mata garuda institute bulletin edisi februari 2015

8
meminimalkan impor atau berkolabrasi un- tuk produksi yang lebih besar lagi. Memulai dari memetakan potensi dan isu yang dihadapi oleh desa-desa di Indonesia. Silahkan buka link ini untuk melihat potensi desa di Indonesia dan tag potensi daerah yang anda ketahui: https://www.google.com/maps/d/ edit?mid=zyCI05CucQYY.kShx9QwD6IJA melahirkan buah pikiran, menumbuhkan gagasan, membawa perubahan ISI DAN ISU: 1. Tentang MGI dan MGIB 2. Visi untuk Ribuan Desa di Indonesia 3. Policy Review: Good Governance Penge- lolaan Dana Desa 4. Membangun Daerah, Membangun Indone- sia: UMKM Sebagai Lokomotif Pembangunan 5. Paradigma Perencana yang Baru 6. Tantangan Perencanaan, Program dan Kebijakan Strategis untuk Ribuan desa di Indonesia 7.An Introduction Rural Planning, Rural Design dan Rural Policy 8. Alumni Insight: Distributed Energy dan Ketahanan Nasional 1 TENTANG MATA GARUDA INSTITUTE Mata Garuda Institute (MGI) merupakan think tank multi disiplin ilmu yang menggabungkan gagasan (insights) dengan aksi nyata. Kami berupaya untuk memberi kontribusi kepada bangsa melalui analisis kebijakan serta pen- erapan ilmu dan teknologi di tengah-tengah masyarakat. Kami yakin, perbaikan Indonesia perlu dilakukan melalui perbaikan di tataran kebijakan serta pemberdayaan masyarakat. Kami berkomitmen untuk menghasilkan ana- lisis kebijakan yang berkualitas, independen, serta memberi manfaat kepada masyarakat. Dalam analisis kebijakan, kami berupaya melakukan in-depth analysis atas berbagai program dan pilihan kebijakan pemerintah sehingga masyarakat semakin tercerdaskan (informed) serta pemerintah mendapatkan pilihan kebijakan yang lebih baik. Pada saat ini, MGI terdiri oleh sembilan tim inti serta ditopang oleh 2500 alumni dan awardee Beasiswa LPDP. Bidang kajian MGI mencakup seluruh bidang keilmuan mulai dari sains dan teknologi hingga ekonomi dan sosial budaya. Lima produk unggulan kami adalah policy review, capacity building, community development, Mata Garuda Fo- rum, serta Mata Garuda Institute Bulletin. Kami percaya, keberhasilan kami bergantung pada kualitas riset, kemampuan berkomuni- kasi, serta advokasi kebijakan dan pember- dayaan masyarakat. Oleh Karena itu, dalam aktivitas, kami bekerja sama dengan divisi Strategic Partnership dan Social Affairs Mata Garuda. Bermitralah bersama kami. Rully Prassetya, S.E., MPP,M.Sc. Director of MGI POLICY REVIEW: GOOD GOVENANCE PENGELOLAAN DANA DESA Oleh Rully Prassetya, S.E., MPP,M.Sc. (Researcher MGI) Tata kelola yang baik (good governance) Dana Desa merupakan hal penting dan mendesak untuk dilakukan. Dalam APBN 2015, 9,06 triliun Rupiah dianggarkan untuk program tersebut. Dalam APBN-P 2015, ang- garan tersebut direncanakan dinaikkan hing- ga 20 triliun Rupiah. Jumlah yang diterima oleh desa akan lebih besar karena minimal 10% pajak dan retribusi kabupaten/kota juga harus diserahkan ke desa (pasal 72 UU Desa). Tanpa tata kelola yang baik, Dana Desa yang akan mulai dialirkan mulai bulan April 2015 nanti (pasal 16 PP No. 60 tahun 2014), February 2015 I Pemerataan Pembangunan (Desa) 2 SEBUAH VISI UNTUK RIBUAN DESA DI INDONESIA Oleh Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI) I have a dream and a vision for Indonesia that Indonesia will have the 3200-7200 ru- rals that are powerful and productive, well connected by technology and good infra- structures, supported by right policy, plan- ning and design, developed with considering its own character and have beneficial-coop- eration amongst the villages in national and global coorporation. Local sustainable vil- lage is global sustainable food and nature production. Vidya Spay “Someday, there will be many people work in remote areas, but they connected internationally cause of advancement on information and telecommunication tech- nology.” (Alvin Toffler, 1970) Sebuah visi untuk pembangunan desa-desa di Indonesia adalah sebuah pemerataan pembangunan daerah berbasis pada karak- ter yang dimiliki oleh masing-masing daerah tersebut. Desa-desa yang tumbuh dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan membawa desa ke arah pemban- gunan yang lebih baik dan berkelanjutan. Desa dengan karakter yang baik dan unik saling bersinergi positif mendukung pem- bangunan nasional. Sinergi positif antar desa (dapat kita sebut sebagai sister-villages) didukung oleh infrastruktur yang menunjang dan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran. Desa-desa yang saling bekerjasama, berbagi, menambah nilai, menjaga produksi dan harga untuk kemakmuran bersama, 3 Petani Sayur Wanita dan Rumput untuk Ternak Kambing, Karangpandan, Karanganyar. Vidya Spay 1

Upload: mata-garuda-institute

Post on 07-Apr-2016

237 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

meminimalkan impor atau berkolabrasi un-tuk produksi yang lebih besar lagi.

Memulai dari memetakan potensi dan isu yang dihadapi oleh desa-desa di Indonesia. Silahkan buka link ini untuk melihat potensi desa di Indonesia dan tag potensi daerah yang anda ketahui:

h t tp s : //www.goog le . com/maps/d/edit?mid=zyCI05CucQYY.kShx9QwD6IJA

melahirkan buah pikiran, menumbuhkan gagasan, membawa perubahan

ISI DAN ISU:

1. Tentang MGI dan MGIB2. Visi untuk Ribuan Desa di Indonesia 3. Policy Review: Good Governance Penge-lolaan Dana Desa4. Membangun Daerah, Membangun Indone-sia: UMKM Sebagai Lokomotif Pembangunan5. Paradigma Perencana yang Baru6. Tantangan Perencanaan, Program dan Kebijakan Strategis untuk Ribuan desa di Indonesia7.An Introduction Rural Planning, Rural Design dan Rural Policy8. Alumni Insight: Distributed Energy dan Ketahanan Nasional

1 TENTANG MATA GARUDA INSTITUTE

Mata Garuda Institute (MGI) merupakan think tank multi disiplin ilmu yang menggabungkan gagasan (insights) dengan aksi nyata. Kami berupaya untuk memberi kontribusi kepada bangsa melalui analisis kebijakan serta pen-erapan ilmu dan teknologi di tengah-tengah masyarakat. Kami yakin, perbaikan Indonesia perlu dilakukan melalui perbaikan di tataran kebijakan serta pemberdayaan masyarakat. Kami berkomitmen untuk menghasilkan ana-lisis kebijakan yang berkualitas, independen, serta memberi manfaat kepada masyarakat. Dalam analisis kebijakan, kami berupaya melakukan in-depth analysis atas berbagai program dan pilihan kebijakan pemerintah sehingga masyarakat semakin tercerdaskan (informed) serta pemerintah mendapatkan pilihan kebijakan yang lebih baik.

Pada saat ini, MGI terdiri oleh sembilan tim inti serta ditopang oleh 2500 alumni dan awardee Beasiswa LPDP. Bidang kajian MGI mencakup seluruh bidang keilmuan mulai dari sains dan teknologi hingga ekonomi dan sosial budaya. Lima produk unggulan kami adalah policy review, capacity building, community development, Mata Garuda Fo-rum, serta Mata Garuda Institute Bulletin. Kami percaya, keberhasilan kami bergantung pada kualitas riset, kemampuan berkomuni-kasi, serta advokasi kebijakan dan pember-dayaan masyarakat. Oleh Karena itu, dalam aktivitas, kami bekerja sama dengan divisi Strategic Partnership dan Social Affairs Mata Garuda. Bermitralah bersama kami.

Rully Prassetya, S.E., MPP,M.Sc. Director of MGI

POLICY REVIEW:

GOOd GOVEnanCE

PEnGELOLaan dana dEsa

Oleh Rully Prassetya, S.E., MPP,M.Sc. (Researcher MGI)

Tata kelola yang baik (good governance) Dana Desa merupakan hal penting dan mendesak untuk dilakukan. Dalam APBN 2015, 9,06 triliun Rupiah dianggarkan untuk program tersebut. Dalam APBN-P 2015, ang-garan tersebut direncanakan dinaikkan hing-ga 20 triliun Rupiah. Jumlah yang diterima oleh desa akan lebih besar karena minimal 10% pajak dan retribusi kabupaten/kota juga harus diserahkan ke desa (pasal 72 UU Desa). Tanpa tata kelola yang baik, Dana Desa yang akan mulai dialirkan mulai bulan April 2015 nanti (pasal 16 PP No. 60 tahun 2014),

February 2015 I Pemerataan Pembangunan (Desa)

2 SEbUAh VISI

UNTUk RIbUAN DESA DI INDoNESIA

Oleh Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)

I have a dream and a vision for Indonesia that Indonesia will have the 3200-7200 ru-rals that are powerful and productive, well connected by technology and good infra-structures, supported by right policy, plan-ning and design, developed with considering its own character and have beneficial-coop-eration amongst the villages in national and global coorporation. Local sustainable vil-lage is global sustainable food and nature production. Vidya Spay

“Someday, there will be many people work in remote areas, but they connected

internationally cause of advancement on information and telecommunication tech-

nology.” (Alvin Toffler, 1970)

Sebuah visi untuk pembangunan desa-desa di Indonesia adalah sebuah pemerataan pembangunan daerah berbasis pada karak-ter yang dimiliki oleh masing-masing daerah tersebut. Desa-desa yang tumbuh dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan membawa desa ke arah pemban-gunan yang lebih baik dan berkelanjutan. Desa dengan karakter yang baik dan unik saling bersinergi positif mendukung pem-bangunan nasional. Sinergi positif antar desa (dapat kita sebut sebagai sister-villages) didukung oleh infrastruktur yang menunjang dan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran. Desa-desa yang saling bekerjasama, berbagi, menambah nilai, menjaga produksi dan harga untuk kemakmuran bersama,

3Petani Sayur Wanita dan Rumput untuk Ternak Kambing,

Karangpandan, Karanganyar.Vidya Spay

1

Page 2: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

dapat menjadi lahan mismanagement pen-gelolaan keuangan negara yang baru. Karena jumlah desa yang mencapai lebih dari 80 ribu desa, audit Dana Desa merupakan salah satu tantangan utama. Oleh karena itu, prin-sip tata kelola yang baik perlu disiapkan se-dari awal untuk mengurangi penyalahgunaan pengelolaan Dana Desa tersebut.

Tata kelola yang baik dibangun atas prinsip partisipasi, visi (arah) strategis, kinerja, akuntabilitas dan transparansi, serta prinsip keadilan (UNDP Good Governance Princi-ple, 2003). Terdapat lima, di antara banyak aspek pengelolaan Dana Desa, yang perlu diperhatikan.

1.Kebijakan konflik kepentingan (Conflict of Interest).

Pengawasan merupakan tantangan utama pengelolaan dana desa. Konflik kepentingan pada saat pengangkatan Perangkat Desa ser-ta berbagai transaksi keuangan desa seperti pengadaan dan proyek pembangunan meru-pakan hal yang perlu diperhatikan. Peratu-ran dan pelatihan kepada masyarakat untuk mengelola konflik kepentingan perlu dilaku-kan.

2.Kebijakan pemilihan kegiatan.

Dana Desa, sebagaimana diamanatkan di UU Desa, ditujukan untuk membiayai penye-lenggaran pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat. Pemerinta-han desa akan menghadapi berbagai pilihan dalam mengalokasi dana tersebut. Pemilihan kegiatan diharapkan berdasarkan social cost and benefit analysis, yaitu analisis kegiatan yang memberi dampak sosial terbesar bagi masyarakat.

3.Ketersedian informasi publik.

Transparansi pada publik sangat penting agar dana digunakan bagi kepentingan bersama dan dapat diawasi oleh semua masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui musyawarah desa yang partisipatif serta papan informasi.

4.Pengelolaan aset.

Berbagai aset desa, seperti tanah, bangu-nan, perlengkapan, hasil pertanian, hutan, mata air, dan aset lainnya, akan sangat raw-an untuk disalahgunakan. Kebijakan terkait pengelolaan aset tersebut juga penting un-tuk dibuat.

5.Kebijakan whistleblower.

Pengelolaan Dana Desa yang baik juga mem-butuhkan sarana penyampaian keluhan dan pelaporan yang tepat. Hal ini dapat men-dorong pengelolaan Dana Desa yang lebih hati-hati.

Mata Garuda Institute berkomitmen un-tuk membantu pengelolaan Dana Desa ini. Dalam waktu dekat, Mata Garuda Insttiute akan melaksanakan pilot project pelatihan (capacity building) tata kelola pengelolan dana desa yang baik. Mata Garuda Institute siap bekerja sama dengan insitusi pemerin-tah dalam meningkatkan capacity building tersebut.

UMKM bisa menjadi lokomotif pembangunan perekonomian domestic Indonesia. Jumlah pelaku ekonomi Indonesia didominasi oleh usaha mikro yaitu lebih dari 90 persen atau sekitar 56 juta unit usaha di tahun 2012 . An-gka ini tumbuh rata-rata mencapai 2 persen setiap tahunnya. Kontribusi UMKM ini ter-hadap GDP bisa mencapai sekitar 60 persen. Bahkan jumlah tenaga kerja UMKM ini men-capai 90 persen dari total angkatan kerja di tahun yang sama.

Dengan potensi yang dimiliki, Indonesia ten-tunya bisa mensejajarkan dengan negara-negara maju lainnya setidaknya di tingkat Asia. Kekayaan alam di setiap daerah serta jumlah penduduk yang banyak dapat men-dukung untuk menyusun program-program pengembangan daerah. Akan tetapi perlu kiranya bagi masyarakat untuk menyadari akan kekayaan yang dimiliki dan memperha-tikan lingkungan sekitar. Hal ini agar pem-bangunan yang dilakukan berkelanjutan dan dapat merata. Penulis menawarkan bebera-pa solusi untuk memecahan permasalahan ekonomi di Indonesia melalui pengembangan UMKM khususnya di daerah sebagai bentuk pembangunan yang berkelanjutan serta merata bagi penduduk.

Pertama, menggagas kepemimpinan daerah yang berkualitas dan bermodalkan sosial. Pada umumnya, yang terjadi di Indonesia adalah masayarakat di daerah berlomba-lomba untuk bisa menuntut ilmu di Ibu Kota guna mendapatkan pendidikan yang berkualitas jika dibandingkan di daerahnya dan tidak berniat kembali untuk membangun asal daerahnya. Gagasan memperkuat posisi daerah dengan menarik cendekiawan dan para ahli memerlukan kebijakan melalui ker-jasama pemerintah pusat dan daerah. Untuk itu, membangun ekonomi melalui UMKM yang berbasis agro-industry merupakan ke-layakan yang harus dilakukan oleh para pem-impin daerah.

Kedua, mengembangkan UMKM yang ber-basiskan riset dan teknologi. Teori Kuznet berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya berhubungan dengan sektor pen-golahan dan industri pengolahan tetapi san-gat tergantung pada penggunaan teknologi di sektor-sektor primer dan industri perta-nian.

4 Membangun Daerah

Membangun Indonesia:

UMkM Sebagai Lokomotif Pembangunan

Oleh: Akbar Nikmatullah D., S.E., M.Sc.

(Researcher MGI)

Indonesia memasuki fase otonomi daerah sejak tahun 1999 dimana lahir UU No 25 Ta-hun 1999 yang mengatur bagaimana dan se-berapa besar porsi daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilkinya. UU ini la-hir sebagai bentuk kekecewaan rakyat khu-susnya di daerah atas sikap dari pemerintah pusat yang melakukan sentralisasi pada pen-gelolaan yang berimplikasi pada pembangu-nan ekonomi yang tidak merata.

Di sebagian besar negara-negara berkem-bang, termasuk Indonesia, strategi pemban-gunan yang diterapkan untuk merangsang pengembangan daerah dengan melakukan pendekatan growth center dan meletak-kan industri sebagai leading sector. Dengan memusatkan industri di pusat, diharapkan strategi itu mampu memecahkan masalah keterbelakangan, peluang kerja, dan pen-gentasan kemiskinan di daerah. Pada akhirn-ya daerah akan berkembang melalui spread effect or trickle down effect dari pusat-pusat pertumbuhan.

Pada awalnya, pendapat ini mendapatkan dukungan secara teoritis dari berbagai pihak. Akan tetapi, menurut Hamied , kenyataan di-lapangan adalah tekanan-tekanan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan kemiski-nan di daerah relative tidak mengalami perubahan. Ketidakberhasilan ini menurut Weaver disebabkan oleh dua pendekatan. Pertama, industri dipandang sebagai jalan pintas untuk memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi dan cenderung mengabaikan sector pertanian atau cenderung mengun-tungkan pusat, dalam hal ini kota. Kedua, penerapan pendekatan top down approach digunakan sebagai landasan operasional dan dalam banyak hal mendeskriditkan potensi, aspirasi, dan kemampuan penduduk mar-ginal.

Melihat potensi yang ada, tentunya Indone-sia memiliki keberagaman potensi dan corak pembangunan yang berbeda sehingga dibu-tuhkan treatment yang berbeda pula oleh pemerintah daerah setempat dan tidak lupa masayarakat. Todaro dalam teori ekonomi pembangunannya mengatakan bahwa par-tisipasi masyarakat disini memiliki peran signifikan. Hal ini adalah karena masyarakat tidak hanya berperan sebagai objek pem-bangunan negara, tetapi juga subjek dari pembangunan itu sendiri sehingga bangsa dapat berdiri secara mandiri.

UMKM Sebagai Lokomotif Pembangunan Ekonomi Indonesia

Dalam konteks Indonesia, keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia memberikan dampak yang baik bagi pereko-nomian negara.

Pemecah Batu (komunitas lokal) yang mengalami penu-runan produksi dikarenakan pembangunan tanggul lahar dingin menuju ke pabrik Pa-sir. Vidya Spay

2

Page 3: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

Industri pengolahan akan bergerak semakin maju dimana dalam kenyataan sekarang rev-olusi teknologi informasi akan secara berta-hap menggantikan peran – peran tradisional produksi dan pemasaran menuju tingkatan global .

Permasalahan utama dari UMKM di Indone-sia, selain insentif modal adalah penggunaan teknologi yang minim. Hal ini tercermin dengan hanya 20% UKM yang menggunakan Teknologi Informasi (TI) sebagai salah satu perangkat alat produksi mereka .

Keberadaan pendidikan tinggi di daerah pendekatannya harus kepada ketersediaan potensi yang bisa dikembangkan di daerah tersebut. Misalnya adalah pendekatan pen-didikan tinggi di Indonesia Timur yang men-garah pada penelitiaan dan pengembangan ilmu ke potensi alam dan maritim.

Ketiga, pengelolaan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) dari setiap masjid yang ada di daerah sebagai solusi dalam menghadapi fi-nancial inclusion. Dana yang bersifat crowd funding yang terkumpul di masjid sangat po-tensial untuk di kelola karena besaran jum-lahnya dan dapat disalurkan untuk kegiatan yang bersifat produktif seperti sumber in-vestasi bagi penyelenggaraan UMKM. Sebab, tidak jarang UMKM yang terkendala persoa-lan inklusi keuangan oleh sebab menghadapi kesulitan mendapatkan dana pinjaman dari bank komersil pada umumnya.

Tentunya semua solusi yang ditawarkan akan melalui proses yang tidak mudah. Perlu kerja keras dan kesadaran yang kuat bagi masyarakat Indonesia untuk bersama mem-bangun bangsa.

Referensi:

Gore, Charles. 1984. Region in Qestion: S Pace, Development Theory and Regional Policy Methun. New York

Hamied, Dachlan Abdul. 2000. Tesis Studi tentang Modal Sosial. Depok: Universitas Indonesia

Weaver, Clyde. 1984. Regional Development and the Local Com-munity, Planning, Politics, and Social Context. Wiley

Sumber: Badan Pusat Statistik

Managra Tambunan. 2010. Menggagas Perubahan Pendekatan Pembangunan: Menggerakkan Kekuatan Lokal dalam Globalisasi Ekonomi. Jakarta: Graha Ilmu

Asosiasi Open Source Indonesia (2009)

New Planning Paradigm:

From Masterplan

to Strategic Planning and Project

Oleh: Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)

Paradigma perencanaan yang baru men-gakui bahwa sebagian besar kegagalan dari master-plan atau rencana induk program nasional untuk mencapai target adalah aki-bat kurangnya strategi implementasi dan ketidakmampuan master-plan untuk me-nangani masalah-masalah yang ditemukan dalam tahap pelaksanaan program. Keber-hasilan desa tergantung pada kemampuan kerja tim untuk menemukan perencanaan strategis dan proyek untuk desa.

Secara global, dalam dunia perencanaan ter-dapat sedikit pergeseran dari visi dan mas-ter-planning ke visi dan strategic-planning. Arsitek, perancang kota, organisasi interna-sional dan beberapa gubernur di beberapa kota di Eropa mulai menggunakan strategic-planning dalam menyusun visi dan perenca-naan masa depan.

Penyusunan rencana dengan sistem master-planning masih aktif digunakan negara-nega-ra berkembang dan mulai ditinggalkan oleh negara-negara maju baik dalam perencanaan kota maupun program-progam kepemerinta-han. Keunggulan dari penyampaian visi yang disertai actions, projects co-productions atau visi besar yang diikuti oleh strategi im-plementasi akan memudahkan bagi orang lain untuk menilai kesuksesan dari sebuah proyek, atau untuk merancang program di masa mendatang.

Pergeseran dari visi di master-planning ke visi di strategic-planning dipacu oleh pe-rubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan dari jaman yang lebih cepat dibanding be-berapa abad yang lalu, tidak terbatas di kota-kota atau negara tertentu, tapi terjadi di dunia, dan dalam kehidupan manusia. Se-hingga visi jangka panjang yang ada pada sistem perencanaan master-planning yang memiliki kecenderungan bersifat umum dan cetak biru yang memiliki kecenderun-gan kaku dianggap tidak mampu menjawab masalah-masalah dan tantangan-tantangan yang dapat berubah setiap saat. Beberapa contoh pemacu percepatan pada perubahan dari tuntutan jaman adalah penemuan dan teknologi. Teknologi memberi kemudahan pada manusia, mengakibatkan perubahan cara hidup manusia, dan juga mengubah tata ruang tempat tinggal kita. Tidak dapat di-pungkiri pula bahwa teknologi berperan ter-hadap munculnya permasalahan-permasala-han baru di luar prediksi manusia. Seperti penemuan kendaraan bermotor (mobil) yang telah mengubah tata ruang dan orientasi dalam pengembangan kota-kota, kemudian diikuti dengan perubahan gaya hidup yang lebih individualis, menuntut dibuatnya ban-yak kebijakan untuk menyelesaikan masalah terkait dan seterusnya.

Sehingga visi dari master-planning yang pada umumnya menggunakan pendekatan statis dan data, dan kecenderungan hanya pem-plotan hal-hal yang umum, menjadikan visi pada master-planning tidak mudah direal-isasikan dan perubahan yang cepat membuat visi dari master-planning tidak lagi relevan dengan perubahan jaman. Pendekatan per-encanaan dengan master-planning dianggap sebagai pendekatan tradisional karena pada umumnya hanya mengumpulkan semua data yang berhubungan dan dibutuhkan untuk memprediksi masa depan yang logis ketika kenyataan sangatlah dinamis, perubahan sangat cepat dan permasalahan lebih kom-pleks, spesifik untuk tempat-tempat yang berbeda .

Penjabaran visions, actions, projects dan co-productions menjadi elemen penting pada sistem strategic-planning. Beberapa alasan yang membuat strategic-planning lebih ap-likatif di era ini adalah karena pendekatan perencanaan yang bersifat kontekstual dan spesifik, pendekatan yang sesuai dengan kenyataan di lapangan dan bertujuan untuk kerja dan hasil yang nyata dan berdampak, pendekatan dalam kerangka yang dinamis, koheren dan mengintegrasikan. Begitu pula pendekatan dari strategic-planning pada manusia setempat, sosial ekonomi, spasial yang tidak hanya sebatas data dan sumber daya. Dari penjabaran co-productions, kita dapat mempertimbangkan kerja sama antara orang-orang yang terlibat sebagai motor un-tuk kapasitas mereka, memperkuat pember-dayaan dan pengembangan kualitatif. Peren-canaan tipe ini mengedepankan survei atau blusukan yang menjadi sebuah kata baru di Indonesia saat ini untuk melihat kekuatan yang dimiliki alam dan masyarakat bukan hanya data statistik saja, selain masalah dan sumber daya alam. Strategic-planning juga mencoba menggabungkan antara bottom-up approach dan top-bottom approach sehingga rencana masa depan lebih mudah dilaksana-kan.

Oleh karena itu untuk memudahkan rakyat untuk menilai apakah sebuah visi itu dapat dilaksanakan atau tidak, apakah sebuah proyek, kebijakan dan program dalam mem-beri keuntungan yang maksimal bagi rakyat Indonesia dan memastikan tidak adanya konflik antar kepentingan, apakah kerja sama antar pemerintah dan beberapa ak-tor terkait dalam pendanaan, pelaksanaan sebuah proyek dan program dapat diterima akal sehat,serta aksi dan strategi apakah yang akan diambil pemerintah dalam men-capai visi tersebut yang tidak bertentangan dengan hajat hidup orang banyak. Oleh kare-na itu, dalam penyampaian program nasion-al atau agenda besar dalam jangka panjang haruslah bisa menjabarkan visions, actions, projects/ programs dan co-productions.

5

3

Page 4: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

Lebih daripada itu, tanpa perencanaan dan program yang matang dapat mengakibatkan pemborosan APBN dan APBD serta desa-desa dibangun tanpa karakter dan keunikan.

Tantangan bagi pemerintah yang hendak memfokuskan program kerjanya ke pemban-gunan desa adalah pembentukan kelompok kerja, program kerja, perencanaan dan ke-bijakan yang strategis untuk desa-desa di In-donesia yang jumlahnya ribuan dan memiliki nilai-nilai lokal, sistem, karakter dan kebu-dayaan hidup yang beragam.

Belajar dari program nasional terdahulu, yaitu program 1000 menara yang bertujuan untuk mengurangi kekurangan perumahan di kota-kota besar di Indonesia untuk raky-at kalangan menengah kebawah, program tersebut tidak mampu mencapai sasaran jumlah menara dan target akhir pengguna bangunan yaitu masyarakat ekonomi me-nengah ke bawah. Menara residensial yang terbangun berakhir menjadi produk investasi properti bagi sebagian orang tertentu.

Beberapa poin yang dapat dipelajari ber-sama dari 3 program yang diinisiasi oleh kelompok kerja mandiri untuk 2 desa di Mun-tilan, Karangpandan dan sebuah Kampung di Solo sebagai review atau strategi implemen-tasi untuk program “1 miliar/ desa” adalah sebagai berikut:

• Membentuk Kelompok Kerja, Perencanaan Program Kerja Strategis

Kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki multidisplin ilmu yang beruhubungan dengan isu yang dihadapi di-satu desa tertentu. Kerja tim harus mampu untuk memutuskan

perencanaan strategis dan proyek yang da-pat tumbuh bersama sebagai proses dengan masyarakat di

desa. Mengambil contoh proyek untuk desa salak di Muntilan, masalah utama yang dite-mukan adalah tingginya produktivitas buah salak selama waktu panen yang tidak bisa bertemu dengan pasar potensial. Proyek strategis untuk desa buah salak di Muntilan adalah dengan memproses buah salak men-jadi banyak produk alternatif, menciptakan pasar untuk buah salak dan produk derivatif dan

pemasaran produk. Dan lebih dari pada itu, Kelompok kerja juga mengembangkan

keuangan mikro bagi masyarakat yang mem-butuhkan, dengan memberikan beberapa pelatihan tentang bisnis dan kewirausahaan.

• Mengintegrasikan pendekatan bottom-up dan top-down, Community Partisipatory dan mengembangkan perencanaan dari bawah

Para ahli bersama masyarakat dan aparatur desa melihat potensi dan risiko desa, kemu-dian mencoba untuk merancang perenca-naan bersama.

Contohnya dapat dilihat pada petani di desa sayuran di Karangpandan yang diberikan pendidikan tentang verticulture dan terrace farm untuk meningkatkan produksi sayuran.

• Memahami dan Menghormati Sistem Hidup dan Siklus yang ada di Desa

Desa adalah komunitas kompleks yang me-miliki sistem sendiri. Hal ini sangat penting untuk menjadi bagian dari desa sehingga program, proyek atau perencanaan baru da-pat meningkatkan kualitas dan potensi desa.

• Mengelola Pendanaan melalui Koperasi (juga dikenal sebagai koperasi)

Hampir semua desa di Indonesia memiliki koperasi sebagai lembaga keuangan yang dikelola oleh masyarakat desa itu sendiri. Pendidikan dasar tentang keuangan mikro benar-benar berguna untuk koperasi di pedesaan. Perbaikan sistem melalui koperasi dapat memperbaiki pengelolaan dana desa.

• Perencanaan dan Perancangan A Proyek Strategis Village

• Peningkatan Produksi Desa dan Peningka-tan Alternatif Kerja

• Mengembangkan Investasi Sosial dan Per-ancangan Usaha Sosial

• Mengenalkan Kebijakan-kebijakan ke De-sa-Desa dan Merancang Kebijakan Strategis

• Membawa Teknologi dan Energi ke Pede-saan

Internet dan sistem yang baik dapat mem-bantu pemasaran produk desa. Lebih dari-pada itu ditribusi gas nasional sering tidak datang ke pedesaan sehingga energi atas ini-siasi masyarakat harus dikembangkan di de-sa-desa di Indonesia, misalnya pemrosesan kembali sampah untuk biogas, generator air bisa memberikan sumber energi alternatif bagi masyarakat di pedesaan.

• Pendidikan Kontekstual untuk Pemuda Desa Calon Pemimpin Desa

Pendidikan merupakan masalah utama bagi beberapa warga desa. Kesenjangan hidup antara desa dan kota membuat pendidikan mahal untuk desa. Untuk mengatasi per-masalahan ini dapat di atas dengan mer-ancang pendidikan kontekstual, seperti se-kolah pertanian, sekolah pertukangan.

• Mengintegrasikan program strategis desa dengan Agenda Nasional Strategi dan Pengembangan Sister Villages (desa-desa yang terintegrasi dengan program nasional dan global)

Sister Village adalah visi yang menawarkan desa-desa terpadu masa depan di Indonesia untuk bekerja sama untuk kepentingan yang lebih besar bagi masyarakat di desa, nasion-al dan global.

6Tantangan bagi Ribuan desa di Indonesia:

Strategic Plannings, Projects

and Policies

Oleh: Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)

Desa adalah sebuah sistem, lanskap, dae-rah, budaya, orang, dan masyarakat. Be-berapa desa di Indonesia menjadi terting-gal dalam pembangunan karena paradigma perencanaan saat ini difokuskan pada kota pembangunan kota. Ketimpangan pendapa-tan, infrastruktur dan kondisi hidup antara pedesaan dan perkotaan semakin besar seir-ing berjalannya pembangunan di Indonesia. Desain perkotaan, perencanaan kota dan ke-bijakan strategis untuk perkotaan

wacana umum dan praktek untuk ahli tata ruang, arsitek dan perencana. Sementara itu, perencanaan pedesaan, pembangu-nan pedesaan dan kebijakan strategis un-tuk masalah untuk pedesaan selalu bera-khir menjadi sebuah wacana. Selama satu dekade terakhir, fokus pembangunan daerah terkonsentrasi di kota atau mengembangkan kota. Fokus pemerintah, investor, arsitek dan perusahaan arsitektur, regulator, dan perencana pembangunan daerah terkonsen-trasi di kota. Selain itu, paradigma perenca-naan tata ruang di universitas masih terfokus pada strategi pembangunan perkotaan dan solusi untuk masalah perkotaan. Oleh ka-rena itu, pembangunan pedesaan sebagian besar dilakukan oleh permerhati desa atau LSM. Pedesaan bukan sebuah masalah atau lanskap yang kuno. Pedesaan adalah sistem yang kompleks yang tumbuh dan berkem-bang melalui proses yang panjang.

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnis, bahasa, adat istia-dat, sumber daya alam, serta komunitas cara hidup/budaya-hidup masyarakat dan lanskap produktif, yang antara lain adalah pertanian, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Seperti yang kita lihat, ada orang-orang yang tinggal di perkotaan, pedesaan, desa, pan-tai, gunung, hutan dan pedalaman di Indone-sia dengan mata pencaharian yang beragam sebagai petani, nelayan, masyarakat pedala-man, pekerja, dan investor. Selain sumber daya alam yang melimpah dan keragaman seperti yang disebutkan di atas, Indonesia memiliki wilayah air, udara dan darat yang sangat luas. Namun, produktivitas pangan, pertanian, kelautan, peternakan, kehutan-an, dan kualitas hidup masyarakat di Indo-nesia dinilai rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki wilayah yang relatif lebih kecil.

Membangun 7200 desa dalam 5 tahun dengan 64 triliun rupiah anggaran (dikenal sebagai 1 miliar / desa dalam pemilu lalu) dapat di-anggap sebagai program yang sangat ambisi-us. Jika tidak ada perencanaan dan program strategis dari Program Dana Desa ini, maka program ini akan berakhir sebagai pemban-gunan yang tidak bisa mencapai targetnya.

4

Page 5: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

An Introduction

to Urban Rural Planning,

Urban Rural Design,

Urban Rural Policy

Oleh: Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)

Pada awalnya, permukiman di Indonesia dibangun oleh masyarakat. Ekspresi di

permukiman tradisional mewakili budaya dan agama yang dijalani oleh masyarakat. Permukiman tradisional dibangun mer-espon aturan adat, kondisi alam dan iklim. Kegiatan ekonomi, dan sistem hidup dalam komunitas tradisional dirancang dan diatur oleh masyarakat itu sendiri yang bersifat berkelanjutan.

Seiring berjalannya waktu, terjadi pergeser-an besar dalam penataan permukiman, ar-sitektur, perencanaan regional dan rancang perkotaan. Ada begitu banyak sekolah dan or-ganisasi yang melahirkan arsitek dan peren-cana kota. Satu per satu, tanah yang diinter-vensi oleh arsitek dan perancang perkotaan, menjadi sebuah kota. Kata pengembangan masih sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan fisik yang sering diidentikkan dengan pembangunan kota baru. Gedung pencakar langit, super blok, apartemen, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan mewah, dan kota-kota besar adalah sebuah produk yang mudah untuk direkayasa untuk menjadi sebuah bisnis arsitektur, properti dan investasi. Maka tidak jarang kita temui sebagian besar bangunan kokoh dan megah tersebut tidak menyatu dengan lanskap dan masyarakatnya. Beberapa perencanaan dan perancangan kota saat ini hanya berakhir menjadi produk investasi.

TRancangan kota dan bangunan-bangunan kokoh adalah jenis proyek yang dinilai da-pat memberikan keuntungan yang relatif be-sar dan cepat untuk perusahaan-perusahaan arsitektur, arsitek berlisensi, pemerintah, pengembang dan investor. Namun pada ken-yataannya, manfaat yang diberikan relatif singkat bagi mereka, kota dan masyarakat. antangan lain yang harus dihadapi oleh per-encanaan desa dan program desa ini adalah beberapa pemerintah daerah masih menyu-kai jenis proyek pembangunan kota dan fisik yang besar-besaran karena dinilai memberi-kan mereka kemudahan dan keuntungan yang cepat dan besar dalam periode waktu yang singkat selama mereka memerintah.

Angin segar datang dari program pemerin-tah, Dana Desa, yang merupakan salah satu program andalan dari Kabinet Kerja 2014-2019. Program pemerintah Indonesia saat ini menitikberatkan pemerataan pembangunan ke desa-desa. Kabinet Kerja 2014-2019 me-rencanakan untuk memberikan kembali per-hatian ke pembangunan pedesaan dengan meningkatkan dana pembangunan pedesaan.

Dengan 1,4 miliar rupiah per desa untuk 7200 desa, yang merupakan 10% dari transfer dana ke daerah yang sebesar 640 triliun rupiah untuk pembangunan pedesaan ditekankan untuk 3200 desa tertinggal atau dengan ren-cana anggaran dan kerja yang lain. Terlepas dari jumlah total desa akan dikembangkan dan anggaran total yang masih didiskusikan, Marwan Ja’far, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menar-getkan 5000 desa mandiri pada tahun 2015. Program ini juga akan didukung oleh UU Desa dan diawasi oleh Tim Monitoring dan Komisi Pemberantasan Korupsi (juga dikenal seba-gai KPK). Ini adalah kesempatan yang baik ketika paradigma baru dalam Pemerintah Indonesia bertemu dengan paradigma peren-canaan baru yang menempatkan kepedulian pada pemerataan pembangunan pedesaan dan pencarian terhadap strategi percepatan pembangunan desa yang berkarakter.

Perjalanan solo ke beberapa desa di Norwe-gia adalah sebuah pengenalan bahwa sebuah desa terpencil yang kecil dapat memiliki produktivitas yang tinggi dan manfaat yang berkelanjutan bagi penduduk desa terse-but, nasional dan global, jika didukung oleh strategi yang tepat dan kebijakan strategis. Jumlah penduduk yang sedikit tidak men-jadikan Norwegia menjadi negara yang me-miliki produksi yang kecil. Sebuah produksi ikan salmon di sebuah desa di Trondheim, yang dikelola oleh 6 anak muda dan diberi nama SalMar, mampu menghasilkan produksi ikan salmon yang diekspor ke banyak nega-ra. Kekurangan tenaga manusia menjadikan sebagian produksi peternakan, perikanan atau pertanian memanfaatkan robot-robot seperti di sebuah pabrik ikan salmon, Fla-tanger Settefisk, yang dikelola oleh 10 orang muda dan dewasa di Trondheim, yang dapat diakses kurang lebih 1 jam dari stasiun Stein-jer dengan kendaraan pribadi harus meng-gunakan robot dokter untuk menyuntik ber-ton-ton ikan salmon yang dibudidayakan di dalam pabrik. Indonesia yang memiliki jum-lah penduduk yang besar dan wilayah yang sangat luas terbentang seharusnya mampu memproduksi hasil bumi lebih besar lagi.

7Urbanisasi

Pemerataan Pembangunan Desa-desa yang berkarakter

Infrastruktur yang merespon alam dan menghubungkan desa-desa peternakan, pertanian dan nelayan di Norway

Investasi Sosial, Kelompok Kerja, dan Program Kerja

5

Page 6: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

Masalah lain yang muncul karena tidak terse-dianya distributed energy yakni, berdasar-kan data Badan Intelijen Nasional, kerugian negara pada tahun 2003 akibat illegal fishing mencapai 20 tTriliun rupiah dan 10 tTriliun rupiah akibat penebangan liar. Kurangnya strategic monitoring infrastructure seperti radar merupakan salah satu penyebab keru-gian tersebut. Adapun faktor utama yang menghambat pembangunan monitoring in-frastructure terutama di daerah remote/blank spot adalah ketiadaan jaringan listrik.

Menekankan pentingnya monitoring infra-structure dan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia serta lansekap yang ber-gunung-gunung sehingga menghambat pem-bangunan jaringan listrik yang tersentralisa-si, maka distributed energy merupakan salah satu solusi terbaik. Saat ini penggunaan distributed energy dalam bentuk portable genset menggunakan BBM Solar sudah meru-pakan hal yang standar. Namun pencabutan subsidi BBM dan keterbatasan minyak bumi membatasi jumlah solar yang dapat digunak-an untuk kepentingan ini. Terdapat dua opsi yang ditawarkan guna me-manfaatkan distributed energy bagi kepent-ingan nasional.

Opsi pertama adalah mengombinasikan util-isasi sel surya, pembangkit mikro hidro, fuel cell dan pembangkit tenaga air guna mem-produksi listrik yang digunakan untuk men-goperasikan ground-based radar. Meskipun demikian, ground-based radar hanya cocok untuk daerah tertentu karena memiliki radi-us coverage terbatas. Oleh karena itu, opsi kedua yang ditawarkan adalah space-based radar yang memiliki radius coverage cukup luas. Space-based radar ini membutuhkan jaringan pendukung berupa ground stations dimana kebutuhan listrik dapat disuplai oleh distributed energy menggunakan sumber daya lokal yang tersedia.

Terlepas dari peran distributed energy yang telah disebutkan diatas, distributed energy juga dapat memberikan manfaat tambahan dalam penanganan bencana alam. Sebagai contoh, fuel cell yang diperkenalkan oleh supplier asal Inggris dalam penanganan ben-cana Merapi tahun 2010 telah membuktikan performansi yang lebih efisien dibandingkan dengan generator solar pada umumnya.

Social entrepreneurship yang menyediakan solusi infrastruktur energi guna memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk di daerah terpencil merupakan salah satu solusi yang bisa ditawarkan. Dengan bermodalkan dana sekitar dua juta rupiah, maka penduduk dapat mendapatkan solar panel dan kulkas pendingin ikan dengan lifetime sekitar 3 tahun. Kulkas ini diharapkan dapat dimaksi-malkan pengunaannya untuk menyimpan ha-sil tangkap sehingga ikan dapat lebih tahan lama. Salah satu inisiatif yang telah diimple-mentasikan oleh Pemerintah Jerman GIZ (Gesellschaft füuer Internationale Zusam-menarbeit) yakni membangun 297 mini grids yang telah menggerakkan lebih dari 1300 bisnis rumahan di daerah pedesaan dengan menyediakan paket solar panel dan lampu rendah wattberdaya rendah. Panas yang di-hasilkan oleh lampu ini dapat digunakan seb-agai inkubator telur ayam sehingga produksi telur dapat ditingkatkan dan selanjutnya meningkatkan ekonomi keluarga.

Meskipun penyediaan distributed energy dapat berdampak langsung pada kenaikan standar hidup, hal itu juga dapat memberi-kan dampak negatif bagi bangsa Indonesia jika pengelolaannya tidak tepat. Salah satu-nya yakni jika disediakan akses energi dan dibangun sekolah dengan fasilitas internet; konten internet yang tidak difilter dengan baik dapat menjadi “pintu” masuk doktrin dan isu yang tidak tervalidasi serta inter-vensi yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Namun potensi dampak negatif ini tidak boleh men-jadi justifikasi untuk tidak mempercepat pembangunan fasilitas distributed energy terutama di daerah tertinggal.

Ide pengembangan distributed energy untuk daerah pedesaan di Indonesia divisualisasi-kan dalam matrix sebagai diatas.

8 Distributed Energy dan

ketahanan Nasional

Oleh: Sharlini Eriza Putri, S.T., MSc, DIC

(CEO Mata Garuda)

Dalam Buku Putih Pertahanan disebutkan bahwa ancaman pertahanan negara Indo-nesia tidak hanya mencakup masalah keu-tuhan teritori tetapi juga ketidakmerataan pembangunan, kemiskinan, dan social un-rest. Selain keterbatasan anggaran pertah-anan, karakter geografis negara Indonesia yang terdiri dari 17.500 pulau juga meng-hambat reaksi cepat penanganan masalah terutama di daerah-daerah pelosok. Sejak kemerdekaan, mayoritas ancaman pertah-anan merupakan ancaman internal yang terdiri atas separatisme, terorisme, social unrest, dan konflik komunal. Territorial dis-pute dengan negara tetangga juga menam-bah ancaman pertahanan nasional. Salah satu kasus territorial dispute terjadi pada Desember 2002, International Court of Jus-tice (ICJ), pada konflik teritori antara Ma-laysia dan Indonesia, memutuskan jatuhnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia karena dinilai lebih berhasil dalam mengem-bangkan ekonomi lokal dan meningkatkan derajat kehidupan masyarakat di kedua pu-lau tersebut.

Selain melalui diplomasi dan dasar hukum yang kuat, hal utama yang diperlukan dalam mempertahankan teritori NKRI adalah oku-pansi berkelanjutan dan pengembangan sosial ekonomi. Namun ketidaktersediaan infrastruktur seperti air tawar dan energi yang merupakan kebutuhan dasar masyara-kat menghalangi proses okupansi tersebut. Menimbang lokasi pulau-pulau terluar yang cenderung terisolasi dan berada di luar jang-kauan distribusi listrik, gas, minyak maupun air bersih, maka distributed energy dapat berperan aktif dalam penyediaan infrastruk-tur dasar. Secara singkat, distributed energy adalah bentuk penyediaan energi, yang nor-malnya dalam bentuk penyediaan listrik, dalam skala kecil (<15 MW) dan tidak ber-gantung pada ketersediaan electricity grid. Sumber energi yang digunakan dapat berasal dari sumber daya energi konvensional sep-erti minyak bumi, gas alam, maupun sumber daya terbarukan seperti air, angin, tumbu-han dan sinar matahari.

Salah satu contoh yakni integrasi antara pembangkit listrik tenaga mikrohidro dan tenaga solar dari pemanfaatan sumber daya energi lokal dengan reverse osmosis mem-brane. Selain untuk sistem penerangan, lis-trik yang diproduksi dari distributed energy digunakan untuk menggerakkan pompa yang meningkatkan tekanan fluida air asin/ payau dan kemudian dialirkan ke reverse osmosis membrane yang akan membagi aliran men-jadi air bersih dan larutan garam.

Pemerintah Pusat:

(+) Visi dan aspirasi dalam memaksimalkan peran distributed energy bagi pengembangan daerah tertinggal

(-) Waktu pengerjaan project yang cepat namun terbatas pada ketersediaan SDM ahli di BUMN

Bisnis:

(+) Generasi muda yang memiliki pemahaman akan teknologi strategis dan sedang merintis sebagai

entrepreneur

(-) Bingung mencari jalan untuk bekerjasama dalam menyukseskan program pemerintah

(-) Terkendala masalah keamanan dalam menembus daerah pedesaan yang belum dikenal

BUMN:

(+) Sadar akan pentingnya distributed energy dalam meningkatkan electricity ratio. Misal Program 1 juta Solar Panel PLN

(-) Terbatas pada masalah ketersediaan SDM dan transportasi dalam menjelajah rentang geografis Indonesia yang luas

Militer:

(+) Kemampuan operasional dalam menjelajah daerah daerah tertinggal di Indonesia

(-) Penguasaan teknologi yang terbatas dalam hal distributed energy

Dibutuhkan suatu wadah "Think Tank" untuk membantu Pemerintah dalam

menjalankan program strategis nasional yang memihak kepentingan dan

memberikan dampak maksimum bagi bangsa Indonesia yang berkelanjutan.

6

Page 7: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

MATA GARUDA INSTITUTE TEAM:

T.A. Octaviani Dading, S.Hum., M.Sc.Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute

Social Anthropology

Almag Fira Pradana, S.T., M.Sc.Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute

Energy, Power Sector and Petroleum Engineering

Akbar Nikmatullah Dachlan, S.E., M.Sc.Researcher of Mata Garuda Institute

Macroeconomics, Development Economics

Vidya Spay P. A., S.T., M.Sc.Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute

Architecture dan Pemerataan Pembangunan

Arditto Trianggada, S.T., M.Sc., DIC.Co-Founder and Chief Recruitment Officer,

Teknik elektro, research

Muhammad Gibran, Ing., S.T., M.Sc.Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute

Energy, Power Sector and Petroleum Engineering

Rully Prassetya, S.E., MPP, M.Sc.Co-Founder; Director of Mata Garuda Institute

Macroeconomics, Development Economics

Annisa Rahmani Qastharin, S.T., M.Sc.Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute

Industrial Engineering, Entrepreneurship and Innovation Management

Dea Fitri Amelia, S.T., M.Sc., M.Phil.Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute

Industrial Engineering, System Dynamics

7

Page 8: Mata Garuda Institute Bulletin Edisi Februari 2015

Tentang Mata Garuda Institute BulletinAssalamu’alaikum wr wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan yang senantiasa memberikan kemudahan dalam melaksanakan segala urusan hingga kami mampu menyelesaikan edisi perdana dari Mata Garuda Institute Bulletin (MGIB). Walaupun pada mulanya penulisan buletin ini direncanakan untuk terbit pada akhir Februari 2015, namun dengan kerja sinergis tim redaksional, kami dengan kerendahan hati berhasil meng-hadirkan edisi pertama Buletin Mata Garuda Institute satu bulan lebih cepat dengan tema pemberdayaan potensi dan pemerataan pembangunan desa.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh direksi LPDP, seluruh rekan-rekan organisasi Mata Garuda, tim penulis, tim redaksi, serta seluruh tim riset devisi think tank yang telah bekerjasama untuk terbitnya buletin bulanan MGIB. Buletin yang berada di tangan anda ini merupakan buletin ilmiah-popular pertama yang mengkaji potensi di Indonesia dari segala lini bidang studi. Para penulis buletin ini merupakan awardee yang sedang bersekolah baik di dalam maupun luar negeri dan segenap alumni penerima Bea-siswa Pendidikan Indonesia (BPI-LPDP) dari berbagai bidang (perekayasa (engineer), peneliti, dan akademisi dari berbagai lembaga riset), sehingga kajian yang diangkat dalam MGIB merupakan kajian mendalam yang memang ditulis oleh pakar-pakar di bidangnya.

Kehadiran Mata Garuda Institute Bulletin ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para cendekia, para praktisi, bahkan para penen-tu kebijakan akan ulasan mengenai potensi atau permasalahan di Indonesia beserta solusinya. Hal yang membuat buletin ini berbeda dengan kajian pada umumnya adalah cakupan temanya yang komprehensif beserta paparan riset ilmiah dari berbagai sudut pandang keilmuan seperti keteknikan, sosial, ekonomi, kesehatan, entrepreneurship dan sebagainya. Bila selama ini buletin pada umumnya hanya mengangkat satu tema saja seperti ekonomi atau keteknikan, maka buletin ini mensinergikan beberapa disiplin ilmu aplikatif yang relatif baru untuk kajian pemberdayaan potensi di Indonesia.

Data yang dipaparkan dalam buletin ini pun didapatkan dari perjalanan survei dan riset; serta merupakan kajian praktical yang sangat berguna dalam pemercepat perkembangan perekonomian Indonesia. Buletin ini juga berperan sebagai media terbentuknya ide untuk pemberdayaan potensi wilayah dan juga untuk mempercepat rural empowerment di daerah tertinggal.

Akhirnya kami berharap buletin ini dapat memberi sumbangsih kepada perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia serta menjadi khazanah baru terkait ide-ide percepatan pembangunan negeri dalam mempersiapkan dirinya mencapai Indonesia Emas di tahun 2040. Amin ya Rabbal Alamin.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Muhammad Gibran, Ing., S.T., M.Sc.

Koordinator Mata Garuda Institute Bulletin

get us also @:

thinktank.matagaruda.co.id

Sampai jumpa di Edisi berikutnya

8