tinjauan kebijakan moneter - bank indonesia · tinjauan kebijakan moneter - agustus 2009 1 tinjauan...
TRANSCRIPT
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
1
Tinjauan Kebijakan MoneterAgustus 2009
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara
rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini
mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan
laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh
Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur
Budi Mulya Deputi Gubernur
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
2
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................6
Perkembangan Ekonomi Dunia .........................................................7
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................8
Inflasi ..............................................................................................11
Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................14
Kebijakan Moneter .........................................................................15
Suku Bunga .................................................................................15
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................17
Pasar Modal .................................................................................18
Kondisi Perbankan .......................................................................20
III. Respons Kebijakan Moneter .......................................................21
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
3
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Perekonomian Indonesia berpotensi untuk terus membaik seiring dengan perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. Setelah menunjukkan tanda-tanda penguatan dalam beberapa bulan
terakhir, pemulihan ekonomi dunia terus berlangsung hingga bulan Juli
2009. Kebijakan yang ditempuh oleh otoritas di berbagai negara telah
memberi dampak positif pada perekonomian dunia, yang tercermin
dari membaiknya permintaan domestik di beberapa negara, termasuk
negara maju. Perbaikan ini juga dirasakan di kawasan Asia seiring dengan
mulai bergeraknya perekonomian China, India, dan Korea. Sementara
itu, perekonomian Singapura, yang semula diperkirakan masih akan
terkontraksi, juga mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Gerak
permintaan domestik di beberapa negara Asia tersebut, pada gilirannya
mendorong peningkatan kinerja perekonomian negara kawasan, termasuk
Indonesia. Meski demikian, masih tingginya angka pengangguran di Eropa
dan Amerika menjadi faktor risiko yang membayangi proses pemulihan
ekonomi dunia ke depan.
Membaiknya ekspektasi perekononomian dunia telah mendorong perkembangan positif di pasar keuangan global. Hingga Juli 2009,
pasar keuangan terus mengalami perbaikan. Bursa saham negara maju
kembali mencatat perbaikan indeks harga terkait dengan sentimen
positif yang dipicu oleh membaiknya kinerja laporan keuangan beberapa
lembaga keuangan dan perusahaan berskala global. Optimisme juga
mewarnai perkembangan di pasar uang dunia. Persepsi risiko dan tingkat
kepercayaan di kalangan perbankan yang membaik mendorong turunnya
intensitas keketatan likuiditas di pasar uang. Di sektor perbankan,
perbaikan juga terus berlanjut. Keinginan perbankan untuk menyalurkan
kredit menunjukkan peningkatan tercermin dari mulai dilonggarkannya
standar pemberian kredit. Keyakinan terhadap membaiknya kondisi
ekonomi dunia tersebut, khususnya kawasan Asia telah mendorong arus
modal asing kembali masuk ke pasar keuangan regional. Indeks harga di
bursa saham regional meningkat yang diikuti oleh penguatan nilai tukar.
Perkembangan global yang lebih kondusif tersebut mendukung perbaikan kinerja perekonomian Indonesia. Asesmen terkini
menunjukkan bahwa laju ekspansi ekonomi domestik pada triwulan III-
2009 berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan. Hal itu didukung oleh
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
4
pengeluaran konsumsi dan kinerja ekspor yang lebih kuat dari perkiraan
sebelumnya. Membaiknya perekonomian kawasan, terutama China dan
India, mendorong peningkatan komoditas ekspor Indonesia, seperti crude
palm oil, batubara, dan tembaga. Di sisi permintaan domestik, indikator
konsumsi seperti penjualan barang-barang tahan lama (durables) dan
barang eceran menunjukkan tanda-tanda penguatan. Pengeluaran
konsumsi masyarakat yang lebih baik dari perkiraan tersebut selain
bersumber dari tabungan masyarakat, juga ditopang oleh pembiayaan
perbankan. Selain itu, pendapatan masyarakat yang relatif mulai membaik
turut mendukung peningkatan konsumsi masyarakat. Meski demikian,
tingkat investasi belum membaik sepenuhnya. Hal tersebut mengingat
belum pulihnya kondisi permintaan domestik maupun sektor eksternal
kembali ke kondisi normal. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan
ekonomi tahun 2009 diprakirakan cenderung menuju batas atas kisaran
proyeksi 3,5% - 4,0%.
Di sisi harga, tren penurunan inflasi diperkirakan masih terus berlanjut di tahun 2009. Selama bulan Juli 2009, inflasi IHK sebesar
0,45% (mtm) atau 2,71% (yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya
sebesar 3,65% (yoy). Dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya,
laju inflasi pada periode tersebut relatif tinggi. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh faktor musiman terkait dengan dimulainya tahun ajaran
baru serta berakhirnya panen raya yang pada gilirannya mendorong
tertahannya penurunan harga beras yang terjadi dalam beberapa bulan
terakhir. Kendati demikian, secara tahunan laju inflasi masih berada pada
tren menurun. Selain penguatan rupiah, lemahnya permintaan domestik,
serta membaiknya ekspektasi inflasi sejalan dengan tren penurunan inflasi
yang masih berlangsung, turut mendukung penurunan tekanan inflasi.
Membaiknya permintaan negara emerging markets juga mendorong kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang diperkirakan lebih baik dari proyeksi sebelumnya. Hal ini ditopang
oleh membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang sehingga
mendorong permintaan ekspor. Selain itu, perkembangan harga di pasar
internasional yang kembali meningkat sejak pertengahan bulan Juli 2009
menumbuhkan optimisme akan dukungan terhadap kinerja ekspor selama
triwulan III-2009. Di sisi neraca modal dan finansial (TMF), kondisi pasar
keuangan global yang kondusif, serta persepsi positif terhadap ekonomi
domestik yang terjaga, telah mendorong berlanjutnya aliran masuk
modal asing dalam bentuk portofolio. Penanaman dalam bentuk investasi
langsung asing (foreign direct investment) juga diprakirakan masih akan
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
5
berlangsung sejalan dengan berkurangnya keketatan likuiditas global
dan prospek perekonomian domestik yang positif. Dengan berbagai
perkembangan tersebut, NPI diprakirakan mencatat surplus lebih baik dari
prakiraan sebelumnya. Sementara itu, posisi cadangan devisa di akhir Juli
2009 tercatat sebesar USD57,4 miliar atau setara dengan 5,5 bulan impor
dan pembayaran ULN Pemerintah.
Sentimen positif di pasar keuangan global telah mendorong apresiasi nilai tukar. Penguatan nilai tukar ditopang oleh meningkatnya
pasokan valas sejalan dengan aliran masuk modal asing. Optimisme akan
pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan terjaganya kondisi
fundamental domestik sebagaimana tercermin pada transaksi berjalan
yang surplus, cadangan devisa yang memadai, imbal hasil rupiah yang
tetap menarik, persepsi risiko yang membaik, serta kondisi sosial politik
pasca Pilpres yang terkendali, telah menumbuhkan minat investasi
terhadap aset di pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia.
Sentimen negatif yang sempat mencuat akibat aksi peledakan bom di
Jakarta memengaruhi pergerakan nilai tukar namun hanya berlangsung
sesaat. Dengan perkembangan tersebut, selama Juli 2009 nilai tukar
rupiah secara rata-rata terapresiasi sebesar 0,82% menjadi Rp10.098,
dan pada akhir periode ditutup pada level Rp9.925 atau menguat 2,85%
(p-t-p) dari akhir bulan Juni 2009. Bank Indonesia memandang bahwa
apresiasi rupiah tersebut masih mendukung daya saing produk ekspor
Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya.
Di sektor keuangan, kondisi sektor keuangan domestik menunjukkan perkembangan yang baik. Di pasar saham, tingginya
minat investasi penanam modal domestik telah mendorong kenaikan
harga saham. Dampak negatif aksi teror bom di Jakarta hanya temporer,
sebelum pasar saham kemudian melanjutkan penguatannya sejalan
dengan optimisme di pasar keuangan global. Selama bulan Juli 2009
indeks harga saham gabungan mencatat kenaikan sebesar 14,6%. Di
pasar obligasi, membaiknya persepsi risiko terhadap perekonomian
domestik telah mendorong meningkatnya pembelian obligasi negara.
yield SUN mencatat penurunan seiring dengan menurunnya suku bunga
kebijakan moneter dan meningkatkan minat investasi asing. Kendati
demikian, untuk tenor jangka menengah-panjang, yield SUN masih cukup
tinggi terkait dengan masih tingginya persepsi risiko.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan nasional secara umum relatif stabil, dan respons suku bunga perbankan terhadap
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
6
penurunan BI Rate mulai membaik. Secara mikro, kondisi perbankan
nasional stabil, yang diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan
modal (CAR) per Juni 2009 sebesar 17,0%. Sementara itu rasio gross Non
Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di
bawah 2%. Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang
antar bank makin membaik dan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat.
Sementara itu, penurunan BI Rate sebesar 250 bps selama tahun 2009
juga terus diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan. Sejak dimulainya
fase pelonggaran kebijakan moneter, suku bunga simpanan perbankan
(deposito) telah mencatat penurunan sekitar 188 bps. Sementara itu,
respon suku bunga kredit lebih terbatas yaitu sekitar 24 bps. Penyaluran
kredit perbankan juga mulai menunjukkan perbaikan, walaupun masih
tumbuh sangat lambat. Sampai dengan Juni 2009, kredit perbankan baru
tumbuh sebesar 1,1% (ytd). Masih terbatasnya penyaluran kredit antara
lain terkait dengan masih tingginya persepsi risiko di sektor riil, sementara
di sisi lain, permintaan kredit juga masih rendah terkait dengan masih
rendahnya kegiatan investasi.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 5 Agustus 2009 memutuskan untuk menurunkan BI rate sebesar 25 bps, dari 6,75% menjadi 6,5%. Keputusan untuk menurunkan
BI rate ini diambil setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
mempertimbangkan bahwa tren penurunan inflasi masih berlanjut seiring
dengan masih terbatasnya permintaan domestik dan terus menurunnya
ekspektasi inflasi. Bank Indonesia juga berpandangan bahwa penurunan BI
rate ini masih konsisten dengan sasaran inflasi Bank Indonesia ke depan.
Namun demikian, Bank Indonesia mencermati munculnya tekanan inflasi di
tahun 2010 yang bersumber dari meningkatnya permintaan domestik dan
kenaikan harga-harga komoditas di pasar internasional. Dalam konteks
ini, ke depan kebijakan moneter akan diarahkan untuk lebih antisipatif
terhadap potensi kenaikan inflasi tersebut agar sasaran inflasi sekitar 5%
di tahun 2010 dapat dicapai.
II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETERDinamika perkembangan ekonomi global masih mewarnai perkembangan ekonomi Indonesia. Tanda-tanda pemulihan ekonomi
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
7
global yang sudah dimulai beberapa bulan lalu semakin mendorong geliat
perekonomian domestik selama bulan Juli 2009. Sementara itu tekanan
inflasi hingga bulan Juli relatif masih rendah seiring dengan terjaganya
pasokan makanan dan nilai tukar rupiah yang cenderung terapresiasi.
Penurunan BI Rate kini mulai direspons lebih besar oleh perbankan. Hal itu tercermin dari pertumbuhan ekspansi kredit yang lebih besar
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun demikian, ekspansi
kredit dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat masih adanya risiko
ketidakpastian di masa yang akan datang yang dapat menurunkan kinerja
perbankan seperti meningkatnya Non-Performing Loan (NPL).
Perkembangan Ekonomi DuniaTanda-tanda pemulihan ekonomi dan pasar keuangan global semakin menguat. Prospek pemulihan ekonomi global yang semakin
membaik didukung oleh berjalannya proses stabilisasi di pasar keuangan,
dukungan stimulus ekonomi, suku bunga yang rendah, dan mulai pulihnya
keyakinan konsumen dan sektor bisnis. Dengan berbagai perbaikan
tersebut, laju kontraksi ekonomi dunia mulai melambat, searah dengan
kecepatan kontraksi ekonomi negara maju yang mulai moderat. Di sisi lain,
pesatnya pemulihan ekonomi negara berkembang berbasis permintaan
domestik, seperti China dan India, semakin memperkuat proses pemulihan
ekonomi global.
Di Amerika Serikat (AS), tanda-tanda perbaikan daya beli masyarakat
ditunjukkan oleh kenaikan pendapatan rumah tangga dalam 2 bulan
berturut-turut (Grafik 2.1). Perbaikan ini didorong oleh pembagian
cash hand-out (semacam bantuan langsung tunai) oleh pemerintah AS,
meskipun hal tersebut tidak serta-merta meningkatkan belanja rumah
tangga. Masih adanya kekhawatiran akan ketidakpastian ekonomi ke
depan mendorong rumah tangga mengurangi konsumsinya dan memilih
untuk menabung. Stimulus fiskal yang diberikan pemerintah AS juga
berdampak positif dalam mendukung optimisme perbaikan perekonomian
ke depan. Hal itu tercermin dari tren peningkatan penjualan durable
goods, penjualan eceran (retail sales) dan consumer confindence, serta
menurunnya inventori di AS.
Dari sisi produksi, ekonomi AS juga menunjukkan perbaikan. Laju
kontraksi di sektor manufaktur mulai melambat. Hal itu terlihat dari Survei
Manajer Pembelian (PMI) sektor manufaktur yang meningkat di bulan
Grafik 2.1 Real Income Spending Rumah Tangga AS
������
�����
�����������������
������������������
�����������
����
����
����
����
����
���
���
���
���
���
����
����
����
����
���
���
���
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ���� ����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
8
Juni (Grafik 2.2). Selain PMI, rata-rata initial jobless claim yang menurun
dari 616 ribu orang di bulan Juni menjadi 559 ribu orang di bulan
Juli 2009, serta non-farm payrolls bulan Juni yang membaik dari level
-741 ribu orang di bulan Januari menjadi 467 ribu orang di bulan Juni,
menunjukkan adanya perbaikan aktivitas industri.
Kegiatan ekonomi Asia terus menggeliat. Ekonomi China, Singapura,
dan Vietnam mengalami perbaikan yang cukup tajam di triwulan II-2009.
Berbagai paket stimulus fiskal yang digelontorkan oleh sebagian besar
negara Asia, disertai dengan agresifnya pemotongan suku bunga oleh
bank sentral mampu mendorong domestic demand di kawasan Asia
sehingga mampu memitigasi dampak negatif dari penurunan ekspor.
Tumbuhnya ekonomi Singapura di triwulan II didukung oleh industri
manufaktur, tercermin dari indikator industrial output yang dalam tren
yang meningkat. Sementara ekonomi China tumbuh solid di triwulan
II-2009, terutama didorong oleh pertumbuhan fixed asset investment dan
derasnya laju kredit perbankan seiring dengan dilonggarkannya standar
penyaluran kredit oleh People Bank of China (PBoC).
Tekanan inflasi global secara umum masih rendah. Tekanan inflasi
yang relatif kecil tersebut sejalan dengan aktivitas ekonomi yang masih
rendah. Negara kelompok G3 saat ini berada dalam kondisi deflasi. Hal
yang sama juga terjadi di beberapa negara Asia, seperti China, India,
Malaysia, Singapura dan Thailand yang mengalami penurunan harga
konsumen.
Suku bunga kebijakan di sebagian besar negara maju masih bias longgar,
namun dengan laju penurunan yang mulai terbatas. Apabila pemulihan
ekonomi disertai oleh tekanan inflasi yang meningkat, tren pelonggaran
suku bunga akan berubah menjadi lebih ketat. Oleh karena itu,
optimisme terhadap perbaikan ekonomi perlu diikuti dengan peningkatan
kewaspadaan terkait dengan antisipasi pasar terhadap perubahan stance
kebijakan moneter global.
Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaPerlambatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan tertahan pada triwulan III-2009. Dari sisi permintaan, hampir seluruh komponen
diperkirakan tumbuh membaik. Pertumbuhan konsumsi swasta relatif
stabil ditopang oleh daya beli yang memadai, seiring dengan membaiknya
Grafik 2.2 Penjualan Eceran dan PMI
��������������
��������������
�����������������
�����������������
�����������������
��������������������
���������� �����������
������������ �������������������
�����������������
�������������������
��
��
��
��
��
��
��
��
���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������
Grafik 2.3 Pertumbuhan M1 Riil dan PDB Konsumsi RT
��� ���
���
��
�
��
��
��
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
�
�
�
�
�������������������������������������������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
9
upah riil, melambatnya pertambahan pemutusan hubungan kerja (PHK),
dan menguatnya keyakinan konsumen. Dari sisi eksternal, optimisme
membaiknya kinerja ekspor didukung oleh perbaikan pertumbuhan
ekonomi dunia, terutama di emerging market. Selain itu optimisme
para pelaku usaha akan mendorong tumbuhnya investasi dan geliat
berproduksi. Sebagai dampak selanjutnya, kegiatan impor juga akan
meningkat. Meningkatnya permintaan baik eksternal maupun domestik,
serta kegiatan investasi akan menggerakkan berbagai sektor dalam
perekonomian. Faktor perayaan hari besar keagamaan pada akhir triwulan
III-2009 diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor-
sektor terkait dengan perayaan ini antara lain sektor industri, sektor
perdagangan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Pertumbuhan konsumsi triwulan III-2009 diperkirakan relatif stabil. Meskipun aktivitas Pemilu sudah berkurang, berbagai perkembangan
ekonomi yang positif akhir-akhir ini mampu menjaga pertumbuhan
konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan perkembangan
indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang relatif stabil, meskipun
masih berada dalam siklus perlambatan hingga 1 triwulan ke depan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif stabil ditopang oleh
meredanya tekanan PHK terhadap daya beli masyarakat dan diperkuat
oleh keyakinan konsumen yang semakin menguat akan membaiknya
kondisi ekonomi pasca-pelaksanaan Pemilu Pemilihan Presiden (Pilpres).
Momentum peningkatan pertumbuhan konsumsi terindikasi baik pada
indikator konsumsi durable goods (penjualan elektronik, motor dan mobil)
maupun konsumsi makanan dalam indeks penjualan eceran. Peningkatan
konsumsi tersebut juga mendapat dukungan dari sisi pembiayaan,
tercermin dari penggunaan kartu kredit, serta transaksi kartu debit yang
cenderung meningkat (grafik 2.3 - 2.6).
Pertumbuhan investasi (PMTB) triwulan III-2009 diprakirakan membaik seiring dengan membaiknya permintaan eksternal dan domestik. Membaiknya pertumbuhan investasi didukung oleh optimisme
perbaikan ekonomi global yang ditunjukkan oleh membaiknya permintaan
ekspor dari beberapa negara mitra dagang. Stabilnya kondisi dalam negeri
pasca-pelaksanaan Pemilu Pilpres dan perkiraan kenaikan harga jual ke
depan mendorong peningkatan rencana investasi pelaku usaha di triwulan
III-2009.
Investasi pada triwulan III-2009 diperkirakan masih ditopang oleh
investasi bangunan (Grafik 2.7). Hal itu terlihat dari indikator dini investasi
Grafik 2.4 Pertumbuhan Pembiayaan Konsumsi
Grafik 2.5 Pert. Transaksi Belanja Kartu Kredit
��� ���
���������������
�
��
��
��
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
��
�
�
�
�
�������������������������������������������������
�
��������������������
�
��
��
��
��
��
��
��
���� ����� �� ��� �� � ��
�����������
Grafik 2.6 Penjualan Produk Elektronik
�������� ��������
���
���
��
��
��
��
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � ��
�
�
�
�
��������������������� ����������� ����������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
10
bangunan, yaitu pertumbuhan konsumsi semen hingga kuartal II-2009
mengindikasikan peningkatan (Grafik 2.8), menyusul membaiknya realisasi
sektor properti. Sementara itu, pertumbuhan investasi non-bangunan
cenderung melambat, sejalan dengan masih lemahnya permintaan mesin
dan perlengkapan luar negeri, serta impor barang modal (Grafik 2.9 dan
2.10). Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit investasi riil hingga awal
triwulan II-2009 menunjukkan tren yang melambat.
Membaiknya kondisi ekonomi global juga mendorong membaiknya kinerja ekspor di triwulan III-2009. Selain ditopang oleh membaiknya
permintaan emerging market, terutama komoditas CPO dan batubara,
indikasi perbaikan ekspor juga didukung oleh perbaikan consumer
confidence di negara maju, serta perbaikan pertumbuhan indeks produksi
negara Eropa dan Jepang. Perbaikan indeks produksi negara maju
merupakan indikator adanya perbaikan ekonomi global. Indikator lain
yang menunjukkan geliat ekonomi global adalah perkembangan Baltic Dry
Index yang memberikan indikasi peningkatan permintaan eksternal. Dari
sisi domestik, rencana penerapan Nasional Single Window (NSW) atau
pelayanan satu pintu di Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok pada
awal triwulan III-2009 juga akan mendorong perbaikan ekspor.
Di sisi lain, meningkatnya permintaan baik domestik maupun eksternal juga akan mendorong membaiknya kinerja impor. Meskipun masih tumbuh melambat, membaiknya pertumbuhan komoditas
impor bahan baku pada bulan Juni 2009 dapat menahan perlambatan
impor yang lebih mendalam. Berdasarkan golongan komoditas HS 3 dijit,
pertumbuhan impor sepanjang Januari-Juni 2009, terutama didorong oleh
pertumbuhan impor kelompok bahan baku dan barang modal yang terkait
dengan penambahan kapasitas produksi, seperti mesin/pesawat mekanik,
serta besi dan baja.
Di sisi penawaran, beberapa sektor utama perekonomian seperti Industri Pengolahan, sektor Pertanian, serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi diperkirakan masih tumbuh melambat. Namun
demikian, laju perlambatan sektor industri diperkirakan akan tertahan seiring
dengan membaiknya permintaan ekspor beberapa negara mitra dagang,
serta meningkatnya optimisme dunia usaha. Sementara itu, melambatnya
sektor pertanian terutama terkait dengan berlalunya musim panen. Khusus
untuk sektor Pengangkutan dan Komunikasi meskipun melambat, sektor
ini masih mampu tumbuh relatif tinggi dibandingkan dengan sektor-
sektor lainnya. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini tercermin pada tren Grafik 2.9 Pertumbuhan Investasi Mesin Luar Negeri
Grafik 2.7 Pertumbuhan Investasi Bangunan & Non-Bangunan
Grafik 2.8 Pertumbuhan Konsumsi Semen
�������
���
���
�
��
��
��
��
� �� ��� �� � �� ��� �� � ������ ���� ����
������������������������������
�
�
�
��
��
����� �����
���
���
��
��
��
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
��
�
�
�
�
�
��
��
��������������������������������������������������������������������
����� �����
���
���
�
��
��
��
��
��
��
���
���
���
�
��
��
��
���� ���� ����
����������������������������������������������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � ��
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
11
pertumbuhan jumlah pelanggan seluler yang masih meningkat. Selain
itu, pertumbuhan di triwulan III-2009 akan ditopang oleh meningkatnya
lalu-lintas percakapan dan pemakaian pulsa terkait dengan datangnya
hari raya keagamaan. Meskipun ada sejumlah sektor ekonomi mengalami
perlambatan, beberapa sektor lain mulai menunjukkan pertumbuhan yang
membaik, antara lain sektor Bangunan; Perdagangan, Hotel dan Restoran;
Keuangan, Persewaan dan Jasa; serta sektor Jasa-Jasa lain. Optimisme dunia
usaha, sebagaimana tercermin dari hasil Survei Kegiatan Usaha (SKDU),
mendorong geliat aktivitas sektor-sektor ekonomi.
I n f l a s iTekanan inflasi relatif masih rendah, namun diperkirakan mencapai titik terendah di bulan ini, seiring dengan kian membaiknya kondisi ekonomi baik domestik maupun eksternal. Inflasi IHK bulan
Juli tercatat sebesar 0,45% (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan
bulan-bulan sebelumnya, bahkan yang tertinggi sepanjang tahun 2009.
Hal itu terkait dengan siklus musiman masuknya tahun ajaran baru yang
meningkatkan inflasi, terutama di sektor pendidikan. Namun demikian,
inflasi Juli 2009 masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan pola
historisnya sekitar 0,48% (mtm).
Secara tahunan inflasi IHK Juli 2009 tercatat sebesar 2,71%, menurun
dibandingkan dengan 3,65% (yoy) pada Juni lalu. Realisasi inflasi bulan
Juli ini diperkirakan yang terendah. Selanjutnya, inflasi di sisa triwulan
III-2009 diperkirakan meningkat dibandingkan dengan Juli terkait dengan
pergeseran hari raya Lebaran. Dengan perkembangan yang terjadi akhir-
akhir ini inflasi IHK tahun kalender mencapai 0,66% (ytd).
Tekanan inflasi yang masih rendah saat ini didominasi oleh faktor-faktor non-fundamental, seperti administered prices dan volatile food. Kondisi ini tercermin dari inflasi IHK yang lebih rendah dari inflasi
inti. Tidak adanya kebijakan administered prices strategis pasca-penurunan
harga BBM subsidi di awal tahun membawa tekanan inflasi turun tajam. Di
samping itu, turunnya tekanan dari harga pangan global dan kecukupan
pasokan domestik menjadi pendorong menurunnya inflasi volatile food.
Sementara itu, tekanan dari sisi fundamental yang terlihat dari inflasi inti
juga dalam tren yang menurun, meski dengan besaran yang lebih kecil.
Determinan inflasi inti dari sisi eksternal turun, sejalan dengan menurunnya
tekanan inflasi impor (imported inflation) dan kestabilan rupiah. Tekanan
Grafik 2.10 Pertumbuhan Impor Barang Modal dan PMTB
������
���
���
��
��
��
��
��
���
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
������
������������������������
������������������ �������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
12
kesenjangan output juga rendah sejalan dengan masih lemahnya
permintaan. Seluruh perkembangan tersebut pada gilirannya mendorong
penurunan ekpektasi inflasi.
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, tekanan inflasi yang rendah terutama terjadi pada kelompok transportasi dan bahan makanan, bahkan kelompok ini mencatatkan deflasi yang cukup dalam. Deflasi
di kelompok transportasi terutama bersumber dari faktor non-fundamental
terkait dengan kebijakan harga dari Pemerintah. Sekitar 46% komoditas
dari kelompok transportasi tergolong dalam administered prices, antara
lain bensin, solar, tarif berbagai angkutan, tarif parkir, tarif jalan tol, dan
lain-lain. Setelah mengalami penurunan harga BBM dalam periode akhir
tahun 2008 - awal tahun 2009, tidak terjadi perubahan kebijakan strategis
dari pemerintah. Hal tersebut telah mendorong deflasi secara tahunan pada
kelompok tersebut. Tekanan inflasi yang rendah juga datang dari kelompok
bahan makanan. Sekitar 82% kelompok bahan makanan tergolong dalam
kelompok volatile food. Ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta
rendahnya tekanan inflasi dari sisi komoditas pangan global menyebabkan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan terus menurun.
Pascapenurunan harga BBM di Januari-Februari 2009 lalu, kenaikan inflasi terkait dengan kebijakan harga dari Pemerintah sangat terbatas. Dalam tiga bulan terakhir, sumbangan inflasi dari
kelompok administered prices sangat minimal. Pada bulan Juli ini tercatat
memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,01%, atau terjadi inflasi sebesar
0,13% (mtm). Inflasi tersebut bersumber dari kenaikan harga BBM
nonsubsidi (pertamax, pertamax plus, dll) sekitar 5% dibandingkan dengan
bulan sebelumnya. Namun, dengan bobot yang relatif kecil, kenaikan
tersebut tidak berdampak signifikan pada inflasi.
Tekanan inflasi bulanan yang rendah, menyebabkan inflasi administered
prices secara tahunan turun menjadi -5,08% (yoy) dari -3,22% (yoy) pada
bulan sebelumnya. Program konversi energi yang di bulan Juli tahun lalu
memberikan tekanan inflasi cukup tinggi, di sepanjang tahun ini tidak
terjadi. Sejauh ini program konversi energi telah mendekati separuh dari
target tahun 2009 dan mayoritas dilakukan di daerah Jawa, terutama Jawa
Barat, serta Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan.
Setelah mengalami deflasi sepanjang triwulan II-2009, secara bulanan volatile food mengalami inflasi, seiring dengan berakhirnya musim panen raya. Inflasi volatile food Juli 2009 sebesar
1,22%. Berhentinya panen raya menyebabkan penurunan harga beras
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
������
����
����
���
���
���
����
����
����
����
���� ���� ����� � � � � � � � � �� � � � � � � � � � � � � � � � ����� ������
��������������������������������������������������������������������������������
���������������������������������������
Grafik 2.13 Perkembangan Nilai Tukar & Inflasi Mitra Dagang
� ������
���������������������������������
�������������������������
����������������������������
�������������������������������������������������������������������
����������������������
��
�
�
��
��
��
��
����
���
���
���
���
���
���
���� ���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � �
Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi
������ ������
��
�
�
�
�
�
�
�
���� ���� ����
��
�
�
�
�
��
��
��
� � � � � �� � � � � � �� � � � �
���
���������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
13
terhenti dan kembali bergerak stabil. Kestabilan harga beras ini terjadi
tidak terlepas dari kecukupan produksi dan distribusi pascapanen. Sampai
dengan awal Juli, pengadaan beras BULOG relatif sesuai dengan targetnya
yaitu mencapai 2,8 juta ton (92% dari target di semester I). Sementara
itu, stok beras mencapai 2,6 juta ton, atau mencukupi hingga 9 bulan
ke depan. Di sisi lain, harga beberapa komoditas seperti telur ayam ras,
daging ayam ras, daging sapi dan bumbu-bumbuan bulan Juli meningkat,
ditengarai disebabkan oleh meningkatnya permintaan.
Harga komoditas pangan global yang kembali menurun dalam sebulan
terakhir belum sepenuhnya ditransmisikan ke harga domestik. Secara
umum, harga komoditas pangan global yang berpengaruh terhadap
harga pangan domestik seperti CPO, gandum, kedelai dan jagung kembali
menunjukkan penurunan di bulan Juli 2009. Namun penurunan tersebut
masih mendapat respons yang terbatas. Hal tersebut tercermin pada
harga tepung terigu, yang merupakan produk turunan gandum, yang
relatif stabil. Demikian pula harga-harga untuk komoditas seperti produk
turunan jagung, kedelai, daging ayam ras, tahu, tempe dan lain-lain belum
menunjukkan penurunan.
Secara bulanan inflasi inti bulan Juli 2009 mencapai 0,31% (mtm), relatif meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meningkatnya inflasi inti dibandingkan bulan-
bulan yang lalu terutama bersumber dari sektor pendidikan (biaya sekolah
dan perlengkapan sekolah), sejalan dengan datangnya tahun ajaran baru.
Kendati meningkat secara bulanan, tekanan inflasi inti secara tahunan
masih menunjukkan tren yang menurun. Inflasi inti Juli 2009 mencapai
4,91% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
mencapai 5,56%. Seluruh determinan inflasi inti, yaitu faktor eksternal,
ekspektasi inflasi, dan output gap mendukung penurunan inflasi tersebut.
Secara umum, ekspektasi inflasi masih dalam tren yang menurun. Sejauh ini ekspektasi inflasi belum sepenuhnya bersifat forward looking.
Komponen backward looking, yang diwakili oleh realisasi inflasi terkini,
masih dalam tren yang menurun. Hal itu turut berkontribusi pada
menurunnya ekspektasi inflasi. Selain itu, kestabilan nilai tukar rupiah dan
tidak adanya kejutan-kejutan yang bersifat unfavorable turut menjaga
tren penurunan ekspektasi inflasi. Hasil survei Consensus Forecast (CF)
bulan Juli menunjukkan penurunan ekspektasi inflasi di tahun 2009 yang
mencapai 5,2%, lebih rendah dari bulan lalu yang mencapai 5,4%. Survei
Grafik 2.14 Ekspektasi Inflasi Konsumen - SK BI
������ �
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����
����
����
���� ���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � �
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Grafik 2.15 Ekspektasi Inflasi Pedagang - SPE BI
������ ������
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����
����
����
����
���� ���� ���� ���� ����� � � � ���� � � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� �� � � �
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Grafik 2.16 Ekspektasi Inflasi dari Consensus Forecast (CF)
������
�
�
�
�
�
���� ����� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � �
��� ���
���
���
���
��� ���
������
���
��� ���
������
������ ���
������
������ ���
��� ������ ���
��������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
14
lain yang mewakili konsumen maupun pedagang juga mengkonfirmasi
relatif rendahnya ekspektasi inflasi, meskipun tren penurunan telah
tertahan dalam beberapa bulan terakhir.
Nilai Tukar RupiahSelama Juli 2009, nilai tukar rupiah bergerak menguat dengan tingkat volatilitas yang terjaga. Secara rata-rata rupiah menguat 0,82%
menjadi Rp 10.098/USD dari Rp 10.180/USD pada bulan sebelumnya
(Grafik 2.17). Pada akhir periode, rupiah ditutup menguat ke level Rp
9.925/USD dari Rp 10.208/USD pada bulan sebelumnya atau menguat
2,85% (ptp). Sementara itu, rata-rata rupiah year-to-date tahun 2009
mencapai Rp 10.904/USD. Meskipun mengalami apresiasi, pergerakan
rupiah relatif lebih stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya
dengan tingkat volatilitas mengalami penurunan dari 1,09% pada bulan
sebelumnya menjadi 0,60% (Grafik 2.18).
Fundamental perekonomian domestik menjadi penopang utama pergerakan rupiah selama bulan Juli 2009. Proses pemulihan ekonomi
global yang terus berlanjut, khususnya di Asia, memberikan sentimen
positif sehingga persepsi risiko terhadap negara berkembang membaik.
Dari sisi domestik, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) khususnya
transaksi berjalan yang mencatat surplus dan cadangan devisa yang
memadai, imbal hasil yang menarik serta kondisi sosial politik yang
terkendali pascaPilpres cukup kondusif bagi penguatan nilai tukar rupiah.
Ledakan bom yang terjadi di dua hotel besar di Jakarta pada pertengahan
Juli 2009 berdampak temporer terhadap pergerakan rupiah. Penguatan
nilai tukar rupiah bergerak sejalan dengan pergerakan mata uang kawasan
yang cenderung terapresiasi.
Seiring dengan pemulihan ekonomi global, persepsi risiko terhadap perekonomian Indonesia relatif terjaga. Hal tersebut tercermin dari
menurunnya spread CDS dan spread Emerging Market Global Bonds
(EMBIG). Spread CDS Indonesia mengalami penurunan sejalan dengan
pergerakan CDS kawasan regional Asia dari 310 bps (Juni) menjadi 199
bps (Juli), lebih rendah dibandingkan dengan CDS Vietnam (250 bps)
namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan CDS Filipina (179 bps).
Spread EMBIG juga menurun dari 432 bps (Juni) menjadi 398 bps (24
Juli). Sementara itu,faktor risiko domestik juga mengalami perbaikan yang
tercermin dari penurunan yield spread global bond Indonesia dengan US
Grafik 2.19 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Juli 2009 dibandingkan dengan Juni 2009
Grafik 2.17 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
������
������
������������
�����������
������
������
����������������
�����������������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
����������������������������
�����������������
Grafik 2.18 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
����
� �������
�
�
�
�
�
��
��
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
���� ����
���������������������������������������������������
����
����
����
����
��������
����
����
�
����������
���������
���
���
���
���
���
���
���
���
����� ���� ���� ����
�������������������������������������������������������������
����
����
����
����
����
�����
�����
����
����
����
����
��������
�����
����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
15
T-Note dari 396 bps (Juni) menjadi 305 bps (Juli). Pergerakan premi swap
relatif stabil yang mengindikasikan minimalnya tekanan terhadap rupiah
untuk beberapa waktu yang akan datang.
Relatif tingginya imbal hasil rupiah dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia menjadi daya tarik masuknya aliran dana asing ke pasar domestik. Selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri -
Uncovered Interest Rate Parity (UCIP) masih menarik meskipun menurun dari
7% (Juni) menjadi 6,64% (Juli). Sementara itu, indikator Covered Interest
Rate Parity (CIP) atau selisih suku bunga setelah memperhitungkan premi
risiko justru mengalami kenaikan dari 3,03% (Juni) menjadi 3,60% (Juli)
seiring dengan membaiknya persepsi risiko Indonesia. Indikator ketertarikan
investor pada obligasi rupiah masih tertinggi dibandingkan negara-negara
lain di kawasan Asia sehingga menjadikan investasi pada obligasi Indonesia
lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya.
Kebijakan Moneter
Suku BungaPenurunan BI Rate ditransmisikan ke pasar uang melalui penurunan suku bunga berbagai tenor. Kondisi tersebut seiring dengan likuiditas
pasar uang yang masih cukup likuid. Penurunan BI Rate sebesar 25
bps pada bulan Juli 2009 diikuti oleh penurunan rata-rata suku bunga
PUAB O/N sebesar 22 bps. Dengan kondisi tersebut, sepanjang Juli 2009
level suku bunga PUAB O/N bergerak di bawah level BI Rate dengan
volatilitas yang semakin menurun. Selain itu, suku bunga PUAB dengan
jangka waktu yang lebih panjang juga mengalami penurunan. Rata-rata
penurunan suku bunga PUAB tenor di atas O/N mencapai 34 bps dengan
penurunan terbesar terjadi pada tenor di atas 27 hari sebesar 42 bps.
Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga PUAB berbagai
tenor menjadi semakin menurun dan landai yang mengindikasikan
persepsi terhadap likuiditas antar waktu yang semakin membaik.
Penurunan suku bunga deposito terus berlangsung. Secara rata-
rata, suku bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 25 bps pada Juni
2009 atau setara dengan penurunan BI Rate pada periode yang sama.
Dengan penurunan tersebut, sejak Desember 2008 hingga Juni 2009,
suku bunga deposito 1 bulan telah turun sebesar 188 bps. Sementara
itu, suku bunga deposito berbagai tenor lainnya juga tercatat menurun
Grafik 2.20 Pergerakan Beberapa Mata Uang Dunia dan Regional
������
����������������������������������������������������������������
������������������
���������
������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���������
���������
���������
Grafik 2.21 Perkembangan Yield Spread dan EMBIG
���
�����������������
�
�����������
�
�
�
�
�
��
��
��
���� ����
���
���
���
���
���
����
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
�����������������������������������������������������������������������
Grafik 2.22 Premi Swap Berbagai Tenor
������������������������
�
�
�
��
��
��
������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��������� ���������
��������� ����������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
16
dengan besaran yang bervariasi, terutama pada tenor 3 dan 6 bulan. Jika
dilihat berdasarkan kelompok banknya, penurunan suku bunga deposito
khususnya terjadi pada kelompok bank asing dan campuran. Pada Juni
2009, penurunan suku bunga deposito terbesar terjadi pada kelompok
bank campuran sebesar 29 bps menjadi 8,89%.
Sejalan dengan penurunan suku bunga deposito, respon penurunan suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate juga membaik. Pada Juni 2009, rata-rata suku bunga kredit secara agregat turun sebesar 9 bps atau lebih besar dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dengan penurunan tersebut, sejak Desember 2008 hingga Juni 2009,
rata-rata suku bunga kredit telah turun sebesar 24 bps. Namun, jika
dibandingkan dengan suku bunga deposito, penurunan yang terjadi pada
suku bunga kredit terlihat kurang elastis. Hal tersebut selain terkait dengan
masih tingginya cost of fund bank juga terkait dengan upaya perbankan
dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan NPL (Non
Performing Loan) sebagai akibat dari efek perlambatan pertumbuhan
pada sektor riil. Jika dilihat berdasarkan jenis penggunaannya, penurunan
suku bunga kredit pada Juni 2009 hanya terjadi pada suku bunga kredit
modal kerja dan kredit investasi. Suku bunga kredit modal kerja (KMK)
dan kredit investasi (KI) masing-masing menurun sebesar 16 bps menjadi
14,52% dan 13,78%, sedangkan suku bunga kredit konsumsi (KK) justru
mengalami peningkatan sebesar 6 bps menjadi 16,63% terkait dengan
masih tingginya permintaan (Tabel 2.1 dan Grafik 2.24). Sementara itu,
berdasarkan kelompok banknya, penurunan seluruh suku bunga kredit
terbesar terjadi di kelompok bank swasta domestik dan diikuti oleh
kelompok bank asing dan campuran.
Grafik 2.24 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Grafik 2.23 Perbandingan Yield Spread Government Bond Beberapa Negara Regional
�
����������������������������������������������������������
��
�
�
��
��
��
����
����
����
���������
��� ������������ ��� ��� ��� ������������ ��� ������������ ��� ���
���� ����
��������� ���������������� �����������������
Tabel 2.1Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
BI Rate 8,75 9.00 9,25 9,50 9,50 9,25 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75Penjaminan Deposito 8,25 8,75 8,75 10,00 10,00 10,00 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25Dep 1 bulan (Weighted Average) 7,51 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 n.aDep 1 bulan (Counter Rate) 7,18 7,42 7,77 8,32 8,67 8,69 8,75 8,52 8,23 7,68 7,39 6,81 6,57Base Lending Rate 12,95 13,21 13,29 13,65 14,07 14,16 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20Kredit Modal Kerja (KMK) 13,14 13,42 13,93 14,67 15,13 15,22 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 n.aKredit Investasi (KI) 12,61 12,86 13,32 13,88 14,28 14,40 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 n.aKredit Konsumsi (KK) 15,73 15,78 15,87 16,05 16,24 16,40 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 n.a
2008 2009
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
�
�
��
��
��
��
��
��
���� ���� ���� ���� ����� � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � �
����������������������������������������� ����������������
���������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
17
Dana, Kredit, dan Uang BeredarPosisi DPK pada Juni 2009 meningkat meski dengan pertumbuhan yang masih melambat. Posisi DPK meningkat sebesar Rp40,61 triliun
atau lebih besar dari bulan sebelumnya. Namun, peningkatan tersebut
belum cukup untuk mendukung terjadinya akselerasi pertumbuhan.
Pertumbuhan DPK melambat dari 18,5% (yoy) pada bulan sebelumnya
menjadi 17,4% (yoy) (Grafik 2.25). Kondisi tersebut diindikasikan terkait
dengan masih lambatnya kondisi perekonomian saat ini. Berdasarkan
jenis komponennya, baik giro, tabungan maupun deposito mencatatkan
peningkatan pertumbuhan. Di sisi lain, berdasarkan komposisinya, DPK
rupiah mencatat peningkatan pertumbuhan, sedangkan untuk DPK valas
masih mencatat perlambatan.
Sejalan dengan DPK, penyaluran kredit secara nominal terus meningkat walau masih tumbuh melambat. Pada Juni 2009, posisi
kredit meningkat sebesar Rp29,8 triliun atau lebih tinggi dari bulan
sebelumnya yang justru turun sebesar Rp7,2 triliun. Meskipun demikian,
pertumbuhan tahunan kredit masih tercatat melambat menjadi 15% (yoy)
dari bulan sebelumnya sebesar 17,7% (yoy) (Grafik 2.26). Kondisi tersebut
ditengarai masih terkait dengan lemahnya perekonomian (sisi permintaan
kredit) dan perilaku bank yang lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit
(sisi pasokan kredit) walaupun sudah menunjukkan perbaikan di Juni 2009.
Dari sisi valuta, kontraksi pertumbuhan terjadi pada kredit valas. Hal itu
mencerminkan preferensi perbankan untuk mengurangi tingkat eksposurnya
dalam pemberian kredit berdenominasi valas. Adapun dari sisi sektoral,
beberapa sektor tertentu masih cenderung menikmati kenaikan penyaluran
kredit, yaitu sektor pertanian dan listrik, air, gas serta pengangkutan.
Pertumbuhan likuiditas perekonomian belum terakselerasi. Pada Juni
2009, posisi M1, M2 dan M2 rupiah secara nominal meningkat masing-
masing sebesar Rp25,6 triliun, Rp50,7 triliun, dan Rp52,9 triliun. Meskipun
mengalami peningkatan, namun pertambahan yang terjadi belum cukup
untuk mendorong pertumbuhan M1, M2 dan M2 rupiah. Pertumbuhan
M1, M2 dan M2 rupiah masih tercatat melambat dibandingkan bulan
sebelumnya menjadi 5,7%, 15,8% dan 16,4% (Grafik 2.27). Sementara
itu, secara riil pertumbuhan M1 dan M2 relatif stabil sejalan dengan inflasi
yang terus menurun. Hal tersebut menunjukkan daya beli masyarakat yang
membaik. Di sisi lain, pertumbuhan secara riil tersebut terbilang relatif
rendah yang mengindikasikan belum normalnya kondisi perekonomian,
khususnya konsumsi masyarakat pada triwulan II-2009.
Grafik 2.25 Perkembangan Dana vs BI Rate
��
������������������������������������������������������������������������������������������
��
��
�
�
��
��
��
���
���
���
���
���
���
���
����
��� ������������ ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��������� ��� ���
���� ����
���������������� �������������������������������������������������� �������������������������������
Grafik 2.26 Perkembangan Dana vs Kredit
���������� ������������������������������
��
��������������������
�
�
��
��
��
��
��
�������������������
���� ���� ���� ���� ������� ��������������� ��� ��������������� ��� ��������������� ��� ���������������
���������������������
�����������������
Grafik 2.27 Pertumbuhan Uang Beredar (Nominal)
�������
����
��������������
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � �
���� ���� ���� ���� ����
�� �� �����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
18
Pasar ModalTren bullish di pasar saham masih terus berlanjut. Kinerja keuangan
perusahaan-perusahaan di AS yang berhasil membukukan laba dan
indikator perumahan dan pengangguran di AS yang membaik mendorong
rally di pasar saham global. Hal itu berimbas pada pasar saham di kawasan
Asia, termasuk Indonesia. IHSG ditutup menguat pada level 2.323,3 yang
merupakan level tertinggi di tahun 2009 sampai dengan saat ini atau
menguat sebesar 14,6% dibandingkan dengan posisi Juni 2009. Searah
dengan kondisi tersebut, kapitalisasi pasar kembali meningkat sebesar
Rp210,6 triliun dibandingkan dengan bulan Juni 2009 menjadi sebesar
Rp1764,3 triliun.
Selain faktor eksternal, euforia pasar saham Indonesia turut didukung oleh kondisi domestik yang cukup kondusif. Berlanjutnya
penurunan BI Rate, lancarnya pelaksanaan Pemilu Presiden serta cukup
baiknya kinerja keuangan mayoritas emiten di semester I-2009 menjadi
penopang penguatan IHSG. Meskipun sempat terganggu oleh peristiwa
bom di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, kondisi pasar saham Indonesia
masih tetap kondusif. Peristiwa itu tidak berdampak signifikan pada
kondisi pasar saham Indonesia, bahkan direspon positif oleh pelaku pasar
setelah Pemerintah dan Bank Indonesia dalam siaran persnya1 menyatakan
langkah-langkah antisipasi. Dari sisi mikro perusahaan, kemampuan
mayoritas emiten untuk membukukan pendapatan dan laba bersih pada
semester I-2009 mengkonfirmasi hasil penelitian Nomura di bulan Juni
2009 yang menyatakan prospek ROE Indonesia diperkirakan masih tumbuh
cukup tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain.
Pertumbuhan IHSG selama Juli 2009 juga ditopang oleh aliran masuk modal asing. Derasnya aliran modal asing pada pekan terakhir periode
laporan mampu menahan aksi profit taking yang terjadi pada pekan awal
Juli 2009. Secara keseluruhan, selama bulan Juli pelaku asing membukukan
net beli sebesar Rp3,1 triliun (Grafik 2.28). Walaupun mencatat net beli,
adanya aksi profit taking pada dua pekan pertama mendorong rata-rata
perdagangan harian pada Juli 2009 turun menjadi sebesar Rp5,5 triliun per
hari dibandingkan dengan Juni 2009 yang memiliki rata-rata perdagangan
harian sebesar Rp5,8 triliun per hari (Grafik 2.29). Namun kondisi tersebut
masih lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi selama tahun 2008,
dimana rata-rata harian perdagangan saham mencapai Rp4,4 triliun
Grafik 2.29 IHSG dan Nilai Perdagangan
Grafik 2.28 IHSG dan Net Beli/Jual Asing Saham
1 Siaran pers Rapat Koordinasi terkait paska ledakan bom Jakarta.
�����������
���������
���������
���� ���� ����� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � �
����������������������������������
���
�����
�����
�����
�����
�����
�����������
�
�
�
�
�
��
���
�����
�����
�����
�����
�������������������������������������
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � �
���� ���� ����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
19
Grafik 2.30 Yield SBN seri Benchmark
per hari. Ke depan, pergerakan IHSG akan dipengaruhi diantaranya oleh
stabilitas sosial politik di dalam negeri dan perkembangan pasar keuangan
global serta rilis laporan keuangan emiten triwulan II-2009.
Sejalan dengan perkembangan di pasar saham, kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) pada Juli 2009 juga menunjukkan tren yang membaik. Yield SUN untuk seluruh tenor bergerak turun
sebagai imbas positif dari masuknya aliran modal asing dan penurunan BI
Rate. Membaiknya yield SBN ditopang oleh perkembangan positif pada
pasar keuangan global dan terjaganya kepercayaan investor terhadap
fundamental ekonomi domestik. Dampak positif dari sisi eksternal
tercermin dari menurunnya CDS Indonesia dan menguatnya nilai tukar
rupiah. Sementara dari sisi domestik, faktor yang mendorong membaiknya
yield SBN antara lain prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif
cukup baik dibandingkan negara lain di kawasan Asia serta ekspektasi
inflasi yang terjaga. Tingkat inflasi yang rendah menyebabkan yield SBN
secara riil menarik.
Seperti halnya pasar saham, dampak negatif peristiwa pengeboman hanya berlangsung sementara. Kepercayaan investor asing untuk
menempatkan dananya di pasar keuangan domestik masih terjaga, termasuk
penempatan pada SBN. Selama Juli 2009, investor asing mencatat net beli
sebesar Rp4,1 triliun di pasar sekunder SBN. Hal tersebut mendorong yield
SBN secara rata-rata membaik. Pada Juli 2009, yield SUN hampir seluruh
tenor secara rata-rata turun sebesar 150bps hingga mencapai 8,9%,
dibandingkan bulan Juni yang mencapai 10,4% (Grafik 2.30).
Kembali masuknya arus modal non residen di pasar SBN belum
berpengaruh signifikan terhadap likuiditas pasar SBN. Rata-rata harian
volume perdagangan SBN pada Juli 2009 tercatat sebesar Rp3,9 triliun
atau turun jika dibandingkan dengan rata-rata perdagangan pada Juni
2009 yang mencapai Rp4,5 triliun (Grafik 2.31). Sejalan dengan volume
perdagangannya tersebut, frekuensi rata-rata harian perdagangan SBN
turut menyusut. Pada Juli 2009, rata-rata harian frekuensi perdagangan
SBN berkisar 214 kali atau menurun dibandingkan Juni sebelumnya yang
hanya mencapai 277 kali per hari. Berbagai kondisi tersebut merupakan
indikasi bahwa pelaku pasar masih dalam posisi wait and see dengan
mencermati momentum perbaikan ekonomi global ke depan dan
cenderung melakukan perdagangan dalam jangka pendek.
Penurunan suku bunga simpanan dan membaiknya kinerja underlying asset pada Juli 2009 mendorong peningkatan NAB
�
�����������������������������������
��
��
��
��
�
���� ������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ������ ��� ���
������������������������������������������������
����������������������������������������������
Grafik 2.31 Volume Perdagangan dan Yield SBN (rata-rata seluruh tenor)
���������������������������������������������������������
����������� �
�
�
�
�
�
��
�
��
��
��
���� ���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � �
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
20
reksadana. NAB reksadana per Juli 20092 menunjukkan peningkatan
hingga hampir mencapai level Rp100 triliun yaitu sebesar Rp98,2 triliun
(Grafik 2.32). Reksadana saham, pasar uang dan reksadana pendapatan
tetap memberikan kontribusi terbesar. NAB reksadana saham mencapai
Rp32,7 triliun, diikuti oleh NAB reksadana pendapatan tetap sebesar
Rp13,9 triliun dan reksadana campuran sebesar Rp12,9 triliun. Kedepan,
pengenaan PPH final sebesar 0% yang masih akan diterapkan untuk
bunga dan diskonto atas obligasi yang diperoleh pada 2009-2010
diharapkan dapat terus meningkatkan kinerja reksadana. Hal tersebut juga
sejalan dengan tren penurunan suku bunga deposito yang diperkirakan
masih terus berlanjut.
Kondisi PerbankanKinerja sektor perbankan pada Juni 2009 secara umum tetap positif.
Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL dan NII perbankan tetap
menunjukkan ketahanan yang cukup baik di tengah kondisi global yang
belum stabil. Indikator lainnya turut menggambarkan perkembangan
yang stabil. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan - NPL) pada
Juni 2009 tercatat menurun menjadi sebesar4,5% (gross) dan 1,7%
(net). Sementara itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio -
CAR) sedikit menurun dari bulan sebelumnya menjadi sebesar 17,0%,
sedangkan Return On Asset (ROA) tetap stabil sebesar 2,7% (Tabel 2.2).
Grafik 2.32 Perkembangan Reksadana
2 Data terakhir yang dipublikasi Bapepam-LK (22 Juli 2009)
��� ���
����
����
�����
����
����
����
���� ���� ���� ��������
���� ��������
��������
��������
��������
��������
��������
���������������������������������������
�����������
�
��
��
��
��
���
���
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�������������������
Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan
Indikator Utama
Total Aset (T Rp) 2.057,1 2.066,6 2.122,6 2.235,0 2.303,4 2.310,6 2.307,1 2.344,9 2.352,1 2.327,4 2.309,8 2.354,3
DPK (T Rp) 1.532,9 1.528,1 1.601,4 1.674,2 1.707,9 1.753,3 1.745,6 1.767,1 1.786,2 1.780,9 1.783,6 1.824,3
Kredit (T Rp) 1.210,9 1.246,6 1.287,4 1.343,5 1.371,9 1.353,6 1.325,3 1.334,2 1.342,1 1.332,1 1.339,2 1.368,9
LDR (%) 79,0 81,6 80,4 80,2 80,3 77,2 75,9 75,5 75,1 74,8 75,1 75,0
NPLs Gross* (%) 4,0 3,9 3,9 3,9 4,0 3,8 4,2 4,3 4,5 4,6 4,7 4,5
NPLs Net * (%) 1,6 1,4 1,4 1,6 1,5 1,5 1,6 1,6 1,9 2,0 1,9 1,7
CAR (%) 16,2 16,0 16,5 16,0 16,3 16,2 17,6 17,7 17,4 17,6 17,3 17,0
NIM (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,3 0,6 0,5 0,5 0,5
ROA (%) 2,7 2,7 2,6 2,7 2,6 2,3 2,7 2,6 2,8 2,7 2,7 2,7
2008 2009
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
* dengan channeling
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
21
III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia pada hari ini memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,5%. Keputusan untuk menurunkan
BI Rate ini diambil setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
menyimpulkan bahwa tren penurunan inflasi masih berlanjut seiring
dengan masih terbatasnya permintaan domestik dan terus menurunnya
ekspektasi inflasi. Dewan Gubernur juga berpandangan bahwa penurunan
BI rate ini masih konsisten dengan sasaran inflasi Bank Indonesia ke depan.
Namun demikian, Bank Indonesia mencermati munculnya tekanan inflasi di
tahun 2010 yang bersumber dari meningkatnya permintaan domestik dan
kenaikan harga-harga komoditas di pasar internasional. Dalam konteks
ini, ke depan kebijakan moneter akan diarahkan untuk lebih antisipatif
terhadap potensi kenaikan inflasi tersebut agar sasaran inflasi sekitar 5%
di tahun 2010 dapat dicapai.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2009
22
* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 1) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia. kecuali data pasar modal (BAPEPAM). IHK. ekspor/impor dan PDB dari BPS
Indikator Terkini
SEKTOR KEUANGAN
H A R G A
SEKTOR EKSTERNAL
INDIKATOR KUARTALAN
SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 1 bln 1)
Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2)
JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3)
BESARAN MONETER (miliar RpBase Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank Umum
Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)
Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)
Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor ImporIncremental Capital Output Ratio (ICOR, %)Posisi Pinjaman Luar Negeri (juta USD)
8,73 9,23 9,28 9,71 10,98 11,24 10,83 9,50 8,74 8,21 7,59 7,25 6,95 9,20 9,75 9,74 9,91 11,16 11,50 11,08 9,93 9,25 8,61 7,95 7,39 7,05 7,19 7,51 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52 9,89 9,42 9,04 8,77 - 7,49 7,82 8,40 9,45 10,17 10,83 11,16 11,34 11,13 10,65 10,09 9,68 - 8,56 9,11 9,39 9,69 10,27 10,34 10,01 9,43 8,71 8,30 8,03 7,69 7,09 2.349 2.305 2.166 1.833 1.257 1.242 1.355 1.333 1.285 1.434 1.723 1.917 2.027
349.649 346.594 343.630 392.136 307.460 306.773 344.688 314.662 303.777 304.718 308.277 309.232 322.994 466.708 458.379 452.445 491.729 471.354 475.053 466.379 447.626 444.035 458.580 465.788 465.726 500.599 189.453 188.938 191.866 223.166 190.888 195.032 209.378 191.339 186.611 186.538 191.194 192.143 211.864 277.255 269.441 260.579 268.563 280.466 280.021 257.001 256.288 257.424 272.043 274.594 273.584 288.736 1.699.480 1.679.020 1.675.430 1.768.250 1.802.932 1.841.163 1.883.851 1.862.984 1.890.430 1.909.681 1.906.341 1.915.083 1.972.778 1.232.772 1.220.641 1.222.985 1.276.521 1.331.578 1.366.110 1.417.472 1.415.358 1.446.395 1.451.100 1.440.553 1.449.357 1.472.178 982.017 965.924 972.949 1.033.846 1.050.558 1.069.619 1.136.979 1.133.335 1.147.996 1.152.121 1.155.391 1.166.032 1.190.344 543.174 531.898 544.976 594.839 608.747 622.849 662.629 674.899 691.768 695.279 694.017 702.949 711.567 438.843 434.026 427.974 439.008 441.811 446.770 474.350 458.435 456.228 456.842 461.374 463.083 478.777 250.755 254.717 250.036 242.674 281.020 296.490 280.493 282.023 298.399 298.979 285.162 283.325 281.834 1.448.725 1.424.303 1.425.394 1.525.575 1.521.912 1.544.673 1.603.358 1.580.961 1.592.031 1.610.702 1.621.179 1.631.758 1.690.944 1.189.100 1.206.458 1.246.282 1.286.682 1.337.099 1.366.089 1.348.827 1.331.559 1.345.369 1.350.570 1.343.846 1.350.587 1.376.374 1.142.120 1.159.983 1.198.991 1.239.501 1.289.412 1.315.728 1.300.179 1.281.772 1.293.069 1.297.288 1.290.022 1.297.955 1.323.344
2,46 1,37 0,51 0,97 0,45 0,12 -0,04 -0,07 0,21 0,22 -0,31 0,04 0,11 11,03 11,90 11,85 2,14 11,77 11,68 11,06 9,17 8,60 7,92 7,31 6,04 3,65
9.225 9.118 9.153 9.378 10.995 12.151 10.950 11.355 11.980 11.575 10.713 10.340 10.225 9.719 9.469 9.145 10.181 9.325 8.086 7.394 6.345 6.713 7.473 7.441 8.396 - 8.474 9.305 9.175 8.770 9.688 7.553 7.396 5.706 5.008 5.819 5.337 6.218 - 50,22 51,53 52,17 50,85 47,61 47,48 48,39 47,96 47,17 50,68 51,72 51,65 50,99
6,41 5,18 6,06 4,37 6,34 6,42 5,94 7,17 12,15 9,14 11,69 3,51 -61,27 60,78 1.690,12 -146,06 10,63 1,82 9,49 -19,13 10,97 -3,53 10,03 -24,09 3,50 4,59 3,71 147.070 149.141 149.141
Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
20092008
Tw.III Tw.IV Total Tw.I
2008 2009