan Asam (BTA) (Dipiro, 2005).
4. Patofisiologi
Ketika kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem
peredaran darah dan saluran limfe, saluran pernapasan serta melalui saluran lain.
Infeksi berlangsung ketika kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, mengakibatkan peradangan di dalam paru.
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami
batuk dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau
pernah batuk darah, nafsu makan dan berat badan menurun, demam dan
berkeringat pada malam hari (Dipiro, 2005).
6. Strategi terapi
Terapi penyakit tuberkolosis menggunakan antibiotik yang dikenal dengan
nama obat anti tuberkolosis (OAT). Terdapat tiga kategori pengobatan, yaitu
kategori 1, kategori 2 dan kategori 3.
33
Tahap kategori 1 (intensif) terdiri dari HRZE (isonisazid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol) yang diminum setiap hari selama 4 bulan. Terapi
kategori ini diberikan kepada pasienn baru TB paru BTA positif.
Rifampisin digunakan dengan dosis TB laten yaitu 10mg/kg BB
(maksimal 600mg/hari) selama 4 bulan. Isoniasid digunakan dengan dosis TBC
aktif: 5mg/kg/hari (dosis yang umum digunakan yaitu 300mg/hari). Etambutol
digunakan dengan dosis terapi harian 15-25mg/kg atau pasien dengan berat badan
40-55kg : 800mg, 56-75kg : 1200mg, 76-90kg : 1600mg. Pirazinamid digunakan
dengan dosis :dewasa : 15-30mg/kg/hari, Terapi harian : 40-55 kg : 1000mg ; 56-
75 kg : 1500mg ; 76-90kg : 2000 mg (Lacy et.al., 2006).
M. Keterangan Empiris
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors
(ME) Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems (DTPs) pada Pasien RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian Obat Gangguan Sistem
Saluran Pernapasan) diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
kejadian medication error dan drug therapy problems yang terjadi di RS
Bethesda, serta dapat digunakan untuk mengurangi kejadian ME dan DTP
penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan pada pasien di RS Bethesda
Yogyakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase
Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda Periode
Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan) merupakan
penelitian non eksperimental, rancangan penelitian eksploratif deskriptif yang
bersifat prospektif (Pratiknya, 1986).
Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya
dilakukan secara apa adanya, tanpa adanya manipulasi atau intervensi serta
perlakuan dari peneliti (Pratiknya, 1986). Rancangan penelitian deskriptif
eksploratif merupakan rancangan yang mendeskripsikan suatu fenomena tanpa
mencoba menganalisis mengapa dan bagaimana fenomena itu dapat terjadi.
Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini
mengikuti keadaan kasus (observasi pasien) selama mendapatkan perawatan dan
juga dengan melihat lembar catatan mediknya serta melakukan wawancara pasien
dan tenaga kesehatan.
B. Definisi Operasional
1. Masalah Utama merupakan penyebab utama dari masalah pengobatan pasien
yang ditemukan pada fase administrasi.
34
35
2. Fase administrasi merupakan suatu fase pada saat obat diberikan dan
digunakan oleh pasien.
3. Periode Agustus 2008 pada penelitian ini dimulai dari tanggal 4 Agustus – 4
September 2008.
4. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan
menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Bangsal kelas III
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008.
5. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang
memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,
diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat,
hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume pasien dewasa yang
menerima obat gangguan sistem saluran pernapasan di RS Bethesda
Yogyakarta periode Agustus 2008.
6. Karakteristik pasien meliputi distribusi umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, diagnosis dan penyakit penyerta.
7. Karakteristik peresepan obat meliputi unsur jumlah obat, jenis obat, bentuk
sediaan obat, aturan pemakaian obat, kekuatan, frekuensi pemberian.
8. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information
Handbook (Lacy et.al., 2006).
9. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat
dalam resep yang diberikan kepada pasien berdasarkan sumber referensi
Drug Interaction Fact (Tatro, 2001).
36
10. Home visit adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi pasien setelah
keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, yang dilakukan pada
pasien yang menyetujui informed consent.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian meliputi: pasien yang dirawat inap di Bangsal Kelas
III RS Bethesda periode Agustus 2008. Kriteria inklusi subyek adalah pasien
yang dirawat di bangsal dewasa yang dilayani oleh farmasis klinis Rumah Sakit
Bethesda dan pasien rawat jalan rumah sakit yang menerima terapi obat sistem
saluran pernapasan pada bulan Agustus 2008. Bahan penelitian meliputi catatan
medik pasien termasuk peresepannya. Kriteria eksklusi subyek adalah pasien
yang tidak bersedia bekerja sama dan meninggal dunia selama penelitian sedang
berlangsung.
Terdapat 80 kasus pasien yang dirawat di Bangsal Kelas III Rumah
Sakit Bethesda selama Periode Agustus 2008. Terdapat 22 kasus pasien yang
menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan. Dari 22 kasus pasien
yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan yang dirawat di
bangsal rawat inap, terdapat 5 pasien yang menyetujui informed consent untuk
dilakukan home visit.
Sebagai subjek wawancara adalah tenaga medis yang bekerja di bangsal
kelas III Rumah Sakit Bethesda, yang terdiri dari 3 dokter, 14 perawat serta
seorang apoteker.
37
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien
dewasa yang menerima resep obat gangguan sistem saluran pernapasan dan
dirawat inap di Bangsal Kelas III RS Bethesda periode Agustus 2008 yang ditulis
oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara
kepada perawat dan pasien atau keluarga yang mendampingi bila dimungkinkan
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data laboratorium sederhana seperti
tensi meter (Tensoval®), termometer, alat pengukur kadar gula (Gluco Dr®),
dan alat pengukur kadar kolesterol (Easy Touch®)
2. form pemantauan pasien dan form penggunaan obat pasien selama di bangsal
dan di rumah.
3. panduan wawancara terstruktur kepada pasien pada saat visit bangsal dan
home visit di rumah pasien.
4. panduan wawancara terstruktur kepada perawat, apoteker dan dokter.
F. Tempat penelitian
Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase
Administrasi dan Drug Therapy Problems Pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 (Kajian Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan)
dilakukan di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta untuk kasus rawat inap
38
dan di tempat tinggal pasien untuk pasien yang bersedia dilaksanakannya home
visit dan yang telah menyetujui informed consent.
G. Tata Cara Penelitian
Terdapat tiga tahapan dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi, tahap
pengambilan data dan tahap penyelesaian data.
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini, penelitian dimulai dengan penyusunan proposal dan
kemudian dipresentasikan didepan perwakilan dokter dan apoteker RS Bethesda.
Pada tahap orientasi ini peneliti mencari informasi mengenai penggunaan obat
gangguan sistem saluran pernapasan di Bangsal RS Bethesda. Selain itu, untuk
mencari teknis pengambilan data yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas di
bangsal tersebut. Tahap orientasi dari penyusunan proposal kegiatan hingga
melakukan orientasi langsung ke lapangan menghabiskan waktu 2 bulan, yaitu
dari bulan Juni hingga Agustus.
2. Tahap pengambilan data
Pada tahap ini, pengambilan data terbagi menjadi 2, yaitu pengambilan
data primer dan pengambilan data sekunder.
Pengumpulan data primer dibagi meliputi :
a. pengamatan langsung penggunaan obat pasien baik di bangsal maupun di
rumah bagi pasien yang menyetujui informed consent. Home visit dilakukan
di Propinsi Yogyakarta, kecuali kabupaten Gunung Kidul tidak dilakukan
home visit.
39
b. wawancara langsung kepada pasien bila memungkinkan atau kepada keluarga
pasien yang mendampingi. Selain itu wawancara dilakukan terhadap dokter,
perawat, dan keluarga pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data
penunjang untuk membantu mendeskripsikan hasil penelitian.
Pengumpulan data sekunder meliputi pencatatan lembar catatan medis pasien.
Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan,
riwayat penyakit, riwayat keluarga, lama tinggal di rumah sakit, anamnesis,
diagnosis, obat yang diberikan (terapi), dan data laboratorium serta
keterangan kesembuhan pasien.
3. Tahap Penyelesaian Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa
keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian,
tanggal pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, waktu penggunaan obat
oleh pasien, serta nama obat yang diberikan kepada pasien di RS Bethesda
Yogyakarta yang menerima obat gangguan sistem saluran pernapasan.
Data-data diatas kemudian dievaluasi meliputi interaksi obat secara teorita
farmasetika, farmakokinetika, dan farmakodinamika terutama interaksi yang
bersifat clinically significant (Tatro, 2001) serta evaluasi kerasionalan
berdasarkan drug therapy problems (DTPs) yang ditemukan berdasarkan
pembanding standar atau referensi atau evidence based medicine, misalnya yang
bersumber dari buku Drug Information Handbook (Lacy et.al., 2006).
40
Data digunakan untuk identifikasi medication error dan drug therapy
problems yang mungkin terjadi dan juga untuk identifikasi masalah utama
kejadian ME dan DTP.
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar.
1. Persentase berdasarkan umur pasien dikelompokkan dalam umur 18 tahun –
35 tahun ; >35 tahun – 55 tahun ; >55 tahun – 75 tahun dan >75 tahun,
dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok umur
dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan
obat gangguan sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.
2. Persentase berdasarkan jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi 2, yaitu
pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara
menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan
jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat gangguan
sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.
3. Persentase berdasarkan tingkat pendidikan pasien dikelompokkan menjadi 4,
yaitu tingkat pendidikan tidak diketahui, pasien dengan tingkat pendidikan
tidak / belum tamat SD, pasien dengan tingkat pendidikan SLTP dan pasien
dengan tingkat pendidikan SLTA. Persentase dihitung dengan cara
menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok tingkat pendidikan dibagi
dengan jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat
gangguan sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.
41
4. Persentase berdasarkan jenis pekerjaan pasien dikelompokkan menjadi 7,
yaitu swasta, petani, pegawai negeri sipil, buruh, pedagang, ibu rumah tangga
dan tidak diketahui pekerjaannya. Persentase dihitung dengan cara
menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis pekerjaan dibagi dengan
jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan menggunakan obat gangguan
sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan 100%.
5. Persentase berdasarkan diagnosis pasien dikelompokkan menjadi 3, yaitu
kelompok pasien dengan satu diagnosis, kelompok pasien dengan dua
diagnosis dan kelompok pasien dengan tiga diagnosis. Persentase dihitung
dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok berdasarkan
diagnosis dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien yang dirawat dan
menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan kemudian dikalikan
100%.
6. Persentase berdasarkan jumlah macam obat yang diterima oleh pasien dan
kemudian dikelompokkan menurut golongan obat. Persentase dihitung
dengan cara menghitung jumlah kasus yang menggunakan jumlah macam
obat tertentu dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien
dikalikan 100%.
7. Persentase berdasarkan golongan dan jumlah obat sistem saluran pernapasan
yang diterima oleh pasien dikelompokkan menjadi 10, yaitu golongan obat
ekspektoran, antitusif, mukolitik, nasal dekongestan, antagonis reseptor
leukotrien, simpatomimetik bronkodilator, derivat xantin, kombinasi,
antibiotik, dan obat anti TBC (Beggs et.al., 2007 dan Beringer et.al., 2005)
42
Persentase dihitung dengan cara menghitung jumlah obat yang digunakan tiap
golongannya dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus pasien
yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan dikalikan
100%.
8. Persentase berdasarkan bentuk sediaan obat sistem saluran pernapasan yang
diterima oleh pasien dikelompokkan menjadi 4, yaitu oral padat, oral cair,
inhalasi / nebulizer, dan injeksi. Persentase dihitung dengan cara menghitung
jumlah obat yang digunakan berdasarkan sediaannya dan kemudian dibagi
dengan jumlah keseluruhan kasus pasien yang menggunakan obat gangguan
sistem saluran pernapasan dikalikan 100%.
9. Persentase berdasarkan kekuatan dan frekuensi penggunaan obat sistem
saluran pernapasan yang diterima oleh pasien. Persentase dihitung dengan
cara menghitung jumlah obat yang digunakan berdasarkan kekuatan dan
frekuensi penggunaan dan kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus
pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan
dikalikan 100%.
10. Mengevaluasi pola peresepan dan kerasionalan terapi, dengan cara
mengidentifikasi drug therapy problems meliputi : dosis terlalu tinggi, dosis
terlalu rendah, butuh tambahan obat, efek samping obat (ADR), interaksi obat
dan kepatuhan pasien (complience).
11. Mengevaluasi pola peresepan dan kerasionalan terapi, dengan cara
mengidentifikasi Medication error meliputi : administration error, pemberian
obat diluar instruksi dan kegagalan mencek instruksi.
43
12. Hasil evaluasi drug therapy problems dan medication error akan disajikan
dalam bentuk persentase dan tabel.
I. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti mengalami
beberapa kesulitan, seperti kurangnya pengalaman penulis dalam membaca
catatan rekam medik pasien dan membaca tulisan dokter maupun perawat yang
tertera didalam catatan rekam medis tersebut. Selain itu, terkadang peneliti
kurang memahami beberapa istilah terminologi medis yang tertulis dalam catatan
rekam medis. Untuk mengatasi kesulitan ini, peneliti bertanya kepada perawat
yang sedang bertugas di bangsal pada saat itu.
Selain kesulitan di bangsal, peneliti juga mengalami kesulitan ketika
melakukan home visit ketika pertama kali ke rumah pasien. Hal ini karena
kekurang-pahaman peneliti mengenai lokasi tempat tinggal pasien, selain itu
terkadang medan lokasi yang berat sering menjadi kesulitan tersendiri. Kesulitan
ini dapat diatasi dengan menanyakan alamat tempat tinggal pasien secara lengkap
dan selalu semangat.
Pada saat melakukan evaluasi data, peneliti terkadang mendapatkan
kesulitan, yaitu adanya data yang kurang lengkap pada lembar catatan medis.
Kurang lengkapnya data mungkin dapat disebabkan dokter maupun perawat tidak
mencantumkan beberapa catatan ke dalam lembar rekam medis. Salah satu
contoh catatan klinis yang tidak dituliskan secara lengkap adalah data berat badan
pasien dan daftar pemberian obat (DPO). Proses evaluasi terapi pasien hanya
berdasarkan catatan yang terdapat pada rekam medik pasien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase
Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda
periode Agustus 2008 (Kajian Penggunaan Obat Sistem Saluran Pernapasan)
merupakan anak judul dari penelitian payung yang diadakan oleh Fakultas
Farmasi Sanata Dharma dengan judul “Evaluasi Masalah Utama Kejadian
Medication Error Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien
Rumah Sakit Bethesda periode Agustus 2008”. Selain kajian obat sistem saluran
pernapasan, masih terdapat 7 kajian lain yang merupakan anak judul dari
penelitian payung ini, antara lain kajian penggunaan obat gangguan sistem urinary
dan reproduksi, gangguan sistem neuromuskuler, gangguan alergi dan sistem
imun, kardiovaskuler, serebrovaskuler, antiemetik, dan endokrin.
Dari hasil penelitian selama periode Agustus 2008, terdapat 80 pasien
yang menjadi pasien kasus yang dirawat di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda. Dari 80 kasus pasien tersebut, terdapat 22 kasus pasien yang
menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan, dimana merupakan kasus
pasien dalam penelitian ini. Hasil dan pembahasan penelitian ini akan dibahas
menjadi beberapa bagian, yaitu : hasil wawancara terhadap dokter, perawat,
apoteker dan pasien ; profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan
sistem saluran pernapasan di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda ; profil
peresepan obat gangguan sistem saluran pernapasan pada pasien di Bangsal Kelas
44
45
III Rumah Sakit Bethesda ; kerasionalan terapi kasus pasien di Bangsal Kelas III
yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan.
A. Hasil Wawancara Tentang Medication Error dan Drug Therapy Problems
Data wawancara didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada
dokter, perawat serta apoteker yang bekerja di Bangsal Kelas III Rumah Sakit
Bethesda.
1. Dokter
Wawancara dilakukan kepada dokter yang bertugas di Bangsal Kelas III
Rumah Sakit Bethesda, hal ini karena penelitian dilakukan di bangsal kelas III
serta dokter yang diwawancarai merupakan dokter yang cukup lama bertugas
bangsal tersebut sehingga dokter tersebut telah mengetahui kondisi pasien
secara umum di bangsal.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada dokter, diketahui
bahwa seluruh dokter sangat mementingkan issue medication error yang terjadi,
dengan alasan medication error banyak terjadi di rumah sakit, medication error
merupakan bagian dari risiko pelayanan dari prescribing hingga dispensing
sehingga mudah terjadi kesalahan, medication error sangat terkait dengan 7
tepat (indikasi, pasien, dosis obat, wapada efek samping, cara dan harga), dan
medication error sangat berhubungan dengan terapi, dimana ketepatan terapi
tersebut sangat berhubungan dengan ketepatan dokter mendiagnosis.
Keterlibatan apoteker dalam memonitor penggunaan obat pasien sangat
disetujui oleh dokter, bahkan terdapat dokter yang sangat berterima kasih
46
apabila seorang apoteker ikut memantau penggunaan obat. Beberapa alasannya
yaitu : berdasarkan penelitian adanya apoteker dalam monitor penggunaan obat
pasien dapat menurunkan error yang terjadi, karena apoteker lebih belajar lebih
rinci tentang obat dibanding dokter.
Dokter mempertimbangkan adanya interaksi obat, dosis serta ada tidaknya
kontraindikasi dalam pemilihan obat terhadap pasien. Namun dari hasil
wawancara diketahui bahwa dokter hanya mengetahui interaksi antar obat yang
umum-umum saja, sehingga dokter tidak sepenuhnya memperhatikan interaksi
antar obat yang digunakan oleh pasien, hal ini karena keterbatasan pengetahuan
dokter terhadap data tentang interaksi antar obat.
Alur distribusi obat yang dilalui mulai dari tahap prescribing hingga
dispensing dan akhirnya digunakan oleh pasien, memiliki risiko terjadinya
medication error. Semakin panjang suatu sistem atau alur distribusi obat maka
risiko terjadinya kesalahan akan semakin besar. Peranan dokter dan farmasi
sangat dibutuhkan untuk mengatasi sistem ini. Komunikasi serta kepercayaan
yang terjalin dengan baik merupakan salah satu kunci untuk meminimalkan
terjadinya medication error dan drug therapy problems.
2. Perawat
Wawancara dilakukan terhadap perawat yang bertugas di bangsal kelas
tiga rumah sakit Bethesda. Adapun perawat yang diwawancarai berjumlah 14
orang, dimana tiap ruangnya diwakili oleh 2 orang perawat.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa perawat sangat mementingkan
issue medication error yang terjadi karena langsung berhubungan dengan
47
pasien. Apabila medication error terjadi, maka yang akan dirugikan adalah
pasien. Selain itu, keterlibatan apoteker dalam memantau penggunaan obat
pasien juga disetujui oleh perawat karena apoteker lebih mengerti tentang obat
dibandingkan dengan perawat dan adanya apoteker dapat meringankan kerja
perawat.
Berdasarkan wawancara diketahui bahwa 64,28% perawat tidak
mendapatkan informasi yang cukup jelas terkait penggunaan obat yang
diberikan oleh apoteker ketika menebus obat di farmasi. Apoteker hanya
memberikan informasi terutama pada obat-obat yang jarang digunakan,
misalnya sitostatika. Informasi yang diberikan hanya berupa aturan pakai dan
pengecekan ulang terkait jumlah dan nama obat. Sedangkan 35,72% perawat
mengatakan bahwa mereka mendapatkan informasi terkait penggunaan obat dari
apoteker meliputi cara pemakaian, tempat penyimpanan dan efek samping obat.
Perawat memberikan informasi tentang penggunaan obat terhadap pasien,
dimana informasinya bervariasi berupa cara minum obat, dosis, aturan pakai,
tempat penyimpanan dan efek samping obat. Akan tetapi terdapat 1 perawat
yang mengatakan bahwa dia jarang memberikan informasi tentang penggunaan
obat terhadap pasien.
Ketidaktaatan pasien dalam menggunakan obat sesuai aturan pakai sering
dijumpai oleh perawat. Ketidaktaatan yang terjadi dapat berupa pembuangan
atau penyembunyian obat di tempat sampah atau di bawah kasur. Jika hal ini
terjadi dan diketahui oleh perawat maka perawat akan melakukan edukasi
tentang khasiat obat atau bahkan menegur pasien.
48
Kasus obat ketinggalan di bangsal juga sering ditemukan, terutama ketika
pasien akan pulang ke rumah. Banyak faktor yang menyebabkan kasus ini
terjadi, mulai dari ketidaksengajaan hingga ketidaksabaran pasien untuk
menunggu obat dari farmasi yang kadang agak terlambat ke bangsal. Ketika
kasus ini terjadi, perawat segera memberitahukan pasien atau keluarga pasien
melalui telepon untuk mengambil obat atau perawat yang langsung
mengantarkan ke rumah pasien.
Perawat merupakan pintu terakhir alur obat sebelum digunakan oleh
pasien di bangsal rawat inap, sehingga tanggung jawab perawat menjadi sangat
besar terkait ketepatan pasien menggunakan obat. Tugas farmasi klinis pada fase
administrasi ini yaitu meringankan tanggung jawab yang diemban oleh perawat.
Hal yang dapat dilakukan yaitu melakukan pemantauan penggunaan obat pasien.
3. Apoteker
Apoteker rawat inap menganggap penting issue medication error yang
terjadi. Apoteker berpendapat bahwa terapi dengan obat memerlukan suatu
ketelitian agar menghindari kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat terapi.
Selain itu apoteker juga berpendapat bahwa keterlibatan apoteker dalam
memonitor penggunaan obat pasien sangat diperlukan untuk meminimalkan
medication error yang terjadi.
Apoteker sangat memperhatikan adanya interaksi obat, ketepatan dosis,
kontraindikasi serta efek samping terhadap obat yang diresepkan oleh dokter
selama obat digunakan oleh pasien.
49
Apabila memungkinkan, apoteker memberikan informasi tentang
penggunaan obat kepada pasien dan keluarganya atau kepada yang menunggu
pasien setiap hari di bangsal. Informasi yang diberikan berupa nama obat dan
indikasinya, cara pakai atau aturan minum, frekuensi, penyimpanan, efek
samping yang mungkin timbul atau hal-hal lain yang diperlukan.
Kepedulian apoteker untuk ikut terlibat dalam melakukan monitoring obat
pasien merupakan suatu hal yang positif, namun jumlah apoteker yang sangat
terbatas serta kesibukan lain di instalasi farmasi menjadi kendala dalam
mempraktekkan farmasi klinik di rumah sakit. Untuk mengatasi hal ini,
komunikasi serta kerjasama antar dokter dan perawat merupakan hal yang
penting untuk meminimalkan medication error yang mungkin terjadi pada
pasien di bangsal rawat inap.
B. Profil Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan
Profil kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 meliputi
persentasi kasus pasien berdasarkan kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis
kelamin, pekerjaan, dan diagnosis utama.
1. Berdasarkan kelompok umur
Umur kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008
50
dikelompokkan menjadi 4 kelompok umur yaitu, 18 tahun - 35 tahun, >35 tahun-
55 tahun, >55 tahun-75 tahun, dan diatas 75 tahun.
18%
18%
46%
18%
18 - 35 tahun>35 - 55 tahun>55 - 75 tahundiatas 75 tahun
Gambar 3. Pengelompokkan Umur Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan
Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa, pasien terbanyak yang
menggunakan obat gangguan sistem pernapasan adalah kasus dengan kelompok
umur >55 tahun-75 tahun. Diketahui bahwa umur >55 tahun hingga 75 tahun
masuk dalam kelompok geriatri, dimana risiko pasien geriatri untuk menderita
suatu penyakit terutama gangguan saluran pernapasan secara khusus lebih besar
dibanding kelompok dewasa.
2. Berdasarkan jenis kelamin
Setiap kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008
dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu laki-laki dan wanita. Dari
hasil pengelompokkan didapatkan data bahwa pasien yang paling banyak
menggunakan obat gangguan sistem pernapasan periode Agustus 2008 adalah
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59%, sedangkan kasus pasien berjenis
51
kelamin perempuan yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan
periode Agustus 2008 sebanyak 41%. Pada penelitian ini, peneliti tidak dapat
menghubungkan secara langsung pengaruh jenis kelamin terhadap penggunaan
obat gangguan sistem saluran pernapasan, hal ini dikarenakan tidak ada alasan
pembedaan penggunaan obat gangguan sistem pernapasan berdasarkan jenis
ataupun dosis yang akan digunakan pada pasien laki-laki maupun perempuan.
Menurut Notoatmodjo, (2004) terdapat suatu fakta dimana peranan lingkungan
sangat berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit, seperti contoh lebih
banyak pria yang menghisap rokok. Dari kutipan diatas, kita dapat mengetahui
bahwa risiko penyakit gangguan pernapasan lebih banyak terjadi pada laki-laki,
sehingga kecerendungan untuk mendapatkan obat gangguan sistem pernapasan
akan lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita. Jenis kelamin kasus pasien
yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008.
59%
41%
Laki-laki
Perempuan
Gambar 4. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pasien yang Menggunakan Obat
Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
52
3. Berdasarkan tingkat pendidikan
Setiap kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu tidak diketahui pendidikannya,
tidak tamat SD, SLTP dan SLTA. Dari hasil pengelompokkan didapatkan data
bahwa pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 yang terbanyak berasal
dari kelompok pendidikan SLTA yaitu 45%, sedangkan kelompok pasien yang
paling sedikit menerima obat gangguan sistem pernapasan berasal dari kelompok
pendidikan SLTP yaitu 9%. Pada penelitian ini, peneliti tidak dapat
menghubungkan secara langsung pengaruh pendidikan terhadap penggunaan obat
gangguan sistem saluran pernapasan, hal ini dikarenakan tidak pengaruh
pendidikan terhadap penggunaan obat gangguan sistem pernapasan. Menurut
Notoatmodjo, (2004) ”Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur salah satunya
adalah pendidikan hal ini dikarenakan bahwa pendidikan mempengaruhi aspek
kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan”.
Menurut Green, pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting
dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor (faktor predisposisi,
pendukung dan pendorong). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
pengetahuan akan pemeliharaan kesehatannya pun semakin tinggi, sehingga
kecerendungan untuk menjaga kesehatan seperti melakukan kunjungan ke sarana
dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit akan semakin tinggi pula, sebaliknya
semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan akan kesehatan
53
semakin rendah, sehingga risiko terkena suatu penyakit akan semakin besar. Teori
ini sesuai dengan data di atas, bahwa tingkat pendidikan SLTA memiliki
persentasi tertinggi pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan dan tingkat pendidikan tidak atau belum tamat SD menduduki posisi
kedua.
14%
32%
9%
45% Tidak diketahui
Tidak/belum tamat SD
SLTP
SLTA
Gambar 5. Pengelompokkan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kasus Pasien yang
Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
4. Berdasarkan pekerjaan
Setiap kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008
dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu pegawai negeri sipil, swasta,
pedagang, petani, buruh, ibu rumah tangga dan tidak diketahui pekerjaannya.
Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan paling
banyak adalah pasien dengan pekerjaan swasta 26%, diikuti oleh petani 23%.
Kelompok terendah kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem
saluran pernapasan berasal dari kelompok ibu rumah tangga dan pedagang yaitu
5%.
54
Andersen (1968) menyatakan bahwa ”jumlah penggunaan pelayanan
kesehatan oleh suatu keluarga merupakan karakteristik predisposisi, kemampuan
serta kebutuhan keluarga atas pelayanan medis”. Kemampuan dalam hal ini
adalah faktor biaya. Jenis pekerjaan seseorang dapat dihubungkan dengan jumlah
penghasilannya. Umumnya semakin tinggi strata sosial (pekerjaan) seseorang,
maka kemampuannya untuk memenuhi kesehatan dalam hal ini frekuensi
penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin tinggi sebaliknya, kurangnya
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada kemungkinan dapat disebabkan oleh
karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport,
dan sebagainya. Hal ini telah sesuai dengan data dimana, kasus pasien yang
menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan paling banyak adalah
pasien dengan pekerjaan swasta 26% dan pasien yang paling sedikit menggunakan
obat gangguan sistem saluran pernapasan adalah pasien dengan pekerjaan sebagai
ibu rumah tangga dan pedagang dengan persentasi 5%.
Selain itu, menurut Notoatmodjo, (2004) jenis pekerjaan juga dapat
berperan dalam timbulnya suatu penyakit. Sebagai contoh petani, dimana
frekuensi kontak dengan bahan kimia dan gas beracun cukup tinggi serta
kebiasaan merokok ketika menunggui ladangnya merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit saluran pernapasan. Hal ini telah sesuai dengan data dimana,
kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan
terbanyak kedua adalah pasien dengan pekerjaan sebagai petani 23%.
55
26%
23%
18%
9%5% 5%
14%Sw asta
Petani
PNS
Buruh
Pedagang
Ibu rumah tangga
tidak diketahui
Gambar 6. Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Kasus Pasien yang
Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
5. Berdasarkan Diagnosis utama
Kasus pasien yang menggunakan obat gangguan sistem saluran
pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008
dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu kasus dengan satu diagnosis
utama, kasus dengan dua diagnosis utama, kasus dengan tiga diagnosis utama dan
kasus tanpa diagnosis utama. Jumlah keseluruhan kasus pasien yang
menggunakan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta periode Agustus 2008 sebanyak 22 kasus. Penggunaan obat gangguan
sistem saluran pernapasan terbanyak digunakan pada pasien yang terdiagnosis
satu macam penyakit yaitu sebanyak 63,4%, dua macam penyakit sebanyak 31,6%
dan tiga macam penyakit dan tanpa diagnosis utama sebanyak 4,5%.
56
Tabel III. Pengelompokkan Berdasarkan Diagnosis Utama Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 No. Diagnosis Utama Jumlah Kasus Persentasi (%)
Dengan satu diagnosis 1. COPD 4 18,2 2. Asma 2 9,1 3. CVA non hemoragi 2 9,1 4. Bronchitis asmatis 1 4,5 5. Kanker paru 1 4,5 6. TBC 1 4,5 7. Tumor paru kanan 1 4,5 8. Efusi pleura kiri 1 4,5 9. Shock kardiogenik 1 4,5 Dengan dua diagnosis 1. TBC + haemoptoe 2 9,1 2. Bronkopneumonia + TB paru 1 4,5 3. COPD + bronkopneumonia 1 4,5 4. Rhinosinusitis + hipertensi 1 4,5 5. CPC dekompensata + hipoalbuminuria 1 4,5 6. Retensi urin dan hematuria 1 4,5 Dengan tiga diagnosis 1. Epistaksis + rhinitis kronis + hipertensi 1 4,5 JUMLAH 22 99,5
C. Profil Penggunaan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan
Profil penggunaan obat gangguan sistem saluran pernapasan di Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 meliputi jumlah obat, jenis
obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat, kekuatan obat, frekuensi, dan jumlah obat
yang digunakan.
1. Jumlah macam obat dan golongan obat
Seluruh kasus pasien dalam peneltian di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang
digunakan selama dirawat di rumah sakit. Jumlah obat yang paling sedikit
digunakan berjumlah 4 macam obat, sedangkan jumlah obat yang terbanyak
berjumlah 15 macam obat. Jumlah obat yang paling sering digunakan oleh pasien
kasus berjumlah 5 dan 11 macam obat, dimana digunakan oleh 4 pasien kasus.
57
Tabel IV. Pengelompokkan Berdasarkan Jumlah Macam Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Jumlah Macam Obat Jumlah Kasus Persentase
4 1 4,5 5 4 18,2 6 2 9,1 7 3 13,6 8 1 4,5 9 2 9,1
10 1 4,5 11 4 18,2 13 1 4,5 14 2 9,1 15 1 4,5
Jumlah 22
Berdasarkan hasil pengelompokkan menurut jumlah macam obat yang
diterima oleh kasus pasien, kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan golongan
masing-masing obat.
Tabel V. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 4 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Antibiotik kuinolon Ofloksasin Ofloksasin Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect®
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®
11
Preparat anti asma dan PPOK Flutikason propionat Flixotide®
58
Tabel VI. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 5 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Preparat anti asma dan PPOK Prokaterol HCl Meptin®
Obat batuk & pilek Dekstrometorfan Anti anemia & vitamin Hemobion®
Antiflatulen Metoklopropamid Primperan®
5
Antireumatik & analgesik antiinflamasi Meloksikam Movicox®
Rifampisin
Isoniasid+vit B6 Pehadoxin F®
Etambutol
Obat anti tuberkolosis
Pirazinamid
12
Suplemen HP pro®
Dekstrometorfan Obat batuk & pilek Bromheksin HCl Mucosulvan®
Preparat anti asma dan PPOK Salbutamol Salbron®
Antibiotik penisilin Azitromisin dihidrat Zitromax®
13
Suplemen Hp pro®
Preparat anti asma dan PPOK
Orciprenalin sulfat Alupent®
Antikoagulan & antiplatelet Asam asetil salisilat Farmasal®
Vitamin D D-α-tokoferol Dalfarol®
Hemorheologikal Pentoksifilin Tarontal®
20
Nootropik& neurotropik Pirasetam Neurotam®
Tabel VII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 6 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Antibiotik sefalosporin Sefiksim Cefarox®
Suplemen & terapi penunjang
Koenzim Q10 Qten®
ACE inhibitor Kaptopril Preparat anti asma dan PPOK
Orciprenalin sulfat Allupent®
Antireumatik & analgesik antiinflamasi
Ketorolak
16
Hemostatik Asam traneksamat
Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect® sirup Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol® Antibiotik penisilin Azitromisin dihidrat Zitromax®
Antiulserasi Ranitidin Rantin®
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®
7
Preparat anti asma dan PPOK Flutikason propionat Flixotide®
59
Tabel VIII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 7 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Obat batuk & pilek Dekstrometorfan Antibiotik kuinolon Ofloksasin AP caps®
Elektolit & mineral K I-aspartat Aspar K®
Diuretik Furosemid Lasix®
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®
2
Hemostatik Karbazokrom Na sulfonat Adona®
Obat batuk & pilek Kodein Antibiotik sefalosporin Sefiksim Cefspan®
Prokaterol HCl Meptin®
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK
Flutikason propionat Flixotide®
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®
6
AP caps®
Obat batuk & pilek Bromheksin HCl Bisolvon®
Elektrolit & mineral K I-aspartat Aspar K®
ACE inhibitor Kaptopril Analgesik antipiretik Parasetamol Antidiare Attapulgit Arcapec®
Diuretik Furosemid Lasix®
18
Antiulserasi Ranitidin Rantin®
Tabel IX. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 8 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®
Antagonis angiotensin II Losartan K Angioten®
Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect®
Antibiotik kuinolon Levofloksasin Cravit®
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK Flutikason propionat Flixotide®
Antiulserasi Ranitidin Rantin®
15
Antibiotik sefalosporin Seftriakson
60
Tabel X. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 9 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Kodein Obat batuk & pilek
Dekstrometorfan Rifampisin
Isoniasid+vit B6 Pehadoxin® F Etambutol
Obat anti tuberkolosis
Pirazinamid Karbazokrom Na sulfonat Adona®Hemostatik
Asam traneksamat Kalnex®
4
Analgesik antipiretik Parasetamol+asetil sistein Sistenol®
Obat batuk & pilek Pseudoefedrin+terfenadin Rhinofed®
Antihistamin Setirizin Histrine®
Antibiotik golongan lain Klindamisin Climadan®
ACE inhibitor Kaptopril Asam traneksamat Kalnex® Hemostatik
Karbazokrom Na sulfonat Adona®
Antiangina, Antagonis kalsium
Amilodipin maleat Amdixal®
Antibiotik penisilin Amoksisilin trihidrat Lapimox®
9
pseudoefedrin Dycinon®
Tabel XI. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 10 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Salmeterol Seretide®
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK
Flutikason propionat Flixotide®
Obat batuk & pilek Sanadryl®
AP caps®
Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®
Anti angina, Antagonis kalsium
Amlodipin besilat Tensivask®
Antireumatik & analgesik antiinflamasi
Yekalgin®
Antibiotik sefalosporin Sefriakson
3
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®
61
Tabel XII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 11 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang
Antibiotik kuinolon Moksifloksasin HCl Avelox®
Antibiotik sefalosporin Seftasidim Obat batuk & pilek Dekstrometorfan Ambroksol HCl Mucopect®
Analgesik antipiretik Parasetamol Vitamin Neurobion® 5000 Nootropik& neurotropik Mekobalamin Metylcobal®
Flutikason propionat Flixotide®Preparat anti asma dan PPOK Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®
Antiulserasi Ranitidin Rantin®
1
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®
N-Asetilsistein Fluimucil®
Ambroksol HCl Mucopect® sirup Obat batuk & pilek
Dekstrometorfan Antibiotik kuinolon Moksifloksasin HCl Avelox®
Sefiksim Cefspan®Antibiotik sefalosporin Seftasidim
Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol® Vitamin Neurobion® 5000 Antireumatik & analgesik antiinflamasi
Meloksikam Mobiflex®
Hormon kortikosteroid Deksametason Kalmetason®
8
Antiflatulen Metoklopropamid Primperan®
Obat batuk & pilek Bromheksin HCl Bisolvon®
Zafirlukast Accolate®
Prokaterol HCl Meptin®
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®
Preparat anti asma dan PPOK
Flutikason propionat Flixotide®
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol® Antihistamin Setirizin Antibiotik sefalosporin Seftriakson Sapiron®
Digestan Enzyplex®
14
Antasida Lansoprazol Prosogan®
Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®
Antibiotik kuinolon Levofloksasin Teofilin anhidrat Quibron® TSR
Ipratropiun HBr+salbutamol Combivent®Preparat anti asma dan PPOK
Flutikason propionat Flixotide®
Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect® Domperidon Vomitas®Antiflatulen
Metoklopramid HCl Primperan®
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Somerol®
Antibiotik sefalosporin Seftazidim
19
Antiulserasi Ranitidin Rantin®
62
Tabel XIII. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 13 Macam Obat Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang
Asam asetil salisilat Farmasal®
Cilostazol Pletaal®
Nadroparin Ca Fraxiparine®
Antikoagulan & antiplatelet
Klopidogrel Obat batuk & pilek Ambroksol HCl Mucopect®
Antagonis angiotensin II Valsaltran Diovan®
Anti angina, Antagonis kalsium
Amlodipin besilat Tensivask®
Nootropik & neurotinik Pirasetam Neurotam®, Nootropil®
Hemorheologikal Pentoksifilin Tarontal®
Vasodilator perifer & Aktivator serebral
Citisolin Nicholin®, Braintact®
Antireumatik & analgesik antiinflamasi
Ketorolak trometamin Remopain®
Diuretikum Manitol
22
Kenalox®
Tabel XIV. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 14 Macam Obat
Berdasarkan Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Obat batuk & pilek Kodein Antibiotik kuinolon Ofloksasin
Rifampisin Isoniasid+vit B6 Pehadoxin® F
Pirazinamid Etambutol
Obat anti tuberkolosis
4FDC Suplemen HP pro®
Multivitamin dengan mineral
Lipofood®
Asam traneksamat Kalnex®Hemostatik Karbazokrom Na sulfonat Adona®
Antiflatulen Metoklopramid HCl Primperan®
Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®
10
Hepatik protektor Curliv plus®
63
Lanjutan Tabel XIV Kasus Golongan Obat Nama Obat Nama Dagang
Preparat anti asma dan PPOK
Orciprenalin sulfat Alupent®
Antikoagulan & antiplatelet Asam asetil salisilat Ascardia®
Antiangina Isosorbid dinitrat Cedocard®
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Hexilon®
Antibiotik sefalosporin Cefadroksil Cefadroxil Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®
Nisergolin Serolin®Vasodilator perifer & Aktivator serebral Citisolin Nicholin®
Nootropik & neurotinik Pirasetam Neurotam®
Antireumatik & analgesik antiinflamasi
Ketorolak
Antiulserasi Ranitidin Nootropik& neurotropik Pirasetam Neurotam®
Levonox®
21
Hormon kortikosteroid Metil prednisolon Tabel XV. Pengelompokkan Kasus Pasien yang Mendapatkan 15 Macam Obat Berdasarkan
Jumlah dan Golongan Obat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Golongan Obat Nama Obat Nama Dagang
ACE inhibitor Lisinopril Noperten®
Selekoksib Celebrex®Antireumatik & analgesik antiinflamasi Ketorolak trometamin Remopain®, Toradol®
Oelapin®
Obat batuk & pilek Pseudoefedrin+terfenadin Rhinofed®
Vertivom®
Dondix®
Analgesik antipiretik Parasetamol Pamol®
Yekalgin®
Antibiotik kuinolon Moksifloksasin HCl Avelox®
Obat batuk & pilek Pseudoefedrin HCl Disadrin®
Hormon kortikosteroid Deksametason Kalmetason®
Stesolid®
Antiulserasi Ranitidin Rantin®
17
Antiflatulen Metoklopropamid Primperan®
2. Golongan dan jumlah obat saluran pernapasan
Setiap obat sistem saluran pernapasan yang digunakan oleh kasus pasien
di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan
menjadi sepuluh kelompok, yaitu : ekspektoran, antitusif, mukolitik, antagonis
reseptor leukotrien, nasal dekongestan, simpatomimetik bronkodilator, derivat
xantin, antibiotik, obat anti TBC (OAT), dan kombinasi.
64
Tabel XVI. Pengelompokkan Berdasarkan Jenis Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008
No. Golongan Obat Nama Obat Jumlah Kasus Presentase (%)
1. Ekspektoran Sanadryl® 1 4,5 Kodein tab 10 mg 3 13,6 2. Antitusif Dekstrometorfan 6 27,3
3. Mukolitik Bromheksin HCl 3 13,6 Ambroksol HCl 8 36,3 N-asetil sistein 1 4,5
4. Nasal dekongestan Pseudoefedrin+terfenadin 2 9,1 5. Antagonis reseptor
leukotrien Zafirlukast 1 4,5
Orsiprenalin sulfat 3 13,6 Prokaterol HCl 3 13,6 Salbutamol 1 4,5
6. Simpatomimetik bronkodilator
Salmeterol 1 4,5 7. Derivat xantin Teofilin 1 4,5
Ipratropiun HBr+salbutamol 8 36,3 8. Kombinasi Flutikason propionat 8 36,3 Moksifloksasin HCl 2 9,1 Sefiksim 1 4,5 Seftasidim 3 13,6 Seftriakson 3 13,6 Klindamisin 1 4,5 Levofloksasin 2 9,1 Ofloksasin 3 13,6
9.
Antibiotik
Azitromisin dihidrat 2 9,1 Rifampisin 3 13,6 Isoniasid+Vit B6 3 13,6 Etambutol 3 13,6 Pirazinamid 3 13,6
10. Obat anti TBC (OAT)
4 FDC 1 4,5 80
Kasus pasien yang paling banyak menggunakan obat gangguan sistem
saluran pernapasan berasal dari jenis obat antibiotik yaitu sebanyak 17 kasus,
diikuti mukolitik dan kombinasi ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason
propionat. Hal ini dapat terjadi karena kebanyakan pasien kasus mengalami
infeksi saluran pernapasan yang diketahui dari tingginya angka leukosit. Selain
indikator angka leukosit, infeksi dapat diketahui dari dahak yang dihasilkan. Rata-
rata pasien kasus mengeluh batuk berdahak dan sukar untuk dikeluarkan, oleh
65
karena itu pasien mendapatkan terapi mukolitik untuk membantu mengencerkan
dahak yang sulit untuk dikeluarkan.
Selain antibiotik dan mukolitik, obat golongan bronkodilator yaitu
salbutamol juga banyak digunakan oleh pasien kasus. Salbutamol dapat diberikan
secara oral maupun inhalasi. Salbutamol yang banyak digunakan oleh pasien
kasus berupa sediaan larutan yang diuapkan dengan bantuan nebulizer.
3. Bentuk sediaan
Setiap obat sistem saluran pernapasan yang digunakan oleh kasus pasien
di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan
menjadi empat kelompok berdasarkan sediaan, yaitu oral padat, oral cair,
inhalasi/nebulizer dan injeksi. Sediaan yang paling banyak digunakan oleh pasien
kasus yaitu sediaan oral padat misalnya tablet dan kapsul yaitu 222,7%, diikuti
inhalasi dengan persentase 77,3% dan oral cair dengan persentase 36,4%.
Sediaan oral padat memiliki banyak keuntungan dibanding sediaan yang
lain yaitu lebih praktis penggunaannya dan lebih murah dari segi ekonomi.
66
Tabel XVII. Pengelompokkan Berdasarkan Sediaan Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008
Sediaan Komposisi Nama Obat Jumlah Persentase (%)
Zafirlukast 20mg Accolate® 1 4,5 Orsiprenalin sulfat 20mg Alupent® 3 13,6 Moksifloksasin HCl 400mg Avelox® 2 9,1 Bromheksin HCl 8mg Bisolvon® 1 4,5 Sefiksim 50mg Cefspan® 1 4,5 Klindamisin 150 mg Climadan® 1 4,5 Kodein 10mg Kodein 10mg 3 13,6 Levofloksasin 500mg Cravit® 500mg 1 4,5 Dekstrometorfan 15mg Dekstrometorfan
15mg 6 27,3
Etambutol 250 1 4,5 Etambutol Etambutol 500 2 9,1
Rifampisin 150mg + isoniasid 75mg + pirazinamid 400mg + Etambutol 275mg
FDC
1 4,5
N-Asetilsistein 200mg Fluimucil® 1 4,5 Levofloksasin 500mg Levofloksasin 500mg 1 4,5 Prokaterol HCl 50mcg Meptin® 50mcg 3 13,6 Ambroksol HCl 30mg Mucopect® 3 13,6 Ofloksasin 400mg Ofloksasin 400mg 3 13,6 Isoniasid 400mg + vit B6 10mg Pehadoxin® forte 3 13,6 Pirazinamid 500mg Pirazinamid 500mg 3 13,6 Teofilin anhidrat 300mg Quibron TSR® 1 4,5 Pseudoefedrin 30mg + terfenadine 10mg
Rhinofed®
2 9,1
Rifampisin 450mg Rifampisin 450mg 3 13,6 Salbutamol sulfat 2 mg Salbron® 1 4,5 Azitromycin dihidrat 250mg Zithromax ® 2 9,1
Oral Padat
Jumlah 49 222,7 Bisolvon® 1 4,5 Bromheksin HCl 4mg/5ml Mucosulvan® 1 4,5
Sanadryl® 1 4,5 Ambroksol HCl 15mg/5ml Mucopect® 5 22,7
Oral cair
Jumlah 8 36,4 Ipratropium HBr 21mcg + Salbutamol 120mcg
Combivent® 8 36,4
Flutikason propionat Flixotide® 8 36,4 Salmeterol Seretide® 1 4,5
Inhalasi/ nebulizer
Jumlah 17 77,3 Seftasidim® 1 gram 3 13,6 Seftriakson 1 gram 3 13,6
Injeksi
Jumlah 6 27,3 Jumlah total 80
67
4. Kekuatan dan frekuensi penggunaan obat
Setiap obat sistem saluran pernapasan yang digunakan oleh kasus pasien
di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan
berdasarkan kekuatan dan frekuensi penggunaannya.
Tabel XVIII. Pengelompokkan Berdasarkan Kekuatan dan Frekuensi Obat Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Nama Generik dan
Kekuatan obat Nama Obat Frkekuensi Jumlah Persentase (%)
Zafirlukast 20mg Accolate® 2x1 1 4,5 Orsiprenalin sulfat 20mg
Allupent®3x ½ 2 9,1
Orsiprenalin sulfat 20mg
Allupent® 2x ½ 1 4,5
Moksifloksasin HCl 400mg
Avelox®1x1 2 9,1
Sefiksim 50mg Cefspan® 2x1 1 4,5 Klindamisin 150 mg Climadan® 3x1 1 4,5 Kodein 10mg Kodein 10mg 3x1 3 13,6 Levofloksasin 500mg Cravit® 500mg 1x1 1 4,5 Dekstrometorfan 15mg Dekstrometorfan 15mg 2x1 1 4,5 Dekstrometorfan 15mg
Dekstrometorfan 15mg 3x1 5 22,7
Etambutol 250 1x3 1 4,5 Etambutol Etambutol 500 1x1 ½ 2 9,1
Rifampisin 150mg + INH75mg + pirazinamid 400mg + etambutol 275mg
FDC
1x2
1
4,5
N-Asetilsistein 200mg Fluimucil® 2x1 1 4,5 Levofloksasin 500mg Levofloksasin 500mg 1x1 1 4,5 Prokaterol HCl 50mcg Meptin® 50mcg 3x ¼ 3 13,6 Ambroksol HCl 30mg Mucopect® tablet 3x1 3 13,6 Ambroksol HCl 15mg/5ml
Mucopect® sirup 3x1cth 4 18,2
Ambroksol HCl 15mg/5ml
Mucopect® sirup 3x2cth 1 4,5
Ofloksasin 400mg Ofloksasin 400mg 2x1 3 13,6 INH 400mg + vit B6 10mg
Pehadoxin® forte 1x ¾ 1 4,5
INH 400mg + vit B6 10mg
Pehadoxin® forte 1x1 2 9,1
Pirazinamid 500mg Pirazinamid 500mg 1x2 1 4,5 Pirazinamid 500mg Pirazinamid 500mg 1x3 2 9,1 Teofilin anhidrat 300mg Quibron® TSR 2x ½ 1 4,5 Pseudoefedrin 30mg + terfenadin 10mg
Rhinofed®
3x1 2 9,1
Rifampisin 450mg Rifampisin 450mg 1x1 3 13,6
68
Lanjutan Tabel XVIII Nama Generik dan
Kekuatan obat Nama Obat Frkekuensi Jumlah Persentase
(%) Salbutamol sulfat 2 mg Salbron® 3x1 1 4,5 Azitromisin dihidrat 250mg
Zithromax® 1x1 2 9,1
Bromheksin HCl 8mg Bisolvon® 3x1 1 4,5 Bromheksin HCl 4mg/5ml
Bisolvon®3x2cth 1 4,5
Sanadryl® 3x2cth 1 4,5 Bromheksin HCl 4mg/5ml
Mucosulvan®3x1cth 1 4,5
Ipratropium HBr 21mcg + salbutamol 120mcg
Combivent® 2xsehari 3 13,6
Ipratropium HBr 21mcg + salbutamol 120mcg
Combivent® 3xsehari 3 13,6
Ipratropium HBr 21mcg + salbutamol 120mcg
Combivent® 4xsehari 2 9,1
Flutikason propionat Flixotide® 2xsehari 3 13,6 Flutikason propionat Flixotide® 3xsehari 3 13,6 Flutikason propionat Flixotide® 4xsehari 2 9,1 Salmeterol Seretide® 3x2hisap 1 4,5 Seftasidim 1 gram 2x1gram 3 14,6 Seftriakson 1 gram 1x1gram 1 4,5 Seftriakson 1 gram 2x1gram 2 9,1
Obat yang paling banyak digunakan adalah dekstrometorfan dengan
kekuatan 15mg dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1 tablet.
69
D. Evaluasi Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Menggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan Periode Agustus 2008
1. Drug therapy problems (DTPs)
Evaluasi kerasionalan terapi pada pasien kasus di Bangsal Kelas III
Rumah Sakit Bethesda yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan
dilakukan dengan mengidentifikasi drug therapy problems (DTPs) fase
administrasi yang terjadi berdasarkan penelusuran pustaka. DTP fase administrasi
yang dievaluasi berupa dossage too high (dosis terlalu tinggi), dossage too low
(dosis terlalu rendah), adverse drug reaction (ADR), interaksi obat dan
complience.
Dari 22 kasus pasien yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan
terdapat kasus pasien yang hanya mengalami satu jenis DTP, akan tetapi terdapat
juga yang mengalami lebih dari satu jenis DTP. Adapun hasil evaluasi DTP yang
terjadi meliputi dosis terlalu tinggi sebanyak 4 kasus, dosis terlalu rendah
sebanyak 12 kasus, ADR sebanyak 5 kasus, interaksi obat sebanyak 8 kasus dan
complience sebanyak 6 kasus.
Penggunaan obat dengan dosis yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan
kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan, seperti timbulnya efek samping obat yang merugikan dan dapat
mengancam kehidupan pasien.
70
Tabel XIX. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
3 Flutikason propionat (Seretide® dan Flixotide®)
Terdapat kandungan obat sama pada kedua jenis obat, yaitu flutikason propionat. Kedua obat ini diberikan secara bersamaan dengan dosis Flixotide® dan Seretide® adalah 3x2 semprot sehari.
Gunakan salah satu obat saja, misalnya Flixotide®.
20, 21 Orsiprenalin sulfat
Penggunaan orsiprenalin sulfat pada pasien tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan melebihi dosis yang seharusnya diberikan yaitu ½-1 tablet/hari (MIMS) Kasus H12 mendapatkan dosis 3x ½ tab.
Menurunkan dosis orsiprenalin sulfat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
10 Isoniasid+Vit B6 Di instruksi dokter, penggunaan isoniasid+Vit B6 yaitu 1x ¾ tablet, akan tetapi perawat memberikan obat kepada pasien yaitu 1x1 tablet.
Isoniasid+Vit B6 diberikan sesuai instruksi dokter, yaitu 1x ¾ tablet.
Flutikason propionat yang merupakan golongan kortikosteroid apabila
digunakan dalam dosis yang berlebih dapat menimbulkan infeksi pada saluran
pernapasan akibat penurunan sistem imun. Orsiprenalin sulfat apabila digunakan
dalam dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler seperti takikardi
dan aritmia.
71
Tabel XX. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
5, 6 dan 14
Prokaterol HCl Penggunaan prokaterol HCl pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang dibutuhkan yaitu 1 tab (50mcg) 2x/hari atau 1-2 mini tablet(25mcg)2x/hari (MIMS). Kasus 5, 6 dan 14 hanya mendapatkan 3x ¼ tablet 50 mcg (37,5 mcg)
Dosis prokaterol HCl dinaikkan menjadi 50-100 mcg/hari.
2 Dekstrometorfan Penggunaan dekstrometorfan tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 3x1 tablet 15mg sehari atau 10-20 mg tiap 4 jam. Kasus 2 pada awal terapi hanya diberikan dekstrometorfan 2x1 tablet 15mg sehari.
Dosis dekstrometorfan dinaikkan menjadi 3x1 tablet 15mg sehari atau 10-20 mg tiap 4 jam.
3 Seftriakson Penggunaan seftriakson kurang tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 50-75mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, maksimal diberikan 2 gram/hari. Kasus 3 pada awal terapi hanya diberikan 1gram/hari akibatnya AL pasien tidak menurun.
Dosis seftriakson dinaikkan menjadi 2x1gram/hari.
1, 7, 8, dan 19
Ambroksol HCl Penggunaan ambroksol HCl sirup tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 3x2 cth (10ml) sehari. Kasus 7 pada awal terapi hanya diberikan ambroksol HCl sirup 3x1cth sehari, kasus 1, 8 dan 19 hanya mendapatkan terapi ambroksol HCl 3x1cth sehari.
Dosis ambroksol HCl sirup dinaikkan menjadi 3x2cth (10ml) sehari.
13 Bromheksin HCl Penggunaan bromheksin HCl sirup tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 3x2 cth (10ml) sehari. Kasus 13 hanya diberikan bromheksin HCl sirup 3x1cth sehari.
Dosis bromheksin HCl sirup dinaikkan menjadi 3x2cth (10ml) sehari.
19 Teofilin
Penggunaan teofilin tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 400mg/hari. Kasus 19 hanya diberikan teofilin 2x ½ tablet (300mg/hari).
Dosis teofilin dinaikkan menjadi 2/3-1 tablet tiap 12 jam atau 400mg/hari.
13 Salbutamol Penggunaan salbutamol tidak tepat, karena dosis yang seharusnya diberikan yaitu 2-4mg/dosis 3-4 kali/hari. Kasus 13 hanya diberikan Salbutamol 3x ½ tablet 2mg sehari.
Dosis salbutamol dinaikkan menjadi 2-4mg/dosis 3-4 kali/hari.
72
Dosis obat yang terlalu rendah dapat mengakibatkan terapi obat tidak
mencapai efek optimal yang diharapkan, hal ini karena kadar obat dalam darah
berkurang sehingga jendela terapi untuk dapat mencapai efek optimal tidak
tercapai.
Tabel XXI. Kelompok Kasus DTP ADR pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 3 Flutikason propionat
(Seretide® dan Flixotide®)
Terdapat kandungan obat sama pada kedua jenis obat, yaitu flutikason propionat. Penggunaan dengan dosis yang berlebih dapat menimbulkan ADR yang berupa infeksi saluran napas, hal ini terlihat pada AL pasien yang meningkat walaupun telah mendapatkan terapi antibiotik.
Turunkan dosis atau gunakan salah satu obat saja.
8 Ambroksol HCl Pasien mengalami reaksi alergi setelah mengkonsumsi ambroksol HCl sirup.
Hentikan penggunaan ambroksol HCl sirup dan digantikan dengan agen mukolitik lain.
10dan 12
OAT (rifampisin, isoniasid, etambutol, pirazinamid)
Penggunaan OAT terutama etambutol dapat mengakibatkan kerusakan hati (hepatotoksik), hal ini terlihat dari angka SGOT/SGPT pasien yang meningkat.
Berikan obat yang bersifat hepatoprotektif. Jika tetap meningkat segera hentikan penggunaan obat.
17 Pseudoefedrin+terfenadin Pseudoefedrin+terfenadin mengandung pseudoefedrin, dimana ADR yang ditimbulkan pseudoefedrin adalah aritmia. Hal ini terlihat dari tekanan darah pasien yang tinggi.
Monitor tekanan darah pasien, setelah menggunakan obat. jika tekanan darah pasien tidak turun, hentikan pengguaan obat untuk sementara.
Adverse drug reaction (ADR) suatu obat bersifat individual, dimana
terjadi pada individu tertentu. Umumnya ADR berdampak merugikan bagi pasien
yang dapat mengancam kehidupan pasien.
73
Tabel XXII. Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
2 Antibiotik gol. Kuinolon dan furosemid
Penggunaan bersama antara AB gol. kuinolon bersama furosemid potensial dapat meningkatkan risiko aritmia.
Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.
2 Ofloksasin dan metil prednisolon
Penggunaan bersama antara ofloksasin bersama metil prednisolon potensial dapat meningkatkan risiko tendon rupture
Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.
4, 10, dan 12
Isoniasid dan rifampisin
Isoniasid berinteraksi dengan rifampisin dengan tingkat signifikansi 1. rifampisin dapat meningkatkan risiko hepatotoksik dari etambutol.
Monitor keadaan pasien (SGPT/SGOT) setelah obat digunakan. Jika perlu tambahkan obat hepatoprotektif.
4, 10, dan 12
Rifampisin dan pirazinamid
Rifampisin berinteraksi dengan pirazinamid dengan tingkat signifikansi 5. pirazinamid akan mengurangi kadar rifampisin dalam serum sehingga menurunkan efek rifampisin.
Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.
Kasus DTP interaksi obat merupakan DTP yang bersifat potensial, dimana
DTP ini berpotensi terjadi pada pasien kasus, namun belum terjadi pada kasus.
Berdasarkan drug information handbook, interaksi terjadi pada penggunaan
bersama antibiotik golongan kuinolon dengan furosemid (Lasix®) dan ofloksasin
dengan kortikosteroid (Somerol®). Penggunaan bersamaan antibiotik golongan
kuinolon dengan furosemid potensial dapat meningkatkan risiko aritmia. Selain
itu, penggunaan bersama ofloksasin dengan kortikosteroid potensial dapat
meningkatkan risiko tendon rupture.
Obat lain yang mengalami interaksi adalah isoniasid dengan rifampisin
dengan tingkat signifikansi 1 dan onset lambat serta tingkat keparahan besar
(mayor). Efek interaksi kedua obat tersebut akan meningkatkan risiko gangguan
fungsi hati (hepatotoksik) bila dibandingkan jika digunakan secara terpisah.
74
Mekanismenya adalah terjadi perubahan metabolisme isoniasid yang disebabkan
oleh rifampisin.
Pemberian bersama antara rifampisin dan pirazinamid dapat menyebabkan
interaksi obat dengan tingkat signifikansi 5 dan onset cepat serta tingkat
keparahan rendah (minor). Interaksi kedua obat dapat menyebabkan penurunan
kadar rifampisin dalam serum. Mekanisme interaksi kedua obat ini belum
diketahui.
Kasus DTP yang berupa complience merupakan kasus DTP karena
kegagalan pasien mengkonsumsi obat atau faktor lain yang dapat menyebabkan
kegagalan pasien untuk mengkonsumsi obat, misalnya ketaatan pasien. Ketaatan
pasien biasanya dipengaruhi oleh jumlah obat yang dikonsumsi, semakin banyak
obat yang digunakan oleh pasien maka risiko ketidaktaatan pasien akan semakin
besar.
Obat yang menjadi penyebab DTP complience adalah etambutol.
Berdasarkan instruksi dokter pasien seharusnya menggunakan etambutol 500 mg
1 ½ tablet 1 kali sehari, akan tetapi etambutol yang diberikan ke pasien adalah
Etambutol 250 mg sehingga pasien harus mengkonsumsi obat menjadi 3 tablet
sekaligus dalam waktu yang bersamaan. DTP yang terjadi bersifat potensial
karena kegagalan mengkonsumsi obat belum terjadi, namun dapat berisiko
menghasilkan DTP. Untuk memastikan apakah kasus ini termasuk ME, perlu
diketahui alasan penggantian obat ini, apakah karena stok etambutol habis atau
memang kelalaian petugas kesehatan.
75
Tabel XXIII. Kelompok Kasus DTP Complience pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 12 Etambutol Pada instruksi dokter pasien
diberikan obat etambutol 500mg 1x1 ½ tablet, akan tetapi oleh perawat diberikan etambutol 250mg, sehingga pasien harus mengkonsumsi obat menjadi 3 tablet sehari.
Pasien diberikan etambutol 500mg 1x1 ½ untuk meningkatkan complience.
17 Pseudoefedrin+terfenadin Pasien tidak mengkonsumsi obat sore karena ketiduran.
Merupakan obat yang digunakan jika perlu, sehingga tidak menjadi suatu masalah yang berarti apabila pasien tidak mengkonsumsi obat sesuai jadwal, namun dengan ketentuan gejala pasien telah membaik.
17 Pseudoefedrin+terfenadin Ketika kontrol ke rumah sakit, pasien tidak menebus obat yang diresepkan oleh dokter karena berencana menggunakan obat-obatan herbal.
Obat harus dilanjutkan penggunaannya untuk mempercepat kesembuhan pasien.
15 Levofloksasin Pasien tidak mengkonsumsi obat secara teratur seperti yang tertera di etiket. Hal ini diketahui ketika home visit pasien.
Diperlukan pendampingan dari keluarga untuk memantau pasien agar menggunakan obat secara rutin seperti instruksi di etiket
15 Ipratropium HBr Pasien salah menggunakan Ipratropium HBr secara tepat. Ipratropium HBr digunakan secara terbalik.
Sebelum pasien keluar dari rumah sakit, diperlukan pelatihan cara menggunakan Ipratropium HBr yang benar kepada pasien dan keluarga yang mendampingi
19 Ambroksol HCl Di rumah, pasien hanya menggunakan ambroksol HCl hanya ketika siang hari saja.
Ambroksol HCl digunakan 3 kali sehari 2cth.
Obat lain yang menyebabkan DTP complience adalah
pseudoefedrin+terfenadin. Berbeda dengan etambutol, DTP complience obat
pseudoefedrin+terfenadin bersifat aktual atau telah terjadi, dimana pasien gagal
mengkonsumsi obat sesuai dengan jadwal akibat pasien tidur. Namun penggunaan
Rhinofed® dapat digunakan jika perlu, sehingga tidak menjadi suatu masalah yang
76
berarti apabila pasien tidak mengkonsumsi obat sesuai jadwal, namun dengan
ketentuan gejala pasien telah membaik.
Terdapat 4 kejadian DTP complience yang terjadi ketika dilakukan home
visit ke rumah pasien. DTP complience terjadi karena ketidaktaatan pasien dalam
mengkonsumsi obat seperti yang terjadi pada kasus 17, 15 dan 19. Satu kasus
lainnya terjadi karena ketidaktahuan pasien dalam menggunakan sediaan obat
inhaler yang memang jarang diketahui oleh orang awam. Untuk mencegah
kejadian DTP yang terjadi di rumah, sebaiknya sebelum keluar dari rumah sakit
pasien dan keluarga dijelaskan mengenai cara pemakaian obat dan meminta
keluarga untuk dapat memonitor penggunaan obat oleh pasien.
Tabel XXIV. Jumlah Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Jenis DTP Jumlah Kasus Persentase (%) Dosis terlalu tinggi 4 18,2 Dosis terlalu rendah 12 54,5 ADR 5 22,7 Interaksi obat 8 36,4 Complience 6 27,3
2. Medication Error (ME)
Selain berdasarkan drug therapy problems (DTPs), evaluasi kerasionalan
terapi pasien kasus di bangsal kelas III Rumah Sakit Bethesda yang
menggunakan obat sistem saluran pernapasan juga dilakukan identifikasi
berdasarkan medication error yang terjadi pada fase administrasi.
Dari 22 kasus pasien yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan
terdapat kasus pasien mengalami medication error. Adapun hasil evaluasi
medication error yang terjadi meliputi potensi ME terkait administration error
77
sebanyak 3 kasus, pemberian diluar instruksi dokter sebanyak 1 kasus dan
kegagalan mengecek instruksi sebanyak 3 kasus.
Tabel XXV. Kelompok Kasus Potensi ME terkait Administration Error pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
4, 10 dan 12
OAT (Etambutol dan pirazinamid)
Pemberian dosis etambutol dan pirazinamid bergantung dari berat badan pasien. Berat badan pasien tidak tercatat pada rekam medis
Pasien ditimbang berat badannya untuk mendapatkan dosis yang sesuai.
Untuk mendapatkan dosis antibiotik misalnya obat antituberkolosis (OAT)
diperlukan data berat badan pasien. Hal ini karena dosis OAT seperti etambutol
dan pirazinamid sangat dipengaruhi oleh berat badan pasien. Dosis untuk
etambutol adalah 15-25 mg/kg/hari atau pasien dengan berat badan 40-55 kg :
800 mg, 56-75 kg : 1200 mg, 76-90 kg : 1600 mg, sedangkan pirazinamid adalah
15-30 mg/kg/hari atau pasien dengan berat badan 40-55 kg : 1000mg, 56-75 kg :
1500 mg, 76-90 kg : 2000 mg.
Kasus 4 dan 12 mendapatkan etambutol 750 mg/hari dan pirazinamid 1500
mg/hari. Jika dilihat dengan dosis tersebut, terdapat perbedaan range berat badan
pada obat etambutol dan pirazinamid. Pada etambutol range berat badan pasien
adalah 40-55 kg, sedangkan pirazinamid adalah 56-75 kg.
Kasus 10 mendapatkan etambutol 750 mg/hari dan pirazinamid 1000
mg/hari. Jika dilihat dengan dosis tersebut, terdapat perbedaan range berat badan
pada obat etambutol dan pirazinamid. Pada etambutol range berat badan pasien
adalah 40-55 kg, sedangkan pirazinamid adalah 40-45 kg.
Medication error terkait administration error ini dapat memberikan
dampak terapi yang berbahaya apabila dosis yang diterima oleh pasien kurang
78
atau bahkan berlebih. Hal ini terjadi pada kasus 10 dan 12, dimana timbul efek
toksik dari penggunaan OAT, yaitu gangguan fungsi hati. Efek ini dapat muncul
salah satu sebabnya terjadi karena kesalahan pemberian dosis kepada pasien.
Administration error ini dapat diatasi dengan pencatatan berat badan
pasien ketika masuk ke rumah sakit, sehingga pasien mendapatkan dosis obat
sesuai dengan kebutuhannya.
Tabel XXVI. Kelompok Kasus ME Pemberian Obat di Luar Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
7 Prokaterol HCl Berdasarkan laporan keperawatan, pasien mendapatkan prokaterol HCl ¼ tablet pada tanggal 20 Agustus. Dokter tidak menginstruksikan pemberian prokaterol HCl selama dirawat.
Pemberian obat harus berdasarkan instruksi dokter dan sebaiknya tercatat dalam rekam medis.
Berdasarkan laporan keperawatan pasien tanggal 20 Agustus, kasus 7
mendapatkan prokaterol HCl ¼ tablet sesaat sebelum pulang. Akan tetapi
berdasarkan intruksi dokter, pasien tidak mendapatkan obat prokaterol HCl
selama di bangsal. Pemberian prokaterol HCl ini tidak tercatat pada daftar
pemberian obat di rekam medis pasien.
Pemberian obat diluar instruksi dokter dapat membahayakan pasien,
karena obat tersebut bukan rekomendasi dari dokter yang mendiagnosis pasien
dan apabila ada efek yang merugikan terjadi, orang yang paling merasa dirugikan
adalah pasien itu sendiri. Efek obat terhadap pasien tidak dapat dimonitor karena
pasien telah keluar dari rumah sakit.
79
Tabel XXVII. Kelompok Kasus ME Kegagalan Mencek Instruksi pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
8 Moksifloksasin HCl Pada etiket, moksifloksasin HCl diberikan 1xsehari tiap 24 jam. Akan tetapi pada pemberian hari pertama dan kedua tidak 24 jam. Pada hari pertama pasien diberikan sore hari sedangkan hari kedua pasien diberikan pada pagi hari.
Pemberian obat moksifloksasin HCl harus diberikan seperti yang tertera di etiket.
10 Isoniasid+Vit B6 Pada instruksi dokter, isoniasid+Vit B6 diberikan 1x ¾ tablet, namun prakteknya pasien diberikan isoniasid+Vit B6 1x1 tablet.
Isoniasid+Vit B6 diberikan sesuai dengan instruksi dokter.
11 Ipratropium HBr dan flutikason propionat
Instruksi dokter ipratropium HBr dan flutikason propionat diberikan tiap 8 jam. Pasien diberikan obat hanya tiap 7 jam, yaitu pada pukul 06.00 ; 13.00 ; 20.00.
Ipratropium HBr dan flutikason propionat diberikan tiap 8 jam.
ME kegagalan mencek instruksi dapat mengakibatkan gagalnya terapi dan
bahkan dapat membahayakan jiwa pasien. Obat yang mengalami ME instruksi
dijalankan keliru adalah moksifloksasin HCl, ipratropium HBr dan flutikason
propionat.
Moxifloxacin HCl merupakan antibiotik golongan kuinolon. Berdasarkan
etiket, moxifloxacin HCl digunakan 1 kali sehari tiap 24 jam. Pemberian pertama
dan kedua, moxifloxacin HCl diberikan dengan jeda kurang dari 24 jam, dimana
pada pemberian pertama moxifloxacin HCl digunakan pada sore hari akan tetapi
esok harinya moxifloxacin HCl digunakan pada pagi hari.
Instruksi dokter mengatakan bahwa ipratropium HBr dan flutikason
propionat diberikan tiap 24 jam kepada pasien. Namun, pasien hanya diberikan
terapi hanya tiap 7 jam, yaitu pada pukul 06.00 ; 13.00 dan 20.00. Pemberian
dengan jeda kurang dari 24 jam ini dapat mengakibatkan kadar obat dalam darah
80
melebihi jendela terapi dan sangat berbahaya pada obat-obat yang memiliki
indeks terapi sempit karena dapat menimbulkan ketoksikan. Selain itu, efek obat
tidak dapat melindungi pasien selama 24 jam penuh sehingga risiko timbulnya
gejala sesak besar terjadi terutama pada obat ipratropium HBr dan flutikason
propionat.
Obat lain yang mengalami ME adalah isoniasid+Vit B6 . Isoniasid+Vit B6
berdasarkan instruksi dokter diberikan 1 kali sehari ¾ tablet, akan tetapi
prakteknya pasien diberikan obat isoniasid+Vit B6 1 kali sehari 1 tablet. ME yang
terjadi dapat mengakibatkan kadar obat dalam darah meningkat karena
penggunaan yang berlebihan. Berdasarkan pengamatan, ME yang terjadi tidak
menimbulkan efek yang merugikan kepada pasien.
81
Tabel XXVIII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 2 Subyektif Bapak BH, No MR : 00-63-84-46. Umur 57 tahun masuk rumah sakit tanggal 07 Agustus 2008 dengan keluhan 1 bulan sesak nafas, batuk. Keluar rumah sakit tanggal 19 Agustus 2008. Lama perawatan: 12 hari. Diagnosis dokter adalah tumor paru kanan. Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 7/8 Satuan Nilai normal
Hb 11 gr% 13.50 - 17.50 Lekosit 10,42 ribu/mmk 4.10 - 10.90 Eosinofil 1,1 % 0 - 5.0 Basofil 0,4 % 0 - 2.0 Segmen 80,0 % 47.0 - 80.0 Limfosit 11,2 % 13.0 – 40.0 Monosit 7,3 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 36 % 41.0 – 53.0 Eritorisit 4,93 Juta/mmk 4.5 – 5.90 Ureum 21,3 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 1,3 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 26 u/l 0 – 37.0 SGPT (ALT) 17 u/l 0 – 41.0
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 36,7ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 – 29kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 100 kali per menit Tekanan darah Berkisar antara 120/90 – 160/100 mmHg
Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : DMP 2x1 tgl 7 Agt, kemudian dinaikkan menjadi 3x1 tgl 9 Agt ; ofloksasin
400mg 2x1 tgl 15 Agt, AP caps® 3x1tab, K I-aspartat (Aspar K®) 2x1, furosemid (Lasix® 1x1)
Parenteral : Metil prednisolon (Somerol®) inj 2x125mg, karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 3x1. Penilaian 1. Dosis penggunaan ofloksasin telah tepat yaitu 400mg tiap 12 jam 2. DMP diberikan 2x1 tablet kemudian dinaikkan menjadi 3x1 tablet. DTP yang terjadi dosis
terlalu rendah 3. Furosemid (Lasix®) diberikan bersama dengan AB kuinolon dapat meningkatkan risiko
aritmia akibat perpanjangan QT. Berdasarkan DIF, tingkat signifikansi 5. DTP yang terjadi interaksi obat
4. Penggunaan ofloksasin dengan kortikosteroid dapat meningkatkan risiko tendon rupture (DIH). DTP yang terjadi interaksi obat
Rekomendasi 1. DMP diberikan 3x1 tablet 2. Monitor keadaan pasien setelah obat digunakan.
82
Tabel XXIX. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 3 Subyektif Ny. WS, No. RM : 00-21-55-95, umur 70 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 08 Agustus 2008 dengan keluhan sesak, batuk, badan panas ± 3 hari, badan lemas. Keluar tanggal 14 Agustus 2008, Lama perawatan: 6 hari. Diagnosis dokter adalah COPD eksaserbasi akut. Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 8/8 11/8 13/8
Satuan Nilai normal
Hb 14,1 gr% 12.00 – 18.00 Lekosit 176 28,2 20,8 ribu/mmk 4.10 – 13.00 Eosinofil 0,2 % 0 - 5.0 Basofil 0,2 % 0 - 2.0 Segmen 89,7 % 47.0 - 80.0 Limfosit 5,5 % 13.0 – 40.0 Monosit 4,4 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 43,7 % 36.0 – 46.0 Eritorisit 5,32 Juta/mmk 4.1 – 5.30 Ureum 15,2 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 0,7 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 34,4 u/l 14.0 – 56.0 SGPT (ALT) 25,2 u/l 9.0 – 52.0
Suhu (ºC) Berkisar antara 36,1ºC – 38ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 22– 28 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 88 – 110 kali per menit Takanan darah Berkisar antara 140/80 – 180/100 mmHg
Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : salmeterol 3x2 ; Sanadryl® sirup 3x2 cth, AP caps® 3x1, Parasetamol (Pamol®)
3x1, amlodipin besilat (Tensivask®) 1x1, Yekalgin® 3x1. Parenteral : sefriakson inj 1x1g 3 hari (8-10 Agt) kemudian dinaikkan menjadi 2x1g (11-14 Agt)
; metil prednisolon (Somerol®) inj 2x125mg, ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat inhalasi 3xsehari selama 8 hari, mulai tanggal 8-15 Agt.
Penilaian 1. Pasien mendapatkan terapi Flixotide® dan Seretide® yang isinya sama yaitu flutikason
propionat. Penggunaan flutikason propionat berlebih adalah infeksi saluran napas dan batuk. DTP yang terjadi dosis berlebih dan ADR
2. Seftriakson diberikan 1x1 gram pada awal terapi akan tetapi AL pasien tetap tinggi kemudian dinaikkan menjadi 2x1gr. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah
Rekomendasi 1. Sebaiknya digunakan salah satu obat saja, misalnya Flixotide®. 2. Dosis seftriakson dinaikkan dari awal pemakaian menjadi 2x1 gr tiap 12 jam, karena pasien
menggunakan 3 kortikosteroid.
83
Tabel XXX. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 4* Subyektif Bpk SH, No. RM : 01-92-06-19, umur 51 tahun, masuk rumah sakit tanggal 10 Agustus 2008 dengan keluhan pasien batuk keluar darah, sesak sudah 3 hari, batuk kumat-kumatan ± ½ tahun, 1 bulan yang lalu batuk darah sekali, ± 3 hari batuk-batuk dahak ada darahnya, belum pernah dirawat. Pasien keluar tanggal 18 Agustus 2008. lama perawatan yaitu 5 hari. Diagnosa dokter adalah TB paru dan haemoptoe. Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 10 Agt 13 Agt 17 Agt Satuan Nilai normal
Hb 12,3 gr% 13.50 - 17.50 Lekosit 5,56 ribu/mmk 4.10 - 10.90 Hematokrit 37,5 % 41.0 – 53.0 Trombosit 237 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gol. darah O Gula darah sewaktu 122 130 110 mg/dL 70.0 – 140.0
Ureum 24,4 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 0,5 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 27,5 27,9 u/l 0 – 37.0 SGPT (ALT) 25,4 24,2 u/l 0 – 41.0 Laju endap darah 66/104
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 38ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 18– 24kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 10 kali per menit Tekanan darah Berkisar antara 120/70 – 130/90 mmHg
Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : kodein 3x10mg selama 2 hari, kemudian digantikan dengan DMP 3x1
rifampisin 450mg 1x1, isoniasid+Vit B6 1x1, etambutol 500mg 1x ½ , pirazinamid 500mg 1x3, Karbazokrom Na sulfonat (Adona) 3x1, Sistenol® 3x1
Parenteral : Kalnex inj 2x1 amp Penilaian 1. Dosis untuk kodein dan DMP telah tepat 2. Berat badan pasien tidak diketahui, sedangkan dosis OAT sangat dipengaruhi oleh berat
badan. ME yang terjadi administration error. 3. Isoniasid memiliki interaksi dengan rifampisin, dengan signifikansi 1 (DIF), yang dapat
meningkatkan risiko hepatoksisitas. DTP yang terjadi interaksi obat. 4. Rifampisin memiliki interaksi dengan pirazinamid, dengan signifikansi 5 (DIF), pirazinamid
dapat menurunkan kadar rifampisin. DTP yang terjadi interaksi obat. Rekomendasi 1. Untuk mendapatkan dosis OAT yang tepat dibutuhkan data berat badan pasien yang akurat. 2. Monitor keadaan pasien setelah mengkonsumsi obat untuk mengamati ada tidaknya interaksi
obat yang membahayakan. *DTP terjadi pada kasus 10 dan 12
84
Tabel XXXI. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 11 Subyektif Bpk MW, No. RM : 01-92-16-48. Umur : 74 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 31 Agustus 2008 dengan keluhan OS kiriman klinik mitra sehat opname 3 hari, sesak belum berkurang, keluarga minta dirujuk di RS Bethesda. Keluar rumah sakit tanggal 05 September 2008. Lama perawatan 5 hari. Diagnosa dokter adalah COPD Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 31 agt Satuan Nilai normal
Hb 13,20 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 7,89 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 0,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,4 % 0 – 2.0 Segmen 76,1 % 47.0 – 80.0 Limfosit 10 % 13.0 – 40.0 Monosit 13,4 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 43,6 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 4,56 juta/mmk 4.5 – 5.90
Suhu (ºC) Berkisar antara 37ºC – 37,9ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 24 – 26 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 90 – 110 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 150/80 – 170/100
Penatalaksanaan Terapi Non_parenteral : ofloksasin 2x400mg, ambroksol HCl tablet 3x1 Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 3x24 jam Penilaian 1. Terapi yang diberikan telah tepat dosis. 2. Instruksi dokter tertulis bahwa Combivent® dan Flixotide® diberikan 3x24jam (tiap 8 jam),
namun pasien hanya diberikan tiap 7 jam (jam 6, 13, dan 20). ME yang terjadi kegagalan mencek instruksi.
Rekomendasi 1. Combivent® dan Flixotide® diberikan tiap 8 jam agar obat dapat melindungi pasien selama
24 jam.
85
Tabel XXXII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 13 Subyektif Ny. TKY, No. RM : 01-92-03-60. Umur : 63 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 4 Agustus 2008 dengan keluhan Sesak napas + 1 minggu, batuk (+), dahak tidak produktif, kaki kanan nyeri, perut sebah. Keluar rumah sakit tanggal 11 Agustus 2008. Lama perawatan 7 hari. Diagnosa sementara dokter adalah efusi pleura kiri Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 4/8 5/8 Satuan Nilai normal
Hb 9 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 8,84 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 3,0 % 0 – 5.0 Basofil 0,0 % 0 – 2.0 Limfosit 23,0 % 13.0 – 40.0 Monosit 14,0 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 28,1 % 41.0 – 53.0 Trombosit 155 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gula darah sewaktu
158 gr/dL 70.0 – 140.0
Ureum 41,1 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 1,1 mg/dL 0.80 – 1.40
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,5ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 16 – 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 96 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 100/70 – 140/90
Penatalaksanaan Terapi Non_parenteral : DMP 3x1, salbutamol 2mg 3x ½, bromheksin HCl 3x1cth, azitromisin dihidrat 1x1, Hp pro® 3x1 Penilaian 1. Bromheksin HCl berdasarkan litelatur diketahu bahwa dosis untuk dewasa adalah 2 cth,
sedangkan instruksi dokter 1 cth. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah 2. Salbutamol digunakan 3x1/2 tablet. Berdasarkan litelatur salbutamol digunakan 2-4 mg
3xsehari. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah Rekomendasi 1. Bromheksin HCl dinaikkan dosisnya menjadi 3x2cth 2. Salbutamol dinaikkan dosisnya menjadi 3x2mg.
86
Tabel XXXIII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 14* Subyektif Bpk DJS, No. RM : 96-03-58. Umur : 78 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 13 Agustus 2008 dengan keluhan 4 hari sesak, batuk dahak tidak bisa keluar. Keluar rumah sakit tanggal 24 Agustus 2008. Lama perawatan 11 hari. Diagnosa dokter adalah COPD dan broncopneumonia Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 13/8 18/8 21/8 23/8 Satuan Nilai normal
Hb 12,8 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 13.9 14,8 18,4 13,8 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Hematokrit 38 % 41.0 – 53.0
Trombosit 227 ribu/mmk 140.0 – 440.0 P.CO2 31,7 35-45 PO2 65 83-108
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,9ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 – 32 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 120 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 110/90 – 160/90
Penatalaksanaan Terapi Non_parenteral : Bromheksin HCl 3x2cth, zafirlukast 2x1, Enzyplex® 2x1, lansoprazol
(Prosogan®) 1x1, metil prednisolon (Somerol®) 4mg 2x1, setirizin 1x1b/p, Prokaterol HCl 50mcg 3x ¼
Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 4xsehari, metil prednisolon (Somerol®) 4xsehari, seftriakson 2x1, Sapiron® 2x1 gr
Penilaian 1. Terapi bromheksin HCl dan zafirlukast telah tepat. 2. Aturan pakai prokaterol HCl untuk orang dewasa adalah 1 tab (50mcg) 2x/hari atau 1-2 mini
tablet(25mcg)2x/hari, sedangkan pasien hanya diberikan dosis 3x ¼ tablet 50mcg. DTP yang terjadi dosis kurang.
Rekomendasi 1. Dosis prokaterol HCl dinaikkan menjadi 50-100mcg/hari *DTP terjadi pada kasus 5 dan 6
87
Tabel XXXIV. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 15 Subyektif Ny. IgS, No. RM : 01-92-05-37 Umur : 67 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 8 Agustus 2008 dengan keluhan sudah 4 hari mengeluh sesak napas dan batuk dahak bisa dikeluarkan, hari ini mengeluh pusing, mual,muntah 4x. Keluar rumah sakit tanggal 12 Agustus 2008. Lama perawatan 4 hari. Diagnosa dokter adalah COPD. Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 8 Agt 9 Agt
Satuan Nilai normal
Hb 13,7 gr % 12.00 – 18.00 Lekosit 37,9 ribu/mmk 4.10 – 13.00 Eosinofil 8,49 % 0 – 5.0 Trombosit 322 ribu/mmk 140.0 – 440.0 Gol.Darah O Gula darah sewaktu
158 gr/dL 70.0 – 140.0
SGOT (AST) 39,8 u/l 14.0 – 56.0 SGPT (ALT) 23,2 u/l 9.0 – 52.0
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,2ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 – 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 100 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 90/70 – 160/90
Penatalaksanaan Terapi 1. Obat rawat inap
Non_parenteral : parasetamol (Pamol®) 3x1b/p, losartan K (Angioten®) 1x1, ambroksol HCl tab 3x1, levofloksasin 1x1.
Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 3x1, ranitidin (Rantin®) 2x1amp, seftriakson 2x1.
2. Obat rawat jalan Non-parenteral : losartan K (Angioten®) 1x1, levofloksasin 1x1, Lipofood® 2x1, Ambroksol HCl 3x1tab
Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol 3xsehari 2 semprot Penilaian 1 Pasien mendapatkan terapi ambroksol HCl tablet 3x1, cravit 1x1 inhalasi ipratropium
HBr+salbutamol dan flutikason propionat 3xsehari serta injeksi seftriakson 2x1gram selama di rawat inap.
2 Dosis tiap obat telah tepat 3 Pasien mendapatkan obat levofloksasin 1x1, ambroksol HCl 3x1tab, dan ipratropium
HBr+salbutamol ketika pulang keluar rumah sakit 4 Ketika dilakukan home visit yang kedua kali, obat levofloksasin yang seharusnya telah habis
masih sisa. DTP yang terjadi complience. 5 Ketika home visit dilakukan, diketahui bahwa pasien salah menggunakan ipratropium
HBr+salbutamol inhalasi. Pasien menggunakan ipratropium HBr+salbutamol secara terbalik. DTP yang terjadi complience
Rekomendasi 1. Levofloksasin digunakan secara rutin sesuai dengan instruksi di etikat. 2. Sebelum pasien keluar dari rumah sakit, diperlukan pelatihan cara menggunakan ipratropium
HBr+salbutamol.yang benar kepada pasien dan keluarga yang mendampingi.
88
Tabel XXXV. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 17 Subyektif Bpk RIP, No. RM : 00-95-56-02, umur : 34 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 22 Agustus 2008 dengan keluhan pusing cekot-cekot, riwayat sinusitis. Pasien keluar 24 Agustus 2008. Lama perawatan selama 2 hari. Diagnosa dokter rhinosinusitis dan hipertensi. Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 22/8
Satuan Nilai normal
Hb 17,30 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 12,70 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 4,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,3 % 0 – 2.0 Segmen 63,2 % 47.0 – 80.0 Limfosit 23,2 % 13.0 – 40.0 Monosit 9,3 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 47,8 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 5,81 juta/mmk 4.5 – 5.90 Ureum 37,1 mg/dL 10.0 – 50.0 Kreatinin 1,20 mg/dL 0.80 – 1.40 SGOT (AST) 16,7 u/l 0 – 37.0 SGPT (ALT) 22 u/l 0 – 41.0
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37 ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 20 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 88 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 140/100 – 190/110 mmHg
Penatalaksanaan Terapi 1. Obat rawat inap
Non-parenteral : lisinopril (Noperten®) 5mg 1x1, selekoksib (Celebrex®) 100mg 2x1, Oelapin® 3x1, psudoefedrin+terfenadin 3x1, Vertivom® 3x1, Dondix® 3x1, Lanam®/Pamol® 3x1, Yekalgin® 3x1, moksifloksasin HCl (Avelox®) 400mg 3x1, pseudoefedrin HCl 3x1, ranitidin (Rantin®) 2x1, deksametason (Kalmetason®) 3x2cc.
Parenteral : ketorolak trometamin (Toradol®) inj 1amp (IGD), Stesolid® inj ½ ampul (IGD), ketorolak trometamin (Remopain®/Kaltrofen®) 1amp, ranitidin (Rantin®) inj 1amp, Primperan® inj 1amp.
2. Obat rawat jalan Non-parenteral : Telfast® OD 1x1, Pronalges® 2x1 b/p, Proneuron®, Pondex®, Noperten® 5mg 2x1,
Climadan® 150mg 3x1, Yekalgin® 3x1, psudoefedrin+terfenadin 3x1, pseudoefedrin HCl 3x1, Spasmium® 3x1 b/p, lazoprasol 30mg 1x1, Rantin® 1x1, Myonal® 2x1.
Penilaian 1. Pasien mendapatkan psudoefedrin+terfenadin 3x1 tablet. 2. Psudoefedrin+terfenadin yang berisi pseudoefedrin kontraindikasi pada pasien dengan hipertensi
berat karena dapat meningkatkan TD. DTP yang terjadi ADR 3. Pasien tidak mengkonsumsi obat pada sore hari karena ketiduran. DTP yang terjadi complience. 4. Ketika dilakukan home visit, diketahui pasien tidak menebus obat psudoefedrin+terfenadin di
rumah sakit, karena berencana menggunakan obat-obatan herbal. DTP yang terjadi complience.
89
Tabel XXXVI. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 19* Subyektif Ny Snkm, No. RM : 00-28-20-73, umur : 55 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 18 Agustus 2008 dengan keluhan + 4 hari badan lemas, sesak, mual, nafsu makan kurang, dada berdebar-debar. Pasien keluar 22 Agustus 2008. Lama perawatan selama 4 hari. Diagnosa dokter Bronchitis asmatis Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 18/8 Satuan Nilai normal
Hb 16,3 gr % 12.00-18.00 Lekosit 6,32 ribu/mmk 4.10 – 13.00 Eosinofil 7,1 % 0 – 5.0 Basofil 0,8 % 0 – 2.0 Segmen 55,2 % 47.0 – 80.0 Limfosit 26,9 % 13.0 – 40.0 Monosit 10,0 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 46,8 % 36.0 – 46.0 Eritrosit 5,49 juta/mmk 4.1 – 5.30
Suhu (ºC) Berkisar antara 36ºC – 37,6 ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 18- 24 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 80 – 92 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 100/60 – 130/80 mmHg
Penatalaksanaan Terapi 1. Obat rawat inap
Non-parenteral : parasetamol (Pamol®) 3x1, levofloksasin 500mg 1x1, teofilin 2x ½ , ambroksol HCl 3x1cth, ranitidin (Rantin®) 2x1, domperidon (Vomitas®) 3x1
Parenteral : metil prednisolon (Somerol®) 2x1, seftazidim 2x1gr, ranitidin (Rantin®) 2x1amp, metoklopramid HCl (Primperan®) 2x1amp, ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat 2x1/hari
2. Obat rawat jalan Non-parenteral : teofilin 2x ½ , domperidon (vomitas®) 3x1, ranitidin (Rantin®) 2x1,
ambroksol HCl sirup 3x1cth, Doloscaneuron® 3x1 Parenteral : ipratropium HBr+salbutamol dan flutikason propionat
Penilaian 1. Penggunaan ambroksol HCl sirup berdasadarkan litelatur untuk pasien dewasa adalah
3x2cth (10ml) akan tetapi pasien hanya diberikan 3x1cth di rawat inap dan di rawat jalan. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah
2. Penggunaan teofilin berdasarkan mims untuk dewasa adalah 2/3-1 tablet tiap 12 jam, sedangkan pasien hanya diberikan 2x ½ tablet. DTP yang terjadi dosis terlalu rendah
3. Berdasarkan hasil wawancara ketka home visit, pasien hanya menggunakan ambroksol HCl sirup ketika siang hari saja. DTP yang terjadi adalah compliance.
Rekomendasi 1. Dosis ambroksol HCl sirup ditingkatkan menjadi 3x2cth 2. Dosis teofilin ditingkatkan menjadi 2/3-1 tablet tiap 12 jam. *DTP terjadi pada kasus 1, 7, 8
90
Tabel XXXVII. Contoh Kasus DTP pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
KASUS 21* Subyektif Bpk MJ, No. RM : 01-92-02-36, umur : 80 tahun. Masuk rumah sakit tanggal 1 Agustus 2008 dengan keluhan tadi pagi tiba-tiba lemas, sesak nafas. Pasien keluar 13 Agustus 2008. Lama perawatan selama 12 hari. Diagnosa sementara dokter Shock kardiogenik Obyektif
Hasil Tanggal Pengukuran 1/8
Satuan Nilai normal
Hb 11,2 gr % 13.50 – 17.50 Lekosit 4,73 ribu/mmk 4.10 – 10.90 Eosinofil 2,7 % 0 – 5.0 Basofil 0,4 % 0 – 2.0 Segmen 69,8 % 47.0 – 80.0 Limfosit 19,7 % 13.0 – 40.0 Monosit 7,4 % 2.0 – 11.0 Hematokrit 33,7 % 41.0 – 53.0 Eritrosit 4,24 juta/mmk 4.5 – 5.90
Suhu (ºC) Berkisar antara 36,2ºC – 37 ºC Nafas (x/menit) Berkisar antara 18- 20 kali per menit Nadi (x/menit) Berkisar antara 60 – 84 kali per menit TD (mmHg) Berkisar antara 110/60 – 140/80 mmHg
Penatalaksanaan Terapi Non-parenteral : orciprenalin sulfat 3x ½ tab, asam asetil salisilat (Ascardia®) 1x1, (isosorbid
dinitrat) Cedocard® 2x1, metil prednisolon (Hexilon®) 3x1, sefadroksil 2x1, parasetamol (Pamol®) 3x1, nisergolin (Serolin®) 3x1, pirasetam (Neurotam®) 3x1
Parenteral : Ketorolak (IGD), Ranitidin 2x1, citisolin (Nicholin®) 1x1, pirasetam (Neurotam®) 1x1, Levonox® 2x1, metil prednisolon 1x1.
Penilaian 1. Pasien mendapatkan terapi orciprenalin sulfat 3x ½ tab, berdasarkan litelatur orciprenalin
sulfat digunakan ½ -1tablet/ hari. DTP yang terjadi dosis berlebih. Rekomendasi 1. Dosis orciprenalin sulfat diturunkan menjadi 2xsehari 1/2tablet. *DTP terjadi pada kasus 20
Tabel XXXIX. Jumlah Kasus ME pada Kasus Pasien yang Menggunakan Obat Gangguan Sistem Saluran Pernapasan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Jenis ME Jumlah Kasus Persentasi (%) Potensi ME terkait administration error 3 13,6 Pemberian diluar instruksi 1 4,5 Kegagalan mencek instruksi 3 13,6
91
E. Evaluasi Masalah Utama Drug Therapy Problems dan Medication Error Pasien Kasus yang Menggunakan Obat Sistem Saluran Pernapasan
Periode Agustus 2008
Berdasarkan hasil evaluasi drug therapy problems dan medication error
diketahui bahwa kejadian DTP terbanyak disebabkan karena dosis terlalu rendah
yang dialami oleh 54,55% kasus pasien sedangkan kejadian medication error
terbanyak disebabkan oleh administration error yang dialami oleh 13,63% kasus
pasien. Masalah utama kejadian DTP dan ME dapat diketahui dari jumlah
kejadian DTP dan ME terbanyak.
Masalah utama DTP dosis terlalu rendah dapat disebabkan karena
kelemahan tenaga kesehatan terutama farmasi klinis dalam memonitor
penggunaan obat pasien. Farmasi klinis merupakan tenaga kesehatan yang paling
paham terkait dengan masalah penggunaan obat oleh pasien dan harus ikut serta
dalam memonitor penggunaan obat pasien. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
kepada dokter dan perawat dimana dokter mengakui kelebihan seorang farmasis
dibanding dokter terletak pada pengetahuan tentang obat. Selain itu dokter dan
perawat sangat menyetujui apabila apoteker ikut serta dalam memonitor
penggunaan obat oleh pasien karena dengan adanya farmasi klinis dapat
meminimalkan kesalahan. Salah satu kelemahan untuk menjalankan farmasi klinis
secara menyeluruh adalah terbatasnya jumlah apoteker di rumah sakit, sehingga
upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi dapat
dilakukan dengan meningkatkan peran apoteker dalam memonitoring penggunaan
obat pasien dan meningkatkan kerjasama dengan tenaga medis lainnya demi
keberhasilan terapi pasien. Peningkatan peran dalam hal ini seperti meluangkan
92
waktu sejenak tiap harinya untuk memonitoring penggunaan obat di bangsal oleh
seluruh apoteker.
Masalah utama medication error dapat disebabkan oleh kelemahan
pencatatan di rumah sakit (human error). Human error terjadi pada proses
identifkasi pasien dan pencatatan, dimana terdapat data berat badan pasien yang
tak tercatat ketika pasien berobat di rumah sakit. Data berat badan sangat
dibutuhkan untuk menghitung dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Dengan adanya data berat badan pasien yang terekam maka dapat meminimalkan
kesalahan akibat kesalahan prediksi berat badan oleh tenaga medis.
F. Rangkuman Pembahasan
Terdapat 22 kasus pasien di Bangsal Kelas III Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang menggunakan obat sistem saluran pernapasan periode Agustus
2008. Kelompok umur kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur >55 tahun
sampai 75 tahun. Laki-laki merupakan kasus pasien yang paling banyak
menggunakan obat sistem saluran pernapasan. Pasien dengan pendidikan SLTA
dan pasien yang bermata pencaharian sebagai pekerja swasta merupakan kasus
pasien yang paling banyak menggunakan obat sistem saluran pernapasan.
Berdasarkan diagnosis, pasien yang paling banyak menggunakan obat sistem
saluran pernapasan berasal dari kelompok pasien yang terdiagnosis menderita
COPD.
Obat antibiotik adalah golongan obat yang paling banyak digunakan oleh
kasus pasien yaitu 17 kasus dengan presentasi 77,3%. Sediaan oral padat
93
merupakan sediaan yang paling banyak digunakan yaitu 49 kasus dengan
persentasi 222,7%.
Hasil kajian kerasionalan terapi terhadap 22 kasus pasien yang
menggunakan obat sistem saluran pernapasan berdasarkan analisis drug therapy
problem dan medication error meliputi DTP dosis terlalu tinggi sebanyak 4 kasus,
dosis terlalu rendah sebanyak 12 kasus, ADR sebanyak 5 kasus, interaksi obat
sebanyak 8 dan complience sebanyak 6 kasus, serta ME yang terjadi meliputi
potensi ME terkait administration error sebanyak 3 kasus, pemberian diluar
instruksi dokter sebanyak 1 kasus dan kegagalan mengecek instruksi sebanyak 3
kasus.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Masalah utama DTP dosis terlalu rendah dapat disebabkan karena kelemahan
paramedis terutama farmasi klinis dalam memonitor penggunaan obat pasien.
Kelemahan ini terjadi karena terbatasnya apoteker yang menjalankan praktek
farmasi klinis di bangsal rumah sakit, sedangkan masalah utama medication
error yang berupa admisnistration error dapat disebabkan oleh kelemahan
pencatatan identitas pasien di rumah sakit (human error).
2. Kelompok umur terbanyak berasal dari kelompok umur >55 tahun-75 tahun
sebanyak 46%, jumlah kasus pasien terbanyak dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 59%. Pasien dengan latar pendidikan SLTA dan pasien yang
bermata pencaharian sebagai pekerja swasta merupakan kasus pasien yang
paling banyak menggunakan obat sistem saluran pernapasan dengan
persentase berturut-turut 45% dan 26%. Kasus pasien yang mengalami satu
diagnosis utama merupakan pasien yang paling banyak menggunakan obat
sistem saluran pernapasan dengan jumlah 14 kasus pasien (63,6%).
3. Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan oleh
kasus pasien dengan jumlah mencapai 17 kasus (77,3%). Sediaan yang paling
banyak digunakan oleh kasus pasien adalah oral padat dengan persentasi
222,7%. Dekstrometorfan 15mg dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1
94
95
tablet digunakan oleh 22,7% kasus pasien dan merupakan persentasi obat
tertinggi yang digunakan.
4. Hasil identifikasi drug therapy problem dan medication error meliputi DTP
dosis terlalu tinggi sebanyak 4 kasus, dosis terlalu rendah sebanyak 12 kasus,
ADR sebanyak 5 kasus, interaksi obat sebanyak 8 dan complience sebanyak 6
kasus, serta ME yang terjadi meliputi potensi ME terkait dosis sebanyak 3
kasus, pemberian diluar instruksi dokter sebanyak 1 kasus dan kegagalan
mengecek instruksi sebanyak 3 kasus.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini, yaitu :
1. perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang evaluasi kejadian medication error
dan drug therapy problem pada fase prescribing secara prospekif.
2. diperlukan peningkatan peran farmasi klinis dalam memonitoring penggunaan
obat pasien untuk meminimalkan ME dan DTP yang terjadi seperti apoteker
meluangkan waktu sebentar setiap harinya untuk melakukan monitoring
penggunaan obat di bangsal
3. diperlukan suatu sistem pencatatan secara lengkap terutama data berat badan
pasien untuk mengatasi DTP dan ME.
96
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Taxonomy of Medication Errors, http://www.NCCMERP/pdf/taxo2001-07-31.
Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 7, CMP Medika,
Jakarta. Anonim, 2008a, http://webschoolsolutions.com/patts/systems/lungs.gif , diakses
pada tanggal 19 November 2008. Anonim, 2008b, http://ebsco.smartimagebase.com/ , diakses tanggal 1 Desember
2008. Anonim, 2005, Indonesia Health Profile, http://bankdata.go.id/ , diakses pada
tanggal 8 Oktober 2008. Anne, Marry., Lloyd Yee Young, et al., 2005, Applied Theraupetics The Clinical
Use Drug, 8th edition, Lippincott Williams and Wilkins, Maryland. Borner, P.J., Rogder, I.W., and Thompson, N.C., 1998, Asma Basic Mechanism
And Clinical Management, 3rd ed., 12-21, Academic Press, California. Basse, B. and Myers, L., 1998, Medication Error - Definition and Procedure, Hill
Country Memorial Health System Frederickburg, Texas. Beggs, Susan., Cosgarea, M., Hatfield, N.T., Menhouse, D., Salinas, E., et al.,
2007, e-book Introductory Clinical Pharmacology, 7th edition. Beringer, Paul, Felton, L., Gelone, S., Genaro, A.R., Hoover, J.E., 2005,
Remington The Science and Practice of Pharmacy, 21st, Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.
Cipolle, R.J and Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, Second Edition, , McGraw-Hill, New York. Cohen, M.R., 1991, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC.
Dwiprahasto, I., Kristin, E., 2008, Masalah dan Pencegahan Medication Error,
Bagian Farmakologi dan Toksikologi/Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit, Fak. Kedokteran UGM/RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, Avail.at.http://www.dkkbpp.com/index.php?option=com_content&task=view&id=132&Itemid=47.
97
Guyton, A.C dan Hall J.E., Text Book of Medical Physiology 11th edition, diterjemahkan oleh Rachman.Y.L., Hartanto.H., Novrianty.A., Wulandari.N., 495-559, EGC, Jakarta.
Joseph T. Dipiro, 2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, edisi 6,
McGrowHill, Medical Publishing Division, New York. KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance L.L., 2006, Drug Information
Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio. Muzaham, F., 2007, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, 27 dan 63 Universitas
Indonesia Press, Jakarta. Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, edisi 5, 28, Erlangga, Jakarta. Notoatmodjo, S., 2003, Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta,
Jakarta. Pratiknya, A.W., 1986, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta. Sarwono, S., 2007, Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplkasinya,
32-40, 55-65, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tatro, D.S. (Ed), 2001, Drug Interaction Facts, Facts & Comparison, Wolters
Kluwer, St. Louis. Tierney, Lawrence M., 2004, Current Medical Diagnosis and Treatment, Mc
Graw Hill, New York.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Daftar Obat Sisten Saluran Pernapasan Yang Digunakan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Komposisi Nama Obat Zafirlukast Accolate®
Orsiprenalin sulfat Alupent®
Moksifloksasin HCl Avelox®
Bromheksin HCl Bisolvon® Sefiksim Cefspan®
Klindamisin Climadan®
Kodein Kodein 10mg Levofloksasin Cravit® 500mg Dekstrometorfan Dekstrometorfan 15mg Etambutol Etambutol Rifampisin + isoniasid + pirazinamid + Etambutol FDC N-Asetilsistein Fluimucil® Levofloksasin Levofloksasin 500mg Prokaterol HCl Meptin® 50mcg Ambroksol HCl Mucopect®
Ofloksasin Ofloksasin 400mg Isoniasid + vit B6 Pehadoxin® forte Pirazinamid Pirazinamid 500mg Teofilin anhidrat Quibron TSR®
Pseudoefedrin + terfenadine Rhinofed®
Rifampisin Rifampisin 450mg Salbutamol sulfat Salbron®
Azitromycin dihidrat Zithromax ®
Bromheksin HCl Bisolvon® Bromheksin HCl Mucosulvan®
Dipenhidramin HCl+ammon Cl+ K guaisulfonat +Na sitrat+ mentol
Sanadryl®
Ambroksol HCl Mucopect®
Ipratropium HBr + Salbutamol Combivent®
Flutikason propionat Flixotide®
Salmeterol Seretide®
100
Lampiran 2. Hasil Wawancara Terhadap Dokter di Bangsal Kelas III RS Bethesda
1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai dokter?
Berikan alasan anda?
Dokter 1 Sangat penting, karena :
1. Banyak terjadi di rumah sakit
Merupakan bagian dari risiko
pelayanan dari prescribing hingga
dispensing sehingga akan mudah terjadi
kesalahan
Dokter 2 Penting sekali
Tugas dari dokter adalah mendiagnosa,
yang kemudian terkait dengan terapi
Medication error merupakan bagian
dari terapi, dimana terapi berhubungan
langsung dengan pasien
Dokter 3 Sangat penting, karena harus 7 (tepat
indikasi, pasien, dosis obat, waspada
efek samping, cara, dan harga).
101
2. Bagaimana pendapat dokter jika apoteker terlibat dalam memonitor
penggunaan obat?
Dokter 1 Sangat berterimakasih dan setuju. Error
terjadi karena tulisan yang tidak jelas
dan kurangnya informasi. Bukti farmasi
klinis jika ada apoteker maka error akan
turun.
Dokter 2 Setuju, karena mereka lebih belajar
lebih rinci mengenai obat
Dokter 3 Harus seperti memonitoring obat (PMO = pengawas minum obat )
3. Apakah Anda memperhatikan adanya :
- interakasi obat
- dosis (besar, lamadan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak
habis)
- kontraindikasi
selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal) pada saat melakukan
monitoring terhadapa pasien?
Dokter 1 Dipertimbangkan, tetapi tidak tahu
interaksi obat (tidak hafal) hanya tahu
yang umum-umum saja.
Dokter 2 Ya
Dokter 3 Wajib
102
Lampiran 3. Hasil Wawancara Terhadap Perawat di Bangsal Kelas III RS Bethesda
1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi anda sebagai perawat?
Berikan alasan anda?
Perawat 1 Penting sekali, demi keamanan pasien, karena dapat membahayakan pasien jika keliru.
Perawat 2 Penting, karena berhubungan kepada pasien, kita harus tahu tujuan dan alasan biar kita tidak salah kepada pasien
Perawat 3 Penting. Agar lebih hati-hati dan lebih teliti dalam memberikan obat kepada klien
Perawat 4 Sangat penting, karena berkaitan dengan nyawa pasien Kalau obat salah, perawatmaupun farmsis kena Jika pasien menuntuturusan panjang
Perawat 5 Penting sekali Ada kaitan dengan patient safety, memberikan obat : memberikan racun Pemberian obat juga harus sesuai dengan prinsip 10 benar
Perawat 6 Penting Karena pengobatan merupakan salah satu faktor penunjang kesembuhan pasien
Perawat 7 Penting sekali, karena dampaknya pada pasien sangat besar, efeknya berat
Perawat 8 Sangat penting untuk meningkatkan ketelitian Perawat 9 Sangat penting, karena bila terjadi akan berakibat fatal atau bisa
memperlambat kesembuhan pasien sehingga akan memperpanjang waktu rawat inap
Perawat 10 Penting, karena issue ME bisa menyebabkan atau merugikan pasien bahkan bisa fatal
Perawat 11 Penting karena berpengaruh pada kesehatan pasien Perawat 12 Sangat penting.
Menyangkut nyawa pasien, harus mematuhi 5B / 6B Perawat 13 Sangat penting.
Karena kita bisa tau bahayanya, bisa lebih bertindak hati-hati Perawat 14 Penting sekali.
Karena akibatnya fatal kalau ada kesalahan
103
2. Bagaimana pendapat jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan
obat?
Perawat 1 Bagus lebih bisa mencek obat, asal tahu batasan-batasan pekerjaannya agar tidak mengganggu perawat
Perawat 2 Bagus dan sangat mendukung, karena meminimalkan kesalahan-kesalahan dan pemberian obat bias maksimal sesuai dengan kapasitasnya
Perawat 3 Setuju. Meringankan aktivitas perawat di ruangan, seperti dalam membagi dan mengecek obat
Perawat 4 Bagus, karena dapat mengurangi beban perawat Untuk obat-obatan apoteker lebih tahu mengenai efek samping obat, waktu penggunaan, jam pemberian, indikasi, interaksi obat, dll
Perawat 5 Sangat setuju Karena ada fungsi kontrol dalam tindakan keperawatan khususnya pemberian obat, sehingga dapat saling mengingatkan. Dalam prakteknya masih banyak kesalahan dalam pemberian obat oleh perawat sehingga dibutuhkan fungsi kontrol satu-sama lain baik apoteker maupun perawat
Perawat 6 Setuju Hal itu bisa untuk mementau pemberian obat dari dokter kepada pasien, sehingga akan benar-benar tahu obat yang diberikan kepada pasien. Antara dokter dan apoteker ada komunikasi terkait obat yang diberikan. Disamping itu apoteker juga bisa menjadi sarana untuk komunikasi masalah pengobatan kepada dokter
Perawat 7 Pekerjaan perawat menjadi lebih ringan karena obat-obatan mudah tertangani (meminimalisir kesalahan) Kalau perawat mengurus obat selain repot juga kurang menguasai (apoteker lebih mengetahui mengenai konraindikasi, interaksi, dll)
Perawat 8 Sangat bagus Perawat 9 Setuju, dengan adanya keterlibatan apoteker maka penggunaan obat
benar-benar termonitoring, di samping itu pekerjaan perawat yang multifungsi jadi bisa terbantu Dalam monitoring obat
Perawat 10 Setuju Perawat 11 Sangat setuju Perawat 12 Bagus, sangat bagus (kalau dikelas iya)
Karena apoteker memang yang tau tentang obat Perawat 13 Lebih senang. Karena apoteker ikut mengawasi dan membantu
melihat obat (tidak cuma melihat FIO saja) Apoteker membagi-bagi obat lebih baik
Perawat 14 Lebih baik. Farmasis bisa mengontrol obat-obat, dimana letak kesalahannya, monitor efek samping obat
104
3. Informasi apa sajakah yang anda dapatkan dari apoteker pada saat
pengambilan obat? ( pada saat rawat inap)
Perawat 1 Jarang dijelaskan, karena dianggap sudah tahu (perawat), namun kalau obat-obat tertentu misalnya kemoterapi baru dijelaskan
Perawat 2 Cara pemberian, dosis, efek samping obat Perawat 3 Kadang tidak ada, karena sudah sering di berikan dan umum
digunakan. Kalau adapun berupa informasi obat misalnya aturan pemakaian dan efek samping
Perawat 4 Kadang-kadang mengenai penyimpanan di kulkas, di etiket sesudah ayau sebelum makan
Perawat 5 Hanya klarifikasi jumlah obat, cek nama obat Perawat 6 Cara penyimpanan, aturan pakai Perawat 7 Aturan pakai tapi tidak pernah mendetail, karena ada tertulis di
kemasa (untuk secara lisan tidak ada) Perawat 8 Pemakaian dengan dosis yang tepat, cara pemakaian obat, waktu
pemberian obat Perawat 9 - Perawat 10 Jarang ketemu Perawat 11 Cara pemakaian / pemberian obat Perawat 12 Jarang ada (lebih banak jarangnya)
Kadang-kadang hanya sitostatika Perawat 13 Tidak ada informasi
Perawat 14 Kadang-kadang. Dalam penyimpanan, pemakaian
105
4. Apa anda memberikan informasi penggunaan obat terhadap pasien? Jika iya,
informasi apa saja yang anda berikan?
Perawat 1 Iya. Efek samping, cara minum, harus dihabiskan (untuk AB), serta harus sesuai aturan pakai
Perawat 2 Iya. Aturan pakai, cara pemberian (sebelum atau sesudah makan) dan jika obat habis segera kontrol
Perawat 3 Iya. Fungsi obat, aturan minum, cara minum, kalau meminum obat harus memakai air putih, jika obat habis harus kontrol dan harus rutin mengkonsumsinya dan tidak boleh ada selah (untuk OAT)
Perawat 4 Ya, Informasi mengenai indikasi, nama obat, waktu minum obat Perawat 5 ya,Informasi yang diberikan berupa dosis, cara minum obat (sblum
atau setelah makan), sebelum tidur/malam hari, cara penggunaan (misal sublingual, tidak boleh digerus)
Perawat 6 Waktu penggunaan (sebelum/setelah makan), obat-obatan yang bila perlu, obat-obat antibiotik yang aturan minumnya per berapa jam (mis tiap 8 jam, dll)
Perawat 7 Ya, informasi yang diberikan sesuai dengan aturan obat (misalnya obat diberikan 1 jam sebelum makan), interaksi obat (tapi yang sedrhana saja)
Perawat 8 Ya, waktu kapan obat diminum, cara pemakaian obatnya Perawat 9 Tidak, tetapi kadang-kadang iya Perawat 10 Dosis pemberian obat, cara pemakaian, cara minum obat
(sebelum/sesudah/saat makan ), reaksi setelah minum obat Perawat 11 Ya.
Cara minum obat, efek samping minum obat, guna obat Perawat 12 Ya.
Sebelum/sesudah makan, indikasi obat, ½ jam sebelum makan untuk obat muntah
Perawat 13 Iya. Indikasi obatnya
Perawat 14 Ya. Obatnya sebelum / sesudah makan, obat luar / obat dalam
106
5. Apakah anda mengecek ulang terlebih dahulu obat untuk pasien sebelum
menyerahkannya?
Perawat 1 Iya Perawat 2 Iya Perawat 3 Iya Perawat 4 Ya Perawat 5 Selalu dicek dulu
Setiap ganti shift pasti dicek, setelah dicek sudah enar jumlah dan pasiennya maka langsung diberikan
Perawat 6 Ya, dicek melalui DPO, dicek obatnya juga, semua obat Pagi, cek untuk pagi dan siang Sore, cek sambil membagikan
Perawat 7 Ya, lihat dari FIO/DPO, disesuaikan/dicocokkan Perawat 8 Ya, tentu donk Perawat 9 Ya Perawat 10 Ya Perawat 11 Ya Perawat 12 Ya Perawat 13 Iya.
Nama pasien, nama obat Perawat 14 Ya.
Nama obat, aturan pakai, dosis
107
6. Apabila terdapat pasien yang tidak mematuhi aturan pakai obat, apa yang anda
lakukan?
Perawat 1 Ditegur, kemudian dibilangin tentang efek obat dan akan sulit sembuh
Perawat 2 Dikasih tahu kembali aturan pakai obat. Kalau pasien merasa tidak dapat mengkonsumsi sendiri, perawat dapat membantu dan ditungguin sampai diminum
Perawat 3 Menegur, kemudian diterangkan lagi tentang manfaat dan khasiat obat
Perawat 4 Merayu/membujuk pasien supaya mau minum obat Perawat 5 Beri edukasi tentang pemberian obat
Jika pasien ada kendala, ber tahuu apotekernya Perawat 6 Beri tahu cara pemakaian obat lagi Perawat 7 Memberi tahu bahwa obat tersebut harus diminum, jika tidak
diminum akan menghambat proses penyembuhan, dan akan menjadi tidak efektif (menegur)
Perawat 8 Kita berikan sendiri atau diberi pengarahan Perawat 9 Tidak ada Perawat 10 Memberikan informasi akibat-akibat bila tidak memenuhi aturan
pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar Perawat 11 Memberi tahu kalau kepatuhan minum obat adalah untuk
kepentingan pasien ( kesembuhan ) Perawat 12 Dinasehati.
Dievaluasi mengapa tidak mematuhi aturan pakainya Perawat 13 Terserah mereka, yang penting sudah memberi tahu. Perawat 14 Dinasehati, dirayu
108
7. Pada saat anda memberikan obat kepada pasien, apakah anda
menunggu/melihat hingga pasien menggunakan semua obatnya?
Perawat 1 Iya, ditungguin atau bahkan diminumkan, kecuali jika pasien tidak mau ditungguin, maka perawat akan meninggalkan ruangan
Perawat 2 Ditungguin hingga terminum Perawat 3 Iya ditungguin, bahkan kalau bisa diminumkan. Namun terkadang
pasien bilang ke perawat bahwa dia akan meminum obat sebentar lagi sehingga perawat tidak memantau penggunaan obat tersebut
Perawat 4 Kadang-kadang menunggu Meminumkan jika pasien tidak bisa minum, kalau bisa minum sendiri, obat diminum sendiri
Perawat 5 Tidak selalu Klo obatnya digerus maka ditunggui
Perawat 6 Sering disaat pasien tidak ada keluarga yang menunggu Jika ada yang menunggu, keluarga yang dipasrahi dalam memastikan obat sudah diminum oleh pasien
Perawat 7 Menuggu, kadang-kadang semua diminumkan Perawat 8 Kadang ya, kadang tidak Perawat 9 Ya Perawat 10 Ya Perawat 11 Kadang-kadang ya Perawat 12 Tergantung situasi dan tenaganya.
Kalau pasien banyak, ditinggal saja, soalnya ramai. Perawat 13 Ya.
Langsung diminumkan Perawat 14 Diminumkan
109
8. Apakah anda sering menemukan obat pasien yang ketinggalan di bangsal?
Kalau iya, apa yang anda lakukan?
Perawat 1 Iya terutama sirup. Dihubungi jika ada telp dan kalau tidak bisa mengambilnya maka perawat akan mengantar ke rumah
Perawat 2 Sering ketinggalan di kotak obat, kalau di ruangan jarang. Kalau ada nomor telepon perawat telepon, jika tidak ada perawat antar ke rumah
Perawat 3 Kadang-kadang. Menghbungi pasien atau keluarga untuk mengambil obat, kalau pasien tidak bisa datang, perawat yang akan membawa kerumah. Kebanyakan obat yang ketinggalan disebabkan karena proses lama di farmasi, sehingga pasien tidak betah untuk menunggu.
Perawat 4 Kadang-kadang (terutama jika obat yang sudah distop) Ditelpon kalau masih digunakan oleh pasien Dijadikan 1 dengan obat-obat stok (untuk obat yang telah distop)
Perawat 5 Ada pernah tapi jarang Perawat 6 Pernah, menelpon pasien tetapi juga tergantung dari jumlah obat,
misalnya tertinggal ½ tablet, tidak usah ditelpon/disusulkan Perawat 7 Pernah tapi tidak terlalu sering
Menghubungi pasien/keluarga sedapat mungkin Perawat 8 Tidak sering, bahkan sangat jarang, tapi pernah ada yang
ketinggalan biasanya kalau alamatnya ada dan mudah dijangkau kita akan antar ke rumah klien
Perawat 9 Tidak Perawat 10 Ya, pernah dulu saya telpon humas lalu minta antar ambulance
diantar sampai rumah. Pernah juga menelpon keluarganya untuk ambil ke ruangan
Perawat 11 Jarang Perawat 12 Jarang Perawat 13 Tidak Perawat 14 Sering.
Ditunggu kalau kontrol lagi Kalau rumahnya dekat, diantar atau ditelpon
110
9. Apakah anda pernah menjumpai obat yang kemungkinan sengaja di buang
atau disembunyikan oleh pasien? Jika iya, apa yang anda lakukan?
Perawat 1 Tidak, karena diminumkan. Kecuali obat sirup (OBH), dimana efek sampingnya malah membuat batuk, hal ini yang menyebabkan pasien jarang meminum sesuai aturan.
Perawat 2 Belum pernah Perawat 3 Ada, namun perbandingannya jarang.
Jika pasien masih di rawat di bangsal, maka perawat akan menegur dan menerangkan kembali fungsi obat
Perawat 4 Tidak Perawat 5 Belum pernah lihat Perawat 6 Belum pernah Perawat 7 Ada, ditegur (jika ada keluarganya diberi tahu)
Kadang-kadang ada yang disembunyikan keluarganya juga Perawat 8 Tidak pernah ( di RS jiwa sering )
Perawat 9 Ya, bila memberikan obat langsung diminum kan supaya pasien
tidak menyembunyikan atau membuang
Perawat 10 Ya, memberi informasi akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan menganjurkan untuk minum obat yang benar
Perawat 11 Tidak Perawat 12 Sering.
Dinasehati. Perawat 13 Banyak. Sengaja ditaruh dilaci
Tidak melakukan apa-apa Perawat 14 Jarang, karena diminumkan langsung, hampir tidak pernah ada
111
Lampiran 4. Hasil Wawancara Terhadap Apoteker di Bangsal Kelas III RS Bethesda
1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai apoteker?
Berikan alasan anda?
Jawab : Penting, terapi dengan obat memerlukan ketelitian. Issue ME sebagai
perhatian yang penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada
saat terapi.
2. Bagaimana pendapat Anda selaku seorang apoteker jika apoteker terlibat
dalam memonitor penggunaan obat?
Jawab : Diperlukan
3. Apakah Anda melakukan monitoring terhadap penggunaan obat pasien? Jika
iya, sejauh mana monitoring yang Anda lakukan?
Jawab : Ya
4. Apakah Anda memperhatikan adanya :
- interakasi obat
- dosis (besar, lamadan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak
habis)
- kontraindikasi
- efek samping
dari obat yang diresepkan oleh dokter selama obat digunakan oleh pasien (di
bangsal)?
Jawab : Ya
5. Apakah Anda memberikan informasi tentang penggunaan obat pada pasien di
rawat inap? Jika iya, kepada siapa dan apa saja informasi yang dberikan?
Jawab : Ya, bila memungkinkan kepada pasien dan keluarganya, atau kepada
yang menunggu pasien setiap hari di RS. Nama obat dan indikasi, cara
pakai/aturan minum, frekuensi, penyimpanan, efek samping yang mungkin
timbul atau hal-hal lain yang mungkin diperlukan.
112
6. Bagaimana sistem/cara penyaluran (dispensing) obat hingga obat sampai
kepada pasien?
Jawab : Resep diterima farmasi, interpretasi resep, validasi, negosiasii
harga/kemampuan pasien, etiket, koreksi, penyerahan, konseling.
113
Lampiran 5. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien
No. Pertanyaan untuk KASUS 5 Jawaban 1 Sejak kapan Anda menggunakan obat ini
(awal penggunaan)? Waktu awal masuk Bethesda
2 Di saat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)
Obat seseg diminum saat seseg saja.
3 Bagaimana cara mengkonsumsi obat tersebut? (ditelan, dioleskan, dll)
Ditelan.
4 Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan. 5 Siapa yang sering menjelaskan tentang
tatacara atau aturan pakai obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?
Perawat.
6 Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tersebut? jika Anda bingung, siapa yang akan Anda cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?
Perawat. Dia memberikan informasi mengenai aturan pakai obat.
7 Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur?
Ya. Tetapi kadang lupa.
8 Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada seperti apa?
Tidak ada. Nyeri berkurang setelah minum Celebrex.
9 Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul?
-
10 Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?
Tidak.
11 Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?
Tidak.
12 Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda? (terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)
Tidak. Sudah hafalan.
114
Lampiran 6. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 8 Jawaban 1 Sejak kapan Anda menggunakan obat ini
(awal penggunaan)? Waktu awal masuk Bethesda
2 Di saat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)
3 Bagaimana cara mengkonsumsi obat tersebut? (ditelan, dioleskan, dll)
Ditelan
4 Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai aturan 5 Siapa yang sering menjelaskan tentang
tatacara atau aturan pakai obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?
Perawat. Hanya diminum 1 kali saja.
6 Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tersebut? jika Anda bingung, siapa yang akan Anda cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?
Hanya “obat untuk hari ini”. Kapan minumnya saja.
7 Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur?
Ya.
8 Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada seperti apa?
Tidak ada. Hanya kadang-kadang ngantuk.
9 Bagaimana pengatasn Anda jika efek tersebut muncul?
Tidur.
10 Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?
Tidak.
11 Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?
Tidak.
12 Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda? (terkait dengan kesesuaian obat, nama pasien, umur, tanggal)
Ya.
115
Lampiran 7. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 15 Jawaban
1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)? Sejak sakit di RS
2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)
Kata dokter Combivent® diminum saat sesak saja
3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll)
Yang lain di telan, kecuali Combivent® di masukan mulut terus disemprot
4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai dengan di etiket
5.
Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?
Perawat
6.
Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?
-
7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan?
Ya
8.
Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?
-
9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? -
10.
Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?
Pernah, minum kaptopril dari tetangga (dokter) 1 tablet setelah makan
11.
Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?
Tidak
12.
Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat,nama pasien, umur,, tanggal)?
Iya
116
Lampiran 8. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 17 Jawaban
1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)?
Sejak dirawat di rumah sakit (hanya waktu masuk di rumah sakit), ada yang dibawa pulang
2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)
Pronalges®: hanya bila perlu, kalau pusing
3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll) Ditelan
4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Sesuai yang diresepkan
5.
Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?
Tidak ada penjelasan
6.
Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?
Tidak pernah mendapatkan informasi
7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan?
Ya
8.
Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?
Ya, alergi gatal – gatal, yang dilakukan berhenti munum obat, konsultasi ke dokter di rumah sakit
9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul? Berhenti minum obat
10.
Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?
Tidak
11.
Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?
Tidak
12.
Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat,nama pasien, umur, tanggal)?
Ya
117
Lampiran 9. Hasil Wawancara Pasien Ketika Home Visit di Rumah Pasien No. Pertanyaan untuk KASUS 19 Jawaban
1. Sejak kapan Anda menggunakan obat ini (awal penggunaan)?
Pasien mengkonsumsi obat sejak di rumah sakit
2. Disaat kapan Anda mengkonsumsi obat ini? (untuk obat yang penggunaannya hanya bila perlu)
-
3. Bagaimana cara mengkonsumsi obat tsb? (ditelan, dioleskan, dll)
Combivent® dan Flixotide® di uapun, tapi tidak ada alatnya dirumah Mucopect® diminum (sirup) Yang lain telan
4. Bagaimana aturan pakai obat tersebut? Cara mengkonumsi memathui aturan pakai di etiket obat
5. Siapa yang sering menjelaskan tentang tatacara atau aturan pakai dari obat Anda, apakah dokter, apoteker atau perawat?
Informasi obat dari perawat
6.
Apakah Anda mendapat informasi yang lengkap dan jelas dari tenaga medis tentang tatacara pemakaian obat tsb? Jika Anda bingung, siapa yang Anda akan cari untuk mendapatkan informasi lebih jelas?
Informasi cukup lengkap
7. Apakah Anda mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan? Ya
8. Apakah jika Anda mengkonsumsi obat yang diberikan, terdapat efek yang dirasa merugikan? Jika ada, seperti apa?
Tidak ada
9. Bagaimana pengatasan Anda jika efek tersebut muncul?
-
10. Apakah Anda pernah mengkonsumsi obat lain selain yang diresepkan selama waktu pengobatan? Apa nama obatnya?
Tidak pernah
11. Apakah selama pengobatan pihak rumah sakit pernah mengganti obat yang Anda gunakan sebelum obat Anda habis?
Tidak
12.
Apakah Anda pernah melakukan pengecekan ulang terhadap resep yang diberikan ke Anda?(terkait dengan kesesuaian obat,nama pasien, umur, tanggal)?
Iya
118
Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 1 Nama : Hmdn
No. RM : 00-91-30-88
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SLTA
Pekerjaan PNS
Umur : 73 tahun
Tgl Masuk : 3 Agt 2008
Anamnese :sesak, batuk Dx Utama : COPD
Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan Tanggal 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt Hb 13.50 - 17.50 gr% 13,9 Lekosit 4.10 - 10.90 ribu/mmk 26,9 28,20 19,90 Basofil 0 - 2.0 % 0,3 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 40,9 Eritorisit 4.5 – 5.90 Juta/mmk 4,52 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 31,4 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,20 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 32,7 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 28,4 Tanda Vital Suhu (ºC) 38 36,5 36,8 36,5 36,5 36,5 36,5 36,7 Nadi (x/menit) 96 96 96 96 96 92 100 100 36,8 Nafas (x/menit) 26 26 26 24 26 24 24 22 22 TD (mmHg) 100/70 140/90 130/80 150/90 150/90 140/90 130/90 140/90 130/90Nama Obat dosis dan cara pemberian Parasetamol 3x1 p.o 1x Moksifloksasin HCl (Avelox®) 1x1 p.o √ √ √ √ stop Ambroksol HCl (Mucopect®) 3x1 p.o √ DMP 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ 2xNeurobion® 1x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ Mekobalamin (Methylcobal®) 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ 2xIpratropiun HBr+salbutamol 3x4 inhalasi 2x √ ↓3x √ √ √ √ ↓2x √ √ 1xFlutikason propionat 3x4 inhalasi 2x √ ↓3x √ √ √ √ ↓2x √ √ 1xRanitidin (Rantin®) 2x1 inj 1x 1x Metil prednisolon (Somerol®) 2x125 mg inj √ √ √ √ √ ↓1x125 √ √ Seftasidim 2x1 gram inj 1x √ √ √ √
119
Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 2 Nama : BH No. RM :
00-63-84-46 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SLTA
Pekerjaan PNS
Umur : 57 tahun
Tgl Masuk : 7 Agt 2008
Anamnese : sesak, batuk Dx Utama : tumor paru kanan
Hasil Laboratorium Tanggal
Hasil Nilai Normal Satuan 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt Hb 13.50 - 17.50 gr% 11 Lekosit 4.10 - 10.90 ribu/mmk 10,42 Eosinofil 0 - 5.0 % 1,1 Basofil 0 - 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 - 80.0 % 80,0 Limfosit 13.0 – 40.0 % 11,2 Monosit 2.0 – 11.0 % 7,3 Eritorisit 4.5 – 5.90 Juta/mmk 4,93 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 21,3 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,3 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 26 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 17 Tanda Vital 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt Suhu (ºC) 36,5 36,7 37 36,6 36 36,5 36,5 36,6 36,4 36,2 Nadi (x/menit) 100 100 92 100 88 92 92 92 96 88 Nafas (x/menit) 29 24 24 24 24 24 24 24 24 22 TD (mmHg) 130/90 130/80 130/100 150/90 160/100 150/110 120/90 140/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt AP caps® 3x1 p.o 1x 2x √ √ √ 2x √ √ √ √ √ √ 2xDMP 3x1 p.o 1x 2x √ √ √ √ √ √ - 1x √ √ 2xK I-aspartat (Aspar K®) 2x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ 1xFurosemid (Lasix®) 1x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ √ Metil prednisolon (Somerol®) 2x125 mg inj √ √ √ 1x √ √ √ √ √ √ √Karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 3x1 p.o 1x √ √ √ √ 2xOfloksasin 2x1 p.o 1x √ √ √
120
Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 3 Nama : WS No. RM :
00-21-55-95 Jenis Kelamin : perempuan
Pendidikan SLTA
Pekerjaan -
Umur : 70 tahun
Tgl Masuk : 8 Agt 2008
Anamnese : sesak, batuk, badan panas, lemas Dx Utama : COPD eksaserbasi akut
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Hb 12.00 – 18.00 gr% 14,1 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 17,6 28,2 20,8 Eosinofil 0 - 5.0 % 0,2 Basofil 0 - 2.0 % 0,2 Segmen 47.0 - 80.0 % 89,7 Limfosit 13.0 – 40.0 % 5,5 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,4 Eritorisit 4.1 – 5.30 Juta/mmk 5,32 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 15,2 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,7 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 34,4 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 25,2 Tanda Vital 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Suhu (ºC) 38 37,2 37,4 37,2 37 37,2 37,4 Nadi (x/menit) 94 92 110 92 92 96 96 Nafas (x/menit) 28 24 28 24 22 22 22 TD (mmHg) 180/100 160/90 170/90 160/100 140/80 180/100 140/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Ap caps® 3x1 p.o 2x √ 1x 2x √ √ 2xSalmeterol (Seretide®) 3x2 inhalasi Sanadryl® 3x2cth p.o Parasetamol (Pamol®) 3x1 p.o 1x 1x Amlodipin besilat (Tensivask®) 1x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ Yekalgin® 3x1 p.o 2x Seftriakson 1x1gram inj. √ √ √ ↑2x1 √ √ √ Ipratropiun HBr+salbutamol 3xsehari inhalasi 2x √ √ √ √ √ 1xFlutikason propionat (Flixotide®) 3xsehari inhalasi 2x √ √ √ √ √ 1xMetil prednisolon (Somerol®) 2x125mg inj. √ √ √ √ √ √ 1x
121
Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 4 Nama : SH No. RM :
01-92-06-19 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Swasta
Umur : 51 tahun
Tgl Masuk : 10 Agt 2008
Anamnese : sesak, batuk, tidak ada dahaknya Dx Utama : TB paru Dx sekunder : Haemoptoe
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt Hb 13.50 - 17.50 gr% 12,3 Lekosit 4.10 - 10.90 ribu/mmk 5,50 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 37,5 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 237 Gol. darah O Gula darah sewaktu 70.0 – 140.0 mg/dL 122 130 110 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 24,4 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,5 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 27,5 27,9 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 25,4 24,2 LED 66/104 Tanda Vital 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt Suhu (ºC) 38 37,2 36,5 36,5 36,5 36,7 Nadi (x/menit) 90 100 92 84 88 88 Nafas (x/menit) 18 24 22 22 22 20 TD (mmHg) 130/90 120/90 120/70 130/80 120/80 130/80 Nama Obat dosis dan cara pemberian 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt Kodein 3x1 p.o B/P 1x 2x Parasetamol+asetil sistein (Sistenol®) 3x1 p.o 2x 2x Isoniasid+vit B6 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ Rifampisin 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ Etambutol 1x1 1/2 p.o √ √ √ √ √ √ √ PZA 1x3 p.o √ √ √ √ √ √ √ DMP 3x1 p.o 1x √ √ √ √ Karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 3x1 p.o 1x √ √ √ Asam traneksamat (Kalnex®) 2x1 p.o 1x 1x
122
Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 5 Nama : TS No. RM :
00-61-02-61 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan -
Pekerjaan -
Umur : 66 tahun
Tgl Masuk : 12 Agt 2008
Anamnese : opname prokemo seri II ke-5, kedua kaki nyeri, tidak selera makan Dx Utama : Scuamosa Ca paru
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 12Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt Hb 12.00 – 18.00 gr% 10,40 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 6,43 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 436
Gula darah sewaktu 70.0 – 140.0 gr/dL 256
Tanda Vital 12Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt Suhu (ºC) 37,3 37,5 37,5 36,7 Nadi (x/menit) 100 88 109 84 Nafas (x/menit) 24 22 22 22 TD (mmHg) 130/60 130/80 140/90 120/80
OBAT RAWAT INAP Nama Obat dosis dan cara pemberian 12Agt 13 Agt 14 Agt 15Agt Hemobion® 1x1 p.o √ √ DMP 3x1 p.o 2x 2x Prokaterol HCl 3x 1/4 p.o 2x 2x Metoklopropamid (Primperan®) 3x1 p.o 1x 2x Meloksikam (Movicox®)
OBAT RAWAT JALAN DMP 3x1 p.o Claritin® Prokaterol HCl 3x 1/4 p.o Metoklopropamid (Primperan®) 3x1 p.o Hemobion® 1x1 p.o Selekoksib (Celebrex®) 1x1 p.o
123
Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 6 Nama : NR No. RM :
00-99-02-52 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Swasta
Umur : 23 tahun
Tgl Masuk : 17 Agt 2008
Anamnese : sesak, batuk Dx Utama : Asma
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 17,40 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 15,56 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,1 Basofil 0 – 2.0 % 0,2 Segmen 47.0 – 80.0 % 95,1 Limfosit 13.0 – 40.0 % 4,2 Monosit 2.0 – 11.0 % 0,4 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 49,3 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 5,63 PDW fL 9,70 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 25,3 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 4,5 Tanda Vital 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt Suhu (ºC) 36 36,7 37 36,5 Nadi (x/menit) 84 88 84 90 Nafas (x/menit) 26 22 22 22 TD (mmHg) 140/90 130/80 150/90 120/70 Nama Obat dosis dan cara pemberian 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt Kodein® 3x1 p.o √ √ 2xSefiksim 2x1 p.o 1x √ 1xProkaterol HCl 3x 1/4 p.o 1x √ 2xAp caps® 2x1 p.o 1x √ 1xMetil prednisolon (Somerol®) 2x 125mg inj. √ Ipratropiun HBr+salbutamol 3x1 inhalasi √ B/PFlutikason propionat 3x1inhalasi √ B/P
124
Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 7 Nama : K No. RM :
01-92-09-51 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan SLTA
Pekerjaan -
Umur : 18 tahun
Tgl Masuk : 17 Agt 2008
Anamnese : sesak, batuk Dx Utama : Asma
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Hb 12.00 – 18.00 gr % 13,2 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 9,52 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,6 Basofil 0 – 2.0 % 0,3 Segmen 47.0 – 80.0 % 66,9 Limfosit 13.0 – 40.0 % 26,4 Monosit 2.0 – 11.0 % 3,8 Hematokrit 36.0 – 46.0 % 40,7 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 4,91 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 16,1 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,60 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 20,3 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 12,3 Tanda Vital 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Suhu (ºC) 36,9 37,5 37 36,3 Nadi (x/menit) 88 88 88 84Nafas (x/menit) 26 24 22 20TD (mmHg) 100/70 120/90 100/80 110/70 Nama Obat dosis dan cara pemberian 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Ambroksol HCl 3x1 cth p.o √ ↑3x2 Metil prednisolon (Somerol®) 1x1 p.o √ √ √ Azitromisin dihidrat 1x1 p.o √ √ √ Ipratropiun HBr+salbutamol 2xsehari, inhalasi √ √ stopFlutikason propionat 2xsehari, inhalasi √ √ stopRanitidin (Rantin®) 2x1 p.o 1x √ √ Metil prednisolon (Somerol®) 2x125mg, inj √
125
Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 8 Nama : R No. RM :
01-92-09-81 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Buruh
Umur : 53 tahun
Tgl Masuk : 17 Agt 2008
Anamnese : sesak, batuk, badan panas Dx Utama : Bronchopneumonia Dx sekunder : TB paru
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt 25 Agt Hb 12.00 – 18.00 gr % 10,40 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 15,66 10,00 12.1 4,4 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,4 Basofil 0 – 2.0 % 0,3 Segmen 47.0 – 80.0 % 89,0 Limfosit 13.0 – 40.0 % 5,6 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,7 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 3,67 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 24,5 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 22,1
Tanda Vital 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt 25 Agt Suhu (ºC) 36,8 36,7 38,8 38,3 37,5 37,7 37 36,7Nadi (x/menit) 92 90 112 112 88 100 100 94Nafas (x/menit) 24 22 22 20 22 20 20 20TD (mmHg) 130/90 130/80 130/80 120/80 140/90 140/90 120/80 120/70Primperan 1 amp, inj
126
OBAT RAWAT INAP Nama Obat dosis dan cara pemberian
18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt 25 Agt
N-Asetilsistein 2x1 p.o √ Moksifloksasin HCl 1x1 p.o √ √ √ √ √ Ambroksol HCl 3x1 cth, p.o √ 2xSefiksim 2x1 p.o √ √ 1xDMP 3x1 p.o 1x √ 2xParasetamol (Pamol®) 3x1 p.o 2x 2x 2x 2x 2x 1x Neurobion 5000® 1x1 p.o √ √ √ Meloksikam (Mobiflex®) 1x1 p.o √ 3x √ Seftasidim 2x1gram, inj √ √ Deksametason (Kalmetason®)® 3x2cc, inj √
OBAT RAWAT JALAN Ambroksol HCl 3x1 cth, p.o Meloksikam (Mobiplex®) DMP 3x1 p.o Neurobion 5000®® 1x1 p.o Sefiksim 2x1 p.o Erdostein 1x1 p.o Prokaterol HCl 2x ¼ tab, p.o
127
Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 9 Nama : P No. RM :
00-49-33-80 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan tdk tamat SD
Pekerjaan Buruh
Umur : 85 tahun
Tgl Masuk : 23 Agt 2008
Anamnese : mimisan, Dx Utama : epistaksis, rhinitis kronis, hipertensi
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 23 Agt 24 Agt 25 Agt 26 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 13,7 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 12 Eosinofil 0 – 5.0 % 7,0 Basofil 0 – 2.0 % 1,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 56,2 Limfosit 13.0 – 40.0 % 27,7 Monosit 2.0 – 11.0 % 7,7 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 40,9 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 43,9 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,10 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 21,9 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 11,2 Tanda Vital 23 Agt 24 Agt 25 Agt 26 Agt Suhu (ºC) 36,8 37,2 37 36,3 Nadi (x/menit) 88 90 90 84Nafas (x/menit) 22 130/90 20 20 TD (mmHg) 130/90 130/70 130/80 120/80 Nama Obat dosis dan cara pemberian 23 Agt 24 Agt 25 Agt 26 Agt Pseudoefedrin+terfenadin 3x1 p.o 1x √ √ 2xSetirizin (Histrine®) 1x1 p.o 1x √ √ Klindamisin 3x1 p.o 1x √ √ 2xKaptopril 25mg® 2x1 sehari p.o 1x √ √ 1xAsam traneksamat (Kalnex®) 3x1 p.o 1x √ √ 2xAmilodipin maleat (Amdixal®) 1x1 p.o √ √ Amoksisilin trihidrat (Lapimox®) 3x1 p.o 1x √ Asam traneksamat (Kalnex®) 3x500mg 1xPseudoefedrin 2x1inj 1x Karbazokrom Na sulfonat (Adona®) 50mg (infus)
128
Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 10 Nama : SA No. RM :
01-92-13-12 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Swasta
Umur : 31 tahun
Tgl Masuk : 24 Agt 2008
Anamnese : Batuk 2 bulan, berdahak dan keluar darah Dx Utama : TB paru Dx sekunder :Haemoptoe
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 24 Agt 25 Agt 26 Agt 27 Agt 28 Agt 29Agt 30 Agt 31 Agt 1-Sep Hb 12.00 – 18.00 gr % 10,00 11,80 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 13,56 11,98 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,3 Basofil 0 – 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 15,6 Limfosit 13.0 – 40.0 % 15,6 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,5 Hematokrit 36.0 – 46.0 % 31,3 36,9 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 3,81 RDW 11.60 – 14.80 % 14,90 MCV 92.0 – 121.0 fL 82,20 MCH 31.0 – 37 Pg 26,20 MCHC 29.0 – 36.0 g/dL 31,90 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 368,0 620,0 MPV 4.0 – 11.0 fL 9,10 PDW 10.0 – 18.0 fL 8,90 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 15,7 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,60 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l 31,5 61,5 84,2 SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 22,6 25,5 95,5
ZN I 2 ZN II 1 ZN III 1
129
Tanda Vital 24 Agt 25 Agt 26 Agt 27 Agt 28 Agt 29Agt 30 Agt 31 Agt 1-Sep Suhu (ºC) 39 37,4 39 38 38,4 36,7 37,2 37,4 37Nadi (x/menit) 100 90 92 88 90 82 88 88 88Nafas (x/menit) 24 20 20 20 22 20 20 20 20TD (mmHg) 110/80 120/70 120/70 110/80 110/80 120/80 110/80 120/70 120/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 24 Agt 25 Agt 26 Agt 27 Agt 28 Agt 29Agt 30 Agt 31 Agt 1-Sep Kodein 3x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ 2xOfloksasin 2x1 p.o 1x √ √ √ stopRifampisin 1x1 p.o √ √ √ √ √ Isoniasid+vit B6 1x 3/4 p.o 1 tab 1 tab 1 tab 1 tab 1 tab PZA 1x2 p.o √ √ √ √ √ Etambutol 1x1 1/2 p.o √ √ √ √ √ 4 FDC® 1x2 p.o √ √ √ √ Hp pro® 3x1 p.o √ √ √ Lipofood® 2x1 p.o √ √ √ Asam traneksamat (Kalnex®) 3x1 p.o √ 1x Metoklopramid HCl (Primperan®) 3x1 p.o √ √ 2xParasetamol (Pamol®) B/P p.o Curliv plus® 3x1 p.o 1xKarbazokrom Na sulfonat (Adona ®) 3x1 p.o 1x
130
Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 11 Nama : MW No. RM :
01-92-16-48 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan tdk tamat SD
Pekerjaan Petani
Umur : 74 tahun
Tgl Masuk : 31 Agt 2008
Anamnese : Sesak napas Dx Utama : COPD
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 31 Agt 1-Sep 2-Sep 3-Sep 4-Sep 5-Sep Hb 13.50 – 17.50 gr % 13,20 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 7,89 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,1 Basofil 0 – 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 76,1 Limfosit 13.0 – 40.0 % 10 Monosit 2.0 – 11.0 % 13,4 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 43,6 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 4,56 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 94,3 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 0,90 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 51,0 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 29,0 Tanda Vital 31 Agt 1-Sep 2-Sep 3-Sep 4-Sep 5-Sep Suhu (ºC) 37,4 37,9Nadi (x/menit) 90 108Nafas (x/menit) 24 26TD (mmHg) 170/100 170/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 31 Agt 1-Sep 2-Sep 3-Sep 4-Sep 5-Sep Ofloksasin 2x400mg p.o 1x √ √ √ √Ambroksol HCl 3x1 tab p.o √ 2x √ √ √ 2xIpratropiun HBr+salbutamol 3x24 jam 1x √ √ √ ↓2x √ √ Flutikason propionat 3x 24 jam 1x √ √ √ ↓2x √ √
ket : Ipratropiun HBr+salbutamol dan Flutikason propionat di berikan pada pukul 06;13 dan 20
131
Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 12 Nama : SPJ No. RM :
01-92-03-50 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SLTP
Pekerjaan Petani
Umur : Tgl Masuk : 74 tahun 4 Agt 2008
Anamnese : Sesak napas, mengi, krekel, ronchi Dx Sementara : Pneumonia (s), dengan komplikasi paru
Tanggal Hasil Laboratorium Hasil Satuan 6 Agt 7 Agt 4 Agt 5 Agt 8 Agt Nilai Normal 9 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 10,5 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 10.12 Eosinofil 0 – 5.0 % 0,2 Basofil 0 – 2.0 % 0,2 Segmen 47.0 – 80.0 % 90,2 Limfosit 13.0 – 40.0 % 6,7 Monosit 2.0 – 11.0 % 2,7 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 30,2 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 3,57 MCV 92.0 – 121.0 fL 84,60 MCH 31.0 – 37 pg 29,40 MCHC 29.0 – 36.0 g/dL 34,80 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 578 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 16,7 94,2 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 14,3 58,7 Tanda Vital 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Suhu (ºC) 36,8 37 37 36,6 37 36,4Nadi (x/menit) 88 92 92 82 88 84Nafas (x/menit) 26 24 22 22 22 20TD (mmHg) 150/90 140/90 140/90 130/80 130/80 140/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Rifampisin 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ Isoniasid+vit B6 √ 1x1 p.o √ √ √ √ √ Etambutol 250 √ √ √ √ √ 1x3 p.o √ PZA 1x3 p.o √ √ √ √ √√ Hp Pro® 1x1 p.o √ √
Ket : instruksi dokter, Etambutol 500mg 1x1 1/2 tp diberi ethambutol 250 mg 1x3
132
Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 13 Nama : TKY No. RM :
01-92-03-60 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan tdk tamat SD
Pekerjaan Petani
Umur : 63 tahun
Tgl Masuk : 4 Agt 2008
Anamnese : Sesak napas, mengi, krekel, ronchi Dx Sementara : Pneumonia (s), dengan komplkasi paru
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Satuan 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt Nilai Normal 9 Agt 10 Agt 11 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 9 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 8840 Eosinofil 0 – 5.0 % 3,0 Basofil 0 – 2.0 % 0,0 Limfosit 13.0 – 40.0 % 23,0 Monosit 2.0 – 11.0 % 14,0 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 28,1 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 155 Gula darah sewaktu 70.0 – 140.0 gr/dL 158 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 41,1 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,1 Bilirubin direct 0,12 Tanda Vital 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt Suhu (ºC) 37 36,6 36,7 36,8 36 36,8 36,5 36,9Nadi (x/menit) 96 88 92 86 88 92 88 80Nafas (x/menit) 20 26 24 22 22 22 20 20TD (mmHg) 120/80 120/80 120/80 120/80 120/70 140/90 120/70 130/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt DMP 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ 2xSalbutamol 3x 1/2 tab p.o 1x √ 2xBromheksin HCl 3x1 cth p.o 1x Azitromisin dihidrat 1x1 p.o √ √ √ Hp Pro® 3x1 p.o 1x √ √ √ √ √ √ 2x
133
Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 14 Nama : DJS No. RM :
96-03-58 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Pedagang
Umur : 78 tahun
Tgl Masuk : 13 Agt 2008
Anamnese : Sesak napas, batuk, dahak tidak bisa keluar Dx Utama : COPD, Bronchopneumonia
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 13 Agt 14 Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 22 Agt 15Agt 21 Agt 23 Agt 24 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 12,8 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 13.9 18, 8 14,8 4 13, Hematokrit 41.0 – 53.0 % 38 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 227,0
P.CO2 35-45 31,7 PO2 83-108 65,0
Tanda Vital 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt Suhu (ºC) 36,5 36,2 37 _ 36,5 36,4 37 36,5 37 37,2 37,9 36,8 Nadi (x/menit) 120 100 120 110 _ 112 100 100 110 100 100 100Nafas (x/menit) 28 32 28 32 26 28 24 24 24 24 24TD (mmHg) 150/90 150/90 150/90 160/90 170/110 170/100 160/90 180/90 160/90 150/90 150/80 130/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 13 Agt 14 Agt 15Agt 16 Agt 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt 23 Agt 24 Agt Bromheksin HCl 3x2cth p.o √ Zafirlukast o √ 2x1 p. √ √ √ √ _ √ √ √ √ √ √ Enzyplex √ √ √ √ ® 2x1 p.o 1x √ √ 1xLansoprazol (Prosogan®) √ 1x1 p.o √ √ Metil prednisolon (Somerol®) 2x1 p.o 1xSetirisin 1x1 B/P p.o 1x 1x Prokaterol HCl 3x 1/4 p.o 1x 2x Ipratropiun HBr+salbutamol 4x sehari
inhalasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ↓3x √ ↓2x 1x
Flutikason propionat 4x sehari inhalasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ ↓3x √ ↓2x √ 1x
Metil prednisolon (Somerol®) √ √ √ 4x sehari, inj √ ↓3x √ √ √ ↓2x √ B/PSeftriakson √ √ √ √ 2x1 inj. √ √ √ √Sapiron® 2x1gram inj. √ √ √
134
Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 15 Nama : IgS No. RM :
01-92-05-37 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan SLTP
Pekerjaan ibu rumah tangga
Umur : 67 tahun
Tgl Masuk : 8 Agt 2008
Anamnese : Sesak napas, batuk, dahak bisa dikeluarkan, pusing, mual, muntah Dx Utama : COPD
Hasil Laboratorium Tanggal
Hasil Nilai Normal Satuan 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12Agt Hb 12.00 – 18.00 gr % 13,7 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 37,9 Eosinofil 0 – 5.0 % 8,490 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 322 SGOT (AST) 14.0 – 56.0 u/l
39,8
SGPT (ALT) 9.0 – 52.0 u/l 23,2 Tanda Vital 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12Agt
Suhu (ºC) 36,7 37,2 36,5 36,5 36,5Nadi (x/menit) 88 92 100 86 88 Nafas (x/menit) 24 24 24 22 20TD (mmHg) 160/90 160/80 150/90 120/80 130/80
OBAT DI BANGSAL Nama Obat dosis dan cara pemberian
8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12Agt
Parasetamol (Pamol®) 3x1 B/P, p.o 2x Losartan K (Angioten®) √ √1x1 p.o 1x √ √ Ambroksol HCl 3x1 p.o √ √ √ 2x 1x Levofloksasin 1x1 p.o √Ipratropiun HBr+salbutamol 3x1 inhalasi √ √ √ √ ↓2x Flutikason propionat 3x1 inhalasi √ √ √ √ ↓2x Ranitin (Rantin ) √ ® 2x1 amp, ijn. √ Seftriakson √ 2x1inj. √ √ √
OBAT RAWAT JALAN
Nama Obat dosis dan cara pemberian Losartan K (Angioten®) 1x1 p.o Levofloksasin 1x1 p.o Lipofood® 2x1 p.o Ambroksol HCl 3x1 p.o Ipratropiun HBr+salbutamol 3xsehari, 2 smprt
135
Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 16 Nama : Ngtm No. RM :
01-92-02-96 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan tdk tamat SD
Pekerjaan Petani
Umur : 90 tahun
Tgl Masuk : 3 Agt 2008
Anamnese : tidak bisa buang air kecil Dx Utama : retensi urine, hematuria
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 11.9 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 9.69 Eosinofil 0 – 5.0 % 15.4 Basofil 0 – 2.0 % 0.4 Segmen 47.0 – 80.0 % 68.7 Limfosit 13.0 – 40.0 % 9.2 Monosit 2.0 – 11.0 6.3 % Hematokrit 41.0 – 53.0 % 36.3 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 3.94 RDW 11.60 – 14.80 % 13.7 MCV 92.0 – 121.0 fL 92.1 MCH 31.0 – 37 pg 30.2 MCHC 29.0 – 36.0 g/dL 32.8 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 171 MPV 4.0 – 11.0 fL 9.8 Tanda Vital 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt Suhu (ºC) 37,2 37,2 37 37 37,6 Nadi (x/menit) 88 84 84 88 88 Nafas (x/menit) 22 20 20 24 20 TD (mmHg) 200/100 180/90 170/80 Nama Obat dosis dan cara pemberian 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 3 Agt Sefiksim (Sefamox®) 2x1 p.o √ √ Koenzim Q10 (Qten®) 1x1 p.o √ √ Orciprenalin sulfat 2x 1/2 p.o √ Kaptopril 3x1 p.o √ Ketorolac 2x1 amp, inj √ √ 1xAsam tranheksamat 3x1 amp, inj √ √ 1x
136
Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 17 Nama : RIP No. RM :
00-95-56-02 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan -
Pekerjaan Swasta
Umur : 34 tahun
Tgl Masuk : 22 Agt 2008
Anamnese : tidak bisa buang air kecil Dx Utama : retensi urine, hematuria
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 22 Agt 23 Agt 24 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 17.3 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 12.7
Eosinofil 0 – 5.0 % 4.1
Basofil 0 – 2.0 % 0.3
Segmen 47.0 – 80.0 % 63.2
Limfosit 13.0 – 40.0 % 23.2 Monosit 2.0 – 11.0 % 9.3 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 47.8
Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 5.81 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 37.1 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1.2 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 16.7 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 22 Tanda Vital 22 Agt 23 Agt 24 Agt Suhu (ºC) 37 37 Nadi (x/menit) 88 88 Nafas (x/menit) 20 20 TD (mmHg) 180/120 190/110
137
OBAT DI BANGSAL
Nama Obat dosis dan cara pemberian 22 Agt 23 Agt
Lisinopril (Noperten®) 1x1 p.o √ 1xSelekoksib (Celebrex®) 2x1 p.o √Oelapin® 3x1 p.o √ √ Pseudoefedrin+terfenadin 3x1 p.o √ √ Vertivom® 3x1 p.o √ Dondix® 3x1 p.o √ Parasetamol (/Pamol®) 3x1 p.o √Yekalgin® 3x1 p.o 1x √ Moksifloksasin HCl 3x1 p.o Pseudoefedrin HCl 3x1 p.o Ranitidin (Rantin®) 2x1 p.o Deksametason (Kalmetason®) 3x2 cc inj. 1x 1x Ketorolak trometamin (Toradol®) 1x1 inj. 1x IGD Stesolid® 1/2 ampul, inj. 1x IGD Ketorolak trometamin (Remopai/n®) 1 amp, inj 2x 2x Ranitidin (Rantin®) 1 amp, inj 1x Metoklopropamid (Primperan®) 1 amp, inj 1x
OBAT RAWAT JALAN
Nama Obat dosis dan cara pemberian Feksofenadin HCl(Telfast®) 1x1 p.o Ketoprofen (Pronalges®) 2x1 B/P p.o Proneuron® Asam m mefenamat (Pondex®) Lisinopril (Noperten®) 2x1 p.o Klindamisin (Climadan®) 3x1 p.o Yekalgin® 3x1 p.o Pseudoefedrin+terfenadin 3x1 p.o Pseudoefedrin 3x1 p.o Spasmium® 3x1 B/P p.o Lazoprasol 1x1 p.o Ranitidin (Rantin®) 1x1 p.o Eperison HCl (Myonal®) 2x1 p.o
138
Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 18 Nama : Mwy No. RM :
01-92-03-30 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan SD
Pekerjaan Swasta
Umur : 71 tahun
Tgl Masuk : 4 Agt 2008
Anamnese : sesak napas, kaki bengkak, perut mrongkol Dx Utama : CPC Dekompensata Dx sekunder : hipoalbuminuria
Hasil Laboratorium Tanggal
Hasil Nilai Normal Satuan 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 9.61 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 11,6 Segmen 47.0 – 80.0 % 82.9 Limfosit 13.0 – 40.0 % 10.9 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 28.2 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 2.98 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 250 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 99.8 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 3.3 Protein total L 4,90 Albumin L 2,10Globulin 2,80 Tanda Vital
3 Agt 4 Agt 6 Agt 5 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Suhu (ºC) 38 37,8 37,5 36,8 36,8 37,1 Nadi (x/menit) 88 88 88 84 92 80 Nafas (x/menit) 20 22 20 20 20 18 TD (mmHg) 170/90 160/90 150/90 170/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt Furosemid 1-0-0 p.o √ √ Bromheksin HCl 3x1 p.o 1x 2x K I-aspartat 2x1 p.o 1x √ √ √Kaptopril 2x1 p.o 1x √ √ √Parasetamol 3x1 p.o 1x √ √ √ Attapulgit 3x2 p.o 1x √ √ 2x Furosemid (Lasix®) √ 1x2amp, inj. 1x 1x 1xRanitidin (Rantin®) √ 2x1 amp, inj. 1x √
139
Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 19 Nama :Snkm No. RM :
00-28-20-73 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan tdk tamat SD
Pekerjaan -
Umur : 55 tahun
Tgl Masuk : 18 Agt 2008
Anamnese : lemas, sesak, mual, nafsu makan kurang, dada berdebar Dx Utama : Bronchitis asmatis
Hasil Laboratorium Tanggal
Hasil Nilai Normal Satuan 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt Hb 12.00-18.00 gr % 16,30 Lekosit 4.10 – 13.00 ribu/mmk 6,320 Eosinofil 0 – 5.0 % 7,1 Basofil 0 – 2.0 % 0,8 Segmen 47.0 – 80.0 % 55,2 Limfosit 13.0 – 40.0 % 26,9 Monosit 2.0 – 11.0 % 10,0 Hematokrit 36.0 – 46.0 % 46,8 Eritrosit 4.1 – 5.30 juta/mmk 5,49
Tanda Vital 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt Suhu (ºC) 36,3 36,5 37,6 37 37 Nadi (x/menit) 80 92 88 80 80 Nafas (x/menit) 20 22 22 22 22 TD (mmHg) 120/70 130/80 120/80 130/80
140
OBAT DI BANGSAL Nama Obat dosis dan cara pemberian
18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt 22 Agt
Parasetamol (Pamol®) 3x1 p.o 1xLevofloksasin 1x1 p.o 1x √ √ √ √ Teofilin anhidrat 2x 1/2 tab p.o 1x √ √ √ Ambroksol HCl 3x1cth p.o 1x √ Ranitidin (Rantin®) 2x1 p.o 1x 1xDomperidon (Vomitas®) 3x1 p.o 1x 2xMetil prednisolon (Somerol®) √ √ 2x1 inj. √ Seftasidim , inj. 1x √ 2x1gram 1x Ranitidin (Rantin®) 2x1 inj. 1x 1x 1xMetoklopramid HCl (Primperan®) , inj. 2x1amp 1x 1xIpratropiun HBr+salbutamol √ 2x1 inhalasi 1x √ √Flutikason propionat 2x1 inhalasi 1x √ √ √
OBAT RAWAT JALAN
Nama Obat dosis dan cara pemberian Teofilin anhidrat 2x1/2 p.o Domperidon (Vomitas®) o 3x1 p.Ranitidin (Rantin®) 2x1 p.o Ambroksol HCl 3x1cth p.o Doloscaneuron® 3x1 p.o
141
Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 20
Nama :S No. RM : 01-92-09-77
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan -
Pekerjaan PNS
Umur : 55 tahun
Tgl Masuk : 17 Agt 2008
Anamnese : anggota gerak bagian kiri lemas Dx Utama : CVA non Hemoragi
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 16 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 8,27 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,4 Basofil 0 – 2.0 % 0,5 Segmen 47.0 – 80.0 % 47,7 Limfosit 13.0 – 40.0 % 44,7 Monosit 2.0 – 11.0 % 4,7 Eritrosit 4.5 – 5.90 juta/mmk 5,22 Trombosit 140.0 – 440.0 ribu/mmk 240,0 Ureum 10.0 – 50.0 mg/dL 31,4 Kreatinin 0.80 – 1.40 mg/dL 1,20 SGOT (AST) 0 – 37.0 u/l 21,6 SGPT (ALT) 0 – 41.0 u/l 18,0 Tanda Vital 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Suhu (ºC) 37 37 36,7 36,2 Nadi (x/menit) 84 84 80 84 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 TD (mmHg) 110/80 140/90 130/90 130/90 Nama Obat dosis dan cara pemberian 17 Agt 18 Agt 19 Agt 20 Agt 21 Agt Orciprenalin sulfat 3x1/2 tab, p.o 1x 2x 1x Asam asetil salisilat (Farmasal®) 1x1 tab, p.o √ √ √ √ Pirasetam (Neurotam®) 2x1 tab .po √ Pentoksifilin (Tarontal®) 2x1 tab .po √ D-α-tokoferol (Dalfarol®) 2x 2x 1x1 tab, p.o √ 2xPirasetam 1x1 inj. 1x √ √ √ Pentoksifilin (Tarontal®) 1x1 inj. √
142
Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 21 Nama :MJ No. RM :
01-92-02-36 Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan -
Pekerjaan Petani
Umur : 80 tahun
Tgl Masuk : 1 Agt 2008
Anamnese : sesak napas, tadi pagi lemas Dx Utama : CVA non Hemoragi
Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 1 Agt 2 Agt 3 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 4 Agt 12 Agt 13 Agt Hb 13.50 – 17.50 gr % 11,20 Lekosit 4.10 – 10.90 ribu/mmk 4,73 Eosinofil 0 – 5.0 % 2,7 Basofil 0 – 2.0 % 0,4 Segmen 47.0 – 80.0 % 69,8 Limfosit 13.0 – 40.0 % 19,7 Hematokrit 41.0 – 53.0 % 33,7 Eritrosit juta/mmk 4,24 4.5 – 5.90 Tanda Vital 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt Suhu (ºC) 37,2 37 37,4 38 37 37 36,6 37 36,7 36,7 Nadi (x/menit) 80 80 88 84 84 84 84 88 84 80 Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 TD (mmHg) 140/80 150/90 120/80 140/80 130/80 140/70 150/80 130/90 130/90 140/80Nama Obat dosis dan cara pemberian 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt Orciprenalin sulfat √ √ 3x1/2 tab, p.o 1x √ √ √ √ √ √ 1x 2xAsam asetil salisilat (Ascardia®) √ √1x1 tab, p.o 1x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Isosorbid dinitrat (Cedocard®) √ 2 2x1 tab, p.o 1x √ √ √ 1x 1x 3x 3x 3x 3x xMetil prednisolon (Hexilon®) 3x1 tab, p.o 1x √ √ √Cefadroxil 2x1 tab, p.o √ √ 1x √ √ √Parasetamol (Pamol®) 3x 3x1 tab, p.o √ √Nisergolin (Serolin® 3x1 tab, p.o √ √ √ √ √ √ √Pirasetam (Neurotam® √ 3x1 tab, p.o 1x Ketorolak IGD 1x Ranitidin® 2x1 inj. √ 1x 1x √ √ √Citisolin (Nicholin®) 1x 1x1 inj. √ √ 2x 2x 2x 2x 2x 2x 2x 2xNeurotam® 1x1 inj. √ √ √ √ √ √ √ √ Levonox® 2x1 inj. 1x √ 1x Metil prednisolon 1x1 inj. 1x √ √
143
Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 22 Nama :B No. RM :
01-92-02-75 Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan SD
Pekerjaan Swasta
Umur : 60 tahun
Tgl Masuk : 1 Agt 2008
Anamnese : kepala ngliyer Dx Sementara : CVA non Hemoragi
Hasil Laboratorium Tanggal
Hasil Nilai Normal Satuan 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Hb 12.0-18.0 gr % 14 Lekosit 4.10 – 13 ribu/mmk 7,87 eosinofil 0 – 5.0 % 3,3 basofil 0 – 2.0 % 0,5 segmen 47.0 – 80.0 % 65,4 limfosit 13.0 – 40.0 % 25,2 SGOT (AST) 14 - 56 u/l 22,8 SGPT (ALT) 9.0-52 u/l 22,9
Tanda Vital 1 Agt 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt Suhu (ºC) 36,8 36,8 36,5 37 36,7 37,2 36,7 36,7 37,2 37 Nadi (x/menit) 84 84 84 84 88 88 88 84 84 84
Nafas (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 TD (mmHg) 190/100 160/100 140/90 00 140/80 0 170/100 150/90 160/100 160/100 160/1 150/9
Nama Obat dosis dan cara pemberian 2 Agt 3 Agt 4 Agt 5 Agt 6 Agt 7 Agt 8 Agt 10 Agt 11 Agt 12 Agt 13 Agt 14 Agt 15 Agt 9 Agt Asam asetil salisilat (Farmasal®) 1x1 tab, p.o √ √ √ √ √ 1x √ √ √ √ √ √ √ √ klopidogrel 1x1 tab, p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Ambroksol HCl 3x1 tab, .po √ √Valsaltran (Diovan®) 1x1 tab, p.o 2x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Amlodipin besilat (Tensivask®) √ √ 1x1 tab, p.o √ √ √ √ √ √ Cilostazol (Pletaal®) √ √ √2x1 tab, p.o 1x √ √ √ √ Pirasetam (Neurotam®) 3x1 tab, .po 1x √ √ √ Pentoksifilin (Tarontal®) 1x1inj. 1x √Sitikolin (Nicholin®) 1x1 inj. √Nadroparin Ca (Fraxiparent®) 2x1 inj. √ √ √ 1x √Ketorolak trometamin (Remopain®) 1x1 inj. √ Pirasetam (Nootropil®) √ 1x1 inj. √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Manitol 2x sehari 1x 3x (xtra) √Sitikolin (Brain Act®) 2 1x1 inj. x 2x 2x √ √ √ √Kenalox® 2x1 inj. √
144
BIOGRAFI PENULIS
Donald Tandiose merupakan anak ke-empat dari empat
bersaudara pasangan Yohanes Tandiose dan Maria Biri.
Lahir di Jayapura pada tanggal 25 Agustus 1987.
Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak Kristen
Kalam Kudus Jayapura pada tahun 1991-1993. Kemudian
di lanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar
Kristen Kalam Kudus Jayapura pada tahun 1993-1999.
Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Sekolah Menengah
Pertama Kristen Kalam Kudus Jayapura pada tahun 1999-2002. Kemudian naik ke
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2002-2005. Selanjutnya
menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan
sampai saat ini masih menempuh pendidikan di bangku kuliah.