emfisema subkutan

10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Emfisiema Subkutis Emfisiema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ. Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis, sehingga definisi emfisiema subkutis adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan, biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan pneumothoraks dan pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma.6 Emfisiema subkutis merupakan suatu kondisi yang tidak membahayakan, namun menimbulkan masalah kecantikan pada pasien dan keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena terdapatnya sekumpulan udara di dalam rongga subkutan pada dinding dada yang menjalar ke jaringan lunak di wajah, leher, dada atas, dan bahu. Terkumpulnya udara di wajah menimbulkan pembengkakan pada kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata, selain itu juga disertai terjadinya perubahan suara yang menjadi lebih tinggi akibat dari pengumpulan udara di dalam laring.5 Udara pada jaringan subkutan yang terkumpul dapat menyebar secara langsung ke daerah sekitar, sehingga bagian tubuh atas lebih sering terkena daripada bagian tubuh bawah. Keadaan yang tampak pada emfisiema subkutis adalah pembengkakan pada kulit yang jika dipalpasi teraba seperti renyah (crunchy). Pada gambaran radiologi akan tampak pengumpulan udara pada permukaan kulit yang biasanya meliputi sebagian besar dari tubuh.7

Upload: mc-yayan

Post on 22-Nov-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

apa

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Emfisiema SubkutisEmfisiema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ. Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis, sehingga definisi emfisiema subkutis adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan, biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan pneumothoraks dan pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma.6 Emfisiema subkutis merupakan suatu kondisi yang tidak membahayakan, namun menimbulkan masalah kecantikan pada pasien dan keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena terdapatnya sekumpulan udara di dalam rongga subkutan pada dinding dada yang menjalar ke jaringan lunak di wajah, leher, dada atas, dan bahu. Terkumpulnya udara di wajah menimbulkan pembengkakan pada kelopak mata yang menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata, selain itu juga disertai terjadinya perubahan suara yang menjadi lebih tinggi akibat dari pengumpulan udara di dalam laring.5 Udara pada jaringan subkutan yang terkumpul dapat menyebar secara langsung ke daerah sekitar, sehingga bagian tubuh atas lebih sering terkena daripada bagian tubuh bawah. Keadaan yang tampak pada emfisiema subkutis adalah pembengkakan pada kulit yang jika dipalpasi teraba seperti renyah (crunchy). Pada gambaran radiologi akan tampak pengumpulan udara pada permukaan kulit yang biasanya meliputi sebagian besar dari tubuh.7 2.2 Anatomi dan Histologi Kulit Kulit adalah pembungkus tubuh yang berkontak langsung dengan lingkungan luar, akibatnya kulit melakukan banyak fungsi penting. Beberapa fungsi kulit ini adalah sebagai perlindung (proteksi), regulator suhu, persepsi sensorik, organ ekskretoris, dan pembentuk vitamin D.8,9 Kulit atau integumen tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu epidermis atau kutikel, dermis, dan subkutis atau hipodermis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan lapisan dermis dan lapisan subkutis.8,9 Epidermis adalah lapisan superfisial nonvaskular,8 yang terdiri atas stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan keratohialin), stratum spinosum (stratum Malphigi), dan stratum basale.8,9 Menurut ilmu histologi, terdapat empat jenis sel berbeda pada epidermis kulit, yaitu: 1. Keratosit, merupakan sel epitel terbanyak pada epidermis, membelah, bertumbuh, bergerak ke atas, mengalami keratinisasi, dan membentuk lapisan pelindung tubuh yang disebut sebagai stratum korneum. 2. Melanosit terletak pada bagian basal epidermis, membentuk pigmen melanin yang kemudian bergabung ke dalam keratinosit. Sel ini banyak terdapat di stratum basale. 3. Sel Langerhans adalah sel epidermal yang berperan dalam respon imun tubuh. Sel ini berperan dalam pengenalan antigen asing dan mungkin menjadi sel penyaji antigen. 4. Sel Merkel merupakan sel yang berhubungan erat dengan akson tanpa mielin dan diduga berfungsi sebagai mekanoreseptor.8 Demis terletak tepat di bawah epidermis. Lapisan kulit ini lebih dalam, lebih tebal, dan vaskular. Lapisan superfisial dermis berlekuk-lekuk masuk ke epidermis yang disebut papila dermis (stratum papilare dermis), terdiri dari jaringan ikat longgar yang tidak teratur. Lapisan dermis yang lebih dalam dengan jaringan ikat padat adalah stratum retikulare.8,9 Subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya.9 Gambaran anatomi dari kulit dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini: Gambar 2.1 Anatomi Kulit 10 Gambaran hitologis kulit dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini: Gambar 2.2 Histologi Kulit11 2.3 Penyebab Emfisiema Subkutis Emfisiema subkutis dapat disebabkan oleh trauma pada sistem respirasi ataupun sistem gastrointestinal. Umumnya trauma yang terjadi pada dada dan leher, dimana udara dapat terperangkap sebagai hasil dari trauma tajam seperti luka tembak atau luka tikam, maupun luka tumpul.12 Emfisiema subkutis juga dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan medis, yang menyebabkan tekanan pada alveoli, sehingga alveoli menjadi ruptur. Hal ini biasanya disebabkan oleh pneumothoraks dan kateterisasi paru (chest tube). Keadaan ini disebut sebagai surgical emphysema.12 Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis dijelaskan pada bagian dibawah ini: 1. Trauma Trauma tumpul maupun trauma penetrasi merupakan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis. Trauma pada bagian dada merupakan penyebab umum terjadinya emfisiema subkutis, dimana udara yang berasal dari dada dan paru dapat masuk ke kulit dinding dada. Sebagai contoh adalah terjadinya luka tusuk atau luka tembak pada dada yang menyebabkan robeknya pleura, sehingga udara yang berasal dari paru menyebar ke otot-otot dan lapisan subkutan. Emfisiema subkutis juga dapat terjadi pada pasien dengan patah tulang iga, dimana iga melukai parenkim paru yang menyebabkan rupturnya alveolus.12 2. Tindakan medis Emfisiema subkutis merupakan suatu komplikasi yang umum disebabkan pada berbagai tindakan operasi, seperti operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi gigi dengan menggunakan teknik berkecepatan tinggi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan sebagainya.12 3. Infeksi Udara dapat terperangkap di bawah kulit yang mengalami infeksi nekrosis seperti pada gangren. Gejala emfisiema subkutis dapat dihasilkan ketika organisme infeksius memproduksi gas sebagai hasil dari fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke sekitar lokasi awal pembentukan infeksi, maka terbentuklah emfisiema subkutis.12

2.4 Patogenesis Emfisiema Subkutis Emfisiema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di dalam paru dikarenakan rupturnya alveoli. Udara dapat masuk ke jaringan lunak pada leher dari mediastinum dan retroperitoneum. Pada emfisiema subkutis, udara menyebar dari alveoli yang ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala.12 Emfisiema pada daerah subkutan, servikofasial, mediastinum terjadi karena udara yang masuk ke jaringan fasial kepala dan daerah leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga yang memungkinkan untuk terisi dengan udara. Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan struktur lainnya.3 Udara yang masuk ke daerah leher dapat masuk ke retrofaringeal yang terletak antara dinding posterior dan kolumna vertebra, dari sini akan dapat terus ke posterior fasial kemudian ke Grodinsky and Holyokes yang disebut sebagai daerah yang berbahaya karena berhubungan langsung ke posterior mediastinum. Jika udara mengalir pada daerah ini akan menekan vena trunks yang bisa menyebabkan gagal jantung atau asfiksia karena adanya tekanan di trachea.3

2.5 Gambaran Klinis Tanda dan gejala dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan lokasi terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri dada, dan terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas. 5,7,12 Pada hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar emfisiema subkutis biasanya membengkak. Jika kebocoran udara sangat banyak, wajah dapat menjadi bengkak sehingga kelopak mata tidak dapat dibuka.5,7,12 Gambaran klinis pasien dengan emfisiema subkutis dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini: Gambar 2.3 Gejala Klinis Emfisiema Subkutis Kasus emfisiema subkutis yang terjadi di sekitar leher, terkadang menimbulkan perubahan suara pasien menjadi lebih tinggi, hal ini dikarenakan pengumpulan udara pada mukosa faring. 5,7,12,13 Hasil pemeriksaan akan tampak seperti gambar 2.4 di bawah ini: Gambar 2.4 Pengumpulan Udara pada Faring 13 Kasus emfisiema subkutis mudah dideteksi dengan melakukan palpasi pada permukaan kulit. Hasil palpasi akan teraba seperti kertas atau krispies. Jika disentuh maka teraba seperti balon yang berpindah dan kadang-kadang timbul bunyi retakan crack. Palpasi pada pasien emfisiema subkutis dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini: Gambar 2.5 Palpasi pada Pasien Emfisiema Subkutis Gambaran klinis pada emfisiema subkutis yang terjadi pada daerah servicofacial terdiri atas tahap dini dan tahap lanjut, yaitu: Tabel 2.1 Gejala klinis emfisiema subkutis3 Tahap Dini Tahap Lanjut Pembengkakan lokal Krepitus Ketidaknyamanan lokal (pegal) Ditemukan kelainan pada radiografi Pembengkakan difus Eritema lokal Nyeri Pyrexia

2.6 Gambaran Radiologi Pencitraan diperlukan untuk mendiagnosa emfisiema subkutis atau untuk mengkonfirmasi diagnosa berdasarkan temuan klinis. Pada radiologi dada, emfisiema subkutis mungkin terlihat sebagai gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor.7,12 Gambaran radiolusen pada emfisiema subkutis tampak dengan jelas pada gambar 2.6 di bawah ini: Gambar 2.6 Gambaran radiolusen emfisiema subkutis13 Pada gambar 2.7 dibawah ini tampak gambaran emfisiema subkutis pada otot pektoralis (lingkaran biru), pada area supraklavikula (panah merah), dan pada area mediastinum (panah putih). Gambar 2.7 Foto Sinar X Emfisiema Subkutis7 Emfisiema subkutis lebih baik dikonfirmasikan dengan pemeriksaan CT-scan, dimana tampak kantung udara yang berwarna hitam pada daerah subkutan. Tampak jelas pada gambar 2.8 di bawah ini: Gambar 2.8 CT-scan pada Emfisiema Subkutis 12,13

2.7 Tatalaksana Emfisiema subkutis biasanya bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan penanganan karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan.3,12 Pada kasus emfisiema subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara. Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk mengeluarkan udara. Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total, tetapi juga dengan penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah oksigen. Dengan pemberian sejumlah oksigen dapat membantu tubuh untuk mempercepat penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis.12 2.8 Prognosis Udara di jaringan subkutan biasanya tidak menimbulkan kematian, sejumlah kecil udara dapat di reabsorbsi oleh tubuh. Terkadang pneumothoraks atau pneumomediastinum yang menyebabkan emfisiema subkutis, dengan atau tanpa tindakan medis emfisiema subkutis ini biasanya akan hilang sendiri. Meskipun jarang, emfisiema subkutis dapat menjadi suatu kondisi yang bersifat emergensi, seperti terjadinya gagal nafas dan henti jantung, sehingga diperlukan tindakan medis. 1,4,5,12

BAB III KESIMPULAN Emfisiema subkutis adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan disebut juga pneumoderma.6 Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis adalah trauma, baik trauma tajam maupun trauma tumpul yang terjadi pada dada, tindakan medis seperti tindakan operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi gigi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan sebagainya, selain itu infeksi nekrosis juga dapat menyebabkan hal ini. 12 Emfisiema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di dalam paru dikarenakan rupturnya alveoli, kemudian udara menyebar dari alveoli yang ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, lalu ke mediastinum dan berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala.12 Tanda dan gejala dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan lokasi terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri dada, dan terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas, perubahan suara pasien menjadi lebih tinggi. 5,7,12,13 Pada radiologi dada dengan menggunakan sinar X, emfisiema subkutis terlihat sebagai gambaran radiolusen pada lapisan subkutan, sedangkan dari hasil pemeriksaan CT-scan tampak kantung udara yang berwarna hitam pada daerah subkutan.7,12 Emfisiema subkutis tidak memerluka tindakan khusus karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara diserap secara spontan.3,12 Pada kasus emfisiema subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara. Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk mengeluarkan udara. Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total, tetapi juga dengan penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah oksigen. Dengan pemberian sejumlah oksigen dapat mempercepat penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis.12 Meskipun emfisiema subkutan merupakan kasus yang jarang terjadi, namun tenaga medis harus mengetahui tanda klinis, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, serta tatalaksana terhadap emfisiema subkutis terutama dalam kasus yang bersifat emergensi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Omar YA, Catarino PA. Progressive Subcutaneous Emphysema and Respiratory Arrest. J R Soc Med 2002; 95: 90 91 2. Sherif HM, Ott DA. The Use of Subcutaneous Drains to Manage Subcutaneous Emphysema. Tex Heart Inst J 1999; 26: 129 131 3. Rusdy H, Nurwiyadh A. Empisiema Sebagai Komplikasi Pembedahan Molar Tiga Bawah dengan Menggunakan High Speed Turbine. Dentika Dental Journal, Vol.13, No.1, 2008: 90 92 4. Rosadi A, Swidarmoko B, Astowo P. Survei Pemasangan Kateter Toraks dan Komplikasinya pada Berbagai Penyakit Pleura. Data Tesis Pulmonologi FK UI. 2008 5. Cerfolio RJ, Bryant AS, Maniscalco LM. Management of Subcutaneous Emphysema After Pulmonary Resection. Ann Thorac Surg 2008; 85: 1759 1765 6. Dorland WAN. Alih bahasa: Setiawan A dkk. Kamus Kedokteran Dorland, ed.29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. Hal. 723 724 7. Anonim. Subcutaneous Emphysema. Learning Radiology.com. 2005 8. Eroschenko VP. Integumen. Dalam: Eroschenko VP. Alih Bahasa: Tambayong J. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, ed.9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003. Hal.133 145 9. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed.5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal.3 - 5 10. http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/f5-1_layers_of_the_inte_c.jpg. [diakses pada tanggal: 22 Februari 2012] 11. http://neuromedia.neurobio.ucla.edu/campbell/skin/wp_images/161_lowpower.gif. [diakses pada tanggal: 22 Februari 2012] 12. en.wikipedia.org/wikisubcutaneous_emphysema. [diakses pada tanggal: 22 Februari 2012] 13. Porhomayon J dan Doerr R. Pneumothorax and subcutaneous emphysema secondary to blunt chest injury. Internationl Journal of Emergency Medicine 2011, 4: 10