dbd fix

55
LAPORAN KASUS 1.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. F Usia : 19 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Karyawan Agama : Islam Alamat : kemayoran , Jakarta Pusat Tanggal masuk : 1-12-2014 1.2. AUTOANAMNESIS Keluhan Utama : Demam tinggi sejak 1 minggu SMRS. Keluhan Tambahan : Mimisan, nyeri ulu hati, mual, muntah, batuk berdahak, mencret, pusing, nafsu makan menurun, lemas.

Upload: diajeng-devi-kharisma-widianingtyas

Post on 01-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dbd

TRANSCRIPT

Page 1: dbd fix

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. F

Usia : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Karyawan

Agama : Islam

Alamat : kemayoran , Jakarta Pusat

Tanggal masuk : 1-12-2014

1.2. AUTOANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam tinggi sejak 1 minggu SMRS.

Keluhan Tambahan : Mimisan, nyeri ulu hati, mual, muntah, batuk

berdahak, mencret, pusing, nafsu makan menurun, lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu SMRS.

Demam dirasakan saat sore menjelang malam. Pagi harinya pasien mengaku

demam sedikit menurun, namun masih dalam kondisi demam, 2 hari SMRS

demam dirasakan terus menerus. Demam disertai menggigil. 5 hari SMRS,

Page 2: dbd fix

pasien mimisan 2x dalam sehari dan banyak. Selain itu pasien merasakan

pusing, mual, batuk batuk hingga memuntahkan sisa makanan. Pasien juga

mengeluh nyeri ulu hati. Pasien juga mengeluh mencret sejak 1 minggu

SMRS, selama 2 hari. Dalam sehari pasien mencret 5x, cair, berwarna kuning,

berampas dan berbau asam. Namun 2 hari SMRS pasien belum BAB. BAK

normal seperti biasanya. 4 hari SMRS timbul bintik kemerahan pada kaki dan

tangan pasien berobat ke klinik diberi obat antibiotik, parasetamol, dan obat

perdarahan, namun tidak ada perbaikan. Lalu 2 hari SMRS pasien berobat ke

Puskesmas, diberi antibiotik dan parasetamol, tetap tidak ada perbaikan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini. Diabetes

Mellitus (-), Hipertensi (-), Asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Asma (-).

Riwayat Pengobatan

Pasien berobat ke klinik diberi obat antibiotik, parasetamol, dan obat

perdarahan, namun tidak ada perbaikan. Lalu pasien berobat ke Puskesmas,

tetap tidak ada perbaikan.

Page 3: dbd fix

Riwayat Alergi

Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan

Riwayat Psikososial

Pasien sehari-hari bekerja di sebuah supermarket. 1 minggu sebelum

demam pasien bersih-bersih di gudang. Pasien suka jajan di sembarangan

tempat. Merokok (-), Minum alkohol (-). Di lingkungan rumah ataupun kerja

tidak ada yang mengalami gejala yang sama

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg ; Nadi : 104 x/menit

Suhu : 39,60C ; Pernafasan : 28 x/menit

Status Generalis

‒ Kepala : Normochepal

‒ Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), Sklera ikterik (-)/(-),

‒ Hidung : Normosmia, sekret (-)

‒ Telinga : Normatia, serumen (-)/(-)

‒ Mulut : Bibir kering (+), lidah kotor (-), stomatitis

Page 4: dbd fix

THORAX : Paru-paru

◦ Inspeksi : Simetris, tidak tampak adanya bagian dada yang

tertinggal saat inspirasi

◦ Palpasi : Vocal fremitus teraba sama di seluruh lapang paru

◦ Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

◦ Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-)

Jantung

◦ Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

◦ Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics 5 linea midclavicularis

◦ Perkusi : - Batas kanan jantung pada ICS IV linea

parasternal dekstra

- Batas kiri jantung pada ICS V linea midclavicula

sinistra

- Batas paru jantung setinggi ICS III

◦ Auskultasi : Bunyi Jantung I & II murni, mur-mur (-),gallop (-)

Abdomen

◦ Inspeksi : Datar

◦ Auskultasi : Bising usus (+)

◦ Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), tekan pada

hipokondrium kanan (+), Splenomegali (-),

hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae

◦ Perkusi : Timpani di ke empat kuadran abdomen

Page 5: dbd fix

Ekstremitas Atas & bawah : Petekie (+), rumple leed (+)

◦ Akral : Hangat

◦ Edema : - / -

- / -

◦ RCT : < 2 detik

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hb 11,7 g/dl (11,7-15,5)

Leukosit 8,61 ribu/mm3 (5,60-11)

Ht 32 % (33-47)

Trombosit 98 ribu/mm3 (150-440)

MCV 76 fl (80-100)

MCH 27 pg (26-34)

MCHC 35 g/dl (32-36)

SGOT 186 U/L 10-31

SGPT 140 U/L 9-36

Na 133 mEq/L 135-147

K 3,3 mEq/L 3,5-5,0

Cl 92 mEq/L 94-111

Anti Salmonela IgM 4,0 <2,0

Page 6: dbd fix

1.5. RESUME

Wanita, 19 th datang dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu SMRS,

timbul saat sore menjelang malam, menggigil (+), epistaksis(+), pusing(+),

nausea(+), batuk hingga vomit (+), nyeri epigastrium(+), diare(+) 1 minggu SMRS,

5x sehari, cair, kuning, berbau asam. 4 hari SMRS timbul petekie (+). 2 hari SMRS

demam dirasakan terus menerus, konstipasi. Sudah berobat ke klinik dan puskesmas,

tidak ada perubahan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,6ºC, mukosa bibir

kering (+), nyeri tekan epigastrium dan hipokondrium dextra (+), petekie (+),

hepatomegali (+), rumple leed (+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan

Trombosit : 98 ribu/mm3, SGOT : 186 U/L, SGPT : 140 U/L, Anti Salmonela IgM :

4,0

1.6. DAFTAR MASALAH

- Febris ec. Viral infection / Bacterial Infection

- Dyspepsia

- Konstipasi

- Trombositopeni

- Hepatomegali

1.7. ASSESMENT

- Febris ec. Viral infection

Page 7: dbd fix

S : demam tinggi sejak 2 hari SMRS, terusmenerus, disertai menggigil,

epistaksis(+), pusing(+), nyeri perut (+).

O : Suhu : 39,6ºC, mukosa bibir kering (+), nyeri tekan epigastrium dan

hipokondrium dextra (+), hepatomegali (+) petekie (+), rumple

leed (+). Trombosit : 98 ribu/mm3, SGOT : 186 U/L, SGPT : 140 U/L

A : - DBD derajat II dgn kenaikan hematokrit >20%

P : - tirah baring

- rehidrasi dengan kristaloid, 6-7ml/kg/jam = 390-455 ml/jam

- Paracetamol 3x500 mg

- Cek Serologi IgM dan IgG

- cek darah rutin

- Ondansentron

- Rantin 2 x1

- Febris ec. Bacterial Infection

S : demam lebih dari 1 minggu, semakin naik dari hari kehari, terjadi pada

sore hari menjelang malam, mual (+), pasien diare 1 minggu

SMRS, 5x sehari, cari, kuning, berbau asam, 2 hari SMRS

konstripasi (+).

O : Suhu : 39,6ºC, mukosa bibir kering (+), nyeri tekan epigastrium dan

hipokondrium dextra (+), hepatomegali (+). Pem penunjang :

anti salmonela IgM = 4,0 (positif lemah), SGOT: 186 U/L, SGPT :

140 U/L

Page 8: dbd fix

A : Demam Tifoid

P : - tirah baring

- Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai 7 hari, bebas demam

- Paracetamol 3x500 mg

- diet tinggi serat

- Dispepsia

S : mual (+), vomit (+), nyeri epigastrium(+)

O : nyeri tekan epigastrium (+)

A : Dispepsia

P : - Ondansentron

- Rantin 2 x1

- Konstipasi

S : 2 hari SMRS Os belum buang air besar

O : -

A : konstipasi

P : perbanyak konsumsi serat

1.8. FOLLOW UP

Hari/

Tanggal

S O A P

3/12/

2014

Demam (+), Mual

(+), lemas (+)

TD : 110/70

mmHg,

- DBD

- Tifoid

- IVFD asering

-antipiretik,

Paracetamol 3x500

Page 9: dbd fix

(06.00)

4/12/2014

(13.30)

5/12/2014

(09.30)

Muntah (-),

Pusing (+),

Nyeri perut (+)

Belum BAB (+)

Demam (+), Mual

(-), lemas (+)

Pusing (-),

Nyeri perut (-)

sudah BAB

Tidak ada

keluhan, petekie

sudah mulai

hilang.

N: 96x/menit

S: 39,9oC

RR: 24x/menit

PF :

mukosa bibir kering

(+), nyeri tekan

epigastrium dan

hipokondrium

dextra (+),

hepatomegali (+)

petekie (+).

TD : 100/60

mmHg,

N: 88x/menit

S: 37,7oC

RR: 28x/menit

mukosa bibir kering

(+), nyeri tekan

epigastrium dan

hipokondrium

dextra (-),

hepatomegali (-)

petekie (+).

Ht : 35%

Tromb : 120 rb

TD : 120/80

mmHg,

N: 84x/menit

S: 36,9oC

- DBD

- Tifoid

- DBD

- Tifoid

(perbaika

n)

mg

- Ranin 2x1

- ondansentron

- cek darah rutin

tiap 24 jam

- Ht: 40 %

- Tromb : 108

- IVFD asering

-antipiretik,

Paracetamol 3x500

mg

- cek darah rutin

tiap 24 jam

- IFVD asering

-antipiretik,

Paracetamol 3x500

mg prn

- cek darah rutin

Page 10: dbd fix

6/12/2014

(06.30)

Tidak ada

keluhan, petekie

sudah hilang.

RR: 24x/menit

mukosa bibir kering

minimal, nyeri

tekan epigastrium

dan hipokondrium

dextra (-),

hepatomegali (-)

petekie (-).

Ht : 37 %

Tromb : 102 rb

TD : 110/70

mmHg,

N: 84x/menit

S: 37.0oC

RR: 24x/menit

mukosa bibir kering

(-), nyeri tekan

abdomen (-),

hepatomegali (-)

petekie (-).

Ht : 33 %

Tromb : 114 rb

- DBD

(perbai

kan)

-Tifoid

(perbaikan)

tiap 24 jam

-antipiretik,

Paracetamol 3x500

mg prn

- cek darah rutin

tiap 24 jam

Page 11: dbd fix

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1.DEMAM BERDARAH DENGUE

2.1.1. DEFINISI

Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorragic Fever (DHF) ialah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri

oto dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma

yang ditandai dengan hemakonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan di rongga tubuh.

2.1.2. EPIDEMIOLOGI

Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di Asia, penyakit ini

sering menyerang di Cina, Pakistan, India, dan semua negara di Asia Tenggara.

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih

besar dibanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun

diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu

kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO,

2000). Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan terjadi di

Surabaya dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang pada tahun 1968. Tahun-

tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung

Page 12: dbd fix

meningkat. Demikian juga wilayah yang terjangkit bertambah luas. Insiden DBD di

indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah

meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada

tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2%

pada tahun 1999. Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia

tercatat 14.875 orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang

perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.

2.1.3. ETIOLOGI

Virus Dengue

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2,

DEN-3, dan DEN-4. Virus tersebut termasuk dalam genus flavivirus (grup

Arbovirus B), famili Flaviviridae. Infeksi dengan salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak

ada perlindungan terhadap serotipe lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya

terdapat di indonesia. Di daerah endemik DBD, seseorang dapat terkena infeksi

semua serotipe pada waktu bersamaan.

Vektor DBD

Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes sebagai vektor utama dengue

yaitu Aedes aegypti (didaerah perkantoran) dan Aedes albopictus (di daerah

pedesaan). Naymuk yang menjadi vektor penyakit dbd adalah nyamuk yang

menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia. Ciri-

ciri naymuk Aedes aegypti adalah :

Page 13: dbd fix

Paling sering ditemukan adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis,

terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat

penampungan air jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah.

Nyamuk bewarna hitam dengan bergaris-garis putih pada bagian-bagian

badannya terutama pada kakinya.

Jarak terbang 100 meter

Naymuk betina bersiafat multiple biters

2.1.4. PATOGENESIS

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah

yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis

immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien

yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang

heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan

menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh

karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga

akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai

antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan

terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

Page 14: dbd fix

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan

keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer

tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga

dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah

banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi

(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem

komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari

ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume

plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.

Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,

penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi

pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan

asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu, pengobatan syok

sangat penting guna mencegah kematian.

Page 15: dbd fix

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

Page 16: dbd fix

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah

(gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.

Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi

pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),

sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit

dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet

faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi

trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun

jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi

sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh

trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi

trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan

memperberat syok yang terjadi.

Page 17: dbd fix
Page 18: dbd fix

2.1.5. GAMBARAN KLINIS

Infeksi virus dengue memperlihatkan gambaran klinis yang bervariasi, dari

derajat ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat tidak

menimbulkan gejala (silent dengue infection), atau demam tanpa penyebab yang

jelas (undifferentiated febrile illness), diikuti oleh demam dengue (DD), dan demam

berdarah dengue (DBD). Manifestasi klinis DBD dapat berupa demam akut,

perdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa

inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.

Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5

berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati

umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya

penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab

dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari

tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi

pada waktu demam atau saat demam turun antara hari ke – 3 dan hari ke – 7

penyakit.

Kriteria klinis DBD menurut WHO (1997) :

1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, biasanya bifasik

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

uji torniquet positif

petekie, ekimosis, atau purpura

perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain

Page 19: dbd fix

hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (≤ 100.000/mm³)

4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage oleh karena peningkatan

permeabilitas kapiler berikut :

Hematokrit meningkat ≥20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis

kelamin, dan populasi yang sama

Hematokrit turun hingga ≥20% dari hematokrit awal, setelah pemberian

cairan

Terdapat tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, dan

hipoproteinemia

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table

berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab

DD Demam disertasi 2

atau lebih tanda :

sakit kepala, nyeri

retro-orbital,

mialgia, artralgia

Leukopenia

Trombositopenia,

tdk ada

kebocoran

plasma

Serologi

dengue (+)

DBD I Gejala diatas,

ditambah dgn uji

bendung (+)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

II Gejala diatas, Trombositopenia

Page 20: dbd fix

ditambah dgn

perdarahan spontan

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

III Gejala diatas

ditambah dengan

kegagalan sirkulasi

(kulit dingin dan

lembab, serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

IV Syok berat disertai

dengan tekanan

darah dan nadi tidak

terukur

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya

semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi

nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi

dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

2.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah

Page 21: dbd fix

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai

gambaran limfosit plasma biru.

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse

Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,

saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue

berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis

relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) >

15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari

hematokrin awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

Elektrolit

Page 22: dbd fix

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Serelogi

Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3,

menghilang setelah 60-90 hari

- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi

sekunder).

NS1

Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari

kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart

kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya

infeksi virus dengue.

Radiologis

Pada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai

pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan

dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi

dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),

timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang,

belakang dan perasaan lelah.

Page 23: dbd fix

2.1.7. DIAGNOSIS BANDING

1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri

maupun virus, seperti demam tifoid, malaria dan sebagainya. Pemeriksaan LED

dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Adanya

trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara

DBD dengan penyakit lain.

2. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD

3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan hepatitis akut dan leptospirosis

4. Idiophatic thrombpcytopenic purpurae (ITP)

Pada ITP sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan

demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari pertama, diagnosis ITP

sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat

menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD

jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.

5. Leukemia atau anemia

Pada Leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan tampak

sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas

diagnosis leukemia.

Pada anemia aplastik tampak sangat anemik, demam timbul karena infeksi

sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit,

hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat,

Page 24: dbd fix

pemeriksaan foto toraks dan/ atau kadar protein dapat membantu menegakkan

diagnosis, pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda

rembesan plasma.

6. Demam chikugunya (DC)

Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya

mirip influenza. DC mempunyai serangan demam mendadak, masa demam

lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,

injeksi konjuntiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji torniquet

positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak

ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

7. Korean haemorragic fever

Korean haemorragic fever adalah salah satu tipe berat dari Haemorragic fever

with renal syndrome (HFRS). HFRS disebabkan oleh adanya kontak sekresi

tikus (Apedomus agrarius) yang terinfeksi virus yang termasuk dalam genus

Hantavirus dari famili Bunyaviridae. Gejala khas HFRS adalah demam, gagal

ginjal dan perdarahan. Gejala lainnya yaitu lemas, sakit kepala, menggigil, nyeri

otot, nyeri punggung, nyeri perut, mual dan muntah.

2.1.8. PENATALAKSANAAN

Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan

pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat

Page 25: dbd fix

dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan

pemeriksaan hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

a. Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,

pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke

Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht,

leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk

segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

b. Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat

c. Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk

dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag

Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan

tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah

seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:

a. Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah

pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,

trombo dilakukan tiap 12 jam.

Page 26: dbd fix

b. Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian

cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan

Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien

kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan

perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrin turun, frekuensi nadi

turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse

dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan

kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan

infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap

membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi

keadaan tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat,

tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus

menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan

maka jumlah cairan dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan

tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse dinaikkan

15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk

Page 27: dbd fix

dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien ditananganisesuai protocol

tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka

pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan.

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :

perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan

tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau

hematoskesia), perdarahan saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau

perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam.

Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan jumlah urin

dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit

sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris

didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan

defisiensi factor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang),

PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya

diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan

jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Page 28: dbd fix

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah

renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan

intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali

lipat dibandingakan dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat

terjadi karena kerelambatan penderita DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan.

Penderita juga diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan

adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas

darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan

evaluasi 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik

100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan

volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-

1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu

60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam.

Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi

3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital,

hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus

dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi

renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi

dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan

Page 29: dbd fix

didaerah hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan

2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan

penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan

cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian

dievaluasi setelah 20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

a. Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka

pemberian cairan koloid merupakan pilihan.

1) Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi

setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka

pemantaun cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan

pmberian dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB

( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-

18cmH2O

2) Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi

terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,

infeksi sekunder.

3) Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu

renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /

vasopresor.

Page 30: dbd fix

b. Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada

penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang

sesuai kebutuhan.

Kriteria untuk memulangkan pasien :

Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi

antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Output urine yang cukup

Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)

Jumlah trombosit ≥ 50.000/mm³. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk

menghindari kegiatan traumatis setidaknya 1-2 minggu untuk trombosit

menjadi normal. Dalam kebanyakan kasus rumit, trombosit meningkat normal

dalam waktu 3-5 hari.

PROGNOSIS

Mortalitas pada penyakit DBD cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di

Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan

penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.

Page 31: dbd fix

2.2. DEMAM TIFOID

2.2.1. DEFINISI

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah

sama dnegan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan

oleh Salmonella enteriditis. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella enteriditis yaitu

bioserotipe paratyphi A, paratyphi B (S. Schotsmuellen) dan paratyphi C (S.

Hirschfeldii)

2.2.2. ETIOLOGI

Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri

Gram-negatif, tidak berkapsul mempunyai flagella dan tidak membentuk spora.

Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57˚C selama beberapa menit. Kuman ini

mempunyai tiga anti gen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :

Antigen O (somatic), yang terdiri dari oligosakarida

Antigen H (flagella), yang terdiri dari protein

Antigen K (selaput). Yang terdiri dari polisakarida

Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A,

S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii). Masa

inkubasinya adalah 10-20 hari, meskipun ada yang menyebutkan angka 8-14 hari.

Adapun pada gejala gastroenteritis yang diakibatkan oleh paratifoid, masa

inkubasinya berlangsung lebih cepat, yaitu sekitar 1-10 hari. Mikroorganisme dapat

ditemukan pada tinja dan urin setelah 1 minggu demam (hari ke-8). Jika penderita

Page 32: dbd fix

diobati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada

minggu ke-4. Akan tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui

pemeriksaan kultur tinja, maka penderita dinyatakan sebagai carrier.

2.2.3. PATOFISIOLOGI

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh

manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Pada saat melewati

lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak kuman yang mati namun sebagian

lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak. Bakteri yang masih hidup akan

mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan

kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan

jejunum. Sel-sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi PeyerPatch,

merupakan port de entry dari kuman ini dan selanjutnya ke lamina propria. Di

lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan

selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah

bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag

ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang

sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh

terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel

fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia

kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

Page 33: dbd fix

Dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam

sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman

Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit

kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi.

Page 34: dbd fix
Page 35: dbd fix

2.2.4. MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis

yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik

hingga gambarab penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala

serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak

diperut dan batuk. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.

Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam

hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi

relatif ( adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per

menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi merah serta tremor), hepatomegali,

splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,

delirium, atau psikosis. Roseola jarang ditemukan pada orang Indonesia

2.2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Rutin : anemia normokromi normositik (akibat perdarahan usus

atau supresi pada sumsum tulang), leukopenia/leukositosis/ leukosit normal,

dapat juga terjadi trombositopeni. SGOT dan SGPT seringkali meningkat,

tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan

SGPT tidak memerlukan penangan khusus.

- Uji serologi Widal : dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.

Typhi. antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela (H).

Page 36: dbd fix

Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan glutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam.

Uji TUBEX : Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif

yang sederhana, cepat (kurang lebih 5 menit) dan sangat akurat dalam diagnosis

infeksi akut demam tifoid karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM Anti-

Salmonella dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.

Pembacaan hasil tes TUBEX berdasarkan atas warna yang terlihat setelah reaksi

pencampuran tersebut. Rentang warna yang muncul bisa dari merah hingga biru

tua. Pada penyangga magnet sudah tercantum skala warna sebagai panduan

pembacaan hasil. Terdapat 0 sampai 10 skor, skor 0 menunjukan semakin merah

warna yang terlihat dan semakin negatif hasil yang didapat, sedangkan skor 10

menunjukan semakin biru warna yang muncul dan semakin positif hasilnya.

Kalau di spesifikkan angkanya, skor 0-3 negatif, 4-5 positif lemah, 6-10 positif

kuat.

2.2.6. TATALAKSANA

- Tirah baring

- Simtomatis

- Pemberian nutrisi

- Antibiotik :

o Kloramfenikol : 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.

o Tiamfenikol 4 x 500 mg

o Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu

Page 37: dbd fix

o Ampisilin dan amoksisilin 50 - 150 mg/kgBB selama 2 minggu

- Transfusi darah (bila disertai penyulit perdarahan usus)

2.2.7. PENCEGAHAN

- Perhatikan kualitas makanan dan minuman

- Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57°C beberapa menit dan secara merata

dapat mematikan kuman S. typhi

- Pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah, serta kesadaran

individu terhadap higiene pribadi

- Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid

2.2.8. VAKSIN TIFOID

Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B

yang dimatikan (TAB Vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara

pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya

kekebalan yang terbatas, disamping efeksamping lokal pada tempat suntikan yang

cukup sering.

Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-

21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari,

memberi daya perlindungan 5 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur

diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan

secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

Page 38: dbd fix

DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2011. PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasanya. Jakarta : Erlangga Medical Series

Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat

Penerbit FKUI.

Rani A, Soegando S, Uyainah A, Prasetya I, Mansjoer A. 2009. PANDUAN

PELAYANAN MEDIK. Jakarta : Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam.

World Health Organization. Comprehensive Guidlines for Prevention and Control of

Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2011. India : WHO.