ekonomi moneter - izzaakbarani.weebly.com · kebijakan moneter bank indonesia pada 2016 diarahkan...

54
EKONOMI MONETER

Upload: dophuc

Post on 14-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EKONOMI MONETER

Sistem Ekonomi Terbuka

2

Komponen GDP

Pasar uang VS Pasar Barang dan Jasa

Pasar Uang

Pasar

Barang

dan Jasa

Terjadi pertumbuhan pasar uang

yang lebih besar dari pasar

Barang dan jasa hampir lebih dari

1000 kali lipat, hal ini salah satu

penyebab ketimpangan

Siklus Ekonomi

5

Pokok Bahasan

Ekonomi Politik Kebanksentralan

Ekonomi Politik Kebijakan Makroprudensial

Dual sistem: Ekonomi Konvensional dan Syariah

Perbankan dan Akses Keuangan

Ekonomi Politik Kebanksentralan

Ekonomi Politik Kebanksentralan

■ Sekitar dua dekade sebelum terjadinya krisis keuangan global 2008/2009, bank-bank

sentral di berbagai negara memfokuskan tujuannya, baik karena amanat undang-

undang maupun praktik kebijakannya, pada stabilitas harga (inflasi) guna mendukung

pertumbuhan ekonomi.

■ Sebagian bank sentral juga melakukan stabilisasi nilai tukar sebagai bagian untuk

mencapai stabilitas harga yang menjadi tujuan utama

■ Untuk mencapai tujuan utama itu, pada umumnya bank sentral memfokuskan pada tiga

tugas, yakni:

1. kebijakan moneter,

2. sistem pembayaran, dan

3. pengawasan bank

■ Untuk Indonesia, setelah pengawasan bank dialihkan ke OJK, bank sentral lebih banyak

melakukan kebijakan moneter untuk mencapai mandat stabilitas harga.

Ekonomi Politik Kebanksentralan

■ Di dalam praktiknya, kerangka kebijakan moneter dengan sasaran stabilitas harga

atau dikenal dengan sebutan Inflation Targeting Framework (ITF), menjadi sangat

terkenal dan banyak dianut di berbagai negara maju maupun negara-negara yang

tergolong Emerging Market Economies (EMEs), seperti Indonesia.

■ Krisis keuangan global 2008/2009 di tahun 2008, tampaknya telah mengubah

secara mendasar cara pandang terhadap mandat dan praktik kebijakan bank sentral

■ Bukan dikarenakan kebijakan moneter berdasar ITF tersebut gagal. Justru

sebaliknya, kebijakan moneter berdasar ITF telah berhasil menurunkan inflasi pada

tingkat yang rendah, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan penurunan suku bunga

selama dua dekade terakhir di banyak negara (Berg, et. al., 2013).

■ Masalahnya adalah, pemfokusan kebijakan moneter bank sentral pada stabilitas

harga membuatnya kurang memperhitungkan risiko krisis yang muncul dari

keterkaitan sistem keuangan dengan makroekonomi, macro-financial linkages

Ekonomi Politik Kebanksentralan

■ Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, bank sentral tidak

cukup hanya melakukan kebijakan moneter untuk mencapai stabilitas harga (dan

stabilitas nilai tukar) saja. Bank sentral perlu mendorong stabilitas sistem keuangan

melalui pengaturan dan pengawasan makroprudensial terhadap sistem keuangan

dari perspektif makro dan fokus pada risiko sistemik guna mendukung perlemahan

ekonomi yang berkelembagaan.

■ Dewasa ini, telah semakin luas dukungan bagi bank sentral untuk berperan dalam

stabilitas sistem keuangan (Bank for International Settlements, BIS, 2011), sehingga

bank sentral akan mempunyai mandat ganda yaitu mencapai stabilitas harga dan

mendukung stabilitas sistem keuangan.

Ekonomi Politik Kebanksentralan

■ Bank sentral merupakan lembaga yang paling tepat untuk melakukan tugas

pengaturan dan pengawasan makroprudensial.

■ Bank sentral telah mempunyai kapasitas untuk melakukan surveilance

makroekonomi dan makrofinansial, serta instrumen untuk melakukan kebijakan

makroprudensial (Kawai dan Morgan, 2012).

■ studi dari 13 negara maju dan EMEs oleh BIS (2011) menyimpulkan bahwa bank-

bank sentral harus terlibat langsung dalam perumusan dan pelaksanaan

kebijakan SSK agar efektif.

Ekonomi Politik Kebanksentralan

■ Bank sentral perlu mempunyai mandat ganda, yaitu

1. mencapai stabilitas harga (dan nilai tukar) : stabilitas harga (dan nilai tukar):

dilakukan melalui kebijakan moneter (termasuk manajemen aliran modal

asing), makroprudensial, dan sistem pembayaran

2. mendukung terjaganya SSK: terutama dilakukan melalui pengaturan dan

pengawasan makroprudensial sebagaimana diuraikan dalam aspek kedua dari

SSK di atas

Ekonomi Politik Kebanksentralan

Ada 3 alasan Bank Sentral harus terlibat langsung dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan SSK:

1. Kerangka kerja dan pelaksanaan tugas kebijakan moneter menempatkan bank sentral pada fokus analisis

dan proyeksi makroekonomi serta pemahaman yang baik atas pasar, lembaga dan infrastuktur keuangan;

suatu kapabilitas yang sangat penting untuk tugas kebijakan makroprudensial.

2. ketidakstabilan sistem keuangan dapat disebabkan oleh dan berdampak besar terhadap kinerja

perekonomian, dengan konsekuensi yang sangat mendasar pada aktivitas perekonomian, stabilitas harga

dan nilai tukar, serta efektivitas transmisi kebijakan moneter. Bank-bank sentral telah terbiasa melakukan

asesmen terhadap keterkaitan sistem keuangan dan perekonomian, aspek makrofinansial yang menjadi

fokus kebijakan makroprudensial

3. bank sentral adalah lembaga yang menjadi sumber likuiditas di dalam sistem keuangan dan

perekonomian, baik melalui kebijakan moneter maupun fungsi lender of last resort, dan ketersediaan

likuiditas sangat penting bagi terjaganya SSK.

Bauran Kebijakan Bank Sentral

■ Sasaran bauran kebijakan bank sentral adalah untuk mencapai stabilitas harga dan

mendukung stabilitas sistem keuangan (SSK)

■ Instrumen yang digunakan adalah:

kebijakan moneter,

kebijakan makroprudensial, dan

manajemen aliran modal asing,

di samping kebijakan di bidang sistem pembayaran dan

pendalaman pasar keuangan

Bauran Kebijakan Bank Sentral

3 konsepsi penting yang melandasi bangunan pokok dari bauran kebijakan bank sentral:

1. kebijakan moneter tetap diarahkan untuk mencapai stabilitas harga, dengan memberi

pertimbangan yang lebih pada harga aset (finansial dan properti).

2. kebijakan makroprudensial mencakup pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga jasa

keuangan dari perspektif makro dan berfokus pada risiko sistemik dalam rangka mendorong

SSK

3. manajemen aliran modal asing diarahkan untuk memitigasi risiko prosiklisitas dan risiko

sistemik yang muncul dari akumulasi utang luar negeri dan volatilitas aliran modal asing

Kebijakan Moneter

■ Kebijakan moneter Bank Indonesia pada 2016 diarahkan untuk memberikan ruang gerak

bagi pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi,

dengan tetap konsisten menjaga stabilitas ekonomi.

■ Berbagai indikator stabilitas ekonomi menunjukkan perbaikan, seperti inflasi 2016

tercatat rendah dan dalam kisaran sasaran, defisit transaksi berjalan turun dan tetap di

level yang sehat, serta nilai tukar rupiah yang terkendali.

■ Kebijakan moneter Bank Indonesia ditempuh melalui bauran kebijakan suku bunga, Giro

Wajib Minimum (GWM), kebijakan nilai tukar dan penguatan ketahanan sektor eksternal,

serta ditopang kebijakan makropudensial dan sistem pembayaran.

Kebijakan Moneter

■ Suku bunga kebijakan turun sebesar 150 bps

■ Penurunan Rasio GWM Primer Rupiah pada Februari

2016 sebesar 1,0% menjadi 6,5%.

■ Sementara kebijakan nilai tukar rupiah diarahkan agar

nilai tukar tetap bergerak dalam level fundamental

sehingga dapat mendukung ketahanan sektor eksternal

sekaligus memperkuat pencapaian sasaran akhir

kebijakan, yakni inflasi.

Ekonomi Politik Kebijakan Makroprudensial

Makroprudensial VS Microprudensial

Kebijakan Makroprudensial

■ Pada 2016 Bank Indonesia menerapkan kebijakan makroprudensial akomodatif sebagaiinstrumen countercyclical.

■ Instrumen kebijakan makroprudensial yang digunakan meliputi;

• pelonggaran ketentuan Loan to Value Ratio (LTV)/ Financing to Value Ratio (FTV)

kredit/pembiayaan properti,

• peningkatan batas bawah target Loan to Funding Ratio (LFR),

• mempertahankan besaran countercyclical buffer (CCB) sebesar 0%, untuk merespon

perkembangan ekonomi dan risiko sistemik dari pertumbuhna kredit, dan

• Mendorong penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dengan

menggunkan 2 pendekatan; mendoorong penawaran kredit UMKM dari sisi perbankan

dan meningkatkan kapasitas UMKM untuk memperbaiki sisi permintaan.

Pelonggaran Ketentuan Rasio LTV dan FTV

■ Kinerja sektor properti yang masih lambat mendorong BI melanjutkan

pelonggaran LTV yang telah dilakukan pada 2015

■ Melambatnya sektor properti antara lain tercermin dari perlambatan penjualan

dan harga properti yang diikuti oleh penurunan permintaan KPR dan KPA

■ Peningkatan aktivitas pada sektor properti cukup startegis karena memiliki

multiplier effect kepada sektor-sektor penunjang yang cukup banyak sehingga

dapat mendorong pemulihan pertumbuhan ekonomi.

■ Kebijakan ini tertuang dalam PBI Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan

to Value (LTV) untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value (FTV) untuk

Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan

Kendaraan Bermotor

Pertumbuhan Kredit Properti dan KPR Menurut Tipe

Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2016. BI

Besaran LTV Kredit Properti dan FTV Pembiayaan Properti Syariah

Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2016. BI

Kebijakan GWM terkait Loan to Funding Ratio (LFR)

■ Pertumbuhan kredit yang masih belum kuat mengindikasikan belum optimalnya

peran perbankan dalam menyalurkan kredit.

■ Ditinjau dari ketentuan LFR, masih banyak bank yang memiliki LFR di bawah 78%

dan memiliki pertumbuhan kredit yang relatif rendah selama 5 tahun terakhir.

■ Pada dasarnya potensi bank-bank dengan LFR < 78% tersebut untuk

meningkatkan penyaluran kredit cukup tinggi karena memiliki likuiditas dan

permodlaan yang tinggi.

■ Namun, minat bank-bank tersebut dalam penyaluran kredit relatif rendah karena

faktor model bisnis bank maupun risk appetite dalam strategi penempatan

dananya.

Kebijakan GWM terkait Loan to Funding Ratio (LFR)

■ Untuk mendorong bank-bank dengan LFR

< 78% dalam menyalurkan kreditnya, BI

menaikkan batas bawah target LFR

menjadi 80%, dengan batas atas tetap

sebesar 92%.

■ Bagi bank yang tidak mencapai kisaran

target LFR akan dikenakan disinsentif

berupa tambahan GWM sehingga

ketentuan ini dikenal dengan GWM –

LFR.

Perkembangan Batas Atas dan Batas

Bawah Target LFR

Sumber: Bank Indonesia

Strategi Peningkatan Pembiayaan dan Akses Keuangan UMKM

■ Penetapan kewajiban pemenuhan rasio kredit UMKM minimum sebesar 20% bagi

bank umum.

Rasio min. 10% pada akhir tahun 2016

Rasio min. 15% pada akhir tahun 2017

Bagi bank yang dapat memenuhi ketentuan lebih cepat diberikam insentif berupa

pelonggaran batas atas LFR dari 92% menjadi 94%

Sementara, bagi bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan dikenakan disinsentif

berupa pengurangan jasa giro atas kewajiban GWM rupiah yang mendpat

remunerasi.

BI memberikan penghargaan kepada bank pendukung UMKM

Untuk meningkatkan kapsitas SDM perbankan, BI memberikan pelatihan kepada

Account Officer dan/atau pejabat kredit.

Dual sistem: Ekonomi Konvensional dan Syariah

Dual Banking System

■ SIstem perbankan Indonesia menganut dual-banking system yakni Bank

Konvensional dan Bank Syariah

■ Sejak diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kemudian

diperkuat dengan adanya UU No. 10 tahun 1998 sebagai pengganti UU No. 7

Tahun 1992.

■ Penerapan system perbankan ganda diharapakan dapat memberikan

alternatif transaksi keuangan yang lebih lengkap untuk masyarakat.

Penerapan system perbankan berganda dapat meningkatkan pembiayaan

bagi sektor riil secara bersama-sama antara Bank Syariah dan Bank

Konvensional.

Dual Banking System■ Sejak Bank Indonesia mengeluarkan instrumen SWBI (Sertifikat Wadiah Bank

Indonesia) maka Indonesia mempunyai dual monetary system yaitu mekanisme

tingkat bunga dan bagi hasil.

■ Kebijakan Operasional Bank dengan Dual Banking System:

Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah hanya diselenggarakan secara

terpisah dari unit/ kantor cabang lainnya

Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah hanya boleh menginvestasikan dananya

pada bank syariah atau unit usaha syariah. Sedangkan bank atau unit usaha

konvensional diperkenankan menginvestasikan dananya pada bank syariah atau

unit usaha syariah. Bank atau usaha konvensional tidak diperkenankan

mengelola dana-dana yang berasal dari bank syariah atau unit usaha cabang.

Perbedaan Bank Konvensional danSyariah

Dual Banking System

■ Pemberlakuan model dual banking system ala Indonesia

menimbulkan persoalan pada fungsi intermediasi bank syariah

sebagai lembaga keuangan yang memiliki perbedaan variasi

penyaluran dana ke masyarakat, dengan fungsi intermediasi

bank konvensional sebagai lembaga keuangan yang hanya

dapat menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.

Perbankan dan Akses Keuangan

Hubungan Antar Lembaga Dalam SistemKeuangan

Perbankan dan Akses Keuangan

■ Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada 2016

tetap terjaga dengan baik didukung oleh

likuiditas dan permodalan perbankan yang

tinggi dan relatif terjaganya volatilitas di pasar

keuangan

■ Berbagai indikator ketahan perbankan seperti

rasio likuiditas terhadap DPK dan CAR berada

pada level tinggi dan meningkat

Rasio Likuditas terhadap DPK : 19,4% (2015)

menjadi 20,9% (2016)

Capital Adequacy Ratio (CAR) : 21,2% (2015) menjqdi 22,7% (2016)

Sumber: Bank Indonesia

Indeks Stabilitas Sistem Keuangan

Perbankan dan Akses Keuangan

■ Tinginya arus masuk modal asing terutama ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN)

yang mencapai Rp 107,3 triliun memberi kontribusi positif terhadap peningkatan kinerja

pasar keuangan Indonesia

■ Dalam situasi SSK yang stabil, beberapa risiko menunjukkan peningkatan;

Melambatnya pertumbuhan intermediasi perbankan yang disertai meningkatnya risioko

kredit (NPL) akibat aktivitas korporasi yang melambat.

Tekanan di sisi penghimpunan dana juga masih berlanjut dari tahun 2015 walaupun

telah mengalami perbaikan pada TW IV 2016 didorong oleh masuknya dana repatriasi

amnesti pajak.

Perkembangan Kinerja dan Risiko Perbankan

■ Sejalan dengan proses konsolidasi korporasi, pertumbuhan kredit perbankan melambat dari

10,5% (2015) menjadi 7,9% (2016) yang merupakan pertumbuhan terendah sejak 2002.

■ Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit terbesar terjadi pada sektor pertambangan

dan sektor pendukungnya (value chaini) seperti sektor pengangkutan akibat permintaan dan

harga komoditas yang rendah.

■ Sementara, pertumbuhan kredit yang tinggi terjadi si sektor listrik dan konstruksi, didorong oleh

tingginya pembangunan infrastruktur pemerintah

■ Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit terendah terjadi pada jenis Kredit Modal

Kerja (KMK). Hla tersebut sejalan dnegan masih rendahnya aktivitas penjualan korporasi yang

mengakibatkan permintaan modal kerja korporasi terutama untuk pembelian bahan baku

menurun

Pertumbuhan Kredit Sektoral

Sumber: Bank Indonesia

Sektor dengan Pertumbuhan Kredit TinggiSektor dengan Pertumbuhan Kredit Rendah

Perkembangan Kredit Perbankan

■ Perlambatan kredit perbankan dipengaruhi oleh dua sisi, baik sisi permintaan maupun sisi

penawaran.

■ Dari sisi permintaan, pelemahan kredit perbankan sejalan dengan kondisi korporasi yang masih

melakukan konsolidasi dna cenderung menunda ekspansi usaha

■ Sementara, dari sisi penawaran , terdapat kecenderungan perbankan yang lebih berhati-hati

dalam menyalurkan kredit akibat meningkatnya persepsi risiko bank yang tercermin pada

meningkatnya indeks lending standard pada 2016.

■ Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit, risiko kredit perbankan (NPL) cenderung

meningkat sepanjang 2016, meskipun masih berada cukup jauh di bawah batas aman sebesar

5%.

■ Rasio NPL Gross pada 2016 sebesar 2,9% dimana mengalamai peningkatan dari tahun 2015

yang hanya sebesar 2,5%.

Source : Indonesian banking statistic

Loan growth decelerated while deposit growth increased in May-17

LDR and LFR decreased in May-17, suggesting a better liquidity

Loan and deposit growth Loan to deposit ratio (%) Loan to funding ratio (%)

8.71%

11.18%

3%

6%

9%

12%

15%

18%

21%

24%M

ay

-13

Se

p-1

3

Ja

n-1

4

Ma

y-1

4

Se

p-1

4

Ja

n-1

5

Ma

y-1

5

Se

p-1

5

Ja

n-1

6

Ma

y-1

6

Se

p-1

6

Ja

n-1

7

Ma

y-1

7

Loan growth (YoY %)

Deposit growth (YoY

%)

91.5

89.1

88.3

Jun

-16

Jul-

16

Au

g-16

Sep

-16

Oct

-16

No

v-16

Dec

-16

Jan

-17

Feb

-17

Mar

-17

Ap

r-17

May

-17

87.6

86.9

Jun

-16

Jul-

16

Au

g-16

Sep

-16

Oct

-16

No

v-16

Dec

-16

Jan

-17

Feb

-17

Mar

-17

Ap

r-17

May

-17

NPL STABLE IN MAY 17 AT 3.07%

44

Non Performing Loans Credit quality (IDR tn)

Source : Indonesian banking statistic, as of May 2017

Special mention fell to IDR219 tn (vs IDR234tn in April 2017)

NPL + special mention

3.07%

1.5%

1.7%

1.9%

2.1%

2.3%

2.5%

2.7%

2.9%

3.1%

3.3%

3.5%

Ma

y-1

3

Se

p-1

3

Ja

n-1

4

Ma

y-1

4

Se

p-1

4

Ja

n-1

5

Ma

y-1

5

Se

p-1

5

Ja

n-1

6

Ma

y-1

6

Se

p-1

6

Ja

n-1

7

Ma

y-1

7

8.0%

4.5%

5.0%

5.5%

6.0%

6.5%

7.0%

7.5%

8.0%

8.5%

9.0%

Ma

y-1

3

Se

p-1

3

Ja

n-1

4

Ma

y-1

4

Se

p-1

4

Ja

n-1

5

Ma

y-1

5

Se

p-1

5

Ja

n-1

6

Ma

y-1

6

Se

p-1

6

Ja

n-1

7

Ma

y-1

7

234.4 219.8

150

200

250

300

350

400

Ma

y-1

6

Ju

n-1

6

Ju

l-1

6

Au

g-1

6

Se

p-1

6

Oc

t-16

No

v-1

6

De

c-1

6

Jan

-17

Fe

b-1

7

Ma

r-1

7

Ap

r-17

Ma

y-1

7

Special mention

Sub-standard

7.48%

3.39%

4.02%

4.42%

4.97%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

8.0%

% N

PL

Agriculture

Mining

Manufacturing

Utilities

Construction

Trade, Hotel, Restaurant

Transportation and Telecommunication

Business Services

Social Services

Consumption Credit

NPLs in Mining, Transportation and Trade-hotel & restaurant are still high

Source: OJK

NPLs by Sector

46

579

584

619

717

1,016

1,093

1,744

1,956

4,913

8,175

8,329

9,773

BNLI

BJTM

BTPN

BJBR

BBTN

BNGA

BDMN

PNBN

BBNI

BMRI

BBCA

BBRI

22

6

4

9

86

33

26

14

10

9

7

BJTM

BTPN

BJBR

BBTN

BNGA

BDMN

PNBN

BBNI

BMRI

BBCA

BBRI

Net profit (IDR bn) Net profit growth (% yoy)

Average net profit growth : 16% (yoy)

916

1,023

1,157

1,611

1,717

1,994

2,980

3,106

9,337

10,837

16,015

21,938

BJTM

BJBR

BTPN

BBTN

BNLI

PNBN

BDMN

BNGA

BBNI

BBCA

BMRI

BBRI

4

1

4

11

13

7

3

19

18

1

10

24

BJTM

BJBR

BTPN

BBTN

BNLI

PNBN

BD…

BN…

BBNI

BBCA

BMRI

BBRI

PPOP (IDR bn) PPOP growth (% yoy)

Average PPOP growth : 13% (yoy)

112

122

284

320

498

692

848

1,008

1,648

3,143

5,864

10,000

BJBR

BJTM

BBTN

BTPN

BBCA

PNBN

BDMN

BNLI

BNGA

BBNI

BMRI

BBRI

52

-43

-9

5

-65

-20

-33

-60

-10

20

9

36

BJBR

BJTM

BBTN

BTPN

BBCA

PNBN

BDMN

BNLI

BNGA

BBNI

BMRI

BBRI

Provision expense (IDR bn) Provision growth (% yoy)

3.5

4.2

4.3

5.5

5.6

5.6

6.1

6.7

7.2

7.8

7.9

9.6

BNLI

BBTN

PNBN

BMRI

BBNI

BNGA

BBCA

BJBR

BDMN

BJTM

BBRI

BTPN

Net interest margin (%)

5M17 banks performances Weak loan growth and lower NIM compensated by lower provisioning charges

Source : Companies, Mandiri Sekuritas

Sumber: Bank Indonesia

NPL Menurut Jenis Penggunaan Kredit NPL Menurut Sektor Ekonomi

Likuditas Perbankan

■ Likuiditas perbankan pada 2016 cenderung tinggi

seirig dnegan meningkatnya ekspansi keuangan

pemerintah sejak awal tahun, pelonggaran

kewajiban GWM yang dilakukan oleh BI, serta

perlambatan pertumbuhan kredit

■ Peningkatan likuiditas perbankan tercermin dari

rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga

(AL/DPK) yang meningkat dari 19,4% pada 2015

menjadi 20,9% pada akhir 2016 .

■ Sementara rasio Alat Likuid terhadap Non Core

Deposit (AL/NCD) meningkat dari 93,4% pada

2015 menjadi 99,4% pada 2016.

Sumber: Bank Indonesia

Perkembangan Rasio Likuiditas Perbankan

Efiisiensi Perbankan

■ Di tengah terbatasnya kinerja intermediasi dan

meningkatnya risiko kredit, profitabilitas

perbankan tetap terjaga karena NIM yang

meningkat dan selalu dijaga pada level tinggi.

■ Namun, peningkatan NIM tidak diikuti dengan

efisiensi perbankan yang justru mengalami

penurunan

■ Kenaikan BOPO disebabkan oleh peningkatan

overhead cost (OHC) perbankan akibat

meningkatnya biaya CKPN untuk menghapus buku

kredit bermasalah

Sumber: Bank Indonesia

Perkembangan Efisiensi Perbankan

Efiisiensi Perbankan

■ Untuk mengimbangi peningkatan BOPO, perbankan melakukan upaya untuk meningkatkan fee

based income sebagai alternatif pendapatan selain bunga sehingga profitabilitas tetap terjaga

■ Ketahanan permodalan perbankan terus meningkat akibat menurunnya pertumbuhan kredit

dan naiknya profitabilitas perbankan

■ Level AR perbankan Indonesia berada jauh di aats rata-rata CAR perbankan di kawasan ASEAN.

■ Tingginya permodalan perbankan Indonesia merupakan respon bank yang berhati – hati dalam

menyalurkan kredit di tengah belum kuatnya pertumbuhan ekonomi sehingga pertumbuhan

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) menurun.

■ Kuatnya permodalan juga mengindikasikan kesiapan perbankan dalam memenuhi berbagai

ketentuan Basel III mengenai permodalan.

Roadmap Penguatan Struktur Perbankan Indonesia

• Dalam penguatan struktur perbankan, otoritas perlu membuat roadmap yang

terdiri dari rencana aksi dan rencana target waktu pencapaian serta konsekuensi

bila rencana tersebut tidak tercapai.

• Roadmap tersebut terdiri dari:

• Konsolidasi : 5 tahun (2013 – 2018)

• Rencana Antisipasi – Resolusi Krisis dan Pemulihan : 2 tahun (2012 – 2013)

• Rencana Implementasi BASEL (BASEL II dan BASEL III) : 3 tahun (2013 – 2015)

• Pendalaman Struktur Perbankan : 7 tahun (2013 – 2020)

• Perluasan Struktur Perbankan – tingkat regional : 10 tahun (2020 – 2030)

• Perluasan Struktur Perbankan – tingkat internasional : 10 tahun (2030 – 2040)

2012 2013 2015 2020 2030 20402018

konsolidasi

rencana implementasi

BASEL

pendalaman struktur

perbankan

perluasan struktur perbankan

– tingkat regional perluasan struktur perbankan

– tingkat internasional

Sumber : Perbanas 51

Sumbangan Pemikiran Penyusunan Cetak

Biru Perbankan Nasional

2012 2020 2030 2040

Nilai Aset Rp 4,635 T Rp 27,632 T Rp 118,486 T Rp 213,531 T

Pertumbuhan Aset 25% 25% 20% 15%

Rasio Aset per PDB 56% 133% 167% 181%

Return on Equity 20% - 25% 15% - 20% 15% - 20% 10% - 15%

Kebutuhan Tambahan Modal

(Akumulasi dari 2012)Rp 8.73 T Rp 119.74 T Rp 8,402 T Rp 11,344 T

Sumber Pembiayaan Bank

(% DPK terhadap Liabilities)80% 75% 70% 65%

Teknologi Perbankan semakin berkembang

Regulasi semakin ketat

Semakin meningkatnya kompetisi pada perbankan nasional, semakin menurun pula

pertumbuhan aset dan profitabilitas perbankanSumber : Perbanas

Trend Masa Depan Perbankan Nasional

52

2012 2020 2030 2040

Rasio Penetrasi Nasabah 20% 50% 80% 90%

Kelas Menengah

Perilaku Nasabah

48 juta 112 juta 209 juta 250 juta

Saving/

Investment

Consumption

Saving/

Investment

Consumption

Saving/

Investment

Consumption

Saving/

Investment

Consumption

Semakin meningkatnya kelas menengah di Indonesia, maka semakin tinggi permintaan

akan produk perbankan khususnya tabungan, deposito dan investasi karena terjadi

pergeseran karakteristik kelas menengah dari konsumsi ke tabungan/investasi

2012 2030 2040

Bank 77% 62% 55%

Non-bank 23% 38% 45%

Padat modal (karena risikonya

tinggi) dan peraturan yang ketat

Modal relatif rendah dan

peraturan yang lebih longgar

Peran bank dalam pembiayaan di Indonesia yang tadinya memiliki proporsi 76.9% akan

mengarah ke 50%.

Sumber : Perbanas

Trend Masa Depan Perbankan Nasional

53