definisi agama

9
Banyak sekali definisi dan pengertian agama, baik dari tokoh- tokoh agama maupun filosof yang menguraikan tentang agama, secara berbeda, seperti pendapat Fakhroeddin al-Kahiri, bahwa agama dari segi etimologi berasal dari dua kata; A: tidak dan Gama: kacau, kocar-kacir, berantakan, yang sama artinya dengan perkataan Griek; Chaos. Jadi pengertian agama adalah tidak kocar-kacir atau tidak berantakan, atau agama itu teratur, dan beres. Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara- cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan. Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa disebut Religion dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din atau juga. Dari pendapat tersebut, definisi dan pengertian agama memiliki perbedaan-perbedaan pokok dan luas antara maksud-maksud agama pada kata ‘agama’ dalam bahasa Sansekerta, dengan kata ‘religio’ bahasa latin, dan kata ‘din’ dalam bahasa Arab. Namun secara terminologis, ketiganya memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala bidang menurut kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk perbaikan pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip tinggi moralitas manusia, untuk menegakkan hubungan baik antar anggota masyarakat serta melenyapkan setiap bentuk diskriminasi buruk. Penulis mencoba untuk memaparkan secara definitif definisi dan pengertian agama para tokoh-tokoh yang lain: R.R. Marett, seorang ahli antropologi Inggris mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama itu menyangkut lebih dari pada hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dirinya menurut segi-segi emosionilnya walaupun idenya kabur. J. G. Frazer, megatakan agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia.

Upload: rian0877

Post on 25-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

Banyak sekali definisi dan pengertian agama, baik dari tokoh-tokoh agama maupun filosof yang menguraikan tentang agama, secara berbeda, seperti pendapat Fakhroeddin al-Kahiri, bahwa agama dari segi etimologi berasal dari dua kata; A: tidak dan Gama: kacau, kocar-kacir, berantakan, yang sama artinya dengan perkataan Griek; Chaos. Jadi pengertian agama adalah tidak kocar-kacir atau tidak berantakan, atau agama itu teratur, dan beres.

Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.

Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa disebut Religion dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din atau juga.

Dari pendapat tersebut, definisi dan pengertian agama memiliki perbedaan-perbedaan pokok dan luas antara maksud-maksud agama pada kata agama dalam bahasa Sansekerta, dengan kata religio bahasa latin, dan kata din dalam bahasa Arab. Namun secara terminologis, ketiganya memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala bidang menurut kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk perbaikan pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip tinggi moralitas manusia, untuk menegakkan hubungan baik antar anggota masyarakat serta melenyapkan setiap bentuk diskriminasi buruk.

Penulis mencoba untuk memaparkan secara definitif definisi dan pengertian agama para tokoh-tokoh yang lain:

R.R. Marett, seorang ahli antropologi Inggris mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama itu menyangkut lebih dari pada hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan dirinya menurut segi-segi emosionilnya walaupun idenya kabur.

J. G. Frazer, megatakan agama adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia.

Eden Sheffield Brigtman, memberikan definisi dan pengertian agama, yaitu bahwa agama merupakan suatu unsur pengalaman-pengalaman yang dipandang mempunyai nilai yang tinggi; pengabdian kepada suatu kekuasaan-kekuasaan yang dipercayai sebagai sesuatu yang menjadi asal mula, yang menambah dan melestarikan nilai-nilai ini; dan sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan serta pengabdian tersebut baik dengan cara melakukan upacaraupacara yang simbolis maupun melaui perbuatan-perbuatan yang lain yang bersifat perseorangan serta yang bersifat kemasyarakatan.

Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.

Beberapa definisi dan pengertian agama, memperlihatkan betapa luasnya cakupan agama dan sekaligus menunjukkan betapa pengertian agama itu cukup banyak. Hal ini di samping menunjukkan adanya perhatian besar dari para ahli terhadap agama, juga menunjukkan bahwa merumuskan pengertian agama itu sangat sulit sehingga tidak cukup satu pengertian saja.

Dengan bertolak dari beberapa pengertian agama, Harun Nasution merumuskan delapan pengertian agama sebagai berikut:

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

3. Mengingatkan diri pada suatu bentuk yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatannya.

4. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.

5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.

6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan gaib.

7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan yang misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.

8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Kesadaran akan adanya wujud tertinggi itu sudah ada dalam masyarakat sederhana, masyarakat yang masih rendah tarap kebudayaannya serta belum dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan lainnya, dan kesadaran masyarakat tentang adanya wujud tertinggi itu sudah ada sejak adanya manusia di muka bumi, sehingga memunculkan bebagai macam bentuk kepercayaan terhadap kekuatan yang maha Tinggi, seperti kepercayaan terhadap kekuasan atau kekuatan yang keramat dan tidak berpribadi, yang dianggap halus mampu berjasad yang dapat dimiliki atau tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang dan manusia (Dinamisme). Ataupun kepercayaan terhadap adanya roh-roh (Animisme).Kepercayaan terhadap kekuatan yang tinggi di atas segala-galanya itulah yang kemudian memunculkan berbagai macam agama.

Referensi Makalah

Kepustakaan:Endang Saifuddin Anshari, Ilmu filsafat dan Agama, (Surabaya PT, Bina Ilmu 1987). Muslim Arbi, Rasionalitas Islam, (Jakarta, Penerbit YAPI, 1989). HM. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta, CV. Serajaya 1981). Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yoya, 1992). Dede Rosyada, Abuddin Nata, Materi Pokok Agama Islam, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1994). A.B. Haniq, Ilmu Agama, terjemahan MD. Koesumo Sastro, (Jakarta, Bpk Gunung Mulia, 1966). Martin Sardy, Agama Multidimensional, (Bandung, Penerbit Alumni, 1983).

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, gama yang berarti "tradisi".[1]. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

mile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya

Daftar isi

1 Definisi 2 Cara Beragama 3 Unsur-unsur 4 Fungsi 5 Agama di Indonesia 6 Daftar agama-agama

6.1 Jumlah pemeluk agama dan kepercayaan di dunia 7 Catatan kaki 8 Referensi 9 Literatur 10 Lihat pula 11 Pranala luarDefinisi

Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:

menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan

menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan

Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.

Lebih luasnya lagi, Agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup. Yakni bahwa seluruh aktifitas lahir dan batin pemeluknya itu diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama.

Cara Beragama

Berdasarkan cara beragamanya:

1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.

2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.

3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.

4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.

Unsur-unsur

Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:

Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi

Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.

Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama

Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.

Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama

Fungsi

Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok

Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.

Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah

Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan

Pedoman perasaan keyakinan

Pedoman keberadaan

Pengungkapan estetika (keindahan)

Pedoman rekreasi dan hiburan

Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

Agama di Indonesia

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama di Indonesia

Sesajian di Candi Parikesit, dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, di tahun 1880-an (gambar dari majalah Eigen Haard)

Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.

Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.

Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.

Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.