ekonomi islam.docx

13
EKONOMI ISLAM " PERILAKU KONSUMEN " http://gudangilmu2kita.blogspot.com PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan, Manusia tidak akan mampu menunaikan kewajiban ruhiyah ( spiritual ) danmaliyah ( material ) tanpa memenuhi kebutuhan primer seperti makan, tempat tinggal, maupun keamanan. Kebutuhan- kebutuhan tersebut merupakan elemen kehidupan manusia. Akan tetapi persentase kebutuhan yang dimiliki manusia sangat beragam. Terkadang muncul tindakan ekstrim dalam mengakses kebutuhannya. Ada sebagian orang yang sangat berlebihan memenuhi kebutuhannya sehingga timbul sikap berlebihan( israf ), sebaliknya, kita dapatkan sikap kikir dalam memenuhi kebutuhan baik untuk diri maupun keluarga. Dalam ekonomi Islam, pemenuhan akan sandang, pangan, dan papan harus dilandasi dengan nilai- nilai spiritualisme dan adanya keseimbangan dalam pengolahan harta kekayaan. Ketentuan dalam ekonomi Islam yang berlandasan spiritualisme menafikkan karakteristik perilaku konsumen yang berlebihan dan materialistik. Perilaku konsumen dalam sistem kapitalisme, dan sosialisme cenderung didominasi oleh nilai- nilai materialisme. Kebutuhan yang harus dipenuhi, hanya merupakan kebutuhan materialis dan tidak pernah menyentuh nilai- nilai spiritual. Hasilnya, kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa hanya berorientasi pada nilai- nilai materialisme. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa haruslah bermanfaat secara materi. Dalam melakukan konsumsi, nilai utility yang diterima harus sebanding dengan apa yang yang telah dikeluarkan ( dibelanjakan ) sehingga terjadi keseimbangan antara apa yang diberikan dengan yang didapatkan. Dalam membahas teori perilaku konsumen dalam berkonsumsi, diasumsikan bahwa konsumen merupakan sosok cerdas, dalam artian konsumen tersebut mengetahui secara detail tentang income dan kebutuhan yang ada dalam hidupnya serta pengetahuan terhadap jenis, karakteristik, dan keistimewaan komoditas yang ada. Dengan harapan komoditas yang telah dikonsumsi oleh konsumen dapat mendatangkan tingkat utility yang memuaskan.

Upload: elsha-sophia

Post on 02-Jan-2016

56 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: EKONOMI ISLAM.docx

EKONOMI ISLAM " PERILAKU KONSUMEN "

http://gudangilmu2kita.blogspot.com PENDAHULUAN

A.    Latar belakangDalam kehidupan, Manusia tidak akan mampu menunaikan

kewajiban ruhiyah         ( spiritual ) danmaliyah ( material ) tanpa memenuhi kebutuhan primer seperti makan, tempat tinggal, maupun keamanan. Kebutuhan- kebutuhan tersebut merupakan elemen kehidupan manusia. Akan tetapi persentase kebutuhan yang dimiliki manusia sangat beragam. Terkadang muncul tindakan ekstrim dalam mengakses kebutuhannya. Ada sebagian orang yang sangat berlebihan memenuhi kebutuhannya sehingga timbul sikap berlebihan( israf ), sebaliknya, kita dapatkan sikap kikir dalam memenuhi kebutuhan baik untuk diri maupun keluarga. Dalam ekonomi Islam, pemenuhan akan sandang, pangan, dan papan harus dilandasi dengan nilai- nilai spiritualisme dan adanya keseimbangan dalam pengolahan harta kekayaan.

Ketentuan dalam ekonomi Islam yang berlandasan spiritualisme menafikkan karakteristik perilaku konsumen yang berlebihan dan materialistik. Perilaku konsumen dalam sistem kapitalisme, dan sosialisme cenderung didominasi oleh nilai- nilai materialisme. Kebutuhan yang harus dipenuhi, hanya merupakan kebutuhan materialis dan tidak pernah menyentuh nilai- nilai spiritual. Hasilnya, kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa hanya berorientasi pada nilai- nilai materialisme.

Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa haruslah bermanfaat secara materi. Dalam melakukan konsumsi, nilai utility yang diterima harus sebanding dengan apa yang yang telah dikeluarkan ( dibelanjakan ) sehingga terjadi keseimbangan antara apa yang diberikan dengan yang didapatkan.

Dalam membahas teori perilaku konsumen dalam berkonsumsi, diasumsikan bahwa konsumen merupakan sosok cerdas, dalam artian konsumen tersebut mengetahui secara detail tentang income dan kebutuhan yang ada dalam hidupnya serta pengetahuan terhadap jenis, karakteristik, dan keistimewaan komoditas yang ada. Dengan harapan komoditas yang telah dikonsumsi oleh konsumen dapat mendatangkan tingkat utility yang memuaskan.

B.     Rumusan masalah

1)        Jelaskan apa yang dimaksud dengan  kebutuhan ( need ) dan keinginan ( want ) ?2)        Jelaskan tentang konsep nilai guna ( utility ) dan hubungannya dengan teori masalah ?3)        Jelaskan tentang teori budget line dan analisis kurva kepuasan sama ( indifferece curve )?4)        Jelaskan tentang zakat dan prilaku konsumsi ?5)        Sebutkan nilai- nilai Islam dalam Konsumsi ?

C.    Tujuan

Page 2: EKONOMI ISLAM.docx

1)        Menjelaskan tentang kebutuhan ( need ) dan keinginan ( want )2)        Menjelaskan tentang konsep nilai guna ( utility ) dan hubungannya dengan teori masalah3)        Menjelaskan tentang teori budget line dan analisis kurva kepuasan sama ( indifferece curve )4)        Menelaskan tentang zakat dan prilaku konsumsi5)        mendeskripsikan nilai- nilai Islam dalam konsumsi

TEORI PERILAKU KONSUMEN  A.    Kebutuhan     ( Need ) dan keinginan ( Want )

Dalam membahas teori perilaku konsumen dalam berkonsumsi, diasumsikan bahwa konsumen merupakan sosok cerdas, dalam artian konsumen tersebut mengetahui secara detail tentang income dan kebutuhan yang ada dalam hidupnya serta pengetahuan terhadap jenis, karakteristik, dan keistimewaan komoditas yang ada. Dengan harapan komoditas yang telah dikonsumsi oleh konsumen dapat mendatangkan tingkat utility yang memuaskan. Sebuah mekanisme yang terkadang tanpa pernah kita sadari, lebih dari berjuta- juta komoditi atau jasa tersedia, tetapi kita berhasil untuk memilih rangkaian barang dan jasa tersebut. Ketika menbuat pilihan kita membuat penilaian tertentu tentang nilai relatif segala komoditas  yang berjuta- juta jenis tersebut. Sekitar 500 tahun setelah hijrahnya rasulullah, Imam Al- Ghazali, telah mampu menuliskan bagaimana fungsi kesejahteraan, utilitas             ( kepuasan ) dan maximer seorang Muslim terbentuk. Fungsi utulitas, atau kepuasan yang merupakan penentu apakah sebuah barang lebih disukai atau tidak dibanding dengan barang lain. Dengan demikian, teori konsumsi sangatlah dipengaruhi oleh fungsi utilitas.

Menurut Al- Ghazalai, kesejahteraan ( maslahah ) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar. (1) agama ( ad- dien ), (2) hidup atau jiwa (nasf), (3) keluarga atau keturunan (nasl), (4) harta atau kekayaan (maal), (5) intelek atau akal (aql), ia menitik beratkan sesuai dengan wahyu.

Ia mendefenisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hirarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi : kebutuhan ( daruriat ), kesenangan atau keinginan ( hajaat ), dan kemewahan (tahsinaat ), sebuah klasifikasi peninggalan Aristotelian , yang disebut sebagai “ kebutuhan Ordinal “ ( kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang- barang eksternal, dan terhadap barang- barang psikis ) kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkat pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan dasar demikian cendrung fleksibel mengikuti waktu dan tempat, atau bahkan kebutuhan- kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua yaitu: “terdiri dari semua kegiatan dan  hal- hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup”. Kelompok ketiga adalah “ mencakup kegiatan dan hal- hal yang lebih jauh dari sekedar kenyamanan saja, meliputi hal- hal yang, melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup.”

Selanjutnya ia mendefenisikan tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktifitas ekonomi, (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan, (2)mensejahterkan keluarga, (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Ghazali mengkritik orang yang usahanya hanya sebatas untuk memenuhi tingkat subsisten dalam hidup :

Page 3: EKONOMI ISLAM.docx

” jika orang- orang tetap tinggal pada tingkat subsisten ( saad al-ramaq )dan menjadi sangat lemah, angka kematian akan meningkat, semua pekerjaan dan kerajinan akan berhenti, dan masyarakat akan binasa. Selanjutnya, agama akan hancur, karena kehidupan dunia adalah [ersiapan bagi kehidupan akhirat.”

Walaupun Al-Ghazali menganggap manusia sebagai “maximizer”  dan selalu ingin lebih, ia tidak melihat kecendrungan tersebut adalah sesuatu yang harus dikutuk oleh agama. Jelaslah bahwa Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi kebutuhannya untuk persiapan dimasa depan. Namin demikian, ia memperingatkan bahwa jika semangat selalu ingin lebih ini menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi. Maka hal ini pantas dikutuk.[1]

  B.     Konsep nilai guna ( utility ) dan hubungannya dengan teori masalah Perilaku seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan keyakinan dalam

menjalani kehidupan. Dalam kehidupan banyak sekali nilai-nilai ekonomi yang ditawarkan oleh sistem ekonomi ayang ada. Dalam kapitalisme, seorang konsumen merupakan perwujudan materi, dimana segala perilaku konsumen yang ada harus bersandarkan atas nilai-nilai materi. Tujuan utama konsumen adalah mencapai nilai materi yang optimal, dan hal tersebut merupakan tujuan akhir dalam berekonomi. Seorang konsumen dapat dikatakan berhasil jika mampu mendapatkan utility ataupun return yang maksimal atas segala pengorbanan yang telah dilakukan.

Didalam teori ekonomi kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh oleh seseorang dari mengkonsumsikan barang-barang dunakan nilai guna atau utility. Kalau kepusan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai guna atau utilitynya. Dalam membahas mengenai nilai guna perlu dibedakan diantara dua pengertian : nilai guna totaldan nilai guna marginal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal adalah pertambahan ( pengurangan ) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan ( pengurangan ) penggunaan satu unit barang tertentu.[2]

Dalam syariah, tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan ekonomi selama bertujuan untuk kemaslahatan dan kehidupan yang layak, namun segala upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan pemahaman nilai-nilai syariah. Dalam berkonsumsi seorang muslim bisa memaksimalkan nilai utility yang ingin ia dapatkan dari sebuah komoditas dengan catatan tidak melampaui batas-batas yang telah ditentukan dalam syari’ah. Sistem ekonomi islam tidak secara mutlak menerima konsep utility dan preference dalam berkonsumsi. Dengan alasan, pemahaman manusia sangat terbatas sehingga apa yang dinilai seorang manusia terkadang terbalik dengan substansi yang sebenarnya. Allah SWT berfirman :

Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS : Al-Baqarah :216 )

Dapat disimpulkan bahwa bahwa konsep utility dalam perekonomian islam akan menjadi sangat berbeda dengan konsep kapitalis. Perilaku seorang konsumen muslim

Page 4: EKONOMI ISLAM.docx

terkadang tidak rasionalis dan ekonomis menurut konsep pandangan kapitalisme. Namun tindakan tersebut justru mendatangkan tingkat utility yanh besar dalam pandangan seorang muslim. Seperti membayar zakat, malakukan infaq, membantu fakir miskin, mungkin tidak ada mempunyai nilai materi dalam kehidupan didunia, tetapi dalam syari’ah hal ini berdimensi pahala ( dalam pandangan Allah ) sehingga nilai utility yang kan didapatkan seorang muslim sangat besar dikehidupan akhirat melebihi apa ynag ia korbankan. Selai itu, kualitas dan kuantitas barang yang dikonsumsi seorang muslim harus sesuai dengan syari’ah. Dalam arti, kualitas yang ada tidak mendatangkan dampak negatif terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Begitu juga dengan kuantitas yang dikonsumsi harus jauh dari israf dan tabzir yang dapat merusak resource  kehidupan ekonomi.[3]

Dalam ilmu ekonomi tingkat kepusan ( utility fuction ) digambarkan oleh kurva indiferen ( indifference curve ). Biasanya digambarkan oleh utility function antara dua barang ( atau jasa ) yang keduanya memang disukai oleh konsumen. Dalam teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional.

1.      Completeness

Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang disukainya diantara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua  keadaan yang berbeda, maka individu salalu dapat menentukan secara tepat satu diantara tiga kemungkinan ini.

a)      A lebih disukai dari pada B

b)      B lebih disukai dari pada A

c)      A dan B sama- sama menariknya

2.      Transitivity

Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang indivudu mengatakan “A” lebih disukai dari pada “B” dan “B” lebih disukai dari pada “C”, maka ia pasti akan mengatakan bahwa “A” lebih disukai dari pada “C”. Aksioma ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal didalam diri individu dalam mengambil keputusan.

3.      Continuity

Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A” lebih disukai dari pada “B”. Maka keadaan yang mendekati “A” pasti jauh lebih disukai dari pada “B”.[4]

Ketiga asumsi ini dapat diterjemahkan kedalam bentuk geometris yang selanjutnya yang sering kita kenal dengan kurva indiferen ( IC ). IC adalah sebuah kurva yang melambangkan tingkat kepuasan konstan, atau tempat sebagia kedudukan masing- masing titik yang melambangkan kombinasi dua macam komoditas yang memberikan tingkat kepuasan sama.

Page 5: EKONOMI ISLAM.docx

  C.    Teori budget line dan analisis kurva kepuasan sama.a)      Teori budget line

Segala keinginan pasti ada konstrain yang membatasinya, tentu batasan ini akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan konstrain yang lebih tinggi. Dalam Islam Rasulullah pernah menggambarkan hubungan antara cita- cita atau keinginan manusia dan segara hambatan yang akan dijumpainya. Untuk menjelaskan bagaimana seorang mukmin berusaha meraih cita- citanya ia membuat gamabar empat persegi panjang. Ditengah- tengah ditarik garis sampai keluar. Kemudian Beliau membuat garis  pendek- pendek disebelah garis ditengah- tengah seraya bersabda : “ ini adalah manusia dan empat persegi panjang yang mengelilinginya adalah ajal. Garis yang diluar ini adalah cita- citanya, serta garis yang pendek- pendek ini adalah hambatan- hambatannya, apabila ia dapat menghadapi hambatan yang satu, maka ia akan dapat menghadapi hambatan ynag lain. Dan apabila ia dapat mengatasi hambatan yang lain maka ia akan engahadapi hambatan yanga lain.”

Untuk tetap semangat melangkah dari setia hamabatan tersebut, maka ia mengembalikan sepenihnya kepada Allah swt, ia percaya bahwa tiada sesuatu yang terjadi di alam ini tak lain atas kehendak Allah swt. Dalam teori konsumsi hadist tentang cita- cita dan segala macam hambatan ini bisa digunakan untuk menerangkan tentang batasan seseorang dalam memaksimalkan utility konsumsinya, selaim faktor norma konsumsi dalam islam, keinginan unutki memaksimalkan utility function ditentukan juga oleh beberapa dana yang tersedia untuk menbeli kedua jenis barang tersebut. Batasan ini disebut budget constraint. Secara matematis ditulisI=PxX + PyYDari persamaan diatas dapat diketahui kombinasi jumlah barang X dan barang Y yang dapat dikonsumsi.[5]

b)     Kurva kepuasan sama ( Indifference Curve )

Untuk menggambarkan kurva kepuasan sama perlu dimisalkan bahwa seorang konsumen hanya akan membeli dan mengkonsumsi  dua macam barang saja. Dalam contoh akan digunakan kedua barang tersebut adalah makanan dan pakaian. Pemisalan- pemisalan lain adalah cita rasa masyarakat tidak berubah dan konsumen bebas untuk menentukan kombinasi barang makanan dan pakaian yang diinginkan.

Karena tidak semua komoditas tidak mempunyai sifat yang sama, yakni ada yang haram dan halal maka maka kita tidak dapat memberikan pengertian yang sama terhadap bentuk dan fungsi dari kurva indifference. Kesejahteraan konsumen akan meningkat jika ia mngonsumsi barang yang bermanfaat, halal dan mengurangi mengonsumsi barang yang buruk atau haram. Dalam islam sudah jelas dan cukup rinci mengklasifikasi mana barang yang halal dan mana yang buruk. Islam juga melarang menghalalkan apa yang sudah ditetapkan haram dan mengharamkan apa- apa yang sudah menjadi halal. Semakin tinggi indifference curve berarti semakin semakin banyak barang yang dapat dikonsumsi, yang berarti semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen. Secara grafis tingkat utilitas yang lebih tinggi digambarkan dengan utility function yang letaknya disebelah kanan atas. Bagi

Page 6: EKONOMI ISLAM.docx

konsumen semakin kekanan atas utility function semakin membaik. Bahasa mudahnya, kepuasan yang disapat dari mengonsumsi piring pertama soto ayam lebih tinggi dari pada kepuasan mengonsumsi soto ayam piring kedua, ketiga, dan seterusnya.

Dalam islam cara pikir ini juga ditemukan, Rasulullah saw bersanda : “ orang beriman yang kuat lebih baik dan dicintai dari pada orang beriman yang lemah.” Dalam hadist lain bermakna : “ iri hati itu dilarang kecuali terhadap dua jenis orang : orang beriman yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya, dan orang kaya yang membelanjakan hartanya dijalan Allah.” Jadi konsep islam pun diakui bahwa ada lebih banyak ( yang halal ) lebih baik.[6]

   D.    Zakat dan Prilaku konsumsiAllah mewajibkan zakat kepada setiap Muslim ( laki- laki dan perempuan ) atas

hartanya yang telah mencapai nisab. Zakat merupakan instrumen dalam mensucikan harta dengan membayar hak orang lain. Selain itu zakat juga merupakan mediator dalam mensucikan diri dan hati dari rasa kikir, pelit, dan cinta harta. Dan zakat juga merupakan intrumen sosial yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir dan miskin. Dalam implementasinya, zakat mempunyai efek bagi kehidupan masyarakat. Diantara dampak yang ada adalah sebagai berikut :

1.      Produksi

Dengan adanya zakat, fakir dan miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Seluruh income yang mereka terima dari zakat akan dikonsumsikan untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka. Dengan demikian, permintaan yang ada dalam pasar akan meningkat, dan seorang produsen akan meningkatkan produksi yang dilakukan untuk memenuhi demand yang ada. Sebagai efeknya, pendapatan yang diterima akan naik dan investasi yang dilakukan akan bertamabah.

2.      Investasi

Dengan diwajibkan zakat, hal tersebut akan mendorong untuk melakukan investasi. Dengan alasan, jika seseorang tidak melakukan investasi, maka ia akan mengalami kerugian finansial, karena harta tersebut akan ditarik kedalam zakat setiap tahunnya. Dengan adanya alokasi zakat untuk fakir dan miskin, hal tersebut kan menambah pemasukan mereka sehihngga konsumsi yang dilakukanakan bertambah. Dan peningkatan konsumsi akan meningkatkan produksi yang hal ini akan mendorong penigkatan investasi.

3.      Lapangan kerja

Ada yang berpendapat, bahwa dengan adanya zakat dapat mendorong seseorang unutk bergantung pada orang lain dan bermalas- malasan untuk bekerja sehingga akan meningkatkan angka pengangguran. Pendapat tersebut tidak benar, justru dengan adanya zakat akan mengurangi pengangguran, seperti dijelaskan diatas. Zakat akan meningkatkan produksi dan investasi dalam dunia usaha sehingga permintaan terhadap karyawan akan menigkat, maka pengangguran akan berkurang.

Page 7: EKONOMI ISLAM.docx

4.      Pengangguran dan kesenjangan sosial

Islam mengakui adanya perbedaan atas tingakat kehidupan dan rezeki masyarakat, hal tersebut sesuai dengan karakter dasar dan kemampuan manusia. Akan tetapi, perbedaan yang ada bukan berarti membiarkan orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin pula sehingga terjadi kesenjangan sosisal. Karena itu diperlukan intervensi untuk meminimalisir keadaan tersebut. Salah satunya adalah diwajibkannya zakat bagi orang- orang kaya. Hal tersebut juga dimaksudkan agar harta tidak ahanya berputar disekitar orang kaya. Dengan adanya kewajiban zakat, kesenjangan sosial akan berkurang dan penigkatan taraf hidup akan meningkat.

5.      Pertumbuhan ekonomi

Zakat menyebabkan meningkatnya pendapatan fakir dan miskinyang pada akhirnya konsumsi akan menigkat. Secara teori, dengan adanya penigkatan kkonsumsi maka sektor produksi dan investasi akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, permintaan terhadap tenaga kerja ikut menigkat sehingga pendapatan dan kekayaan masyarakat mengalami peningkatan. Fenomena tersebutmengindikasikan adanya pertumbuhan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.[7]

  E.     Nilai- nilai Islam dalam KonsumsiDalam konsep ekonomi islam, kecerdasan yang dimilki oleh konsumen tidak bersifat

mutlak,. Allah telah memberikan beberapa kenikmatan dan kemampuan kepada manusia, diantaranya yang paling agung adalah kenikmatan Akal dan nalar. Kedua elemen otak manusia ini dapat digunkan untuk membedakan sebuah kemaslahatan dan kemudharatan. Selain itu, Allah juga menurunkan beberapa petunjuk dan kaidah serta jalan menuju kebaikan dan kebenaran. Pengetahuan dan pemahaman manusia yang sangat terbatas membutuhkan hidayah rabbaniyah ( petunjuk Tuhan ) yang telah dibawa oleh para Rasul dan dituliskan dalam kitab samawiyah. Dengan akal pikiran dan hidayah dari Allah, konsumen dapat lebih cerdas dalam menentukan pilihannya.

Dalam penjelasan diatas, telah membentuk beberapa aturan, kaidah, dan konsep yang dapat dijadikan oleh konsumen sebagai pegangan dalam melakukan konsumsi. Adanya aturan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan utility yang didapatkan oleh konsumen serta mewujudkan kemaslahatan hidup didunia dan diakhirat. Sepanjang konsumen berpegang terhadap syariah dalam berkonsumsi, maka konsumen tersebut dikatakan mempunyai rasionalitas ( kecerdasan ). Konsep rasionalitas yang terdapat dalm ekonomi kontemporer      ( konvensional ) berbeda dengan konsep rasionalitas ekonomi Islam. Ada beberapa atuaran yang dapat dijadukan sebagai pegangan untuk mewujudkan rasionalitas dalam berkonsumsi :

a)      Tidak boleh hidup bermewah- mewahan

Page 8: EKONOMI ISLAM.docx

Tarf adalah sebuah sikap berlebihan dan bermewah- mewahan dalam menikmati keindahan dan kenikmatan dunia. Islam sangat membenci tarf  karena merupakan perbuatan yang menyebabkan turunnya azab dan rusaknya sebuah kehidupan ummat.

Tarf juga merupakan sebuah perilaku konsumen yang jauh dari nilai- nilai syariah, bahkan merupakan indikator terhadap rusak dan goncangnya tatanan hidup masyarakat. Karena hal tersebut merupakan sunnatullah dalam kehidupan dunia jika kemaksiatan dan kemungkaran telah merebak dalam kehidupan masyarakat maka kerusakan dan kehancuran merupakan sebuah keniscayaan. Firman Allah : “dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?, dalam (siksaan) angin yang Amat panas, dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam, tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.”( QS:Al-Waqi’ah:41-45 )Firman Allah :

 “ dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” ( QS:Al-Isra’:16 )

Dampak negatif dari hidup bermewah- mewahan adalah adanya stagnasi dalam peredaran sumber daya ekonomi serta terjadinya distorsi dalam pendistribusian. Selain itu, dana investasi akan terkuras demi memenuhi kebutuhan konsumsi.

b)     Pelarangan Israf, Tabdzir, dan Safih

Israf adalah melampaui batas hemat dan keseimbangan dalam berkonsumsi, Israf merupakan perilaku dibawah Tarf. Tabdzir adalah melakukan konsumsi secara berlebihan dan tidak proporsional. Syariah Islam melarang perbuatan tersebut karena dapat menyebabkan distorsi dalam distribusi harta kekayaan yang harusnya tetap terjaga demi kemaslahatan hidup masyarakat. Ulama Fiqh mendefinisikan Safih  adalah orang yang tidak cerdasdiman ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariah dan senatiasa menuruti hawa nafsunya. Muhammad Al- Arabi menambahkan, Safih harus ada pembatasan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan Safih  berada. Makna Safih tidak bisa disederhanakan dengan orang yang tidak cerdas sebab segala perbuatannya dapat menyebabkan kemudharatan bagi pribadi dan masyarakat. Akan tetapi pemahaman safih harus disesuaikan dengan perubahan zaman dan lingkungan safih. Seorang safih pada zaman dahulu kemungkinan bukan safih pada zaman ini dikarenakan adanya perubahan standar.

c)      Keseimbangan dalam berkonsumsi

Aturan dan kaidah konsumsi dalam sistem ekonomi Isalam menganut paham keseimbangan dalam berbagai aspek. Konsumsi yang dijalankan oleh seorang muslim tidak boleh mengorbankan kemaslahatan individu dan masyarakat. Selain itu tidak boleh mendikotomikan antara kenikmatan dunia dan akhirat. Bahkan sikap ekstrim pun harus dijauhkan dalam berkonsumsi. Larangan atas sikap tarf dan israf bukan berarti mengajak

Page 9: EKONOMI ISLAM.docx

seorang muslim untuk bersikap kikir. Akan tetapi mengajak kepada konsep kesimbangan, karena sebaik- baiknya poerkara adalah tengah- tengahnya. Allah berfirman :

 “ dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya [8] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” ( QS: Al-Isra’:29)Firman Allah :

 “ dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”( QS: Al- Furqan : 67 )

Berdasarkan uraian ayat diatas, seorang konsumen dituntut untuk berkonsumsi secara seimbang ( i’tidal ) dikarenakan hal tersebut akan berdampak positif bagi kehidupan individu dan masyarakat, baik dalam etika maupun dalam aspek sosial dan ekonomi.

Dari aspek ekonomi dapat diahami bahwa proteksi ( bakhil ) dapat mendorong seseorang untuk mengurangi konsumsi yang sedang dilakukan, sedangkan sifat konsumtif dapat menyebabkan sumber- sumber ekonomi yang ada tidak optimal, bahkan tidak dapat mematikan sektor investasi.

d)     Larangan berkonsumsi atas barang dan jasa yang membahayakan

Syariah mengharamkan konsumsi atas barang dan jasa yang berdampak negatif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi yang didalamnya sarat dan kemudharatan bagi individu dan masyarakat serta ekosistem masyarakat bumi. Konsumsi terhadap komotiditas dan jasa yang dapat membahayakan kesehatan dan tatanan kehidupan sosial, sangat berdampak bagi kehidupan ekonomi. Seperti halnya narkoba, miniman keras, judi dan penyakit sosial lainnya dapat menimbulakn tindakan kriminal yang dapat meresahkan kehidupan masyarakat. Dengan begitu, alokasi dan dalam kegiatan ekonomi akan sedikit terkuras untuk menangani tindakan kriminal dan memulihkan stabilitas keamanan sehingga kehidupan ekonomi tidak akan berjalan secara optimal.Allah berfirman :

 “ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [9] adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”( QS: Al- Maidah:90)Tentang menuruti hawa nafsu Allah Berfirman :

 “ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[10] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” ( QS: Al- Jatsiyah : 23 )

Komoditas dan jasa yang dikonsumsi sorang muslim harus sesuai menurut syariah. Dalam artian, barang dan jasa tersebut masuk dalam kategori thayyibah ( baik lagi bermanfaat ). Selain tiu, kebutuhan yang ada juga harus diperbolehkan syariah dalam

Page 10: EKONOMI ISLAM.docx

manifestasi dari thayyibah dan rezki seperti yang dijelskan dalam Al- Qur’an.Thayyibah adalah segala komoditas yang bersifat hasan ( baik secara syar’i ), dan suci. Adapun rezki adalah segala pemberian dan nikmat dari Allah swt.[11]

DAFTAR PUSTAKA         Ir. A. Karim, Adiwarman, S. E., M. B. A., M. A. E. P, Ekonomi Mikro

Isalami,           ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007 )         Dr. Sa’ad Marthon, Said, Ekonomi Islam ( ditengah krisis global ), ( Jakarta Timur : Penerbit

Zikrul Hakim, 2007 )         Sukirno, Sadono, Mikro Ekonomi ( teori pengantar ), ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2011 )         Al-Qur’an dan Terjemahan Al-Aliyy, ( Jawa Barat : CV. Penerbit Diponegoro, 2006 )

[1] Ir. Adiwarman A. Karim, S. E., M. B. A., M. A. E. P., Ekonomi Mikro Islami ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007 ) hal : 61- 63

[2] Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi ( Teori Pengantar ),( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011 ) hal : 154

[3] Dr. Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam ( Ditengah  Krisis Ekonomi Global ),  (Jakarta Timur: Penerbit Zikrul Hakim,2007 ) hal : 82-84

[4] Ir. Adiwarman A. Karim, S. E., M. B. A., M. A. E. P., op,cit , hal :64- 65[5] Ibid, hal : 70- 71[6] Ibid, hal : 68- 69[7] Dr. Said Sa’ad Marthon, op,cit, hal :127- 128[8]  Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah[9] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak

panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

[10] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.

[11] Dr. Said Sa’ad Marthon, op,cit hal : 75- 80Diposkan oleh SYAIFUL ANWAR SIMAMORA di 05.16