edit final panduan pelaksanaan dpjp juni 2014 bb

21
Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Edisi 1 Juni 2014 0 KARS Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Upload: hendrikkus

Post on 04-Nov-2015

125 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Panduan DPJP

TRANSCRIPT

KARS

Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Panduan PelaksanaanDokter Penanggung Jawab Pelayanan(DPJP)

Edisi 1

Juni 2014

KATA PENGANTAR

KETUA KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

(Dr. dr. Sutoto, M.Kes)Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,karena berkat RahmatNya Panduan Pelaksanaan Dokter Penangung Jawab Pelayanan (DPJP) selesai disusun sebagai acuan persiapan akreditasi rumah sakit versi 2012.

Rumah Sakit sebagai institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian dan kecacatan, dalam melaksanakan fungsinya rumah saikt harus meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien. Oleh karena itu keselamatan pasien menjadi prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi pasien diperlukan komitmen dan tanggung jawab dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit.

Salah satu pemberi elemen dalam pemberi asuhan kepada pasien (patient care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP (Dokter Penanggung jawab pelayanan). Buku ini bertujuan untuk memudahkan rumah sakit dalam penyelenggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi standar akreditasi rumah sakit versi 2012.

Jakarta, Juni 2014Ketua Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Dr dr Sutoto, M.Kes

Editor:

Dr. dr. Sutoto, M.Kes

Kontributor Utama:

dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKesKontributor:

1. dr. Djoti Atmodjo, Sp.A, MARS

2. dr. Luwiharsih, M.Sc

3. Dra. M.Amatyah S, M.Kes4. Yang hadir pada rapat tgl 10 Maret 2014

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.

Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi pasien, diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

Selanjutnya kerjasama para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) pasien merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut dan dilengkapi dengan komunikasi yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter sebagai ketua tim sangat besar dan sentral dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh dokter.Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien direkam secara real time dan akurat. Apabila terjadi sengketa medis maka rekam medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.

Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien (patient care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pelayanan.

Pengaturan tentang DPJP sangat diperlukan dalam pelaksanaan asuhan medis di rumah sakit untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelayanan yang kurang baik karena terjadinya duplikasi, interaksi obat yang kurang terkontrol, kontra indikasi, ketidak jelasan peranan dokter bila hanya diminta pendapat saja, dll.

Panduan ini disusun untuk memudahkan rumah sakit mengelola penyelenggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.

TUJUAN

Tujuan Umum : Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit .Tujuan Khusus :1. Memberikan perlindungan kepada pasien agar memperoleh asuhan medis yang terbaik.

2. Memberikan kemudahan kepada rumah sakit untuk mengelola penyelengggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.3. Memberikan panduan dan kejelasan tentang peranan DPJP.

4. Memberikan panduan dan kejelasan tentang mekanisme koordinasi dan kerjasama tim dalam memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit .

SASARAN :1. Para Direktur Rumah Sakit dan Para Manajer Pelayanan di Rumah sakit

2. Komite Medis

3. Para dokter pemberi asuhan medis di rumah sakit

4. Kelompok profesi medis / Staf medis Fungsional.BAB II

RUANG LINGKUPPedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : emergensi, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan, ruang perawatan khusus (ICU,HCU,Hemodialisis).

BAB III

DASAR1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah Sakit mempunyai fungsi : huruf b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)

Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate bylaws) dan peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).

3. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk

1. memberikan perlindungan kepada pasien;2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan

a. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi

4. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.

5. Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 6. Pasal 7 Permenkes 1691/2011 mengatur hal berikut :

a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien

b. Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

I. Hak pasien;

II. Mendidik pasien dan keluarga;

III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;

IV. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;

V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;

VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan

VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

7. Pada Lampiran Permenkes 1691/2011 pengaturan tentang Standar I. Hak pasien, adalah sebagai berikut : Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Kriteria :

1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.

1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

8. Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit

9. Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran

10. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi Rumah Sakit

11. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012

12. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia

13. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi

14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia

15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 48/KKI/PER/XII/2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter dan Dokter Gigi

16. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi

17. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 19/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter - Pasien

18. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia

19. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter - Pasien, 2006

BAB IV

PENGERTIAN1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.

2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi. Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.

3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis tsb dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs ("Ketua Tim"), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif - terpadu - efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah duplikasi4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan asuhan medis yang lengkap.

5. Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua (Team Leader) dari tim yang terdiri dari para professional pemberi asuhan pasien / staf klinis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang a.l. terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis dsb.

6. Manajer Pelayanan Pasien : adalah professional di rumah sakit yang melaksanakan manajemen pelayanan pasien, yaitu proses kolaboratif mengenai asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif, melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga memberi hasil (outcome) yang bermutu dengan biaya-efektif.

BAB V

PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKITDalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan medis kepada pasien diberikan oleh dokter spesialis.

BAB VI

PELAYANAN BERFOKUS PADA PASIEN

(PATIENT CENTERED CARE)

Asuhan pasien dalam standar akreditasi rumah sakit versi 2012 harus dilaksanakan berdasarkan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis kebutuhan pelayanan pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi pasien.

PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien, a.l. dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, fisioterapis, analis, radiographer dsb., dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada kontribusi profesinya, masing-masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif. PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional. DPJP dalam tim adalah sebagai ketua tim atau pemimpin klinis (Clinical leader), melakukan koordinasi, sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien. PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Asesmen pasien dan Implementasi rencana termasuk monitoring. Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah :1. Pengumpulan Informasi, a.l. anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain / penunjang, dsb

2. Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan a.l. masalah, kondisi, diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien

3. Menyusun rencana pelayanan / Care Plan, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien

Implementasi rencana serta monitoring adalah pemberian pelayanannya. Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.ASUHAN MEDISAsuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.

Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang bersertifikat kegawat-daruratan, a.l. ATLS, ACLS, PPGD, menjadi DPJP pada saat asuhan awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP pasien tsb menggantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD tsb diatas.

Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no 18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin.

Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb :

Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien

Kaidah dasar moral :

Menghormati martabat manusia (respect for person)

Berbuat baik (beneficence)

Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)

Keadilan (justice).

Tujuan :

memberikan perlindungan kepada pasien

mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik

memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Tumpuan dasar kompetensi dokter mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) (Perkonsil No 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia) yang adalah :

1. Profesionalitas yang Luhur

2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri

3. Komunikasi Efektif

4. Pengelolaan Informasi

5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

6. Keterampilan Klinis7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

BAB VII

KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk pelayanan interpretatif (a.l. DrSp PK, DrSp PA, DrSp Rad dsb), harus memiliki SK dari Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.

2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan Direktur dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS (Kualifikasi dan Pendidikan Staf).

BAB VIII

PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF MEDIS

1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola seorang pasien, pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya telah tuntas, ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat a.l. berdasarkan permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung. Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak dibenarkan pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu dengan pola hari Senin oleh DrSp PD X, hari Rabu DrSp PD Y, hari Sabtu DrSp PD Z ; karena hal tersebut akan mengakibatkan tidak adanya kontinuitas pelayanan.2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit.

3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir-butir sbb :

a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada awal perawatan

b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit dalam kondisi (relatif) terparah

c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait

d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien

e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis.

4. Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan / diorganisir oleh Direktur sesuai kebutuhan. Pengelompokan dapat dilakukan a.l. dengan kategori per disiplin (Kelompok Staf Medis Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata dsb), kategori penyakit (Kelompok Kerja / Tim Kanker Payudara, Kanker Cerviks, dsb), kategori organ (Kelompok Kerja / Tim Serebrovaskuler, Kardiovaskuler, Digestif, dsb).

BAB IX

TATA LAKSANA DPJP1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP

2. Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on side) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien ybs, sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tsb.

3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi (dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).

4. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs (sebagai "Ketua Tim"), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif - terpadu - efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi yang efektif dan membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar anggota, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah duplikasi.

5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama. Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya a.l. kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-hari.6. Dibawah koordinasi DPJP Utama , sekurang2nya ada rapat Tim yang melibatkan semua DPJP ybs sesuai kebutuhan pasien; rumah sakit diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat Tim di tempat-tempat pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, UGD, dll. DPJP Utama juga bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang pasien .

7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan pasien dan / keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah DPJP bila terjadi pelanggaran prosedur.

8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya. Harap digunakan Formulir Daftar DPJP ( Contoh Formulir Daftar DPJP terlampir). 9. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan tingkatan keikut-sertaan para DPJP terkait, tergantung kepada sistem yang ditetapkan dalam kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka. Bila rumah sakit memakai sistem terbuka, gunakan kriteria tsb diatas (lihat Bab VIII).10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di kamar operasi tsb.

11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikan instruksi, maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.

12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain (a.l. dokter ruangan, residen) dimana ybs boleh menulis/ mencatat di rekam medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP yang bersangkutan harus memberikan supervisi, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis.

13. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja secara tim ("Tim Interdisiplin") sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang (discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat inap (Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Bab APK - Akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan dan Bab AP - Asesmen Pasien).

14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang berempati. Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006)15. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tsb dilakukan a.l. di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated note), form asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi pasca bedah, form edukasi/informasi ke pasien dsb. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen, dsb. ( contoh Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dan contoh Formulir Perintah Lisan terlampir).16. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional pemberi asuhan bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien (dari KARS, edisi I 2013), agar terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri dirumah, kontrol dsb. 17. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu) tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan / penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir. (Formulir Daftar DPJP, terlampir).18. Rumah sakit yang terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil, penetapan kebijakan tentang asuhan medis yang sifatnya khusus agar dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan a.l. Komite Medis, Fakultas Kedokteran ybs bagi residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit Propinsi, Kolegium dsb.

19. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.

20. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway/ Panduan Praktek Klinik maka harus memberi penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.

BAB X. SUPERVISI

1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibantu oleh Staf Medis non DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR) dsb, maka diperlukan supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat diperlukan untuk memastikan asuhan pasien aman dan memastikan bahwa koordinasi dan kerjasama tim yang baik adalah pengalaman belajar bagi para profesional pemberi asuhan, bahwa pelayanan telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk kepastian hukum bagi pemegang kewenangan klinisanya.2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengan tingkat pelatihan dan tingkat kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis .

3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses supervisi klinis: siapa supervisor dan frekuensi supervisinya termasuk penandatanganan harian dari semua catatan dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan catatan harian, atau membuat entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga, jelas tentang bagaimana bukti pengawasan yang didokumentasikan, termasuk frekuensi dan lokasi dokumentasi 4. RS memiliki prosedur mengidentifikasi dan memonitor keseragaman proses supervisi klinis, monitoring dan evaluasi pelayanan asuhan klinis .5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan potensi untuk terjadinya kejadian yang tidak diharapkan pada rumah sakit.6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk mengakuisisi dan mengembangkan keterampilan klinis dan profesionalisme seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan otoritas dan kemandirian, pengawasan dan umpan balik .

7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan para staf untuk menjadi praktisi yang kompeten dalam disiplin mereka.8. RS harus menetapkan kebijakan tentang tingkatan supervisi masing-masing staf medis non DPJP.9. Tingkatan Supervisi bagi PPDS dan DR : Supervisi TinggiSupervisi Moderat TinggiSupervisi Moderat Supervisi Rendah

Untuk PPDS:

Proses keputusan Rencana Asuhan / Tindakan oleh DPJP

DPJP melakukan tindakan sendiri, PPDS memperhatikan, membantu pelaksanaan tindakan

Pencatatannya di rekam medis ttd DPJP dan PPDS

Untuk PPDS:

Proses keputusan Rencana Tindakan disupervisi oleh DPJP

PPDS melakukan tindakan, DPJP mensupervisi langsung (onsite)

Pencatatannya di rekam medis ttd PPDS dan DPJP

Untuk PPDS:

Proses keputusan Rencana Asuhan dilaporkan untuk persetujuan DPJP, sebelum tindakan, kecuali kasus gawat darurat

PPDS melakukan tindakan, DPJP mensupervisi tidak langsung, sesudah tindakan, evaluasi laporan tindakan

Pencatatannya di rekam medis ttd PPDS dan DPJP

Untuk PPDS:

Proses keputusan Rencana oleh PPDS

PPDS melakukan tindakan, supervisi DPJP melalui komunikasi per telpon, melalui laporan per telpon, laporan tertulis di rekam medis

Pencatatannya di rekam medis harus divalidasi dgn ttd DPJP

Pada keadaan khusus, PPDS berada ditempat terpencil tanpa DPJP terkait, ttg proses validasi dibuat kebijakan khusus oleh RS.

--Untuk DR:

Proses Asesmen Pasien (IAP : Pengumpulan Informasi, Analisis informasi, Penyusunan Rencana) dan Implementasinya dilakukan dengan komunikasi segera dengan DPJP

Pencatatannya di rekam medis ttd DR, validasi oleh DPJP

Untuk DR:

Proses Asesmen Pasien (IAP : Pengumpulan Informasi, Analisis informasi, Penyusunan Rencana) dan Implementasinya dilakukan dengan komunikasi dengan DPJP

Pencatatannya di rekam medis ttd DR, validasi oleh DPJP

BAB XIPENUTUPUntuk dapat memenuhi standar akreditasi rumah sakit versi 2012, maka rumah sakit memerlukan regulasi yang adekuat tentang DPJP dalam pelaksanaan asuhan medis, dan panduan ini merupakan acuan utama bagi rumah sakit. Diperlukan pengaturan yang spesifik untuk setiap rumah sakit karena keunikan budaya, situasi dan kondisi setiap rumah sakit, termasuk juga keunikan budaya tenaga medis. Regulasi harus mencerminkan pengelolaan risiko klinis dan pelayanan berfokus kepada pasien (patient centered care). Regulasi tsb diatas agar dapat diterapkan oleh para pemberi asuhan, termasuk DPJP, sehingga terwujud asuhan pasien yang bermutu dan aman.

Lampiran :Beberapa formulir terkait DPJP

*****

Kepustakaan

1. Permenkes no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit

3. UU No 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran

4. Perkonsil no 11/2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia

5. Perkonsil no 48/2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter Dokter Gigi6. Permenkes no 1438/2010 Standar Pelayanan Kedokteran7. Manual Komunikasi Efektif, KKI, 2006

8. KepKonsil no 18/2006 Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia

9. KepKonsil no 19/2006 Kemitraan Dalam Hubungan Dokter Pasien10. Kode Etik Kedokteran Indonesia, 201211. SK PB IDI no 111/2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia