daftar lengkap obat anti alergi antihistamin dan efek

18
Daftar Lengkap Obat Anti Alergi Antihistamin dan Efek Sampingnya Posted on Agustus 6, 2013 by GrowUp Clinic Daftar Lengkap Obat Anti Alergi Antihistamin dan Efek Sampingnya Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor- H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam) Berbagai Jenis Antihistamin H 1 -receptor antagonists Dalam penggunaan umum, antihistamin merujuk hanya untuk antagonis H1, juga dikenal sebagai antihistamin H1. Telah ditemukan bahwa antihistamin H1-agonis adalah benar-benar berlawanan dengan reseptor histamin H1. Secara klinis, H1 antagonis digunakan untuk mengobati reaksi alergi. Sedasi adalah efek samping yang umum, dan antagonis H1 tertentu, seperti diphenhydramine dan Doksilamin, juga digunakan untuk mengobati insomnia. Namun, antihistamin generasi kedua ini tidak melewati penghalang darah- otak, dan dengan demikian tidak menyebabkan kantuk. Azelastine Brompheniramine Buclizine Bromodiphenhydramine Carbinoxamine Cetirizine Chlorpromazine (antipsychotic) Cyclizine Chlorpheniramine Chlorodiphenhydramine Clemastine

Upload: akyafauzan

Post on 21-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FAY

TRANSCRIPT

Daftar Lengkap Obat Anti Alergi Antihistamin dan EfekSampingnyaPosted onAgustus 6, 2013byGrowUp ClinicDaftar Lengkap Obat Anti Alergi Antihistamin dan Efek SampingnyaPemberian obat alergi untuk penderitaalergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam)Berbagai Jenis AntihistaminH1-receptor antagonistsDalam penggunaan umum, antihistamin merujuk hanya untuk antagonis H1, juga dikenal sebagai antihistamin H1. Telah ditemukan bahwa antihistamin H1-agonis adalah benar-benar berlawanan dengan reseptor histamin H1. Secara klinis, H1 antagonis digunakan untuk mengobati reaksi alergi. Sedasi adalah efek samping yang umum, dan antagonis H1 tertentu, seperti diphenhydramine dan Doksilamin, juga digunakan untuk mengobati insomnia. Namun, antihistamin generasi kedua ini tidak melewati penghalang darah-otak, dan dengan demikian tidak menyebabkan kantuk. Azelastine Brompheniramine Buclizine Bromodiphenhydramine Carbinoxamine Cetirizine Chlorpromazine (antipsychotic) Cyclizine Chlorpheniramine Chlorodiphenhydramine Clemastine Cyproheptadine Desloratadine Dexbrompheniramine Deschlorpheniramine Dexchlorpheniramine Dimenhydrinate (most commonly used as an antiemetic) Dimetindene Diphenhydramine (Benadryl) Doxylamine (most commonly used as an OTC sedative) Ebastine Embramine Fexofenadine Levocetirizine Loratadine Meclozine (sering digunakansebagai antiemetik) Olopatadine Orphenadrine (sejenis diphenhydramine digunakan terutama sebagai relaksan otot rangka dan anti-Parkinson) Phenindamine Pheniramine Phenyltoloxamine Promethazine Pyrilamine Quetiapine (antipsychotic) Rupatadine Tripelennamine TriprolidineH2-receptor antagonistsAntagonis H2, seperti antagonis H1, juga agonis dan antagonis terbalik tidak benar. H2 reseptor histamin, ditemukan terutama di sel parietal dari mukosa lambung, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, mengobati kondisi pencernaan termasuk tukak lambung dan penyakit gastroesophageal reflux. Cimetidine Famotidine Lafutidine Nizatidine Ranitidine RoxatidineExperimental: H3- and H4-receptor antagonistsObat ini baru dalam tahap eksperimental dan belum memiliki penggunaan klinis, meskipun sejumlah obat ini sedang dalam percobaan manusia. H3-antagonis memiliki stimulan dan efek nootropic, dan sedang diselidiki untuk pengobatan kondisi seperti ADHD, penyakit Alzheimer, dan skizofrenia, sedangkan H4-antagonis tampaknya memiliki peran imunomodulator dan sedang diteliti sebagai obat anti-inflamasi dan analgesik .H3-receptor antagonists A-349,821 ABT-239 Ciproxifan Clobenpropit Conessine ThioperamideH4-receptor antagonists Thioperamide JNJ 7777120 VUF-6002Lainnya Atipical antihistaminObat ini menghambat aktivitas enzimatik dekarboksilase histidin: tritoqualine catechinMast cell stabilizersMast cell stabilizers untuk menstabilkan sel mast untuk mencegah degranulasi dan pelepasan mediator. Obat ini tidak biasanya digolongkan sebagai antagonis histamin, tetapi memiliki indikasi serupa. Cromoglicate (cromolyn) Nedocromil Beta 2 (2) adrenergic agonistsDERIVAT ETANOLAMIN Difenhidramin : BenadrylDi samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini juga bersifat spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.) Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg. Metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.)Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan Parkinson dan terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan neuroleptika. Dosis: oral 3 x sehari 50mg. Metildifenhidramin (Neo-Benodin)Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula. Dosis: 3 x sehari 20-40mg Dimenhidrinat (Dramamine, Searle)Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk perjalanan dan muntah-muntah sewaktu hamil. Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg Klorfenoksamin (Systral, Astra)Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%. Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil)Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever. Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll). Kiemastin: Tavegyl (Sandos)Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin). Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal). Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.DERIVAT ETILENDIAMIN Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan. Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba). Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat). Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain). Mepirin (Piranisamin)Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever. Dosis: 2-3 x sehari 25mg. Klemizol ( Allercur, Schering)Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur, Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering).DERIVAT PROPILAMINObat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat. Feniramin : Avil (Hoechst)Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka digunakan pula dalam obat-obat batuk. Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2 x sehari 50mg; krem 1,25%. Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF)Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek-efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan dalam obat batuk. Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada bentuk dl (rasemis)nya: dexklorfeniramin (Polaramin, Schering). Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d). Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck)Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana isomer-dextro juga aktif dan isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai obat batuk. Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat). Tripolidin :Pro-Actidil Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai kerjanya pesat dan bertahan lama, sampai 24 jam (sebagai tablet retard). Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.DERIVAT PIPERAZINObat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya bersifat long-acting, lebih dari 10 jam. Siklizin : MarzineMulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil pada trimester pertama. Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal)adalah derivat metilfenii dengan efek lebih panjang, tetapi mulai kerjanya baru sesudah 1-2 jam. Khusus digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg. Buklizin (longifene, Syntex)Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-acting dan mungkin efek antiserotonin. Disamping anti-emetik,juga digunakan sebagai obat anti pruritus dan untuk menstimulasi nafsu makan. Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg. Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi. Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg. Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di otak (betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam, efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping berdengung (vertigo, tinnitus). Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg. Flunarizin (Sibelium, Jansen)Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai antagonis-kalsium daya vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada vertigo dan sebagai pencegah migran.DERIVAT FENOTIAZINSenyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik. Prometazin: (Phenergan (R.P.))Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada anak-anak. Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis) Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg. Tiazinamium (Multergan, R.P.)Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada terapi pemeliharaan terhadap asma. Oksomemazin (Doxergan, R.P.)Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja dan penggunaan sama dengan prometazin, antara lain dalam obat batuk. Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg. Alimemazin (Nedeltran)Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya neuroleptik cukup baik. Digunakan sebagai obat untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga pada psikosis ringan. Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg. Fonazin (Dimetiotiazin)Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada terapi interval migraine. Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg. b.Isotipendil: Andantol (Homburg) Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan. Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg. Mequitazin (Mircol, ACP)Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai kerjanya cepat, efek-efek neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay fever, urticaria dan reaksi-reaksi alergi lainnya. Dosis: oral 2 x sehari 5mg. Meltidazin (Ticaryl, M.J.)Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama dianjurkan pada urticaria. Dosis: oral 2 x sehari 8mg.Obat Lain Dengan Khasiat Mirip AntihistaminBanyak obat yang digunakan untuk indikasi lain memiliki aktivitas antihistaminergicyang tidak diinginkanAntihistamin H1 dikelompokkan dalam AH1 tradisional atau konvensional (generasi I), dan AH1 non-sedatif (generasi I). Mereka dibagi dalam beberapa subkelas. EtilendiaminAntazolin, tripelanamin, pirilamin. EtanolaminKarbinoksamin, difenhidramin, doksilamin. AlkilaminKlorfeniramin, deksklorfeniramin, dimetinden, feniramin. PiperazinSetirizin, homoklorsiklizin, hidroksizin, oksatomid. PiperidinSiproheptadin. FenotiasinPrometasin. Lain-LainAkrivastin, astemizol, azatadin, klemastin, levokobastin, loratadin, mebhidrolin, terfenadin, ketotifen. Golongan antihistamin generasi baruadalah setirizin, akrivastin, astemizol, levokobastin, loratadin, dan terfenadin.Farmakokinetik Absorbsi AH1 berjalan sangat cepat setelah pemberian secara oral menyebabkan efek sistemik dalam waktu kurang dari 30 menit. Hepar merupakan tempat metabolisme utama (70-90%), dengan sedikit obat yang diekskresi dalam urin dalam bentuk yang tidak berubah.Penggunaan klinisAntihistamin adalah obat yang paling banyak dipakai sebagai terapi simtomatik untuk reaksi alergi yang terjadi. Semua jenis antihistamin sangat mirip aktivitas farmakologinya. Pemilihan antihistamin terutama terhadap efek sampingnya dan bersifat individual. Pada seorang pasien yang memberikan hasil kurang memuaskan dengan satu jenis antihistamin dapat ditukar dengan jenis lain, terutama dari subkelas yang berbeda. Rinitis alergik musiman dan rinitisalergik perenialsangat baik reaksinya terhadap antihistamin. Hampir 70-90% pasien rinitis alergik musiman mengalami pengurangan gejala (bersin, keluar ingus, sumbatan hidung). Hasil yang terbaik didapat bilamana antihistamin diberikan sebelum kontak. Walaupun pada rinitis vasomotor hasilnya kurang memuaskan tetapi efek antikolinergiknya dapat mengurangi gejala pilek. Urtikaria akutsangat bermanfaat untuk mengurangi ruam dan rasa gatal. Manfaatnya pada urtikaria kronik kurang dan pada keadaan ini AH1 pilihan adalah yang berefek sel rendah dan mempunyai masa kerja panjang, misal hidroksizin atau AH1 nonsedatif lainnya. Pemberiannya cukup sekali sehari sehing meningkatkan kepatuhan. Apabila gejala belum diatasi dapat dikombinasi dengan AH2, dan kalau perluditambah simpatomimetik. Reaksi anafilaksis akutantihistamin H1 digunakan sebagai terapi tambahan setelah epinefrin. Preparat yang banyak dipakai adalah difenhidramin. Padaserum sicknessantihistamin berfungsi untuk mengurangi urtikaria tetapi mempunyai efek yang kecil terhadap artralgia, demam, dan tidak mengurangi lama penyakitnya. Pada dermatitis kontak dan erupsi obat fikstum, antihistamin oral dapat mengurangi rasa gatal. Hindari penggunaan antihistamin topikal karena dapat menyebabkan sensititasi. Antihistamin juga dapat dipakai sebagai terapi tambahan pada reaksi alergi obat dan reaksi akibat transfusi.Efek samping MengantukAntihistamin termasuk dalam golongan obat yang sangat aman pemakaiannya. Efek samping yang sering terjadi adalah rasa mengantuk dan gangguan kesadaran yang ringan (somnolen). Efek antikolinergikPada pasien yang sensitif atau kalau diberikan dalam dosis besar. Eksitasi, kegelisahan, mulut kering, palpitasi dan retensi urin dapat terjadi. Pada pasien dengan gangguan saraf pusat dapat terjadi kejang. DiskrasiaMeskipun efek samping ini jarang, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan diskrasia darah, panas dan neuropati. SensitisasiPada pemakaian topikal sensitisasi dapat terjadi dan menimbulkan urtikaria, eksim dan petekie.Chlorpheniramin maleat Di Indonesia,Chlorpheniramin maleatatau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat. CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat (ITB,1991), CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin. Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun. CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan. Rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.Mekanisme kerja Antihistamin bekerja dengan cara kompetisi dengan histamin untuk suatu reseptor yang spesifik pada permukaan sel. Hampir semua AH1 mempunyai kemampuan yang sama dalam memblok histamin. Pemilihan antihistamin terutama adalah berkenaan dengan efek sampingnya. Antihistamin juga lebih baik sebagai pengobatan profilaksis daripada untuk mengatasi serangan. Mula kerja AH1 nonsedatif relatif lebih lambat; afinitas terhadap reseptor AH1 lebih kuat dan masa kerjanya lebih lama. Astemizol, loratadin dan setirizin merupakan preparat dengan masa kerja lama sehingga cukup diberi 1 kali sehari. Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen dapat menstabilkan sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya; juga ada yang menunjukkan penghambatan terhadap ekspresi molekul adhesi (ICAM-1) dan penghambatan adhesi antara eosinofil dan neutrofil pada sel endotel. Oleh karena dapat mencegah pelepasan mediator kimia dari sel mast, maka ketotifen dan beberapa jenis AH1 generasi baru dapat digunakan sebagai terapi profilaksis yang lebih kuat untuk reaksi alergi yang bersifat kronik.EFEK SAMPING Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif. AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut. INTOKSIKASI AKUT AH1Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak. Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. PAda anak kecil efek yang dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol. Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka dan sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut. PENGOBATAN INTOLSIKASIPengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada antidotum spesifik. Depresi SSP oleh AH1 tidak sedalam yang ditimbulkan oleh barbiturate. Pernapasan biasanya tidak mengalami gangguan yang berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik. Bila terjadi gagal napas, maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik daripada memberikan analeptic yang justru akan mempermudah timbulnya konvulsi. Bila terjadi konvulsi, maka diberikan thiopental atau diazepam. Sopir atau pekerja yang memerlukan kewaspadaan yang menggunakan AH1 harus diperingatkan tentang kemungkinan timbulnya kantuk. Juga AH1 sebagai campuran pada resep, harus digunakan dengan hati-hati karena efek AH1 bersifat aditif dengan alcohol, obat penenang atau hipnotik sedative.

Anti Alergi Klasik CTM Chlorpheniramin Maleat, Indikasi dan PenggunaannyaPemberian obat alergi untuk penderitaalergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Di pasaran banyak dijumpai berbagai jenis antihistamin dengan berbagai macam indikasinya. Antihistamin terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih. Penggunaan antihistamin secara rasional perlu dipelajari untuk lebih menjelaskan perannya dalam terapi karena pada saat ini banyak antihistamin generasi baru yang diajukan sebagai obat yang banyak menjanjikan keuntungan. Di Indonesia,Chlorpheniramin maleatatau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative atau menimbulkan rasa kantuk. Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat.CTM mengandung chlorpheniramine maleate. Chlorpheniramine maleate termasuk dalam kategori agen antialergi, yaitu histamin (H1-receptor antagonist). Chlorpheniramine maleate memiliki nama kimia 2-Pyridinepropanamine, b-(4-chlorophenyl)-N,N-dimethyl.Obat ini biasa digunakan untuk meredakan bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya.Penelitian pada hewan pada obat ini tidak menunjukkan risiko pada janin tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil. Penelitian pada hewan telah menunjukkan efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak dikonfirmasi dalam studi terkontrol pada wanita dalam 1 trimester, serta tidak ada bukti risiko pada trimester berikutnya.Obat golongan ini memiliki efek penenang yang relatif lemah dibandingkan dengan antihistamin generasi pertama. Chlorphenamine sering dikombinasikan dengan fenilpropanolamin untuk membentuk suatu obat alergi dengan antihistamin dan dekongestan. Antihistamin sangat membantu dalam kasus di mana alergi merupakan penyebab batuk atau pilek.CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Menurut Dinamika Obat (ITB,1991), CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin.Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan.Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut. CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.Indikasi Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair, hidung atau tenggorokan gatal, dan pilek yang disebabkan oleh hay fever (rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya. Syok anafilaktikKontraindikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap obat antihistamin

JUNI 4, 2012BYINDONESIA MEDICINEKortikosteroid Topikal, Jenis Penggolongan dan EfekSampingnyaKortikosteroid Topikal, Jenis Penggolongan dan Efek SampingnyaPemberian obat alergi untuk penderitaalergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.Kortikosteroid topikal masih memegang peran besar dalam inflamasi kulit. Steroid topikal adalah bentuk topikal kortikosteroid. Steroid topikal adalah obat topikal yang paling sering diresepkan untuk pengobatan ruam, eksim dermatitis, dan. Steroid topikal memiliki sifat anti-inflamasi, dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuan vasokonstriksi. Ada banyak produk steroid topikal. Semua persiapan di kelas masing-masing memiliki sifat anti-inflamasi yang sama, tetapi dasarnya berbeda dalam dasar dan harga. Namun ada kekhawatiran yang cukup besar, terkait efek samping. Dua yang terbesar adalah penipisan kulit dan efek sisitemik yaitu supresi HPA-axis dan sindrom Cushing.Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya,misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaituglukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroidyang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinyanyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,triamsinolon, dan betametason.Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yangefek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasiyang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air danelektrolit terlalu besar.Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit, melicinkan, ataumendinginkan area yang dirawatSemua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A D. Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapatditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17.Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestroldengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana. Hormon steroid adrenal disintesis darikolestrol yang terutama berasal dari plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadikolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadikortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon.Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan perbedaan pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya, dan pada konfigurasi stereo kimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21)memungkinkan terjadinya stereo isomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18) pada posisi 10 dan 13 berada di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan.Substitusi nukleus dalam bidang yang sama dengan bidang gugus ini diberi simbol cisatau . Substitusi yang berada di belakang bidang sistem cincin diberi simbol trans atau. Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom karbon yang mendahului. Hormonsteroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil bersudut (androstan, 19atom karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai samping karbon pada C17(pregnan, 21 atom karbon)Penggolongan menurut USA systemThe USA system menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan oleh kemampuan mereka untuk menyempitkan kapiler. Kelas I adalah yang terkuat atau superpotent. Kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan.Group ISangat poten dan kuat potensinya 600kali lebihkuat dibandingkanhydrocortisone Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate) Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene) Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox) Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon)Group II Fluocinonide 0.05% (Lidex) Halcinonide 0.05% (Halog) Amcinonide 0.05% (Cyclocort) Desoximetasone 0.25% (Topicort)Group III Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream) Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment) Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate) Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone)Group IV Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid) Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort) Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid) Flurandrenolide 0.05% (Cordran) Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort A ointment) Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion)Group V Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort,kenacort-a vail, cream, lotion) Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream) Desonide 0.05% (Tridesilon, DesOwen ointment) Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar, Synemol cream) Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream)Group VI Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream, ointment) Triamcinolone acetonide 0.025% (Aristocort A cream, Kenalog lotion) Fluocinolone acetonide 0.01% (Capex shampoo, Dermasmooth) Desonide 0.05% (DesOwen cream, lotion)Group VIIKelas terlemah dari steroid topikal. Memiliki permeabilitas lipid yang lemah, dan tidak dapat menembus membran mukosa baik. Hydrocortisone 2.5% (Hytone cream, lotion, ointment) Hydrocortisone 1% (Many over-the-counter brands)