emergency
DESCRIPTION
resume blok emergency fakultas kedokteran universitas udayana tahun 2010.TRANSCRIPT
emergency-austin
1
STATUS EPILEPTIKUS & OTHER SEIZURE DISORDER
Seizure-> kejang, adanya abnormal electrical discharge yang menyebabkan episode klinis disfungsi neurologis. Jika
terjadi berulang, stereotipik, dan bentuknya sama-> epilepsy.
Untuk tahu gejala-> harus tau fungsi otak: koodinasi, berpikir, mengingat, motorok, sensorik. Setelah kejang
biasanya fungsi otak terganggu, misal-> bisa lupa setelah kejang, kesadaran menurun saat kejang.
Kejang yang lama menyebabkan kelelahan neuron-> terjadi kelumpuhan agak lama yaitu deficit neurologii fokal
yang menetap sampai dengan 48 jam setelah seizure.
Klasifikasi seizure:
Manajemen:
Posisi : posisi px semiprone (supaya lidah tidak jatuh ke belakang-> menutupi jalan nafas), kepala lurus dengan
badan, kalau gigi sudag rapat jangan memaksakan masukan sesuatu ke mulut.
ABC
Airway-> jalan nafas dengan nasal trumpet
Breathing-> administrasikan oksigen (cegah cyanosis dan apena)
Circulation-> akses IV
Riwayat
Riwayat bisa dari keluarga, DDnya bisa saja sinkope, bedakan kejang karena epilepsy atau non-epilepsi (kejang
demam, tetanus, metabolic), seizure bisa menyebabkan inkontinensia urin dan alvi, tentukan kejangnya partial
emergency-austin
2
(separuh, kejang tangan aja dulu, local, bisa berkembang jadi general) atau generalized (semua); perhatikan
adanya trauma-> cedera kepala; faktor yang menurunkan ambang kejang (alcohol, panas badan).
Faktor yang menurunkan ambang kejang: IAM H4IP
Infection; Alcohol withdrawal, drugs; Medication (changes in dosing or compliance); Head injury, Hypoxia, ;
Hypoglycemia; Hypertension; Hyponatremia (and other electrolyte abnormalities
[Ca+ Mg]); Intracranial lesions; Pregnancy (eclampsia)
Gejala & tanda:
- Pemeriksaan fisik: liat adanya injury, tanda infeksi terutama infeksi CNS (meningitis-tanda kaku kuduk +), uji
mental status dan kesadaran
Diagnosis:
- Lab, pungsi lumbal (jika curiga meningitis)
- Mg, Ca, toxicology screen, level alcohol, tes fungsi hati
- CT-scan kepala
Tx:
Mulai dari ABC, pasien kejang, stop kejangnya-> airway
Cegah injury pada pasien, beri O2
Benzodiasepin-> diazepam
Perbaiki level subterapiutik antikonvulsan, bisanya px epilepsy kausa yang paling sering-> tidak rajin minum
obat, stop tiba-tiba.
Tangani kausa yang mendasari (misal meningitis, hipoglikemi)
Terapi suportif
Jika benzodizepin gagal-> IV fosphenytoin, valproic acid, or phenobarbital
PRIMARY SEIZURE DISORDER
Seizure yang terjadi tidak diprovokasi, tapi karena defek gen pada channel protein
Epilepsy terdiagnosis jika terjadi 2 atau lebih unprovoked seizure.
SECONDARY SEIZURE DISORDER
Seizure yang terjadi akibat penyakit lain
Kausa:
- Metabolik: Hyper/hypoglycemia; Hyper/hyponatremia; Uremia; Hypocalcemia
- Infeksi: Meningitis; Encephalitis; Intracerebral abscess
- Trauma: Subdural hematoma; Epidural hematoma; Intracerebral hemorrhage; SAH
- Toxic: Theophylline; Amphetamines; Cocaine; Tricyclic antidepressants; Alcohol withdrawal; CO; Cyanide
- Eclampsia
- Neurologic: Cortical infarction; Intracranial hemorrhage; Hypoxia; Hypertensive encephalopathy; Congenital
cerebral malformation or cortical dysplasia
STATUS EPILEPTIKUS
Seizure berkelanjutan, berlangsung minimal 30 menit, terjadi 2 atau 3x kejang/ berulang, diantara episode
kejang tidak terjadi pulih sampai normal. Sangat emergensi.
Tx:
- Benzodiazepine, fosphenytoin, valproic acid/phenobarbital-> IV
- Last-line agent-> anastesi general
Manajemen status epileptikus, PERDOSSI 2012
emergency-austin
3
emergency-austin
4
ECLAMPSIA
Biasanya terjadi pada usia kehamilan >20 minggu. Hipertensi, edema, proteinuria, sakit kepala, pengeliatan kabur,
confusion, seizure.
Tx: magnesium sulfat
DELIRIUM TREMENS
Seizure karena alcohol withdrawal; berkaitan dengan aktifitas autonomic; biasanya terjadi seizure dalam 6 jam
setelah minum alcohol.
Tx: benzodiazepine dan suportif.
COMA & OTHER MENTAL STATUS CHANGE
Perubahan status mental: istilah untuk menjelaskan spektrum gangguan mental termasuk demensia, delirium,
psikosis dan koma. Perubahan status mental berhubungan dengan kualitas dan kuantitas kesadaran.
Kausa penurunan kesadaran:
- Infeksi: meningitis, neurosifilis, encephalitis, urosepsis, CNS lyme ds, pneumonia
- Metabolic: uremia, def B12, hepatic encelopati, gangguan elektrolit, hiper/hipoglikemia, tiroid/adrenal ds
- Neurological: CVA, lesi CNS/neoplasma, CNS trauma, seizure/postictal state, hidrosefalus
- Vascular: hipertensi encelopati, vaskulitis
- Cardiopulmo: hipoksik encelopati, CHF, COPD, emboli paru
- Toxic: overdosis obat, alkohol
- Respiratory: retensi CO2
- Inflamasi/autoimun: paraneoplastic syndrome, neurosarcoidosis, lupus, hashimoto encelopati
- Environmental: eksposur CO, hiper/hipotermia
COMA
Diffuse brain failure impaired consciousness
Kesadaran menurun karena:
- Gangguan/dsr reticular formation
- Dsr cerebral hemisphere
- Gangguan koneksi antara brainstem dan hemisphere
Glasglow Coma Scale (GCS)
Manajemen Coma:
ABC:
Airway (bila perlu intubasi); Breathing (O2, oral airway); Circulation (akses IV, BP); C-spine (ada trauma/tidak)
Vital
Tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu, nyeri, saturasi oksigen
ECG-> aritmia, infark miokard
Riwayat-> dari pasien atau orang terdekat; riwayat medis; riwayat psikiatrik; pengobatan; riwayat sosial
(alcohol/drug)
emergency-austin
5
Pemeriksaan fisik->
- General: cek tanda trauma, GCS, pola respiratori (cheyne-stoke: fluktuasi respiratory rate dan nafas dalam
tanda patologi CNS)
- Ocular exam: fungsi pupil (reaksi pupil bilateral thd cahaya-> midbrain intak; pupil pinpoint tanda keracunan
opiod/ pontine disfunction; pupil fixed/ dilatasi tanda peningkatan intracranial pressure (ICP) dengan
kemungkinan herniasi
- Ocular motion: doll’s eye reflex
- Neurological exam
Diagnosis:
Arterial blood gas: Acid–base disorders can help point to etiology (remember MUDPILES).
Routine labs: infection or electrolyte abnormalities.
Toxicology screen: drugs and alcohol.
X-rays: C-spine trauma.
Head CT: intracranial pathology.
Lumbar puncture (LP): SAH / infection. CT before LP for mass lesion/cerebral edema/hydrocephalus.
Tx:
• Coma cocktail.
• Supportive care.
• Monitoring (cardiac, oxygen saturation).
• Identifikasi kausa dan tx.
emergency-austin
6
ACUTE AIRWAY OBSTRUCTION
jalan nafas sebenarnya dari hidung, tapi dipotong dari laring, trakea, main
bronkus, bronkeolus, termasuk epiglottis (di anterior), dan pita suara (di
posterior)
Etio:
Infeksi (bengkak pd anak-> laryngitis, pd dewasa jarang, tp kalo ada infeksi
sistemik spt DM)
Trauma (tumpul-kecelakaan lalulintas, tajam-tertusuk pisau)
Keganasan (tumor laring, tiroid)
Neurologi (pd orang stroke-> paralisis bilateral pita suara)
Benda asing (anak- kacang, makanan; dewasa- gigi palsu, daging)
Gejala:
- Dyspnea (paling patognomis), ringan atau beratnya tergantung besar sumbatan
- Stridor (nafas berbunyi). Kalo strodir inspirasi-> gangguan di supraglotis; stridor ekspirasi-> masalah di
infraglotis/subglotis; saat inspirasi dan ekspirasi-> masalah di rima glottis
- Retraksi dada
- Hoarsness-> suara parau
- Gejala yang lain: disfagia (ada penekanan, misal tumor nekan ke belakang); batuk” (kalo benda uda lewat
trakea); hemoptysis (benda tajam/logam)
LARYNGEAL OBSTRUCTION
Tanda & gejala:
- Disfoni (krna ada pita suara)
- Dyspnea (sesak)
- Stridor inspirasi
- Retraksi dada
Stadium ada 4, klinis, untuk menentukan tindakan:
1) Suprasternal retraksi (ada di atas sternum, ringan, diterapi dengan medikamentosa)
2) Retraksi suprasternal >, epigastrial, irritable (sesak nafas) (tx-> intubasi/tracheostomy, tergantung kausa)
3) Retraksi suprasternal > + epigastrial + interclavicular + intercostal + irritable + dyspnea (tx-> cito tracheostomy/
cito intubation)
4) Retraksi >>, irritable >>, sianosis (>5 menit bahaya), somnolen, tidak sadar. (tx-> KIE krna 50:50 hidup/mati)
Pemeriksaan fisik:
- Kepala, leher-> untuk tau apa jenis sumbatan, tumor, pembesaran tiroid atau lesi lain
- Indirect laryngoscopy
- Chest exam-> asukultasi dan visual
Lab:
- Arterial Blood Gass analysis: PaO2 ↓, PaCO2 ↑
Radiology:
- Rontgen soft tissue cervical (AP, lat)
- CXR-> untuk tau efeknya ke paru
- CT scan-> sangat perlu pada maxillofacial injury, neoplasma)
Endoscopy: lihat langsung ke dalam laring
Tx:
Prinsip-> sumbatan tergantung tempat menyumbatnya, derajat Jackson, kausa (neoplasma/trauma), lokasi, dan
evaluasi obstruksi (pemeriksaan dada-auskultasi)
Medikamentosa
emergency-austin
7
Observasi di ruang intensif; monitor vital (status jalan nafas); antibiotic IV; O2; epinefrin dari nebulizer; IV
kortikosteroid (dexamethazone 1 – 1,5 mg/kg, or methyl prednisolone 5 – 7 mg/kg dalam 8 jam beberapa hari)
Bedah
1) Cricothyroidotomy
Buka membrane cricotiroid, perlu ketrampilan khusus.
Indikasi-> untuk membuka jalan nafas pada kasus
emergensi, pada derajat Jackson stadium 3 indikasi
pertama; pasien trauma maxillofacial dgn sumbatan
tidak diketahui; edema laring; masa pd laring dan faring;
paralisis bilateral
Kontraindikasi-> tidak tau betul lokasi membrane, ada
masa di subglottic
Komplikasi: perdarahan, infeksi, trauma pita suara dan
esophagus, trauma nervus laringeus rekuren (nervus
pita suara), stenosis subglotis, subkutaneus emfisema.
2) Tracheostomy
Buka trakea, pasang tube.
Indikasi-> membrane cricotiroid pasien tidak bisa
diidentifikasi, stenosis subglottic (di bawah laring di
trakea), dokter familiar dgn cara ini
Kontraindikasi-> ada tumor/obstruksi
Komplikasi: Hemorrhage, pneumothorax,
pneumomediastinum, tracheo-esophageal fistula,
recurrent laryngeal nerve injury, cricoid cartilage injury,
subglottic stenosis, tracheal stenosis, infection
FOREIGN BODIES IN AIRWAY
Benda asing pada faring atau laring
Biasanya saat makan-> buru”, atau gigi palsu
Sering pada anak retardasi mental, orang mabuk
Gejala:
Khas-> Choke sign -> tangan memegang tenggorokan spt mencekik- afonia, anoxia sampai ga sadar.
Tx:
1) Heimlich maneuver
2) Finger sweep: pd pasie tidak sadar, dilakukan sweep pada faring
3) Retraksi: ambil langsung benda asing dengan clamp, jika keliatan.
4) Back flow, pada bayi: didudukkan atau menunduk, pukul pada punggung
5) Chest trush: pada pasien ga sadar, tekan dengan kepalan tangan di ulu ati
emergency-austin
8
FOREIGN BODIES PADA ANAK
Anak usia < 3 tahun: tendensi eksplorasi mulut- makan benda” disekitarnya, reflex ggi posterior belum sempurna,
belum punya gigi sempurna belum bisa mengunyah.
Etio:
Kacang, bahaya, sifat higroskopik (membesar kalo kena cairan)
Awalnya kecil-> sampai ke bronkus, dalam hitungan jam jadi bertambah besar dan obstruksi.
Gejala:
- Batuk proksismal, gagging, chocking
- Dyspnea, stridor, hoarseness
- Benda asing pd trakea-> audible slep, palpatory thud, coughing and the asthmatoid wheezee on expiration.
Evaluasi: CXR, cervical soft tissue
Tx:
Rigid bronkoskopi (GA) untuk ekstraksi benda asing
Komplikasi: pneumonia, atlectasis, emphysema, lung abscess, sepsis, fistula.
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
Diagnosis kriteria:
ARDS ALI
1) Akut Akut
2) PaO2/FiO2 <200 mmHg <300 mmHg
3) Bilateral interstisial/ alveolar infiltrate Sama
4) Pcwp <15-18 mmHg Sama
Diagnosis klinis
- Kondisi katastropik akut, kausa dari pulmonary maupun non-pulmo
- Terjadi dalam 12-48 jam sejak terjadinya
- Apabila sadar-> jadi cemas, gelisah dan dyspnea
- Sesak nafas berat jika hipoksia
- Kekakuan paru-> meningkatkan usaha bernafas, volume tidal menurun/kecil, frekuensi nafas cepat
- Diawali respiratory alkalosis
- Respiratory failure
Penyakit berkaitan dengan ARDS:
- Injury paru langsung: aspirasi isi lambung, pulmonary contusion, inhalasi gas beracun, tenggelam, diffuse
pulmonary infection
- Injury paru tidak langsung: sepsis&sirs (pd Negara berkembang sering), trauma mayor & terbakar,
hipertransfusi, pankreatitis akut, overdosis obat, reperfusion injury, post CABG/ transplant paru.
Klinis:
- ARDS-> acute severe illness
- Manifestasi klinis bervariasi
- Paling penting-> sepsis dan trauma
- Multiple organ failure
- Atelectasis & paru dipenuhi cairan
- Hipoksemia, dyspnea
- Demam, leukositosis
Lab:
Tdk ada yang patognomis, siluet jantung normal
ABG-> hipoksemia dengan alkalosis respiratory. Pada stadium lanjut hipoksemia, asidosis, hipercarbia
emergency-austin
9
CXR bisa normal atau infiltrate bilateral, pertama pada interstisial, lanjut-> alveolar
CT scan, ga lazim, hanya untuk kasus khusus
Leukocytosis/Leukopenia/anemia are common
Renal function abnormalities/or liver function
Von willebrand’s factor or complement productsin serum may be high
Acute phase reactants like ceruloplasmin or cytokine (TNF,IL-1,IL-6,IL-8) may be high
Patogenesis:
1) Fase akut atau eksudatif
2) Fase lanjut atau fase fibrosis alveolar-> jaringan ikat pada paru-> gangguan fungsi bisa permanen, jika pada
anak masih bisa dicegah.
Gambaran fase fibrosis-> ada penebalan. Fase edema-> infiltrasi ringan.
3) Fase recovery
DD:
- Infeksi: bakteri, virus, fungi, parasit
- Non-infeksi: obat & racun, idiopatik, imunologik, metabolic, neoplastic
Tx:
Terapi kausanya, jika perlu antibiotic-> yg spesifik sesuai usia (pd anak)
Cardio-respi support
Terapi spesifik ditargetkan bisa ditangani saat masih ALI
Terapi suportif-> pd pasien anak pneumonia/ALI-> perlu KIE untuk tetap diberikan nutrisi yang sesuai
dengan usianya pada saat sakit.
Respiratory Support:
- Spontaneous breathing patient: In the early stages ,hypoxia corrected by 40 to 60% inspired oxygen with
CPAP. Observasi 15-30 menit
- Ventilator mekanik: meningkatkan PaO2 dengan meminimalkan resiko injury paru lebih lanjut. Untuk life
saving.
Cardio support:
- Inotropic
- Vasodilator
- Support nutrisi
Tx Sepsis:
Sesuai dengan kuman kausa. Pada pasien demam/ curiga infeksi-> cek Lab, DL dan evaluasi klinis-> cari apa
kausanya-> jika bakteri baru berikan antibiotic.
emergency-austin
10
BLEEDING DISORDERS
EPISTAKSIS
Perdarahan-> bisa keluar dari bagian tubuh yang berlubang, kalo dari hidung epistaksis.
Hidung-> punya 2 lubang: di depan (nares anterior) dan di belakang (nares posterior/koana). Ditengah”nya disebut
cavum nasi.
Definisi epistaksis-> keluar darah dari kavum nasi. Bisa karena pecahnya pembuluh darah.
Perdarahan bisa berhenti spontan atau susah dihentikan.
Berdasarkan letak:
- Epistaksis anterior: sumber perdarahan bagian depan ujung anterior konka media
- Epistaksis posterior: sumber perdarahan di belakang/ posterior dari ujung anterior konka media
Etio:
Lokal:
Trauma: ringan: sisi yg kuat, bersin, ngupil berat: terpukul, kecelakaan, iritasi gas, benda asing, trauma
pembedahan
Infeksi hidung dan sinus paranasal, peny. granuloma spesifik
Neoplasma jinak dan ganas
Kelainan kongenital telangiektasis hemoragik herediter
Sistemik:
Penyakit kardiovaskular: hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti arteriosklerotik, nefritik kronis,
sirosis hepatis, sifilis, DM
Kelainan darah: trombositopenia, hemofilia, leukemia
Infeksi sistemik: demam berdarah, tifoid, morbili
Perubahan tekanan atmosfer: Caisson disease
Gangguan endokrin: wanita hamil, menarch, menopause
Sumber:
- Anterior: septum bagian depan-> Little area/ plexus kiesselbach dan a.etmoidalis anterior. Plexus
kiesselbach penyebab tersering pd anak, bisa stop spontan dengan cara memencet hidung 10-15 menit.
- Posterior : a. etmoid posterior, a. sfenopalatina (ujung belakang konka media). Perdarahan hebat, jarang
stop spontan. Terkait dengan hipertensi, fluktuasi peningkatan tekanan darah (daerah yang rentan
pembuluh darah akan mudah pecah-> epistaksis)
Tx:
Prinsip->
1) Stop perdarahan
2) Cegah komplikasi lebih lanjut (shock, gangguan aerasi, hipoksia, gangguan jantung)
3) Cegah muncul lagi (kausanya dicari-> ditangani)
Cara stop perdarahan:
- Bersihkan daerah perdarahan semaksimal mungkin, bisa di suction
- Identifikasi sumber
- Pasang tampon/ kasa lidokain adrenalin atau lidokain epinefrin selama 5 menit (untuk mengkonstriksikan
pembuluh darah)
- Tunggu
- Lepaskan tampon, identifikasi sumber
- Jika perdarahan stop-> sumber perdarahan di kaustik AgNO3 20-30%, elektrokauter asam triklorasetat 10%
(dapat diulang kembali)
- Kalau perdarahan belum juga berhenti-> pasang tampon anterior
emergency-austin
11
Tampon anterior
Tampon kasa berbentuk pita yang dilumuri boorzalf atau zalf antibiotik sehingga tampon tidak melekat
dan melukai mukosa. Dimasukkan pelan” ke kavum nasi, bisa bertahan 2x24 jam atau maksimal 3x24 jam,
tidak boleh terlalu lama karena dapat komplikasi-> Otitis media atau berbau.
Nares anterior-> masukkan pinset biomet sampai koana/nasofaring, pelan”, selapis- selapis -> tertutup
Setelah pemasangan tampon anterior-> evaluasi 15-30 menit-> perdarahan masih aktif-> artinya ada yang
tidak terkena tampon-> dilepas lagi dan diganti dengan tampon posterior/ tampon belloq. Tapi
sebelumnya pasang IV line dulu untuk antisipasi perdarahan.
Tampon posterior
Menutup koana dari belakang, melalui orofaring ke nasofaring. Dari depan juga tetap dipasang tampon
anterior (di cavum nasi) dan di nares anterior juga.
Bila setelah pemasangan tampon posterior, perdarahan masih terjadi dapat dilakukan ligasi arteri:
A. maksilaris; A sfenopalatina; A ethmoidalis anterior/posterior; A karotis eksterna
emergency-austin
12
Mecegah komplikasi:
Komplikasi langsung epistaksis-> shock, tx
dengan pemberian infus.
Komplikasi pemasangan benda asing->
sinusitis, otitis media, septicemia, tx
dengan antibiotic.
Mencegah rekurensi
Terapi penyakit primer yang mendasari
karena epistaksis Cuma gejalanya aja.
PERDARAHAN OBSTETRI
Perdarahan Antepartum (AHP)
Perdarahan pervaginam usia kehamilan ≥ 20 minggu sampai melahirkan. (2-5% dari seluruh kehamilan)
Kausa:
- solusio plasenta 40% - 1% kehamilan
- Tidak terklasifikasi 35%
- plasenta previa 20% - ½% kehamilan
- Lesi saluran genital bawah 5%
Etio:
- Servikal: perdarahan kontak (coitus, papsmear); inflamasi infeksi; dilatasi/penipisan serviks (persalinan,
inkompetensi serviks)
- Plasenta: solusia, previa, vasa previa, rupture sinus marginalis
- Lain-lain: kelainan faktor pembekuan darah
Diagnostik:
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik - Jangan lakukan pemeriksaan dalam
emergency-austin
13
Ultrasonografi: tes pasti untuk plasenta previa, kurang berguna pada solusio plasenta
Monitor elektronik janin: menilai kesejahteraan janin dan kontraksi uterus
Spekulum: USG dahulu jika memungkinkan; jangan lakukan Periksa Dalam
Lab:
Darah Lengkap, Golongan Darah, Rh, Coombs
Status koagulasi: INR, PTT, fibrinogen atau waktu pembekuan
2 - 4 unit PRC yang telah di cross matched bedside clot test
Tes Kleihauer-Betke:vaginal dan/atau darah maternal
Tes maturitas paru janin jika Grav. <35 mgg
Tatalaksana ABC:
• Jelaskan pada pasien
• Observasi ibu dan janin
• Infus dengan kateter vena ukuran besar
• Cairan kristaloid
• HDL dan status koagulasi
• Cek golongan darah dan cross match
• Cari pertolongan
Resusitasi Hemodinamik:
- Resusitasi dini dan agresif-> lindungi janin dan organ maternal dari hipoperfusi dan cegah DIC
- Stabilisasi vital sign
- IV kristaloid kateter ukuran besar
- Cek hemoglobin serial dan status koagulasi
- Konsumsi O2 meningkat 20% selama kehamilan
Perawatan janin:
• Posisi lateral meningkatkan curah jantung sampai 30%
• Pertimbangkan amniosentesis untuk tes kematangan paru
• Pemantauan DJJ dan kontraksi (persalinan)
• Monitor berkala sedikitnya 4 jam -> membuktikan adanya perdarahan janin, solusio, fetal maternal transfusion
SOLUSIO PLASENTA
Lepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum waktunya
Total-> kematian janin
Partial-> 30-50% masih bisa ditoleransi
Faktor resiko:
• Hipertensi saat kehamilan/ sebelumnya
• Trauma abdomen
• Penyalah gunaan obat (kokain dan obat bius)
• Riwayat solusio sebelumnya
• Overdistensi uterus: gemelli, polihidramnion
• merokok, khususnya >1 bungkus /hari
• multiparitas, usia ibu hamil sudah tua
Klinis:
- perdarahan pervaginam warna merah tua
- nyeri abdomen
emergency-austin
14
- perdarahan bisa sedikit atau banyak, hati” concealed bleeding
- uterus nyeri, irritable, kontraksi, tetanik
- USG konfirmasi ada perdarahan retroplasenta dan bukan plasenta previa
Komplikasi:
Fetal distress; DIC (diffuse intravascular coagulation); emboli cairan amnion; kematian ibu/janin
PLASENTA PREVIA
Implantasi plasenta menutupi jalan lahir/ ostium/ letak rendah.
total - seluruhnya menutupi os
partial - sebagian menutupi os
marginal - cukup dekat dengan os sehingga dapat meningkatkan resiko perdarahan pada saat dilatasi dan
penipisan serviks
Faktor resiko:
riwayat plasenta previa
riwayat seksio atau operasi uterus
multiparitas
gravida tua
multiple induced abortion
merokok
Klinis:
- perdarahan pervaginam warna merah segar
- tanpa nyeri
- uterus lunak, tidak tegang
VASA PREVIA
Pembuluh darah pada selaput ketuban berjalan melewati servix
Insersi vellamentosa atau lobus suksenturiata
Diagnosis:
• Apt test - Kleihauer test dari darah vagina
• bradikardia janin (terminal) berawal takikardia atau sinusoidal
Komplikasi:
Ex sanguinasi setelah amniotomi
Prognosis: mortalitas janin 50-70%
Perdarahan Post Partum (HPP)
Definisi tradisional:
Kehilangan darah > 500 mL pada persalinan pervaginam
Kehilangan darah > 1000 mL pada seksio caesaria
Definisi fungsional:
Kehilangan darah yang potensial mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik
Etio:
1) Tonus: atonia uteri
2) Tissue: sisa plasenta
3) Trauma: laserasi, rupture, inversi
4) Thrombin: koagulopati
emergency-austin
15
Faktor Resiko HPP
Antepartum Intrapartum Postpartum
• Riwayat HAP sebelumnya atau
plasenta manual
• Solusio plasenta, terutama jika
tidak terdeteksi
• Kematian fetus intrauterine
• Plasenta previa
• Hipertensi dalam kehamilan
dengan proteinuria
• Overdistensi uterus (gemelli,
polihidramnion)
• Kelainan perdarahan sebelum
kehamilan (ITP)
• Persalinan operatif – s.c atau
pervaginam dengan alat
• Persalinan lama
• Persalinan cepat
• Induksi atau augmentasi
• Korioamnionitis
• Distosia bahu
• Versi podalik internal dan
ekstraksi bayi kembar yang kedua
• Koagulopati yang didapat (mis.
HELLP, DIC)
• Laserasi atau episiotomi
• retensi plasenta/plasenta
abnormal
• Ruptura uteri
• Inversi uteri
• Koagulopati yang didapat (DIC)
Diagnosis:
- Faktor resiko
- Observasi perdarahan pervaginam
- Nilai perdarahan pervaginam
- Ingat: perkiraan kehilangan darah, manipulasi lanjutan (VT) bisa memperparah, pd saat tertentu
kehilangan darah masih bisa ditoleransi
Untuk mencari kausa:
- Pemeriksaan fundus
- Inspeksi traktus genitalia bawah
- Eksplorasi uterus: sisa plasenta, rupture uteri, inversi uteri
- Pemeriksaan koagulasi
Tx:
Tatalaksana ABC
• Bicara dan observasi pasien
• Jalur IV besar (No 16 gauge)
• Kristaloid- jumlah banyak!
• Hitung Darah lengkap (HDL)
• Golongan darah dan Cross-matched
• Minta PERTOLONGAN!
Saat resusitasi:
• Pertimbangkan akan perlunya Foley catheter, CVP, arterial line, dll
• Pertimbangkan perlunya bantuan orang yang lebih ahli
Oksitosin:
• 5 units IV bolus
• 20 units per L N/S IV tetesan cepat
• 10 unit intramyometrial diberikan transabdominal
Eksplorasi Manual:
Jika kompresi bimanual dan oksitosin tidak memberi respon
- Singkirkan adanya inversio uteri
- Palpasi luka servik
- Evakuasi sisa plasenta atau bekuan darah dari uterus
- Singkirkan adanya ruptura uteri atau dehisens
emergency-austin
16
Uterotonika Tambahan:
• ergotamine – hati-hati pada hipertensi
0.25 g IM or 0.125 mg IV. Dosis maksimum 1.25 mg
• Cytotec (misoprostol) – hati-hati pada asma
400 pr or po. 800-1000 mg per rektal
Perdarahan dengan kontraksi uterus baik (keras)
• Eksplorasi traktus genitalia bawah
• Dibutuhkan analgesia yang sesuai; eksposur yang baik dan lampu
• Perbaikan surgikal yang tepat
dapat di tampon sementara – dengan balon Foley atau kasa)
Perdarahan uterus berlanjut:
• Kemungkinan kosgulopati - INR, PTT, waktu pembekuan, fibrinogen
• Bila koagulopati abnormal:
koreksi dengan faktor pembekuan, platelets
• Bila koagulasi normal:
siapkan Kamar Operasi
singkirkan ruptura uteri, mungkin perlu reparasi
pertimbangkan ligasi uteri/ hipogastrik , histerektomi
SHOCK
Delivery O2 tidak adekuat-> tidak memenuhi metabolisme-> global hipoperfusi-> metabolisme asidosis
Bisa terjadi pada tekanan darah yang normal ataupun hipotensi.
Tidak mencukupinya delivery oksigen sistemik aktifkan sistem autonomic untuk mempertahankan delivery O2
Sistem saraf simpatis : lepas NE, epinefrin, dopamine, kortisol vaskonstriktor, peningkatan HR dan COP
Renin Angiotensin System: konservasi Na dan air dan vaskonstriksi; peningkatan volume darah dan
tekanan darah.
Global tissue hypoxia
- Inflamasi endotelia
- Ketidakmampuan mencukupi kebutuhan O2
- Hasilnya-> lactic acidosis, cardiovascular insufficiency,↑ demand
Multiorgan Dysfunction Syndrome (MODS)
Berujung pada end organ failure, perburukan efek fisiologis:
Cardiac depression, respi distress, renal failure, DIC
Diagnosis:
1) Pemeriksaan fisik
Vital sign (TD, nadi, RR, suhu, nyeri), status mental, warna kulit.
2) Sumber infeksi
3) Lab
Darah Lengkap, chemistries, laktat (utk tau hipoperfusi jaringan, O2 kurang atau tidak, susah dan hasilnya
lama), koagulasi, kultur (kalo curiga infeksi), ABG (arterial blood gas, utk melihat pH darah-> acidosis atau
alkalosis. pH <7,35-> acidosis, pH<7,0-> letal)
4) Evaluasi lanjut
CT of head/sinuses; Lumbar puncture; Wound cultures; Acute abdominal series; Abdominal/pelvic CT or US;
Cortisol level; Fibrinogen, FDPs, D-dimer
emergency-austin
17
Approach patient in shock:
- Anamnesis dan riwayat lengkap
Penyakit terdahulu, demam, nyeri dada, nafas pendek, nyeri abdomen, komorbid, pengobatan,
toksin/ingestions, riwayat rawat inap/operasi, mental status
- Pemeriksaan fisik
Vital sign, CNS (mental status), kulit (warna, suhu, rash), CV (JVP, suara jantung), repiratory (suara paru, RR,
saturasi O2, ABG), GI (nyeri abdmn, kekakuan, rebound), ginjal (urine output, min 0,5cc/kgBB/jam)
Estimasi Tekanan Darah dari Nadi
Tx:
A Airway
Tentukan perlu/tidak intubasi, tp intubasi bisa memperburuk hipotensi (sedative menurunkan BP, tekanan
positif ventilasi menurunkan preload); diperlukan juga resusitasi cairan untuk menjaga keseimbangan
hemodinamik
B Breathing
Otot pernafasan memerlukan oksigen yg cukup banyak. Takipnea-> bisa jadi lactic acidosis, dengan ventilasi
dan sedasi bisa menurunkan WOB dan meningkatkan survival.
Pd pasien septic shock-> tidurkan-> kasi ventilator +sedasi sehingga O2 demand menurun-> bisa meningkatkan
survival.
C Circulation
Isotonic crystalloid. Bisa juga dengan koloid tp tidak lebih bagus dari kristaloid dan lebih mahal.
Titrasi hingga: CVP 8-12 mm Hg; Urine output 0.5 ml/kg/hr (30 ml/hr); Improving heart rate
Bisa memerlukan cairan 4-6 liter (8-12 botol)
D Delivery oxygen
E End point of resusication
Urine output > 0.5 mL/kg/hr
CVP 8-12 mmHg
MAP 65 to 90 mmHg
Central venous oxygen concentration > 70%
Hipotensi persisten, bisa dikarenakan:
Inadequate volume resuscitation; Pneumothorax; Cardiac tamponade; Hidden bleeding; Adrenal insufficiency;
Medication allergy
Tipe shock
Jenis shock Mekanisme Etiologi
Hipovolemik Volume darah yang rendah:
Perdarahan
Dehidrasi
- Gastrointestinal
Perdarahan internal/eksternal
Muntah, diare
Nadi jugular : 60
Nadi radialis: 70
Nadi femoralis: 80
Nadi betis/kaki: 90
Semakin jauh nadi
dapat diraba,
semakin besar
tekanannya.
emergency-austin
18
- Penguapan
- Ruang ketiga
Luka bakar
Luka bakar, pankreatitis
Kardiogenik Kegagalan pompa karena penurunan
kontraktilitas otot
Infark miokard masif
Distributive Hilang tonus pembuluh darah-> darah
tdk terdistribusi baik
Trauma medulla spinalis; sepsis;
anafilaksis; overdosis obat
Obstruktif Obstruksi aliran ke sirkulasi sentral Tamponade pericardium; tension
pneumothorax; embolus paru; diseksi
aorta
HIPOVOLEMIC SHOCK
Jumlah cairan tubuh menurun
Non-hemoragik
Vomiting; Diarrhea; Bowel obstruction, pancreatitis; Burns; Neglect, environmental (dehydration)
Hemoragik
GI bleed; Trauma; Massive hemoptysis; AAA rupture; Ectopic pregnancy, post-partum bleeding
Tanda awal syok hipovolemik: takikardi, tekanan nadi <40mmHg, pengisian kapiler terhambat
Tx:
- ABC
- Pasang 2 infus perifer dengan ukuran besar atau pasang IV line central (jugular/subclavia)
- Kristaloid-> normal saline/ ringer laktat sampai 3 liter
- PRBC-> kalau curiga ada perdarahan
- Control perdarahan
- Definitive terapi
Evaluasi:
• CBC
• ABG/lactate
• Electrolytes
• BUN, Creatinine
• Coagulation studies
• Type and cross-match
Pada pasien shock-> gunakan jarum suntik minimal yang 18G peripheral IV
emergency-austin
19
ANAPHYLATIC SHOCK
Reaksi hipersensitivitas sistemik berat, multisystem, dimediasi oleh immunoglobulin E
Tanda:
1st pruritus, flushy, urticaria
Next tenggorokan terasa penuh (karena edema), cemas, dada terasa berat, lightheadedness
Final status mental terganggu, repiratory distress, sirkulasi kolaps
Faktor resiko:
- Riwayat asma yang tidak terkontrol baik
- Riwayat anafilaksis
- 40-60% for insect stings
- 20-40% for radiocontrast agents
- 10-20% for penicillin
- Kausa tersering: antibiotic, serangga, makanan (kacang atau coklat)
Terjadi dalam 60 menit setelah eksposure
Gejala yang muncul cepat-> reaksi berat
Bhipasic phenomenon (gejala muncul lagi setelah 3-4 jam dari reaksi awal ditangani) 20%
A “lump in my throat” and “hoarseness” heralds life-threatening laryngeal edema
Diagnosis:
- Klinis: gangguan nafas, hipotensi, keterlibatan kutaneus, respirasi, atau GI
- Eksposur terhadap makanan/ obat
- Riwayat alergi
Tx:
ABC
Angioedema; edema laring (perlu intubasi)
IV line, monitor jantung, pulse oximetry
IVFs, O2
Epinefrin (0,3 mg/subkutan, bisa diulang 5-10 menit),
hati” pd pengguna beta-blocker bisa hipertensi stimulasi alpha.
CV collapse, 1 mg IV of 1:10,000. Jika refrakter-> IV drip
2nd line: kortikosteroid/ H1 & H2 blocker
Pasien yg diinjeksi epinefrin harus diobservasi 4-6 jam, jika gejala tidak ada lagi-> dipulangkan
Jika ada reaksi akibat beta bloker-> perlu MRS
SEPTIC SHOCK
Septic shock apabila terdapat 2/ lebih dari kriteria:
Suhu tubuh >380C atau <360C
HR >90
RR>20
WBC > 12.000 atau <4000
Ditambah adanya infeksi sebelumnya
Pada septic shock tekanan darah bisa normal
Pada orang tua yang pneumonia, sering menjadi septic shock.
Tekanan darah awalnya bisa normal (karena masih terkompensasi shocknya oleh respon tubuh) tapi belakangan
bisa jebol dan menurun.
Hipotensi refrakter
Setelah bolus 20-40ml/kg, pasien masih memiliki tanda:
emergency-austin
20
SBP <90mmHg
MAP <65mmHg
Penurunan 40mmHg dari baseline
Klinis:
Hipo/hipertermia; takikardi, tekanan nadi lebar; tekanan darah rendah (SBP <90); perubahan mental status
Ancillary study:
• Cardiac monitor
• Pulse oximetry
• CBC, Chem 7, coags, LFTs, lipase, UA
• ABG with lactate
• Blood culture x 2, urine culture
• CXR
• Foley catheter (monitor urin output
utk tau masih shock/tidak)
Tx:
1 large bore IVs. NS IVF bolus- 1-2 L
wide open (kalo tdk ada
kontraindikasi)
2 O2
3 Antibiotik empiris. Awal yang
spektrum luas atau sensitive di
daerah itu, sambil kultur.
Kalo persisten hipotensi:
- Tanpa respon setelah 2-3L IVF->
vasopressor (norepinefrin, dopamine),
titrasi thd efek
- Target MAP >60
- Kalo masih tidak bagus-> steroid->
hidrokortison 100mg IV (adrenal
insufficiency)
OBSTRUCTIVE SHOCK
Tension Pneumothorax
Sering terjadi, terdapat udara pada cavitas pleura. Karena di paru tertekan oleh udara, aliran darah yang lewat
sirkulasi central susah-> VR terhambat-> jantung memompa darah berkurang-> COP ↓ hipoperfusi.
Klinis:
Nyeri dada, SOB, sesak, suara nafas berkurang
Tx: CITO needle decompression, chest tube. Dilakukan di ICS 2 mid clavicula,
Cardiac Tamponade
Terdapat darah pada pericardial space-> menghambat VR (venous return) dan kontraksi jantung
Berkaitan dengan trauma tumpul atau tembus, infeksi (pericarditis, MI)
Becks triad: hipotensi, muffled heart sound, JVD
Pada orang trauma dada-> JVD dan TD yang menurun tanpa tanda pneumothorax lain merupakan indikasi kuat
cardiac tamponade. Syok berat dengan perdarahan yang tidak sebanding bisa jadi tamponade
Tanda lain tekanan nadi mengecil, bunyi jantung melemah, pulsus paradoksus (TD turun >10mmHg saat
inspirasi).
emergency-austin
21
Dx: CXR (jantung membesar), echo
Tx: pericardiosintesis (tusukkan 3-4 cm jarung di kiri prosesus xipiodeus, diarahkan ke sefal ke kiri sampai darah
teraspirasi, dengan pemantauan EKG)
Pulmonary Embolism
Sulit dilihat, bisa terjadi pasca operasi.
Virscow triad: hypercoagulable, venous injury, venostatis
Tanda-> takipnea, takikardi, hypoxia
Low risk: D-dimer
Higher risk: CT chest or VQ scan
Rx: Heparin, consider thrombolytics
Aortic Stenosis
Resisten ejeksi sistolik menyebabkan penurunan fungsi jantung
Tanda-> nyeri dada dengan sinkope, murmur ejeksi sistolik,
Dx: echo
Vasodilator (NGT) -> tekanan drop
Rx: operasi katup
Cardiogenic Shock
Shock karna gagal pompa jantung akibat kontraktilitas yang menurun karena AMI.
SBP < 90 mmHg
CI < 2.2 L/m/m2
Tanda:
Kulit dingin; takipnoe; hipotensi; penurunan status mental; tekanan nadi sempit; rales, murmur;
Etio:
AMI; Sepsis; Myocarditis; Myocardial contusion; Aortic or mitral stenosis, HCM; Acute aortic insufficiency
Iskemik-> kehilangan 40% fungsi left ventrikel
COP yang menurun-> lactic acidosis-> hypoxia
Stroke volume yang menurun-> takikardi sebagai kompensasi dan hypoxia bertambah parah
Ancillary test:
• EKG
• CXR
• CBC, Chem 10, cardiac enzymes, coagulation studies
• Echocardiogram
Tx:
- ABC
- Cardiac monitor, pulse oxymetry
- O2, IV akses
- Intubasi-> bisa menurunkan preload dan menyebabkan hipotensi
- Persiapkan bolus cairan
- Jika nyeri-> tx nyeri, tx disritmia
- Naikkan preload
Elevasi tungkai; pemberian salin normal 200-500 ml IV, monitor vena leher dan CVP); pembebanan cairan
penting bg px dengan AMI inferior
- Agen inotropic
Dopamine 200 mg dalam 250 ml-> 5-15ug/kg/min
- Penurunan afterload (vasokonstriksi arteri)
emergency-austin
22
NEUROGENIC SHOCK
Terjadi karena gangguan sistem saraf simpatis, akibat trauma medulla spinalis -> gangguan simpatis
mengakibatkan unopposed vagal tone.
Hilangnya tonus simpatis, yang ada parasimpatis-> nadi menurun, bradikardi, hipotensi, tangan menjadi hangat
(vasodilatasi pembuluh darah di perifer)
Shock biasanya 1-3 minggu, trauma di atas T1 dapat mengganggu seluruh sistem simpatis, semakin berat trauma->
paralisis semakin buruk.
Tx:
- ABC (C-spine control)
- Resusitasi cairan
MAP dipertahankan 85-90 mmHg pada 7 hari pertama, minimalisasi 2nd injury, jika kristaloid tidak cukup->
vasopressor (lawannya parasimpatis, menyebabkan vasokonstriksi)
- Kausa lain hipotensi
- Untuk bradikardi: atropine dan pacemaker
- Methylprednisolone: hanya untuk trauma puntul spinal cord; high dose untuk 23 jam; harus dimulai dalam 8 jam
pertama; resiko infeksi dan perdarahan GI
- Vasopressor: dopamine dan norepinefrin
CARDIAC ARREST (Cardiopulmonary Resuscitation)
Hilangnya fungsi jantung, nafas, dan kesadaran
TRIAD cardiac arrest:
1) Hilang kesadaran
2) Tidak terabanya nadi perifer dan sentran (carotid dan femoral)
3) Apnea
Sudden Cardiac Arrest (SCA)
Sumbernya bisa dari faktor jantung atau non jantung; kejadian (dengan kesaksian- lebih bagus prognosisnya; tanpa
kesaksian); lokasi (bisa di RS atau diluar RS)
Aspek fundamental BLS
- 1st-> kenali SCA-> aktifkan emergency response system
- CPR
- Defibrillation (AED- automated external defibrillation)
Chain of Survival (dewasa)
1) Immediate recognition and activation
of the emergency response system
2) Early CPR with an emphasis on chest compressions
3) Rapid defibrillation,
4) Effective advanced life support and
5) Integrated post-cardiac arrest care.
Tipe cardiac arrest:
Asistole: isoelectric line
VF:
VT pulseless
PEA: gelombang EKG seperti normal tapi tidak
ada denyut atau kontraksi jantung
emergency-austin
23
Kausa cardiac arrest (6H & 4T):
CPR: prosedur emergensi medis untuk orang dengan cardiac arret atau respiratory arrest
BLS: life support tanpa peralatan khusus, usaha atau bantuan semampunya
ACLS: life support menggunakan peralatan khusus (intubasi, defirbrilasi)
Algoritma BLS dewasa- AHA
Basic Life Support (BLS)
3S sebelum mulai resusitasi:
- Safety: diri sendiri dan pasien
- Shaking dan shouting: untuk mengecek level respon pasien
- Shout: minta bantuan
Kemudian cek denyut carotid
Apnea-> dikonfirmasi dengan:
- Look: gerakan dinding dada
- Listen: suara nafas dari mulut
- Feel: air flow (ketiganya dalam waktu 10 detik)
Golden Hour: periode waktu setelah trauma (50% meninggal), jika bisa menolong pada saat ini-> potensi selamat
lebih baik.
Life support A B C
emergency-austin
24
Airway
Orang yang tidak sadar-> sering mengalami airway obstruction karena tonus otot yang lemah-> lidah jatuh ke
belakang sehingga menutupi jalan nafas.
A. Teknik dasar untuk patensi airway:
1) Head tilt, chin lift: 1 tangan pada dahi, dan satunya lagi pada dagu, kemudian kepala diarahkan ke atas untuk
pergeseran anterior lidah.
2) Jaw thrust
3) Finger sweep
Jika terdapat benda asing menutupi jalan nafas-> dilakukan sweep dengan index finger. Tidak dilakukan pada
pasien sadar atau convulsi, hanya pada pasien tidak sadar.
4) Heimlich maneuver
Dilakukan pada pasien yang tersedak sesuatu-> makanan atau benda asing, tapi pasien dalam kondisi sadar.
Subdiaphragmatic abdominal thrust, posisi berdiri, melingkarkan lengan pada pinggang pasien, kepalan
tangan diletakan di atas pusat atau di bawah diafragma-> dilakukan penekanan sambil penarikan kepalan ke
dalam dan ke atas.
Bisa juga dalam posisi pasien berbaring, kepalan tangan ditekan dan didorong kea rah dalam dan atas di atas
pusat, di bawah diafragma. Pada bayi-> back flow, posisi bayi dibungkukkan, punggungnya di tepuk.
Mandibular diangkat, angular
mandibular ditarik ke anterior rahang
atas, sehingga rahang bawah di
anterior dari rahang atas-> lidah
keangkat.
emergency-austin
25
Cervical spines perlu diperhatikan setiap manajemen airway. Pasien dengan politrauma bisa mengalami cedera
cervical sehingga manipulasi yang berlebihan dapat menyebabkan cervical spinal cord injury dan quadriplegia.
Pada pasien politrauma->perlu cervical in line stabilization setiap transportasi pasien. Bisa menggunakan cervical
collar dan teknik pengangkutan yg khusus.
B. Airway patency
1) Face mask
Kalau pemasangan berhasil, tandanya: foggy mask (tanda adanya CO2); rising chest.
Keuntungan: mudah digunakan
Kelemahan: inflasi lambung, bisa nyebabin regurgitasi dan aspirasi asam lambung
2) Oropharyngeal airway
Untuk buka airway, dilakukan pada pasien tidak sadar (cardiac arrest), dipasang kalau tidak berhasil
membuka jalan nafas dengan triple airway yang tadi (jaw thrust, head tilt chin lift)
Keuntungan: cukup mudah dipasang
Kelemahan: bisa terjadi regurgitasi dan aspirasi asam lambung, tidak bisa pd pasien sadar (gag reflex)
3) Nasopharyngeal airway
Mudah dipasang tapi sulit dicari alatnya. Pemasangan-> dilubrikasi dulu, dimasukkan ke hidung. Membantu
membebaskan nafas, langsung ke faring-> menghilangkan sumbatan lidah.
Dapat ditoleransi lebih baik pada orang sadar.
Kontraindikasi: pasien pengguna antikoagulan dan pasien fraktur skull base
Kelemahan: bisa regurgitasi dan aspirasi asam lambung juga.
4) Laryngeal mask (LMA)
Alat supraglotik, bisa dipasang oleh orang awam dan tingkat keberhasilan resusitasi dengan ini tinggi.
Kelemahan: inflasi lambung
5) Endotracheal tube
Ventilasi paru tepat, tidak menyebabkan inflasi lambung. Tapi memerlukan
ketrampilan khusus.
emergency-austin
26
6) Combi tube
Pemasangannya mudah, tidak memerlukan ketrampilan khusus
7) Cricotirotomy
perlu kanula khusus cricotirotomy atau dengan IV kanula besar 12-
14G; dikerjakan bila ETT susah dilakukan.
Kateter khusus yang didisain untuk ventilasi dengan ambubag-> nu-
trake canula.
Kanul IV perlu koneksi khusus ke sumber yang bertekanan tinggi
untuk memungkinkan aliran gas (trans-tracheal jet ventilation)
Cara: dilakukan insisi pada membrane cricotiroid, kemudian
dimasukkan kanula ke dalamnya untuk membuat tembusan jalan
nafas.
8) Tracheostomy
trakea dibuka dan dimasukan tube untuk membebaskan jalan
nafas.
Breathing
Apabila tidak ada nafas dan bantuan belum datang-> tinggalkan pasien untuk minta pertolongan dulu tapi jangan
terlalu lama.
A. Teknik Dasar
1) Mouth to mouth breathing
Airway ditahan terbuka, hidung dijepit-> penolong menarik nafas dalam,
kemudian menempelkan pada mulut pasien dan hembuskan udara->
sementara perhatikan pergerakan dada pasien.
2) Mouth to nose breathing
mulut pasien ditutup dan tiup pada hidung
emergency-austin
27
3) Mouth to mouth and nose
digunakan pada bayi dan anak-anak
Udara yang diekspirasi mengandung 16% O2 -> jadi supplemental O2
100% harus segera diberikan setelahnya
Kesuksesan bernafas dicapai dengan delivery volume tidal 400-1200 ml
pada dewasa dengan rate 10-12 breaths/min.
B. Advanced Technique
1) Self inflating resuscitation bag (ambubag)
- Digunakan tanpa sumber O2-> O2 21%
- Dengan sumber O2 (10-15L/min)-> 45% O2
- Kalau ditambahkan reservoir bag-> 85% O2
2) Mechanical ventilator pada OR atau ICU
Circulation
1) Chest compression (BLS, ACLS)
Cardiac massage. Terutama pada pasien dengan denyut nadi sentral tidak teraba-> perlu dilakukan
kompresi dada untuk mengembalikan sirkulasi sebelum 3 menit (waktu otak mengalami kerusakan jika
tidak ada sirkulasi)
Teknik kompresi dada:
- Pasien posisinya datar, alas keras tidak boleh empuk
- 1 tangan (telapak tangan) diletakkan ± 2 jari diatas prosesus xipoideus (hindari xiphisternal junction,
bisa trauma/fraktur). 1 tangan lagi menumpu diatasnya, jari terangkat, tidak menyebar
- Posisi bahu tegak lurus dengan tangan, siku tidak ditekuk-> tekan dengan gerakan mengayin, bukan
menghentak. Dengan kedalaman ± 5 cm untuk dewasa dan kecepatan 100-120x per menit
- Ratio kompresi dada dengan ventilasi 30:2 pada 1 penolong; 15:2 jika 2 penolong-> secara simultan
- Pada anak menggunakan 2 jari
Komplikasi: fraktur iga, pneumothorax, perdarahan mediastinum anterior, trauma organ abdominal
viscera, pulmonary (contusion), trauma pd jantung dan pembuluh besar (sangat jarang). Biasanya
komplikasi salah satu pasti ada yang terjadi, paling sering fraktur iga.
Assessment of the adequacy of the chest compression:
SBP 60-80mmHg
DBP >40mmHg
COP 30% dari normal
Capnography: end tidal (CO2 ekspirasi), dengan memasang ini bisa melihat CPR berhasil atau tidak. Kalo
ada CO2-> artinya ada metabolisme-> ada aliran darah. CPR sukses jika CO2 ekspirasi >20mmHg.
Kompresi dada harus dilakukan selama 2 menit sebelum assessment ritme jantung lagi, 2 menit = 5 siklus
30:2. Golden rule:
High quality chest compression: frekuensi, kedalaman dan recoil harus sempurna
Rencanakan tindakan sebelum interupsi CPR
Minimalisasi interupsi saat CPR
Defibrillation segera pada ritme yang shockable
AHA 2010-> perubahan dari ABC menjadi C-AB
2) IV akses (ACLS)
Central venous line ideal untuk CPR, pemberian obat harus diikuti 10 ml cairan IV bolus
emergency-austin
28
Peripheral IV line, penyaluran obat lebih lambat karena juga penurunan aliran darah selama resusitasi,
sehingga pemberian obat harus diikuti denga 20 ml cairan bolus pada dewasa dan elevasi kaki untuk
meningkatkan aliran ke sentral.
Jika akses intravena perifer maupun sentral tidak bisa dicapai-> intraoseous. Biasanya di tulang tibia, di
tulang banyak pembuluh darahnya.
3) Defibrillation (ACLS)
Posisi paddle:
1 paddle diletakkan di infraclavicular kanan, paddle satunya ICS 5-6 anterior axillary line
Alternative-> posisi anterior-posterior. 1 paddle diletakan di region infrascapular kiri dan yang satunya
ICS 5-6 anterior axillary line
Precaution:
Sebelum pemasangan paddle-> isi gel terlebih dulu, karena: perlu gel untuk trasmisikan elektrisitas
dengan baik ke dinding dada; sering menyebabkan kulit agak terbakar
Pastikan sudah membersihkan bed, pastikan tidak ada orang yang kontrak dengan bed karena dapat
menyebabkan VT/VF pada orang tsb
Tahan paddle, tekanan 25 pound = 11kg
Kompresi dada harus dilakukan 2 menit setelah DC-shock sebelum reassessment ritme cardiac
Komplikasi defibrillation: kulit terbakar, trauma myocardium dan elevasi enzim cardiac, bisa
menyebabkan electrocution pada orang yang menyentuh bed.
Satu penolong, setelah aktivasi emergency response system:
AED
CPR (1x shock diikuti 2 menit uninterrupted CPR)
Post Cardiac Arrest – RSOC
Therapeutic Hypothermia
Masih dalam kondisi koma
32-34 degree C (all ages) (89.6-93.2 F)
12-24 hours
emergency-austin
29
PCI
O2 sat ≥94% & PETCO 35-40
Obat yang digunakan dalam CPR:
Obat Keterangan
Adrenalin Sebagai vasopressor alfa 1, bukan sebagai inotropic
Dosis: 1 mg (0.01 mg/kg) IV tiap 3-5 minutes (alternating cycles) selama CPR
Pemberian:
- Segera pd non-shockable rhythm (non VT/VF)
- Pada VT dan VF diberikan setelah shock ke 3
Diulang: alternate cycles tiap 3-5 menit
Sekali adrenalin-> seterusnya selalu adrenalin
Amiodarone Dosis: 300 mg IV bolus (5 mg/kg)
Pemberian: Pada ritme shockable setelah shock ke 3
Kalau tidak ada-> lidocain 100 mg IV (1-1.5 mg/kg)
Vassopresin (ADH) Dosis: 40 IU single dose sekali
Magnesium Dosis: 2g IV
Diberikan :
- VF / VT with hypomagnesemia.
- Torsade de pointes.
- Digoxin toxicity.
Calcium Dosis: 10 ml 10% Calcium chloride IV
Indikasi: PEA karena hiperkalsemia, hipokalsemia, hipermagnesia, oever dosis
calsium channel blocker
Jangan berikan cairan calcium dengan NaHCO3 secara simultan dalam 1 rute
IV Fluid Kalo curiga hipovolemia-> cairan infus cepat
Normal salin (0,9% NaCl) atau ringer laktat
Hindari pemberian dextrosa-> karena akan diredistribusi menjauhi
intravascular space dengan cepat dan menyebabkan hiperglikemia yang
memperburuk outcome neurologic setelah cardiac arrest, dextrose hanya
diberikan kalau ada hipoglikemia.
Atropine Digunakan pada PEA, tidak pada asistole
Indikasi: sinus bradikardi atau AV blok yang menyebabkan hemodinamik tidak
stabil.
Dosis: 0.5 mg IV, diulang sampai dosis max 3 mg (full atropinization)
Tp sudah tidak/ jarang digunakan lagi.
DROWNING
- Selamatkan korban dari air-> mulai resusitasi secepatnya
- Lakukan CPR, breathing rescue segera setelah korban yang tidak sadar keluar dari air
- Penolong single: lakukan 5 siklus CPR sebelum EMS
Cardiac arrest team:
Airway management & ventilation (Eg.bag & mask. Intubation). -> Defibrillation (DC shock).
Chest compressions. -> Timing and documentation.
IV drug administration.
emergency-austin
30
emergency-austin
31
EMERGENCY TOXICOLOGY & POISONING
Toxin-> yang dikeluarkan oleh mikroorganisme atau makroorganisme, bahan-bahan yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan.
Intoksikasi-> gangguan metabolisme tubuh akibat toxican
Management:
History
Bahannya apa (tapi tidak boleh terkecoh dengan 1 bahan, bisa aja campuran)
Berapa banyak (semakin banyak-> meningkatkan resiko kerusakan jaringan)
Kapan (kondisinya berbeda, apakah dalam waktu 1 jam (tukak lambung) atau 4 jam (uda ke usus)
Cara eksposur (diminum aja atau disiram, mengenai badan atau kepala. Misalnya baygon-> bahan korosif, perlu
dekontaminasi)
Siapa (anak-anak, dewasa, ada riwayat DM atau tidak, orang tua, orang tua yang asma)
Kenapa (upaya bunuh diri atau kecelakaan, misal bahan kaustik yang dilarutkan di aqua-> warnanya sama)
Exposure environment (botol pil misalnya)
Pemeriksaan fisik
ABCDE-> C (akses IV line-> menjamin sirkulasi), D (disability, GCS), E (exposure-> seberapa banyak, expose
seluas”nya, mengenai mata/mukosa)
Vital sign (nadi, TD, suhu, RR (takipnoe-salisilat, bradi-opioid), nyeri dengan pain score 1-10)
Triage-> untuk menentukan pasien gawat atau tidak, perlu observasi atau tidak
Pupil (dengan senter)-> pinpoint-> keracunan fosfat, miosis (opioid)
Ukuran pupil: Large: anticholinergic or sympathomimetic
Small: cholinergic
Pinpoint: opioid
Nistagmus (ethanol, phenytoin, ketamine)
Look-> perhatikan di bagian tubuh lain, misalnya di tangan ada bekas tusukan atau jarum suntik atau tidak,
pemakai IVU (beresiko tinggi infeksi lwat darah); oral cavity (putih seperti kapas-> oral candidiasis pd org
imunokompromis); pupil size
Smell (bau pasien, apakah berbau alcohol/fosfat)
Feel (suhu, berkeringat)
Tx
Tujuan: mempertahankan konsentrasi racun seminimal mungkin (cegah absorpsi – dekontaminasi;
meningkatkan eliminasi); jika memungkinkan, counteract efek toxic pada lokasi efektor (antidote)
Manajemen umum:
A (Airway)
B (Breathing)
C (Circulation)
D (Disability-AVPU/ Glasgow Coma Scale)
E (Exposure- eksposur)
DEFG (don’t ever forget the glucose); observasi dasar yang lengkap
Manajemen khusus:
1) Mencegah absorpsi
Emesis: dikeluarkan/ dimuntahkan dengan larutan induce emesis-> cairan ipekak. Induksi muntah hanya
pada pasien sadar,tidak boleh pada pasien stupor, kejang, status mental menurun. Dosis 30 ml (dewasa)
15 ml (anak) 10ml (usia 6-12 bulan). Diikuti pemberian cairan jernih 200ml, biasanya muntah dalam waktu
20 menit.
Kalau dikeluarkan-> secara paksa dengan NGT-> cuci lambung
emergency-austin
32
Gastric lavage: umbah lambung, dengan menggunakan NGT. Pada pasien tidak sadar, stupor, atau induksi
muntah dengan cairan ipekak tidak berhasil.
Activated charcoal
Cathartic
2) Meningkatkan eliminasi
Kalau sudah keluar dari lambung-> supaya tidak diserap, dilakukan pencucian usus. Digunakan arang aktif
untuk menyerap toxin di usus. Kemudian dilakukan urus-urus 3 tablet-> arang aktif diserap-> dikeluarkan
bersama urus-urus, seperti diare.
Kalau sudah diserap misalnya 6 jam sejak kejadian, toxin sudah berada di sirkulasi. Caranya dengan
hemodialysis (cuci darah) dengan larutan pencuci diasilat. Kalau tidak ada hemodialisa, cara
mengeluarkannya dengan kencing paksa (hasil metabolisme diolah oleh ginjal, dikeluarkan dalam bentuk
urin). Pasien dikencingkan paksa (forced diuresis)-> ginjal dipaksa mengeluarkan kencing-> diberikan obat
diuretic atau darah diasamkan.
Peritoneal dialysis
Hemoperfusion
Plamapharesis/plasma exchange
3) Antagonis efek racun (antidote)
Jika bahan sudah mencapai target, misalnya sudah terikat-> dicarikan kompetitornya antidote. Dosis
antidote diberikan sesuai banyaknya toxin diminum.
Keracunan Spesifik:
Organofosfat
Contoh: baygon, pestisida, insektisida
Efek: menghambat acH esterase inhibitor (fungsi normalnya hambat ikatan terlalu banyak shg kerja otot tidak
berlebihan), dengan racun ini-> ikatan reseptor banyak-> aktivasi reseptor post sinaps jadi banyak.
emergency-austin
33
Klinis:
Tergantung seberapa banyak yang diminum, seberapa banyak yang diserap dan yang terikat. Tergantung
keseimbangan antara stimulasi muskarinik dan nikotinik pada autonomic nervous system dan neuroreseptor otot
skeletal.
Stimulasi respetor muskarinik
Reseptor muskarinik terdapat di bladder (urinasi), di kelenjar ludah (salivasi), di kelenjar air mata
(lakrimasi), defekasi, emesis, miosis (pupil kontraksi-> pin point), salivasi, bradikardi, bronkospasme
Stimulasi nikotinik
Di otot” (kelelahan otot karena kontraksi terus dan fasciculation), di jantung (takikardi), otot ranka (kram),
hipertensi, peningkatan aktivitas adrenal medulla
Efek CNS
Bisa stimulasi atau depresi, tergantung pada dosis. Contohnya extacy-> menyebabkan stimulasi pada dosis
tertentu, tapi dosis tinggi-> depresi.
Anxiety; Restlessness; Lethargy; Confusion; Coma; Seizure; Depression of respiratory and cardiovascular
centres
DD:
Keracunan karbonat, nikotinik, obat atau kondisi klinis berkaitan dengan miosis
Lab:
CBC; Urinalysis; Serum electrolyte; Kidney function; Chest radiograph; electrocardiography; tes konfirmasi bahan
(dari umbah lambung)
Tx:
- Stabilisasi-> ABCDE
- Pengukuran toxic spesifik: atropine, pralidoxime chloride
- Manajemen komplikasi, misal pneumonia aspirasi-> antibiotic, fraktur krna kejang-> ditangani
- Pemberian antidote (sulfas atropine)-> diberikan hampir selevel dengan racun yang dikonsumsi, tapi
dikendalikan dan dimonitor ketat
Caustic agent
Menyebabkan korosi pada jaringan, menyebabkan terbakar dan merusak. contohnya: prostex, air keras.
Bahan kaustik-> menyebabkan cedera pada jaringan dengan mengganggu ionized state dan struktur molekul
serta menghambat ikatan kovalen.
Alkaline (hydroxide ion (OH-))
Mekanisme: Liquefacion necrosis tissue injury. Merusak jaringan dengan saponifikasi, seperti sabun.
Sehingga lemak dan protein di jaringan di rusak-> menjadi nekrosis.
Acid (hydrogen ion (H+))
Coagulation necrosis tissue damage. Membuat nekrosis dengan cara thrombosis.
Faktor yang berkontribusi terhadap injury:
pH dan konsentrasi
volume
lama kontak,
semakin lama-> kerusakan semakin kuat. Korosif bisa sampai menyebabkan perforasi.
Status lambung saat itu-> kosong atau berisi makanan
emergency-austin
34
Time course of injury Klinis:
Tanda di saluran nafas
- Stridor, Hoarseness
- Dysphonia or aphonia
- Respiratory distress, tachypnea,
hyperpnea
- Batuk”
Tanda lain:
Tachycardia; Oropharyngeal burns;
salivasi; udara subkutan, peritonitis akut
(rebound tenderness, tidak ada bising
usus); hematemesis;
Indikasi jika injury berat (status mental
terganggu, peritoneal sign, perofrasi,
stridor, hipotensi, shock)
Tx:
Stabilisasi
Manajemen awal:
Dilutional -> kalo asam, jangan dinetralkan (panas), tapi delusional (diencerkan). pH yang semula 2 (asam)-> jadi
pH 7, bisa dengan susu (sifatnya sedikit basa, bukan basa, kalau diberikan basa jadi netral atau garam)
Kontraindikasi: emesis, agen netralisasi, umbah lambung, chatartic, arang aktif. Untuk bahan korosif tidak boleh
dimuntahkan atau diumbah lambung karena dapat terekspos lagi.
Pemberian steroid dan antibiotic masih kontroversi.
Manajemen komplikasi
Opioid agent
Contoh: ganja, metadon. Target kerja-> reseptor di otak
Mu receptors
Central analgesia, respiratory depression, euphoria and physical dependence
Kappa receptors
Spinal analgesia, miosis and sedation
Sigma receptors
Dysphoria, hallucinations, seizures and excitation of the cardiovascular and respiratory centres
Delta receptors
Effective behaviour
Klinis:
Triad klasik-> miosis, coma, respiratory distress
Cardiovascular system-> hipotensi ortostatik, bradikardi
Lainnya-> hipotermia, bising usus hilang, distensi abdomen, retensi urin
Lab:
CBC, Blood sugar, electrolyte, BUN/SC
Electrocardiography
Spesifik: kuantitas level opioid dalam darah dan analisis urin secara kualitatif
Tx:
General measures
Toxic-specific measures
emergency-austin
35
Naloxon: secara kompetitif berikatan dengan reseptor dan memblok efek agonis
Dosis: 0.4-2.0 mg, pengulanga boluses diberikan dalam 1-2 menit interval, total 10 mg. IV, IM, SC
Complication
Disposition and follow up
Metanol
Sering dicampur pada arak.
Mekanisme kerja:
DD:
• Diabetic ketoacidosis
• Pancreatitis
• Nephrolithiasis
• Meningitis
• Subarachnoid hemorrhage
• Retinal detachment
Klinis: (biasanya muncul 3 jam setelah minum)
CNS : coma, convulsi
RETINAL: pengeliatan kabur, fotofobia, hilang akuitas visual, dilatasi pupil non reaktif, optic nerve hyperaemic-
edema
GIT : nausea, muntah
CARDIAC : takikardi, hipertensi berkembang jadi hipotensi dan syok kardiogenik
RESPIRATORY: takipnoea
Lab:
CBC; Urinalysis; Kidney function; Serum Electrolyte;Arterial blood Gases; Blood alcohol level; Blood level of
metanol
Tx:
Stabilization
Hemodialysis
Etanol
Folinic acid
4-Methylpyrazole
Management of complication
emergency-austin
36
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN (HDK)
1 dari tria pembunuh wanita hamil. 5-10% kehamilan
Wanita hamil-> masuk paparan kematian maternal (merupakan indicator derajat kesehatan, derajat kesehatan
baik jika dalam populasi angka kematian maternal rendah). kematian bisa dicegah jika penanganannya tepat.
WHO-> kematian ibu di Negara berkembang (dari 3201): 16% HDK; 13% perdarahan; 8% aborsi; 2% sepsis
Hipertensi dalam kehamilan, dibagi 4:
Hipertensi Tekanan darah sistolik >140mmHg, diastolic >90mmHg, korotkov V untuk diastolic.
1) Hipertensi gestational
HT yang munculnya saat hamil. HT ditemukan pertama kali saat kehamilan paruh ke 2 (>20 minggu). Tes
proteinuria-> negative.
2) Preeklampsia dan Eklampsia
HT setelah 20 minggu kehamilan, sebelumnya (<20 minggu) tekanan darah normal
Proteinuria (+), dengan pack test (+) atau >300mg/dL.
Jika sudah terjadi perubahan pada serum creatinin dll-> sudah menandakan ke PE berat.
Serum creatinin >1.2 mg/dL, Trombosit < 100,000/L, Hemolisis Mikroangiopati (peningkatan LDH), Peningkatan
serum aminotransferase (ALT atau AST), Sakit kepala persisten atau gangguan visual atau serebral, nyeri perut.
Eklampsia-> jika ditambah gejala kejang. Wanita hamil pertengahan, kejang-> pikirkan pertama Eklampsia
kecuali ada kausa lainnya. Eklampsia-> kejang pada wanita hamil >20 minggu tanpa kausa lain (epilepsy)
3) Superimposed preeclampsia
Wanita hamil, sudah memiliki riwayat HT sebelumnya atau TD tinggi, pada usia > 20 minggu dites urin->
proteinuria (+). PE yang dipicu oleh HT sebelumnya. Atau:
Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <100.000 /mL pada wanita
dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu
4) Hipertensi kronis
Dari muda riwayat HT, kemudian hamil usia >20minggu dites urin-> proteinuria (-), sampai melahirkan dan pada
saat kehamilan tidak terjadi perburukan.
Perburukan hipertensi kehamilan-> proteinuria (khususnya albumin)-> menandakan kebocoran ginjal.
Patofisiologi:
1. Teori abnormalitas vaskularisasi plasenta
HDK dimulai saat implantasi, saat blastosit menempel
di endometrium-> tertanam, sel trofoblas masuk ke
pembuluh endotemetrium (a.spiralis) untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah
baik dan blastokis mendapat darah dengan baik. Tapi
pada HDK/PE ini-> trofoblas gagal melebarkan
pembuluh darah sehingga pembuluh tetap kecil dan
untuk mendapatkan nutrisi yang cukup-> dibuat
tekanan yang tinggi.
Tekanan tinggi->pengaruhi seluruh sistem termasuk
sistem vascular sendiri, dan jika terus menerus->
mengakibatkan kerusakan mikrovascular. Yang paling
sensitive dan tipis-> a.glomerulus, sehingga bocor dan
melewatkan protein->proteinuria.
2. Iskemia placenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Gagal remodeling-> iskemia plasenta-> mengeluarkan radikal bebas hidroksil-> merusak membrane sel dan
lipidperoksida meningkat-> disfungsi endotel->
emergency-austin
37
Gangguan metabolisme prostaglandin tromboxane >>
Agregasi trombosit
Glomerulus endotheliosis
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi vassopresor
Stimulasi faktor koagulasi
Pd PE-> trombositopenia konjungtive koagulopati
3. Teori intoleransi Imnonologi antara ibu dan janin
Setiap benda asing yang masuk tubuh-> tubuh membuat usaha penolakan. Kehamilan merupakan benda saning
bagi tubuh wanita-> tubuh wanita memiliki mekanisme menolak kehamilan tsb, tapi kehamilan itu sendiri
dilindungi oleh HLA (HLA-G). HLA ini yang bernegosiasi dengan tubuh sehingga kehamilan bertahan dan
diterima tubuh.
Kalau HLA bermasalah-> terjadi penolakan oleh tubuh, pada trimester 1-> abortus, pada trimester kedua (18-20
minggu)-> terjadi penolakan parsial mengakibatkan preeclampsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Wanita HT saat kehamilan-> Kehilangan kemampuan refrakter terhadap vasokonstriktor di pembuluh darah
pembuluh darah menjadi sangat sensitif terhadap produk vasopressor tekanan darah tinggi
5. Teori defisiensi genetic
Frekuensinya tidak terlalu tinggi, faktor genetic berperan sekitar 5-10%.
Hubungan antara HLA-DR4 dan hipertensi proteinuria.
Varian gen angiotensinogen T235 memiliki insiden preeclampsia yang lebih tinggi dan pertumbuhan janin
terhambat.
Beberapa genetik thrombophilias terjadi hipertensi akibat kehamilan mempengaruhi yang dapat
berkembang menjadi preeklampsia.
Polimorfisme gen untuk TNF, limfotoksin-alpha, interleukin-1B telah dipelajari dengan hasil yang bervariasi.
6. Teori defisiensi nutrisi
Pengaruhnya tidak begitu kuat.
Konsumsi minyak ikan, mengurangi risiko preeklamsia. Kekurangan kalsium meningkatkan risiko terkena
preeklamsia /eklamsia
7. Teori Inflamasi
Iskemik-> provokasi disfungsi endotel-> picu aktivasi leukosit ekstrem.
Tumor necrosis factor-(TNF-) & interleukin (IL) menghasilkan radikal sangat beracun melukai sel endotel,
memodifikasi produksi oksida nitrat, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin produksi sel busa
makrofag lipid-laden. Mengakibatkan permeabilitas kapiler meningkat-> edema dan proteinuria.
Tx:
a) Terapi Konservatif
Mempertahankan bayi aman sampai cukup bulan-> baru diterminasi
Jika usia kehamilan kurang dari 37 minggu, tanpa keluhan subjektif dan kesejahteraan janin baik
Pasien bedrest
IVFD Ringer laktat 60 cc/jam
Magnesium sulfat: dosis pertama MgSO4 40% 10 gram im, lanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gram setiap 6 jam
sampai 24 jam.
Berikan antihipertensi Nifedipin 3x10 mg po jika TD sistolik <180 mmHg dan diastolik <110 mmHg atau
clonidin 1 amp diencerkan menjadi 10 cc dan diberikan dosis pertama 5 cc dalam 5 menit, sisanya 5 cc
diberikan jika TD masih tinggi.
Evaluasi dengan hitung darah lengkap, LF, RF, UL, Indeks Gestosis, Proteinuria @ 24 jam
emergency-austin
38
b) Terapi aktif
Jika usia kehamilan 37 minggu atau lebih, janin juga kesejahteraannya tidak baik, ada keluhan subjektif,
HELLP Syndorme, jika gagal konservatif, setelah 24 jam konservatif TD masih lebih dari 160/110
Pasien bedrest
IVFD Ringer laktat 60 cc/jam
Magnesium sulfat: dosis pertama MgSO4 40% 10 gram im, lanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gram setiap 6 jam
sampai 24 jam.
Berikan antihipertensi Nifedipin 3x10 mg po jika TD sistolik <180 mmHg dan diastolik <110 mmHg atau
clonidin 1 amp diencerkan menjadi 10 cc dan memberikan dosis pertama 5 cc dalam 5 menit, sisanya 5 cc
diberikan jika TD masih tinggi.
Evaluasi dengan hitung darah lengkap, LF, RF, UL, Indeks Gestosis, Proteinuria @ 24 jam.
c) Terapi obstetric
Caesar jika kesejahteraan janin tidak baik, pasien tidak inpartu dengan PS jelek, gagal oksitosin drip.
Drip oksitosin dilakukan jika PS baik dengan NST yang normal
Pasien harus dalam persalinan dalam 24 jam.
Antihipertensi pada wanita hamil:
Tiga obat yang umum adalah hydralazine, labetalol, dan nifedipine
1st line-> nifedipin oral
Untuk pematangan paru janin-> glukokotikoid
Untuk kejang pada wanita hamil-> magnesium sulfat
emergency-austin
39
DISTOSIA BAHU
Distosia-> macet
Merupakan kasus emergency tapi hanya <5% yang dapat diprediksi, sisanya tidak dapat diprediksi. Kalau
dipaksakan lepas bisa putus.
Definisi: bahu depan tertahan di atas simfisis pubis, tidak mampu melahirkan bahu-> kepala tidak full keluar, dagu
menempel di posterior vagina.
Insiden: 1-2%/ 1000 kelahiran. 16 per 1000 kelahiran bayi >4000g
Komplikasi:
Pada bayi: kematian (karena terlalu lama tercekik di dasar panggul), asfiksia (tidak bisa nafas, ditambah jika air
ketuban masuk paru), fraktur klavikula (kadang sengaja untuk mengeluarkan bayi), lumpuh pleksus brachialis
(akibat menekuk kepala kalau keluarkan paksa)
Pada ibu: HPP, rupture uteri
Faktor resiko:
Kehamilan lewat waktu, obes pada ibu, DM, makrosomia, riwayat sebelumnya (rekuren), persalinan lama atau
macet, lahir dengan operasi.
Dx:
Kepala bayi melekat pada perineum (‘turtle’ sign)
Kala II persalinan yang memanjang
Gagal untuk lahir walau dengan usaha maksimal dan gerakan yang benar
Hindari 4P:
Panic
Pulling (pada kepala)
Pushing (pada fundus)
Pivoting (memutar kepala secara tajam,dengan koksigis sebagai tumpuan)
Ask for help
Ke orang terdekat, keluarga yang menunggu pasien, dokter atau perawat
Lift -> maneuver robbert
Tindakan pertama yang dilakukan kalau ada distosia
bahu. Flexikan panggul dan lutut-> bawah ke
abdomen ibu.
Tujuan: karena bahu nyangkut, flexi lutut ke abdomen
ibu membuat panggul bergeser.
70% berhasil dengan ini.
emergency-austin
40
Anterior Disimpaction
1) Suprapubic pressure (maneuver massanti)
Tekan diatas simfisis dengan telapak tangan/pangkal-> menekan belakang bahu->
bahu akan lepas perlahan keluar. Tidak boleh menekan fundus.
2) Maneuver rubin
Pemeriksaan vagina. adduksi bahu depan dengan
menekan bagian belakang bahu (bahu didorong ke
arah dada)
Rotation of Posterior Shoulder
Langkah 1
Penekanan pada bagian depan bahu belakang
Bisa dikombinasi dengan anterior disimpaction manoeuvers
Tidak boleh menekan fundus
Langkah 2
Wood screw maneuver
Melahirkan bahu posterior.
Bisa simultan dengan anterior disimpaction.
Langkah 3 Langkah 4
Manual Removal of posterior arm
Fleksikan tangan pada siku (menekan fosa antecubital untuk memfleksikan tangan)
Usapkan tangan sepanjang dada -> Raih lengan depan atau jari-jari tangan-> Keluarkan tangan
emergency-austin
41
Episiotomi:
Dilakukan kalau cara yang di atas gagal semua.
Dapat membantu manuver Wood atau memberi ruang untuk mengeluarkan pergelangan tangan belakang,
Memutar lutut dan dada : memudahkan menggapai bahu belakang
Roll over-> posisi ibu dibalikkan, tengkurap.
Tindakan terakhir:
Fraktur klavikula
cephalic replacement (manuver Zavenelli)
simfisiotomi
Setelah tindakan selesai:
- Antisipasi HPP (robekan jalan lahir, atonia uteri- karena terlalu lama)
- eksplorasi laserasi dan trauma-> perabaan dalam atau inspekulo
- Pemeriksaan fisik bayi untuk melihat adanya perlukaan.
- Menjelaskan proses persalinan dan manuver yang dilakukan.
- Catat tindakan yang dilakukan
ACUTE BLISTERING & EXFOLIATIVE SKIN
1. Stevens- Johnson Syndrome (SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Eritema Multiforme
Bentuk ringan dari Steven Johnson Syndrome (SJS). Self limied, ringan, subkutan.
KHAS-> target lesi (daerah pucat dipinggir denga vesikel ditengahnya) predominan di wajah dan ekstremitas.
Bisa terjadi pada semua usia tapi tersering pada remaja/ dewasa muda.
Subtype EM:
- Eritema multiforme minor: lesi kulit tanpa keterlibatan membrane mukosa
- Eritema multiforme mayor: lesi kulit sampai membrane mukosa
- Herpes-associated eritema multiforme
- Mucosal eritema multiforme: lesi membrane mukosa tanpa keterlibatan kutaneus
Etio:
Infeksi : viral (HSV), bacterial (M. pneumoniae)
Imunisasi
Obat (jarang)
emergency-austin
42
Klinis:
Gejala prodormal: gejala saluran nafas atas (batuk, pilek, demam)
Ruam pada kulit simetris, distribusi pada akral dan ekstensor ekstremitas (tangan, kaki, siku, lutut), wajah dan
leher
Predileksi pertama pada akral-> meluas secara sentripetal
Typical target lesion (klasik)
Ada 3 lapisan, concentric dengan bagian:
Central: lebih gelap, bisa dengan bula atau vesikel
Perifer: pucat
Sisanya ada halo eritematous
Lesi atipikal-> sering pada SJS (hanya 2 ring dan mukosa terbatas). Bula bisa pecah jadi erosi. Kalau mengenai
mukosa banyak-> EM mayor atau SJS.
Tx:
Tujuan: menurunkan gejala-> mengurangi durasi panas, erupsi, dan rawat inap
Infeksi pneumonia-> antibiotic (macrolide pada anak, dewasa-> macrolide/quinolone)
Liquid antacids, topical glucocorticoids, local anesthetics menurunkan gejala erosi di bibir.
Steven Johnson Syndrome (SJS)/ Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
Akut, mengenai kulit dan mukosa. KHAS-> pengelupasan pada kulit
TEN-> 1 varian penyakit, hanya TEN pengelupasan kulitnya lebih luas dibandingkan SJS (>30%)
Gejala: SJS + TEN sama
Diawali dengan demam, erupsi kulit, melepuh (bula)
Keterlibatan membrane mukosa yang berat (2, seringnya mata dan bibir)
Gejala lebih lama dan berat dibandingkan eritema multiforme
Pada mukosa-> eritema dan edema-> berkembang jadi erosi dan pseudomembran
100% - stomatitis, 86% - ocular involvement, 41% - genital mucosal or urethral involvement
Target lesi-> maculopapular rash, biasanya pada awal penyakit, pada fase lanjut tidak ditemukan lagi.
Gejala prodormal (demam, malaise, batuk) bisanya muncul 7-10 hari sebelum full-blown
Mayor-> usia dewasa an. 20-40 tahun, pada anak bisa (20%)
Rash-> bisa berupa macula, berkembang menjadi papula, vesikel, bula, plaque urtikaria, atau confluent erythema.
Center lesi-> vesikel, purpura (perdarahan bawah kulit) atau nekrotik (target lesi, patognomis). Bula bisa rupture
dan kulit mengelupas.
emergency-austin
43
Kulit-> mudah terkena infeksi. Lesi bisa dimana saja-> telapak tangan, dorsum tangan, permukaan ekstensor paling
sering.
Bisa mengenai mata-> ocular sequelae berupa corneal ulceration dan uveitis. Bisa kebutaan sekunder dari keratitis
yang berat dan panophthalmitis (3-10%)
Etio:
1) Infeksi
herpes simplex virus (HSV), influenza, mumps, cat-scratch fever, mycoplasmal infection, lymphogranuloma
venereum (LGV), histoplasmosis, and cholera. Pada anak-> Epstein-bar dan enterovirus.
2) Obat (most)
Antibiotic: Sulfa; Penicillins; Gentamycin; Ciprofloxacin; Tetracycline
NSAID: Ibuprofen; Oxyphenbutazone; Naproxen; Indomethacin
Obat seizure: Phenytoin Sodium; Carbamazepine; Phenobarbital (bisa digantikan dengan diazepam)
Diuretik: furosemid
3) Malignansi
4) Idiopatik (25-50%)
Patofisiologi:
Hipersensitivitas yang diperantarai oleh imun complex, bisa disebabkan oleh obat-obatan, virus, malignansi,
dan infeksi
nicklosky sign-> penekanan pada kulit disekitar lesi- mengelupas
Pada bibir-> erosi, kusta, hemoragik
Mata-> erosi dan secret
Kulit-> eritema dan mengelupas
Tx:
Kulit mengelupas-> cegah dehidrasi, cegah infeksi, atur termoregulasi, dan elektrolit yang terganggu.
- ABC, tangani sesak, gangguan jalan nafas, cek sirkulasi baik atau tidak
- Pasien SJS/TEN perlu rawat inap untuk menstabilkan hemodinamik, wound care dan control nyeri
- Ganti cairan yang hilang
- Teknik steril-> ruang khusus-> ruang isolasi/ intensif/ burn unit, supaya tidak tereskpos dengan bakteri atau
agen dari pasien lain
- Tangani lesi di mukosa-> oral dengan pencuci mulut
- Lesi yang basah-> dikompres kemudian dikeringkan dan diberi krim
- Organ-organ yang terkena seperti mata, THT, dll perlu dikonsulkan ke bagiannya
- Cari kausa lain selain obat dan infeksi
- Jika kausa obat-> stop obat tsb, obat yang dicurigai dan yang punya struktur kimia sama
- Steroid sistemik: methylprednisolone, masih kontroversi. Tapi digunakan sebagai life saving karena berfungsi
menekan reaksi alergi. Pemberian dengan dosis tinggi->kemudian di tapper off dosisnya cepat dan singkat.
SJS-> BSA: <10%
TEN-> BSA: >30%
Overlapping SJS/TEN: 10-30%
emergency-austin
44
Prognostic:
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Syn- Ritter’s disease or Pemphigus neonatorum
Etio: Epidermyolitic exotoxin A dan B oleh S.aureus-> detachment lapisan epidermis-> kerusakan desmosome
Desmosome-> bagian kulit yang berperan mengikat sel kulit. Toxin dari stapilokokus aureus-> berikatan dengan
desmoglein I -> merusak-> gap intra epidermal.
Klinis:
Seperti TEN tapi tanpa riwayat obat, terutama pada anak, mortalitas tinggi
Diawali dengan demam dan eritema difus.
Tumbuh bula flaccid bening-> rupture dengan
cepat
Karakteristik-> red blistering skin seperti terbakar/
seperti kulit salak. 1st merah/eritema->
vesikel/bula mudah ruptur
Tidak ada target lesi awal dan erosinya lebih
superfisial dari TEN/SJS
Jika di tes kulit-> tidak ditemukan kumannya
disana, cari sumber infeksi di tempat lain
Dengan biopsy-> separasi intra epidermal
Bedakan dengan TEN Tzanck test
Pada SSSS-> blister pada celah intraepidermal, pada TEN-> separasi di bawah membrane basal (diatas dermis).
Tx:
- Perlu MRS, 1st berikan antibiotic IV sesuai kuman penyebabnya, tidak diberikan steroid
- Kultur dan sensitifitas
- penicillinase-resistant, anti-staphylococcal antibiotic-> flucloxacillin
- bisa diganti dengan antibiotic oral tergantung dengan gejala dan perkembanga tx
- suportif, misalnya parasetamol untuk panas dan nyeri
- terapi cairan dan elektrolit-> seimbang
- perawatan kulit (karena terlalu rapuh)-> kalo exudative-> dikompres, kering diberikan krim pelembab
emergency-austin
45
TRAUMA which potentially disabling & life threatening condition
Mortalitas 20-35%, penanganan sangat penting-> ada waktunya-> golden hour : 60 menit, untuk resusitasi->
assessment segera, stabilisasi, sampai transportasi.
Konsep dasar: ATLS
prioritas 6B (breathing, bleeding (perkirakan vol.darah hilang), brain, bladder, bowel, bone)
ATLS
Trauma-> 1 organ atau politrauma ( injury > 1 organ, mengancam kehidupan, ISS>16)
Patofisiologinya dalam 24 jam pertama dengan > 24 jam berbeda, terjadi perburukan yang signifikan.
Fase prehospital: control airway, perdarahan eksternal, imobilisasi, transportasi
Persiapan: gown up, glove up, face shield on; standard precaution; peralatan (airway equipment, monitor,
O2, urinary catheter, IV and blood tubes, chest tubes)
Fase hospital
Pasca stabilisasi
Trauma History
AMPLE alergi, medication, past medical history/pregnant, last meal, event (sekitar lokasi kejadian)
Primary Survey
- ABCDE
- Assessment awal, resusitasi fungsi vital, tangani organ yang bisa diselamatkan
- Dikerjakan secara simultan, perlu teamwork
Airway (C-spine control)
Pertahankan fungsi supaya paten, lancar.
Maneuver-> head tilt chin lift, jaw thrust, tapi tidak boleh berlebihan karena tiap trauma perlu dianggap ada
cedera c spine kecuali sampai terbukti tidak ada.
Keluarkan benda asing yang menutupi jalan nafas.
Kalau perlu-> masukan Nasal Tube untuk airway, kalau tidak bisa-> Endotracheal tube (ETT) atau cricotirotomy
atau tracheostomy (definitive) karena ada sumbatan/ luka di saluran nafas.
Breathing & Ventilation
Look: sianosis, takipnoea (mafas cepat dangkal), distensi JV
Listen: stridor, suara nafas, suara jantung
Feel: emfisema subkutan, krepitus, deviasi trakea
Injury dada yang mengancam nyawa:
- Airway obstruction
- Tension pneumothorax
- Open pneumothorax
- Massive hemothorax
- Cardiac tamponade
- Flail chest with pulmonary contusion
Circulation
Yang mengancam nyawa-> sumber perdarahan dari:
Pembuluh darah besar (pleura, abdomen, retroperitoneal)
Ekstremitas (a. femoralis)
Tx:
- Pasang IV line 2 dengan ukuran jarum besar (14/16G)
- Cek status sirkulasi (refill kapiler, nadi, warna kulit)
- Control perdarahan yang bahaya
- Terapi cairan awal-> kristaloid 1 sampai 2 L (NaCl/RL). Jika masih tetap-> berikan koloid/ transfuse darah di RS
emergency-austin
46
Klasifikasi perdarahan-> estimasi vol darah yang hilang
< 15 % of total blood
15 ~ 30 % of total blood
30 ~ 40 % of total blood
> 40 % of total blood
Control perdarahan:
Thoracostomy/thoracotomy; Surgery; Bony fixation; Angiographic embolization; Component therapy
Disability
Pemeriksaan neurologic cepat
Nilai kesadaran dengan GCS dan reflex pupil (lambat-> ada kesalahan di otak)
Exposure/ environment
- Buka pakaian pasien komplit-> untuk lebih mudah menilai trauma
- Work up-> cek saturasi O2, tekanan darah, beri selimut (cegah hipotermia),
- pasang foley catheter (control keberhasilan resusitasi), nilai urin output pasien:
o Adult : 0,5 cc/kg/hr
o Child (> 1 year of age) : 1,0 cc/kg/hr
o Child (< 1 year of age) : 2,0 cc/kg/hr
Kontraindikasi-> suspek transeksi uretra (darah di metaus, high riding prostate, hematoma perineal/ skrotum)
Gastric Intubation
Pada trauma dengan kondisi tidak sadar-> NGT atau OGT. Untuk menurunkan tekanan intraabdomen dan
mencegah reflux makanan atau isi lambung menutupi airway.
Secondary Survey
Setelah primary survey komplit dan stabil, evaluasi lagi msl bisa terjadi ongoing shock-> stabilkan pasien lagi baru
survey sekunder.
- Resusitasi dipertahankan
- Evaluasi kepala-kaki (cari trauma lain yang minor)
- Reassessment-> Xray, lab, neuro
SPINE FRACTURE
THORACIC TRAUMA
Cardiac tamponade
Biasanya pada penetrating thoracic trauma, tapi bisa juga karena trauma tumpul
Beck’s triad: hipotensi, JVD, muffled heart sound
Gejala lain: takikardi, electrical alternans pada EKG
Dx bisa dengan cardiac sonogram (kalau tersedia cepat)
Tx-> dekompresi cepat dengan needle pericardiocentesis, pericardial window atau thoracotomy dengan
dekompresi manual.
emergency-austin
47
Pneumothorax
Udara di ruang pleura-> menekan fungsi paru.
Gejala: nyeri dada, nafas cepat, tapi volume kurang, dyspnea, hipersonor pada daerah terkena dan penurunan
suara nafas pada daerah terkena.
Dx: Xray (80%)-> abses vaskularisasi dan jaringan paru-> luscent
Tx: chest tube
Tension pneumothorax
Kondisi mengancam nyawa, bisanya disebabkan oleh luka yang menembus pleura/ paru tetapi udara yang
masuk tidak dapat keluar dari viscera paru/pleura. Harus ditangani dengan cepat ditempat.
Gejala: nyeri dada, distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, suara nafas hilang dan hipersonor.
Tx: needle decompression (jarum caliber besar-> di ICS 2 midclavicula. Jika berhasil-> keluar angin seperti ban
kemps) diikuti tube thoracotomy.
Hemothorax
Darah pada paru. Perdarahan >200cc
Kausa bisa trauma tumpul atau tajam
Tx: chest tube dan drainage
Indikasi thoracotomy:
- 1500cc drainage dari chestube
- Drainage berlanjut 200cc/jam
- >50% hemothorax
- Pasien tidak terkompensasi/stabil dengan dekompresi atau stabilisasi awal
Traumatic Aortic Rupture
Sudden deceleration Injury (kecepatan tinggi, jatuh dari ketinggian>25 kaki). Paling sering-> rupture
ligamentum arteriosum. High mortality, 90& meninggal ditempat dan 50% yang bertahan meninggal dlm 24jam
Gejala: nyeri dada retrosternal, dyspnea, new sistolik murmur, pseudocoarctation syndrome (BP pada
ekxtremitas atas naik, femoral turun), deficit nadi pada ekstremitas atas dan bawah.
Dx: angigrafi, tapi CXR cukup bisa.
Tx: resusitasi cairan dan surgical.
Sucking Chest Wound
Communicating pneumothorax, disebabkan oleh luka terbuka pada dinding dada (tembakan)-> udara pada
rongga torax. Paru yang terkena akan kolaps.
If the diameter defect > 2/3 the diameter of trachea, air will prefentially enter through defect
Tx definitive: surgical
Tx emergensi:
Tutup luka dengan kasa steril, diplester pada 3 sisi, ada 1 sisi yang terbuka-> mencegah tension pneumothorax
Pulmonary Contusion
Rusak parenkim paru tanpa laserasi pada paru, kebanyakan disebabkan trauma dada langsung pada trauma
deselerasi yang cepat.
Gejala: dyspnea, takipnea, ekimosis local
ABG: hypoxemia, gradient A-a melebar
CXR: infiltrate patchy irregular local, bisanya dalam 6 jam
Tx: O2 suplemen dan pulmonart toilet
Komplikasi: pneumonia (paling sering)
emergency-austin
48
ABDOMINAL TRAUMA
Yang sering karena trauma tumpul, tapi bisa karena trauma tajam (tembakan)
Trauma tumpul punya 3 mekanisme umum injury:
- Injury langsung
- Crush injury (luka tergerus)
- Deselerasi injury
Trauma tajam, 3 mekanisme (umumnya karena tembakan)
- Injury langsung karena pelurunya
- Injury dari fragmentasi peluru
- Luka tidak langsung akibat resultan “shock wave”
Untuk trauma abdominal-> penanganan emergensinya ABCDE dulu, kemudian bawa ke RS-> pemeriksaan
invasive atau non-invasive.
Pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan abdomen umum
- Seat belt sign: area ekimosis pada distribusi dinding abdomen bawah anterior, bisa berkaitan dengan perforasi
bladder, usus atau lumbar distraction fracture)
- Cullen sign: periumbilikal ekimosis-> indikasi perdarahan intraperitoneal
- Grey turner sign: ekimosis pada flank-> indikasi perdarahan retroperitoneal
Diagnosis:
X – ray
FAST ( Focused Assesment with Sonography for Trauma): pakai alat USG, kalau ada air fluid level-> bleeding,
perlu dibuka-> operasi. FAST non invasive, kalau (+)-> intraperitoneal bleeding. Waktu pengerjaan ± 15 menit.
Kalau FAST sudah pasti (+) tidak perlu DPL lagi.
DPL: tindakan bedah minimal kecil seperti endoskopi, perlu waktu 1 jaman.
Kriteria positif: >100,000 RBCs; >500 WBCs; Gram stain with bacteria or vegetable matter; Amylase > 20 IU/L;
Presence of bile
Kontraindikasi: absolut (indikasi jelas laparotomy); relative (koagulopati, riwayat op abdominal, morbid obesitiy,
gravid uterus)
Scanning
Serial hematocrit
EXTREMITY TRAUMA
Gejala dan tanda:
- Tegang saat palpasi
- Penurunan gerak sendi
- Deformitas anggota gerak
- Bengkak, krepitasi (saat reposisi)
- Laserasi atau luka terbuka ekstremitas/fraktur
- Hilang sensasi pada ekstremitas
- Abnormal refill kapiler,normalnya < 2 detik, kalau >2 detik->mengancam ujung” jari
- Trauma close-> yang terancam disability-nya. Jika ada pembuluh darah kingking tidak diluruskan-> iskemik ke
distal, kalau jaringannya mati-> amputasi.
Manajemen:
Mengurangi fraktur dan dislokasi-> reposisi, perlu sedasi
Splint/stent ekstremitas
Open wound: ditx dimana saja (cuci, bersihkan, bius local, referral-> definitive)
emergency-austin
49
Antibiotic dan tetanus profilaksis untuk fraktur terbuka
Komplikasi:
Compartment syndrome: terjadi akibat perdarahan, pembengkakan atau fraktur dalam compartment.
Peningkatan tekanan dalam otot, bisa menurunkan aliran darah sehingga menghambat nutrisi dan O2 ke saraf
dan otot di distalnya. Akut-> emergensi, perlu tx cepat sebelum jaringan mati.
Gejala-> 6P
Pain, pulseless, pale, parestesia, paralysis, poikillotermia.
Kalau baru pian, pulseless dan pale-> masih bisa recovery sempurna. Parestesia sudah mengenai saraf->
irreversible, sedangkan poikillotermia sudah dingin sekali-> amputasi
Neurovascular compromise; Fat embolism; Osteomyelitis; Rhabdomyolisis; Avascular necrosis; Malunion; Non
Union
Vascular injury:
- Fraktur antebrachial
- Fraktur siku
- Fraktur tibia proximal
- Fraktur ankle: nervus perineus-> a.perineal
Perlu dideteksi segera, kalau ada fraktur + vascular injury-> tangani vascular injury dulu (vaskularisasi menjamin
penyembuhan luka/fraktur)
Tx:
Arteriography; release cast; re-alignment extremity (bengkok-> diluruskan); sirgikal (fasciotomy dan repair
vascular-sambung vena dan arteri)
UROLOGIC EMERGENCY
Ada yang trauma dan non-trauma. Yang non trauma:
URINARY RETENTION
Kencing tidak bisa keluar dari buli”, buli” penuh terisi kencing tapi tidak bisa keluar. Jika dipasang catheter-> akan
keluar urin, tapi volumenya lebih dari kapasitas normal (> bladder capacity (350-450cc)).
Produksi urin > 400cc retensi urin, kalau tidak >400cc tidak retensi urin.
Etio:
- Bladder: bladder neuropati, disinergi sfingter detrusor
- Infravesical Obstruction: uretral stricture, bladder neck stenosis, batu uretra/bladder, BPH/Ca prostat,
prostatitis, cystitis, clot retention, phymosis, paraphymosis, post uretral valve, scibala, medicine
Bladder Outlet Obstruction (BOO)-> obstruksi di bawah bladder
Traktur urinary bawah (buli” ke bawah)-> keluhan LUTS: hesitancy, weak stream, interminten, urgency, frekuensi,
nocturnal, dysuria.
Tanda: masa kistik di abdomen bawah, inkontinen overflow, tergantung kausa
Dx:
- Uroflowmerty: objektif. Normal/ flowmax yang bagus-> >15ml/detik
- IPSS
Komplikasi:
- Quality of Life menurun (misalnya perlu kencing setiap 15menit, OAB (overactive bladder)
- UTI, karena obstruksi-> urin statis-> media infeksi
- Vesicourinary reflex->karena obstruksi di bawah, urin naik ke atas
- Sacculasi-> divertikel
- Hydronephrosis
emergency-austin
50
- Penurunan fungsi ginjal
- Hernia, hemoroid (karena setiap kencing mengedan akibat obstruksi)
Cystogram-> bisa melihat divertikel-> buli”meletus
seperti ada tonjolan tambahan (Cuma mukosa +
serosa saja tidak ada otot-> tidak bisa memompa
urin-> urin statis bisa infeksi dan batu)
IVU-> BOF, pasien berdiri-> seharusnya batu ikut
gravitasi di bawah, tapi batu diatas->ada yang
menahan di bawahnya (obstruksi), pada gambar
oleh prostat.
Tx:
- Urine diversion-> dengan kateter.
- Jika kateter gagal-> cystostomy atau pungsi
suprapubis (diatas simfisis 1 cm-> ditusuk,
dikeluarkan kencingnya). Biasanya gagal
memasang kateter karena: tekniknya salah,
striktur uretra, batu impacted, bladder neck
cont.
PROSTATE
BPH-> di zona transisi, jadi keluhannya kalo BPH-> LUTS dulu
Ca Prostat-> di zona perfifer, kalau keluhannya sudah LUTS-> uda masuk stadium lanjut.
Buli”-> dipersarafi S3 S4-> kontraksi oleh parasimpatik (α (diprostat juga, α1a) dan β(di paru))
Alpha 1a merupakan reseptor yang bekerja mengunci-> anti adrenergic-> memblok reseptor ini sehingga kencing
keluar/ sfingter terbuka.
Indikasi TURP atau Open Prostate:
- Ada komplikasi: retensi, gagal ginjal, hernia, dll
- IPSS tinggi
- Medikamentosa gagal (dengan alfa bloker dan 5alfa reduktase gagal)
Definitif terapi BPH:
Conservative: (watchful waiting) 0 - 7
Medicament 8 - 18
Surgery: 19 - 35
Open atau endoscopy: TURP, TUIP
Minimally Invasive:
balloon dilatation; stent; microwave (thermotherapy); radiofrequency; laser ablation
emergency-austin
51
URETRAL STRICTURE
Penyempitan lumen uretra. Kalau penyempitan fibrosis-> striktur-> partial atau total.
Kausa:
Riwayat trauma-> fraktur pelvis, straddle injury; Urethritis, kateter, kongenital
Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi: MUE menyempit, bengkak dan fistula pada external genitalia, skrotum, perineum, suprapubik
- Palpasi: scar (anterior uretra-ventral penis)
Manajemen:
Dilatation
Internal Urethrotomy :Visual (Sachse); Blind (Otis)
Reconstruction end to end-> urethroplasty graft
URETRAL STONE
Terdapat batu-> menyebabkan retensi urin-> bladder penuh
Colic: nyeri tajam berulang pada organ berongga karena peristaltic.
RBF (renal blood flow) menurun-> nyeri sementara berkurang/ colic berkurang.
Faktor resiko:
- Kristal urin abnormal-> sistein/struvit
- Sos.ek-> Negara berkembang dan maju
- Diet: tinggi lemak, protein dan sodium
- Pekerjaan: dokter dan white-collar woker
- Musim
- Riwayat keluarga dan obat
Klinis:
Colic renal/ureter
Obstruksi-> calyxes, UPJ, pelvic brim, UVJ
emergency-austin
52
Onset akut, nyeri menjalar spesifik (flank, wrist, genital), frekuensi urgensi, nausea, mual, ileus, diare
Panic, demam
Peningkatan HR dan BP
Nyeri ketok flank
DD: colitis, salfingitis, PID, HNP
Diagnosis:
- Urinalysis: hematuria; leukosituria / piuria; crystaluri & bacteriuri
- Blood Tests: CBC, BUN, Creatinine, Uric Acid
- Radiology: Kidney Ureter Bladder (KUB) photo; IVP / IVU; USG; CT scan, Renogram, MRI
Tx:
1) Obervasi
2) Hidrasi (+ diuretic)
3) Latihan fisik
4) Alkalinisasi/asidifikasi
5) Analgesic
6) Follow up
7) ESWL/ PNL
UROSEPSIS
Infeksi di traktus urinarius
Septicemia: invasi akut oleh mikroorganisme di sirkulasi; progresif dan mengancam nyawa; sumber bisa dari
saluran nafas, cerna, UG atau kulit.
Urosepsis-> septicemia karena mikroorganisme traktus urinarius
Bakteri gram (-), dinding lipopoliksakarida, endotoxin-> jadi kalai sel mati-> toxinnya menyebar
Faktor resiko: Diagnosa:
- Normal defense (barrier) ”Host” ~ M.O.
- Usia: > 65 yo or < 6 bulan
- Diabetes, Uremia
- Immune suppression :AIDS, Chemotherapy,
organ transplantconcurrent infection,
Prolong AB therapy
- Instrumentation:Endotracheal intubation,
Vasc/Urinary catheter
- Surgery
- Trauma
Tx:
Resusitasi cairan
Antibiotic spektrum luas (berdasarkan kultur)
Eradikasi sumber infeksi
- Drainage: obstruksi traktus atas (nefrostomy); bawah (cystostomy/kateter); abses (insisi); nekrotik
(necroctomy)
- Definitive
Nutrisi, O2, perfusi jaringan
Hemodialisa
NSAID: hambat cyclooxygenase-> ↓eicosanoid; ↓RBF-> tek. intra ureter ↓,
kontraksi otot polos ↓ (indometasin, ketorolac, ketoprofen)
Antikolinergik: hambat asetilkolin, otot polos relaksasi
(Hyoscine, scopolamine, flavoxate, propantheline, atropine, papaverin)
Parenteral narkotik analgetik:
Morphine 8-15 mg s.c/50 mg p.o
Pethidin 75-150mg i.m
emergency-austin
53
HEMATURIA
Microscopic Hematuria-> Erythrocyte >3/hpf in urinalysis
Gross hematuria-> urin berwarna merah, clot darah
Etio:
(Urology)
Urinary Tract Infection; Anatomical disorder; Trauma; Urinary stone; Malignancy
(Non Urology)
Hematology disorder; Glomerulus problem; Congenital disorder
Diagnosis:
- Riwayat: initial, terminal, total; periode menstruasi (w); ada nyeri punggung atau tidak; LUTS, usia >40tahun;
nyeri abdomen, demam
- Pemeriksaan fisik
IPPA
Conjunctive
Abdomen, pelvic, genitalia and rectum
- Penunjang
Lab: Urinalysis, Urine culture; BUN, SC, CCT; Tumor marker (PSA)
Radiologi: IVP, USG, CTscan
Tx:
Emergency
Perdarahan-> resusitasi cairan, ganti darah, stop perdarahan (operasi/endoskopi), clot retention
Definitive: penyakit primer
ACUTE SCROTUM
Torsi Testis
Torsio funikulus spermatikus, vena-> edema, nyeri; arteri -> testis nekrosis
Patofisiologi:
Insertion of cremaster muscle to funicular in oblique (sup.med-inf.lat)
L: counter clock wise
R: clock wise
Risk factors: Cripthorchismus; Testis “bell clapper”; Testicular trauma
Diagnosis:
Anamnesis :Testicular pain, Nausea, Vomiting
Physical Diagnosis
– Scrotal swollen, reddish
– Rotation (horizontal)
– Epididymis dislocation
Tools: Color Doppler US; Testicular scintigraphy
DD:
– Acute Orchitis; Acute Epididymitis; Testicle trauma; Appendix testis torsion; Lateral groin hernia; Testicle
tumor rupture
Manajemen: Emergency :
Manual/ close detortion
Orchiopexy
Orchiectomy &contra lat. orchiopexy
Orchiectomy (“late” torsion testis)
emergency-austin
54
TRAUMATIC UROLOGIC EMERGENCY
Renal Trauma
Trauma genitourinary paling sering (>50%). Sebenarnya tempatnya aman, terlindungi costa, tapi bisa kena trauma
kalau traumanya berat atau ada kelainan pada ginjal (misal pada anak” ginjalnya lebih besar dan organ protektif
masih lemah, ginjal besar krna tumor-> keluar dari tempat amannya).
Kausa:
Trauma tumpul (84-97%) di flank, tapi bisa juga karena trauma tajam (10%), biasanya luka tusukan/tembak (agak
sulit ditangani, harus Xray untuk nentuin arah tembakan-> jarang single trauma, bisanya mengenai organ sekitar
dan manajemennya harus bedah (most).
Trauma tumpul karena: kecelakaan, jatuh dari ketinggian/jatuh terduduk (straddle injury), kekerasan (ditendang->
costa patah)
Diagnosis:
Pastikan trauma mengenai ginjal atau tidak
Anamnesa:
Riwayat trauma-> berat + multitrauma yang kena ginjal.
Pasien sadar-> minta jelaskan sakitnya, kejadian atau Tanya keluarga px. Ada tidak gross hematuria.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi: tanda jejas, ruam flank, hematoma, hiperemi, tergantung dari letak imajiner ginjal. Selain lokasi
tanda” tsb, yang menandai trauma ginjal-> gross hematuria, untuk memastikan ginjal/bladder-> imaging
Palpasi: nyeri CVA, fraktur kosta bawah (dengan palpasi-> krepitasi)
Lab + imaging
- CT scan kontras: bisa definisikan soft tissue-> parenkim ginjal dengan jelas. Kalo ginjal pecah/rusak->
ekstravasasi. Bisa juga melihat yang rusak selain ginjal. (gold standar)
Derajat retroperitoneal bleeding bisa dilihat. Ginjal trauma-> perdarahan-> akan terkumpul di
retroperitoneal, tidak masuk ke intraperitonealnya. Jika perdarahan banyak-> hematoma.
Apabila saat CT scan kontras-> kontras tidak masuk ke ginjal-> menandakan ada lesi vascular.
- USG
Sudah tidak dipakai lagi. Bisa melihat laserasi parenkim tapi tidak bisa lebih jelas berapa cm atau sejauh mana
laserasi nya, berapa robekannya dan jaringan disekitarnya tidak bisa dievaluasi.
- IVP
Memakasi kontras, masuk ke PCS (pelvico calyxeal system), mengisi ureter dan buli”.
Kalau ginjal robek-> terlihat ekstravasasi, tapi tidak bisa melihat parenkim (kurang sensitive).
- Arteriografi
Bisa juga untuk trauma ginjal, hematoma bisa dilihat tapi tidak bisa melihat seberapa berat.
emergency-austin
55
Grade trauma ginjal:
Tx:
Prioritas-> ATLS. Trauma ginjal-> multitrauma. Airway dulu-> intubasi, jika ada darah diparu-> chesttube baru
atasi perdarahan (simultan).
pasien stabil (GI-III)-> dibiarin, konservatif aja, perdarahan akan berhenti
nanti sendiri.
GV-> pembuluh putus-> harus di bedah, sambung pembuluhnya.
Tx trauma ginjal-> 95% non-operatif
Indikasi explorasi bedah
- Absolut: mengancam nyawa, shattered kidney/GIV atau V, hematom pulsatif (ongoing bleeding), avulsi vaskular
- Relative: laparotomy kalau ada organ lain yang dibenahi (misal usus, hepar perdarahan), ada urin leakage,
devitalized parenkim, abnormal intraoperative 1 shoot IVU
1) Non operatif
Bed rest, hanya bangun saat BAB/BAK, MRS-> harus diobservasi
Analgesia
Broad spectrum antibiotic
Observation:Quantity and quality of urine; Sign of bleeding; Flank mass
2) Operatif
Remoraphi (rapikan ginjal, parenkim, lukanya diperbaiki)
Nephrectomy partial
Drainase retroperitoneal
Repair pembuluh renal
Komplikasi:
Early-> Renal bleeding; Persistent hematuria; Urinoma (urin leakage ga bisa keluar dan akumulasi di retro);
Perinephric abscess; Urosepsis; Renal loss
Late-> scar, hidronefrosis, HT, arterovenous fistula
URETER TRAUMA
Rupture-> jarang trauma karena kecil dan mobile.
Etio:
Pada surgical-> iatrogenic-> histerektomi, colorectal, pelvic, vascular abdomen
emergency-austin
56
Blunt trauma
Yang prone-> daerah yang bersilang dengan a.uterina-> saat mengikat ateri uterine-> ureter ikut terikat (terutama
pada anomaly- myom besar, perdarahan banyak)
Kalau ureter terikat dan bocor-> urin masuk ke rongga peritoneal-> peritonitis. Atau urin keluar mencari daerah
terlemah yaitu vagina (fistula). Kalau ureter terututup-> mampet-> hidronefrosis-> ginjal bengkak dan bisa jadi
urosepsis.
Gejala:
Flank pain, demam, mual, anuria (kanan dan kiri)
Tanda:
Flank mass; Peritonitis; Infection ; Ureterocutaneus fistula; Ureterovaginal fistula
Lab:
- UL bisa normal pada 37% kasus, karena trauma ureter-> urin hanya memberi info sedikit- kalau 1 sisinya lagi
masih normal-> tidak ada darah atau leukosit
Imaging:
- IVP,kalau pecah-> ekstravasasi. Terikat-> hidronefrosis. Fungsi delayed/tidak tervisualisasi
Retro-antegrade pyelografi
Endoskopi masuk ke uretra-> masukkan kontras ke ureter dan ginjal (dari bawah)
Komplikasi:
Striktur uretra, urinoma, infeksi, abses, fistula
Tx:
- Debridement, bersihkan
- Penyampungan-> spatulasi-anastomosis-tidak tegang
- Pasang stent-> disambung kalau putus, lumen terjaga
Teknik penyampungan: putus di bag atas dan tengah (disambung), di bagian bawah (tidak bisa disambung
langsung harus dipindahkan tempatnya).
Kalau ureter hancur-> pinjam ureter sebelahnya kemudian sambung atau jika keduanya rusak-> gunakan usus
langsung sambung ke buli”
- Drain retroperitoneal
BLADDER TRAUMA
Kebanyakan akibat trauma tumpul (86%), trauma tajam sedikit
Trauma tumpul: kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, crush injury
Lokasi bladder:
- Sebagian di intaperitoneal: tempatnya usus-> kalau pecah urin ke intraperitoneal, bahaya (peritonitis)
- Sebagian di ekstraperitoneal: pecah-> ke retroperitoneal-> akumulasi
Patofisiologi:
Extraperitoneal (60%):
Associated with pelvic fracture
Extravasated urine confine to pelvis
Intraperitoneal (30%):
Blunt abdominal trauma ( > children)
Trauma to distended full bladder
High mortality
Diagnosis:
- Anamnesa: kencing merah (gross hematuria), nyeri suprapubik, tidak bisa kencing
- Pemeriksaan fisik: adajejas tepat di area bladder, fraktur pelvis (bisa trauma bladder/uretra), peritonitis
emergency-austin
57
- Imaging
Cystografi: bladder diisi kontras, cara:dengan kateter masukan kontras, ketika kontras sudah di buli”-> kalau
ada rupture-> ekstravasasi.
CT-cytografi: sama spt cystografi kelebihannya bisa melihat jaringan sekitar buli juga.
IVP: perlu waktu lebih lama pengerjaan karena kontras masuk lewat vena-> ginjal-> buli”. Menunggu 2 jam
sampai buli” terisi.
- extraperitoneal bladder rupture (kiri): flame
shaped
- Intra-> kontras keluar ke intraperitonral->
ke usus
Tx:
- Intraperitoneal: harus bedah-> tutup lubang yang bocor. Walaupun diberikan kateter-> urin tidak masuk ke
kateter malah ke intraperitoneal, tidak bisa menutup sembuh sendiri.
- Ekstraperitoneal: cukup pasang kateter (10hari)-> urin akan masuk kateter keluar. Lukanya akan menutup sendiri
karena bladder bisa memperbaiki diri sendiri tapi tanpa eksposur urin.
Komplikasi:
Pelvic abscess, Peritonitis, Incontinensia, Erectile disfunction, Fistula, UTI
URETRAL TRAUMA
Lebih sering pada laki-laki, wanita jarang karena uretranya pendek dan terfiksasi baik.
Posterior urethra injury (fraktur pelvis-> karena uretra terikat kuat-> uretra jadi robek kalau pelvis patah)
Anterior urethra injury (Straddle injury, uretra tergencet benda jeras)
Patofisio:
The posterior urethra is fixed at both the urogenital diaphragm and the puboprostatic ligaments
The bulbomembranous junction is more vulnerable to injury during pelvic fracture
Klinis:
- Bengkak
- Bloody discharge
- Hematuria
emergency-austin
58
- Tidak bisa kencing karena uretra putus
- Nyeri suprafimfisis
Pemeriksaan fisik:
Triad-> bloody discharge, tidak bisa BAK, bladder penuh. Lainnya-> hematoma, high riding prostate
90% rupture uretra tidak bisa dipasangi kateter, bisa bertambah parah.
Imaging:
Retrograde urethrography (RUG) (masukkan kontras dari ujung penis)
Ideally under fluoroscopy (saat dimasukkan kontras, di Xray)
Tx:
Perbaiki uretra dengan target: jangan sampai pasien mengompol, jangan sampai impotence, atau striktur
- Awal: cystostomy suprapubik (supaya keluar urinnya dulu-> buat drainage, tusuk pada suprapubik)
- Definitive : endoskopi (PER-primary endcopy re alignment); repair
Komplikasi: striktur, impotence, inkontinensia, fasciitis (infeksi fascia), abses, sepsis
SCROTUM & TESTIS
Etiology
Blunt (85%) athletic activities, an assault, or a fall.
Penetrating
Complications: Infertility, Hipogonadisme, Chronic pain
Dx:
- Anamnesis + pemeriksaan fisik
- Imaging: USG, MRI (untuk melihat kerusakan sedalam apa)
Ditemukannya hematocele, rupture of the tunica albuginea, or intratesticular hematoma-> perlu bedah
Tx:
Non operatif
Operatif:
o Removal and drainage of the scrotal hematoma
o Excision of necrotic tissue
o Suture reapproximation of the tunica albuginea
emergency-austin
59