edisi 3 mat sumenep

28
20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 1 “Aspal hotmix ke- camatan mencapai 95%.Sedangkan Poros Desa dimulai tahun 2013, capaiannya 10 %.” Edisi 20 OKTOBER 2014 Harga Eceran 13.000,- Objektif & Merakyat B agi para pecinta dunia pusaka (keris), Sang Mpu Karangduwak menjadi sosok legendaris penuh misteri. Gelar yang disematkan; Gung Macan memiliki cerita mistis sekaligus kaya nilai. Selengkapnya | Hal 27 Mengenal Sang Mpu Karangduwak Tangisan Talango Tengah H aderi, 33, warga Dusun Pulau Talango Tengah, Desa Brakas, Kecamatan, Raas, merasa lelah setelah 2 hari sejak Kamis-Jumat menge- bumikan jenazah korban tenggelamnya PLM Jabal Nur alias Mutiara Indah. Seba- gai warga biasa, Haderi larut dalam lautan duka. Selengkapnya | Hal 28

Upload: e-mata-sumenep

Post on 07-Apr-2016

321 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Tabloid Budaya, Agama dan Politik

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 1

“Aspal hotmix ke-camatan mencapai

95%.Sedangkan Poros Desa dimulai tahun 2013, capaiannya

10 %.”

Edisi 20 OKTOBER 2014Harga Eceran 13.000,-

Objektif & Merakyat

Bagi para pecinta dunia pusaka (keris), Sang Mpu Karangduwak menjadi sosok legendaris penuh

misteri. Gelar yang disematkan; Gung Macan memiliki cerita mistis sekaligus kaya nilai.

Selengkapnya | Hal 27

Mengenal Sang Mpu Karangduwak

Tangisan Talango Tengah

Haderi, 33, warga Dusun Pulau Talango Tengah, Desa Brakas, Kecamatan, Raas, merasa lelah

setelah 2 hari sejak Kamis-Jumat menge-bumikan jenazah korban tenggelamnya PLM Jabal Nur alias Mutiara Indah. Seba-gai warga biasa, Haderi larut dalam lautan duka.

Selengkapnya | Hal 28

Page 2: Edisi 3 Mat Sumenep

2 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Susunan Redaksi

Kantor Redaksi: Jl Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100 Email: [email protected] , [email protected] PIN BB: 7D0B6F42

Komisaris: Asmawi Dewan Redaksi: Moh. Jazuli, Ali Humaidi Dewan Ahli: Mohammad Ilyas Direktur: Hambali Rasidi Pemimpin Redaksi: Hambali Rasidi Redaktur Rusydiyono Reporter: Rusdiyono, Mahdi, Nikam Hokiyanto, Ahmad Faidi, Asip Kusuman Desain Grafi s: Ahmad Yadi Manajer Iklan & Promosi: M. Adi Irawan Penagih Iklan: Fathor Rahem Manajer Sirkulasi & Distribusi: Moh. Junaedi Keuangan: Imraatun Nisa’ Penerbit: PT MATA SUMENEP INTERMEDIA NPWP: 70.659.553.5-608-000 SIUP: 503/29/SIUP-M/435.213/2014 TDP: 13.21.1.58.00174.

Kisah mistis sang Mpu Karangdu-wak, sengaja diturunkan mulai edisi ini, secara bersambung, bertepatan

dengan moment hari jadi Kota Sumenep ke 745 dan Hari Raya Tata Ruang, yang akan meresmikan monumen Keris di perempa-tan Kelurahan Karangduwak, sebagai ben-tuk penghormatan dan penghargaan kepa-da Sang Mpu.

Kolom majelis taklim, redaksi berhasil menurunkan kehidupan Kiai Imran Syah-ruddin, Pakamban Daya, Kecamatan Pra-gaan. Yang lebih menarik dalam diskusi redaksi adalah menurunkan liputan lang-sung kisah dibalik pendopo, aktivitas Bupa-ti Abuya Busyro Karim, dari menit ke menit dan jam ke jam, dicatat dan dibahasakan, sebagai fakta di lapangan. Dan testimoni, kejadian nyata yang dialami bupati saat sa-fari kepulauan. Makna dua kisah itu, bagian dari mengenal dan menilai keperibadian seorang Abuya Busyro Karim saat menjabat bupati dan atribut kiai yang disandangnya.

Mata utama mencoba mengungkap tantangan dan harapan pelaksanaan in-frastruktur jalan yang banyak dikeluhkan warga. Ternyata, memahami pekerjaan ja-lan tidak semudah dibayangkan. Banyak faktor yang mengitarinya. Salah satunya ke-siapan SDM dan peralatan. Baik dari pelak-sana kontraktor maupun SDM perencana

anggaran.*******Bagai magnet dan paku. Meski agak

berjauhan, keduanya ingin saling berdeka-tan. Kenapa? Karena magnet dan paku ter-buat dari unsur yang sama. Hanya saja, besi berani,--istilah akrabnya,--besi berisi energi yang memiliki kekuatan (daya) tarik dengan bentuk senyawa lain, seperti paku. Semakin tinggi energi di dalam besi, semakin kuat daya tariknya. Bagaimana dengan bahan plastik atau karet? Pastinya tidak senyawa. Besi dan plastik dari sumber yang beda. Tentu tidak bisa nyambung, walau berusaha ditempel-kan. Berbeda dengan paku, yang selalu ingin dekat dengan senyawa yang memiliki energi. Meski di pisah, si paku selalu ingin mendekat dan menempel.

Deskripsi singkat magnet dan paku, se-benarnya simbol bahasa dari benda-benda di sekitar kita. Tidak sedikit simbol-simbol itu, menjadi makna pengetahuan, yang terkadang kita kurang peduli atau alfa untuk mengambil iktibar. Serupa dengan bupati-sebagai penguasa daerah-meru-pakan simbol warga dalam pemerinta-han. Selama bupati care terhadap apa yang menjadi kebutuhan warganya, ibarat gula, secara alamiah semut-semut, pasti datang berkerumun.

Selamat membaca.

Pembaca Mata Sumenep, kali ini, redaksi menurunkan banyak kisah dan pemikiran, baik dari sudut ke-

hidupan pemerintahan, wirausaha, keagamaan, maupun mistis.

Salam Redaksi

M M

IH I I POPO

MI IM

M POII

Aspal hotmix Masuk Desa

BIOGRAFI & PEMIKIRAN KETUA DPRD Sumenep Periode 2014-2019103

25

26

27BERGANTI PAKAIAN PUN DI MOBIL

Kiai Imran SyahruddinKIAI SUFI YANG TERSISA

Mengenal Sang Mpu Karangduak (1)

Secara lahiriah praktek hidup Kiai Imran me-nyerupai para Sufi dulu. Atribut Sufi sme terlihat dari sikap zuhud, wara’ dan qana’ah-nya. Sikap zuhud dan wara’ Kiai Imran memanfaatkan harta yang ada sesuai dengan kebutuhan.

Gaya kepemimpinan apa adanya; bersikap dan bertindak lebih mengedepankan suara hati nurani lewat bahasa rindu ingin ber-sama rakyat.

Aspal hotmix Aspal hotmix Masuk Desa Masuk Desa 3

MI IM

M POII

BIOGRAFI & PEMIKIRAN KETUA DPRD Sumenep Periode 2014-201910

26

27NPWP: 70.659.553.5-608-000 SIUP: 503/29/SIUP-M/435.213/2014 TDP: 13.21.1.58.00174.

Page 3: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 320 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 3

Abuya Busyro Karim sesekali tersenyum dan manggut-manggut ketika mendengar

penjelasan dari pimpinan Satuan Kerja Pemimpin Daerah (SKPD) saat staf meeting bulanan yang bi-asa digelar untuk mengevaluasi ki-nerja masing-masing SKPD. Sejak kepemimpinannya, Bupati Abuya Busyro Karim, mewajibkan masing-masing SKPD untuk presentasi ten-tang progress report programnya. Dari kegiatan itu, bupati bisa me-nilai kapasitas individu Satker dan mengevaluasi capaian program yang sudah dilaksanakan SKPD.

“Mau lembur ke kantor, mas. Mempersiapkan data untuk acara staf meeting, besok,” ujar Kadis PU Bina Marga, Edy Rasiyadi, waktu ditemui Mata Sumenep, di kediamannya, JL Pahlawan. Ternyata, mantan Kadis PU Pen-gairan ini, selalu ready, meny-iapkan data-data yang sewaktu-waktu di soal bupati.

Dinas PU Bina Marga, ter-golong Satker gemuk. Alokasi anggaran untuk kegiatan in-frastruktur, Jalan, Jembatan dan Dermaga se Kabupaten Sumenep, menjadi bidang wilayahnya.

Alokasi anggaran tiap tahun bertambah. Tahun 2012, alokasi untuk jalan dan jembatan Rp 36,54 miliar. Pada tahun 2013, Rp 84,128 miliar dan pada tahun 2014, Rp 85,56 miliar. Dana sebesar Rp 50,9 miliar di tahun 2014, khusus peker-jaan hotmix. Semuanya mengguna-kan LPSE (Layanan Pengadaan Se-cara Elektronik).

Tapi, gemuk anggaran masih menuai kendala. Salah satu ken-dala itu, disebut Edy adalah belum adanya perusahaan Asphalt Mix-ing Plant (AMP) di Sumenep. Se-hingga, pekerjaan hotmix selama ini masih tergantung perusahaan di luar Sumenep. Efek negatif sering

mengalami keterlambatan ke lokasi proyek. Sebab, secara logika bisnis, perusahaan AMP, pasti mengutam-akan kabupaten sendiri, daripada mendistribusikan hasil produksi ke luar daerah.

Akibat keterlambatan pekerjaan hotmix, pada tahun 2013, Bina Mar-ga memutus kontrak 10 paket peker-jaan hotmix dengan akumulasi kon-trak sekitar Rp 5 miliar. Agar tidak terulang kegagalan itu, Edy mema-jukan proses pelaksanaan lelang LPSE dimulai bulan April-Mei. Dia

berharap, tahun 2014 tidak ada lagi putus kontrak.

Sejatinya Edy berusaha mengun-dang sejumlah investor untuk mem-buka AMP di Sumenep. Upaya itu, ia lakukan untuk mempermudah pekerjaan hotmix di Sumenep. Tapi, usaha itu selalu gagal, dengan ala-san yang sulit diterima akal sehat.

“Tanpa AMP pekerjaan akan terhambat, karena hotmik masih di pesan ke Pamekasan atau ke Bangkalan. Apabila pemesanan re-kanan kontraktor terbentur dengan proses pengerjaan proyek secara bersamaan, pengaspalan jalan yang menggunakan medium hotmik itu

ikut terganggu dan dapat memper-lambat proses pengerjaannya,” be-ber Edy.

Seandainya AMP berlokasi di Sumenep, dia yakin nyaris kecil kendala pembangunan jalan. “Mu-da-mudahan tahun 2015 kita sudah memiliki AMP,” kata pria keturunan Pulau Sapudi ini.

Pekerjaan dengan kontrak mili-aran rupiah ini, memang butuh ek-stra pengawasan. Karena itu, Bina Marga bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)

dan Universitas Kristen Petra, Sura-baya, untuk melakukan uji lab hasil pekerjaan kontraktor. Bahan yang di lab meliputi, 1. Kadar Aspal. 2. Den-sity (kepadatan/kekerasan) 3. Gra-dasi Material yang meliputi, kom-posisi material. Termasuk ketebalan aspal hotmix yang digelar sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB). Se-mua itu dilakukan atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai antisippasi kebocoran lebih besar.

Edy sebenarnya meimpikan Lab-oratorium Kebinamargaan di Sume-nep. Hanya saja, ia perlu memper-siapkan SDM dengan pendidikan

dan latihan. Selain kelengkapan peralatannya.

“Kalau workshop-nya sudah ada,” ujar bapak dua anak ini.

Di lapangan, masih banyak dite-mui infrastruktur jalan yang rusak dan perlu perhatian dari pemkab. Dari data yang ada di Bina Marga, pembangunan jalan yang kategori ru-sak sedang dan rusak berat mencapai 529,850 m’. Sedangkan jalan baik dan jalan sedang mencapai 1,120,730 m’. Lebih jelasnya, lihat tabel.

Untuk mengatasi perbaikan jalan itu, Edy mencari kucuran dari Dana Alokasi Khusus (APBN) dan bantuan keuangan provinsi dari APBD I untuk memban-gun infrastruktur yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat.

Selain mencari kucuran tambahan di luar APBD, Edy juga menggandeng stakeholder Sumenep untuk ikut mengawa-si beberapa kegiatan dinasnya, selain pengawasan dari SKPD.

Untuk mengetahui indika-tor keberhasilan program kebi-namargaan adalah, distribusi pembangunan infrastruktur merata hingga ke desa dan masyarakat bisa menikma-ti kualitas infrastruktur. Namun Edy mengakui kendala

kualitas pekerjaan jalan, terterkait kualita material batu ampar, sep-erti batu cor, bukan hasil batu pec-ah mesin. Melainkan batu pilihan yang ditaruh sebagai pengunci. Selain itu, Edy juga menyebut per-lunya peningkatan SDM dari pelak-sana jasa konstruksi, mulai dari pekerja di lapangan hingga tenaga pengawas dari pelaksana (CV).

Khusus kepulauan, Edy men-unjuk material yang sulit teratasi. Selama ini pekerjaan jalan di kepu-lauan banyak menggunakan batu pilihan yang memiliki ukuran sama. Sehingga masih tersisa buliran tan-

Aspal Hotmix Masuk Desa

Poros Kecamatan di daratan yang di aspal hotmix mencapai 95%.Termasuk di pedalaman, seperti Desa Montorna dan Desa Prancak. Sedangkan di Poros Desa baru dimulai tahun 2013, capainnya baru

sekitar 10 %,

Poros Kecamatan di daratan yang di Poros Kecamatan di daratan yang di aspal hotmix mencapai 95%.Termasuk di aspal hotmix mencapai 95%.Termasuk di pedalaman, seperti Desa Montorna dan pedalaman, seperti Desa Montorna dan Desa Prancak. Sedangkan di Poros Desa Desa Prancak. Sedangkan di Poros Desa baru dimulai tahun 2013, capainnya baru baru dimulai tahun 2013, capainnya baru

sekitar 10 %, sekitar 10 %,

Page 4: Edisi 3 Mat Sumenep

4 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

MATA UTAMA

ah yang tidak bisa lengket dengan aspal. Berbeda dengan batu murni ketika direkatkan sama aspal bisa lengket. Solusinya? Edy berpikir perlu pen-gadaan mesin pemecah batu yang bisa ditempat-kan di kepulaua Kangean, Sapudi, Raas dan Ma-salembu.

Untuk mewujudkan, jalan beraspal hotmix di kepulauan, lagi-lagi menunjuk investor untuk membangun alat AMP (Asphalt Mixing Plant) berjalan yang bisa ditempatkan di kepulauan. Se-bagian bahan baku bisa didatangkan dari Sume-nep. Setelah itu diolah di kepulauan.

“Meski memakan anggaran 2 kali lipat, tapi kualitas bisa bertahan lebih lama dibanding pekerjaan penetrasi (aspal),” sambungnya.

Rp 50 juta per Desa

Camat Batang–Batang, Anwar Syahroni Yu-suf menilai, selama kepemerintahan Bupati A. Busyro Karim, infrastruktur jalan, mendapat perahatian.Dari tahun ke tahun mengalami pen-ingkatan volume pekerjaan. Anggaran setiap tahun semakin besar dan dampaknya cukup di-rasakan masyarakat. Terbukti banyak jalan baru yang tersebar diberbagai desa. “Apalagi bupati mealokasikan bantuan keuangan Rp 50 Juta per tahun kepada semua desa agar memelihara in-frastruktur jalan di tingkat desa,” sebut pak ca-mat.

Camat Anwar memahami kemajuan suatu daerah salah satunya ditentukan jumlah angga-ran yang disiapkan pemerintah. Selama kepem-impinan bupati Busyro, ia akui anggaran Sume-nep semakin besar. Hal itu bisa dilihat nominal APBD yang tiap tahun bertambah.Karena itu, ia berharap peningkatan volume perbaikan jalan menuju tempat wisata. Dia sangat bersyukur bila dilakukan pelebaran jalan demi kenyamanan

wisatawan.Memang, bupati Busyro bermimpi jalan-

jalan di kecamatan hingga pelosok desa, ber-bentuk aspal hotmix. Meski bertahap. Karena itu, buya berkomitmen sejak tahun 2014, pem-kab mealokasikan dengan bantuan keuangan ke masing-masing desa sebesar Rp 50 juta, un-tuk memperbaiki jalan desa, sebelum dilakukan pengaspalan hotmix. Bantuan keuangan untuk pemeliharaan jalan itu tergolong baru dan per-tama dalam sejarah pemerintahan Sumenep. Total anggaran Rp 16,5 miliar, dengan riancian 330 desa x Rp 50 juta= Rp 16,5 miliar. Anggaran tersebut langsung masuk ke rekening desa, den-gan konsekwensi semua kegiatan dan pertang-gungjawaban sepenuhnya kepala desa. Anggaran itu bisa digunakan untuk pemeliharaan jalan-ja-lan desa. Bagi desa kepulauan yang tidak memi-liki pembangunan jalan, seperti Desa Bancamara, Pulau Giliyang dan Desa Sapeken, diperuntukkan untuk pembangunan jalan paving.

Program itu diberi nama Bantuan Keuangan Desa Rehabilitasi Infrastruktur Perdesaan (BK-

Desa RPIP) yang telah di Launching, jelang Pemi-lu Legislatif 2014, lalu. Bantuan BK–Desa RPIP, yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumenep tersebut, bertujuan agar desa bisa mendapat so-lusi, minimal mengurangi beban, terhadap per-soalan infrastruktur yang selama ini selalu dike-luhkan di tingkat pedesaan.

Tentu, program BK–Desa RPIP itu, mendapat apresiatif dari Kades yang telah melaksanakan progam dengan baik. Salah satunya Kepala Desa Braji, Kecamatan Gapura, Misdiyawati. Menu-rutnya program itu sangat bagus untuk memban-gun desa lebih baik dari sebelumnya. Pelaksanaan program itu berjalan baik. Dalam pelaksanaan-nya lebih maksimal dan tidak hanya memperha-tikan keuntungan yang didapat dari program BK – Desa RPIP. Dan memperhatikan kualitas dan kenyamanan masyarakat. Terkadang sebagian menambah dana dari anggaran yang ada supaya hasilnya lebih maksimal.

“Pemerintah desa dalam menjalankan pro-gram itu tidak memperhatikan keuntungan se-mata. Tapi lebih kepada kualitas dan kenyamanan bagi masyarakat semua,” katanya.

Bahkan, lanjut Misdiyawati, selama 4 tahun kepemimpinan Abuya Busyro Karim pemerinta-han Sumenep berjalan lebih baik dari sebelum nya. Khsusnya dalam bantuan yang dikucurkan kepada desa-desa yang tersebar di Kabupaten Sumenep. Sebelumnya minim bantuan. Sejak Kepemimpinan Abuya Busyro Karim banyak ban-tuan yang langsung bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Sehingga masyarakat tidak menyesal telah memilih Pemimpin yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Misdiyawati berharap untuk terus berjuang demi majunya Sumenep ke depan. Karena Sumekar perlu pem-imping yang cerdas dalam membaca kebutuhan dari berbagai kalangan masyarakat.

Ditempat berbeda, Kepala Desa, Pangarangan, Kecamatan, Kota Sumenep, Cury Nilia Dama-yanti, juga menunjukkan sikap positif terhadap program yang dilaunching awal tahun lalu. Dia berharap program BK-Desa RPIP tidak hanya meluncur tahun ini, melainkan untuk terus ada setiap tahun. Dia menunjuk dampak dari pro-gram yang baru dijalankan belum genap setahun sudah sangat dirasakan oleh masyarakat desa.

Page 5: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 5

Apalagi pelaksanaannya diserahkan langsung kepada Pemerintahan Desa. Sehingga perangkat desa dapat belajar lebih mandiri dalam mengelola program yang dipercaya Bupati Sumenep. Terbukti pemerintah desa banyak belajar banyak hal termasuk menjalankan program lebih efisien dan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh orang– orang tertentu saja.

“Dengan diserahkannya langsung kepada Pemerintah Desa, Per-angkat Desa belajar mandiri tentang pengelolaan dan cara membuat laporan yang benar.” tambah Damayanti.

Selama kepemimpinan Abuya Busyro Karim, Kabupaten Sume-nep mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Masyarakat merasa mendapatkan perhatian dan kebijakan yang diambil oleh pemimpinnya. Dari itu, Damayanti berharap desanya ke depan leb-ih diperhatikan. Supaya mengalami perkembangan yang cepat dan rakyat yang ada di pedesaan bisa merasakan langsung terhadap ke-bijakan yang diambil pemerintah. Selebihnya juga masyarakat lebih terjamin secara kesejahteraannya.

“Saya ingin masyarakat sejahtera dan tidak ada lagi yang hidup dalam kemiskinan,” imbuhnya.

Jalan diCor Beton

PU Bina Marga tidak mau disebut sebatas melaksanakan kegiatan rutin.

Mengukur dan menimbun batu lalu diaspal. Karena itu, sudah dilakukan pemetaan beberapa titik jalan yang berpotensi cepat rusak. Lokasi ini, aku Edy, masuk kategori tanah dasar labil dan sering dilewati air. Karena itu, BM melakukan pengerasan jalan dengan pembangunan cor beton. Seperti yang dilakukan di Kec. Arjasa untuk tahun 2014, sepanjang 250x4 m2. Di daratan sudah dimulai dari Kecamatan Saronggi, tepatnya jalan Saronggi menuju Lenteng, yang telah dialokasikan sejak tahun 2013, di cor sesuai lokasi yang rawan rusak.

Kenapa jalan mudah rusak? Edy menyebut beberapa faktor, salah satu-nya, kendaraan yang melewati melebihi tonase. Misalnya, kapasitas jalan untuk kendaraan 12 ton dilewati kendaraan yang bermuatan 24 ton. Kedua, faktor jalan cepat rusak karena pelaksanaan tidak sesuai standart. Ketiga, perencanaan pembangunan jalan yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Seperti; tidak mengecek keadaan tanah dasar. Tidak memperhitung-kan kendaraan yang akan lewat. Menjadi lokasi genangan air, dan seba-gainya.

Pekerjaan jalan beton, memang dimulai sejak tahun 2013. Hal itu di-lakukan untuk mengantisipasi banyak jalan yang rewel rusak. Tahun ke-marin diperbaiki, tahun berikutnya dikerjakan kembali. Lokasi ini bisa ditemukan di beberapa titik. Khusus, di kepulauan jalan cepat rusak, salah satunya karena kondisi jalanan berlumpur dan tergenang air atau menjadi saluran air saat penghujan. Selain itu, terang Edy, kendaraan yang men-gangkut bermuatan basah.

Di luar kategori itu, Edy menunjuk tanah dasar mudah labil men-jadi faktor utama ditam-bah kondisi bahan baku material ja-lan. Seperti batu bercam-pur tanah, alias batu pilihan, bu-kan batu hasil gilas mesin.

Edi ber-pikir, jalan-ja-lan yang cepat rusak itu bisa d i a n t i s i p a s i

bila semua elemen yang terlibat memiliki satu visi menuju kelanggengan umur jalan. Seperti, konsultan perencana yang memenangkan tender perencanaan, harus benar-benar melihat secara detail kondisi dasar tanah, sebelum dibuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) dalam dokumen kontrak kepada pelaksana.

“Dan pelaksana konstruksi, bisa mengguna-kan bahan material yang sesuai dengan RAB,” timpalnya.

Karena itu, model jalan cor beton bertulang bagian dari antisipasi loka-si jalan yang tergolong rewel. Ditambah, pekerjaan jalan beraspal hotmix.

Mantan Kadis PU Pengairan ini mengakui, jika grand idea bupati masih menemui banyak kendala di lapangan. Prob-lem jalan-jalan kecamatan dan poros desa yang harus di hot-mix, terkendala AMP. Jika urusan AMP selesai, semua ikut selesai.

“Saya sempat berpikir, nominal pekerjaan hotmix yang men-capai puluhan miliar, apakah lebih tepatnya dibuat kontrak

dengan AMP, langsung? Saya yakin, AMP manapun pasti ter-tarik turun ke Sumenep dengan kontrak langsung dengan di-nas dengan nilai puluhan miliar. Tapi, itu masih berbentuk gagasan. Belum di kaji efek positif negatifnya,” tambahnya.

Dari APBD untuk PU Bina Marga sebesar Rp 82,6 Miliar. Kemudian APBD Provinsi Jatim, nilainya Rp 10 Miliar dan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) plus pendamping, sebesar Rp 9,8 Miliar. Anggaran total menca-pai Rp 102,4 miliar. Pada tahun 2014, dana sebesar Rp 50,9 miliar khu-sus pekerjaan hotmix. Tentu dengan mekanisme tender LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), meski muncul pernak-pernik dalam proses LPSE, diakui di luar kontrol Bina Marga. Bisa jadi faktor personal.

Edy juga mengupayakan secara maksimal, pengelolaan anggaran pem-bangunan infrastruktur jalan desa sehingga risiko terbuang percuma, dapat diantisipasi sejak awal melalui usulan program yang jelas.

“Pada tahun 2015 nanti, kami bisa pastikan, jalan Kecamatan sudah ber-hotmik semua. Insyallah jika tidak ada kendala dalam pembangunan jalan. Mudah-mudahan tahun 2015 kita sudah memiliki AMP,” ujarnya dengan nada berharap mukjizat dari Ilahi.

rusydiyo/nikam hokiyantohambali rasidi

MATA UTAMA

Page 6: Edisi 3 Mat Sumenep

6 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

MATA POTENSI

Perkenalan dunia usaha, ia lalui sebagai karyawan CV Garuda Mas selama 9 tahun. Di dunia jasa konstruksi mendapatkan

pelajaran langsung dari Owner Garuda Mas, H Tahir. Sejak tahun 1989 hingga 1998, Latif muda bergelut dengan dunia pembangunan gedung, yang membutuhkan bahan kayu, pekerjaan jalan dan jembatan, terkait dengan bahan konstruksi.

Kemandirian usaha H Latif berawal dari kri-sis moneter. Saat itu ia pamit kepada pewaris Garuda Mas untuk membuka usaha mandiri. Tepatnya pada hari Kamis, tanggal 25 Novem-ber tahun 1999, H Latif membuka pangkalan kayu di Desa Pamolokan, Kecamatan Kota, den-gan 1 karyawan. Seiring berjalan usaha, dan di-anggap perlu menambah karyawan menjadi 2 orang, hingga terus menambah karyawan sesuai kebutuhan demi memberikan pelayanan terbaik. Keuletan H Latif teruji pada 2003, dengan mem-buka Toko bangunan dengan nama UD Sumber Bening.

UD Sumber Bening terus berkembang pesat. Toko itu terus dilengkapi segala kebutuhan ban-gunan. Beberapa rumah warga dekat tokonya, dibeli dan dijadikan toko bangunan. Tokonya dilengkapi keramik, asbes, besi cor, semen, cat, dan sebagainya.

“Pokoknya di toko saya, yang tidak ada hanya benang dan jarum. Untuk semua bahan bangu-nan tersedia,” tutur H Latif saat berbincang den-gan Mata Sumenep, di kantor Water Park Sume-

kar, di Desa Kasengan, Selasa malam.Suami Hj Siti Kholisah ini, bercerita usah-

anya banyak membantu pembangunan Pemkab Sumenep. Bersamaan dengan awal kepemimpi-nan Bupati Abuya Busyro Karim, H Latif mem-buka tempat wisata dan permainan anak di Desa Kasengan, Kecamatan Manding. Di areal bebuki-tan dan lahan gersang, H Latif menyulap tempat wisata dengan nama Water Park Sumekar.

Pada areal lahan 7 hektare ini, terisi aneka permainan anak, seperti Water Boom, sepeda air, kolam renang untuk dewasa, mainan anak. Khusus kebun binatang mini, menjadi bagian dari Lembaga Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang di bawah naungan Departemen Kehutanan. Saat ini, jenis binatang langka yang tersedia, kanguru, elang, kaswari, dan rencanan-ya akan didatangkan gajah dan masih menunggu ijin dari BKSDA.

Alumni Pesantren Annuqayah, yang dibimb-ing langsung oleh Kiai Haji A. Warits Ilyas ini, bercerita, bahwa kunjungan wisata di tempat itu, pada bulan libur sekolah mencapai 24 ribu orang. Jika ditotal selama setahun kisaran 100 ribu pengunjung. “Dan 25% hasil tiket, disetor ke pemkab sebagai kontribusi ke PAD. Memang tiap tahun, jika 100 ribu dikalikan 15 ribu dika-likan 25% berjumlah Rp 375 juta/tahun, ikut memasukkan ke kas pemkab sebagai PAD,” be-bernya.

Lahan gersang yang disulap kolam renang

ini, seminggu dua kali air dikuras dan bisa di-manfaatkan warga sekitar untuk mengaliri lahan pertaniannya. Sebab, air kolamnya tidak ber-campur bahan kimia yang membahayakan ter-hadap pertania.

Karyawan H Latif kini mencapai 103 orang. 26 karyawan yang bertugas di toko bangunan, 4 sopir truk dan 2 sopir pikap. 4 Pekerja lainnya di bidang somel kayu. 39 karyawan Water Park Sumekar, 22 pekerja harian selama 6 tahun yang bekerja renovasi bangunan, baik di Water Park maupun di rumah pribadinya. Apabila ditambah dengan istri dan anak karyawan, bisa mencapai 463 jiwa,.

“Tiap minggu, saya mengeluarkan biaya pekerja bangunan sebesar Rp 7,5 juta. Dan tiap tanggal satu, sekitar 150 juta untuk karyawan. Pokoknya amplop berisi gaji karyawan, tidak ter-hitung banyaknya,” jelas pemilik aset kekayaan kalau ditaksir sekitar Rp 30 miliar. Dari kesuk-sesan H Latif, tentu bisa mengentas banyak pen-gangguran di desanya. 95% karyawan berasal dari desa setempat.

“Alhamdulillah, kami bisa membuka peluang usaha masyarakat. Kondisi ekonomi desa Kasen-gan kini cukup menggaiarahkan. Sebelumnya harga tanah Rp 11 ribu/m2, kini mencapai Rp 300 ribu/m2,” kata bapak yang telah dikarunia-hi 3 orang anak. Masing – masing, Moh. Zainul, 22, . Putri Agustin, 9, dan Syafullah, 3.

| mahdi

Kesuksesan seseorang ti ada yang menduga. Meski lulusan pesantren, H Abd. Lati f menjadi pengusaha Sumenep yang bisa menghidupi 103 karyawan dengan gaji Rp 150 juta per bulan. Dan ikut menyumbang PAD minimal Rp 375 juta per tahun.

Bersyukur Menghidupi 463 orang Abd. ati

MATA PESANTREN

Page 7: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 7

Pondok pesantren Annuqayah merupakan lembaga pen-didikan Islam tegrolo tertua

di Madura. Umurnya mencapai 127 tahun. Menariknya, Annuaqayah terus mengalami perkembangan signifikan, baik secara kuantitas termasuk kualitas. Secara kuanti-tas, semakin bertambahnya jumlah santri dari tahun ke tahun. Adapun yang menunjukkan peningkatan kualitas ponpes adalah semakin membaiknya menejemen Ponpes. Tidak hanya itu, santri Annuqayah banyak yang berprestasi disegala bidang ilmu.

Annuqayah mengambil kitab klasik, karangan ulama’ terkemu-ka, Imam As-Sayuti. Nama kitabn-ya, An-Nuqayah. Berisi berbagai macam ilmu pengetahuan. Sehing-ga tidak heran, apabila materi yang diajarkan di ponpes Annuqayah juga beragam.

Annuqayah berada di Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-Guluk, sekitar 7 km ke arah utara dari desa Prenduan. Lingkungan pesantren tegrolong asri, jauh dari kebisingan. Waktu pagi ada banyak petani yang sedang menyiangi tana-man di lahan pertanian. Demikian pula saat sore hari. Annuqayah dekat bebukitan, sehingga udara selalu terasa segar dan sejuk.

An-Nuqaya didirikan ulama’ kondang asal Ku-dus, yaitu yang mulya Kia Haji Muhammad Syar-qawi al-Quddusi. Pada tahun 1887 M. Dari tahun ketahun putra putri Kiai Syarqawi semakin ber-tambah. Sehingga kondisi Ponpes pun berkem-bang dengan pesat sekali pula.

Dengan semakin bertkembangnya keturunan Kiai Syarqawi, lambat laun, ponpes Annuqayah terbagi ke beberapa pesantren daerah. Semacam distrik atau wilayah. Semua pesantren daerah itu, masih berada dalam naungan pengurus ponpes Annuqayah pusat. Adapun pengasuh di tiap-tiap ponpes tiu tidak lain adalah keturunan dari Kiai Syarqawi. Sampai saat ini ada sepuluh daerah atau dhelem. Lubangsa Raya, dulu diasuh oleh Kiai Haji A. Warist Ilyas, sekarang diganti , put-ranya, Kiai Moh. Ali Fikri. Lubangsa Selatan, di-asuh , Kiai Halimi Ishomuddin. Kusuma Bangsa, diasuh Kiai Mohammad Hosnan. Lubangsa Ten-gah, diasuh Almarhum Kiai Alawi Thaha. Lateedi-asuh Kiai Haji Basyir Abdullah Sajjad. Nirmala diasuh oleh Kiai Farid Hasan. Karang Jatidiasuh oleh Kiai Haji Abd Basith Bahar. Al-Furqan dias-uh oleh Kiai M. Faizi. Daerah Al-Hikmah, diasuh oleh Kiai Ubaidillah Tsabit.

Dari semua daerah ponpes tersebut, se-cara keseluruhan berada dalam naungan pengu-rus Yayasan Annuqayah. Sehingga dalam pelak-sanaan proses belajar mengajar, berada dalam satu aturan. Lebih-lebih di sekolah formalnya, dari sekian ribu santri dari masing-masing dae-rah, tetap bersekolah di Madrasah Annuqayah. Mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah

Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), ataupun di perguruan tingginya. Santri daerah itu, sebatas mengaji kitab ke masing-masing pen-gasuh.

Pertnyaan banyak orang, apa resep Ponpes Annuqayah bisa bertahan hingga hari ini? An-nuqayah tidak pernah membatasi orang yang mencari ilmu. Siapapun dan dari kalangan man-apun tetap boleh nyantri. Biaya mondok bisa dijangkau semua lapisan masyarakat. Menurut Ketua Pengurus Ponpes Annuqayah, Daerah Lubangsa Raya, Moh. Khairul Hasan, keberta-hanan Annuqayah karenda masih dalam satu komando. Pengasuh dan pengurus pesantren, se-lalu mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan. “Di Annuqayah, diantara sesama pengurus pesantren daerah tidak pernah berpikir untuk saling menjatuhkan. Malah selalu menjalin kerja sama yang bertujuan untuk me-majukan Annuqayah secara umum, ” ceritanya kepada Mata Sumenep.

Hal serupa disampaikan pengurus keamanan Ponpes Annuqayah, daerah Latee, Syafik. Dia menyebut jika Annuqayah itu tergolong beragam pengasuh bukan berarti banyak aturan. Akan tetapi dari semua ponpes yang ada taat dan patuh pada undang-undang yang telah dibuat bersama.

Persoalan warna politik Annuqayah tidak mengganggu privaci pengasuh. Meski pengasuh menjadi pengurus parpol yang berbeda, tapi men-jadi sebuah kedewasan dalam melihat dinamika demokrasi. Meraka para pengasuh tetap bergan-deng tangan jika terkait urusan pesantren dan pendidikan. Hanya saja, berdasarkan dawuh Kiai Haji Basyir Abdullah Sajjad, bahwa partai politik

yang direkomendasikan kepada santri dan alumni Annuqayah, hanya dua partai, yaitu PKB dan PPP.

Persoalan hubungan santri dan santriwati, Kiai Mohammad Hosnan, pengasuh Ponpes An-nuqayah daerah Kusuma Bangsa, menceritakan, bahwa Annuqayah mulai dulu sampai sekarang tetap menggunakan sistem terpisah antara santri putra dan santri putri. Dalam kegiatan apapun, salah satunya kegiatan Haflatul Imtihan. Pada acara tersebut diadakan dua kali, hari pertama khusus santri putri dan hari kedua untuk santri putra. Atau, jika harus mengadakan kegiatan yang bersamaan antara santri putra dan putri, kiai yang mantan Ketua Cabang PMII di Jogjakarta menuturkan, kalaupun dalam waktu dan tempat yang sama, maka harus ada pembatas antara tem-pat duduk santri putra dengan santri putri. “Jika harus berbarengan, maka harus ada pembatas,” tuturnya.

Santri wajib memasak sendiri. Berdasar-kan cerita Moh Ilyas alumni Annuqayah daerah Lubangsa, asal Ganding, katanya, kenapa santri diwajibkan memasak oleh para pengasuh? Selain alasan kesederhanan, juga belajar saling meng-hargai atau tercipta kebersamaan dan tidak ada perbedaan. Perbedaan yang dimaksud pengasuh adalah kondisi ekonomi santri. Ketika semua santri menanak sendiri, maka, tidak ada per-bedaan antara si kaya dan si miskin, semuanya sama. Kemungkinan besar santri yang kaya bi-asanya cenderung membeli langsung ke kantin yang ada. Dan Malas untuk memasak.

| rusydiyono

MATA PESANTREN

Melihat Annuqayah Pesantren Tertua di Madura

Page 8: Edisi 3 Mat Sumenep

8 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

MATA opini

Entah bagaimana nasib Perpu Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Ta-hun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau yang dikenal den-

gan UU Pilkada. Meski menunggu pembahasan DPR, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menerima empat permohonan pengujian Perppu No 1/2014. Permohononan itu berupa uji formal oleh Hendra Otakan Indersyah, yang didaftarkan 3 Oktober. Dua uji materi lain, dimohonkan Forum Kajian Hu-kum Konstitusi (FKHK) dan Arif Fathurrohman yang didaftar 14 Oktober, serta Yanda Zaihifni Ishak, dkk yang didaftarkan 16 Oktober. Dengan de-mikian, Ketua MK, Hamdan Zoelva, memastikan MK akan memutus cepat permohonan uji UU Pilkada tidak langsung dan bisa menguji Perppu No 1/2014 meski perppu itu belum dibahas DPR (Kompas,18/10/14).

Perppu mengusulkan Pilkada serentak, bulan September dan pelanti-kan hasil Pilkada pada bulan Desember 2015. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, menyebut ada sekitar 204 kabupaten/kota yang akan menggelar Pilkada serentak. Bahkan, dalam usulan pemerintah itu dijelaskan oleh Djohermansyah, segala biaya Pilkada 2015, ditanggung pemerintah lewat APBD. Biaya yang dimaksud, meliputi, spanduk, baliho, biaya iklan dan kampanye calon sudah teralokasi di APBD, selain biaya cetak kertas suara dan honor panitia. (Kompas, 15/10/14).

Dengan demikian, keberadaan KPU bukan hanya menjadi panitia Pilkada tapi menjadi fasilitator kandidat di semua tingkatan. Bukan lagi timsukses calon yang wira-wiri, memasang baliho dan mempersiakan kampanye di

berbagai daerah pemilihan untuk sang calon Pilkada.Efek politik, para kandidat Pilkada bakal ramai. Kenapa? low cost poli-

tic (biaya politik murah). Pintu independen pasti banyak menjadi pilihan kandidat pahe ketika pintu parpol penuh transaksional. Dan gairah pesta demokrasi Pilkada kali ini dipastikan lebih ramai karena melibatkan banyak stakeholder dari berbagai tingkatan.

Jika benar usulan Dirjen Otoda disetujui DPR dan MK menetapkan Pilka-da langsung, tentu butuh kesiapan ekstra bagi daerah yang akan menggelar Pilkada 2015, karena ini, terkait pembahasan APBD 2015 untuk menambah alokasi Pilkada. Jika sebelumnya belum terbayang, anggaran kampanye di-tanggung APBD, dengan usulan Dirjen Otoda, bisa menambah budget Pilka-da di APBD.

Seperti Sumenep, yang mempunyai hajat lima tahun, berdasar keter-angan Djohermansyah, menggelar Pilkada serentak bulan September 2015. Tentu item-item di RAPBD, perlu ditambah biaya tambahan Pilkada lang-sung, sebelum di bahas di DPRD, bulan November akan datang.

Fenomena politik Indonesia yang semakin dinamis, sangat butuh kesia-pan mental para aparatur pemerintah daerah untuk terus mengikuti dina-mika politik nasional, agar dapat menerjemahkan keputusan politik sebelum mengambil kebijakan. Kesiapan mental itu, perlu perombakan paradigma berpikir lebih dahulu. Individu-individu yang akan menempati posisi de-cison maker (pengambil kebijakan), perlu kesamaan visi, selanjutnya me-nyesuaikan kepekaan berpikir. Jika ini terwujud, pemerintahan berjalan sesuai harapan warganya.

Pilkada Serentak dan Pilkada Gratis

Oleh: Moh. IlyasDewan Ahli MATA SUMENEP

Adanya Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumenep Tahun 2013 – 2033, perlu mendapat perhatian dari anggota DPRD Sumenep untuk membuat

Peraturan Daerah (Perda) Tata Ruang Perumahan. Sebab, selama ini, pihak developer, terkesan kurang mengindahkan hak-hak user dalam memenuhi prasarana, sarana dan utilitas umum yang merupakan syarat yang harus dilengkapi dalam suatu perumahan.

Sebagaimana UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pe-mukiman dalam Pasal 1 angka 2, pengertian perumahan adalah, kumpulan ru-mah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Definisi perumahan tersebut, sudah dapat diketahui bahwa prasarana, sa-rana dan utilitas umum mutlak dilengkapi dalam suatu perumahan. Pemban-gunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi per-syaratan (Pasal 47 ayat [3] UU 1/2011):

a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkun

gan hunian; danc. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Selain pengembang (developer), setiap orang juga dilarang menyelengga-

rakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum

yang diperjanjikan. Dalam Pasal 136, setiap orang dilarang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba.

Apabila pihak pengembang sudah menjanjikan namun tidak dibangun atau kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum tidak sesuai, maka dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana disebutkan Pasal 150 ayat (2) UU 1/2011. Selain sanksi administratif, pengembang juga dapat dijerat pidana berdasarkanPasal 151 UU 1/2011, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyara-tan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dapat di-jatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai den-gan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.

Karena itu, pemerintah harus bersikap tegas lewat perhatian membuat regulasi sebagai penjabaran dari UU tentang perumahan. Agar tidak ada adagium, ada perumahan legal dan ilegal sebagai syarat undang-undang. Jika tidak, pemerintah daerah yang akan memiliki beban untuk melengkapi fasilitas warganya.

Perlunya Perda Tata Ruang Perumahan

Oleh: M. RamziAnggota DPRD SUMENEP

Page 9: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 99 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Page 10: Edisi 3 Mat Sumenep

10 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

advertorial

Begitulah gambaran sosok Ketua DPRD Sumenep, 2014-2019, H Herman Dali Kusuma, MH, politisi Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB), yang tanpa duga, mendapat surat ketetapan dari DPP PKB. Sebelum surat DPP itu, putra asli Kecamatan Talango ini mengaku tidak memiliki fi rasat apa-apa sebelum akhirnya diper-caya menjadi ketua difi nitif. Beberapa hari sebe-lum surat DPP turun, Herman mengaku ditelpon Ketua DPC Sumenep, Kiai Abuya Busyro Karim dan ditanya soal kesiapan menjadi Ketua DPRD. “Gimana kamu siap menjadi ketua Dewan?,” tan-ya Buya. “Saya jawab, siap,” cerita Herman.

Sebelum terpilih anggota dewan hasil Pi-leg 2014, Herman dan Istrinya, Hj Kusuma Dewi,Ss.P.SPd., sepakat membeli rumah beruku-ran sedang di Perumahan Kolor, Kecamatan Kota Sumenep. Meski memiliki rumah dan usaha klinik bersalin Ummi di Desa Padeke, Kecamatan Talango, Herman memilih rumah itu sebagai ben-tuk romantisme merajut kemesraan dengan sang istri tercinta. Maklum, sang istri yang menjabat Kabid Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan, tidak bisa pulang ke Talango saat jam istirahat. Sehingga memilih pulang akhir jam dinas kantor

ke Talango. “Kalau jam istirahat, saya bisa bermesraan

dengan istri di rumah ini, lewat bait-bait puisi yang sudah saya siapkan. Dinding-dinding rumah sengaja hiasi foto istri dan anak sambil diberi tu-lisan puisi kasih dan rindu, sebagai siraman qol-bu,” cerita Herman yang mengaku gemar berpuisi daripada berceramah politik. Puisi baginya meru-pakan letupan suara hati nurani, yang tak pernah bohong. Daripada kata-kata politik, antara reali-tas dan gagasan tidak nyambung.

Malam hari, sang istri, melayani pasien bersa-lin dari Kalianget dan Talango. Klinik Ummi yang dirintis tahun 2012 dengan pelayanan jemput pasien dan menerima BPJ Kesehatan ini, selalu ramai dikunjungan pasien bersalin dan berobat. Sehingga durasi berjumpa dan berkumpul me-mang butuh teknik tersendiri.

Berikut wawancara Mata Sumenep, Rusydiyo-no dan Nikam Hokiyanto, dengan Ketua DPRD Sumenep, Herman Dali Kusuman, di rumah ba-runya.

Sebagai Ketua DPRD Sumenep, bisa dijelas-kan konsep Bapak?

Bagi saya, memimpin sebuah pemerintahan bukan hal yang rumit. Sebab, menjalankan roda

pemerintahan sudah ada aturan yang men-jadi acuannya. Ibarat kita mengendarai kendaraan di jalan raya, jika ada lampu merah, jangan diterabas. Nah ini sama dengan roda pemerintahan, sudah ada ramu-rambu, yang bisa dijalani dan tidak boleh dilanggar. Selama pemimpin berja-lan sesuai koridor, tidak perlu dirisaukan. Sebagai Ketua DPRD, saya akan banyak berkomunikasi antar anggota lintas fraksi dan komisi, apa yang menjadi keinginan-nya. Saya siap menjadi martir hajat para anggota. Karena, di DPRD itu kan bukan kumpulan tahlil atau yasinan. 50 anggota DPRD itu wakil rakyat yang banyak men-dapat titipan dari konstituennya. Sehingga, saya perlu mengedepankan kepentingan para wakil rakyat itu, daripada kepentin-gan pribadi saya. Jujur saya tidak butuh jabatan. Hidup ini seperti mimpi. Ibarat gunung dari kejauhan, terlihat indah. Tapi, setelah di dekati eh menyeramkan. Sama dengan jabatan. Kata banyak orang, jabatan itu, wah..tapi sebenarnya, itu men-ipu. Kenapa saya jalani? Ini bagian dari ke-hidupan yang harus saya jalani. Saya ridho dan ikhlas, apa yang menjadi ketetapan Al-

lah Swt.

Banyak kalangan meragukan kepemimpinan Bapak?W

Manusia itu tidak punya kuasa.Pileg kemarin sebagai iktibar kepada kita bahwa manusia hanya bisa berusaha. Sekuat tenaga tim sukses dan bera-pa ongkos politik yang dikeluarkan, tapi jika yang Kuasa tidak berkehendak, tidak akan tercapai cara usaha sekuat dan sebesar itu. Artinya, manu-sia tidak punya hak memilih, tapi ada kuasa Ilahi yang memilihnya. Soal kemampuan itu, tergan-tung orang melihat. Yang pasti, saya akan lebih mendengarkan suara 49 anggota wakilnya rakyat, daripada egoisme pribadi saya.

Program apa yang bisa diwujudkan?Saya tidak akan bicara banyak tentang tu-

gas. Sebab saya takut tidak bisa mengamalkan apa yang saya katakan. Tenang, saya tetap akan berkomitmen dan bertanggung jawab pada apa yang menjadi tugas saya. Saya tidak yakin, mereka yang selalu bicara bisa mengamalkan dan mampu menciptakan perubahan. Apa gunanya ya? Hah-haa

Hidup Seperti Mimpi

Figur pemimpin tanpa batas tidak melulu bermunculan di Jakarta. Gaya kepemimpinan apa adanya; bersikap dan bertindak lebih mengedepankan suara hati nurani lewat bahasa rindu ingin bersama rakyat. Seperti un-gkapan puisi Sapardi Djoko Damono, “aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sem-pat diucapkan, kayu kepada api yang menjadikannya abu. aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan

isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

Figur pemimpin tanpa batas tidak melulu bermunculan di Jakarta. Gaya kepemimpinan apa adanya; bersikap dan bertindak lebih mengedepankan suara hati nurani lewat bahasa rindu ingin bersama rakyat. Seperti un-gkapan puisi Sapardi Djoko Damono, “aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sem-pat diucapkan, kayu kepada api yang menjadikannya abu. aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan

isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

Page 11: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 11

MATA POLITIK

H Subaidi salah satu politisi incumbent kenyang menduduki jabatan-jabtan pansus. Kali ini, ia dipercaya menahkodai Pansus Tatib DPRD. Baginya, tatib merupakan kunci utama keberhasilan

tugas aspirator. Karena di tatib itulah yang mengatur kinerja dan norma kedewanan.

Mantan Ketua Komisi D ini, merasa senang ketika mendapat keper-cayaan ke dua kalinya, sebagai wakil rakyat di parlemin hingga 5 tahun ke depan. “Saya berharap bisa menjalankan kepercayaan masyarakat dengan baik dan sesuai dengan harapan warga yang telah memilih saya. Sehingga mereka tidak kecewa telah mempercayakan saya untuk mewakilinya,” kata suami dari Hj Rahmani Kartini.

Selama 5 tahun menjadi wakil rakyat pada periode sebelumnya, lelaki yang humoris ini mengaku banyak mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang sebelumnya belum didapatkan. Tidak terlepas pengalaman manis maupun pahit telah dia rasakan. Menurutnya, selama menjadi DPRD ban-yak keluh kesah yang dirasakan. Tapi lebih banyak senangnya dari pada pahitnya, karena selama di DPRD diniatkan untuk mengabdikan hidupnya terhadap masyarakat Sumenep.

Pengalaman paling manis menu-rutnya, tepatnya pada saat dirinya bisa memperjuangkan aspirasi dan kepent-ingan masyarakat luas. Dari perjuan-gan itulah tidak ada umpak balik ma-teri yang diinginkan. Hanya semata diniatkan untuk mengabdi demi kebai-kan seluruh warga Sumenep yang ada di daratan maupun juga di kepulauan.

Hingga saat ini, menurut Subaidi masih banyak persoalan yang butuh perjuangan dan keseriusan bersama. Mulai dari ketidak seimbangan palay-anan pendidikan, dari fasilitas, Sum-ber Daya Manusia (SDM) dan masalah lainnya. Selain pendidikan yang belum merata di kepulauan, juga persoa-lan ekonomi masyarakat yang masih sangat jauh dari impian banyak orang.

| nikam hokiyanto

Nurussalam, salah satu politisi Partai Ger-indra, mengaku secara intens bergumul dengan konstituen, terutama para tim yang

sukses mengantarkan dirinya melenggang ke kantor DPRD Sumenep.

“Alhamdulillah, beberapa hari setelah di lan-tik, kami berkesempatan mengundang semua tim dan para pemilih untuk syukuran. Ternyata, di luar dugaan, banyak yang datang meski mendengar dari mulut ke mulut. Saya maklumi mereka karena rindu untuk berkumpul,” ujar pria yang berhasil mengan-tongi suara 5601 di daerah pemilihan I Sumenep.

Menurutnya, anggota DPRD Sumenep priode 2014-2019 akan lebih memahami dan mampu me-nyerap dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Alasannya, terdapat sekitar sembilan anggota de-wan terpilih yang merupakan mantan kepala desa.

Sehingga, mereka akan lebih memahami ter-hadap kondisi riil masyarakat serta faham terhadap kebutuhan mendasar masyarakat.

Suami Mulyana Ika Oktafi a ini berfi kir, setiap politisi tentu akan tetap menjalankan amanah Partai. Meski dirinya tidak pernah menjadi pen-gurus partai.

Motivasi terjun di dunia politik, Oyock, panggilan akrabnya, berawal dari keinginan se-jumlah koleganya. Sebelum bergabung dengan Partai Gerindra, banyak tawaran dari kelompok pemuda dari desanya agar maju sebagai caleg.

“Masyarakat yang meminta saya dan mere-ka yang berkeinginan agar saya duduk di kursi legislatif,” tuturnya sambil tersenyum.

|Ahmad faidi

Masyarakat yang Berkeinginan

Butuh Perjuangan dan Keseriusan

Hidup adalah perjuangan. Keteguhan hati bisa menghasilkan sesuatu yang baik. Prinsip itulah yang tertanam dalam diri Iwan Budiharto, anggota DPRD dari Dapil I.

Politisi Partai Golkar ini termasuk sosok yang humoris. Kumis tebal menjadi ciri khasnya. Ketua DPD Partai Golkar ini berpijak, terjun lepas ke politik tidak lain untuk memperjuangkan nasib rakyat. Dia menyitir pendapat tokoh fi lsafat, Aristoteles, bahwa manusia adalah makhluk politik. Karena setiap hari, tanpa disadari adalah berpolitik. Untuk itu, setiap orang perlu untuk mengatahui dan mengambil langkah politik dalam membangun negara lebih baik.

“Melalui politik pula, bisa mendakwahkan kebajikan negeri.Negara tanpa agama akan buta, dan agama tanpa negara akan pincang,” jelasnya berfi lsafat.

Pria kelahiran Sumenep, 14 Mei 1966 itu, memperhatikan sebuah se-mangat dan optimisme hidup dalam menghadapi kondisi bangsa yang dinamis. Sehingga tidak perlu berlebihan bila ada orang yang telah me-mantapkan berjuang melalui partai politik. Karena setiap orang itu pu-nya pilihan tersendiri dalam menjalankan keinginan mulyanya.

| nikam hokiyanto

Setiap Orang Punya Pilihan

Page 12: Edisi 3 Mat Sumenep

12 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

TESTIMONI

Safari kepulauan, bulan Juli, 2014, lalu, ada incident kecil yang sempat membuat pe-serta rombongan bupati panik bercampur

hampir putus asa. Posisi ombak menggoyang per-ahu kecil berkapasitas 10 penumpang, tapi terisi 15 orang. Mesin perahu yang membawa rombon-gan mati, Signal HP diluar jangkauan. Sementara, Bupati Abuya Busyro Karim yang ikut menaiki perahu itu, terlihat tenang tanpa ada komentar sepatah kata pun.

Jam menunjukkan sekitar 02.15 WIB. Keadaan menjadi senyap setelah suara berisik mesin pera-hu mati. Suasana gelap pasti menyeliputi perahu kecil, milik nelayan Pulau Sepanjang, Kecama-tan Sapeken, yang disewa warga. Kanan kiri, dari kejauhan hanya terlihat butiran lampu nelayan mancing ikan. Suara gemuruh ombak bersahutan sambil menggoyang perahu kecil.

Desiran angin mulai menusuk tulang bertanda rasa dingin menerpa. Di depan, terlihat sosok Bu-pati Sumenep, Abuya Busyro Karim, tertidur di atas papan perahu berukuran 6x2,5 m, beralas kain terpal.

Sebagai sopir pribadi bupati, Ready cukup lama mendampingi sosok Abuya sebelum dilantik sebagai bupati. Tapi, kejadian waktu itu, belum di-alami Ready bareng Abuya. Sementara, Camat Sa-peken, Mohammad Sahlan terlihat panik. Sesekali mengeluarkan kata-kata memuncah saat nomor HP yang dituju tertolak karena tidak tersedia jar-ingan seluler. Maklum, salah satu penumpang di atas perahu itu ada sosok bupati yang menjadi tanggungjawabnya.

Sebelum meninggalkan tempat acara, Sahlan sempat menyarankan kepada inisiatif acara, war-ga Pulau Sepanjang, agar saat pulang dari acara rombongan tidak melewati pelabuhan rombon-gan tiba. Tidak jelas alasan Sahlan. Barangkali, di pelabuhan itu, tidak ada perahu ukuran besar.

Memang saran camat sebagai antisipasi kejadi-an yang tidak diinginkan. Bupati, dua pendamp-ingi bupati, tidak berpikir hal-hal teknis. Yang pasti, Suryadi Irawan, ajudan bupati dan Ready

siaga mendampingi bupati yang begitu menum-puk dengan permintaan warga Pulau Sepanjang.

Di luar jadwal protokol, bupati bersama Wawan dan Ready, menumpang perahu yang su-dah disediakan warga Pulau Sepanjang. Perjala-nan memakan waktu sekitar 1 jam. Tiba di pelabu-han Pulau Sepanjang menjelang shalat maghrib. Bupati bersama rombongan disambut warga dan Kepala Desa Sepanjang. Turun dari perahu, bupati berjalan kaki menemui salah satu warga. Setiba di rumah warga, bupati disuguhi bubur merah putih (Tacin Merah Pote, Madura, Red.), sebagai tanda penghargaan atas kehadiran fi gur yang diidolakan.

Setelah shalat Maghrib, bupati berjalan kaki kerumah Hamsuri, eks Kades Sepanjang. Tidak lama kemudian, bupati akan menemui warga di acara pemekaran desa Pulau Sepanjang. Sebelum meninggalkan rumah Hamsuri, warga minta foto bareng bersama bupati.

Selesai di acara pemekaran desa, bupati di-tunggu untuk berceramah pada acara hafl atul im-tihan di salah satu madrasah di Pulau Sepanjang. Acara selesai, sekitar pukul 00.00 wib. Tiba-tiba, ada warga meminta dengan hormat supaya bupati manyambangi kediamannya, walau sebentar. Se-cara suka rela, bupati menuruti permintaan warga. Setelah itu, bupati menuju dermaga untuk kem-bali ke base camp rombongan di Pulau Sapeken.

Bupati bersama rombongan menaiki perahu mesin meninggalkan Pulau Sapeken. Mesin pera-hu tiba-tiba mati. Nahkoda perahu mencari tahu penyebab kematiannya. Beberapa menit kemu-dian, mesin merek dongfeng itu menyala. Pera-hu melaju dengan kecepatan standar. Beberapa menit kemudian, mesin perahu itu, kembali mati. Para ABK mencari tahu penyebab lain mesin mati berulang. Sejurus kemudian, suara mesin kembali berisik memecah telinga penumpang. Tidak lama suara mesin berderu, tiba-tiba terdengar suara mesin melemah dan senyap ke tiga kalinya.

Kali ini, signal HP mulai terkoneksi. Camat Sahlan, menelpon Kadis Kelauatan dan Perikanan, Moh. Jakfar, untuk mengirim bantuan perahu

menjemput bupati yang terperangkap di perairan pulau Sapeken. Jakfar pun sigap dan langsung tu-run dari kapal yang menjadi base camp rombon-gan. Sebagai putra asli Sapeken, Jakfar mencari perahu miliki saudaranya.

Salah satu penumpang di atas perahu kecil itu, mulai berandai-andai. “Jika mesin perahu tetap

mati, rombongan bisa terbawa arus ke pulau Pu-lau Pagerungan Kecil,” timpal ajudan bupati, Wawan,yang ikut mendampinginya. Beruntung saja, ada petugas keamanan desa (hansip) Sepan-jang, ikut dalam rombongan perahu naas itu, peralatan pisau yang dibawanya sebagai obeng sekaligus sebagai tang untuk membuka dan me-motong bahan yang dibutuhkan. Beberapa menit kemudian, mesin perahu normal. Sesaat kemu-dian, perahu penjemput yang dibawa Moh. Jakfar tiba, sekaligus mengawal perahu naas itu.

Sesampai di pelabuhan Sapeken, terdengar su-ara adzan Shubuh dari Mushalla dan Masjid. Bu-pati bangun dengan nada tenang bertanya kepada rombongan, tentang mesin dan kondisi perahu. “Alhamdulillah, kita tiba dengan selamat pak bu-pati,” tutur Camat Sahlan menjawab pertanyaan bupati.

Tapi, bagi Ready dan Wawan, kejadian di Sa-peken itu menjadi kenangan yang sulit dilupakan.

bersambung...|rusydiyono

Bupati Abuya Busyro KarimTidur di Atas Papan Perahu

""Saya hanya tidak menangis menjerit, mas. Psikologi sudah terpengaruh suasana mencekam di tengah laut bebas, suasana gelap, signal HP tidak berfungsi, bagaima-na dengan bupati," tutur Moh. Ready.

Page 13: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 13

Program Pelayanan Kesehatan Gratis yang digagas bupati, cukup terasa. Masyarakat

kurang mampu dan mereka yang sulit faham tentang administrasi ru-mah sakit yang njelimet, tetap mera-sakan manfaat pelayanan kesehatan gratis. Persyaratannya cukup mem-bawa KTP atau keterang Kades, war-ga sudah mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.

Kesejahteraan masyarakat me-memang menjadi kunci keberhasilan seorang pemimpin. Karena itu, Bu-pati Sumenep, Abuya Busyro karim memandang perlu sikap intervensi pemerintah dalam peningkatan kes-ehatan. Termasuk peningkatan sum-berdaya manusia agar lebih maksi-mal dalam memberikan pelayaan kesehatan kepada masyarakat.

Pemikiran bupati disampai-kan pada kegiatan Sosialisasi dan Launching Pelayanan Keseha-tan Gratis Pemerintah Kabupaten Sumenep 2014 di Gedung KORPRI Sumenep, Selasa (30/09).

Menurut bupati, ada 3 persoalan yang harus di intervensi maksimal oleh pemerintah. Seperti, kemiski-nan, kesehatan dan kebodohan.

“Karena itu, jika sebelumnya orang miskin sulit pergi ke Puskes-mas maupun Rumah Sakit, mulai saat ini, dengan pelayanan keseha-tan gratis diharapkan tidak ada lagi orang sakit yang tidak sampai bero-bat ke Puskesmas,” jelasnya.

Tahun 2014 sudah disiapkan uang pembelian obat untuk pelay-anan kesehatan gratis di Puskesmas mencapai Rp 17 milyar, lebih tinggi dari pembelian obat tahun 2013, sebesar Rp. 5,6 milyar.

Karena itu, bupati berharap para petugas kesehatan di lapangan lebih bersikap sabar dan ikhlas dalam melayani pasien. Bahkan, bupati meminta seluruh stakeholder yang peduli agar ikut membantu meny-ukseskan program ini. “Ketika ada kendala di lapangan segera meng-hubungi dr Fathoni, Kepala Dinas

Kesehatan Sumenep, agar segera bisa ditangani dengan baik. Bah-kan, ketika Kepala Desa menemu-kan persoalan, segera informasikan kepada kami, agar tidak terjadi mis komunikasi,”tambah bupati.

dr. Fathoni mengatakan, warga yang hendak berobat, syaratnya hanya membawa Kartu Tanda pen-duduk (KTP) ke Puskesmas ter-dekat. Bila perlu rawat inap, hanya dibutuhkan Surat Pernyataan Mis-kin (SPM) yang diterbitkan oleh

Kepala Desa, tempat warga tinggal. Sedangkan kalau Puskesmas tidak bisa melakukan tindakan, dan perlu untuk dilaksanakan rujukan terha-dap pasien, maka diperlukan SPM Kabupaten yang ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan.

Syarat yang mudah, dan pelay-anan prima ini, kiranya memang dirasakan oleh masyarakat Sume-nep. Salah satunya, Zubairy, 27, warga Desa Lenteng Barat Kecama-tan Lenteng. Zubairy mengaku lega dan sangat senang dengan program pemerintah, berupa Pelayanan Kes-ehatan Gratis tersebut. Dengan begi-tu, dirinya sebagai bagian dari warga tidak mampu, akan bisa merasakan manfaat dari adanya program terse-but.

Zubary juga telah merasakan manfaat adanya program tersebut. Ketika Maryam, 50, bibinya, men-galami sakit, Zubairy membawanya ke puskesmas Lenteng. Selain tidak dipungut biaya, juga mendapat-kan perawatan secara maksimal. Bahkan, ketika Maryam di rujuk ke RSUD Moh. Anwar, semuanya gratis dan mendapatkan pelayanan secara baik pula.

“Saya senang dengan adanya program itu. Saya berharap kede-

pan untuk terus ditingkatkan demi kebaikan kesehatan masyarakat Sumenep” kata Zubairy.

Ternyata tidak hanya itu, ke-tika Solehatatun, 21, adik kandung Zubairy sakit, dan perlu di rawat di puskesmas terdekat, Zubairy juga merasakan manfaat dari program tersebut. Yang lebih menarik, terny-ata dari progam itu, tidak membeda-kan pelayanan antara pesien yang membayar dengan pasien gratis.

Memang, Bupati Sumenep, ber-sungguh-sungguh dalam program ini. Komitmen dan kesungguhan dari Bupati Sumenep untuk me-menuhi kesehatan gratis, ternyata juga berdampak pada pelayanan di tingkat Puskemas. Hal ini terjadi di UPT Puskesmas Pandian yang

dikepalai oleh Sri Retno Handayani. Di Puskesmas ini, dalam pengakuan retno, banyak masyarakat yang ma-las mengurus SPM, tapi kebanyakan hanya membawa KTP. Namun, kata retno, masyarakat tersebut tetap di-layani semaksimal mungkin. Hing-ga, ketika misalnya, ada masyarakat yang mau membayar dengan biaya sendiri, dan tidak menggunakan program dari pelayanan kesehatan gratis itu, maka akan dimintai surat pernyataan yang bermaterai, seba-gai bagian dari masayarakat yang tergolong mampu.

Fatoni menambahkan, pelay-anan kesehatan gratis tetap ber-laku kepada pasien meskipun tidak membawa KTP. Dinkes telah memi-liki data base yang didapatkan dari Dinas Kependudukan dan Cata-tan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sumenep. Data base tersebut telah ada di seluruh puskesmas di Sume-nep. “Jadi tidak boleh ada pungu-tan biaya apapun lagi,” imbuhnya.

Terkait dengan puskesmas yang masih memungut biaya, Fatoni men-yatakan akan melakukan koordinasi dengan puskesmas tersebut. “Jadi kalau masih ada puskesmas yang memungut biaya kepada pasien, silahkan laporkan,” tandasnya.

Fatoni juga menjelaskan, pihak nya telah melakukan sosialisasi ke-pada seluruh petugas kesehatan termasuk kepala desa. Seharusnya pelayanan kesehatan sudah da-pat dirasakan semua kalangan. Pelayanan kesehatan gratis itu, tidak hanya bisa didapatkan di puskesmas, termasuk Puskesma Pembantu (Pustu) dan Polindes.

“Lewat sosialisasi kesehatan gra-tis diharap masyarakat dan petugas memahami prosedur pelayanan kes-ehatan gratis di puskesmas-puskes-mas dan rumah sakit. Jangan sam-pai ada yang berpikiran, ‘kalau bisa dipersulit, untuk apa dipermudah. Jangan!,” ucap Fathoni.

| Nikam Hokiyanto

Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim akhirnya memenuhi janji politik yang akan menggratiskan pelayanan kesehatan dari tingkat Puskesmas hingga Rumah Sakit. Lewat program Pelayan Kesehatan Gratis, bupati mealokasikan Rp 17 Miliar bagi tiap-tiap warga Sumenep yang tidak ter-cover dalam keanggotaan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kes-ehatan. Syaratnya cukup menunjukkan KTP atau keterangan dari Kades.

Asyik.....Berobat Gratis di Puskesmas

PANGESTO

Page 14: Edisi 3 Mat Sumenep

14 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 201414 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

A. JALAN SEHAT & PENANAMAN POHON

Kenapa perlu membumikan tata ruang? Pertanyaan ini penting dikemukakan, ka-rena, selama ini tata ruang masih dilihat

sebelah mata. Berposisi di awang-awang. Tidak membumi. Wajar apabila belum teraplikasi se-cara utuh dalam pembangunan.

Begitu pemikiran Kadis PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Bambang Irianto, yang mendasari tema kegiatan dalam rangka menyambut Hari Raya Tata Ruang, 8 November, 2014. Dalam mindset Bambang, rencana tata ruang, mestin-ya menjadi refrensi utama setiap pelaksanaan pembangunan. Sebab, keberhasilan pembangu-nan berada di penataan ruang. Hanya saja yang menjadi tantangan terbesar dalam pembangu-nan adalah mengintegrasikan rencana pemban-gunan ke dalam penataan ruang. Mereka masih sulit menerjemahkan tata ruang ke dalam pem-bangunan.

Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Pasal 65 mengamanatkan, penataan ruang dilaku-kan pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat lewat pemahaman menyeluruh, sebagaimana Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2010 tentang keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Untuk membumikan tata ruang perlu media informasi yang disebarluaskan pada masyarakat. Dokumen Rencana Tata Ruang tidak hanya men-jadi buku yang hanya disimpan tanpa sosialisasi secara berkesinambungan kepada masyarakat dan calon investor –yang mempunyai efek be-sar—yaitu melaksanakan sosialisasi RTR pada masyarakat secara teratur dan berkelanjutan. Merevitalisasi website SKPD dan menjadikan sebagai sarana penyebarluasan informasi (khu-susnya RTR). Termasuk menyusun Sistem In-formasi Tata Ruang wilayah hingga Kecamatan yang terbuka agar diakses umum.

Apabila RTR dapat diaplikasikan dengan baik, maka perkembangan kawasan perkotaan dapat berjalan dengan optimal, dan giliran kes-ejahteraan masyarakat meningkat. Hal ini men-jadi bentuk sosialisasi penataan ruang sekaligus starting point bagi investor dan pengambil kebi-jakan. Termasuk salah satu cara memperkenal-kan tata ruang dalam bahasa yang sederhana dan di mengerti masyarakat agar ditindaklanjuti dengan aksi nyata.

Terdapat beberapa pendekatan Green City

yang dapat diterapkan dalam manajemen pengembangan kota. Pertama adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu konsep kawasan berke-seimbangan ekologis. Pendekatan kedua, adalah konsep desa ekologis. Ketiga, konsep peruma-han berkoridor angin dengan strategi pemban-gunan ruang terbuka hijau untuk menciptakan kota hijau. Keempat, konsep pensirkulasian air. Kelima, konsep taman tadah hujan.

Pemerintah, sesuai amanat UU 26 tahun 2007, secara tegas mengamanatkan minimal 30 % dari wilayah kota berwujud ruang terbu-ka hijau (RTH). Perlu rencana dan aksi nyata masyarakat mewujudkan kota hijau. Namun ja-minan ini tidak akan punya makna yang signifi -kan bila masyarakat sendiri tidak mau terlibat.

Momen adanya regulasi Peraturan Daerah nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ru-ang Wilayah Kabupaten Sumenep diikuti dengan penjabaran Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kota Sumenep bisa dijadikan starting point agar Rencana Tata Ruang menjadi Panglima dan Pedoman pembangunan di Kabu-paten Sumenep.

“Semoga keseimbangan antara kawasan ter-bangun dan tidak terbangun, mendekati ideal. Harapan Ruang Terbuka Hijau mencapai 30 % akan semoga bisa mewujudkan Sumenep Hijau,” tambah Bambang.

Adapun bentuk kegiatan adalah :

Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian dan partisipasi masyarakat terha-daptema“ Sumenep Hijau “.Ayo laksanakan pe-nanaman pohon untuk penghijauan, pembuatan resapan agar air tanah tetap terjaga kelestariaan-nya. Pada akhir acara akan dilakukan pengun-dian langsung Door Prize oleh Bupati Sumenep.

B. PERESMIAN MONUMEN KERIS

Kabupaten Sumenep sebagai kota dengan pengrajin keris lebih dari 300 (tiga ratus) pen-grajin. Hal ini diakui oleh UNESCO sebagai wa-dah yang diakui dunia. Sebagai bentuk apresiasi

Pemerintah terhadap pengakuan ini maka diban-gunlah monumen keris. Kegiatan peresmian monumen keris ini akan dilakukan oleh Bupati Sumenep. Dalam aca- ra ini akan ditampil-kan sendratari dan teatrikal yang akan m e n c e r i t a k a n sejarah panjang kota keris. Peresmian monumen keris ini merupakan rang- kaian kegiatan Hari Tata Ruang, maka makanan yang akan disaji- kan jajanan khas sumenep dengan konsep ramah lingkungan.

C. LOMBA MEWARNAI dan MENGGAMBAR tingkat TK/SD

Kegiatan ini mengambil tema “ Lestari Ling-kunganku “ dengan tema ini diharapkan bisa memberikan pemahaman penataan ruang dan masalah lingkungan sejak dini dan membuat suatu wadah kegiatan apresiasi penataan ruang yang mampu merangsang kreativitas, dihara-pkan menjadi langkah jitu dalam memberikan pengenalan tentang penataan ruang kepada gen-erasi muda khususnya anak TK/SD. Lebih jauh lagi nantinya generasi muda, sebagai agen peru-bahan, dapat membawa pembaharuan sekaligus berkreasi ala anak TK/SD bagaimana mereka peduli lingkungan.

Peserta lomba ini diikuti siswa siswi TK/SD di Kecamatan Kota, Kalianget dan Batuan. Lom-ba ini akan dilaksanakan di depan Taman Ad-ipura. Masing-masing perlombaan akan diambil 6 pemenang. Acara ini akan dimeriahkan oleh Badut dan musik elekton dengan lagu-lagu anak.

ADVERTORIALMenyambut Hari Tata Ruang 2014

MEMBUMIKANTATA RUANG

Page 15: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 1520 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 1520 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 1520 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 15

ADVERTORIAL

15 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 15

Bambang Irianto

Kadis PU Cipta Karya dan Tata Ruang

D. SMART COMPETITION

Kegiatan ini akan melaksanakan lomba Karya

Ilmiah dan Miniatur dengan tema “ Penataan RTH

“ dengan mengambil sub tema Rencana dan Pro-

gram Penataan Alun-alun sebagai Ruang Publik

Kota yang nyaman dan berkelanjutan. Lomba ini

diikuti oleh perwakilan siswa dari beberapa se-

kolah Se Madura tingkat SMA/SMK sederajat.

E. WORKSHOP DAN UJI PUBLIK

RTBL PUSAT KOTA SUMENEP

Tahun ini Dinas PU Cipta Karta dan Tata Ru-

ang Kabupaten Sumenep melalui Bantuan Teknis

Provinsi Jawa Timur sedang menyusun Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan Pusat Kota Sume-

nep. Sebagai penjabaran dan bentuk Rancang Ban-

gun Rencana Detail Tata Ruang Kota Sumenep.

Dengan konsep “ Koridor Budaya dengan prinsip

Urban Heritage “ akan lebih memperkuat karak-

ter bangunan di pusat kota Sumenep. Diharapkan

dengan karakter bangunan dengan konsep “ Urban

Heritage “ bisa mengembalikan wajah kota seperti

dahulu kala ( Sumenep Tempoe Doeloe ) sehingga

bisa menarik minat wisatawan untuk datang ke

Sumenep. Hasil rancang bangun ini perlu dipub-

likasi dan diperkenalkan serta diuji publik oleh

masyarakat Sumenep, apakah hasil rancang ban-

gun ini sesuai dengan budaya Sumenep. Paparan

RTBL Pusat Kota Sumenep akan dilakukan oleh

tenaga ahli konsultan yang membidangi. Peserta

yang akan hadir seluruh SKPD, Kecamatan, selu-

ruh kelurahan, Tokoh Masyarakat dan Perwakilan

Pedagang Kaki Lima.

F. DIALOG INTERAKTIF

Kegiatan ini merupakan bentuk informasi

dan sosialisasi kepada masyarakat luas terkait

pelaksanaan Penataan Ruang. Rencananya akan

menggunakan media radio yang disiarkan secara

langsung (interaktif) dengan masyarakat dengan

durasi 1,5 jam.Tema yang akan diambil Sosialisasi

Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2014 tentang

Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perko-

taan Kota Sumenep. Dengan adanya kampanye

publik dan sosialisasi ini masyarakat sumenep di-

harapkan mengetahui rencana pola ruang dengan

peruntukan lahannya sehingga tidak salah pilih

lokasi dalam membangun. Adapun narasumber

yang akan menjadi pembicara adalah :

1. Kepala Bidang Penataan Ruang;

2. Kepala Seksi Pembangunan dan

Pengawasan.

G. LOMBA FASHION BUSANA/BARANG BEKAS

Lomba fashion busana daur ulang bertujuan

untuk memberi wadah kreatifi tas bagi masyarakat

dengan memanfaatkan barang bekas dan tidak

perlu mengeluarkan biaya, yang suka fashion tapi

tidak perlu mahal dan tetap menarik. Bertepatan

dengan Hari Tata Ruang untuk memelihara ling-

kungan menuju Sumenep Hijau. Kiranya pen-

erapan sistem 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle)

menjadi salah satu solusi dalam menjaga lingkun-

gan di sekitar kita yang murah dan mudah untuk

dilakukan di samping mengolah sampah menjadi

kompos. Selain itu, penerapan 3R ini juga dapat

dilakukan oleh setiap orang dalam kegiatan seha-

ri-hari. 3R terdiri dari Reuse, Reduce, dan Recy-

cle. Reuse berarti menggunakan kembali barang

bekas yang masih dapat digunakan untuk fungsi

yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti

mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan

sampah (barang bekas ). Dan Recycle berarti men-

golah kembali (daur ulang) sampah ( barang bekas

) menjadi barang atau produk baru yang berman-

faat.Pelaksanaan lomba fashion barang daur ul-

ang akan dilaksanakan di Gedung KORPRI yang

akan diikuti seluruh SKPD. Dengan konsep pang-

gung berbentuk T masyarakat akan disuguhkan

penampilan para peserta lomba dengan nyaman.

Acara ini akan dimeriahkan oleh bintang tamu

model dari UNESA Surabaya sebanyak 5 (lima)

orang. Dewan Juri terdiri dari 3 ( tiga ) orang yang

salah satunya Ibu NURFITRIANA BUSYRO KA-

RIM ( Istri Bupati Sumenep ).

H. PAGELARAN BUDAYA DAN HIBURAN ( LIVE MUSIC )

Pagelaran musik dan budaya ini peralatan

musik menggunakan barang bekas dipadukan den-

gan peralatan modern dengan lagu-lagu bertema

lingkungan. Pagelaran ini akan memunculkan “

Deklarasi Rencana Tata Ruang dijadikan Arahan

Pembangunan di Sumenep “. Kegiatan ini merupa-

kan acara puncak Hari Tata Ruang di Sumenep Ta-

hun 2014 akan menghadirkan seluruh komunitas

yang ada di Sumenep ( Peduli Lingkungan ).

1. Smart Competition ( Karya Tulis Ilmiah dan Miniatur )

tingkat SMA/SMK Se Madura dengan tema “

Penataan RTH Taman Adipura.”

Hari/tanggal : Rabu/ 05 November 2014

Pukul : 19.00 WIB – sampai selesai

Tempat : Taman Adipura

2. Uji Publik Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Pusat Kota

Hari/tanggal : Kamis/ 06 November 2014

Pukul : 08.00 WIBTempat : Hotel C1 Perum Bumi Sumekar

3. Dialog Interaktif tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Sumenep. ( On Air )

Hari/tanggal : Jumat/ 07 November 2014

Pukul : 07.30. WIBTempat : RRI Sumenep

4. Lomba Fashion Busana barang bekas dengan tema “ Pentingnya

Penerapan 3R “ ( Reuse, Reduce, Recycle ).

Lomba ini bertujuan untuk menyadarkan

masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan ba-

rang bekas/ sampah menjadi barang bermanfaat.

Lomba dibagi dalam 3 (tiga) kategori :

Anak-anak, Dewasa umum, SKPD di lingkun-

gan Pemerintah Kabupaten Sumenep.

Bintang Tamu Model dari UNESA Surabaya.

Hari/tanggal : Sabtu/ 08 November 2014

Pukul : 19.00 WIBTempat : GNI Sumenep

5. ONE STOP EVENT.

Hari/tanggal : Minggu/ 09 November 2014

- Pukul 05.30 WIB, Kegiatan ini diawali den-

gan kegiatan lomba Jalan-jalan Sehat (JJS) Start

dimulai dari Taman adipura – Koridor Jl. Truno-

joyo – Jl. Dr. Cipto – Jl. Kamboja Jl. KH. Agus-

salim Jl. Panglima Sudirman dan Finish Koridor

Jl. Dipenogoro. Kegiatan diawali dengan penana-

man pohon oleh Bupati Sumenep dan FORPIMDA

serta masyarakat dengan konsep “ Pohon Adopsi “.

Pohon yang ditanam dinamai nama penanamnya.

Sampai di koridor Jl. Dipenogoro Bapak Bupati

dan FORPIMDA serta masyarakat dimanjakan

dengan hiburan dan kuliner khas pasar mingguan (

Street Festifal ).- Pukul 07.30 WIB, Rehat sejenak di isi den-

gan hiburan dan kuliner di pasar mingguan. Bapak

Bupati dan FORPIMDA berkenan berdialog dengan

penjual di pasar mingguan. Setelah itudilanjutkan

Yth. Bapak Bupati beserta anggota FORPIMDA

berkenan mengunjungiLomba mewarnai tingkat

TK dengan tema ”LestariLingkunganku“, acara

ini bertempat di koridor Jln. Dipenogoro sebagai

rangkaian kegiatan hari tata ruang. Bapak Bupati

beserta Ibu Nurfi triana Busyro Karim diharapkan

menyapa para peserta lomba mewarnai sebagai

bentuk kepedulian beliau kepada masalah lingkun-

gan.- Pukul 09.00 WIB, Peresmian Monumen

Keris oleh Yth. Bapak Bupati Sumenep.Diawali den-

gan penampilan tarian kolosal “Tari Keris“ditandai

dengan penyematan pin keris oleh Yth. Bapak Bu-

pati sebagai second branding Sumenep Kota Keris,

berikutnya acara dilanjutkan dengan kunjungan ke

stand pameran keris ( street Festival ). Acara ini

bertempat di ujung barat koridor Jln. Diponegoro

(perempatan pilar barat).- Pukul 19.00 WIB, Puncak kegiatan

HATARU ditutup dengan kegiatan :

PAGELARAN BUDAYA DAN HIBURAN

( LIVE MUSIC ),

Green City for a Better Life

Page 16: Edisi 3 Mat Sumenep

16 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Pemerintah Kabupaten Sumenep telah mem-punyai Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Sumenep Tahun 2013 – 2033. Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah, No-mor 15 Tahun 2010, tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang, setiap Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kotaharus menetapkan bagi-an dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disu-sun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR merupakan kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabu-paten/kota.

Produk Rencana Tata Ruang berdasarkan Un-dang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Pena-taan Ruang. Rencana Tata Ruang secara umum meliputi Rencana Umum Tata Ruang (RTRWN, RTRWP, RTRW Kabupaten) dan Rencana Rinci Tata Ruang (RTR Kawasan Strategis, RDTR). Sesuai amanat Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep No. 12 Tahun 2013 dalam materi teknis yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam Perda, bahwa Kota Sumenep merupakan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang perlu disusun RDTR.

Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang

BWP Kota Sumenep disusun pada tahun 2013. Telah dilakukan 5 konsultasi ke Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Provinsi Jawa Timur, un-tuk dilakukan evaluasi terhadap substansi RDTR BWP Kota Sumenep beserta Raperdanya. Dalam penyusunan Raperda RDTR dan Peraturan Zo-

nasi telah melibat-kan seluruh Kepala Desa dan Lurah dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) 4 kali perte-muan dan Uji publik dengan mengundang seluruh ketua RW di BWP Kota Sume-nep dan Stakeholder terkait. Sesuai Pera-turan Pemerintah no. 68 tahun 2010 tentang keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masu-kan dari masyarakat bagaimana tata guna lahan (land use) kota, menjamin keseim-bangan yang baik,

mempunyai jati diri (budaya lokal) bukan meniru kota lain, produktif dan efisien. Melalui penataan kota yang demokratis(melibatkan stakeholders), sehingga seluruh masyarakat kota merasa memi-liki (citizenship city).

Persetujuan Substansi materi RDTR pada dasarnya diberikan oleh pemerintah pusat. Tetapi pada tahun 2013 materi RDTR dilakukan oleh Gubernur dengan mengacu pada Permen PU No 01 tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Peneta-pan Perda Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten pasal 3 bahwa Pemberian persetujuan substansi dalam penetapan Raperda tentang RDTR meru-pakan kewenangan Gubernur.

Pembahasan Raperda RDTR Bagian Wilayah Kota (BWP) Kota Sumenep tahun 2013 – 2033 oleh anggota pansus III DPRD Sumenep beserta pemerintah Kabupaten Sumenep. Melalui Ra-

pat Paripurna DPRD Kabupaten Sumenep telah disepakati hasil pembahasan Raperda RDTR Ba-gian Wilayah Kota (BWP) Kota Sumenep sekitar minggu ketiga bulan Mei 2014. Evaluasi oleh Gu-bernur terkait perubahan Raperda sebelum pem-bahasan dan sesudah pembahasan dengan DPRD Sumenep sebelum menjadi Perda.

Pada tanggal 1 Juli 2014 telah dilakukan evalu-asi di depan anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Jawa Timur. Pemerin-tah Kabupaten Sumenep bahwa dinamika kota yang begitu cepat menuntut adanya regulasi yang mengatur berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Raperda RDTR BWP Kota Sumenep sudah sele-sai dibahas DPRD Sumenep tidak ada perubahan yang signifikan terhadap substansi Raperda yang disetujui oleh Gubernur pungkasnya.

Setelah dilakukan evaluasi oleh Gubernur maka terbentuklah Peraturan Daerah No. 03 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kota Sumenep tahun 2014 – 2034 pada tanggal 11 Agustus 2014. Perlu masyarakat Sumenep ketahui bahwa Perda RDTR ini merupakan yang pertama di Jawa Timur. Pemerintah Kabupaten Sumenep patut berbang-ga dengan kerja keras dan kerja cerdas yang tel-ah dilakukan. Sehingga Pemerintah Kabupaten Sumenep bisa dijadikan rujukan oleh Kabupaten – Kabupaten lain di Jawa Timur dalam penyu-sunan Perda RDTR. Terbukti Pemerintah Kabu-paten Blitar telah melakukan studi komparasi ke Pemkab Sumenep sekitar awal Juni 2014.

Pada hakikatnya kawasan RDTR terdapat 2 (dua) bagian besar, Kawasan lindung dan Ka-wasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama dibudidayakan atas adasar kondisi dan potensi sumber daya alam dan sumber daya buatan. Pemerintah Kabupaten Sumenep sangat serius dalam melindungi kawasan lindung, ter-bukti dengan tetap dipertahankannya lahan per-tania. Pemerintah Kabupaten Sumenep juga tidak menafikan perkembangan kota dengan meren-canakan kawasan permukiman baru di Desa Par-sanga, Desa Paberasan dan Desa Bangkal.

Perlunya Tata Ruang di Sumenep

Oleh:Drs. Bambang Irianto, M.Si

Kadis PU Cipta Karya dan Tata Ruang

PANGESTO

Page 17: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 17

Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Kabag Pemdes) Setkab Sumenep, Moh.Ramli, berharap panitia Pilkades, bisa menjaga integritas dan netralitas. Sehingga target pelaksanaan Pilkades Gratis pertama di Indonesia ini, dapat berjalan lancar, aman dan sukses. Berikut Jad-wal Pilkades, 2014 sebagaimana dilansir Bagian Pemdes Sumenep :

Dasar pelaksanaan:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa2. Peratuan Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa3. Perda Nomor 8 Tahun 2014 tentang pedoman pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pelantikan dan pemberhentian kades4. Peraturan Bupati Sumenep Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perda Nomor: 8 Tahun 20145. Perbup Nomor 14 Tahun 2014 tentang pedoman pemberian bantuan keuangan biaya pemilihan kepala desa yang bersumber dari dana APBD Kabupaten Sumenep

HAL TEKNIS LAIN DAN ADMINISTRATIF YANG SIFATNYA BARU DAN BUTUH PERHATIAN ANATARA LAIN:

1. Biaya dibebankan kepada APBD dalam bentuk bantuan keuangan Kepada Panitia.2. Kepala Desa yang menjabat dua kali masih bisa mencalonkan diri lagi (3 kali masa jabatan)3. Jumlah calon paling sedikit 2 dan paling banyak 5 orang, syarat lulus administrasi sebagai bakal calon maka harus ada dukun gan KTP asli dan tandatangan dari pemilih yang masihberlaku.4. Calon terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak dan atau melalui sebaran wilayah yang lebih luas, sehingga kotak dibuat per- masing-masing dusun.

advertorial

JADWAL PILKADES 2014

Pilkades Gratis Pertama di Indonesia

Page 18: Edisi 3 Mat Sumenep

18 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

H ZAINUL IHSAN, begitu nama lengkap Kepala Desa Karduluk, Kecamatan Pra-gaan, Kabupaten Sumenep. Pria kelahi-

ran 31 Desember 1968 ini, dipercaya masyarakat meminpin Desa Karduluk sejak tahun 2003 hing-ga dua priode.

”Saya menjabat kepala desa hanya bermodal kepercayaan masyarakat,” ujar alumni Pondok Pesantren Al Is`ab Kalabaan, Guluk-Guluk, ketika ditemui wartawan Mata Sumenep.

Suami dari Aliyah ini bercerita, semasa men-jadi santri di Pesantren Salaf itu, dikenal seba-

gai santri yang cukup rajin. Bahkan, tidak pernah absen dalam setiap kegiatan pen-gajian maupun se-kolah di pesantren. Tidak heran, jika H. Ihsan-panggilan akr-ab H. Zainul Hasan, di percaya pengasuh pesantren abdi dhelem (pesuruh kiai). Prin-sipnya, apapun titah kiai, harus dilaksana-kan.

Di pesantren itu, Ihsan belajar dengan tekun. Setelah dirasa cukup menimba ilmu, dia memutuskan untuk Kembali ke kampung halaman. Tidak lama kemudian, bergabung dengan oraganisasi keagamaan Nah-dlatul Ulama (NU). Setelah sekian lama dipercaya menjadi pengurus NU, pria yang dikenal murah senyum ini dipercaya sebagai ketua NU Ranting Karduluk.

Sejak duduk sebagai kepala desa tahun 2003, Ih-san mampu membawa Desa Karduluk lebih maju terutama dalam bidang perekonomian. Misalnya,

hasil dari pengusaha meubelier tidak kesulitan lagi untuk memasarkan hasil ukirannya. Termasuk juga, membangun pasar khusus gula merah. Selain itu, in-frastruktur jalan yang sebelumnya tak beraspal, kini menjadi mulus.

”Seorang pimpinan akan banyak mendapatkan tantangan dan rintangan. Makanya, kepala desa harus memiliki sikap keberaniaan dan kesabaran dalam menghadapi persoalan ditingkat desa,” tegas ayah dua anak.

Dikatakan, posisi pimpinan sebagai kepala desa harus mengerti adanya perbedaan kepentingan, karak-ter dan pendidikan di masyarakat. Sehingga, akan mampu menjadi mediator dari perbedaan dan dapat meminimalisasi terjadinya perpecahan horizontal.

Desa Karduluk, cukup dikenal tingkat lokal hingga nasional. Sebab, desa yang terletak di wilayah pesisir selatan ini, dikenal sebangai sentra ukir. Bahkan, tidak sedikit warga dari luar Madura memesan hasil ukiran warga Desa Karduluk.

”Pemimpin harus mempunyai nilai seni. Memiliki kepekaaan sosial serta ilmu yang memadai. Termasuk juga, selalu mengutamakan kepentingan masyarakat umum diatas kepentingan pribadi,” pungkas Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kecamatan Pragaan.

|mahdi

Berkah Abdi Dhelem Kiai

Bagaimana ceritanya kok bisa menjadi Camat?

Saya awalnya menjadi tenaga honorer daerah, dari tahun 1983-1988. Kemudia mendapat tugas di bagian humas kurang lebih 6 bulan, kemudian diangkat ke Kasubag Tata Pemerintahan, kurang lebih 8 tahun. Pada tahun 2005, baru dipercaya sebagai Sekcam Batuan, kurang lebih selama 2,5 tahun. Lalu dipindah ke Dinas Perindustrian se-bagai Kepala Bidang Industri dan Keterampilan, sekitar 2,2 tahun.Pada tanggal 2 bulan Februari 2011, saya dilantik Camat Pragaan. Saya tidak mengira akan menjadi camat.

Adakah kesan yang menarik dan membekas sebagai PNS, hingga saat ini?

Waktu di bagian tata pemerintahan, saya terlibat pemekaran kecamatan; yaitu Kecamatan Kan-gayan dan Kecamatn Batuan. Termasuk terlibat batas wilayah kecamatan se kabupaten sumenep yang sampai saat ini tetap menjadi rujukan itu zamannya saya.

Bisa diceritakan suka dan duka menjadi camat?

Sukanya ya biasa, karena mengabdi untuk rakyat dan negara. Dukanya ketika menghadapi masyarakat awam, butuh ketelatenan dan kes-etiaan untuk terus memajukan mereka.

Apa ada resep pola komunikasi yang dibangun kepada masyarakat?

Saya lebih suka pendekatan kultural dan budaya. Apapun yang menjadi kultur disini saya masuk melalui itu.

Bisa ditunjukkan keberhasilan selama menjadi camat?

Ada Desa Binaan (Desa Sentol Daja) tahun ini masuk 10 besar terbaik di jatim (banyak MCK atas bantuan pemprov Jatim).Soliditas seluruh kepala desa melalui AKDPNPM masuk nominasi No. 3 se Jawa Timur

Apa saja potensi Kecamatan Pragaan?Perusahaan genting desa Pakamban Daja (sudah tersebar di Jawa Timur). Industry sandal di Desa Pragaan Daja (tahap pemasaran secara nasional).Industry rengginang Desa Prenduan (sudah me-nasional)

Bagaimana persiapan Pak Camat menyambut UU otonomi Desa?

Kami sudah menyipakan SDM Perangkat desa untuk ikut pelatihan dan pendidikan manejemen aparat desa. Termasuk mempersiapkan sarana prasarana di tingkat desa. Target kami minimal seluruh aparat desa se Kecamatan Pragaan, faham cara membuat RPJM dan RKA. Hingga saat ini, kesiapan menyambut pelaksanaan Otonomi Desa mencapai 85%.

Raden Abdul Halim selalu turun ke warga untuk menyerap aspirasi secara langsung. Pribadi yang rendah hati, ia ngadopsi dari sang ayah, Raden Abd. Syakur, yang terkenal dengan panggilan Gus Syakur. Bagaimana sosok dan pemikiran Camat Pragaan ini? Berikut wawancara Ahmad Faidi, wartawan Mata Sumenep, dengan Camat Pragaan.

Nama : R. ABD. Halim, M.HumTetala : Sumenep 11 Januari 1961Alamat : Jl. Pesantren Kompleks Ponpes. Al UsmuniOrang Tua a. Ayah : R. ABD. Syakurb. Ibu : R. Ajeng BahriaIsteri : Ika Sari Handayani I : Hilman Buchori II : Hilmia I.

Riwayat Pendidikan

SD : SDI BangselokSMP : Sekolah Tehnik Negri (STN) MesinSMA : SMA Muhammadiyah SumenepS I :STIA LAN Bandung (lulus 1994)S II : Narotama Surabaya (lulus 2005)

BIODATA

85% Siap Menyambut Otodes

Page 19: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 19

2015 Sumenep Bebas Buta Aksara

MATA INSPIRATIF

Percayakah anda, jika kualitas SDM di Ka-bupaten Sumenep hampir menyerupai SDM Papua? Asumsi ini bisa saja ada

dalam benak pikiran kita, jika mengacu nominasi jumlah buta aksara tertinggi ke-2 se Jawa Timur dan rangking ke-3 se Indonesia. Tahukah, sejak 4 tahun dalam kepemimpinan Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim, warga Sumenep yang terka tegori buta aksara sudah ada penurunan. Data di Dinas Pendidikan Sumenep pada tahun 2014, menyebut 74.744 warga dari 1.042.312 penduduk

Sumenep, atau 7 % dari jumlah warga, yang terkategori buta aksara. Ini berarti, ada lompatan signifikan dalam menekan jum-lah buta aksara di Sumenep, dengan angka 44,67%.

Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Sumenep, Achmad Sadik saat ditemui Mata Sumenep, mengatakan, penguran-gan buta aksara di Sumenep dilakukan secara sistematis dan massif melalui dua program Keaksaran Fungsional (KF) dan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) mela-lui Pusat Kegiatan Be-lajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai kecama-tan. Setiap kelompok belajar terdiri dari 10 orang. Masa waktu belajar program KF

ditempuh 6 bulan atau 120 jam. Sedangkan KUM ditempuh 3 bulan atau 60 jam.

“Program KF dan KUM tidak menggunakan kalender sekolah. Dalam seminggu bisa diadakan 2-3 kali pertemuan. Yang terpenting materi bisa terserap karena para siswa terdiri dari para orang tua yang padat aktivitas. Waktunya bisa dilaku-kan sore atau malam hari”, timpal Kabid Pendidi-kan Luar Sekolah (PLS) Dispendikdik, Misbahul Munir saat mendampingi Kadispendik, Sadik.

Upaya pengentasan buta aksara masih pe-nuh tantangan. Salah satunya adalah animo masyarakat masih rendah terhadap program KF. Para tutor harus telaten merayu masyarakat. Pen-

danaan KF sebesar Rp 3,6 juta kelompok untuk kegiatan pembelajaran. Seperti ATK dan honor tutor. Sedangkan KUM sebesar Rp 4,6 juta/kelompok yang keperuntukannya hampir sama.

Pendanaan KF dari APBN dan APBD Provinsi dan APBD Kabupaten. Sedangkan KUM berasal dari APBN dan APBD Provinsi. KF 70% teori, se-dangkan praktek hanya 30%. Sedangkan KUM, 60% praktek dan 40% teori.

Bupati Abuya Busyro Karim secara terpisah kepada Mata Sumenep, menarget tahun 2015, Kabupaten di ujung timur Madura ini, bebas buta akasara. “Kami sedang merancang matrikulasi lu-lusan KUM untuk diberi pembekalan masuk pro-gram kejar paket A langsung masuk kelas 4 yang akan ditempuh 3 tahun untuk mendapat ijazah setingkat SD. Anggaran ini akan dialokasikan di APBD 2015,” tutur Bupati dengan rasa optimis.

Dikatakan Buya, PKBM sudah merancang beberapa program sebagai upaya menekan pen-gurangan buta aksara menuju peningkatan kes-ejahteraan warga. Salah satunya Life Skill, Kejar Paket dan Usaha Produktif bagi siswa pasca KF dan KUM. “Program ini diharap bergelindang atau seirama dengan program penekanan angka kemiskinan di Satker lain. Sehingga, penguran-gan warga miskin dan buta aksaran benar-benar terwujud nyata,” sambungnya.

|mahdi

Abuya Busyro KarimBupati Sumenep

Achmad SadikKadispendik Sumenep

Kekeringan di musim kemarau menjadi petaka sebagian warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain sumber utama di sektor pertanian termasuk menghidupi ternak peliharaan. Tanaman hijau

menjadi kebutuhan primer bagi ternak. Begitupun lahan pertanian akan mati bila tanpa aliran air. Ironisnya, di musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air. Sebaliknya,di musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan.

Karena itu, Dinas PU Pengairan memandang sangat urgen mengelola air saat musim penghujan sebagai persediaan di waktu kemarau. Sehingga air menjadi sahabat setia petani ketika sumur-sumur kering waktu kemarau.

“Kami akan memperbanyak bangunan embung di daerah-daerah yang rawan kekeringan sebagai salah satu cara menampung persedian air di kala kemarau. Selain itu, teknologinya sederhana, biayanya relatif murah,” jelas Kadis PU Pengairan, Eri Susanto kepada Mata Sumenep.

Eric, beberapa waktu lalu, bersama Bupati Abuya Busyro Karim menabur benih ikan ke kolam air embung Desa Aeng Merah, Kecamatan Batuputih.Eric berharap, ikan-ikan itu setelah besar bisa menjadi konsumsi warga, se-lain sebagai objek wisata mancing warga.

Eri Susanto menyebut manfaat embung sebagai tandon air hujan ketika musim penghujan agar bisa dimanfaatkan pada musim kema-rau panjang. Sehingga air hujan yang ditampung bisa digunakan untuk air minum. “Konstruksi embung ada dua. Pertama, bangunan atas un-tuk penampungan air hujan. Bagunan bawah sebagai penampungan hasil penyaringan air hujan. Alat penyaring air hujan itu diharap bisa menjadi air konsumsi warga,” ungkap Eric sambil mengurai maksud dan tujuan dibangun embung bisa memperluas areal pertanian. Semisal sekitar embung itu, sumber air sebatas mengairi 20 hektare sawah, ke-

beradaan bangunan embung bisa meningkat menjadi 40 hektare sawah. Sumber air sumur sekitar embung menjadi dangkal. Karena itu, Eric ber-harap partisipasi warga untuk ikut memelihara bangunan embung agar menjadi sumber kehidupan baru. “Pemerintah sebatas memberi fasilitas infrastruktur, seperti embung, selebihnya warga yang melanjutkan keber-langsungan pembangunan itu,”.

|rusydiyono

Embung Sumber Kehidupan

Page 20: Edisi 3 Mat Sumenep

20 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Jalan-jalan ke Pulau Gili Labak (1)

Dari cerita warga dan informasi di me-dia sosial tentang keindahan Pulau Gili Labak, menjadi tidak sabar ketika ikut

antrean di pelabuhan Kalianget, untuk segera tiba ke Pulau Gili Labak. Kapal tongkang baru berang-kat mengantar penumpang menuju Pulau Poter-an, Kecamatan Talango. Mata memilih perahu rakyat dengan ukuran lebih kecil. Sekitar 10 menit menempuh perjalanan di atas laut, perahu mera-pat ke Pulau Poteran. Turun dari perahu, segera tancap gas sepeda motor, menuju Desa Kombang. Sekitar 20 menit, Mata tiba di pelabuhan nelayan bagian selatan Desa Kombang. Seorang sahabat sudah menunggu sambil menunjukkan perahu

nelayan yang disewa untuk mengantarkan ke Pu-lau Gili Labak. Harga sewa perahu disepakati, Rp 600 ribu, untuk antar pulang.

Sebenarnya, perjalanan menuju Pulau Labak bisa dilalui dari Pelabuhan Gresik Putih, pantai utara Kalianget dan pelabuhan Kalianget. Ta-rif sewa perahu, tentu lebih mahal karena jarak tempuh laut lebih lama. Keuntungan lewat dua pelabuhan itu, di perjalanan menuju Pulau Gili Labak, bisa menikmati panorama laut dengan deretan bagan sebagai tempat penampungan ikan laut.

Mata memilih menaiki perahu dari pantai Kombang, perjalanan hanya memakan waktu 1 jam sudah berlabuh di bibir pantai Pulau Gili La-bak. Sebelum berlabuh, dari kejauhan sudah ter-lihat butiran pasir putih memanjang dan pohon-

pohon kelapa berjejer mengelilingi Pulau Gili Labak. Siapa pun pasti berdecak kagum, sebelum perahu sandar. Di atas perahu, mata melihat je-las aneka jenis ikan berlalu lalang di sela-sela ter-umbu karang karena air laut begitu jernih. Tanpa sadar, khayalan terbangun apa yang dipandang bukan lagi laut Madura, tapi seperti panorama pantai Bunaken, Manado.

Dalam penelitian kondisi laut Pulau Gili La-bak, di Bappeda, Sumenep, potensi alam Pulau Gili Labak hampir menyerupai, Pulau Siberut Se-latan, Pulau Nyang-Nyang, Pulau Karang Majat, Pulau Masilok, Pulau Botiek, Pulau Mainu, Pu-lau Maileppet, Kepulauan Mentawai, Sumatera

Barat. Serta Pulau Pramuka, Pulau Macan, Pu-lau Bidadari, Pulau Rambut, Pulau Putri, Pulau Pantara, Pulau Kul-Kul Kotok, Pulau Sepa. Per-samaan itu, dalam survei The Madura Network yang bekerjasama dengan Bappeda, tahun, 2009, seperti terumbu karang, ombak besar, air laut yang jernih, karang laut yang berwarna-warni, ikan hias yang beragam, gelombang laut yang membentuk gua, serta pasir pantai yang indah. Hal ini, sangat tepat bila disulap sebagai wisata Bahari. Seperti, berjemur, (sunbathing), berse-lancar (surfi ng), berperahu (boathing), serta me-mancing (fi shing). Apabila kondisi laut tenang, air laut jernih bisa digunakan menyelam (diving) di area terumbu karang. Apabila musim gelom-bang, bisa melakukan kegiatan selancar (surfi ng) karena gelombang lautnya yang besar.

Turun dari perahu, mata berjalan di atas buti-ran pasir putih menyisir bibir pantai mengelilingi Pulau Gili Labak. Tidak lebih 25 menit waktu ber-keliling pulau yang dikenal dengan Pulau Tikus. Maklum, Gili Labak mempunyai luas kisaran 5 hektar, dihuni sekitar 70 orang yang terdiri dari anak – anak dan dewasa, sekitar 35 Kepala Ke-luarga (KK) dan dalam lingkup rukun tetangga (RT). Terdiri dari 27 laki – laki, 43 perempuan, 6 orang remaja dan 5 balita.

Semua warga Pulau Gili Labak berharap dari hasil laut. Tidak ada lahan pertanian yang men-jadi sandaran hidup sehari-hari. Hanya saja, bila musim penghujan, di sela-sela pekarangan rumah

warga ditanami jagung dan ketela. Tanaman itu sekedar konsumsi rumah tangga, tidak bisa di-jual ke luar pulau. “Selain dua tanaman itu, tidak ada buahnya,” cerita Abdul kepada Mata Sume-nep. Semua tanaman jenis ubi-ubian, pernah di tanam, tapi hasilnya nihil. Maklum kunstur tanah Pulau Gili Labak adalah pasir. Gundukan tanah hitam sebatas permukaan luar. Jika digali sedalam 50 cm, sudah nampak butiran pasir laut, bukan lagi butiran tanah. Hamparan tanah Pulau Gili Labak tidak ada tumpukan bebatuan. Semua berhamparan tanah dan pasir. Pohon yang masih bisa bertahan adalah pohon kelapa, jambu air, jambu biji, dan tanaman pagar.

Kebutuhan air minum sehari-hari, dipasok dari luar pulau, seperti Talango. Air setempat rasanya payau (campuran air tawar dan laut). Air sumur sebatas untuk mandi dan cuci pakaian atau cuci piring dan sebagainya. Pemkab Sume-nep, sempat mendroping tiga buah mesin peny-ulingan air laut menjadi air tawar. Namun, tiga mesin itu tidak dapat difungsikan warga karena

debet air hasil sulingan tidak mencukupi kebutu-han warga. Sehingga warga memilih cara konven-sional (mengambil air tawar dari luar pulau).

Khusus, hari Jum’at warga Pulau Gili Labak sengaja tidak melaut, memilih istirahat, berkum-pul dengan keluarga di rumah. Di hari itu, warga memanfaatkan masjid satu-satunya di Pulau Gili Labak untuk shalat Jum’at berjamaah. Masjid itu berdiri, 2003, setelah ada bantuan pribadi KH Abuya Busyro Karim, sewaktu menjabat Ketua DPRD berkunjung ke Pulau Gili Labak. “Walau tidak semua biaya ditanggung Kiai Busyro, juga hasil partisipasi warga dan dermawan, tapi war-ga masih berinisiatif memberi nama masjid Al-Busyro,” cerita Jalil, tokoh masyarakat Gili Labak.

bersambung..... | Nikam Hokiyanto

eh...ada MasjidBernama Al-Busyro

Pulau Gili Labak, kini menjadi buah bibir mereka yang suka traveling. Hamparan buti-ran pasir putih berkilau bak kaca yang disi-nari matahari. Air laut yang jernih membuat terumbu karang dan aneka jenis ikan terlihat jelas dari permukaan. Keindahan taman laut, menjadi ciri khas keelokan Gili Labak, bagi mere-ka yang gemar menyelam atau snorkling.Kali ini, Mata Sumenep, menurunkan hasil jalan-jalan

travelling

Page 21: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 21

Siapa sangka desa yang terletak di pegu-nungan yang gersang, selalu menjadi juju-kan banyak orang. Itu tak lepas dari imbas

makam waliyullah, di Desa Juruan Daya, Ke-camatan Batuputih. Jalan desa pun kurang stabil, pengeras jalan mengelupas karena dimakan usia. Kendati demikian, desa yang letaknya di timur daya kota Sumenep ini memiliki keunikan yang mampu menyedot banyak orang. Tidak hanya warga Sumenep, ada banyak wisatawan luar yang juga berkunjung ke sana.

Para penziarah menyebut nama Asta Juruan. Belum ada informasi pasti nama ahli kubur. Yang pasti, masyarakat meyakini, makam tersebut merupakan makamnya para waliyullah. Sehingga, bagi mereka yang yakin akan hadits qudsi dengan bunyi; barang siapa yang memelihara kekasihku (wali Allah, Red.), aku akan berbuat sama dengan orang tersebut. Begitupun sebaliknya. Begitu ki-ra-kira isi maksud hadits qudsi yang diyakini ban-yak orang untuk selalu bersilaturrahmi dengan do’a kepada waliyullah meski sudah lama wafat.

Sederhana, orang-orang pada rela meluang-kan waktu, tenaga, dan biaya hanya ingin berzia-rah ke Asta Juruan. Sebab, Asta Juruan itu me-mang dikeramatkan oleh warga sekitar. Karen di Asta tersebut merupakan pasarean atau kuburan para pembesar kerajaan, serta para ulama’ tempo dulu. Tidak diketahui namanya, sebab di Asta Ju-ruan tidak ada papan nama yang dipasang di atas kuburan berwarna putih itu.

Fauzi,25, warga Desa Juruan menceritakan keberadaan Asta Juruan yang setiap hari selalu ramai dengan pengunjung. dia menyebut pengec-ualian hari Jum’at. Atau hampir menjelang wak-tunya shalat Jum’at. “Disini memang selalu ra-mai, kecuali hari ini” (hari Jum’at, red).

Selain itu, kata pria yang mengaku baru saja selesai mengaji di dalam Asta. Biasanya yang ber-ziarah ke Asta Juruan itu adalah masyarakat yang

memiliki Nadzar. Maksudnya, apabila seseorang memiliki hajat atau keinginan dan tercapai ke-inginan itu, maka sebagai ujud syukur biasanya akan berziarah ke Asta Juruan ini. Sambil men-unjuk kearah Asta,” bebernya penuh semangan kemudian mohon ijin undur diri kepada Mata Sumenep

Sebelum Mata Sumenep meninggalkan Desa Juruan, tak lama kemudian terlihat tiga mobil L300 berhenti di depan kompleks Asta Juruan, tepat di bawa pohon mangga. Tiga mobil tersebut mengangkut ratusan orang. Setelah ditanya dari mana asal rombongan itu, Sujibno,20, salah satu anggota rombongan menjelaskan, Bahwa ratusan orang yang diangkut tiga mobil itu adalah santri pondok pesantren Annuqayah yang mau berzia-rah.

Setelah itu, rombongan yang terdiri dari ratu-san santri itu masuk melalui pintu depan. Kemu-dian duduk mengelilingi sekitar Asta. Tidak lama kemudian, ratusan santri yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Santri Batang-Batang Dungkek (Iksabad), itu memulai dengan membaca surat al-Fatiha dan dilanjut dengan membaca al-Qur’an surat Yasiin.

Lalu apa yang dirasakan sang sopir ketika sampai di Asta. Hudi,35, bahwa setiap kali ia mengangkut rombongan orang yang mau berzia-rah ke Asta Juruan, kondisi di Asta itu memang selalu ramai penziarah. Selain itu, bagi pria yang mengaku asal Ganding tersebut merasa senang dengan mengangkut rombongan penziarah. Ka-tanya, selain mendapat keuntungan materi juga memproleh kesenangan rohani. Sebab, sesam-painya di Asta juga bisa memanjat do’a di depan kuburan para wali.

Setelah ratusan santri keluar dari kompleks Asta. Mata Sumenep mencoba bincang-bincang dengan salah seorang yang mengaku sebagai ketua Iksabad, Didik Hariyanto. Didik, panggilan

akrabnya, menyebut maksud dan tujuan kedata-ngannya beserta rekan-rekannya, tidak lain untuk mengingat perjuangan para pejuang tempo dulu. “Selain itu, juga ingin mendo’akan pemerintahan Kabupaten Sumenep periode tahun ini, semoga menjadi lebih baik. Dan bisa bersatu padu mem-bangun Sumenep yang lebih maju,” ujar pria yang mengaku masih duduk di Kelas XII SMA itu.

Tidak hanya itu, dengan adanya Asta Juruan bisa mengangkat perekonomian warga di sekitar Asta. Pasalnya, setiap hari bisa berjualan di areal Asta yang bercat Kuning tersebut. Aneka ragam barang yang bisa dijual disana, mulai dari ma-kanan ringan, mainan anak-anak, dan juga ber-macam-macam bunga.

Rofik, pedagang Es keliling yang saat itu tenga berjualan disana mengaku, dirinya dalam satu hari bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 250.000. Giye, perempuan penjual Bunga mema-parkan, ia bisa mengais keuntungan sebesar Rp. 300.000 perhari.

Bahkan bagi Sujib, pemilik toko yang ada di sebelah selatan jalan Asta.

Asta Juruan merupakan lahan basah dirinya mencari nafkah untuk keluarganya. karena, pem-beli tidak pernah sepi berkerumun di depan toko miliknya. Lelaki yang mengaku sudah lama ber-jualan dikompleks Asta itu, tidak menyebutkan nominal hasil penjualannya. Ia hanya menjelas-kan hasil jualan di Asta Juruan sangat membantu kehidupannya. Mulai dari biaya hidup, sekolah anaknya, sampai pada perabot rumah tangga. Dengan nada pelan pada Mata Sumenep, dia ber-harap pemkab Sumenep lebih memberi perhatian dengan meihat potensi Asta Juruan. Sehingga bisa dikelola dengan baik. Dan masyarakat bisa merasakannya.

| rusydiyono

Makam Wali Menebar Rezeki

travelling

Page 22: Edisi 3 Mat Sumenep

22 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

mata budaya

Dalam konteks ini, kebudayaan harus dipertahankan secara istiqamah, karena kebudayaan menjadi bukti tentang ek-

sistensi yang menunjukkan tentang kehidupan yang esensial. Oleh karena itu, kebudayaan masa lalu harus dipertahankan, karena bangsa yang tidak punya kebudayaan adalah bangsa yang tidak punya masa depan. Intinya, kebudayaan masa lalu adalah pijakan untuk membangun dan menentu-kan masa depan peradaban selanjutnya.Dalam kerangka ini, kebudayaan yang terekam dalam sejarah peradaban bangsa ini dan telah diajarkan oleh para pendahulu harus dicerna dan dibaca kembali secara kritis dan selektif, untuk dijadikan sebagai modal membangun kehidupan yang lebih maju.

******Banyak nilai-nilai budaya yang diwariskan

oleh bangsa ini. Bahkan perjuangan menuju ke-merdekaan bangsa ini, tidak lepas dari nilai-nilai kebudayaan yang menjadi prinsip dasar perjuan-gan. Nilai-nilai kebudayaan itu misalnya, dalam bentuk gotong royong, punya komitmen yang keras dan teguh dalam memegang prinsip.

Bahkan dalam konteks kebudayaan Madura, banyak nilai-nilai budaya yang telah lama diajar-kan oleh para pendahulu, misalnya bengo’ poteah tolang, etembeng pote mata. Asumsi ini kerapkali menjadi dasar tentang potret kebudayaan orang Madura yang pemberani dan rela dalam membela hak dan harkat sebagai manusia.

Akan tetapi, nilai-nilai kebudayaan tersebut, secara perlahan telah mulai kendur akibat ser-buan kebudayaan baru yang menghantam dengan sangat keras. Cinta tanah air atau bahkan komit-men dan keteguhan dalam menjaga harkat dan

martabat diri sebagai bangsa, telah mulai runtuh akibat pengaruh budaya baru dengan seperang-kat nilai yang menghegemoni. Akibatnya, kebu-dayaan yang menjadi identitas bangsa kita, mulai digeser untuk mencintai dan meniru kebudayaan bangsa lain. Budaya lokal secara perlahan telah mulai dihilangkan tanpa terasa.

Kondisi itu yang pada gilirannya diasumsikan sebagai politik hegemoni atas kebudayaan, dima-na nilai-nilai budaya yang genuine milik bangsa kita dikuasai, untuk selanjutkan dihancurkan se-cara perlahan dan tanpa terasa. Akibatnya jelas, kebudayaan tidak lagi ruh, karena setiap individu dari bangsa ini telah terjebak dengan uforia bu-daya-budaya asing. Budaya akhirnya mengalami kematian yang senpurna.

Bangsa kita jelas mewarisi nilai-nilai budaya yang ideal dan luhur. Gotong royong adalah ba-gian integral dalam kebuadayaan bangsa kita. Akan tetapi, nilai-nilai kebudayaan tersebut, telah mulai memudar akibat nilai-nilai kapitalistik yang dibawa kaum asing. Individualisme telah menjadi raksasa baru yang menjangkiti kehidupan bangsa kita. Menang sendiri, berkuasa sendiri dan bah-kan menguasai pihak lain, menjadi tradisi baru bangsa kita. Hidup untuk kepentingan diri sendiri dengan menafikan keberadaan pihak lain telah menjadi fakta kebudayaan yang tengah diperton-tonkan.

Individualisme itu pada gilirannya berlaku dalam semua sisi kehidupan sosial masyarakat, baik dalam politik, ekonomi, dan budaya. Politik yang seharusnya dilandaskan pada nilai-nilai uni-versal, digerakkan ke arah membangun kepentin-gan diri dan kelompok, sehingga tafsir politikpun melenceng sangat jauh, yaitu tafsir politik individ-ual yang membenarkan keuntungan kelompok. Demikian pula halnya dengan ekonomi, tidak lagi digerakkan dengan membawa nilai-nilai kes-ejehateraan untuk semua, karena ekonomi kerap-kali digerakkan untuk menghegemoni pihak kelas bawah dengan memberikan keuntungan sepe-nuhnya pada pihak kapital.

Inilah yang penulis sebut dengan tanda-tanda kematian nilai-nilai budaya lokal, sehingga harus dipikirkan dan cicarikan solusi ma’rufnya. Menu-rut penulis, perlu dilakukan langkah-langkah yang taktis untuk kembali menghidupakan nilai-nilai yang telah mulai memudar ini. Pertama, meng-hidupkan melalui jalur pendidikan dengan cara menanamkan prinsip dan nilai-nilai sejak dini kepada peserta didik, sehingga terbangun kuat dalam diri mereka untuk mempertahankan nilai-nilai kebudayaan yang positif milik bangsa ini. Kedua, melakukan gerakan penyelamatan nilai-nilai budaya lokal melalui aksi dan penyedaran secara kultural di tengah-tengah masyarakat mel-alui dakwah-dakwah yang kreatif.

Materi ini, disampaikan dalam Seminar Budaya dengan thema “Menghidupkan Budaya Dalam Eskalasi Budayawan Madu-ra” yang diselenggarakan oleh : Gerakan Peradaban Transend-entatif (GRANAT) PMII Komisariat STAIN Pamekasan,

Kebudayaan layaknya ajaran pokok kehidupan. Budaya pada dasarnya menyangkut karya dan karsa umat manusia yang dilahir-kan, kemudian dijadikan sebagai ajaran kehidupan. Kebudayaan kerapkali menjadi pijakan dan nilai-nilai yang genuine dalam me-nentukan masa depan dan arah kehidupan. Bahkan, budaya bisa menjadi cermin tentang masa lalu, guna merakit masa depan.

Oleh. Ibnu Hajar, M.Pd

“kebudayaan tidak lagi ruh, karena setiap individu dari bangsa ini telah terjebak dengan uforia budaya-bu-

daya asing”

Menyoal KematianNilai Budaya Lokal

Budayawan Madura dan Praktisi Pendidikan

Page 23: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 23

Kepemimpinan KH. A. Busyro Karim seba-gai Bupati Sumenep Periode 2010-2015 memang memperlihatkan sesuatu yang

unik dan menarik di satu sisi, tetapi tidak me-nutup kemungkinan juga ada sisi yang kurang menarik. Hal itu lumrah terjadi, karena ia juga manusia biasa. Sebagai seorang Bupati yang meminpin masyarakat Sumenep, Bupati Busyro (baca : BB) memiliki gaya kepemimpinan yang bisa saja berbeda dengan Bupati-Bupati sebel-umnya dalam memimpin Sumenep.

Setiap individu memiliki karakter dan gaya meminpin yang berbeda, sehingga berbeda orang, akan berbeda pula gaya kepemimpinannya. Bu-pati Busyro termasuk pribadi peminpin dengan keunikan yang berbeda itu. Setiap pemimpin, memiliki sikap dan karakter kepemimpinan yang berbeda. Berbeda dalam memilih program dan berbeda dalam memberikan sanksi atas pelang-garan yang terjadi.

***** Salah satu ide populis yang dicetuskan

kepemimpinan Bupati Busyro adalah program “Jumat Bebas Mobdin”. Program itu merupakan imbauan resmi Bupati Busyro untuk menjadikan hari Jumat sebagai hari bebas asap kendaraan. Implikasi dari imbauan tersebut adalah larangan kepada PNS Pemkab Sumenep untuk tidak me-makai kendaran berasap, baik kendaraan kend-

araan pribadi maupun kend-araan plat merah. Pesan luhur yang ingin disampaikan dalam kebijakan ini adalah kesadaran untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat asap mesin serta kemauan untuk memberi-kan pelajaran terhadap PNS di lingkungan Pemkab Sumenep untuk tidak memanjakan tu-buh agar tetap menjadi sehat.

Kebijakan ini memang sangat sederhana, tetapi sulit untuk dipatuhi, karena memakai ken-daraan bagi pejabat publik atau PNS telah men-jadi trend tersendiri. Akibatnya, program Jumat Bebas Mobdin yang dicetuskan Bupati Busyro – diakui ataupun tidak – hanya menjadi kebija-kan yang dibuat untuk tidak dipatuhi. Setidaknya asumsi itu didasarkan pada informasi tentang ketidak patuhan beberapa pimpinan SKPD Sume-nep saat menghadiri Rapat Paripurna DPRD Sumenep (17/8/2014).

Ternyata, mereka tetap menggunakan mo-bil dinas pada hari Jumat untuk mengelabuhi masyarakat umum dengan cara mengganti plat nomor dinas yang berwarna merah dengan plat warna hitam (Koran Madura/18/8/2014). Pada-hal, saat itu, Bupati Busyro menggunakan becak sebagai kendaraam dinasnya ke gedung DPRD.

Dalam konteks itu, terdapat masalah subtan-sial yang muncul dan menarik untuk ditelaah leb-ih dalam atas kejadian itu. Pertama, telah terjadi pembangkangan tersembunyi yang dilakukan oleh pejabat atas kebijakan Bupati, sehingga sega-la cara dilakukan oleh beberapa pimpinan SKPD untuk bisa lepas dari ketentuan yang ditetapkan oleh Bupati. Mengendarai kendaran dinas di hari Jumat, itu sudah termasuk pelanggaran moral se-bagai pejabat, apalagi sampai mengubah plat no-mor dari merah ke hitam. Sungguh sangat mem-prihatinkan!

Kedua, kondisi itu tentu saja - secara langsung atau tidak - telah memperlihatkan tentang karak-ter kurang baik pejabat di lingkungan Pemkab Sumenep yang sebenarnya dalam menghargai ke-tentuan Bupati dan aturan yang lainnya. Karena, apabila mematuhi program Jumat Bebas Mobdin saja tidak bisa, apalagi mematuhi ketentuan yang lain, tentu saja alur berfi kirnya akan menyimpul-kan “karakter kurang baik itu” telah menjadi jati diri dari kehidupan mereka.

Pesan Hermenuti s Respon Bupati Busyro saat dikonformasi

wartawan atas kejadian itu, juga menarik untuk dibaca secara kritis. Kepada wartawan Bupati Busyro misalnya, mengatakan akan melakukan evaluasi dulu apa masalahnya, jika perlu akan

dibuatkan surat edaran lagi. Mengenai sanksinya, Bupati Busyro menjawab dengan nada guyon “Ya, naik becak. Ini saya naik becak”( Koran Madura, 18/8/2014).

Respon BB memang terkesan penuh guyonan, tetapi secara substansial, BB sepertinya ingin menyampaikan pesan hermeneutis tentang sanksi yang seharusnya diberikan kepada mereka yang mengkhianati ketentuan Bupati tentang Ju-mat Bebas Mobdin, apalagi perilaku dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan satu lokaso dengan Bupati. Kalimat yang diutarakan BB “Ya, naik becak. Ini saya naik becak” bisa ditafsirkan menjadi dua hal. Pertama, bahwa setiap individu (baca : SKPD) yang masih ngotot menggunakan mobdin pada hari Jumat, harus diberi sanksi te-gas melalui “naik becak”. Istilah “naik becak” ini bisa dimaknai secara lebih mendalam, yaitu den-gan mencabut fasilitas mobdin yang diberikan kepada yang bersangkutan sebagai hukuman, se-hingga dalam setiap menjalankan tugas yang ber-sangkutan lebih pantas diberi kendaraan dinas seperti becak. Apabila itu yang dilakukan, maka kepemimpinan BB akan dianggap mampu mem-bangun kultur kepemimpinan yang tegas dan ber-wibawa.

Kedua, istilah “naik becak” dan komitmen naik becak yang dilakukan oleh BB, juga memu-nculkan tafsir tegas bahwa sebagai peminpin, BB ingin memberikan teladan kepada anak buahnya untuk belajar menghargai ketentuan dan pera-turan, karena itu merupakan sikap ksatria dan sangat terhormat, sekalipun hanya mematuhi ke-tentuan “Jumat Bebas Mobdin”. BB seakan ingin menyampaikan pesan kepada publik dan anak buahnya di lingkungan Pemkab Sumenep bah-wa sebagai pejabat publik, naik becak bukanlah sesuatu yang sangat hina dan buruk untuk dilaku-kan.

Selain itu, ungkapan BB juga mengirim pesan penting terhadap mereka yang mengkhianati program “Jumat Bebas Mobdin”, bahwa selevel Bupati masih mau mengendari kendaran orang-orang bawah untuk menghadiri acara yang sangat penting Rapat Paripurna DPRD, seperti becak, apalagi mereka yang jabatannya di bawah Bupati.

Hermeneutika Becak Sang Bupati

Mohammad Suhaidi Dosen STKIP PGRI Sumenep dan Editor Buku “ Fiqh Jalan Tengah Imam Syafi ’i

mata budaya

Page 24: Edisi 3 Mat Sumenep

24 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Metamorfosis Al-Ghazali (3)Dari Filsuf Menuju Sufi

aul Muharen I

larah

SURI TAULADAN

Al-Munqidz min al-Dhalal, dibuat al-Ghazali, lima tahun sebelum wafat. Al-Munqidz

berupa otobiografi intelektual yang telah menyihir sejumlah intelektual muslim dan orientalis. Padahal, oto-biografi itu sebatas catatan curahan hati pribadi al-Ghazali.

Sebelum al-Ghazali menulis oto-biografi Al-Munqidz, intelektual non Muslim, telah membuat otobiografi , seperti Confessions Saint Augustine; dengan Grammar of Assent (354-386 M). Dua abad sebelum al-Ghazali, seperti seorang Sufi kelahiran Basra bernama al-Muhasibi dengan karya Wasaya, mencurahkan pengalaman spiritual sebagai bentuk pengakuan diri dari isu negatif yang disematkan kelompok formalis. Begitupun Ibn Sina, juga menarasikan pemikirann-ya soal kecendrungan intelektual dan politik yang ia hadapi.

Para orientalis belakangan ter-tarik meneliti otobiografi pemikir Muslim dulu dengan tujuan mencari sudut paling inti dari sejarah subjek yang akan diteliti. Setidaknya, otobi-ografi al-Ghazali memiliki samudara ilmu yang tidak pernah habis dikaji. Lebih dari itu, isi al-Munqdiz telah melahirkan inspirasi untuk mene lorkan teori-teori pengetahuan yang diadopsi para intelektual Muslim dan pemikir Barat, beberapa ratus tahun sesudah zamannya.

Seorang Filsuf Barat, Rene Descartes (1650 M), pencetus teori rasionalisme, tanpa sadar mengekor pemikiran al-Ghazali di Bab I dalam kitab al-Munqidz. Di bab pertama itu, al-Ghazali mengaku tidak memiliki pengetahuan yang meyakinkan, kec-uali pengetahuan hasil pengamatan inderawi dan olahan rasio. Al-Ghazali meragukan apakah indera dan rasio sebagai organ kasar bisa menyim-pulkan kebenaran hakiki. Dia men-contohkan, bintang-bintang di lan-git terlihat kecil oleh mata (indera), ternyata berdasar ilmu alam, bintang itu amat besar. Begitupun pengertian logis yang dibangun rasio, seperti bi-langan 10 lebih banyak dari angka 3. Dalil Cogito Ergo Sum (karena ber-pikir manusia ada), telah terjawab oleh al-Ghazali 500 tahun sebelum Descartes dan Filsuf modern mem-proklamirkan teori kebenaran. Lewat goresan tinta di tengah kegundahan

bathin, al-Ghazali, memperkenalkan bahwa hukum indera dan rasio ibarat mimpi yang dialami setiap individu, bahwa apa yang dilihat dengan mata dan rasio benar terjadi. Tapi setelah bangun dari tidur, bahwa itu hanya ilusi semata.

Tulisan al-Munqidz merupa-kan bentuk syukur al-Ghazali atas karunia Allah Swt yang telah me-nyelamatkan dari perjalanan hidup yang dianggap sesat. Ungkapan sy-ukur sebagai pesan, siapa penyelamat dalam hidupnya. Selain rasa syukur, Al-Ghazali juga memperkenalkan hasil jelajah spiritualnya, meski se-bagai pengantar. Seperti, sifat-sifat khusus kenabian, hanya bisa dilalui lewat dzauq. Al-Ghazali, menggam-barkan dzauq ibarat orang melihat dengan mata kepala atau memegang dengan tangan. Tapi, ini, kata al-Ghazali hanya bisa dicapai lewat ilmu tasawuf. Praktis, al-Ghazali ingin menggabungkan paradigma sufi stik yang telah melahirkan mata rantai penghubung antara dirinya, Allah Swt dan cahaya Ilahiyah yang diang-gap telah menyelamatkan dari mala petaka. Karena itu, al-Ghazali men-gaku memiliki hutang kepada Allah Swt karena telah membukakan pintu pengetahuan yang bisa menenangkan jiwa dan hatinya.

Dalam bab kedua, al-Ghazali menggolongkan para pencari kebe-naran ada empat kelompok; pertama, ahli kalam yang mengklaim diri se-bagai orang yang memiliki penilaian dan penalaran independen. Kedua, kaum batiniah yang mengklaim se-bagai pemilik tunggal At-Ta’lim dan pewaris istimewa dari imam ma’sum. Ketiga, para Filsuf yang mengklaim diri sebagai ahli logika dengan pem-buktian apodeiktik (kebenaran tak terbantahkan).Keempat, kaum sufi yang mengklaim sebagai ahli musya-hadah dan mukasyafah.

Dari empat kelompok itu, al-Ghazali memilih kaum sufi , setelah tiga kelompok telah ia lalui dengan perjalanan hidup. Seperti, saat men-yandang guru besar di Nidzamiyah, al-Ghazali meluangkan waktu seng-gang mengajar dan menulis untuk belajar fi lsafat, tanpa guru pembimb-ing. Dalam tempo kurang dari dua tahun, al-Ghazali telah menguasai ilmu fi lsafat. Baik Filsuf Yunani mau-

pun Filsuf Muslim, seperti Sokrates, Plato, Aristoteles, al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Al-Ghazali merenung

sekitar satu tahun, sebelum menyim-pulkan kelompok Filsuf mana yang benar dan salah, yang hakiki dan yang palsu.

Al-Ghazali memperjelas, kaum Filsuf terpecah dalam berbagai mazhab dan pemikiran. Kebanyakan dari mereka tidak luput dari ancaman kekufuran dan ateisme, meski diakui ada yang mendekati kebenaran.

Secara garis besar, al-Ghazali membagi kelompok Filosof pada tiga golongan. Pertama, Dahriyyun (at-eis), kedua, Thabi’iyyun (naturalis), dan ketiga Ilahiyyun (Ketuhanan).

Kaum Dahriyyun, para Filsuf tidak percaya Sang Maha Pencipta. Mereka menerka, alam ini wujud sendiri, tanpa pencipta. Begitu pula binatang, muncul dari sperma yang keluar dari binatang. Mereka terma suk zindiq atau ateis.

Kedua kaum Thabi’iyyah, yang mengkonsentrasikan diri meneli-ti alam, tumbuhan dan binatang. Kelompok mengakui Sang Maha pencipta. Hanya saja, mereka berke simpulan susunan tubuh binatang diperlakukan sama pada manusia. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa ruh manusia akan mati ber-sama matinya jasad, dan tidak mung-kin hidup kembali. Mereka termasuk zindiq; sebab tidak percaya pada hari pembalasan, meski percaya kepada Tuhan. Iman yang sebenarnya adalah percaya kepada Tuhan dan hari akhir.

Ketiga, kaum Ilahiyyah. Mereka golongan yang terkemudian dari dua kelompok sebelumnya.

bersambung.....

Dalil Cogito Ergo Sum

(karena berpikir ma-nusia ada), telah ter-

jawab oleh al-Ghazali 500 tahun sebelum

Descartes dan Filsuf modern mem-

proklamirkan teori kebenaran. Lewat

goresan tinta di ten-gah kegundahan bathin, al-

Ghazali, memperk-enalkan bahwa hu-kum indera dan rasio

ibarat mimpi.

Page 25: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 25

KISAH DI BALIK PENDOPO

2014 | MATA SUMENEP | 25

Searah Jar�m Jam

Jam di tangan menunjukkan pukul 10.30 WIB. Mata Sumenep, numpang mobil Ka-sat Pol PP, Abdul Madjid untuk mengintip

kegiatan Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim, di luar acara formal pemkab. Sebelum berangkat, Buya memberi motivasi kepada 375 karyawan Di-nas Kesehatan, yang terdiri dari 30 UPT Puskes-mas dan UPT Farmasi dan Gudang Obat serta UPT Laboratorium Kesehatan Daerah dalam acara Halal Bihalal dengan Bupati Sumenep, ber-tempat di Pendopo Kabupaten. Dalam kegiatan itu, bupati memberi motivasi peningkatakan pe-layanan kesehatan kepada sejumlah dokter dan

tenaga medis di lingkungan dinas kesehatan.Kegiatan di luar pendopo kali ini, atas undan-

gan Sa’od, wali santri al-Karimiyah dalam acara selamatan ibadah haji, di Desa Juruan Daya, Ke-camatan Batuputih, jam 13.00 WIB. Waktu un-dangan berhimpitan dengan shalat Jum’at. Se-hingga, Buya memilih menunaikan ibadah shalat Jum’at di tengah jalan, tepatnya, di Masjid Khos-nul Khatimah, Desa Karangbuddi, Kecamatan Gapura. Ba’da shalat Jum’at, Buya tidak langsung turun dari Masjid.

Buya yang memakai sarung, sorban warna merah tua, baju koko, juga songkok berwarna putih, menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan para jama’ah shalat Jum’at. Waktunya, kurang lebih sepuluh menit, Buya berpamitan untuk melanjutkan kegiatan ke Batuputih. Buya

turun dari Masjid melangkah menuju mobil yang sedang parkir. Sebelah bupati, terlihat Suryadi Irawan, ajudan bupati, mengambil beberapa bungkus rokok dari dalam mobil, untuk diberikan ke 20 jama’ah yang masih ada di masjid. “Biasa mas, di mobil bupati selalu tersedia rokok. Apa-bila sewaktu pak bupati mau memberi ke orang, saya ambil untuk diberikan ke orang yang ditun-juk,” ujar Wawan, saat di tanya Mata Sumenep.

Buya bersama rombongan melanjutkan per-jalanan menuju Batuputih. Tepat pukul 13.00 WIB, rombongan dengan empat mobil tiba di rumah Sa’od. Turun dari mobil, Buya langsung

disambut ratusan warga. Dengan ramah Buya menyalami dan menyapa warga “kati-napa padhe sae?” sapa Buya dengan bahasa Madura kepada para undangan yang hadir. Masyarakat pun demikian, sumringah atas kedatangan tokoh yang sangat mereka rindu-kan. Asnam, salah satu undangan, tidak bisa menyembunyikan kerinduan untuk mencium tangan sosok kiai yang dielukan.”Ampon ter-obati kaule, ben cek sennengnga Kiai Busyro hadir e acara ka’dinto”, tutur Asnam dengan muka berseri-seri.

Kegembiraan Sa’od juga terlihat dengan selalu tersenyum setelah sosok bupati ber-sedia hadir di rumahnya. Sebelumnya, Sa’od was-was antara pasti dan tidak, bupati akan

menghadiri acaranya. Wajar apabila kebahagiaan Sa’od membuncah ketika bupati sampai di hala-man rumahnya. “Duh, kaule cek perakkah kiai bisa rabu ka’entoh,” bersyukur Sa’od, kepada Mata Sumenep dengan wajah yang berbinar. Dit-anya maksud mengundang bupati, dengan wajah polos Sa’od mengaku rindu dan ingin meminta sambungan do’a agar dalam menunaikan Ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, berjalan lancar dan selamat kembali ke kampung halamannya den-gan kondisi yang sehat. Selain berharap menjadi Haji mabrur.

Acara inti pun dimulai, diawali dengan pem-bacaan surat al-Fatiha, kemudian membaca su-rat Yasin, dan dilanjutkan dengan tahlil bersama. Dilanjutkan makan bersama seluruh undangan yang hadir. Setelah itu, Buya pamit meninggal-

kan acara, suasana kembali ramai. Para undan-gan berdiri. Mereka berebut untuk mencium tan-gan Buya yang sebentar lagi akan meninggalkan desanya.

Sepulang dari rumah Sa’od, Buya ditunggu agenda berikutnya, yaitu menebar benih ikan di Embung Desa Aeng Merrah, Kecamatan Batu Putih. Dari padatnya agenda di hari itu, Buya ber-ganti kaos dan celana olahraga di atas mobil. Tiba di Embung sekitar pukul 14.15. WIB, setelah itu Buya melihat-lihat proyek pembangunan di seki-tar Embung. Beberapa menit kemudian, Buya melepas bibit ikan nila sebanyak lima ratus ekor ke dalam Embung.

Buya bersama rombongan meninggalkan Embung, menuju rumah Kades Aeng Merah. Di tengah jalan, di luar agenda, Buya melihat Pak Nawa,65, sedang memotong bambu untuk dibuat kandang Ayam. Sambil tersenyum Buya turun dari mobil dan menyapa Pak Nawa. Buya senang dan merasa bangga melihat seusia Pak Nawa masih rajin bekerja. “Saya kagum dengan Pak Nawa dan lebih senang daripada kegiatan di Embung,” ucap Buya sambil tersenyum. Setelah berbicara sebentar, Buya menyelipkan beberapa lembar uang ke saku Pak Nawa. “Alhamdulillah, ben sakalangkong Pak Bupati Busyro,” tutur Pak Nawa sambil terseyum.

Sebelum meninggalkan Desa Aeng Mer-rah, Buya menyempatkan berkunjung ke rumah Kepala Desa Aeng Merrah. Di rumah orang no-mor satu di Aeng Merrah itu, sudah disiapkan beberapa gelas Es Kopyor. Dengan agenda yang begitu padat, wajah Buya tetap bersahaja, sama sekali tidak terlihat tanda-tanda lelah.

Setelah dirasa cukup istirahat di rumah Kades Aeng Merrah, rombongan kembali menuju Ru-mah Dinas Bupati Sumenep. Apakah sesampain-ya di Rumdis, Buya akan terhenti dan tidur nyen-yak hingga pagi? Ternyata tidak. Di layar monitor Rumdis, terlihat jam 19.00, bupati harus meng-hadiri acara pembukaan pameran di Kecamatan Ambunten.

| rusydiyono

Berganti Pakaian pun di Mobil

Sisi waktu bersamaan, Abuya Busyro Karim, sebagai sosok kiai yang memberi kedamainan hati. Seberang wilayah, warga membutuhkan sosok bupati yang akrab dengan rakyatnya. Sebuah peran ganda dalam satu sosok.

Page 26: Edisi 3 Mat Sumenep

26 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Kiai Imran Syahruddin Kiai Sufi yang Tersisa

Kiai Imran Syahruddin merupakan sosok kiai langkah. Selain usia tergolong lanjut, 84 tahun, keperibadiannya amat sangat sederhana. Kehidupan asketisme (zuhud), beliau aplikasikan dalam sehari-hari. Meski penuturan pelan, tapi menusuk relung hati paling dalam. Ada getaran batin yang terasa syahdu ketika mendengar dawuhnya. Sabdanya seperti suluh kehidupan.

Secara lahiriah praktek hidup Kiai Imran menyerupai para Sufi dulu. Atribut Su-fi sme terlihat dari sikap zuhud, wara’ dan

qana’ah-nya. Sikap zuhud dan wara’ Kiai Imran memanfaatkan harta yang ada sesuai dengan ke-butuhan. Kiai Imran tidak menginginkan ban-yak fasilitas. Tempat tinggalnya sekedarnya asal layak ditempati. Tanpa bermewahan. Kendati tidak sedikit tawaran datang dari para tamu un-tuk merenovasi kediamannya. Termasuk rencana bangunan masjid dan pesantren yang megah. Kiai Imran selalu menolak. Dengan alasan sangat se-derhana.

“Banyak yang menawarkan Kiai Imran be-rangkat haji gratis. Termasuk bangunan mas-jid mewah. Tapi Kiai Imran s e l a l u menolak,” tutur Pak Nto, yang mengaku per-nah nyantri ke Kiai Imran di era 80-an, kepada Mata Sumenep.

M e n u r u t Nyai Syari-fah, puteri ke 10,

dari 17 keturunan Kiai Imran, abahnya, memang selalu menolak bantuan untuk perbaikan tempat tinggal pribadi. “Pernah abah di beri mobil oleh puteranya. Tapi abah menyuruh untuk menjual kembali mobil tersebut,” tuturnya kepada, Mata Sumenep.

Diceritakan Nyai Syarifah, penentuan lokasi kediaman di Desa Pakamban Laok, berdasar sa-ran Kiai Wongso, Kecamatan Lenteng, Sumenep,. “Abah sowan ke Kiai Wongso minta arahan, bai-knya bertempat tinggal di mana, apakah di Jawa atau di Madura. Kiai Wongso menjawab lebih baik di Madura. Abah tanya kembali, apabila di Madura di Kabupaten mana? Kiai Wongso men-jawab Sumenep. Jika di Sumenep, mana? (barat atau timur). Kiai Wongso menjawab di bagian barat yang ada alas (hutan) di pegunungan. Dari

saran Kiai Wongso, abah memilih bermukim di Desa Pakamban Laok, konon, di lokasi ini dulu, terkenal sebagai tempat angker (seram),” tutur Nyai Sarifah.

Sang menantu Kiai Imran, Abdul Waris An-war, menjelaskan tanah yang ditempati Kiai Imran saat ini berasal dari pemberian Abdul Rasyid, yang saat itu, masih hutan belantara.

Sekitar tahun 1962, Kiai Imran mendirikan tem-pat tinggal setelah sebelumnya berdomisili di

Probolinggo.“Sejak itu, banyak tamu dari Proboling-

go yang sowan ke sini,” ungkapnya. Para tamu datang dari berbagai daerah, me-netap hingga beberapa hari di kedia-man Kiai Imran.

Seiring berjalannya waktu, putra-putri Kiai Imran berinisiatif mendiri-kan Yayasan Ali Imron untuk mendi-

rikan Pondok Pesantren Nurul Huda, pada tahun 1993. Abdul Waris Anwar,

menjelaskan, pesantren berdiri ber-dasar permintaan para tamu yang berkeinginan putranya untuk men-gaji ke Kiai Imran. Hingga kini jum-lah santri yang mondok di pesant-ren mencapai ratusan, berasal dari Pamekasan, Sampang, Bangkalan, dan seputar Probolinggo. Termasuk dari Sumenep.

Tamu yang datang rata-rata dari etnis Madura yang berdomisili di Jawa.

Seperti, Probolinggo, Lumajang, Banyu-wangi, Jember, Surabaya. Termasuk dari

Madura.“Salah satu tamu yang sering ke

abah, seperti Ustadz Husni, Sura-baya dan Ustadz Jamali, Sampang.

Termasuk mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin, masih berguru ke abah,” jelas Nyai Sarifah.

Para tamu biasanya datang rombongan naik bus pariwisata. “Tradisi di kami, setiap tamu yang datang, di sediakan dahar (makanan) se-bagai bentuk penghargaan kepada tamu. Setiap sedekah dari tamu, abah langsung mensedekah-kan kepada orang lain. Abah amat sangat seder-hana sekali. Beliau selalu istiqomah memegang syar’i,” sambungya.

Kiai Imran merupakan sosok yang rendah hati. Segala perbuatannya tidak berharap pujian manusia, kecuali berharap ridho Allah Swt.

Begitupun sikap Qana’ah Kiai Imran juga diwujudkan dalam bentuk syukur melalui ket-aqwaan utuh kepada Allah Swt. .

Kepada para tamu, Kiai Imran selalu memberi wejangan sesuai dengan kebutuhan atau prob-lem yang dihadapi. Seperti, ketika ada tamu yang mengalami problem rezeki, Kiai Imran menase-hati dengan nasihat taqwa.

“Keyakinan utuh (ketaqwaan sempurna) ke-pada Allah Swt, sebagai penguasa alam, akan me-nolong setiap kesulitan yang menimpa hamba, asal diri kita memasrahkan diri kepada Allah Swt. Apabila kamu tidak berharap pertolongan-Nya, Allah Swt melepas dan menyerahkan sesuai hawa nafsumu,” dawuh Kiai Imran kepada tamu yang hadir.

Dari silsilah keluarga, Kiai Imran masih memi-liki kekerabatan dengan Kiai Haji Raden Syamsul Arifi n, Situbondo (abah Kiai As’ad). Kiai Syamsul memang berasal dari Pondok Pesantren Kembang Kuning, Pamekasan. Begitupun Kiai Imran lahir di Kembang Kuning, Pamekasan, 25 Oktober 1930 (sesuai KTP), dari pasangan Kiai Haji Raden Syahruddin dan Nyai Zahro.

Karena itu, sewaktu muda, Kiai Imran sempat nyantri ke Kiai Syamsul, berlanjut ke Kiai As’ad, termasuk Kiai Umar, Sumber Beringin. Nyai Sari-fah tidak menyebut durasi waktu mondok Kiai Imran di Situbondo.

Setelah berdiri ponpes, masyarakat sekitar pesantren, berharap berdiri lembaga formal agar putra-putri desa setempat dan sekitar tidak ber-susah jauh menuntun ilmu. Maka di tahun 2007, berdiri SMP Miftahussa’adah. Pada tahun beri-kutnya, 2008, berdiri Paud Edelweis, dan pada tahun, 2009, berdiri SMK Al ‘Imran, serta pada tahun, 2010, berdiri MI Tahfi d Al Quran.

“Demi peningkatan lembaga pendidikan, kami masih menerima bantuan dari pemerintah,” ujar Nyai Sarifah. ahmad aidi mahdi

MAJELIS TAKLIM

Page 27: Edisi 3 Mat Sumenep

20 OKTOBER 2014 | MATA SUMENEP | 27

Mpu Karangduwak atau lain nama Kiai Murkali bisa jadi asing bagi sebagian warga Sumenep. Tapi, para pecinta

dunia pusaka (keris), Sang Mpu Karangduwak menjadi sosok legendaris penuh misteri. Gelar yang disematkan; Gung Macan memiliki cerita mistis sekaligus kaya nilai.

Al-Kisah; suatu waktu, Raja Sumenep pertama, Badrul Baidhawi, tahun 1254, sebelum Kerajaan Majapahit berdiri, mendapat gangguan macan gaib. Raja sadar. Macan jadi-jadian yang berkepa-la empat, selalu datang tiap malam Jum’at, ingin membunuh dirinya. Raja melakukan sayembara. Pasukan andalan keraton, termasuk orang-orang sakti datang dari segala penjuru, tapi tetap tidak sanggup mengusir macan aneh itu. Tanpa duga, ada saran dari penasihat raja, lewat petunjuk mimpi, untuk mengundang seorang Mpu. Dengan harapan, macan kiriman itu takluk. Maka diun-danglah sang Mpu Karangduwak ke keraton.

Raja Baidhawi mengutus para punggawa sam-bil membawa tanduh kerajaan sebagai bentuk

penghormatan, agar sang Mpu bersedia hadir ke kediaman raja. Sesampai di keraton, Sang Mpu Karangduwak, cukup mengibas rapek (pa-kaian dalam Mpu atau baju kerre, Madura, Red. baju perang), ke arah macan. Dan macan putih itu pun jatuh tersungkur.

Sang Mpu berhasil mengambil buntek (Madura,Red.) macan. Begitulah ihwal julukan Gung Macan.

“Rapek dan buntek macan itu, hingga kini, tersimpan di keluarga Sang Mpu,” tutur Suhar-di, kepada Mata Sumenep.

Suhardi menerangkan, pasca tewasnya Ma-can putih jadi-jadian berkepala empat itu, Sang Raja mengundang sejumlah raja dunia sebagai tamu kehormatan. Salah satunya tamu dari Me-sir, merasa takjub dengan ketinggian ilmu sang Mpu.

“Bahkan si tamu Mesir menyebut, Gung Ma-can alias Mpu Karangduwak, telah mencapai ilmu kewalian sangat sempurna,” terang Om Ndi, panggilan akrab Suhardi.

Dari cerita warga sekitar kediaman Sang Mpu Karangduwak, di era 80-an, setiap warga yang memiliki hajat dengan acara keramaian, terlebih dahulu mengirim makanan ke keluarga Sang Mpu sebagai bentuk penghormatan atau permintaan ijin untuk menggelar acara kerama-ian.

“Ada kejadian saat hajatan, sound system tidak berbunyi. Sehingga ada saran untuk minta

ijin dulu ke keluarga Sang Mpu,” cerita, Titin, seorang warga Ka-rangduwak.

Bagaimana dengan gelar Mpu? Mpu dalam kamus besar Indonesia memiliki makna gelar kehormatan, berarti “tuan” atau orang yang sangat ahli (terutama ahli membuat keris). Keris pada awal kegunaan, sebagai senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya). Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lain. Bentuknya tidak si-metris. Bagian pangkal melebar. Bilahnya berkelok-kelok. Banyak pamor (damascene) di setiap keris, menunjukkan ciri khas

Sang Mpu.Sang Mpu Karangduwak populer di dunia

perkerisan Sumenep karena memiliki bukti has-il “cipta” berupa keris yang hingga kini masih ada di sejumlah kolektor keris.

Hasil “ciptaan” Sang Mpu Karangduwak akr-ab dengan sebutan Berema Batu, Berema Resi, dan Berema Tama. Tapi, Suhardi menolak jika produk “ciptaan” Sang Mpu Karangduwak se-

batas di atas. “Kalau masyarakat umumnya mengenal pu-

saka itu, saya katakan iya...Tapi, masih banyak produk “ciptaan” Gung Macan yang tidak diket-ahui banyak orang,” jelas keturunan ke-7- Gung Macan ini.

Bapak tiga anak ini menunjukkan kepada Mata Sumenep, keris yang bernama “Macan Poteh Karangduwak dan Si Jempol” sebagai bukti hasil “ciptaan” Gung Macan yang hanya dimiliki keluarga Gung Macan, tidak beredar di masyarakat umum.

Termasuk Merah Delima yang populer sebu-tan MD,Akik Zaman, Batu Sulaiman atau Banyu Urip juga diperlihatkan kepada Mata Sumenep oleh Om Ndi sebagai bukti masih tak terhitung barang peninggalan Gung Macan alias Mpu Ka-rangduwak di keluarganya.

Soal isi (khasiat) keris, Suhardi menyebut, rata-rata sama hasil “ciptaan” antar Mpu yang lain. Sebab, khasiat (isi) yang diberikan sang Mpu kepada pusaka (keris) berdasar keinginan customer (pemesan).

“Yang membedakan hanya kekuatan isi (khasiat) pada barang itu (keris,Red.). Sebab, tingkatan ilmu antar Mpu tidak sama. Apalagi, barang (pusaka, Red.) antara hasil “ciptaan” Mpu dan barang (besi,Red.) yang diberi khasiat (isi) oleh Mpu, jelas beda, daya khasiatnya,” be-ber Suhardi.

Suhardi menolak jika Pamor pada keris selalu menjadi acuan untuk menentukan isi (khasiat) keris. Dia mencontohkan, keris yang berpamor “Petang”, para pakar keris sepakat memiliki khasiat “kerejekian”. Ternyata pamor itu, memiliki khasiat anti cukur.

Suhardi menerangkan ihwal pamor pada keris karena sentuhan seni yang lazim di masyarakat waktu itu.

“Sebelum pamor melekat pada keris, para Mpu sebelumnya, membuat keris polosan, tanpa pamor. Jika, saat ini, pamor selalu men-jadi rujukan untuk menentukan isi (khasiat), bagaimana dengan keris polosan atau keris yang tanpa pamor?,” balik tanya Suhardi dengan pe-mikiran anomali para pecinta keris saat ini.

bersambung.....| Asip Kusuma

MengenalSANG MPU KARANGDUWAK (1)

Sumenep mendeklarasikan sebagai Kota Keris. Tapi, Sang Mpu Karangduwak, sebagai Maestro Sumenep nyaris luput perhatian dari pegiat seni dan Budaya Madura.

Page 28: Edisi 3 Mat Sumenep

28 | MATA SUMENEP | 20 OKTOBER 2014

Tangisan Talango TengahHaderi, 33, warga Dusun Pulau Talan-go Tengah, Desa Brakas, Kecamatan, Raas, merasa lelah setelah 2 hari sejak

Kamis-Jumat mengebumikan jenazah korban tenggelamnya PLM Jabal Nur alias Mutiara In-dah. Sebagai warga biasa, Haderi larut dalam lautan duka. Secara psikologis, istri Haderi, Masiya,30, sedikit lega karena pamannya, Bu-hawa,45, masih selamat meski dirawat di Puskes-mas Raas. Termasuk saudara sepupunya, Asna-wi,35, dan Hamdan,17. Namun, sesekali terisak tangis ketika ditanya keluarga yang masih belum diketahui rimbanya. Seperti Huda, 18,Mama, 18, Lamsuri,40,Hayat,17(nyantri di Sukorejo). “Se-bagai warga kecil, saya hanya membantu ngurus jenazah untuk dikebumikan, mas,” tutur Haderi dari bilik telpon kepada Mata Sumenep.

Bupati Sumenep, A Busyro Karim, memilih berlayar ke Pulau Raas, Jumat, daripada mengi-kuti kegiatan outbond, di Malang, bersama pimpi-nan SKPD, yang sudah lama dirancang dan ting-gal berangkat, di hari yang sama. Bersamaan dengan Gubernur Soekarwo, bupati menyerah-kan selimut, duster dan sarung. Begitupun Pak De Karwo memberi bantuan Rp 5 juta per korban tenggelamnya PLM Jabal Nur.

Ba’dha shalat Maghrib, bupati ditapuk sebagai imam tahlil dan doa bersama untuk para korban bertempat di Kantor Kecamatan, Jumat malam. “Lebih dari 200 orang yang ikut tahlil bersama bupati,” kata Sufiyanto, Kabag Humas Pemkab Sumenep, selalu setia mendampingi bupati, saat dihubungi via telpon, Mata Sumenep.

Bupati Abuya Busyro Karim bareng Gubernur Soekarwo sedang menjenguk dan memberi semangat kepada korban yang selamat

dalam Kecelakaan Laut PLM Jabal Nur di Puskesmas Raas.