ta'alum v1 n2 nop 2013

133
ISSN 2337-1891 T A ’ A L L U M Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013 Jurnal Pendidikan Islam

Upload: khoirul-anam

Post on 22-Oct-2015

151 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

ISSN 2337-1891

T A ’ A L L U M

Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013

Jurnal Pendidikan Islam

Page 2: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Nopember. Berisi tulisan yang diangkat dari kajiananalisis-kritis di bidang pendidikan. ISSN 2337-1891

Penanggung JawabMaftukhin

RedakturImam Fu’adi

M. Saifudin ZuhriNur Efendi

Muhammad Ridho

PenyuntingAbd. Aziz

Anin NurhayatiTadjudin

Redaktur PelaksanaMuh. Kharis

NuryaniArina ShofiyaUmy Zahroh

Muhamad ZainiFathul Mujib

Khoirul Anam

SekretariatAkhmad Rizqon Khamami

Moh. ArifIsno

ZainudinMuhibur RohmanMuh. Nurul huda

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Subag Umum Urusan Penerbitan STAIN Tulungagung Lantai IIJI. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung 66221 Telepon (0355) 321513 Fax (0355) 311 656.Email: [email protected]

Ta’allum (Jurnal Pendidikan Islam) diterbitkan sejak 1 Juni 1991 oleh Jurusan Tarbiyah STAINTulungagung.

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketikdi atas kertas berukuran A4 spasi 1,5 sepanjang lebih kurang 20 halaman, dengan format seperti tercantumpada “Pedoman Bagi Penulis” di bagian belakang jurnal ini. Naskah yang masuk dievaluasi dan disuntinguntuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya.

Dicetak di Percetakan KKS Yogya. Isi di luar tanggung jawab Percetakan

ISSN 2337-1891

T A ’ A L L U M

Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013

Jurnal Pendidikan Islam

Page 3: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

DAFTAR ISI

ISSN 2337-1891

T A ’ A L L U M

Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013

Jurnal Pendidikan Islam

Pendidikan Agama Islam di Sekolah UmumMagdalena 119-132

Fenomena Madrasah Pasca Skb 3 Menteri Tahun 1975dan Implikasinya terhadap Dunia Pendidikan IslamAnin Nurhayati 133-144

Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran IslamMoh. Lutfi Nurcahyono 145-158

Strategi Pemasaran dan Implementasinya DalamLembaga PendidikanKhoirul Anam 159-170

Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran IPSdi Sekolah Dasar/Madrasah IbtidaiyahAhmad Syaikhudin 171-182

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team AssistedIndividualization (TAI) Dalam Pembelajaran MatematikaUntuk Kelas RendahMuthik Chasnawati 183-194

Pengawasan Dalam Manajemen PendidikanTadjudin 195-204

Pendidikan Akhlak Sebagai Tuntutan Masa Depan AnakZainudin 205-216

Pendidikan Tinggi Dalam IslamAsrop Syafi’i 217-222

Hakikat Manusia dan Potensi Ruhaninya DalamPendidikan Islam: Sebuah Kajian OntologyAbd. Aziz 223-234

Tinjauan Matematis Manusia PrimaSyaiful Hadi 235-260

Page 4: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013
Page 5: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

PENDIDIKAN AGAMA ISLAMDI SEKOLAH UMUM

Magdalena

STAIN Padang Sidempuan, Jl. Imam Bonjol Km. 4,5Sihitang. Tapanuli [email protected]

ABSTRACTUndang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003is a law that manage all of educational system, included Islamiceducational system. Based on the law, Islamic educationalimplementation in general school has streght and weakness. Thestreght of it is Islamic educational implementation as a element ofthe education system can help to reach the national educationpurpose. Meanwhile, its weakness can find for several aspect sucheducational result, matter and time allocation, Islamic religionteacher, environment, and Islamic learning methodology.

Kata Kunci: pendidikan agama Islam, sekolah umum

PendahuluanSejak kemerdekaan sampai dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah banyak dikeluarkanregulasi yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, baik dalam bentukperundang-undangan, keputusan menteri, ketetapan MPR/MPRS dan peraturanpemerintah, di antaranya: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 BABXIII Pasal 31, Undang- Undang RI nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar Pendidikandan Pengajaran di Sekolah, Undang-Undang Pendidikan No. 20 tahun 1954, TAP.MPRS No.XXVII/MPRS/1966, UU.R.I Nomor 2 Tahun 1989 tentang SistemPendidikan Nasional, dan sebagainya.

Dalam sistem pendidikan Indonesia, pendidikan agama pada mulanya tidak masukke dalam kurikulum sekolah umum.Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwapendidikan agama adalah urusan orang tua di rumah, bukan urusan pemerintah/sekolahatau adanya anggapan bahwa pendidikan agama adalah urusan lembaga-lembagapendidikan Islam yang sudah berkembang di tengah masyarakat terutama sistempendidikan madrasah dan pondok pesantren.

Page 6: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132120

Perkembangan Pendidikan Agama di Sekolah UmumPerspektifPerundang-Undangan

Pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945berbunyi: 1) Tiap- tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; dan 2) Pemerintahmengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diaturdengan undang-undang.

Isi konstitusi ini mengamanatkan bahwa dalam upaya mencerdaskan kehidupanbangsa, pemerintah harus mengupayakan satu sistem pengajaran yang benar-benarmampu mengakomodir semua unsur bangsa yang sangat majemuk dalam berbagaiaspek (agama, suku bangsa, etnis, budaya dan sebagainya).Konstitusi ini juga menuntutpemerintah segera mengupayakan sebuah undang-undang yang mengatur sistempendidikan nasional.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, usaha-usahayang dilakukan dalam mengembangkan pendidikan adalah: pertama sekali membentukPanitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran tahun 1946 pada masa Menteri PP danK Mr. Soewandi, panitia tersebut diketuai oleh Ki Hajar Dewantoro. Panitia itu bertugasuntuk meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan, dan seluruh usaha pendidikan/pengajaran.1

Rencana pokok-pokok pengajaran yang dirumuskan Panitia ini memberikansebuah gambaran bahwa yang dimaksud dengan satu sistem pengajaran nasional yangdikehendaki oleh pasal 31 UUD 1945 adalah pendidikan dan pengajaran nasional yangbersendikan agama dan kebudayaan bangsa serta menuju ke arah keselamatan dankebahagiaan masyarakat.

Pada awal kemerdekaan, pemerintah dan bangsa Indonesia telah mewarisi sistempendidikan dan pengajaran yang dualistis, yaitu: (1) sistem pendidikan dan pengajaranpada sekolah-sekolah umum yang sekuler, tak mengenal ajaran agama, yang merupakanwarisan dari pemerintah kolonial Belanda, dan (2) sistem pendidikan dan pengajaranIslam yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Islam sendiri, baik yangbercorak isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasipola pendidikannya.2

Kedua sistem pendidikan yang ada pada awal kemerdekaan tersebut di atas,sering dianggap saling bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara terpisahsatu sama lain. Sistem pendidikan dan pengajaran yang pertama pada mulanya hanyamenjangkau dan dinikmati oleh sebagian kalangan masyarakat, terutama kalanganatas saja.Sedangkan yang kedua (sistem pendidikan madrasah dan pesantren) tumbuhdan berkembang secara mandiri di kalangan rakyat dan berurat- akar dalam masyarakatserta dinikmati oleh kalangan bawah.

Sistem pendidikan yang dikehendaki oleh para pendiri bangsa ini bukanlahsistem pendidikan dan pengajaran warisan pemerintah kolonial Belanda yang bercoraksekuler dan netral terhadap agama, tetapi bukan pula sistem pendidikan warisan dariummat Islam.Tampaknya mereka menghendaki terjadinya perpaduan atau integrasi

1Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam diIndonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 83

2Ibid., hal. 76

Page 7: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Magdalena, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum 121

antara kedua sistem pendidikan dan pengajaran warisan budaya bangsa tersebut menjadisatu sistem pendidikan nasional.

Dalam menjalankan tugasnya, khusus dalam bidang pendidikan agama, PanitiaPenyelidik Pengajaran RI menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:pertama,pelajaran agama dalam semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah.Kedua,para guru dibayar oleh pemerintah, ketiga, pada sekolah dasar, pendidikan ini diberikanmulai kelas IV, keempat, pendidikan tersebut diselenggarakan seminggu sekali padajam tertentu, kelima, para guru diangkat oleh Departemen Agama, keenam, para guruagama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum, ketujuh, pemerintahmenyediakan buku untuk pendidikan umum, kedelapan, diadakan latihan bagi paraguru agama, kesembilan, kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki, dankesepuluh, pengajaran bahasa Arab tidak dibutuhkan.3

Sebagai kelanjutan dari rekomendasi tersebut, pemerintah mengeluarkan PPNo. 1/SD tanggal 3 Januari 1946 dan pada tanggal tersebut dinyatakan secara resmiberdirinya Kementerian Agama. Perkembangan berikutnya, Menteri Agama melaluikeputusan Nomor 1185/KJ tanggal 20 Nopember 1946 menyempurnakan organisasiKementerian Agama dan membentuk komisi yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban antara lain: a).Urusan pelajaran dan Pendidikan Agama Islam dan Kristen,b).Urusan pengangkatan guru agama dan c).Urusan pengawasan pelajaran agama.4

Untuk merealisasikan hasil di bidang pendidikan agama, maka Menteri PP & Kdan Menteri Agama menerbitkan Peraturan Bersama No. 1142/bhg.A (Pengajaran)tanggal 2-12-1946, No. 1285/K.J. (Agama) tanggal 12-12-1946 yang menentukan adanyapelajaran agama di Sekolah Rakyat sejak kelas IV dan berlaku efektif mulai 1-1-1947.5

Dengan demikian pelaksanaan pendidikan agama di sekolah secara resmidilaksanakan pada tanggal 1-1-1947 yang didahului oleh keluarnya peraturan bersamaMenteri PP & K dan Menteri Agama dan diajarkan pada kelas IV sekolah dasar(Sekolah Rakyat).Untuk membuat rencana pengajaran agama dibentuk BadanPenasehat yang dinamai: Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam (tahun 1947M), yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantoro dan Drs. Abdullah Sigit.

Setelah pemerintah Republik Indonesia Serikat berpusat di Jakarta (tahun 1950),maka mulai diadakan kesatuan rencana Pendidikan Islam untuk seluruh Indonesia.Kebetulan waktu itu Mahmud Yunus dipindahkan dari Kementerian Agama Yogyakartake Kementerian Agama RIS Jakarta (3 September 1950).Maka diusahakanlah olehSekjen Kementerian Agama RI Yogyakarta Mr. Sunaryo bersama Mahmud Yunus untukmengadakan kompromi antara rencana Sumatera dengan rencana Kementerian AgamaYogya. Karena menurut rencana Sumatera pendidikan agama dimulai dari kelas I SR,sedangkan menurut rencana Kementerian Agama RI Yogya dimulai dari kelas IV.6

3Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah dan Sekolah (Jakarta: LP3ES, 1991), hal. 914Darwis Dasopang, “Pendidikan Agama Islam di Sekolah: Telaah Historis dan Dinamika

Perkembangannya” dalam “Pendidikan dan Psikologi Islam” Al-Rasyidin (ed.) (Bandung:Citapustaka Media, 2007), hal. 56

5Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan. Visi, Misi dan Aksi (Jakarta:PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hal. 10

6Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung,1983), hal. 358

Page 8: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132122

Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah dapat ditemukandalam Undang-Undang Pendidikan tahun 1950 nomor 4.7 Tentang hal ini terdapat padabab XII Tentang Pengajaran Agama di sekolah-sekolah negeri, pasal 20 sebagai berikut:ayat (1) dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orangtua muridmenetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut, dan (2) caramenyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturanyang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-samadengan Menteri Agama.8

Untuk keseragaman pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum,Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dan Departemen Agamamengeluarkan keputusan bersama yang dikeluarkan pada tanggal 16 Juli 1951 yangmenetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat selamadua jam perminggu. Di lingkungan khusus dimana Islam kuat, pelajaran agama mulaidi kelas I dan jam pelajaran ditambah 4 jam perminggu.9 Peraturan bersama itu memuatisi antara lain: (a) pada tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan vak)diberikan pendidikan agama (pasal 1); (b) Di sekolah-sekolah rendah pendidikan agamadimulai di kelas IV, banyaknya 2 (dua) jam pelajaran dalam 1 (satu) minggu (pasal 2ayat 1); (c) Di lingkungan yang istimewa pendidikan agama dapat dimulai di kelas Idan jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan, tetapi tidak melebihi 4 jam seminggudengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itutidak boleh dikurangi dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah lainnya di lain-lainlingkungan. (pasal 2 ayat 2); (d) Di sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dantingkatan atas baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah vak, diberipendidikan Agama 2 (dua) jam pelajaran dalam tiap-tiap minggu. (pasal 3); (e)Pendidikan Agama diberikan menurut agama murid masing-masing. (pasal 4 ayat 1);(f) Pendidikan Agama baru diberikan kepada sesuatu kelas yang mempunyai muridsekurang-kurangnya sepuluh orang, yang menganut suatu macam agama. (pasal 4ayat 2); dan (g) Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agamayang sedang diajarkan pada waktu itu, dan murid-murid yang meskipun memeluk agamayang sedang diajarkan tetapi tidak mendapat izin dari orang tuanya untuk mengikutipelajaran itu, boleh meninggalkan kelasnya selama jam pelajaran agama itu. (pasal 4ayat 3).10

Undang-Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 1954 antara lain berbunyi: (1)Dalam sekolah-sekolah negeri diselenggarakan pelajaran agama, orangtua menetapkanapakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut; (2) Cara menyelenggarakan pengajaranagama di sekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Menteri PendidikanPengajaran dan Kebudayaan bersama dengan Menteri Agama. Penjelasan pasal iniantara lain menetapkan bahwa pengajaran agama tidak boleh mempengaruhi kenaikankelas pada murid.11

7Karel A. Steenbrink, Pesantren …, hal. 91-928Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu, 1976), hal. 2619Karel A. Steenbrink, Pesantren …, hal. 9210Djumhur, Sejarah … , hal. 271-27211Karel A. Steenbrink, Pesantren …, hal. 91-92

Page 9: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Magdalena, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum 123

Setelah gagalnya gerakan G-30-S/PKI melakukan pemberontakan pada tahun1965, pemerintah dan rakyat Indonesia semakin menunjukkan perhatian yang besarterhadap pendidikan agama, sebab disadari dengan bermentalkan agama yang kuatlahbangsa Indonesia akan terhindar dari paham komunis. Untuk merealisasikan cita-citatersebut, maka ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966, pasal I memutuskanpendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah dasar sampai universitas-universitas negeri.12

Ketetapan MPRS ini menjadikan pendidikan agama semakin kokoh kedudukan-nya dalam sistem pendidikan nasional dan membuktikan bagaimana pentingnya perananpendidikan agama dalam upaya mengantisipasi usaha-usaha pihak luar yang akanmerongrong eksistensi bangsa Indonesia yang agamis. Ketetapan MPRS ini diikutidengan lahirnya peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan danKebudayaan tanggal 23 Oktober tahun 1967, dimana ditetapkan bahwa kelas I dan IISekolah Dasar diberikan mata pelajaran agama 2 jam perminggu, kelas III tiga jamperminggu, dan kelas IV, 4 jam perminggu. Hal ini berlaku juga bagi SMP dan SMA.Sedangkan di Perguruan Tinggi diberikan 2 jam perminggu.13

Kehidupan sosial, agama dan politik di Indonesia sejak tahun 1966 mengalamiperubahan yang sangat besar. Periode ini disebut Zaman Orde Baru dan zamanmunculnya angkatan baru yang disebut Angkatan 66. Pemerintah orde baru bertekadsepenuhnya untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakannyasecara murni. Pemerintah dan rakyat akan membangun manusia seutuhnya danmasyarakat Indonesia seluruhnya. Yakni membangun bidang rohani dan jasmani untukkehidupan yang baik, di dunia dan di akhirat sekaligus (simultan).Oleh karena itu OrdeBaru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan.14

Berdasarkan tekad dan semangat tersebut di atas maka kehidupan beragamadan pendidikan agama khususnya makin memperoleh tempat yang kokoh dalam strukturorganisasi pemerintahan dan masyarakat pada umumnya.Dalam sidang-sidang MPRyang menyusun GBHN pada tahun 1973-1978 dan 1983 selalu ditegaskan bahwapendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semuatingkatan (jenjang) pendidikan. Dalam GBHN-GBHN itu dirumuskan sebagaiberikut:Bahwa bangsa dan pemerintah Indonesia bercita-cita menuju kepada apa yangterkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalamrangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berartiadanya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmanidan rohani, antara bidang material dan spiritual, antara bekal keduniaan dan inginberhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan denganlingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti tersebut di atas menjadipangkal tolak pembangunan di bidang agama.15

Pada tahun ajaran 1976 diberlakukan kurikulum 1975 untuk SD, SMP dan SMAdengan surat Keputusan Menteri PP & K No. 008/C/U/1975, No. 008/D/U/1975.

12Haidar Putra Daulay, Sejarah …, hal. 9013Karel A. Steebrink, Pesantren…, hal. 9414Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, bekerja sama dengan

Dirjen Binbaga Islam Depag, 2010), hal. 15515Ibid., hal. 156

Page 10: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132124

Jam pengajaran pendidikan agama untuk SD tetap seperti kurikulum 1968, sedangkanuntuk SLTP dan SLA ditetapkan menjadi 2 jam pelajaran pada setiap minggu. Demikianpula dengan ditetapkan kurikulum 1984, kedudukan pendidikan agama, baik fungsi,peranan maupun jumlah jam pelajarannya berlangsung seperti yang sudah berjalan.16

Pada era pembangunan sekarang ini, pendidikan agama di masyarakat tetapdibina dan digalakkan dalam usaha untuk mengembangkan kehidupan beragama.Pendidikan agama dalam arti sebagai salah satu bidang studi telah diintegrasikan dalamkurikulum sekolah-sekolah negeri.Hal tersebut di atas ditegaskan dalam TAP. MPR1983 tentang GBHN bidang agama, poin 1 c dan 1 d, sebagai berikut:pertama, Dengansemakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaandan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik didalam kehidupan pribadi maupun dalam hidup sosial kemasyarakatan (1c.) dan kedua,Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangankehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,termasuk pendidikan agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah,mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri (1d).17

Setelah diterbitkannya Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang sistempendidikan Nasional sebagai pengganti Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentangDasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah, maka kedudukan pendidikan agamamenjadi semakin kuat. Antara lain dalam undang-undang tersebut mengenai pendidikanagama disebutkan bahwa: penyelenggaraan pendidikan agama di dalam keluargasebagai upaya untuk menumbuhkan dan memberikan keyakinan agama (pasal 10 ayat4); isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan selain wajib memuatPendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, juga memuat pendidikan agama (pasal39 ayat 2). Demikian pula secara eksplisit pendidikan agama dijumpai pula sebagai isikurikulum dari bahan kajian minimal bagi pendidikan dasar (pasal 39 ayat 3). Selanjutnyapada pasal 38 ayat 2 dijelaskan tentang arti pendidikan agama, yakni merupakan usahauntuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai denganagama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikantuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan dengan kerukunan antarummat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.18

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 menjelaskan status dan kedudukanpendidikan agama tersebut pada Bab V Pasal 12 ayat (1) Setiap peserta didik padasetiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agamayang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.19

Dengan berbagai uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan agama disekolah sudah mendapat perhatian yang sangat serius dari pemerintah Indonesia sejakzaman kemerdekaan sampai sekarang. Hal ini dibuktikan dengan keluarnya berbagairegulasi dan aturan yang membahas tentang posisi penting pendidikan agama dalamkehidupan bangsa Indonesia, dimana aturan-aturan yang ada berkembang ke arah

16Abdurrahman Saleh, Pendidikan …, hal. 1317Zuhairini, Sejarah …, hal. 23718Pemerintah RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sitem Pendidikan

Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hal. 41-4219Haidar Putra Daulay, Sejarah …, hal. 91

Page 11: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Magdalena, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum 125

yang lebih baik dari aturan yang satu ke aturan yang berikutnya, sehingga pelaksanaanpendidikan agama di sekolah berpijak pada landasan hukum yang kokoh dan dapatdipertanggungjawabkan.

Perspektif KurikulumKurikulum secara kebahasaan, berasal dari bahasa latin currere, yang berarti

lapangan perlombaan lari. Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pen-didikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan,direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlakudan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik, tenaga kependidikandan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.20

Kurikulum menurut Abdur Rahman Saleh adalah: cita-cita yang dimanifestasikandalam bentuk program; jalan yang ditempuh; segala pengalaman anak di bawahbimbingan sekolah; perangkat program pendidikan (yaitu kegiatan dan pengalamanbelajar) yang direncanakan dan dilaksanakan guna mencapai tujuan pendidikan;seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran dalam kegiatanbelajar-mengajar.21

Berdasarkan pengertian di atas dipahami bahwa cita-cita suatu bangsa dijabarkandalam kurikulum pendidikannya, baik dalam bentuk teori maupun dalam bentukpengalaman-pengalaman pembelajaran yang berfungsi sebagai proses pematangantarap berfikir anak-anak bangsanya. Dengan demikian isi dan muatan kurikulumsenantiasa mengalami penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi di tengahmasyarakat dengan tekanan yang berbeda.

Dalam dunia pendidikan Indonesia telah terjadi beberapa kali pergantiankurikulum sebagai inovasi dan penyesuaian terhadap perubahan dan perkembanganzaman demi tercapainya tujuan ideal bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupanbangsa dalam tata pergaulan dunia yang sangat kompetitif.

Kurikulum yang pertama sekali digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia adalahkurikulum tahun 1950, kemudian diganti dengan kurikulum 1958 yang dipergunakansampai tahun 1964, yaitu pada waktu kurikulum 1964 mulai disusun dan dilaksanakanmulai tahun 1965. Kurikulum ini terus dipergunakan walaupun masih mengalamiperubahan sampai tersusunnya kurikulum 1968 dan mulai dipergunakan pada tahun1969.22

Kurikulum 1968 merupakan kurikulum sekolah terakhir yang disusun sebelumRepelita I. Dan kurikulum 1975 adalah kurikulum yang disusun pertama kali dalamperiode era pembangunan jangka panjang pertama, yaitu pada masa Repelita II.Kurikulum 1975 disusun sebagai koreksi terhadap kelemahan-kelemahan kurikulum1968, baik dilihat dari pengorganisasian materinya, pendekatan belajar mengajarnya,sarana prasarana, maupun sistem pengelolaannya. Kurikulum tahun 1975 terus

20Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan, PanduanPengembangan Kurikulum (Jakarta: Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, 2005), hal. 1

21Abdurrahman Saleh, Pendidikan …, hal. 3922Ace Suryana dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar

(Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1993), hal. 97

Page 12: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132126

berlangsung sampai tahun 1984, yaitu pada waktu kurikulum 1984 disusun untukdigunakan pada jenis sekolah tertentu.23

Kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang adalah Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KSTP) sebagai inovasi dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).Aspekyang ditekankan dalam kurikulum yang berlaku sekarang adalah keseimbangan antaraaspek pengetahuan (kognisi), keterampilan (psikomotor), dan aspek sikap (apeksi)secara bersamaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Th. 2003 tentang SistemPendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan dasar dan menengahwajib memuat; pendidikan Agama, pendidikan Kewarganegaraan, bahasa, matematika,ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni budaya, pendidikan jasmani danolah raga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.24

Dalam Undang-Undang ini, pendidikan agama merupakan mata pelajaran wajibbagi jenjang pendidikan dasar dan ikut menentukan naik tidaknya siswa ke jenjangyang lebih tinggi, bahkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Th.2003 secara implisit menyatakan bahwa nilai pendidikan agama menentukan lulustidaknya seorang peserta didik dari sebuah lembaga pendidikan.

Perspektif Jam PelajaranDalam fase kemerdekaan era orde lama (1945 – 1959), pada masa ini Pendidikan

Agama Islam telah dikelola secara sistematis dalam muatan kurikulum nasional.Dalamhal ini, guru agama di sekolah umum dituntut untuk memiliki pengetahuan umum yangdapat menopang tugasnya. Alokasi waktu yang disediakan sebanyak 2 jam pelajaranperminggu. Materi yang diajarkan meliputi akidah, syariah dan akhlak. Pengalokasianterhadap pendidikan agama Islam yang demikian secara umum tidak jauh berbedadengan kebijakan pendidikan yang berlaku sampai dewasa ini.25

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: kelompokmata pelajaran agama dan akhlak mulia, mata pelajaran kewarganegaran dankepribadian, mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pelajaran estetika,dan mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Sementara itu, mengenai struktur kurikulum SD/MI dapat dijelaskan sebagaiberikut: pertama, kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal danpengembangan diri seperti tertera pada tabel; kedua, subtansi mata pelajaran IPA danIPS pada SD/MI merupakan IPA terpadu dan IPS terpadu; ketiga, pembelajaranpada kelas I s/d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelasIV s/d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran; keempat, jam pembelajaranuntuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikilumsatuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaranperminggu secara keseluruhan; kelima, alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah

23Ibid., hal. 9824Pemerintah RI, Undang-Undang Nomor 20 …, hal. 2225Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Quantum

Teaching, 2005), hal. 174

Page 13: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Magdalena, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum 127

35 menit; dan keenam, minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran (dua semester) adalah34 – 38 minggu.

Sedangakan struktur kurikulum SMP/MTs dapat dijelaskan sebagai berikut:pertama, kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal danpengembangan diri; kedua, subtansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTsmerupakan IPA terpadu dan IPS terpadu; ketiga, jam pembelajaran untuk setiap matapelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikilum satuan pendidikandimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secarakeseluruhan; keempat, alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit; dankelima, minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran (dua semester) adalah 34 – 38 minggu.

Sementara itu struktur kurikulum SMA/MA adalag sebagai berikut: pertama,kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal danpengembangan diri, Kelas XI dan XII Program IPA, IPS, Bahasa dan Keagamaanterdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri; kedua, jampembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalamstruktur kurikilum Satuan Pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jampembelajaran perminggu secara keseluruhan; ketiga, alokasi waktu satu jampembelajaran adalah 45 menit, dan keempat, minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran(dua semester) adalah 34 – 38 minggu.

Struktur kurikulum SMK/MAK meliputi substansi pembelajaran yang ditempuhdalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun atau dapat diperpanjang hingga empattahun mulai dari kelas X sampai dengan kelas XII atau kelas XIII. Struktur SMK/MAK disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi matapelajaran.26

Respon Masyarakat tentang Pendidikan Agama di Sekolah UmumHingga saat ini bangsa Indonesia masih mengalami suasana keprihatinan yang

bertubi-tubi.Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita masih bertengger dalamjajaran negara yang paling korup di dunia. Dari lingkungan pejabat tinggi hinggalingkungan pejabat paling rendah; disiplin makin longgar, tingkat penindasan yang kuatterhadap yang lemah sebagaimana tampak dalam tingkah laku semrawut dan salingmenindas para pelaku lalu lintas yang tidak kunjung berkurang, semakin meningkatnyatindak kriminal, tindak kekerasan, anarchisme, premanisme, tindakan brutal, perkelahianantar pelajar, konsumsi minuman keras, dan narkoba yang sudah melanda di kalanganpelajar, white collar crimes (kejahatan kerah putih), KKN (Korupsi, Kolusi danNepotisme) yang melanda di berbagai institusi dan lain-lain.27

Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multi dimensional.Hasil kajianberbagai disiplin ilmu dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwasegala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak atau moral. Anehnya, krisis inioleh beberapa pihak antara lain disebabkan karena kegagalan pendidikan agama.Bertolak dari hasil survey di beberapa Negara (Indonesia, Rusia, Pakistan, Bangladesh,Nigeria, Argentina, AS, Kanada dan sebagainya), Azyumardi Azra tidak setuju pada

26Mendiknas, Lampiran Permendiknas no.22 Tahun 2006 tanggal, 23 Mei 2006,(Jakarta: Mendiknas, 2006), hal. 6-19

27Muhaimin, Rekonstruksi…, hal. 54

Page 14: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132128

pendapat yang mengatakan maraknya tindak kriminal disebabkan oleh gagalnyapendidikan agama. Maraknya tindak kriminal lebih disebabkan oleh: 1) lemahnyapenegakan hukum, atau soft state (Negara lembek) dalam penegakan hukum, semuanyabisa diatur dengan sogok menyogok, money politic, dan lain sebagainya; 2) mewabahnyagaya hidup hedonistik; dan 3) kurang adanya political will dan keteladanan dari pejabat-pejabat publik untuk memberantas korupsi atau penyakit sosial lainnya. Karena itutidaklah adil apabila orang secara simplistis mengkambinghitamkan agama.28

Terlepas dari kontroversi penyebab maraknya tindak kriminal di beberapa negaratermasuk di Indonesia, yang jelas pendidikan agama banyak menuai komentar negatifdari masyarakat, baik masyarakat awam, birokrat maupun masyarakat akademis.Mochtar Buchori; beliau menilai pendidikan agama masih gagal disebabkan praktekpendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif dan mengabaikan pembinaan aspekapektif yaitu kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.Akibatnyaterjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxisdalam kehidupan nilai agama.29

Maftuh Basyuni; dalam majalah Tempo, 24 Nopember 2004 menyatakan bahwapendidikan agama yang berlangsung saat ini cenderung masih mengedepankan aspekkognisi (pemikiran) daripada apeksi (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku).30

Komaruddin Hidayat; beliau mengatakan pendidikan agama lebih berorientasi padabelajar tentang agama, sehingga hasilnya banyak orang yang mengetahui nilai-nilaiajaran agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan ajaran agama yang diketahuinya.31

Kekurangberhasilan pendidikan agama di sekolah dari beberapa komentar diatas dikarenakan: isi pendidikan agama yang ada terlalu akademis, terlalu banyaktopik, banyak pengulangan yang tidak perlu, akhlak dalam arti perilaku hampir tidakdiperhatikan, kecuali yang bersifat kognitif dan hafalan. Dalam hal pengajaran Alquran,proses yang ada hampir tidak memungkinkan anak didik memiliki kemampuan membacadan menulis Alquran dengan baik karena metode yang dipakai tidak memadai.32

Salah satu komentar yang paling menarik adalah yang disampaikan oleh Rasdianabahwa orientasi pembelajaran Alquran di sekolah masih sebatas kemampuan membaca,belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian makna.Padahal untuk sampaipada ajaran Islam yang utuh diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dalam memahamidan menggali makna yang terkandung di dalam Alquran sebagai sumber utama ajaranIslam dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

Berbagai persoalan internal pendidikan agama Islam tersebut hingga kini belumterpecahkan secara memadai, tetapi di sisi lain pendidikan Islam juga sedang ber-hadapan dengan faktor-faktor eksternal yang antara lain berupa menguatnya pengaruhbudaya materialisme, konsumerisme, dan hedonisme, yang menyebabkan terjadinyaperubahan life style (gaya hidup) masyarakat dan peserta didik pada umumnya. Di

28Ibid., hal. 54.29Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam(Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2005), hal. 2330Ibid.31Ibid.32Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Logos Wacana

Ilmu, 2001), hal. 38

Page 15: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Magdalena, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum 129

tengah-tengah suasana semacam itudiperlukan upaya fungsionalisasi pendidikan agamaIslam seoptimal mungkin melalui manajemen kurikulum PAI yang lebih profesional disekolah.

Analisis terhadap Pelaksanaan Pendidikan Agama di Sekolah UmumSecara konseptual-teoretis pendidikan agama di sekolah berfungsi sebagai: 1)

pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia pesertadidik seoptimal mungkin, 2) penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapaikebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, 3) penyesuaian mental peserta didik terhadaplingkungan fisik dan sosial, 4) perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahanpeserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, 5) pencegahan dari hal-hal negatif budaya asing yang dihadapinya sehari-hari, 6)pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya, dan 7) penyaluran untuk mendalami pendidikan agamake lembaga pendidikan yang lebih tinggi.33

Dengan beratnya fungsi yang diemban oleh pendidikan agama Islam di sekolahdalam tugas-tugas keagamaan tentunya akan menyebabkan perhatian pemerintahterhadap segala aspek yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikanagama (baik dari segi regulasi, penambahan dan perbaikan fasilitas, penambahan jumlahjam, peningkatan mutu dan kompetensi guru dan sebagainya) akan semakin meningkatdari waktu ke waktu.

Sementara itu permasalahan-permasalahan pelaksanaan pendidikan agama disekolah dapat dikategorikan dalam berbagai aspek: 34Pertama, hasil yangdiharapkan.Rumusan tujuan pendidikan agama yang terangkum dalam kata“meningkatkan iman dan takwa” merupakan hal yang masih sangat luas.Unsurketakwaan yang mana yang perlu dicapai secara khusus pada masing-masing jenjangpendidikan (dari SD-PT) perlu dirumuskan mengingat keterbatasan waktu, fasilitasdan kondisi lingkungan serta spesifikasi jenis dan tingkatan sekolah tertentu.Kedua,Materi dan alokasi waktu.Luasnya ruang lingkup materi pendidikan agama Islam jikadibandingkan dengan alokasi waktu yang tersedia (2 jam pelajaran perminggu) tidakakan bisa dituntaskan apalagi kalau dihubungkan dengan konsep belajar tuntas (masterylearning).

Permasalahan luasnya materi pelajaran agama di sekolah dengan minimnyaalokasi waktu yang tersedia dapat diatasi dengan berbagai upaya antara lain: penekanankegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah dalam bentuk habitualisme atau kegiatan-kegiatan pembiasaan seperti pembiasaan pengucapan salam, pembiasaan salat zuhurberjamaah, pembiasaan doa sebelum dan sesudah pembelajaran oleh guru-guru yangberagama Islam dan pembiasaan melafalkan surat-surat pendek sebelum dan sesudahpembelajaran. Dan upaya lainnya adalah pengintegrasian nilai-nilai agama pada seluruhmata pelajaran atau bidang studi oleh semua guru yang beragama Islam.

Ketiga, Siswa sebagai peserta didik.Analisis faktual menunjukkan kondisi siswadi sekolah terutama pada sekolah lanjutan terdiri dari latar belakang yang sangatbervariasi mulai dari latar belakang sekolah asal, kondisi keluarga sampai pengalaman

33Muhaimin, Pengembangan …, hal. 4034Abdurrahman Saleh, Pendidikan …, hal. 25-28

Page 16: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132130

35Muhaimin, Pengembangan … , hal. 27

keagamaan.Kondisi seperti ini tentu sangat menyulitkan bagi para guru agama dalammenjalankan tugasnya untuk menyelesaikan program pengajaran dalam kurikulumpendidikan agama Islam.Keempat, Ooangtua siswa.Keterlibatan orangtua dalam rangkamemberhasilkan program pembelajaran agama memiliki peranan yang cukup strategis.Kondisi orangtua yang cukup sibuk sehingga tidak memiliki waktu luang untukmemantau proses belajar anaknya di rumah (termasuk pendidikan agama) merupakanpermasalahan yang cukup serius pada masa sekarang ini.

Kelima, lingkungan pendidikan.Proses internalisasi nilai-nilai agama yangdilakukan di sekolah sering kali kontradiksi dengan fakta yang terjadi di tengahmasyarakat, sehingga peserta didik mengalami kebingungan untuk menentukan pilihandi antara kontradiksi yang terjadi antara nilai-nilai ideal yang ditanamkan di sekolahdengan fakta-fakta sosial di tengah masyarakat.Keenam, guru agama.Permasalahanyang sering terjadi mengenai guru agama adalah masalah rasio guru agama denganjumlah siswa, kualitas dan kapasitas keilmuan guru agama, masalah profesionalismeguru agama, dualisme birokrasi pengelola pendidikan (Kementerian Pendidikan Nasionaldan Kementerian Agama), dan sebagainya.

Ketujuh, metodologi. Kelemahan pendidikan Islam dalam aspek metode dapatdiidentifikasi sebagai berikut: a). kurang bisa mengubah pengetahuan agama yangkognitif menjadi makna dan nilai atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik, b). kurang dapatberjalan bersama dengan program-program pendidikan non agama, c). kurangmempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurangilustrasi konteks sosial budaya, atau bersifat statis akontekstual dan lepas dari sejarah,sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidupdalam keseharian.35

Apa yang digambarkan ini hanya merupakan sebagian kecil dari persoalan-persoalan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, apabila ditelusuri lebih lanjut akanditemukan berbagai kendala yang merupakan permasalahan-permasalahan yangmenjadi kendala dalam proses pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Diakui bahwaterdapat beberapa kesulitan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, baik yangbersifat internal maupun eksternal.Kesulitan internal, berasal dari sifat bidang studiPendidikan Agama Islam itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisikadan bersifat abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra-rasional. Sedangkankesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi Pendidikan Agama Islam itu sendiri,antara lain menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksionaldalam bekerja, orangtua di rumah mulai kurang memperhatikan pendidikan agamaanaknya, orientasi tindakan semakin materialistis, orang semakin bersifat rasional, orangsemakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah dan lain-lain.

PenutupDinamika perkembangan pendidikan agama terus-menerus mendapat perhatian

dari seluruh masyarakat Indonesia, perhatian itu bukan saja datang dari kelompokmasyarakat dan pemeluk agama saja tetapi juga dari pemerintah sebagai penyelenggara

Page 17: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Magdalena, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum 131

pendidikan termasuk pendidikan agama dan keagamaan. Respon dan perhatian terhadappenyelenggaraan pendidikan agama di sekolah ini dibuktikan dengan banyaknya undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sejak Indonesia merdekasampai sekarang yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum.Dan peraturan perundang-undangan yang ada senantiasa mengalami perkembanganke arah yang positif sehingga pelaksanaan pendidikan agama di sekolah mengalamiperbaikan tahun demi tahun.

Perhatian terhadap pentingnya pendidikan agama semakin dirasakan olehsegenap bangsa Indonesia ketika ajaran agama mampu menangkis dan menggagalkanupaya sekelompok masyarakat Indonesia yang ingin mengubah dasar dan haluan negarayang berlandaskan agama menjadi idiologi komunis yang anti agama.

Undang-undang paling mutakhir yang mengatur tentang pendidikan agama disekolah adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional. Dalam undang- undang ini dinyatakan bahwa tujuanpendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusiayang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis sertabertanggung jawab.

Upaya mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa dan berakhlak mulia tidak akan tercapai apabila mengabaikan peranpendidikan agama di sekolah, karena sebagian besar anak Indonesia usia sekolahmengenyam pendidikan pada sekolah-sekolah umum (SD, SMP, SMA dan PerguruanTinggi Umum).

DAFTAR PUSTAKADaulay, Haidar Putra . Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam

di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.Dasopang, Darwis. “Pendidikan Agama Islam di Sekolah: Telaah Historis dan Dinamika

Perkembangannya” dalam “Pendidikan dan Psikologi Islam” Al-Rasyidin(ed.). Bandung: Citapustaka Media, 2007.

Djumhur dan Danasuparta, Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu, 1976.Hardinah, Hesti. (ed.), UU. RI No. 2 Th. 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Semarang: Aneka Ilmu, 2008.Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan,

Panduan Pengembangan Kurikulum.Jakarta: Bina Mitra PemberdayaanMadrasah, 2005.

Mendiknas, Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006.Jakarta: Mendiknas, 2006.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2009.

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009.Nizar, Samsul.Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:

Quantum Teaching, 2005.

Page 18: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 119-132132

Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Logos WacanaIlmu, 2001.

Saleh, Abdul Rahman. Pendidikan Agama dan Keagamaan. Visi, Misi danAksi.Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000.

Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah dan Sekolah.Jakarta: LP3ES, 1991.Suryana, Ace dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar.

Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1993.UU Tentang Sitem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta:

Sinar Grafika, 1993.UU RI No. 20 Th. 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang: Aneka

Ilmu, 2003.Yunus,Mahmud.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung,

1983.Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, bekerja sama dengan

Dirjen Binbaga Islam Depag, 2010.

Page 19: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

FENOMENA MADRASAH PASCA SKB 3 MENTERITAHUN 1975 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

DUNIA PENDIDIKAN ISLAM

Anin Nurhayati

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 [email protected]

ABSTRACTMadrasah as one of Islamic education in Indonesia has a longhistory in this nation. Formally, madrasah is developed as a responsetoward two important conditions, those are the reformation of Islamin Indonesia and education under supervision of Dutch. Theimplication of such condition in modern era is the issue of the decreeof three ministers that reduce the problem dualism in educationand the improvement of the quality of madrasah. The issue ofsuch decree is a stepping point to integrate madrasah to the nationalsystem of education.

Kata Kunci: posisi madrasah, SKB 3 menteri

PendahuluanMadrasah sebagai institusi pendidikan keagamaan di Indonesia, memiliki sejarah

yang panjang. Penelusuran jejak-jejak madrasah dapat dimulai dari upaya-upayamemperbarui sistem pendidikan Islam, baik yang dilakukan secara pribadi olehpemimpin-pemimpin Islam, maupun yang dilakukan secara institusional lewat organisasisosial-keagamaan. Bukan hal yang mudah pula untuk membuktikan siapa pemimpin,atau lembaga mana yang pertama kali memulai melakukan perubahan substansi, dandidaktik-metodik dalam pendidikan Islam, yang diambil dari sistem pendidikan Baratini.1 Masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke Indonesia pada awal abadkeduapuluh, dan dikategorikanlah madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yangmenyuarakan suara pembaruan, berbeda dengan pesantren yang dianggap sebagailembaga pendidikan tradisional.2

Identitas madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tetapdipertahankan meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang

1 aidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam diIndonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 96-98

2 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional diIndonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 55

Page 20: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 133-143134

tidak kecil, terutama pada masa penjajahan. Menurut Maksum ada dua faktor pentingyang melatarbelakangi kemunculan madrasah di Indonesia, pertama, karena pembaruanIslam, kedua adalah sebagai respon terhadap politik pendidikan Hindia Belanda.Sedangkan menurut Muhaimin bahwa kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikanIslam setidaknya karena beberapa alasan: yaitu sebagai manifestasi pembaruan sistempendidikan Islam, penyempurnaan sistem pesantren, keinginan sebagian kalangan santriterhadap model pendidikan Barat, dan sebagai sintesa sistem pendidikan pesantrendan sistem pendidikan Barat.3

Pasca kemerdekaan dibentuklah departemen agama pada 3 Januari 1946 yangakan mengurus masalah keberagamaan di Indonesia, termasuk didalamnya pendidikan,khususnya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya, madrasah walaupunsudah berada di bawah naungan Departemen Agama tetapi hanya sebatas pembinaandan pengawasan. Hal ini berjalan sampai berakhirnya Orde Lama. Bahkan pada awal-awal masa pemerintahan Orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkandan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandangsebagai bagian dari sitem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikanotonom di bawah pengawasan menteri Agama. Hal ini disebabkan pendidikan madrasahbelum didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belumterstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemenmadrasah oleh pemerintah.

Menghadapi kenyataan tersebut langkah pertama dalam melakukan pembaruanadalah dikeluarkannya kebijakan Menteri Agama dengan melakukan formalisasi danstrukturisasi madrasah.4 Salah satunya seperti tercantum pada Pasal 1 TAP MPRSNo. XXVII tahun 1966 menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran disekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke universitas-universitas negeri.5

Hal ini menunjukkan bahwa upaya melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasahmerupakan agenda awal pemerintah pada masa Orde Baru.

Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuatkeberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintahterkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional.Hal ini terlihat dengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatukebijakan berupa Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 1972 tentang “Tanggung JawabFungsional Pendidikan dan Latihan”. Selanjutnya Keppres ini dipertegas oleh InpresNo 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dengan Keppres dan Inpres ini,penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggungjawab Mendikbud. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannyapenyelengaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasionalkepada Depdikbud.6

3 Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Islam di Indonesia ( Malang: UMM Presss,2006), hal. 117-118

4 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan EraRasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 360; Lihat juga Mahmud Arif,Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakarta: LKis, 2008), hal. 205

5 Haidar Putra Daulay, Pendidikan …, hal. 1506 Samsul Nizar, Sejarah …, hal. 360

Page 21: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 ... 135

Kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan umat Islam ini menimbulkan responsdan kegelisahan tokoh-tokoh Islam dan organisasi-organisasi yang bergerak di bidangpendidikan, karena kebijakan ini akan menghilangkan wewenang Menteri Agama dibidang pendidikan. Respons itu ditunjukan antara lain oleh MP3A7 yang berpendapatbahwa yang paling tepat untuk diserahi tanggungjawab dalam penyelenggaranpendidikan madrasah adalah Depag, sebab Menteri Agamalah yang lebih tahu konstelasipendidikan Islam, bukan Mendikbud atau menteri-menteri yang lain.8

Melihat aspirasi umat Islam yang keberatan atas kebijakan yang dikeluarkanpemerintah, maka pemerintah pun secara aktif menyikapi tuntutan umat Islam tersebut,sehingga pada tanggal 26 November 1974 diadakan sidang kabinet terbatas yang salahsatu hasilnya adalah kesepakatan yang dikeluarkan oleh tiga menteri (Menteri Agama,Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) yang dikenal dengan“SKB 3 Menteri” tahun 1975 tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah”.9

Melihat fenomena lahirnya SKB 3 Menteri diatas sesungguhnya menarik untukdikaji bahwa kebijakan yang berupa SKB ini merupakan “keputusan politik” atau “solusipolitik” pemerintah dalam menyikapi penyelenggaran pendidikan madrasah. Terlepasbahwa SKB 3 Menteri ini dapat juga dianggap sebagai tonggak sejarah modernisasimadrasah. Dengan lahirnya SKB ini pula dikotomi dua macam pendidikan agama danumum melahirkan dualisme pendidikan di Indonesia semakin kuat.

Madrasah sebelum SKB 3 Menteri Tahun 1975Perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dalam bentuk madrasah

merupakan pengembangan dari sistem tradisional yang diadakan di surau, langgar,masjid dan pesantren. Perkembangan selanjutnya yang mengubah sistem halaqah kesistem klasikal dipengaruhi oleh sistem sekolah-sekolah pemerintah kolonial Belanda.Hal ini bertujuan untuk menandingi sekolah-sekolah Belanda yang diskriminatif dannetral agama yang dinilai tidak sesuai dengan cita-cita Islam. Sejarah dan perkembanganmadrasah di Indonesia di bagi pada 2 periode yaitu periode sebelum kemerdekaan danperiode setelah kemerdekaan, tepatnya sampai masa orde lama.

Latar belakang pertumbuhan madrasah sebelum kemerdekaan dapatdikembalikan pada dua situasi yaitu adanya gerakan Pembaharu Islam di Indonesia10

dan adanya respon masyarakat muslim terhadap politik pendidikan Hindia Belanda.Madrasah dalam beberapa hal dapat dikatakan sebagai lembaga persekolahan alaBelanda yang diberi muatan keagamaan.11

Adapun setelah kemerdekaan, dibentuklah Departemen Agama yang akanmengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan,khususnya madrasah. Dalam bagian struktur organisasinya terdapat bagian pendidikandengan tugas pokoknya mengurus masalah pendidikan agama di sekolah umum dan

7 Lihat Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan KebijakanPublik terhadap Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), hal.111

8 Nurasa, Pola …, hal. 3639 Ibid.10 Khozin, Jejak-jejak …, hal. 11811 Ibid.

Page 22: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 133-143136

pendidikan agama di sekolah agama (madrasah dan pesantren), di samping itu ditambahlagi dengan penyelenggaraan pendidiikan guru untuk pengajaran agama disekolahumum, dan guru pengetahuan umum di perguruan-perguruan agama.

Perkembangan madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangatterkait dengan peran Departemen Agama (Kemenag). Lembaga inilah yang secaraintensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Salah satu capaianyang paling menonjol dari pembinaan madrasah pada masa Orde Lama adalahpengembangan yang intensif terhadap madrasah keguruan, baik dalam bentukPendidikan Guru Agama (PGA) maupun Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).Selain itu Departemen Agama (Kemenag) juga mengambil kebijakan pemberdayaandan peningkatan kualitas dengan menegerikan beberapa madrasah swasta.12

Namun demikian, perhatian pemerintah tersebut tidak berlanjut. Hal ini Nampakketika Undang-undang pendidikan nasional pertama (UU no 4 tahun 1950 jo UU no.12 tahun 1954)13 diundangkan, masalah madrasah dan pesantren tidak dimasukkansama sekali, oleh karena itu mulai muncul sikap diskriminatif pemerintah terhadapmadrasah dan pesantren.

Seharusnya pemerintah dalam hal ini Departemen Agama berusaha membukaakses madrasah ke pentas nasional, karena memang salah satu tujuan daripemnbentukan Departemen Agama adalah untuk memperjuangkan politik pendidikanIslam.

Adapun untuk merealisasikan UU No 4 Tahun 1950 pasal 1 tetang kewajibanbelajar maka diselenggarakanlah konsep MWB (Madrasah Wajib Belajar) sebagaitindak lanjutnya.14 Sedangkan untuk pengorganisasian dan pengaturan kurikulum sertapenyelenggaran MWB, diatur sebagai berikut: a) MWB adalah tanggung jawabpemerintah. b) MWB menampung murid-murid yang berumur antara 6-14 tahun. c)Lama belajar MWB adalah 8 tahun. d) Pelajaran yang dibeikan pada MWB terdiridari tiga kelompok studi, yaitu pelajaran agama, pengetahuan umum dan pelajaranketrampilan dan kerajinan tangan. e). 25% dari jumlah jam pelajaran digunakan untukagama, sedangkan 75% untuk pengetahuan umum, ketrampilan dan kerajinan tangan.15

MWB ini dinilai telah menawarkan konsep yang lebih baik meskipun pada akhirnyamengalami kegagalan..

Madrasah Perspektif SKB 3 Menteri Tahun 1975SKB ini dapat dipandang sebagai model solusi yang disatu sisi memberikan

pengakuan eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan kepastian akan berlanjutnyausaha yang mengarah pada pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif.

Akan tetapi melihat sejarah kelahiran SKB ini dan mencermati isinya nampakterlihat ada sebuah solusi politik yang mana hal itu bisa di baca pada konsiderans butirb yang berbunyi bahwa dipandang perlu mempertimbangkan penerbitan KeputusanBersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri DalamNegeri tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah, sebagai pelaksanaan

12 Khozin, Jejak-jejak …, hal. 12213 Saridjo, Pendidikan …, hal. 7314 ibid, hal. 8715 Khozin, Jejak-jejak …, hal. 120

Page 23: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 ... 137

dari Keputusan presiden No 34 tahun 1972 dan Instruksi Presiden No 15 tahun 1974.Dalam kenyataannya, isi SKB tidak sepenuhnya sejiwa dengan sebagian isi Keppres.Dalam SKB dinyatakan bahwa pengelolaan madrasah tetap menjadi tanggung jawabdan wewenang Menteri Agama, yang tadinya dalam Keppres kewenangan pengelolaanterhadap pembinaan pendidikan termasuk pendidikan madrasah dialihkan kepada MenteriPendidikan dan Kebudayaan. Selain itu dari perspektif pembaruan pendidikan Islam(madrasah dan pesantren) ide dan gagasan-gagasan SKB 3 Menteri pada dasarnyamerupakan kelanjutan dari gagasan-gagasan yang sama yang muncul sebelumnyaseperti yang pernah dilakukan oleh Menteri Agama KH Moh Ilyas (1953-1959) yangmemasukkan tujuh mata pelajaran umum16 dalam kurikulum, dan konsep pengembanganmadrasah wajib belajar (MWB) tahun 1958/1959.17

Di satu sisi SKB 3 Menteri itu dipandang sebagai pengakuan yang lebih nyataterhadap eksistensi madrsah dan sekaligus merupakan langkah strategis menuju tahapanintegrasi madrasah dan Sistem Pendidikan Nasional yang tuntas. Dengan SKB tersebut,madrasah memperoleh definisinya yang semakin jelas sebagai lembaga pendidikankeagamaan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajarandasar yang sekurang kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum. Sejumlah diktumdari SKB 3 Menteri ini memang memperkuat posisi madrasah lebih ditegaskan denganmemerinci bagian-bagian yang menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah.

Memperhatikan uraian di atas memang nampaknya SKB 3 Menteri memberikanbeberapa keuntungan kepada madrasah, akan tetapi ada konsekuensi yang harusdipenuhi oleh madrasah yang merupakan muatan atau substansi madrasah, bahwasemua madrasah harus mengubah kurikulum dan jumlah jam pelajarannya, tidak bolehkurang dari yang disediakan di sekolah umum.

Pada tahap awal setelah SKB, Depag menyusun kurikulum 1976 yangdiberlakukan secara intensif mulai 1978. Kemudian kurikulum 1976 ini disempurnakanlagi melalui kurikulum 1984 sebagaimana dinyatakan dalam SK Menteri Agama No.45 tahun 1987. Penyempurnaan ini sejalan dengan perubahan kurikulum sekolah dilingkungan Depdikbud.18

SKB 3 Menteri dapat dipandang sebagai tonggak integrasi madrasah ke dalamsistem pendidikan nasional. Meskipun demikian, bukan berarti pelaksanaan SKB 3Menteri berlangsung tanpa hambatan. Sebagian kaum muslim khususnya kalanganulama tradisional memandang bahwa SKB 3 Menteri telah membawa siswa madrasahserba tanggung, mereka tidak menguasai pengetahuan umum dengan baik, tidak jugamenguasai pengertian agama dengan memadai. Hal ini menurut mereka, akanmenyebabkan mandeknya kaderisasi ulama.19

Menteri Agama (H.A. Mukti Ali) menyadari implikasi yang akan timbul dariperubahan komposisi kurikulum mata pelajaran agama dan umum 30%:70% itu terhadappenguasaan pengetahuan agama bagi peserta didik di madrasah. Oleh karena itu beliau

16 Saridjo, Pendidikan …, hal. 9217 Ibid., hal. 11418 M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 2003), hal. 5919 Ibid., hal. 123

Page 24: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 133-143138

selalu mengatakan bahwa sebaik-baik penyelenggaraan madrasah (pola SKB) beradadalam lingkungan pondok pesantren yang kegiatan belajar mengajarnya berlangsungselama 24 jam. Dengan demikian, kurikulum madrasah dapat di desain 100% untukagama dan 100% untuk umum.20

Di sisi lain bahwa pemerintah tidak mendiamkan keluhan-keluhan sehubungandengan SKB 3 Menteri. Sebagai respons terhadap keluhan-keluhan tersebut, MenteriAgama Munawir Syadzali memprakarsai Pendidikan Madrasah Aliyah ProgramKhusus, madrasah berasrama dengan kurikulum 70 % agama. Lembaga ini dimaksudkanuntuk mencetak ulama. Dengan MAPK diharapkan kaderisasi ulama tidak mengalamikemandekan.21

Signifikansi SKB 3 Menteri ini bagi umat Islam adalah, pertama, terjadinyamobilitas sosial dan vertikal siswa siswi madrasah yang selama ini terbatas di lembaga-lembaga pendidikan tradisional (madrasah dan pesantren), kedua, membuka peluangkemungkinan anak-anak santri memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern.

Madrasah Pasca SKB 3 MenteriDengan diterbitkannya SKB 3 Menteri tahun 1975 yang bertujuan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan madrasah,22 dan diterapkannyakurikulum baru pada tahun 1976 sebagai realisasi SKB 3 Menteri tersebut. SKB 3Menteri itu telah memberikan nilai positif dengan menjadikan status madrasah yangsejajar dengan sekolah-sekolah umum. Sisi positif lain dari SKB 3 Menteri telahmengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh mengintervensikependidikan Islam yang telah lama dipraktekkan umat Islam. Dengan berlakunyaSKB 3 Menteri, maka kedudukan Madrasah memang telah sejajar dengan sekolah-sekolah umum. Dari segi organisasi, madrasah sama dengan sekolah umum, dari segijenjang pendidikan, MI, MTs, dan MA sederajat dengan SD, SMP dan SMA.

SKB 3 Menteri ini kemudian dikuatkan dengan SKB 2 Menteri tahun 1984tentang “Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan KurikulumMadrasah”. Yang isinya anatara lain penyamaan mutu lulusan madrasah yang dapatmelanjutkan pendidikan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi. SKB 2 Menteriini dijiwai oleh ketetapan MPR No II/TAP MPR/1983 tentang perlunya penyesuaiansistem pendidikan sejalan dengan adanya kebutuhan pembangunan di segala bidang,antara lain dilakukan melalui perbaikan kurikulum sebagai salah satu upaya perbaikanpenyelenggaraan pendidikan baik di sekolah umum maupun madrasah.

Substansi dan pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini antaralain: 1) kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan programkhusus; 2) program inti untuk memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasahsecara kualitatif sama; 3) program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekalkemampuan siswa yang akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi bagi sekolah danmadrasah tingkat menengah atas; 4) pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah danmadrasah mengenai sistem kredit, bimbingan karier, ketuntasan belajar dan sistem

20 Saridjo, Pendidikan Islam…, hal. 11721 Ibid, hal. 12422 Marwan Saridjo, Bunga Rampai pendidikan Agama Islam (Jakarta: Amissco, 1996),

hal. 118

Page 25: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 ... 139

penilaian adalah sama; dan 5) hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dansarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diaturbersama oleh kedua departemen tersebut.23

Menindaklanjuti SKB 2 Menteri tersebut lahirlah kurikulum 1984 untuk madrasahyang tertuang dalam keputusan Menteri Agama no 99 tahun ‘1984 untuk MadrasahIbtidaiyah. No 100 tahun 1984 untuk Madrasah Tsanawiyah dan no 101 tahun 1984untuk Madrasah Aliyah. Dengan demikian kurikulum 1984 tersebut mengacu kepadaSKB Tiga Menteri dan SKB 2 Menteri, baik dalam susunan program, tujuan, maupunbahan kajian dan pelajarannya.

Berdasar pada paparan diatas nampak jelas bahwa ciri madrasah yang palingmenonjol sejak SKB 3 Menteri sampai 1987 adalah menyangkut pelaksanaan sistempendidikan dan pengajaran yang direalisasikan dengan perubahan dan pengembangankurikulum. Terlepas dari semua sisi positif sejumlah kebijakan yang dilakukan terhadapmadrasah, akan tetapi madrasah tetap dihadapkan pada berbagai masalah, diantaranya:di satu sisi madrasah harus tetap mempertahankan mutu pendidikan agama yang menjadiciri khasnya akan tetapi di sisi lain madrasah di tuntut untuk mampu menyelenggarakanpendidikan umum secara baik dan berkualitas supaya sejajar dengan sekolah-sekolahumum. Kegagalan madrasah dalam memikul beban tersebut hanya akan memperkuatanggapan orang bahwa madrasah adalah semacam “sekolah serba tanggung”. Masalahlain karena lahirnya SKB 3 Menteri tersebut belum diimbangi dengan penyediaanguru, sarana dan prasarana, buku-buku dan peralatan lain dari departemen terkait.Begitu juga beban kurikulum madrasah yang menerapkan kurikulum sekolah 100%ditambah dengan kurikulum agama sebagai ciri khas telah berakibat beban belajarsiswa madrasah menjadi lebih berat dan lebih banyak disbanding dengan beban belajaranak sekolah umum.

Meskipun demikian SKB 3 Menteri boleh dikatakan berhasil memodernisasimadrasah. Kesuksesan SKB 3 Menteri, mendorong pemerintah untuk terusmemodernisasikan madrasah. Langkah yang ditempuh adalah dengan meningkatkankualitas guru, mutu kurikulum dan pada akhirnya pada tahun 1993-1994 madrasahmulai menyelenggarakan EBTANAS sebagaimana sekolah-sekolah umum.

Untuk memetakan dan mengetahui eksistensi madrasah pasca implementasiSKB 3 Menteri, maka pembahasan tentang madrasah dalam pelaksanaan Undang-Undang No 2 tahun 1989 dan madrasah dalam pelaksanaan Undang-undang No 20tahun 2003 sangat penting untuk dilakukan.

Perubahan Sistem Pendidikan nasional yang ditetapkan melalui Undang-undangNo 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Naional berdampak cukup signifikan padaperubahan sistem pendidikan madrasah. Disamakannya madrasah dengan sekolahumum dengan menerapkan kurikulum yang yang 100% sama antara kurikulummadrasah dengan sekolah umum. Dalam undang-undang nomor 2 tahun 1989menetapkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib pada setiap jenis, jalurdan jenjang pendidikan, termasuk prasekolah negeri dan swasta.24 Pendidikankeagamaan merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional, yang eksistensinya

23 Nurasa, Pola dan …, hal. 36624 Saridjo, Bunga Rampai…, hal. 150

Page 26: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 133-143140

disebutkan dalam pasal 11 ayat 6 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun1989.25

Integrasi madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional menemukan bentukdalam UUSPN pada tahun 1989. Melalui UUSPN, madrasah mengalami perubahandefinisi, dari sekolah agama menjadi sekolah umum yang berciri khas Islam. Dengandemikian madrasah tidak hanya telah menjadi lembaga modern, tetapi juga mendapatlegitimasi sepenuhnya sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.

Keadaan diatas menuntut adanya perubahan pada kurikulum madrasah. Hal itudikarenakan madrasah bukan lagi sekolah agama, akan tetapi merupakan sekolah umumyang berciri khas Islam, maka nilai-nilai Islam harus tercermin dalam kurikulummadrasah, khususnya untuk mata pelajaran umum.26

Sedangkan dalam undang-undang No 20 tahun 2003, kedudukan madrasahmendapatkan pengakuan pemerintah yang setara dengan sekolah umum lainnya. Halini bias dilihat d bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan.27

Oleh karena itu sangatlah jelas ada keterkaitan yang sangat kuat antara SKBTiga Menteri tahun 1975, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No2 tahun 1989 dan Undang-Undang No 20 tahun 2003. Dimana SKB 3 Menteri tahun1975 merupakan tonggak awal sejarah madrasah mulai diakui secara yuridis olehpemerintah, dan madrasah setingkat dengan sekolah umum yang sederajat. SedangkanUU No 2 tahun 1989, madrasah mengintegrasi dalam sistem pendidikan nasional denganporsi 70% matapelajaran umum dan 30% mata pelajaran agama. Adapun Undang-undang No 20 tahun 2003, madrasah menerapkan 100% kurikulum sekolah umumyang berciri khas Islam dengan tidak mengurangi jam pelajaran agama sebagaiunggulannya.

Berdasarkan pada uraian diatas, dapat dilihat dengan jelas perbedaan kondisimadrasah sebelum, perspektif dan pasca diberlakukannya SKB 3 Menteri tahun 1975sebagaimana tergambar dalam tabel berikut ini:

25 Lihat Ali Rohmat, Kapita Selekta…, hal. 16926 Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 2002), hal. 12427 Lihat UU No 20 tahun 2003 pasal 17 dan 18

Page 27: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 ... 141

Implikasi SKB 3 MenteriAspek Lembaga

Madrasah yang dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional, telah berubahdan membuka peluang bagi kemungkinan siswa siswi madrasah memasuki wilayahpekerjaan pada sektor modern. Lebih dari itu madrasah juga telah mendapat pengakuanyang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasionalyang pengelolaanya dibawah naungan Kementerian Agama. Dan secara tidak langsunghal ini telah memperkuat dan memperkokoh posisi Kemenag dalam strukturpemerintahan, karena telah ada legitimasi politis pengelolaan madrasah.

Aspek KurikulumKarena diakui sejajar dengan sekolah umum, maka komposisi kurikulum

madrasah harus sama dengan sekolah. Efeknya adalah bertambahnya beban yangharus dipikul oleh madrasah. Di satu pihak ia harus memperbaiki mutu pendidikanumumnya setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah, dilain pihak bagaimanapunjuga madrasah harus menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.

Page 28: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 133-143142

Aspek SiswaDalam SKB Tiga Menteri ditetapkan bahwa: 1) ijazah siswa madrasah

mempunyai nilai sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat dan 2) Siswamadrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat Lulusan madrasah dapatmelanjutkan ke sekolah umum.

Aspek MasyarakatSKB 3 Menteri telah mengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah

terlalu jauh mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umatIslam atas dasar semangat pembaruan di kalangan umat Islam. Tentunya semua inikarena madrasah adalah wujud riel dari partisipasi masyarakat yang peduli pada nasibpendidikan anak bangsanya. Tren pengelolaan pendidikan yang semakin menitikberatkanpada peningkatan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya akan menuntut parapengelola madrasah agar mampu terlepas dari berbagai ketergantungan. Dengan kembalipada khittah madrasah sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat, maka hanyatinggal satu tahap yakni memberdayakan partisipasi masyarakat agar lebih efektif danefisien.

PenutupMadrasah merupakan salah satu bentuk kelembagaan pendidikan Islam yang

memiliki sejarah sangat panjang. Awalnya pendidikan Islam yang diselenggarakan dirumah-rumah yang dikenal dengan sebutan Dar al-Arqam, kemudian seiring denganperkembangan Islam dan terbentuknya masyarakat muslim, pendidikan Islamdiselenggarakan di masjid yang dikenal dengan system halaqah. Kebangkitan madrasahmerupakan awal dari bentuk pelembagaan pendidikan Islam secara formal. Latarbelakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dipengaruhi dua kondisi, yaitu adanyaGerakan Pembaharu Islam di Indonesia dan adanya respon masyarakat muslimterhadap pendidikan Hindia Belanda.

Sebagai implikasinya bahwa SKB 3 Menteri merupakan langkah tepat mereduksimasalah dualisme sistem pendidikan dan peningkatan kualitas madrasah dan sekaligusmenjawab reaksi keras masyarakat. SKB 3 Menteri ini merupakan langkah strategisdan arif menuju tahapan integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional.Karena konskwensi dari SKB tersebut adalah bahwa madrasah memperoleh definisiyang semakin jelas sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah sekalipunpengelolanya tetap berada pada Departemen Agama. Dalam hal ini madrasah tidaklagi hanya dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan atau lembagapenyelenggara kewajiban belajar, tetapi sudah merupakan lembaga pendidikan yangmenjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurangkurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum. Disamping itu SKB 3 menteri jugamemungkinkan Departemen Agama untuk melakukan pemantapan struktur madrasahsecara lebih menyeluruh. Dengan demikian SKB 3 menteri ini telah mendorongtercapainya kesamaan status madrasah dengan sekolah, bukan hanya dalam strukturkelembagaan, tetapi juga dalam struktur mata pelajaran yang dapat mengakomodasikansecara penuh kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah umum.

Page 29: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 ... 143

DAFTAR PUSTAKAAli, Mukti dan M. Ali Hasan. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 2003.Arif, Mahmud. Pendidikan Islam Transformatif. Yogyakarta: LKiS, 2008.Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana IlmuAssegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan

Pendidikan Agama Islam dari Proproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta:Kurnia Kalam, 2005.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju MileniumBaru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2000.

———. Madrasah dan Tantangan Globalisasi: Perspektif Historis-SosiologisPendidikan Islam. Jakarta: yayasan Wakaf Paramadina. 2004

———. Dan Saiful Umam (Ed), Menteri-menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik.Jakarta: PPIM. 1997

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional diIndonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

———. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Kencana, 2007.

Jabali, Fuad dan Jamhari. IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia. Jakarta: LogosWacana Ilmu, 2002.

Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Islam di Indonesia. Malang: UMM Presss,2006.

Maksum. Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya. Pamulang Timur: LogosWacana Ilmu. 1999.

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: RajawaliPers. 2009.

Muliawan, Jasa Ungguh. Pendidikan Islam Integratif: Upaya MengintegrasikanKembali Dikotomi Ilmu an Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005.

Mustafa, H.A dan Abdullah Aly. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung:Pustaka Setia. 1998.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah PendidikanEra Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007.

Nurasa, “Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam” dalam Samsul Nizar. SejarahPendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullahsampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007.

Saridjo, Marwan. Bunga Rampai pendidikan Agama Islam. Jakarta: Amissco, 1996.———. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan Publik

terhadap Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ngali Aksara,2010.

Sholeh, Abdur Rachman. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004

Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2004.

Page 30: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013
Page 31: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

PANDANGAN TERHADAP ANAKDALAM AJARAN ISLAM

Moh. Lutfi Nurcahyono

Alumnus Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Jurusan Hukum IslamKonsentrasi Hukum Keluarga

[email protected]

ABSTRACTChildren in a family like banana trees, which bear fruit only once.Through its fruit, banana tree not only can grow up with dignity butalso can be affected by disease; withered, thin, and then die withno edible fruit. So are children in a family, they could make theirfamily proud, or they could fall into the darkness and obscurity.Based on this disturbing phenomenon, Islam encourages family asmuch and as early as possible to direct the development of childrenso as to grow up with dignity in the world and the hereafter.

Kata Kunci: Anak, keluarga, Islam

Pendahuluan“Kenali, cintai, dan amalkan kitab sucimu”1 Penulis sengaja memilih sepenggal

buah nasehat dari M. Quraish Shihab di atas bukan tanpa alasan dan penguatan, ide inimuncul karena bertepatan membahas tentang anak dalam pandangan Islam yang secarapasti mengarahkan penulis untuk mencoba memberikan pemaparan tentang anak denganberangkat dari kitab suci al-Qur’an. Penting juga bahwa cerminan sepenggal nasehattersebut memberikan pemahaman bahwa hal inilah yang menjadi cerminan bagaimanakonsepsi anak dalam Islam khususnya tentang upaya orang tua untuk mengarahkananak-anaknya menuju jalan yang tentunya sesuai dengan doktrin agama yang diyakinikebenarannya.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa anak adalah suatu ikon tersendiri dalamkeluarga lebih-lebih kehadirannya ditunggu-tunggu sejak lama. Terbukti bagaimanapengalihan kasih sayang antara suami-istri menyatu bagaimana memberikan perhatiansecara penuh terhadap anak. Anak bisa memberikan motivasi tersendiri baik bagisang ayah ataupun sang ibu. Namun begitu keberadaan anak juga tidak jarangmemberikan mala petaka yang cukup mengecewakan hati. Lebih-lebih adanya anakhanya memberikan tambahan beban materi maupun mental yang berdampak kualitas

1 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, IsyaratIlmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2007), hal. 5.

Page 32: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158146

dan kuantitas hidup menjadi tidak bermutu. Dengan pola pemosisian anak inilahkemudian munculah berbagai tanggapan dari Islam itu sendiri yaitu adakalanya anaksebagai cobaan atau fitnah, anak sebagai pemberi syafa’at pada hari akhir, anak adalahaset atau investasi jangka panjang bagi keluarga, atau ada juga pemahaman yangmuncul dalam masyarakat bahwa banyak anak banyak rizki. Untuk itulah padakesempatan kali ini akan mencoba membahas keterkaitan pemahaman-pemahamantersebut. Pemahaman yang hanya parsial akan memberikan pemahaman yang akantumpang tindih lebih-lebih tidak ilmiah.

Penulis juga akan mengulas pendidikan anak karena hal ini sangat memberikanpengaruh ketika dibenturkan keinginan idealnya orang tua yang memposisikan anaksebagai syafa’at baginya. Kemudian juga berlanjut bagaimana idealnya ahklak seoranganak kepada orang tuanya.

Mengingat nasehat dari M.Quraish Shihab di atas, maka penulis dalampembahasannya berangkat dari ayat-ayat al-Qur’an yang secara khusus mengkajihal-hal tersebut. dengan menggunakan model pendekatan filsafat etik, karena penulisberusaha menemukan nilai-nilai morality yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut..

Islam dan KeluargaAgama yang paling diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.2 Statement yang mungkin

cukup menggambarkan sikap apologetic sangat jelas ketika orang yang non-Islammembaca statement ini. Namun, sebagai orang muslim yang amantu billahi danamalus shalih harus senyatanya bahwa dalam kehidupan tidak hanya klaim bahwaagama yang paling diridlai hanyalah Islam itu mampu membuahkan stigma-stigmapositif yang berpotensi untuk memberikan penyelamatan bagi orang lain. Inilah yangkemudian mengarahkan bahwa membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupanmasyarakat adalah target utama yang harus dijunjung tinggi.

Manusia sebagai ummatan wa >hidatan (umat yang satu)3 sudah sepantasnyalahcita-cita keberadaban adalah momen yang amat penting untuk ditegakkan. Amatbenarlah Islam memposisikan sebagai ummatan wasathan (umat yang berada ditengah)4 harus mampu memberikan uswah hasanah (suri tauladan yang baik) kepadayang lain. Hal ini bertujuan untuk memberikan statement bahwa umat Islam adalahumat yang mampu mengimbangi segala aspek kehidupan. Umat yang memilih untukberada di tengah-tengah semua aspek kehidupan pastilah umat yang harus mampumeramu pemosisian diri sebagai media untuk memberikan kenyamanan kepada semuapihak. Misi yang terang sebagai ummatan wasathan adalah mengajak kepada kebaikan,menyuruh dengan cara yang ma’ruf, dan berpartisipasi untuk ikut serta mencegahsegala hal yang mengacu kepada kemungkaran.5 Sehingga sangat tepat sekali ketikaada penyebutan bahwa umat Islam adalah khairu ummah (sebaik-baik umat).6

Bertilik dari hal di atas untuk lebih memerankan tugas Islam secara mendasarmaka menanamkan dan membumikan nilai-nilai Islam dalam masyarakat haruslah

2 QS. Al-Imran: 193 QS. Yunus: 194 QS. Al-Baqarah: 1435 QS. Al-Imran: 1046 QS. Al-Imran: 110

Page 33: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Moh. Lutfi Nurcahyono, Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran Islam 147

berangkat dari lingkup kecil dari masyarakat itu sendiri yaitu keluarga. Keluarga yangsehat baik jasmani maupun rahani tentunya akan mengantarkan masyarakat yang cukupideal. Masyarakat yang dikatakan ideal adalah masyarakat yang mempunyai elemenkeluarga (suami-istri dan anak) yang ayem, tentrem, dan sentosa. Pijakan bagimasyarakat baik lingkup kecil ataupun besar (negara) adalah peranan suami-istri yangmencerminkan kekompakkan. Suami-istri yang kompak pasti akan memunculkanketurunan yang tangguh dan akan memberikan manuver-manuver sebagai problem-solving dalam masyarakat itu sendiri.

Peran keluarga yang ideal sebagaimana yang dijelaskan di atas tapatlah sangatmenjanjikan apabila diukir dalam bingkaian konsepsi dari mahabbah ke sakinah.Secara alami, seseorang tertarik kepada lawan jenisnya mula-mula melalui pertimbanganjasmani. Suasana saling ketertarikan tersebut membuat yang bersangkutan masukdalam kubangan “jatuh cinta”, baik sepihak (bertepuk sebelah tangan) atau keduabelah pihak (gayung bersambut). Hal inilah yang dinamakan mahabbah dalam bahasaarab yang merupakan hubungan pria-wanita yang dalam psikologi Freud berhubungandengan libido, maksudnya masih diliputi dengan hasrat pemenuhan kebutuhan biologis.

Tingkat yang selanjutnya adalah mawaddah yang diartikan jika seseorangmemilih pasangan lebih mementingkan hal-hal yang abstrak, misalnya segi kepribadianatau nilai-nilai yang sejenisnya. Mawaddah akan berpotensi menjadi lebih kuat karenasegi lahiri atau jasmani tidak terlalu banyak menjadi pertimbangan. Kualitas kepribadianadalah lebih penting dan lebih utama baginya dari pada penampakan fisik.

Dari tingkatan mawaddah akan mengantarkan pria-wanita kepada jenjang yanglebih tinggi yaitu rahmah. Rahmah adalah jenis cinta ilahi yang berpangkal dari sifatrahman dan rahim-Nya Allah. Dengan begitu cintanya pria-wanita akan dapat mencapaikualitas kecintaan yang tidak terbatas, yang serba meliputi, murni dan sejati, yangsejalan dengan firman Allah, “Rahmah-ku meliputi segala sesuatu.”7

Berangkat dari rahmah itulah rasa saling tertarik antar manusia dari dua jenisyang diikat dengan perjanjian yang berat (mits±qan ghalidlan) dalam pernikahanyang sah dapat menciptakan suasana keluarga sakinah, yaitu kelurga bahagia yangdiliputi rasa tenang, tenteram, dan sentosa yang sempurna.8 Kesakinahan tersebutkemudian akan membuahkan duriyyah yang mampu berperan dalam kehidupanbermasyarakat. Hal itu juga akan menjadikan cerminan bahwa nilai-nilai keIslamantelah merasuk dalam kehidupan masyarakat yang kemudian cita-cita masyarakat religiusakan tercapai, baik pada waktu itu maupun pada masa yang akan dihadapi karenakeluarga itu juga menurunkan keturunan yang tangguh dan yang akan memberikanmaneuver-manuver sebagai problem-solving dalam masyarakat religius itu sendiri.

Pemahaman-Pemahaman Status AnakSejarah telah menampilkan bagaimana manusia di dunia ini memposisikan anak-

anak yang mereka miliki. Sebagaimana yang dilakukan masyarakat arab jahiliyyahdan kebanyakan masyarakat pada umumnya pada zaman dulu, ketika mendengar bahwaanak yang dilahirkan perempuan maka menjadi hitamlah muka mereka karena malu,

7 QS. Al-A’raf: 1568 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religious, (Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam

Kehidupan Masyarakat), cet ke-2, (Jakarta: Paramadina, 2000), hal. 74.

Page 34: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158148

akan tetapi jika dikabarkan bahwa anak yang lahir laki-laki maka bahagialah mereka.Inilah cerminan bagaimana kondisi masyarakat di dunia ini mempersepsikan anak sesuaidengan pemahaman konsumtif mereka. Anak bukan sebagai lahan inventasi ke depan,generasi penerus dan meneruskan misi kemanusiaan. Banyak orang mewarisi anakdengan air mata tidak dengan mata air, maka jadilah generasi menjadi generasi yangamburadul dan tidak bermutu baik untuk konsumsi dunia maupun akhirat. Tepatlahgagasan bahwa “janganlah kita wariskan air mata untuk generasi kita akantetapi wariskan mata air untuk masa depan mereka.”

Berikut ini penulis akan memaparkan bagaimana konsepsi anak dengan berangkatdari pemahaman yang telah dipaparkan dalam Islam atau pemahaman yang menggejaladalam masyarakat. Hal ini mengarahkan kita supaya benar-benar faham tentang posisianak dalam kehidupan dunia yang serba fana ini.

Anak adalah FitnahIslam sebagaimana yang tercermin dalam al-Qur’an memberikan gambaran-

gambaran terkait bagaimana posisi anak itu sendiri. Salah satu dari gambaran tersebutadalah bahwa anak itu adalah fitnah atau dalam redaksi tafsir-tafsir diartikan cobaan(ikhba >r dan imtiha >n) sebagaimana tercermin dalam firman Allah:

Artinya: Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagaicobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.9

Artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.10

Fitnah dalam konteks harta benda dan anak adalah cobaan yang menyusahkanseseorang untuk melakukan atau meninggalakan, menerima atau mengingkari kaitannyadengan i’tiqad, ucapan, perbuatan, atau persoalan-persoalan lain. Dalam masalah hartabisa menjadi cobaan terhadap seseorang yang bisa mengakibatkan sikap-sikap yangbertentangan dengan kemanusiaan tumbuh subur dalam dirinya. Adapun dalam anaksebagai fitnah karena anak itu merupakan buah hati (tsamratu al-fua >d) dan belahanhati (afladzu al-akba>d), hal ini sebagaimana pendapat Muhammad Abduh yang dikutipoleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-manar bahwa “sebagian kegilaan itu diliputkan olehAllah dalam hati para ibu dan bapak, Allah mengarahkan keduanya kepada pendermaanharta, sehat, senang, dan lain sebagainya yang sebenarnya Allah mampu untukmendermakannya sesuai kehendak keduanya.”11 Dalam hadits yang diriwayatkan AbiSa’id juga diterangkan bahwa anak itu adalah buah hati yang bisa menimbulkanketakutan, kebakhilan, dan kesediahan.12

9 QS. Al-Anfal: 2910 QS. Al-Taghabun: 1511 Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut: Daru al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), hal.53812 ‘Alau al-Din ‘Ali Ibnu Hisam al-Din al-Muttaqiy al-Hindiy al-Burhanu Furiy, Kanzul

al-Amal fi Sunani al-Aqwal wa al-Af ’al, (Madinah: Muassasah al-Risalah, 1981), hal. 284

Page 35: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Moh. Lutfi Nurcahyono, Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran Islam 149

Nurchalish Madjid mengutip pendapat A. Yusuf Ali yang menyatakan bahwaSuatu keluarga besar-banyak anak- pernah dianggap suatu sumber kekuasaan dankekuatan….maka dalam bahasa Inggris, seseorang dengan banyak anak disebut“kantong panahnya penuh (quiver full)”. Sebagaimana anak panah di panah seorangperkasa, begitu pulalah anak-anak usia mudamu. Bahagiakanlah orang yang kantongpanahnya penuh dengan mereka: mereka tidak bakal terhina, melainkan mereka akanberbicara dengan pihak musuh di pintu gerbang. Demikian pula halnya dengar hartadan kekayaan: semuanya itu menambah harga diri, kekuasaan dan pengaruh orang.Tetapi kekayaan dan keluarga besar itu adalah suatu ujian dan percobaan. Semuanyadapat berbalik menjadi sumber keruntuhan ruhani, jika salah ditangani, atau jika kecintaankepada semuanya itu menyisihkan kecintaan kepada Tuhan.13

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa anak menjadi cobaan bukan saja ketikaorang tua terdorong oleh cinta kepadanya sehingga ia melanggar, tetapi juga dalamkedudukan anak sebagai amanat Allah swt. Allah menguji manusia melalui anaknya,untuk melihat apakah ia memelihara secara aktif, yakni mendidik dan mengembangkanpotensi-potensi anak agar menjadi manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah, yaknimenjadi hamba Allah sekaligus khalifah di dunia. Mengabaikan tugas ini, adalah salahsatu bentuk penghianatan terhadap Allah dan amanat yang dititipkannya kepada manusia.Demikian harta benda, bukan saja menjadi ujian ketika harta itu menjadikan manusiamanusia melupakan fungsi sosial harta, atau berusaha meraihnya secara batil, tetapi iajuga adalah ujian dari apakah harta tersebut dipelihara dan dikembangkan sehinggahasilnya berlipat ganda melalui usaha yang halal dan baik.14

Anak dalam artian fitnah (ujian atau cobaan) memberikan pemahaman yangmenegaskan bahwa orang tua harus berperan sebagaimana tugasnya mendidik anaksecara benar dan sesuai dengan tuntunan agama. Hanya dengan pendidikan yangbaik maka kesan anak sebagai fitnah akan tergeser dengan sendirinya. Anak akanmenjadikan kekuatan yang memberikan pengaruh baik dalam kedudukan maupunkehormatan. Karena sebagaimana yang dijelaskan oleh A. Yusuf Ali bahwa banyakanak akan menjadikan seseorang penuh dengan busur panah yang bisa berpengaruhdalam masyarakat.

Anak adalah PerhiasanKeindahan dunia tidak terlepas dengan hal-hal yang mampu memberikan nuansa

tenang dan kepuasan bagi manusia ketika mengarungi kehidupannya. Maha Adil bagiAllah yang memberikan hal-hal yang memang kodratnya menjadi kesukaan manusia.Dihiaskanlah untuk kehidupan dunia ini bagi seorang insan dengan rasa kecintaankepada wanita, kemudian mendambakan anak-anak, semangat untuk mencari hartaberupa emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Serasakesurgaan dunia ketika semua hal tersebut mampu diperoleh oleh manusia. Akan tetapiAllah lebih menekankan bahwa semua itu hanyalah kesenangan dunia yang tidak kekal,hanya bagi Allahlah segalanya akan kekal.

13 Nurchalish Madjid, Masyarakat Religious…,hal. 85-8614 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, cet

VI, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), hal. 426

Page 36: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158150

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak darijenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yangbaik (surga).15

Dalam ayat tersebut menyimpulkan tiga kata yang harus mendapat perhatiandengan seksama. Pertama Zuyyina, artinya diperhiaskan. Maksudnya, segala barangyang diingini itu ada baiknya dan ada buruknya, tetapi apabila keinginan telah timbul,yang kelihatan hanya eloknya saja dan lupa akan buruk atau susahnya. Kata keduaialah Hubb, artinya kesukaan atau cinta. Kata ketiga ialah Syahwat, yaitu keinginan-keinginan yang menimbulkan selera menarik nafsu buat memilikinya. Maka disebutlahenam perkara yang disenangi oleh manusia pada ghalibnya.16

Salah satu dari enam kesenangan dunia adalah anak. Anak sebagaimanadiposisikan dalam lingkungan keluarga adalah buah dari kecintaan terhadap perempuan.Syawat yang dimiliki seorang laki-laki akan mengarahkan keinginan yang bersifat batinyaitu dengan memiliki anak. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dananak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuatdemikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.17 Sejarah telah mengukirtentang pemposisian seorang anak khususnya laki-laki. Masyarakat arab jahiliah dengansangat bangga ketika mempunyai keturunan anak laki-laki. Hal ini sebagai anggapanbahwa mahkota kehormatan keluarga ada di tangan laki-laki, begitu sebaliknya ketikayang lahir anak perempuan maka muka mereka menjadi hitam karena menanggungmalu dengan kelahiran tersebut. anak perempuan hanya akan mendatangkan aib danmerusak citra kehormatan. Islam datang dengan membawa perubahan terhadappemahaman tersebut, Nabi Muhammad menunjukkan (sebagaimana beliau sangatmenyanyangi putrid-putri beliau yaitu: Fatimah az-Zahra’, Zainab, Ummu Kulsum,dan Ruqaiyah) ajaran Islam yang tidak mendiskriminasikan anak perempuan. Namun,anak sebagaiman yang disinggung di atas sebagai fitnah harus benar-benarmendapatkan perlakuan yang spesial. Spesial karena dia adalah belahan hati, specialkarena sangat menyenangkan, dan special karena tidak jarang apabila salah dalammemposisikan anak akan malah menambah kesengsaraan batin.

Kesenangan secara jelas ketika dia masih kecil sangat menghibur bagi orangtuanya. Tidak jarang baik ibu maupun bapak akan menuai ketentraman batin ketikaditengah keluarga ada si mungil yang menyimbulkan kecintaan yang tulus antara suami-istri tersebut. kesenangan juga akan tampak ketika di hari senja orang tua menuai

15 QS. Ali-Imran: 1616 HAMKA, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1986), hal. 117-11817 QS. Al-Munafiqqun: 9

Page 37: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Moh. Lutfi Nurcahyono, Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran Islam 151

kebahagiaan batin karena rasa hormatnya anak-anaknya, menuai kesuksesan yangmembanggakan, dan terlebih sangat terharu bahkan menangis ketika di waktu senjaanak-anaknya datang dengan mencium tangan dan mukanya. Menjadilah anak-anakitu rona-rona ketenangan yan sungguh menjadikan orang tua menangis karena bangga.Akan tetapi lain halnya jika anak-anak yang masih kecil itu sangat menghibur matakemudian tidak mendapat penanganan yang tepat hanya akan menyisakan kepedihandan penyesalan bagi orang tuanya. Hal ini diakibatkan karena menilai anak hanyapada eloknya saja tidak pada buruk dan susahnya.

Anak adalah Fitrah KehidupanSetiap bayi yang lahir di dunia ini tercipta tanpa ada pengetahuan secuilpun

mengenai apa,siapa, kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa dia bisa menghirup udaradunia. Perlahan namun pasti bayi itu kemudian mulai menangkap dengan indera tentangapa-apa yang awalnya dia tidak mengetahui. Dari hal inilah penting untuk dipertegasbahwa bayi itu adalah manusia awal yang kontruks pengetahuaannya dibentukbagaimana inderawinya menangkap fenomena-fenomena di sekitarnya.

Kaitannya dengan kajian bertauhid dalam al-Qur’an menyatakan bahwa fitrahnyamanusia itu bertauhid kepada Allah, perjanjian yang telah diikrarkan sewaktu sebelumdia lahir di dunia adalah cerminan bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaanIslam. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adamdari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (serayaberfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (EngkauTuhan kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalahorang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.18 Ayat ini menegaskanbahwa manusia menyatakan tentang keesaan Tuhan dan bersaksi bahwa tiada tuhanselain Allah. Akan tetapi pada kenyataannya manusia lalai dengan apa yang telah diaikrarkan.

Fitrah manusia adalah kejadiaannya sejak semula atau bawaan sejak lahir, karenaarti dari pada fitrah itu adalah kata yang diambil dari akar kata al-fathr yang berartibelahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain “penciptaan” atau“kejadian”.19 Dari pengertian inilah bahwa manusia itu sejak awal kejadiaannya,membawa potensi yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid. Makahadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrahAllah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahanpada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui.20 Potensi keagamaan yang dibawa manusia adalah al-dîn al-qayyîm.Manusia secara fitrah berpotensi untuk meraih apa yang sudah diberikan Allahkepadanya. Namun begitu kebanyakan manusia tidak mengetahui fitrah yang telahdia miliki sejak lahir. Inilah yang menegaskan bahwa adanya berbagai keyakinan yangberbeda-beda di kalangan manusia tidak terlepas dari kelupaan atas fitrahnya. SungguhNabi Muhammad menegaskan bahwa:

18 QS. Al-A’raf: 17219 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu’i Atas Pelbagai

Permasalahan Umat, cet VIII, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 28320 QS. Ar-Rum: 30

Page 38: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158152

Artinya: Setiap bayi itu dilahirkan sesuai dengan fitrahnya, kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani, atau majusi. Sebagaimanabinatang ternak melahirkan yang sejenisnya apakah engkau menyakini pastiyang terlahir onta?21

Patut untuk diperhatikan bahwa keberadaan anak dalam lingkup keluarga darisisi keberagamaan adalah fitrah yang tidak bisa dipaksakan. Inilah yang kemudianmemberikan kesan bahwa amanat yang diberikan oleh Allah kepada orang tua adalahmenyangkut bagaimana pembentukan orang tua terhadap anak tersebut. dalam artianapakah nantinya anak akan tumbuh sesuai dengan fitrahnya atau melenceng sesuaikehendak orang tuanya. Kejelasan ini akan berdampak pada keberlanjutan anak menjadikhalifah di bumi ini.

Al-di >n al-qayyi >m adalah fitrah yang sejalan dengan jati diri manusia, kalautidak pada masa muda, maka menjelang tutup usiapun akan menyadari tentang al-dînal-qayyîm. Sebagaimana Fir’aun yang durhaka dan merasa dirinya tuhan pun padaakhirnya bertobat dan ingin beragama, tapi sayang nasi sudah menjadi bubur. DanKami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun danbala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aunitu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhanmelainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orangyang berserah diri (kepada Allah)”.22 Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti diakhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim.23

Bagi manusia fitrah itu tidak hanya potensi keagamaan akan tetapi menyangkutbagaimana fitrah akal dan jasadnya. Hal ini sebagaimana pendapat Syekh Muhammadal-Thahir Ibnu al-‘Asyur yang menyatakan bahwa:

Artinya : Sesungguhnya fitrah itu adalah bentuk dan system yang diwujudkanoleh Allah kepada semua makhluk. Fitrah yang khusus kepada manusia adalahapa yang diciptakan oleh Allah pada manusia yang kaitannya dengan jasmanidan akalnya.24

21 Ahmad Ibnu Hambal Ibnu Abdullah al-Syibani, Musnad Ibnu Hanbal, (tt: Muassisahal-Qurtubah, tt), juz 2, hal. 233.

22 QS. Yunus: 9023 QS. Al-Nah: 224 Syekh Muhammad al-Thahir Ibnu al-‘Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, (tt: Daru al-

Nasyr, 1997), juz 21, hal. 90.

Page 39: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Moh. Lutfi Nurcahyono, Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran Islam 153

Anak dilahirkan dengan fitrahnya juga tidak terlepas bagaimana fitrah anakmenyangkut jasmani dan akalnya. Adapun orang tua hanya sebagai media untukmengarahkan, membenarkan dan meluruskan fitrah anak yang pada kenyataannyabelum mengetahui dengan pasti. Amanat yang diemban oleh orang tua cukupmenjadikan penguat bahwa peran serta orang tua untuk anaknya adalah wajib

Anak adalah Sumber RizkiAda keyakinan yang lazimnya difahami oleh masyarakat bahwa banyak anak

banyak rizki. Hal ini kemudian memberikan arahan kepada suami-istri untuk mempunyaianak tanpa ada keberencanaan. Sangat tepat sekali jikalau anak sebagai sumber rizkibukan dalam maksud bukan kuantitas anak yang dimiliki. Sebenarnya adanya anakdalam keluarga sangat diidam-idamkan, maka dari itu seorang suami akan mendapatkansuplai semangat bekerja yang lebih ketika persembahan hasil keringatnya tidak hanyauntuk belahan jiwanya akan tetapi juga untuk buah hati yang sangat diidam-idamkan.

Entah apa yang dimaksud banyak anak banyak rizki dalam konteks sekarang.Penulis hanya bisa memprediksi bahwa adagium tersebut muncul untuk meresponpenduduk pada masa pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan yang masih sedikitjumlahnya. Munculnya adagium tersebut kemudian diyakini oleh masyarakat secaraturun temurun. Namun, dengan berjalannya waktu adanya program KB (keluargaberencana) dari pemerintah dengan bersemangatkan dua anak cukup harus dipahamioleh sebagian masyarakat yang masih menyakini adagium di atas dengan berkacakepada filosofisnya. Al-Qur’an secara tegas bahwa keberadaan anak itu tidakmenjadikan orang lalu berputus asa yang kemudian meniatkan diri untuk membunuhanaknya karena takut kemiskinan.

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Se-sungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.25

Anak adalah sumber rizki untuk konteks sekarang harus difahami denganmengarahkan para orang tua untuk berkenyakinan bahwa banyak anak jangan difahamisecara kuantitas, melainkan kualitas anak harus didahulukan. Banyak rizki harusdifahami dengan memposisikan anak sebagai lahan investasi jangka panjang. Denganbegitu bukan banyak anak banyak rizki, melainkan kualitas yang dimiliki oleh anaksebagai motifasi untuk meraih rizki.

Anak adalah Penolong atau Pemberi Syafa’at bagi Orang TuaSebagaimana penjelasan nabi Muhammad bahwa tidak ada yang paling berharga

bagi seseorang ketika meninggal dunia kecuali shadaqah jariah, amal shalih, dan anakshalih yang selalu mendoakannya. Betapa sangat terhinanya ketika seseorang meninggaldalam keadaan tidak mempunyai salah satu dari ketiganya. Penekanan inilah yang

25 QS. Al-Isra’: 31

Page 40: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158154

sangat memberikan sumbangsih anak kepada orang tua ketika sudah meninggal, tidakada yang berharga melainkan doa sang anak yang bisa menolong keringanan bebanpertanyaan yang diajukan oleh para malaikat. Sudah sepantasnya keberadaan anakketika masih hidup selalu mendoakan orang tua yang telah meninggal sebagai buktibirrul walidain-nya. Hal tersebut sebenarnya juga tidak terlepas kesuksenan orangtua dalam membimbing dan mengarahkan anak-anaknya. Sehingga sudah sepantasnyabalasan dari Allah kepada mereka dengan meyadarkan anak-anaknya untukmendoakannya.

Pertolongan Allah kepada para orang tua juga dalam hal ketika anak yang belumbaligh meninggal mendahului orang tuanya maka pada saatnya nanti dia akanmemberikan syafa’at kepada mereka karena sudah pasti kesucian jiwanya menuntutdia masuk ke dalam surga. Jiwa yang masih suci sebagaimana fitrahnya kemudianmenjadi syafaat bagi orang tuanya. Hal ini penting untuk diperhatikan bahwa, kehilangandambaan hati lebih-lebih pada waktu kecil pasti akan berdampak cukup berat bagikedua orang tuanya. Namun begitu, ketika kesabaran dan sikap pasrah kepada Allahyang diutamakan maka sebenarnya secara tidak langsung dan dengan sendirinya diasudah memutuskan perkara yang tepat karena sesungguhnya dari Allahlah semuanyadan kepada Allahlah semuanya akan kembali. Kesadaran bahwa anak itu murni bukanhak milik orang tua, melainkan keberadaannya pasti sesuai dengan kehendak Allah,jikalau Allah menginginkan ada, maka adalah anak tersebut, dan jika Allah menghendakimeniadakan maka terpisahlah anak tersebut dengan orang tuanya. Hal inilah yangkemudia menjadikan Allah menghadiahi mereka dengan adanya syafaat yang diberikananak yang telah meninggal dikarenakan mereka menghadapinya dengan penuhkesabaran dan penyandaran yang sepenuhnya hanya kepada Allah.

Pendidikan AnakPendidikan merupakan media yang penting untuk mengarahkan peran serta

orang tua terhadap anak. Pendidikan yang tepat akan menghasilkan perilaku anaksesuai dengan yang diharapkan umunya para orang tua. Pendidikan yang terbaik bagianak adalah pendidikan yang mampu mentranformasikan nilai-nilai kekinian dalambingkaian moralitas yang benar. Sehingga orang tua pada era sekarang mendapattantangan yang cukup menantang terkait peran sertanya dalam usaha menumbuhkanpotensi-potensi fitroh anak agar benar-benar menjadi khalifah di bumi.

Kurikulum yang diajarkan kepada anak dalam Islam berangkat dari nilai-nilaiketauhidan. Hal ini sebagai modal dan fondasi dasar yang penting untuk menguatkankecerdasan emosional dan spiritual anak. Kita telah diberikan contoh bagaimana luqmandalam mengarahkan anaknya pertama kalinya menguatkan ketauhidannya

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu iamemberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan

Page 41: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Moh. Lutfi Nurcahyono, Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran Islam 155

Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezalimanyang besar”.26

Sikap yang seperti ini yang seharusnya ditekankan pada era saat ini. Kita taubahwa pendidikan tidak ubahnya sebagai lahan untuk mencari peluang pekerjaan danitu pantas, namun begitu pendidikan seharusnya tidak meninggalkan tujuan utamanyayaitu menghapus ketidaktahuan bukan memintarkan. Berpijak dari hal inilah penekannyaanak untuk diperkenalkan ketauhidan selain untuk meluruskan fitrahnya, hal ini jugaberperan untuk menghindarkan dia dari sikap dhalim baik li-nafsihi maupun li ghairihi.Sikap dhalim inilah yang menjadikan anak itu laksanan racun dalam keluarga padaakhirnya yang semakin lama menggerogoti kedua orang tuanya. Keidentikan dhalimdengan syirik kemudian menjadikan alasan bahwa pendidikan ketauhidan adalah yangharus diperkenalkan dan ditanamkan dalam jiwa anak-anak.

Setelah mempunyai dimensi kekuatan emosional dan spiritual yang tembal padaanak maka untuk proses yang selanjutnya yaitu menganjurkan para orang tua untuktau diri dan sadar bahwa anak-anak akan menghadapi masa yang berbeda denganmasa orang tuanya maka dari itu pendidikannyapun harus disesuaikan dengan masanya.Hal seperti ini jauh-jauh telah disabdakan nabi Muhammad bahwa didiklah anak-anakmusesuai dengan zamannya, kerena mereka akan hidup tidak pada zamanmu. Pendidikankepada anak bisa saja dengan menggunakan nasehat, seperti ucapan seorang ayahkepada anak-anaknya “Kenali, cintai, dan amalkan kitab sucimu”, atau denganmemberikan uswah hasanah, dan yang paling penting yaitu memberikan kepada merekadengan luqmatul hala >l (suapan yang halal).

Hubungan Anak dan Orang Tua dalam IslamTibalah kita pada pembahasan tentang bagaimana perilaku anak kepada kedua

orang tua yang telah bersusah payah mendidiknya dengan pengorbanan yang tiada tara.Al-Qur’an secara tegas menyuruh kepada anak untuk melindungi ketauhidannya danberbakti kepada kedua orang tua. Sebagaimana yang tertera dalam ayat berikut ini:

Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembahselain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampaiberumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu

26 QS. Luqman: 1327 QS. Al-Isra’: 23

Page 42: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158156

mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentakmereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.27

Ayat ini selain menegaskan ketauhidan hanya kepada Allah, juga memberikanarahan kepada manusia supaya bersikap baik kepada kedua orang tua. Kata ihsa >nasebagai bentuk ibadah kepada Allah dengan berbakti kepada kedua orang tuamemberikan dua penekanan, pertama, memberikan nikmat kepada pihak lain, dankedua perbuatan baik, karena itu kata “ihsan” lebih luas dari sekedar member nikmatatau nafkah. Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam kandungan makna adil, karenaadil adalah memperlakukan orang lain sama dengan perlakuan kepada anda, sedangkanihsan, memperlakukannya lebih baik dari perlakuannya terhadap anda. Adil adalahmengambil semua hak anda dan atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsanadalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebihsedikit dari yang seharusnya anda ambil.28

Oleh karena itulah sebagai anak yang harus difahami terkait bagaimana ihsan(berbuat baik) kepada orang tua yang diperintahkan Islam adalah bersikap sopan-santun kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaanmasyarakat, sehingga mereka merasa senang terhadap kita, serta mencukupikebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagaianak).29 Hal ini terlebih ketika mereka telah lanjut usia, sebagai anak harus mampudan wajib berucap kata dengan ucapan yang paling mulia (kari >man). Maksudnyaapa-apa yang disampaikan kepada mereka bukan saja yang benar dan tepat, bukansaja juga yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu masyarakat, tetapiia juga harus yang terbaik dan termulia, dan kalaupun seandainya orang tua melakukansuatu “kesalahan” terhadap anak, maka kesalahan tersebut dianggap tidak ada ataudimaafkan (dalam arti dianggap tidak pernah ada dan terhapus dengan sendirinya)karena tidak ada orang tua yang bermaksud buruk terhadap anaknya. Demikian maknakariman yang dipesankan kepada anak dalam menghadapi orang tuanya.

Sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tua adalah di setiap diamenengadah kepada ilahi rabbi tak lupa selalu berdo’a:

Artinya: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana merekaberdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana jika orang tua itu menyuruh ataumengajarkan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma agama? Apakahsebagai anak harus mentaatinya, atau tidak mentaatinya? Jika tidak mentaati bagaimanacara Islam untuk hal itu? Menjadi anak duharkakah anak tersebut? dalam hal tersebutIslam kemudian mengarahkan kepada manusia untuk selalu taat kepada orang tuadalam kondisi apapun, meskipun orang tua sampai pada batas mengajak anak untukkesyirikan. Ketika hal tersebut terjadi sebagai anak yang sudah mengerti tentang baik-

28 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah…, hal. 44229 Ibid, hal: 44330 QS. Luqman: 15

Page 43: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Moh. Lutfi Nurcahyono, Pandangan Terhadap Anak Dalam Ajaran Islam 157

buruk, halal-haram, dan benar-salah maka sudah semestinya anak tidak mengikutikemauan orang tua. Sikap protes anak kepada orang tua bukan dengan mengklamsecara kasar, akan tetapi tetap dengan mengunakan kata-kata yang sopan lagimanguatkan. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an: Dan jika keduanyamemaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak adapengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, danpergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yangkembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, MakaKuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.30

Sampai kapanpun bahwa rasa hormat anak kepada orang tua memang tidakbisa diabaikan. Dalam kondisi apapun sikap hormat dan santun tetap menjadi perintahAllah untuk dipraktekkan anak kepada orang tua. Meski demikian rasa inginmendapatkan rahmat dari Allah adalah yang menjadi muara semua hal itu. Hal inilahyang kemudian menguatkan ketika adanya orang tua kepada anak malah menjauhkandari penggapaian rahmat Allah maka anak boleh menolak dan tetap berkosisten menjagaakhlakul karimahnya. Karena ketaatan itu hanya dapat dituntut hanya jika orang tuabenar-benar yakin bahwa ia berada dalam kebenaran (al-haqq) dan kebaikan (al-ma’rûf), serta jelas tidak dalam kepalsuan (al-ba>thil) dan kejahatan (al-munkar).Tetapi orang tua tetap berhak atas perilaku baik anak mereka, dalam bentuk tingkahlaku dan sikap hormat penuh kasih-sayang. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tentangperilaku anak kepada orang tua adalah, pertama, larangan berkata kotor dan tidakpantas kepada orang tua, lebih-lebih ketika salah satu atau keduanya sudah lanjut usia,akan tetapi harus berucap dengan kata-kat yang halus. Kedua, merendahkan diri sebagaibentuk kesopanan dan cinta kasih. Ketiga, selalu berdoa dengan penuh harapan kepadaAllah agar merahmati keduanya dengan penuh kasih sayang sebagaimana keduanyatelah berbuat baik kepada anak di waktu kecil. Hal inilah yang perlu kita renungkanbersama dan resapi yang kemudian kita bisa memperbaiki seberapa jauh sikap hormatkita kepada keduanya.

PenutupIslam pada kenyataannya sangat tepat sekali dalam memposisikan anak dalam

lingkup keluarga, baik anak sebagai fitnah, perhiasan, fitrah kehidupan, sumber rizki,penolong dan pemberi syafa’at bagi orang tuanya. Semua hal tersebut memberikanasupan-asupan nilai yang perlu dipertimbangkan oleh para orang tua di saat era yangmenomorduakan pendidikan keluarga, kesibukan masing-masing suami-istri akanmengurangi rasa perhatiannya kepada si buah hati. Menjadilah buah hati itu tumbuhsesuai dengan lingkungan yang dia hinggapi, sangat beruntung jika lingkungannya baik,akan tetapi sangat menyayangkan jika dia terjebak dalam kubangan modernitas,konsumtif, matrealis, dan hedonis. Hal inilah yang kemudian menempatkan persepsi-persepsi anak dalam Islam menjadi penting untuk mengingatkan kembali para orangtua yang mempunyai kecenderungan acuh tak acuh kepadanya.

Page 44: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158158

DAFTAR PUSTAKAal-Burhanu Furiy, ‘Alau al-Din ‘Ali Ibnu Hisam al-Din al-Muttaqiy al-Hindiy, Kanzul

al-Amal fi Sunani al-Aqwal wa al-Af’al, Madinah: Muassasah al-Risalah,1981

al-Syibani, Ahmad Ibnu Hambal Ibnu Abdullah, Musnad Ibnu Hanbal, t.tp.: Muassisahal-Qurtubah, tt

al-‘Asyur, Syekh Muhammad al-Thahir Ibnu, al-Tahrir wa al-Tanwir, t.tp.: Daru al-Nasyr, 1997

HAMKA, Tafsir al-Azhar, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1986Madjid, Nurcholish, Masyarakat Religious (Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam

Kehidupan Masyarakat), cet ke-2, Jakarta: Paramadina, 2000Ridha, Rasyid, Tafsir al-Manar, Beirut: Daru al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999Shihab, M. Quraish, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat

Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 2007_____, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, cet VI,

Jakarta: Lentera Hati, 2006_____, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudlu’i Atas Pelbagai Permasalahan Umat,

cet VIII, Bandung: Mizan, 1998

Page 45: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

STRATEGI PEMASARAN DAN IMPLEMENTASINYADALAM LEMBAGA PENDIDIKAN

Khoirul Anam

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 [email protected]

ABSTRACTAccording to the perspective of marketing, Islamic educationinstitution is categorized as a non profit organization. It is an activityto serve students and stakeholders. Since principally the functionof the institution to serve, therefore, the marketing strategy is doneby: identification of the market, segmenting and positioning of themarket, differentiating product, and marketing communication.Through implementing those strategies, an educational institutioncan compete with others. In other words, by implementing certainstrategies, an educational institution can win the competition,especially in improving the number of students from year to year.

Kata Kunci: strategi pemasaran, lembaga pendidikan

PendahuluanOrientasi dunia pemasaran mengalami perubahan dari profitoriented beralih

kepada costumer satisfied oriented. Perusahaan tidak bisa hanya mengharapkankeuntungan maksimal tanpa memperlihatkan kepuasan pada pelanggan/konsumen.Masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan –meskipun orientasi mereka sudahmenganut consumen satisfied– adalah realitas bahwa mereka belum mampumemberikan kepuasan yang benar-benar diterima oleh konsuman.

Demikian halnya kalau kita tarik dalam wilayah pendidikan. Pendidikan formal dalamhal ini sekolah/madrasah msedang mengalami perubahan besar berupa lingkungan globalpendidikan atau sering disitilahkan dengan globalisasi pendidikan. Globalisasi bermaknasuatu proses keterbukaan yang seluas-luasnya, bebas dari keterbelengguan kultural, bebasdari ketertutupan. Globalisasi dengan ciri pasar bebasnya tidak hanya menjual barang hasilproduksi industri saja, tetapi juga sumberdaya manusia yang siap kerja. Dalam globalisasi,kualitas menjadi kunci. Barang (produk pendidikan) yang kurang berkualitas akanterpinggirkan. Implikasi dari hal ini adalah fakta bahwa masyarakat sudah mulaimempertanyakan dan memilih sekolah-sekolah bermutu untuk putra putri mereka.1

1Ulil Multazam, “Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan”, (online), http://www.scribd.com/doc/80640303/Strategi-Pemasaran-Jasa-Pendidikan#download, diakses 15 September 2013

Page 46: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-170160

Dengan demikian sudah saatnya lembaga pendidikan sebagai salah satu bentukpelayanan jasa menerapkan strategi pemasaran untuk menarik pemakai jasa mereka.Masyarakat sebagai pengguna jasa selalu mengharapkan sekolah/lembaga pendidikanmemberikan penyediaan layanan pendidikan secara maksimal.Dalam kondisi krisismultidimensi yang berkepanjangan, pendidikan telah menarik perhatian berbagai pihaksetelah bergeser menjadi salah satu pos pengeluaran yang semakin besar danmemberatkan di sebahagaian besar anggota masyarakat. Tingginya biaya pendidikanmerupakan konsekuensi dari meningkatnya biaya dan ditambah lagi denganberkurangnya kemampuan para penyandang dana pendidikan.

Pendidikan yang ‘mahal’ akan semakin menjadi relatif ketika kita melihat darisudut pandang yang berbeda. Apabila pendidikan dianggap sebagai suatu bentukinvestasi yang akan memberikan suatu benefit di masa mendatang maka tidak akanterjadi penempatan biaya pendidikan dalam skala prioritas terakhir atau berada dibawah pengeluaran-pengeluaran yang konsumtif. Perspektif inilah yang harus terusdiupayakan menjadi sepandang agar tidak terjadi gap pendekatan bagi solusi masalah-masalah seputar pendidikan. Komunikasi yang sering sumbang harus disamakan, palingtidak untuk membuka forum diskusi yang lebih terarah bagi semua pihak yangberkepentingan di dunia pendidikan.

Bermunculannya sekolah-sekolah baru menimbulkan fenomena dalam duniakependidikan. Bentuk dan pendekatan pendidikan semakin berkembang dan kompleks.Tidak hanya pemain-pemain lama yang mengembangkan sekolah yang sudah adanamun juga dari pelaku usaha non kependidikan dan bahkan penyelenggara pendidikandari luar negeri. Secara objektif, masyarakat semakin sulit menentukan pilihan lembagapendidikan formal/sekolah yang akan digunakan.

Kemudian dengan semakin ditambahkannya fitur-fitur pengajaran tersebut, makabiaya operasional secara rasional akan bertambah. Hal yang logis ketika kualitas suatuproduk/layanan ditingkatkan maka akan meningkatkan biaya. Di lain pihak pengelolaansuatu lembaga menuju organisasai yang efektif dan efisien merupakan syarat mutlakkeberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan yang juga akansemakin dituntut menjadi organisasi yang tepat sasaran dan berdayaguna.

Selain itu lembaga pendidikan formal memerlukan suatu sistem pengelolaanyang profesional. Sekolah formal sebagai organisasi nirlaba telah banyak mengalamiredefenisi dalam hal bagaimana seharusnya sekolah dapat tetap beroperasi dalamiklim hypercompetitive. Visi dan Misi lembaga pendidikan dengan pendekatan situsionalakan seringkali disalahartikan oleh masyarakat. Dari paparan kondisi pendidikan diatas, maka pengelolaan sekolah memainkan peranan yang penting dan menentukankeberlangsungan serta perkembangan sekolah itu dimasa yang akan datang.

Untuk keberlangsungan produk berupa jasa layanan pendidikan tersebut, makaperlu lembaga pendidikan perlu mengembangkan sebuah strategi pemasaran produknyadi tengah persaingan dengan lembaga-lembaga pendidikan. Strategi pemasaran inimerupakan salah satu bagian yang penting dan punya dampak luas serta kuat terhadapkelancaran produk atau jasa.

Page 47: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Khoirul Anam, Strategi Pemasaran dan Implementasinya Dalam Lembaga Pendidikan 161

Pengertian Strategi PemasaranStrategi

Setiap organisasi mempunyai strategi untuk mendukung aktivitas sertakelangsungan organisasinya, dimana strategi harus sesuai dengan keadaan dan kondisimasyarakat.Strategi adalah suatu program yang mendukung untuk mencapai suatutujuan perusahaan.

Amstrong mendefinisikan bahwa setidaknya terdapat tiga pengertian strategi.Pertama, Strategi merupaka deklarasi maksud yang mendefinisikan cara untukmencapai tujuan, dan memperhatikan sungguh-sungguh alokasi sumber daya perusahaanyang penting untuk jangka panjang dan mencocokkan sumber daya dan kapabilitasdengan lingkungan eksternal. Kedua, strategi merupakan perspektif dimana isu kritisatau factor keberhasilan dapat dibicarakan, serta keputusan strategis bertujuan untukmembuat dampak yang besar serta jangka panjang kepada prilaku dan keberhasilanorganisasi.Ketiga, strategi pada dasarnya adalah mengenai penetapan tujuan (tujuanstrategis) dan mengalokasikan atau menyesuaikan sumber daya dengan peluang(strategis berbasis sumber daya) sehingga dapat mencapai kesesuaian strategis danbasis sumber dayanya.2

Sementara itu Syaiful Sagala mendefinisikan strategi sebagai sebuah rencanayang komprehensif mengintegrasikan segala sumber daya dan kapabilitas yangmempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi3.

Berdasarkan keseluruhan definisi di atas, maka strategi dapat didefinisikansebagai sekumpulan pilihan kritis untuk perencanaan dan penerapan serangkaianrencana tindakan dan alokasi sumber daya yang penting dalam mencapai tujuan dasardan sasaran, dengan memperhatikan keunggulan kompetitif,komparatif, dan sinergisyang ideal berkelanjutan, sebagai arah, cakupan, dan perspektif jangka panjangkeseluruhan yang ideal dari individu atau organisasi.

PemasaranAktivitas pemasaran merupakan tombak dari segala usaha oraganisasi, sebaliknya

apapun produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi tidak akan pernah mendatangkanbisnis tanpa adanya keinginan pemasaran. Demikian halnya bagi lembaga pendidikan.Sehingga kegiatan pemasaran lebih mendekati suatu seni untuk mencari masyarakatyang keliru menilai sub-fungsi pemasaran. Pemasaran adalah seni mengidentifikasikandan memahami kebutuhan konsumen merasa puas sekaligus memberikan keuntunganbagi organisasi.Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancanguntuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang-barangyang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.

Menurut Kotler “Pemasaran adalah sebagai sebuah proses sosial dan manajerialyang dengan nya individu-individu dan kelompok-kelompok memproleh apa yang merekabutuhkan dan mereka inginkan dengan menciptakan dan saling mempertukarkan produk-

2Michael Armstrong. Strategic Human Resource Management : A Guide toAction.(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 39-42

3Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.(Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 137

Page 48: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-170162

produk dan nilai satu sama lain”4. Dalam karya yang lain, Kotler Mendefinisikan“Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial yang dilakukan oleh seseorang ataukelompok untuk memproleh apa yang mereka inginkan melalui penciptaan,penawaran,dan pertukaran produk-produk yang bernilai dengan yang lainnya”5.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dimaklumi bahwa pemasaranmengandung pengertian yaitu bagaimana memahami,merencanakan dan mengelolapertukaran dari barang atau jasa dari tangan produsen (lembaga pendidikan) kekonsumen (stakeholder) sebagai pembeli (pengguna jasa) sehingga komsumen akanmemproleh kepuasan.

Strategi PemasaranStrategi pemasaran pada dasarnya merupakan rencana yang menyeluruh serta

terpadu dan menyatu dibidang pemasaran barang dan jasa.Dengan perkataan lainnyastrategi pemasaran itu adalah serangkaian tujuan dan sasaran kebijakan, serta aturanyang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran barang dan jasa.Strategipemasaran juga merupakan wujud rencana yang terarah dibidang pemasaran, untukmemproleh suatu hasil yang optimal.

Strategi pemasaran menurut Kotler merupakan pendekatan pokok yang akandigunakan oleh unit bisnis dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu,didalamnya tercantum keputusan-keputusan pokok mengenai target pasar, penempatanproduk di pasar, bauran pemasaran dan tingkat biaya pemasaran yang diperlukan6.Definisi Kotler ini memberikan pemahaman pemasaran sebagai suatu proses sosialdan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginanmereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satudengan lainnya. Sementara itu menurut Winardi menyatakan bahwa. “Strategipemasaran yang digunakan oleh perusahaan merupakan hasil dipadukannya berbagaielemen pemasaran”7.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkanbahwa strategipemasaran merupakan rangkaian suatu kegiatanyang terarah untuk mencapai sasarandan dengan pola berpikiryang inovatif dan kreatif, untuk menghadapi kecenderunganyangterjadi di dalam organisasi maupun di luar organisasi, yang akanberpengaruhterhadap kepentingan maupun masa depan organisasi sendiri.

Jenis-Jenis Strategi PemasaranUntuk mengetahui jenis strategi pemasaran mana yang tepat dan sesuai dengan

sebuah organisasi, perlu terlebih dahulu mengetahui jenis dan bentuk kebutuhankonsumen (pengguna), sebelum organisasi memasarkan produk yang dihasilkan.Untuklebih jelasnya Tedjasatesan mengatakan bahwa strategi pemasaran dapat dibagi kedalamempat jenis dasar, yaitu : (1) merangsang kebutuhan primer dengan menambah jumlahpemakai; (2) merangsang kebutuhan primer dengan memperbesar tingkat pembeli;

4Philip Kotler, Marketing Management: The Millennium Edition, 10th Edition, ( t.tp.:Prentice Hall, 2000), hal. 73

5Philip Kotler, Kotler on Marketing – How to Create, Win and Dominate Markets,(t.tp.: Free Press, 1999), hal. 182

6Philip Kotler, Marketing Management…,, hal. 1097Winardi. Motivasi dan Pemotivasian. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001), hal. 93

Page 49: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Khoirul Anam, Strategi Pemasaran dan Implementasinya Dalam Lembaga Pendidikan 163

(3) merangsang kebutuhan selektif dengan mempertahankan pelayanan yang ada;dan (4) merangsang kebutuhan selektif dengan menjaring pelanggan yang ada.

Sementara itu mengatakan bahwa strategi pemasaran terdiri dari: pertama,strategi kebutuhan primer. Strategi kebutuhan primer dirancang terutama untukmenaikan tingkat permintaan akan bentuk atau kelas produk dari bukan pemakaiansekarang (yang tidak ada atau hanya mempunyai sedikit pesaing saja) serta produk-produk dengan bagian pasar yang besar kemungkinan besar akan mendapat manfaatdari strategi yang dirangcang untuk meningkatkan jumlah pemakai bentuk produk.

Kedua, strategi kebutuhan selektif. Strategi kebutuhan selektif dirancang untukmemperbaiki posisi pesaing suatu produk,jas atau bisnis. Fokus dasar dari strategi-strategi ini adalah pada bagian pasar,karena perolehan penjualan diharapkan akandating dengan mengembangkan bentuk produk satu kelas pesaing. Strategi kebutuhanselektif dapat dicapai dengan mempertahankan pelanggan lama atau dengan menyaringpelanggan baru.

Ada 3 faktor yang mempengaruhi perusahaan mengadakan perubahan ataupenyesuaian strategi pemasarannya, yaitu: (a) daur hidup perusahaan; (b) posisipersaingan perusahaan di pasar; dan (c) situasi ekonomi. Adapun faktor-faktor yangperlu diperhatikan dalam pemilihan strategi pemasaran dalam meningkatkan penjualanserta memperluas marketshare, yaitu: a) kekuatan dan kelemahan perusahaan, b)sasaran keuangan pemasaran, dan c) program kegiatan strategi pemasaran.

Sementara itu langkah-langkah sistematis untuk merancang strategi pemasaran,menurut Purnama adalah:pertama, strategi segmentasi pasar (market segmentationstrategy); kedua, strategi penentuan pasar sasaran (market targeting strategy); ketiga,strategi penentuan posisi pasar (market positioning strategy). Market segmentationstrategy pada dasarnya merupakan suatu strategi memahami struktur pasar dengancara mengelompokkan pembeli aktual maupun potensial yang berbeda yang mungkinmeminta produk dan atau bauran pemasaran tersendiri. Langakh kedua yaitu markettargeting strategy dilakukan untuk memilih satu atau lebih segmen pasar yang akandilayani, dan langkah selanjutnya adalah market positioning strategy yaitu membentukdan mengkomunikasikan manfaat utama yang membedakan produk dalam pasar.

Model-Model Strategi Pemasaran dalam Lembaga PendidikanSebagai bagian dari organisasi yang bergerak di bidang jasa, posisi lembaga

pendidikan sangat strategis dan sangat kompleks, karena banyak elemen yangmempengaruhinya, seperti sistem internal madrasah, lingkungan fisik, kontak personal,tagihan dan pembayaran, komentar dari mulut ke mulut dan sebagainya. Oleh karenaitu Gronroos sebagaimana dikutip Ulil Multazam menegaskan bahwa pemasaran jasatidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal, tetapi juga pemasaran internal danpemasaran interaktif8.Dengan begitu dalam strategi pemasaran lembaga pendidikanharuslah menerapkan tiga model pemasaran jasa yang diungkapkan oleh Gronroostersebut dengan tujuan agar terjadi keserasian dan bisa mencegah terjadinya kesalah-pahaman antar komponen fungsi menajemen dalam organisasi pendidikan tersebut.

8Ulil Multazam, “Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan”, (online), http://www.scribd.com/doc/80640303/Strategi-Pemasaran-Jasa-Pendidikan#download, diakses 15 September 2013

Page 50: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-170164

Pemasaran EksternalModel pemasaran ini menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh

lembaga pendidikan dalam mempersiapkan produk, menetapkan harga, melakukandistribusi informasi dan mempromosikan produk jasa yang bernilai superior kepadapara pelanggan.Pelanggan lembaga pendidikan dalam hal ini adalah wali murid. Bilapemasaran ini dilakukan dengan maksimal, maka sebagai pelanggan, wali murid akanada ikatan yang kuat dengan lembaga pendidikan tersebut, sehingga keuntungan jangkapanjang bagi kelangsungan lembaga pendidikan bisa terjamin.

Pemasaran InternalModel pemasaran internal menggambarkan tugas dan fungsi yang diemban oleh

lembaga pendidikan dalam rangka melatih dan memotivasi tenaga pendidik, tenagakependidikan, serta para siswa sebagai aset utama organisasi agar dapat melayanipelanggan dengan maksimal. Yang tak kalah pentingnya adalah pemberian penghargaanatau reward dan pengakuan yang sepadan dan manusiawi. Aspek ini membangkitkanmotivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas, dan rasa memiliki setiap orang dalamorganisasi, yang pada gilirannya dapat memerikan kontribusi besar bagi organisasi danbagi pelanggan yang dilayani9.

Pemasaran InteraktifJenis pemasaran model ini menggambarkan interaksi antara pelanggan dalam

hal ini para wali murid dengan tenaga pendidik dan kependidikan serta dengan manajerorganisasi (kepala sekolah/madrasah). Diharapkan setiap sumber daya manusiaorganisasi yang loyal, bermotivasi tinggi, dan diberdayakan (empowered) dapatmemberikan Total Quality Service kepada setiap pelanggan dan calon pelanggan.Bila ini terealisasi, maka pelanggan yang puas akan menjalin hubungan ber-kesinambungan dengan personil dan organisasi yang bersangkutan, dan bahkan bisamenjadi sarana dan media pemasaran organisasi10.

Macam-Macam Strategi Pemasaran dalam Lembaga PendidikanDalam organisasi jasa semacam lembaga pendidikan, banyak hal-hal yang perlu

diterapkan strategi pemasarannya.Hal ini dimaksudkan agar sustainabilitas lembagapendidikan bisa dipertahankan dan prestasinya dapat ditingkatkan.Beberapa hal yangdapat diterapkan strategi pemasarannya sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Produk PendidikanProduk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk

diperhatikan, diminta, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhankebutuhan atau keinginan pasar bersangkutan.Produk yang ditawarkan tersebut meliputibarang fisik, jasa, organisasi, dan ide.Jadi, produk bisa berupa manfaat tangible maupunmanfaat intangible yang dapat memuaskan pelanggan11.

9ibid10ibid11ibid

Page 51: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Khoirul Anam, Strategi Pemasaran dan Implementasinya Dalam Lembaga Pendidikan 165

Biaya PendidikanUntuk menjamin kesuksesan memasarkan produknya, lembaga pendidikan harus

menetapkan biaya pendidikan secara tepat.Biaya pendidikan merupakan satu- satunyaunsur pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi lembagapendidikan, sedangkan ketiga unsur lainnya yaitu : 1) produk, 2) distribusi informasi,dan 3) promosi menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Harga atau biayapendidikan dalam dunia pendidikan bisa diungkapkan dengan berbagai istilah. MisalnyaSPP, komisi, gaji, honorarium dan sebagainya. dalam pandangan konsumen, hargaseringkali digunakan sebagai indikator nilai jikabiaya tersebut dihubungkan denganmanfaat yang dirasakan atas suatu produk lembaga pendidikan.

Distribusi InformasiDistribusi informasi lembaga pendidikan berkaitan dengan penentuan dan

manajemen saluran distribusi yang digunakan oleh institusi untuk memasarkan produk-produknya sehingga produk-produk tersebut dapat sampai di tangan konsumen yangmenjadi sasaran dalam jumlah dan jenis yang dibutuhkan pada waktu yang diperulukan,dan tempat yang tepat. Strategi distribusi informasi menurut Ulil Multazam dapatmenggunakan antara lain: 1) strategi saluran distribusi berganda; 2) strategi modifikasisaluran distribusi; 3) strategi pengendalian saluran distribusi; dan 4) strategi manajemenkonflik dalam saluran distribusi12.

Menempatkan Posisi dalam Persaingan : Kajian terhadap Lembaga PendidikanPerusahaan ataupun penyedia layanan jasa yang berhasil selalu berusaha

mengenali pesaingnya sebaik mungkin seperti yang dilakukannya terhadap parakonsumen. Analisis dan situasi persaingan akan membantu manajemen untukmemutuskan di mana akan bersaing dan bagaimana menentukan posisi menghadapipesaingnya pada setiap pasar sasaran. Karena itu, pasar terlebih dahulu perlu didefenisi-kan atau ditentukan sehingga konsumen dan pesaing dapat dianalisis secara tepat.

Untuk mempersiapkan strategi pemasaran efektif, perusahaan harus mempelajaripesaing aktual dan potensialnya. Perusahaan perlu mengidentifikasi strategi, tujuan,kekuatan, kelemahan, dan pola reaksi pesaing. Di samping itu, perusahaan juga perlumengetahui bagaimana merancang system intelijen kompetitif yang efektif, pesaingmana yang akan dihadapi dan mana yang akan dihindari.

Untuk menganalisis persaingan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.Langkah-langkah tersebut adalah: 1) melihat struktur industri dimana organisasi akanbersaing dan menguaraikan karakteristik industri, 2) melakukan identifikasi dan analisisterhadap kelompok perusahaan strategis yang bersaing, 3) mengidentifikasi danmenguraikan pesaing utama organisasi, 4) mengevaluasi pesaing utama organisasi, 5)melakukan antisipasi terhadap pesaing, dan 6) mengidentifikasi kemungkinan adanyakompettitor baru yang masuk.

Memahami struktur pasar sangat berguna untuk mengidentifikasi pesaing danmenjadikannya sebagai acuan atu pedoaman untuk menganalisis. Persaingan yangterjadi bisa berupa persaingan merek, industri, jenis atau bentuk produk, persaingangenerik, dan geografi.

12ibid

Page 52: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-170166

Menurut Micahel E. Porter diperlukan suatu kinerja yang berguna menganalisiskekuatan bersaing. Dalam padangan tradisional persaingan dikembangkan menjadilima kekuatan bersaing yang menentukan kinerja industri (Five Forces Model) yangterdiri dari persaingan di antara perusahaan yang ada, ancaman pesaing baru, ancamanproduk subtitusi, kekuatan penawaran pemasok, dan kekuatan penawaran pembeli.Five force model tersebut juga pada gilirannya menggambarkan jenis persainganvertikal dan horizontal.

Analisis kelompok strategi berguna untuk menentukan bagaiman cara bersaing,membandingkan proforma, dan mengantisipasi strategi masa depan yang akandigunakan para pesaing utama. Perumusan kelompok strategis merupakan hal penting,terutama jika industri memiliki banyak pesaing. Jika sebuah coorporate atau organisasimasuk kelompok pemimpin pasar, maka ia selalu ingin tetap menjadi yang terunggul.Untuk menjadi yang pertama, biasanya ia mengambil tindakan ke tiga arah, yaitu: (1)organisasi harus menemukan cara mengembangkan jumlah permintaan keseluruhan,(2) menjaga tingkat pasar yang dikuasai dengan bertahan atau menyerang denganbaik, (3) mencoba meningktakan pangsa pasarnya meskipun luasnya tidak berubah.

Kemudian organisasi yang menempati urutan kedua, ketiga, atau yang lebihrendah dalam persaingan, biasa disebut runner-up atau penyusul (trailing firm). Bagikelompok ini bisa memilih salah satu dari dua strategi atau penampilan, yaitu menyerangmarket leader dan pesaing lainnya (market challenger) atau memilih sebagai marketfollower.

Ada kalanya dalam suatu persaingan, terdapat suatu organisasi yang menghindaribentrok dengan perusahaan besar dan mengkhususkan diri pada sebagian dari pasar(kelompok ini disebut market nichers, threshold firms atau foothold firm). Kelompokini biasanya mencoba masuk ke satu atau lebih celah-celah pasar yang aman danmenguntungkan.Dengan analisis kelompok strategis dalam memahami pesaing utamaakan sangat membantu karena pesaing utama dan terdekat perusahaan adalah merekayang mengejar pasar sasaran yang sama dengan strategi yang juga sama.

ExperientalMarketingExperiential marketing merujuk pada pengalaman nyata pelanggan terhadap

brand/product/service untuk meningkatkan penjualan/ sales dan brand image/awareness. Experiential marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasidan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yangdidapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaanyang berdampak terhadap pemasaran, khususnya penjualan.

Jadi dengan experiential marketing, pemasar diharapkan dapat menggunakanberbagai pilihan strategi yang sesuai sesuai dengan tujuan yang diharapkan, baik ituuntuk mencapai brand awareness, brand perception, brand equity ataupun brandloyalty. Experiential marketing memberikan peluang pada pelanggan untukmemperoleh serangkaian pengalaman atas merek, produk dan jasa yang memberikancukup informasi untuk melakukan keputusan pembelian. Aspek emosional dan rasionaladalah beberapa aspek yang hendak dibidik pemasar melalui program ini dan seringkalikedua aspek ini memberikan efek yang luar biasa dalam pemasaran.

Implementasi pendekatan ini lebih banyak dilakukan dalam rangka memasarkanproduk. Kendatipun demikian, dalam bidang jasa pun juga tak mau ketinggalan untuk

Page 53: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Khoirul Anam, Strategi Pemasaran dan Implementasinya Dalam Lembaga Pendidikan 167

turut mengimplementasikan pendekatan ini. Seperti kursus komputer dan lembagapendidikan (matematika, menggambar, bahasa, musik)– misalnya Scomtec, Kumon,Cyberkids, Purwacaraka–mendesain interior ruangannya sedemikian rupa sesuaidengan misi dan visi perusahaan dalam kelas-kelas kecil ber-AC (air conditioner)dan membagi-bagikan brosur atau memasang spanduk yang memberi kesempatancalon pelanggannya untuk memperoleh pengalaman langsung mengikuti kursus dengan‘COBA GRATIS’ dalam kurun waktu tertentu.

Dengan cara ini diharapkan pelanggan akan memperoleh informasi tentang ‘sense’(desain kelas dan interior kantor yang nyaman), ‘feel’ (mengalami secara langsung apayang ditawarkan pemasar) serta ‘relate’ (gengsi yang ditawarkan sebagai kelompokreferensi yang trampil, tidak gagap teknologi dan menghargai karya musik dan keindahan).

Namun yang perlu dipahami bahwa untuk menerapkan pendekatan ini, seorangpemasar dituntut untuk dapat memilih strategi yang tepat dengan konsumen yang akandibidik sesuai dengan kondisi sosial, perkembangan jaman, dan teknologi.

Relationship MarketingStrategi ini menjadi sebuah pembicaraan menarik manakala perusahaan mencoba

mengembangkan kiat atau strategi yang tepat menghadapi konsumen yang memilikibanyak pilihan. Bagaimana tidak, berbagai konsep yang selama ini ada nyatanya kurangtepat untuk mengantisipasi masalah-masalah yang muncul.

Relationship Marketing merupakan paradigma baru yang berkembang dalamdunia pemasaran. Strategi ini sangat berhubungan dengan masalah promosi, ini karenapromosi merupakan bagian dari pemasaran, relationship marketing adalah sebuahterobosan baru dalam pemasaran. Relationship Marketingmerupakan strategi bisnisdan strategi pemasaran yang mampu memberdayakan kekuatan keinginan pelanggandengan tekanan teknologi informasi untuk memberikan kepuasan pelanggan.

Penerapan strategi relationship marketing tidak lain adalah upaya untukmemperlakukan konsumen sebagai mitra dalam situasi yang sama-sama untung.Sehingga dengan demikian, dapat terjalin seuatu kepuasan yang tinggi bagi parakonsumen dan keberhasilan pemasaran bagi pihak perusahaan.

Implementasi Strategi Pemasaran pada Lembaga PendidikanKalau kita merujuk pada definisi yang diberikan Kotler mengenai strategi

pemasaran di depan, pemasaran produk dan jasa, termasuk sekolah akan terkait kepadakonsep: permintaan, produk, nilai dan kepuasan pelanggan.

Konsep produk dalam dunia pendidikan terbagi atas jasa kependidikan danlulusan. Jasa kependidikan sendiri terbagi atas jasa: kurikuler, penelitian, pengembangankehidupan bermasyarakat, ekstrakurikuler dan administrasi. Bentuk produk-produktersebut hendaknya sejalan dengan permintaan pasar atau keinginan pasar yang diikutioleh kemampuan dan kesediaan dalam membeli jasa kependidikan.

Lembaga pendidikan hendaknya dapat berorientasi kepada kepuasan pelanggan.Selain itu juga perlu mencermati pergeseran konsep ‘keuntungan pelanggan’ menuju‘nilai’ (value) dari jasa yang terhantar. Lembaga pendidikan mahal tidak menjadimasalah sepanjang manfaat yang dirasakan siswa melebihi biaya yang dikeluarkan.Dan sebaliknya lembaga pendidikan murah bukan jaminan akan diserbu calon siswaapabila dirasan nilainya rendah.

Page 54: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-170168

Langkah-langkah kegiatan dalam mendesain serta mengelola strategi pemasaranpada lembaga pendidikan yaitu:pertama, identifikasi pasar. Tahapan pertama dalamstrategi pemasaran lembaga pendidikan adalah mengidentifikasi dan menganalisispasar.Dalam tahapan ini perlu dilakukan suatu penelitian/ riset pasar untuk mengetahuikondisi dan ekspektasi pasar termasuk atribut-atribut pendidikan yang menjadikepentingan konsumen pendidikan. Termasuk dalam tahapan ini adalah pemetaan darilembaga pendidikan lain.

Tahap kedua adalah segmentasi pasar dan positioning.Penentuan target pasarmerupakan langkah selanjutnya dalam stretegi pemasaran lembaga pendidikan. Dalampasar yang sangat beragam karakternya, perlu ditentukan atribut-atribut apa yangmenjadi kepentingan utama bagi pengguna layanan jasa pedidikan. Secara umum pasardapat dipilah berdasarkan karakteristik demografi, geografi, psikografi maupun perilaku.Dengan demikian lembaga pendidikan akan lebih mudah menentukan strategipemasaran apa yang diterapkan sehubungan dengan karakteristik dan kebutuhan pasar.Setelah diketahui karakter pasar, maka kita akan menentukan bagian pasar mana yangakan kita layani. Tentunya secara ekonomis, melayani pasar yang besar akan membawalembaga pendidikan masuk ke dalam skala operasional yang baik.

Langkah ketiga yaitu diferensiasi produk.Melakukan diferensiasi merupakancara yang efektif dalam mencari perhatian pasar. Dari sekian banyaknya lembagapendidikan yang ada, orangtua siswa tentunya akan kesulitan untuk memilih lembagapendidikan untuk anaknya dikarenakan atribut-atribut kepentingan antar lembagapendidikan semakin standar. Lembaga pendidikan satu hendaknya dapat memberikantekanan yang berbeda dari lembaga pendidikan lainnya.Titik tekan tersebut bisadiwujudkan dalam bentuk-bentuk kemasan yang menarik seperti logo dan slogan.Fasilitas internet bisa jadi merupakan standar, namun jaminan internet yang aman danbersih akan menarik perhatian orangtua dan bisa menjadi strategi merebut pasar.

Melakukan pembedaan, secara mudah dapat pula dilakukan melalui bentuk-bentuk tampilan fisik yang tertangkap panca indra yang memberikan kesan baik, sepertipemakaian seragam yang menarik, gedung lembaga pendidikan yang bersih atau stikerlembaga pendidikan dan sebagainya.

Langkah keempat adalah komunikasi pemasaran.Akhirnya pengelola lembagapendidikan hendaknya dapat mengkomunikasikan pesan-pesan strategi pemasaranlembaga pendidikan yang diharapkan pasar. Lembaga pendidikan sebagai lembagailmiah akan lebih elegan apabila bentuk-bentuk komunikasi disajikan dalam bentuk/format ilmiah, seperti menyelenggarakan kompetisi bidang studi, forum ilmiah/ seminardan yang paling efektif adalah publikasi prestasi oleh media independen seperti beritadalam media massa.

Komunikasi yang sengaja dilakukan lembaga pendidikan dalam bentuk promosiatau bahkan iklan sekalipun perlu menjadi pertimbangan.Bentuk dan materi pesanagar dapat dikemas secara elegan namun menarik perhatian agar lembaga pendidikantetap dalam imege lembaga pendidikan sebagai pembentuk karakter dan nilai.Publikasiyang sering terlupakan namun memiliki pengaruh yang kuat adalah promosi “mouth tomouth”.Publikasi yang dimaksud adalah melalui perantara alumni-alumni lembagapendidikan.Alumni yang sukses dapat membagi pengalaman (testimony) atau buktikeberhasilan lembaga pendidikan kepada calon pengguna jasa layanan pendidikan.

Page 55: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Khoirul Anam, Strategi Pemasaran dan Implementasinya Dalam Lembaga Pendidikan 169

PenutupLembaga pendidikan dalam perspektif marketing merupakanjenis non profit

organization. Pendidikan merupakan sebuah kegiatan yang melayani konsumen,berupa murid, siswa, mahasiswa dan juga masyarakat umum yang dikenal sebagai“stakeholder’.Posisi lembaga pendidikan hakekatnya adalah pemberi layanan.Dengandemikian strategi pemasaran pada lembaga pendidikan berarti rencana yangkomprehesif pada kegiatan lembaga pendidikan dalam memberi layanan jasa pendidikanyang memuaskan kepada pengguna dengan cara memperhatikan konsep, model,produk, biaya pendidikan dan strategi distribusi informasi jasa lembaga pendidikan.

Implementasi strategi pemasaran pada lembaga pendidikan bisa dilakukan dengancara : identifikasi pasar, segmentasi pasar dan positioning, diferensiasi produk, sertakomunikasi pemasaran. Dengan langkah-langkah sebagaimana tersebut di atas, makalembaga pendidikan diharapkan bisa mencapai keseimbangan/ekuilibrium dalamoperasionalisasi pengajaran dalam kondisi memperebutkan ‘kue’ dari banyakpenyelenggara lembaga pendidikan.Dengan demikian masalah lembaga pendidikanyang kekurangan murid ataupun dalam hal manajerial bisa dieliminir sedemikian rupadengan menjalankan strategi-strategi pemasaran secara efektif dalam persaingan yangsehat.

DAFTAR PUSTAKAAde Gunawan, Menempatkan Posisi dalam Persaingan, Jurnal ilmiah “Manajemen

& Bisnis”, Vol. 01 No. 01 Oktober 2001. Prodi Manajemen Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Arman D. Hutasuhut, Strategi Pemasaran Berorientasi Hubungan denganPelanggan, Jurnal Manajemen & Bisnis, Vol. 04 No. 01 April 2004. ProdiManajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Dewi Andriani, Mengembangkan Strategi Pemasaran pada Tahap Daur HidupProduk, Jurnal Manajemen & Bisnis, Vol. 4 No. 2 Oktober 2004. ProdiManajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Fransisca Andreani, Experiental Marketing: Sebuah Pendekatan Pemasaran, JurnalManajemen Pemasaran, Vol. 2. No. 1 April 2007. Jurusan ManajemenPemasaran, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra

Henry Sumurung Octavian, Manajemen Pemasaran Sekolah sebagai Salah SatuKunci Keberhasilan Persaingan Sekolah, Jurnal Pendidikan Penabur, No.05/Th. IV / Desember 2005

Michael Armstrong. Strategic Human Resource Management : A Guide toAction.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003

Philip Kotler, Kotler on Marketing – How to Create, Win and Dominate Markets,t.tp.: Free Press, 1999

Philip Kotler, Marketing Management: The Millennium Edition, 10th Edition, t.tp.:Prentice Hall, 2000

Robert Kristaung, Perkembangan Relationship Marketing dan Relevansinyadalam Praktik Pemasaran Jasa, Jurnal Manajemen dan Pemasaran Jasa, Vol1 No. 1, Maret 2005. Jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas EkonomiUniversitas Kristen Petra

Page 56: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-170170

Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.Bandung: Alfabeta, 2007.

Ulil Multazam, “Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan”, (online), http: http://www.scribd.com/ doc/80640303/Strategi-Pemasaran-Jasa-Pendidikan#download, diakses 15 September 2013.

Winardi. Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Page 57: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

ANALISIS METODE PERMAINAN SOSIALUNTUK PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH

DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

Ahmad Syaikhudin

STAIN Ponorogo, Jl. Pramuka No. 156 Pos Box 116 Ponorogo [email protected]

ABSTRACTEducation is a deliberate effort to improve learner’s personality through the

mastery of knowledge, affection, and good behavior. To improve the quality ofeducation, it is important to develop method and strategies of teaching subject matterincluding social sciences subject matter. Some social games are worth doing for teachingsuch subject matter. This article is intended to review each game strategy within theconfine of classic and modern theory of social game. Teacher plays important role inthe success of implementation of method.

Kata Kunci: metode permainan sosial, teori bermain klasik dan modern

PendahuluanAnak usia sekolah dasar dalam perkembangannnya merupakan anak pada tahap

pertengahan dan akhir anak-anak.Pada suatu investigasi diketahui lebih dari 40% anak-anak usia 7 sampai 11 tahun pada waktu siang berinteraksi dengan teman sebaya.Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik,sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Dengan bermain anak dapatmengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi denganbaik.

Bagi anak bermain adalah kegiatan yang serius, tetapi mengasyikkan. Bermainmerupakan aktifitas yang dipilih sendiri karena menyenangkan. Bermain adalah alatutama yang menjadi latihan untuk pertumbuhan karena anak langsung mencobakandiri secara aktif. Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya dariyang tidak dikenali sampai ia mengetahui, dari tidak dapat diperbuatnya sampai diamamp, bahkan trampil melakukannya. Permasalahannya hingga saat ini, di sekolah-sekolah terutama di sekolah dasar, kegiatan bermain masih dianggap kurang penting,sehingga belum ada program yang terencana dan terstruktur. Pembelajaran terpadu(tematik) yang menggabungkan beberapa bidang studi di kelas rendah belummemasukkan unsur-unsur permainan.

Demikian pula halnya dengan kegiatan bermain dan permainan di sekolahutamanya di sekolah dasar, pemahaman orang tua dan masyarakat masih kurang.Bermain dianggapnya main-main, membuang waktu dan memerlukan biaya, padahalbanyak alat permainan yang dapat dipergunakan anak adalah alat permainan dari

Page 58: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-182172

lingkungan anak itu sendiri, dari alam dan permainan yang sengaja di buat guru, orangtua atau perusahaan yang dirancang untuk pendidikan anak. Alat permainan yangterakhir itu disebut alat permainan edukatif. Tempat bermain pun sangat fleksibel,tempatbermain anak di sekolah dapat dilakukan di kelas dan di luar kelas, yang pentinglingkungannya aman dan kondusif, pembelajarannya terencana dan terstruktur dantersedianya alat-alat permainan yang memadai Bentuk-bentuk permainan seperti:permainan eksplorasi (penjelajahan), permainan energik, permainan kemahiran (skillfullplay) dapat dilakukan di luar kelas. Permainan yang lain, seperti permainan sosial danpuzzle dapat dilakukan di dalam kelas.

Dalam proses pembelajaran, pendekatan, metode, media yang diterapkandiusahakan sesuai dengan dunia anak anak Sekolah Dasar yang suka bermain.Ketepatan memilih pendekatan, metode dan media sangat besar pengaruhnya bagianak-anak sekolah dasar dalam upaya menguasai konsep IPS. Penyajian pembelajaranini dapat dilakukan dalam suatu bentuk permainan yang membuat anak-anak lebihbersemangat dan tidak bosan, karena bermain memang dunia anak-anak. Hal ini dapatdilihat dari tingkat perkembangan motorik anak usia Sekolah Dasar.

Teori Bermain Klasik dan ModernTeori Bermain Klasik

Teori klasik muncul sebelum abad ke-20 dan sebagian besar menggambarkansuatu kekuasaan dan kekuatan pada saat teori itu diangkat atau dimunculkan. Menurutpandangan dari para pakar Psikologi & Biologi teori klasik meliputi: (1) Teori Rekreasi/pelepasan (Lazarus&Schaller), (2) Teori Teleologi/ pembawaan (K. Groos&Roeles),(3) Teori Sublimasi (Ed. Clapatade), (4) Teori Rekapitulasi/ Evolusi/ Reinkarnasi (Hall),(5) Teori Surplus Energi (H. Spencer), (6) Teori C. Buhler.1

Teori Rekreasi/Pelepasan (Lazarus & Schaller) menyatakan bahwa bermainmerupakan kegiatan yang berlawanan dengan kerja dan kesungguhan, Bermainmerupakan imbangan antara kerja dengan istirahat. Orang yang merasa penat akanbermain dan berekreasi untuk mengadakan pelepasan agar kesegaran jasmani danrohaninya segera kembali.

Teori Teleologi/Pembawaan (K. Groos & Roeles) menyatakan permainanmerupakan kegiatan yang mempunyai tugas biologis yang akan digunakan oleh manusiauntuk mempelajari fungsi hidup, penguasaan gerak, rasa ingin tahu, persaingan sebagaipersiapan hidup dimasa yang akan datang. Seseorang bermain bukan karena masihmuda tetapi melalui bermain seseorang akan menjadi awet muda.

Teori Sublimasi yang dimunculkan oleh Clapatade menyatakan bahwa permainanbukan hanya merupakan kegiatan untuk mempelajari fungsi hidup (Gross), tetapi jugamerupakan proses sublimasi (menjadi lebih mulia, lebih tinggi, atau lebih indah). Melaluibermain seseorang yang memiliki insting/naluri yang rendah akan belajar untuk berubahdan meningkatkannya menjadi perbuatan dan tindakan yang lebih baik/tinggi.

Dalam Rekapitulasi/Evolusi/Reinkarnasi dari Hall, permainan merupakankesimpulan dari masa lalu (anak akan bermain permainan yang pernah dimainkan olehnenek moyangnya), serta pertumbuhan jiwa manusia yang wajar haruslah melalui tahap-

1 Sukintaka. Teori Bermain untuk PGSD. (Jakarta: Dikdasmen, 1992), hal. 23

Page 59: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Ahmad Syaikhudin, Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran IPS... 173

tahap perkembangan manusia yang wajar sampai pada pertumbuhan yang sempurna.Tahap itu meliputi: Pertumbuhan manusia, masa prenatal (pertumbuhan-kelahiran),masa bayi&masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa tua.

Teori Surplus Energi yang digagas H. Spencer, meyatakah bahwa surplus ataukelebihan tenaga yang dimiliki oleh seseorang (yang belum digunakan/tersimpan) akandisalurkan atau dikeluarkan melalui aktifitas bermain atau permainan. Surplus/kelebihantersebut meliputi: kelebihan energi, kelebihan kekuatan hidup, kelebihan emosi danvitalitas.

Teori C. Bühler, menyatakan bahwa di samping permainan merupakan kegiatanuntuk mempelajari fungsi hidup (teori Groos), bermain juga merupakan “Funtion Lust”(nafsu untuk berfungsi) & “Aktivitat Drang” (kemauan untuk aktif. Untuk bisa bermainseseorang harus mempunyai kehendak, kemauan & nafsu untuk bermain permainanyang diinginkan..

Teori Bermain ModernTeori Psikoanalisa (Sigmund Freud). Bermain merupakan media, sarana, alat

atau cara untuk mengeluarkan/melepaskan emosi-emosi dari dalam diri. Bermain jugamerupakan media untuk belajar mengatasi pengalaman traumatik atau frustasi. Bermainmerupakan salah satu cara untuk mengukur, menguasai dan mengetahui sifat suatualat.

Teori ini berasal dari Sigmund Freud dan Adler, Freud berpendapat permainanmerupakan pernyatan nafsu-nafsu yang terdapat di daerah bawah sadar. Permainanmerupakan bentuk pemuasan dari nafsu seksual yang terdapat di kompleks terdesak.Sedangkan menurut Adler, permainan merupakan pernyataan nafsu-nafsu yangterdapat di bawah alam sadar itu sumbernya dari nafsu berkuasa. Permainan merupakanusaha sadar untuk menutup-nutupi perasaan “harga diri kurang”

Teori Kognitif (Piaget&Vygotsky). Bermain merupakan bagian atau tahapperkembangan kognitif (daya tiru, daya ingat, daya tangkap, daya imajinasi,) (gayabelajar manusia ATM & PDE) yang harus dilalui oleh seorang anak. Bermain jugamerupakan sarana untuk belajar berpikir mengungkapkan ide-ide (kreatifitas/daya cipta),atau berimajinasi. Tahap Bermain (Jean Piaget): 1). Sensory Motor Play (3/4 Bln –6 Bln) yaitu bermain syaraf, perasaan, otot-otot, gerakan-gerakan kasar; 2) Symbolic/ Make Belive Play (2 – 7 Tahun) yaitu bermain permainan nyata; 3) Social PlayGames With Rules (8 – 11 Tahun) yaitu bermain berkelompok dengan aturansederhana; 4) Games With Rules & Sports (11 Tahun keatas) yaitu bermain danberolahraga dengan aturan-aturan yang disederhanakan atau aturan resmi/baku.

Teori Belajar Sosial menyatakan bahwa manusia sebagai makluk monodualismeyaitu makluk individu dan makluk sosial. Bermain dapat menjadi sarana atau mediauntuk berkomunikasi, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain atau makhlukhidup lain (makhluk sosial).

Teori Kompensasi menyatakan bermain tidak hanya berfungsi sebagai pengisiwaktu luang/rekreasi saja tetapi sekarang sudah menjadi kebutuhan untuk mendapatkanpenghargaan atau untuk mempertahankan hidup (sebagai profesi)..

Page 60: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-182174

Bermain dan PeraminanBermain adalah manifestasi penyesuaian salah satu dasar proses-proses mental

menuju pada pertumbuhan intelektual. Bermain sangat bermanfaat bagi perkembangankognitif dan kereatif, sebab pada dasarnya bermain itu sangat erat kaitannya denganperkembangan dari kewajaran dan keindahan gerak manusia. Bermain adalah suatukebutuhan bagi anak, dengan merancang pembelajaran tertentu untuk dilakukan sambilbermain, maka anak belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya. Jikakebutuhan bermain tidak terpenuhi, ada satu tahap perkembangan yang tidak berfungsidengan baik. Dan hal ini akan terlihat ketika anak menjadi remaja.2

Anak-anak setelah memasuki masa sekolah melakukan hubungan sosial yanglebih banyak dengan anak lain dibanding sebelum memasuki usia sekolah, dengandemikian permainan yang bersidaf individual digantikan dengan permainan kelompok.Permainan kelompok membutuhkan sejumlah teman bermain dan lingkungan pergaulansosial. Bentuk permainan berkelompok sangat cocok bagi anak-anak usia sekolahdasar karena sesuai dengan tingkat perkembangan sosial anak usia SD.3

Jenis permainan yang dimainkan oleh anak sangat ditentukan oleh umur anak.Untuk kelompok umur tertentu jenis permainannya akan berbeda dengan jenispermainan yang dimainkan oleh kelompok umur yang lain. Hal in disebabkan olehkemampuan anak, dan juga oleh kesenangan anak. Dari penelitian Hurlock4, yangdiamati dalam waktu satu minggu diperoleh kesimpulan bahwa jumlah permainan yangdimainkan oleh anak pada kelompok umur yang jumlah permainannya yang dimainkanoleh anak pada kelompok umur yang berbeda-beda, akan berbeda juga. Adapun hasilpenelitian itu sebagai berikut : Umur 8 tahun : rata-rata ganti permainan 40,11 %,Umur 12 tahun : rata-rata ganti permainan 17,71 %.

Hal ini dapat terjadi sebab ada kemungkinan bahwa anak pada kelompok umurlebih tua hanya mempunyai waktu luang yang sedikit, dan pada kelompok umur yanglebih muda untuk memperoleh rasa senang, mereka dapat bermain tanpa alat, ataudengan alat, atau dengan alat yang mereka peroleh dari tempat di sekelilingnya. Merekadapat bermain sendiri dengan berfantasi, atau bermain dengan teman siapa saja yangmau menemani dan ikut bermain. Anak-anak yang lebih muda akan bermain denganaktivitas jasmani yang lebih sedikit dibandingkan dengan permainan anak-anak yanglebih tua. Anak kelompok umur lebih tua akan memainkan permainan yang mempunyaiperaturan yang tetap dan biasanya menuntut aktivitas jasmani yang lebih berat.

Fungsi Bermain dalam PendidikanBigo, Kohnstam, dan Palland memberikan pandangan bahwa permainan

mempunyai makna pendidikan, dengan uraian sebagai berikut: (1) permainanmerupakan salah satu dari banyak wahana untuk membawa anak kepada hidup bersamaatau bermasyarakat. Anak akan memahami dan menghargai dirinya atau temannya.Pada anak yang bermain, akan tumbuh rasa kebersamaan, yang sangat baik bagipembentukan rasa sosialny; (2) dalam permainan anak akan mengetahui kekuatannya,menguasai alat bermain, dan mengetahui sifat alat; (3) dalam permainan, anak akanmempunyai suasana, yang tidak hanya mengungkapkan fantasinya saja, tetapi juga

2 John D. Latuheru, Media Pembelajaran. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan, 1988), hal. 109

Page 61: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Ahmad Syaikhudin, Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran IPS... 175

akan mengungkapkan semua sifat aslinya, dan pengungkapan itu dilakukan secarapatuh dan spontan. Anak laki-laki dan perempuan yang berumur sama akan berbuatyang berbeda terhadap permainan yang sama (misalnya bermain dengan kubus, atauboneka); (4) dalam permainan, anak mengungkapkan macam-macam emosinya, dansesuai dengan yang diperolehnya saat itu jenis emosi itu diungkapkannya, serta tidakmengarah pada prestasi.; (5) dalam bermain anak akan dibawa kepada kesenangan,kegembiraan, dan kebahagiaan dalam dunia kehidupan anak. Semua situasi inimempunyai makna wahana pendidikan; (6) permainan akan mendasari kerjasama,taat kepada peraturan permainan, pembinaan watak jujur dalam bermain, dan semuanyaini akan membentuk sifat “fairplay” (jujur, sifat kesatria, atau baik) dalam bermain;dan (7) bahaya dalam bermain dapat saja timbul, dan keadaan ini akan banyak gunanyadalam hidup yang sesungguhnya.

Sedangkan Huizinga karena masalah permainan dalam perluasannya merupakangejala kebudayaan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa permainan itu mem-punyai makna pendidikan praktis. Lain halnya dengan Montessori yang menyebutkanpermainan sebagai alat untuk mempelajari fungsi. Rasa senang akan terdapat dalamsegala macam jenis permainan, akan merupakan dorongan yang kuat untuk mempelajarisesuatu.

Metode Permainan Sosial untuk Pembelajaran IPS di Madrasah IbtidaiyahPermainan Scramble

Harjasurjana dan Mulyati dalam Rahayu “Mengemukakan bahwa Istilah“Scramble” di pinjam dari bahasa inggris yang berarti perbuatan, pertarungan,perjuangan.” Istilah ini digunakan untuk sejenis permainan kata, dimana permainanmenyusun huruf-huruf yang telah diacak susunannya menjadi suatu kata yang tepat .Yang dimaksud dengan scramble adalah sebuah permainan yang dapat dilakukan oleh2 atau 4 orang dalam satu kelompok, dalam permainan ini, para pemainnya harusmenyusun kembali kata-kata dari huruf-huruf, kalimat dari kata-kata, dan wacanadari potongan kalimat-kalimat yang susunannya telah diacak terlebih dahulu. Teknikini digunakan untuk sejenis permainan anak-anak. Melalui permainan ini, anak-anakberlomba untuk menyusun kalimat dari kata-kata yang tersedia. Permainan ini dapatmelatih anak-anak untuk aktif.

Scramble berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam bahasaIndonesia berarti perebutan, pertarungan, perjuangan. Seperti yang diungkapkan olehFadmawati pembelajaran metode scramble adalah pembelajaran secara berkelompokdengan mencocokkan kartu pertanyaan dan kartu jawaban yang telah disediakan sesuaidengan soal.

Pembelajaran metode scramble, memiliki kesamaan dengan model pembelajaranlainnya, siswa dikelompokkan secara acak berdasarkan kemampuan tinggi, sedang,dan rendah, atau jika memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,jenis kelamin yang berbeda-beda. Metode pembelajaran scramble dapat dilakukanseorang guru dengan langkah-langkah berikut: pertama,guru menyiapkan sebuahwacana, kemudian keluarkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam wacana tersebutke dalam kartu-kartu kalimat; kedua, guru membuat kartu soal beserta kartu jawabanyang diacak nomornya sesuai materi bahan ajar teks yang telah dibagikan sebelumnyadan membagikan kartu soal tersebut; ketiga, siswa dalam kelompok masing-masing

Page 62: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-182176

mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok, sebelumnya jawabantelah di acak sedemikian rupa; dan keempat, siswa di haruskan dapat menyusun katajawaban yang telah tersedia dalam waktu yang telah ditentukan. Setelah selesaimengerjakan soal, hasil pekerjaan siswa dikumpulkan dan dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwapembelajaran metode scramble ini adalah model pembelajaran kelompok yangmembutuhkan kreativitas serta kerjasama siswa dalam kelompok. Metode ini memberisedikit sentuhan permainan acak kata, dengan harapan dapat menarik perhatian siswa.

Permainan MonopoliMonopoli diciptakan oleh Elizabeth Magie pada tahun 1903. Nama permainan

ini disebut “The Landlord’s Game”. Hingga kemudian muncul monopoli versi barudan diberi nama Monopoli yang dibuat oleh Charles Darrow yang kemudian langsungdidaftarkan sehingga mendapatkan hak cipta. Parker Brothers membeli hak ciptamonopoli dari Charles Darrow yang kemudian membuat permainan monopoli menjadipermainan terlaris di dunia.5

Permainan monopoli dapat dikembangkan sebagai media pembelajaran denganmelakukan penyesuaian terhadap aturan main serta dengan memodifikasi papan mainmonopoli sedemikian rupa dengan beberapa sisipan materi yang menjadi tujuanpembelajaran.6

Media permainan monopoli langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (1) gurumembagi siswa ke dalam kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 5-6 orang;(2) guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa untuk belajar; (3) gurumenjelaskan materi secara garis besar; (4) guru membagikan media permainanmonopoli; (5) guru memberikan petunjuk cara bermain monopoli; (6) guru mengamatidan membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan permainanmonopoli; (7) dalam menjawab pertanyaan dari permainan monopoli siswa diberikankebebasan untuk menjawab soal dengan mencari jawaban dari buku terlebih dahuludan diberi waktu selama 3 menit; dan (8) setelah waktu permainan usai guru memintasiswa untuk mengumpulkan media permainan monopoli.

Permainan Ular TanggaUlar tangga menjadi bagian dari permainan tradisional di Indonesia meskipun

tidak ada data yang lengkap mengenai kapan munculnya permainan tersebut. Padazaman dulu, banyaknya anak-anak Indonesia yang bermain ular tangga membuatpermainan ini menjadi sangat populer di masyarakat. Permainan ini ringan, sederhana,mendidik, menghibur dan sangat berinteraktif jika dimainkan bersama – sama.

Permainan ular tangga memerlukan sebuah medan permainan adalah sebuahpapan atau karton bergambar kotak-kotak biasanya berukuran 10 x 10 kotak. Tiapkotak diberi nomor urut mulai dari nomor 1 dari sudut kiri bawah sampai nomor 10 disudut kanan bawah, lalu dari kanan ke kiri mulai nomor 11 baris kedua sampai nomor

3 Hurlock, E.B, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1978), hal. 2644 Ibid., hal. 2945 Juwita Setiono. http://www.hasbro.com/. diakses 6 Mei 20126 Supardi. “Peraturan Permainan Monopoli”. http://pojokpendidikan.com.

Page 63: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Ahmad Syaikhudin, Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran IPS... 177

20 dan seterusnya sampai nomor 100 di sudut kiri atas. Kotak-kotak tertentu berisigambar yang mengandung pesan atau perbuatan. Ada pesan atau perbuatan baik, adayang buruk. Pesan atau perbuatan baik bisaanya diganjar dengan kenaikan ke kotakyang lebih tinggi lewat tangga, sedangkan pesan atau perbuatan buruk dihukum denganpenurunan ke kotak lebih rendah melewati ular. Karena itu dinamakan Ular Tangga.

Pada saat sekarang pengenalan kembali permainan ular tangga ditengah-tengahmasyarakat dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan merubahmuatan pengetahuan atau pesan nilai-nilai kehidupan yang akan disampaikan. Modifikasipada permainan ular tangga sebagai media pembelajaran IPS dilakukan dengan caramerubah gambar-gambar dalam kotak dengan gambar sesuai dengan konsep IPSberdasarkan kurikulum yang berlaku. Modifikasai pada konsep atau pesan dirubahberdasarkan kesesuaian materi yang tidak banyak memerlukan praktek pembuktianpercobaan.

Permainan mulai dari start kemudian berdasarkan hasil kocokan dadu, bidakdijalankan sesuai arah bilangan naik pada setiap gambar berhenti pada hitungan terakhirjumlah mata dadu yang muncul. Tanda tanda naik atau turun secara lompat dari posisibidak menetap pada hitungan terakhir jumlah mata dadu. Gambar dan petunjuk yangdituliskan dalam papan permainan memberikan informasi aturan dalam bermain ulartangga sebagai tanda naik lompat, maupun turun lompat, bahkan melakukan atraksidalam kelompok.

Langkah langkah permainan ular tangga: (1) guru menyiapkan Media berupabeberan dan kartu yang berisi pertanyaan yang diletakkan disamping beberan, padabagian atas/depan kartu bertuliskan nomor dari nomor 1 s.d. nomor 50; (2) masing-masing Siswa menyiapkan kertas dan alat tulis; (3) guru membagi menjadi beberapakelompok berdasarkan jumlah rombel dimana masing-masing kelompk terdiri dari 4siswa. Apabila setelah dibagi dengan 4 masih ada siswa yang belum mendapatkankelompok maka bisa dimasukkan dalam kelompok yang lain, sehingga ada kelompokyang anggotanya 5 anak; (4) setiap siswa mendapat satu buah Pion/kertas bertuliskannamanya; (5) kemudian semua hompimpah untuk menentukan siapa yang melempardadu terlebih dahulu; (6) setiap siswa melempar dadu sesuai dengan urutanya; (7)setelah siswa melempar dadu siwa menjalankan pion/ kertas yang bertuliskan namanyasesuai dengan hasil lemparan dadu, kemudian siswa mengambil pesan pada nomortersebut (sesuai dengan hasil lemparannya) dan mengerjakannya pada kertas masing-masing, apabila dalam melempar keluar angka enam maka siswa yang bersangkutandiperbolehkan melempar dadu lagi; (8) apabila jatuh pada tanda tangga maka Pion/kertas siswa langsung naik sesuai dengan arah tangga dan tetap mengambil kartuuntuk dikerjakan, begitupula apabila pion/kartu tepat pada gambar ekor Ular makapion/kertas yang bertuliskan nama siswa turun mengikuti arah ular dan mengambilkartu untuk dikerjakan; (9) kartu yang telah diambil ditulis soalnya lalu dikembalikanseperti semula; (10) setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang merekapegang setelah semua melempar dan mengerjakan, kembali pada pelempar pertamauntuk melempar dadu lagi dan mengambil kartu lagi , begitu juga seterusnya; (11)permainan berhenti apabila semua pemain sudah berada pada nomor 60 dan sudahmengerjakan semua pesan-pesannya; (12) pemainnya yang selesai lebih dulu dinyatakansebagai pemenang; (13) setiap siswa membacakan hasil kerjanya untuk ditanggapioleh temannya guru memberikan kesimpulan hasil kerja yang telah ditanggapi oleh

Page 64: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-182178

siswa kemudian lembar jawaban dikumpulkan untuk diberi nilai oleh guru; dan (14)guru memberikan nilai berdasarkan keaktifan siswa, kecepatan dalam mengerjakan,dan keberanian siswa untuk tampil membacakan hasilnya. Serta keberanian siswauntuk memberikan tanggapan, kesesuaian antara pertanyaan dan jawaban.

Analisis Permainan SosialPermaianan sosial menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa

agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usahamembangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalamrealitas sosial. Berikut ini terdapat beberapa permainan sosial daiantaranya adalahpermainan scramble, monopoli, dan permainan ular tangga.

Analisis Permainan ScramblePermainan Scramble dapat dikategorikan sebagai metode permainan yang

modern. Permainan dengan metode scramble berbentuk permainan acak kata, kalimat,atau paragraf. Pembelajaran metode scramble adalah sebuah metode yangmenggunakan penekanan latihan soal berupa permainan yang dikerjakan secaraberkelompok. Dalam metode pembelajaran ini perlu adanya kerja sama antar anggotakelompok untuk saling membantu teman sekelompok untuk dapat berfikir kritis sehinggadapat lebih mudah mencari penyelesaian soal. Metode permainan ini diharapkan dapatmemacu hasil belajar siswa dalam pelajaran IPS.

Dalam permaianan ini perkembangan kognitif anak sangat diperlukan, artinyasemua komponen yang ada dalam diri mereka akan bekerja secara terus menerus danberkelanjutan selama mereka terus bermain, ide-ide secara individual akan munculketika permainan menyusun kata serta kalimat berlangsung.

Aktivitas fisik juga menuntut seluruh bagian tubuh untuk bergerak yangmemungkinkan terjadinya respon terhadap kedua bagian otak. Perkembangan otaksebenarnya terjadi ketika anak-anak bergerak dan bermain. Kemungkinan besar fungsiotak dan keterampilan motorik berkembang secara beriringan, proses ini tidak mungkindiperoleh dari aktivitas pembelajaran selain bermain. Dengan demikian dapat disimpul-kan bahwa permainan dengan metode scramble ini adalah salah satu pengembangandari teori sosial dimana anak-anak dapat bersosialisasi dengan anak-anak lainnyasebagai bagian hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengankelompok.

Dengan demikian, metode scramble dapat memberikan pengaruh yang positifterhadap pertumbuhan organ tubuh anak yang disebabkan aktif bergerak tetapi bermainjuga berfungsi sebagai proses sublimasi artinya suatu pelarian dari perasaan tertekanyang berlebihan menuju hal-hal positif, melalui sublimasi anak akan menuju kearahyang lebih mulia, lebih indah dan lebih kreatif.

Sesuai dengan teori rekresi, permainan scramble dapat berfungsi sebagai kegiatanrefresing. Anak-anak tidak dipaksa untuk belajar seperti mendengarkan guru ataumembaca buku, tapi melakukan kegiatan permainan. Dengan bermain anak tidak merasapenat seperti belajar dengan metode konvensional. Sejalan dengan teori teleology,dengan scramble anak dapat melepaskan rasa ingin tahunya terhadap kata-kata atauhuruf, anak dapat belajar tentang persaingan sehingga dapat digunakan untuk bekal dikehidupan. Untuk melakukan permainan ini dengan baik, anak harus mempunyai

Page 65: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Ahmad Syaikhudin, Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran IPS... 179

kehendak, kemauan dan nafsu untuk bermaian dan memenangkan permainan (teoriC. Bühler).

Dalam teori bermain modern, permainan scramble dapat dianalisis seperti uaraianberikut. Sesuai teori psikoanalisa, scramble dapat digunakan sebagai media (alat) untukmengeluarkan emosi yang ada dalam diri anak. Emosi yang terpendam di bawah sadardapat dikeluarkan anak ketika bermain. Ketika di alam nyata anak tidak dapatberekspresi karena tidak mempunyai kesempatan atau keberanian, maka ketika bermainscramble, anak diberi giliran/kesempatan berekspresi, mengeluarkan kemampuannya,yang kemungkinan tidak pernah diketahuai oleh orang-orang disekitarnya. Sedangmenurut teori kognitif, permainan scramble ini digolongkan dalam permainan sosial(Social Play Games With Rules) untuk anak usia 8-11 tahun. Dengan demikian yangcocok melakukan permainan ini adalah siswa mulai kelas II atau kelas III. Dalamteori belajar sosial, scramble dapat digunakan sebagai media berkomunikasi, yaituketika anak mencari dan menyesuaikan jawaban dengan anggota kelompoknya. Anakbersosialisasi dengan anggota kelompokknya maupun anggota kelompok lain ketikaberdiskusi maupun mengkomunikasikan jawaban yang disetujui semua peserta. Dalampermainan scramble, pemenang adalah orang atau kelompok yang telah menyelesaikankalimatnya. Pihak yang menang akan mendapatkan poin dan akan mendapatkanapresiasi dalam berbagai macam bentuk sebgai penghargaan atas prestasi (teorikompensasi).

Analisis Permainan MonopoliSalah satu contoh permainan yang dapat dimodifikasi dengan menambahkan

gambar atau tulisan namun tetap menyajikan materi-materi pembelajaran didalamnyaserta mudah dimainkan oleh siswa adalah permainan monopoli. Permainan monopolimerupakan salah satu jenis permainan papan yang bertujuan untuk mengumpulkankekayaan dan menguasai komplek-komplek pada papan permainan monopoli. Gurudapat memodifikasi bentuk papan permainan monopoli ini serta dengan segalaperaturannya agar dapat digunakan sebagai media pembelajaran.

Permainan monopoli bertujuan untuk menguasai komplek-komplek yang adasehingga terjadi persaingan antar pemain. Maka dalam pembelajaran denganmenggunakan media berbasis permainan monopoli memerlukan pembelajaran aktifsiswa karena dalam penggunaanya sebagai media pembelajaran, siswa harus menjawabpertanyaan terlebih dahulu ketika membeli atau menyewa komplek.

Analisis permainan monopoli dengan teori bermaian klasik akan diuraikan sebagaiberikut. Tidak jauh berbeda dengan analisis pada permainan scramble, permainanmonopoli juga sejalan dengan teori rekresi yang dapat berfungsi sebagai kegiatanrefresing. Monopoli, yang pada kegiatan aslinya merupakan kegiatan permainan jual/beli/sewa property, dimodifikasi untuk materi pembelajaran. Anak diharapkan akanmenikmati permainan ini tanpa beban seperti ketika melakukan permainan aslinya.Unsur persaingan sangat kental pada permainan monopoli ini, seperti esensi padapermainan aslinya. Dengan suasana persaingan ini, anak dapat memperoleh ilmubertahan hidup dalam situasi bersaing yang sehat. Dan untuk dapat melakukanpermainan ini dengan baik, anak harus mempunyai keinginan untuk bermain. Agarmempunyai keinginan ini, guru harus dapat mengkondisikan kelas maupun kelompokdengan baik.

Page 66: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-182180

Dalam teori bermain modern, permainan monopoli dapat dianalisis seperti uaraianberikut. Sesuai teori psikoanalisa, monopoli dapat digunakan sebagai media (alat) untukmengeluarkan emosi yang ada dalam diri anak. Emosi anak digunakan untuk menjualatau membeli property miliknya. Anak dapat belajar mengendalikan emosi dengantidak menjual atau membeli. Sedang menurut teori kognitif, seperti permainan scramble,permainan monopoli ini digolongkan dalam permainan sosial (Social Play Games WithRules) yang diperuntukkan untuk anak usia 8-11 tahun. Dengan demikian yang cocokmelakukan permainan ini adalah siswa mulai kelas II atau kelas III. Dalam permainanini kegiatan anak dalam berkomunikasi (dengan lawan mainnya) adalah ketikamengkomunikasikanbarang mana yang dijual atau dibeli, berapa harga yang disepakatisesuai aturan. Komunikasi merupakan cara anak untuk bersosialisasi, melakukankesepakatan bersama, mendiskusikan aturan yang tidak dipahami, serta saling berempatiterhadap nasip peserta lain.

Dalam permainan monopoli, pemenang adalah orang atau kelompok yang berhasilmengumpulkan ‘uang’ paling banyak. Sejumlah ‘uang’ ini sudah dapat digunakan sebagaikompensasi kemenangan mereka. Selain itu kompensasi dapat diberikan oleh guruberupa kata-kata maupun barang sebagai hadiah.

Analisis Permainan Ular tanggaPermainan ular tangga pada awalnya berasal dari negara India dengan sebutan

“Moksha Patamu” sebelum abad ke-16. Pada awalnya permainan ini dikembangkanmenggunakan dasar agama Hindu sebagai bentuk pengajaran moral dan agama padaanak-anak.

Dilihat dari perkembangannya, permainan ular tangga dari segi edukasinyamerupakan permainan yang memiliki nilai-nilai pendidikan yang tinggi.Banyak hal yangbisa didapatkan anak melalui bermain ular tangga. Pengetahuan yang didapatkan dalampermainan ini melalui muatan gambar dan aktifitas yang tersaji. Nilai-nilai kehidupanyang bisa di dapatkan melalui permainan ini adalah nilai sportifitas, kejujuran, kebersama-an, toleransi, ketelitian, kedisiplinan dan masih banyak lagi.

Permaianan ini juga sangat tepat untuk membangun sikap kebersamaan anaksekarang ini yang cenderung egois dan mau menang sendiri. Sistem permainan inidiawali dengan penentuan urutan bermain melaui hompimpah dan pemilaihan warnabidak pemain.

Analisis permainan ular tangga dengan teori bermaian klasik akan diuraikansebagai berikut. Permainan ular tangga dapat berfungsi sebagai kegiatan refresinganak yang telah jenuh dengan pembelajaran konvensional. Permainan ini sangatmengasikkan bagi anak karena tidak mengandalkankan kemampuan kognitif secaralangsung, tapi hanya mengandalkan keberuntungan. Makna dari kegiatan permainanini bukan siapa yang menang atau yang kalah (seperti juga pada dua permainan sosialyang telah diuraikan sebelumnya), tetapi pada ‘pesan’ yang ditulis pada tiap kotak-nya. dari keseluruhan permainan, konsep hidup yang dapat dipelajari anak adalah konsepkeberuntungan. Konsep ini juga perlu dipahami dan dimengerti oleh anak sebagai bekalhidupnya. Ketika melakukan permainan ini, anak akan terdorong untuk terus bermaindan bermain untuk mencapai kotak yang menjadi tujuan akhir, meskipun harus naikturun tangga dan ular. Keinginan anak untuk ikut barmain dapat ditingkatkan denganadanya gambar dan kata-kata yang menarik.

Page 67: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Ahmad Syaikhudin, Analisis Metode Permainan Sosial Untuk Pembelajaran IPS... 181

Dalam teori bermain modern, permainan ular tangga dapat dianalisis sepertiuaraian berikut. Permainan ini juga tergolong dalam permainan sosial (Social PlayGames With Rules), sehingga cocok untuk anak usia sekolah dasar (khususnya usia8-11 tahun). Emosi anak untuk mencapai puncak kemenangan semakin dipacu dengankeluarnya mata dadu yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalamhal ini akhirnya anak dilatih untuk dapat menerima kekalahan dengan lapang dadaatau merayakan kemenangan dengan wajar. Kegiatan berkomunikasi dalam permainanini dilakukan anak ketika menyampaikan pesan yang ada dalam kotak-kotak kepadateman atau lawan main. Interaksi juga terjad iketika anak saling menyerahkan daduuntuk dikocok oleh orang lain, atau sesuai kesepakatan.

Dalam permainan ular tangga, pemenang adalah orang atau kelompok yangberhasil paling cepat mencapai kotak yang digunakan sebagai ‘finish’. Kompensasidapat diberikan oleh guru berupa kata-kata maupun barang sebagai hadiah. Kompensasilain yang diperoleh siswa adalah pemahaman terhadap pesan yang ada dalam setiapkotak. Untuk permainan ini guru dapat membuat eveluasi dalam melihat pemahamansiswa tehadap pesan yang ada di kotak-kotak dan memberikan kompensasi bagi siswayang mempunyai pemahaman paling baik. Jadi bukan kompensasi bagi siswa yangmenang permainan.

PenutupDari tiga metode permainan sosial yang dianalisis, ditemukan bahwa media

permainan yang cocok digunakan untuk siswa di kelas bawah adalah permainanmonopoli dan permainan ular tangga. Sedangkan permainan scramble sebaiknyadigunakan untuk kelas atas karena dibandingkan dengan dua permainan tersebut modelpermainan ini sulit untuk diterapkan pada kelas bawah. Namun demikian tidak menutupkemungkinan ketiga model permainan ini dapat digunakan pada kelas bawah dan kelasatas dengan catatan guru dapat mengemas permainan ini dengan sangat kreatif.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode permainan adalah peranpengelolaan kelas oleh guru. Guru harus dapat mengatur kelas terutama dalampengelompokan untuk permainan sehingga terbentuk kelompok yang adil dan merata.Hal ini dimaksudkan agar terbentuk suasana kelas yang nyaman yang mendukunganak untuk semangat dalam melakukan permainan. Dengan demikian esensi bermainseperti tersebut dalam teori bermain dapat diperoleh siswa

DAFTAR PUSTAKAHurlock, E.B. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 1978Jeffree, Dorothhy M., Let me Play. Great Britain: A Condor Book Souvenir Press,

1985Sukintaka, Teori Bermain untuk PGSD. Jakarta: Dikdasmen, 1992Teori Teori Perkembangan. FPOK UPI. Modul Pembelajaran Prodi PJKR. Tidak

diterbitkan.Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2005Latuheru, D. John, Media Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,

Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan, 1988

Page 68: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 159-182182

Moeslichatoen. Metoda Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Depdiknas,2004

Setiono, Juwita. http://www.hasbro.com/. diakses 6 Mei 2012Supardi. Peraturan Permainan Monopoli. http://pojokpendidikan.com. Diakses 7

Mei 2012

Page 69: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKAUNTUK KELAS RENDAH

Muthik Chasnawati

MI Hidayatuth Tholibin Karangtalun Kalidawir [email protected]

ABSTRACTTeachers must be creative in playing their role as educators includingin the field of mathematics. Through the implementation andmodification of teaching models, students are hoped to be a goodand independent generation who are creative and innovative. Oneof the teaching models which may be used is Cooperative learningwith Team Assisted Individualization (TAI) models.

Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, Team AssistedIndividualization

PendahuluanMatematika merupakan mata pelajaran yang berusaha membekali peserta didik

untuk memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif sertamampu bekerja sama. Problem yang muncul kemudian adalah bahwa mata pelajaranini masih banyak kurang diminati oleh peserta didik. Dari beberapa hasil riset yangtelah dilakukan, masih dijumpai banyaknya peserta didik yang enggan, kurang senangdan menemui kesulitan dalam menghadapi mata pelajaran matematika. Tidak jarangpula dari peserta didik yang mengeluhkan bahwa matematika dianggap sebagi matapelajaran yang membosankan, menjemukan ataupun banyak sebutan lain yang bernilainegatif. 

Meskipun dalam kegiatan belajar mengajar sudah tercakup adanya komponen-komponen seperti model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang dikembangkanuntuk meningkatkan minat peserta didik dalam belajar serta untuk mencapai tujuanutama pembelajaran yaitu adanya keberhasilan peserta didik dalam belajar dalam rangkapendidikan baik dalam suatu mata pelajaran maupun pendidikan pada umumnya, namunsemua itu belum cukup untuk menghilangkan kesan negatif yang sudah melekat padapeserta didik tentang matematika.

Kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah menunjukkan bahwa banyak modelpembelajaran telah dikembangkan, namun masih jarang digunakan dalam proses

Page 70: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 183-211184

pembelajaran. Masih terlihat adanya pembelajaran di sekolah-sekolah yang berpusatpada guru dimana guru masih aktif sebagai pemberi informasi dan mendominasipembelajaran di kelas, sedangkan peserta didik pasif sebagai penerima informasi(teacher centered), meskipun paradigma pendidikan yang baru sudah mengarahkanpada student centered.

Selain itu pembelajaran masih menekankan pada hafalan dan drill-drill (latihan)yang kemung-kinan besar disebabkan banyaknya materi yang harus diselesaikan dalamwaktu yang relatif singkat. Meskipun peserta didik tidak lagi dianggap objekpembelajaran, tetapi kenyataannya materi pembelajaran masih sangat ditentukan olehguru. Di sebagian besar sekolah, masih terlihat kurang mengoptimalkan pengembangankapabilitas peserta didik, baik yang menyangkut cipta, rasa, dan karsa, serta pesertadidik kurang memiliki kesempatan untuk berpikir kritis, logis, kreatif, dan inovatif. Halini disebabkan adanya anggapan di benak para pendidik akan adanya keuwetan atauterlalu banyak hal yang harus dipersiapkan ataupun kurangnya pengetahuan gurutentang model-model pembelajaran yang tepat untuk digunakan.

Dengan kenyataan seperti itu, maka sudah saatnya bagi para pendidik untukmencoba mengembangkan profesionalismenya melalui pengembangan model-modelpembelajaran yang benar-benar mampu mengaktifkan dan menciptakan kondisipembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan sekaligus menyenangkan. Dengandemikian peserta didik akan merasakan kebermaknaan belajar bagi hidup dankehidupannya dan akhirnya meaningful learning akan terwujud.

Namun yang perlu diingat oleh para tenaga pendidik adalah bahwa untukmencapai hasil akhir pembelajaran yang diharapkan, guru harus memahami bahwatidak ada model pembelajaran yang paling tepat atau sempurna untuk segala situasidan kondisi. Dengan demikian, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslahmemperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia,dan kondisi tenaga pendidik itu sendiri.

Salah satu model pembelajaran yang mungkin bisa menjadi pilihan atau alternatifpenyelesaian problem pembelajaran di atas adalah cooperative learning. Cooperativelearning yang memiliki berbagai tipe sangat memungkinkan dilakukan denganmenyesuaikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia,dan kondisi guru itu sendiri. Salah satu tipe dari cooperative learning yang mungkinsesuai untuk pembelajaran matematika di kelas rendah adalah tipe Team AssistedIndividualization (TAI).

Hakekat Model PembelajaranPengertian Pembelajaran

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapisebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, gurumengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapaisesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahansikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik,namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak,yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksiantara pengajar dengan peserta didik.

Page 71: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Muthik Chasnawati, Model Pembelajaran Kooperatif ... 185

Pembelajaran dalam pengertian psikologi kognitif adalah usaha membantu siswaatau anak didik mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Sedangkanmenurut psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakansuasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning), yang membuat siswadipanggil untuk belajar.1

Pembelajaran adalah kegiatan yang dirancang untuk mendukung proses belajaryang ditandai dengan adanya perubahan perilaku yang sesuai dengan tujuanpembelajaran. Dalam proses pembelajaran keaktifan siswa lebih diutamakan, merekamempunyai kebebasan yang bertanggung jawab untuk mengungkapkan ide ataugagasan dalam pikirannya, sehingga dengan sendirinya pemahaman mereka tentangmateri lebih tertanam di dalam pikirannya. Dengan demikian dapat diketahui bahwapembelajaran merupakan komunikasi dua arah antara guru dan siswa yang berlangsungdalam suatu proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pembelajaran yang dilaksanakan harus bertumpu pada empat pilar pendidikanuniversal sebagaimana yang dirumuskan oleh UNESCO. Pendidikan pada hakekatnyamerupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan danberguna bagi kehidupan. Empat pilar pembelajaran tersebut menurut Sulipan adalahlearning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukansesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan learning to livetogether (belajar untuk menjalani hidup bersama).2

Learning to know, mengandung pengertian bahwa belajar untuk memperolehpengetahuan umum yang bersifat luas sebagai alat untuk pemahaman dan belajartidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harusberoreintasi kepada proses belajar. Berdasarkan hal tersebut siswa bukan hanya sadarakan apa yang harus dipelajari akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemapuanbagaimana cara mempelajari apa yang harus dipelajarinya, sedangkan guru sebagaipengajar seyogyanya berfungsi sebagai fasilitator dan dapat berperan sebagai temansejawat dalam berdialog selama proses pembelajaran sehingga siswa dapatmengembangkan penguasaan pengetahuan mereka.

Learning to do, mengandung pengertian bahwa belajar bukan sekedarmendengar dan melihat dengan tujuan untuk akumulasi pengetahuan, akan tetapi belajaruntuk memperoleh kompetensi dalam menghadapi berbagai situasi dan dapat bertindakkreatif pada lingkungan tertentu. Belajar melakukan sesuatu akan bisa berjalan jikasiswa diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu dan sekolah memfasilitasi siswauntuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya.

Learning to be, mengandung pengertian bahwa belajar untuk mengaktualisasikandirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawabsebagai manusia. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalanbila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif,

1 Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press, 2001),hal. 24–25

2 Sulipan, “Teori Belajar Menurut Piaget, Bruner, dan Vygotsky”, (http://sulipan.wordpress.com/2011/05/16/teori-belajar-menurut-piaget-bruner-dan vygotsky), diakses 29Mei 2011.

Page 72: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 183-211186

peran pengajar sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untukmengembangkan diri siswa secara maksimal.

Learning to live together, mengandung pengertian belajar untuk mengembang-kan saling pengertian satu sama lain sebagai pengakuan adanya saling ketergantungandan belajar untuk bekerja sama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutankebutuhan dalam masyarakat global bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpaadanya bantuan dari orang lain. Sekolah berfungsi sebagai tempat bersosialisasi gunamempersiapkan siswa untuk hidup bermasyarakat. Kebiasaaan hidup bersama, salingmenghargai, terbuka, memberi, dan menerima perlu ditumbuhkembangkan di lingkungansekolah.

Model PembelajaranDalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru. Untuk mengatasi

berbagai masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya model-model pembelajaranyang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar. Model dirancanguntuk mewakili realitas sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitasdari dunia sebenarnya. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagaipedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial.3

Sejalan dengan pendapat di atas, model pembelajaran adalah suatu perencanaanatau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajarandi kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagaipedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran4.Berbeda dengan pendapat di atas, dikemukakan bahwa model mengajar merupakansuatu kerangka konseptual yang berisi prosedur sistematik dan mengorganisasikanpengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagaipedoman bagi guru dalam proes belajar mengajar.5

Dengan demikian model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematisdalam mengorganisasi-kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi,sebenarnya model pembela-jaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan ataustrategi pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam modelpembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karenamemerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalamproses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M.6, guru yang kompetenadalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sinimemiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasaiketerampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana

3 Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 464 Trianto, Model pembelajaran terpadu: konsep, strategi, dan implementasinya dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 515 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.

1766 Sardiman, A. M., Interaksi dan motivasi belajar-mengajar, (Jakarta: Rajawali, 2004),

hal. 165

Page 73: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Muthik Chasnawati, Model Pembelajaran Kooperatif ... 187

guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakanpembelajaran yang kondusif. Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh yangmenyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi pesertadidik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakanpembela-jaran, dan mengevaluasi7. Semua kompetensi tersebut mendukungkeberhasilan guru dalam mengajar. Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptifterhadap setiap perkem-bangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan,baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yangberkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.

Model Cooperative LearningMasyarakat sudah lama mengenal semboyan bersatu kita teguh, bercerai

kita runtuh. Dunia pendidikan kita juga sudah lama mengenal semboyan silih asah,silih asih, silih asuh. Semboyan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso,tut wuri handayani yang dikemukakan oleh bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantarajuga telah begitu melekat di hati masyarakat Indonesia.

Pendidikan yang menekankan pada interaksi kooperatif adalah pendidikan yangsecara sungguh-sungguh berupaya mengaktualisasikan berbagai semboyan tersebutdalam dunia pendidikan. Dengan demikian, pendidikan yang menekankan pada interaksikooperatif pada hakikatnya bukan suatu ide baru tetapi hanya merupakan back tobasic, kembali ke akar budaya bangsa kita sendiri.

Wina Sanjaya juga menyatakan bahwa cooperative learning merupakan modelpembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empatsampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jeniskelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadapkelompok dan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkanprestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akanmempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnyaakan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan ketrampilaninterpersonal dari setiap anggota kelompok.8

Sedangkan Johnson sebagaimana dikutip Anita Lie mengemukakan cooperativelearning sebagai kegiatan pembelajaran secara kelompok yang terstruktur. Pesertadidik belajar dan bekerjasama untuk sampai kepada pengalaman kegiatan belajar yangoptimal, baik secara individu maupun kelompok9. Sejalan dengan pendapat Johnsontersebut, Nurhadi memberikan pengertian pembelajaran kooperatif sebagai pendekatanpembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.10

7 Colin Marsh, Handbook for beginning teachers, (Sydney : Addison Wesley LongmanAustralia Pry Limited, 1996), hal. 10

8 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta: Kencana, 2006), halaman 240

9Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal. 1710 Nurhadi, Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual, (Jakarta: Depdiknas, 2004),

hal. 112

Page 74: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 183-211188

Demikian halnya Mohamad Nur menjelaskan bahwa dengan model pembelajarankooperatif dapat memotivasi seluruh siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa,saling mengambil tanggung jawab.11 Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajarankooperatif dapat menimbulkan rasa gotong royong yang tinggi, tidak membeda-bedakanantarras dan intelegensi, serta melatih siswa berpikir aktif dan kreatif.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat diambil sebuah pengertian bahwapembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok yang terstruktur untukmencapai suatu tujuan yaitu hasil belajar akademik, menerima terhadap keragamandan pengembangan terhadap ketrampilan sosial.

Banyak guru telah melaksanakan metode belajar kelompok, dengan membagipara siswa dan memberikan tugas kelompok. Namun hasil kegiatannya tidak sepertiyang diharapkan. Siswa tidak memanfaatkan kegiatan tersebut dengan baik dan kreatifuntuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka. Para siswa tidak dapatbekerja sama secara efektif dalam kelompok, malah memboroskan waktu denganbermain, bergurau, duduk diam, bahkan ada kalanya siswa memanfaatkan kesempatanini untuk mengerjakan tugas mata pelajaran yang lainnya. Pada waktu yang sama adabeberapa siswa mendominasi kelompoknya. Untuk mencapai hasil yang maksimal,unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu: (1) salingketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4)keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Pendapat tersebut di atas adalah yangmembedakan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran kelompok tradisional.

Adapun unsur-unsur atau elemen tersebut seperti yang dinyatakan Abdurrahman& Bintoro seperti yang dikutip oleh Nurhadi adalah sebagai berikut: pertama, salingketergantungan positif, dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasanayang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang salingmembutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Salingketergantungan dapat dicapai melalui: saling ketergantungan mencapai tujuan, salingketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, salingketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah.

Kedua,interaksi tatap muka, interaksi tatap muka akan memaksa siswa salingtatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanyadilakukan dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasalebih mudah belajar dari sesamanya. Ketiga, akuntabilitas individual, pembelajarankooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untukmengetahui penguasaaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasilpenilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agarsemua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukanbantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atasrata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harusmemberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkanatas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksuddengan akuntabilitas individual.

11 Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA, 2005), hal. 1

Page 75: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Muthik Chasnawati, Model Pembelajaran Kooperatif ... 189

Keempat, keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, keterampilan sosialseperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritikteman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri,dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi(interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh tegurandari guru juga dari sesama siswa.12

Dari pendapat di atas pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keuntunganantara lain: dapat meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial, memudahkansiswa melakukan penyesuaian sosial, menghilangkan sifat mementingkan diri sendiriatau egois, meningkatkan rasa saling percaya, meningkatkan kesediaan menggunakanide orang lain yang dirasa lebih baik, dan membangun persahabatan yang dapat berlanjuthingga masa dewasa.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI)Ada banyak tipe pembelajaran kooperatif. Mohamad Nur mengidentifikasi tiga

model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk hampir seluruh mata pelajaran dantingkat kelas: Students Teams Achievement Divisions (STAD), Teams GamesTournament (TGT), Jigsaw II. Dua yang lain merupakan kurikulum komprehensifyang dirancang untuk digunakan pada mata pelajaran tertentu: Cooperative Readingand Composition (CIRC) untuk pengajaran membaca dan menulis di Kelas II-VIIIdan Team Accelerated Instruction/Team Assisted Individualization (TAI) untukMatematika pada kelas III-VI.13

Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) ini di-kembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajarankooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitanbelajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyakdigunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada tipe Team AssistedIndividualization ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaranyang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semuaanggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggungjawab bersama.

Terjemahan bebas dari Team Assisted Individualization adalah Bantuanindividual dalam Kelompok (BidaK) dengan karaktristik bahwa tanggung jawab belajaradalah pada siswa.14 Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidakmenerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru adalah negoisasi dan bukanimposisi-intruksi. 

Model pembelajaran Team Assisted Individualization memiliki 8 (delapan)komponen yaitu sebagai berikut: (1) teams yaitu pembentukan kelompok heterogenyang terdiri atas 4 sampai 5 siswa; (2) placement test yakni pemberian pre-test kepada

12 Nurhadi, Pembelajaran…, hal. 11213 Muhamad Nur, Pembelajaran…, hal. 514 Heru Wahyudi, “Model Pembelajaran TAI”, (http://choiroe.blogspot.com/2010/04/

model-pembelajaran-tai.html), diakses 19 April 2011.

Page 76: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 183-211190

siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswapada bidang tertentu; (3) curriculum materials yaitu siswa bekerja secara individutentang materi kurikulum penutup penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian,pecahan, perbandingan, persen, statistika, dan aljabar; (4) team study yaitu tahapantindakan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya; (5) teamscores and team recognition yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompokdan pemberian kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil dalammenyelesaikan tugas; (6) teaching group yakni pemberian materi secara singkat dariguru menjelang pemberian tugas kelompok; (7) fact test yaitu pelaksanaan tes-teskecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; dan (8) whole-class units yaitu pemberianmateri oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahanmasalah.15

Adapun prosedur pelaksanaan pembelajaran Team Assisted Individualizationmenurut Slavin adalah: 1) Guru meminta siswa untuk berkelompok (4-5 orang); 2)Guru menginformasikan kompetensi dasar, tujuan dan indikator yang ingin dicapai; 3)Guru membagikan wacana/materi/LKS untuk dikerjakan secara mandiri olehsiswa(bantuan diberikan anggota kelompok jika menemui jalan buntu); 4) Siswamendiskusikan hasil kerja mereka masing-masing dalam kelompok masing-masing; 5)Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi mereka; 6) Kesimpulan siswabersama-sama guru; 7) Guru memberikan tes/assessment; 8) Penutup (penghargaan).

Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Team AssistedIndividualization (TAI)

Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Demikian halnya dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team AssistedIndividualization. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan model pembelajarantipe Team Assisted Individualization (TAI).

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualizationantara lain : a) meningkatkan motivasi belajar; b) mengurangi perilaku yang mengganggudan konflik antar pribadi; c) program ini bisa membantu siswa yang lemah/ siswa yangmengalami kesulitan dalam memahami materi belajar; d) model pembelajaran TeamAssisted Individualization membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalahpeserta didik dan mengurangi anggapan banyak peserta didik bahwa matematika itusulit; e) pada model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualizationpeserta didik mendapatkan penghargaan atas usaha mereka; dan f) melatih pesertadidik untuk bekerja secara kelompok, melatih keharmonisan dalam hidup bersamaatas dasar saling menghargai.

Slavin juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TeamAssisted Individualization (TAI) mempunyai kelebihan sebagai berikut: 1) guru terlibatminimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin; 2) guru akan menggunakan waktunyapaling sedikit dalam mengajar kelompok kecil; 3) pelaksanaan program sederhana; 4)para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain; 5) mengurangi perilaku yang

15 Anonim, “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)”,(http://matematikacerdas.wordpress.com/2010/01/28/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tai-team- assisted-individualization/), diakses 19 April 2011.

Page 77: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Muthik Chasnawati, Model Pembelajaran Kooperatif ... 191

mengganggu; 6) mengurangi konflik antar pribadi; 7) program ini sangat membantusiswa yang lemah; 8) meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa; dan 9)meningkatkan hasil belajar16.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Team AssistedIndividualization (TAI) adalah : pertama, tidak semua mata pelajaran cocok diajarkandengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI);dan kedua, apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajan yang barudiketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian kehilangan rasapercaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik lain.

Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif tipe Team AssistedIndividualization (TAI)

Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe Team AssistedIndividualization (TAI) secara umum adalah sebagai berikut: 1) guru menyiapkanmateri bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa; 2) guru memberikanpre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahuikelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test); 3)guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group);4) guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilaiulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponen Teams); 5)setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendirisebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yangmemerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study); 6) ketua kelompok melaporkankeberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untukdiberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student Creative); 7) gurumemberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen FactTest); 8) guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil(jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and TeamRecognition); dan 9) guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yangditentukan.

Adapun contoh langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Team AssistedIndividualization (TAI) untuk kelas rendah dengan mengadaptasi pendapat dari Slavinyaitu : pertama, guru mengkondisikan siswa serta mengingatkan kembali materisebelumnya. Selanjutnya guru mengemukakan tujuan pembelajaran serta memotivasisiswa untuk dapat aktif mengikuti proses belajar mengajar. Setelah guru mengkondisikankelas, selanjutnya guru menjelaskan materi secara singkat.

Langkah kedua, siswa membentuk kelompok berdasarkan pembagian kelompokheterogen yang telah ditetapkan oleh guru. Penetapan ini merujuk pada tes penempatanatau bisa berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian siswa. Langkah ketiga, gurumenunjuk dua atau tiga orang dalam masing-masing kelompok yang bertugas sebagaipemeriksa jawaban. Langkah keempat, para siswa membaca halaman panduan merekadan meminta teman satu kelompok atau guru untuk membantu bila diperlukan.Selanjutnya mereka akan memulai latihan kemampuan.

16 Slavin, R. Cooperative learning. (Boston: Allyn and Bacon,1995), hal. 101

Page 78: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 183-211192

Langkah kelima, masing-masing siswa mengerjakan empat soal latihan kemudianlembar jawabannya diperiksa oleh pasangan masing-masing dalam kelompoknya. Jikajawaban keempat soal tersebut benar, maka siswa tersebut dapat melanjutkanmengerjakan tes formatif . Jika ada jawaban yang salah, siswa harus mencobamengerjakan kembali keempat soal tersebut sampai siswa bersangkutan dapatmenyelesaikan keempat soal tersebut dengan benar. Siswa yang pada tahap inimengalami kesulitan, didorong untuk meminta bantuan kepada guru.

Langkah keenam, setelah siswa dapat menjawab keempat soal latihan denganbenar, ia dapat mengikuti tes formatif yang soalnya menyerupai soal latihan. Padasaat mengerjakan tes formatif, siswa bekerja sendiri sampai selesai. Seorang temansekelompok akan memeriksa lembar jawabannya dan menghitung skor tes. Apabilasiswa tersebut dapat menjawab 80% soal atau lebih dengan benar, maka pemeriksaakan menandatangani hasil tes itu untuk menunjukkan bahwa siswa tersebut telahdinyatakan sah oleh teman satu kelompoknya untuk mengikuti tes unit. Bila siswatersebut tidak bisa mengerjakan 80% soal dengan benar, guru akan dipanggil untukmembantu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa tersebut. Guru mungkin akanmeminta si siswa untuk kembali mengerjakan soal-soal latihan kemampuan kemudianmengerjakan tes formatif selanjutnya yang setara dengan tes formatif awal, ataujika tidak, siswa tersebut boleh terus melanjutkan ke tes unit. Tak ada siswa yangboleh mengerjakan tes unit sampai dia mengerjakan tes formatif dan pekerjaannyadiperiksa oleh temannya.

Langkah ketujuh, tes formatif para siswa ditandatangani oleh siswa pemeriksayang berasal dari kelompok lain supaya bisa mendapatkan tes unit. Siswa tersebutselanjutnya menyelesaikan tes unitnya, dan siswa pemeriksa akan menghitung skornya.

Dalam model pembelajaran ini, peran guru hanya sebagai fasilitator dan mediatordalam proses belajar mengajar. Guru cukup menciptakan kondisi lingkungan belajaryang kondusif bagi peserta didiknya agar mereka dapat belajar secara optimal.

Langkah akhir dalam proses pembelajaran ini guru memberikan ulangan (post-test) untuk dikerjakan secara individu dan siswa tidak boleh bekerjasama dalammengerjakannya. Setelah cukup, guru meminta setiap ketua kelompok untukmengumpulkan hasil post test masing-masing anggotanya kemudian menukarkan hasilpost-test kepada kelompok lain untuk dicocokkan sesuai jawaban yang ditulis di papantulis oleh guru. Selanjutnya guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yangkurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi kemudian guru memberikanpenghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi dengan memberikanhadiah. Setelah itu guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan siswa kembali ketempat duduk masing-masing. Untuk menutup pembelajaran, siswa bersama gurumembuat kesimpulan dari hasil pembelajaran kemudian guru memberikan pekerjaanrumah.

PenutupGuru adalah profesi yang luar biasa mulia diantara profesi yang lain. Dengan

kesabaran dan keprofesionalannya seorang guru berusaha mentransfer segala apayang dimilikinya kepada anak didik tanpa lelah, setiap hari dan setiap saat. Seorangguru senantiasa dituntut untuk melakukan pembaharuan dalam melaksanakan tugasdan perannya sebagai pendidik. Melalui penerapan dan pemodifikasian model

Page 79: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Muthik Chasnawati, Model Pembelajaran Kooperatif ... 193

pembelajaran yang sedang berkembang saat ini diharapkan anak didik menjadi subjekbelajar yang baik dan generasi yang mandiri, mampu menciptakan sesuatu secarakreatif dan inovatif tanpa harus meniru bangsa lain.

Tanpa mengurangi makna sebenarnya dari pembelajaran, perlu diciptakanpembelajaran yang menyenangkan, sehingga mampu mengubah image belajar sebagaisuatu keterpaksaan menjadi suatu kebutuhan, dengan cara membawa peserta didikmenikmati sisi-sisi keindahan dan kemenarikan dari suatu materi pelajaran yang sedangdipelajarinya dalam kemasan model pembelajaran yang tepat. Semoga kita termasukguru yang dapat menciptakan kesenangan dalam belajar, bahkan kalau mungkin dapatmenyebabkan anak didik kecanduan belajar.

DAFTAR PUSTAKAA. M., Sardiman. Interaksi dan motivasi belajar-mengajar, Jakarta: Rajawali,

2004Anonim, “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)”,

(http://matematikacerdas.wordpress.com/2010/01/28/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tai-team- assisted-individualization/), diakses 19 April 2011.

Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press, 2001Heru Wahyudi, “Model Pembelajaran TAI”, (http://choiroe.blogspot.com/ 2010/

04/ model-pembelajaran-tai.html), diakses 19 April 2011.Lie, Anita, Cooperative Learning, Jakarta: Gramedia, 2003Marsh, Colin. Handbook for beginning teachers, Sydney : Addison Wesley Longman

Australia Pry Limited, 1996Nur, Mohamad. Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: UNESA, 2005Nurhadi, Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Depdiknas, 2004Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta: Kencana, 2006Slavin, R. Cooperative learning. Boston: Allyn and Bacon,1995Sulipan, “Teori Belajar Menurut Piaget, Bruner, dan Vygotsky”, (http://sulipan.

wordpress.com/2011/05/16/teori-belajar-menurut-piaget-bruner-danvygotsky), diakses 29 Mei 2011.

Suprijono, Agus. Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011Trianto, Model pembelajaran terpadu: konsep, strategi, dan implementasinya

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Bumi Aksara,2010

Page 80: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 145-158194

Page 81: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

PENGAWASAN DALAMMANAJEMEN PENDIDIKAN

Tadjudin

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 [email protected]

ABSTRACTAmong the functions of management, the function of control isvery important. At this point, a manager should make an evaluationif the set up goal has been reached or not. If not yet, a managershould lead the people to make a reflection about the possiblereasons for why the goal is not reached yet.

Kata Kunci: pengawasan, manajemen pendidikan

PendahuluanMembangun peradaban bangsa pada hakikatnya adalah pengembangan watak

dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yangdilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah titik tolak kemuliaan manusia, baiksebagai bawaan seseorang sejak lahir atau sebagai hasil proses pendidikan. Padahakikatnya, pendidikan merupakan upaya membangun budaya dan peradaban bangsa,sehingga UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhakmendapatkan pendidikan.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusiamenurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat seriusmenangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkanmuncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untukhidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara1.

Pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam kehidupan manusia.Pendidikan merupakan proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subyekdidik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi) dan raga obyekdidik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi dan karakter manusia2. Kemudian, pada satu fokus yang lebih

1 Lihat Tujuan pendidikan Nasional sebagaimana termaktub dalam Bab II Pasal 3Undang– Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung : Citra Umbara,2003), hal. 7

2 Endang Saifuddin Anshari, Pokok-pokok Pikiran tentang Islam, (Jakarta : UsahaInterprises, 1976), hal. 85

Page 82: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 213-221196

khusus yaitu pendidikan formal, manusia diberikan dasar-dasar pengetahuan sebagaipegangan dalam menjalani hidup dan menghadapi kenyataan hidup dimana didalampendidikan formal dalam hal ini adalah sekolah menjadi suatu jenjang yang mungkinmemang sudah selayaknya dilalui dalam proses kehidupan manusia. Kemudian dalampendidikan sekolah itu, manusia juga selain melatih kedewasaan juga mengasahintelektualitasnya dan kompetensinya dengan tanggung jawab dan kesadaran.

Dalam lembaga pendidikan, manusia dilatih intelektualitasnya dengan pengetahu-an dan ilmu-ilmu yang diajarkan dalam proses pendidikannya pada jenjang-jenjang yangtelah ada dan diatur. Untuk itu, pada pendidikan sekolah sangat diperlukan adanyaperencanaan dalam pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Perencanaanyang dimaksud adalah kurikulum pendidikan atau sekolah yang di dalamnya terdapatstandar-standar pembelajaran dan pengembangan intelektualitas manusia.

Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atausupervise sebagai suatu rangkaian dari kegiatan manajemen pendidikan3. Pengawasanbertanggung jawab tentang keefektifan program itu. Oleh karena itu, supervise haruslahmeneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainyatujuan-tujuan pendidikan.

Pengertian PengawasanPengawasan sebagai komponen dalam proses manajemen memiliki peran penting

dalam proses pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Proses ini dilaksanakan ketikasuatu program sedang dilaksanakan sampai dengan kegiatan tersebut selesaidilaksanakan. Istilah pengawasan ini didalamnya mengandung beberapa aktifitas,diantaranya adalah inspeksi, control dan evaluasi.4 Berdasar pada pengertian tersebut,maka sebenarnya ketika membahas tentang pengawasan, maka secara otomatisaktifitas control juga dilakukan. Oleh karena itu maka tulisan ini hanya memaparkanmasalah pengawasan sebagai fungsi manajemen.

Dalam dunia pendidikan istilah “pengawasan” lebih cenderung dikonotasikandengan kegiatan supervisi, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh seorangpengawas (supervisor) guna membantu seorang guru dalam memberikan arahan padapelaksanaan kegiatan pendidikan, yakni dalam proses pengajaran dan pembelajaran.Tetapi sesungguhnya kedua istilah tersebut –meskipun dalam tataran praktik dianggapsama– ada perbedaan, walaupun pada akhirnya kedua istilah tersebut dipakai dalamkegiatan yang sama.

Istilah “pengawasan” dalam hal ini cenderung mengarah kepada salah satuperan seorang manajer dalam kegiatan manajemen, atau yang dikenal dengan istilahcontrolling. Oleh karena itu, istilah pengawasan dapat dipahami sebagai bagian kecildari peran seorang manajer (bagian kecil dari fungsi kontrol). Artinya bahwapengawasan merupakan coercion atau compeling yaitu suatu proses yang bersifatmemaksa agar aktifitas dapat disesuaikan dengan rencana yang telah ditetapkan5.

3 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 154

4 Hendyat Soetopo, Manajemen Pendidikan (Bahan Kuliah Manajemen Pendidikan)Universitas Negeri Malang, 2001), hal. 75

5 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008), hal. 102

Page 83: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Tadjudin, Pengawasan Dalam Manajemen Pendidikan 197

Sebelum lebih jauh membahas tentang pengawasan, terlebih dahulu perludipaparkan tentang pengertian dari pengawasan itu sendiri. Hendyat Soetopomengartikan pengawasan sebagai suatu aktifitas dalam usaha mengendalikan, menilaidan mengembangkan kegiatan organisasi agar sesuai dengan rencana dan tujuan yangtelah ditetapkan sebelumnya.6

Dengan pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwaorganisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalamorganisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnyadan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar.7 S. Hendayaningratmemberikan definisi pengawasan sebagai suatu proses dimana pimpinan inginmengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannyasesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan.8

Ada juga yang mendefinisikan pengawasan (controlling) merupakan suatukegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuaidengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dariorganisasi.9 Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untukmeyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakandan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki biladitemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan.10

Berdasarkan paparan tersebut diatas tentunya dapat diambil pengertian bahwapengawasan sebagai fungsi manajemen pendidikan bisa mengandung komponen; suatuaktifitas yang dilakukan dengan melihat-mengecek-menilai-mengoreksi-mencocokkankegiatan yang dilaksanakan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan dan melakukanperbaikan apabila pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana. Dengandemikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan,penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan,pelanggaran dan korupsi, untuk kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan..

Fungsi PengawasanPengawasan ini mempunyai berbagai fungsi pokok, diantaranya adalah sebagai

berikut: pertama, mencegah terjadinya berbagai penyimpangan atau kesalahan;maksudnya bahwa pengawasan itu dapat mencegah kemungkinan terjadinya berbagaipenyimpangan, kesalahan serta penyelewengan. Kedua, memperbaiki berbagaipenyimpangan dan kesalahan yang terjadi; artinya dengan adanya pengawasan hendaknyadapat dilakukan tindakan perbaikan terhadap penyimpangan atau kesalahan yang terjadi,agar tidak terus berlarut-larut, yang akhirnya dapat mengakibatkan kerugian organisasi.

6 Ibid.7 Subardi, A., Dasar - Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1992), hal. 68 Handayaningrat, S., Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta:

CV. Haji Masagung, 1994), hal. 1439 Soewartojo, J., Korupsi, Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran Pengawasan

dalam Penanggulangannya, (Jakarta: Restu Agung, 1995), hal. 13210 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka

Pengembangan Sumberdaya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 17

Page 84: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 213-221198

Ketiga, mempertebal rasa tanggung jawab terhadap karyawan atau para pekerjadalam melakukan tugas yang dibebankannya. Untuk meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat pula di tempuah suatu cara, yakni kalau memang tidak bisa dihindarkanadanya penyimpangan, maka kepada setiap pihak diwajibkan untuk membuat laporansecara tertulis mengenai penyimpangan tersebut. Keempat, mendinamisir organisasiserta segenap kegiatan menejemen lainnya ; yakni dengan adanya pengawasandiharapkan sedini mungkin dapat dicegah terjadinya penyimpangan sehingga setiapbagian organisasi selalu siap dan selalu berusaha jangan sampai terjadi kesalahanpada bagiannya atau dengan kata lain bahwa setiap bagian ada yang selalu dalamkeadaan yang dinamis serta terarah dengan sisten manajemen yang mantap.11

Tujuan PengawasanPada dasarnya tujuan pengawasan secara tidak langsung dapat dicermati dari

batasan pengertian pengawasan tersebut, yakni suatu upaya melakukan perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yangditetapkan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Namun secara rinci tentang tujuandari kegiatan pengawasan dalam sebuah manajemen adalah agar: (1) pelaksanaantugas sesuai dengan ketentuan, prosedur dan perintah yang telah ditetapkan; (2) hasilyang dicapai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan; (3) sSarana yang ada dapatdidayagunakan secara efektif dan efisien; dan (4) diketahui kelemahan dan kesulitanorganisasi untuk dicari jalan perbaikannya.12

Berdasarkan maksud tujuan dari dilaksanakannya pengawasan tersebutdiharapkan dapat mencapai target tentang adanya kepastian terhadap kualitas dankuantitas pekerjaan, meminimalisir pemborosan bahan, tenaga, biaya dan pikiransehingga dapat diketahui perkembangan dari tiap-tiap taraf dan langkah-langkahkegiatan serta dapat diketahui pula ada atau tidaknya perubahan dan perlu atau tidaknyaperbaikan, penyesuaian rencana, bimbingan, pengarahan dan system yang diterapkan.

Begitupun, pengawasan dalam manajemen pendidikan mempunyai tujuan yangamat beragam, yang secara umum dalam dipaparkan beberapa hal berikut: (a)menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah(aturan yang berlaku); (b) menertibkan koordinasi kegiatan. Kalau pelaksanapengawasan banyak, jangan ada objek pengawasan dilakukan berulang-ulang,sebaliknya ada objek yang tak pernah tersentuh pengawasan; (c) mencegahpemborosan dan penyimpangan, Karena pengawasan mempunyai prinsip untukmelindungi masyarakat, maka pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harusdicegah oleh penyimpangan yang dilakukan pihak kedua; (d) menjamin terwujudnyakepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang dihasilkan. Tujuan akhir suatupekerjaan yang professional adalah terciptanya kepuasan masyarakat; (e) membinakepercayaan masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasayang dihasilkan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat, maka masyarakattidak saja percaya pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikanperlindungan pada masyarakat dan akhirnya percaya pula pada kepemimpinan

11 Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya,1996), hal. 102

12 Hendyat Soetopo, Manajemen Pendidikan..., hal. 76

Page 85: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Tadjudin, Pengawasan Dalam Manajemen Pendidikan 199

organisasi; (f) mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak; (g) memperbaikikesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan pencegahan agar tidak terulangkembali kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru; (h) mengetahuipenggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal (planning) terarahkepada sasarannya dan sesuai dengan yang direncanakan; (i) mengetahui pelaksanaankerja sesuai dengan program (fase/tingkat pelaksanaan); dan (j) mengetahui hasilpekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

Prinsip PengawasanPrinsip pengawasan dalam sebuah organisasi terhadap suatu pekerjaan dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan sebenarnya adalah dalam rangka untuk melakukanperbaikan-perbaikan demi tercapainya suatu tujuan. Masalah yang dihadapi dalammelaksanakan pengawasan dalam suatu organisasi adalah bagaimana mengubah polapikir yang bersifat otokratif dan korektif menjadi konstruktif dan kreatif.13 Suatu sikapyang menciptakan situasi dan relasi dimana para pekerja merasa aman dan merasaditerima sebagai subyek yang dapat berkembang sendiri.

Pengawasan merupakan suatu aktifitas yang memungkinkan adanya intervensipositif dalam memeriksa arah yang diambil dan mengevaluasi hasil atau penyimpangandari perencanaan sebelumnya, oleh karena itu pengawasan harus bersifat komprehensifdan terbuka.14 Terhadap berbagai hasil kinerja yang dilakukan. Prinsip yang harusdipertimbangkan dalam memberikan pengawasan antara lain adalah:15 pertama, prinsipilmiah, yakni kegiatan pengawasan dilaksanakan berdasarkan data obyektif yangdiperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses kegiatan, menggunakan alat perekamyang akurat untuk memperoleh data seperti angket, observasi, percakapan pribadi danseterusnya, setiap kegiatan pengawasan dilaksanakan secara sistematis, berencanadan kontinyu. Prinsip kedua, prinsip demokratis, yakni pengawasan yang dilakukanberdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan penuh kehangatan,menjunjungtinggi harga diri dan martabat dan bukan berdasarkan atasan dan bawahan,tetapi berdasarkan rasa kesejawatan.

Prinsip ketiga, kerjasama. Prinsip ini bertujuan mengembangkan usaha bersamadengan memberi support, mendorong, menstimulasi sehingga merasa tumbuh bersama.Prinsip keempat, konstruktif dan kreatif, yakni pengawasan dilakukan dalam rangkamengembangkan potensi kreatifitas dan menciptakan situasi kerja yang menyenangkan,bukan melalui cara-cara yang menakutkan.

Prinsip lain yang mendasari dari pelaksanaan pengawasan disamping sebagai-mana tersebut diatas adalah sebagai berikut:16 (1) prinsip organisasional, artinyapengawasan harus dilaksanakan dalam kerangka struktur organisasi yangmelingkupinya; (2) prinsip perbaikan, artinya pengawasan berusaha mengetahuikelemahan atau kekurangan dan kemudian dicarikan jalan pemecahanya; (3) prinsipkomunikasi, artinya pengawasan dilakukan untuk membina system kerjasama antara

13 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar ..., hal. 2014Udian Saifudin Sa’ud, Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehansif,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal.22815 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar..., hal. 2016 Hendyat Soetopo, Manajemen Pendidikan…, hal. 77

Page 86: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 213-221200

atasan dan bawahan, membangun hubungan baik dalam proses pelaksanaan pengelolaanorganisasi; (4) prinsip pencegahan, artinya bahwa pengawasan dilakukan untukmenghindari adanya kesalahan dalam mengelola komponen-komponen organisasi; (5)prinsip pengendalian, artinya pengawasan dilakukan agar semua proses manajemenberada pada rel yang telah digariskan sebelumnya; (6) obyektifitas, yakni pengawasandilakukan berdasarkan data nyata di lapangan tamnpa menggunakan penilaian dantafsiran subyektif dari pengawas; dan (7) prinsip kontinyuitas, artinya dilakukan secaraterus menerus, baik selama berlangsungnyab proses maupun setelah pelaksanaan kerja.

Fungsi PengawasanFungsi utama dari pengawasan adalah ditujukan pada perbaikan dan peningkatan

kualitas untuk mencapai tujuan, atau dengan kata lain adalah menilai dan memperbaikifactor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Sebagaimana yangdikemukakan oleh Swearingen bahwa fungsi dari pengawasan adalah untuk;mengkoordinasikan semua usaha, melengkapi kepemimpinan, memperluas pengalamanpekerja, menstimuli usaha-usaha yang kreatif, memberi fasilitas dan penilaian yangterus menerus, menganalisis situasi, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepadasetiap staf, memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskantujuan-tujuan organisasi dan meningkatkan kemampuan kinerja.17

Proses PengawasanProses pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan melalui beberapa tahapan,

dimana tahap-tahap tersebut adalah merupakan rangkaian suatu proses yang dilakukandalam pengawasan. Proses pengawasan menurut M. Manulang dapat dikategorikanmenjadi tiga yaitu; menentukan alat pengukur (standard), mengadakan penilaian(evaluasi) dan mengadakan tindakan perbaikan (corrective action).18

Secara rinci proses pengawasan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:pertama, penentuan standar. Penentuan standar dalam proses pengawasan secaratepat memang agak sulit, akan tetapi penentuan standard terkait waktu dengan perilakupegawai harus dilakukan. Diantara standar yang harus ditetapkan dalam melakukanpengawasan adalah standard waktu, yakni berapa lama waktu yang dibutuhkan dalammenghasilkan suatu produk atau memberikan layanan jasa tertentu, standardproduktifitas, yakni jumlah produk dan layanan jasan yang dihasilkan selama periodewaktu tertentu, standard biaya, yakni berapa biaya yang dikeluarkan untuk semuabarang dan jasa, standard kualitas, yakni tingkat kemampuan yang dikehendaki, standardtingkah laku, artinya tipe tingkah laku yang dikehendaki terhadap pegawai dalam suatuorganisasi. Lebih lanjut tentang penentuan standard ini Amirullah Haris Budionomengacu kepada empat sumber informasi yang mencakup; pengamatan pribadi,laporan statistik, laporan lisan dan laporan tertulis.19

Kedua, evaluasi unjuk kerja. Evaluasi unjuk kerja ini dilakukan dengan melakukanpengecekan terhadap penyimpangan berdasarkan standard yang telah ditetapkan. Hasil

17 Swearingen, Supervision of Instruction Foundation and Dimension, (New York,British Manual of Sociology, 1961), hal. 21

18 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta, Galia Indonesia, 1990), hal. 6919 Amirullah Haris Budiono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004),

hal. 304

Page 87: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Tadjudin, Pengawasan Dalam Manajemen Pendidikan 201

dari evaluasi ini kemudian dibandingkan dengan standard yang ada, oleh karena ituevalusai ini harus dilakukan dengan menggunakan ukuran yang akurat, dimanainstrumentnya harus disusun secara lengkap dan valid. Mengadakan pengukuran iniharus terlebih dahulu dilakukan, karena tindakan perbaikan dapat dilakukan berdasarkandari hasil evaluasi yang didahului oleh kegiatan pengukuran tersebut.

Ketiga, tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan ini dilakukan apabila, proses danhasil kerja teradapat penyimpangan dari standard yang ditentukan, akan tetapi apabilaproses dan hasil kerja telah sesuai dengan standard maka yang harus dilakukan adalahpeningkatan. Tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan harus dibuatkanskala prioritas dalam penanganannya. Dalam melakukan perbaikan ada beberapakemungkinan yang harus dipertimbangkan, yaitu; tersedianya alokasi waktu yangmemadai, rasionalisasi tambahan pegawai dan atau peralatan, alokasi waktu yang cukupbagi manajer untuk melakukan perbaikan manajemen dan adanya usaha extra dari semuakomponen yang ada. Apabila usaha-usaha tersebut gagal dilaksanakan, maka perludilakukan penjadwalan ulang karena mungkin terdapat perubahan pada semua bidang.

Etika PengawasanEtika selalu berkaitan dengan standar baik-buruk. Hanya perlu diingat bahwa

standar ini tidak berada di ruang hampa, selamanya berkonteks, mungkin sosial (politik,ekonomi atau kebudayaan) dengan lingkup lokal atau nasional, atau universal(kemanusiaan). Masalah dalam konteks ini manakala ada kekuasaan yang menentukanstandar dan konteks baik buruk suatu perilaku. Misalnya, kekuasaan menetapkanstandar baik-buruk hanya berkonteks politik dan lokal. Sementara pelaku inginmenggunakan konteks kebudayaan dan universal.

Pembicaraan tentang etika dapat pula melalui 2 jalan, yaitu pertama memper-tanyakan keberadaan institusional, dan kedua dengan melihat keberadaan individualpelaku profesi. Jika yang pertama bersifat makro dengan pendekatan struktural, makayang kedua bersifat mikro dengan memperhatikan nilai-nilai yang mendasari perilakuseseorang.

Jalan lainnya dapat juga dilakukan dengan menitik-beratkan kepada bekerjanyanilai-nilai atas diri seseorang. Ada yang bersifat sosial, yaitu nilai-nilai yang diperolehdari komunitas (sosialisasi) yang menjadi acuan dan komunitas memiliki daya pemaksauntuk dijalankannya nilai tersebut. Disini pelaku bersifat pasif. Selain itu ada pula nilaiyang dipilih oleh individu secara sadar di antara sekian banyak nilai yang tereksposurekepadanya. Nilai ini dipilih dengan kesadaran, bahkan dengan sikap kefilsafatan tertentu.Maka pelaku dapat disebut bersifat aktif. Baik etika bersifat makro maupun mikro,ataupun nilai bersifat pasif maupun aktif, kesemuanya saling berkaitan, yang satu akanmenentukan lainnya.

Etika makro dapat dikenali dengan melakukan analisis atas keberadaan institusidalam interaksinya dengan institusi-institusi lainnya sebagai bagian sistem sosial. Peransosial dari suatu institusi bagi yang menggunakan cara pandang strukturalfungsionalisme adalah bertolak dari harapan/ekspektasi (expectation) institusi lain yangberada dalam system sosial. Keseimbangan terjadi manakala setiap pihak menjalankanperan yang berkesesuaian dengan ekspektasi pihak lainnya. Pandangan mekanistisatas sistem sosial ini mengabaikan pilihan-pilihan idealisme dari pelaku dalam institusisosial. Jika sistem sosial sepenuhnya mesin yang dapat direkayasa tentulah kese-

Page 88: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 213-221202

imbangan dapat tercapai. Tetapi kenyataannya peran sosial adalah resultante dariperan yang ditetapkan bagi dirinya sendiri oleh pengelola institusi dengan peran yangmenjadi ekspektasi institusiinstitusi lainnya.

Berdasarkan paparan tersebut tentunya seorang pengawas dalam suatumanajemen harus bertindak secara professional dan selalu mendasarkan diri padaetika keilmuan yang dimiliki, menjaga kedudukan, martabat dan jabatannya di mataorang lain. Karena etika adalah pandangan, keyakinan dan nilai akan sesuatu yangbaik dan buruk, benar dan salah dan merupakan standar kelayakan pengelolaanorganisasi yang memenuhi kriteria etika.20

Pengawasan harus dilakukan berdasarkan nilai personal sebagai standar etikayang terdiri dari; Nilai (Values) sendiri pada dasarnya merupakan pandangan idealyang mempengaruhi cara pandang, cara berfikir dan perilaku dari seseorang, NilaiPersonal atau Personal Values pada dasarnya merupakan cara pandang, cara pikir,dan keyakinan yang dipegang oleh seseorangsehubungan dengan segala kegiatan yangdilakukannya dan Nilai Personal terdiri dari nilai terminal dan nilai instrumental. Nilaiterminal pada dasarnya merupakan pandangan dan cara berfikir seseorang yangterwujud melalui perilakunya, yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu.Nilai instrumental adalah pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku untuksegala keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yang memang harusdiperhatikan dan dijalankan.21

Sebagaimana yang dipaparkan oleh Hendyat Soetopo bahwa dalam menjalankantugasnya pengawas handaklah berpedoman etik jabatan bahwa pengawas adalah;manusia Pancasila, pendidik, memiliki pengetahuan dan wawasan yang mutakhir,membantu melaksanakan program pendidikan, memahami dan menguasai masalah-masalah kependidikan, mampu memecahkan masalah demi kesuksesan organisasinya,mampu bekerjasama dan bergaul dengan berbagai pihak, menguasai teknik risetoperasional, berusaha memelihara nama baik pengawas.22

Berdasarkan dari paparan dan uraian tersebut, jelaslah bahwa dalam rangkamelaksanakan proses pengawasan, seorang pengawas harus benar-benar memilikikematangan pribadi dan kematangan wawasan terhadap pekerjaan yang diawasi yangberhubungan dengan bidang personal, material, dan operasional dalam organisasi agarmampu mengendalikan organisasi untuk berjalan sesuai dengan ketentuan yangditetapkan untuk mencapai tujuan.

Karakteristik PengawasanSistem pengawasan yang efektif menurut Amirullah mempunyai karakteristik;

akurat terhadap informasi, ekonomis, tepat waktu ketika diketahui penyimpangan, Sesuaidengan realitas oeganisasi, berpusat pada pengendalian strategic, Terkoordinasi denganarus kerja, Obuektif dan komprehensif, fleksibel dan dapat diterima oleh para anggota.23

20 M. Nur Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal.7921 Malayu SP. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, (Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2007), hal. 20122 Hendyat Soetopo, Manajemen ..., hal. 8323 Amirullah Haris Budiono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004),

hal. 307-309

Page 89: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Tadjudin, Pengawasan Dalam Manajemen Pendidikan 203

Pengawasan yang efektif adalah pengawasan yang tepat sesai dengan prosesyang harus dilalui, tanpa menyimpang dari system yang dianut sehingga tahapan yangdilaluinya benar. Pengawasan sebagai suatu system, sebagaimana halnya system-sistemyang lain mempunyai karakteristik tertentu, namun demikian karakteristik tersebuttidak bersifat mutlak tetapi bersifat nisbi, artinya pada kondisi yang berbeda karakteristikitu menjadi berbeda pula.

PenutupBerdasarkan pembahasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa diantara

beberapa fungsi manajemen, pengawasan mempunyai peran yang penting. Dalamfungsi, manajer melakukan evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai, dankalau tidak dapat dicapai, maka harus dicari faktor penyebabnya sehingga dapatdilakukan tindakan perbaikan, sehingga tindakan pengawasan ini dapat dijadikan sebagaibentuk instrospeksi diri bagi seseorang.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam proses manajemen tidak akan adaartinya, kalau tidak segera diikuti dengan tindakan pengawasan sebagai pengendalian.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa; apabila kegiatan pengawasan sebagai bentukpengendalian dilakukan secara efektif akan menjadikan jaminan bahwa tujuan yangtelah ditetapkan oleh organisasi akan dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKABudiono, Amirullah Haris. Pengantar Manajemen, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2004.Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,

1996Handayaningrat, S., Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV. Haji

Masagung, Jakarta, 1994.Hasibuan, Malayu SP. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, PT. Bumi

Aksara, 2007.Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta, Galia Indonesia, 1990.Nasution, M. Nur. Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.Sa’ud, Udian Saifudin. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehansif,

Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006.Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka

Pengembangan Sumberdaya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.Soetopo, Hendyat. Manajemen Pendidikan (Bahan Kuliah Manajemen

Pendidikan) Universitas Negeri Malang, 2001.Soewartojo, J., Korupsi, Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran

Pengawasan dalam Penanggulangannya, Restu Agung, Jakarta, 1995.Subardi, A., Dasar - Dasar Manajemen, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi YKPN, Yogyakarta, 1992.Swearingen, Supervision of Instruction Foundation and Dimension, New York,

British Manual of Sociology, 1961.

Page 90: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013
Page 91: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

PENDIDIKAN AKHLAK SEBAGAI TUNTUTANMASA DEPAN ANAK

Zainudin

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung [email protected]

ABSTRACTTeaching morality to children must be conducted seriously. Moralityis one of essential matters in this country because it has closerelationship with norms in society. When people’ morality is undercontrol, there is a peace in the society. Therefore, in teachingchildren, teachers should incorporate morality every time andeverywhere.The main purpose is, of course, to gain prosperityamong people.

Kata Kunci: pendidikan akhlak

PendahuluanPendidikan akhlak merupakan obyek kajian yang sangat dinamis dan mendapat

pehatian amat luas di kalangan pemerhati pendidikan sehingga ragamnya senantiasalahir dan belum pernah berhenti. Didalam diri sesorang muncul akhlak mahmudah(akhlak terpuji) ataupun akhlak madzmumah (akhlak Tercela). Menurut Imam Al-Ghazali.1 berakhlak mulia dan terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaanyang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dariperbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, me-lakukannya dan mencintainya. Sedangkan akhlak madzmumah atau akhlak tercela inidikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapatmembawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang bertentangan denganfitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan.

Pengertian Pendidikan AkhlakPengertian Pendidikan

Secara etimologi, pengertian pendidikan yang dideskripsikan oleh ahli menyatakanbahwa pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yangfundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan(emosional) menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa. Hal ini sebagaimanayang dipaparkan oleh John Dewey seperti dikutip oleh M. Arifin.2

1Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III, (Beirut : Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.),hal. 155

2 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal. 1

Page 92: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 223-234206

Dapat juga dipahami bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan suatu ikhtiarsadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah seseorang, agar nantinya,melahirkan kemampuan dalam mengaktualisasikan kepribadian sesuai dengan predikatyang disandangnya, disamping itu juga diharapkan dapat bertanggungjawab terhadapperbuatannya di hadapan Sang Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagaigambaran dari tingkat perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrahmanusia.3

Pada awalnya, Islam menyebut pendidikan dengan kata “ta’dib”. Kata “ta’dib”mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup seluruh unsur pengetahuan(‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). kemudianperkembangan kata-kata “ta’dib” sebagai istilah pendidikan hilang dari peredaran,sehingga para ahli pendidik Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah,sehingga sering disebut tarbiyah. Sebenarnya kata ini berasal dari “Rabba-Yurobbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang.4

Walaupun dalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas tentang definisipendidikan, namun dari beberapa ayat dapat ditemukan indikasi ke arah pendidian,sebagaimana disebutkan dalam Q.S. 17/Al-Isra : 24 :

Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuhkesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya,sebagaimana mereka mendidik aku waktu kecil”. (Q.S. al-Isra : 24)5

Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa al-Tarbiyah adalahproses pengasuhan pada fese permulaan pertumbuhan manusia, karena anak sejakdilahirkan di dunia dalam keadaan tidak tahu apa-apa, tetapi ia sudah dibekali Allah SWTberupa potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Maka pendidikan anak sangatpenting mengingat untuk kelangsungan perkembangannya menuju ke tahap selanjutnya.

Menurut Frederic J. Mc. Donald, dalam bukunya Educational Psychology,mengungkapkan bahwa education in the sense used here, is a process or an activitywhich is directed at producting desirable changes in the behaviour of humanbeings. Pendidikan dalam pengertian yang digunakan di sini adalah sebuah prosesatau aktivitas yang menunjukkan pada proses perubahan yang diinginkan di dalamtingkah laku manusia.6

Menurut Nelson B. Henry, education is the process by which those powers(abilities, capacities) of the man that are susceptible to habituation are perfectedby good habits.7 Artinya, pendidikan adalah suatu proses di mana kemampuanseseorang dapat terpengaruh oleh kebiasaan yang berupa kebiasaan yang baik.

3 Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 514 Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Bandung : Ramadhani, 1993), hal. 95 Departemen Agama Republiik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang :

PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994), hal. 4286 Frederic J. Mc. Donald, Educational Psychology, (San Francisco, Wadsworth

Publishing Company Inc., 1959), hal. 47 Nelson B. Henry, Philosophies of Education, (The United States of America : The

University, 1962), hal. 205

Page 93: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Zainudin, Pendidikan Akhlak Sebagai Tuntutan Masa Depan Anak 207

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atauusaha yang dilakukan secara sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan, baikjasmani maupun rohani, melalui penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik sertamenghasilkan perubahan ke arah positif yang nantinya dapat diaktualisasikan dalamkehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti yang luhurmenuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.

Pengertian AkhlakAkhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat.8

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun ( ) yang menurutlughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Menurut Rahmat Djatnika, bahwa pengertian akhlak dapat dibedakan menjadidua macam, di antaranya menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab( ) bentuk jamak dari mufrodnya khuluq ( ), yang berarti budi pekerti.Sinonimnya adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etos yang berartikebiasaan. Moral berasal dari bahasa Latin juga, mores yang juga berarti kebiasaan.Sedangkan menurut terminolog, kata budi pekerti terdiri dari kata “budi” dan “pekerti”.Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yangdidorong oleh pemikiran, rasio yang disebut karakter. Pekerti adalah apa yang terlihatpada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut dengan behaviour.Jadi, budi pekerti merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasipada karsa dan tingkah laku manusia.9

Menurut Abuddin Nata, akhlak adalah perbuatan yang dilakukan denganmendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekatdalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangandan pemikiran.10

Menurut Elizabeth B. Hurlock, behaviour which may be called “truemorality” not only conforms to social standarts but also is carried out voluntarily,it comes with the transition from external to internal authority and consist ofconduct regulated from within.11 Artinya, bahwa tingkah laku boleh dikatakan sebagaimoralitas yang sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat, tetapijuga dilaksanakan dengan suka rela, tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatanyang ada di luar (diri) dan ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan(bertindak) yang diatur dalam diri.

Sedangkan Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut :

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1994), hal. 15

9 Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta : Balai Pustaka, 1994),hal. 26

10 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 511 Elizabeth B. Hurlock, Child Development,Edisi IV, (Kugllehisa, Mc. Grow Hill, 1978),

hal. 386

Page 94: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 223-234208

Artinya: Bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukanpertimbangan pikiran (terlebih dahulu).12

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazalimencakup dua syarat. Pertama, perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulangkali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatanitu harus tumbuh dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karenaadanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh dan bujukanyang indah dan sebagainya.

Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baikdan jahat, maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan(fi’l) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’arasikhafi-n-nafs).13

Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap ataukehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa yang berlandaskanal-Qur’an dan al-Hadits yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pembimbingan terlebih dahulu. Jiwakehendak jiwa itu menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yangbagus, maka disebut dengan akhlak yang terpuji. Begitu pula sebaliknya, jikamenimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang jelek, maka disebutdengan akhlak yang tercela.

Pendidikan AkhlakSetelah dijelaskan secara terpisah mengenai pengertian pendidikan dan pengertian

akhlak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenaidasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikankebiasaan oleh anak sejak masa kecil sampai ia menjadi seorang mukallaf, seseorangyang telah siap mengarungi lautan kehidupan. Ia tumbuh dan berkembang denganberpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat bersandar,meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, maka ia akan memiliki potensidan respon yang instingtif di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan. Disamping itu agar anak terbiasa melakukan akhlak mulia.14

Pondasi dan Arah Pendidikan AkhlakPondasi Pendidikan Akhlak

Pondasi pendidikan akhlak menurut ajaran islam adalah al-Qur’an dan al-Hadis,karena akhlak merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-Qur’andan al-Hadis sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan kriteria baik dan buruknyasuatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan

12 Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III, (Beirut : Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiyah,t.th.), hal. 58

13 Muhammad Abul Quasem, Kamil, , Etika Al-Ghazali: Etika Majemuk di DalamIslam, terj. J. Muhyidin, (Bandung : Pustaka, 1975), hal. 81-82

14 Raharjo, dkk., Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hal. 63

Page 95: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Zainudin, Pendidikan Akhlak Sebagai Tuntutan Masa Depan Anak 209

Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia. maka selaku umat Islamsebagai penganut Rasulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh umat manusia,sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yangbaik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatang-an) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab : 21)15

Berdasarkan ayat tersebut di atas dijelaskan bahwasannya terdapat suri teladanyang baik, yaitu dalam diri Rasulullah SAW yang telah dibekali akhlak yang mulia danluhur. Dalam firman yang lain, Allah berfirman :

Artinya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Q.S.al-Qalam : 4)16

Di dalam sebuah hadis juga disebutkan tentang betapa pentingnya akhlak didalam kehidupan manusia. Bahkan diutusnya rasul adalah dalam rangkamenyempurnakan akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, bahwa :

Artinya: Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakanAbdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin ‘Ijlan dari Qo’qo’ bin Hakimdari Abi Shalih dari Abi Hurairoh berkata Rasulullah SAW bersabda : Sesungguh-nya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R.Ahmad).17

Berdasarkan hadits tersebut di atas memberikan pengertian tentang pentingnyapendidikan akhlak dalam kehidupan manusia, di mana dengan pendidikan akhlak yangdiberikan dan disampaikan kepada manusia tentunya akan menghasilkan orang-orangyang bermoral, laki-laki maupun perempuan, memiliki jiwa yang bersih, kemauan yangkeras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban danpelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk danbaik, memilih satu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatanyang tercela dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.

15 Depag RI, Al Qur’an…., hal. 67016 Ibid., hal. 96017 Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, (Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), hal. 504.

Page 96: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 223-234210

Arah Pendidikan AkhlakArah dan tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan

pembentukan jiwa. Pendidikan yang diberikan kepada anak didik haruslah mengandungpelajaran-pelajaran akhlak. Setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkanakhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya karena akhlak keagamaan adalah akhlakyang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam.Tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Tujuan UmumMenurut Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi a)Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindariyang buruk, jelek, hina dan tercela. b) Supaya perhubungan kita dengan Allah SWTdan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.18 MenurutAli Hasan bahwa tujuan pokok akhlak adalah agar setiap orang berbudi (berakhlak),bertingkah laku (tabiat) berperangai atau beradat istiadat yang baik atau yang sesuaidengan ajaran Islam.19 2) Tujuan Khusus, a) Menumbuhkan pembentukan kebiasaanberakhlak mulia da beradat kebiasaan yang baik b) Memantapkan rasa keagamaanpada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan membenci akhlakyang rendah. c) Membiasakan siswa bersikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahanmenderita dan sabar. d) Membimbing siswa ke arah dikap yang sehat dan dapatmembantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain,suka menolong, sayang kepada yang lemah, dan menghargai orang lain. e) Membiasakansiswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di luarsekolah. Dan f) Selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. danbermu’amalah yang baik.20

‘Athiyyah Al-Abrasyi menjelaskan tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalamIslam adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalambicara dan mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna,sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam adalah pendidikanmoral dan akhlak.21

Sedangkan menurut Ahmad Amin, bahwasannya tujuan pendidikan akhlak (etika)bukan hanya mengetahui pandangan atau teori, bahkan setengah dari tujuan itu adalahmempengaruhi dan mendorong kehendak kita supaya membentuk hidup suci danmenghasilkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah kepada sesamamanusia. maka etika itu adalah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi iatidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.22

Ruang Lingkup Pendidikan AkhlakRuang lingkup pendidikan akhlak meliputi: akhlak kepada Allah SWT, akhlak

terhadap sesama manusia, akhlak terhadap lingkungan. Akhlak kepada Allah SWT

18 Barnawy Umari, Materi Akhlak, (Sala : Ramadhani, 1984), hal. 219 M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hal. 1120 Chabib Thoha, Saifudin Zuhri, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, (Fakultas

Tarbiyah,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hal. 13621 Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan, (Bandung :

Pustaka Setia, 2003), hal. 11422 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terjemah. K.H. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan

Bintang, 1975), hal. 6-7

Page 97: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Zainudin, Pendidikan Akhlak Sebagai Tuntutan Masa Depan Anak 211

dapat diartikan sebagai sikap/perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagaimakhluk kepada Tuhan yang Khaliq. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapamanusia perlu berakhlak kepada Allah : 1) Karena Allah yang telah menciptakan manusiadan menciptakan manusia di air yang ditumpahkan keluar dari antara tulang punggungdan tulang rusuk. (Q.S. al-Thariq : 5-7). Dalam ayat lain, Allah menyatakan bahwamanusia diciptakan dari tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpandalam tempat yang kokoh (rahim) setelah ia menjadi segumpal darah, daging, dijadikantulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberikan ruh. (Q.S. Al-Mu’minun:12-13) 2) Karena Allah lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupapendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari. Di samping anggota badanyang kokoh dan sempurna pada manusia. 3) Karena Allah lah yang telah menyediakanberbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, sepertibahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang dan ternakdan lain sebagainya. (Q.S.al Jatsiyah : 12-13) 4) Allah lah yang telah memuliakanmanusia dengan diberikannya kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Q.S.al-Isra’ : 70)23

Dalam berakhlak kepada Allah SWT., manusia mempunyai banyak cara, diantaranya dengan taat dan tawadduk kepada Allah, karena Allah SWT menciptakanmanusia untuk berakhlak kepada-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya,sebagaimana fiman Allah SWT:

Artinya: Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia,melainkan supayamereka menyembah kepada-Ku. (Q.S. adz-Dzariyat : 56)24

Ada dua dimensi dalam berakhlak kepada Allah SWT : 1). Akhlak kepada Allahkarena bentuk ketaatan (kewajiban kepada Allah). Perintah untuk taat kepada Allahditegaskan dalam firman-Nya yaitu:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentangsesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yangdemikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisaa : 59)25

23 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 14824 Depag RI, Al Qur’an…., hal. 86225 Ibid.,hal. 128

Page 98: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 223-234212

Akhlak kepada Allah adalah taat dan cinta kepada-Nya, mentaati Allah berartimelaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,di antaranyamelaksanakan shalat wajib lima waktu. 2). Akhlak kepada Allah karena bentuktawadduk kepada Allah (keikhlasan dalam melaksanakan perintah-Nya). Tawaddukadalah sikap merendahkan diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah SWT, sebagaimanafirman Allah SWT:

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkandiri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yangmenunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecualiterhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnyamereka dalam hal ini tiada tercela. (Q.S. al-Mukminun : 1-7)26

Untuk menumbuhkan sikap tawadduk, manusia harus menyadari asalkejadiannya, menyadari bahwa hidup di dunia ini terbatas, memahami ajaran Islam,menghindari sikap sombong, menjadi orang yang pemaaf, ikhlas, bersyukur, sabar dansebagainya.

Akhlak terhadap sesama manusia, antara lain meliputi akhlak terhadap Rasul,orang tua (ayah dan ibu), guru, tetangga dan masyarakat. 1) Akhlak terhadap Rasulullah,Akhlak karimah kepada Rasulullah adalah taat dan cinta kepadanya, mentaati Rasulullahberarti melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini semua telahdituangkan dalam hadits (sunnah) beliau yang berwujud ucapan, perbuatan danpenetapannya. Dan sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah,dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan), maka kami tidak mengutusmuuntuk menjadi pemelihara bagi mereka. (Q.S.an-Nisaa : 80)27

Akhlak terhadap orang tua (ayah dan ibu). Wajib bagi umat Islam untukmenghormati kedua orang tuanya, yaitu dengan berbakti, mentaati perintahnya danberbuat baik kepada keluarganya, di antaranya : Pertama, berbicara dengan perkataanyang baik. Firman Allah SWT:

26 Ibid., hal. 52627 Ibid., hal. 132

Page 99: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Zainudin, Pendidikan Akhlak Sebagai Tuntutan Masa Depan Anak 213

Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembahselain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berumurlanjut dalam pemeliharanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakankepada kaduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak merekadan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Q.S. al-Isra’ : 23)28

Kedua, membantu orang tua (ayah dan ibu). 3) Akhlak terhadap guru. Akhlakulkarimah kepada guru di antaranya dengan menghormatinya, berlaku sopan dihadapannya, mematuhi perintah-perintahnya, baik itu di hadapannya ataupun dibelakangnya, karena guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorangmurid, yaitu yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak danmembenarkannya. 4) Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat. Pentingnya akhlaktidak terbatas pada perorangan saja, tetapi penting untuk bertetangga, masyarakat,umat dan kemanusiaan seluruhnya. Di antaranya akhlak terhadap tetangga danmasyarakat adalah saling tolong menolong, saling menghormati, persaudaraan, pemurah,penyantun, menepati janji, berkata sopan dan berlaku adil. Allah SWT berfiman dalamQ.S.Al-Maaidah : 2 :

Artinya: Dan tolonglah menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dantaqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,sesungguhnya Allah amat berat siksanya.(Q.S. Al-Maaidah: 2)29

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tidakbernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkunganbersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.

Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tidak bernyawa semuanya diciptakanoleh SWT., dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang muslim untuk menyadari bahwa semuanyaadalah “umat” Tuhan yang seharusnya diperlakukan secara wajar dan baik, sepertifirman Allah SWT dalam Q.S. 6/Al-An’aam: 38:

28 Ibid., hal. 42729 Depag RI, Al-Qur’an …, hal. 157

Page 100: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 223-234214

Artinya: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burungyang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) sepertikamu. Tiadalah kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepadaTuhanlah mereka dihimpunkan.(Q.S. Al-An’aam : 38)30

Akhlak kepada alam adalah segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi besertaisinya, selain Allah, melalui al Qur’an Allah mewajibkan kepaa manusia untuk mengenalalam semesta beserta isinya. Manusia sebagai kholifah diberi kemampuan oleh Allahuntuk mengelola bumi dan alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi ini membawarahmaat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu manusia mempunyaikewajiban terhadap alam sekitarnya yakni dengan melestarikan, memelihara, danmemanfaatkannya dengan baik.

Metode Pendidikan AkhlakKhatib Ahmad Santhut31 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,

membagi metode pendidikan moral/akhlak ke dalam 5 bagian, di antaranya adalah :

KeteladananSuritauladan merupakan metode terbaik dalam pendidikan akhlak, karena sifat

manusia adalah menirukan apa yang meraka lihat, mereka dengar. Apalagi pada masaanak-anak, anak sangat peka sekali. Keteladanan selalu menuntut sikap yang konsistenserta kontinyu, baik dalam perbuatan maupun budi pekerti yang luhur.

Dengan memberikan tuntunanYang dimaksud di sini adalah dengan memberikan hukuman atas perbuatan

anak atau perbuatan orang lain yang berlangsung di hadapannya, baik itu perbuatanterpuji atau tidak terpuji menurut pandangan al-Qur’an dan Sunnah.

Dengan kisah-kisah sejarahIslam memperhatikan kecenderungan alami manusia untuk mendengarkan kisah-

kisah sejarah. Di antaranya adalah kisah-kisah para Nabi, seperti yang telah dikisahkandalam al Qur’an dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah, dan baigama bias mengambilpelajaran orang yang durhaka terhadap risalah kenabian serta balasan yang ditimpakankepada mereka. al-Qur’an telah banyak menggunakan kisah untuk segala aspekpendidikan termasuk juga pendidikan akhlak.

30 Ibid., hal. 19231Khatib Ahmad Santhut, Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, terj. Ibnu Burdah,

“Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim, (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 1998), hal. 85-95

Page 101: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Zainudin, Pendidikan Akhlak Sebagai Tuntutan Masa Depan Anak 215

Menanamkan rasa takut pada AllahMotivasi dan menanamkan rasa takut kepada Allah dengan jalan mejalankan

perintah-perintah-Nya dan meninggalkan segala larangannya, yang disandarkan padaketeladanan yang baik dan mendorong anak untuk menyerap dan mencontoh perbuatan-perbuatan terpuji, bertingkah laku baik yang akhirnya akan menjadi suatu kebiasaandan akhirnya akan menjadi perwatakannya.

Memupuk Hati NuraniPendidikan akhlak tidak dapat mencapai sasarannya tanpa disertai pemupukan

hati nurani yang merupakan kekuatan dari dalam manusia, yang dapat menilai baikburuk suatu perbuatan. Bila hati nurani merasakan senang terhadap perbuatan tersebut,dia akan merespon dengan baik, bila hati nurani merasakan sakit dan menyesal terhadapsuatu perbuatan, ia pun akan merespon dengan buruk.

Menurut Ahmad D. Marimba, ada 3 metode dalam pendidikan akhlak, yaitu :32

a). Dengan pembiasaan, Tujuannya adalah agar cara-cara yang dilakukan dengantepat, terutama membentuk aspek kejasmanian dari kepribadian atau memberikecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu. b). Dengan pembentukan pengertian,minat dan sikap. Dengan diberikan pengetahuan dan pengertian. c). Pembentukankerohanian yang luhur.

PenutupSejarah telah membuktikannya bahwa, terjadinya suatu kerusakan, keserakahan,

korupsi dan hal-hal yang merusakkan tatanan bermasyarakat, berbangsa ataupunbernegara, itu disebabkan karena lemahnya akhlakul karimah. Sebagai contoh sangatlahsulit sekarang ini mencari orang yang jujur, semua itu disebabkan karena kurangnyapendidikan akhlak terutama pada masa anak-anak. Pendidikan akhlak pada anakdikalahkan dengan pelajaran-pelajaran sains dan tehonogi melulu, banyak sekolahyang mengajarkan pendidikan agama hanya sebatas formalitas belaka, bahkan terlalusulit mencari panutan, mencari tuntunan, mencari contoh untuk ditiru anak-anak. Merekatidak berfikir bahwa apa yang terjadi dikemudia hari pada diri anak jika anak-anaktidak dibekali akhlak yang baik. Pendidikan Akhlak adalah suatu pembentukan sikapyang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dangampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan..

DAFTAR PUSTAKAAl-Abrasyi, Muhammad ‘Athiyyah, Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan, Bandung:

Pustaka Setia, 2003Al-Ghazali, Imam., Ihya’ Ulumuddin Juz III, Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Ilmiyah,

t.th.Amin, Ahmad. Etika (Ilmu Akhla), terjemah. K.H. Farid Ma’ruf, Jakarta: Bulan

Bintang, 1975Arifin, M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000

32Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif,1989), hal. 76-81.

Page 102: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 223-234216

Departemen Agama Republiik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang:PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1994

Djatnika, Rahmat, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta : Balai Pustaka,1994

Hambal, Al Imam Ahmad bin. Musnad Juz II, Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.Hasan, M. Ali, Tuntunan Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, 1988Henry, Nelson B., Philosophies of Education, The United States of America : The

University, 1962Hurlock, Elizabeth B. Child Development, Kugllehisa, Mc. Grow Hill, 1978Jalaluddin, Teologi Pendidikan,Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 2001Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif,

1989Mc. Donald, Frederic J., Educational Psychology, San Francisco, Wadsworth

Publishing Company Inc., 1959Muhammad Abul Quasem, Kamil, , Etika Al-Ghazali:Etika Majemuk di Dalam

Islam, terj. J. Muhyidin, Bandung : Pustaka, 1975Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997Santhut, Khatib Ahmad, Daur al-Bait fi Tarbiyah ath-Thifl al-Muslim, terj. Ibnu

Burdah, “Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak dalam KeluargaMuslim, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 1998

Thoha, Chabibet.al., Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1999

Umari, Barnawy. Materi Akhlak, Sala : Ramadhani, 1984Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, Bandung : Ramadhani, 1993

Page 103: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

PENDIDIKAN TINGGI DALAM ISLAM

Asrop Syafi’i

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 [email protected]

ABSTRACTThe stagnant of Islam is started with the abolition of Khalifahsystem in governance and the division of kingdom as province bywhich it raised the spirit of raising independent nations. The nationsthen separate information and knowledge so that the syekh do notget full authority in developing scientific community or halaqoh.The reformation of Islam does not only function as a bridge fromthe tradition of Greece and new Islam but it develop knowledge byusing different tradition among Muslim scholars.

Kata Kunci: pendidikan tinggi

PendahuluanKepastian tentang sejarah bangsa Arab sebagai penduduk gurun pasir hampir

tidak dikenal orang, yang dapat diketahui dari sejarah mereka hanyalah yang dimulaidari sekitar lima puluh tahun sebelum Islam lahir. Alasan tentang tidak bisa diketahuinyasejarah tersebut perlu dipaparkan secara jelas dan sekaligus tentang asal-usul daribahasa Arab yang kemudian ditetapkan sebagai bahasa Al-Qur’an.

Penyebab tidak dapat ditemukannya sejarah tersebut antara lain adalah;disebabkan karena bangsa Arab penduduk padang pasir itu terdiri atas berbagai macamsuku bangsa yang selalu berperang-perang. Peperangan-peperangan itu pada asalmulanya ditimbulkan oleh keinginan memelihara hidup, karena hanya siapa yang kuatsajalah yang berhak memiliki tempat-tempat yang berair dan padang-padang rumputtempat menggembalakan binatang ternak. Adapun si lemah, dia hanya berhak matiatau jadi budak.1

Pengembangan ajaran Islam menurut Stanton diawali dengan pengembanganajaran Islam ke wilayah, penetapan bahasa Arab sebagai basa ilmu pengetahuan danpengembangan pendidikan Islam yang dilakukan dengan mendatangkan guru/dosentamu dari kalangan non muslim.

Pada perkembangan berikutnya, pendidikan Islam mengalami transformasi yangcukup berarti. Selain dilaksanakan di rumah-rumah, pendidikan Islam juga dilaksanakandi kuttab dan masjid. Kuttab adalah tempat belajar yang terletak di rumah guru. Kuttab

1 http://members.tripod.com/~centrin21/sejarah.htm, diakses tanggal 2 Desember 2008

Page 104: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 235-240218

dipandang sebagai lembaga pendidikan dasar tertua yang pernah ada, dan dalamperkembangannya mengalami perluasan fungsi, tidak hanya untuk belajar tulis baca,melainkan juga untuk belajar semua hal yang berkaitan dengan al-Qur’an.2

Lembaga Formal Pendidikan TinggiDalam pemaparan ini kiranya perlu disampaikan tentang dasar dan alasan secara

detail munculnya dikotomi ilmu pengetahuan dan pendidikan yaitu dikotomi antaraBarat dan Timur serta kondisi wilayah yang terjadi saat itu. Sebagaimana yangdikemukakan berikut ini: Ada beberapa alasan mendasar mengapa legalisme fiqh initerjadi dalam lembaga pendidikan Islam, menurut Azyumardi Azra hal ini dikarenakan;Pertama Adanya pandangan yang tinggi terhadap ilmu-ilmu keagamaan sebagai jalanuntuk menuju Tuhan. Kedua lembaga-lembaga pendidikan Islam dikuasai oleh merekayang ahli dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan (fuqaha’) sehingga kelompok saintistidak mendapatkan dukungan secara institusional, dan justru saintis merupakantantangan bagi fuqaha’. Ketiga, hampir seluruh lembaga pendidikan Islam didirikandan dikembangkan oleh para penyandang dana, dermawan dan penguasa politik darikelompok ahli ilmu agama yang termotivasi akan mendatangkan banyak pahala karenamempelajari ilmu-ilmu agama. Disamping itu adanya penekanan dari penguasa politikuntuk menegakkan ortodoksi Sunni, baik karena alasan yang murni atau alasan politikyang lain.3

Namun dalam perkembangannya paparan Stanton sejalan dengan denganpenjelasan dari Azyumadi Azra bahwa; Pada perkembangan selanjutnya setelahmasyarakat muslim mulai terbentuk, pendidikan diselenggarakan dalam bentuk formal,sehingga menjadi salah satu pilar dari peradaban Islam. Dalam hal ini pendidikan Islambentuk formal ditandai oleh munculnya madrasah sebagai lembaga pendidikan dansekaligus sebagai jalur pendidikan. Di dalam madrasah berlangsung proses komunikasipaedagogis antara pendidik dan peserta didik, yang darinya diharapkan mengarah kepadatercapainya tujuan instruksional.4

Pengaruh Hellenisme atas Pendidikan TinggiStanton juga memaparkan secara implisit tentang proses penghapusan dikotomi

ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan memaparkan proses penerjemahan referensi-referensi kedalam bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan tetapi belummelakukan secara mendalam yang disertai alasan-alasan yang kokoh.

Islam pada hakekatnya adalah religion of nature, segala bentuk dikotomi antaraagama dengan saint harus dihindari. Alam penuh dengan tanda-tanda, pesan-pesanIlahi yang menunjukkan kehadiran kesatuan sistem global. Semakin jauh ilmuwanmendalami saint, dia akan memperoleh wisdom berupa philosophic perennis yangdalam filsafat Islam disebut transendence. Iman tidak bertentangan dengan saint,karena iman adalah rasio dan rasio adalah alam. Konflik antara iman dengan saint

2 Abdullah Idi & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: TiaraWacana, 2006), hal. 7

3 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Moderniasasi menuju Millenium Baru,(Jakarta: Logos, 1999), hal. 161

4 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara AbadXVII dan XVIII, Cet. IV, (Bandung: Mizan, 1988), hal. 62

Page 105: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Asrop Syafi’i, Pendidikan Tinggi Dalam Islam 219

sesungguhnya hanya merupakan struggle antara dua kekuatan yang bertikai yaknikekuatan konservatif yang cenderung tertutup, memformalkan dan mendogmakansesuatu dengan kekuatan progresif yang cenderung bersifat terbuka, mendeformalkandan mendedogmakan.5

Perlu dipaparkan juga tentang kontribusi Islam dalam bidang ilmu pengetahuankepada Barat, diantara konstribusi tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh MehdiNakosteen sebagai berikut; Dari sinilah, maka kemudian Islam banyak memberikankonstribusi terhadap ilmu pengetahuan kepada dunia Barat, konstribusi tersebut antaralain sebagai berikut: (1) sepanjang abad ke 12 dan sebagian abad ke 13, karya-karyamuslim dalam bidang filsafat, sais telah diterjemahkan kedalam bahasa Latin, khususnyadari Spanyol. Penerjemahan ini telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat,khususnya di Northwest Eropa; (2) muslim telah memberikan sumbangan eksperientalmengenai metode-metode dan teori-teori saint ke dunia Barat; (3) sistem notasi dandesimal Arab dikenalkan ke dunia Barat; (4) karya terjemahan dari Ibnu Sina dalambidang kesehatan dipakai sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahanabad 17; (5) ilmuwan-ilmuwan muslim dengan karya-karyanya telah merangsangkebangkitan Eropa dan memperkaya kebudayaan Romawi kuno; (6) lembaga-lembagapendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit, dalam bentukmadrasah sebagai pendahulu berdirinya universitas di Eropa; (7) para ilmuwan muslimberhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persia sewaktu Eropa dalamkegelapan; (8) sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggidunia Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia barat; (9) ilmuwan-ilmuwanmuslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi serta makananke Eropa.6

Masa Jaya Ilmu Pengetahuan IslamPerkembangan ilmu pengetahuan Islam hanya dipaparkan melalui hasil

penterjemahan-penterjemahan terhadap manuskrip-menuskrip dan buku-buku ilmupengatahuan dan penentuan kurikulum pada sebuah lembaga pendidikan, keberhasilantersebut kemudian berakhir dengan sebuah kemunduran yang belum secara jelasdipaparkan yakni munculnya dikotomi ilmu pengetahuan dikalangan umat Islam.

Semakin maraknya dikotomik dan tradisi taqlid di kalangan umat Islam, menurutAbdurrahman Mas’ud sampai saat ini ada kesan umum bahwa Islamic learning identikdengan kejumudan, kemandegan dan kemunduran. Indikatornya adalah mayoritas umatIslam hidup di negara-negara dunia ketiga yang serba keterbelakangan ekonomi danpendidikan. Kondisi ini diperparah dengan cara berfikir yang serba dikotomis sepertiIslam versus non Islam, Timur versus Barat, ilmu agama versus ilmu non agama (SecularSciences) dan bentuk-bentuk dikotomi lainnya. Paradigma ini dipengaruhi bahwa sainsdan teknologi sebagai lambang peradaban dewasa ini tumbuh dan berkembang di duniaBarat yang notobene negara nonmuslim. Akibatnya, pemahaman penjajahan Baratatas Timur semakin menguat dan dominasinya telah menyisihkan umat Islam yang

5 Abdurrohman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik (HumanismeReligius sebagai Paradigma Pendidikan Islam), (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hal. 45

6 Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Westem Education, (Colorado: t.p.,1964), hal. 61

Page 106: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 235-240220

semakin terbelakang dalam bidang sains, teknologi modern, informasi, ekonomi dankultur (inferior complex). Dikotomik ini bukan hanya muncul dari lembaga pendidikanIslam, tetapi telah menjangkiti seluruh lapisan Islam.7

Lembaga Informal Pendidikan TinggiKarena adanya penekanan dan perlakuan yang tidak berimbang antara pendidikan

agama dan pendidikan non agama, maka menjadikan lembaga informal untuk bangkitdan meningkatkan materi pengkajian dan tempat pelaksanaannya, baik di rumah pribadi,rumah bangsawan, maupun rumah penguasa, sehingga perkembangan ilmu sains lebihmendapat respon melalui pendidikan informal. Sebagai contoh, al-Kindi mendirikansekolah informal (berawal dari halaqah) berbahasa Arab, yang mengajarkan filsafat,yang kemudian dikembangkan oleh al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Lalu al-Khawarizm membuat laboratorium perbintangan, maraknya koleksi perpustakaan baikpribadi maupun di perguruan tinggi (masa al-Makmun) di Baith al-Hikmah,penerjemahan dan pencetakan manuscript ilmu pengetahuan baik sains maupun agama,dijadikannya rumah sakit dan klinik sebagai pusat kajian ilmu, menjadikan perkembanganilmu pengetahuan umum/sains justru yang menyebarluaskan adalah dari pendidikaninformal. sementara kurikulum pendidikan formal terbatas pada ilmu agama, fiqh danmadzhab, hal inilah yang menurut Stanton sebagai awal kemunduran umat Islam yangmengakibatkan terjadinya transmisi pendidikan tinggi ke Eropa. Sebenarnyaintelektualisme Islam pada waktu suda sangat tinggi namun etos keilmuan itu justrudiwariskan ke peradaban Barat.8

Transmisi Pendidikan Tinggi ke Eropa Abad PertengahanKemunculan Uniersitas Islam diawali oleh begitu menjamurnya lemaga

pendidikan di Eropa, setidaknya ada tiga lembaga pendidikan Eropa yang memilikiandil besar yaitu; Lembaga Pendidikan Kedokteran (Tibb) di Salirno, Lembagapendidikan Hukum (Qanun) di Bologna dan Lebaga Pendidikan Ketuhanan (Lahut)di Paris.9

Disamping itu dapat dicermati pula bahwa faktor penyebab berdirinya universitasIslam adalah adanya faktor internal yaitu faktor normatif religius dan factor externalhistoris kontektual yang terdiri dari aspek politik, ekonomi, kultural, dan aspek sosial.10

Pendidikan Islam pada Masa KlasikPada masa ini Islam dianggap telah gagal menarik warisan kreatif miliknya

secara berkelanjutan dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Kegagalan tersebutbertolak dari hasil penelitian tentang sejarah pada masa awal pendidikan Islam dengantemuan-temuan sebagai berikut; pertama, materi pendidikan yang terbatas pada hal-hal puncak dan belum kepada bagian bawah. Kedua, munculnya lembaga pendidikantinggi tidak untuk kelanjutan pendidikan dasar tetapi untuk memenuhi dua kebutuhanmasyarakat yaitu filsafat yang mengarah kepada keimanan dan ilmu pengetahuan

7 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas …, hal. 658 Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal.119Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleks Historis,

(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), hal. 16010 Abdullah Idi & Toto Suharto, Revitalisasi…, hal. 37

Page 107: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Asrop Syafi’i, Pendidikan Tinggi Dalam Islam 221

yang berfungsi untuk memadukan wahyu dengan pengalaman keilmuan.Ketiga, pengangkatan mufti sebagai pengambilan keputusan hukum yang yang

dibayar untuk mengeluarkan fatwa. Keempat, penghapusan aliran-aliran personal danmenetapkan hanya empat aliran yang diterima. Kelima, pelarangan pengakajianterhadap ilmu-ilmu asing dan penempatan studi humanistic dalam studi keagamaanserta Ilmu-ilmu alam dan sosial. Keenam, dibatasinya ruang gerak dan pengawasanyang ketat terhadap para ilmuwan untuk melakukan penelitian dan ujian untukpeningkatan ilmu-ilmu alam dan sosial.

Ketujuh, hilangnya misi akademik yang berakibat hilangnya kreatifitas intelektualkhususnya dalam bidang kerjasama untuk melanjutkan independensi dan pembaharuanstruktur dan fungsinya sehingga ikatan-ikatan keorganisasian menjadi lemah.Kedelapan, tidak adanya organisasi masyarakat terdidik untuk menjaga kelangsunganlembaga-lembaga pendidikan Islam. Kesembilan, memudarnya semangat intelektualbersamaan dengan datangnya kekuatan pasukan penjajah dari timur yang tidak memilikitradisi pendidikan dantidak menghargai usaha-usaha intelektual.11

KesimpulanIslam telah kehilangan misi akademik untuk mempelajari ilmu pengetahuan pada

semua bidang studi dan keilmuan, karena cenderung mempertahankan status quoajaran agama Islam, tertutupnya kesempatan mengadakan penelitian untuk peningkatanilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Sementara di Barat misi akademi berkembangdengan dukungan para profesor dan ilmuwan bersama-sama dengan masyarakatpenyumbang dana dalam satu komitmen bersama dan mengembangkan seluruh kajiandisiplin ilmu. Inilah yang menurut Stanton menjadi penyebab titik kemandulan pendidikanIslam.

Titik kemandulan Islam tersebut dimulai dengan penghapusan kholifah danpemilahan-milahan kerajaan kedalam provinsi sehingga munculnya semangatnasionalisme untuk mendirikan Negara-negara sendiri yang akhirnya dapat memisahkankeleluasaan informasi dan pengetahuan, syekh tidak lagi bisa berpindah-pindah untukmembangun halaqoh. Masuknya bahasa arab sebagai bahasa dialektika masyarakatpada wilayah-wilayah kekuasaan Islam yang dapat menciptakan sekat-sekat dalambidang bahasa, sehingga mempersulit komunikasi.

Namun demikian, Islam tidak hanya sekedar sebagai jembatan penghubungterhadap warisan keilmuan pada masa lalu dari bangsa Yunani, tetapi lebih dari itu,Islam telah berusaha mengembangkan pengetahuan itu sebelum berpindah ke angkatan-angkatan ilmuwan baru dari tradisi yang berbeda dengan metodologi pengajaran yangdigunakan dalam lembaga pendidikan. Dengan demikian metodologi-metodologipengajaran Islam-lah yang mendorong kelahiran universitas-universitas di Barat sebagaiasal-usul pendidikan di Barat pada abad pertengahan.

11 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan… hal. 162

Page 108: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 235-240222

DAFTAR RUJUKANAl Abrosyi, M. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa Bustami

A. Ghani dan Djohar Bahry, Jakarta, Bulan Bintang, 1993.Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII, Cet. IV, Bandung, Mizan, 1988.Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Moderniasasi menuju Millenium

Baru, Jakarta, Logos, 1999.Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, alihbahasa Ibrahim

Husein, Jakarta, Bulan Bintang, 1979.http://members.tripod.com/~centrin21/sejarah.htm, Sejarah Bangsa Arab.Idi, Abdullah & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Tiara Wacana,

Yogyakarta, 2006.Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleks Historis,

Yogyakarta, Titian Ilahi Press, 1996.Madjid, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramadina, 1997.Mas’ud, Abdurrohman, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik

(Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam), Gama Media,Yogyakarta, 2002.

Nakosteen, Mehdi, History of Islamic Origins of Westem Education, (Terj.) Colorado,1964.

Page 109: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

HAKIKAT MANUSIA DAN POTENSI RUHANINYADALAM PENDIDIKAN ISLAM :SEBUAH KAJIAN ONTOLOGY

Abd. Aziz

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 [email protected]

ABSTRACTHuman being is actually a combination of some inseparable partssuch as body and mind. If one of the parts is missing, such creatureis not a human being anymore. To reach a comprehensive humanbeing or it also called as insan kamil, an education is a must.Through education, the balanced role between body and mind canbe attained.

Kata Kunci: manusia, potensi ruhani, pendidikan Islam

PendahuluanDalam diskursus pendidikan Islam, pemahaman terhadap eksistensi manusia

sebagai subyek sekaligus obyek pendidikan harus dapat terpahami secara tepat, sebabkalau pemahamannya salah akan mengakibatkan kurang tepatnya operasinalpendidikkan. Penyimpangan pendidikan seperti adanya perlakuan yang salah terahadapanak didik, tidak terlepas dari kesalahpahaman dalam memandang hakikat ontologismanusia yang akan dididik. Hakikat manusia menurut Islam adalah wujud yangdiciptakan, dengan penciptaan manusia ini, manusia telah diberi oleh penciptaNya (Allah)potensi-potensi untuk hidup yang dalam hal ini berbubungan dangan konsep fitrahmanusia.

Fitrah adalah potensi manusia yang dapat digunakan untuk hidup didunia. Denganpotensi-potensi itu manusia akan mampu mengantisipasi semua problem kehidupanyang banyak. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderungpada kebenaran hanif, sedangkan pelengkapnya adalah dhamir (hati nurani) sebagaipancaran keinginan kepada kebaikan, kesucian, dan kebenaran.

Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi danma’rifatullah. Syaiyid Quthub memberikan makna fitrah dengan memadukan duapendapat, yaitu bahwa fitrah merupakanl jiwa kemanusiaan yang perlu dilengkapi dengantabiat beragama, antara fitrah kejiwaan manusia dan tabiat beragama rnerupakan relasiyang utuh, rnengingat keduanya ciptaan Allah pada diri manusia sebagai potensi dasarmanusia yang rnemberikan hikmah (wisdom), mengubah diri kearah yang lebih baik,

Page 110: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 241-251224

mengobati jiwa yang sakit, dan meluruskan diri dari rasa keberpalingan.1 Dapat difahamibahwa fitrah merupakan potensi dasar anak didik yang dapat menghantarkan padatumbuhnya daya kemampuan manusia untuk bertahan hidup maupun memperbaikihidup. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembekalan berbagai kemampuan darilingkungan sekolah dan luar sekolah yang terpola dalarn program pendidikan.

Pendidik dituntut untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi dasar pesertadidik, serta kecenderugan - kecenderungannya terhadap sesuatu yang diminati sesuaidengan kemampuan dan bakat yang tersedia. Apabila anak mempunyai sifat dasaryang dipandang sebagai pembawaan jahat, upaya pendidikan diarahkan dan difokuskanuntuk menghilangkan serta menggantikan atau setidak-tidaknya mengurangi elemen--elemen kejahatan tersebut. Bagi teori “Lorenz” yang membangun pembawaan agresimanusia sejak lahir, perhatian pendidikan diarahkan untuk rnencapai obyek--obyekpengganti dan prosedur-prosedur sublimasi yang akan membantu menghilangkan sifat-sifat agresi ini, jelasnya, seorang pendidik tidak perlu sibuk-sibuk menghilangkan danmenggantikan kejahatan yang telah dibawa anak didik sejak lahir, melainkan berikhtiarsebaik-baiknya untuk menjauhkan timbulnya pelajaran yang dapat menyebabkankebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. Konsep fitrah ini tidak terkecuali bagi pendidikmuslim untuk berikhtiar menanamkan tingkah laku yang sebaik-baiknya, karena fitrahitu tidak dapat berkembang dengan sendirinya.

Konsep fitrah memiliki tuntutan agar pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpupada al-tauhid. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat hubungan yang mengikatmanusia dengan Allah SWT. Apa saja yang dipelajari anak didik seharusnya tidakbertentangan prinsip -tauhid. Kepercayaan manusia akan adanya Allah melalui fitrahnyatidak dapat disamakan dengan teori yang memndang bahwa monoteisme sebagai suatutingkat kepercayaan agama yang tinggi. Al-tauhid merupakan inti dari sernua ajaranyang dianugerahkan Allah kepada manusia, munculnya kepercayaan tentang banyaknyaTuhan yang rnendominasi manusia hanya ketika at-tauhid telah dilupakan. Konsep al-tauhid inilah yang rnenekankan keagungan Allah yang harus dipatuhi dan diperhatikandalam kurikulum pendidikan Islam.

Potensi Ruhani ManusiaBerkali-kali Allah Swt. mengingatkan kepada manusia agar mengenal diri sendiri

karena dengan mengenal dirinya manusia dapat mengetahui subtansinya. pengetahuansubtansi manusia dapat dilihat dari potensi Ruhaninya, yang terdiri dari empat unsurpokok, yaitu Ruh, Qolb, Aqlu, dan Nafsu.2 Keempat unsur Ruhani itulah yang dapatmenentukan substansi manusia. Pertama, ruh. Ruh adalah nyawa atau sumber hidup.Bangsa mesir purba memandang ruh sebagai inti kepercayaan. Orang Israel melihatmanusia sebagai jalinan badan dan ruh, setelah meninggal badan kembali ke tanahsedangkan ruh kembali ke Tuhan untuk memperoleh balasan. Agama zoroaster “aliranupanisad wedanta” menyatakan bahwa ruh manusia merupakan pancaran dari ruhsemesta, setelah manusia lepas dari reingkarnasi, ruh tersebut bersatu kembali denganTuhan. Sebaliknya, be”aliran upnisad samkhnya” memandang adanya dua unsurasal manusia, yaitu ruh dan zat, seirama ruh itu ditawan oleh dzat, selama itu pula ada

1 Saiyid Quthub, Tafsir Fi Dlilalil Qur’an, (Libanon : Darul Ahya’, t.t.), hal. 4532 Barmawie Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1989), hal. 21

Page 111: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Abd. Aziz, Hakikat Manusia dan Potensi Ruhaninya Dalam Pendidikan Islam :... 225

kelahiran, dan bila terjadi perpisahan antara keduanya akan menyebabkan kematian.Aliran filsafat serba dzat memnganggap ruh itu pancaran dari dzat, sedang aliranfilsafat serba ruh menganggap bahwa ruhlah yang hakikat, sedangkan dzat merupakanpancaran laka. Bagi Aliran Filsafat serba dua seperti filsafat Stoa, Aristoteles,berpendapat bahwa ruh dan dzat adalah hakikat.3

Dalam Alquran, istilah ruh sering disebutkan, tetapi mempunyai makna-maknayang berbeda. Adakalanya ruh sebagai pemberian hidup dari Allah kepada manusiaadakalanya penciptaan terhadap nabi Isa, ruh menun,jukkan Al-quran, juga menunjuk-kan wahyu dan malaikat yang membawanya. Semua pengertian tersebut tidak satupunmenjukkan badan atau badan ruh, sehingga menunjukkan bahwa ruh berbeda denganNafs.4 Setinggi apa pun ilmu seseorang, ia tidak mungkin menernukan hakikat ruh,karena ruh bagian dari misteri Ilahi dan manusia tidak mempunyai pengetahuan penuhuntuk memahaminya.

Kedua, hakikat qalb (Hati). Al-quran termasuk rahasia manusia, yang merupakananugerah Allah SWT yang paling mulia. Hal ini karena dengan qalb ini, manusiamampu beraktivitas sesuai dengan hal-hal yang dititahkan oleh Allah. qalb berperansebagai sentral kebaikan dan kejahatan manusia, walaupun pada hakikatnya cenderungpada kebaikan. Sentral aktivitas manusia bukan ditentukan oleh “badan yang sehat”sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan para ahli biologi.

Al-qalb mempunyai nama-nama lain yang disesuaikan dengan aktivitasnya, iadapat dikatakan sebagai dhomir karena sifatnya yang tersembunyi, Fu’ad karenasebagai tumpuan tanggung jawab manusia, karena berbentuk benda, luthfu kerenasebagai sumber perasan halus, qalb karena suka berubah-ubah kehendaknya, sertasirr karena bertempat pada tempat yang rahasia dan sebagai muara bagi rahasiamanusia.5 Al-qalb merupakan pusat penalaran, pemikiran dan kehendak, yang berfungsiuntuk berfikir (Q.S. 22:46), memahami sesuatu. Al-qalb dapat dikategorikan intuisiatau pandangan yang dalam, yang mempunyai rasa keindahan, dan kehidupannya dari-sinar mentari yang membawa manusia pada kebenaran, dan sebagai alat untukmengenal kebenaran ketika pengindraan tidak memainkan peranannya.6 Qalb manusiadapat mengetahui hakikat dari segala yang ada. Jika Tuhan telah melimpahkancahayanya kepada qalb, manusia dapat mengetahui segala sesuatu yang gaib. Denganqolb pula, manusia dapat mengenal sifat-sifat Allah,7 yang nantinya ditransfer dandiinternalisasi pada kehidupan manusia sehari-hari. Qalb sebagai wadah fitrah yangsehat (Q.S. 26:89) dapat memperingatkan serta memberi pemahaman, dan petunjukuntuk semua manusia (Q.S.50:37, 64:11, 5:41, 49:7). Disamping itu, qalb sebagai alatmenerima keimanan yang menimbilkan pahala dan dosa (Q.S.2:283, 15:12), ia tumpuansegala perasaan (emosi) manusia (Q.S. 2 ;74,3 ; 151,156,57;27). Dengan demikian,

3 Sisi Gazalba, Sistematika Filsafat Buku III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hal. 2724 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988),

hal. 2725 Umar Barmawie, Materi…, hal. 216 Sir Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Relegion Thought In Islam, ( New Dehi:

Labqri Fine Art Press,1481), hal. 15-167 Musthafa Zahri, Kunci Memahami ilmu Tasawwuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1976), hal.

121.

Page 112: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 241-251226

Qalb lebih khusus dibandingkan dengan nafs (jiwa), yang tidak menunjukkarn motivasinaluriah tetapi khusus mengenai aspek yang sadar saja.8

Ketiga, Hakikat akal. Aliran rasionalis memprioritaskan akal sebagai tumpuandalam baik-buruk, benar-salah. Sebaliknya, aliran mistisisme sama sekali menafikanfungsi akal manusia. Akal bukanlah rasio, dan rasio bukanlah akal. Akal merupakanjalinan antara rasa dan rasio, yang mampu menerima segala sesuatu yang dapatditangkap oleh indra, dan sesuatu diluar pengalaman empiris. Dalam akal terdapatrasa yang menimbulkan rasa percaya. Tidak semua sesuatu yang masuk akal itudinamakan rasional, karena dalam rasio tidak terdapat unsur rasa, rasio hanya dapatmenangkap sesuatu yang indrawi, sedang akal lebih dari itu.9 Dalam pandangan Al-Ghozali, akal mernpunyai empat pengertian, yaitu : (1) sebutan yang membedakanmanusia dengan hewan; (2) ilmu yang lahir disaat telah mencapai usia akil baligh,sehinggadapat mengetahui perbuatan yang baik dan yang selanjutnya diamalkan, dan perbuatanyang buruk yang selanjutnya ditinggalkan; (3) ilmu-ilmu yang didapat dari pengalaman,sehingga dapat dikatakan “siapa yang banyak pengalaman maka ia orang yang berakal”;dan (4) kekuatan yang dapat menghentikan dorongan naluriah untuk menerawangjauh ke angkasa, mengekang, dan menundukkan syahwat yang selalu menginginkankenikmatan.10

Dengan kata lain, akal manusia terbagi atas dua macam, yaitu (1) akal yangberarti pengetahuan tentang hakikat segala keadaan. Oleh karena itu, akal ini beribaratsifat ilmu yang tempatnya di dalam qalb; dan (2) akal yang berarti menangkap danmendapatkan segala ilmu yang merupakan potensi Ruhaniah.11 Akal berfungsi untukmengumpulkan ilmu pengetahuan, memecahkan persoalan yang kita hadapi dan mencarijalan yang efesien untuk menemukan maksud-maksud kita.12 Bahkan Plato (427-347SM) menempatkan akal sebagai kompas manusia dalam memahami dunia ini, sedangkanAristoteles memandang akal sebagai keaktifan untuk tumbuh dan pembiakan (Vegetatif),bergerak (animal), dan berfikir (tingkat tertinggi).13 John Dawey (1859-1952), penganutaliran prakmatis, menempatkan akal sebagai alat manusia untuk menyesuaikan diriterhadap lingkungan alam sekitarnya, dan alat yang bertugas untuk berfikir.14

Bagi manusia, akal dapat menghasilkan berbagai ilmu pengetahuan yangbermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia, menetukan manusia dalam usahanyamencari jalan yang benar dan yang buruk, dan memberikan kepuasan dalammemecahkan persoalan-persoalan hidup,  serta membentuk disiplin  tenaga-  tenagakepribadian yang lebih rendah (tenaga jasmaniah, rasa dan karsa). Sebaliknya akaljuga memiliki sifat yang negatif, dan dapat mengusahakan untuk mencari jalan kearah

8 Hasan Langgulung, Azaz-Azaz …, hal. 2729 Anharudin, dalam, Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, (Bandung: Gema Risalah

Press, 1987)10 Ali Gharisyah, Metode Pemikiran Pemikiran Islam, (Bandung: Gema Insani Press,

t.t.), hal. 18-1911 Amien Noersyam,Keajaiban Hati, ( Gresik : Bintang Palajar, t.t.), hal. 812 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafdt Pendidikan Islam, (Bandung: A1-Ma’arif,

1989), hal. iii13 Said.M, Mendidik Dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Dian Rakyat, 1963), hal. 97-101.14 Ibid

Page 113: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Abd. Aziz, Hakikat Manusia dan Potensi Ruhaninya Dalam Pendidikan Islam :... 227

perbuatan yang sesat, mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatannya yangsesat (rasionalisasi), serta menghasilkan kecongkakan dalam diri manusia, karena dapatmengetahui segala-galanya. Bahkan, Abduh memberikan posisi akal sebagai kekuatanyang tertinggi yang mampu meneliti alam realitas dan alam abstrak yang pada akhirnyamemperoleh konklusi bahwa segala yang ada pasti ada yang mengadakan, yakni Tuhan.

Keempat, hakikat nafsu. S. Freud seorang ahli psikologi menyatakan bahwamanusia rnemiliki tiga kehendak, yaitu Id, Superego dan Ego. Id merupakan naluriprimitif yang terletak dibagian bawah sadar dari kepribadiaan: Id ini paling besarpengaruhnya dalam kepribadian, kerjanya tidak rasional, tetapi bersifat impulsif, dan’mendorong expresi clan gravitasi. Superego merupakan tempat penyimpanan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh seseorang, termasuk moral dan sikap yang ditanamkanmelalui sosialisasi dan masyarakat, dan Ego adalah bagian yang berperan sebagaiarbitrator atau pengendali konflik antara Id dan Superego. Kendatipun ketiga aspekitu mempunyai fungsi, prinsip kerja, sifat dan dinamika sendiri--sendiri, ketiganyaberhubungan erat sehingga sulit dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, ketiga aspek tersebutyang paling banyak mempergunakan energi psikis itu juga berpengaruh terhadap tingkahlaku yang dilakukan seseorang. Pengaruh tersebut yaitu: l) apabila rasa Id-nyamenguasai sebagian besar energi psikis itu, tindakan-tindakannya akan bersifat primitif,impulsif, dan agresif dan dia akan mengumbar dorongan dorongan primitifnya; 2) apabilarasa Ego-nya menguasai sebagian besar teori energi psikis, pribadi akan bertindakdalam cara-cara yang realitis dan rasional-logis; dan 3) apabila rasa super egonyamenguasai sebagian besar energi psikis perbuatan manusia menjalar pada hal-hal yangbersifat meralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang kurangrasional.15

Manusia Sebagai KholifatullahKehidupan manusia didunia adalah sebagai wakil Allah SWT (Q.S. 2: 30,38:

26), sebagai pengganti dan penerus person(species) yang mendahuluinya (Q.5 :169).pewaris-pewaris dimuka bumi(Q.S. 27:62). Disamping itu, manusia adalah pemikulamanah yang semula ditawarkan pada langit, bumi, dan gunung, yang semunya engganmenerimanya, namun dengan ketololanya manusia mau menerima amanah itu(Q.S.33:72), serta menjadi pemimpin atas diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. (H.R.bukhori-Muslim dari Ibnu Umar) Semuaanya itu merupakan atribut dari fungsi manusiasebagai”Kholifah allah” di muka bumi. Secara universal bahwa tujuan hidup manusiaadalah memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat. Kebagiaan itu sendiri sangat relatifsehingga masing-masing orang akan berbeda dalam memaknai arti bahagia itu sendiri.Ada yang menilai kekayaan harta benda sebagai sumber kebahagiaan hidup, kemudianyang lain menitikberatkan pada keindahan, pengetahuan, kesusilaan, kekuasaan, budipekerti, keshalehan hidup, keagamaan dan sebagainya. Masing-masing orang, setelahmerenungkan serta menilai hidupnya berdasarkan aneka ragam pengalaman yang telahdilalui serta pengetahuan yang diperoleh dari orang lain atau bangsa lain, ternyatamempunyai pandangan yang berbeda, dimana pandangan hidup itu dijadikan dasarguna mencapai tujuan hidupnya yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.

15 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1989), hal. 54

Page 114: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 241-251228

Dalam keberagaman pandangan hidup yang berbeda itu, maka oleh ahli pikirdisusun secara sistematis lalu timbullah falsafah hidup manusia, yang didalamnyaterdapat pokok bahasan, misalnya; dari mana asalnya hidup, siapa pemberi hidup, apatujuan hidup, apa yang akan aterjadi sesudah mati, apakah hidup bahagia itu? dansebagainya.16 Para ahli filsafat sependapat tentang tujuan akhir yang diinginkan olehmanusia itu, yaitu kebahagiaan, setiap manusia ingin bahagia. Untuk mencapaikebahagiaan itu bermacam-macam jalan yang ingin ditempuh oleh manusia denganmelalui tujuan-tujuan sementaranya masing-masing, setiap manusia ingin baik. Tujuansementaranyapun harus merupakan kebaikan-kebaikan. Dan tujuan terakhir itulah yangdisebut “Summum Bonum”. Dan summum bonum itulah kebahagiaan yang tertinggiyang ingin dicapai manusia.17 Karena anggapan tentang baik ini bermacam-macaminterpretasi dan perkiraan masing-masing, maka terjadilah bermacam-macam usahaperbuatan yang dilakukannya, yang berbeda-beda.

Dalam usaha dan perbuatan yang bermacam-macam dan berbeda-beda ini adayang sejalan menuju tujuan akhir tetapi ada pula yang tidak sejalan. Artinya, sejalandengan arah tujuan akhir akan sampai pada tujuan akhir itu, yaitu jalan-jalan yangmerupakan kebaikan-kebaikan yang sebenarnya yang tidak bertentangan dengan tujuanakhir itu, yang mungkin dianggapnya merupakan kebaikan sebenarnya, yaitu kebaikanyang bersifat fatamorgana yakni kebaikan yang palsu. Kebahagiaan/kebaikan yangpalsu ini akan mengakibatkan penderitaan, baik bagi dirinya ataupun pada yang lainnyabaik langsung maupun tidak langsung.

Namun, sesungguhnya tugas utama manusia itu sendiri adalah bukan mencarisebuah kebahagiaan, yang secara tidak langsung manusia hanya menjalankan fungsihaknya dibandingkan dengan menjalankan fungsi kewajibannya. Karena kalau kitaingat bahwa manusia disamping mempunyai status sebagai makhluk dan bagian darialam, ia juga mempunyai tugas sebagai khalifah/penguasa di muka bumi ini. Denganpengertian, bahwa manusia itu dibebani tanggung jawab dan anugerah kekuasaan untukmengatur dan membangun dunia ini dalam berbagai segi kehidupan, dan sekaligusmenjadi saksi dan bukti atas kekuasaan Allah SWT di alam jagat raya ini. Tugaskekhalifahan ini bagi manusia adalah merupakan tugas suci, karena merupakan amanahdari Allah SWT, maka menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi merupakanpengabdian (ibadah) kepada-Nya. Bagi mereka yang beriman akan menyadaristatusnya sebagai khalifah (penguasa) di bumi, serta mengetahui batas kekuasaanyang dilimpahkan kepadanya.

Adapun tugas kekhalifahan yang dibebankan kepada manusia itu banyak sekali,tetapi dapat disimpulkan dalam tiga bagian pokok sebagaimana yang ditulis oleh AbuBakar Muhammad, yaitu : (1) tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi menuntutilmu yang berguna dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia; (2) tugas kekhalifahandalam keluarga/rumah tangga dengan jalan membentuk rumah tangga bahagia,menyadari dan melaksanakan tugas dan kewajiban rumah tangga sebagai suami isteridan orang tua; dan (3) tugas kekhalifahan dalam masyarakat, dengan mewujudkanpersatuan dan kesatuan, menegakkan kebenaran dan keadilan sosial, bertanggung jawab

16 Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1984), hal. 717 Rachmat Djatmiko, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam,

1985), hal. 65

Page 115: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Abd. Aziz, Hakikat Manusia dan Potensi Ruhaninya Dalam Pendidikan Islam :... 229

dalam amar ma’ruf dan nahi munkar dan menyantuni golongan masyarakat yanglemah.18

Demi melaksanakan tugas-tugas tersebut, Allah SWT telah menurunkan wahyuyang disampaikan melalui rasul-Nya yaitu syari’at Islam sebagai pedoman bagi manusiadan Allah SWT juga memberikan kelengkapan yang sempurna kepada manusia sehinggaia bisa dan mampu melaksanakan tugas kekhalifahan tersebut dan akhirnya ia akanmampu mempertanggungjawabkan tugas-tugas wewenang yang dikuasakankepadanya. Penciptaan manusia sebagai mahluk yang tertinggi sesuai dengan maksuddan tujuan terciptanya manusia untuk menjadi kholifah. secara harfiah, Khalifah berartiyang mengikuti dari belakang. jadi, manusia adalah wakil atau pengganti di bumi dengantugas menjalankan mandat yang diberikan oleh Allah kepadanya, membangun duniaini sebaik-baiknya. (Q.S. 2:30,6:165) sebagai Khalifah, manusia akan dimintaipertanggung jawabannya atas tugas dalam menjalankan mandat Allah itu (Q.S. 10:14).Adapun mandat yang dimaksud adalah: 1) patuh dan tunduk sepenuhnya pada titahAllah SWT serta menjahul larangan-Nya; 2) bertanggungjawab atas kenyataan dankehidupan di dunia sebagai pengemban amanah Allah; 3) berbekal diri dengan berbagaiilmu pengetahuan, hidayah agama, dan kitab suci; 4) menerjemahkan segala sifat-sifatAllah SWT pada perilaku kehidupan sehari dalarn batas-batas kemanusiannya(kemampuan manusia), atau melaksanakan sunah-sunah yang diridhai-Nya terhadapalarn semesta; dan 5) membentuk masyarakat Islam yang ideal yang disebut dengan“ummah”, yaitu suatu masyaraksat yang sejumlah perseorangannya mempunyaikeyakinan dan tujuan yang sama. Tujuan tersebut adalah menghimpun diri secaraharmonis dengan rnaksud untuk bergerak ke arah tujuan bersama, serta membentukmanusia “ theomorphis” yaitu pribadinya terhadap Ruh Allah yang telah menaklukkanbelahan dirinya yang berkaitan dengan Iblis sehingga ia bebas dari rasa bimbang.19

Implikasi dalam pendidikan Islam berkaitan dengan fungsi manusia sebagaikhalifatullah adalah ; (a) memberikan kontribusi antar person dan antar umat untukhidup saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing; (b) menjadikan alamsebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan obyek pendidikan, alat pendidikan, sertamedia pendidikan; (c) melatih manusia menjadi manajer dan pemimimpin yangberkompetensi tinggi dengan kemampuan yang profisional dalam mengelola danmemanfaatkan alam dan isinya sebagai sarana untuk mengabdi kepada Allah SWT;(d) melatih sikap dan jiwa manusia. Apakah ia pantas diberi amanah, serta apakah iamampu memikul amanah tersebut, dan sejauh mana ia bertanggung jawab terhadappelaksanaan amanat itu; dan (e) membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yangmampu mentransfer dan mengiternalisasikan sifat-sifat Allah yang tertuang dalamasmaul husna, sehingga segala aktivitas yang dilakukan manusia mencerminkan citramanusia sebagai makhluk yang paling mulia.

Manusia sebagai Pewaris Para NabiKehadiran Nabi Muhammad SAW. di bumi, pada hakikatnya mengemban misi

sebagai “ Rahmatal lil alamin “ (Q.S. 21:107) yakni suatu misi yang membawa clan

18 Abu Bakar Muhammad, Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya Menurut Al-Qur’an, (Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.), hal. 203

19 Ali Syariati, Sosiologi Islam, (Yogyakarta : Ananda, 1989), hal. 159

Page 116: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 241-251230

mengajak manusia dan seluruh sekalian alam untuk tunduk dan taat pada syariat-syariat dan hukum-hukum Allah SWT. guna kesejahteraan perdamaiaan, dankeselamatan dunia akhirat. Kemudian misi itu disempurnakan dengan pembentukanpribadi yang Islami, yaitu kepribadiaan yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh,serta bermoral tinggi dengan berpijak pada tiga kekuatan Ruhani pokok yangberkembang pada pusat kemanusiaan manusia (antropologis centra) yaitu: pertama,individualitas, yakni kemampuan mengembangkan diri pribadi sebagai makhluk pribadi;kedua, moralitas, yakni kemampuan mengembangkan diri selaku anggota masyarakatberdasarkan rnoralitas (nilai-nilai moral dan agama); dan ketiga, sosialitas, yaknikemampuan mengernbangkan diri selaku anggota masyarakat.

Di samping itu, misi tersebut berpijak pada trilogi hubungan manusia, yaitu: (1)hubungan dengan Tuhan, karena manusia sebagai rnakhluk ciptaan-Nya; (2) hubunganpada masyarakat karena manusia sebagai anggota masyarakat; dan (3) hubungandengan alam sekitarnya, karena manusia selaku pengelola pengatur, serta pemanfaatankegunaan alam.

Dalam konteks pendidikan Islam, ibadah mempunyai dampak positif terhadapperkembangan anak didik misalnya: (a) mendidik untuk berkesadaran berfikir, melaluiadanya planning (niat) yang ikhlas, serta ketaatan sesuai dengan cara ddan bentukyang dilakukan Rasulaulah SAW, (b) mendidik untuk melaksanakan ukhuwah Islamiahmelalui shalat berjamaah, ibadah haji. Dengan melakukan kewajiban itu manusia akanmemperoleh rasa persamaan, persatuan, solidaritas, dsb, (c) menanamkan rasakemuliaan dalam diri manusia, karena dengan ibadah, manusia akan semakin dekatdengan Tuhannya, serta dapat menghindarkan dari sifat yang tercela (Q.S. 29:45); (d)mendidik manusia untuk berserah diri kepada Tuhannya; (e) mendidik pada sifat-sifatutama; (f) membekali manusia dengan kekuatan dorongan Ruhani yang bersumberdari kepercayaan diri dari keimanan dan peribadatannya; (g) memberikan suasanabaru bagi anak didik dengan cara bertobat sehingga bersih dari noda dan dosa;20 (h)melatih kosentrasi yang utuh, menuju tujuan yang diinginkan; (i) memberi stimulasidan motivasi ketika terjadi kegagalan dalam meraih suatu cita-cita, dan menghindarkandiri dari rasa kencokakan ketika meraih prestasi. Dengan demikian, jiwa manusiamenjadi stabil, tidak mudah prustasi dan tidak mudah merasa puas terhadap semuayang diperoleh; (j) membina jiwa, penyucian terhadap potensi Ruhani, penguat dayaintelek, dan memberi kekuatan baru dalam jasmani; (k) mendidik manusia yang bersifatRuhani, meliputi pendidikan akhlak, intelektual, dan jasmani.21

Selanjutnya fungsi manusia sebagai warosatul anbiya’ berimplikasikan dalamproses pendidikan Islam sebagai berikut: (1) setiap manusia mempunyai kesadaranbelajar dan rnengajar karena belajar dan mengajar merupakan kebutuhan pokokmanusia; (2) prases belajar-mengajar bertumpu pada jiwa at-tauhid yang dilakukandengan penuh keikhlasan, dan di topang oleh misi kerasulan Nabi Muhammad SAW;(3) proses pendidikan Islam berorientasi pada multi kebutuhan manusia, mencakup

20 Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibuha, (Beirut: DarulFikr, 1979), hal. 51-55

21 Abdul Rosyid Abdul Aziz Salim, At-Tarbiyah Islamiyah Wa Thuruqu Tadrisiha,(Kuwait: Darul Bunuts Ilmiah, 1975), hal. 119

Page 117: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Abd. Aziz, Hakikat Manusia dan Potensi Ruhaninya Dalam Pendidikan Islam :... 231

kebutuhan primer,kebutuhan sekunder, dan kebutuhan pelengkap; (4) proses pendidikanbermula dari pelatihan akhlak mulia dengan memberi “uswatun hasanah” kemudiandilamjutkan dengan pengernbangan daya nalar dan intelek,serta ketrampilan yang dapatmendukung rnasa depan anak didik; (5) mempersiapkan anak didik menuju masa depanyang lebih cerah; dan (6) pendidikan diberikan dengan berbagai teknik-strategi yangpenuh hikmah, sehingga dengan sendirinya anak didik terpengaruh dengan misi amarma’ruf nahi mungkar.

Dengan berdasar kepada eksistensi manusia yang diletakkan pada posisi sentralirri, maka perrdidikan Islam harus tidak meninggalkan konsep fitrah manusia yangmemiliki potensi-potensi Ruhani yang telah penulis jelaskan diatas. Dengan konsepfitrah, Islam mempunyai landasan tersendiri dalam bidang pendidikan. Konsep fitrahtersebut senantiasa akan rnenjadi ketentuan normatif dalam rnengembangkan kualitasmanusia melalui pendidikan. Salah satu perbedaan yang fundamental pendidikan Islam,dibandingkan dengan konsep pendidikan yang lainnya terletak pada pandangan dasarkernanusiaan. Dalarn konteks makro pendidikan, pandangan kemanusiaan Islammengandung setidaknya tiga implikasi mendasar yaitu:

Pertama, implikasi yang berkaitan dengan visi atau orientasi pendidikan dimasadepan. Berdasarkan konsep fitrah, pendidikan menurut pandangan Islam adalahpendidikan yang diarahkan pada upaya optimalisasi potensi dasar manusia secarakeseluruhan. Pendidikan tidak semata-mata diarahkan pada upaya penumbuhan danpengembangan manusia secara fisiologis yang lehih menekankan pada upaya pengayaansecara material. Juga tidak hanya diarahkan pada upaya perrgayaan aspek mental-spiritual. Pendidikan yang hanya nrementingkan satu aspek tersebut, tidak akanmengantarkan manusia pada corak personalitas yang utuh.

Kedua, implikasi yang berkaitan dengan tujuan (ultimate goal) pendidikan, adalah,tujuan pendidikan Islam di masa depan harus diarahkan kepada pencapaian pertumbuhankepribadian manusia muslim sejati.

Ketiga, implikasi yang berkaitan dengan muatan materi dan metodologipendidikan. Karena rnanusia diakui mempunyai banyak potensi dasar yang terangkumdalam potensi fitrah, maka muatan materi pendidikan harus yang dapat melingkupiseluruh potensi manusia. Materi yang dipentingkan adalah materi yang dapat menjagakeutuhan kepribadian muslim. Hal ini tentunya tanpa mengesampingkan pembidanganilmu pengetahuan yang sesuai dengan cabang keilmuan yang ada.

Tegasnya proses pendidikan Islam berakar kepada tujuan dan tugas hidupmanusia, yaitu terbinanya individu dalam menjalankan tugas vertikal untuk mencarikeridaan Allah SWT., serta tugas horizantal menuju kebahagian dunia-akhirat danrahmat atas sekalian alam, Sehingga individu tersebut dapat menundukkan dirinyasendiri sebagai individu, sebagai anggota keluarga, sebagai anggota lingkungan, sebagaiwarga negara, sebagai warga dunia, dan sebagai warga alam.

Dalam setiap kegiatan, idealnya tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut harusditetapkan terlebih dahulu. Dengan demikian, ruang lingkup kegiatan tidak akanmenyimpang. Suatu kegiatan yang tanpa disertai tujuan sasarannya akan kabur dantidak jelas, akibatnya program dan kegiatannya sendiri menjadi tidak teratur. Selain itu,tujuan juga merupakan parameter keberhasilan kegiatan yang telah dilaksanakan. Tujuanmerupakan sasaran yang akan dicapai oleh seorang atau sekelompok orang yang

Page 118: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 241-251232

melakukan suatu kegiatan. Tujuan mempunyai arti yang sangat penting bagikeberhasilan sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh dalammelaksanakan kegiatan.

Sedangkan yang menjadi sasaran pendidikan Islam adalah manusia. Tujuan yangmendasar dengan diciptakannya manusia adalah beribadah dan tunduk kepada AllahSWT, serta menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkannya denganmelaksanakan serta mentaati syariat agama Allah SWT. jika ini merupakan tujuanhidup manusia, maka pendidikannyapun harus mempunyai tujuan yang sama, yaitumengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaannyaberdasarkan Islam. Dengan demikian, tujuan akhir pendidikan Islam adalahmerealisasikan pengabdian kepada Allah SWT di dalam kehidupan manusia. Dengandemikian, maka tujuan pendidikan Islam adalah sasaran yang akan dicapai oleh seorangatau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.

PenutupSalah satu perbedaan Manusia dari binatang adalah kemampuannya untuk

mengabstraksi sesuatu. Yakni, ketika inderanya menyerap suatu benda, akal bekerjamelepaskan benda itu dari sifat-sifat material, lalu membandingkannya dengan benda-benda lain yang serupa dengannya dan memproduksi sebuah konsep bersama. Akalterus menerus mengabstraksi hingga mencapai sebuah konsepsi universal paling abstrak(basith) yang mewadahi semua wujud. Ketika ia melihat Manusia, misalnya,imajinasinya mengabstraksi benda itu menjadi sebuah spiecies (nau’) yang menaungisemua Manusia yang lain. Ia kemudian membandingkan konsep ini dengan konsepbinatang, lalu mengabstraksinya menjadi sebuah genus (jenis) yang menaungi keduanya.Proses abstraksi ini berlanjut ketika ia membandingkannya dengan konsep tumbuhan,demikian seterusnya hingga mencapai genus tertinggi yang disebut substansi (jauhar).Pada saat itu, akal berhenti mengabstraksi.

DAFTAR RUJUKANAnharudin, Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, Bandung: Gema Risalah Press,

1987An-Nahlawi, Abdurrahman, Ushulut Tarbiyah Islamiyah Wa Asalibuha, Beirut: Darul

Fikr, 1979.Djatmiko, Rachmat, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), Surabaya: Pustaka Islam,

1985.Gazalba, Sisi, Sistematika Filsafat Buku III, Jakarta: Bulan Bintang, III, 1981.Gharisyah, Ali, Metode Pemikiran Pemikiran Islam, Bandung: Gema Insani Press.Hamka, Falsafah Hidup,Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1984.Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran Agarna Dalam Islam, Terj. Ali

Audah Dkk, Jakarta: Tintamasi, 1966.Iqbal, Sir Muhammad, The Reconstruction of Relegion Thought In Islam, India:

Labqri Fine Art Press, Delhi, 1481.Khaldun, Abdurrahman bin, Diwan ul-Mubtada wal Khabar fi Tarikh ‘Arab wal

Barbar wa man ‘asharahum min Dzaw il-Sya’n il-Akbar (MuqaddimahIbn Khaldun), Damaskus: Dar ul-Fikr, 2003.

Page 119: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Abd. Aziz, Hakikat Manusia dan Potensi Ruhaninya Dalam Pendidikan Islam :... 233

Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, II,1988.Marimba, Ahmad D,. Pengantar Filsafdt Pendidikan Islam, Bandung: A1-Ma’arif,

1989.Muhammad, Abu Bakar, Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya Menurut Al-

Qur’an,Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.Quthub, Saiyid, Tafsir Fi Dlilalil Qur’an, Libanon : Darul Ahya’, Juz.VI.Said.M, Mendidik Dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Dian Rakyat, 1963.Salim, Abdul Rosyid Abdul Aziz, At-Tarbiyah Islamiyah Wa Thuruqu Tadrisiha,

Kuwait: Darul Bunuts Ilmiah, 1975.Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan,Jakarta: Rajawali, 1989.Syam, Mohammad Noor, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1986.Syariati, Ali, Sosiologi Islam,Yogyakarta : Ananda, 1989.Umary, Barmawie, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani,VIII, 1989.Zahri, Musthafa, Kunci Memahami ilmu Tasawwuf, Surabaya: Bina Ilmu, 1976.

Page 120: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013
Page 121: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TINJAUAN MATEMATIS MANUSIA PRIMA

Syaiful Hadi

STAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi Timur 46 [email protected]

ABSTRACTThere is no unanimous agreement among mathematicians, the so-called math. Therefore, to know and understand mathematics canbe studied through their characteristics. Based on thosecharacteristics of mathematics, it can be inferred that the analogyof human characteristics in everyday life based on the values of:(1) an agreement, (2) consistency, (3) deduction, and (5) of theuniverse. Focusing on general characteristics can be mathematicallystructured review of human excellence based on the concept thathuman numbers primes that are always close to Allah SWT. andfeel that the presence and behavior Allah SWT. willingness.

Kata Kunci: Karakteristik Matematika, Manusia Prima

PendahuluanSuka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari

bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalampembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematikamerupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika,kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.

Matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol-simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasidi dalam struktur-struktur. Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang yangmempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur1. Oleh karena itu matematika tidakakan terlepas dari bilangan dan angka, penuangan kalimat-kalimat matematika selalubermuara pada angka dan bilangan.

Riedesel, Schwartz, dan Clements menulis beberapa alasan kenapa matematikaperlu diajarkan, bahwa matematika adalah pemecahan masalah, suatu aktivitas untukmenemukan dan mempelajari pola maupun hubungan, cara berpikir dan alat untukberpikir, berguna untuk semua, dan kemampuan matematik2.

1 Erman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2003), hal. 19

2 Riedesel, C. A., Schwartz, J. E., and Clements, D. H. Teaching Elementary SchoolMathematics. (Boston: Allyn & Bacon, 1996), hal. 21.

Page 122: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 253-260236

Secara etimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh denganbernalar, ia lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Kemampuanbernalar ini dapat dilihat dari cara memecahkan persoalan-persoalan matematikamaupun persoalan-persoalan kehidupan. Matematika tidak hanya membantu seseorangsebagai alat penunjang dalam mempelajari ilmu lain, melainkan juga dalam rangkapembentukan sikap dan kepribadian agar dapat berpikir logis, rasional, dan sistematis.

Apakah matematika mencerminkan realitas? Pandangan bahwa matematikaadalah ratu (queen) dan pelayan (servant) menunjukkan bahwa matematika mempunyaikaitan dengan realitas atau dapat melepaskan diri dari ikatannya dengan realitas.Matematika pada tingkat yang abstrak tidak bersedia lagi berhubungan dengan realitasfisik. Namun demikian, matematika tetap didisain (secara sembunyi-sembunyi) denganharapan dapat membantu di dalam menyelesaikan seluruh masalah yang terkait denganberagam fenomena fisik yang terjadi. Sama halnya dengan tidak ada yang salah apabilamatematika dikenalkan melalui interaksinya dengan hal-hal fisik yang nyata.Perkembangan matematika adalah hasil dari kebutuhan manusia yang sangat material,sehingga matematika perlu diajarkan melalui pengamatan berbagai fenomena alamsemesta yang dekat dengan siswa. Aristoteles menulis, objek matematika tidak dapathadir terpisah dari benda-benda yang dapat diraba (yaitu, material)3.

Matematika bersifat aksiomatik karena ia berangkat dari prinsip-prinsip umumyang diterima tanpa bukti, ia lahir dari unsur pangkal yang menjadi pijakan bagi definisikonsep dalam matematika. Dalam pengembangannya matematika membahas tentangkonsep-konsep secara tersendiri maupun hubungan yang ada diantara konsep tersebutyang akan melahirkan konsep baru. Karena matematika dipenuhi oleh konsep-konsep,juga konsep yang ada (baru) dibentuk oleh beberapa konsep sebelumnya yang memilikiketerkaitan, sehingga matematika dikatakan sebagai ilmu yang menjaga hierakis dansistematika. Mempelajari matematika berarti berhadapan dengan cukup banyakkesepakatan yang harus dipenuhi dan diikuti, jika tidak maka akan meruntuhkanbangunan matematika sebagai sebuah sistem yang utuh.

Analogi Karakteristik Matematika dengan Karakteristik ManusiaMemang sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara

matematikawan, apa yang disebut matematika itu. Berbagai pendapat mengenaimatematika bermunculan seiring berkembangnya ilmu matematika. Hudojo menyatakansasaran penelaahan matematika tidaklah konkrit, tetapi abstrak. Dengan mengetahuisasaran penelaahan matematika, kita dapat mengetahui hakikat matematika yangsekaligus dapat kita ketahui juga cara berpikir matematika itu4.

Menurut Johnson dan Rising matematika adalah pola berfikir, pola meng-organisasikan, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang menggunakanistilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat, representasinya dengan simboldan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi5.

3 Woods, A. dan Grant, T.. Revolusi Berpikir dalam Ilmu Pengetahuan Modern.(Yogyakarta: IRE Prees, 2006). Hal. 54

4 Herman Hudojo, Strategi Belajar Mengajar Matematika. (Malang: IKIP Malang,1990). Hal. 2

5 Erman Suherman.. Strategi Pembelajaran Matematika. (Bandung: UniversitasPendidikan Indonesia, 2001), Hal. 19

Page 123: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Syaiful Hadi, Tinjauan Matematis Manusia Prima 237

Sedangkan Hudojo mengartikan matematika sebagai ilmu yang berkenaan denganide-ide atau gagasan-gagasan, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur secaralogis6.

Berdasarkan definisi-definisi mengenai pengertian matematika tersebut, dapatdikatakan bahwa tidak ada definisi tunggal tentang matematika yang disepakati. Olehkarena itu untuk mengetahui dan memahami matematika dapat dipelajari melalui ciri-cirinya atau karakteristiknya. Karakteristik matematika secara umum memiliki objekkajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbolyang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan dan konsisten dalamsistemnya7.

Berdasarkan karakteristik matematika tersebut ada beberapa nilai didik dalampembelajaran matematika yang diharapkan dapat meningkatkan keimanan danketaqwaan, di antaranya:

KesepakatanSetiap orang yang mempelajari matematika secara sadar atau tidak sadar telah

menggunakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan ini terdapat dalammatematika yang rendah maupun yang tinggi, dapat berupa simbol, istilah, definisi,ataupun aksioma.

Contoh: (a) Penggunaan simbol bilangan 1, 2, 3, 4, ... dan seterusnya; (b)Pengertian tentang persegi; (c) Pengertian tentang titik, garis, bidang, dan lain-lain

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang tanpa kita sadari ada banyak kesepakatanberupa norma-norma baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang harus dipatuhioleh warga masyarakat dalam lingkungan tertentu. Jika seseorang berperilaku tidaksesuai dengan suatu kesepakatan dalam lingkungan tertentu, pastilah akan dianggapmelanggar aturan yang tentu akan mendapatkan sangsi tertentu. Seseorang yang telahdibiasakan belajar matematika yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati,pastinya akan mudah memahami perlunya kesepakatan dalam hubungan masyarakatdan mempunyai kesadaran yang lebih tinggi untuk mentaati kesepakatan tersebut.Nilai inilah yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran matematika.

KonsistensiDalam pembahasan ini yang dimaksud dengan ketaatasasan/konsistensi adalah

tidak dibenarkannya adanya kontradiksi sesuai dengan karakteristik dari matematikasendiri.

Contohnya, untuk setiap anggota himpunan bilangan bulat, berlaku bahwa jumlahdari 2 bilangan bulat adalah bilangan bulat. Maka hasil dari 3 + 8 haruslah bilanganbulat.

Dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan adanya sikap dan nilai konsistensiini, sehingga tidak akan banyak terjadi benturan-benturan dalam berhubungan dengan

6 Herman Hudojo, Strategi … Hal. 47 R. Soedjadi, Matematika Sekolah untuk Masa Depan Termuat dalam Kiat-kiat

Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,departemen Pendidikan Nasional, 2000), Hal. 13

Page 124: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 253-260238

anggota masyarakat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah ada aturanatau undang-undang yang harus ditaati oleh segenap warga Indonesia. Jika setiapwarga negara telah terbiasa dengan berpikir matematika maka tidak akan banyakorang-orang yang melanggar aturan, sehingga tercipta negara yang aman dan damai.Oleh karena itu, setiap materi dalam pembelajaran matematika harus dapatmenanamkan nilai konsistensi ini untuk membentuk tata nalar dan kepribadian siswa.

DeduksiSecara sederhana, sesuai dengan karakteristik dari matematika, makna deduksi

adalah proses menurunkan atau menerapkan pengertian atau sifat umum ke dalamkeadaan khusus. Dalam pembahasan matematika, pola pikir deduktif inilah yang dapatditerima. Pola pikir induktif, sebenarnya juga dapat diterima sepanjang diperlukan untukmenyesuaikan bahan ajar dengan perkembangan intelektual siswa.

Contoh: (a) Misalnya pengertian tentang segitiga sama sisi. Ada yangmengartikan adalah segitiga yang ketiga sisinya sama, ada juga yang mengartikanketiga sudutnya sama. Dari kedua pengertian di atas maka tidak bisa keduanyadigunakan secara bersama-sama sebagai definisi, salah satu harus diturunkan sebagaiteorema; (b) Adanya pengertian pangkal dalam matematika akan dengan mudah kitapahami dalam membuat struktur deduksi matematika. Misalnya pengertian titik dangaris.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, segala peraturan perundang-undangan diatur secara hirarkhis mulai dari Pancasila, UUD 1945, UU, Perpu, PP,Keppres, Kepmen, dan seterusnya. Dalam hal ini, peraturan di bawahnya merupakanpenjabaran dari peraturan di atasnya atau yang lebih tinggi. Kebenaran dari peraturanyang satu tentunya merujuk kepada kebenaran peraturan yang di atasnya. Dengandemikian, jelaslah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga diperlukanpola pikir deduktif.

SemestaSalah satu karakteristik dari matematika yaitu simbol-simbol yang dikosongkan

dari maknanya. Misalnya, apakah arti x, y, z, itu? Hal ini dapat diartikan bermacam-macam tergantung si pemakai, apakah bilangan, vektor, pernyataan, atau yang lainnya.Hal ini, menunjukkan adanya lingkup pembelajatan yang dapat juga disebut semestapembicaraan. Dalam pembelajaran matematika disadari atau tidak terdapat contohatau soal yang sangat memperhatikan semesta. Bila semesta yang ditetapkan tidakdiperhatikan, maka akan sangat besar kemungkinan arti yang diberikan akan salah.

Contohnya pada jam empatan, berapakah 3 + 7 = ?, kita harus menyadari padasemesta berapakan kita bekerja.

Di alam semesta ini, seluruh umat manusia diciptakan berkelompok-kelompok,berbangsa-bangsa dengan segala perbedaannya. Setiap kelompok mempunyai aturan-aturan tertentu yang wajib ditaati oleh segenap anggota kelompok. Dalam bersikapdan bertutur kata kita harus memperhatikan di mana kita berada dan bagaimana aturanyang berlaku dalam kelompok tersebut. Secara umum, dimanapun kita berada harusdapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kita berada. Jadi dengan selalumenyadari semesta dalam matematika, dapat digunakan dengan selalu menyadari dimana kita berada dan apa yang berlaku dalam semesta tersebut.

Page 125: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Syaiful Hadi, Tinjauan Matematis Manusia Prima 239

Karakteristik Manusia PrimaSebagaimana yang dikemukan oleh Erman Suherman bahwa matematika adalah

ilmu tentang bilangan dan ruang yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur.Oleh karena itu dalam tulisan kali ini analogi bilangan dengan manusia

Telah diketahui bersama bahwa dalam matematika terdapat enam himpunanbilangan yang sudah cukup dikenal, yaitu himpunan bilangan asli, himpunan bilangancacah, himpunan bilangan bulat, himpunan bilangan rasional, himpunan bilangan real,dan himpunan bilangan kompleks.

Himpunan bilangan asli yang dinotasikan dengan huruf N adalah

Huruf N diambil dari huruf awal kata Natural Numbers.            Himpunan bilangan cacah yang dinotasikan dengan huruf W adalah

W = { 0, 1, 2, 3, 4, 5, … }.

Huruf W diambil dari huruf awal kata Whole Numbers. Terlihat bahwa himpunanbilangan cacah tidak lain adalah himpunan bilangan asli digabung dengan {0}.

            Himpunan bilangan bulat yang dinotasikan degan huruf Z adalah

Z = { …, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, ,4, 5, … }

Terlihat bahwa himpunan bilangan bulat memuat himpunan bilangan cacah danjuga memuat himpunan bilangan asli.

            Himpunan bilangan rasional yang dinotasikan dengan huruf ! adalah

Himpunan bilangan rasional memuat semua bilangan bulat karena semua bilangan

bulat b dapat ditulis sebagai .

Himpunan bilangan real yang dinotasikan dengan huruf R memuat semuabilangan rasional dan bilangan irrasional. Bilangan irrasional misalnya 2, 3, dan 5.

Himpunan bilangan kompleks yang dinotasikan dengan huruf C adalah

C = { a + bi : a, bÎ R, i2 = -1 }.

Karena semua bilangan real a dapat ditulis sebagai a + 0i, maka himpunanbilangan kompleks memuat semua bilangan real. Dalam hal ini, kita mempunyai

Semua bilangan sebenarnya sudah ada dan disediakan oleh sang pencipta.Manusia hanya menemukannya dan kebetulan dimulai dari himpunan bilangan yangdapat dikatakan paling sederhana, yaitu bilangan asli.

Jika dilakukan perumpamaan atau analogi kasar, misalkan bahwa himpunanbilangan kompleks mewakili semua manusia yang penuh dengan aneka sifat, yaitu

Page 126: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 253-260240

jelas (real) dan tidak jelas (imajiner), baik dan buruk, serta positif dan negatif, yangpenulis sebut manusia kompleks. Selanjutnya dilakukan seleksi-seleksi yang ketatsehingga dihasilkan manusia yang jelas (tidak imajiner), tetapi masih bersifat baik danburuk, positif dan negatif, serta yang rasional dan iirasional, yang dikenal denganmanusia real. Dilakukan seleksi lebih lanjut, dengan membuang manusia yang tidakrasional sehingga diperoleh manusia rasional, tapi masih bersifat baik dan buruk,positif dan negatif, serta manusia utuh (bulat) dan tidak utuh (pecahan). Dilakukanseleksi lebih lanjut dengan membuang manusia yang tidak utuh (pecahan) sehinggadiperoleh manusia utuh (bulat), tetapi masih memiliki sifat positif, nol dan negatif. Diseleksi lagi dengan membuang manusia yang negatif, sehingga diperoleh manusiacacah, tetapi masih bersifat sia-sia (nol) dan positif. Selanjutnya dilakukan seleksidengan membuang manusia yang sia-sia (yang mengerjakan sesuatu yang tidakbermakna tetapi bukan kejelekan), sehingga akhirnya diperoleh manusia asli. 

Dengan analogi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia asli, natural, ataumungkin fitrah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Merupakan manusia biasa (tetapmanusia kompleks); (b) Merupakan manusia yang jelas, tidak imajiner; (c) Merupakanmanusia yang rasional, bukan yang irrasional; (d) Merupakan manusia yang utuh (bulat),bukan yang pecahan; (e)Merupakan manusia yang tidak sia-sia atau nol serta tidakmelakukan hal yang sia, bukan yang nol; (f) Merupakan manusia yang bersifat positifdan gemar melakukan hal yang positif, bukan yang negatif.

Dalam konteks himpunan bilangan asli inilah, munculah konsep bilangan primadidefinisikan sebagai berikut.

Jika p adalah bilangan bulat positif (bilangan asli) lebih dari satu yang hanyamempunyai pembagi positif 1 dan p,maka p adalah bilangan prima8.

Contoh bilangan prima adalah2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 31, 37, dan 43.Jika suatu bilangan mempunyai pembagi selain 1 dan bilangan itu sendiri, maka

disebut bilangan komposit. Contoh bilangan komposit adalah4, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, dan 16.Bilangan komposit dapat berupa bilangan genap atau bilangan ganjil.Bilangan 1 hanya mempunyai satu pembagi, yaitu dirinya sendiri, maka 1 bukan

bilangan bilangan prima dan bukan bilangan komposit.Berdasarkan penjelasan tersebut, maka himpunan bilangan asli terbagi menjadi

tiga kelompok, yaitu 1, bilangan prima, dan bilangan komposit. Jika diadakan analogi, pemaknaan, atau ibarat dengan bilangan prima, maka

akan diperoleh manusia prima. Manusia prima adalah manusia yang selalu dekat denganyang satu, yang esa, dzat yang maha tunggal, yaitu Allah SWT. Bukankah Allah SWTadalah satu, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ikhlash ayat 1.

Artinya:  Katakanlah:  “Dia-lah Allah,  yang Maha Esa”.

8 Gatot Muhsetyo, Dasar-dasar Teoori Bilangan,(Jakarta: PGSM, 1997) Hal.92

Page 127: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Syaiful Hadi, Tinjauan Matematis Manusia Prima 241

Manusia prima adalah manusia yang tidak ada penghalang (hijab) antara dirinyadengan Allah SWT. Hati manusia prima selalu terpaut dengan Allah SWT. Tidak adapenyakit dalam hati manusia prima yang dapat menghalangi hubungannya dengan AllahSWT. Hatinya selalu bergetar dengan dzikrullah.

Bilangan prima faktornya adalah 1 dan bilangan itu sendiri. sedangkan bilanganprima pada hakikatnya tersusun dari bilangan 1, dan sebenarnya semua bilangan (primaatau komposit) tersusun dari 1. Karena dekatnya dengan 1, maka bilangan prima akanmampu merasakan bahwa dirinya sendiri tersusun dari bilangan 1. Analogi dari hal iniadalah bahwa manusia prima akan merasa bahwa dirinya tidak mampu berbuat apa-apa tanda kehendak Allah SWT. Semua kehendaknya adalah kehendak Allah. Semuatindakannya tercipta juga karena kehendak Allah. Hanya manusia prima yang mampumerasakan ini. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Takwir ayat 29

Artinya: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabiladikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.

dan dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 17.

Artinya: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akantetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketikakamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.

Bilangan prima tidak lain juga merupakan bilangan asli. Dengan demikian, makasifat-sifat bilangan asli juga berlaku untuk bilangan prima. Jadi, manusia prima adalahmanusia asli dengan sifat-sifat yang khusus, yaitu yang selalu dekat dengan AllahSWT dan merasa bahwa keberadaan dan prilakunya atas kehendak Allah SWT. Dapatdisimpulkan bahwa manusia prima adalah: (a) manusia biasa (tetap manusia kompleks);(c) manusia yang jelas, tidak imajiner; (d) manusia yang rasional, bukan yang irrasional(e) manusia yang utuh (bulat), bukan yang pecahan; (f) manusia yang tidak sia-siaserta tidak melakukan hal yang sia, bukan yang nol; (g) manusia yang bersifat positifdan gemar melakukan hal yang positif, bukan yang negatif; (h) manusia yang dekatdengan Yang Esa, (i) manusia yang sadar bahwa dirinya tidak ada apa-apanya selainkarena kehedak Allah SWT.

KesimpulanBerdasarkan kajian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan

memperhatikan karakteristik dari matematika dapat kita buat analogi karakteristikmanusia dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan atas nilai-nilai: (1) kesepakatan;(2) konsistensi; (3) deduksi; dan (5) semesta. Sedangkan dapat disimpulkan tentangtinjaun matematis manusia prima berdasarkan konsep bilangan bilangan prima adalahyaitu yang selalu dekat dengan Allah SWT dan merasa bahwa keberadaan danprilakunya atas kehendak Allah SWT.

Page 128: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

TA’ALLUM, Volume 01, Nomor 02, Nopember 2013: 253-260242

DAFTAR PUSTAKABell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning mathematics (in Secondary

Schools). Wm. C. Brown Company. Dubuque. IowaGatot Muhsetyo, (1997) Dasar-dasar Teoori Bilangan, Jakarta: PGSMHudoyo, Herman. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika.Malang: IKIP

Malang.R. Soedjadi. 2000. Matematika Sekolah untuk Masa Depan Termuat dalam Kiat-

kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Jakarta: Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

Riedesel, C. A., Schwartz, J. E., and Clements, D. H. (1996). Teaching ElementarySchool Mathematics. Boston: Allyn & Bacon.

Suherman, Erman. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA-UPI.

Woods, A. dan Grant, T. (2006). Revolusi Berpikir dalam Ilmu Pengetahuan Modern.Yogyakarta: IRE Prees

Page 129: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013
Page 130: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013
Page 131: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

PEDOMAN BAGI PENULIS

Ta’allum adalah publikasi ilmiah di bidang pendidikan Islam. Naskah yang diterimayaitu karya tulis yang merupakan hasil pemikiran (konseptual) yang ada hubungannyadengan pendidikan Islam yang belum pernah dipublikasikan di media lain.

Petunjuk Penulisan1. Penulis bertanggung jawab terhadap isi naskah. Korespondensi mengenai naskah

dialamatkan kepada penulis dengan mencantumkan institusi, alamat institusi,dan email salah satu penulis;

2. Naskah akan dinilai dari 3 unsur, yang meliputi kebenaran isi, derajat orisinalitas,relevansi isi serta kesesuaian dengan misi jurnal;

3. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris;4. Judul Naskah harus ditulis secara ringkas, tetapi cukup informatif untuk

menggambarkan isi tulisan;5. Naskah ditulis rapi dengan program Microsoft Word pada kertas berukuran A4

(satu sisi), dan setiap lembar tulisan diberi nomor halaman dengan jumlah halamanmaksimal 20. Jarak spasi 1,5 kecuali abstrak dan daftar pustaka yang mempunyaijarak spasi 1. Model huruf yang digunakan adalah Times New Roman denganfont 12 kecuali judul berupa huruf kapital dengan font 14. Apabila terdapat ayatatau hadits (tulisan yang berbahasa Arab), maka diketik dengan huruf TraditionalArabic, ukuran 14 pts, Berkas (file) dibuat dengan Microsoft Word. Pengirimanfile juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat:[email protected] Margin masing-masing adalah 2,5 cm. Naskahdiserahkan dalam bentuk soft copy dan hard copy;

6. Naskah yang ditulis dalam Bahasa Indonesia mencantumkan abstrak dalamBahasa Inggris, dan sebaliknya dengan jumlah kata antara 150 sampai 200. Katakunci harus dipilih untuk menggambarkan isi makalah dan paling sedikit 4 (empat)kata kunci;

7. Sistematika artikel meliputi: (a) judul, (b) nama penulis (tanpa gelar akademik),nama lembaga/institusi, dan email, (c) abstrak, (d) kata kunci, (e) pendahuluan(latar belakang dan dukungan kepustakaan yang diakhiri dengan tujuan atau ruanglingkup tulisan), (f) bahasan utama, (g) simpulan dan saran, (h) ucapan terimakasih (bila ada), (i) daftar rujukan/pustaka (hanya memuat sumber yang dirunjuk),dan (j) lampiran (bila ada)

8. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua bagianjudul dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal dan miring), dan tidakmenggunakan angka/nomor pada judul bagian:Peringkat 1 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Rata Tepi Kiri)

Page 132: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

9. Sumber rujukan (catatan akhir) sedapat mungkin merupakan pustaka-pustakaterbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primerberupa laporan penelitian atau artikel-artikel (karya ilmiah) dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah.

10. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan foot-note (catatan kaki)dengan mencantumkan nama penulis, judul rujukan, kota terbit, nama penerbit,tahun, dan halaman.Contoh:1Wahbah al Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy, juz VII. (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), hal.12

11. Daftar pustaka disusun dengan tata cara seperti berikut ini:Buku/Kitab:al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islamy, juz VII, Beirut: Dar al-Fikr, 1986.

Buku kumpulan artikel:Saukah, Ali dan M. Guntur Waseso (eds.), Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah,Malang: UM Press, 2002.

Artikel dalam buku kumpulan artikel:Drogers, Andree, “Meaning, Power and The Sharing of Religious Experience”,dalam Jerald D. Gort, at.al. (ed.), Michihan: Eerdmans Publishing Company, 1992.

Artikel dalam jurnal dan majalah:Masyhuri, Imam Malik, “Abu Hasan al-Asy’ari dan Pemikiran Kalamnya”,Kontemplasi, vol. 2 no. 1, Juni 2005.

Artikel dalam koran:Naim, Ngainun, “Pesantren dan Pembaharuan”, Duta Masyarakat, 25 Januari2004.

Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang):Islam Rahmatan li al-’Alamin, Jawa Pos, 21 Desember 2005.

Buku terjemahan:Lev, Daniel S., Peradilan Agama Islam di Indonesia, terj. Zaini Ahmad Noeh,Jakarta: Intermasa, 1980.

Skripsi, Tesis, Disertasi dan Laporan Penelitian:Badruzzaman, Abad, “Pemikiran Teologi Hassan Hanafi”, Tesis tidak diterbitkan,Jakarta: UIN Jakarta, 2002.

Page 133: TA'ALUM V1 N2 NOP 2013

Makalah seminar, lokakarya, penataran:Mujamil, “Tantangan Pesantren Masa Depan”, Makalah, disajikan dalam seminarnasional yang diselenggarakan oleh Jurusan Ushuluddin STAIN Tulungagung,pada tanggal 11 Juli 2003.

Internet:Hitchcock, Carr dan Hall, “A Survey of STM Onlinr Journals, 1990-1995: TheCalm before the Storm”, (Online), http://Journals.ecs.soton.ac.uk/survey/html,diakses 12 Mei 1999.

12. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh penyunting ahli (mitra bestari) yangditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberikesempatan untuk melakukan perbaikan naskah atas dasar rekomendasi darimitra bestari atau penyunting.

13. Penulis menerima bukti pemuatan sebanyak 3 (tiga) eksemplar dan cetak lepassebanyak 2 (dua) eksemplar. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan,kecuali atas permintaan penulis.