epidemiologi - hipertensi

Upload: ressa-oashttamadea

Post on 09-Mar-2016

679 views

Category:

Documents


136 download

DESCRIPTION

HIPERTENSI

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Hipertensi, didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg, adalah kondisi yang paling umum ditemukan di pelayanan kesehatan tingkat dasar yang dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal bahkan kematian jika tidak dapat dideteksi dari awal dan ditatalaksana dengan tepat. Meskipun hipertensi jarang menyebabkan gejala pada penderitanya, kerusakan dapat terjadi di arteri dan organ penderita yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Hal ini mengakibatkan hipertensi disebut sebagai the silent killer, dan membuatnya menjadi prioritas utama dalam program pencegahan, deteksi dan kontrol penyakit, dan juga merupakan tantangan terbesar yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan masyarakat pada saat ini.1,2WHO menetapkan hipertensi sebagai faktor resiko nomor tiga penyebab kematian di dunia dan bertanggung jawab sebesar 62% terhadap timbulnya kasus stroke dan 49% terhadap timbulnya serangan jantung. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita hipertensi, diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases). Diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%, dan akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia. Data yang dikumpulkan dari berbagai literatur menunjukkan jumlah penderita hipertensi dewasa di seluruh dunia pada tahun 2000 adalah 957-987 juta orang. Prevalensinya diduga akan semakin meningkat setiap tahunnya sampai mencapai angka 1,56 milyar (60% dari populasi dewasa dunia) pada tahun 2025.3Hipertensi di Indonesia terdaftar sebagai penyakit pembunuh ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Departemen Kesehatan tahun 2013 mencapai sekitar 25,8%. Kementerian Kesehatan (2013) juga menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Prevalensi di daerah luar Jawa dan Bali lebih besar dibandingkan kedua pulau ini. Hal ini berkaitan erat dengan pola makanan terutama konsumsi garam yang umumnya lebih tinggi diluar pulau Jawa dan Bali.3Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien di Puskesmas Nanggalo, Padang, Sumatera Barat selama tahun 2014, hipertensi menduduki peringkat pertama pada kasus penyakit tidak menular. Selama tahun 2014, tercatat kunjungan pasien hipertensi sebanyak 2267 pasien dengan 63% pasien yang didiagnosa hipertensi tidak berobat secara rutin.Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul Pengendalian Kasus Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang, Sumatera Barat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISIHipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah diatas 140/90mmHg, dan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Menurut The Seventh Report of The Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan derajat II sesuai dengan tabel berikut:2,4Tabel 2.1 Klasifikasi HipertensiKlasifikasi TDTD sistolik(mmHg)TD diastolik(mmHg)

NormalPrehipertensiHipertensi derajat IHipertensi derajat II160dan 100

2.2. EPIDEMIOLOGIData epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%.Di Indonesia, sampai saat ini belum ada penelitian yang bersifat nasional yang dapat menggambarkan prevalensi (angka kejadian) penderita hipertensi secara tepat. Pada umumnya prevalensi hipertensi berkisar antara 1,8 28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun. Sebagai perbandingan di Amerika 15 % golongan kulit putih dewasa dan 25-30% golongan kulit hitam adalah penderita hipertensi.4

2.3. PATOGENESISBerdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu hipetensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik yang merupakan golongan terbanyak (90%) dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal sebanyak 10%. Walaupun berbagai faktor telah dihubungkan dengan hipertensi essensial namun sampai saat ini belum ada keterangan pasti yang dapat menjelaskan penyebabnya. Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:41. Faktor resiko seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, dan genetik2. Sistem saraf simpatisa. Tonus simpatisb. Variasi diurnal3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir4. Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada sistem rennin, angiotensin dan aldosteron5. Sistem renin-angiotensin (RAA), defek (kelainan) dalam ekskresi natrium, peningkatan ion natrium dan kalsium di dalam sel6. Faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia (tingginya kadar sel darah merah dalam darah)7. Tekanan darah dipengaruhi curah jantung dan tahanan perifer, sehingga semua faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahan perifer akan mempengaruhi tekanan darahKaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah

2.4. DIAGNOSISTujuan utama dalam diagnosa hipertensi adalah untuk menentukan apakah pasien menderita hipertensi primer atau sekunder, apakah ada kerusakan pada organ target dan mendeteksi komplikasi lainnya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:51. AnamnesaGejala klinis berupa peninggian tekanan darah biasanya merupakan satu-satunya gejala yang ada, kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala lainnya berupa sakit kepala, epistaksis (perdarahan pada hidung), pusing, atau migren (sakit kepala sebelah) dapat merupakan gejala yang timbul dari hipertensi esensial. Gejala lainnya akibat komplikasi berupa gangguan penglihatan, gangguan jantung berupa penyakit jantung hipertensi, dan gangguan serebral (otak) berupa kejang-kejang, stroke, penurunan kesadaran. Bila gejala pada organ target telah timbul, menandakan bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan.2. Riwayat penyakitAnamnesa mengenai riwayat penyakit difokuskan pada modifikasi gaya hidup, asupan makanan seperti natrium dan kolesterol, tingkat aktivitas fisik , stres psikososial, konsumsi alkohol, narkoba dan rokok. Selain itu juga tanyakan penggunaan obat-obatan termasuk suplemen herbal. Riwayat penyakit keluarga juga penting dalam hal ini seperti riwayat keluarga menderita, penyakit kardiovaskular, cerebrovascular, diabetes mellitus dan dyslipidemia.3. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan derajat hipertensi secara akurat dan menilai kerusakan organ target. Saat mengukur tekanan darah, pastikan bahwa pengukuran saat pasien dalam poisi rileks, dilakukan 2 kali dan setidaknya diberi jeda 1 menit antara setiap pengukuran. Setelah itu tentukan derajat hipertensi pasien.4. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan penunjang untuk pasien hipertensi harus meliputi pemeriksaan EKG, urinalisis, glukosa darah atau HbA1c, natrium dan kalium serum, kadar kretinis dan profil lipid. Pemeriksaan juga mungkin diperlukan pada individu dengan hipertensi sekunder dan untuk mendeteksi kerusakan organ target, contohnya seperti chest x-ray, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan mata, echocardiografi,pemeriksaan asam urat, TSH, dan lain-lain.

2.5. KOMPLIKASIHipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:4,6 Jantung Hipertofi ventrikel kiri Angina atau infark miokard Gagal jantung Otak Stroke atau transient ischemic attack Aneurisma otak Penyakit ginjal kronik Penyakit arteri perifer Aterosklerosis Retinopati Sindrom metabolik

2.6. PENATALAKSANAANPengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya. Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dari perubahan gaya hidup berupa; diet rendah garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, aktifitas fisik yang teratur, dan penurunan berat badan bagi pasien dengan berat badan lebih. Selain dapat menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga terbukti meningkatkan efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan resiko kardiovaskular.4Terapi non farmakologis terdiri dari:4 Menghentikan merokok Menurunkan berat badan berlebih Menurunkan konsumsi alcohol berlebih Latihan fisik Menurunkan asupan garam Meningkatkan konsumsi buah dan sayut serta menurunkan asupan lemakPenatalaksanaan hipertensi secara farmakologis dilaksanakan sesuai derajat penyakit dan pemilihan kombinasi obat, yang dapat dilihat pada tabel berikut:4,7

Gambar 2.2 Penatalaksanaan hipertensi secara farmakologis menurut JNC 7Pada tahun 2014, Joint National Committee telah mengeluarkan guideline terbaru mengenai tatalaksana hipertensi, yaitu JNC 8. Di JNC 8 lebih dijabarkan lagi 9 rekomendasi terbaru mengenai target tekanan darah pada kriteria pasien yang berbeda, serta terdapat penyempurnaan algoritma yang terdapat pada gambar berikut ini:1

Gambar 2.3 Algoritma penatalaksanaan hipertensi menurut JNC 872.7. PROGNOSISHipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi penyakit ini dapat dikendalikan. Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah akan memperburuk prognosis pada hipertensi. Walaupun penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan melalui modifikasi gaya hidup serta pengobatan.4

BAB IIIIDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien di Puskesmas Nanggalo, Padang, Sumatera Barat selama tahun 2014, hipertensi menduduki peringkat pertama pada kasus penyakit tidak menular. Tingginya angka hipertensi dapat dianalisa penyebabnya melalui fishbone diagram beserta pemaparan berikut:MaterialManKurangnya motivasi Kurangnya kemampuan SDM untuk deteksi dini hipertensiObat-obatan tidak lengkap

Kurangnya jumlah dokter Pemeriksaan lab tidak memadaiTingginya kasus hipertensi di Puskesmas Nanggalo

Penyuluhan bersifat teoritis dan tidak aplikatif

Pengalokasian dana yang tidak maksimalProgram yang telah ada tidak dijalankan dengan baik

MethodMoney1. Mana. Kurangnya kemampuan SDM untuk deteksi dini hipertensi. Pada Balai Pengobatan Umum (BPU) dan Balai Pengobatan Lansia (BPL) telah ditempatkan masing-masing 1 perawat dan disediakan tensimeter raksa dan stetoskop untuk melakukan pengukuran tekanan darah, namun dalam praktek sehari-hari untuk menghemat waktu, perawat menggunakan tensimeter digital yang hasilnya tidak akurat. Akibatnya, banyak pasien yang tekanan darahnya setelah diukur dengan tensimeter digital tidak sesuai dengan tekanan darah yang seharusnya saat diperiksa ulang oleh dokter dengan menggunakan tensimeter raksa. Hal ini mengakibatkan tidak terdeteksinya pasien prehipertensi dan sulit melakukan pengontrolan tekanan darah pada pasien hipertensi.b. Kurangnya motivasi. Pasien yang datang menumpuk pada waktu bersamaan dan tuntutan akan pelayanan yang lebih cepat mengakibatkan dokter dan perawat tidak sempat melakukan edukasi dan memberikan motivasi terhadap pasien mengenai penyakitnya. Hal ini menyebabkan pasien tidak termotivasi untuk datang kontrol secara berkala.c. Kurangnya jumlah dokter. Puskesmas Nanggalo memiliki 3 dokter umum yang masing-masing ditempatkan di BPU, BPL, dan KIA. Terbatasnya jumlah dokter mengakibatkan tidak adanya dokter yang ikut turun ke lapangan seperti Pustu (Puskesmas Pembantu) dan Puskel (Puskesmas Keliling) sehingga Pustu dikelola oleh kader dan Puskel dijalankan oleh perawat. Akibatnya, banyak pasien hipertensi yang mendapatkan terapi yang tidak sesuai dengan algoritma standar.

2. Moneya. Pengalokasian dana yang tidak maksimal. Tidak adanya penggunaan statistik untuk memprediksi kebutuhan obat hipertensi yang menyangkut pada alokasi dana untuk pembelian obat. Hal ini mengakibatkan dana yang seharusnya dialokasikan untuk penyediaan obat-obat hipertensi teralihkan ke bagian lain.Selain itu, penyediaan obat-obatan di Puskesmas Nanggalo berasal dari dana kapitasi BPJS. Sedangkan pada Puskesmas se-Kota Padang, biaya berobat pasien umum juga digratiskan tanpa melihat domisili pasien. Hal ini mengakibatkan pasien yang domisilinya di luar wilayah kerja Puskesmas Nanggalo tetap dapat berobat dan obat tersebut disediakan dari dana BPJS pasien yang memang terdaftar di Puskesmas Nanggalo. Keterbatasan biaya pembelian obat ini mengakibatkan obat hipertensi sering kehabisan stok.

3. Materiala. Obat-obatan tidak lengkap. Hal ini pertama disebabkan karena pengalokasian dana yang kurang tepat, kedua karena banyak pasien yang tidak nyaman menggunakan Captopril sehingga setiap pasien hipertensi yang datang cenderung meminta diresepkan Amlodipin atau Candesartan. Akibatnya saat Amlodipin dan Candesartan habis, pasien mau tidak mau diresepkan Captopril dan sesampainya di rumah, obat tidak dimakan dengan teratur karena efek samping batuk membuat pasien tidak nyaman.b. Pemeriksaan laboratorium tidak memadai. Para penderita hipertensi kebanyakan juga menderita DM tipe II sehingga untuk mencegah komplikasi diperlukan juga pemeriksaan terhadap kadar glukosa darah. Alat untuk memeriksa glukosa darah seringkali macet sehingga hasil tidak akurat dan di laboratorium puskesmas tidak tersedia pemeriksaan HbA1c.

4. Methoda. Penyuluhan bersifat teoritis dan tidak aplikatif. Berdasarkan kuisioner yang disebarkan kepada 70 pasien hipertensi yang dipilih secara random pada bulan September 2015, didapatkan hasil bahwa pengetahuan pasien mengenai hipertensi sudah baik, akan tetapi pada penerapan tindakan yang dilakukan untuk mencegah hipertensi, pasien banyak yang tidak melakukan anjuran seperti tidak berolahraga, tidak mengatur diet, dan tidak rutin kontrol ke puskesmas. Salah satu contoh: pasien tahu bahwa penderita hipertensi harus mengurangi konsumsi garam dan diet untuk mengurangi berat badan, tapi tidak tahu garam seperti apa yang dimaksud dan tidak tahu takaran makanan yang benar untuk diet.b. Program yang telah ada tidak dijalankan dengan baik. Di Puskesmas Nanggalo telah ada program PROLANIS (Program Penanggulangan Penyakit Kronis) yang merupakan program dari BPJS, namun program ini tidak berjalan dengan maksimal karena tidak adanya monitoring dan pembagian tanggungjawab yang jelas dari kepala puskesmas. Sampai saat ini yang rutin dijalankan hanya aktifitas klub berupa senam di lapangan puskesmas setiap hari Jumat. Program lainnya seperti konsultasi medis, home visit, serta reminder berobat kembali lewat SMS belum terlaksana sama sekali.

BAB IVPEMBAHASAN

Untuk menyelesaikan masalah yang telah dianalisis pada bab sebelumnya, dapat dilakukan langkah-langkah berikut ini:NoMasalahPemecahan Masalah

1Kurangnya kemampuan SDM untuk deteksi dini hipertensiKepala puskesmas hendaknya menetapkan standar mengenai pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter raksa dan setiap perawat di yang bertanggung jawab di BPU dan BPL telah diedukasi oleh dokter mengenai langkah-langkah pengukuran tekanan darah yang benar. Dokter juga harus mengingatkan jika perawat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar.

2Kurangnya motivasi

Ruang tunggu pasien hendaknya dibuat senyaman mungkin sehingga pasien sabar menunggu giliran namanya dipanggil, dengan itu tenaga pelayanan kesehatan dapat bekerja tanpa terburu-buru dan mempunyai waktu minimal 5 menit untuk menjelaskan penyakit pasien dan memberikan motivasi agar pasien mengontrol tekanan darahnya secara teratur di puskesmas.

3Kurangnya jumlah dokterMengusulkan penambahan jumlah dokter ke DKK Kota Padang.

4Pengalokasian dana yang tidak maksimalMenerapkan ilmu probabilitas dalam statistik untuk melakukan penghitungan jumlah obat yang dibutuhkan dan mengalokasikan dana dengan tepat ke masing-masing bagian.Mensosialisasikan kepada pasien yang berada di luar wilayah kerja Puskesmas Nanggalo agar berobat sesuai dengan FKTP dimana namanya terdaftar sehingga puskesmas tidak terus-menerus kehabisan obat karena dana kapitasi yang tidak cukup.

5Obat-obatan tidak lengkapApotik melakukan pendataan obat-obat hipertensi yang diresepkan dokter, lalu persentase yang didapat dijadikan dasar untuk melakukan pemesanan obat, terumana Amlodipin dan Candesartan.

6Pemeriksaan laboratorium tidak memadaiMengajukan permintaan alat cek glukosa darah yang baru ke DKK Kota Padang.Setiap 6 bulan secara teratur dokter merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium (beserta pemeriksaan penunjang) yang lebih lengkap dalam rangka pendeteksian kerusakan organ target, dimana hal ini telah difasilitasi oleh BPJS.

7Penyuluhan bersifat teoritis dan tidak aplikatifDokter sebagai leader dalam pelayanan kesehatan, hendaknya bekerja sama dengan bagian Promkes dan Gizi dalam penyusunan materi penyuluhan, sehingga penyuluhan yang diberikan dapat dimengerti dalam bahasa awam dan dapat diterapkan pasien dalam kehidupan sehari-hari.

8Program yang telah ada tidak dijalankan dengan baikKepala puskesmas menunjuk salah satu stafnya untuk menjadi penanggungjawab PROLANIS dan memonitor terlaksananya program tersebut sesuai dengan buku panduan yang telah disosialisasikan oleh BPJS.

BAB VPENUTUP

5.1. KESIMPULAN1. Hipertensi di Indonesia terdaftar sebagai penyakit pembunuh ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien di Puskesmas Nanggalo, Padang, Sumatera Barat selama tahun 2014, hipertensi menduduki peringkat pertama pada kasus penyakit tidak menular.2. Melalui diagram tulang ikan, didapatkan bahwa banyak faktor yang berpengaruh terhadap tingginya kejadian hipertensi di Puskesmas Nanggalo yang mencakup 4 faktor: man, money, material dan method.3. Permasalahan yang paling menonjol adalah kurangnya pengetahuan yang sesuai dengan pemahaman masyarakat awam, edukasi dari dokter, dan kurang maksimalnya monitoring dari pimpinan.

5.2. SARANHipertensi merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Dalam masa pengobatannya tentu ada pasien yang tidak patuh dalam berobat atau bosan. Untuk itu dibutuhkan pendekatan yang proaktif dari tenaga kesehatan untuk mendekati pasien secara personal dan menganalisa masalah yang ada pada pasien karena penyebab hipertensi dapat berasal dari berbagai faktor.

DAFTAR PUSTAKA

1. James, Paul A, et al. 2014. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults, Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). Iowa City: University of Iowa.2. Maryon-Davis, Alan. 2005. Hypertension the Silent Killer. London: Faculty of Public Health 4 St Andrews Place.3. Trihono. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.4. Yogiantoro, Mohammad. 2009. Hipertensi Esensial: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.5. Kenning. 2014. Hypertension Diagnosis and Treatment. Bloomington, USA: Institute for Clinical Systems Improvement.6. Mayo Clinic Staff. 2015. High Blood Pressure (Hypertension). Diakses di http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/high-blood-pressure/basics/complications/con-20019580 pada tanggal 7 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB.7. Chobanian, Aram. 2003. Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment Of High Blood Pressure. Bethesda: American Heart Association.12