ekosistem akuatik (rawa) kelompok 10

17
Mata Kuliah Ekologi Pangan dan Gizi Jum’at, 26 Maret 2011 EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) SEBAGAI SUMBER DAYA PANGAN IKAN PROTEIN HEWANI Kelompok 10: Irani Rachmawati I14104012 Anna Febritta Intan Sari I14104023 Maharani Julfrina Rahma I14104035 Asisten Praktikum: A’immatul Fauziyah Yulia Puspita Penanggung Jawab Praktikum: Dr. Ir. Yayuk F.Baliwati, MS

Upload: sippirily

Post on 01-Jul-2015

3.144 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

Mata Kuliah Ekologi Pangan dan Gizi Jum’at, 26 Maret 2011

EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) SEBAGAI SUMBERDAYA PANGAN IKAN PROTEIN HEWANI

Kelompok 10:

Irani Rachmawati I14104012Anna Febritta Intan Sari I14104023Maharani Julfrina Rahma I14104035

Asisten Praktikum:

A’immatul FauziyahYulia Puspita

Penanggung Jawab Praktikum:

Dr. Ir. Yayuk F.Baliwati, MS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKATFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 2: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

2011PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah ketahanan pangan telah dijadikan agenda penting dalam

pembangunan ekonomi bangsa. Status ketahanan pangan juga sering dipakai

sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk

pemenuhan ketahanan pangan tersebut dapat dilakukan dengan membangun

suatu kawasan yang bertujuan menciptakan atau meningkatkan daya guna

kawasan tersebut secara berkelanjutan. Menciptakan dayaguna dapat dilakukan

pada kawasan alami, contohnya dengan mengembangkan rawa lebak dan rawa

pening untuk usaha perikanan budidaya dan tangkap (Muthmainah 2009).

Ekosistem merupakan tingkat organisasi yang lebih tinggi dari

komunitas. atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan

lingkungannya dimana terjadi antar hubungan. Menurut Undang-undang

Lingkungan Hidup (UULH, No 23 Tahun 1997) ekosistem adalah tatanan unsur

lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling

mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas

lingkungan hidup. Zat-zat anorganik dalam suatu ekosistem tetap konstan atau

seimbang karena unsur-unsur kimia esensial pembentuk protoplasma beredar

dalam biosfer melalui siklus biogeokimiawi. Contoh siklus biogeokimiawi adalah

siklus carbon, siklus oksigen, siklus nitrogen, siklus fosfor, dan siklus sulfur

(Irwan 1997).

Jumlah rawa di Indonesia luasnya sekitar 34 juta ha, dari jumlah

tersebut yang berpotensi sebesar 60 persen. Rawa adalah perairan yang cukup

luas terdapat di dataran rendah dengan sumber air berasal dari air hujan atau air

laut dan berhubungan atau tidak berhubungan dengan sungai, relatif tidak dalam,

mempunyai dasar lumpur atau tumbuhan membusuk, terdapat vegetasi baik

yang mengapung atau mencuat maupun tenggelam. Rawa memiliki berbagai

macam peran dan manfaat. Ditinjau dari aspek ekologi, rawa berperan sebagai

sumber cadangan air, menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah

sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah

sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, sumber energi, dan sumber

makanan nabati maupun hewani (Susanto 2000).

Page 3: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

Pemahaman dalam mengelola rawa sangatlah penting. Sebaiknya

dengan mempertahankan fungsi ekologis kawasan tersebut dalam

penggunaannya untuk keperluan kehidupan seperti pemukiman, pertanian,

perikanan dan lain-lain. Pengelolaan yang bijaksana dengan melakukan

penataan ruang, dan pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah dapat

ditentukan mana kawasan rawa yang dapat dikelola dan yang harus

dipertahankan fungsi ekologisnya. Saat ini perikanan Indonesia dalam waktu

yang relatif singkat telah mampu memberikan sumbangan yang substansial

dalam pembangunan perekonomian. Secara keseluruhan, perikanan mempunyai

peranan dan posisi vital dalam pemenuhan kebutuhan gizi protein, kesempatan

kerja, penerimaan devisa dan pengembangan wilayah (Baharsyah 1990).

Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Menjelaskan tentang ciri-ciri ekosistem air tawar, yaitu rawa.

b. Menjelaskan tentang komponen dari ekosistem rawa.

c. Menjelaskan fungsi ekologi ekosistem rawa.

d. Menjelaskan potensi pangan yang terdapat pada ekosistem rawa.

Page 4: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri-ciri Ekosistem Rawa Terhadap Pangan

Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang

sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan pH sekitar 6, kondisi

permukaan air tidak selalu tetap. Ekosistem air tawar berupa rawa memiliki

habitat dengan ciri-cirinya adalah variasi temperatur atau suhu rendah, kadar

garam rendah, penetrasi cahaya yang kurang, dipengaruhi iklim dan cuaca di

sekitar, dan memiliki tumbuhan tumbuhan tingkat tinggi (dikotil dan monokotil),

tumbuhan tingkat rendah (alga, jamur, gulma, ganggang hijau) yang berfungsi

sebagai produsen, serta memiliki ikan air tawar yang dapat dijadikan sebagai

sumber pangan protein hewani (Irwan 1997).

Rawa pening merupakan salah satu rawa yang ada di wilayah

Kabupaten Semarang dengan luas genangan kurang lebih 2020 ha. Rawapening

terletak pada ketinggian kurang lebih 463 meter dpl, dan berada di antara

wilayah Kecamatan Banyubiru, Ambarawa, Bawen dan Tuntang. Pemanfaatan

Rawa pening selain untuk perikanan, juga untuk kegiatan irigasi, wisata dan

pembangkit tenaga listrik. Ekosistem rawa ini termasuk ekosistem air tenang

(letik) berbeda dengan hutan rawa gambut, yaitu tidak terdapatnya kandungan

gambut yang tebal dan sumber airnya berasal dari air hujan dan air sungai.

Ekosistem yang ada di rawa condong ke arah ekosistem yang subur, fluktuasi

ketinggian air dapat menjaga stabilitas dan fertilitas air. Nutrisi yang terlarut

dalam air meningkatkan produktivitas. Bila terjadi pendangkalan, maka rawa

cenderung untuk ditumbuhi vegetasi berkayu. Oleh karena itu peranan manusia

penting didalam mengendalikan pendangkalan rawa (Arika 2005).

Rawa lebak di Sumatera Selatan yang dibudidayakan untuk

pengembangan pertanian, termasuk perikanan. Luas rawa lebak yang digunakan

untuk perikanan yaitu 92171 ha, terdiri dari lebak pematang, lebak tengahan,

lebak dalam dan lebak lebung. Lebak pematang yaitu berupa sawah di belakang

perkampungan yang merupakan sebagian dari wilayah tanggul sungai dan

wilayah dataran rawa belakang. Lama genangan umumnya kurang dari 1-3 bulan

dalam setahun. Tinggi genangan rata-rata kurang dari 50 cm. Lebak tengahan

adalah sawah yang lebih jauh lagi dari perkampungan yang memiliki

genangannya lebih dalam antara 50-100 cm selama 3-6 bulan (Muthmainnah

2009).

Page 5: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

Bagian rawa lebak yang berpotensi di dunia perikanan adalah lebak

dalam, karena bentuknya mirip suatu cekungan dan kondisi airnya relatif masih

tetap dalam walaupun di musim kemarau. Hal ini sesuai untuk budidaya

perikanan air tawar. Sedangkan lebak dangkal dan lebak tengahan hanya sesuai

untuk pertanian tanaman pangan. Rawa lebak yang airnya sukar mengering

kecuali pada musim kemarau panjang dan disebut juga lebak lebung. Biasanya

dijadikan tempat memelihara ikan yang tertangkap. Tinggi air genangan

umumnya lebih dari 100 cm selama 3-6 bulan atau lebih dari 6 bulan

(Muthmainnah 2009).

Komponen Ekosistem Rawa

Komponen pembentuk ekosistem rawa ini terdiri dari abiotik dan biotik.

Abiotik atau komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia yang berupa

medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat

hidup. Komponen abiotik dapat berupa suhu, air, garam, cahaya matahari, tanah

dan batu, serta iklim. Komponen biotik atau disebut dengan komponen hidup

adalah suatu komponen yang menyusun suatu ekosistem selain komponen

abiotik (tidak bernyawa). Misalnya pada perairan rawa lebak lebung di Sumatera

Selatan terdapat ikan nila (Oreochromis niloticus), betok (Anabas testudineus),

sepat siam (Trichogaster pectoralis), gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias

spp), belut (Monopterus albus), dan berbagai jenis vegetasi air dari familia

Graminae dan berbagai jenis pepohonan besar yang merupakan sumberdaya

hayati yang sangat menentukan kehidupan hewan-hewan air (Irwan 1997).

Berdasarkan, peran dan fungsinya, makhluk hidup dalam ekosistem air

tawar ini dibedakan menjadi tiga macam, yaitu autotrof, heterotrof, dan

decomposer. Autotrof merupakan komponen produsen yang terdiri dari

organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan organik dengan

bantuan energi seperti sinar matahari dan bahan kimia. Autotrof berperan

sebagai produsen. Pada ekositem rawa ini yang tergolong autotrof adalah

tumbuhan berklorofil seperti gulma dan eceng gondok. Heterotrof adalah

komponen yang terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan–bahan

organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya. Komponen

heterotrof disebut juga konsumen makro karena makanan yang dimakan

berukuran lebih kecil. Golongan heterotrof adalah manusia, hewan, jamur dan

mikroba. Dekomposer atau disebut juga pengurai adalah organisme yang

Page 6: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Organisme

pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-

bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Golongan

pengurai pada ekosistem ini adalah bentos yang berupa cacing darah atau larva

chironomid (Susanto 2000).

Penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos tidak jauh berbeda

dengan komponen biotik lainnya yaitu ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan

biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan

arus, warna, kekeruhan atau kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara

lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor

biologi yang berpengaruh adalah komposisi biotik jenis hewan dalam perairan

diantaranya adalah produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan

bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos

penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika,

kimia dan biologi perairan (Irwan 1997).

Menurut penelitian tentang plankton di Rawa pening menyebutkan

bahwa fitoplankton lebih banyak ditemukan di bagian permukan dan tengah . hal

ini karena fitoplankton suka terhadap cahaya untuk proses fotosintesis.

Sedangkan zooplankton lebih banyak ditemukan pada semua kedalaman air,

karena mereka memiliki kemampuan untuk bergerak. Organisme di Rawa

pening misalnya Caridina laevis Heller (Udang air tawar) dan ikan nila.

Pertumbuhan ikan misalnya sangat tergantung pada ketersediaan pakannya

khususnya pakan alami. Pakan alami merupakan pakan hidup bagi larva ikan

yang mencakup fitoplankton, zooplankton, perifiton, dan bentos (Arika 2005)

Pada ekosistem ini, maka terbentuklah suatu rantai makanan. Rantai

makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan

urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan

sebagai konsumen, dan produsen. Rantai makanan ini dimulai dari gulma atau

lumut sebagai peghasil atau produsen yang dapat dimakan oleh komponen

heterotrof berupa ikan nila. Pakan Alami dapat mempercepat pertumbuhan ikan

nila, seperti pitoplankton dan zooplankton. Selain itu ikan nila adalah jenis ikan

pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivore). Komponen heterotrof yang mati

diuraikan oleh dekomposer yang ada di air tawar berupa cacing dengan bantuan

sinar matahari membentuk komponen baru autotrof berupa gulma. Keberadaan

dekomposer sangat penting dalam ekosistem. Oleh dekomposer, hewan atau

Page 7: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

tumbuhan yang mati akan diuraikan dan dikembalikan ke tanah menjadi unsur

hara (zat anorganik) yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan. Aktivitas

pengurai juga menghasilkan gas karbondioksida yang penting bagi fotosintesis.

Proses rantai makanan ini selalu berjalan untuk mempertahankan kehidupan

pada ekositem air rawa. Akan tetapi, siklus dalam rantai makanan dapat berjalan

seimbang apabila semua komponen tersedia. Apabila salah satu komponen

didalamnya tidak ada maka akan terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan

dimakan dalam rantai makanan tersebut (Susanto 2000).

Fungsi Ekologi Ekosistem Rawa

Pengelolaan sumber daya di Rawa pening, terjadi pembagian wilayah

(zonasi), pembagian wilayah bertujuan agar semua kegiatan pemanfaatan

sumber daya tidak merusak kelestarian dan tidak merugikan karena berbagai

kepentingan. Rawa pening merupakan waduk tertua di Indonesia, yang semula

merupakan rawa gambut tetapi dibendung pada tahun 1916 dan setelah

diperbesar pada tahun 1930 dibendung sekali lagi (Arika 2005). Berikut ini

merupakan gambar Rawa pening dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rawa Pening, Semarang

Luas genangan Rawapening sekitar 24,5 persen atau 613 hektar

ditumbuhi eceng gondok dan gulma lainnya. Luasan tutupan eceng gondok ini

lebih luas lagi karena kemampuan berkembangnya 2,6 kali lipat lebih cepat di

perairan bebas, hal ini menyebabkan nelayan semakin sulit mencari ikan karena

laju perahu terhambat eceng gondok. Penetrasi cahaya ke perairan terhambat

dan populasi ikan menjadi menurun karena konsentrasi oksigen menurun. Akan

Page 8: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

tetapi sedimentasi akibat gulma air bisa dijadikan pupuk yang diambil dari dasar

danau. Gulma air secara ekologis berperan sebagi tempat berlindung dari fauna-

fauna dibawahnya dan sebagai penyerap logam berat sehingga ekosistem rawa

tersebut dapat mengurangi bahan pencemar (Arika, 2005).

Perairan Rawa pening mempunyai fungsi hidrologis sebagai kawasan

penyangga untuk menampung air dalam jumlah besar yang berasal dari curahan

hujan lebat agar tidak langsung membanjiri daratan rendah di hilir rawa. Dalam

hal ini rawa berfungsi untuk mengurangi besarnya fluktuasi aliran air yang

mengalir di perairan.sama seperti fungsi hutan di daerah pegunungan, rawa

adalah regulator aliran air tetapi daya tampung rawa jauh lebih besar. Fungsi

regulator kontuinitas aliran air ini sangat penting bagi makhluk hidup termasuk

manusia yang berdiam di hilir rawa (Arika 2005).

Rawa lebak di Sumatera Selatan memiliki berbagai jenis vegetasi air

Vegetasi air ini melalui proses fotosintesis merupakan penghasil energi untuk

metabolisme dalam kehidupan sehari-hari serta merupakan sumber energi untuk

produksi sekunder. Dalam proses fotosintesa dihasilkan oksigen untuk

pernafasan hewani yang hidup dalam ekosistem tersebut. Sumberdaya hayati

dalam ekosistem perairan lebak merupakan sumberdaya terbaru, dimana dalam

proses pembaruan diri materi mengalami daur ulang. Dengan pendauran itu

menjadikan proses pemurnian diri lingkungan karena bahan sisa dari suatu

proses akan digunakan sebagai bahan baku untuk proses yang lain yang

menghasilkan zat yang berguna bagi organism yang bersangkutan. Apabila

dinamika ini terjaga dengan baik akan selalu menghasilkan energi yang dapat

dimanfaatkan untuk kelangsungan dan kelestarian sumberdaya perikanan

sepanjang tahun (Gaffar 1998).

Perubahan musim hujan dan musim kemarau yang terjadi sepanjang

tahun mengakibatkan perairan rawa lebak terdapat beberapa tipe sub habitat

penting antara lain talang rawang dan lebak kumpai. Di dalam talang rawang dan

lebak kumpai terdapat lagi tipe habitat yang disebut lebung. Lebung merupakan

sub habitat penting karena merupakan tempat perlindungan dan penyelamatan

ikan-ikan ekonomis penting tertentu pada saat datangnya musim kemarau

(Gaffar 1998).

Page 9: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

Perikanan sebagai Sumber Daya Pangan

Perikanan perairan rawa lebak sebagai suatu kegiatan pemanfaatan

sumberdaya alam yang bersifat terbuka dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

baik sebagai produsen mapun sebagai konsumen sebagai sumber pangan

protein hewani. Pengelolaan perikanan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui pembinaan dan melindungi sumberdaya untuk kebutuhan

generasi mendatang. Perairan rawa lebak dimanfaatkan selain untuk bidang

pertanian, juga budidaya perikanan karena dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan daya jual yang bernilai tinggi. Jenis ikan yang dapat dibudidayakan

pada ekosistem ini adalah ikan nila (Gaffar 1998).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas

perikanan air tawar yang memperoleh perhatian cukup besar dari pemerintah

dan pemerhati masalah perikanan didunia, terutama berkaitan dengan usaha

peningkatan gizi masyarakat dinegara-negara yang sedang berkembang. Ikan

nila termasuk kedalam Eurihaline yaitu ikan yang mampu hidup dalam kisaran

salinitas yang luas antara 5-45 ppm dan mempunyai alat pernapasan tambahan

(abyrinthichi) berfungsi untuk mempertahankan diri untuk hidup didalam air yang

kandungan oksigennya rendah. Ikan nila juga mempunyai kelebihan antara lain

mudah berkembang biak, mempunyai tingkat toleransi terhadap lingkungan

sangat tinggi sehingga tahan terhadap perubahan lingkungan dan serangan

penyakit, dan pemakan segala (Omnivora) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai

pengendali gulma air (Afliyah 1993).

Ikan nila adalah salah satu komoditas perikanan yang sangat popular

dimasyarakat, karena harganya murah rasanya enak dan kandungan proteinnya

cukup tinggi. Kandungan zat gizi ikan nila dalam 100 gram menghasilkan energi

113 Kal, protein 17 gram, lemak 4,5 gram dan vitamin A 150 SI. Asam lemak

tidak jenuh ganda pada ikan nila menyebabkan ikan menjadi sangat mudah

mengalami proses oksidasi atau hidrolisis dan enzim yang dapat menguraikan

protein menjadi putresin, isobutilamin, kadaverin sehingga menyebabkan

timbulnya bau tidak sedap atau tengik. Bentuk tubuh ikan nila secara umum

adalah memanjang dan pipih kesamping, warna agak putih kehitaman, semakin

kebagian ventral atau perut makin terang. Berikut ini merupakan gambar ikan nila

dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 10: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

Gambar 2 Ikan Nila Betina

Menurut Badan Pusat Statistika Sumatera Selatan (2008), Jumlah

masyarakat sekitar rawa lebak di Sumatera Selatan adalah 365.333 orang. Hasil

produksi ikan nila yang dihasilkan setiap 3 bulan sekali dengan berat berkisar

23043 ton (@350 gram) yaitu jumlah panen dibagi jumlah waktu panen dan

dikalikan 30 per hari, sehingga hasil produksi sehari diperoleh 192000 kg atau

549 ekor ikan nila. Kandungan energi dan protein ikan nila dalam ekosistem rawa

lebak di Sumatera Selatan sebagai sumber daya pangan dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan Energi dan Protein Ikan Nila Per Kapita Per Hari

PanganProduksi

sehari (Kg)

Jumlah orang

BDD %

Energi & Protein /100g

Energi Kap/ Hari

E (Kal)

P (g)E (Kal) P (g)

Ikan Nila

192000 365.333 0,80 113 17 475 71

Berdasarkan hasil tabel 1, kandungan energi per kapita per hari adalah

475 kalori dan kandungan protein per kapita per hari adalah 71 gram. Daya

dukung ekosistem rawa lebak di Sumatera Selatan tersebut dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut.

Berdasarkan hasil perhitungan, rawa lebak di Sumatera Selatan memiliki

daya dukung ekosistem sebesar 193 persen. Ini menunjukkan bahwa ekosistem

rawa tersebut memiliki potensi pangan bagi masyarakat sekitar rawa lebak bagi

sumber daya pangan protein hewani.

Page 11: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ekosistem rawa memiliki ciri-ciri antara lain suhu rendah, kadar garam

rendah, penetrasi cahaya yang kurang, dipengaruhi iklim dan cuaca di sekitar,

dan memiliki tumbuhan seperti jamur, gulma, alga yang berfungsi sebagai

produsen, serta memiliki ikan air tawar yang dapat dijadikan sebagai sumber

pangan protein hewani. Rawa pening dan lebak tergolong ekosistem air tenang

(letik) dan sumber airnya berasal dari air hujan dan air sungai.

Komponen pembentuk ekosistem rawa terdiri dari abiotik dan biotik.

Komponen abiotik dapat berupa suhu, air, garam, cahaya matahari, tanah dan

batu, serta iklim. Komponen biotik seperti gulma, eceng gondok, mikroorganisme

pengurai, udang dan ikan nila. Setiap komponen tersebut membentuk suatu

rantai makanan.

Rawa pening sebagai kawasan penyangga untuk menampung air dalam

jumlah besar yang berasal dari curahan hujan lebat dan sebagai regulator aliran

air tetapi daya tampung rawa jauh lebih besar. Fungsi regulator untuk kontuinitas

aliran air, sehingga sangat penting bagi makhluk hidup termasuk manusia yang

berdiam di hilir rawa. Peningkatan jumlah gulma seperti eceng gondok di rawa

pening menyebabkan penurunan jumlah ikan air tawar. Akan tetapi, Gulma air

secara ekologis berperan mengurangi bahan pencemar. Perubahan musim di

Rawa Lebak menyebabkan ada bagian tipe habitat yaitu lebung yang digunakan

sebagai tempat perlindungan ikan.

Ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam ekosistem rawa lebak digunakan

sebagai sumber pangan dalam ekosistem rawa yaitu dalam 100 gram

menghasilkan energi 113 Kal, protein 17 gram, lemak 4,5 gram dan vitamin A

150 SI. kandungan energi per kapita per hari adalah 475 kalori dan kandungan

protein per kapita per hari adalah 71 gram. Rawa lebak di Sumatera Selatan

memiliki potensi pangan bagi masyarakat sekitar rawa lebak karena daya dukung

ekosistemnya sebesar 193 persen.

Saran

Jumlah eceng gondok yang meningkat di ekosistem rawa pening yang

menggangu keseimbangan ekosistem sehingga perlu adanya penanganan

seperti konservasi rawa atau memberi kontrol biologis seperti memberi ikan

grass capr yang memakan eceng gondok.

Page 12: EKOSISTEM AKUATIK (RAWA) KELOMPOK 10

DAFTAR PUSTAKA

Afliyah S. 1993. Laporan Tahunan Perikanan Tahun 1992. Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan. Palembang.

Arika, Y. 2005. Rawapening dan Berubahnya Ekosistem. http://www. Kompas. Com/kompas-cetak/0505/27/tanah air/1767459.html. [27 Maret 2011]

Baharsyah S. 1990. Pidato Pengarahan Menteri Muda Pertanian dalam Forum I Perikanan, Sukabumi, 19-20 Juli 1990. Badan Litbang Pertanian-Puslitbangkan-USAID/FRDP.

BPS Provinsi Sumatera Selatan. 2008. Sumatera Selatan dalam Angka 2008. BPS Sumatera Selatan.

Gaffar AK. 1998. Pengelolaan Perikanan Perairan Umum. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Pengelolaan Lebak Lebung Berbasis Komunitas. Palembang. 10 hal.

Irwan D. 1997. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem & Komunitas Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Muthmainah D. 2009. Pendekatan Holistik dalam Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Pada Perikanan Rawa Lebak. Http://dinamuthmainah. blogspot.com/2009/12/pendekatan-holistik-dalam-pencegahan.html. [27 Maret 2011].

Susanto P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.