perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac... · dengan uji komposisi, uji kekerasan, dan uji...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KARAKTERISASI GRINDING BALL IMPORT DIAMETER 60 mm
DENGAN UJI KOMPOSISI, UJI KEKERASAN, DAN
UJI METALLOGRAFI YANG DIPAKAI DI
PT. HOLCIM, Tbk.
S K R I P S I
Oleh :
ANDHITYA SETIA CANDRA
K 25 05 006
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Suhardi. HW, MT
NIP. 19460604 197501 1 001
Pembimbing II
Suharno, ST. MT
NIP. 19710603 200604 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
ABSTRAK
Andhitya Setia Candra. KARAKTERISASI GRINDING BALL IMPORT
DIAMETER 60 mm DENGAN UJI KOMPOSISI, UJI KEKERASAN, DAN
UJI METALLOGRAFI YANG DIPAKAI PT. HOLCIM, Tbk. Skripsi,
Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret,
Juni 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui karakteristik
material berdasarkan komposisi unsur yang dimiliki dari hasil uji komposisi
kimia, sekaligus sebagai dasar penggolongan jenis logam apakah grinding ball
import yang dipakai PT. Holcim, Tbk., diameter 60 mm. (2) Mengetahui distribusi
kekerasan dan struktur mikro grinding ball import yang dipakai PT. Holcim, Tbk.,
diameter 60 mm yang berhubungan dengan adanya proses produksi yang
diberikan sebagai dasar referensi rekayasa ulang produksi grinding ball di
Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang
menghasilkan data untuk dianalisis dan dideskripsikan dalam grafik-grafik. Data
dari penelitian ini diperoleh dari hasil pengujian komposisi kimia, pengujian
kekerasan mikro dan makro, dan pengujian struktur mikro. Sampel dari penelitian
ini adalah sebuah grinding ball import diameter 60 mm yang dipakai PT. Holcim,
Tbk.
Hasil uji komposisi kimia menunjukkan bahwa grinding ball import
diamater 60 mm yang dipakai PT. Holcim, Tbk., diketahui grinding ball
mengandung unsur material dasar antara lain Khromium 16,582%, Ferro
80,28%, Karbon 1,982%, Molibden 0,307%, Mangan 0,615%, Silikon 1,234%,
Tembaga 0,45%, Phospor 0,026%, Alumunim 0,096%, Vanadium 0,1065%,
Wolfram 0,09%, Sulpur 0,030% , Nabrium 0,079% Timbal 0,044%, Nikel
0,307% . Berdasarkan standar internasional yang bersumber dari annual book of
ASTM standart, material ini digolongkan ke dalam klasifikasi martensitic white
cast iron (besi tuang putih martensitik) standar ASTM A 532 class II type B. Arti
B adalah menerangkan bahwa tipe ini memiliki 14-18% Cr dan karbon rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
dengan 2,0-3,3% C dengan beberapa unsur kimia lain yang juga dominan, seperti :
Silicon ( Si ) sebesar 1,234 %, Vanadium ( V) sebesar 0,1065 %, dan Wolfram
(W) 0,09 % yang berpengaruh terhadap sifat mekanis dasar grinding ball import
yaitu : keras, tahan aus, tahan terhadap korosi, dan tahan terhadap suhu tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Syukur kepada Tuhan berkat penyertaan Putra-Nya
Yesus Kristus dalam hidupku, dengan segala kerendahan hati, karya ini
kupersembahkan kepada:
1. Ibunda dan Ayahanda tercinta yang senantiasa mendukung dan
mengiringi dengan doa dan kasih sayang.
2. Kakak – kakakku yang selalu memberikan dorongan dan semangat
3. Bapak Drs. Karno M.W, ST. yang juga senantiasa memberi bimbingan
dan arahan di masa akhir kuliah saya.
4. Bapak Drs. Suhardi, HW, MT. dan Bapak Suharno, ST, MT. yang
dengan sabar membimbing saya menulis skripsi ini.
5. Keluarga besar PTM - FKIP UNS.
6. Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas Rahmat dan
Karunia-Nya, skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Menyadari bahwa dalam penulisan laporan skripsi ini banyak
mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan berbagai pihak, maka hambatan
tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu penulis sampaikan ucapan banyak terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa selalu menyertai saya dalam kuat
dan lemah semangat saya.
2. Bapak Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS beserta
seluruh stafnya.
3. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Dan Kejuruan Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Ketua Program Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Drs. Suhardi, HW, M.T. selaku Dosen pembimbing skripsi I.
6. Bapak Suharno, ST, MT. selaku dosen pembimbing skripsi II.
7. Bapak Drs. Karno MW,S.T selaku Pembimbing Akademik.
8. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Teknik Mesin.
9. Segenap karyawan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP UNS.
10. Ibu, Bapak, dan keluargaku tercinta yang selalu memberi dukungan baik
dalam wujud moral maupun material.
11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Teknik Mesin angkatan 2005
atas kebersamaannya.
12. Tutik Ariyanti yang selalu dengan sabar memberi pengertian dan semangat
pada diri saya.
13. Kepada seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
Penulisan laporan ini masih banyak kekurangan sehingga laporan ini
jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kebaikan laporan ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya dan semua pihak yang memerlukannya. Semoga Tuhan selalu
memberikan berkah dan Anugerah bagi kita semua. Amin.
Klaten, juni 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN...................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN.................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. v
HALAMAN ABSTRAK........................................................................... vi
HALAMAN MOTTO................................................................................ viii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ ix
KATA PENGANTAR............................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xvi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................... 3
C. Pembatasan Masalah....................................................... 3
D. Perumusan Masalah ....................................................... 3
E.
F.
Tujuan Penelitian ........................................................
Manfaat Penelitian .........................................................
4
4
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ........................................................... 5
1. Sejarah Produksi Semen....................................... 5
2. Grinding Ball........................................................ 7
3. Cement Mill........................................................... 8
4. Baja............................... ........................................ 9
5. Besi Tuang (Cast Iron)......................................... 13
6. Diagram Fe – C ................................................... 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
7. Pengujian Kekerasan Makro dan Mikro............... 21
8.
9.
Pengujian Struktur Mikro .....................................
Penelitian Yang Relevan ......................................
23
24
B. Kerangka Pemikiran....................................................... 25
C. Hipotesis......................................................................... 25
BAB III. METODE PENELITIAN........................................................ 26
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 26
1. Tempat Penelitian ................................................. 26
2. Waktu Penelitian .................................................. 26
B. Metode Penelitian ......................................................... 27
C. Populasi dan Sampel ..................................................... 27
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 28
E. Teknik Analisis Data ..................................................... 35
1. Analisis Komposisi Kimia .................................. 35
2. Analisis Hasil Pengujian Kekerasan .................. 35
3. Analisis Uji Struktur Mikro ................................ 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 37
A. Analisis Visual Grinding Ball Import ......................... 37
B.
C.
D.
Hasil dan Pembahasan Uji Komposisi Kimia .............
Hasil dan Pembahasan Uji Kekerasan Makro dan
Mikro ...........................................................................
Hasil dan Pembahasan Foto Struktur Mikro................
42
47
52
BAB V PENUTUP .............................................................................. 59
A. Kesimpulan .................................................................... 59
B. Implikasi ........................................................................ 60
1. Implikasi Teoritis ................................................. 60
2. Implikasi Praktis .................................................. 61
C. Saran .............................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 62
LAMPIRAN ............................................................................................. 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Baja SAE (Society of Aoutomotive Engineers) dan
AISI (American Iron and Steel Institute)....................................... 10
Tabel 2. Fasa pada Baja (Tata Surdia dan Shinroku Saito,1985) .............. 20
Tabel 3. Hasil Uji Komposisi Kimia Grinding Ball Import...................... 42
Tabel 4. Standar Spesification For Abrasion-Resistant Cast Iron………
Tabel 5. White Cast Iron, A532 Class II Type B ………………………
43
43
Tabel 6. Hasil Uji Kekerasan Makro Grinding Ball Import Diameter 60
mm............................................................................................... 48
Tabel 7. Hasil Uji Kekerasan Mikro Grinding Ball Import Diameter 60
mm............................................................................................... 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Grinding ball merupakan salah satu komponen penting pada mesin
crusher yang dipergunakan untuk menggiling bahan baku pada proses produksi
semen. Grinding ball terbuat dari baja yang mempunyai karakteristik keras, tahan
aus, tangguh (tidak mudah pecah) serta tahan terhadap korosi. Setiap pabrik
semen membutuhkan grinding ball dalam jumlah yang besar, oleh karena itu
biaya produksi semen terpengaruh oleh biaya pengadaan grinding ball secara
signifikan.
Grinding ball merupakan bola penggiling yang digunakan dalam proses
pembuatan semen yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras sekaligus
tangguh dan tahan korosi. Penggunaan grinding ball pada pabrik semen terdapat
pada beberapa peralatan, seperti cement mill. Cement Mill digunakan pada proses
finishing pembuatan semen. Dalam Cement Mill, grinding ball berfungsi sebagai
bahan pengisi yang berfungsi untuk menghancurkan bahan baku semen. Pada
cement mill dilakukan penambahan additive, seperti gypsum atau trash sebagai
retarder agent yang berfungsi untuk memperlambat waktu pengikatan dan
pengerasan semen dan dimaksudkan untuk mendapatkan semen dengan kehalusan
yang telah dipersyaratkan dalam Standard Nasional Indonesia.
Indonesia memiliki beberapa pabrik semen yang selain mencukupi
kebutuhan semen dalam negeri juga untuk diekspor ke mancanegara. Ekspor
semen tersebut menjadi salah satu sektor yang memberikan devisa non-migas
yang cukup besar. Hingga dekade terakhir permintaan semen terus meningkat
tetapi kenaikan tarif dasar listrik dan harga bahan bakar minyak memicu kenaikan
biaya produksi sehingga industri semen harus mencari terobosan untuk
meningkatkan efisiensi di berbagai bidang.
Untuk mendapatkan bahan dengan persyaratan kekuatan yang harus
dipenuhi oleh grinding ball, maka bahan baku yang sesuai adalah logam yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
mengandung Fe, yaitu besi/baja. Besi/baja memiliki sifat yang bervariasi, mulai
dari sifat yang paling lunak hingga paling keras serta memiliki sifat mampu
bentuk yang baik dalam proses pengecoran sehingga berbagai macam bentuk
coran dapat dibuat dengan pengecoran.
Hingga saat ini, semua pabrik semen di Indonesia masih menggunakan
grinding ball impor karena belum ada suplier dalam negeri yang mampu
memproduksi grinding ball dengan spesifikasi teknis yang memenuhi. Hal ini
ironis karena sebenarnya Indonesia mempunyai banyak perusahaan peleburan baja
dan pengecoran logam yang seharusnya dapat mencukupi kebutuhan tersebut.
Apabila grinding ball tersebut dapat dibuat di Indonesia diharapkan harganya bisa
lebih murah sehingga biaya produksi semen dapat diturunkan, harga semen lebih
terjangkau, dan kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan.
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yaitu penelitian tahap
pertama dari dua tahap penelitian, yaitu proyek penelitian besar yang dilakukan
oleh Suharno S.T. M.T., yang bertujuan swasembada kebutuhan grinding ball
pabrik semen di Indonesia. Hasil Proyek Penelitian ini ditujukan untuk menjadi
rujukan teknis bagi industri-industri baja di Indonesia untuk memproduksi
grinding ball di dalam negeri. Penelitian tahap pertama ini khusus bertujuan untuk
mengetahui karakteristik grinding ball import dari pabrik-pabrik semen di
Indonesia. Dalam proyek penelitian tersebut mengambil grinding ball import dari
empat pabrik semen yang ada di indonesia dengan ukuran yang berbeda-beda.
Salah satunya diambil dari pabrik semen PT. Holcim, Tbk dengan diamater 60
mm. Dalam penelitian ini akan difokuskan untuk mengetahui karakteristik
grinding ball import diamater 60 mm yang diambil dari pabrik PT. Holcim, Tbk.
Pada penelitian tahap selanjutnya diharapkan dapat dirumuskan proses
pembuatannya dan dilakukan percobaan pembuatan grinding ball skala
laboratorium. Bagi industri pengecoran logam di Indonesia diharapkan
mendapatkan informasi tentang cara pembuatan grinding ball dengan kualitas
yang sama dengan grinding ball import sehingga dapat memenuhi kebutuhan
grinding ball untuk industri semen di dalam negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Dengan penelitian yang intensif, grinding ball impor dapat dikarakterisasi
komposisi material serta proses pembuatannya termasuk proses heat treatment
yang diperlukan. Hasil karakterisasi tersebut dapat dijadikan dasar untuk rekayasa
proses manufaktur produk grinding ball yang dapat mencapai spesifikasi teknis
yang diperlukan. Dengan demikian, proses manufaktur grinding ball selanjutnya
dapat dilakukan pada perusahaan pengecoran logam dalam negeri sehingga
swasembada kebutuhan grinding ball Indonesia dapat terwujud.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
permasalahannya adalah bahwa karakterisasi bahan sangat diperlukan untuk dapat
memproduksi grinding ball di dalam negeri. Karakterisasi grinding ball dilakukan
dengan pengujian komposisi kimia (spectrometri), pengujian kekerasan (vickers)
dan pengujian struktur mikro (metallografi).
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan, maka
penelitian hanya dibatasi pada:
1. Bahan penelitian yang digunakan adalah grinding ball import PT. Holcim,
Tbk. diameter 60 mm.
2. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian komposisi kimia (spectrometri),
pengujian kekerasan (vickers) dan pengujian struktur mikro (metallografi).
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan
dari penelitian yang akan dilakukan yaitu :
1. Bagaimanakah kandungan komposisi dan nilai kekerasan material grinding
ball import diameter 60 mm di PT. Holcim, Tbk?
2. Bagaimanakah struktur mikro grinding ball import diameter 60 mm di PT.
Holcim, Tbk?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui karakteristik grinding ball import dengan uji
metallografi, uji komposisi, dan uji kekerasan untuk mendapatkan data struktur
mikro, distribusi komposisi, dan distribusi kekesaran grinding ball.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan masukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
b. Sebagai bahan pustaka di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta
khususnya di program Pendidikan Tehnik Mesin.
c. Membangkitkan minat mahasiswa untuk melanjutkan penelitian tentang
pembuatan grinding ball.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dilakukan untuk mewujudkan swasembada kebutuhan
grinding ball sebagai salah satu komponen penting dalam proses produksi
semen tersebut. Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi rujukan teknis
dalam pembuatan grinding ball oleh industri-industri baja dalam negeri
karena produk grinding ball import harganya sangat mahal yang diharapkan
industri-industri semen di Indonesia dapat memproduksi sendiri, sehingga
dapat mengurangi biaya produksi dan harga semen dapat dijangkau
masyarakat Indonesia yang perekonomiannya kebawah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah produksi semen
Semen Portland diproduksi pertama kalinya pada tahun 1824 oleh
Joseph Aspdin, dengan memanaskan suatu campuran tanah liat yang dihaluskan
dengan batu kapur atau kapur tulis dalam suatu dapur sehingga mencapai suatu
suhu yang cukup tinggi untuk menghilangkan gas asam karbon. Sebelum tahun
1845 Isaac Johnson membakar bahan yang sama bersama-sama dalam suatu dapur
atau pembakaran kapur sampai melebur dan mengeras kembali, sehingga
dihasilkan sejenis semen yang amat mirip dan cocok dengan sifat kimia pokok
dari Portland semen modern (Murdock, 1999).
Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin),
yang artinya "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski
sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak
berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad
pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang
dari peredaran. Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar
tahun 1700-an M), John Smeaton (insinyur asal Inggris) menemukan kembali
ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan
memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar
Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan
cikal bakal semen ini yaitu Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris,
pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland.
Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau
Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di
toko-toko bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap
mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan
tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir),
aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian
dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.
Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat
besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan
dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland
berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain),
misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi
sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun
untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah
dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/ tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa
memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang
mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2),
Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida
(MgO).
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena
pembakaran dengan suhu mencapai 900°C sehingga menghasilkan : residu (sisa)
yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida,
oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.
Selama penggilingan ditambahkan suatu "retarter", yaitu bahan untuk
memperlambat pengerasan, dimana umum digunakan bahan gip (sekitar 2%-3%).
Naiknya temperatur semen yang cukup tinggi disebabkan oleh gesekan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan cara pengaturan komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Semakin
tinggi kadar karbon dalam baja, semakin tinggi kekuatannya serta kekerasannya,
sementara keuletannya berkurang. Di samping itu, sifat-sifat baja dapat diatur
dengan rekayasa struktur mikro dengan melalui proses perlakuan panas (heat
treatment).
Tabel 1. Klasiflkasi Baja Standar AISI - SAE (Van Vlack dan Lawrence, 1993).
Nomor AISI
atau SAEKomposisi
10xx
11xx
15xx
40xx
41xx
43xx
44xx
46xx
48xx
5lxx
61xx
81xx
86xx
87xx
92xx
Baja karbon *
Baja karbon (ditambah belerang untuk mampu permesinan).
Mangan(l,0-2,0%).
Molibden (0,20 - 0,30 %).
Chromium (0,40 - 1,20 %), Molibden (0,08 - 0,25 %).
Nikel (1,65 - 2,00 %), Khromium (0,40 - 0,90 %), Molibden
(0,20 - 0,30 %).
Molibden (0,5 %).
Nikel (1,40 - 2,00 %), Molibden (0,15 - 0,30 %).
Nikel (3,25-3,75%) Molibden Nikel (3,25-3,75%), Molibden
(0,20-0,30%).
Khromium (0,70 - 1,20%).
Khromium (0,70 -1,10 %), Vanadium (0,10 %).
Nikel (0,20 - 0,40 %), Khromium (0,30 - 0,55 %), Molibden
(0,08- 0,15 %).
Nikel (C;30 - 0,70 %), Khromium (0,40 - 0,85 %), Molibden
(0,08 - 0,25 %).
Nikel (0,40 - 0,70 %), Khromium (0,40 - 0,60 %), Molibden
(0,20 - 0,30 %).
Silikon(l,80-2,20%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
a. Baja Karbon
Baja karbon termasuk material logam ferro yang didefinisikan sebagai
paduan besi dan karbon dengan kadar karbon antara 0,008 - 2,0 % (Wiryosumarto
dan Okumura, 1985). Penggolongan baja karbon menurut Smallman (1985),
dibagi menjadi tiga macam, yaitu: baja karbon rendah (C < 0,3 %), baja karbon
menengah (0,3 - 0,50 %), dan baja karbon tinggi (0,5 < C < 1,7 %).
Baja dengan kadar karbon sangat rendah memiliki kekuatan yang relatif
rendah tetapi memiliki keuletan yang relatif tinggi. Baja jenis ini umumnya
digunakan untuk proses pembentukan logam lembaran. Dengan meningkatnya
kadar karbon maka baja karbon menjadi semakin kuat tetapi berkurang
keuletannya.
Sebagai unsur tambahan selain karbon, baja karbon mengandung unsur-
unsur (dalam jumlah kecil): mangan (Mn), silikon (Si), surfur (S), khrom (Cr) dan
sebagainya bervariasi menurut kebutuhan. Semakin tinggi kadar karbon dalam
baja karbon, semakin tinggi kekuatannya serta kekerasannya, akan tetapi keuletan
dan sifat mampu lasnya akan berkurang.
Menurut Smallman (1985), baja karbon sedang dapat dicelup untuk
membentuk martensit disusul dengan penemperan untuk meningkatkan
ketangguhan, yaitu sekitar 350 - 550° C, maka menghasilkan karbida bulat yang
dapat meningkatkan ketangguhan baja.
b. Baja Paduan Rendah
Baja paduan rendah adalah material ferro yang mengandung unsur-unsur
paduan selain karbon seperti : nikel (Ni), khrom (Cr), molibden (Mo), mangan
(Mn), atau silisium (Si) yang berjumlah minimal 5 %. Elemen paduan
ditambahkan untuk menghambat laju dekomposisi austenit ke ( i C) selama
perlakuan panas. Baja menjadi lebih keras (Van Vlack dan Lawrence, 1983).
Menurut Amstead (1993), bahwa baja paduan mempunyai paduan
khusus karena sifatnya yang unggul dibandingkan dengan baja karbon. Pada
umumnya baja paduan memiliki sifat:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1) Keuletan (ductility) yang tinggi tanpa mengurangi kekuatan tarik.
2) Hardenability sewaktu dicelup dalam minyak atau udara dengan demikian
kemungkinan retak atau distorsinya berkurang.
3) Tahan terhadap korosi dan keausan, tergantung dari jenis paduan.
4) Tahan terhadap perubahan temperatur, ini berarti sifat fisisnya tidak
berubah.
5) Memiliki kelebihan dalam sifat-sifat metalurgi, seperti butir yang halus.
Komponen mekanik yang umumnya dibuat dari baja paduan adalah poros, roda
gigi, baut, mur, batang torak dan sebagainya (Tata Surdia dan Shinroku Saito,
1985).
c. Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja
Menurut Schonmetz (1985), pengaruh unsur paduan dalam baja dapat
disebutkan sebagai berikut:
Silisium (Si) merupakan unsur paduan dalam jumlah kecil dalam semua
bahan besi dan jumlah besar pada jenis istimewa. Fungsinya adalah meningkatkan
kekuatan, kekerasan, ketahanan aus dan ketahanan terhadap panas dan karat,
forgeability, dan weldability.
Mangan (Mn) seperti Si terkandung di dalam semua baha'n besi dan
dibutuhkan dalam jumlah besar pada jenis istimewa. Mn berperanan
meningkatkan kekuatan, kekerasan, kesudian temper menyeluruh, ketahanan aus,
kekuatan pada pengerjaan dingin serta menurunkan kesudian serpih.
Khromium (Cr) merupakan unsur terpenting untuk baja konstruksi dan
baja perkakas, baja tahan karat dan asam. Meningkatkan keuletan dan kekerasan,
kekuatan, batas rentang, ketahanan aus, kesudian diperkakas, kesudian temper
menyeluruh, ketahanan panas, kerak, karat dan asam. Menurunkan regangan
(dalam tingkat kecil)
Nikel (Ni) jika baja dan nikel dipadu maka akan mempunyai sifat : dapat
dilas, disolder, dapat dibentuk dengan baik dalam keadaan dingin dan panas, dapat
dipoles, dapat dimagnetisasi. Fungsi Ni meningkatkan : keuletan, kekuatan,
pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, ketahanan listrik (kawat listrik) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menurunkan kecepatan pendinginan dan regangan panas (regangan terkecil
dimiliki baja invar dengan 36 % Ni).
Molybdenum (Mo) kebanyakan dipadu dengan baja dalam ikatan dengan
Cr, Ni, V. Meningkatkan kekuatan tarik, batas rentang, temperability, ketahanan
panas, dan batas kelelahan menurunkan regangan, kerapuhan pelunakan.
Vanadium (V) mempunyai sifat mirip Mo dalam baja, namun tanpa
mengurangi regangan. Meningkatkan kekuatan, batas rentang, keuletan, kekuatan
panas dan ketahanan lelah, suhu pijar dalam perlakuan panas. Menurunkan
kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan panas.
Wolfram (W) adalah Unsur paduan penting untuk baja olah cepat.
Mempunyai titik lebur yang tinggi maka digunakan untuk kawat pijar dan logam
keras. Meningkatkan kekerasan, kekuatan, kekuatan panas menurunkan regangan
(sedikit).
5. Besi Tuang (Cast Iron)
Menurut Van Vlack (1992), besi tuang merupakan salah satu jenis logam
tertua dan termurah diantara logam-logam. Meskipun demikian, logam ini
serbaguna dan banyak manfaatnya. Besi tuang biasanya mengandung silikon
sekitar 1% - 3% (Van Vlack, 1992). Hal ini diakibatkan karena silikon memang
tertinggal di dalam besi selama proses produksi dan diperlukan usaha khusus
untuk menurunkannya. Akan tetapi, yang penting adalah peran silikon dalam
produk akhir. Pertama-tama meningkatkan kekuatan dari ferlit dalam besi tuang.
Kedua, dengan silikon dapat dicapai suhu cair eutektik yang rendah sesuai dengan
kadar karbon 2% - 3,5 %.
Besi tuang mudah untuk dicor karena beberapa hal. Pertama, besi tuang
mudah dilebur dan memiliki fluiditas yang sangat baik pada keadaan cairnya.
Kedua, ketika dicor besi tidak membentuk lapisan film pada permukaannya.
Selain itu, besi cor tidak mengalami penyusutan volume (shrinkage) yang terlalu
tinggi pada saat solidifikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Fase-fase yang terjadi pada baja antara lain :
a. Ferrite
Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body
centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada
temperatur ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu delta-
ferrite. Secara umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik
(magnetic) hingga temperatur tertentu, yaitu T. Kelarutan karbon di dalam fase
ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan
padat lain di dalam baja, yaitu fase Austenite. Pada temperatur ruang, kelarutan
karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah sekitar 0,05%.
Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-
sifat ferrite. Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite
misalnya, banyak diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran.
Dewasa ini bahkan telah dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk
karakteristik mampu bentuk yang lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara
umum akan meningkatkan sifat-sifat mekanik ferrite sebagaimana telah dibahas
sebelumnya. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor lain yang
berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir.
b. Austenite
Fase Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic).
Dalam keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase
ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan
atom karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan
dengan kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung
perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (atau kristal FCC)
dan fase Ferrite (atau kristal BCC). Perbedaan ini dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena transformasi fase pada saat pendinginan Austenite yang
berlangsung secara cepat. Selain pada temperatur tinggi, Austenite pada sistem
Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil pada temperatur ruang. Elemen-elemen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
seperti Mangan dan Nickel misalnya dapat menurunkan laju transformasi dari
gamma-austenite menjadi alpha-ferrite.
c. Cementite
Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah
stoichiometric inter-metallic compund Fe-C yang keras (hard) dan getas (brittle).
Nama cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau
lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih
stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil. Namun,
untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil. Cementite
sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir baja.
Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti:
bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferrite),
atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat
direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan.
d. Pearlite
Pearlite adalah suatu campuran lamellar dari ferrite dan cementite.
Konstituen ini terbentuk dari dekomposisi Austenite melalui reaksi eutectoid pada
keadaan setimbang, di mana lapisan ferrite dan cementite terbentuk secara
bergantian untuk menjaga keadaan kesetimbangan komposisi eutectoid. Pearlite
memiliki struktur yang lebih keras daripada ferrite, yang terutama disebabkan
oleh adanya fase cementite atau carbide dalam bentuk lamel-lamel.
e. Martensite
Martensite adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses
difusi. Konstituen ini terbentuk saat Austenite didinginkan secara sangat cepat,
misalnya melalui proses quenching pada medium air. Transformasi berlangsung
pada kecepatan sangat cepat, mendekati orde kecepatan suara, sehingga tidak
memungkinkan terjadi proses difusi karbon. Martensite yang terbentuk berbentuk
seperti jarum yang bersifat sangat keras (hard) dan getas (brittle). Fase martensite
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
adalah fase metastabil yang akan membentuk fase yang lebih stabil apabila
diberikan perlakuan panas. Martensite yang keras dan getas diduga terjadi karena
proses transformasi secara mekanik (geser) akibat adanya atom karbon yang
terperangkap pada struktur kristal pada saat terjadi transformasi polimorf dari
FCC ke BCC. Hal ini dapat dipahami dengan membandingkan batas kelarutan
atom karbon di dalam FCC dan BCC serta ruang intertisi maksimum pada kedua
struktur kristal tersebut. Akibatnya terjadi distorsi kisi kristal BCC menjadi BCT
(Body Centered Tetragonal).
Meskipun memiliki kekerasan yang sangat tinggi, Martensite tidak
memiliki arti penting di dalam aplikasi rekayasa. Untuk kebanyakan aplikasi
rekayasa martensite perlu ditemper atau dipanaskan kembali pada temperature
tertentu untuk mengurangi kegetasan (brittleness) dan meningkatkan
ketangguhannya (toughness) ke tingkat yang dapat diterima tanpa terlalu banyak
menurunkan kekerasannya.
Fasa-fasa pada baja memiliki sifat-sifat khas yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Fasa Yang Ada Pada Baja (Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1985).
Fasa dan Simbol Struktur Penjelasan
Austenit ( ) FCC Paramagnetik dan stabil pada temperatur
tinggi.
Menurut
Kristal
Ferit ( ) BCC Stabil pada temperatur rendah, kelarutan
padat terbatas, dapat berada bersama
Fe3C (cementit) atau lainnya
Bainit ( ) BCC Austenit metastabil didinginkan dengan
laju pendingin cepat tertentu. Terjadi
hanya presipitasi Fe3C, unsur paduan
lainnya tetap larut.
Martensit (' ) BCT Fasa metastabil terbentuk dengan media
pendingin cepat, semua unsur paduan
masih larut Dalam keadaan padat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Perlit
Widmanstaetten
Lapisan ferit dan Fe3C.
dan dalam orientasi pada presipitasi
ferit.
Menurut
keadaan
Dendrit Berbentuk cabang-cabang seperti pohon,
struktur ini terbentuk karena segregasi
karbon pada pembekuan.
Sorbit adalah perlit halus dan trostit
adalah bainit.
Sorbit Nama ini tidak banyak dipakai.
7. Pengujian Kekerasan Makro Dan Mikro
Kekerasan suatu bahan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap
deformasi (Avner, 1987). Pada logam kekerasan dinyatakan sebagai ketahanan
logam terhadap deformasi plastik (deformasi permanen). Dalam mekanika
pengujian bahan, kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan terhadap lekukan
atau penetrasi (Dieter,1986). Pada baja, kekerasan sering dikaitkan dengan
kekuatan dan ketahanan terhadap abrasi (Budinski, 1989).
Uji kekerasan mikro umumnya dilakukan pada daerah yang sangat kecil
atau pada daerah yang dangkal, misalnya pengukuran gradien kekerasan
permukaaan yang dikarburisasi, partikel mikroskopik, fasa pada struktur mikro
logam, kekerasan roda gigi arloji dan sebagainya (Dieter, 1986 dan Budinski,
1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan
panas antara lain : komposisi kimia, langkah perlakuan panas, cairan pendinginan,
temperatur pemanasan, dan lain-lain. Proses hardening cukup banyak dipakai di
industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya. Alat-alat permesinan atau
komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan
atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros, dan
lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi,
kekuatan dan fatigue limit strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat ducapai
tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperatur pemanasan, holding time, dan laju pendinginan
dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak
tergantung pada hardenability.
Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak jenis pengujian.
Metode kekerasan Vickers ini memakai indentor yang berupa piramida intan
dengan sudut puncak piramida adalah 136°. Pada sistem Vickers pembebanan
yang diberikan sangat kecil yakni tingkatan beban 5; 10; 20; 30; 50; dan 120 kg,
bahkan untuk pengujian mikrostruktur hanya ditentukan 10 g, sehingga pengujian
kekerasan Vickers cocok digunakan pada bahan yang keras dan tipis.
Keuntungan-keuntungan metode kekerasan vickers antara lain :
a. Metode kekerasan Vickers dengan penetrator yang sama dapat menguji
bahan yang sangat keras.
b. Metode kekerasan Vickers dapat memperkecil kerusakan yang terjadi
akibat pengujian pada bahan uji.
c. Metode kekerasan Vickers mempunyai ketelitian pengukuran yang lebih
tinggi.
d. Metode kekerasan Vickers dapat menguji bahan yang tipis dengan memilih
beban yang kecil.
Kelemahan-kelemahan metode kekerasan Vickers antara lain :
a. Pada metode kekerasan Vickers, bahan uji yang strukturnya tidak homogen
(seperti besi tuang) nilai hasil kekerasannya kurang teliti.
b. Waktu yang diperlukan untuk pengujian lebih lama.
Untuk angka kekerasan Vickers dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Hv = 1,854 x 2D
P (kg/mm2)
P = 40 (kg)
D = 0,340 (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Penyelesaian:
Hv = 1,854 x 2340,0
40 = 641,7 kg/mm2
Keterangan :
Hv = nilai kekerasan
P = beban identor
D = diemeter jejak pengujian
8. Pengujian Stuktur Mikro
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur
ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat dilihat dengan
menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya : mikroskop electron,
mikroskop field ion, mikroskop field emission, dan mikroskop sinar – X.
penelitian ini mengunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari
pengamatan struktur mikro ini adalah:
a. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat
pada bahan.
b. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah
pemotongan spesimen, pengampelasan dan pemolesan dilanjutkan pengetsaan.
Setelah dipilih bahan uji dan diratakan kedua permukaannya, setelah memastikan
rata betul kemudian dilanjutkan dengan proses pengampelasan dengan nomor
kekasaran yang berurutan dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang halus
(nomor besar). Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang
lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata.
pemolesan dilakukan dengan autosol yaitu metal polish, bertujuan agar didapat
permukaan yang rata dan halus tanpa goresan sehingga terlihat mengkilap seperti
kaca. Langkah terakhir sebelum melihat struktur mikro adalah dengan
mencelupkan spesimen dalam larutan etsa dengan posisi permukaan yang dietsa
menghadap keatas. Selama pencelupan akan terjadi reaksi terhadap permukaan
spesimen sehingga larutan yang menyentuh spesimen harus segar/baru, oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
karena itu perlu digerak-gerakkan. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan
dilihat atau difoto dengan mikroskop logam. Pemeriksaan struktur mikro
memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran dan banyaknya bagian
struktur yang berbeda.
9. Penelitian Yang Relevan
Kartikasari. R, dkk. (2006),
Melakukan penelitian tentang karakteristik grinding ball import yang
digunakan oleh PT. Semen Gresik, Tbk. Penelitian ini mengambil sampel
grinding ball dengan dua jenis ukuran yang berbeda, yaitu diameter 30 mm dan
40 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara visual terlihat grinding ball
import memiliki permukaan kasar, hasil potongan berwarna keputihan dan
terdapat retakan-retakan kecil pada semua spesimen. Dari data komposisi kimia
yang diperoleh menunjukkan bahwa grinding ball import yang dipakai oleh PT.
Semen Gresik Tbk. termasuk kelompok Martensitic white cast iron ASTM A532
class II type A. Distribusi kekerasan menunjukkan bagian permukaan lebih keras
dibandingkan bagian pusatnya sedangkan struktur mikro yang terbentuk adalah
perlit, sementit, dan martensit.
Di Indonesia banyak terdapat pabrik pengecoran logam terutama besi
dan baja yang kebanyakan menggunakann dapur induksi untuk proses
peleburannya. Dengan dapur induksi kontrol komposisi kimia dari material dapat
ditentukan dengan akurat. Industri pengecoran logam Ceper – Klaten adalah salah
satu kawasan industri kecil pengecoran logam dari bahan baja terbesar di
Indonesia. Oleh karena itu, jika komposisi material dan proses produksi grinding
ball dapat dirumuskan maka industri pengecoran logam kita akan dapat
membuatnya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
B. Kerangka Pemikiran
Grinding ball merupakan bola penggiling yang digunakan dalam proses
pembuatan semen yang disyaratkan mempunyai karakteristik keras (tahan aus) sekaligus
tangguh (tidak mudah pecah) dan tahan korosi. Penggunaan grinding ball pada pabrik
semen terdapat pada beberapa peralatan, seperti cement mill. Cement mill digunakan pada
proses finishing pembuatan semen. Dalam cement mill, grinding ball berfungsi sebagai
bahan pengisi yang berfungsi untuk menghancurkan bahan baku semen.
Untuk dapat membuat bahan dengan persyarat-an kekuatan yang harus
dipenuhi oleh grinding ball, maka bahan baku yang sesuai adalah logam yang mengandung
fe, yaitu besi/baja. Besi/baja memiliki sifat yang bervariasi, mulai dari sifat yang paling lunak
hingga paling keras serta memiliki sifat mampu bentuk yang baik dalam proses pengecoran
sehingga berbagai macam bentuk coran dapat dibuat dengan pengecoran. Untuk dapat
memproduksi grinding ball di dalam negeri, maka perlu diketahui karakteristik
bahan terlabih dahulu yang meliputi karakteristik sifat fisis dan karakteristik sifat
mekanik.
Dari penelitian ini dapat diketahui karakteristik grinding ball impor
dengan uji metallografi, uji komposisi, dan uji kekerasan untuk mendapatkan data
struktur mikro, distribusi komposisi, dan distribusi kekerasan grinding ball
sehingga dapat dijadikan sebagai referensi dan juga sebagai acuan penelitian tahap
selanjutnya untuk percobaan pembuatan grinding ball.
E. Hipotesis
Hipotesa dalam penelitian ini adalah grinding ball impor PT. Holcim
Indonesia, Tbk diameter 60 mm mempunyai beberapa kandungan unsur kimia
yang berlebih seperti carbon, silicon, mangan, chromium, nikel, dan lain-lain yang
dipersyaratkan dalam grinding ball import antara lain mempunyai sifat keras
(hard), tahan aus (wear resistance), dan tahan terhadap korosi (corrosion
resistance).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan lokasi dimana informasi diperoleh untuk
menyatakan kebenaran penelitian. Adapun yang menjadi tempat penelitian ini
adalah di laboratorium bahan dan stuktur material fakultas tehnik UMS Surakarta
untuk pemotongan specimen, laboratorium mechanic of material tehnik mesin D3
UGM Yogyakarta untuk pengujian distribusi kekerasan dan stuktur mikro,
Laboratorium Itokoh Ceperindo Klaten untuk pengujian komposisi kimia.
Tempat tersebut dipilih dengan alasan bahwa proses konsultasi dan
pengujian dapat dilakukan dengan baik sehingga apabila dikaitkan dengan pokok
permasalahan yang akan diteliti telah memenuhi syarat dan dapat dikatakan
bahwa tempat untuk pengujian di atas sudah mempunyai standar ISO untuk
melakukan pengujian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini sudah dilaksanakan kurang lebih 6 bulan, dari bulan Juli
2009 sampai bulan desember 2009. Adapun jadual pelaksanaan kegiatan sebagai
berikut :
a. 16 Juli 2009 Pemotongan Spesimen Grinding ball
b. 16 Juli 2009 Preparasi Spesimen Grinding ball
c. 6 Agustus 2009 Penelitian Uji Komposisi Kimia Tahap I
d. 18 Agustus 2009 Penelitian Uji Struktur Mikro
e. 20 Agustus 2009 Penelitian Uji Kekerasan Tahap
f. 15 September 2009 Penelitian Uji Komposisi Kimia Tahap II
g. 02 November 2009 Analisa Data Penelitian
h. 16 November 2009 Penyusunan Laporan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian pada penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif,
yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono : 2003).
Pendapat lain menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi status suatu gejala
yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan
(Suharsimi Arikunto : 2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta
dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Suharsimi Arikunto,
2002 : 108). Populasi dalam penelitian ini adalah grinding ball import diameter 60
mm yang dipakai PT. Holcim, Tbk.
2. Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel penelitiannya diambil dengan
menggunakan teknik ”purposive random sampling” artinya pemilihan sekelompok
subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai
sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).
Sampel dalam penelitian ini adalah grinding ball import diameter 60
mm yang dipakai PT. Holcim, Tbk. Sampel sebanyak 1 buah berbentuk bola baja
diameter 60 mm yang kemudian dipotong menjadi 4 bagian dengan ukuran yang
sama kemudian 1 bagian dipotong menjadi 2 bagian.
Data didapat dari pengujian komposisi kimia menggunakan mesin
spektrometer dengan sistem penembakan gas argon. Untuk pengujian kekerasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
menggunakan metode uji kekerasan vickers sedangkan pengujian struktur mikro
menggunakan mikroskop elektron.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang ditempuh untuk
mendapatkan data dengan menggunakan suatu alat tertentu. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi pustaka
2. Pengujian di laboratorium
3. Browsing data Internet
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1) Produk grinding ball import diameter 60 mm dari pabrik semen PT.
Holcim, Tbk. Indonesia
2) Resin untuk mounting
3) Katalis
4) Autosol untuk poles
5) Alkohol
6) HNO3 5% untuk etsa
7) Kertas amplas dari grig #100, #400, #600, #800, #1000
b. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. EDM Wire Cut milik laboratorium bahan teknik Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik UMS Surakarta.
2. Alat uji komposisi kimia spektrometer, merk Hilger, type E 2000/Fe di
Laboratorium Itokoh Ceperindo, Ceper, Klaten, Jawa Tengah
3. Alat uji distribusi kekerasan Vickers di Laboratorium Bahan Mekanik D3
Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
4. Alat uji struktur mikro mikroskop optik di Laboratorium Bahan Mekanik
D3 Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta.
5. Alat mounting
6. Mesin poles di Laboratorium Bahan Mekanik D3 Teknik Mesin, Fakultas
Teknik UGM Yogyakarta.
7. Hair dryer
3. Alur Penelitian
a. Desain Alur Penelitian
Gambar 9. Desain Penelitian
START
Grinding Ball impor
Preparasi Spesimen
Uji KekerasanUji Komposisi Uji Metalografi
Analisis Hasil Pengujian:1. Komposisi Material2. Distribusi Komposisi3. Distribusi kekerasan4. Struktur Mikro
Kesimpulan :Jenis Material Grinding Ball
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Catatan :
a. Perbesaran pada lensa okuler adalah 10 x, misalnya lensa objektif dipilih
10 x maka perbesaran pada lensa okuler adalah 100 x
b. Skala yang dihasilkan pada foto unit adjuster dial adalah :
1) Untuk perbesaran 100 x = 10 strip = 100 mikron
2) Untuk perbesaran 200 x = 10 strip = 50 mikron
3) Untuk perbesaran 500 x = 10 strip = 20 mikron
4) Untuk perbesaran 1000 x = 10 strip = 10 mikron
c. Perbesaran pada layar monitor adalah 50 x. Misalnya pada lensa objektif
dipilih 10 x maka perbesaran pada layar 500 x.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data hasil karakterisasi grinding ball impor yang dilakukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis Komposisi kimia
Uji komposisi dilakukan dengan alat Spectrometer. Pengujian ini dapat
memberikan informasi mengenai komposisi kimia material grinding ball secara
makro. Diameter jejak pengujian ini sekitar 1,2 cm – 1,4 cm. Hasil pengujian ini
menjadi dasar kesimpulan komposisi dasar material grinding ball impor tersebut.
Selanjutnya, dari komposisi tersebut ditentukan material standar yang
dipergunakan sebagai bahan grinding ball impor tersebut.
2. Analisis Hasil Pengujian Kekerasan
Kekerasan grinding ball impor dibandingkan dengan kekerasan material
standar yang mempunyai komposisi yang sama. Kekerasan juga diperiksa pada
berbagai titik kedalaman dari permukaan. Jika terdapat gradasi kekerasan dari
permukaan ke kedalaman maka dapat disimpulkan bahwa grinding ball tersebut
diproses dengan thermomechanical treatment sehingga ada difusi unsur lain di
permukaan hingga kedalaman tertentu. Proses yang mungkin adalah carburizing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
atau nitriding, atau carbunitriding. Hasil ini harus dibandingkan dengan hasil uji
komposisi dan metalografi.
3. Analisis Struktur Mikro
Struktur mikro yang diperoleh dari hasil uji metalografi dapat
memberikan banyak informasi. Harus ada kesesuaian antara hasil uji komposisi
dan struktur mikro.
Kemungkinan adanya proses thermomechanical treatment diperiksa dari
perbedaan struktur mikro antara daerah dekat permukaan dengan daerah
kedalaman. Jika ada thermomechanical treatment berarti ada pengayaan unsur
tertentu di daerah permukaan sebagai akibat difusi selama proses tersebut
dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari struktur mikro yang diperoleh dan harus
diperiksa kesesuaian dengan hasil uji keras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
kontak tumbukan antara grinding ball dengan material yang akan digiling akan
lebih besar sehingga diharapkan ukuran partikelnya akan lebih halus.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh
bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen
yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang
cukup halus dibawa udara melalui cyclon kemudian disimpan didalam silo
cement. Dari silo cement ini semen kemudian dikantongi dan dimasukkan
kedalam truck semen curah dan siap dipasarkan. Proses tersebut dilakukan di
bagian khusus yaitu unit pengantongan semen.
Crusher digunakan untuk menghancurkan batu kapur terdiri dari dua
bagian yaitu vibrator dan belt conveyor. Vibrator berfungsi untuk mengayak atau
menyaring batu kapur sehingga batu kapur yang ukurannya lebih kecil akan
langsung jatuh menuju belt conveyor. Batu kapur yang tertinggal akan secara
langsung menuju bagian kedua, yaitu bagian yang memiliki alat penghancur yang
dinamakan hammer. Setelah mengalami penghancuran, batu kapur tersebut akan
jatuh menuju belt conveyor yang sama.
Gambar 17. Cement Mill
Cement mill (ball mill) yang digunakan untuk penggilingan akhir
berbentuk silinder horisontal dimana didalamnya terdapat dua kamar yang dibatasi
oleh diafragma yang berfungsi untuk menahan media grinding agar tidak
bercampur antara ukuran yang besar dan ukuran yang kecil dan juga bersifat
menyaring material.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kamar I dan cement mill media penggilingnya berupa bola-bola baja
(grinding ball), sedangkan kamar II media penggilingnya berupa silinder pejal
berukuran 25 x 25 dan 16 x 16 mm. Semen dapat keluar dari cement mill
disebabkan karena perputaran dari cement mill, desakan dari bola-bola baja,
desakan feed yang masuk dan hisapan ball mill vent fan. Material yang halus
terbawa aliran udara menuju dust colector . Debu-debu yang terkumpul diangkut
oleh screw conveyor menuju air slide. Produk semen dari ball mill dibawa oleh
air slide bersamaan dengan debu dari dust colector menuju bucket elevator
Selanjutnya diangkut oleh air slide menuju onoda separator.
Suhu di dalam cement mill dijaga antara 100-120o C karena akan
berpengaruh terhadap mutu semen yang dihasilkan dengan dilengkapi water spray
system yang bekerja secara otomatis jika suhunya melebihi 120o C, maka water
spray akan menyemprot dengan sendirinya yang akan menyebabkan hilangnya air
kristal dan gypsum, dan sebaliknya jika suhunya kurang dari 100o C maka water
spray akan berhenti secara otomatis.
Pada penelitian akan dianalisis karaktristik grinding ball import dengan
ukuran diameter 60 mm. Pemotongan spesimen dengan membelah empat
spesimen menjadi sama besar, kemudian dari seperempat bagian dari pemotongan
dipotong lagi menjadi tiga bagian. Permukaan hasil pemotongan specimen
berwarna putih perak mengkilap dan terlihat bekas potongan yang hamper
keseluruhan rata tidak terjadi adanya garis-garis yang membentuk lubang didalam
struktur grinding ball.
Proses pembuatan semen PT. Holcim Indonesia secara garis besar
melalui proses-proses sebagai berikut :
1. Penghancuran ( Crushing ) bahan baku
2. Penyimpanan dan pengumpanan bahan baku
3. Penggilingan dan pengeringan bahan baku
4. Pencampuran ( Blending ) dan homogenisasi
5. Pemanasan awal ( Pre-heating)
6. Pembakaran ( firring )
7. Pendinginan ( colling )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Hasil dan Pembahasan Uji Komposisi Kimia (Spectrometri)
Pengujian komposisi kimia dilakukan di PT. Itokoh Ceperindo, untuk
mengetahui unsur-unsur yang terkandung pada bola-bola baja (grinding ball).
Spesimen yang akan diuji yaitu grinding ball import PT. Holcim Tbk diameter 60
mm.
Tabel 3. Hasil uji komposisi kimia rata-rata pada grinding ball import
60 mm.
No
Grinding Ball Import Pada PT. Holcim
diameter 60 mm
Unsur Kimia Kandungan (%) berat
1 Al 0,096
2 C 1,982
3 Cr 16,582
4 Cu 0,45
5 Fe 80,28
6 Mn 0,615
7 Mo 0,307
8 Nb 0,079
9 Ni 0,307
10 P 0,026
11 S 0,030
12 Si 1,234
13 Ti 0,044
14 V 0,1065
15 W 0,09
Hasil pengujian komposisi kimia ditunjukkan pada ( tabel 3). Unsur
utama yang terkandung dalam grinding ball import adalah Chromium, dengan
prosentase berat kandungan grinding ball import tersebut yaitu Chromium
16,582 %, Ferro 80,28 %, Karbon 1,982 %, Molibden 0,307 %, Mangan 0,615 %,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Silikon 1,234 %, Tembaga 0,45 %, Phospor 0,026 %, Alumunim 0,096 %,
Vanadium 0,1065 %, Wolfram 0,09 %, Sulpur 0,030 % , Nabrium 0,079% Timbal
0,044 %, Nikel 0,307 %. Hasil pengujian menunjukan bahwa grinding ball import
tersebut merupakan baja Chromium tahan panas berstruktur Martensit, Ferit dan
Perlit dengan unsur karbon 1,982 % dan Chromium 16,582 %. Berdasarkan
kandungan unsur diatas, maka spesimen uji dapat dogolongkan ke dalam
klasifikasi besi cor paduan (alloy cast iron).
Berdasarkan standar internasional yang bersumber dari annual book of
ASTM standart dalam tabel 4, material ini digolongkan ke dalam klasifikasi
martensitic white cast iron (besi tuang putih martensitik) standar ASTM A 532
class II type B. Arti B adalah menerangkan bahwa tipe ini memiliki 14-18% Cr
dan karbon rendah dengan 2,0-3,3% C
Tabel 4. Standar Spesification For Abrasion-Resistant Cast Iron
Class I I I I II II II III
Type A B C D A B D A
Carbon 2.8-3.6 3.4-3.0 2.5-3.7 2.5-3.6 2.0-3.3 2.0-3.3 2.0-3.3 2.0-3.3
Manganese 2.0 max 2.0 max 2.0 max 2.0 max 2.0 max 2.0 max 2.0 max 2.0 max
Silicon 0.8 max 0.8 max 0.8 max 2.0 max 1.5 max 1.5 max 1.0-2.2 1.5 max
Nickel 3.3-5.0 3.3-5.0 4.0 max 4.5-7.0 2.5 max 2.5 max 2.5 max 2.5 max
Chromium 1.4-4.0 1.4-4.0 1.0-2.5 7.0-11.0 11.0-14.0 14.0-18.0 18.0-23.0 23.0-30.0
Molybdenum 1.0 max 1.0 max 1.0 max 1.5 max 3.0 max 3.0 max 3.0 max 3.0 max
Copper ………. ……… ……… ………. 1.2 max 1.2 max 1.2 max 1.2 max
Phosphorus 0.3 max 0.3 max 0.3 max 0.10 max 0.10 max 0.1 max 0.10 max 0.10 max
Sulfur 0.15 max 0.15 max 0.15 max 0.15 max 0.06 max 0.06 max 0.06 max 0.06 max
Tabel 5. White Cast Iron, ASTM A532 Class II Type B
Component Wt. % Component Wt. % Component Wt. %
C 2-3.3 Mn Max 2.5 P Max 0.1
Cr 14-18 Mo Max 3 S Max 0.06
Cu Max 1.2 Ni Max 2.5 Fe Min 68.34
Sumber : (White Cast Iron, ASTM A532. www.google.com)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Efek campuran logam unsur-unsur didalam grinding ball import tersebut
mempunyai pengaruh terhadap sifat baja, antara lain unsur karbon (C). Kehadiran
zat arang adalah penting kepada pembentukan cementit dan kepada pembentukan
perlit, spheroidit, bainit, dapat mendukung terbentuknya karbida dan kadar karbon
dalam baja dapat mendorong terbentuknya fasa martensit sehingga baja ini
mempunyai struktur martensit (iron-carbon martensit). Pada grinding ball import
dapat meningkatkan kemampuan kekerasan dan kekuatan tetapi dapat
menurunkan kemampuan tempa dan keliatan. Pengaruh kandungan karbon yaitu
karbon yang ada dalam struktur dapat berupa lapisan graphite atau besi karbida
(sementit) yang rapuh, biasanya apa bila besi tuang banyak mengandung sementit
yang rapuh mempunyai sifat yang kurang baik. Kandungan karbon dibuat dalam
jumlah kecil dalam bentuk graphite, apabila suatu besi banyak mengandung
graphite akan disebut besi kelabu.
Kelebihan karbon antara lain tahan terhadap efek yang di sebabkan suhu
yang tinggi hal ini karena sifat karbon mampu menahan suhu yang tinggi hal ini
karena sifat karbon mampu menahan suhu yang tinggi sampai 3000°C, kepadatan
rendah , karbon lebih ringan dibanding logam paduan umumnya, hal tersebut
memudahkan adaptasi dengan gerakan permukaan yang tidak beraturan, tidak
terjadi penyatuan logam pada kondisi yang sama ,jika logam menyatu sama
lainnya disebabkan panas dengan suhu tertentu. Kandungan karbon pada baja
dapat mempengaruhi sifat-sifat baja tersebut terutama dalam proses kimia. Unsur
karbon dapat memberikan pengaruh yang negatif pada saat proses pemanasan
yaitu terjadinya peristiwa sensitasi pada baja sehingga mengakibatkan
menurunnya kwalitas baja tersebut.
Unsur chromium (Cr) pada grinding ball yang tinggi mencapai 16,852
Wt, mengakibatkan meningkatnya keuletan grinding ball, ketahanan aus yang
tinggi, tahan korosi, dan tahan terhadap temperatur yang tinggi, sehingga memiliki
ketangguhan yang baik dalam suhu yang tinggi dan dapat mencegah pengaruh
campuran bahan baku semen yang bersifat korosif. Chromium merupakan salah
satu komponen unsur paduan yang mampu mengendalikan carbide secara stabil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
serta mengatasi pengaruh buruk unsur silicon. Chromium juga meningkatkan
kekerasan besi cor dari kelompok besi cor putih (white cast iron) tanpa
menimbulkan kerapuhan. chromium digunakan sebagai unsur paduan dari besi cor
putih.
Unsur cromium (Cr) adalah penemuan ilmuan Belanda bernama Dr. Hvd.
Horst menyatakan “ penerapan lapisan chromium yang berpori memperbaiki
antara lain kekuatan tarik yang tinggi, tahan korosi, tahan suhu yang tinggi, dan
sebagai elemen paduan dalam baja perkakas dan chromium memperbaiki
ketahanan ukuran”( B.J.M. Baumer,1978). Unsur chromium dapat memberikan
pengaruh yang besar terutama dalam proses kimia pada saat proses pemanasan
yaitu terjadinya peristiwa sensitasi pada baja sehingga mengakibatkan
peningkatan kwalitas bola-bola-baja tersebut, hal ini terjadi karena unsur
chromium dapat mendukung terbentuknya karbida dan kadar chromium dalam
baja dapat juga mendorong terbentuknya fasa martensit sehingga baja ini
mempunyai struktur martensit.
Pengaruh unsur-unsur kimia dalam campuran yaitu:
1. Silicon (Si)
Silicon mempunyai sifat elastis / keuletannya tinggi dan dapat
menambah kekerasan dan ketajaman pada baja. Apabila penambahan silicon
pada baja berlebihan akan menyebabkan baja mudah retak. Unsur (Si) dalam
specimen uji mempunyai pengaruh yang signifikan. Silikon yang ditambahkan
ke besi tuang pada jangkauan 1%-4% berpengaruh untuk meningkatkan
jumlah karbida/sementit dengan pendinginan cepat, dan meningkatkan formasi
dari grafit setelah solidifikasi keadaan cair sehingga mudah untuk dibentuk
saat pengecoran. Namun pengaruhnya lebih kecil daripada unsure karbon.
Untuk mendapatkan struktur yang terbaik, kandungan karbon harus terdapat
daerah yang cocok, yang berubah menurut kandungan silicon (Si).
2. Manganese (Mn)
Berperan meningkatkan kekuatan dan kekerasan, menurunkan laju
pendinginan kritis dan mampu las (weldability) serta keuletan baja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
meningkatkan katahanan abrasi, memperbaiki kualitas permukaan dan
mengikat sulfur (S) sehingga memperkecil terbentuknya sulfida besi (FeS)
yang dapat menimbulkan rapuh panas (hot shortness). Mangan merupakan
unsure doksidasi, pemurni sekaligus meningkatkan fluiditas, kekuatan dan
kekerasan besi. Bila kadarnya semakin besar dalam besi maka kemungkinan
meningkatkan terbentuk ikatan kompleks dengan karbon.
4. Molybdenum (Mo)
Sangat besar pengaruhnya terhadap sifat mampu keras dibanding
unsur lain, serta menaikkan kekuatan dan kekerasan. Dikombinasikan dengan
khrom dan nikel akan menghasilkan titik luluh dan kekuatan tarik yang tinggi.
Mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk membentuk karbida.
Menurunkan kepekaan terhadap temper embrittlement. Molybdenum
merupakan unsur tambahan pembuat keuletan baja yang maksimum.
5. Nikel (Ni)
Mempunyai sifat yang ulet dan tahan terhadap bahan kimia dan
untuk mengatasi korosi (karat) yang serius tetapi tidak mempunyai kekerasan
yang tinggi. Merupakan unsur yang dicampurkan kedalam baja untuk
mengatasi kerusakan pada temperatur tinggi (dapat mencapai 1200° C).
6. Tembaga (Cu)
Dalam jumlah sedang unsur tembaga digunakan untuk menekan
pembentukan perlit pada besi tuang putih martensit dengan paduan khrom
yang tinggi. Ada pengaruh yang sinergis ketika tembaga dan molibdenum
ditambahkan bersama-sama untuk besi cor. Gabungan terbaru tampaknya
sangat efektif dalam besi tuang putih martensit dengan paduan khrom yang
tinggi. Disini , tembaga meningkatkan ktahanan terhadap korosi, terutama
ketahanan terhadap oksidasi. Pengaruh tembaga relatif ringan dibandingkan
dengan nikel, dan karena keterbatasan kelarutan tembaga dalam austenit,
penambahan tembaga mungkin harus dibatasi menjadi sekitar 2,5% atau
kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
7. Wolfram (W)
Diperlukan untuk ketajaman, tahan terhadap temperatur tinggi dan
juga sangat tahan gesekan. Wolfram mempunyai temperatur sepuh yang sangat
tinggi dan memerlukan tempering berulang-ulang kali sehingga sangat sulit
dalam pengolahannya.
C. Hasil dan Pembahasan Uji Kekerasan Makro dan Mikro
Pada pengujian kekerasan Vickers, nilai kekerasan diperoleh dengan
membaca atau melihat angka yang di tunjukkan oleh jarum pengukur pada mesin
dengan menggunakan alat Macro Hardness Tester dengan beban penekanan 40
kg, sedang waktu pembebanan 10 detik dilakukan pada 18 titik uji pada 6 lokasi
yang berbeda, dari bagian luar ke inti dengan variasi jarak 3 mm antar lokasi.
Untuk menghitung nilai kekerasan makro vickers digunakan rumus, Pada
grinding ball import diameter 60 mm kekerasan vikers:
Hv = 1,854 x 2D
P (kg/mm2)
P = 40 (kg)
D = 0,340 (mm)
Penyelesaian:
Hv = 1,854 x 2330,0
40 = 681 kg/mm2 ( VHN )
Keterangan :
Hv = nilai kekerasan (kg/mm2)
P = beban identor (kg)
D = diemeter jejak pengujian (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 6. Hasil Uji Kekerasan Makro Vickers pada diameter 60 mm.
NoPosisi titik dari tepi
(mm)Titik Uji
D1(µm)
D2(µm)
Drata-rata
(µm)
Nilai Kekerasan(kg/mm2)
KekerasanRata-rata(VHN)
1 0,51 0.33 0.33 0.33 681
681,02 0.33 0.33 0.33 6813 0.33 0.33 0.33 681
2 5,51 0.33 0.32 0.33 702
681.32 0.34 0.33 0.34 6613 0.33 0.33 0.33 681
3 10,51 0.35 0.34 0.35 623
668.72 0.33 0.32 0.33 7023 0.33 0.33 0.33 681
4 15,51 0.35 0.34 0.35 623
642,02 0.34 0.33 0.34 6613 0.34 0.34 0.34 642
5 20,51 0.34 0,34 0.34 642
662,02 0.33 0.32 0.33 7023 0.34 0,34 0.34 642
6 25,51 0,34 0,34 0.34 642
655,02 0,33 0,33 0.33 6813 0,34 0,34 0.34 642
Keterangan :
1. Menggunakan pembebanan 40 kg
2. Waktu pembebanan 10 detik
Gambar 20. Histogram distribusi kekerasan rata-rata (kg/mm2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Dari gambar 20 menyatakan bahwa hasil-hasil pengujian kekerasan
Vickers dengan tujuan untuk mengetahui tingkatan kekerasan di setiap daerah
pijakan (penetrator) pengujian Vickers. Dari semua hasil pengujian kekerasan di
atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan pada grinding ball import, mempunyai
nilai kekerasan tertinggi 681,33 kg/mm2 di bagian tengah daerah diameter luar
(titik 2). Sedangkan kekerasan terendah pada titik 4 yaitu 642,0 VHN. Nilai
kekerasan didapat saat cepatnya proses pendinginan di udara (normalisasi) akan
meningkat dipermukaan grinding ball.
Dari data tersebut dapat dianalisis bahwa nilai kekerasan pada bagian
permukaan grinding ball lebih tinggi dibandingkan dengan bagian pusat (inti)
grinding ball itu sendiri, hal ini disebabkan oleh laju pendinginan pada bagian
permukaan diameter luar yang lebih cepat dan pengaruh tekanan pada cetakan
waktu proses pembuatan grinding ball tersebut. Dimana dari segi aplikasinya
diharapkan mempunyai sifat lebih keras dan tangguh. Kekerasan suatu logam
terhadap penetrasi yang memberikan indikasi pada ukuran bahan dan sifat–sifat
deformasinya. Semakin keras bahan semakin tahan terhadap deformasi tekan dan
sebaliknya semakin lunak bahan semakin tidak tahan terhadap deformasi tekan.
Pada proses pembuatannya dapat disimpulkan setelah grinding ball di
casting kemudian dilakukan proses heat treatment yaitu quenching dilanjutkan
dengan karbonitriding. Quenching dilakukan dengan pemanasan kembali material
hingga mencapai suhu austenit kemudian dilakukan pendinginan secara cepat.
Tujuan dari proses quenching adalah untuk memperoleh struktur martensit
sehingga dapat meningkatkan kekerasan pada grinding ball. Sedangkan
karbonitriding adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja
dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan
karbon dan nitrogen, sehingga didapatkan lapisan permukaan yang keras dan
tahan aus pada bagian permukaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 7. Hasil Uji Kekerasan Mikro Vickers pada grinding ball import diameter
60 mm
No. Daerah penekanan
Posisi titik dari tepi (mm)
D1
(µm)D2
(µm)Drata-rata
(µm)Kekerasan
(VHN)
1. daerah 1
0,15 22,5 22,0 22,25 749,20,30 22,0 22,0 22,00 766,30,45 21,5 20,0 20,75 861,40,60 22,0 22,5 22,25 749,20,75 23,5 23,0 23,25 686,10,90 21,5 21,5 21,50 802,3
2. daerah 2
0,15 20,0 22,0 21,00 841,30,30 21,5 21,0 21,25 821,30,45 21,5 22,5 22,00 766,30,60 20,0 20,0 20,00 927,20,75 21,0 21,0 21,00 841,00,90 21,0 20,5 20,75 861,4
3. daerah 3
0,15 22,0 22,0 22,00 766,30,30 22,5 22,0 22,25 749,20,45 22,0 21,5 21,75 784,00,60 22,0 22,0 22,00 766,30,75 19,0 20,0 19,50 975,40,90 22,0 22,0 22,00 766,3
No. Posisi titik dari tepi (mm)
Kekerasan (VHN) Kekerasanrata – rata
(VHN)daerah 1 daerah 2 daerah 3
1. 0,15 749,2 841,3 766,3 785,62. 0,30 766,3 821,3 749,2 778,93. 0,45 861,4 766,3 784,0 803,94. 0,60 749,2 927,2 766,3 817,65. 0,75 686,1 841,0 975,4 834,26. 0,90 802,3 861,4 766,3 810,0
Gambar 21. Distribusi kekerasan Mikro Vickers pada grinding ball import
diameter 60 mm dengan penekanan titik 1, titik 2 dan titik 3
masing –masing spesimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
pengujian kekerasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan pada grinding
ball import, mempunyai nilai kekerasan tertinggi 834,2 VHN pada titik 5 bagian
tepi (kedalaman 0,75 mm). Kemudian untuk nilai kekerasan terendah 778,9 VHN
pada titik 2 (kedalaman 0,30 mm). Kekerasan menjadi lunak disebabkan proses
pendinginan yang lama.
Dari hasil pengamatan uji kekerasan Vickers diatas dapat disimpulkan
bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada kedalaman titik 0,75 mm yaitu
834,2 VHN. Semakin tinggi temperatur temper, maka akan mendukung terjadinya
martensit temper sehingga kekerasan besi tuang putih martensitik ASTM A532
akan menurun tetapi keuletannya akan naik. Sedangkan kekerasan dapat
meningkat disebabkan adanya struktur karbida khrom yang tersusun padat yang
sangat banyak tersebar merata sampai kekerasan tertinggi yaitu 834,2 VHN.
D. Hasil dan Pembahasan Foto Struktur Mikro
Pengujian struktur mikro dilakukan dengan pengamatan pada spesimen
uji digunakan mikroskop optik setelah spesimen uji dietsa (HNO3 + Etanol). Baik
itu secara visual maupun dengan foto mikro dengan Pembesaran gambar yang
digunakan yaitu 500 X pada permukaan grinding ball, maka permukaan grinding
ball import memiliki ciri tersendiri yaitu terlihatnya struktur permukaan spesimen
uji dengan jelas berupa struktur permukaan grinding ball yang berstruktur halus
dan bagus. Grinding Ball struktur mikro yang terlihat adalah sebaran struktur
martensit, struktur perlit dan struktur ferit. Struktur mikro permukaan spesimen uji
dapat dilihat pada gambar hasil pemotretan pada pengujian struktur foto mikro
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan terhadap grinding ball
import diameter 60 mm yang dipakai PT. Holcim, Tbk., mengenai karakterisasi
grinding ball, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Grinding ball import diameter 60 mm yang dipakai PT. Holcim, Tbk., diketahui
grinding ball mengandung unsur material dasar antara lain Khromium 16,582 %,
Ferro 80,28 %, Karbon 1,982 %, Molibden 0,307 %, Mangan 0,615 %, Silikon
1,234 %, Tembaga 0,45 %, Phospor 0,026 %, Alumunim 0,096 %, Vanadium
0,1065 %, Wolfram 0,09 %, Sulpur 0,030 % , Nabrium 0,079% Timbal 0,044 %,
Nikel 0,307 % . Berdasarkan standar internasional yang bersumber dari annual
book of ASTM standart dalam tabel 4, material ini digolongkan ke dalam
klasifikasi martensitic white cast iron (besi tuang putih martensitik) standar
ASTM A 532 class II type B. Arti B adalah menerangkan bahwa tipe ini memiliki
14-18% Cr dan karbon rendah dengan 2,0-3,3% C dengan beberapa unsur kimia
lain yang juga dominan, seperti : Silicon ( Si ) sebesar 1,234 %, Vanadium ( V)
sebesar 0,1065 %, dan Wolfram (W) 0,09 % yang berpengaruh terhadap sifat
mekanis dasar grinding ball import yaitu : keras, tahan aus, tahan terhadap korosi,
dan tahan terhadap suhu tinggi.
2. Hasil uji kekerasan makro menunjukkan adanya distribusi kekerasan yang
cenderung menurun dari permukaan ke inti. Nilai kekerasan tertinggi mencapai
681,3 VHN dan nilai kekerasan terendah 642 VHN. Sedangkan hasil uji
kekerasan mikro menunjukkan adanya distribusi kekerasan yang cenderung
merata di setiap lokasi titik. Dengan nilai kekerasan rata-rata tertinggi 834,2 VHN
dan rata-rata terendah 778,9 VHN. Dengan adanya distribusi kekerasan makro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dan kekerasan mikro, maka dimungkinkan pada proses pembuatannya melalui
proses heat treatment setelah pengecoran.
3. Hasil pengamatan foto struktur mikro menunjukkan bahwa struktur mikro
grinding ball impor terdiri dari karbida khrom, martensit, dan perlit dengan
distribusi sebaran yang tidak merata.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang didukung oleh landasan teori yang
dikemukakan, tentang karakterisasi grinding ball import diameter 60 mm yang
dipakai PT. Holcim, Tbk., berdasarkan hasil uji komposisi kimia, uji kekerasan dan
uji struktur mikro, dapat diterapkan ke dalam beberapa implikasi yang dikemukakan
sebagai berikut :
1. Implikasi Teoritis
Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan
penelitian selanjutnya, yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian
ini. Di samping itu, sebagai bukti bahwa grinding ball import diameter 60 mm yang
dipakai PT Holcim, Tbk., termasuk dalam jenis logam martensitic white cast iron
(besi tuang putih martensitik) standar ASTM A 532 class II type B. Arti B adalah
menerangkan bahwa tipe ini memiliki 14-18% Cr dan karbon rendah dengan 2,0-
3,3% C. Selain itu ada unsur kimia tambahan pada grinding ball import seperti
Mangan (Mn) sebesar 1,083 %, Molibden (Mo) sebesar 0,2 % dan lain – lain seperti
pada data hasil uji komposisi kimia. Adanya kemungkinan perlakuan panas dalam
proses produksi yaitu thermomechanical treatment dalam proses temper juga dapat
memberikan sifat grinding ball import lebih istimewa sesuai dengan sifat dasar yang
dipersyaratkan pada grinding ball yaitu keras (hard), tahan aus (wear resistance),
tangguh (tough), serta tahan terhadap korosi (corossion resistance).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini dilakukan untuk mewujudkan swasembada kebutuhan
grinding ball sebagai salah satu komponen penting dalam proses produksi semen
Indonesia. Penelitian ini bisa menjadi rujukan teknis dalam rekayasa ulang grinding
ball oleh industri – industri baja dalam negeri dengan pertimbangan hasil analisa data
uji komposisi kimia, uji kekerasan dan uji struktur mikro dalam penelitian ini.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka dapat
disampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk penelitian tahap selanjutnya, komposisi kimia bahan sebaiknya
mengacu pada hasil dari uji komposisi kimia dalam penelitian ini.
2. Untuk dapat membuat grinding ball yang sesuai dengan karakteristik dalam
penelitian ini sebaiknya proses pembuatannya melalui proses
thermomecahnical treatment yaitu tempering.
3. Untuk penelitian selanjutnya bahan pengujian perlu grinding ball import
diameter 60 mm lebih dari satu spesimen, untuk lebih membuktikan data
hasil uji memperlihatkan adanya pemerataan sifat fisis dan mekanis dasar
yang dimiliki grinding ball import diameter 60 mm.
4. Diharapkan untuk industri-industri semen di Indonesia dapat memproduksi
grinding ball dalam negeri supaya tidak terjadi import grinding ball karena
ada faktor biaya sehingga faktor harga sangat berpengaruh terhadap rakyat-
rakyat kecil.