dewisp filosofi teknologi_pendidikan

29
Makalah Mk. Pengantar Teknologi Pendidikan (2) Dewi Salma Prawiradilaga Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta 1999

Upload: a14m

Post on 24-Jun-2015

283 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

Makalah Mk. Pengantar Teknologi Pendidikan (2)

Dewi Salma Prawiradilaga

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

IKIP Jakarta

1999

Page 2: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 2

Tulisan ini merupakan makalah lanjutan yang digunakan sebagai

bahan bacaan untuk matakuliah Pengantar Teknologi Pendidikan.

Walaupun para mahasiswa jurusan Kurikulum dan Teknologi

Pendidikan tidak disiapkan untuk menjadi guru, namun mereka

harus mengetahui suka duka dan situasi belajar mengajar yang

terjadi di sekolah atau di mana saja. Dengan mengacu pada

pendapat ini maka, bagian akhir makalah membahas hal tersebut

secara sederhana.

Namun, sebelumnya, agar mahasiswa mampu menganalisis proses

belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, maka mereka memerlukan

landasan berpikir yang stabil dan menjadi ciri khas dari seseorang

yang mendalami bidang teknologi pendidikan. Berpikir sistemik dan

berlandaskan system dibahas pada bagian awal makalah ini. Dengan

demikian, mahasiswa sudah dipersiapkan sebelumnya bagaimana

mengamati kejadian sehari-hari di kelas, bagaimana proses belajar

bisa terjadi dalam diri seseorang dan bagaimana lingkungan belajar

yang sehat harus dipersiapkan.

Dengan makalah ini, diharapkan bacaan dasar di bidang teknologi

pendidikan sementara dapat diatasi. Tentu saja masukan dari

pembaca sangat bermanfaat bagi perbaikan yang akan dilaksanakan

nanti. Selamat belajar !

DSP/1999.

Page 3: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 3

Pengantar hal. 2

Daftar Isi hal. 3

I. Landasan Berpikir hal. 4

Pengertian hal. 4

Proses Belajar hal. 4

Analisis Siswa hal. 7

Persepsi hal. 9

II. Sistem hal. 11

Ruang Lingkup Sistem hal. 11

Pendekatan Sistem hal. 14

III. Interaksi Belajar-Mengajar hal. 18

* Interaksi Belajar-Mengajar hal. 18

* Model Interaksi Belajar-Mengajar hal. 19

* Peran Guru hal. 21

IV. Media Instruksional dan Sumber Belajar hal. 24

Media Instruksional hal. 24

Peran Sumber Belajar hal. 25

Bacaan hal. 27

Page 4: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 4

Pengertian

Teknologi pendidikan memandang proses belajar sebagai suatu peristiwa

internal. Proses belajar disebut internal karena terjadi dalam diri siswa. Sejauh

ini sudah banyak sekali teori belajar yang dirumuskan oleh para pakar dengan

berbagai pendekatan ilmu. Proses belajar dapat ditinjau dari berbagai disiplin

ilmu. Sebagai contoh, psikolog beranggapan bahwa proses belajar sebagai suatu

proses kognitif, sedangkan pakar komunikasi beranggapan bahwa proses belajar

adalah suatu pemrosesan informasi dalam diri seseorang.

Teknologi pendidikan mengadaptasikan konsep pendekatan sistem sebagai

kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah pendidikan

atau belajar dari berbagai sudut pandang hingga menghasilkan beberapa

alternatif. Penyelesaian masalah dipilih dari alternatif tadi. Pendekatan sistem

juga memandu pola berpikir penyelesaian masalah dengan efisiensi.

Banyak sekali faktor yang dapat menghambat atau mendukung terjadinya

proses belajar. Upaya teknologi pendidikan bersifat kongkrit, yaitu penciptaan

atau rancangan lingkungan belajar, atau sering disebut faktor eksternal belajar.

Rancangan kegiatan instruksional beserta guru adalah lingkungan belajar yang

biasa ditemui sehari-hari dan dianggap berpengaruh banyak terhadap proses

belajar. Kedua factor eksternal tersebut akan dibahas sebagai bagian dari

Kegiatan Belajar 2 dari modul ini.

Proses Belajar

Perhatian teknologi pendidikan terhadap proses belajar dikemukakan oleh

Percival dan Ellington, 1984 dalam rumusan konsep orientasi siswa (student-

oriented) sebagai suatu pendekatan dalam mengatasi kesulitan proses belajar-

mengajar. Keduanya berpendapat bahwa kebutuhan setiap individu siswa

Page 5: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 5

merupakan bahan pertimbangan terpenting dibandingkan komponen lainnya

dalam dunia pendidikan; terutama demi tercapainya tujuan belajar. Berikut

rincian proses belajar.

a. Definisi Belajar

Bagi Kemp & Dayton, 1985, belajar “sebagai suatu proses terjadi pada

seseorang sebagai suatu pengalaman. Belajar berlangsung manakala

perilaku seseorang dimodifikasi – atau terjadi jika seseorang berpikir atau

bertindak berbeda”. Heinich, et al, 1993 menganggap belajar sebagai

pengembangan pengetahuan, keahlian, atau sikap ketika seseorang

berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Bagi mereka, waktu dan

tempat belajar tidak tertentu, belajar bisa terjadi kapan saja. Bagi Ellington

& Haris, 1986, proses belajar adalah perubahan perilaku menetap (permanen)

akibat pengalaman dan instruksional terarah.

b. Peristiwa Belajar

(1). Belajar sebagai suatu pemrosesan informasi

Gagne, Briggs, dan Wager menjabarkan peristiwa belajar berdasarkan pola

pemrosesan informasi seperti berikut ini.

Menurut teori pemrosesan informasi, belajar terjadi karena seseorang

menerima informasi dari lingkungan. Informasi kemudian diterima

seketika melalui memori jangka pendek. Pengendapan dan penyimpanan

informasi tadi dilakukan oleh memori jangka panjang. Sebelum

diendapkan, informasi tadi diolah dan disesuaikan dengan pola berpikir

individu. Untuk optimalisasi proses belajar, diperlukan pemantauan dan

harapan sebagai penggerak dan motor bagi kemajuan belajar agar mudah

jika informasi tersebut dibutuhkan. Gambar proses belajar dapat dilihat pada

halaman berikuti.

(2). Model-model kegiatan belajar.

Page 6: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 6

(Belajar sebagai suatu pemrosesan informasi, Gagne, et al, 1992).

Kegiatan belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi mengandung arti luas.

Belajar dapat multidimensi, tidak tergantung usia dan jadwal atau bisa

terjadi di mana saja selama situasi memungkinkan. Plomp & Ely, 1996 dalam

International Encyclopedia of Educational Technology berhasil merumuskan

beberapa model belajar.

Model-model belajar tersebut diantaranya adalah

- belajar langsung (direct instruction) yaitu kegiatan belajar yang berpola

pada belajar berstruktur dengan mengikuti kurikulum yang berlaku.

Pola belajarnya adalah pola konvensional yang memerlukan kehadiran

guru, mengandalkan kegiatan tatapmuka, serta membutuhkan

L I N G K U N G A N

KONTROL PELAKSANA

P E M E B F E E R K I

PENGHASIL RESPON

HARAPAN/ KEINGINAN

P E N E R I

M A

P E N M I E E N R L D I A E M L R A U A A I N

MEMORI JANGKA PENDEK

MMEEMMOORRII JJAANNGGKKAA

PPAANNJJAANNGG

Page 7: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 7

lingkungan khusus. Penyediaan media, ruang kelas, dan perpustakaan

adalah contoh-contoh yang termasuk lingkungan khusus.

- Belajar secara terbuka (open learning) : kegiatan belajar yang tidak

terpaku pada kegiatan belajar di kelas, atau tidak memiliki jadwal dan

lokasi tetap untuk bertatap muka. Belajar terbuka juga tidak mengenal

batasan umur. Sudah tentu kehadiran guru tidak lagi menjadi syarat

mutlak bagi proses belajar. Kemandirian sangat dituntut dari siswa.

Belajar terbuka dapat diterapkan untuk peserta dalam jumlah yang

banyak (massa). Kurikulum yang digunakan sama dengan kurikulum

bagi kelas konvensional.

- Belajar kooperatif (cooperative learning) : suatu inovasi dari situasi belajar

di kelas, yang memanfaatkan keterlibatan dan kerjasama seluruh siswa.

Belajar kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar lebih

banyak lagi dari siswa lain sewaktu penyelesaian suatu tugas kelompok.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata temannya, ia

dapat dipilih untuk menjadi tutor.

Analisis Siswa

Seperti tersebut tadi, peristiwa belajar merupakan proses internal. Pengamatan

terhadap siswa sebaiknya dilakukan sejak dini, karena siswa memerlukan

kesiapan mental dan akademik. Pengamatan diprioritaskan pada aspek :

a. Karakteristik umum

Kondisi fisik sejak lahir, merupakan karakteristik umum siswa yang tidak

dapat diubah. Sebagai contoh, kondisi indera penglihatan siswa, yaitu

mengenai ketajaman visual. Setiap individu siswa memiliki ketajaman visual

berbeda. Bagi siswa yang memiliki ketajaman visual kurang dari rata-rata,

maka ia dapat dibantu dengan penggunaan kacamata. Siswa juga memiliki

Page 8: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 8

sifat dan karakter tertentu yang tidak atau belum tentu dapat diubah melalui

proses belajar.

Bagi Heinich, Molenda, dan Russell, 1996, karakteristik umum adalah

analisis keadaan siswa dan latar belakangnya; tidak terkait dengan materi

belajar, tetapi dapat membantu menentukan tingkat kesulitan, pemilihan

pesan (materi belajar). Umur, kelas/tingkat, pekerjaan, serta posisi adalah

contoh dari karakteristik umum. Ketiga pakar menyebutkan pentingnya

karakteristik umum siswa untuk dikaji. Karakteristik umum cenderung

statis, dan menetap selama beberapa waktu, dan tidak berubah hanya karena

seseorang belajar.

b. Karakteristik Akademik

Karakteristik akademik berkaitan dengan kemampuan prasyarat siswa.

Kemampuan prasyarat merupakan kemampuan yang menjadi landasan bagi

penguasaan materi yang akan dipelajari oleh siswa. Kemampuan prasyarat

bisa bersifat inti (essential), yaitu kemampuan yang menjadi bagian dari

penguasaan materi atau keahlian yang akan dipelajari. Kemampuan

prasyarat bersifat pendukung (supportive) yaitu kemampuan prasyarat yang

membantu memperlancar penguasaan materi baru.

c. Tipe Belajar

Analisis siswa dapat dilakukan dengan menganalisis unsur psikologis serta

kebiasaan belajar. Unsur psikologis tersebut misalnya tentang

pengelompokkan tipe kecerdasan setiap individu siswa berdasarkan suatu

teori; misalnya teori Gardner tentang kecerdasan ganda. Gardner

berpendapat bahwa setiap individu memiliki lebih dari satu kemampuan.

Klasifikasi kemampuan menurutnya yaitu logika-matematis, kebahasaan,

kelenturan gerak, musik, ruang, hubungan antar manusia (interpersonal),

dan intra-diri (intrapersonal).

Page 9: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 9

Persepsi

a. Konsep dasar persepsi

Satu hal yang perlu diwaspadai sehubungan dengan proses belajar adalah

persepsi. Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa

terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Fleming & Levie

mempercayai persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang

rumit, yang diterima atau diekstrasi manusia dari lingkungan …….. persepsi

termasuk penggunaan indera manusia”. Kemp & Dayton, 1985 menganggap

persepsi “sebagai suatu proses dimana seseoang menyadari keberadaan

lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena

setiap manusia memiliki indera untuk menyerap obyek-obyek serta kejadian

di sekitarnya.

c. Persepsi visual

Secara khusus, Rieber, 1994 menyatakan pentingnya persepsi visual.

Persepsi visual sangat berperan karena proses ini menunjukkan kemampuan

seseorang untuk mengikuti, menyadari, menyerap arti atau makna dari

tampilan visual di sekitarnya secara selektif. Ia juga percaya bahwa manusia

terbiasa untuk berpikir secara visual atau memiliki gambaran visual dalam

otaknya, walau informasi yang diterima berbentuk verbal. Sebagai contoh, si

Ani membaca kata ‘kucing’. Pesan verbal yang diterima si Ani, selanjutnya

sudah diterima dalam bentuk visual. Ani dapat membayangkan wujud

kucing dalam pikirannya walaupun ia tidak melihat kucing melintas di

depannya. Persepsi visual tergantung atas pengetahuan dan pengalaman

sebelumnya.

d. Prinsip dasar persepsi

Prinsip-prinsip dasar persepsi (Fleming & Levie, 1978) meliputi antara lain :

- persepsi bersifat relatif

Page 10: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 10

Prinsip relatif menyatakan bahwa setiap orang akan memberikan

persepsi yang berbeda, sehingga pandangan terhadap sesuatu hal sangat

tergantung dari siapa yang melakukan persepsi.

- persepsi bersifat sangat selektif

Prinsip kedua menyatakan bahwa persepsi tergantung pada pilihan,

minat, kegunaan, kesesuaian bagi seseorang.

- persepsi dapat diatur

Persepsi perlu diatur atau ditata agar orang lebih mudah mencerna

lingkungan atau stimulus (baca : materi belajar).

- persepsi bersifat subyektif

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh harapan atau keinginan tesebut.

Pengertian ini menunjukkan bahwa persepsi sebenarnya bersifat

subyektif.

- persepsi seseorang atau kelompok bervariasi, walaupun mereka berada

dalam situasi yang sama. Prinsip ini berkaitan erat dengan perbedaan

karakteristik individu, sehingga setiap individu bisa mencerna stimuli

dari lingkungan tidak sama dengan individu lain.

Page 11: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 11

Ruang lingkup Sistem.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, disiplin teknologi pendidikan

membutuhkan alur pemikiran yang tegas dan jelas dalam mengatasi masalah

belajar. Pendekatan sistem merupakan suatu “budaya” berpikir bagi setiap

orang yang berkecimpung dalam bidang teknologi pendidikan. Berkaitan

dengan pola berpikir pendekatan sistem, modul ini membahas subtopik yang

relatif mempunyai hubungan erat. Sistem dikelompokkan berdasarkan :

a. Jenis

Penjabaran sistem menurut kamus, seperti dikutip oleh Banathy, adalah “….

…. satu rangkaian obyek yang terintegrasi oleh interaksi atau unsure

ketergantungan reguler; keseluruhan yang terorganisasi, sebagaimana sistem

tatasurya atau sistem telegraf”. Banathy menggarisbawahi kedua contoh –

sistem tatasurya dan sistem telegraf. Pakar tersebut membedakan ada sistem

alam dan buatan manusia. Untuk teknologi pendidikan, maka yang dibahas

adalah sistem yang termasuk buatan manusia.

b. Jenjang

Kategorisasi sistem menurut jenjang meliputi :

(1). Sistem

Sistem menurut Banathy sendiri, yaitu “organisme sintetis yang sengaja

dirancang, terdiri atas komponen-komponen yang terkait dan tergantung

satu sama lain, dan bekerja sama secara terintegrasi untuk mencapai tujuan

belajar yang sudah ditetapkan “. AECT (1977) merangkum beberapa definisi

dari beberapa sumber. Definisi-definisi tersebut diantaranya berasal dari

Silvern, yang merumuskan sistem sebagai “struktur atau pengaturan dari

keseluruhan, menunjukkan keterkaitan antar bagian-bagiannya pada suatu

proses dalam satu kerangka berpikir”, menurut Kaufman, sistem itu,

Page 12: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 12

“(sistem sebagai proses rancangan) keseluruhan bagian-bagian yang bekerja

secara independen dan bersama-sama untuk mencapai hasil yang baik”.

(2). Subsistem

Sistem mempunyai bagian atau unsur di dalamnya. Unsur atau bagian yang

terlibat di dalam sistem disebut subsistem. Kutipan AECT atas pendapat

Silvern mengenai subsistem, yaitu “……ada dua atau lebih bagian yang

tertata rapih, …. bsa berbentuk komponen –komponen atau satu kelompok

komponen bersama-sama melaksanakan pekerjaan dalam suatu sistem yang

rumit”. Dalam satu sistem, biasanya setiap subsistem memiliki tata kerja

berbeda dari subsistem-subsistem lain. Koordinasi dan kerjasama diantara

komponen itu sendiri merupakan hal yang lebih penting.

(3). Suprasistem

Di lingkungan masyarakat banyak sekali sistem; selanjutnya sistem-sistem

tadi membentuk sistem lainyang jauh lebih besar, lebih rumit, dan lebih

canggih. Sistem terbesar disebut suprasistem. Ilustrasi pada halaman

berikut mewakili konsep sistem secara hierarkikal.

c. Cara bekerja / berpikir

Cara kerja sistem sangat bervariasi. Di bawah ini uraian cara kerja sistem

yang berkaitan denga fungsi sistem tersebut dalam bidang teknologi

pendidikan.

(1). Terbuka vs tertutup

Ditinjau dari cara kerja, sistem bisa bersifat terbuka. Suatu sistem terbuka

biasanya menerima masukan dari lingkungan, kemudian mentransformasi

masukan tersebut menjadi kegiatan-kegiatan dalam sistem, lalu

menghasilkan keluaran untuk lingkungan tadi sehingga dapat memperoleh

umpan-balik. Dengan mengkaji umpan-balik, diharapkan sistem tersebut

dapat memperbaiki diri.

Page 13: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 13

Sistem tertutup bekerja sebaliknya. Sistem jenis ini tidak dapat menerima

masukan dari luar tatakerjanya. Sistem tertutup bersifat baku. Proses

pencernaan makanan pada manusia, cara kerja komputer (dengan subsistem

keyboard, CPU, monitor, disk drive, serta printer) adalah dua contoh dari

sistem tertutup.

(konsep sistem secara hierarkikal)

(2). Sistem analisis

Heinich dan Schiffman dalam Anglin, 1996 mengajukan rumusan sistem

analisis. Bagi Heinich, sistem analisis merupakan tehnik yang

menggabungkan dan mengkaitkan komponen-komponen – lama dan baru –

kemudia membentuk sistem baru, atau rancang-ulang sistem dengan

maksud agar sistem baru bekerja lebih efektif lagi dalam mencapai

tujuannya. Sedangkan Schiffman berpendapat bahwa sistem tersebut dapat

Subsistem

Sistem

Sistem

SSuupprraassiisstteemm

Page 14: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 14

terbagi dua menjadi pengumpulan data dan analisis data. Berdasarkan

kedua pendapat pakar, maka sistem analisis sangat bermanfaat untuk

menguji keefektifan program kerja, berdasarkan data dan hasil analisis.

Hasil analisis dijadikan acuan untuk memperbaiki sistem lama atau

membentuk sistem baru berdasarkan dukungan data dan masukan.

(3). Sistem pandang (system view)

Pola berpikir a la sistem perlu ditanamkan untuk berbagai masalah

pendidikan atau instruksional. Penerapan pola berpikir dalam menanggapi

masalah disebut sistem pandang (system view). Hal ini seiring dengan

pendapat Banathy, yakni bahwa konsep berpikir sistem (buatan) utuh perlu

diterapkan. Penerapan ini dikembangkan dan ditata sedemikian rupa agar

tujuan dapat tercapai. Seandainya pola berpikir sistem sudah melekat atau

menjadi kebiasaan, maka seseorang yang berpatokan pada konsep sistem

akan menghasilkan rumusan yang sistemik.

Pendekatan Sistem

a. Pengertian Pendekatan sistem

(1). Rumusan konsep

Dalam buku mengenai definisi, AECT mengutip definisi pendekatan sistem.

Salah satu definisi tersebut dirumuskan oleh Kaufman. Ia menyatakan

“pendekatan sistem merupakan suatu proses pencapaian hasil atau tujuan

logis dari pemecahan masalah dengan cara efektif dan efisien, dan dianggap

sebagai suatu metode ilmiah”. Pakar ini menambahkan bahwa bisa saja

pendekatan sistem dianggap sebagai suatu proses yang harus

diidentifikasikan , kemudian masalahnya dipilih, persyaratan dan alternatif

pemecahan diatur dan dipilih. Setelah itu, ditentukan metode serta sarana

yang dibutuhkan. Pemecahan masalah terpilih perlu dievaluasi melalui

serangkaian ujicoba untuk mendapat masukan. Masukan tersebut kemudian

dijadikan bahan perbaikan atas alternatif terpilih tadi.

Page 15: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 15

(2). Penerapan

Teknologi pendidikan menggunakan konsep pendekatan sistem sebagai pola

berpikir dalam menanggulangi kesulitan suatu proses belajar (dan

mengajar). Masalah yang timbul tidak hanya dipertanyakan dalam wujud

saja atau dengan kata tanya “apa?”, tetapi mengupayakan agar penyebab

serta alternatif bisa segera dirumuskan. Dalam hal ini, teknologi pendidikan

perlu mempertanyakan “mengapa?”, selain “bagaimana?”. Kedua kata

tanya tersebut perlu dijawab dan disusun jawabannya secara logis. Setelah

itu, masalah kembali dikaji ulang dengan baik sehingga tercapai suatu

struktur alternatif yang mampu menjawab seluruh pertanyaan tadi.

b. Model penerapan pendekatan sistem

(1). Model pendekatan sistem untuk disain belajar.

Skema di bawah ini adalahmodel penerapan pendekatan sistem yang

dikembangkan oleh Brown, Lewis, dan Harcleroad, 1977. Skema ini

dianggap multiguna karena dapat digunakan untuk menjabarkan pandangan

bidang teknologi pendidikan terhadap proses belajar. Skema ini juga

menjelaskan suatu model kegiatan instruksional yang mengacu pada pola

pemikiran pendekatan sistem.

(2). Proses individualisasi sebagai suatu pendekatan sistem.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, teknologi pendidikan sangat

memperhatikan kepentingan siswa dengan mengacu pada pola berpikir

pendekatan sistem. Usaha penerapan pendekatan sistem telah diteapkan

bagi kepentingan individu yang belajar. Romiszowski berhasil merumuskan

proses individualisasi yang sudah dilakukan oleh bidang teknologi

instruksional selama ini.

Page 16: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 16

(model penerapan pendekatan sistem dari Brown, et al, 1977).

(2). Proses individualisasi sebagai suatu pendekatan sistem.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, teknologi pendidikan sangat

memperhatikan kepentingan siswa dengan mengacu pada pola berpikir

pendekatan sistem. Usaha penerapan pendekatan sistem telah diteapkan bagi

kepentingan individu yang belajar. Romiszowski berhasil merumuskan proses

individualisasi yang sudah dilakukan oleh bidang teknologi instruksional

selama ini. Penjelasan ilustrasi di atas sebagai berikut.

a. Rumusan

Konsep individualisasi (individualized learning) merupakan upaya teknologi

pendidikan yang mencoba mengatasi perbedaan setiap individu siswa dalam

pola belajar mengajar konvensional. Perbedaan tersebut biasanya berkaitan

dengan kemampuan, tipe belajar dan laju belajar. (lihat : Anderson dalam

Plomp & Ely, ibid, pp. 353 – 358). Keunikan dan kebutuhan siswa secara

Siswa

A. Tujuan Belajar Tujuan khusus dan materi

B. Kondisi

2. Pengalaman Belajar

3. Model Mengajar - belajar

4. Staf 5. Bahan, peralatan,

dan perangkat keras 6. Fasilitas fisik

C. Sumber

7. Evaluasi dan revisi, ubah total

D. Hasil

Page 17: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 17

individu sulit diterapkan karena kendala-kendala tertentu. Keterbatasan

kemampuan dan waktu guru, sarana belajar yang tidak memadai, serta

waktu yang kaku merupakan hambatan sehari-hari dalam pola

konvensional.

b. Belajar dan pendekatan sistem

Untuk mengatasi masalah tadi, teknologi pendidikan menawarkan pola

belajar beragam seperti belajar secara terbuka dan belajar mandiri, dan

sebagainya. Alternatif kegiatan belajar ini sangat berbeda dari model belajar

konvensional. Kehadiran guru, jadwal tetap, atau ritme belajar yang harus

sama diantara siswa merupakan persyaratan pola konvensional yang perlu

lagi dipenuhi dalam proses belajar. Upaya penyediaan pola belajar tersebut

termasuk penerapan konsep pendekatan sistem.

c. Pendapat Romiszowski

Romiszowski mengemukakan beberapa alasan mengenai alternatif proses

belajar tersebut. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah :

- alternatif tadi sebagai suatu contoh pola belajar yang memperhatikan

siswa

- perbedaan karakteristik siswa jauh lebih diperhatikan karena siswa tidak

perlu lagi menunggu teman lainnya untuk melanjutkan proses belajar

- model belajar tadi memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan rasa tanggung-jawab terhadap keberhasilan belajar

sendiri.

Individualisasi belajar dapat dilakukan terhadap :

- laju belajar : korelasi kecepatan seseorang dalam mengkaji atau

menelaah materi dengan waktu yang dibutuhkan

- materi belajar, media, dan metode : berkaitan dengan disain pesan

- tujuan belajar, metode serta kriteria evaluasi (belajar).

Page 18: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 18

* Interaksi Belajar – Mengajar

a. Faktor eksternal

Belajar memerlukan dukungan dari lingkungan atau faktor eksternal.

Guru, sekolah, serta sarana belajar lain termasuk lingkungan belajar. Situasi

interaktif dituntut agar proses belajar berjalan lancar. Situasi interaktif

adalah situasi yang memungkinkan seorang siswa atau peserta didik

berinteraksi dengan lingkungan belajar fisik (media dan sumber belajar lain)

dan guru atau narasumber. Situasi interaktif perlu memberi kesempatan

kepada siswa / peserta didik untuk menciptakan respon selama proses

penyerapan materi berlangsung. Situasi belajar interaktif juga ditandai

dengan pemberian umpan-balik segera yang dibutuhkan siswa.

b. Kegiatan instruksional

Kegiatan instruksional dianggap sebagai faktor eksternal atau lingkungan

fisik harus dirancang agar bisa menjadi landasan situas interaktif tadi.

Gagne mengungkapkan pada pelaksanaannya kegiatan instruksional, atau

selama peristiwa belajar terjadi, berupa satu rangkaian kegiatan yang

memberi peluang untuk maju. Siswa perlu dilibatkan dalam kegiatan

instruksional.

Heinich, et al, edisi ke 5, 1996 menganggap kegiatan instruksional sebagai

upaya pengaturan informasi dan lingkungan untuk membantu dan

menyediakan berbagai keperluan (facilitate) proses belajar. Lingkungan

tidak hanya berarti lokasi atau tempat proses belajar berlangsung. Termasuk

di dalamnya adalah metode, media, serta perangkat keras yang dibutuhkan

untuk menyampaikan dan menuntun / membina siswa aau peserta didik

untuk belajar. Rumusan mereka itu sejalan dengan pendapat Gagne (edisi ke

Page 19: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 19

empat, 1992) mengenai kegiatan instruksional sebagai faktor eksternal

belajar.

* Model Interaksi Belajar-Mengajar

Heinich, et al., 1996 merumuskan interaksi belajar-mengajar berbentuk suatu

proses yang melibatkan pemilihan, pengaturan, dan penyampaian informasi

(materi belajar) serta cara atau usaha siswa untuk berinteraksi terhadap materi

tersebut. Berdasarkan definisi ini kegiatan instruksional perlu dirancang secara

optimal dan hati-hati agar respons atau interaksi bisa terjadi. Jika interaksi

terjadi, maka situasi interaktif berhasil diciptakan. Heinich, et al. menganjurkan

penerapan konsep komunikasi dari Schramm sebagai jalan keluar untuk

menciptakan situasi interaktif.

a. Model interaksi belajar-mengajar dari Schramm

Skema Schramm menggambarkan konsep dasar komunikasi yang

disesuaikan dengan kondisi belajar mengajar.

(Interaksi B – M dari Schramm, dikutip oleh Heinich, et al, 1996).

Landasan skema di atas adalah konsep dasar komunikasi. Interaksi belajar-

mengajar yang baik berwujud sebagai suatu komunikasi. Komunikasi terjadi

PENGIRIM PERUMUS kode (AKTIF)

SSIIGGNNAALL PERUMUS kode PENERIMA (PASIF)

NOISE

UMPAN BALIK

BIDANG PENGALAMAN (Penerima)

BIDANG PENGALAMAN (Penerima)

Page 20: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 20

karena ada pengiriman pesan atau informasi untuk penerima melalui metode

atau saluran tertentu.

Tugas utama pengirim secara aktif, merumuskan pesan dalam bentuk kode-

kode atau mengolah pesan sesuai dengan kebutuhan penerima. Kemudian,

pengirim menentukan saluran, metode tertentu disesuaikan dengan pesan

dan sifat penerima. Sebaliknya, tugas utama penerima yaitu mempersiapkan

diri untuk menerima dan mengolah pesan (dan kode-kode) tadi. Penerima,

setelah mencerna pesan, diharapkan dapat memberikan reaksi terhadap

proses pengiriman pesan.

Reaksi atau umpan balik dibutuhkan agar pengirim bisa memantau

kelancaran proses komunikasi. Titik temu atau persinggungan bidang

pengalaman pengirim dan penerima pesan (arsir pada gambar) merupakan

peningkatan pengetahuan atau informasi di pihak penerima sebagai akibat

proses komunikasi.

b. Penerapan dalam PBM

Jika diterapkan pada situasi kelas, skema ini menunjukkan bahwa guru

sebagai pengirim, sedangkan siswa sebagai penerima. Metode penyampaian

dan media disimbolkan sebagai signal. Signal sebenarnya menunjuk pada

proses pengolahan informasi meliputi pemilihan bentuk, rangkaian serta

cara sampai bentuk informasi yang diterima pada siswa. Misalnya, dalam

bentuk metode ceramah dan diskusi kelompok. Adapun titik temu atau

persinggungan yang terjadi antara bidang pengalaman guru dan siswa

dianggap sebagai hasil belajar yang berbentuk peningkatan kemampuan

atau ketrampilan siswa.

c. Model kegiatan instruksional Gagne

Gagne percaya bahwa faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap

kelancaran proses belajar. Seperti dikutip oleh Gagne, Briggs, dan Wager,

Page 21: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 21

model kegiatan instruksional yang diusulkan oleh Gagne meliputi 9 langkah,

tetapi dapat dibagi menjadi 4 fase. Fase-fase instruksional itu adalah :

(1). Fase Motivasi

Fase ini meliputi dua kegiatan awal, yaitu memusatkan konsentrasi belajar,

menjelaskan tujuan belajar, serta fase pengaktifan materi belajar sebelumnya.

Fase ini menunjukkan bahwa proses belajar perlu dikendalikan oleh guru.

(2). Fase Penyampaian materi belajar.

Fase ini meliputi penyampaian materi belajar (penyampaian materi inti –

materi berkaitan dengan topik, bimbingan belajar, penerapan / latihan

kinerja, serta pemberian umpan balik.

(3). Fase Evaluasi

Fase evaluasi adalah fase pemantauan proses belajar. Fase ini memberi

kesempatan kepada siswa untuk mencobakan kemampuan atau

ketrampilannya dalam situasi tertentu.

(4). Fase Penerapan.

Fase penerapan berkaitan dengan pengaktifan kinerja belajar pada situasi

berbeda dari kondisi belajar-mengajar. Pada fase ini, siswa dituntut untuk

memperlihatkan kemampuannya mengadaptasi kemampuan dalam situasi

lain di luar proses belajar mengajar (PBM).

* Peran Guru

Di Indonesia, seorang guru memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Ia

bekerja dengan waktu yang tidak terbatas. Ia tidak hanya mengajar, namun

seringkali ia juga harus mengemban peran mendidik dalam arti yang luas.

Berikut penjelasan tentang profesi guru.

a. Guru sebagai penyaji materi

Fungsi guru yang utama selama ini adalah sebagai penyaji materi. Peran

guru ini menempatkan posisi guru bagi siswa sebagai narasumber. Ia harus

menjabarkan atau menjelaskan materi selama proses belajar berlangsung.

Peran ini terbagi dua, yakni sebagai guru kelas dan guru bidang studi.

Page 22: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 22

(1). Guru kelas

Pada tingkat pendidikan dasar, konsep guru kelas diterapkan menyeluruh.

Guru kelas bertanggung jawab atas penyajian seluruh materi belajar serta

pengelolaan kelas di tingkat tertentu. Seorang guru kelas 3 SD, bertanggung

jawab untuk mengajar semua materi yang tercantum dalam kurikulum.

Selain itu, dia juga harus menjadi wali kelas serta mengelola kelancaran

proses belajar mengajar sehari-hari.

(2). Guru bidang studi

Guru bidang studi bertanggung jawab atas satu bidang ajaran, namun

mengajar di seluruh jenjang pendidikan. Guru bidang studi biasanya

ditemui pada tingkat pada tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMU).

Jadi, sebagai guru ia bertanggung jawab atas penyajian materinya saja serta

pengelolaan belajar bagi materinya.

b. Multiperan Guru dalam PBM

(1). Guru adalah komunikator

Berkaitan dengan penyajian materi dan penciptaan situasi interaktif di kelas,

guru harus bertindak sebagai komunikator. Seorang guru harus

memikirkan sistem penyampaian materi yang efektif. Untuk melaksanakan

tugas ini, guru perlu mengolahmateri, memilih cara penyampaian, serta

menentukan umpan balik seperti yang dibutuhkan siswa.

(2). Guru adalah perancang sekaligus pengelola PBM

Disamping penyaji materi serta komunikator, seorang guru harus mampu

menjadi perancang lingkungan dan kondisi belajar mengajar. Salah satu

wujud tuga ini berbentuk pengembangan ‘satuan pelajaran’ (SATPEL).

Satuan pelajaran ini merupakan ‘terjemahan’ dari garis-garis besar materi

yang tertuang dalam kurikulum. Satuan pelajaran disusun untuk

kebutuhan materi belajar sehari-hari. Sebagai pengelola, guru harus dapat

mengoptimalkan serta menerapkan teori-teori belajar dan teori

Page 23: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 23

instruksional bagi penciptaan proses belajar. Selain itu, guru dituntut harus

jeli untuk memanfaatkan lingkungan bagi kepentingan siswa.

Cangelosi & Ely mendeteksi perubahan peran guru sebagai perancang dan

pengelola seiring dengan tuntutan zaman. Menurutnya, ternyata kewajiban

guru itu multiperan. Ia dituntut harus mampu membina siswa untuk

bersikap kooperatif. Siswa memang perlu dipersiapkan untuk dilibatkan

dalam proses belajar mengajar di kelas. Keberhasilan belajar harus

didukung oleh sikap kooperatif seluruh siswa yang ada di kelas.

(3). Guru adalah evaluator

Sebagai evaluator, guru harus dapat mengamati tingkat keberhasilan siswa.

Ia juga harus menentukan tehnik pengukuran dan criteria keberhasilan

belajar, menentukan format pengurukan hasil belajar. Berkaitan dengan

kesulitan belajar, guru harus mendeteksi kesulitan serta menentukan

penyelesaiannya. Pada akhir masa belajar, biasanya guru tersebut harus

menentukan keberhasilan atau “nilai” yang diperoleh siswa sebagai bahan

pertimbangan untuk kenaikan jenjang belajar.

Page 24: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 24

* Peran Media Instruksional

a. Pengertian Media Instruksional

(1). Media sebagai saluran komunikasi belajar –mengajar

Sebagai suatu proses komunikasi, interaksi belajar-mengajar memerlukan

saluran tertentu untuk menyampaikan materi. Media sangat penting dalam

proses penyampaian materi tersebut. Heinich, et al, edisi keempat,

merumuskan media instruksional sebagai suatu saluran komunikasi,

berbentuk apa saja selama dapat menyampaikan pesan dari pengirim ke

penerima. Dengan demikian, media instruksional bisa dipilih apa saja

selama media tersebut mampu menyampaikan materi dan “membelajarkan”

penerima pesan atau siswa.

(2). Peran media instruksional

Media instruksional digunakan dalam PBM untuk mencegah timbulnya

gejala verbalisme. Gejala ini terjadi karena pesan berupa kata-kata

(pengertian abstrak) yang bisa membingungkan. Media instruksional juga

diharapkan agar menciptakan suasana yang “mendekati” kenyataan.

Kenyataan atau bentuk fisik diwakili oleh media. Seperti disarankan oleh

Bruner dan Dale – dua ahli instruksional – dengan digunakan media dalam

proses belajar, maka proses belajar menjadi lebih mudah. Apalagi jika materi

dimulai dari bersifat kongkrit menuju abstrak kontinum.

b. Kategori media instruksional

Penggunaan media dalam menyampaikan materi berkaitan erat dengan

upaya penggunaan indera manusia secara optimal. Dengan mengaktifkan

seluruh indera manusia, proses komunikasi dapat terbentuk melalui lebih

dari satu saluran saja.

Page 25: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 25

(Penyerapan materi menurut Bruner & Dale, dikutip dari Heinich, et al, 1996).

Berdasarkan indera ini, rumusan kategori media instruksional terdiri atas :

- benda nyata atau model

- media audio, misalnya audio kaset

- media visual, misalnya foto

- media audiovisual, misalnya video

- media interaktif : komputer, interactive video, CD-ROM

* Sumber belajar

Sumber belajar merupakan upaya pelembagaan segala bentuk dan karakteristik

media instruksional. Pelembagaan tidak dimaksudkan untuk menunjuk satu

gedung atau satu atap. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan

materi belajar dan dimanfaatkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan. Bagi

Demonstrasi

Simbol Verbal

Simbol Visual

Gambar Gerak

Televisi

Pameran

Pengalaman “Buatan” (Drama)

Penggalan Pengalaman

Pengalaman Langsung

Abstrak

Kongkrit

Page 26: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 26

Percival dan Ellington, seperti dikutip oleh Prawiradilaga, sumber belajar

diarahkan untuk penyelenggaraan proses belajar secara optimal. Sumber belajar

terbagi atas sumber belajar nonmanusia dan manusia.

a. Sumber belajar nonmanusia : Lingkungan

Pada uraian sebelumnya, seringkali lingkungan disebut-sebut dalam proses

belajar. Lingkungan memang merupakan materi belajar yang sangat

bermanfaat. Lingkungan dimana individu berada dapat dimanfaatkan sebagai

sumber materi, baik materi yang terikat dengan kurikulum, maupun materi

yang tidak mengikat namun dapat digunakan pada satu peristiwa belajar.

Lingkungan belajar memang ada yang sengaja diciptakan, seperti museum,

perpustakaan, dan sebagainya. Disamping itu, ada lingkungan alam dan

kebendaan lain yang dimanfaatkan karena kebutuhan akan penyerapan materi

tersebut. Lingkungan belajar tadi termasuk lingkungan belajar bersifat

nonmanusia. Lingkungan yang dirancang sebagai sumber belajar misalnya

museum dan perpustakaan.

b. Manusia sebagai sumber belajar

Manusia, selain guru, bisa berperan sebagai sumber belajar. Istilah sumber

belajar manusia adalah narasumber. Para pakar dan seseorang yang dianggap

ahli atau tahu secara mendalam akan sesuatu hal termasuk kelompok

narasumber. Persyaratan utama narasumber adalah memiliki wawasan luas

mengenai penerapan bidang ilmunya. Selain itu, narasumber perlu memiliki

kemampuan untuk “menularkan” kemampuan atau keahliannya kepada siswa

atau peserta didik.

c. Pusat Sumber Belajar

Pusat Sumber Belajar adalah tempat yang sengaja dirancang untuk

mengembangkan, menggunakan, menyimpan berbagai sumber belajar yang

dimanfaatkan untuk proses belajar. Tentu saja suatu pusat sumber belajar

memerlukan pengelolaan tersendiri agar pemanfaat seluruh sumber belajar

Page 27: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 27

yang ada dapat terlaksana secara maksimal. Suatu pusat sumber belajar terdiri

atas sumber belajar nonmanusia dan manusia. Khusus sumber belajar

manusia adalah para tenaga ahli atau pakar yang dapat membantu dan

mendukung setiap pengguna atau peserta didik untuk memanfaatkan sumber

belajar dan mengatasi kesulitan belajar. Beberapa contoh tenaga ahli adalah

tenaga ahli bidang tertentu, misalnya ahli fisika, matematik, ilmu sosial serta

pakar untuk bidang proses belajar, pengembang instruksional serta ahli media

instruksional. Seluruh aspek pusat sumber belajar bersifat sistem, sehingga

setiap pihak memiliki peran penting terhadap proses belajar.

Page 28: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 28

Heinich, Robert M.; Michael H Molenda & James D.Russell (1993). Instructional

Media and the New Technologies of Instruction (4th ed.). New York : MacMillan

Publishing, Co.

Kemp, Jerold E. & Diane K. Dayton (1985). Planning and Producing Instructional

Media (5th ed.). New York : Harper & Row, Publ.

Prawiradilaga, Dewi Salma, “Antara PSDM dan Teknologi Pendidikan : Suatu

Gagasan untuk Penerapan Teknologi Pendidikan di Dunia Bisnis”, Makalah.

Kongres II IPTPI di Malang, 1992.

-----------------, “Restrukturisasi Peran PSB bagi Masyarakat Akademik”, Makalah.

Temukarya LSB di IKIP Jakarta, 1993.

Fleming, Malcolm & W Howard Levie (1978). Instructional Message Design

Principles. Englewood Cliffs, NJ : Educational Technology Publ.

Gagne, Robert M & Leslie J. Briggs, Walter W. Wager (1992). Principles of

Instructional Design (4th ed.). Fort Wort, TX : Harcorut, Brace, Jovanovich.

Slavin, Robert E. (1993). Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice.

Boston, MA : Allyn & Bacon.

Armstrong, Thomas (1994). Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria,

VA : Association for Curriculum Development.

Saettler, Paul (1990). The Evolution of American Educational Technology.

Englewood, COL. : Libraries Ltd.

Wittich, Walter A. & Charles F. Schuller (1973). Instructional Technology : Its

Nature and Use. New York : Harper & Row, Publ.

Gagne, Robert M. (Ed., 1987). Instructional Technology Foundations. Hillsdale, NJ :

Lawrence Erlbaum Assc., Publ.

Ellington, Hendry & Duncan Harris (1986). Dictionary of Instructional Technology.

London, UK : Kogan Page.

AECT (1977). The Definition of Educational Technology. Washington, DC : AECT.

NSPI (1986). Introduction to Performance Technology. Washington, DC : NSPI.

Page 29: Dewisp filosofi teknologi_pendidikan

makalahTP2\DSP. 29

Seels, Barbara & Rita C. Richey (1994). Instructional Technology : The Definitions

and Domains of the Field. Washington, DC : AECT.

Ely, Donald P. & Tjeerd Plomp (1996). Classic Writings on Instructional Technology.

Englewood, COL. : Libraries Unlimited, Inc.