dampak keterbukaan ekonomi dan output gap …

29
1 LAPORAN PENELITIAN DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP TERHADAP INFLASI DI INDONESIA MODEL GALI-GETLER Oleh: Ketua :Dr. Sri Nawatmi, SE.MSi. (NIDN: 0627046701) Anggota : Dr. Drs. Agus Budi Santosa, MSi. (NIDN: 0601126701) Dr. Agung Nusantara,MSi. (NIDN: 0618066401) Darsita (NIM: 13.05.51.0101) FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG 2017

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

1

LAPORAN PENELITIAN

DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN

OUTPUT GAP TERHADAP INFLASI

DI INDONESIA – MODEL GALI-GETLER

Oleh:

Ketua :Dr. Sri Nawatmi, SE.MSi. (NIDN: 0627046701)

Anggota : Dr. Drs. Agus Budi Santosa, MSi. (NIDN: 0601126701)

Dr. Agung Nusantara,MSi. (NIDN: 0618066401)

Darsita (NIM: 13.05.51.0101)

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG

2017

Page 2: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

2

HALAMANPENGESAHAN

LAPORANPENELITIAN

1.JudulPenelitian:DampakKeterbukaanEkonomi Dan Output Gap TerhadapInflasiDi Indonesia – Model

Gali-Getler

2.JenisPenelitian : Basic Research

3.a.BidangPenelitian : Social Science

b.Kelompok :Economics

4.a. TujuanSosialEkonomi : Economics Framework

b.Kelompok :Macroeconomics Issue

5. KetuaPelaksana: a. NamaLengkap :Dr. Sri Nawatmi, SE. MSi.

b.JenisKelamin :Perempuan

c. NIP/NIDN :0627046701

d. DisiplinIlmu :EkonomiMakro.

e.Pangkat/Golongan :Pembina / IVB

f.JabatanFungsional :Lektor Kepala

g.Fakultas/Prodi :EkonomikadanBisnis / KeuangandanPerbankan

h.AlamatKampus : JL Kendeng V BendanNgisor Semarang

i.Telpon/Faks/E-mail :024 8414970 / 0248441738

j.AlamatRumah :BumiWanamukti B4/23 Semarang

k.Telpon/Faks/E-mail :085292293793/[email protected]

6.JumlahAnggotaPeneliti :2orang

a. NamaAnggotaI :Dr. DrsAgus Budi Santosa,MSi

b.NamaAnggotaII :Dr. Agung Nusantara,MSi

c.Mahasiswayangterlibat :Darsita (13.05.51.0101)

7.LokasiPenelitian : Indonesia

8.Jangkawaktupenelitian : Mei2017s/dOktober 2017

9.Jumlahbiayayangdiusulkan :Rp3.000.000 ,-

Mengetahui, Semarang, 11 Desember 2017

DekanFakultasEkonomikadanBisnis KetuaPeneliti

Dr. EuisSoliha,MSi. Dr.Sri Nawatmi, SE.,M.Si.

NIDN : 0027037101 NIDN : 0627046701

KepalaLPPM

Page 3: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

3

DrAgus Budi Santosa, MSi.

NIDN : 0601126701

KATA PENGANTAR

Segalapujibagi Allah SWT yang

melimpahkanrahmatdankaruniaNyasehinggapenulisdimudahkandalammenyusunlaporanpenelitia

ninisampaiselesai. SholawatdansalamsemogatercurahpadaNabi Muhammad Shallallahu

„AlaihiWassalambesertakeluarga, para sahabatnyadan para pengikutnyahinggaakhir zaman.

Inflasi yang

stabilmerupakansalahsatutujuanpengelolaanmakroekonomikarenakestabilaninflasimenjadiprasya

ratbagipertumbuhanekonomi yang berkelanjutan. Dalam perkembangan sekarang ini, globalisasi

telah mengurangi peran faktor domestik dan meningkatkan peran faktor global dalam

menentukan inflasi. Hal tersebut menunjukkan pergeseran pemikiran yang relatif besar dari para

ekonom dengan menurunkan derajat peran domestik dan menempatkan peran ekonomi global

sebagai faktor yang dominan menentukan inflasi. Untuk mengkaji hubungan antara keterbukaan

ekonomi dan output gap terhadap inflasi di Indonesia sesudah krisis 2008 secara komprehensif

tidaklah mungkin. Oleh sebab itu, pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini masih perlu

dilengkapi dengan penelitian-penelitian sejenis.

Harapan kami, semoga penelitian ini berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Semoga pula, penelitian ini nantinya bisa dikembangkan lebih lanjut dengan memperhitungkan

kelemahan dari penelitian ini.

Terima kasih kami ucapkan pada lembaga yang telah memberikan kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan kami di bidang penelitian. Terima kasih juga pada pihak-pihak

terkait yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semarang, 11 Desember 2017

Tim Peneliti

Page 4: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

4

DAFTAR ISI

HalamanJudul

HalamanPengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

DaftarTabel

DaftarGambar

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2. PerumusanMasalah

1.3. TujuanPenelitian

1.4. Manfaatpenelitian

1

9

10

10

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Literatur Review

2.1.1. Peranan Output Gap Domestik

2.1.2. Peranan Output Gap LuarNegeri

2.2. Teori New Keynesian

2.2.1. GlobalisasiDalamPerspektifEkonomi

2.2.2. The New Keynesian Microfoundation of

Macroeconomics

2.2.3. PenentuanInflasi: InterkasiFaktorRiildanMoneter

2.2.4. New Keynesian Phillips Curve (NKPC)

2.3. KerangkaPemikiranTeoritik

2.4. Model Teoritik

2.5. HipotesisPenelitian

12

15

22

24

26

29

33

37

39

40

43

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

3.1. SpesifikasiVariabeldanSumber Data

3.2. Model Penelitian

3.3. DefinisiOperasional

3.4. MetodeAnalisis

3.4.1. Asumsi-AsumsiKlasik

3.4.2. Uji-Uji

3.4.3. Model Selection Criterion

45

46

46

47

47

51

52

Page 5: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

5

BAB IV:

PEMBAHASAN

4.1. Perbandingan Model

4.3. AnalisisHasilEstimasi

4.3. ImplikasiTeoritis

56

57

59

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

62

62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 6: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

6

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Inflasi 2010-2012(% per tahun) 8

Tabel 2.1 DampakVariabelEkonomiMakroTerhadapInflasi 18

Tabel 3.1 Variabel, SpesifikasiVariabeldanSumber Data 45

Tabel 4.1 DeteksiAsumsiKlasik 57

Tabel 4.2 Model InflasiDenganFenomena Backward-Looking 58

Page 7: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 KerangkaPemikiranTeoritik 39

Page 8: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

8

Page 9: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

9

DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP TERHADAP INFLASI DI

INDONESIA – MODEL GALI GETLER

Sri Nawatmi

Abstract

This study aims to analyze inflation in Indonesia by using New Keynesian Phillips Curve

(NKPC). Based on NKPC, there are three models that can be used to analyze inflation in

Indonesia. That is forward-looking model, backward-looking model and model Gali-Getler

model (hybrid model). Based on the results of classical assumption detection shows that only a

backword-looking model that meets the classical assumptions required in the OLS (Ordinary

Lesat Square). Based on regression results using backward-looking model shows that the

previous price level has a positive effect on domestic inflation as well as domestic output gap,

while the world output gap does not affect domestic inflation. Thus, Indonesia's inflation after

the 2008 crisis is more determined by domestic factors than foreign factors. This means that

openness economic has not yet had an impact in determining inflation in Indonesia.

Key word: Inflation, output gap, backward-looking, forward-looking, Gali-Getler model.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis inflasi di Indonesia dengan menggunakan New Keynesian

Phillips Curve (NKPC).Berdasar NKPC, ada tiga model yang bisa digunakan untuk menganalisis

inflasi di Indonesia yaitu model forward-looking, backward-looking dan model Gali-Getler

(model hybrid). Berdasar hasil deteksi asumsi klasik menunjukkan bahwa hanya model

backword-looking yang memenuhi asumsi klasik yang dibutuhkan dalam OLS (Ordinary Lesat

Square). Berdasar hasil regresi dengan menggunakan model backward-looking menunjukkan

bahwa tingkat harga sebelumnya berpengaruh positif terhadap inflasi domestik demikian juga

dengan output gap domestik, sedangkan output gap dunia ternyata tidak berpengaruh terhadap

inflasi domestik. Dengan demikian, inflasi Indonesia sesudah krisis 2008 lebih ditentukan oleh

faktor domestik dari pada faktor luar negeri.Hal itu berarti bahwa keterbuaan ekonomi ternyata

belum berdampak dalam menentukan inflasi di Indonesa.

Kata kunci: Inflasi, output gap, backward-looking, forward-looking, Gali-Getler model.

A. Pendahuluan

Globalisasi merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-

negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi, tanpa rintangan

batas teritorial negara. Semakin mengglobalnya suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat

dilihat dari peningkatan perdagangan internasionalnya. Hal itu tercermin dari: peningkatan

Page 10: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

10

pangsa ekspornya di pasar global dan peningkatan rasio impor terhadap PDB dan juga semakin

besar arus investasi asing yang masuk ke negara tersebut atau semakin besarnya investasi dari

negara tersebut ke negara-negara lain.

Globalisasi ekonomi banyak dikaitkan dengan peningkatan integrasi ekonomi nasional-

internasional, baik dari sisi pasar barang, jasa, tenaga kerja maupun modal (Frankel, 2006). Dari

pemikiran Frankel maupun para pemikir lain seperti Romer (1991), Rogoff (2003), serta Ihrig,

Kamin, Lindner dan Marques (2007) terdapat keserupaan pandangan bahwa globalisasi

mengarah pada peningkatan dampaknya pada perilaku inflasi domestik.

Dalam perkembangannya sekarang ini, banyak peneliti berpandangan bahwa globalisasi

telah mengurangi peran faktor domestik dan meningkatkan peran ekonomi global dalam proses

pembentukan inflasi. Namun demikian, perdebatan tetap terjadi, baik dalam tataran teoritis

maupun empiris.

Perilaku dari inflasi itu sendiri tak bisa dilepaskan dari dasar teori yang

membentuknya.Perdebatan panjang dalam teori moneter antara golongan klasik dengan Keynes

tentang inflasi menunjukkan bahwa inflasi menempati posisi penting.Para pemikir klasik

menyatakan adanya netralitas uang (neutrality of money).Hal ini terjadi karena kaum klasik

percaya akan adanya classical dicotomy yaitu bahwa faktor yang menentukan variabel riil

berbeda dengan faktor yang menentukan variabel moneter. Sedangkan Keynes menolak adanya

netralitas uang baik jangka pendek maupun jangka panjang.Dengan demikian, Keynes percaya

bahwa uang mempengaruhi sektor riil atau uang tidak netral.

Pandangan yang diterima secara luas adalah bahwa inflasi merupakan fenomena moneter

(McCandless, 1995) dan dalam jangka panjang inflasi pada akhirnya ditentukan oleh kebijakan

moneter (Ball, 2006). Akan tetapi pandangan tersebut mendapat tantangan dari fiscal theory of

the price level yang dikembangkan oleh Leeper (1991) dan Woodford (1995) yang menyatakan

bahwa kebijakan fiskal memegang peranan penting dalam penentuan harga melalui budget

constraint yang terkait dengan kebijakan utang, pengeluaran dan perpajakan.

Klasik mendasarkan pada asumsi bahwa pelaku ekonomi adalah perfect foresight,

perubahan ekspektasi pelaku ekonomi terealisasi secara langsung dan sempurna dalam harga,

sehingga harga bersifat fleksibel.Akan tetapi, Keynes berasumsi bahwa pelaku ekonomi adalah

adaptif, pelaku ekonomi melakukan forecasting berdasarkan informasi masa lalu saja sehingga

tingkat harga adalah tetap.

Page 11: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

11

Pengambilan keputusan yang hanya mendasarkan pada informasi sebelumnya berpotensi

melakukan kesalahan sistematis (kritik Lucas). Oleh karena itu muncul New Keynesian yang

selalu merevisi kesalahannya sehingga mereka tidak melakukan kesalahan terus menerus,

sehingga dalam mengambil keputusan akan benar. Jadi, New Keynesian melakukan keputusan

berdasar informasi di masa lalu dan juga di masa yang akan datang. Lucas juga mengkritik

model Keynes yang tidak memiliki fondasi mikro ekonomi, terutama tidak ada penjelasan

mengapa output bisa meningkat tanpa ada insentif naiknya harga. Dia juga berjasa dalam

membuat hubungan antara ilmu ekonomi mikro dan makro yang sebelumnya terpisah.Oleh

karena itu buku-buku makro modern selalu berwawasan microfoundation.

Pada kenyataannya, tidak diragukan lagi bahwa peran inflasi dalam pembangunan sektor

riil di era global sangat penting, sehingga tidak lagi relevan untuk melakukan dikotomi antara

sektor riil dengan sektor moneter (Rogoff, 2003). Alternatif yang mungkin untuk melakukan

dikotomi tentang inflasi adalah antara the country-centric dan the globe-centric.

Hasil studi empiris menunjukkan adanya hubungan negatif antara keterbukaan dengan

inflasi, tetapi Romer (1993) menunjukkan hubungan yang cukup bervariasi di seluruh negeri dan

hasil tersebut sensitif terhadap negara yang dimasukkan ke dalam sampel. Estimasi untuk

negara-negara OECD nampak lebih kuat dibanding estimasi di negara-negara sedang

berkembang (Farvaque, 2009).

Variabel makro lainnya yang dijadikan sebagai variabel bebas dalam mempengaruhi

inflasi seperti output gap baik domestik maupun asing menunjukkan hasil yang berlainan atau

ada kontroversi antar peneliti atau kelompok peneliti. Misalnya, Borio (2007) menyimpulkan

bahwa faktor global telah menggantikan peran domestik dalam mempengaruhi inflasi (the globe-

centric). Hal tersebut didukung oleh Pain (2006), akan tetapi pendapat mereka ditentang oleh

Ball (2006) yang cenderung country-centric. Sedangkan yang berpendapat baik output gap

domestik maupun output gap asing berpengaruh terhadap inflasi adalah Pehnelt (2007).

Di samping itu dalam formulasi New Keynesian Phillips-Curve (NKPC), inflasi

sepenuhnya bersifat forward looking.Oleh karena itu, inflasi periode sebelumnya tidak relevan

untuk menentukan inflasi saat ini. Fenomena inflasi yang sebenarnya apakah merupakan

fenomena forward looking ataukah fenomena backward lookingsebagaimana dijelaskan oleh

Kurva Phillips versi tradisional. Gali dan Getler (1999) dan Gali et al (2000) mengajukan model

Page 12: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

12

gabungan atau hybrid model yaitu model yang menggabungkan perilaku forward-looking

danbackward looking dari inflasi.

Berdasar hasil penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara keterbukaan

terhadap harga barang dan jasa di suatu negara. Dengan adanya relevansi antara harga domestik

dengan tingkat keterbukaan ekonomi, maka harga juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berperan dalam mengubah struktur perdagangan internasional, yang salah satunya adalah

stabilitas harga negara partner dagang dan stabilitas faktor fundamental ekonomi negara partner

dagang.

Dengan demikian karena perekonomian Indonesia adalah perekonomian yang terbuka

maka, selalu terkena imbas apabila negara partner dagangnya mengalami permasalahan ekonomi,

demikian juga jika perekonomian global mengalami masa sulit, baik disebabkan oleh partner

dagang maupun negara lain.

B. Tinjauan Pustaka

Sebelum tahun 1990-an dimana globalisasi belum banyak diperdengarkan, inflasi lebih

banyak ditentukan oleh faktor-faktor domestik seperti jumlah uang beredar, nilai tukar, output

riil, pajak ataupun pengeluaran pemerintah. Dalam perkembangan sekarang ini, banyak peneliti

berpandangan bahwa globalisasi telah menurunkan peran faktor domestik dan meningkatkan

peran ekonomi global dalam proses pembentukan inflasi.

Teori tentang inflasi telah mengalami perkembangan atau evolusi pemikiran.

Perkembangan tersebut dimulai dari teori klasik kemudian Keynes hingga munculnya kritik

Lucas yang menyebabkan munculnya teori baru tentang penggunaan microfoundation dalam

menganalisis hubungan antar variabel makro ekonomi.

B.1. Teori New Keynesian

Dalam menelaah inflasi pada penelitian ini digunakan teori New Keynesian.Teori New

Keynesian menggunakan pendekatan microfoundation of macroeconomics (The New Keynesian

Microfoundatioan of Macroeconomics) atau disingkat New Keynesian macroeconomic

(NKM).Dalam ilmu ekonomi, terminologi microfoundation mengacu pada analisis

microeconomics dari perilaku individual seperti rumah tangga atau perusahaan yang mendukung

teori makroekonomi.Akhir-akhir ini, makroekonomi berusaha mengkombinasikan model

Page 13: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

13

mikroekonomi dari perilaku rumah tangga dan perusahaan untuk menderivasi hubungan antar

variabel-variabel makroekonomi.

Seseorang yang sangat berpengaruh atas penggunaan microfoundation adalah Lucas

dengan kritiknya atas model forecasting macroeconomics tradisional. Lucas menyatakan bahwa,

hubungan antar variabel agregat yang diobservasi dalam data makroekonomi akan cenderung

berubah ketika kebijakan makroekonomi berubah. Hal ini menyatakan secara tak langsung

bahwa model microfoundation lebih tepat untuk memprediksi dampak perubahan kebijakan

dengan asumsi bahwa perubahan kebijakan makroekonomi tidak mendasari berubahnya struktur

mikroekonomi dari makroekonomi.

Oleh karena itu, microfoundation kemungkinan membawa model yang lebih baik atau

lebih berguna untuk memprediksi dimasa yang akan datang. Jika model memprediksi variabel-

variabel makro agregat dimasa datang semata-mata berdasar pada nilai-nilai dimasa lalu dari

variabel-variabel tersebut, maka hampir pasti kurang menggunakan informasi yang tersedia. Jika

kita memahami bagaimana pelaku-pelaku ekonomi membuat keputusannya, maka kita akan

mempunyai lebih banyak informasi. Lebih banyak informasi berarti model lebih baik.

Berpegang pada asumsi bahwa pasar finansial adalah pasar persaingan sempurna karena

informasi di sektor finansial adalah sempurna sehingga faktor moneter tidak mempengaruhi

inflasi.Dengan demikian yang mempengaruhi inflasi adalah sektor riil. Di samping itu juga

karena adanya kritik Lucas maka, untuk menjelaskan inflasi digunakanlah pendekatan New

Keynesian.

Perkembangan terkini dari teori moneter business cycle yang dikembangkan oleh ekonom

New Keynesian melahirkan analisis kurva Phillips versi baru, New Keynesian Phillips Curve

(NKPC).Oleh karena itu, teori dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah NKPC. Jadi

New Keynesian menunjukkan sebuah hubungan antara aktivitas riil yang diwujudkan dalam

bentuk output gap dengan inflasi. Dalam konteks ini, New Keynesian mengembangkan dan

mengestimasi model struktural dari Phillips Curve (Gali-Getler, 2000).

B.2. Penentuan Inflasi: Interaksi Faktor Riil dan Moneter

Berdasarkan cara pandang standard, inflasi memiliki penciri utama sebagai fungsi dari

faktor domestik, seperti permintaan agregat, perilaku upah, produktifitas perekonomian,

ekspektasi inflasi, serta kebijakan moneter sebagai penyeimbang faktor-faktor lainnya. Jika

inflasi domestik dikaitkan dengan faktor eksternal, maka beberapa variabel eksternal akan

Page 14: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

14

dilibatkan yaitu perkembangan impor, harga energi di pasar dunia dan eksternal shock lainnya.

Secara sederhana, pandangan lama tentang inflasi dapat digambarkan sebagai berikut bahwa

inflasi dapat diakibatkan oleh dua sebab utama, yaitu pertama, inflasi yang timbul karena

permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat disebut sebagai demand pull inflation.

Kedua, inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi, disebut sebagai cost push inflation.

Penyebab pertama merupakan inflasi di tingkat konsumen sedangkan sedangkan yang kedua

berasal dari sisi produksi.Kedua jenis inflasi ini jarang dijumpai pada prakteknya dalam bentuk

murni. Umumnya, terjadinya inflasi di berbagai negara di dunia merupakan kombinasi keduanya

dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.

Jika persoalan inflasi dikaitkan dengan perspektif jangka panjang vs jangka pendek, maka

para ekonom memiliki konsensus bahwa dalam jangka panjang harga akan fleksibel, sehingga

inflation is a monetary phenomenon. Dengan demikian, dalam jangka panjang tingkat harga riil

bersifat independen terhadap harga agregat. Harga agregat dalam jangka panjang tidak akan

berpengaruh pada tingkat output, sehingga tingkat harga merupakan fenomena moneter semata.

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan dikotomi antara sektor riil dan moneter

menjadi tidak relevan.Pertama, tingkat inflasi menurut keyakinan otoritas moneter ditujukan

untuk mempengaruhi struktur perekonomian riil, misalnya pertumbuhan tenaga kerja, ekspor-

impor dan lain-lain.Pasar tenaga kerja yang bebas (menerapkan flexibility in wages) upah

nominalnya mungkin lebih rendah dari pada tingkat inflasi yang diharapkan pemerintah.

Persaingan yang bebas di pasar barang mungkin akan mendorong otoritas moneter untuk tidak

terlalu banyak melakukan terapi inflasi, yang berakibat stabilitas harga lebih terjamin.

Pandangan inilah yang digunakan oleh Rogoff (2003) untuk menyatakan bahwa peran inflasi

dalam pembangunan sektor riil di era global sangat penting sehingga tidak lagi relevan

melakukan dikotomi real-moneter.

B.3. Model Teoritik

Untuk menurunkan persamaan dari New Keynesian Phillips Curve, maka diasumsikan

bahwa pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition).

Perusahaan di pasar persaingan monopolistik memiliki market power meski kecil.Karena

memiliki market power maka, perusahaan mampu untuk merubah harga atau perusahaan sebagai

price maker atau price setter. Hal itu ditunjukkan dengan persamaan berikut:

pt = pt-1 + (1 - ) ptor

(1)

Page 15: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

15

dimana masing-masing variabel diekspresikan sebagai persentase deviasi dari a zero inflation

steady state. Pt adalah hargaumum saat ini atau pada periode t. Pt-1 adalah harga sebelumnya,

adalah probabilitas untuk tidak berubah sehingga (1 - ) adalah probabilitas perubahan.por

(optimal reset price) adalah harga di luar keseimbangan sehingga dia memiliki probabilitas untuk

berubah. Nilai por

ditentukan oleh discount factor () dari serangkaian mc (marginal cost)

nominal.Calvo (1983) memformulasi sehingga optimal reset price terkait dengan mc:

ptor

= (1 - ) ()k Etmc

nt+k (2)

k=0

Jika harga flexibel ( = 0) maka p akan bergerak proporsional terhadap mc saat ini (mct).

Dalam kasus ini, penelitian akan relevan jika harga bersifat tidak mudah berubah atau rigid (>

0) dan diketahui bahwa t pt – pt-1, dimana adalah tingkat inflasi pada periode t dan disisi lain

p terkait dengan mct persentase deviasi marginal cost riil perusahaan dari nilai steady state,

maka bisa dihubungkan antara t dengan mct:

t = mct + Ett+1 (3)

Dimana koefisien λ≡[(1-θ)(1-βθ)] / θ tergantung pada frekuensi dari penyesuaian harga θ dan

discount factor.

Karena perusahaan melakukan markup dan mempertimbangkan forward looking dan

multiple period dari harga maka perusahaan mendasarkan keputusan harga pada perilaku mc

yang diharapkan di masa akan datang sehingga didapatkan persamaan:

t = kEtmct+k (4)

k=0

Berdasarkan persamaan (4) maka t harus sama dengan ekspektasi mc yang

didiskontokan atau mc riil yaitu menghitung nilai mc yang diharapkan di masa datang dengan

menilai sekarang (present value) atas mc yang akan datang.

Untuk menghubungkan mc dengan output gap, penjelasannya adalah sebagai berikut:

Output gap (Ygap) adalah selisih antara output saat ini (yt) dengan output potensial (y*) dimana

output potensial adalah output pada saat full employment (Ygap = yt – y*) dan xt yt – y*. Jika

selisih antara output saat ini dengan output potensial sama dengan nol (y – y* = 0) maka tidak

Page 16: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

16

terjadi inflasi. Jika output aktual lebih kecil dari output potensial maka akan terjadi resesi dan

sebaliknya jika output aktual lebih besar dari pada output potensial maka akan terjadi

overheating yang menyebabkan terjadinya inflasi. Semakin besar selisih antara keduanya maka

akan semakin tinggi inflasinya. Hal itu berarti bahwa biaya akan semakin besar. Oleh karena itu

diasumsikan bahwa:

mct = xt (5)

dimana adalah elastisitas output terhadap marginal cost.

Kombinasi hubungan antara marginal cost dan output gap dengan persamaan (3)

menghasilkan sebuah hubungan seperti kurva Phillips:

t = xt + Ett+1 (6)

Sebagaimana kurva Phillips tradisional, inflasi tergantung secara positif terhadap output gap dan

sebuah terminologi “cost push” yang merefleksikan pengaruh dari expected inflation. Dengan

demikian inflasi saat ini dipengaruhi oleh output gap dan cost push. Jadi, model teoritik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model NKPC yang menggambarkan hubungan antara

inflasi dengan sektor riil. Sektor riil ditunjukkan dari output gap domestik yang merupakan

selisih antara output aktual dengan ouput potensial ditambah dengan expected inflation.

B.4. Penelitian Terdahulu

Rogoff (2003) menyatakan bahwa globalisasi membuat kurva Phillips lebih curam

(steeper). Hal itu berarrti bahwa kenaikan output tertentu diikuti dengan inflasi yang lebih

meningkat karena persaingan global membuat harga dan upah lebih fleksibel. Tetapi fakta akhir-

akhir menunjukkan bahwa slope dari kurva Phillips menjadi lebih datar (Ball, 2006: IMF, 2006).

Artinya sebuah kenaikan tertentu pada output berefek kecil pada inflasi. Perkembangan ini

kontradiktif dengan Rogoff (2003). Jika slope kurva Phillips betul-betul mempengaruhi inflasi

sebagaimana yang diprediksi Rogoff (2003) maka inflasi dunia akan meningkat sejak tahun

1980.

Salah satu ide yang disarankan oleh Fischer (2006) adalah bahwa inflasi tergantung

pada output partner dagang, bukan output sendiri. Ide tersebut diajukan dalam studi Bank for

International Settlements BIS Borio (2007). Paper di BIS beranggapan bahwa output asing

berpengaruh karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar global. Paper tersebut

mengestimasi kurva Phillips dengan output gap baik asing maupun domestik dan melaporkan

bahwa gap asing memiliki efek yang lebih besar terhadap inflasi selama periode 1985-

Page 17: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

17

2005.Padahal dalam teori mainstream dikatakan bahwa output mempengaruhi inflasi karena

output mempengaruhi marginal cost perusahaan. Meningkatnya marginal cost membuat harga

lebih tinggi. Marginal cost bagi perusahaan-perusahaan di sebuah negara tergantung pada tingkat

outputnya sendiri bukan output asing. Globalisasi membuat pasar lebih kompetitif sehingga

markup rata-rata perusahaan menjadi turun.

Untuk kasus negara industri, terdapat kesepakatan dari para peneliti bahwa

responsiveness inflasi terhadap penggunaan sumber daya domestik akan mengalami penurunan,

atau kemiringan kurva Phillips menjadi lebih datar. Kesimpulan ini diungkapkan oleh beberapa

peneliti, misalnya Borio (2007), IMF (2006), Pain (2006) untuk negara-negara industri dan Ihrig

(2007).

Ihrig (2007) mencoba melakukan perubahan definisi operasional variabel inflasi dan

membuang peran output gap asing karena tidak signifikan. Untuk lebih fokus pada perilaku

inflasi yang lebih mendasar maka inflasi yang semula didefinisikan sebagai headline inflation

diganti dengan core inflation, maka terjadi penurunan yang signifikan untuk peran penggunaan

sumber daya domestik dalam penentuan inflasi.

Ball (2006) menggunakan regresi panel yang lebih sederhana untuk 14 negara industri

dengan data tahunan periode 1985-2005. Hasilnya menunjukkan bahwa output gap domestik

signifikan positif terhadap inflasi.

Tootell (1998) mengestimasi model kurva Phillips standar untuk Amerika pada periode

1973-1996 dengan menambahkan ke dalam model ukuran perdagangan- tertimbang dari

pemanfaatan sumber daya asing baik pengangguran dan output gap untuk enam partner dagang

Amerika. Dia menemukan tidak ada bukti bahwa variabel tersebut mempengaruhi

inflasi.Berlawanan dengan hasil Tootell (1998), Wynne (2007) mendukung peran pemanfaatan

sumber daya asing terhadap inflasi di Amerika.

Hasil yang paling kuat dan luas tentang peran pemanfaatan sumber daya asing adalah

Borio (2007).Mereka mengestimasi model kurva Phillips untuk 16 negara OECD (ditambah

negara Eropa) periode 1985-2005. Keduanya menemukan efek dari rata-rata tertimbang foreign

output gap berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi domestik dan secara umum

efeknya melampaui domestic output gap dan meningkat dari waktu ke waktu. Hasil ini

memperkuat variabel penjelas lainnya termasuk harga impor dan biaya tenaga kerja.

Page 18: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

18

Akan tetapi Pain (2006) menemukan tidak ada peran dari global output gap terhadap

inflasi di 21 negara OECD tahun 1980-2005. Demikian juga dengan Ball (2006) yang

mengestimasi regresi panel untuk 14 negara OECD tahun 1985-2005, menemukan efek dari

foreign output gap terhadap inflasi domestik lebih kecil dibanding domestic output gap,

signifikansinya hanya marginal. Output gap asing hanya menjadi secondary influence terhadap

inflasi.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan sampel negara Indonesia periode 2008Q4 -2016Q4.Data

yang digunakan adalah data sekunde kuartalan. Variabel yang digunakan adalah variable CPI

sebagai variable terikat, sedangkan variabel bebasnya adalah tingkat harga yang diharapkan,

tingkat harga periode sebelumnya, output gap domestik dan output gap dunia.

C.1. Spesifikasi Variabel dan Sumber Data

Berdasar kerangka teoritikal dasar mengenai inflasi, maka kebutuhan data untuk

penelitian ini adalah:

Tabel 1

Variabel, Spesifikasi Variabel dan Sumber Data

No. Variabel Spesifikasi Variabel Sumber Data

1 P Inflasi: kecenderungan kenaikan harga

yang diukur dengan menggunakan indeks

harga konsumen (log CPI)

International

Financial Statistic

(IMF)

2 PE Tingkat harga yang diharapkan International

Financial Statistic

(IMF)

3 PG Tingkat harga periode sebelumnya International

Financial Statistic

(IMF)

4 GI Output gap domestik: output aktual

domestik relatif terhadap output potensial

domestik (Rasio)

International

Financial Statistic

(IMF)

5 GW Output gap dunia: Output actual dunia

relatif terhadap output potensial dunia

(Rasio)

International

Financial Statistic

(IMF)

C.2. Model Penelitian

Model dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 19: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

19

Pt = c + β0 PEt + β1PGt + β2GIt+β4GWt +εit

Untuk t = 1, 2, 3,….., 8

Dimana:

P = Inflasi periode t (%)

PE = Tingkat harga yang diharapkan (%)

PG = Tingkat harga pada periode sebelumnya (%)

c = Konstanta

GI = Output gap domestik (rasio)

GW = Output gap dunia(rasio)

β = Koefisien

ɛ = Error term

t = Periode waktu

C.3. Definisi Operasional Variabel

Dari sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian disertasi ini, maka bisa diuraikan

definisi operasionalnya sebagai berikut:

1. Inflasi adalah perubahan harga yang tejadi secara terus–menerus atau kecenderungan

kenaikan harga yang diukur dengan menggunakan log dari indeks harga konsumen atau CPI

(Consumer Price Index).

2. Harga yang diharapkan adalah HP Filter dari indeks harga konsumen

3. Harga sebelumnya adalah Tingkat harga yang terjadi pada periode sebelumnya

4. Output gap domestik adalah output aktual relatif dengan output potensial yang terjadi di

Indonesia

5. Output gap dunia adalah Output actual dunia relatif dengan output potensial dunia

C.4. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada analisis regresi OLS

(Ordinary Least Square).Analisis regresi dapat dikatakan sebagai alat analisis yang mencoba

memahami hubungan antara dua variable atau lebih. Yang dianalisis dalam regresi adalah data

sampel, yang dianggap mewakili dari semua obyek yang akan dianalisis. Sebagaimana ilmu

social lain, teori ekonomi dapat dipostulasikan dalam sebuah perumusan secara lengkap.Oleh

sebab itu, dalam setiap analisis, dalam setiap analisis regresi pasti terdapat kesalahan

pengganggu.Model analisis regresi yang mencoba meminimalisasi tingkat kesalahan pengganggu

Page 20: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

20

tersebut dikenal dengan istilah Ordinary Least Square.OLS merupakan metode estimasi yang

paling popular, bukan karena akurasi hasil perhitungannya, namun lebih disebabkan karena

kesederhaan pengoperasiannya. Sebagaimana sebuah alat yang sederhana, OLS harus ditunjang

oleh seperangkat asumsi yang harus dipenuhi agar mencapai hasil yang optimum.

AsumsiKlasik

Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam metode OLS adalah (Gujarati, 1995: 59-68):

1. Linier Regression Model. Model regreasi diasumsikan memiliki linieritas dalam

parameternya.

2. X value are fixed in repeated sampling. Asumsi ini menyatakan bahwa setiap kali dilakukan

pengambilan sampel dari populasi dilakukan, maka nilai yang terambil dianggap tetap atau

dekat dengan nilai rata-ratanya. Secara teknis dikatakan bahwa variabel X sebagai variabel

penjelas yang bersifat non-stochastic.

3. Zero mean value of disturbance ui; E(uiǀXi) = 0. Asumsi ini menyatakan bahwa nilai dari

kesalahan pengganggu yang bersifat random adalah nol.

4. Homoscedasticity or equal variance of ui. Apabila variable Y dihubungkan dengan beberapa

variable X, Variance-nya dianggap sama.

5. No Autocorrelation between the disturbances. Secara teknis dapat dikatakan bahwa antara

variable penjelas dianggap tidak berkorelasi atau no serial correlation, atau no autocorrelation.

6. Zero variance between uidan Xi atau E(uiXi) = 0. Asumsi ini menyatakan bahwa antara

variable penjelas dan kesalahan pengganggu dianggap tidak berkorelasi

7. The regression model is correctly specified. Model tidak memiliki spesifikasi bias.

8. There is no perfect multicollinierity. Merupakan asusmsi yang menyatakan bahwa di antara

variable penjelasnya tidak memiliki hubungan linier.

Untuk dapat mencapai hasil OLS yang optimum, maka asumsi-asumsi yang ada haruslah

dipenuhi.Untuk itu diperlukan uji statistik agar bisa diketahui apakah karakteristik model dan

data yang digunakan memenuhi asumsi atau tidak. Deteksi asumsi klasik yang akan dilakukan

adalah deteksi autocorrelation, multicollinearity, heteroscedastis, linierity dan normality.

Deteksi Otokorelasi

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variable pengganggu pada periode

tertentu berkorelasi dengan variabel pengganggu pada periode lain, dengan kata lain variabel

pengganggu tidak random. Bila terjadi otokorelasi, maka parameter yang akan diestimasi akan

Page 21: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

21

bias dan variannya tidak minimum sehingga tidak efisien. Deteksi otokorelasi yang digunakan

adalah uji Breusch-Godfrey (LM version) yang merupakan deteksi otokorelasi derajat

tinggi.Deteksi Multicollinearity

Multikolinieritas adalah keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat

dinyatakn sebagai kombinasi linier dari variabel independen lainnya.Untuk mendeteksinya

digunakan Auxilary Regression (AXR). Uji AXR pada dasarnya adalah regresi antar variable

bebas secara bergantian, yang kemudian nilai uji F-nya dihitung berdasarkan:

F = [Rj2 / (k-2)]/ [(1 – Rj

2)/(N-k+1)

Apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka hipotesis tentang tidak adanya multikolinearitas

ditolak, atau dengan kata lain terjadi multikolinieritas. Dapat juga hasil Rj2

AXR ini

dibandingkan dengan R2regresi keseluruhan.Apabila Rj

2 lebih besar dari R

2 regresi keseluruhan

maka multikolinieritas dapat dianggap sebagai persoalan yang serius (Klein’s Rule of Thumb).

Deteksi Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika variabel gangguan tidak memilki variance yang sama

untuk semua observasi. Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir OLS tetap tidak bias tetapi

tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji ARCH. Uji

ARCH (Autoregressive) dikembangkan oleh Engle dengan pemikiran pokoknya, variance pada

saat t (σt2)tergantung pada besarnya square error term pada periode sebelumnya (t-1).

Pengambilan keputusannya didasarkan atas uji F atau Chi-Square dengan hipotesis nol

homoskedastisitas pada variance error-nya.

Deteksi Normality

Asumsi normalitas pada kesalahan pengganggu akan dideteksi menggunakan uji Jarque-

Bera (JB test). JB test perhitungannya didasarkan atas kesalahan pengganggu yang muncul dari

estimasi OLS. JB test didefinisikan sebagai berikut:

JB = n [(S2/6) + (K-3)

2/24]

S=Skewness; K=Kurtosis. Hipotesis nol JB test adalah residual terdistribusi secara

normal dengan menggunakan angka statistic χ2-df.2, keputusan dapat dibuat. Disamping itu,

angka uji dapat juga dilihat melalui nilai probabilitasnya.Apabila probabilitas tinggi, maka

asumsi kenormalan tidak dapat ditolak.

Uji Ramsey’s RESET (Regression Specification Error Test)

Page 22: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

22

Ramsey‟s RESET merupakan uji untuk mengetahui kesalahan spesifikasi pada model.

Kesalahan spesifikasi ini dapat terjadi karena membuang variabel yang seharusnya dipasangkan,

memakai variabel yang semestinya tidak dipasangkan, adanya kesalahan pengukuran variabel

dan kesalahan bentuk fungsionalnya. Uji ini didasarkan atas hipotesis nol mean vector dari

kesalahan pengganggu adalah nol. Dengan menggunakan statistik F dapat diketahui apakah telah

terjadi kesalahan spesifikasi atau tidak.

Uji t

Uji ini dilakukan untuk melihat signifikansi dari variabel independent secara individual

terhadap variabel dependent, dengan menganggap variabel independent lainnya konstan. Nilai t

hitung dapat dicari dengan rumus:

t hitung = koefisien regresi (bi)/standar deviasi bi

Jika t hitung > t tabel pada tingkat kepercayaan tertentu maka Ho ditolak, yang berarti bahwa

variabel independent yang diuji signifikan dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka Ho

diterima yang berarti bahwa variabel independent yang diuji tidak signifikan.

Uji F

Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independent secara bersama-

sama terhadap variabel dependent. Nilai F hitung dapat dicari dengan rumus:

F hitung = [R2/(k-1)] / [(1-R

2)/(N-k)]

Jika F hitung > Ftabel maka Ho ditolak, yang berarti bahwa variabel independent secara

bersama-sama mempengaruhi variabel dependent.Sebaliknya, jika F hitung < F tabel maka

variabel independent secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependent.

The Goodness of Fit (R2)

R2

menunjukkan besarnya koefisien determinasi.Dari R2 bisa diketahui goodness of fit

(kebaikan suai) dari suatu model, karena R2 menunjukkan persentase dari variasi variabel terikat

yang mampu dijelaskan oleh model.

D. Pembahasan

Untuk mendapatkan model terbaik di antara tiga model yang ada, yaitu model forward-

looking, model backward-looking dan model Hybrid (model Gali-Getler) maka dilakukan

perbandingan model inflasi Indonesia sesudah krisis 2008.

Page 23: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

23

Tabel 2

Deteksi Asumsi Klasik

Model VIF Jarque-Bera

(probabilitas)

Breusch-

Godfrey

(Probabilitas)

Breusch-

Pagan-

Godfrey

(Probabilitas)

Ramsey’s

RESET

(probabilitas)

Forward-

Loking

< 10 0.708965 0.0026 0.3476 0.0392

Backward-

Looking

< 10 0.142105 0.3749 0.5035 0.2731

Hybrid > 10 0.165096 0.3806 0.7334 0.8464

Berdasar deteksi asumsi klasik pada tabel 3 menunjukkan bahwa pada model forward-

looking terdapat penyimpangan asumsi klasik berupa autokorelasi dan terdapat kesalahan

spesifikasi dalam model. Hal ini berarti bahwa model forward-looking tidak layak dijadikan

model untuk memahami inflasi di Indonesia sesudah krisis 2008.

Pada model Gali-Getler (model Hybrid) terdapat masalah multikolinieritas yang parah

karena nilai VIF untuk variabel harga yang diharapkan (PE) dan harga sebelumnya (PG)

nilainya lebih dari 10 (tabel 4.1). Lebih tepatnya, VIF dari PE sebesar 132,8628 dan VIF dari

PG adalah 131,1419. Dengan demikian model Gali-Getler juga tidak layak untuk dijadikan

model inflasi di Indonesia sesudah krisis ekonomi 2008.

Pada model yang ketiga yaitu model backward-looking, tidak terdapat penyimpangan

asumsi klasik. Hal ini berarti bahwa model yang tepat digunakan untuk melakukan estimasi

inflasi di Indonesia sesudah krisis 2008 adalah model backward-looking..

Analisis Hasil Estimasi

Berdasarkan hasil perbandingan model di atas menunjukkan bahwa model yang tepat

untuk menganalisis inflasi di Indonesia sesudah krisis 2008 adalah model backward-looking.

Oleh karena itu, untuk menganalisis inflasi di Indonesia digunakan model NKPC (New

Keynesian Phillips-Curve) dengan menggunakan fenomena backward-looking (tabel 3).

Page 24: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

24

Tabel 3.

Model Inflasi Dengan Fenomena Backward-Looking

Dependent Variable: P

Method: Least Squares

Date: 11/26/17 Time: 16:08

Sample: 2008Q4 2016Q4

Included observations: 33 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.017426 0.059466 0.293043 0.7716

PG 0.998907 0.012579 79.40815 0.0000

GI 0.188847 0.108730 1.736851 0.0930

GW -0.030486 0.047661 -0.639638 0.5274 R-squared 0.995710 Mean dependent var 4.732309

Adjusted R-squared 0.995267 S.D. dependent var 0.128779

S.E. of regression 0.008860 Akaike info criterion -6.501318

Sum squared resid 0.002277 Schwarz criterion -6.319923

Log likelihood 111.2717 Hannan-Quinn criter. -6.440284

F-statistic 2243.780 Durbin-Watson stat 2.348863

Prob(F-statistic) 0.000000

Hasil uji t (tabel 3) menunjukkan bahwa tingkat harga sebelumnya (PG) berpengaruh

positif terhadap inflasi domestik dengan nilai koefisien sebesar 0.998907. Artinya jika tingkat

harga sebelumnya naik 1 persen maka inflasi akan naik sebesar 0.998907 persen dan sebaliknya

jika tingkat harga sebelumnya turun sebesar 1 persen maka inflasi saat ini akan turun sebesar

0.998907 persen. Nilai elastisitas tingkat harga hampir mendekati satu berarti elastisitas dari

tingkat harga sebelumnya termasuk unitary elasticity(proporsional).

Hasil uji t untuk variabel output gap domestik menunjukkan signifikan positif pada

tingkat signifikansi 10 persen. Dengan demikian, variabel faktor domestik berpengaruh positif

terhadap inflasi domestik dengan nilai koefisien sebesar 0.188847. Artinya jika output gap

domestik turun sebesar 1 persen maka inflasi domestik juga akan turun sebesar 0.188847 persen

dan sebaliknya jika output gap domestik naik sebesar 1 persen akan menaikkan inflasi Indonesia

sebesar 0.188847 persen. Meskipun signifikan positif dan sesuai dengan teori, inflasi domestik

ternyata kurang sensitif (inelastic) terhadap output gap domestik. Variabel Output gap dunia

ternyata tidak berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia.

Page 25: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

25

Hasil uji F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel tingkat harga sebelumnya,

variabel output gap domestik dan variabel output gap dunia berpengaruh terhadap inflasi di

Indonesia sesudah krisis 2008.

Nilai R2 sebesar 0.995710 persen. Artinya total variasi dari tingkat inflasi mampu

dijelaskan oleh model sebesar 99.5710 persen, sisanya 0.4229 dipengaruhi oleh variabel lain di

luar model. Ini menunjukkan hasil estimasi sangat fitted.

Implikasi Teoritis

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa tingakt harga sebelumnya pada jangka panjang

berpengaruh positif terhadap inflasi domestik saat ini. Ini menunjukkan bahwa inflasi Indonesia

sesudah krisis 2008 ternyata lebih mirip dengan teori Phillips-Curve tradisioanl yaitu inflasi saat

ini lebih dipengaruhi tingkat harga sebelumnya dari pada harapan harga dikemudian hari. Ini

berarti bahwa masyarakt Indonesia dalam memperkirakan inflasi di masa yang akan datang bisa

melihat atau memperhitungkan tingkat harga sebelumnya, sehingga para pelaku ekonomi baik

konsumen, produsen, pemerintah maupun luar negeri akan dengan mudah memperkirakan inflasi

di masa datang dengan memperhitungkan inflasi sebelumnya. Ditambah lagi elastisitasnya

mendekati 1 persen (Unitary elasticity). Artinya perubahan harga sebelumnya akan berdampak

pada inflasi domestik saat ini secara proporsional. Pemerintah dalam hal ini ini Bank Indonesia

harus lebih hati-hati dalam menentukan targer inflasi jika inflasi sebelumnya tinggi. Jangan

sampai inflasi berikutnya setinggi inflasi sebelumnya, karena kalau inflasi terus menerus tinggi

akan membahayakan perekonomian. Masyarakat, khususnya yang berpenghasilan tetap akan

semakin menderita menderita. Tingginya inflasi akan memnyebabkan kesejahteraan masyarakat

akan menurun karena daya beli yang menurun, kecuali kalau pemerintah mampu mendorong

kenaikan upah atau gaji para pekerja minimal setinggi inflasinya. Demikian juga jika inflasi

sebelumnya terlalu rendah juga tidak baik untuk perekonomian karena inflasi yang terlalu rendah

tidak memotivasi produsen untuk memproduksi barang lebih banyak karena keuntungannya

kecil.Jadi Bank Indonesia harus cerdas dalam mengendalikan inflasi agar tetap dijaga inflasinya

untuk tetap kondusif agar bisa mendorong perekonomian untuk menjadi lebih baik.

Output gap domestik pada jangka panjang ternyata berpengaruh positif terhadap inflasi

domestik sedangakan output gap dunia pada jangka panjang tidak berpengaruh terhadap inflasi

domestik.Dengan demikian.Inflasi di Indonesia setelah krisis 2008 lebih ditentukan oleh faktor

domestik dari pada faktor luar negeri. Faktor domestik adalah faktor yang berasal dari dalam

Page 26: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

26

negeri yang terdiri dari unsur-unsur pembentuk output baik itu konsumsi, investasi, pengeluaran

pemerintah maupun aktivitas dari net ekspor. Faktor domestik lebih mudah dikendalikan Bank

Indonesia karena berasal dari dalam negeri dari pada faktor luar negeri (output gap dunia-di luar

kendali Bank Indonesia). Berarti hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ball (2006)

dan Ihrig et al (2007) yang menyatakan bahwa inflasi suatu negara lebih ditentukan oleh faktor

domestik dari pada faktor luar negeri. Globalisasi memang mulai diperhitungkan tapi belum

berdampak dalam menentukan inflasi suatu negara khususnya di Indonesia.

Tidak berdampaknya faktor luar negeri (dunia) terhadap inflasi di Indonesia bisa jadi

karena perekonomian Indonesia tidak begitu terkena dampak pada saat terjadi krisis 2008.Hal itu

ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih bisa bertahan pada

kisaran 5 persen. Padahal negar-negara lain (khususnya Eropa dan Amerika Serikat yang

notebene pasar sahamnya berkembang pesat) pertumbuhan ekonominya melemah bahkan ada

yang di bawah nol persen. Sampai sekarangpun masih bisa dilihat pengaruh imbas krisis 2008 di

Yunani maupun negar-negara Eropa lainnya (kecuali Inggris dan Jerman).

E. KESIMPULAN

Ternyata model inflasi Indonesia sesudah krisis 2008 yang terbaik dari tiga model inflasi

adalah inflasi dengan fenomena backward-looking, karena model ini memenuhi asumsi klasik,

sedangkan model lain, forward-looking dan Gali-Getler, terdapat penyimpangan asumsi klasik.

Oleh karena itu yang dianalisis lebih lanjut adalah model inflasi backward-looking.

Inflasi Indonesiasetelah krisis 2008 juga cenderung mengarah ke country-centric. Hal itu

ditunjukkan dengan signifikannya variabel output gap domestik sedangkan output gap dunia

tidak berpengaruh terhadap inflasi domestik.. Implikasinya, Bank Indonesia akan lebih mudah

dalam mengendalikan inflasi domestik karena inflasi domestik lebih dipengaruh oleh faktor-

faktor internal dari pada faktor luar negeri.

Meski faktor dunia tidak berpengaruh terhadap inflasi Indonesia sesudah krisis 2008,

Bank Indonesia tetap harus memperkuat kerja sama dengan Pemda dalam mengendalikan inflasi

daerah, karena adanya inflasi bisa menurunkan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi

masyarakat yang pendapatannya cenderung tetap.

Page 27: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

27

DAFTAR PUSTAKA

Aksoy Y., A. Orphanides, D. Small, V. Wieland dan David Wilcox, 2003, A Quantitative

Exploration of The Opportunistic Approach to Disinflation, CEPR Discussion Papers, no.

4073, September.

Alan A. Rabin, 2004, Monetary Theory, Edward Elgar Publishung limited.

Arintoko, 2011, Pengujian Netralitas Uang dan Inflasi Jangka Pnajang Di Indonesia, Buletin

Ekonomi Moneter dan Perbankan.

Ball, L.M., 2006. Has Globalization Changed Inflation?.National Bureau of Economic Research

No. 12687.

Bernanke, B. S., 2007, Globalization and Monetary Policy,Remark by the Chairman of The

Board of Governors of th US Federal Reserve Syatem, at the Fourth Economic Summit,

Stanford Institute for Economic Policy Research, Stanford, California, March 2.

Borio, C., and A. Filardo, 2007. Globalization and Inflation: New Cross-Country Evidence on

the Global Determinants of Domestic Inflation. Bank for International Settlements BIS

Brian Snowdon and Howard R. Vane, Modern Macroeconomics-Its Origin Development and

Current State.

CAI Menghan, 2008, Is Globalization Operating to Reduce Inflation: Evidence from six OECD

Countries, Thesis 178.899

Carlstrom, C.T. dan T. S. Fuerst, 2006, Central Bank Independence and Inflation: A Note,

Federal Reserve Bank of Cleveland Working Paper N0. 06/21: 1 – 11.

Charles Engel, Inflation and Globalization: A Modelling Perspective, BIS (Bank for

International Settlements) Paper No. 70.

Chen, Imbs dan Scott (2004), Competition, Globalization and The Decline of Inflation, CEPR

Discussion Paper, No. 6495, October.

Chris Peacock dan Ursel Baumann, 2008, Globalisation, Import Prices and Inflation Dynamics,

Working Paper no. 359, Bank of England

Cicarelli M. Dan Mojon B., 2005, Global Inflation, Working Paper Paper Series No.

537/Oktober 2005

Clarida, Richard; Jordi Gali; dan Mark Getler, 2002, A Simple Framework for International

Monetary Policy Analisis, Journal of Monetary Econonomics,49, 913-940.

Denise Cote dan Carlos de Resende, 2008, Globalization and Inflation: The Role of China,Bank

of Canada Working Paper 2008-35.

Etienne Farque dan Ali Shah Syed Serfaraz, 2009, Is Asia Different? New Evidence on The

Globalization-Inflation Nexus.

Engel, Charles, 2011, Currency Misallignment and Optimal Monetary Policy: A Reexamination,

American Economic Review 101, 2796-2822.

Engel, Charles, 2012, Inflation and Globalisation: A Modelling Perspective, BIS Paper No. 70.

Frankel, J., 2006. What Do Economist Mean by Globalization? Implications for Inflation and

Monetary Policy.www.ksghome.harvard.edu.

Gali, J. dan Gertler, M., 2000, Inflation Dynamic: A Structural Econometric Analysis, NBER

Working Paper Series.

Gregory Mankiw, 2003, Macroeconomics, Worth Publisher New York.

Gujarati, D., 2003, Basic Econometrics, McGraw-Hill.

Heinz-Peter Spahn, 2009, The New Keynesian Microfoundation of Macroeconomics,

Hohenheimer Diskussionsbeitrage, Universitat Hohenheim.

Page 28: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

28

Hooper, P., M. Spencer, and C. Dobridge, 2006.Understanding US Inflation.Global Market

Research (July).

International Monetary Fund, 2006, How Has Globalization Affected Inflation?World Economic

Outlook Chapter III, April.

Ihrig, Kamin, Lindner dan Marquez (2007), Some Simple Test of the Globalization and Inflation

Hypothesis.International Financial Discussion Papers-Board of Governors of the

Federal Reserve System No.891.

John B. Taylor, 2010, Globalization and Monetary Policy: Mission Impossible, National Bureau

of Economic Research

Joseph P. Byrne, Fatima Kaneez dan Alexandros Kontonikas, 2010, Inflation and Globalization:

A Dynamic Factor Model with Stochastic Volatility.

Kamin, S. B., M. Marazzi and J. W. Schindler, 2004, Is China’s Exporting Deflation?Federal

Reserve Board of Governors International Finance Discussion Paper 2004/79: 1-68.

Kumar, M. S., B. Taimur, J. Decressin, C.F. MacSonacgh, dan T. Feyziogulu, 2003, Deflation:

Determinants, Risks and Policy Option-Finding of an Interdepartmental Task Force, IMF

Occasional Paper 221, Washington D.C.: International Monetary Fund, June.

Lane, P. R. (1997), Inflation in Open Economics, Journal of International Economics42, pp.

447-462.

M. Maula Al Arif dan Achmad Tohari, 2006, Peranan Kebijakan Moneter Dalam Menjaga

Stabilitas Perekonomian Indonesia Sebagai Respon Terhadap Fluktuasi Perekonomian

Dunia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan

McCandless, G.T., Jr dan W.E. Weber. 1995, Some Monetary Facts, Federal Reserve Bank of

Minneapolis Quaterly Review, 19 (3): 2-11.

Michael Parkin, 2008, Macoeconomics, Pearson Addison Wesley.

Morel, L. 2007, The Direct Effect of China on Canadian Consumer Prices: An Empirical

Assessment, Bank of Canada Discussion Paper No. 10.

N. Gregory Mankiw, 2003, Teori Makroekonomi, Erlangga.

Odusanya, I.A. dan A. A. Atanda, 2010, Analysis of Inflasion and It‟s Determinant in Nigeria.

Pakistan Journal of Social Sciences, Vo. 7 No. 2 Pg. 97-100.

Pain, N., I. Koske, and M. Sollie, 2006.Globalization and Inflation in the OECD

Economies.OECD Economics Department Working Paper No. 524..

Rogoff, K., 2003. Globalization and Global Disinflation.Federal Reserve Bank of Kansas City.

Rogoff, K., 2006. Impact of Globalization on Monetary Policy.Federal Reserve Bank of Kansas

City.

Romer, D., 1991. Openness and Inflation: Theory and Evidence. National Bureau of Economic

Research Working Paper No. 3936, Cambridge.

Romer, D. (1993), Openness and Inflation: Theory and Evidence, Quarterly Journal of

Economics, 108 (4), pp. 865-903

Romer, D. (1998), A New Assesment Of Openness and Inflation: Reply, Quarterly Journal of

Economics, CXII (2), pp. 649-652.

Rudiger Dornbusch, Stanley Fischer & Richard Startz, 2004, Makroekonomi, PT Media Global

Edukasi.

Rumler F, 2007, Estimate of The Economy New Keynesian Phillips Curve for Euro Area

Countries, in: Open Economy Review, 18, 427-451.

Taylor, J., 2009, Globalization and Monetary Policy: Mission imposible, The International

Dimension of Monetary Policy, National Bureau of Economic Research Forth Coming

Page 29: DAMPAK KETERBUKAAN EKONOMI DAN OUTPUT GAP …

29