benefit v9 n2, des 2005

99
 Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 111

Upload: nirwanahati

Post on 16-Jul-2015

330 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 1/99

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X  111

Page 2: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 2/99

 

BENEFIT 

BENEFIT 

BENEFIT 

  Jurnal Manajemen dan Bisnis, diterbitkan oleh Balai Penelitian danPengembangan Ekonomi (BPPE) Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai

jurnal enam bulanan untuk menyajikan tulisan-tulisan tentang manajemen dan bisnis. Tulisan dapat berbentuk 1) Kajian teoritis, 2) Paper yang didukung data sekunder, atau

3) Ringkasan hasil penelitian. Naskah diketik dengan jarak dua spasi

sepanjang 15-25 halaman kuarto, dengan format seperti tercantum pada pedoman

penulisan naskah jurnal di halaman belakang. Naskah yang masuk akan

dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format dan tatacara lainnya. Isi tulisansepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis.

Syamsuddin

Kussudyarsana

Sukmawati Sukamulja (Universitas Atma Jaya, Yogyakarta)

Bambang Setiadji (Universitas Muhammadiyah Surakarta)Sayuti Hasibuan (Universitas Muhammadiyah Surakarta)M. Wahyuddin (Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Farid Wajdi (Universitas Muhammadiyah Surakarta) Ahmad Mardalis (Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Ihwan Susila Anton Agus Setyawan

M. Nasir

Siti Faizah

Subag Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta, 57102, Telp. 0271-717417 ex. 229

E-mail: [email protected] atau [email protected]

untuk 

Pemimpin Redaksi

Sekretaris Redaksi

Dewan Redaksi

Redaktur Pelaksana

Pelaksana Tata Usaha

 Alamat Redaksi

Akreditasi No. 23a / DIKTI / KEP / 2004

ISSN 1410 - 4571

website: http://www.ums.ac.id

Page 3: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 3/99

 

Volume 9, No. 2, Desember 2005

DAFTAR ISI

 Meraih Loyalitas Pelanggan 111 - 119  

 Ahmad Mardalis

 Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Iklim Organisasi dengan

Kepuasan Kerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Surakarta 120 - 128   R. Yudhi Satria R.A.

 Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Hubungan ModelTiga Faktor dengan Return Saham   129 -139  

 Imronudin

 Dinamika Sentra Industri Kecil Menuju Era Perdagangan Bebas 140 - 152 

 M. Farid Wajdi

 Good Corporate Culture 153 - 163  

 Djokosantoso Moeljono

 Konteks Budaya Etnis Tionghoa dalam ManajemenSumber Daya Manusia 164 - 170  

Surya Setyawan

 Kemauan Meningkatkan Keberadaan Sistem Informasisebagai Fungsi Keberhasilan Sistem 171 - 188  

 Noer Sasongko

 Pengaruh Kesadaran Lingkungan pada Niat Beli Produk Hijau:Studi Perilaku Konsumen Berwawasan lingkungan 189 - 201 

 M.F. Shellyana Junaedi

111Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X 

Akreditasi No. 23a / DIKTI / KEP / 2004

ISSN 1410 - 4571

Page 4: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 4/99

MERAIH LOYALITAS PELANGGAN

 Ahmad Mardalis

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

Customer loyalty has been recognized as the dominant factor in a business organization's success.Therefore it has received considerable attention in both marketing and management theory and practice.This article describes factors that determine customer loyalty and explores the essential strategic consid- erations for companies contemplating the development of loyalty initiatives. It also establishes customer satisfactions, service quality, institution image, and switching barrier are cultivated in a manner that leads to loyalty.

 Keywords: customer loyalty, customer satisfactions, service quality, institution image, and switching barrier 

PENDAHULUAN

 Arti Penting Loyalitas Pelanggan

Persaingan yang semakin hebatantara institusi penyedia produk belaka-ngan ini bukan hanya disebabkanglobalisasi. Tetapi lebih disebabkan karena

pelanggan semakin cerdas, sadar harga,banyak menuntut, kurang memaafkan,dan didekati oleh banyak produk.Kemajuan teknologi komunikasi juga ikutberperan meningkatkan intensitas per-saingan, karena memberi pelanggan aksesinformasi yang lebih banyak tentang berbagai macam produk yang ditawarkan.  Artinya pelanggan memiliki pilihan yang lebih banyak dalam menggunakan uang yang dimilikinya.

Kotler, Hayes dan Bloom (2002)menyebutkan ada enam alasan mengapasuatu institusi perlu mendapatkan loyalitaspelanggannya. Pertama :  pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan

loyal akan memberi keuntungan besarkepada institusi. Kedua : biaya mendapatkanpelanggan baru jauh lebih besarberbanding menjaga dan mempertahankanpelanggan yang ada. Ketiga:  pelangganyang sudah percaya pada institusi dalamsuatu urusan akan percaya juga dalam

urusan lainnya. Keempat:  biaya operasiinstitusi akan menjadi efisien jika memilikibanyak pelanggan loyal. Kelima:  institusidapat mengurangkan biaya psikologis dansosial dikarenakan pelanggan lama telahmempunyai banyak pengalaman positif dengan institusi. Keenam:  pelanggan loyalakan selalu membela institusi bahkanberusaha pula untuk menarik dan memberisaran kepada orang lain untuk menjadi

pelanggan.

DEFINISI LOYALITASLoyalitas secara harfiah diartikan

kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Mowen dan Minor(1998) mendefinisikan loyalitas sebagai

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X  111

Page 5: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 5/99

kondisi di mana pelanggan mempunyaisikap positif terhadap suatu merek,mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskanpembeliannya di masa mendatang. Loyali-

tas menunjukkan kecenderungan pelangganuntuk menggunakan suatu merek tertentudengan tingkat konsistensi yang tinggi(Dharmmesta, 1999). Ini berarti loyalitasselalu berkaitan dengan preferensipelanggan dan pembelian aktual.

Definisi loyalitas dari pakar yang disebutkan di atas berdasarkan pada duapendekatan, yaitu sikap dan perilaku.Dalam pendekatan perilaku, perlu

dibedakan antara loyalitas dan perilakubeli ulang. Perilaku beli ulang dapatdiartikan sebagai perilaku pelanggan yang hanya membeli suatu produk secaraberulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaan dan pemilikan di dalamnya.Sebaliknya loyalitas mengandung aspek kesukaan pelanggan pada suatu produk.Ini berarti bahwa aspek sikap  tercakup didalamnya.

Loyalitas berkembang mengikuti tigatahap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif.Biasanya pelanggan menjadi setia lebihdulu pada aspek kognitifnya, kemudianpada aspek afektif, dan akhirnya padaaspek konatif. Ketiga aspek tersebutbiasanya sejalan, meskipun tidak semuakasus mengalami hal yang sama.

 Tahap pertama: Loyalitas Kognitif 

Pelanggan yang mempunyai loyalitas

tahap pertama ini menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainnya. Loyalitas kognitif lebih didasarkanpada karakteristik fungsional, terutamabiaya, manfaat dan kualitas. Jika ketigafaktor tersebut tidak baik, pelanggan akan

mudah pindah ke produk lain. Pelangganyang hanya mengaktifkan tahapkognitifnya dapat dihipotesiskan sebagaipelanggan yang paling rentan terhadapperpindahan karena adanya rangsangan

pemasaran (Dharmmesta, 1999). Tahap kedua: Loyalitas Afektif 

Sikap merupakan fungsi dari kognisipada periode awal pembelian (masasebelum konsumsi) dan merupakan fungsidari sikap sebelumnya ditambah dengankepuasan di periode berikutnya (masasetelah konsumsi). Munculnya loyalitasafektif ini didorong oleh faktor kepuasanyang menimbulkan kesukaan dan

menjadikan objek sebagai preferensi.Kepuasan pelanggan berkorelasi tinggidengan niat pembelian ulang di waktumendatang. Pada loyalitas afektif, kerenta-nan pelanggan lebih banyak terfokus padatiga faktor, yaitu ketidakpuasan denganmerek yang ada, persuasi dari pemasarmaupun pelanggan merek lain, dan upayamencoba produk lain (Dharmmesta, 1999).

 Tahap ketiga: Loyalitas Konatif 

Konasi menunjukkan suatu niat ataukomitmen untuk melakukan sesuatu. Niatmerupakan fungsi dari niat sebelumnya(pada masa sebelum konsumsi) dan sikappada masa setelah konsumsi. Makaloyalitas konatif merupakan suatu loyalitasyang mencakup komitmen mendalamuntuk melakukan pembelian. Hasilpenelitian Crosby dan Taylor (1983) yang menggunakan model runtutan sikap:

keyakinan – sikap – niat  memperlihatkankomitmen untuk melakukan (niat)menyebabkan preferensi pemilih tetapstabil selama 3 tahun.

 Jenis komitmen ini sudah melampauiafek. Afek hanya menunjukkan kecenderu- 

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005112

Page 6: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 6/99

ngan motivasional , sedangkan komitmen untukmelakukan  menunjukkan suatu keinginanuntuk melaksanakan tindakan. Keinginanuntuk membeli ulang atau menjadi loyalitu hanya merupakan tindakan yang 

terantisipasi tetapi belum terlaksana.Untuk melengkapi runtutan loyalitas, satutahap lagi ditambahkan pada modelkognitif-afektif-konatif, yaitu loyalitastindakan.

 Tahap keempat; Loyalitas Tindakan

 Aspek konatif atau niat untuk melaku- kan  berkembang menjadi perilaku dantindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi,merupakan kondisi yang mengarah pada

kesiapan bertindak dan keinginan untukmengatasi hambatan  dalam melakukantindakan tersebut. Jadi loyalitas itu dapatmenjadi kenyataan melalui beberapatahapan, yaitu pertama sebagai loyalitaskognitif, kemudian loyalitas afektif, danloyalitas konatif, dan akhirnya sebagailoyalitas tindakan.

Pelanggan yang terintegrasi penuhpada tahap loyalitas tindakan dapat

dihipotesiskan sebagai pelanggan yang rendah tingkat kerentanannya untuk berpindah ke produk lain. Dengan katalain, loyalitas tindakan ini hanya sedikitbahkan sama sekali tidak memberipeluang pada pelanggan untuk berpindahke produk lain. Pada loyalitas konasi dantindakan, kerentanan pelanggan lebihterfokus pada faktor persuasi dankeinginan untuk mencoba produk lain.

MENGUKUR LOYALITASSecara umum, loyalitas dapat diukur

dengan cara-cara berikut:

1.  Urutan pilihan (choice sequence )

Metode urutan pilihan atau disebut

juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggu-nakan panel-panel agenda harian pelangganlainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner  supermarket. Urutan itu dapat berupa:

i.  Loyalitas yang tak terpisahkan( undivided loyalty) dapat ditunjukkandengan runtutan AAAAAA. Artinyapelanggan hanya membeli suatu produk tertentu saja. Misalnya: pelangganselalu memilih clear setiap membelishampo.

ii.  Loyalitas yang terbagi ( divided loyalty) dapat ditunjukkan dengan runtutan ABABAB. Artinya pelanggan membelidua merek secara bergantian. Misalnya:suatu ketika membeli shampo cleardan berikutnya shampo zink.

iii.  Loyalitas yang tidak stabil (unstable loyalty) dapat ditunjukkan denganruntutan AAABBB. Artinya pelangganmemilih suatu merek untuk beberapakali pembelian kemudian berpindahke merek lain untuk periodeberikutnya. Misalnya: selama 1 tahunpelanggan memilih shampo clear dan

tahun berikutnya shampo zink.iv.   Tanpa loyalitas ( no loyalty), ditunjukkan

dengan runtutan ABCDEF. Artinyapelanggan tidak membeli suatu merek tertentu.

Kotler (2000, 268) mempunyai istilah lainuntuk loyalitas di atas, yaitu; ‘Hard-core loyals, split loyals, shifting loyals, dan switchers’.

2.  Proporsi pembelian ( proportion of 

 purchase )Berbeda dengan runtutan pilihan,

cara ini menguji proporsi pembelian totaldalam sebuah kelompok produk tertentu.Data yang dianalisis berasal dari panelpelanggan.

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X  113

Page 7: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 7/99

3.  Preferensi ( preference )

Cara ini mengukur loyalitas denganmenggunakan komitmen psikologis ataupernyataan preferensi. Dalam hal ini,loyalitas dianggap sebagai “sikap yang 

positif” terhadap suatu produk tertentu,sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli.

4.  Komitmen (commitment )

Komitmen lebih terfokus padakomponen emosional/perasaan. Komit-men terjadi dari keterkaitan pembelianyang merupakan akibat dari keterlibatanego dengan kategori merek (Beatty,Kahle, Homer, 1988). Keterlibatan ego

tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting,keperluan, dan konsep-diri pelanggan.

Cara pertama dan kedua di atasmerupakan pendekatan perilaku ( behav- ioural approach   ). Cara ketiga dan keempattermasuk dalam pendekatan attitudinal( attitudinal approach).

FAKTOR-FAKTOR YANGMEMPENGARUHI LOYALITAS

i.  Kepuasan Pelanggan

Definisi kepuasan yang terdapatdalam berbagai literatur cukup beragam.

Kotler (2000, 36) mendefinisikan kepuasanpelanggan sebagai perasaan suka/tidak seseorang terhadap suatu produk setelahia membandingkan prestasi produk tersebut dengan harapannya. Wilkie (1994;541), mendefinisikan kepuasan pelanggansebagai tanggapan emosional yang positif pada evaluasi terhadap pengalaman dalammenggunakan suatu produk atau jasa.Engel (1990) menyatakan bahwa kepuasan

pelanggan merupakan evaluasi setelahpembelian di mana produk yang dipilihsekurang-kurangnya sama atau melebihiharapan pelanggan, sedangkan ketidak-puasan timbul apabila hasil ( outcome   ) tidak memenuhi harapan. Dari berbagai definisidi atas dapat ditarik kesimpulan bahwapada dasarnya pengertian kepuasanpelanggan mencakup perbedaan antaraharapan dan prestasi atau hasil yang 

dirasakan.

Prestasi produk yang diharapkan

Prestasi aktualproduk 

Perbedaan

 Tidak puas

(aktual < harapan)

Puas

(Aktual ≥ harapan)

(Sebelum pembelian) (Setelah pembelian)

Gambar 1. Kepuasan/Ketidakpuasan Pelanggan sebagai Proses PembandinganSumber: Wilkie (1994; 542)

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005114

Page 8: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 8/99

Baik praktisi ataupun akademisimemahami bahwa loyalitas pelanggan dankepuasannya adalah berkaitan, walaupunketerkaitannya adalah tidak selaluberiringan (Oliver, 1999). Kepuasan adalah

langkah yang penting dalam pembentukanloyalitas tetapi menjadi kurang signifikanketika loyalitas mulai timbul melaluimekanisme-mekanisme lainnya. Mekanis-me lainnya itu dapat berbentuk kebulatantekad dan ikatan sosial. Loyalitas memilikidimensi yang berbeda dengan kepuasan.Kepuasan menunjukkan bagaimana suatuproduk memenuhi tujuan pelanggan(Oliver, 1999). Kepuasan pelanggansenantiasa merupakan penyebab utamatimbulnya loyalitas.

Namun penelitian-penelitian lainmendapati kurangnya pengaruh kepuasanterhadap loyalitas. Misalnya Jones danSasser (1995) menyimpulkan bahwadengan hanya memuaskan pelangganadalah tidak cukup menjaga mereka untuk tetap loyal, sementara mereka bebas untuk membuat pilihan. Strewart (1997)menyimpulkan adalah keliru untuk 

mengemukakan asumsi bahwa kepuasandan loyalitas adalah bergerak bersama-sama. Reicheld (1996) mengemukakanbukti bahwa dari para pelanggan yang puas atau sangat puas, antara 65% sampai85% akan berpindah ke produk lain.Dalam industri otomotif pula diamenemukan 85% sampai 95% pelangganyang puas, hanya 30% - 40% yang kembali kepada merek atau model

sebelumnya.Oliver (1999), mencoba mengelom-

pokkan bentuk hubungan kepuasan – loyalitas ke dalam 6 kelompok panel.Kelompok panel 1 berasumsi bahwakepuasan dan loyalitas adalah manifesto

yang terpisah dari konsep yang samadalam cara yang kebanyakan sama. Panel2 berpendapat bahwa kepuasan adalahkonsep inti untuk loyalitas yang manaloyalitas tidak akan ada tanpa kepuasan,

dan bahwa kepuasan adalah dasar dariloyalitas. Panel 3 mengecilkan peranandasar dari kepuasan dan mengemukakanbahwa kepuasan adalah suatu unsur dariloyalitas. Panel 4 menunjukkan bahwakeberadaan loyalitas tanpa batas di manakepuasan dan loyalitas ‘sederhana’ menjadikomponennya. Panel 5 mengemukakanbahwa kepuasan merupakan bagian dariloyalitas, tapi bukan bagian esensiloyalitas. Panel 6 mengemukakan bahwakepuasan adalah permulaan dari suaturangkaian transisi atau peralihan yang berkulminasi dalam loyalitas. Enam paneltersebut nampak dalam gambar 2.

Loyalitas terjadi karena adanyapengaruh kepuasan/ketidakpuasan denganproduk tersebut yang berakumulasi secaraterus menerus di samping adanya persepsitentang kualitas produk (Boulding,Staelin, dan Zeithaml, 1993), (Bloemer,

Ruyter dan Peeters, 1998).

ii.  Kualitas Jasa

Salah satu faktor penting yang dapatmembuat pelanggan puas adalah kualitasjasa (Shellyana dan Basu, 2002). Kualitasjasa ini mempunyai pengaruh terhadapkepuasan pelanggan (Anderson danSullivan 1993). Pemasar dapat meningkat-kan kualitas jasa untuk mengembangkan

loyalitas pelanggannya. Produk yang berkualitas rendah akan menanggung resiko pelanggan tidak setia. Jika kualitasdiperhatikan, bahkan diperkuat denganperiklanan yang intensif, loyalitaspelanggan akan lebih mudah diperoleh.

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X  115

Page 9: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 9/99

Gambar 2. Enam Representasi dari Hubungan Kepuasan dan LoyalitasSumber: Oliver (1999)

Loyalitas

Kepuasan(1) (2)

Loyalitas

Kepuasan

Loyalitas

(4)(3)Kepuasan

Kepuasan

 Loyalitas Kepuasan

 Loyalitas

(6)(5)

Kepuasanmenyatudenganloyalitas

Kualitas dan promosi menjadi faktorkunci untuk menciptakan loyalitas pelang-gan jangka panjang. Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa pelanggan akanmenjadi loyal pada produk-produk berkualitas tinggi jika produk-produk tersebut ditawarkan dengan harga yang bersaing (Dharmmesta, 1999).

Pengaruh kualitas terhadap loyalitasjuga telah dibuktikan oleh hasil penelitianSabihaini (2002) yang menyimpulkanbahwa peningkatan kualitas jasa akanmemberikan dampak yang baik untuk 

meningkatkan loyalitas. Bloomer, Ruyterdan Peeters (1998) mendapatkan kualitasjasa memiliki pengaruh langsung terhadaployalitas dan mempengaruhi loyalitasmelalui kepuasan. Hasil yang sama jugadiperlihatkan oleh hasil penelitian Fornell

(1992), Boulding et al. (1993), Andreassondan Lindestad (1998).

iii.  Citra

Para pakar pemasaran memberikanberbagai definisi serta pendapat tentang citra dan dengan penekanan yang beragampula. Walaupun demikian mereka sepakatakan semakin pentingnya citra yang baik (positif) bagi sebuah produk. BahkanBand (1987) menambahkan satu lagi P‘Public Image ’ sebagai bauran pemasarandari 4P yang sudah biasa dikenal, yaitu;

Product (hasil), Price (harga), Place (tempat),dan Promotion (promosi).

Kotler (2000, 553) mendefinisikancitra sebagai “seperangkat keyakinan, idedan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek”. Selanjutnya beliau

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005116

Page 10: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 10/99

mengatakan “sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu objek sangat dikondisikanoleh citra objek tersebut”. Ini memberiarti bahwa kepercayaan, ide serta impresiseseorang sangat besar pengaruhnya

terhadap sikap dan perilaku serta responyang mungkin akan dilakukannya.Seseorang yang mempunyai impresi dankepercayaan tinggi terhadap suatu produk tidak akan berpikir panjang untuk membelidan menggunakan produk tersebutbahkan boleh jadi ia akan menjadipelanggan yang loyal. Kemampuanmenjaga loyalitas pelanggan dan relasibisnis, mempertahankan atau bahkanmeluaskan pangsa pasar, memenangkansuatu persaingan dan mempertahankanposisi yang menguntungkan tergantung kepada citra produk yang melekat dipikiran pelanggan.

Suatu perusahaan akan dilihat melaluicitranya baik citra itu negatif atau positif.Citra yang positif akan memberikan artiyang baik terhadap produk perusahaantersebut dan seterusnya dapat meningkat-kan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan

produk suatu perusahaan akan jatuh ataumengalami kerugian jika citranya dipan-dang negatif oleh masyarakat (Yusoff,1995).

Sunter (1993) berkeyakinan bahwapada masa akan datang hanya dengancitra, maka pelanggan akan dapatmembedakan sebuah produk denganproduk lainnya. Oleh karena itu bagiperusahaan jasa memiliki citra yang baik 

adalah sangat penting. Dengan konsepcitra produk yang baik ia dapatmelengkapkan identitas yang baik puladan pada akhirnya dapat mengarahkankepada kesadaran yang tinggi, loyalitas,dan reputasi yang baik.

Pengaruh citra ke atas loyalitas jugaditemukan dalam hasil penelitian Andreassen (1999), serta Andreassen danLinestad (1998). Hasil penelitian mereka,ada yang menyimpulkan bahwa citra

produk mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap loyalitaspelanggan dan ada pula yang menyatakandampaknya tidak langsung, tetapi melalui  variabel lain. Sebaliknya penelitianBloemer, Ruyter dan Peeters (1998) pulamenyimpulkan bahwa citra tidak memberidampak langsung kepada loyalitas, namunmenjadi variabel moderator antara kualitasdan loyalitas.

iv.  Rintangan untuk Berpindah

Faktor lain yang mempengaruhiloyalitas yaitu besar kecilnya rintanganberpindah ( switching barrier   ) (Fornell, 1992).Rintangan berpindah terdiri dari; biayakeuangan(   financial cost   ), biaya urus niaga( transaction cost   ), diskon bagi pelangganloyal ( loyal customer discounts   ), biaya sosial( social cost   ), dan biaya emosional ( emotional cost   ). Semakin besar rintangan untuk 

berpindah akan membuat pelangganmenjadi loyal, tetapi loyalitas merekamengandung unsur keterpaksaan.

KESIMPULANLoyalitas pelanggan perlu diperoleh

karena pelanggan yang setia akan aktif berpromosi, memberikan rekomendasikepada keluarga dan sahabatnya,menjadikan produk sebagai pilihan utama,

dan tidak mudah pindah. Para penelitiseakan sepakat bahwa kepuasan pelangganmerupakan faktor utama yang dapatmenarik loyalitas pelanggan. Kepuasanpelanggan dapat dilihat dari kebanggaanterhadap institusi tersebut, terpenuhinya

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X  117

Page 11: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 11/99

keinginan pelanggan, institusi sudah idealbagi pelanggan dan rasa puas pelangganterhadap institusi penyedia produk.

Perlu diketahui bahwa pelangganyang puas tidak serta merta akan menjadi

pelanggan yang loyal. Karena padahakekatnya manusia memiliki rasa ingintahu dan mencoba sesuatu yang baru.Oleh karena itu perlu ada strategi tepatsupaya dapat menghalangi pelangganuntuk pindah ke produk pesaing. Misalnyasaja dengan memberi diskon kepadapelanggan yang loyal. Halangan berpindahyang dibuat tentu saja dengan memperha-tikan etika bisnis yang berlaku.

Loyalitas pelanggan yang berada padatahap kognitif dapat dipertahankan denganmeningkatkan nilai produk terutamapenurunan harga serta peningkatanmanfaat dan kualitas produk. Loyalitaspelanggan yang berada pada tahap afektif dapat dipertahankan dengan memberikankepuasan, memberi nilai tambahan sertamenciptakan rintangan berpindah, sepertidiskon bagi pelanggan yang loyal.Sedangkan pelanggan yang loyalitasnyaberada pada tahap konatif dan tindakan,selain memberikan kepuasan, kesetiaannyadapat diraih dengan adanya relationshipberkelanjutan sehingga pada akhirnyamuncul emotional cost  bila mereka inginberpindah ke produk pesaing.

DAFTAR PUSTAKA 

 Anderson E. W., dan M. Sullivan (1993),

 The Antecedents and Consequencesof Customer Satisfaction for Firms, Marketing Science , 12 (2), 125-43.

  Andreassen, T. W (1999), “What DrivesCustomer Loyalty with ComplaintResolution?” Journal of Service Research ,

 Vol. 1, No. 4, Mei pp. 324-332.

Band, William A. (1987), Build YourCompany Image to Increase Sales.Sales & Marketing Management in Canada . Vol. 28 p. 10-12.

Beatty S. E., L. R. Kahle, dan P. Homer,(1988), The Involvement CommitmentModel: Theory and Implications,  Journal of Business Research , Vol. 16,No. 2, pp. 149-167.

Bloemer dan Ruyter (1998) On the Rela-tionship between Store Image, StoreSatisfaction, and Store Loyalty. Euro-  pean Journal of Marketing. Vol. 32 No.5/6. pp. 499-513,

Bloemer, Ruyter dan Peeters (1998).“Investigating Drivers of Bank Loyalty: the Complex Relationshipbetween Image, Service Quality andSatisfaction”, International Journal of Bank Marketing,   Vol. 16/7, pp.276-286.

Boulding, W.A. Klra. R. Staelin, dan V.A.Zeithhaml (1993), A Dinamic ProcessModel of Service Quality: from

Expectations to Behavioral Intentions,  Journal of Marketing Research,  Vol. 30(Pebruary) pp. 7–27.

Crosby dan Taylor (1983), dalamDharmmesta, B.S., (1999) LoyalitasPelanggan: Sebuah Kajian Konsep-tual sebagai Panduan bagi Peneliti,  Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol. 14, No. 3. Pp. 73-88.

Dharmmesta, B.S., (1999) Loyalitas

Pelanggan: Sebuah Kajian Konsep-tual sebagai Panduan bagi Penalty,  Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol. 14, No. 3. Pp. 73-88.

Engel, J.F., (1990), Consumer Behavior , 6th ed. Chicago: The Dryden Press.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005118

Page 12: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 12/99

Fornell, (1992), A National CustomerSatisfaction Barometer: The SwedishExperience,   Journal of Marketing , Vol.56 (January), pp. 6-21

Sabihaini, (2002), Analisis konsekuensiKeperilakuan Kualitas Layanan; SuatuKajian Empirik, Usahawan , No. 02 Thxxxi pp. 29-36.

  Jones dan Sasser (1995) dalam Oliver,

Richard L. (1999), “Whence ConsumerLoyalty?,   Journal of Marketing , Vol 63(special issue) pp. 33-44.

Shellyana J. dan Basu S.D.(2002) Pengaruh

Ketidakpuasan pengguna, Karakteris-tik Kategori Produk, dan KebutuhanMencari Variasi terhadap KeputusanPerpindahan Merek,   Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia . Vol. 17 No 1. P.91-104.

Kotler, P. (1997). Marketing Management:   Analysis Planning, Implementation and Control, New Jersey: Prentice HallInternational, Inc. Strewart (1997) dalam Oliver, Ricard L.

(1999), “Whence Consumer Loyalty?,  Journal of Marketing , Vol 63 (specialissue) pp. 33-44.

Kotler, P., (2000), Marketing Management, The Millenium Edition,  New Jersey:Prentice Hall International, Inc.

Kotler P., Hayes, Thomas, Bloom Paul N.(2002). Marketing Professional Service ,Prentice Hall International Press.

Mowen, J.C. dan M. Minor (1998) Consumer Behavior , 5th Ed. Upper Saddle River,NJ: Prentice Hall,Inc.

Oliver, Richard L. (1999), “WhenceConsumer Loyalty?,   Journal of  Marketing , Vol 63 (special issue) pp.33-44.

Sunter, C. (1993), In Van Heerden,Cornelius H. dan Puth, Gustav. 1995.Factors that Determine the CorporateImage of South African Banking Institutions. International Journal of Bank Marketing . Vol. 13. No. 3 p. 12-17.

  Wilkie, Williem L, (1994), Consumer Behavior , 3rd ed. John Wiley & Sons,Inc.

 Yusoff, M. (1995), Konsep Asas Periklanan .Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Reicheld (1996) dalam Oliver, Ricard L.(1999), “Whence Consumer Loyalty?,  Journal of Marketing , Vol 63 (specialissue) pp. 33-44.

Meraih Loyalitas Pelanggan (Ahmad Mardalis) : 111 – 119X  119

Page 13: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 13/99

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DAN IKLIM

ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 

R. Yudhi Satria R.A.Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

 Abstract

This research objective is to find out the correlation between organizational commitment and organizational climate with the job satisfaction.

  Job satisfaction functions as a dependent variable on this research. There are two variables   functioning as independent variables, those are the commitment and the climate of organization. The hypothesis proposed in this research is divided into one major hypothesis, that is the correlation between 

organizational commitment and organizational climate with the job satisfaction. Two minor hypothesis  proposed in the study are the positive correlation between organizational climate with work satisfaction,and the positive correlation between organizational climate with the job satisfaction.

The sample of this research is included three hundreds employees of Muhammadiyah University of Surakarta, acquired by random sampling technique. Data is collected through questionnaire method and analyzed by regression method.

The result of this research indicates that there is a significant correlation between organizational commitment and organizational climate with the work satisfaction, while the dominant free variable and the commitment variable becomes the major contributor in affecting the job satisfaction. The research also indicates that there is a positive and significant correlation between organizational commitment and the job satisfaction, in which the continuous and the normative factors become the 

dominant. This research also proves that there is a significant correlation between organizational climate with the work satisfaction. The dominant factors are conformity and organization clarity.

The other result of this research indicates that there is a very significant difference between organizational commitment, organizational climate and the job satisfaction on many work units where the employees work.

 Keywords: job satisfaction, organizational commitment, organizational climate 

PENDAHULUAN 

Setiap organisasi memerlukan sumber

daya untuk mencapai usaha yang telahditentukan. Sumber daya manusia meru-pakan salah satu faktor penting yang terusmenerus dibicarakan. Oleh karena itudiperlukan usaha-usaha yang lebih bagipeningkatan dalam membina manusia

sebagai tenaga kerja.

Setelah menyadari arti penting 

manusia, maka suatu organisasi harusdapat mengatur dan memanfaatkansedemikian rupa potensi manusia yang ada di organisasi yaitu karyawan dalamsetiap fungsi dan jabatan yang ada didalam perusahaan. Pemenuhan kebutuhan

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005120

Page 14: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 14/99

manusia secara terus menerus dapatmenghasilan peningkatan kepuasan kerja,namun bila karyawan dalam suatuperusahaan tidak mendapatkan suatukepuasan maka mereka cenderung 

perilaku ketidakpuasan dalam kerja sepertiaksi demonstrasi, aksi mogok, dan aksimangkir kerja

Kepuasan kerja dapat dipandang baik sebagai independent variable maupun sebagaidependent variable . Oleh karena itu,kemungkinan untuk melakukan penelitiantentang kepuasan kerja dalam kaitannyadengan berbagai variabel lain, baik sebagai  variabel independen maupun dependen,

tetap menarik dan luas.Kepuasan kerja sebagai dependent 

  variabel dinyatakan dipengaruhi secarapositif oleh komitmen organisasi. Kepuasankerja selain dipengaruhi oleh komitmenorganisasi, juga dipengaruhi oleh iklimorganisasi.

Penelitian yang melibatkan temakepuasan kerja karyawan, komitmenorganisasi dan iklim organisasi bagi

karyawan yang bekerja di amal usahabidang pendidikan dalam organisasiMuhammadiyah memang belum banyak diteliti. Hal ini menimbulkan pertanyaanapakah ada hubungan antara komitmenterhadap organisasi (perusahaan) daniklim organisasi dengan kepuasan kerjapada karyawan Universitas MuhammadiyahSurakarta?

Penelitian ini akan melihat hubungan

antara komitmen terhadap organisasi daniklim organisasi dengan kepuasan kerja. Juga hubungan antara komitmen terhadaporganisasi dengan kepuasan kerja sertahubungan antara iklim organisasi dengankepuasan kerja pada karyawan Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

  Adapun manfaat dari penelitian inimemberikan informasi pentingnyakepuasan kerja karyawan dan memberikaninformasi tentang pentingnya komitmen

organisasi dan iklim organisasi yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan-nya sehingga manajemen UniversitasMuhammadiyah Surakarta dapat mence-gah munculnya ketidakpuasan kerja yang dapat menyebabkan penurunan kinerjakaryawannya.

Penelitian ini bagi karyawan, memberigambaran dan sumbangan informasipentingnya faktor-faktor tertentu untuk 

mendapatkan kepuasan kerja, sertamengetahui bahwa peran komitmenorganisasi dan iklim organisasi akansangat menentukan tercapainya tingkatkepuasan kerja yang optimal.

 TINJAUAN PUSTAKA 

 A. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja karyawan termasuk masalah yang penting untuk diperhatikan

dalam suatu perusahaan, hal inimenyangkut perasaan positif karyawanterhadap pekerjaan yang dihadapinya(Davis dan Newstrom, 1992). Perasaanpositif tentunya akan membawa karyawanpada keadaan senang dan bergairah dalammenjalankan kewajibannya, sehinggamelalui terwujudnya kepuasan kerja padakaryawan diharapkan perusahaan mampumeningkatkan kualitas sumber dayamanusia yang pada akhirnya akan berpe-ngaruh pada kualitas maupun kuantitashasil produksi dari para karyawan.

Schermerhorn (1993) mengatakanbahwa kepuasan kerja adalah suatutingkatan perasaan yang positif/negatif 

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X  121

Page 15: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 15/99

tentang beberapa aspek dari pekerjaan,situasi kerja, dan hubungan dengan rekansekerja.

Dipboye dkk. (1994) mendefinisikankepuasan kerja merupakan derajat perasaan

individu secara positif maupun negatif terhadap pekerjaaannya. Dipboye dkk.(1994) berpendapat bahwa kepuasan kerjasangat erat kaitannya dengan komitmenorganisasi dan keterlibatan kerja, dimanaindividu yang memiliki komitmenorgansiasi tinggi dan memiliki keterlibatanyang besar terhadap kegiatan organisasiakan mengembangkan penilaian yang positif terhadap pekerjaannya secara

khusus dan terhadap semua hal yang adadalam organisasi secara umum.

Robbins (2003) menerangkan bahwakepuasan kerja merupakan suatu sikapumum seorang individu terhadappekerjaannya. Seseorang dengan tingkatkepuasan kerja tinggi menunjukkan sikapyang positif terhadap kerja itu, sedangkanyang tidak puas dengan pekerjaannyamenunjukkan sikap yang negatif.

Penelitian ini menggunakan penger-tian kepuasan kerja dari Robbins (2003),bahwa kepuasan kerja merupakan suatusikap umum seorang individu terhadappekerjaannya yang menunjukkan pertim-bangan kognitif, afektif dan konatif mengenai objeknya yang dalam hal iniadalah pekerjaan yang meliputi faktorpembayaran, work itself , promosi, supervisi,dan rekan kerja.

B. Komitmen OrganisasiPorter dalam penelitiannya menyata-

kan bahwa komitmen organisasi didefi-nisikan sebagai pengidentifikasian danketerlibatan dari seorang individu terhadaporganisasi tertentu (dikutip oleh Meyer, et

al, 1989).

Mowday, Porter, dan Steers (dalamMeyer dkk., 1993) mendefinisikan komit-men organisasi sejalan dengan pendapatPorter, yaitu sebagai sifat hubungan antara

pekerja dan organisasi. Individu yang mempunyai komitmen tinggi terhadaporganisasi dapat dilihat dari: (1) keinginankuat untuk tetap menjadi anggotaorganisasi tersebut; (2) kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentinganorganisasi tersebut; dan (3) kepercayaanakan dan penerimaan yang kuat terhadapnilai-nilai dan tujuan organisasi

Pengertian komitmen dalam peneli-

tian ini digunakan konsep dari Meyer dkk.(1993) yang memadang komitmenorganisasi terdiri dari tiga komponen yang berbeda yaitu komitmen sebagai affective attachment  terhadap organisasi (  Affective Commitment/AC  ), komitmen sebagai perceive cost yang berhubungan dengan meninggal-kan organisasi ( Continuance Commitment/CC   ) dan komitmen sebagai suatukeyakinan untuk tetap tinggal dalamorganisasi (   Normative Commitment/NC  ).  Alasannya adalah konsep ini dapatmewakili sebagai atribut penelitian yang bersifat multidimensional tentang komitmen organisasi, sehingga hal tersebutdiharapkan dapat memberikan gambaranyang lebih baik dalam menjelaskan isu-isukomitmen organisasi.

C. Iklim Organisasi

Gilmer (1984) menyatakan bahwa

iklim organisasi merupakan keadaan didalam organisasi dimana setiap anggotanyasaling berinteraksi, membatasi danmengenali satu sama lain serta menentu-kan kualitas kerja sama, pengembangananggota organisasi dan efisiensi yang akan

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005122

Page 16: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 16/99

mengubah tujuan menjadi hasil.

Kolb dkk. (1984) mendefinisikan iklimorganisasi diperankan oleh tujuh aspek yaitu komformitas, tanggungjawab,standart, penghargaan, kejelasan organi-

sasi, kehangatan dan dukungan dankepemimpinan.

Gibson dkk. (1994) menggunakanistilah iklim organisasi untuk menggam-barkan lingkungan atau situasi dariorganisasi. Istilah Iklim organisasi dapatjuga dipergunakan untuk menggambarkaniklim psikologis atau kepribadian organi-sasi

Penelitian ini menggunakan konsep

dari Gibson dkk. (1994) bahwa iklimorganisasi adalah sifat lingkungan kerjaatau lingkungan psikologis dalamorganisasi yang dirasakan oleh parapekerja atau anggota organisasi dandianggap dapat mempengaruhi sikap danperilaku pekerja terhadap pekerjaanya.Penelitian ini menggunakan tujuh dimensidari Kolb dkk. (1984) untuk mengukuriklim organisasi yaitu komformitas,

tanggung jawab, standart, pengahrgaan,kejelasan organisasi, kehangatan dandukungan dan kepemimpinan.

D. Komitmen Organisasi dan Kepua-san Kerja

  Arnold dan Feldman serta Stumpf dan Hartman juga mengindikasikan bahwakepuasan kerja dipengaruhi secara positif oleh komitmen organisasi (dalam Riggio,

1990).Menurut Mathieu (1991) peningkatan

komitmen organisasi dapat menyebabkanterjadinya peningkatan kepuasan kerja dansebaliknya. Namun menurut Mathieuperlu dilakukan penelitian lebih dalam lagi

untuk memperjelas hal-hal yang menda-sari hubungan kedua variabel tersebut.

Kajian Kreitner, R. & Kinicki, A.(2001) tentang hubungan antara komitmenterhadap organisasi, keterlibatan terhadap

kerja dan kepuasan kerja, menunjukkanbahwa terdapat hubungan yang positif antara komitmen terhadap organisasidengan kepuasan kerja.

E. Iklim Organisasi dan KepuasanKerja

Kepuasan kerja selain dipengaruhioleh komitmen organisasi, menurutKelner (1998) juga dipengaruhi oleh iklim

organisasi. Ia menyatakan bahwa iklimorganisasi yang kondusif dan hubungankerja yang baik dapat meningkatkankepuasan kerja karyawan

Sinungan (1987) berpendapat bahwaiklim organisasi yang sehat dapatmendorong sikap keterbukaan baik daripihak karyawan maupun pihak pengusaha(atau dengan kata lain terciptanyakomformitas hubungan karyawan dan

pengusaha), sehingga mampu menum-buhkan kepuasan kerja yang akanmengakibatkan peningkatan produksi danproduktivitas kerja.

F. Hipotesis

Penelitian ini ingin menguji hipotesismayor yaitu ada hubungan antarakomitmen organisasi dan iklim organisasidengan kepuasan kerja karyawan yang 

bekerja pada amal usaha Muhammadiyahdi bidang pendidikan tinggi.

Hipotesis Minor yang diuji adalah:

a.  Ada hubungan positif antara komitmenorganisasi dengan kepuasan kerjakaryawan yang bekerja pada amal

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X  123

Page 17: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 17/99

usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan tinggi.

b.   Ada hubungan positif antara iklimorganisasi dengan kepuasan kerjakaryawan yang bekerja pada amal

usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan tinggi.

METODE PENELITIAN

 A. Identifikasi Variabel

  Variabel bebas dalam penelitian iniadalah komitmen organisasi dan iklimorganisasi. Sebagai variabel tergantung adalah kepuasan kerja.

B. Definisi Operasional VariabelPenelitian

a.  Kepuasan kerja adalah suatu sikapumum (kognitif, afektif dan konatif)seorang individu terhadap pekerjaan-nya, yang meliputi: gaji/pembayaran,work itself , promosi, supervisi, danrekan kerja.

b.  Komitmen terhadap organisasi didefi-nisikan sebagai komitmen sebagai

affective attachment  terhadap organisasi(   Affective Commitment/AC   ), komitmensebagai   perceive cost yang berhubungandengan meninggalkan organisasi ( Con- tinuance Commitment/CC   ) dan komit-men sebagai suatu keyakinan untuk tetap tinggal dalam organisasi (  Normative Commitment/NC  ).

c.  Iklim Organisasi adalah sifat lingku-ngan kerja atau lingkungan psikologis

dalam organisasi yang dirasakan olehpara pekerja atau anggota organisasidan dianggap dapat mempengaruhisikap dan perilaku pekerja terhadappekerjaannya. Faktor- faktornya adalahkomformitas, tanggungjawab, standart,

penghargaan, kejelasan organisasi,kehangatan dan dukungan dankepemimpinan.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruhkaryawan Universitas MuhammadiyahSurakarta. Keadaan populasi penelitiansampai dengan bulan Juni 2004 adalahjumlah karyawan tetap UniversitasMuhammadiyah Surakarta sebesar 622orang yang terbagi ke dalam 15 unit kerja

Subyek yang dipilih sebagai sampelpenelitian ini adalah karyawan tetap(dosen dan administrasi) pada UniversitasMuhammadiyah Surakarta, yang berusia20-50 tahun, baik berjenis kelamin priamaupun wanita.

D.  Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian ini diambil daripopulasi dan berdasar ciri-ciri diatas  Teknik pengambilan sampelnya menggu-nakan teknik random ( random sampling. 

Random sampling  yang dilakukandalam penelitian ini diterapkan pada

masing-masing unit kerja dengan mene-tapkan besarnya sampel untuk tiap unitkerja sebanyak 20 subyek, sehinggadiperoleh jumlah total subyek yang dijadikan sampel penelitian sebanyak 300orang.

E. Metode dan Alat Pengumpul Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitumetode angket. Ada tiga buah angket yang digunakan yaitu angket komitmenorganisasi, angket iklim organisasi danangket kepuasan kerja.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005124

Page 18: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 18/99

Pengambilan data dilaksanakan daritanggal 10 Mei 2004 sampai dengantanggal 12 Juni 2004. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengambilandata ini antara lain disebabkan oleh

banyaknya angket yang harus diberikanpada subyek sehingga tidak dapat selesaidalam satu waktu pemberian, unit kerjayang terpisah lokasinya dan adanyakecenderungan subyek yang menjadisampel penelitian untuk mengumpulkanangket pada akhir batas waktu. Hasilanalisis butir dari ketiga angket tersebutdapat dilihat pada tabel 1

F.  Teknik Analisis

  Teknik analisis data yang digunakandalam penelitian ini adalah analisis regresi

untuk menganalisis hubungan antarakomitmen organisasi dan iklim organisasisecara bersama-sama dengan kepuasankerja karyawan amal usaha Muhammadi-yah di bidang pendidikan tinggi. Teknik analisis ini sekaligus akan menunjukkanhubungan antara komitmen organisasidengan kepuasan kerja dan hubunganantara iklim organisasi dengan kepuasankerja.

  Analisis data pada penelitian inimenggunakan bantuan software  komputerpaket program SPS 2000 edisi SutrisnoHadi dan Yuni Pamardiningsih, versiIBM/IN, hak cipta (c) 2005, dilindungiUndang-undang.

HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN

 A. Hasil Penelitian

Hasil pengujian hipotesis mayor R =0.644 dengan p = 0.000, sehingga p <

0.01 yang artinya sangat signifikan. Hal inimenunjukkan secara keseluruhan adahubungan yang sangat signifikan antarakomitmen organisasi dan iklim organisasidengan kepuasan kerja. Jadi hipotesismayor diterima.

Hipotesis minor pertama, r parsial

X1Y = 0.344 dengan p = 0.000, sehingga p

< 0.01 yang artinya sangat signifikan. Halini menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara komitmen

organisasi dengan kepuasan kerja Jadihipotesis minor pertama diterima.

Hasil uji hipotesis minor kedua, rparsial X2Y  = 0.183 dengan p = 0.000,sehingga p < 0.01 yang artinya sangatsignifikan. Hal ini menunjukkan adahubungan yang sangat signifikan antaraiklim organisasi dengan kepuasan kerja Jadi hipotesis minor kedua diterima.

Hasil tambahan adalah uji perbedaan

komitmen organisasi, iklim organisasi dankepuasan kerja berdasarkan unit kerjamenunjukkan hasil secara umum adaperbedaan rerata yang sangat signifikanbaik komitmen organisasi, iklim organisasimaupun kepuasan kerja pada 15 unit kerja

 Tabel 1. Hasil Analisis Butir

No. AngketButirSahih

ButirGugur

KeandalanButir

KesahihanFaktor

1 Komitmen Org. 18 0 Andal 3 Faktor Sahih

2 Iklim Organisasi 35 15 Andal 7 Faktor Sahih

3 Kepuasan Kerja 42 1 Andal 5 Faktor Sahih

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X  125

Page 19: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 19/99

 Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji F 1 Jalur Antar A 

  Variabel F db p Signifikansi

Komitmen Organisasi (X 1) 8.102 14/285 0.000 Sangat Signifikan

Iklim Organisasi (X 2) 11.740 14/285 0.000 Sangat Signifikan

Kepuasan Kerja (X 3) 8.000 14/285 0.000 Sangat Signifikan

di Universitas Muhammadiyah Surakarta.Hasil uji perbedaan tampak pada tabel 2.

B. Pembahasan

Hubungan yang sangat signifikanantara komitmen organisasi dan iklimorganisasi dengan kepuasan kerja, yang 

berarti bahwa hipotesisi mayor yang diajukan diterima. Hal ini berarti bahwasemakin tinggi komitmen organisasi dansemakin baik iklim organisasi yang dimiliki karyawan maka akan meningkat-kan kepuasan kerjanya. Hal ini sesuaidengan pendapat Kelner (1998) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja selaindipengaruhi oleh komitmen organisasi,juga dipengaruhi oleh iklim organisasi.Iklim organisasi yang kondusif danhubungan kerja yang baik dapatmeningkatkan kepuasan kerja karyawan,karena iklim kerja yang baik merupakansalah satu faktor yang menunjang semangat dan kegairahan kerja karyawan,tentu saja bersama dengan komitmenorganisasi yang ada dalam diri karyawan.

Hasil analisis hipotesis minor,menunjukkan ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara komitmen

organisasi dengan kepuasan kerjakaryawan. Hal ini menunjukkan bahwasemakin tinggi komitmen karyawanterhadap organisasi maka akan semakintinggi pula kepuasan kerjanya. KajianKreitner, R. & Kinicki, A. (2001) tentang 

hubungan antara komitmen terhadaporganisasi, keterlibatan terhadap kerja dankepuasan kerja, menunjukkan bahwaterdapat hubungan yang positif antarakomitmen terhadap organisasi dengankepuasan kerja. Faktor Kontinuans danfaktor Normatif berpengaruh secara

signifikan terhadap kepuasan kerja. Inimenunjukkan bahwa komitmen organisasipada diri karyawan Universitas Muham-madiyah Surakarta dalam mempengaruhikepuasan kerjanya, sangat ditentukanadanya pertimbangan dan keputusanuntuk menetap dalam organisasi sebagaibagian pemenuhan kebutuhan dan adanyakeyakinan bahwa berkarya pada organisasimerupakan kewajiban moral yang tidak 

boleh ditinggalkan.Hipotesis minor kedua, dibuktikan

dari hasil analisis hipotesis yang menun-jukkan ada hubungan yang positif dansangat signifikan antara iklim organisasidengan kepuasan kerja karyawan. Kelner(1998) membuktikan iklim organisasi yang kondusif dan hubungan kerja yang baik dapat meningkatkan kepuasan kerjakaryawan, karena iklim kerja yang baik 

merupakan salah satu faktor yang menunjang semangat dan kegairahan kerjakaryawan. Faktor Konformitas, yaituperasaaan karyawan tentang ada tidaknyapembatasan, peraturan dan prosedur kerjadalam organisasi, dan Kejelasan Organi-

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005126

Page 20: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 20/99

sasi, yaitu perasaan karyawan bahwa adakejelasan tujuan dan kebijakan yang diterapkan oleh organisasi, menjadi faktoryang dominan dalam mempengaruhikepuasan kerja

Penelitian ini juga menganalisisperbedaan komitmen organisasi, iklimorganisasi dan kepuasan kerja berdasarkanunit kerja dari subyek penelitian. Hasilnyasecara umum komitmen organisasi, iklimorganisasi dan kepuasan kerja karyawanpada 15 unit kerja yang ada padaorganisasi Universitas MuhammadiyahSurakarta berbeda.

KESIMPULAN DAN SARAN

 A. Kesimpulan

 Ada hubungan yang sangat signifikanantara komitmen organisasi dan iklimorganisasi dengan kepuasan kerja padakaryawan Universitas MuhammadiyahSurakarta, artinya apabila komitmenorganisasi semakin tinggi dan iklimorganisasi semakin baik maka kepuasankerja karyawan akan semakin tinggi dan

sebaliknya semakin rendah komitmenorganisasi dan semakin buruk iklimorganisasi maka kepuasan kerja semakinrendah.

  Ada hubungan positif dan sangatsignifikan antara komitmen organisasi dankepuasan kerja pada karyawan UniversitasMuhammadiyah Surakarta, artinya apabilakomitmen organisasi semakin tinggi makakepuasan kerja karyawan akan semakin

tinggi dan apabila komitmen organisasisemakin rendah maka semakin rendahpula kepuasan kerja karyawan.

  Ada hubungan positif dan sangatsignifikan antara iklim organisasi dankepuasan kerja pada karyawan Universitas

Muhammadiyah Surakarta, artinya apabilaiklim organisasi semakin baik makakepuasan kerja karyawan akan semakintinggi dan buruknya iklim organisasimenyebabkan semakin rendah kepuasan

kerja karyawan.

B. Saran

a.  Perlu menciptakan kondisi organisasiyang secara aktual mampu memenuhikebutuhan karyawan.

b.  Kesadaran bahwa berkarya untuk organisasi merupakan kewajiban perlulebih ditumbuhkembangkan.

c.  Selalu melakukan sosialisasi yang 

intensif d.  Pimpinan organisasi perlu melakukan

analisis ulang mengenai peraturan danprosedur kerja yang selama ini telahditerapkan.

DAFTAR PUSTAKA 

Davis, K. & J.W. Newstrom. 1992.Perilaku dalam Organisasi  (terjemahan: Agus Dharma), Jakarta: Erlangga.

Dipboye, R.L., Smith, C.S., & Howell,  W.C., 1994. Understanding Industrial and Organizational Psychology . Orlando:Harcourt Brace College Publishers.

Gibson, J. L, Ivancevich, J. M, &Donnelley, J. H. 1994. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara

Gillmer, B. van Hallex, 1984.  Applied 

Psychology . New Delhi: McGraw-HillPublishing, Co. Ltd.

Hadi, S. 2000. Panduan Manual Seri Program Statistik (SPS-2000). Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.

Kelner, S. 1998. Managing the Climate of 

Hubungan antara Komitmen Organisasi … (R.Yudhi Satria R.A.) : 120 – 128X  127

Page 21: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 21/99

a TQM Organization.   Journal Centre   for Quality of Management . Volume 7,Number 1. 1998.

Meyer, John P., Allen, N.J., Smith, C.A.,1993. Commitment Organizationsand Occupations: Extension and  Test of Three-Component Concep-tualization.   Journal of Applied Psychol- 

ogy , vol. 78: 538-551.

Kolb, D.A., Rubin, I.M., &Mc. Intyre,  J.M., 1984. Organizational Psychology: 

  An Experiential Approach to Organiza- tional Behaviour . 4th Edition. New Jer-sey: Prentice Hall, Inc., EnglewoodCliffs.

Riggio, R.E., 1990. Introduction to Industrial & Organizational Psychology . Scott,Foreman/Little, Brown Higher Edu-cation, Illinois.Kreitner, R. & Kinicki, A. 2001. Organi- 

zational Behaviour . 5th Edition. New  York: Irwin/McGraw-Hill Company.

Robbins, P. Stephen. 2003 Perilaku Organisasi: Konsep; Kontroversi, Aplikasi.  Jilid I Terjemahan. Jakarta: P.T.Indeks Kelompok Gramedia.

Mathieu, J.E. 1991. A Cross-Level NonRecursive Model of Antecedents of Organizational Commitment and Job

Satisfaction. Journal of Applied Psychology ,76, 607-618.

Schermerhorn, J.R., Jr. 1993.  Management 

  for Productivity (4th  ed). New York: John Wiley and Sons, Inc.

Meyer, John P., et. all. 1989. Organiza-tional Commitment and JobPerformance: It's the Nature of theCommitment that Counts.   Journal of  Applied Psychology , vol. 74, 152-156.

Sinungan, M. 1987. Produktivitas, Apa dan Bagaimana . Jakarta: PT. Bina Aksara.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005128

Page 22: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 22/99

PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP HUBUNGAN

MODEL TIGA FAKTOR DENGAN RETURN SAHAM

Imronudin

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

 Abstract

This research is intended to know how the effect of monetary policy (as moderating variable)toward the relationship between three factors model and stock return. The analysis in this research used   pooled regressions. Data used in this regression analysis are return, beta, size, and book-to-market equity of monthly portfolio. Data of stock of enterprise was taken from Indonesian Capital Market Directory (ICMD) from 1995 until 2002. The result of research shows that before we intake monetary policy, three factors model could not explain stock return variation in cross section data. Three   factors model along with monetary policy (as moderating variable) add explaining in stock return 

variation in cross section data, but variable of Book-to-Market Equity individually was not significant in explaining stock return variation. Then we exclude this variable of book-to-market equity to look at is three factors model can explain stock return variation without this variable? The evidence shows that the result was not different and even better than before. This is can be seen from value of adjusted R- squared that increasingly better, namely from 0.036550 to 0.039196 . 

 Keyword: return, three factors model, monetary policy  

PENDAHULUAN

  Artikel ini berisi hasil penelitian

mengenai pengaruh kebijakan moneterterhadap hubungan model tiga faktor( three factors model   ) dengan return saham,dengan masa pengamatan dari Juni tahun1995 sampai dengan tahun 2002.Penelitian ini merupakan perluasan dariteori CAPM yang mengatakan bahwasatu-satunya variabel yang berpengaruhterhadap return  saham adalah risikosistematis atau dikenal dengan sebutan

 variabel beta . Maksud dari penelitian iniadalah untuk mengetahui pengaruhfaktor-faktor lain selain beta yaitu size danbook-to-market-equity terhadap return sahamdalam kondisi moneter yang berbeda.

Seperti ditemukan dalam banyak 

literatur keuangan bahwa pada awalnya beta saham dianggap merupakan satu-

satunya faktor yang mempengaruhi return saham. Beta ini mewakili risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan cara diversifikasiyang disebut dengan istilah risiko pasar.Penelitian-penelitian menganai pengujianempiris, umumnya mendukung argumen-tasi bahwa beta merupakan satu-satunyaprediktor terhadap perbedaan return secaracross section  (Fama & Mac Beth, 1973).Namun demikian dalam perkembangan

berikutnya mengenai pengujian beta,Fama and French menemukan bukti baruyang bertentangan dengan model CAPM.Mereka menemukan bahwa tidak adahubungan yang pasti antara return rata-ratadengan beta (Hodoshima, Gomez, danKunimura, 2000).

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 140X  129

Page 23: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 23/99

  Ada beberapa anomali empirismengenai model CAPM. Yang paling pokok adalah efek  size  ( size effect   ) yang dikemukakan oleh Banz (1981). Bansmenemukan bahwa market equity (ME; 

yang merupakan perkalian antara hargaper lembar saham dengan jumlah sahamyang beredar), menambah penjelasan rturn  rata-rata cross-sectional  yang dijelaskan olehbeta  pasar. Rata-rata return  pada saham-saham kecil (ME rendah) lebih tinggidibandingkan dengan rata-rata returnpada saham-saham besar (ME tinggi).Sementara itu Chan, Hamao, danLakonishok (1991) menemukan bahwabook-to-market equity, BE/ME, jugamempunyai peran yang kuat dalammenjelaskan cross-section  dari return  rata-rata. Karena dua variabel yang disebutkanterakhir (size dan BE/ME), merupakan  variabel diluar model CAPM, makaumumnya disebut dengan anomali (Famaand French, 1996). Sedangkan diIndonesa, penelitian mengenai variabel-  variabel yang mempengaruhi returnmemberikan hasil yang serupa. Misalnya

penelitian yang dilakukan olehHadinugroho (2002), menemukan bahwabeta tidak memberikan pengaruh denganarah yang konsisten terhadap return, size  mempengaruhi return  dengan arah yang negatif, dan terdapat kecenderunganpengaruh positif yang konsisten dari book- to-market equity  terhadap return. Penelitianlain, dilakukan oleh Agoeng (2000)menunjukkan bahwa beta tidak mempu-

nyai pengaruh signifikan terhadap return,size mempunyai pengaruh positif signifi-kan terhadap return, dan ME/BEmempunyai pengaruh negatif signifikanterhadap return pada level signifikansi 10persen. Di samping penelitian-penelitian

yang menyelidiki variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap variasireturn seperti beta, size, dan book-t-market  equity, akhir-akhir ini banyak penelitianyang juga memasukkan variabel ekonomi

yang berupa keketatan moneter ( monetary stringency   ). Beberapa studi menunjukkanbahwa proxy-proxy untuk keketatanmoneter (menunjukkan perbedaan kondisimoneter), dapat menambah penjelasan variasi return saham. Misalnya studi yang dilakukan oleh Thorbecke (1997)menemukan bahwa kebijakan moneteryang ekspansif meningkatkan returnsaham. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Mercer (20020membuktikan bahwa proxy-proxy untuk keketatan moneter mempengaruhihubungan antara return saham denganketiga faktor risiko yang mereka gunakan( beta, size, book-to-market equity   ), yaitusemakin menambah penjelasan hubunganketiga faktor tersebut dengan returnsaham.

Berdasarkan penemuan-penemuan diatas mengenai adanya bukti yang kuat

mengenai hubungan antara retrun  dengansize , book-to-market equity, maka penelitiingin menguji kembali pengaruh beta, size,dan book-to-market equity  (dikenal dengansebutan model tiga faktor) terhadapreturn saham, dengan memasukkankebijakan moneter sebagaimana yang dilakukan oleh Jensen dan Mercer (2002).

 TINJAUAN PUSTAKA DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESISMenurut Jones (2001), risiko adalah

peluang bahwa return  aktual dari sebuahinvestasi berbeda dengan return  yang diharapkan. Sedangkan Van Horn dan  Wachowics, Jr (1992) mendefinisikan

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005130

Page 24: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 24/99

risiko sebagai variabilitas return  terhadapreturn yang diharapkan.

  Tipe risiko berbeda-beda dan olehkarenanya banyak pula definisi yang berbeda-beda mengenai risiko. Dalam

model CAPM , risiko dibedakan menjadidua yaitu risiko sistematis ( systematic risk )dan risiko tidak sistematis ( unsystematic risk  ). Risiko sistematis menunjukkan variabilitas return  total yang berhubungansecara langsung dengan pergerakan pasaratau ekonomi secara umum (Jones, 2001).Oleh karena risiko ini merupakanpergerakan secara umum, maka risiko initidak dapat dihilangkan atau dikurangi

dengan melakukan diversifikasi. Selanjut-nya risiko sistematis ini disebut denganbeta .

Kondisi moneter yang berbeda akanmenimbulkan risiko yang berbeda bagiperusahaan. Kondisi moneter yang ekspansif, umumnya dibarengi dengantingkat suku bunga yang rendah. Tingkatsuku bunga yang rendah ini di picukebijakan pemerintah yang melonggarkankebijakan moneternya dengan menurun-kan tingkat suku bunga SBI. Tingkat sukubunga yang rendah menyebabkan cost of capital  perusahaan menjadi rendah.Rendahnya cost of capital  ini selanjutnyamemperkecil risiko perusahaan (terutamarisiko finansial).

Sebaliknya kondisi moneter yang ketat akan mengakibatkan sulitnyamencari sumber modal yang murah bagiperusahaan untuk mengembangkanusahanya. Tingkat suku bunga yang tinggipada kondisi moneter yang ketat akanmengakibatkan cost of capital  tinggi bagiperusahaan. Keadaan ini sangat berla-  wanan dengan kondisi moneter yang ekspansif. Di samping itu goncangan

kebijakan moneter ( monetery policy shock )selama masa uang ketat mempunyai efek yang lebih besar dibandingkan denganperiode kebijakan uang longgar (Patelis,1997), karena selama masa uang ketat

kesehatan keuangan perusahaan menurunbaik melalui semakin buruknya neracapendapatan ( balance sheet income   ) maupunmelalui supply pinjaman bank yang berkurang. Semakin kecilnya keuntunganperusahaan pada masa uang ketat akanmengakibatkan perusahaan tersebutmembutuhkan sumber pendanaaneksternal (yang lebih mahal). Berkaitandengan masalah tradeoff  yang mendasarimodel asset pricing, jelaslah bahwaperusahaan yang semakin rentan terhadapgoncangan ekonomi makro akanmengakibatkan investor menuntut premiresiko yang lebih tinggi terhadap saham-saham dari perusahaan bersangkutan.

Penemuan Thorbecke (1997),menunjukkan bahwa ekspansi moneterberkorelasi kuat dengan meningkatnyareturn saham. Hal ini terjadi karena jikakebijakan moneter mempunyai pengaruh

yang nyata ( real effect   ), maka kebijakanmoneter itu akan mempengaruhi neraca( balance sheet   ) perusahaan. Bukti bahwakebijakan moneter mempengaruhi returnsaham-saham perusahaan kecil dibanding-kan dengan return saham-saham besarmendukung hipotesis yang menyatakanbahwa kebijakan moneter menjadipermasalahan karena kebijakan monetermempengaruhi akses perusahaan untuk 

memperoleh kredit. Thorbecke (1997)juga menemukan bahwa kebijakanmoneter merupakan faktor umum ( common  factor   ) dan aset-aset tersebut pastimemberikan premi resiko yang positif untuk mengkompensasi keterbukaan aset

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X  131

Page 25: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 25/99

tersebut terhadap resiko yang ditimbulkanoleh adanya kebijakan moneter.

Seperti dalam penelitian Jensen danMercer (2002) yang menemukan bukti

bahwa β (beta), yang merupakan ukuran

resiko dari sekuritas mempunyai pengaruhyang positif terhadap return saham yang diharapkan selama kondisi moneterekspansif. Sebaliknya selama periode

restriktif, β  (beta) tersebut mempunyaipengaruh yang negatif terhadap returnsaham yang diharapkan.

Hubungan antara size dengan returndiuji kembali oleh Jensen dan Mercer(2002) dengan melihat pengaruh size

terhadap return pada kondisi moneteryang berbeda. Mereka menemukan bahwasize mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return selamaperiode kebijakan moneter yang ekspansif,sedangkan pada kondisi moneter yang restriktif pengaruh size terhadap returntetap positif tetapi tidak signifikan.

Book-to-market equity  merupakanperbandingan antara nilai buku saham

dengan nilai pasar yang terjadi. BE/MEmerupakan hasil bagi antara nilai bukusaham dengan market equity. KoefisienBE/ME lebih kecil dari 1 menunjukkanbahwa perusahaan telah berhasil mencip-takan nilai bagi pemegang sahamnya.Koefisien BE/ME lebih kecil dari 1memberikan arti bahwa harga sahamsekarang sebesar 1 unit satuan moneterdiperoleh dengan biaya yang lebih kecil

dari 1. sebaliknya BE/ME yang lebihbesar dari 1 menunjukkan bahwaperusahaan mempunyai nilai yang lebihrendah dari cost- nya (Corrado & Jordan,2000).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh

  Jensen dan Mercer (2002), menunjukkanbahwa Book to market equity ratiomempunyai pengaruh yang positif baik selama masa kebijakan moneter yang ekspansif maupun selama masa kebijakn

moneter yang restriktif.Dari uraian di atas peneliti mengaju-

kan beberapa hipotesis sebagai berikut.Pertama, Pada kondisi kebijakan moneteryang ekspansif, beta mempunyai pengaruhyang positif terhadap return saham,sedangkan pada kondisi moneter yang restriktif beta mempunyai pengaruh yang negatif terhadap return saham. kedua,:Pada kondisi kebijakan moneter yang 

ekspansif  size  mempunyai pengaruh yang negatif terhadap return saham, sedangkanpada kondisi kebijakan moneter yang restriktif, size  mempunyai pengaruh yang positif terhadap return saham. Ketiga,Pada kondisi kebijakan moneter yang berbeda (ekspansif vs restriktif), book-to- market  mempunyai pengaruh yang positif terhadap return saham.

METODE PENELITIAN

1.  Data dan SampelData yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder berupareturn  saham, indeks Harga sahamgabungan (IHSG), nilai buku, size, dan  variabel ekonomi makro berupa sukubunga SBI. Sampel yang digunakan dalampenelitian ini adalah perusahaan-perusa-haan yang terdaftar di Bursa Efek Jakartayang datanya diperoleh dari Indonesian 

Capital Market Directory (ICMD) dari tahun1995 sampai dengan tahun 2002. Metodepengambilan sampel secara  purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

1.  Perusahaan yang dipilih adalahperusahaan yang telah terdaftar dan

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005132

Page 26: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 26/99

memberikan laporan keuangan, selamamasa pengamatan.

2.  Saham-saham yang relatif jarang diperdagangkan ( infequently trading  )dikeluarkan dari sampel.

3.  Data outlier dikeluarkan dari sampel.4.   Jumlah saham yang dijadikan sample

harus memberikan jumlah yang samauntuk setiap portofolio yang dibentuk berdasarkan triple sort  (disortir tigatingkatan berdasarkan beta, size  danbook-to-market equity  )

2.  Definisi dan pengukuran variabel

a.  Return Portfolio

Return portofolio merupakan rata-rata return  saham individual yang membentuk portofolio tersebut.  Adapun perhitungan return  portofoliodigunakan rumus sebagi berikut:

∑=

=n

i

it it it   RW  Rp1

 

dimana:Rpit = return  portofolio ke i pada

periode t W i = porsi dari sekuritas i pada

periode t terhadap seluruhsekuritas dalam portofolio.

Sedangkan nilai Return sahamindividual pada waktu ke t(R it ) dihitung dengan cara sebagai berikut: 

it 

it it 

it 

P

PP R

−= +1  

dimana, R it menunjukkan return sahamindividual pada waktu ke t, Pi,t+1 adalahHarga saham i pada waktu ke t+1, danPit adalah harga saham i pada waktu ket.

b.   Market Equity (ME ) atau Size 

ME atau firm size  menunjukkanukuran perusahaan. ME diperoleh darijumlah saham yang beredar dikalikanharga per lembarnya ( outsatanding stock 

X  stock price   ). Data outstanding stock inidiperoleh pada tiap akhir bulan Julitiap tahunnya.

c.  Post-ranking Beta

Beta portofolio dihitung dengancara rata-rata tertimbang (berdasarkanproporsi) dari masing-masing individualsekuritas yang membentuk portofoliotersebut (Hartono, 2000). Betaportofolio dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

∑=

=n

iit  p w1

. β  β   

dimana:

βpt = beta portofolio

βi = beta individual sekuritas ke-i w i = proporsi sekuritas ke-i

d.  Book-to-market equity (BE/ME),

BE/ME merupakan hasil bagiantara nilai buku saham dengan market equity. Dimana nilai buku diambil daridata akhir tahun t-1. demikian jugauntuk market equity  yang dipergunakanuntuk menghitung BE/ME ini diambildari jumlah lembar saham yang beredar dengan harga per lembarnyapada tiap akhir tahun t-1.

e.  Variabel Dummy Kebijakanmoneter (Dt)

Dalam mengukur kebijakanmoneter, peneliti mengikuti Jensen danMercer (1996), yaitu bahwa keketatankebijakan moneter ( stringency of monetary 

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X  133

Page 27: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 27/99

 policy  ) diproksikan dengan mengunakanperubahan dalam tingkat suku bunganSBI ( discount rate   ) untuk menandaiperiode kebijakan, baik yang bersifatekspansif maupun yang bersifat

restriktif.  Tingkat suku bunga SBI ( discount 

rate   ) menurun mengawali periodekebijakan moneter ekspansif, dansebaliknya tingkat suku bungan SBI( discount rate   ) meningkat mengawaliperiode kebijakan moneter restriktif.Bank sentral (Bank Indonesia)diasumsikan dioperasikan di bawahkebijakan moneter yang sama(misalnya expansive  ), tanpa memperhati-kan jumlah tingkat yang berurutanberubah dalam arah yang sama (yaituingkat suku bunga SBI menurun),sampai discount rate berubah berlawananarah. Namun demikian, perubahandiscount rate  dalam arah yang berlawa-nan dari perubahan sebelumnyamengawali kondisi moneter yang baru,sedangkan perubahan berturut-turutdalam arah yang sama dianggap

sebagai sebuah kelanjutan dari kondisiyang sedang berlangsung waktu itu.Periode ekspansif diberi tanda denganangka 1, dan periode restriktif diberitanda dengan angka 0.

3.  Prosedur Pembentukan PortofolioUntuk melihat pengaruh beta, size ,

dan book-to-market equity, peneliti meng-gunakan data dalam bentuk portofoliobukan saham individual. Mengikuti cara

yang dilakukan oleh Jensen dan Mercer,peneliti membentuk portofolio dengan

menggunakan prosedur triple-sort  ber-dasarkan  pre rangking  β   , ME dan BE/MEperusahaan-perusahaan individual. Prose-dur triple-sort  memungkinkan penelitimengisolasi pola return  berkaitan dengan

  variabel individual dengan mengontrol variasi return  yang disebabkan oleh duaukuran variabel lain (Jensen dan Mercer,2002). Pada setiap akhir Juli penelitimerangking semua saham berdasarkan pre- rangking beta- nya dan membentuk duarangking berdasarkan beta ( beta-ranked  ).Saham-saham yang sudah dirangking berdasarkan pre-rangking beta, kemudiandirangking lagi ke dalam dua rangking berdasarkan urutan ME dari nilai MEbesar sampai yang kecil; menghasilkan 4portofolio ( 4  β :ME ranked portfolio  ). Yang terakhir peneliti membagi setiap 4  β :MEranked portfolio ke dalam dua rangking berdasarkan BE/ME; menghasilkan 8

portofolio (8  β: ΜΕ:ΒΕ/ΜΕ− ranked port-  folios). Return  portofolio bulanan yang diberi bobot sama ( equally weighted monthly   portfolio return   ) dihitung untuk dua belasbulan berikutnya (Juli tahun t sampai

dengan Juni tahun t+1), dan portofoliodibentuk kembali pada setiap akhir Juli.Pemilihan periode seperti itu dimaksud-kan untuk memastikan agar data untuk ME dan BE/ME tersedia, karena laporankeuangan setelah diaudit dan dipublikasi-kan sekitar bulan April dan Mei danpenerbitan ICMD sekitar bulan Juni.Prosedur pembentukan portofoliotersebut dapat dilihat pada tabel 1.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005134

Page 28: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 28/99

 Tabel 1. Prosedur Pembentukan Portofolio Berdasarkan Triple-Sort

Pre-rangking beta Size (ME)  Book-to-market equity 

Portofolio 1Ranking 1

Portofolio 2

Ranking 1 Portofolio 3Ranking 2

Portofolio 4

Portofolio 5Ranking 1

Portofolio 6Ranking 2

Portofolio 7Ranking 2

Portofolio 8

Portofolio yang dibentuk berdasar-

kan prosedur seperti yang diuraikan diatas kemudian digunakan untuk pengujianCAPM dan model tiga faktor.

Menurut Blume (1971, 1975), seba-gaimana dikutip oleh Jensen dan Mercer(2002), proses pembentukan portofoliosemacam itu memenuhi beberapa tujuan.Pertama, membantu mengurangi masalahkesalahan variabel ( errors-in-variables problem) yang ada pada perusahaan-perusahaan

individual. Kedua,  triple-sort  menciptakanpenyebaran ( dispersion   ) pada setiapkarakteristik portofolio yang akan diuji,dengan mengontrol variasi karakteristik kedua dan ketiga (ME dan BE/ME).Ketiga, cara ini cenderung mengortogonal-kan ( tends to ortogonalize   ) ketiga variabelindependen dan dengan demikianmengurangi efek multikolinieritas dalamanalisis regresi.

4.  Model Penelitian dan PengujianHipotesis

Peneliti menggunakan model sepertiyang dilakukan oleh Jensen dan Mercer(2002) seperti di bawah ini:

Model 1:

+++= ))(()( 21  pt  pt  pt   ME  Ln R γ  β γ α   

 pt  pt  ME  BE  ε γ  +))/(3

 

dimana :

R pt = rata-rata return portofolio

βpt = adalah beta portofolio.

ME = size  yang merupakan perkalianantara harga per lembar sahamdengan jumlah saham yang 

beredar.

BE/ME = adalah book-to-market equity 

Model 2:

+++= )*()( 11  pt t  pt  pt   D R β λ  β γ α   

++ ))ln(*())(ln( 22  pt t  pt  ME  D ME  λ γ   

++ ))/*())/( 33  pt t  pt   ME  BE  D ME  BE  λ γ 

it t  D ε α  +'  

dimana Dt adalah variabel dummy darikebijkan moneter, sedangkan notasi yang lain sama dengan model 1.

Untuk menguji pengaruh kebijakanmoneter terhadap hubungan antara modeltiga faktor dengan return dilakukan dengan

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X  135

Page 29: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 29/99

dua cara. Pertama dilakukan regresi denganmodel 1, dengan data yang dipisah antarakondisi restriktif dan kondisi ekspansif.Kedua, dilakukan regresi dengan model 2,dengan memasukkan variabel kebijakan

moneter sebagai variabel interaksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melihat pengaruh beta, size,dan book-to-market  terhadap return sahamdilakukan perhitungan regresi denganmodel 1. Hasil analisis regresi bergandaseperti terlihat pada tabel 2.

Dari hasil regresi tersebut terlihatbahwa model yang digunakan tidak dapatmenjelaskan variasi return . Ini dapat dilihatdari nilai F-statistik yang tidak signifikan.  Tidak signifikannya nilai F-statistik menunjukkan bahwa secara bersama-sama  variabel independen tidak dapatmempengaruhi secara signifikan terhadap

  variabel dependennya. Dengan demikian

dari model tersebut baik Beta, size (lnME),maupun book-to-market  (BE/ME) secarabersama-sama tidak dapat menjelaskan variasi return  saham. Demikian pula jikadilihat pengaruh masing-masing variabel

independen secara individual terhadap  variabel dependen yang berupa return  saham juga tidak ada yang mempunyaipengaruh signifikan terhadap return . Inibisa dilihat dari probabilitas nilai t hitung untuk setiap variabel independen yang nilainya tidak ada satupun yang signifikanpada level 0,01, level 0,05, maupun level0,1.

 Tabel 2. Hasil Regresi Model Tiga Faktor

Model 1

  Variable Coefficient t-Statistic Prob.

α 0.126475 1.028517 0.3041

BETA 0.007844 0.340941 0.7333

LNME -0.004673 -0.977466 0.3287

BE/ME 0.0000568 0.049639 0.9604

F-statistic 0.325579 0.806876

R-squared 0.001460

  Adjusted R-squared -0.003024

Sumber: Data diolah

Untuk memperbaiki model tersebut,sebagaimana yang dilakukan oleh Jensendan Mercer (2002), peneliti memasukkan  variabel kebijakan moneter sebagaimoderating variable. Sehingga prosesberikutnya adalah mengolah data denganregresi model 2. Adapun hasil regresi darimodel 2 ditunjukkan pada tabel 3.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005136

Page 30: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 30/99

 Tabel 3. Hasil Regresi Model Tiga Faktor

Dengan dimasukkannya variabelkebijakan moneter sebagai moderating variable  mengakibatkan model menjadi signifikan. Ini dapat dilihat dari nilai F-statistiknya yang semula tidak signifikansekarang menjadi signifikan dengan nilaisebesar 4,636466 dengan nilai probabilitassebesar 0,000044. Nilai F-statistik yang signifikan menunjukkan bahwa beta, size  

dan book-to-market  secara bersama-samaberpengaruh signifikan terhadap return  saham.   Moderating variable kebijakanmoneter juga semakin memperjelaspengaruh variabel independen terhadap  variabel dependennya. Ini ditunjukkanoleh nilai R-squared  yang lebih tinggidibandingkan dengan nilai R-square d darimodel 1. Sedangkan jika dilihat secaraindividual nampak bahwa ada dua variabel

yang berpengaruh signifikan terhadapreturn , yaitu beta dan size  (lnME).Penelitian ini mendukung temuan Jensendan Mercer(2002) yang mengatakanbahwa variabel kebijakan monetersemakin memperjelas hubungan antara

  variabel beta, size , dan book-to-market  terhadap perubahan return  saham.Demikian juga untuk nilai F-statistik yang sebelum diinteraksikan dengan kebijakanmoneter nilainya tidak signifikan, tetapisetelah diinteraksikan dengan variabelkebijakan moneter, nilai F-statistiknyamenjadi signifikan.

Dengan demikian penelitian ini

membuktikan bahwa pada kondisimoneter yang ekspansif, beta mempunyaipengaruh yang positif terhadap return  saham. Hal ini didukung dengan hasilregresi yang ditunjukkan dengan koefisien  variabel beta sebesar 0.055488 dansignifikan pada level 0,1. Sedangkan padakondisi moneter yang kontraktif betamempunyai pengaruh yang negatif terhadap return  saham, didukung dengan

hasil regresi yang ditunjukkan dengankoefisien variabel beta sebesar -0.092966dan signifikan pada level 0,05.

Pada kondisi moneter yang ekspansif size  (lnME) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap return  saham. Hal ini

Model 2

  Variable Tanda yang diharapkan Coefficient t-Statistic Prob.

C 0.363953 2.115223 0.0348

BETA Positif 0.055488 1.707439 0.0882

D*BETA Negatif -0.092966 -2.059671 0.0398

LNME Negatif -0.014229 -2.126103 0.0339

D*LNME Positif 0.018734 1.995906 0.0464

BE/ME Positif 0.000242 0.146300 0.8837

D*BE/ME Positif -0.000833 -0.369695 0.7117

D -0.464295 -1.923221 0.0549

F-statistic 4.636466 0.000044

R-squared 0.046601

  Adjusted R-squared 0.0

Sumber : Data diolah

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X  137

Page 31: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 31/99

didukung dengan hasil regresi yang ditunjukkan dengan koefisien variabel size  (lnME) sebesar -0.014229 dan signifikanpada level 0,05. sedangkan pada kondisimoneter yang kontraktif beta mempunyai

pengaruh yang positif terhadap return  saham, didukung dengan hasil regresiyang ditunjukkan dengan koefisien variabel size (lnME) sebesar 0.018734 dansignifikan pada level 0,05.

Hasil penelitian ini juga menunjuk-kan bahwa pada kondisi kebijakanmoneter yang ekspansif maupun kebijakanmoneter yang kontraktif  book-to-market  tidak mempunyai pengaruh terhadap

return saham. Hal ini ditunjukkan denganhasil regresi untuk variabel BE/ME yang tidak signifikan (BE/ME dan D*BE/MEtidak signifikan).

 Tidak signifikannya pengaruh variabelbook-to-market  terhadap return  saham bisajadi disebabkan oleh data yang dipakaidalam penelitian ini melewati masakondisi bisnis yang tidak normal. Padakondisi bisnis yang normal umumnyabook-to-market bernilai positif. Tetapi padasituasi di mana hutang perusahaan terlalu

besar (sebagai akibat dari krisis ekonomi),rata-rata nilai buku sebuah perusahaanmenjadi negatif.

Dengan pertimbangan bahwa datayang dipakai melewati kondisi bisnis yang 

tidak biasa/tidak normal, peneliti mela-kukan regresi model 2 di atas denganmenghilangkan variabel book-to-market darimodel untuk melihat apakah dengandihilangkannya variabel book-to-market  tersebut, koefisien dari variabel-variabellain (beta dan size   ) masih mempunyaitanda seperti yang diharapkan. Hasil dariregresi tersebut adalah sebagaimanaterlihat pada tabel 4.

Dari perhitungan regresi pada tabel4, yaitu model tiga faktor untuk model 2tanpa variabel book-to-market , terlihatbahwa tandanya tetap sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu nampak pula bahwadengan dihilangkannya variabel book-to- market dari regresi, semakin meningkatkansignifikansi pengaruh masing-masing  variabel independen (beta dan size   ) terha-dap variabel dependennya ( return   ), kecualiuntuk variabel beta (bandingkan tabel 3dengan tabel 4). Demikian halnya untuk 

 Tabel 4. Hasil Regresi Model Tiga Faktor

Model 2 tanpa Book-to-Market  

  Variabel Tanda yang diharapkan Coefficient  t-Statistic Prob.

α 0.362984 2.114062 0.0349BETA Positif 0.054087 1.744083 0.0816D*BETA Negatif -0.087342 -2.046682 0.0411

L*NME Negatif -0.014131 -2.125017 0.0340

D*LNME Positif 0.018095 1.957430 0.0507D -0.453713 -1.892763 0.0588

F-statistic 6.474680 0.000007

R-squared 0.046355

  Adjusted R-squared 0.039196Durbin-Watson stat 1.480262

Sumber: Data diolah

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005138

Page 32: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 32/99

nilai R-adjustednya juga sedikit lebih baik (dari 0,036550 menjadi 0,039196).

KESIMPULANBerdasarkan hasil analisis statistik 

yang telah diuraikan di atas, maka penelitidapat menyimpulkan bahwa kebijakanmoneter semakin menambah penjelasanpengaruh model tiga faktor (beta, size, danbook-to-market   ) dengan return saham.  Tetapi karena penelitian ini melewatikondisi bisnis yang tidak normal (masakrisis moneter), menyebabkan salah satu variabel dari model tiga faktor yaitu book- to-market equity tidak berpengaruh terhadapreturn saham. Setelah variabel yang tidak 

berpengaruh ( book-to-market equity   ) inidikeluarkan dari model, hasilnya semakinmenambah daya penjelas dua variabellainnya (beta dan size   ) terhadap returnsaham.

DAFTAR PUSTAKA 

  Agoeng, Mahastuti, 2000, Pengaruh Beta,Size, ME/BE, PER terhadap Expected Return Saham di BEJ,   Thesis tidak 

dipublikasikan.Banz, Rolf W., 1981, the Relationship

between Return and Market Value of Common Stock, Journal of Financial Economics , 9, 3-18. 

Chan, K.C. Y. Hamao, dan J. Lakonishok,1991, Fundamentals and Stock Returns in Japan,   Journal of Finance ,46, 1739-84.

Corrado, Charles J., & Jordan B.D., 2000,Fundamentals of Investment, Valuation and Management , McGrawHill.

Fama, E.F., French, K.R., 1996, Multi-

factor Explanations of Asset Pricing  Anomalies, Journal of Finance . Vol. LI,No. 1.

Fama, E.F., and Mac Beth, J., (1973) Risk,Return, and Equilibrium; Empirical

 Test,   Journal of Political Economy , 81,607-36.

  Jensen, G.R., dan Mercer, J.M., 2002,Monetary Policy and The Cross-section of Expected Stock Returns,The Journal of Financial Research,  vol.XXV, No1, h. 125-139.

 Jones, C.P., 2001, Investments; Analysis and  Management, John Wiley & Sons, Inc,Eight Editions.

Hadinugroho, Bambang, (2002), Pengaruh Beta, Size dan Book to Market Equity dan Earning Yield terhadap Return Saham , Thesis tidak Dipublikasikan.

Hartono, M. Jogiyanto, (2000), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, edisi 2, Yogyakarta: BPFE.

Hodoshima, J., Garza-Gomez X., danKimura, M, (2000), Cross-sectional  Analysis of Return and Beta In Japan, Journal of Economic and Business, p. 515-533.

Patelis, Alex D., (1997), Stock ReturnPredictability and the Role of Monetary Policy, the Journal of Finance , Vol. LII, no.5, 1951-1972.

  Thorbecke, William, 1997, On Stock Market Return and Monetary Policy, Journal of Finance , Vol. LII, No. 2,

  Van Horn, J., Wachowics, J.M.Jr., 1992,Fundamental of Financial Management ,Prentice Hall International Edition,Eight Editions.

Pengaruh Kebijakan Moneter … (Imronudin) : 129 – 139X  139

Page 33: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 33/99

DINAMIKA SENTRA INDUSTRI KECIL MENUJU

ERA PERDAGANGAN BEBAS

M. Farid Wajdi

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

The most of small-scale industry in Indonesia is at a center community. The activities of the entrepreneur of small scale industrial if seen from pattern link of its job environmentally its business own is difference of among one small entrepreneur with other. Based on the difference pattern of its linkhence the small entrepreneur can be grouped into mains entrepreneur, entrepreneur of free entrepreneur and follower. The main entrepreneur is important position, which can determine to succeed in the reassignment of small industry at one particular of a center community. Therefore, to evaluate the readiness of small industry in face of free trade era hence attention and target of development shall be 

addressed to mains entrepreneur.

 Keywords: small industry, free trade, fair trade, entrepreneur 

PENDAHULUAN

Isu perdagangan bebas ramaidibicarakan semenjak adanya persetujuanputaran Uruguay dalam GATT ( General   Agreement on Tariff and Trade   ) tanggal 15Desember 1993 di Geneva dan terben-tuknya WTO ( World Trade Organisation   ) diMaroko tahun 1994. Maksud dari padapersetujuan liberalisasi perdagangan duniabukan hanya bebas (   free trade   ) tetapi jugaadil (   fair trade   ) (Tambunan, 2001). Tidak ada lagi hambatan tarif dan proteksilainnya bagi masuknya suatu komoditi kesuatu negara.

Implikasi perdagangan bebas adalahperdagangan suatu komoditi ditentukan

oleh keunggulan yang dimiliki komodititersebut secara ekonomi. Secara umumhal ini kurang menguntungkan bagiperekonomian negara-negara berkembang,karena tentunya kalah dalam keunggulankompetitifnya dibanding negara maju

Dengan adanya perdagangan bebas,usaha kecil di Indonesia harus tetap dapatmenjadi salah satu pelaku penting sebagaipencipta pasar di dalam maupun di luarnegeri dan sebagai salah satu sumberpenting bagi surplus neraca perdagangan. 

Namun, untuk melaksanakan peranan ini,usaha kecil Indonesia harus membenahidiri, yakni meningkatkan daya saing globalnya.

Data di Departemen Koperasi(www.depkop.go.id)  menunjukkan adanya38 juta usaha di Indonesia yang 98 persendidominasi oleh usaha kecil menengahyang mempekerjakan 58 juta pekerja.Dalam dunia industri ternyata didominasi

oleh industri kecil dan rumah tanggasekitar 2,7 juta industri (dengan enamjuta-an pekerja), sedang industri besar danmenengah hanya berjumlah 23.000 buah(dengan empat juta pekerja). Memang industri rumah dan kecil ini hanya

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 140

Page 34: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 34/99

memutarkan 10 persen dari total uang yang berputar tetapi menghidupi sebagianbesar rakyat kecil yang ada di Indonesiaseperti ditunjukkan oleh laporan Kompas-BPS bulan Agustus 2000. Jelas bahwa

pemberdayaan usaha dan industri kecildan rumah tangga akan menjadi kuncibagi kelangsungan hidup sebagian besarrakyat Indonesia. 

Seperti halnya di negara-negara lain,perkembangan industri kecil di Indonesiadihambat oleh berbagai macam masalah.Masalah-masalah tersebut dapat berbedadari satu daerah ke daerah lain, dari satusentra ke sentra lain, maupun berbeda

antar unit usaha dalam kegiatan yang sama. Faktor-faktor yang masih menjadihambatan dalam peningkatan daya saing dan kinerja usaha kecil menengah (UKM)di antaranya adalah terbatasnya informasisumber bahan baku dan panjangnyajaringan distribusi, lemahnya kekuatantawar-menawar khususnya bahan bakuyang dikuasai oleh pengusaha besarmengakibatkan sulitnya pengendalianharga, serta tidak berfungsinya secara baik 

lembaga promosi Pemerintah di dalammenunjang promosi produk dan jasaUKM baik untuk pasar domestik maupunpasar global. Di samping masih adaberbagai masalah lainnya. (Hasil RumusanPanel Diskusi Nasional, 2001)

Menurut Tambunan (2001) salah satukelemahan usaha kecil adalah kurangnyakemauan pengusaha-pengusaha kecil danmenengah nasional untuk berorientasi

global. Hal ini bisa disebabkan olehkelemahan-kelemahan yang bersifatpribadi dari si pengusaha seperti misalnyatidak bisa berbahasa Inggris, takut atauenggan mencoba, cepat puas dengan hasilyang didapat saat itu (pemasaran lokal),

dan kurang percaya diri. Benarkahdemikian, apakah semuanya sama demikianitu.

Pernyataan Tambunan tersebut perlumendapat perhatian lebih lanjut karena

industri kecil yang kebanyakan beradadalam suatu sentra terdapat berbagaimacam karakteristik pengusahanya yang berbeda-beda. Melalui pemahaman yang tepat terhadap karakteristik pengusahakecil dalam suatu sentra diharapkan akandapat lebih tepat dalam mengembangkanindustri kecil, khususnya dalam meng-hadapi liberalisasi perdagangan.

Untuk menjangkau pasar dan

mengatasi situasi persaingan yang dihadapi,usaha kecil mesti melakukan strategibersaing. Strategi bersaing yang dapatdijalankan usaha kecil selain strategiindividual adalah strategi kelompok.  Termasuk strategi kelompok antara lain,pembentukan koperasi/asosiasi, aglome-rasi ekonomi, kemitraan dengan usahabesar, dan inovasi dalam pemasarankolektif. Namun bagaimana kerjakelompok selama ini, dapatkan strategikelompok industri dapat berjalan?

Peran pemerintah selama ini dalammengembangkan industri kecil dinilaibelum efektif (RIP, 2003). Salah satukelemahan dari kebijakan usahapengembangan industri kecil di suatusentra, kemungkinan disebabkan kesalahandalam memahami pola hubungan antarpengusaha dan hubungan denganlingkungan usahanya.

Dalam menghadapi persaingan,pengusaha pada sentra industri kecil tidak hanya bersaing melawan kekuatan asing tetapi seringkali mereka harus bersaing dengan sesama pengusaha, di samping 

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X  141

Page 35: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 35/99

juga harus melawan kekuatan lain yang melingkupinya. Salah satu pendekatanyang dapat digunakan untuk memahamihal tersebut adalah kerangka analisispersaingan (   five factor competitive) yang 

dikemukakan Porter dalam bukunyaCompetitive Strategy (1980).

Berkaitan dengan menghadapi libera-lisasi perdagangan internasional permasa-lahannya adalah bagaimana kondisikomunitas industri kecil kerajinan kayu diSerenan dilihat dari kekuatan tawarmenawar terhadap pemasok, persainganindustri sejenis dan pendatang barupotensial serta kekuatan tawar menawar

dengan konsumen terkait dengan perda-gangan bebas?. Di antara mereka yang terlibat dalam industri yaitu berbagaitingkatan pengusaha atau eksportir, siapa-kah sasaran yang tepat untuk dijadikansasaran pembinaan guna meningkatkankesiapan industri kecil menghadapiperdagangan bebas?

Berangkat dari pemikiran inilahtulisan ini disusun berdasarkan hasil kajianstudi kasus pada Sentra Industri KecilMeubel Serenan Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Pendekatan kajian yang menggu-nakan metode penelitian kualitatif, danpengumpulan datanya menggunakanindepth interview selama sekitar enam bulan 

 TINJAUAN PUSTAKA 

a.  Ruang Lingkup Kajian

Salah satu bidang usaha kecilIndonesia yang memiliki pasarinternasional adalah industri meubel.Pasar meubel dunia setiap tahunnyameningkat dengan pasar utama AmerikaSerikat dan Eropa, setelah pasar Jepang terpuruk. Namun dari total ekspor meubeldunia, sebagian besar dikuasai sektor maju

dan hanya sekitar 10 persen diperebutkansector produsen di Asia. Misalnya padatahun 1996 dari 41 milyar dollar AS pasardunia, Asia hanya mendapatkan sekitarempat milyar dollar AS. Peningkatan

potensi pasar produk meubel dunia terjadiseiring dengan gaya hidup masyarakatyang modern dan perkembangan sektorini, perkantoran, hotel, restoran, dan lain-lain (Kompas, 2000).

Sebagaimana disebutkan di mukabahwa ekspor meubel kayu Indonesiasebenarnya terus mengalami peningkatan.Dengan demikian potensi industri meubelkayu sangat besar untuk meningkatkan

kinerja dan investasinya guna memper-besar produksi dan membuka pasar yang lebih luas lagi. (Kompas, 2000).

Untuk daerah Jawa Tengah kenaikanrata-rata ekspor meubel dan kerajinansebesar 41,66 persen per tahun. Tahun1994 tercatat 92,3 juta dollar AS, dantahun 1998 mencapai 292,9 juta dollar AS.Dan khusus meubel kayu Jawa Tengahsetiap tahun meningkat 12,18 persen. Tahun 1992 realisasi ekspor meubel kayusenilai 74 juta dollar, dan tahun 1996nilainya sekitar 114 juta dollar AS. Namunbila dilihat dari nilai ekspornya, industrimeubel dan kerajinan sejak tahun 1991sampai tahun 1996 mengalami pertum-buhan dan peningkatan sekitar 10 persenper tahun (Kompas, 2000).

Pemasaran meubel kayu dari Jawa  Tengah mampu menembus pasar luarnegeri dengan beberapa sektor tujuanekspor meubel kayu yang dilaksanakanoleh 246 perusahaan antara lain ke Jepang,USA, Australia, Jerman, Belanda, Inggris,Singapura, Belgia, Korea Selatan, Malaysia(Kompas, 1997).

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005142

Page 36: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 36/99

  Jawa Tengah sangat potensial untuk berbagai hasil industri. Meubel kayumenempati urutan ketiga setelah kayulapis dan produk tekstil di antara 10komoditas utama ekspor nonmigas.

Beberapa kabupaten yang menjadi sentraproduksi meubel adalah Jepara, Klaten,  Tegal, Batang, Banyumas, Banjarnegara,Blora, Pekalongan, Temanggung, Sura-karta, dan Sragen.

Kabupaten Klaten sebagai salah satusentra industri meubel Jawa Tengahsetelah Jepara telah mampu menyumbang pendapatan yang besar bagi daerahnya. DiKlaten, sektor tersebut merupakan sektor

unggulan dengan kemampuan menyeraptenaga kerja sebanyak 23.552 tenaga kerjadengan jumlah unit usaha sebanyak 3.062buah. Selain itu, sektor ini juga mempunyainilai produksi sampai 288.816.000.000,00dengan 90% pasaran ekspor. (Klatendalam Angka, 2001)

Salah satu sentra kerajinan meubel diKlaten adalah Serenan, yang mana sekitar50% penduduknya bekerja sebagaipengusaha meubel. Walaupun usahakerajinan di desa ini sudah berjalan lamadan perhatian dan bantuan pemerintahjuga cukup banyak tetapi perkembanganusaha kerajinan ini belum mampu secarasignifikan dapat meningkat. Salah satukelemahan dari usaha pengembanganindustri kecil di suatu sentra, kemungkinandisebabkan kesalahan dalam memahamipola hubungan antar pengusaha danhubungan dengan lingkungan usahanya.

Desa Serenan terletak 8 km daripusat Kecamatan Juwiring, dan 28 kmdari pusat Kabupaten Klaten dengan luas  wilayah 1.342.760 Ha. Memiliki 780 KK (kepala keluarga). Industri meubelSerenan merupakan salah satu komoditas

unggulan dari daerah Klaten yang dikenaltidak saja karena desain yang variatif danmurah tetapi juga dari nilai ekspor. Nilaiekspor yang mampu dihasilkan industri inicukup berarti terlihat dari data yang 

tercatat di Bappeda Kabupaten Klatenbahwa pada tahun 2000 nilai ekpormeubel kayu untuk Kabupaten Klatenmencapai 25,99344 juta dollar AS (1 $ =Rp 10.000,00). Sedangkan untuk jumlahunit usaha yang ada sebanyak 442 atau 14,44 % dari total industri meubel di Klaten,dengan tenaga kerja yang terserapsebanyak 1.229 atau 5.35 % dari Jumlahtotal tenaga kerja yang mampu terserap diindustri meubel Kabupaten Klaten.(Klaten dalam Angka, 2001)

b.  Tinjauan Teori

Mencermati kelemahan-kelemahanyang bersifat pribadi dari si pengusahakecil sebagaimana disebutkan di muka,terdapat satu hal yang juga penting dimiliki oleh pengusaha yaitu kemampuanorientasi bisnis. Jika terdapat orientasibisnis yaitu enterpreuner dan orientasi

pasar maka perusahaan dimungkinkanakan meningkat lebih baik prestasinyadalam hal (1) market share , (2) kecepatanmemasuki pasar, dan (3) tingkat quality of  product  (Atuahene-Gima & Ko 2001).Namun demikian perlu dikaji lebihmendalam makna bagi perusahaanmengadopsi orientasi enterpreuneur  danpasar seperti yang telah dilakukan olehRob Vitale, at al(2003)

Perusahaan yang memiliki “business orientation ” berarti perusahaan memilikidasar pijakan dalam segala aktiviti,  policy ,strategi dan inisiatif (Borch 1947). Milesand Munilla (1993) memberi pemikiranbahwa business orientations  dibatasi dan

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X  143

Page 37: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 37/99

didefinisikan sebagai hubungan antarasuatu perusahaan, stakeholdernya , danfaktor lingkungan yang relevan. Hal iniditunjukkan dalam berbagai kajian(Craven, Hills, & Woodruff 1987; Taguchi

1987; Miles, Russell, & Arnold 1995;Becherer & Maurer 1997).

Berkaitan dengan “apa yang mendorong pengambilan keputusanbisnis”, maka memahami orientasi bisnisharus tetap digunakan dengan baik olehpara manager atau pengusaha. Dariberbagai kajian (Morris & Paul, 1987;Miles & Arnold, 1991; Zahra & Covin1995; Hurley & Hult, 1998; Wiklund

1999; Atuahene-Gima & Ko 2001; Miles,Munilla, & Covin 2002; Matsuno, et al2002). dalam kenyataannya baik entrepreneurial orientation  (EO), and market orientation  (MO), secara positif dan kuatberhubungan dengan prestasi perusahaan.

c.  Kerangka Teori

Untuk menganalisis permasalahandigunakan kerangka analisis yang dikemukakan Porter dalam bukunya

Competitive Strategy   (1980) mengenaikomponen-komponen yang mempengaruhipersaingan usaha. Berbeda dengankerangka analisis secara tradisional, yang mumnya hanya menekankan aspek persaingan antara usaha-usaha yang sudahada. Kekuatan masing-masing faktorterhadap daya saing usaha itu bisa berbedakadarnya. Dalam kajian ini, daya saing suatu usaha dipengaruhi oleh empat

faktor, yaitu untuk tiap jenis usaha terdiridari:

Pertama, Kekuatan pemasok, misalnyamempengaruhi daya saing berbagai jenisusaha skala kecil yang menggunakan kayu,bambu, rotan sebagai bahan baku. Kedua, 

Kekuatan tawar pemasok semakin besarbila jumlah pemasok sedikit ataucenderung monopoli pasar bahan baku,sementara jumlah usaha kecil banyak.Pemasok bisa menekan pengusaha kecil

melalui manipulasi harga, kualitas,pengiriman, dan mungkin juga pelayanan.Ketiga, Kekuatan tawar menawar pembeli,merupakan faktor pengaruh yang dapatmenurunkan daya saing usaha kecil.Keempat, Prospek masuknya pendatang baru potensial. Berkaitan erat atauditentukan oleh kadar hambatan masuk (barriers to entry) yang umumnya sangatkecil untuk banyak jenis usaha yang ditekuni oleh usaha kecil. Kelima, ancamandari produk pengganti yang memang telahterbukti banyak memukul usahatradisional.

Untuk kepentingan analisis dayasaing usaha kecil, kerangka Porter di atasakan sangat membantu. Pada gambar 1diilustrasikan kerangka analisis yang akandigunakan dalam analisis potensi dan dayasaing dengan menggunakan model analisisyang dikemukakan oleh Porter (1980).

PEMBAHASAN

 A.  Diskripsi Pengusaha pada SentraIndustri

1)  Karakteristik Pengusaha Sentra(Kasus Meubel Serenan)

Sebagai sentra kerajinan maka diSerenan terdapat berbagai pengusahayang dapat dibedakan kriterianya.Penyusunan kriteria ini didasarkan

pada pendapat pengusaha setempatdan kondisi yang terlihat secara fisik yang ada dari observasi di lapanganpenelitian. Kriteria pengusaha yang paling utama yang membedakan antarpengusaha adalah besarnya ukuran

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005144

Page 38: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 38/99

PENDATANGBARU

POTENSIAL 

PARA PESAINGINDUSTRI

Persaingan di

antara pengusaha

yang ada

PEMASOK

Ancaman produk atau jasa penggantiPRODUK PENGGANTI

Kekuatan tawarmenawar pembeli

PEMBELI

Kekuatan tawar

menawarpemasok 

Ancaman masuknyaPendatang baru

Gambar 1. Kerangka Analisis Potensi dan Daya SaingSumber: Porter (1980) 

usaha seperti misalnya: omset, luasgudang, jumlah tenaga kerja, sertafasilitas produksi. Di samping itukriteria pengusaha dapat dilihat dariposisi hubungan pengusaha di antarapara pengusaha. Dari kedua kriteriatersebut pengusaha di Serenan dapat

dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu sebagai (tabel 1)

(1) Pengusaha induk , mempunyaibeberapa pengusaha pengikut sub- kontrak yang berada di bawahkoordinasinya walaupun sifatnyatidak tetap atau koordinasitersebut terjadi atas dasar kontrak per-jenis order;

(2) Pengusaha pengikut yaitu pengu-

saha yang menerima subkontrak dari pengusaha induknya.

(3) bukan tipe kedua-duanya, yaitusebagai Pengusaha bebas yang menjalankan usahanya secarasendiri tidak mempunyai ikatan

hubungan bisnis dengan pengu-saha lainnya.

2)  Pola Hubungan antara PengusahaSesuai dengan kriteria di atas

bahwa secara garis besar ada tigakelompok pengusaha yaitu pengusahainduk, pengusaha pengikut danpengusaha bebas. Masing-masing pengusaha tersebut mempunyai polahubungan sebagaimana tampak dalamgambar bagan dan dalam uraianberikut ini.

a)  Hubungan antar Pengusaha Induk 

Pengusaha induk yang jumlahnyahanya sekitar 4 orang pengusaha,secara relatif tidak memiliki hubungan

usaha, dalam hal tertentu merekaberjalan sendiri-sendiri. Kerja sendiritersebut misalnya dalam hal:

•  informasi pembeli ( buyers  )

•  modal

•  tenaga kerja

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X  145

Page 39: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 39/99

 Tabel 1. Kriteria Pengusaha Industri Meubel – Serenan 

Kriteria 

 Aspek 

PengusahaInduk 

PengusahaPengikut

 Walaupun pengusaha induk ini relatif tidak berhubungan tetapi mereka jugatidak merasa bersaing 

b)  Hubungan Pengusaha Induk dengan Pengikutnya

Hubungan pengusaha induk denganpengikutnya ini paling banyak terjadidi Serenan. Ketika pengusaha induk 

mendapat order dalam jumlah banyak melabihi kapasitasnya maka dia akanmengajak pengusaha lainnya untuk mengerjakan order tersebut di bawahkoordinasinya.

Hubungannya dengan pengusahapengikut, para pengusaha induk mempunyai pola pembagian sesuai

Pengusaha Bebas

 Jml Pengusaha 4 52 Tidak pasti

Omset perbulan

Rata-rata 4 kontainer (1kontainer = 30 -40 jutarupiah)

700. 000 – 1juta rupiah

Nilainya sekitar 2 – 8juta rupiah Antara 2 – 8colt (mobil angkutansebagai ukuran)

•  Gudang  

•   Truk angkutan

•  Showroom 

•  Rumah terpisah dengan

tempat usaha

•  Rumahuntuk tempattinggal &kerja jadisatu

 Aset usahayang dimiliki

•  Rumah untuk tempattinggal & kerja jadisatu

 Jml TenagaKerja

20 – 40 orang 2 – 4 orang(termasuk anggotakeluarga)

2 – 10 orang (tidak  pasti)

FasilitasProduksi

•  Peralatan elektrik  

•  oven kayu 

•   Truk  

•  Peralatanelektrik, jeniskurang lengkap

•  Peralatan elektrik,jenis kurang lengkap

Konsumen •  Buyer Luar negeri

datang langsung •  Eksportir dari sekitar

Solo- Yogya

•  Partai besar

•  Makelar

•  lokal

•  pengusahainduk  

•  toko meubel 

•  eksportir sekitar Solo- Yogya

•  makelar

Sumber : diolah dari data primer, 2003

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005146

Page 40: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 40/99

kemampuan atau kapasitas produksipengusaha, yaitu ada yang sekitar 70%untuk dibagi kepada pengikut dan30% bagi diri sendiri. Walaupundemikian ada perbedaan pengusaha

induk dalam melibatkan pengusahapengikut, yang membedakan adalahkepada siapa seorang pengusahainduk akan memberikan kelebihanordernya jika mereka mendapat orderyang melebihi kapasitasnya.

i. Kerjasama atas dasar hubunganFamili Terdapat beberapa pengusaha yang mempunyai pola, dalam memberi-

kan kelebihan order lebih menguta-makan ke famili terdekatnya.

ii. Kerjasama atas dasar ProfesionalBeberapa pengusaha lebih senang kerjasama memberikan kelebihanordernya ke pengusaha yang mem-

punyai kualitas hasil yang baik, danletak usahanya jauh dari tempat diakerja atau tempat tinggalnya,alasannya orang yang dekat rumah-nya (tetangganya) dia sudah tahu

banyak tentang nilai order tersebut,sehingga dia akan menolak apabiladisuruh mengerjakan dengan hargadi bawah nilai tarif ordernyasedangkan tuntutan kualitasnya sama.  Apabila dia sanggup, dia sering membuat kualitas barang di bawahstandart produksinya, sehinggapengusaha induk yang memberiorder akan merasa dirugikan.

c) 

Hubungan Pengusaha Induk dengan Pengusaha BebasHubungan di antara para pengusahajuga biasa melakukan beberapa kerja-sama seperti: pinjam-meminjam kayuglondongan atau saling memberikan

Keterangan Gambar:

= Order/Transaksi

= Kerjasama/Hubungan Sosial

(Pinjam-meminjam Kayu)

HUBUNGAN ANTAR PENGUSAHA

PEMBELI(Eksportir, Makelar, Buyers asing }

PEMBELI(Toko)

PengusahaInduk

PengusahaBebas

PengusahaInduk

PengusahaBebas

PengusahaPengikut

PengusahaPengikut

PengusahaPengikut

PengusahaPengikut PRODUK

PENGGANTI

PENGUSAHAPENDATANG

BARU

PEMASOK(Pedagang Kayu)

Gambar 2. Kerangka Hubungan Industri Kerajinan Meubel Serenan

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X  147

Page 41: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 41/99

kelebihan order ke pengusaha laintapi bukan dalam status di bawahkoordinasi, mereka berjalan sendiri-sendiri

d)  Hubungan antar Pengusaha

PengikutHubungan antar pengusaha kriteriaini lebih banyak bersifat sosial daripada hubungan bisnis. Para pengusahajuga biasa melakukan beberapakerjasama seperti: pinjam-meminjamkayu glondongan tukar menukarinformasi tentang seluk-beluk perka-yuan.

B.  Pembahasan

Sesuai dengan kerangka analisiskekuatan persaingan yang dikemukakanPorter (1980)  maka dapat dibahas lebihlanjut sebagaimana berikut ini

a.  Hubungan dengan Pemasok ( Supplier  )

Sesuai dengan kajian yang ada(Tambunan, 2001) bahwa salah satumasalah industri kecil adalah keterbatasanbahan baku dari pemasok. Padahal

kekuatan pemasok sangat mempengaruhidaya saing berbagai jenis usaha skala kecilyang menggunakan kayu, bambu, rotansebagai bahan baku. Kekuatan tawar-menawar pemasok semakin besar bilajumlah pemasok sedikit atau cenderung monopoli pasar bahan baku, sementarajumlah usaha kecil banyak. Dari data,pengusaha Serenan terlihat bahwaterdapat masalah hubungan dengan

pemasok dalam hal penentuan harga,pengusaha berada pada posisi tawar yang lemah. Pemasok bisa menekan pengusahakecil melalui manipulasi harga, kualitas,pengiriman, dan juga pelayanan.

b.  Hubungan dengan Pembeli

Seperti juga terjadi pada kajian yang lain, posisi tawar pengusaha Serenan yang lemah di hadapan pembeli. Kekuatantawar pembeli merupakan faktor pengaruhyang dapat menurunkan daya saing usaha

kecil, dimana pembayarannya kadang kalabisa diundur sampai berbulan-bulan. Bagiproduk yang diekspor, seperti umumnyapada sentra kerajinan seperti Bali, Jeparadan Cirebon, posisi ekportir sangat kuat(Saefudian, 1999). Umumnya segala resikoditanggung oleh pengusaha, sementarapara eksportir tidak menanggung resikoapa-apa. Di samping menentukan harga,penetapan kualitas memenuhi standartatau tidak (yang mempengaruhi harga)juga dilakukan sepihak oleh paraeksportir.

Sedangkan pembeli asing yang langsung datang ke sentra umumnyamereka datang ke pengusaha induk.Karena hanya pengusaha induk yang dapat berkomunikasi dan bertransaksi.Bertransaksi langsung dengan pembeliasing terdapat resiko dan harus ada modalyang cukup. Karena selain minta disedia-

kan produknya terlebih dahulu seringkalipembayarannya mundur dari ketentuankontrak. Bahkan kadang seringkali produk yang telah dibuat ditolak oleh pembeli,karena dianggap tidak sesuai permintaan.Sehingga pengusaha harus menanggung resiko yang besar.

c.  Masuknya Pendatang Baru

Prospek masuknya pendatang baru

baru potensial berkaitan erat atauditentukan oleh kadar hambatan masuk (barriers to entry) yang umumnya sangatkecil untuk banyak jenis usaha yang ditekuni oleh usaha kecil. Hal ini samajuga dengan yang terjadi pada pengusaha

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005148

Page 42: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 42/99

Serenan mudah untuk disaingi olehpendatang baru walaupun mereka merasaoptimis dapat bersaing. Menurut penelitiuntuk permintaan meubel yang memerlu-kan ukiran yang berkualitas pengusaha

Serenan masih dapat bersaing, tetapi jikapermintaan meubel hanya berupa ukirantiruan yang sekedarnya maka bisa jadipengusaha Serenan akan mengalamikesulitan persaingan.

d.  Persaingan antar Pengusaha dalamSentra

  Walaupun antar pengusaha dalamsentra merasa tidak bersaing denganpengusaha lainnya hal itu ditunjukkan

dengan adanya berbagai kerjasama, dankemampuan pengusaha yang menghasil-kan kualitas yang berbeda, namun di sisilain persaingan dalam harga tetap terjadi,yaitu ketika mereka melakukan tawar-menawar dengan pembeli. Salah satu yang jadi pertimbangan utama adalah untung sedikit tidak apa daripada pembeli lari kepengusaha lainnya

e.  Ancaman Produk Pengganti

Kekuatan terakhir yang dikemukakanPorter adalah ancaman dari produk pengganti, yang memang telah tebuktibanyak memukul usaha tradisional..Untuk kasus Serenan ini bisa dibuat duapendapat berbeda, yaitu jika produknyatetap memiliki karya seni yang berkualitasmaka ancaman prosuk pengganti adalahkecil. Namun apabila produknya hanyalahsebagai meubel biasa maka ancaman

produk pengganti sangatlah tinggi.Masalah-masalah yang dihadapi oleh

para pengusaha di dalam komunitasindustri kecil (sentra) adalah sebagaiberikut: 

1.  Bargaining Position  Pengusaha Lemah.Kelemahan posisi tawar menawarpengusaha dalam penentuan hargaterhadap pembeli disebabkan antarapengusaha kecil tidak ada kesepakatan

dalam penentuan harga. Sehinggaterjadi saling menjatuhkan harga antarpara pengusaha itu sendiri. Merekatidak mau untuk menerapkan kesera-gaman harga. Alasan mereka pengala-man “kasus Jepara” dimana parapengusaha ditinggalkan oleh pembelinyadiyakini karena ada keseragaman harga,dikhawatirkan hal ini akan dapatmenimpa mereka.

2. 

Margin Harga yang Rendah. Adanyakondisi “saling menjatuhkan harga”tersebut menyebabkan dalam penentuanharga tidak berdasarkan perolehanmargin yang rasional. Artinya berapaharga yang tepat sesuai besarnya totalbiaya dan keuntungan yang diharapkantidak terlalu diperhatikan. Yang penting harga yang terjadi dapat menutup biayaproduksi, itu sudah cukup. Hal inimenyebabkan pengusaha kesulitan

untuk mengembangkan usahanyamelalui akumulasi modal dari laba yang diperolehnya.

3.  Belum ada Administrasi Keuangan.  Tidak adanya administrasi keuanganyang tertib mengakibatkan perhitunganharga sulit disusun secara rasional.

4.  Lemahnya Penguasaan Manajemen.Sama dengan penelitian sebelumnya,ditemukan bahwa kegiatan usaha parapengusaha seperti pada umumnyadihadapi UKM yaitu belum adanyapenerapan prinsip dasar manajemenyang rapi. Namun demikian parapengusaha bukan berarti tidak mempunyai keinginan untuk maju.

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X  149

Page 43: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 43/99

Mereka menginginkan pengelolaanusaha yang lebih profesional. Namun,mereka selalu dihadapkan padamasalah–masalah manajemen produksi(secara khusus masalah Quality Control  ),

pengelolaan modal dan pemasaran(memperoleh konsumen).

5.  Macetnya Asosiasi/Koperasi Pengu-saha. Kelemahan posisi tawar menawarpara pegusaha/pengusaha antara laindisebabkan oleh tidak dapat berjalannyaforum kerjasama antara pengusaha.Sebenarnya fasilitas untuk hal ini sudahada yaitu dulunya berupa asosiasi yang kemudian oleh pemerintah dijadikan

koperasi. Namun pada saat ini kerjakoperasi tidak optimal bahkan dapatdikatakan macet. Akibat dari hal ituhubungan antar pengusaha menjadirenggang dan cenderung terjadi iklimusaha yang tidak sehat.

6.  Belum adanya Perlindungan Hak Cipta/Paten. Produk-produk dariSerenan sebenarnya mempunyai kua-litas yang cukup bagus, terbukti dariluasnya pasar mereka, yaitu dari pasarnasional (Bali, Jakarta dan sebagainya).sampai pasar ekspor (Australia, AS &Eropa Timur) Akan tetapi adapermasalahan lain yang cukupmenyulitkan mereka, yaitu mengenaihak cipta/paten.

Seorang pengusaha yang kami  wawancarai menceritakan bahwaproduknya pernah dituntut membayarroyalti karena dituduh memasarkanmeubel ukiran bajakan oleh sebuahperusahaan Swedia. Setelah diusutmemang benar, bahwa ukiran yang jelas-jelas bermotif Indonesia tersebuttelah dipatenkan oleh sebuah perusa-haan Swedia.

7.  Ketidak Efektifan Peran Pemerintah.Dalam melakukan pengembanganusaha pengusaha, pemerintah telahmelakukan langkah penanganan,namun dapat dikatakan banyak yang 

tidak efektif karena tidak sesuai dengankondisi dan kebutuhan.

PENUTUPDari kajian tersebut dapat difahami

bahwa untuk menghadapi perdaganganbebas, kemampuan industri kecil dalamsuatu sentra tergantung kepada kemam-puan pengusaha induk (pengusaha yang memiliki kerjasama dengan pengusahapengikutnya). Pengusaha yang menjadi

induk bagi pengusaha lainnya akanmenentukan maju mundurnya pengusahapada sentra kerajinan. Oleh karena itudalam melakukan pembinaan danpengembangan industri kecil perlu untuk memberikan prioritas sasaran pembinaan-nya ditujukan kepada pengusaha induk.

Keberadaan forum kerjasama antarpengusaha dalam bentuk misalnya asosiasiatau koperasi tidak dapat langsung 

berperan untuk mengoptimalkan gunameningkatkan bargaining position  terhadappembeli maupun pemasok bahan. Olehkarena itu asosiasi atau koperasi belumdapat efektif untuk melaksanakan strategikelompok dari industri kecil gunamenghadapi perdagangan bebas

  Terkait langsung dengan liberalisasiperdagangan dunia seperti umumnya padasentra kerajinan, dalam mengangani

produk yang diekspor posisi ekportirmaupun pembeli asing sangat kuat. Hal inimendukung temuan Saefudian, (1999).Umumnya segala resiko ditanggung olehpengusaha, sementara para eksportir tidak menanggung resiko apa-apa. Di samping 

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005150

Page 44: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 44/99

menentukan harga, penetapan kualitasmemenuhi standart atau tidak (yang mempengaruhi harga) juga dilakukansepihak oleh para eksportir.

Berbeda dengan pendapat Tambunan

(2001) yang menyatakan bahwa pengusahaindustri kecil pengusaha industri kecil,khususnya pengusaha induk yaitu belumadanya kemauan pengusaha-pengusahakecil dan menengah nasional untuk berorientasi global. Sebenarnya mereka(pengusaha induk) siap dan mau untuk “ gointernasional ”, hanya saja mereka butuhperlindungan dalam tranksasinya, atauperlu adanya pihak penjamin transaksi

khususnya dengan pembeli asing.

DAFTAR PUSTAKA 

  Atuahene-Gima, K., & A. Ko 2001. AnEmpirical Investigation of the Effectof Market Orientation and Entrepre-neurship Orientation on ProductInnovation. Organization Science. 12(1),54-74.

Becherer, R. C., and J. G. Maurer 1997.

  The Moderating Effect of Environ-mental Variables on the Entrepre-neurial and Marketing Orientation of Entrepreneur-Led Firms. Entrepre- neurship Theory and Practice . 22(1), 47-58.

Borch, F. J. 1947. The Marketing Philosophy as a Way of BusinessLife. New York: General Electric.

Chandler, G. N., and S. H. Hanks 1993.

Measuring the Performance of emerging businesses: A ValidationStudy.   Journal of Business Venturing. 8(3), 391-408.

Craven, D. W., G. E. Hills, and R. B.  Woodruff 1987. Marketing Mana-

gement. Homewood, IL: Irwin.

Hasil Rumusan Panel Diskusi Nasional,Pengembangan UKM, 2001

http://www.depkop.go.id

Klaten dalam Angka, 2001

Kompas, 1997. edisi 3 Agustus

Kompas, 2000. edisi 20 Maret

Matsuno, Ken, John T. Mentzer, and Aysegul Ozsomer 2002. The Effectsof Entrepreneurial Proclivity and onBusiness Performance,   Journal of  Marketing. 66(July), 18-32.

Miles, B.M., & Huberman, A.M. 1992.  Analisis Data Kualitatif , Terjemahan,

 Jakarta: Penerbit Universitas IndonesiaPress.

Miles, M. P., and D. R. Arnold 1991. TheRelationship between Marketing Orientation and EntrepreneurialOrientation. Entrepreneurship Theory and Practice . 15(4), 49-65.

Miles, M. P., and L. S. Munilla 1993. Eco-Orientation: An Emerging BusinessPhilosophy. Journal of Marketing Theory 

and Practice . 1(2), 43-51.Miles, M. P., G. R. Russell, and D. R.

 Arnold 1995. The Quality Orientation:an Emerging Business Philosophy.Review of Business. 17(1), 7-15.

Miles, M.P., and J.G. Covin 2002.Exploring the practice of corporate venturing: Some common forms and  Their Organizational Implications.Entrepreneurship Theory and Practice,

26(3), 21-40.

Morris, M. H., and G. Paul 1987. TheRelationship between Entrepreneur-ship and Marketing in EstablishedFirms.   Journal of Business Venturing .2(3), 247-259.

Dinamika Sentra Industri Kecil ... (Farid Wajdi) : 140 -152X  151

Page 45: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 45/99

Porter, Michael, 1980, Keunggulan Bersaing:  Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul , edisi terjemahan, Jakarta:Penerbit Erlangga.

  Tambunan, Tulus (2001), Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang,Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusinya, Jakarta: Yayasan IndonesiaForum – LPFE-UI,Rob Vitale, Joe Giglierano, Morgan Miles,

2003, Entrepreneurial Orientation,Market Orientation, and Performancein Established and Startup Firms,Http://www.Uic.Edu/Cba/Ies/2003papers/Gigli-Vitale-Miles.htm

 Wiklund, J. 1999. The Sustainability of theEntrepreneurial Orientation-Perfor-mance Relationship. Environmental Variables on the Entrepreneurial and Practice . 24(1), 37-47.

Saifudian, Heitifah, 1997, Studi Potensi dan Daya Saing Usaha Kecil, ProposalPenelitian Akatiga, Jakarta.

  Taguchi, G. 1987. The Evaluation of quality. 40th Annual Quality Congress

 Transactions. American Society for Quality Control.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005152

Page 46: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 46/99

 

GOOD CORPORATE CULTURE

Djokosantoso Moeljono

Bank Rakyat Indonesia

 Abstract

This article discusses corporate culture in business. In this paper, good corporate culture is the main corporate culture, which influences company performance. There are several principal components in good corporate culture; they are transparency, accountability, and appropriateness. This article alsodiscusses corporate culture of BRI. There are integrity, professionalism, customer satisfaction, and human resource development.

 Keywords: good corporate culture, transparency, professionalism 

PENDAHULUAN

Sekali lagi, General Electricmenduduki peringkat pertama daftar1.000 perusahaan terbaik di dunia versi  The Business Week. Dengan nilai pasartertinggi di dunia, US $328,11 milyar(lebih dari dua kali APBN Indonesia2003/2004), GE meninggalkan sainganterdekatnya, Microsoft, US $284,43milyar. Total aset yang dikuasainya

mencapai US $647,84 milyar, denganpenjualan US $134,18 milyar, maka GEtetap raksasa yang terkuat di dunia.

Seberapa hebatkah GE? Paling tidak,dalam dua puluh tahun terakhir ini GEmenjadi langganan peringkat pertama daripublikasi ekonomi dan manajemen didunia. Paling tidak, ia menjadi langgananperingkat pertama di Fortune 500 danBusiness Week 1.000. Noel M. Tichy dan

Starford Sherman menulis proses keber-hasilan GE dalam bukunya Control Your Destiny or Someone Eise Will  (1995).Revolusi GE dimulai tahun 1981, ketika Jack Welch terpilih menjadi CEO. Dalambanyak buku manajemen yang mengupas

sukses GE dan Welch biasanya berujung kepada satu asumsi: restrukturisasi yang berhasil, kepemimpinan yang baik, danmanajemen yang unggul.

  Welch mengambil alih GE ketikaproduktivitasnya hanya 1,5%, sementaraproduktivitas rata-rata perusahaan Jepang 8%. Welch menegaskan bahwa  produkti- vitas adalah kunci, dan itu diperlukan karena membangun fleksibilitas. Selama 4 tahun

pertama, ia menjual 125 perusahaan yang dinilai tidak mungkin menjadi bagian dariGE, tidak menjadi main concern dari GE. Iamengatakan bahwa companies can’t give job securitiy. Only customer can. Ia membongkarkebiasaan dari para manajer GE yang lebih banyak menghabiskan enerjinyamengurusi hal-hal internal daripadamengurusi kustomer. Singkatnya, GEditransformasikan dari organisasi bisnis

yang membirokrasi menjadi organisasibisnis yang mengkorporasi.

Di Indonesia, pada tahun 1998dibentuk Kantor Menteri NegaraPendayagunaan BUMN. Misi daripembentukan lembaga ini juga sama

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X  153

Page 47: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 47/99

 

dengan Jack Welch di GE: melakukantransformasi BUMN dari pola yang birokratis ke real  korporasi. Proses inimenjadi penting, karena transformasiBUMN menjadi korporasi yang sudah

dimulai sejak tahun 1980an, ketika paramanajer profesional warganegara Indonesiayang sebelumnya menjadi pemimpin diperusahaan-perusahaan multinasional,masuk ke BUMN dan melakukantransformasi besar-besaran. JonathanParakpak di Indosat dan Cacuk Sudariyanto di Telkom menjadi simboltransformasi tersebut. Dilanjutkan olehproses privatisasi sejumlah BUMN kepasar modal, seperti Semen Gresik, Telkom, Indosat dan seterusnya. Namun,pada tahun 2000an, proses transformasitersebut menyurut oleh berbagai aspek-aspek politik dan bias kekuasaan.

Paling tidak, transformasi BUMNdari perusahaan yang mirip (penyakit)birokrasi (besar, gemuk, lamban, congkak,acuh terhadap kustomer, dst) dalam enamtahun terakhir ini menunjukkan persamaandengan proses transformasi di GE.

  Telkom semakin peduli dengan pelang-gannya, PLN membuka ruang bagikeluhan pelanggan, Garuda menjadi salahsatu perusahaan penerbangan denganpelayanan terbaik di dunia, BRI menjadicontoh dunia dari keberhasilan perbankanyang setia melayani usaha mikro dipedesaan dan perkotaan.

Semua pelajaran tersebut, biasanyabermuara pada satu hal, terciptanya

manajemen sebagai dampak darirestrukturisasi korporasi. Bahkan diIndonesia, ada satu ikon baru yang menjadi simbol telah dilaksanakannyatransformasi korporasi, yaitu telahditerapkannya   good corporate governance. 

Bahkan, UU No 19/2003 tentang BUMNpada penjelasan pasal 5 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Direksi selakuorgan BUMN yang ditugasi melakukanpengurusan tunduk pada semua peraturan

yang berlaku terhadap BUMN dan tetapberpegang pada penerapan prinsip-prinsip  good corporate governance yang meliputitransparansi, yaitu keterbukaan dalammelaksanakan proses pengambilankeputusan dan keterbukaan dalammengungkapkan informasi material danrelevan mengenai perusahaan; kemandirian,yaitu keadaan dimana perusahaan dikelolasecara profesional, tanpa benturankepentingan dan pengaruh/ tekanan daripihak manapun yang tidak sesuai denganperaturan perundang-undangan danprinsip-prinsip korporasi yang sehat;akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi,pelaksanaan dan pertanggungjawabanOrgan sehingga pengelolaan perusahaanterlaksana secara efektif;  pertanggung  jawaban, yaitu kesesuaian di dalampengelolaan perusahaan terhadap peraturanperundang-undangan dan prinsip-prinsip

korporasi yang sehat dan kewajaran, yaitukesesuaian di dalam pengelolaan perusa-haan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip prinsipkorporasi yang sehat.”

Namun demikian, ada hal yang terlewat dalam menyimak keberhasilantransformasi korporasi. Restrukturisasimanajemen dan terbentuknya good corporate  governance sebagai prinsip dasar tata kelola

usaha adalah sisi terluar  dari keberhasilantransformasi tersebut. Jack Welch padaprinsipnya tidak menuju kepada upayamembangun sebuah manajemen yang unggul, melainkan kepada sisi yang terdalam dari suatu perusahaan, yaitu

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005154

Page 48: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 48/99

 

membangun budaya yang unggul. Welchtidak sekedar membangun keunggulanmanajemen dan kepemimpinan yang unggul, melainkan sebuah software  yang mampu menjaga ( sustain   ) keunggulan-

keunggulan tersebut. Bahkan, editormajalah Fortune menjuluki GE sebagaiperusahaan yang mempunyai “Culture of Integrity” (Fortune, September 2002).

  Adalah perusahaan yang sama?Banyak sekali. Shell, perusahaan permi-nyakan asal Belanda yang setiamembangun lingkungan. McDonald yang selalu menjaga agar toiletnya selalu bersih.Singapore Airlines yang menjadikan

penumpang bak Dewa. Matshusita yang mengedepankan sikap kerja yang etis.Microsoft, Intel, Sony, dan Nokia yang selalu unggul di inovasi. Apa rahasianya?Menurut amatan saya, kesemuanyadisebabkan ada “nilai” yang menggerak-kan seluruh organisasi menuju kepadasatu tujuan, seperti digambarkan berikutini:

Pengalaman COCD ( Center for Organizational Culture Development  ) di dalammendampingi sejumlah perusahaanBUMN, swasta nasional, dan perusahaanmultinasional, membuktikan bahwa

ternyata perusahaan-perusahaan yang unggul adalah perusahaan-perusahaanyang mempunyai keunggulan manajemendan kepemimpinan yang unggul danberhasil mempertahankan keunggulannyatersebut. Faktor “berhasil mempertahan-kan” ini ternyata merupakan faktor “nilai”tepatnya “nilai budaya”.

BUDAYA PERUSAHAAN

Penelitian yang dilakukan Hofstede(1991) di 40 negara yang berbeda-bedamembuktikan bahwa organizations are equally bond. Penelitian yang dilakukan olehKotter dan Heskett selama sepuluh tahundi 14 perusahaan terbaik Amerikamenunjukkan mereka berprestasi karenaditopang budaya korporat yang kuat.Kotter dan Heskett (1992) memilih 207perusahaan secara random dari keselu-ruhan industri, menggunakan daftar

pertanyaan untuk menghitung indekskekuatan budaya korporat yang kuat, akandikaitkan dengan unjuk kerja perusahaanselama 12 tahun periode. Hasilnya adalahbudaya korporat yang kuat, akan dikaitkandengan unjuk kerja perusahaan jangkapanjang, tetapi cirinya moderat.

Nilaibudaya

Governance

Manajemen

 Arah Korporasi

Gambar 1. Nilai Penggerak OrganisasiCatatan: gambar diadaptasi dari basic 

cultural model (Catwright, 1999,11)

Hasil penelitian Harvard Bussiness School  (Kotter dan Heskett, 1992)menunjukkan bahwa budaya mempunyai

dampak yang kuat dan semakin besarpada prestasi kerja organisasi. Penelitianitu mempunyai empat kesimpulan sebagaiberikut:

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X  155

Page 49: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 49/99

 

a.  Budaya korporat dapat mempunyaidampak signifikan pada prestasi kerjaekonomi perusahaan dalam jangkapanjang.

b.  Budaya korporat bahkan mungkin

merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses ataukegagalan perusahaan dalam dekademendatang.

c.  Budaya korporat yang menghambatprestasi keuangan yang kokoh dalamjangka panjang adalah tidak jarang danbudaya itu berkembang denganmudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijaksana

dan pandai.d.   Walaupun sulit untuk diubah, budaya

korporat dapat dibuat untuk lebihmeningkatkan prestasi.

M.H. Beyer dalam disertasinya diDelaware University menyebutkan bahwakepustakaan yang ada saat ini sudahcukup mendukung asumsi bahwa budayayang kuat mengarah pada kinerja yang lebih tinggi, sehingga yang lebih penting 

lagi adalah melakukan telaah lebih lanjutlagi (Bayer, 1988).

Perspektif “telaah lebih lanjut lagi”ini penting, paling tidak untuk tiga alasan:(a) mungkin merupakan usaha besarpertama yang berusaha mengaitkanbudaya korporat dengan kinerja ekonomijangka panjang, (b) karena menyorotiefek dari budaya yang kuat terhadappenjajaran tujuan, motivasi, dan kontrol,

dan (c) karena merebut perhatian banyak orang. Perspektif ini mengatakan bahwabudaya yang kuat menyebabkan kinerjayang kuat, tetapi sebaliknya, ternyataterjadi juga, kinerja yang kuat dapat

membantu menciptakan budaya yang kuat(Schein, 1992).

Sementara itu, kesimpulan SimposiumCultural Values dan Human Progress, American Academy of Arts and Sciences,

Cambridge, 25-25 April 1999, diseleng-garakan oleh Harward Academy for International and Area Studies  mengambilkesimpulan bahwa “Budaya menentukankemajuan dari setiap masyarakat, negaradan bangsa di seluruh dunia, baik ditinjaudari sisi politik, sosial, maupun ekonomi. Tanpa kecuali”. Simposium menjadi salahsatu milestone mengingat peristiwa tersebutmenghadirkan temuan budaya dari

seluruh dunia, melibatkan 25 ilmuwansosial paling senior, mulai dari Michael E.Potter (pakar kedayasaingan), SeymourMartin Lipsett (ilmuwan politik), sampaidengan Francis Fukuyama (filsuf modern)1.

Pada tahun 2000-2001 saya melakukanpenelitian di Bank Rakyat Indonesiauntuk melihat korelasi budaya perusahaandengan produktivitas pelayanan denganhasil sangat signifikan (2002). Bahkan,BRI pada saat ini dapat dikatakan menjadibank yang terbaik di Indonesia, paling tidak dengan indikator bahwa Bank BRImemperoleh penghargaan sebagai BUMNterbaik dan CEO Indonesia dan CEO/bankir terbaik versi harian BisnisIndonesia tahun 2004. Ketiga   go public, BRI oversubscribed sampai 13,6 kali – tertinggi dibanding seluruh bank diIndonesia yang pernah   go public, bahkan

tertinggi dibanding perusahaan diIndonesia yang    go public setelah krisis.

1 Hasil simposium tersebut dirangkum dalamsebuah buku Culture Matters: How Values Shape Human Progress. Disunting oleh Lawrence E.Harrison dan Samuel P.Huntinton (2000).

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005156

Page 50: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 50/99

 

Pada bulan Juli 2004 majalah The Banker,terbitan The Financial Times, London,menempatkan BRI sebagai bank denganROE terbaik di dunia pada ranking ke-18dari 1.000 bank terbaik di seluruh dunia.

Secara umum dapat dikatakan, bahwaada korelasi yang sangat kuat dansignifikan antara budaya perusahaanyang kuat dengan kinerja perusahaan. Sepertiistilah Harrison & Huntington (2000):culture matters!  Namun demikian, hinggasaat ini keberadaan budaya perusahaanmasih belum mendapatkan perhatian yang memadai, paling tidak setara denganproses manajemen. Karena itu, jika di

bidang manajemen kita mengenal  good corporate governance, ijinkan saya mengintro-dusir sebuah konsep yang setara di bidang budaya perusahaan, yaitu   good corporate culture. 

MAKNA GCC  Jepang, menurut penuturan: Prof.

Dr. Arsip Hadiprana Psy.D., mampumenjadi bangsa yang berbudaya karenasetiap perusahaannya berbudaya. Setiap

perusahaan di Jepang mempunyai budayaperusahaan yang baik, kuat danditerapkan. Setiap warga perusahaanmenerapkan budaya tersebut di perusa-haan, kemudian melebarkan ke keluarga,lingkungan sosial, dan akhirnya membentuk sebuah lingkaran besar budaya perusahaan.Hebatnya, dan ini sepertinya terjadi tanpadisadari, bahwa budaya yang baik mempunyai kesamaan satu sama lain.

Seperti sebuah lagu yang indah, pastimempunyai kesamaan-kesamaan dasarsatu sama lain, misalnya melodi yang harmonis dan syair yang penuh makna. Tidak peduli apakah alirannya heavy metal  (misalnya Stairway to Heaven -nya Led

Zeppelin), apakah itu klasik rock ( Love of my Life -nya Queen), pop (sangat banyak contohnya: mulai dari Immortality -nyaCeline Dion sampai dengan Badai Pasti Berlalu -nya Chrisye), kroncong ( Bengawan 

Solo-nya Gesang), dangdut ( Terrajana sampai Raja Laot   ), bahkan sampai lagudaerah (Mbah Dukun- nya Alam).

Budaya perusahaan memang berbedadari satu perusahaan ke perusahaan lain.Contoh-contoh di bawah ini dapatdisimak:

•  Mitsubishi: Shakai  (keadilan), Tomoni (persahabatan), Gokyoroku (kerjasama)

•  McDonald: Service, Quality, Cleanliness,

Value.•  Singapore Airlines: Pursuit of Excellence,

Safety, Customer First, Concern for Staff,Integrity, Teamwork.

•  BRI: Integritas, Professionalisme,Kepuasan Nasabah, Keteladanan,Penghargaan pada SDM

•  Indonesia Power: Integritas, Pembela-jar, Harmoni, Profesional, PelayananPrima, Peduli, Inovatif.

  Adakah yang nampak sama? Ya,integritas. Apakah ini menjadi sebuah nilaiyang universal? Sebelum menjawab, marikita simak pendapat Robbins tetang muatan suatu budaya perusahaan.Robbins (2001) memberikan tujuh (7)karakteristik budaya organisasi sebagaiberikut:

1.  Inovasi dan keberanian mengambilresiko ( Inovation and risk taking  ).

2.  Perhatian terhadap detil (   Attention todetaili  ). 

3.  Berorientasi kepada hasil ( Outcome orientationi  ).

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X  157

Page 51: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 51/99

 

4.  Berorientasi kepada manusia ( People orientation  ).

5.  Berorientasi tim ( Team orientation  ).

6.  Agresif (  Aggressiveness  ).

7.  Stabil ( Stability  )

Kemudian, apa kriteria bagi budaya yang baik? Budaya yang baik adalah budayayang sesuai dengan dan dikembangkandari nilai-nilai yang ada di dalam para  warganya. Jadi, pembentukan budayaperusahaan yang baik menjadi kunci.Dalam beberapa kasus yang ditanganioleh COCD, sebagian besar perusahaan diIndonesia tidak mempunyai budaya 

 perusahaan, melainkan   peraturan perusahaan. Adakah bedanya? Sangat jelas:

•  “BP” (budaya perusahaan) adalah“peramuan” berpola top-middle-bottom, kemudian disemaikan ke setiap selorganisasi dan menjadi nilai-nilaikehidupan bersama, yang dapatmuncul dalam bentuk perilaku formalmaupun informal.

•  “PP” (peraturan perusahaan) adalah

“peramuan” dari visi-misi-strategiorganisasi, berpola top-down, dankemudian dijadikan sebagai aturanmain bersama yang bersifat formalyang sebagian bersumber dari BudayaKorporasi. PP adalah turunan dari BK.

  Jadi, kriteria pertama budaya perusahaanyang baik adalah bahwa   yang dibuat adalah budaya perusahaan, dan bukan  peraturanperusahaan.

Kriteria kedua dari budaya perusa-haan yang baik, yaitu   yang sesuai dengan kemajuan dan perusahaan. Seperti kita lihatdiatas, ada beberapa perusahaan yang sampai pada taraf di mana integritasmasih menjadi “kebutuhan”. Dari pencan-

tuman tersebut, dapat ditarik asumsibahwa perusahaan tersebut masih memer-lukan membangun atau memperkuat nilaibudaya “integritas” di dalam budayaperusahaannya. Contohnya adalah PT

Indonesia Power. Namun ada jugaperusahaan di mana integritas   goes without saying, maka integritas tidak dicantumkan.Misalnya Mitshubisi dan McDonald. Jadi,di sini kita melihat kriteria kedua.

Kriteria ketiga dari budaya yang baik yaitu bahwa nilai budaya yang dirumuskansesuai dengan tantangan dari perusahaan.  Jack Welch menanamkan nilai budaya  vitality di GE pada saat ia pertama kali

diangkat menjadi CEO (Tichy &Sherman, 1995). Hari ini GE menjadi“langganan” juara menjadi perusahaanterbaik di dunia. Hal yang sama bagiMicrosoft dan Intell, nilai budayadasarnya adalah disiplin inovasi. Bagi  Wonokoyo, sebuah perusahaan poultry terpadu di Jawa Timur, nilai yang pertama-tama harus diintrodusir adalahkebersihan. Hasilnya, ketika seluruh Asia  Timur dilanda flu burung, Wonokoyo

menjadi salah satu perusahaan yang bebasflu burung.

Kriteria keempat bagi budayaperusahaan, setelah baik, adalah kuat.Budaya perusahaan haruslah mampumenjadikan budaya perusahaan  itu sendirimampu bekerja dalam perusahaan.Menurut saya, budaya perusahaan adalahsistem nilai-nilai yang diyakini semuaanggota organisasi dan yang dipelajari,

diterapkan serta dikembangkan secaraberkesinambungan, berfungsi sebagaisistem perekat, dan dapat dijadikan acuanberperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telahditetapkan (Moeljono, 2003). Budaya yang 

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005158

Page 52: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 52/99

 

kuat paling tidak adalah budaya yang mampu mengikat seluruh warganya;menjadi sistem perekat. Budaya yang seperti apa yang mampu perekat?

Budaya yang mampu menjadi perekat

adalah budaya yang menjadi milik bersama  (atau shared together  ) dari seluruh organisasiperusahaan. Jadi, apabila anda memilikisebuah rumusan nilai budaya, cek kembali, apakah everybody belong to the values?  PT. Indonesia Power misalnya,setelah beberapa lama berjalan, makadilakukan kaji ulang dengan bantuankonsultan budaya perusahaan, danmenemukan bahwa lebih kurang hanya

separuh dari nilai budaya yang dirumus-kan yang benar-benar menjadi milik bersama dari karyawannya. Akhirnyadilakukan penyempurnaan.

  Ada dua cara untuk menentukanapakah suatu rumusan nilai budaya itukuat atau tidak. Pertama, denganmelakukan uji nilai secara berkala, sepertiyang dilakukan PT. Indonesia Power.Kedua, dengan melihat kenyataan apakahperusahaan anda cukup kompak atautidak. Ukurannya adalah seberapa jauhkomunikasi di tingkat manajemen puncak sampai ke tingkat yang paling bawah. Apabila deviasinya masih kurang dari 20%masih bisa ditolerir. Apabila deviasinyamenyimpang antara 20-30% perludiwaspadai. Jika lebih dari 30%, artinyakrisis. Tentu saja, ada cara-cara statistikaluntuk mengukur deviasi komunikasiorganisasi. Komunikasi dipergunakan

sebagai indikasi karena komunikasi adalahperwujudan dari kekompakan dankeikatan di dalam suatu organisasi.Pemetaan yang dilakukan olehDwidjowijoto, misalnya (2004) menun-jukkan adanya deviasi komunikasi yang 

tinggi di dalam Kabinet Gotong Royong dengan memperlihatkan diskrepansiantara komunikasi formal denganinformal.

Kriteria kelima adalah apakah nilai 

budaya tersebut diterapkan?  Prof. Dr. AsipHadipranata Psy.D., mengembangkankonsep tahapan implementasi nilai budayapada teknologi yang dikembangkan olehCOCD, yaitu:

1.   Tahap pertama: dirasakan, di manaseluruh warga merasa bahwa ada nilai  di antara mereka yang dishare bersama-sama.

2.   Tahap kedua: dipercaya, dimana

seluruh warga mempercayai nilai-nilaiyang mereka rasakan tadi.

3.  Tahap ketiga: diyakini, di mana seluru  warga yakin bahwa nilai-nilai yang dipercaya tadi mengandung kebenarandan bermanfaat apabila dilakukan.  Tahap ini dapat dikatakan sebagaitahap critical mass  untuk dilaksanakan-nya budaya perusahaan.

4.   Tahap keempat: diniati, di mana

seluruh warga niat untuk melaksanakannilai budaya perusahaan tersebut.

Untuk mempercepat dan mempertahan-kan proses implementasi nilai budaa,maka saya melihat ada empat hal yang perlu dijadikan agenda, yaitu:

1.  Konsistensi, bahwa dari tingkatpuncak sampai ke bawah haruskonsisten menjalankan nilai budaya. Jika selingkuh (apalagi di kantor) adalahnilai yang dianggap negatif, maka dariCEO sampai tukang sapu haram  hukumnya kalau melakukan tindakantersebut.

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X  159

Page 53: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 53/99

 

2.  Disiplin. Tidak ada kata nanti  untuk melaksanakan nilai budaya.

3.  Dirawat/dipelihara. Nilai budaya samaseperti anak kita, perlu dipelihara dandirawat agar kelak tidak menjadi “anak 

liar”.4.  Pewarisan dari generasi ke generasi.

Budaya perusahaan perlu diwariskandari generasi ke generasi, khususnyanilai budaya yang menentukankeunggulan kompetitif dari perusahaan.

5.  Diperkuat oleh sistem. Seperti dikata-kan di atas, salah satu turunan daribudaya perusahaan adalah peraturanperusahaan. Budaya perusahaan harus

menjadi jiwa dari sistem perusahaan.Dengan demikian, keduanya – sistemdan budaya - akan saling memperkuatdan melengkapi.

HUBUNGAN GCG DAN GCC

  Jika di dalam perusahaan pada hariini dikenal konsep baru Good Corporative Governance  (GCG), pada hemat saya adakonsep lain yang perlu dikembangkan,

yaitu Good Corporate Culture  (GCC).Hubungan GCG dengan GCC sangatlaherat. Dapat dikatakan bahwa GCGmerupakan sisi tampak dari perusahaan,yang dapat dilihat dari nilai-nilai pokok yang dirumuskan Forum GCG Indonesiatentang GCG, yaitu TIARF yang merupakan akronim dari:

1.  Transparency 

2.  Independency 

3.  Accountability 

4.  Responsibility 

5.  Fairness 

Sementara GCC merupakan sisi dalamatau sisi nilai dari pengelolaan korporasi,

atau menjadi bagian hulu  dari GCGdengan muatannya yang fokus basic values  dari pengelolaan korporasi yang kemudianditurunkan melalui sistem. Secara visualdapat digambarkan sebagai berikut:

GCC

GCGManajemenProfesional

Socialresponsibility 

Keunggulankorporasi

Gambar 2. Hubungan GCG dan GCC

  Jadi, GCC merupakan “inti” dariorganisasi perusahaan, atau dapat puladiktakan sebagai “ruh” atau “jiwa” darisuatu lembaga. Hal ini sesuai denganpendapat Cartwright bahwa budaya(perusahaan) adalah a powerful determinant of  people’s beliefs, attitudes, and behavior. Budayaperusahaan yang “baik” atau GCCmenjadi determinan dari tata kelola usahayang baik (GCC), terbentuknya danberkembangnya manajemen profesional,kuatnya komitmen tanggung jawab sosialdari perusahaan kepada lingkungannya,dan semangat untuk menjaga keunggulankorporasi2.

2 Untuk bacaan lanjutan berkenaan denganbudaya dan keunggulan bersaing, baca MichaelE. Porter, “Attitudes, Values, Beliefs and theMicroeconomics of Prosperity”, dalamHarrison & Huntington, 2000, Culture Matters: How Values Shape Human Progress, New York:Basic Book, 14-28.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005160

Page 54: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 54/99

 

Bahkan jika kita mempergunakanparadigma dari Van Peursen (1979) makabudaya adalah sebuah strategi untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, bahkanmemenangkan persaingan. Katanya:

“setiap (ke)budaya(an) dapat dipandang sebagai suatu rencana tertentu, suatu policy  atau kebijaksanaan tertentu. (Bahwa)seperti dikatakan oleh Immanuel Kant,ciri khas dari (ke)budaya(an) terdapatdalam kemampuan manusia untuk mengajar dirinya sendiri. Kebudayaanmerupakan sekolah di mana manusia bisabelajar”.

Perusahaan adalah sebuah industri

bagi sebagian besar dari umat manusiauntuk dapat memenuhi kebutuhanpokoknya. Setelah sekolah, sebagian besar  waktu dari manusia dihabiskan di sini.  Artinya, perusahaan tempat manusiabelajar sepanjang hidupnya di perusahaan.Dan, kebudayaan dari suatu perusahaanmenjadi wadah di mana ia dapat belajarterus-menerus dan menjadi bagian yang penting dari perusahaan tersebut.

Karena itu, adalah sangat vital bagisuatu perusahaan untuk membangun the   good corporate culture di dalam dirinya. Tanpa itu, maka perusahaan ibarat sebuah wadah tanpa nyawa. Atau menurut istilahCharles Handy, an empty raincont. Ia dapatsaja berbadan besar, kuat berkelahi,mampu berbuat apa saja – asal diberi tahuoleh orang lain. Perusahaan-perusahaanyang besar, kuat, dan hidup beratus tahunsambil tetap menjadi idola dan pujaan

adalah perusahaan-perusahaan yang kompeten yang menggerakkan seluruhbagian tubuhnya atas perintah dari dalam tubuhnya. Dan penggerak itu adalah budaya  perusahaan.

KESIMPULAN

Ketika saya mengawali tugas sebagaiCEO BRI, ada hal yang menarik sayalihat. Ada nilai-nilai budaya yang tidak nampak, namun kuat menggerakkan

seluruh sistem. Nilai-nilai tersebut kemu-dian dikristalisasi sehingga terbentuklahlima nilai bidaya BRI, yaitu:

1.  Integritas: bertaqwa, penuh dedikasi,jujur, selalu menjaga kehormatan dannama baik, serta taat pada Kode Etik Perbankan dan Peraturan yang Berlaku.

2.  Profesionalisme: bertanggung jawab,efektif, efisien, disiplin dan berorien-tasi ke masa depan dalam mengantisi-

pasi perkembangan, tantangan dankesempatan.

3.  Kepuasan nasabah: memenuhi kebutu-han dan memuaskan nasabah denganmemberikan pelayanan yang terbaik,dengan tetap memperhatikan kepenti-ngan perusahaan, SDM yang terampil,ramah, senang melayani dan teknologiunggul.

4.  Keteladanan: memberikan panutanyang konsisten, bertindak adil, bersikaptegas dan berjiwa besar.

5.  Penghargaan pada SDM: merekrut,mengembangkan dan mempertahan-kan SDM yang berkualitas, memperla-kukan karyawan berdasarkan keperca-yaan, keterbukaan, keadilan, dan saling menghargai, mengembangkan sikapkerjasama dan kemitraan, memberikanpenghargaan berdasarkan hasil kerja

individu atau kelompok.

Pada tahun 1995 dan tahun 1996 BRIberpredikat sehat. Namun badai krisismoneter di tahun 1997 menjadikanpredikatnya turun menjadi kurang sehat.

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X  161

Page 55: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 55/99

 

Pada tahun 1998 dan tahun 1999, di masamasa krisis memuncak predikatnya tidak sehat. Pada waktu itu diadakan kegiatanuntuk menyehatkan bank denganmengadakan restrukturisasi, antara lain

kemudian dengan Peraturan PemerintahNo. 52 tahun 1999, telah ditetapkanbahwa BRI disediakan tambahan modalsebesar Rp. 31,4 trilyun oleh pemilik,dalam hal ini Departemen Keuangan.Meskipun demikian, dengan perbaikan-perbaikan intern yang telah dilakukanbersama beberapa konsultan eksternal,maka pada realisasi pengucuran tambahanmodal oleh pemilik, BRI cukupmenggunakan Rp 29,149 trilyun, di bawahjumlah yang telah ditetapkan. Sebuahprestasi yang bagi saya sendiri cukupmencengangkan. Sementara sejumlahbank meminta bantuan dana rekap, BRIjustru minta dikurangi. Selanjutnya, padaperiode 31 Desember 2000 sampaidengan 30 Juni 2001, predikat BRI dalamkeadaan sehat. Hal ini menunjukkanadanya indikasi bahwa tambahan modaldari pemilik telah dimanfaatkan dengan

baik sesuai dengan sasarannya. Bahkan,ketika BRI   go public dan “meledak” , adasatu pemberitaan yang membuat sayamenjadi yakin bahwa budaya perusahaanBRI-lah yang menjadi salah satu determi-nan kuat untuk mendorong manajemenbekerja sebagaimana seharusnya. Pada saatitu investor asing mengemukakan bahwamereka mengharapkan BRI tetap fokuskepada pembiayaan mikro dan ritel.

Sebuah upaya yang dimulai sejak BRIberdiri, dan hari ini volume kredit mikroditambah ritel sekitar 80% dari total kredityang disalurkan. Tanpa budaya yang kuat,khususnya budaya integritas  dimana BRImengidentifikasi diri sebagai bank-nya

wong cilik, dan budaya kepuasan nasabah dimana BRI tidak membedakan antaranasabah yang di bawah Rp 10 juta atauyang ratusan milyar rupiah, tidaklahmungkin dapat dicapai hasil yang sebaik 

seperti saat ini. Pada saat itu, BRI belumdiketahui banyak tentang GCG, tetapiBRI melaksanakan GCC secara tertib dankonsisten. Hari ini, BRI termasuk salahsatu bank BUMN yang paling depandalam hal pelaksanaan GCG. Dan,pelaksanaan GCG sendiri berjalan relatif lebih cepat karena mempunyai GCC yang baik, kuat dan dilaksanakan.

Pengalaman dan pembelajaran ini

membawa saya kepada usulan kepadakhalayak umum maupun akademisi,bahwa barangkali ada sisi lain dariperusahaan yang penting, namun kurang mendapatkan perhatian yang memadaiyaitu budaya perusahaan. Saya sendirimengakui bahwa hal itu “wajar”mengingat budaya ibarat bagian yang terbenam dari suatu gunung es, sepertigambar berikut ini:

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005162

Page 56: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 56/99

 

GAMBAR 

Phisik 

Perilaku

- Skill- Knowledge

 Attitude- Kepribadian- Karakter

Bagian yang tampak   Bentuk gedung dan layout ruangan  Cara berpakaian  Cara berkomunikasi  Gaya kepemimpinan

  Cara mengambil keputusan  Cara pembagian kewenangan

Bagian yang tidak tampak   Keyakinan  Nilai-nilai  Perasaan  Harapan/ impian  Harga diri  Paradigma

Gagasan untuk mengembangkan GCCsecara konsisten adalah suatu upaya nyatauntuk mendampingi agar GCG dapatberjalan dengan lebih efektif, dan jugaagar manajemen perusahaan dapatsemakin profesional, hubungan denganlingkungan menjadi positif, dankeunggulan korporasi dapat dibangun dandipertahankan.

Hofstede, G., 1999, Cultures and Organi- zations: Software of the Mind, London:Harper & Collins.

Kotter, J.P. and Heskett, J.L. 1992,Corporate Culture and Performance. New   York: The Free Press A DivisionSimon & Schuster Inc.

Moeljono, Djokosantoso, 2003 (a), Budaya Korporasi & Keunggulan Korporasi , Jakarta: Elex/Gramedia

KEPUSTAKAAN   ____________________, 2003 (b),Beyond Leadership, Jakarta: Elex/Gramedia.

Cartwright, Jeff, 1999, Cultural Trans-   formation: Nine Factors for Continuous Business Improvement, London: PrenticeHall/Financial Times. Peursen, Van, 1976, Strategi Kebudayaan, 

 Yogyakarta : BPK Gunung MuliaForum GCG Indonesia, 1998, Good 

Corporate Governance, Jakarta: FGCGI   Tichy, Noel & Stratford Sherman, 1995,Control Your Destiny of SomeoneElse Will: How GE is Revolutiozing the Art of Management, New York:

Harper Collins.

Harrison, Lawrence E., & Samuel P.Huntington, eds., 2000, Culture   Matters: How Values Shape Human 

Progress , New York: Basic Books.

Good Corporate Governance (Djokosantoso Moeljono) : 153 – 163X  163

Page 57: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 57/99

 

KONTEKS BUDAYA ETNIS TIONGHOA DALAM

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA 

Surya Setyawan

Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha Bandung 

 Abstract

Cultural context of every nation and ethnic have specific characteristic. Variety of this cultural context can make conflict with organizations, which also have specific characteristic. Tionghoa ethnic which have specific cultural context from their ancestor inheritance is example of cultural context management in organization, especially human resource management.

 Keyword: human resource management, cultural context, behavior, Tionghoa ethnic 

PENDAHULUAN 

•  Globalisasi

Globalisasi di bidang bisnis danmanajemen sudah mulai merambah keseluruh dunia pada awal abad XXI ini.Dessler (2000:614) juga menyatakanbahwa perusahaan perlu mengadakanpeningkatan pengelolaan menjadi lebih

global sebagai akibat dari terjadinyainternasionalisasi. Dengan adanya tanta-ngan dalam dunia yang semakin globalini, manajemen sumber daya manusiasangat berperan dalam pengembanganglobalisasi manajemen.

Menurut Torrington (1994:1), orga-nisasi yang mempunyai aktivitasinternasional yang meningkat tidak dapatmenghindari langkahnya menuju desen-

tralisasi karena langkah tersebut akanmenyederhanakan bentuk internasiona-lisasi. Bentuk operasi desentralisasi inimeliputi perbedaan, misalnya bahasa,budaya, sistem ekonomi dan politik, gayamanajemen yang tidak akan ditemukan

dalam pertumbuhan organisasi dandiversifikasi yang tinggal dalam batasannasional.

Dalam hal ini, globalisasi perludikenal dan dikelola dengan baik olehorganisasi. Cara pengambil keputusansecara desentralisasi merupakan cara yang lebih efektif dalam melaksanakan duniabisnis yang sudah global. Pengelolaan

organisasi perlu memperhatikan adanyaperbedaan budaya pada setiap negara.

•   Tionghoa dan Cina

Dalam makalah ini, penulis inginmenggunakan istilah yang lebih bersaha-bat, misalnya menggunakan Tionghoadaripada Cina dan Tiongkok untuk negeriCina (atau RRT untuk Republik Rakyat  Tiongkok), mengingat kata Cina – bagi

sebagian besar etnis Tionghua – mempunyai kesan rasialis. Penulis jugamenggunakan istilah bahasa Tionghoa asliseperti huaqiao untuk Tionghoa rantauan,dan quanxi untuk hubungan atau jaringanrelasi dalam bisnis. Istilah yang lebih

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 164

Page 58: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 58/99

 

bersahabat ini digunakan untuk menge-nalkan bahasa Mandarin dalam duniabisnis.

 Tujuan tulisan ini adalah menguraikanbudaya dan perilaku etnis Tionghoa

dalam manajemen, terutama untuk kepentingan perkembangan manajemensumber daya manusia.

BUDAYA 

Budaya ( culture  ) merupakan identitas yang dimiliki suatu kelompok manusia dalambermasyarakat. Kata culture  ini diadaptasidari bahasa Latin, yaitu cult  yang berartimendiami, mengerjakan, atau memuja,

dan are  yang berarti hasil dari sesuatu. Warner dan Joynt (2002: 3) mengartikanbudaya dari Berthon (1993) sebagai hasildari tindakan manusia.

Budaya dalam suatu organisasimerupakan karakteristik semangat atausuasana ( spirit   ) dan kepercayaan ( belief  )yang dilakukan di dalam organisasitersebut (Torrington, 1994: 31). Budayayang ada pada suatu organisasi akan

berbeda dengan organisasi lainnya. Lebihlagi organisasi yang ada pada negara yang berbeda. Oleh karena itu, kita perlumemahami perbedaan budaya antarnegarayang sangat beragam sehingga dapatmengelola perbedaan tersebut.

Profesor Geert Hofstede menulisstudi tentang perbedaan budaya interna-sional yang dirangkum Dessler (2000:616-617). Studi tersebut menunjukkan

bahwa perbedaan budaya dapatmempengaruhi kebijakan sumber dayamanusia. Misalnya karyawan di Meksikomengharapkan manajer untuk menjagajarak karena terbiasa dengan suasanaformal. Hal ini belum tentu terjadi di

negara lain. Perbedaan budaya yang adaantarnegara tidak dapat dibahas sampaituntas karena budaya bersifat dinamiskarena pengaruh globalisasi.

•  Manajemen Sumber daya Manusia

Internasional dan BudayaSeiring berkembangnya ilmu manajemenyang berarah pada manajemen global,manajemen sumber daya manusia jugaperlu melakukan penyesuaian danperkembangan yang berarah padaglobalisasi. Dalam menghadapi globalisasiini, organisasi perlu mengetahui keraga-man budaya yang akan dihadapi karenaberhubungan dengan bangsa dan negara

lain.Keragaman budaya yang tidak 

terbatas sangat sulit dimengerti danmembuat para manajer bingung untuk mengambil keputusan (Torrington, 1994:43). Torrington juga mengatakan bahwaperbedaan antarnegara dan daerahsignifikan pada luasnya sikap danmotivasi.

Dari suatu perspektif strategis

tentang ragam budaya, Torringtonmenemukan implikasi bagi manajemensumber daya manusia. Ia mengutippendapat Hodgetts dan Luthans bahwabudaya suatu masyarakat berdampak langsung pada pendekatan manajemendalam masyarakat tersebut. Perkemba-ngan pandangan mereka diperluas olehHofstede menjadi sebagai berikut.

1.  Penerapan sistem sentralisasi dan

desentralisasi dalam pengambil kepu-tusan.

2.  Perbedaan tingkat kompensasi danbonus yang berbeda pada setiapnegara.

Konteks Budaya Etnis Tionghoa… (Surya Setyawan) : 164 – 170X  165

Page 59: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 59/99

 

3.  Risiko pada ketidakpastian perbedaanbudaya.

4.   Tingkat suasana formalitas dalamstruktur organisasi.

5.  Loyalitas pada perusahaan yang 

berbeda.6.  Orientasi waktu antara jangka panjang 

dan jangka pendek.

BUDAYA TIONGHOA 

Republik Rakyat Tiongkok dengan namaresmi Zhonghua Renmin Gongheguo secarageografis berada dalam bagian Asia Timur. Negeri yang memiliki 29 propinsiini memiliki konteks budaya yang khas.

Dengan latar belakang berdagang,menghindari bencana alam, dan menghin-dari ketidakstabilan politik, masyarakat  Tionghoa merantau ke berbagai negaradengan sebutan perantau atau huaqiao.

  Walau sudah berpindah negara,mereka tetap membawa konteks budaya-nya yang sudah melekat pada diri mereka.Namun konteks budaya mereka akanberbaur dengan budaya negara dimana

mereka tinggal dan bekerja, tanpameninggalkan budaya leluhurnya. Tak 

heran bila huaqiao di berbagai negaramemiliki konteks budaya yang berbedapula. Konteks budaya etnis Tionghoapada umumnya didasari dengan ajaranKonghucu tentang tata krama masyarakat.

Berbekal ‘nalar’ dagangnya, parahuaqiao menyebar ke seluruh dunia,bahkan melebihi penyebaran bangsa  Yahudi di Eropa (Backman, 2001: 193).Para huaqiao banyak yang memilihkawasan Asia Tenggara sebagai tempattinggal baru mereka, dan mereka berhasilmendominasi bisnis dalam negeri, walaupun mereka hanya minoritas. Tabel1 memperlihatkan keberhasilan etnis

  Tionghoa dalam mendominasi bisnis dibeberapa negara Asia Tenggara.

Dari tabel tersebut dapat dilihatbahwa lebih dari 50 persen modal suatunegara dimiliki oleh etnis Tionghoa. Parahuajiao ini juga sangat berperan sebagaiinvestor pada negeri asal mereka,  Tiongkok (Warner, Goodall dan Ding,2002: 169). Hal ini terjadi karenakebijakan ekonomi Tiongkok yang mulaiterbuka sejak Deng Xiaoping melakukanmoderinisasi dalam bidang pertanian,industri, ilmu pengetahuan dan teknologi,

 Tabel 1. Indikasi Kekuatan Ekonomi Huaqiao

Negara Populasi (jutajiwa)

Persentase

 HuaqiaoPersentase huaqiao dalammodal privat, korporat, dan

domestik 

Indonesia 201 3,5 70

Malaysia 20 29 60

Philipina 73 2 55Singapura 3,5 77 80

  Thailand 60 10 75

Sumber: Backman, 2000: 193.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 166

Page 60: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 60/99

 

dan pertahanan, dan juga kebijakan Pintu Terbuka pada akhir tahun 1970an.

Para huaqiao ini juga tidak berasaldari satu daerah di Tiongkok. Merekaberasal dari berbagai propinsi, yang 

sebagian besar berasal dari pesisir pantai  Timur. Backman (2001: 197) mengung-kapkan enam suku bangsa terbesar yang menjadi huajiao di Asia Tenggara.

1.  Suku Bangsa Hokkian yang berasaldari bagian Selatan Propinsi Fujian.Suku bangsa ini merupakan huajiaoterbanyak yang tersebar di seluruhdunia.

2.  Suku Bangsa Fuzhou yang berasal dari

bagian Utara Propinsi Fujian. Sukubangsa Hokchia juga berasal daridaerah yang sama.

3.  Suku Bangsa Hainan yang berasal dariPulau Hainan.

4.  Suku Bangsa Konghu ( Cantonese   ) yang berasal dari Propinsi Guangdong danDaerah Istimewa Hong Kong ( Hong Kong SAR  ).

5.  Suku Bangsa Teochiu dari daerah

Shantou, bagian utara Guangdong.6.  Suku Bangsa Keh ( Hakka   ) yang 

berasal dari bagian Utara Guangdong,bagian Selatan Fujian, dan daerah Tiongkok Tengah.

•  Karakteristik Budaya Tionghoa

Bjerke (2000: 117-120) mengupaskarakteristik budaya Tionghoa dalam 5pembahasan sebagai berikut.

Kekuasaan dan Otokrasi (Power and Autocracy). Etnis Tionghoa tetapmempertahankan karakter dasar dalammenjalankan bisnis mereka denganmenjalankan peradaban leluhur mereka,baik di dalam maupun di luar Tiongkok.

Manajemen mereka cenderung otokratik dan terpusat pada satu kekuasaan. Namunsebagai kelemahan, mereka tergantug pada kelas sosial tertentu sehinggacenderung materialistis dan sulit menge-

luarkan uang. Dengan kata lain, merekalebih personal dibanding etnis lainnya.

Kekeluargaan ( Familism). Etnis  Tionghoa mempunyai kecenderunganrasa kekeluargaan yang kental, terutamadalam keluarga sedarah dan sepupu. Halini terbukti pada hari raya Imlek, merekaharus berkumpul bersama keluarganyauntuk makan bersama. Salah satu alasanpentingnya sistem kekeluargaan dalam

etnis ini adalah adanya rasa aman. Bagietnis Tionghoa yang meninggalkan tanahkelahirannya dan mencoba untuk tinggaldi daerah atau negeri lain, kondisilingkungan belum tentu kondusif. Hal initidak berlaku di Singapura yang persentase masyarakatnya sebagian besaradalah huaqiao dan pemerintahnya yang menerima secara terbuka kepada paraimigran. Oleh karena keterikatan yang tinggi dalam keluarga, etnis Tionghoacenderung membentengi diri dari etnislainnya. Hal ini juga berlaku dalam duniabisnis. Tidak hanya keluarga saja,keterkaitan yang tinggi juga berlaku padamarga, asal mula, atau latar belakang pendidikan yang sama.

  Jaringan Relasi (Guanxi). Walau-pun lebih personal dibanding etnislainnya, etnis Tionghoa mementingkan guanxi  dalam dunia bisnisnya. Berbeda

dengan budaya Barat yang memulai bisniskemudian meningkatkan jaringan relasi,mereka mendahulukan jaringan relasidahulu, kemudian memulai bisnisnya.Bagi mereka, jaringan relasi merupakanhal yang natural dan merupakan langkah

Konteks Budaya Etnis Tionghoa… (Surya Setyawan) : 164 – 170X  167

Page 61: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 61/99

 

pertama dalam membentuk bisnis yang dipercaya. Oleh karena itu, mereka lebihberorientasi pada membangun keperca-yaan bisnis jangka panjang.

Harga Diri dan Wibawa ( Face 

and Prestige ). Etnis Tionghoa sangatmementingkan harga diri dan wibawadalam dunia bisnis. Mereka tidak maudiketahui bila gagal dalam negosiasi, gagaldalam meraih prestasi tertentu, gagaldalam promosi. Sebagai contoh yang radikal, mereka tidak ingin kelas sosialmereka jatuh karena anak mereka tidak naik kelas, anggota keluarga mereka tidak memiliki jabatan yang penting atau tinggi,

atau keadaan sosial lainnya yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan budayaBarat yang tertekan karena ‘merasabersalah’, mereka cenderung tertekankarena ‘merasa malu.’ Perasaan malu inidiasosiasikan dengan malu diketahui olehorang lain sehingga harga diri merekaturun, misalnya malu membuat kesalahanfatal, meminta pertolongan, atau diketahuitidak bisa melakukan sesuatu yang berguna.

Fleksibel dan Bertahan Hidup

(  Flexibility and Endurance ). Dalampandangan masyarakat Barat, etnis  Tionghoa tidak dapat menerapkan ilmumanajemen bisnis (bergaya Barat) denganbaik, terutama dalam bisnis berukurankecil. Misalnya tidak dapat membuatformulasi manajemen sumber dayamanusia dan pengawasan staf, walaupun

para pekerjanya tidak merasa kesulitan.Salah satu keunggulan mereka adalahpengelolaan keuangan, atau manajemenkeuangan. Keunggulan lainnya bersumberdari mitos etnis ini adalah dalamkeunggulan menerapkan strategi bisnis

yang fleksibel. Dalam hal strategi bisnis,mereka juga cenderung berani menghadapirisiko. Fleksibilitas mereka dalammengembangkan ilmu manajemen(bergaya Barat) ini juga ternyata ditempa

dari nilai budaya tradisional, berbagai carabernegosiasi dengan etnis lain, dantambahan yang kuat dalam aksi kolektif dalam manajemen (Berrel et al., 2001: 30).

Pembahasan Bjerke mengenai karak-teristik etnis Tionghoa ini juga disinggung oleh Berrell, Wrathall, & Wright (2001).Mereka mengatakan bahwa konteksnatural perilaku manajerial etnis Tionghoayang tinggi menempatkan nilai tambah

pada kekuatan kolektif, pemeliharaanhubungan, keterlibatan dalam lingkunganeksternal, perubahan implisit dan relasijangka panjang dalam masyarakat.

•  Kehidupan Etnis Tionghoasebagai Ekspatriat

Dalam era globalisasi ini, etnis Tionghoatidak hanya berperan sebagai huajiao yang tinggal di suatu tempat saja, namun dapat

juga berperan sebagai ekspatriat yang dikirim oleh perusahaannya. Sebagaiekspatriat, mereka tetap membawakonteks budayanya ke dalam negaratujuannnya. Namun hal itu tidak berartisemuanya akan baik-baik saja. Ekspatriattetap saja harus dikelola dengan baik.

Sebagai pengelola perusahaan denganberbagai ekspatriat yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda, manajer

sumber daya manusia perlu mengetahuitiga tantangan sumber daya manusiaglobal seperti yang diungkapkan Dessler(2000: 614) sebagai berikut.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 168

Page 62: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 62/99

 

1.  Penyebaran ( deployment  ): menempatkankemampuan ekspatriat yang sesuaidengan lokasi geografis.

2.  Penyebaran ilmu pengetahuan daninovasi ( knowledge and innovation 

dissemination   ): menyebarkan pengeta-huan dan praktik terbaru yang berasaldari negara asal ekspatriat.

3.  Mengidentifikasi dan mengembangkanbakat berbasis global ( identifying and developing talent on a global basis  ): mengi-dentifikasi ekspatriat yang memilikikemampuan khusus dalam organisasiglobal dan mengembangkan kemam-puan tersebut.

Pengelolaan ekspatriat dapat dilihatdari keragaman kesulitan yang timbul dariperusahaan lokal yang mendapat ekspatriatdari negara induknya. Budaya lokal dapatdapat dinilai dengan tiga dimensi berikut(Stening & Ngan, 1997)

1.  Kesulitan budaya, yaitu tingkatkesulitan para ekspatriat dalammenyesuaikan diri karena perbedaanbudaya yang dianut dari negara asalnya

tidak sama dengan budaya setempat.2.  Kesulitan komunikasi, yaitu kesulitan

dalam berkomunikasi dengan tempatbaru, terutama masalah bahasa yang berbeda.

3.  Kesulitan pekerjaan, yaitu kesulitandalam melaksanakan pekerjaannyadengan suasana kebebasan yang biasaseseorang dapatkan dalam negeriasalnya.

Sebagai ekspatriat, etnis Tionghoatetap harus menyesuaikan diri padatempat barunya, namun konteks budayamereka juga perlu diketahui dan dikenaloleh tempat baru tersebut. Misalnyadalam mengembangkan program pelatihan

bagi ekspatriat, perlu diketahui bahwaperhatian tidak hanya pada negara tujuan,tapi juga negara asal ekspatriat tersebut(Stening et al., 1997: 11).

PENUTUPEtnis Tionghoa sebagai etnis yang 

memiliki kemampuan bisnis yang baik seringkali dijadikan sumber konflik padabeberapa negara, terutama di Asia Tenggara. Hal in terjadi karena kekurang pahaman tentang konteks budaya yang berbeda dari setiap bangsa. Dalam suatuorganisasi, masalah yang sering timbulterletak pada bagaimana konteks suatutim dan orientasi anggota tim pada

tempat baru (Salk & Brannen, 2000).Namun etnis Tionghua memiliki berbagaicara dalam menghadapi masalah konteksbudaya ini.. Misalnya prinsip Konghucudalam kompromi, bukan dalam konflik,akan membantu orang asing dalam etnis  Tionghoa untuk dapat bekerja samadalam suatu bisnis (O’Keefe & O’Keefe1997: 196).

Etnis Tionghoa dididik untuk 

mengendalikan diri sendiri. Mereka harusmengerti bahwa mereka sendiri secaraindividual tidaklah penting, namunperanan mereka sebagai individual dalamsuatu kelompok merupakan hal yang lebih penting, apalagi peranan merekadalam keluarga (O’Keefe et al., 1997: 191).Hal ini diperkuat Bjerke (2000: 118)mengenai kekeluargaan yang telah dibahassebelumnya.

Masalah penanganan konflik meru-pakan topik yang baik dalam melanjutkantulisan ini, terutama konflik yang timbulakibat perbedaan konteks budaya  Tionghoa dengan budaya setempat.Konflik yang terjadi akibat perbedaan

Konteks Budaya Etnis Tionghoa… (Surya Setyawan) : 164 – 170X  169

Page 63: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 63/99

 

konteks budaya perlu dikelola denganbaik agar organisasi terhindar dari kondisikerja yang tidak nyaman.

Salk, J.E. & Brannen, M.Y. 2000.National Culture, Networks, andIndividual Influence in a Multina-tional Management Team. Academy of  Management Journal, 43(2): 191-202.DAFTAR PUSTAKA 

Backman, Michael. 2001.   Asian Eclipse: Exposing the Dark Side of Business in  Asia . Revised Edition. Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.

Stenning, B.W. & Ngan, E.F. 1997. TheCultural Context of Human ResourceManagement in East Asia.  Asia Pasific Journal of Human Resource, 35(2):3-15.Berrel, M., Wrathall, J. & Wright, P. 2001.

  A Model for Chinese ManagementEducation: Adapting the Case Study Method to Transfer ManagementKnowledge. Cross Cultural Management,8(1): 28-44

Suutari, V. & C. Brewster, C. 2000.Expatriate Management Practisesand Perceived Relevance: Evidencefrom Finish Expatriates. Personnel Review , Vol. 30 (5): 554-557.

Bjerke, B.V. 2000. A Typified, Culture-Based, Interpretation of Manage-ment of SMEs in Southeast Asia. Asia Pasific Journal of Management, 17:103-132.

  Torrington, D. 1994. International Human Resource Management: Think Globally,  Act Locally. Hertfordshire: PrenticeHall International (UK) Limited.

  Warner, M. & Joynt, P. 2002. Introduc-tion: Cross-Cultural Perspectives.  Managing Across Cultures: Issues and Perspective. London: Thomson Learning.

Dessler, G. 2000. Human Resource Manage- ment  (8th ed.). New Jersey: PrenticeHall, Inc.

O’Keefe, H. & O’Keefe, W.M. 1997.Chinese Behavioural Differences:

Understanding the Gaps. International  Journal of Social Economics, 24 (1/2/3):190-196.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 170

Page 64: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 64/99

 

KEMAUAN MENINGKATKAN KEBERADAAN SISTEM

INFORMASI SEBAGAI FUNGSI KEBERHASILAN SISTEM

Noer Sasongko

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

 Abstract

This research develops a theory to select measurement criterion related to function successfulness of information system. The criterion represents intent of existence of information system (intent of system development) because of successfulness previous information system. Generalized cost/benefit measure is used to compile hypothesis. This matter test validity decision of system development after perceiving successfulness of information system.

Result of from this research indicate that the information quality can function as base to user of system to develop system, and usefulness system depict a valid measure that it can function to evaluate eligibility from an alternative of project system development. And also the cost from system development  project shows influence significance to intent of system development. Become result of this research show relation between third independent variable to intent of system development.

 Keyword: Intent, information quality, usefulness system, cost of system development, and  generalized cost/benefit principal 

PENDAHULUAN 

Informasi merupakan salah satu

kebutuhan utama bagi individu maupunorganisasi terutama dalam hal prosespengambilan keputusan. Seiring denganperubahan yang cepat di bidang industri,informasi menjadi salah satu sumberdayayang bernilai dan harus dikelola secaraefektif. Apabila perusahaan terlambatmemperoleh informasi yang relevandengan perkembangan bisnisnya, makadapat dimungkinkan akan menggangguperkembangan perusahaan. Oleh karena

itu, organisasi dapat dipandang sebagaisuatu rangkaian jaringan informasi yang menghubungkan antara kebutuhan infor-masi dalam setiap proses pengambilankeputusan dengan sumber data mengenaiperkembangan bisnis perusahaan.

Sistem informasi (SI) merupakanseperangkat alat/orang, data dan proseduryang bekerja secara bersama-sama untuk 

memberikan hasil berupa informasi yang berguna. Pembuat keputusan sangatmengharapkan informasi yang akurat,tepat waktu, relevan, dan valid, sehinggapembuat keputusan akan merasa puasterhadap informasi tersebut. Sedangkanbagi para analis SI, desain SI yang dibuatakan menghasilkan informasi sesuaidengan harapan para pembuat keputusan.

Pengembangan SI merupakan tugas

kreatif yang dapat menghasilkan manfaatekonomis bagi organisasi. Namun prosespengembangan sistem dapat menimbul-kan kerugian besar karena gagalmemanfaatkan SI. Sedangkan sumberdaya, tenaga kerja dan keuangan sudah

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  171

Page 65: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 65/99

 

terlanjur dikeluarkan. Dalam praktek sering dijumpai bahwa pengembangan SImenunjukkan hasil positif jika prosespengembangan sistem distrukturkan secaraformal, didokumentasikan, dan sesuai

dengan teknik-teknik pengendalian mana-jemen. Salah satu teknik pengendalianyang paling penting adalah melibatkanpemakai secara aktif dalam pengembangansistem informasi (Bodnar dan Hopwood1995).

Kesuksesan pengembangan SI sangattergantung pada kesesuaian antara system analyst , pemakai ( user   ), sponsor dancostumer  (Szajna dan Scammell 1993).

Pengembangan SI memerlukan suatuperencanaan dan implementasi yang hati-hati, untuk menghindari adanya penolakanterhadap sistem yang dikembangkan( resistance to change  ). Karena perubahan darisistem manual ke sistem komputerisasitidak hanya menyangkut perubahanteknologi tetapi juga perubahan perilakudan organisasional (Bodnar dan Hopwood1995).

Intervensi yang dilakukan olehmanajerial dalam proses pengembanganSI diidentifikasikan dengan cara mengukurinformation systems success  (keberhasilan SI)secara konseptual. Hasilnya, persepsipengukuran keberhasilan SI ditentukanberdasarkan kriteria-kriteria terhadapevaluasi proses pembuatan SI, yaitumendesain, mengembangkan dan me-manfaatkan SI dengan melibatkan semuafungsi yang ada dalam perusahaan

(Cushing 1990; Ives et al. 1980; Reneauand Grabski 1987; Seddon and Yip 1992),dan SI dapat dimanfaatkan oleh paraprofesional untuk pengambilan keputusan(Nicolaou, et al. 1995).

Dalam penelitian tentang SIterutama mengenai keberhasilan SI.Pengukuran keberhasilan SI digunakansebagai dasar persepsi penggunaan sistem.Dua pengukuran itu adalah user satisfaction  

(kepuasan pemakai) dan   perceived usefulness (pemahaman kemanfaatan). Hasil peneli-tian persepsi pengukuran dengan duapengukuran tersebut terhadap keberha-silan SI ternyata kurang tepat. Hal inidisebabkan oleh model riset yang kurang tepat penetapan/pengukurannya (Kim1989), dan laporan diperoleh hanya secaraspekulatip sifatnya (DeLone dan McLean1992).

Menurut Kim (1989) dan DeLonedan McLean (1992), pada saat ini terdapatsuatu konsep. Konsep tersebut meng-gambarkan pengukuran yang berbedatentang keberhasilan SI. Dalam taxonomi  Kim’s (1989), perbedaan dibuat antarauser satisfaction (kepuasan pemakai) dengankualitas dan keefektifan informasi sebagainilai untuk membantu penetapan validitasalternative yang diukur dari   perceived IS success (pemahaman keberhasilan SI).

Menurut Doll dan Torkzadeh (1991)orientasi penelitian di atas sebagaipenelitian upstream  (   perception of succes  (persepsi dari keberhasilan) sebagai  variabel dependen). Dalam perspektif downstream  ( the downstream perspective  ),merupakan suatu pengujian yang dilakukanapabila ada reaksi (aksi menimbulkanreaksi/aksi dari suatu reaksi karena adaaksi sebelumnya). Success  (keberhasilan)

menjadi variabel independen; reaksiterhadap SI (penggunaan SI) menjadi  variabel dependen. Penelitian downstream  ini telah menjadi fokus utama terhadapreaksi yang terjadi selama sistemdigunakan (Baroudi et al. 1986; Fuers dan

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 172

Page 66: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 66/99

 

Cheney 1982; Lucas 1978; O,Reilly 1982;Robey 1979; Schewe 1976; Srinivasan1985). Hasil dari studi ini, masih bersifatinconclusive  (tidak meyakinkan) (Kim1989).

Kemudian dalam model berdasarkanhuman behavior  (perilaku manusia) padapsikologi organisasi (Beach dan Mitchell1978; Mitchell 1974, 1982; Vroom 1964)dan psikologi sosial (Ajzen dan Fishbein1977, 1980; Fishbein dan Ajzen 1975)terdapat model intent  (kemauan) individuyang memberi kesamaan sesuai denganprinsip GC/BM (Generalized Cost/Benefit  Measure  ). Usulan penelitian dari model ini,

bahwa kemauan atau kekuatan perilakuseorang individu ditentukan berdasarkanperhitungan cognitive  (dengan kesadaran)tentang hasil yang diharapkan positif ataunegatif dari perilaku dan evaluasi perilakuterhadap penggunaan sistem. Makadikembangkan penelitian dengan persa-maan Intent = f(GC/BM  (Nicolaou, et al.1995). Dari persamaan intent  (kemauanmenggunakan sistem) tersebut sebagaimodel dalam penelitian yang disusun ini.

 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.  Penelitian Sebelumnya

Pentingnya partisipasi pemakai SIdalam pengembangan sistem telah diakuisecara luas dalam literatur. Partisipasimerupakan perilaku, pekerjaan, danaktifitas yang dilakukan oleh pemakaiselama proses pengembangan sisteminformasi (Barki, dan Hartwick, 1994).Kepuasan sering dihubungkan denganpekerjaan (kepuasan kerja). Davis danNestron (1985) mendefinisikan kepuasankerja sebagai “  A set of favorable or unfavorable feelings with which employees view their work” (Indriantoro, 1993). Atas dasar

hal tersebut, dapat pula dikatakan bahwakepuasan pemakai merupakan pengung-kapan perasaan senang atau tidak yang timbul dalam diri pemakai sehubungandengan partisipasi yang diberikannya

selama pengembangan sistem (Chandrarindan Indriantoro, 1997). Ives et al (1983)menyatakan bahwa kepuasan pemakaimengungkapkan kesesuaian antara harapanseseorang dan hasil yang diperolehnya,karena ia turut berpartisipasi dalampengembangan sistem informasi.

McKeen et al. (1994) telah melakukanpenelitian dengan menggunakan sampelsejumlah 151 responden dari delapan

perusahaan besar, dengan bermacam-macam ragam derajat partisipasi daripemakai akhir ( end-user   ), didapatkan hasilyang menunjukkan bahwa partisipasimempunyai hubungan positif yang signifikan terhadap kepuasan pemakai, halini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu(Lawrence dan Low (1993); Hunton danKenneth (1994); Igbaria et al. (1994).

Setianingsih dan Indriantoro (1998)melakukan penelitian terhadap 94manajer divisi atau departemen dariberbagai perusahaan jasa, manufaktur,maupun dagang yang berlokasi di wilayahIndonesia. Hasil penelitian tersebutmenunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara partisipasidengan kepuasan pemakai dalampengembangan SI.

Hasil penelitian yang dilakukan olehChandrarin dan Indriantoro (1997)terhadap 135 manajer tingkat menengahdari berbagai jenis perusahaan baik jasa,manufaktur maupun dagang yang berlo-kasi di wilayah Indonesia, menunjukkanadanya hubungan yang positif dan

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  173

Page 67: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 67/99

 

signifikan antara partisipasi, dengankepuasan pemakai dalam pengembangansistem informasi.

McKeen et al. (1994) menggunakanmodel yang diusulkan oleh Swanson

(1974), dan kemudian diperbaiki dandikembangkan oleh peneliti-penelitiselanjutnya, seperti Zmud dan Cox(1979), Ives dan Olson (1984), Baroudi etal. (1986), Franz dan Robey (1986), Taitdan Vessey (1988). Model-model tersebutmerupakan sebagian teori dari pengem-bangan SI yang menyediakan dasar bagisebagian besar penelitian mengenaipartisipasi pemakai, sebagai salah satu

  variabel yang menentukan keberhasilansistem.

Hampir semua penelitian terhadap SImenggunakan   perception of success (persepsidari keberhasilan) sebagai variabeldependen. Untuk selanjutnya penelitiantersebut dikembangkan dengan variabel-  variabel kebijakan yang dapat dikendali-kan ( Controllable policy variables  ).

Controllable policy variables  (variabel

kebijakan yang dapat dikendalikan) berisi:(a) Karakteristik desain teknis (Benbasatdan Dexter 1985; Javerpaa 1989;Montazemi 1988; Raymond 1985); (b) Tingkatan partisipasi users  (pemakai) dankeluasan pemakai untuk mengendalikanpembuatan keputusan (Alavi danHenderson 1981; Edstrom 1977; Franzdan Robey 1986; Ginzberg 1981; Ives danOlson 1984; Montazemi 1988; Robey danFarrow 1982; Robey et al. 1989); (c) Tipeproses pengembangan sistem yang digunakan, contoh; pengembangan sistemtradisional life cycle  versus (vs) pendekatan prototipe  (Alavi 1984; King dan Rodriguez1981); dan (d) perilaku dalam prosesimplementasi, contoh: banyaknya para

analis sistem di perusahaan untuk pengembangan SI perusahaan sendiri(Montazemi 1988) dan luasnya harapanpemakai sebelum implementasi (Ginzberg 1981). Beberapa literatur tersebut

mengidentifikasi dan mengukur beberapafaktor penyebab atau kebijakan yang dapat dioperasikan selama prosespengembangan SI dan assosiasi faktor-faktor yang mengukur indikasi keber-hasilan dari suatu SI.

Pada realisasi adanya perilakupenggunaan SI apabila SI berhasil dalamaplikasinya sesuatu permintaan/keinginanpembuat keputusan (manajer). Menurut

Doll dan Torkzadeh (1991) orientasipenelitian di atas sebagai penelitianupstream  (   perception of success (persepsi darikeberhasilan) sebagai variabel dependen).Sukses/keberhasilan SI akan menghasilanreaksi yang lebih jauh pada SI. Perspektif downstream ( the downstream perspective  ) adalahsuatu pengujian yang dilakukan apabilaada reaksi (aksi menimbulkan reaksi/aksidari suatu reaksi karena ada aksisebelumnya). Success  (keberhasilan) adalah

  variabel independen; aksi terhadap SI(penggunaan/pemanfaatan sistem), meru-pakan reaksi dari keberhasilan SI,Kemauan penggunaan SI menjadi  variabel dependen. Penelitian downstream  ini telah menjadi fokus utama pada reaksiyang terjadi selama sistem digunakan(Baroudi et al. 1986; Fuers dan Cheney 1982; Lucas 1978; O’reilly 1982; Robey 1979; Schewe 1976; Srinivasan 1985).

Hasil dari penelitian di atas,inconclusive (tidak meyakinkan) (Kim 1989).Kemudian oleh Nicolaou et. al. (1995)penelitian di atas dikembangkan. Hal inidengan mempertimbangkan aspek perilakupembuat keputusan yang merupakan

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 174

Page 68: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 68/99

 

suatu anggota organisasi dengan otoritas/kewenangan melebihi keputusan pengem-bang sistem (sebagai contoh, controller  keuangan dari suatu organisasi). Seorang pembuat keputusan bermaksud mening-

katkan keberadaan SI dikaitkan denganpengembangan konsep dari teori yang menerangkan suatu perilaku tertentu. Halini dimaksudkan untuk pelaksanaanbeberapa tingkatan kemungkinan kemauanmeningkatkan keberadaan SI (Fishbeindan Ajzen 1975; Vroom 1964). Hubungantersebut dapat dibangun denganpersamaan:

Intent = f (Generalized Cost/BenefitMeasure)

(Kemauan merupakan fungsi dari penya-

marataan pengukuran Kos/benefit)

Dalam hal ini: Intent  (kemauan/kesung-

guhan) adalah minat untuk meningkat-

kan keberadaan SI,   generalized cost/

benefit measure (GC/BM) adalah pengu-

kuran dari cost/benefit yang mengakuiketidakmampuan mengukur benefits

pada umur ekonomis ( economic term  ).

Hubungan antara GC/BM dan Intent  dapat dibenarkan oleh prinsip cost/benefit .Model dari human behavior  (perilakumanusia) dalam psikologi organisasi(Beach dan Mitchell 1978; Mitchell 1974,1982; Vroom 1964) merupakan model

intent  (kemauan) individu dalam psikologisosial (Ajzen dan Fishbein 1977, 1980;Fishbein dan Ajzen 1975) memberikesamaan sesuai dengan prinsip GC/BM.Usulan model ini, bahwa adanya kemauanatau kekuatan perilaku seorang individu

ditentukan berdasarkan pada perhitungancognitive  (dengan kesadaran) tentang hasilyang diharapkan positif atau negatif atasperilaku dan evaluasi perilaku terhadappenggunaan sistem yang digunakan.

Dalam fungsi Intent = f(GC/BM),  generalized benefit (penyamarataan benefit)didefinisikan sebagai adanya keberhasilanpenggunaan/keberadaan SI, dimana dengankeberhasilan tersebut ada kemauan untuk mengembangkan SI. Fungsi Generalized benefit  merupakan variabel-variabel inde-penden yang terdiri dari pemahamankeberhasilan SI (kualitas Informasi dankemanfaatan sistem) dan biaya pengem-

bangan sistem.2.  Perumusan Hipotesis

Pada penelitian ini ada 3 hipotesis.Masing-masing hipotesis dijelaskan secaraterinci dengan latar belakang pembentu-kan hipotesis.

•  Hubungan Kualitas Informasidengan Kemauan MeningkatkanKeberadaan SI

Pada literatur SI, ada dua pendekatan

dalam penelitian yang ditimbulkan daripengukuran perceived IS success (pemahamankeberhasilan sistem). Pendekatan pertamamemfokuskan pada   perceived quality  (pemahaman kualitas) dari informasi yang disebabkan oleh SI atau  perceived information quality  (pemahaman kualitasinformasi) (Bailey dan Pearson 1983; Dolldan Torkzadeh 1988; Ives et al. 1983;O’Reilly 1982; Zmud 1978), sementara

pendekatan kedua memfokuskan pada  perceived usefulness (pemahaman keman-faatan) dari SI atau perceived system usefulness  (pemahaman kemanfatan sistem) (Davis1989; Robey 1979; Schutz dan Slevin1975).

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  175

Page 69: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 69/99

 

Konsep pemahaman kualitasinformasi didefinisikan sebagai reaksiseorang pemakai pada hasil informasiyang disediakan oleh suatu SI. Hal initidak sama untuk setiap orang yang 

menuntut informasi (Bailey dan Pearson1983). Ringkasnya ada 3 kualitasinformasi yang bisa diterima:

a. Isi/muatan informasi

b. Ketepatan waktu dari informasi

c. Pola/bentuk informasi

Dalam penelitian ini informationquality (kualitas informasi) didefinisikansebagai suatu peningkatan hubungan

antara   perceived success (pemahamankeberhasilan) dengan perubahan yang diharapkan dengan keberadaan sistem.Peningkatan kepercayaan kualitas infor-masi diharapkan mempunyai hubunganyang positif dengan suatu keputusanpeningkatan keberadaan SI.

Maka hipotesisnya ialah:

H1: Peningkatan kepercayaan pembuatkeputusan terhadap kualitas informasi

akan mempunyai hubungan yang positif dengan kemauan merekauntuk meningkatkan keberadaan SI.

•  Hubungan System Usefulness dengan Kemauan MeningkatkanKeberadaan SI

Konsep   perceived system usefulness  (pemahaman kemanfaatan sistem) didefi-nisikan sebagai kepercayaan pemakai pada

sumbangan potensial dari SI untuk mencapai hasil. Konsep ini mengharapkanagar sistem dapat memberi pengaruh yang kuat. Penelitian ini pada pokok persoalan-nya untuk mendesain berbagai tipe yang berbeda dari sistem terhadap kebutuhan

informasi yang berbeda (Alloway danQuillard 1983; Johnson 1984; Kaplan1988,1990; Money et al. 1988; Zmud1983) yang mempunyai 3 area pengaruhyaitu tingkat operasional, tingkat perenca-

naan dan pengendalian manajemen, dantingkat keefektifan individual. Konseppemahaman manfaat dan nilai dari suatuSI (Robey 1979; Schewe 1976; Schultzdan Slevin 1975) didasarkan atas teoriexpected  (pengharapan) (Vroom 1964).Davis (1989) dan Lucas et al. (1990)memperluas konsep ini pada kasusharapan pemakai dimasukkan sebagaisystem utilization . Davis (1989) mengidenti-fikasi pengharapan yang mempengaruhikemanfaatan sistem atas user’s job  performance , produktifitas, dan lebihutamanya sistem digunakan untuk kerjaseseorang ( system functionality  ).

Studi yang dianalisis merupakan nilaiSI pada suatu organisasi (Alavi 1982;Keen 1981; Money et al. 1988) jugamenekankan pentingnya intangible benefit  dalam mengevaluasi keefektifan suatusistem. Dalam penelitian ini, system 

usefulness  (kemanfaatan sistem) didefinisi-kan sebagai suatu konsep dimana adanyahubungan peningkatan perceived success  (pemahaman keberhasilan) terhadapperubahan keberadaan SI yang diharapkan.  Jadi peningkatan kepercayaan systemusefulness  diharapkan mempunyai hubu-ngan yang positif dengan keputusanmeningkatkan keberadaan SI.

Maka hipotesis ke dua adalah:

H2: Peningkatan kepercayaan pembuatkeputusan terhadap system   use-fulness  akan mempunyai hubungan yang positif dengan kemauan merekauntuk meningkatkan keberadaan SI.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 176

Page 70: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 70/99

 

•  Hubungan Biaya PengembanganSistem dengan KemauanMeningkatkan Keberadaan SI

Dasar dari prinsip cost/benefit , yaitukenaikan/peningkatan kepercayaan terha-

dap biaya pengembangan sistem diharap-kan mempunyai hubungan yang negatif dengan pembuat keputusan yang berkemauan meningkatkan keberadaanSI. Tingginya kenaikan biaya pengemba-ngan sistem biasanya bergerak sesuaidengan situasi di masa yang akan datang,sedangkan probabilitasnya menjadi lebihrendah pergerakannya (Nicolaou et. al.1995).

Maka hipotesis ke tiga adalah:H3: Peningkatan kepercayaan pembuat

keputusan terhadap biaya pengemba-ngan sistem akan mempunyaihubungan yang negatif dengankemauan mereka untuk meningkat-kan keberadaan SI.

METODE PENELITIAN

1.  Sampel dan Sumber Data

Pengumpulan data dalam penelitianini dilakukan dengan mengirim kuesionermelalui jasa pos ( mail survey   ). Pada tahappertama, jumlah kuesioner yang dikirimkan kepada seluruh kantor pusat

perusahaan manufaktur, perbankan,retailer, dan perusahaan lainnya yang tercantum pada Handbook of Top Companies and Big Groups in Indonesia 1998  secararandom  sebanyak 400 eksemplar sampai

dengan tanggal 20 Maret 2000 diterimakembali sebanyak 46 eksemplar (tingkatresponsinya sebesar 11,5%). Tahap keduadikirim kuesioner sebanyak 200eksemplar kepada beberapa perusahaandengan perangko kilat dan biasa. Padatahapan ini berhasil diterima sebanyak 21eksemplar (10,5%), ditambah daripengiriman sebelumnya sebanyak 7eksemplar (1,8%). Jadi jumlah yang terkumpul ada 74 responden. Darikesemuanya 5 eksemplar dihapuskan/dibuang karena tidak memenuhi kriteriadari jawaban terhadap pertanyaanpengendali yang diajukan oleh responden.

Pada tabel 1 diperlihatkan hasilpengumpulan data yang digunakansebagai dasar analisis.

Kelima data yang dinyatakan tidak sesuai/gugur, karena jawaban respondenmenunjukkan bahwa responden tidak mempunyai peran yang besar dalampengambilan keputusan untuk mengem-bangkan sistem informasi, maka kelimaresponden tersebut dibatalkan/digugur-kan.

 Tabel 1. Hasil Pengumpulan Data

  Jenis Usaha Perusahaan Frekuensi Persentase

2716

156325

3622

208437

Manufaktur Jasa Perbankan

Real Estate Jasa Perhotelan Jasa TelekomunikasiLain-lain Tidak sesuai/gugur Total

74 100

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  177

Page 71: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 71/99

 

2.  Definisi dan Pengukuran Variabel

•   IS Success (Keberhasilan SI)

  Information Quality (Kualitas

Informasi), pemahaman pengukurankualitas informasi diukur berdasarkanpada accuracy, reliability, precision,relevancy, dan completeness  (keakuratan,reliabilitas, ketelitian, relevansi dankelengkapan) dari informasi yang dihasilkan oleh SI. Item pada variabelkualitas informasi dikembangkan olehIves et al. (1983), dan kemudianinstrumen ini telah dikaji ulang olehBailey dan Pearson (1983) denganmenambah keterangan dalam bentuk 

pemahaman yang lebih jelas. Kelimaitem tersebut digunakan untuk mengukur pemahaman kualitasinformasi dari keberadaan SI yang tersedia pada suatu organisasi. Kualitasinformasi yang diharapkan merupakanyang akan dihasilkan dari suatu proyek sistem yang ada ataupun yang dikembangkan yang akan datang.Dengan memahami kualitas informasi

maka akan ada kemauan untuk menggunakan SI, sehingga SI akanbanyak dimanfaatkan oleh setiapaktivitas organisasi. Kelima itemtersebut diukur dengan menggunakan7 skala likert, untuk mengukur tiapitem berkisar dari (-3) sampai dengan(+3). Untuk jawaban masing-masing item akan berbeda jenisnya, namunskala intervalnya sama.

System Usefulness (Keman- faatan Sistem), ada 6 item instrumenyang dikembangkan oleh Davis (1989).Instrumen ini digunakan untuk mengukur pemahaman kemanfaatansistem, seperti   productivity, job perform- 

ance/effectiveness, importance to job, dan overall usefulness  (produktivitas,keefektifan atau prestasi tugas,keutamaan tugas, dan kemanfaatansecara menyeluruh). Pemahaman

kemanfaatan sistem untuk keberadaansistem yang diukur pada SI. Denganpemahaman pada kemanfaatan sistemdiharapkan dapat meningkatkankemauan menggunakan SI. Padakeenam item tersebut diukur denganmenggunakan 7 skala likert, denganskala interval untuk tiap item berkisardari (-3) sampai dengan (+3), denganbatas jawaban yaitu “sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju“.

•  Cost (Biaya Pengembangan Sistem)

Cost  dari proyek SI diakibatkanoleh pengembangan SI atau pembuatanSI baru yang diukur dengan tiga itemyang dikembangkan oleh Nicolaou etal. (1995). Item ini terdiri dari cost relative untuk proyek SI lain, cost relative  untuk sumber daya keuangan, dan costsebagai proporsi dari capital budget .

Item-item cost berupa kepercayaanyang diperoleh terhadap tingkatan daripengeluaran biaya yang diharapkanpada suatu proyek SI, tentang sifatkonstrain dari biaya, dan tentang signifikansi biaya sebagai suatu faktordalam pengembangan keputusan.Ketiga item tersebut diukur denganmenggunakan 7 skala Likert, denganinterval tiap item diukur berkisar dari(-3) sampai dengan (+3). Jawaban tiapitem dengan batas “sangat tidak setujusampai dengan sangat setuju“.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 178

Page 72: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 72/99

 

•   Intention to Develop (Kemauanuntuk Pengembangan)

Dalam instrumen ini, respondenindividu diingatkan suatu proyek SIspesifik yang mereka pertimbangkan

di masa yang akan datang padaorganisasi mereka. Proyek didefinisi-kan sebagai suatu kemungkinan bahwaperusahaan akan mengerjakan proyek SI (mengembangkan SI yang ada ataumembuat SI baru) di masa yang akandatang (Nicolaou et al. 1995). Instruksipada instrumen ini menekankan padaseleksi proyek yang mungkin dapatdikerjakan atau tidak dikerjakan. Hanya

ada 1 item untuk mengukur intent , halini konsisten dengan literatur psikologisosial (Ajzen dan Fishbein 1980). Satuitem tersebut diukur dengan menggu-nakan 9 skala likert, untuk mengukurtiap item berkisar dari (-4) sampaidengan (+4), dengan batas “pasti tidak jalan – pasti jalan“.

•  Control Questions (PertanyaanPengendali)

 Tiga pertanyaan digunakan untuk mengendalikan dari kualitas pengum-pulan data. Pertama, respondenmempunyai tingkat memadai untuk mempengaruhi keputusan tentang pengembangan sistem. Kedua, suatuproyek tidak diperintah atau tidak dibawah pertimbangan berdasarkanketentuan pemerintah, karena hal iniakan membaurkan/mengacaukan pe-

ngaruh yang potensial pada variabelpenelitian ini. Ketiga, proyek mema-sukkan suatu perubahan aplikasisoftware, karena konsep keberhasilanSI diuji hubungannya dengan evaluasi

sistem aplikasi dan hasil informasi darisistem itu (Nicolaou et al. 1995).

3.  Response Bias 

Seperti disebutkan di atas bahwapengiriman kuesioner dilakukan denganpos, hal ini praktis, namun juga memilikiresiko adanya kemungkinan jawaban yang bias dari responden. Hal ini dapatdisebabkan oleh beberapa faktor sebagaiberikut

* Kemungkinan adanya salah interpret-tasi oleh responden, mengenai maksudpertanyaan yang sesungguhnya.

* Kemungkinan responden menjawabpertanyaan secara tidak serius (asal-asalan saja).

* Atau kemungkinan-kemungkinan lainyang timbul.

Untuk mengantisipasi adanya response bias tersebut, peneliti berupaya merancang kembali kuesioner sedemikian rupasehingga mudah dipahami, jelas danringkas, dan diajukannya pertanyaanpengendali yang dapat mengendalikan

pengisian kuesioner bila yang mengisi tak sesuai orang yang diharapkan (misalbukan manajer yang berwenang terhadapsistem informasi).

4.  Pengujian Data

Uji validitas dan reliabilitas (validity and reliability test   ) dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat ukur tersebutdalam mengukur obyek yang diteliti.

•  Uji ValiditasUntuk menguji validitas instrumen

dilakukan dengan cara mengkorelasikanskor jawaban yang diperoleh padasetiap item dengan skor total darikeseluruhan item instrumen. Untuk 

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  179

Page 73: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 73/99

 

menghitung koefisien korelasi diguna-kan teknik korelasi   product moment.Hasilnya pada pengumpulan datapenelitian ini dapat diketahui bahwadari 15 item pertanyaan mempunyai

nilai korelasi hitung (dari 0,758 sampaidengan 1,000) lebih besar daripadakorelasi tabel (0,236), maka jawabanpertanyaan tersebut memiliki validitas.Hal ini berarti bahwa semua itempertanyaan tersebut valid.

•  Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen diperolehdengan cara menganalisis data darisatu kali hasil pengetesan. Untuk 

mencari reliabilitas instrumen yang skornya berupa skala bertingkat ( rating scale   ) dapat diuji dengan rumus Alphadari Cronbach. Angka-angka indeksreliabilitas variabel pada ke 4 variabelyang diuji menunjukkan angka yang tinggi yaitu nilai alpha (dari 0,8920 s/d1,000) lebih besar daripada korelasitabel (0,236), maka jawaban pertanyaantersebut untuk masing-masing 

instrumen adalah konsisten atau stabildari waktu ke waktu. Jadi reliabilitasinstrumen kuesioner tersebut dapatdiandalkan.

5.  Pengujian Model Penduga

Secara teoritis agar model penelitianmenghasilkan nilai parameter denganmodel penduga yang sahih, perludipenuhinya asumsi klasik regresi yang meliputi: asumsi normalitas, otokorelasi,

multikolinieritas dan heteroskesdastisitas.Pada penelitian ini otokorelasi tidak diujikarena menggunakan data cross sectional .Data cross sectional menunjukkan satu titik  waktu, sehingga ketergantungan sementara

tidak dimungkinkan oleh sifat data itusendiri (Sumodiningrat, 1996)

•  Uji Normalitas

Peneliti memperoleh sebanyak 69responden, hal ini sesuai dengan batasjumlah sampel yang dapat digunakanuntuk keperluan statistik. Yaitu dalamteori Central Limit Theorem , menyatakanbahwa jumlah minimum sampel untuk mencapai kurva normal adalah 30responden (Mendenhall dan Beaver,1992). Jadi secara teoritis bahwapenelitian ini memenuhi asumsinormalitas.

•  Uji MultikolinieritasInterkorelasi di antara variabel-

  variabel dalam penelitian ini diuji.Hasilnya mengindikasikan bahwa diantara variabel studi tidak terbukti adamultikolinearitas yang substansial

(missalnya, korelasi ≥ 0,80) karenakorelasinya sangat lemah (dibawah 0,5)yaitu korelasi di antara variabelberkisar: 0,147 – 0.496. Jadi tidak 

adanya interkorelasi di antara variabel,namun tidak adanya korelasi yang ekstrem belum menjamin tidak adanyamultikolinieritas. Multikolinearitasdapat muncul karena efek kombinasidari dua atau lebih variabelindependen ( exogenous construct   ) yang lain.

Metode untuk menguji adanyamultikolinieritas dapat dilihat padatolerance value atau variance inflation factor  ( VIF   ). Hasilnya menunjukkan bahwaperhitungan tolerance value antara 0,756 – 0,970 lebih besar dari 0,10 atau VIF  antara 1,031 – 1,323 lebih kecil dari 10pada setiap variabel independen yang 

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 180

Page 74: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 74/99

 

diuji. Jadi asumsi tidak adanyamultikolinieritas sudah terpenuhi.

•  Uji Heteroskedastisitas

Salah satu cara yang digunakanuntuk mendeteksi adanya heteroske-dastisitas adalah dengan menggunakanSpearman Rank Correlation. Hasilnyabahwa semua koefisien korelasi  variabel independen dengan nilaimutlak residualnya (Res_1) menunjuk-kan nilai yang relatif kecil (–0,031s/d0,096). lebih kecil dari 0,7. Jadi asumsitidak adanya heteroskedastisitasterpenuhi.

  Adapun hasil regresi untuk masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya adalah tampak padatabel 2.

Pada tabel 2. tampak bahwa hasil R 

sebesar 0,655 atau 65,5% menunjukkanbahwa hubungan atau korelasi antarakemauan mengembangkan sistem (variabeldependen) dengan variabel independennya(pemahaman kualitas informasi, pemaha-man kemanfaatan sistem dan pemahamanbiaya pengembangan sistem) adalah kuat.

Hasil  Adjusted R square sebesar 0,403atau 40,3% menunjukkan bahwa variasidalam kemauan mereka untuk mengem-

bangkan sistem bisa dijelaskan oleh  variasi dari ketiga variabel independen(pemahaman kualitas informasi, pemaha-man kemanfaatan sistem dan pemahamanbiaya pengembangan sistem). Sisanyayang 59,7 % dijelaskan oleh sebab-sebabyang lain atau variabel-variabel lain yang tidak masuk dalam model.

PENGUJIAN HIPOTESIS DANINTERPRESTASI HASIL

Ketiga hipotesis dalam penelitian inidiuji dengan menggunakan regresiberganda ( multiple regression analysis  ). Adapun model penelitian yang digunakanuntuk menguji hipotesis nampak dalamgambar 1.

Persamaan matematisnya dirumus-kan sebagai berikut:

INT = α +β1 KI + β2 KS + β3 BP + ε 

Kualitas Informasi (KI)

Kemanfaatan Sistem (KS)

Biaya Pengembangan (BP)

Kemauan MeningkatkanKeberadaan SI (Intent)

(INT)

Gambar 1. Model Penelitian

 

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  181

Page 75: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 75/99

 

 Tabel 2. Hasil Perhitungan Regresi Berganda

Hasil pengujian ANOVA atau uji Fadalah 16,315 dengan prob-value = 0,00.Nilai signifikan F lebih rendah diban-dingkan dengan alpha yang digunakan(5%) maka dapat dikatakan variabelindependen (kualitas informasi, keman-faatan sistem, dan biaya pengembangansistem) secara bersama-sama berpengaruhterhadap variabel dependen (kemauanmereka untuk mengembangkan sistem).

Untuk menguji ketiga hipotesisdiatas apakah didukung ataupun tidak,

dapat dilihat dari nilai koefisien β dannilai prob-value (signifikan t) dari tiap-

tiap variabel independen. Apabila nilai β positip maka ada hubungan positipdemikian sebaliknya, dan apabila nilaiprob-value (signifikan t) lebih kecil daritingkat alpha yang digunakan, makahipotesis alternatif berhasil didukung. Tingkat keyakinan ( confidence interval   ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah

95% ( α = 5%).

Hasil pengujian ketiga hipotesisadalah: Hipotesis pertama (H1) yang menyatakan peningkatan kepercayaan

pembuat keputusan terhadap kualitasinformasi akan mempunyai hubunganpositif dengan kemauan mereka untuk meningkatkan keberadaan SI terdukung 

secara signifikan ( β1= 0,068, P. val = 0,010 lebih kecil dari 0,050 atau 5%).Hipotesis kedua (H2) yang menyatakanpeningkatan kepercayaan pembuatkeputusan terhadap system   usefulness  (kemanfaatan sistem) akan mempunyaihubungan positif dengan kemauanmereka untuk meningkatkan keberadaan

SI terdukung secara signifikan ( β2= 0,044,P. val = 0,048 lebih kecil dari 0,050 atau5%). Hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan peningkatan kepercayaanpembuat keputusan terhadap biayapengembangan sistem akan mempunyaihubungan negatif dengan kemauanmereka untuk meningkatkan keberadaan

SI terdukung secara signifikan ( β3= -

0,142, P. val = 0.000 lebih kecil dari 0,050atau 5%).

Penelitian ini menguji validitas darikeberhasilan sistem dalam menjelaskankemauan mengembangkan sistem. Prinsipcost/benefit  secara generalized digunakan

UNSTANDARDIZEDCOEFFICIENTS

  T SIG.

Model B Std. Error

1. (Constant) 1,507 ,232 6,491 ,000

KI 0,068 ,026 2,649 ,010

KS 0,044 ,022 2,017 ,048

BP -0,142 ,032 -4,428 ,000

F = 16,315 sig. = 0,000

R = 0,655

R Square = 0,430

 Adjust. R Square = 0,403

a Dependent Variable: INT

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 182

Page 76: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 76/99

 

sebagai tiga variabel yang menunjukkankeberhasilan sistem. Hasilnya menjelaskanbahwa pemahaman kualitas informasi,pemahaman kemanfaatan sistem danpemahaman biaya pengembangan SI

mempunyai hubungan yang signifikandengan intent.

Penelitian ini menunjukkan bahwakualitas informasi akan dapat digunakansebagai dasar bagi pemakai sistemterutama para pengambil keputusan untuk mengembangkan sistem. Dan keman-faatan sistem menggambarkan suatupengukuran yang valid yang dapatdigunakan untuk mengevaluasi kelayakan

dari suatu variasi dari proyek pengemba-ngan sistem. Serta biaya yang diharapkandari proyek SI juga menunjukkanmempunyai pengaruh yang signifikan.Responden dalam pengujian inimenunjukkan kepercayaannya pada ketiga variabel pada penelitian yang akan datang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian diatasdisimpulkan bahwa kemauan merekauntuk meningkatkan keberadaan sistemdan mengembangan sistem bagipengambil keputusan (manajer) adalahberhubungan positip dengan kualitasinformasi dari sistem yang ada yang hasilnya sudah dirasakan oleh pemakai.Dan kemauan meningkatkan keberadaansistem berhubungan positip dengankemanfaatan sistem yang dipahami dandirasakan oleh pemakai pada saat

menggunakan sistem yang ada. Sertakemauan meningkatkan keberadaansistem berhubungan terbalik atau negatif dengan biaya pengembangan sistem, bilabiaya pengembangan besar sementarahasil tak sebanding dengan biaya yang 

dikeluarkan, maka pemakai cenderung membatalkan kemauannya untuk mening-katkan keberaadan sistem. Hasilnyaberbeda dengan apa yang dilakukanNicolaou et. al. (1995) bahwa kemauan

untuk meningkatkan keberadaan sistematau pengembangan sistem pengambilkeputusan (manajer) tidak mempunyaihubungan dengan kualitas informasi.

KETERBATASAN

Beberapa keterbatasan yang terdapatdalam penelitian ini adalah sebagaiberikut:

1.  Dari 600 kuesioner yang dikirim,

ternyata hanya 69 jawaban respondenyang dapat diolah dan dianalisis. Halini disebabkan kuesioner yang tidak kembali, atau kuesioner yang kembalitidak memenuhi syarat, sehingga dariresponden yang kecil ini dikawatirkanadanya perbedaan antara populasidengan jawaban responden yang telahdianalisis, sehingga mempengaruhikesimpulan yang ada.

2.   Jawaban atas non respon, yang semestinya diukur dalam penelitian,tidak diujikan dalam penelitian ini,karena adanya keterbatasan penelitiuntuk mengetahui responden yang mengirim pertama kali dan terakhir.

IMPLIKASI

Penelitian ini memberikan peluang untuk dilakukan penelitian berikutnya,

dimana pada penelitian yang akan datang dipisahkan antara sistem baru dan sistemlama. Adanya faktor lain yang mempengaruhi kemauan pengembangansistem dari hasil penelitian, hal ini dapatmemungkinkan untuk dikembangkan

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  183

Page 77: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 77/99

 

pada penelitian yang akan datang terhadap variabel-variabel lain tersebutdengan didukung beberapa penelitiansebelumnya yang mengarah padakemauan pengembangan sistem.

DAFTAR PUSTAKA 

  Ajzen L., dan M. Fishbein, 1977,“Attitude-Behaviour Relations: A  Theoretical Analysis and Review of Empirical Research”, Psychology Bulletin , Vol. 84, pp. 888-918.

  ______, 1980, Understanding Attitudes and Predicting Social Behaviour ,Englewood, N.J: Prentice Hall.

 Alavi, M., 1982, “An Assessment of TheConcept of Decision Support Sys-tems as Viewed by Senior-Level Ex-ecutives”,   MIS Quarterly , Decemberpp. 1-9.

  ______, 1984. “An Assessment of thePrototyping Approach to InformationSystems Development”. Communica- tions of the ACM , June, pp. 556-563.

 ______, dan J. C. Henderson, 1981, “An

Evolutionary Strategy for Imple-menting a Decision Support System”,  Management Science , November, pp.1309-1323.

 Alloway, R. M., dan J. A. Quillard, 1983,“User Managers System Needs”, MIS Quarterly , June, pp. 27-41.

Bailey, J. E., dan S. W. Pearson, 1983,“Development of a Tool forMeasuring and Analyzing Computer

User Satisfaction”,  Management Science , May, pp. 530-545.

Barki, H., dan J. Hartwick, 1989,“Rethinking the Concept of UserInvolvement”   MIS Quarterly , Marchpp 53-63.

  _______,1994, “Measuring User Partici-pation, User Involvement, and User Attitude”,   MIS Quarterly , March1994, pp 59-63.

Baroudi, J. J., Olson M. H., dan Ives B.,

1986, “An Empirical Study of theImpact of User Involvement onSystem Usage and Information Satis-faction”, Communications of the ACM  ,March, pp. 232-238.

Beach L. R., dan T. R. Mitchell, 1978, “AContingency Model for the Selectionof Decision Strategies”,   Academy of   Management Review , Vol. 3, pp. 439-449.

Benbasat, I., dan A. S. Dexter, 1985. “AnExperimental Evaluation of Graphi-cal and Colour-Enhanced Informa-tion Presentation”,  Management Science , November. pp. 1348-1364.

Bodnar, G. H., dan William S. Hopwood,1995,   Accounting Information Systems ,Prentice Hall International, 6th Ed.

Burch, John, dan Garry Grudnitski, 1991,Information Systems: Theory and Practice ,

5th Ed. John Willey & Sons.Chandrarin, Grahita, dan Nur, Indrian-

toro, 1997. “Hubungan antara Parti-sipasi dan Kepuasan Pemakai dalamPengembangan Sistem BerbasisKomputer: Suatu Tinjauan DuaFaktor Kontinjensi”,   Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol. 13, No. 1,

Cushing, B. E., 1985.   Accounting Informa- tion Systems and Business Organizations ,

Philippines: Addison-Wesley Pub-lishing Company, Inc.

  ________, 1990. “Frameworks, Para-digms, and Scientific Research inManagement Information Systems”,  Journal of Information Syste ms, spring,

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 184

Page 78: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 78/99

 

pp. 38-59.

Davis, F. D., 1989, “Perceived Useful-ness, Perceived Ease of Use, andUser Acceptance of Information Technology”, MIS Quarterly , Septem-

ber, pp. 319-340.DeLone, W. H., dan E. R. McLean, 1992,

“Information Systems Success: theQuest for the Dependent Variable”,Information Systems Research , No. 3,March, pp. 60-95.

Doll W. J., dan G. Torkzadeh, 1988, “TheMeasurement of End-User Com-puting Satisfaction”,   MIS Quarterly , June, pp. 259-274.

  _______, 1989. Discrepancy Model of End-user Computing Involvement”, Management Science , October.

  ______, 1991. “The Measurement of End-User Computing Satisfaction:  Theoretical and MethodologicalIssues”, MIS Quarterly , March, pp. 5-10.

Edstrom, A., 1977. “User Influence andthe Success of MIS Projects: AContingency Approach”, Human Relation , Vol. 30, No. 7, pp 589-607.

Fishbein, M., dan I Ajzen, Belief, 1975,  Attitude, Intention, and Behaviour: An Introduction to Theory and Research ,Reading, MA: Addison-Wesley.

Franz, C. R., dan D. Robey, 1986,“Organizational Context, UserInvolvement, and the Usefulness of Information Systems”, Decision Sciences , Vol.17, summer, pp. 329-356.

Fuerst, W. L., dan P. H. Cheney, 1982,“Factors Affecting the PerceivedUtilization of Computer-Based Deci-

sion Support Systems in the OilIndustry”, Decision Sciences , Vol. 13,October, pp. 554-569.

Ginzberg, M. J., 1981, “Early Diagnosisof MIS Implementation Failure:

Promising Results and UnansweredQuestions”,   Management Science , Vol.27, No. 4, April. pp. 459-478.

Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R.L., dan Black, W. C., 1992, Multi- variate data Analysis with Readings, Macmillan Publishing Company , 3rd Ed.,

Handbook of Top Companies and Big Groups in Indonesia , 1998, Edisi ke 7, Jakarta:PT Kompas Indonesia.

Hunton, J.E., dan H.P., Kenneth, 1994,“A Framework for Investigating Involvement Strategies in Account-ing Information System Develop-ment”, Behavioural Research in Account- ing , Vol. 6.

Igbaria, M., P. Saroj, dan K. B. Michael,1994. “Work Experience, Job In- volvement, and Quality Work of Lifeamong Information System Person-

nel”,   MIS Quarterly , June, pp. 175 – 201.

Indriantoro, Nur, 1993. “Effect of Partici-   pative Budgeting on Job Performance and  Job Satisfaction with Locus of Control and Cultural Dimensions as Moderating Variables” , PhD. Dissertation, Uni- versity of Kentucky,

Ives, B., dan M. H. Olson, 1984, “UserInvolvement and MIS Success: A

Review of Research”,  Management Science , May. pp. 586-603.

  _______, S. Hamilton, dan G.B. Davis,1980. “A Framework for Research inComputer-Based Management In-formation Systems”,  Management 

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  185

Page 79: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 79/99

 

Science , September, pp. 910-934.

 _______, M. H. Olson, dan J. J. Baroudi,1983, “The Measurement of UserInformation Satisfaction”, Communi- cations of the ACM , October, pp. 785-

793.  Jarvenpaa. S. L., 1989, “The Effect of 

  Task Demands and GraphicalFormat on Information Processing Strategies”, Management Science , March,pp. 285-303.

 Johnson. B, “Why Your Company Needs  Three Accounting Systems”, Man- agement Accounting , September 1984,pp. 39-46.

Kaplan. R. S., 1988, “One Cost SystemIsn’t Enough”, Harvard Business Review , Vol. 88, January-February,pp. 61-66.

 ________, 1990. “The Four Stage Modelof Cost Systems Design”, Management  Accounting , February, pp. 22-26.

Keen, P. G. W., 1981. “Value Analysis:  Justifying Decision Support Systems”, MIS Quarterly , March, pp. 1-15.

Kim, K. K., 1989. “User Satisfaction: ASynthesis of Three Different Per-spectives”,   Journal of Information Sys- tems , fall, pp. 1-12.

King dan Rodriguez, 1981, “ParticipativeDesign of Strategic Decision Sup-port Systems; An Empirical Assess-ment”,   Management Science , June, pp.717-726.

Lawrence, M dan L, Graham, 1993,“Exploring Individual UserSatisfaction within User LedDevelopment”, MIS Quarterly , June.

Lucas, H. C., 1978, “Empirical Evidencefor A Descriptive Model of 

Implementation”,   MIS Quarterly , June, pp. 27-41.

  _______, M. J., Ginzberg, dan R. L.Scultz, 1990, Information System Implementation: Testing a Structural 

 Model , Norwood. NJ: Ablex.Martin, E. W., D. W., DeHayes, J. A.,

Hoffer, dan W. C., Perkins, 1994.  Managing Information Technology-What   Manager Need to Know , SecondEdition, New York: MacmillanPublishing Company.

Mc Keen D. J, Tor Guimaraes, dan JamesC. Wheterbe, 1994. “The Relation-ship of User Participation and User

Satisfaction: An Investigation of Four Contingency Factors”,  MIS  Quarterly , December.

Mendenhall, W., dan R. J. Beaver, 1992.  A Course in Business Statistic , PWS-Kent Publishing Company, 3rd Ed,

Mitchell, T. R., 1974, “Expectancy Mod-els of Job Satisfaction, OccupationalPreference and Effort a Theoretical,Methodological, and Empirical Ap-

praisal”, Psychological Bulletin , Decem-ber, pp. 1053 – 1077.

 _______, 1982. Expectancy-Value Models in Organizational Psychology. In Expecta- tions and Actions: Expectancy-Value   Models in Psychology , edited by N. T.Feather, Hillsdale, NJ: Erlbaum,

Money, A., D. Tromp, dan T. Wegner,1988, “The Quantification of Decision Support Benefit within the

Context of Value Analysis”,  MIS  Quarterly , June, pp. 223-236.

Montazemi, A. R., 1988, “Factors Affecting Information Satisfaction inthe Context of the Small BusinessEnvironment”,   MIS Quarterly , June,

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 186

Page 80: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 80/99

 

pp. 239-256.

Nikolaou, A. I., M. M. Masoner, dan R.B. Welker, 1995, “Intent to EnhanceInformation System as a Function of System Success”, Journal of Information 

Systems , Fall 1995, pp. 93-108.O’Reilly, C. A., 1982. “Variations in Deci-

sion Makers Use of InformationSources: The Impact of Quality and  Accessibility of Information”, Acad- emy of Management Journal , December,pp. 756-771.

Raymond, L., 1985. “OrganizationalCharacteristics and MIS Success inthe Context of Small Business”, MIS 

 Quarterly , March, pp. 37-52.Reneau, J. H. dan S. V. Grabski, 1987. “A

Review of Research in Computer-Human Interaction and IndividualDifferences within a Model of Research in Accounting InformationSystems”, Journal of Information System ,Fall, pp. 33-53.

Robey, D., 1979, User Attitudes andManagement Information System

Use”,   Academy of Management Journal ,September, pp. 527-538.

  _______, dan D. Farrow, 1982, “UserInvolvement in Information SystemDevelopment: A Conflict Model andEmpirical Test”,   Management Science , January, pp. 73-85.

 _______, dan C. R. Franz, 1989, “GroupProcess and Conflict in SystemDevelopment”,   Management Science ,

October, pp. 1172-1191.

Seddon, P., dan S.Yip, 1992, “An Empiri-cal Evaluation of User InformationSatisfaction (UIS) Measures for Use  with General Ledger Accounting Software”,   Journal of Information Sys- 

tem , spring, pp. 75-92.

Schewe, C. D., 1976. “The ManagementInformation System User: AnExploratory Behavioural Analysis”,  Academy of Management Journal ,

December, pp. 577-590.Schultz, R. L., dan D. P. Slevin, 1975.

Implementation and Organizational Validity; An Empirical Investigation, In Implementing Operations Research/Mana-  gement Science , edited by R. L. Schultzdan D. P. Slevin, New York: Elsevier.

Setianingsih, Sunarti dan Nur Indrian-toro, 1998. “Pengaruh DukunganManajemen Puncak dan Komunikasi

Pemakai-Pengembang terhadap Hu-bungan Partisipasi dan KepuasanPemakai dalam PengembanganSistem Informasi”,   Jurnal Riset  Akuntansi Indonesia , Vol. 1, No.2.

Srinivasan, A., 1985, “Alternative Measureof System Effectiveness: Associationand Implications”.   MIS Quarterly ,September, pp. 243-253.

Sumodiningrat, Gunawan, 1996. Ekono- 

metrika Pengantar , Cetakan Ketiga, Yogyakarta: BPFE.

Swanson, E. B., 1974, “ManagementInformation Systems: Appreciationand Involvement”,   Management Science ,October, pp. 178-188.

Szajna, Bernadette dan Rizard W. Scam-mell, 1993. “The Effect of Informa-tion System User Expectation on thePerformance and Perception”,  MIS 

 Quarterly , December.

 Tait, P dan L, Vessey, 1988. “The Effectof User Involvement on System Suc-cess: A Contingency Approach”, MIS Quarterly , March.

Kemauan Meningkatkan Keberadaan… (Noer Sasongko) : 171 – 188X  187

Page 81: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 81/99

 

 Vroom, V. H., 1964. Work and Motivation. New York, NY: Wiley.

Zmud, R. W., 1978. “An EmpiricalInvestigation of the Dimensionality of the Concept of Information”,

Decision Science , April, pp. 187-195.  ________, 1983. Information System in 

Organization , Glenview, IL, Scott,Foresman.

  ________, 1979. dan J. F., Cox, “TheImplementation Process: A Change Approach”,   MIS Quarterly , June, pp.

35-43.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 188

Page 82: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 82/99

 

PENGARUH KESADARAN LINGKUNGAN PADA NIAT BELI

PRODUK HIJAU: STUDI PERILAKU KONSUMEN

BERWAWASAN LINGKUNGAN

M.F. Shellyana JunaediFakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

 Abstract

This study examined the causal effect of the existing relationship between green purchasing, which is attitudinal and behavioral approaches, environment consciousness, price premium, involvement and intention to green purchase. The idea implied on this research will help much in resolving problem and decision making connected to reinforce the green purchase intention. The finding implied that environ- ment consciousness influences to price premium and consumer involvement significantly. Another finding 

concludes that consumer involvement significantly influence to green purchase intention. Result, based on  path analysis using AMOS indicated that the model tested had an acceptable fit. The goodness-of-fit index (GFI) was 0.977 which control for degree of freedom 1. Root mean square residual (RMR) was 0.009. The implication of this research is relevant to marketers operating in organic-product market.

 Keywords: environment consciousness, price premium, involvement, green purchase intention. 

PENDAHULUAN 

Kesadaran sosial konsumen menurut  Webster (1975) adalah konsumen yang 

mengingat akan akibat secara umum darikonsumsi pribadi atau usaha memanfaat-kan daya beli dalam permasalahan sosialpada keputusan pembelian denganmengevaluasi dampak dari konsumsimereka dalam masalah sosial (Follows &  Jobber, 1999). Apabila konsekuensilingkungan dirasa penting bagi konsumen,maka konsumen akan membeli produk-produk yang ramah lingkungan.

Kesadaran konsumen terbentuk karena pola perilaku yang bertanggung jawab pada lingkungan dan menghormatieksistensi makhluk lain di bumi ini.Kesadaran konsumen berkaitan dengankualitas lingkungan dan terpeliharanya

sumber daya alam pada kondisi kehidu-pan akan menjamin keseimbangan dankeberlanjutan alam dan lingkungannya(Jiuan et al ., 2001). Upaya menciptakanlingkungan yang sehat merupakan dasaradanya peningkatan kualitas kehidupanmanusia. Peningkatan kualitas kehidupandapat dikendalikan oleh individukonsumen dengan melakukan perubahanmemilih dan mengkonsumsi barang tertentu yang ramah terhadap lingkungan(Martin & Simintras, 1995; Ling-yee,1997; Yam-Tang & Chan, 1998).

Mayoritas konsumen menyadaribahwa perilaku pembelian mereka secaralangsung berpengaruh pada berbagaipermasalahan lingkungan. Konsumenberadaptasi dengan situasi ini denganmempertimbangkan isu lingkungan ketikaberbelanja dan melalui perilaku beli

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  189

Page 83: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 83/99

 

mereka (Laroche et al., 2001). Bukti yang mendukung peningkatan lingkunganekologikal ini adalah meningkatnyaindividu yang rela membayar lebih untuk produk-produk yang ramah lingkungan

(Vlosky et al., 1999; Maguire et al., 2004).Konsumen yang memiliki kesadaran

lingkungan sering juga disebut “greenorientation” yang pada masa mendatang diprediksikan akan meningkat. Konsumenyang mempunyai kesadaran tinggiterhadap lingkungan akan memilihproduk-produk yang ramah lingkungan  walaupun harganya relatif lebih mahal(Vlosky et al., 1999; Laroche et al., 2001).

Dalam bidang pemasaran, permasa-lahan lingkungan bukan hanya menjaditanggung jawab para pemasar saja, namunjuga seluruh konsumen. Bagi pemasar, isulingkungan dapat menjadi kriteriakeunggulan kompetitif yang mempenga-ruhi perilaku pembelian konsumen. Disisi lain, individu konsumen merasakurang bertanggung jawab pada terjadinyadegradasi lingkungan karena konsumenmengabaikan adanya dampak konsumsiindividu pada lingkungan masyarakatdalam jangka panjang sebagai akumulasidari keputusan pembelian mereka padasuatu produk yang ramah lingkungan(Follows & Jobber, 2002).

Berkaitan dengan pemasaran lingku-ngan, saat ini tren keamanan pangan (  food safety) menjadi isu sensitif dalam industripangan. Isu bahan pangan yang aman initelah meningkatkan kesadaran masyarakatpada krisis lingkungan yang menuntutsetiap orang untuk memiliki gaya hidupsehat dan hemat (Kompas, 2005).Perbaikan mutu kehidupan dan gayahidup sehat telah mendorong masyarakatdi berbagai negara dan mendorong 

gerakan gaya hidup sehat dengan temaglobal kembali ke alam atau back to nature.Gerakan ini didasari bahwa segala sesuatuyang berasal dari alam adalah baik danberguna serta menjamin adanya keseim-

bangan. Pangan organic

1

telah menjadipilihan utama untuk memenuhi gayahidup sehat ini.

Berdasarkan permasalahan yang telahdiuraikan maka studi ini secara umumbertujuan menguji hubungan antarakesadaran lingkungan, keinginan konsu-men untuk membayar dengan hargapremium, keterlibatan konsumen dan niatbeli terhadap produk ramah lingkungan.

Untuk mengkaji permasalahan lingkungantersebut, maka studi ini akan mengguna-kan persamaan model struktural atauStructural Equation Modelling (SEM) untuk menguji model kausal terintegrasi secarasimultan.

Studi tentang kesadaran lingkungankonsumen ini diharapkan dapat memberi-kan manfaat untuk pemahaman yang lebih jelas tentang hubungan antara sikapkonsumen terhadap lingkungan dengankomitmen mereka dalam menentukanpilihannya pada pangan organik sebagai

1  Pangan organik adalah pangan yang diproduksi tanpa pupuk kimia atau artificialdan atau pestisida sintetis, tetapi menggu-nakan pupuk organic seperti menur darikotoran dan feses ternak, yang dikenalsebagai pupuk kandang serta kompos yang terbuat dari limbah hasil panen pertanianyang telah mengalami fermentasi spontan(M-Brio Press, 2004). Menurut InternationalFederation of Organic Agriculture Movement  (IFOAM) mendefinisikan pangan organik dalam cakupan lebih luas, bukan hanya dariaspek biofisik, namun juga aspek perikebina-tangan ( animal welfare), biodiversitas, dankeadilan sosial.

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 190

Page 84: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 84/99

 

produk ramah lingkungan. Hubunganantara sikap kesadaran lingkungankonsumen dengan niat beli produk ramahlingkungan ini dimediasi dengan keinginankonsumen untuk membayar produk hijau

ini dengan harga premium dan keterlibatankonsumen dalam pemilihan produk. Studitentang hubungan sikap-niat-perilakutelah banyak dilakukan sebagai kerangkakonseptual sejumlah penelitian, namunkerangka konseptual tersebut belumdiujikan untuk konteks memprediksipembelian dari suatu produk spesifik yang bertanggung jawab lingkungan (Follows& Jobber, 2000). Selain itu, studi inibermanfaat bagi pengusaha yang akanmemasarkan produk-produk ramahlingkungan untuk memberikan gambaranpotensi pasar Indonesia terhadap produk-produk hijau.

 TINJAUAN KONSEPTUAL

Pemenuhan kebutuhan konsumenmerupakan tantangan yang harus dihadapioleh setiap pemasar. Dengan terjadinyakrisis lingkungan menuntut adanya

peningkatan kepedulian sosial danpengetahuan lingkungan bagi konsumen,dengan demikian akan mempengaruhipertumbuhan perilaku konsumen yang bertanggung jawab pada lingkungan.Konsumen yang memutuskan untuk melakukan suatu pembelian produk tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktoryang sangat kompleks. Pada umumnyasuatu peristiwa konsumsi dipandang 

sebagai proses ekonomik, namun padakenyataannya konsumsi juga merupakansuatu proses sosial dan budaya yang diindikasikan melalui simbol-simbol(Peattie, 1995).

•  Kesadaran Lingkungan

Penghargaan terhadap lingkungandidefinisikan Amyx et al. (1994) sebagaisuatu derajat di mana seseorang mengeks-presikan kepeduliannya pada isu-isu

ekologikal. Dengan kata lain, seberapabesar konsumen memandang perilakuyang mendukung keberlangsunganlingkungan sebagai sesuatu yang penting bagi dirinya maupun masyarakat padaumumnya. Seringkali seseorang secaraindividual merasa tidak nyaman dan tidak mudah melakukan suatu kegiatan yang mendukung lingkungan. Misalnya merekamerasa bahwa daur ulang sangat penting 

bagi masyarakat pada jangka panjang,namun secara personal mereka tetapmembeli barang-barang dengan kemasananorganik karena kemudahan dankepraktisan (Laroche et al., 2001). StudiMcCarty dan Shrum (1994) menemukanbahwa keyakinan seseorang tentang pentingnya daur ulang tidak berhubungansignifikan dengan perilaku daur ulang. Halini menjelaskan bahwa persepsiketidakmudahan kegiatan daur ulang mempengaruhi tindakan mereka.

Melihat pemasaran hijau pada masamendatang akan menentukan dinamikakealamian dari perilaku konsumen yang sadar lingkungan atau ecologically conscious consumer behavior. Berdasarkan penelitianyang dilakukan oleh Straughan danRobert (1999) menunjukkan bahwa segalasesuatu yang dipersepsikan konsumententang lingkungan akan memberikan

  wawasan terbesar pada kesadarankonsumen akan lingkungan.

Lebih spesifik lagi, untuk memahamipergeseran lingkungan dari suatu negaradengan melihat titik awal bagaimanamasyarakat konsumen merefleksikan

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  191

Page 85: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 85/99

 

perilaku konsumen pada permasalahanyang berkaitan dengan keramahanlingkungan yang menjadi semakin hijau.Mayoritas konsumen menyadari bahwaperilaku pembelian mereka secara

langsung berpengaruh pada berbagaipermasalahan ekologikal. Konsumenberadaptasi dengan situasi ini denganmempertimbangkan isu lingkungan ketikaberbelanja dan melalui perilaku belimereka (Laroche et al., 2 001).

•  Harga Premium

Berdasarkan kajian literatur dalampenelitian pemasaran terdapat pengaruhharga pada persepsi konsumen akankualitas suatu produk (Rao & Monroe,1988; Zeithaml, 1988). Menurut Rao danBergen (1992), harga premium merupa-kan harga yang dibayarkan lebih besarjumlahnya di atas harga yang sesuaidengan kebenaran nilai dari suatu produk,yang menjadi indikator keinginankonsumen untuk membayar ( willingness-to-  pay).

Sejumlah penelitian telah menentukanhubungan antara harga dan persepsikonsumen terhadap kualitas produk. Raodan Monroe (1988) secara empirismenunjukkan bahwa harga merupakaninformasi yang paling valid sebagaiindikator akan kualitas suatu produk.Pada umumnya alasan mengapakonsumen mau membayar dengan hargapremium adalah karena mereka yakinakan kualitas suatu produk. Kualitas

produk dalam hal ini ditentukanberdasarkan pada pengukuran kualitasobjektif dan kualitas yang dipersepsikan.Kualitas objektif ( objective quality) didefinisikan sebagai atribut yang dapatdiukur dan dikuantifikasikan dari suatu

produk dibandingkan dengan produk standard yang dapat dibuat. Sedangkankualitas yang dipersepsikan (  perceived quality) didefinisikan sebagai keputusankonsumen tentang superioritas dari suatu

produk (Zeithaml, 1988).Keinginan konsumen membayar

sejumlah uang tertentu untuk produk-produk yang ramah lingkungan lebihdisebabkan karena kepedulian merekaakan permasalahan lingkungan (Larocheet al., 2001). Konsumen yang sadarlingkungan ini selalu mempertimbangkanisu-isu ekologikal ketika melakukanpembelian. Sebaliknya, konsumen yang 

tidak mau membayar dengan harga lebihuntuk produk-produk ramah lingkunganbiasanya tidak mempertimbangkanpermasalahan ekologikal ketika membuatkeputusan pembelian.

Para peneliti pasar bahan panganorganik mengestimasikan dan menentu-kan hipotesis keinginan konsumen untuk membayar pangan organik dengan hargapremium pada berbagai produk organik.Harga premium merefleksikan keinginankonsumen untuk membayar produk bebas pestisida, yang merupakan nilaiyang ingin diperoleh dalam suatu menupola makan mereka (Maguire, Owen &Simon, 2004).

Model konseptual yang dikemukakanoleh Vlosky  et al. (1999) tentang keingi-nan konsumen untuk membayar denganharga premium pada produk kayubersertifikasi yang ramah lingkunganmencoba menjabarkan pengaruh tiga  variabel independen, yaitu kesadaranlingkungan, kepentingan produk ramahlingkungan dan keterlibatan dalamaktivitas produk yang ramah lingkunganpada keinginan konsumen untuk 

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 192

Page 86: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 86/99

 

membayar dengan harga premium.Semakin besar kesadaran seorang konsumen terhadap lingkungannya akanmempengaruhi keinginannya untuk membayar dengan harga yang lebih

karena merasa adanya kesesuaian antaranilai produk dengan sejumlah uang yang harus dikeluarkan sebagai gantinya.Namun demikian, harga premium suatuproduk yang ramah lingkunganberhubungan secara negatif dengan niatbeli konsumen pada produk ramahlingkungan.

METODA PENELITIAN

•  Metoda Sampling danPengumpulan Data

Dalam penelitian ini disebarkan 200kuesioner secara purposif di kota  Yogyakarta dan kuesioner yang dikem-balikan oleh responden sebesar 153kuesioner ( response rate 76,5%). Kuesioneryang terjawab lengkap layak dianalisisdalam penelitian ini sebesar 147kuesioner. Subjek penelitian ini adalah

  wanita yang berumur 17 tahun ke atasyang membuat keputusan pembelianmakanan dan bahan makanan untuk keperluan sehari-hari. Studi ini lebihdikonsentrasikan pada konsumen wanitakarena berdasar pada penelitianFotopoulos dan Krystallis (2000) danDavies, Titterington, dan Cochrane(1995) menunjukkan temuan bahwa wanita yang sering melakukan pembelianbahan makanan dengan memiliki anak di

rumah, berpendidikan dan berpendapatanrelatif tinggi lebih sering menggunakanproduk makanan organik, karena merekalebih mempertimbangkan kualitas produk daripada harganya.

Data profil responden dalampenelitian ini mayoritas berumur antara21 sampai dengan 40 tahun dengantingkat pendidikan SMU dan Strata satu.Pendapatan keluarga per bulan rata-rata

dari responden kurang dari Rp3.000.000,00. Profil pekerjaan respondencukup bervariasi yaitu, mahasiswa, iburumah tangga, karyawan swasta, dosendan wiraswasta. 

•  Definisi Operasional danInstrumen Pengukuran

1.  Kesadaran Lingkungan

Kesadaran sosial konsumendirasakan ketika seseorang berupaya

untuk mempertimbangkan perilakubelinya berkaitan dengan polusiterhadap pengaruh sosial lingkungansekitarnya. Pengukuran variabel kesa-daran lingkungan ini diadaptasi dariinstrumen Straughan dan Roberts(1999) dengan skala Likert 5 poin.

2.  Harga Premium

Konsumen yang mau membayar

lebih untuk produk-produk hijaupercaya bahwa perusahaan melaksana-kan tanggung jawab sosialnya padalingkungan (Laroche et al., 2001).Pengukuran sensitivitas harga atau the Price Sensitivity Measurement (PSM)merupakan suatu teknik yang dikem-bangkan sebagai suatu metodologisurvai untuk pengukuran persepsitentang harga. Teknik ini secaralangsung mempertanyakan responden

tentang harga. Struktur pertanyaanindividual untuk responden adalahmengkualifikasi harga berdasarkanpada asumsi yang berkaitan dengankualitas. Pengukuran konstruk ini

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  193

Page 87: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 87/99

 

diindikasikan pernyataan yang denganmenggunakan skala Likert 5 poin.

3.  Keterlibatan Proses Pembelian

Keterlibatan ( involvement   ) di siniberkaitan dengan pilihan produk dan

perilaku memilih yang dilakukankonsumen. Pembelian produk denganketerlibatan rendah (low involvement) menyebabkan terjadinya perilakumencari variasi dibandingkan denganpembelian produk dengan keterlibatantinggi ( high involvement). Pengukuran

keterlibatan ini dengan menggunakan6 item pernyataan yang diadopsi dariFotopoulos & Krystallis (2002) yang menggunakan 5 poin Skala Likert.

4.  Niat Pembelian Produk Hijau

Dalam penelitian teori reasoned action  mengindikasikan bahwa niatmerupakan prediktor yang paling relevan untuk menentukan perilaku.Niat pembelian produk hijau dalam

studi ini adalah keinginan atau ekspresiniat seorang individu untuk berkomit-men pada aktivitas yang mendukung keramahan lingkungan (Chan, 1999).Pengukuran konstruk ini dengan 4item pernyataan yang diadopsi dari

Chan dan Lau (2000) dengan 5 poinskala Likert.

RELIABILITAS INSTRUMENPENELITIAN

Hasil pengujian reliabilitas penelitianini secara keseluruhan dapat dikatakanbahwa instrumen penelitian ini andal( reliabel). Dari hasil tersebut menunjukkan

nilai koefisien α hampir mendekati 0.7(Sekaran, 1992).

 Tabel 1. Hasil Reliabilitas Penelitian (N = 147)

PEMBAHASAN HASIL

PENELITIANHasil korelasi antar variabel

penelitian kesadaran lingkungan, hargapremium, keterlibatan konsumen dan niatpembelian produk ramah lingkunganhampir semuanya signifikan, kecualikorelasi antara variabel kesadaranlingkungan dengan niat pembelianproduk ramah lingkungan. Dengandemikian berarti ada kemungkinan bahwa

kesadaran lingkungan tidak berhubunganlangsung dengan niat pembelian produk ramah lingkungan, namun dimediasi oleh  variabel lainnya seperti keterlibatankonsumen dalam pencarian produk hijau.

Keterangan Jumlah ItemPenelitian

 Jumlah Item yangDipertahankan

Cronbach  Alpha (α)

Harga Premium 5 4 0.8019

Kesadaran Lingkungan 5 4 0.6568

Keterlibatan Konsumen 6 5 0.6336

Niat Pembelian 4 4 0.7274

  Total Jumlah Item 20 17

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 194

Page 88: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 88/99

 

  Tabel 2 menunjukkan rerata dari  variabel kesadaran lingkungan, keterlibatankonsumen, harga premium dan niatpembelian hijau. Rerata konstrak variabel

penelitian ini yang relatif tinggi menurutresponden adalah variabel harga premium(3.2580) dan kesadaran lingkungan(3.5357) sedangkan rerata konstrak yang memiliki rerata relatif rendah adalahketerlibatan konsumen (1.2176) dan niatpembelian hijau (1.9572).

Hasil temuan tersebut menunjukkan

bahwa sebenarnya kesadaran konsumenterhadap lingkungan relatif tinggi namunmereka tidak cukup memiliki niat untuk melakukan pembelian terhadap produk ramah lingkungan. Hal ini kemungkinankarena harga-harga produk hijau relatif mahal dibandingkan dengan produk-produk konvensional. Hasil tersebutmenunjukkan bahwa mayoritas konsumenIndonesia adalah kelompok konsumenyang sadar tetapi bukan pembeli ( aware 

non-buyers) seperti yang dijabarkanFotopoulos dan Krystallis (2002). Rendah-nya niat pembelian produk panganorganik ini juga karena kurang optimalnyapengembangan produk pangan danpertanian organik di Indonesia. Konsep

organik masih merupakan suatu sistemyang baru bagi petani dan masyarakatkonsumen sehingga ketersediaannya dipasar-pasar swalayan masih sedikit sekali.

 Tabel 2. Statistik Deskriptif dan Korelasi Antar Variabel

Pengukuran reliabilitas yang tinggiberdampak pada kepercayaan bahwaindikator individual secara konsistenmengukur suatu ukuran yang sama. Tabel3 menunjukkan konstruk reliabilitas.

Reliabilitas komposit adalah ukurankonsistensi internal indikator konstrak yang menggambarkan derajat indikasi

konstrak laten umum yang tidak dapatdiamati. Nilai indikator reliabilitas haruslebih besar dari 0.5. Hasil reliabilitaskomposit penelitian ini ditunjukkan

dengan α yang menunjukkan model yang fit untuk seluruh konstrak.

Korelasi Antar VariabelKeterangan Minimum Maksimum Mean StandartDeviasi

1 2 3

Harga premiumKesadaran lingkunganKeterlibatan konsumenNiat pembelian

1.712.081.251.08

4.424.313.132.62

3.25803.5357

.7015 1.000 1.000.4357 .331**

2.3170 .3105 .405** .446* 1.0001.9572 .2930 .187* .156 .307**

Signifikan * p<0.05 ** p<0.01

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  195

Page 89: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 89/99

 

HASIL MODEL PERSAMAANSTRUKTURAL

  Temuan penelitian menghasilkan goodness-of-fit  yang memenuhi kesesuaianmodel, yaitu GFI sebesar 0.977 dengannilai kai-kuadrat 6.789 dan derajatkebebasan sebesar 1. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa kesadaran lingkunganberpengaruh secara signifikan terhadapkeinginan konsumen membayar dengan

harga premium dan juga mendorong konsumen untuk meningkatkan keterliba-tannya dalam pencarian dan pemilihanproduk ramah lingkungan.

 Tabel 3. Konstruk Reliabilitas, Lambda, Error Terms, dan Deviasi Standard dari Indikator

Konstruk Indikator

Konstrukα  λ  ε  σ 

Harga Premium HARGA 0.7812 0.6201 0.4922 0.1077

Kesadaran Lingkungan SADAR 0.6785 0.1587 0.0371 0.0119

Keterlibatan Konsumen INVOL 0.6479 0.2359 0.0964 0.0340

  Niat Pembelian Hijau NIAT 0.7375 0.2517 0.0859 0.0226

Pengaruh kesadaran lingkungan

konsumen dalam model menunjukkanadanya pengaruh positif dan signifikan

( β=0.538) terhadap harga premium, danberpengaruh positif dan signifikan

Kesadaranlingkungan

Niat belihijau

Hargapremium

Keterlibatan

Konsumen

5.014* 

6.387* 2.278* 

0.742

-0.832

Gambar 1. Hasil Pengujian Model Penelitian

Catatan:Chi-square 6.789 dengan d.f. 1Probability level 0.009Goodness-of-fit index (GFI) 0.977Root mean square residual (RMSR) 0.0081Signifikan * p<0.05

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 196

Page 90: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 90/99

 

( β=0.790) terhadap keterlibatan konsumen.Namun ditemukan juga bahwa kesadaranlingkungan ternyata tidak berpengaruhterhadap niat konsumen untuk melakukanpembelian hijau. Ini berarti bahwa

seseorang yang sadar untuk tetap selalumenjaga tanggung jawab lingkunganternyata tidak meningkatkan komitmenmereka untuk mengaktualisasikan pembe-lian mereka. Temuan ini sangat menarik untuk didalami lebih lanjut apa sebenar-nya yang menyebabkan niat beli seorang konsumen untuk menunjang tanggung jawab pada lingkungan sekitarnya.

Hasil model persamaan struktural

pengaruh kesadaran konsumen, hargapremium, dan keterlibatan konsumenterhadap komitmen melakukan pembelianproduk hijau dengan menggunakanprogram AMOS versi 3.6 dapat dilihatseperti pada Tabel 4.

  Tabel 4 tersebut memperlihatkanhubungan-hubungan dan pengaruh antar  variabel yang beragam. Hubungan-hubungan tersebut menunjukkan adanya

tiga hubungan yang signifikan, sehinggatidak semua hipotesis dapat dibuktikansecara empiris karena nilai-nilai kese-suaiannya lebih rendah. Supaya lebih

mudah dalam mengintepretasikan hasilmodel struktural penelitian ini, dapat kitalihat pada Gambar 1.

Hasil perhitungan menunjukkan chi- square  dari model sebesar 6.789 dengan

degree of freedom 1 dan probability level 0.009.Chi-square adalah ukuran paling dasar dariseluruh pengukuran model struktural.Nilai chi-square yang rendah, di mana hasilsignifikansinya pada tingkat yang lebihbesar dari 0.05 mengindikasikan bahwahasil penelitian itu dan input covariance matrices  yang diprediksi tidak berbedasecara statistika.

Goodness-of-fit Index (GFI) menunjuk-

kan seluruh derajat kebebasan kuadratresidual dari prediksi dibandingkan hasilakhir. GFI penelitian ini sebesar 0.977dan   Adjusted Goodness-of-fit Index (AGFI)sebesar 0.770. Rekomendasi tingkat indeksyang dapat diterima adalah nilai yang lebih besar atau sama dengan 0.90(Sharma, 1996). Dengan demikian, berartipenelitian ini menghasilkan modelstruktural yang  fit .

Hasil Root Mean Square Error of   Approximation (RMSEA) berusaha untuk mengkoreksi kecenderungan statistika chi- square untuk menolak model yang ditetap-

 Tabel 4. Hasil Persamaan Model Struktural Alternatif 

Structural Relationship StandardizedRegression Weights

UnstandardizedRegression Weights

StandardError

C.R.

0.529 0.538 0.107 5.014*Harga Premium ← Kesadaran Lingkungan

0.734 0.790 0.124 6.387*Keterlibatan ← Kesadaran Lingkungan

-0.219 -0.222 0.267 -0.832Niat Beli ← Kesadaran Lingkungan

0.101 0.101 0.136 0.742Niat Beli ← Harga Premium

0.556 0.524 0.230 2.278*Niat Beli ← Keterlibatan

Signifikan * p<0.05

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  197

Page 91: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 91/99

 

kan dengan sampel besar secukupnya.Nilai RMSEA penelitian ini sebesar 0.199,nilai ambang batas yang dianggap baik menurut Purwanto (2001) adalah berkisardari 0.05 sampai 0.08. Secara lengkap

hasil penelitian model struktural ini dapatdilihat pada Tabel 5.

Hair et al. (1998) mengungkapkanbahwa terdapat beberapa kriteria yang baisanya digunakan dalam menganalisisatau menguji kesesuaian data denganmodel ( data fit). Semakin tinggi nilai-nilaiindeks kesesuaian maka semakin sesuaiantara data dengan model yang diestimasi( data fit model). Nilai-nilai kesesuaian

model penelitian ini menunjukkan nilai-nilai yang relatif tinggi, yang mengacupada ukuran-ukuran tersebut.

SIMPULAN

  Temuan penelitian dari modelkesadaran lingkungan konsumen inimemberikan gambaran bahwa kesadarankonsumen terhadap lingkungan mempe-

ngaruhi keinginannya untuk membayardengan harga premium untuk produk-produk ramah lingkungan. Sikapkesadaran terhadap lingkungan ternyatajuga mempunyai pengaruh yang signifikanpada tingkat keterlibatan konsumendalam pemilihan produk yang dilakukankonsumen. Tingkat keterlibatan konsumendalam proses pencarian informasi tentang produk-produk ramah lingkungan inimendorong konsumen untuk berkeinginanuntuk melakukan pembelian produk hijaupada masa mendatang.

Konsumen hijau yang memilikikesadaran sosial akan berupaya untuk 

 Tabel 5. Hasil Perhitungan Goodness-of-fit

Ukuran Goodness-of-fit HasilPerhitungan

 Absolute Fit Measure

Chi-square (x2

  ) Degrees of freedom 1Noncentrality parameter (NCP) 5.789Goodness-of-fit Index (GFI) 0.977Root mean square residual (RMSR) 0.0081Root mean square error or approximation (RMSEA) 0.199Expected cross-validation Index (ECVI) 0.170

Incremental Fit Measure Adjusted goodness-of-fit (AGFI) 0.770 Tucker-Lewis Index (TLI) 0.524Normed fit Index (NFI) 0.914

Parsimonious Fit MeasureParsimonious normed fit index (PNFI) 0.152Parsimonious goodness-of-fit index (PGFI) 0.098 Akaike information criterion (AIC) 24.789

Sumber : Pengolahan Data Primer

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 198

Page 92: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 92/99

 

mempertimbangkan perilaku belinyaberkaitan dengan pengaruh sosiallingkungan sekitarnya. Dengan demikian,konsumen yang sadar lingkungan yakinbahwa kondisi lingkungan pada saat ini

menunjukkan permasalahan yang seriusyang dihadapi seluruh orang di seluruhbelahan dunia ini. Hal ini berpengaruhpada diri konsumen sehingga mereka maumembayar lebih untuk produk-produk yang ramah lingkungan yang diidentikkandengan produk yang berkualitas tinggi(Laroche et al., 2001). Kesadaran akanlingkungan dalam penelitian ini berpe-ngaruh terhadap keterlibatan konsumendalam pemilihan produk ramah lingku-ngan.

Dengan demikian, temuan penelitianini diharapkan dapat menumbuhkanpemahaman pemerintah Indonesia terha-dap etika lingkungan dari masyarkat danpengembangan pemasaran lingkunganoleh para pelaku bisnis di Indonesia.Dengan kesadaran terhadap permasalahanlingkungan akan menjadi pertimbanganpemerintah dan pengusaha dalam mem-

perhitungkan kos dan benefit ketikamembuat keputusan kebijaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA 

  Anonim, (2005), “Produk Organik tak Harus Mahal”, Kompas, Minggu, 8Mei 2005, hal. 40.

 Arimbi, H.P. (2003), “Gerakan KonsumenHijau di Indonesia,” diakses darihttp://members.fortunecity.com/lingku-

ngan/artikel/GeerakanKHijau.htm. padatanggal 1 Februari 2003.

Chan, Ricky Y.K., (1999), “Environ-mental Attitudes and Behaviour of Consumers in China: Survey Findings and Implications,” Journal of 

International Consumer Marketing, 11:4,pp. 25-52.

Chan, Ricky Y.K. & Lorett B. Y. Lau(2000), “Antecedents of GreenPurchases: A Survey in China,”

 Journal of Consumer Marketing, Vol. 17No. 4, pp.338-357.

Chan, Ricky Y.K. (2001), “Determinantsof Chinese Consumers’ GreenPurchase Behaviour,” Psychology &  Marketing,   Vol. 8, No. 4, April, pp.389-413.

Cooper, D.R. & Schindler (2001), Business Research Methods, Seventh Edition,McGraw-Hill International.

Davies, Anne, Albert J. Titterington &Clive Cochrane, (1995), “Who BuysOrganic Food? A Profile of thePurchasers of Organic Food inNorthern Ireland,” British Food  Journal, Vol. 97 No. 10, pp. 17-23.

Follows, Scott B. & David Jobber, (2000),“Environmentally Responsible Pur-chase Behaviour: A Test of aConsumer Model,” European Journal 

of Marketing,   Vol. 34, No. 5/6,pp.723-746.

Fotopoulos, Christos & AthanasiosKrystallis, (2002), “Purchasing Motives and Profile of the Greek Organic Consumer: a CountrywideSurvey,” British Food Journal,  Vol.104, No. 9, pp.730-765.

Frause, Bob & Julie Colehour, (1994), The Environmental Marketing Imperative,

Probus Publishing Company.

Hair, Joseph F., Rolph E. Anderson,Ronald L. Tatham, & William C.Black (1998), Multivariate Data Analy- sis, Fifth Edition, Prentice HallInternational, Inc.

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  199

Page 93: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 93/99

 

  Jiuan, T.S., Jochen Wirtz, Kwon Jung &Kau Ah Keng (2001), “Singaporeans’  Attitudes towards Work, Pecuniary   Adherence, Materialism, Feminism,Environmental Consciousness, and

Media Credibility”, Singapore Manage- ment Review, 23, 1, pp. 59-86.

Laroche, Michel, Jasmin Bergeron, &Guido Barbaro-Forleo (2001),“Targeting Consumers Who are  Willing to Pay More for Environ-mentally Friendly Products,”  Journal of Consumer Marketing, Vol. 18, No. 6,pp. 503-520.

Ling-yee, Li, (1997), “Effect of Collectiv-

ist Orientation and Ecological  Attitude on Actual EnvironmentalCommitment: the Moderating Roleof Consumer Demographics andProduct Involvement,”   Journal of International Consumer Marketing,  Vol.9 No. 4, pp. 31-53.

Maguire, Kelly B., Nicole Owens, &Nathalie B. Simon (2004), “ThePrice Premium for Organic Baby 

food: A Hedonic Analysis”, Journal of   Agricultural and Resource Economics, Vol. 29, Iss. 1, April, pp. 132-150.

Makatouni Aikaterini, (2002), “WhatMotivates Consumers to Buy Organic Food in the UK?” British Food Journal,   Vol. 104 No. 3/4/5/,pp. 345-352.

Martin, Bridget & Antonis C. Simintiras,(1995), “The Impact of Green

Product Lines on the Environment:Does What They Know Affect How   They Fell?”  Marketing Intelligence & Planning  Vol. 13 No. 4, pp. 16-23.

McCarty, J.A. & Shrum, L.J. (1994), “TheRecycling of Solid Wastes: Personal

  Values, Value Orientation, and Attitudes about Recycling as Antece-dents of Recycling Behaviour”,  Journal of Business Research,  Vol. 30,No. 1, pp. 53-62.

Mueller, Ralph O. (1996), Bases Principles of Structural Equation Modelling: An Intro- duction to LISREL and EQS,Springer.

Ottman, J.A. (1994), Green Marketing: Challenges and Opportunities for the New   Marketing Age, NTC Publishing Group, Lincolnwood.

Peattie, Ken (1995), Environmental   Marketing Management, Meeting the 

Green Challenge, Pitman Publishing.Purwanto, B.M. (2000), “Pelatihan

Pengukuran dan Teknik Statistik untuk Riset Keperilakuan”, Yogya-karta, 31 Agustus-1 September.

Rao, Akshay R. & Kent B. Monroe,(1988), “The Moderating Effect of Prior Knowledge on Cue Utilizationin Product Evaluations”,   Journal of Consumer Research, 15, September, pp.

253-264.Rao, Akshay R. & Kent B. Monroe,

(1996), “Causes and Consequencesof Price Premiums”, The Journal of Business, Vol. 69, No. 4, October, pp.511-535.

Schlegelmilch, Bodo B. Greg M. Bohlen& Adamantios Diamantopoulos,(1996), “The Link between GreenPurchasing Decisions and Measures

of Environmental Consciousness,”European Journal of Marketing,  Vol. 30no. 5, pp.35-55.

Sekaran, Uma (1992), Research Method for Business: A Skill-Building Approach,Second Edition, Singapore: John

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 200

Page 94: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 94/99

 

 Wiley & Sons, Inc.

Sharma, Subhash (1996),   Applied Multi- variate Techniques, University of SouthCarolina, Canada: John Wiley andSons.

Straughan, Robert D. & James A.Roberts, (1999), “EnvironmentalSegmentation Alternatives: A Look at Green Consumer Behaviour in theNew Millennium,” Journal of Consumer  Marketing,   Vol. 16, No. 6, pp. 558-575.

 Vlosky, Richard P., Lucie K. Ozanne, &Renee J. Fontenot, (1999), “AConceptual Model of US Consumer

 Willingness-to-Pay for Environmen-tally Certified Wood Products,” Journal of Consumer Marketing, Vol. 16,No. 2, pp. 122-136.

  Winarno, F.G. (2003), “Pangan Organik di Kawasan Asia Pasifik,” KOMPAS, Senin, 30 Juni 2003, hal. 35.

  Yam-Tang, Esther P.Y. & Ricky Y.K.Chan (1998), “Purchasing Behav-

iours and Perceptions of Environ-mentally Harmful Products ,”  Marketing Intelligence & Planning , 16/6,pp. 365-362.

Zeithaml, V.A. (1988), “ConsumerPerception of Price, Quality and  Value: A Means-End Model andSynthesis for Evidence”,   Journal of  Marketing, Vol. 52, No. 3, July, pp. 2-22.

Pengaruh Kesadaran Lingkungan … (M.F. Shellyana Junaedi) : 189 – 201X  201

Page 95: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 95/99

 

BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 202

Page 96: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 96/99

 

INDEKS

 Volume 9, No.1, Juni 2005Integrasi Supply Chain dan Dampaknyaterhadap Performa Perusahaan: SurveiPada Perusahaan Penyedia Jasa Makanandi Surakarta

 Ahmad Ikhwan Setiawan & Bambang Suhardi 

1 – 20

 Analisis Focus Group untuk MendeteksiDomain Customer Delight  

Sri Raharso & Sholihati Amalia 21 - 33

Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadapKinerja Manajerial: Komitmen tujuanSebagai Variabel Intervening (StudiEmpiris Pada Rumah Sakit Tipe A, B,dan C, di Jawa Tengah dan DaerahIstimewa Yogyakarta)

Eko Sugiyanto & Lilik Subagiyo

34 - 48

 Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan(Studi Kasus pada PDAM KotaSemarang)

Bambang Nolo Kresno,Purbayu Budi Santosa &  Agung Riyardi 

49 - 60

 Analisis Pengaruh Gaya Hidup WanitaModern Terhadap Permintaan 

Konsumsi Kosmetik di Kota SurakartaKusdiyanto

61 - 70

Manajemen Konflik Sebagai VariabelPemoderasi Hubungan antara RelationshipConflict dengan Kreativitas dan Kepuasan Anggota Tim

Kunto Wibisono

71 -85

Burnout dan Pentingnya ManajemenBeban Kerja

F. Lailani, Edy Purwo Saputro & Fereshti  Nurdiana 

86 - 96

Faktor-Faktor Penentu ProduktifitasKerja Pegawai Kantor Sekretariat DaerahKabupaten Karanganyar (PendekatanLPM dan Multinomial Logistic Model  )

  M. Wahyuddin dan Narimo

97 - 110

 Volume 9, No.2, Desember 2005

Meraih Loyalitas Pelanggan 

 Ahmad Mardalis 

111 - 119

Hubungan antara Komitmen Organisasidan Iklim Organisasi dengan KepuasanKerja Karyawan UniversitasMuhammadiyah SurakartaR. Yudhi Satria R.A.

120 - 128

Pengaruh Kebijakan Moneter terhadapHubungan Model Tiga Faktor denganReturn Saham Imronudin 

129 – 139 

Indeks BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005

Page 97: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 97/99

 

INDEKS

Dinamika Sentra Industri Kecil MenujuEra Perdagangan Bebas

 M. Farid Wajdi 

140 - 152

Good Corporate Culture 

Djokosantoso Moeljono

153 - 163

Konteks Budaya Etnis Tionghoa dalamManajemen Sumber Daya Manusia

Surya Setyawan 

164 - 170

Kemauan Meningkatkan KeberadaanSistem Informasi Sebagai FungsiKeberhasilan Sistem

 Noer Sasongko

171 - 188

Pengaruh Kesadaran Lingkungan padaNiat Beli Produk Hijau: Studi PerilakuKonsumen Berwawasan lingkungan

 M.F. Shellyana Junaedi 

189 - 201

 

Indeks  BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005 

Page 98: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 98/99

 

PEDOMAN PENULISAN

1.  Naskah belum pernah dimuat dalam

media cetak lain, diketik pada kertaskwarto berkualitas baik. Dibuatsesingkat mungkin sesuai dengansubyek dan metodologi penelitian(bila naskah tersebut ringkasanpenelitian), biasanya 15-25 halamandengan spasi ganda, kecuali untuk kutipan langsung diindent dengan satuspasi.

2.  Marjin atas, bawah dan samping 

harus dibuat paling tidak satu inci.3.  Halaman sampul memuat judul

tulisan, nama penulis, gelar danjabatan serta institusinya, alamat e- mail, ucapan terima kasih dan catatankaki yang menunjukkan kesediaanpenulis untuk memberikan data.

4.  Halaman, semua halaman termasuk tabel, lampiran dan acuan/referensibacaan, harus diberi nomor urut.

5.    Angka dilafalkan dari satu sampaidengan sepuluh dan seterusnya,kecuali jika digunakan dalam tabel,daftar atau digunakan dalam unit,kuantitas matematis, statistik, keilmuanatau teknis seperti jarak, bobot danukuran.

6.  Semua naskah harus disertai dengandisket/file yang berisi ketikan naskahdengan menyebutkan jenis pengolah

kata dan versinya.7.  Persentase dan Pecahan Desimal,

untuk penulisan yang bukan teknismenggunakan kata persen dalam

teks, sedangkan untuk pemakaian

teknis menggunakan simbol %.8.  Nama penulis disertai lembaga atau

institusi di bawahnya. Bila penulislebih dari satu ditulis ke bawah.

9.    Abstrak, ditulis sebelum isi tulisan.Untuk artikel berbahasa Indonesiaabstraknya berbahasa Inggris danbegitu pula sebaliknya. Abstrak tidak boleh matematis, dan mencakupikhtisar pertanyaan penelitian, metode

dan pentingnya temuan dan saranatau kontribusi penelitian.

10.  Kata kunci, setelah abstrak mencan-tumkan kata kunci untuk kepentinganpembuatan indeks.

11.    Tabel dan gambar, untuk tabel dangambar (grafik) sebagai lampirandicantumkan pada halaman danterletak sesudah teks. Sedangkantabel atau gambar baik dalam naskah

maupun bukan harus diberi nomorurut dan tabel.

•   Tabel atau gambar juga disertaijudul lengkap mengenai isi tabelatau gambar.

•  Sumber acuan tabel atau gambardicantumkan di bawah tabel ataugambar.

•   Tabel dan grafik mudah dipahamitanpa harus melihat teks penje-

lasan.•   Tabel dibuat dengan rapi sedang-

kan gambar harus dalam bentuk siap cetak.

Pedoman Penulisan BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005

Page 99: Benefit v9 n2, Des 2005

5/13/2018 Benefit v9 n2, Des 2005 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/benefit-v9-n2-des-2005 99/99

 

PEDOMAN PENULISAN

12.  Daftar acuan, setiap naskah harus

mencantumkan daftar acuan yang isinya hanya karya yang diacu,dengan format:

•  Gunakan inisial nama depanpengarang.

•   Tahun terbit harus ditempatkansetelah nama pengarang.

•  Judul jurnal tidak boleh disingkat.

•  Kalau lebih dari satu karya olehpenulis yang sama urutkan secarakronologis waktu terbitan. Duakarya atau lebih dalam satu tahunoleh penulis yang sama dibedakandengan huruf setelah tanggal.

Pedoman Penulisan  BENEFIT , Vol. 9, No. 2, Desember 2005