efek penggunaan oral minyak cengkeh (oleum...
TRANSCRIPT
EFEK PENGGUNAAN ORAL MINYAK CENGKEH
(Oleum caryophylli) TERHADAP KADAR UREUM
DAN KREATININ TIKUS WISTAR YANG DIBERI
ISONIAZID-RIFAMPISIN DOSIS TOKSIK
THE EFFECT OF ORAL ADMINISTRATION OF
CLOVE OIL (Oleum caryophylli) TO UREUM AND
CREATININE LEVELS OF RATS INDUCED BY
ISONIAZID-RIFAMPISIN TOXIC DOSE
MINI ARISKA FEBRIANTY N111 14 024
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
EFEK PENGGUNAAN ORAL MINYAK CENGKEH
(Oleum caryophylli) TERHADAP KADAR UREUM
DAN KREATININ TIKUS WISTAR YANG DIBERI
ISONIAZID-RIFAMPISIN DOSIS TOKSIK
THE EFFECT OF ORAL ADMINISTRATION OF
CLOVE OIL (Oleum caryophylli) TO UREUM AND
CREATININE LEVELS OF RATS INDUCED BY
ISONIAZID-RIFAMPISIN TOXIC DOSE
MINI ARISKA FEBRIANTY N111 14 024
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
ii
EFEK PENGGUNAAN ORAL MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS WISTAR YANG
DIBERI ISONIAZID-RIFAMPISIN DOSIS TOKSIK
THE EFFECT OF ORAL ADMINISTRATION OF CLOVE OIL (Oleum caryophylli) TO UREUM AND CREATININE LEVELS OF RATS
INDUCED BY ISONIAZID-RIFAMPISIN TOXIC DOSE
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
MINI ARISKA FEBRIANTY N111 14 024
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASA NUDDIN MAKASSAR
2018
iii
EFEK PENGGUNAAN ORAL MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ
TIKUS WISTAR YANG DIBERI ISONIAZID-RIFAMPISIN DOSIS TOKSIK
MINI ARISKA FEBRIANTY
N111 14 024
Pada Tanggal, 9 Mei 2018
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Yulia Yusrini Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. NIP. 19780728 200212 2 003
Pembimbing Kedua
Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. NIP. 19730309 199903 2 002
Pembimbing Pertama
Sumarheni, S.Si, M.Sc., Apt. NIP. 19811007 200802 2 001
iv
SKRIPSI
EFEK PENGGUNAAN ORAL MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS WISTAR YANG
DIBERI ISONIAZID-RIFAMPISIN DOSIS TOKSIK
THE EFFECT OF ORAL ADMINISTRATION OF CLOVE OIL (Oleum caryophylli) TO UREUM AND CREATININE LEVELS OF RATS
INDUCED BY ISONIAZID-RIFAMPISIN TOXIC DOSE
Disusun dan diajukan oleh :
MINI ARISKA FEBRIANTY
N111 14 024
telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Pada Tanggal 9 Mei 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. .....................
2. Sekretaris : Rina Agustina, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. .....................
3. Anggota : Aminullah, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. .....................
4. Ex Officio : Yulia Y. Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. ...............
5. Ex Officio : Sumarheni, S.Si, M.Sc., Apt. .....................
6. Ex Officio : Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. ......................
Mengetahui, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. NIP. 19641231 199002 1 005
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini benar-benar
adalah hasil karya saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh,
batal demi hukum.
Makassar, 9 Mei 2018
Yang menyatakan
Mini Ariska Febrianty N111 14 024
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum wr. wb.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala berkat, rahmat, karunia, dan nikmat yang tiada hentinya diberikan
kepada manusia. Terutama nikmat akal yang menjadikan manusia
sebagai makhluk yang paling sempurna yang mampu menikmati ilmu
pengetahuan. Tak akan pernah puas dan letihnya penulis mengucap
syukur atas anugerah yang telah Allah subhanahu wata’ala berikan hingga
penulis mampu menyelesaikan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan, doa, dan
bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Banyak kendala yang penulis hadapi dalam
penyusunan skripsi ini, namun berkat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan beberapa kendala hingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis dengan tulus dan
penuh rasa hormat menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan
yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya, ayahanda H. Muh
Kuddus dan ibunda Hj. Nurhayati yang banyak memberikan kasih sayang
dan motivasi serta pengorbanan yang besar baik moril maupun materil
yang tidak akan mungkin bagi penulis untuk membalasnya hingga akhir
hayat. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
vii
1. Ibu Yulia Yusrini Djabir, S.Si., MBM.Sc., M.Si., Ph.D., Apt. selaku
pembimbing utama serta Ibu Sumarheni, S.Si, M.Sc, Apt. dan Ibu Dr.
Mufidah., S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan
pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan pikirannya
untuk memberikan masukan, arahan serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Tim Penguji penulis Ibu Dra.Rosany Tayeb, M.Si., Apt. Ibu Rina
Agustina, S.Si., M.Sc., Apt. dan Bapak Aminullah, S.Si., M.Pharm.Sc.,
Apt. yang telah memberikan kritik dan saran yang membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
serta seluruh dosen dan Staf Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
4. Seluruh Laboran Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas
bantuan serta motivasi-motivasi yang diberikan selama perkuliahan
hingga penelitian selesai
5. Saudara saya Sarwani S.Pd, Meriam, S.Pdi, Nursanti S.Pd dan Anna
Nurjannah A.Md yang telah memberikan segala bantuan, motivasi
serta semangat bagi penulis.
6. Teman-teman seperjuangan penelitian Andi Dian Aslin Agustiah dan
Putri Mandasari Yusuf yang selama ini menjadi rekan selama
penyelesaian penelitian.
viii
7. Teman dekat saya Ayu Hartina, Anugrah, Isra Yani Ningsih, Ridha
Aulia, Rezki Nabila Pratiwi, Maghfira, dan Hardianti Lestari yang telah
memberikan dukungan dan bantuannya selama penyelesaian skripsi.
8. Seluruh teman-teman angkatan 2014 “Hiosiamin” yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang luas serta telah membantu
dalam penyelesaian skripsi dan memberikan wadah pengembangan
diri untuk penulis.
9. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas
sumbangsih dan dukungannya terhadap penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat banyak kesalahan yang tidak disadari
oleh penulis. Untuk itu, segala kritik dan saran penulis harapkan dari
berbagai pihak guna menghasilkan skripsi yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan peneliti lainnya.
Akhir kata, penulis berdo’a semoga penelitian ini dapat membantu
dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang Farmasi.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Makassar, 9 Mei 2018
Mini Ariska Febrianty
ix
ABSTRAK
MINI ARISKA FEBRIANTY. Efek Penggunaan Oral Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli) Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin Tikus Wistar yang Diberi Isoniazid-Rifampisin Dosis Toksik (Dibimbing oleh Yulia Yusrini Djabir, Sumarheni, dan Mufidah).
Minyak cengkeh memiliki potensi antioksidan yang cukup besar
namun penggunaan secara oral masih sangat terbatas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi pemberian oral minyak cengkeh
dalam mengurangi kerusakan ginjal pada tikus akibat induksi obat
isoniazid-rifampisin berdasarkan parameter ureum dan kreatinin. Hewan
coba dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok 1 (kontrol negatif) yang
diberikan minyak pembawa, kelompok 2 (minyak cengkeh 10mg),
kelompok 3 (minyak cengkeh 50mg), kelompok 4 (minyak cengkeh
100mg), dan kelompok 5 (kontrol positif) yang diberikan vitamin E (250
mg/kg BB). Semua tikus diberi isoniazid-rifampisin dosis 100 dan
200mg/kgBB 3 jam setelah pemberian perlakuan. Hasil penelitian
menunjukkan kelompok yang diberi minyak pembawa saja (kelompok 1)
mengalami peningkatan ureum yang signifikan dibandingkan kelompok
yang diberi minyak cengkeh 50mg dan 100mg. Walaupun nilai
peningkatan rata-rata kreatinin tidak signifikan antar kelompok, namun
lebih dari 1 tikus kelompok 1 mengalami peningkatan kadar kreatinin dua
kali lipat, sedangkan pada kelompok yang diberi minyak cengkeh 50mg
dan 100mg tidak terdapat peningkatan kreatinin sebesar dua kali lipat
kadar awalnya (hari 0). Disimpulkan bahwa minyak cengkeh pada dosis
50mg dan 100mg mampu menurunkan resiko gangguan fungsi ginjal pada
tikus yang diberi isoniazid-rifampisin.
Kata kunci: Minyak cengkeh, isoniazid-rifampisin, ginjal, ureum, kreatinin.
x
ABSTRACT
MINI ARISKA FEBRIANTY. The Effect Of Oral Administration Of Clove Oil (Oleum caryophylli) To Ureum and Creatinine Levels Of Rats Induced By Isoniazid-Rifampisin Toxic Dose (Supervised by Yulia Yusrini Djabir, Sumarheni, and Mufidah).
Clove oil has considerable antioxidant activity but its oral use is still very limited. This study aimed to determine the activity of oral administration of clove oil in reducing renal impairment in rats due to induction of isoniazid-rifampicin drugs based on the parameters of urea and creatinine serum. The animals were divided into 5 groups: group 1 (negative control) was given vehicle, group 2 (clove oil 10mg), group 3 (clove oil 50mg), group 4 (clove oil 100mg), and group 5 (positive control) was given vitamin E (250 mg / kg body weight). All mice were given doses of 100 and 200 mg / kg body weight of isoniazid-rifampicin 3 hours after administration of treatments. The results showed that group given only vehicle (group 1) experienced a significant increase in urea compared to clove oil treated group (50 mg dan 100mg). Although the value of creatinine increase was not significant between group, but more than 1 of group 1 mice had doubled creatinine levels, where as in clove oil treated group 50mg and 100mg there was no creatinine increase twice the baseline (days 0). It was concluded that clove oil concentrations of 50 mg and 100 mg were able to reduce the risk of impaired renal function in rats treated with isoniazid-rifampicin.
Keywords: Clove oil, isoniazid- rifampicin, renal, urea, creatinine.
xi
DAFTAR ISI
halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Tujuan Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
II.1 Pengobatan Tuberkulosis 4
II.2 Isoniazid 6
II.2.1 Isoniazid dan Nefrotoksisitas 6
II.2.2 Mekanisme Kerja 7
II.2.3 Farmakokinetik 7
II.2.4 Resistensi 8
II.3 Rifampisin 9
II.3.1 Rifampisin dan Nefrotoksisitas 9
xii
II.3.2 Mekanisme Kerja 11
II.3.3 Farmakokinetik 11
II.3.4 Resistensi 12
II.4 Ginjal 12
II.4.1 Anatomi 12
II.4.2 Fisiologi Ginjal 13
II.5 Biomarker Fungsi Ginjal 16
II.6 Antioksidan 18
II.7 Minyak Cengkeh dan Sifat Antioksidan 19
II.7.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh 19
II.7.2 Uraian Minyak Cengkeh 20
II.7.3 Minyak Cengkeh Bersifat Antioksidan 22
II.8 Manfaat Penggunaan Oral Minyak cengkeh 22
BAB III METODE PENELITIAN 24
III.1 Alat dan Bahan 24
III.2 Cara Kerja 24
III.2.1 Penyiapan Hewan Coba 24
III.2.2 Pembuatan Suspensi Isoniazid-Rifampisin 25
III.2.3 Penyiapan Minyak Cengkeh 25
III.2.4 Pemberian Induksi Isoniazid-Rifampisin 26
III.2.5 Penyiapan Vitamin E (Natur E®) 26
III.3. Prosedur Percobaan 27
III.3.1 Preparasi Serum 28
xiii
III.3.2 Pengukuran Menggunakan Humalyzer 28
III.3.2.1 Pengukuran Kreatinin 28
III.3.2.2 Pengukuran Ureum 28
III.3.3 Analisis Data 29
BAB IV Hasil dan Pembahasan 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 37
V.1 Kesimpulan 37
V.2 Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Spesifikasi minyak cengkeh (Oleum caryophylli) 21
2. Profil perhitungan kadar ureum sebelum dan setelah perlakuan ... 31
3. Profil perhitungan kadar kreatinin sebelum dan setelah perlakuan 32
4. Sertifikat analisis minyak cengkeh ................................................. 42
5. Prosedur pengukuran kreatinin dan ureum ................................... 44
6. Hasil analisis statistik kreatinin ...................................................... 50
7. Hasil analisis statistik ureum .......................................................... 51
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Struktur kimia isoniazid 6
2. Cengkeh 20
3. Proses destilasi uap 22
4. Grafik kadar ureum 33
5. Grafik kadar kreatinin 35
6. Tikus putih (Rattus novergicus) 54
7. Penimbangan hewan coba 54
8. Anastesi hewan coba 54
9. Pengambilan darah melalui vena lateral 54
10. Pemberian secara oral minyak cengkeh 55
11. Pemberian secara oral induksi obat isoniazid-rifampisin 55
12. Sampel plasma 55
13. Pengukuran sampel plasma 55
14. Sertifikasi analisis minyak cengkeh 42
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Sertifikat analisis minyak cengkeh ................................................... 42
2. Skema kerja 43
3. Prosedur pengukuran kreatinin dan ureum ................................... 44
4. Komposisi reagen .......................................................................... 45
5. Perhitungan hasil analisis kraetinin ............................................... 46
6. Hasil analisis statistik kreatinin ...................................................... 50
7. Hasil analisis statistik ureum ............................................. 51
8. Gambar penelitian ......................................................................... 54
9. Kode persetujuan etik .................................................................... 56
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
World Health Organization (2010), melaporkan bahwa jumlah
penderita tuberkulosis di Indonesia sebesar 429 ribu orang, dan Indonesia
berada pada peringkat kelima dengan jumlah terbesar insiden kasus
tuberkulosis di dunia (Depkes, 2010). Data dari Riskesdas (Riset
Kesehatan Dasar) tahun 2013 melaporkan hasil prevalensi penduduk
indonesia yang didiagnosis tuberkulosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,4
persen (Riskesdas, 2013).
Pengobatan tuberkulosis dapat menggunakan obat kombinasi
isoniazid-rifampisin, namun penggunaan yang melebihi jangka waktu 6-9
bulan dapat menyebabkan efek samping. Efek samping yang dihasilkan
salah satunya gangguan fungsi ginjal berupa insufisiensi ginjal dan gagal
ginjal akut (Gunawan, 2007). Presentasi kejadian nefrotoksisitas akibat
pemberian rifampisin telah dilaporkan mencapai 1,8% sampai 16% dari
semua kasus gagal ginjal akut (Singh dkk, 2003). Kombinasi isoniazid
dengan rifampisin dapat menyebabkan toksisitas ginjal bertambah parah
(Mori dkk, 2011).
Kerusakan ginjal yang disebabkan induksi obat isoniazid dan
rifampisin terkait dengan pembentukan metabolit aktifnya yang memicu
produksi Reactive oxygen species (ROS) (Martin dkk, 2016). Lopez-
1
2
Lopez-Novoa dkk. (2011), melaporkan bahwa Reactive Oxygen Species
(ROS) dan stres oksidatif merupakan kunci dalam patogenesis kerusakan
ginjal akibat obat. Berdasarkan hasil penelitian pada tikus, kombinasi
isoniazid-rifampisin yang dapat menyebabkan nefrotoksisitas yaitu dosis
isoniazid 50mg/kgBB dan rifampisin 100mg/kgBB (Hussein dkk, 2016).
Hingga saat ini belum banyak terapi yang secara spesifik
mengatasi kerusakan ginjal yang disebabkan oleh obat. Oleh karena itu
perlu diketahui potensi obat herbal sebagai nefroprotektor. Salah satu
keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia adalah tanaman
cengkeh (Syzygium aromaticum). Rempah-rempah seperti cengkeh telah
digunakan selama berabad-abad sebagai bahan pengawet makanan dan
sebagai tanaman obat terutama dimanfaatkan karena khasiat antioksidan
yang kuat dan aktivitas antimikrobanya (Shan dkk, 2005). Gulcin dkk.
(2012) melakukan penelitian untuk mengevaluasi sifat antioksidan minyak
cengkeh dan menemukan bahwa minyak cengkeh mampu menangkap
radikal bebas.
Pramod dkk. (2010), dalam penelitian secara in vitro mendapatkan
bahwa eugenol sebagai antioksidan minyak cengkeh mempunyai potensi
yang baik dalam pengobatan penyakit. Minyak cengkeh (Oleum
caryophylli) mengandung senyawa eugenol yang merupakan komponen
utama dengan kandungan yang dapat mencapai 70-96% (Towaha, 2012).
Peneliti lain menemukan efektivitas antioksidan minyak cengkeh eugenol
5 kali lebih besar dibandingkan α-tokoferol (Nagababu dkk, 2011).
3
Dengan efek antioksidan minyak cengkeh yang kuat, dapat
diperkirakan bahwa minyak cengkeh dapat melindungi sel dari efek buruk
radikal bebas termasuk yang dihasilkan oleh obat isoniazid-rifampisin.
Berdasarkan penelitian sebelumnya dosis minyak cengkeh yang dapat
diberikan pada hewan uji tikus secara oral yaitu 5-200mg/kg BB (Al-Okbi
dkk, 2014). Adapun LD50 dari minyak cengkeh pada tikus yaitu 2650
mg/kg (MSDS, 2017).
I.2 Rumusan masalah
Apakah pemberian oral minyak cengkeh (Oleum caryophylli) dapat
mengurangi kerusakan ginjal pada tikus akibat induksi obat isoniazid-
rifampisin dosis toksik berdasarkan parameter ureum dan kreatinin.
I.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas pemberian oral
minyak cengkeh dalam mengurangi kerusakan ginjal pada tikus akibat
induksi obat isoniazid-rifampisin berdasarkan parameter ureum dan
kreatinin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengobatan Tuberkulosis
Di seluruh dunia ada sekitar 2 miliar orang terinfeksi tuberkulosis,
angka ini adalah sepertiga dari jumlah penduduk dunia. Indonesia
menyumbang jumlah terbesar ketiga setelah India dan China. Indonesia
setiap 2 menit ada satu orang yang jatuh menderita TB baru dan satu
orang yang meninggal setiap 4 menitnya. Data ini terdeteksi dari penderita
TB di Indonesia yang dilakukan oleh WHO tahan 2003 (Lumenta, 2006).
Penelitian untuk pengobatan TB terus berlanjut sampai ditemukan
obat anti kuman yang dilakukan oleh Selman A Waksman pada 1940.
Hasil penemuan Waksman yakni anti TB antibiotik dinamai actinomycine.
Namun obat ini belum bisa digunakan karena mengandung suatu racun
bagi manusia. Penemuan baru waksman yang baru streptomycin (1943)
yakni sebuah antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces griseus, dan
khasiatnya terbukti dapat menghambat pertumbuhan kuman TB. Obat ini
kemudian dicobakan kepada pasien TB yang parah. Sukses terlihat
sangat impresif ketika kuman pada dahak pasien ini hilang (Lumenta,
2006).
Sukses yang cepat didapat dengan penemuan-penemuan obat anti
TB lain. Penemuan-penemuan ini sangat penting, karena ternyata, terapi
tunggal streptomycine menyebabkan kekebalan (resistensi) kuman dalam
4
5
kurun waktu bulanan. Setelah penemuan obat streptomycine, kemudian
ditemukan p-aminosalicylic acid (1949), isoniazid(1952), pyrazinamide
(1955), cycloserine (1955), ethambutol (1962) dan rifampisin (1963)
sebagai obat anti TB. Dr. John Crofton adalah seorang ahli TB di Inggris
yang mengusulkan mengkombinasi obat-obat TB pada tahun 60-an.
Hasilnya sangat menggembirakan karena penyakit TB dapat disembuhkan
walaupun pada saat itu secara bersamaan terjadi perbaikan standar
hidup. Antar kurun waktu 1950 hingga 1985, terjadi penurunan tingkat
kejadian TB serta kematiannya (Lumenta, 2006).
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Lumenta, 2006).
Namun ketidakpatuhan terhadap pengobatan terjadi, karena
seorang pasien TB harus meminum kombinasi obat-obat TB paling tidak
12 tablet/kapsul sehari pada fase intensif, yaitu kombinasi Rifampisin (R),
Isoniazid (H), Pyrozinamid (Z), dan Ethambutol (E) atau (RHZE) 3 kali
sehari dengan lamanya pengobatan selama 2 bulan, sedangkan 4 bulan
selanjutnya merupakan fase lanjutan dengan meminum paling tidak 6
tablet/kapsul dalam sehari berupa kombinasi RH (atau EH selama 6
bulan) (Lumenta, 2006).
6
II.2 Isoniazid
Derivat asam isonikotinat ini berkhasiat tuberkulostatis paling kuat
terhadap Mycobacteria Tuberkulosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel
(ekstraseluler). Obat ini praktis tidak aktif terhadap bakteri lain (Thay dkk.
2002).
Isoniazid, hidrazid asam isonikotinat adalah analog sintesis
piridoksin. Obat ini merupakan obat antituberkulosis yang paling kuat,
tetapi tidak pernah diberikan sebagai senyawa tunggal dalam pengobatan
tuberkulosis aktif (Harvey dkk. 2013). Isoniazid atau yang sering disingkat
INH mempunyai rumus bangun seperti gambar di bawah (Gunawan,
2007).
Gambar 1. Struktur kimia Isonaizid (Sumber: Cairns D, 2008)
II.2.1 Isoniazid dan Nefrotoksisitas
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa kombinasi induksi
isoniazid dan rifampisin memicu kerusakan ginjal dikarenakan reaksi
hipersensitivitas tipe II atau tipe III yang disebabkan oleh antigen
rifampisin, dimana antibodi anti-rifampisin akan membentuk kompleks
imun yang mengumpul pada pembuluh ginjal, endotel glomerulus, dan
7
daerah interstisial (Martin dkk. 2016). Reaksi ini menyebabkan dua
perubahan patologis pada ginjal. Penumpukan kompleks imun pada
pembuluh darah menyebabkan penyempitan vaskular dan iskemia tubular
yang berakibat nekrosis tubular akut, sedangkan penumpukan kompleks
imun di daerah interstisial berakibat terjadinya nefritis interstisial akut
(Lopez-Novoa dkk. 2011).
II.2.2 Mekanisme Kerja
Isoniazid, sering disebut sebagai INH, adalah prodrug yang
diaktifkan oleh katalase-peroksidase (KatG) mikobakterium. Bukti genetik
dan biokimia telah melibatkan setidaknya dua enzim target yang berbeda
untuk isoniazid dalam sistem sintase asam lemak Tipe II yang unik yang
terlibat dalam produksi mycolic acid. Mycolic acid adalah asam β-
hidrosilatat, kelas rantai-sangat-panjang yang unik yang ditemukan dalam
dinding sel mikobakterium. Penurunan sintesis mycolic acid berhubungan
dengan kehilangan ketahanan terhadap asam sesudah paparan dengan
isoniazid. Enzim target adalah reduktase protein pembawa-enoyl acyl
(InhA) dan β-ketoasil-ACP sintase (KasA). Obat yang diaktifkan berikatan
secara kovalen dengan enzim-enzim ini dan menghambat enzim-enzim
ini, yang penting bagi sintesis mycolic acid (Harvey dkk. 2013).
II.2.3 Farmakokinetik
Isoniazid yang diberikan secara oral dapat dengan mudah
diabsorbsi. Absorpsi terganggu bila isoniazid diminum bersama dengan
8
makanan, khususnya karbohidrat, atau dengan antasida yang
mengandung aluminium. Obat ini berdifusi menuju ke seluruh cairan
tubuh, sel, dan materi kaseosa (jaringan nekrotik yang menyerupai keju
yang dihasilkan dengan tuberkel). Kadar obat dalam cairan serebrospinal
hampir sama dengan kadarnya dalam serum. Obat mudah menembus sel-
sel pejamu dan efektif melawan basil yang tumbuh secara intraseluler.
Jaringan yang terinfeksi cenderung menahan obat lebih lama. Isoniazid
mengalami N-asetilasi dan hidrolisis, menghasilkan produk-produk inaktif.
Asetilasi diatur secara genetik dengan sifat asetilator cepat bersifat
dominan otosom. Terdapat dua model distribusi asetilator, cepat dan
lambat. Penyakit hati kronis menurunkan metabolisme, dan dosis harus
dikurangi. Ekskresi obat ini melalui filtrasi glomerulus, sebagian besar
sebagai metabolit. Asetilator lambat mengeksresikan lebih banyak
senyawa induk. Penurunan fungsi ginjal yang berat menyebabkan
akumulasi obat, terutama pada asetilator lambat (Harvey dkk. 2013).
II.2.4 Resistensi
Hal ini terkait dengan beberapa mutasi kromosom yang berbeda;
setiap mutasi menyebabkan salah satu dari berikut ini: mutasi atau delesi
KatG (menghasilkan mutan yang tidak mampu mengaktifkan prodrug),
mutasi protein pembawa acyl yang bervariasi, atau ekspresi inhA yang
berlebih. Resistensi silang tidak terjadi di antara isoniazid dengan obat
antituberkulosis lainnya (Harvey dkk. 2013).
9
II.3 Rifampisin
Rifampin, rifabutin, dan rifapentine dianggap sebagai rifampisin;
suatu kelompok antibiotik makrosiklik yang serupa secara struktural, yang
merupakan obat lini pertama untuk tuberkulosis. Rifampisin berasal dari
jamur tanah Streptomyces, mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih
luas dari pada isoniazid dan telah ditemukan penggunaannya dalam
pengobatan sejumlah infeksi bakteri yang berbeda. Karena galur yang
resisten muncul secara cepat selama terapi, rifampin tidak pernah
diberikan sebagai agen tunggal dalam pengobatan tuberkulosis aktif
(Harvey dkk. 2013).
II.3.1 Rifampisin dan Nefrotoksisitas
Rifampisin dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal atau
bersifat nefrotoksisitas. Meskipun mekanisme secara pasti tidak diketahui,
namun kerusakan yang terjadi pada ginjal, terutama bentuk cedera
tubular, selain diakibatkan oleh iskemia ginjal juga disebabkan oleh obat-
obatan yang bersifat toksik pada ginjal. Cedera akut tubular akan
menyebabkan nekrosis, dan paling sering mengakibatkan gagal ginjal
akut. Obat rifampisin yang diberi dalam dosis tinggi dapat bersifat toksik
pada ginjal sehingga menyebabkan kerusakan ginjal (Cotran dkk. 2007).
Dari penelitian yang telah dilakukan pada ginjal tikus putih (Wistar)
yang diberikan rifampisin dengan dosis 5 mg selama 7 hari menunjukkan
adanya vakuola-vakuola di dalam sel-sel tubulus dan ginjal tikus putih
(Wistar) yang diberikan rifampisin dengan dosis 8 mg selama 10 hari
10
ditemukan adanya ciri-ciri mikroskopik nekrosis tubular akut, tetapi
nekrosis yang terjadi pada kelompok rifampisin dosis 8 mg hanya sedikit
(Mappa dkk. 2013).
Nekrosis tubular akut (NTA) adalah terjadinya destruksi sel epitel
tubulus dan secara klinis ditandai oleh supresi akut fungsi ginjal. Nekrosis
tubular akut akibat toksik obat-obatan dapat mengakibatkan penurunan
perfusi ginjal, kenaikan sekresi ADH dan aldosteron serta kenaikan
reabsorbsi natrium di tubuli proksimal. Mekanisme ini terjadi untuk
mempertahankan volume intravaskuler dengan mencegah kehilangan
natrium dan air dalam urin. Umpan balik dari tubulo-glomerular adalah
proses yang menyebabkan perubahan aliran glomerular pada nekrosis
tubular yaitu reabsorbsi natrium klorida (NaCl) yang tidak kuat dalam
tubulus proksimal yang rusak, menyebabkan peningkatan NaCl ke tubulus
distal. Peningkatan NaCl dalam tubulus ginjal dapat mempengaruhi
makula densa dan sebaliknya makula densa menyebabkan konstriksi
arteriol aferen yang nantinya akan berpengaruh pada glomerulus. Pada
tubulus akan ditemukan adanya cedera sel disertai vakuolisasi dan sel
radang berkelompok padat pada vasa rekta sebagai respon terhadap
adanya sel nekrosis. Jika hal ini terjadi maka sel-sel tubulus akan hancur
dan menempel pada banyak nefron sehingga urin tidak dapat dikeluarkan
karena nefron tersumbat (Contran dkk. 2007).
11
II.3.2 Mekanisme Kerja
Rifampisin menghalangi transkripsi dengan berinteraksi dengan
subunit β bakteri, tetapi tidak RNA polimerase yang tergantung DNA
manusia. [Catatan: Jadi, obat ini spesifik untuk prokariotik.] Rifampisin
menghambat sintesis mRNA dengan menekan langkah inisiasi (Harvey
dkk. 2013). Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang
bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari
mikrobakteria dan mikrooganisme lain dengan menekan mula
terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNAnya tidak
dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria
mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk
menghambat pada kuman (Gunawan, 2007).
II.3.3 Farmakokinetik
Absorbsi obat ini adekuat pada pemberian oral. Distribusi rifampisin
terjadi pada seluruh cairan tubuh dan organ. Kadar yang dekat diperoleh
dari CSF; bahkan saat tidak terjadi inflamasi. Obat diambil oleh hati dan
mengalami siklus enterohepatik. Rifampisin sendiri dapat menginduksi
oksidase fungsi campuran-hepatik, menyebabkan pemendekan waktu-
paruh. Eliminasi metabolit dan obat induk dilakukan melalui empedu
dalam feses atau melalui urine (Harvey dkk. 2013).
12
II.3.4 Resistensi
Resistensi terhadap rifampin dapat disebabkan oleh mutasi pada
afinitas RNA polimerase yang tergantung DNA bakteri untuk obat atau
oleh penurunan permeabilitas (Harvey dkk. 2013).
II.4 Ginjal
II.4.1 Anatomi
Ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-satuan
fungsional ginjal dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap
ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (badan malpighi atau
glomelurus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada
uriniferus atau nefron (Irianto, 2017). Dari sini tubulus berjalan sebagian
berkelok-kelok (tubula proksimal) dan sebagian lurus, dan sesudah itu
terdapat sebuah simpai Henle. Kemudian tubula itu berkelok-kelok lagi
disebut kelokan kedua atau tubula distal yang bersambung dengan tubula
penampung, yang berjalan melintas korteks dan medulla, yang berkarir di
puncak salah satu piramida (Pearce, 2013).
Proses pembentukan urine dimulai dari proses filtrasi di glomerulus
yang terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat, diteruskan
ke tubulus ginjal. Cairan yang di saring disebut filtrat glomerulus (Irianto,
2017).
13
Reabsorpsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proksimal. Sedangkan pada
tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila
diperkiran tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorpsi fakultatif) dan
sisanya dialirkan pada papila renalis. Selanjutnya proses sekresi,
merupakan sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal ke
papila renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Irianto, 2017).
II.4.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal memiliki berbagai fungsi antara lain, ultrafiltrasi,
keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa,
eritropoiesis, regulasi kalsium dan fosfor, dan regulasi tekanan darah.
a. Ultrafiltrasi
Filtrasi adalah proses ginjal dalam meghasilkan urine. Filtrasi
plasma terjadi ketika darah melewati kapiler dari glomerulus. Dari proses
ultrafiltrasi ini, filtrat glomerular kira-kira 180 liter per hari. Dari volume ini,
99% direabsorpsi oleh ginjal. Oleh karena kemampuan ginjal yang luar
biasa untuk mengabsorpsi, rata-rata keluaran urin per hari (orang dewasa)
hanya 1-2 liter dari volume filtrat glomerular yang berjumlah 180 liter per
hari.Ultrafiltrasi di-ukur sebagai laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration
rate, GFR). GFR pada orang dewasa kira-kira 125 ml per menit (7,5 liter
per jam) (Baradero, 2012).
14
Ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan air dan
elektrolit (melalui reabsorpsi) juga sangat penting. Tanpa kemampuan ini,
seseorang dapat mengalami kekurangan air dan elektrolit dalam 3-4
menit. Tubulus kontortus proksimal mereabsorpsi 85-90% air yang ada
dalam ultrafiltrat, 80% dari natrium, sebagian besar kalium, bikarbonat
klorida, fosfat, glukosa, dan asam amino. Tubulus kontortus distal dan
tubulus kolingentes menghasilkan urin (Baradero, 2012).
b. Keseimbangan elektrolit
Sebagian besar elektrolit yang dikeluarkan dari kapsula Bowman
direabsorpsi dalam tubulus proksimal. Konsentrasi elektrolit yang telah di-
reabsorpsi diatur dalam tubulus distal. Dibawah pengaruh hormon
aldosteron dan ADH. Mekanisme yang membuat elektrolit bergerak
menyebrangi membran tubula adalah mekanisme aktif dan pasif. Gerakan
pasif terjadi apabila ada perbedaan konsentrasi molekul. Gerakan aktif
memerlukan energi dan dapat membuat molekul bergerak tanpa
memperhatikan tingkat konsentrasi molekul. Dengan gerakan aktif dan
pasif ini, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan elektrolit yang
optimal sehingga menjamin fungsi normal sel (Baradero, 2012).
c. Pemeliharaan keseimbangan asam-basa
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH
plasma 7,35 untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Ke-
seimbangan ini dapat dicapai dengan mempertahankan rasio darah bi-
karbonat dan karbon dioksida pada 20:1. Paru-paru bekerja dengan
15
menyesuaikan jumlah karbon dioksida dalam darah sedangkan ginjal
menyekresi atau menahan bikarbonat dan ion hidrogen sebagai respons
terhadap pH darah (Baradero, 2012).
d. Eritropoiesis
Ginjal mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi
eritrosit. Ginjal memproduksi enzim yang disebut faktor eritropoietin yang
mengaktifkan eritropoietin, hormon yang dihasilkan hepar. Fungsi eritro-
poietin adalah menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah,
terutama sel darah merah. Tanpa eritropoietin, sumsum tulang pasien
penyakit hepar atau ginjal tidak dapat memproduksi sel darah merah
(Baradero, 2012).
e. Regulasi kalsium dan fosfor
Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium serum
dan fosfor. Ginjal adalah pengatur utama keseimbangan kalsium-fosfor.
Ginjal melakukan hal ini dengan mengubah vitamin D dalam usus (dari
makanan) kebentuk yang lebih aktif, yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Ginjal
meningkatkan kecepatan konversi vitamin D jika kadar kalsium atau fosfor
serum menurun. Vitamin D molekul yang aktif (1,25-dihidrovitamin D3),
bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan
fosfor oleh usus (Baradero, 2012).
f. Regulasi tekanan darah
Ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah,
terutama dengan mengatur volume plasma dan tonus vaskular (pembuluh
16
darah). Volume plasma dipertahankan melalui reabsorpsi air dan pengen-
dalian komposisi cairan ekstraseluler (misalnya terjadi dehidrasi). Korteks
adrenal mengeluarkan aldosteron. Aldosteron membuat ginjal menahan
natrium yang dapat mengakibatkan reabsorpsi air (Baradero, 2012).
II.5 Biomarker Fungsi Ginjal
Biomarker fungsi ginjal yang dapat dianalisis diantaranya ureum,
kreatinin, asam urat, β2-microglobulin (β2m) dan elektrolit. Pemeriksaan
fungsi ginjal dapat diketahui melalui pemeriksaan urin dan darah.
1. Ureum merupakan produk buangan yang dibentuk di hati dari hasil
metabolisme protein dan dikeluarkan melalui urine. Batas normal nilai
ureum urine adalah 6-17 g per hari (214-607 mmol per hari). Kadar
ureum yang tinggi biasanya menandakan adanya gangguan pada
ginjal. tetapi karena keberadaan ureum dipengaruhi oleh jumlah
asupan protein yang dikonsumsi dan fungsi hati, maka pemeriksaan ini
biasanya dilakukan bersama dengan pemeriksaan kreatinin darah
(Irianto, 2017). Namun, apabila terjadi kerusakan pada ginjal maka
akan terjadi penumpukan ureum di dalam darah. Ginjal lantas tidak
mampu membuang ureum tersebut sehingga kadarnya semakin
meninggi (Bastiansyah, 2008).
2. Kreatinin merupakan hasil metabolisme energi otot dan dikeluarkan
seluruhnya oleh tubuh melalui ginjal. Oleh sebab itu pemeriksaan
kreatinin urine dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring untuk
mengevaluasi fungsi ginjal. Hasil yang tidak normal dapat
17
menunjukkan adanya gangguan pada ginjal, gangguan
otoimun,obstruksi saluran kemih, atau banyak mengkonsumsi daging
(Irianto, 2017). Kreatinin serum (SCr) dapat dipertimbangkan sebagai
biomarker yang cukup sensitif untuk insufisiensi ginjal. Namun, SCr
sangat tidak sensitif dan menggambarkan perubahan yang terjadi
belakangan; secara patologis muncul peningkatan bila lebih dari 50%
daya cadang ginjal yang hilang (Jayaratnam dan Koh, 2009).
3. Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir purin. Produksi asam
urat tergantung dari makanan yang dikonsumsi (misalnya hati, daging
pankreas anak sapi, ginjal, dan sejenis ikan hering kecil (anchovy)
karena dapat meningkatkan kadar asam urat. Normalnya dua-pertiga
sampai tiga-perempat asam urat dikeluarkan oleh ginjal, dan sebagian
besar oleh saluuran pencernaan (Irianto, 2017). Asam urat merupakan
salah satu indikator untuk mengetahui fungsi ginjal. Orang banyak
yang berasumsi bahwa asam urat dikaitkan dengan lutut atau tumit
yang sakit dan badan terasa pegal-pegal. Asam urat yang meninggi
bisa terdapat apabila anda mengkonsumsi makanan seperti jeroan,
kepiting, melinjo, kacang tanah, bayam, kol, dan lainnya. Faktor
keturunan, mengonsumsi alkohol berlebih, kegemukan, dan penyakit
darah tinggi yang berat juga meningkatkan risiko terjadinya
peningkatan asam urat (Bastiansyah, 2008).
18
4. Elektrolit yang umum diperiksa adalah natrium (sodium), dan kalium
(potasium). Kedua eletrolit tersebut dikeluarkan oleh tubuh melalui
ginjal (Irianto, 2017).
5. β2-microglobulin (β2m) dalam serum didapatkan berkorelasi terbalik
dengan GFR yang diukur dengan bersihan inulin (Wibell dkk. 1973).
Korelasi ini lebih baik dengan GFR dibandingkan RBP atau α1m dalam
serum, karena di dalam plasma, RBP terikat prealbumin dan α1m
terikat IgA. Kompleks yang besar ini tidak mudah melewati saringan
melalui barier glomerulus dibandingkan β2m dan kurang sensitif
terhadap perubahan GFR (Jayaratnam dan Koh, 2009).
II.6 Antioksidan
Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi
elektron (electron donors). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah
senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan
dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas
senyawa oksidan tersebut dapat di hambat (Winarsih, 2007).
Secara umum, antioksidan dikelompokkan berdasarkan mekanisme
kerjanya yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier:
a. Antioksidan Primer (Antioksidan Endogenus)
Antioksidan primer bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa
radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas
19
bereaksi. Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai
pemutus reaksi berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa bereaksi
dengan radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk-produk
yang lebih stabil (Sayuti dan Yenrina, 2015).
b. Antioksidan Sekunder (Antioksidan Eksogenus)
Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang
bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah
terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder berperan sebagai
pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai hidroperoksida
menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau deaktivasi singlet
oksigen (Sayuti dan Yenrina, 2015).
c. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsih, 2007).
II.7 Minyak Cengkeh dan Sifat Antioksidan
II.7.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh
Sistematika botanis tanaman cengkeh diuraikan sebagai berikut
(Suwarto dkk. 2014) :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
20
Famili : Myrtaceae
Genus : Eugenia
Spesies : Eugenia aromatica L., Syzigium aromaticum L.
Gambar 2. Cengkeh (Sumber: Gardjito, 2013)
II.7.2 Uraian Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh (Oleum caryophylli) merupakan minyak atsiri yang
berasal dari tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum), yang termasuk
dalam famili Myrtaceae, yang banyak ditanam di Indonesia, India dan
Madagaskar (Alma dkk. 2007). Isolasi minyak cengkeh didapat dari daun
(1-4%), batang (5-10%), maupun bunga cengkeh (10-20%) (Nurdjannah,
2004). Kelimpahan komponen-komponen dalam minyak cengkeh
bergantung dari jenis, asal tanaman, metode isolasi, dan metode analisa
yang digunakan (Alma dkk. 2007).
21
Tabel. 1 Spesifikasi minyak cengkeh (Oleum caryophylli)
Karakteristik Spesifikasi
Warna
Berat jenis (25C)
Rotasi optik (20C)
Indeks bias
Kelarutan (70% etanol)
Total fenol
Tidak berwarna hingga kuning pucat
1.038-1.060
-1 30’ to 0
1.527 – 1.535
2 vols
85%
Sumber : handbook of herbs and species 2001. Vol 1. Hal 161
Isolasi minyak bunga cengkeh umum dilakukan menggunakan
metode distilasi uap dan distilasi air. Kedua metode tersebut mudah dan
aman bagi lingkungan karena tidak menggunakan pelarut organik
berbahaya. Isolasi dengan distilasi uap menghasilkan minyak cengkeh
dengan kandungan eugenol lebih tinggi daripada isolasi dengan distilasi
air (Guenther E, 2011, Guan dkk. 2007). Distilasi bunga cengkeh
diperlukan 8 sampai 24 jam untuk menghasilkan minyak cengkeh yang
memenuhi persyaratan mutu SNI (Guenther E, 2011).
Menurut Wallis (2005), Minyak cengkeh diperoleh dari destilasi uap
cengkeh. Uap dari penampung dilewatkan ke ujung bawah silinder besar
dengan dasar yang berlubang. Dari ujung atas silinder, uap dibawa ke
kondensor (berbentuk cacing) pendingin air dan distilat diterima dalam
tempat penampung dengan keran di bagian bawah dan pipa luapan di
dekat bagian atas. Uap pada pipa terhubung dengan penampung akan
didinginkan dengan air mengalir pada kondensor. Kondensasi
menghasilkan fase minyak dan fase air, sampai minyak secara
22
keseluruhan memiliki gravitasi lebih besar dari air dan tenggelam ke
bagian bawah penampungan. Minyak yang diperoleh ditarik dan
diletakkan dalam botol.
Gambar 3. Proses destilasi uap (Sumber: Wallis, 2005)
II.7.3 Minyak Cengkeh Bersifat Antioksidan
Menurut Gulcin dkk. (2012), aktivitas antioksidan eugenol lebih tinggi
aktivitas antioksidannya dibandingkan dengan hidroksianisol butilasi, BHT,
trolox dan α-tocopherol dari metode uji yang telah dilakukan, dan
menemukan bahwa minyak cengkeh mampu menangkap radikal bebas.
Pramod (2010) dalam penelitian in vitro mendapatkan bahwa eugenol
sebagai antioksidan mempunyai potensi yang baik dalam pengobatan
penyakit.
II.8. Manfaat Penggunaan Oral Minyak cengkeh
1. Aktivitas Antimikroba Terhadap Patogen Oral:
Dorman dkk. (2000) dan Betoni dkk. (2006) telah mempelajari aktivitas
anti-mikroba dari minyak cengkeh. Kandungan utama dari minyak
cengkeh (60-90%) adalah eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol).
23
Dibandingkan dengan semua ekstrak minyak lainnya, ekstrak minyak
cengkeh menunjukkan penghambatan yang kuat pada konsentrasi yang
sangat rendah (Chaudhari dkk. 2012).
2. Minyak Cengkeh Sebagai Analgesik dan Anastesi Lokal :
Eugenol dan minyak cengkeh digunakan untuk mengurangi rasa
sakit di rongga mulut mungkin karena karies gigi. Penelitian terbaru telah
dilakukan pada penggunaan minyak cengkeh sebagai anestesi umum
pada amfibi. Minyak cengkeh mengandung eugenol yang secara efektif
meredakan rasa sakit dan berfungsi sebagai analgesik dan juga
menghilangkan semua mikroba yang ada di daerah gigi tersebut. Cengkeh
utuh juga dapat dihancurkan dan digunakan tetapi memiliki rasa perih
sehingga minyak cengkeh merupakan cara terbaik dan efektif. Hosseini
dkk. (2011) menunjukkan sifat analgesik minyak cengkeh pada tikus dan
kemudian menyimpulkan bahwa eugenol menekan potensial aksi.
3. Minyak Cegkeh Mengobati Halitosis
Halitosis (bau mulut) terutama disebabkan oleh patogen yang ada
dalam rongga mulut, patogen ini akan membentuk proteolisis asam amino
dan melepaskan belerang volatil. Minyak cengkeh dapat menjadi obat
jangka pendek untuk halitosis karena anti-mikroba, tetapi tidak dapat
digunakan dalam jangka panjang karena tidak memiliki aktivitas pro-biotik
(Aishwarya dkk. 2014).…………………………………………………………
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu spoit dan
needle, kanula, gelas kimia, humalyzer (Human®), mikropipet (Socorex®),
sentrifus (Hettich®), tabung ependorf, tabung vacuntainer, timbangan
analitik (Sartorius®), dan kandang tikus.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, tablet isoniazid
(Kimia Farma®), kapsul rifampisin (Kimia Farma®), vitamin E (natur E®),
minyak jagung (Mazola®), reagen diagnostik ureum dan kreatinin
(Human®), minyak cengkeh (Oleum caryophylli) (Happy Green®), dan tikus
(Rattus novergicus).
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penyiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih jantan (Rattus.
novergicus) sebanyak 15 ekor dengan bobot 150-250 g. Kelompok
perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok. Sebelum dilakukan perlakuan,
hewan coba diaklimatisasi terlebih dahulu terhadap kondisi lingkungan
laboratorium selama 7 hari. Pemberian pakan (AD2) dan minum (air
suling) yang dilakukan setiap harinya.
24
25
III.2.2 Pembuatan Suspensi Isoniazid-Rifampisin
Suspensi isoniazid-rifampisin dibuat dengan larutan koloidal
NaCMC sebagai pensuspensi. Cara pembuatan suspensi koloidal NaCMC
1% adalah ditimbang sebanyak 1 gram Natrium CMC dimasukkan sedikit
demi sedikit ke dalam 50 ml air suling panas (suhu 70C), kemudian
masukkan pengaduk elektrik sambil diaduk hingga terbentuk larutan
koloidal, lalu dicukupkan volumenya dengan air suling sebanyak 100 ml.
Isoniazid ditimbang sebanyak 20 tablet, kemudian dirata-ratakan
kesesuai bobot isoniazid dan didapatkan hasil 2,437 g. Isoniazid
ditimbang 2,437 g dan dipindahkan dalam labu tentukur 50 ml yang
dicukupkan menggunakan larutan koloidal NaCMC 1%, kemudian
dihomogenkan dan dipindahkan kedalam wadah botol coklat. Sedangkan
kapsul rifampisin ditimbang 2,151 g dan dengan pengerjaan yang sama
dengan tablet isoniazid.
III.2.3 Penyiapan Minyak Cengkeh
Berdasarkan penelitian sebelumnya dalam jurnal Al-Okbi dkk.
(2014) menyatakan bahwa dosis oral minyak cengkeh pada tikus yang
dapat diberikan adalah 5-200 mg/kgBB.
Sehingga dosis yang dipilih untuk penelitian ini adalah 10 mg, 50
mg, dan 100 mg/kgBB. Maka dosis minyak cengkeh yang diberikan pada
hewan uji adalah 2 mg, 10 mg dan 20 mg dengan bobot tikus 200 g.
Pemberian minyak cengkeh diencerkan menggunakan minyak jagung
26
sebagai pembawa dengan volume pemberian 1 mL, sehingga konsentrasi
minyak cengkeh yang diberikan adalah 0,2%, 1%, 2% v/v (Lampiran 5).
Penyiapan minyak cengkeh dilakukan dengan menggunakan
mikropipet untuk 0,2% = 200µl, 1% = 1000µl, dan 2% = 2000µl dalam labu
tentukur 100ml dan dicukupkan dengan minyak jagung sebagai minyak
pembawa.
III.2.4 Pemberian Induksi Isoniazid-Rifampisin
Pemberian induksi obat isoniazid-rifampisin dilakukan secara
peroral pada hewan coba. Dosis kombinasi isoniazid-rifampisin yang
diberikan adalah isoniazid 50 mg/kg dan rifampisin 100 mg/kg. Yang
ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya (Hussein dkk. 2016). Untuk
bobot tikus 200 g, volume pemberiannya yaitu 1ml/200gBB, sehingga
untuk volume pemberian dengan bobot 150 g yaitu 0,75 ml. Untuk
isoniazid terdapat 10 mg dan rifampisin 20 mg pada tikus untuk bobot 200
gram (Lampiran 5).
Dosis yang diberikan tersebut ternyata hingga pemberian pada hari
21 tidak menunjukkan hasil perbedaan signifikan, sehingga dosis
dinaikkan hingga dua kali lipat yaitu isoniazid 20 mg/200g BB dan
rifampisin 40 mg/200g BB yang diteruskan pemberiannya hingga hari 28.
III.2.5 Penyiapan Vitamin E (Natur E®)
Dosis vitamin E yang diberikan pada hewan uji ditentukan
berdasarkan penelitian sebelumnya (250 mg/kg BB) yang menunjukkan
27
perbaikan nilai ureum dan kreatinin pada tikus yang diberi doksirubisin
(Hamka, 2016).
Maka dosis vitamin E yang diberikan pada hewan uji dengan bobot
200 g adalah 50 mg/200g BB. Vitamin E (Natur E®) dalam kemasan 100
IU setara dengan 66,7 mg (untuk 1 IU setara dengan 0,667), jadi untuk 50
mg setara dengan 75 IU (Lampiran 5).
III.3. Prosedur Percobaan
Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu :
1) Kelompok I sebagai kontrol negatif yang hanya diberikan minyak
jagung (Mazola®) sebagai pembawa + suspensi INH-RIF.
2) Kelompok II diberikan minyak cengkeh dosis 2 mg/200gBB (setara
dengan 0,2%) dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF.
3) Kelompok III diberikan minyak cengkeh dosis 10 mg/200gBB (setara
dengan 1%) dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF.
4) Kelompok IV diberikan minyak cengkeh dosis 20 mg/200gBB (setara
dengan 2%) dalam minyak pembawa + suspensi INH-RIF .
5) Kelompok V sebagai kontrol positif diberikan vitamin E (Natur E®)
250 mg/kg (50mg/200gBB) dalam minyak pembawa + suspensi INH-
RIF.
Perlakuan dilakukan selama 28 hari berturut-turut, minyak cengkeh
dan vitamin E dalam pembawa minyak jagung diberikan 2-3 jam sebelum
induksi INH-RIF. Pengambilan darah dilakukan sehari sebelum perlakuan,
dan setelah perlakuan pada hari 28.
28
III.3.1 Preparasi Serum
Setelah dilakukan perlakuan selama 28 hari, kemudian dilakukan
pengambilan darah melalui vena ekor (vena lateral) sebanyak 2,5 ml dan
ditampung ke dalam tabung vakutainer kemudian disentrifugasi selama 20
menit dengan kecepatan 2500 rpm. Bagian serum dikumpulkan dalam
tabung efendorf dan disimpan pada suhu -20°C. Kemudian dianalisis
menggunakan reagen diagnostik ureum dan kreatinin menggunakan
humalyzer (Hamka, 2016).
III.3.2 Pengukuran Menggunakan Humalyzer
III.3.2.1 Pengukuran Kreatinin
Serum diambil sebanyak 100 µL kemudian dimasukkan ke dalam
tabung dan ditambahkan working reagent 1000 µL kemudian diinkubasi
selama 30 detik pada suhu 37ºC dan diukur. Setelah itu diinkubasi lagi
selama 3 menit pada suhu 37ºC dan diukur kembali (Lampiran 3).
III.3.2.2 Pengukuran Ureum
Serum diambil sebanyak 10 µL kemudian dimasukkan ke dalam
tabung dan ditambahkan working reagent a1 1000 µL lalu diinkubasi
selama 3 menit pada suhu 37ºC. Setelah itu ditambahkan reagent RGT2
1000 µL lalu diinkubasi lagi selama 5 menit pada suhu 37ºC. Setelah
diinkubasi selama 5 menit, kemudian diukur (Lampiran 3).
29
III.4 Analisis Data
Data pengukuran ureum dan kreatinin ditabulasi dan diberikan
skoring untuk menentukan kategori perubahannya.
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan software SPSS 20.
Analisis distribusi data diuji dengan One-Sampel Kolmogorov-Smirnov.
Perbedaan kadar sebelum dan sesudah perlakuan diuji dengan Paired-
Samples T Test. Untuk perbedaan antar kelompok, data yang terdistribusi
normal akan dianalisis menggunakan One Way Anova lalu dilanjutkan
dengan Post Hoc Test Tukey’s HSD. Analisis statistik dinyatakan
signifikan apabila nilai p value <0,05.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengobatan tuberkulosis dapat menggunakan obat kombinasi
isoniazid-rifampisin yang merupakan obat lini pertama dalam pengobatan
tuberkulosis, namun penggunaan yang jangka panjang dapat
menyebabkan efek samping salah satunya nefrotoksisitas (Gunawan.
2007). Meskipun mekanisme penggunaan isoniazid-rifampisin yang
menyebabkan nefrotoksisitas tidak diketahui secara pasti, namun
penyebabnya terkait dengan pembentukan metabolit aktifnya yang
memicu produksi Reactive oxygen species (ROS) (Martin dkk. 2016).
Untuk mencegah kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh
penggunaan obat isoniazid-rifampisin dapat digunakan antioksidan untuk
menangkal radikal bebas, salah satunya adalah minyak cengkeh (Oleum
caryophylli) yang memiliki efektivitas antioksidan. Minyak cengkeh
mengandung senyawa eugenol sebagai komponen utama, Menurut
Nagababu (2011), menyatakan bahwa eugenol 5 kali lebih besar
dibandingkan α-tokoferol.
Penggunaan dosis isoniazid-rifampisin yang dapat menyebabkan
nefrotoksisitas yaitu dosis isoniazid 50mg/kgBB dan rifampisin
100mg/kgBB yang diberikan hingga hari 21 (Hussein dkk, 2016). Namun
pada penelitian ini tidak terjadi peningkatan ureum dan kreatinin yang
signifikan, sehingga dosis ditingkatkan dua kali lipat menjadi dosis
30
31
isoniazid 100mg/kgBB dan dosis rifampisin 200mg/kgBB yang diteruskan
pemberiannya pada hewan coba tikus hingga hari ke 28.
Hasil pengukuran kadar ureum darah yang diukur dengan
humelyzer (Human) :
Tabel 2. Profil perhitungan kadar ureum sebelum dan setelah perlakuan
Kelompok Kadar ureum
(mg/dL) sebelum
perlakuan (H0)
Kadar ureum
(mg/dL) setelah
perlakuan (H28)
∆ ureum
(mg/dL)
(H28-H0)
Kategori Perubah-
an
Kontrol Negatif (Minyak
pembawa + INH-RIF)
46.19 79.70 33.51 3
52.32 73.60 21.28 3
38.01 74.53 36.52 3
Rata-rata ± SD 45.51 ± 7.18 75.94 ± 3.29 - -
Kelompok Minyak cengkeh
0,2% dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
33.92 60.77 26.85 3
33.85 64.42 30.57 3
49.07 80.59 31.52 3
Rata-rata ± SD 38.95 ± 8.77 68.60 ± 10.55 - -
Kelompok Minyak cengkeh
1% dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
58.06 25.32 -32.74 1
35.52 30.17 -5.35 1
44.85 41.29 -3.56 1
Rata-rata ± SD 46.14 ± 11.33 32.26 ± 8.19 - -
Kelompok Minyak cengkeh
2% dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
43.58 49.22 5.64 2
44.08 44.37 0.29 2
35.85 42.42 6.57 2
Rata-rata ± SD 41.17 ± 4.61 45.34 ± 3.50 - -
Kelompok positif (Vit E
250mg/kg dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
44.39 24.09 -20.30 1
44.82 26.17 -18.65 1
53.91 31.37 -22.54 1
Rata-rata ± SD 47.71 ± 5.38 27.21 ± 3.75 - -
Ket : SD = Standar deviasi H0 = Sebelum perlakuan H28 = Setelah perlakuan
Kategori :
1. Apabila terjadi penurunan kadar ureum hari 28 dibanding hari 0 (H0) 20%)
2. Apabila kadar ureum relatif tidak berubah (±20%) dari H0
3. Apabila kadar ureum meningkat 20% dari H0
4. Apabila kadar ureum meningkat 100% dari H0
32
Hasil yang didapatkan kadar ureum meningkat 20% pada semua
tikus kontrol negatif dimana hasil analisis menggunakan paired t test
adalah signifikan.
Hasil pengukuran kadar kreatinin darah yang diukur dengan
humelyzer (Human) :
Tabel 3. Profil perhitungan kadar kreatinin sebelum dan setelah perlakuan
Kelompok Kadar Kreatinin
(mg/dL) sebelum
perlakuan (H0)
Kadar Kreatinin
(mg/dL) setelah
perlakuan (H28)
∆ Kreatinin
(mg/dL)
(H28-H0)
Kategori Perubah-
an
Kontrol Negatif (Minyak
pembawa + INH-RIF)
0.418 0.488 0,070 2
0.186 0.488 0,302 4
0.186 0.444 0.258 4
Rata-rata ± SD 0.263 ± 0.134 0.473 ± 0.025 - -
Kelompok Minyak cengkeh
0,2% dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
0.324 0.355 0.031 2
0.279 0.400 0.121 3
0.372 0.488 0.116 3
Rata-rata ± SD 0.323 ± 0.049 0.414 ± 0.068 - -
Kelompok Minyak cengkeh
1% dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
0.232 0.533 0.301 3
0.325 0.444 0.119 3
0.325 0.488 0.163 3
Rata-rata ± SD 0.294 ± 0.054 0.488 ± 0.045 - -
Kelompok Minyak cengkeh
2% dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
0.325 0.488 0.163 3
0.325 0.444 0.119 3
0.418 0.577 0.159 3
Rata-rata ± SD 0.356 ± 0.054 0.503 ± 0.068 - -
Kelompok positif (Vit E
250mg/kg dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
0.325 0.311 -0.014 1
0.279 0.355 0.076 3
0.325 0.533 0.208 3
Rata-rata ± SD 0.310 ± 0.027 0.400 ± 0.118 - -
Ket : SD = Standar deviasi H0 = Sebelum perlakuan H28 = Setelah perlakuan
Kategori :
1. Apabila terjadi penurunan kadar kreatinin hari 28 dibanding hari 0 (H0) 20%)
2. Apabila kadar kreatinin relatif tidak berubah (±20%) dari H0
3. Apabila kadar kreatinin meningkat 20% dari H0
4. Apabila kadar kreatinin meningkat 100% dari H0
33
Untuk kadar kreatinin diperoleh peningkatan 100% pada 2 dari 3
ekor tikus kontrol negatif. Namun 1 tikus tidak mengalami peningkatan
kreatinin sehingga hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang
tidak signifikan.
Alasan mengapa kadar ureum meningkat pada semua tikus
sedangkan kreatininnya tidak meningkat kemungkinan karena terjadi
uremia prarenal. Uremia prarenal biasa disebabkan dekompensasi
jantung, dehidrasi yang berlebihan, peningkatan katabolisme protein dan
diet tinggi protein (Kamal, 2014, Albright, 2001). Adapun perbedaan
peningkatan ureum dan kreatinin terhadap tubuh yaitu ureum bersifat
toksik jika jumlah urea dalam tubuh banyak, sedangkan kreatinin lebih ke
arah penentuan fungsi glomerulus yang menandakan apakah glomerulus
bekerja dengan baik mengeksresi kreatinin atau tidak.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
K1 K2 K3 K4 K5
Ure
um
(m
g/d
L)
H-0
H-28
Gambar 4. Profil rerata ± SD kadar ureum darah tikus putih wistar setelah pemberian
isoniazid-rifampisin yang sebelumnya diberi praperlakuan berdasarkan kelompoknya
K1(kontrol negatif), kelompok minyak cengkeh 0,2% (K2), kelompok minyak cengkeh
1% (K3), kelompok minyak cengkeh 2% (K4), dan kontrol positif (K5).
34
Peningkatan rerata kadar ureum pada kontrol negatif yang hanya
diberikan isoniazid-rifampisin selama 28 hari menunjukkan hasil yang
signifikan jika dibandingkan sebelum perlakuan (p0,05). Dengan
terjadinya peningkatan kadar ureum pada kontrol negatif sebelum dan
sesudah perlakuan menandakan isoniazid (100mg/kg BB) dan rifampisin
(200mg/kg BB) dapat menyebabkan uremia yang mungkin disebabkan
oleh gangguan fungsi ginjal.
Namun karena kadar kreatinin ditemukan meningkat hanya pada 2
ekor tikus sedangkan 1 ekor relatif tidak berubah menandakan bahwa
meskipun dengan peningkatan dosis dua kali lipat masih belum cukup
untuk menginduksi gangguan pada filtrasi glomerulus.
Pada hasil pengukuran ureum yang meningkat di kontrol negatif
ternyata dapat dicegah pada kelompok yang diberi minyak cengkeh 1%,
2% dan vitamin E. Uji statistik menunjukkan kadar ureum tikus kelompok
3, 4, dan 5 lebih rendah secara signifikan dibanding tikus kelompok 1. Hal
ini menunjukkan minyak cengkeh 1%, 2% dan vitamin E dapat
mengurangi penumpukan urea serum akibat induksi isoniazid-rifampisin.
35
Gambar 5. Profil rerata ± SD perlakuan kadar kreatinin darah tikus putih wistar setelah
pemberian isoniazid-rifampisin yang sebelumnya diberi praperlakuan berdasarkan
kelompoknya K1(kontrol negatif), kelompok minyak cengkeh 0,2% (K2), kelompok minyak
cengkeh 1% (K3), kelompok minyak cengkeh 2% (K4), dan kontrol positif (K5).
Walaupun nilai rata-rata tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan, tetapi melihat kategori perubahan kreatinin (Tabel 2) terdapat
ada 2 ekor tikus atau sebanyak lebih dari 50% populasi tikus pada
kelompok 1 yang diberikan isoniazid-rifampisin mengalami peningkatan
100%. Sedangkan, pada tikus kelompok lainnya tidak mengalami
peningkatan 100%. Peningkatan kreatinin pada kelompok minyak cengkeh
pada umumnya meningkat diatas 20%, dimana terjadi pada 3 ekor tikus
baik dikelompok 3 maupun kelompok 4, sedangkan kelompok 2 dan
kelompok 5 yang diberi vitamin E yang meningkat diatas 20% hanya
sebanyak 2 dari 3 tikus.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
K1 K2 K3 K4 K5
Kre
atin
in (
mg/
dL)
H-0
H-28
36
Hal ini menunjukkan bahwa, baik minyak cengkeh maupun vitamin
E tidak menunjukkan perbaikan pada parameter kreatinin pada tikus yang
diinduksi obat isoniazid-rifampisin dosis toksik selama 28 hari. Penelitian
ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hamka (2016),
menunjukkan hasil penelitian pada kelompok vitamin E terlihat terjadi
penurunan rerata pada kadar kreatininnya yang menunjukkan
nefrotoksisitas yang diakibatkan induksi obat doksorubisin dapat diperbaiki
dengan adanya pemberian vitamin E. m
mmmmmmmmmmmmmmmmmm.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Pemberian isoniazid-rifampisin dengan dosis 50mg-100mg/kgBB
selama 21 hari dan 100mg-200mg/kgBB selama 7 hari hanya
meningkatkan kadar ureum secara signifikan tetapi belum cukup untuk
menginduksi peningkatan serum kreatinin. Peningkatan ureum akibat
induksi isoniazid-rifampisin dapat dicegah dengan penggunaan minyak
cengkeh 1%, 2% dan vitamin E, sedangkan minyak cengkeh dan vitamin
E tidak mampu menurunkan nilai kreatinin. Peningkatan kreatinin ketiga
kelompok tikus masih memperlihatkan peningkatan sebesar 20%.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian gambaran histopatologi ginjal pada tikus
wistar yang diberikan isoniazid dan rifampisin untuk mengetahui apakah
telah terjadi perubahan struktur anatomi dan histologi pada ginjal akibat
isoniazid dan rifampisin.
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Aishwarya, J., Harini, N., Karthikeyan, M. 2014. Clove Oil and Its Role in Oral Health. 4. (3): 161-164.
Albright, R.C. 2001. Acute renal failure: a practical update. Mayo Clin
Proc. 76: 67- 74. Alma, M.H., M. Ertas, S. Nitz, H. Kollmannsberger. 2007. Chemical
Composition and Content of Essential Oil from The Bud of Cultivated Turkish Clove (Syzygium aromaticum L.). J. Bio Resources. 2. (2): 265-269.
Al-Okbi, S.Y., Mohamed D.A., Hamed T.E., Edris A.E. 2014. Protective
Effect of Clove Oil and Eugenol Microemulsoins On Fatty Liver and Dyslipidemia As Component Of Metabolic Syndrome. Journal of Medicinal Food. (7): 764-771.
Baradero M., DayritM.W., Siswadi Y., 2009, Klien Gangguan Ginjal : Seri
Asuhan Keperawatan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. pp. 6-11
Bastiansyah, Eko. 2008. Panduan Lengkap: Membaca Hasil Tes
Kesehatan. Penebar Plus. Bogor. pp. 55-57. Betoni JE., Mantovani RP., Barbosa LN., Di Stasi LC. 2006. Fernandes
Junior A. Synergism between plant extract and antimicrobial drugs used on Staphylococcus aureus diseases. Mem Inst Oswaldo Cruz June.101. (4):387-90.
Cairns, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. p. 108. Chaudhari, L.K.D dkk. 2012. Antimicrobial Activity of Commercially
Available Essential Oils AgainstStreptococcus mutans The Journal of Contemporary Dental Practice. 13. (1):71-74
Cotran, R. S., Rennke, H., Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi 7. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. pp. 571-608. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.(www.ejurnal.poltekkestjk.ac.id/index.php/JANALISKES/article/view/432/406, diakses September 2013).
39
Dorman HJ., Deans SG. 2000. Antimicrobial agents from plants: Antibacterial activity of plant volatile oils. J Appl Microbiol. 88. (2):308-16.
Gardjito, Murdijati. 2013. Bumbu, Penyedap dan Penyerta Masakan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. p. 21.
Guan W., Li S., Yan R., Tang S., Quan C. 2007. Comparison of Essential
Oil of Clove Bud Extracted with Supercritical Carbon Dioxide and Other Three Traditional Extraction Methods, Food Chem. (101): 1558-1564.
Guenther, E., 2011, Minyak Atsiri Jilid I. UI Press. Jakarta. Gulcin I, Elmastaş M, Hassan Y. 2012. Antioxidant activity of clove oil – A
powerful antioxidant source. Arabian Journal of Chemistry. 5: 489–499.
Gunawan, S. G,. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta. p. 613, 617-619. Hamka, I.R.N. 2016. Evaluasi Efek Protektif Vitamin E dan Vitamin C
Terhadap Toksisitas Akut Doksorubisin Pada Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus). Makassar. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Harvey, R. A. dan Champe, P.C,. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar,
Edisi 4. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. pp. 476-477. Hosseini, Mahmoud., Asl, M.K., Rakhshandeh, Hassan. 2011. Analgesic
effect of clove essential oil in mice Avicenna. Journal of Phytomedicine Received. 1. (1): 1-6.
Hussein, O.E, Germoush, M.O., Mahmoud, A.M. 2016. Ruta graveolens
Protects Against Isoniazid/Rifampicin-Induced Nephrotoxicity through Modulation of Oxidative Stress and Inflammation. Glob J Biotechnol Biomater Sci. 2. (1): 008-013.
Irianto, Koes. 2017. Anatomi dan Fisiologi. Alfabeta. Bandung. pp. 376-
387. Jayaratnam. J., Koh. David. 2009. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. pp. 34-35.
40
Kamal, A. 2014. Estimation of blood urea (BUN) and serum creatinin level in patients of renal disorder. Ind J Fund Appl Life Sci. 4. (4):199-202.
Lopez-Novoa, J. M., Quiros, Y., Vicente, L. 2011. New insights into the
mechanism of aminoglycoside nephrotoxicity: an integrative point of view. Kidney Int. 79: 33-45.
Lumenta. A. N., dkk. 2006. Kenali Jenis Penyakit dan Cara
Penyembuhannya: Manajemen Hidup Sehat. Elex Media Komputindo Jakarta. pp. 162-166.
Martin, Joseph, S., Sabina, Prince, E. 2016. Amelioration of anti-
tuberculosis drug induced oxidative stress in kidneys by Spirulina fusiformis in a rat model. Renal Failure. 38. (7): 1115-1121.
Mappa. I. S., Kairupan. C., Loho. L,. 2013. Gambaran Hitologi Ginjal Tikus
Putih (Wistar) Setelah pemberian Rifampisin. eBM. 1. (1): 340-341.
Mori, S., Matsushita, Y., Arizono, K.. 2011. Minimal-change Nephrotic
Syndrome Associated with Isoniazid in Anti-tuberculosis Chemoprophylaxis for a Patient with Rheumatoid Arthritis. The Japanese Society of Internal Medicine. (50): 253-257.
MSDS Clove Oil. (Science lab.com. Diakses 24 Oktober 2017) Nagababu, E., Rifkind, J.M., Sesikeran, B., Lakshmaiah, N. 2011.
Assesment of Antioxidant Activities of Eugenol by in vitro and in vivo Methods. Methods Mol Biol. (610): 165-180.
Nurdjannah, N., 2004, Diversifikasi Tanaman Cengkeh, J. Perspektif. 3.
(2): 61–70. Pearce. E. C,. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia
Pustaka Utama . Jakarta. pp. 298-299. Peter , K. V., 2001. Handbook of Herbs and Species. Volume 1. Woohead
Publishing Limited. New York. p. 161. Pramod, K., S.H. Ansari J. Ali. 2010. Eugenol: a natural compound with
versatile pharmacological actions. Natural Product Communications. 5. (12): 1999-2006.
41
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
Sayuti, K., dan Yenrina, R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas
University Press. Padang. pp. 7-38. Shan, B., Cai, Y.Z., Sun, M., Corke, H. 2005. Antioxidant capacity of 26
spice extracts and characterization of their phenolic constituents. J Agric Food Chem. 53. (20): 7749-7759.
Singh, N.P., Gangul, A., Prakash, A. 2003. Drug Induced Kidney Disease.
Resident : Nephrology Division of Medicine, Maulana Azad, Medical College and Lok Nayak Hospital. New Delhi.
Suwarto., Octavianty, Y., Hermawati, S. 2014. Top 15 Tanaman
Perkebunan. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 22. Thay, T. H., dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Elex Media Komputindo. Jakarta. p. 149.
Towaha, J. 2012. Manfaat Eugenol Cengkeh dalam Berbagai Industri di
Indonesia. Perspektif. 2: 79 – 90. Wallis, T. E. 2005. Texbook of Pharmacognosy. CBS Publishers and
Distributors. New Delhi. pp. 173-174. Winarsih, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal bebas: Potensi dan
Aplikasinya dalam Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta. p. 77 dan 81.
42
LAMPIRAN 1
Sertifikat Analisis Minyak Cengkeh
43
LAMPIRAN 2
Skema Kerja
Tikus Jantan Putih (Rattus novegicus) 15 ekor
Penyesuaian Diri Hewan Coba 7 hari
Kelompok 1 Kontrol Negatif
(minyak pembawa +
INH-RIF)
Perlakuan pada masing-masing kelompok selama 28 hari
Pengukuran Menggunakan Humalyzer
Pengelompokkan hewan coba
Analisis statistik
Kelompok 5 Kontrol positif (vit. E
250mg/kg dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
Kelompok 4 (Minyak Cengkeh 100
mg/kg dalam minyak
pembawa+ INH-RIF)
Kelompok 3 (Minyak Cengkeh 50
mg/kg dalam minyak
pembawa+ INH-RIF)
Kelompok 2 (Minyak Cengkeh 10
mg/kg dalam minyak
pembawa + INH-RIF)
Pengambilan darah awal
Pembahasan
Kesimpulan
Pengambilan darah tikus pada hari setelah 24 jam perlakuan
44
LAMPIRAN 3
Prosedur Pengukuran Kreatinin dan Ureum
A. Prosedur Kerja Pengukuran Kreatinin
B. Prosedur Kerja Pengukuran Ureum
Pipet ke dalam tabung Semi-mikro Makro
Sampel/STD 100 µl 200 µl
Working reagent 1000 µl 2000 µl
Campur dan nyalakan stopwatch. Inkubasi selama 30 detik lalu ukur
sampel (S1) atau standar (C1). Inkubasi lagi selama 2 menit lalu ukur
sampel (S2) atau standar (C2).
Pipet ke dalam tabung Reagent blank Sampel atau standar
Sampel/STD --- 10 µl
Reagent a1 1000 µl 1000 µl
Campur dan inkubasi selama 5 menit pada suhu 20...25ºC atau 5 menit
pada suhu 37ºC
RGT2 1000 µl 1000 µl
Campurkan, inkubasi selama 10 menit pada suhu 20...25 ºC atau 5 menit
pda suhu 37 ºC. Ukur sampel dan standar
45
LAMPIRAN 4
Komposisi Reagen
RGT 1 (Reagen 1) : 1 x 100 mL
Komposisi : Buffer Fosfat (pH 7,0) : 120 mmol/l
Natrium Salisislat : 60 mmol/l
Natrium nitroprussid : 5 mmol/l
EDTA : 1 mmol/l
RGT 2 (Reagen 2) : 1x 100 mL
Komposisi : Buffer Fosfat (pH <13) : 120 mmol/l
Hipoklorit : 0,6 g/l Cl
ENZ (Enzim)
Komposisi : urease : >500 KU/I
STD (Standar)
Komposisi : Urea : 80 mg/dl
Akuivalen BUN : 37,28 mg/dL
Natrium azide
46
LAMPIRAN 5
Perhitungan
1. Perhitungan bahan isoniazid-rifampisin
Isoniazid ditimbang sebanyak 20 tablet kemudian dirata-ratakan
kesesuain bobot;
Rumus perhitungan bahan :
Bobot yang diinginkan = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑡𝑖𝑘𝑒𝑡𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
Isoniazid = 243,755 𝑚𝑔
100 𝑚𝑔𝑥 1000 𝑚𝑔
= 2,437 g/100ml (1ml/100gBB)
= 4,874 g/100ml (1ml/200gBB)
Rifampisin = 484,055 𝑚𝑔
450 𝑚𝑔𝑥 2000 𝑚𝑔
= 2,151 g/100ml (1ml/100gBB)
= 4,302 g/100ml (1ml/200gBB)
2. Perhitungan dosis minyak cengkeh
Dosis yang diberikan pada tikus dengan 200 g pada penelitian ini
adalah :
a) Untuk 10 mg/kg = 10 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 2 mg/200g BB
b) Untuk 50 mg/kg = 50 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 10 mg/200g BB
c) Untuk 100 mg/kg = 100 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 20 mg/200g BB
47
3. Perhitungan kombinasi isoniazid-rifampisin
Dosis yang diberikan pada tiks dengan bobot 200 g pada penelitian
ini adalah:
Isoniazid 50 mg/kg = 50 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 10 mg/200g BB
Rifampisin 100mg/kg = 100 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 20 mg/200g BB
Namun tidak menujukkan hasil signifikan sehingga dosis dinaikkan
hingga dua kali lipat yaitu:
Isoniazid 100mg/kg = 100 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 20 mg/200g BB
Rifampisin 200mg/kg = 200 𝑚𝑔
1000 𝑔𝑥 200 𝑔 = 40 mg/200g BB
4. Perhitungan dosis vitamin E (Natur E®)
Dosis vitamin E yang diberikan pada hewan uji dengan bobot 200 g
pada penelitian ini adalah 250mg/kgBB sehingga bobot 200 g hewan uji
adalah 50 mg/kgBB :
= 250 𝑚𝑔
1000 𝑔 x 200 g = 50 mg/200g BB
Vitamin E (Natur E®) dalam kemasan 300 IU setara dengan 67mg
(dalam 1 IU d-alpha-tokoferol setara 0,67 mg) :
Perhitungan vitamin E (Natur E®) 300 IU:
300 IU vitamin E (setara dengan 201mg)
201 𝑚𝑔
0,3 𝑚𝑙 =
50 𝑚𝑔
𝑥
x = 0,075 ml (dalam 1 ml)
= 3,75 ml (dalam 50 ml)
48
5. Pehitungan hasil analisis kraetinin
a) Perhitungan hari 0
STD = 0,032 - 0,075 = -0,043
S1 = 0,016 - 0,025 = -0,009
= −0,009
−0,043 = 0,209 x 2 = 0,418
S2 = 0,014 – 0,018
= −0,004
−0,043 = 0,093 x 2 = 0,186
S3 = 0,011 – 0,015 = -0,004
= −0,004
−0,043 = 0,093 x 2 = 0,186
S4 = 0,015 – 0,022 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,324
S5 = 0,013 – 0,019 = -0,006
= −0,006
−0,043 = 0,139 x 2 = 0,279
S6 = 0,014 – 0,022 = -0,008
= −0,008
−0,043 = 0,186 x 2 = 0,375
S7 = 0,014 – 0,019 = -0,005
= −0,005
−0,043 = 0,116 x 2 = 0,232
S8 = 0,012 – 0,019 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,325
S9 = 0,013 – 0,020 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,325
S10 = 0,016 – 0,023 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,325
S11 = 0,015 – 0,022 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,325
S12 = 0,018 – 0,027 = -0,009
= −0,009
−0,043 = 0,209 x 2 = 0,418
S13 = 0,014 – 0,021 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,325
S14 = 0,015 – 0,021 = -0,006
= −0,006
−0,043 = 0,139 x 2 = 0,279
S15 = 0,016 - 0,023 = -0,007
= −0,007
−0,043 = 0,162 x 2 = 0,325
b) Perhitungan hari 28
STD = 0,030 - 0,075 = -0,045
S1 = 0,015 - 0,026 = -0,011
= −0,011
−0,045 = 0,244 x 2 = 0,488
S2 = 0,013 – 0,024 = -0,011
= −0,011
−0,045 = 0,244 x 2 = 0,488
S3 = 0,017 – 0,027 = -0,01
= −0,01
−0,045 = 0,222 x 2 = 0,444
S4 = 0,019 – 0,027 = -0,008
= −0,008
−0,045 = 0,177 x 2 = 0,355
S5 = 0,017 – 0,026 = -0,009
= −0,009
−0,045 = 0,2 x 2 = 0,400
S6 = 0,020 – 0,031 = -0,011
= −0,011
−0,045 = 0,244 x 2 = 0,488
S7 = 0,019 – 0,031 = -0,012
= −0,012
−0,045 = 0,266 x 2 = 0,533
S8 = 0,017 – 0,027 = -0,01
49
= −0,01
−0,045 = 0,222x 2 = 0,444
S9 = 0,014 – 0,025 = -0,011
= −0,011
−0,045 = 0,244 x 2 = 0,488
S10 = 0,022 – 0,033 = -0,011
= −0,011
−0,045 = 0,244 x 2 = 0,488
S11 = 0,015 – 0,025 = -0,01
= −0,01
−0,045 = 0,222x 2 = 0,444
S12 = 0,017 – 0,030 = -0,013
= −0,013
−0,045 = 0,288 x 2 = 0,577
S13 = 0,020 – 0,027 = -0,007
= −0,007
−0,045 = 0,155 x 2 = 0,311
S14 = 0,017 – 0,025 = -0,008
= −0,008
−0,045 = 0,177 x 2 = 0,355
S15 = 0,016 - 0,028 = -0,012
= −0,012
−0,045 = 0,266 x 2 = 0,533
50
LAMPIRAN 6
Hasil Analisis Statistik Kreatinin
a. Uji Distribusi Normal Kreatinin
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kreatinin_0 Kreatinin_28
N 15 15
Normal Parametersa,b
Mean .3096 .4557
Std. Deviation .06942 .07398
Most Extreme Differences
Absolute .249 .202
Positive .212 .131
Negative -.249 -.202
Kolmogorov-Smirnov Z .964 .782
Asymp. Sig. (2-tailed) .311 .573
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Paired-Samples T Test
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-
tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 kreatinin_0 -
kreatinin_28 .01467 .36641 .21155 -.89555 .92488 .069 2 .951
c. Analisis Anova
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Kreatinin_0
Between Groups .014 4 .004 .674 .625
Within Groups .053 10 .005
Total .067 14
Kreatinin_28
Between Groups .025 4 .006 1.239 .355
Within Groups .051 10 .005
Total .077 14
51
LAMPIRAN 7
Hasil analisis statistik ureum
a. Uji Distribusi Normal Ureum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Ureum Hari 0 Ureum Hari 28
N 15 15
Normal Parametersa,b
Mean 43.8947 49.8687
Std. Deviation 7.44513 20.79564
Most Extreme Differences
Absolute .150 .146
Positive .127 .146
Negative -.150 -.140
Kolmogorov-Smirnov Z .580 .567
Asymp. Sig. (2-tailed) .889 .904
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Paired-Samples T Test
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-
tailed) Mean Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 ureum_0 -
ureum_28 -30.43667 8.07146 4.66006 -50.48728 -10.38605 -6.531 2 .023
52
c. Analisis One Way Anova Ureum
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Ureum Hari 0
Between Groups 162.279 4 40.570 .661 .633
Within Groups 613.742 10 61.374
Total 776.020 14
Ureum Hari 28
Between Groups 5623.562 4 1405.891 32.630 .000
Within Groups 430.858 10 43.086
Total 6054.421 14
d. Analisis Post Hoc Test Tukey’s HSD
Multiple Comparisons
Tukey HSD
Dependen
t Variable
(I)
KelompokPerl
akuan
(J)
KelompokPerlakuan
Mean
Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
ureum_0
Kontrol
negatif
minyak cengkeh 0.2% 6.56000 6.39657 .838 -14.4916 27.6116
minyak cengkeh 1% -.63667 6.39657 1.000 -21.6883 20.4150
minyak cengkeh 2% 4.33667 6.39657 .957 -16.7150 25.3883
kontrol positif -2.20000 6.39657 .996 -23.2516 18.8516
minyak
cengkeh 0.2%
Kontrol negatif -6.56000 6.39657 .838 -27.6116 14.4916
minyak cengkeh 1% -7.19667 6.39657 .790 -28.2483 13.8550
minyak cengkeh 2% -2.22333 6.39657 .996 -23.2750 18.8283
kontrol positif -8.76000 6.39657 .658 -29.8116 12.2916
minyak
cengkeh 1%
Kontrol negatif .63667 6.39657 1.000 -20.4150 21.6883
minyak cengkeh 0.2% 7.19667 6.39657 .790 -13.8550 28.2483
minyak cengkeh 2% 4.97333 6.39657 .931 -16.0783 26.0250
kontrol positif -1.56333 6.39657 .999 -22.6150 19.4883
minyak
cengkeh 2%
Kontrol negatif -4.33667 6.39657 .957 -25.3883 16.7150
minyak cengkeh 0.2% 2.22333 6.39657 .996 -18.8283 23.2750
minyak cengkeh 1% -4.97333 6.39657 .931 -26.0250 16.0783
kontrol positif -6.53667 6.39657 .840 -27.5883 14.5150
kontrol positif
Kontrol negatif 2.20000 6.39657 .996 -18.8516 23.2516
minyak cengkeh 0.2% 8.76000 6.39657 .658 -12.2916 29.8116
minyak cengkeh 1% 1.56333 6.39657 .999 -19.4883 22.6150
53
minyak cengkeh 2% 6.53667 6.39657 .840 -14.5150 27.5883
ureum_28
Kontrol
negatif
minyak cengkeh 0.2% 7.35000 5.35947 .657 -10.2884 24.9884
minyak cengkeh 1% 43.68333* 5.35947 .000 26.0449 61.3218
minyak cengkeh 2% 30.60667* 5.35947 .001 12.9682 48.2451
kontrol positif 48.73333* 5.35947 .000 31.0949 66.3718
minyak
cengkeh 0.2%
Kontrol negatif -7.35000 5.35947 .657 -24.9884 10.2884
minyak cengkeh 1% 36.33333* 5.35947 .000 18.6949 53.9718
minyak cengkeh 2% 23.25667* 5.35947 .010 5.6182 40.8951
kontrol positif 41.38333* 5.35947 .000 23.7449 59.0218
minyak
cengkeh 1%
Kontrol negatif -43.68333* 5.35947 .000 -61.3218 -26.0449
minyak cengkeh 0.2% -36.33333* 5.35947 .000 -53.9718 -18.6949
minyak cengkeh 2% -13.07667 5.35947 .182 -30.7151 4.5618
kontrol positif 5.05000 5.35947 .874 -12.5884 22.6884
minyak
cengkeh 2%
Kontrol negatif -30.60667* 5.35947 .001 -48.2451 -12.9682
minyak cengkeh 0.2% -23.25667* 5.35947 .010 -40.8951 -5.6182
minyak cengkeh 1% 13.07667 5.35947 .182 -4.5618 30.7151
kontrol positif 18.12667* 5.35947 .043 .4882 35.7651
kontrol positif
Kontrol negatif -48.73333* 5.35947 .000 -66.3718 -31.0949
minyak cengkeh 0.2% -41.38333* 5.35947 .000 -59.0218 -23.7449
minyak cengkeh 1% -5.05000 5.35947 .874 -22.6884 12.5884
minyak cengkeh 2% -18.12667* 5.35947 .043 -35.7651 -.4882
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
e. Analisis Tukey HSD Ureum hari 28
Ureum Hari 28
Tukey HSD
Kelompok Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol positif 3 27.2100
minyak cengkeh 1% 3 32.2600 32.2600
minyak cengkeh 2% 3 45.3367
minyak cengkeh 0.2% 3 68.5933
Kontrol negatif 3 75.9433
Sig. .874 .182 .657
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
54
LAMPIRAN 8
Gambar penelitian
Gambar 7. Penimbangan Hewan
Coba Gambar 6. Tikus Putih (Rattus
norvegicus)
Gambar 8. Anastesi Hewan
Coba
Gambar 9. Pengambilan darah
melalui vena latelar (melalui ekor)
55
Gambar 12. Sampel plasma
Gambar 11. Pemberian secara oral
induksi obat isoniazid-rifampisin
Gambar 10. Pemberian secara oral
minyak cengkeh
Gambar 13. Pengukuran sampel plasma
56
LAMPIRAN 9
Kode Persetujuan Etik
57