derivatif dan lindung nilai bagian 2

13
www.futurumcorfinan.com Page 1 Derivatif dan Lindung Nilai: Kontrak Forward Valuta Asing Antara Akuntansi dan Perpajakan (Bagian II) Salah satu isu krusial dalam kontrak forward valuta asing (valas) ialah apakah laba atau rugi perubahan nilai wajar kontrak forward valas yang timbul bisa dipersamakan dengan laba atau rugi selisih kurs. Hal ini dikarenakan terkait dengan pengakuan laba atau rugi dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Isu lain yang tidak kalah menarik ialah bila Wajib Pajak tidak memanfaatkan akuntansi lindung nilai menurut PSAK 50/55, apakah berarti kontrak forward valas boleh disimpulkan untuk tujuan diperdagangkan, atau tujuan spekulatif? *** Sebagaimana dijelaskan pada artikel sebelumnya, lindung nilai melalui instrumen kontrak forward valas merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh guna menangani risiko perubahan kurs valas saat terjadi transaksi lintas negara. Tentunya kontrak forward valas yang dijalankan perusahaan terdapat aspek pajak yang harus diperhatikan. Salah satu aspek pajak yang sering ditemukan dalam praktik dan menjadi perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan fiskus ialah perlakuan laba atau rugi dari perubahan nilai wajar pada tanggal laporan keuangan. Pasalnya, setiap Wajib Pajak badan diwajibkan melakukan pembukuan dan terkait kontrak forward valas, Wajib Pajak Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Upload: futurum2

Post on 21-Jan-2017

629 views

Category:

Economy & Finance


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Derivatif dan Lindung Nilai: Kontrak

Forward Valuta Asing Antara Akuntansi dan

Perpajakan (Bagian II)

Salah satu isu krusial dalam kontrak forward valuta asing (valas) ialah apakah laba

atau rugi perubahan nilai wajar kontrak forward valas yang timbul bisa dipersamakan

dengan laba atau rugi selisih kurs. Hal ini dikarenakan terkait dengan pengakuan laba

atau rugi dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Isu lain yang tidak kalah

menarik ialah bila Wajib Pajak tidak memanfaatkan akuntansi lindung nilai menurut

PSAK 50/55, apakah berarti kontrak forward valas boleh disimpulkan untuk tujuan

diperdagangkan, atau tujuan spekulatif?

***

Sebagaimana dijelaskan pada artikel sebelumnya, lindung nilai melalui instrumen

kontrak forward valas merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh guna

menangani risiko perubahan kurs valas saat terjadi transaksi lintas negara. Tentunya

kontrak forward valas yang dijalankan perusahaan terdapat aspek pajak yang harus

diperhatikan.

Salah satu aspek pajak yang sering ditemukan dalam praktik dan menjadi perbedaan

pendapat antara Wajib Pajak dan fiskus ialah perlakuan laba atau rugi dari perubahan

nilai wajar pada tanggal laporan keuangan. Pasalnya, setiap Wajib Pajak badan

diwajibkan melakukan pembukuan dan terkait kontrak forward valas, Wajib Pajak

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 2

diperkenankan menggunakan akuntansi lindung nilai (hedge accounting) dalam

menjalankan pembukuannya.

Dengan menggunakan akuntansi lindung nilai, pengaruh saling hapus pada laporan

laba rugi atas perubahan nilai wajar dari instrumen lindung nilai dan item yang

dilindung nilai dapat diakui, dengan catatan memenuhi persyaratan tertentu. Kemudian

pertanyaannya, bagi Wajib Pajak yang tidak ‘memanfaatkan’ akuntansi lindung nilai,

lantas bagaimana perusahaan menyikapi laba atau rugi dari perubahan nilai wajar

kontrak forward valas antar tanggal laporan keuangan?

Terdapat ambiguitas menyikapi hal ini, karena ketika terjadi laba yang dikreditkan ke

laporan laba rugi diperlakukan sebagai bagian dari Penghasilan Kena Pajak bagi

Wajib Pajak, dan pada umumnya tidak didapatkan koreksi yang dilakukan oleh pihak

fiskus selama pemeriksaan. Sementara, ketika terjadi rugi yang dibebankan ke

laporan laba rugi, sehingga diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam

menentukan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak.

Namun, atas kerugian tersebut menjadi perdebatan antara Wajib Pajak dengan pihak

fiskus dikarenakan pihak Wajib Pajak diminta dapat menunjukkan bahwa laba (lawan

rugi) dari kontrak forward valas juga diakui oleh pihak lawan (counterparty) yang

bertransaksi. Pasalnya, kontrak forward valas adalah suatu permainan berjumlah nihil

(zero-sum game) antara pihak-pihak yang terlibat dengan profil hasil (payoffs) yang

simetris. Hal ini berarti bahwa kontrak forward akan memberikan laba dan rugi yang

sama (equal) untuk setiap pergerakan harga yang menguntungkan (bagi satu pihak)

dan tidak menguntungkan (bagi pihak lain) dengan ukuran yang sama.

Sumber: Trombley, Mark A. Accounting for Derivatives and Hedging. New York: The

McGraw-Hill, 2003. Halaman 15.

Page 3: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 3

Sementara, argumen yang lain banyak berputar pada contoh-contoh laba atau rugi

yang berasal dari selisih kurs yang belum terealisasi (unrealized loss). Walaupun

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)

menyatakan bahwa, “Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan

Objek PPh.” Kemudian, Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh menyatakan, “Kerugian dari

selisih kurs mata uang asing dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.” , dan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) dan

Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh adalah bahwa kerugian karena fluktuasi kurs mata

uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan

secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di

Indonesia. Namun, di sini penulis ingin menegaskan bahwa laba atau rugi dari

pengakuan perubahan nilai wajar kontrak forward valas tidak dapat disamakan (dan

memang bukan merupakan) laba atau rugi selisih kurs. Hal ini berdasarkan formula

perhitungan nilai wajar kontrak forward valas di atas, di mana:

a. Tidak digunakan kurs spot pada tanggal laporan keuangan, yang pada

umumnya menjadi patokan untuk penyesuaian saldo akun-akun dalam mata

uang asing, yang menimbulkan laba rugi selisih kurs; dan

b. Digunakan selisih antara kurs forward valas pada tanggal laporan keuangan

untuk penyerahan pada tanggal penyelesaian dibandingkan dengan kurs

forward yang ada dalam kontrak forward valas, dan terdapat komponen tingkat

diskonto dan jangka waktu periode dari tanggal laporan keuangan sampai

tanggal penyelesaian kontrak forward valas.

Selanjutnya, isu berikutnya ialah tidak ‘dimanfaatkannya’ akuntansi lindung nilai

menurut PSAK 50/55 oleh pihak Wajib Pajak, apakah berarti kontrak forward valas,

yang merupakan instrumen derivatif, masuk dalam kelompok untuk tujuan

diperdagangkan (trading purposes)?

PSAK 55 (Revisi 2006) dalam bagian definisi secara spesifik mengklasifikasikan

semua derivatif yang merupakan aset keuangan atau kewajiban keuangan, sepanjang

bukan merupakan kontrak jaminan keuangan atau sebagai instrumen lindung nilai

yang ditetapkan dan efektif masuk dalam kelompok diperdagangkan.

Page 4: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 4

Walaupun pernyataan di atas dapat saja diperdebatkan, namun penulis ingin

menekankan perlunya menyeimbangkan sudut pandang substansi dan bentuk

legalnya (substance and form). Konsep diperdagangkan, menurut penulis, tetap

perlu diletakkan pada perspektif bahwa:

Kontrak derivatif forward valas tersebut akan dapat dianggap sebagai

“diperdagangkan” jika transaksi forward valas tersebut (dengan pihak bank atau

pihak lainnya), terutama (primarily) dilakukan untuk tujuan diperdagangkan.

Jadi, tujuan utama dan aktivitas serta hasil yang ada berikutnya perlu

membuktikan hal tersebut, di mana perusahaan Wajib Pajak memang telah

menggunakan instrumen keuangan ini terutama untuk menghasilkan laba dari

fluktuasi (jangka pendek) kurs mata uang1.

Penggunaan nilai wajar pada umumnya mengacu kepada suatu portofolio aset

keuangan yang dikelola dan kinerjanya perlu dievaluasi pada titik waktu tertentu

berdasarkan nilai wajarnya. Namun, kontrak forward valas pada tanggal laporan

keuangan walaupun perlu dilaporkan dalam neraca (on balance sheet) pada nilai

wajar, tidak dimaksudkan untuk mengukur kinerja kontrak forward (kecuali dalam

hal digunakan akuntansi lindung nilai, di mana efektivitas lindung nilai perlu

dievaluasi).

Pemahaman diperdagangkan secara implisit biasanya dikaitkan dengan aktivitas

spekulasi2. Komisi Eropa3 dalam membicarakan pengenaan pajak atas transaksi

keuangan, menyebutkan bahwa pendukung pengenaan pajak atas transaksi

keuangan berargumentasi bahwa kehadiran pajak akan dapat mengaitkan

perdagangan lebih dekat dengan kondisi ekonomi fundamental yang

mendasarinya dan membuat pasar keuangan berkurang tingkat volatilitasnya.

Asumsi di balik argumentasi ini adalah sebagian besar perdagangan jangka

pendek sesungguhnya merupakan perdagangan yang sangat spekulatif atau

berdasarkan perdagangan teknikal yang terutama mengandalkan pada harga-

harga aset historis tanpa mempertimbangkan data ekonomi fundamental.

Namun, dalam realitas, Komisi Eropa menyatakan bahwa telah dibuktikan akan

1 PSAK 55 (Revisi 2006) jelas tidak bermaksud bahwa pengertian “diperdagangkan” untuk

instrumen derivatif mengacu kepada adanya frekuensi pembelian dan penjualan yang (sangat) sering dilakukan, dengan tujuan untuk menghasilkan laba dari perbedaan harga jangka panjang. Namun penggunaan istilah “diperdagangkan” sendiri dapat menimbulkan kerancuan bagi pembaca PSAK 50/55. 2Bunea-Bontas, Christina Aurora. Basic Principles of Hedge Accounting. George Bacovia

University, Bacau. MPRA Paper No. 17-072 Agustus 2009. (dapat diunduh dari http://mpra.ub.uni-muenchen.de/17072/) menyebutkan bahwa derivatif dapat digunakan untuk dua tujuan, yaitu lindung nilai dan spekulasi. 3European Commission. Innovative Financing at a Global Level.Commission Staff Working

Document. Brussels. 2010. Halaman 23. Dapat diunduh dari http://ec.europa.eu/taxation customs/common/publications/com reports/ taxation/index en.htm.

Page 5: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 5

sangat sulit untuk membuat pembedaan operasional yang memiliki makna

antara transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif dan non-spekulatif. Terutama

ditunjukkan bahwa horizon waktu dari suatu investasi tidak selalu merupakan

prediktor yang baik mengenai derajat ketidakpastian atau spekulasi yang

mendasari imbal hasil potensial dari investasi tersebut.

Pembicaraan tentang motif spekulasi adalah sesuatu yang sangat sulit untuk

dibuktikan, kecuali perusahaan tidak memiliki transaksi atau item yang

mendasarinya (umumnya disebut sebagai underlying) dan risiko yang akan

dilindung nilai (hedged item/risk). Risiko terkait dengan kontrak forward valas

banyak dikaitkan dengan manajemen risiko keuangan (financial risk), padahal

fokus seorang pengusaha adalah selalu pada total risiko, yaitu gabungan antara

risiko bisnis (business risk)4 dan risiko keuangan5. Ini artinya, analisis atas laba

atau rugi yang timbul dari pengakuan perubahan nilai wajar kontrak forward

valas antar tanggal laporan keuangan, tidak dapat semata-mata dilihat pada

apakah derivatif tersebut adalah bersifat spekulatif atau tidak.

Perlu diseimbangkan analisis atas bisnis dan risiko bisnis yang terkait dengan

analisis atas risiko keuangan. Pemahaman atas bisnis Wajib Pajak akan

membantu pihak otoritas perpajakan mengerti mengapa dan bagaimana praktik

manajemen risiko (misalnya melalui instrumen derivatif berupa kontrak forward

valas) Wajib Pajak dilaksanakan.

Pemahaman yang umum mengenai kapan suatu kontrak forward valas diadakan,

adalah pada saat perusahaan memiliki kontrak penjualan produk atau pembelian

bahan baku atau mesin peralatan; atau mencatat piutang dagang atau utang dagang

dalam mata uang asing dalam pembukuan Wajib Pajak.

4 Risiko bisnis suatu perusahaan terkait dengan ketidakpastian imbal hasil atas total aset atau

investasi, atau suatu risiko inheren dalam menjalankan suatu bisnis, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain, variabilitas permintaan, harga jual produk, harga beli bahan baku, kemampuan untuk penyesuaian harga jual dengan biaya-biaya, dan kemampuan mengembangkan produk baru yang bersaing serta daya ungkit operasional (operating leverage). 5 Risiko keuangan suatu perusahaan pada umumnya dikaitkan dengan kegiatan penggunaan

utang dalam pembiayaan perusahaan. Secara fungsional, kontrak forward valas ekuivalen dengan kegiatan meminjam dan meminjamkan dalam mata uang asing (lihat Dohring, Bjorn. Hedging and Invoicing Strategies to Reduce Exchange Rate Exposure: A Euro-Area Perspective. European Commission – Economic and Financial Affairs.Economic Papers 299, Januari 2008. Halaman 7). Risiko keuangan juga dapat dikaitkan dengan pengaruh dari fluktuasi nilai tukar (exchange rate), tingkat bunga (interest rate) dan harga komoditas (commodity price) terhadap bisnis perusahaan. Lihat Smithson, Charles W. Managing Financial Risk: A Guide to Derivative Products, Financial Engineering, and Value Maximization. New York: The McGraw-Hill, 1998. Bab 1.

Page 6: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 6

Dalam praktik bisnis, perusahaan tetap dimungkinkan untuk memasuki suatu kontrak

forward valas untuk aktivitas lindung nilai, bahkan terhadap transaksi pembelian dan

penjualan yang belum terjadi, atau dalam istilah PSAK 50/55, prakiraan transaksi

(forecasted transactions).

Prakiraan transaksi sudah terikat secara kontrak atau hanya semata-mata dapat terjadi

berdasarkan praktik bisnis perusahaan di masa lampau atau yang diharapkan. Jadi,

prakiraan transaksi dapat melibatkan transaksi yang secara kontrak belum pasti, atau

suatu kontrak yang beberapa klausul (misalnya menyangkut harga, kuantitas, termin,

kurs, dan lain-lain) masih dapat berubah-ubah. Dengan demikian, suatu perusahaan

dimungkinkan untuk memasuki suatu kontrak forward valas, yang bertujuan untuk

mengalihkan risiko yang terkait dalam transaksi-transaksi bisnis yang akan diadakan

untuk beberapa bulan ke depan, misalnya berdasarkan proyeksi penjualan atau

pembelian per 3 (tiga) bulan.

Kemudian, isu terakhir adalah adanya argumentasi bahwa perubahan nilai wajar

kontrak forward valas antar tanggal laporan keuangan yang dibebankan atau

dikreditkan ke laporan laba rugi adalah laba atau rugi yang belum terealisasi. Eiteman,

dkk (2007, bab 8) terkait eksposur perpajakan dari mata uang asing menyebutkan,

“The tax consequence of foreign exchange exposure varies by country. As a general

rule, however, only realized foreign exchange losses are deductible for purposes of

calculating income taxes. Similarly, only realized gains create taxable income.

“Realized” means that the loss or gain involves cash flows.” Di sini, diutarakan bahwa

sebagai aturan umum, hanya laba atau rugi selisih kurs yang sudah terealisasi, atau

kata lain, melibatkan arus kas, yang dapat diakui sebagai laba atau rugi untuk tujuan

penghitungan Pajak Penghasilan.

Kembali, mengacu argumentasi penulis di atas, laba atau rugi yang timbul dari

perubahan nilai wajar kontrak forward valas antar tanggal laporan keuangan, bukan

merupakan laba atau rugi selisih kurs sebagaimana yang disebutkan oleh Eiteman,

dkk di atas. Sebagai tambahan, kembali ke Pasal 28 ayat (5) UU KUP disebutkan

bahwa, “Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel

akrual atau stelsel kas.” Kemudian dalam memori penjelasannya diterangkan bahwa,

a. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam

arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu

terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan

biaya itu dibayar secara tunai.

Page 7: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 7

b. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas

penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.

Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-

benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru

dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu

periode tertentu. Stelsel kas kemudian dibagi dua dalam penerapannya:

1. Stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan

pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada

saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.

2. Stelsel (kas) campuran, yaitu stelsel kas untuk tujuan perpajakan.

Dengan cara stelsel kas murni, pemakaian stelsel kas murni dapat mengakibatkan

penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan

dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan

pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam

memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:

1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh

penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok

penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.

2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat

diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat

dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam UU KUP mengenai pembukuan,

hanya dikenal dua stelsel yaitu stelsel akrual dan stelsel kas campuran, dan tidak

dikenal apa yang disebut sebagai stelsel akrual campuran kas atau realisasi kas.

Artinya, bagi Wajib Pajak, penggunaan stelsel/dasar akrual, tidak dapat dicampur

dengan konsep realisasi, di mana laba atau rugi dari perubahan nilai wajar kontrak

forward valas diakui untuk tujuan perpajakan hanya pada saat realisasi jual beli mata

uang asing, yaitu pada tanggal penyelesaian (settlement).

Page 8: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 8

Perlakuan Perpajakan di Amerika Serikat

Prof. Alvin C. Warren, Jr. dari Harvard Law School6, menyatakan terkait dengan

lindung nilai bisnis (business hedge), disebutkan mengenai praktik perpajakan di

Amerika Serikat, bahwa transaksi yang memberikan lindung nilai atas risiko yang

terjadi dalam aktivitas yang mendatangkan laba biasa (ordinary income) dapat

menghasilkan laba atau rugi pengalihan harta (capital gains or losses)7,8. Dalam

rangka mengeliminasi diskontinuitas yang diakibatkannya, Internal Revenue Code

sejak 1999 memperbolehkan pemadanan (matching) laba dan rugi dalam aktivitas

lindung nilai (Internal Revenue Code §1221)

Terkait dengan pengenaan pajak atas perubahan nilai pasar (halaman 28), ketentuan

pajak mewajibkan (atau memperbolehkan) pengenaan pajak berjalan atas perubahan

nilai pasar (umumnya dikenal sebagai pengenaan pajak mark-to-market) untuk

kategori terbatas dari kontrak-kontrak keuangan, di antaranya, kontrak futures yang

diatur, kontrak mata uang asing, opsi non-ekuitas, dan opsi ekuitas dealer (sejak

tahun 1981 mengacu ke Internal Revenue Code §1256). Laba dan rugi yang terjadi

diperlakukan sebagai laba atau rugi pengalihan harta (capital gains or losses) jangka

pendek sebesar 40% dan 60% sisanya sebagai laba atau rugi pengalihan harta jangka

panjang.

Terkait dengan transaksi mata uang asing (foreign currency transactions) (halaman

27-28), dikatakan bahwa sejak tahun 1986, Internal Revenue Code telah menetapkan

pengenaan pajak atas laba dan rugi yang diakibatkan perubahan nilai kurs, relatif

terhadap US Dolar, bahwa dengan beberapa pengecualian, laba atau rugi semacam

6 Warren, Alvin C., Jr. U.S. Income Taxes of New Financial Products. 88 Journal of Public

Economics 899. 2004. Dapat diunduh dari http://elsa.berkeley.edu/~burch/Warren.pdf. Halaman 17. 7 Berdasarkan ketentuan perpajakan di Amerika Serikat, laba atas pengalihan harta dikenakan

pajak pada tarif yang sama seperti laba biasa, namun untuk dapat mengurangi rugi atas pengalihan harta bersifat terbatas. 8 Perlu dipertimbangkan juga apakah piutang dagang dan utang dagang dapat dikategorikan

sebagai bagian dari modal usaha, sehingga relevan untuk diperlakukan sebagai laba atau rugi dari pengalihan harta, perlakuan yang diberikan kepada keuntungan dari transaksi swap. Dalam OECD Committee on Fiscal Affairs: Taxation of New Financial Instruments (1994), penghasilan dari transaksi swap (yaitu suatu transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih yang melakukan kontrak pertukaran pembayaran bunga dan/atau pokok yang penentuan tingkat bunganya dihitung berdasarkan jumlah nosional) dapat diklasifikasikan sebagai keuntungan penghasilan harta karena aktiva atau pasiva yang nilainya dilindungi merupakan modal usaha (capital asset and capital liability). Selain itu, aktivitas lindung nilai atas aktiva/pasiva merupakan bagian dari portofolio investasi untuk merespons perubahan dalam pasar uang. Sebagaimana dikutip dari Widiastuti, Ni Putu Eka. Pengenaan Pajak Penghasilan atas Transaksi Swap di Indonesia. Equity/Volume 2/No. 1/Juli -Desember 2005, halaman 52-53.

Page 9: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 9

ini pada umumnya dikenakan pajak berdasarkan realisasi dan biasanya termasuk

dalam laba atau rugi biasa (ordinary), dan bukan penghasilan harta (capital).

Dalam beberapa kasus, ketentuan pajak mengintegrasikan lindung nilai atas mata

uang asing dengan transaksi yang saling-hapus (offsetting), seumpama pinjaman,

untuk mencegah perlakuan yang tidak konsisten dari arus kas yang terkait (Internal

Revenue Code §988(d)). Ketentuan pajak di Amerika Serikat memberikan contoh

pinjaman yang dikaitkan dengan perjanjian swap mata uang asing, yang analisisnya

dijadikan satu kesatuan (Treasury Regulations 1.988-5(a)(9)(iv)(ex.1).

Konsep Realisasi dalam Stelsel/Dasar Akrual untuk Tujuan Perpajakan

Dalam memahami konsep realisasi dalam stelsel/dasar akrual untuk tujuan perpajakan

perlu memperhatikan kehadiran PSAK 50/55 dan ketentuan Pasal 28 ayat (5) UU KUP

beserta penjelasannya. Berdasarkan PSAK 50/55, seluruh instrumen derivatif perlu

diakui pada neraca pada nilai wajar tanggal laporan keuangan, dan seluruh perubahan

nilai wajarnya antar tanggal laporan keuangan dibebankan/dikreditkan ke laporan laba

rugi, sedangkan akuntansi lindung nilai masih bersifat opsional.

Kemudian, dalam ketentuan Pasal 28 ayat (5) UU KUP beserta penjelasannya

ditegaskan bahwa hanya dikenal 2 (dua) dasar penyusunan laporan keuangan, yaitu

stelsel akrual dan kas campuran. Sedangkan, penerapan pengakuan nilai wajar dan

perubahan nilai wajar adalah bagian dari stelsel akrual, maka pihak Wajib Pajak

dihadapkan pada dilema pada saat pengkreditan atau pembebanan laba atau rugi

yang timbul dari perubahan nilai wajar kontrak forward valas antara tanggal laporan

keuangan, dilema mana potensial menimbulkan sengketa perpajakan dengan pihak

otoritas perpajakan.

Sepanjang UU KUP belum mengalami perubahan di mana diperkenalkan konsep

realisasi ke dalam stelsel akrual untuk transaksi-transaksi tertentu yang dapat

dikategorikan sebagai bagian dari instrumen keuangan baru. Menurut penulis, pihak

Wajib Pajak tetap memiliki hak untuk memperlakukan laba atau rugi yang timbul dari

perubahan nilai wajar kontrak forward valas sebagai penambah atau pengurang

penghasilan bruto untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak, sepanjang, antara lain:

Tidak terdapat indikasi kontrak forward valas digunakan terutama untuk tujuan

spekulatif atau mengambil untung dalam jangka pendek. Karena menyangkut

penentuan kurs di masa depan, dalam kadar tertentu, selalu ada unsur

spekulatif.

Page 10: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 10

Arus kas dari realisasi kontrak forward valas digunakan terutama untuk

menyelesaikan transaksi-transaksi yang mendasarinya.

Diperkenalkannya konsep realisasi ke dalam stelsel akrual untuk situasi tertentu9,

dapat dibenarkan dengan pertimbangan bahwa perpajakan berdasarkan akrual juga

menimbulkan kesulitan baik bagi pihak Wajib Pajak maupun otoritas perpajakan,

mengenai keharusan melakukan valuasi aset dan liabilitas, yang dapat menimbulkan

biaya tinggi dalam administrasi demi pemenuhan perpajakan di mana tidak terdapat

pasar yang jelas untuk menetapkan nilai pasar yang wajar10. Di samping itu,

pengenaan pajak berdasarkan realisasi juga membantu pihak Wajib Pajak untuk lebih

dapat memadankan (matching) pengeluaran/penerimaan arus kas dari kontrak forward

valas dengan transaksi yang mendasarinya, sehingga terjadi manajemen arus kas

yang lebih baik.

Diperkenalkannya konsep realisasi juga mengurangi permasalahan dengan akuntansi

lindung nilai, terutama untuk bagian yang tidak efektif dari aktivitas lindung nilai

(ineffective portion of hedging activities) yang perlu dibebankan/dikreditkan ke laporan

laba rugi.

William F. Fox, professor ekonomi, dan Michael J. McIntyre, professor hukum,

menyebutkan bahwa ada 5 (lima) tujuan umum yang perlu dicapai oleh kebijakan

perpajakan yang tepat untuk derivatif dan instrument keuangan inovatif lainnya11:

1. Kepastian (certainty). Bagi pihak Wajib Pajak untuk dapat menggunakan

instrumen derivatif dalam manajemen risiko, mereka perlu memperoleh

kepastian mengenai bagaimana pengenaan pajak atas laba atau rugi yang

timbul dari instrumen-instrumen tersebut.

2. Kesebandingan (comparability). Perlakuan pajak atas instrumen derivatif yang

digunakan untuk aktivitas lindung nilai suatu transaksi bisnis tertentu seharusnya

sebanding (compatible) dengan perlakuan pajak dari transaksi bisnis itu sendiri

agar lindung nilai dapat benar-benar bekerja secara efektif. Misalnya, jika

seorang Wajib Pajak melakukan pembelian peralatan mesin dari luar negeri, dan

juga kemudian mengadakan kontrak forward valas untuk lindung nilai dari risiko

fluktuasi mata uang asing terkait dengan piutang dagang dari penjualan ekspor,

9 Australian Tax Office sudah memperkenalkan aturan pengaturan kejadian realisasi dalam

transaksi yang melibatkan mata uang asing (http://www.ato.gov.au/content/71437.htm). 10

Permasalahan penentuan nilai wajar untuk pengalihan aset tak berwujud (intangibles) juga ditemukan dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam penetapan harga transfer (transfer pricing). 11

Fox, William F., dan Michael J. McIntyre. Globalization and Tax Design in Developing Countries. Draft 26 Maret 2003. Halaman 50-56.

Page 11: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 11

laba atau rugi dari kontrak forward harusnya diperlakukan sama dengan laba

atau rugi yang timbul dari bisnis ekspor.

3. Kewajaran (fairness). Secara umum, ini bertujuan agar para Wajib Pajak dalam

situasi yang sama atau dapat disebandingkan, akan menerima perlakuan

perpajakan yang sama atau dapat disebandingkan pula.

4. Konsistensi atau taat asas (consistency). Mengingat instrumen derivatif adalah

instrumen yang luar biasa fleksibel, sejauh mungkin ketentuan perpajakan untuk

pengenaan pajak atas derivatif, perlu memperlakukan berbagai tipe derivatif

yang berbeda, dengan cara yang sama ketika karakteristik ekonomi yang

mendasari derivatif adalah sama.

5. Anti-penyalahgunaan (anti-abuse). Aturan anti-penyalahgunaan perlu ditegaskan

dalam lingkup yang tetap memungkinkan otoritas perpajakan untuk melakukan

koreksi terkait dengan karakteristik dan sumber laba dan rugi, dan mengabaikan

bentuk dari transaksi-transaksi tersebut dalam kasus-kasus yang tepat.

Lebih lanjut, kedua penulis di atas mengingatkan beberapa hal terkait pengenaan

pajak atas produk instrumen keuangan, yaitu:

1. Isu penentuan titik waktu pengenaan pajak (timing issues)

Ketentuan perpajakan yang mengatur instrumen derivatif, perlu menentukan

kapan laba dan rugi yang timbul dari instrumen-instrumen tersebut akan

diperhitungkan dalam pengenaan pajak. Secara umum, pemegang instrumen

derivatif akan memiliki laba atau rugi ekonomis secara harian, misalnya untuk

pasar valas (foreign exchange market), kurs harian dan forward dapat

dimintakan dari pihak bank atau pialang mata uang asing12. Cara untuk

menghadapi isu penentuan titik waktu pengenaan pajak untuk laba atau rugi dari

derivatif adalah:

Memperlakukan laba atau rugi yang timbul mengacu ke pasar (mark-to-market)

sebagai terealisasi pada tahun akrual dilakukan, atau pada saat informasi

yang diperlukan tersedia. Namun demikian, metode mark-to-market

kemungkinan terlalu rumit dalam penerapannya bagi banyak negara-negara

berkembang, terutama untuk instrumen derivatif di mana tidak diperdagangkan

di bursa.

Pendekatan realisasi, di mana laba atau rugi dilaporkan untuk tujuan

perpajakan adalah ketika pembayaran dan penerimaan berdasarkan kontrak

derivatif terjadi secara arus kas. Meskipun tampak lebih sederhana,

12

Termin kontrak forward valas secara teknis adalah minimum dari 2 x 24 jam.

Page 12: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 12

pendekatan realisasi cenderung membuka banyak kesempatan untuk

penyalahgunaan (abuse).

2. Sumber (source)

Untuk meningkatkan kepastian dan mengurangi kesempatan untuk pengelakan

pajak, suatu negara harus mengadopsi aturan perpajakan yang memberikan

penjelasan yang memadai mengenai penentuan sumber laba dan rugi yang

berasal dari instrumen derivatif dan aturan perpajakan bagaimana

mengalokasikan kerugian ke perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu

kelompok usaha multinasional. Secara umum, laba atau rugi dari suatu transaksi

lindung nilai yang teridentifikasi harus memiliki sumber (di dalam negeri atau

dapat diatribusikan ke cabang di dalam negeri) yang sama dengan laba atau

rugi atas transaksi di mana lindung nilai tersebut dimaksudkan.

3. Karakterisasi (characterization).

Aturan perpajakan perlu menegaskan bagaimana meng-karakterisasi laba atau

rugi yang timbul dari instrumen derivatif, yaitu apakah ia masuk sebagai

kelompok penghasilan bisnis biasa (ordinary business income), penghasilan

harta (capital income), atau penghasilan lain-lain.

Sebagai penutup, penulis ingin menegaskan bahwa bila Wajib Pajak telah

mengidentifikasikan suatu instrumen derivatif, dalam hal ini kontrak forward valas

sebagai suatu mekanisme untuk melakukan lindung nilai atas risiko tertentu dari

transaksi lainnya (underlying), maka laba atau rugi dari derivatif tersebut hendaknya

memiliki karakter yang sama, atau diperlakukan sama atau sejalan dengan laba dan

rugi dari transaksi yang dilindung nilai.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

Page 13: Derivatif dan lindung nilai bagian 2

www.futurumcorfinan.com

Page 13

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the

date of writing and are subject to change. The information and analysis contained in this

publication have been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but

FUTURUM does not make any representation as to their accuracy or completeness and does

not accept liability for any loss arising from the use hereof. This material has been prepared for

general informational purposes only and is not intended to be relied upon as accounting, tax, or

other professional advice. Please refer to your advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission

of the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at

www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved