demam

Upload: marthafitri

Post on 31-Oct-2015

161 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

serba-serbi demam, jenis penyakit yang gejala klinis demam

TRANSCRIPT

EtiologiDemamDemam merupakan respon fisiologis dimana suhu tubuh meningkat akibat pengaturan tulang pada set point di hipotalamus. Suhu tubuh normal memiliki perbedaan yang cukup jauh pada setiap orang dan perbedaan diurnal (tertinggi malam hari, terendah dini hari).Suhu tubuh normal berkisar antara 36,50-37,20C. Suhu subnormal di bawah 360C. Demam diartikan suhu tubuh diatas 37,20C, hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,20C atau lebih, sedangkan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 350C. Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,50C, suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral.Etiologi1. Penyebab Infeksi v Parasit v Bakteri v Virus v Jamur v dll1. Penyebab Non Infeksi v Neoplasma v Nekrosis Jaringan v Kelainan Kolagen Vaskular v Emboli Paru / Trombosis vena dalam v Obat , metabolism, dll1. Demam tanpa penyebab yang jelas (Fever Of Unknown Origin)Demam yang menetap dengan hasil pemeriksaan penunjang awal negatif disebut Demam Tanpa Penyebab Yang Jelas (Fever of Unknown Origin). Definisi klasik dari kelainan ini adalah Demam > 38,3C yang menetap tanpa diagnosis selama 3 minggu termasuk pemeriksaan 1 minggu di rumah sakit INFEKSI

Infeksi PiogenikInfeksi bakteri SistemikInfeksi Riketsia, Chlamydia, dan Mikoplsama

Appendicitis Cat-scratch diseaseCholangitisCholecystitisDental abscessDiverticulitis/abscessLesser sac abscessLiver abscessMesenteric lymphadenitisOsteomyelitisPancreatic abscessPelvic inflammatory diseasePerinephric/intrarenal abscessProstatic abscessRenal malacoplakiaSinusitisSubphrenic abscessSuppurative thrombophlebitisTuboovarian abscessBartonellosis BrucellosisCampylobacter infectionCat-scratch disease/bacillaryangiomatosis (B. henselae)GonococcemiaLegionnaires diseaseLeptospirosisListeriosisLyme diseaseMelioidosisMeningococcemiaRat-bite feverRelapsing feverSalmonellosisSyphilisTularemiaTyphoid feverVibriosisYersinia infectionRickettsial infections AnaplasmosisEhrlichiosisMurine typhusQ feverRickettsialpoxRocky Mountain spotted feverChlamydial infectionsLymphogranuloma venereumPsittacosisTWAR( C. pneumoniae) infectionMycoplasmal infections

Infeksi VirusInfeksi JamurInfeksi parasit

Colorado tick fever Coxsackievirus group B infectionCytomegalovirus infectionDengueEpstein-Barr virus infectionHepatitis A, B, C, D, and EHuman herpesvirus 6 infectionHuman immunodeficiency virus infectionLymphocytic choriomeningitisParvovirus B19 infectionAspergillosis BlastomycosisCandidiasisCoccidioidomycosisCryptococcosisHistoplasmosisMucormycosisParacoccidioidomycosisSporotrichosisParasitic infections AmebiasisBabesiosisChagas diseaseLeishmaniasisMalariaPneumocystis infectionStrongyloidiasisToxocariasisToxoplasmosisTrichinosis

Infeksi IntravaskularInfeksi MicobacteriumLain-lain

Bacterial aortitis Bacterial endocarditisVascular catheter infectionM. avium/M. intracellulare infections Other atypical mycobacterial infectionsTuberculosisActinomycosis Bacillary angiomatosisNocardiosisWhipples diseaseKawasakis disease (mucocutaneous lymphnode syndrome)Kikuchis necrotizing lymphadenitis

NON INFEKSI

NeoplasmaCollagen Vascular/Hypersensitivity DiseasesPenyakit Metabolik Dan Bawaan

Ganas Colon cancerGall bladder carcinomaHepatomaHodgkins lymphomaImunoblastic T-cell lymphomaLeukemiaLymphomatoid granulomatosisMalignant histiocytosisNon-Hodgkins lymphomaPancreatic cancerRenal cell carcinomaSarcomaJinakAtrial myxomaCastlemans diseaseRenal angiomyolipomaAdult Stills disease Behcets diseaseErythema multiformeErythema nodosumGiant cell arteritis/polymyalgiarheumaticaHypersensitivity pneumonitisHypersensitivity vasculitisMixed connective-tissue diseasePolyarteritis nodosaRelapsing polychondritisRheumatic feverRheumatoid arthritisSchnitzlers syndromeSystemic lupus erythematosusTakayasus aortitisWeber-Christian diseaseWegeners granulomatosisAdrenal insufficiency Cyclic neutropeniaDeafness, urticaria, and amyloidosisFabrys diseaseFamilial cold urticariaFamilial Mediterranean feverHyperimmunoglobulinemia D andperiodic feverMuckle-Wells syndromeTumor necrosis factor receptorassociated periodic syndromeType V hypertriglyceridemia

Granulomatous DiseasesGangguan TermoregulatorLain-Lain

Crohns disease Granulomatous hepatitisMidline granulomaSarcoidosisCentral Brain tumorCerebrovascular accidentEncephalitisHypothalamic dysfunctionPeripheralHyperthyroidismPheochromocytomaAortic dissection Drug feverGoutHematomasHemoglobinopathiesLaennecs cirrhosisPFPA syndrome: periodic fever, adenitis,pharyngitis, aphthaePostmyocardial infarction syndromeRecurrent pulmonary emboliSubacute thyroiditis (de Quervains)Tissue infarction/necrosisDemam buatan

Referensi :1. Kasper, MD dkk, Harrison Principles of internal medicine 16th ed, McGraw-Hill 2. Guyton & Hall. 1997. Demam, Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. hal 1152-1153. 3. R.H.H. Nelwan, dkk. Demam; Tipe dan Pendekatan, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jilid III. Jakarta. Hal 1697-1699 .

ASKEP FEBRIS PENGERTIANDemam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal. Febris atau demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2C.Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :1. Demam septikSuhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

2. Demam remitenSuhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.3. Demam intermitenSuhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.4. Demam kontinyuVariasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.5. Demam siklikTerjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.

ETIOLOGIPenyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.

TANDA DAN GEJALA1. Suhu badan lebih 37,2 C2. Banyak berkeringat3. Pernafasan meninggil4. Menggigil

PATOFISIOLOGITubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi dan peningkatan suhu tubuh memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interkulin-1. di dalhipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia. Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah.

PEMERIKSAAN PENUNJANGSebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.

PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK1. Antipiretik2. Anti biotik sesuai program3. Hindari kompres alkohol atau es

KOMPLIKASI1. Takikardi2. Insufisiensi jantung3. Insufisiensi pulmonal4. Kejang demam

PENGKAJIAN 1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi : sejak kapan timbul demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya : mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya yang harus dilakukan.2. Melakukan pemeriksaan fisik.3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal : keadaan umum, vital sign.4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti : pemeriksaan laboratotium, foto rontgent ataupun USG

DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang. 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.

ASUHAN KEPERAWATANDiagnosa Keperawatan : Hypertermi berhubungan dengan proses infeksiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menujukan temperatur dalan batas normalKriteria hasil : 1. Bebas dari kedinginan 2. Suhu tubuh stabil 36-37 CIntervensi :1. Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi3. Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol4. Berikan minuman sesuai kebutuhan 5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

Diagnosa Keperawatan : Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulangTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam anak bebas dari cideraKriteria hasil : 1. menunjukan homeostatis2. tidak ada perdarahan mukosa dan bebas dari komplikasi lainIntervensi :1. Kaji tanda-tanda komplikasi lanjut2. Kaji status kardiopulmonar3. Kolaborasi untuk pemantauan laboratorium: monitor darah rutin 4. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

Diagnosa keperawatan : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan deperosisTujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam volume cairan adekuatKriteria hasil : 1. tanda vital dalam batas normal2. nadi perifer teraba kuat3. haluran urine adekuat4. tidak ada tanda-tanda dehidrasiIntervensi :1. Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis. Catat ketidakseimbangan masukan dan haluran kumulatif2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung ukur CVP3. Palpasi denyut perifer4. Kaji membran mukosa kering, tugor kulit yang kurang baik dan rasa halus 5. Kolaborasi untuk pemberian cairan IV sesuai indikasi6. Pantau nilai laboratorium, Ht/jumlah sel darah merah, BUN,cre, Elek,LED, GDS

DAFTAR PUSTAKANgastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. PERKANI : SurabayaWahidiyat Iskandar. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Info Medika : JakartaMcCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). Mosby, St. Louise.McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Outcame Classsification (NOC). Mosby, St. Louise.NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.

SALMONELLOSIS

SALMONELLOSISPENDAHULUANBakteri Salmonella spp. merupakan bakteri saluran pencernaan terutama di usus,. Salmonellosis merupakan masalah yang sangat besar, terutama di daerah berkembang yang memiliki sanitasi yang kurang memadai. Di Inggris, sanitasi relatif baik tetapi 90% salmonellosis disebabkan oleh keracunan makanan dengan case fatality rate 0, 4% (Subronto, 2003).Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Salmonella spp walaupun bekteri ini utamanya hanya menghuni usus, ternyata Salmonella spp tersebar luas di lingkungan yang berhubungan dengan peternakan atau pembuangan limbah (tinja) manusia. Penyakit ini menjadi problem yang sangat besar, terutama di daerah yang berkembang dengan tingkat sanitasi yang kurang memadai. Di Inggris yang memiliki sanitasi relatif baik, salmonellosis merupakan 90% dari penyebab keracunan makanan dengan case fatality rate 0,4%. (Subronto, 2003). Nama lain salmonellosis adalah Typhoid fever, Paratyphoid fever, Foodborne fever, Berak kapur pada ayam (http://id.wikipedia.org/wiki/ Salmonella).ETIOLOGITOXONOMIKingdom : Bakteri Filum : Proteobakteria Kelas : Gamma Proteobakteria Ordo : Enterobakteriales Famili : Enterobakteriakceae Genus : SalmonellaSpesies : Samonella entericaSalmonella bongori(http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella)Salmonellosis yang disebabkan oleh berbagai spesies dan serotype kuman salmonella pada pedet dan sapi dewasa, atau pada spesies ternak lainnya, mengakibatkan septisemia dan radang usus yang akut maupun kronik. Pada hewan betina yang sedang bunting salmonelosis dapat menyebabkan keluron.Salmonela sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan lain bila masuk melalui mulut. Bakteri ini ditularkan melalui hewan, produk hewan kepada manusia dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik.Penyebab salmonellosis adalah genus Salmonella. Bakteri ini bersifat gram negatif dan terbagi-bagi dalam grup, subgroup, dan serotipe. Berdasarkan nomenklatur yang disusun tahun 1996, genus Salmonella hanya dibagi menjadi 2 spesies, yakni Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica dibagi menjadi 6 subspesies, yakni enterica, salamae, arizonae, diarizonae, houtanae, dan indica. Menurut klasifikasi Kauffmann-White, yang didasarkan atas antigen somatic O dan antigen flagella H ditemukan sekitar 2.000 serotipe di dunia.Salmonella entericKebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agen farmakeutika dan feses (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).Menurut Kauffmann-White, klasifikasi salmonella yang didasarkan atas antigen somatic O dan antigen flagella H ditemukan sekitar 2.000 serotipe di dunia (Subronto, 2003).Sampai sekarang kuman Salmonella spp. diketahui terdiri sedikitnya 1300 serotipe yang semuanya mampu menimbulkan penyakit. Kuman kuman Salmonella typhimurium dan Salmonella Dublin, kadang kadang Salmonella Heidelberg dan Salmonella saint pauli sering dilaporkan menyerang pedet maupun sapi dewasa. Pada pedet, kuman kuman tersebut dapat diisolasi dari penderita yang berumur 6 14 hari. Infeksi kuman dalam suatu kandang sapi dapat t6erjadi karena dimasukkannya sapi baru untuk bibit yang berasal dari pasar atau dari kandang lain yang tertular. Kuman salmonella yang mempunyai arti zoonotik, dapat tinggal dalam suatu kandang dalam jangka waktu yang panjang, terutama bila ada hewan hewan yang infeksinya bersifat laten. Dalam air yang tergenang yang terdapat dipadang pengembalaan, kuman dapt hidup hingga sembilan bulan (Subronto, 2003).Morfologi salmonella bervariasi. Kebanyakan spesies, kecuali Salmonella pullorum gallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrika. Bakteri ini mudah tumbuh pada perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S.http://images.google.co.id/images?gbv=2&hl=id&q=+site:www.fao.org+salmonellosisSalmonella resisten terhadap zat zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tertrationat dan natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya karena senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi salmonella dari tinja.Berdasarkan spesifitas induk semang, serotipe yang ada dapat dikelompokkan menjadi :a. S. typhi, S. paratyphi A,B dan C penyebab demam enteric (typhoid) hanya pada manusia. b. S. dublin (sapi), S. cholera suis (babi), S. gallinarum dan S. pullorum (unggas), S. abortus equi (kuda), dan S abortus ovis (domba). Salmonella spp yang beradaptasi pada hewan jenis tertentu jarang menimbulkan penyakit pada manusia dan bersifat Salmonellosis non typhoid.Golongan OSpesies

DS.typhi

AS.paratyphi

C1S.choleraesuis

BS.typhimurium

DS.enteritis

Sumber ; mikrobiologi kedokteranSalmonella sp. Berkembangbiak dengan baik pada suhu di atas 240C, terhambat perkembangannya pada suhu 100C, dan tidak berkembang sama sekali pada suhu di bawah 50C. (Subronto, 2003).Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh S. typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).DISTRIBUSI PENYAKITTersebar di seluruh dunia; lebih banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa karena sistem pelaporannya baik. Salmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) oleh karena makanan yang terkontaminasi, terutama kontaminasi oleh binatang, merupakan cara penularan yang utama. Hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus ini yang diketahui secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar 1% kasus yang dilaporkan. Incidence rate tertinggi pada bayi dan anak kecil. Secara epidemiologis, gastroenteritis Salmonella bisa terjadi berupa KLB kecil di lingkungan masyarakat umum. Sekitar 60-80% dari semua kasus muncul secara sporadis; namun KLB besar di rumah sakit, institusi anak-anak, restoran dan tempat penitipan anak-anak atau orang tua jarang terjadi dan biasanya muncul karena makanan yang terkontaminasi, atau yang lebih jarang terjadi, adalah pencemaran yang terjadi karena makanan diolah orang yang menjadi carrier, penularan dari orang ke orang dapat terjadi. Diperkirakan bahwa sekitar 5 juta kasus salmonellosis terjadi setiap tahun di AS. KLB yang pernah terjadi di AS menyebabkan 25.000 orang jatuh sakit disebabkan oleh suplai air minum perkotaan yang tidak diklorinasi; wabah tunggal etrbesar yang pernah terjadi disebabkan oleh susu yang tidak dipasteurisasi menyebabkan 285.000 orang jatuh sakit. (Anonim, 2005)Distribusi di EropaDistribusi di OceaniaDistribusi di AmerikaDi luar negeri salmonellosis banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa. Di Amerika ada beberapa kejadian, yaitu di Amerika Serikat tahun 1991 (S. Typhimurium, S. Enteritidis, dan S. Newport pada manusia) dan tahun 2001 (S. Enteritidis, S. Heidelberg, S. Kentucky, S. Typhimurium, dan S. Senftenberg pada ayam), Kanada tahun 2000 (S. Typhimurium, S. Enteritidis, dan S. Heidelberg pada manusia), Amerika Selatan tahun 2001 (S. enteritidis pada manusia dan hewan). Di Eropa juga terjadi di Inggris tahun 1990 (S. enteridis pada telur ayam mentah), Belanda tahun 1990 (S. enteritidis pada puding yang terbuat dari telur ayam), Uni Eropa tahun 2004 karena kontaminasi makanan. Di Singapore tahun 1995 ditemukan telur ayam mentah yang mengandung S. enteritidis yang berasal dari Indonesia (http://www.safe-poultry.com)KEJADIAN SALMONELLOSISKEJADIAN DI INDONESIASalah satu penyakit yang cukup menimbulkan masalah serius di Indonesia adalah penyakit tifoid yang merupakan penyakit infeksi yang juga menjadi masalah serius di dunia. Di Indonesia penyakit ini adalah suatu penyakit endemis dengan angka kejadian termasuk yang tertinggi ,yaitu antara 358-810/100.00 penduduk/tahun. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (http://www.pppl.depkes.go.id)Angka kematian demam tifoid di beberapa daerah adalah 2-5% pasien menjadi karier asimtomatik, sehingga merupakan sumber infeksi baru bagi masyarakat sekitarnya. Kecenderungan meningkatnya angka kejadian demam tifoid di Indonesia terjadi karena banyak faktor, antara lain urbanisasi, sanitasi yang buruk, karier yang tidak terdeteksi, dan keterlambatan diagnosis. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis penyakit demam tifoid antara lain disebabkan oleh masa tunas penyakit yang dapat berlangsung 10-14 hari (bahkan dapat lebih panjang sampai 30 hari) (www.pppl.depkes.go.id).KEJADIAN DI LUAR NEGERISalmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi (foodborne disease), terutama kontaminasi oleh binatang, merupakan cara penularan yang utama. Hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus ini yang diketahui secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar 1% kasus yang dilaporkan. Incidence rate tertinggi pada bayi dan anak kecil (http://www.pppl.depkes.go.id).Diperkirakan setiap tahunnya di Amerika Serikat muncul 76 juta kasus penyakit bawaan makanan. Sebagian besar dari kasus ini adalah kasus ringan dimana gejala hanya muncul selama satu hingga dua hari. Kasus-kasus lainnya lebih serius, per tahunnya CDC (Center of Disease Control) membukukan 325.000 perawatan di rumah sakit dan 5.000 kematian. Kasus-kasus terberat umumnya muncul pada rentang usia lanjut dan usia sangat muda, pada penderita yang sudah memiliki penyakit yang menyebabkan turunnya sistem imun tubuh, dan pada orang sehat yang terkontaminasi organisme dengan jumlah yang sangat besar (http://www.fightbac.org/main.cfm)Di Singapore juga pernah dilaporkan kejadian salmonellosis pada tahun 1995. Pada saat itu dilakukan razia produk telur ayam yang berasal dari Indonesia dan setelah diteliti ternyata telur tersebut tercemar bakteri S. enteritidis (http://www.fightbac.org/main.cfm)Distribusi kejadian salmonellosis tersebar di seluruh dunia baik pada hewan ataupun manusia. Adapun kejadian salmonellosis pada hewan dan manusia adalah sebagai berikut:a. HewanMacam-macam hewan yang peka terhadap infeksi bakteri Salmonella sp. adalah sebagai berikut:UnggasAyam : S. gallinarum dan S. pullorum Burung : S. enteritidis Hewan TernakSapi : S. dublin Domba dan Kambing :S. typhimurium, S. bovis morbicans, S. derby, dan S. havana Kuda : S. typhimurium, S. bovis-morbificans dan S. Newport Babi : S. Cholerasuis(Subronto, 2003). Hewan Liar Pernah dilaporkan bahwa satwa liar juga bisa menularkan salmonellosis seperti primata, iguana, ular, dan burung.(Anonim, 2008)b. ManusiaDalam zoonosis, kasus salmonellosis yang menyerang manusia adalah bakteri salmonella yang berasal dari hewan sehingga Salmonella typhi yang hospes alami adalah manusia tidak dibahas sepenuhnya dalam kasus ini. Kejadian zoonosis Salmonellosis pada manusia yang disebabkan penularan dari hewan yaitu dari Salmonella cholerasuis dan Salmonella enteritidis (serotype spesifik dan non spesifik) (Soeharsono, 2002).PATOGENESISSetelah berhasil memasuki tubuh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam waktu yang relatif singkat infeksi tersebut akan menyebabkan septisemia (sepsis), yang dalam waktu pendek akan dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi cuma bakterimia, mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di sekitar usus, hati, limpa, dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembang biak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stres pengangkutan atau oleh gangguan faali yang lain (Subronto, 2003).S. typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah mencapai usus, S. typhi menembus ileum dan ditangkap oleh sel mononuklear (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/ akismet/akismet.gif). Di dalam ileum terjadi kolonisasi bakteri dan terjadi invasi mukosa akibat adanya bakteri Salmonella spp. Di intestinum Salmonella spp. mengeluarkan sitotoksin dan enterotoksin sehingga akan menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan sehingga terjadi peradangan akut. Terkadang muncul adanya ulcerasi, sintesis prostaglandin, enterotoksin, dan sitokine yang mengaktivasi adenil siklase. Aktivasi ini menyebabkan peningkatan cAMP sehingga epitel intestinum memproduksi cairan di dalam lumen usus (baik besar maupun kecil) yang mengakibatkan diare. Kejadian Salmonellosis tinggi pada hewan muda. Hal ini disebabkan karena tingginya pH lambung pada hewan muda, tidak adanya flora dalam usus (flora intestinal) yang stabil, dan rendahnya kekebalan (http://www.gsbs.utmb.edu microbook.htm).Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal (patch of payer) akibatnya terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang, dll (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet. gif).Respon imun humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Respon imun humoral sistemik, di usus diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Respon imun seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/ akismet.gif).GEJALA KLINISHewanAyam Pada ayam, S. pullorum dapat menimbulkan kerugian besar karena cepat menyebar dan menimbulkan kematian tinggi, terutama pada anak ayam. Penularan terjadi dari induk ayam ke telur lewat ovarium (penularan vertikal). Anak ayam yang tidak tertular lewat telur dapat tertular secara kontak dengan cangkang telur, lewat inhalasi, atau lewat mulut. Anak ayam yang tertular terlihat septikemik, kotor, dan mengantuk. Anak ayam yang sembuh akan tetap membawa agen penyakit dan mengakibatkan penurunan fertilitas, produksi serta daya tetas telur.Burung dan BebekPada burung, S. enteritidis dapat bersifat fatal pada burung, seperti ditemukan oleh BPPH Wilayah VI Denpasar di suatu taman burung di Bali tahun 2000. S. enteritidis juga sering mencemari telur unggas, sehingga banyak negara mensyaratkan telur konsumsi harus berasal dari peternakan bebas S. Enteritidis. Salmonelosis bebek ( S.typhi dan S. anatum) biasanya menyebabkan bebek bebek tersebut lambat mati. Korban kurus, kering, gemetar dan sesak nafas. Didalam hati bebek terlihat sarang sarang nekrosa. Disamping itu juga terlihat enteritis dan nefritis.SapiPada sapi, Salmonellosis dapat terjadi pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak sapi yang diberi susu lewat tangan pengasuh. Anak sapi tertular mengalami gastroenteritis atau septicemia. Pada induk sapi, infeksi S. dublin sering menimbulkan keguguran, distokia, dan retensi plasenta. Pada anak sapi, infeksi S. dublin dapat menimbulkan poliartritis, gangrene pada daun telinga dan ekor. Penularan dapat terjadi lewat susu, makanan penguat (bone meal). Anak sapi tertular terlihat depresi, lemah, kehilangan berat badan, demam, tinja encer dan berbau anyir, kadang-kadang tinja bercampur dengan darah. S. dublin diekskresikan pula dalam air liur, sehingga anak sapi yang diberikan susu secara bersama dalam ember (bucket feeding) dapat tertular dalam jumlah banyak. Saliva juga merupakan bahan penular utama pada peternak atau anak-anak. Salmonelosis pedet bentuk septisemia perakut ditandai dengan kelemahan umum yang terjadi secara mendadak, kenaikan suhu tubuh yang mencolok (40 410C), kemudian diikuti dengan koma. Kematian biasanya terjadi dalam waktu 24 48 jam.KudaKuda umur peka terhadap salmonellosis. Faktor predisposisi terjadinya penyakit antara lain: kelelahan akibat transportasi jarak jauh, digunakan dalam pacuan, dan cacingan. Gejala klinik yang ditemukan berupa diare hebat dan kondisi badan menurun drastis. Anak kuda dapat mengalami arthritis dan abses visera.Kolik pada kuda akibat salmonellaBabiPada babi gejala, yang paling sering adalah gastroenteritis oleh S. cholerasuis. (Subronto, 2003).ManusiaSalmonellosis pada hakekatnya dalah penyakit gastrointestinal yang muncul dalam waktu singkat. Masa inkubasi bervariasi antara 6 72 jam, namun umumnya dari 12 36 jam. Gejala klinik yang sering ditemukan adalah gangguan pencernakan mulai dari rasa mual, diare, nyeri lambung, dan muntah. Dapat pula ditemukan nyeri kepala, keringat dingin, dan pada keadaan yang lebih parah kekakuan otot serta kehilangan kesadaran sesaat (syncope). Terkadang ditemukan kenaikan suhu menjadi 37,1 C 38,5 C, tetapi ada pula yang tidak disertai demam. Jarang ditemukan darah atau lendir pada tinja. Perbaikan kondisi umumnya cepat terjadi, diikuti kesembuhan dalam waktu 6-8 hari. Gejala paling serius adalah dehidrasi. Pada anak, dehidrasi dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera diobati. (Subronto, 2003).DIAGNOSISDiangnosis ditegakkan dengan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab. Isolasi bakteri penyebab dilakukan dengan pengambilan spesimen berupa tinja (pada gejala gastroenteritis), darah (pada bentuk septikemik), dan eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas. (Subronto, 2003)Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat gejala gejala klinis pada hewan atau manusia yang terinfeksi. Untuk mendukung diagnosis dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab penyakit salmonellosis. Isolasi bakteri penyebab dilakukan dengan pengambilan spesimen berupa feses (pada gejala gastroenteritis), darah (pada bentuk septikemik), dan eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas (Subronto, 2003).Uji laboratorium dapat juga dilakukan untuk mendukung diagnosis, misalnya Differensial leukosit, ELISA, PCR (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan menghubungkan gejala klinik yang sesuai dengan demam tifoid dan adanya titer antibodi yang meningkat dalam darah terhadap antigen O dan/atau antigen H S. typhi, uji ini biasa disebut dengan uji Widal (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).Diagnosa Banding1. Influenza 5. Malaria2. Bronchitis 6. Sepsis3. Broncho Pneumonia 7. Tuberculosa - Lymphoma4. Gastroenteritis 8. Leukemia(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif)SUMBER DAN CARA PENULARANCARA CARA PENULARANCara penularan penyakit ini dapat berupa kontak langsung dengan hewan sakit atau carrier, via vektor mekanik, dan makanan yang tercemar bakteri Salmonella spp. Makanan yang telah dimasak dapat tercemar bakteri Salmonella spp. lewat sisa-sisa bahan makanan mentah yang masih menempel pada peralatan dapur seperti pisau, telenan, dll. Tikus, lalat, kecoa, dan serangga lain juga merupakan penular potensial bagi manusia dan ternak. Letupan salmonellosis dapat terjadi berupa keracunan makanan lewat produk restoran atau jasa catering (www.pppl.depkes.go.id).Bakteri salmonella dapat berkembang biak pada berbagai jenis makanan, terutama susu, sampai mencapai jumlah yang infektif suhu yang tidak tepat selama pengolahan dan kontaminasi silang yang terjadi selama makanan tersebut sampai kepada konsumen adalah faktor risiko yang paling penting. Kejadian luar biasa ini biasanya dimulai dari makanan yang terkontaminasi dan menular dari orang ke orang melalui tangan yang tercemar dari orang yang mengolah makan atau melalui melalui alat yang digunakan. Kontaminasi suplai air minum publik yang tidak diklorinasi dan yang tercemar oleh feses dapat menyebabkan kejadian luar biasa ekstensif. Beberapa tahun terakhir kejadian yang terjadi yang meluas ke wilayah geografis tertentu diketahui karena mengkonsumsi tomat atau melon dari supplier tunggal (www.pppl.depkes.go.id).Penularan rute fekal-oral dari orang ke orang menjadi sangat penting, terutama pada saat orang tersebut terkena diare. Feses dari anak dan orang dewasa yang menderita diare mempunyai risiko penularan yang lebih besar daripada penularan oleh carrier yang asimtomatik. Dari beberapa serotipe, hanya beberapa jenis organisme yang tertelan yang dapat menyebabkan infeksi karena adanya penahan dari asam lambung, biasanya untuk terjadi infeksi dibutuhkan jumlah organisme > 102-3 (www.pppl.depkes.go.id).Sumber penularan kepada manusia adalah hampir semua jenis ternak (sapi, babi, kerbau, kambing, domba dan lain-lain), ayam, burung, hewan liar dan hewan kesayangan. Berdasarkan urutan potensial penularan, babi dan ayam merupakan penular yang utama pada manusia. Air dan produk asal hewan seperti daging, telur dan susu dapat tercemar Salmonella sp. Sehingga merupakan sumber penular bagi manusia.Penularan pada hewan ataupun pada manusia terjadi per-os melalui bahan-bahan tertular oleh tinja hewan ataupun manusia. Makanan, termasuk daging dan hasil olahan daging, telur, ikan, susu, produk dari susu dan sayuran yang tercemar tinja dapat pula tercemar oleh bakteri ini.Makanan yang telah dimasak dapat tercemar bakteri Salmonella sp. Lewat sisa-sisa bahan makanan mentah yang masih menempel pada peralatan dapur seperti pisau, talenan, dll. Tikus, lalat, kecoa da serangga lain juga merupakan penular yang potensial bagi manusia dan ternak. Letupan salmonellosis dapat terjadi berupa keracunan makanan lewat produk restoran atau jasa katering. (Subronto, 2003).Cara-cara pemberantasanA. Upaya pencegahan1) Lakukan penyuluhan kepada pengolah makanan tentang pentingnya:a) mencuci tangan sebelum, selama dan sesudah mengolah makanan.b) mendinginkan makanan yang sudah diolah didalam wadah kecil.c) Memasak dengan sempurna semua bahan makanan yang berasal dari binatang, terutama unggas, babi, produk telur dan produk daging.d) Hindari rekontaminasi didalam dapur sesudah memasak.e) Menjaga kebersihan di dapur dan melindungi makanan dari kontaminasi tikus dan insektisida.2) Lakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari mengkonsumsi telur mentah atau setengah matang, seperti telur yang dimasak over easy atau sunny side, minuman eggnog atau es krim buatan sendiri dan menggunakan telur yang kotor atau retak.3) Orang yang menderita diare sebaiknya tidak mengolah atau menjamah makanan dan tidak boleh merawat penderita di rumah sakit atau rumah penitipan baik untuk penitipan anak maupun orang tua.4) Sampaikan kepada mereka yang menjadi carrier, akan pentingnya mencuci tangan yang benar sesudah buang air besar (dan sebelum menjamah makanan) dan sebaiknya mereka yang tidak mengolah dan menjamah makanan selama mereka menjadi carrier.5) Perlu diketahui oleh semua anggota keluarga tentang risiko infeksi Salmonella pada binatang peliharaan. Ayam, bebek dan kura-kura adalah binatang peliharaan yang berbahaya untuk anak kecil.6) Sediakan fasilitas radiasi dan Anjurkan masyarakat untuk menggunakan daging dan telur yang sudah diradiasi.7) Lakukan inspeksi dan supervisi yang ketat terhadap tempat-tempat pemotongan hewan, pabrik pengolahan makanan, tempat pengolahan susu, tempat pensortiran telur dan toko daging.8) Buat rencana program pemberantasan Salmonella (pengawasan makanan, kebersihan dan disinfeksi, pemberantasan vektor dan upaya sanitasi lain).Pakan ternak yang berasal dari binatang (daging,, tulang ikan, makanan binatang peliharaan) sebaiknya dimasak atau dipanaskan dengan benar (termasuk pasterurisasi dan iradiasi). Untuk Menghilangkan patogen; Hindari rekontaminasi.B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Kasus wajib dilaporkan, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular).2) Isolasi: Untuk penderita yang dirawat di rumah sakit, lakukan tindakan kewaspadaan enterik dalam penanganan tinja dan baju serta alas tempat tidur yang terkontaminasi. Orang yang terinfeksi dan menunjukkan gejala dilarang untuk mengolah dan menjamah makanan dan dilarang merawat langsung orang tua, anak-anak, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah atau penderita yang dirawat di rumah sakit. Larangan ini berlaku juga bagi orang yang terinfeksi tanpa gejala dimana kebiasaan kebersihan perorangannya diragukan, hal ini mungkin juga perlu diatur dalam peraturan daerah setempat. Jika peraturan larangan ini ada, maka syarat orang tersebut untuk boleh kembali bekerja adalah kultur tinja untuk Salmonella setidaknya 2 kali berturut-turut hasilnya negatif dimana tinja ini masing-masing dikumpulkan dalam waktu tidak kurang dari 24 jam; apabila telah diberikan antibiotika maka kultur pertama sebaiknya dilakukan paling cepat 48 jam sesudah pemberian obat terakhir. Kebiasaan mencuci tangan dengan baik harus ditekankan.3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap tinja dan barang-barang lain yang terkontaminasi. Pada kelompok masyakat dengan sistem pembuangan kotoran yang modern dan baik, tinja dapat dibuang langsung ke saluran pembuangan tanpa disinfeksi awal. Pembersihan menyeluruh.4) Karantina: Tidak dilakukan.5) Imunisasi kontak: Tidak ada imunisasi yang tersedia.6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Lakukan kultur tinja bagi semua kontak yang ada di rumah yang pekerjaannya mengolah makanan, merawat orang sakit, merawat anak-anak dan merawat orang tua di panti-panti asuhan.7) Pengobatan spesifik: Untuk penderita enterokolitis tanpa komplikasi tidak ada pengobatan spesifik kecuali tindakan rehidrasi dan Penggantian elektrolit dengan larutan rehidrasi oral (lihat Kolera, 9B7). Pemberian antibiotika mungkin tidak Menghilangkan status carrier dan malah bisa menyebabkan terjadinya strain yang resisten atau infeksi akan menjadi lebih parah. Namun terhadap bayi dibawah usia 2 bulan, orang tua, orang debil, orang dengan penyakit sickle-sel, orang yang terinfeksi HIV, atau penderita dengan demam tinggi yang terus-menerus atau orang yang dengan manifestasi infeksi ekstra intestinal sebaiknya diberi terapi antibiotika. Tingkat resistensi antimikroba dari salmonella non Tifoid biasanya bervariasi, pada orang dewasa, siprofloksasin sangat efektif tetapi obat ini tidak digunakan pada anak-anak; ampisilin atau amoksisilin juga bisa digunakan. TMP-SMX dan kloramfenikol merupakan alternative antimikroba bagi strain yang resisten. Penderita yang terinfeksi HIV bisa membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk mencegah septicemia karena Salmonella.C. Upaya penanggulangan wabah: Lihat penyakit yang ditularkan melalui makanan, intoksikasi makanan karena Stafilokokus, 9 C1 dan 9C2. Cari tempat dimana terjadinya kesalahan dalam pengolahan makanan, seperti penggunaan bahan makanan mentah yang terkontaminasi, makanan dimasak kurang sempurna, suhu yang kurang tinggi dan terjadinya kontaminasi silang. Di AS, KLB S. enteritidis yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung telur, dilakukan pelacakan ulang asal telur dan disarankan untuk melaporkannya ke Departemen Pertanian.D. Implikasi bencana: KLB bisa terjadi di tempat penampungan pengungsi atau pada institusi dengan higiene dan sanitasi yang buruk dimana pemberian makanan dilakukan secara massal.E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO.(Anonim,2005)Berdasarkan sumber dari internet dengan alamat Error! Hyperlink reference not valid. ada 10 langkah pencegahan dan pengendalian Salmonellosis, yaitu sebagai berikut : 1.Memelihara ternak pada tempat yang tertutup 2.Menjaga hewan agar tetap dalam kelompok yang kecil3.Belilah ternak pengganti dari peternakan yang sama4.Hindari percampuran hewan-hewan dari berbagai sumber yang berbeda5.Sterilisasi bahan makanan hewan6.Sediakan air minum untuk ternak7.Mencegah adanya burung liar dan hewan pengerat di kandang hewan8.Keluarkan semua hewan dan bersihkan dan desinfeksi kandang9.Monitor perkembangbiakan unggas dan bersihkan kotorannya10.Desinfeksi telur yang akan ditetaskan dan dipanasi dengan incubatorPENGOBATANTujuan pengobatan yang utama adalah mengembalikan kehilangan cairan tubuh akibat diare. Antibiotika kurang memberikan efek yang bagus, meskipun pada umumnya diberikan pada penderita salmonellosis. Ampicillin dan amoxillin merupakan antibiotika yang sering diberikan. Clorampenicol digunakan apabila kondisi pasien sangat mengkhawatirkan, meskipun dapat menimbulkan reaksi samping yang cukup serius.(Subronto,2003) Pengobatan dengan antibiotik dan sulfonamid segera setelah terjadi diare dan demam akan mengurangi kematian tetapi merupakan kontraindikasi bagi carier yang sehat dimana pengobatan ini akan memperpanjang lamanya carier. (Anonim, 2008)Antibotik yang digunakan dalam pengobatan salmonellosis adalah kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3 4 kali pemberian dan diberikan secara oral atau intravena, selama 14 hari. Jika terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 34 kali pemberian yang diberikan secara intravena selama 21 hari atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 34 kali pemberian yang diberikan secara oral/intravena selama 21 hari. Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 3 kali pemberian yang diberikan secara oral selama 14 hari (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari diberikan sekali sehari secara intravena selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).Tahun 1972 dilaporkan di Mexico bakteri S. typhi telah resisten terhadap antibiotik kloramfenikol. Di Amerika Serikat, India, Thailand, dan Vietnam dilaporkan juga bahwa beberapa strain bakteri salmonella sudah resisten terhadap kloramfenikol (http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Salmonella.html).

VAKSINASI Terdapat vaksin untuk S. dublin dan S. typhimurium pada anak sapi. Sediaan vaksin hidup dari strain kasar S. dublin memberikan perlindungan yang baik bagi anak sapi untuk melawan S. dublin dan S. typhimurium. (Anonim,2008)DAFTAR PUSTAKAAnonimus,2005. Salmonellosis, Paratyphoid, Non-typhoidal Salmonellosis. Institute for International Cooperation in Animal Biologics .An OIE Collaborating Center. Iowa State University. College of Veterinary MedicineERSKINE V. MORSE, DVM, PhD, MARGO A. DUNCAN, DAVID A. ESTEP, MS, WENDELL A. RIGGS, MD, AND BILLIE 0. BLACKBURN, DVM. 1976, Canine Salmonellosis: A Review and Report of Dog to Child Transmission of Salmonella enteritidis. The Caraka Samhita (Ayurvedic medicine) Shree Gulabkunverba Ayurvedil Society Jamnagar, India.Giovanni M. Giammanco,1* Sarina Pignato,2 Caterina Mammina,1 Francine Grimont,3 Patrick A. D. Grimont,3 Antonino Nastasi,4 and Giuseppe Giammanco2.2002. Persistent Endemicity of Salmonella bongori 48:z35:_ in Southern Italy: Molecular Characterization of Human, Animal, and Environmental Isolates. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY, Sept. 2002, p. 35023505Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisiushttp://komunitas-dokterhewan.blogspot.com/2008_03_01_archive.htmlhttp://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_detail_klik.asp?abjad=S&id=2005111810220104830722&count=16&page=1http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Salmonella.htmlhttp://www.fightbac.org/main.cfmhttp://www.gsbs.utmb.edu microbook.htmhttp://komunitas-dokterhewan.blogspot.comhttp://www.medscape.comhttp://www.pppl.depkes.go.idhttp://www.profauna.or.id/Indo/penyakit-menular-dari-satwa-liar.htm http://www.safe-poultry.comhttp://www. unbc.cahttp://www.washingtonpost.comhttp://id.wikipedia.org/wiki/Salmonellahttp://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gifThypoid Fever

A. PENGERTIANThypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.( Bruner and Sudart, 1994 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. B. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.C. TANDA DAN GEJALAGejala klinis1. Panas lebih dari 7 hari biasanya mulai demam nglemeng yang makin hari makin tinggi sehingga pada minggu ke dua makin panas tinggi terus menerus ,terutama malam hari,siang hari panas agak turun ,tidak pernah mencapi normal (febris intermitten)2. Gejala sistem gastrointestinal :obstipsi sangat sering muncul,kadang-kadang diare mual muntah dan kembung jarang.3. Gejala saraf sentral:apatis kesadaran menurun,mengigai,delirium.4. Hepatomegali ringan5. Splenomegali6. Skibalalidah kotor tapi hiperemis. (Dr dr Sutaryo Sp .A (k),2000)D. MANIFESTASI KLINISMasa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung kuman salmonella. Masa tunas typhoid 10 14 hariMinggu Ipada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.Minggu IIpada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.5. Komplikasia. Komplikasi intestinal1. Perdarahan usus2. Perporasi usus3. Ilius paralitib. Komplikasi extra intestinal1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.E. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.2. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fsofat alkali meningkat.3. Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya menurun.4. Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga. Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosisPemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :Pemeriksaan leukositDi dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPTSGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.c. Biakan darahBila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :1. Teknik pemeriksaan LaboratoriumHasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.3. Vaksinasi di masa lampauVaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.4. Pengobatan dengan obat anti mikroba.Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.c. Uji WidalUji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).3) Aglutinin Vi,yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :a. Faktor yang berhubungan dengan klien :1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu. b. Faktor-faktor Teknis1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.E. PENATALAKSANAANa. Tirah baring atau bed rest.b. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.c. Obat-obat : Antimikroba :1. Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv2. Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral3. Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.4. Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam. Antipiretik seperlunya, Vitamin B kompleks dan vitamin C, Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.Penatalaksanaana. Perawatan.1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.b. Diet.1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.c. Obat-obatan.1. Klorampenikol2. Tiampenikol3. Kotrimoxazol4. Amoxilin dan ampicillinG. KOMPLIKASI1. Komplikasi Intestinal- Perdarahan usus- Perforasi usus- Ileus paralitik2. Komplikasi Ekstra Intestinal~ Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatanseptik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis- Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau DisseminatedIntravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik- Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis- Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis~ Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis- Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis- Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, JakartaKuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, JakartaSoeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

DEMAM TIFOID (TYPHOID FEVER)May 10, 2008 by Jevuska in Artikel Kedokteran, Interna DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DEMAM THYPHOID DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DEMAM TYPHOIDOktober 2009I. PENDAHULUANDemam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.1Di Indonesia demam typhoid merupakan penyakit endemik yang menular seperti yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah, dengan pola penularan yang bersifat sporadik. Dua sumber penularan demam tifoid adalah pasien dengan demam tifoid dan yang terbanyak adalah carrier dimana 109 sampai 1011 kuman per gram tinja dikeluarkan oleh mereka. Media penularan adalah air dan makanan yang tercemar oleh kuman S.typhi.1Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.1Diagnosis demam typhoid tidak selalu didapatkan setelah semua kriteria diagnosis terpenuhi, mengingat panjangnya perjalanan penyakit tersebut. Gejala klinis yang khas dapat menjadi dasar untuk pemberian terapi empirik sebelum pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan guna mencegah perburukan atau komplikasi lebih lanjut dari penyakit tersebut. Tidak jarang pula diagnosa demam typhoid ditegakkan secara eksjuvantibus.1Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan saluran pencernaan, gangguan pola buang air besar, hepatomegali/spleenomegali, serta beberapa kelainan klinis yang lain. Diagnosis laboratoris kebanyakan di Indonesia memakai tes serologi Widal, tetapi sensitifitas dan spesifisitasnya sangat terbatas, belum ada kesepakatan titer dari masing masing daerah. Biakan S. Typhi merupakan pemeriksaan baku emas, tetapi hasilnya seringkali negatif dan memerlukan waktu lama, padahal dokter harus segera memberi pengobatan. Beberapa serodiagnostik lain yang telah dikembangkan seperti TUBEX, merupakan pemeriksaan Immunoassay yang dapat mendeteksi anti-salmonella 09 dengan sensitivitas dan spesifisitas 100%.2Tatalaksana demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi : Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Pemberian antimikroba diharapkan dapat menurunkan lama sakit dan kematian. Klorampenikol, ampisilin, amoksisilin dan kotrimoksasol merupakan obat konvensional yang di beberapa negara melaporkan kurang efektif sehubung dengan munculnya strain MDR. Flurokuinolon, sefalosporin dan seftriakson merupakan pilihan lini kedua. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.1,2II. TINJAUAN KASUSDEMAM TIFOID DAN PARATIFOIDDemam tifoid dan Paratifoid tipe A, B dan C disebabkan oleh Salmonella enterica serovoar typhi dan serovoar Paratyphi A, B dan C. Bakteri ini adalah bakteri gram negatif yang tidak berkapsul, mempunyai flagella sehingga selalu bergerak dengan menggunakan flagella peritrikosa. Ada 3 macam spesies utama salmonella (salmonella typhi, choleraesuis dan enteridis). Spesies Salmonella merupakan famili enterobacteriaceae yang menyebabkan penyakit enterik yang populer. Demam thypoid yang disebabkan S.Thypi sangat menarik perhatian terutama antigen yang terdapat pada permukaan kapsulnya. Terdapat empat komponen antigenik penting pada S. Thypi, (1) capsular Vi polysaccharide yang terletak pada lapisan luar, mengandung 2 kelompok determinan antigen yang memiliki potensi terjadinya reaksi antigen antiodi, merupakan antigen independen limfosit T dan respon immunnya dimediasi oleh sel B, (2) lipopolysaccharide (LPS), mengandung 2 determinan antigen, dikenal dengan endotoksin, merupakan rantai heteropolisakarida unit oligosakarida (O antigen) terjalin ke inti melalui asam heteroligosakarida (3) Flagella protein, dikenal sebagai antigen H, mempunyai 2 bentuk fase 1 dan 2, fase 1 antigennya lebih spesifik untuk S. Thypi, flagella mengandung protein polimerase yang disebut flagellin yang merupakan bagian penting dalam respon immun, (4) Outer Membrane Protein (OMPs), proteinnya terdiri dari porin dan non porin.2TRANSMISI DAN FAKTOR RISIKODemam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Sepeti yang sudah disebutkan, transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi salmonella thypi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan relatif ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya organisme atau > 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa inkubasi yang lebih singkat. Transmisi di negara berkembang terjadi secara water-borne dan food-borne.2Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 30 tahun, laki laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak hal ini dikarenakan antibodi yang belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anak-anak tidak baik yang didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan faktor kebersihan dan tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum makan.1Faktor resiko lainnya adalah orang dengan status imunocompromised dan orang dengan produksi asam lambung yang terdepresi baik dibuat, misalnya pada pengguna antasida, H2 blocker, PPI, maupun didapat, misalnya orang dengan achlorhydia akibat proses penuaan.1PATOFISIOLOGIMasuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi (S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.1Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.1Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.1DIAGNOSISDiagnosis demam tifoid didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.Manifestasi KlinisMenifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari manifestasi yang atipikal hingga klasik, dari yang ringan hingga complicated. Penyakit ini memiliki kesamaan dengan penyakit demam yang lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit dibedakan, maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium penunjang.2Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 30 tahun, laki laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Masa inkubasinya umumnya 3-60 hari.2,3Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi kuman.1,21. Panas badan. Pada demam typhoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder pattern dimana peningkatan panas terjadi secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari. Biasanya pada saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika.2. Lidah tifoid. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor pada pertengahan, sementara hiperemi pada tepinya, dan tremor apabila dijulurkan.3. Bradikardi relatif. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 10C diikuti oleh peningkatan denyut nadi sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu 10C diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.4. Gejala saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut dan kembung, meteorismus).5. Hepatosplenomegali.6. Gejala infeksi akut lainnya ( nyeri kepala, pusing, nyeri otot, batuk, epistaksis).7. Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau leukopeni relatif, kadang kadang dapat juga terjadi leukositosis, neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau tanpa penurunan hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan perdarahan saluran cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam rentangan normal atau dapat terjadi trombositopenia. Laju endap darah juga dapat meningkat. Dari pemeriksaan kimia darah ditemukan peningkatan SGOT/SGPT.1,2Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan)1,2Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam typhoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan typhoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi, yaitu darah 1Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas 3 :21. Possible CaseDengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.2. Probable CaseTelah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).3. Definite CaseDiagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).DIAGNOSIS BANDINGPada tahap diagnosis klinis, beberapa penyakit dapat menjadi diagnosis banding demam tifoid, diantaranya:2PneumoniaGastroenteritis akut, hepatitis akut, demam dengue, demam berdarah dengueTuberkulosis, malaria, shigellosisLeukimia, limfoma malignaKOMPLIKASIBerbagai komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan tifoid beserta cara mendiagnosisnya adalah sebagai berikut:2,3Komplikasi IntestinalKomplikasi pada gastrointestinal, perdarahan dan perforasiKomplikasi perdarahan ditandai dengan hematoshezia. Tetapi dapat juga melalui pemeriksaan lab feses (occult blood test). Komplikasi perforasi ini ditandai dengan gejala gejala akut abdomen dan peritonitis. Didapatkan gas bebas dalam rongga perut yang dibantu dengan pemeriksaan klinis bedah dan foto polos abdomen 3 posisi.Komplikasi EkstraintestinalHepatitis TifosaAdapun diagnosis klinis ditemukan kelainan ikterus, hepatomegali, dan kelainan test fungsi hati.Pankreatitis TifosaAdalah diagnosa klinis di mana didapatkan petanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amilase. Dapat dibantu dengan USG atau CT scan.Kompliksasi pada KardiovaskulerDapat ditemukan miokarditis, Trombophlebitis dan syok kardiogenikKomplikasi NeuropsikiatrikDapat ditemukan ensefalopati, delirium, psikosis dan meningitisKomplikasi pada paruDapat berupa bronkhitis, pneumoniaKomplikasi pada sistem HematologiAnemia hemolitik,Komplikasi lainSyok septik; penderita dengan sindrom demam tifoid, panas tinggi serta gejala toksemia berat. Didapatkan gejala gangguan hemodinamik seperti tensi turun, nadi halus dan cepat, berkeringat dan akral dingin.PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.I. Istirahat dan PerawatanBertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.II. Diet dan Terapi PenunjangMempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.III. Pemberian AntimikrobaObat obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis. Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon.Prognosis demam tifoidPrognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita,keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan adatidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yangadekuat, angka mortalitasnya < 1%. Di negara berkembang, angkamortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasigastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, danpneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderitayang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapatterapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyatasekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupaipenyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individuyang mengekskresi S. thypi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadikarier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah danmeningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasiendemam tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebihtinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum.

Demam Typhoid BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN 2005

BAB IPENDAHULUANDemam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa terlibat struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers patch. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta berkaitan dengan sanitasi yang buruk terutama negara-negara berkembang.Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian demam tifoid turun dengan adanya sanitasi pembuangan di berbagai negara berkembang, diperkirakan setiap tahun masih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000 kematian terdapat di dunia. Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Di antara penyakit yang tergolong penyakit infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis.

BAB II URAIAN1. EtiologiSalmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.2. PatogenesisSalmonella typhi hanya dapat menyebabkan gejala demam tifoid pada manusia. Salmonella typhi termasuk bakteri famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. Kuman berspora, motile, berflagela,berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37C (15C-41C), bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4C selama satu jam, dan 60C selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama. Salmonella memunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa, namun tidak terhadap laktosa dan sukrosa.Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu (1) proses invasi kuman S.typhi ke dinding sel epitel usus, (2) proses kemampuan hidup dalam makrofag dan (3) proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan dan membunuh kuman patogen ini, yaitu dengan adanya (1) mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan, baik secara kimiawi maupun fisik, dan (2) mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular.Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai di lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non-spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S.typhi sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrotektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut S.typhi lebih mudah melewati pertahanan tubuh.Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian S.typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul kuman.3. Pendekatan Diagnosis Demam TifoidDemam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan kemudian pada minggu ke-dua timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, bakteriologis, dan serologis. Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari spesimen penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose spot, (2) uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan menentukan adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi, dan (3) pemeriksaan melacak DNA kuman S.typhi.Patogenesis perubahan gambaran darah tepi pada demam tifoid masih belum jelas, umumnya ditandai dengan leukopenia, limfositosis realtif dan menghilangnya eosinofil (aneosinofilia). Dahulu dikatakan bahwa leukopenia mempunyai nilai diagnostik yang penting, namun hanya sebagian kecil penderita demam tifoid mempunyai gambaran tersebut. Diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah.Diagnosis demam tifoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik namun identifikasi kuman S.typhi memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah seringkali positif pada awal penyakit sedangkan biakan urin dan tinja, positif setelah terjadi septikemia sekunder. Biakan sumsum tulang dan kelenjar limfe atau jaringan retikulo endotelial lainnya sering masih positif setelah darah steril. Pemeriksaan Widal, meskipun kegunaannya masih banyak diperdebatkan, jika interpretasi dilakukan dengan hati-hati dan memperdebatkan sensitivitas, spesifitas, serta perkiraan nilai Widal pada laboratorium dan populasi setempat, maka angka Widal cukup bermakna.Diagnosis pasti demam tifoid bila ditemukan kuman S.typhi dari darah, urin, tinja, sumsum tulang, cairan duodenum atau rose spots. Berkaitan dengan patogenesis, maka kuman lebih mudah ditemukan di dalam darah dan sumsum tulang di awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid, namun hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung beberapa faktor. Faktor tersebut adalah (1) jumlah darah yang diambil, (2) perbandingan volume darah dan media empedu, serta (3) waktu pengambilan darah. Untuk menetralisir efek bakterisidal oleh antibodi atau komplemen yang dapat menghambat kuman pertumbuhan kuman, maka darah harus diencerkan 5-10 kali. Waktu pengambilan darah paling baik adalah pada saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik, karena 1-2 hari setelah diberi antibiotik kuman sudah sukar ditemukan di dalam darah.Biakan darah positif ditemukan pada 75-80% penderita pada minggu pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ke-tiga, biakan darah positif hanya pada 10% penderita. Setelah minggu ke-empat penyakit, sangat jarang ditemukan kuman di dalam darah. Bila terjadi relaps, maka biakan darah akan positif kembali.Biakan sumsum tulang sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.Pengobatan antibiotik akan mematikan kuman di dalam darah beberapa jam setelah pemberian, sedangkan kuman di dalam sumsum tulang lebih sukar dimatikan. Oleh karena itu pemeriksaan biakan darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik.Walaupun metoda biakan kuman S.typhi sebenarnya amat diagnostik namun memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan kuman ini sulit dilakukan di tempat pelayanan kesehatan sederhana yang tidak memiliki sarana laboratorium lengkap.Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan 2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan pengidap S.typhi.Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman Salmonella typhi (karier). Meskipun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam tifoid telah luas digunakan di seluruh dunia, namun manfaatnya masih menjadi perdebatan. Sampai saat ini uji serologi Widal sulit dipakai sebagai pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut off point). Interpretasi pemeriksaan Widal harus hati-hati karena banyak faktor yang mempengaruhi antara lain stadium penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium, gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non endemis), riwayat mendapat imunisasi sebelumnya, dan reaksi silang.4. Kompli