diabetic neuropathy occurs in
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Diabetes diderita oleh sekitar 23 juta orang di Amerika serikat dengan
perkiraan 250 juta penderita di seluruh dunia.1 Neuropati adalah salah satu
komplikasi kronik pada pasien diabetes.2 Diabetes melitus (DM) dihubungkan
dengan beberapa tipe polineuropati, antara lain polineuropati sensoris simetris
distal atau sensorimotor, neuropati autonom, kakexia neuropati diabetik,
poliradikulopati, neuropati kranial dan mononeuropati yang lain.3
Neuropati diabetik sangat beragam dan mempengaruhi bagian-bagian yang
berbeda dari sistem saraf sehingga sehingga manifestasi klinisnya bervariasi.
Bentuk neuropati diabetik dapat lokal maupun difus. Bentuk yang paling sering
dari neuropati diabetik adalah polineuropati sensorimotor distal simetris dan
neuropati autonom.4 Sekitar 16% dari 25 juta penderita diabetes di Amerika
mengalami nyeri neuropati diabetik, tetapi kondisi tersebut sering tidak dilaporkan
dan tidak diterapi; diperkirakan 2 dari 5 kasus tidak mendapatkan perawatan
terhadap nyerinya.5
Neuropati diabetik terjadi pada <50% individu yang menderita diabetes
melitus (DM) tipe 1 maupun tipe 2 selama >25 tahun.3,6 Sekitar 50% pasien akan
mengeluhkan nyeri sebagai gejala. Neuropati biasanya timbul dalam waktu lebih
lama pada DM tipe 1 dibandingkan DM tipe 2. Sebuah penelitian di Finlandia
menunjukkan prevalensi neuropati adalah 8,3% pada pasien DM tipe 2 yang baru
didiagnosis.6 Neuropati diabetik dengan nyeri merupakan komplikasi umum dari
DM dan dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan dan membatasi aktivitas
sehari-hari pasien. Diagnosis awal dan akurat sangat penting untuk penanganan
awal neuropati sehingga dapat mengurangi angka disabilitas dan kematian.2
1
NEUROPATI DIABETIK
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) neuropati diabetik adalah
adanya gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada individu dengan
diabetes setelah menyingkirkan penyebab yang lain. Resiko neuropati
diabetik sesuai dengan lama dan beratnya hiperglikemia dan beberapa
individu memiliki kerentanan genetik.7 Faktor resiko tambahan antara lain
indeks massa tubuh (IMT) dan merokok. Adanya penyakit kardiovaskular,
peningkatan trigliserida, dan hipertensi juga berhubungan dengan neuropati
diabetik.
Gambar 1. Kerusakan jaringan akibat hiperglikemia8
Neuropati diabetik dapat terjadi pada saraf yang ber-mielen maupun yang
tidak ber-mielen.3 Neuropati pada diabetes dapat bermanifestasi dalam
berbagai bentuk7, Thomas (1997) mengklasifikasikan neuropati diabetik
menjadi4:
a) Polineuropati
1. Neuropati sensoris akut
2. Neuropati sensorimotor kronik
3. Neuropati autonom
2
Kerentanan
genetik individual
Perubahan akut yang
berulang pada
metabolisme
selular
Perubahan
kumulatif jangka
panjang
Kerusakan
jaringan diabetik
Hiperglikemia Faktor
independen
(hipertensi,
hiperlipidemia)
b) Fokal/multifokal
1. Kranial
2. Trunkal
3. Focal limb
4. Proksimal motor (amyotropy)
5. Coexisting chronic inflammatory demyelinating
polyneuropathy (CIDB)
2. Patogenesis9
Banyak mekanisme yang menghubungkan hiperglikemia dengan komplikasi
jangka panjang diabetes. Mekanisme tersebut antara lain glikosilasi non-
enzimatik, aktivasi protein kinase C, hiperglikemia intrasel dan peningkatan
jalur hexosamine.
Gambar 2. Glikosilasi non-enzimatik
a) Glikosilasi non-enzimatik
Glikosilasi non-enzimatik adalah proses perlekatan glukosa secara
kimiawi ke gugus asam amino bebas pada protein tanpa bantuan enzim.
Derajat glikosilasi ini secara langsung berkaitan dengan kadar glukosa
darah. Produk glikosilasi kolagen dan protein lain yang berumur panjang
dalam jaringan interstisium dan dinding pembuluh darah mengalami
3
serangkaian tata ulang kimiawi (yang berlangsung lambat) untuk
membentuk irreversible advanced glycosylation end product (AGE),
yang terus menumpuk di dinding pembuluh. AGE memilki sejumlah sifat
kimiawa dan biologik yang berpotensi patogenik:
1) Pembentukan AGE pada protein, seperti kolagen, menyebabkan
pembentukan ikatan silang diantara berbagai polipeptida; hal ini
kemudian dapat menyebabkan terperangkapnya protein
interstisium dan plasma yang tidak terglikosilasi.
Terperangkapnya lipoprotein densitas rendah (LDL), sebagai
contoh, menyebabkan protein ini tidak dapat keluar dari dinding
pembuluh dan mendorong pengendapan kolesterol di intima
sehingga terjadi percepatan aterogenesis.
2) AGE berikatan dengan reseptor pada banyak tipe sel. Pengikatan
ini menimbulkan beragam aktivitas biologis, termasuk emigrasi
monosit, pengeluaran sitokin dan faktor pertumbuhan dari
makrofag, peningkatan permeabilitas endotel, dan peningkatan
proliferasi fibroblas dan sel otot polos serta sintesis matriks
ekstrasel.
b) Aktivasi protein kinase C (PKC)
Aktivasi protein kinase C intrasellular oleh ion kalsium dan diacylgliserol
(DAG) adalah jalur transduksi yang penting pada banyak sistem sel.
Hiperglikemia intraselullar akan meningkatkan sintesis DAG dari hasil
glikolitik sehingga meningkatkan aktivasi PKC. Efek dari aktivasi PKC
sangat beragam, meliputi:
1) Produksi molekul proangiogenik, seperti vascular endotelial
growth factor (VEGF).
2) Meningkatnya aktivitas vasokontriktor endotelin-1 dan
menurunnya aktivitas vasodilator nitic oxide synthase (NOS).
3) Produksi molekul profibrogenik seperti tranforming growth
factor β (TGF-β) sehingga meningkatkan deposisi matriks
ekstrasellular dan material membran basal.
4
4) Produksi molekul prokoagulan seperti plasminogen activator
inhibitor 1 (PAI-1) sehingga mengurangi fibrinolisis.
5) Produksi sitokin pro-inflamasi oleh endotel vaskular.
Gambar 3. Aktivasi protein kinase C
c) Hiperglikemia intrasel
Hiperglikemia intrasel disertai gangguan pada jalur-jalur poliol
merupakan salah satu mekanisme yang diperkirakan berperan dalam
timbulnya komplikasi yang berkaitan dengan hiperglikemia. Pada
sebagian jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk transpor glukosa
(misal saraf, lensa, ginjal, pembuluh darah), hiperglikemia menyebabkan
peningkatan glukosa intraselular.9 Aldolase reduktase berfungsi
mereduksi aldehid toksik dalam sel menjadi alkohol inaktif, namun
ketika konsentrasi glukosa terlalu tinggi aldolase reduktase juga
mereduksi glukosa menjadi sorbitol, suatu poliol, dan akhirnya menjadi
fruktosa. Dalam proses tersebut aldolase reduktase menggunakan
kofaktor NADPH yang juga penting dalam proses regenerasi untuk
melawan antioksidan intraselular dengan mengurangi gluthatione. Akibat
penggunaan kofaktor NADPH dalam jalur poliol, kerentanan sel terhadap
stress oksidatif meningkat.8
5
Gambar 3. Jalur poliol
Penimbunan sorbitol dan fruktosa menyebabkan peningkatan osmolaritas
intrasel dan influks air, dan akhirnya cedera sel osmotik. Akumulasi
sorbitol juga mengganggu pompa ion dan diperkirakan menyebabkan
cedera pada sel Schwann dan perisit kapiler retina, sehingga terjadi
neuropati perifer dan mikroaneurisma retina. Sesuai dengan hipotesis ini,
inhibisi eksperimental aldolase reduktase mampu menghambat
pembentukan katarak dan neuropati.
d) Peningkatan aktivitas jalur hexosamine
Ketika kadar glukosa tinggi di dalam sel, sebagian besar glukosa
dimetabolisme melalui glikolisis. Namun sebagian fructose-6-phosphate
mengalami penyimpangan dari jalur glikolisis dan diubah menjadi
glucosamine-6-phosphate oleh glutamine-fructose-6-phosphate-
amidotransferase (GFAT) dan akhirnya berubah menjadi uridine
diphosphate (UDP) N-acetyl-glucosamine yang selanjutnya
mengakibatkan perubahan ekspresi gen melalui proses transkripsi dan
phosphorilasi. Contohnya meningkatnya modifikasi pada faktor
transkripsi sp1 meningkatkan ekspresi TGF-β1 dan PAI-1, keduanya
berakibat buruk pada pembuluh darah penderita diabetes.
6
Gambar 4. Jalur hexosamine
Secara patofisiologi, terjadinya nyeri neuropati perifer disebabkan terjadinya
keadaan hipersensitivitas pada saraf perifer disamping kehilangan fungsi
inhibisi pada saraf tersebut oleh gangguan metabolisme seperti diabetes.
Keadaan ini berakibat meningkatnya produksi neurotransmitter yang berperan
dalam sensasi nyeri.10
3. Neuropati perifer diabetik (diabetic peripheral neuropathy/DPN)11
DPN adalah bentuk yang paling sering dari neuropati diabetik dan dapat
dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu neuropati sensoris akut dan neuropati
sensorimotor kronik.11 Manifestasi neuropati perifer dapat melibatkan satu
nervus (mononeuropati) dan beberapa nervus pada distribusi asimetris
(mononeuropati multipel).9
Neuropati sensoris akut adalah polineuropati simetris yang bervariasi dengan
onset akut atau subakut dan ditandai dengan gejala sensoris yang berat.
Neuropati sensoris akut biasanya dipicu oleh keadaan glikemik yang tidak
stabil (seperti ketoasidosis atau penggunaan insulin), dan sebelumnya terdapat
riwayat perbaikan gejala dengan kontrol glikemik yang stabil serta
tatalaksana simtomatik yang baik.11
Neuropati sensorimotor kronik merupakan tipe DPN yang lebih sering
ditemukan. Onsetnya tersembunyi dan dapat ditemukan pada saat diagnosis
7
DM tipe 2 pada sekitar 10% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan DPN
kronik dapat asimtomatik, 10-20% dapat mengeluhkan gejala yang
memerlukan terapi khusus. Neuropati sensorimotor sering disertai dengan
disfungsi autonom. Komplikasi selanjutnya dapat berupa ulserasi pedis,
neuroarthropati Charcot dan akhirnya amputasi yang seharusnya pada banyak
kasus dapat dicegah. Prevalensi DPN kronik meningkat seiring dengan usia
dan lamanya diabetes dan lebih sering terjadi pada pasien dengan kontrol
glikemik suboptimal selama bertahun-tahun.10
Sebagian besar gejala dari neuropati sensoris akut dan neuropati sensorimotor
adalah sama walaupun terdapat perbedaan pada onset, gejala penyerta dan
prognosis.11
Tabel 1. Gejala neuropati
Gejala neuropati tipikal
Painful Nonpainful
Rasa terbakarRasa teririsSensasi elektrikSqueezingRasa tertarikHurtingRasa membekuThrobbingAllodinia
KesemutanMati rasaGeliPrickling
Semua gejala neuropati painful cenderung mengalami eksaserbasi pada
nokturnal. Pada pemeriksaan klinis didapatkan allodinia, pemeriksaan
motorik relatif normal dan penurunan refleks ankle.11
DPN kronik adalah proses yang tergantung waktu, manifestasi sensoris lebih
sering terjadi pada tungkai bawah, walaupun pada kasus yang parah, tungkai
atas dapat juga terlibat. Pasien biasanya sulit menggambarkan keluhan yang
dirasakan. Gangguan propriosepsi dan fungsi sensoris otot abnormal dapat
ditemukan pada DPN kronik, banyak pasien memiliki kombinasi gejala
painful dan nonpainful. Pemeriksaan fisik pada DPN kronik menunjukkan
hilangnya snsoris yang simetris pada tungkai bawah (stocking sensory loss)
8
hingga pertengahan gastrocnemius. Refleks ankle biasanya menurun atau
hilang dan pada beberapa kasus refleks lutut juga menurun.11
Tabel 2.
Perbedaan neuropati sensoris akut dan neuropati sensorimotor
kronik
Neuropati sensoris akut Neuropati sensorimotor
kronik
Onset Relatif cepat Bertahap, tersembunyi
Gejala Rasa terbakar dan nyeri
yang berat
Rasa terbakar dan mati rasa
Keparahan +++ 0-++
Tanda Sensoris menurun Stocking dan glove sensory
loss, hilangnya refleks ankle
Adanya
komplikasi lain
Jarang Prevalensi meningkat
Investigasi
elektrofisiologis
Normal atau abnormalitas
minor
Abnormalitas pada sensoris,
jarang pada motorik
prognosis Sembuh spontan dalam 12
bulan
Gejala menetap selama
bertahun-tahun, resiko
ulserasi pedis
4. Neuropati fokal/multifokal
Mononeuropati (disfungsi saraf kranial atau saraf perifer) lebih jarang terjadi
daripada polineuropati pada DM, gejala yang timbul adalah nyeri dan
kelemahan motorik pada distribusi saraf tertentu. Kemungkinan penyebab
vaskular telah diusulkan, namun patogenesisnya belum diketahui.3
Mononeuropati dapat terjadi tiba-tiba dan mengenai nervus median (5,8%
dari semua neuropati diabetik), nervus ulnar (2,1%), nervus radial (0,6%) dan
nervus peroneal komunis.4
Keterlibatan saraf kranial ketiga menimbulkan diplopia. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan ptosis dan opthalmoplegia dengan refleks cahaya normal.
Kadang-kadang saraf kranial yang lain seperti nervus IV, VI, atau VII dapat
terkena (Bell’s palsy).3 Neuropati saraf kranial diperkirakan akibat
9
microvaskular infark yang biasanya membaik setelah beberapa bulan.4
Mononeuropati perifer atau adanya keterlibatan lebih dari satu nervus dapat
juga terjadi (mononeuropati multipel).3
Neuropati pada interkostal atau trunkal menyebabkan nyeri pada toraks atau
abdomen. Keterlibatan plexus lumbalis atau nervus femoralis menyebabkan
nyeri pada paha atau pinggul dan dapat berhubungan dengan kelemahan otot
fleksor dan ekstensor pinggul (amiotropi diabetik).3 Amyotrophy diabetik
terjadi pada pasiem DM tipe 2, pada beberapa kasus hasil biopsi saraf
menunjukkan mikrovaskulitis epineurial. Manifestasi klinis amyotrophy
adalah nyeri neuropati yang berat, kelemahan otot unilateral maupun bilateral
dan atrofi pada otot proksimal paha. Ketika terdapat neuropati motorik yang
dominan dan polineuropati yang progresif harus dipikirkan adanya CIDP dan
stenosis spinal.4
5. Neuropati autonom
Individu dengan DM tipe 1 dan tipe 2 yang lama dapat mengalami tanda-
tanda disfungsi autonom yang melibatkan sistem kolinergik, noradrenergik,
dan peptidergik (peptida seperti polipeptida pankreatik, substansi P, dan lain-
lain). Neuropati autonom terkait DM dapat melibatkan multipel sistem,
termasuk kardiovaskular, gastrointestinal, genitourinari, sudomotor dan
sistem metabolik. Neuropati autonom mempengaruhi sistem kardiovaskular
menyebabkan takikardi pada saat istirahat dan hipotensi ortostatik. Kematian
tiba-tiba akibat neuropati autonom sudah pernah dilaporkan. Gastroparesis
dan abnormalitas pengosongan kandung kemih sering disebabkan oleh
neuropati autonom pada DM. Hiperhidrosis ekstremitas atas dan anhidrosis
ekstremitas bawah terjadi akibat disfungsi sitem saraf simpatis. Anhidrosis
pada pedis dapat menyebabkan kulit kering dan pecah sehingga
meningkatkan resiko ulkus pedis. Neuropati autonom dapat mengurangi
pelepasan hormon (terutama katekolamin) dan menyebabkan
ketidakmampuan untuk mendeteksi hipoglikemia dengan baik (hypoglycemia
unawareness), akibatnya resiko hipoglikemia berat pada pasien lebih tinggi
10
dan menyulitkan kontrol glikemik.3 Cardiac autonomic neuropathy (CAN)
merupakan fokus utama pada disfungsi autonomik karena dapat mengancam
kehidupan, namun neuropati yang melibatkan organ yang lain juga perlu
diperhatikan.4.
.
6. Diagnosis
Diagnosis neuropati diabetik adalah diagnosis eksklusi, semua penyebab
neuropati yang lain harus disingkirkan terlebih dahulu. Pada penelitian
neuropati diabetik di Rochester, sekitar 10% pasien DM didiagnosis neuropati
perifer yang tidak berhubungan dengan diabetes.7 Bentuk neuropati yang lain
harus disingkirkan seperti CIDP, defisiensi vitamin B12, hipotiroid dan
uremia.4 Skrining untuk neuropati diabetik dilakukan pada saat pemeriksaan
rutin.
Tabel 3.
Guideline untuk skrining tahunan neuropati diabetik yang diusulkan oleh
European association for the study of diabetes
Riwayat Umur, diabetes, faktor fisik, gaya hidup, sosial,
gejala, penyebab lain yang mungkin.
Pemeriksaan kedua kaki Keadaan kulit, keringat, infeksi, ulserasi,
kalus/blister, deformitas, atrofi otot, arkus,
palpitasi, nadi, pergerakan sendi, gaya berjalan,
sepatu yang dipakai.
Pemeriksaan vaskular Denyut arteri pada kaki
Lain-lain Fungsi tiroid, vitamin B12, ureum, kreatinin untuk
menyingkirkan penyebab lain.
Menurut Clinical practice guidelines of the Canadian diabetes of association
skrining tahunan untuk neuropati diabetik sebaiknya dilakukan dengan
monofilamen 10-g Seimmes-Weinstein atau 128 Hz tuning fork. Skrining
harus dimulai saat diagnosis pada pasien DM tipe 2 dan setelah 5 tahun dari
onset penyakit pada pasien dengan DM tipe 1 yang sudah melewati
pubertas.12
11
Pemeriksaan refleks
Pada pemeriksaan neuropati diabetik awal, refleks ankle merupakan
pemeriksaan yang paling sensitif. Pasien dalam keadaan duduk atau berlutut,
kaki dalam keadaan dorsofleksi, pemeriksa memukul tendon Achilles dengan
gentle menggunakan palu refleks. Jika tidak ada refleks, pemeriksaan dapat
diulangi dengan kekuatan yang meningkat. Refleks dinilai sebagai 0 (tidak
ada refleks), 1( ada tetapi menurun), 2 (normal), 3 (meningkat), 4 (meningkat
dengan klonus). Pemeriksaan refleks ankle lebih mudah digunakan jika
dinilai menjadi normal dan abnormal saja, namun tidak dapat memprediksi
terjadinya ulserasi.
Pemeriksaan nyeri superfisisal
Sensasi nyeri dapat diperiksa dengan tes tusuk menggunakan jarum yang
steril. Tempat penusukan tidak memiliki urutan tertentu, tetapi sebaiknya
meliputi dorsumdari digiti I pedis, atau bagian plantar distal dari digiti I,
digiti III dan digiti V dari setiap kaki. Penusukan dilakukan satu kali pada
setiap tempat, kemudian pasien diminta untuk mengidentifikasi sensasi yang
diberikan dan apakah sensasi tersebut tajam atau tumpul. Kelemahannya
pemeriksaan ini sangat subjektif.
Persepsi sentuhan ringan
Persepsi sentuhan ringan dapat dievaluasi dengan beberapa metode,
diantaranya menggunakan jari, kapas, atau alat khusus. Alat terbaik yang
dapat digunakan adalah Semmes-Weinstein-10 g-monofilamen.
Pemeriksaan vibrasi
Pemeriksaan vibrasi diukur menggunakan 128 Hz tuning fork atau 64 atau
256 Hz tuning fork. Pemeriksaan ini bergantung pada pengalaman pemeriksa.
Walaupun pemeriksaan vibrasi sangat subjektif untuk menentukan keparahan
neuropati namun, hilangnya sensasi vibrasi pada digiti I pedis sangat
berhubungan dengan kejadian ulkus pedis.
Respon simpatetik kulit
12
Respon simpatetik kulit adalah refleks yang terjadi sebagai respon terhadap
perubahan potensial listrik kulit.
Pemeriksaan sensori kuantitatif
Pemeriksaan sensori kuantitatif adalah pengembangan dari pemeriksaan
neurologis bagian sensoris. Pemeriksaan ini menilai ambang sensoris absolut
sehingga dapat diketahui integritas dari akson yang menyusun sistem saraf
perifer dan reseptor distalnya. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
defisit pada akson diameter kecil atau besar; serta antara neuropati perifer dan
mononeuropati.
Pemeriksaan sistem autonom
Tabel 4. Pemeriksaan neuropati autonom
Gejala PemeriksaanJantung
Intoleransi latihan, cepat lelah dan kelemahan saat latihan
Heart rate variability (HRV), multigated angiography (MUGA) thalium scan, 1231 metaiodobenzlyguanidine (MIBG) scan
Hipotensi postural, dizziness, lightheadedness, kelemahan, kelelahan, sinkop
HRV, pengukuran tekanan darah saat berdiri dan berbaring, pengukuran katekolamin
GastrointestinalGastroparesis, kontrol glukosa tidak menentu
Pemantauan pengosongan gaster, pemeriksaan barium
Nyeri atau rasa tidak nyaman abdomen, cepat kenyang, mual, muntah, sendawa, kembung
Endoskopi, manometri, elektrogastrogram
Konstipasi EndoskopiDiare, perubahan nokturnal dengan konstipasi dan inkontinensia
Disfungsi seksualDisfungsi ereksi Pemeriksaan riwayat dan fisik, HRV,
penile-brachial pressure index, pembengkakan penis nokturnal
Kekeringan vaginaDisfungsi kandung kemih
Frekuensi, urgensi, nokturia, retensi urin, ikontinensia
Cystometrogram, postvoiding sonography
Disfungsi sudomotorAnhidrosis, tidak tahan panas, kulit kering, hiperhidrosis
Kuantitatif refleks sudomotor, tes keringat, aliran darah kulit
PupillomotorPandangan kabur, adaptasi melemah terhadap cahaya remang,
Pupillometry, HRV
13
sensasi viseral melemahPemeriksaan sistem saraf autonom sangat kompleks. Sistem saraf autonom
menginervasi semua jaringan dan organ. Kegagalan autonom dapat
mempengaruhi berbagai sistem dan jaringan dalam tubuh. Akibatnya
pemeriksaan harus spesifik untuk organ atau jaringan yang mengalami
kelainan.
7. Tatalaksana3
Neuropati diabetik sulit untuk diobati dan nyeri yang dirasakan pasien jarang
teratasi dengan sempurna.6 Peningkatan glikemik kontrol harus tercapai serta
kelainan metabolik lain harus diatasi. Berdasarkan Diabetes control and
complication trial (DCCT) pada tahun 2002 didapatkan bahwa kontrol
glikemik yang ketat tidak hanya menurunkan insiden neuropati tetapi juga
memperlambat progresivitasnya sebnyak 57%. Usaha untuk meningkatkan
kontrol glikemik dipersulit oleh neuropati autonom dan hypoglycemia
unawareness. Resiko neuropati seperti hipertensi dan hipertrigliseridemia
harus diobati. Menghindari neurotoksin (alkohol) dan merokok, suplementasi
dengan vitamin apabila ada kemungkinan defisiensi (B12, asam folat dan
lain-lain), dan tatalaksana simtomatik adalah terapi utama.3
Tabel 5. Tatalaksana nyeri neuropati
ADA (American Diabetes Association) 2011 saat ini telah merekomendasikan
amitriptyline, nortriptyline, imipramine (antidepressan tricyclic), gabapentin,
14
carbamazepine, pregabalin (anti-konvulsan), duloxetine (serotonin-
norepinephrine reuptake inhibitor) sebagai pilihan untuk manajemen nyeri
neuropati diabetes tanpa pembagian pilihan utama berdasarkan level of
evidence terkuat.5
Hilangnya sensoris pada pedis mengakibatkan tingginya resiko ulserasi.
Pasien dengan gejala atau tanda nuropati harus memeriksa kaki mereka setiap
hari dan memakai alas kaki untuk mencegah kalus dan ulserasi.3
Intervensi farmakologi yang lain, direkomendasikan penggunaan krim
capsaicin dan spray isosorbide dinitrate untuk manajemen nyeri neuropati
diabetes meskipun tercatat beberapa pasien intoleran terhadap efek samping
berupa nyeri terbakar pada saat terkena air hangat atau dalam cuaca yang
cukup panas.
Tabel 6. Tatalaksana neuropati autonom
Gejala TatalaksanaJantung
Intoleransi latihan, cepat lelah dan kelemahan saat latihan
Latihan bertingkat terpimpin, ACE-I, β-blocker
Hipotensi postural, dizziness, lightheadedness, kelemahan, kelelahan, sinkop
Pengukuran mekanik, clonidine, midodrine, octreotide
GastrointestinalGastroparesis, kontrol glukosa tidak menentu
Makan kecil tetapi sering, agen prokinetik
Nyeri atau rasa tidak nyaman abdomen, cepat kenyang, mual, muntah, sendawa, kembung
Antibiotik, antiemetik, bulking agents, antidepressan trisiklik, pancreatic extracts, pyloric botox, gastric pacing, enteral feeding
Konstipasi Diet tinggi serat dan bulking agents, osmotik laxatives, penggunaan lubrikasi dan agen prokinetik dengan hati-hati
Diare, perubahan nokturnal dengan konstipasi dan inkontinensia
Percobaan restriksi serat, gluten dan laktosa, agen antikolinergik, cholestyramine, antibiotik, clonidine, somatostatin, suplemen enzim pankreas
Disfungsi seksualDisfungsi ereksi Terapi seks, konseling psikologis,
sildenafil, vardenafil, tadalafil, injeksi prostaglandin E1, alat atau prostesis
Kekeringan vagina Lubrikasi vaginaDisfungsi kandung kemih
Frekuensi, urgensi, nokturia, retensi urin, inkontinensia
Bethanechol, kateterisasi intermitten
15
Disfungsi sudomotorAnhidrosis, tidak tahan panas, kulit kering, hiperhidrosis
Emolien dan lubrikasi kulit, scopolamine,glikopirolate, toksin botulinum, vasodilator
PupillomotorPandangan kabur, adaptasi melemah terhadap cahaya remang, sensasi viseral melemah
Kehati-hatian saat berkendara malam
Penanganan terhadap hipotensi ortostatik akibat neuropati autonom juga sulit.
Berbagai jenis obat tidak memberikan hasil yang memuaskan (fludrokortison,
midodrine, clonidine, octreotide dan yohimbine) namun dengan efek samping
yang besar.
Terapi non-farmakologi yang direkomendasikan adalah TENS (trancutaneous
electrical nerve stimulation) tetapi bukan pada area elektromagnetik, terapi
laser intensif rendah atau terapi Reiki. Tatalaksana non-farmakologik yang
lain seperti intake garam yang adekuat, hindari dehidrasi dan zat-zat diuretik
serta pemakaian alas kaki yang melindungi dapat memberikan manfaat.3
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik pada pasien
diabetes melitus.
2. Neuropati diabetik terjadi pada <50% pada individu yang menderita DM
tipe 1 maupun tipe 2 selama >25 tahun.
3. Patogenesis pada neuropati diabetik antara lain glikosilasi non enzimatik,
aktivasi protein kinase C, hiperglikemia intrasel dan peningkatan jalur
hexosamine.
4. Penanganan neuropati diabetik ditekankan pada usaha meningkatkan
kontrol glikemik, mengatasi kelainan metabolik serta intervensi
farmakologi.
17
18