efek_pemberian_ransum
TRANSCRIPT
Efek Pemberian Ransum yang Mengandung Tepung Daun Singkong, Daun Ubi Jalar dan Eceng Gondok sebagai Sumber Pigmen
Karotenoid Terhadap Kualitas Kuning Telur Itik Tegal
Endang Sujana, Siti Wahyuni, Handi Burhanuddin Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian tepung daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok sebagai sumber pigmen karotenoid terhadap kualitas kuning telur itik yang dipelihara secara intensif. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat empat jenis perlakuan ransum (RK=ransum kontrol, RS=ransum mengandung 5% tepung daun singkong, RU=ransum mengandung 5% daun ubi jalar dan RE=ransum mengandung 5% tepung eceng gondok), dengan lima ulangan. Peubah yang diamati yaitu skor warna kuning telur, persentase kuning telur dan indeks kuning telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RS lebih baik (p<0,05) dari pada RU, RE dan RK, sedangkan indeks kuning telur tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata.
Kata kunci : Pigmen karotenoid, Itik petelur, Kualitas kuning telur
The Effect Of Feed Enriched With Pigmen Carotenoid Source : Cassava, Sweet Potato and Water Hyacinth Leaves Powder on The Yolk Quality Of Tegal Duck
Abstract The research was held to find out the effect of feed enriched with pigmen carotenoid source : cassava, sweet potato and water hyacinth leaves powder on the egg yolk quality of Tegal Duck in intensive farming. Completely Randomized Design was used in this experimentally research. There were four kind of treatment diets (RK= control feed, RS=feed contained 5% of cassava leaves powder, RU=feed contained 5% of sweet potato leaves powder and RE=feed contained 5% water hyancinth powder); each treatment was replicated five times. Two hundred of one year old duck were observed in this experiment. The result shows that RS diet gave asignificantly heighter (p<0,05) yolk colour index and yolk percentage than that of other diets (RK, RU, ,RE); however there was no different effect of treatment diets on yolk index.
Key Words : Pigmen carotenoid, Laying duck, Egg yolk quality.
I. PENDAHULUAN
Pembangunan peternakan mempunyai peranan penting dalam upaya mencukupi
kebutuhan protein hewani masyarakat. Sejalan dengan perkembangan penduduk dan
tingginya kebutuhan serta kesadaran akan gizi makanan, maka permintaan akan telur
untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat cenderung meningkat. Oleh sebab
itu, usaha peternakan unggas petelur merupakan salah satu usaha yang cukup potensial
untuk dikembangkan.
Usaha peternakan itik merupakan salah satu komoditas yang cukup potensial
untuk memenuhi protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Ternak itik juga
merupakan penghasil telur dan daging yang cukup baik. Hingga saat ini sebagian besar
itik masih dipelihara secara tradisional, yaitu digembalakan disawah-sawah lepas panen,
di rawa atau di kolam. Adanya beberapa kendala pada sistem pemeliharaan tradisional,
seperti semakin sempitnya lahan pertanian, masa kosong lahan setelah panen semakin
singkat dan terbatas serta terdapat kasus pencemaran air akibat penggunaan pestisida
menyebabkan produktivitas itik menjadi rendah. Oleh karena itu untuk mengatasinya
diupayakan pemeliharaan itik secara intensif. Melalui pemeliharaan secara intensif, itik
dipelihara di kandang sehingga kebutuhan makanan dan minumannya harus disediakan
oleh peternak.
Beternak itik di Indonesia pada umumnya bertujuan untuk menghasilkan telur,
dengan demikian kualitas telur menjadi penting dan menentukan dalam keberhasilan
pemasaran hasil usaha. Setelah meningkatnya produksi telur itik, masyarakat cenderung
pula untuk memilih telur yang mempunyai kualitas baik. Aspek yang biasanya menjadi
bahan pertimbangan konsumen dalam memilih kualitas telur itik yang baik yaitu warna
kuning telur yang tidak pucat disamping besar serta kebersihan kerabang telurnya.
Dewasa ini telur-telur itik yang beredar di pasaran yang berasal dari
pemeliharaan secara intensif, sebagian besar kuning telurnya berwarna pucat. Hal itu
tampaknya disebabkan oleh pemberian ransum yang defisien akan pigmen karotenoid.
Telah diketahui bahwa pakan mempengaruhi warna dari kuning telur, yaitu bahan pakan
yang mengandung pigmen karotenoid terutama pigmen beta karoten dan xantofil.
Bahan pakan yang banyak mengandung pigmen beta karoten dan xantofil diantaranya
banyak terkandung pada hijauan atau daun-daunan seperti daun singkong (Manihot
utilisima), daun ubi jalar (Ipomoea batatas) dan eceng gondok (Eichornia crasipes).
Atas dasar pemikiran di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Efek
Pemberian Ransum yang Mengandung Tepung Daun Singkong, Daun Ubi Jalar dan
Eceng Gondok sebagai Sumber Pigmen Karotenoid Terhadap Kualitas Kuning Telur
Itik Tegal”, sehingga dapat diketahui kemungkinan pemanfaatannya sebagai sumber
pigmen karotenoid serta untuk menambah perbendaharaan feed suplement dalam
ransum itik petelur guna memperbaiki kualitas kuning telur itik yang dipelihara secara
intensif.
II. Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan di Peternakan Itik milik H. Arifin, tepatnya di Kampung
Ciwangi Desa Cipaku Majalaya Kabupaten Bandung, selama 4 minggu dengan tahap
adaptasi ransum selama 2 minggu. Pada penelitian ini digunakan itik Tegal (Anas
javanica) yang telah berproduksi dan berumur satu tahun. Itik yang digunakan untuk
penelitian ini sebanyak 200 ekor itik petelur yang dibagi menjadi 20 kelompok
percobaan.
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ransum hasil formulasi,
menggunkan bahan pakan yaitu dedak, konsentrat itik (CP144), jagung, menir (beras
putih), kacang kedelai, meneral dan grit. Tepung daun yang akan digunakan sebagai
suplement pada penelitian ini meliputi tepung daun singkong, daun ubi jalar dan eceng
gondok, diperoleh di daerah sekitar Majalaya Kabupaten Bandung. Ransum disusun
sedemikian rupa sesuai kebutuhan nutrient untuk itik petelur. Ransum ini disusun untuk
mencapai protein kasar 17%, kalsium 2,65%, fosfor 1% dan energi metabolis 2.650
kkal/kg (Bulbule, 1982 dan Setioko et al, 1994). Kandungan zat makanan dan Energi
Metabolis bahan pakan penyusun ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Formulasi Susunan Ransum Penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan Zat Makanan dan Energi Metabolis Bahan Pakan Penyusun Ransum Penelitian.
No Bahan pakan PK L SK Ca P EM …………………… % …………….. Kkal/kg 1. Dedak 12 13 10 0,12 0,3 1.630 2. Menir (beras putih) 7,5 0,4 0,4 0,03 0,12 3.100 3. Jagung 8,6 3,9 2 0,02 0,3 3.370 4. Kacang kedelai 38 18 5 0,25 0.6 3.510 5. Konsentrat (CP144) 37 5 8 12 2 2.970 6. Mineral - - - 32,5 10 - 7. Grit - - - 37 - - 8. Tepung daun singkong 24,1 4,73 22,1 1,54 0,46 2.866 9. Tepung daun ubi jalar 16,3 2,59 16,2 1,37 0,46 2.447
10. Tepung eceng gondok 11,95 1,1 37,1 1,24 0,49 1.853 Hasil analisis di Lab. Nutrisi dan Kimia Makanan Ternak Fapet Unpad, 2001.
Tabel 2. Formulasi Susunan Ransum Penelitian
No Bahan pakan Formulasi Ransum Kontrol (%) 1. Dedak 2. Menir (beras putih) 3. Jagung 4. Kacang kedelai 5. Konsentrat (CP144) 6. Mineral 7. Grit 8. Tepung daun singkong 9. Tepung daun ubi jalar
10. Tepung eceng gondok
33.5 20 20 6
20 0.25 0.2 - - -
Jumlah 100
3.1.1. Kandang dan Peralatan
A. Kandang yang Digunakan
Kandang yang digunakan adalah kandang itik petelur dengan sistem litter
(postal), yang mana kandang dibagi menjadi 30 petak kandang dan masing-masing
kandang berisi 10 ekor. Kandang berukuran 3m2 dan dilengkapi dengan tempat
ransum, bak tempat air minum serta lampu penerangan.
B. Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Egg Yolk Colour Fan untuk melihat warna kuning telur
- Jangka sorong untuk mengukur tinggi dan diameter kuning telur
- Kaca digunakan sebagai alat untuk meletakkan telur yang akan diukur setelah telur
dipecahkan
- Pisau untuk memecahkan telur
- Timbangan untuk menimbang ransum dengan ketelitian 0,05 kg
- Timbangan analitik untuk menimbang kuning telur dengan ketelitian 0,005 g
3.1.2. Vitamin dan Obat-obatan
Vitamin dan Obat antibiotika diberikan pada saat awal percobaan penelitian
melalui air minum. Pemberian vitamin dan obat antibiotika ini bertujuan untuk
menekan stress, mencegah penyakit dan meningkatkan produksi telur.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Tahap Persiapan
Persiapan dimulai dari penyediaan hijauan yang akan dijadikan bahan penelitian
yaitu daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok. Daun singkong dan daun ubi
jalar yang digunakan merupakan limbah hasil pemangkasan daun tanaman, selanjutnya
dilakukan pengeringan. Eceng gondok diambil dari kolam atau rawa yang merupakan
salah satu jenis tanaman pengganggu.
3.2.2. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik
Penelitian dilakukan secara eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap, terdiri atas 4 perlakuan yaitu :
- RK (ransum kontrol)
- RS (ransum mengandung 50 g tepung daun singkong per kg ransum)
- RU (ransum mengandung 50 g tepung daun ubi jalar per kg ransum)
- RE (ransum mengandung 50 g tepung eceng gondok per kg ransum)
serta setiap perlakuan diulang lima kali.
Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian di analisis dengan analisis
Ragam dan bila terdapat perbedaan antara perlakuan dilakukan uji lanjut menggunakan
Uji Jarak Berganda Duncan (Gomez dan Gomez, 1995). Model matematika dari
penelitian ini adalah :
Yij = µ + αi + ξij
Keterangan :
i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 (perlakuan)
j = 1,2,3 (ulangan)
Yij = Respon pada perlakuan ke I dan ulangan ke j
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-I
ξij = Pengaruh komponen galat pada perlakuan ke-I dengan ulangan ke-j
Dengan asumsi :
1. Nilai ξij menyebar normal dan bebas satu sama lain
2. Nilai harapan dari ξij = 0
3. Ragam dari ξij = σ2
Dari model matematiak diatas, maka diperoleh daftar sidik ragam yang tertera
pada Tabel 3 .
Tabel 3. Daftar Sidik Ragam
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung F 0.05
Perlakuan (t-1) = 9 JKP KTP KTP/KTG Galat t (r-1) =20 JKG KTG (tr-1) = 29 JKT
Hipotesis yang akan diuji :
H0 : RK=RS1=RS2=RS3=RU1=RU2=RU3=RE1=RE2=RE3
H1 : RK≠RS1≠RS2≠RS3≠RU1≠RU2≠RU3≠RE1≠RE2≠RE3
atau paling sedikit ada sepasang perlakuan (R) yang tidak sama
Kaidah Keputusan :
1. Fh ≤ 0.05 maka terima H0
2. F.hit > F.0.05 maka tolak H0
Guna mengetahui perbedaan pengaruh rata-rata kelompok perlakuan dilakukan
dengan Uji Jarak Berganda Duncan.
3.2.3. Peubah yang Diamati dan Cara Pengukurannya
1. Skor Warna Kuning Telur
Skor warna kuning telur diamati dengan jalan memecahkan telur itik dan
membandingkan warna kuning telurnya dengan alat Egg Yolk Colour Fan yang
dilakukan setiap satu minggu satu kali. Warna kuning telur yang mendekati dengan
salah satu warna pada alat tersebut merupakan angka skor warna kuning telurnya.
2. Indeks Kuning Telur
Indeks kuning telur diukur dengan cara mengukur dan membandingkan antara
tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur (Buckle et al, 1987). Pengukuran
dilakukan menggunakan jangka sorong dan dilaksanakan setiap satu minggu satu kali.
3. Persentase Bobot Kuning Telur
Data persentase bobot kuning telur diambil dari hasil pemisahan kuning telur
dan putih telur setelah telur tersebut dipecahkan, kemudian kuning telur ditimbang.
Selanjutnya persentase kuning telur dihitung dengan membandingkan berat kuning telur
terhadap berat telur utuh dan dikalikan seratus persen.
3.2.4. Metode Penarikan Sampel
Pengambilan data untuk pengujian kualitas kuning telur dilakukan satu minggu
satu kali selama empat minggu. Telur diambil dari semua kelompok perlakuan untuk
dilakukan pengukuran yang dilakukan pada hari itu juga, sehingga telur dalam keadaan
segar.
IV. HASIL PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Skor Warna Kuning Telur
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa pemberian tepung daun
singkong sebanyak 5% (RS) nyata (p<0,05) meningkatkan warna kuning telur jika
dibandingkan pemberian tepung daun ubi jalar (RU), tepung eceng gondok (RE) dan
ransum kontrol (RE), yang mana diperoleh rataann skor warna kuning telur RS = 7,9,
RU = 6,5, RE = 6,1 dan RK = 5,2.
Tabel 3. Rataan Nilai Skor warna Kuning Telur Itik dari Berbagai Perlakuan
Perlakuan Ulangan
RK RS RU RE
1 4,8 7,2 6,5 5,4 2 4,9 7,6 6,4 6,3 3 5,7 8,1 6,6 6,1 4 5,6 8,3 6,4 6,5 5 5,1 8,2 6,4 6,1
Total 26,1 39,4 32,3 30,4 Rataan 5,2 c 7,9 a 6,5 b 6,1 bc
Terjadinya peningkatan skor warna kuning telur sebagai akibat pemberian
tepung daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok sebanyak 5% kedalam ransum
yang mengandung pigmen karotenoid dan xantofil. Hal ini disebabkan bahwa warna
kuning telur dihasilkan oleh pigmen xantofil, yang diperoleh itik dari ransum yang
dikonsumsinya. Fletcher (1973) menyatakan bahwa ransum berpengaruh langsung
terhadap warna kuning telur terutama makanan yang mengandung pigmen karotenoid,
selanutnya menurut Bornstein dan Bartov (1966) terdapat hubungan linier antara
pigmentasi kuning telur dengan kandungan xantofil di dalam ransum.
Perlakuan RS menghasilkan skor warna kuning telur tertinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Ini dapat dilihat pada kandungan provitamin A yang berasal
dari tepung daun singkong lebih tinggi dibandingkan dengan daun ubi jalar dan eceng
gondok. Kandungan provitamin A daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok
berturut-turut adalah 11.000, 6.015 dan 1.000 IU per gram bahan kering (Depkes RI,
1972). Penggunaan daun singkong, daun ubi jalar dan eceng gondok sebanyak 5%
dalam ransum akan memberikan penambahan kandungan provitamin A ke dalam
ransum secara berturut-turut sebanyak 550 IU per gram pada perlakuan RS, 300 IU per
gram pada perlakuan RU dan 50 IU per gram pada perlakuan RE.
Terjadinya peningkatan skor warna kuning telur itik yang diberi perlakuan akan
lebih disukai konsumen serta tidak akan berpengaruh terhadap komposisi kimia kuning
telur, melainkan dengan semakin tingginya skor warna kuning telur yang dihasilkan
maka kandungan vitamin A kuning telur tersebut akan semakin tinggi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Hoffmann (1974) bahwa kuning telur yang terang lebih banyak
mengandung vitamin A daripada kuning telur yang berwarna pucat. Menurut Yasin
(1988) semakin banyak kandungan vitamin A dalam ransum yang diberikan kepada
unggas sedang bertelur, maka kualitas vitamin A dalam kuning telur semakin baik.
4.2. Pengaruh Perlakuan terhadap Indeks Kuning Telur
Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan tidak menunjukan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap indeks kuning telur. Berarti pemberian ransum
yang mengandung tepung daun singkong,daun ubi jalar dan eceng gondok sebanyak
lima persen tidak menimbulkan efek yang berbeda terhadap indeks kuning telur. Hal ini
nampaknya disebabkan oleh kandungan protein masing-masing ransum perlakuan relatif
berimbang dengan ransum kontrol, sehingga mengakibatkan nilai indeks kuning telur
yang dihasilkan relatif sama.
Tabel 4. Rataan Nilai Indeks Kuning Telur Itik dari Berbagai Perlakuan
Perlakuan Ulangan
RK RS RU RE
1 0,36 0,34 0,37 0,38 2 0,34 0,36 0,34 0,34 3 0,38 0,37 0,36 0,37 4 0,36 0,36 0,38 0,36 5 0,40 0,36 0,38 0,39
Total 1,84 1,79 1,83 1,84 Rataan 0,368 0,358 0,366 0,368
Faktor lain yang menyebabkan telur yang diamati mempunyai tingkat kesegaran
relatif sama, karena pengukuran indeks kuning telur dari masing-masing perlakuan
dilakukan dalam waktu yang sama yaitu pada hari itu juga, sehingga telur masih dalam
keadaan segar menurut Mountney (1976) telur segar memiliki variasi nilai indeks
kuning telur yang relatif kecil.
4.3. Pengaruh Perlakuan terhadapPersentase Kuning Telur
Rataan persentase kuning telur tertinggi diperoleh dari telur itik yang mendapat
perlakuan RS (35,00%). kemudian diikuti berturut-turut RU (33,95%), RE (33,64%)
dan RK (33,18%). Persentase kuning telur yang mendekati rekomendasi Romanoff
(1963) yaitu sekitar 35,4% adalah perlakuan RS (35,00).
Tabel 5. Rataan Persentase Kuning Telur Itik dari Berbagai Perlakuan
Perlakuan Ulangan
RK RS RU RE
1 33,55 36,81 34,56 34,83 2 33,15 35,09 33,84 33,60 3 33,29 34,44 33,86 33,45 4 33,18 34,84 34,06 32,95 5 32,73 33,83 33,47 33,36
Total 165,90 175,01 169,79 168,19 Rataan 33,18 a 35,00 b 33,96 b 33,64 b
Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan berpengaruh
nyata (p<0,05) terhadap persentase kuning telur. Persentase kuning telur antara
perlakuan RS dengan perlakuan RU, RE dan RK memperlihatkan adanya perbedaan
yang nyata (p<0,05), sedangkan antara RU, RE dan RK tidak memperlihatkan adanya
perbedan yang nyata. Terjadinya perbedaan persentase kuning telur itik disebabkan
oleh berkurangnya persentase putih telur yang dihasilkan pada perlakuan RS. Faktor
lain yang menyebabkan perbedaan persentase kuning telur itik adalah bobot kuning
telurnya. Bobot kuning telur yang dihasilkan pada penelitian ini relatif sama, juga
bobot telur dan persentase kerabang telur itik pada penelitian ini dihasilkan relatif sama.
Menurut Wahju (1992) komposisi kimia terbanyak yang terdapat dalam putih
telur adalah protein. Protein tersusun dari rangkaian asam-asam amino, sedang asam
amino yang diperlukan untuk pembentukan putih telur adalah asam amino lisin.
Berkurangnya persentase putih telur yang dihasilkan pada perlakuan RS disebabkan
oleh kekurangan asam amino lisin dalam ransm yang mengandung daun singkong
dibandingkan dengan perlakuan RU dan RE. Hal ini dapat dilihat dari kandungan asam
amino lisin yang terkandung pada daun singkong adalah 1,71%, sedangkan kandungan
asam amino lisin daun ubi jalar adalah 3,82% dan eceng gondok adalah 5,34%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung
daun singkong sebanyak 5 % di dalam ransum (RS) memberikan pengaruh yang terbaik
terhadap kualitas kuning telur itik yang dihasilkan dibandingkan dengan perlakuan RU,
RE dan RK. Hal ini ditunjang dengan data bahwa itik yang mendapat perlakuan RS,
menghasilkan skor warna kuning telur 7,9 yang nyata lebih tinggi (p<0.05)
dibandingkan dengan pelakuan RU (6,5), RE (6,1) dan RK (5,2) serta persentase
kuning telur tertinggi diperoleh dari telur itik yang mendapat perlakuan RS (35,00%),
kemudian diikuti berturut-turut RU (33,95%), RE (33,64%) dan RK (33,18%).
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, 1995. Ilmu Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Annonymous, 1978. Rgg Grading Manual. U.S. Departement Of Agric. Food Safety
and Quality Serrice. Washington D.C. Agric. Handbook. Bornstein S and I Bartov, 1966. Studies on egg yolk pigmentation. Acomparison
between visual scoring of yolk colour and colourimetric assay of yolk carotenoids. Poultry Sci.
Fletcher, D. L., 1979. Anevaluation of the A.O.A.C. method of yolk colour analysis.
Poultry Sci. Hardjosworo, P. S., 1981. Beternak Itik. Departemen Produksi Ternak Unggas
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono, 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Omar P. N. dkk., 2001. A-Z Soal Jawab Mengenai Itik Telur. Unit Ayam Itik.
Bahagian Pengeluaran Ibu Pejabat Perhidmatan Hawai. Kualalumpur. Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff, 1963. The Avian Egg. John Willey and Son, Inc.,
New York. Sarwono, B., 1995. Telur Pengawetan dan Pemanfaatannya. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta. Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young, 1976. Nutrition of the Chicken. Published
by M.I. Scott and Associates, New York. Setioko, A. R., D. J. S. Hetzel and A. J. Evans, 1986. Duck Production Indonesia
dalam D. J. Farrel and P. Stapleton. E. D. Duck Production Science and Wolrd Practice. University of New England
Srigandono, B., 1996. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. Stadelman, W.J. and O. J. Coterill, 1977. Egg science and technology. The Avi
Publishing Inc. Sudaryani, T., 1999. Kualitas Telur. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugandi, D., 1973. Dalam The Effect of Various Energy and Protein Level on Performance of Laying Hens Under Cage and Floor System. Disssertation. Bogor.
Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Winter, A. P. and E.M. Funk., 1960. Poultry Science and Practice. J.B. Lippincott Co.,
New Yorb