kti uklus diabetic

27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009) memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun

Upload: sicutes-rio-neutrals

Post on 13-Sep-2015

246 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

silahkan dilihat dan diambil siapa tau membantu.

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang MasalahUlkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009) memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan (antara tahun 2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki diabetik ( Driver dkk, 2010). Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik 2 Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% (Riskesdas, 2007). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data dan Informasi PERSI, 2012). Pasien diabetes memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah, keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Jumlah penderita DM di Amerika Serikat akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034 (Huang dkk., 2009), 15- 25% akan mengalami ulkus di kaki didalam hidup mereka. Proporsi ulkus kaki diabetik derajat III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan derajat I-II yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang 15 dirawat di RS Sanglah, semakin tinggi derajat ulkus semakin besar resiko amputasi (Muliawan dkk., 2005).Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi (Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang berobat dalam fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang dirawat di RS Sanglah, dengan kecendrungan semakin tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan ini sangat berkaitan dengan keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi dengan osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh karena Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla). dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana semua disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai penurunan bermakna angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari 75% dibandingkan dengan pelayanan standar (Weck, 2013). Tanpa adanya perubahan strategi penanganan, maka peningkatan populasi penderita DM, dan peningkatan biaya pengobatan DM dan komplikasinya, akan menjadi beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik menurut Tellechea dkk. (2010) terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang berlangsung secara terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri perifir, dan neuropati perifir, keempat keadaan di atas secara bersam-sama menyebabkan gangguan fungsi sel imun, respon inflamasi menjadi tidak efektif, disfungsi sel endotel, dan gangguan neovaskularisasi. Debridemen merupakan pengobatan standar ulkus kaki diabetik sampai saat ini, disamping off-loading dan restorasi perfusi kulit. Meskipun saat ini juga berkembang pengobatan berbasis terapi gen seperti autologous growth factor, recombinant growth factor, bioengineered cell-base therapies (Kirsner, dkk., 2010). Namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Memahami dasar-dasar molekuler dari penyakit ini, merupakan hal penting untuk melangkah ke depan menuju pengobatan yang rasional, karena karakteristik sistemik dari DM menyebabkan gangguan di dalam beberapa fungsi dasar sel (Lobmann,dkk., 2005).Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan ulkus kaki diabetik, dengan memperhatikan gangguan vaskuler (Lepantalo dkk., 2011), karena semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, dan tekanan 4 oksigen lokal pada ulkus kronis berkisar setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi fibroblast, deposisi kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan leukosit. (Velazques,2007)Telah diketahui bahwa peripheral artery disease (PAD) merupakan salah satu bentuk gangguan vaskuler pada ulkus kaki diabetik sebagai sumber penyebab hipoksia jaringan, karena kebanyakan ulkus kaki diabetik berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia akibat komplikasi vaskuler dari DM kronis (Lerman, 2003). Kejadian PAD pada ulkus kaki diabetik bervariasi antara 10-60%, dan merupakan prediktor kuat untuk ulkus kaki kronis yang sulit sembuh, amputasi ektremitas bawah, morbiditas dan mortalitas (Tellechea dkk., 2010). Untuk restorasi perfusi kulit karena hipoksia jaringan akibat adanya PAD, sesuai dengan pedoman pengobatan PAD yang telah disepakati (ACC/AHA guideline for PAD, 2006) meliputi program latihan, farmakologi, dan revaskularisasi baik endovaskuler atau operasi bypass (Hirsch dkk., 2006).Bentuk gangguan vaskuler lain yang diduga sebagai penyebab hipoksia jaringan adalah adanya peningkatan tekanan kompartemen kaki yang terjadi pada ulkus kaki diabetik. Beberapa laporan kasus menyebutkan adanya sindroma kompartemen pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan nekrosis jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan tekanan intrakompartemen, iskemia jaringan, serta nekrosis jaringan (Munichoodappa, 1999 ; Pamoukian, 2000 ; Jose, 2004 ; Flamini dkk.,2008). Bukti kuat mendukung terjadinya peningkatan tekanan kompartemen kaki berkaitan dengan DM adalah laporan Lower dan Kenzora (1994) yang melakukan pengukuran 5 empat kompartemen kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat, ditemukan bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi daripada pasien kaki normal, walaupun perbedaannya tidak bermakna, sedangkan pada kompartemen interoseus dan kompartemen sentral perbedaannya bermakna.Mekanisme peningkatan tekanan kompartemen kaki adalah melalui peningkatan permeabilitas mikrovaskuler, terbukti dari ditemukannya peningkatan permeabilitas mikrovaskuler pada DM baik pada percobaan binatang maupun pada pasien selama fase awal dan lanjut dari penyakitnya, hal ini karena perubahan struktur dan fungsi kapiler menyebabkan gangguan pertukaran molekul melalui membran endotel ke interstitiil (Bouskela dkk., 2003). Pengamatan di klinik mendukung temuan di atas, sebab pada pasien ulkus kaki diabetik sering ditemukan edema berkepanjangan dan berulang. Fasiotomi pada umumnya dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai 30 mmHg, atau 30 mmHg dibawah MAP (Mean Arterial Pressure) atau 10-30 mmHg dibawah tekanan darah diastolik (Fulkerson,dkk., 2003). Sedangkan pada ulkus kaki diabetik, fasiotomi dikerjakan jika terdapat infeksi jaringan yang dalam dan berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Van Baal, 2004 ; Bernard, 2007 ; Zgonis dkk., 2008). Tujuan fasiotomi adalah mengurangi perbedaan tekanan transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang mengakibatkan hipoksia, asidosis dan iskemia jaringan dapat dicegah (Fulkerson, dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010). Belum ada laporan tentang pengukuran tekanan 6 intrakompartemen kaki sebagai penilaian rutin dalam penanganan ulkus kaki diabetik, dan juga belum ada laporan tentang fasiotomi pada ulkus kaki diabetik yang mengalami infeksi superfisialTekanan oksigen memegang peranan utama dalam regulasi ekspresi gen VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). VEGF meningkat oleh hipoksia secara in vitro, namun data secara in vivo pada penyakit-penyakit hipoksia kronis masih menjadi pertentangan (Oltmanns dkk., 2006). Diabetic fibroblast tidak mampu meningkatkan produksi VEGF pada level normal didalam merespon keadaan hipoksia sehingga kadar VEGF menjadi rendah akibat akumulasi advanced glycosylation end-products (AGEs) didalam sel-sel yang terpapar dengan hiperglikemia kronis dan kerusakan oksidatif akibat dari produksi berlebihan dari mitochondrial oxidative stressors, keduanya menimbulkan kerusakan sel permanen meskipun lingkungan telah normoglikemia (Lerman, 2003). Gangguan molekuler tersebut bisa terletak di dalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun pada reseptor ( signal transduction defect ) atau pada level reseptor itu sendiri (Waltenberger, 2007). Sebaliknya hiperoksia merangsang pelepasan sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang, namun sel-sel ini bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis jika cytokine milieu didalam dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Fasiotomi yang bertujuan mengurangi perbedaan tekanan transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang mengakibatkan hipoksia, asidosis dan iskemia jaringan dapat dicegah (Fulkerson, dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010), memungkinkan untuk mencapai keadaan normoksia atau bahkan hiperoksia, sehingga terjadi aktivasi terhadap keratinosit, fibroblast, sel 7 endotel, makrofag, dan platelet untuk melepaskan VEGF sebagai growth factor yang sangat penting dan poten di dalam proses angiogenesis penyembuhan luka (Brem dan Tomic-Canic , 2007).Lobmann dkk. (2005) menerangkan hubungan gangguan fungsi sel, ketidakseimbangan inflamasi, protease, sitokin, dan growth factor. Dijelaskan bahwa pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, terbukti dengan adanya neutrofil granulosit dalam jumlah besar di dalam luka. Neutrofil granulosit mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF- dan interleukin-1 (IL-1). Kedua sitokin ini merangsang sintesa matrix metaloprotease (MMP), menyebabkan degradasi matrik protein dan growth factor sehingga penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk., 2005). VEGF salah satu growth factor yang memiliki peran penting dalam neovaskularisasi penyembuhan luka (Brem dkk., 2009). Beberapa literatur melaporkan adanya peningkatan kadar TNF- di dalam jaringan ulkus diabetik pasien maupun hewan coba (Lobmann dkk., 2005 ; Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siquiera dkk., 2010), peningkatan TNF- lokal maupun sistemik pada pasien DM tipe-2 (Maltezos dkk., 2002), penurunan kadar VEGF di dalam jaringan ulkus diabetik (Frank dkk.,1995, Brem dan TomicCanic, 2007), dan pada neuropati diabetik (Quatrtrini dkk., 2008).Lingkungan proinflamasi yang meningkat dan memanjang pada ulkus kaki diabetik yang ditandai oleh peningkatan TNF-, diikuti penurunan VEGF karena proses degradasi oleh TNF-, disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma berulang, dimana endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel detritus 8 mempertahankan inflamasi ini (Lobmann dkk., 2005). Debridemen adalah tindakan operasi untuk menghilangkan kontaminasi bakteri, endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel detritus, membuang kalus. sehingga dengan membuang faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang memicu sekresi TNF-, terjadi perubahan lingkungan lokal (perubahan cytokine milieu di dasar ulkus), berupa penurunan TNF- diikuti dengan peningkatan VEGF, sehingga sel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis sehingga terjadi perbaikan klinis dari ulkus kaki diabetik. Velazquez ( 2007).Karena penyembuhan luka memerlukan pengendalian infeksi, perbaikan inflamasi, regenerasi matrik jaringan ikat, angiogenesis / vaskulogenesis, konstriksi luka, dan reepitelisasi (Velazquez, 2007), maka debridemen merupakan langkah penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau lokal dari suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis dan penyembuhan, hanya jika cytokine milieu di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF, terutama sekali ditentukan oleh lingkungan-mikro setempat (host microenviroment), lingkungan ini merupakan elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta remodeling jaringan (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Tanpa adanya respon 9 angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan deposisi matrik menjadi lambat (Lerman, 2003).Pada waktu debridemen, terjadi perdarahan baru sehingga tindakan debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF, karena pada hewan coba menunjukkan bahwa ekspresi VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF mencapai puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu. Periode ini merupakan periode pembentukan jaringan granulasi, sehingga penemuan ini menunjukkan bahwa VEGF memiliki peranan penting dan kuat dalam angiogenesis (Frank dkk., 1995). Oleh karena VEGF hanya meningkat pada fase awal penyembuhan luka dan berlangsung sementara, meskipun selanjutnya kadar VEGF tetap dipertahankan oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag, memunculkan hipotesis bahwa VEGF hanya dilepaskan selama perdarahan luka berlangsung (Frank dkk., 1995).Hal yang penting di dalam perawatan ulkus adalah perkembangan ulkus. Beberapa peneliti mengajukan metode untuk menilai perbaikan, meramalkan kesembuhan, dan mengevaluasi pengobatan ulkus dengan menggunakan pengukuran area ulkus (Shaw dkk., 2007; Lavery dkk., 2008; Rogers dkk., 2010), namun identifikasi tepi luka dan pengukuran area ulkus merupakan hal yang sulit. Woodbury dkk. (2004) mengemukakan alat bantu yang diberi nama Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT) dengan beberapa keuntungan yaitu LUMT dapat digunakan oleh satu atau lebih penilai (asesor), penilaian penampakan ulkus dapat diperbanyak, dan mencatat perubahan ulkus sepanjang waktu. Semakin kecil nilai LUMT berarti perbaikan ulkus semakin besar.Dengan melihat bukti-bukti bahwa terjadi peningkatan tekanan kompartemen sejak awal dan berlangsung secara bertahap dan kronis sesuai dengan durasi DM, memicu hipoksia jaringan ditambah dengan lingkungan ulkus yang proinflamasi, menyebabkan ulkus kaki diabetik menjadi sulit sembuh bahkan sampai amputasi, maka tindakan fasiotomi dapat memiliki peran di dalam mengurangi tekanan intrakompartemen kaki sehingga hipoksia jaringan dapat dihilangkan, disamping untuk membuka kantong-kantong infeksi di dalam kompartemen sehingga pengendalian infeksi menjadi lebih baik. Secara biomolekuler tindakan fasiotomi mengembalikan keadaan hipoksia menjadi normoksia bahkan mungkin hiperoksia, peningkatan aktivasi seluler yang melepaskan VEGF sehingga terjadi peningkatan VEGF. Sedangkan debridemen memiliki peran di dalam memberikan perubahan suasana luka kronis menjadi akut, menghilangkan faktor-faktor yang merangsang sekresi TNF-, sehingga terjadi penurunan TNF- diikuti dengan penurunan degradasi VEGF. Walaupun debridemen sendiri sangat rasional di dalam menurunkan TNF- yang diikuti dengan penurunana degradasi VEGF, tetapi tidak dapat memperbaiki oksigenasi jaringan. Atas dasar itu kami melakukan penelitian mengenai debridemen dengan fasiotomi yang dikerjakan secara simultan baik pada ulkus dengan derajat ringan maupun berat, untuk melihat pengaruhnya terhadap penurunan TNF- dan peningkatan VEGF, serta perbaikan klinis ulkus kaki diabetik yang diamati dengan instrumen LUMT.

1.2 Rumusan masalahBerdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis merumuskan bagaimana gambaran pemberian asuhan keperawatan medical bedah khususnya pada klien post amputasi ulkus diabetic.

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan UmumUntuk menberikan asuhan keperawatan pada pasien amputasi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang secara utuh dan komprensif.1.3.2 Tujuan KhususPenulis di harapakan mampu :a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan post amputasi ulkus diabeticb. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan post amputasi ulkus diabeticc. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan dan membuat rasional sesuai dengan intervensi pada pasien dengan post amputasi ulkus diabeticd. Mampu menimplementasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan post amputasi ulkus diabetice. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan terhadap pasien post amputasi ulkus diabeticf. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada ..... dengan post amputasi ulkus diabetic

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Mamfaat teoritis Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan proses Asuhan keperawatan pada klien....dengan diagnosa Post amputasi ulkus diabetic.

1.4.2 Mamfaat praktis 1. Bagi PenelitiMeningkatkan pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Post Amputasi ulkus diabetic sesuai dengan dokumentasi keperawatan.2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai acuan untuk institusi pendidikan DIII Keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan dimasa yang akan datang3. Bagi Rumah SakitSebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di RS dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada Klien Post Amputasi khususnya Amputasi Ulkus Diabetic.

4. Bagi Klien dan KeluargaPasien dengan post amputasi ulkus diabetic bisa menerima perawatan yang maksimal dari petugas kesehatan, serta keluarga bisa menjaga anggota keluarga yang lain supaya terhindar dari Diabetes Melitus dan komplikasinya.5. Bagi Tenaga KeperawatanSebagai bahan masukan dan imformasi untuk menambah prngetahuan (kognitif), ketrampilan (skill), dan sikap (attitude) bagi instansi terkait khususnya didalam meningkatkan pelayanan perawatan pada klien dengan post amputasi ulkus diabetic.

1.5 Metode Penulisan dan Pengumpulan Data1.5.1 Metode penulisan yang digunakan study kasusDalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis penulis mengunaan metode deskriptif dalam bentuk study kasusdengan tahapan-tahapan yang meliputi pengkajian, Diangnose Keperwatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi (Nikmatur,2012). Cara yang digunakan dalam pengumpulan data diantaranya :

1.5.2 Teknik pengumpulan data1) AnamnesisTanya jawab/komunikasi secara langsung dengan klien (autoanamnesis) maupun tak langsung (aloanamnesis) dengan keluarganya untuk menggali informasi tentang status kesehatan klien. Komunikasi yang digunakan adalah komunikasi terapeutik (Nikmatur,2012)2) Observasi Mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan perawatan klien. Observasi memerlukan ketrampilan, disiplin, dan praktik klinik.3) Pemeriksaan a. Fisik Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan mengunakan empat cara dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.b. Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi. Contoh: fhoto thoraks, laboratorium, rekam jantung dan lain-lain (Nikmatur,2012).4) Dokumentasi Penulis mengumpulkan data dari status klien, catatan keperawatan serta di sertai mengadakan diskusi dengan tim kesehatan untuk dianalisa sebagai data yang mendukung masalah klien.

1.5.3 Jenis Data1) Data Primer Data yang diperoleh dari hasil wawancarasendiri melalui percakapan informal, percakapan formal dengan klien dan pemeriksaan fisik pada klien. 2) Data SekunderData yang diperoleh dari orang lain yang mempengaruhi klien melalui komunikasi dengan orang yang dikenal keluarga, teman sekolah, atau tetangga klien, dokter, perawat atau anggota tim kesehatan lainnya.

1.6 Lokasi dan WaktuKasus ini diambil di Rumah Sakit ..... di ruang .... pada tanggal .....

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep teori medis2.1.1 PengertianDiabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetic merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

Scemons and Denise (2009) mendefinisikan diabetes melitus sebagai penyakit dimana tubuh tidak dapat memproduksi atau tidak mampu menggunakan insulin secara tepat. Ulkus kaki diabetes melitus menurut Lewis et all (2007) adalah luka yang mengalami infeksi dan terjadi pada kaki penderita diabetes melitus.Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari dermis. Pengertian ulkus kaki diabetik termasuk nekrosis atau gangren. Gangren diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah (ischemic necrosis) karena adanya mikroemboli aterotrombosis akibat penyakit vaskular perifir oklusi yang menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri. Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di bagian distal tungkai bawah (Gibbons dkk.,1995 ; Rutherford dkk., 1995 ; Cavanagh dkk., 1999).Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita diabetes mellitus menurut (Wagner dikutip oleh Waspadji S. 2007), terdiri dari 6 tingkatan: 1.Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. 2. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit. 3.Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan. 4.Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses. 5.Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,bagian depan kaki atau tumit. 6.Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.