edisi 2 mata sumenep

28
15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 1 Mengerek PAD 377% Sumenep Makin Sejahtera SUPER MANTAP Lanjutkan !!! 2010 HINGGA 2014 Menyulap Wisata Air Kali Marengan Epistemologi Politisi KEBENARAN pengetahuan (episte- mologi) yang dibangun politisi masih ab- surd. Kata-katanya ambigu. Tidak heran, banyak orang menilai kosa kata yang ke- luar dari bibir politisi hanya dirinya yang tahu. Sebab, arah makna kalimat yang dimaksud tidak jelas. TAHUN 2012 73,543,192,488.00 TAHUN 2013 95,661,749,835.00 TAHUN 2014 143,671,123,954.00 TAHUN 2010 38,795,914,251.00 TAHUN 2011 52,934,248,649.00 REKAPITULASI PAD 2010 - 2014 Edisi 15 September 2014 Harga Eceran 13.000,- Objektif & Merakyat Selengkapnya | Hal. 8 Selengkapnya | Hal. 19 Kunci utama adalah kerja keras bupati bersama SKPD terkait”

Upload: e-mata-sumenep

Post on 07-Apr-2016

333 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tabloid Budaya, Agama dan Politik

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 115 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 1

Mengerek PAD 377%

Sumenep Makin

Sejahtera

SUPER MANTAP

Lanjutkan !!!

2010 HINGGA 2014

Menyulap Wisata Air Kali Marengan

EpistemologiPolitisiKEBENARAN pengetahuan (episte-mologi) yang dibangun politisi masih ab-surd. Kata-katanya ambigu. Tidak heran, banyak orang menilai kosa kata yang ke-luar dari bibir politisi hanya dirinya yang tahu. Sebab, arah makna kalimat yang dimaksud tidak jelas.

TAHUN 2012

73,543,192,488.00

TAHUN 2013

95,661,749,835.00

TAHUN 2014

143,671,123,954.00

TAHUN 2010

38,795,914,251.00

TAHUN 2011

52,934,248,649.00

REKAPITULASI PAD 2010 - 2014

Edisi 15 September 2014Harga Eceran 13.000,-

Objektif & Merakyat

Selengkapnya | Hal. 8

Selengkapnya | Hal. 19

Kunci utama adalah kerja keras

bupati bersama SKPD terkait”

Page 2: Edisi 2 Mata Sumenep

2 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

salam redakasi

Redaksi sengaja mengambil tema pen-ingkatan PAD sebagai

laporan utama, sebagai salah satu ukuran keberhasilan kepemimpinan Bupati Abuya Busyro Karim selama 4 tahun menjalankan roda pemerinta-han Sumenep. Membincang-kan kegagalan sebuah roda pemerintahan, mudah dilihat. Karena tidak lepas dari kapa-sitas individu bupati seorang manusia. Apalagi kompleksi-tas problem yang mengikuti alur cerita, sebelum dan se-dang berlangsung.Keberhasilan roda pemerin-tahan bisa dilihat dari berba-gai kacamata. Salah satunya, kesuksesan merengguh PAD sebagai efek domino sebuah kesejahteraan warganya.

Sayang, laporan utama kali ini, redaksi belum bisa mendeskripsikan secara de-tail kaitan peningkatan PAD atas hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep, pada bulan Maret 2014. Semoga edisi berikutnya menjadi ka-jian mendalam.

BPS merilis tingkat infl asi Sumenep sampai Februari 2014 sebesar 0,76 persen. Ranking kedua tingkat infl asi diantara kabupaten/kota di Jawa Timur, setelah Banyu-wangi sebesar 1,02 persen.

Secara sederhana, ting-kat infl asi hasil BPS menun-jukkan frekwensi konsumsi masyarakat Sumenep kian tinggi. Dan ini menandakan

daerah kaya, karena pen-duduknya memiliki daya beli tinggi. Sebagai warga Sume-nep mesti bersuka. Apalagi, riset Majalah Warta Ekonomi, tahun 2012, menyebut Sume-nep masuk 50 daerah terkaya (kabupaten/kota).

Imam Sukandi, Kabid Pendapatan DPPKA, menye-but, salah satu raihan PAD yang menonjol, diperoleh dari perputaran ekonomi desa. Pasar-pasar tradisional yang tersebar di berbagai kecama-tan sebagai tonggak ekono-mi masyarakat bawah, terus diperbaiki. Sambil mengutip saran Bupati Abuya Busyro Karim, perbaikan pasar, kata Imam, memprioritaskan los pasar, pengerasan pelataran pasar, tersedianya MCK dan Mushallah, termasuk perbai-kan pagar pasar.

Sayang, DPPKA hanya mealokasikan perbaikan pasar, Rp 8,069 Miliar dalam kurun waktu 4 tahun. Tentu alokasi dana revitalisasi pasar tradisional itu, belum seband-ing dengan target raihan PAD.

Edisi berikutnya, sebagian saran dari pembaca, Mata Sumenep, bisa mengulas problem kota Sumenep yang banyak dikeluhkan warga. Seperti tidak adanya tata ru-ang perumahan dan dana Cor-porate Social Responsibility (CSR) dari sejumlah perusa-haan di Sumenep, yang publik perlu ngerti.

Selamat membaca.

SUSUNAN REDAKSI

Komisaris: Asmawi Dewan Redaksi: Moh. Jazuli, Ali Humaidi, Syaf Anton Wr Dewan Ahli: Mohammad Ilyas Direktur: Hambali Rasidi Pemimpin Redaksi: Hambali Ra-sidi Redaktur Pelaksana: Busri Toha Redaktur: Syaf Anton Wr, Reporter: Ahmadi, Rusdiyono, Mahdi, Fathol Alif, Ahmad Faidi, M. Farhan Muzammily Desain Grafi s: Al-Mabruri, Anton Hermawan Manajer Iklan & Promosi: M. Adi Irawan Penagih Iklan: Fathor Rahem Manajer Sirkulasi & Distribusi: Moh. Junaedi Koordinator Event: Asip Kusuma, Ach.Mustafa Ali Purnomo Keuangan: Imraatun Nisa’ Penerbit: PT MATA SUMENEP INTERMEDIA NPWP: 70.659.553.5-608-000 SIUP: 503/29/SIUP-M/435.213/2014 TDP: 13.21.1.58.00174.

Kantor Redaksi: Jl Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100 Email: [email protected] , [email protected] PIN BB: 7D0B6F42

Objektif & Merakyat

Pembaca Mata Sumenep. Edisi

kali ini mulai ada perbaikan,

terutama dalam perwajahan cover. Termasuk tamba-

han materi lain-nya. Semua itu,

menuju kepuasan pembaca meski

relatif.

MAA UAMA

Sumenep Makin Sejahtera

MAA ESANREN

Al-Is`af; Pesantren Salaf di Tengah Himpitan Modernisasi Pendidikan

MAA II

Berharap Suhu Politik Kondusif

MAA FIRI

Sumenep Labuhan Hati

Mata PotensiKEJAHTERAAN DARI TERNAK AYAM POTONG | 6

TestimoniBUYA IBARAT LAUTAN I 11

Sosok & OpiniPNS BOLEH BERPOLITIK | 12

PangestoSONGENNEP FLOWERS FESTIVAL | 13

Mata DesaPILKADES GRATIS | 17

Travelling & Kuliner EKSOTISME GUA MAHA KARYA GILI IYANG | 20

Mata BudayaMEMAKNAI TANEYAN LANJENG | 22

Suri TauladanMETAMORFOSIS AL GHAZALI | 24

3

7

9

27

Page 3: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 315 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 3

MATA UTAMA

Pernyataan di atas, se-jalah dengan tolak ukur kemakmuran se-

buah negara. Alat pengukur yang sering digunakan untuk mengetahui secara kuantitatif, arah, intensitas, dan kecepatan keberhasi-lan dalam pembangunan ekonomi suatu negara ada-lah Produk Nasional Bruto (Gross National Product ) atau yang sering dikenal se-bagai Pendapatan Nasional.

Memang, untuk men-gukur kemakmuran sebuah daerah salah satunya adalah peningkatan PAD. Berdasar Undang-Undang N0 28 Ta-hun 2009, PAD merupakan sumber keuangan daerah yang digali terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah (laba perusahaan daerah), dan lain-lain PAD yang sah. Dan atas kepem-impinan Bupati, Abuya Busyro Karim, Sumenep berhasil mengerek kenai-kan PAD sebesar, 377% dari tahun 2010 hingga 2014. (Rincian Lihat Tabel)

Keberhasilan mengerek PAD bukan jatuh dari lan-git. Dari mana saja kenai-kan PAD Sumenep? Imam Sukandi, Kabid Pendapatan DPPKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset) Sumenep, menyebut peningkatan PAD ditun-jang beberapa sektor. Salah satunya potensi pajak dan retribusi daerah yang terus dilakukan itensifi kasi dan ekstensifi kasi terhadap ob-jek baru. “Tahun-tahun se-belumnya masih terbatas di sekitar perkotaan, sekarang petugas DPPKA menyebar hingga ke kecamatan,” un-gkap Imam. “Kunci utama

adalah kerja keras bupati bersama jajaran Satuan Ker-ja Perangkat Daeah (SKPD) terkait untuk terus aktif menggali potensi-potensi PAD,” tambahnya.

Dikatakan Imam, salah satu raihan PAD diraih parkir berlangganan Rp 2,4 miliar. Retribusi sarana tel-ekomunikasi (tower) Rp 1,9 miliar. Deposito Bank Rp 18 miliar. Jasa Giro 1,8 miliar. Penerimaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp 30 miliar per 31

Agustus. Selain faktor di atas, efek

dari desentralisasi fi skal, kata Imam, juga turut mem-bantu peningkatan PAD Sumenep. Dia mencontoh-kan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPH-TB) yang semula dikelola pusat, kini diserahkan ke pemerintah daerah, sebagai pajak daerah. Dalam sek-tor Lain-Lain PAD yang sah Tahun 2010, semula sebesar Rp 6,293 miliar kini menin-gkat tajam pada tahun 2014

sebesar Rp 94,710 miliar. “Banyak potensi pajak

lokal yang terus kami benahi. Salah satunya, evaluasi tarif papan reklame papan (bill-board) yang semula Rp 21 rb/m2/bulan kini dinaikkan menjadi Rp 76 rb/m2/bu-lan. Itu pun harganya, masih termurah se Madura. Selain itu, DPPKA juga memasang sejumlah papan reklame di jalan-jalan untuk menam-bah PAD,” tambahnya.

Dari kacamata ekonomi makro, kesejahteran sebuah daerah diukur dari tingkat konsumsi masyarakat seba-

gai kontributor utama bagi pertumbuhan ekonomi (eco-nomic growth) sebuah dae-rah. John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris yang hidup antara tahun 1883 sampai 1946, mem-beri hipotesa soal siklus arus keuangan yang mengacu pada peningkatan belanja (konsumsi). Bagi Keynes, laju konsumsi akan meng-giring pada peningkatan pendapatan individu, yang pada akhirnya mendorong peningkatan belanja (kon-sumsi).Makna lain, individu yang memiliki kekayaan tapi tidak dibelanjakan, akan mematikan pendapatan orang lain. Pada gilirannya, perputaran keuangan men-jadi macet dan perekonomi-an lumpuh.

Keynes sebagai bapak ekonomi pertama yang mampu menjelaskan secara sederhana penyebab dari Great Depression, sebuah peristiwa mengenaskan mengenai depresi besar-besaran yang terjadi di ber-bagai penjuru dunia, ter-masuk negara super power, Amerika Serikat, pada tahun 1930-an.

Teori Keynes bisa men-jadi tolok ukur seorang membelanjakan uang, akan membantu meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini terus berlanjut dan membuat perekonomian da-pat berjalan secara normal.

Semua ahli ekonomi sepakat bahwa konsumsi masyarakat menjadi salah

Sumenep Makin Sejahtera

Bisa anda bayangkan, jika sebuah daerah (kabupaten), tergolong kecil Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Tentu masyarakatnya banyak yang terkategori miskin. Sebaliknya, apa-bila pertumbuhan PAD terus tumbuh kembang, sebagai indikator tingkat kesejahteraan

warga di kabupaten itu, menuai kemakmuran.

NO URAIAN TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014 KETERANGAN

1 Pajak Daerah 5,930,698,550.00 6,755,055,500.00 7,696,564,500.00 11,789,033,850.00 17,616,525,497.00 Sejak tahun 2011 PAD selalu naik

2 Retribusi Daerah 21,537,616,828.00 25,968,170,000.00 11,359,489,000.00 20,915,865,979.00 17,079,119,550.00 Sampai dengan tahun

2014

3Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipi-sahkan

5,034,557,620.00 9,482,264,473.00 16,691,000,000.00 11,848,300,000.00 14,264,500,000.00 Kenaikannya Rp.143.671.123.954,-

4 Lain Lain Pendapatan Aasli Daerah Yang Sah 6,293,041,250.00 10,728,758,672.00 37,796,138,983.00 51,108,550,000.00 94,710,978,900.00

Rp. 38.795.914.251 = Rp.104.875.209.703,-

Selama 4 Tahun Berjalan

JUMLAH 38,795,914,251.00 52,934,248,649.00 73,543,192,488.00 95,661,749,835.00 143,671,123,954.00 Peningkatan Sekitar 377%

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 3

Rekapitulasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten SumenepSejak Tahun 2010 Sampai Dengan Tahun 2014

Page 4: Edisi 2 Mata Sumenep

4 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

MATA UTAMA

satu faktor peningkatan in-fl asi sebuah daerah, selain ketidaklancaran distribusi produk dan berlebihnya likuiditas pasar. Indikasi daerah kaya adalah pen-duduknya memiliki daya beli tinggi dibanding daya beli masyarakat daerah miskin.

BPS Sumenep, pada bulan Maret 2014, meri-lis, tingkat infl asi Sumenep sampai Februari 2014 sebe-sar 0,76 persen. Kabupaten/kota di Jawa Timur, infl asi tertinggi terjadi di Banyu-wangi sebesar 1,02 persen. Urutan kedua diikuti Sume-nep sebesar 0,76 persen. Ketiga, Madiun sebesar 0,60 persen. Keempat, Malang sebesar 0,31 persen. Sura-baya sebesar 0,23 persen, Kediri dan Jember masing-masing sebesar 0,05 persen, dan infl asi terendah terjadi di Probolinggo sebesar 0,02 persen.

Paket komoditas di Sumenep hasil Survey Biaya Hidup (SBH) 2012 terdiri dari 319 komoditas menin-gkat dibanding hasil SBH 2007 sebanyak 296 komodi-tas. Paket komoditas kota IHK di Jawa Timur terban-yak di Surabaya yaitu 424 komoditas, dan yang pal-

ing sedikit di Banyuwangi sebanyak 244 komoditas. Jumlah paket komoditas kota IHK lainnya adalah Kediri sebanyak 377 komod-itas, Malang sebanyak 372 komoditas, Jember seban-yak 360 komoditas, Madiun sebanyak 325 komoditas, Probolinggo sebanyak 323 komoditas.

50 Kabupaten/Kota Terkaya di Indonesia

Warga Sumenep harus berbangga diri. Riset Ma-jalah Warta Ekonomi men-genai daerah terkaya (ka-bupaten/kota) tahun 2012 telah menghasilkan pering-kat kabupaten/kota terkaya, salah satunya Kabupaten Sumenep. (Rincian lihat ta-bel).

Warta Ekonomi, tahun 2012, merilis sejumlah dae-rah yang meraih peringkat teratas tidak mengalami perubahan. Salah satunya, peringkat 50 kota terkaya, sama dengan tahun 2008. Kabupaten Kutai Kartanega-ra (Kukar) menduduki per-ingkat pertama dengan total pendapatan dalam APBD terbesar yakni Rp4,1 triliun, pada tahun 2011. Tahun itu, hanya ada 7 kabupaten/kota

yang memiliki penerimaan APBD lebih dari Rp2 triliun. APBD Sumenep 2012, masih Rp Rp1,189 triliun. Dan APBD Sumenep 2014 men-ingkat mencapai Rp 1,42 Triliun.

Keberhasilan Sumenep merangkak sebagai kabu-paten/kota terkaya tak lepas dari desentralisasi fi skal dalam kurun waktu 10 tahun yang dapat menggairahkan PAD. Potensi Sumber Daya Alam (SDA), salah satunya objek Migas, tentu men-jadi objek pendapatan dari dana perimbangan pusat, 15% dibagi dalam imbangan 3% untuk provinsi peng-hasil, 6% untuk kabupaten/kota dalam provinsi dan 6% dibagikan untuk Kabupat-en/Kota penghasil (Sume-nep). Efek domino tersebut telah menggairahkan roda perekonomian lokal, yang tentu mengalir ke PAD.

Menurut Imam Sukan-di, Kabid Pendapatan DP-PKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset) Sumenep, salah satu kontribusi pajak lokal yang menyumbang ke PAD ada-lah pajak catering atau jasa boga yang digunakan se-jumlah K3S Migas. “Selain,

volume hotel dan restoral akibat dari banyaknya in-vestor yang membuka usaha di Sumenep,” tutur Imam, mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep.

Dan prediksi sejumlah pengamat, 5 tahun akan da-tang, kekuatan APBD Sume-nep tembus di atas angka Rp 2 Triliun. Salah satu prediksi itu bisa dilihat dari beroper-asinya (ekploitasi) sejumlah Kontraktor Kontrak Kejasa-ma (K3S) Migas di Kabupat-en Sumenep, seperti Energy Mineral Langgeng (EML), Husky Cnooc Madura Ltd, SPE Petroleum Ltd dan Petrojava North Kangean.

Dikatakan Imam, selain desentralisasi fi skal, ban-yaknya investor tentu menja-di pemicu utama dalam me-raih keberhasilan ekonomi daerah. “Mari kita undang investor ke Sumenep untuk menggali potensi kekayaan Sumenep,” sambung Imam sembari menunjukkan data keberhasilan dinasnya dalam meraih PAD, salah sa-tunya diperoleh dari perpu-taran ekonomi desa. Karena itu, Imam terus merehabili-tasi pasar-pasar tradisional yang tersebar di berbagai kecamatan sebagai tonggak

ekonomi masyarakat bawah. Sambil mengutip saran Bu-pati Abuya Busyro Karim untuk memprioritaskan los pasar, pengerasan pelataran pasar, tersedianya MCK dan Mushallah, termasuk per-baikan pagar pasar, DPPKA selalu mealokasikan perbai-kan pasar, yang mencapai Rp 8,069 Miliar dalam ku-

NO DAERAH

TOTAL IN-

DEKS

1 Kab. Kutai 4.425

2 Kota Surabaya 4.400

3 Kota Bandung 4.350

4 Kab. Siak 3.950

5 Kab. Bogor 3.950

6 Kota Medan 3.925

7 Kab. Kutai Timur 3.925

8 Kab. Bengkalis 3.900

9 Kab. Bandung 3.900

10 Kab. Muara Enim 3.850

11 Kab. Banyuwangi 3.875

12 Kota Balikpapan 3.775

13 Kota Samarinda 3.775

14 Kab. Malang 3.800

15 Kab. Sidoarjo 3.750

16 Kab. Kampar 3.750

17 Kab. Subang 3.725

18 Kota Makassar 3.725

19 Kota Bekasi 3.700

20 Kab. Badung 3.700

21 Kab. Cilacap 3.675

22 Kab. Musi Banyu-asin 3.700

23 Kab. Bekasi 3.675

24 Kota Semarang 3.650

25 Kab. Kutai Barat 3.650

26 Kab. Karawang 3.650

27 Kab. Malinau 3.650

28 Kab. Deli Serdang 3.600

29 Kota Pekanbaru 3.600

30 Kab. Rokan Hilir 3.600

31 Kab. Indramayu 3.625

32 Kab. Berau 3.600

33 Kab. Merauke 3.650

34 Kota Batam 3.550

35 Kab. Kolaka 3.675

36 Kab. Tanah Datar 3.625

37 Kab. Agam 3.625

38 Kota Palembang 3.550

39 Kab. Tulang Bawang 3.650

40 Kab. Tanggamus 3.650

41 Kab. Kota Baru 3.600

42 Kab. Banggai 3.600

43 Kota Jambi 3.575

44 Kab. Mimika 3.550

45 Kab. Lumajang 3.575

46 Kab. Tabanan 3.550

47 Kab. Batanghari 3.575

48 Kab. Sambas 3.575

49 KAB. SUMENEP 3.600

50 Kab. Lampung Utara 3.575

Peringkat 50 Kota/Kabupaten Terkaya Versi Warta Ekonomi

Page 5: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 5

MATA UTAMA

run waktu 4 tahun.Daerah kaya memiliki

daya tarik investasi. Pem-kab harus terus mencanang-kan peningkatan investasi. Tentunya investasi yang ramah lingkungan dan me-miliki dampak positif bagi masyarakat sekitar.

Tidak sedikit kabupaten/kota berhasil mengerek PAD, salah satunya membuka pe-luang investasi yang besar. Target peningkatan PAD pada gilirannya melahir-kan kebijakan pro produktif bagi iklim usaha dan inves-

tasi. Iklim investasi yang kondusif pasti dapat meningkatkan keg-iatan ekonomi. Pada gilirannya, mendongkrak kemampuan pelaku ekono-mi lokal. “Jika kegia-tan ekonomi masyarakat ber-gairah akan men-ciptakan lapangan kerja. Perputaran uang meningkat tentu mendatangkan PAD,” tam- bah

Imam.Warta Ekonomi me-

nyebut indikasi dae-rah kaya adalah

penduduknya me-miliki daya beli tinggi. PDRB per kapita yang tinggi makin meningkatkan

aktivitas pereko-nomian. Hasil ri-

set warta ekonomi, 2012, PDRB per ka-

pita tertinggi dipegang Kabupaten Kutai Kartane-

gara, disusul Kota Surabaya

dan Kota Bandung. PDRB per kapita tinggi lainnya kebanyakan berada di luar Pulau Jawa yaitu di Kabu-paten Siak, Kota Medan, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Bengkalis. Di sisi lain, hanya dua kabupaten di Pulau Jawa yang memi-liki PDRB per kapita tinggi, yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung. Dan Sumenep masuk dalam 50 kabupaten/kota terkaya di Indonesia.

hambali rasidi/dari berbagai sumber

Revitalisasi Pasar Tradisional di Sejumlah Kecamatan

Konisi Pasar Rubaru setela ireitalisasi ole Pemerinta Kabupaten Sumenep

Konisi Pasar Rubaru sebelum ireitalisasi ole Pemerinta Kabupaten Sumenep

Pemerinta Kabupaten Sumenep meneiakan usalla i Pasar RubaruSala satu kios pasar traisional ang ibangun ole Pemerinta Kabupaten Sumenep meneiakan usalla i Pasar Rubaru

Page 6: Edisi 2 Mata Sumenep

6 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Nawara sempat hijrah ke Banyuwangi untuk jua-lan buah-buahan. Bersama Moh. Ribut, sang suami, dia mencari rezeki ke daerah rantau karena di desanya su-lit mendapat pekerjaan, kec-uali bertani dan ternak sapi dengan sistem bagi hasil. Selama 2,5 tahun di rantau, Nawara berpikir untuk kem-bali ke desanya mengem-bangkan usaha ternak ayam potong.

Nawara tergolong oto-didak beternak ayam. Ber-sama sang suami, ia men-gawali ternak 10 ekor pada tahun 2009. “Semula saya coba-coba beternak ayam potong,” tutur Wara, pang-gilan akrab Nawara, me-mulai pembicaraan den-gan Mata Sumenep. Awal coba-coba ia terasa sukes. Dia berembuk dengan sang suami untuk membangun kandang. Kemudian mem-perluas kandang ayam, dari 10 ekor menjadi 500 ekor ayam. Anak ayam di datang-

kan secara estafet selama 5 kali. “Minggu pertama, saya datangkan 100 ekor anak ayam. Minggu kedua, juga 100 ekor anak ayam, terus sampai minggu kelima, tiba masa panen yang 100 ekor pertama. Begitu seterusnya,” jelas Ribut, mendampingi is-trinya menjelaskan secara detail pola ternak yang ia terapkan. Dengan pola itu, tidak membutuhkan banyak modal dan hasil ternak mu-lai terasa. “Ya..modal bisa berputar,” tambah Wara.

Semula, hasil ternak Wara dijual ke pengepul daging ayam di sekitar de-sanya. Beberapa bulan ber-jalan, ia berinisiatif menjual sendiri hasil ternaknya den-gan membuka lapak di pasar Candi dan Pasar Kecamatan Dungkek. Banyak pelanggan yang terpikat dengan ayam dagangannya. Permintaan daging ayam potong terus bertambah. Nawara kewala-han. Ia tidak mampu mel-ayani pembeli di pasar. Lalu,

muncul gagasan mengajak warga sekitar rumahnya un-tuk menjadi mitra kerjanya dalam beternak ayam.

Kini Nawara memiliki 10 kandang ternak ayam den-gan pola mitra kerja yang tersebar di empat desa. Ter-banyak, di desa sendiri, Desa Jenangger sebanyak 6 warga yang menjadi mitra kerjan-ya. 2 kandang mitra kerjan-ya berada di Desa Torosan. Dan 1 mitra di Desa Banuaju Timur serta 1 mitra di Desa Banuaju Barat. Masing-masing diisi 500 ekor ayam potong. Jumlah ini bisa ber-tambah tergantung luas kan-dang.

Setiap bulan Nawara mengantongi hasil pen-jualan sebesar Rp 45 juta. Keuntungan itu belum di-potong biaya karyawan 13 orang dan biaya angkut dari kandang mitra peternak. Nawara mengaku memberi modal ke mitra sekitar Rp 15 juta untuk 500 ekor ayam potong. Biaya ini untuk

pembelian benih Asna,37,warga Desa

Jenangger Kecamatan Batang-Batang sebelum ber-mitra dengan Nawara hanya bekerja serabutan. Seperti, buruh tani. Apabila ada orang yang minta menger-jakan ladang pertaniannya, Asna baru bekerja. Ongkos buruh tani sehari sebesar Rp. 40.000. Itu pun tidak pasti setiap hari bekerja.

Sejak menjadi bermitra dengan Nawara, kehidupan Asna mulai cerah. Selama 40 hari merawat ayam ternak. Memberi pakan 2 x sehari. Memberi minum dan mem-bersihkan kotoran ayam,

ia merengguh keuntungan bersih dari bagi hasil mitra, minimum Rp 1,9 juta.” Ter-gantung harga daging ayam di pasaran. Kalau bulan pua-sa, keuntungan bagi hasil bisa mencapai Rp 2,5 – Rp 3 juta,” cerita Asna.

Dari keuntungan itu, Asna bisa beli peralatan rumah tangga, seperti tivi dan kursi. “Yang terpenting bisa menyekolahkan ked-ua anak,” tuturnya kepada Mata Sumenep. Anak sulung Asna, mondok di salah satu pesantren di Kec. Lenteng. Dan putra keduanya, masih sekolah MI dekat rumahnya.

| rusdiyono

DESA yang tandus bukan menjadi problem untuk menin-gkatkan kesejahteraan warga.Nawara, 33, warga Dusun Gunong Pekol, Desa Jenangger, Kecamatan Batang-Batang

mencari terobosan bersama para warga membuat peternakan ayam potong dengan pola kerja bagi hasil. Hasil ternak warga, dibeli oleh Nawara kemudian di jual sendiri ke pasar-pasar desa di Kecamatan Dungkek. Hasilnya menggiurkan. Keuntungan dari mitra kerja itu bisa mendongkrak kesejahteraan warga.

Kesejahteraan dari Ternak Ayam Potong

MATA POTENSI

Page 7: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 7

MATA pesantren

Al-Is’afPesantren Salaf di Tengah

Himpitan Modernisasi Pendidikan

Pondok Pesantren Al-Is’af, tergolong pesantren unik. Ditilik dari makna Al-Is’af adalah Ambulan. “Nama itu sengaja diambil untuk menampung orang sakit bagi mereka yang butuh pengobatan rohani,” tutur KH Jurjis Muzammil, salah satu pengasuh

ponpes, menjelaskan pesantrennya bisa menjadi rujukan bagi yang membutuhkan ilmu Islam. Al-Is’af tetap istiqamah, menempatkan sebagai pesantren yang melulu mengajarkan kitab-kitab Islam kalsik warisan ulama dahulu, hingga saat ini. Sejak berdiri hingga kini, konon, ponpes enggan menerima bantuan/hibah dari institusi pemerintah.

Kecuali hibah individu atau pemberian dari alumni pondok atau wali santri. Ponpes yang memiliki hampir seribu santri putra-putri ini menolak modernisasi pendidikan dengan dalih sederhana; ingin menjadi benteng, menjaga serta merawat ilmu-

ilmu Islam klasik yang sudah sepi peminat.

Udara sejuk menyengat pori-pori tubuh. Matahari mulai beranjak menam-pakkan sinar di ufuk timur. Kanan kiri telihat perbukitan menambah panorama alami. Begitulah kondisi alam pon-dok Al-Is’af yang berlokasi di Dusun Kalaba’an, Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk. Untuk menu-ju pondok tersedia dua jalur. Pertama, bisa lewat perti-gaan Prenduan dengan jarak sekitar 24 kilometer. Kedua, jika melewati kota Sumenep, sejauh 38 kilometer melalui Kecamatan Ganding.

Menurut Jailani, salah satu pengurus, Pesantren al-Is’af didirikan (alm) KH M Habibullah Rois Ibra-him, pada tahun 1960 yang berawal dari langgar kecil dan sederhana untuk men-gajarkan 10 santri yang be-rasal dari warga sekitar. Kiai Habib wafat tahun 2010, sejak itu kepemimpinan pesantren diganti putra yang kedua, KH Lathfan Habibi, sampai sekarang

Kiai Habib,-begitu pangilan pendiri Al-Is’af, waktu berumur tujuh ta-hun, nyantri ke Ponpes An-Nuqayah. Di pesant-ren, Kiai Habib berguru ke KH M. Ilyas Syarkowi, yang masih tergolong keluarga. Kiai Ilyas merupakan putra

dari Kiai Syarkowi, pendiri Ponpes An-Nuaqayah. Kiai Ilyas, seorang ulama leg-endaris yang terkenal alim dan tawaddhu’. Kiai Habib menjadi kesayangan Kiai Il-yas. Seringkali Kiai Ilyas me-nyuruh Kiai Habib menulis kitab dengan bahasa Arab Fushah.

Setelah menamatkan pendidikannya di An-Nuqayah, Kiai Habib melan-jutkan pendidikan di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuran. Beberapa bulan di Sidogiri, Kiai Habib pindah ke Pon-dok Pesantren, Manbaul Ulum, Bata-Bata, Pame-kasan. Di pesantren itu, Kiai Habib dibimbing langsung oleh pengasuh terkenal alim KH Abd al-Majid ibn KH Abd. al-Hamid. Tidak dije-laskan berapa bulan, Kiai Habib nyantri di Bata-Bata. Sepeningggal Kiai Majid, Kiai Habib kembali ke Pon-dok Pesantren Sidogiri. “Setelah pulang dari Pesant-ren Sidogiri, kiai baru me-nerima santri untuk belajar kitab dan al-Qur’an,” tuturn-ya mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep.

Sebagai pesantren salafi , al-Is’af memelihara dan mempraktekkan nilai-nilai yang diwariskan para ula-ma terdahulu. Setiap santri wajib mandiri dan hidup

sederhana. Pola dan menu makanan sederhana termas-uk cara berpakaian santri sehari-hari. Sikap asketisme atau zuhud menjadi ciri khas santri al-Is’af.

Ketenaran Ponpes al-Is’af masih kalah akrab dengan sebutan Pesantren Kalaba’an, yang merujuk nama dusun lokasi pesant-ren. "Orang sudah biasa me-nyebut Pesantren Kalaba’an, ketimbang al-Is’af. Mungkin karena orang Madura lebih gampang menyebut daerah," tutur Kiai Jurjis Muzammil.

Diceritakan, nama al- Is’af disematkan oleh Kiai Habib, sang pendiri pesant-ren setelah proses istikharah (minta pentunjuk kepada Allah Swt). Para santrinya, ditarget pandai membaca kitab kuning (kitab klasik Islam yang tidak berharkat).

“Para santri dipacu untuk banyak menghafal berbagai macam kitab. Seperti Kitab Alfi yah Karya Ibnu Malik, Al-Ajurumiyaj, Safi natunnaja, Zubad dan lainnya. Pengeta-huan tentang baca kitab kun-ing, fardhu ‘ain. Sehingga kami menekankan santri un-tuk bisa membaca kitab kun-ing," tambah Kiai Jurjis.

Menurut Jailani, kitab tasawuf seperti al-Hikam karya Ibnu Ataillah menjadi pengajian wajib bagi santri

senior. Pengajian kitab ini disyarah langsung oleh KH Latfan Habibi, setiap hari sabtu.

Dijelaskan, waktu pen-gajian kitab dibagi menjadi dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Pagi hari ma-teri kitab Tafsir Jalalain dan Riyadusshalihin. Sore hari ba’da Ashar pengajian kitab Alfi yah dan Fathul Mu’in. Kendati tergolong salafi , tiap santri akan dievaluasi dengan penjenjangan Ma-drasah Habibiyah yang be-rada di lingkungan pesant-ren. Setiap empat bulan ada ujian kepada santri.

Butuh berapa tahun sant-ri bisa lancar membaca kitab klasik (kitab kuning)? “Kalau yang standart butuh waktu kurang lebih 4 tahun, bisa saja tidak sampai, tergan-tung pada tingkat kemamp-uan santri,” tambahnya.

Biaya mondok relatif terjangkau. Bagi santri baru cukup membayar Rp. 330.000 selama setahun. Pada tahun berikutnya, setiap santri hanya dibebani biaya Rp. 300 ribu. “Dana ini untuk biaya belajar, uang kamar, lampu, dan air, serta kegiatan di pesantren,” jelas Jailani.

Tenaga pengajar dari lulusan pesantren yang ingin mendarmabakti-kan ilmu dan tenaganya.

Termasuk santri-santri senior. Agar para santri memiliki kemampuan pen-guasaan kitab-kitab salafi -yah, pesantren menyeleng-garakan pengajian kitab untuk semua santri dengan berjenjang; kategori wusta, ‘ulya dan kelas musyawarah (yaitu forum diskusi yang diikuti oleh para ustad), dengan menggunakan me-tode pembelajaran wetonan. Mempertahankan tradisi pesantren tradisional, yaitu sorogan, wetonan/bandon-gan, musyawarah (bahth al-masail)

Jumlah santri yang ham-pir mencapai 1000 ini berasal dari berbagai daerah di Sume-nep dan luar Madura. Ke-banyakan santri berasal dari desa sekitar, seperti Pakong, Lengkong dan Ganding. Dari kepulauan, seperti Kecama-tan Gili Genting dan Raas. “Serta putra habaib dari tanah Jawa yang banyak nyantri ke sini,”cerita Jailani.

Ahmad, 55, warga sekitar pesantren merasa senang adanya pesantren kalabaan. Dia berdalih seperti warga lainnya, kehidupannya merasa damai dengan ban-yak mendengar suara santri mengaji. “ate noro’ cellep jugan,” tutur Ahmad kepada Mata Sumenep.

| rusdiyono

Page 8: Edisi 2 Mata Sumenep

8 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Dalam kacamata akade-mik, menilai sesuatu itu be-nar-tidak benar, baik-tidak baik, indah-tidak indah, bu-tuh penyelidikan atau kajian lebih mendalam berdasar aksiologi (filsafat nilai). Sua-tu ilmu yang mempelajari hakikat nilai dalam kaca-mata filsafat. Dan untuk mengetahui hakikat nilai itu, perlu cara memperoleh pengetahuan sebelum me-narik kesimpulan. Di kancah intelektual di kenal dengan istilah epistemologi. Suatu ilmu yang mempelajari ke-benaran pengetahuan.

Hanya saja, kebenaran pengetahuan (epistemologi) yang dibangun intelektual Barat berdasar kesesuaian rangkaian pengertian, lewat konsepsi dan sensasi. Art-inya, kebenaran pengetahuan tergantung dari sudut pan-dang mana individu menilai. Seperti Filsuf Amerika, John Locke yang menilai kebe-naran berdasar empirisme.

Kebenaran pengetahuan yang dimaksud berdasar pengala-man yang dilihat dan dideng-ar. Dia berdalih, pada dasarn-ya akal manusia sejenis buku catatan kosong. Sehingga akal masih tergantung pada pros-es inderawi. Locke menyebut akal sebatas penampungan yang bekerja pasif atas hasil penginderaan.

Temuan Locke, ditentang Rene Descartes, Filsuf Pran-cis yang tersohor dengan kai-dah Cogitu Ergo Sum. Rene menyebut kebenaran peng-etahuan hanya bisa diperoleh lewat rasionalisme. Descartes ingin mencari kebenaran pengetahuan dengan cara meragukan semua hal. Dan ia menyimpulkan kebenaran pengetahuan sesuai dengan akal. Sehingga ia melontar-kan istilah Cogitu Ergo Sum (karena berpikir diri manusia itu ada).

Langkah Rene juga di-tolak oleh Henry Bergson yang menilai indera dan

akal memiliki keterbatasan. Menurut Bapak Intuision-isme ini, indera dan akal hanya mampu menghasil-kan kebenaran sepotong. Dengan metode intuisi, kata Filsuf kelahiran Belanda ini, manusia dapat menghasil-kan pengetahuan yang utuh.

Itu tiga aliran utama epistemologi Barat dalam memperoleh kebenaran pengetahuan.

Berbeda dengan kebe-naran pengetahuan versi Islam (epistemologi Islam). Kebenaran pengetahuan dalam Islam berpijak pada bayani, burhani dan irfani. Bayani memperoleh peng-etahuan berdasar pemaha-man atas teks agama. Sep-erti al-Qur’an dan al-Hadits. Meski manusia memiliki akal, bukan berarti teks aga-ma (al-Qur’an dan al-Hadis) menyesuaikan keinginan akal manusia. Rasio atau akal sebatas memahami teks sebagai pengetahuan jadi

untuk dipraktekkan.Sedangkan pengetahuan

burhani berdasar kekuatan ra-sio. Secara istilah, pengetahuan burhani merupakan pengeta-huan definitif dan jelas karena bersandar pada kekuatan akal lewat kombinasi sistem rasio dan empiris atas pengetahuan sebelumnya.

Sementara, pengetahuan irfani tidak berdasar atas teks agama (bayani) juga tidak berdasar kekuatan ra-sio, melainkan pada cara kasyf, suatu pengetahuan yang diperoleh lewat olah ruhani dengan kesucian hati. Dengan harapan, Al-lah Swt melimpahkan peng-etahuan langsung. Sehingga tersingkap rahasia-rahasia Allah Swt.

Kata irfan memiliki akar kata yang sama dengan ma’rifat. Dalam kajian ta-sawuf, individu yang meraih makrifatullah (mengenal kepada Allah) teristilah mu-kasyafah, orang yang me-miliki makna penyingkapan tabir-tabir (hijab) yang se-lama ini menghijab individu untuk mengakses sebuah dunia yang agung.

Dalam ilmu tasawuf, pengetahuan irfani diban-gun lewat olah batin. Meli-puti, olah hati, rasa dan ruh secara berjenjang. Sehingga pengetahuan yang diperoleh bukan berdasar penyelidi-kan sistem logika dan teks, tapi berasal dari pancaran

Nur Ilahi (Cahaya Tuhan) yang dipantulkan lewat hati paling dalam.

Terupdate muncul epis-temologi versi politisi. Mak-sudnya, kebenaran pengeta-huan itu dibangun atas dasar konsesi para politisi, apakah perwujudan di legislatif atau di ruang-ruang partai politik (parpol).

Hanya saja, sistem peng-etahuan yang dibangun para politisi ini, masih absurd alias remang-remang. Ka-ta-katanya ambigu. Tidak heran, banyak orang menilai kosa kata yang keluar dari bibir politisi, hanya dirinya yang tahu. Sebab, arah mak-na kalimat yang dimaksud tidak jelas.

Hal ini seperti menjadi ciri khas seorang politisi ul-ung. Gaya bahasa yang ter-lontar sengaja tidak mem-perjelas arah makna agar lawan sulit menerka lang-kahnya. Sehingga muncul kaidah kosakata multitafsir. Apakah ia (politisi) berbic-ara atas nama empiris (fak-ta) atau cita-cita (idea) kon-stituen? atau sebaliknya.

Sepintas, bahasa yang di-ungkap tampak tulus, tapi seketika abstrak atau absurd.

Memperjelas kebenaran politisi, ibarat semut hitam di atas batu hitam di keg-elapan malam. Praktis, tidak bisa diraba dan dilihat.

Wallahu wa‘lam| redaksi

Epistemologi Politisi

MATA POLITIK

DALAM kehidupan sehari-hari, seringkali kita berhadap-ha-dapan dengan suatu lingkungan yang menyisakan pertan-yaan, apakah yang dilihat dan didengar itu, tergolong benar

atau salah, baik atau buruk, indah atau tidak indah. Seketika itu pula, pikiran langsung menyimpulkan. Seperti saat kita menonton tivi, mendengar radio atau membaca koran atau tabloid soal ber-ita politik. Ter update kontroversi RUU Pilkada;Gubernur,Bupati/Walikota semula setuju dipilih langsung, secara instan balik arah.

Page 9: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 9

BerharapSuhu Politik Kondusif

Assalamu alakaikum, Ba-pak Ketua?

Walaikum Salam..Bagaimana kesan sebagai Ketua DPRD?

Yang beda hanya kebi-asaan lama untuk adaftasi dengan dunia baru. Jabatan sebelumnya sebagai Ketua Komisi A, waktu datang ke gedung dewan, masuk ke ruang komisi dan mimpin rapat komisi. Sekarang, ban-yak hal yang perlu dilakukan termasuk aktivitas seba-gai ketua dewan. Ya..perlu adaftasi saja…ya sekarang sudah biasa.Soal info banyak anggota dewan mengajukan kredit ke Bank, menurut Ketua?

Hahahaha. Saya hus-nodzan saja. Barangkali itu untuk kebutuhan sarana peningkatan kinerja anggota dewan dalam merespon ke-butuhan konstituen. Seperti, anggota dewan dari kepu-lauan, barangkali butuh dana untuk rumah aspirasi. Atau dana pinjaman itu untuk membeli mobil demi kelan-caran tugas kedewanan.Berapa anggota dewan yang minta persetujuan ketua?

Saya tidak tahu pasti jumlah anggota dewan yang mengajukan. Pastinya sudah ada yang ditandatangani. Besarnya variasi. Ada yang Rp 100 juta, Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Sampai sekrang saya belum ambil kredit, heheheh..Gonjang-ganjing di media soal Bapak suruh turun dari jabatan ketua, bagaimana kondisi sebenarnya?

Oh…baru saja dijelaskan jam 11, usai rapat paripurna pembentukan fraksi. Setelah paripurna ditutup, teman-teman minta ada forum klarifi kasi soal gonjang-ganjing itu. Ada 8 poin yang kami jelaskan. Isu itu se-batas diskomunikasi saja. Inti dari acara klarifi kasi itu, semuanya sudah menerima secara legowo. Sekarang sudah clear.Teman-teman akhirnya memaklumi, kami sebagai pimpinan semen-tara, pasti ada kekurangan. Pasti ada kealfaan, secara manusiawi. Misal ada kritik dan saran, saya sangat men-gapresiasi. Bagi saya bisa menjadi pembelajaran, jika misalnya, tetap memangku jabatan difi nitif.Bisa dijelaskan 8 poin itu?

Salah satunya, tidak men-dahulukan pembentukan fraksi, mendahulukan orien-tasi pada tanggal 31 Agustus lalu, karena ada beberapa faktor. Pertama, berdasar surat edaran Menteri Dalam Negeri. Kedua, sebelum keberangkatan sudah mel-akukan pertemuan dengan pimpinan partai politik,27 Agustus. Dalam pertemuan itu telah disepakati, kalau pembentukan fraksi setelah orientasi. Kenapa pimpinan partai politik diundang? Ka-rena fraksi belum terbentuk. Jadi saluran komunikasi yang ada kami manfaatkan.Kabar yang santer, sosok Bapak kurang diterima oleh sejumlah anggota dewan se-hingga muncul koalisi pelan-gi dan boikot acara orientasi.

Bisa dijelaskan?Saya ini kader partai.

Saya bukan pengurus. Saya menjadi Ketua DPRD karena ditunjuk partai. Soal mekan-isme partai mengusulkan nama untuk menjabat Ketua DPRD, sebenarnya bukan ranah saya. Hanya saja, ada informasi. Sebelum menun-juk nama saya, sudah ada musyawarah yang dipimpin ketua dewan periode sebe-lumnya. Karena belum ada mufakat diantara pimpinan parpol peraih jatah pimpi-nan, maka dikembalikan pada peraturan, bahwa par-tai yang memperoleh suara terbanyak, menduduki Ket-ua (sementara) DPRD. Saya ditunjuk DPC. Sebagai kader yang baik, saya samikna waatokna.Bagaimana harapan Bapak merespon dinamika politik DPRD Sumenep?

Saya hanya berharap suhu politik di kantor ini kondusif dan lebih baik. Karena masyarakat sudah menunggu gebrakan wakil rakyat demi peningkatan kesejahteraan. Apalagi, sebentar lagi, bulan No-vember akan mengesahkan APBD 2015.Kalau boleh tahu, siapa ket-ua defi nitif?

Haha… Saya tidak tahu. Semua berharap cemas. Apabila Bapak, ditunjuk sebagai ketua defi nitif, apa saja yang akan dilakukan?

Kalau misalnya, saya dipercaya mengemban am-anat ketua dewan, saya ingin berbuat yang terbaik untuk

Sumenep. Tentu saya perlu dibantu kekuatan elemen lain. Waktu 5 tahun bukan waktu lama, waktu yang san-gat singkat untuk membawa Sumenep lebih baik. Segera membuat schedule, apa-apa yang harus dilakukan.Tugas ketua dewan nanti hanya melanjutkan rentetan apa yang dirumuskan ketua dewan sementara. Seperti, pembentukan kelengkapan dewan sebagai target utama.

Ada adagium hasil Pileg 2014, kompetensi anggota dewan banyak diragukan. Selain efek dari hight cost politik saat Pileg kemarin. Apa yang bisa dilakukan Ba-pak, untuk menepis itu?

Hasil Pemilu 2014 su-dah menjadi realitas poli-tik. Demokrasi yang cukup dinamis, proses demokrasi sudah menghasilkan ang-gota DPRD. Tiap anggota dewan yang terpilih itu, pas-ti memiliki latar belakang dan potensi yang berbeda. Lagi-lagi, jikalau saya jadi pimpinan difi nitif, langkah pertama yang harus dilaku-kan menyamakan visi dan misi sesama anggota de-wan meski dari beragam warna. Kita satukan untuk meningkatkan kesejahter-aan masyarakat Sumenep. Kedua, kompetensi anggota dewan terus di pacu lewat berbagai kegiatan orientasi kedewanan.Bagaimana dengan renca-na Tenaga Ahli DPRD?

Saya sangat setuju jika ada tenaga ahli per anggota dewan. Sebab, tugas dewan

yang menumpuk dengan be-ragam latarbelakang sangat membantu tugas-tugas kede-wanan. Seperti, anggota de-wan yang berlatarbelakang pendidikan bisa dibantu tena-ga yang berlatarbelakang ang-garan.Tentu ini meringankan beban tugas kedewanan.Rencana kapan?

Saya ingin melihat kekua-tan APBD 2015. Kalau mis-alnya cukup alokasi untuk mengangkat TA, saya usulkan ke teman-teman dewan lain untuk dialokasikan. Sebab, secara legal merekrut TA, sifatnya diperbolehkan, bu-kan kewajiban. Tergantung kemauan teman-teman de-wan dan kemampuan APBD.Bagaimana dengan jaring aspirasi masyarakat, yang populer dengan Pokmas, apakah akan ditambah?

Itu kan hasil kesepakatan antara DPRD dan bupati. Jas-mas tahun sebelumnya hasil komunikasi pimpinan dewan lama. Kesepakatan ini tidak ada keharusan dianggarkan lagi. Kalau APBD 2015 mau dianggarkan, perlu konsesi kembali antara anggota de-wan dan bupati. Secara prib-adi, sangat setuju berdasar aspirasi konstituen dengan keberhasilan yang sudah tera-sa. Soal nominal berapa, saya setuju jika ditambah. Karena manfaatnya sungguh dirasa-kan masyarakat. Ada pemer-ataan. Tiap dapil ada usulan sesuai kebutuhan konstitu-en. Berbeda dengan alokasi yang difokuskan dengan satu SKPD.

| busri toha

Beberapa hari usai diambil sumpah jabatan sebagai anggota DPRD Sumenep oleh Ketua PN Sumenep, Eni Sri Rahayu, terdengar kabar, sejumlah anggota DPRD, sedang mengajukan kredit (pinjaman) ke Bank Jatim. Nilai pinjaman para wak-

il rakyat itu bervariasi. Mulai dari angka, Rp 100 juta, Rp 200 juta, Rp 300 juta hingga Rp 400 juta. Kemampuan Bank sebagai pemberi pinjaman sebesar 80% dari pendapatan yang diterima dengan jangka waktu 3-4 tahun. Fenomena ini tentu jamak.Tapi, yang menjadi tanda tanya, bagaimana efektifitas kinerja para legislator, apabila sisa gaji per bulannya kurang dari harapan memacu mobilitas aspirator? Lantas, bagaimana fenomena dewan? Berikut wawancara, Hambali Rasidi dan Rusdiono, dari Mata Sumenep, dengan Ketua (sementara) DPRD Sumenep, KH Abrori Mannan, S.Ag, di ruang kerjanya.

Mata POLITIK

Page 10: Edisi 2 Mata Sumenep

10 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

MATA POLITIK

SIAPA yang asing dengan nama abe? hampir separuh warga Sumenep akrab den-

gan panggilan pena, jurnalis sen-ior Koran Madura ini. Popularitas nama abe, nyaris berurutan posisi di belakang popularitas nama kiai di jagat politik. Sebut saja, Abuya Busyro Karim dan Ramdlan Siradj.

Tahun 2014, nasib baik sedang menimpa pencetus koran lokal ber-wajah nasional ini. Pada 21 Agustus lalu, abe dilantik sebagai anggota DPRD Sumenep, priode 2014-2019. Abe terpilih sebagai wakil rakyat dari Dapil IV (Pragaan-Guluk-Gluk dan Ganding) dari PDI-P dengan raihan suara cukup spektakuler.Kenapa? Sebagai new comer di jagat politik Sumenep, abe mampu menumbangkan lawan diinternal parpol pengusung sekaligus konst-estan lain.

Bagaimana kesan abe usai di-lantik sebagai anggota DPRD Sumenep? “Ini bukan sesuatu yang “wah” dalam hidup pribadi saya. Tapi, wajib saya syukuri,” jelas sua-mi Imalah mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep.

Sejak awal, Abrori nama lengkap abe, menyadari betul bahwa dalam kehidupan ini akan selalu ada sesuatu yang baru. Dia mencontoh-kan, sebelumnya sebagai kuli tinta, kini sebagai aspirator, yang kebetu-lan berkantor di DPRD. Faktor lain yang membuat abe bersikap biasa menyandang wakil rakyat karena selama delapan tahun, dia menjadi pendamping anggota DPR RI.

“Tugas dewan secara umum hanya tiga, kan? Budgeting, con-trolling dan legislasi. Itu saja,” tan-dasnya di kantor barunya, kepada Mata.

Bagaimana sikap abe, ketika berhadapan antara kepentingan konstituen dan kepentingan parpol pengusung dalam menjalankan tu-gas aspirator?”Sebagai kader partai saya pasti loyal terhadap keputu-san partai. Tapi saya yakin, suara partai pasti seirama dengan suara konstituen,” jelas Magister Psikolo-gi ini.

Kendati demikian, abe sangat setuju menempatkan kepentin-

gan masyarakat berada di atas kepentingan kelompok, ter-

masuk parpol pengusungnya. “Seacara ideal, setiap

anggota dewan terpilih harus bisa terlepas dari kepentingan parpol jika tidak sesuai dengan kepent-ingan masyarakat ban-yak. Setiap anggota dewan, harus memiliki kewajiban memperjuangkan aspirasi masyarakatnya. Apapun partainya,” tandas ayah em-pat anak ini.

Ketika ditanya kans-nya sebagai bacawabub, abe me-nepis dengan guratan ab-surd. “Saya tidak berpikir sampai sejauh itu. Meskip-un dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Tapi saya belum bisa beran-dai-andai. Tetapi kalau partai saya mengatakan seperti itu, saya tidak punya alasan untuk berkata tidak,” katanya mengakhiri pecakapan.

| fathol alif

PERASAAN senang dan syahdu tidak bisa hilang di wajah cantik Dwita Andri-

ani setelah kembali terpilih sebagai anggota DPRD Sumenep periode 2014-2019. Perasaan itu terpancar saat berbincang dengan wartawan Mata Sumenep di kantornya pada hari Senin, 25 Agustus 2014.

“Pertama tentu sangat bersyukur mendapat kepercayaan kembali dari masyarakat Dapil I,” ungkap perempuan yang akrab disapa Ita

ini sam-b i l

tersenyum saat ditanya suara hat-inya oleh wartawan Mata Sumenep.

Selain senang, Ita juga merasa bangga ketika masyarakat yang berkuasa masih percaya kepada di-rinya. “Mendapat kepercayaan dari masyarakat saat ini tidak mudah, mas,” tandas politisi perempuan dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Ita juga mengakui adanya per-bedaan dalam pemilu legislatif, April lalu dibanding waktu pertama kali mencalonkan sebagai anggota legislatif tahun 2009. Menurut Ita, pemilu 9 April lalu, kompetisi calon sangat ketat. Penuh tantangan dan medan garapan nyaris tak bisa tersentuh.

“Yang jelas, pertarungan 9 April lalu, calon yang menang dan yang kalah, sama-sama babak belur. Ka-rena cost politic-nya lebih besar

dibanding sebelumnya,” katanya.Dengan terpilih kembali

menjadi anggota DPRD Sume-nep, Ita mengaku akan terus memaksimalkan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Dia mengaku, bany-akkeinginan masyarakat yang belum terwujud saat menjabat 5 tahun lalu. Ita mencontohkan problem pasar Anom yang masih belum usai.

Selain itu, Ita juga akan berjuang untuk terus membuka mata peremp-uan agar lebih banyak ber-peran di politik. Meskipun hal itu diakuinya tidak akan mudah. Karena, lanjutnya, patriarkhi di

lingkungan DPRD Sume-nep pasti berlaku. Oleh

sebab itu, Ita berharap, ke-tika ada perempuan ber-hasil menjadi anggota de-wan dan diakomodir harus benar-benar membuktikan

kalau perempuan bisa berbuat banyak di politik.

Selebihnya, Ita berkomit-men memposisikan kepentingan masyarakat secara umum di atas kepentingan segalanya, termasuk parpol pengusungnya.

“Saya berada di sini karena par-pol, tapi bukan segalanya. Saya juga akan memperjuangkan setiap aspi-rasi dari warga yang terlanjur me-naruh kepercayaan kepada saya,” jelasnya mengakhiri percakapan dengan Mata.

| fathol alif

Srikandi Dua Periode Kuli Tinta di Parlemen

estan lain. Mata.Bagaimana sikap abe, ketika

berhadapan antara kepentingan konstituen dan kepentingan parpol pengusung dalam menjalankan tu-gas aspirator?”Sebagai kader partai saya pasti loyal terhadap keputu-san partai. Tapi saya yakin, suara partai pasti seirama dengan suara konstituen,” jelas Magister Psikolo-gi ini.

Kendati demikian, abe sangat setuju menempatkan kepentin-

gan masyarakat berada di atas kepentingan kelompok, ter-

masuk parpol pengusungnya. “Seacara ideal, setiap

anggota dewan terpilih harus bisa terlepas dari kepentingan parpol jika tidak sesuai dengan kepent-ingan masyarakat ban-yak. Setiap anggota dewan, harus memiliki kewajiban memperjuangkan aspirasi masyarakatnya. Apapun partainya,” tandas ayah em-pat anak ini.

Ketika ditanya kans-nya sebagai bacawabub, abe me-nepis dengan guratan ab-surd. “Saya tidak berpikir sampai sejauh itu. Meskip-un dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Tapi saya belum bisa beran-dai-andai. Tetapi kalau partai saya mengatakan seperti itu, saya tidak punya alasan untuk berkata tidak,” katanya mengakhiri pecakapan.

| fathol alif

ini sam-b i l

legislatif tahun 2009. Menurut Ita, pemilu 9 April lalu, kompetisi calon sangat ketat. Penuh tantangan dan medan garapan nyaris tak bisa tersentuh.

“Yang jelas, pertarungan 9 April lalu, calon yang menang dan yang kalah, sama-sama babak belur. Ka-rena cost politic

dibanding sebelumnya,” katanya.Dengan terpilih kembali

menjadi anggota DPRD Sume-nep, Ita mengaku akan terus memaksimalkan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Dia mengaku, bany-akkeinginan masyarakat yang belum terwujud saat menjabat 5 tahun lalu. Ita mencontohkan problem pasar Anom yang masih belum usai.

akan berjuang untuk terus

nep pasti berlaku. Oleh sebab itu, Ita berharap, ke-tika ada perempuan ber-hasil menjadi anggota de-wan dan diakomodir harus benar-benar membuktikan

kalau perempuan bisa berbuat banyak di politik.

Selebihnya, Ita berkomit-men memposisikan kepentingan masyarakat secara umum di atas kepentingan segalanya, termasuk parpol pengusungnya.

“Saya berada di sini karena par-pol, tapi bukan segalanya. Saya juga akan memperjuangkan setiap aspi-rasi dari warga yang terlanjur me-naruh kepercayaan kepada saya,” jelasnya mengakhiri percakapan dengan Mata.

Page 11: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 11

TESTIMONI

Sufi yanto, tergolong PNS yang kenyang di dunia protokol pemer-intah. Tercatat ia bergelut dalam keprotokolan, sejak tahun 1985. Dan pada tahun 2013, ia baru menjabat Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkab Sumenep. Sofi bercerita, saat mendampingi Buya naik sepeda pancal menuju acara di gedung Kor-pri. Di tengah jalan, Buya berhenti saat melihat pengemis. Dan mem-berikan uang sekedarnya.

Kejadian lain saat Sofi men-dampingi sebuah acara kunjun-gan ke desa, tiba-tiba sopir mobil yang ditumpanginya disuruh ber-henti karena melihat bapak-bapak berkerumun di pinggir jalan. Buya turun dari mobil, menyapa dan berbincang sambil senda gurau. Tak lama kemudian, Buya pamit untuk melanjutkan perjalanan, sambil menyerahkan uang untuk dibelikan apa saja yang menurut mereka berharga.

Sofi sering bersama Buya, baik acara formal maupun informal. Setiap minggu pagi, habis shalat subuh, Buya tetap sebagai pen-gasuh ponpes Al-Karimiyah den-gan memberi pengajian kitab para santri. Jika ada acara luar kota, di-ganti pada waktu siang, sore atau malam. Sofi bercerita saat men-dampingi Buya menuju pesantren, tepatnya antara desa Parsanga dan Paberasan, Buya melihat penjual bambu mendorong gerobak penuh dagangannya. Buya menyuruh sop-ir untuk berhenti. Buya turun dan memberi uang seadanya.

Pria yang akrab dengan kalangan jurnalis ini mengaku banyak ter-inspirasi dari sikap dan pemikiran Buya. Menurut Sofi , Buya memiliki jiwa entrepreneurship, disiplin dan senang membaca. Dalam menjalan-kan tugas sebagai bupati, Buya se-lalu meorientasikan pada kehidupan sosial dan responsif terhadap kead-aan. Dia mencontohkan, ketika Buya menerima laporan dari masyarakat, apakah dari kiai maupun tokoh

masyarakat, Buya langsung mer-espon dan memerintahkan Satuan Kerja Pimpinan Daerah (SKPD) un-tuk menindaklanjuti laporan mere-ka. Buya tidak suka berwacana, tapi lebih senang beraksi nyata dengan cara kreatif dan inovatif. Buya tidak suka kepada kegiatan yang monoton tanpa ada kreasi dan inovasi.

Kisah lain dialami, Abdul Kadir, staf administrasi bupati. Kadir ter-catat sebagi staf senior karena ia bertugas sejak tahun 1995 hingga sekarang. Namanya cukup familiar di kalangan para tamu bupati. En-tah kenapa, barangkali karena ku-mis tebal sebagai ciri khasnya.

Kadir bercerita, suatu waktu, beberapa hari sejak Buya dilantik sebagai Bupati Sumenep, dirinya bersama ajudan bupati, Joko Her-lambang, membantu menyusun surat-surat penting yang perlu di tandantangani maupun disposisi bupati. Kebetulan surat menum-puk. Tidak tahu berapa jumlah surat itu. Tapi Buya tetap ingin menyelesaikan surat-surat yang sudah ada di atas meja kerjanya. Tepat jam 01.00 dini hari, Buya tampak kelelahan karena sehar-ian melayani tamu. Tiba-tiba Buya merebahkan diri di kursi sambil tertidur. Kadir dan Piping, panggi-lan akrab Joko Herlambang, tidak punya keberanian membangunkan Buya untuk pamit pulang. Maklum kadir dan Piping belum banyak tahu karakter Buya. Mereka ber-sabar sambil menunggu Buya ban-gun. Tapi belum juga bangun dari kursi. Tepat pukul 03.00, Piping memberanikan diri, menyentuh telapak kaki Buya untuk memban-gunkan. Setelah sadar, Buya kaget karena kedua pembantunya juga belum pulang. “Kok belum pulang. Saya biasa tidur di atas kursi kerja sebelum pekerjaan selesai,” ujar Buya kepada Kadir dan Piping. Dan keduanya pamit pulang.

Beberapa jam kemudian,Kadir kembali ke rumah dinas bupati.

Kadir melihat Buya masih menye-lesaikan sisa-sisa tumpukan surat di atas meja kerjanya. “Itu kebiasan Buya menyelesaikan surat-surat. Tidak menunggu hingga esok hari. Prinsip Buya surat yang masuk satu hari harus selesai. Dan Buya jeli apabila ada surat yang perlu disposisi bawahannya sebelum ditandatanganinya,” cerita Kadir kepada Mata Sumenep.

Kisah lain datang dari teman karib Buya yang pernah menjabat ajudan bupati, M. Ilyas. Dia ham-pir tak bisa mengungkapkan apa yang bisa diceritakan kepada Mata Sumenep karena memiliki kenan-gan tersendiri ketika mau bercer-ita sosok Abuya Busyro Karim, baik secara bupati maupun pribadi.

Pria yang pernah menjadi ang-gota dewan syuro PKB ini mengaku sulit membaca gesture Buya. “Hampir tidak bisa membedakan kapan waktu Buya marah atau Buya senang. Kalau memang harus marah, secara manu-siawi. Tapi, Buya tidak langsung reak-tif, mimiknya tetap senyum sembari melontarkan kata-kata yang mendid-ik,” cerita Ilyas memperagakan mi-mik senyum yang dicontohkan Buya kepada banyak orang.

Menurut staf DPU Cipta Karya dan Tata Ruang ini, sejak menjabat bupati, Buya tetap tidak berubah. Memperlakukan sama kepada se-mua tamu. Siapapun yang ingin bertamu, Buya tidak menolak se-lama tidak berbenturan dengan acara dinas atau jadwal acara yang tersusun sebelumnya. Buya ibarat lautan. Menerima tamu dari segala lapisan dan berbagai latarbelakang. Mereka semua direspon secara manusiawi, bercanda ria. Maklum Buya berlatarbelakang pesantren. Sebuah kerendahan hati dan kes-ederhanaan yang ia tampakkan.

Madani, salah satu staf bupati lain punya cerita unik tentang Buya ketika pertemuan warga dengan En-ergi Mineral Langgeng (EML), salah satu kontraktor migas yang akan

melakukan eksplorasi di Kecamatan Saronggi, di pendopo kabupaten.

Madani bercerita: waktu itu Buya sedang sakit. Dokter prib-adinya menyarankan Buya untuk istirahat total, meski tanpa rawat inap di rumah sakit. Kata dokter, Buya kekurangan cairan sehingga perlu istirahat dan diinfus untuk mempercepat kesembuhannya.

Sementara, di pendopo ada pertemuan antara warga Kec. Sa-ronggi dengan manajemen EML. Pemkab sebagai mediator. Dalam pertemuan itu bupati absen. Bupa-ti diwakili asisten dan sekda serta satker terkait. Ketika pertemuan hampir selesai, tiba-tiba Buya ke-luar dari rumah dinas, berjalan menemui warga di pendopo sam-bil memapah infus yang masih menempel di tubuhnya. “Tentu saja banyak undangan yang kaget.Tidak seperti biasa, dalam perte-muan resmi, bupati hadir dengan aksesoris infus. Ya..begitulah Buya. Selama bisa berjalan, pasti men-emui apa yang menjadi keinginan warganya,” tutur Madani kepada Mata Sumenep.

bersambung..| rusdiyono

ALLAH Swt menciptakan mahluk dengan berbagai karakter. Sosok pemimpin merupakan karunia Ilahi sebagai figur pilihan yang sengaja diberi kelebihan, baik dari segi bakat (intuisi), kapasitas dan pengetahuan. Kendati demikian,

pemimpin juga manusia yang penuh kelemahan. Tidak terkecuali, Bupati Sumenep, KH Abuya Busyro Karim. Tulisan ini sengaja menurunkan sisi positif Buya, sapaan akrab Bupati Sumenep, berdasar pengalaman pribadi mereka ketika bersama Buya.

Kisah Mereka Bersama Bupati Abuya Busyro Karim (1)

Buya Ibarat Lautan

TESTIMONI

Page 12: Edisi 2 Mata Sumenep

12 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Kesuksesan dalam suatu pendidikan dari seorang anak

didik, menurut Edy Su-prapto, harus terdiri dari tiga unsur. Pertama, Ke-berhasilan pendidikan harus ada singkronisasi antara pendidikan se-kolah, keluarga dan ling-kungan.

“Keluarga yang baik tidak hanya pasrah kepada sekolah. Namun, ikut mem-berikan pendidikan ke-pada anak didik. Termasuk lingkungan, peran tokoh masyarakat dan lingkungan sangat berpengaruh terha-dap pembentukan krakter dari seorang anak,” tutur mantan Ka UPT Diknas Kecamatan Masalembu ini saat dimintai tanggapan soal keberhasilan dunia pendidikan.

Dikatakan, pembentu-

kan karakter dari seorang anak di sekolah, pendidik sebagai model karekter dari anak didik. Begitu juga keti-ka berada di rumah. “Orang tua, lingkungan harus bisa menjadi contoh atau taul-adan bagi anak didik. Sedan-gkan pergaulan dari sorang anak didik, penting men-dapatkan pengawasan dari sekolah, orang tua dan juga lingkungan,” jelasnya.

Menurutnya, untuk mencapai tujuan bersama demi kesuksesan anak did-ik, dia memberi tips “harus ada komunikasi intens antara pihak sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat di lingkungan. Selama ini, tidak sedikit orang tua yang sukses secara ekonomi, tetapi lupa dalam mendidik anak hingga pasrah kepada sekolah,”.

| ahmadi

Kesuksesan Anak Didik; Sekolah,Keluarga dan Lingkungan

Au Baar Bahrisakil Ketua DPD

apeksino Sumenep

Ed SuratoKepala UP Disik Kec Kota Sumenep

Ilyas memiliki cerita saat dirinya mendapat surat peringatan dari Inspek-

torat Kabupaten Sumenep, tahun 2010, lalu. Ketika itu, Ilyas diadukan oleh tim pasangan Pilkada ke Sek-retaris Daerah (Sekda) dan Bupati KH Ramdlan Siradj. Ilyas kepergok kamera, saat menemani teman karibnya (Abuya Busyro Karim) saat

maju sebagai kontestan Pilkada 2010. “Waktu itu saya bermain ke rumah Buya (panggilan Ilyas ke bupati, Red.) sebagai te-man lama, saya kangen ka-rena lama tidak berjumpa. Kebetulan ada orang yang mengambil gambar saya, dijadikan bukti ke Sekda dan bupati,” kenang Ilyas. Atas kejadian itu, Ilyas me-

miliki pemikiran, apa yang keliru ketika individu ber-main kepada teman yang kebetulan menjadi kontest-an Pilkada. “Bagi saya, ini hak individu warga Indo-nesia. Yang terpenting, saya tidak tercantum dalam tim sukses. Alhamdulillan pen-jelasan saya diterima Pak Sekda,” tutur Ilyas.

| ham

PNS Boleh Berpolitik

Mohammad IasPegaai DPU ipta Kara an ata Ruang

Na m a A b u B a -

kar Bahrisy, tidak asing di dunia pelaku jasa konstruksi di Sumenep. Sosoknya tidak pernah absen setiap ada haja-tan pengadaan proyek yang dihelat LPSE (Layanan Pen-gadaan Secara E l e k t r o n i k ) di Kabupaten Sumenep. Tapi kali ini, Wakil Ketua DPD Ga-bungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Ga-peksindo) Sumenep, berwajah kecut ketika diajak ngob-rol soal dinamika kontruksi di Sumenep.

“Kalau berbicara tender proyek, tergantung LPSE. Sekarang banyak teman-teman mengeluh karena sikap LPSE tidak mengundang peserta tender yang memasuk-kan penawaran untuk menyaksikan dokumen peserta lain, termasuk kelengkapan dokumen pemenang ten-der,” tutur Bekar, panggilan akrab Abu Bakar Bahrisy, memulai pembicaraan saat berkunjung ke redaksi Mata Sumenep.

Menurut Bekar, sikap panitia LPSE bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No 54 tahun 2010 bagian e no 1. “Dalam UU itu disebutkan, dokumen pena-waran dibuka dihadapan peserta pada waktu dan tempat sesuai ketentuan dalam dukomen pengadaan. Jelas..pan-itia tidak menghadirkan saksi. Tiba-tiba ada pengumu-man pemenang tender. Dan peserta yang kalah, terletak dari metode pelaksaan pekerjaan yang ditawar. Padahal metode itu, sifatnya subyektif. Jika peserta yang kalah tidak terima, panitia memberi waktu untuk menyangg-gah. Toh..kalau masih belum puas, peserta diberi hak banding, dengan cara membayar biaya banding. Kalau tetap kalah, biaya banding itu hilang,” paparnya.

Kenapa LPSE tidak melibatkan saksi? “Itu yang men-jadi tanda tanya saya. Padahal, saksi itu, hal penting yang harus dihadirkan oleh panitia LPSE. Jika ada saksi, maka saksi itu bisa melihat terhadap kualitas penawaran peser-ta lain. Saksi berhak mengetahui kualitas penawaran pe-serta lain. Saksi bisa mengetahui kelengkapan penawaran peserta yang memasukkan penawaran. Karena tidak ada saksi, panitia terkadang meminta persyaratan di luar ke-wajaran. Misalnya permintaan Surat Keterangan Terdaf-tar (SKT). Meminta sesuatu yang tidak dimiliki peserta tender,” sambung pria etnis Arab ini berapi-api.

Solusinya? “Belum ada pengawasan di LPSE. Karena tidak ada kontrol, justru sangat rentan terjadi permainan yang merugikan peserta penawaran yang tidak lolos,”.

| busri toha

ENAAAN ASA NSRUSI

Curhat Soal LPSE

sosok & opini

“PNS jangan tabu terhadap politik,” tutur Ilyas mengawali pembicaraan dengan Mata Sumenep. Bagi Ilyas, politik itu hak individu warga Indonesia yang diatur dalam UUD 1945. Semua orang boleh berpolitik, tanpa terkecuali pegawai negeri sipil (PNS). Hanya saja, tambah Ilyas, yang menjadi larangan PNS tercatat sebagai anggota atau pengurus Parpol. Termasuk tercatat tim sukses pasan-gan calon Pilkada.

Page 13: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 13

PANGESTO

Soengennep Flowers Festival

Pawai mobil hias bunga sebagai bentuk promosi wisata religi, wisata alam dan wisata budaya Sumenep. ”Bunga merupakan simbol keindahan dan kedamaian. Tentu selaras dengan karakter masyarakat Sumenep. Selama ini, pelaksanaan pembangunan berlangsung aman, lancar dan damai. Ini ada pada lambang bunga. Karena itu, Kabupaten Sumenep harus menjadi pusat wisata di daerah timur Madura. Kita harus mencintai dan menggalakkan penanaman bunga,” tandas Bupati Abuya Busro Karim dalam sambutan Soengen-nep Flowers Festival sebelum melepas pawai mobil hias bertabur bunga, yang dilanjutkan dengan pemberian bunga kepada Ketua TP– PKK, Nurfitriana Busyro Karim.

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 13

Page 14: Edisi 2 Mata Sumenep

14 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

PANGESTO

14 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Page 15: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 15

PANGESTO

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 15

Page 16: Edisi 2 Mata Sumenep

16 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

PANGESTO

Serahkan 41 Unit AlshintanDinas Pertanian dan

Tanaman Pangan (Disperta) Kabu-

paten Sumenep, optimis dapat meningkatkan kes-ejahteraan petani. Sebab, selama 2014, pemkab telah menyerahkan puluhan alat mesin pertanian (Alshin-tan) ke sejumlah kelompok masyarakat (Pokmas) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang tersebar di 34 desa dalam 14 kecama-tan.

Bulan Juni lalu, Kepala Disperta, Bambang Heri-yanto bersama dengan Bu-pati Sumenep KH A Busyro

Karim, menyerahkan 41 unit Alshintan yang dipu-satkan di Desa Tambuko, Kecamatan Guluk-Guluk. Bantuan Alshintan tersebut diberikan kepada 7 Gapok-tan, 28 Kelompok Tani, dan 3 Pokmas.

Bambang berharap, bantuan mesin pertanian itu, bisa membantu petani agar lebih mudah dan lebih nyaman dalam mengolah lahannya. “Jika selama ini petani mengunakan alat tradisional, kini bantuan pemkab diharap lebih mu-dah mengolah lahan perta-nian sehingga hasil produk-

si maksimal. Bantuan ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk mening-katkan kesejahteraan petani Kabupaten Sumenep,” ujar Bambang Heriyanto, ketika ditemui wartawan Mata Sumenep.

Dengan bantuan Alshin-tan tersebut diharap bisa menyeimbangkan SDA dan SDM petani Sumenep. Para petani lebih cepat berkem-bang dalam mengolah la-hannya. “Semoga dengan bantuan Alsintan ini ada peningkatan hasil petani Sumenep,” harapnya.

| ahmadi

Dikatakan Koesman, berdasar UU 24/ 2007 penyelenggaraan penang-gulangan bencana men-jamin penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberi perlind-ungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana.

”Dengan kegiatan ini, para relawan bisa profe-sional yang dapat diwu-judkan dengan langkah antisipatif. Selalu siap siaga dan dapat dilakukan pencegahan sedini mung-kin terhadap ancaman

bencana,” jelas Koesman, kepada Mata Sumenep.

Salah satu tujuan pelatihan ini, tambah Koesman, menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil, po-tensial, terlatih dan tang-guh serta siap berkorban untuk kemanusiaan.

”Pelatihan teknis pen-anggulangan bencana ini tentu bertujuan memberi pemahaman dan pengeta-huan kepada para relawan agar mengerti apa yang harus dilakukan. Den-gan kata lain SIAPA DAN BERBUAT APA serta siap diterjunkan apabila ter-

jadi bencana,” pungkas mantan Kadis Sosial ini.

Kegiatan ini sebagai salah satu upaya untuk mamaksimalkan dalam penanggulangan bencana. Para peserta dibekali an-eka macam materi, meli-puti; pelatihan teknis, manajemen bencana serta simulasi langkah-langkah dalam penanggulangan bencana.

Sementara itu, musim kemarau yang ditandai kekeringan yang melan-da Kabupaten Sumenep, BPBD, telah mendeteksi sebanyak 44 titik yang terdiri dari kategori 20 kering kritis dan 44 kering langka. Menurut Koes-man, kering kritis jarak ambil air sejauh sekitar 3 Km. Sedangkan kering

langka, sumber air tidak mencukupi. ”Semua itu tersebar di 17 kecamatan di daratan dan kepulauan dengan 64 desa. Seperti. Kec. Batang-batang, Sa-ronggi, Batuputih, Pa-song-songan, Talango, Dasuk, Rubaru dan seba-gainya.

Karena itu, sejak pertengahan Juli lalu, BPBD sudah mendistri-busi 301 tangki air PDAM Sumenep. ”1 tangki air relatif penggunaannya. Penggunaan air itu juga digunakan untuk hewan peliharaan warga. Terka-dang warga mengalah ke-pada hewan peliharaan-nya,” cerita Koesman mengakhiri pembicaraan dengan Mata Sumenep.

| ahmadi

Siap Siaga, Menekan Dampak Bencana

advertorial

Badan Penanggulangan Ben-cana Daerah (BPBD) Sume-nep, selalu siaga 24 jam dengan mendirikan Pusat Pengendalaian Operasional. Dengan harapan dapat menekan dampak bencana yang menimpa masyarakat. Karena itu, Kepala BPBD, Koesman Hadi menggan-deng 100 relawan dari unsur BPBD, Tagana, PMI, Dinas Sosial, Tim Sar Linmas, menggelar pelatihan teknis (Bintek) Penanggulangan Bencana, bertempat di se-buah hotel, 3/9.

Page 17: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 17

PANGESTOMATA DESA

Bimtek Menyambut Otonomi Desa

Pemkab Sumenep terus mempersiapkan diri meny-ambut pelaksanaan Oto-

nomi Desa. Salah satu ke-siapan itu, Bagian Pemdes menggelar Sosialisasi Pen-

gelolaan Keuangan dan Ke-kayaan Aset Desa. Dengan nara sumber: DPPKA, Ba-

gian Hukum, BPN, dan Kan-tor Pelayanan Pajak Pratama Cabang Pamekasan. Ta-hapan pertama pelatihan Bintek ini diperuntukkan 244 Sekretaris Desa (Sekdes) dan Kasi Tata Pemerintahan Desa, se Kecamatan Dara-tan, berlangsung dua tahap, selama 6 hari, bertempat di Hotel Utami, pertengan Agustus, lalu.

Kabag Pemdes, Moh. Ramli, selaku penyeleng-gara kegiatan, menyebut pelaksanaan otonomi desa perlu kesiapan SDM yang bisa mengelola keuangan sebagai dampak dari pen-erapan UU No 06 dan Pera-turan Pemerintah Nomo 43 tahun 2014. Termasuk tertibnya administrasi ke-

kayaan desa (tanah peca-ton).

Dikatakan, kemampuan aparatur desa dalam men-gelola keuangan dan ke-kayaan desa menjadi ujung tombak kesuksesan otono-mi desa. “Pemkab konsist-en melakukan sosialisasi dan pembinaan sebagai wu-jud dari keperdulian men-gawali otonomi desa dan efektifi tas pemerintahan desa,” ujarnya kepada Mata Sumenep.

Dari kegiatan tersebut, kata mantan Camat Gayam ini, setiap peserta (sekdes) diberi tugas melaporkan hasil pendataan dan inven-tarisasi aset desa secara ru-tin dan berjenjang.

| ahmadi

ADVERTORIAL

Pilkades Gratis

ADA kabar baik bagi warga desa yang hendak mencalon-

kan sebagai Kepala Desa. Sebab, Pemerintah Kabu-paten (Pemkab) Sumenep telah mengalokasikan ang-garan pelaksanaan Pilkades sebesar Rp 7,058 miliar untuk anggaran panitia Pilkades. Calon kepada desa (Cakades) cukup menyerah-kan dukungan tandatangan warga, maksimal 20% dari jumlah hak pilih.

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sumenep akan digelar seren-tak pada Oktober 2014. Se-banyak, 90 desa yang tersebar di daratan dan kepulauan, di-pastikan menggelar Pilkades di bulan Oktober mendatang.

Kepala Bagian Pemerin-tahan Desa (Kabag Pemdes), Pemkab Sumenep, Moh. Ramli saat ditemui warta-wan Mata Sumenep menga-takan, anggaran miliaran ru-

piah itu, salah satu itemnya adalah pembuatan kotak su-ara yang dibuat per dusun. Selain itu, alokasi panitia yang sudah menggratiskan biaya pendaftaran bagi war-ga yang ingin maju sebagai calon kepala desa. ”Semua calon kepala desa (Cakades) tidak akan dibebani biaya apapun yang sifatnya mengi-kat,” tegas Moh. Ramli.

Menurutnya, penetapan tanpa biaya itu sesuai den-gan undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang desa, PP No 43 Tahun 2014 ten-tang pedoman pelaksanaan undang-undang tahun sebe-lumnya, dan Perda No 8 ta-hun 2014. Selain itu, lanjut Ramli, teknik pelaksanaan Pilkades sesuai dengan PP itu akan dilaksanakan secara serentak dan bertahap.

Lebih jauh Ramli menje-laskan, sesuai dengan PP No 43 Tahun 2014 pasal 45 ayat (6) bahwa, penetapan calon

kepala desa antarwaktu oleh panitia pemilihan, paling sedikit 2 (dua) calon dan mak-simal 5 calon, dengan dukun-gan maksimal 20% dari hak pilih. Dukungan cukup tan-datangan warga, tanpa lam-piran foto copy KTP. Setelah dukungan diserahkan, panitia Pilkades melakukan verifi kasi kepada warga yang memberi dukungan.

Kenapa teristilah maksi-mal 20%? “Pemkab melaku-kan kreasi hukum agar tidak terjadi benturan di bawah. Jika ada calon, misalnya, mengantongi dukungan 80% atau lebih, panitia hanya mengakui 20%. Sisanya un-tuk calon yang lain. Walau-pun calon hanya mengan-tongi 5 atau 1 %, ketika di ranking diantara dukungan calon belum mencapai 100%, bisa lolos sebagai calon kepa-la desa. Rinciannya, percalon yang diakui 20%. Kalau ada 6 calon, yang lolos ya 5 calon.

Semua calon kepala desa (Cakades) tidak akan dibe-

bani biaya apapun yang sifatnya mengikat,"

MH. RAMIKabag Pemes

Karena sudah genap 100%,” jelas Ramli.

Bagaimana dengan Cakades kurang dari dua calon? “Tahapan Pilkades tidak bisa dilanjutkan,” tam-bah Ramli.

Bapak tiga anak ini me-nambahkan, Penentuan siapa yang terpilih menjadi kepala desa, selain ditentukan oleh banyaknya jumlah dukungan suara, juga ditentukan oleh luas wilayah dimana suara dukungan itu diperoleh.

”Dengan ikhtiar tersebut, pemerintah berharap, agar panitia bisa terbantu untuk mensukseskan Pilkades di masing-masing desa. Ter-masuk, agar semua warga desa bisa mendapat kesem-

patan untuk maju sebagai calon kepala desa tanpa ter-bebani biaya,” terangnya.

Sementara itu, berdasar-kan PP Nomor 43 Tahun 2014 itu tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 ten-tang desa, pada pasal 47 ten-tang Masa Jabatan Kepala desa disebutkan, pada ayat (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) ta-hun terhitung sejak tanggal pelantikan. Dan ayat (2) bah-wa Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara ber-turut-turut atau tidak secara berturut-turut.

| ahmadi/busri toha

Cakades Cukup Serahkan Tanda Tangan Warga

1 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 17

Page 18: Edisi 2 Mata Sumenep

18 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

MATA DESA

PROFESI sebagai tukang becak, jual es keliling dan bek-

erja serabutan, tak akan pernah berpengaruh ke-pada nasib seseorang. Jika cita-cita ingin memberi-kan yang terbaik kepada masyarakat, selalu menda-patkan jalan untuk menca-pai cita-cita.

Barangkali, predikat tersebut sangat tepat pada sosok sederhana namun bijaksana, Su-laiman, Kepala Desa Jenangger, Kecamatan Batang-Batang Sumenep. Berbagai persoalan hidup telah dia hadapi dengan hati sabar. Segetir apa-pun perjalanan hidup, berusaha survive.

Selama ini, adagium seseorang bisa menjadi pemimpin harus ketu-

runan pemimpin atau raja, memang sempat membuat dirinya tidak semangat untuk men-duduki posisi sebagai kepala desa. Tetapi niat tulus untuk selalu mem-bantu orang banyak, se-lalu tertanam dalam hati. ”Saya pernah berjualan es dan tukang becak,” kisah Sulaiman kepada warta-wan Mata Sumenep.

Lambat laun keberun-tungan mulai berpihak pada pria kelahiran Sume-nep, 04 Maret 1969 ini. Bersama isterinya, Sah-ni, untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluar-ga, membuka toko dekat rumahnya, sambil lalu menjadi sopir mobil taxi. Waktu bersamaan, men-coba berkecimpung di or-ganisai Nahdhatul Ulama’

(NU) dan organisasi lain di masyarakat.

Sebelumnya, alumni Madrasah Miftahul Ulum Batang-Batang ini, men-gaku kurang tertarik di dunia politik, lebih-lebih di tingkat desa. Prinsipn-ya, membantu masyarakat tanpa harus menunggu memiliki jabatan. Tapi, dorongan masyarakat agar dia bersedia mencalonkan sebagai kepala desa, tak bisa dia bendung. Akh-irnya, pada tahun 2013 lalu memberanikan diri menjadi calon kades dan terpilih.

Bagi Suliman, jabatan kepala desa bukan kesem-patan untuk mengambil keuntungan. Tetapi aman-ah warga yang harus dilak-sanakan. Tujuannya, Desa Jenangger harus lebih

baik dan lebih maju. ”Se-lain program fisik, seperti perbaikan jalan, irgasi dan lain-lain, pembenahan administrasi desa kami utamakan. Pastinya, ber-sama seluruh perangkat desa kami bertekad akan memperbaiki ekonomi masyarakat, pendidikan, kesehatan. Begitu juga dalam bidang olahraga,” kometmennya.

Berkat kesungguhan-nya, pada awal 2014 lalu, Desa Jenagger termasuk satu-satunya desa di Ke-camatan Batang-Batang yang bisa ikut lomba Ru-mah Sehat. ”Kemajuan suatu masyarakat tidak terlepas dari niat bersama warga untuk membangun desa lebih maju dan se-jahtera,” pungkasnya.

| rusdiyono/busri toha

Abang Becak Jadi Kades

Membangun Desa dengan Pendidikan

MUH Munif, Kepa-la Desa Duko, Ke-camatan Rubaru.

Namanya pendek tetapi ber-makna lembut. Ia memiliki cita-cita cukup mulia, mem-bangun Desa Duko lebih maju terutama dari sektor pendidikan. Sebab, kema-juan suatu desa akan di li-hat dari tingkat pendidikan warganya. “Saya ingin men-jadikan Desa Duko sebagai Desa Pendidikan,” ujar Mu-nif, kepada wartawan Mata Sumenep.

Sebagai langkah awal un-tuk memajukan pendidikan, alumni Pondok Pesantren Annuqayah ini mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Melati 2008. Bah-kan, alumni S2 IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, sedang menyusun sejarah Desa Duko. Rencananya, sejarah desa tersebut akan dibentuk buku. Penyusunan sejarah dilakukan dengan segera agar tidak kehilangan seja-rah. Apalagi, saat ini, masih banyak sesepuh desa yang

mengetahui seluk beluk ten-tang desa.

“Saya khawatir, jika tidak dibentuk sejarah desa, gen-erasi muda nanti tidak akan mengetahui sejarah desan-ya. Sebelum masa jabatan saya sebagai kepala desa berakhir, buku sejarah desa harus terbentuk,” tegasnya.

Suami Hafshah ini san-gat optimis bisa memban-gun masa depan Desa Duko lebih baik, baik di sektor pendidikan, ekonomi dan infrastruktur. Sehingga, warga Desa Duko yang 90 persen penduduk sebagai petani, kedepan harus lebih maju. Sudah saatnya para

petani lebih cerdas men-gulah lahan. Harapannya, hasil pertanian mereka lebih menguntungkan mereka.

Kita tidak selalu bisa membangun masa depan un-tuk genarasi muda, tapi kita dapat membangun generasi muda untuk masa depan. ”Selama ini, saya sering ngo-brol dengan genarasi muda. Mereka masih sangat minim pengetahuan terutama ten-tang sejarah desa sendiri. Saya khawatir beberapa ta-hun mendatang, mereka tidak tahu sejarah desa duko lagi,” pungkas alumni MA 1 Annuqayah Guluk-Guluk.

| ahmadi/busritoha

Nama : Muh MunifTetala : Sumenep, 06 Maret 1973Jabatan : Kepala Desa Duko Kecamatan Rubaru.Istri : HafshahAnak : Moh Rifqi Zulfa Kamilia Masyhur Hashinatul Humairoh

Nama : SulaimanTetala : Sumenep, 4 Maret 1969Jabatan : Kepala Desa Jenangger

Kecamatan Batang-Batang.

Istri : SahniPengalaman Organisasi : NU

BIODATA

BIODATA

Saya ingin menjadikan Desa Duko sebagai Desa Pendidikan,"

MUH MUNIF Kepala Desa Duko Kecamatan Rubaru

"

Page 19: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 19

MATA INSPIRATIF

Meski baru men-jabat Kepala Kan-tor Kebersihan

dan Pertamanan (KKP) Sumenep, RB. Ahmad Wa-hid terus berkreasi mencari bentuk pengembangan kein-dahan kota. Setelah sukses menyulap wajah kota saat malam, kini, giliran Kali Marengan, yang akan disu-lap menjadi area permainan dan hiburan warga kota.

“Launching Wisata Air Kali Marengan sengaja di-gelar bersamaan HUT Ke-merdekaan RI ke 69. Usai upacara 17 Agustus, Buya (Bupati Busyro Karim,Red.) bersedia membuka launch-ing Wisata Air melalui lom-ba panjat pinang dan lomba dayung di Kali Marengan,” tutur Gus Wahid, panggi-lan akrabnya, kepada Mata Sumenep.

Dikatakan, kegiatan seru-pa akan terus berlanjut bersa-maan dengan moment warga.

Sehingga masyarakat dapat menikmati Kali Marengan se-bagai tempat wisata alternatif. Warga bisa naik perahu dan sepeda air. Apakah alokasi ini tergolong nonbujeter? “Ya..saya tidak mengatakan itu. Yang pasti, rencana ini da-tang tiba-tiba diluar rencana APBD,” ungkap Gus Wahid.

Gagasan Wisata Air se-benarnya hasil konfigurasi antara KKP dan Dinas PU Pengairan. Eric Susanto, Kadis PU Pengairan saat dihubungi Mata Sume-nep, bercerita ihwal adanya Wisata Air Kali Marengan. Pada awal cerita, Eric memi-liki site plan pemecah banjir dalam kota yang selama ini terpusat di Kali Marengan. Karena itu, dia berencana membangun pintu gerak air di Kali Marengan untuk memecah luapan banjir saat musim penghujan.

“Saat musim penghujan, banjir dalam kota akan kami

pecah melalui pintu gerak. Pertama, ke arah selatan se-bagai lokasi penampugan air hujan (bosem). Sisanya, lewat kali marengan. Sebab, ka-lau luapan banjir dalam kota masih terpusat di Kali Maren-gan, saya pastikan tidak bisa menampung,” jelas Eric.

Untuk biaya bangunan pintu gerak, Eric akan men-gusulkan lewat APBD 2015. “Semoga disetujui di de-wan. Soal biaya yang dibu-tuhkan, nanti konsultan yang akan menghitung,” tuturnya.

Nah..dua ide itu akhirnya muncul bersamaan dengan rencana KKP memecah ker-amaian kota yang masih ter-pusat di taman bunga. Gus Wahid, bercita keramaian kota harus bergeser ke ping-giran kota lewat aneka per-mainan dan hiburan warga

di beberapa titik. Menurut Gus Wahid,

agar pengunjung merasa ny-

aman, KKP bersama Dinas PU Pengairan akan mem-bangun rest area sepan-jang 200 meter di bibir Kali Marengan.

“Kami akan bangun tem-pat duduk khusus pengun-jung yang ingin bersantai atau mereka yang antri. Tiap 10-20 meter pot bunga milik KKP akan kami potong disediakan untuk rest area sepanjang 5 meter,” jelas Gus Wahid

Untuk pengelolaan Wisata Kali Marengan, KKP menghibahkan pada Kope-

rasi Dinas PU Pengairan. “Kami target sebelum

Desember 2014, Wisata Kali Marengan terwujud. Untuk menampung air Kali Maren-gan sementara mengguna-kan cara konvensional. Hal ini salah satu cara memecah keramaian kota yang masih terpusat di satu titik Taman Bunga. Selain itu, tentu bisa memberikan konstribusi pada PAD (pendapatan asli daerah)," tuturnya mengakh-iri kepada Mata Sumenep.

| ahmadi

Menyulap Wisata Air Kali Marengan

RB. Ahmad WahidKepala KKP Sumenep

Eric SusantoKepala DPU Pengairan

Page 20: Edisi 2 Mata Sumenep

20 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Eksotisme GuaMahakarya Gili Iyang

PULAU Gili Iyang, Kecamatan Dungkek memang tak habis-habisnya menjadi pusat per-

hatian masyarakat, selain dikenal sebagai pulau banyak gua, beberapa waktu terangkat kepermukaan bah-wa di pulau ini terdapat kandungan oksigen yang tinggi di dunia, selain kawasan Laut Mati di Yordanian, yaitu memiliki kadar 27 persen. Maka ayal bila di pulau ini banyak warga setempat memiliki rata-rata usia 80 tahun keatas, bahkan sam-pai didapat berusia 175 tahun.

Pantas saja, bila memasuki dara-tan pulau ini, akan dirasakan kes-egaran alami dan merasakan detak jantung dan paru-paru demikian ritmis bagi pernafasan manusia. Bahkan di pulau banyak kalangan menyebut sebagai pula penyehatan, dan ada pula menyebut “pulau awet muda”. Nah.

Lepas dari ketinggian kadar ok-sigen yang ada, yang juga tak kalah menarik diungkap, yaitu kekayaan

gua yang konon terdapat sampai 17 gua. Yang kerap dikenal oleh masyarakat seperti, Gua Air, Gua Syarifah, Gua Petapa Kelompang, Guna Mahakarya dan lainnya.

Namun untuk Gua Mahakarya tampaknya mempunyai karakter spisifik, unik dan eksotik. Gua ini yang berlokasi di desa Banraas, me-mang bikin orang takjub. Bagaimana tidak, ornamen stalaktik dan stalak-mit yang menjuntai di langit-langit batu gua menjadi sesuatu yang me-narik untuk dinikmati dan diabadi-kan.

Gua Mahakarya yang memiliki luas sekitar 800 meter pesergi, ter-bagi dalam 7 ruang yang cukup luas dengan suasana cukup nyaman. Se-dang stalaktik dan stalakmit yang ada masih aktif dengan menunjuk-kan tetesan-tetesan air yang nantin-ya akan membentuk ornamen-orna-men baru.

Tentu saja dengan keleluasan halaman gua, sirkulasi udara akan

lebih leluasa menghembuskan rasa sejuk bagi siapa saja yang memasuki ruang gua. Bahkan lantaran kelua-san ruang, didalam gua bisa diguna-kan sebagai lapangan bulu tangkis.

Menuju Pulau Gili Iyang tidak-lah sulit. Berangkat dari pelabuhan Dungkek, hanya makan waktu seki-tar 1-1,5 jam akan tiba dipelabuhan kecil Banraas Gili Iyang. Selama waktu perjalanan, tidak akan mele-lahkan, karena ketika menuju kearah timur, tubuh akan disejukkan angin sepoi (dalam musik teduh) serta hi-dangan hamparan laut selat Sepudi ini dapat dijadikan moment berse-jarah untuk mengabadikan kisaran pulau Gili Iyang yang kecil itu.

Selain itu, menjelang memasuki gerbang pelabuhan Banraas, lepas mata memandang akan terhidang pesisir pantai Gili Iyang yang in-dah, hamparan batu karang dengan struktur dan tekstur batu garis-garis memanjang, membentang menjulur ke laut. Dalam getaran imaji, mung-

kin terbayangkan Tanah Lot di Bali, Cuma bedanya, di pantai ini tidak terdapat pura di atasnya.

Tidak seperti biasanya ke-beradaan wisata pantai Sumenep yang didominasi oleh hamparan pa-sir, karena memang dalam kisaran pantai yang masuk wilayah Kecama-tan Dungkek ini, terdapat bebatuan atau cadas. Namun ketika menikma-ti pesisir di pulau ini, salah satunya akan dirasakan keindahan sunset maupun sunrise.

Pulau Gili Iyang memang sangat potensial sebagai objek wisata alam. Namun demikian diperlukan fasili-tas yang representatif untuk mem-berikan nilai nyaman bagi wisata-wan. Sebab selain kekayaan yang dimiliki, diperlukan konsep dan strategi yang matang serta infrastuk-tur yang memadai. Anda pencinta traveling?, nah Pulau Gili Iyang per-lu dipertimbangkan.

| syaf

TRAVELLING & KULINER

Page 21: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 21

KETIKA pantai Lombang dan pan-tai Selopeng Sume-

nep tidak sepopuler seka-rang ini, saat tiba hari raya (tellasan) ketupat, yaitu tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Sumenep berbondong-bondong berjalan kaki menuju ke tempat wisata Gua Jeruk.

Memang lokasi gua Je-ruk pada tahun-tahun itu, tidak dapat dilalui dengan alat transportasi kendaraan (sekarang telah dibangun jalan menuju gua, sebagai jalan akses masyarakat se-tempat menuju kota).

Jarak dari kota menu-ju gua Jeruk sebenarnya tidak begitu jauh, kurang lebih 2 km, namun lanta-ran route jalan harus naik turun bukit dengan medan bebatuan yang terjal, yaitu

ke arah barat daya dan ter-masuk wilayah Desa Ke-bunagung, Kota Sumenep, perjalanan tersebut cukup melelahkan.

Tapi justru dari tapak tilas itulah berwisata ke Gua Jeruk menjadi makin menarik. Satu hal yang me-narik lagi, para wisatawan lokal biasanya tidak me-lupakan membawa bekal ketupat lengkap dengan lauk pauknya, dan tentu nantinya untuk disantap bersama-sama di lokasi wisata.

Menurut kisah, Gua Je-ruk adalah sebagai tempat pertapaan Sultan Abudur-rahman Pakunataningrat I (Kanjeng R. Tumenggung Abdurrahaman), yaitu Adipati Sumenep pada ta-hun 1811-1854 M. Setelah pemerintahan Sumenep dipimpin Panembahan

Sumolo (Kanjeng R. Tu-menggung Ario Natakusu-ma). Sultan Abdurrahman adalah satu-satunya Adi-pati Sumenep yang sangat cerdik cendekia dalam mengelola dan mengenda-likan pemerintahan pada zamannya.

Beliau pernah bertu-gas keluar Madura untuk membasmi pemberonta-kan seperti; di Japan, Cir-bon, Bali, Sulawesi pada tahun 1811-1916.

Pada masa pemerinta-han Sultan Abdurrahman seluruh rakyat Sumenep merasa aman dan damai, tentram dan roda pere-konomian sangat lancar. Sehingga beliau mendapat tempat di hati rakyatnya, setiap masyarakat segan, hormat dan mencintai sang sultan.

Namun disayangkan,

tempat wisata gua itu, kini tidak lagi menjadi tump-uan masyarakat, lantaran pilihan tempat wisata yang lebih representatif seperti Lombang dan Salopeng, wisata Gua Jeruk tidak lagi menjadi pilihan.

Sebenarnya berwisata di Gua Jeruk cukup unik dan mengesankan, selain sebagai tapak tilas keseja-rahan. Dalam perjalanan menuju ke arah tempat tersebut akan memberi kesan tersendiri, jkarena setiba di lokasi tersebut suasana terasa damai, tentram, segar, selain ber-dampingan dengan sungai Kebunagung dan dapat juga bermandi ria di sun-gai.

Namun tempat gua tersendiri, terpisah dari sisir sungai, untuk menuju lokasi harus sedikit ber-

jalan kaki mendaki bukit (sebenarnya gundukan), melalui jalan setapak. Nah ketika memasuki rongga gua akan tampak stalak-tit yang menajam seperti taring dari langit-langit gua. Bukan hanya itu, dari celah-celah stalaktit itulah menetes air bening dan segar.

Apakah sekarang Gua Je-ruk tinggal nama?. Tergan-tung seberapa jauh pemer-intah untuk mengelolanya, agar gua bersejarah itu, da-pat dihidupkan kembali se-bagaimana awal masyarakat mengelukannya.

| han

KETIKA mendengar nama pocong, pikiran pasti ter-bayang hantu. Apalagi saat

malam hari di kegelapan malam. Bulukuduk langsung berdiri. Tapi, itu tidak berlaku bagi warga Desa Batang-Batang. Meski berdem-petan dengan tempat pemakaman, tempat ini malah jadi hiburan war-ga. Kok bisa? Ya..sekitar 15 meter arah timur balai desa, ada warung yang berjualan nasi. Warga me-nyebutnya “Nasi Pocong”.

Bagaimana asbabul nuzul “Nasi Pocong”? Masdiyah, salah satu pelanggan, bercerita, nama “Pocong” sengaja dilabel para pelanggan. Sebab, penjual hanya membuka dagangannya pada malam hari. “Tepatnya pukul 22.00 hingga pukul 02.30 dini hari. Selain itu, lokasi warung ber-dempetan dengan kuburan,” cerit-anya, kepada Mata Sumenep.

“Nasi Pocong” sudah ada sejak sembilan tahun lalu, tepatnya ta-hun 2005. Sejak itu pengunjung tak pernah sepi hingga kini. Dari mana saja pembelinya? ”Pelang-gan Nasi Pocong dari berbagai desa di Sumenep.Seperti Batu

Putih, Gapura, Dungkek dan Batang-Batang,” cerita Nyai Besta, pemilik warung “Nasi Pocong”.

Warung “Nasi Pocong”, me-mang selalu ramai dikunjungi pembeli. Mereka harus bersabar menunggu antrean. Sebab, pem-beli selalu berjubel minta dilayani lebih awal. Padahal, pengunjung terus berdatangan. Bahkan ada pembeli yang antre hingga dua jam.

Apa sih keistimewaan “Nasi Pocong”? Sepintas tidak ada yang istimewa. Bisa jadi karena mu-rah dan berjualan tengah malam. Menunya hanya Nasi putih. Wa-dahnya bukan piring, tapi daun kayu jati. Ada urap-urap. Teoti (Madura,Red). Termasuk telor dan sambal. Harga Rp 1.500-Rp 4.000,-.

Nyai Besta, penjual “Nasi Poc-ong” setia melayani pembeli tiap Selasa Malam (Malam Rabu) dan Sabtu Malam (Malam Minggu). Kenapa hanya dua malam ber-jualan? Nyai Besta mengaku se-derhana “agar tidak ada pesaing,” tuturnya lugu.

| rusdiyono

Wisata Napak Tilas ke Gua Jeruk

Ooo… Nasi Pocong

TRAVELLING & KULINER

Page 22: Edisi 2 Mata Sumenep

22 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

MATA BUDAYA

Memaknai Taneyan Lanjeng

Masyarakat Ma-dura di kenal se-bagai masyarakat

yang menjunjung tinggi tali kekerabatan. Hal ini dapat disimbolkan dalam sebuah komunitas rumah keluarga yang kemudian dikenal ru-mah Taneyan Lanjeng.

Terbentuknya permuki-man Taneyan Lanjeng ini diawali dengan sebuah ru-mah induk yang disebut ton-guh, yaitu rumah cikal bakal atau leluhur suatu keluarga dan dilengkapi dengan lang-gar, kandang, dan dapur. Apabila sebuah keluarga memiliki anak yang beru-mah tangga, khususnya anak perempuan, maka orang tua akan atau bahkan ada ke-harusan untuk membuatkan rumah bagi anak peremp-uan.

Posisi rumah diawali menghadap selatan, kemu-dian dalam perkembangan-nya sesuai dengan kebutu-han rumah penguhuninya berkembang sampai berha-dap-hadapan. Sedang untuk penempatan rumah anak perempuan berada pada po-sisi di sebelah timur. Kelom-pok pemukiman ini disebut pamengkang, demikian juga bila generasi berikutnya tel-ah menempati, maka akan terbentuk koren dan sampai taneyan lanjeng.

Taneyan Lanjeng terben-tuk karena sejumlah rumah di tata berjejer berbanjar dengan rumah induk yang

berada di tengah-tengah. Rumah induk ini diatapnya biasanya ditandai dengan simbol jengger ayam. Ru-mah induk, ditempati orang tertua (orang tua) dalam kerabat keluarga tersebut. Orang tertua ini kemudian di sebut kepala soma. Ibarat kerajaan kecil, kepala somah memiliki otoritas dalam me-nentukan kebijakan kelu-arga, terutama menyangkut masalah prinsip, terutama masalah perkawinan.

Taneyan menjadi wa-hana utama, dan berada di tengah permukiman, yaitu halaman terbuka terbuka, berfungsi sebagai tempat sosialisasi antar anggota keluarga, bermain bagi anak-anak, atau melakukan kegiatan sehari-hari seperti menjemur hasil panen, tem-pat melakukan ritual kelu-arga, dan kegiatan lain yang melibatkan banyak orang. Disinilah kelebihan taney-an, bahwa taneyan adalah tempat berkomunikasi dan mengikat hubungan satu ke-luarga dengan keluarga yang lain.

Peran taneyan sangat penting, karena disinilah kebersamaan dibangun, oto-nomi besar dalam sebuah komunitas rumah taneyan lanjeng, menjadi media pertautan antara keluarga satu dengan keluarga lain, sehingga keakraban dalam persaudaraan menjadi ken-tal, satu dengan yang lain

saling mengikat.Taneyan sifatnya ter-

buka dengan pembatas yang tidak permanen, tetapi un-tuk memasuki taneyan harus melalui pintu yang tersedia. Apabila memasuki taneyan tanpa melewati pintu – mes-ki tanpa pembatas pagar taneyan - maka akan diang-gap tidak sopan. Bahkan bisa jadi, orang luar yang tidak punya hubungan kerabat, khususnya laki laki, tidak bisa masuk begitu saja keti-ka penghuni laki-laki taney-an lanjeng tidak berada di tempat. Hal ini menandakan bahwa, taneyan lanjeng bu-kan sekedar deretan rumah-rumah, tapi sebuah komu-nitas yang dibangun dari nilai-nilai adat istiadat, serta komunitas masyarakat yang patuh terhadap komponen utama indentitas keetnikan sekaligus sebagai indentitas keIslaman.

Susunan ruang yang ber-jajar dengan ruang pengikat di tengahnya menunjukkan bahwa taneyan adalah pusat aktivitas sekaligus sebagai pengikat ruang yang san-gat penting. Sumbu barat timur secara imajiner ter-lihat memisahkan antara kelompok rumah dan ruang luar. Langgar sebagai akhi-ran semakin memberikan arti penting dan utama dari komposisi ruangnya.

Ruang tinggal atau ru-mah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama

dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi. Ruang bagian be-lakang atau bagian dalam sifatnya tertutup dan gelap. Pembukaan hanya didapati pada bagian depan saja, baik berupa pintu maupun jen-dela, bahkan rumah yang sederhana tidak memiliki jendela. Ruang dalam ini adalah tunggal, artinya ru-ang ini terdiri atas satu ru-ang dan tanpa sekat sama sekali. Fungsi utama ruang tersebut adalah untuk me-wadahi aktifitas tidur bagi perempuan atau anak-anak. Serambi memiliki dinding setengah terbuka, pembu-kaan hanya ada di bagian depan. Fungsi utama ruang ini adalah sebagai ruang tamu bagi perempuan.

Langgher, atau langgar berada di ujung barat (kib-lat), merupakan bangunan ibadah keluarga. Berfungsi sebagai pusat aktivitas laki laki yaitu transfer nilai religi kepada generasinya, sebagai tempat peristirahatan, tem-pat menerima tamu khsusus laki-laki, tempat musayawa-rah keluarga, kadang juga sebagai tempat tidur bagi laki laki, selain sebagai tem-pat melakukan ritual sehari-hari dan juga sebagai gudang hasil pertanian.

Tata letak kandang dan dapur dalam permukiman tidak memiliki posisi yang pasti, artinya letaknya da-pat berubah sesuai dengan kebutuhan. Namun bisanya posisi kandang diletakkan bagian belakang langgar. Pada permukiman awal per-letakan kandang cenderung di sisi selatan berhadapan dengan rumah tinggal. Kan-dang terbuat dari bahan bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau gen-teng. Sementara itu, dind-ing terdiri atas bambu atau kayu. Masing masing keluar-ga memiliki kandang sendi-ri-sendiri.

Sedang dapur terletak di depan, di samping langgar ataupun di belakang rumah. Bahan bangunan yang digu-

nakan juga sangat variatif sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut.

Salah seorang bu-dayawan Sumenep Ahmad Darus mengaku, aset pen-inggalan budaya Madura taneyan lanjeng ini perlu diselamatkan dan dilestari-kan, “budaya taneyan lan-jeng menyimpan banyak pesan moral dan selalu di-landasi nilai-nilai tatakrama yang tinggi”, ujar Daruk, panggilan akrabnya pada Mata Sumenep di tempat tinggalnya, Rubaru, bebera-pa waktu lalu.

Usaha Pemkab Sumenep menurunkan Perda Cagar Budaya perlu keseriusan, “karena ada sejumlah pen-inggalan bangunan ber-sejarah di Sumenep perlu dirawat dan dilestarikan, sebagai aset sejarah dan bu-daya Sumenep, termasuk di dalamnya adat budaya taneyan lanjeng”, ungka-pnya.

Taneyan lanjeng menja-di simbol keutuhan hubun-gan kekerabatan dalam ko-muniktas keluarga, hal ini juga menunjukkan bahwa konsep persaudaraan dan solidaritas dalam tradisi Madura, yang antara lain direpresentasi dari konsep taneyan lanjeng bersifat luas dalam tatanan keluar-ga, sehingga menunjukkan konsep persaudaraan dalam tradisi masyarakat Madura sangat bersifat guyub. Kon-sep guyub ini semakin jelas dengan tetap eksisnya istilah songosong lombung, ram-pa’ naong beringin korong dan sebagainya.

Meski demikian seba-gaimana terjadi pada bu-daya Madura umumnya, taneyan lanjeng juga men-galalami degradasi budaya, kadang penghuninya lebih memperhatikan kebutuhan perkembangan budaya mod-ern, sehingga rumah-rumah taneyan lanjeng, pada akh-irnya tak ubahnya seperti komplek perumahan mod-ern umumnya.

| syaf anton wr

Page 23: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 23

MATA BUDAYA

MASYARAKAT Ma-dura sudah sepa-tutnya untuk kembali

pada jati diri dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya lokal. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal.

Untuk itu, sebuah ketulu-san, memang, perlu dijadikan modal dasar bagi segenap un-sur masyarakatnya. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulu-san untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau ber-bagi dengan yang lain sebagai entitas dari warga yang sama. Para elit di berbagai tingkatan perlu menjadi garda depan, bu-kan dalam ucapan, tapi dalam praktis konkret untuk memu-lai; kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara dengan baik yang nenatinya bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup manusia Madu-ra dewasa ini dan dapat diguna-kan untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentan-gan dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan sesa-manya.

Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasi-kan kearifan lokal untuk mem-bangun karakter di masyarakat? Oleh karena itu, perlu ada re-vitalisasi budaya lokal (kea-rifan lokal) yang relevan untuk membangun karakter. Hal ini dikarenakan kearifan lokal pada gilirannya akan mampu men-gantarkan masyarakat untuk mencintai daerahnya. Kecin-taan masyarakat Madura pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah kemampuan sua-tu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk menata diri sesuai dengan kon-sep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, se-mangat yang tinggi, serta den-gan cara memanfaatkan alam secara bijaksana.

Andhap asor tampaknya menjadi tolok ukur dalam me-nanamkan etika dan estetika, termasuk didalamnya tentang

kesantunan, kesopanan, peng-hormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya sehingga menjadi rad-din atena, bagus tengka gulina. Untuk membangun kebersa-maan dalam saloka diungkap bila cempa palotan, bila kanca taretan, untuk menjaga keu-tuhan persabatan perlu di-jaga mon ba’na etobi’ sake’ ja’ nobi’an oreng.

Kehidupan yang harmoni menjadi penekanan kehidupan yang diharapkan dalam rampa’ naong beringin korong, serta ghu’tegghu’ sabbhu’ atau song-osong lombhung, merupakan solidaritas sosial antar warga. Meski kekerasan kerap menjadi indentitas orang Madura seperti carok misal, dalam pandangan orang Madura memiliki tempat tersendiri, karena alasan-alasan tertentu yang berhubungan per-asaan malo akibat harga diri diinjak-injak sehingga melahir-kan carok. “Ango’ potea tolang etembhang pote mata atau otang pesse nyerra pesse, otang rassa nyerra rassa, otang nyaba nyerra nyaba” yang barangkali menjadi pertimbangan mereka. Sebenarnya semua itu dapat dis-elesaikan dengan terhormat bila diawali dengan bhak-rembhak yang sebenarnya mengakar kuat dalam masyarakat Madura.

Contoh di atas merupakan bagian kecil dari pendidikan karakter masyarakat melalui kearifan lokal, yang seharusnya telah dikenal dan atau diperke-nalkan dari generasi ke generasi. Karena pada dasarnya kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih dan sem-boyan hidup.

Revitalisasi Budaya LokalRevitalisasi budaya lokal

adalah kegiatan yang memung-kinkan budaya lokal itu mampu menjawab tantangan jaman, tantangan hidup hari ini den-gan menjadikan gantang pena-karnya memanusiawikan manu-sia, kehidupan dan masyarakat. Langkah ini merupakan tindak lanjut yang menyusul langkah pelestarian alias pendataan

(pendaftaran) dan pengenalan hasil budaya angkatan-angkatan terdahulu guna melawan lupa dan memulihkan ingatan kolek-tif suatu komunitas masyarakat. Dengan demikian angkatan hari ini tidak menjadi angkatan lepas akar atau angkatan kosong. Jika terhenti hanya sebatas pelestar-ian dan menganggap budaya lokal sebagai buah karya ang-katan-angkatan sebelumnya, maka dihawatirkan komunitas masyarakat akan hidup meny-eret diri mundur ke masa silam sehingga kian tergenang di lum-pur keterpurukan. Dengan men-ganggap budaya silam itu yang paling sempurna dan berlaku di segala jaman.

Kenyataannya, karya-karya budaya masa silam tidak semuan-ya tanggap zaman dalam artian mempunyai daya guna untuk me-mecahkan masalah-masalah ke-kinian. Karena itu ia patut ditepis mana yang tanggap dan mana yang sudah kedaluarsa. Yang ke-daluarsa cukup catat saja menjadi sejarah, simpan di museum se-bagai bandingan dan pelajaran, sebagai bagian dari sejarah dari mana kelak bisa melihat perkem-bangan diri sebagai suatu komu-nitas. Untuk menilai kedaluarsa tidaknya suatu hasil budaya, ten-tu yang jadi ukurannya adalah kemampuan nilainya menjawab tantangan hari ini.

Menghidupkan kembali inga-tan kolektif terhadap hal terse-but salah satu metode melalui pendekatan budaya merupakan usaha yang signifikan. Melalui dialog budaya, yaitu bagaimana mengembalikan suku, etnik dan masyarakat Madura, kembali menjadi komunitas-komunitas lokal, menjadi diri sendiri den-gan nilai-nilai yang luhur. Un-tuk itu, pendidikan pembebasan melalui proses penyadaran akan menjadi kunci dan bisa dilaku-kan melalui pemaduan usaha-usaha produktif guna menjawab persoalan hari-hari yang kong-krit, dengan tanpa melupa-kan, bahwa usaha produktif ini merupakan bagian integral dari proses penyadaran dan pembe-basan diri komunitas dari jeba-kan-jebakan globalisasi budaya.

|syaf

CERMIN Kearifan lokal seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebersa-maan, persaudaraan dan sikap ke-

tauladanan mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Ironisnya, tidak adanya institusi yang menyokong secara masif dalam usaha mengembalikan perangkat budaya masyarakat ini menjadi intrumen untuk merawat dan merivitalisai kembali kearifan budaya lokal Madura.

Akibatnya, kalangan generasi muda kita, kurang banyak mengenal dan tidak banayak memahami ajaran-ajaran berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, serta aturan-aturan yang disepakati oleh komunitas masyarakat.

“Sebagian besar generasi muda kita sudah mulai apatis dan tidak peduli terha-dap nilai-nilai kearifan lokal yang kita mi-liki”, ungkap Moh. Taufik , salah seorang pemerhati budaya lokal Madura ketika ditemui tabloit ini dikediamnnya, Braji Gapura (20/08/2014)

Salah satunya, hal ini terjadi lantaran keuatnya budaya asing masuk wilayah komunitas masyarakat, “tampaknya masyarakat kita tidak mampu membend-ung, sehingga kearifan budaya kita makin tertekan”, tambah Taufik, penulis buku ba-hasa Madura “Sangkolan Bukona Tamba”.

Menurutnya, penerapan kearifan lokal tidak terlepas dari media pendidikan. Kurikulum 2013 sekarang lebih mengu-tamakan pendidikan karakter, salah sa-tunya pelajaran bahasa daerah ke dalam muatan lokal turut memberikan kontri-busi positif terhadap penguatan kecintaan generasi muda terhadap daerahnya.

“Namun, hal itu tidak cukup dibahas hanya dari sudut pandang kebijakan pen-gadaan pelajaran bahasa daerah, namun perlu juga dipersiapkan adanya pendidik profesional di bidangnya masing-masing”, ujar guru SMPN 2 Gapura itu.

Senada dengan D. Zawawi Imron, bu-dayawan Madura ini menyatakan, agar bu-daya Madura tetap eksis harus dipelihara sejak dini. “Saya kira, untuk memelihara bisa diawali dan melalui dunia pendidikan di sekolah-sekolah.Ya, paling tidak perk-enalkan kembali nilai-nilai Madura lama yang penuh dengan kearifan lokal”, ujarn-ya ketika ditemui beberapa waktu lalu.

Ditanya budaya daerah masuk kuriku-lum 2013, sang penyair itu sepakat. “Lebih bagus lagi”. Katakanlah, nantinya bisa masuk dalam muatan lokal, diberi tempat dan peluang kembali sehingga budaya lokal terus eksis. “Yang terpenting bisa nyambung dari generasi yang dulu, kini dan generasi yang akan datang.”, ungkap Zawawi.

| syaf

Tanamkan Kearifal LokalSejak Dini

Mengubah Stigma MaduraMelalui Budaya Lokal

Page 24: Edisi 2 Mata Sumenep

24 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

AL-GHAZALI terperan-jat saat ditunjukkan guru tasawuf adiknya,

di dalam pasar yang bekerja sebagai penjahit sepatu. (Kepada siapa al-Ghazali bergurut tasawuf sehingga merubah total kehidupannya di ten-gah bersanding gelar dan kekayaan, tidak ada sumber yang jelas. Mar-garet, Ebrahim Moosa menyebut al-Ghazali dan sanga adik, Ahmad pernah belajar tasawuf saat muda di Thus kepada teman ayahnya, Syekh Ahmad bin Muhammad Radhkani (w. 477/1082). Kemungkinan sang adik menunjuk guru tasawufnya di Thus).

Dia sadar bahwa apa-apa yang se-lama ini dilakukan dengan status guru besar dan tokoh yang dihormati pen-guasa dan rakyat, hanya senda gurau. Tidak mengantarkan dirinya dekat ke-pada Allah Swt. Ilmu-ilmu yang dipela-jari sebatas ilmu wacana, bukan ilmu yang mengantarkan dirinya dekat dan dicintai oleh Allah Swt.

Al-Ghazali bertekad meninggal-kan status selebritisnya demi ke-hidupan yang sejati. Dalam curahan bathin yang ia tulis di Munqidz min al-Dhalal, selama enam bulan Al-Ghazali terombang-ambing antara mempertahankan dan keluar dari du-nia yang mengantarkan dirinya seba-gai tokoh intelektual yang dihormati menuju dunia Sufi . Selama pergula-tan bathin itu, nafsu makan al-Ghaz-ali hampa. Dipaksa untuk mengajar, mulutnya tidak bisa keluar kata-kata.

Keinginan al-Ghazali untuk men-inggalkan sekolah Nidzamiyah sem-pat dihalangi sang karib yang juga perdana menteri Saljuk, Nidzam al-Mulk. Sang penguasa mengirim dok-ter pribadinya untuk memeriksa pen-yakit yang diderita Al-Ghazali. Sang dokter tak sanggup menyembuhkan karena penyakit al-Ghazali tergolong penyakit bathin, tiada obat luar kec-uali dirinya sendiri. Sehingga pada suatu waktu, al-Ghazali berpamitan ke sang penguasa dan teman-teman-nya di sekolah Nidzamiyah untuk pergi haji ke Makkah, sebagai alasan untuk kabur dari kehidupan yang menipu dirinya.

Sebelum pergi, seluruh kekayaan Al-Ghazali disedakahkan kepada para

fakir miskin. Tersisa hanya untuk kebutuhan keluarganya. Dia menuju Syria dan menetap selama dua tahun untuk tafakur, mengasah hati den-gan menyepi. Pada tahun 489/1096 al-Ghazali pergi ke Damaskus den-gan identitas baru, berpakaian orang miskin demi mencari guru Sufi . Suatu waktu, Al-Ghazali duduk di emperan pintu Khangah Samisatiyah (Pade-pokan Samisat di tepi sungai Eufrat). Di tempat itu, ada orang tidak dike-nal menyilakan Al-Ghazali masuk ke tempatnya. Ternyata al-Ghazali dit-erima sebagai murid. Tapi al-Ghazali di uji kesabarannya dengan tugas se-bagai pelayan padepokan.

Begitu gigihnya al-Ghazali men-cari guru spiritual, dia rela menin-ggalkan kebesaran dirinya sebagai orang kaya dan terhormat menjadi pekerja kasar yang bertugas men-yapu dan membersihkan halaman sekaligus menyediakan kebutuhan para tamu di padepokan barunya. Al-Ghazali rela mengabdi demi ilmu se-jati yang dicari. Belum ada penjelasan berapa waktu Al-Ghazali menempati padepokan itu.

Suatu hari, Al-Ghazali duduk di emperan Masjid Umayyah, dalam masjid ada sekelompok mufti sedang berdiskusi. Ketika ada orang minta nasihat, para mufti tidak mampu menjawab, merasa tidak puas dengan jawaban mufti, orang itu minta nasi-hat kepada al-Ghazali. Jawaban al-Ghazali mengagetkan orang asing itu dan diketahui para mufti, sehingga meminta Al-Ghazali datang ke masjid untuk diskusi. Al-Ghazali menyang-gupi keesokan harinya. Namun pada malam harinya, Al-Ghazali mening-galkan Damaskus menuju Makkah dan Madinah melewati Yerussalem dan Hebron.

Sekembali dari menunaikan iba-dah Haji, Al-Ghazali merasa rindu kepada keluarganya yang menetap di Thus, kota kelahirnya. Dia melewati Baghdad sebelum ke Thus, pada ta-hun 1097. Setelah itu, dia kembali lagi ke Damaskus dan menetap di menara masjid Umayyah yang dikenal den-gan Menara al-Ghazali (Minaret of al-Ghazali) untuk menyepi. Masjid Umayyah memiliki tiga kamar se-

bagai tempat meditasi. Satu kamar di bagian barat menyerupai menara tinggi. Kamar-kamar tersebut ter-tutup dan dihuni para petapa dari Maghribi. Menara tertinggi dihuni oleh Al-Ghazali. Kehidupan ini, dilal-ui Al-Ghazali tiada tujuan lain kecuali membersihkan hati dari ujub, riya' menuju kehidupan yang sederhana (zuhud) dan berharap ridha-Nya.

Setelah itu, Al-Ghazali kembali mengembara mengunjungi sejumlah padepokan Sufi dan makam-makam suci. Selama pengembaraanya, al-Ghazali tetap berpakaian sangat se-derhana dan membawa bekal sead-anya selama perjalanan.

Pada tahun 439/1099-1100 Al-Ghazali berhenti mengembara dan berkumpul kembali dengan ke-luarganya di Thus serta mendirikan padepokan Sufi (khanaqah). Al-Ghazali menyebut selama 10 tahun dirinya mengembara mencari ilmu sejati. Mendengar al-Ghazali sudah menetap di Thus, Fakhr al-Mulk (w. 499/1106) penguasa Saljukah di Khurasan yang juga Putra Nidzam al-Mulk memaksa al-Ghazali men-gajar di sekolah Nidzamiyah cabang Nishapur. Pada bulan Dzulqaidah/Juli-Agustus 1106, Al-Ghazali kem-bali mengajar di sekolah tempat dia belajar saat muda. Ebarim Moosa menyebut al-Ghazali mengajar tidak lama, sekitar tiga tahun. Saat men-gajar ini, Al-Ghazali mencurahkan kegelisahannya rekam jejak kehidu-pannya dalam buku yang berjudul Al-Munqidz min Al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan).

bersambung..

Metamorfosis Al-Ghazali (2)Dari Filsuf Menuju Sufi

aui MuhtarAnggota Dewan Redaksi

Mata Sumenep

Dia sadar bahwa apa-apa yang se-lama ini dilaku-

kan dengan status guru besar dan

tokoh yang dihor-mati penguasa dan rakyat, hanya sen-

da gurau. Tidak mengantarkan di-

rinya dekat kepada Allah Swt. Ilmu-

ilmu yang dipela-jari sebatas ilmu wacana, bukan

ilmu yang men-gantarkan dirinya dekat dan dicintai

oleh Allah Swt.

SURI TAULADAN

Page 25: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 25

KISAH DI BALIK PENDOPO

SEBAGAI manusia biasa, KH Abuya Busyro Karim, kini meni-ti di atas banyak jalan yang berbeda pada saat bersamaan. Me-lekat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah, Braji,

menyandang sebagai Bupati Sumenep, tercatat mahasiswa doktoral dan sesekali diundang warga sebagai penceramah pada acara hari besar Islam. Aktivitas multi bagi sosok Buya,-panggilan akrab KH Abuya Busyro Karim,-tentu menarik untuk diintip.

Mengintip Aktivitas Bupati Kiai Haji Abuya Busyro Karim di Al-Karimiyah

Jabatan Ketua DPRD Sumenep, selama 10 tahun, sambil merangkap pengas-uh, bukan halangan. Sepu-lang tugas di dewan, Buya kembali ke pesantren meski negara menyediakan fasil-tas rumah dinas. Berbeda dengan jabatan bupati, Buya harus tinggal di rumah dinas, karena beban tugas seiring padatnya aktivitas. Kendati demikian, atributpengasuh ponpes, tetap ia jalani, pada waktu libur dinas.

Sebelum menetap di ru-mah dinas bupati, setiap ba’da maghrib, Buya mem-beri pengajian al-Qu’an kepada para santri. Dan dilanjutkan pengajian taf-sir Jalalain, sesudah sha-lat Isya’. “Kecuali malam Jumat,” tutur Ust. Abd.

Rahman mengawali pem-bicaraan dengan Mata Sumenep.

Khusus pada hari Rabu sehabis shalat Shubuh, sant-ri menerima pengajian kitab Fathul Mu’in. Dan setiap tanggal 15, Buya menggelar pengajian yang di ikuti sant-ri, alumni pesantren dan bersama warga, bertempat di halaman masjid ponpes. Pengajian itu dikenal den-gan Majelis Dzikir wal Fikr.

Majelis Dzikir wal Fikr dari namanya memberi makna kumpulan dzikir yang diselingi ulasan tafsir al-Qur’an dan kisah Nabi Muhammad Saw, para sa-habat serta para auliya’. Buya menempatkan diri sebagai mursyid sekaligus penceramah. Sehingga lau-

tan emosi jamah larut dalam kekhusu’an yang ditrans-fer lewat deruan dzikir dan kisah. Sontak para jamaah ada yang nangis histeris mengingat dosa-dosa yang telah diperbuat. Apakah ke-pada orang tua sendiri atau orang lain, termasuk para guru yang membimbingnya. Dalam acara itu, sosok Buya memiliki makna tersendiri bagi mereka yang merasa-kan sosok baru Buya.

Sejak menyandang bu-pati, Buya tetap meluang-kan waktu pada hari Minggu untuk memberi pengajian kepada para santri. “Jika bersamaan waktu dinas ke luar kota, Buya menyelipkan waktu tertentudi minggu itu. Atau diqadha (diganti) di hari lain di minggu beri-

kutnya. Tapi secara rutin, hari Minggu sesudah shalat Subuh kalau tidak ada halan-gan, Buya pasti menemui para santrinya dan memberi pengajian kitab,” ucap Su-fiyanto, Kabag Humas dan Protokol, menjelaskan ak-tivitas Buya di ponpes.

Perhatian Buya kepada pesantren kini terasa beda. Ust Imam, salah satu pen-gurus pondok, melihat kep-erdulian yang begitu be-sar kepada Ponpes meski dipisah jarak, Buya tetap meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan pen-gurus dan memberi materi kajian kitab kepada santri. “Kalau diteliti, kepedulian kiai kepada pondok, ter-golong lebih perhatiannya dibanding sebelum menyan-dang bupati. Saya tidak tahu kenapa kiai berbuat demiki-an,” tutur Ust Imam kepada Mata Sumenep.

Penanggungjawab seha-ri-hari di pesantren, Buya menyerahkan kepada Kiai Wafi Khatib, adik dua pupu dari jalur ibu dan bapak.

Posisi Buya sementara diisi Kiai Wafi untuk mengurus segala hal terkait ponpes. Untuk lembaga pendidikan dari PAUD hingga Sekolah Tinggi Al-Karimiyah, Buya menyerahkan penuh kepada masing-masing kepala se-kolah untuk dikelola secara profesional.

Pada saat tertentu yang dibutuhkan ponpes atau lembaga, seperti imtihanan atau seminar kampus, Buya meluangkan waktu untuk memimpin atau membuka acara.

Para pengurus pondok merasa lega saat sang kiain-ya menempati tugas seba-gai penguasa di Kabupaten Sumenep. “Tak semua yang pahit itu racun. Malah kami senang sang kiai bisa men-empati posisi bupati untuk membantu masyarakat yang membutuhkan,” tuturnya sembari tersenyum kepada Mata Sumenep.

bersambung..| fathol alif

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 25

Page 26: Edisi 2 Mata Sumenep

26 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

BAGI warga Sumenep dan sekitarnya, nama Pa Nora sudah tidak

asing. Apalagi bagi kalan-gan ibu-ibu, mulai dari ting-kat awam hingga elit. Ak-tivitasnya yang hampir tak lepas dari kegiatan da’wah membuat dirinya lebih karib dengan masyarakat.

Nama aslinya Nora as-Segaf. Kata "Pa" sebelum namanya biasa dipanggil merupakan singkatan dari Saripa menurut lidah orang Madura. Saripa berasal dari kata Syarifah, yakni sebutan bagi perempuan dari kalan-gan Saadah (kata jamak dari Sayyid atau Sayyidah, pang-gilan atau gelar bagi ketu-runan Rasulullah SAW). Sedangkan bagi kalangan laki-lakinya dipanggil Syarif atau Sayyid, atau Iyek ketika dilafalkan oleh orang-orang di pulau garam ini.

"Gelar itu tidak lebih han-ya untuk menandakan asal-usul saja. Sejatinya tidak ada perbedaan dengan yang lain. Yang membedakan kita han-ya iman dan taqwa saja. Di hadapan Allah kelak kita tak membawa nasab, melainkan amal," katanya dengan ren-dah hati pada tabloid ini saat ditemui di rumahnya, Senin malam (24/08).

Dalam sehari-harinya kegiatan janda dengan dua buah hati ini sangat padat. Hampir tidak ada kata libur dalam setiap pekannya. Mes-ki begitu, Pa Nora mengaku tidak pernah mengeluh, ka-rena ia memang telah me-

milih untuk mendedikasikan hidupnya di jalan Allah.

"Oleh karena itu kemu-dian menjadi tujuan utama kegiatan da'wah saya juga kepada masyarakat, yakni upaya pengenalan diri untuk memberikan jalan mengenal Allah," tambah perempuan kelahiran Sumenep 1975 si-lam ini.

Selain kerap diundang masyarakat untuk mem-berikan tausyiah, saat ini Pa Nora memusatkan kegiatan da'wah di kediamannya di Jalan Seludang Desa Kolor Kecamatan Kota Sume-nep. Kegiatan-kegiatannya di sana di bawah naungan Yayasan Nuruzzahro yang didirikannya sejak 1991.

"Yayasan Nuruzzahro ini awalnya diberi nama Yayasan an-Nur. Dulu tem-patnya di rumah asal saya di kampung Atas Taman Kelurahan Pajagalan, atau tepatnya di sebelah timur pendapa keraton. Namun sekitar tahun 1992 pindah ke sini," cerita alumnus Pondok Pesantren az-Zahro Bon-dowoso ini.

Kegiatan rutin di ke-diamannya itu ditampung dalam sebuah bangunan mushalla berlantai dua yang lumayan luas dan sedikit megah. Berbagai aktivitas seperti kuliah agama, ta-darus al-Quran, pengajian kitab-kitab turats, pem-bacaan shalawat Nabi, hing-ga istighatsah berlangsung secara kontinyu di tempat itu.

Untuk kuliah agama, menurut Pa Nora dilang-sungkan setiap hari ba'da shalat shubuh dan ba'da shalat Ashar. Setelah itu dilanjutkan dengan meng-kaji kitab-kitab lawas dan istighatsah bersama.

"Khusus hari Jum'at, setelah kuliah Shubuh dilan-jutkan dengan pembacaan Shalawat Fatih dan Shala-wat Nariyah. Shalawat Fatih sebanyak 10 ribu kali dan Shalawat Nariyah sebanyak 4444 kali. Jumlah itu dibagi pada setiap jamaah, jadi bu-kan berarti setiap jamaah masing-masing membaca sebanyak itu," jelas perem-puan yang memutuskan un-tuk bercadar ini.

Sedangkan untuk kegia-tan tadarus al-Quran, menu-rut isteri almarhum Didik Hariyanto ini dijadwalkan setiap hari Ahad. "Disamp-ing itu setiap malam Jumat diagendakan pembacaan tahlil bersama bagi pini sepuh," lanjutnya.

Kegiatan-kegiatan itu dikatakan Pa Nora terbuka bagi kalangan umum perem-puan meski bukan jamaah resmi maupun santri per-empuan yang mukim di ke-diamannya. Khusus bagi beberapa santri perempuan-nya diberikan pengajaran tambahan di luar jam-jam yang telah disebut di atas. "Kami juga setiap ba'da Maghrib mengajar al-Quran bagi anak-anak didik," tam-bah ibu dari Jannatul Fir-daus dan Firza ini.

Seperti halnya jalan, kehidupan tentu tidak mu-lus begitu saja. Ada kerikil, bebatuan, lubang, tanja-kan maupun turunan, be-lum lagi postur jalan yang berkelok-kelok. Pun, begitu juga dengan kehidupan Pa Nora. Apalagi aktivitas yang digelutinya meru-pakan ranah publik. Suka dukanya hampir bersa-hutan nyaris tanpa putus. Namun buah dari pohon yang terus dirawat tentu akan berakhir manis. Duka dalam aktivitas sosialnya itu selalu dianggap Pa Nora sebagai bagian dari dina-mika kehidupan semata. “Ini sebuah proses, jadi saya selalu berusaha untuk tegar terhadap cacian atau makian. Itu saya anggap wajar. Karena prinsip saya, sepahit apapun asalkan itu dari Allah saya terima,”

tegasnya.Yang menarik, aktivi-

tas Pa Nora tak semata di wilayah ta'lim saja melain-kan juga merambah ke dunia politik. Untuk yang terakhir ini pilihannya jatuh pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketika ditanya men-genai alasan dirinya aktif di parpol, jawaban anggota De-wan Syuro PKB Sumenep ini sangat sederhana. "Hidup itu keseimbangan antara akhirat dan dunia. Kegiatan da’wah dan ta'lim itu ran-ahnya akhirat, sedangkan politik merupakan ranah dunia. Kita jelas tidak akan pernah bisa lepas dari kedu-anya. Namun intinya hidup kita hanya untuk mencari keridlaan Allah," pungkas mantan Ketua II Muslimat Nahdlatul ‘Ulama (NU) Sumenep ini.

| han

Syarifah Nora as-Segaf:

“Hidup Hanya Mencari Ridla Allah”

Hidup itu keseimbangan antara akhirat dan dunia. Kegiatan da’wah dan ta'lim itu ranahnya akhirat, sedangkan politik mer-upakan ranah dunia. Kita jelas tidak akan pernah bisa lepas dari keduanya. Namun intinya hidup kita hanya untuk mencari

keridlaan Allah,"

NRA ASSEAF antan Ketua uslimat alatul Ulama U

Sumenep

"

MAJELIS TAKLIM

Page 27: Edisi 2 Mata Sumenep

15 SEPTEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 27

Sumenep Labuhan Hati

Sumenep menjadi labuhan hati. Masyarakatnya ramah dan beragama. Kalau berbicara lemah lembut. Individu satu lainnya saling menghargai. Kalau ada perbedaan, lebih mengedepankan

rasionalitas daripada pendekatan emosi.

SumenepLabuhan HatiSumenepLabuhan HatiSumenepLabuhan Hati

egitu pan-dangan Ny Nur Fitri-ana, pen-

galaman pribadi se-lama setahun lebih mendampingi laki-laki pujaan hat-inya, Abuya Busyro Karim, di bumi Sumekar. Peremp-

uan yang baru beru-langtahun, 5 September 1978 ini, merasa ke-damaian ketika berbin-cang atau bercakap

dengan orang-orang yang ditemuinya.

“Bersyukur saya me-miliki bekal ilmu agama. Dari kecil saya diajari ilmu agama yang cukup oleh abah dan ummi di rumah,” tutur Bunda

Fitri, begitu ia akrab dis-apa, saat ditanya pengala-

man bathin selama tinggal di ujung timur pulau Madura.

Gesturnya selalu men-gumbar senyum ketika ber-temu kepada setiap orang, termasuk mereka yang baru jumpa. Tidak tahu apa yang melatarbelakanginya. Ke-tika ditanya wartawan selalu menjawab senyum manis. Ti-ada makna kata terucap. Ke-cuali menjawab pertanyaan yang berkait dengan tugas se-bagai Ketua TP PKK. Sosokn-ya menampakkan kamera berjalan. Selalu action, meski alami. Senyum manis menda-hului sapa menjadi ciri khas mantan model Islami ini.

Diluar jam kerja mendap-ingi sang suami, Bunda Fitri selalu menyempatkan diri un-tuk berkunjung ke masyarakat bawah. “Saya ingin selalu ber-sama rakyat bawah. Di kam-pung halaman saya, saban hari

selalu bergelut dengan petani, ne-layan, pedagang dan profesi,” jelas

mantan presenter ANTV ini.Karena itu, banyak cara dilaku-

kan Bunda Fitri untuk berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Seperti saati bulan Ramadhan lalu, bersama pengurus Tim Peng-gerak PKK, mencari dan mendata-ngi para pemulung serta petugas kebersihan, di sudut-sudut kota Sumekar. Bunda Fitri bersama rombongan tanpa lelah dan tak ke-nal bau menyengat untuk mencari pemulung dan petugas kebersihan.

“Saya datangi para pemulung dan petugas kebersihan sekedar berbagi kebahagiaan,” cerita Bun-da Fitri dengan hati merendah. Para pemulung mayoritas ibu-ibu yang sudah renta tampak kaget bercampur tidak percaya bisa ber-jumpa dan bersalaman dengan is-tri Bupati Sumenep.

“Alhamdulillah, kalangkong bu (Terima Kasih Bu, Red),” ujar salah satu pemulung dengan logat bahasa Madura yang kental. “same bu,” jawab bunda sembari terse-nyum manis.

Saat kegiatan Sahur On The Road, Bunda Fitri juga menyapa para abang becak. Saat me nemui pengayuh becak yang tengah men-unggu kedatangan bis malam di area terminal Aria Wiraraja, be-berapa waktu lalu, mereka terban-gun merasa kaget bercampur bin-gung. Namun dari ekspresi wajah para pengayuh becak tampak haru yang tidak bisa tersembunyi. “Se-lamat pagi bapak-bapak, ini ada bingkisan makan sahur dan juga kain sarung. Silakan disantap dan mudah-mudahan bermanfaat. Semoga sehat selalu,” sapa Bunda Fitri dengan ciri khasnya.

Selain aktivitas sosial, Bunda Fitri kerap mendampingi sang suami menemani undangan warga di acara-acara luar jam dinas. Sep-erti, acara resepsi pernikahan atau acara-acara hari-hari besar Islam, misal, peringatan Maulid Nabi SAW, imtihanan pondok pesant-ren, dan acara informal lainnya.

Dalam tugas pokok sebagai ketua TP PKK, Bunda Fitri terus melakukan pembinaan sekaligus penguatan PKK di tingkat kecama-tan hingga desa. Beberapa waktu lalu, saat memberi sambutan Bimbingan Teknik (Bintek) dan Pembinaan Administrasi bagi pen-gurus PKK Kecamatan dan Desa, bertempat di Pendopo Kecama-tan Pragaan, Bunda Fitri, bercita untuk meningkatkan kualitas ki-nerja TP-PKK mulai dari tingkat Kecamatan hingga Desa.

“Melalui Bintek dan Pembi-naan Administrasi PKK, saya ber-harap para pengurus PKK tingkat Kecamatan hingga tingkat desa mampu memberikan data dan in-formasi tentang 10 Program Pokok PKK secara akurat dan menyelu-ruh, mulai dari Dasawisma, RT dan RW,” jelas Ny Nur Fitriana Busyro Karim saat memberi samb-utan.

Dijelaskan, pengelolaan pro-gram dan administrasi PKK meru-pakan bentuk pengetahuan secara konprehensif yang membahas sis-tem informasi manajemen PKK. Proses pengumpulannya sistema-tis, sehingga menghasilkan infor-masi data yang dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan.

Menurut mantan model mus-limah ini, pengetahuan manaje-men PKK ini bisa meningkatkan kinerja bersama anggota. Selain itu, imbuhnya, juga meefektifkan pembinaan administrasi untuk menyaring TP – PKK tingkat desa yang akan dikirim ke Jawa Timur sebagai Duta lomba Administrasi 10 Program Pokok PKK di tingkat Propinsi Jawa Timur.

“Saya berharap, pengetahuan ini bisa diaplikasikan hingga ke tingkat paling bawah. Selain men-ingkatkan kualitas kinerja TP-PKK di tingkat Kecamatan dan Desa, juga sebagai sarana mensejahtera-kan masyarakat,” tambah ibu satu anak ini.

| busri toha

MATA FITRI

Page 28: Edisi 2 Mata Sumenep

28 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Gagasan Bersama KUNCI KEBERHASILAN

Status face book. Bisa jadi sebatas informasi atau cura-han hati pengguna. Tapi itu tidak berlaku bagi Hadi Soetarto, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumenep. Secara ju-jur, Atok, panggilan akrabnya, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi itu seba-gai sarana memonitor pelay-anan di sejumlah Satuan Ker-ja Perangkat Daerah (SKPD) yang terupdate di jejaring sosial. Ketika ada keluhan terkait pelayanan pemkab, ia langsung merespon. Dalam hitungan jam, suami Nunuk H Luthfi a memverifi kasi dan inspeksi mendadak (Sidak) ke SKPD. “Face book dan media menjadi aspirasi dan inspirasi untuk mengelola pemerinta-han Sumenep lebih maju,” tutur Pak Atok, mengawali wawancara dengan Ahmadi dan Busri Toha dari Mata Sumenep, di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Ekslusif

28 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 201428 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

Mohon maaf, kami menyita wak-tu Bapak?

Tidak apa-apa, selama tidak ada acara keluar kota atau rapat mendadak, kami bersedia mel-ayani tamu. Termasuk melayani wartawan untuk wawancara.

Jabatan Sekda sebagai puncak karier seorang Pejabat Negeri Sipil (PNS) di birokrasi. Bisa dic-eritakan, awal mula karier seba-gai Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga menjabat Sekda?

Saya bekarier sebagai staf Ba-gian Hukum dan Organisasi Tata Laksana Pemda Sumenep, 1981 hingga 1987. Beberapa tahun ke-mudian, saya diperbantukan seba-gai Kabag Administrasi Keuangan di PDAM Sumenep. Tahun beri-kutnya, kembali diberi amanah sebagai Kasubbag Pemdes/Kelu-rahan Setda sampai dengan tahun 1997. Tahun 1998 – 2006 di alih tugaskan di Bappeda, masing mas-ing sebagai sekretaris, beberap ta-hun kemudian beralih sebagai Ka-bid Analisa, Evaluasi dan Laporan di Bappeda.

Dari 2006-2011, saya mem-peroleh tugas sebagai Kabag Or-ganisasi Setda Sumenep. Sejak Januari 2011 promosi ke Eselon II/b di Dinas Koperasi dan UKM. Setahun kemudian, tepatnya bu-lan Pebruari 2012, ditugaskan kembali Sebagai Kepala Bappeda.

Jabatan Sekda berawal seba-gai Plt Sekda sejak tgl 4 Januari 2013 sampai dengan 7 April 2013.

Sebelum dilantik sebagai Sekda defi nitif pada tgl 8 April 2013, melalui mekanisme di tingkat ka-bupaten dalam bentuk usulan ke-pada Bapak Gubernur Jawa Timur terhadap ASN yang akan diberi amanah sebagai Sekda guna di-lakukan uji kompetensi berupa Fit and Propertest oleh Tim Baper-jakat Provinsi Jawa Timur.

Adakah kesan yang membekas dalam pengalaman Bapak, sela-ma menjabat PNS?

Kesan sebagai PNS yang mem-bekas hingga saat ini saat mengikuti Diklat dan Pelatihan baik di dalam negeri maupun luar negeri (Ameri-ka). Dengan bertambahnya peng-etahuan dan sharing karakteristik wilayah beragam dari peserta lain. Hal ini bermanfaat dalam menyi-kapi permasalahan Sumenep.

Apakah ada isyarat batin sebe-lum menjabat Sekda?

Biasa…tidak punya fi rasat. Jabatan bagi saya merupakan amanah dan kepercayaan yang harus diemban. Setiap jabatan yang di amanahkan Bapak Bupati melalui berbagai macam pertim-bangan dan penilaian.

Ibarat menu makanan, Sekda se-bagai koki di pemerintahan, apa-kah Bapak setuju dengan istilah itu?

Saya tidak setuju Istilah koki. Barangkali istilah itu cocok untuk meracik makanan, hehehe..Tapi

mengelola pemerintahan banyak faktor yang harus dipertimbang-kan. Sejalan dinamika kompleksi-tas permasalahan yang ada.

Bisa diceritakan suka-duka men-jabat Sekda?

Tentu saja dalam melakukan sesuatu termasuk pelaksanaan tugas, suka duka pasti ada. Den-gan spirit solidaritas dan soliditas semuanya dapat dilaksanakan se-cara tuntas.

Pasca Reformasi, Pemkab Sume-nep, Tiga Priode dipimpin fi gur bu-pati berlatarbelakang pesantren. Bagaimana Penilaian Bapak?

Saya kira tidak ada dikotomi kepemimpinan bupati berlatar be-lakang pesantren dan non pesant-ren. Karena yang terpilih sebagai bupati adalah sosok pemimpin yang memiliki kompetensi paripurna serta tulus ikhlas mengabdi dengan niatan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang di pimpinnya.

Bapak sebagai komunika-tor antara bupati,wakil bupati dan legislatif dalam menyusun anggaran,bisa dijelaskan?

Proses dan mekanisme penyu-sunan APBD sudah ada regulasi berupa Peraturan Perundangan termasuk Dokumen Perencanaan sebagai pedomannya. Sekda se-bagai ketua TAPD bersama sama dengan Badan Anggaran DPRD. Alhamdulillah selama penyusu-nan APBD komunikasi berjalan

dengan baik, karena telah tercipta pemahaman yang sama dengan mengedepankan kepentingan publik.

Selama menjabat Sekda, bisa di-tunjukkan keberhasilan yang di-lakukan Bapak?

Kalau berbicara keberhasilan dalam tugas merupakan idaman bagi semua Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk saya. Sedangkan kegagalan dan keberhasilan bukan diri sendiri yang menilai, tetapi pimpinan dan masyarakat. Tetapi setiap tempat tugas dimana saya diberi amanah secara maksimal dilaksanakan dengan baik, tentu-nya tidak terlepas dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Karena setiap ide pribadi ketika dirumuskan bersama akan beralih menjadi ide bersama termasuk ke-berhasilannya.

Sumenep memiliki banyak poten-si alam, seperti migas dan wisata. Bisa dijelaskan dalam mengem-bangkan potensi alam tersebut?

Memang diakui Sumenep me-miliki banyak potensi alam berupa migas, wisata dan banyak lain-nya. Dari berbagai macam potensi tersebut harus didukung oleh po-tensi SDM guna menghasilkan resources. Karena itu, perlunya kreatifi tas dalam mengembang-kan potensi tersebut. Kreativitas itu tentu diharap berimbas pada sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

dengan baik, karena telah tercipta pemahaman yang sama dengan mengedepankan kepentingan

Mohon maaf, kami menyita wak-tu Bapak?

28 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

gai Plt Sekda sejak tgl 4 Januari 2013 sampai dengan 7 April 2013.

28 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 20142013 sampai dengan 7 April 2013.

28 | MATA SUMENEP | 15 SEPTEMBER 2014

sumber Pendapatan Asli Daerah