desain penelitian epidemiologi deskriptif

33
BAB I Pendahuluan Telah diketahui bahwa untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah, dan mengobati penyakti serta memulihkan kesehatan masyarakat perlulah disediakan dan diselenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat (public health servies) yang sebaik-baiknya. Untuk dapat menyediakan dan meyelenggarakan pelayanan kesehtan tersebut, banyak yang harus diperhatikan, yang paling penting adalah pelayanan kesehatan yang dimaksud harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun sekalipun terdapat kesesuaian seperti ini telah menjadi kesepakatan semua pihak, namun dalam praktek sehari-hari tidaklah mudah dalam menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dimaksud. Untuk mengatasinya, telah diperoleh semacam kesepakatan bahwa perumusan kebutuhan kesehatan dapat dilakukan jika diketahui masalah kesehatan dimasyarakat. Dengan kesepakatan yang seperti ini diupayakanlah menemukan masalah kesehatan yang ada dimasyarakat tersebut. Demikianlah, berpedoman pada kesepakatan yang seperti ini, dilakukan berbagai upaya untuk menemukan serta merumuskan masalah kesehatan dimasyarakat. Upaya tersebut dikaitakan dengan menentukan frekuensi, peyebaran serta factor-faktor yang mempengaruhui frekuensi dan penyebaran disuatu masalah kesehatan dimasyarakat tercakup dalam suatu cabang ilmu khusus yang disebut dengan nama Epidemiologi.

Upload: kugy-yguk

Post on 09-Nov-2015

185 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

Epidemiologi Dasar

TRANSCRIPT

BAB I

Pendahuluan

Telah diketahui bahwa untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah, dan mengobati penyakti serta memulihkan kesehatan masyarakat perlulah disediakan dan diselenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat (public health servies) yang sebaik-baiknya.

Untuk dapat menyediakan dan meyelenggarakan pelayanan kesehtan tersebut, banyak yang harus diperhatikan, yang paling penting adalah pelayanan kesehatan yang dimaksud harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun sekalipun terdapat kesesuaian seperti ini telah menjadi kesepakatan semua pihak, namun dalam praktek sehari-hari tidaklah mudah dalam menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dimaksud.

Untuk mengatasinya, telah diperoleh semacam kesepakatan bahwa perumusan kebutuhan kesehatan dapat dilakukan jika diketahui masalah kesehatan dimasyarakat. Dengan kesepakatan yang seperti ini diupayakanlah menemukan masalah kesehatan yang ada dimasyarakat tersebut. Demikianlah, berpedoman pada kesepakatan yang seperti ini, dilakukan berbagai upaya untuk menemukan serta merumuskan masalah kesehatan dimasyarakat. Upaya tersebut dikaitakan dengan menentukan frekuensi, peyebaran serta factor-faktor yang mempengaruhui frekuensi dan penyebaran disuatu masalah kesehatan dimasyarakat tercakup dalam suatu cabang ilmu khusus yang disebut dengan nama Epidemiologi.

Subjek dan objek epidemiologi adalah tentang masalah kesehatan. Ditinjau dari sudut epidemiologi, pemahaman tentang masalah kesehatan berupa penyakit sangatlah penting. Karena sebenarnya berbagai masalah kesehatan yang bukan penyakit hanya akan mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan soal penyakit, maka pada lazimnya masalah kesehatan tersebut tidak terlalu diprioritaskan penanggulangannya.

Demikianlah karena pentingnya soal penyakit ini, maka perlulah dipahami dengan sebaik-baiknya hal ikhwal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Kepentingan dalam epidemiologi paling tidak untuk mengenal ada atau tidaknya suatu penyakit dimasyarat sedemikian rupa sehingga ketika dilakukan pengukuran tidak ada yang sampai luput atau tercampur dengan penyakit lainnya yang berbeda.

BAB IIDASAR-DASAR TEORIEpidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu. Epidemiologi deskriptif juga dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit (Murti,1997). Dari komponen penting yang ada dalam epidemiologi yang termasuk kedalam desain studi epidemiologi deskriptif yaitu frekuensi masalah Penyebaran masalah kesehatan (Setyawan, 2008).Desain penelitian mencakup semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan pada sebuah penelitian, sangat penting dalam riset epidemiologi karena desain penelitian merupakan struktur konseptual yang diperlukan peneliti untuk menjalankan riset dan merupakan blueprint yang diperlukan untuk mengumpulkan, mengukur, dan menganalisis data dengan koefisien (Kothari, 1990). Desain penelitian akan sangat membantu bagi peneliti untuk dapat menerjemahkan hipotesis konseptual yang abstrak menjadi hipotesis operasional yang terinci, specifik, terukur sehingga siap untuk diuji.Tujuan epidemiologi deskriptif:

1) Memberikan informasi tentang distribusi penyakit, besarnya beban penyakit, dan kecenderungan penyakit pada populasi, yang berguna dalam perencanaan dan alokasi sumber daya untuk intervensi kesehatan.

2) Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit.

3) Merumuskan hipotesis tentang paparan sebagai faktor risiko/ kausa penyakit (Murti, 1997).

Ciri-ciri dari desain epidemiologi deskriptif:a) Hanya ada 1 kelompok studi

b) Mengukur insidensi atau prevalensi

c) Menggambarkan distribusi penyakit menurut variabel tempat, orang dan waktu.

d) Tidak ada kesimpulan tentang hubungan antara ekposure dan outcome

e) Informasi yang diperoleh dapat mengarahkan suatu eksposure dengan outcome tertentu.

f) Penyajian dilakukan dengan grafik, tabel, spot-map dan sebagainya (Pramono, 2011).

Upaya mencari frekuensi distribusi penyakit berdasarkan epidemiologi deskriptif dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan :a) Siapa yang terkena?

b) Bilamana hal tersebut terjadi?

c) Bagaimana terjadinya?

d) Dimana kejadian tersebut?

e) Berapa jumlah orang yang terkena?

f) Bagaimana penyebarannya?

g) Bagaimana ciri-ciri orang yang terkena?Berdasarkan unit pengamatan/analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 kategori :a) Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).b) Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional).2.1 Laporan Kasus (case report)

Laporan kasus merupakan mata rantai yang esesnsial antara kedokteran klinis dan kesehatan masyarakat. Pendidikan kedokteran klinis yang berkesinambungan sering menggunakan format laporan kasus untuk memudahkan komunikasi diantara penyedia layanan kesehatan atau untuk pengajaran mahasiswa. Namun laporan kasus pada pendidikan kedokteran klinis sedikit berbeda dengan laporan kasus di dalam epidemiologi deskriptif. Studi ini bersifat observasional.Pada metode epidemiologi, klinisi yang lihai mencatat yang ganjil dalam kemunculan pasien tertentu atau adanya kalster kejadian yang tifak biasa. Namun, apa yang mebuat sesuatu menjadi ganjil atau tidak biasa? Ada beberapa petunjuk yang dapat menarik perhatian seseorang, yaitu :

Kehadiran penyakit pada populasi yang tidak biasa. Misalnya, PCP yang menjangkit lansia, pasien luluh imun, tetapi jarang terlihat pada populasi anak muda yang sehat

Kehadiran gejala atau penyakit yang tidak dikenal sebelumnya

Kehadiran penyakit yang lebih atau kurang para dari kejadian sebelumnya, atau penyakit dengan karakteristik yang berbeda dari sebelumnya ( seperti resistensi genetik terhadap obat, kegagalan penanganan dengan standar terapi, perawatan, dll).

Kehadiran penyakit yang ditularkan dengan cara yang tidak umum atau tidak diperkirakan sebelumnya

Klaster (temporal atau geospasial) penderita penyaikit yang tidak biasaLaporan kasus sering dikomunikasikan dalam satu fasilitas, tetapi dapat juga disebarluaskan melalui jurnal yang ditinjau oleh para ahli, Badan-badan pemerintah yang mengawasi pelajanan klinis (miss; badan peninjauan rumah sakit), atau lembaga pemerintah (mis; Centers for Disaese Control and Prevention, depertemen kesehatan). Laporan disebarkan, tergantung kebutuhan, dalam praktisi kedokteran dan lembaga kesehatan masyarakat lain. Dari laporan kasus, dapat dilakukan penelusuran kasus-kasus yang serupa dan rekomendasikan prosedur diagnosisnya jika penyedia jasa pelayanan menemukan kasus tersebut dikemudian hari. Hal itu membantu penyelenggaraan aksi kesehatan masyarakat, jika diperlukan.2.1.1 Kelebihan dan KelemahanKelebihan

a) langkah awal untuk mempelajari suatu penyakitb) jembatan antara penelitian klinis dan penelitian epidemilogic) Dasar penelitian lebih lanjut

- degan melihat kelompok yang berisiko tinggi

- degan membuktikan hipotesis yang dibangunKelemahana) Hanya berdasarkan kasus-kasus yang dilaporkan saja.

b) Gambaran distribusi, frekuensi yang diperoleh tidak dapat mewakili populasi2.1.2 Tujuan :a) Diperoleh informasi tentang distribusi frekuensi penyakit/masalah kesehatan yang diteliti.b) Diperoleh informasi tentag kelompok yang berisiko tinggi terhadap penyakitc) Dapat dipakai untuk membangun hipotesis baru2.1.3 Ciri khas:a) Satu kasus diteliti oleh beberapa pengamat, digali informasi secara mendalam meliputi berbagai aspek yang cukup luas degan menggunakan berbagai tehnik untuk mendapatkan karakteristik kasusb) Biasanya dilakukan terhad kasus penyakit yang baru atau jarangc) Hasil yang diharapkan berupa definisi kasus2.1.3 Contoh Kasus laporan kasus (Case Report)sebuah publikasi melaporkan seorang wanita muda mengkonsumsi kontrasepsi oral dan menderita embolisme paru.2.2 Studi Seri Waktu (case series)

Studi seri waktu disebut juga serial kasus, serial kasus sama seperti laporan kasus, namun ada perbedaan dalam jumlah kasus yang diteliti. Serial kasus biasanya meneliti lebih dari satu kasus, sedangkan laporan kasus biasanya hanya mengkaji satu kasus. Serial kasus termasuk penelitian observasional. Selain itu, serial kasus sering kali mengidentifikasikan data denominator saja, meskipun metode untuk mendapatkan data denominator itu terkadang dengan penghitungan secara kasar. Misalnya, penyediaan jasa, yang melihat enam kasus Trichomonas vaginalis (penyakit yang ditularkan secara seksual) yang tidak berespon terhadap metronidazol (terapi umum) setelah pasien patuh mencoba beberapa siklus terapi, mungkin melakukan laporan kasus ke dalam atas keenam pasien itu. Penyedia jasa kemudian mengidentifikasikan berapa banyak kasus T. Vaginalis yang resisten terhadap metronidazol yang terjadi selama kurun waktu tertentu di klinik itu. Jumlah T. Vaginalis yang resisten metronidazol menjadi numerator, dan jumlah orang yang terapi T. Vaginalis dengan metronidazol sebagai denominator. Bila dihitung, kedua data tersebut akan menghasilkan rate (meskipun rate tersebut tidak selalu hanya satu), meskipun berupa angka kasar dengan alasan berikut :

Data bersifat retrospektif. Dokumentasi pertanyaan penelitian yang spesifik untuk data yang bersifak retrospektif tidak mungkin dikumpulkan secara sistematis. Pasien lain mungkin memiliki maninfestasi klinis yang sama dan belu di data, atau mereka mungkin tercakup dalam set data tetapi tidak didokumentasikan sebagaiman mestinya. Jadi, informasi tentang setiap pasien yang dimaksud dapat hilang atau pertanyaan yang diajukan dipahami beberapa pasien.

Catatan klinis tidak tersedia lengkap. Kemampuan untuk meninjau semua catatan status tentang T. Vaginalis, terapi metronidazol, atau sedikitnya outcome lainnya. Mislanya, catatan ststus tidak ada karena pasien sering sakit, karena mereka tidak pernah sakit, atau alasan lainnya yang tidak diketahui. Artinya, individu yang datanya dikumpulkan, mungkin berbeda dari mereka yang datanya tidak dapat dikumpulkan.

Klinik berbasis populasi hanya memberikan individu yang mampu memanfaatkan pelayanan diklinik tertentu. Mungkin ada individu lain yang tidak memiliki akses ke klinik, tidak memiliki asuransi, atau tidak mampu mencari pengobatan. Individu lain mungkin tidak mengalami gejala yang endorong mereka untuk mencari pengobatan, atau mereka sebelumnya telah diobati denga nmetronidazol, tetapi apapun alasannya tidak kembali untuk menjalani perawatan lanjut meskipun perawatan itu sebenarnya diperlukan. Ini berati bahwa rate yang menjadi dasar di klinik tidak ekuivalen dengan jumlah populasi dasarnya.

Namun demikian, estimasi rate pasien yang T. Vaginalis yang resistan terhadap metronidazol di klinik, berapapun kasarnya, dapat berguna untuk menilai apakah hal ini merupakan kejadian langka atau tiba-tiba meningkat atau mungkin memang demikian adanya. Lagipula, serial kasus biasanya menggunakan alat pengupulan data yang lebih sistematis daripada laporan kasus, yang meningkatkan reliabilitasi dan validitas data. Studi ini merupakan surveilans yang rutin dilakukan untuk suatu penyakit yang belum jelas diagnosisnya atupun sudah jelas diagnosisnya. Studi ini dapat juga digunakan untuk mendeteksi munculnya penyakit baru dan epidemic.2.2.1 Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan

a) Langkah awal untuk mempelajari suatu penyakitb) Jembatan antara penelitian klinis dan penelitian epidemilogic) Dasar penelitian lebih lanjut

- degan melihat kelompok yang berisiko tinggi

- degan membuktikan hipotesis yang dibangunKelemahan

a) Hanya berdasarkan kasus-kasus yang dilaporkan saja.

b) Gambaran distribusi, frekuensi yang diperoleh tidak dapat mewakili populasi2.3 Studi Kolerasi Ekologis

Studi korelasi ekologis disebut juga penelitian ekologi. Penelitian ekologi berbeda dari jenis epidemiologi deskriptif lainnya karena individu tidak menjadi unit analis. Pada penelitian ekologi, penganalisisan dalam tingkat kelompok. Penelitian ini amat penting karena :

Penelitian ekologi sering kali mengemukakan hipotesis penting yang perlu dilanjutkan oleh penelitian analitik.

Penelitian ekologi membuat perbandingan antara sekelompok besar orang katakanlah, penghuni negara yang berbeda beda yang terkadang tidak mungkin.

Penelitian ekologi dapat dilakukan tanpa menggunkan sumber daya dan substansial; pelaksanaan, analis, dan interpretasi penelitian ekologi terkadang cukup dengan menggunakan informasi yang tersedia secara umum.

Perbandingan geografis bisa dilakukan dalam penelitian ekologi, tetapi cara itu bukanlah satu-satunya pendekatan. Perbandingan lain mencakup kelas sosial, sekolah, jenis kelamin, ras, atau berbagai variable kelompok lainnya. Data yang tersedia sering berupa gambaran tentang outcome atau pajanan, dan kemudian data tersebut dihubungkan dengan data deskriptif tambahan penelitian yang berada misalnya, seseorang dapat menghubungkan data tentang seks yang tidak aman dan penjualan kondom untuk menyelidiki keterkaitannya (bukan hubungan sebab akibat).

Berikut ini contoh yang lebih mudah. Bayangkan kita memiliki statik tentang jumlah kasus kondom yang dijual oleh wilayah di suatu negara bagian berbeda selama kurun waktu 10 tahun, disamping angka yang dilaporkan (disesuaikan untuk perbedaan usia struktur populasi dasar) tentang tiga penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, gonorhea, klamidia, dan siphilis pada periode waktu yang sama. Hubungan antara variabel independen penjualan kondom (panjanan) dan variabel nindependen setiap jenis penyakit (outcome) dapat dihitung. Ini merupakan informasi yang berharga. Data itu dapat diringkas tentang hubungan penjualan kondom dan outcome PMS (Penyakit Menular Seksual).

Namun, penelitian ekologi bukannya tanpa keterbatasan, meskipun penelitian itu sangat penting dan telah merangsang banyak penelitian kesehatan masyarakat yang di signifikan lainnya dalam kesusksesan selanjutnya. Desain ekologis amat penting untuk memahami semua hubungan pada banyak area penelitian. Misalnya, pada kasus HIV, penelitian ekologi menunjukan bahwa sirumisis berhubungan tingkat keterjangkitan HIV.2.3.1 Kegunaan Studi KolerasiStudi korelasi menggunakan data dari seluruh populasi untuk membandingkan:a) Frekuensi penyakit pada kelompok yang berbeda dari suatu populasi pada suatu periode yang samab) Frekuensi dari kelompok yang sama pada periode yg berbedaBerikut beberapa contoh ukuran agregat :a) Mean dan Medianb) Proporsi dari kumpulan nilai-nilai individu di suatu kelompok misal : nilai rate suatu penyakit ; insidens, prevalens nilai rata-rata asupan lemak pada suatu kelompok individu /masyarakat nilai cakupan program nilai median dari penghasilan sekelompok individu Analisis yang dilakukan dapat bersifat:

a) deskriptif : melihat distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti (dalam unit agregat)b) analitik : melihat korelasi/hubungan antara variabel-variabel diteliti jika variabel exposure dan variabel outcome diukur sebagai data kontinyu hubungannya secara statistik diuji dengan uji korelasi kekuatan/keeratan hubungan dilihat dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) jika variabel exposure dan variabel outcome diukur sebagai data kategorikal hubungannya secara statistik dapat diuji dengan uji ( kuadrat, atau regressi logistik kekuatan hubungan dilihat dengan menghitung RR atau OR 2.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Dari Studi Kolerasi ekologisKelebihan

a) Disain studi yang paling sering digunakan sebagai langkah awal untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan antara faktor risiko dan kejadian penyakitb) Dapat dilakukan cepat dan tidak mahal karena data yang diperlukan biasanya telah tersediac) Pemerintah atau instansi swasta biasanya secara rutin mengumpulkan data: demografi, produksi pangan, pencatatan pelaporan mengenai morbiditas dan mortalitas, Industri dan pabrik dsb.Kelemahana) Tidak dapat melihat hubungan ditingkat individu. b) Ada ecologic fallacy, yakni bias dalam menginterpretasikan (keliruan)Contoh: ada hubungan antara angka cakupan imunisasi campak dengan angka insidens campak (hubungan dalam tingkat agregat) ( belum berarti dalam tingkat idividu ada hubungan antara imunisasi dengan kejadian penyakit campak pada seseorang.Untuk membuktikan adanya hubungan ditingkat individu : perlu memformulasikan hipotesis baru( studi epidemiologi analitikKeterbatasan utama penelitian ekologi disebut ecologic fallacy ( keliruan ekologis ). Kekeliruan itu terjadi karena kita tidak mengetahui apa hubungan yang terlihat pada tingkat agregat (kelompok) juga dapat terjadi pada tingkat individu. Misalnya, meskipun kita memiliki statik yang mengelompokan perilaku keompok, kita sama sekali tidak mengetahui karakterstik setiap individu didalam kelompok. Anggaplah wilayah yang penjualan kondomnya paling tinggi memiliki tingkat PMS yang terendah. Hal ini memunculkan hipotesis bahwa penggunaan kondom yang meningkat berhubungan dengan PMS yang menurun. Namun, kita tidak pernah mengetahui apakah orang dalam kelompok dengan angka PMS terendah adalah mereka yang enggunakan kondom. Dapat dikatakan bahwa :

Angka PMS yang tinggi di area tertentu. Orang telah mendengar hal ini , belajar dari kampanye pemasaran sosial tentang seks yang lebih aman, dan mulai membeli banyak kondom. Namun, tidak berarti mereka pantas menggunakan kondom tersebut. Angka PMS dapat menurun dengan alasan lain, seperti meningkatknya skrining PMS yang sering dilakukan oleh klinik kesehatan masyarakat lokal.

Banyak orang yang menggunakan kondom. Namun, mereka tidak berhubungan dengan pengidap PMS. Mereka yang mengidap PMS melakukan hubungan seks tanpa pelindung, tetapi mereka melakukannya denga orang yang baru saja sembuh dari PMS, jadi kemunculan PMS yang rendah bersifat tiak alami dan tidak ada hubungannya denga penggunaannya dengan kondom.

Kita tidak mengetahui mana yang terjaid lebih dahulu : penjualan kondom yang tinggi atau tingkat PMS yang rendah. Mungkin tigkat PMS yang rendah telah ada sebelum tingkat penjualan kondom yang tinggi, yang terjadi karena alasan yang tidak berkaitan.

Yang disebut diatas hanya merupakan penjelasan potensial; mungkin banyak penjelasan lain yang tidak diungkapkan oleh data kerena keliruan ekologis. Masalah lain pada peneliti ekologi adalah bahwa peneliti ini menjamin temporalitas data. Mengetahui tentang kejadian variabel independen atau dependen mana yang terjadi lebih dahulu, biasanya tetap tidak diketahui sampai desain penelitian yang lebih kuat dapat mengevaluasikan pertanyaan penelitian pada tingkat individu. Akan tetapi, penelitian eologi merupakan penelitian yang membuahkan hipertesis yang sangat penting, dan dapat menjadi sangat berharga dalam menunjukan hubungan yang memerlukan studi lebih jauh.2.3.3 Contoh Kasus Studi korelasi tersebut mempelajari korelasi antara konsumsi daging perkapita dan frekuensi penyakit Kanker Usus di negara tertentu

a) Terlihat bahwa ada hubungan/korelasi yang +

b) Negara dengan tingkat konsumsi daging perkapita yang rendah memiliki frekuensi Kanker Usus yg rendah.

c) Negara-negara degan tingkat konsumsi daging perkapita yg tinggi memiliki Kanker Usus yang tinggi.2.4 Studi Cross-SectionalMerupakan studi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya secara serentak pada individu-individu dari populasi pada satu saat.

Dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, studi cross sectional merupakan salah satu bentuk studi observasional (non eksperimental) yang paling sering dilakukan. Kira-kira sepertiga artikel orisinil dalam jurnal kedokteran merupakan laporan studi cross sectional.2.4.1 Jenis Studi Cross Sectional :1. Studi Cross Sectional Diskriptif

Meneliti prevalen penyakit atau paparan, atau kedua-duanya pada suatu populasi tertentu. Prevalensi adalah proporsi kasus pada populasi pada suatu saat.

Studi prevalensi periode biasanya dilakukan untuk penyakit-penyakit kronis yang gejalanya intermiten. Bukan studi longitudinal karena tidak melakukan follow up.

2. Studi Cross Sectional Analitik

Mengumpulkan data prevalens paparan dan penyakit untuk tujuan perbandingan perbedaan-perbedaan penyakit antara kelompok terpapar dan kelompok tak terpapar dalam rangka meneliti hubungan antara paparan dan penyakit.Studi cross-sectional adalah metode penelitian yang menarik dan berharga. Studi cross-sectional merupakan suatu gambaran penyakit, kesehatan, medis dan fenomena psikososial yang terjadi pada satu kurun waktu. Dari sudut pandang praktis, satu kurun waktu dapat berlangsung beberapa menit sampai maksimal dua sampai tiga bulan. Kerangka waktu pada kurun waktu didasarkan pada kecepatan dan efesiensi pengumpulan data. Penelitian studi cross-sectional mencangkup lingkup wilayah dan merupakan metode yang penting bagi para epidemiologi. Desain ini termasuk desain yang paling dikenal oleh kebanyakan oran dan paling sering dilakukan dalam bentuk survey.Studi cross-sectional juga disebut sebagai studi observasi. Studi observasi tidak menggunakan metode klinis atau desain eksprimental. Hubungan, perbedaan variable, dan perubahan karakteristik dan populasi penelitian yang intervensi atau penyebabnya berasal dari ahli epidemiologi menjadi ciri studi observasi. Perubahan pada salah satu karakteristik studi dibandingkan dan dikaji dalam hubungannya dengan perubahan yang timbul pada karakter lain.

Studi cross-sectional dapat mengkaji satu atau beberapa variable sekaligus pada waktu yang sama. Asosiasi dan hubungan antarvariabel dapat dengan mudah dievaluasi dalam studi ini. Studi ini juga dapat mengkaji hubungan antar (atau diantara) kesehatan, penyakit, kondisi, cidera, atau fenomena lain sebagaimana yang terjadi atau yang menang ada dalam populasi pada satu kurun waktu tertentu.Analisis dari studi ini yang dilakukan dapat bersifat:a) distribusi frekuensi kejadian penyakit/ masalah kesehatan

b) berdasarkan orang - tempat - waktu

c) distribusi frekuensi variabel exposure dan outcome (angka prevalens)

Penelitian cross-sectional yang terperinci dapat tampak berbeda dari penelitian cross-sectional biasa, karena pengambilan sampelnya tidak dilakukan secara acak yang seadanya. Sampel seadanya (convenience sampling) adalah sampel yang terdiri atas individu yang berada dilokasi tertentu pada saat pengambilan sampel berlangsung, jenis pengambilan sampel ini merupakan jenis sampling yang tidak representative. Namun, pendekatan pengambilan sampel seadanya berguna ketika mengamati perilaku atau penggunaan jasa layanan. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan mengukur para individu mengenai pengetahuan yang mereka miliki, perilaku, dan presepsi mereka atau setiap jenis perilaku lainnya atau dengan menggunakan mekanisme pelaporan sendiri lainnya, pengklasifikasian resiko, yang bertempat di kantor praktik dokter. Akan tetapi penilaian sikap sangat berguna, bahkan jika mereka berfungsi dengan cara yang berbeda. Penelitian yang terperinci dengan pengukuran dan pengambilan sampel yang tepat memberikan informasi penting mengenai populasi. Penelitian sikap berdasarkan sampel seandainya dapat membantu merumuskan hipotesis dan membantu penelitian untuk lebih memahami tentang populasi klinik yang dijadikan sampel. Keduanya merupakan penunjang yang penting padea kesehatan masyarakat serat dalam membangun hipotesis untuk penelitian masa datang.2.4.2 Cara Melakukan Penelitian Cross-Sectional

Metode umum yang diperlukan untuk melakukan penelitian cross-sectional sulit untuk diragukan karena metode tersebut sangat bervariasi dari segi tujuan spesifik penelitian dan metode yang dipilih. Namun, untuk semua tipe metode, prinsip dasar yang telah didiskusikan tetap berlaku: menggunakan definisi kasus yang solid, skema pengambilan sampel yang jelas, pengumpulan data yang sistematik, dan melakukan metode tersamar pada staff penelitian jika metode tersebut memang tepat dan mudah dilakukan. Untuk semua penelitian, pengumpulan semua informasi yang detail mengenai perancu, dan perancu potensial harus dilakukan pada saat pengumpulan data primer. Pada penelitian cross-sectional, pengumpulan perancu dan perancu potensial lebih penting untuk dilakukan dibandingkan dalam penelitian lainnya ( tentu saja, meskipun hal itu juga penting didesain penelitian lainnya) karena tidak mungkin kita memiliki kesempatan kedua untuk mengajukan pertanyaan kepada para partisipan untuk memberikan data mengenai perancu yang ingin diteliti. Seluruh informasi harus diperoleh pada saat melakukan kontak dengan klien atau sumber data, jika tidak, akan terjadi kehilangan data dan pertanyaan yang penting serta hubungan yang terjadi dapat terlewat. 2.4.3 Langkah-langkah Studi Cross SectionalUntuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross sectional dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut.a) Identifikasi dan perumusan masalah dari variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukkannnya masing-masingMasalah yang akan diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas agar dapat ditentukan tujuan penelitian dengan jelasIdentifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap insidensi dan prevalensi berdasarkan catatan yang lalu untuk mengetahui secara jelas bahwa masalah yang sedang dihadapi merupakan masalah yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian. Dari masalah tersebut dapat diketahui lokasi masalah tersebut berada.b) Menetukan tujuan penelitian untuk menetapakan studi penelitian atau populasi dan sampelnyaTujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang dapat mengetahui apa yang akan dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa banyak dan kapan dilakukan serta siapa yang melaksanakannya.Sebelum tujuan dapat dinyatakan dengan jelas, hendaknya tidak melakukan tindakan lebih lanjut. Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian karena dari tujuan ini dapat ditentukan metode yang akan digunakan.c) Menentukan lokasi dan populasi, studi melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel dependen dan independen (dalam waktu yang sama)Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan pula populasi studinya. Biiasanya, penelitian cross sectional tdak dilakukan terhadap semua subjek studi, tetapi dilakukan kepada sebagian populasi dan hasilnya dapat diekstrapolasi pada populasi studi tersebut.Populasi studi dapat berupa populasi umum dan dapat berupa kelompok populasi tertentu tergantung dari apa yang diteliti dan di mana penelitian dilakukanAgar tidak terjadi kesalahan dalam pengumpulan data, sasaran yang dituju yang disebut subjek studi harus diberi criteria yang jelas, misalnya jenis kelamin, umur, domisili, dan penyakit yang diderita. Hal ini penting untuk mengadakan ekstrapolasi hasil penelitian yaitu kepada siapa hasil penelitian ini dilakukand) Menentukan cara dan besar sampel mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkanPada penelitian cross sectional diperlukan perkiraan besarnya sampel dan cara pengambilan sampel. Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus Snedecor dan Cochran berikut.Untuk data deskrit n= besar sampelp= proporsi yang diinginkanq= 1-pZ= simpangan dari rata- rata distribusi normal standardL= besarnya selisih antara hasil sampel dengan populasi yang masihh dapat diterimaUntuk data kontinyuS2= varian sampelCara pengambilan sampel sebaiknya dilakukan acak dan disesuaikan dengan kondisi populasi studi, besarnya sampel, dan tersediannya sampling frame yaitu daftar subjek studi pada populasi studi.Instrument yang akan digunakan dalam penelitian harus disusun dan dilakukan uji coba. Instrument ini dimaksudkan agar tidak terdapat variable yang terlewat karena dalam instrument tersebut berisi semua variable yang hendak ditelitiInstrument dapat berupa daftar pertanyaan atau pemeriksaan fisik atau laboratorium atau radiologi dan lain- lain disesuaikan dengan tujuan penelitianAnalisis data yang diperoleh harus sudah dirrencanakan sebelum penelitian dilaksanakan agar diketahui perhitungan yang akan digunakan. Rancangan analisis harus disesuaikan dengan tujuan penelitian agar hasil penelitian dapat digunakan untuk menjawab tujuan tersebut.2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Studi Cross-Sectional

a) Kelebihan Studi Cross-Sectional

1) Merupakan pengumpulan data sekali dalam satu waktu (wawanacara/pemeriksaan/survey).

2) Lebih murah dan lebih praktis untuk dilaksanakan.

3) Memberikan banyak informasi dan data yang terbukti bermanfaat untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan program medis.

4) Memberikan gambaran sekilas tentang populasi studi, memperlibatkan distribusi relative dari kondisi, penyakit, cidera, ketidakmampuan dalam kelompok dan populasi . (dari konteks inilah studi cross-sectional dipandang sebagai studi prevalensi).

5) Memberikan keterkaitan antar-atribut penyakit dan kondisi dalam kelompok atau polpulasi missal umur, sex, ras maupun social ekonomi.6) Bermanfaat untuk memprediksi penyebaran penyakit tertentu, seperti kolera, di masa depan dalam populasi.

7) Memiliki satu kelebihan pokok, yaitu bahwa studi dilaksanakan pada sampel populasi utama dan tidak bergantung pada individu yang ngajukan diri untuk mendapat perlakuaan medis.8) Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya pasien yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai.

9) Sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan di bidang kesehatan masyarakat dalam:

a) Mengukur status kesehatan

b) Kebutuhan atas pelayanan kesehatan

10) Karena data dari studi cross-sectional kebanyakan merupakan kasus-kasus prevalence dari pada kasus-kasus insidens maka memberikan informasi prevalens dari suatu terjadinya penyakit

Kelebihan lain yang dimiliki studi cross sectional adalah dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih konklusif. Misalnya suatu laporan cross sectional tentang hubungan antara kadar HDL kolesterol dan konsumsi alcohol dapat memastikan adanya hubungan sebab dan efek.b) Kelemahan Studi Cross-Sectional

1) Tidak dapat memperlihatkan hubungan sebab akibat yang kuat jika jumlah sampelnya yang sedikit.2) Hanya mewakili individu yang mengisi kuesioner, mengisi survey, dan berpatisipasi dalam studi.3) Seperti yang dipakai dalam studi penyakit, hanya mewakili orang yang survey dan/ terjangkit penyakit.4) Jika digunakan sebagai suatu prevalensi dari pengkajian penyakit, tidakterlalu efektif jika angka kasus penyakit sangat kecil. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam studi cross-sectional dan studi prevalensi penyakit suatu populasi harus lebih akurat daripada yang dihasilkan teknik pengambilan sampel lain. Metode lain untuk prevalensi penyakit digunakan secara lebih efektif, seperti pelaporan setiap kasus tunggal penyakit pada penyakit yang harus dilaporkan, terutama penyakit yang membahayakan jiwa seperti rabies. Survey tertutup juga efektif untuk mengkaji prevalensi penyakit atau kondisi dalam populasi. Prevalensi beberapa penyakit dalam populasi tidak diketahui karena hanya sedikit upaya yang dilakukan untuk mengkajinya, seperti penyakit cocksackie (infeksi virus jangka pendek yang menyebakan iritasi pada mulut dan paling umum terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun).5) Kondisi atau penyakit kambuhan atau variasi musiman penyakit itu tidak terwakili dengan baik dalam studi cross-sectional karena saat studi dilakukan, kondisi berada pada keadaan tetap atau tidak aktif atau pada puncaknya. Studi insidensi lebih bermanfaat.6) Seperti kebanyakan studi, studi ini kurang berguna jika dipakai untuk memprediksi kejadian kondisi atau penyakit dimasa mendatang.7) Lebih efektif pada penyakit kronis dan kondisi yang berkaitan dengan perilaku, serta kurang efektif pada penyakit menular dengan masa inkubasi dan durasi yang singkat.8) Menunjukan presentasi tinggi suatu kondisi atau penyakit yang durasinya panjang, seklaigus berpotensi untuk tidak memperlihatkan atau mempunyai efek yang terbatas dari suatu penyakit dari serangkaian kasus insidensi.2.4.5 Skema dasar penelitian

Pada studi cross sectional, pengukuran pada variabel bebas (factor risiko) dan variabel tergantung (efek thypoid) dilakukan pada saat yang sama, dan hanya satu kali. Tidak ada follow-up pada studi cross sectional. Dengan studi ini akan diperoleh prevalens penyakit thypoid atau efek pada anak sekolah. Untuk mencari prevalens dapat diketahui menggunakan tabel di bawah ini :

Dari tabel di atas menunjukkan hasil pengamatan pada studi cross sectional

A = subyek dengan factor risiko (+) (memiliki kebiasaan jajan di sekolah dan tidak mencuci tangan sebelum makan) yang mengalami thypoid (thypoid (+))

B = subyek dengan factor risiko (+) (memiliki kebiasaan jajan di sekolah dan tidak mencuci tangan sebelum makan) yang tidak mengalami thypoid (thypoid (-))

C = subyek dengan factor risiko (-) (memiliki kebiasaan tidak jajan di sekolah dan mencuci tangan sebelum makan) yang mengalami thypoid (thypoid (+))

D = subyek dengan factor risiko (-) (memiliki kebiasaan tidak jajan di sekolah dan mencuci tangan sebelum makan) yang tidak mengalami thypoid (thypoid (-))

Rasio prevalensi dapat dihitung dengan membagi prevalens efek pada kelompok dengan factor risiko (factor risiko (+)) dengan prefalens efek pada kelompok tanpa factor risiko (factor risiko (-)). RP = A/(A+B):C/(C+D).2.4.6 Contoh Kasus Dari Studi Cross-SectionalContoh sederhana, ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan berat badan bayi lahir (BBL), dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional.a. Tahap pertama: mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukkannnya masing-masing: Variabel dependen (efek): Berat badan bayi lahir Variabel independen (resiko): Anemia besib. Tahap Kedua: menetapakan studi penelitian atau populasi dan sampelnya. Subjek penelitian disini adalah ibu-ibu yang baru melahirkan, namun perlu dibatasi dari daerah mana mereka ini dapat diambil, apakah lingkup di Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, atan Rumah Bersalin. Demikian pula batas waktunya juga ditentukan. Kemudian cara pengambilan sampelnya, apakah bedasarkan teknik random atau non random.c. Tahap Ketiga: melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel dependen dan independen (dalam waktu yang sama). Caranya, mengukur berat badan bayi yang baru dilahirkan dan memeriksa Hb darah ibu.d. Tahap Keempat: mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan anatara berat badan bayi lahir dengan Hb darah ibu. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya atau tidak adanya hubungan antara anemia besi dengan berat badan bayi lahir.BAB III

KESIMPULANEpidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu. Epidemiologi deskriptif juga dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit (Murti,1997). Dari komponen penting yang ada dalam epidemiologi yang termasuk kedalam desain studi epidemiologi deskriptif yaitu frekuensi masalah Penyebaran masalah kesehatan (Setyawan, 2008).

Desain epidemiologi deskriptif mempunyai ciri seperti hanya ada 1 kelompok studi, mengukur insidensi atau prevalensi, menggambarkan distribusi penyakit menurut variabel tempat, orang dan waktu, tidak ada kesimpulan tentang hubungan antara ekposure dan outcome, Informasi yang diperoleh dapat mengarahkan suatu eksposure dengan outcome tertentu.

Dalam desain epidemiologi deskriptif berdasarkan unit pengamatan/analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 kategori atau metode :a) Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).b) Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional).

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengatar Edisi 2. Jakarta: EGC.Bustan, M. Nadjib. 2012. Pengantar Epidemiologi.

Jakarta: Rineka Cipta

Friedman, Gary D. 2008. Prinsip-prinsip Epidemiologi.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

DESAIN PENELITIAN EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIFMakalah

Kelompok 5

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Dasar

Ditulis oleh:Ghina Qonita (13050150Mimmayatul Trisnaeni (1305015088)Zha Zha Zulmy (13050150

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2014 MKata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat Rahmat dan Karunia-NYA sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik tepat pada waktunya. Sholawat dan salam kami haturkan kepada kekasih Allah Baginda Nabi Muhammad SAW. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Desain Penelitian Epidemiologi Deskriptif

Makalah yang berjudul Desain Penelitian Epidemiologi Deskriptif ini disusun untuk memenuhi tugas akhir pada mata kuliah Epidemiologi Dasar. Penulis menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan kepada pembaca untuk menyempurnakan makalah ini kembali.

Terimakasih kepada dosen mata kuliah Epidemiologi Dasar yang telah membimbing dan mengajarkan cara pembuatan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat yang memerlukannya

Jakarta, 10 November 2014

Penulis