demonstrasi mahasiswa di makassar dengan …
TRANSCRIPT
i
DEMONSTRASI MAHASISWA DI MAKASSAR(STUDI TENTANG HUBUNGAN KERJASAMA PERGURUAN TINGGI
DENGAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN AKSI DEMONSTRASIMAHASISWA DI MAKASSAR)
ZALDY RUSNAEDY S
Nomor Stambuk : 105640070210
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
ii
DEMONSTRASI MAHASISWA DI MAKASSAR(STUDI TENTANG HUBUNGAN KERJASAMA PERGURUAN TINGGI
DENGAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN AKSI DEMONSTRASIMAHASISWA DI MAKASSAR)
Skripsi
Sebagai Salah SatuSyaratUntukMemperolehGelar
SarjanaIlmuPolitik
DisusundanDiajukanOleh
ZALDI RUSNAEDY S
NomorStambuk : 105640070210
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
iii
PERSETUJUAN
Judul Proposal Penelitian : Demonstrasi Mahasiswa Di Makassar (Studi
Tentang Kerjasama Perguruan Tinggi Dengan
Kepolisian Dalam Penanganan Aksi Demonstrasi
Mahasiswa di Makassar)
Nama Mahasiswa : Zaldi Rusnaedy S
Nomor stambuk : 105640070210
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Jaelan Usman, M.Si Rudi Hardi, S.Sos., M.Si
Mengetahui:
Dekan KetuaJurusanFisipolUnismuh Makassar IlmuPemerintahan
Dr. H. MuhlisMadani, M.Si A. Luhur Prianto, S.Ip., M.SiNBM : 696 063 NBM : 1084 366
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang betanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Zaldi Rusnaedy S
Nomor Stambuk : 10564 00702 10
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan benar bahwa karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai at uran yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar,
Yang Menyatakan,
Zaldi Rusnaedy S
vi
ABSTRAK
ZALDI RUSNAEDY S. Demonstrasi Mahasiswa di Makassar (Studi TentangHubungan Kerjasama Perguruan Tinggi Dengan Kepolisian DalamPenanganan Demonstrasi Mahasiswa di Makassar) (dibimbing oleh JaelanUsman dan Rudi Hardi).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimanakerjasama Perguruan Tinggi (Universitas Muhammadiyah Makassar) danKepolisian (Polrestabes Makassar) dalam menangani demonstrasi mahasiswa diMakassar serta untuk mendapat kanpola penanganan demonstrasi yang baik.Jenispenelitian yang digunakanpenulisdalampenelitianiniadalahDeskriptif-Kuantitatif, dengansampel purposive sampling bertujuan memilih respondensecara sengaja yang dianggap tahu tentang masalah yang diteliti.Adapun yangmenjadi respon den dalam penelitian ini berjumlah 32 orang yang terdiri dariPolisi, Mahasiswa dan pimpinan perguruan tinggi dan sebanyak 4 orang informan.Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik berupa observasi, kuesioner sertadikembangkan dengan wawancara dengan informan. Data tersebut dianalisissecara Deskriptif yaitu menganalisis semua data yang berhasil dikumpulkanpenulis, dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi dilengkapidengan tanggapan yang diperoleh dari hasil informan, wawancara dan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerjasama yang dilakukanPerguruan Tinggi (Universitas Muhammadiyah Makasar) dan Kepolisian(Polrestabes Makassar) dalam penanganan demonstrasi mahasiswa adalah dalambentuk nota kesepahaman atau MoU yang masing-masing ditanda tangani olehWR III dan Kapolrestabes Makassar. Pola penanganan demonstrasi adalahpencegahan terhadap demonstrasi mahasiswa anarkis, penindakan terhadapdemonstrasi mahasiswa anarkis, pelibatan masyarakat dalam membubarkandemonstrasi, danpenerapan UU No. 9 Tahun 1998.
Kata Kunci:Kerjasama, PerguruanTinggi, Kepolisian, Demonstrasi, Mahasiswa
vii
KATA PENGANTAR
“AssalamuAlaikumWarahmatullahiWabarakatuh”
Dengansegalakerendahanhati, penulismemanjatkan rasa syukurkehadirat
Allah SWT, yang
senantiasamelimpahkanmultidimensinikmatsehinggapenulisdapatmenyelesaikansk
ripsi yang berjudul “DemonstrasiMahasiswa di Makassar
(StudiTentangHubunganKerjasamaPerguruanTinggidanKepolisiandalamPenangan
anAksiDemonstrasi di Makassar)”.
Skripsiinimerupakantugasakhir yang
diajukanuntukmemenuhisyaratdalammemperolehgelarsarjanaIlmuPemerintahanpa
daFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasMuhammadiyah Makassar.
Penulismenyadaribahwapenyusunanskripsitidakakanterwujudtanpaadanya
bantuandandorongandariberbagaipihak.
Olehkarenaitupadakesempataninipenulismenyampaikanucapanterimakasihkepada
yang terhormatBapakDr. DjaelanUsman, M.SiselakuPembimbing I danBapak
Rudi Hardi, S.Sos, M.SiselakuPembimbing II yang
senantiasameluangkanwaktunyamembimbingdanmengarahkanpenulissertamembe
rikankritikan yang
sifatnyakonstruktifsehinggapenulisdapatmenyelesaikanskripsiini.
Selanjutnyapadakesempataninipenulis pula
mengucapkanterimaksihdanpenghargaansetinggi-tingginyakepada yang terhormat:
viii
1. Bapak Dr. H. IrwanAkib, M.pdselakuRektorUniversitasMuhammadiyah
Makassar yang telahmembinaUniversitasinidengansebaik-baiknya.
2. Bapak Dr. H. MuhlisMadani,
M.SiselakuDekanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik yang
telahmembinaFakultasinidengansebaik-baiknya.
3. Bapak A. LuhurPrianto, S.Ip,
M.SiselakuKetuaJurusanIlmuPemerintahanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik
yang telahmembinajurusaninidengansebaik-baiknya.
4. Kedua orang tuatercinta H. Muh. Sain, S.PddanHj. St. Rosmiati yang
telahmembinadanmemberikancinta,
kasihsayangdankehidupansertapengorbanansepanjangmasasehinggapenulisdap
atmenyelesaikanskripsiinidenganbaik. Simpuhsujudsertadoasemoga Allah
SWT memberinyaumurpanjang, kesehatansertaselaludalamlindungan-Nya.
5. Teman-temankelas A IlmuPemerintahanAngkatan 2010 diantaranya Ismail,
irfan Jaya, AndiRudini, SuherlinLewa, ZulfikarAzis, Adam,yang
senantiasamemberikanmotivasidanarahanselamapenulismenempuhpendidkans
ampaipadapenyelesaianskripsiinihinggamencapaigelarsarjana
6. Sahabat-sahabattercinta, Sri AzizahArif, SE, Hasmita, SP, BripdaMuh. Hafid,
BripdaAndiAprianto, Ismail, S.Ip, IshadiNugraha, S.Pi, EdySuderajat, S.Psi,
HariAshariRukmin, SE, Wahyuni, SP, RospianaArifin, SP, Asdaliyah,
SE,Hasni, Amd. Kep, danRahma yang
senantiasaberadadisampingpenulisuntukmemberikanbantuan moral
ix
danmorildanmengajariartikehidupandanpersahabatan. Semogapersahabatan
kami tetapterjaga.
7. Teman-teman KKP TematikKopel RIAngkatan IX AriantiAstrikAdes,
NufaisahKasmandanNurul yang
jugamemberikansumbanganmotivasidanarahankepadapenulis.
Demi kesempurnaanskripsiini, saran dankritik yang
sifatnyamembangunsangatpenulisharapkan.
Semogakaryaskripsiinibermanfaatdandapatmemberikansumbangan yang
berartibagipihak yang membutuhkan.
Makassar, 2014
ZaldiRusnaedy S
x
DAFTAR ISI
HalamanSampul……………………………………………………… i
HalamanPersetujuan …………………………………………………. ii
HalamanPenerimaan TIM……………………………………………. iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ....................................... iv
Abstrak………………………………………………………………… v
Kata Pengantar………………………………………………………… vi
Daftar Isi………………………………………………………………. vii
DaftarTabel ………………………………………………………....... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1B. Rumusan Masalah .............................................................. 7C. Tujuan Penelitian ................................................................ 8D. Kegunaaan Penelitian ......................................................... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian kerjasama ......................................................... 9B. Perguruan Tinggi ............................................................... 10C. Kepolisian .......................................................................... 11D. Mahasiswa ......................................................................... 18E. Demonstrasi ........................................................................ 22F. Kerangka Pikir ................................................................... 32G. DefinisiOperasional ……................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................. 35B. Jenis danTipePenelitian .................................................... 35C. PopulasidanSampel……………........... ............................ 35D. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 37E. Teknik Analisis Data .......................................................... 37
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DeskripsiObjekPenelitiandanKetentuanUmumBagiMahasiswa yang MelaksanakanDemonstrasi …………… 36
B. KerjasamaPerguruanTinggidenganKepolisiandalamPenangananDemonstrasiMahasiswa di Makassar ………. 45
C. PolaPenangananPerguruanTinggidanKepolisiandalamDemosntrasiMahasiswa di Makassar ……………. 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………… 64B. Saran ………………………………………………………….. 64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 66
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.PenangananDemosntrasiSetelahDiadakannyaKerjasama
AntaraPerguruanTinggiDenganKepolisian ……………..... 47
Tabel 2. Nota KesepahamanatauMemorandum of UnderstandingKerjasama
PenangananDemonstrasi ……………………………………. 49
Tabel 3.PeranPerguruanTinggidenganKepolisiandalamPenanganan
Demonstrasi…………………………………………………. 53
Tabel 4.polapenangananperguruantinggidankepolisiandalammenindaki
demonstrasi yang anarkis ……………………………………. 56
Tabel 5.FaktorPenyebabSeringnyaTerjadiDemonstrasi yang
Anarkis………………………………………………………. 59
Tabel 6.TerlibatnyaMasyarakatdalamMembubarkanDemonstrasi .. 65
Tabel 7.Kesesuainantara UU No 9 Tahun 1998 dan
Perkap No 7 Tahun 2012 denganPenangananDemonstrasi … 68
Tabel 8.TentangPolaPencegahanDemonstrasi …………………….. 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Isu-isu seputar perubahan, revolusi, dan reformasi disebuah negara selalu
dikaitkan dengan mahasiswa. Dengan nama besarnya, mahasiswa telah
menunjukkan nama besarnya sebagai ikon dibalik perubahan diberbagai belahan
dunia. Dalam konteks Indonesia pun demikian. Berbagai perubahan fundamental
di negeri ini hampir semuanya dimotori oleh mahasiswa. Gerakan mereka, baik
berupa demonstrasi maupun bentuk tekanan-tekanan lainnya telah melahirkan
revolusi yang melahirkan presiden Soekarno tahun 1966 atau reformasi yang
menandai jatuhnya Soeharto pada 1998. Diakui atau tidak dua perubahan
kepemimpinan itu tidak lepas dari peran mahasiswa. Gerakan mahasiswa begitu
tajam, sehingga bisa mengubah kebijakan yang dinilai tidak pro-rakyat.
Begitu sentral peran yang dimainkan oleh mahasiswa dalam menopang
kemajuan bangsa. Tak ayal beberapa tokohpun muncul menjadi pemimpin dikala
mereka masih berstatuskan mahasiswa, sebut saja Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan
Malaka. Jiwa muda yang terdidik menjadi modal signifikan dalam menjemput
perubahan. Dari tahun 1908 hingga kemerdekaan 1945, dari Malari 14 januari
1974 hingga reformasi 1998, kolaborasi darah muda nan terdidik menjadi
kekuatan yang mampu meruntuhkan tirani koloni.
Beberapa metode ditempuh untuk melakukan perubahan kearah
yang lebih baik di negeri ini, salah satunya melakukan aksi demonstrasi.
2
Demonstrasi adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang
dihadapan umum. Demonstrasi biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat
kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau
dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh
kepentingan kelompok. demonstrasi umumya dilakukan oleh sekelompok
mahasiswa yang menentang kebijakan pemerintah.
Perubahan yang diusung mahasiswa dan pemuda sangat bervariasi, tetapi
secara umum mereka tampil dengan gerakan ekstra-parlementer. Mereka
melakukan aksi dan demonstrasi dengan berani berjemur di bawah terik matahari
bahkan berani mengorbankan jiwa dan raga demi satu slogan, yakni perubahan
(change). Tentu saja ini dilakukan karena tingginya tingkat kesenjangan dan
masalah sosial yang mesti segera dibenahi.
Kegiatan demonstrasi bagian dari Hak Asasi Manusia dan Hak
konstitusional itu bukannya tak terbatas. Deklarasi HAM PBB dan UUD 1945
pada intinya menyatakan bahwa dalam menikmati hak dan kebebasan dasar,
setiap orang tunduk pada pembatasan, pembatasan mana harus ditentukan dengan
hukum (determined by law), semata untuk menghormati penikmatan hak dan
kebebasn orang lain, untuk memenuhi moralitas yang adil, ketertiban umum dan
kesejahteraan umum dalam masyarakat yang demokratik.
Harus dipahami sepenuhnya bahwa Demonstrasi atau menyampaikan
pendapat dimuka umum pada hakekatnya adalah Manifestasi kebebasan
berkumpul, berekspresi dan berpendapat. Demontrasi, pawai, rapat umum,
maupun mimbar bebas tak saja dijamin dalam konstitusi UUD 1945 beserta
3
segenap prinsip dasar penyelenggaraan kehidupan bernegara hukum oleh
karenanya terbilang sebagai Hak Konstitusional atau Constitutional rights namun
pula diakui dan dijamin dalam instrument Hukum Hak Asasi Manusia Nasional
maupun Internasional sebagai Hak Konstitusioanal sekaligus Hak Asasi Manusia
(HAM), maka pada prinsipnya Negara dan segenap aparaturnya wajib untuk
menghormati, melindungi, memenuhi dan memajukannya.
Mahasiswa diidentikkan sebagai kelompok penekan atau perpanjangan
tangan dari rakyat untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah atas kondisi
mayarakat yang jauh dari konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
tanpa memandang siapa dan dari kalangan mana, pergerakan demonstrasi yang
dimotori oleh aktivis mahasiswa, LSM, ormas, organtaktis, khususnya mahasiswa
yaitu sebagai kaum intelektual, Agent of change atau penggerak perubahan, dan
Agent of control yang bertanggung jawab mengontrol pemerintah, mengimbangi
kebijakannya atas nama rakyat yang berdaulat.
Perubahan iklim sosio politik, tentu saja juga harus diikuti dengan
perubahan strategi gerakan mahasiswa. Tidak relevan lagi menerapkan stratgei
lama yang usang untuk menghadapi situasi sosio politik yang baru. Kalau
mahasiswa masih bertahan pada pola-pola gerakan lama, maka perjuangan mereka
tidak akan efektif. Sungguh disayangkan pada saat ini, pola-pola gerakan
mahasiswa masih belum banyak berubah, masih ketika senior-senior mereka
menghadapi rezim yang otoriter. Hal ini adalah sebuah fatalisme gerakan yang
konyol. Mahasiswa perlu melakukan refleksi yang mendalam, sembari menyusun
agenda strategi pergerakan yang baru yang kontekstual dengan perkembangan
4
sosio-politik kekinian dan kedisinian. Kalau pola gerakan mahasiswa tidak
berubah, maka pihak-pihak sasaran akan dengan mudah membaca dan mengelabui
gerakan mahasiswa. Belakangan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa justru
mendapat sikap yang tidak simpatik dari publik. Baik itu karena memacetkan
jalan, sampai pada kenyataan bahwa sejumlah demonstrasi mahasiswa adalah aksi
yang tidak murni.
Gerakan mahasiswa haruslah menyatu dengan kepentingan real dan
kesadaran massa rakyat, serta membangun koalisi yang kuat dengan elemen-
elemen gerakan masyarakat sipil lainnya. Dengan demikian, efektifitas gerakan
akan terpenuhi mengingat adanya keterlibatan yang sangat luas dari komponen-
komponen kepentingan dalam masyarakat, dengan demikian gerakan mahasiswa
tidak lagi menjadi gerakan elitis, karena sudah membaur dengan kekuatan massa
rakyat dan energi mahasiswa tidak terlampau terkuras, sehingga mereka memiliki
cukup waktu untuk mengapresisasi pola-pola gerakan yang lebih bersifat
intelektuil. Kelemahan didunia pergerakan mahasiswa belakangan ini adalah
berlangsungnya krisis intelektualitas yang sangat luar biasa. Padahal,
intelektualisme merupakan identitas istimewa dari gerakan mahasiswa.
(Makmuralto, 2007:241)
Gerakan aksi demonstrasi mahasiswa di Makassar mempunyai karakter
tersendiri yang membedakannya dengan daerah yang lain. Karakter yang penulis
maksud adalah karakter anarkis. Demonstrasi anakis sebenarnya merupakan
rangkaian demonstrasi yang eskalasinya meningkat karena faktor eksternal. yaitu
aparat sendiri. Bagi aktivis mahasiswa di Makassar demonstrasi anarkis tidak
5
hadir dengan tanpa alasan. Proses yang dilewati adalah demonstrasi damai,
demonstrasi kecil dan ketika demonstrasi damai itu bermutasi maka muncullah
demonstrasi anarkis.
Dalam setiap gerakan demonstrasi yang dilakukan mahasiswa selalu
mendapatkan pengawalan dari pihak keamanan terkhusus kepolisian yang
diberikan tanggung jawab oleh negara. Peran polri sebagai kekuatan keamanan
sepatutnya mendapat pekerjaan rumah bagaimana mendesain format baru untuk
menanggulangi, membendung, menertibkan, dan mengamankan para massa
demonstrasi yang tidak terkendali sesuai dengan realitas yang sering terjadi
bentrokan antara massa unjuk rasa dan polisi. Untuk itu bagaimana peran polisi
sebagai pelaksana undang-undang baik secara instiusi polri, pemerintah dan
konstitusinya menekan adanya konsekuensi hukum terhadap persoalan
demonstrasi dan unjuk rasa tersebut.
Dalam menangani demonstrasi dilapangan setiap personil polisi
diperbolehkan untuk bertindak sesuai dengan penilaiannya sendiri tetapi harus
berdasarkan demi keamanan, ketertiban dan kepentingan umum. Untuk pihak
kepolisian pelaksanaan kewenangan polisi menangani unjuk rasa bersifat
bijaksana, pihak polisi harus konsekuen dengan UU No.9 tahun 1998 tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat, terhadap unjuk rasa tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu dengan membubarkan unjuk rasa tersebut, bagi setiap personil
anggota polisi diharapkan dalam menangani unjuk rasa dapat terkontrol emosi
sehingga citra polisi dimata masyarakat tidak dipandang jelek.
6
Ada pula yang mengemukakan bahwa kepolisian sebagai institusi negara
berperan sebagai pengayom, pembimbing, pelindung, pelayan, penegak hukum
dan mencegah serta menanggulangi terjadinya tindak kriminal di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Dalam pasal 2 Undang-Undang Kepolisian Negara RI., No. 28 Tahun
1997, dikemukakan bahwa:
“Kepolisian negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin tertib
dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat guna
mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri dan tercapainya tujuan nasional
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.
Penguatan identitas baru kepolisian (paradigma baru) harus berorientasi
keluar yaitu sosial, kepada masyarakat, berupa pemeranan fungsi-fungsi yang
dikehendaki masyarakat terhadap kepolisian.
Selain lembaga kepolisian yang mempunyai wewenang untuk mengawal
aksi demonstrasi mahasiswa, pihak perguruan tinggipun mempunyai wewenang
tersendiri yang sekalipun tidak tertuang dalam konstitusi. Lembaga perguruan
tinggi sebagai lembaga pendidikan formal tempat bernaungnya mahasiswa
menimbah ilmu tentunya memiliki kedekatan emosional dengan mahasiswa.
Dengan modal dasar itu perguruan tinggi mempunyai peran dan pengaruh yang
signifikan dalam mengawal segala aktivitas mahasiswa baik di internal maupun
eksternal kampus tak terkecuali aksi demonstrasi.
7
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di beberapa perguruan
tinggi di Makassar memiliki kesamaan yaitu demonstrasi yang bersifat anarkis.
Olehnya itu perlu penanganan yang lebih untuk menciptakan demonstrasi yang
damai. Untuk menciptakan kondisi demikian maka diperlukan peran perguruan
tinggi sebagai wadah untuk menciptakan peserta didik yang berkarakter dan
idealis dan juga tentunya diperlukan kerjasama dengan kepolisian sehingga
demonstrasi yang biasanya berujung anarkis tidak lagi terjadi. Maka dari itu
dicarikan pola penanganan demonstrasi baik oleh perguruan tingggi maupun
kepolisian sehingga tercipta demonstrasi yang damai dan tuntutan yang
didengarkan serta mendapat simpati dari masyarakat.
Dari gambaran sederhana diataslah yang menjadi alasan bagi penulis
mengangkat judul “Demonstrasi Mahasiswa Di Makassar (Studi Tentang
Hubungan Kerjasama Perguruan Tinggi Dengan Kepolisian Dalam
Penanganan Aksi Demonstrasi Mahasiswa Di Makassar)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan kerjasama perguruan tinggi dengan kepolisian dalam
penanganan aksi demonstrasi mahasiswa di Makassar?
2. Bagaimana pola penanganan perguruan tinggi dengan kepolisian dalam `aksi
demonstrasi mahasiswa di Makassar?
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendaptkan hasil sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan kerjasama perguruan tinggi dengan kepolisian
dalam penanganan aksi demonstrasi mahasiswa di Makassar.
2. Untuk mengetahui pola penanganan perguruan tinggi dengan kepolisian dalam
aksi demonstrasi mahasiswa di Makassar.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah akan diuraikan dalam dua
kegunaan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangsih dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di jurusan Ilmu Pemerintahan serta
sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya dalam topik yang relevan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian dapat menjadi
masukan bagi penulis untuk menjadi mahasiswa yang berguna bagi bangsa
kedepannya serta hasil penelitian dapat dijadikan bahan acuan untuk mahasiswa,
polisi, dan pihak perguruan tinggi dalam menjalankan tugas, kewajiban dan
kewenangannya masing-masing.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kerjasama
Dalam sebuah organisasi diperlukan beberapa indikator untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut, indikator yang paling mendasar adalah menjalin
hubungan kerjasama, baik antar anggota organisasi maupun antar organisasi
lainnya. Menurut Jafar Hafsah (dalam Didi, 2010) kerjasama ini dengan istilah
kemitraan, yang artinya adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak
atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Sedangkan H. Kusnaidi
(dalam Didi, 2010) memandang kerjasama sebagai dua orang atau lebih untuk
melakukan aktivitas bersama secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target
atau tujuan tertentu.
Tidak terlalu jauh berbeda apa yang dikemukakan Zainuddin
(dalam Didi, 2010) yang memandang kerjasama sebagai kepedulian satu orang
atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan
yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai,
dan adanya norma yang mengatur. Makna kerjasama dalam hal ini adalah
kerjasama dalam konteks organisasi, yaitu kerja antar anggota organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi (seluruh anggota). Demikian halnya Pamudji (dalam
Didi, 2010) menerangkan bahwa Kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan
adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai
10
suatu tujuan bersama. Kerjasama memiliki bentuk-bentuk antara lain sebagai
berikut:
1. Bargaining yaitu perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa antar
individu maupun antar kelompok. Dalam arti yang lebih luas, bargaining
adalah nilai tawar. Bargaining dilakukan agar proses kerja sama dapat
memberi keuntungan secara adil bagi kedua belah pihak.
2. Kooptasi yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk
menghindari terjadinya kegoncangan ataupun kekacauan dalam stabilitas
organisasi yang bersangkutan.
3. Koalisi yaitu gabungan atau kombinasi dua kelompok atau lebih yang
memiliki tujuan sama dan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Contoh
dalam kehidupan nyata yaitu dua atau lebih partai politik berkoalisi untuk
mengajukan seorang calon kepala daerah.
4. Point Venture, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleh dua orang/
perusahaan dalam melaksanakan suatu pekerjaan/ proyek.
Kerukunan, mencakup gotong royong dan tolong menolong.
B. Perguruan Tinggi
Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia
nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi menyebutkan bahwa perguruan
tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
11
1. Fungsi Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi berfungsi sebagaimana yang telah diamanahkan UU No.
12 tahun 2012, sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
b. Mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil,
berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan tridharma; dan
c. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan memperhatikan
dan menerapkan nilai humaniora
2. Tujuan Perguruan Tinggi
Lazimnya sebuah organisasi, perguruan tinggi pun memiliki tujuan yang
tidak terlepas dari amanah UU. No. 12 Tahun 2012:
a. Berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa dan berahklak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompoten dan berbudaya untuk
kepentingan bangsa;
b. Dihasikannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau
untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
c. Dihasilkannya ilmu pengetahuan dan tekhnologi melalui penelitian yang
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat untuk
kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat
manusia; dan
12
d. Terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya
penelitian yang bermnfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Peguruan tinggi sangat memerlukan adanya transformasi untuk
memperoleh tatanan pendidikan nasional yang lebih bermakna sesuai dengan
tuntutan zaman dan generasinya. Perguruan tinggi selalu bercirikan suatu
organisasi profesional, dimana hasil dan dampak yang tersalurkan ke masyarakat
sangat ditentukan oleh kemampuan kinerja civitas akademika yang dilandasi oleh
kreativitas dan ingeniusitas. (Salle, 2007:13)
C. Kepolisian
Makna kepolisian dalam sejarah Indonesia. Asal kata, perkembangan dan
pengertian kata polisi dalam bahasa Indonesia berupa kata pinjam dan jelas
berasal dari kata Belanda politie. Walaupun demikian, kenyataan kuat bahwa kata
itu dalam pengertian dan penggunaannya pertama-tama diintroduksikan di
Indonesia oleh kuasa Inggris permulaan abad ke-19, tepatnya saat intteregnum
Inggris dari 1811-1817. Maka menarik sekali untuk meninjau riwayat kata
tersebut dari segi pembentukannya di wilayah budaya Inggris. Adapun kata
Inggris police Belanda polite beserta semua kata serupa dalam bahasa Eropa lain,
didasarkan atas serangkaian kata Yunani-Kuno dan Latin yang berasal dari kata
Yunani-Kuno polis kata tersebut berarti “kota”. Namun pada abad ke-5 S.M. dua
kota merupakan kota berdaulat penuh, yaitu Athena dan Sparta, sehingga kata
polis mendapat arti negara-kota. Atas dasar perkembangan itu maka kata polis
yang menimbulkan pembentukan kata-kata lain mendapat pengertian negara. Dan
13
dalam bentuk-bentuk perkembangannya masuk unsur pemerintah dan lain
sebagainya. Misalnya kata polis menumbuhkan kata politeia yang semula berarti
hal-hal yang bersangkutan dengan kota (negara) dan akhirnya digunakan dalam
arti pemerintah. Kata Yunani-Kuno tersebut masuk kedalam bahasa Latin sebagai
politia dan itulah yang diduga menjadi dasar kata police (Inggris), politiie
(Belanda), polisi (Indonesia). (Rianto, 2012:28)
Secara tepat kata polisi mendapat arti yang kini digunakan, sulit
dipastikan. Namun demikian, perkembangan sebagaimana dicatat di Inggris,
memberi gambaran garis besar yang menarik. Pada abad pertengahan dicatat
penggunaan kata police sebagai kata kerja yang berarti memerintah dan
mengawasi. Sekurang-kurangnya diketahui ucapan pujangga filsuf masa itu, Jhon
Donne (1572-1631) yang menulis sekitar tahun 1589, “... human laws which
Kingdoms are policed (perundang-undangan manusia yang memerintah atau
mengatur kerajaan-kerajaan, secara kharfiah: ...dengan apa kerajaan-kerajaan
diperintah). Jelas, betapa artian itu masih cukup dekat dengan pengertian politia
bahasa Latin. (Rianto, 2012:28)
Kenyataan tertulis pada tahun 1716, mencatat penggunaan kata police
sebagai kata benda dengan arti pengawasan, yang lalu meluas dan menunjukkan
organisasi yang menangani pengawasan. Organisasi itu bisa diatur oleh
pemerintah namun saat itu terdapat banyak pengelolaan oleh pribadi-pribadi
(swasta) yang mempunyai kepentingan pengawasan dan pengamanan. (Rianto,
2012:29).
14
1. Dinamika Kepolisian
Kemandirian polisi diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April
1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara
arif sebagai tahapan untuk mewujudkan polri sebagai abdi Negara yang
professional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan
nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil, dan
sejahtera. Kemandirian polri dimaksudkan bukanlah untuk menjadi institusi yang
tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri namun tetap dalam kerangka
ketatanegaraan dan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan polisi
dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab polri sebagai pengembang fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan
tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada Negara,
masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya
melaksanakan kemandirian polri dengan mengadakan perubahan-perubahan
melalui tiga aspek:
1. Aspek struktural: mencakup perubahan kelembagaan kepolisian dalam
ketatanegaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.
2. Aspek instrumental: mencakup filosofi (visi dan Misi), Doktrin, kewenangan,
kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.
3. Aspek kultural adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental,
karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan polri kepada
masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutment,
15
sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, system
operasional.
Berkenaan dengan uraian tugas tersebut, maka polri akan terus melakukan
perubahan dan penataan baik dibidang pembinaan maupun operasional serta
pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya reformasi. (Tabah, 2003:128)
Berbicara mengenai ihwal Polri dan seberapa jauh eksistensinya di tengah
arus perubahan yang tengah terjadi dewasa ini, memang sangat menarik untuk
dicermati. Pertama, secara institusi, polisi tiba-tiba saja menjadi sangat penting
perannya didalam ikut membangun iklim demokrtisasi. Kedua, polisi tiba-tiba
saja berhadapan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan sebagai dampak dari
arus perubahan yang terjadi katakanlah sebagai misal, kebebasan yang
kebablasan, ketidak tertiban, kriminalitas yang mengedepankan dan pertarungan
kepentingan yang pada gilirannya membuat polisi secara tiba-tiba dituntut harus
mampu menempatkan dirinya pada kondisi objektif ini secara proporsional dan
profesional. Ketiga, polisi tiba-tiba saja menjadi tumpuan harapan banyak warga
masyarakat untuk segera tanggap tegas dan mantap dalam mengendalikan situasi.
(Baharuddin, 2010:118)
2. Sejarah Polisi
Tugas seorang polisi sangat luas sulit dan beresiko tinggi apalagi soal
keamanan, tidak hanya soal melanggar lalu lintas, pencuri. pekerjaan polisi
berkait dengan bagaimana masyarakat merasa aman, terlindungi, dan
mendapatkan pelayanan yang memadai. Selanjutnya seorang polisi diharuskan
memiliki sikap jujur dan disiplin. Lahir, tumbuh dan berkembangnya polri tidak
16
lepas dari sejarah perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia sejak proklamasi.
Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata
keamanan dan ketertiban masyarakat dimasa perang, Polri juga terlibat langsung
dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi militer bersama-sama
satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri
karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih
lengkap. Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya 21 agustus 1945, secara
tegas pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur kelas I (Letnan
Satu) Polisi Mochammad Jassin Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain
mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang
kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat
maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan
perang yang panjang. (Tabah, 2003: 215)
Tanggal 29 September 1945 tentara sekutu yang di dalamnya juga terdapat
ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti tentara
Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu
Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu
dengan pasukan Indonesiapun terjadi dimana-mana. Klimaksnya terjadi pada
tanggal 10 Nopember 1945, yang dikenal sebagai “Pertempuran Surabaya”.
Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang
diperingati oleh bangsa Indonesia pertempuran 10 Nopember 1945. Surabaya
menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya ribuan rakyat
Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu
17
menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan Negara Indonesia
dimata dunia. Andil pasukan polisi dalam mengorbankan semangat perlawanan
rakyat ketika itupun sangat besar dalam menciptakan keamanan dan ketertiban
dalam negeri, Polri juga sudah banyak disibukkan oleh operasi militer,
penumpasan pemberontakan dari DI dan TII, PRRI, PKI, RMS, GAM dan G 30
S/PKI serta berbagai penumpasan GPK. Dalam perkembangan paling akhir dalam
kepolisian yang semakin moderen dan global , polisi bukan hanya mengurusi
keamanan dan ketertiban dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-
masalah keamanan dan ketertiban regional maupun Internasional, sebagaimana
kebijakan yang ditempuh oleh PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi,
termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian misalnya
di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia). (Tabah, 2003: 216)
Pergeseran paradigma pengabdian kepolisian yang sebelumnya cenderung
digunakan sebagai alat penguasa kearah mengabdi bagi kepentingan masyarakat
telah membawa berbagai implikasi perubahan yang mendasar. Salah satu
perubahan itu adalah perumusan kembali perannya sesuai Undang-undang Nomor
2 Tahun 2002 yang menetapkan Polri sebagai pemelihara Kamtibmas, penegak
hukum, serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. (Rianto, 2012:29)
Arah kebijakan strategi Polri yang mendahulukan tampilan selaku
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dimaksud bahwa, dalam setiap
kiprah pengabdian anggota kepolisian baik sebagai pemelihara Kamtibmas
maupun sebagai penegak hukum haruslah dijiwai oleh tampilan perilakunya
18
sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, sejalan dengan paradigma
barunya yang mengabdi bagi kepentingan masyarakat. (Rianto, 2012:29)
3. Tugas Polisi
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara R.I, khususnya pada Bab III mengenai tugas dan wewenang Polri. Dalam
poin pertama (a) pasal 13 dinyatakan bahwa :”Tugas pokok Polri adalah
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat”. Keamanan dan ketertiban
yang dimaksud disini adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagi salah satu
prasyarat terselengaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya
tujuan nasional. Yang tentunya ditandai dengan terjaminnya keamanan, ketertiban
dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat
dalam menangkal dan mencegah dan menaggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
(Rianto, 2012:6)
Sehingga dalam menjalankan tugasnya hubungan polisi dengan
masyarakat dalam memberikan pelayanan dan pengayoman kepada publik, polisi
berkewajiban memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat demi
terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. (Rianto, 2012:5)
D. Mahasiswa
Mahasiswa merupakan salah satu elemen sosial kritis memiliki peran
penting dalam setiap dinamika sosial dan politik. Mahasiswa dipandang sebagai
19
lokomotif gerakan perubahan sosial, karena kehadirannya membawa pencerahan
dan memberi harapan perbaikan ditengah-tengah masyarakat. (Kosasih, 2013:63)
Olehnya itu perlu dirumuskan perihal definisi, peran, fungsi, dan posisi
mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.
1. Definisi Mahasiswa
Menurut UU No 12 Tahun 2012 menjelaskan bahwa mahasiswa adalah
peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. Sedangkan menurut Sarwono (1978)
(dalam Limbong, 2014) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi
terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar
18-30 tahun. Lain halnya yang disampaikan Knopfemacher (dalam Limbong,
2014) mahasiswa adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam
keterlibatannya dengan perguruan tinggi yang makin menyatu dengan
masyarakat, dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.
2. Peran Mahasiswa
1. Generasi Perubahan (Agent of Change)
Mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Artinya jika ada
sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar dan itu salah, mahasiswa dituntut
untuk merubahnya sesuai dengan harapan sesungguhnya. Dengan harapan
bahwa suatu hari mahasiswa dapat menggunakan disiplin ilmunya dalam
membantu pembangunan Indonesia untuk menjadi lebih baik kedepannya.
Mahasiswa adalah salah satu harapan suatu bangsa agar bisa berubah ke arah
lebih baik. Hal Ini dikarenakan mahasiswa dianggap memiliki intelek yang
cukup bagus dan cara berpikir yang lebih matang, sehingga diharapkan
20
mereka dapat menjadi jembatan antara rakyat dengan pemerintah. (Limbong,
2014)
2. Generasi Pengontrol (Social of Control)
Sebagai generasi pengontrol seorang mahasiswa diharapkan mampu
mengendalikan keadaan sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi, selain
pintar dalam bidang akademis, mahasiswa juga harus pintar dalam
bersosialisasi dan memiliki kepekaan dengan lingkungan. Mahasiswa
diupayakan agar mampu mengkritik,memberi saran dan memberi solusi jika
keadaan sosial bangsa sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa,
memiliki kepekaan, kepedulian, dan kontribusi nyata terhadap masyarakat
sekitar tentang kondisi yang teraktual. Asumsi yang kita harapkan dengan
perubahan kondisi sosial masyarakat tentu akan berimbas pada perubahan
bangsa. Intinya mahasiswa diharapkan memiliki sense of belonging yang
tinggi sehingga mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat.
Tugas inilah yang dapat menjadikan dirinya sebagai harapan bangsa, yaitu
menjadi orang yang senantiasa mencarikan solusi berbagai problem yang
sedang menyelimuti mereka. (Limbong, 2014)
3. Generasi Penerus (Iron Stock)
Sebagai tulang punggung bangsa di masa depan, mahasiswa
diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan
akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi
sebelumnya di pemerintahan kelak. Intinya mahasiswa itu merupakan aset,
cadangan, harapan bangsa untuk masa depan bangsa Indonesia . Tak dapat
21
dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu
ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda,
oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan
kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila
tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan. (Limbong, 2014)
Dalam hal ini mahasiswa diartikan sebagai cadangan masa depan. Pada
saat menjadi mahasiswa kita diberikan banyak pelajaran, pengalaman yang
suatu saat nanti akan kita pergunakan untuk membangun bangsa ini.
(Limbong, 2014)
4. Gerakan Moral (Moral of Force)
Mahasiswa sebagai penjaga stabilitas lingkungan masyarakat,
diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang ada. Bila di lingkungan sekitar
terjadi hal-hal yang menyimpamg dari norma yang ada, maka mahasiswa
dituntut untuk merubah dan meluruskan kembali sesuai dengan apa yang
diharapkan. Mahasiswa sendiripun harus punya moral yang baik agar bisa
menjadi contoh bagi masyarakat dan juga harus bisa merubah ke arah yang
lebih baik jika moral bangsa sudah sangat buruk, baik melalui kritik secara
diplomatis ataupun aksi. (Makmuralto 2007: 246).
3. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa
disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa.
Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran
mereka belum dipengaruhi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga
22
mahasiswa dapat dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
(Limbong, 2014)
Mahasiswa yang tidak terikat dengan kepentingan kekuasaan, bisa
merasakan detak jantung penderitaan rakyat yang selalu memberontak menuntut
perubahan. Mahasiswa tampil sebagai musuh bagi kezaliman dan ketidakadilan.
Dengan prinsip ini, mahasiswa tak segan melancarkan kritik demi kritik terhadap
kekuasaan dengan memosisikan diri dalam garda terdepan untuk membela rakyat.
(Kosasih, 2013:65)
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan
sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu
menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang
kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari
masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang harus “menerjemahkan”
maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah
dimengerti masyarakat. (Limbong, 2014)
E. Demonstrasi
Demonstrasi memiliki banyak definisi dan pengertian yang berbeda-beda
jika diteliti dari sudut pandang yang berbeda. Demonstrasi dapat diartikan sebagai
suatu aksi peragaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
menunjukkan cara kerja, cara pembuatan, maupun cara pakai suatu alat, material,
atau obat jika ditilik dari sudut pandang perdagangan maupun sains. Akan tetapi
di sini kami menggunakan definisi demonstrasi dalam konteksnya sebagai salah
satu jalur yang ditempuh untuk menyuarakan pendapat, dukungan, maupun
23
kritikan, yaitu suatu tindakan untuk menyampaikan penolakan, kritik, saran,
ketidak berpihakan, dan ketidak setujuan melalui berbagai cara dan media dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan baik secara tertulis maupun tidak tertulis
sebagai akumulasi suara bersama tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pribadi
maupun golongan yang menyesatkan dalam rangka mewujudkan demokrasi yang
bermuara pada keadaulatan dan keadilan rakyat. (Atpas, 2014)
Menurut UU Nomor 9 Tahun 1998, pengertian demonstrasi atau unjuk
rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih, untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara demonstratif dimuka umum.
Namun, dalam perkembangannya sekarang, demonstrasi kadang diartikan sempit
sebagai long-march, berteriak-teriak, membakar ban, dan aksi teatrikal. Persepsi
masyarakat pun menjadi semakin buruk terhadap demonstrasi karena tindakan
pelaku-pelakunya yang meresahkan dan mengabaikan makna sebenarnya dari
demonstrasi.
Unjuk rasa atau demonstrasi, "demo" adalah sebuah gerakan protes yang
dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan
untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang
dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya
penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok Unjuk rasa umumnya
dilakukan oleh sekelompok orang yang menentang kebijakan pemerintah, atau
para buruh yang tidak puas dengan perlakuan majikannya. Unjuk rasa kadang
dapat menyebabkan pengerusakan terhadap benda-benda dan fasiltas umum. Hal
24
ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa
yang berlebihan. (Atpas, 2014)
Dalam iklim demokrasi,sebagaimana yang digambarkan (Atpas, 2014)
bahwa aksi unjuk rasa adalah hal yang wajar untuk mengungkapkan aspirasi yang
tersumbat oleh sistem maupun oleh mentalitas para pengelola atau lembaga
negara. Oleh karena itu tidak ada jaminan bahwa unjuk rasa akan hilang dengan
sendirinya, walaupun sistem sudah tertata sedemikian rupa, sebab tarik-menarik
kepentingan juga akan selalu menghiasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, unjuk rasa juga bisa menjadi alat kontrol, sebagai kekuatan
pengimbang agar tidak terjadi ketimpangan yang destruktif. Bahkan anti unjuk
rasa adalah khas watak kekuasaan otoriter untuk tetap berdiri tegak, jangankan
dikritik secara bersama-sama, individu pun tidak diperbolehkan dalam kekuasaan
yang berkarakter otoriter. Ada beberapa alasan mengapa terjadi demonstrasi:
1. Adanya ketidak adilan sosial,
2. Ketidak sesuaian pendapat,
3. Adanya aspirasi dan masukan rakyat yang belum terpenuhi yang bermula
dari inkonsistensi para pengelola negara dalam merealisasikan kebijakannya,
dan
4. Orang awam yang hanya sekedar ingin meramaikan saja.
Mungkin masih banyak lagi alasan lain yang memicu tergeraknya unjuk
rasa itu. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa
seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, meski demikian para aktivis
mahasiswa melihat ada satu kekurangan mendasar dalam gerakan perlawanan
25
yaitu tidak ada satu pun kekuatan oposisi yang mau berdiri di garda depan dan
belum ada wadah politik radikal yang mampu meningkatkan perlawanan massal
dalam menumbangkan rezim soeharto. Karena itu oara aktivis gerakan mahasiswa
kiri yang selama ini sudah bergerak dalam wadah-wadah yang sudah ada.
(Miftahuddin, 2004:146)
Berikut rentetan gerakan aksi demonstrasi mahasiswa yang tercatat dalam
lembaran sejarah bangsa:
1. Budi Utomo Tahun 1908
Kesadaran akan harga diri, mendorong berbagai usaha untuk bergerak
dikalangan kaum muda yang terdidik. Hal ini ditandai dengan berdirinya
perkumpulan Budi Utomo tahun 1908. Perkumpulan didirikan atas inisiatif
pemuda pelajar STOVIA. Pada mulanya perkumpulan bertujuan untuk
memperbaiki kehidupan masyarakat yang masih terbelakang dalam kualitas hidup
seluruh rakyat “Hindia” lewat pendidikan, namun setelah kongresnya di
Yogyakarta, organisasi ini jatuh ketangan priyayi dan menjadilah ia sebagai
organisasi “jawa” saja. Oleh karena sikapnya yang lebih moderat, maka
pemerintah awal mulanya membiarkan perkumpulan ini jalan terus, dan bahkan
akibat keterangan yang diberikan oleh para tokohnya seperti Soetomo dan
Gunawan kepada pemerintah kolonial non-politis perkumpulan. Sebagai hasilnya,
Budi Utomo bekerjasama dengan kaum ethis Belanda. Meskipun demikian
didalam sidang-sidang yang diadakan masih tetap waspada melancarkan kritik
terhadap pemerintah. (Martha, 1984:13)
26
2. Sumpah Pemuda Tahun 1928
Semangat persatuan dan kesatuan nasional Indonesia makin lama makin
bergelora di dada pemuda. Mereka sudah tidak lagi menunjukkan kotak-kotak
kedaerahan dan kesukuan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Celebes, Jong Ambon dan sebagainya. Kerapatan pemuda-pemuda Indonesia yang
berdasarkan kebangsaan diatas telah mengambil keputusan:
Pertama: kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu
tanah indonesia.
Kedua: kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa
indonesia
Ketiga: kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 yang berintikan Satu Nusa,
Satu Bangsa dan Satu Bahasa kemudian selalu menggelora di dada pemuda-
pemudi bahkan di dada seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
(Sagimun, 1989:149)
3. Proklamasi Kemerdekaan 1945
Ketika Jepang menyadari bahwa semangat revolusioner begitu luas
menyebar dalam diri rakyat Indonesia, Jepang mengumumkan pembentukan
Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ketika Jepang sudah
menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 agustus 1945. Soekarno, Hatta dan
generasi tua ragu-ragu untuk berbuat sesuatu, takut memancing konflik dengan
Jepang. Sementara para pemuda yang didukung Syahrir menginginkan satu
27
pernyataan kemerdekaan secara dramatis diluar kerangka yang disusun oleh
Jepang. Tetapi tak seorang pun kaum muda berani bergerak tanpa Soekarno-Hatta.
Dihantui rasa takut akan hilangnya kesempatan untuk menyatakan kemerdekaan,
kaum muda ini lalu menculik Soekarno-Hatta ke garnisun peta di Rengasdengklok
pada malam tanggal 16 agustus. (Miftahuddin, 2004: 37)
Setelah melalui perdebatan sengit, akhirnya kaum muda mengembalikan
Soekarno-Hatta ke Jakarta. Pada malam berikutnya, di rumah Maeda, Soekarno,
Hatta dan sejumlah pemuda merancang naskah pernyataan kemerdekaan. Kaum
muda menginginkan bahasa yang dramatis dan berapi-api. Tetapi untuk menjaga
perasaan pihak Jepang maka disetujuilah suatu pernyataan kemerdekaan yang
tenang dan bersahaja yang dirancang oleh Soekarno. Keesokan harinya, tanggal
17 agustus 1945, Soekarno membacakan naskah proklmasi kemerdekaan
Indonesia. Bendera merah putih dikibarkan dan berkumandanglah lagu indonesia
raya. (Miftahuddin, 2004:38)
4. Runtuhnya Orde Lama Tahun 1966
Organisasi-organisasi mahasiswa sebagian besar tergabung dalam
Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Karena pergolakan politik
saat itu, menyangkut gerakan 30 september 1965, maka sejumlah organisasi
mahasiswa yang sebelumnya tergabung dalam PPMI, akhirnya mendirikan
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tanggal 25 oktober 1965.
Perlahan, KAMI pun berhasil menggeser pamor dan nama besar PPMI. Bertempat
di kampus universitas Indonesia, Salemba-Jakarta (10 januari 1966) KAMI
menggelar aksi demonstrasi besar-besaran, menyuarakan Hati Nurani Rakyat
28
(Hanura) dalam bentuk Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu; bubarkan PKI, Retool
kabinet dwikora dan turunkan harga barang. Pada hari pelantikan dwikora oleh
presiden soekarno, KAMI menggelar unjuk rasa besar-besaran menolak
pelantikan kabinet yang dinilai sarat dengan unsur-unsur gestapu /PKI. Bentrokan
mahasiswa dengan aparat tidak bias dihindarkan yang kemudian menewaskan
Arief Rahman Hakim (mahasiswa Fakultas Kedokteran UI) dan Zubaidah (pelajar
SMP, anggota PII dan KAPPI) yang selanjutnya diberi gelar “Pahlawan Ampera”.
(Makmuralto, 2007:224).
Peran KAMI saat itu, tidak bias dipisahkan dari konflik elit yang terjadi
antara Soekarno versus kalangan militer, khususnya Angkatan Darat. Melihat
kekuatan Soekarno yang masih dominan, militer anti-Soekarno saat itu tidak
berani bertindak tegas untuk melakukan konflik terbuka dengan presiden
Soekarno. Karena itu yang dilakukan militer anti Soekarno adalah menggerakkan
pihal ketiga yaitu pemuda dan mahasiswa, untuk menjalankan kampanye anti
Soekarno. Melalui mahasiswa, secara bertahap Soeharto berhasil melumpuhkan
para simpatisan Soekarno. Kepentingan militer terhadap gerakan mahasiswa ini
dengan terang-terangan diucapkan oleh Soeharto sendiri dengan percakapannya
dengan Komandan Kostrad Kemal Idris. Berkat dukungan militer, khususnya dari
Kostrad dan RPKAD (sekarang Kopassus), gerakan mahasiswa terus berjalan
bahkan terus meningkat intensitasnya. Ketika KAMI dibubarkan oleh Soekarno,
mahasiswa mendirikan laskar Arif Rahman Hakim (Laskar ARH) yang terdiri dari
42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta. Laskar ARH kemudian
29
mendapatkan dukungan dari kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia
(KAPPI). (Makmuralto, 2007:225).
Ujung dari konflik Soekarno versus militer Angkatan Darat pimpinan
Soeharto ini adalah dikeluarkannya ‘Supersemar’. Dan sejak itulah kekuasaan
Soekarno telah diambil alih oleh Soeharto. Dalam seluruh rangkaian konflik ini
gerakan mahasiswa dan kaum muda (angkatan 66) berada di posisi Angkatan
Darat. Atas jasanya melempangkan jalan bagi Soeharto meraih tampuk kekuasaan
inilah, selama Orde Baru berkuasa, angkatan 66 mendapatkan fasilitas dan peran
yang cukup memadai. Karena itulah gerakan mahasiswa angkatan 66 sebenarnya
bukan gerakan yang murni, melainkan gerakan yang berada dalam setting militer.
(Miftahuddin, 2004:44)
5. Malapetaka Lima Belas Januari (Malari)Tahun 1974
Memasuki tahun 1972 mahasiswa terus melancarkan aksi, terutama karena
dipicu kondisi ekonomi yang memburuk, dimana harga beras naik karena
keteledoran pemerintah dalam pengadaan beras sesudah kemarau panjang.
Setahun kemudian aksi-aksi mahasiswa mengusung isu korupsi. Awal tahun 1974,
gerakan mahasiswa memuncak dengan meletusnya Malapetaka Lima Belas
Januari (Malari), dimana para tokoh mahasiswa banyak yang ditangkap dan
dipenjarakan. Dalam aksinya saat itu, mahasiswa mencetuskan “Tritura” versi
baru yang berisi: ganyang korupsi, bubarkan asisten pribadi dan turunkan harga.
(Miftahuddin, 2004: 46)
6. Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (BKK) Tahun 1978-1979
30
Semenjak peristiwa Malari, Orde Baru kemudian menerapkan kebijakan
depolitisasi kampus. Pemerintah membuat kebijakan tentang Normalisasi
Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK)
selanjutnya disebut NKK/BKK melalui SK Mendikbud No. 028/U/1974 untuk
memberangus ruang gerak politik mahasiswa. (Makmuralto, 2007:228)
Para mahasiswa menanggapi NKK/BKK ini dengan menggelar protes
dimana-mana dan terus berlangsung terutama pada tahun 1976. Pada tanggal 24-
27 oktober 1977, sekitar 70 DM/SM se-Indonesia berkumpul di ITB untuk
menyambut hari Sumpah Pemuda. Mereka menyerukan agar MPR
menyelenggarakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggung jawaban
Soeharto atas penyelewengan-penyelewengannya. Protes terhadap kebijakan
politik dan ekonomi orde baru terus berlanjut hingga tahun 1978. Tokoh-tokoh
mahasiswa angkatan 78, seperti Heri Ahmadi, Izwardi Mirwan (ITB), Iskadir
Khotob (Unpad) dan Lala Mustofa (Unisba) ditangkap dan dipenjara atas tuduhan
melanggar pasal 134 KUHP, tentang penghinaan terhadap Presiden. (Makmuralto,
2007:228)
Menyusul demonstrasi-demonstrasi anti pemerintah, maka pada tanggal 21
Januari 1978 Pangkopkamtib Soedomo melalui SK Pangkopkamtib No. SKEP-
02/KOMKAP/I/1978 membubarkan Dewan Mahasiswa (DM) diseluruh
Indonesia. Aktivitas politik didalam kampus dilarang. Sejumlah pimpinan DM
ditangkap dan diinterogasi. Pembubaran DM kemudian diikuti pula dengan
pemberlakuan NKK/BKK, melalui SK Mendikbud Daoed Joesoef No. 0156/U/
31
1978 tanggal 19 April 1978. SK ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dirjen Dikti
Depdikbud Tisna Amidjaja melaluii SK No. 002/DJ/Inst/1978 tanggal 17 Mei
1978 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Penataan Kembali Lembaga-Lembaga
Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Dua surat keputusan tersebut kian
menguatkan program NKK/BKK yang memang sudah dibuat pemerintah sejak
tahun 1974. Pemberlakuan NKK/BKK ditambah penerapan system SKS (Satuan
Kredit Semester) benar-benar membuat gerakan mahasiswa menjadi mandul dan
kampus benar-benar mengalami depolitisasi dan steril dari kegiatan-kegiatan
politik. (Makmuralto, 2007:230)
7. April Makassar Berdarah (Amarah) Tahun 1996
Peristiwa April Makassar Berdarah (Amarah) menelan korban nyawa pada
24 April 1996. Dalam peristiwa ini polisi melakukan penyerbuan kedalam kampus
yang menyebabkan tiga mahasiswa meninggal dan beberapa polisi luka-luka.
Demonstrasi mahasiswa merupakan penolakan terhadap kenaikan tarif angkutan
kota yang dinilai memberatkan. (Bahar, 2013:37)
Aksi ini kemudian berakhir ricuh setelah polisi dan tentara menyerbu
kedalam kampus sambil membawa tank, memukuli dan menembaki mahasiswa.
Peristiwa ini menyebabkan 3 orang mahasiswa UMI tewas, yaitu Andi Sultan
Iskandar, Muhammad Tasrif Daming dan Syaiful Bya. (Makmuralto, 2007:231)
8. Runtuhnya Orde Baru (reformasi) Tahun 1998
Pada 12 Mei 1998, di kampus univeristas Trisakti, Jakarta digelar aksi
demonstrasi menuntut reformasi dan pengunduran diri Soeharto yang berujung
pada tewasnya 4 mahasiswa, yaitu Elang Mulya Lesmana, Hendriawan Sie, Heri
32
Hartanto, dan Hafidhin Royhan yang kemudian dikenal sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Peristiwa itu dikenal sebagai Tragedi Trisakti. Kemudian dipicu
kerusuhan di Jakarta pada tanggal 13-14 Mei 1998, yang menewaskan ratusan
orang dan menghanguskan ratusan rumah, tokoh, kantor, dan kendaraan yang
disertai penjarahan dan pemerkosaan massal. Sebelumnya, sepanjang mei 1998
sejumlah aktifis mahasiswa, tokoh pro-demokrasi, dan masyarakat diculik oleh
Tim Mawar Kopassus dan 13 orang diantaranya belum kembali sampai sekarang.
Pada 18 Mei 1998 ribuan mahasiswa melakukan pendudukan terhadap gedung
DPR/MPR untuk pertama kalinya. Pada hari kedua pendudukan, kemudian diikuti
ratusan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi hingga 23 Mei 1998.
Disejumlah daerah, aksi-aksi demonstrasi menuntut reformasi dan Soeharto
mundur semakin marak pula. (Makmuralto, 2007:232)
Pada 20 Mei 1998, bertepatan dengan hari sumpah pemuda para
mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi terus berkumpul dan menduduki
gedung DPR/MPR. Sejumlah tokoh ikut dalam aksi-aksi mahasiswa, secara
umum ada enam agenda reformasi yang dituntut oleh mahasiswa, yaitu:
1. Penegakan supremasi hukum, pengadilan terhadap Soeharto dan kroni
kroninya, serta pertanggungjawaban Golkar,
2. Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan menciptakan
pemerintahan yang bersih serta menuntut pengembalian harta negara yang
dikorup oleh Soeharto dan kroni-kroninya,
3. Amandemen UUD 1945,
33
4. Pencabutan Dwi-Fungsi Abri di parlemen dan keberadaan militer aktif di
birokrasi pemerintahan,
5. Demokratisasi, dan
6. Otonomi daerah yang seluas-luasnya
Karena desakan yang kian kencang, akhirnya Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 yang selanjutnya digantikan oleh B.J
Habibie. 21 Mei akhirnya dikenal sebagai “Hari Reformasi” yang setiap tahunnya
diperingati oleh mahasiswa. (Makmuralto, 2007:233)
Sejarah itu bisa memberi sebuah kerangka moral dan imaginatif. Bahwa
seorang anak muda tumbuh dengan cita-cita besarnya: mempertahankan republik
dengan kesadaran sebagai seorang terpelajar. Kini suasana revolusi itu tinggal
dalam buku-buku sejarah. Tapi anak muda tetaplah punya semangat yang
sama.(Miftahuddin, 2004:29)
F. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian secara teoritis sebagaimana dikemukakan didepan,
maka penulis membangun konsepsi pembahasan kerangka pikir yang memberikan
data-data informasi yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian. Upaya
yang ditempuh mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya sebagimana yang
telah diatur dalam undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan
menyampaikan pendapat dimuka umum atau lazimnya diterjemahkan sebagai aksi
demonstrasi yang memiliki peruntukan bagi masyarakat. Kegiatan tersebut
pastinya mendapatkan pengawalan oleh aparat kepolisian sebagai lembaga yang
mempunyai kewenangan dalam menjaga stabilitas keamanan dan tidak lupa pula
34
pihak perguruan tinggi sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengontrol
aktivitas mahasiswa.
Olehnya itu dalam penanganan aksi demonstrasi yang dilakukan perlu ada
relasi, komunikasi dan kerjasama antara kepolisian dan perguruan tinggi hingga
aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Makassar mendapatkan pola
penanganan berjalan dinamis dan tidak anarkis. Berikut bagan kerangka pikirnya:
Bagan Kerangka Pikir
G. Deskripsi Operasional
1. Demonstrasi Mahasiswa yang dimaksud adalah aksi demonstrasi mahasiswa
di perguruan tinggi di Makassar yang penulis memilih Universitas
Muhammadiyah sendiri dimana penulis bernaung di dalamnya. Alasan
penulis menjadikan Universitas Muhammadiyah Makassar sebagai objek
Demonstrasi Mahasiswa
Strategi Perguruan Tinggi Strategi Kepolisian
Kerjasama Penanganan
Pola Penanganan:
1. Pencegahan2. Penindakan3. Pelibatan masyarakat4. Penerapan UU No 9 Tahun 1998
35
peneletian adalah karena perguruan tinggi tersebut memiliki karakter dalam
melakukan aksi demonstrasi yaitu terkadang aksi yang berkesudahan dengan
anarkis.
2. Strategi perguruan tinggi dan kepolisian dalam hal ini adalah bagaimana
metode atau pendekatan yang digunakan perguruan tinggi dan kepolisian
yang ada di Makassar dalam menangani aksi demonstrasi mahasiswa di
Makassar baik secara persuasif maupun refresif.
3. Kerjasama peguruan tinggi dengan kepolisian dalam penanganan demonstrasi
mahasiswa di Makassar sebagai upaya untuk mencarikan solusi penanganan
demonstrasi baik oleh perguruan tinggi maupun kepolisian sehingga dalam
penanganan demonstrasi yang biasanya pihak keamanan mengambil tindakan
refresif sehingga mendapat perlawanan dari massa aksi yang bersifat anarkis
tidak lagi terjadi.
4. Pola penanganan perguruan tinggi dan kepolisian dalam aksi demosntrasi
mahasiswa di Makassar dengan menerepkan 4 indikator yaitu: Pencegahan
terhadap demonstrasi mahasiswa anarkis, penindakan terhadap demonstrasi
anarkis, pelibatan masyakarakat dalam membubarkan demonstrasi mahasiswa
dan penerapan UU No 9 Tahun 1998.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama 2 bulan dan penelitian ini mengambil lokasi di
Kota Makassar, dengan mengambil salah satu objek peneletian mewakili
perguruan tinggi yang ada di Makassar yaitu Universitas Muhammadiyah
Makassar serta Kepolisian Resort Kota Besar Makassar. Alasan penulis
mengambil lokasi penelitian di kota Makassar karena Makassar merupakan sentral
gerakan demonstrasi di Indonesia.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang
merupakan penelitian menggambarkan kejadian mengenai masalah yang diteliti
yaitu tentang kerjasama serta pola perguruan tinggi dengan kepolisian dalam
penanganan aksi demonstrasi mahasiswa di Makassar.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah civitas akademika Universitas
Muhammadiyah Makassar dan Anggota Polisi di Kota Makassar.
2. Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah ditentukan purposive
sampling atau bertujuan dimana peneliti memilih responden secara sengaja, yaitu
mereka yang dianggap berkompoten atau dianggap tahu pasti tentang kerjasama
37
perguruan tinggi dengan kepolisian dalam penanganan demosntrasi mahasiswa di
Makassar.
Responden dalam penelitian ini adalah Mahasiswa (aktivis) dari
Universitas Muhammadiyah Makassar, pimpinan Universitas Muhammadiyah
Makassar dan anggota polisi di Polrestabes Kota Makassar. Dimana sampelnya
terdiri dari, Mahasiswa (aktivis) 15 orang, Pimpinan Universitas Muhammadiyah
Makassar 2 orang, Polisi 15 orang, jadi jumlah keseluruhan yaitu 32 responden.
1. Mahasiswa (Aktivis) 15 orang
2. Pimpinan Perguruan Tinggi 2 orang
3. Polisi 15 orang
Jumlah Responden 32 Orang
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan langsung tentang kerjasama dan pola penanganan antara perguruan
tinggi dengan kepolisian dalam penanganan demosntrasi.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara. yaitu mengajukan pertanyaan langsung kepada responden
yang berkaitan dengan kerjasama dan pola penanganan antara perguruan tinggi
dengan kepolisian dalam penanganan demosntrasi mahasiswa di Makassar.
38
3. Kuesioner
Kuesioner merupakan tekhnik pengumpulan data yang berisi rangkaian
pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam mengelolah data adalah
teknik analisis data hasil observasi, wawancara dan kuesioner setelah data
dikumpulkan selanjutnya dianalisis data dengan menggunakan tabel frekuensi
kemudian dideskripsikan.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian dan Ketentuan Umum Bagi Mahasiswa dalam
Melaksanakan Demosntrasi
Kantor Kepolisian Wilayah Makassar Terletak di jalan Ahmad Yani
Nomor 9 Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Polrestabes Makassar Bertugas
membantu Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dalam penyelenggaraan
Komando dan pengendalian oprasional serta pembinaan Kepolisian Resort
(Polres) dalam jajarannya. Polrestabes Makassar Membawahi 12 Kepolisian
Sektor (Polsekta), yaitu:
1. Polsekta Tallo;
2. Polsekta Makassar;
3. Polsekta Ujung Pandang;
4. Polsekta Bontoala;
5. Polsekta Mariso;
6. Polsekta Mamajang;
7. Polsekta Tamalate;
8. Polsekta Rappocini;
9. Polsekta Biringkanaya;
10. Polsekta Tamalanrea;
11. Polsekta Panakukang,; dan
12. Polsekta Manggala.
40
Tugas Polrestabes Makassar secara umum sebagai suatu instansi penegak
hukum yang bekerja dibawah naungan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI),
sesuai dengan pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, adalah:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2. Menegakkan hukum;
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, menurut Pasal 14 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2002, Polri melakukan :
1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan Masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan ketertiban dan
kelancaran lalu lintas di jalan.
3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
Peraturan Perundang-Undangan.
4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
Kepolisian khusus, Penyidik, Pegawai Negeri Sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa.
7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan Hukum Acara Pidana dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
41
8. Menyelenggarakan indentifiksi Kepolisian, Kedokteran, Kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas
Kepolisian.
9. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, Masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia.
10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani
oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang.
11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam
lingkungan tugas Kepolisian.
12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan, yang
dalam pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan Keputusan Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI)
Nomor 54/X2002, Polrestabes menyelenggaran fungsi sebagai berikut:
1. Pemberian arahan dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana atau program
kerja dan kegiatan Polrestabes guna menjamin tercapainya sasaran yang
ditugaskan oleh Kapolda.
2. Pemantauan atau pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas-tugas
oprasional Polres meliputi fungsi intelejen keamanan, reserse kriminal,
samapta, lalu lintas dan pembinaan kemitraan.
3. Pemberian dukungan (back up) oprasional kepada Polres, baik melalui
kekuatan Brimob yang tersedia dan atau penggunaan kekuatan bantuan dari
Markas Kepolisian Daerah (Mapolda).
42
4. Penyelenggaran operasional khusus kepolisian termasuk komando dan
pengendalian atas suatu tindakan kepolisian yang dianggap perlu.
5. Pemantauan atau penguasaan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas- tugas
pembinaan Polres khususnya pembinaan personel sesuai lingkup
kewenangannya.
6. Penjabaran kebijakan dan penindaklanjutan perintah atas atensi Kapolda.
Lokasi penelitian kedua adalah Universitas Muhammadiyah Makassar
yang terletak di Jalan Sultan Alauddin Nomor 259 Makassar, Provinsi Sulawesi
Selatan. Letak yang sangat strategis karena berada di bagian selatan makassar
yang berbatasan dengan kabupaten Gowa, kestrategisannya karena selain
lokasinya yang berada pada lokasi pengembangan kota makassar, juga
dikarenakan mudah dicapai dari segala arah, dan merupakan jalur utama
transportasi. Universitas Muhammadiyah Makassar yang tergolong sebagai
universitas swasta terbesar di kawasan Timur Indonesia mewadahi tujuh fakultas
dan pasca sarjana yaitu:
1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP);
2. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL);
3. Fakultas Ekonomi (FE);
4. Fakultas Agama Islam (FAI);
5. Fakultas Teknik (FT);
6. Fakultas Pertanian (FP); Fakultas;
7. Kedokteran (FK) dan
8. Pasca Sarjana.
43
Penulis dapat menguraikan secara global ketentuan mengenai
kemerdekaan menyampaikan pendapat atau unjuk rasa atau demonstrasi yang
diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 yang diperkuat dengan Peraturan Kapolri
(Perkap) nomor 7 tahun 2012.
1. Bahwa menurut pasal 28 UUD 1945 kemerdekaan berserikat dan berkumpul
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang
ditetapkan dengan Undang-undang.
2. Sedangkan menurut ketentuan UU nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum yang terdiri dari VII Bab dan 20
pasal yakni :
a. Bab I Ketentuan Umum
b. Bab II Ketentuan tentang pasal dan tujuan
c. Bab III Ketentuan tentang hak dan kewajiban
d. Bab IV Ketentuan tentang bentuk-bentuk dan tata cara penyampaian
pendapat
e. Bab V Ketentuan tentang sanksi
f. Bab VI Ketentuan tentang penentuan peralihan
g. Bab VII Ketentuan tentang penutup.
Dari ketentuan pasal 28 UUD 1945 dengan ketentuan UU No 9 Tahun
1998, maka penulIs dapat menarik kesimpulan bahwa ketentuan yang diatur
dalam pasal 28 UUD 1945 itu merupakan suatu fundamen utama yang dapat
menjamin kebebasan warga masyarakat untuk bebas mengeluarkan pikiran baik
secara lisan maupun secara tertulis. Namun demikian ketentuan tersebut bersifat
44
universal dan abstrak, yakni tidak ditentukan koridor-koridor tertentu dan format-
format serta cara-cara dalam mengekspresikan pendapat atau pikiran, dan
ketentuan-ketentuan sanksinya tidak ditentukan secara jelas. Oleh karena itu
menurut hemat penulis ketentuan pasal 28 UUD 1945 itu bersifat abstrak dan
universal. Sedangkan ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 9 tahun 1998
adalah merupakan perwujudan dari aturan yang ditentukan dalam pasal 28 UUD
1945 yang berbunyi bahwa kemerdekaan berserikat, berpendapat, berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan undang-undang.
Dengan demikian, maka ketentuan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 itu
merupakan ketentuan yang bersifat konkrit karena didalam UU Nomor 9 Tahun
1998 ini sudah ditentukan secara jelas:
Mengenai definisi, waktu, bentuk, cara-cara, syarat-syarat, hak dan
kewajiban dan ketentuan sanksi mengenai unjuk rasa atau demonstrasi sudah jelas
ditentukannya. Misalnya :
1. Pasal 9 ayat (1) ketentuan menyampaikan pendapat
a. Unjuk rasa atau Demonstrasi
b. Pawai
c. Rapat Umum
d. Mimbar Bebas
Menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana dimaksud ayat 1,
dilaksanakan ditempat-tempat terbuka untuk umum kecuali :
a. Di lingkungan Istana kepresidenan
b. Tempat Ibadah
45
c. Instalasi Militer
d. Rumah Sakit
e. Pelabuhan Udara atau Laut
f. Stasiun kereta Api
g. Terminal-terminal Angkutan Darat
h. Objek-objek Vital nasional
i. Pada hari besar nasional
2. Menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat 1 dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan
keselamatan umum. Dalam hal penanganan terhadap aksi Unjuk Rasa, Polri
juga sudah mengeluarkan prosedur tetap didalam penanganan unjuk rasa yang
bersifat anarki yaitu Prosedur tetap direktur samapta babinkam Polri No
Pol:PROTAP/01/V/2004 tanggal 2 Mei 2004 tentang tindakan tegas terukur
terhadap perbuatan anarki yang berisi tentang bagaimana melakukan tindakan
terhadap para pengunjuk rasa yang telah anarki dan ditambah peraturan
Kapolri No.Pol :16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Atas
dasar itulah maka setiap anggota Polri harus memiliki pemahaman serta
menghargai keterbatasan kewenangannnya – terutama yang berhubungan
dengan mengatasi perlawanan dari orang-orang yang mereka jumpai dalam
pekerjaan. Nilai dan rasa hormat pada kehidupan dan martabat manusia adalah
dasar tugas polisi dalam masyarakat sehingga penerapan tindakan yang
dilakukan harus sesuai dengan penerapan secara etis penggunaan kekuatan
selama pemolisian yang terdiri dari tiga prinsip, yaitu:
46
1. Legalitas Semua kegiatan kepolisian harus legal dan menurut hukum
yang berlaku.
2. Keharusan Anggota kepolisian akan bertindak hanya jika ada kebutuhan
untuk bertindak
3. Proporsionalitas Ini berarti bahwa semua pelanggaran terhadap Hak
Asasi
4. Manusia harus proporsional dengan sifat dan keseriusan yang
ditimbulkan. Oleh karena itu harus ada keseimbangan antara Hak Asasi
Manusia perorangan dan seberapa beratnya pelanggaran.
B. Kerjasama Kepolisian Dengan Perguruan Tinggi dalam Penanganan
Demonstrasi
Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai
makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta
kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain,
selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok, kemampuan dan kebiasaan manusia
berkelompok. Sifat berkelompok pada manusia didasari pada kepemilikan
kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan kemampuan untuk
saling bekerjasama. Selain itu juga adanya kepemilikan nilai pada manusia untuk
hidup bersama dalam kelompok antara lain: nilai kesatuan, nilai solidaritas, nilai
kebersamaan dan nilai berorganisasi. Kerjasama dalam hal ini merupakan suatu
usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan
bersama. Kerjasama merupakan interaksi yang paling penting karena pada
hakikatnya manusia tidaklah bisa hidup sendiri tanpa orang lain sehingga ia
47
senantiasa membutuhkan orang lain. Kerjasama dapat berlangsung manakala
individu-individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan
memiliki kesadaran untuk bekerja sama guna mencapai kepentingan mereka
tersebut.
1. Kerjasama Penanganan Demonstrasi
Melihat kondisi kultur demonstrasi mahasiswa di Makassar yang
cenderung berbeda dengan daerah lain yang ada di Indonesia, dimana demosntrasi
mahasiswa terkadang harus berujung anarkis yang disebabkan oleh beberapa
faktor. Olehnya itu kepolisian sebagai institusi yang paling berwenang untuk
menanangani aksi demonstrasi memandang perlu untuk melakukan kerjasama
dengan perguruan tinggi untuk lebih mempermudah tugas kepolisian.
Melalui konsepsi kerjasama diatas itulah yang menjadi pengantar penulis
untuk melakukan penelitian berkaitan dengan kerjasama perguruan tinggi dan
kepolisian dalam penanganan demosntrasi mahasiswa. Dapat kita lihat tanggapan
responden menangani responden mengenai kerjasama tersebut dibawah ini:
Tabel 1: Tanggapan Responden Tentang Peningkatan Penanganan
Demonstrasi Setelah Diadakannya Kerjasama Antara Perguruan
Tinggi Dengan Kepolisian
No Kategori Penilaian Frekuensi (F) Presentase (%)
1
2
Sangat Meningkat
Meningkat
6
11
18,75
34,4
48
3
4
Kurang Meningkat
Tidak Meningkat
10
5
31,25
15,6
Jumlah 32 100
Sumber Olahan Kuesioner, 2015.
Pada tabel diatas, dapat dilihat penilaian responden tentang peningkatan
penanganan demonstrasi setelah diadakannya kerjasama antara perguruan tinggi
dengan kepolisian, yang mana menunjukkan bahwa 6 responden yang menyatakan
sangat meningkat dengan presentase 18,75% yang menyatakan meningkat
sebanyak 11 responden dengan presentase 34,44%, yang menyatakan kurang
meningkat sebanyak 10 responden dengan presentase 31,25% dan yang
menyatakan tidak meningkat sebanyak 5 responden dengan presentase 15,6%.
Kategori jawaban dari penilaian responden menunjukkan bahwa peningkatan
penanganan demonstrasi setelah diadakannya kerjasama antara perguruan tinggi
dengan kepolisian sudah meningkat namun belum signifikan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kanit Intelkam III Polrestabes
Makassar mengenai peningkatan kerjasama penanganan dengan wawancara oleh
penulis bahwa:
Kami telah melakukan kerjasama dengan pihak birokrasi kampus untuk
melakukan kerjasama penanganan demonstrasi mahasiswa terkhusus
dengan Wakil Rektor 3 dan BEM. Kerjasama tersebut belum seratus
persen mengalami peningkatan namun paling tidak sudah mulai
meningkat. Kerjasama tersebut juga mempermudah tugas kami dari
kepolisian terkhusus untuk menanganani demosntrasi mahasiswa. Hanya
49
saja menurut saya perlu lebih ditingkatkan lagi kerjasamanya agar
penanaganannya juga semakin mudah dan demontrasi yang anarkis itu
tidak lagi terjadi. (Wawancara, SDA, Februari 2015).
Sama halnya yang disampaikan Wakil Rektor III Universitas
Muhammadiyah Makassar berkaitan dengan kerjasama penanganan demosntrasi
yang dilaksanakan antara kepolisian dan perguruan tinggi dengan wawancara oleh
penulis sebagai berikut:
Pimpinan kampus dalam penanganan demosntrasi melakukan kerjasama
ataupun koordinasi dengan kepolisian. Kami berdiri sebagai fasilitator
untuk membantu tugas kepolisian menangani demo mahasiswa, adapun
demonstrasi yang anarkis kami membantu melakukan mediasi antara
mahasiswa dalam hal ini demonstran dengan kepolisian.kami anggap
kerjasama ini diperlukan untuk membantu meringankan tugas
kepolisian.(wawancara, SMD Februari 2015)
Dari tanggapan responden dan informan diatas dapat dikatakan bahwa
kerjasama antara perguruan tinggi dengan kepolisian dipandang sangat penting
dan sudah mulai mengalami peningkatan hanya saja belum terlalu signifikan.
Olehnya itu dipandang perlu kedua belah pihak tersebut mengintensifkan
kerjasama penanganan demonstrasi.
2. MoU Penanaganan Demonstrasi
50
Untuk melegitimasi kerjasama tersebut kedua pihak antara kepolisian dan
perguruan tinggi menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of
Understanding (MoU). MoU sering menjadi dasar bagi suatu kerjasama dua
pihak, untuk mengikat secara yuridis formal kerjasama tersebut maka kepolisian
dan perguruan tinggi melakukan penandatanganan MoU. Karena itu Dapat kita
lihat tanggapan responden mengenai adanya nota kesepahaman atau
Memorandum of Understanding dibawah ini:
Tabel 2: Tanggapan Responden Tentang Adanya Nota Kesepahaman atau
Memorandum of Understanding (MoU) Kerjasama Penanganan
Demonstrasi Mahasiswa di Makassar
No Kategori Penilaian Frekuensi (F) Presentase (%)
1
2
3
4
Sangat Baik
Baik
Kurang baik
Tidak Baik
23
8
1
0
71,88
25
3,12
0
Jumlah 32 100
Sumber Olahan Kuesioner, 2015.
Pada tabel diatas, dapat dilihat penilaian responden tentang adanya nota
kesepahaman atau Memorandum of Understanding kerjasama penanganan
demonstrasi, yang mana 23 responden menyatakan sangat baik dengan presentase
71,88%, yang menyatakan baik sebanyak 8 responden dengan presentase 25%,
yang menyatakan kurang baik sebanyak 1 orang dengan presentase 3,12% dan
tidak ada responden yang menilai tidak baik. Kategori jawaban dari penilaian
51
responden dengan diadakannya MoU kerjasama penanganan demonstrasi dinilai
sangat baik.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kanit Intelkam III Polrestabes
Makassar mengenai Adanya Nota Kesepahaman atau Memorandumr of
Understanding (MoU) Kerjasama penanganan demonstrasi mahasiswa di
Makassar
dengan wawancara oleh penulis bahwa:
MoU sudah ada dan masing-masing ditandatangani oleh Kapolrestabes
Makassar dan WR III, dengan adanya MoU maka pihak kepolisian lebih
mudah dan terarah untuk melakukan penanganan demonstrasi, karena
pihak kampus memberikan kewenangan sepenuhnya kepada kepolisian
untuk bertindak sesuai Protap. Hanya saja dalam lapangan masih banyak
kendala untuk melakasanakan apa yang telah disepakati di MoU, misalnya
yang pertama, apabila dalam demonstrasi yang mengarah ke anarkis pihak
birokrasi kampus terkhusus WR III terkadang tidak ada ditempat untuk
melakukan koordinasi. kedua, telah tertuang di MoU apabila ada aksi
unjuk rasa yang mengarah ke anarkis nanti dari pihak kampus yang
meminta ke kepolisian untuk masuk kampus, karena pihak kami tidak bisa
serta merta masuk kampus tanpa izin dari pihak kampus, jadi kendalanya
harus menunggu izin terlebih dahulu dari pihak kampus. Ketiga, tidak
semuanya pengunjuk rasa yang anarkis ataupun tidak, semuanya murni
mahasiswa sehingga kami dari pihak kepolisian sulit untuk melakukan
52
koordinasi dengan pihak kampus untuk mendeteksi mahasiswanya.
(Wawancara, SDA, Februari 2015).
Senada yang disampaikan dengan Wakil Rektor III Universitas
Muhammadiyah Makassar:
Dengan diadakannya MoU penananganan demonstrasi antara kampus
dengan polisi maka kami tidak terlalu sulit untuk melakukan komunikasi
dan koordinasi dengan kepolisian untuk melakukan penanganan
demonstrasi namun kami dari pihak kampus tidak terlalu terlibat aktif
melakukan penanganan karena kami percaya polisi lebih berwenang untuk
melakukan penanganan, kami berdiri hanya sebagai fasilitator.
(Wawancara, SDA, Februari, 2015).
Melihat tanggapan responden dan informan diatas, dapat dikatakan bahwa
MoU penananganan sangat dibutuhkan terkhusus pihak kepolisian sebagai
langkah untuk mempermudah tugas melakukan pendampingan dan penanganan
demonstrasi mahasiswa.
3. Peran Perguruan Tinggi dan Kepolisian
Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan formal berfungsi sebagai
wadah untuk membentuk dan watak dan karakter mahasiswa menjadi insan
akademis. Hampir setiap aktivitas mahasiswa baik di internal maupun eksternal
kampus dibawah naungan kontrol kampus. Demikian pula aktivitas demosntrasi
yang dilakukan oleh mahasiswa tidak pula terlepas dari kontrol kampus.
53
Beda halnya dengan pihak kepolisian dalam melakukan pengamanan
terhadap unjuk rasa polisi memegang peranan penting karena kepolisianlah yang
bertanggung jawab terhadap keamanan Negara. Dalam melakukan pengamanan
terhadap unjuk rasa ada pedoman yang harus dilakukan polisi. Pedoman itu
tertuang dalam Peraturan
Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Pedoman
lain adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan
Undang undang nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Dimuka Umum. Dalam melakukan demontrasi, demonstran harus
terlebih dahulu melakukan pemberitahuan bahwa akan dilakukan unjuk rasa
kepada pihak kepolisian setempat. Selain itu ada ketentuan-ketentuan lain yang
harus dipenuhi, hal ini tertuang secara lengkap dalam Undang-undang Nomor 9
Tahun 1998 tersebut. Olehnya itu dapat kita lihat tanggapan responden tentang
peningkatan peran kepolisian dan perguruan tinggi dalam menangani demonstrasi
mahasiswa dibawah ini:
Tabel 3: Tanggapan Responden Tentang Peningkatan Peran Perguruan
Tingggi dan Kepolisian dalam Penanganan Demonstrasi Mahasiswa
Di Makassar
No Kategori Penilaian Frekuensi (F) Presentase (%)
1
2
3
4
Sangat Meningkat
Meningkat
Kurang Meningkat
Tidak Meningkat
7
10
13
2
21,88
31,25
40,62
6,25
54
Jumlah 32 100
Sumber Olahan Kuesioner, 2015.
Pada tabel diatas, dapat dilihat penilaian responden tentang peningkatan
peran perguruan tinggi dengan kepolisian dalam penanganan demonstrasi, yang
mana menunjukkan bahwa 7 responden menyatakan sangat meningkat dengan
presentase 21,88%, sebanyak 10 responden yang menyatakan meningkat dengan
presentase 31,25%, sebanyak 13 responden yang menyatakan kurang meningkat
dengan presentase 40,62% dan sebanyak 2 orang yang menyatakan tidak
meningkat dengan presentase 6,25%. Kategori jawaban dari penilaian responden
menunjukkan bahwa peningkatan peran perguruan tinggi dengan kepolisian dalam
penanganan demonstrasi sudah cukup meningkat namun belum signifikan.
Sebagaimana yang disampaikan Wakasat Binmas Polrestabes Makassar
mengenai peran kepolisian dalam penanganan demonstrasi mahasiswa di
Makassar dengan wawancara oleh penulis sebagai berikut:
Kami dari pihak kepolisian telah melaksanakan tugas dengan semaksimal
mungkin dalam meningkatkan tugas kami untuk menangani demonstrasi,
terkhusus untuk demonstrasi yang anarkis. Sekalipun masih banyaknya
kendala dalam melaksanakan tugas dilapangan, tugas kami tidak pernah
terlepas dari Perkap Nomor 7 Tahun 2012. Namun itu semua bergantung
kepada masyarakat bagaimana melihat peran kami untuk menangani
demonstrasi, sekali lagi kami tekankan bahwa kami akan semakin
meningkatkan peran dan tugas kami dan tidak akan pernah keluar dari
koridor konstitusi. (Wawancara, OM, Februari, 2015).
55
Hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Wakil Rektor III
berkaitan dengan peran perguruan tinggi dalam menangani demonstrasi
mahasiswa:
Kami menilai peran perguruan tinggi dalam menangani demosntrasi tidak
bisa dikatakan berpretasi dan meningkat sekali, karena masih banyaknya
faktor kendala yang menghambat peran kami dalam melakukan
pendampingan terhadap mahasiswa yang melakukan unjuk rasa apalagi
yang rusuh. Namun kami akan tetap berkomitmen untuk melakukan hal
terbaik dilapangan. (Wawancara, SMD, Februari, 2015).
Dari pengamatan penulis diatas dapat penulis katakan berdasarkan data
yang didapatkan dari responden dan informan bahwasanya peran kedua instansi
yaitu kepolisian dan perguruan tinggi dalam melakukan demosntrasi belum terlalu
signifikan peningkatannya karena melihat fakta dilapangan bahwa masih
seringnya terjadi demonstrasi mahasiswa yang berujung anarkis dan itupula
disebabkan kerjasama antara kedua belah pihak belum terlalu signifikan. Olehnya
itu dipandang perlu untuk meningkatkan masing-masing peran kedua institusi
tersebut.
C. Pola Penanganan Perguruan Tinggi Dan Kepolisian dalam Demosntrasi
Mahasiswa di Makassar
1. Pola Pencegahan Demosntrasi Anarkis
56
Begitu seringnya terjadi demonstrasi mahasiswa anarkis di Makassar maka
dinilai perlu dicarikan solusi alternatif untuk mencegah terjadinya demosntrasi
anarkis. Solusi tersebut perlu dirumuskan bersama baik oleh kepolisian, perguruan
tinggi dan mahasiswa sehingga demonstrasi yang selalu berujung anarkis tidak
lagi terjadi. Perlu ada peningkatan pola pencegahan, berikut penilaian responden
berkaitan dengan peningkatan pola pencegahan demonstrasi anarkis dibawah ini:
Tabel 4: Tanggapan Responden Tentang Peningkatan Pola Pencegahan
Demonstrasi Mahasiswa Yang Tidak Berujung Anarkis
No Kategori Penilaian Frekuensi (F) Presentase (%)
1
2
3
4
Sangat Meningkat
Meningkat
Kurang Meningkat
Tidak Meningkat
7
8
14
3
21,88
25
43,75
9,37
Jumlah 32 100
Sumber Olahan Kuesioner, 2015.
Pada tabel diatas, dapat dilihat penilaian responden tentang pola
pencegahan demonstrasi yang tidak berujung anarkis, yang mana sebanyak 7
responden menyatakan sangat meningkat dengan presentase 21,88%, sebanyak 8
responden menyatakan meningkat dengan presentase 25%, sebanyak 14
responden menyatakan kurang meningkat dengan presentase 43,75% dan
sebanyak 3 responden menyatakan tidak meningkat dengan presentase 9,37%.
Kategori jawaban dari penilaian responden menunjukkan bahwa peningkatan pola
pencegahan demonstrasi yang tidak berujung anarkis masih kurang meningkat.
57
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kanit Intelkam III Polrestabes
Makassar berkaitan peningkatan pola pencegahan demonstrasi anarkis dibawah
ini:
Bagaimana sosialisasi dan pemahaman yang lebih terhadap Undang-
undang No 9 Tahun 1998 dan Perkap No 7 Tahun 2012 tentang
penanganan demosntrasi, baik oleh kepolisian maupun mahasiswa.
Dengan mengetahui undang-undang tersebut paling tidak bisa mengurangi
demosntrasi yang anarkis. Namun kami sadari betul dalam tubuh
kepolisian peningkatan pencegahan belum begitu signifikan. (Wawancara,
SDA, Februari, 2015).
Begitupula yang disampaikan oleh Wakil Rektor III Universitas
Muhammadiyah Makassar berkaitan dengan peningkatan pola pencegahan
demosntrasi anarkis dibawah ini:
Kami menyadari dari pimpinan universitas belum begitu melakukan
pencegahan yang berdampak signifikan. Kedapan kami akan usahakan
lebih lagi untuk meningkatkan pola yang lebih baik lagi sehingga
demonstrasi berakhir dengan damai. (Wawancara, SMD, Februari, 2015)
Dari data yang diperoleh baik dari responden maupun dari informan, bisa
dikatakan bahwa belum begitu meningkatnya pola pencegahan yang dilakukan
oleh polisi dan perguruan tinggi untuk meminimalisir demonstrasi yang anarkis.
2. Pola Penanganan Dalam menindakai Demonstrasi Anarkis
58
Demonstrasi mahasiswa di Makassar merupakan suatu fenomena
tersendiri dalam dunia kampus yang begitu kontras perbedaanya dengan aksi
demonstrasi-demosntrasi yang ada di luar Makassar. Melihat fenomena yang
begitu berbeda dan terkadang sangat anarkis maka dibutuhkan pola penanganan
yang berbeda pula dan ekstra. Pola penanganan yang sering dilakukan kepolisian
jika bukan persuasif maka akan bertindak refresif. Pola penanganan persuasif akan
menghasilkan dua hasil mungkin akan berakhir damai atau mungkin saja akan
berakhir ricuh, namun dapat dipastikan jika pola penanganan refresif yang
diterapkan maka akan berakhir dengan bentrokan antara pihak keamanan dengan
demonstran. Berikut tanggapan responden tentang pengoptimalan pola
penanganan dalam menindaki demonstrasi:
Tabel 5: Tanggapan Responden Tentang Pengoptimalan Pola Penanganan
Perguruan Tinggi dan Kepolisian dalam Menindaki Demosntrasi
yang Anarkis
No Kategori Penilaian Frekuensi (F) Presentase (%)
1
2
3
4
Sangat Optimal
Optimal
Kurang Optimal
Tidak Optimal
3
7
14
8
9,37
21,88
43,75
25
Jumlah 32 100
Sumber Olahan Kuesioner, 2015.
Pada tabel diatas, dapat dilihat penilaian responden tentang pengoptimalan
pola penanganan perguruan tinggi dan kepolisian dalam menindaki demonstrasi
59
yang anarkis, dimana sebanyak 3 responden menyatakan sangat optimal dengan
presentase 9,37%, sebanyak 7 orang menyatakan optimal dengan presentase
21,88%, sebanyak 14 responden menyatakan kurang optimal dengan presentase
43,75% dan sebanyak 8 responden menyatakan tidak optimal dengan presentase
25%. Kategori jawaban dari penilaian responden menunjukkan bahwa
pengoptimalan pola penanganan perguruan tinggi dan kepolisian dalam menindaki
demonstrasi yang anarkis dinilai masih kurang optimal.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Kanit Intelkan III Polrestabes
Makassar berkaitan dengan pengoptimalan pola penanganan kepolisian dalam
menindaki demosntrasi anarkis dibawah ini:
Kami menyadari kalau berbicara tentang pola penanganan kami sangat
sadar bahwa belum begitu optimal itu dikarenakan beberapa aspek
diantaranya pihak mahasiswa memang yang kurang bisa berkoordinasi dan
mau diajak untuk komunikasi persuasif dengan pihak kepolisian selain itu
kami juga harus instropeksi diri untuk lembaga kepolisian yang tidak
semuanya anggota yang turun melakukan pengamanan pada saat
demosntrasi begitu mengerti penuh terkait dengan Perkap Nomor 7 Tahun
2012 berkaitan dengan penanganan unjuk rasa. (Wawancara, SDA,
Februari 2015).
Begitupula yang disampaikan oleh Wakil Rektor III Universitas
Muhammadiyah Makassar pada saat diwawancarai berkaitan dengan
pengoptimalan pola penanganan demonstrasi mahasiswa:
60
Apa yang dilakukan oleh pimpinann yaiu telah mengarahkan kepada
semua aktifis kampus untuk tidak bertindak diluar kewajaran. Hanya saja
banyak mahasiswa yang yang berkepentingan, sudah ada banyak yang
melakukan permaianan dari pihak ketiga. Olehnya itu pimpinan kampus
sulit untuk mengoptimalkan penanganan demosntrasi yang selalu
dilakukan mahasiswa depan kampus karena kampus hanya sebagai
lembaga akademik dan kami memberikan kewenangan kepada pihak
kepolisian. (Wawancara, SMD, Februari, 2015).
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari responden dan informan
berkaitan dengan pengoptimalan penanganan demonstrasi mahasiswa dimana
tingginya responden yang menilai masih kurang optimalnya pola yang dilakukan
oleh pihak kepolisian dan perguruan tinggi menunjukkan bahwa masih belum
optimalnya pola yang dilakukan selama ini. Ditambahkan pula dengan pimpinan
kampus dengan wawancara penulis menambahkan bahwa memang masih
banyaknya kendala yang dihadapi untuk mengoptimalkan pola yang selama ini
dijalankan.
Penerapan sanksi dalam terhadap Massa yang melakukan aksi demonstrasi
agar kiranya mempunyai efek sesuai dengan sanksi yang sudah diterapkan seperti
mengurangi pelanggaran dan meningkatkan efek jera atau menimbulkan
kesadaran disiplin berdemosntrasi. Artinya keinginan untuk mengayomi para
mahasiswa dengan memberikan pendidikan hukum yang baik dan berupaya
menyadarkan mahasiswa tentang pentingnya disiplin dalam bedemonstrasi lebih
61
penting daripada keinginan untuk membuat jera dalam penyelesaian hukum.
Namun sesuai dengan fakta dan realita yang terjadi saat ini sudah tidak ada efek
jera bagi para demosntran yang melakukan aksi demosntrasi dikarenakan sudah
menjadi budaya di Makassar, mereka mengatakan bahwa demonstrasi adalah hal
yang wajar dalam demokrasi namun kadang cara yang dilakukan biasanya tidak
wajar karena seringnya terjadi pelanggaran dalam aturan berdemosntrasi yang
biasanya berakhir dengan anarkis.
Disiplin dalam berdemonstrasi sampai saat ini belum terjadi peningkatan
secara signifikan dikarenakan seringnya para massa yang melakukan demosntrasi
dengan merusak fasilitas Negara seperti membakar beberapa Pos Polisi, merusak
Tiang rambu lalu lintas, dan sebagainya. Namun sesuai hasil penelitian dilapangan
mahasiswa yang kerap merusak beberapa fasilitas disebabkan karena kurangnya
perhatian pemerintah terhadap aspirasi rakyat yang selama ini disampaikan
langsung oleh para mahasiswa dan tindakan Kepolisian yang kurang melakukan
pendekatan persuasif dengan mahasiswa.
Kebijakan yang seharusnya diterapkan dalam mengurangi pelanggaran
demosntrasi mahasiswa di Makassar sebagai berikut:
a. Melaksanakan UU No. 9 tahun 1998 dengan sebenar-benarnya.
b. Melakukan aksi Unjuk rasa yang murni tanpa dibekengi oleh
kepentingan-kepentingan tertentu.
c. Melakukan pengawalan terhadap giat aksi agar aksi unjuk rasa dapat
berjalan dengan lancar, aman, dan terkendali.
62
d. Sebaiknya para pengunjuk rasa khususnya teman-teman mahasiswa harus
memahami betul isi dari UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat dimuka umum.
e. Mengerti azas dan tujuan dari UU No.9 tahun 1998 ada dalam pasal 3-4.
1. Asas :
a. Asas keseimbangan antara hak hak dan kewajiban.
b. Asas musyawarah dan mufakat
c. Asas kepastian Hukum dan keadilan
d. Asas proporsionalitas
e. Asas manfaat.
2. Tujuan
a. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab
b. Mewujudkan perundangan Hukum
c. Mewujudkan iklim yang kondusif
d. Menempatkan tanggung jawab sosial.
f. Memahami hak dan kewajiban, pasal 5 sampai 8.
1. Hormati hak-hak kebebasan orang lain
2. Hormati aturan moral yang diakui umum.
3. Taati hukum dan ketentuan undang-undang
4. Jaga dan hormati keamanan dan ketertiban umum
5. Jaga keutuhan dan persatuan bangsa
63
g. Perlu dipahami bahwa pada pasal 10 menyatakan : penyampaiandimuka
umu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri selambat-lambatnya
3X24 jam sebelum diterima.
h. Tidak ada demonstrasi pesanan atau bayaran.
i. Sekiranya UU No.9 tahun 1998 dipahami betul pasti dalam
menyampaikan pendapat dimuka umum akan tertib aman agar menjadi
Negara percontohan dalam hal unjuk rasa.
j. Memberikan pemahaman UU No.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
k. Polisi harus banyak belajar tehnik lobi dan negosiasi
3. Penanganan Demosntrasi Menurut Undang-Undang
Undang-undang No 9 Tahun 1998 dan Perkap No 7 Tahun 2012 telah
mengatur penanganan demosntrasi. Olehnya itu seharusnya dari pihak kepolisian
tidak terlalu sulit untuk melakukan penanganan, namun yang terjadi dilapangan
adalah masih seringnya melakukan demosntrasi oleh pihak mahasiswa dan
penanganan oleh pihak kepolisian diluar jalur undang-undang. Berikut penilaian
responden tentang kesesuian Undang-undang No 9 Tahun 1998 dan Perkap No 7
Tahun 2012 tentang penanganan demonstrasi mahasiswa dibawah ini:
Tabel 6: Tanggapan Responden Tentang UU No 9 Tahun 1998 dan Perkap
No 7 Tahun 2012 Terkait Penanganan Demonstrasi Mahasiswa
di Makassar
No Kategori Penilaian Frekuensi (F) Presentase (%)
64
1
2
3
4
Sangat Sesuai
Sesuai
Kurang Sesuai
Tidak Sesuai
3
14
13
2
9,37
43,75
40,63
6,25
Jumlah 32 100
Sumber Olahan Kuesioner, 2015.
Pada tabel diatas, dapat dilihat penilaian responden tentang kesesuain
antara UU No 9 Tahun 1998 dan Perkap dengan penanganan demonstrasi, yang
mana sebanyak 3 responden menyatakan sangat sesuai dengan presentase 9,37%,
sebanyak 14 responden menyatakan sudah sesuai dengan presentase 43,75%,
sebanyak 13 responden menyatakan kurang sesuai dengan presentase 40,63% dan
sebanyak 2 responden menyatakan tidak sesuai dengan presentase 6,25%.
Kategori jawaban dari penilaian responden menunjukkan bahwa kesesuain antara
UU No 9 Tahun 1998 dan Perkap dengan penanganan demonstrasi sudah cukup
sesuai namun belum signifikan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kanit Intelkam III Polrestabes
Makassar berkaitan dengan Undang-undang No 9 Tahun 1998 dan Perkap No 7
Tahun 2012 tentang penanganan demosntrasi mahasiswa dibawah ini:
Menurut kami aksi yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa itu telah
melanggar Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang kebebasan
menyampaikan pendapat dimuka umum. Misalnya mengahalngi pengguna
jalan dengan menutup badan jalan, merusak fasilitas umum, waktu yang
65
kadang melebihi sampai malam, semuanya itu adalah pelanggaran undang-
undang. (Wawancara, SDA, Februari, 2015).
Berbeda dengan yang disampaikan oleh salah seorang aktifis mahasiswa
yang mengatakan bahwa:
Kami telah melaksanakan demonstrasi sudah sesuai dengan yang telah
diatur dalam undang-undang, tetapi pihak kepolisianlah dalam melakukan
pendampingan selalu melanggar undang-undang tersebut dengan
melakukan kekerasan kepada kami. (Wawancara, A, Februari, 2015).
Dari data yang diperoleh diatas apa yang baik dari responden maupun
informan dapat dikatakan bahwa penanganan demonstrasi mahasiswa sudah
menghampiri sesuai yang tertera dalam Undang-undang No 9 Tahun 1998 dan
Perkap No 7 Tahun 2012. Hanya saja masih harus lagi disesuaikan dengan isi
undang-undang dengan apa yang dilaksanakan di lapangan.
Namun sebagai tambahan analisis dari penulis, berdasarkan penilaian
responden dan tanggapan informan berkaitan dengan penanganan demosntrasi
mahasiswa kaitannya dengan undang-undang belum begitu sesuai berdasarkan isi
dari undang-undang tersebut. Misalnya saja dalam menindaki demosntrasi
anarkis, tidak seharusnya langsung mengambil sikap membubarkan secara paksa
demosntrasi tanpa ada pendekatan secara persuasif terlebih dauhulu. Yang lebih
parahnya adalah melibatkan masyarakat dalam membubarkan demonstrasi yang
terkadang menggunakan sejata tajam. Jadi kepoisian masih harus belajar banyak
66
tentang undang-undang penanganan dan penindakan demosntrasi di lapangan.
Adanya Perkap tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan
penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum harus dijalankan
sesuai apa kandungan yang tertera di dalamnya. Bukan sebaliknya, melakukan
penindakan dan penanganan terhadap demonstrasi mahasiswa terkhusus
demonstrasi anarkis dengan melakukan pola yang melanggar aturan diatasnya.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kerjasama Perguruan Tinggi
dengan Kepolisian dalam penanganan demonstrasi mahasiswa di Makassar maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kerjasama yang dilakukan selama ini antara Perguruan Tinggi dengan
Kepolisian dalam penanganan demosntrasi Mahasiswa di Makassar dalam
bentuk nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang
masing-masing ditandatangani oleh Kapolrestabes Makassar dan WR III.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola penanganan yang dilakukan selama
ini adalah: 1. pencegahan yang dilakukan kepolisian dalam meredam
demonstrasi mahasiswa anarkis dalam bentuk komunikasi dan pendekatan
dengan mahasiswa secara persuasif. 2. Penindakan terhadap demosntrasi
anarkis. 3. Pelibatan masyarakat dalam membubarkan demonstrasi mahasiswa.
4. Penerapan UU No 9 Tahun 1998 dalam penanganan demosntrasi.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan rumusan kesimpulan yang diutarakan
sebelumnya, maka perlu dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Agar Kepolisian dan Perguruan Tinggi semakin mengintensifkan
kerjasamanya demi terciptanya demonstrasi yang damai.
68
2. Agar kepolisian dan Perguruan tinggi semakin meningkatkan perannya dalam
menangani demosntrasi mahasiswa sehingga demosntrasi yang anarkis tidak
lagi terjadi
3. Agar kedua pihak baik dari pihak mahasiswa maupun pihak kepolisian agar
terus menerus belajar cara yang baik dalam berdemonstrasi dan
penanganannya itu harus sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa merugikan
berbagai pihak.
4. Agar kepolisian mencari solusi untuk mendapatkan pola penanganan yang
tepat dan lebih persuasif lagi.
69
DAFTAR PUSTAKA
Atpas, Sapta. 2014. Sejarah Demonstrasi Mahasiswa.http://saptatuju.blogspot.com. Diakses tanggal 28 oktober 2014.
Bahar, Ahmad, dan Bernando J Sujipto. 2013. Rusuh Makassar Membaca Pola-Pola Kerusuhan Di Makassar. Jakarta: Solusi Publishing.
Baharuddin, Hamza, dan Masaluddin. 2010. Konstruktivisme kepolisian, teori,prinsip dan paradigma. Makassar: Refleksi.
Didi, Meizhar Ahmadi. 2010. Definisi Para Ahli Tentang Organisasi BesertaBentuknya. http://slurppss.wordpress.com. Diakses tanggal 28 oktober2014.
Haris, Syamsuddin, 2014. Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi. Jakarta:yayasan pustaka obor indonesia.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Jakarta: SalembaHumanika.
Hilman, Agus. 2013. Indonesia Pasca Negara, Depok: Lingkar Publishing.
Hok, Soe Gie. 2011. Catatan Seorang Demonstran, Jakarta: LP3ES.
Kosasih, Aulia dan Moh. Ilyas, 2013. Pseudo Gerakan Mahasiswa, Jakarta: InsanMadani.
Kunarto. 1999. Seri Merenungi Kritik terhdap Polri. Yogyakarta: CiptaManunggal.
Limbong, Tonny. 2014. Pengertian Mahasiswa. http://academia.edu. Diaksestanggal 28 oktober 2014.
M, Oudang. 2006. Perkembangan Kepolisian di Indonesia, Jakarta: Mahabarata.
Makmuralto, Alto. 2007. Dalam Diam Kita Tertindas, Makassar: ParadigmInstitute.
Martha, Ahmaddani. 1984. Pemuda Indonesia Dalam Dimensi SejarahPerjuangan Bangsa. Jakarta: Kantor Menteri Negara Pemuda DanOlahraga.
Miftahuddin, 2004. Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani, Jakarta:Desantara Utama.
70
Prasetyo, Eko. 2014. Bangkitlah Gerakan Mahasiswa, Yogyakarta: SocialMovement Institute.
Rianto, Budi, dan Tri Lestari. 2012. Polri dan Aplikasi E-Governmnet, Surabaya:CV. Putra Media Nusantara.
Sagimun. 1989. Peran Pemuda Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi,Jakarta: PT. Bina Aksara.
Soekonto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:Alfabeta.
Tabah, Anton. 2003. Menatap Mata Hati Polisi Indonesia. Jakarta: GramediaPustaka Indonesia Utama Farma.
Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya.Jakarta: Rajawali Pers.
Urbaningrum, Anas. 2013. Janji Kebangsaan Kita, Jakarta: Sierra.
Peraturan-peraturan
Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tata Cara PenyelenggaranPelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara PenyampaianPendapat di Muka Umum
Undang-undang R.I. No. 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara RI. Jakarta:Sinar Grafika, 2000.
Undang-undang R.I No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RepublikIndonesia
Undang-undang R.I. No. 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi
Undang-undang R.I No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan MenyampaikanPendapat di Muka Umum
RIWAYAT HIDUP
ZALDI RUSNAEDY S, Lahir di Jeneponto pada
tanggal 19 Juli 1992, anak pertama dari tiga
bersaudara, buah hati dari pasangan Muh. Sain dan
St. Rosmiati penulis masuk jenjang pendidikan
pertama di Sekolah Dasar Negeri 97 Bontocidu
selesai pada tahun 2004. Kemdian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Arungkeke dan selesai pada tahun 2007, selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Batang dan selesai
pada tahun 2010. Pada tahun 2010 memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan Strata Satu (S.1) Ilmu Pmerintahan pada Fakultas Ilmu Social dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar dan menyelesaikan studinyan
pada tahun 2015.