,:>erencanaan program penyuluhan - usu librarylibrary.usu.ac.id/download/fkm/fkm-ida yustina.pdf ·...

Download ,:>erencanaan Program Penyuluhan - USU Librarylibrary.usu.ac.id/download/fkm/fkm-ida yustina.pdf · Pengertian Perencanaan Program Penyuluhan Venugopal (Mardikanto,1993) ... dijumpai

If you can't read please download the document

Upload: vuongdien

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 2003 Digitized by USU digital library 1

    PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN

    Dra. Ida Yustina, Msi

    Bagian Administrasi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Universitas Sumatera Utara

    Pengertian Perencanaan Program Penyuluhan

    Venugopal (Mardikanto,1993) mendefinisikan perencanaan program sebagai suatu prosedur kerja bersama-sama masyarakat dalam upaya untuk merumuskan masalah (keadaan-keadaan yang belum memuaskan) dan upaya pemecahan yang mungkin dapat dilakukan demi tercapainya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

    Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Mueller (Mardikanto,1993) yang mengartikan perencanaan program sebagai upaya sadar yang dirancang atau dirumuskan guna tercapainya tujuan (Kebutuhan, keinginan, minat) masyarakat, untuk siapa program tersebut ditujukan.

    Dalam kaitan perencanaan program ini Martinez (Mardikanto, 1993) mengungkapkan bahwa perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program-program. Perencanaan program merupakan suatu proses yang berkelanjutan, melalui semua warga masyarakat, penyuluh dan para ilmuwan memusatkan pengetahuan dan keputusan-keputusan dalam upaya mencapai pembangunan yang mantap. Di dalam perencanaan program, sedikitnya terdapat tiga pertimbangan yang menyangkut: hal-hal, waktu, dan cara kegiatan-kegiatan yang direncanakan itu dilaksanakan.

    Martinez juga menekankan bahwa perencanaan program merupakan proses berkelanjutan, melalui mana warga masyarakat merumuskan kegiatan-kegiatan yang berupa serangkaian aktivitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan masyarakat setempat.

    Sehubungan dengan pengertian perencanaan program ini, Lawrence (Mardikanto,1993) menyatakan bahwa perencanaan program penyuluhan menyangkut perumusan tentang: (a) proses perancangan program, (b) penulisan perencanaan program, (c) rencana kegiatan, (d) rencana pelaksanaan program (kegiatan), dan (e) rencana evaluasi hasil pelaksanaan program tersebut. Dari beberapa definisi dan pengertian tentang perencanaan program (penyuluhan) tersebut, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perencanaan program merupakan proses berkesinambungan tentang pengambilan keputusan menyangkut situasi, pentingnya masalah, atau kebutuhan, perumusan tujuan, dan upaya pemecahan yang mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

    Keputusan yang diambil pada perencanaan program harus mengandung pengetahuan yang tepat di masa yang akan datang. Hal inilah yang membedakan perencanaan dengan peramalan. Perencanaan harus dapat mengukur hasil-hasil yang dicapai berdasarkan pengetahuan yang tepat tentang kondisi masyarakat.

    Oleh karenanya beberapa pokok pikiran yang perlu diperhatikan dalam perencanaan program penyuluhan: (1) Merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Rangkaian pengambilan keputusan

    dalam perencanaan program tidak pernah berhenti sampai tercapainya tujuan (kebutuhan, keinginan, minat) yang dikehendaki.

    (2) Proses pengambilan keputusan tersebut berdasarkan fakta dan sumber daya yang ada.

  • 2003 Digitized by USU digital library 2

    (3) Dirumuskan secara bersama oleh penyuluh dengan masyarakat sasarannya, dengan didukung oleh para spesialis, praktisi dan penentu kebijaksanaan.

    (4) Meliputi perumusan tentang: keadaan, masalah, tujuan, dan cara pencapaian tujuan, yang dinyatakan secara tertulis.

    (5) Harus mencerminkan perubahan ke arah kemajuan. Manfaat Program Penyuluhan

    Dalam Penyuluhan, adanya program sangat penting bagi kelangsungan penyuluhan tersebut. Selain memberi acuan, dengan adanya program, masyarakat diharapkan berpartisipasi atau turut ambil bagian dalam perubahan yang direncanakan tersebut. Oleh karena itu pula Kelsey dan Hearne (Mardikanto, 1993) menekankan pentingnya "pernyataan tertulis" yang jelas dan dapat dimengerti oleh setiap warga masyarakat yang diharapkan untuk berpartisipasi. Adanya pernyataan tertulis ini dapat menjamin kelangsungan program dan selalu memperoleh partisipasi masyarakat.

    Perlunya atau manfaat program penyuluhan tersebut didasarkan pada alasan berikut: (1) Memberi acuan dalam mempertimbangkan secara seksama tentang hal-hal

    yang harus dilakukan dan cara melaksanakannya. (2) Merupakan acuan tertulis yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk

    menghindari terjadinya salah pengertian. (3) Sebagai pedoman pengambilan keputusan terhadap adanya usul/saran

    penyempurnaan. (4) Menjadi pedoman untuk mengukur (mengevaluasi) pelaksanaan program. (5) Adanya patokan yang jelas tentang masalah-masalah yang insidentil (menuntut

    perlunya revisi program), dan pemantapan dari perubahan-perubahan sementara (hanya direvisi jika memang diperlukan).

    (6) Mencegah adanya salah pengertian tentang tujuan akhir, dan mengembangkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan maupun yang tidak dirasakan.

    (7) Memberikan keterlibatan personil dalam setiap tahapan program yang berkesinambungan tersebut, hingga tercapainya tujuan.

    (8) Membantu pengembangan kepemimpinan, yaitu menggerakkan semua pihak yang terlibat dan menggunakan sumber daya yang tersedia.

    (9) Menghindarkan pemborosan sumber daya, dan sebaliknya merangsang efiiiensi.

    (10) Menjamin kelayakan kegiatan yang dilakukan di dalam masyarakat dan yang dilaksanakan sendiri oleh masyarakat setempat.

    Perubahan sebagai Asas Pengembangan Program

    Perubahan yang dimaksudkan dalam hal ini bukanlah perubahan yang bersifat alami, tetapi perubahan yang sengaja dilakukan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Perubahan pada hakekatnya merupakan dasar dari pembuatan program. Dengan kata lain program yang dibuat harus mengandung suatu perubahan dalam masyarakat sasaran.

    Lippitt dkk. (Mardikanto, 1993) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan yang tidak alami itu disebabkan dua hal pokok: (1) Adanya keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau untuk

    memecahkan masalah-masalah yang dirasakan, dengan memodifikasi sumber daya dan lingkungan hidupnya, melalui penerapan ilmu pengetahuan atau teknologi yang dikuasainya.

  • 2003 Digitized by USU digital library 3

    (2) Ditemukannya inovasi-inovasi yang memberikan peluang bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan atau memperbaiki kesejahteraan hidupnya, tanpa harus mengganggu lingkungan aslinya.

    Sehubungan perubahan yang menjadi asas pengembangan program tersebut,

    maka penyuluh bersama-sama masyarakat harus merancang kegiatan-kegiatan yang menunjang perubahan yang diinginkan dari situasi dan permasalahan yang ada dalam bentuk program. Perubahan semacam ini disebut dengan perubahan berencana.

    Tentang perubahan berencana ini Lippitt dkk (1958) mendefinisikannya sebagai suatu perubahan yang diperoleh dari keputusan yang menginginkan adanya perbaikan sistem kehidupan secara personal ataupun sistem sosial dengan bantuan profesional dari luar.

    Sedangkan Soemardjan (Soekanto,1982) mengungkapkan perubahan berencana merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki adanya perubahan itu dinamakan "agent of change", yakni seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan "agent of change".

    Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan terencana merupakan suatu proses perubahan yang diinginkan dan untuk tercapainya dibutuhkan adanya bantuan dari pihak luar, yakni agen-agen pembaharuan.

    Selanjutnya Lippitt dkk. (1958) mengungkapkan bahwa untuk menumbuhkan kebutuhan untuk berubah pada diri masyarakat dlbutuhkan tahapan-tahapan sebagai berikut : (1) Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah.

    Pada tahap ini masyarakat yang menjadi sasaran ditumbuhkan kebutuhannya dengan merumuskan hal-hal yang menjadi kesulitan, kebutuhan, ketidakpuasan, dan sebagainya. Hal-hal yang menjadi kesulitan, kebutuhan, ketidakpuasan tersebut kemudian dijadikan sebagai masalah yang harus dipecahkan. Sadar akan adanya masalah ini menimbulkan keinginan untuk berubah dalam diri masyarakat, yang kemudian akan mencari bantuan dari luar sistem sosialnya.

    (2) Membangun hubungan untuk berubah. Hubungan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terbinanya hubungan yang baik antara penyuluh dengan masyarakat. Penyuluh dapat melakukannya dari pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat.

    (3) Melakukan hal-hal yang berkenaan dengan perubahan. Dalam tahap ini dilakukan klarifikasi atau diagnosis atas masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Hal lainnya adalah mencari alternatif pemecahan masalah termasuk menetapkan tujuan dan tekad untuk berubah. Tekad ini kemudian diwujudkan dalam usaha-usaha untuk berubah yang nyata.

    (4) Memperluas dan memantapkan perubahan. Pada tahap ini keuntungan-keuntungan (ekonomis dan nonekonomis) yang diperoleh dari perubahan perlu diperluas. Perluasan ini juga sebaiknya diikuti dengan penyempurnaan dan pengembangan perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan demikian, selaln dapat dirasakan oleh masyarakat, perubahan tersebut dapat bersifat permanen.

    (5) Pemutusan hubungan Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan antara penyuluh dengan masyarakat. Pemutusan ini penting untuk tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan penyuluh.

  • 2003 Digitized by USU digital library 4

    Berdasarkan uraian tahapan di atas, maka dalam melaksanakan tugasnya penyuluh harus memperhatikan tahapan tersebut. Penyuluh harus mampu menumbuhkan kebutuhan untuk berubah dalam diri masyarakat, membina hubungan, melakukan segala sesuatu yang berkenaan dengan perubahan yang diinginkan, memperluas dan memantapkan perubahan tersebut, dan pada akhirnya memutuskan hubungan.

    Model Perencanaan Program Penyuluhan

    Ada banyak model perencanaan yang dikembangkan oleh para ahli, yakni Model Leagans (1955), Model Federal Extension Service (1956), Mode KOK (1962), Model Kelsey dan Hearne (1963), Model Raudabaugh (1967) dan Model Pesso n (1966).

    Dalam tulisan ini penulis hanya menguraikan Model Pesson. Karena model inilah yang digunakan untuk menganalisis perencanaan program penyuluhan yang akan dilakukan.

    Ada delapan tahap proses perumusan program penyuluhan yang dikemukakan oleh Model Pesson, yaitu: (a) pengumpulan data, (b) analisis keadaan, (c) identifikasi masalah, (d) perumusan tujuan, (e) penyusunan rencana kegiatan, (f) pelaksanaan rencana kegiatan, (g) menentukan kemajuan kegiatan, dan (h) rekonsiderasi. Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pada model ini terlihat bahwa evaluasi dilakukan pada setiap tahap, sehingga memungklnkan dilakukan penyempurnaan pada setiap tahap.

    Gambar 1. Model Proses Perumusan Program Penyuluhan Menurut Pesson, 1966

    Secara singkat, tahap-tahap perencanaan dari Model Pesson tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Pengumpulan data.

    Pengumpulan data merupakan kegiatan pengumpulan data-data dasar atau fakta yang diperlukan untuk menentukan masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan atau kegiatan yang akan direncanakan, Data-data tersebut meliputi: sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, teknologi yang telah digunakan, dan peraturan yang ada.

  • 2003 Digitized by USU digital library 5

    (2) Analisis keadaan. Tahap ini merupakan tahap penganalisisan data yang diperoleh dari lapangan, termasuk di dalamnya menganalisis sumber daya yang potensial untuk dikembangkan, perilaku masyarakat sasaran, keadaan yang ingin dicapai dan yang sudah dicapai, dan sebagainya.

    (3) Identifikasi masalah. Tahap ini m erupakan upaya merum uskan faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Identifikasi ini dapat dilakukan dengan menganalisis kesenjangan antara data potensial dengan data aktual, antara keadaan. yang ingin dicapai dengan yang sudah dicapai, dan sebagainya. Kesenjangan-kesenjangan ini kemudian diinventarisir dan disusun berdasarkan prioritas.

    (4) Perumusan tujuan. Dalam tahap perumusan tujuan yang harus diperhatikan adalah realistisnya tujuan yang hendak dicapai, ditinjau dari kemampuan sumber daya (biaya, jumlah dan kualitas tenaga) maupun waktu yang tersedia.

    (5) Penyusunan rencana kegiatan Tahap ini merupakan penyusunan rencana kerja yang meliputi penjadwalan, metoda yang digunakan, pihak-pihak yang terlibat, lokasi kegiatan, bahan dan peralatan yang dibutuhkan, pembiayan dan sebagainya.

    (6) Pelaksanaan rencana kegiatan Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari rencana kerja yang telah disusun. Masalah utama yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah partisipasi masyarakat sasaran. Oleh karenanya perlu dipilih waktu yang tepat, lokasi yang tepat, agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan.

    (7) Menentukan kemajuan kegiatan Tahap ini merupakan kegiatan monitoring pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, untuk melihat sejauh mana tujuan telah dicapai.

    (8) Rekonsiderasi Rekonsiderasi dimaksudkan untuk meninjau kembali rumusan program, termasuk kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Pada tahap ini dilihat hal-hal yang menjadi kendala atau sebaliknya keberhasilan yang dicapai, dalam rangka menyusun program berikutnya.

    Ukuran Perencanaan Program Yang Baik

    Untuk mengetahui seberapa jauh perencanaan program yang dirumuskan itu telah "baik", berikut ini disampaikan beberapa acuan tentang pengukurannya, yang mencakup: a. Analisis fakta dan keadaan.

    Perencanaan program yang baik harus mengungkapkan hasil analisis fakta dan keadaan yang "lengkap" yang menyangkut: keadaan sumberdaya-alam, sumberdaya-manusia, kelembagaan, tersedianya sarana/prasarana, dan dukungan kebijaksanaan, keadaan sosial, keamanan, dan stabilitas politik. Untuk keperluan tersebut, pengumpulan data dapat dilakukan dengan menghubungi beberapa pihak (seperti: lembaga/aparat pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi profesi, dll) dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (wawancara, pengamatan, pencatatan data-sekunder, pengalaman empirik, dll), agar data yang terkumpul tidak saja cukup lengkap tetapi juga dijamin kebenarannya.

    b. Pemilihan masalah berlandaskan pada kebutuhan. Hasil analisis fakta dan keadaan biasanya menghasilkan berbagai masalah

    (baik masalah yang sudah dirasakan maupun belum dirasakan masyarakat

  • 2003 Digitized by USU digital library 6

    setempat). Sehubungan dengan hal ini, perumusan masalah perlu dipusatkan pada masalah-masalah nyata (real-problems) yang telah dirasakan masyarakat (felt-problems). Artinya, perumusan masalah hendaknya dipusatkan pada masalah-masalah yang dinilai sebagai penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan-nyata (real-needs) masyarakat, yang telah dapat dirasakan (felt-needs) oleh mereka.

    c. Jelas dan menjamin keluwesan. Perencanaan program harus dengan jelas (dan tegas) sehingga tidak

    menimbulkan keragu-raguan atau kesalahpengertian dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, di dalam kenyataannya, seringkali selama proses pelaksanaan dijumpai hal-hal khusus yang menuntut modifikasi perencanaan yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan hat ini, setiap perencanaan harus luwes (memberikan peluang untuk dimodifikasi), sebab jika tidak, program tersebut tidak dapat dilaksanakan, dan pada gilirannya justru tidak dapat mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan masyarakatnya. Karena itu selain jelas dan tegas, harus berpandangan jauh ke depan.

    d. Merumuskan tujuan dan pemecahan masalah yang menjanjikan kepuasan. Tujuan yang ingin dicapai haruslah menjanjikan perbaikan kesejahteraan atau

    kepuasan masyarakat sasarannya. Jika tidak, program semacam ini tidak mungkin dapat menggerakkan motivasi masyarakat untuk berpartisipasl di dalamnya.

    Dengan demikian, masyarakat harus tahu betul tentang manfaat apa yang dapat mereka rasakan setelah tujuan program tersebut tercapai. Seringkali, untuk keperluan ini, tujuan-tujuan dinyatakan secara sederhana, tetapi didramatlsir sehingga mampu menggerakkan partisipasi masyarakat bagi tercapainya tujuan.

    e. Menjaga keseimbangan. Setiap perencanaan program harus mampu mencakup kepentingan sebagian

    besar masyarakat, dan bukannya demi kepentingan sekelompok kecil masyarakat saja. Karena itu, setiap pengambilan keputusan harus ditekankan kepada kebutuhan yang harus dlutamakan, yang mencakup kebutuhan orang banyak. Efisiensi, harus diarahkan demi pemerataan kegiatan dan waktu pelaksanaan; dan harap dihindari kegiatan-kegiatan yang terlalu besar menumpuk pada penyuluh atau pada masyarakat sasarannya.

    f. Pekerjaan yang jelas Perencanaan program harus merumuskan prosedur dan tujuan serta sasaran

    kegiatan yang jelas, yang mencakup: (1) Masyarakat sasarannya (2) Tujuan, waktudan tempatnya (3) Metoda yang akan digunakan (4) Tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terkait (termasuk

    tenaga sukarela) (5) Pembagian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan oleh setiap

    kelompok personel (penyuluh, masyarakat, dll) (6) Ukuran-ukuran yang digunakan untuk evaluasi kegiatannya.

    g. Proses yang berkelanjutan

    Perumusan masalah, pemecahan masalah, dan tindak lanjut (kegiatan yang harus dilakukan) pada tahapan berikutnya harus dinyatakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang berkelanjutan. Termasuk di dalam hal ini adalah perubahan-perubahan yang perlu dilakukan, selaras dengan perubahan kebutuhan dan masalah yang akan dihadapi.

  • 2003 Digitized by USU digital library 7

    h. Merupakan proses belajar dan mengajar Semua pihak yang terlibat dalam perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi

    program perlu mendapat kesempatan "belajar" dan "mengajar". Artinya masyarakat harus diberi kesempatan untuk belajar mengumpulkan fakta dan keadaan, serta merumuskan sendiri masalah dan cara pemecahan masalahnya. Sebaliknya, penyuluh dan aparat pemerintah yang lain harus mampu memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai upaya belajar dari pengalaman masyarakat setempat.

    i. Merupakan proses koordinasi Perumusan masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan, harus melibatkan dan

    mau mendengarkan kepentingan semua pihak di dalam masyarakat. Oleh sebab itu penting adanya koordinasi untuk menggerakkan semua pihak untuk berpartisipasi di dalamnya. Di lain pihak, koordinasi juga sangat diperlukan dalam proses pelaksanaan kegiatan.

    Tanpa adanya koordinasi yang baik, tujuan kegiatan tidak akan dapat tercapai seperti yang diharapkan.

    j. Memberikan kesempatan evaluasi proses dan hasilnya Evaluasi sebenarnya merupakan proses yang berkelanjutan dan melekat

    (built-in) dalam perencanaan program. Oleh sebab itu perencanaan program itu sendiri harus memuat dan memberi kesempatan untuk dapat dilaksanakannya evaluasi, baik evaluasi terhadap proses maupun hasilnya.

    Filosofi Program Penyuluhan

    Dalam menyusun program perlu diperhatikan filosofi program penyuluhan yang oleh Dahama Bhatnagar (1980) dirumuskan sebagai berikut: a. Bekerja berdasarkan kebutuhan yang dirasakan (felt-need), artinya program

    yang akan dirumuskan harus bertolak dari kebutuhan-kebuthan yang telah dirasakan oleh masyarakat, sehingga program itu benar-benar dirasakan sebagai upaya pemecahan masalah atau pencapaian tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat sasarannya. Dalam kaitan itu jika terdapat "kebutuhan nyata" (real need) yang hendak dinyatakan dalam program yang belum dirasakan oleh masyarakat sasaran, terlebih dahulu harus diupayakan menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need). Sebelum kebutuhan nyata tersebut belum merupakan kebutuhan yang dirasakan, sebaiknya jangan dimasukkan ke dalam rumusan program karena tindakan seperti itu akan mengganggu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan pemanfaatan hasil yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut.

    Filosofi ini mengingatkan para perancang perumus program penyuluhan untuk tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi harus selalu benar-benar mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan yang sudah atau sedang dirasakan oleh masyarakatnya.

    b. Bekerja dilandasi anggapan bahwa masyarakat ingin dibebaskan dari penderitaan dan kemiskinan. Artinya, setiap program yang dirancang haruslah benar-benar diupayakan untuk dapat memperbaiki mutu kehidupan masyarakat. Program yang dirancang bukan merupakan program yang terlalu banyak menuntut pengorbanan masyarakat demi tercapainya tujuan-tujuan yang dikehendaki perumus program.

    Oleh karena itu setiap perumusan program harus mampu merumuskan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu kehidupan masyarakat sasaran. Tanpa adanya pemahaman seperti ini, niscaya program tersebut tidak akan memperoleh partisipasi masyarakat, bahkan sebaliknya akan menghadapi berbagai hambatan dan tantangan karena program yang

  • 2003 Digitized by USU digital library 8

    direncanakan itu dinilai akan lebih menyusahkan kehidupan masyarakat yang sudah lama mengalami penderitaan. Semua pihak yang terlibat dalam perumusan program penyuluhan harus membekali dirinya dengan pemahaman bahwa di manapun masyarakat itu berada, pada dasarnya menginginkan suatu perubahan yang menuju ke arah perbaikian mutu hidup atau kesejahteraannya.

    c. Harus dianggap bahwa masyarakat menginginkan "kebebasan", baik dalam menentukan garis hidupnya sendiri dan memutuskan bentuk-bentuk ekonomi, kepercayaan, lembaga politik dan pendidikan yang mereka inginkan demi tercapainya perbaikan mutu kehidupan mereka. Berkaitan dengan itu, setiap perumusan program harus sejauh mungkin mengajak mereka untuk mengemukakan kebutuhan-kebutuhannya, tujuan-tujuan yang diharapkan, serta alternatif-alternatif pemecahan masalah atau pemilihan kegiatan yang diinginkan masyarakat. Jika terdapat perbedaan pendapat antara kehendak masyarakat dengan perumus program, harus diupayakan adanya dialog atau diskusi dengan mereka untuk meyakinkan bahwa alternatif yang dikemukakan oleh perumus program tersebut memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat sasaran. Dialog atau forum diskusi seperti itu harus selalu disediakan untuk menghindari terjadinya pertentangan, hambatan, atau pemborosan enersi yang biasanya tersedia sangat langka.

    d. Nilai-nilai dalam masyarakat harus dipertimbangkan selayaknya, artinya rum usan program harus sudah mencakup dan mempertimbangkan nilai-nilai kerjasama, keputusan kelompok, tanggung jawab sosial, kepercayaan, dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan. Pertimbangan atas hal-hal seperti itu, di dalam perumusan program penyuluhan seringkali memiliki arti strategis. Sebab setiap kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat, harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai adat dan kepercayaan yang mereka anut; dan di lain pihak setiap keputusan yang diambil seringkali juga merupakan keputusan kelompok yang menuntut kerjasama dan tanggung jawab bersama untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya yang tersedia di dalam masyarakatnya sendiri.

    Karena itu, pengabaian terhadap hal-hal tersebut seringkali berakibat pada tidak tercapainya tujuan seperti yang diharapkan, atau tidak memperoleh partisipasi aktif dari masyarakatnya. Bahkan, pengambilan keputusan seperti itu seringkali merupakan pengalaman buruk yang akan selalu mewarnai keputusan masyarakat terhadap setiap upaya pembangunan masyarakat di masa-masa mendatang.

    e. Membantu dirinya sendiri. Artinya, secara nyata warga masyarakat harus diarahkan (atau setidak-tidaknya dilibatkan) untuk mau dan mampu merencanakan dan melaksanakan sendiri setiap pekerjaan yang diupayakan untuk memecahkan masalah mereka sendiri yang akan dirumuskan dalam program. Jika masyarakat tidak terlibat atau dilibatkan dalam proses perumusan program, seringkali pelaksanaan programnya juga tidak memperoleh partisipasi aktif dari mereka, sehingga seluruh rangkaian kegiatan sejak perencanaan sampai pelaksanaannya dilakukan oleh "orang luar". Dalam keadaan seperti ini, masyarakat sasaran tidak dapat dikaitkan dalam proses membangun. Akibatnya, lambat laun mereka akan kehilangan kepekaan terhadap masalahnya sendiri, tidak memiliki inisiatif dan kreafivitas unfuk memecahkan masalahnya sendiri, dan akan kehilangan kemandiriannya. Sehingga proses pembangunan yang direncanakan justru menumbuhkan kondisi ketergantungan.

    f. Masyarakat adalah sumberdaya yang terbesar. Artinya dalam perumusan program penyuluhan, harus sebesar-besarnya memanfaatkan potensi sumber daya yang tersedia di dalam masyarakat sasaran sendiri, baik modal, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan yang sudah ada.

  • 2003 Digitized by USU digital library 9

    Dalam hubungan ini, harus selalu diingat bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat. Sehingga setiap upaya pembangunan harus menggali, mengembangkan, dan memanfaat kan potensi sumberdaya yang tersedia di masyarakat. Melalui cara seperti ini, proses pembangunan akan memberikan dampak ganda bagi tumbuhnya upaya-upaya pembangunan lanjutan di masa-masa mendatang. Sebab dengan tergarapnya sumberdaya alam, manusia, dan kelembagaan yang ada, akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan masyarakat untuk berswakarsa dan berswadaya melaksanakan pembangunan di masa mendatang pada cakupan bidang garapan yang semakin luas pula. Sebaliknya, jika potensi sumberdaya lokal tidak tergarap dan menggantungkan dari luar, pada suatu saat pasti akan kehabisan kemampuan untuk mendatangkan sumberdaya tersebut, dan karena sumberdaya lokal (terutama sumberdaya manusia dan kelembagaan) tidak pernah tergarap, tidak akan tumbuh inisiatif dan kemampuan baru untuk melaksanakan pembangunan lanjutan, sehingga berhentilah pembangunan di wilayah tersebut.

    g. Program mencakup perubahan sikap, kebiasaan, dan pola pikir, yang artinya perumusan program harus mencakup banyak dimensi perilaku manusia. Sehubungan ini harus selalu diingat bahwa setiap pembangunan pada dasarnya harus mampu membangun perilaku manusianya. Pembangunan fisik yang tanpa membangun perilaku manusia, seringkali mengakibatkan tidak termanfaatkannya hasil-hasil pembangunan secara maksimal. Sebaliknya, melalui pembangunan yang berakibat pada perubahan perilaku manusianya, akan menghasilkan manusia-manusia yang berjiwa selalu ingin membangun, serta memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan yang diinginkan.

    DAFTAR PUSTAKA Dahama, D.P. and D.P. Bhatnagar. 1980. Education and Communicatjon for

    Development. New Delhi: Oxford & IBH Publishing CO. Lippitt, R, J. Watson and B. Wesley. 1958. The Dynamics of Planned Change. New

    York: Harcourt, Brace and World, Inc. Mardikanto, Totok. 1992. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta:

    Universitas Sebelas Maret. Slamet, Margono. 1978. Kumpulan Bacaan Penyuluhan Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. ________1979. Psikologi Belajar Mengajar. Ciawi: IPLPP (Diktat) Soekanto, Soerjono. 1982. Pengantar Sosiologi. Rajawali Pers. .

    Dra. Ida Yustina, MsiManfaat Program PenyuluhanPerubahan sebagai Asas Pengembangan ProgramModel Perencanaan Program PenyuluhanUkuran Perencanaan Program Yang BaikFilosofi Program PenyuluhanDAFTAR PUSTAKA