d08esa

181
ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA YOGYAKARTA SKRIPSI EKO SAPUTRO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: tulik-mamaeabid

Post on 05-Dec-2014

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: D08esa

ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

EKO SAPUTRO

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: D08esa

RINGKASAN

EKO SAPUTRO. D14204087. 2008. Analisis Mutu Fisik, Kimia dan

Organoleptik Susu Bubuk SGM 3 Madu PT Sari Husada Yogyakarta. Skripsi.

Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA.

Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.

Produk susu bubuk yang beredar di pasaran dapat mengalami kerusakan

mutu, baik mutu fisik, kimia, organoleptik, mikrobiologi maupun biokimia/gizi.

Faktor utama yang menyebabkan kerusakan tersebut adalah oksigen, cemaran metal,

suhu penyimpanan dan kadar air. Kerusakan mutu diantaranya berupa penyimpangan

cita rasa, penurunan daya larut dan nilai gizi. Kerusakan-kerusakan tersebut harus

dicegah dan dihindari agar produk tetap layak untuk dikonsumsi oleh pelanggan.

Analisis mutu bahan baku sampai dengan produk jadi harus dilakukan perusahaan

sebelum produk diedarkan di pasaran untuk menjamin keamanan produk bagi

konsumennya.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem jaminan mutu pada susu

bubuk yang baik melalui pendekatan analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik dari

bahan setengah jadi dan bahan jadi susu bubuk merk Susu Gula Minyak (SGM) yang

diproduksi pertama kalinya oleh PT Sari Husada. Susu bubuk merk SGM yang

dipilih untuk dianalisis mutunya adalah SGM 3 Madu. Susu bubuk ini baru akan

diluncurkan di awal tahun 2008 dengan desain kemasan yang baru dan formulasi

baru yang diperkaya dengan bahan prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto

Oligo Saccharide (FOS dan GOS), vitamin C dan Docosa Hexaenoic Acids dan

Linoleic Acids (DHA dan LA).

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder hasil analisis mutu

yang dilakukan di laboratorium QA dan QC selama bulan Juli 2007. Data ini

merupakan hasil analisis mutu pada setiap jenis kriteria mutu fisik, kimia dan

organoleptik bahan setengah jadi dan bahan jadi berupa data atribut dan variabel.

Bahan setengah jadi adalah compounded product yang merupakan campuran liquid

MST (mixed storage tank) dan dried product yaitu base powder ex dryer. Bahan jadi

adalah blended product yaitu finish powder ex blending atau bin filling. Jenis kriteria

mutu yang dianalisis, untuk kriteria mutu fisik meliputi floaters/sinkers, bulk density

(BD), curd atau white flecks dan cream layer. Kriteria mutu kimia yang dianalisis

adalah nilai pH dan kadar lemak. Kriteria mutu organoleptik yang dianalisis meliputi

penampakan, warna, rasa dan cita rasa.

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis posisi rataan dan keragaman-

nya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan yang disusun

berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar Codex. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik deskriptif dan metode

pengendalian mutu statistik. Alat analisis pengendalian mutu statistik yang

digunakan adalah bagan kendali atau control chart.

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa rata-rata dan keragaman

mutu dari kriteria mutu fisik dan kimia bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3

Madu ada yang sudah terkendali dan ada yang masih belum terkendali dengan baik.

Page 3: D08esa

iii

Meskipun demikian, semua kriteria mutu fisik dan kimia yang telah dianalisis masih

berada dalam batas spesifikasi perusahaan. Kriteria mutu organoleptik bahan baku

dan bahan jadi SGM 3 Madu tidak ada yang cacat atau menyimpang serta sudah

sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Kata-kata Kunci: SGM 3 Madu, analisis mutu, mutu fisik, mutu kimia, mutu

organoleptik

Page 4: D08esa

ABSTRACT

Physical, Chemistrial and Sensorial Quality Analysis

of SGM 3 Madu Milk Powder at PT Sari Husada

Yogyakarta

Saputro, E., R.R.A. Maheswari and Z. Wulandari

Bulk density is one of more of the main parameter of milk powder solubility index

when its reconstituted in the water. Curds or white flecks, floaters, sinkers and cream

layer is the main parameter of the quality performance reconstitution result of milk

powder in the water. Solubility index in the water which is fast and not appear

curds/white flecks, floaters, sinkers and cream layer in solution is the most ideal

condition. Value of pH is the common indicator to defect a devition of milk powder

quality because of raw material, processing tools or machines, processing operator

and production process. Fat content is a critical control point of milk powder quality

because determine its density in the water and quality performance; main caused of

rancid and cream layer appear; and give unique characteristics of performance,

tecture, taste and flavor. The study were to analyze physical quality, chemistry and

sensory raw material and finished material of SGM 3 Madu milk powder which

produced since Juli 2007 showed that average and diversity quality of physical and

chemistry quality criteria raw and finished material SGM 3 Madu is controlled and

uncontrolled well. Eventhough all the phsical and chemistry quality criteria still in

the specification limit of the company policy. Sensory quality of raw and finished

material SGM 3 Madu was not defect/non conformance or suitable whith the

specification of company policy.

Keywords: SGM 3 Madu Milk Powder, Quality Analysis, Physical Quality,

Chemistrial Quality, Sensorial Quality

Page 5: D08esa

ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA

YOGYAKARTA

EKO SAPUTRO

D14204087

Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: D08esa

ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA

YOGYAKARTA

Oleh

EKO SAPUTRO

D14204087

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Juli 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.

NIP. 131 671 595 NIP. 132 206 246

Dekan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr.

NIP. 131 955 531

Page 7: D08esa

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1983 di Grobogan Jawa Tengah.

Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Rusmin

(almarhum) dan Ibu Suwarti.

Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di kecamatan Kradenan

Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993

di SDN Crewek 1, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun

1999 di SMPN 1 Kradenan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada

tahun 2002 di SMUN 1 Kradenan.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil

Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

pada tahun 2004.

Biaya administrasi serta kebutuhan sarana dan prasarana akademik penulis

selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dicukupi dari berbagai

beastudi yang berhasil diperolehnya. Beastudi tersebut diantaranya beastudi ETOS

Dompet Dhuafa Republika untuk biaya masuk dan biaya tahun pertama di IPB;

beastudi PERSADA dari alumni mahasiswa Indonesia di Jepang selama setahun

pertama di IPB; beastudi KS4 (Karya Salemba Empat) dari alumni mahasiswa UI

selama satu tahun di tingkat kedua; beastudi PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)

dari DIKTI selama dua tahun di tingkat dua dan tiga; dan beastudi Bantuan Belajar

Mahasiswa (BBM) dari DIKTI selama satu tahun di tingkat keempat atau terakhir.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan

tingkat fakultas di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Forum Aktivitas Mahasiswa

Muslim (FAMM) Al An’Aam Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan

lembaga kemahasiswaan tingkat universitas di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al

Hurriyyah Institut Pertanian Bogor. Selain organisasi kemahasiswaan di dalam

kampus penulis juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu organisasi massa

(ORMAS) dan organisasi kepemudaan (OKP) di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI) Komisariat Institut Pertanian Bogor dan KAMMI Daerah

Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis juga menjalani aktivitas sebagai

asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Pertanian Bogor.

Page 8: D08esa

KATA PENGANTAR

Industri pangan dan usaha ekonomi lainnya mempunyai hubungan yang erat

sekali dengan masalah mutu, karena hanya produk pangan atau hasil industri yang

bermutu, aman dan dimaui konsumenlah yang dapat dijual. Kelemahan atau

keteledoran dalam pengendalian mutu hasil industri pangan dapat berakibat fatal.

Menghadapi era industrialisasi, pengendalian mutu menjadi faktor kunci dalam

pengembangan industri dan dalam persaingan produknya di pasaran global.

Konsumen semakin menuntut produk pangan yang beragam dan bermutu yang

dicirikan dengan berselera, praktis, terjangkau serta ASUH (aman, sehat, utuh dan

halal).

Pengendalian mutu mencakup kegiatan-kegiatan: uji mutu, analisis mutu dan

penilaian mutu. Kegiatan tersebut pada industri modern, dilakukan berdasarkan uji

atau analisis mutu objektif (fisik dan kimia) menggunakan instrument fisik. Selain

analisis mutu objektif, pada industri pangan juga sangat diperlukan uji atau analisis

mutu subjektif (organoleptik) menggunakan instrument indrawi manusia.

Skripsi ini disusun untuk mendeskripsikan proses pengendalian mutu fisik,

kimia dan organoleptik produk setengah jadi dan produk jadi dari susu bubuk SGM 3

Madu yaitu liquid mixed storage tank (MST), base powder ex dryer dan finish

powder ex blending atau bin filling. SGM 3 Madu merupakan susu bubuk yang

diproduksi oleh PT Sari Husada Yogyakarta. Produk ini adalah produk lama yang

dikembangkan dan diperbaiki mutunya secara terus-menerus sampai dengan saat ini.

Saat ini SGM 3 Madu dikembangkan dan diperbaiki mutunya dengan diperkaya

prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS).

FOS dan GOS adalah nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme alami yang bersifat

baik dalam pencernaan, khususnya bakteri asam laktat (BAL).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Segala masukan dan koreksi akan penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amiin.

Bogor, 16 Juli 2008

Penulis

Page 9: D08esa

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ............................................................................................... ii

ABSTRACT .................................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

Latar Belakang................................................................................... 1

Tujuan ............................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3

Susu ................................................................................................. 3

Komponen-komponen Susu .................................................. 3

Air ............................................................................ 3

Karbohidrat ............................................................... 3

Lemak ....................................................................... 4

Protein ...................................................................... 4

Enzim ....................................................................... 4

Vitamin ..................................................................... 4

Mineral ..................................................................... 5

Komposisi Susu ..................................................................... 6

Susu Bubuk ...................................................................................... 6

Jenis-jenis Susu Bubuk ......................................................... 7

Proses Pembuatan Susu Bubuk ............................................. 8

Spray Drying ............................................................ 9

Drum Drying ............................................................ 10

Freeze Drying ........................................................... 10

Standar Mutu Susu Bubuk .................................................... 11

Bahan Fortifikasi atau Suplementasi Susu Bubuk ............................ 13

Madu .................................................................................... 13

Komponen-komponen Madu .................................... 13

Komposisi Madu ...................................................... 13

Manfaat Madu .......................................................... 14

Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik ......................................... 15

Probiotik ................................................................... 15

Page 10: D08esa

x

Prebiotik ................................................................... 16

Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo

Saccharide (FOS dan GOS) .......................... 17

Sinbiotik ................................................................... 18

Docosa Hexaenoic Acids dan Arachidonic Acids (DHA

dan AA) ............................................................................... 18

Vitamin C ............................................................................ 19

Kontaminan (Bahan Cemaran) Fisik yang Berbahaya dalam Susu

Bubuk ............................................................................................. 21

Metal ................................................................................... 21

Merkuri (Hg) ............................................................ 21

Timbal (Pb) .............................................................. 22

Kadmium (Cd) .......................................................... 22

Tembaga (Cu) ........................................................... 22

Besi (Fe) ................................................................... 22

Mutu ................................................................................................ 23

Standar dan Spesifikasi ........................................................ 24

Quality Management (Manajemen Mutu) ............................. 25

Quality Assurance (Jaminan Mutu) ...................................... 26

Quality Control (Pengendalian Mutu) .................................. 26

Statistical Quality Control (Pengendalian Mutu Statistik) .... 27

Alat Pengendalian Mutu Statistik .............................. 28

Check Sheet (Lembar Pemeriksaan) ............. 28

Stratification (Pengelompokan) .................... 28

Scatter Diagram (Diagram Pencar) .............. 28

Diagram Pareto ............................................ 29

Histogram .................................................... 29

Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa atau

Diagram Sebab Akibat) ................................. 29

Control Chart (Bagan Kendali atau Bagan

Kendali Shewhart) ......................................... 30

Control Chart (Bagan Kendali atau Bagan Kendali Shewhart) ......... 30

Fungsi Bagan Kendali .......................................................... 30

Jenis-jenis Bagan Kendali .................................................... 31

Bagan Kendali Atribut (Sifat) ................................... 31

Bagan Kendali Variabel ............................................ 33

Interpretasi Bagan Kendali ................................................... 34

Variabilitas Statistik dan Variabilitas Proses ............. 34

Batas Kendali dan Batas Spesifikasi ......................... 35

Analisa Kemampuan Proses ................................................. 35

METODE ...................................................................................................... 37

Lokasi dan Waktu .............................................................................. 37

Materi ................................................................................................ 37

Prosedur ............................................................................................ 38

Produksi SGM 3 Madu ......................................................... 38

Produksi Liquid MST ............................................... 40

Produksi Base Powder ex Dryer ............................... 42

Page 11: D08esa

xi

Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 44

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik ....................... 45

Analisis Mutu Fisik .................................................. 46

Bulk Density atau BD ................................... 46

Floaters dan Sinkers ..................................... 47

Curd atau White Flecks ................................ 48

Cream Layer ................................................ 48

Analisis Mutu Kimia ................................................. 49

Nilai pH ....................................................... 49

Kadar Lemak ................................................ 49

Analisis Mutu Organoleptik ...................................... 50

Liquid MST .................................................. 50

Base Powder ex Dryer dan Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling .............................. 51

Sampling (Pengambilan Sample) ........................................... 51

Liquid MST .............................................................. 51

Base Powder ex Dryer .............................................. 52

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............. 52

Retain Sample (Penyimpanan Sample) ................................... 52

Base Powder ex Dryer .............................................. 52

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............. 53

Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample .......................... 53

Pemberian Status Produk ...................................................... 53

Released ................................................................... 54

Non Conformance (NC) ............................................ 54

Rejected .................................................................... 56

Desain Penelitian .................................................................. 57

Macam dan Sumber Data ...................................................... 57

Pengumpulan Data ................................................................ 58

Analisa Data ......................................................................... 59

Analisis Bagan Kendali Variabel (Bagan Kendali x

dan R) ....................................................................... 59

Analisis Bagan Kendali Atribut (Bagan Kendali c) 61

Analisis Kemampuan Proses ..................................... 63

KEADAAN UMUM PT SARI HUSADA ................................................... 64

Visi, Misi dan Budaya Perusahaan ................................................... 64

Visi ....................................................................................... 64

Misi ...................................................................................... 64

Budaya ................................................................................. 64

Sejarah Ringkas Berdirinya Perusahaan ........................................... 64

Sejarah Perkembangan Produk ......................................................... 66

Lokasi Perusahaan ........................................................................... 66

Struktur Organisasi .......................................................................... 67

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan ................................ 69

Ketenagakerjaan ................................................................... 69

Kesejahteraan Karyawan ....................................................... 70

Bahan Baku dan Pengadaannya ........................................................ 71

Page 12: D08esa

xii

Whole Milk (Susu Segar) ....................................................... 71

Skim Milk Powder (SMP) ..................................................... 72

Sukrosa Halus (Gula Pasir) ................................................... 72

Mixed Vegetable Oil atau MVO (Minyak Nabati) ................. 72

Premix Vitamin .................................................................... 72

Air Proses ............................................................................. 73

Konsentrat Laktosa ............................................................... 73

Whey Protein Concentrat (WPC) .......................................... 73

Madu Bubuk ......................................................................... 73

Peralatan atau Mesin Produksi di PT Sari Husada ............................ 73

Penerapan Sertifikasi Halal di PT Sari Husada ................................. 76

Sistem Mutu Produk ........................................................................ 77

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 80

Analisis Mutu Fisik .......................................................................... 80

Bulk Density (BD) ................................................................. 81

Floaters ................................................................................ 87

Sinkers ................................................................................. 93

Curd atau White Flecks ......................................................... 100

Cream Layer ......................................................................... 106

Analisis Mutu Kimia ........................................................................ 111

Nilai pH ................................................................................ 111

Kadar Lemak ........................................................................ 119

Analisis Mutu Organoleptik ............................................................. 125

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 135

Kesimpulan ...................................................................................... 135

Saran ................................................................................................ 136

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 137

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 138

LAMPIRAN .................................................................................................. 143

Page 13: D08esa

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Vitamin dalam Susu ................................................... 5

2. Persentase Unsur-unsur Mineral di dalam Susu ............................. 5

3. Rataan dan Variasi Komposisi Kimiawi Susu Sapi ........................ 6

4. Komposisi Komponen-komponen Susu Sapi Friesian dan Guernsey

(per 100 g Susu) ............................................................................ 7

5. SNI 01-2970-1999 untuk Standar Mutu Susu Bubuk ..................... 11

6. Standar Codex untuk Mutu Susu Bubuk . ....................................... 12

7. Persentase Rataan Komposisi Madu di Indonesia .......................... 14

8. Berbagai Jenis Prebiotik Komersial ............................................... 17

9. Jenis-jenis Bagan Kendali dan Kegunaannya ................................ 31

10. Daftar Bahan Baku Product in Process dari SGM 3 Madu ............ 38

11. Daftar Peralatan Produksi SGM 3 Madu ....................................... 38

12. Daftar Kriteria Mutu Product in Process dari SGM 3 Madu yang

Dianalisis ...................................................................................... 46

13. Kategori Hasil Pemeriksaan Curd atau White Flecks ..................... 48

14. Daftar Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample ....................... 53

15. Data-data yang Digunakan di dalam Penelitian ............................. 57

16. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 1968-2002 67

17. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 2003-2007 68

18. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Bulk Density (BD) .. 82

19. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk BD ......................... 87

20. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Floaters ................... 88

21. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Floaters ................. 93

22. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Sinkers .................... 94

23. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Sinkers ................... 100

24. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Curd atau White Flecks 101

25. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Curd atau White Flecks 106

26. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Cream Layer ........... 107

27. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Cream Layer .......... 111

28. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Nilai pH .................. 112

29. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Nilai pH ................. 118

Page 14: D08esa

xiv

30. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Kadar Lemak ........... 120

31. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Kadar Lemak .......... 125

32. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Mutu Organoleptik .. 127

Page 15: D08esa

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk ................................... 9

2. Diagram Alir Pemahaman Mengenai Mutu ................................... 24

3. Hierarki Pemilihan Jenis Bagan Kendali ....................................... 32

4. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk SGM 3 Madu ............. 39

5. Diagram Alir Proses Produksi Liquid MST .................................. 41

6. Diagram Alir Proses Produksi Base Powder ex Dryer ................... 43

7. Diagram Alir Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 45

8. Tap Density Tester untuk Mengukur Bulk Density (BD) .................. 47

9. Label untuk Produk Berstatus Non Conformance (NC) ................... 54

10. Label untuk Produk Berstatus Karantina ....................................... 55

11. Label untuk Produk Berstatus Rejected ......................................... 56

12. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali x dan R ........................ 60

13. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali c .................................... 62

14. Diagram Alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair ........................... 74

15. Bagan Kendali x untuk BD Base Powder ex Dryer ...................... 83

16. Bagan Kendali R untuk BD Base Powder ex Dryer ....................... 83

17. Bagan Kendali x untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling ........................................................................................... 84

18. Bagan Kendali R untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling ........................................................................................... 84

19. Bagan Kendali x untuk Floaters Base Powder ex Dryer .............. 89

20. Bagan Kendali R untuk Floaters Base Powder ex Dryer ............... 89

21. Bagan Kendali x untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau

Bin Filling .................................................................................... 90

22. Bagan Kendali R untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau

Bin Filling .................................................................................... 90

23. Bagan Kendali x untuk Sinkers Base Powder ex Dryer ................ 96

24. Bagan Kendali R untuk Sinkers Base Powder ex Dryer ................. 96

25. Bagan Kendali x untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau

Bin Filling .................................................................................... 97

26. Bagan Kendali R untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling ........................................................................................... 97

Page 16: D08esa

xvi

27. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Base Powdeex

Dryer ............................................................................................ 103

28. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Base Powder ex

Dryer ............................................................................................ 103

29. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling ............................................................... 104

30. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling .............................................................. 104

31. Bagan Kendali x untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending

atau Bin Filling ............................................................................. 108

32. Bagan Kendali R untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending

atau Bin Filling ............................................................................. 108

33. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Liquid MST ............................. 113

34. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Liquid MST .............................. 113

35. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer .............. 114

36. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer .............. 114

37. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Finish Powder ex Blending atau

Bin Filling .................................................................................... 115

38. Bagan Kendal Bagan Kendali R untuk Nilai pH Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling .............................................................. 115

39. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Liquid MST .................... 121

40. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Liquid MST ...................... 121

41. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer ..... 122

42. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer ....... 122

43. Bagan Kendali x untuk kadar lemak Finish Powder ex Blending

atau Bin Filling ............................................................................. 123

44. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Finish Powder ex Blending

atau Bin Filling .............................................................................. 123

45. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST ............... 128

46. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer 128

47. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling .............................................................. 129

Page 17: D08esa

LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Proses Produksi SGM 3 Madu ................................. 144

2. Diagram Struktur Organisasi PT Sari Husada ................................ 145

3. Hasil Sertifikasi untuk PT Sari Husada ......................................... 146

4. Diagram Struktur Organisasi Tim Halal PT Sari Husada ............... 147

5. Hasil Analisis Bagan Kendali untuk Kriteria Mutu Bahan Setengah

Jadi dan Bahan Jadi SGM 3 Madu ................................................ 148

6. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk

Density (BD) Base Powder ex Dryer (g/ml) ................................. 151

7. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk

Density (BD) Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (g/ml) . 151

8. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu

Floaters Base Powder ex Dryer .................................................... 152

9. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu

Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .................... 152

10. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu

Sinkers Base Powder ex Dryer ...................................................... 153

11. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu

Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ...................... 153

12. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu

Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer ............................. 154

13. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Curd

atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ..... 154

14. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Cream

Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (cm) ................ 155

15. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai

pH Liquid MST ............................................................................ 156

16. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai

pH Base Powder ex Dryer ............................................................. 156

17. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai

pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ............................ 157

18. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar

Lemak Liquid MST (%) ................................................................ 157

19. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar

Lemak Base Powder ex Dryer (%) ................................................ 158

Page 18: D08esa

xviii

20. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar

Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (%) ................ 158

21. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST 159

22. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Base Powder

ex Dryer ....................................................................................... 160

23. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling .......................................................... 160

24. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian dan Deviasi Standar (σ)

untuk Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer ........................... 161

25. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian Baga Kendali c untuk

Organoleptik Liquid MST ............................................................. 162

26. Tabel Shewhart ............................................................................. 163

Page 19: D08esa

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab Pemerintahan

Negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945. Sumber daya manusia yang

cerdas membutuhkan asupan gizi pangan yang cukup, yaitu air, karbohidrat, protein,

lemak atau minyak, vitamin dan mineral. Kecerdasan manusia terutama dipengaruhi

oleh asupan gizi protein. Hasil ternak adalah penyedia atau sumber utama protein,

yaitu protein hewani. Susu, daging dan telur menjadi amunisi utama untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa, di samping pendidikan. Susu ternak adalah bahan

pengganti dan penerus air susu ibu (ASI) bagi manusia. Produk olahan susu segar

hasil diversifikasi sangat beragam, diantaranya susu pasteurisasi, susu sterilisasi,

susu bubuk, es krim, mentega, keju, kefir dan yoghurt. Keutuhan dan peningkatan

mutu produk hasil diversifikasi susu segar tersebut harus dijaga dan diusahakan

melalui komitmen mutu oleh perusahaan sebagai produsen.

Mutu produk yang unggul diantaranya: mempunyai mutu terbaik, harganya

rendah dan memiliki sifat yang istimewa. Mutu produk yang unggul akan

meningkatkan pangsa pasar dan harga jual produk diikuti dengan semakin

menurunnya biaya persatuan produk yang dihasilkan. Hal ini berujung pada

meningkatnya laba perusahaan yang harus ditindak lanjuti secara berkesinambungan

melalui peningkatan aktivitas reaserch and development (R&D) serta teknologi

produksi untuk mempertahankan dan meningkatkan keunggulan mutu produk yang

diproduksi oleh perusahaan.

Perusahaan harus benar-benar menjamin bahwa mutu produk yang diproduksi

dan dipasarkan dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan atau konsumen

dalam jangka waktu yang lama. Pelanggan atau konsumen selalu membeli produk

dengan penuh kepercayaan dan menggunakannya dalam jangka waktu yang lama

dengan kepuasan yang tinggi.

Spesifikasi mutu produk yang ditetapkan perusahaan (spesifikasi perusahaan)

harus disusun dan dikembangkan dari spesifikasi konsumen. Spesifikasi konsumen

dikembangkan dengan menilai karakteristik atau mutu sensori (organoleptik). Hasil

analisis organoleptik untuk mengembangkan profil produk yang dikorelasikan

dengan karakteristik atau mutu fisik dan kimia. Mutu produk perlu diukur dan

Page 20: D08esa

2

dikendalikan melalui identifikasi kritis terhadap daya terima produk oleh pelanggan

atau konsumen.

Spesifikasi perusahaan menjadi dasar pengendalian mutu produk dan proses

produksi. Spesifikasi perusahaan meliputi bahan mentah, proses produksi, produk

dan pengemasan. Spesifikasi produk sangat ditentukan oleh spesifikasi bahan mentah

dan spesifikasi proses produksi.

Pengendalian mutu mencakup: kegiatan uji mutu, analisis mutu dan penilaian

mutu. Analisis mutu produk dilakukan berdasarkan analisis mutu objektif (fisik dan

kimia) menggunakan instrument fisik dan analisis mutu subjektif (organoleptik)

menggunakan instrumen indrawi manusia. Kelemahan atau keteledoran dalam

pengendalian mutu pada industri pangan dapat menyebabkan kerusakan mutu produk

pangan yang berakibat sangat fatal. Kerusakan mutu produk pangan harus dicegah

dan dihindari agar produk pangan tetap disenangi dan dikonsumsi oleh

pelanggannya. Analisis mutu dari bahan baku sampai produk jadi harus dilakukan

oleh perusahaan sebelum diedarkan di pasaran.

Tugas akhir ini adalah hasil magang penelitian di PT Sari Husada yang

memproduksi susu bubuk merk SGM sejak tahun 1968. Susu bubuk merk SGM yang

diteliti adalah susu bubuk SGM 3 Madu yang merupakan produk lama yang

dikembangkan dan ditingkatkan mutunya dengan desain kemasan baru dan formulasi

baru, yaitu diperkaya dengan bahan prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto

Oligo Saccharide (FOS dan GOS); vitamin C serta Docosa Hexaenoic Acids dan

Linoleic Acids (DHA dan LA).

Tujuan

Magang penelitian ini mengkaji masalah khusus yang bertujuan untuk:

1) menganalisis kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi

dan bahan jadi SGM 3 Madu;

2) menganalisis posisi rataan dan keragaman mutu fisik, kimia dan organoleptik dari

bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3 Madu terhadap batas pengendalian

dan batas spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan; dan

3) menganalisis sebab-sebab terduga yang mengakibatkan penyimpangan mutu

fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3

Madu.

Page 21: D08esa

TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Susu didefinisikan sebagai sekresi normal kelenjar mamari/ambing mamalia,

atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat tanpa dikurangi atau

ditambah sesuatu (Soeparno, 1992; Syarief dan Irawati, 1988). Susu adalah hasil

ekskresi kelenjar susu binatang menyusui, yang dipandang dari segi gizi merupakan

bahan makanan yang hampir sempurna (Buckel et al., 1987). Definisi susu menurut

Hadiwiyoto (1983) adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang

dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat

serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambahkan bahan-bahan lain.

Komponen-komponen Susu

Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dan total solid tanpa

komponen lemak atau solid non fat (SNF). Total Solid (TS) yang terkandung dalam

susu rata-rata 13% dan solid non fat (SNF) rata-rata 9,5% (Rahman et al., 1992).

Menurut Adnan (1984), zat-zat yang ada di dalam air susu seperti air, lemak, protein,

gula dan mineral berada dalam tiga keadaan yang berbeda: 1) sebagai larutan sejati,

misalnya: hidrat arang, garam-garam organik, vitamin dan senyawa-senyawa

nitrogen bukan protein; 2) sebagai larutan koloidal, terutama partikel-partikel yang

besar yang dapat memberikan efek Tyndal, dalam golongan ini termasuk protein dan

enzim; 3) sebagai emulsi, seperti: lemak dan senyawa-senyawa yang mengandung

lemak yang terdapat sebagai emulsi berbentuk globula-globula.

Air. Air merupakan komponen terbanyak dalam susu. Jumlahnya mencapai 84-89%.

Air merupakan tempat terdispersinya komponen-komponen susu yang lain.

Komponen-komponen yang terdispersi secara molekuler adalah laktosa, garam-

garam mineral dan beberapa vitamin. Protein-protein kasein, laktoglobulin dan

albumin terdispersi secara koloidal, sedangkan lemak merupakan emulsi

(Hadiwiyoto, 1994).

Karbohidrat. Laktosa merupakan karbohidrat yang menyebabkan susu berasa

manis. Kandungan laktosa dalam susu adalah 4,5% (Rutgers dan Ebing, 1992).

Hadiwiyoto (1994), menjelaskan bahwa k omposisi susu sangat lengkap seperti kar-

Page 22: D08esa

4

bohidrat, laktosa, protein, lemak, vitamin dan air terdapat dalam susu.

Lemak. Air susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang di dalamnya

terkandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal

(Varnam dan Sutherland, 1994). Lemak susu terdapat di dalam susu dalam bentuk

jutaan bola kecil berdiameter antara 1-20 μm dengan garis tengah rata-rata 3 μm

(Buckle et al., 1987).

Protein. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki daya

cerna tinggi dan kaya akan protein, laktosa, mineral dan vitamin (Buckle et al,. 1987;

Varnam dan Sutherland, 1994). Protein susu terdiri atas kasein, laktalbumin dan

laktoglobulin. Kasein merupakan protein yang terbanyak jumlahnya daripada

laktalbumin dan laktoglobulin. Namun di samping ketiga jenis protein tersebut

terdapat pula protein lainnya sebagai enzim dan immunoglobulin (Hadiwiyoto,

1994). Protein dalam susu dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu

kasein (protein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin) dan protein

whey (protein yang dapat terdenaturasi oleh panas dengan suhu sekitar 650C) (Buckle

et al,. 1987).

Enzim. Susu mengandung beberapa enzim diantaranya : lipase, fosfatase,

peroksidase, katalase, galaktose, dehidrogenase dan lactose (Hadiwiyoto, 1994).

Enzim utama yang normal terdapat di dalam susu adalah: laktoperoksidase,

ribonuklease, antinoksidase, katalase, aldolase, laktase dan kelompok fosfatase,

lipase, esterase, protease, amilase dan oksidase (Daulay, 1990). Enzim-enzim yang

berfungsi sebagai indikator panas adalah fosfatase dan peroksidase dan enzim yang

menyebabkan kerusakan adalah lipase (Buckle et al., 1987).

Vitamin. Umumnya vitamin yang terdapat dalam susu adalah vitamin yang larut

dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air seperti

vitamin B dan C (Daulay, 1990). Susu, tinggi akan kandungan vitamin A yang

terlarut dalam lemak (Winarno, 1993). Kandungan vitamin di dalam susu dapat

dilihat pada Tabel 1.

Page 23: D08esa

5

Tabel 1. Kandungan Vitamin dalam Susu

Vitamin (per 100 g susu)

A (IU) 160

C (mg) 2,0

D (IU) 0,5 – 4,4

E (IU) 0,08

B

Thiamin (mg) 0,035

Riboflavin (mg) 0,17

Niacin (mg) 0,08

Pantothenic Acid (mg) 0,35 – 0,45

Folic Acids (μg) 3 - 8

Biotin (μg) 0,5

Pyrodoxin (mg) 0,05 – 0,1

Vitamin B12 (μg) 0,5

Sumber : Buckle et al., 1987

Mineral. Susu ternyata sangat sedikit mengandung mineral, khususnya besi, tetapi

merupakan sumber phospor yang baik dan sangat kaya akan kalsium (Winarno,

1993). Unsur-unsur mineral yang terkandung di dalam susu dapat dilihat pada Tabel

2.

Tabel 2. Persentase Unsur-unsur Mineral di dalam Susu

Unsur Kandungan dalam Susu

---------------------------------%.------------------------------

Potassium 0,140

Kalsium 0,125

Chlorine 0,103

Fosfor 0,096

Sodium 0,056

Magnesium 0,012

Sulfur 0,025

Sumber: Buckle et al., 1987

Page 24: D08esa

6

Komposisi Susu

Komposisi komponen-komponen susu dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi

susu sangat beragam, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: jenis ternak

(genetika), waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi, penyakit,

makanan ternak dan faktor dari luar. Komparasi komposisi komponen-komponen

susu dari jenis sapi perah yang berbeda (antara Friesian dan Guernsey) dapat dilihat

pada Tabel 4. Komposisi susu dibagi menjadi dua bagian yaitu 87,25% berupa air

dan 12,75% berupa zat padat, dimana zat padat dibagi lagi menjadi empat bagian

yaitu: lemak, protein, laktosa dan mineral (Buckle et al., 1987). Komposisi rata-rata

susu sebagai berikut: lemak 3,9 %, protein 3,4 %, laktosa 4,8 %, mineral 0,72 % dan

zat lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim fosfolipid dan vitamin

(Hadiwiyoto, 1994). Susu mengandung rata-rata 4% lemak; 3,5% protein; 4,7%

laktosa; 0,8% abu; 87% air serta total bahan padat 13% (Soeparno, 1992). Secara

umum susu sapi terdiri atas air 88,3%, lemak 3,5%, protein 3,2%, karbohidrat 4,3%

dan lain-lain 0,7% (Departemen Kesehatan RI, 1981).

Tabel 3. Rataan dan Variasi Komposisi Kimiawi Susu Sapi

Komponen Rataan Variasi ---------------------------------------%--------------------------------------

Protein 3,6 2,9 – 5,0

Lemak 3,7 2,5 – 6,0

Gula 4,8 3,6 – 5,5

Mineral 0,7 0,6 – 0,9

Air 87,2 85,8 – 89,5

Sumber : Hadiwiyoto, 1994

Susu Bubuk

Susu bubuk merupakan produk susu kering atau tepung susu yang dibuat

sebagai kelanjutan dari proses penguapan. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah

menguapkan sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan

(pengeringan). Biasanya kadar air dikurangi sampai di bawah 5% dan sebaiknya

harus kurang dari 2%. Susu utuh, susu skim dan bahkan campuran dari keduanya

dapat dikeringkan dan proses itu juga dapat diterapkan pada produk sampingan susu

seperti whey dan susu mentega (Buckle et al., 1987). Susu bubuk merupakan

Page 25: D08esa

7

produksi dari evaporated milk yang diproses lebih lanjut. Produk ini mengandung 2 -

4% air dan kebanyakan susu bubuk terbuat dari skim milk. Susu ini dikenal dengan

nama dried milk (Sirait, 1991). Susu bubuk menurut Arpah (1993), dibuat dari susu

segar, susu evaporasi, skim milk powder (SMP) dan butter milk powder (BMP) serta

unhidrous milk fat sehingga pengawasan mutu bahan juga dilakukan pada bahan-

bahan tersebut. Badan Standardisasi Nasional (1999), menyatakan susu bubuk

adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tanpa

penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Tabel 4. Komposisi Komponen-komponen Susu Sapi Friesian dan Guernsey

(per 100 g)

Komponen Friesian Guernsey

Air (g) 87,7 86,3

Lemak (g) 3,7 4,6

Protein (g)

Kasein 2,5 2,8

Protein whey 0,7 0,8

Laktosa (g) 4,7 4,7

Kalsium (g) 0,12 0,13

Retinol (µg) 37 (summer) 28 (summer)

25 (winter) 25 (winter)

Karoten (µg) 24 (summer) 50 (summer)

12 (winter) 24 (winter)

SNF (g) 8,7 9,1

TS (g) 12,4 13,7

Energi

(kJ) 268 314

(kkal) 64 75

Sumber : Maheswari, 2002

Jenis-jenis Susu Bubuk

Menurut Soeparno (1992), susu bubuk memiliki beberapa jenis: susu bubuk

kering dengan kadar lemak 3,1 %, susu krim dengan kandungan lemak 18%, susu

bubuk tanpa lemak yang dibuat dari skim dengan kandungan lemak kurang dari 0,5%

Page 26: D08esa

8

dan susu kering tanpa lemak instant yang berasal dari susu skim kering yang

dikeringkan. Menurut Hadiwiyoto (1983), ada beberapa jenis susu bubuk, antara lain:

1) susu bubuk penuh yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu segar yang tidak

mengalami separasi, kadar lemak susu penuh adalah 26%, sedangkan kadar airnya 5

%; 2) susu bubuk skim, yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu skim, susu bubuk ini

mengandung banyak protein, kadar airnya 5%; 3) bubuk krim atau bubuk susu

mentega yang dibuat dari krim yang banyak mengandung lemak; 4) bubuk susu

instant yang memerlukan alat tambahan dalam pembuatannya, yang disebut

instantizer untuk membentuk rongga-rongga udara pada pertikel-partikel susu bubuk

sehingga dapat mempertahankan daya larut susu dalam air; 5) jenis-jenis susu bubuk

lainnya, misalnya: susu bubuk whey, susu bubuk malt, susu bubuk coklat dan

sebagainya. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (1999), menyatakan ada

berbagai jenis susu bubuk, yaitu 1) full cream milk powder (susu bubuk berlemak)

adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk, 2) party skim milk

powder (susu bubuk rendah lemak) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian

lemaknya dan diubah menjadi bubuk, 3) skim milk powder (susu bubuk tanpa lemak)

adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk.

Proses Pembuatan Susu Bubuk

Menurut Judkins (1996), tahap-tahap proses pembuatan susu bubuk adalah

perlakuan pendahuluan, pemanasan pendahuluan dan pengeringan. Perlakuan

pendahuluan antara lain penyaringan atau klarifikasi, separasi dan standardisasi.

Pemanasan pendahuluan adalah menguapkan sebagian air yang terkandung oleh

susu, sampai mencapai kadar kurang lebih 45-50% menggunakan evaporator.

Menurut Suharto (1991), pengeringan pada dasarnya adalah suatu proses

pemindahan atau pengeluaran kandungan air bahan pangan hingga mencapai

kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan pangan dapat diperlambat.

Menurut Suyitno et al. (1989), pengeringan merupakan usaha yang dilakukan untuk

mengurangi air yang ada dalam bahan pangan sampai kadar air seimbang dengan

kelembaban relatif sekitarnya. Proses pengurangan air atau pengeringan pada susu

dapat dilakukan dengan berbagai alat baik dengan spray dryer dan drum atau roller

dryer (suhu tinggi) maupun freeze dryer (suhu rendah). Diagram alir pembuat-

an susu bubuk dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 27: D08esa

9

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk Sumber : Hadiwiyoto, 1983

Spray Drying. Spray drying atau pengeringan semprot merupakan salah satu bentuk

pengeringan yang sudah banyak diaplikasikan di industri pengolahan susu (Widodo,

2003). Spray drying merupakan proses pencampuran dan pengeringan suatu larutan

menjadi suatu bubuk yang homogen (Harris dan Karmas, 1975). Menurut

Hadiwiyoto (1983), prinsip pengeringannya adalah menyemprotkan susu ke dalam

ruangan yang panas melalui alat penyemprot yang disebut nozzel. Apabila susu yang

telah sedikit kental disemprotkan akan membentuk kabut dan akan kering oleh udara

panas dalam ruangan tersebut. Muljohardjo, (1990), menyatakan pengeringan

dengan menggunakan metode spray drying biasanya menggunakan udara pengering

atau panas yang akan mengalami kontak dengan bahan pangan yang dimasukkan ke

dalam spray dryer dan biasanya kandungan air yang dihasilkan antara 2-3 %.

Menurut Muljohardjo (1990), proses pengeringan semprot ini mencakup tiga

tahapan proses, yaitu proses atomisasi cairan, proses pencampuran udara panas

dengan tetes-tetes air dan proses pengeringan. Moster (1979) menyatakan, bahwa

pengeringan semprot merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

mengubah bentuk suatu produk dari bentuk cairan, bubur atau pasta ke bentuk kering

berupa tepung, butiran atau gumpalan. Pengeringan terdiri atas empat tahap, yaitu 1)

penyemprotan bahan melalui alat pentemprot atau atomisasi, 2) kontak antar partikel

hasil atomisasi dengan udara pengering, 3) penguapan air dari bahan dan 4)

pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bylund (1995),

Bahan baku

(Susu segar)

Pemanasan

Suhu 70-75 0C

Pencampuran &

+ Bahan tambahan

Penyaringan Pemanasan

70-75 0C Homogenisasi

Pengeringan

160-170 0C

Pemisahan Bubuk

Susu (Penyaringan)

Produk jadi

(Susu bubuk)

Page 28: D08esa

10

menyatakan bahwa proses pembuatan dengan spray dryer melalui 2 fase, yaitu

evaporasi dan pengeringan melalui spray tower. Menurut Harris dan Karmas (1975),

evaporasi awal pada pembuatan susu bubuk dilakukan hingga total solid sebanyak

50%.

Widodo (2003) menyatakan, bahwa pengeringan dengan menggunakan

metode spray drying akan memberikan pengaruh terhadap total bahan padat yang

dihasilkan dari susu bubuk. Suhu pengeringan yang tinggi akan menghasilkan susu

bubuk dengan kadar air rendah dan total bahan padat yang tinggi. Menurut Maree

(2003), keuntungan dari susu bubuk dengan metode spray drying adalah lebih mudah

dicerna dan lebih aman karena tidak menyebabkan alergi.

Drum Drying. Drum drying atau pengeringan rol atau silinder merupakan salah satu

bentuk pengeringan yang menggunakan satu atau dua drum besar berongga dengan

permukaan yang licin dan halus yang dapat berputar pada sumbunya (Priyanto,

1987). Pengeringan dengan metode ini, biasanya bahan pangan yang akan

dikeringkan berada di bagian permukaan drum pengering dan di dalam drum terdapat

media pemanas. (Widodo, 2003). Drum drying ini berbentuk silinder yang ujung-

ujungnya tertutup. Pengeringan ini menggunakan suhu 90-1500

C, waktu yang

diperlukan sangat pendek yaitu 6-30 detik. Susu dituangkan dalam dua silinder yang

saling memutar. Susu akan menjadi kering menempel pada permukaan silinder

(Hadiwiyoto, 1983). Susu kering akan terbentuk pada dinding drum dan disisir oleh

pisau sehingga bubuk terkelupas dari dinding drum (Harris dan Karmas, 1975).

Pembuatan susu bubuk menggunakan metode drum drying merupakan

metode yang paling hemat energi dan waktu tetapi nilai nutrisi susu akan turun

(Bylund, 1995). Nilai nutrisi susu turun karena proses karamelisasi karena

penggunaan panas yang sangat tinggi (Harris dan Karmas, 1975).

Freeze Drying. Freeze drying adalah suatu alat pengering dengan bahan yang

dikeringkan dalam keadaan telah dibekukan (Muljohardjo, 1990). Prinsip freeze

drying menurut Widodo (2003) adalah penguapan yang dilakukan dengan kondisi

vakum, yaitu uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku dan struktur

bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik dengan metode ini. Menurut Priyanto

(1987), pada freeze drying (pengeringan beku) terjadi dua proses yaitu pembekuan

Page 29: D08esa

11

dan pengeringan dengan sublimasi. Bahan pangan umumnya akan mendapat

perlakuan pembekuan terlebih dahulu dan setelah itu pengeringan dengan sublimasi.

Kadar air yang dihasilkan dari pengeringan beku berkisar antara 2-4 %. Market

Research (2005) memberikan petunjuk, bahwa faktor utama yang mempengaruhi

kesuksesan proses pengeringan menggunakan metode freeze drying adalah faktor

alat, kehampaan udara, konsentrasi produk, suhu kondensor, luas area produk,

karakter produk, ketebalan produk, air bebas, waktu retensi produk, bahaya kimia,

bahaya fisik dan bahaya mekanik.

Standar Mutu Susu Bubuk

Standar mutu susu bubuk berdasarkan SNI 01-2970-1999 dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. SNI 01-2970-1999 untuk Standar Mutu Susu Bubuk

Kriteria Mutu satuan susu bubuk

berlemak

susu bubuk

rendah lemak

susu bubuk

tanpa lemak

Bau - Normal Normal Normal

Rasa - Normal Normal Normal

Air b/b, % Maks. 4,0 Maks. 4,0 Maks. 4,0

Abu b/b, % Maks. 6,0 Maks. 9,0 Maks. 9,0

Lemak % Min. 26,0 1,5 - < 26,0 Maks. 1,5

Protein % Min. 25,0 Min. 26,0 Min. 34,0

Pati % Tidak nyata Tidak nyata Tidak nyata

Cemaran logam

Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0 Maks. 20,0

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3 Maks. 0,3 Maks. 0,3

Seng (Zn) mg/kg Maks. 40 Maks. 40 Maks. 40

Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03 Maks. 0,03

Arsen mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1

Cemaran Mikroba

TPC koloni/g Maks.5 x 105 Maks.5 x 105 Maks.5 x 105

Coliform APM Maks. 20 Maks. 20 Maks. 20

E. coli koloni/g Negatif Negatif Negatif

Salmonela koloni/100g Negatif Negatif Negatif

S. aureus koloni/g 1 x 102 1 x 102 1 x 102

Sumber: BSN, 1999

Page 30: D08esa

12

Standar susu bubuk menurut Codex Alimentarius Commission (CAC)

ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Standar Codex untuk Susu Bubuk

Kriteria Satuan Cream Powder

Whole Milk Powder

Party Skimmed Powder

Skimmed Powder

Lemak b/b, % maks. 42 maks. 26-42 maks. 5 maks. 1,5

Air b/b, % maks. 5 maks. 5 maks. 5 maks. 5

Protein b/b, % min. 34 min. 34 min. 34 min. 34

Stabilizer

Sodium sitrat g/kg

5 (single or combination) Potassium sitrat

Firming Agents

Sodium klorida limited by GMP

Kalsium klorida

Acidity Regulators

Sodium pospat

g/kg 5 (single or combination)

Potassium pospat

Dipospat

Tripospat

Polypospat

Sodium carbonat

Potassium karbonat

Emulsifier

Lesitin limited by GMP

Mono/digliserida g/kg 2,5

Anticaking Agents

Kalsium karbonat

g/kg 10 (single or combination)

Trikalsium orthopospat

Trimagnesium orthopospat

Magnesium karbonat

Magnesium oksida

Silicon dioksida

Kalsium silikat

Magnesium silikat

Sodium aluminosilikat

Kalsium aluminium silikat

Aluminium silikat

Antioksidan

L-asam askorbat g/kg 0,5 (single or combination)

Sodium askorbat

BHA b/b, % 0,01

Sumber: CAC, 1999

Page 31: D08esa

13

Bahan Fortifikasi atau Suplementasi Susu Bubuk

Madu

Menurut Codex Standard for Honey (1981), madu merupakan pemanis alami

yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga yang sedang mekar atau dari

sekresi bagian tanaman selain bunga atau sekresi bagian tanaman selain bunga yang

diisap oleh serangga, yang dikumpulkan lebah, diubah dan dicampur dengan zat-zat

tertentu dari tubuh lebah sendiri, disimpan dan dibiarkan dalam sisiran madu hingga

matang. Madu adalah bahan yang rasanya manis yang dihasilkan oleh lebah madu

(Apis mellifera) dan berasal dari sari bunga atau dari cairan yang berasal dari bagian-

bagian tanaman hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan senyawa-

senyawa tertentu oleh lebah dan disimpan dalam sarangnya.

Komponen-komponen Madu. Menurut Codex Standard for Honey (1981),

komponen utama madu adalah glukosa dan fruktosa. Senyawa-senyawa lain yang

terkandung dalam madu ialah protein, asam amino, enzim, asam-asam organik,

mineral, tepung sari bunga, sukrosa, maltosa, melezitosa dan oligosakarida lainnya

termasuk dekstrin. Warna madu bervariasi dari hampir tidak berwarna sampai coklat

gelap. Konsistensinya dapat encer, kental, atau berkristal. Citarasa dan aromanya

berbeda-beda, tergantung dari sumber asalnya, tetapi tidak mengandung bahan-bahan

tambahan. Sihombing (1997) menyatakan, bahwa madu yang sudah matang kadar

airnya rendah dan kandungan fruktosa (gula buah) tinggi. Kandungan air yang

rendah akan menjaga madu dari kerusakan untuk jangka waktu relatif lama.

Komposisi Madu. Rataan komposisi madu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.

Persentase gula dalam madu berkisar antara 95-99% dari bahan kering madu.

Sebagian besar dari gula dalam madu adalah gula sederhana fruktosa dan galaktosa

yang mencapai 85-95% dari total gula. Persentase yang besar dari gula sederhana ini

berpengaruh terhadap karakteristik sifat fisik dan nutrisi madu. Kadar air dalam

madu mempengaruhi umur simpan madu, hanya madu dengan kandungan air kurang

dari 18% yang dapat disimpan dengan sedikit resiko terhadap fermentasi. Asam

organik dalam madu mempengaruhi keasaman dan karakteristik rasa madu. Mineral

dalam madu terdapat dalam jumlah yang sedikit. Senyawa nitrogen termasuk enzim

berperan penting dalam pembentukan madu. Enzim-enzim utama dalam madu adalah

Page 32: D08esa

14

invertase, diastase dan glukosa oksidase. Hidroksimetilfulfural (HMF) merupakan

hasil sampingan dari kerusakan fruktosa. Keberadaan HMF menjadi indikator

kerusakan madu (Krell, 1996).

Tabel 7. Persentase Rataan Komposisi Madu di Indonesia

Komponen Rataan Kisaran ---------------------------------------%-------------------------------------

Air 22,9 16,6 – 37,0

Fruktosa 29,2 12,4 – 60,7

Glukosa 18,6 10,4 – 29,3

Sukrosa 12,9 0,0 – 53,0

Maltosa * *

Total Asam (asam Glukonat) 43,1 11,3 – 62,2

Abu 1,1 0,1 – 14,7

Gula Kompleks * *

pH 3,9 3,4 – 5,3

Nilai Diastase * * Keterangan: * = tidak dianalisis

Sumber: Achmadi, 1991

Manfaat Madu. Menurut Saragih et al. (1981), pemberian madu pada anak-anak

dapat meningkatkan kadar haemoglobin. Sebagai perbandingan anak yang tidak

diberi madu kandungan haemoglobinnya hanya naik 4% selama 40 hari sedangkan

yang mengkonsumsi madu di samping makanan yang normal, kandungan

haemoglobin naik 23% pada waktu yang sama. Madu bagi menu bayi sangat baik

terutama bila dicampur dengan susu. Hal ini mungkin disebabkan madu banyak

mengandung besi, sementara susu ibu dan susu sapi hanya mengandung sedikit saja.

Madu dengan kadar gula dan levulosanya yang tinggi mudah diserap oleh usus

bersama zat-zat organik lain sehingga dapat bertindak sebagai stimulan bagi

pencernaan dan memperbaiki nafsu makan. Peranan madu bagi anak-anak yang

sedang tumbuh sangat penting karena di dalam madu terdapat asam folat, yaitu suatu

asam yang banyak pengaruhnya terhadap makhluk yang sedang tumbuh. Asam folat

dapat memperbaiki susunan darah, jumlah eritrosit meningkat dan kandungan

haemoglobin.

Menurut Saragih et al. (1981), sejak zaman dulu madu telah digunakan

sebagai obat masuk angin, tidak saj dalam bentuk madu tanpa campuran maupun

campuran dengan bahan lain, misalnya dengan kombinasi susu hangat atau dengan

Page 33: D08esa

15

lemon juice (jus lemon). Berbagai literatur menunjukkan, bahwa madu ternyata dapat

membantu pencernaan, mungkin hal ini disebabkan kandungan madu akan Mn dan

Fe yang dapat membantu proses pencernaan dan penyerapan bahan pangan. Madu

telah dicoba untuk pengobatan radang usus kecil serta lambung dan memberikan

hasil yang baik, terbukti madu dapat membantu mengurangi derajat keasaman dan

membantu men-cegah terjadinya pendarahan lambung.

Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik

Probiotik. Probiotik dari bahasa Yunani probiotique, yang berarti untuk kehidupan,

untuk menjelaskan istilah yang berlawanan dengan antibiotik. Probiotik digunakan

untuk keseimbangan pertumbuhan mikroflora usus. Probiotik adalah suplemen

mikroba hidup yang memberikan efek positif manusia dan hewan dengan

memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Probiotik adalah mikroba hidup yang

bermanfaat bagi kesehatan dan efek menyehatkan dan keamanannya harus secara

ilmiah teruji pada manusia melalui uji klonis (Gibson dan Fuller, 2000). Menurut

Surono (2004), prebiotik adalah sejumlah mikroba yang cukup agar memberikan

efek positif bagi kesehatan, bisa berkolonisasi sehingga bisa mencapai jumlah

tertentu selama waktu tertentu. Probiotik bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya:

sintesa vitamin, aktivitas β-galaktosidase, dekonjugasi garam empedu, menghasilkan

hidrogen peroksida, memproduksi D dan L-asam laktat, memproduksi antibiotik,

mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, beradesi (melekat) dan

berkolonisasi pada permukaan usus, mampu berkompetisi dalam pelekatan pada

permukaan usus dengan patogen dan menstimulir sistem imun.

Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis, diantaranya adalah

Lactobacillus casei subsp. casei Shirota strain yang terdapat dalam yakult,

Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus, Lb. johnsonii, Lb. gasseri, Lb.

plantarum, Lb. reuteri, Lb. helveticus, Pediococcus acidilactici, Lactococcus lactis

subsp. Lactis dan Enterococcus faecium, E. Faecalis. Kolonisasi bakteri harus

melekat kuat pada epitelium mukosa dan harus bisa beradaptasi pada lingkungan

tempat melekat atau beradesi. Kompetitor reseptor adesi antara bakteri probiotik dan

patogen adalah habitat spesifik. Empat mikrohabitat dalam saluran pencernaan

Page 34: D08esa

16

adalah a) permukaan sel epitelium; b) kript ileum, cecum dan usus besar; c) mukus

gel yang melapisi epitelium dan d) lumen usus.

Prebiotik. Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak tercerna di dalam tubuh atau

nondigestible food ingredient yang bertugas memicu aktivitas dan pertumbuhan yang

selektif terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon yang bermanfaat

(Salminen et al., 1998; Gibson dan Fuller, 2000; Surono, 2004). Prebiotik harus

memenuhi ketentuan diantaranya tidak dihidrolisis dan diserap di bagian usus halus

atau usus besar, merupakan substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah

mikroflora yang menguntungkan kolon dan mampu mengubah mikroflora kolon

menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan (Scientific Press, 2000). Menurut

Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri

probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak

rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan

hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi

oleh tubuh.

Inulin umbi dahlia merupakan salah satu prebiotik yang dapat dipecah oleh

enzim inulinase yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus niger dan bakteri asam

laktat golongan Lactobacillus menjadi glukosa dan fruktosa. Gula-gula sederhana ini

dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang menguntungkan di dalam usus

sebagai sumber nutrisi untuk berkembang biak dan sebagian diubah menjadi asam

laktat yang bermanfaat untuk tubuh manusia (Gibson dan Fuller, 2000). Sumber

prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam bentuk

oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl

glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan

mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Selain itu, secara alami frukto-

oligosakarida terdapat dalam berbagai sayur dan buah misalnya onion, asparagus,

chicori (mengandung inulin), pisang, oligosakarida pada kedelai dan artichoke.

Menurut Grizard dan Bartemeu (1999), bahan pangan sumber prebiotik misalnya:

bawang putih, asparagus, pisang, chiccori, umbi dahlia dan Jerusalem artichoke.

Beberapa jenis prebiotik yang secara komersial tersedia di pasaran dapat dilihat pada

Tabel 8.

Page 35: D08esa

17

Tabel 8. Berbagai Jenis Prebiotik Komersial

Commercially Available Oligosaccharides Production (1000 kg)

Cyclodextrius* 4.000

Fructo-oligosaccharides 12.000

Galacto-oligosaccharides 15.000

Gentio-oligosaccharides 400

Glucosylsucrose* 4.000

Isomalto-oligosaccharides 11.000

Lactulose 20.000

Lactosucrose 16

Malto-oligosaccharides* 10

Palatinose-oligosaccharides 5.000

Soybean-oligosaccharides 2.000

Xylo-oligosaccharides 300

Keterangan : * = Digestible oligosaccharides

Sumber : Surono, 2004

Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS). Prebiotik

pada umumnya adalah karbohidrat dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan

dieteri fiber (inulin) (Grizard dan Bartemeu, 1999). Bahan prebiotik yang paling

sering dipakai ialah FOS yang dari penelitian ternyata disukai dan difermentasi oleh

Bifidobacterium (Surono, 2004). Pemberian inulin atau FOS sebanyak 4 g per hari

merupakan sumber prebiotik (Reddy, 1998; Grizard dan Bartemeu, 1999).

Suplementasi susu formula untuk bayi dengan GOS pada konsentrasi 0,24 g/dl

merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dan Lactobacillus dalam usus dan

berkarakter sama dengan ASI (air susu ibu) sebagai makanan bayi (Xiao-ming et al.,

2004). Suplementasi susu formula untuk janin (ibu hamil) dengan campuran FOS

dan GOS pada konsentrasi 10 g/l merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dalam

usus dan berkarakter sama dengan ASI (air susu ibu) sebagai makanan bayi yang

belum lahir (Boehm et al., 2002). Penggunaan prebiotik FOS dan GOS pada susu

formula untuk bayi meningkatkan secara cepat dan nyata persentase Bifidobacteria

dalam usus dan mampu mempertahankan keseimbangan flora usus selama satu

bulan pertama (Rigo et al., 2001).

Page 36: D08esa

18

Sinbiotik. Istilah sinbiotik digunakan bila suatu produk mengandung probiotik dan

prebiotik, berasal dari kata sinergis. Contoh sinbiotik adalah produk yang

mengandung oligosakarida dan probiotik Bifidobacterium. Berbagai jenis produk

sinbiotik terdapat di pasaran baik dalam bentuk bio yoghurt yang mengandung

prebiotik, maupun dalam sachet berisi serpihan prebiotik dan butiran bakteri

probiotik (Surono, 2004).

Docosa Hexaenoic Acids dan Arachidonic Acids (DHA dan AA)

DHA dan AA adalah dua komponen utama dari long-chain polyunsaturated

fatty acids (LC-PUFA). Keduanya berperan sangat penting bagi organ susunan syaraf

pusat. DHA dan AA harus ditambahkan pada makanan, khususnya pada menu ibu

hamil, ibu menyusui, atau bayi yang masih berumur dibawah 2 tahun. Hal ini

disebabkan karena konsentrasi LC-PUFA pada janin sangat tergantung pada

konsumsi LC-PUFA dari ibunya (Hornstra, 2000). Rendahnya kadar PUFA dalam

plasma berakibat pada rendahnya kadar PUFA pada bayi yang baru lahir

(Farquharson et al., 1992).

Polyunsaturated fatty acids (PUFA) dan monounsaturated fatty acids

(MUFA) adalah dua kelompok besar dari asam lemak tidak jenuh. PUFA

dikelompokkan berdasarkan ikatan rangkap pada ikatan karbon dari gugus omega,

yaitu Omega-3, Omega-6, Omega-7 dan Omega-9. Omega-7 dan 9 adalah asam

lemak non esensial (dapat disintesis dalam tubuh). Omega-3 dan 6 adalah asam

lemak esensial atau harus didapatkan dari luar tubuh (Widodo, 2003).

DHA adalah contoh asam lemak kelompok Omega-3. Linoleic acids (LA)

adalah contoh Omega-6. Asam palmitoleat adalah contoh Omega-7. Asam oleat

adalah contoh Omega-9. Menurut Widodo (2003), suplementasi DHA pada susu

formula lebih dari 0,35% secara signifikan mampu mempengaruhi fungsi

penglihatan. DHA pada tubuh terakumulasi pada otak, retina, hati, usus, testis dan

jaringan adiposa.

DHA sebenarnya bukan asam lemak esensial karena dapat dibentuk dari asam

lemak lainnya. Proses sintesis DHA dan AA difasilitasi oleh enzim denaturase dan

elongase. Aktivasi kedua enzim tersebut masih sangat kurang pada bayi prematur

bahkan bayi sampai usia 4-6 bulan sehingga sangat dianjurkan dilakukan

penambahan DHA dan AA pada makanan bayi (Widodo, 2003).

Page 37: D08esa

19

Vitamin C

Vitamin merupakan golongan senyawa organik pelengkap makanan yang

diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran sangat penting bagi pertumbuhan,

pemeliharaan kesehatan dan pemeliharaan fungsi-fungsi metabolisme agar berjalan

baik. Vitamin diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit, tidak memberikan

energi dan tidak ikut menyusun jaringan tubuh. Vitamin tidak dapat disintesis dalam

jumlah yang mencukupi untuk tubuh sehingga harus diperoleh dari bahan pangan

yang dikonsumsi.

Vitamin C dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam

askorbat. Vitamin ini berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928.

Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayur. Satu-satunya sumber hewan vitamin

C ialah susu dan hati (deMan, 1997).

Tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin C merupakan agen yang dapat

mencegah sariawan. Albert Szent Gyorgyi menerima penghargaan Nobel Fisiologi

atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini.

Banyak peneliti menjuluki vitamin C (asam askorbat) sebagai raja vitamin.

karena merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting

dalam tubuh, mulai dari produksi kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan

ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi

enzimatik, pemacu gusi yang sehat (antisariawan), pengatur tingkat kolesterol, serta

pembangkit imunitas tubuh. Vitamin C terbukti dapat mempertinggi derajat

kesehatan, mengobati, serta membentengi tubuh dari serbuan aneka penyakit atau

disebut dengan antibodi (Rucker et al., 2001).

Vitamin C juga berfungsi sebagai senyawa penangkal radikal bebas (molekul

tidak stabil karena kehilangan elektron). Beberapa di antara radikal bebas itu bersifat

toksik dan sangat reaktif. Radikal bebas melakukan serangkaian reaksi kimia untuk

mengganti elektron yang hilang. Reaksi ini menyebabkan kerusakan pada membran

sel, mutasi DNA, mempercepat ketuaan dan penumpukan lemak. Hal tersebut dapat

dicegah, diobati dan didetoksifikasi dengan mengkonsumsi vitamin C yang

merupakan salah satu bentuk antioksidan (Rucker et al., 2001).

Yayasan Kanker Internasional pada tahun 1997 melaporkan manfaat vitamin

C dan karoten untuk membantu mencegah kanker paru-paru. Vitamin C ini

Page 38: D08esa

20

dimungkinkan juga dapat melawan kanker kolon, pankreas, kandung kemih dan

payudara, serta mengurangi radikal bebas yang merupakan pencetus kanker. Vitamin

C sangat esensial untuk pembentukan sperma. Kualitas dan kuantitas sperma serta

aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menambah konsumsi vitamin C. Vitamin C

dapat mengurangi risiko katarak, memperkuat dinding kapiler darah dan

mengurangi risiko penyakit jantung. Vitamin C juga dapat menghambat penuaan

dengan memperbarui sel darah putih.

Kekurangan (defisiensi) vitamin C dapat menyebabkan berbagai penyakit,

diantaranya lemah/letih, sakit-sakit/pegal-pegal pada tubuh, pembengkakan gusi dan

hidung berdarah. Kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan anemia dan scurvy

atau pendarahan pada badan, lebam-lebam, gusi berdarah, gigi mudah tercabut,.dan

pendarahan di dalam otot dan sendi (Rucker et al., 2001).

Vitamin C terdapat dalam semua jaringan hidup, yang bertugas

mempengaruhi reaksi oksidasi-reduksi. Primata yang tidak dapat mensintesis vitamin

C hanya manusia dan marmor. Kebutuhan manusia akan vitamin C tidak diketahui

dengan pasti, berkisar antara 45-75 mg/hari. Ketegangan jiwa yang terus menerus

dan terapi obat dapat meningkatkan kebutuhan vitamin C (deMan, 1997).

Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan

mudah rusak selama pemprosesan dan penyimpanan. Laju kerusakan meningkat

karena kerja logam, terutama tembaga dan besi dan juga oleh enzim. Pemanasan

terlalu lama dengan adanya oksigen dan reaksi terhadap cahaya dapat merusak

vitamin C makanan. Enzim yang mengandung tembaga dan besi dalam gugus

prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk menguraikan asam askorbat.

Enzim tersbut adalah asam askorbat oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan

peroksidase (deMan, 1997).

Vitamin C stabil dalam larutan asam dan mudah teroksidasi (terutama bila

dipanaskan). Proses oksidasi tersebut semakin cepat dengan adanya tembaga,

oksigen dan alkali. Asam askorbat dioksidasi dengan adanya udara pada kondisi

netral dan basa. Kondisi pH asam, misalnya dalam sari buah jeruk, vitamin C lebih

stabil (deMan, 1997).

Page 39: D08esa

21

Kontaminan (Bahan Cemaran) Fisik yang Berbahaya dalam Susu Bubuk

Metal

Ada lima logam yang berbahaya pada manusia yaitu: arsen (As), kadmium

(Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg) dan besi (Fe). Selain itu ada tiga logam yang kurang

beracun yaitu: tembaga (Cu), selenium (Se) dan seng (Zn). Logam bersifat toksik

karena logam tersebut terikat dengan ligan dari struktur biologi. Sebagian besar

logam menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis sistem enzim dalam tubuh.

Ikatan tersebut mengakibatkan tidak dapat aktifnya enzim yang bersangkutan.

Logam-logam tersebut tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan

tercemar oleh logam-logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagaian.

Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, seperti ginjal, hati, kuku,

jaringan lemak dan rambut (Saeni, 1997). Bila logam tidak tertimbun dalam jaringan

dapat menyebabkan toksik. Logam yang tidak atau belum tertimbun dalam jaringan

akan berada dalam darah. Selama kadar logam dalam darah tidak melebihi batas

ktitis maka tidak dapat menimbulkan pengaruh keracunan (Darmono, 2001).

Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang

terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd maka ada suatu ketentuan yang disarankan

oleh FAO-WHO yaitu 0,3 mg per orang per minggu untuk Hg total dan tidak lebih

dari 0,2 mg Hg jika dalam bentuk metil merkuri, 0,4-0,5 mg per orang per minggu

untuk Cd serta 3 mg Pb total per orang per minggu (Saeni, 1997).

Pencegahan adalah usaha yang paling utama dalam penanggulangan

keracunan logam pada manusia terutama bayi dan anak. Pencegahan utama ialah

hidup dan tinggal di lingkungan bersih dan bebas polusi serta makan dan minum dari

bahan makanan yang berkadar logam rendah. Bila sudah terjadi keracunan maka

perlu segera diobati dengan penggunaan bahan kelat. Bahan kelat tersebut misalnya

dimerkaprol, ethylen diamine tetra acetic acid (EDTA) dan deforoksamin (Darmono,

2001).

Merkuri (Hg). Hg merupakan unsur dan senyawa yang paling toksik bagi manusia

dan berbagai hewan tinggi. Toksisitas Hg dapat menyebabkan pneumonia dan

oedema paru, tremor dan gingivis, merusak syaraf, teratogenik kuat, karsinogenik

dan aktivitas mutagenik serta kematian (Darmono, 2001).

Page 40: D08esa

22

Timbal (Pb). Pb dapat menyebabkan mual, anemia, sakit di sekitar perut,dan

kelumpuhan (Piotrowski dan Coleman, 1980). Timbal dapat mempengaruhi sistem

syaraf, intelegensia dan pertumbuhan anak. Hal ini karena timbal dalam tulang dapat

mengganti kalsium sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Timbal juga

menyebabkan anemia karena timbal dalam darah akan mempengaruhi aktivitas

enzim asam delta levulonat dehidatase (ALAD) dalam pembentukkan hemoglobin

pada butir-butir darah merah (Soemarwoto, 1985). Timbal dapat merusak sel-sel

darah nerah, penurunan hemoglobin dan penghambatan heme yang menyebabkan

anemia. (Soedigdo, 1981). Disamping pengeruh hematologi, timbal juga dikenal

sebagai penghambat kelahiran yang menyebabkan sterilisitas, keguguran dan

kematian janin (Piotrowski dan Coleman, 1980).

Kadmium (Cd). Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal,

jaringan testikular dan sel-sel darah merah (Saeni, 1989). Cd dalam tubuh dapat

merusak tulang (Hughes, 1981). Konsentrasi Cd dalam tubuh yang mengakibatkan

keadaan kritis adalah 200 µg/g pada saat terjadi gagal ginjal. Gejala yang terlihat

adalah glikosuria diikuti dengan diuresis dan aminourea, proteinurea, asidurea dan

hiperkalsiurea (Darmono, 1995).

Tembaga (Cu). Cu merupakan unsur renik esensial untuk makhluk hidup dan

diperlukan pada berbagai sistem enzim. Oleh karena itu Cu harus selalu ada pada

makanan. Sehubungan dengan hal ini yang perlu diperhatikan adalah agar unsur ini

tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan (Saeni, 1995). Kekurangan Cu akan

menyebabkan anemia karena Cu diperlukan untuk absorpsi dan mobilisasi Fe yang

diperlukan untuk pembuatan hemoglobin. Sebaliknya kelebihan Cu akan

menyebabkan keracunan. Toksisitas Cu dapat menyebabkan mual, muntah, mencret,

sakit perut berat, hemolisis darah, hemoglobinuria, nefrosis, kejang dan mati.

Keracunan Cu yang kronis adalah akibat Cu tertimbun di dalam hati yang dapat

mengakibatkan hemolisis (Darmono, 1995).

Besi (Fe). Fe termasuk dalam kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe

sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Keracunan Fe tidak menyebabkan

kematian tetapi dapat menyebabkan gangguan mental serius. Fe pada sistem biologi

makhluk hidup bersifat esensial, kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi

Page 41: D08esa

23

fero (FeII) atau feri (FeIII). Umumnya setiap jaringan tubuh selalu mengandung Fe

yaitu 4 g. Hampir semua Fe dalam tubuh terikat dengan protein porfirin dan

komponen hemoglobin (Darmono, 2001).

Toksisitas Fe terjadi ketika ada kelebihan Fe (kejenuhan). Toksisitas akut Fe

pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe. Kandungan normal intake

besi pada anak adalah sekitar 10-20 mg/kg. Toksisitas akut Fe terjadi pertama-tama

disebabkan oleh adanya iritasi dalam saluran gastro-intestinal. Kematian karena

keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi di antara umur 12-24 bulan. Hal ini

terkait dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan

suplemen vitamin-mineral pada postnatal (Darmono, 2001).

Keracunan Fe dapat menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah ka-

piler meningkat sehingga plasma darah merembes keluar. Akibatnya volume darah

menurun dan hipoksia jaringan menyebabkan asidosis. Proses toksisitas Fe kronik,

besi banyak terakumulasi dalam jaringan hati, yaitu dalam mitokondria dari sel hati.

Hal ini menyebabkan mitokondria membengkak yang berakibat tidak berfungsinya

hati. Selain itu juga akan terjadi degenerasi lemak pada miokardium dan ginjal

(Darmono, 2001).

Mutu

ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik

produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi,

2001). J.M. Juran yang disitir Tunggal (1993), mendifinisikan mutu sebagai Fitness

for Use (cocok atau layak untuk digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus

dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Philips B. Crosby yang disitir

Tunggal (1993), mendefinisikan mutu sebagai Conformance to Requirement yang

menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk: 1) mencoba mengerti harapan-

harapan konsumen, 2) memenuhi harapan-harapan tersebut sehingga 3) perlu

pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis

dan sesuai dengan permintaan atau keinginan (Tenner, 1992). Menurut Muhandri dan

Kadarisman (2006), mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Guna

memudahkan memahami mutu dapat dilihat diagram alir pemahaman mengenai mutu

pada Gambar 2.

Page 42: D08esa

24

Gambar 2. Diagram Alir Pemahaman Mengenai Mutu Sumber: Muhandri dan Kadarisman, 2006

Mutu suatu produk ditentukan oleh banyak sifat produk dan hal-hal lain yang

mempengaruhi mutu, yang dikenal dengan sebutan unsur mutu. Unsur mutu meliputi

hal-hal yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat; yang dapat diukur dan yang

tidak terukur. Unsur mutu mencakup tiga hal, yaitu sifat-sifat produk, parameter

mutu dan faktor mutu. Sebagian kecil dari unsur-unsur mutu inilah yang dipilih

menjadi kriteria untuk identifikasi atau standardisasi mutu (Yasni, 1996).

Menurut Yasni (1996), sifat-sifat mutu terdiri atas: 1) sifat-sifat yang objektif,

termasuk sifat mekanik, fisik, morphologi, kimiawi, mikrobiologik, sifat gizi dan

sifat biologik dan 2) sifat organoleptik yang subjektif, termasuk rasa, bau, warna,

tekstur dan penampilan. Semua sifat mutu tersebut banyak digunakan sebagai

persyaratan mutu dalam standardisasi mutu.

Standar dan Spesifikasi

ISO 9000 menyatakan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau dokumen

setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau persetujuan

umum yang didasarkan kepada IPTEK atau pengalaman agar dapat dimanfaatkan

secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik tingkat

nasional, regional atau internasional (Suardi, 2001). Industri penghasil barang dapat

mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang diakui, tetapi

dapat pula membuat dan menetapkan sendiri standar yang akan digunakan

(berdasarkan kesesuaian dengan permintaan konsumen). Pembuatan dan penetapan

standar menmpunyai tujuan : supaya produk atau jasa yang dilempar ke konsumen

sudah layak untuk digunakan, mengendalikan keragaman (mengurangi variasi),

untuk compatibility (kecocokan), untuk kemampuan penjualan, meningkatkan

Menetapkan

Permintaan

Sesuai

Membuat Perusahaan Produk/Jasa

Karakteristik

Konsumen

Standar

- syarat

- kebutuhan

- keinginan

Page 43: D08esa

25

kesehatan dan keamanan produk dan meningkatkan kelestarian lingkungan

(Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Spesifikasi memiliki arti batasan-batasan terukur yang ditetapkan oleh per-

usahaan yang dijadikan acuan oleh semua komponen dalam perusahaan untuk dipe-

nuhi. ISO 8402 tahun 1986 mendefinisikan spesifikasi sebagai dokumen yang

menguraikan persyaratan produk atau jasa yang harus dipenuhi. Tanpa spesifikasi

yang jelas maka kegiatan pengendalian mutu yidak dapat dilakukan dengan baik.

Spesifikasi industri merupakan acuan yang harus diikuti dan mencakup semua tahap,

proses dan bahan serta segala sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan yang

dimaksud (Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Menurut Yasni (1996), standar mutu suatu produk dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

1) standar mutu kesegaran, yaitu standar mutu bahan yang berkaitan dengan

perubahan-perubahan kimia dan sejenisnya, standar mutu yang mengatur derajat

kesegaran suatu produk yang layak untuk dikonsumsi manusia dan standar mutu

yang dapat diamati secara organoleptik (warna, tekstur, citarasa dan aroma);

2) standar mutu kesehatan, yaitu standar mutu yang berkaitan dengan keamanan

kesehatan; dan

3) standar label, yaitu standar mutu yang berkaitan dengan keaslian, ketepatan berat

dan lain-lain.

Quality Management (Manajemen Mutu)

Manajemen mutu menurut Feigenbaum (1989), merupakan pemaduan upaya-

upaya pengembangan, pemeliharaan dan perbaikan mutu dari berbagai kelompok

dalam perusahaan, sehingga produk dan jasa mencapai tingkat yang ekonomis dan

memuaskan pelanggan. Menurut Suardi (2001) dalam ISO 9000 versi 2000 diyatakan

bahwa manajemen mutu adalah kegiatan-kegiatan terorganisir untuk mengarahkan

dan mengendalikan suatu perusahaan mengenai mutu. Pengarahan dan pengendalian

mengenai mutu termasuk penyusunan kebijakan mutu, tujuan mutu dan rencana

mutu.

Total Quality Management (manajemen mutu total) atau TQM adalah proses

lanjutan dari pengendalian mutu (sistem) yang berorientasi ke standar jaminan mutu

(keunggulan kompetitif) untuk meningkatkan mutu produksi dan efisiensi kerja di

Page 44: D08esa

26

segala bidang (mengurangi kegagalan), terutama pada sektor yang menghasilkan

produksi dan peningkatan mutu sumber daya manusia untuk memuaskan konsumen

secara menyeluruh (Hubeis, 1996).

Quality Assurance (Jaminan Mutu)

Juran yang disitir Tunggal (1993) menyatakan, bahwa jaminan mutu

merupakan kegiatan yang terus-menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan

dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen. Menurut Ishikawa, jaminan

mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh

kepercayaan dan digunakan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dengan

penuh keyakinan dan kepuasan (Muhandri dan Kadarisman, 2006). ISO 9000

menyatakan jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang fokus

kepada pemberi keyakinan bahwa persyaratan mutu dipenuhi (Suardi, 2001).

Menurut Hubeis (1996), jaminan mutu merupakan suatu program menyeluruh

yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan,

pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk, untuk menghasilkan produk

dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dan sanitasi yang

baik. Hal tersebut menegaskan adanya teknis mutu (peralatan inspeksi, pengujian dan

uji), pengujian laboratorium dan inspeksi atribut mutu (pengendalian produk yang

tidak sesuai), audit (catatan mutu) dan analisis data mutu (teknik statistik), serta

upaya peningkatan mutu (status inspeksi dan pengujian).

Pemeriksaan berdasarkan pendekatan jaminan mutu dilakukan untuk

mendeteksi adanya kegagalan atau kerusakan produk jadi yang diakibatkan oleh

ketidaktepatan atau kekeliruan operasional (batas spesifikasi yang ditentukan oleh

pelanggan), disamping faktor selain bahan, peralatan dan metode kerja terhadap

standar yang berlaku, misalnya estetika (warna, rasa, aroma dan kejerihan), kimiawi

(kandungan mineral, logam berat dan bahan kimia pada bahan yang bersangkutan)

dan mikrobiologi (tidak mengandung kuman E. coli dan patogen).

Quality Control (Pengendalian Mutu)

Menurut Feigenbaum (1989), pengendalian mutu adalah pengukuran kinerja

produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan

tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Tiga langkah utama dalam pengendalian

Page 45: D08esa

27

mutu adalah 1) menetapkan standar, 2) menilai kesesuaian (mengukur dan

membandingkan dengan standar dan 3) melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.

Pengendalian mutu menurut Juran yang disitir Tunggal (1993) merupakan proses

yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan

tujuan. Suardi (2001) dalam.ISO 9000 versi 2000 dinyatakan, bahwa pengendalian

mutu merupakan teknik-teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk

memenuhi persyaratan mutu

Menurut Hubeis (1996), pengendalian mutu pangan lebih ditujukan pada

analisis, pengenalan penyebab keragaman produk dan perlu tidaknya tindakan

koreksi terhadap proses produksi diseluruh bagian (mulai dari desain, marketing,

rekayasa, pembelian, produksi, pengemasan dan pengangkutan, serta termasuk

pemasok dan pelanggan), agar dicapai produk bermutu baik dan seragam melalui

bantuan teknik Statistical Quality Control (pengendalian mutu statistik) atau SQC.

Statistical Quality Control (Pengendalian Mutu Statistik)

Pengendalian mutu statistik pada dasarnya merupakan aplikasi metode

statistik untuk pengumpulan dan analisis data dalam menentukan dan mengawasi

mutu proses (Assauri, 1978). Pengendalian mutu statistik atau Statistical Quality

Control (SQC) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk mengumpulkan

dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam kegiatan

pengendalian mutu produk. SQC menerapkan teori probabilitas dalam pengujian dan

pemeriksaan sampel (Ma’arif dan Tanjung, 2003).

Pengendalian mutu statistik bertujuan menyidik dengan cepat terjadinya

sebab-sebab terduga atau pergeseran proses sehinggá penyelidikan terhadap proses

dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak

sesuai diproduksi. Tujuan akhir pengendalian mutu statistik ádalah menyingkirkan

variabilitas dalam proses (Montgomery, 1990). Pengendalian mutu statistik telah

banyak digunakan beberapa industri untuk membantu memperbaiki mutu,

mengurangi variabilitas dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan mutu

(Iriawan dan Astuti, 2006).

Page 46: D08esa

28

Alat Pengendalian Mutu Statistik

Menurut Iriawan dan Astuti (2006), pengendalian mutu statistik

menggunakan alat-alat statistik untuk mencapai tujuannya. Pengendalian mutu

statistik mempunyai 7 alat:

1) check sheet (lembar pemeriksaan);

2) stratification (pengelompokan);

3) scatter diagram (diagram pencar);

4) diagram Pareto;

5) histogram;

6) fishbone diagram atau cause effect diagram (diagram sebab-akibat); dan

7) control chart (bagan kendali).

Check Sheet (Lembar Pemeriksaan). Lembar pemeriksaan atau check sheet

terutama digunakan untuk memudahkan pengumpulan data dan mengatur data secara

otomatis sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya (Kume, 1989). Lembar

pemeriksaan merupakan alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data. Data

berguna untuk membantu memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis

persoalan, mengendalikan proses, mengambil keputusan dan membuat rencana

(Muhandri dan Kadarisman, 2006).

Stratification (Pengelompokan). Stratifikasi merupakan kegiatan yang ditujukan

untuk menguraikan atau mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok

atau golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari

data/masalah sehingga menjadi lebih jelas. Teknik stratifikasi menjadikan data lebih

rinci dan lebih mudah untuk dipahami serta dianalisis (Muhandri dan Kadarisman,

2006).

Scatter Diagram (Diagram Pencar). Diagram pencar atau scatter diagram

digunakan untuk pengumpulan beberapa grup data yang berhubungan, kemudian

digambarkan dalam bentuk grafik (Ishikawa, 1988). Diagram pencar merupakan

diagram yang menggambarkan hubungan antara 2 (dua) faktor/data. Diagram ini

dapat menentukan faktor-faktor yang diuji memiliki hubungan atau tidak (Muhandri

dan Kadarisman, 2006).

Page 47: D08esa

29

Diagram Pareto. Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok

dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data

terhadap keseluruhan. Diagram Pareto memungkinkan untuk dapat melihat masalah

mana yang dominan atau vital view dan masalah yang banyak tetapi kurang dominan

atau trivial many (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Tujuan diagram Pareto adalah

membuat peringkat masalah-masalah yang potensial untuk diselesaikan. Diagram

Pareto digunakan untuk menentukan langkah yang harus diambil sebagai upaya

menyelesaikan masalah. Bentuk diagram pareto tidak berbeda jauh dengan histogram

(Iriawan dan Astuti, 2006).

Histogram. Histogram merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan

menggambarkan penyebaran (distribusi) data-data yang ada (Muhandri dan

Kadarisman, 2006). Histogram efektif digunakan dalam pengendalian mutu untuk

mengetahui data-data yang tidak normal dan mencari penyebab terjadinya

penyimpangan serta dapat digunakan untuk memperbaiki batas-batas dan mutu

produk. Selain itu dengan histogram dapat dilihat hubungan antara karakteristik

produk dengan spesifikasi produk (Ishikawa, 1988). Menurut Iriawan dan Astuti

(2006), histogram merupakan alat statistik yang terdiri atas batang-batang yang

mewakili suatu nilai tertentu. Panjang batang proporsional terhadap frekuensi atau

frekuensi relatif suatu nilai tertentu. Histogram dalam Statistical Process Control

(SPC) digunakan untuk mengetahui bentuk distribusi data, yang selanjutnya

digunakan untuk melakukan analisis kemampuan proses.

Diagram Sebab-Akibat atau Diagram Ishikawa (Fishbone Diagram). Menurut

Iriawan dan Astuti (2006), diagram sebab-akibat atau diagram Ishikawa, atau sering

disebut diagram fishbone (tulang ikan), digunakan untuk menyajikan penyebab suatu

masalah secara grafis. Teknik berguna lainnya untuk menganalisis ketidaksesuaian

lebih lanjut menurut Montgomery (1990) adalah diagram sebab-akibat. Menurut

Muhandri dan Kadarisman (2006), diagram sebab-akibat berguna untuk mengetahui

faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah yang

berpengaruh terhadap hasil. Penyusunannya dilakukan dengan teknik brainstorming

(sumbang saran). Penyusunan diagram sebab-akibat secara umum terdapat lima

Page 48: D08esa

30

faktor yang berpengaruh yaitu lingkungan, manusia, metode, bahan baku dan mesin

atau peralatan.

Control Chart (Bagan Kendali). Bagan kendali atau control chart merupakan grafik

garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan

daerah batas pengendalian. Bagan ini menunjukkan perubahan data dari waktu ke

waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab munculnya penyimpangan. Bagan ini

hanya memberikan tanda (aba-aba) kepada kita terjadinya penyimpangan dalam

proses. (Muhandri dan Darwin, 2006; Iriawan dan Septin, 2006). Bagan kendali

merupakan bagan atau grafik garis yang menunjukkan perubahan data atau sampel

dari waktu ke waktu sehingga dengan pencantuman batas maksimum dan minimum

yang merupakan batas daerah pengendalian, dapat diketahui apakah data yang ada

masih dalam batas pengendalian atau tidak (Kuswadi dan Mutiara, 2004). Bagan

kendali (control chart) merupakan grafik kronologis (jam ke jam atau hari ke hari)

yang membandingkan karakteristik mutu nyata produk dengan batas kemampuan

mutu produksi produk tersebut yang ditunjukkan dengan pengalaman atau

pengamatan di masa lalu (Feigenbaum, 1989). Bagan kendali adalah perangkat

statistik yang memungkinkan suatu organisasi untuk mengetahui dan memantau

konsistensi suatu proses atau produk yang dihasilkan melalui pengamatan proses

yang sedang berlangsung dan proses yang lalu, dengan menngunakan prinsip-prinsip

statistik dalam penyelesaiannya (Lawrence, 1986).

Control Chart (Bagan Kendali)

Fungsi Control Chart (Bagan Kendali)

Menurut Montgomery (1990), ada lima alasan penggunaan bagan kendali di

banyak industri. Pertama, bagan kendali adalah teknik yang telah terbukti guna

meningkatkan produktivitas. Kedua, bagan kendali efektif dalam pencegahan cacat.

Ketiga, bagan kendali mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu. Keempat,

bagan kendali memberikan informasi diagnostik. Kelima, bagan kendali memberikan

informasi tentang kemampuan proses. Iriawan dan Septin (2006) menyatakan, bahwa

bagan kendali digunakan untuk mengetahui bila proses berada dalam kendali statistik

atau tidak. Bagan kendali, dengan kata lain merupakan uji hipotesis untuk

mengetahui bila proses dalam kendali statistik. Menurut Lock dan Farrow (1989),

Page 49: D08esa

31

bagan kendali berguna untuk mengkaji kestabilan proses produksi, sedangkan

menurut Hines dan Montgomery (1990), bagan kendali berfungsi memberikan

informasi tentang karakteristik mutu dan variasi produk yang dihasilkan.

Jenis-jenis Bagan Kendali (Control Chart)

Bagan kendali ada dua macam berdasarkan sifat atribut dan variabel dari

parameter mutu yang diukur, yaitu 1) bagan kendali atribut, yang digunakan untuk

mengendalikan sifat-sifat atribut dan 2) bagan kendali variabel yang digunakan untuk

mengendalikan sifat-sifat yang dapat diukur dengan piranti fisik, misalnya: berat

satuan, kadar air, kadar gula, berat jenis dan sebagainya (Soekarto, 1990).

Bagan kendali variabel digunakan untuk mengukur karakteristik mutu. Bagan

kendali atribut digunakan untuk jumlah cacat dalam produk atau bagian cacat dalam

produk (Iriawan dan Astuti, 2006).

Tabel 9 menunjukkan beberapa jenis bagan kendali. Masalah yang biasa

timbul adalah tahapan memilih bagan kendali. Gambar 3 memberikan hierarki untuk

memilih jenis bagan kendali yang akan digunakan.

Tabel 9. Jenis-jenis Bagan Kendali dan Kegunaannya

Tipe Jenis Kegunaan

Atribut Bagan kendali p Bagan kendali untuk proporsi unit cacat

dengan jumlah sampel bervariasi

Bagan kendali np Bagan kendali untuk proporsi unit cacat

dengan jumlah sampel konstan

Bagan kendali c Bagan kendali untuk jumlah cacat suatu unit

dengan jumlah sampel konstan

Bagan kendali u Bagan kendali untuk jumlah cacat suatu unit

dengan jumlah sampel bervariasi

Variabel Bagan kendali x dan R Bagan kendali untuk rataan subgrup dan

range subgrup

Bagan kendali x dan S Bagan kendali untuk rataan subgrup dan

standar deviasi subgrup Sumber : Iriawan dan Astuti, 2006

Bagan Kendali Sifat (Atribut). Montgomery (1990) menyatakan karak-

teristik mutu yang termasuk sifat (atribut) tidak dapat dengan mudah dinyatakan

secara numerik. Biasanya setiap benda yang dianalisis diklasifikasikan

Page 50: D08esa

32

Gambar 3. Hierarki Pemilihan Jenis Bagan Kendali Sumber : Pyzdek, 2002

Pemilihan Bagan Kendali

Berdistribusi

Normal

Berdistribusi

Non-normal

Data pengukuran

n > 1 2 < n < 9

Bagan kendali

x-bar

Bagan kendali

x-bar dan R

Bagan kendali

x-bar dan S Run-chart

n = 1

Data penghitungan

Kejadian cacat Jumlah cacat

Bagan kendali

p Bagan kendali

np

Bagan kendali

c

Bagan kendali

u

n tetap n tetap n bervariasi n bervariasi

Page 51: D08esa

dengan istilah cacat (tidak sesuai) dan tidak cacat (sesuai). Ada empat bagan kendali

sifat (atribut). Pertama bagan kendali p, yaitu bagan kendali untuk bagian yang cacat

(tidak sesuai) untuk jumlah sampel setiap pengamatan bervariasi. Kedua bagan

kendali np, yaitu bagan kendali untuk bagian yang cacat (tidak sesuai) untuk jumlah

sampel setiap pengamatan konstan. Ketiga bagan kendali c, yaitu bagan kendali

untuk ketidaksesuaian (cacat) dengan jumlah sampel untuk setiap pengamatan

konstan. Keempat bagan kendali u, yaitu bagan kendali untuk ketidaksesuaian (cacat)

per unit dengan jumlah sampel pengamatan bervariasi.

Bagian cacat (tidak sesuai) didefinisikan sebagai perbandingan banyak benda

yang cacat (tidak sesuai) dalam suatu populasi dengan banyak benda keseluruhan

dalam populasi. Biasanya bagian cacat (tidak sesuai) dinyatakan dengan pecahan

desimal. Kadang-kadang juga digunakan persen cacat (tidak sesuai) yang merupakan

100% kali bagian cacat (tidak sesuai). Bagian cacat (tidak sesuai) sampel

didefinisikan sebagai perbandingan banyak unit cacat (tidak sesuai) dalam sampel

dengan ukuran sampel n (Montgomery, 1990).

Benda yang cacat (tidak sesuai) adalah unit produk yang tidak memenuhi satu

atau beberapa spesifikasi produk. Satu benda yang cacat (tidak sesuai) akan memuat

paling sedikit satu ketidaksesuaian (cacat). Bagan kendali ketidaksesuaian (cacat)

merupakan bagan kendali bagi jumlah ketidaksesuaian dalam suatu unit atau rataan

banyak ketidaksesuaian per unit (Montgomery, 1990).

Bagan Kendali Variabel. Menurut Montgomery (1990), apabila bekerja dengan

karakteristik mutu yang variabel, sudah merupakan praktek yang standar untuk

mengendalikan nilai mean karakteristik mutu dan variabilitasnya. Pengendalian rata-

rata proses atau mean tingkat mutu biasanya dengan bagan kendali untuk mean, atau

bagan kendali x . Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan

bagan kendali untuk deviasi standar, yang dinamakan bagan kendali S, atau bagan

kendali untuk rentang, yang dinamakan bagan kendali R. Bagan kendali R lebih

banyak digunakan.

Menurut Montgomery (1990), bagan kendali x memantau tingkat mutu

proses rata-rata. Sebaliknya bagan kendali R mengukur variabilitas di dalam suatu

sampel. Kelebihan yang paling penting dari bagan kendali x dan R memberikan

Page 52: D08esa

34

petunjuk tentang kerusakan yang akan datang dan memungkinkan personil operasi

mengambil tindakan pembentukan/perbaikan.

Interpretasi Bagan Kendali

Iriawan dan Septin (2006) menyatakan bahwa suatu proses dikatakan berada

dalam kendali statistik apabila nilai pengamatan berada di antara garis batas

pengendali. Kondisi tersebut, proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai

perbaikan. Jika ada nilai pengamatan yang berada di luar garis batas pengendali,

berarti ada proses yang tidak terkendali. Pande et al. (2003) menyatakan ada

beberapa indikator mengenai kondisi yang di luar kontrol atau tidak terkendali yaitu

1) outliers atau semua titik di luar batas kendali;

2) trends atau serangkaian titik yang terus-menerus naik atau turun;

3) shift/run atau urutan terus-menerus dari titik-titik di bawah atau di atas rata-rata;

4) cycles/periodicity atau serangkaian titik yang bergantian di atas atau di bawah

atau tren naik dan turun dalam gelombang; dan

5) tendencies atau kondisi-kondisi di mana titik-titik secara terus-menerus berada di

garis pusat atau batas kendali.

Variabilitas Statistik dan Variabilitas Proses. Nurgiyantoro et al. (2004)

menyatakan ukuran kecenderungan sentral dan variabilitas merupakan bentuk-bentuk

analisis statistik yang termasuk statistik deskriptif. Perhitungan ukuran

kecenderungan sentral pada umumnya meliputi perhitungan mean (rataan hitung),

median dan modus. Variabilitas merupakan karakteristik yang menandai hasil

pengukuran pada setiap sampel. Variabilitas akan ditunjukkan dan didukung oleh

besar kecilnya tiap skor (skor individual) dalam suatu sampel dan besar kecilnya

variabilitas dalam sampel tersebut akan ditandai oleh besar kecilnya jarak sebaran

(range) skor. Indeks variabilitas yang kemudian dikenal sebagai simpangan baku

(standard deviation) merupakan ukuran variabilitas (penyeberan) skor.

Menurut Montgomery (1990), sebaik-baiknya proses produksi dirancang atau

dipelihara secara hati-hati, akan selalu ada sejumlah tertentu variabilitas dasar.

Variabilitas dasar ini dalam pengendalian mutu statistik dinamakan “sistem stabil

sebab-sebab tak terduga”. Suatu proses yang bekerja hanya dengan adanya variasi

sebab-sebab tak terduga dikatakan ada dalam pengendalian statistik. Variabilitas lain

Page 53: D08esa

35

dapat pula timbul dalam hasil suatu proses. Variabilitas dalam karakteristik mutu

kunci biasanya timbul dari tiga sumber, yaitu mesin yang tidak wajar, kesalahan

operator dan atau bahan baku yang cacat. Sumber-sumber variabilitas tersebut

dinamakan “sebab-sebab terduga”. Suatu proses yang bekerja dengan adanya sebab-

sebab terduga dikatakan tidak terkendali.

Menurut Iriawan dan Astuti (2006), ada 2 tipe variabilitas proses, yaitu

variabilitas random dan assignable. Variabilitas random adalah variabilitas yang

tidak bisa dihindari. Variabilitas random terjadi karena faktor-faktor yang tidak dapat

atau sulit dikendalikan, sedangkan variabilitas assignable disebabkan faktor-faktor

yang dapat dikendalikan. Oleh karena variabilitas random terjadi secara normal,

maka bila variasi suatu proses termasuk dalam tipe ini, akan dikategorikan dalam

batas kendali statistik. Sebaliknya, apabila suatu variasi proses tergolong variabilitas

assignable, maka proses dikatakan di luar kendali statistik. Suatu alat untuk

mendeteksi variabilitas adalah bagan kendali.

Batas Kendali dan Batas Spesifikasi. Menurut Montgomery (1990), tidak ada

hubungan atau pertalian matematik atau statistik antara batas kendali dan batas

spesifikasi mutu. Batas kendali timbul dari variabilitas alami proses (diukur dengan

deviasi standar proses atau σ) yaitu oleh batas toleransi alami proses (3σ di atas dan

di bawah mean). Taksiran deviasi standar proses atau σ yang digunakan dalam

pembentukan batas kendali dihitung dari variabilitas dalam tiap sampel (yakni dari

rentang tiap sampel). Taksiran untuk σ hanya mencerminkan variabilitas di dalam

sampel. Batas spesifikasi mutu ditentukan dari luar, misalnya ditentukan oleh

manajemen, insinyur produksi, konsumen, atau oleh perancang atau pengembang

produk. Pande et al. (2003) menyatakan bahwa batas kendali dihitung dari data

proses aktual yang dapat berubah karena kinerja proses berubah sepanjang waktu

sedangkan batas spesifikasi berasal dari pelanggan yang dapat berubah hanya jika

persyaratan pelanggan berubah.

Analisis Kemampuan Proses

Kemampuan proses didefinisikan sama dengan 3 dari rataan proses. Ada

tiga teknik utama yang digunakan dalam analisis kemampuan proses: histogram atau

bagan probabilitas, bagan kendali dan rancangan percobaan atau desain eksperimen

Page 54: D08esa

36

Iriawan dan Astuti, 2006). Montgomery (1990) menyatakan bentangan proses (6σ)

adalah definisi dasar kemampuan proses. Analisis kemampuan proses berguna untuk

kuantifikasi variabilitas proses, analisis variabilitas relatif terhadap persyaratan atau

spesifikasi produk dan untuk membantu pengembangan dan produksi dalam

menghilangkan atau mengurangi variabilitas produk.

Cara yang baik untuk menyatakan kemampuan proses adalah melalui

perbandingan kemampuan proses (PKP). PKP adalah ukuran kemampuan proses

untuk menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi (Montgomery, 1990).

Menurut Grant dan Leavenworth (1994), jika suatu proses yang dikendalikan

harus memenuhi dua batas spesifikasi yaitu spesifikasi atas (Su) dan spesifikasi

bawah (Sl), semua situasi yang mungkin terjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga:

1) bentangan proses (6σ) < selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua

produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi;

2) bentangan proses (6σ) = selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua

produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses

dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan

3) bentangan proses (6σ) > selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua

produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi.

Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi satu batas spesifikasi yaitu

hanya spesifikasi atas (Su) atau hanya spesifikasi bawah (Sl), semua situasi yang

mungkin terjadi juga dapat dikelompokkan menjadi tiga:

1) bentangan proses (3σ) < selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti

semua produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi;

2) bentangan proses (3σ) = selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti

semua produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses

dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan

3) bentangan proses (3σ) > selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti

semua produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi.

Page 55: D08esa

METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di PT Sari Husada unit I yang

berlokasi di Kelurahan Muja Muju Kecamatan Umbul Harjo Kotamadya Yogyakarta

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Alamat tepatnya adalah Jalan Kusuma

Negara No. 173 P.O. Box 37 Yogyakarta 55002. Kegiatan magang penelitian ini

dimulai sejak tanggal 2 Juli 2007 sampai dengan 2 Agustus 2007.

Materi

Bahan yang digunakan untuk produksi susu bubuk SGM 3 Madu tercantum

pada Tabel 10. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis mutu fisik dan kimia di

laboratorium fisik dan kimia Research and Development Department (R&D) dan

Quality Assurance (QA) serta Production Department bagian Quality Control (QC)

PT Sari Husada, diantaranya: larutan buffer untuk pH 4,00 dan pH 7,00, H2SO4 BJ

1,82 g atau ml, iso amil alkohol, H2O, asam metaphosphat 5%, asam asetat, larutan

2,6 dichlorophenol indophenol 0,1 N dan antifoaming agent (penghilang buih) yaitu

octanol.

Peralatan yang digunakan untuk produksi susu bubuk SGM 3 Madu

tercantum pada Tabel 11. Peralatan yang digunakan untuk analisis mutu fisik, kimia

dan organoleptik adalah peralatan dan perlengkapan laboratorium fisik dan kimia

Departemen R&D dan QA serta Production Department bagian QC PT Sari Husada.

Peralatan laboratorium yang digunakan untuk analisis mutu fisik, kimia dan

organoneptik diantaranya: plastik sample, gayung tangkai panjang, sendok sample

stainless steel, gelas piala, pengaduk atau sendok, termometer air raksa, termometer

alkohol, termometer digital, pH meter, refraktometer, tap density tester, tabung

Gerber, pipet, sentrifage, timbangan analitik, moisture analyzer, gelas ukur, kertas

saring, erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, spatula (250 x 135 x 25 mm), stopwatch,

saringan 230 mesh atau 63 µm dengan diameter 100 mm, corong dengan diameter

110-120 mm, photoprint scorched sediment standard for dry milk dari American Dry

Milk Institute (ADMI), waring blendor, kertas sedimen, alat sediment tester (tipe

aspirator) dan lup (lensa pembesar).

Page 56: D08esa

38

Tabel 10. Daftar Bahan Baku Product in Process dari SGM 3 Madu

No. Liquid Mixed Storage Tank (MST) Base Powder

ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling

1. Full cream milk (susu segar) liquid MST base powder ex dryer

2. Skim milk powder (SMP) - skim milk powder (SMP)

3. Whey protein concentrate (WPC) - whey protein concentrate (WPC)

4. Lactose concentrate - butter milk powder (BMP)

5. Mixed vegetable oil (minyak nabati) - madu bubuk

6. Lesitin - gula (sukrosa) halus

7. Granula KOH - bubuk Doco Sahexaenoic Acid (DHA)

8. Air proses - mineral premix

9. Prebiotik (GOS) - vitamin premix

10. - - prebiotik (FOS)

Sumber : PT Sari Husada, 2007

Tabel 11. Daftar Peralatan Produksi SGM 3 Madu

No. Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling

1 Silo susu pasteurisasi balance tank blendor

2 Tangki susu panas evaporator bin filler

3 Tangki MVO feed tank (FT) -

4 Fat day tank (FDT) preheater (consistator) -

5 Tangki air panas duplex filter -

6 Compounding tank (CT) high pressure pump (HPP) -

7 High speed mixer spray dryer -

8 Duplex filter atau clarifier vibro -

9 Balance tank sifter atau receiving -

10 Pasteurizer (PHE) pneumatic system -

11 Homogenizer silo base powder ex dryer -

12 Plate cooler - -

13 Mixed storage tank (MST) - -

Sumber : PT Sari Husada, 2007

Prosedur

Produksi SGM 3 Madu

Proses produksi SGM 3 Madu melalui empat tahap proses produksi, meliputi:

1) proses produksi liquid MST, 2) proses produksi base powder ex dryer, 3) proses

Page 57: D08esa

39

produksi finish powder ex blending atau bin filling dan 4) proses pengemasan ke

dalam kemasan komersial. Diagram alir proses produksi SGM 3 Madu dapat dilihat

pada Gambar 4 dan Diagram Alir proses produksi pada Lampiran 1.

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk SGM 3 Madu

Liquid MST merupakan larutan hasil pencampuran dari berbagai bahan baku

yang telah diformulasikan yaitu minyak nabati (minyak kedelai, minyak kelapa dan

minyak kelapa sawit), dairy product (skim milk powder, whey protein, konsentrat

protein, full cream milk), lesitin kedelai, air panas dan prebiotik GOS. Base powder

ex dryer adalah bubuk inti hasil proses pengeringan liquid MST menggunakan spray

dryer sehingga berubah wujudnya dari cair menjadi bubuk. Finish powder ex

Proses Produksi Liquid MST

Bahan Baku

yang telah Diformulasikan

Analisis Mutu

Proses Produksi Base Powder ex Dryer

Proses Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

Proses Pengemasan dalam Kemasan Komersial

Analisis Mutu

Analisis Mutu

Bahan Baku

yang telah Diformulasikan

Analisis Mutu

Produk Jadi

Susu Bubuk SGM 3 Madu

Page 58: D08esa

40

blending atau bin filling adalah bubuk akhir (bahan jadi) hasil dry blending

(pencampuran kering) dari bubuk inti dengan bahan-bahan formulasi yaitu gula

halus, skim milk powder, butter milk powder, honey powder, honey cita rasa,

vaniloran crystal, Doco Sahexaenoic Acid (DHA), premix mineral, premix vitamin,

madu bubuk dan prebiotik FOS. Bubuk akhir ini selanjutnya dimasukkan ke dalam

bin filling yaitu kotak yang terbuat dari kayu berkapasitas 1 ton yang di dalamnya

dilapisi plastik poliester atau poli etilen treptalat (PET). Pengemasan bubuk akhir ke

dalam bin ini bertujuan untuk memudahkan pengangkutan bubuk akhir (bahan jadi)

menuju ke PT Sari Husada Unit II untuk proses pengemasan selanjutnya ke dalam

kemasan komersial.

Produksi Liquid Mixed Storage Tank (MST). Proses pembuatan liquid MST

merupakan tahap awal dari proses pembuatan susu bubuk SGM 3 Madu. Tahapan-

tahapan proses produksi liquid MST meliputi pencampuran, penyaringan,

pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan dan penyimpanan sementara di dalam

MST. Diagram alir pembuatan liquid MST disajikan pada Gambar 5.

1. Proses mixing atau compounding (pencampuran). Sebelum dilakukan proses

pencampuran, semua alat dibersihkan terlebih dahulu dengan cara Cleaning In

Place (CIP). Tangki pencampuran diisi dengan minyak nabati dan air panas yang

bersuhu 70 0C, serta dilakukan pengadukan sambil perlahan-lahan dimasukkan

material dairy product. larutan serta menghancurkan partikel-partikel material

dairy product. Pengadukan bertujuan untuk mancampur dan mensirkulasikan

larutan yang belum larut. Proses pencampuran ini dilakukan selama 15-25 menit

dengan suhu berkisar antara 50 - 55

0 C.

2. Penyaringan. Larutan hasil pencampuran dialirkan ke penyaringan. Proses

penyaringan bertujuan memisahkan kotoran-kotoran atau benda-benda asing yang

mungkin terbawa. Alat yang digunakan ialah clarifier atau duplex filter yang

bekerja atas dasar berat jenis partikel penyusun larutan.

3. Pasteurisasi. Proses pasteurisasi metode High Suhue Short Time (HTST). Suhu

yang diterapkan berkisar 80 0C dengan waktu 15 detik. Pemanasan dilakukan

dalam plat penukar panas atau Plat Heat Exchanger (PHE).

4. Homogenisasi. Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan dan

mengecilkan partikel-partikel atau globula-globula lemak dalam larutan sehingga

Page 59: D08esa

41

Gambar 5. Diagram Alir Proses Produksi Liquid MST

tidak terjadi pemisahan. Proses homogenisasi akan menghasilkan larutan dengan

globula-globula lemak yang seragam ukurannya yaitu 2 µm, yang semula

mempunyai ukuran bervariasi yaitu 1-16 µm.

5. Pendinginan. Pendinginan selain untuk menghambat perkembangan bakteri juga

untuk mencegah kerusakan larutan selama penyimpanan. Proses pendinginan

Pencampuran (Mixing

atau Compounding)

Penyaringan

Pasteurisasi

HTST

Pemeriksaan

Suhu pasteurisasi

Sesuai

Spesifikasi?

No

Yes

Penyesuaian suhu

Pasteurisasi oleh

Bagian Produksi

Penyimpanan MST

Homogenisasi

Pendinginan

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik liquid MST

(organoleptik, pH, temperatur MST, total solid (TS), kadar lemak dan rasio fat per TS)

Liquid MST

Page 60: D08esa

42

dilakukan dengan suhu berkisar antara 4–10 0C, yang dicapai dengan aplikasi

pressing pada cairan sebesar 2000 Psi.

6. Penyimpanan Mixed Storage Tank (MST). Larutan hasil pendinginan disimpan

dalam MST. Penyimpanan ini bersifat sementara karena selanjutnya larutan akan

mendapatkan perlakuan dilakukan spraying (pengeringan). Total solid eks MST

adalah 45%.

Produksi Base Powder ex Dryer. Proses ini digolongkan sebagai partly spray dryer

yang artinya dari proses pengeringan dengan spray dryer baru menghasilkan bubuk

inti atau base powder. Tahapan-tahapan proses produksi base powder ex dryer

meliputi evaporasi, penyimpanan sementara di dalam Feed Tank (FT), pemanasan

awal, penyaringan, pemompaan dengan High Pressure Pump (HPP), pemanasan

utama, pengeringan purna dengan Vibro, penyaringan dan penyimpanan di dalam

silo. Diagram alir produksi base powder ex dryer dapat dilihat pada Gambar 6.

1. Evaporasi. Proses evaporasi bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam liquid.

Total solid hasil evaporasi adalah 53%. Evaporasi yang digunakan ialah single

stage evaporator.

2. Penyimpanan liquid hasil evaporasi di dalam feed tank (FT). FT juga berfungsi

untuk mengatur aliran liquid yang akan diproses melalui spray drying.

3. Pemanasan Awal atau Preheating. Proses pemanasan pendahuluan dimaksudkan

untuk menaikkan suhu larutan sebelum spray drying. Suhu larutan setelah

preheating ialah 70 0C.

4. Penyaringan. Penyaringan sebelum spray drying dimaksudkan untuk menyaring

apabila ada protein yang terdenaturasi yang berupa endapan-endapan halus. Filter

untuk penyaringan diganti secara periodik untuk menyingkirkan deposit yang

ada.

5. Pemompaan dengan High Pressure Pump (HPP). HPP adalah pompa bertekanan

tinggi yang berfungsi untuk mengalirkan liquid dari lantai satu ke top chamber.

HPP ini juga berfungsi sebagai second homogenizer yaitu untuk lebih

menstabilkan emulsi.

6. Pemanasan dengan Dry Tower atau Dry Chamber (Pengering Utama). Liquid

yang dipompa keluar dari jalur HPP akan dikabutkan melalui sprayer nozzle yang

berdiameter 1,6–2,0 mm dalam dry tower atau dry chamber. Bersamaan dengan

Page 61: D08esa

43

Gambar 6. Diagram Alir Proses Produksi Base Powder ex Dryer

Pengeringan Utama (Chamber)

Penyimpanan (Feed Tank)

Evaporasi

Liquid MST

Preheater

Penyaringan

High Pressure Pump (HPP)

Pengeringan Purna

Sifter

Penyimpanan Silo

Base Powder ex dryer (inti SGM 3 Madu

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik

Base Powder ex Dryer

(organoleptik, pH, total solid (TS), kadar lemak, kadar air, bulk density, floaters,

sinkers, curd test dan sediment test)

Page 62: D08esa

44

pengkabutan dimasukkan udara panas terfiltrasi dengan suhu 100 0C. Tekanan

udara dalam dry tower atau chamber dibuat (-1 – 10 mm Wg). Suhu udara keluar

dry chamber ialah 95 0C dengan kadar air (bubuk) 4%.

7. Pengeringan Purna dengan Vibro. Vibro mempunyai tiga fungsi utama:

a) mengeringkan powder sehingga memenuhi standar kadar air yaitu 2 – 3%;

b) mengarahkan flow powder dari Dry Tower atau Chamber ke sifter

(pengayak); dan

c) pendinginan powder eks produksi sebelum disimpan. Suhu powder sebelum

disimpan adalah 40 0C.

8. Penyaringan dengan Shifter. Shifter berfungsi untuk menyaring bila terdapat milk

stone selama proses produksi sehingga harus dipisahkan.

9. Penyimpanan dalam Silo. Powder hasil spray drying disimpan di dalam silo,

kemudian dilakukan proses blending.

Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling. Tahapan-tahapan proses

produksi finish powder ex blending atau bin filling (susu bubuk SGM 3 Madu)

meliputi pencampuran dan pemasukkan ke dalam bin berlapis plastik. Diagram alir

proses produksi finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Gambar

7.

1. Blending (Pencampuran). Proses finishing (penyelesaian produk) dimulai dengan

pencampuran bubuk inti SGM 3 Madu dengan gula halus, premix mineral,

premix vitamin, madu bubuk, prebiotik FOS dan tambahan material dairy

product sesuai formulasi. Sebelum dicampur masing-masing material ditimbang

sesuai formulasi. Proses pencampuran dilakukan selama 15 menit untuk

menghasilkan bahan jadi SGM 3 Madu.

2. Pengisian ke dalam Bin atau Kotak Kayu Berlapis Plastik PET yang

Berkapasitas Maksimal 1 ton. Bahan jadi SGM 3 Madu ditimbang sesuai dengan

kapasitas volume kotak, melalui mesin pengisi atau bin filler, bahan jadi tersebut

diisikan ke dalam bin.. Selesai pengisian, dilanjutkan proses penutupan secara

manual. Sebelum digunakan, plastik di dalam bin disterilisasi sinar ultra violet.

Semua bin yang telah terisi kemudian diangkut dengan truk kontainer menuju ke

PT Sari Husada unit II di Klaten Jawa Tengah untuk pengemasan ke dalam

kemasan komersial.

Page 63: D08esa

45

Gambar 7. Diagram Alir Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik

Analisis mutu sample product in process dari produk SGM 3 Madu yang

meliputi liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling dilakukan pada kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik yang telah

ditetapkan perusahaan. Kriteria mutu fisik yang dianalisis dalam penelitian ini

meliputi: 1) floaters dan sinkers, 2) bulk density (BD), 3) curd atau white flecks dan

4) cream layer. Kriteria mutu kimia yang dianalisis meliputi: 1) nilai pH dan 2) kadar

Sesuai

Spesifikasi?

No

Yes

Dinyatakan

NC (Non

Conformance),

dikarantina,

resampling dan

rework

Base Powder ex Dryer (bubuk inti)

Blending (Pencampuran)

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

(organoleptik, pH, kadar lemak, bulk density, floaters dan sinkers, curd test dan

cream layer)

Bin Filling (Pengisian ke dalam bin)

Pengangkutan ke PT Sari Husada unit II di Klaten untuk pengemasan

Page 64: D08esa

46

lemak. Daftar lengkap analisis kriteria mutu sample product in process SGM 3 Madu

oleh PT Sari Husada dapat dilihat pada Tabel 12. Mutu organoleptik yang dianalisis

meliputi: 1) penampakan, 2) warna, 3) rasa dan 4) cita rasa.

Tabel 12. Daftar Kriteria Mutu Product in Process dari SGM 3 Madu yang

Dianalisis

No. Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau

Bin Filling

1. Organoleptik organoleptik organoleptik

2. Nilai pH nilai pH nilai pH

3. Kadar lemak kadar lemak kadar lemak

4. Suhu pasteurisasi * *

5. Suhu MST * *

6. Total solid (TS) ** **

7. ** floaters dan sinkers floaters dan sinkers

8. ** bulk density (BD) bulk density (BD)

9. ** curd atau white flecks curd atau white flecks

10. ** sedimen **

11. ** kadar air **

12. ** ** cream layer

13. ** ** kadar vitamin C

14. ** ** metal

Keterangan: * = tidak melalui proses; ** = tidak dianalisis

Sumber : PT Sari Husada, 2007

Analisis Mutu Fisik

Bulk Density atau BD (Sari Husada, 1994). Prosedur penentuan BD didokumen-

tasikan pada SOP-040/QA/SH/X/94. Penentuan BD hanya berlaku untuk sample

base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling.

Penentuan BD memerlukan peralatan diantaranya : timbangan Sartorius, gelas piala

400 ml dan Tap Density Tester (Gambar 7). Cara kerja penentuan BD adalah 1)

menimbang 100 g sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex

blending atau bin filling dalam gelas piala dan memasukkannya ke dalam silinder

penghitung, 2) meratakan permukaannya dan membaca volume sample pada skala

Page 65: D08esa

47

(V1), 3) menekan tombol on sehingga lampu indikator berwarna merah menyala, 4)

menunggu sampai alat tersebut berhenti sesuai dengan ketukan yang telah diatur

(100 ketukan), 5) membaca volume pada silinder penghitung (V2) dan 6) melakukan

penghitungan BD sesuai rumus berikut:

BD-tuang (poured density) = 1

berat sampel

V

BD-kemas (packed density) = 2

berat sampel

V

Gambar 8. Tap Density Tester untuk Mengukur Bulk Density (BD)

Floaters dan Sinkers (Sari Husada, 1994). Pemeriksaan floaters atau sinkers

berlaku pada sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending

atau bin filling. Floaters adalah partikel yang tidak larut yang kelihatan di bagian

permukaan dari larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling, sedangkan sinkers adalah partikel yang tidak larut yang kelihatan di bagian

dasar dari larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base

powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Prosedur ini

merupakan simulasi rekonstitusi yang akan dilakukan oleh konsumen. Pemeriksaan

floaters dan sinkers membutuhkan reagensia berupa antifoaming agent (octanol) dan

aquades hangat (suhu 45 0C). Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: gelas piala 250

ml, sendok pengaduk dan neraca analitik.

Page 66: D08esa

48

Prosedur pemeriksaan floaters atau sinkers sebagai berikut: 1) menimbang 26

g sample dan memasukkannya ke dalam 180 ml aquades hangat (suhu 45 0C) di

dalam gelas piala, 2) melarutkan melalui pengadukan dengan bantuan sendok selama

1 menit, 3) menambahkan 1 tetes octanol untuk menghilangkan busa pada larutan, 4)

mengamati dengan teliti dan menghitung partikel tidak larut yang kelihatan di bagian

permukaan atau floaters dan di bagian dasar atau sinkers.

Curd atau White Flecks (Sari Husada, 2001). Curd atau white flecks merupakan

bintik-bintik atau partikel atau noktah putih pada larutan susu yang tidak larut dan

dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai suatu lapisan putih. Prosedur

pemeriksaan curd atau white flecks didokumentasikan pada SOP-060/RD/SH/XI/01.

Pemeriksaan curd atau white flecks berlaku pada sample base powder ex dryer dan

sample finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan curd atau white flecks

dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) merekonstitusi sample sebanyak 15 g ke

dalam gelas piala yang berisi aquades 100 ml suhu 40 0C dan menyampur dengan

sempurna, 2) mengambil larutan tersebut dengan sendok teh (cukup sepucuk sendok

teh), 3) meneteskan 1 tetes larutan sample yang ada di sendok teh tersebut ke dalam

tabung tumbler yang telah berisi aquades sebanyak 2 atau 3 tabung, 4) mengamati

dan meneliti tabung tumbler serta menghitung curd yang muncul, 5)

mengklasifikasikan banyaknya curd yang muncul berdasarkan Tabel 13.

Tabel 13. Kategori Hasil Pemeriksaan Curd atau White Flecks

Kategori Keterangan

0 Tidak ada partikel yang melayang

1 Partikel yang melayang sangat sedikit, halus dan tersebar

2 Partikel yang melayang agak banyak, halus dan tersebar

3 Partikel yang melayang banyak, kasar dan tersebar

4 Partikel yang melayang sangat banyak, kasar dan tersebar

Cream Layer (Sari Husada, 2007). Cream layer adalah krim fraksi dari lemak yang

tidak terlindungi (tidak terikat) oleh lapisan protein dan berada dalam bentuk noda

atau bercak globula dan terletak di permukaan dan atau di dalam partikel milk

powder yang mengandung lemak. Pemeriksaan cream layer membutuhkan reagensia

Page 67: D08esa

49

octanol dan aquades suhu 45 0C. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: gelas piala

250 ml, sendok pengaduk, stopwatch dan neraca analitik. Prosedur pemeriksaan

cream layer sebagai berikut: 1) menimbang 26 g sample dan memasukkannya ke

dalam 180 ml aquades suhu 45 0C di dalam gelas piala, 2) melarutkan melalui

pengadukan dengan bantuan sendok selama 1 menit, 3) menambahkan 1 tetes octanol

untuk menghilangkan busa pada larutan, 4) tunggu selama 1 menit, kemudian

diamati keberadaan cream layer di permukaan atas larutan. Jika timbul cream layer

maka ketebalannya diukur dengan penggaris mikro meter melalui dinding luar gelas

piala.

Analisis Mutu Kimia

Nilai pH (Sari Husada, 1994). Prosedur pemeriksaan pH didokumentasikan pada

SOP-055/QA/SH/X/94. Pemeriksaan pH memerlukan peralatan pH meter (Orion

Digital 201) dan buffer solution pH 4,00 dan pH 7,00. Cara pemeriksaan pH sebagai

berikut: 1) mencuci elektroda dengan aquadest, 2) memasukkan elektroda ke dalam

larutan buffer pH 7,00, 3) mencuci elektroda dengan aquades, 4) memasukkan

elektroda ke dalam larutan buffer pH 4,00, 5) mencuci elektroda dengan aquades dan

pH meter siap untuk digunakan (sebelum dan sesudah digunakan pH meter harus

selalu dicuci dengan aquades dan apabila tidak dipakai dalam waktu yang agak lama,

elektroda harus direndam dalam larutan KCl jenuh), 6) memasukkan sample ke

dalam gelas piala, 7) mengukur pH larutan dengan memasukkan elektroda ke dalam

larutan dan 8) membaca pH larutan dari skala pH meter. Prosedur ini berlaku untuk

pemeriksaan pH sample liquid MST dan sample base powder ex dryer serta sample

finish powder ex blending atau bin filling yang telah dijadikan larutan normal dengan

cara melarutkan powder dalam air pada larutan normal, yaitu dibuat dari 15-17,5 g

sesuai petunjuk pemakaian dan dilarutkan dalam 100 cc air hangat.

Kadar Lemak (Sari Husada, 1995). Prosedur pemeriksaan kadar lemak pada

terdokumentasikan pada SOP-177/QA/SH/I/95. Metode pemeriksaan kadar lemak

yang digunakan ialah metode Gerber. Pemeriksaan kadar lemak metode Gerber

memerlukan bahan-bahan berupa: H2SO4 BJ 1,82 g atau ml, iso amil alkohol dan

H2O. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan kadar lemak metode Gerber

diantaranya: tabung Gerber, pipet volume 1, 10 dan 75 ml, sentrifius dan timbangan

Page 68: D08esa

50

analitik. Cara kerja pemeriksaan kadar lemak metode Gerber adalah 1) memasukkan

10 ml H2SO4 ke dalam tabung Gerber, menambahkan 1 ml iso amil alkohol, 2)

menimbang sample sejumlah berikut: untuk liquid MST sebanyak 10 g sedangkan

untuk sample base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling

masing-masing sebanyak 1,69 g, lalu memasukkan sample yang telah ditimbang ke

dalam tabung Gerber, 3) manambahkan H2O 20 g, 4) menutup tabung Gerber

dengan rapat dan mengocoknya dengan kuat hingga homogen (pengocokan ini harus

dilakukan secara hati-hati karena larutan H2SO4 berbahaya), 5) memasukkan tabung

Gerber ke dalam alat centrifuge dan memutarnya dengan kecepatan 1100 – 1200 rpm

selama 5 menit, 6) mematikan centrifuge, lalu membaca lemak yang memisah yang

terlihat pada skala tabung Gerber dan 7) penghitungan kadar lemak dengan

membaca skala yang ditunjukkan pada tabung Gerber (jika tanpa pengenceran

dengan aquades) sedangkan jika menggunakan pengenceran kadar lemak dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

kadar lemak = pembacaan skala x sampelberat

npengencerajumlah

Analisis Mutu Organoleptik

Mutu organoleptik yang diuji meliputi penampakan, warna, rasa dan cita

rasa. Empat kriteria mutu organoleptik tersebut harus memenuhi spesifikasi. Jika ada

salah satu atau lebih kriteria mutu organoleptik tidak memenuhi spesifikasi, maka

dinyatakan sebagai ketidaksesuaian mutu organoleptik. Pengujian dan penilaian

organoleptik didasarkan pada kesan subjektif seorang panelis. Panelis dalam

pengujian dan penilaian mutu organoleptik liquid MST, base powder ex dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling adalah salah seorang dari para analis

laboratorium QC dan QA sebagai panel perseorangan yang sangat terlatih.

Liquid MST (Sari Husada, 1994). Prosedur analisis mutu organoleptik

didokumentasikan pada SOP-066/QA/SH/X/94. Pemeriksaan sample liquid MST

memerlukan peralatan gelas piala dan pengaduk. Cara kerja pemeriksaan

organoleptik sample liquid MST adalah 1) mengambil sample ± 300 ml,

memasukkannya ke dalam gelas piala, mengaduknya hingga rata dan didiamkan

selama ± 3 menit, 2) melakukan evaluasi atau penilaian penampakan, warna, cita rasa

Page 69: D08esa

51

dan rasa (sample harus memiliki sifat khas tanpa ada cita rasa, rasa asing dan

warnanya juga bersifat khas dan tidak menunjukkan terjadinya over heated atau

gosong, 3) mengamati homogenitas larutan dan 4) mengamati adanya partikel asing

dan atau partikel yang tidak larut.

Base Powder ex Dryer dan Finish Powder ex Blending atau Bin Filling. Peme-

riksaan sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin

filling memerlukan peralatan timbangan, gelas piala dan pengaduk atau sendok.

Prosedur pemeriksaan organoleptik untuk sample base powder ex dryer dan sample

finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) mengamati bentuk fisik dan

penampakan powder (harus mempunyai sifat-sifat warna, cita rasa dan rasa yang

khas serta bebas dari rasa dan cita rasa yang menyimpang), 2) melarutkan powder

dalam air pada larutan normal, yaitu dibuat dari 15-17,5 g sesuai petunjuk pemakaian

dan dilarutkan dalam 100 cc air hangat, 3) mengamati dan meneliti pada larutan

normal hal-hal sebagai berikut: kelarutannya (mudah, sulit, menggumpal), timbulnya

busa atau pemisahan, keberadaan kotoran atau partikel lain, aroma, rasa,cita rasa,

warna, serta hal-hal lain yang menyimpang dan 4) melaporkan ke bagian produksi

jika terjadi hal-hal yang menyimpang untuk dilakukan koreksi dan tindakan

perbaikkan.

Pengambilan Sample (Contoh)

Prosedur pengambilan sample in process dan penyimpanan retain sample

didokumentasikan pada SOP-256/QA/SH/X/95. Sample yang diambil untuk

penelitian ini meliputi sample liquid MST, sample base powder ex dryer dan sample

finish powder ex blending atau bin filling.

Liquid MST (Sari Husada, 1995). Sample liquid MST diambil sesuai dengan cara

berikut: 1) mempersiapkan peralatan pengambilan sample yang meliputi plastik

sample yang telah disterilisasi dan gayung tangkai panjang berbahan stainles steel, 2)

melakukan sterilisasi gayung dengan alkohol 70% dan dibakar, 3) memasukkan

gayung melalui main hole, 4) mengambil liquid sebanyak ± 300 ml untuk sample in

process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara

aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 5) memberi identitas sample meliputi :

Page 70: D08esa

52

mesin, nama produk, nomor PrO (production order) atau nomor surat perintah

produksi (SPP), nomor MST dan tanggal pengambilan sample.

Base Powder ex Dryer (Sari Husada, 1995). Cara pengambilan sample base

powder ex dryer adalah 1) menyiapkan peralatan pengambilan sample meliputi

plastik sample dan sendok sample berbahan stainles steel, 2) melakukan sterilisasi

sendok sample dengan alkohol 70% dan membakarnya, 3) mengambil sample

melalui lubang sample (di bawah shifter) sebanyak ± 500 g setiap PrO untuk sample

in process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara

aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 3) memberi identitas sample pada plastik

sample meliputi : mesin, nama produk, PrO, jam dan tanggal pengambilan sample.

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (Sari Husada, 1995). Cara

pengambilan sample finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) menyiapkan

peralatan pengambilan sample meliputi plastik sample dan sendok sample stainless

steel, 2) melakukan sterilisasi sendok sample dengan alkohol 70% dan

membakarnya, 3) mengambil sample finish powder dari bin sebanyak ± 500 g untuk

bin nomor 1, 11, 21, 31 dan seterusnya untuk sample in process dan retain sample,

sedangkan untuk bin yang lain diambil sebanyak ± 100 g untuk sample in process

dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara aseptis untuk

mencegah kontaminasi dan 4) memberi identitas sample yang meliputi: nomor bin

filling (BF), nama produk, nomor PrO dan nomor urut pengisian.

Retain Sample (Penyimpanan Sample atau Contoh)

Retain sample adalah sample yang disimpan untuk keperluan pemeriksaan

mutu diwaktu yang akan datang jika diperlukan pemeriksaan ulang terhadap mutu

sample produk yang diproduksi saat ini. Retain sample terdiri atas sample base

powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Tidak ada

retain sample untuk liquid MST.

Base Powder ex Dryer (Sari Husada, 1995). SOP retain sample untuk base

powder ex dryer sebagai berikut: 1) untuk pemeriksaan mutu fisik dan kimia sample

disimpan sampai base powder ex dryer tersebut dilakukan blending dan hasil

blending telah selesai pemeriksaannya (± 1 minggu), 2) retain sample yang sudah

Page 71: D08esa

53

ada identitasnya (mesin, nama produk, PrO, jam, tanggal) dikumpulkan dalam satu

PrO yang sama dan dikemas dalam satu plastik dan 3) plastik kemasan luar diberi

identitas : nama mesin, nama produk dan PrO.

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (Sari Husada, 1995). SOP retain

sample untuk finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) untuk pemeriksaan

mutu fisik dan kimia sample disimpan sampai finish powder ex blending atau bin

filling tersebut dilakukan filling dalam kemasan aluminium foil dan hasil filling telah

selesai pemeriksaannya (± 1 minggu), 2) retain sample yang sudah ada identitasnya

(mesin, nama produk, PrO, jam, tanggal) dikumpulkan dalam satu PrO yang sama

dan dikemas dalam satu plastik dan 3) plastik kemasan luar diberi identitas: nama

mesin, nama produk dan PrO.

Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample in Process

Frekuensi pengambilan sample dilakukan sesuai matriks pemeriksaan dari

masing-masing produk dan mesin produksi. Jumlah dan frekuensi pengambilan

sample product in process dan retain sample adalah untuk produk liquid MST

diambil sebanyak ± 300 ml dengan frekuensi 1 x per MST, untuk produk base

powder ex dryer diambil sebanyak ± 500 g dengan frekuensi 1 x per PrO dan sample

finish powder ex blending atau bin filling diambil sebanyak ± 500 g dengan frekuensi

1 x per 10 bin. Daftar frekuensi pengambilan sample beserta banyaknya sample yang

diambil untuk sample product in process dan retain sample dapat dilihat pada Tabel

14.

Tabel 14. Daftar Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample

Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending

atau Bin Filling

Frekeunsi

pengambilan sample 1 x per MST 1 x per PrO 1 x per 10 bin = 1 x per PrO

Total populasi ± 6.000 l ± 10 ton 10 bin = ± 10 ton

Banyaknya sample ± 300 ml ± 500 g ± 500 g

Sumber: PT Sari Husada, 2007

Pemberian Status Produk

Status produk setelah dianalisis mutunya dinyatakan dalam 3 kategori yaitu

released, non conformance (NC) dan rejected.

Page 72: D08esa

54

Released. Produk berstatus released apabila hasil analisis mutu liquid MST, base

powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dinyatakan tidak ada

penyimpangan yang berarti memenuhi spesifikasi mutu, sehingga produk tersebut

dapat diproses pada tahap selanjutnya.

Non Conformance (NC). Produk berstatus NC apabila hasil analisis mutu liquid

MST, base powder ex dryer, atau finish powder ex blending atau bin filling

dinyatakan tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan

sehingga produk tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut. Produk tersebut akan

dikarantina, dilakukan repengambilan sample dan dilakukan rework. Pemakaian

produk NC yang masih dapat digunakan untuk produksi harus berdasarkan

rekomendasi dan menunggu pemberian status produk tersebut oleh laboratorium QA.

Jika ada liquid MST yang dinyatakan NC maka laboratorium QA akan membuat

notifikasi dan teguran atau peringatan ke bagian produksi untuk melakukan tindakan

koreksi. Jika ada base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling

yang NC akan dikarantina atau disimpan dalam bin. Pengisian menggunakan bin

filler dan pada kemasan tersebut ditempelkan label status NC seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Label untuk Produk Berstatus Non Conformance (NC)

Resampling (pengambilan sample ulang) dilakukan apabila produk NC

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut atau retest (pemeriksaan ulang). Tatacara

repengambilan sample sesuai SOP-256/QA/SH/X/95 seperti tatacara pengambilan

sample yang telah diuraikan sebelumnya. Repengambilan sample pada produk finish

Page 73: D08esa

55

powder ex blending atau bin filling yang dikemas dalam bin dilakukan pada 5 bin

sebelum dan sesudah dari bin yang menyimpang. Apabila finish powder ex blending

atau bin filling dalam bin terlanjur diisikan ke filling packaging maka produk eks bin

tersebut dikarantina. Tempat penyimpanan produk yang dikarantina ditempelkan

label status karantina seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Label untuk Produk Berstatus Karantina

Produk rework dapat digunakan kembali dalam proses produksi. Tata cara

penggunaannya dibedakan menjadi 4 macam yaitu 1) reprocess (dapat digunakan

untuk proses ulang melalui proses basah), 2) reprocess dengan clarifier (dapat

digunakan untuk proses ulang melalui proses basah dengan menggunakan clarifier,

terutama untuk rework karena kasus metal), 3) rejected (untuk diafkir) dan 4)

reblending (dapat digunakan untuk proses ulang melalui proses kering). Status

reprocess dan reblending berlaku untuk masa waktu 1 bulan. Selanjutnya, apabila

produk akan digunakan supaya dimintakan status lagi untuk dilakukan pemeriksaan

ulang.

Spesifikasi powder rework untuk reprocess meliputi: penampakan normal,

tidak tercampur material asing; bau dan rasa normal, tidak apek, tidak tengik;

kebersihan powder dan larutan baik, tidak berkutu, tidak ada kotoran atau benda

asing; pH (larutan 10%) 6,0-7,5; dan peroxide value maksimal 3,0 meq atau kg.

Spesifikasi powder rework untuk reblending meliputi : semua spesifikasi powder

Page 74: D08esa

56

rework untuk reprocess ditambah spesifikasi untuk kadar air maksimal 3% dan kreist

test negatif.

Rework finish powder ex blending atau bin filling dapat dilakukan

reblending ke produk sejenis dengan jumlah penggunaan ditentukan sendiri oleh QA

atau QC, sesuai jenis kasusnya dan sesuai kemampuan atau kapasitas mesin blendor.

Total jumlah akumulasi rework base powder ex dryer dan finish powder ex blending

atau bin filling untuk wet process maksimal 15%. Total jumlah akumulasi rework

base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling untuk dry

blending maksimal 10%, sedangkan pemakaian base powder ex dryer dari SGM 3

Madu untuk wet process maksimal 10%. Sedangkan pemakaian finish powder ex

blending atau bin filling dari SGM 3 Madu maksimal 3%. Tidak ada pemakaian base

powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dari SGM 3 Madu

untuk dry blending.

Rejected. Produk berstatus rejected adalah produk NC yang tidak dapat lagi

digunakan untuk produksi (reblending atau reprocess). Produk rejected dikarantina

dan disimpan di dalam bin. Bin tempat menyimpan produk yang dinyatakan rejected

tersebut ditempelkan label status rejected. Contoh label status rejected dapat dilihat

pada Gambar 11

Gambar 11. Label untuk Produk Berstatus Rejected

Page 75: D08esa

57

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah statistik deskriptif. Nurgiyantoro et al. (2004)

menyatakan, bahwa statistik deskriptif adalah teknik statistik yang memberikan

informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji

hipotesis dan kemudian menarik inferensi yang digeneralisasikan untuk data yang

lebih besar atau populasi. Menurut Iriawan dan Septin (2006), statistika deskriptif

yaitu metode statistik yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam

bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan kemudahan dalam memberikan

informasi. Tujuan statistika deskriptif adalah memaparkan data untuk memberikan

gambaran dan penjelasan mengenai data. Statistika deskriptif menyajikan data dalam

tabel, grafik, ukuran pemusatan data dan penyebaran data.

Macam dan Sumber Data

Menurut Somantri dan Muhidin (2006), data merupakan segala fakta dan

angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi. Informasi adalah

hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data merupakan sejumlah

informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan, atau masalah,

baik yang berbentuk angka-angka maupun yang berbentuk kategori.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data

sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data-data tersebut dapat

dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Data-data yang Digunakan di dalam Penelitian

No. Data Primer Data Sekunder

1. Data hasil analisis mutu oleh

peneliti pada saat shift pagi

Data hasil analisis mutu oleh teknisi atau

analis mutu laboratorium QA& QC pada

saat shift malam

2. Catatan hasil wawancara atau

diskusi dengan para teknisi atau

analis mutu laboratorium QA&QC

Dokumen mengenai keadaan umum

perusahaan dan kumpulan SOP (standard

operation procedure) produksi dan

analisis mutu

3. - Bahan pustaka dari perpustakaan industri

atau perusahaan

Page 76: D08esa

58

Pengumpulan Data

Menurut Somantri dan Muhidin (2006), pengumpulan data statistik dapat

dilakukan dengan 2 macam cara yaitu sensus dan pengambilan sample. Sensus

adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mencatat atau meneliti seluruh elemen

yang menjadi objek penelitian (populasi). Kata lain dari sensus adalah pencatatan

data secara menyeluruh atau dikenal dengan complete enumeration. Pengambilan

sample adalah proses pengambilan sebagian dari keseluruhan objek atau memilih

objek-objek dari sebuah populasi tertentu.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara pengambilan

sample. Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

beberapa bentuk, diantaranya: teknik observasi, wawancara, studi pustaka serta

pencatatan data dan informasi.

1. Teknik observasi, yaitu teknik pengumpulan data oleh peneliti yang mengadakan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti, baik

dalam situasi buatan secara khusus yang diadakan (laboratorium) maupun dalam

situasi alamiah atau sebenarnya (lapangan). Objek yang diteliti dalam penelitian

ini ialah mutu fisik, kimia dan organoleptik bahan baku sampai dengan bahan

jadi susu bubuk SGM 3 Madu.

2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dari responden (sumber data)

atas dasar inisiatif pewawancara (peneliti) dengan menggunakan alat berupa

pedoman atau skedul wawancara, yang dilakukan secara personal, face to face

interview (tatap muka) maupun melalui telephone interview (wawancara melalui

telepon). Pedoman atau interview schedule (skedul wawancara) adalah daftar

pertanyaan yang telah disusun peneliti untuk ditanyakan kepada responden dalam

suatu wawancara yang pengisiannya dilakukan oleh pewawancara atau

enumerator (Somantri dan Muhidin, 2006). Responden (sumber data) dalam

wawancawa ini adalah para analis mutu laboratorium fisik dan kimia Research

and Development Department (R&D) bagian QA dan Production Department

bagian QC. Bahan wawancara adalah yang berhubungan dengan mutu fisik,

kimia dan organoleptik produk diantaranya: cara pemeriksaan mutu fisik, kimia

dan organoleptik; penyimpangan mutu yang sering muncul; dan cara atau solusi

untuk mengatasi penyimpangan mutu tersebut.

Page 77: D08esa

59

3. Studi pustaka, yaitu meneliti bahan dokumentasi dan pustaka yang ada yang

mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan untuk

mendapatkan pengetahuan secara umum mengenai sistem pengendalian mutu dan

penerapannya pada industri pengolahan susu, khususnya industri susu bubuk.

Selain itu studi pustaka bermanfaat untuk mempelajari kemungkinan-

kemungkinan teknik baru yang dapat digunakan dalam pengkajian masalah mutu

susu bubuk.

3. Pencatatan data dan informasi, yaitu melakukan pencatatan setiap hasil analisis

mutu dan informasi-informasi penting terkait mutu yang dianalisis. Pencatatan

dilakukan terhadap dokumentasi keadaan umum perusahaan, Standard

Operation Procedure (SOP) produksi dan analisis mutu, serta bahan pustaka dari

perpustakaan perusahaan.

Analisis Data

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode

pengendalian mutu statistik. Pengendalian mutu statistik atau Statistical Quality

Control (SQC) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk mengumpulkan

dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sample dalam kegiatan

pengendalian mutu produk. SQC menerapkan teori probabilitas dalam pengujian dan

pemeriksaan sample (Ma’arif dan Tanjung, 2003).

Metode pengendalian mutu statistik yang digunakan adalah bagan kendali

(bagan kendali variabel dan bagan kendali atribut). Menurut Montgomery (1990),

bagan kendali variabel digunakan untuk karakter mutu yang dapat dinyatakan dalam

bentuk ukuran angka. Bagan kendali atribut digunakan untuk karakter mutu yang

tidak dapat dengan mudah dinyatakan secara numerik. Bagan kendali atribut yang

digunakan yaitu bagan kendali c untuk mutu organoleptik, sedimen dan metal.

Analisis Bagan Kendali Variabel (Bagan Kendali x dan R). Pembuatan bagan

kendali diawali dengan menghitung nilai rata-rata subgrup ( x ), rata-rata total ( x ),

nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.), selang (R) dan rata-rata selang ( R )

untuk masing-masing nilai pengujian mutu fisik dan kimia liquid MST, base powder

ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Selanjutnya,

berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis tengah (GT), batas

Page 78: D08esa

60

pengendali atas (BPA), batas pengendali bawah (BPB) untuk bagan kendali x dan R,

serta deviasi standar (σ). Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendali tersebut,

dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Selanjutnya data nilai x dan R untuk

masing-masing pengujian mutu fisik dan kimia dipetakan pada bagan kendali.

Tahapan pembuatan bagan kendali x dan R dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali x dan R Sumber : Lawrence, 1986

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan adalah:

a.

n

i=1

x

x = n

; n = ukuran subgrup

b. R = (nilai terbesar dalam subgrup) – (nilai terkecil dalam subgrup)

menghitung rataan subgrup ( x ) dan selang (R)

kriteria mutu

yang dianalisis

mengumpulkan data dan membaginya menjadi beberapa subgrup

dan mentabulasikannya

menghitung rataan total ( x ) dan rataan selang ( R )

menghitung GTX, BAX, BBX, GTR, BAR, BBR

memplotkan x dan R serta membuat rangka bagan kendali

menulis keterangan yang diperlukan

menganalisis grafik

koreksi

perbaikan bagan kendali secara teratur

Page 79: D08esa

61

c.

k

i=1

x

x = = GTxk

; k = jumlah subgrup dan GTx = garis tengah bagan kendali x

d.

k

i=1R

R

R = = GTk

; k = jumlah subgrup dan GTR = garis tengah bagan kendali R

e. BPA = x 2BA = x+A R

BPB = x 2BB = x-A R

f. BPA = R 4BA =D R

BPB = R 3BB =D R

g. 2

Rσ =

d

Analisis Bagan Kendali Atribut (Bagan Kendali c). Pembuatan bagan kendali c

diawali dengan penghitungan jumlah unit yang non conformance (tidak sesuai) di

setiap subgrup (c) dan rataan total unit yang tidak sesuai ( c ) untuk masing-masing

mutu fisik, kimia dan organoleptik dari liquid MST, base powder ex spray dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling. Berdasarkan nilai c tersebut, selanjutnya

dilakukan perhitungan GT, BPA dan BPB untuk bagan kendali c. Berdasarkan hasil

perhitungan batas pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali c. Selanjutnya,

data c untuk masing-masing pengujian mutu fisik, kimia dan organoleptik dipetakan

pada bagan kendali. Tahapan pembuatan bagan kendali c dapat dilihat pada Gambar

13.

Keterangan : (untuk bagan kendali x )

BPA = BAx = Batas Pengendalian Atas = Batas Kendali Rataan Atas

BPB = BBx = Batas Pengendalian Bawah = Batas Kendali Rataan Bawah

A2 = konstanta pada tabel Shewhart

Keterangan :

σ = deviasi standar

R = rataan selang d2 = konstanta pada tabel Shewhart

Keterangan : (untuk bagan kendali R)

BPA = BAx = Batas Pengendalian Atas = Batas Kendali Rataan Atas

BPB = BBx = Batas Pengendalian Bawah = Batas Kendali Rataan Bawah

A2 = konstanta pada tabel Shewhart

Page 80: D08esa

62

Gambar 13. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali c Sumber : Montgomery, 1990

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan adalah

a.

n

i=1

c

c = k

= GT ; k = jumlah subgrup

b. BPA = c+3 c

BPB = c-3 c

menghitung unit yang non conformance (cacat atau tidak sesuai)

pada setiap subgrup (c)

kriteria mutu

yang dianalisis

mengumpulkan data dan membaginya menjadi beberapa subgrup

dan mentabulasikannya

menghitung rataan total ketidaksesuaian ( c )

menghitung GT, BPA, BPB

memplotkan c dan membuat rangka bagan kendali

menulis keterangan yang diperlukan

menganalisis grafik

tindakan

perbaikan bagan kendali secara teratur

Keterangan : (untuk bagan kendali c)

BPA = Batas Pengendalian Atas

BPB = Batas Pengendalian Bawah

GT = Garis Tengah

c = Rataan Total Ketidaksesuaian

Page 81: D08esa

63

Analisis Kemampuan Proses. Analisis ini dinyatakan melalui perbandingan

kemampuan proses (PKP) untuk mengukur kemampuan proses menghasilkan produk

yang memenuhi spesifikasi. PKP dilakukan dengan membandingkan selang proses

dengan selang spesifikasi perusahaan. Situasi yang mungkin terjadi dapat

dikelompokkan menjadi tiga:

1) selang proses < selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi

akan memenuhi spesifikasi;

2) selang proses = selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi

akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses dipusatkan secara tepat antara

batas-batas spesifikasi; dan

3) selang proses > selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi

tidak akan memenuhi spesifikasi.

Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi dua batas spesifikasi yaitu

spesifikasi atas (Su) dan spesifikasi bawah (Sl) maka rumus perhitungan selang

proses dan selang spesifikasi:

selang proses = 6σ

selang spesifikasi = Su-Sl

Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi satu batas spesifikasi yaitu

hanya spesifikasi atas (Su) atau hanya spesifikasi bawah (Sl) maka rumus

perhitungan selang proses dan selang spesifikasi:

selang proses = 3σ

selang spesifikasi = Su- x atau x -Sl

Page 82: D08esa

KEADAAN UMUM PT SARI HUSADA

Visi, Misi dan Budaya Perusahaan

Visi

Menjadi pemimpin pasar produk nutrisi bergizi untuk bayi dan anak di Indonesia.

Misi

1) turut serta membangun kesehatan dan kecerdasan bayi dan anak di Indonesia

dengan menyediakan produk nutrisi yang terpercaya dan terjangkau;

2) menghasilkan pertumbuhan perusahaan yang berkesinambungan melalui sistem

manajemen berkualitas tinggi dan pendekatan inovatif dalam budaya integritas

tinggi; dan

3) mengutamakan kepuasan seluruh stakeholder.

Budaya

1) trust, yaitu saling menaruh kepercayaan antara manajemen dan karyawan

sehingga dapat menjalankan fungsinya masing-masing secara optimal;

2) transparancy, yaitu manajemen yang terbuka dalam setiap kebijakannya,

sehingga karyawan pun bekerja dengan bersih, jujur dan tidak mengutamakan

kepentingan pribadi, tujuan yang akan dicapai adalah ingin mewujudkan Good

Coorporate Govermance; dan

3) team work, yaitu manajemen dan karyawan bekerjasama untuk mewujudkan visi

dan misi perusahaan.

Sejarah Ringkas Berdirinya Perusahaan

Tahun 1954 pemerintah Indonesia, dalam rangka swasembada protein telah

bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendirikan sebuah pabrik

susu nabati yang diberi nama NV Saridele. Pengelolaan perusahaan tersebut

dipercayakan kepada Bank Industri Negara. Pihak PBB dalam hal ini United

International Children’s Emergency Funds (UNICEF) memberikan pinjaman berupa

mesin-mesin pengelolaan susu yang harus dibayar kembali oleh perusahaan dalam

bentuk saridele yang diserahkan langsung kepada Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Page 83: D08esa

65

Para tenaga ahli Indonesia yang diandalkan untuk merealisir program tersebut

telah dididik oleh dan atas tanggungan biaya FAO (Food and Agriculture

Organization), suatu badan yang bernaung di bawah PBB. Tahun 1962 hubungan

Indonesia dengan UNICEF dan FAO terputus karena Indonesia keluar dari

keanggotaan PBB, sehingga NV Saridele diserahkan pengelolaannya kepada Badan

Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan akhirnya NV Saridele berubah menjadi

Perusahaan Negara (PN Saridele).

Tahun 1962 lahir produk susu bayi Susu Gula Minyak (SGM). Produk ini

lahir atas saran para dokter anak senior di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

melalui menteri kesehatan Prof. Dr. Satrio. PN Saridele kemudian menambah hasil

produksinya dengan makanan anak sejenis bubur, yaitu Susu Nasi Minyak (SNM).

Kedua produk ini diterima masyarakat dengan baik.

Tahun 1967 Indonesia bergabung kembali dengan PBB. UNICEF

menyerahkan kepemilikan seluruh harta milik perusahaan kepada Departemen

Kesehatan. Pemerintah menghapus BPU, termasuk BPU Farmasi, karena itu PN

Saridele berubah menjadi PN Sari Husada.

Tahun 1968 berdiri PT Kimia Farma yang khusus bergerak di bidang

obat/kimia. Pengelolaan PN Sari Husada diserahkan kepada PT Kimia Farma

sehingga PN Sari Husada diganti menjadi PT Kimia Farma Unit IV. Setelah dua

tahun berlangsung, terjadi lagi perubahan menjadi PT Kimia Farma Unit Produksi

Yogyakarta.

Tahun 1972 PT Kimia Farma menandatangani suatu kerjasama dengan PT

Tiga Raksa yang kemudian membentuk PT Sari Husada. Berdasarkan akte dari

menteri kehakiman RI dan Pengadilan Negeri Yogyakarta, PT Sari Husada

menjalankan usahanya dengan memanfaatkan fasilitas Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) sesuai UU No. 6 tahun 1968.

Tahun 1983 PT Sari Husada Go Public menjadi PT Sari Husada Tbk

(terbuka). Ijin Bapepam memberikan kesempatan kepada PT Sari Husada untuk

menjual sahamnya kepada masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia, di Jakarta.

Publik yang memiliki saham mencapai 20,83%, PT Kimia Farma 43,54% dan PT

Tiga Raksa 35, 63%.

Page 84: D08esa

66

Tahun 1992 PT Sari Husada Tbk menjadi swasta penuh. Seluruh saham milik

PT Kimia Farma dijual kepada PT Tiga Raksa sehingga saham yang dimiliki sebesar

79,17%.

Tahun 1998 PT Sari Husada melakukan aliansi strategis dengan Nutricia

International BV sehingga saham yang dimiliki Nutricia International BV sebesar

72,99%, PT Tiga Raksa 5,99% dan publik sebesar 21,03%. Sejak 1996 PT Sari

Husada telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu dan ISO 9002.

Sejak tahun 2000, PT Tiga Raksa sudah tidak memiliki saham lagi di PT Sari

Husada. Saham yang ada di PT Sari Husada sampai tahun 2007 mengalami beberapa

kali perubahan. Lembaga dan masyarakat asing juga ada yang memiliki saham di PT

Sari Husada. Direksi, komisaris dan karyawan pun dapat memiliki saham di PT Sari

Husada.

Tahun 2006 semua kepemilikan saham di PT Sari Husada dibeli oleh Numico

International BV Pertengahan tahun 2007 lebih dari 50% saham PT Sari Husada

dijual oleh Numico BV kepada PT Danone.

Sejarah Perkembangan Produk

Produk yang dihasilkan dari proses produksi di PT Sari Husada dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu produk PT Sari Husada dan produk lisensi. Produk

lisensi adalah produk dengan merk dagang milik perusahaan lain di luar negeri, tetapi

proses produksinya dilakukan oleh PT Sari Husada. Sejarah perkembangan produk

PT Sari Husada dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17.

Lokasi Perusahaan

1. Kantor Pusat dan Pabrik Unit I. Terletak di Kelurahan Muja Muju Kecamatan

Umbul Harjo Kotamadya Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY), di Jalan Kusumanegara No. 173 P.O. Box 37 Yogyakarta 55002, nomor

Telepon +62-274 512 990 dan nomor faksimile +62-274 563 328.

2. Pabrik Unit II. Terletak di Desa Kemudo Kecamatan Prambanan Kabupaten

Klaten Propinsi Jawa Tengah, di Jalan Raya Yogya – Solo Km. 19.

3. Kantor Marketing di Jakarta. Terletak di Wisma GKBI lantai 18 Jalan Jenderal

Sudirman, nomor 28 Jakarta 10210. Nomor telepon +62-21 255 37 333 dan nomor

faksimile +62-21 255 37 334.

Page 85: D08esa

67

Tabel 16. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 1968-2002

Tahun Produk PT Sari Husada Produk Lisensi

1968 SGM -

1972 SNM -

1973 FCMP -

1975 LLM Quaker Oats

1976 - S-26

1979 VITALAC -

MILCO -

1983 - INDOMILK

1985 - PROMIL

1986 - DUMEX

- MORINAGA

1987 SGM-2 Nutricia Cereal Base

1990 VITANOVA -

KLIMAS -

LACTAMIL -

1991 SGM JUNIOR -

VITALAC-2 Instant Birchtree

1992 - PROMINA

1993 - PROVIKID

1998 - MILNA

2000 SGM-3 -

SGM-1 -

SGM-2 -

SGM-3 VANILA -

VITAPLUS -

2001 SGM-3 COKLAT PRODUGEN Hi Calcium Reguler

(plain)

- PRODUGEN Hi Calcium Gold (plain)

2002 SGM CEREAL -

SGM CEREAL BP -

SGM CEREAL BM -

SGM CEREAL KH -

SGM CEREAL TA -

SGM CEREAL SY -

SGM CEREAL BC -

Sumber: PT Sari Husada, 2006

Struktur Organisasi

Kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi PT Sari Husada adalah Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Sari Husada. Pengawas berjalannya

perusahaan di PT Sari Husada adalah dewan komisaris yang terdiri atas seorang

Page 86: D08esa

68

ketua dan dua orang anggota. Dewan komisaris bertanggung jawab mengangkat dan

memberhentikan direktur, menetapkan anggaran tahunan serta mewakili para

pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Jajaran dewan

direksi PT Sari Husada dipimpin oleh seorang presiden direktur yang dibantu oleh

beberapa direktur. Para direktur tersebut membawahi beberapa manajer sesuai

bidang kerjanya.

Tabel 17. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 2003-2007

Tahun Produk PT Sari Husada Produk Lisensi

2003 SGM 1 -

SGM 2 -

SGM 3 VANILA -

SGM 3 MADU -

SGM 4 MADU -

SGM 4 VANILA -

SGM LLM -

SGM BBLR -

VITALAC 1,2 -

Vitalac 3 VANILA & MADU Creme Nutricia

2004 SGMCEREAL TSJA -

SGM CEREAL TSDS -

SGM CEREAL TSIS -

SGM Rusk Biscuit variant classic -

LACTAMIL IM JAHE -

VITAPLUS VANILA -

2005 SGM Rusk KH -

SGM Rusk BM -

SGM Cereal 9 Variant MEALTIME

VITALACGENIO 1,2,&3 -

2007 SGM 1, 2, 3 dan 4 FOSGOS NUTRICIA

Rasa Madu dan Vanila

Sumber : PT Sari Husada, 2006

PT Sari Husada menggunakan sistem line, staff, dan fungsional dalam

struktur organisasi. Setiap bawahan hanya dapat mendapat perintah dari satu atasan

saja. Manajer atau pimpinan bagian lain tidak dapat memberikan perintah meskipun

garis kedudukannya masih di bawah manajer tersebut.

Sistem staff terdiri atas ahli non struktural berfungsi sebagai penasehat sesuai

dengan bidang keahliannya yang terdiri atas:

Page 87: D08esa

69

1) penasehat bidang field controller (kontrol kualitas produksi);

2) penasehat bidang premissee (bangunan);

3) penasehat bidang accounting (pembukuan); dan

4) penasehat bidang alfacon (keselamatan kerja).

Sistem fungsional yang dimaksud ialah seorang manajer yang dapat

memberikan perintah kepada staf yang sesuai bidang keahliannya. Wewenang

fungsional hanya dilimpahkan kepada staf saat kejadian khusus. Diagram struktur

organisasi PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan

Ketenagakerjaan

PT Sari Husada menerapkan sistem kerja dalam satu pekan dengan jumlah

hari kerja wajib adalah lima hari mulai hari Senin sampai dengan hari Jum’at. Hari

Sabtu dan Ahad adalah hari libur. Jika karyawan harus tetap masuk kerja, maka pada

hari tersebut dihitung sebagai kerja lembur. Satu hari kerja waktunya adalah 8 jam.

Pengaturan jam kerja karyawan PT Sari Husada sebagai berikut:

4. Karyawan bagian produksi, Quality Assurance (QA), satpam dan penjaga mesin

pembangkit listrik jam kerjanya diatur secara shift (regu). Satu hari ada tiga shift

dengan pengaturan:

shift pagi : pukul 06.30 – 15.00 WIB.

shift siang : pukul 14.30 – 23.00 WIB.

shift malam : pukul 22.30 – 07.00 WIB.

5. Karyawan selain kelompok tersebut di atas (misalnya karyawan kantor

administrasi) mempunyai jam kerja antara pukul 08.00 sampai 16.30 WIB.

Status ketenagakerjaan PT Sari Husada dapat dibedakan menjadi 4 macam:

1) karyawan tetap, yaitu karyawan yang bekerja secara penuh pada perusahaan

untuk jangka waktu yang tertentu, bisa sampai 55 tahun dan menerima gaji

bulanan serta terdaftar dalam formasi karyawan pada manajemen umum;

2) karyawan pihak ke-3 atau karyawan honorer, yaitu karyawan yang bekerja pada

perusahaan berdasarkan perjanjian kerja dengan pihak ke-3 dengan menerima

honorarium bulanan, ada 2 macam karyawan honorer:

Page 88: D08esa

70

b. karyawan honorer full time, yaitu karyawan honorer yang bekerja 8 jam

penuh setiap hari kerja dan

c. karyawan honorer part time, yaitu karyawan honorer yang tidak bekerja

setiap hari kerja atau tidak bekerja 8 jam penuh dalam satu hari kerja.

3) karyawan harian, dibedakan menjadi 2 macam:

a) karyawan harian tetap, yaitu karyawan harian tetap dengan menerima upah

secara harian, dan

b) karyawan harian lepas, yaitu karyawan harian yang dipekerjakan untuk waktu

yang terbatas dengan menerima upah secara harian.

4) management training (MT), yaitu seseorang yang bekerja pada perusahaan tetapi

belum diangkat sebagai karyawan selama dalam masa training; jika lulus dalam

training akan diangkat menjadi karyawan; selama masa training mendapatkan

bekal dan kemampuan manajemen dan keahlian untuk menjadi karyawan PT Sari

Husada; dan selama masa training, calon karyawan tersebut mendapatkan gaji

sesuai perjanjian.

Kesejahteraan Karyawan

Upaya untuk meningkatkan produktivitas perusahaan salah satunya ialah

memperhatikan kesejahteraan karyawan. Usaha yang dilakukan PT Sari Husada

untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan meliputi:

1) gaji, pembayaran gaji karyawan setiap bulannya dilaksanakan pada:

a) tanggal 25 untuk pembayaran gaji;

b) tanggal 15 untuk pembayaran gaji kerja lembur;

c) tanggal 5 untuk pembayaran jasa produksi/premi; dan

d) tanggal 1 untuk pembayaran uang transportasi.

2) dana pensiunan, ini berlaku bagi karyawan yang sudah purna kerja yakni pada

usia 55 tahun keatas dana pensiunan dibayarkan setiap bulan;

3) cuti karyawan, ada 2 macam cuti karyawan:

a) cuti tahunan: bagi karyawan yang telah bekerja minimal 1 tahun, masa

cutinya ialah 12 hari dan

b) cuti panjang: bagi karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun berturut-turut,

masa cutinya ialah 1 bulan.

4) jaminan kesejahteraan kerja, antara lain:

Page 89: D08esa

71

a) penyediaan sarana ibadah (masjid) dan peringatan hari besar keagamaan;

b) susu bubuk yang diberikan satu kali setiap bulan, karyawan yang senior

mendapat 2 kg dan karyawan junior mendapat 1 kg;

c) jaminan sosial tenaga kerja (program jamsostek) bagi karyawan harian dan

karyawan yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun, karyawan yang telah

bekerja lebih dari 5 tahun mendapatkan tunjangan hari tua, tunjangan

kematian, tunjangan kesehatan dan tunjangan keselamatan kerja;

d) training karyawan baru dan seminar bagi karyawan;

e) akomodasi berupa premi, pakaian seragam 2 stel setiap tahun, makan siang,

tunjangan hari raya dan darmawisata sekali dalam setahun;

f) mobil atau motor untuk direksi, manajer, kepala bagian dan kepala seksi;

g) uang sewa rumah untuk direksi, manajer dan kepala bagian; dan

h) bantuan sosial bagi keluarga karyawan seperti perkawinan, kelahiran dan

kematian.

5) pelayanan kesehatan dan pengobatan, ini berlaku bagi karyawan beserta anggota

keluarganya yang secara resmi dan sah terdaftar di bagian personalia, pelayanan

ini meliputi penyediaan poliklinik, jika poliklinik tidak sanggup menangani

keluhan maka akan dirujuk ke rumah sakit yang telah ditentukan perusahaan

dengan biaya ditanggung perusahaan, termasuk biaya rawat inap.

Bahan Baku dan Pengadaannya

Whole Milk (Susu Segar)

Susu segar diperoleh dari peternak yang tergabung dan berpartisipasi sebagai

anggota Koperasi Unit Desa (KUD). Sebelum susu segar dibawa ke KUD

dikumpulkan lebih dahulu di Tempat Pengumpulan Susu (TPS) di setiap desa. KUD

mengumpulkan susu segar di setiap TPS untuk dibawa ke PT Sari Husada. Ada

beberapa KUD yang menyerahkan susu segar kepada PT Sari Husada, diantaranya:

KUD Wargamulya, KUD Kaliurang, KUD Puspetasari Klaten, KUD Jatinom Klaten,

KUD Cepogo Klaten, KUD Pesat Purwokerto, KUD Suprogo Purwokerto, KUD

Sarono Makmur, KUD Bina Dharma dan KUD Musuk. KUD-KUD tersebut

tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).

Page 90: D08esa

72

Setiap hari ada sekitar 40.000 – 50.000 liter susu segar yang diterima PT Sari

Husada. Susu segar tersebut diangkut ke PT Sari Husada menggunakan truk tangki

bersuhu 5 0C berkapasitas 2.500 – 5.000 liter. Susu segar tersebut diterima PT Sari

Husada maksimal pukul 12.00 WIB.

Skim Milk Powder (SMP)

Susu non fat (tanpa lemak) yang mengandung banyak protein, laktosa dan

tidak mengandung vitamin larut lemak (Vitamin A dan D) ini tidak baik jika

langsung diberikan kepada bayi. Protein yang terkandung ini mudah diserap dan

dicerna serta berfungsi sebagai sumber energi. Skim milk powder ini diimpor dari

New Zealand, Eropa (Jerman, Belanda, Inggris dan Perancis) dan Amerika.

Sukrosa Halus (Gula Pasir)

Gula pasir didatangkan dari PG Gondang Baru dan PG Tasik Madu. Ada juga

yang diimpor dari Thailand, Singapura, Malaysia, Belanda, Jerman, Australia dan

Korea. Bahan ini mengandung sumber karbohidrat yang digunakan untuk

pembakaran. Mudah diserap oleh usus halus dan mudah larut dalam air. Bahan ini

juga berasa manis yang disukai bayi.

Mixed Vegetable Oil atau MVO (Minyak Nabati)

Bahan minyak nabati yang dipakai ialah minyak kelapa sawit, minyak

kacang/kedelai dan minyak kelapa. Bahan ini digunakan sebagai pengganti asam

lemak jenuh. Minyak nabati ini dibeli dari Semarang dan dicampur di pabrik lokal di

Indonesia.

Premix Vitamin

Premix vitamin yang digunakan ialah vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D3, E,

K1. Premix vitamin ini diimpor dari Hongkong, Jepang dan Swiss. Premix vitamin

merupakan nutrien essensial untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.

Premix Mineral

Premix mineral yang digunakan diantaranya: kalsium, fosfat, magnesium,

biotin, niasinamida, asam pantotenat, asam folat, kholin, inositol dan fosfor. Selain

itu ferro sulfat dan kalium Iodida yang sangat penting untuk pembentukan sel darah

Page 91: D08esa

73

merah dan mencegah timbulnya penyakit gondok. Premix mineral tersebut

didatangkan dari PT Kimia Farma.

Air Proses

Air proses adalah air yang digunakan untuk proses produksi. Air proses

diperoleh dari air sumur bor milik PT Sari Husada yang letaknya di lingkungan

pabrik. Air sumur ini kadang dijernihkan terlebih dulu dengan kaporit. Air sumur ini

secara berkala dianalisis dan divalidasi terhadap kandungan logam dan mineralnya.

Konsentrat Laktosa

Merupakan gula susu yang memiliki kemurnian 1/6 kemanisan gula tebu

(sukrosa). Laktosa merupakan gula pereduksi yang mudah larut dalam air,

terhidrolisis oleh asam dan enzim. Laktosa ini diimpor dari New Zealand dan

Australia.

Whey Protein Concentrate (WPC)

Bahan ini diimpor dari Amerika Serikat dan Australia. Whey adalah bagian

susu yang mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein. Whey larut

pada semua tingkatan pH dan tidak nyata terasosiasi dengan kasein. Whey

mengandung lebih dari 90% laktosa dan laktalbumin.

Madu Bubuk

Merupakan bahan baku tambahan yang berguna sebagai perasa susu. Bahan

ini memberikan alternatif rasa yang berbeda dari rasa aslinya. Madu bubuk diimpor

dari Malaysia dan juga didatangkan dari Bandung.

Peralatan atau Mesin Produksi di PT Sari Husada

Peralatan atau mesin-mesin utama untuk proses produksi meliputi:

1) mesin pengering atau dryer (terdapat di PT Sari Husada Unit I), terdiri atas:

1 Niro TFD-500 : 2 ton/jam;

1 Niro TFD-315 : 1,4 ton/jam;

1 Stort WAP : 30 ton/jam; dan

1 Drum Dryer : 0,4 ton/jam;

Page 92: D08esa

74

2) mesin pengemasan atau packing line (terdapat di PT Sari Husada Unit II), yaitu

1 Colby : 30 can/menit;

1 Ferrum A : 45 can/menit;

1 Ferrum B : 35 can/menit;

3 Rovema Twin : 195 sachet/menit; dan

1 Rovema Single : 25 sachet/menit;

3) instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang terdapat di PT Sari Husada Unit I,

terdiri atas:

bak kontrol : 3 m3

bak equalisasi : 200 m3

bak netralisasi : 9 m3

bak anaerob : 650 m3

bak aerasi : 630 m3

bak sedimentasi : 275 m3

bak digester : 421,2 m3

bak biokontrol : 12 m3

.

Diagram alir instalasi pengolahan limbah cair PT Sari Husada dapat dilihat pada

Gambar 14.

Gambar 14. Diagram Alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair

Page 93: D08esa

75

4) feed tank, mempunyai fungsi menampung liquid hasil evaporasi dan mengatur

aliran liquid yang akan diproses spray drying;

jumlah : 2 buah; dan

kapasitas : 3.000 liter;

5) pre heater, mempunyai fungsi memanaskan liquid sebelum diproses spray

drying;

jumlah : 1 buah; dan

tipe : Single Surface Heat Exchanger (SSHE);

6) filtrasi, mempunyai fungsi memisahkan protein terdenaturasi;

jumlah : 1 set;

7) pengering utama, mempunyai fungsi mengeringkan liquid menjadi powder

dengan kadar air 4%;

Alat pendukung : spraying nozle, dry tower/chamber, RV cyclon, air heater;

8) pengering purna, mempunyai fungsi mengeringkan powder untuk memenuhi

kadar air 2 - 3%;

jumlah : 1 buah;

tipe : fluidizer;

9) shifter, mempunyai fungsi memisahkan milk stone;

jumlah : 1 buah;

10) silo, mempunyai fungsi menampung powder hasil spray dryer;

jumlah : 2 buah;

kapasitas : 50.000 kg;

11) high speed mixer, mempunyai fungsi melarutkan material;

kapasitas : 1.000 liter;

jumlah : 1 buah;

12) compounding tank, mempunyai fungsi untuk mencampur bahan – bahan;

jumlah : 1 buah;

kapasitas : 5.000 liter;

13) clarifier/duplex filter, mempunyai fungsi menyaring bahan – bahan;

jumlah : 1 set;

14) pasteurizer, mempunyai fungsi untuk membunuh mikroba patogen melalui

pemanasan 80 0 C-15”;

Page 94: D08esa

76

jumlah : 1 buah;

tipe : plate heat exchanger (PHE);

15) homogenizer, mempunyai fungsi memecahkan glukosa, lemak dan memperoleh

campuran homogen;

kapasitas : 5.000 liter/jam;

jumlah : 1 buah;

16) pendingin (plate cooler), mempunyai fungsi mendinginkan liquid menjadi 4 – 10

0C;

kapasitas : 15.000 liter/jam;

jumlah : 1 buah;

17) mixed storage tank (MST), mempunyai fungsi menampung liquid hasil

compounding setelah didinginkan;

jumlah : 4 buah; dan

kapasitas : 6.000 liter;

18) evaporator, mempunyai fungsi menguapkan air dalam liquid sehingga menaikkan

total solid liquid;

jumlah : 1 buah;

tipe : single effect evaporator; dan

kapasitas : 3.000 liter/jam.

Penerapan Sertifikat Halal di PT Sari Husada

Sertifikat halal adalah suatu manajemen mutu yang menjamin bahwa PT Sari

Husada adalah salah satu produsen susu bayi dan makanan bayi yang diakui oleh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

Republik Indonesia yang menyatakan bahwa produk yang dihasilkan PT Sari Husada

dijamin kehalalannya sehingga aman dikonsumsi oleh konsumen muslim. Jaminan

halal meliputi: bahan baku, bahan tambahan, bahan pengemas dan dalam proses

produksinya. Akreditasi halal ditinjau oleh MUI setiap 6 bulan sekali. Peninjauan ini

senantiasa berlangsung terus menerus sehingga produk PT Sari Husada tetap dapat

dipercaya kehalalannya. Sertifikat halal untuk produk susu bubuk SGM 3 Madu

dapat dilihat pada Lampiran 3. Guna menangani masalah kehalalan produk telah

dibentuk suatu team yang terdiri atas beberapa pihak yang terkait dan bertanggung

Page 95: D08esa

77

jawab terhadap masalah ini. Struktur organisasi team halal dapat dilihat pada

Lampiran 4.

Sistem pengaturan bahan baku yang dilakukan untuk penjaminan kehalalan

produk PT Sari Husada dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) departemen research and development (R&D) menerbitkan daftar bahan baku

halal sebagai panduan departemen purchasing (pengadaan) untuk memenuhi

bahan baku dan departemen QA maupun raw material ware house (RMWH)

dalam pengecekan fisik material;

2) daftar bahan baku halal selalu dilakukan up date sesuai perkembangan;

3) salah satu kriteria penetapan bahan baku baru adalah aspek halal dan dimasukkan

dalam quality procedure (QP) PT Sari Husada; dan

4) penentuan status halal suatu material dengan mengirimkan aplikasi ke MUI

dengan kelengkapan:

a) product description dan spesifikasi produk;

b) process flow diagram;

c) info tentang enzim yang dipakai (jika ada); dan

d) sertifikat halal.

Critical Control Point (CCP) kehalalan bahan baku teridentifikasi sebagai

berikut:

1) dairy ingredient berupa enzim yang digunakan;

2) milk derivatives semacam keju/cheese, whey powder, lactose yang menggunakan

rennet; produk tersebut tidak dipakai sebagai bahan baku kecuali jika dileng-kapi

sertifikat halal dari lembaga yang kredibel dan diakui MUI;

3) material untuk filler/carrier/coated ingredient tertentu, misalnya untuk vitamin

premix dan flavor powder;

4) material yang diperoleh dari proses hidrolisa: dextrin maltosa; dan

5) flavor solvent yang digunakan.

Sistem Mutu Produk

Guna menjamin bahwa proses produksi dilakukan dengan cara yang paling

baik dan konsisten, PT Sari Husada mengintegrasikan berbagai sistem manajemen

yang diterapkan. Sistem pengendalian mutu produk dan proses telah menerapkan

sistem Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP), Sistem Manajemen

Page 96: D08esa

78

Lingkungan ISO 14001, Total Quality Manajemen (TQM), Sistem Manajemen

Keselamatan Kerja dan Halal disamping ISO 9001 sebagai sistem yang menjadi

landasan pengendalian mutu. Prosedur analisa kimia pada material sebagai contoh,

telah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) ISO 9001: bahan kimia yang dipakai belum kadaluwarsa, peralatan analisa telah

dikalibrasi, analis yang menguji telah ditraining, tersedia prosedur analisa secara

tertulis dan masih berlaku, Sertifikat ISO 9001 untuk PT Sari Husada dapat

dilihat pada Lampiran 3;

2) HACCP: analisa dilakukan terhadap sample yang representatif, jenis analisa yang

dilakukan telah mempertimbangkan potensi bahaya yang kemungkinan timbul,

Sertifikat HACCP untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3;

3) ISO 14001: sisa bahan kimia yang berbahaya dimasukkan ke dalam wadah

khusus limbah B3, ruangan analis telah dibuat sehingga tidak menimbulkan

bahaya uap bahan kimia, kebisingan, debu dan percikan bahan kimia, Sertifikat

ISO 14001 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3;

4) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3): analis

menggunakan alat pelindung diri yang memadai selama bekerja, analis telah

memenuhi persyaratan kesehatan untuk bekerja ditempat itu, tersedia prosedur

tertulis bila terjadi keadaan abnormal misalnya percikan bahan kimia atau

peralatan yang pecah, Sertifikat SMK3 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada

Lampiran 3; dan

5) halal: peralatan dan bahan kimia berasal dari bahan yang halal, misalnya bila

menggunakan karbon aktif maka telah diyakinkan bahwa sumber karbon berasal

bukan dari tulang babi atau bahan yang tidak halal lainnya.

Pengendalian mutu produk meliputi material, produk dalam proses dan

produk akhir. Sistem pengendalian mutu material meliputi: pemilihan dan evaluasi

vendor, review Certifikat of Analysis (CoA) dan pengujian incoming material yang

terdiri atas uji kimia, fisika dan mikrobiologi. Pengendalian mutu material juga

termasuk persyaratan-persyaratan sejalan dengan food safety dan sistem manajemen

yang telah diterapkan oleh PT Sari Husada seperti misalnya persyaratan halal dari

MUI, bebas dioxin, bebas radio aktif, bebas dari penyakit mulut dan kuku, memenuhi

persyaratan lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.

Page 97: D08esa

79

Pengendalian mutu produk dalam proses meliputi uji kimia, fisika dan

mikrobiologi pada setiap tahap proses yang memberikan potensi penyimpanan mutu.

Pengendalian mutu dilakukan dengan in process control dan bukan dengan cara

inspection. Pengendalian mutu produk dalam proses tidak hanya dilakukan dengan

pemeriksaan mutu produk, namun juga pemeriksaan terhadap kondisi proses

peralatan. Misalnya pemeriksaan konsentrasi bahan sanitasi, pemeriksaan kebersihan

lingkungan, pemeriksaan personal hygiene, pemantauan kondisi proses dan evaluasi

terhadap konsistensi proses produksi dibandingkan dengan prosedur atau protokol

produksi.

Pengujian produk akhir dilakukan juga secara fisik, kimia dan mikrobiologi

guna menjamin bahwa produk memiliki kualitas seperti yang tercantum dalam label.

Uji fisika dan kimia terdiri atas pengujian terhadap organoleptik (rasa, warna, aroma

dan kenampakan), cemaran/material asing dan komposisi kimia (kadar protein,

lemak, dsb). Uji mikrobiologi terdiri atas pemeriksaan organisme yang memiliki

potensi mempengaruhi mutu produk dan keamanan pangan seperti total plate count,

thermophilic count, mold and yeast, Coliform, Salmonella, dan sebagainya.

Titik awal penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 adalah adanya

komitmen dari seluruh manajemen dan karyawan untuk menerapkan ISO 9001

secara konsisten. Komitmen tersebut diwujudkan dalam suatu kebijakan yang disebut

dengan kebijakan mutu dan keamanan produk yaitu

1) PT Sari Husada adalah produsen makanan dan minuman bergizi untuk bayi, anak

dan orang dewasa;

2) PT Sari Husada memiliki komitmen untuk memberikan kepuasan kepada

pelanggan melalui produk yang aman dan bermutu serta pelayanan terbaik secara

konsisten;

3) guna mencapai produk dengan keamanan dan mutu yang telah ditetapkan,

perusahaan menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan

sistem manajemen ISO 9001 di seluruh jajaran perusahaan; dan

4) perusahaan sangat memperhatikan terhadap pemeliharaan higien lingkungan di

seluruh perusahaan.

Page 98: D08esa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik dalam penelitian ini terbagi

menjadi tiga tahap, yaitu 1) tahap pertama analisis mutu pada saat produksi

compounded product atau disebut liquid mixed storage tank (MST), 2) tahap kedua

analisis mutu pada saat produksi dried product atau disebut base powder ex dryer

dan 3) tahap ketiga analisis mutu pada saat produksi blended product atau disebut

finish powder ex blending atau bin filling. Finish product atau disebut susu bubuk

SGM 3 Madu yang merupakan hasil proses pengemasan blended product atau finish

powder ex blending atau bin filling di dalam kemasan komersial tidak dilakukan

analisis mutu. Hal ini dikarenakan proses pengemasan dilaksanakan di lokasi pabrik

yang berbeda yaitu di PT Sari Husada Unit II yang berada di kabupaten Klaten

propinsi Jawa Tengah.

Compounded product atau liquid MST dan dried product atau base powder

ex dryer selanjutnya disebut sebagai bahan setengah jadi. Blended product atau finish

powder ex blending atau bin filling selanjutnya disebut sebagai bahan jadi. Penelitian

ini antara lain bertujuan untuk mengetahui keterkendalian dan kestabilan proses

produksi dari tahap awal sampai dengan tahap akhir atau dari bahan setengah jadi

sampai dengan bahan jadi. Maksud tersebut dicapai dengan menggunakan metode

pengendalian mutu statistik. Alat pengendalian mutu statisik yang digunakan adalah

control chart (bagan kendali). Hasil analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik yang

kemudian dianalisis dengan bagan kendali untuk menentukan keterkendalian dan

kestabilan proses produksi dirangkum pada Lampiran 5.

Analisis Mutu Fisik

Kriteria mutu fisik dari liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder

ex blending atau bin filling yang dibahas di dalam penelitian ini meliputi: 1) bulk

density (BD), 2) floaters, 3) sinkers, 4) curd atau white flecks dan 5) cream layer.

Hasil analisis mutu fisik tersebut dianalisis dengan bagan kendali variabel yang

terdiri atas bagan kendali x dan bagan kendali R. Bagan kendali x digunakan untuk

memantau tingkat mutu rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk

mengetahui kisaran atau keragaman mutu fisik yang diukur.

Page 99: D08esa

81

Pembuatan bagan kendali variabel diawali dengan menghitung nilai rata-rata

subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.),

selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing kriteria mutu fisik seperti

tertera pada Lampiran 6-14. Berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan

perhitungan garis tengah (GTX dan GTR), batas pengendalian atas (BPAX dan BPAR ),

batas pngendalian bawah (BPBX dan BPBR) dan deviasi standar (σ). Contoh

perhitungan batas pengendalian dan σ dapat dilihat pada Lampiran 24. Berdasarkan

hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan

R. Selanjutnya, data nilai x dan R untuk masing-masing kriteria mutu fisik

dipetakan pada bagan kendali.

Bulk Density (BD)

Bubuk digolongkan dalam dua tingkat, yaitu bubuk sebagai partikel dan

bubuk sebagai satu kesatuan atau bulk. Sifat-sifat bulk dipengaruhi oleh sifat-sifat

partikel. Hubungan bulk dan partikel tidak sederhana dan dipengaruhi oleh faktor-

faktor eksternal, seperti sistem geometris, proses mekanis dan proses pemanasan

pada bubuk (Wirakartakusumah et al., 1992).

Bulk density adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume

tertentu atau jumlah massa persatuan volume yang dapat dinyatakan dalam g atau ml

atau g atau cm3. Bulk density ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya

dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah

(Wirakartakusumah et al., 1992).

Data hasil analisis mutu BD base powder ex dryer dan BD finish powder ex

blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Data tersebut

selanjutnya dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan

keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil

perhitungan batas pengendalian untuk bulk density (BD) dapat dilihat pada Tabel 18.

Bagan kendali selengkapnya disajikan pada Gambar 15-18.

Bagan kendali x untuk BD base powder ex dryer (Gambar 15) menunjukkan

adanya satu titik yang keluar dari batas bawah kendali. Berdasarkan hal tersebut,

dapat dinyatakan bahwa masih terdapat base powder ex dryer yang mempunyai nilai

BD yang relatif lebih rendah dari nilai BD rata-rata, sehingga perlu dilakukan tindak-

Page 100: D08esa

82

Tabel 18. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Bulk Density (BD)

Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX 0,444 0,685

BAX 0,455 0,701

BBX 0,432 0,669

GTR 0,024 0,015

BAR 0,048 0,039

BBR 0 0

an korektif agar nilai BD dapat terkendali dengan keragaman minim. Bagan kendali

x untuk BD finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 17) menunjukkan

tidak ada penyimpangan di luar batas kendali. Nilai BD finish powder ex blending

atau bin filling menunjukkan bahwa proses masih dalam keadaan terkendali.

Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan sifat-sifat bulk ditentukan oleh

sifat-sifat fisik bahan. Sifat-sifat fisik bahan ini meliputi geometris, ukuran partikel

dan distribusinya, sifat-sifat permukaan partikel, intensitas gaya tarik-menarik antar

partikel, jumlah dari titik yang berhubungan dan sistem secara keseluruhan. Ukuran

partikel dan distribusinya adalah salah satu sifat yang sangat penting dari makanan

berbentuk granula dan tepung. Jika bahan dan partikel memiliki sifat afinitas

permukaan, maka akan mempengaruhi peningkatan nilai BD sampai 10% atau lebih.

Perubahan dari BD dapat menyebabkan perubahan pada sifat-sifat bubuk.

Sifat-sifat bulk juga ditentukan oleh sifat kimia bahan, seperti komposisi dan

kadar air. Komposisi yang mengandung bahan anticaking dapat meningkatkan nilai

BD karena bahan anticaking dapat mengurangi gaya antar partikel dan dapat

meningkatkan nilai BD dari bubuk. Food powders yang ditambah atau diperkaya

lemak, densitasnya bervariasi tergantung pada komposisinya. Kadar air

mempengaruhi solid density (densitas padat) partikel-partikel food powders. Food

powders yang bersifat higroskopis pada kadar air tinggi mempunyai nilai BD yang

cenderung turun (misalnya sukrosa halus dan susu bubuk formula bayi). Hal ini

karena penyerapan air sangat berhubungan dengan peningkatan kohesivitas yang

disebabkan oleh jembatan cairan antar partikel. Kohesivitas yang sangat tinggi dan

bentuk yang kering menye- babkan struktur lapisan partikel telah terbuka secara

maksimal pada kadar air yang rendah (Wirakartakusumah et al.,1992).

Page 101: D08esa

83

Gambar 15. Bagan Kendali x untuk BD Base Powder ex Dryer

Gambar 16. Bagan Kendali R untuk BD Base Powder ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

(g

/ml)

272625191817161587653

0.455

0.450

0.445

0.440

0.435

0.430

BPA = 0,455

GT = 0,444

BPB = 0,432

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

272625191817161587653

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0.00

BPA = 0,048

GT = 0,024

BPB = 0,000

Page 102: D08esa

84

Gambar 17. Bagan Kendali x untuk BD Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Gambar 18. Bagan Kendali R untuk BD Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

(g

/ml)

313029171615131110876543

0.71

0.70

0.69

0.68

0.67

BPA = 0,701

GT = 0,685

BPB = 0,669

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

313029171615131110876543

0.09

0.08

0.07

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0.00

BPA = 0,039

GT = 0,015

BPB = 0,000

Page 103: D08esa

85

Nilai BD finish powder ex blending atau bin filling akan selalu lebih besar

daripada nilai BD base powder ex dryer. Finish powder ex blending atau bin filling

memiliki komposisi yang lebih banyak karena merupakan base powder ex dryer yang

diberi penambahan bahan-bahan formulasi lainnya (seperti dairy product, premix

vitamin, premix mineral dan madu bubuk). Selain itu, finish powder ex blending atau

bin filling mengandung komponen berbentuk kristal yang dapat larut yaitu gula atau

sukrosa. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), bubuk yang mengandung

komponen kristal yang dapat larut (seperti sukrosa atau gula) pada kadar air tinggi

dapat menghasilkan cairan bubuk dan menyebabkan peningkatan BD.

Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), komposisi bahan baku dan proses

pengolahannya sangat mempengaruhi sifat-sifat partikel. Selama penyimpanan dan

penanganan, sifat-sifat partikel tersebut akan mengalami perubahan karena adanya

penyerapan air, reaksi kimia (misalnya reaksi browning) atau adanya pergesekan

mekanis. Bahan baku berbentuk bubuk yang menyusun liquid MST mengalami

pergesekan mekanis atau tumbukan yang cukup kuat dengan dinding mesin high

speed mixer sebelum mengalami proses compounding dengan bahan baku berbentuk

liquid (minyak nabati dan air panas) di dalam MST. Liquid MST yang merupakan

bahan baku base powder ex dryer mengalami pergesekan mekanis atau tumbukan

saat proses homogenisasi. Homogenisasi ini menyebabkan partikel-partikel liquid

MST menjadi berukuran lebih kecil. Partikel di dalam liquid MST yang telah

dievaporasi dan dikeringkan di dalam spray dryer mengalami pergesekan mekanis

atau tumbukan dengan dinding chamber. Hal ini terjadi akibat tekanan tinggi dari

mesin high pressure pump yang melewati nozzle. Tumbukan ini menyebabkan

ukuran partikel lebih kecil dan tidak seragam

Base powder ex dryer mengalami pergesekan mekanis pada saat proses after

drying dan after cooling di dalam Vibro. Papan bergerak dan bergetar secara konstan

dalam Vibro untuk mendistribusikan panas agar merata dan sebagai pendingin base

powder ex dryer berpotensi menimbulkan pergesekan mekanis. Pergesekan mekanis

ini akan memperkecil ukuran partikel base powder ex dryer sehingga memperbesar

nilai BD. Getaran pada Vibro juga berakibat pada peningkatan nilai BD. Menurut

Wirakartakusumah et al. (1992) getaran dapat meningkat nilai BD.

Page 104: D08esa

86

Getaran atau pemampatan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa

disengaja. Pemampatan yang disengaja terjadi saat proses bin filling untuk pengisian

finish powder ex blending ke dalam bin. Termasuk juga pemampatan menggunakan

Tap Density Tester untuk mengukur nilai BD. Getaran yang tidak disengaja terjadi

pada papan Vibro, termasuk juga getaran pada shifter, pemampatan base powder ex

dryer menggunakan pneumatic conveying system, pemampatan saat proses blending

dan bin filling.

Base powder ex dryer kembali mengalami pergesekan mekanis pada saat

proses penyaringan di dalam shifter. Proses penyaringan atau pengayakan base

powder ex dryer memperkecil ukuran partikel dan menyeragamkan ukurannya.

Shifter yang digunakan untuk penyaringan atau pengayakan base powder ex

dryer sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel dan distribusi ukuran partikelnya.

Ukuran saringan pada shifter tidak boleh berubah atau membesar agar ukuran

partikel dan distribusi ukuran partikel dapat seragam. Optimasi proses penyaringan

oleh shifter harus dijaga dengan cara pembersihan sesering mungkin saat shifter

bekerja.

Pneumatic conveying system menggunakan pressure pump (pompa

bertekanan) untuk pemindahan base powder ex dryer setelah melewati shifter

menuju ke dalam silo penampungan akan memperbesar nilai BD. Tekanan tersebut

menimbulkan pergesekan mekanis atau tumbukan. Tumbukan ini menyebabkan

kekuatan mekanis dari base powder ex dryer akan berkurang, sehingga dapat

membentuk debu. Partikel base powder ex dryer tidak seluruhnya menjadi debu

sehingga ada partikel yang lebih besar dari ukuran debu. Hal ini sangat

mempengaruhi nilai BD dan penampilan akhir base powder ex dryer.

Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 16) terlihat

tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali dan untuk finish powder ex

blending atau bin filling (Gambar 18) terlihat adanya tiga titik di luar batas atas

kendali bagan R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai BD pada base powder

ex dryer terkendali dan keragaman nilai BD finish powder ex blending atau bin filling

belum terkendali dengan baik.

Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan

dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan

Page 105: D08esa

87

dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) serta selang batas

spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk nilai

BD dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk BD

Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ 0,009 0,009

Su 0,5 0,76

Sl 0,38 0,63

6σ 0,054 0,054

Su-Sl 0,12 0,13

Perusahaan telah menetapkan spesifikasi nilai BD base powder ex dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling berkisar antara 0,38-0,76 g atau cm3. Hal

ini sesuai dengan yang dinyatakan Wirakartakusumah et al. (1992), bahwa nilai

densitas dari berbagai makanan berbentuk bubuk umumnya antara 0,3-0,8 g atau

cm3. Angka tersebut menunjukkan bahwa makanan berbentuk bubuk mempunyai

porositas tinggi, yaitu sekitar 40-80%. Porositas merupakan bagian yang tidak

ditempati oleh partikel atau bahan padatan. Porositas adalah parameter kemampuan

dari bubuk untuk menyerap air.

Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan, bahwa food powders memiliki

karakteristik utama berupa flowability atau kemampuan mengalir dan higroskopisitas

atau kemampuan menyerap air. Flowability dan higroskopisitas ini dipengaruhi oleh

nilai BD dan porositas. Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) untuk base powder

ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling menunjukkan nilai lebih kecil

daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa variasi atau keragaman nilai BD masih berada di dalam batas

spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Floaters

Floaters adalah partikel tidak larut yang terdapat di bagian permukaan larutan

base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan

Page 106: D08esa

88

floaters bertujuan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer

atau finish powder ex blending atau bin filling.

Data hasil analisis mutu floaters base powder ex dryer dan floaters finish

powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Data

tersebut selanjutnya dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan

dan keragamannya terhadap batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas

pengendalian untuk floaters dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan kerangka bagan

kendali x dan R tertera pada Gambar 19-22.

Tabel 20. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Floaters

Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX 2,013 2

BAX 2,050 2

BBX 1,976 2

GTR 0,077 0

BAR 0,154 0

BBR 0 0

Bagan kendali x untuk floaters base powder ex dryer (Gambar 19)

menunjukkan adanya satu titik yang keluar dari batas atas kendali. Bagan kendali x

untuk floaters finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 21) menunjukkan

tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat base

powder ex dryer yang mempunyai floaters relatif lebih tinggi dari floaters rata-rata.

Tindakan korektif perlu dilakukan agar floaters dapat terkendali dengan keragaman

minimal. Floaters finish powder ex blending atau bin filling dapat dinyatakan

dalam keadaan terkendali. Floaters dapat muncul akibat proses klarifikasi liquid

MST yang tidak optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas

kinerja alat clarifier yang digunakan untuk proses klarifikasi. Klarifikasi merupakan

suatu proses pemisahan kotoran dan benda asing yang terdapat pada liquid MST

memakai teknik sentrifugasi. Teknik sentrifugasi ini mampu mengendapkan dan

memisahkan liquid MST dari berbagai cemaran kotoran dan benda asing. Clarifier

bekerja berdasarkan pada pengambilan bahan padat dari bahan cair yang mempunyai

Page 107: D08esa

89

Gambar 19. Bagan Kendali x untuk Floaters Base Powder ex Dryer

Gambar 20. Bagan Kendali R untuk Floaters Base Powder ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

272625191817161587653

2.15

2.10

2.05

2.00

1.95

BPA = 2,050

GT = 2,013

BPB = 1,976

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

272625191817161587653

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

BPA = 0,343

GT = 0,133

BPB = 0,000

Page 108: D08esa

90

Gambar 21. Bagan Kendali x untuk Floaters Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Gambar 22. Bagan Kendali R untuk Floaters Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

313029171615131110876543

2.50

2.25

2.00

1.75

1.50

BPA = GT = BPB = 2,000

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

313029171615131110876543

0.50

0.25

0.00

-0.25

-0.50

BPA=GT=BPB= 0,000

Page 109: D08esa

91

berat jenis lebih rendah dengan metode sentrifugasi. Widodo (2003) menyatakan

bahwa keuntungan dari adanya proses klarifikasi adalah menghindarkan adanya

cemaran fisik seperti butiran pasir, kerikil, potongan kayu dan bahan lain yang

memungkinkan menimbulkan physical hazard (bahaya fisik) bagi konsumen.

Alat penyaring yang lain adalah duplex filter. Alat ini digunakan untuk

menyaring larutan hasil compounding dari berbagai bahan baku yang telah

diformulasikan. Larutan ini apabila terkena asam atau basa akibat penambahan

premix mineral dan granula KOH di dalam MST akan menyebabkan penggumpalan.

Gumpalan ini harus disaring dengan duplex filter. yang diharapkan optimal

kinerjanya agar gumpalan dapat tersaring secara maksimal. Gumpalan-gumpalan

yang tidak tersaring dapat menjadi sumber potensi kemunculan floaters.

Proses penyaringan base powder ex dryer di dalam shifter yang tidak optimal

juga menjadi penyebab kemunculan floaters. Saringan pada shifter harus dibersihkan

sesering mungkin saat shifter bekerja, agar saringan dapat optimal menyaring

kotoran dan benda asing yang mengkontaminasi selama proses pengolahan.

Pelonggaran pada saringan shifter memungkinkan kotoran dan benda asing bisa lolos

dari shifter. Pelonggaran ini harus dicegah dengan pengecekan dan pengawasan

terhadap shifter setiap saat secara rutin.

Evaluasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT Sari Husada oleh

Departemen R&D dan QA menyatakan bahwa kemunculan floaters lebih banyak

terkait dengan proses pengeringan di dalam spray dryer. Sumber utama kemunculan

floaters adalah bubuk yang mengalami overheating (gosong). Overheating

diakibatkan oleh suhu inlet pengeringan di dalam spray dryer yang sangat tinggi dan

bubuk terlalu lama berada di dalam chamber (salah satu perangkat dari spray dryer).

Waktu yang lama ini dikarenakan bubuk yang dikeringkan di dalam spry dryer

sangat lamban pergerakannya menuju ke dasar chamber akibat aliran udara di dalam

chamber terhenti. Penerapan suhu inlet pengeringan yang lebih rendah dapat

dilaksanakan pada kondisi vakum udara di dalam chamber. Hal ini menjadi solusi

alternatif untuk mencegah kemunculan floaters.

Bubuk yang gosong sering menempel dan tertinggal di dinding chamber. Jika

tidak dibersihkan dalam jangka waktu yang cukup lama, bubuk gosong tersebut akan

menjadi sumber kontaminasi bagi bubuk yang baik atau tidak gosong. Chamber

Page 110: D08esa

92

dibersihkan dengan cara Total Wet Cleaning (TWC) memakai larutan Cleaning in

Place (CIP). Sebelum TWC dilakukan, chamber dibersihkan terlebih dahulu secara

manual. Setelah dilakukan TWC, selanjutnya dilaksanakan flushing dengan bahan

baku atau produk rework. Setelah flushing, selanjutnya dilaksanakan trial proses

produksi. Hasil pengeringan produk ditampung di dalam silo atau bin. Produk ini

dipisahkan dan diberi identitas produk serta dianalisis mutu floaters-nya. Jika

floaters sudah sangat minim atau tidak ada sama sekali maka chamber sudah bersih

dari bubuk gosong dan kotoran atau benda asing.

Sumber kemunculan floaters juga berasal dari kontaminasi kerak atau sisa

bubuk yang masih tertinggal di dinding blendor atau bin filler. Kerak atau sisa bubuk

ini dapat ditemukan dalam blendor atau bin filler jika tidak dibersihkannya dalam

jangka waktu yang cukup lama. Pembersihan blendor dan bin filler dilakukan dengan

cara Total Dry Cleaning (TDC). Sebelum dilaksanakan TDC, blendor atau bin filler

harus sudah dikosongkan terlebih dahulu dari bubuk susu. Sisa bubuk atau kerak

yang masih tertinggal di dinding blendor atau bin filler dibersihkan dengan cara

pengetukan dindingnya dengan hammer, kemudian disedot dengan vacuum cleaner

yang pipa penyedotnya telah disanitasi. Setelah itu, dinding dalam blendor atau bin

filler dilap dengan kain yang dibasahi alkohol. Kain ini diganti atau dibersihkan

setiap akan digunakan kembali. Setelah bersih, dilaksanakan flushing memakai base

powder atau finish powder atau gula atau skim sampai dinyatakan realesed oleh

bagian QC karena floaters dari sample flushing hasil analisis memiliki jumlah yang

sangat minim atau tidak ada sama sekali.

Floaters juga dapat disebabkan oleh kontaminasi dari protein yang rusak

selama pengolahan sehingga tidak dapat larut. Widodo (2003) menyatakan bahwa

denaturasi protein akan dialami selama proses pengeringan. Suhu udara pengering

yang tinggi akan menyebabkan kerusakan protein yang tinggi pula. Tekanan udara

pengering yang semakin besar akan berakibat pada membesarnya turbelensi udara di

dalam chamber. Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada turunnya kelarutan dari

produk yang dihasilkan. Suhu outlet (udara keluar) yang semakin tinggi akan

menurunkan kelarutan dari susu bubuk.

Faktor lain yang menyebabkan kemunculan floaters adalah pola spray yang

telah berubah sehingga bubuk yang masih basah menumbuk atau menabrak dinding

Page 111: D08esa

93

atau lantai dry chamber. Pola spray yang berubah ini diakibatkan oleh lubang nozzle

yang sudah membesar akibat tekanan tinggi dari pompa bertekanan tinggi.

Tumbukan yang terjadi berpotensi membentuk kerak atau partikel yang sukar larut.

Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 20) terlihat

adanya dua titik di luar batas atas kendali, sedangkan pada finish powder ex blending

atau bin filling (Gambar 22) tidak terlihat adanya penyimpangan di luar batas

kendali kendali bagan R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman floaters base

powder ex dryer belum terkendali dengan baik, sebaliknya keragaman floaters finish

powder ex blending atau bin filling masih dalam keadaan terkendali.

Analisis selanjutnya adalah membandingkan pola keragaman yang terlihat

pada bagan kendali dengan spesifikasi perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan

menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi atas

dengan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah 3σ karena

perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas spesifikasi atas,

sedangkan batas spesifikasi bawah tidak ditetapkan. Perhitungan selang batas

spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX sebagai pengganti batas spesifikasi

bawah. Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x ) untuk floaters tertera pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Floaters

Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ 0,030 0

Su 5 5

x 2,013 2

3σ 0,09 0

Su- x 2,987 3

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut

menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini

menunjukkan variasi atau keragaman floaters masih di dalam batas spesifikasi.

ditetapkan perusahaan.

Sinkers

Sinkers adalah partikel tidak larut yang terdapat di bagian dasar larutan base

powder ex dryer atau finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan ini

Page 112: D08esa

94

dimaksudkan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling.

Data hasil analisis mutu sinkers base powder ex dryer dan finish powder ex

blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Data tersebut

kemudian dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan

keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil

perhitungan batas pengendalian untuk sinkers dapat dilihat pada Tabel 22. Bagan

kendali x dan R selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 23-26.

Tabel 22. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Sinkers

Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX 2,359 2,644

BAX 2,619 3,190

BBX 2,099 2,099

GTR 0,538 0,533

BAR 1,079 1,373

BBR 0 0

Bagan kendali x untuk sinkers base powder ex dryer (Gambar 23)

menunjukkan adanya beberapa titik yang keluar dari batas atas dan batas bawah

kendali. Bagan kendali x untuk sinkers finish powder ex blending atau bin filling

(Gambar 25) terdapat dua titik berada di luar batas bawah kendali.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat sinkers

yang jumlahnya relatif lebih tinggi atau rendah dari jumlah sinkers rata-rata.

Tindakan korektif perlu dilakukan agar sinkers dapat terkendali dengan keragaman

minim.

Evaluasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT Sari Husada oleh

Departemen R&D dan QA menyatakan bahwa kemunculan sinkers lebih banyak

terkait dengan proses pengeringan di dalam spray dryer. Sumber utama kemunculan

sinkers adalah air proses, metal dari peralatan, pemakaian gula lokal, udara kotor dan

premix vitamin yang rusak.

Page 113: D08esa

95

Penggunaan air proses di dalam proses compounding dinilai sangat tinggi. Air

proses yang digunakan oleh PT Sari Husada berasal dari air sumur bor sehingga

memiliki kemungkinan mengandung logam.

Air proses kemungkinan juga terkontaminasi kotoran dan benda asing. Jika

penjernihan dan klarifikasi air proses tidak optimal, maka akan menjadikan sumber

kemunculan sinkers. Darmono (2001) menyatakan, bahwa yang paling sering

ditemukan dalam air sumur ialah nitrat dan jenis pestisida pertanian untuk pupuk

maupun untuk membunuh parasit cacing nematoda. Beberapa jenis bakteri dan bahan

partikel kecil lainnya biasanya mencemari permukaan air dan tersaring oleh tanah

sehingga air menjadi cukup bersih di dalam air tanah. Bila pencemarannya sangat

berat dan melebihi kapasitas filtrasi tanah terhadap air yang tercemar maka daya

filtrasi tanah tersebut akan menurun. Daya filtrasi tanah ini terutama sangat bergan

tung pada jenis dan tipe tanahnya. Misalnya, pada tanah berpasir memiliki daya

filtrasi yang rendah. Semua jenis tanah tidak efektif dalam menyaring virus

patogen dan bahan kimia organik sintetis lainnya.

Sinkers berupa metal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia terutama bayi

dan anak jika ikut terminum. Metal berbahaya tersebut diantaranya timbal, tembaga,

kadmium dan besi. Kontaminasi besi tidak baik dan berbahaya meskipun akan

memperkaya kandungan zat besi di dalam susu bubuk, karena susu mengandung zat

besi yang sangat rendah. Darmono (2001) menyatakan bahwa besi (Fe) termasuk

kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada

anak-anak. Toksisitas Fe terjadi ketika ada kelebihan Fe (kejenuhan). Toksisitas akut

Fe pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe. Kematian karena

keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi di antara umur 12-24 bulan. Hal ini

terkait dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan

suplemen vitamin-mineral pada postnatal. Kontaminasi metal dari peralatan terutama

bersumber dari pipa, bejana dan tangki yang digunakan di dalam proses produksi.

Pipa tembaga yang digunakan untuk tempat aliran air proses dan liquid MST bisa

menjadi sumber kontaminasi metal. Saeni (1989) menyatakan bahwa sambungan

pipa berupa patri atau solder tersusun dari timbal (Pb) sebagai formulasi

penyambung. Hal ini mengakibatkan cairan yang mengalir melaluinya mempunyai

banyak kemungkinan kontak dengan timbal (Pb). Pipa juga menjadi sumber kontami-

Page 114: D08esa

96

Gambar 23. Bagan Kendali x untuk Sinkers Base Powder ex Dryer

Gambar 24. Bagan Kendali R untuk Sinkers Base Powder ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

272625191817161587653

3.0

2.8

2.6

2.4

2.2

2.0

BPA = 2,619

GT = 2,359

BPB = 2,099

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

272625191817161587653

1.2

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

BPA = 1,079

GT = 0,538

BPB = 0,000

Page 115: D08esa

97

Gambar 25. Bagan Kendali x untuk Sinkers Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Gambar 26. Bagan Kendali R untuk Sinkers Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

313029171615131110876543

3.2

3.0

2.8

2.6

2.4

2.2

2.0

BPA = 3,190

GT = 2,644

BPB = 2,099

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

313029171615131110876543

1.4

1.2

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

BPA = 1,373

GT = 0,533

BPB = 0,000

Page 116: D08esa

98

kontaminasi kadmium (Cd).

Kontaminasi metal dari peralatan juga berasal dari agitator di dalam

compounding tank, MST dan blendor yang terbuat dari besi (Fe). Agitator tersebut

akan mengalami pengikisan dan keausan sedikit demi sedikit seiring berjalannya

waktu dan penggunaannya. Pengikisan dan keausan ini menjadi sumber kontaminasi

metal.

Gula lokal yang memiliki mutu yang tidak baik mengandung kontaminan

metal yang tinggi. Kontaminasi ini bersumber dari peralatan produksi yang

umumnya sudah berusia sangat tua karena pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah

peninggalan jaman kolonial Belanda. Peralatan atau mesin tersebut bisa mengalami

korosi dan keausan yang menimbulkan kontaminasi metal terutama besi (Fe) pada

gula yang dihasilkan.

Pencegahan kontaminasi metal dapat dilakukan dengan penggunaan magnet

di jalur atau lintasan gula dan jalur atau lintasan produksi yang berpotensi

terkontaminasi metal. Magnet ini akan menarik kontaminan metal di dalam produk.

Kinerja magnet harus optimal sehingga kontaminasi metal terhadap produk yang

dihasilkan sangat minim atau tidak ada sama sekali.

Kontaminasi metal di dalam susu bubuk dapat mempercepat terjadinya

oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Ketaren (2005) menyatakan, bahwa

beberapa jenis metal dan garam-garamnya merupakan katalisator dalam proses

oksidasi, misalnya tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), vanadium (V), mangan

(Mn), nikel (Ni) dan khromium (Cr).

Keberadaan floaters lebih lanjut akan berpotensi menjadi sumber kemunculan

sinkers. Semakin lama dan semakin banyaknya floaters yang muncul, maka akan

mengalami sedimentasi atau mengendap menjadi sinkers.

Sinkers berupa sedimen merupakan endapan yang tidak dapat larut dalam air.

Menurut Widodo (2003), residu tersebut biasanya mengandung: a) protein yang

rusak atau mengalami denaturasi, b) partikel yang hangus atau lengket, c) partikel

yang sukar larut dan d) bahan campuran. Berbagai komponen residu yang tidak larut

tersebut menunjukkan bahwa sedimen disebabkan oleh berbagai faktor.

Beberapa faktor yang mempengaruhi sedimen diantaranya: ukuran partikel,

suhu udara pengering, tekanan udara pengering dan suhu outlet (udara keluar).

Page 117: D08esa

99

Semakin besar ukuran partikel bubuk susu, akan berdampak pada semakin besar pula

tingkat sedimentasinya. Ukuran partikel bubuk susu utamanya dipengaruhi oleh total

solid (TS) dari susu yang dikeringkan di dalam spray dryer. Kondisi pengeringan

yang tidak sempurna, kenaikan suhu udara pengering akan berakibat pada tingginya

sedimentasi dari produk yang dihasilkan. Tekanan udara pengering yang semakin

besar akan berakibat pada membesarnya turbulensi udara di dalam tower (chamber).

Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada turunnya sedimen dari produk yang

dihasilkan. Makin tinggi suhu udara keluar (suhu outlet) pada alat pemisah bubuk

susu dan udara pengering, akan meningkatkan sedimentasi dari produk yang

dihasilkan (Widodo, 2003).

Sinkers juga diakibatkan oleh partikel vitamin yang rusak. Kerusakan tersebut

lebih banyak disebabkan oleh suhu pemanasan dan pengeringan di dalam spray

dryer. Misalnya kerusakan vitamin yang larut lemak yaitu vitamin A, D, E dan K

yang terkandung di dalam minyak nabati. Ketaren (2005) menyatakan, bahwa

vitamin yang larut di dalam lemak akan rusak jika terkena panas dan oksigen udara

selama proses pengolahan minyak dan penyimpanan.

Vitamin yang larut di dalam air yaitu vitamin B dan C juga dapat rusak

selama proses pengolahan yang menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan

yang tinggi. Menurut deMan (1997), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak

stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama produksi dan penyimpanan. Laju

kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga (Cu) dan besi (Fe) serta

enzim. Pemanasan yang terlalu lama bersamaan dengan adanya oksigen dan reaksi

terhadap cahaya dapat merusak vitamin C di dalam makanan. Enzim yang

mengandung tembaga dan besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang

efisien untuk menguraikan asam askorbat. Enzim tersbut adalah asam askorbat

oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase.

Pencegahan kerusakan partikel vitamin yang berpotensi memunculkan

sinkers dilakukan dengan cara penambahan atau fortifikasi premix vitamin dengan

teknik dry mixing atau dry blending. Fortifikasi premix vitamin dengan teknik ini

dilaksanakan pada akhir proses produksi yang sudah tidak lagi menggunakan suhu

pemanasan atau pengeringan sehingga premix vitamin tidak akan mengalami

kerusakan.

Page 118: D08esa

100

Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 24) dan

untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 26) menunjukkan tidak

terdapat penyimpangan di luar batas kendali bagan kendali R. Hal ini menunjukkan

bahwa keragaman sinkers dalam keadaan terkendali.

Analisis selanjutnya adalah membandingkan pola keragaman yang terlihat

pada bagan kendali R dengan spesifikasi perusahaan. Perbandingan dilakukan

dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas

spesifikasi atas dengan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah

3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas

spesifikasi atas. Perhitungan perbedaan batas spesifikasi menggunakan nilai x atau

GTX sebagai pengganti batas spesifikasi bawah (Su- x ). Hasil perhitungan nilai 3σ

dan (Su- x ) untuk sinkers dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Sinkers

Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ 0,212 0,315

Su 5 5

x 2,359 2,644

3σ 0,636 0,945

Su- x 2,641 2,356

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut

menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini

menunjukkan variasi atau keragaman sinkers masih berada di dalam batas

spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Curd atau White Flecks

Curd atau white flecks adalah bintik-bintik putih di dalam larutan susu yang

tidak larut dan dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai suatu lapisan

putih. Susu bubuk dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah tidak

banyak, akan mempunyai kecepatan larut yang lebih baik daripada susu bubuk

dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah banyak (Sari Husada,

2005).

Page 119: D08esa

101

Data hasil analisis mutu curd atau white flecks base powder ex dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.

Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan bagan kendali untuk mengetahui

posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi

perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk curd atau white flecks dapat

dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut,

dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya dapat dilihat

pada Gambar 27-30.

Tabel 24. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Curd atau White

Flecks

Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX 1,397 2,156

BAX 1,546 2,292

BBX 1,249 2,019

GTR 0,308 0,133

BAR 0,617 0,343

BBR 0 0

Bagan kendali x untuk curd atau white flecks base powder ex dryer (Gambar

27) menunjukkan dominasi titik yang keluar dari batas atas dan batas bawah kendali.

Bagan kendali x untuk curd atau white flecks finish powder ex blending atau bin

filling (Gambar 29) menunjukkan semua titik berada di luar batas atas dan batas

bawah kendali.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat kemun-

culan curd atau white flecks yang relatif lebih tinggi atau rendah dari curd atau white

flecks rata-rata. Tindakan korektif perlu dilakukan agar kemunculan curd atau white

flecks dapat terkendali dengan keragaman minim. Rekonstitusi susu bubuk di

dalam air agar diterapkan menghasilkan suatu larutan homogen dengan penampakan

yang sama dengan susu pasteurisasi. Kenyataannya selalu ada bagian dari susu

bubuk yang tidak dapat larut, baik sebagai slurry powder yang tidak terbasahi pada

bagian dasar gelas atau botol atau sebagai aglomerat (butiran halus) yang

mengapung.

Page 120: D08esa

102

Penyebab utama kemunculan curd atau white flecks adalah akibat denaturasi

protein susu. Denaturasi terjadi terutama selama tahapan proses yang melibatkan

panas sehingga menyebabkan koagulasi protein susu. Menurut deMan (1997),

denaturasi protein dapat terjadi oleh berbagai penyebab, yang utama adalah panas,

pH, garam dan pengaruh permukaan. Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi dan

koagulasi sebagian besar protein sekitar 55-75 0C.

Denaturasi protein mengakibatkan hilangnya aktivitas biologis dan perubahan

yang berarti pada beberapa sifat fisik dan fungsi seperti kelarutan. Denaturasi dapat

pula mengakibatkan flokulasi protein bola dan dapat juga mengakibatkan

terbentuknya gel. Denaturasi dan koagulasi protein merupakan aspek kestabilan

panas yang dapat berkaitan dengan susunan dan urutan asam amino dalam protein

(deMan, 1997).

Denaturasi protein terjadi pada partikel kaseinat dalam protein susu. Partikel

kaseinat mengandung kalsium dan fosfor yang jumlahnya cukup besar, juga

mengandung magnesium dan sitrat dalam jumlah lebih kecil. Biasanya disebut

partikel kalsium kaseinatfosfat atau kalsium fosfokaseinat. Wibowo dan Widiyanto

(2007) menyatakan bahwa curd atau white flecks yang tertinggal di dalam gelas

diketahui mempunyai komponen yang didominasi oleh kalsium fosfokaseinat yang

proporsinya sama dengan trikalsium fosfat atau Ca3(PO4)3.

Penggunaan susu segar sebagai bahan baku dalam formulasi yang

distandardisasi dengan susu bubuk skim akan menjadikan lebih rentan terjadinya

kemunculan curd atau white flecks daripada distandardisasi dengan whey protein

concentrat atau WPC (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Komposisi susu bubuk skim

lebih didominasi dengan kandungan protein kaseinat, sesuai pernyataan deMan

(1997), bahwa susu bubuk skim mengandung kasein, kaseinat dan ko-endapan.

Proses homogenisasi dapat menjadi penyebab munculnya curd atau white flecks.

Meskipun homogenisasi berguna untuk mengontrol jumlah lemak bebas dan

menurunkan stabilitas liquid susu terhadap panas, tetapi tekanan homogenisasi yang

semakin tinggi menyebabkan globula lemak akan menjadi semakin kecil. Globula

lemak yang semakin kecil menyebabkan protein menjadi terdispersi semakin

menyebar dengan proporsi yang semakin kecil dan lebih sensitif terhadap panas

sehingga protein mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan kemunculan curds

Page 121: D08esa

103

Gambar 27. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Base Powder

ex Dryer

Gambar 28. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Base Powder

ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

272625191817161587653

2.0

1.8

1.6

1.4

1.2

1.0

BPA = 1,546

GT = 1,397

BPB = 1,249

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

272625191817161587653

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

BPA = 0,617

GT = 0,308

BPB = 0,000

Page 122: D08esa

104

Gambar 29. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Gambar 30. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

313029171615131110876543

3.0

2.8

2.6

2.4

2.2

2.0

BPA = 2,292

GT = 2,156

BPB = 2,019

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

313029171615131110876543

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

BPA = 0,343

GT = 0,133

BPB = 0,000

Page 123: D08esa

105

atau white flecks (Wibowo dan Widiyanto, 2007).

Fenomena case hardening partikel susu juga menjadi penyebab munculnya

curd atau white flecks. Case hardening menyebabkan porsi air di bagian dalam

partikel terjebak tidak bisa keluar sehingga bubuk tidak dapat terkeringkan. Case

hardening terjadi ketika: a) liquid mengalami atomisasi melewati nozzle dan b)

ketika mengalami pengeringan oleh udara pengering di dalam chamber. Partikel susu

yang sensitif panas kemudian mengalami shock panas yang menyebabkan

pengeringan berlangsung sangat cepat dan tidak merata sampai bagian dalam partikel

susu. Partikel susu tersebut akan mengeras membentuk curd atau white flecks yang

tidak larut di dalam air (Wibowo dan Widiyanto, 2007).

Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kemunculan curd atau white

flecks menurut (Wibowo dan Widiyanto, 2007) diantaranya: mengurangi pemakaian

panas sebisa mungkin (suhu inlet atau outlet, suhu evaporasi dan suhu pasteurisasi),

menaikkan suhu liquid hasil evaporasi sebelum dilakukan spray drying untuk

mengurangi efek shock panas pada saat atomisasi, mengurangi jumlah atau

komposisi protein dengan cara menambahkan konsentrat laktosa, mengurangi

tekanan homogenisasi sampai tingkat yang masih memungkinkan, menggunakan

tekanan nozzle yang lebih tinggi dan melakukan standardisasi susu segar dengan

menggunakan Whey Protein Concentrat (WPC).

Penggunaan susu segar sebagai bahan baku pembuatan susu bubuk

merupakan usaha untuk meminimalisasi kemunculan curd atau white fleck. Menurut

R&D PT Sari Husada (2006), susu segar mengandung material (terutama kasein)

yang tidak mengalami pemanasan secara berulang-ulang dibanding skim milk powder

(SMP) atau butter milk powder (BMP).

Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 29)

menunjukkan adanya empat titik menyimpang dari batas atas kendali, sedangkan

untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 30) menunjukkan dua titik

yang keluar dari batas atas kendali bagan kendali R. Hal ini menunjukkan bahwa

keragaman curd atau white flecks base powder ex dryer atau finish powder ex

blending atau bin filling masih belum terkendali dengan baik.

Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R tersebut perlu

dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menentukan

Page 124: D08esa

106

bila jumlah kemunculan curd atau white flecks masih dalam batas spesifikasi yang

telah ditetapkan perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran

atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi (Su- x ). Bentangan proses

yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi

satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak

ditetapkan. Perhitungan selang batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX

sebagai pengganti batas spesifikasi bawah. Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x )

untuk curd atau white flecks dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Curd atau White

Flecks

Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ 0,121 0,079

Su 3 3

x 1,397 2,156

3σ 0,363 0,237

Su- x 1,603 0,844

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut

menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini

menunjukkan variasi atau keragaman jumlah kemunculan curd atau white flecks

masih di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Cream Layer

Cream layer merupakan butiran-butiran lemak yang sangat kecil yang tidak

mengalami hambatan air yang besar untuk mengapung atau naik ke atas permukaan.

Cream layer merupakan globula lemak berbentuk noda atau kolam atau bercak yang

terdapat di permukaan atau di dalam partikel susu bubuk yang mengandung lemak.

Data hasil analisis cream layer finish powder ex blending atau bin filling

(Lampiran 14) dianalisis dengan bagan kendali untuk menentukan posisi rataan dan

keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil

perhitungan batas pengendalian untuk cream layer dapat dilihat pada Tabel 26.

Page 125: D08esa

107

Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan

kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 31 dan 32.

Tabel 26. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Cream Layer

Batas Kendali Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX 0,234

BAX 0,402

BBX 0,067

GTR 0,163

BAR 0,420

BBR 0

Bagan kendali x menunjukkan tidak adanya titik yang menyimpang dari

batas atas dan batas bawah kendali. Berdasarkan hal ini, dapat dinyatakan bahwa

cream layer finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali.

Analisis cream layer hanya dilakukan pada finish powder ex blending atau

bin filling sedangkan pada base powder ex dryer tidak dilakukan. Hal ini karena

finishpowder ex blending atau bin filling adalah produk yang akan diedarkan di

pasaran

setelah dikemas di dalam kemasan komersial. Konsumen atau pelanggan memiliki

kecenderungan menganggap bahwa kemunculan cream layer yang tinggi

setelahsusu bubuk direkonstitusi adalah suatu pertanda produk susu bubuk tersebut

palsu. Departemen QA banyak menerima komplain dari konsumen hanya karena hal

tersebut.

Pisecky (1997) menyatakan bahwa keberadaan cream layer lebih banyak

dikarenakan oleh kadar lemak bebas yang tinggi di dalam susu. Lemak bebas adalah

fraksi dari lemak yang tidak terlindungi (tidak terikat) oleh lapisan protein dan

berada dalam bentuk noda atau kolam atau bercak globula yang terdapat di

permukaan atau di dalam partikel bubuk susu yang mengandung lemak. Lemak

bebas yang terdapat di dalam partikel bubuk susu berkaitan erat dengan keberadaan

mikropori dan retakan pada partikel bubuk susu tersebut. Lemak bebas di dalam

partikel bubuk susu dipengaruhi oleh: kadar lemak, kadar air, kondisi fisik laktosa,

jenis lemak yang digunakan, komposisi produk non lemak, pengaruh penggunaan

Page 126: D08esa

108

Gambar 31. Bagan Kendali x untuk Cream Layer Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Gambar 32. Bagan Kendali R untuk Cream Layer Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

(cm

)

313029171615131110876543

0.40

0.35

0.30

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

BPA = 0,402

GT = 0,234

BPB = 0,067

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

313029171615131110876543

0.4

0.3

0.2

0.1

0.0

BPA = 0,420

GT= 0,163

BPB = 0,000

Page 127: D08esa

109

Whey Protein Concentrat (WPC) dan proses homogenisasi. Apabila susu

bubuk mengandung kadar lemak 28% maka kadar lemak bebas yang akan muncul

rendah, yaitu berkisar 1-1,5%. Sebaliknya, bila kadar lemaknya diatas 28% maka

kadar lemak bebas yang akan muncul mengalami kenaikan secara signifikan. Susu

bubuk yang mengandung kadar air 2-5% cenderung mengalami penurunan kadar

lemak bebas, sedangkan susu bubuk yang mengandung kadar air di atas 6-7%

cenderung mengalami peningkatan kadar lemak bebas. Adanya pembengkakan

partikel bubuk susu akibat penyerapan air yang kemudian menyebabkan terjadinya

penutupan mikropori dan retakan yang ada sehingga mencegah akses solven ke

dalam retakan. Jenis minyak nabati yang digunakan mempengaruhi kemunculan

lemak bebas, terkait dengan titik cair minyak nabati tersebut. Minyak atau lemak

yang bertitik cair rendah cenderung menimbulkan kadar lemak bebas yang lebih

tinggi. Apabila komposisi produk non lemak di dalam susu bubuk didominasi oleh

karbohidrat (khususnya laktosa), maka akan menyebabkan kemunculan lemak bebas

yang rendah. Sebaliknya, bila komposisi non lemak di dalam susu bubuk didominasi

oleh protein, maka akan menyebabkan kemunculan lemak bebas yang lebih tinggi.

Susu bubuk dengan kandungan WPC yang rendah dan laktosa yang tinggi secara

signifikan berdampak baik pada rendahnya lemak bebas. (Wibowo dan Widiyanto,

2007).

Lemak bebas di dalam partikel bubuk susu dipengaruhi oleh kondisi fisik

laktosa yang digunakan. Laktosa dapat berada dalam dua bentuk yaitu kristal (α-

hidrat dan β-anhidrat) dan amorf atau lirkaca. Laktosa amorf melindungi lemak dari

ekstraksi sedangkan laktosa kristal cenderung memberikan lemak bebas yang tinggi

(Wibowo dan Widiyanto, 2007).

Laktosa kristal harus dilarutkan terlebih dahulu jika digunakan sebagai bahan

baku dalam formulasi. Spray drying (pengeringan semprot) atau drum drying

(pengeringan giling-gilas) yang berlangsung cepat terhadap larutan yang

mengandung laktosa akan menghasilkan laktosa berbentuk amorf. Laktosa amorf

sangat higroskopis dan menyerap air dari udara. Jika kandungan air mencapai sekitar

8%, molekul laktosa mengkristal kembali dan membentuk kristal α-hidrat. Jika

kristal ini terbentuk, maka produk berupa bubuk dapat mengeras dan bergumpal-

gumpal (deMan, 1997).

Page 128: D08esa

110

Lemak bebas penyebab utama kemunculan cream layer juga bersumber dari

proses homogenisasi bertekanan tinggi. Menurut Wibowo dan Widiyanto (2007),

viskositas berpengaruh terhadap keberadaan lemak bebas. Viskositas dipengaruhi

oleh konsentrasi dan tekanan homogenisasi. Viskositas meningkat seiring dengan

kenaikan konsentrasi dan tekanan homogenisasi. Homogenisasi dengan tekanan

tinggi mengakibatkan rusaknya globula lemak yang menimbulkan kemunculan

lemak bebas. Kombinasi konsentrasi yang tinggi dan tekanan homogenisasi yang

rendah adalah solusi untuk mendapatkan susu bubuk dengan kandungan lemak bebas

yang rendah.

Faktor penyebab kemunculan cream layer selain yang telah disebutkan di

atas adalah proses oksidasi yang terjadi saat pengolahan liquid MST menjadi base

powder ex dryer menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan. Oksidasi ini

memunculkan lemak bebas yang merupakan produk oksidasi tersier. Menurut deMan

(1997), produk oksidasi tersier adalah lemak bebas yang berasal dari oksidasi

aldehida. Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi

dari radikal bebas alkoksi.

Analisis bagan kendali R, menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar

batas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman cream layer finish powder ex

blending atau bin filling dalam keadaan terkendali.

Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan

dengan spesifikasi perusahaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan

cream layer masih dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan atau

tidak. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses

(3σ) serta selang batas spesifikasi atas dan total rataan (Su- x ). Bentangan proses

yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi

satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak

ditetapkan. Perhitungan perbedaan batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX

sebagai pengganti batas spesifikasi bawah (Su- x ). Hasil perhitungan nilai 3σ dan

(Su- x ) untuk cream layer dapat dilihat pada Tabel 27.

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) menunjukkan nilai lebih kecil

daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan variasi atau

keragaman cream layer finish powder ex blending atau bin filling masih di dalam

Page 129: D08esa

111

batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Tabel 27. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Cream Layer

Nilai dari Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ 0,096

Su 3

x 0,234

3σ 0,288

Su- x 2,766

Analisis Mutu Kimia

Kriteria mutu kimia dari liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder

ex blending atau bin filling yang dibahas dalam penelitian ini adalah nilai pH dan

kadar lemak. Hasil analisis mutu kimia selanjutnya dianalisis menggunakan bagan

kendali variabel yang terdiri atas bagan kendali x dan bagan kendali R. Bagan

kendali x digunakan untuk memantau tingkat mutu proses rata-rata, sedangkan

bagan kendali R digunakan untuk mengetahui kisaran atau keragaman mutu kimia

yang diukur.

Pembuatan bagan kendali variabel diawali dengan menghitung nilai rata-rata

subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.),

selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing kriteria mutu kimia

(Lampiran 15-20). Berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis

tengah (GTX dan GTR), batas pengendali atas (BAX dan BAR ), batas pengendali

bawah (BBX dan BBR ) dan deviasi standar (σ). Berdasarkan hasil perhitungan batas

pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Data nilai x dan R

untuk masing-masing kriteria mutu kimia dipetakan pada bagan kendali.

Nilai pH

Nilai pH (potential of hydrogen) atau derajat keasaman digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaman (atau kebasaan) yang dimiliki oleh suatu larutan.

Larutan liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling dikatakan normal apabila memiliki nilai pH 6,5-7. Nilai pH dinyatakan netral,

bila ion H+

dan ion OH- terlarut pada jumlah yang sama. Nilai pH diukur dengan pH

Page 130: D08esa

112

meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau kondukstivitas suatu larutan.

Data hasil analisis nilai pH liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex

blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 15-17. Hasil perhitungan batas

pengendalian untuk nilai pH dapat dilihat pada Tabel 28. Berdasarkan hasil

perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R.

Bagan kendali selengkapnya terlihat pada Gambar 33-38.

Tabel 28. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Nilai pH

Batas

Kendali

Liquid

MST

Base Powder ex

Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling

GTX 6,879 6,905 6,771

BAX 6,911 6,924 6,798

BBX 6,847 6,887 6,744

GTR 0,067 0,038 0,027

BAR 0,134 0,077 0,069

BBR 0 0 0

Analisis bagan kendali x menunjukkan dominasi titik yang berada di luar

batas atas dan bawah kendali. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa masih

terdapat liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling yang memiliki nilai pH relatif lebih tinggi atau rendah daripada nilai pH rata-

rata. Perlu dilakukan tindakan korektif agar nilai pH dapat terkendali dengan

keragaman minim.

Nilai pH atau keasaman liquid MST dipengaruhi oleh kandungan total solid

(TS) di dalamnya. TS liquid MST terdiri atas TS dengan komponen lemak dan TS

tanpa komponen lemak atau disebut solid non fat (SNF). SNF diantaranya terdiri atas

kasein, laktosa dan whey protein. Widodo (2003) menyatakan bahwa susu dengan

kandungan TS yang tinggi diduga mempunyai keasaman yang lebih tinggi dari pada

kondisi standar. Peningkatan keasaman menandakan kecenderungan yang mengarah

pada penurunan persentase SNF (lemak, kasein dan laktosa). Sebaliknya, penurunan

keasaman menandakan adanya peningkatan persentase protein non kasein yaitu whey

protein dan abu. Susu yang mempunyai keasaman tinggi mempunyai nutrien yang

lebih banyak dan mempunyai kekhususan yaitu tingginya kandungan fosfat.

Page 131: D08esa

113

Gambar 33. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Liquid MST

Gambar 34. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Liquid MST

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

31302726252419181716158765432

7.05

7.00

6.95

6.90

6.85

6.80

6.75

6.70

BPA = 6,911

GT = 6,879

BPB = 6,847

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

31302726252419181716158765432

0.30

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

0.00

BPA = 0,134

GT = 0,067

BPB = 0,000

Page 132: D08esa

114

Gambar 35. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer

Gambar 36. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

272625191817161587653

7.2

7.1

7.0

6.9

6.8

BPA = 6,924 GT = 6,905 BPB = 6,887

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

272625191817161587653

0.10

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00

BPA = 0,077

GT = 0,038

BPB = 0,000

Page 133: D08esa

115

Gambar 37. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Gambar 38. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

313029171615131110876543

6.80

6.78

6.76

6.74

6.72

6.70

BPA = 6,798

GT = 6,771

BPB = 6,744

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-Rata

Sela

ng

313029171615131110876543

0.10

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00

BPA = 0,069

GT = 0,027

BPB = 0,000

Page 134: D08esa

116

Tinggi atau rendahnya persentase TS liquid MST yang dikehendaki diperoleh

melalui proses standardisasi. Standardisasi adalah proses penambahan dan pencam-

puran susu segar dengan bahan dasar lain untuk mendapatkan TS awal yang sesuai

dan mendapatkan mutu produk akhir yang dikehendaki. Peningkatan dan penurunan

TS liquid MST dilakukan dengan penambahan susu bubuk skim dan penambahan air.

Penambahan susu bubuk skim biasa dilakukan untuk peningkatan TS liquid MST

dan penambahan air biasa dilakukan untuk penurunan TS liquid MST sesuai

spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Penambahan air yang berlebihan pada proses standardisasi mengakibatkan

peningkatan kadar air dan penurunan persentase TS liquid MST, sehingga

menyebabkan keasaman liquid MST rendah (basa). Sebaliknya, jika kadar air liquid

MST rendah maka persentase TS tinggi dan menyebabkan keasaman liquid MST

tinggi. Jumlah penambahan air untuk standardisasi harus proporsional

sehinggadidapatkan TS liquid MST yang tepat sesuai spesifikasi yang telah

ditetapkan perusahaan.

Penambahan granula kalium hidroksida (KOH) ke dalam liquid MST sering

dilakukan untuk mengurangi keasamannya agar didapatkan nilai pH yang normal

(6,5-7). KOH mempunyai basa kuat yang mempunyai kemampuan untuk melepaskan

ion OH-

dalam larutan meskipun konsentrasinya sangat rendah. KOH menjadi

akseptor proton (H+) dengan menyerap ion hidrogen ketika dilarutkan di dalam liquid

MST sehingga keasamannya akan berkurang hingga nilai pH-nya berkisar antara 6,5-

7. Penambahan granula KOH yang berlebihan akan menyebabkan liquid MST

memiliki nilai pH yang basa.

Air proses yang digunakan untuk mencampur bahan-bahan formulasi liquid

MST di dalam compounding tank sangat berpengaruh terhadap nilai pH liquid MST

yang dihasilkan. Air proses yang digunakan oleh PT Sari Husada adalah air sumur

bor yang telah dijernihkan menggunakan kaporit. Jika proses penjernihan air sumur

bor terlalu berlebihan dalam penggunaan kaporit maka akan dihasilkan air jernih

dengan nilai pH asam. Air proses harus memiliki nilai pH netral (pH=7) yang

memiliki ion H+

terlarut dan ion OH- terlarut dalam jumlah yang sama.

Masa simpan atau tunggu liquid MST sebelum dievaporasi dan dikeringkan

di dalam spray dryer dapat menyebabkan perubahan nilai pH liquid MST. Semakin

Page 135: D08esa

117

lama masa simpan atau tunggu maka nilai pH liquid MST akan semakin masam. Hal

ini terkait dengan pertumbuhan mikroorganisme perusak. Terlebih lagi jika didukung

oleh suhu yang optimal untuk pertumbuhan akibat tidak terkendalinya suhu MST.

Pertumbuhan spora mikroorganisme perusak tersebut mengakibatkan liquid MST

menjadi asam. Batas waktu maksimal masa simpan atau tunggu liquid MST adalah

sekitar 8 jam. Jika melebihi batas waktu tersebut maka liquid MST dinyatakan

rejected dan dibuang. Jika liquid MST tersebut tetap diproses untuk dikeringkan

dalam spray dryer akan dihasilkan base powder ex dryer yang berasa masam pula.

Bahan baku yang rentan mengalami kerusakan mutu adalah bahan baku dari

bahan rework. Bahan rework harus dianalisis mutunya berulang-ulang secara akurat

agar mutu bahan rework yang digunakan benar-benar baik sesuai spesifikasi yang

telah ditetapkan perusahaan. Komposisi bahan rework yang digunakan jumlahnya

juga harus sesuai Standard Operation Procedure (SOP) yang telah ditetapkan

perusahaan. Hal ini bertujuan agar penambahan bahan rework tidak berpengaruh

terhadap produk yang akan dihasilkan.

Larutan Cleaning In Place (CIP) untuk proses Total Wet Cleaning (TWC)

memiliki nilai pH asam. Jika peralatan atau mesin pengolahan yang dibersihkan

secara TWC masih terdapat larutan CIP yang tersisa maka akan menjadi sumber

penyebab terjadinya liquid MST bernilai pH asam. Sebelum digunakan kembali,

peralatan atau mesin pengolahan yang telah diproses TWC harus dipastikan telah

kering dan tidak ada lagi sisa larutan CIP yang tertinggal.

Pengukuran pH base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling dilakukan dengan cara rekonstitusi bubuk terlebih dahulu dengan air hangat

bersuhu 45 0C. Jika air ini memiliki nilai pH yang tidak netral maka akan diperoleh

hasil pengukuran pH yang tidak netral pula. Nilai pH air yang digunakan harus netral

agar dapat diketahui nilai pH base powder ex dryer dan finish powder ex blending

atau bin filling yang sebenarnya sehingga dapat dideteksi dengan tepat

penyimpangan nilai pH, dengan demikian tindakan korektif dapat dilakukan secara

benar dan tepat.

Alat pH meter untuk pengukuran nilai pH liquid MST, base powder ex dryer

dan finish powder ex blending atau bin filling bisa mengalami kesalahan pengukuran.

Alat ini bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan.

Page 136: D08esa

118

Kesalahan pengukuran diakibatkan oleh kerusakan atau sudah tidak sensitifnya

bagian elektroda pH meter sehingga tidak dapat mendeteksi besaran konduktivitas

suatu larutan. Kesalahan pengukuran pH oleh pH meter berakibat pula pada

kesalahan anggapan adanya penyimpangan pH produk. Akhirnya berakibat pula pada

tindakan korektif yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Alat pH meter harus

dipelihara secara rutin dan berkala agar kapasitas kerjanya tetap terjaga. Apabila

tidak dipakai dalam waktu yang agak lama, elektroda pH meter harus direndam

dalam larutan KCl jenuh.

Kapasitas larutan penyangga (buffer) asam dan basa untuk kalibrasi elektroda

pH meter yang menurun atau sudah rusak mengakibatkan tidak akuratnya hasil

proses kalibrasi pH meter. Hal ini berakibat pada kesalahan hasil pengukuran pH

larutan liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling.

Analisis bagan kendali R, menunjukkan adanya beberapa titik yang

menyimpang di luar batas atas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai

pH belum terkendali dengan baik.

Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan

dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan

dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) serta selang batas

spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk nilai

pH dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Nilai pH

Nilai

dari Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ 0,026 0,015 0,016

Su 7 7 7

Sl 6,5 6,5 6,5

6σ 0,156 0,09 0,096

Su-Sl 0,5 0,5 0,5

Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) menunjukkan nilai lebih kecil

daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan nilai pH liquid

Page 137: D08esa

119

MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling

berada di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Kadar Lemak

Lemak susu memberikan karakteristik unik terhadap penampilan, tekstur,

rasa dan cita rasa produk pangan asal susu atau yang mengandung bahan dasar

produk susu. Lemak merupakan sumber: energi, asam lemak yang diperlukan tubuh,

vitamin yang larut di dalam lemak dan komponen-komponen lain yang berguna bagi

kesehatan. Lemak susu mengandung asam linoleat terkonjugasi, sphingomyelin,

asam butirat dan asam miristat yang berpotensi untuk melindungi tubuh dari

penyakit-penyakit kronis yang utama. Lemak susu juga dapat memiliki efek yang

menguntungkan pada kesehatan tulang (Miller et al., 1999).

Lemak sebagai sumber energi bagi bayi dan anak memberikan kontribusi

kebutuhan energi hingga 30-40%. Lemak susu merupakan sumber asam lemak

esensial dan tidak esensial yang penting bagi tubuh. Lemak susu juga merupakan

sumber vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. Vitamin A memegang

peranan penting di dalam pertumbuhan sel, reproduksi dan kekebalan tubuh. Vitamin

A dan karatenoid ada di dalam susu. Vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium

dan fosfor pada usus yang berguna untuk menjaga kesehatan kerangka tubuh

sepanjang hidup. Vitamin D (terutama tokoferol) adalah antioksidan, pelindung

membran sel dan lipoprotein dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas. Vitamin D

juga dapat membantu menjaga integritas membran sel dan menstimulasi respon

kekebalan. Vitamin K diperlukan untuk penggumpalan darah dan juga melindungi

kesehatan tulang (Miller et al., 1999).

Data hasil analisis kadar lemak liquid MST, base powder ex dryer dan finish

powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 18-20. Hasil

perhitungan batas pengendalian untuk kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 30.

Bagan kendali selengkapnya tertera pada Gambar 39-44.

Analisis bagan kendali x menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar

batas kendali baik pada liquid MST maupun finish powder ex blending atau bin

filling. Sebaliknya, analisis bagan kendali x untuk base powder ex dryer

menunjukkan pada bagian atas dan bawah batas kendali masing-masing ditemukan

dua titik yang menyimpang.

Page 138: D08esa

120

Tabel 30. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Kadar Lemak

Batas

Kendali

Liquid

MST

Base Powder ex

Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling

GTX 14,935 37,802 18,443

BAX 15,324 38,349 18,934

BBX 14,546 37,255 17,952

GTR 0,207 1,133 0,480

BAR 0,675 2,271 1,236

BBR 0 0 0

Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa kadar lemak liquid MST

maupun finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali.

Sebaliknya, untuk base powder ex dryer dapat disimpulkan bahwa masih terdapat

kadar lemak yang relatif lebih tinggi atau rendah dari kadar lemak rata-rata.

Tindakan korektif agar kadar lemak base powder ex dryer dapat terkendali dengan

keragaman minim perlu dilakukan.

Analisis kadar lemak liquid MST hanya dilakukan ketika ada pergantian

penggunaan minyak nabati. Pergantian yang dimaksud adalah pergantian peng-

gunaan jenis minyak nabati yang digunakan maupun pergantian perusahaan

penyedia. Tiga jenis minyak nabati yang digunakan, yaitu minyak kelapa sawit,

minyak kelapa dan minyak kedelai. Stok minyak nabati di tangki penampungan

biasanya bisa digunakan untuk bahan baku produksi selama tujuh hari. Setelah itu,

tangki penampung minyak nabati diisi lagi dengan jenis yang sama ataupun yang

berbeda jenis. Hal ini tergantung dari hasil pembelian minyak nabati oleh

departemen purchasing perusahaan.

Kadar lemak liquid MST diatur melalui proses standardisasi. Proses ini

mengatur jumlah penggunaan susu segar, susu bubuk skim, konsentrat laktosa,

konsentrat whey protein, butter oil, minyak nabati dan air sampai didapatkan kadar

lemak sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Tepat dan akuratnya

jumlah penggunaan bahan-bahan tersebut menjadi kunci ketepatan dan keberhasilan

proses standardisasi yang dikehendaki. Jumlah penggunaan yang tepat dan akurat

dapat diperoleh melalui perhitungan matematik menggunakan Pearsons Square

Methode atau Algebraic Methode.

Page 139: D08esa

121

Gambar 39. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Liquid MST

Gambar 40. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Liquid MST

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

(%

)

302415

15.4

15.3

15.2

15.1

15.0

14.9

14.8

14.7

14.6

14.5

BPA = 15,324

GT = 14,935

BPB = 14,546

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

302415

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0.0

BPA = 0,675

GT = 0,207

BPB = 0,000

Page 140: D08esa

122

Gambar 41. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer

Gambar 42. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

272625191817161587653

4

3

2

1

0

BPA = 2,271

GT = 1,133

BPB = 0,000

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

(%

)

272625191817161587653

39.0

38.5

38.0

37.5

37.0

BPA = 38,349

GT = 37,802

BPB = 37,255

Page 141: D08esa

123

Gambar 43. Bagan Kendali x untuk kadar lemak Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling

Gambar 44. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Con

toh

(%

)

313029171615131110876543

19.0

18.8

18.6

18.4

18.2

18.0

BPA = 18,934

GT = 18,443

BPB = 17,952

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Rata

-rata

Sela

ng

313029171615131110876543

1.6

1.4

1.2

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

BPA = 1,236

GT = 0,480

BPB = 0,000

Page 142: D08esa

124

Flow meter (pengatur volume aliran) pada tangki penampungan susu segar,

butter oil dan minyak nabati menjadi kunci keakuratan dan ketepatan volume yang

akan digunakan. Flow meter yang tidak dikalibrasi dalam jangka waktu lama

berpotensi menyebabkan kesalahan volume susu segar, butter oil, dan minyak nabati

yang digunakan. Flow meter harus dipelihara dan dikalibrasi secara rutin dan berkala

agar kapasitas kerjanya dapat optimal sesuai aslinya.

Alat untuk penimbangan susu bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat

whey protein menjadi kunci keakuratan dan ketepatan jumlah yang akan digunakan.

Timbangan yang digunakan harus dikalibrasi secara rutin dan berkala. Penggunaan

timbangan yang sudah habis masa berlaku kalibrasinya berpotensi menyebabkan

kesalahan jumlah penimbangan.

Kadar lemak akhir dari susu bubuk dapat ditingkatkan melalui penggunaan

minyak nabati dan butter oil. Penambahan butter oil juga dapat meningkatkan

kuantitas susu bubuk yang banyak. Hal ini karena peningkatan kadar lemak akibat

penambahan minyak nabati dan butter oil harus distandardisasi atau diturunkan

sesuai batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan dengan penambahan susu

bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein. Berarti, semakin

banyak minyak nabati dan butter oil yang digunakan maka semakin banyak pula susu

bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein yang ditambahkan untuk

menetralkan kadar lemaknya. Hasilnya adalah campuran standardisasi yang banyak

sehingga susu bubuk yang dihasilkan kuantitasnya banyak pula. Kadar lemak yang

rendah di dalam susu bubuk mencerminkan TS (total solid) liquid MST yang rendah

pula. Idris (1987) menyatakan bahwa TS yang rendah di dalam susu akan menghasil-

kan susu bubuk yang berkadar lemak rendah.

Kadar lemak finish powder ex blending atau bin filling diantaranya disusun

oleh Docosa Hexaenoic Acids (DHA) karena bahan baku penyusunnya adalah bubuk

DHA. DHA adalah asam lemak tidak esensial dan asam lemak tidak jenuh rantai

panjang atau long chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA) kelompok Omega-

3.

Analisis bagan kendali R, untuk liquid MST (Gambar 40) menunjukkan

tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali. Bagan kendali R untuk base

powder ex dryer (Gambar 42) dan finish powder ex blending atau bin filling (Gambar

Page 143: D08esa

125

44), pada bagian atas batas kendali masing-masing ditemukan dua dan tiga titik yang

keluar dari batas atas kendali bagan R. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan

bahwa keragaman kadar lemak liquid MST dalam keadaan terkendali, sedangkan

keragaman kadar lemak base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin

filling belum terkendali dengan baik.

Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan

dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan

dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) dan selang batas

spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk

kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Kadar Lemak

Nilai

dari

Liquid

MST

Base Powder ex

Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling

σ 0,183 0,447 0,284

Su 20,06 41 20,8

Sl 13,68 34 17,4

6σ 1,098 2,682 1,704

Su-Sl 6,38 7 3,4

Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) menunjukkan nilai lebih kecil

daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan kadar lemak pada

liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling

masih di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.

Analisis Mutu Organoleptik

Analisis mutu organoleptik bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

kelainan-kelainan yang terjadi pada produk yang dihasilkan. Analisis mutu

organoleptik didasarkan pada kesan subjektif seorang panelis. Panelis yang

digunakan sebagai analis mutu organoleptik liquid MST, base powder ex dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling adalah para analis mutu di laboratorium QC

dan QA. Mereka digolongkan sebagai panel perseorangan yang sangat terlatih.

Ada beberapa alasan mengapa seorang analis mutu di laboratorium QA dan

QC dianggap sebagai panel perseorangan yang terlatih. Alasan tersebut diantaranya:

Page 144: D08esa

126

analisis mutu organoleptik dilakukan oleh salah seorang dari para analis mutu di

laboratorium QA dan QC; setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC sangat

mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan susu bubuk SGM 3 Madu; setiap analis

mutu di laboratorium QA dan QC sangat menguasai metode-metode analisis mutu

organoleptik dengan sangat baik; dan setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC

sangat ahli dan mempunyai kepekaan spesifik yang sangat terlatih.

Kepekaan spesifik yang sangat terlatih tersebut diperoleh karena bakat atau

latihan-latihan yang sangat intensif dan jangka waktu bekerja yang lama di

laboratorium QA dan QC sehingga interaksi dengan produk sangat intensif. Sebagai

panel perseorangan, hasil analisis mutu organoleptik yang dihasilkan tidak akan bias,

cepat, efisien dan dapat dengan mudah untuk mendeteksi dan mengenali sebab-sebab

terduga yang berakibat pada penyimpangan mutu organoleptik.

Hasil pengujian mutu organoleptik dianalisis menggunakan bagan kendali

atribut. Bagan kendali atribut yang dipilih adalah bagan kendali c. Alasannya

diantaranya: mutu organoleptik termasuk sifat atribut, mutu organoleptik tidak

dinyatakan dalam bentuk numerik dan jumlah unit yang mengalami cacat atau

ketidaksesuaian mutu organoleptik merupakan jumlah total dari unit yang mengalami

cacat atau ketidaksesuaian (non conformance) dalam setiap subgrup.

Pembuatan bagan kendali c diawali dengan menghitung jumlah unit yang

cacat atau tidak sesuai (non conformance) mutu organoleptiknya di setiap subgrup

(c) dan rataan total unit yang tidak sesuai ( c ) untuk mutu organoleptik dari liquid

MST, base powder ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling

(Lampiran 21-23). Berdasarkan nilai c tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan

batas pengendalian. Contoh perhitungan batas pengendalian bagan c untuk mutu

organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 25. Hasil perhitungan batas pengendalian

untuk mutu organoleptik dapat dilihat pada Tabel 32. Bagan kendali selengkapnya

tertera pada Gambar 45-47.

Analisis bagan kendali c menunjukkan tidak adanya penyimpangan mutu

organoleptik. Hal ini menunjukkan mutu organoleptik dalam keadaan terkendali.

Pengaruh mutu organoleptik terhadap mutu produk secara keseluruhan sangat

mutlak dan tidak dapat dikaitkan langsung dengan sifat mutu fisik. Mutu

organoleptik berperan sangat penting di dalam penilaian mutu produk pangan.

Page 145: D08esa

127

Meskipun analisis mutu fisika dan kimia bahkan analisis mutu gizi telah

menunjukkan nilai yang baik, tidak ada artinya jika bahan pangan tersebut tidak

dapat dimakan karena rasanya tidak enak atau disukai, atau mutu organoleptik

lainnya tidak dapat diterima (Yasni, 1996).

Tabel 32. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Mutu Organoleptik

Batas

Kendali Liquid MST

Base Powder ex

Dryer

Finish Powder ex

Blending atau Bin

Filling

GTc 0 0 0

BAc 0 0 0

BBc 0 0 0

Kriteria mutu organoleptik produk susu bubuk SGM 3 Madu yang dianalisis

meliputi penampakan, warna, rasa dan cita rasa. Empat kriteria mutu organoleptik

tersebut harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Spesifikasi

mutu organoleptik untuk finish powder ex blending atau bin filling yang ditetapkan

perusahaan adalah penampakan yang baik atau normal, cita rasa yang segar atau

normal khas SGM 3 Madu, rasa yang normal khas SGM 3 Madu dan warna yang

putih kekuningan. Jika ada satu saja kriteria mutu organoleptik yang tidak memenuhi

spesifikasi maka mutu organoleptik produk dinyatakan cacat atau tidak sesuai.

Mutu organoleptik finish powder ex blending atau bin filling tergantung dari

mutu organoleptik liquid MST dan base powder ex spray dryer. Jika keduanya

memiliki mutu yang baik dan tidak menyimpang maka akan berdampak baik pula

terhadap mutu organoleptik finish powder ex blending atau bin filling. Mutu

organoleptik liquid MST dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya. Bahan baku

yang digunakan untuk formulasi liquid MST harus memiliki mutu yang baik agar

liquid MST bermutu baik pula.

Warna, rasa, penampakan atau tekstur dan cita rasa memegang peranan

penting dalam penerimaan makanan. Warna dapat memberi petunjuk mengenai

perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan karamelisasi. Pencoklatan

pada produk olahan susu, termasuk susu bubuk tidak dikehendaki. Pemanasan dan

pengeringan liquid MST menjadi base powder ex dryer di evaporator dan spray

dryer berpotensi membentuk bubuk berwarna coklat akibat terjadinya reaksi pen-

Page 146: D08esa

128

Gambar 45. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST

Gambar 46. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Tota

l C

acat

31302726252419181716158765432

0.50

0.25

0.00

-0.25

-0.50

BPA=GT=BPB= 0,000

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Tota

l C

acat

272625191817161587653

0.50

0.25

0.00

-0.25

-0.50

BPA=GT=BPB= 0,000

Page 147: D08esa

129

Gambar 47. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex

Blending atau Bin Filling

coklatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan deMan (1997), bahwa laju reaksi

pencoklatan yang tinggi terjadi pada kadar air rendah sehingga sangat mudahnya

terjadi pencoklatan dalam makanan yang dikeringkan dan yang dipekatkan.

Browning (pencoklatan) menurut deMan (1997) adalah akibat dari reaksi

gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil

glikosidik pada gula atau karbohidrat yang diakhiri dengan pembentukkan polimer

nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Gugus amino dalam protein susu yang

bereaksi dengan gula pereduksi adalah lisin. Hal inilah yang membuat lisin dalam

susu lebih mudah rusak. Lisin merupakan asam amino essensial pembatas dalam

setiap protein makanan sehingga kerusakannya dapat mengurangi secara signifikan

nilai gizi protein

Winarno (1992) membedakan reaksi browning (pencoklatan) menjadi dua

jenis yaitu 1) pencoklatan enzimatis dan 2) non enzimatis. Pencoklatan enzimatis

terjadi pada pangan yang mengandung substrat senyawa fenolik, contohnya pada

buah dan sayur yang mengandung senyawa fenolik berupa katekin. Pencoklatan non

enzimatis dibedakan menjadi tiga yaitu 1) karamelisasi, 2) reaksi Maillard, dan 3)

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Tota

l C

acat

313029171615131110876543

0.50

0.25

0.00

-0.25

-0.50

BPA=GT=BPB= 0,000

Page 148: D08esa

130

pencoklatan akibat vitamin C. Karamelisasi terjadi pada sukrosa yang dipanaskan

melebihi titik leburnya yaitu 160 0C. Reaksi Maillard adalah reaksi antara gula

pereduksi dengan gugus amina primer atau reaksi gugus amino pada asam amino,

peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri

dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Faktor-

faktor yang mempengaruhi laju reaksi Maillard menurut deMan (1997), diantaranya:

suhu, suhu, pH, kadar air, oksigen, logam, fosfat, belerang oksida dan inhibitor

lainnya. Vitamin C menurut Winarno (1992) adalah senyawa reduktor dan prekursor

pencoklatan non enzimatis, dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat

terurai secara irreversible membentuk senyawa diketogulonat yang dilanjutkan

dengan pencoklatan.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan laju pencoklatan secara cepat.

Tidak hanya laju reaksi tetapi pola reaksi juga dapat berubah sesuai dengan

perubahan suhu. Suhu yang lebih tinggi mengakibatkan kandungan karbon pigmen

yang meningkat dan lebih banyak pigmen yang terbentuk per mol karbondioksida

yang dibebaskan. Intensitas warna pigmen meningkat seiring dengan meningkatnya

suhu. Cita rasa yang menyimpang akibat reaksi pencoklatan adalah berupa cita rasa

teroksidasi. Cita rasa ini bersumber dari hidroksimetilfurfural yang merupakan faktor

penyebab timbulnya cita rasa menyimpang dalam produk makanan yang diolah

dengan pemanasan yang berlebihan atau yang dikeringkan (deMan, 1997).

Cita rasa merupakan sifat bahan (makanan) dan mekanisme reseptor orang

yang memakan makanan. Analisis cita rasa mencakup susunan senyawa di dalam

makanan yang mengandung rasa atau aroma dan juga interaksi senyawa-senyawa

tersebut dengan reseptor alat indera rasa dan aroma. Setelah terjadi interaksi, organ

menghasilkan sinyal yang dikirim ke sistem syaraf pusat sehingga menciptakan cita

rasa atau citarasa. Menurut deMan (1997), meskipun citarasa terdiri dari rasa dan

aroma tetapi mutu yang lain berperan juga untuk menghasilkan citarasa secara

keseluruhan. Tekstur mempunyai pengaruh yang sangat pasti. Kehalusan, kekasaran,

kegranulaan dan kekentalan dapat mempengaruhi citarasa.

Citarasa liquid MST dipengaruhi diantaranya oleh kekentalannya. Base

powder ex dryer memiliki citarasa yang dipengaruhi diantaranya oleh ukuran

Page 149: D08esa

131

partikelnya. Ukuran partikel ini dihasilkan dari proses atomisasi di nozzle

menggunakan tekanan tinggi dan penyaringan di dalam shifter.

Cita rasa teroksidasi pada base powder ex dryer adalah akibat adanya reaksi

pencoklatan. Penggunaan suhu pemanasan dan pengeringan di evaporator dan spray

dryer berpotensi menimbulkan reaksi pencoklatan tersebut.

Prebiotik Frukto Oligo Sakarida (FOS), madu bubuk dan sukrosa atau gula

halus ditambahkan saat blending untuk menghasilkan finish powder, tidak

ditambahkan saat compounding untuk menghasilkan liquid MST. Hal ini untuk

menghindari proses pencoklatan akibat suhu pengeringan yang semakin tinggi di

evaporator dan spray dryer terhadap bubuk prebiotik FOS dan gula halus. Menurut

de Man (1997), suhu pemanasan dapat meningkatkan laju pencoklatan 2-3 kali lipat

untuk setiap kenaikan suhu pemanasan 10 0C. Makanan yang mengandung fruktosa,

laju reaksi pencoklatannya dapat meningkat 5-10 kali lipat untuk setiap kenaikan

suhu 10 0C. Jika makanan mengandung kadar gula yang tinggi, laju reaksi

pencoklatannya

dapat lebih tinggi lagi.

Metode untuk mencegah pencoklatan menurut deMan (1997), diantaranya

adalah pengendalian kadar air, suhu, pH, atau penghilangan senyawa antara yang

aktif. Penurunan pH akibat hilangnya gugus amino basa dapat mencegah reaksi

pencoklatan. Pengaruh pH terhadap reaksi pencoklatan sangat bergantung pada kadar

air. Jika kadar air tinggi, sebagian besar pencoklatan disebabkan oleh karamelisasi

tetapi jika kadar air rendah dan pH lebih besar dari 6, pencoklatan lebih banyak

disebabkan oleh reaksi Maillard.

Umumnya, pencegahan pencoklatan lebih mudah jika menggunakan

inhibitor. Salah satu inhibitor pencoklatan yang paling efektif ialah belerang

dioksida. Belerang dioksida bereaksi dengan hasil urai gula amino, jadi mencegah

senyawa ini berkondensasi menjadi melanoidin. Kerugian yang serius pada

pemakaian belerang dioksida ialah penurunan nilai gizi makanan karena senyawa ini

bereaksi dengan tiamin dan protein. Belerang dioksida merusak tiamin sehingga

dilarang penggunaannya dalam makanan yang mengandung tiamin (deMan, 1997).

Mutu oraganoleptik bahan baku penyusun liquid MST, base powder ex dryer

dan finish powder ex blending atau bin filling yang menyimpang berpengaruh

Page 150: D08esa

132

terhadap nilai pH produk. Rasa masam pada air proses, susu segar, susu bubuk skim,

konsentrat laktosa, WPC, atau madu bubuk akan menghasilkan produk yang berasa

masam pula. Rasa masam ini menandakan bahwa nilai pH-nya terlalu rendah (asam).

Rasa masam pada bahan baku terjadi karena kerusakan selama masa penyimpanan

dan penanganan. Madu bubuk berasa masam karena nilai pH madu yang normal

adalah berkisar anatara pH 3,4-5,3. Bahan baku yang rusak mutu organoleptiknya

tidak boleh digunakan sebagai bahan formulasi.

Mutu organoleptik base powder ex dryer dapat menyimpang oleh karena

adanya proses oksidasi saat pengeringan di dry chamber dalam keadaan tidak vakum.

Adanya oksigen akan bereaksi dengan rantai tidak jenuh pada minyak atau lemak.

Reaksi ini menghasilkan cita rasa teroksidasi yang disebabkan oleh senyawa karbonil

dan aldehida. Menurut deMan (1997), senyawa karbonil yang merupakan hasil

penguraian lebih lanjut dari aldehida adalah produk oksidasi sekunder. Aldehida

adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal bebas

alkoksi. Aldehida yang atsiri sebagian besar menjadi penyebab baurasa lemak yang

teroksidasi.

Kadar lemak di dalam susu bubuk sangat berpotensi mengakibatkan

ketengikan dan reversion (perubahan bau sebelum terjadi proses ketengikan).

Reversion ini terjadi karena susu bubuk berlemak mudah sekali menyerap bau dari

udara lingkungan. Hal inilah yang menjadikan pengendalian mutu kadar lemak di

dalam susu bubuk termasuk titik kritis.

Penyebab ketengikan pada lemak menurut Ketaren (2005), dapat dibedakan

menjadi tiga yaitu 1) ketengikan karena proses oksidasi (oxidative rancidity), 2)

ketengikan karena proses hidrolisis (hidrolitic rancidity) dan 3) ketengikan karena

enzim (enzymatic rancidity). Ketengikan pada produk susu menurut deMan (1997),

biasanya dikarenakan proses hidrolisis lemak oleh aktivitas enzim.

Ketengikan pada produk susu karena oksidasi lemak susu oleh oksigen

menurut deMan (1997), mempunyai ciri bau dan rasa yang khas yang tidak

menyenangkan dan makin lama baunya makin kuat dan makin tidak menyenangkan

ketika laju oksidasi semakin berlanjut. Bau tersebut terutama berasal dari asam

linolenat di dalam lemak meskipun kadarnya sangat rendah. Proses oksidasi dapat

Page 151: D08esa

133

terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi.

Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau

tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin

(karoten dan tokoferol) dan asam esensial dalam lemak.

Proses pemanasan atau pengeringan liquid MST menjadi base powder ex

dryer di evaporator dan di dalam spray dryer berpotensi mengakibatkan

autooksidasi. Oksigen di dalam dry chamber akan berikatan dengan pusat aktif

lemak atau minyak yaitu ikatan tidak jenuh. Reaksi ini menghasilkan produk oksidasi

primer, sekunder dan tersier yang dapat menyebabkan lemak atau makanan yang

mengandung lemak tidak dapat dimakan.

Produk oksidasi primer menurut deMan (1997) adalah hidroperoksida.

Senyawa hidroperoksida berkonfigurasi cis-trans dan trans-trans. Kandungan

hidroperoksida trans-trans makin besar jika suhu makin tinggi dan oksidasi makin

berlanjut. Hidroperoksida selanjutnya diuraikan menjadi radikal bebas alkoksi dan

hidroksi. Hidroperoksida tidak berperan dalam kerusakan bau dan rasa. Bilangan

peroksida sering digunakan untuk mengukur perkembangan oksidasi karena

peroksida mudah ditentukan kadarnya dalam lemak.

Produk oksidasi sekunder mencakup berbagai senyawa, termasuk karbonil.

Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal

bebas alkoksi. Aldehida yang terbentuk dapat berupa senyawa atsiri rantai pendek

atau senyawa tidak atsiri yang terikat pada bagian gliserida dari molekul. Aldehida

yang atsiri sebagian besar menjadi penyebab cita rasa lemak yang teroksidasi.

Aldehida adalah senyawa baurasa yang kuat dan ambang baurasanya sangat rendah.

Perubahan organoleptik lebih erat kaitannya dengan produk oksidasi sekunder, yang

dapat diukur dengan berbagai cara, termasuk bilangan benzidina yang berkaitan

dengan hasil urai aldehida (deMan, 1997).

Produk oksidasi tersier menurut deMan (1997) adalah asam lemak bebas

yang berasal dari oksidasi aldehida. Asam karboksilat juga termasuk produk oksidasi

tersier karena juga merupakan hasil oksidasi aldehida lebih lanjut.

Laju oksidasi dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut deMan (1997)

diantaranya adalah 1) jumlah oksigen yang ada, 2) derajat ketidakjenuhan lipid, 3)

adanya antioksidan, 4) adanya prooksidan, terutama tembaga dan beberapa senyawa

Page 152: D08esa

134

organik seperti molekul yang mengandung hem dan lipoksidase, 5) sifat bahan

pengemas, 6) reaksi terhadap cahaya dan 7) suhu penyimpanan. Laju dan jalannya

autooksidasi bergantung terutama pada susunan lemak, derajat ketidakjenuhannya

dan jenis asam lemak tak jenuh yang ada.

Suhu menurut deMan (1997) mempunyai pengaruh yang penting terhadap

laju oksidasi, tetapi pembekuan pun tidak akan dapat mencegah oksidasi secara

sempurna. Suhu tinggi menyebabkan proses autooksidasi sangat cepat. Cahaya dan

penyinaran yang mengionkan merupakan pemercepat oksidasi yang kuat.

Penghilangan oksigen di dalam makanan akan mencegah oksidasi, tetapi dalam

praktek pada umumnya tidak mudah dilaksanakan. Logam, terutama tembaga dan

besi akan mengkatalisis oksidasi lemak. Lipoksigenase (lipoksidase) dan senyawa

hem bekerja sebagai katalis pada oksidasi lipid.

Antioksidan, menurut Ketaren (2005).adalah persenyawaan organik yang

dapat menghambat ketengikan. Minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku

memiliki antioksidan alamiah yaitu tokoferol (vitamin E), polifenol, goosipol, atau

turunan dari antho-sianin dan flavone. Antioksidan bekerja dengan cara bereaksi

dengan radikal bebas untuk menghentikan reaksi rantai. Senyawa fenol adalah bagian

aktif yang bekerja sebagai antioksidan. Senyawa fenol dapat membentuk kuinon

dengan mudah untuk mengakhiri reaksi rantai. Struktur kimia antioksidan merupakan

faktor terpenting yang mempengaruhi aktivitasnya.

Susu bubuk dapat ditambahi antioksidan agar terhindar dari ketengikan

sehingga dapat lebih tahan lama. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku

berpotensi menjadi sumber antioksidan alami tetapi selama proses pengolahan

menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan dapat mengalami kerusakan. Susu

bubuk dapat ditambahi antioksidan sintetik. Menurut deMan (1997), antioksidan

sintetik yang dijinkan untuk makanan yang sering digunakan adalah PG (propil

galat), BHA (hidroksi anisol terbutilasi) dan BHT (hidroksi toluena terbutilasi). PG

lebih mudah larut dalam air daripada dalam lemak. PG dan BHA mempunyai sifat

ketahanan yaitu tahan panas dan tidak menguap dengan uap air. BHT tidak

mempunyai sifat ketahanan karena dapat menguap dengan uap air.

Page 153: D08esa

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Semua mutu fisik, kimia dan organoleptik liquid MST, base powder ex dryer,

dan finish powder ex blending atau bin filling masih berada dalam batas spesifikasi

mutu yang telah ditetapkan perusahaan meskipun rataan dan keragaman mutunya

tidak dalam batas pengendalian. Mutu fisik berupa bulk density (BD) merupakan

salah satu parameter utama tingkat kelarutan base powder ex dryer dan finish powder

ex blending atau bin filling saat direkonstitusi di dalam air. Mutu fisik berupa curd

atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer merupakan parameter utama

mutu tampilan atau penampakan larutan hasil rekonstitusi base powder ex dryer dan

finish powder ex blending atau bin filling di dalam air. Mutu yang sangat ideal dari

base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling diantaranya

tingkat kelarutannya di dalam air berlangsung dengan cepat serta tidak ada

kemunculan curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer pada larutan.

Mutu kimia berupa nilai pH merupakan indikator yang paling mudah untuk

mendeteksi adanya penyimpangan mutu. Mutu kimia berupa kadar lemak termasuk

Critical Control Point (CCP) karena: mempengaruhi tingkat kelarutan di dalam air

dan mutu fisik penampakan larutan; menjadi sumber penyebab utama terjadinya

ketengikan dan kemunculan cream layer serta memberikan karakteristik unik

terhadap penampakan, tekstur, rasa dan cita rasa liquid MST, base powder ex dryer

dan finish powder ex blending atau bin filling.

Saran

Mutu fisik berupa nilai bulk density (BD) yang sangat tinggi lebih banyak

disebabkan diantaranya oleh penggunaan peralatan pneumatic conveying system

bertekanan sehingga lebih baik digunakan pneumatic conveying system vakum udara.

Kemunculan curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer lebih banyak

disebabkan oleh proses pengeringan dengan spray dryer sehingga lebih baik

diterapkan suhu pengeringan serendah mungkin pada kondisi dry chamber yang

benar-benar vakum udara.

Lesitin yang ditambahkan pada tahap I compounded product atau liquid MST

untuk meningkatkan kelarutan bahan-bahan formulasi yang dicampur sangat rentan

Page 154: D08esa

136

terhadap kerusakan akibat suhu pemanasan dan pengeringan yang berulang-ulang.

Penambahan lesitin (lesitinasi) dapat dilakukan lagi untuk kedua kalinya di chamber

dengan cara menyemprotkan lesitin ke dalamnya sehingga dapat meningkatkan

kelarutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling di

dalam air, namun perlu diperhitungkan secara ekonomis.

Cutting atau penghentian proses produksi sebaiknya dapat segera dilakukan

seketika terjadi satu kasus penyimpangan mutu agar tidak terjadi secara berurutan

(terus-menerus) terutama pada kondisi produksi yang full spray. Pengendalian mutu

produk dan proses produksi harus dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga kasus

penyimpangan mutu yang timbul dapat segera diketahui.

Pengecekan dan kalibrasi terhadap fungsi peralatan atau mesin produksi dan

analisis mutu harus dilakukan secara regular dengan prosedur baku pemantauan dan

pemeliharaan untuk memberikan jaminan terhadap fungsi peralatan atau mesin

semestinya. Inventarisasi terhadap seluruh fungsi peralatan atau mesin dan

penggunaannya yang kritis perlu dilakukan karena fungsi-fungsi dalam peralatan

atau mesin tersebut memberikan pengaruh langsung terhadap mutu produk.

Peningkatan arus informasi dan komunikasi antar bagian, baik dari bagian

produksi, engineering, maupun QA agar dapat dilakukan pencegahan kasus,

meminimalkan dan mencegah penyimpangan mutu yang berlanjut. Pertukaran

informasi yang relatif lancar membuat penyimpangan mutu yang terjadi dapat segera

diketahui dan diambil langkah atau tindakan korektif sebelum masuk ke tahap proses

berikutnya.

Perlu pencerdasan kepada konsumen terkait mutu susu bubuk yang

dipasarkan agar konsumen dapat membelinya dengan penuh kepercayaan dan

mengkonsumsinya dalam jangka waktu yang lama dengan puas. Jalan yang dapat

ditempuh diantaranya melalui iklan promosi yang mendidik dan pencantuman

informasi nilai gizi dan tatacara penyajian yang jelas dan jujur pada kemasan.

Perusahaan dapat membuat pamflet atau leaflet berisi informasi nilai gizi yang

disebar dan dipasang atau ditempel di area tempat penjualan produk susu bubuk

karena yang tertulis pada kemasan sangat kecil akibat terbatasnya ruang tulisan pada

kemasan.

Page 155: D08esa

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan (Rabb) semesta

alam karena Allah SWT adalah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Allah

SWT adalah Tuhan (Rabb) yang ditaati, yang memiliki, mendidik, mengatur dan

memelihara makhluk-Nya. Berkat rahmat yang diberikan-Nya, penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Rasa hormat dan ucapan terima kasih tidak akan cukup dan tidak

pernah akan mampu menggantikan jasa dan budi beliau:

1. Kedua orang tua saya Ayahanda Rusmin (almarhum) dan Ibunda Suwarti; adik-

adik saya Riyanto, Budi, Annisa dan Netti; serta seluruh keluarga besar di desa

Crewek;

2. Komisi pembimbing skripsi: Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. dan Zakiah

Wulandari, STP., M.Si.;

3. Komisi ujian lisan skripsi: Ir. Bernarded Nenny Polii, SU. dan Ir. Anggraini

Sukmawati, MM.;

4. Jajaran komisaris, direksi dan manajer di PT Sari Husada yang telah berkenan

memberikan ijin dan kesempatan untuk belajar dan meneliti di industrinya;

5. Pembimbing di perusahaan Bapak Berna Virmuda, S.Si. dan seluruh tim R&D

dan QA serta QC PT Sari Husada;

6. Keluarga besar di Ngangkrik Sleman Yogyakarta: mbah H. Sukoco dan mbah Hj.

Milah; mas Basit dan mbak Dewi; mas Arief sekeluarga; mas Heri sekeluarga;

mas Ahmad sekeluarga; dan mas Hari sekelurga.

7. Bapak Agus Purnomo, S.IP. sekeluarga yang telah mengikhlaskan sebagian

rezekinya untuk membiayai hidup dan kuliah saya selama di IPB;

8. Penunjuk jalan yang telah mengantarkan saya menemukan kembali jati diri dan

motivasi untuk belajar dan menuntut ilmu: Bapak Arif Budiono, S.Pt., M.M.,

Bapak Akbar K. Setiawan S.Pd., M.Pd., Bapak Ilyas Sunnah, S.Sos, Bapak Ir.

Abdul Azis, Bapak Ahmad Sumiyanto, S.E., Bapak Cahyadi Takariawan, Apt.,

Bapak Moh. Roja’i, S.IP., Bapak Moh. Maskuri, S.IP., Ibu Ekantini, S.Si., Bapak

Huda Triyudiana, S.T.; Bapak Abdul Muthoriq, S.Ag. dan Bapak Sigit Purnomo;

9. Teman-teman seperjuangan di fakultas peternakan IPB khususnya teman-teman

di Program Studi Teknologi Hasil Ternak 41, KAMMI, AL HURRIYYAH,

FAMM AL AN’AAM dan ETOSER Dompet Dhuafa Bogor;

10. Semua pihak, khususnya yang telah membantu penyusunan dan penulisan skripsi

ini.

Semoga Allah SWT membalas seadil-adilnya dengan yang lebih baik. Amiin.

Page 156: D08esa

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S. 1991. Analisis kimia produk lebah madu dan pelatihan staf

laboratorium pusat perlebahan nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset,

Yogyakarta.

Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito, Bandung.

Assauri, S. 1978. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.

Universitas Indonesia, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-2970-1999: Susu Bubuk.

Balai Besar Industri Kimia Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Jakarta.

Barra, R. 1986. Menerapkan Gugus Mutu. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Boehm, G., M. Lidestri, P. Casetta, J. Jelinek, F. Negretti, B. Stahl and A. Marini.

2002. Supplementation of a bovine milk formula with an oligosaccharide

mixture increases count of faecal bifidobacteria in preterm infants.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, W.R. Day, G.H. Fleet dan M Wootton. 1987. Ilmu

Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Bylund, G. 1995. Dairy Processing. Tetra Pak Processing System, Sweden.

Codex Alimentarius Commission. 1981. Codex European Regional Standard for

Honey.

Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas

Indonesia Press, Jakarta.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Daulay, D. 1990. Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan: K. Padmawinata. Edisi ke-2.

Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar Komposisi Bahan

Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Farquharson, J., F. Cocburn, W.A. Patrick, E.C. Jarnieson, and R.W. Logan. 1992.

Infant cerebral cortex phospholipid fatty acids composition and diet. Lancet.

340:810-813.

Feigenbaum, A.V. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Terjemahan. Edisi Ketiga Jilid I.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Page 157: D08esa

144

Gibson, G.R. and Fuller. 2000. Aspect of in vitro and in vivo research directed

toward identifiying probiotic and prebiotic for human use. J. Nutr.130 (25

suppl) : 3915-3955. In: Scientific press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih

susu (15 September 2007)

Grant, E.L. and R.S. Leavenworth. 1994. Pengendalian Mutu Statistik. Terjemahan:

H. Kandahjaya. Edisi Pertama. Jilid VI. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Grizard, D. dan Bartemeu. 1999. Non digestible oligosacarides used as prebiotic

agent : mode of production and benefical effect on animal and human health.

Reprod. Nutr. Dev. 39 (5-6): 563-588.

Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.

Liberty, Yogyakarta.

Harris, R. S. and E. Karmas. 1975. Nutritional Evaluation of Food Processing.

Ensiklopedia Wikipedia, Jakarta.

Hornstra, G. 2000. Essentials fatty acids in mothers and theirneonates. Am. J. Clin.

Nutr. 71:1262s-1269s.

Hubeis, M. 1996. Jaminan Mutu Pangan. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Hughes, M.N. 1981. The Inorganic Chemistry of Biological Process, John Wiley and

Sons, New York.

Idris, S. 1987. Pengaruh Cara Standarisasi Kadar Lemak terhadap BJ dan Titik Beku

Susu. Universitas Brawijaya, Malang.

Iriawan, N. dan S.P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah

Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Ishikawa, K. 1988. Teknik Penuntun Pengendali Mutu. Terjemahan. Mediyatama

Sarana Perkasa, Jakarta.

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas

Indonesia Press, Jakarta.

Krell, R. 1996. Value-added Products from Beekeeping. Food and Agriculture of

Organization Agriculture Services Bulletin 124, Rome.

Kume, H. 1989. Metode Statistik untuk Peningkatan Mutu. Terjemahan. Mediyatama

Sarana Perkasa, Jakarta.

Kuswadi dan Mutiara. 2004. DELTA : Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistika

untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Elex Media Komputindo,

Jakarta.

Lawrence, S.A. 1986. Fundamental of Industry Quality Control. Addison Wesley

Publ. Co., Canada.

Ma’arif dan Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. Grasindo,

Jakarta.

Maheswari, R.R.A. 2002. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah. Fakultas

Peternakan. Istitut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 158: D08esa

145

Maree, H. P. 2003. Goat milk and its use as hypo-allergenic infant food. Goat

Connection, Khimaira.

Market Research. 2005. Freeze Drying Equipment. Global Industry Analysis,

Washington.

Miller G., J. Jarvis and L.M. Bean. 1999. Handbook of Dairy Foods and Nutrition.

Edisi ke-2. National Dairy Council CRC Press, New York.

Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Terjemahan : Z.

Soejoeti. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Moster, K. 1997. Spray dryers. In: Baker, C.G.J. (edition). Industrial Drying of

Food. Blackie Academic and Professional an Aimprint of Chapman and Hall,

New York.

Muchtadi, D. 2002. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula, dan Makanan Tambahan.

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.

Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Muljohardjo, M. 1990. Alat dan Mesin Pengolahan Hasil Pertanian. Pusat Antar

Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nurgiyantoro, B., Gunawan, dan Marzuki. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian

Ilmu-Ilmu Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Piotrowski, J.K. and D.O. Coleman. 1980. Environmental Hazard of Heavy Metal:

Summary Evaluation of Lead, Cadmium, and Mercury. World Healthty

Organization, Geneva.

Pisecky, J. 1997. Handbook of Milk Powder Manufacture. Association of British

Preserved Milk Manufacture, London.

Priyanto, G. 1987. Teknik Pengawetan Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU)

Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Quality Assurance Department. 1995. Evaluasi Good Manufacturing Practices di PT

Sari Husada. PT Sari Husada, Yogyakarta.

Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahaju, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi

Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Rais, H.A. 1996. Madu Lebah Obat yang Menyembuhkan. Media Da’wah, Jakarta.

Reddy, B.S. 1998. Prevention of colon cancer by pre- and probiotic: evidence from

laboratory studies. Br. J. Nutr. 80(4): 5219-5223. In: Scientifis press. 2000.

http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007)

Rigo, J., C. Pieltain and F. Studzinski. 2001. Growth, weight gain composition and

mineral accretion in term infants fed a new experimental formula containing

hyrolysed protein, β-palmitate and prebiotics.

Rucker R.B., J.W. Suttie, D.B. McCormick and L.J. Machlin. 2001. Hanbook of

Vitamins. Marcel Dekker Inc, New York.

Page 159: D08esa

146

Rutgers, K. dan P. Ebing. 1992. Penyediaan Produk Susu Berskala Kecil.

Terjemahan: S. Idris dan I. Tohari. Penerbit Universitas Brawijaya, Malang.

Saeni, M.S. 1995. The Correlation between the Concentration of Heavy Metals (Pb,

Cu, and Hg) in the Environment and Human Hair. Buletin Kimia, 9: 19.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saeni M.S. 1997. Penentuan tingkat pencemaran logam berat dengan analisis rambut.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Salminen, S., B. Ruault, J.H. Cumming, a. Frank, G.R. Gibson, E. Isolauri, M.C.

Moreau, M. Robertfroid and I. Rowland. 1998. Functional food science

gastrointestinal physiology and function. Br. J. Nutr. (Suppl 1) : 147-171. In:

Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September

2007)

Saragih, Y.P., I.L. Ikram, dan N.N. Effendi. 1981. Madu, Teknologi, Khasiat, dan

Analisa. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sari Husada, P.T. 2006. Profil PT Sari Husada Tbk 2006. PT Sari Husada,

Yogyakarta.

Sari Husada, P.T. 1991. Laporan Tahunan (Annual Report) 1991. PT Sari Husada,

Yogyakarta.

Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007)

Sihombing, D. T. H 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

Sirait, C.H. 1991. Penggunaan susu sapi Fries Holland untuk pembuatan dadih suatu

produk olahan tradisi sumatera utara. disertasi. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekarto, S.T. 1996. Prinsip-prinsip Pengendalian Pangan. Pusat Studi Pangan dan

Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan,

Jakarta.

Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Somantri, A. dan S.A. Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Penerbit

Pustaka Setia, Bandung.

Suardi, R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000 : Penerapan untuk Mencapai

TQM. Penerbit PPM, Jakarta.

Sudarwanto, M., W. Sanjaya dan T. Purnawarman. 1990. Residu Antibiotika dalam

Susu Pasteurisasi Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat. Lembaga Penelitian

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Page 160: D08esa

147

Sukanta, K. Soelaeman, dan Moelyono. 1985. Pengukuran Kadar Logam-Logam

Berat dalam Air Minum yang Berasal dari Sumur Bor. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, Bandung.

Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha

Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta.

Suyitno, Haryadi, Supriyanto, B. Suksmadji, G. Haryanto, A.D. Guritno, dan W.

Supartono. 1989. Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Cetakan 1. Pusat

Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.

Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tenner, A.R. and I.J. detoro. 1992. Total Quality Management. Addison Wesley

Publ. Co., Canada.

Tunggal, A.W. 1993. Manajemen Mutu Terpadu : Suatu Pengantar. PT Rineka Cipta,

Jakarta.

Vandame, E.J. and P.G. Robinson. 1999. Yoghurt Science and Technology. CRC

Press, Cambridge.

Varnam, A.H. dan P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products, Technology

Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. New York.

Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Wibowo, A. dan D. Wijayanto. 2007. Short Review Free Fat dan White Fleck

(Curd). Research and Development Department PT Sari Husada, Yogyakarta.

Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk Cetakan 1. Lacticia Press, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Xiao-ming B., Z. Xiao-yu, Z. Wei-hua, Y. Wen-liang, P. Wei, Z. Wei-li, W. Sheng-

mei, C.M.V. Beusekom and A. Sehaufsmu. 2004. Supplementation of milk

formula with galacto-oligosaccharides improves intestinal micro-flora and

term infants.

Yasni, S. 1996. Keamanan Pangan Fisik dan Kimiawi. Pusat Studi Pangan dan Gizi

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 161: D08esa

LAMPIRAN

Page 162: D08esa

144

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Produksi SGM 3 Madu

Page 163: D08esa

145

Lampiran 2. Diagram Struktur Organisasi PT Sari Husada

Page 164: D08esa

146

Lampiran 3. Hasil Sertifikasi untuk PT Sari Husada

Page 165: D08esa

147

Lampiran 4. Diagram Struktur Organisasi Tim Halal PT Sari Husada

Page 166: D08esa

148

Lampiran 5. Hasil Analisis Bagan Kendali untuk Kriteria Mutu Bahan Setengah Jadi dan Bahan Jadi SGM 3 Madu

Kriteria Mutu

LIQUID MST

Batas Pengendalian Batas Spesifikasi Selang

Spesifikasi Selang Proses

Keterangan Bagan Kendali R BSA BSB

BPB GT BPA Keterangan BPB GT BPA Keterangan

a. Organoleptik *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Normal - - di dalam spesifikasi

b. Nilai pH 6,847 6,879 6,911 tidak terkendali 0 0,067 0,134 tidak terkendali 7,0 6,5 0,5 0,156 di dalam spesifikasi

c. Kadar lemak 14,546 14,935 15,324 terkendali 0 0,207 0,675 terkendali 20,06 13,68 6,38 1,098 di dalam spesifikasi

d. Temperatur MST (0C) 10,900 10,954 11,007 tidak terkendali 0 0,111 0,223 tidak terkendali 20 - 2 0,132 di dalam spesifikasi

e. Temperatur Pasteurisasi (0C) 79,144 79,278 79,412 tidak terkendali 0 0,278 0,557 tidak terkendali 80 78 2 0,66 di dalam spesifikasi

f. Total Solid/TS (%) 37,508 40,238 42,968 tidak terkendali 0 5,653 11,329 tidak terkendali 48 40 8 13,386 di luar spesifikasi

g. Floaters * * * * * * * * * * * * *

h. Sinkers * * * * * * * * * * * * *

i. Bulk Density/BD (%) * * * * * * * * * * * * *

j. Curd/White Flecks * * * * * * * * * * * * *

k. Kadar Air (%) * * * * * * * * * * * * *

l. Sedimen *** * * * * * * * * * * * * *

m. Cream layer (cm) * * * * * * * * * * * * *

n. Vitamin C (mg/100 g) * * * * * * * * * * * * *

o. Metal *** * * * * * * * * * * * * *

Keterangan : BPA = Batas Pengendalian Atas BSA = Batas Spesifikasi Atas

*** = menggunakan bagan kendali c * = tidak dianalisis GT = Garis Tengah = Rataan BSB = Batas Spesifikasi Bawah

** = tidak melalui proses terkait BPB = Batas Pengendalian Bawah

x

Page 167: D08esa

149

Lampiran 5. Lanjutan

Kriteria Mutu

BASE POWDER EX DRYER

Batas Pengendalian Batas Spesifikasi

Selang Spesifikasi

Selang Proses

Keterangan Bagan Kendali

Bagan Kendali R

BSA BSB

BPB GT BPA Keterangan BPB GT BPA Keterangan

a. Organoleptik *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Normal - - di dalam spesifikasi

b. Nilai pH 6,887 6,905 6,924 tidak terkendali 0 0,038 0,077 tidak terkendali 7,0 6,5 0,5 0,09 di dalam spesifikasi

c. Kadar lemak 37,255 37,802 38,349 tidak terkendali 0 1,133 2,271 tidak terkendali 41 34 7 2,682 di dalam spesifikasi

d. Temperatur MST (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **

e. Temperatur Pasteurisasi (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **

f. Total Solid/TS (%) * * * * * * * * * * * * *

g. Floaters 1,976 2,013 2,050 tidak terkendali 0 0,077 0,154 tidak terkendali 5 - 2,987 0,09 di dalam spesifikasi

h. Sinkers 2,099 2,359 2,619 tidak terkendali 0 0,538 1,079 terkendali 5 - 2,641 0,636 di dalam spesifikasi

i. Bulk Density/BD (%) 0,432 0,444 0,455 tidak terkendali 0 0,024 0,048 terkendali 0,50 0,38 0,12 0,054 di dalam spesifikasi

j. Curd/White Flecks 1,249 1,397 1,546 tidak terkendali 0,308 0,617 tidak terkendali 3 - 1,603 0,363 di dalam spesifikasi

k. Kadar Air (%) 2,174 2,271 2,367 tidak terkendali 0 0,200 0,401 3 2 1 0,474 di dalam spesifikasi

l. Sedimen *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - B - - - di dalam spesifikasi

m. Cream layer (cm) * * * * * * * * * * * * *

n. Vitamin C (mg/100 g) * * * * * * * * * * * * *

o. Metal *** * * * * * * * * * * * * *

Keterangan : BPA = Batas Pengendalian Atas BSA = Batas Spesifikasi Atas

*** = menggunakan bagan kendali c * = tidak dianalisis GT = Garis Tengah = Rataan BSB = Batas Spesifikasi Bawah

** = tidak melalui proses terkait BPB = Batas Pengendalian Bawah

x x

Page 168: D08esa

150

Lampiran 5. Lanjutan

Kriteria Mutu

FINISH POWDER EX BLENDING/BIN FILLING

Batas Pengendali Batas Spesifikasi Selang

Spesifikasi

Selang

Proses Keterangan Bagan Kendali R

BSA BSB BPB GT BPA Keterangan BPB GT BPA Keterangan

a. Organoleptik *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Normal - - di dalam spesifikasi

b. Nilai pH 6,744 6,771 6,798 tidak terkendali 0 0,027 0,069 tidak terkendali 7,0 6,5 0,5 0,096 di dalam spesifikasi

c. Kadar lemak 17,952 18,443 18,934 terkendali 0 0,480 1,236 tidak terkendali 20,8 17,4 3,4 1,704 di dalam spesifikasi

d. Temperatur MST (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **

e. Temperatur Pasteurisasi (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **

f. Total Solid/TS (%) * * * * * * * * * * * * *

g. Floaters 2 2 2 terkendali 0 0 0 terkendali 5 - 3 0 di dalam spesifikasi

h. Sinkers 2,099 2,644 3,190 tidak terkendali 0 0,533 1,373 terkendali 5 - 2,356 0,945 di dalam spesifikasi

i. Bulk Density/BD (%) 0,669 0,685 0,701 tidak terkendali 0 0,015 0,039 tidak terkendali 0,76 0,63l 0,13 0,054 di dalam spesifikasi

j. Curd/White Flecks 2,019 2,156 2,292 tidak terkendali 0 0,133 0,343 tidak terkendali 3 - 0,844 0,237 di dalam spesifikasi

k. Kadar Air (%) * * * * * * * * * * * * *

l. Sedimen *** * * * * * * * * * * * * *

m. Cream layer (cm) 0,067 0,234 0,402 terkendali 0 0,163 0,420 terkendali 0,3 - 2,766 0,288 di dalam spesifikasi

n. Vitamin C (mg/100 g) 96,156 99,146 102,140 tidak terkendali 0 2,923 7,523 tidak terkendali - 68 31,146 5,178 di dalam spesifikasi

o. Metal *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Negatif - - di dalam spesifikasi

Keterangan : BPA = Batas Pengendalian Atas BSA = Batas Spesifikasi Atas

*** = menggunakan bagan kendali c * = tidak dianalisis GT = Garis Tengah = Rataan BSB = Batas Spesifikasi Bawah

** = tidak melalui proses terkait BPB = Batas Pengendalian Bawah

xx

Page 169: D08esa

151

Lampiran 6. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer (g/ml)

No

. Tanggal

PrO No. x .maksx

min.x R

1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 07 0,44 0,46 0,45 0,42 0,43 0,44 0,440 0,460 0,420 0,040

2 5 Juli 07 0,46 0,45 0,44 0,45 0,46 0,45 0,452 0,460 0,440 0,020

3 6 Juli 07 0,43 0,45 0,44 0,45 0,44 0,45 0,443 0,450 0,430 0,020

4 7 Juli 07 0,46 0,44 0,45 0,45 0,45 0,45 0,450 0,460 0,440 0,020

5 8 Juli 07 0,45 0,44 0,41 0,44 0,45 0,44 0,438 0,450 0,410 0,040

6 15 Juli

07 0,46 0,45 0,44 0,45 0,44 0,45 0,448 0,460 0,440 0,020

7 16 Juli

07 0,40 0,44 0,44 0,43 0,43 0,43 0,428 0,440 0,400 0,040

8 17 Juli

07 0,43 0,43 0,44 0,43 0,45 0,45 0,438 0,450 0,430 0,020

9 18 Juli

07 0,45 0,43 0,45 0,45 0,45 0,45 0,447 0,450 0,430 0,020

10 19 Juli

07 0,45 0,45 0,45 0,43 0,43 0,43 0,440 0,450 0,430 0,020

11 25 Juli

07 0,46 0,45 0,47 0,44 0,44 0,45 0,452 0,470 0,440 0,030

12 26 Juli

07 0,45 0,44 0,45 0,45 0,45 0,44 0,447 0,450 0,440 0,010

13 27 Juli

07 0,45 0,45 0,45 0,44 0,44 0,44 0,445 0,450 0,440 0,010

x =

0,444 0,454 0,430 R =

0,024

Lampiran 7. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Bulk Density (BD) Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling (g/ml)

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 0,7 0,69 0,69 0,693 0,700 0,690 0,010

2 4 Juli 07 0,69 0,69 0,69 0,690 0,690 0,690 0,000

3 5 Juli 07 0,68 0,67 0,67 0,673 0,680 0,670 0,010

4 6 Juli 07 0,68 0,68 0,68 0,680 0,680 0,680 0,000

5 7 Juli 07 0,67 0,67 0,68 0,673 0,680 0,670 0,010

6 8 Juli 07 0,67 0,67 0,67 0,670 0,670 0,670 0,000

7 10 Juli 07 0,69 0,69 0,69 0,690 0,690 0,690 0,000

8 11 Juli 07 0,69 0,69 0,69 0,690 0,690 0,690 0,000

9 13 Juli 07 0,71 0,70 0,67 0,693 0,710 0,670 0,040

10 15 Juli 07 0,70 0,70 0,66 0,687 0,700 0,660 0,040

11 16 Juli 07 0,67 0,69 0,76 0,707 0,760 0,670 0,090

12 17 Juli 07 0,70 0,71 0,69 0,700 0,710 0,690 0,020

13 29 Juli 07 0,68 0,68 0,68 0,680 0,680 0,680 0,000

Page 170: D08esa

152

14 30 Juli 07 0,68 0,68 0,67 0,677 0,680 0,670 0,010

15 31 Juli 07 0,67 0,67 0,67 0,670 0,670 0,670 0,000

x = 0,685 0,693 0,677 R = 0,015

Lampiran 8. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Floaters Base Powder ex Dryer

No. Tanggal PrO No,

x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

2 5 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

3 6 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

4 7 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

5 8 Juli 07 2 2 2 2 2 3 2,167 3,000 2,000 1,000

6 15 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

7 16 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

8 17 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

9 18 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

10 19 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

11 25 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

12 26 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

13 27 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

x = 2,013 2,077 2,000 R = 0,077

Lampiran 9. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

2 4 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

3 5 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

4 6 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

5 7 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

6 8 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

7 10 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

8 11 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

9 13 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

10 15 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

11 16 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

12 17 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

13 29 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

14 30 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

Page 171: D08esa

153

15 31 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

x = 2,000 2,000 2,000 R = 0,000

Lampiran 10. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Sinkers Base Powder ex Dryer

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

2 5 Juli 07 3 3 3 2 2 2 2,500 3,000 2,000 1,000

3 6 Juli 07 3 3 3 3 2 2 2,667 3,000 2,000 1,000

4 7 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

5 8 Juli 07 2 2 3 3 3 3 2,667 3,000 2,000 1,000

6 15 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

7 16 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

8 17 Juli 07 2 2 3 3 3 2 2,500 3,000 2,000 1,000

9 18 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

10 19 Juli 07 2 2 2 3 3 3 2,500 3,000 2,000 1,000

11 25 Juli 07 2 2 2 2 3 3 2,333 3,000 2,000 1,000

12 26 Juli 07 2 2 3 2 3 3 2,500 3,000 2,000 1,000

13 27 Juli 07 3 3 3 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

x = 2,359 2,615 2,077 R = 0,538

Lampiran 11. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 2 3 3 2,667 3,000 2,000 1,000

2 4 Juli 07 3 2 3 2,667 3,000 2,000 1,000

3 5 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000

4 6 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

5 7 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

6 8 Juli 07 2 2 3 2,333 3,000 2,000 1,000

7 10 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000

8 11 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

9 13 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

10 15 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

11 16 Juli 07 3 2 3 2,667 3,000 2,000 1,000

12 17 Juli 07 3 2 2 2,333 3,000 2,000 1,000

13 29 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

14 30 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000

Page 172: D08esa

154

15 31 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

x = 2,644 2,867 2,333 R = 0,533

Lampiran 12. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 07 1 1 1 1 2 2 1,333 2,000 1,000 1,000

2 5 Juli 07 2 2 2 1 1 1 1,500 2,000 1,000 1,000

3 6 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000

4 7 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

5 8 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

6 15 Juli 07 2 1 1 2 2 2 1,667 2,000 1,000 1,000

7 16 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000

8 17 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000

9 18 Juli 07 1 1 2 2 2 2 1,667 2,000 1,000 1,000

10 19 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

11 25 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000

12 26 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000

13 27 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000

x = 1,397 1,538 1,231 R = 0,308

Lampiran 13. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Curd atau White Flecks Finish Powder

ex Blending atau Bin Filling

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

2 4 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

3 5 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

4 6 Juli 07 2 3 3 2,667 3,000 2,000 1,000

5 7 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

6 8 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

7 10 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000

8 11 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

9 13 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

10 15 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

11 16 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

12 17 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

13 29 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

14 30 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000

Page 173: D08esa

155

15 31 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000

x = 2,156 2,200 2,067 R = 0,133

Lampiran 14. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Cream Layer Finish Powder ex Blending atau

Bin Filling (cm)

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 0,2 0,2 0,3 0,233 0,300 0,200 0,100

2 4 Juli 07 0,4 0,5 0,1 0,333 0,500 0,100 0,400

3 5 Juli 07 0,3 0,1 0,3 0,233 0,300 0,100 0,200

4 6 Juli 07 0,2 0,1 0,3 0,200 0,300 0,100 0,200

5 7 Juli 07 0,1 0,2 0,2 0,167 0,200 0,100 0,100

6 8 Juli 07 0,4 0,4 0,4 0,400 0,400 0,400 0,000

7 10 Juli 07 0,2 0,3 0,4 0,300 0,400 0,200 0,200

8 11 Juli 07 0,2 0,1 0,5 0,267 0,500 0,100 0,400

9 13 Juli 07 0,2 0,2 0,2 0,200 0,200 0,200 0,000

10 15 Juli 07 0,2 0,2 0,4 0,267 0,400 0,200 0,200

11 16 Juli 07 0,1 0,2 0,1 0,133 0,200 0,100 0,100

12 17 Juli 07 0,1 0,2 0,2 0,167 0,200 0,100 0,100

13 29 Juli 07 0,4 0,15 0,2 0,250 0,400 0,150 0,250

14 30 Juli 07 0,2 0,2 0,3 0,233 0,300 0,200 0,100

15 31 Juli 07 0,1 0,2 0,1 0,133 0,200 0,100 0,100

x = 0,267 0,234 0,320 R = 0,157

Page 174: D08esa

156

Lampiran 15. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Nilai pH Liquid MST

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6

1 2 Juli 07 7,1 7,1 7 7 6,8 7 7,000 7,100 6,800 0,300

2 3 Juli 07 7 7 7 7 7 7,1 7,017 7,100 7,000 0,100

3 4 Juli 07 6,8 6,8 6,8 7 7 7,1 6,917 7,100 6,800 0,300

4 5 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000

5 6 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000

6 7 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000

7 8 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000

8 15 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

9 16 Juli 07 6,8 6,8 6,9 6,9 6,9 6,9 6,867 6,900 6,800 0,100

10 17 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

11 18 Juli 07 6,9 6,9 6,9 6,9 6,8 6,8 6,867 6,900 6,800 0,100

12 19 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 7 6,833 7,000 6,800 0,200

13 24 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

14 25 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

15 26 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

16 27 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

17 30 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,8 6,717 6,800 6,700 0,100

18 31 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

x = 6,879 6,917 6,850 R = 0,067

Lampiran 16. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Nilai pH Base Powder ex Dryer

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 07 7,2 7,2 7,1 7,1 7,2 7,2 7,167 7,200 7,100 0,100

2 5 Juli 07 7 7 7 7 7,1 7 7,017 7,100 7,000 0,100

3 6 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000

4 7 Juli 07 7 6,9 7 7 7 7 6,983 7,000 6,900 0,100

5 8 Juli 07 7 7 7 7 7 6,9 6,983 7,000 6,900 0,100

6 15 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

7 16 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

8 17 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

9 18 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,9 6,8 6,817 6,900 6,800 0,100

10 19 Juli 07 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,900 6,900 6,900 0,000

Page 175: D08esa

157

11 25 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

12 26 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

13 27 Juli 07 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,900 6,900 6,900 0,000

x = 6,905 6,923 6,885 R = 0,038

Lampiran 17. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100

2 4 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

3 5 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

4 6 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

5 7 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

6 8 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

7 10 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

8 11 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100

9 13 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

10 15 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100

11 16 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100

12 17 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000

13 29 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,700 6,700 6,700 0,000

14 30 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,700 6,700 6,700 0,000

15 31 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,700 6,700 6,700 0,000

x = 6,771 6,780 6,753 R = 0,027

Lampiran 18. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Kadar Lemak Liquid MST (%)

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2

1 15 Juli 07 14,84 14,68 14,760 14,840 14,680 0,160

2 24 Juli 07 14,59 14,86 14,725 14,590 14,590 0,000

3 30 Juli 07 15,09 15,55 15,320 15,550 15,090 0,460

x = 14,935 14,993 14,787 R = 0,207

Page 176: D08esa

158

Lampiran 19. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Kadar Lemak Base Powder ex Dryer (%)

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 07 37,54 37,22 36,81 37,01 37,18 37,46 37,203 37,540 36,810 0,730

2 5 Juli 07 38,11 38,25 38,21 38,02 39,91 40,58 38,847 40,580 38,020 2,560

3 6 Juli 07 38,23 37,9 38,26 37,1 37,28 37,6 37,728 38,260 37,100 1,160

4 7 Juli 07 38,11 37,86 37,6 37,15 38,07 37,86 37,775 38,110 37,150 0,960

5 8 Juli 07 37,91 37,2 37,1 37,12 37,1 37,21 37,273 37,910 37,100 0,810

6 15 Juli 07 38,33 37,94 37,96 37,9 38 37,81 37,990 38,330 37,810 0,520

7 16 Juli 07 38,25 38,11 37,91 37,74 37,31 36,98 37,717 38,250 36,980 1,270

8 17 Juli 07 37,41 37,69 37,4 37,25 34,1 37,39 36,873 37,690 34,100 3,590

9 18 Juli 07 37,34 37,85 37,81 37,84 37,28 37,71 37,638 37,850 37,280 0,570

10 19 Juli 07 37,6 37,33 37,46 37,85 37,41 37,66 37,552 37,850 37,330 0,520

11 25 Juli 07 38,31 38,65 38,27 38,4 38,2 39,1 38,488 39,100 38,200 0,900

12 26 Juli 07 38,66 38,39 38,1 38,42 38,39 38,2 38,360 38,660 38,100 0,560

13 27 Juli 07 37,67 38 37,92 37,96 38,1 38,25 37,983 38,250 37,670 0,580

x = 37,802 38,337 37,204 R = 1,133

Lampiran 20. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk

Mutu Kadar Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin

Filling (%)

No. Tanggal PrO No.

x .maksx min.x R 1 2 3

1 3 Juli 07 18,22 18,9 19,56 18,893 19,560 18,220 1,340

2 4 Juli 07 18,76 18,56 18,46 18,593 18,760 18,460 0,300

3 5 Juli 07 18,25 18,31 18,27 18,277 18,310 18,250 0,060

4 6 Juli 07 18,47 18 18,01 18,160 18,470 18,000 0,470

5 7 Juli 07 18,21 18,15 18,11 18,157 18,210 18,110 0,100

6 8 Juli 07 18,2 18,23 18,2 18,210 18,230 18,200 0,030

7 10 Juli 07 18,12 18,05 18,1 18,090 18,120 18,050 0,070

8 11 Juli 07 18,21 18,31 18,05 18,190 18,310 18,050 0,260

9 13 Juli 07 19,01 18,96 17,98 18,650 19,010 17,980 1,030

10 15 Juli 07 17,96 19,36 19,47 18,930 19,470 17,960 1,510

11 16 Juli 07 17,98 19,26 19,08 18,773 19,260 17,980 1,280

12 17 Juli 07 18,9 18,96 18,79 18,883 18,960 18,790 0,170

13 29 Juli 07 18,3 18,29 18,27 18,287 18,300 18,270 0,030

Page 177: D08esa

159

14 30 Juli 07 18,2 18,21 18,47 18,293 18,470 18,200 0,270

15 31 Juli 07 18,4 18,12 18,25 18,257 18,400 18,120 0,280

x = 18,443 18,656 18,176 R = 0,480

Lampiran 21. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik

Liquid MST

No. Tanggal PrO No.

Cacat (c) 1 2 3 4 5 6

1 2 Juli 2007 N N N N N N 0

2 3 Juli 2007 N N N N N N 0

3 4 Juli 2007 N N N N N N 0

4 5 Juli 2007 N N N N N N 0

5 6 Juli 2007 N N N N N N 0

6 7 Juli 2007 N N N N N N 0

7 8 Juli 2007 N N N N N N 0

8 15 Juli 2007 N N N N N N 0

9 16 Juli 2007 N N N N N N 0

10 17 Juli 2007 N N N N N N 0

11 18 Juli 2007 N N N N N N 0

12 19 Juli 2007 N N N N N N 0

13 24 Juli 2007 N N N N N N 0

14 25 Juli 2007 N N N N N N 0

15 26 Juli 2007 N N N N N N 0

16 27 Juli 2007 N N N N N N 0

17 30 Juli 2007 N N N N N N 0

18 31 Juli 2007 N N N N N N 0

k =18 c = 0 Keterangan: N = Normal

Page 178: D08esa

160

Lampiran 22. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik

Base Powder ex Dryer

No. Tanggal PrO No.

Cacat (c) 1 2 3 4 5 6

1 3 Juli 2007 N N N N N N 0

2 5 Juli 2007 N N N N N N 0

3 6 Juli 2007 N N N N N N 0

4 7 Juli 2007 N N N N N N 0

5 8 Juli 2007 N N N N N N 0

6 15 Juli 2007 N N N N N N 0

7 16 Juli 2007 N N N N N N 0

8 17 Juli 2007 N N N N N N 0

9 18 Juli 2007 N N N N N N 0

10 19 Juli 2007 N N N N N N 0

11 25 Juli 2007 N N N N N N 0

12 26 Juli 2007 N N N N N N 0

13 27 Juli 2007 N N N N N N 0

k = 13 c = 0 Keterangan: N = Normal

Lampiran 23. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

No. Tanggal PrO No.

Cacat (c) 1 2 3

1 3 Juli 2007 N N N 0

2 4 Juli 2007 N N N 0

3 5 Juli 2007 N N N 0

4 6 Juli 2007 N N N 0

5 7 Juli 2007 N N N 0

6 8 Juli 2007 N N N 0

7 10 Juli 2007 N N N 0

8 11 Juli 2007 N N N 0

9 13 Juli 2007 N N N 0

10 15 Juli 2007 N N N 0

Page 179: D08esa

161

11 16 Juli 2007 N N N 0

12 17 Juli 2007 N N N 0

13 29 Juli 2007 N N N 0

14 30 Juli 2007 N N N 0

15 31 Juli 2007 N N N 0

k =15 c = 0 Keterangan: N = Normal

Lampiran 24. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian dan Deviasi Standar

(σ) untuk Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer

1. Bagan Kendali x

a. GT = x = 0,444

b. BPA = x 2BA = x+A R

Diketahui :

R = 0,024

A2 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6

= 0,483 (lampiran 25)

Jadi :

BPA = 0,444 + (0,483 x 0,024)

= 0,455

c. BPB = x 2BB = x-A R

= 40,238 + (0,483 x 5,653)

= 0,432

2. Bagan Kendali R

a. GTR = R = 0,024

b. BPA=BAR = D4 R

Diketahui :

D4 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6

= 2,004 (lampiran 25)

Jadi :

BPA=BAR = 2,004 x 0,024

= 0,048

c. BPB=BBR = D3 R

Diketahui :

Page 180: D08esa

162

D3 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6

= 0 (lampiran 17)

Jadi :

BPB=BBR = 0 x 0,024

= 0

Lampiran 24. Lanjutan

3. Standar Deviasi (σ)

σ = R /d2

Diketahui :

d2 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6

= 2,534 (lampiran 25)

Jadi :

= 0,024 / 2,534

= 0,009

Lampiran 25. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian Baga Kendali c untuk

Organoleptik Liquid MST

1. GTc =

n

i=1

c

c=k

= 0

2. BAc = BPA=c+3 c

= 0 + 3 0

= 0

3. BBc = BPB=c-3 c

= 0 - 3 0

= 0

Page 181: D08esa

163

Lampiran 26. Tabel Shewhart