dasar teori meningitis fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran
atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis,dapat disebabkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri maupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah
dan berpindah ke cairan otak (Black & Hawk,2005).
Penyakit ini termasuk salah satu yang harus diwaspadai karena tergolong
penyakit infeksi berbahaya yang dapat mengancam nyawa apabila tidak segera
ditangani. Gejala pada umumnya berupa demam, muntah-muntah, leher kaku dan sakit,
kejang-kejang hingga kehilangan kesadaran.
Pada tahun 2005 menurut laporan WHO terjadi 111 kasus meningitis di Delhi-
India dengan 15 kematian (CFR=13,5%). Data Southeast Asian Medical Information
Center (SEAMIC) Health Statistic (2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 di
Malaysia terdapat 206 kematian karena meningitis dengan Cause Spesific Death Rate
(CSDR) 9,3 per 1000.000 penduduk.
Laporan Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji di Arab Saudi menyebutkan pada
tahun 2001 jumlah kasus meningitis meningokokus pada jemaah haji Indonesia di Arab
Saudi sebanyak 18 orang dan yang meninggal 6 orang (CFR=33,3%). Penelitian yang
dilakukan oleh Delima Sitorus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2000 –
2004 tercatat 130 kasus meningitis dan 37 kasus mengalami kematian (CFR=28,46%).
Penanganan kasus meningitis secara tepat dapat membantu meningkatkan
kelangsungan hidup dan kondisi pasien. Penanganan dapat dilakukan melalui kerja
multidisiplin yang tepat yang melibatkan perawat. Perawat memiliki peran penting
terutama dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien.
1
B. Kasus
Anak A berusia 13 bulan 21 hari, dengan berat badan 3700 gr, panjang 56 cm
dan lingkar lengan 7 cm, saat ini dibawa ke rumah sakit dengan keluhan utama kejang,
sebelumnya sempat dirawat dirumah selama seminggu karena menderita flu, demam,
dan batuk. Kejang pada seluruh badan, pada saat kejang mata melirik ke atas, dan
keluar buih lewat mulut, setelah kejang klien sadar dan menangis. Sebelumnya klien
pernah MRS dengan diare saat berumur satu bulan. Menurut Ibu klien, klien terlahir
kembar dengan BB 1200 gr, tidak langsung menangis serta air ketubannya berwarna
kehitaman dan kental. Klien telah mendapat imunisasi BCG, Polio I, DPT I dan
hepatitis. Saat ini telah dilakukan pemeriksaan fisik dengan keadaan umum ; anak
tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan, kesadaran
composmetis, nadi 140x/menit, suhu 38oC, pernafasan 40x/menit teratur, lingkar
kepala 36 cm, dan telah dilakukan pemeriksaan penunjang.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan patofisiologi penyakit meningitis ?
2. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan penyakit meningitis bedasarkan pola
fungsional menurut Gordon?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit meningitis?
4. Bagaimana peran perawat dalam menangani kasus pasien dengan penyakit
meningitis ?
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit meningitis.
2. Untuk mengetahui patofisiologi meningitis.
3. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan penyakit meningitisbedasarkan
pola fungsional menurut Gordon.
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit meningitis.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam menangani kasus pasien dengan penyakit
meningitis.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI MENINGITIS
Meningitis adalah radang pada meningen atau membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinalis.Yang biasanya disebabkan oleh invasi
bakteri dan hanya sedikit oleh virus. Penyebab - penyebab dari meningitis
meliputi:
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen- agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur.
Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :
1. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan
iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukemia, atau darah di ruang subarakhnoid.
2. Sepsis
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme
bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza.
3. Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu
melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi- infeksi bagian lain,
seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera
traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan
iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti lumbal pungsi) atau alat-
alat invasif (seperti alat pemantau TIK).
3
Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini biasanya
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan virus seperti gondok,
herpes simpleks, dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada
kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks selebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung
pada jenis sel yang terlibat.
Meningitis Bakterial
Meningitis bakterialis adalah infeksi purulen akut di dalam ruang
subarachnoid. Meningitis bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim
otak, atau disebut juga meningoensefalitis. Meningitis bakterial adalah suatu
keadaan ketika meningens atau selaput dari otak mengalami peradangan akibat
bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling signifikan dari meningitis adalah bakterial.
Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria
meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada
dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak- anak dan dewasa muda). Ketiga
organisme ini menyebabkan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk
penularannya melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari
hidung dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari
orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi
menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh
bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang
menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respons imun.
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi meningitis bakterialis sebesar > 2,5 kasus per 100.000 populasi di
Amerika Serikat, S. pneumonia merupakan penyebab utama (50%), diikuti oleh N.
Meningitidis (25%), Streptococcus grup B (15%), dan Listeria monocytogenes
(10%).
4
C. ETIOLOGI
Tabel. Bakteri Penyebab Meningitis Bacterial Tersering Menurut Usia.
Bakteri Patogen <3 bln 3 bln -<18 thn 18-50 thn >50 thn
Streptococcus grup B +
E. coli +
Listeria monocytogeneses + +
N. meningitides + +
S. pneumonia + + +
H. influenza +
FAKTOR RESIKO
1. Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering dibanding dengan wanita.
2. Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi meternal pada minggu terakhir
kehamilan.
3. Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena
penyakit sel sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anak-
anak yang mendapat obat-obat imunosupresi.
4. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang
berhubungan dengan sistem persarafan.
5. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat,
kemiskinan, kontak erat dengan individu yang terkena (penularan melalui sekresi
pernapasan).
5
D. PATOGENESIS
Manifestasi Klinis
Trias Meningitis : demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk.
Manifestasi sesuai golongan usia :
1. Neonatus
- Suhu di bawah normal
- Demam – biasanya derajat rendah
- Pucat
- Letargi atau somnolen
- Iritabilitas atau rewel
6
- Kurang makan dan/atau menghisap
- Muntah
- Kejang
- Tonus buruk
- Diare dan/atau muntah
- Fontanel menonjol
- Opistotonus
2. Bayi dan Anak Kecil
- Letargi
- Iritabilitas
- Pucat
- Anoreksia atau kurang makan
- Mual dan muntah
- Makin sering menangis
- Minta digendong
- Peningkatan tekanan intrakranial
- Peningkatan lingkar kepala
- Fontanel menonjol
- Kejang
- Sunset eyes
- Demam atau suhu yang rendah
- Melawan jika dipegang
- Opistotonus (hiperekstensi leher dan spinal; dapat terlihat kemudian dalam
perjalanan penyakit)
3. Anak yang Lebih Besar
- Masalah pernapasan atau gastrointestinal (awal)
- Sakit kepala
- Demam
- Muntah
- Iritabilitas
- Fotofobia
7
- Kaku kuduk dan tulang belakang
- Tanda kernig positif
- Tanda Brudzinki positif
- Opistotonus
- Petekie (meningitis H.influenzae dan meningokokus)
- Septicemia
- Syok
- Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)
- Konfusi
- Kejang
- Postur tubuh tripod (untuk berdiri memerlukan tiga penopang, yaitu kedua kaki
dan bantuan satu tangan)
- Tanda kernig (nyeri dan tahanan pada ekstensi lutut ketika posisi terlentang
dengan lutut dan paha difleksikan)
- Tanda Brudzinski (fleksi pada lutut dan paha ketika leher difleksikan dan anak
berada pada posisi terlentang)
- Ruam petekia
Komplikasi
Tuli
Buta
Efusi subdural (20%-30% kasus)
Peningkatan sekresi hormone antideuretik (ADH)
Perkembangan terlambat atau gangguan intelaktual
Hidrosefalus
Edema serebri
Gangguan kejang kronis
Paresis otot- otot wajah
Individu dapat mengalami disabilitas permanen, kerusakan otak, atau
meninggal akibat ensefalitis atau, yang lebih jarang, meningitis
Kejang dapat terjadi.
8
E. DIAGNOSIS
Anamnesis
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis : demam, nyeri kepala
hebat, dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu : mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau
umum, gangguan kesadaran. Mungkin dapat ditemukan riwayat infeksi paru- paru,
telinga, sinus, atau katup jantung. Pada bayi dan neonates, gejala bersifat nonspesifik
seperti demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang. Mungkin dapat ditemukan
riwayat infeksi maternal, kelahiran premature, persalinan lama, dan ketuban pecah
dini.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klien
rutin (Hb, leukosit, LED, trobosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis
diperlukan untuk mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum
glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidak seimbangan elektrolit terutama
hiponatremia.
Pemerikasaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan
otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan tekanan
intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein, dan
konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan
otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organisme penyebab infeksi
dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah.
Counter immuno electrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi
antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien meliputi foto Rontgen paru, CT
scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau
9
penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah
sangat parah.
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Kesadaran : bervariasi mulai dari iritable, somnolen, delirium, atau koma.
Suhu tubuh >380C.
Infeksi ekstrakranial : sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia (port
d’entrée).
Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Kernig, Burdzinski I dan II.
Peningkatan tekanan intrakranial: penurunan kesadaran, edema papil, reflek
cehaya pupil menurun, kelumpuhan N. VI, postur deserebrasi, dan reflek
Cushing ( bradikardi, hipertensi, dan respirasi ireguler).
Deficit neurologic fokal : hemiparesis, kejang fokal, maupun umum, disfasia
atau afasia, paresis saraf kranial terutama N. III, IV, VI, VII, VIII.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan cerebrospinalis (CSS).
- Keruh atau purulen
- Protein meningkat
- Leukosit meningkat (1000- 5000 sel/ mm3)
- Predominasi netrofil (80- 95%)
- Glukosa menurun (<40 mg/dL)
- Rasio Glukosa CSS : serum <0,4 (sensitifitas 80%, spesifisitas 98% untuk
diagnosa penyakit ini pada pasien berusia >2 bulan)
Pewarnaan gram CSS
- Cepat, murah, hasilnya bergantung pada bakteri penyebab
- Sensitivitas 60-90 %, spesifisitas >97%
Kultur CSS
- Identifikasi kuman
- Butuh waktu lama (48 jam)
PCR
- Sensitivitas 100 %, spesifisitas 98,2 %
10
- Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi terapi
antimikroba yang telah diberikan
Kultur darah
- Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
Pencitraan
CT scan kepala
- Pada permulaan penyakit, CT scan normal.
- Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel yang mengecil disertai edema
otak, atau ventrikel yang membesar akibat obstruksi CSS.
- Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis.
- Indikasi CT scan sebelum LP : deficit neurologic fokal, kejang pertama kali,
edema papil, penurunan kesadaran, dan penekanan status imun.
MRI kepala
- Lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam menunjukan daerah edema
dan iskemi di otak.
- Penambahan kontras gadolinium menunjukan “diffuse meningeal
enhancement”.
F. DIAGNOSA BANDING
Table . Analisis Cairan Serebrospinalis
Warna
Tekanan
CSS
(mmH2O)
Eritrosit LeukositProtein
(mg/dL)
Glukosa
(mg/dL)
Normal Jernih 70-180 0
0-5
limfosit
0 PMN
<50 50-75
Traumatic
Darah (+)
Supernatan
jernih
Normal
Sesuai
dengan
RBC
4 mg/dL
per 5000
RBC
SAH Darah (+)
supernatan
t
atau 0 atau (+)
akibat
meningitis
Normal
11
xantokromiritatif
sekunder
Meningitis
Bakterial
Keruh atau
purulen0
(PMN)
Meningitis
TBC
Normal
atau keruh0
Normal
atau
Meningitis
ViralNormal
Normal
atau0
Normal
atauNormal
Meningitis
Jamur
Normal
atau keruh
Normal
atau0
Normal
atau
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis
Penataksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksaan
pengobatan meningitis meliputi :
Pemberian antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke ruang
subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan
bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan
hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa) :
Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2 x sehari maksimal 500 mg selama
11/2 tahun.
Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral,1 x sehari selama 1 tahun.
Steptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial) :
Sefalosporin generasi ketiga
Amfisilin 150-200 mg (400mg)/kgBB/24 jam, IV, 4-6 x sehari
Kloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 x sehari.
12
Pengobatan simtomatis :
Antikonvulsi, diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
Antipiretik: para setamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
Antiedema serebri: diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian
tambahan volume cairan intravena.
Penatalaksanaan keperawatan
1. Lakukan pengkajian dengan cermat untuk memantau karakteristik klinis
tahap awal penyakit.
2. Pantau suhu dan tanda vital dengan sering.
3. Pantau asupan dan haluaran serta keseimbangan cairan cairan dan
elektrolit.
a. Anak-anak dengan penurunan kesadaran sebaiknya dipuasakan (NPO);
sedangkan yang lainya diperbolehkan menerima cairan dan diet secara
progresif jika dapat ditoleransi.
b. Asupan cairan dapat tetap dibatasi sebanyak dua per tiga dari asupan
normal untuk mencegah edema serebral.
c. Kelebihan cairan dihindari untuk mencegah terjadinya SIADH
(syndrome of inappropriate diuretic hormone), yaitu sindrom ketidak
tepatan hormon diuretik.
4. Periksa fungsi neurologik dan pantau tingkat kesadaran.
a. Ukur lingkar kepala untuk pemantauan efusi subdural dan hidrosefalus
obstruktif, yang dapat berkembang sebagai komplikasinya.
13
b. Kaji adanya tanda- tanda peningkatan TIK.
5. Berikan obat- obatan sesuai indikasi, seperti antibiotik (jenisnya
bergantung pada organisme penyebab), steroid (untuk menurunkan edema
serebral), dan antikonsulvan.
6. Berikan intervensi penunjang, termasuk tindakan mempertahankan
kestabilan suhu tubuh.
7. Cegah penyebaran infeksi kepada orang lain. Lakukan prosedur isolasi
untuk tindakan pencegahan pernapasan selama 24 sampai 48 jam setelah
dimulainya pemberian antibiotik.
8. Jaga ketenangan ruangan untuk menurunkan stimulus dari lingkungan.
Alur diagnosis pasien meningitis
Dugaan meningitis bakterial
Imunokompromais, riwayat penyakit SSP(trauma, hidrosefalus, SOL),
Bangkitan pertama, edema papil, deficit neurologic fokal, keterlambatan LP
Kultur darah dan LP segera Kultur darah segera
Deksametason + AB empiric Deksametason+AB Empiric
CSS Menunjukan meningitis
Bacterial CT scan Kepala efek
Massa negative
Hasil pewarnaan Gram CSS (+)
Lakukan LP
Deksametason + terapi
Antibiotic empiric deksametason dan
Terapi antimikroba yang ditargetkan
14
tidak
tidak
ya
ya
ya
Tabel. Terapi Antimikroba Empiris untuk Meningitis Purulen berdasarkan Usia dan
Faktor Predisposisi Spesifik.
Faktor
Predisposisi
Bakteeri Patogen Terapi Antimikroba
Usia
<1 bulan
1-23 bulan
2-50 tahun
>50 tahun
Streptococcus agalactiae,
Escherichia coli, Listeria
monocytogenes, Klebsiella sp.
Streptococcus pneumoniae,
Neisseria meningitides, S.
agalactiae, Haemophilus
influenza, E. coli
N. meningitides, S, pneumonia
S. pneumoniae, N.
meningitides, L.
monocytogenesis, bacilli
aerobic gram- negative
Ampisilin + sefotaksim/ aminoglikosida
Vankomisin + sefalosporin generasi 3
(seftriakson/sefotaksim)
deksametason+ rifampin
Vankomisin + sefalosporin generasi 3
(seftriakson/sefotaksim)
deksametason+ rifampin
Vankomisin + ampisilin + sefalosporin
generasi 3
(seftriakson/sefotaksim
)deksametason + rifampin
Trauma kepala
fraktur basis kranii
Trauma penetrasi
S. pneumonia, H. influenza,
Strep ᵦhemolyticus grup A
Staphylococcus aureus,
Staphylococci koagulase-
negatif (terutama S.
epidermidis), bacilli aerobic
gram-negatif (termasuk P.
Vankomisin + sefalosporin generasi 3
(seftriakson/sefotaksim)
Vankomisin + sefepim/ seftazidim/
meropenem
15
aeruginosa)
Pascabedah saraf Staphylococci koagulase-
negatif (terutama S.
epidermidis), bacilli aerobic
gram-negatif (termasuk P.
aeruginosa),S.aureus
Vankomisin + sefepim/seftazidim/
meropenem
Shunt CSS Staphylococci koagulase-
negatif (terutama S.
epidermidis), bacilli aerobic
gram-negatif (termasuk P.
aeruginosa),S.aureus,
Propionibacterium acnes
Vankomisin + sefepim/seftazidim/
meropenem
(pada bayi dan anak-anak vankomisin
cukup kecuali pada pewarnaan gram
ditemukan basil gram negative)
Imunokompromais Ampisilin+ sefaloporin generasi 3
(sefotaksim/ seftriakson)
Table. Durasi terapi Antimikroba untuk meningitis Bakterial berdasarkan bakteri
pathogen yang Terisolasi.
Mikroorganisme Durasi Terapi (hari)
Neisseria Meningitidis 7
Haemophilus influenza 7
S. Pneumoniae 10-14
S. agalactiae 14-21
Bacilli aerobic gram negative21 (neonates 2 minggu setelah kultur CSS
1 steril atau >3 minggu)
Listeria monocytogenes >21
16
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Pola Fungsional Menurut GORDON
I. Identitas Pasien
Nama : A
Umur : 13 bulan 21 hari
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki laki
Status : Lajang
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jalan Budiman No. 53 Air Dingin, Bengkulu
Tanggal Masuk : 13 Maret 2010
Tanggal Pengkajian : 15 Maret 2010
No Register : -
Diagnosa Medis : Meningitis
II. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sri Rukmini
Umur : 42 tahun
Hub Dengan Pasien : Ibu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Budiman No. 53 Air Dingin, Bengkulu
III. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) : Kejang.
2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini :
17
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan
batuk. Klien mulai kejang pada tanggal 13 Februari 2010 jam 23.00
(pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan,
setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih
lewat mulut).
3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : dibawa ke IRD.
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami : Diare
2. Pernah dirawat : Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat
berumur 1 bulan.
3. Alergi : Tidak ada alergi
4. Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam
keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk.
d. Diagnosa Medis dan therapy
Meningitis.
IV. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan.
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap
agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan
keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan
hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien,
karean harus bekerja dan sekolah.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : Ibu mengungkapkan An.L diberikan ASI mulai
lahir sampai berumur 1 bulan.
Saat sakit : setelah dirawat di ruang anak ibu tidak meneteki
dan diganti dengan PASI Lactogen.
c. Pola Eliminasi
18
1) BAB
Sebelum sakit : BAB lancar, konsistensi normal baik dari jumlah
warna dan tidak keras.
Saat sakit : BAB lancar, konsistensi lunak.
2) BAK
Sebelum sakit : BAK normal, frekuensi normal, warna kuning
normal tidak ada darah.
Saat sakit : BAK normal, frekuensi normal, warna kuning
normal tidak ada darah.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan
Perawatan Diri0 1 2 3 4
Makan dan minum v
Mandi v
Toileting v
Berpakaian v
Berpindah v
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total
2) Latihan
Sebelum sakit
-
Saat sakit
-
e. Pola kognitif dan Persepsi
f. Pola Persepsi-Konsep diri
19
g. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : An. L tidur kurang lebih 12 jam sehari
Saat sakit : Pasien lebih rewel
h. Pola Peran-Hubungan
i. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit :
-
Saat sakit :
-
j. Pola Toleransi Stress-Koping : -
k. Pola Nilai-Kepercayaan : -
V. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath
pada tangan kanan, kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 385 OC,
pernafasan teratur 40 x/menit.
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal:………Psikomotor:………Mata :……………
Tanda-tanda Vital : Nadi= 140, Suhu= 38 0 C, TD= 160/110 mmHg, R = 36
b. Keadaan fisik
1. Kepala dan leher : Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam
dan penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum menutup,
teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar kepala 36 cm.
2. Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat
sub kunjungtival bleeding.
3. Telinga tidak ada serumen.
4. Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
5. Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
6. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
c. Dada : Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat
retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di
midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/murmur.
20
d. Abdomen : Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat
meteorismus, bisingn Usus + normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba.
Kandung kemih teraba kosong.
e. Integumen : Keadaan kulit normal tidak terjadi lesi
f. Ekstremitas : Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak
ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien
mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi.
Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit.
g. Neurologis :
Status mental dan emosi : -
Pengkajian saraf kranial : -
Pemeriksaan refleks : Pada saat dikaji refleks menghisap klien +,
refleks babinsky +
h. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang berhubungan
- Kalium serum normal 3,5-5,5 mEq/L
- Na Serum normal 135-145 mEq/L
- Kalsium serum normal 8,0-10 mg/dl
B. Rencana Keperawatan
1. Dx. Decrease Intracranial Adaptive Capacity
Domain 9 : Coping/Stress Tolerance
Class 3 : Neurobehavioral Stress
Definisi : Mekanisme cairan intracranial dinamis yang biasanya mengkompensasi
untuk meningkatkan volume intracranial yang terganggu, mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial yang tidak proporsional dalam berbagai respon
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya.
Faktor yang berhubungan :
- Peningkatan tekanan intracranial 10-15 mmHg
21
NOC :
a. Neurological Status
Definisi : Kemampuan perifer dan sistem syaraf pusat untuk
menerima,nmemproses, dan merespon stimulus internal dan eksternal.
Indikator :
- Klien mampu mempertahankan kesadaran
- Klien mampu mempertahankan tekanan intrakranial dalam rentang normal
- Klien mampu berkomunikasi secara jelas
- Klie mampu mempertahankan pola napas yang baik
- Klien tidak mengalami hipertermi
b. Tissue Perfussion : Cerebral
Definisi : Adekuatnya aliran darah yang melewati pembuluh kecil pada
ekstrimitas untuk memelihara fungsi jaringan.
Indikator :
- Klien mampu mempertahankan suhu kulit ekstremitas pada rentang normal
- Klien mampu mempertahankan kekuatan nadi radial kanan
- Klien mampu mempertahankan kekuatan nadi femoral kanan
NIC :
a. Cerebral perfusion promoting
Definisi : promosi akan adekuatnya perfusi dan membatasi pengalaman
komplikasi atau resiko untuk tidak adekuatnya perfusi serebral klien.
Aktifitas :
- Menjaga level PCO2 pada 25 mmHg atau lebih besar
22
- Monitor adanya perdarahan, misalnya tes feses
- Monitor status neurologis
- Monitor tekanan intrakranial klien dan respon neurologis ketika
melakukan aktivitas
- Monitor mean arterial pressure (MAP)
- Monitor CVP
b. Neurologic monitoring
Definisi : mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk mencegah atau
mengurangi komplikasi neurologis
Aktifitas :
- Monitor ukuran, bentuk, simetris, dan kereaktifan pupil
- Monitor level kesadaran
- Monitor tanda vital : suhu, tekanan darah, nadi, pernapasan.
- Monitor ICP dan CPP
- Monitor refleks kornea
- Monitor kesimetrisan wajah
- Monitor peningkatan frekuensi neurologis
- Mencegah aktifitas yang dapat meningkatkan tekanan intracranial
c. Vital Sign Monitoing
Definisi : mangumpulkan dan manganalisis data tentang kardiovaskuler,
pernapasan, suhu untuk menetapkan dan mencegah komplikasi.
Aktifitas :
- Monitor tekanan darah stelah klien mengguanakan medikasi, jika
memungkinkan
- Monitor tekanan darah, nadi, dan pernapasan sebelum, selama, dan setelah
melakukan aktifitas
- Monitor kehadiran dan kualitas nadi
- Monitor suara paru-paru
23
- Monitor pola napas yang tidak normal
- Mengidentifikasi penyebab kemungkinan perubahan tanda vital
2. Dx. Hyperthermia
Definisi : Suhu badan melebihi suhu normal
Karakteristik :
- Convulsions
- Increase in body temperature above normal range
- Seizures
- Tachycardia
- Warm to tuch
NOC :
a. Thermoregulation
Definisi : keseimbangan antara produksi panas, memperoleh panas dan
kehilangan panas
Indikator :
- Klien dapat berkeringat ketika panas
- Klien melaporkan keadaan suhu yang nyaman
- Suhu badan menurun sampai rentang normal
- Klien sudah tidak merasakan sakit keoalanya
b. Vital Signs
Definisi : sejauh mana temperatur, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah
berada dalam rentang normal.
Indikator :
- Suhu klien menurun sampai pada suhu normal
- Pernafasan klien normal
- Tekanan darah diastolik menurun sampai rentang normal
- Tekanan darah sistolik menurun sampai rentang normal
24
NIC :
a. Fever treatment
Definisi : Penatalaksanaan klien dengan kondisi hyperthermi yang diakibatkan
bukan faktor lingkungan.
Aktivitas :
- Memonitor suhu badan klien sesering sesuai kebutuhan
- Memonitor cairan yang hilang
- Memonitor suhu dan warna kulit klien
- Memonitor tekanan darah, nadi dan pernafasan klien
- Memonitor aktivitas kejang klien
- Memnitor niai White Blooh Cell, hemoglobin dan hematokrit
b. Vital Signs Monitoring
Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data mengenai jantung, respirasi
dan suhu badan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Aktivitas :
- Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan klien.
- Memonitor tekanan darah setelah klien mendapatkan pengobatan
- Melakukan auskultasi pada kedua lengan klien dan dibandingkan antara
keduanya
- Memonitor tekanan darah, nadi dan pernafasan klien sebelum, pada saat dan
sesudah melakukan aktivitas.
- Memonitor dan melaporkan tanda dan gejala hyperthermi pada klien
- Memonitor irama dan tingkat jantung klien
- Memonitor tingkat dan irama pernafasan klien
c. Seizure Precaution
25
Definisi : Mencegah dan meminimalkan cedera potensial yang terjadi terus
menerus oleh klien dengan gangguan kejang yang dikenal.
Aktivitas :
- Menyediakan tempat tidur yang rendah untuk klien
- Memonitor dalam pemberian obat kepada klien
- Memonitor kepatuhan klien dalam meminum obat anti epilepsi dengan
memberikan informasi dan pengarahan kepada keluarga klien
- Menginsturksikan kepada keluarga klien mengenai obat dan efek
sampingnya
- Menginstruksikan kepada kelurga klien mengenai penanganan pertama
ketika terjadi kejang
- Menginstruksikan kepada keluarga klien untuk memanggil perawat atau
dokter ketika terjadi sesuatu yang berbahaya pada klien.
3. Dx. Diagnosa: Deficiency Knowledge
Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan
topic spesifik.
Batasan karakteristik :
- memverbalisasikan adanya masalah, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan :
- Keterbatasan kognitif
- Kurangnya keinginan untuk mencari informasi
- Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC :
a. Knowledge : disease process
b. Knowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
26
- Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
- Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
- Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
a. Teaching : disease Process
Definisi: membantu klien untuk memahami informasi terkait dengan proses
penyakit tertentu.
Aktifitas:
Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses
penyakit yang spesifik
Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Menggambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
Menggambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Menyediakan informasi pada klien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Menyediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan klien dengan cara
yang tepat
Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Mengeksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
tepat
b. Health education
27
Definisi: mengembangkan dan menyediakan instruksi dan memfasilitasi
pengalaman belajar adaptasi sukarela dari perilaku kesehatan yang
berhubungan dengan individu dalam kelompok keluarga atau komunitas.
Aktifitas:
Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dapat meningkatkan
atau menurunkan motivasi untuk perilaku kesehatan
Menghindari kekhawatiran atau ketakutan tehnik seperti strategi untuk
memotivasi orang-orang untuk mengubah perilaku kesehatan atau gaya
hidup
Menggunakan diskusi kelompok dan bermain peran untuk mempengaruhi
keyakinan kesehatan, sikap, dan nilai
Menggunakan instruksi bantuan komputer, televisi, video interaktif, dan
teknologi lainnya untuk menyampaikan informasi
Melibatkan individu, keluarga, dan kelompok dalam perencanaan dan
pelaksanaan rencana untuk modifikasi gaya hidup atau perilaku kesehatan
Menentukan keluarga, rekan, dan dukungan masyarakat untuk perilaku yang
kondusif bagi kesehatan
Merancang dan menerapkan strategi untuk mengukur hasil pada interval
reguler klien selama dan setelah selesainya program
4. Risk for Injury
Domain :11 Keamanan / Perlindungan
Kelas 2 : Cedera fisik
Definisi : Resiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan defensif individu
Faktor resiko : disfungsi sensorik
NOC :
28
a. Safe home environment
Indikator :
- Klien mampu menyediakan penyimpanan obat
- Klien mampu mengamankan barang yang berbahaya
b. Seizure control
Indikator :
- Klien mampu menggunakan obat yang diresepkan
- Klien mampu menghubungi petugas kesehatan ketika efek samping
pegobatan terjadi
NIC :
a. Seizure Manajemen
Definisi :Perawatan pasien selama serangan dan pasca stabil
Aktivitas :
- Monitor arah mata dan kepala selama serangan kejang pada klien
- Membantu melepaskan pakaian klien
- Memantau jalan nafas klien
- Monitor tanda-tanda vital
- Mencatat durasi serangan kejang
- Mencatat karakteristik serangan, bagian tubuh yang mengalami, aktvitas
motorik dan perkembangan serangan
- Mengelola pengobatan yang diperlukan klien
b. Environmental managemen : Safety
Definisi : Memonitor dan memanipulasi lingkungan fisik untuk mendorong
keamanan.
Aktivitas :
- Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan level fisik dan
kognisi serta riwayat kebiasaan
29
- Menghilangkan benda yang berbahaya yang ada di dekat klien jika
dimungkinkan
- Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko yang
terjadi
- Mengedukasi individu beresiko tinggi dan keluarga tentang lingkungan
yang berbahaya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Meningitis adalah radang pada meningen (selaput yang mengelilingi otak dan
medulla spinalis).
2. Penyebab dari Meningitis
a. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus.
Bakteri paling sering dijumpai ialah jenis bakteri akut, yaitu Neiserria
meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada
dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak- anak dan dewasa muda)
b. Virus disebabkan oleh agen- agen virus yang bervariasi, seperti gondok,
herpes simpleks, dan herpes zooster.
c. Organisme jamur.
3. Faktor resiko
a. Faktor predisposisi
b. Faktor maternal
c. Faktor imunologi
d. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang
berhubungan dengan system persarafan
e. Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah
4. Manifestasi klinik pada meningitis demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk.
Adapun manifestasi klinik sesuai dengan golongan umur, baik neonatus, bayi atau
anak kecil, dan anak yang lebih besar.
5. Komplikasi Meningitis: Tuli, Buta, Efusi subdural (20%-30% kasus), Peningkatan
sekresi hormone antideuretik (ADH), Perkembangan terlambat atau gangguan
intelaktual, Hidrosefalus, Edema serebri, Gangguan kejang kronis, Paresis otot-
30
otot wajah, Individu dapat mengalami disabilitas permanen, kerusakan otak, atau
meninggal akibat ensefalitis atau, yang lebih jarang, meningitis, Kejang dapat
terjadi.
6. Cara mendiagnosis:
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan diagnostik
3) Pemeriksaan laboraturium
4) Pemeriksaan fisik dan neurologis
5) Pemeriksaan penunjang
6) Pencitraan
7. Penatalaksanaan Meningitis terdiri atas: medis dan keperawatan.
8. Diagnosis yang diangkat dari kasus pada laporan ini adalah: Decrease Intracranial
Adaptive Capacity, hyperthermia, Deficiency Knowledge, dan Risk for injury.
B. Implikasi Keperawatan
1. Perawat sebaiknya mengetahui dan meningkatkan ilmu mengenai Meningitis.
2. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan cermat untuk memantau karakteristik
klinis tahap awal penyakit.
3. Perawat memeriksa fungsi neurologik dan memantau tingkat kesadaran.
4. Perawat memantau TTV klien dan asupan cairan dan elektrolit pada klien
meningitis.
5. Perawat harus menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai Meningitis baik
bagaimana pengobatan, dan komplikasi lebih lanjut.
6. Perawat juga mampu memberikan dukungan baik sifatnya spiritual atau psikis
terhadap pasien dalam memberikan penatalaksanaan Meningitis
7. Perawat juga mampu meningkatkan keahlian yang dimiliki dalam memberikan
kenyamanan pasien saat menerima pengobatan
8. Perawat lebih sensitif mengenai kenyamanan yang ada pada diri pasien pada saat
pasien merasakan nyeri.
9. Perawat dapat memberikan fasilitas yang dibutuhkan pasien dan dan menjaga
lingkungan untuk menurunkan stimulus dari lingkungan. demi meningkatkan
kesembuhan pasien
31
C. Saran
1. Untuk perawat
Perawat lebih banyak lagi dalam mencari informasi tentang Meningitis
sehingga bisa menambah wawasan yang lebih maksimal dan dapat
melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia pada baik dan benar.
Meningkatkan kepekaan terhadap rasa ketidaknyamanan yang ada pada diri
penderita Meningitis
Perawat mampu melakukan tindakan preventif dan promotif dengan tepat agar
dapat meningkatkan kesembuhan pasien
2. Untuk mahasiswa
Dapat mempelajari apa itu Meningitis serta gejala dan komplikasi yang muncul
Meningkatkan ketrampilan untuk merumuskan asuhan keperawatan yang tepat
bagi pasien
3. Untuk masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui gejala awal yang ditimbulkan agar tidak
berkelanjutan dan tidak menimbulkan komplikasi
Masyarakat mengetahui cara penanganan pertama yang ditimbulkan dari
Meningitis
32