efektifitas senam lansia terhadap penurunan … · sleman yang telah memberikan ijin dan arahan...
TRANSCRIPT
i
EFEKTIFITAS SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN SINDROM
DEPRESI DI PERSATUAN WREDATAMA REPUBLIK INDONESIA
(PWRI) KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
SASMITA
ST. 14054
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : SASMITA
NIM : ST.14054
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di Perguruan Tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku
diperguruan tinggi ini.
Surakarta, Maret 2016
Yang membuat pernyataan
SASMITA
NIM. ST. 14054
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Efektifitas senam lansia terhadap penurunan sindrom depresi di Persatuan
Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Moyudan Sleman
Yogyakarta”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi S-1 Keperawatan STIkes Kusuma Husada
Surakarta.
Selama penyusunan Skripsi ini, peneliti banyak mendapat bimbingan,
arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti dalam kesempatan ini
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep., Selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep., selaku Pembimbing Utama yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan baik materi dan motivasi selama
penyusunan Skripsi ini.
4. Ns. Ika Subekti Wulandari, M.Kep., selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan bimbingan dan arahan secara teknis selama penyusunan
Skripsi ini.
5. Ns. Aria Nurahman HK, M.Kep., selaku penguji dan sekaligus memberikan
bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan Skripsi ini.
6. Dosen dan Staf kepegawaian STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalaman kepada peneliti, sehingga peneliti
dapat menyelesaikan Skripsi ini.
7. Drs. Abdul Rahman, selaku Ketua Pengurus PWRI Kecamatan Moyudan
Sleman yang telah memberikan ijin dan arahan secara teknis selama
penyusunan Skripsi ini.
v
8. Anggota PWRI Kecamatan Moyudan Sleman yang bersedia menjadi
responden.
9. Teman-teman seperjuangan Program Studi S-1 Keperawatan angkatan II
2014 khususnya kelompok 7, yang selalu kompak dan memberikan semangat
selama ini.
10. Kedua Orang Tua atas doa dan dukungan moral selama mengikuti
pendidikan.
11. Suami tercinta dan anak-anakku tersayang yang telah memberikan dukungan
kasih sayang.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dorongan dan bantuan moral selama penyusunan Skripsi ini.
Peneliti menyadari perlunya masukan, demi kesempurnaan Skripsi ini.
Untuk itu peneliti sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran demi
perbaikan Skripsi ini. Besar harapan kami semoga Skripsi ini dapat dijadikan
pedoman dalam melakukan penelitian Skripsi dan bermanfaat bagi perawatan
depresi pada lansia dan perkembangan ilmu keperawatan.
Surakarta, Maret 2016
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
ABSTRACK.......................................................................................... .......... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang 1
1.2 Perumusan Masalah 8
1.3 Tujuan Penelitian 8
1.4 Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori .................................................................... 10
2.2 Keaslian Penelitian ............................................................. 37
2.3 Kerangka Teori................................................................... 38
2.4 Kerangka Konsep ............................................................... 39
2.5 Hipotesis ............................................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................... 40
3.2 Populasi Dan Sampel ......................................................... 41
3.3 Tempat Dan Waktu Penelitian ........................................... 41
3.4 Variabel, Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran ..... 42
3.5 Alat Penelitian Dan Cara Pengumpulan Data .................... 43
3.6 Teknik Pengolahan Dan Analisa Data ............................... 46
3.7 Etika Penelitian............................... ................................... 49
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat (Uji Deskriptif)...................................... 50
4.2 Analisa Bivariat (Uji Hipotesis) .......................................... 54
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ..................................................... 56
5.2 Tingkat Depresi Lansia ....................................................... 58
5.3 Efektifitas Senam Lansia dalam Penurunan Sindrom
Depresi Lansia.......................................................... .......... 59
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan .......................................................................... 62
6.2 Saran ..................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Standar Operating Procedure Senam Lansia ............................ 21
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian .................................................................. 37
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ............ 42
Tabel 4.1 Distribusi Umur Responden di PWRI Kecamatan Moyudan
November 2015 ........................................................................ 50
Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden di PWRI Kecamatan
Moyudan November 2015 ....................................................... 51
Tabel 4.3 Distribusi Pendidikan Responden di PWRI Kecamatan
Moyudan November 2015 ....................................................... 52
Tabel 4.4 Distribusi Pekerjaan Responden di PWRI Kecamatan
Moyudan November 2015 ........................................................ 52
Tabel 4.5 Distribusi Status Pernikahan Responden di PWRI Kecamatan
Moyudan November 2015 ........................................................ 53
Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Depresi Responden Sebelum Senam
Lansia di PWRI Kecamatan Moyudan November 2015 ......... 53
Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Depresi Responden Sesudah Senam
Lansia di PWRI Kecamatan Moyudan November 2015 .......... 54
Tabel 4.8 Hasil Uji Wilcoxon ................................................................... 55
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar
2.1 Gerakan Senam Lansia Tahap Pemanasan 25
2.2 Gerakan Senam Lansia Tahap Inti 28
2.3 Gerakan Senam Lansia Tahap Penenangan 31
2.4 Kerangka Teori 38
2.5 Kerangka Konsep 39
3.1 Desain Penelitian 40
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan
Lampiran
1 Surat Ijin Studi Pendahuluan
2 Surat Permohonan Ijin Penelitian
3 Surat Rekomendasi Penelitian dari Kesbang Kabupaten
Sleman
4 Surat Permohonan Ijin dari Bappeda Kabupaten Sleman
5 Permohonan Ijin Menjadi Responden
6 Surat Persetujuan Menjadi Responden
7 Kuesioner Pengukuran Depresi
8 Dokumentasi Penelitian
9 Hasil SPSS
10 Lembar Konsultasi
11 Jadwal Penelitian
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Sasmita
EFEKTIFITAS SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN
SINDROM DEPRESI DI PERSATUAN WREDATAMA REPUBLIK
INDONESIA (PWRI) KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN
YOGYAKARTA
Abstrak
Latar belakang: Penurunan kondisi fisik lansia menjadi tidak mampu lagi
melakukan kegiatan yang dianggap penting, merupakan faktor yang signifikan
untuk menjadi depresi. Di PWRI lansia mengeluh sakit dibagian ekstremitas
bawah dan pinggang sehingga menyebabkan lansia merasa tidak berdaya lagi.
Perubahan tingkat aktifitas, lansia merasa keletihan tidak banyak beraktifitas,
lambat berjalan. Kecanduan obat, obat yang tidak melalui resep dokter seperti
membeli ditoko obat, lansia merasa mampu mengatasi sakit pinggang. Lansia
merasa bosan yaitu penolakan pengobatan rutin, maka muncul marah terhadap
anggota keluarganya yang menyuruh minum obat dan ketakutan jika mempunyai
efek samping. Juga susah tidur karena selalu memikirkan pasangan yang
meninggal karena sakit, sehingga merasa menyalahkan diri sendiri, rasa bersalah,
ketakutan dan kesepian. Tujuan: Untuk mengetahui efektifitas senam lansia
terhadap penurunan sindrom depresi pada lansia di PWRI Moyudan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment. Sampel
penelitian adalah lansia yang aktif mengikuti senam di PWRI Moyudan sejumlah 31
orang. Pengambilan sampel berdasarkan teknik total sampling. Alat ukur yang
digunakan adalah kuesioner GDS dengan 15 pernyataan. Uji analisis statistik
menggunakan uji Wilcoxon, dengan asumsi data yang dianalisis berdistribusi tidak
normal.
Hasil: Sebelum dilakukannya senam, mayoritas lansia memiliki tingkatan
depresi ringan (71%) dan setelah dilakukan senam, bertambah menjadi 90,3%
depresi ringan. Hasil uji wilcoxon menunjukkan nilai sig p sebesar 0,083.
Kesimpulan: Senam lansia tidak efektif menurunkan sindrom depresi pada
lansia di PWRI Moyudan karena tidak ditemukannya perbedaan tingkat depresi
sebelum dan sesudah senam.
Kata Kunci : Efektifitas, Tingkat Depresi, Senam Lansia
Daftar pustaka : 31 (2003-2015)
xii
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Sasmita
The Effectiveness of Gymnastics for the Elderly on Reduction in Depression at
Indonesian Retirees Association of Moyudan District in Sleman Yogyakarta
Abstract
Disability to do important activities due to physical decline leads to
depression. The elderly at Indonesian Retirees Association easily feel exhausted
although in fact they do not do any activities and they walk very slowly. Also,
they often find their lower extremity and waist so painful that they cannot endure.
In order to relieve the pain, they get pills from pharmacy without a doctor’s
prescription. When they are tired of taking the pills and consequently deny it, they
will get angry to their family members and be afraid of the pills’ side effects.
Moreover, they will get difficulty in sleeping since they continuously think about
their spouse, who passed away due to sickness, and as a result they blame
themselves, and even feelings of guilt, fear, and loneliness arise. The present
study seeks to find out the effectiveness of gymnastics for the elderly at
Indonesian Retirees Association of Moyudan on reduction in depression.
The study belongs to quasi-experimental research. Samples of 31 elderly
who actively participate in gymnastics for elderly at Indonesian Retirees
Association of Moyudan were taken using total sampling technique. The research
instrument includes 15-item Geriatric Depression Scale. To perform statistical
test, Wilcoxon signed-rank test is used, assuming that the data set is not
normally distributed.
Prior to the implementation of the gymnastics, most of the elderly have
low level of depression (71%). After doing the gymnastics, the number of elderly
having low level of depression rises (90.3%). Wilcoxon signed-rank test results in
p-value of 0.083.
In conclusion, gymnastics for the elderly are not proven to be effective in
reducing depression experienced by the elderly at Indonesia Retirees Association
of Moyudan since no difference in levels of depression before and after doing
gymnastics is found.
Keywords : Effectiveness, levels of depression, gymnastics for elderly
Bibliography : 31 (2003-2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran
kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure
tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2012).
Secara sederhana lansia adalah fase dimana organisme telah mencapai
kematangan dan telah mengalami tahap akhir perkembangan dari daur
kehidupan manusia dalam ukuran fungsi dan ukuran waktu. Lansia adalah
masa dimana proses produktivitas berfikir, mengingat, menangkap dan
merespon sesuatu sudah mulai mengalami penurunan secara berkala
(Nadjamuddin, 2010).
Usia lanjut bukan merupakan suatu penyakit. Usia lanjut adalah tahap
akhir dari siklus hidup manusia, merupakan proses dari kehidupan yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini
individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun secara
2
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya (Kaplan & Sadock, 2010).
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun
adalah usia permulaan tua. Menua bukan merupakan suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian. Pada orang-orang usia lanjut, degenerasi organ seperti otot,
tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem saraf mengalami penurunan
keseimbangan. Penurunan tersebut membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun
dan frustasi (Nugroho, 2012).
Data United Nations Department of Economic and Social Affairs
(UNDESA) bahwa hampir setengah jumlah penduduk lansia di dunia hidup
di Asia yang proporsi populasi lansianya pada tahun 2006 sebesar (9%) dan
tahun 2050 diperkirakan (24%). Indonesia adalah salah satu negara berkembang
di Asia yang menempati posisi ke – 4 setelah Cina, India dan Jepang yang
memiliki populasi lansia terbanyak (Komnas Lansia, 2011). Dari data USA
Bureau of The Cencus, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan
warga lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990 - 2025, yaitu sebesar
414 % (Kinsella & Tauber, 1993 dalam Martono, 2011).
Sampai sekarang ini penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan
Asia Tenggara yang berusia diatas 60 tahun berjumlah 124 juta orang dan
diperkirakan akan terus meningkat sehingga tiga kali lipat di tahun 2050.
3
Pada hari kesehatan sedunia tanggal 3 April 2012, WHO mengajak negara-
negara untuk menjadikan penuaan sebagai prioritas penting mulai dari
sekarang rata-rata usia harapan hidup di negara-negara kawasan Asia
Tenggara adala 70 tahun sedangkan usia harapan hidup di Indonesia sendiri
cukup tinggi yaitu 71 tahun, berdasarkan profil data kesehatan Indonesia
tahun 2011 (WHO, 2012).
Indonesia adalah termasuk Negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia atau Aging Struktured Population karena jumlah
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk
lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar ± 19 jt dengan usia harapan
hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14. 439.967 jiwa
(7,18%) dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23.992.553
jiwa (9,77%) sementara tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa
(9,51%) dengan usia lansia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020
diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71 tahun
(Riskesda, 2013).
Peningkatan usia harapan hidup tentunya berdampak lebih banyak
terjadi gangguan atau penyakit pada lansia, salah satunya ialah depresi.
Gangguan mental yang sering diderita para lanjut usia adalah gangguan
depresi, gangguan kognitif, fobia dan gangguan pemakaian alkohol (Kaplan
& Sadock, 2010). Depresi menjadi salah satu problem gangguan mental
yang sering ditemukan pada lanjut usia. Oleh karenanya, peningkatan
jumlah lansia tersebut juga harus diiringi dengan peningkatan kesehatan diri
agar tetap sehat dan produktif di usia tua. Jika semua lansia dapat lebih
4
produktif di usia tuanya, masalah kesehatan terkait dengan penumpukan
jumlah lansia yang sakit-sakitan akan berkurang.
Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh pada kondisi psikologis,
perubahan penampilan serta menurunnya fungsi panca indera menyebabkan
lansia rendah diri, mudah tersinggung, dan merasa tidak berguna lagi.
Kehilangan fungsi fisik atau menjadi tidak mampu lagi melakukan kegiatan
yang dianggap penting, merupakan faktor yang signifikan untuk menjadi
depresi (Sundberg dkk, 2007).
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini.
Hal ini penting karena orang dengan depresi produktivitasnya akan
menurun. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam
perasaan (affective/mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan
kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa
(Hawari, 2011).
Depresi merupakan penyebab beban global nomor empat sedunia, dan
diperkirakan seperempat dari lansia menderita depresi atau mengalami
simtom-simtom depresif. Depresi merupakan gangguan psikiatrik yang
sangat sering terjadi pada lansia. Pada lansia, gangguan mood akan
menyebabkan penderitaan pada pasien dan keluarga, memperberat penyakit
medis, mengakibatkan disabilitas dan membutuhkan sistem pendukung yang
luas. Depresi pada lansia harus diwaspadai dan dideteksi sedini mungkin
karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan kualitas hidup
pasien.
5
Prevalensi depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan
Universitas Indonesia dan Oxford Institute of Aging menunjukkan bahwa
30% dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas Lansia,
2011). Pada tahun 2020 depresi akan menduduki urutan teratas menggantikan
penyakit-penyakit infeksi di negara berkembang terutama Indonesia.
Terjadinya depresi pada usia lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor
biologik, fisik, psikologik dan sosial (Ibrahim, 2011).
Upaya-upaya untuk mempertahankan kesehatan pada lansia dapat
dilakukan dengan berbagai cara: preventif (pencegahan penyakit seperti
pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu atau puskesmas), kuratif
(pengobatan pada lansia yang mempunyai penyakit seperti stroke dan
diabetes militus), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari
sakit atau cacat). Selain itu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
promotif, yaitu dengan cara peningkatan kesehatan pada lansia yang salah
satunya dapat dilakukan dengan olahraga atau senam secara teratur (Maryam,
2011). Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah
serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan
maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga (Santoso dalam Munir,
2010).
Senam lansia merupakan salah satu alternatif yang positif untuk membina
kesehatan jasmani dan memelihara kebugaran. Senam lansia selain memiliki
dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh
dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur.
Senam lansia sendiri mempunyai banyak manfaat bagi lansia. Manfaat dari
6
aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena
melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan membantu
menghilangkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh (Depkes, 2008).
Penelitian Luh Mea Tegawati dkk (2009), menujukkan adanya
perbedaan skor pretest dan postest baik pada kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol, meskipun nilai tersebut tidak signifikan. Hal ini berarti
bahwa ada penurunan tingkat depresi pada lansia yang melakukan senam
lansia meskipun nilainya sangat minim. Penelitian Dianingtyas dan Sarah
(2008), juga memperoleh kesimpulan bahwa Senam bugar lansia yang
dilakukan 6 x 30 menit setiap 2 hari dapat menurunkan tingkat depresi pada
66,7% responden. Dari uji hipotesis membuktikan bahwa terdapat perbedaan
tingkat depresi yang bermakna antara sebelum dan sesudah perlakuan. Dari
kedua penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa senam lansia dapat
menurunkan tingkat depresi namun nilai signifikansinya berbeda.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 4
Juli 2015 di PWRI Moyudan Sleman diperoleh informasi dari ketua PWRI
yang menyebutkan bahwa total jumlah lansia yang tergabung dalam PWRI
Moyudan ada 63 lansia. Rata-rata usia anggota PWRI Moyudan berkisar 65
tahun. Hal ini berarti secara metodologi PWRI Moyudan Sleman layak
dijadikan lokasi penelitian sesuai tujuan peneliti. Selain karena jumlah
sampel yang cukup, di PWRI Moyudan juga belum pernah dilakukan penelitian
yang sama dan peneliti telah mengenal karakteristik PWRI Moyudan sebelum
dilakukan penelitian. Selain itu, berdasarkan informasi yang didapat dari
wawancara enam orang anggota PWRI, yang mana tiga diantaranya
7
mengeluh sakit dibagian ekstremitas bawah dan pinggang sehingga
menyebabkan ketidak berdayaan dimana lansia merasa tidak berdaya lagi
sehingga membuat anggota keluarganya merasa terbebani oleh penyakitnya.
Perubahan tingkat aktifitas, lansia merasa keletihan dimana sudah tidak
banyak beraktifitas karena agak lambat berjalan. Kecanduan obat, obat yang
rutin bahkan tidak melalui resep dokter seperti langsung membeli ditoko
obat, jamu, dll lansia merasa mampu mengatasi sakit pinggang. Sedangkan
tiga lansia lainnya mengeluh merasa bosan dan susah tidur. Bosan yaitu
penolakan terhadap pengbatan yang rutin, sehingga muncul marah terhadap
anggota keluarganya yang selalu menyuruh minum obat dan juga ketakutan
jika obat tersebut mempunyai efek samping terhadap anggota tubuh lainnya.
Lansia susah tidur dikarenakan selalu memikirkan pasangan yang sudah
meninggal karena sakit dan terlambat dibawa ke Rumah Sakit, sehingga
Lansia merasa selalu menyalahkan diri sendiri, rasa bersalah, ketakutan dan
juga kesepian. Dan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap lansia
anggota PWRI yang mengikuti senam mereka akan terlihat lebih segar,
bersemangat dan ceria setelah mengikuti senam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa tertarik
untuk meneliti efektifitas senam lansia terhadap penurunan sindrom depresi
pada lansia. Penelitian ini diharapkan akan dapat membantu lansia yang
sudah mengalami depresi untuk ikut serta dalam kegiatan senam lansia.
8
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah senam lansia efektif dapat menurunkan sindrom
depresi pada lansia di PWRI Moyudan Sleman.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas senam lansia terhadap penurunan sindrom depresi
pada lansia di PWRI Moyudan Sleman.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik lansia di PWRI Moyudan Sleman seperti
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan.
2. Mengetahui tingkat depresi lansia sebelum dilakukannya senam
lansia di PWRI Moyudan Sleman.
3. Mengetahui tingkat depresi lansia sesudah dilakukannya senam
lansia di PWRI Moyudan Sleman.
4. Menganalisis efektifitas senam lansia terhadap penurunan tingkat
depresi lansia di PWRI Moyudan Sleman.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Lansia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang senam
lansia dan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi lansia agar ikut
9
serta aktif dalam kegiatan senam lansia sehingga dapat meminimalisir
gangguan depresi.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi, dokumentasi dan tambahan kepustakaan
dalam khasana ilmu bidang kesehatan, sehingga dapat membantu
kegiatan proses belajar mengajar tentang keperawatan gerontik terutama
yang berkaitan dengan efektifitas senam lansia dalam menurunkan
tingkat depresi pada lansia.
1.4.3 Bagi Institusi Kesehatan
Diharapkan dapat dijadikan bahan masukkan bagi institusi kesehatan
dan unit-unit dibawahnya agar secara aktif memberikan edukasi dan
penyuluhan terkait manfaat dan kegunaan senam pada lansia.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan
bahan perbandingan sehingga dapat dikembangkan dalam penelitian
selanjutnya. Tentu dengan mempertimbangkan faktor kelemahan dan
keterbatasan dari penelitian ini.
1.4.5 Bagi Peneliti
Dapat dijadikan media pembelajaran dan memberikan pengalaman nyata
dalam penelitian serta menambah pengetahuan tentang senam lansia dan
depresi pada lansia dengan menerapkan ilmu yang telah didapat selama
mengikuti pendidikan ilmu keperawatan di STIKES Kusuma Husada
Surakarta.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Lanjut Usia
1. Definisi
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sedangkan
menurut Notoatmodjo (2007), Usia lanjut adalah kelompok orang
yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap
dalam jangka waktu dekade.
Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2012). Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui
tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school,
remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara
biologis maupun psikologis. Menua bukanlah suatu penyakit, akan
tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013).
11
Menurunnya fungsi tubuh akibat proses menua menyebabkan
perubahan-perubahan pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut
meliputi aspek anatomi dan fisiologis, sosial, lingkungan dan sebagainya.
Secara umum perubahan anatomi dan fisiologis tubuh meliputi
(Fatmah, 2010):
a. Penglihatan
Terjadinya degenerasi struktur jaringan lensa mata, iris,
pupil dan retina menyebabkan kemampuan penglihatan pada lansia
menurun dan menimbulkan berbagai penyakit seperti katarak dan
glaukoma. Bentuk bola mata lebih cekung sedangkan bentuk
kelopak mata menjadi cembung disebabkan karena terjadinya
penyusutan lemak periorbital.
b. Pendengaran
Perubahan fungsi pendengaran bukan hanya menjadi masalah
fisiologis tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial lansia.
Menurut Bocklehurst-Allen yang dikutip oleh Fatmah, pada
beberapa penelitian di Negara Barat isolasi sosial yang diakibatkan
oleh gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan yang
diakibatkan oleh gangguan penglihatan. Dilihat dari segi fisiologis,
65-70% lansia menunjukkan kemunduran pendengaran secara
fungsional (tuli fungsional) setelah berusia 80 tahun dan 5% dari
populasi usia di atas 65 tahun.
12
c. Kulit
Jaringan lemak, lapisan epitel, serat kolagen dan kelembapan
kulit yang berkurang saat proses menua menyebabkan kulit
menjadi lebih mengerut dan kaku.
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Lansia yang melakukan olahraga secara teratur tidak
mengalami kehilangan massa otot dan tulang sebanyak lansia
yang inaktif. Kekuatan dan ukuran serat otot yang mengalami
pengurangan sebanding dengan penurunan massa otot. Pertambahan
usia menyebabkan proses pembentukan tulang menjadi lambat
karena adanya penurunan aktivitas fisik dan hormonhormon
dalam tubuh. Salah satu penyakit yang sering menyerang sistem
muskuloskeletal pada lansia adalah osteoporosis.
e. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Proses menua menyebabkan jantung mengecil, katup jantung
menjadi kaku dan menebal dan kekuatan kontraksi otot jantung
menurun sehingga kemampuan memompa darah berkurang.
Penurunan tersebut dapat terjadi secara signifikan jika lansia
mengalami stres fisik seperti olahraga berlebihan.
f. Perubahan Sistem Pencernaan
Berkurangnya kekuatan otot rahang, penurunan fungsi dan
sensitifitas saraf indera pengecap, gerakan peristaltik esofagus
dan asam lambung menyebabkan lansia mengalami penurunan
nafsu makan. Selain itu juga terjadi penurunan sekresi pankreatik
13
yang biasanya terjadi setelah usia 40 tahun. Konstipasi yang
terjadi pada lansia disebabkan karena melemahnya kemampuan
peristaltik usus. Apabila kondisi tersebut berlangsung dalam
waktu lama maka akan terjadi kekurangan gizi pada lansia.
g. Perubahan Sistem Perkemihan
Proses menua dapat menimbulkan perubahan yang signifikan
pada sistem perkemihan. Menurut Potter dan Perry yang dikutip
oleh Fatmah, pada pria usia lanjut sering terjadi retensi urin yang
disebabkan pembesaran prostat dan penurunan otot perineum
pada wanita usia lanjut. Aliran darah ginjal berangsung-angsur
mengalami penurunan mulai usia 40 tahun, terutama aliran darah
pada korteks ginjal yang akan mengalami penurunan sekitar 10%
per 10 tahun.
Selain perubahan anatomi dan fisiologis yang telah diuraikan
diatas, perceraian, ditinggal mati pasangan hidup, kemiskinan dan
berkurangnya interaksi sosial merupakan bentuk perubahan kehidupan
sosial yang dapat mempengaruhi terjadinya depresi pada lansia.
2. Batasan Lanjut Usia
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)
lanjut usia meliputi (Notoatmodjo, 2007):
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
14
d. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
Menurut Setyonegoro, dalam Padila (2013):
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun.
b. Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65
tahun.
c. Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas:
1) Young old (usia 70-75).
2) Old (usia 75-80).
3) Very old (usia >80 tahun).
Menurut Bee (1996) dalam Padila (2013), bahwa tahapan masa
dewasa adalah sebagai berikut:
a. Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun).
b. Masa dewasa awal (usia 26-40 tahun).
c. Masa dewasa tengah (usia 41-65 tahun).
d. Masa dewasa lanjut (usia 66-75 tahun).
e. Masa dewasa sangat lanjut (usia > 75 tahun).
3. Teori Lanjut Usia
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan,
namun tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan
dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis
dan teori psikososial (Padila, 2013).
a. Teori Biologis
1) Teori jam genetik (genetic clock)
15
Menjelaskan bahwa proses menua telah terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai
didalam nukleus (inti sel) nya suatu jam genetik yang telah
diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
diputar. Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam
genetik ini meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-
pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit dengan obat-obat atau tindakan-tindakan tertentu.
Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini
merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies
terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata (Darmojo,
2009).
2) Teori cross-linkage (rantai silang)
Kolagen yang merupakan usur penyusunan tulang diantaranya
susunan molekular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya
(tidak elastis). Hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang
sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang
sangat kuat (Padila, 2013).
3) Teori radikal bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan
kerusakan dan kemunduran secara fisik (Padila, 2013). Radikal
bebas dapat terbentuk di alam bebas, di dalam tubuh jika
fagosit pecah dan sebagai produk sampingan di dalam rantai
16
pernafasan dan di dalam mitokondria. Untuk organisme aerobik,
radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob)
di dalam mitokondria, karena 90% oksigen yang diambil utuh,
masuk ke dalam mitokondria. Pada saat terjadi proses respirasi
tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi
ATP, melalui enzim-enzim respirasi di dalam mitokondria,
maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai zat antara. Radikal
bebas yang terbentuk tersebut adalah: superoksida (O ), radikal
hidroksil (OH), dan juga peroksida hydrogen (H O ). Radikal
bebas bersifat merusak, karena sangat reaktif sehingga dapat
bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti
dalam membran sel, dan dengan gugus SH (Darmojo, 2009).
4) Teori imunologi
a) Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak
dapat tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah.
b) Sistem immune menjadi kurang efektif dalam mempertahankan
diri, regulasi dan responsibilitas (Padila, 2013).
5) Teori stress-adaptasi
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasanya
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal kelebihan usaha dan stress
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai (Padila, 2013).
17
6) Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh
lelah (terpakai) (Padila, 2013).
b. Teori Psikososial
1) Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas
yang harus dicapai dalam tiap tahap pekembangan. Tugas
perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seseorang dan
pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara
integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan (Padila, 2013).
2) Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak
dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada
usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak (Padila, 2013).
c. Teori Sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai
berikut:
1) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang berangsuran-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Hal ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
sehingga sering terjadi kehilangan ganda meliputi:
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontak sosial
c) Berkurangnya komitmen.
2) Teori aktifitas
18
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung
dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
beraktifitas dan mempertahankan aktifitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktifitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas aktifitas yang dilakukan (Padila, 2013).
d. Teori Konsekuensi Fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut:
1) Teori ini mengatakan tentang konsekuensi fungsional usia
lanjut yang behubungan dengan perubahan-perubahan karena
usia dan faktor resiko bertambah.
2) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan
negatif, dengan intervensi menjadi positif (Padila, 2013).
4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia
Perubahan-perubahan fisik pada lansia menurut (Maryam, 2011):
a. Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan
cairan intraseluler menurun.
b. Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c. Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas
19
lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
d. Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan
myelin akson, sehingga menyebabkan kurangnya respon motorik
dan reflek.
e. Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian
membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, dan tendon mengerut
dan mengalami sklerosis (Maryam, 2011).
f. Gastrointestinal
Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan
peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan
enzim pencernaan.
g. Pendengaran
Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
h. Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
i. Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi
20
menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun,
kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti
tanduk (Maryam, 2011).
2.1.2 Senam Lansia
1. Definisi
Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan
terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang
dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional
raga untuk mencapai tujuan tersebut (Santoso dalam Munir, 2010).
2. Manfaat Senam Lansia
Menurut Maryam (2011), manfaat melakukan senam secara
teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup adalah sebagai
berikut:
a. Mempertahankan atau meningkatkan taraf kesegaran jasmani
yang baik.
b. Memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia.
c. Daya tahan tubuh meningkat.
d. Membentuk kondisi fisik (kekuatan otot, kelenturan, keseimbangan,
ketahanan, keluwesan, dan kecepatan).
e. Membentuk berbagai sikap kejiwaan (membentuk keberanian,
kepercayaan diri, kesiapan diri, dan kesanggupan bekerja sama).
f. Meningkatkan kesehatan mental, mengurangi ketegangan dan stres.
g. Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendri dan
masyarakat.
h. Memberikan rangsangan bagi saraf-saraf yang lemah.
21
3. Jenis-jenis senam lansia
Menurut Sumosardjuno (2008), jenis-jenis senam lansia yang biasa
diterapkan, meliputi:
a. Senam kebugaran lansia
b. Senam otak
c. Senam osteoporosis
d. Senam hipertensi
e. Senam diabetes mellitus
f. Olahraga rekreatif/jalan santai.
4. Standard Operating Procedure (SOP) Senam Lansia
Tabel 2.1 Standard Operating Procedure Senam Lansia
JUDUL SENAM LANSIA
PENGERTIAN Salah satu jenis terapi modalitas fisik untuk lansia
TUJUAN
Terapi agar tubuh orang yang lanjut usia tetap
bugar dan terhindar dari berbagai jenis penyakit
yang berhubungan dengan proses menua, bersifat
menyeluruh dengan gerakan yang melibatkan
sebagian besar otot tubuh, serasi sesuai dengam
kebutuhan, setara dengan kondisi, luwes, anatomis,
enak dikerjakan.
PROSEDUR
1. Persiapan lingkunan
Kegiatan dilakukan di PWRI Moyudan
2. Persiapan Klien
a. Persiapan Alat
b. Laptop
c. Infocus
d. Daftar hadir
e. CD senam Lansia
f. Terminal
g. Kursi
h. Meja
i. Snack
j. Door prize
k. Speeker (pengeras suara)
22
3. Langkah-langkah
a. Pemanasan (warming up), gerakan umum,
yang melibatkan otot dan sendi, dilakukan
secara lambat dan hati-hati. Pemanasan
dilakukan bersama dengan peregangan
lamanya kira-kira 8-10 menit. Pada 5 menit
terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat,
pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-
sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses
metabolisme yang meningkat.
b. Latihan/gerakan inti senam lansia dilakukan
10-20 menit, gerakannya meliputi :
1) Jalan ditempat sambil mengatur napas
2) Kaki bergantian ke depan dan tangan
diangkat setinggi bahu
3) Melangkah kesamping dua langkah,
posisi tangan seperti mendorong
4) Ulangi gerakan diatas 4 set
5) Jalan ditempat sambil mengatur napas
6) Maju dengan mengangkat lutut sejajar
paha dan kedua siku diayun didepan
dada
7) Melangkah ke samping satu langkah
dan tangan didorong ke atas dengan
mengepal
8) Ulangi gerakan 5,6,7 selama 4 set
9) Jalan ditempat sambil mengatur napas
10) Mengangkat lutut serong dan siku
seolah-olah menyentuh lutut
11) Mengankat kaki ke depan dan
mengangkat tangan ke pinggang
12) Ulangi gerakan 9,10,11 selama 4 set
13) Jalan ditempat sambil mengatur napas
14) Kaki maju dan mundur 2 langkah dan
tangan mengepal diluruskan kedepan
15) Kaki dibuka jinjit kesamping dan
tangan bertepuk dan dibuka
16) Ulangi latihan 13,14,15 selama 4 set
17) Jalan ditempat sambil mengatur napas
18) Melangkah ke samping 2 langkah
23
sambil merentangkan lengan sejajar
bahu
19) Menghadap kesamping, ujung kaki
dibuka-tutup sambil tangan didorong ke
atas
20) Ulangi 17,18,19 selama 4 set
21) Jalan ditempat sambil mengatur napas
22) Mengayun tangan diatas sampai sejajar
bahu
23) Mengayun tangan dibawah sampai
sejajar bahu
24) Bertepuk tangan
c. Pendinginan (cooling down), dilakukan
secara aktif artinya, setelah latihan inti perlu
gerakan umum yang ringan sampai suhu
tubuh kembali normal yang ditandai dengan
pulihnya denyut nadi dan terhentinya
keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada
pemanasan yaitu selama 8-10 menit.
5. Gerakan Senam Lansia
Tahapan latihan kebugaran jasmani adalah rangkaian proses
dalam setiap latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan
penenangan (pendinginan) (Sumintarsih, 2006).
a. Pemanasan
Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan
menyiapkan fungsi organ tubuh agar mampu menerima pembebanan
yang lebih berat pada saat latihan sebenarnya. Penanda bahwa
tubuh siap menerima pembebanan antara lain detak jantung telah
mencapai 60% detak jantung maksimal, suhu tubuh naik 1ºC -
2ºC dan badan berkeringat. Pemanasan yang dilakukan dengan
benar akan mengurangi cidera atau kelelahan.
24
Gerakan pemanasan pada senam lansia dapat dilihat seperti
gambar berikut:
Sikap permulaan: berdiri tegak, menghadap ke depan.
1) Jalan di tempat dengan hitungan 4x8 hitungan.
2) Jalan maju, mundur, gerakkan kepala menengok samping,
miringkan kepala, menundukkan kepala 8x8 hitungan.
3) Melangkahkan satu langkah ke samping dengan menggerakkan
bahu 8x8 hitungan.
25
4) Dorong tumit kanan ke depan bergantian dengan tumit kiri,
angkat kaki, tekuk lengan 8x8 hitungan.
5) Peregangan dinamis dengan jalan di tempat 8x8 hitungan.
6) Gerakan peregangan dinamis dan statis 8x8 hitungan.
Gambar 2.1 Gerakan Senam Lansia Tahap Pemanasan
b. Kondisioning/Inti
Setelah pemansan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau
gerakan inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan
model latihan yang sesuai dengan tujuan program latihan.
26
1) Dimulai dengan gerakan peralihan: jalan, tepuk dan goyang
tangan 2x8 hitungan.
2) Jalan maju dan mundur melatih koordinasi lengan dan tungkai
2x8 hitungan.
3) Melangkah ke samping dengan mengayun lengan ke depan,
menguatkan otot lengan 2x8 hitungan.
4) Melangkah ke samping dengan mengayun lengan ke samping,
menguatkan lengan atas dan bawah 2x8 hitungan.
27
5) Kaki bertumpu pada tumit, tekuk lengan koordinasi gerakan
kaki dengan lengan 2x8 hitungan.
6) Mendorong kaki ke belakang dengan lengan ke belakang, 2x8
hitungan.
7) Gerakan mendorong ke samping dengan lengan mendorong ke
atas, 2x8 hitungan.
8) Mengangkat lutut ke depan dengan tangan lurus ke atas,
koordinasi dan menguatkan otot tungkai, 2x8 hitungan.
28
9) Mengangkat kaki dengan tangan menggulung 2x8 hitungan.
10) Mengangkat kaki ke depan serong dengan tangan tekuk lurus
2x8 hitungan.
11) Gerakan mambo 1x8 hitungan, melangkah ke samping 2
langkah ke kanan tangan diayun ke samping 1x8 hitungan,
gerakan sebaliknya juga sama 2x8 hitungan.
Gambar 2.2 Gerakan Senam Lansia Tahap Inti
c. Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan
esensial. Tahap ini bertujuan mengembalikan kodisi tubuh seperti
sebelum berlatih dengan melakukan serangkaian gerakan berupa
stretching. Tahapan ini ditandai dengan menurunnya frekuensi
detak jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin berkurangnya
keringat. Tahap ini juga bertujuan mengembalikan darah ke jantung
29
untuk reoksigenasi sehingga mencegah genangan darah diotot
kaki dan tangan.
1) Peregangan dinamis dengan mengangkat lengan bergantian
2x8 hiitungan.
2) Peregangan dinamis dengan mengangkat lengan keduanya 2x8
hitungan.
3) Buka kaki kanan, tekuk lutut kanan sambil mengangkat tangan
kanan ke atas, tangan kiri ke samping badan, 2x8 hitungan.
4) Kaki terbuka, tekuk lutut kanan sambil mengangkat tangan
kanan ke atas melalui samping, tangan kiri disamping badan
2x8 hitungan.
30
5) Peregangan dinamis dan statis dengan memutar badan dan
memindahkan kedua ujung kaki 4x8 hitungan ke kanan, dan
4x8 hitungan ke kiri.
6) Gerakan pernapasan dengan membuka kaki selebar bahu
tangan mendorong ke samping kanan dan kiri 2x8 hitungan.
7) Gerakan pernapasan dengan lutut ditekuk tangan mendorong
ke bawah 2x8 hitungan.
8) Gerakan pernapasan dengan lutut ditekuk tangan mendorong
ke depan 2x8 hitungan.
9) Gerakan pernapasan kaki terbuka selebar bahu tangan diangkat
keatas membentuk huruf V 2x8 hitungan.
Gambar 2.3 Gambar Gerakan Lansia Tahap Penenangan
31
2.1.3 Depresi
1. Definisi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia
yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan
tidak berdaya, serta bunuh diri. depresi merupakan salah satu
gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan
emosional internal yang meresapdari seseorang, dan bukan afek,
yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan et al, 2010). Menurut
Hawari (2011), depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan
pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai dengan
kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna,
dan putus asa.
2. Ciri-ciri Umum Depresi
Menurut Nevid dkk, (2003), ciri-ciri umum dari depresi adalah:
a. Perubahan pada Kondisi Emosional
Perubahan pada kondisi mood (periode terus menerus dari
perasaan terpuruk, depresi, sedih atau muram). Penuh dengan air mata
atau menangis serta meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung),
kegelisahan atau kehilangan kesadaran.
b. Perubahan dalam Motivasi
Perasaan tidak termotivasi atau memiliki kesulitan untuk
memulai (kegiatan) di pagi hari atau bahkan sulit bangun dari
32
tempat tidur. Menurunya tingkat partisipasi sosial atau minat pada
aktivitas sosial. Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas
yang menyenangkan. Menurunnya minat pada seks serta gagal
untuk berespon pada pujian atau reward.
c. Perubahan dalam Fungsi dan Perilaku Motorik
Gejala-gejala motorik yang dominan dan penting dalam
depresi adalah retardasi motor yakni tingkah laku motorik yang
berkurang atau lambat, bergerak atau berbicara dengan lebih
perlahan dari biasanya. Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur
terlalu banyak atau terlalu sedikit, bangun lebih awal dari biasanya
dan merasa kesulitan untuk tidur kembali). Perubahan dalam
selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit). Perubahan
dalam berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan).
Kurang efektif atau energik dalam beraktivitas dari pada biasanya,
orang-orang yang menderita depresi sering duduk dengan sikap
yang terkulai dan tatapan yang kosong tanpa ekspresi.
d. Perubahan Kognitif
Kesulitan berkonsentrasi atau berpikir jernih. Berpikir negatif
mengenai diri sendiri dan masa depan. Perasaan bersalah atau
menyesal mengenai kesalahan dimasa lalu. Kurangnya self-esteem
atau merasa tidak adekuat. Berpikir kematian atau bunuh diri.
3. Faktor Penyebab Depresi
Menurut Nevid dkk. (2003), faktor-faktor yang meningkatkan
resiko seseorang untuk terjadi depresi meliputi:
33
a. Usia
Depresi mampu menjadi kronis apabila depresi muncul untuk
pertama kalinya pada usia 60 tahun keatas. Berdasarkan hasil
studi pasien lanjut usia yang mengalami depresi diikuti selama 6
tahun, kira-kira 80% tidak sembuh namun terus mangalami depresi
atau mengalami depresi pasang surut.
b. Status Sosioekonomi
Orang dengan taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki
resiko depresi yang lebih besar dibanding mereka dengan taraf
yang lebih baik.
c. Status Pernikahan
Berlangsungnya pernikahan membawa manfaat yang baik
bagi kesehatan mental laki-laki dan perempuan. Pernikahan tak
hanya melegalkan hubungan asmara antara laki-laki dan perempuan,
karena ikatan suami-istri ini juga dipercaya dapat mengurangi
risiko mengalami depresi dan kecemasan. Namun, bagi pasangan
suami istri yang gagal membina hubungan pernikahan atau
ditinggalkan pasangan karena meninggal, justru akan memicu
terjadinya depresi.
d. Jenis Kelamin
Prevalensi gangguan depresi berat pada perempuan dua kali
lebih besar dibandingkan laki-laki. Alasannya adalah karena adanya
perbedaan hormonal dan perbedaan stressor psikososial bagi
perempuan dan laki-laki.
34
4. Tanda dan Gejala Depresi
Menurut Kelliat dalam Azizah (2011), perilaku yang berhubungan
dengan depresi meliputi beberapa aspek seperti:
a. Afektif
Kemarahan, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa
bersalah, ketidakberdayaan, kesepian, kesedihan.
b. Fisiologik
Nyeri abdomen, sakit punggung, pusing, keletihan, insomnia.
c. Kognitif
Kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, menyalahkan diri
sendiri, pesimis.
d. Perilaku
Agresif, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, mudah
tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, mudah
menangis.
Menurut Maslim (2003), dalam PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan
Diagnostik Gangguan Jiwa III), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan
gejala-gejalanya yaitu:
a. Depresi Ringan
Gejala:
1) Kehilangan minat dan kegembiraan.
2) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
35
5) Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu.
6) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
yang biasa dilakukan.
b. Depresi Sedang
Gejala :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan.
2) Berkurang energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
7) Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum 2 minggu.
8) Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Depresi Berat
Gejala:
1) Mood depresif.
2) Kehilangan minat dan kegembiraan.
3) Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang.
36
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri.
8) Tidur terganggu.
9) Disertai waham, halusinasi.
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.
5. Penilaian/Alat Ukur Depresi
Depresi pada lansia memiliki karakteristik yang berbeda,
sehingga untuk menilai diperlukan instrument yang khusus. Secara
umum dikenal beberapa alat ukur depresi antara lain: Geriatric
Depression Sacale (GDS), the Zung Scale, the Hamilton Rtaing
Scale, Comprehensive Psychopatological Rating Scale-Depression.
Dari uji perbandingan yang dilakukan terhadap alat ukur tersebut
GDS dan Zung Scale memiliki tingkat prediksi positif terbaik (93%).
GDS sangat tepat digunakan untuk melakukan skrening depresi pada
lansia di komunitas dan Nursing Home (Montorio dan Izal, dalam
Suardana 2011). GDS ada dua bentuk, yakni bentuk panjang terdiri
dari 30 pernyataan dan bentuk pendek yang terdiri dari 15
pernyataan. Dari hasil uji yang dilakukan terhadap GDS bentuk
panjang dan pendek pada populasi lansia di nursing home ditemukan
bahwa GDS bentuk pendek yang terdiri dari 15 pernyataan hasilnya
lebih konsisten (Aikman dan Ochlert, dalam Suardana 2011).
GDS dikembangkan oleh Yesavage et al sejak 1983 dan telah
digunakan secara intensif untuk melakukan penilaian depresi pada
37
lansia. GDS sangat baik digunakan untuk menilai depresi pada lansia
yang sehat, dalam kondisi sakit dan lansia dengan gangguan kognitif
ringan hingga sedang. Tingkat sensitivitas GDS sebesar 92% dan
spesifitas 89% yang dibandingkan dengan penilaian diagnostic
klinik. Nilai ini telah memenuhi standar validitas dan reliabilitas baik
digunakan dalam praktek klinik maupun penelitian (Kurlowicz dan
Greenberg, dalam Suardana 2011). Kelemahan dari GDS ini hanya
tidak mampu memprediksi terjadinya bunuh diri.
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian
Penulis/
Tahun Judul Penelitian Variabel
Metode
Penelitian
Cara
Pengukuran Hasil
Luh Mea
Tegawati, Suci
Murti Karini,
Rin Widya
Agustin 2009
Pengaruh Senam
Lansia Terhadap
Penurunan Tingkat
Depresi Pada Orang
Lanjut Usia
Senam Lansia
(variabel bebas)
Tingkat Depresi
(variabel terikat)
Quasi
Experimental
dengan desain
nonrandomized
pretest-posttest control group
design
GDS (Gerriatric
Depression Scale)
Ada perbedaan
mean pretest dan
posttest pada
masing-masing
kelompok
eksperimen dan
control, akan tetapi
secara statistik tidak
signifikan (p value
> 0,05)
Dianingtyas
Agustin,
Sarah Ulliya,
2008
Perbedaan Tingkat
Depresi Pada Lansia
Sebelum Dan Sesudah
Dilakukan Senam
Bugar Lansia Di Panti
Wredha Wening
Wardoyo Ungaran
Senam Bugar
Lansia (variabel
bebas)
Tingkat Depresi
(variabel terikat)
Kuantitatif
dengan desain
pre – post test
one group,
menggunakan
pendekatan
cross sectional
dan purposive
sampling
methode
Observasi, dan
Short Portable Mental Status
Questionnaire
(SPMSQ) untuk
mendeteksi adanya
kerusakan
intelektual
Terdapat perbedaan
tingkat depresi pada
lansia antara
sebelum dan
sesudah dilakukan
senam bugar lansia
dimana Z = -3,276
dan p value =
0,001 (p < 0,05).
Jumlah keseluruhan
lansia yang
mengalami
penurunan depresi
adalah 66,7 % dan
diklasifikasikan
sebagai depresi
fisiologis.
38
2.3 Kerangka Teori
Secara umum kerangka teori penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.4 Kerangka teori
(Berdasarkan Modifikasi Fatmah, 2010)
Perubahan
pada lansia
Perubahan anatomi
dan fisik:
- Penglihatan
- Pendengaran
- Kulit
- Sistem
Muskuloskeletal
- Sistem
Kardiovaskuler
- Sistem
pencernaan
- Sistem
perkemihan
Perubahan
Psikis
Depresi Penatalaksanaan :
1. Terapi fisik
- Obat
- Elektrokon
vulsif
(ECT)
2. Terapi
psikologik
- Psikoterapi
- Kognitif
- Keluarga
- Penanganan
ansietas
(relaksasi)
Status
Depresi
Lansia
39
2.4 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Menyatakan ada pengaruh atau hubungan
2.5 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan
atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah
yang dirumuskan. Hipotesis dari rencana penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada perbedaan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah senam
lansia di PWRI Moyudan.
Ha : Ada perbedaan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah senam lansia
di PWRI Moyudan.
Tingkat depresi pre Tingkat depresi post
Senam lansia
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasi Experiment
(Eksperimen Semu) yaitu penelitian yang memberikan keleluasaan kebebasan
penelitian untuk melakukan modifikasi atau intervensi (Sulistyaningsih,
2011). Desain penelitian menggunakan one group pretest-posttest design,
dimana tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding. Pada
desain ini terdapat pre-test sebelum senam dan post-test setelah senam. Sehingga
hasil perlakuan akan dapat diketahui dengan akurat dari membandingkan
keadaan sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Dalam
penelitian ini perlakuan digunakan untuk mengetahui efektifitas senam lansia
dalam menurunkan sindrom depresi. Menurut Sugiyono (2011), pola desain
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pretest Intervensi Posttest
Q1 X Q2
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Keterangan :
Q1 : tingkat depresi sebelum dilakukan senam lansia
X : senam lansia
Q2 : tingkat depresi sesudah dilakukan senam lansia
41
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
diterapkan peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 63 orang
lansia yang aktif mengikuti senam lansia di PWRI Moyudan.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari
populasi itu (Sugiyono, 2011). Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan total sampling dimana jumlah sampel sama
dengan jumlah populasi yaitu sebanyak 63 orang. Namun dalam
parakteknya, saat dilakukan penelitian jumlah lansia yang hadir
mengikuti kegiatan senam di PWRI hanya sebanyak 31. Dengan
demikian, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak
31 orang.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PWRI Kecamatan Moyudan
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2015.
42
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan S kala Pengukuran
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional
Cara dan
Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Variabel
Bebas: Senam
Lansia
Merupakan
terapi yang
digunakan
untuk
membantu
menurunkan
tingkat depresi
pada lansia,
berupa
gerakan-
gerakan yang
sistematis
yang
dilakukan oleh
lansia dengan
tujuan
menjaga
kebugaran
serta
meningkatkan
kemampuan
fungsionalnya
Melakukan
aktivitas
senam
Dilakukan
Tidak dilakukan
Nominal
Variabel
Terikat:
Depresi
Perasaan
tertekan yang
dirasakan
lansia dalam
kurun 2
minggu
terakhir yang
diukur
berdasarkan
keseluruhan
skor Geriatric
Depression
Scale Short
Form
Menggunakan
skala
Guttman,
dengan
pilihan
jawaban YA
bernilai 1 jika
pertanyaan
berbentuk
favourable,
dan 0 jika
unfavouable.
Jika jawaban
TIDAK
bernilai 1
pada
pertanyaan
berbentuk
unfavourable
Skor penilaian:
- Normal, jika skor
GDS = 0
- Depresi ringan,
jika skor GDS
antara 1-5
- Depresi sedang,
jika skor: GDS
antara 6-10
- Depresi berat,
jika skor GDS
antara 11-15
Ordinal
43
dan nilai 0
jika
berbentuk
favourable.
Alat ukur:
kuesioner
GDS short
form.
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat/Instrumen Penelitian
Alat atau Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan
sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto. 2010). Alat yang
digunakan sebagai pengumpul data dalam penelitian ini berupa
kuesioner tentang penilaian depresi, yaitu GDS short form yang berisi
15 pernyataan. Tingkat sensitivitas GDS sebesar 92% dan spesifitas
89% yang dibandingkan dengan penilaian diagnostic klinik. Nilai ini
telah memenuhi standar validitas dan reliabilitas baik digunakan dalam
praktek klinik maupun penelitian (Kurlowicz dan Greenberg, dalam
Suardana 2011). Tiap jawaban Ya diberikan nilai 1 dan jawaban Tidak
diberi nilai 0 untuk setiap pernyataan favourable pada nomor
1,5,8,9,10,13,14,15. Sebaliknya, tiap jawaban Ya diberi nilai 0 dan nilai
1 untuk jawaban Tidak untuk setiap pernyataan unfavourable pada
nomor 2,3,4,6,7,11,12. Cara atau teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan cara membagikan kuesioner. Data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer, yakni data
langsung diambil dari responden yang telah mendapat lembar kuesioner.
44
Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara pengisian kuesioner diisi
sendiri oleh responden selanjutnya dikumpulkan kembali kepada
peneliti. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisis data.
3.5.2 Cara Pengumpulan Data
Cara awal pengumpulan data penelitian dari lembaga terkait
sebagai berikut :
1. Peneliti mendapatkan Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Penelitian dari STIkes Kusuma Husada Surakarta ke Ketua PWRI
Kecamatan Moyudan Sleman.
2. Peneliti mendapatkan ijin penelitian dari Ketua PWRI Kecamatan
Moyudan Sleman.
3. Peneliti mendapatkan Surat Permohonan Ijin Penelitian dari STIKes
Kusuma Husada Surakarta ke Kantor Kesatuan Bangsa Pemerintah
Kabupaten Sleman.
4. Peneliti mendapatkan Surat Rekomendasi Penelitian dari Kantor
Kesatuan Bangsa Pemerintah Kabupaten Sleman ke Kantor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman.
5. Peneliti mendapatkan Surat Ijin tentang penelitian dari Kantor
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten
Sleman yang kemudian diserahkan ke beberapa Tembusan.
Pengumpulan data pada penelitian ini yang didapatkan melalui
responden dengan tahapan sebagai berikut:
45
1. Pre test, Peneliti memberikan informed consent (lembar persetujuan)
kepada responden yang akan diteliti. Selanjutnya peneliti membagikan
kuesioner kepada responden. Sebelum responden mengisi kuesioner,
peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian kepada
responden. Lembar kuesioner diisi sendiri oleh responden pada saat itu
juga, setelah lembar kuesioner diisi dengan lengkap, kemudian
diserahkan kembali kepada peneliti.
2. Mengumpulkan lembar kuesioner yang telah dijawab oleh responden dan
memberikan skor pada lembar jawaban kuesioner.
3. Responden mengikuti senam lansia. Senam dilakukan dua minggu
sekali selama 30 menit dengan total 6 minggu.
4. Post test, peneliti kembali membagikan kuesioner yang sama kepada
responden. Kuesioner dibagikan kepada responden setelah responden
beristirahat kurang lebih 10 menit sambil menikmati makanan ringan.
5. Melakukan tabulasi data.
6. Melakukan pengolahan tabulasi data master.
7. Merangkum hasil penelitian.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa, diteliti ulang dan
diperiksa ketepatan atau kesesuaian jawaban serta kelengkapannya. Menurut
Notoatmodjo (2010), proses pengolahan data dapat melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
46
1. Editing
Peneliti melakukan kegiatan pengecekan terhadap kelengkapan
data, kesinambungan data dan keseragaman data. Pemeriksaan tersebut
menyangkut kelengkapan pengisian instrumen penelitian secara
menyeluruh. Penyuntingan dilakukan ditempat pengumpulan data
sehingga bila terjadi kesalahan atau kekurangan dapat segera dilakukan
perbaikan.
2. Coding
Peneliti memberikan kode diikuti nomor urut responden, untuk
setiap responden. Peneliti juga mengubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka atau bilangan berupa skor jawaban responden
untuk mempermudah analisis. Dalam penelitian ini pengolahan data
pertanyaan kuesioner GDS yang favourable diwakili dengan pengkodean
1 jika jawaban responden ya dan kode 0 jika jawaban responden tidak
atau tidak dijawab. Sedangkan pertanyaan unfavourable diwakili dengan
pengkodean 1 jika responden menjawab tidak dan kode 0 jika responden
menjawab ya atau tidak dijawab. Sementara itu, pengolahan data tingkat
depresi di kode 0 untuk normal, 1 untuk depresi ringan, dan 2 untuk
depresi sedang. Kategori jenis kelamin, kode 0 diberikan jika responden
berjenis kelamin perempuan dan 1 jika laki-laki. Pada kategori umur, di
kode 0 jika responden berumur 60-64 tahun, 1 jika berumur 65-69 tahun,
2 jika berumur 70-74 tahun, 3 jika berumur 75-79 tahun, dan 4 jika
responden berumur 80-84 tahun. Pada kategori pendidikan, kode 0 untuk
dasar (SD dan SMP), kode 1 untuk menengah (SMA/SMK), dan 2 untuk
47
tinggi (D3/S1). Pada kategori pekerjaan, kode 0 untuk IRT, 1 untuk
swasta, 2 untuk pensiunan dan 3 untuk tani. Sedangkan untuk status
perkawinan dikode 0 jika statusnya menikah, dan 1 jika berstatus janda
atau duda.
3. Processing/Entry
Yaitu memasukkan data hasil coding kedalam tabel rekapitulasi
secara lengkap untuk seluruh item setiap variabel. Tabulasi dapat
mempermudah peneliti dalam mengelompokkan jawaban yang serupa
dengan teliti kedalam suatu data tertentu menurut sifat yang dimiliki
sesuai dengan tujuan penelitian. Tabulasi data dilakukan dengan bantuan
program Microsoft Office Excel, agar jika ada data untuk suatu variabel
yang merupakan hasil penjumlahan dari beberapa poin pertanyaan
yang diajukan dapat lebih mudah dan cepat prosesnya, kemudian
data tabulasi disalin ke program SPSS v. 18.00 untuk dianalisa
secara statistik.
4. Clearing
Peneliti melakukan pengecekan kembali data yang telah di-
entry. Setelah dipastikan tidak ada kesalahan, dilakukan tahap analisis
data sesuai jenis data.
3.6.2 Analisis Data
1. Analisi Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti,
berupa distribusi frekuensi dan persentase dari umur, jenis kelamin,
pendidikan serta tingkat depresi baik sebelum dan setelah dilakukannya
48
senam lansia. Jawaban dipersentasekan dengan menggunakan rumus:
F
P = X 100%
N
Keterangan:
P : Persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah responden (Sugiyono, 2011).
Setelah persentasenya diketahui, kemudian dimasukkan ke dalam
dummy tabel sesuai dengan variabel dan kriterianya.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat
komparasi atau kedua variabel yang meliputi variabel bebas yaitu
senam lansia dan variabel terikatnya yaitu depresi.
Untuk uji statistik yang dilakukan pada analisis bivariat
menggunakan uji Wilcoxon. Uji beda ini digunakan untuk menguji
hipotesis komparatif (uji beda) bila datanya berskala ordinal
(ranking) pada dua sampel berhubungan (related) dengan asumsi
data yang dianalisis berdistribusi tidak normal. (Sugiyono,2015).
Rumus yang digunakan adalah:
Taraf signifikan yang digunakan adalah 0,05 selanjutnya hasil t
hitung dibandingkan dengan t tabel. Apabila t hitung > t tabel atau
( )
( )12n1)n(n24
1
1nn4
1-T
z
++
+
=
49
nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima (Riwidikdo, 2013).
3.7 Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2007), dalam melakukan penelitian, peneliti
berkewajiban memperhatikan dan tunduk pada etika penelitian yang meliputi:
1. Informed Consent
Polit dan Hungler (dalam Suardana, 2011), mengatakan bahwa
informed consent diartikan sebagai kondisi dimana responden sudah
mempunyai informasi yang cukup terkait penelitian yang akan dilakukan,
memahami informasi, memiliki kekuasaan untuk sukarela memilih terlibat
atau menolak ikut dalam penelitian. Informed consent (lembar persetujuan)
diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud
dan tujuan penelitian yang dilakukan kepada responden. Jika responden
bersedia untuk diteliti, maka responden diminta untuk menandatangani
lembar persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti, maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaaan, bagi responden yang tidak bersedia
disebutkan namanya, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar
pengumpulan data (kuesioner), cukup dengan memberi kode atau nomor
tertentu pada lembar kuesioner tersebut.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan
sebagai hasil riset dan tidak akan disampaikan kepada pihak lain yang
tidak terkait dalam penelitian.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat (Uji Deskriptif)
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi dari
masing-masing variabel yang diukur. Gambaran yang dimaksud dinyatakan
dalam bentuk persentase. Dari jumlah populasi sebanyak 63 lansia, diperoleh
sebanyak 31 lansia saja yang hadir pada saat dilakukannya penelitian dan
bersedia menjadi responden. Dengan demikian penelitian ini dilakukan
terhadap 31 orang lansia di PWRI Kecamatan Moyudan pada November-
Desember 2015. Adapun hasil analisis univariat penelitian ini dapat diuraikan
sebagai berikut:
4.1.1. Karakteristik Berdasarkan Umur
Umur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya
responden hidup dihitung dari tahun lahirnya sampai dengan ulang
tahunnya yang terakhir saat diadakannya penelitian. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden, diketahui distribusi
dan persentase umur responden sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Umur Responden di Persatuan Wredatama Republik Indonesia Kecamatan Moyudan November 2015
Umur Frekuensi
Persentase (%)
∑
60-64 tahun 9 29 9 65-69 tahun 6 19,4 6 70-74 tahun 10 32,3 10 75-79 tahun 5 16,1 5 80-84 tahun 1 3,2 1
Total 100 31
51
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar responden
berusia antara 70-74 tahun dengan persentase sebesar 32,3%.
Sedangkan umur paling sedikit yaitu kisaran 80-84 tahun sebanyak
3,2%.
4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin yang dimaksud adalah indentitas diri atau jenis
seksual responden sejak dilahirkan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan terhadap 31 responden, diketahui distribusi dan persentase
jenis kelamin responden sebagai berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden di Persatuan Wredatama Republik Indonesia Kecamatan Moyudan November 2015
Jenis Kelamin Frekuensi
Persentase (%)
∑
Laki-laki 15 48,4 15 Perempuan 16 51,6 16
Total 100 31
Berdasarkan jenis kelaminnya diketahui bahwa lansia dengan
jenis kelamin perempuan sebesar 51,6% dan lansia laki-laki sebesar
48,4%.
4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkatan
ijazah terakhir yang dimiliki responden dalam menyelesaikan
pendidikan formal yang pernah dilalui responden. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden, diketahui distribusi
dan persentase jenis kelamin responden sebagai berikut:
52
Tabel 4.3 Distribusi Pendidikan Responden di Persatuan Wredatama Republik Indonesia Kecamatan Moyudan November 2015
Pendidikan Frekuensi
Persentase (%)
∑
Dasar (SD/SMP) 9 29 9 Menengah (SMA/SMK) 6 19,4 6 Tinggi (D3/PT) 16 51,6 16
Total 100 31
Menurut tingkat pendidikannya, mayoritas 51,6% lansia di PWRI
Kecamatan Moyudan berpendidikan tinggi yaitu setingkat diploma dan
sarjana. Sedangkan selebihnya berpendidikan dasar dan menengah
sebanyak 48,4%.
4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh responden dalam melayani keluarga dan
mencari nafkah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 31
responden, diketahui distribusi dan persentase jenis kelamin responden
sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Pekerjaan Responden di Persatuan Wredatama Republik Indonesia Kecamatan Moyudan November 2015
Pekerjaan Frekuensi
Persentase (%)
∑
IRT 6 19,4 6 Swasta 2 6,5 2 Pensiunan 18 58,1 18 Tani 5 16,1 5
Total 100 31
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa pekerjaan mayoritas
responden (58,1%) adalah pensiunan. Hanya 6,5% responden berprofesi
sebagai Ibu Rumah Tangga.
53
4.1.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Status pernikahan adalah kedudukan seseorang dalam hal
pernikahan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 31
responden, diketahui distribusi karakteristik sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Status Pernikahan Responden di Persatuan Wredatama Republik Indonesia Kecamatan Moyudan November 2015
Status Pernikahan Frekuensi Persentase
(%) ∑
Menikah 26 83,9 26 Janda/Duda 5 16,1 5
Total 100 31
Berdasarkan status pernikahan responden diketahui bahwa
mayoritas (83,9%) responden menikah atau masih mempunyai
pasangan hidup. Sedangkan sisanya (5%) berstatus janda/duda.
4.1.6. Tingkat Depresi Responden Sebelum Senam Lansia
Tingkat depresi responden yang dimaksud oleh peneliti adalah suatu
keadaan yang dirasakan oleh responden dalam kurun waktu 2 minggu
terakhir. Berdasarkan analisis deskriptif, tingkat depresi responden
sebelum melakukan senam lansia dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Depresi Responden Sebelum Senam Lansia di PWRI Kecamatan Moyudan November 2015
Tingkat Depresi Frekuensi Persentase
Normal 1 3,2 Depresi ringan 22 71 Depresi sedang 8 25,8
Total 31 100
Berdasarkan tingkat depresinya, mayoritas (71%) lansia di PWRI
Kecamatan Moyudan sebelum dilakukannya senam lansia mengalami
54
depresi ringan dan hanya 8 orang (25,8%) saja lansia yang merasakan
depresi sedang.
4.1.7. Tingkat Depresi Responden Sesudah Senam Lansia
Berdasarkan analisis deskriptif, distribusi tingkat depresi responden
sesudah melakukan senam lansia dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Tingkat Depresi Responden Sesudah Senam Lansia di PWRI Kecamatan Moyudan November 2015
Tingkat Depresi Frekuensi Persentase
Normal 1 3,2
Depresi ringan 28 90,3
Depresi sedang 2 6,5
Total 31 100
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa setelah responden
melakukan senam lansia, jumlah lansia yang mengalami depresi sedang
berkurang menjadi hanya 6,5% dan lansia yang mengalami depresi
ringan menjadi 90,3%.
4.2 Analisis Bivariat (Uji Hipotesis)
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
bermakna antara tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah melakukan senam
lansia di Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kecamatan Moyudan.
Analisis penelitian ini berdasar pada uji komparatif dengan uji hipotesis
mengacu pada rumus wilcoxon.
4.2.1 Perbedaan Tingkat Depresi pada lansia sebelum dan sesudah
melakukan senam lansia
Kaidah pengambilan keputusan analisis ini adalah jika sig p >
0,05 maka tidak ada perbedaan tingkat depresi lansia sebelum dan
55
sesudah melakukan senam lansia, sebaliknya bila sig p < 0,05 maka ada
perbedaan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah melakukan
senam lansia. Adapun hasil analisis uji beda penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Wilcoxon
Variabel Nilai t ρ sig (2-tailed)
Depresi -1,732 0,083
Oleh karena hasil nilai sig p 0,083 dimana nilai sig p > 0,05 maka
kesimpulannya H0 diterima, artinya bahwa tidak ada perbedaan tingkat
depresi pada lansia sebelum dan setelah senam lansia di PWRI
Kecamatan Moyudan. Meskipun pada tingkatan depresi sedang terjadi
penurunan jumlahnya, yakni dari 8 responden (25,8%) sebelum senam
menjadi 2 responden (6,5%) saja setelah senam. Namun secara statistik
perubahan tersebut tidak signifikan atau tidak bermakna.
56
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
1. Umur
Mayoritas responden berusia 70-74 tahun (32,3%). Menurut WHO,
batasan usia tersebut masuk dalam kategori lanjut usia (elderly). Usia ini
adalah usia awal dari lansia dimana lansia secara umum mulai mengalami
kemunduran dari berbagai segi yaitu fisik, psikologis, ekonomi dan sosial.
Masa ini merupakan masa awal lansia beradaptasi dengan berbagai
perubahan. Hasil penelitian Suardana (2011), menyebutkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian depresi dengan nilai
x2
sebesar 6,67 dan p value sebesar 0,001, dimana lansia yang berumur >
65 tahun berpeluang mengalami depresi 2,69 kali dibanding lansia yang
berumur 60-65 tahun. Semakin tua, keadaan fisik dan fungsional lansia
akan menurun dan hal ini akan menambah risiko depresi ketika terpapar
oleh penyebab dan faktor risiko depresi lainnya.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, nampak jumlah lansia perempuan lebih
dari jumlah lansia laki-laki meskipun hanya terpaut sedikit. Hal ini
menunjukkan bahwa lansia perempuan secara umum memiliki usia
harapan hidup lebih besar daripada laki-laki. Penyebab mengapa
perempuan lebih banyak yang menderita depresi daripada laki-laki belum
dipastikan, namun diperkirakan faktor hormonal ikut berperan terhadap hal
57
ini. Hasil penelitian sebelumnya oleh Suardana (2011), .menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
kejadian depresi. Penelitian Agustin (2008) menyebutkan hasil lain, yakni
bahwa keterbatasan senam bugar lansia menghilangkan gejala depresi
secara total berhubungan dengan jenis kelamin responden. Laki-laki
memiliki peluang lebih besar mengalami depresi dan perasaan terisolasi
dari keluarga membuat gejala depresi sulit dihilangkan.
3. Pendidikan
Menurut latar belakang pendidikannya, mayoritas responden
(51,6%) di PWRI Kecamatan Moyudan berpendidikan tinggi yakni
setingkat diploma dan sarjana. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
dalam menerima informasi, gaya hidup, perilaku, dan kemampuan
menyelesaikan masalah. Hasil penelitian Suardana (2011) juga
menyebutkan bahwa status pendidikan berhubungan dengan kejadian
depresi. Berdasarkan pendidikannya, Suardana (2011) mengklasifikasikan
responden menjadi dua yakni responden yang bersekolah dan yang tidak
bersekolah. Kesimpulan penelitiannya adalah lansia yang tidak pernah
bersekolah berpeluang 7 kali lebih banyak untuk menderita depresi
dibandingkan dengan yang pernah bersekolah.
4. Pekerjaan
Sebagian besar lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini
adalah pensiunan. Hal ini dikarenakan pada awalnya, PWRI merupakan
organisasi kemasyarakatan tempat berhimpunnya para pensiunan pegawai
58
negeri sipil (PNS). Penelitian Suardana (2011), menyebutkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara status bekerja dan kejadian depresi.
5. Status Pernikahan
Mayoritas lansia di PWRI Kecamatan Moyudan (83,9%), memiliki
status menikah. Suardana (2011) menyebutkan bahwa ada hubungan yang
sangat signifikan antara status pernikahan dengan kejadian depresi lansia.
Lansia yang tidak memiliki pasangan hidup berpeluang lebih menderita
depresi dibandingkan dengan yang masih memiliki pasangan hidup.
Menjadi sendiri lagi setelah bercerai atau kematian pasangan di usia senja
akan berdampak besar pada psikologis lansia karena kehilangan dukungan
baik emosional, penghargaan, informasi, dan instrumental. Hal tersebut
juga diperparah jika lansia tidak memiliki dukungan keluarga maupum
status ekonomi menengah ke bawah.
5.2 Tingkat Depresi Lansia
1. Tingkat Depresi sebelum senam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
sebelum senam mengalami depresi ringan. Lansia dikatakan menderita
depresi ringan ketika hanya memiliki gejala-gejala depresi yang lebih sedikit
daripada pada penderita depresi berat. Meski demikian, tidak tertutup
kemungkinan jika depresi ringan akan berkembang menjadi depresi sedang
bahkan berat jika kondisi lansia tidak segera ditangani. Hawari (2011),
mendefinisikan depresi sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada
alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan,
kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa.
59
Sebelum dilakukannya senam, terlihat bahwa responden yang mengalami
depresi sedang sebesar 25,8% sedangkan setelah dilakukannya senam,
angka tersebut turun menjadi 6,5%. Secara statistik hal tersebut tidak
signifikan (tidak bermakna).
2. Tingkat Depresi setelah senam
Tingkat depresi responden lansia setelah melakukan senam
sebagian besar adalah ringan 90,3%. Persentase tersebut secara kuantitas
meningkat dibandingkan sebelum senam, namun secara statistik tidak
signifikan. Banyak faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian ini
diantaranya dalam hal pengisian kuesioner dan dalam pelaksanaan senam.
Dalam mengisi kuesioner, peneliti tidak bisa memastikan satu per satu
responden bersungguh-sungguh dalam menjawab pernyataan yang ada
sehingga masih ada responden yang mengosongkan kolom jawaban yang
seharusnya di isi.
5.3 Efektifitas Senam Lansia dalam Penurunan Sindrom Depresi Lansia
Berdasarkan hasil uji wilcoxon didapatkan nilai sig p sebesar 0,083 (>
0,05) yang artinya bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara depresi
pada lansia di PWRI Kecamatan Moyudan sebelum dan sesudah
dilakukannya senam lansia. Hasil tersebut dimungkinkan karena lokasi yang
menjadi tempat penelitian adalah di PWRI, dimana PWRI sendiri merupakan
tempat berkumpulnya para pensiunan pegawai negeri. Dengan menjadi
anggota PWRI, berarti lansia turut aktif dalam berbagai kegiatan yang
diadakan di dalamnya diantaranya adalah Setiap tanggal 10 diadakan arisan
dan rapat yang membahas simpan pinjam, pendapatan ART, dan informasi
60
yang berkelanjutan, mengadakan rekreasi sekali setiap tahunnya, mengadakan
upacara hari ulang tahun PWRI, mengikuti upacara nasional yang diadakan
oleh pemerintah, mengadakan pengajian tiap 2 bulan sekali, melakukan
pembinaan kesehatan di puskesmas tiap 2 bulan sekali, mengadakan senam
seminggu sekali dan karawitan. Aktif di lingkungan sosial dan tidak menutup
diri dapat meminimalisir faktor penyebab depresi. Tidak adanya perbedaan
depresi sebelum dan sesudah dilakukannya senam lansia didukung oleh
karakteristik responden diantaranya dari latar belakang pendidikan yang telah
ditempuh. Pendidikan yang tinggi berkorelasi positif dengan cara seseorang
atau mekanisme koping dalam menghadapi permasalahan. Dengan demikian,
responden dapat meminimalkan tingkatan depresi dan mampu mengatasinya
tanpa harus melakukan senam terlebih dahulu. Hal ini berarti senam bukan
satu-satunya cara untuk dapat mengurangi depresi.
Faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan
depresi sebelum dan sesudah senam adalah adanya dukungan dan hubungan
yang baik dengan suami/istri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya
sehingga responden tetap merasa bahagia, berarti, dicintai dan masih merasa
dibutuhkan oleh keluarganya. Hal ini sebagaimana diketahui dari karakteristik
responden yang mayoritas (83,9%) masih berstatus menikah dan memiliki
pasangan yang masih hidup.
Hasil penelitian yang mendukung ditunjukkan oleh Cahyono (2014)
yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas tidur lansia sebelum
dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok kontrol, dengan nilai t
hitung sebesar 1,000 dan nilai p value sebesar 0,332 (α=0,05). Penelitian
61
Arundhati dkk (2013) juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikan pada penurunan nyeri lutut sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi senam Tai Chi. Tidak adanya penurunan nyeri lutut sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi ini disebabkan karena selama enam minggu
intervensi senam Tai Chi hanya dilakukan dua belas kali atau dengan kata
lain senam hanya dilakukan dua kali dalam seminggu, sedangkan untuk
mendapatkan hasil yang efektif senam Tai Chi harus dilakukan setiap hari
selama dua belas minggu sebagaimana penelitian yang dilakukan Wang.
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang efektifitas senam lansia terhadap
penurunan sindrom depresi di PWRI Kecamatan Moyudan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sebagian besar responden berusia 70-74 tahun (32,3%), berjenis kelamin
perempuan (51,6%), berpendidikan tinggi yakni setingkat diploma dan
sarjana (51,6%), umumnya mereka adalah pensiunan (58,1%) dan masih
berstatus menikah (83,9%).
2. Sebelum dilakukannya senam, mayoritas lansia (71%) mengalami
depresi ringan.
3. Setelah dilakukannya senam, mayoritas lansia (90,3%) mengalami
depresi ringan.
4. Berdasarkan hasil uji wilcoxon didapatkan nilai sig p sebesar 0,083 (> 0,05)
yang artinya bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara depresi pada
lansia di PWRI Kecamatan Moyudan sebelum dan sesudah dilakukannya
senam lansia.
6.2. Saran
1. Bagi Lansia
Hendaknya lansia di PWRI Kecamatan Moyudan agar senantiasa
mengikuti aktifitas senam maupun aktifitas lainnya dalam mengisi waktu di
usia lanjut sehingga dapat terhindar dari perasaan sepi dan tidak percaya diri
yang dapat memicu munculnya depresi.
63
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini hendaknya dapat menjadi tambahan informasi
bahwa terapi senam tidak selamanya efektif untuk menurunkan depresi,
sehingga perlu penatalaksanaan lain dalam mengatasi depresi pada lansia.
Misalnya; terapi biologis seperti pemberian antidepressant dan terapi
psikologis seperti kepribadian maladaptif, distorsi pola pikir, mekanisme
koping yang efektif dan dukungan keluarga dalam hubungan interpersonal
serta perubahan peran sosial-kultural.
3. Bagi Institusi Kesehatan
Hendaknya dapat lebih mengintensifkan penyuluhan-penyuluhan
tentang penanganan depresi pada lansia selain senam lansia seperti
menanamkan pikiran untuk berani beradaptasi dengan perubahan yang
ada. Menganggap masa tua adalah kesempatan untuk melakukan hal-hal
yang sebelumnya ketika masih muda tidak dapat dilakukan karena
kesibukan pekerjaan dan lain sebagainya.
4. Bagi Peneliti Lain
Hendaknya menambah variabel lain yang diduga berpengaruh pada
penurunan depresi lansia serta menambah cakupan sampel. Variabel lain yang
dimaksud seperti terapi tertawa, terapi musik dan lain sebagainya.
5. Bagi Peneliti
Hendaknya lebih memperluas wawasan dan pengetahuan khususnya
mengenai senam dan depresi pada lansia. Menerapkan terapi depresi yang
positif dan terukur selain senam lansia seperti mengatasi masalah hubungan
interpersonal lansia terhadap dukungan keluarganya.
64
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, D. Ulliya, S. 2008. “Perbedaan Tingkat Depresi Pada Lansia Sebelum
Dan Sesudah Dilakukan Senam Bugar Lansia Di Panti Wredha Wening
Wardoyo Ungaran”. Media Ners, Volume 2., Nomor 1., Mei 2008 hal. 1-44.
Arundhati dkk. 2013. Pengaruh Senam Tai Chi dan Senam Biasa Terhadap
Reduksi Nyeri Osteoartritis Lutut pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha “Gau Mabaji” Gowa Tahun 2013. Jurnal Masyarakat
Epidemiologi Indonesia Volume 2 No. 2
Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Cahyono, K.H. 2014. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada
Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang. Skripsi. Ungaran: STIKes Ngudi Waluyo
Darmojo, B. 2009. Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI.
Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut
Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut: Kebutuhan Zat Gizi. Jakarta: Erlangga.
Hawari. 2011. Psikiatri Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Hidayat. A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika
Ibrahim, A.S., 2011. Gangguan Alam Perasaan: Manik Depresi. Tangerang:
Jelajah Nusa.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Editor : Dr. I. Made
Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Komnas Lansia., 2011. Perlindungan bagi Lansia di Indonesia. Paper disajikan
pada Kongres Nasional API – 4 tanggal 9-11 April 2011. Makasar.
Maryam, R. Siti., Ekasari, Mia Fatma., Rosidawati., Jubaedi . A., Batubara. I. 2011.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
65
Martono, H., Pranaka, K. 2011. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:
FKUI.
Maslim, R. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: PT Nuh Jaya.
Nadjamuddin, M. 2010. Kesehatan Harian untuk Lansia. Yogyakarta: Tunas
Publishing.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal (Terjemahan:
Tim Fakultas Psikologi UI). Edisi 5 Jilid 2.Jakarta : Penerbit Erlangga.
Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nugroho.,W. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Riskesdas. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan.
Riwidikdo, H. 2013. Statistika Kesehatan dengan Aplikasi SPSS dalam Prosedur
Penelitian. Yogyakarta: Rohima Press.
Suardana, I. W. 2011. Hubungan Faktor Sosiodemografi, Dukungan Sosial dan Status
Kesehatan dengan Tingkat Depresi pada Agregat Lanjut Usia di Kecamatan
Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali. Tesis. Depok: Universitas
Indonesia.
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta
Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan Kuantitatif-Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani Untuk Lanjut Usia. Majalah Olahraga.
Volume 12, Agustus 2006, TH XII NO 2
Sumosardjuno, S. 2008. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga.
Jakarta: PT. Gramedia Cipta Utama
66
Sundberg, N.D., Winebarger, A.A., Taplin, J.R. 2007. Psikologi Klinis. Edisi ke-
4. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Tegawati, L.M. dkk. 2009. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Tingkat
Depresi Pada Orang Lanjut Usia. Surakarta: Prodi Fak Psikologi.