d08esa
TRANSCRIPT
ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK
SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
EKO SAPUTRO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
EKO SAPUTRO. D14204087. 2008. Analisis Mutu Fisik, Kimia dan
Organoleptik Susu Bubuk SGM 3 Madu PT Sari Husada Yogyakarta. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA.
Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.
Produk susu bubuk yang beredar di pasaran dapat mengalami kerusakan
mutu, baik mutu fisik, kimia, organoleptik, mikrobiologi maupun biokimia/gizi.
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan tersebut adalah oksigen, cemaran metal,
suhu penyimpanan dan kadar air. Kerusakan mutu diantaranya berupa penyimpangan
cita rasa, penurunan daya larut dan nilai gizi. Kerusakan-kerusakan tersebut harus
dicegah dan dihindari agar produk tetap layak untuk dikonsumsi oleh pelanggan.
Analisis mutu bahan baku sampai dengan produk jadi harus dilakukan perusahaan
sebelum produk diedarkan di pasaran untuk menjamin keamanan produk bagi
konsumennya.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem jaminan mutu pada susu
bubuk yang baik melalui pendekatan analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik dari
bahan setengah jadi dan bahan jadi susu bubuk merk Susu Gula Minyak (SGM) yang
diproduksi pertama kalinya oleh PT Sari Husada. Susu bubuk merk SGM yang
dipilih untuk dianalisis mutunya adalah SGM 3 Madu. Susu bubuk ini baru akan
diluncurkan di awal tahun 2008 dengan desain kemasan yang baru dan formulasi
baru yang diperkaya dengan bahan prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto
Oligo Saccharide (FOS dan GOS), vitamin C dan Docosa Hexaenoic Acids dan
Linoleic Acids (DHA dan LA).
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder hasil analisis mutu
yang dilakukan di laboratorium QA dan QC selama bulan Juli 2007. Data ini
merupakan hasil analisis mutu pada setiap jenis kriteria mutu fisik, kimia dan
organoleptik bahan setengah jadi dan bahan jadi berupa data atribut dan variabel.
Bahan setengah jadi adalah compounded product yang merupakan campuran liquid
MST (mixed storage tank) dan dried product yaitu base powder ex dryer. Bahan jadi
adalah blended product yaitu finish powder ex blending atau bin filling. Jenis kriteria
mutu yang dianalisis, untuk kriteria mutu fisik meliputi floaters/sinkers, bulk density
(BD), curd atau white flecks dan cream layer. Kriteria mutu kimia yang dianalisis
adalah nilai pH dan kadar lemak. Kriteria mutu organoleptik yang dianalisis meliputi
penampakan, warna, rasa dan cita rasa.
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis posisi rataan dan keragaman-
nya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan yang disusun
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar Codex. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik deskriptif dan metode
pengendalian mutu statistik. Alat analisis pengendalian mutu statistik yang
digunakan adalah bagan kendali atau control chart.
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa rata-rata dan keragaman
mutu dari kriteria mutu fisik dan kimia bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3
Madu ada yang sudah terkendali dan ada yang masih belum terkendali dengan baik.
iii
Meskipun demikian, semua kriteria mutu fisik dan kimia yang telah dianalisis masih
berada dalam batas spesifikasi perusahaan. Kriteria mutu organoleptik bahan baku
dan bahan jadi SGM 3 Madu tidak ada yang cacat atau menyimpang serta sudah
sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Kata-kata Kunci: SGM 3 Madu, analisis mutu, mutu fisik, mutu kimia, mutu
organoleptik
ABSTRACT
Physical, Chemistrial and Sensorial Quality Analysis
of SGM 3 Madu Milk Powder at PT Sari Husada
Yogyakarta
Saputro, E., R.R.A. Maheswari and Z. Wulandari
Bulk density is one of more of the main parameter of milk powder solubility index
when its reconstituted in the water. Curds or white flecks, floaters, sinkers and cream
layer is the main parameter of the quality performance reconstitution result of milk
powder in the water. Solubility index in the water which is fast and not appear
curds/white flecks, floaters, sinkers and cream layer in solution is the most ideal
condition. Value of pH is the common indicator to defect a devition of milk powder
quality because of raw material, processing tools or machines, processing operator
and production process. Fat content is a critical control point of milk powder quality
because determine its density in the water and quality performance; main caused of
rancid and cream layer appear; and give unique characteristics of performance,
tecture, taste and flavor. The study were to analyze physical quality, chemistry and
sensory raw material and finished material of SGM 3 Madu milk powder which
produced since Juli 2007 showed that average and diversity quality of physical and
chemistry quality criteria raw and finished material SGM 3 Madu is controlled and
uncontrolled well. Eventhough all the phsical and chemistry quality criteria still in
the specification limit of the company policy. Sensory quality of raw and finished
material SGM 3 Madu was not defect/non conformance or suitable whith the
specification of company policy.
Keywords: SGM 3 Madu Milk Powder, Quality Analysis, Physical Quality,
Chemistrial Quality, Sensorial Quality
ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK
SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA
YOGYAKARTA
EKO SAPUTRO
D14204087
Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK
SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA
YOGYAKARTA
Oleh
EKO SAPUTRO
D14204087
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Juli 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.
NIP. 131 671 595 NIP. 132 206 246
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr.
NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1983 di Grobogan Jawa Tengah.
Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Rusmin
(almarhum) dan Ibu Suwarti.
Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di kecamatan Kradenan
Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993
di SDN Crewek 1, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun
1999 di SMPN 1 Kradenan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada
tahun 2002 di SMUN 1 Kradenan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
pada tahun 2004.
Biaya administrasi serta kebutuhan sarana dan prasarana akademik penulis
selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dicukupi dari berbagai
beastudi yang berhasil diperolehnya. Beastudi tersebut diantaranya beastudi ETOS
Dompet Dhuafa Republika untuk biaya masuk dan biaya tahun pertama di IPB;
beastudi PERSADA dari alumni mahasiswa Indonesia di Jepang selama setahun
pertama di IPB; beastudi KS4 (Karya Salemba Empat) dari alumni mahasiswa UI
selama satu tahun di tingkat kedua; beastudi PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
dari DIKTI selama dua tahun di tingkat dua dan tiga; dan beastudi Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM) dari DIKTI selama satu tahun di tingkat keempat atau terakhir.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan
tingkat fakultas di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Forum Aktivitas Mahasiswa
Muslim (FAMM) Al An’Aam Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan
lembaga kemahasiswaan tingkat universitas di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al
Hurriyyah Institut Pertanian Bogor. Selain organisasi kemahasiswaan di dalam
kampus penulis juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu organisasi massa
(ORMAS) dan organisasi kepemudaan (OKP) di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) Komisariat Institut Pertanian Bogor dan KAMMI Daerah
Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis juga menjalani aktivitas sebagai
asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Industri pangan dan usaha ekonomi lainnya mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan masalah mutu, karena hanya produk pangan atau hasil industri yang
bermutu, aman dan dimaui konsumenlah yang dapat dijual. Kelemahan atau
keteledoran dalam pengendalian mutu hasil industri pangan dapat berakibat fatal.
Menghadapi era industrialisasi, pengendalian mutu menjadi faktor kunci dalam
pengembangan industri dan dalam persaingan produknya di pasaran global.
Konsumen semakin menuntut produk pangan yang beragam dan bermutu yang
dicirikan dengan berselera, praktis, terjangkau serta ASUH (aman, sehat, utuh dan
halal).
Pengendalian mutu mencakup kegiatan-kegiatan: uji mutu, analisis mutu dan
penilaian mutu. Kegiatan tersebut pada industri modern, dilakukan berdasarkan uji
atau analisis mutu objektif (fisik dan kimia) menggunakan instrument fisik. Selain
analisis mutu objektif, pada industri pangan juga sangat diperlukan uji atau analisis
mutu subjektif (organoleptik) menggunakan instrument indrawi manusia.
Skripsi ini disusun untuk mendeskripsikan proses pengendalian mutu fisik,
kimia dan organoleptik produk setengah jadi dan produk jadi dari susu bubuk SGM 3
Madu yaitu liquid mixed storage tank (MST), base powder ex dryer dan finish
powder ex blending atau bin filling. SGM 3 Madu merupakan susu bubuk yang
diproduksi oleh PT Sari Husada Yogyakarta. Produk ini adalah produk lama yang
dikembangkan dan diperbaiki mutunya secara terus-menerus sampai dengan saat ini.
Saat ini SGM 3 Madu dikembangkan dan diperbaiki mutunya dengan diperkaya
prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS).
FOS dan GOS adalah nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme alami yang bersifat
baik dalam pencernaan, khususnya bakteri asam laktat (BAL).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Segala masukan dan koreksi akan penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amiin.
Bogor, 16 Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................... 1
Tujuan ............................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
Susu ................................................................................................. 3
Komponen-komponen Susu .................................................. 3
Air ............................................................................ 3
Karbohidrat ............................................................... 3
Lemak ....................................................................... 4
Protein ...................................................................... 4
Enzim ....................................................................... 4
Vitamin ..................................................................... 4
Mineral ..................................................................... 5
Komposisi Susu ..................................................................... 6
Susu Bubuk ...................................................................................... 6
Jenis-jenis Susu Bubuk ......................................................... 7
Proses Pembuatan Susu Bubuk ............................................. 8
Spray Drying ............................................................ 9
Drum Drying ............................................................ 10
Freeze Drying ........................................................... 10
Standar Mutu Susu Bubuk .................................................... 11
Bahan Fortifikasi atau Suplementasi Susu Bubuk ............................ 13
Madu .................................................................................... 13
Komponen-komponen Madu .................................... 13
Komposisi Madu ...................................................... 13
Manfaat Madu .......................................................... 14
Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik ......................................... 15
Probiotik ................................................................... 15
x
Prebiotik ................................................................... 16
Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo
Saccharide (FOS dan GOS) .......................... 17
Sinbiotik ................................................................... 18
Docosa Hexaenoic Acids dan Arachidonic Acids (DHA
dan AA) ............................................................................... 18
Vitamin C ............................................................................ 19
Kontaminan (Bahan Cemaran) Fisik yang Berbahaya dalam Susu
Bubuk ............................................................................................. 21
Metal ................................................................................... 21
Merkuri (Hg) ............................................................ 21
Timbal (Pb) .............................................................. 22
Kadmium (Cd) .......................................................... 22
Tembaga (Cu) ........................................................... 22
Besi (Fe) ................................................................... 22
Mutu ................................................................................................ 23
Standar dan Spesifikasi ........................................................ 24
Quality Management (Manajemen Mutu) ............................. 25
Quality Assurance (Jaminan Mutu) ...................................... 26
Quality Control (Pengendalian Mutu) .................................. 26
Statistical Quality Control (Pengendalian Mutu Statistik) .... 27
Alat Pengendalian Mutu Statistik .............................. 28
Check Sheet (Lembar Pemeriksaan) ............. 28
Stratification (Pengelompokan) .................... 28
Scatter Diagram (Diagram Pencar) .............. 28
Diagram Pareto ............................................ 29
Histogram .................................................... 29
Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa atau
Diagram Sebab Akibat) ................................. 29
Control Chart (Bagan Kendali atau Bagan
Kendali Shewhart) ......................................... 30
Control Chart (Bagan Kendali atau Bagan Kendali Shewhart) ......... 30
Fungsi Bagan Kendali .......................................................... 30
Jenis-jenis Bagan Kendali .................................................... 31
Bagan Kendali Atribut (Sifat) ................................... 31
Bagan Kendali Variabel ............................................ 33
Interpretasi Bagan Kendali ................................................... 34
Variabilitas Statistik dan Variabilitas Proses ............. 34
Batas Kendali dan Batas Spesifikasi ......................... 35
Analisa Kemampuan Proses ................................................. 35
METODE ...................................................................................................... 37
Lokasi dan Waktu .............................................................................. 37
Materi ................................................................................................ 37
Prosedur ............................................................................................ 38
Produksi SGM 3 Madu ......................................................... 38
Produksi Liquid MST ............................................... 40
Produksi Base Powder ex Dryer ............................... 42
xi
Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 44
Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik ....................... 45
Analisis Mutu Fisik .................................................. 46
Bulk Density atau BD ................................... 46
Floaters dan Sinkers ..................................... 47
Curd atau White Flecks ................................ 48
Cream Layer ................................................ 48
Analisis Mutu Kimia ................................................. 49
Nilai pH ....................................................... 49
Kadar Lemak ................................................ 49
Analisis Mutu Organoleptik ...................................... 50
Liquid MST .................................................. 50
Base Powder ex Dryer dan Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling .............................. 51
Sampling (Pengambilan Sample) ........................................... 51
Liquid MST .............................................................. 51
Base Powder ex Dryer .............................................. 52
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............. 52
Retain Sample (Penyimpanan Sample) ................................... 52
Base Powder ex Dryer .............................................. 52
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............. 53
Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample .......................... 53
Pemberian Status Produk ...................................................... 53
Released ................................................................... 54
Non Conformance (NC) ............................................ 54
Rejected .................................................................... 56
Desain Penelitian .................................................................. 57
Macam dan Sumber Data ...................................................... 57
Pengumpulan Data ................................................................ 58
Analisa Data ......................................................................... 59
Analisis Bagan Kendali Variabel (Bagan Kendali x
dan R) ....................................................................... 59
Analisis Bagan Kendali Atribut (Bagan Kendali c) 61
Analisis Kemampuan Proses ..................................... 63
KEADAAN UMUM PT SARI HUSADA ................................................... 64
Visi, Misi dan Budaya Perusahaan ................................................... 64
Visi ....................................................................................... 64
Misi ...................................................................................... 64
Budaya ................................................................................. 64
Sejarah Ringkas Berdirinya Perusahaan ........................................... 64
Sejarah Perkembangan Produk ......................................................... 66
Lokasi Perusahaan ........................................................................... 66
Struktur Organisasi .......................................................................... 67
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan ................................ 69
Ketenagakerjaan ................................................................... 69
Kesejahteraan Karyawan ....................................................... 70
Bahan Baku dan Pengadaannya ........................................................ 71
xii
Whole Milk (Susu Segar) ....................................................... 71
Skim Milk Powder (SMP) ..................................................... 72
Sukrosa Halus (Gula Pasir) ................................................... 72
Mixed Vegetable Oil atau MVO (Minyak Nabati) ................. 72
Premix Vitamin .................................................................... 72
Air Proses ............................................................................. 73
Konsentrat Laktosa ............................................................... 73
Whey Protein Concentrat (WPC) .......................................... 73
Madu Bubuk ......................................................................... 73
Peralatan atau Mesin Produksi di PT Sari Husada ............................ 73
Penerapan Sertifikasi Halal di PT Sari Husada ................................. 76
Sistem Mutu Produk ........................................................................ 77
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 80
Analisis Mutu Fisik .......................................................................... 80
Bulk Density (BD) ................................................................. 81
Floaters ................................................................................ 87
Sinkers ................................................................................. 93
Curd atau White Flecks ......................................................... 100
Cream Layer ......................................................................... 106
Analisis Mutu Kimia ........................................................................ 111
Nilai pH ................................................................................ 111
Kadar Lemak ........................................................................ 119
Analisis Mutu Organoleptik ............................................................. 125
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 135
Kesimpulan ...................................................................................... 135
Saran ................................................................................................ 136
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 138
LAMPIRAN .................................................................................................. 143
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Vitamin dalam Susu ................................................... 5
2. Persentase Unsur-unsur Mineral di dalam Susu ............................. 5
3. Rataan dan Variasi Komposisi Kimiawi Susu Sapi ........................ 6
4. Komposisi Komponen-komponen Susu Sapi Friesian dan Guernsey
(per 100 g Susu) ............................................................................ 7
5. SNI 01-2970-1999 untuk Standar Mutu Susu Bubuk ..................... 11
6. Standar Codex untuk Mutu Susu Bubuk . ....................................... 12
7. Persentase Rataan Komposisi Madu di Indonesia .......................... 14
8. Berbagai Jenis Prebiotik Komersial ............................................... 17
9. Jenis-jenis Bagan Kendali dan Kegunaannya ................................ 31
10. Daftar Bahan Baku Product in Process dari SGM 3 Madu ............ 38
11. Daftar Peralatan Produksi SGM 3 Madu ....................................... 38
12. Daftar Kriteria Mutu Product in Process dari SGM 3 Madu yang
Dianalisis ...................................................................................... 46
13. Kategori Hasil Pemeriksaan Curd atau White Flecks ..................... 48
14. Daftar Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample ....................... 53
15. Data-data yang Digunakan di dalam Penelitian ............................. 57
16. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 1968-2002 67
17. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 2003-2007 68
18. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Bulk Density (BD) .. 82
19. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk BD ......................... 87
20. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Floaters ................... 88
21. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Floaters ................. 93
22. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Sinkers .................... 94
23. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Sinkers ................... 100
24. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Curd atau White Flecks 101
25. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Curd atau White Flecks 106
26. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Cream Layer ........... 107
27. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Cream Layer .......... 111
28. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Nilai pH .................. 112
29. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Nilai pH ................. 118
xiv
30. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Kadar Lemak ........... 120
31. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Kadar Lemak .......... 125
32. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Mutu Organoleptik .. 127
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk ................................... 9
2. Diagram Alir Pemahaman Mengenai Mutu ................................... 24
3. Hierarki Pemilihan Jenis Bagan Kendali ....................................... 32
4. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk SGM 3 Madu ............. 39
5. Diagram Alir Proses Produksi Liquid MST .................................. 41
6. Diagram Alir Proses Produksi Base Powder ex Dryer ................... 43
7. Diagram Alir Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 45
8. Tap Density Tester untuk Mengukur Bulk Density (BD) .................. 47
9. Label untuk Produk Berstatus Non Conformance (NC) ................... 54
10. Label untuk Produk Berstatus Karantina ....................................... 55
11. Label untuk Produk Berstatus Rejected ......................................... 56
12. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali x dan R ........................ 60
13. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali c .................................... 62
14. Diagram Alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair ........................... 74
15. Bagan Kendali x untuk BD Base Powder ex Dryer ...................... 83
16. Bagan Kendali R untuk BD Base Powder ex Dryer ....................... 83
17. Bagan Kendali x untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling ........................................................................................... 84
18. Bagan Kendali R untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling ........................................................................................... 84
19. Bagan Kendali x untuk Floaters Base Powder ex Dryer .............. 89
20. Bagan Kendali R untuk Floaters Base Powder ex Dryer ............... 89
21. Bagan Kendali x untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau
Bin Filling .................................................................................... 90
22. Bagan Kendali R untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau
Bin Filling .................................................................................... 90
23. Bagan Kendali x untuk Sinkers Base Powder ex Dryer ................ 96
24. Bagan Kendali R untuk Sinkers Base Powder ex Dryer ................. 96
25. Bagan Kendali x untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau
Bin Filling .................................................................................... 97
26. Bagan Kendali R untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling ........................................................................................... 97
xvi
27. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Base Powdeex
Dryer ............................................................................................ 103
28. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Base Powder ex
Dryer ............................................................................................ 103
29. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling ............................................................... 104
30. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling .............................................................. 104
31. Bagan Kendali x untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending
atau Bin Filling ............................................................................. 108
32. Bagan Kendali R untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending
atau Bin Filling ............................................................................. 108
33. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Liquid MST ............................. 113
34. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Liquid MST .............................. 113
35. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer .............. 114
36. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer .............. 114
37. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Finish Powder ex Blending atau
Bin Filling .................................................................................... 115
38. Bagan Kendal Bagan Kendali R untuk Nilai pH Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling .............................................................. 115
39. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Liquid MST .................... 121
40. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Liquid MST ...................... 121
41. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer ..... 122
42. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer ....... 122
43. Bagan Kendali x untuk kadar lemak Finish Powder ex Blending
atau Bin Filling ............................................................................. 123
44. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Finish Powder ex Blending
atau Bin Filling .............................................................................. 123
45. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST ............... 128
46. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer 128
47. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling .............................................................. 129
LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Diagram Alir Proses Produksi SGM 3 Madu ................................. 144
2. Diagram Struktur Organisasi PT Sari Husada ................................ 145
3. Hasil Sertifikasi untuk PT Sari Husada ......................................... 146
4. Diagram Struktur Organisasi Tim Halal PT Sari Husada ............... 147
5. Hasil Analisis Bagan Kendali untuk Kriteria Mutu Bahan Setengah
Jadi dan Bahan Jadi SGM 3 Madu ................................................ 148
6. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk
Density (BD) Base Powder ex Dryer (g/ml) ................................. 151
7. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk
Density (BD) Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (g/ml) . 151
8. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu
Floaters Base Powder ex Dryer .................................................... 152
9. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu
Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .................... 152
10. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu
Sinkers Base Powder ex Dryer ...................................................... 153
11. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu
Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ...................... 153
12. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu
Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer ............................. 154
13. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Curd
atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ..... 154
14. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Cream
Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (cm) ................ 155
15. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai
pH Liquid MST ............................................................................ 156
16. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai
pH Base Powder ex Dryer ............................................................. 156
17. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai
pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ............................ 157
18. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar
Lemak Liquid MST (%) ................................................................ 157
19. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar
Lemak Base Powder ex Dryer (%) ................................................ 158
xviii
20. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar
Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (%) ................ 158
21. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST 159
22. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Base Powder
ex Dryer ....................................................................................... 160
23. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling .......................................................... 160
24. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian dan Deviasi Standar (σ)
untuk Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer ........................... 161
25. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian Baga Kendali c untuk
Organoleptik Liquid MST ............................................................. 162
26. Tabel Shewhart ............................................................................. 163
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab Pemerintahan
Negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945. Sumber daya manusia yang
cerdas membutuhkan asupan gizi pangan yang cukup, yaitu air, karbohidrat, protein,
lemak atau minyak, vitamin dan mineral. Kecerdasan manusia terutama dipengaruhi
oleh asupan gizi protein. Hasil ternak adalah penyedia atau sumber utama protein,
yaitu protein hewani. Susu, daging dan telur menjadi amunisi utama untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, di samping pendidikan. Susu ternak adalah bahan
pengganti dan penerus air susu ibu (ASI) bagi manusia. Produk olahan susu segar
hasil diversifikasi sangat beragam, diantaranya susu pasteurisasi, susu sterilisasi,
susu bubuk, es krim, mentega, keju, kefir dan yoghurt. Keutuhan dan peningkatan
mutu produk hasil diversifikasi susu segar tersebut harus dijaga dan diusahakan
melalui komitmen mutu oleh perusahaan sebagai produsen.
Mutu produk yang unggul diantaranya: mempunyai mutu terbaik, harganya
rendah dan memiliki sifat yang istimewa. Mutu produk yang unggul akan
meningkatkan pangsa pasar dan harga jual produk diikuti dengan semakin
menurunnya biaya persatuan produk yang dihasilkan. Hal ini berujung pada
meningkatnya laba perusahaan yang harus ditindak lanjuti secara berkesinambungan
melalui peningkatan aktivitas reaserch and development (R&D) serta teknologi
produksi untuk mempertahankan dan meningkatkan keunggulan mutu produk yang
diproduksi oleh perusahaan.
Perusahaan harus benar-benar menjamin bahwa mutu produk yang diproduksi
dan dipasarkan dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan atau konsumen
dalam jangka waktu yang lama. Pelanggan atau konsumen selalu membeli produk
dengan penuh kepercayaan dan menggunakannya dalam jangka waktu yang lama
dengan kepuasan yang tinggi.
Spesifikasi mutu produk yang ditetapkan perusahaan (spesifikasi perusahaan)
harus disusun dan dikembangkan dari spesifikasi konsumen. Spesifikasi konsumen
dikembangkan dengan menilai karakteristik atau mutu sensori (organoleptik). Hasil
analisis organoleptik untuk mengembangkan profil produk yang dikorelasikan
dengan karakteristik atau mutu fisik dan kimia. Mutu produk perlu diukur dan
2
dikendalikan melalui identifikasi kritis terhadap daya terima produk oleh pelanggan
atau konsumen.
Spesifikasi perusahaan menjadi dasar pengendalian mutu produk dan proses
produksi. Spesifikasi perusahaan meliputi bahan mentah, proses produksi, produk
dan pengemasan. Spesifikasi produk sangat ditentukan oleh spesifikasi bahan mentah
dan spesifikasi proses produksi.
Pengendalian mutu mencakup: kegiatan uji mutu, analisis mutu dan penilaian
mutu. Analisis mutu produk dilakukan berdasarkan analisis mutu objektif (fisik dan
kimia) menggunakan instrument fisik dan analisis mutu subjektif (organoleptik)
menggunakan instrumen indrawi manusia. Kelemahan atau keteledoran dalam
pengendalian mutu pada industri pangan dapat menyebabkan kerusakan mutu produk
pangan yang berakibat sangat fatal. Kerusakan mutu produk pangan harus dicegah
dan dihindari agar produk pangan tetap disenangi dan dikonsumsi oleh
pelanggannya. Analisis mutu dari bahan baku sampai produk jadi harus dilakukan
oleh perusahaan sebelum diedarkan di pasaran.
Tugas akhir ini adalah hasil magang penelitian di PT Sari Husada yang
memproduksi susu bubuk merk SGM sejak tahun 1968. Susu bubuk merk SGM yang
diteliti adalah susu bubuk SGM 3 Madu yang merupakan produk lama yang
dikembangkan dan ditingkatkan mutunya dengan desain kemasan baru dan formulasi
baru, yaitu diperkaya dengan bahan prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto
Oligo Saccharide (FOS dan GOS); vitamin C serta Docosa Hexaenoic Acids dan
Linoleic Acids (DHA dan LA).
Tujuan
Magang penelitian ini mengkaji masalah khusus yang bertujuan untuk:
1) menganalisis kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi
dan bahan jadi SGM 3 Madu;
2) menganalisis posisi rataan dan keragaman mutu fisik, kimia dan organoleptik dari
bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3 Madu terhadap batas pengendalian
dan batas spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan; dan
3) menganalisis sebab-sebab terduga yang mengakibatkan penyimpangan mutu
fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3
Madu.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu
Susu didefinisikan sebagai sekresi normal kelenjar mamari/ambing mamalia,
atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat tanpa dikurangi atau
ditambah sesuatu (Soeparno, 1992; Syarief dan Irawati, 1988). Susu adalah hasil
ekskresi kelenjar susu binatang menyusui, yang dipandang dari segi gizi merupakan
bahan makanan yang hampir sempurna (Buckel et al., 1987). Definisi susu menurut
Hadiwiyoto (1983) adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang
dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat
serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambahkan bahan-bahan lain.
Komponen-komponen Susu
Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dan total solid tanpa
komponen lemak atau solid non fat (SNF). Total Solid (TS) yang terkandung dalam
susu rata-rata 13% dan solid non fat (SNF) rata-rata 9,5% (Rahman et al., 1992).
Menurut Adnan (1984), zat-zat yang ada di dalam air susu seperti air, lemak, protein,
gula dan mineral berada dalam tiga keadaan yang berbeda: 1) sebagai larutan sejati,
misalnya: hidrat arang, garam-garam organik, vitamin dan senyawa-senyawa
nitrogen bukan protein; 2) sebagai larutan koloidal, terutama partikel-partikel yang
besar yang dapat memberikan efek Tyndal, dalam golongan ini termasuk protein dan
enzim; 3) sebagai emulsi, seperti: lemak dan senyawa-senyawa yang mengandung
lemak yang terdapat sebagai emulsi berbentuk globula-globula.
Air. Air merupakan komponen terbanyak dalam susu. Jumlahnya mencapai 84-89%.
Air merupakan tempat terdispersinya komponen-komponen susu yang lain.
Komponen-komponen yang terdispersi secara molekuler adalah laktosa, garam-
garam mineral dan beberapa vitamin. Protein-protein kasein, laktoglobulin dan
albumin terdispersi secara koloidal, sedangkan lemak merupakan emulsi
(Hadiwiyoto, 1994).
Karbohidrat. Laktosa merupakan karbohidrat yang menyebabkan susu berasa
manis. Kandungan laktosa dalam susu adalah 4,5% (Rutgers dan Ebing, 1992).
Hadiwiyoto (1994), menjelaskan bahwa k omposisi susu sangat lengkap seperti kar-
4
bohidrat, laktosa, protein, lemak, vitamin dan air terdapat dalam susu.
Lemak. Air susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang di dalamnya
terkandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal
(Varnam dan Sutherland, 1994). Lemak susu terdapat di dalam susu dalam bentuk
jutaan bola kecil berdiameter antara 1-20 μm dengan garis tengah rata-rata 3 μm
(Buckle et al., 1987).
Protein. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki daya
cerna tinggi dan kaya akan protein, laktosa, mineral dan vitamin (Buckle et al,. 1987;
Varnam dan Sutherland, 1994). Protein susu terdiri atas kasein, laktalbumin dan
laktoglobulin. Kasein merupakan protein yang terbanyak jumlahnya daripada
laktalbumin dan laktoglobulin. Namun di samping ketiga jenis protein tersebut
terdapat pula protein lainnya sebagai enzim dan immunoglobulin (Hadiwiyoto,
1994). Protein dalam susu dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu
kasein (protein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin) dan protein
whey (protein yang dapat terdenaturasi oleh panas dengan suhu sekitar 650C) (Buckle
et al,. 1987).
Enzim. Susu mengandung beberapa enzim diantaranya : lipase, fosfatase,
peroksidase, katalase, galaktose, dehidrogenase dan lactose (Hadiwiyoto, 1994).
Enzim utama yang normal terdapat di dalam susu adalah: laktoperoksidase,
ribonuklease, antinoksidase, katalase, aldolase, laktase dan kelompok fosfatase,
lipase, esterase, protease, amilase dan oksidase (Daulay, 1990). Enzim-enzim yang
berfungsi sebagai indikator panas adalah fosfatase dan peroksidase dan enzim yang
menyebabkan kerusakan adalah lipase (Buckle et al., 1987).
Vitamin. Umumnya vitamin yang terdapat dalam susu adalah vitamin yang larut
dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air seperti
vitamin B dan C (Daulay, 1990). Susu, tinggi akan kandungan vitamin A yang
terlarut dalam lemak (Winarno, 1993). Kandungan vitamin di dalam susu dapat
dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Kandungan Vitamin dalam Susu
Vitamin (per 100 g susu)
A (IU) 160
C (mg) 2,0
D (IU) 0,5 – 4,4
E (IU) 0,08
B
Thiamin (mg) 0,035
Riboflavin (mg) 0,17
Niacin (mg) 0,08
Pantothenic Acid (mg) 0,35 – 0,45
Folic Acids (μg) 3 - 8
Biotin (μg) 0,5
Pyrodoxin (mg) 0,05 – 0,1
Vitamin B12 (μg) 0,5
Sumber : Buckle et al., 1987
Mineral. Susu ternyata sangat sedikit mengandung mineral, khususnya besi, tetapi
merupakan sumber phospor yang baik dan sangat kaya akan kalsium (Winarno,
1993). Unsur-unsur mineral yang terkandung di dalam susu dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Persentase Unsur-unsur Mineral di dalam Susu
Unsur Kandungan dalam Susu
---------------------------------%.------------------------------
Potassium 0,140
Kalsium 0,125
Chlorine 0,103
Fosfor 0,096
Sodium 0,056
Magnesium 0,012
Sulfur 0,025
Sumber: Buckle et al., 1987
6
Komposisi Susu
Komposisi komponen-komponen susu dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi
susu sangat beragam, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: jenis ternak
(genetika), waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi, penyakit,
makanan ternak dan faktor dari luar. Komparasi komposisi komponen-komponen
susu dari jenis sapi perah yang berbeda (antara Friesian dan Guernsey) dapat dilihat
pada Tabel 4. Komposisi susu dibagi menjadi dua bagian yaitu 87,25% berupa air
dan 12,75% berupa zat padat, dimana zat padat dibagi lagi menjadi empat bagian
yaitu: lemak, protein, laktosa dan mineral (Buckle et al., 1987). Komposisi rata-rata
susu sebagai berikut: lemak 3,9 %, protein 3,4 %, laktosa 4,8 %, mineral 0,72 % dan
zat lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim fosfolipid dan vitamin
(Hadiwiyoto, 1994). Susu mengandung rata-rata 4% lemak; 3,5% protein; 4,7%
laktosa; 0,8% abu; 87% air serta total bahan padat 13% (Soeparno, 1992). Secara
umum susu sapi terdiri atas air 88,3%, lemak 3,5%, protein 3,2%, karbohidrat 4,3%
dan lain-lain 0,7% (Departemen Kesehatan RI, 1981).
Tabel 3. Rataan dan Variasi Komposisi Kimiawi Susu Sapi
Komponen Rataan Variasi ---------------------------------------%--------------------------------------
Protein 3,6 2,9 – 5,0
Lemak 3,7 2,5 – 6,0
Gula 4,8 3,6 – 5,5
Mineral 0,7 0,6 – 0,9
Air 87,2 85,8 – 89,5
Sumber : Hadiwiyoto, 1994
Susu Bubuk
Susu bubuk merupakan produk susu kering atau tepung susu yang dibuat
sebagai kelanjutan dari proses penguapan. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah
menguapkan sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan
(pengeringan). Biasanya kadar air dikurangi sampai di bawah 5% dan sebaiknya
harus kurang dari 2%. Susu utuh, susu skim dan bahkan campuran dari keduanya
dapat dikeringkan dan proses itu juga dapat diterapkan pada produk sampingan susu
seperti whey dan susu mentega (Buckle et al., 1987). Susu bubuk merupakan
7
produksi dari evaporated milk yang diproses lebih lanjut. Produk ini mengandung 2 -
4% air dan kebanyakan susu bubuk terbuat dari skim milk. Susu ini dikenal dengan
nama dried milk (Sirait, 1991). Susu bubuk menurut Arpah (1993), dibuat dari susu
segar, susu evaporasi, skim milk powder (SMP) dan butter milk powder (BMP) serta
unhidrous milk fat sehingga pengawasan mutu bahan juga dilakukan pada bahan-
bahan tersebut. Badan Standardisasi Nasional (1999), menyatakan susu bubuk
adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tanpa
penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Tabel 4. Komposisi Komponen-komponen Susu Sapi Friesian dan Guernsey
(per 100 g)
Komponen Friesian Guernsey
Air (g) 87,7 86,3
Lemak (g) 3,7 4,6
Protein (g)
Kasein 2,5 2,8
Protein whey 0,7 0,8
Laktosa (g) 4,7 4,7
Kalsium (g) 0,12 0,13
Retinol (µg) 37 (summer) 28 (summer)
25 (winter) 25 (winter)
Karoten (µg) 24 (summer) 50 (summer)
12 (winter) 24 (winter)
SNF (g) 8,7 9,1
TS (g) 12,4 13,7
Energi
(kJ) 268 314
(kkal) 64 75
Sumber : Maheswari, 2002
Jenis-jenis Susu Bubuk
Menurut Soeparno (1992), susu bubuk memiliki beberapa jenis: susu bubuk
kering dengan kadar lemak 3,1 %, susu krim dengan kandungan lemak 18%, susu
bubuk tanpa lemak yang dibuat dari skim dengan kandungan lemak kurang dari 0,5%
8
dan susu kering tanpa lemak instant yang berasal dari susu skim kering yang
dikeringkan. Menurut Hadiwiyoto (1983), ada beberapa jenis susu bubuk, antara lain:
1) susu bubuk penuh yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu segar yang tidak
mengalami separasi, kadar lemak susu penuh adalah 26%, sedangkan kadar airnya 5
%; 2) susu bubuk skim, yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu skim, susu bubuk ini
mengandung banyak protein, kadar airnya 5%; 3) bubuk krim atau bubuk susu
mentega yang dibuat dari krim yang banyak mengandung lemak; 4) bubuk susu
instant yang memerlukan alat tambahan dalam pembuatannya, yang disebut
instantizer untuk membentuk rongga-rongga udara pada pertikel-partikel susu bubuk
sehingga dapat mempertahankan daya larut susu dalam air; 5) jenis-jenis susu bubuk
lainnya, misalnya: susu bubuk whey, susu bubuk malt, susu bubuk coklat dan
sebagainya. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (1999), menyatakan ada
berbagai jenis susu bubuk, yaitu 1) full cream milk powder (susu bubuk berlemak)
adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk, 2) party skim milk
powder (susu bubuk rendah lemak) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian
lemaknya dan diubah menjadi bubuk, 3) skim milk powder (susu bubuk tanpa lemak)
adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk.
Proses Pembuatan Susu Bubuk
Menurut Judkins (1996), tahap-tahap proses pembuatan susu bubuk adalah
perlakuan pendahuluan, pemanasan pendahuluan dan pengeringan. Perlakuan
pendahuluan antara lain penyaringan atau klarifikasi, separasi dan standardisasi.
Pemanasan pendahuluan adalah menguapkan sebagian air yang terkandung oleh
susu, sampai mencapai kadar kurang lebih 45-50% menggunakan evaporator.
Menurut Suharto (1991), pengeringan pada dasarnya adalah suatu proses
pemindahan atau pengeluaran kandungan air bahan pangan hingga mencapai
kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan pangan dapat diperlambat.
Menurut Suyitno et al. (1989), pengeringan merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengurangi air yang ada dalam bahan pangan sampai kadar air seimbang dengan
kelembaban relatif sekitarnya. Proses pengurangan air atau pengeringan pada susu
dapat dilakukan dengan berbagai alat baik dengan spray dryer dan drum atau roller
dryer (suhu tinggi) maupun freeze dryer (suhu rendah). Diagram alir pembuat-
an susu bubuk dapat dilihat pada Gambar 1.
9
Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk Sumber : Hadiwiyoto, 1983
Spray Drying. Spray drying atau pengeringan semprot merupakan salah satu bentuk
pengeringan yang sudah banyak diaplikasikan di industri pengolahan susu (Widodo,
2003). Spray drying merupakan proses pencampuran dan pengeringan suatu larutan
menjadi suatu bubuk yang homogen (Harris dan Karmas, 1975). Menurut
Hadiwiyoto (1983), prinsip pengeringannya adalah menyemprotkan susu ke dalam
ruangan yang panas melalui alat penyemprot yang disebut nozzel. Apabila susu yang
telah sedikit kental disemprotkan akan membentuk kabut dan akan kering oleh udara
panas dalam ruangan tersebut. Muljohardjo, (1990), menyatakan pengeringan
dengan menggunakan metode spray drying biasanya menggunakan udara pengering
atau panas yang akan mengalami kontak dengan bahan pangan yang dimasukkan ke
dalam spray dryer dan biasanya kandungan air yang dihasilkan antara 2-3 %.
Menurut Muljohardjo (1990), proses pengeringan semprot ini mencakup tiga
tahapan proses, yaitu proses atomisasi cairan, proses pencampuran udara panas
dengan tetes-tetes air dan proses pengeringan. Moster (1979) menyatakan, bahwa
pengeringan semprot merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang
mengubah bentuk suatu produk dari bentuk cairan, bubur atau pasta ke bentuk kering
berupa tepung, butiran atau gumpalan. Pengeringan terdiri atas empat tahap, yaitu 1)
penyemprotan bahan melalui alat pentemprot atau atomisasi, 2) kontak antar partikel
hasil atomisasi dengan udara pengering, 3) penguapan air dari bahan dan 4)
pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bylund (1995),
Bahan baku
(Susu segar)
Pemanasan
Suhu 70-75 0C
Pencampuran &
+ Bahan tambahan
Penyaringan Pemanasan
70-75 0C Homogenisasi
Pengeringan
160-170 0C
Pemisahan Bubuk
Susu (Penyaringan)
Produk jadi
(Susu bubuk)
10
menyatakan bahwa proses pembuatan dengan spray dryer melalui 2 fase, yaitu
evaporasi dan pengeringan melalui spray tower. Menurut Harris dan Karmas (1975),
evaporasi awal pada pembuatan susu bubuk dilakukan hingga total solid sebanyak
50%.
Widodo (2003) menyatakan, bahwa pengeringan dengan menggunakan
metode spray drying akan memberikan pengaruh terhadap total bahan padat yang
dihasilkan dari susu bubuk. Suhu pengeringan yang tinggi akan menghasilkan susu
bubuk dengan kadar air rendah dan total bahan padat yang tinggi. Menurut Maree
(2003), keuntungan dari susu bubuk dengan metode spray drying adalah lebih mudah
dicerna dan lebih aman karena tidak menyebabkan alergi.
Drum Drying. Drum drying atau pengeringan rol atau silinder merupakan salah satu
bentuk pengeringan yang menggunakan satu atau dua drum besar berongga dengan
permukaan yang licin dan halus yang dapat berputar pada sumbunya (Priyanto,
1987). Pengeringan dengan metode ini, biasanya bahan pangan yang akan
dikeringkan berada di bagian permukaan drum pengering dan di dalam drum terdapat
media pemanas. (Widodo, 2003). Drum drying ini berbentuk silinder yang ujung-
ujungnya tertutup. Pengeringan ini menggunakan suhu 90-1500
C, waktu yang
diperlukan sangat pendek yaitu 6-30 detik. Susu dituangkan dalam dua silinder yang
saling memutar. Susu akan menjadi kering menempel pada permukaan silinder
(Hadiwiyoto, 1983). Susu kering akan terbentuk pada dinding drum dan disisir oleh
pisau sehingga bubuk terkelupas dari dinding drum (Harris dan Karmas, 1975).
Pembuatan susu bubuk menggunakan metode drum drying merupakan
metode yang paling hemat energi dan waktu tetapi nilai nutrisi susu akan turun
(Bylund, 1995). Nilai nutrisi susu turun karena proses karamelisasi karena
penggunaan panas yang sangat tinggi (Harris dan Karmas, 1975).
Freeze Drying. Freeze drying adalah suatu alat pengering dengan bahan yang
dikeringkan dalam keadaan telah dibekukan (Muljohardjo, 1990). Prinsip freeze
drying menurut Widodo (2003) adalah penguapan yang dilakukan dengan kondisi
vakum, yaitu uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku dan struktur
bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik dengan metode ini. Menurut Priyanto
(1987), pada freeze drying (pengeringan beku) terjadi dua proses yaitu pembekuan
11
dan pengeringan dengan sublimasi. Bahan pangan umumnya akan mendapat
perlakuan pembekuan terlebih dahulu dan setelah itu pengeringan dengan sublimasi.
Kadar air yang dihasilkan dari pengeringan beku berkisar antara 2-4 %. Market
Research (2005) memberikan petunjuk, bahwa faktor utama yang mempengaruhi
kesuksesan proses pengeringan menggunakan metode freeze drying adalah faktor
alat, kehampaan udara, konsentrasi produk, suhu kondensor, luas area produk,
karakter produk, ketebalan produk, air bebas, waktu retensi produk, bahaya kimia,
bahaya fisik dan bahaya mekanik.
Standar Mutu Susu Bubuk
Standar mutu susu bubuk berdasarkan SNI 01-2970-1999 dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. SNI 01-2970-1999 untuk Standar Mutu Susu Bubuk
Kriteria Mutu satuan susu bubuk
berlemak
susu bubuk
rendah lemak
susu bubuk
tanpa lemak
Bau - Normal Normal Normal
Rasa - Normal Normal Normal
Air b/b, % Maks. 4,0 Maks. 4,0 Maks. 4,0
Abu b/b, % Maks. 6,0 Maks. 9,0 Maks. 9,0
Lemak % Min. 26,0 1,5 - < 26,0 Maks. 1,5
Protein % Min. 25,0 Min. 26,0 Min. 34,0
Pati % Tidak nyata Tidak nyata Tidak nyata
Cemaran logam
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0 Maks. 20,0
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3 Maks. 0,3 Maks. 0,3
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40 Maks. 40 Maks. 40
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03 Maks. 0,03
Arsen mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1
Cemaran Mikroba
TPC koloni/g Maks.5 x 105 Maks.5 x 105 Maks.5 x 105
Coliform APM Maks. 20 Maks. 20 Maks. 20
E. coli koloni/g Negatif Negatif Negatif
Salmonela koloni/100g Negatif Negatif Negatif
S. aureus koloni/g 1 x 102 1 x 102 1 x 102
Sumber: BSN, 1999
12
Standar susu bubuk menurut Codex Alimentarius Commission (CAC)
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Standar Codex untuk Susu Bubuk
Kriteria Satuan Cream Powder
Whole Milk Powder
Party Skimmed Powder
Skimmed Powder
Lemak b/b, % maks. 42 maks. 26-42 maks. 5 maks. 1,5
Air b/b, % maks. 5 maks. 5 maks. 5 maks. 5
Protein b/b, % min. 34 min. 34 min. 34 min. 34
Stabilizer
Sodium sitrat g/kg
5 (single or combination) Potassium sitrat
Firming Agents
Sodium klorida limited by GMP
Kalsium klorida
Acidity Regulators
Sodium pospat
g/kg 5 (single or combination)
Potassium pospat
Dipospat
Tripospat
Polypospat
Sodium carbonat
Potassium karbonat
Emulsifier
Lesitin limited by GMP
Mono/digliserida g/kg 2,5
Anticaking Agents
Kalsium karbonat
g/kg 10 (single or combination)
Trikalsium orthopospat
Trimagnesium orthopospat
Magnesium karbonat
Magnesium oksida
Silicon dioksida
Kalsium silikat
Magnesium silikat
Sodium aluminosilikat
Kalsium aluminium silikat
Aluminium silikat
Antioksidan
L-asam askorbat g/kg 0,5 (single or combination)
Sodium askorbat
BHA b/b, % 0,01
Sumber: CAC, 1999
13
Bahan Fortifikasi atau Suplementasi Susu Bubuk
Madu
Menurut Codex Standard for Honey (1981), madu merupakan pemanis alami
yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga yang sedang mekar atau dari
sekresi bagian tanaman selain bunga atau sekresi bagian tanaman selain bunga yang
diisap oleh serangga, yang dikumpulkan lebah, diubah dan dicampur dengan zat-zat
tertentu dari tubuh lebah sendiri, disimpan dan dibiarkan dalam sisiran madu hingga
matang. Madu adalah bahan yang rasanya manis yang dihasilkan oleh lebah madu
(Apis mellifera) dan berasal dari sari bunga atau dari cairan yang berasal dari bagian-
bagian tanaman hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan senyawa-
senyawa tertentu oleh lebah dan disimpan dalam sarangnya.
Komponen-komponen Madu. Menurut Codex Standard for Honey (1981),
komponen utama madu adalah glukosa dan fruktosa. Senyawa-senyawa lain yang
terkandung dalam madu ialah protein, asam amino, enzim, asam-asam organik,
mineral, tepung sari bunga, sukrosa, maltosa, melezitosa dan oligosakarida lainnya
termasuk dekstrin. Warna madu bervariasi dari hampir tidak berwarna sampai coklat
gelap. Konsistensinya dapat encer, kental, atau berkristal. Citarasa dan aromanya
berbeda-beda, tergantung dari sumber asalnya, tetapi tidak mengandung bahan-bahan
tambahan. Sihombing (1997) menyatakan, bahwa madu yang sudah matang kadar
airnya rendah dan kandungan fruktosa (gula buah) tinggi. Kandungan air yang
rendah akan menjaga madu dari kerusakan untuk jangka waktu relatif lama.
Komposisi Madu. Rataan komposisi madu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.
Persentase gula dalam madu berkisar antara 95-99% dari bahan kering madu.
Sebagian besar dari gula dalam madu adalah gula sederhana fruktosa dan galaktosa
yang mencapai 85-95% dari total gula. Persentase yang besar dari gula sederhana ini
berpengaruh terhadap karakteristik sifat fisik dan nutrisi madu. Kadar air dalam
madu mempengaruhi umur simpan madu, hanya madu dengan kandungan air kurang
dari 18% yang dapat disimpan dengan sedikit resiko terhadap fermentasi. Asam
organik dalam madu mempengaruhi keasaman dan karakteristik rasa madu. Mineral
dalam madu terdapat dalam jumlah yang sedikit. Senyawa nitrogen termasuk enzim
berperan penting dalam pembentukan madu. Enzim-enzim utama dalam madu adalah
14
invertase, diastase dan glukosa oksidase. Hidroksimetilfulfural (HMF) merupakan
hasil sampingan dari kerusakan fruktosa. Keberadaan HMF menjadi indikator
kerusakan madu (Krell, 1996).
Tabel 7. Persentase Rataan Komposisi Madu di Indonesia
Komponen Rataan Kisaran ---------------------------------------%-------------------------------------
Air 22,9 16,6 – 37,0
Fruktosa 29,2 12,4 – 60,7
Glukosa 18,6 10,4 – 29,3
Sukrosa 12,9 0,0 – 53,0
Maltosa * *
Total Asam (asam Glukonat) 43,1 11,3 – 62,2
Abu 1,1 0,1 – 14,7
Gula Kompleks * *
pH 3,9 3,4 – 5,3
Nilai Diastase * * Keterangan: * = tidak dianalisis
Sumber: Achmadi, 1991
Manfaat Madu. Menurut Saragih et al. (1981), pemberian madu pada anak-anak
dapat meningkatkan kadar haemoglobin. Sebagai perbandingan anak yang tidak
diberi madu kandungan haemoglobinnya hanya naik 4% selama 40 hari sedangkan
yang mengkonsumsi madu di samping makanan yang normal, kandungan
haemoglobin naik 23% pada waktu yang sama. Madu bagi menu bayi sangat baik
terutama bila dicampur dengan susu. Hal ini mungkin disebabkan madu banyak
mengandung besi, sementara susu ibu dan susu sapi hanya mengandung sedikit saja.
Madu dengan kadar gula dan levulosanya yang tinggi mudah diserap oleh usus
bersama zat-zat organik lain sehingga dapat bertindak sebagai stimulan bagi
pencernaan dan memperbaiki nafsu makan. Peranan madu bagi anak-anak yang
sedang tumbuh sangat penting karena di dalam madu terdapat asam folat, yaitu suatu
asam yang banyak pengaruhnya terhadap makhluk yang sedang tumbuh. Asam folat
dapat memperbaiki susunan darah, jumlah eritrosit meningkat dan kandungan
haemoglobin.
Menurut Saragih et al. (1981), sejak zaman dulu madu telah digunakan
sebagai obat masuk angin, tidak saj dalam bentuk madu tanpa campuran maupun
campuran dengan bahan lain, misalnya dengan kombinasi susu hangat atau dengan
15
lemon juice (jus lemon). Berbagai literatur menunjukkan, bahwa madu ternyata dapat
membantu pencernaan, mungkin hal ini disebabkan kandungan madu akan Mn dan
Fe yang dapat membantu proses pencernaan dan penyerapan bahan pangan. Madu
telah dicoba untuk pengobatan radang usus kecil serta lambung dan memberikan
hasil yang baik, terbukti madu dapat membantu mengurangi derajat keasaman dan
membantu men-cegah terjadinya pendarahan lambung.
Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik
Probiotik. Probiotik dari bahasa Yunani probiotique, yang berarti untuk kehidupan,
untuk menjelaskan istilah yang berlawanan dengan antibiotik. Probiotik digunakan
untuk keseimbangan pertumbuhan mikroflora usus. Probiotik adalah suplemen
mikroba hidup yang memberikan efek positif manusia dan hewan dengan
memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Probiotik adalah mikroba hidup yang
bermanfaat bagi kesehatan dan efek menyehatkan dan keamanannya harus secara
ilmiah teruji pada manusia melalui uji klonis (Gibson dan Fuller, 2000). Menurut
Surono (2004), prebiotik adalah sejumlah mikroba yang cukup agar memberikan
efek positif bagi kesehatan, bisa berkolonisasi sehingga bisa mencapai jumlah
tertentu selama waktu tertentu. Probiotik bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya:
sintesa vitamin, aktivitas β-galaktosidase, dekonjugasi garam empedu, menghasilkan
hidrogen peroksida, memproduksi D dan L-asam laktat, memproduksi antibiotik,
mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, beradesi (melekat) dan
berkolonisasi pada permukaan usus, mampu berkompetisi dalam pelekatan pada
permukaan usus dengan patogen dan menstimulir sistem imun.
Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis, diantaranya adalah
Lactobacillus casei subsp. casei Shirota strain yang terdapat dalam yakult,
Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus, Lb. johnsonii, Lb. gasseri, Lb.
plantarum, Lb. reuteri, Lb. helveticus, Pediococcus acidilactici, Lactococcus lactis
subsp. Lactis dan Enterococcus faecium, E. Faecalis. Kolonisasi bakteri harus
melekat kuat pada epitelium mukosa dan harus bisa beradaptasi pada lingkungan
tempat melekat atau beradesi. Kompetitor reseptor adesi antara bakteri probiotik dan
patogen adalah habitat spesifik. Empat mikrohabitat dalam saluran pencernaan
16
adalah a) permukaan sel epitelium; b) kript ileum, cecum dan usus besar; c) mukus
gel yang melapisi epitelium dan d) lumen usus.
Prebiotik. Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak tercerna di dalam tubuh atau
nondigestible food ingredient yang bertugas memicu aktivitas dan pertumbuhan yang
selektif terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon yang bermanfaat
(Salminen et al., 1998; Gibson dan Fuller, 2000; Surono, 2004). Prebiotik harus
memenuhi ketentuan diantaranya tidak dihidrolisis dan diserap di bagian usus halus
atau usus besar, merupakan substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah
mikroflora yang menguntungkan kolon dan mampu mengubah mikroflora kolon
menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan (Scientific Press, 2000). Menurut
Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri
probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak
rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan
hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi
oleh tubuh.
Inulin umbi dahlia merupakan salah satu prebiotik yang dapat dipecah oleh
enzim inulinase yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus niger dan bakteri asam
laktat golongan Lactobacillus menjadi glukosa dan fruktosa. Gula-gula sederhana ini
dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang menguntungkan di dalam usus
sebagai sumber nutrisi untuk berkembang biak dan sebagian diubah menjadi asam
laktat yang bermanfaat untuk tubuh manusia (Gibson dan Fuller, 2000). Sumber
prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam bentuk
oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl
glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan
mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Selain itu, secara alami frukto-
oligosakarida terdapat dalam berbagai sayur dan buah misalnya onion, asparagus,
chicori (mengandung inulin), pisang, oligosakarida pada kedelai dan artichoke.
Menurut Grizard dan Bartemeu (1999), bahan pangan sumber prebiotik misalnya:
bawang putih, asparagus, pisang, chiccori, umbi dahlia dan Jerusalem artichoke.
Beberapa jenis prebiotik yang secara komersial tersedia di pasaran dapat dilihat pada
Tabel 8.
17
Tabel 8. Berbagai Jenis Prebiotik Komersial
Commercially Available Oligosaccharides Production (1000 kg)
Cyclodextrius* 4.000
Fructo-oligosaccharides 12.000
Galacto-oligosaccharides 15.000
Gentio-oligosaccharides 400
Glucosylsucrose* 4.000
Isomalto-oligosaccharides 11.000
Lactulose 20.000
Lactosucrose 16
Malto-oligosaccharides* 10
Palatinose-oligosaccharides 5.000
Soybean-oligosaccharides 2.000
Xylo-oligosaccharides 300
Keterangan : * = Digestible oligosaccharides
Sumber : Surono, 2004
Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS). Prebiotik
pada umumnya adalah karbohidrat dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan
dieteri fiber (inulin) (Grizard dan Bartemeu, 1999). Bahan prebiotik yang paling
sering dipakai ialah FOS yang dari penelitian ternyata disukai dan difermentasi oleh
Bifidobacterium (Surono, 2004). Pemberian inulin atau FOS sebanyak 4 g per hari
merupakan sumber prebiotik (Reddy, 1998; Grizard dan Bartemeu, 1999).
Suplementasi susu formula untuk bayi dengan GOS pada konsentrasi 0,24 g/dl
merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dan Lactobacillus dalam usus dan
berkarakter sama dengan ASI (air susu ibu) sebagai makanan bayi (Xiao-ming et al.,
2004). Suplementasi susu formula untuk janin (ibu hamil) dengan campuran FOS
dan GOS pada konsentrasi 10 g/l merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dalam
usus dan berkarakter sama dengan ASI (air susu ibu) sebagai makanan bayi yang
belum lahir (Boehm et al., 2002). Penggunaan prebiotik FOS dan GOS pada susu
formula untuk bayi meningkatkan secara cepat dan nyata persentase Bifidobacteria
dalam usus dan mampu mempertahankan keseimbangan flora usus selama satu
bulan pertama (Rigo et al., 2001).
18
Sinbiotik. Istilah sinbiotik digunakan bila suatu produk mengandung probiotik dan
prebiotik, berasal dari kata sinergis. Contoh sinbiotik adalah produk yang
mengandung oligosakarida dan probiotik Bifidobacterium. Berbagai jenis produk
sinbiotik terdapat di pasaran baik dalam bentuk bio yoghurt yang mengandung
prebiotik, maupun dalam sachet berisi serpihan prebiotik dan butiran bakteri
probiotik (Surono, 2004).
Docosa Hexaenoic Acids dan Arachidonic Acids (DHA dan AA)
DHA dan AA adalah dua komponen utama dari long-chain polyunsaturated
fatty acids (LC-PUFA). Keduanya berperan sangat penting bagi organ susunan syaraf
pusat. DHA dan AA harus ditambahkan pada makanan, khususnya pada menu ibu
hamil, ibu menyusui, atau bayi yang masih berumur dibawah 2 tahun. Hal ini
disebabkan karena konsentrasi LC-PUFA pada janin sangat tergantung pada
konsumsi LC-PUFA dari ibunya (Hornstra, 2000). Rendahnya kadar PUFA dalam
plasma berakibat pada rendahnya kadar PUFA pada bayi yang baru lahir
(Farquharson et al., 1992).
Polyunsaturated fatty acids (PUFA) dan monounsaturated fatty acids
(MUFA) adalah dua kelompok besar dari asam lemak tidak jenuh. PUFA
dikelompokkan berdasarkan ikatan rangkap pada ikatan karbon dari gugus omega,
yaitu Omega-3, Omega-6, Omega-7 dan Omega-9. Omega-7 dan 9 adalah asam
lemak non esensial (dapat disintesis dalam tubuh). Omega-3 dan 6 adalah asam
lemak esensial atau harus didapatkan dari luar tubuh (Widodo, 2003).
DHA adalah contoh asam lemak kelompok Omega-3. Linoleic acids (LA)
adalah contoh Omega-6. Asam palmitoleat adalah contoh Omega-7. Asam oleat
adalah contoh Omega-9. Menurut Widodo (2003), suplementasi DHA pada susu
formula lebih dari 0,35% secara signifikan mampu mempengaruhi fungsi
penglihatan. DHA pada tubuh terakumulasi pada otak, retina, hati, usus, testis dan
jaringan adiposa.
DHA sebenarnya bukan asam lemak esensial karena dapat dibentuk dari asam
lemak lainnya. Proses sintesis DHA dan AA difasilitasi oleh enzim denaturase dan
elongase. Aktivasi kedua enzim tersebut masih sangat kurang pada bayi prematur
bahkan bayi sampai usia 4-6 bulan sehingga sangat dianjurkan dilakukan
penambahan DHA dan AA pada makanan bayi (Widodo, 2003).
19
Vitamin C
Vitamin merupakan golongan senyawa organik pelengkap makanan yang
diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran sangat penting bagi pertumbuhan,
pemeliharaan kesehatan dan pemeliharaan fungsi-fungsi metabolisme agar berjalan
baik. Vitamin diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit, tidak memberikan
energi dan tidak ikut menyusun jaringan tubuh. Vitamin tidak dapat disintesis dalam
jumlah yang mencukupi untuk tubuh sehingga harus diperoleh dari bahan pangan
yang dikonsumsi.
Vitamin C dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam
askorbat. Vitamin ini berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928.
Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayur. Satu-satunya sumber hewan vitamin
C ialah susu dan hati (deMan, 1997).
Tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin C merupakan agen yang dapat
mencegah sariawan. Albert Szent Gyorgyi menerima penghargaan Nobel Fisiologi
atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini.
Banyak peneliti menjuluki vitamin C (asam askorbat) sebagai raja vitamin.
karena merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting
dalam tubuh, mulai dari produksi kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan
ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi
enzimatik, pemacu gusi yang sehat (antisariawan), pengatur tingkat kolesterol, serta
pembangkit imunitas tubuh. Vitamin C terbukti dapat mempertinggi derajat
kesehatan, mengobati, serta membentengi tubuh dari serbuan aneka penyakit atau
disebut dengan antibodi (Rucker et al., 2001).
Vitamin C juga berfungsi sebagai senyawa penangkal radikal bebas (molekul
tidak stabil karena kehilangan elektron). Beberapa di antara radikal bebas itu bersifat
toksik dan sangat reaktif. Radikal bebas melakukan serangkaian reaksi kimia untuk
mengganti elektron yang hilang. Reaksi ini menyebabkan kerusakan pada membran
sel, mutasi DNA, mempercepat ketuaan dan penumpukan lemak. Hal tersebut dapat
dicegah, diobati dan didetoksifikasi dengan mengkonsumsi vitamin C yang
merupakan salah satu bentuk antioksidan (Rucker et al., 2001).
Yayasan Kanker Internasional pada tahun 1997 melaporkan manfaat vitamin
C dan karoten untuk membantu mencegah kanker paru-paru. Vitamin C ini
20
dimungkinkan juga dapat melawan kanker kolon, pankreas, kandung kemih dan
payudara, serta mengurangi radikal bebas yang merupakan pencetus kanker. Vitamin
C sangat esensial untuk pembentukan sperma. Kualitas dan kuantitas sperma serta
aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menambah konsumsi vitamin C. Vitamin C
dapat mengurangi risiko katarak, memperkuat dinding kapiler darah dan
mengurangi risiko penyakit jantung. Vitamin C juga dapat menghambat penuaan
dengan memperbarui sel darah putih.
Kekurangan (defisiensi) vitamin C dapat menyebabkan berbagai penyakit,
diantaranya lemah/letih, sakit-sakit/pegal-pegal pada tubuh, pembengkakan gusi dan
hidung berdarah. Kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan anemia dan scurvy
atau pendarahan pada badan, lebam-lebam, gusi berdarah, gigi mudah tercabut,.dan
pendarahan di dalam otot dan sendi (Rucker et al., 2001).
Vitamin C terdapat dalam semua jaringan hidup, yang bertugas
mempengaruhi reaksi oksidasi-reduksi. Primata yang tidak dapat mensintesis vitamin
C hanya manusia dan marmor. Kebutuhan manusia akan vitamin C tidak diketahui
dengan pasti, berkisar antara 45-75 mg/hari. Ketegangan jiwa yang terus menerus
dan terapi obat dapat meningkatkan kebutuhan vitamin C (deMan, 1997).
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan
mudah rusak selama pemprosesan dan penyimpanan. Laju kerusakan meningkat
karena kerja logam, terutama tembaga dan besi dan juga oleh enzim. Pemanasan
terlalu lama dengan adanya oksigen dan reaksi terhadap cahaya dapat merusak
vitamin C makanan. Enzim yang mengandung tembaga dan besi dalam gugus
prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk menguraikan asam askorbat.
Enzim tersbut adalah asam askorbat oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan
peroksidase (deMan, 1997).
Vitamin C stabil dalam larutan asam dan mudah teroksidasi (terutama bila
dipanaskan). Proses oksidasi tersebut semakin cepat dengan adanya tembaga,
oksigen dan alkali. Asam askorbat dioksidasi dengan adanya udara pada kondisi
netral dan basa. Kondisi pH asam, misalnya dalam sari buah jeruk, vitamin C lebih
stabil (deMan, 1997).
21
Kontaminan (Bahan Cemaran) Fisik yang Berbahaya dalam Susu Bubuk
Metal
Ada lima logam yang berbahaya pada manusia yaitu: arsen (As), kadmium
(Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg) dan besi (Fe). Selain itu ada tiga logam yang kurang
beracun yaitu: tembaga (Cu), selenium (Se) dan seng (Zn). Logam bersifat toksik
karena logam tersebut terikat dengan ligan dari struktur biologi. Sebagian besar
logam menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis sistem enzim dalam tubuh.
Ikatan tersebut mengakibatkan tidak dapat aktifnya enzim yang bersangkutan.
Logam-logam tersebut tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan
tercemar oleh logam-logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagaian.
Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, seperti ginjal, hati, kuku,
jaringan lemak dan rambut (Saeni, 1997). Bila logam tidak tertimbun dalam jaringan
dapat menyebabkan toksik. Logam yang tidak atau belum tertimbun dalam jaringan
akan berada dalam darah. Selama kadar logam dalam darah tidak melebihi batas
ktitis maka tidak dapat menimbulkan pengaruh keracunan (Darmono, 2001).
Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd maka ada suatu ketentuan yang disarankan
oleh FAO-WHO yaitu 0,3 mg per orang per minggu untuk Hg total dan tidak lebih
dari 0,2 mg Hg jika dalam bentuk metil merkuri, 0,4-0,5 mg per orang per minggu
untuk Cd serta 3 mg Pb total per orang per minggu (Saeni, 1997).
Pencegahan adalah usaha yang paling utama dalam penanggulangan
keracunan logam pada manusia terutama bayi dan anak. Pencegahan utama ialah
hidup dan tinggal di lingkungan bersih dan bebas polusi serta makan dan minum dari
bahan makanan yang berkadar logam rendah. Bila sudah terjadi keracunan maka
perlu segera diobati dengan penggunaan bahan kelat. Bahan kelat tersebut misalnya
dimerkaprol, ethylen diamine tetra acetic acid (EDTA) dan deforoksamin (Darmono,
2001).
Merkuri (Hg). Hg merupakan unsur dan senyawa yang paling toksik bagi manusia
dan berbagai hewan tinggi. Toksisitas Hg dapat menyebabkan pneumonia dan
oedema paru, tremor dan gingivis, merusak syaraf, teratogenik kuat, karsinogenik
dan aktivitas mutagenik serta kematian (Darmono, 2001).
22
Timbal (Pb). Pb dapat menyebabkan mual, anemia, sakit di sekitar perut,dan
kelumpuhan (Piotrowski dan Coleman, 1980). Timbal dapat mempengaruhi sistem
syaraf, intelegensia dan pertumbuhan anak. Hal ini karena timbal dalam tulang dapat
mengganti kalsium sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Timbal juga
menyebabkan anemia karena timbal dalam darah akan mempengaruhi aktivitas
enzim asam delta levulonat dehidatase (ALAD) dalam pembentukkan hemoglobin
pada butir-butir darah merah (Soemarwoto, 1985). Timbal dapat merusak sel-sel
darah nerah, penurunan hemoglobin dan penghambatan heme yang menyebabkan
anemia. (Soedigdo, 1981). Disamping pengeruh hematologi, timbal juga dikenal
sebagai penghambat kelahiran yang menyebabkan sterilisitas, keguguran dan
kematian janin (Piotrowski dan Coleman, 1980).
Kadmium (Cd). Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal,
jaringan testikular dan sel-sel darah merah (Saeni, 1989). Cd dalam tubuh dapat
merusak tulang (Hughes, 1981). Konsentrasi Cd dalam tubuh yang mengakibatkan
keadaan kritis adalah 200 µg/g pada saat terjadi gagal ginjal. Gejala yang terlihat
adalah glikosuria diikuti dengan diuresis dan aminourea, proteinurea, asidurea dan
hiperkalsiurea (Darmono, 1995).
Tembaga (Cu). Cu merupakan unsur renik esensial untuk makhluk hidup dan
diperlukan pada berbagai sistem enzim. Oleh karena itu Cu harus selalu ada pada
makanan. Sehubungan dengan hal ini yang perlu diperhatikan adalah agar unsur ini
tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan (Saeni, 1995). Kekurangan Cu akan
menyebabkan anemia karena Cu diperlukan untuk absorpsi dan mobilisasi Fe yang
diperlukan untuk pembuatan hemoglobin. Sebaliknya kelebihan Cu akan
menyebabkan keracunan. Toksisitas Cu dapat menyebabkan mual, muntah, mencret,
sakit perut berat, hemolisis darah, hemoglobinuria, nefrosis, kejang dan mati.
Keracunan Cu yang kronis adalah akibat Cu tertimbun di dalam hati yang dapat
mengakibatkan hemolisis (Darmono, 1995).
Besi (Fe). Fe termasuk dalam kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe
sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Keracunan Fe tidak menyebabkan
kematian tetapi dapat menyebabkan gangguan mental serius. Fe pada sistem biologi
makhluk hidup bersifat esensial, kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi
23
fero (FeII) atau feri (FeIII). Umumnya setiap jaringan tubuh selalu mengandung Fe
yaitu 4 g. Hampir semua Fe dalam tubuh terikat dengan protein porfirin dan
komponen hemoglobin (Darmono, 2001).
Toksisitas Fe terjadi ketika ada kelebihan Fe (kejenuhan). Toksisitas akut Fe
pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe. Kandungan normal intake
besi pada anak adalah sekitar 10-20 mg/kg. Toksisitas akut Fe terjadi pertama-tama
disebabkan oleh adanya iritasi dalam saluran gastro-intestinal. Kematian karena
keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi di antara umur 12-24 bulan. Hal ini
terkait dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan
suplemen vitamin-mineral pada postnatal (Darmono, 2001).
Keracunan Fe dapat menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah ka-
piler meningkat sehingga plasma darah merembes keluar. Akibatnya volume darah
menurun dan hipoksia jaringan menyebabkan asidosis. Proses toksisitas Fe kronik,
besi banyak terakumulasi dalam jaringan hati, yaitu dalam mitokondria dari sel hati.
Hal ini menyebabkan mitokondria membengkak yang berakibat tidak berfungsinya
hati. Selain itu juga akan terjadi degenerasi lemak pada miokardium dan ginjal
(Darmono, 2001).
Mutu
ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik
produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi,
2001). J.M. Juran yang disitir Tunggal (1993), mendifinisikan mutu sebagai Fitness
for Use (cocok atau layak untuk digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Philips B. Crosby yang disitir
Tunggal (1993), mendefinisikan mutu sebagai Conformance to Requirement yang
menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk: 1) mencoba mengerti harapan-
harapan konsumen, 2) memenuhi harapan-harapan tersebut sehingga 3) perlu
pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis
dan sesuai dengan permintaan atau keinginan (Tenner, 1992). Menurut Muhandri dan
Kadarisman (2006), mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Guna
memudahkan memahami mutu dapat dilihat diagram alir pemahaman mengenai mutu
pada Gambar 2.
24
Gambar 2. Diagram Alir Pemahaman Mengenai Mutu Sumber: Muhandri dan Kadarisman, 2006
Mutu suatu produk ditentukan oleh banyak sifat produk dan hal-hal lain yang
mempengaruhi mutu, yang dikenal dengan sebutan unsur mutu. Unsur mutu meliputi
hal-hal yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat; yang dapat diukur dan yang
tidak terukur. Unsur mutu mencakup tiga hal, yaitu sifat-sifat produk, parameter
mutu dan faktor mutu. Sebagian kecil dari unsur-unsur mutu inilah yang dipilih
menjadi kriteria untuk identifikasi atau standardisasi mutu (Yasni, 1996).
Menurut Yasni (1996), sifat-sifat mutu terdiri atas: 1) sifat-sifat yang objektif,
termasuk sifat mekanik, fisik, morphologi, kimiawi, mikrobiologik, sifat gizi dan
sifat biologik dan 2) sifat organoleptik yang subjektif, termasuk rasa, bau, warna,
tekstur dan penampilan. Semua sifat mutu tersebut banyak digunakan sebagai
persyaratan mutu dalam standardisasi mutu.
Standar dan Spesifikasi
ISO 9000 menyatakan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau dokumen
setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau persetujuan
umum yang didasarkan kepada IPTEK atau pengalaman agar dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik tingkat
nasional, regional atau internasional (Suardi, 2001). Industri penghasil barang dapat
mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang diakui, tetapi
dapat pula membuat dan menetapkan sendiri standar yang akan digunakan
(berdasarkan kesesuaian dengan permintaan konsumen). Pembuatan dan penetapan
standar menmpunyai tujuan : supaya produk atau jasa yang dilempar ke konsumen
sudah layak untuk digunakan, mengendalikan keragaman (mengurangi variasi),
untuk compatibility (kecocokan), untuk kemampuan penjualan, meningkatkan
Menetapkan
Permintaan
Sesuai
Membuat Perusahaan Produk/Jasa
Karakteristik
Konsumen
Standar
- syarat
- kebutuhan
- keinginan
25
kesehatan dan keamanan produk dan meningkatkan kelestarian lingkungan
(Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Spesifikasi memiliki arti batasan-batasan terukur yang ditetapkan oleh per-
usahaan yang dijadikan acuan oleh semua komponen dalam perusahaan untuk dipe-
nuhi. ISO 8402 tahun 1986 mendefinisikan spesifikasi sebagai dokumen yang
menguraikan persyaratan produk atau jasa yang harus dipenuhi. Tanpa spesifikasi
yang jelas maka kegiatan pengendalian mutu yidak dapat dilakukan dengan baik.
Spesifikasi industri merupakan acuan yang harus diikuti dan mencakup semua tahap,
proses dan bahan serta segala sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan yang
dimaksud (Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Menurut Yasni (1996), standar mutu suatu produk dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1) standar mutu kesegaran, yaitu standar mutu bahan yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan kimia dan sejenisnya, standar mutu yang mengatur derajat
kesegaran suatu produk yang layak untuk dikonsumsi manusia dan standar mutu
yang dapat diamati secara organoleptik (warna, tekstur, citarasa dan aroma);
2) standar mutu kesehatan, yaitu standar mutu yang berkaitan dengan keamanan
kesehatan; dan
3) standar label, yaitu standar mutu yang berkaitan dengan keaslian, ketepatan berat
dan lain-lain.
Quality Management (Manajemen Mutu)
Manajemen mutu menurut Feigenbaum (1989), merupakan pemaduan upaya-
upaya pengembangan, pemeliharaan dan perbaikan mutu dari berbagai kelompok
dalam perusahaan, sehingga produk dan jasa mencapai tingkat yang ekonomis dan
memuaskan pelanggan. Menurut Suardi (2001) dalam ISO 9000 versi 2000 diyatakan
bahwa manajemen mutu adalah kegiatan-kegiatan terorganisir untuk mengarahkan
dan mengendalikan suatu perusahaan mengenai mutu. Pengarahan dan pengendalian
mengenai mutu termasuk penyusunan kebijakan mutu, tujuan mutu dan rencana
mutu.
Total Quality Management (manajemen mutu total) atau TQM adalah proses
lanjutan dari pengendalian mutu (sistem) yang berorientasi ke standar jaminan mutu
(keunggulan kompetitif) untuk meningkatkan mutu produksi dan efisiensi kerja di
26
segala bidang (mengurangi kegagalan), terutama pada sektor yang menghasilkan
produksi dan peningkatan mutu sumber daya manusia untuk memuaskan konsumen
secara menyeluruh (Hubeis, 1996).
Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Juran yang disitir Tunggal (1993) menyatakan, bahwa jaminan mutu
merupakan kegiatan yang terus-menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan
dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen. Menurut Ishikawa, jaminan
mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh
kepercayaan dan digunakan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dengan
penuh keyakinan dan kepuasan (Muhandri dan Kadarisman, 2006). ISO 9000
menyatakan jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang fokus
kepada pemberi keyakinan bahwa persyaratan mutu dipenuhi (Suardi, 2001).
Menurut Hubeis (1996), jaminan mutu merupakan suatu program menyeluruh
yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan,
pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk, untuk menghasilkan produk
dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dan sanitasi yang
baik. Hal tersebut menegaskan adanya teknis mutu (peralatan inspeksi, pengujian dan
uji), pengujian laboratorium dan inspeksi atribut mutu (pengendalian produk yang
tidak sesuai), audit (catatan mutu) dan analisis data mutu (teknik statistik), serta
upaya peningkatan mutu (status inspeksi dan pengujian).
Pemeriksaan berdasarkan pendekatan jaminan mutu dilakukan untuk
mendeteksi adanya kegagalan atau kerusakan produk jadi yang diakibatkan oleh
ketidaktepatan atau kekeliruan operasional (batas spesifikasi yang ditentukan oleh
pelanggan), disamping faktor selain bahan, peralatan dan metode kerja terhadap
standar yang berlaku, misalnya estetika (warna, rasa, aroma dan kejerihan), kimiawi
(kandungan mineral, logam berat dan bahan kimia pada bahan yang bersangkutan)
dan mikrobiologi (tidak mengandung kuman E. coli dan patogen).
Quality Control (Pengendalian Mutu)
Menurut Feigenbaum (1989), pengendalian mutu adalah pengukuran kinerja
produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan
tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Tiga langkah utama dalam pengendalian
27
mutu adalah 1) menetapkan standar, 2) menilai kesesuaian (mengukur dan
membandingkan dengan standar dan 3) melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.
Pengendalian mutu menurut Juran yang disitir Tunggal (1993) merupakan proses
yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan
tujuan. Suardi (2001) dalam.ISO 9000 versi 2000 dinyatakan, bahwa pengendalian
mutu merupakan teknik-teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk
memenuhi persyaratan mutu
Menurut Hubeis (1996), pengendalian mutu pangan lebih ditujukan pada
analisis, pengenalan penyebab keragaman produk dan perlu tidaknya tindakan
koreksi terhadap proses produksi diseluruh bagian (mulai dari desain, marketing,
rekayasa, pembelian, produksi, pengemasan dan pengangkutan, serta termasuk
pemasok dan pelanggan), agar dicapai produk bermutu baik dan seragam melalui
bantuan teknik Statistical Quality Control (pengendalian mutu statistik) atau SQC.
Statistical Quality Control (Pengendalian Mutu Statistik)
Pengendalian mutu statistik pada dasarnya merupakan aplikasi metode
statistik untuk pengumpulan dan analisis data dalam menentukan dan mengawasi
mutu proses (Assauri, 1978). Pengendalian mutu statistik atau Statistical Quality
Control (SQC) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk mengumpulkan
dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam kegiatan
pengendalian mutu produk. SQC menerapkan teori probabilitas dalam pengujian dan
pemeriksaan sampel (Ma’arif dan Tanjung, 2003).
Pengendalian mutu statistik bertujuan menyidik dengan cepat terjadinya
sebab-sebab terduga atau pergeseran proses sehinggá penyelidikan terhadap proses
dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak
sesuai diproduksi. Tujuan akhir pengendalian mutu statistik ádalah menyingkirkan
variabilitas dalam proses (Montgomery, 1990). Pengendalian mutu statistik telah
banyak digunakan beberapa industri untuk membantu memperbaiki mutu,
mengurangi variabilitas dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan mutu
(Iriawan dan Astuti, 2006).
28
Alat Pengendalian Mutu Statistik
Menurut Iriawan dan Astuti (2006), pengendalian mutu statistik
menggunakan alat-alat statistik untuk mencapai tujuannya. Pengendalian mutu
statistik mempunyai 7 alat:
1) check sheet (lembar pemeriksaan);
2) stratification (pengelompokan);
3) scatter diagram (diagram pencar);
4) diagram Pareto;
5) histogram;
6) fishbone diagram atau cause effect diagram (diagram sebab-akibat); dan
7) control chart (bagan kendali).
Check Sheet (Lembar Pemeriksaan). Lembar pemeriksaan atau check sheet
terutama digunakan untuk memudahkan pengumpulan data dan mengatur data secara
otomatis sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya (Kume, 1989). Lembar
pemeriksaan merupakan alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data. Data
berguna untuk membantu memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis
persoalan, mengendalikan proses, mengambil keputusan dan membuat rencana
(Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Stratification (Pengelompokan). Stratifikasi merupakan kegiatan yang ditujukan
untuk menguraikan atau mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok
atau golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari
data/masalah sehingga menjadi lebih jelas. Teknik stratifikasi menjadikan data lebih
rinci dan lebih mudah untuk dipahami serta dianalisis (Muhandri dan Kadarisman,
2006).
Scatter Diagram (Diagram Pencar). Diagram pencar atau scatter diagram
digunakan untuk pengumpulan beberapa grup data yang berhubungan, kemudian
digambarkan dalam bentuk grafik (Ishikawa, 1988). Diagram pencar merupakan
diagram yang menggambarkan hubungan antara 2 (dua) faktor/data. Diagram ini
dapat menentukan faktor-faktor yang diuji memiliki hubungan atau tidak (Muhandri
dan Kadarisman, 2006).
29
Diagram Pareto. Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok
dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data
terhadap keseluruhan. Diagram Pareto memungkinkan untuk dapat melihat masalah
mana yang dominan atau vital view dan masalah yang banyak tetapi kurang dominan
atau trivial many (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Tujuan diagram Pareto adalah
membuat peringkat masalah-masalah yang potensial untuk diselesaikan. Diagram
Pareto digunakan untuk menentukan langkah yang harus diambil sebagai upaya
menyelesaikan masalah. Bentuk diagram pareto tidak berbeda jauh dengan histogram
(Iriawan dan Astuti, 2006).
Histogram. Histogram merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan
menggambarkan penyebaran (distribusi) data-data yang ada (Muhandri dan
Kadarisman, 2006). Histogram efektif digunakan dalam pengendalian mutu untuk
mengetahui data-data yang tidak normal dan mencari penyebab terjadinya
penyimpangan serta dapat digunakan untuk memperbaiki batas-batas dan mutu
produk. Selain itu dengan histogram dapat dilihat hubungan antara karakteristik
produk dengan spesifikasi produk (Ishikawa, 1988). Menurut Iriawan dan Astuti
(2006), histogram merupakan alat statistik yang terdiri atas batang-batang yang
mewakili suatu nilai tertentu. Panjang batang proporsional terhadap frekuensi atau
frekuensi relatif suatu nilai tertentu. Histogram dalam Statistical Process Control
(SPC) digunakan untuk mengetahui bentuk distribusi data, yang selanjutnya
digunakan untuk melakukan analisis kemampuan proses.
Diagram Sebab-Akibat atau Diagram Ishikawa (Fishbone Diagram). Menurut
Iriawan dan Astuti (2006), diagram sebab-akibat atau diagram Ishikawa, atau sering
disebut diagram fishbone (tulang ikan), digunakan untuk menyajikan penyebab suatu
masalah secara grafis. Teknik berguna lainnya untuk menganalisis ketidaksesuaian
lebih lanjut menurut Montgomery (1990) adalah diagram sebab-akibat. Menurut
Muhandri dan Kadarisman (2006), diagram sebab-akibat berguna untuk mengetahui
faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah yang
berpengaruh terhadap hasil. Penyusunannya dilakukan dengan teknik brainstorming
(sumbang saran). Penyusunan diagram sebab-akibat secara umum terdapat lima
30
faktor yang berpengaruh yaitu lingkungan, manusia, metode, bahan baku dan mesin
atau peralatan.
Control Chart (Bagan Kendali). Bagan kendali atau control chart merupakan grafik
garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan
daerah batas pengendalian. Bagan ini menunjukkan perubahan data dari waktu ke
waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab munculnya penyimpangan. Bagan ini
hanya memberikan tanda (aba-aba) kepada kita terjadinya penyimpangan dalam
proses. (Muhandri dan Darwin, 2006; Iriawan dan Septin, 2006). Bagan kendali
merupakan bagan atau grafik garis yang menunjukkan perubahan data atau sampel
dari waktu ke waktu sehingga dengan pencantuman batas maksimum dan minimum
yang merupakan batas daerah pengendalian, dapat diketahui apakah data yang ada
masih dalam batas pengendalian atau tidak (Kuswadi dan Mutiara, 2004). Bagan
kendali (control chart) merupakan grafik kronologis (jam ke jam atau hari ke hari)
yang membandingkan karakteristik mutu nyata produk dengan batas kemampuan
mutu produksi produk tersebut yang ditunjukkan dengan pengalaman atau
pengamatan di masa lalu (Feigenbaum, 1989). Bagan kendali adalah perangkat
statistik yang memungkinkan suatu organisasi untuk mengetahui dan memantau
konsistensi suatu proses atau produk yang dihasilkan melalui pengamatan proses
yang sedang berlangsung dan proses yang lalu, dengan menngunakan prinsip-prinsip
statistik dalam penyelesaiannya (Lawrence, 1986).
Control Chart (Bagan Kendali)
Fungsi Control Chart (Bagan Kendali)
Menurut Montgomery (1990), ada lima alasan penggunaan bagan kendali di
banyak industri. Pertama, bagan kendali adalah teknik yang telah terbukti guna
meningkatkan produktivitas. Kedua, bagan kendali efektif dalam pencegahan cacat.
Ketiga, bagan kendali mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu. Keempat,
bagan kendali memberikan informasi diagnostik. Kelima, bagan kendali memberikan
informasi tentang kemampuan proses. Iriawan dan Septin (2006) menyatakan, bahwa
bagan kendali digunakan untuk mengetahui bila proses berada dalam kendali statistik
atau tidak. Bagan kendali, dengan kata lain merupakan uji hipotesis untuk
mengetahui bila proses dalam kendali statistik. Menurut Lock dan Farrow (1989),
31
bagan kendali berguna untuk mengkaji kestabilan proses produksi, sedangkan
menurut Hines dan Montgomery (1990), bagan kendali berfungsi memberikan
informasi tentang karakteristik mutu dan variasi produk yang dihasilkan.
Jenis-jenis Bagan Kendali (Control Chart)
Bagan kendali ada dua macam berdasarkan sifat atribut dan variabel dari
parameter mutu yang diukur, yaitu 1) bagan kendali atribut, yang digunakan untuk
mengendalikan sifat-sifat atribut dan 2) bagan kendali variabel yang digunakan untuk
mengendalikan sifat-sifat yang dapat diukur dengan piranti fisik, misalnya: berat
satuan, kadar air, kadar gula, berat jenis dan sebagainya (Soekarto, 1990).
Bagan kendali variabel digunakan untuk mengukur karakteristik mutu. Bagan
kendali atribut digunakan untuk jumlah cacat dalam produk atau bagian cacat dalam
produk (Iriawan dan Astuti, 2006).
Tabel 9 menunjukkan beberapa jenis bagan kendali. Masalah yang biasa
timbul adalah tahapan memilih bagan kendali. Gambar 3 memberikan hierarki untuk
memilih jenis bagan kendali yang akan digunakan.
Tabel 9. Jenis-jenis Bagan Kendali dan Kegunaannya
Tipe Jenis Kegunaan
Atribut Bagan kendali p Bagan kendali untuk proporsi unit cacat
dengan jumlah sampel bervariasi
Bagan kendali np Bagan kendali untuk proporsi unit cacat
dengan jumlah sampel konstan
Bagan kendali c Bagan kendali untuk jumlah cacat suatu unit
dengan jumlah sampel konstan
Bagan kendali u Bagan kendali untuk jumlah cacat suatu unit
dengan jumlah sampel bervariasi
Variabel Bagan kendali x dan R Bagan kendali untuk rataan subgrup dan
range subgrup
Bagan kendali x dan S Bagan kendali untuk rataan subgrup dan
standar deviasi subgrup Sumber : Iriawan dan Astuti, 2006
Bagan Kendali Sifat (Atribut). Montgomery (1990) menyatakan karak-
teristik mutu yang termasuk sifat (atribut) tidak dapat dengan mudah dinyatakan
secara numerik. Biasanya setiap benda yang dianalisis diklasifikasikan
32
Gambar 3. Hierarki Pemilihan Jenis Bagan Kendali Sumber : Pyzdek, 2002
Pemilihan Bagan Kendali
Berdistribusi
Normal
Berdistribusi
Non-normal
Data pengukuran
n > 1 2 < n < 9
Bagan kendali
x-bar
Bagan kendali
x-bar dan R
Bagan kendali
x-bar dan S Run-chart
n = 1
Data penghitungan
Kejadian cacat Jumlah cacat
Bagan kendali
p Bagan kendali
np
Bagan kendali
c
Bagan kendali
u
n tetap n tetap n bervariasi n bervariasi
dengan istilah cacat (tidak sesuai) dan tidak cacat (sesuai). Ada empat bagan kendali
sifat (atribut). Pertama bagan kendali p, yaitu bagan kendali untuk bagian yang cacat
(tidak sesuai) untuk jumlah sampel setiap pengamatan bervariasi. Kedua bagan
kendali np, yaitu bagan kendali untuk bagian yang cacat (tidak sesuai) untuk jumlah
sampel setiap pengamatan konstan. Ketiga bagan kendali c, yaitu bagan kendali
untuk ketidaksesuaian (cacat) dengan jumlah sampel untuk setiap pengamatan
konstan. Keempat bagan kendali u, yaitu bagan kendali untuk ketidaksesuaian (cacat)
per unit dengan jumlah sampel pengamatan bervariasi.
Bagian cacat (tidak sesuai) didefinisikan sebagai perbandingan banyak benda
yang cacat (tidak sesuai) dalam suatu populasi dengan banyak benda keseluruhan
dalam populasi. Biasanya bagian cacat (tidak sesuai) dinyatakan dengan pecahan
desimal. Kadang-kadang juga digunakan persen cacat (tidak sesuai) yang merupakan
100% kali bagian cacat (tidak sesuai). Bagian cacat (tidak sesuai) sampel
didefinisikan sebagai perbandingan banyak unit cacat (tidak sesuai) dalam sampel
dengan ukuran sampel n (Montgomery, 1990).
Benda yang cacat (tidak sesuai) adalah unit produk yang tidak memenuhi satu
atau beberapa spesifikasi produk. Satu benda yang cacat (tidak sesuai) akan memuat
paling sedikit satu ketidaksesuaian (cacat). Bagan kendali ketidaksesuaian (cacat)
merupakan bagan kendali bagi jumlah ketidaksesuaian dalam suatu unit atau rataan
banyak ketidaksesuaian per unit (Montgomery, 1990).
Bagan Kendali Variabel. Menurut Montgomery (1990), apabila bekerja dengan
karakteristik mutu yang variabel, sudah merupakan praktek yang standar untuk
mengendalikan nilai mean karakteristik mutu dan variabilitasnya. Pengendalian rata-
rata proses atau mean tingkat mutu biasanya dengan bagan kendali untuk mean, atau
bagan kendali x . Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan
bagan kendali untuk deviasi standar, yang dinamakan bagan kendali S, atau bagan
kendali untuk rentang, yang dinamakan bagan kendali R. Bagan kendali R lebih
banyak digunakan.
Menurut Montgomery (1990), bagan kendali x memantau tingkat mutu
proses rata-rata. Sebaliknya bagan kendali R mengukur variabilitas di dalam suatu
sampel. Kelebihan yang paling penting dari bagan kendali x dan R memberikan
34
petunjuk tentang kerusakan yang akan datang dan memungkinkan personil operasi
mengambil tindakan pembentukan/perbaikan.
Interpretasi Bagan Kendali
Iriawan dan Septin (2006) menyatakan bahwa suatu proses dikatakan berada
dalam kendali statistik apabila nilai pengamatan berada di antara garis batas
pengendali. Kondisi tersebut, proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai
perbaikan. Jika ada nilai pengamatan yang berada di luar garis batas pengendali,
berarti ada proses yang tidak terkendali. Pande et al. (2003) menyatakan ada
beberapa indikator mengenai kondisi yang di luar kontrol atau tidak terkendali yaitu
1) outliers atau semua titik di luar batas kendali;
2) trends atau serangkaian titik yang terus-menerus naik atau turun;
3) shift/run atau urutan terus-menerus dari titik-titik di bawah atau di atas rata-rata;
4) cycles/periodicity atau serangkaian titik yang bergantian di atas atau di bawah
atau tren naik dan turun dalam gelombang; dan
5) tendencies atau kondisi-kondisi di mana titik-titik secara terus-menerus berada di
garis pusat atau batas kendali.
Variabilitas Statistik dan Variabilitas Proses. Nurgiyantoro et al. (2004)
menyatakan ukuran kecenderungan sentral dan variabilitas merupakan bentuk-bentuk
analisis statistik yang termasuk statistik deskriptif. Perhitungan ukuran
kecenderungan sentral pada umumnya meliputi perhitungan mean (rataan hitung),
median dan modus. Variabilitas merupakan karakteristik yang menandai hasil
pengukuran pada setiap sampel. Variabilitas akan ditunjukkan dan didukung oleh
besar kecilnya tiap skor (skor individual) dalam suatu sampel dan besar kecilnya
variabilitas dalam sampel tersebut akan ditandai oleh besar kecilnya jarak sebaran
(range) skor. Indeks variabilitas yang kemudian dikenal sebagai simpangan baku
(standard deviation) merupakan ukuran variabilitas (penyeberan) skor.
Menurut Montgomery (1990), sebaik-baiknya proses produksi dirancang atau
dipelihara secara hati-hati, akan selalu ada sejumlah tertentu variabilitas dasar.
Variabilitas dasar ini dalam pengendalian mutu statistik dinamakan “sistem stabil
sebab-sebab tak terduga”. Suatu proses yang bekerja hanya dengan adanya variasi
sebab-sebab tak terduga dikatakan ada dalam pengendalian statistik. Variabilitas lain
35
dapat pula timbul dalam hasil suatu proses. Variabilitas dalam karakteristik mutu
kunci biasanya timbul dari tiga sumber, yaitu mesin yang tidak wajar, kesalahan
operator dan atau bahan baku yang cacat. Sumber-sumber variabilitas tersebut
dinamakan “sebab-sebab terduga”. Suatu proses yang bekerja dengan adanya sebab-
sebab terduga dikatakan tidak terkendali.
Menurut Iriawan dan Astuti (2006), ada 2 tipe variabilitas proses, yaitu
variabilitas random dan assignable. Variabilitas random adalah variabilitas yang
tidak bisa dihindari. Variabilitas random terjadi karena faktor-faktor yang tidak dapat
atau sulit dikendalikan, sedangkan variabilitas assignable disebabkan faktor-faktor
yang dapat dikendalikan. Oleh karena variabilitas random terjadi secara normal,
maka bila variasi suatu proses termasuk dalam tipe ini, akan dikategorikan dalam
batas kendali statistik. Sebaliknya, apabila suatu variasi proses tergolong variabilitas
assignable, maka proses dikatakan di luar kendali statistik. Suatu alat untuk
mendeteksi variabilitas adalah bagan kendali.
Batas Kendali dan Batas Spesifikasi. Menurut Montgomery (1990), tidak ada
hubungan atau pertalian matematik atau statistik antara batas kendali dan batas
spesifikasi mutu. Batas kendali timbul dari variabilitas alami proses (diukur dengan
deviasi standar proses atau σ) yaitu oleh batas toleransi alami proses (3σ di atas dan
di bawah mean). Taksiran deviasi standar proses atau σ yang digunakan dalam
pembentukan batas kendali dihitung dari variabilitas dalam tiap sampel (yakni dari
rentang tiap sampel). Taksiran untuk σ hanya mencerminkan variabilitas di dalam
sampel. Batas spesifikasi mutu ditentukan dari luar, misalnya ditentukan oleh
manajemen, insinyur produksi, konsumen, atau oleh perancang atau pengembang
produk. Pande et al. (2003) menyatakan bahwa batas kendali dihitung dari data
proses aktual yang dapat berubah karena kinerja proses berubah sepanjang waktu
sedangkan batas spesifikasi berasal dari pelanggan yang dapat berubah hanya jika
persyaratan pelanggan berubah.
Analisis Kemampuan Proses
Kemampuan proses didefinisikan sama dengan 3 dari rataan proses. Ada
tiga teknik utama yang digunakan dalam analisis kemampuan proses: histogram atau
bagan probabilitas, bagan kendali dan rancangan percobaan atau desain eksperimen
36
Iriawan dan Astuti, 2006). Montgomery (1990) menyatakan bentangan proses (6σ)
adalah definisi dasar kemampuan proses. Analisis kemampuan proses berguna untuk
kuantifikasi variabilitas proses, analisis variabilitas relatif terhadap persyaratan atau
spesifikasi produk dan untuk membantu pengembangan dan produksi dalam
menghilangkan atau mengurangi variabilitas produk.
Cara yang baik untuk menyatakan kemampuan proses adalah melalui
perbandingan kemampuan proses (PKP). PKP adalah ukuran kemampuan proses
untuk menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi (Montgomery, 1990).
Menurut Grant dan Leavenworth (1994), jika suatu proses yang dikendalikan
harus memenuhi dua batas spesifikasi yaitu spesifikasi atas (Su) dan spesifikasi
bawah (Sl), semua situasi yang mungkin terjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1) bentangan proses (6σ) < selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua
produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi;
2) bentangan proses (6σ) = selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua
produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses
dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan
3) bentangan proses (6σ) > selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua
produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi.
Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi satu batas spesifikasi yaitu
hanya spesifikasi atas (Su) atau hanya spesifikasi bawah (Sl), semua situasi yang
mungkin terjadi juga dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1) bentangan proses (3σ) < selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti
semua produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi;
2) bentangan proses (3σ) = selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti
semua produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses
dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan
3) bentangan proses (3σ) > selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti
semua produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi.
METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di PT Sari Husada unit I yang
berlokasi di Kelurahan Muja Muju Kecamatan Umbul Harjo Kotamadya Yogyakarta
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Alamat tepatnya adalah Jalan Kusuma
Negara No. 173 P.O. Box 37 Yogyakarta 55002. Kegiatan magang penelitian ini
dimulai sejak tanggal 2 Juli 2007 sampai dengan 2 Agustus 2007.
Materi
Bahan yang digunakan untuk produksi susu bubuk SGM 3 Madu tercantum
pada Tabel 10. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis mutu fisik dan kimia di
laboratorium fisik dan kimia Research and Development Department (R&D) dan
Quality Assurance (QA) serta Production Department bagian Quality Control (QC)
PT Sari Husada, diantaranya: larutan buffer untuk pH 4,00 dan pH 7,00, H2SO4 BJ
1,82 g atau ml, iso amil alkohol, H2O, asam metaphosphat 5%, asam asetat, larutan
2,6 dichlorophenol indophenol 0,1 N dan antifoaming agent (penghilang buih) yaitu
octanol.
Peralatan yang digunakan untuk produksi susu bubuk SGM 3 Madu
tercantum pada Tabel 11. Peralatan yang digunakan untuk analisis mutu fisik, kimia
dan organoleptik adalah peralatan dan perlengkapan laboratorium fisik dan kimia
Departemen R&D dan QA serta Production Department bagian QC PT Sari Husada.
Peralatan laboratorium yang digunakan untuk analisis mutu fisik, kimia dan
organoneptik diantaranya: plastik sample, gayung tangkai panjang, sendok sample
stainless steel, gelas piala, pengaduk atau sendok, termometer air raksa, termometer
alkohol, termometer digital, pH meter, refraktometer, tap density tester, tabung
Gerber, pipet, sentrifage, timbangan analitik, moisture analyzer, gelas ukur, kertas
saring, erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, spatula (250 x 135 x 25 mm), stopwatch,
saringan 230 mesh atau 63 µm dengan diameter 100 mm, corong dengan diameter
110-120 mm, photoprint scorched sediment standard for dry milk dari American Dry
Milk Institute (ADMI), waring blendor, kertas sedimen, alat sediment tester (tipe
aspirator) dan lup (lensa pembesar).
38
Tabel 10. Daftar Bahan Baku Product in Process dari SGM 3 Madu
No. Liquid Mixed Storage Tank (MST) Base Powder
ex Dryer
Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling
1. Full cream milk (susu segar) liquid MST base powder ex dryer
2. Skim milk powder (SMP) - skim milk powder (SMP)
3. Whey protein concentrate (WPC) - whey protein concentrate (WPC)
4. Lactose concentrate - butter milk powder (BMP)
5. Mixed vegetable oil (minyak nabati) - madu bubuk
6. Lesitin - gula (sukrosa) halus
7. Granula KOH - bubuk Doco Sahexaenoic Acid (DHA)
8. Air proses - mineral premix
9. Prebiotik (GOS) - vitamin premix
10. - - prebiotik (FOS)
Sumber : PT Sari Husada, 2007
Tabel 11. Daftar Peralatan Produksi SGM 3 Madu
No. Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling
1 Silo susu pasteurisasi balance tank blendor
2 Tangki susu panas evaporator bin filler
3 Tangki MVO feed tank (FT) -
4 Fat day tank (FDT) preheater (consistator) -
5 Tangki air panas duplex filter -
6 Compounding tank (CT) high pressure pump (HPP) -
7 High speed mixer spray dryer -
8 Duplex filter atau clarifier vibro -
9 Balance tank sifter atau receiving -
10 Pasteurizer (PHE) pneumatic system -
11 Homogenizer silo base powder ex dryer -
12 Plate cooler - -
13 Mixed storage tank (MST) - -
Sumber : PT Sari Husada, 2007
Prosedur
Produksi SGM 3 Madu
Proses produksi SGM 3 Madu melalui empat tahap proses produksi, meliputi:
1) proses produksi liquid MST, 2) proses produksi base powder ex dryer, 3) proses
39
produksi finish powder ex blending atau bin filling dan 4) proses pengemasan ke
dalam kemasan komersial. Diagram alir proses produksi SGM 3 Madu dapat dilihat
pada Gambar 4 dan Diagram Alir proses produksi pada Lampiran 1.
Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk SGM 3 Madu
Liquid MST merupakan larutan hasil pencampuran dari berbagai bahan baku
yang telah diformulasikan yaitu minyak nabati (minyak kedelai, minyak kelapa dan
minyak kelapa sawit), dairy product (skim milk powder, whey protein, konsentrat
protein, full cream milk), lesitin kedelai, air panas dan prebiotik GOS. Base powder
ex dryer adalah bubuk inti hasil proses pengeringan liquid MST menggunakan spray
dryer sehingga berubah wujudnya dari cair menjadi bubuk. Finish powder ex
Proses Produksi Liquid MST
Bahan Baku
yang telah Diformulasikan
Analisis Mutu
Proses Produksi Base Powder ex Dryer
Proses Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
Proses Pengemasan dalam Kemasan Komersial
Analisis Mutu
Analisis Mutu
Bahan Baku
yang telah Diformulasikan
Analisis Mutu
Produk Jadi
Susu Bubuk SGM 3 Madu
40
blending atau bin filling adalah bubuk akhir (bahan jadi) hasil dry blending
(pencampuran kering) dari bubuk inti dengan bahan-bahan formulasi yaitu gula
halus, skim milk powder, butter milk powder, honey powder, honey cita rasa,
vaniloran crystal, Doco Sahexaenoic Acid (DHA), premix mineral, premix vitamin,
madu bubuk dan prebiotik FOS. Bubuk akhir ini selanjutnya dimasukkan ke dalam
bin filling yaitu kotak yang terbuat dari kayu berkapasitas 1 ton yang di dalamnya
dilapisi plastik poliester atau poli etilen treptalat (PET). Pengemasan bubuk akhir ke
dalam bin ini bertujuan untuk memudahkan pengangkutan bubuk akhir (bahan jadi)
menuju ke PT Sari Husada Unit II untuk proses pengemasan selanjutnya ke dalam
kemasan komersial.
Produksi Liquid Mixed Storage Tank (MST). Proses pembuatan liquid MST
merupakan tahap awal dari proses pembuatan susu bubuk SGM 3 Madu. Tahapan-
tahapan proses produksi liquid MST meliputi pencampuran, penyaringan,
pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan dan penyimpanan sementara di dalam
MST. Diagram alir pembuatan liquid MST disajikan pada Gambar 5.
1. Proses mixing atau compounding (pencampuran). Sebelum dilakukan proses
pencampuran, semua alat dibersihkan terlebih dahulu dengan cara Cleaning In
Place (CIP). Tangki pencampuran diisi dengan minyak nabati dan air panas yang
bersuhu 70 0C, serta dilakukan pengadukan sambil perlahan-lahan dimasukkan
material dairy product. larutan serta menghancurkan partikel-partikel material
dairy product. Pengadukan bertujuan untuk mancampur dan mensirkulasikan
larutan yang belum larut. Proses pencampuran ini dilakukan selama 15-25 menit
dengan suhu berkisar antara 50 - 55
0 C.
2. Penyaringan. Larutan hasil pencampuran dialirkan ke penyaringan. Proses
penyaringan bertujuan memisahkan kotoran-kotoran atau benda-benda asing yang
mungkin terbawa. Alat yang digunakan ialah clarifier atau duplex filter yang
bekerja atas dasar berat jenis partikel penyusun larutan.
3. Pasteurisasi. Proses pasteurisasi metode High Suhue Short Time (HTST). Suhu
yang diterapkan berkisar 80 0C dengan waktu 15 detik. Pemanasan dilakukan
dalam plat penukar panas atau Plat Heat Exchanger (PHE).
4. Homogenisasi. Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan dan
mengecilkan partikel-partikel atau globula-globula lemak dalam larutan sehingga
41
Gambar 5. Diagram Alir Proses Produksi Liquid MST
tidak terjadi pemisahan. Proses homogenisasi akan menghasilkan larutan dengan
globula-globula lemak yang seragam ukurannya yaitu 2 µm, yang semula
mempunyai ukuran bervariasi yaitu 1-16 µm.
5. Pendinginan. Pendinginan selain untuk menghambat perkembangan bakteri juga
untuk mencegah kerusakan larutan selama penyimpanan. Proses pendinginan
Pencampuran (Mixing
atau Compounding)
Penyaringan
Pasteurisasi
HTST
Pemeriksaan
Suhu pasteurisasi
Sesuai
Spesifikasi?
No
Yes
Penyesuaian suhu
Pasteurisasi oleh
Bagian Produksi
Penyimpanan MST
Homogenisasi
Pendinginan
Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik liquid MST
(organoleptik, pH, temperatur MST, total solid (TS), kadar lemak dan rasio fat per TS)
Liquid MST
42
dilakukan dengan suhu berkisar antara 4–10 0C, yang dicapai dengan aplikasi
pressing pada cairan sebesar 2000 Psi.
6. Penyimpanan Mixed Storage Tank (MST). Larutan hasil pendinginan disimpan
dalam MST. Penyimpanan ini bersifat sementara karena selanjutnya larutan akan
mendapatkan perlakuan dilakukan spraying (pengeringan). Total solid eks MST
adalah 45%.
Produksi Base Powder ex Dryer. Proses ini digolongkan sebagai partly spray dryer
yang artinya dari proses pengeringan dengan spray dryer baru menghasilkan bubuk
inti atau base powder. Tahapan-tahapan proses produksi base powder ex dryer
meliputi evaporasi, penyimpanan sementara di dalam Feed Tank (FT), pemanasan
awal, penyaringan, pemompaan dengan High Pressure Pump (HPP), pemanasan
utama, pengeringan purna dengan Vibro, penyaringan dan penyimpanan di dalam
silo. Diagram alir produksi base powder ex dryer dapat dilihat pada Gambar 6.
1. Evaporasi. Proses evaporasi bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam liquid.
Total solid hasil evaporasi adalah 53%. Evaporasi yang digunakan ialah single
stage evaporator.
2. Penyimpanan liquid hasil evaporasi di dalam feed tank (FT). FT juga berfungsi
untuk mengatur aliran liquid yang akan diproses melalui spray drying.
3. Pemanasan Awal atau Preheating. Proses pemanasan pendahuluan dimaksudkan
untuk menaikkan suhu larutan sebelum spray drying. Suhu larutan setelah
preheating ialah 70 0C.
4. Penyaringan. Penyaringan sebelum spray drying dimaksudkan untuk menyaring
apabila ada protein yang terdenaturasi yang berupa endapan-endapan halus. Filter
untuk penyaringan diganti secara periodik untuk menyingkirkan deposit yang
ada.
5. Pemompaan dengan High Pressure Pump (HPP). HPP adalah pompa bertekanan
tinggi yang berfungsi untuk mengalirkan liquid dari lantai satu ke top chamber.
HPP ini juga berfungsi sebagai second homogenizer yaitu untuk lebih
menstabilkan emulsi.
6. Pemanasan dengan Dry Tower atau Dry Chamber (Pengering Utama). Liquid
yang dipompa keluar dari jalur HPP akan dikabutkan melalui sprayer nozzle yang
berdiameter 1,6–2,0 mm dalam dry tower atau dry chamber. Bersamaan dengan
43
Gambar 6. Diagram Alir Proses Produksi Base Powder ex Dryer
Pengeringan Utama (Chamber)
Penyimpanan (Feed Tank)
Evaporasi
Liquid MST
Preheater
Penyaringan
High Pressure Pump (HPP)
Pengeringan Purna
Sifter
Penyimpanan Silo
Base Powder ex dryer (inti SGM 3 Madu
Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik
Base Powder ex Dryer
(organoleptik, pH, total solid (TS), kadar lemak, kadar air, bulk density, floaters,
sinkers, curd test dan sediment test)
44
pengkabutan dimasukkan udara panas terfiltrasi dengan suhu 100 0C. Tekanan
udara dalam dry tower atau chamber dibuat (-1 – 10 mm Wg). Suhu udara keluar
dry chamber ialah 95 0C dengan kadar air (bubuk) 4%.
7. Pengeringan Purna dengan Vibro. Vibro mempunyai tiga fungsi utama:
a) mengeringkan powder sehingga memenuhi standar kadar air yaitu 2 – 3%;
b) mengarahkan flow powder dari Dry Tower atau Chamber ke sifter
(pengayak); dan
c) pendinginan powder eks produksi sebelum disimpan. Suhu powder sebelum
disimpan adalah 40 0C.
8. Penyaringan dengan Shifter. Shifter berfungsi untuk menyaring bila terdapat milk
stone selama proses produksi sehingga harus dipisahkan.
9. Penyimpanan dalam Silo. Powder hasil spray drying disimpan di dalam silo,
kemudian dilakukan proses blending.
Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling. Tahapan-tahapan proses
produksi finish powder ex blending atau bin filling (susu bubuk SGM 3 Madu)
meliputi pencampuran dan pemasukkan ke dalam bin berlapis plastik. Diagram alir
proses produksi finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Gambar
7.
1. Blending (Pencampuran). Proses finishing (penyelesaian produk) dimulai dengan
pencampuran bubuk inti SGM 3 Madu dengan gula halus, premix mineral,
premix vitamin, madu bubuk, prebiotik FOS dan tambahan material dairy
product sesuai formulasi. Sebelum dicampur masing-masing material ditimbang
sesuai formulasi. Proses pencampuran dilakukan selama 15 menit untuk
menghasilkan bahan jadi SGM 3 Madu.
2. Pengisian ke dalam Bin atau Kotak Kayu Berlapis Plastik PET yang
Berkapasitas Maksimal 1 ton. Bahan jadi SGM 3 Madu ditimbang sesuai dengan
kapasitas volume kotak, melalui mesin pengisi atau bin filler, bahan jadi tersebut
diisikan ke dalam bin.. Selesai pengisian, dilanjutkan proses penutupan secara
manual. Sebelum digunakan, plastik di dalam bin disterilisasi sinar ultra violet.
Semua bin yang telah terisi kemudian diangkut dengan truk kontainer menuju ke
PT Sari Husada unit II di Klaten Jawa Tengah untuk pengemasan ke dalam
kemasan komersial.
45
Gambar 7. Diagram Alir Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling
Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik
Analisis mutu sample product in process dari produk SGM 3 Madu yang
meliputi liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling dilakukan pada kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik yang telah
ditetapkan perusahaan. Kriteria mutu fisik yang dianalisis dalam penelitian ini
meliputi: 1) floaters dan sinkers, 2) bulk density (BD), 3) curd atau white flecks dan
4) cream layer. Kriteria mutu kimia yang dianalisis meliputi: 1) nilai pH dan 2) kadar
Sesuai
Spesifikasi?
No
Yes
Dinyatakan
NC (Non
Conformance),
dikarantina,
resampling dan
rework
Base Powder ex Dryer (bubuk inti)
Blending (Pencampuran)
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
(organoleptik, pH, kadar lemak, bulk density, floaters dan sinkers, curd test dan
cream layer)
Bin Filling (Pengisian ke dalam bin)
Pengangkutan ke PT Sari Husada unit II di Klaten untuk pengemasan
46
lemak. Daftar lengkap analisis kriteria mutu sample product in process SGM 3 Madu
oleh PT Sari Husada dapat dilihat pada Tabel 12. Mutu organoleptik yang dianalisis
meliputi: 1) penampakan, 2) warna, 3) rasa dan 4) cita rasa.
Tabel 12. Daftar Kriteria Mutu Product in Process dari SGM 3 Madu yang
Dianalisis
No. Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau
Bin Filling
1. Organoleptik organoleptik organoleptik
2. Nilai pH nilai pH nilai pH
3. Kadar lemak kadar lemak kadar lemak
4. Suhu pasteurisasi * *
5. Suhu MST * *
6. Total solid (TS) ** **
7. ** floaters dan sinkers floaters dan sinkers
8. ** bulk density (BD) bulk density (BD)
9. ** curd atau white flecks curd atau white flecks
10. ** sedimen **
11. ** kadar air **
12. ** ** cream layer
13. ** ** kadar vitamin C
14. ** ** metal
Keterangan: * = tidak melalui proses; ** = tidak dianalisis
Sumber : PT Sari Husada, 2007
Analisis Mutu Fisik
Bulk Density atau BD (Sari Husada, 1994). Prosedur penentuan BD didokumen-
tasikan pada SOP-040/QA/SH/X/94. Penentuan BD hanya berlaku untuk sample
base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling.
Penentuan BD memerlukan peralatan diantaranya : timbangan Sartorius, gelas piala
400 ml dan Tap Density Tester (Gambar 7). Cara kerja penentuan BD adalah 1)
menimbang 100 g sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex
blending atau bin filling dalam gelas piala dan memasukkannya ke dalam silinder
penghitung, 2) meratakan permukaannya dan membaca volume sample pada skala
47
(V1), 3) menekan tombol on sehingga lampu indikator berwarna merah menyala, 4)
menunggu sampai alat tersebut berhenti sesuai dengan ketukan yang telah diatur
(100 ketukan), 5) membaca volume pada silinder penghitung (V2) dan 6) melakukan
penghitungan BD sesuai rumus berikut:
BD-tuang (poured density) = 1
berat sampel
V
BD-kemas (packed density) = 2
berat sampel
V
Gambar 8. Tap Density Tester untuk Mengukur Bulk Density (BD)
Floaters dan Sinkers (Sari Husada, 1994). Pemeriksaan floaters atau sinkers
berlaku pada sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending
atau bin filling. Floaters adalah partikel yang tidak larut yang kelihatan di bagian
permukaan dari larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling, sedangkan sinkers adalah partikel yang tidak larut yang kelihatan di bagian
dasar dari larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base
powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Prosedur ini
merupakan simulasi rekonstitusi yang akan dilakukan oleh konsumen. Pemeriksaan
floaters dan sinkers membutuhkan reagensia berupa antifoaming agent (octanol) dan
aquades hangat (suhu 45 0C). Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: gelas piala 250
ml, sendok pengaduk dan neraca analitik.
48
Prosedur pemeriksaan floaters atau sinkers sebagai berikut: 1) menimbang 26
g sample dan memasukkannya ke dalam 180 ml aquades hangat (suhu 45 0C) di
dalam gelas piala, 2) melarutkan melalui pengadukan dengan bantuan sendok selama
1 menit, 3) menambahkan 1 tetes octanol untuk menghilangkan busa pada larutan, 4)
mengamati dengan teliti dan menghitung partikel tidak larut yang kelihatan di bagian
permukaan atau floaters dan di bagian dasar atau sinkers.
Curd atau White Flecks (Sari Husada, 2001). Curd atau white flecks merupakan
bintik-bintik atau partikel atau noktah putih pada larutan susu yang tidak larut dan
dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai suatu lapisan putih. Prosedur
pemeriksaan curd atau white flecks didokumentasikan pada SOP-060/RD/SH/XI/01.
Pemeriksaan curd atau white flecks berlaku pada sample base powder ex dryer dan
sample finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan curd atau white flecks
dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) merekonstitusi sample sebanyak 15 g ke
dalam gelas piala yang berisi aquades 100 ml suhu 40 0C dan menyampur dengan
sempurna, 2) mengambil larutan tersebut dengan sendok teh (cukup sepucuk sendok
teh), 3) meneteskan 1 tetes larutan sample yang ada di sendok teh tersebut ke dalam
tabung tumbler yang telah berisi aquades sebanyak 2 atau 3 tabung, 4) mengamati
dan meneliti tabung tumbler serta menghitung curd yang muncul, 5)
mengklasifikasikan banyaknya curd yang muncul berdasarkan Tabel 13.
Tabel 13. Kategori Hasil Pemeriksaan Curd atau White Flecks
Kategori Keterangan
0 Tidak ada partikel yang melayang
1 Partikel yang melayang sangat sedikit, halus dan tersebar
2 Partikel yang melayang agak banyak, halus dan tersebar
3 Partikel yang melayang banyak, kasar dan tersebar
4 Partikel yang melayang sangat banyak, kasar dan tersebar
Cream Layer (Sari Husada, 2007). Cream layer adalah krim fraksi dari lemak yang
tidak terlindungi (tidak terikat) oleh lapisan protein dan berada dalam bentuk noda
atau bercak globula dan terletak di permukaan dan atau di dalam partikel milk
powder yang mengandung lemak. Pemeriksaan cream layer membutuhkan reagensia
49
octanol dan aquades suhu 45 0C. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: gelas piala
250 ml, sendok pengaduk, stopwatch dan neraca analitik. Prosedur pemeriksaan
cream layer sebagai berikut: 1) menimbang 26 g sample dan memasukkannya ke
dalam 180 ml aquades suhu 45 0C di dalam gelas piala, 2) melarutkan melalui
pengadukan dengan bantuan sendok selama 1 menit, 3) menambahkan 1 tetes octanol
untuk menghilangkan busa pada larutan, 4) tunggu selama 1 menit, kemudian
diamati keberadaan cream layer di permukaan atas larutan. Jika timbul cream layer
maka ketebalannya diukur dengan penggaris mikro meter melalui dinding luar gelas
piala.
Analisis Mutu Kimia
Nilai pH (Sari Husada, 1994). Prosedur pemeriksaan pH didokumentasikan pada
SOP-055/QA/SH/X/94. Pemeriksaan pH memerlukan peralatan pH meter (Orion
Digital 201) dan buffer solution pH 4,00 dan pH 7,00. Cara pemeriksaan pH sebagai
berikut: 1) mencuci elektroda dengan aquadest, 2) memasukkan elektroda ke dalam
larutan buffer pH 7,00, 3) mencuci elektroda dengan aquades, 4) memasukkan
elektroda ke dalam larutan buffer pH 4,00, 5) mencuci elektroda dengan aquades dan
pH meter siap untuk digunakan (sebelum dan sesudah digunakan pH meter harus
selalu dicuci dengan aquades dan apabila tidak dipakai dalam waktu yang agak lama,
elektroda harus direndam dalam larutan KCl jenuh), 6) memasukkan sample ke
dalam gelas piala, 7) mengukur pH larutan dengan memasukkan elektroda ke dalam
larutan dan 8) membaca pH larutan dari skala pH meter. Prosedur ini berlaku untuk
pemeriksaan pH sample liquid MST dan sample base powder ex dryer serta sample
finish powder ex blending atau bin filling yang telah dijadikan larutan normal dengan
cara melarutkan powder dalam air pada larutan normal, yaitu dibuat dari 15-17,5 g
sesuai petunjuk pemakaian dan dilarutkan dalam 100 cc air hangat.
Kadar Lemak (Sari Husada, 1995). Prosedur pemeriksaan kadar lemak pada
terdokumentasikan pada SOP-177/QA/SH/I/95. Metode pemeriksaan kadar lemak
yang digunakan ialah metode Gerber. Pemeriksaan kadar lemak metode Gerber
memerlukan bahan-bahan berupa: H2SO4 BJ 1,82 g atau ml, iso amil alkohol dan
H2O. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan kadar lemak metode Gerber
diantaranya: tabung Gerber, pipet volume 1, 10 dan 75 ml, sentrifius dan timbangan
50
analitik. Cara kerja pemeriksaan kadar lemak metode Gerber adalah 1) memasukkan
10 ml H2SO4 ke dalam tabung Gerber, menambahkan 1 ml iso amil alkohol, 2)
menimbang sample sejumlah berikut: untuk liquid MST sebanyak 10 g sedangkan
untuk sample base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling
masing-masing sebanyak 1,69 g, lalu memasukkan sample yang telah ditimbang ke
dalam tabung Gerber, 3) manambahkan H2O 20 g, 4) menutup tabung Gerber
dengan rapat dan mengocoknya dengan kuat hingga homogen (pengocokan ini harus
dilakukan secara hati-hati karena larutan H2SO4 berbahaya), 5) memasukkan tabung
Gerber ke dalam alat centrifuge dan memutarnya dengan kecepatan 1100 – 1200 rpm
selama 5 menit, 6) mematikan centrifuge, lalu membaca lemak yang memisah yang
terlihat pada skala tabung Gerber dan 7) penghitungan kadar lemak dengan
membaca skala yang ditunjukkan pada tabung Gerber (jika tanpa pengenceran
dengan aquades) sedangkan jika menggunakan pengenceran kadar lemak dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
kadar lemak = pembacaan skala x sampelberat
npengencerajumlah
Analisis Mutu Organoleptik
Mutu organoleptik yang diuji meliputi penampakan, warna, rasa dan cita
rasa. Empat kriteria mutu organoleptik tersebut harus memenuhi spesifikasi. Jika ada
salah satu atau lebih kriteria mutu organoleptik tidak memenuhi spesifikasi, maka
dinyatakan sebagai ketidaksesuaian mutu organoleptik. Pengujian dan penilaian
organoleptik didasarkan pada kesan subjektif seorang panelis. Panelis dalam
pengujian dan penilaian mutu organoleptik liquid MST, base powder ex dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling adalah salah seorang dari para analis
laboratorium QC dan QA sebagai panel perseorangan yang sangat terlatih.
Liquid MST (Sari Husada, 1994). Prosedur analisis mutu organoleptik
didokumentasikan pada SOP-066/QA/SH/X/94. Pemeriksaan sample liquid MST
memerlukan peralatan gelas piala dan pengaduk. Cara kerja pemeriksaan
organoleptik sample liquid MST adalah 1) mengambil sample ± 300 ml,
memasukkannya ke dalam gelas piala, mengaduknya hingga rata dan didiamkan
selama ± 3 menit, 2) melakukan evaluasi atau penilaian penampakan, warna, cita rasa
51
dan rasa (sample harus memiliki sifat khas tanpa ada cita rasa, rasa asing dan
warnanya juga bersifat khas dan tidak menunjukkan terjadinya over heated atau
gosong, 3) mengamati homogenitas larutan dan 4) mengamati adanya partikel asing
dan atau partikel yang tidak larut.
Base Powder ex Dryer dan Finish Powder ex Blending atau Bin Filling. Peme-
riksaan sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin
filling memerlukan peralatan timbangan, gelas piala dan pengaduk atau sendok.
Prosedur pemeriksaan organoleptik untuk sample base powder ex dryer dan sample
finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) mengamati bentuk fisik dan
penampakan powder (harus mempunyai sifat-sifat warna, cita rasa dan rasa yang
khas serta bebas dari rasa dan cita rasa yang menyimpang), 2) melarutkan powder
dalam air pada larutan normal, yaitu dibuat dari 15-17,5 g sesuai petunjuk pemakaian
dan dilarutkan dalam 100 cc air hangat, 3) mengamati dan meneliti pada larutan
normal hal-hal sebagai berikut: kelarutannya (mudah, sulit, menggumpal), timbulnya
busa atau pemisahan, keberadaan kotoran atau partikel lain, aroma, rasa,cita rasa,
warna, serta hal-hal lain yang menyimpang dan 4) melaporkan ke bagian produksi
jika terjadi hal-hal yang menyimpang untuk dilakukan koreksi dan tindakan
perbaikkan.
Pengambilan Sample (Contoh)
Prosedur pengambilan sample in process dan penyimpanan retain sample
didokumentasikan pada SOP-256/QA/SH/X/95. Sample yang diambil untuk
penelitian ini meliputi sample liquid MST, sample base powder ex dryer dan sample
finish powder ex blending atau bin filling.
Liquid MST (Sari Husada, 1995). Sample liquid MST diambil sesuai dengan cara
berikut: 1) mempersiapkan peralatan pengambilan sample yang meliputi plastik
sample yang telah disterilisasi dan gayung tangkai panjang berbahan stainles steel, 2)
melakukan sterilisasi gayung dengan alkohol 70% dan dibakar, 3) memasukkan
gayung melalui main hole, 4) mengambil liquid sebanyak ± 300 ml untuk sample in
process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara
aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 5) memberi identitas sample meliputi :
52
mesin, nama produk, nomor PrO (production order) atau nomor surat perintah
produksi (SPP), nomor MST dan tanggal pengambilan sample.
Base Powder ex Dryer (Sari Husada, 1995). Cara pengambilan sample base
powder ex dryer adalah 1) menyiapkan peralatan pengambilan sample meliputi
plastik sample dan sendok sample berbahan stainles steel, 2) melakukan sterilisasi
sendok sample dengan alkohol 70% dan membakarnya, 3) mengambil sample
melalui lubang sample (di bawah shifter) sebanyak ± 500 g setiap PrO untuk sample
in process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara
aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 3) memberi identitas sample pada plastik
sample meliputi : mesin, nama produk, PrO, jam dan tanggal pengambilan sample.
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (Sari Husada, 1995). Cara
pengambilan sample finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) menyiapkan
peralatan pengambilan sample meliputi plastik sample dan sendok sample stainless
steel, 2) melakukan sterilisasi sendok sample dengan alkohol 70% dan
membakarnya, 3) mengambil sample finish powder dari bin sebanyak ± 500 g untuk
bin nomor 1, 11, 21, 31 dan seterusnya untuk sample in process dan retain sample,
sedangkan untuk bin yang lain diambil sebanyak ± 100 g untuk sample in process
dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara aseptis untuk
mencegah kontaminasi dan 4) memberi identitas sample yang meliputi: nomor bin
filling (BF), nama produk, nomor PrO dan nomor urut pengisian.
Retain Sample (Penyimpanan Sample atau Contoh)
Retain sample adalah sample yang disimpan untuk keperluan pemeriksaan
mutu diwaktu yang akan datang jika diperlukan pemeriksaan ulang terhadap mutu
sample produk yang diproduksi saat ini. Retain sample terdiri atas sample base
powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Tidak ada
retain sample untuk liquid MST.
Base Powder ex Dryer (Sari Husada, 1995). SOP retain sample untuk base
powder ex dryer sebagai berikut: 1) untuk pemeriksaan mutu fisik dan kimia sample
disimpan sampai base powder ex dryer tersebut dilakukan blending dan hasil
blending telah selesai pemeriksaannya (± 1 minggu), 2) retain sample yang sudah
53
ada identitasnya (mesin, nama produk, PrO, jam, tanggal) dikumpulkan dalam satu
PrO yang sama dan dikemas dalam satu plastik dan 3) plastik kemasan luar diberi
identitas : nama mesin, nama produk dan PrO.
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (Sari Husada, 1995). SOP retain
sample untuk finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) untuk pemeriksaan
mutu fisik dan kimia sample disimpan sampai finish powder ex blending atau bin
filling tersebut dilakukan filling dalam kemasan aluminium foil dan hasil filling telah
selesai pemeriksaannya (± 1 minggu), 2) retain sample yang sudah ada identitasnya
(mesin, nama produk, PrO, jam, tanggal) dikumpulkan dalam satu PrO yang sama
dan dikemas dalam satu plastik dan 3) plastik kemasan luar diberi identitas: nama
mesin, nama produk dan PrO.
Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample in Process
Frekuensi pengambilan sample dilakukan sesuai matriks pemeriksaan dari
masing-masing produk dan mesin produksi. Jumlah dan frekuensi pengambilan
sample product in process dan retain sample adalah untuk produk liquid MST
diambil sebanyak ± 300 ml dengan frekuensi 1 x per MST, untuk produk base
powder ex dryer diambil sebanyak ± 500 g dengan frekuensi 1 x per PrO dan sample
finish powder ex blending atau bin filling diambil sebanyak ± 500 g dengan frekuensi
1 x per 10 bin. Daftar frekuensi pengambilan sample beserta banyaknya sample yang
diambil untuk sample product in process dan retain sample dapat dilihat pada Tabel
14.
Tabel 14. Daftar Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample
Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending
atau Bin Filling
Frekeunsi
pengambilan sample 1 x per MST 1 x per PrO 1 x per 10 bin = 1 x per PrO
Total populasi ± 6.000 l ± 10 ton 10 bin = ± 10 ton
Banyaknya sample ± 300 ml ± 500 g ± 500 g
Sumber: PT Sari Husada, 2007
Pemberian Status Produk
Status produk setelah dianalisis mutunya dinyatakan dalam 3 kategori yaitu
released, non conformance (NC) dan rejected.
54
Released. Produk berstatus released apabila hasil analisis mutu liquid MST, base
powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dinyatakan tidak ada
penyimpangan yang berarti memenuhi spesifikasi mutu, sehingga produk tersebut
dapat diproses pada tahap selanjutnya.
Non Conformance (NC). Produk berstatus NC apabila hasil analisis mutu liquid
MST, base powder ex dryer, atau finish powder ex blending atau bin filling
dinyatakan tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan
sehingga produk tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut. Produk tersebut akan
dikarantina, dilakukan repengambilan sample dan dilakukan rework. Pemakaian
produk NC yang masih dapat digunakan untuk produksi harus berdasarkan
rekomendasi dan menunggu pemberian status produk tersebut oleh laboratorium QA.
Jika ada liquid MST yang dinyatakan NC maka laboratorium QA akan membuat
notifikasi dan teguran atau peringatan ke bagian produksi untuk melakukan tindakan
koreksi. Jika ada base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling
yang NC akan dikarantina atau disimpan dalam bin. Pengisian menggunakan bin
filler dan pada kemasan tersebut ditempelkan label status NC seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Label untuk Produk Berstatus Non Conformance (NC)
Resampling (pengambilan sample ulang) dilakukan apabila produk NC
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut atau retest (pemeriksaan ulang). Tatacara
repengambilan sample sesuai SOP-256/QA/SH/X/95 seperti tatacara pengambilan
sample yang telah diuraikan sebelumnya. Repengambilan sample pada produk finish
55
powder ex blending atau bin filling yang dikemas dalam bin dilakukan pada 5 bin
sebelum dan sesudah dari bin yang menyimpang. Apabila finish powder ex blending
atau bin filling dalam bin terlanjur diisikan ke filling packaging maka produk eks bin
tersebut dikarantina. Tempat penyimpanan produk yang dikarantina ditempelkan
label status karantina seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Label untuk Produk Berstatus Karantina
Produk rework dapat digunakan kembali dalam proses produksi. Tata cara
penggunaannya dibedakan menjadi 4 macam yaitu 1) reprocess (dapat digunakan
untuk proses ulang melalui proses basah), 2) reprocess dengan clarifier (dapat
digunakan untuk proses ulang melalui proses basah dengan menggunakan clarifier,
terutama untuk rework karena kasus metal), 3) rejected (untuk diafkir) dan 4)
reblending (dapat digunakan untuk proses ulang melalui proses kering). Status
reprocess dan reblending berlaku untuk masa waktu 1 bulan. Selanjutnya, apabila
produk akan digunakan supaya dimintakan status lagi untuk dilakukan pemeriksaan
ulang.
Spesifikasi powder rework untuk reprocess meliputi: penampakan normal,
tidak tercampur material asing; bau dan rasa normal, tidak apek, tidak tengik;
kebersihan powder dan larutan baik, tidak berkutu, tidak ada kotoran atau benda
asing; pH (larutan 10%) 6,0-7,5; dan peroxide value maksimal 3,0 meq atau kg.
Spesifikasi powder rework untuk reblending meliputi : semua spesifikasi powder
56
rework untuk reprocess ditambah spesifikasi untuk kadar air maksimal 3% dan kreist
test negatif.
Rework finish powder ex blending atau bin filling dapat dilakukan
reblending ke produk sejenis dengan jumlah penggunaan ditentukan sendiri oleh QA
atau QC, sesuai jenis kasusnya dan sesuai kemampuan atau kapasitas mesin blendor.
Total jumlah akumulasi rework base powder ex dryer dan finish powder ex blending
atau bin filling untuk wet process maksimal 15%. Total jumlah akumulasi rework
base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling untuk dry
blending maksimal 10%, sedangkan pemakaian base powder ex dryer dari SGM 3
Madu untuk wet process maksimal 10%. Sedangkan pemakaian finish powder ex
blending atau bin filling dari SGM 3 Madu maksimal 3%. Tidak ada pemakaian base
powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dari SGM 3 Madu
untuk dry blending.
Rejected. Produk berstatus rejected adalah produk NC yang tidak dapat lagi
digunakan untuk produksi (reblending atau reprocess). Produk rejected dikarantina
dan disimpan di dalam bin. Bin tempat menyimpan produk yang dinyatakan rejected
tersebut ditempelkan label status rejected. Contoh label status rejected dapat dilihat
pada Gambar 11
Gambar 11. Label untuk Produk Berstatus Rejected
57
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah statistik deskriptif. Nurgiyantoro et al. (2004)
menyatakan, bahwa statistik deskriptif adalah teknik statistik yang memberikan
informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji
hipotesis dan kemudian menarik inferensi yang digeneralisasikan untuk data yang
lebih besar atau populasi. Menurut Iriawan dan Septin (2006), statistika deskriptif
yaitu metode statistik yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam
bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan kemudahan dalam memberikan
informasi. Tujuan statistika deskriptif adalah memaparkan data untuk memberikan
gambaran dan penjelasan mengenai data. Statistika deskriptif menyajikan data dalam
tabel, grafik, ukuran pemusatan data dan penyebaran data.
Macam dan Sumber Data
Menurut Somantri dan Muhidin (2006), data merupakan segala fakta dan
angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi. Informasi adalah
hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data merupakan sejumlah
informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan, atau masalah,
baik yang berbentuk angka-angka maupun yang berbentuk kategori.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data-data tersebut dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Data-data yang Digunakan di dalam Penelitian
No. Data Primer Data Sekunder
1. Data hasil analisis mutu oleh
peneliti pada saat shift pagi
Data hasil analisis mutu oleh teknisi atau
analis mutu laboratorium QA& QC pada
saat shift malam
2. Catatan hasil wawancara atau
diskusi dengan para teknisi atau
analis mutu laboratorium QA&QC
Dokumen mengenai keadaan umum
perusahaan dan kumpulan SOP (standard
operation procedure) produksi dan
analisis mutu
3. - Bahan pustaka dari perpustakaan industri
atau perusahaan
58
Pengumpulan Data
Menurut Somantri dan Muhidin (2006), pengumpulan data statistik dapat
dilakukan dengan 2 macam cara yaitu sensus dan pengambilan sample. Sensus
adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mencatat atau meneliti seluruh elemen
yang menjadi objek penelitian (populasi). Kata lain dari sensus adalah pencatatan
data secara menyeluruh atau dikenal dengan complete enumeration. Pengambilan
sample adalah proses pengambilan sebagian dari keseluruhan objek atau memilih
objek-objek dari sebuah populasi tertentu.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara pengambilan
sample. Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
beberapa bentuk, diantaranya: teknik observasi, wawancara, studi pustaka serta
pencatatan data dan informasi.
1. Teknik observasi, yaitu teknik pengumpulan data oleh peneliti yang mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti, baik
dalam situasi buatan secara khusus yang diadakan (laboratorium) maupun dalam
situasi alamiah atau sebenarnya (lapangan). Objek yang diteliti dalam penelitian
ini ialah mutu fisik, kimia dan organoleptik bahan baku sampai dengan bahan
jadi susu bubuk SGM 3 Madu.
2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dari responden (sumber data)
atas dasar inisiatif pewawancara (peneliti) dengan menggunakan alat berupa
pedoman atau skedul wawancara, yang dilakukan secara personal, face to face
interview (tatap muka) maupun melalui telephone interview (wawancara melalui
telepon). Pedoman atau interview schedule (skedul wawancara) adalah daftar
pertanyaan yang telah disusun peneliti untuk ditanyakan kepada responden dalam
suatu wawancara yang pengisiannya dilakukan oleh pewawancara atau
enumerator (Somantri dan Muhidin, 2006). Responden (sumber data) dalam
wawancawa ini adalah para analis mutu laboratorium fisik dan kimia Research
and Development Department (R&D) bagian QA dan Production Department
bagian QC. Bahan wawancara adalah yang berhubungan dengan mutu fisik,
kimia dan organoleptik produk diantaranya: cara pemeriksaan mutu fisik, kimia
dan organoleptik; penyimpangan mutu yang sering muncul; dan cara atau solusi
untuk mengatasi penyimpangan mutu tersebut.
59
3. Studi pustaka, yaitu meneliti bahan dokumentasi dan pustaka yang ada yang
mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan untuk
mendapatkan pengetahuan secara umum mengenai sistem pengendalian mutu dan
penerapannya pada industri pengolahan susu, khususnya industri susu bubuk.
Selain itu studi pustaka bermanfaat untuk mempelajari kemungkinan-
kemungkinan teknik baru yang dapat digunakan dalam pengkajian masalah mutu
susu bubuk.
3. Pencatatan data dan informasi, yaitu melakukan pencatatan setiap hasil analisis
mutu dan informasi-informasi penting terkait mutu yang dianalisis. Pencatatan
dilakukan terhadap dokumentasi keadaan umum perusahaan, Standard
Operation Procedure (SOP) produksi dan analisis mutu, serta bahan pustaka dari
perpustakaan perusahaan.
Analisis Data
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode
pengendalian mutu statistik. Pengendalian mutu statistik atau Statistical Quality
Control (SQC) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk mengumpulkan
dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sample dalam kegiatan
pengendalian mutu produk. SQC menerapkan teori probabilitas dalam pengujian dan
pemeriksaan sample (Ma’arif dan Tanjung, 2003).
Metode pengendalian mutu statistik yang digunakan adalah bagan kendali
(bagan kendali variabel dan bagan kendali atribut). Menurut Montgomery (1990),
bagan kendali variabel digunakan untuk karakter mutu yang dapat dinyatakan dalam
bentuk ukuran angka. Bagan kendali atribut digunakan untuk karakter mutu yang
tidak dapat dengan mudah dinyatakan secara numerik. Bagan kendali atribut yang
digunakan yaitu bagan kendali c untuk mutu organoleptik, sedimen dan metal.
Analisis Bagan Kendali Variabel (Bagan Kendali x dan R). Pembuatan bagan
kendali diawali dengan menghitung nilai rata-rata subgrup ( x ), rata-rata total ( x ),
nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.), selang (R) dan rata-rata selang ( R )
untuk masing-masing nilai pengujian mutu fisik dan kimia liquid MST, base powder
ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Selanjutnya,
berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis tengah (GT), batas
60
pengendali atas (BPA), batas pengendali bawah (BPB) untuk bagan kendali x dan R,
serta deviasi standar (σ). Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendali tersebut,
dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Selanjutnya data nilai x dan R untuk
masing-masing pengujian mutu fisik dan kimia dipetakan pada bagan kendali.
Tahapan pembuatan bagan kendali x dan R dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali x dan R Sumber : Lawrence, 1986
Rumus-rumus perhitungan yang digunakan adalah:
a.
n
i=1
x
x = n
; n = ukuran subgrup
b. R = (nilai terbesar dalam subgrup) – (nilai terkecil dalam subgrup)
menghitung rataan subgrup ( x ) dan selang (R)
kriteria mutu
yang dianalisis
mengumpulkan data dan membaginya menjadi beberapa subgrup
dan mentabulasikannya
menghitung rataan total ( x ) dan rataan selang ( R )
menghitung GTX, BAX, BBX, GTR, BAR, BBR
memplotkan x dan R serta membuat rangka bagan kendali
menulis keterangan yang diperlukan
menganalisis grafik
koreksi
perbaikan bagan kendali secara teratur
61
c.
k
i=1
x
x = = GTxk
; k = jumlah subgrup dan GTx = garis tengah bagan kendali x
d.
k
i=1R
R
R = = GTk
; k = jumlah subgrup dan GTR = garis tengah bagan kendali R
e. BPA = x 2BA = x+A R
BPB = x 2BB = x-A R
f. BPA = R 4BA =D R
BPB = R 3BB =D R
g. 2
Rσ =
d
Analisis Bagan Kendali Atribut (Bagan Kendali c). Pembuatan bagan kendali c
diawali dengan penghitungan jumlah unit yang non conformance (tidak sesuai) di
setiap subgrup (c) dan rataan total unit yang tidak sesuai ( c ) untuk masing-masing
mutu fisik, kimia dan organoleptik dari liquid MST, base powder ex spray dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling. Berdasarkan nilai c tersebut, selanjutnya
dilakukan perhitungan GT, BPA dan BPB untuk bagan kendali c. Berdasarkan hasil
perhitungan batas pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali c. Selanjutnya,
data c untuk masing-masing pengujian mutu fisik, kimia dan organoleptik dipetakan
pada bagan kendali. Tahapan pembuatan bagan kendali c dapat dilihat pada Gambar
13.
Keterangan : (untuk bagan kendali x )
BPA = BAx = Batas Pengendalian Atas = Batas Kendali Rataan Atas
BPB = BBx = Batas Pengendalian Bawah = Batas Kendali Rataan Bawah
A2 = konstanta pada tabel Shewhart
Keterangan :
σ = deviasi standar
R = rataan selang d2 = konstanta pada tabel Shewhart
Keterangan : (untuk bagan kendali R)
BPA = BAx = Batas Pengendalian Atas = Batas Kendali Rataan Atas
BPB = BBx = Batas Pengendalian Bawah = Batas Kendali Rataan Bawah
A2 = konstanta pada tabel Shewhart
62
Gambar 13. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali c Sumber : Montgomery, 1990
Rumus-rumus perhitungan yang digunakan adalah
a.
n
i=1
c
c = k
= GT ; k = jumlah subgrup
b. BPA = c+3 c
BPB = c-3 c
menghitung unit yang non conformance (cacat atau tidak sesuai)
pada setiap subgrup (c)
kriteria mutu
yang dianalisis
mengumpulkan data dan membaginya menjadi beberapa subgrup
dan mentabulasikannya
menghitung rataan total ketidaksesuaian ( c )
menghitung GT, BPA, BPB
memplotkan c dan membuat rangka bagan kendali
menulis keterangan yang diperlukan
menganalisis grafik
tindakan
perbaikan bagan kendali secara teratur
Keterangan : (untuk bagan kendali c)
BPA = Batas Pengendalian Atas
BPB = Batas Pengendalian Bawah
GT = Garis Tengah
c = Rataan Total Ketidaksesuaian
63
Analisis Kemampuan Proses. Analisis ini dinyatakan melalui perbandingan
kemampuan proses (PKP) untuk mengukur kemampuan proses menghasilkan produk
yang memenuhi spesifikasi. PKP dilakukan dengan membandingkan selang proses
dengan selang spesifikasi perusahaan. Situasi yang mungkin terjadi dapat
dikelompokkan menjadi tiga:
1) selang proses < selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi
akan memenuhi spesifikasi;
2) selang proses = selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi
akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses dipusatkan secara tepat antara
batas-batas spesifikasi; dan
3) selang proses > selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi
tidak akan memenuhi spesifikasi.
Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi dua batas spesifikasi yaitu
spesifikasi atas (Su) dan spesifikasi bawah (Sl) maka rumus perhitungan selang
proses dan selang spesifikasi:
selang proses = 6σ
selang spesifikasi = Su-Sl
Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi satu batas spesifikasi yaitu
hanya spesifikasi atas (Su) atau hanya spesifikasi bawah (Sl) maka rumus
perhitungan selang proses dan selang spesifikasi:
selang proses = 3σ
selang spesifikasi = Su- x atau x -Sl
KEADAAN UMUM PT SARI HUSADA
Visi, Misi dan Budaya Perusahaan
Visi
Menjadi pemimpin pasar produk nutrisi bergizi untuk bayi dan anak di Indonesia.
Misi
1) turut serta membangun kesehatan dan kecerdasan bayi dan anak di Indonesia
dengan menyediakan produk nutrisi yang terpercaya dan terjangkau;
2) menghasilkan pertumbuhan perusahaan yang berkesinambungan melalui sistem
manajemen berkualitas tinggi dan pendekatan inovatif dalam budaya integritas
tinggi; dan
3) mengutamakan kepuasan seluruh stakeholder.
Budaya
1) trust, yaitu saling menaruh kepercayaan antara manajemen dan karyawan
sehingga dapat menjalankan fungsinya masing-masing secara optimal;
2) transparancy, yaitu manajemen yang terbuka dalam setiap kebijakannya,
sehingga karyawan pun bekerja dengan bersih, jujur dan tidak mengutamakan
kepentingan pribadi, tujuan yang akan dicapai adalah ingin mewujudkan Good
Coorporate Govermance; dan
3) team work, yaitu manajemen dan karyawan bekerjasama untuk mewujudkan visi
dan misi perusahaan.
Sejarah Ringkas Berdirinya Perusahaan
Tahun 1954 pemerintah Indonesia, dalam rangka swasembada protein telah
bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendirikan sebuah pabrik
susu nabati yang diberi nama NV Saridele. Pengelolaan perusahaan tersebut
dipercayakan kepada Bank Industri Negara. Pihak PBB dalam hal ini United
International Children’s Emergency Funds (UNICEF) memberikan pinjaman berupa
mesin-mesin pengelolaan susu yang harus dibayar kembali oleh perusahaan dalam
bentuk saridele yang diserahkan langsung kepada Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
65
Para tenaga ahli Indonesia yang diandalkan untuk merealisir program tersebut
telah dididik oleh dan atas tanggungan biaya FAO (Food and Agriculture
Organization), suatu badan yang bernaung di bawah PBB. Tahun 1962 hubungan
Indonesia dengan UNICEF dan FAO terputus karena Indonesia keluar dari
keanggotaan PBB, sehingga NV Saridele diserahkan pengelolaannya kepada Badan
Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan akhirnya NV Saridele berubah menjadi
Perusahaan Negara (PN Saridele).
Tahun 1962 lahir produk susu bayi Susu Gula Minyak (SGM). Produk ini
lahir atas saran para dokter anak senior di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
melalui menteri kesehatan Prof. Dr. Satrio. PN Saridele kemudian menambah hasil
produksinya dengan makanan anak sejenis bubur, yaitu Susu Nasi Minyak (SNM).
Kedua produk ini diterima masyarakat dengan baik.
Tahun 1967 Indonesia bergabung kembali dengan PBB. UNICEF
menyerahkan kepemilikan seluruh harta milik perusahaan kepada Departemen
Kesehatan. Pemerintah menghapus BPU, termasuk BPU Farmasi, karena itu PN
Saridele berubah menjadi PN Sari Husada.
Tahun 1968 berdiri PT Kimia Farma yang khusus bergerak di bidang
obat/kimia. Pengelolaan PN Sari Husada diserahkan kepada PT Kimia Farma
sehingga PN Sari Husada diganti menjadi PT Kimia Farma Unit IV. Setelah dua
tahun berlangsung, terjadi lagi perubahan menjadi PT Kimia Farma Unit Produksi
Yogyakarta.
Tahun 1972 PT Kimia Farma menandatangani suatu kerjasama dengan PT
Tiga Raksa yang kemudian membentuk PT Sari Husada. Berdasarkan akte dari
menteri kehakiman RI dan Pengadilan Negeri Yogyakarta, PT Sari Husada
menjalankan usahanya dengan memanfaatkan fasilitas Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) sesuai UU No. 6 tahun 1968.
Tahun 1983 PT Sari Husada Go Public menjadi PT Sari Husada Tbk
(terbuka). Ijin Bapepam memberikan kesempatan kepada PT Sari Husada untuk
menjual sahamnya kepada masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia, di Jakarta.
Publik yang memiliki saham mencapai 20,83%, PT Kimia Farma 43,54% dan PT
Tiga Raksa 35, 63%.
66
Tahun 1992 PT Sari Husada Tbk menjadi swasta penuh. Seluruh saham milik
PT Kimia Farma dijual kepada PT Tiga Raksa sehingga saham yang dimiliki sebesar
79,17%.
Tahun 1998 PT Sari Husada melakukan aliansi strategis dengan Nutricia
International BV sehingga saham yang dimiliki Nutricia International BV sebesar
72,99%, PT Tiga Raksa 5,99% dan publik sebesar 21,03%. Sejak 1996 PT Sari
Husada telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu dan ISO 9002.
Sejak tahun 2000, PT Tiga Raksa sudah tidak memiliki saham lagi di PT Sari
Husada. Saham yang ada di PT Sari Husada sampai tahun 2007 mengalami beberapa
kali perubahan. Lembaga dan masyarakat asing juga ada yang memiliki saham di PT
Sari Husada. Direksi, komisaris dan karyawan pun dapat memiliki saham di PT Sari
Husada.
Tahun 2006 semua kepemilikan saham di PT Sari Husada dibeli oleh Numico
International BV Pertengahan tahun 2007 lebih dari 50% saham PT Sari Husada
dijual oleh Numico BV kepada PT Danone.
Sejarah Perkembangan Produk
Produk yang dihasilkan dari proses produksi di PT Sari Husada dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu produk PT Sari Husada dan produk lisensi. Produk
lisensi adalah produk dengan merk dagang milik perusahaan lain di luar negeri, tetapi
proses produksinya dilakukan oleh PT Sari Husada. Sejarah perkembangan produk
PT Sari Husada dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17.
Lokasi Perusahaan
1. Kantor Pusat dan Pabrik Unit I. Terletak di Kelurahan Muja Muju Kecamatan
Umbul Harjo Kotamadya Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), di Jalan Kusumanegara No. 173 P.O. Box 37 Yogyakarta 55002, nomor
Telepon +62-274 512 990 dan nomor faksimile +62-274 563 328.
2. Pabrik Unit II. Terletak di Desa Kemudo Kecamatan Prambanan Kabupaten
Klaten Propinsi Jawa Tengah, di Jalan Raya Yogya – Solo Km. 19.
3. Kantor Marketing di Jakarta. Terletak di Wisma GKBI lantai 18 Jalan Jenderal
Sudirman, nomor 28 Jakarta 10210. Nomor telepon +62-21 255 37 333 dan nomor
faksimile +62-21 255 37 334.
67
Tabel 16. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 1968-2002
Tahun Produk PT Sari Husada Produk Lisensi
1968 SGM -
1972 SNM -
1973 FCMP -
1975 LLM Quaker Oats
1976 - S-26
1979 VITALAC -
MILCO -
1983 - INDOMILK
1985 - PROMIL
1986 - DUMEX
- MORINAGA
1987 SGM-2 Nutricia Cereal Base
1990 VITANOVA -
KLIMAS -
LACTAMIL -
1991 SGM JUNIOR -
VITALAC-2 Instant Birchtree
1992 - PROMINA
1993 - PROVIKID
1998 - MILNA
2000 SGM-3 -
SGM-1 -
SGM-2 -
SGM-3 VANILA -
VITAPLUS -
2001 SGM-3 COKLAT PRODUGEN Hi Calcium Reguler
(plain)
- PRODUGEN Hi Calcium Gold (plain)
2002 SGM CEREAL -
SGM CEREAL BP -
SGM CEREAL BM -
SGM CEREAL KH -
SGM CEREAL TA -
SGM CEREAL SY -
SGM CEREAL BC -
Sumber: PT Sari Husada, 2006
Struktur Organisasi
Kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi PT Sari Husada adalah Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Sari Husada. Pengawas berjalannya
perusahaan di PT Sari Husada adalah dewan komisaris yang terdiri atas seorang
68
ketua dan dua orang anggota. Dewan komisaris bertanggung jawab mengangkat dan
memberhentikan direktur, menetapkan anggaran tahunan serta mewakili para
pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Jajaran dewan
direksi PT Sari Husada dipimpin oleh seorang presiden direktur yang dibantu oleh
beberapa direktur. Para direktur tersebut membawahi beberapa manajer sesuai
bidang kerjanya.
Tabel 17. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 2003-2007
Tahun Produk PT Sari Husada Produk Lisensi
2003 SGM 1 -
SGM 2 -
SGM 3 VANILA -
SGM 3 MADU -
SGM 4 MADU -
SGM 4 VANILA -
SGM LLM -
SGM BBLR -
VITALAC 1,2 -
Vitalac 3 VANILA & MADU Creme Nutricia
2004 SGMCEREAL TSJA -
SGM CEREAL TSDS -
SGM CEREAL TSIS -
SGM Rusk Biscuit variant classic -
LACTAMIL IM JAHE -
VITAPLUS VANILA -
2005 SGM Rusk KH -
SGM Rusk BM -
SGM Cereal 9 Variant MEALTIME
VITALACGENIO 1,2,&3 -
2007 SGM 1, 2, 3 dan 4 FOSGOS NUTRICIA
Rasa Madu dan Vanila
Sumber : PT Sari Husada, 2006
PT Sari Husada menggunakan sistem line, staff, dan fungsional dalam
struktur organisasi. Setiap bawahan hanya dapat mendapat perintah dari satu atasan
saja. Manajer atau pimpinan bagian lain tidak dapat memberikan perintah meskipun
garis kedudukannya masih di bawah manajer tersebut.
Sistem staff terdiri atas ahli non struktural berfungsi sebagai penasehat sesuai
dengan bidang keahliannya yang terdiri atas:
69
1) penasehat bidang field controller (kontrol kualitas produksi);
2) penasehat bidang premissee (bangunan);
3) penasehat bidang accounting (pembukuan); dan
4) penasehat bidang alfacon (keselamatan kerja).
Sistem fungsional yang dimaksud ialah seorang manajer yang dapat
memberikan perintah kepada staf yang sesuai bidang keahliannya. Wewenang
fungsional hanya dilimpahkan kepada staf saat kejadian khusus. Diagram struktur
organisasi PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 2.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan
Ketenagakerjaan
PT Sari Husada menerapkan sistem kerja dalam satu pekan dengan jumlah
hari kerja wajib adalah lima hari mulai hari Senin sampai dengan hari Jum’at. Hari
Sabtu dan Ahad adalah hari libur. Jika karyawan harus tetap masuk kerja, maka pada
hari tersebut dihitung sebagai kerja lembur. Satu hari kerja waktunya adalah 8 jam.
Pengaturan jam kerja karyawan PT Sari Husada sebagai berikut:
4. Karyawan bagian produksi, Quality Assurance (QA), satpam dan penjaga mesin
pembangkit listrik jam kerjanya diatur secara shift (regu). Satu hari ada tiga shift
dengan pengaturan:
shift pagi : pukul 06.30 – 15.00 WIB.
shift siang : pukul 14.30 – 23.00 WIB.
shift malam : pukul 22.30 – 07.00 WIB.
5. Karyawan selain kelompok tersebut di atas (misalnya karyawan kantor
administrasi) mempunyai jam kerja antara pukul 08.00 sampai 16.30 WIB.
Status ketenagakerjaan PT Sari Husada dapat dibedakan menjadi 4 macam:
1) karyawan tetap, yaitu karyawan yang bekerja secara penuh pada perusahaan
untuk jangka waktu yang tertentu, bisa sampai 55 tahun dan menerima gaji
bulanan serta terdaftar dalam formasi karyawan pada manajemen umum;
2) karyawan pihak ke-3 atau karyawan honorer, yaitu karyawan yang bekerja pada
perusahaan berdasarkan perjanjian kerja dengan pihak ke-3 dengan menerima
honorarium bulanan, ada 2 macam karyawan honorer:
70
b. karyawan honorer full time, yaitu karyawan honorer yang bekerja 8 jam
penuh setiap hari kerja dan
c. karyawan honorer part time, yaitu karyawan honorer yang tidak bekerja
setiap hari kerja atau tidak bekerja 8 jam penuh dalam satu hari kerja.
3) karyawan harian, dibedakan menjadi 2 macam:
a) karyawan harian tetap, yaitu karyawan harian tetap dengan menerima upah
secara harian, dan
b) karyawan harian lepas, yaitu karyawan harian yang dipekerjakan untuk waktu
yang terbatas dengan menerima upah secara harian.
4) management training (MT), yaitu seseorang yang bekerja pada perusahaan tetapi
belum diangkat sebagai karyawan selama dalam masa training; jika lulus dalam
training akan diangkat menjadi karyawan; selama masa training mendapatkan
bekal dan kemampuan manajemen dan keahlian untuk menjadi karyawan PT Sari
Husada; dan selama masa training, calon karyawan tersebut mendapatkan gaji
sesuai perjanjian.
Kesejahteraan Karyawan
Upaya untuk meningkatkan produktivitas perusahaan salah satunya ialah
memperhatikan kesejahteraan karyawan. Usaha yang dilakukan PT Sari Husada
untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan meliputi:
1) gaji, pembayaran gaji karyawan setiap bulannya dilaksanakan pada:
a) tanggal 25 untuk pembayaran gaji;
b) tanggal 15 untuk pembayaran gaji kerja lembur;
c) tanggal 5 untuk pembayaran jasa produksi/premi; dan
d) tanggal 1 untuk pembayaran uang transportasi.
2) dana pensiunan, ini berlaku bagi karyawan yang sudah purna kerja yakni pada
usia 55 tahun keatas dana pensiunan dibayarkan setiap bulan;
3) cuti karyawan, ada 2 macam cuti karyawan:
a) cuti tahunan: bagi karyawan yang telah bekerja minimal 1 tahun, masa
cutinya ialah 12 hari dan
b) cuti panjang: bagi karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun berturut-turut,
masa cutinya ialah 1 bulan.
4) jaminan kesejahteraan kerja, antara lain:
71
a) penyediaan sarana ibadah (masjid) dan peringatan hari besar keagamaan;
b) susu bubuk yang diberikan satu kali setiap bulan, karyawan yang senior
mendapat 2 kg dan karyawan junior mendapat 1 kg;
c) jaminan sosial tenaga kerja (program jamsostek) bagi karyawan harian dan
karyawan yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun, karyawan yang telah
bekerja lebih dari 5 tahun mendapatkan tunjangan hari tua, tunjangan
kematian, tunjangan kesehatan dan tunjangan keselamatan kerja;
d) training karyawan baru dan seminar bagi karyawan;
e) akomodasi berupa premi, pakaian seragam 2 stel setiap tahun, makan siang,
tunjangan hari raya dan darmawisata sekali dalam setahun;
f) mobil atau motor untuk direksi, manajer, kepala bagian dan kepala seksi;
g) uang sewa rumah untuk direksi, manajer dan kepala bagian; dan
h) bantuan sosial bagi keluarga karyawan seperti perkawinan, kelahiran dan
kematian.
5) pelayanan kesehatan dan pengobatan, ini berlaku bagi karyawan beserta anggota
keluarganya yang secara resmi dan sah terdaftar di bagian personalia, pelayanan
ini meliputi penyediaan poliklinik, jika poliklinik tidak sanggup menangani
keluhan maka akan dirujuk ke rumah sakit yang telah ditentukan perusahaan
dengan biaya ditanggung perusahaan, termasuk biaya rawat inap.
Bahan Baku dan Pengadaannya
Whole Milk (Susu Segar)
Susu segar diperoleh dari peternak yang tergabung dan berpartisipasi sebagai
anggota Koperasi Unit Desa (KUD). Sebelum susu segar dibawa ke KUD
dikumpulkan lebih dahulu di Tempat Pengumpulan Susu (TPS) di setiap desa. KUD
mengumpulkan susu segar di setiap TPS untuk dibawa ke PT Sari Husada. Ada
beberapa KUD yang menyerahkan susu segar kepada PT Sari Husada, diantaranya:
KUD Wargamulya, KUD Kaliurang, KUD Puspetasari Klaten, KUD Jatinom Klaten,
KUD Cepogo Klaten, KUD Pesat Purwokerto, KUD Suprogo Purwokerto, KUD
Sarono Makmur, KUD Bina Dharma dan KUD Musuk. KUD-KUD tersebut
tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).
72
Setiap hari ada sekitar 40.000 – 50.000 liter susu segar yang diterima PT Sari
Husada. Susu segar tersebut diangkut ke PT Sari Husada menggunakan truk tangki
bersuhu 5 0C berkapasitas 2.500 – 5.000 liter. Susu segar tersebut diterima PT Sari
Husada maksimal pukul 12.00 WIB.
Skim Milk Powder (SMP)
Susu non fat (tanpa lemak) yang mengandung banyak protein, laktosa dan
tidak mengandung vitamin larut lemak (Vitamin A dan D) ini tidak baik jika
langsung diberikan kepada bayi. Protein yang terkandung ini mudah diserap dan
dicerna serta berfungsi sebagai sumber energi. Skim milk powder ini diimpor dari
New Zealand, Eropa (Jerman, Belanda, Inggris dan Perancis) dan Amerika.
Sukrosa Halus (Gula Pasir)
Gula pasir didatangkan dari PG Gondang Baru dan PG Tasik Madu. Ada juga
yang diimpor dari Thailand, Singapura, Malaysia, Belanda, Jerman, Australia dan
Korea. Bahan ini mengandung sumber karbohidrat yang digunakan untuk
pembakaran. Mudah diserap oleh usus halus dan mudah larut dalam air. Bahan ini
juga berasa manis yang disukai bayi.
Mixed Vegetable Oil atau MVO (Minyak Nabati)
Bahan minyak nabati yang dipakai ialah minyak kelapa sawit, minyak
kacang/kedelai dan minyak kelapa. Bahan ini digunakan sebagai pengganti asam
lemak jenuh. Minyak nabati ini dibeli dari Semarang dan dicampur di pabrik lokal di
Indonesia.
Premix Vitamin
Premix vitamin yang digunakan ialah vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D3, E,
K1. Premix vitamin ini diimpor dari Hongkong, Jepang dan Swiss. Premix vitamin
merupakan nutrien essensial untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.
Premix Mineral
Premix mineral yang digunakan diantaranya: kalsium, fosfat, magnesium,
biotin, niasinamida, asam pantotenat, asam folat, kholin, inositol dan fosfor. Selain
itu ferro sulfat dan kalium Iodida yang sangat penting untuk pembentukan sel darah
73
merah dan mencegah timbulnya penyakit gondok. Premix mineral tersebut
didatangkan dari PT Kimia Farma.
Air Proses
Air proses adalah air yang digunakan untuk proses produksi. Air proses
diperoleh dari air sumur bor milik PT Sari Husada yang letaknya di lingkungan
pabrik. Air sumur ini kadang dijernihkan terlebih dulu dengan kaporit. Air sumur ini
secara berkala dianalisis dan divalidasi terhadap kandungan logam dan mineralnya.
Konsentrat Laktosa
Merupakan gula susu yang memiliki kemurnian 1/6 kemanisan gula tebu
(sukrosa). Laktosa merupakan gula pereduksi yang mudah larut dalam air,
terhidrolisis oleh asam dan enzim. Laktosa ini diimpor dari New Zealand dan
Australia.
Whey Protein Concentrate (WPC)
Bahan ini diimpor dari Amerika Serikat dan Australia. Whey adalah bagian
susu yang mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein. Whey larut
pada semua tingkatan pH dan tidak nyata terasosiasi dengan kasein. Whey
mengandung lebih dari 90% laktosa dan laktalbumin.
Madu Bubuk
Merupakan bahan baku tambahan yang berguna sebagai perasa susu. Bahan
ini memberikan alternatif rasa yang berbeda dari rasa aslinya. Madu bubuk diimpor
dari Malaysia dan juga didatangkan dari Bandung.
Peralatan atau Mesin Produksi di PT Sari Husada
Peralatan atau mesin-mesin utama untuk proses produksi meliputi:
1) mesin pengering atau dryer (terdapat di PT Sari Husada Unit I), terdiri atas:
1 Niro TFD-500 : 2 ton/jam;
1 Niro TFD-315 : 1,4 ton/jam;
1 Stort WAP : 30 ton/jam; dan
1 Drum Dryer : 0,4 ton/jam;
74
2) mesin pengemasan atau packing line (terdapat di PT Sari Husada Unit II), yaitu
1 Colby : 30 can/menit;
1 Ferrum A : 45 can/menit;
1 Ferrum B : 35 can/menit;
3 Rovema Twin : 195 sachet/menit; dan
1 Rovema Single : 25 sachet/menit;
3) instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang terdapat di PT Sari Husada Unit I,
terdiri atas:
bak kontrol : 3 m3
bak equalisasi : 200 m3
bak netralisasi : 9 m3
bak anaerob : 650 m3
bak aerasi : 630 m3
bak sedimentasi : 275 m3
bak digester : 421,2 m3
bak biokontrol : 12 m3
.
Diagram alir instalasi pengolahan limbah cair PT Sari Husada dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Diagram Alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair
75
4) feed tank, mempunyai fungsi menampung liquid hasil evaporasi dan mengatur
aliran liquid yang akan diproses spray drying;
jumlah : 2 buah; dan
kapasitas : 3.000 liter;
5) pre heater, mempunyai fungsi memanaskan liquid sebelum diproses spray
drying;
jumlah : 1 buah; dan
tipe : Single Surface Heat Exchanger (SSHE);
6) filtrasi, mempunyai fungsi memisahkan protein terdenaturasi;
jumlah : 1 set;
7) pengering utama, mempunyai fungsi mengeringkan liquid menjadi powder
dengan kadar air 4%;
Alat pendukung : spraying nozle, dry tower/chamber, RV cyclon, air heater;
8) pengering purna, mempunyai fungsi mengeringkan powder untuk memenuhi
kadar air 2 - 3%;
jumlah : 1 buah;
tipe : fluidizer;
9) shifter, mempunyai fungsi memisahkan milk stone;
jumlah : 1 buah;
10) silo, mempunyai fungsi menampung powder hasil spray dryer;
jumlah : 2 buah;
kapasitas : 50.000 kg;
11) high speed mixer, mempunyai fungsi melarutkan material;
kapasitas : 1.000 liter;
jumlah : 1 buah;
12) compounding tank, mempunyai fungsi untuk mencampur bahan – bahan;
jumlah : 1 buah;
kapasitas : 5.000 liter;
13) clarifier/duplex filter, mempunyai fungsi menyaring bahan – bahan;
jumlah : 1 set;
14) pasteurizer, mempunyai fungsi untuk membunuh mikroba patogen melalui
pemanasan 80 0 C-15”;
76
jumlah : 1 buah;
tipe : plate heat exchanger (PHE);
15) homogenizer, mempunyai fungsi memecahkan glukosa, lemak dan memperoleh
campuran homogen;
kapasitas : 5.000 liter/jam;
jumlah : 1 buah;
16) pendingin (plate cooler), mempunyai fungsi mendinginkan liquid menjadi 4 – 10
0C;
kapasitas : 15.000 liter/jam;
jumlah : 1 buah;
17) mixed storage tank (MST), mempunyai fungsi menampung liquid hasil
compounding setelah didinginkan;
jumlah : 4 buah; dan
kapasitas : 6.000 liter;
18) evaporator, mempunyai fungsi menguapkan air dalam liquid sehingga menaikkan
total solid liquid;
jumlah : 1 buah;
tipe : single effect evaporator; dan
kapasitas : 3.000 liter/jam.
Penerapan Sertifikat Halal di PT Sari Husada
Sertifikat halal adalah suatu manajemen mutu yang menjamin bahwa PT Sari
Husada adalah salah satu produsen susu bayi dan makanan bayi yang diakui oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia yang menyatakan bahwa produk yang dihasilkan PT Sari Husada
dijamin kehalalannya sehingga aman dikonsumsi oleh konsumen muslim. Jaminan
halal meliputi: bahan baku, bahan tambahan, bahan pengemas dan dalam proses
produksinya. Akreditasi halal ditinjau oleh MUI setiap 6 bulan sekali. Peninjauan ini
senantiasa berlangsung terus menerus sehingga produk PT Sari Husada tetap dapat
dipercaya kehalalannya. Sertifikat halal untuk produk susu bubuk SGM 3 Madu
dapat dilihat pada Lampiran 3. Guna menangani masalah kehalalan produk telah
dibentuk suatu team yang terdiri atas beberapa pihak yang terkait dan bertanggung
77
jawab terhadap masalah ini. Struktur organisasi team halal dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Sistem pengaturan bahan baku yang dilakukan untuk penjaminan kehalalan
produk PT Sari Husada dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) departemen research and development (R&D) menerbitkan daftar bahan baku
halal sebagai panduan departemen purchasing (pengadaan) untuk memenuhi
bahan baku dan departemen QA maupun raw material ware house (RMWH)
dalam pengecekan fisik material;
2) daftar bahan baku halal selalu dilakukan up date sesuai perkembangan;
3) salah satu kriteria penetapan bahan baku baru adalah aspek halal dan dimasukkan
dalam quality procedure (QP) PT Sari Husada; dan
4) penentuan status halal suatu material dengan mengirimkan aplikasi ke MUI
dengan kelengkapan:
a) product description dan spesifikasi produk;
b) process flow diagram;
c) info tentang enzim yang dipakai (jika ada); dan
d) sertifikat halal.
Critical Control Point (CCP) kehalalan bahan baku teridentifikasi sebagai
berikut:
1) dairy ingredient berupa enzim yang digunakan;
2) milk derivatives semacam keju/cheese, whey powder, lactose yang menggunakan
rennet; produk tersebut tidak dipakai sebagai bahan baku kecuali jika dileng-kapi
sertifikat halal dari lembaga yang kredibel dan diakui MUI;
3) material untuk filler/carrier/coated ingredient tertentu, misalnya untuk vitamin
premix dan flavor powder;
4) material yang diperoleh dari proses hidrolisa: dextrin maltosa; dan
5) flavor solvent yang digunakan.
Sistem Mutu Produk
Guna menjamin bahwa proses produksi dilakukan dengan cara yang paling
baik dan konsisten, PT Sari Husada mengintegrasikan berbagai sistem manajemen
yang diterapkan. Sistem pengendalian mutu produk dan proses telah menerapkan
sistem Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP), Sistem Manajemen
78
Lingkungan ISO 14001, Total Quality Manajemen (TQM), Sistem Manajemen
Keselamatan Kerja dan Halal disamping ISO 9001 sebagai sistem yang menjadi
landasan pengendalian mutu. Prosedur analisa kimia pada material sebagai contoh,
telah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) ISO 9001: bahan kimia yang dipakai belum kadaluwarsa, peralatan analisa telah
dikalibrasi, analis yang menguji telah ditraining, tersedia prosedur analisa secara
tertulis dan masih berlaku, Sertifikat ISO 9001 untuk PT Sari Husada dapat
dilihat pada Lampiran 3;
2) HACCP: analisa dilakukan terhadap sample yang representatif, jenis analisa yang
dilakukan telah mempertimbangkan potensi bahaya yang kemungkinan timbul,
Sertifikat HACCP untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3;
3) ISO 14001: sisa bahan kimia yang berbahaya dimasukkan ke dalam wadah
khusus limbah B3, ruangan analis telah dibuat sehingga tidak menimbulkan
bahaya uap bahan kimia, kebisingan, debu dan percikan bahan kimia, Sertifikat
ISO 14001 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3;
4) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3): analis
menggunakan alat pelindung diri yang memadai selama bekerja, analis telah
memenuhi persyaratan kesehatan untuk bekerja ditempat itu, tersedia prosedur
tertulis bila terjadi keadaan abnormal misalnya percikan bahan kimia atau
peralatan yang pecah, Sertifikat SMK3 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada
Lampiran 3; dan
5) halal: peralatan dan bahan kimia berasal dari bahan yang halal, misalnya bila
menggunakan karbon aktif maka telah diyakinkan bahwa sumber karbon berasal
bukan dari tulang babi atau bahan yang tidak halal lainnya.
Pengendalian mutu produk meliputi material, produk dalam proses dan
produk akhir. Sistem pengendalian mutu material meliputi: pemilihan dan evaluasi
vendor, review Certifikat of Analysis (CoA) dan pengujian incoming material yang
terdiri atas uji kimia, fisika dan mikrobiologi. Pengendalian mutu material juga
termasuk persyaratan-persyaratan sejalan dengan food safety dan sistem manajemen
yang telah diterapkan oleh PT Sari Husada seperti misalnya persyaratan halal dari
MUI, bebas dioxin, bebas radio aktif, bebas dari penyakit mulut dan kuku, memenuhi
persyaratan lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
79
Pengendalian mutu produk dalam proses meliputi uji kimia, fisika dan
mikrobiologi pada setiap tahap proses yang memberikan potensi penyimpanan mutu.
Pengendalian mutu dilakukan dengan in process control dan bukan dengan cara
inspection. Pengendalian mutu produk dalam proses tidak hanya dilakukan dengan
pemeriksaan mutu produk, namun juga pemeriksaan terhadap kondisi proses
peralatan. Misalnya pemeriksaan konsentrasi bahan sanitasi, pemeriksaan kebersihan
lingkungan, pemeriksaan personal hygiene, pemantauan kondisi proses dan evaluasi
terhadap konsistensi proses produksi dibandingkan dengan prosedur atau protokol
produksi.
Pengujian produk akhir dilakukan juga secara fisik, kimia dan mikrobiologi
guna menjamin bahwa produk memiliki kualitas seperti yang tercantum dalam label.
Uji fisika dan kimia terdiri atas pengujian terhadap organoleptik (rasa, warna, aroma
dan kenampakan), cemaran/material asing dan komposisi kimia (kadar protein,
lemak, dsb). Uji mikrobiologi terdiri atas pemeriksaan organisme yang memiliki
potensi mempengaruhi mutu produk dan keamanan pangan seperti total plate count,
thermophilic count, mold and yeast, Coliform, Salmonella, dan sebagainya.
Titik awal penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 adalah adanya
komitmen dari seluruh manajemen dan karyawan untuk menerapkan ISO 9001
secara konsisten. Komitmen tersebut diwujudkan dalam suatu kebijakan yang disebut
dengan kebijakan mutu dan keamanan produk yaitu
1) PT Sari Husada adalah produsen makanan dan minuman bergizi untuk bayi, anak
dan orang dewasa;
2) PT Sari Husada memiliki komitmen untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan melalui produk yang aman dan bermutu serta pelayanan terbaik secara
konsisten;
3) guna mencapai produk dengan keamanan dan mutu yang telah ditetapkan,
perusahaan menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
sistem manajemen ISO 9001 di seluruh jajaran perusahaan; dan
4) perusahaan sangat memperhatikan terhadap pemeliharaan higien lingkungan di
seluruh perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik dalam penelitian ini terbagi
menjadi tiga tahap, yaitu 1) tahap pertama analisis mutu pada saat produksi
compounded product atau disebut liquid mixed storage tank (MST), 2) tahap kedua
analisis mutu pada saat produksi dried product atau disebut base powder ex dryer
dan 3) tahap ketiga analisis mutu pada saat produksi blended product atau disebut
finish powder ex blending atau bin filling. Finish product atau disebut susu bubuk
SGM 3 Madu yang merupakan hasil proses pengemasan blended product atau finish
powder ex blending atau bin filling di dalam kemasan komersial tidak dilakukan
analisis mutu. Hal ini dikarenakan proses pengemasan dilaksanakan di lokasi pabrik
yang berbeda yaitu di PT Sari Husada Unit II yang berada di kabupaten Klaten
propinsi Jawa Tengah.
Compounded product atau liquid MST dan dried product atau base powder
ex dryer selanjutnya disebut sebagai bahan setengah jadi. Blended product atau finish
powder ex blending atau bin filling selanjutnya disebut sebagai bahan jadi. Penelitian
ini antara lain bertujuan untuk mengetahui keterkendalian dan kestabilan proses
produksi dari tahap awal sampai dengan tahap akhir atau dari bahan setengah jadi
sampai dengan bahan jadi. Maksud tersebut dicapai dengan menggunakan metode
pengendalian mutu statistik. Alat pengendalian mutu statisik yang digunakan adalah
control chart (bagan kendali). Hasil analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik yang
kemudian dianalisis dengan bagan kendali untuk menentukan keterkendalian dan
kestabilan proses produksi dirangkum pada Lampiran 5.
Analisis Mutu Fisik
Kriteria mutu fisik dari liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder
ex blending atau bin filling yang dibahas di dalam penelitian ini meliputi: 1) bulk
density (BD), 2) floaters, 3) sinkers, 4) curd atau white flecks dan 5) cream layer.
Hasil analisis mutu fisik tersebut dianalisis dengan bagan kendali variabel yang
terdiri atas bagan kendali x dan bagan kendali R. Bagan kendali x digunakan untuk
memantau tingkat mutu rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk
mengetahui kisaran atau keragaman mutu fisik yang diukur.
81
Pembuatan bagan kendali variabel diawali dengan menghitung nilai rata-rata
subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.),
selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing kriteria mutu fisik seperti
tertera pada Lampiran 6-14. Berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan
perhitungan garis tengah (GTX dan GTR), batas pengendalian atas (BPAX dan BPAR ),
batas pngendalian bawah (BPBX dan BPBR) dan deviasi standar (σ). Contoh
perhitungan batas pengendalian dan σ dapat dilihat pada Lampiran 24. Berdasarkan
hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan
R. Selanjutnya, data nilai x dan R untuk masing-masing kriteria mutu fisik
dipetakan pada bagan kendali.
Bulk Density (BD)
Bubuk digolongkan dalam dua tingkat, yaitu bubuk sebagai partikel dan
bubuk sebagai satu kesatuan atau bulk. Sifat-sifat bulk dipengaruhi oleh sifat-sifat
partikel. Hubungan bulk dan partikel tidak sederhana dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor eksternal, seperti sistem geometris, proses mekanis dan proses pemanasan
pada bubuk (Wirakartakusumah et al., 1992).
Bulk density adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume
tertentu atau jumlah massa persatuan volume yang dapat dinyatakan dalam g atau ml
atau g atau cm3. Bulk density ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya
dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah
(Wirakartakusumah et al., 1992).
Data hasil analisis mutu BD base powder ex dryer dan BD finish powder ex
blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Data tersebut
selanjutnya dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan
keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil
perhitungan batas pengendalian untuk bulk density (BD) dapat dilihat pada Tabel 18.
Bagan kendali selengkapnya disajikan pada Gambar 15-18.
Bagan kendali x untuk BD base powder ex dryer (Gambar 15) menunjukkan
adanya satu titik yang keluar dari batas bawah kendali. Berdasarkan hal tersebut,
dapat dinyatakan bahwa masih terdapat base powder ex dryer yang mempunyai nilai
BD yang relatif lebih rendah dari nilai BD rata-rata, sehingga perlu dilakukan tindak-
82
Tabel 18. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Bulk Density (BD)
Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
GTX 0,444 0,685
BAX 0,455 0,701
BBX 0,432 0,669
GTR 0,024 0,015
BAR 0,048 0,039
BBR 0 0
an korektif agar nilai BD dapat terkendali dengan keragaman minim. Bagan kendali
x untuk BD finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 17) menunjukkan
tidak ada penyimpangan di luar batas kendali. Nilai BD finish powder ex blending
atau bin filling menunjukkan bahwa proses masih dalam keadaan terkendali.
Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan sifat-sifat bulk ditentukan oleh
sifat-sifat fisik bahan. Sifat-sifat fisik bahan ini meliputi geometris, ukuran partikel
dan distribusinya, sifat-sifat permukaan partikel, intensitas gaya tarik-menarik antar
partikel, jumlah dari titik yang berhubungan dan sistem secara keseluruhan. Ukuran
partikel dan distribusinya adalah salah satu sifat yang sangat penting dari makanan
berbentuk granula dan tepung. Jika bahan dan partikel memiliki sifat afinitas
permukaan, maka akan mempengaruhi peningkatan nilai BD sampai 10% atau lebih.
Perubahan dari BD dapat menyebabkan perubahan pada sifat-sifat bubuk.
Sifat-sifat bulk juga ditentukan oleh sifat kimia bahan, seperti komposisi dan
kadar air. Komposisi yang mengandung bahan anticaking dapat meningkatkan nilai
BD karena bahan anticaking dapat mengurangi gaya antar partikel dan dapat
meningkatkan nilai BD dari bubuk. Food powders yang ditambah atau diperkaya
lemak, densitasnya bervariasi tergantung pada komposisinya. Kadar air
mempengaruhi solid density (densitas padat) partikel-partikel food powders. Food
powders yang bersifat higroskopis pada kadar air tinggi mempunyai nilai BD yang
cenderung turun (misalnya sukrosa halus dan susu bubuk formula bayi). Hal ini
karena penyerapan air sangat berhubungan dengan peningkatan kohesivitas yang
disebabkan oleh jembatan cairan antar partikel. Kohesivitas yang sangat tinggi dan
bentuk yang kering menye- babkan struktur lapisan partikel telah terbuka secara
maksimal pada kadar air yang rendah (Wirakartakusumah et al.,1992).
83
Gambar 15. Bagan Kendali x untuk BD Base Powder ex Dryer
Gambar 16. Bagan Kendali R untuk BD Base Powder ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
(g
/ml)
272625191817161587653
0.455
0.450
0.445
0.440
0.435
0.430
BPA = 0,455
GT = 0,444
BPB = 0,432
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
272625191817161587653
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
BPA = 0,048
GT = 0,024
BPB = 0,000
84
Gambar 17. Bagan Kendali x untuk BD Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Gambar 18. Bagan Kendali R untuk BD Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
(g
/ml)
313029171615131110876543
0.71
0.70
0.69
0.68
0.67
BPA = 0,701
GT = 0,685
BPB = 0,669
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
313029171615131110876543
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
BPA = 0,039
GT = 0,015
BPB = 0,000
85
Nilai BD finish powder ex blending atau bin filling akan selalu lebih besar
daripada nilai BD base powder ex dryer. Finish powder ex blending atau bin filling
memiliki komposisi yang lebih banyak karena merupakan base powder ex dryer yang
diberi penambahan bahan-bahan formulasi lainnya (seperti dairy product, premix
vitamin, premix mineral dan madu bubuk). Selain itu, finish powder ex blending atau
bin filling mengandung komponen berbentuk kristal yang dapat larut yaitu gula atau
sukrosa. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), bubuk yang mengandung
komponen kristal yang dapat larut (seperti sukrosa atau gula) pada kadar air tinggi
dapat menghasilkan cairan bubuk dan menyebabkan peningkatan BD.
Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), komposisi bahan baku dan proses
pengolahannya sangat mempengaruhi sifat-sifat partikel. Selama penyimpanan dan
penanganan, sifat-sifat partikel tersebut akan mengalami perubahan karena adanya
penyerapan air, reaksi kimia (misalnya reaksi browning) atau adanya pergesekan
mekanis. Bahan baku berbentuk bubuk yang menyusun liquid MST mengalami
pergesekan mekanis atau tumbukan yang cukup kuat dengan dinding mesin high
speed mixer sebelum mengalami proses compounding dengan bahan baku berbentuk
liquid (minyak nabati dan air panas) di dalam MST. Liquid MST yang merupakan
bahan baku base powder ex dryer mengalami pergesekan mekanis atau tumbukan
saat proses homogenisasi. Homogenisasi ini menyebabkan partikel-partikel liquid
MST menjadi berukuran lebih kecil. Partikel di dalam liquid MST yang telah
dievaporasi dan dikeringkan di dalam spray dryer mengalami pergesekan mekanis
atau tumbukan dengan dinding chamber. Hal ini terjadi akibat tekanan tinggi dari
mesin high pressure pump yang melewati nozzle. Tumbukan ini menyebabkan
ukuran partikel lebih kecil dan tidak seragam
Base powder ex dryer mengalami pergesekan mekanis pada saat proses after
drying dan after cooling di dalam Vibro. Papan bergerak dan bergetar secara konstan
dalam Vibro untuk mendistribusikan panas agar merata dan sebagai pendingin base
powder ex dryer berpotensi menimbulkan pergesekan mekanis. Pergesekan mekanis
ini akan memperkecil ukuran partikel base powder ex dryer sehingga memperbesar
nilai BD. Getaran pada Vibro juga berakibat pada peningkatan nilai BD. Menurut
Wirakartakusumah et al. (1992) getaran dapat meningkat nilai BD.
86
Getaran atau pemampatan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa
disengaja. Pemampatan yang disengaja terjadi saat proses bin filling untuk pengisian
finish powder ex blending ke dalam bin. Termasuk juga pemampatan menggunakan
Tap Density Tester untuk mengukur nilai BD. Getaran yang tidak disengaja terjadi
pada papan Vibro, termasuk juga getaran pada shifter, pemampatan base powder ex
dryer menggunakan pneumatic conveying system, pemampatan saat proses blending
dan bin filling.
Base powder ex dryer kembali mengalami pergesekan mekanis pada saat
proses penyaringan di dalam shifter. Proses penyaringan atau pengayakan base
powder ex dryer memperkecil ukuran partikel dan menyeragamkan ukurannya.
Shifter yang digunakan untuk penyaringan atau pengayakan base powder ex
dryer sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel dan distribusi ukuran partikelnya.
Ukuran saringan pada shifter tidak boleh berubah atau membesar agar ukuran
partikel dan distribusi ukuran partikel dapat seragam. Optimasi proses penyaringan
oleh shifter harus dijaga dengan cara pembersihan sesering mungkin saat shifter
bekerja.
Pneumatic conveying system menggunakan pressure pump (pompa
bertekanan) untuk pemindahan base powder ex dryer setelah melewati shifter
menuju ke dalam silo penampungan akan memperbesar nilai BD. Tekanan tersebut
menimbulkan pergesekan mekanis atau tumbukan. Tumbukan ini menyebabkan
kekuatan mekanis dari base powder ex dryer akan berkurang, sehingga dapat
membentuk debu. Partikel base powder ex dryer tidak seluruhnya menjadi debu
sehingga ada partikel yang lebih besar dari ukuran debu. Hal ini sangat
mempengaruhi nilai BD dan penampilan akhir base powder ex dryer.
Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 16) terlihat
tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali dan untuk finish powder ex
blending atau bin filling (Gambar 18) terlihat adanya tiga titik di luar batas atas
kendali bagan R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai BD pada base powder
ex dryer terkendali dan keragaman nilai BD finish powder ex blending atau bin filling
belum terkendali dengan baik.
Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan
dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan
87
dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) serta selang batas
spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk nilai
BD dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk BD
Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
σ 0,009 0,009
Su 0,5 0,76
Sl 0,38 0,63
6σ 0,054 0,054
Su-Sl 0,12 0,13
Perusahaan telah menetapkan spesifikasi nilai BD base powder ex dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling berkisar antara 0,38-0,76 g atau cm3. Hal
ini sesuai dengan yang dinyatakan Wirakartakusumah et al. (1992), bahwa nilai
densitas dari berbagai makanan berbentuk bubuk umumnya antara 0,3-0,8 g atau
cm3. Angka tersebut menunjukkan bahwa makanan berbentuk bubuk mempunyai
porositas tinggi, yaitu sekitar 40-80%. Porositas merupakan bagian yang tidak
ditempati oleh partikel atau bahan padatan. Porositas adalah parameter kemampuan
dari bubuk untuk menyerap air.
Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan, bahwa food powders memiliki
karakteristik utama berupa flowability atau kemampuan mengalir dan higroskopisitas
atau kemampuan menyerap air. Flowability dan higroskopisitas ini dipengaruhi oleh
nilai BD dan porositas. Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) untuk base powder
ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling menunjukkan nilai lebih kecil
daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa variasi atau keragaman nilai BD masih berada di dalam batas
spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Floaters
Floaters adalah partikel tidak larut yang terdapat di bagian permukaan larutan
base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan
88
floaters bertujuan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer
atau finish powder ex blending atau bin filling.
Data hasil analisis mutu floaters base powder ex dryer dan floaters finish
powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Data
tersebut selanjutnya dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan
dan keragamannya terhadap batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas
pengendalian untuk floaters dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan kerangka bagan
kendali x dan R tertera pada Gambar 19-22.
Tabel 20. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Floaters
Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
GTX 2,013 2
BAX 2,050 2
BBX 1,976 2
GTR 0,077 0
BAR 0,154 0
BBR 0 0
Bagan kendali x untuk floaters base powder ex dryer (Gambar 19)
menunjukkan adanya satu titik yang keluar dari batas atas kendali. Bagan kendali x
untuk floaters finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 21) menunjukkan
tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat base
powder ex dryer yang mempunyai floaters relatif lebih tinggi dari floaters rata-rata.
Tindakan korektif perlu dilakukan agar floaters dapat terkendali dengan keragaman
minimal. Floaters finish powder ex blending atau bin filling dapat dinyatakan
dalam keadaan terkendali. Floaters dapat muncul akibat proses klarifikasi liquid
MST yang tidak optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas
kinerja alat clarifier yang digunakan untuk proses klarifikasi. Klarifikasi merupakan
suatu proses pemisahan kotoran dan benda asing yang terdapat pada liquid MST
memakai teknik sentrifugasi. Teknik sentrifugasi ini mampu mengendapkan dan
memisahkan liquid MST dari berbagai cemaran kotoran dan benda asing. Clarifier
bekerja berdasarkan pada pengambilan bahan padat dari bahan cair yang mempunyai
89
Gambar 19. Bagan Kendali x untuk Floaters Base Powder ex Dryer
Gambar 20. Bagan Kendali R untuk Floaters Base Powder ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
272625191817161587653
2.15
2.10
2.05
2.00
1.95
BPA = 2,050
GT = 2,013
BPB = 1,976
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
272625191817161587653
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BPA = 0,343
GT = 0,133
BPB = 0,000
90
Gambar 21. Bagan Kendali x untuk Floaters Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Gambar 22. Bagan Kendali R untuk Floaters Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
313029171615131110876543
2.50
2.25
2.00
1.75
1.50
BPA = GT = BPB = 2,000
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
313029171615131110876543
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
BPA=GT=BPB= 0,000
91
berat jenis lebih rendah dengan metode sentrifugasi. Widodo (2003) menyatakan
bahwa keuntungan dari adanya proses klarifikasi adalah menghindarkan adanya
cemaran fisik seperti butiran pasir, kerikil, potongan kayu dan bahan lain yang
memungkinkan menimbulkan physical hazard (bahaya fisik) bagi konsumen.
Alat penyaring yang lain adalah duplex filter. Alat ini digunakan untuk
menyaring larutan hasil compounding dari berbagai bahan baku yang telah
diformulasikan. Larutan ini apabila terkena asam atau basa akibat penambahan
premix mineral dan granula KOH di dalam MST akan menyebabkan penggumpalan.
Gumpalan ini harus disaring dengan duplex filter. yang diharapkan optimal
kinerjanya agar gumpalan dapat tersaring secara maksimal. Gumpalan-gumpalan
yang tidak tersaring dapat menjadi sumber potensi kemunculan floaters.
Proses penyaringan base powder ex dryer di dalam shifter yang tidak optimal
juga menjadi penyebab kemunculan floaters. Saringan pada shifter harus dibersihkan
sesering mungkin saat shifter bekerja, agar saringan dapat optimal menyaring
kotoran dan benda asing yang mengkontaminasi selama proses pengolahan.
Pelonggaran pada saringan shifter memungkinkan kotoran dan benda asing bisa lolos
dari shifter. Pelonggaran ini harus dicegah dengan pengecekan dan pengawasan
terhadap shifter setiap saat secara rutin.
Evaluasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT Sari Husada oleh
Departemen R&D dan QA menyatakan bahwa kemunculan floaters lebih banyak
terkait dengan proses pengeringan di dalam spray dryer. Sumber utama kemunculan
floaters adalah bubuk yang mengalami overheating (gosong). Overheating
diakibatkan oleh suhu inlet pengeringan di dalam spray dryer yang sangat tinggi dan
bubuk terlalu lama berada di dalam chamber (salah satu perangkat dari spray dryer).
Waktu yang lama ini dikarenakan bubuk yang dikeringkan di dalam spry dryer
sangat lamban pergerakannya menuju ke dasar chamber akibat aliran udara di dalam
chamber terhenti. Penerapan suhu inlet pengeringan yang lebih rendah dapat
dilaksanakan pada kondisi vakum udara di dalam chamber. Hal ini menjadi solusi
alternatif untuk mencegah kemunculan floaters.
Bubuk yang gosong sering menempel dan tertinggal di dinding chamber. Jika
tidak dibersihkan dalam jangka waktu yang cukup lama, bubuk gosong tersebut akan
menjadi sumber kontaminasi bagi bubuk yang baik atau tidak gosong. Chamber
92
dibersihkan dengan cara Total Wet Cleaning (TWC) memakai larutan Cleaning in
Place (CIP). Sebelum TWC dilakukan, chamber dibersihkan terlebih dahulu secara
manual. Setelah dilakukan TWC, selanjutnya dilaksanakan flushing dengan bahan
baku atau produk rework. Setelah flushing, selanjutnya dilaksanakan trial proses
produksi. Hasil pengeringan produk ditampung di dalam silo atau bin. Produk ini
dipisahkan dan diberi identitas produk serta dianalisis mutu floaters-nya. Jika
floaters sudah sangat minim atau tidak ada sama sekali maka chamber sudah bersih
dari bubuk gosong dan kotoran atau benda asing.
Sumber kemunculan floaters juga berasal dari kontaminasi kerak atau sisa
bubuk yang masih tertinggal di dinding blendor atau bin filler. Kerak atau sisa bubuk
ini dapat ditemukan dalam blendor atau bin filler jika tidak dibersihkannya dalam
jangka waktu yang cukup lama. Pembersihan blendor dan bin filler dilakukan dengan
cara Total Dry Cleaning (TDC). Sebelum dilaksanakan TDC, blendor atau bin filler
harus sudah dikosongkan terlebih dahulu dari bubuk susu. Sisa bubuk atau kerak
yang masih tertinggal di dinding blendor atau bin filler dibersihkan dengan cara
pengetukan dindingnya dengan hammer, kemudian disedot dengan vacuum cleaner
yang pipa penyedotnya telah disanitasi. Setelah itu, dinding dalam blendor atau bin
filler dilap dengan kain yang dibasahi alkohol. Kain ini diganti atau dibersihkan
setiap akan digunakan kembali. Setelah bersih, dilaksanakan flushing memakai base
powder atau finish powder atau gula atau skim sampai dinyatakan realesed oleh
bagian QC karena floaters dari sample flushing hasil analisis memiliki jumlah yang
sangat minim atau tidak ada sama sekali.
Floaters juga dapat disebabkan oleh kontaminasi dari protein yang rusak
selama pengolahan sehingga tidak dapat larut. Widodo (2003) menyatakan bahwa
denaturasi protein akan dialami selama proses pengeringan. Suhu udara pengering
yang tinggi akan menyebabkan kerusakan protein yang tinggi pula. Tekanan udara
pengering yang semakin besar akan berakibat pada membesarnya turbelensi udara di
dalam chamber. Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada turunnya kelarutan dari
produk yang dihasilkan. Suhu outlet (udara keluar) yang semakin tinggi akan
menurunkan kelarutan dari susu bubuk.
Faktor lain yang menyebabkan kemunculan floaters adalah pola spray yang
telah berubah sehingga bubuk yang masih basah menumbuk atau menabrak dinding
93
atau lantai dry chamber. Pola spray yang berubah ini diakibatkan oleh lubang nozzle
yang sudah membesar akibat tekanan tinggi dari pompa bertekanan tinggi.
Tumbukan yang terjadi berpotensi membentuk kerak atau partikel yang sukar larut.
Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 20) terlihat
adanya dua titik di luar batas atas kendali, sedangkan pada finish powder ex blending
atau bin filling (Gambar 22) tidak terlihat adanya penyimpangan di luar batas
kendali kendali bagan R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman floaters base
powder ex dryer belum terkendali dengan baik, sebaliknya keragaman floaters finish
powder ex blending atau bin filling masih dalam keadaan terkendali.
Analisis selanjutnya adalah membandingkan pola keragaman yang terlihat
pada bagan kendali dengan spesifikasi perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan
menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi atas
dengan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah 3σ karena
perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas spesifikasi atas,
sedangkan batas spesifikasi bawah tidak ditetapkan. Perhitungan selang batas
spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX sebagai pengganti batas spesifikasi
bawah. Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x ) untuk floaters tertera pada Tabel 21.
Tabel 21. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Floaters
Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
σ 0,030 0
Su 5 5
x 2,013 2
3σ 0,09 0
Su- x 2,987 3
Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut
menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini
menunjukkan variasi atau keragaman floaters masih di dalam batas spesifikasi.
ditetapkan perusahaan.
Sinkers
Sinkers adalah partikel tidak larut yang terdapat di bagian dasar larutan base
powder ex dryer atau finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan ini
94
dimaksudkan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling.
Data hasil analisis mutu sinkers base powder ex dryer dan finish powder ex
blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Data tersebut
kemudian dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan
keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil
perhitungan batas pengendalian untuk sinkers dapat dilihat pada Tabel 22. Bagan
kendali x dan R selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 23-26.
Tabel 22. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Sinkers
Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
GTX 2,359 2,644
BAX 2,619 3,190
BBX 2,099 2,099
GTR 0,538 0,533
BAR 1,079 1,373
BBR 0 0
Bagan kendali x untuk sinkers base powder ex dryer (Gambar 23)
menunjukkan adanya beberapa titik yang keluar dari batas atas dan batas bawah
kendali. Bagan kendali x untuk sinkers finish powder ex blending atau bin filling
(Gambar 25) terdapat dua titik berada di luar batas bawah kendali.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat sinkers
yang jumlahnya relatif lebih tinggi atau rendah dari jumlah sinkers rata-rata.
Tindakan korektif perlu dilakukan agar sinkers dapat terkendali dengan keragaman
minim.
Evaluasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT Sari Husada oleh
Departemen R&D dan QA menyatakan bahwa kemunculan sinkers lebih banyak
terkait dengan proses pengeringan di dalam spray dryer. Sumber utama kemunculan
sinkers adalah air proses, metal dari peralatan, pemakaian gula lokal, udara kotor dan
premix vitamin yang rusak.
95
Penggunaan air proses di dalam proses compounding dinilai sangat tinggi. Air
proses yang digunakan oleh PT Sari Husada berasal dari air sumur bor sehingga
memiliki kemungkinan mengandung logam.
Air proses kemungkinan juga terkontaminasi kotoran dan benda asing. Jika
penjernihan dan klarifikasi air proses tidak optimal, maka akan menjadikan sumber
kemunculan sinkers. Darmono (2001) menyatakan, bahwa yang paling sering
ditemukan dalam air sumur ialah nitrat dan jenis pestisida pertanian untuk pupuk
maupun untuk membunuh parasit cacing nematoda. Beberapa jenis bakteri dan bahan
partikel kecil lainnya biasanya mencemari permukaan air dan tersaring oleh tanah
sehingga air menjadi cukup bersih di dalam air tanah. Bila pencemarannya sangat
berat dan melebihi kapasitas filtrasi tanah terhadap air yang tercemar maka daya
filtrasi tanah tersebut akan menurun. Daya filtrasi tanah ini terutama sangat bergan
tung pada jenis dan tipe tanahnya. Misalnya, pada tanah berpasir memiliki daya
filtrasi yang rendah. Semua jenis tanah tidak efektif dalam menyaring virus
patogen dan bahan kimia organik sintetis lainnya.
Sinkers berupa metal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia terutama bayi
dan anak jika ikut terminum. Metal berbahaya tersebut diantaranya timbal, tembaga,
kadmium dan besi. Kontaminasi besi tidak baik dan berbahaya meskipun akan
memperkaya kandungan zat besi di dalam susu bubuk, karena susu mengandung zat
besi yang sangat rendah. Darmono (2001) menyatakan bahwa besi (Fe) termasuk
kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada
anak-anak. Toksisitas Fe terjadi ketika ada kelebihan Fe (kejenuhan). Toksisitas akut
Fe pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe. Kematian karena
keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi di antara umur 12-24 bulan. Hal ini
terkait dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan
suplemen vitamin-mineral pada postnatal. Kontaminasi metal dari peralatan terutama
bersumber dari pipa, bejana dan tangki yang digunakan di dalam proses produksi.
Pipa tembaga yang digunakan untuk tempat aliran air proses dan liquid MST bisa
menjadi sumber kontaminasi metal. Saeni (1989) menyatakan bahwa sambungan
pipa berupa patri atau solder tersusun dari timbal (Pb) sebagai formulasi
penyambung. Hal ini mengakibatkan cairan yang mengalir melaluinya mempunyai
banyak kemungkinan kontak dengan timbal (Pb). Pipa juga menjadi sumber kontami-
96
Gambar 23. Bagan Kendali x untuk Sinkers Base Powder ex Dryer
Gambar 24. Bagan Kendali R untuk Sinkers Base Powder ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
272625191817161587653
3.0
2.8
2.6
2.4
2.2
2.0
BPA = 2,619
GT = 2,359
BPB = 2,099
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
272625191817161587653
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BPA = 1,079
GT = 0,538
BPB = 0,000
97
Gambar 25. Bagan Kendali x untuk Sinkers Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Gambar 26. Bagan Kendali R untuk Sinkers Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
313029171615131110876543
3.2
3.0
2.8
2.6
2.4
2.2
2.0
BPA = 3,190
GT = 2,644
BPB = 2,099
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
313029171615131110876543
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BPA = 1,373
GT = 0,533
BPB = 0,000
98
kontaminasi kadmium (Cd).
Kontaminasi metal dari peralatan juga berasal dari agitator di dalam
compounding tank, MST dan blendor yang terbuat dari besi (Fe). Agitator tersebut
akan mengalami pengikisan dan keausan sedikit demi sedikit seiring berjalannya
waktu dan penggunaannya. Pengikisan dan keausan ini menjadi sumber kontaminasi
metal.
Gula lokal yang memiliki mutu yang tidak baik mengandung kontaminan
metal yang tinggi. Kontaminasi ini bersumber dari peralatan produksi yang
umumnya sudah berusia sangat tua karena pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah
peninggalan jaman kolonial Belanda. Peralatan atau mesin tersebut bisa mengalami
korosi dan keausan yang menimbulkan kontaminasi metal terutama besi (Fe) pada
gula yang dihasilkan.
Pencegahan kontaminasi metal dapat dilakukan dengan penggunaan magnet
di jalur atau lintasan gula dan jalur atau lintasan produksi yang berpotensi
terkontaminasi metal. Magnet ini akan menarik kontaminan metal di dalam produk.
Kinerja magnet harus optimal sehingga kontaminasi metal terhadap produk yang
dihasilkan sangat minim atau tidak ada sama sekali.
Kontaminasi metal di dalam susu bubuk dapat mempercepat terjadinya
oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Ketaren (2005) menyatakan, bahwa
beberapa jenis metal dan garam-garamnya merupakan katalisator dalam proses
oksidasi, misalnya tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), vanadium (V), mangan
(Mn), nikel (Ni) dan khromium (Cr).
Keberadaan floaters lebih lanjut akan berpotensi menjadi sumber kemunculan
sinkers. Semakin lama dan semakin banyaknya floaters yang muncul, maka akan
mengalami sedimentasi atau mengendap menjadi sinkers.
Sinkers berupa sedimen merupakan endapan yang tidak dapat larut dalam air.
Menurut Widodo (2003), residu tersebut biasanya mengandung: a) protein yang
rusak atau mengalami denaturasi, b) partikel yang hangus atau lengket, c) partikel
yang sukar larut dan d) bahan campuran. Berbagai komponen residu yang tidak larut
tersebut menunjukkan bahwa sedimen disebabkan oleh berbagai faktor.
Beberapa faktor yang mempengaruhi sedimen diantaranya: ukuran partikel,
suhu udara pengering, tekanan udara pengering dan suhu outlet (udara keluar).
99
Semakin besar ukuran partikel bubuk susu, akan berdampak pada semakin besar pula
tingkat sedimentasinya. Ukuran partikel bubuk susu utamanya dipengaruhi oleh total
solid (TS) dari susu yang dikeringkan di dalam spray dryer. Kondisi pengeringan
yang tidak sempurna, kenaikan suhu udara pengering akan berakibat pada tingginya
sedimentasi dari produk yang dihasilkan. Tekanan udara pengering yang semakin
besar akan berakibat pada membesarnya turbulensi udara di dalam tower (chamber).
Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada turunnya sedimen dari produk yang
dihasilkan. Makin tinggi suhu udara keluar (suhu outlet) pada alat pemisah bubuk
susu dan udara pengering, akan meningkatkan sedimentasi dari produk yang
dihasilkan (Widodo, 2003).
Sinkers juga diakibatkan oleh partikel vitamin yang rusak. Kerusakan tersebut
lebih banyak disebabkan oleh suhu pemanasan dan pengeringan di dalam spray
dryer. Misalnya kerusakan vitamin yang larut lemak yaitu vitamin A, D, E dan K
yang terkandung di dalam minyak nabati. Ketaren (2005) menyatakan, bahwa
vitamin yang larut di dalam lemak akan rusak jika terkena panas dan oksigen udara
selama proses pengolahan minyak dan penyimpanan.
Vitamin yang larut di dalam air yaitu vitamin B dan C juga dapat rusak
selama proses pengolahan yang menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan
yang tinggi. Menurut deMan (1997), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak
stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama produksi dan penyimpanan. Laju
kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga (Cu) dan besi (Fe) serta
enzim. Pemanasan yang terlalu lama bersamaan dengan adanya oksigen dan reaksi
terhadap cahaya dapat merusak vitamin C di dalam makanan. Enzim yang
mengandung tembaga dan besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang
efisien untuk menguraikan asam askorbat. Enzim tersbut adalah asam askorbat
oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase.
Pencegahan kerusakan partikel vitamin yang berpotensi memunculkan
sinkers dilakukan dengan cara penambahan atau fortifikasi premix vitamin dengan
teknik dry mixing atau dry blending. Fortifikasi premix vitamin dengan teknik ini
dilaksanakan pada akhir proses produksi yang sudah tidak lagi menggunakan suhu
pemanasan atau pengeringan sehingga premix vitamin tidak akan mengalami
kerusakan.
100
Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 24) dan
untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 26) menunjukkan tidak
terdapat penyimpangan di luar batas kendali bagan kendali R. Hal ini menunjukkan
bahwa keragaman sinkers dalam keadaan terkendali.
Analisis selanjutnya adalah membandingkan pola keragaman yang terlihat
pada bagan kendali R dengan spesifikasi perusahaan. Perbandingan dilakukan
dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas
spesifikasi atas dengan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah
3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas
spesifikasi atas. Perhitungan perbedaan batas spesifikasi menggunakan nilai x atau
GTX sebagai pengganti batas spesifikasi bawah (Su- x ). Hasil perhitungan nilai 3σ
dan (Su- x ) untuk sinkers dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Sinkers
Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
σ 0,212 0,315
Su 5 5
x 2,359 2,644
3σ 0,636 0,945
Su- x 2,641 2,356
Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut
menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini
menunjukkan variasi atau keragaman sinkers masih berada di dalam batas
spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Curd atau White Flecks
Curd atau white flecks adalah bintik-bintik putih di dalam larutan susu yang
tidak larut dan dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai suatu lapisan
putih. Susu bubuk dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah tidak
banyak, akan mempunyai kecepatan larut yang lebih baik daripada susu bubuk
dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah banyak (Sari Husada,
2005).
101
Data hasil analisis mutu curd atau white flecks base powder ex dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.
Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan bagan kendali untuk mengetahui
posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi
perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk curd atau white flecks dapat
dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut,
dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 27-30.
Tabel 24. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Curd atau White
Flecks
Batas Kendali Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
GTX 1,397 2,156
BAX 1,546 2,292
BBX 1,249 2,019
GTR 0,308 0,133
BAR 0,617 0,343
BBR 0 0
Bagan kendali x untuk curd atau white flecks base powder ex dryer (Gambar
27) menunjukkan dominasi titik yang keluar dari batas atas dan batas bawah kendali.
Bagan kendali x untuk curd atau white flecks finish powder ex blending atau bin
filling (Gambar 29) menunjukkan semua titik berada di luar batas atas dan batas
bawah kendali.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat kemun-
culan curd atau white flecks yang relatif lebih tinggi atau rendah dari curd atau white
flecks rata-rata. Tindakan korektif perlu dilakukan agar kemunculan curd atau white
flecks dapat terkendali dengan keragaman minim. Rekonstitusi susu bubuk di
dalam air agar diterapkan menghasilkan suatu larutan homogen dengan penampakan
yang sama dengan susu pasteurisasi. Kenyataannya selalu ada bagian dari susu
bubuk yang tidak dapat larut, baik sebagai slurry powder yang tidak terbasahi pada
bagian dasar gelas atau botol atau sebagai aglomerat (butiran halus) yang
mengapung.
102
Penyebab utama kemunculan curd atau white flecks adalah akibat denaturasi
protein susu. Denaturasi terjadi terutama selama tahapan proses yang melibatkan
panas sehingga menyebabkan koagulasi protein susu. Menurut deMan (1997),
denaturasi protein dapat terjadi oleh berbagai penyebab, yang utama adalah panas,
pH, garam dan pengaruh permukaan. Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi dan
koagulasi sebagian besar protein sekitar 55-75 0C.
Denaturasi protein mengakibatkan hilangnya aktivitas biologis dan perubahan
yang berarti pada beberapa sifat fisik dan fungsi seperti kelarutan. Denaturasi dapat
pula mengakibatkan flokulasi protein bola dan dapat juga mengakibatkan
terbentuknya gel. Denaturasi dan koagulasi protein merupakan aspek kestabilan
panas yang dapat berkaitan dengan susunan dan urutan asam amino dalam protein
(deMan, 1997).
Denaturasi protein terjadi pada partikel kaseinat dalam protein susu. Partikel
kaseinat mengandung kalsium dan fosfor yang jumlahnya cukup besar, juga
mengandung magnesium dan sitrat dalam jumlah lebih kecil. Biasanya disebut
partikel kalsium kaseinatfosfat atau kalsium fosfokaseinat. Wibowo dan Widiyanto
(2007) menyatakan bahwa curd atau white flecks yang tertinggal di dalam gelas
diketahui mempunyai komponen yang didominasi oleh kalsium fosfokaseinat yang
proporsinya sama dengan trikalsium fosfat atau Ca3(PO4)3.
Penggunaan susu segar sebagai bahan baku dalam formulasi yang
distandardisasi dengan susu bubuk skim akan menjadikan lebih rentan terjadinya
kemunculan curd atau white flecks daripada distandardisasi dengan whey protein
concentrat atau WPC (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Komposisi susu bubuk skim
lebih didominasi dengan kandungan protein kaseinat, sesuai pernyataan deMan
(1997), bahwa susu bubuk skim mengandung kasein, kaseinat dan ko-endapan.
Proses homogenisasi dapat menjadi penyebab munculnya curd atau white flecks.
Meskipun homogenisasi berguna untuk mengontrol jumlah lemak bebas dan
menurunkan stabilitas liquid susu terhadap panas, tetapi tekanan homogenisasi yang
semakin tinggi menyebabkan globula lemak akan menjadi semakin kecil. Globula
lemak yang semakin kecil menyebabkan protein menjadi terdispersi semakin
menyebar dengan proporsi yang semakin kecil dan lebih sensitif terhadap panas
sehingga protein mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan kemunculan curds
103
Gambar 27. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Base Powder
ex Dryer
Gambar 28. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Base Powder
ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
272625191817161587653
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
BPA = 1,546
GT = 1,397
BPB = 1,249
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
272625191817161587653
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BPA = 0,617
GT = 0,308
BPB = 0,000
104
Gambar 29. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Gambar 30. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
313029171615131110876543
3.0
2.8
2.6
2.4
2.2
2.0
BPA = 2,292
GT = 2,156
BPB = 2,019
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
313029171615131110876543
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BPA = 0,343
GT = 0,133
BPB = 0,000
105
atau white flecks (Wibowo dan Widiyanto, 2007).
Fenomena case hardening partikel susu juga menjadi penyebab munculnya
curd atau white flecks. Case hardening menyebabkan porsi air di bagian dalam
partikel terjebak tidak bisa keluar sehingga bubuk tidak dapat terkeringkan. Case
hardening terjadi ketika: a) liquid mengalami atomisasi melewati nozzle dan b)
ketika mengalami pengeringan oleh udara pengering di dalam chamber. Partikel susu
yang sensitif panas kemudian mengalami shock panas yang menyebabkan
pengeringan berlangsung sangat cepat dan tidak merata sampai bagian dalam partikel
susu. Partikel susu tersebut akan mengeras membentuk curd atau white flecks yang
tidak larut di dalam air (Wibowo dan Widiyanto, 2007).
Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kemunculan curd atau white
flecks menurut (Wibowo dan Widiyanto, 2007) diantaranya: mengurangi pemakaian
panas sebisa mungkin (suhu inlet atau outlet, suhu evaporasi dan suhu pasteurisasi),
menaikkan suhu liquid hasil evaporasi sebelum dilakukan spray drying untuk
mengurangi efek shock panas pada saat atomisasi, mengurangi jumlah atau
komposisi protein dengan cara menambahkan konsentrat laktosa, mengurangi
tekanan homogenisasi sampai tingkat yang masih memungkinkan, menggunakan
tekanan nozzle yang lebih tinggi dan melakukan standardisasi susu segar dengan
menggunakan Whey Protein Concentrat (WPC).
Penggunaan susu segar sebagai bahan baku pembuatan susu bubuk
merupakan usaha untuk meminimalisasi kemunculan curd atau white fleck. Menurut
R&D PT Sari Husada (2006), susu segar mengandung material (terutama kasein)
yang tidak mengalami pemanasan secara berulang-ulang dibanding skim milk powder
(SMP) atau butter milk powder (BMP).
Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 29)
menunjukkan adanya empat titik menyimpang dari batas atas kendali, sedangkan
untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 30) menunjukkan dua titik
yang keluar dari batas atas kendali bagan kendali R. Hal ini menunjukkan bahwa
keragaman curd atau white flecks base powder ex dryer atau finish powder ex
blending atau bin filling masih belum terkendali dengan baik.
Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R tersebut perlu
dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menentukan
106
bila jumlah kemunculan curd atau white flecks masih dalam batas spesifikasi yang
telah ditetapkan perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran
atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi (Su- x ). Bentangan proses
yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi
satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak
ditetapkan. Perhitungan selang batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX
sebagai pengganti batas spesifikasi bawah. Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x )
untuk curd atau white flecks dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Curd atau White
Flecks
Nilai dari Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
σ 0,121 0,079
Su 3 3
x 1,397 2,156
3σ 0,363 0,237
Su- x 1,603 0,844
Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut
menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini
menunjukkan variasi atau keragaman jumlah kemunculan curd atau white flecks
masih di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Cream Layer
Cream layer merupakan butiran-butiran lemak yang sangat kecil yang tidak
mengalami hambatan air yang besar untuk mengapung atau naik ke atas permukaan.
Cream layer merupakan globula lemak berbentuk noda atau kolam atau bercak yang
terdapat di permukaan atau di dalam partikel susu bubuk yang mengandung lemak.
Data hasil analisis cream layer finish powder ex blending atau bin filling
(Lampiran 14) dianalisis dengan bagan kendali untuk menentukan posisi rataan dan
keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil
perhitungan batas pengendalian untuk cream layer dapat dilihat pada Tabel 26.
107
Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan
kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 31 dan 32.
Tabel 26. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Cream Layer
Batas Kendali Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
GTX 0,234
BAX 0,402
BBX 0,067
GTR 0,163
BAR 0,420
BBR 0
Bagan kendali x menunjukkan tidak adanya titik yang menyimpang dari
batas atas dan batas bawah kendali. Berdasarkan hal ini, dapat dinyatakan bahwa
cream layer finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali.
Analisis cream layer hanya dilakukan pada finish powder ex blending atau
bin filling sedangkan pada base powder ex dryer tidak dilakukan. Hal ini karena
finishpowder ex blending atau bin filling adalah produk yang akan diedarkan di
pasaran
setelah dikemas di dalam kemasan komersial. Konsumen atau pelanggan memiliki
kecenderungan menganggap bahwa kemunculan cream layer yang tinggi
setelahsusu bubuk direkonstitusi adalah suatu pertanda produk susu bubuk tersebut
palsu. Departemen QA banyak menerima komplain dari konsumen hanya karena hal
tersebut.
Pisecky (1997) menyatakan bahwa keberadaan cream layer lebih banyak
dikarenakan oleh kadar lemak bebas yang tinggi di dalam susu. Lemak bebas adalah
fraksi dari lemak yang tidak terlindungi (tidak terikat) oleh lapisan protein dan
berada dalam bentuk noda atau kolam atau bercak globula yang terdapat di
permukaan atau di dalam partikel bubuk susu yang mengandung lemak. Lemak
bebas yang terdapat di dalam partikel bubuk susu berkaitan erat dengan keberadaan
mikropori dan retakan pada partikel bubuk susu tersebut. Lemak bebas di dalam
partikel bubuk susu dipengaruhi oleh: kadar lemak, kadar air, kondisi fisik laktosa,
jenis lemak yang digunakan, komposisi produk non lemak, pengaruh penggunaan
108
Gambar 31. Bagan Kendali x untuk Cream Layer Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Gambar 32. Bagan Kendali R untuk Cream Layer Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
(cm
)
313029171615131110876543
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
BPA = 0,402
GT = 0,234
BPB = 0,067
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
313029171615131110876543
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
BPA = 0,420
GT= 0,163
BPB = 0,000
109
Whey Protein Concentrat (WPC) dan proses homogenisasi. Apabila susu
bubuk mengandung kadar lemak 28% maka kadar lemak bebas yang akan muncul
rendah, yaitu berkisar 1-1,5%. Sebaliknya, bila kadar lemaknya diatas 28% maka
kadar lemak bebas yang akan muncul mengalami kenaikan secara signifikan. Susu
bubuk yang mengandung kadar air 2-5% cenderung mengalami penurunan kadar
lemak bebas, sedangkan susu bubuk yang mengandung kadar air di atas 6-7%
cenderung mengalami peningkatan kadar lemak bebas. Adanya pembengkakan
partikel bubuk susu akibat penyerapan air yang kemudian menyebabkan terjadinya
penutupan mikropori dan retakan yang ada sehingga mencegah akses solven ke
dalam retakan. Jenis minyak nabati yang digunakan mempengaruhi kemunculan
lemak bebas, terkait dengan titik cair minyak nabati tersebut. Minyak atau lemak
yang bertitik cair rendah cenderung menimbulkan kadar lemak bebas yang lebih
tinggi. Apabila komposisi produk non lemak di dalam susu bubuk didominasi oleh
karbohidrat (khususnya laktosa), maka akan menyebabkan kemunculan lemak bebas
yang rendah. Sebaliknya, bila komposisi non lemak di dalam susu bubuk didominasi
oleh protein, maka akan menyebabkan kemunculan lemak bebas yang lebih tinggi.
Susu bubuk dengan kandungan WPC yang rendah dan laktosa yang tinggi secara
signifikan berdampak baik pada rendahnya lemak bebas. (Wibowo dan Widiyanto,
2007).
Lemak bebas di dalam partikel bubuk susu dipengaruhi oleh kondisi fisik
laktosa yang digunakan. Laktosa dapat berada dalam dua bentuk yaitu kristal (α-
hidrat dan β-anhidrat) dan amorf atau lirkaca. Laktosa amorf melindungi lemak dari
ekstraksi sedangkan laktosa kristal cenderung memberikan lemak bebas yang tinggi
(Wibowo dan Widiyanto, 2007).
Laktosa kristal harus dilarutkan terlebih dahulu jika digunakan sebagai bahan
baku dalam formulasi. Spray drying (pengeringan semprot) atau drum drying
(pengeringan giling-gilas) yang berlangsung cepat terhadap larutan yang
mengandung laktosa akan menghasilkan laktosa berbentuk amorf. Laktosa amorf
sangat higroskopis dan menyerap air dari udara. Jika kandungan air mencapai sekitar
8%, molekul laktosa mengkristal kembali dan membentuk kristal α-hidrat. Jika
kristal ini terbentuk, maka produk berupa bubuk dapat mengeras dan bergumpal-
gumpal (deMan, 1997).
110
Lemak bebas penyebab utama kemunculan cream layer juga bersumber dari
proses homogenisasi bertekanan tinggi. Menurut Wibowo dan Widiyanto (2007),
viskositas berpengaruh terhadap keberadaan lemak bebas. Viskositas dipengaruhi
oleh konsentrasi dan tekanan homogenisasi. Viskositas meningkat seiring dengan
kenaikan konsentrasi dan tekanan homogenisasi. Homogenisasi dengan tekanan
tinggi mengakibatkan rusaknya globula lemak yang menimbulkan kemunculan
lemak bebas. Kombinasi konsentrasi yang tinggi dan tekanan homogenisasi yang
rendah adalah solusi untuk mendapatkan susu bubuk dengan kandungan lemak bebas
yang rendah.
Faktor penyebab kemunculan cream layer selain yang telah disebutkan di
atas adalah proses oksidasi yang terjadi saat pengolahan liquid MST menjadi base
powder ex dryer menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan. Oksidasi ini
memunculkan lemak bebas yang merupakan produk oksidasi tersier. Menurut deMan
(1997), produk oksidasi tersier adalah lemak bebas yang berasal dari oksidasi
aldehida. Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi
dari radikal bebas alkoksi.
Analisis bagan kendali R, menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar
batas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman cream layer finish powder ex
blending atau bin filling dalam keadaan terkendali.
Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan
dengan spesifikasi perusahaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan
cream layer masih dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan atau
tidak. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses
(3σ) serta selang batas spesifikasi atas dan total rataan (Su- x ). Bentangan proses
yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi
satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak
ditetapkan. Perhitungan perbedaan batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX
sebagai pengganti batas spesifikasi bawah (Su- x ). Hasil perhitungan nilai 3σ dan
(Su- x ) untuk cream layer dapat dilihat pada Tabel 27.
Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) menunjukkan nilai lebih kecil
daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan variasi atau
keragaman cream layer finish powder ex blending atau bin filling masih di dalam
111
batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Tabel 27. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Cream Layer
Nilai dari Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
σ 0,096
Su 3
x 0,234
3σ 0,288
Su- x 2,766
Analisis Mutu Kimia
Kriteria mutu kimia dari liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder
ex blending atau bin filling yang dibahas dalam penelitian ini adalah nilai pH dan
kadar lemak. Hasil analisis mutu kimia selanjutnya dianalisis menggunakan bagan
kendali variabel yang terdiri atas bagan kendali x dan bagan kendali R. Bagan
kendali x digunakan untuk memantau tingkat mutu proses rata-rata, sedangkan
bagan kendali R digunakan untuk mengetahui kisaran atau keragaman mutu kimia
yang diukur.
Pembuatan bagan kendali variabel diawali dengan menghitung nilai rata-rata
subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.),
selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing kriteria mutu kimia
(Lampiran 15-20). Berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis
tengah (GTX dan GTR), batas pengendali atas (BAX dan BAR ), batas pengendali
bawah (BBX dan BBR ) dan deviasi standar (σ). Berdasarkan hasil perhitungan batas
pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Data nilai x dan R
untuk masing-masing kriteria mutu kimia dipetakan pada bagan kendali.
Nilai pH
Nilai pH (potential of hydrogen) atau derajat keasaman digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman (atau kebasaan) yang dimiliki oleh suatu larutan.
Larutan liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling dikatakan normal apabila memiliki nilai pH 6,5-7. Nilai pH dinyatakan netral,
bila ion H+
dan ion OH- terlarut pada jumlah yang sama. Nilai pH diukur dengan pH
112
meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau kondukstivitas suatu larutan.
Data hasil analisis nilai pH liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex
blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 15-17. Hasil perhitungan batas
pengendalian untuk nilai pH dapat dilihat pada Tabel 28. Berdasarkan hasil
perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R.
Bagan kendali selengkapnya terlihat pada Gambar 33-38.
Tabel 28. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Nilai pH
Batas
Kendali
Liquid
MST
Base Powder ex
Dryer
Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling
GTX 6,879 6,905 6,771
BAX 6,911 6,924 6,798
BBX 6,847 6,887 6,744
GTR 0,067 0,038 0,027
BAR 0,134 0,077 0,069
BBR 0 0 0
Analisis bagan kendali x menunjukkan dominasi titik yang berada di luar
batas atas dan bawah kendali. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa masih
terdapat liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling yang memiliki nilai pH relatif lebih tinggi atau rendah daripada nilai pH rata-
rata. Perlu dilakukan tindakan korektif agar nilai pH dapat terkendali dengan
keragaman minim.
Nilai pH atau keasaman liquid MST dipengaruhi oleh kandungan total solid
(TS) di dalamnya. TS liquid MST terdiri atas TS dengan komponen lemak dan TS
tanpa komponen lemak atau disebut solid non fat (SNF). SNF diantaranya terdiri atas
kasein, laktosa dan whey protein. Widodo (2003) menyatakan bahwa susu dengan
kandungan TS yang tinggi diduga mempunyai keasaman yang lebih tinggi dari pada
kondisi standar. Peningkatan keasaman menandakan kecenderungan yang mengarah
pada penurunan persentase SNF (lemak, kasein dan laktosa). Sebaliknya, penurunan
keasaman menandakan adanya peningkatan persentase protein non kasein yaitu whey
protein dan abu. Susu yang mempunyai keasaman tinggi mempunyai nutrien yang
lebih banyak dan mempunyai kekhususan yaitu tingginya kandungan fosfat.
113
Gambar 33. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Liquid MST
Gambar 34. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Liquid MST
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
31302726252419181716158765432
7.05
7.00
6.95
6.90
6.85
6.80
6.75
6.70
BPA = 6,911
GT = 6,879
BPB = 6,847
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
31302726252419181716158765432
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
BPA = 0,134
GT = 0,067
BPB = 0,000
114
Gambar 35. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer
Gambar 36. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
272625191817161587653
7.2
7.1
7.0
6.9
6.8
BPA = 6,924 GT = 6,905 BPB = 6,887
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
272625191817161587653
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
BPA = 0,077
GT = 0,038
BPB = 0,000
115
Gambar 37. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Gambar 38. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
313029171615131110876543
6.80
6.78
6.76
6.74
6.72
6.70
BPA = 6,798
GT = 6,771
BPB = 6,744
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-Rata
Sela
ng
313029171615131110876543
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
BPA = 0,069
GT = 0,027
BPB = 0,000
116
Tinggi atau rendahnya persentase TS liquid MST yang dikehendaki diperoleh
melalui proses standardisasi. Standardisasi adalah proses penambahan dan pencam-
puran susu segar dengan bahan dasar lain untuk mendapatkan TS awal yang sesuai
dan mendapatkan mutu produk akhir yang dikehendaki. Peningkatan dan penurunan
TS liquid MST dilakukan dengan penambahan susu bubuk skim dan penambahan air.
Penambahan susu bubuk skim biasa dilakukan untuk peningkatan TS liquid MST
dan penambahan air biasa dilakukan untuk penurunan TS liquid MST sesuai
spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Penambahan air yang berlebihan pada proses standardisasi mengakibatkan
peningkatan kadar air dan penurunan persentase TS liquid MST, sehingga
menyebabkan keasaman liquid MST rendah (basa). Sebaliknya, jika kadar air liquid
MST rendah maka persentase TS tinggi dan menyebabkan keasaman liquid MST
tinggi. Jumlah penambahan air untuk standardisasi harus proporsional
sehinggadidapatkan TS liquid MST yang tepat sesuai spesifikasi yang telah
ditetapkan perusahaan.
Penambahan granula kalium hidroksida (KOH) ke dalam liquid MST sering
dilakukan untuk mengurangi keasamannya agar didapatkan nilai pH yang normal
(6,5-7). KOH mempunyai basa kuat yang mempunyai kemampuan untuk melepaskan
ion OH-
dalam larutan meskipun konsentrasinya sangat rendah. KOH menjadi
akseptor proton (H+) dengan menyerap ion hidrogen ketika dilarutkan di dalam liquid
MST sehingga keasamannya akan berkurang hingga nilai pH-nya berkisar antara 6,5-
7. Penambahan granula KOH yang berlebihan akan menyebabkan liquid MST
memiliki nilai pH yang basa.
Air proses yang digunakan untuk mencampur bahan-bahan formulasi liquid
MST di dalam compounding tank sangat berpengaruh terhadap nilai pH liquid MST
yang dihasilkan. Air proses yang digunakan oleh PT Sari Husada adalah air sumur
bor yang telah dijernihkan menggunakan kaporit. Jika proses penjernihan air sumur
bor terlalu berlebihan dalam penggunaan kaporit maka akan dihasilkan air jernih
dengan nilai pH asam. Air proses harus memiliki nilai pH netral (pH=7) yang
memiliki ion H+
terlarut dan ion OH- terlarut dalam jumlah yang sama.
Masa simpan atau tunggu liquid MST sebelum dievaporasi dan dikeringkan
di dalam spray dryer dapat menyebabkan perubahan nilai pH liquid MST. Semakin
117
lama masa simpan atau tunggu maka nilai pH liquid MST akan semakin masam. Hal
ini terkait dengan pertumbuhan mikroorganisme perusak. Terlebih lagi jika didukung
oleh suhu yang optimal untuk pertumbuhan akibat tidak terkendalinya suhu MST.
Pertumbuhan spora mikroorganisme perusak tersebut mengakibatkan liquid MST
menjadi asam. Batas waktu maksimal masa simpan atau tunggu liquid MST adalah
sekitar 8 jam. Jika melebihi batas waktu tersebut maka liquid MST dinyatakan
rejected dan dibuang. Jika liquid MST tersebut tetap diproses untuk dikeringkan
dalam spray dryer akan dihasilkan base powder ex dryer yang berasa masam pula.
Bahan baku yang rentan mengalami kerusakan mutu adalah bahan baku dari
bahan rework. Bahan rework harus dianalisis mutunya berulang-ulang secara akurat
agar mutu bahan rework yang digunakan benar-benar baik sesuai spesifikasi yang
telah ditetapkan perusahaan. Komposisi bahan rework yang digunakan jumlahnya
juga harus sesuai Standard Operation Procedure (SOP) yang telah ditetapkan
perusahaan. Hal ini bertujuan agar penambahan bahan rework tidak berpengaruh
terhadap produk yang akan dihasilkan.
Larutan Cleaning In Place (CIP) untuk proses Total Wet Cleaning (TWC)
memiliki nilai pH asam. Jika peralatan atau mesin pengolahan yang dibersihkan
secara TWC masih terdapat larutan CIP yang tersisa maka akan menjadi sumber
penyebab terjadinya liquid MST bernilai pH asam. Sebelum digunakan kembali,
peralatan atau mesin pengolahan yang telah diproses TWC harus dipastikan telah
kering dan tidak ada lagi sisa larutan CIP yang tertinggal.
Pengukuran pH base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling dilakukan dengan cara rekonstitusi bubuk terlebih dahulu dengan air hangat
bersuhu 45 0C. Jika air ini memiliki nilai pH yang tidak netral maka akan diperoleh
hasil pengukuran pH yang tidak netral pula. Nilai pH air yang digunakan harus netral
agar dapat diketahui nilai pH base powder ex dryer dan finish powder ex blending
atau bin filling yang sebenarnya sehingga dapat dideteksi dengan tepat
penyimpangan nilai pH, dengan demikian tindakan korektif dapat dilakukan secara
benar dan tepat.
Alat pH meter untuk pengukuran nilai pH liquid MST, base powder ex dryer
dan finish powder ex blending atau bin filling bisa mengalami kesalahan pengukuran.
Alat ini bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan.
118
Kesalahan pengukuran diakibatkan oleh kerusakan atau sudah tidak sensitifnya
bagian elektroda pH meter sehingga tidak dapat mendeteksi besaran konduktivitas
suatu larutan. Kesalahan pengukuran pH oleh pH meter berakibat pula pada
kesalahan anggapan adanya penyimpangan pH produk. Akhirnya berakibat pula pada
tindakan korektif yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Alat pH meter harus
dipelihara secara rutin dan berkala agar kapasitas kerjanya tetap terjaga. Apabila
tidak dipakai dalam waktu yang agak lama, elektroda pH meter harus direndam
dalam larutan KCl jenuh.
Kapasitas larutan penyangga (buffer) asam dan basa untuk kalibrasi elektroda
pH meter yang menurun atau sudah rusak mengakibatkan tidak akuratnya hasil
proses kalibrasi pH meter. Hal ini berakibat pada kesalahan hasil pengukuran pH
larutan liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling.
Analisis bagan kendali R, menunjukkan adanya beberapa titik yang
menyimpang di luar batas atas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai
pH belum terkendali dengan baik.
Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan
dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan
dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) serta selang batas
spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk nilai
pH dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Nilai pH
Nilai
dari Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
σ 0,026 0,015 0,016
Su 7 7 7
Sl 6,5 6,5 6,5
6σ 0,156 0,09 0,096
Su-Sl 0,5 0,5 0,5
Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) menunjukkan nilai lebih kecil
daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan nilai pH liquid
119
MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling
berada di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Kadar Lemak
Lemak susu memberikan karakteristik unik terhadap penampilan, tekstur,
rasa dan cita rasa produk pangan asal susu atau yang mengandung bahan dasar
produk susu. Lemak merupakan sumber: energi, asam lemak yang diperlukan tubuh,
vitamin yang larut di dalam lemak dan komponen-komponen lain yang berguna bagi
kesehatan. Lemak susu mengandung asam linoleat terkonjugasi, sphingomyelin,
asam butirat dan asam miristat yang berpotensi untuk melindungi tubuh dari
penyakit-penyakit kronis yang utama. Lemak susu juga dapat memiliki efek yang
menguntungkan pada kesehatan tulang (Miller et al., 1999).
Lemak sebagai sumber energi bagi bayi dan anak memberikan kontribusi
kebutuhan energi hingga 30-40%. Lemak susu merupakan sumber asam lemak
esensial dan tidak esensial yang penting bagi tubuh. Lemak susu juga merupakan
sumber vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. Vitamin A memegang
peranan penting di dalam pertumbuhan sel, reproduksi dan kekebalan tubuh. Vitamin
A dan karatenoid ada di dalam susu. Vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium
dan fosfor pada usus yang berguna untuk menjaga kesehatan kerangka tubuh
sepanjang hidup. Vitamin D (terutama tokoferol) adalah antioksidan, pelindung
membran sel dan lipoprotein dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas. Vitamin D
juga dapat membantu menjaga integritas membran sel dan menstimulasi respon
kekebalan. Vitamin K diperlukan untuk penggumpalan darah dan juga melindungi
kesehatan tulang (Miller et al., 1999).
Data hasil analisis kadar lemak liquid MST, base powder ex dryer dan finish
powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 18-20. Hasil
perhitungan batas pengendalian untuk kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 30.
Bagan kendali selengkapnya tertera pada Gambar 39-44.
Analisis bagan kendali x menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar
batas kendali baik pada liquid MST maupun finish powder ex blending atau bin
filling. Sebaliknya, analisis bagan kendali x untuk base powder ex dryer
menunjukkan pada bagian atas dan bawah batas kendali masing-masing ditemukan
dua titik yang menyimpang.
120
Tabel 30. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Kadar Lemak
Batas
Kendali
Liquid
MST
Base Powder ex
Dryer
Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling
GTX 14,935 37,802 18,443
BAX 15,324 38,349 18,934
BBX 14,546 37,255 17,952
GTR 0,207 1,133 0,480
BAR 0,675 2,271 1,236
BBR 0 0 0
Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa kadar lemak liquid MST
maupun finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali.
Sebaliknya, untuk base powder ex dryer dapat disimpulkan bahwa masih terdapat
kadar lemak yang relatif lebih tinggi atau rendah dari kadar lemak rata-rata.
Tindakan korektif agar kadar lemak base powder ex dryer dapat terkendali dengan
keragaman minim perlu dilakukan.
Analisis kadar lemak liquid MST hanya dilakukan ketika ada pergantian
penggunaan minyak nabati. Pergantian yang dimaksud adalah pergantian peng-
gunaan jenis minyak nabati yang digunakan maupun pergantian perusahaan
penyedia. Tiga jenis minyak nabati yang digunakan, yaitu minyak kelapa sawit,
minyak kelapa dan minyak kedelai. Stok minyak nabati di tangki penampungan
biasanya bisa digunakan untuk bahan baku produksi selama tujuh hari. Setelah itu,
tangki penampung minyak nabati diisi lagi dengan jenis yang sama ataupun yang
berbeda jenis. Hal ini tergantung dari hasil pembelian minyak nabati oleh
departemen purchasing perusahaan.
Kadar lemak liquid MST diatur melalui proses standardisasi. Proses ini
mengatur jumlah penggunaan susu segar, susu bubuk skim, konsentrat laktosa,
konsentrat whey protein, butter oil, minyak nabati dan air sampai didapatkan kadar
lemak sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Tepat dan akuratnya
jumlah penggunaan bahan-bahan tersebut menjadi kunci ketepatan dan keberhasilan
proses standardisasi yang dikehendaki. Jumlah penggunaan yang tepat dan akurat
dapat diperoleh melalui perhitungan matematik menggunakan Pearsons Square
Methode atau Algebraic Methode.
121
Gambar 39. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Liquid MST
Gambar 40. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Liquid MST
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
(%
)
302415
15.4
15.3
15.2
15.1
15.0
14.9
14.8
14.7
14.6
14.5
BPA = 15,324
GT = 14,935
BPB = 14,546
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
302415
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
BPA = 0,675
GT = 0,207
BPB = 0,000
122
Gambar 41. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer
Gambar 42. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
272625191817161587653
4
3
2
1
0
BPA = 2,271
GT = 1,133
BPB = 0,000
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
(%
)
272625191817161587653
39.0
38.5
38.0
37.5
37.0
BPA = 38,349
GT = 37,802
BPB = 37,255
123
Gambar 43. Bagan Kendali x untuk kadar lemak Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling
Gambar 44. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Con
toh
(%
)
313029171615131110876543
19.0
18.8
18.6
18.4
18.2
18.0
BPA = 18,934
GT = 18,443
BPB = 17,952
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Rata
-rata
Sela
ng
313029171615131110876543
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
BPA = 1,236
GT = 0,480
BPB = 0,000
124
Flow meter (pengatur volume aliran) pada tangki penampungan susu segar,
butter oil dan minyak nabati menjadi kunci keakuratan dan ketepatan volume yang
akan digunakan. Flow meter yang tidak dikalibrasi dalam jangka waktu lama
berpotensi menyebabkan kesalahan volume susu segar, butter oil, dan minyak nabati
yang digunakan. Flow meter harus dipelihara dan dikalibrasi secara rutin dan berkala
agar kapasitas kerjanya dapat optimal sesuai aslinya.
Alat untuk penimbangan susu bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat
whey protein menjadi kunci keakuratan dan ketepatan jumlah yang akan digunakan.
Timbangan yang digunakan harus dikalibrasi secara rutin dan berkala. Penggunaan
timbangan yang sudah habis masa berlaku kalibrasinya berpotensi menyebabkan
kesalahan jumlah penimbangan.
Kadar lemak akhir dari susu bubuk dapat ditingkatkan melalui penggunaan
minyak nabati dan butter oil. Penambahan butter oil juga dapat meningkatkan
kuantitas susu bubuk yang banyak. Hal ini karena peningkatan kadar lemak akibat
penambahan minyak nabati dan butter oil harus distandardisasi atau diturunkan
sesuai batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan dengan penambahan susu
bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein. Berarti, semakin
banyak minyak nabati dan butter oil yang digunakan maka semakin banyak pula susu
bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein yang ditambahkan untuk
menetralkan kadar lemaknya. Hasilnya adalah campuran standardisasi yang banyak
sehingga susu bubuk yang dihasilkan kuantitasnya banyak pula. Kadar lemak yang
rendah di dalam susu bubuk mencerminkan TS (total solid) liquid MST yang rendah
pula. Idris (1987) menyatakan bahwa TS yang rendah di dalam susu akan menghasil-
kan susu bubuk yang berkadar lemak rendah.
Kadar lemak finish powder ex blending atau bin filling diantaranya disusun
oleh Docosa Hexaenoic Acids (DHA) karena bahan baku penyusunnya adalah bubuk
DHA. DHA adalah asam lemak tidak esensial dan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang atau long chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA) kelompok Omega-
3.
Analisis bagan kendali R, untuk liquid MST (Gambar 40) menunjukkan
tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali. Bagan kendali R untuk base
powder ex dryer (Gambar 42) dan finish powder ex blending atau bin filling (Gambar
125
44), pada bagian atas batas kendali masing-masing ditemukan dua dan tiga titik yang
keluar dari batas atas kendali bagan R. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa keragaman kadar lemak liquid MST dalam keadaan terkendali, sedangkan
keragaman kadar lemak base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin
filling belum terkendali dengan baik.
Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan
dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan
dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) dan selang batas
spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk
kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Kadar Lemak
Nilai
dari
Liquid
MST
Base Powder ex
Dryer
Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling
σ 0,183 0,447 0,284
Su 20,06 41 20,8
Sl 13,68 34 17,4
6σ 1,098 2,682 1,704
Su-Sl 6,38 7 3,4
Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) menunjukkan nilai lebih kecil
daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan kadar lemak pada
liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling
masih di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan.
Analisis Mutu Organoleptik
Analisis mutu organoleptik bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
kelainan-kelainan yang terjadi pada produk yang dihasilkan. Analisis mutu
organoleptik didasarkan pada kesan subjektif seorang panelis. Panelis yang
digunakan sebagai analis mutu organoleptik liquid MST, base powder ex dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling adalah para analis mutu di laboratorium QC
dan QA. Mereka digolongkan sebagai panel perseorangan yang sangat terlatih.
Ada beberapa alasan mengapa seorang analis mutu di laboratorium QA dan
QC dianggap sebagai panel perseorangan yang terlatih. Alasan tersebut diantaranya:
126
analisis mutu organoleptik dilakukan oleh salah seorang dari para analis mutu di
laboratorium QA dan QC; setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC sangat
mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan susu bubuk SGM 3 Madu; setiap analis
mutu di laboratorium QA dan QC sangat menguasai metode-metode analisis mutu
organoleptik dengan sangat baik; dan setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC
sangat ahli dan mempunyai kepekaan spesifik yang sangat terlatih.
Kepekaan spesifik yang sangat terlatih tersebut diperoleh karena bakat atau
latihan-latihan yang sangat intensif dan jangka waktu bekerja yang lama di
laboratorium QA dan QC sehingga interaksi dengan produk sangat intensif. Sebagai
panel perseorangan, hasil analisis mutu organoleptik yang dihasilkan tidak akan bias,
cepat, efisien dan dapat dengan mudah untuk mendeteksi dan mengenali sebab-sebab
terduga yang berakibat pada penyimpangan mutu organoleptik.
Hasil pengujian mutu organoleptik dianalisis menggunakan bagan kendali
atribut. Bagan kendali atribut yang dipilih adalah bagan kendali c. Alasannya
diantaranya: mutu organoleptik termasuk sifat atribut, mutu organoleptik tidak
dinyatakan dalam bentuk numerik dan jumlah unit yang mengalami cacat atau
ketidaksesuaian mutu organoleptik merupakan jumlah total dari unit yang mengalami
cacat atau ketidaksesuaian (non conformance) dalam setiap subgrup.
Pembuatan bagan kendali c diawali dengan menghitung jumlah unit yang
cacat atau tidak sesuai (non conformance) mutu organoleptiknya di setiap subgrup
(c) dan rataan total unit yang tidak sesuai ( c ) untuk mutu organoleptik dari liquid
MST, base powder ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling
(Lampiran 21-23). Berdasarkan nilai c tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan
batas pengendalian. Contoh perhitungan batas pengendalian bagan c untuk mutu
organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 25. Hasil perhitungan batas pengendalian
untuk mutu organoleptik dapat dilihat pada Tabel 32. Bagan kendali selengkapnya
tertera pada Gambar 45-47.
Analisis bagan kendali c menunjukkan tidak adanya penyimpangan mutu
organoleptik. Hal ini menunjukkan mutu organoleptik dalam keadaan terkendali.
Pengaruh mutu organoleptik terhadap mutu produk secara keseluruhan sangat
mutlak dan tidak dapat dikaitkan langsung dengan sifat mutu fisik. Mutu
organoleptik berperan sangat penting di dalam penilaian mutu produk pangan.
127
Meskipun analisis mutu fisika dan kimia bahkan analisis mutu gizi telah
menunjukkan nilai yang baik, tidak ada artinya jika bahan pangan tersebut tidak
dapat dimakan karena rasanya tidak enak atau disukai, atau mutu organoleptik
lainnya tidak dapat diterima (Yasni, 1996).
Tabel 32. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Mutu Organoleptik
Batas
Kendali Liquid MST
Base Powder ex
Dryer
Finish Powder ex
Blending atau Bin
Filling
GTc 0 0 0
BAc 0 0 0
BBc 0 0 0
Kriteria mutu organoleptik produk susu bubuk SGM 3 Madu yang dianalisis
meliputi penampakan, warna, rasa dan cita rasa. Empat kriteria mutu organoleptik
tersebut harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Spesifikasi
mutu organoleptik untuk finish powder ex blending atau bin filling yang ditetapkan
perusahaan adalah penampakan yang baik atau normal, cita rasa yang segar atau
normal khas SGM 3 Madu, rasa yang normal khas SGM 3 Madu dan warna yang
putih kekuningan. Jika ada satu saja kriteria mutu organoleptik yang tidak memenuhi
spesifikasi maka mutu organoleptik produk dinyatakan cacat atau tidak sesuai.
Mutu organoleptik finish powder ex blending atau bin filling tergantung dari
mutu organoleptik liquid MST dan base powder ex spray dryer. Jika keduanya
memiliki mutu yang baik dan tidak menyimpang maka akan berdampak baik pula
terhadap mutu organoleptik finish powder ex blending atau bin filling. Mutu
organoleptik liquid MST dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya. Bahan baku
yang digunakan untuk formulasi liquid MST harus memiliki mutu yang baik agar
liquid MST bermutu baik pula.
Warna, rasa, penampakan atau tekstur dan cita rasa memegang peranan
penting dalam penerimaan makanan. Warna dapat memberi petunjuk mengenai
perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan karamelisasi. Pencoklatan
pada produk olahan susu, termasuk susu bubuk tidak dikehendaki. Pemanasan dan
pengeringan liquid MST menjadi base powder ex dryer di evaporator dan spray
dryer berpotensi membentuk bubuk berwarna coklat akibat terjadinya reaksi pen-
128
Gambar 45. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST
Gambar 46. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Tota
l C
acat
31302726252419181716158765432
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
BPA=GT=BPB= 0,000
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Tota
l C
acat
272625191817161587653
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
BPA=GT=BPB= 0,000
129
Gambar 47. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex
Blending atau Bin Filling
coklatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan deMan (1997), bahwa laju reaksi
pencoklatan yang tinggi terjadi pada kadar air rendah sehingga sangat mudahnya
terjadi pencoklatan dalam makanan yang dikeringkan dan yang dipekatkan.
Browning (pencoklatan) menurut deMan (1997) adalah akibat dari reaksi
gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil
glikosidik pada gula atau karbohidrat yang diakhiri dengan pembentukkan polimer
nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Gugus amino dalam protein susu yang
bereaksi dengan gula pereduksi adalah lisin. Hal inilah yang membuat lisin dalam
susu lebih mudah rusak. Lisin merupakan asam amino essensial pembatas dalam
setiap protein makanan sehingga kerusakannya dapat mengurangi secara signifikan
nilai gizi protein
Winarno (1992) membedakan reaksi browning (pencoklatan) menjadi dua
jenis yaitu 1) pencoklatan enzimatis dan 2) non enzimatis. Pencoklatan enzimatis
terjadi pada pangan yang mengandung substrat senyawa fenolik, contohnya pada
buah dan sayur yang mengandung senyawa fenolik berupa katekin. Pencoklatan non
enzimatis dibedakan menjadi tiga yaitu 1) karamelisasi, 2) reaksi Maillard, dan 3)
Tanggal Observasi (Juli 2007)
Tota
l C
acat
313029171615131110876543
0.50
0.25
0.00
-0.25
-0.50
BPA=GT=BPB= 0,000
130
pencoklatan akibat vitamin C. Karamelisasi terjadi pada sukrosa yang dipanaskan
melebihi titik leburnya yaitu 160 0C. Reaksi Maillard adalah reaksi antara gula
pereduksi dengan gugus amina primer atau reaksi gugus amino pada asam amino,
peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri
dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Faktor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi Maillard menurut deMan (1997), diantaranya:
suhu, suhu, pH, kadar air, oksigen, logam, fosfat, belerang oksida dan inhibitor
lainnya. Vitamin C menurut Winarno (1992) adalah senyawa reduktor dan prekursor
pencoklatan non enzimatis, dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat
terurai secara irreversible membentuk senyawa diketogulonat yang dilanjutkan
dengan pencoklatan.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan laju pencoklatan secara cepat.
Tidak hanya laju reaksi tetapi pola reaksi juga dapat berubah sesuai dengan
perubahan suhu. Suhu yang lebih tinggi mengakibatkan kandungan karbon pigmen
yang meningkat dan lebih banyak pigmen yang terbentuk per mol karbondioksida
yang dibebaskan. Intensitas warna pigmen meningkat seiring dengan meningkatnya
suhu. Cita rasa yang menyimpang akibat reaksi pencoklatan adalah berupa cita rasa
teroksidasi. Cita rasa ini bersumber dari hidroksimetilfurfural yang merupakan faktor
penyebab timbulnya cita rasa menyimpang dalam produk makanan yang diolah
dengan pemanasan yang berlebihan atau yang dikeringkan (deMan, 1997).
Cita rasa merupakan sifat bahan (makanan) dan mekanisme reseptor orang
yang memakan makanan. Analisis cita rasa mencakup susunan senyawa di dalam
makanan yang mengandung rasa atau aroma dan juga interaksi senyawa-senyawa
tersebut dengan reseptor alat indera rasa dan aroma. Setelah terjadi interaksi, organ
menghasilkan sinyal yang dikirim ke sistem syaraf pusat sehingga menciptakan cita
rasa atau citarasa. Menurut deMan (1997), meskipun citarasa terdiri dari rasa dan
aroma tetapi mutu yang lain berperan juga untuk menghasilkan citarasa secara
keseluruhan. Tekstur mempunyai pengaruh yang sangat pasti. Kehalusan, kekasaran,
kegranulaan dan kekentalan dapat mempengaruhi citarasa.
Citarasa liquid MST dipengaruhi diantaranya oleh kekentalannya. Base
powder ex dryer memiliki citarasa yang dipengaruhi diantaranya oleh ukuran
131
partikelnya. Ukuran partikel ini dihasilkan dari proses atomisasi di nozzle
menggunakan tekanan tinggi dan penyaringan di dalam shifter.
Cita rasa teroksidasi pada base powder ex dryer adalah akibat adanya reaksi
pencoklatan. Penggunaan suhu pemanasan dan pengeringan di evaporator dan spray
dryer berpotensi menimbulkan reaksi pencoklatan tersebut.
Prebiotik Frukto Oligo Sakarida (FOS), madu bubuk dan sukrosa atau gula
halus ditambahkan saat blending untuk menghasilkan finish powder, tidak
ditambahkan saat compounding untuk menghasilkan liquid MST. Hal ini untuk
menghindari proses pencoklatan akibat suhu pengeringan yang semakin tinggi di
evaporator dan spray dryer terhadap bubuk prebiotik FOS dan gula halus. Menurut
de Man (1997), suhu pemanasan dapat meningkatkan laju pencoklatan 2-3 kali lipat
untuk setiap kenaikan suhu pemanasan 10 0C. Makanan yang mengandung fruktosa,
laju reaksi pencoklatannya dapat meningkat 5-10 kali lipat untuk setiap kenaikan
suhu 10 0C. Jika makanan mengandung kadar gula yang tinggi, laju reaksi
pencoklatannya
dapat lebih tinggi lagi.
Metode untuk mencegah pencoklatan menurut deMan (1997), diantaranya
adalah pengendalian kadar air, suhu, pH, atau penghilangan senyawa antara yang
aktif. Penurunan pH akibat hilangnya gugus amino basa dapat mencegah reaksi
pencoklatan. Pengaruh pH terhadap reaksi pencoklatan sangat bergantung pada kadar
air. Jika kadar air tinggi, sebagian besar pencoklatan disebabkan oleh karamelisasi
tetapi jika kadar air rendah dan pH lebih besar dari 6, pencoklatan lebih banyak
disebabkan oleh reaksi Maillard.
Umumnya, pencegahan pencoklatan lebih mudah jika menggunakan
inhibitor. Salah satu inhibitor pencoklatan yang paling efektif ialah belerang
dioksida. Belerang dioksida bereaksi dengan hasil urai gula amino, jadi mencegah
senyawa ini berkondensasi menjadi melanoidin. Kerugian yang serius pada
pemakaian belerang dioksida ialah penurunan nilai gizi makanan karena senyawa ini
bereaksi dengan tiamin dan protein. Belerang dioksida merusak tiamin sehingga
dilarang penggunaannya dalam makanan yang mengandung tiamin (deMan, 1997).
Mutu oraganoleptik bahan baku penyusun liquid MST, base powder ex dryer
dan finish powder ex blending atau bin filling yang menyimpang berpengaruh
132
terhadap nilai pH produk. Rasa masam pada air proses, susu segar, susu bubuk skim,
konsentrat laktosa, WPC, atau madu bubuk akan menghasilkan produk yang berasa
masam pula. Rasa masam ini menandakan bahwa nilai pH-nya terlalu rendah (asam).
Rasa masam pada bahan baku terjadi karena kerusakan selama masa penyimpanan
dan penanganan. Madu bubuk berasa masam karena nilai pH madu yang normal
adalah berkisar anatara pH 3,4-5,3. Bahan baku yang rusak mutu organoleptiknya
tidak boleh digunakan sebagai bahan formulasi.
Mutu organoleptik base powder ex dryer dapat menyimpang oleh karena
adanya proses oksidasi saat pengeringan di dry chamber dalam keadaan tidak vakum.
Adanya oksigen akan bereaksi dengan rantai tidak jenuh pada minyak atau lemak.
Reaksi ini menghasilkan cita rasa teroksidasi yang disebabkan oleh senyawa karbonil
dan aldehida. Menurut deMan (1997), senyawa karbonil yang merupakan hasil
penguraian lebih lanjut dari aldehida adalah produk oksidasi sekunder. Aldehida
adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal bebas
alkoksi. Aldehida yang atsiri sebagian besar menjadi penyebab baurasa lemak yang
teroksidasi.
Kadar lemak di dalam susu bubuk sangat berpotensi mengakibatkan
ketengikan dan reversion (perubahan bau sebelum terjadi proses ketengikan).
Reversion ini terjadi karena susu bubuk berlemak mudah sekali menyerap bau dari
udara lingkungan. Hal inilah yang menjadikan pengendalian mutu kadar lemak di
dalam susu bubuk termasuk titik kritis.
Penyebab ketengikan pada lemak menurut Ketaren (2005), dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu 1) ketengikan karena proses oksidasi (oxidative rancidity), 2)
ketengikan karena proses hidrolisis (hidrolitic rancidity) dan 3) ketengikan karena
enzim (enzymatic rancidity). Ketengikan pada produk susu menurut deMan (1997),
biasanya dikarenakan proses hidrolisis lemak oleh aktivitas enzim.
Ketengikan pada produk susu karena oksidasi lemak susu oleh oksigen
menurut deMan (1997), mempunyai ciri bau dan rasa yang khas yang tidak
menyenangkan dan makin lama baunya makin kuat dan makin tidak menyenangkan
ketika laju oksidasi semakin berlanjut. Bau tersebut terutama berasal dari asam
linolenat di dalam lemak meskipun kadarnya sangat rendah. Proses oksidasi dapat
133
terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi.
Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau
tidak enak, tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin
(karoten dan tokoferol) dan asam esensial dalam lemak.
Proses pemanasan atau pengeringan liquid MST menjadi base powder ex
dryer di evaporator dan di dalam spray dryer berpotensi mengakibatkan
autooksidasi. Oksigen di dalam dry chamber akan berikatan dengan pusat aktif
lemak atau minyak yaitu ikatan tidak jenuh. Reaksi ini menghasilkan produk oksidasi
primer, sekunder dan tersier yang dapat menyebabkan lemak atau makanan yang
mengandung lemak tidak dapat dimakan.
Produk oksidasi primer menurut deMan (1997) adalah hidroperoksida.
Senyawa hidroperoksida berkonfigurasi cis-trans dan trans-trans. Kandungan
hidroperoksida trans-trans makin besar jika suhu makin tinggi dan oksidasi makin
berlanjut. Hidroperoksida selanjutnya diuraikan menjadi radikal bebas alkoksi dan
hidroksi. Hidroperoksida tidak berperan dalam kerusakan bau dan rasa. Bilangan
peroksida sering digunakan untuk mengukur perkembangan oksidasi karena
peroksida mudah ditentukan kadarnya dalam lemak.
Produk oksidasi sekunder mencakup berbagai senyawa, termasuk karbonil.
Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal
bebas alkoksi. Aldehida yang terbentuk dapat berupa senyawa atsiri rantai pendek
atau senyawa tidak atsiri yang terikat pada bagian gliserida dari molekul. Aldehida
yang atsiri sebagian besar menjadi penyebab cita rasa lemak yang teroksidasi.
Aldehida adalah senyawa baurasa yang kuat dan ambang baurasanya sangat rendah.
Perubahan organoleptik lebih erat kaitannya dengan produk oksidasi sekunder, yang
dapat diukur dengan berbagai cara, termasuk bilangan benzidina yang berkaitan
dengan hasil urai aldehida (deMan, 1997).
Produk oksidasi tersier menurut deMan (1997) adalah asam lemak bebas
yang berasal dari oksidasi aldehida. Asam karboksilat juga termasuk produk oksidasi
tersier karena juga merupakan hasil oksidasi aldehida lebih lanjut.
Laju oksidasi dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut deMan (1997)
diantaranya adalah 1) jumlah oksigen yang ada, 2) derajat ketidakjenuhan lipid, 3)
adanya antioksidan, 4) adanya prooksidan, terutama tembaga dan beberapa senyawa
134
organik seperti molekul yang mengandung hem dan lipoksidase, 5) sifat bahan
pengemas, 6) reaksi terhadap cahaya dan 7) suhu penyimpanan. Laju dan jalannya
autooksidasi bergantung terutama pada susunan lemak, derajat ketidakjenuhannya
dan jenis asam lemak tak jenuh yang ada.
Suhu menurut deMan (1997) mempunyai pengaruh yang penting terhadap
laju oksidasi, tetapi pembekuan pun tidak akan dapat mencegah oksidasi secara
sempurna. Suhu tinggi menyebabkan proses autooksidasi sangat cepat. Cahaya dan
penyinaran yang mengionkan merupakan pemercepat oksidasi yang kuat.
Penghilangan oksigen di dalam makanan akan mencegah oksidasi, tetapi dalam
praktek pada umumnya tidak mudah dilaksanakan. Logam, terutama tembaga dan
besi akan mengkatalisis oksidasi lemak. Lipoksigenase (lipoksidase) dan senyawa
hem bekerja sebagai katalis pada oksidasi lipid.
Antioksidan, menurut Ketaren (2005).adalah persenyawaan organik yang
dapat menghambat ketengikan. Minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku
memiliki antioksidan alamiah yaitu tokoferol (vitamin E), polifenol, goosipol, atau
turunan dari antho-sianin dan flavone. Antioksidan bekerja dengan cara bereaksi
dengan radikal bebas untuk menghentikan reaksi rantai. Senyawa fenol adalah bagian
aktif yang bekerja sebagai antioksidan. Senyawa fenol dapat membentuk kuinon
dengan mudah untuk mengakhiri reaksi rantai. Struktur kimia antioksidan merupakan
faktor terpenting yang mempengaruhi aktivitasnya.
Susu bubuk dapat ditambahi antioksidan agar terhindar dari ketengikan
sehingga dapat lebih tahan lama. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku
berpotensi menjadi sumber antioksidan alami tetapi selama proses pengolahan
menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan dapat mengalami kerusakan. Susu
bubuk dapat ditambahi antioksidan sintetik. Menurut deMan (1997), antioksidan
sintetik yang dijinkan untuk makanan yang sering digunakan adalah PG (propil
galat), BHA (hidroksi anisol terbutilasi) dan BHT (hidroksi toluena terbutilasi). PG
lebih mudah larut dalam air daripada dalam lemak. PG dan BHA mempunyai sifat
ketahanan yaitu tahan panas dan tidak menguap dengan uap air. BHT tidak
mempunyai sifat ketahanan karena dapat menguap dengan uap air.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Semua mutu fisik, kimia dan organoleptik liquid MST, base powder ex dryer,
dan finish powder ex blending atau bin filling masih berada dalam batas spesifikasi
mutu yang telah ditetapkan perusahaan meskipun rataan dan keragaman mutunya
tidak dalam batas pengendalian. Mutu fisik berupa bulk density (BD) merupakan
salah satu parameter utama tingkat kelarutan base powder ex dryer dan finish powder
ex blending atau bin filling saat direkonstitusi di dalam air. Mutu fisik berupa curd
atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer merupakan parameter utama
mutu tampilan atau penampakan larutan hasil rekonstitusi base powder ex dryer dan
finish powder ex blending atau bin filling di dalam air. Mutu yang sangat ideal dari
base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling diantaranya
tingkat kelarutannya di dalam air berlangsung dengan cepat serta tidak ada
kemunculan curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer pada larutan.
Mutu kimia berupa nilai pH merupakan indikator yang paling mudah untuk
mendeteksi adanya penyimpangan mutu. Mutu kimia berupa kadar lemak termasuk
Critical Control Point (CCP) karena: mempengaruhi tingkat kelarutan di dalam air
dan mutu fisik penampakan larutan; menjadi sumber penyebab utama terjadinya
ketengikan dan kemunculan cream layer serta memberikan karakteristik unik
terhadap penampakan, tekstur, rasa dan cita rasa liquid MST, base powder ex dryer
dan finish powder ex blending atau bin filling.
Saran
Mutu fisik berupa nilai bulk density (BD) yang sangat tinggi lebih banyak
disebabkan diantaranya oleh penggunaan peralatan pneumatic conveying system
bertekanan sehingga lebih baik digunakan pneumatic conveying system vakum udara.
Kemunculan curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer lebih banyak
disebabkan oleh proses pengeringan dengan spray dryer sehingga lebih baik
diterapkan suhu pengeringan serendah mungkin pada kondisi dry chamber yang
benar-benar vakum udara.
Lesitin yang ditambahkan pada tahap I compounded product atau liquid MST
untuk meningkatkan kelarutan bahan-bahan formulasi yang dicampur sangat rentan
136
terhadap kerusakan akibat suhu pemanasan dan pengeringan yang berulang-ulang.
Penambahan lesitin (lesitinasi) dapat dilakukan lagi untuk kedua kalinya di chamber
dengan cara menyemprotkan lesitin ke dalamnya sehingga dapat meningkatkan
kelarutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling di
dalam air, namun perlu diperhitungkan secara ekonomis.
Cutting atau penghentian proses produksi sebaiknya dapat segera dilakukan
seketika terjadi satu kasus penyimpangan mutu agar tidak terjadi secara berurutan
(terus-menerus) terutama pada kondisi produksi yang full spray. Pengendalian mutu
produk dan proses produksi harus dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga kasus
penyimpangan mutu yang timbul dapat segera diketahui.
Pengecekan dan kalibrasi terhadap fungsi peralatan atau mesin produksi dan
analisis mutu harus dilakukan secara regular dengan prosedur baku pemantauan dan
pemeliharaan untuk memberikan jaminan terhadap fungsi peralatan atau mesin
semestinya. Inventarisasi terhadap seluruh fungsi peralatan atau mesin dan
penggunaannya yang kritis perlu dilakukan karena fungsi-fungsi dalam peralatan
atau mesin tersebut memberikan pengaruh langsung terhadap mutu produk.
Peningkatan arus informasi dan komunikasi antar bagian, baik dari bagian
produksi, engineering, maupun QA agar dapat dilakukan pencegahan kasus,
meminimalkan dan mencegah penyimpangan mutu yang berlanjut. Pertukaran
informasi yang relatif lancar membuat penyimpangan mutu yang terjadi dapat segera
diketahui dan diambil langkah atau tindakan korektif sebelum masuk ke tahap proses
berikutnya.
Perlu pencerdasan kepada konsumen terkait mutu susu bubuk yang
dipasarkan agar konsumen dapat membelinya dengan penuh kepercayaan dan
mengkonsumsinya dalam jangka waktu yang lama dengan puas. Jalan yang dapat
ditempuh diantaranya melalui iklan promosi yang mendidik dan pencantuman
informasi nilai gizi dan tatacara penyajian yang jelas dan jujur pada kemasan.
Perusahaan dapat membuat pamflet atau leaflet berisi informasi nilai gizi yang
disebar dan dipasang atau ditempel di area tempat penjualan produk susu bubuk
karena yang tertulis pada kemasan sangat kecil akibat terbatasnya ruang tulisan pada
kemasan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan (Rabb) semesta
alam karena Allah SWT adalah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Allah
SWT adalah Tuhan (Rabb) yang ditaati, yang memiliki, mendidik, mengatur dan
memelihara makhluk-Nya. Berkat rahmat yang diberikan-Nya, penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Rasa hormat dan ucapan terima kasih tidak akan cukup dan tidak
pernah akan mampu menggantikan jasa dan budi beliau:
1. Kedua orang tua saya Ayahanda Rusmin (almarhum) dan Ibunda Suwarti; adik-
adik saya Riyanto, Budi, Annisa dan Netti; serta seluruh keluarga besar di desa
Crewek;
2. Komisi pembimbing skripsi: Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. dan Zakiah
Wulandari, STP., M.Si.;
3. Komisi ujian lisan skripsi: Ir. Bernarded Nenny Polii, SU. dan Ir. Anggraini
Sukmawati, MM.;
4. Jajaran komisaris, direksi dan manajer di PT Sari Husada yang telah berkenan
memberikan ijin dan kesempatan untuk belajar dan meneliti di industrinya;
5. Pembimbing di perusahaan Bapak Berna Virmuda, S.Si. dan seluruh tim R&D
dan QA serta QC PT Sari Husada;
6. Keluarga besar di Ngangkrik Sleman Yogyakarta: mbah H. Sukoco dan mbah Hj.
Milah; mas Basit dan mbak Dewi; mas Arief sekeluarga; mas Heri sekeluarga;
mas Ahmad sekeluarga; dan mas Hari sekelurga.
7. Bapak Agus Purnomo, S.IP. sekeluarga yang telah mengikhlaskan sebagian
rezekinya untuk membiayai hidup dan kuliah saya selama di IPB;
8. Penunjuk jalan yang telah mengantarkan saya menemukan kembali jati diri dan
motivasi untuk belajar dan menuntut ilmu: Bapak Arif Budiono, S.Pt., M.M.,
Bapak Akbar K. Setiawan S.Pd., M.Pd., Bapak Ilyas Sunnah, S.Sos, Bapak Ir.
Abdul Azis, Bapak Ahmad Sumiyanto, S.E., Bapak Cahyadi Takariawan, Apt.,
Bapak Moh. Roja’i, S.IP., Bapak Moh. Maskuri, S.IP., Ibu Ekantini, S.Si., Bapak
Huda Triyudiana, S.T.; Bapak Abdul Muthoriq, S.Ag. dan Bapak Sigit Purnomo;
9. Teman-teman seperjuangan di fakultas peternakan IPB khususnya teman-teman
di Program Studi Teknologi Hasil Ternak 41, KAMMI, AL HURRIYYAH,
FAMM AL AN’AAM dan ETOSER Dompet Dhuafa Bogor;
10. Semua pihak, khususnya yang telah membantu penyusunan dan penulisan skripsi
ini.
Semoga Allah SWT membalas seadil-adilnya dengan yang lebih baik. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. 1991. Analisis kimia produk lebah madu dan pelatihan staf
laboratorium pusat perlebahan nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset,
Yogyakarta.
Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito, Bandung.
Assauri, S. 1978. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-2970-1999: Susu Bubuk.
Balai Besar Industri Kimia Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Jakarta.
Barra, R. 1986. Menerapkan Gugus Mutu. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Boehm, G., M. Lidestri, P. Casetta, J. Jelinek, F. Negretti, B. Stahl and A. Marini.
2002. Supplementation of a bovine milk formula with an oligosaccharide
mixture increases count of faecal bifidobacteria in preterm infants.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, W.R. Day, G.H. Fleet dan M Wootton. 1987. Ilmu
Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Bylund, G. 1995. Dairy Processing. Tetra Pak Processing System, Sweden.
Codex Alimentarius Commission. 1981. Codex European Regional Standard for
Honey.
Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Daulay, D. 1990. Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan: K. Padmawinata. Edisi ke-2.
Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Farquharson, J., F. Cocburn, W.A. Patrick, E.C. Jarnieson, and R.W. Logan. 1992.
Infant cerebral cortex phospholipid fatty acids composition and diet. Lancet.
340:810-813.
Feigenbaum, A.V. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Terjemahan. Edisi Ketiga Jilid I.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
144
Gibson, G.R. and Fuller. 2000. Aspect of in vitro and in vivo research directed
toward identifiying probiotic and prebiotic for human use. J. Nutr.130 (25
suppl) : 3915-3955. In: Scientific press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih
susu (15 September 2007)
Grant, E.L. and R.S. Leavenworth. 1994. Pengendalian Mutu Statistik. Terjemahan:
H. Kandahjaya. Edisi Pertama. Jilid VI. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Grizard, D. dan Bartemeu. 1999. Non digestible oligosacarides used as prebiotic
agent : mode of production and benefical effect on animal and human health.
Reprod. Nutr. Dev. 39 (5-6): 563-588.
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.
Liberty, Yogyakarta.
Harris, R. S. and E. Karmas. 1975. Nutritional Evaluation of Food Processing.
Ensiklopedia Wikipedia, Jakarta.
Hornstra, G. 2000. Essentials fatty acids in mothers and theirneonates. Am. J. Clin.
Nutr. 71:1262s-1269s.
Hubeis, M. 1996. Jaminan Mutu Pangan. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hughes, M.N. 1981. The Inorganic Chemistry of Biological Process, John Wiley and
Sons, New York.
Idris, S. 1987. Pengaruh Cara Standarisasi Kadar Lemak terhadap BJ dan Titik Beku
Susu. Universitas Brawijaya, Malang.
Iriawan, N. dan S.P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah
Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Ishikawa, K. 1988. Teknik Penuntun Pengendali Mutu. Terjemahan. Mediyatama
Sarana Perkasa, Jakarta.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Krell, R. 1996. Value-added Products from Beekeeping. Food and Agriculture of
Organization Agriculture Services Bulletin 124, Rome.
Kume, H. 1989. Metode Statistik untuk Peningkatan Mutu. Terjemahan. Mediyatama
Sarana Perkasa, Jakarta.
Kuswadi dan Mutiara. 2004. DELTA : Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistika
untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Lawrence, S.A. 1986. Fundamental of Industry Quality Control. Addison Wesley
Publ. Co., Canada.
Ma’arif dan Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. Grasindo,
Jakarta.
Maheswari, R.R.A. 2002. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah. Fakultas
Peternakan. Istitut Pertanian Bogor, Bogor.
145
Maree, H. P. 2003. Goat milk and its use as hypo-allergenic infant food. Goat
Connection, Khimaira.
Market Research. 2005. Freeze Drying Equipment. Global Industry Analysis,
Washington.
Miller G., J. Jarvis and L.M. Bean. 1999. Handbook of Dairy Foods and Nutrition.
Edisi ke-2. National Dairy Council CRC Press, New York.
Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Terjemahan : Z.
Soejoeti. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Moster, K. 1997. Spray dryers. In: Baker, C.G.J. (edition). Industrial Drying of
Food. Blackie Academic and Professional an Aimprint of Chapman and Hall,
New York.
Muchtadi, D. 2002. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula, dan Makanan Tambahan.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.
Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Muljohardjo, M. 1990. Alat dan Mesin Pengolahan Hasil Pertanian. Pusat Antar
Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Nurgiyantoro, B., Gunawan, dan Marzuki. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Piotrowski, J.K. and D.O. Coleman. 1980. Environmental Hazard of Heavy Metal:
Summary Evaluation of Lead, Cadmium, and Mercury. World Healthty
Organization, Geneva.
Pisecky, J. 1997. Handbook of Milk Powder Manufacture. Association of British
Preserved Milk Manufacture, London.
Priyanto, G. 1987. Teknik Pengawetan Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU)
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Quality Assurance Department. 1995. Evaluasi Good Manufacturing Practices di PT
Sari Husada. PT Sari Husada, Yogyakarta.
Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahaju, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Rais, H.A. 1996. Madu Lebah Obat yang Menyembuhkan. Media Da’wah, Jakarta.
Reddy, B.S. 1998. Prevention of colon cancer by pre- and probiotic: evidence from
laboratory studies. Br. J. Nutr. 80(4): 5219-5223. In: Scientifis press. 2000.
http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007)
Rigo, J., C. Pieltain and F. Studzinski. 2001. Growth, weight gain composition and
mineral accretion in term infants fed a new experimental formula containing
hyrolysed protein, β-palmitate and prebiotics.
Rucker R.B., J.W. Suttie, D.B. McCormick and L.J. Machlin. 2001. Hanbook of
Vitamins. Marcel Dekker Inc, New York.
146
Rutgers, K. dan P. Ebing. 1992. Penyediaan Produk Susu Berskala Kecil.
Terjemahan: S. Idris dan I. Tohari. Penerbit Universitas Brawijaya, Malang.
Saeni, M.S. 1995. The Correlation between the Concentration of Heavy Metals (Pb,
Cu, and Hg) in the Environment and Human Hair. Buletin Kimia, 9: 19.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saeni M.S. 1997. Penentuan tingkat pencemaran logam berat dengan analisis rambut.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Salminen, S., B. Ruault, J.H. Cumming, a. Frank, G.R. Gibson, E. Isolauri, M.C.
Moreau, M. Robertfroid and I. Rowland. 1998. Functional food science
gastrointestinal physiology and function. Br. J. Nutr. (Suppl 1) : 147-171. In:
Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September
2007)
Saragih, Y.P., I.L. Ikram, dan N.N. Effendi. 1981. Madu, Teknologi, Khasiat, dan
Analisa. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sari Husada, P.T. 2006. Profil PT Sari Husada Tbk 2006. PT Sari Husada,
Yogyakarta.
Sari Husada, P.T. 1991. Laporan Tahunan (Annual Report) 1991. PT Sari Husada,
Yogyakarta.
Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007)
Sihombing, D. T. H 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sirait, C.H. 1991. Penggunaan susu sapi Fries Holland untuk pembuatan dadih suatu
produk olahan tradisi sumatera utara. disertasi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekarto, S.T. 1996. Prinsip-prinsip Pengendalian Pangan. Pusat Studi Pangan dan
Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan,
Jakarta.
Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Somantri, A. dan S.A. Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Penerbit
Pustaka Setia, Bandung.
Suardi, R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000 : Penerapan untuk Mencapai
TQM. Penerbit PPM, Jakarta.
Sudarwanto, M., W. Sanjaya dan T. Purnawarman. 1990. Residu Antibiotika dalam
Susu Pasteurisasi Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat. Lembaga Penelitian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
147
Sukanta, K. Soelaeman, dan Moelyono. 1985. Pengukuran Kadar Logam-Logam
Berat dalam Air Minum yang Berasal dari Sumur Bor. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, Bandung.
Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta.
Suyitno, Haryadi, Supriyanto, B. Suksmadji, G. Haryanto, A.D. Guritno, dan W.
Supartono. 1989. Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Cetakan 1. Pusat
Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Tenner, A.R. and I.J. detoro. 1992. Total Quality Management. Addison Wesley
Publ. Co., Canada.
Tunggal, A.W. 1993. Manajemen Mutu Terpadu : Suatu Pengantar. PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Vandame, E.J. and P.G. Robinson. 1999. Yoghurt Science and Technology. CRC
Press, Cambridge.
Varnam, A.H. dan P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products, Technology
Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. New York.
Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Wibowo, A. dan D. Wijayanto. 2007. Short Review Free Fat dan White Fleck
(Curd). Research and Development Department PT Sari Husada, Yogyakarta.
Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk Cetakan 1. Lacticia Press, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Xiao-ming B., Z. Xiao-yu, Z. Wei-hua, Y. Wen-liang, P. Wei, Z. Wei-li, W. Sheng-
mei, C.M.V. Beusekom and A. Sehaufsmu. 2004. Supplementation of milk
formula with galacto-oligosaccharides improves intestinal micro-flora and
term infants.
Yasni, S. 1996. Keamanan Pangan Fisik dan Kimiawi. Pusat Studi Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
144
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Produksi SGM 3 Madu
145
Lampiran 2. Diagram Struktur Organisasi PT Sari Husada
146
Lampiran 3. Hasil Sertifikasi untuk PT Sari Husada
147
Lampiran 4. Diagram Struktur Organisasi Tim Halal PT Sari Husada
148
Lampiran 5. Hasil Analisis Bagan Kendali untuk Kriteria Mutu Bahan Setengah Jadi dan Bahan Jadi SGM 3 Madu
Kriteria Mutu
LIQUID MST
Batas Pengendalian Batas Spesifikasi Selang
Spesifikasi Selang Proses
Keterangan Bagan Kendali R BSA BSB
BPB GT BPA Keterangan BPB GT BPA Keterangan
a. Organoleptik *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Normal - - di dalam spesifikasi
b. Nilai pH 6,847 6,879 6,911 tidak terkendali 0 0,067 0,134 tidak terkendali 7,0 6,5 0,5 0,156 di dalam spesifikasi
c. Kadar lemak 14,546 14,935 15,324 terkendali 0 0,207 0,675 terkendali 20,06 13,68 6,38 1,098 di dalam spesifikasi
d. Temperatur MST (0C) 10,900 10,954 11,007 tidak terkendali 0 0,111 0,223 tidak terkendali 20 - 2 0,132 di dalam spesifikasi
e. Temperatur Pasteurisasi (0C) 79,144 79,278 79,412 tidak terkendali 0 0,278 0,557 tidak terkendali 80 78 2 0,66 di dalam spesifikasi
f. Total Solid/TS (%) 37,508 40,238 42,968 tidak terkendali 0 5,653 11,329 tidak terkendali 48 40 8 13,386 di luar spesifikasi
g. Floaters * * * * * * * * * * * * *
h. Sinkers * * * * * * * * * * * * *
i. Bulk Density/BD (%) * * * * * * * * * * * * *
j. Curd/White Flecks * * * * * * * * * * * * *
k. Kadar Air (%) * * * * * * * * * * * * *
l. Sedimen *** * * * * * * * * * * * * *
m. Cream layer (cm) * * * * * * * * * * * * *
n. Vitamin C (mg/100 g) * * * * * * * * * * * * *
o. Metal *** * * * * * * * * * * * * *
Keterangan : BPA = Batas Pengendalian Atas BSA = Batas Spesifikasi Atas
*** = menggunakan bagan kendali c * = tidak dianalisis GT = Garis Tengah = Rataan BSB = Batas Spesifikasi Bawah
** = tidak melalui proses terkait BPB = Batas Pengendalian Bawah
x
149
Lampiran 5. Lanjutan
Kriteria Mutu
BASE POWDER EX DRYER
Batas Pengendalian Batas Spesifikasi
Selang Spesifikasi
Selang Proses
Keterangan Bagan Kendali
Bagan Kendali R
BSA BSB
BPB GT BPA Keterangan BPB GT BPA Keterangan
a. Organoleptik *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Normal - - di dalam spesifikasi
b. Nilai pH 6,887 6,905 6,924 tidak terkendali 0 0,038 0,077 tidak terkendali 7,0 6,5 0,5 0,09 di dalam spesifikasi
c. Kadar lemak 37,255 37,802 38,349 tidak terkendali 0 1,133 2,271 tidak terkendali 41 34 7 2,682 di dalam spesifikasi
d. Temperatur MST (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
e. Temperatur Pasteurisasi (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
f. Total Solid/TS (%) * * * * * * * * * * * * *
g. Floaters 1,976 2,013 2,050 tidak terkendali 0 0,077 0,154 tidak terkendali 5 - 2,987 0,09 di dalam spesifikasi
h. Sinkers 2,099 2,359 2,619 tidak terkendali 0 0,538 1,079 terkendali 5 - 2,641 0,636 di dalam spesifikasi
i. Bulk Density/BD (%) 0,432 0,444 0,455 tidak terkendali 0 0,024 0,048 terkendali 0,50 0,38 0,12 0,054 di dalam spesifikasi
j. Curd/White Flecks 1,249 1,397 1,546 tidak terkendali 0,308 0,617 tidak terkendali 3 - 1,603 0,363 di dalam spesifikasi
k. Kadar Air (%) 2,174 2,271 2,367 tidak terkendali 0 0,200 0,401 3 2 1 0,474 di dalam spesifikasi
l. Sedimen *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - B - - - di dalam spesifikasi
m. Cream layer (cm) * * * * * * * * * * * * *
n. Vitamin C (mg/100 g) * * * * * * * * * * * * *
o. Metal *** * * * * * * * * * * * * *
Keterangan : BPA = Batas Pengendalian Atas BSA = Batas Spesifikasi Atas
*** = menggunakan bagan kendali c * = tidak dianalisis GT = Garis Tengah = Rataan BSB = Batas Spesifikasi Bawah
** = tidak melalui proses terkait BPB = Batas Pengendalian Bawah
x x
150
Lampiran 5. Lanjutan
Kriteria Mutu
FINISH POWDER EX BLENDING/BIN FILLING
Batas Pengendali Batas Spesifikasi Selang
Spesifikasi
Selang
Proses Keterangan Bagan Kendali R
BSA BSB BPB GT BPA Keterangan BPB GT BPA Keterangan
a. Organoleptik *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Normal - - di dalam spesifikasi
b. Nilai pH 6,744 6,771 6,798 tidak terkendali 0 0,027 0,069 tidak terkendali 7,0 6,5 0,5 0,096 di dalam spesifikasi
c. Kadar lemak 17,952 18,443 18,934 terkendali 0 0,480 1,236 tidak terkendali 20,8 17,4 3,4 1,704 di dalam spesifikasi
d. Temperatur MST (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
e. Temperatur Pasteurisasi (0C) ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
f. Total Solid/TS (%) * * * * * * * * * * * * *
g. Floaters 2 2 2 terkendali 0 0 0 terkendali 5 - 3 0 di dalam spesifikasi
h. Sinkers 2,099 2,644 3,190 tidak terkendali 0 0,533 1,373 terkendali 5 - 2,356 0,945 di dalam spesifikasi
i. Bulk Density/BD (%) 0,669 0,685 0,701 tidak terkendali 0 0,015 0,039 tidak terkendali 0,76 0,63l 0,13 0,054 di dalam spesifikasi
j. Curd/White Flecks 2,019 2,156 2,292 tidak terkendali 0 0,133 0,343 tidak terkendali 3 - 0,844 0,237 di dalam spesifikasi
k. Kadar Air (%) * * * * * * * * * * * * *
l. Sedimen *** * * * * * * * * * * * * *
m. Cream layer (cm) 0,067 0,234 0,402 terkendali 0 0,163 0,420 terkendali 0,3 - 2,766 0,288 di dalam spesifikasi
n. Vitamin C (mg/100 g) 96,156 99,146 102,140 tidak terkendali 0 2,923 7,523 tidak terkendali - 68 31,146 5,178 di dalam spesifikasi
o. Metal *** 0 0 0 tidak ada cacat - - - - - Negatif - - di dalam spesifikasi
Keterangan : BPA = Batas Pengendalian Atas BSA = Batas Spesifikasi Atas
*** = menggunakan bagan kendali c * = tidak dianalisis GT = Garis Tengah = Rataan BSB = Batas Spesifikasi Bawah
** = tidak melalui proses terkait BPB = Batas Pengendalian Bawah
xx
151
Lampiran 6. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer (g/ml)
No
. Tanggal
PrO No. x .maksx
min.x R
1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 07 0,44 0,46 0,45 0,42 0,43 0,44 0,440 0,460 0,420 0,040
2 5 Juli 07 0,46 0,45 0,44 0,45 0,46 0,45 0,452 0,460 0,440 0,020
3 6 Juli 07 0,43 0,45 0,44 0,45 0,44 0,45 0,443 0,450 0,430 0,020
4 7 Juli 07 0,46 0,44 0,45 0,45 0,45 0,45 0,450 0,460 0,440 0,020
5 8 Juli 07 0,45 0,44 0,41 0,44 0,45 0,44 0,438 0,450 0,410 0,040
6 15 Juli
07 0,46 0,45 0,44 0,45 0,44 0,45 0,448 0,460 0,440 0,020
7 16 Juli
07 0,40 0,44 0,44 0,43 0,43 0,43 0,428 0,440 0,400 0,040
8 17 Juli
07 0,43 0,43 0,44 0,43 0,45 0,45 0,438 0,450 0,430 0,020
9 18 Juli
07 0,45 0,43 0,45 0,45 0,45 0,45 0,447 0,450 0,430 0,020
10 19 Juli
07 0,45 0,45 0,45 0,43 0,43 0,43 0,440 0,450 0,430 0,020
11 25 Juli
07 0,46 0,45 0,47 0,44 0,44 0,45 0,452 0,470 0,440 0,030
12 26 Juli
07 0,45 0,44 0,45 0,45 0,45 0,44 0,447 0,450 0,440 0,010
13 27 Juli
07 0,45 0,45 0,45 0,44 0,44 0,44 0,445 0,450 0,440 0,010
x =
0,444 0,454 0,430 R =
0,024
Lampiran 7. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Bulk Density (BD) Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling (g/ml)
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 0,7 0,69 0,69 0,693 0,700 0,690 0,010
2 4 Juli 07 0,69 0,69 0,69 0,690 0,690 0,690 0,000
3 5 Juli 07 0,68 0,67 0,67 0,673 0,680 0,670 0,010
4 6 Juli 07 0,68 0,68 0,68 0,680 0,680 0,680 0,000
5 7 Juli 07 0,67 0,67 0,68 0,673 0,680 0,670 0,010
6 8 Juli 07 0,67 0,67 0,67 0,670 0,670 0,670 0,000
7 10 Juli 07 0,69 0,69 0,69 0,690 0,690 0,690 0,000
8 11 Juli 07 0,69 0,69 0,69 0,690 0,690 0,690 0,000
9 13 Juli 07 0,71 0,70 0,67 0,693 0,710 0,670 0,040
10 15 Juli 07 0,70 0,70 0,66 0,687 0,700 0,660 0,040
11 16 Juli 07 0,67 0,69 0,76 0,707 0,760 0,670 0,090
12 17 Juli 07 0,70 0,71 0,69 0,700 0,710 0,690 0,020
13 29 Juli 07 0,68 0,68 0,68 0,680 0,680 0,680 0,000
152
14 30 Juli 07 0,68 0,68 0,67 0,677 0,680 0,670 0,010
15 31 Juli 07 0,67 0,67 0,67 0,670 0,670 0,670 0,000
x = 0,685 0,693 0,677 R = 0,015
Lampiran 8. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Floaters Base Powder ex Dryer
No. Tanggal PrO No,
x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
2 5 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
3 6 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
4 7 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
5 8 Juli 07 2 2 2 2 2 3 2,167 3,000 2,000 1,000
6 15 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
7 16 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
8 17 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
9 18 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
10 19 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
11 25 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
12 26 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
13 27 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
x = 2,013 2,077 2,000 R = 0,077
Lampiran 9. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
2 4 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
3 5 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
4 6 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
5 7 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
6 8 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
7 10 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
8 11 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
9 13 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
10 15 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
11 16 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
12 17 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
13 29 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
14 30 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
153
15 31 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
x = 2,000 2,000 2,000 R = 0,000
Lampiran 10. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Sinkers Base Powder ex Dryer
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
2 5 Juli 07 3 3 3 2 2 2 2,500 3,000 2,000 1,000
3 6 Juli 07 3 3 3 3 2 2 2,667 3,000 2,000 1,000
4 7 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
5 8 Juli 07 2 2 3 3 3 3 2,667 3,000 2,000 1,000
6 15 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
7 16 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
8 17 Juli 07 2 2 3 3 3 2 2,500 3,000 2,000 1,000
9 18 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
10 19 Juli 07 2 2 2 3 3 3 2,500 3,000 2,000 1,000
11 25 Juli 07 2 2 2 2 3 3 2,333 3,000 2,000 1,000
12 26 Juli 07 2 2 3 2 3 3 2,500 3,000 2,000 1,000
13 27 Juli 07 3 3 3 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
x = 2,359 2,615 2,077 R = 0,538
Lampiran 11. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 2 3 3 2,667 3,000 2,000 1,000
2 4 Juli 07 3 2 3 2,667 3,000 2,000 1,000
3 5 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000
4 6 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
5 7 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
6 8 Juli 07 2 2 3 2,333 3,000 2,000 1,000
7 10 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000
8 11 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
9 13 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
10 15 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
11 16 Juli 07 3 2 3 2,667 3,000 2,000 1,000
12 17 Juli 07 3 2 2 2,333 3,000 2,000 1,000
13 29 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
14 30 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000
154
15 31 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
x = 2,644 2,867 2,333 R = 0,533
Lampiran 12. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 07 1 1 1 1 2 2 1,333 2,000 1,000 1,000
2 5 Juli 07 2 2 2 1 1 1 1,500 2,000 1,000 1,000
3 6 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000
4 7 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
5 8 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
6 15 Juli 07 2 1 1 2 2 2 1,667 2,000 1,000 1,000
7 16 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000
8 17 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000
9 18 Juli 07 1 1 2 2 2 2 1,667 2,000 1,000 1,000
10 19 Juli 07 2 2 2 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
11 25 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000
12 26 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000
13 27 Juli 07 1 1 1 1 1 1 1,000 1,000 1,000 0,000
x = 1,397 1,538 1,231 R = 0,308
Lampiran 13. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Curd atau White Flecks Finish Powder
ex Blending atau Bin Filling
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
2 4 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
3 5 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
4 6 Juli 07 2 3 3 2,667 3,000 2,000 1,000
5 7 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
6 8 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
7 10 Juli 07 3 3 3 3,000 3,000 3,000 0,000
8 11 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
9 13 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
10 15 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
11 16 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
12 17 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
13 29 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
14 30 Juli 07 3 3 2 2,667 3,000 2,000 1,000
155
15 31 Juli 07 2 2 2 2,000 2,000 2,000 0,000
x = 2,156 2,200 2,067 R = 0,133
Lampiran 14. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Cream Layer Finish Powder ex Blending atau
Bin Filling (cm)
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 0,2 0,2 0,3 0,233 0,300 0,200 0,100
2 4 Juli 07 0,4 0,5 0,1 0,333 0,500 0,100 0,400
3 5 Juli 07 0,3 0,1 0,3 0,233 0,300 0,100 0,200
4 6 Juli 07 0,2 0,1 0,3 0,200 0,300 0,100 0,200
5 7 Juli 07 0,1 0,2 0,2 0,167 0,200 0,100 0,100
6 8 Juli 07 0,4 0,4 0,4 0,400 0,400 0,400 0,000
7 10 Juli 07 0,2 0,3 0,4 0,300 0,400 0,200 0,200
8 11 Juli 07 0,2 0,1 0,5 0,267 0,500 0,100 0,400
9 13 Juli 07 0,2 0,2 0,2 0,200 0,200 0,200 0,000
10 15 Juli 07 0,2 0,2 0,4 0,267 0,400 0,200 0,200
11 16 Juli 07 0,1 0,2 0,1 0,133 0,200 0,100 0,100
12 17 Juli 07 0,1 0,2 0,2 0,167 0,200 0,100 0,100
13 29 Juli 07 0,4 0,15 0,2 0,250 0,400 0,150 0,250
14 30 Juli 07 0,2 0,2 0,3 0,233 0,300 0,200 0,100
15 31 Juli 07 0,1 0,2 0,1 0,133 0,200 0,100 0,100
x = 0,267 0,234 0,320 R = 0,157
156
Lampiran 15. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Nilai pH Liquid MST
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6
1 2 Juli 07 7,1 7,1 7 7 6,8 7 7,000 7,100 6,800 0,300
2 3 Juli 07 7 7 7 7 7 7,1 7,017 7,100 7,000 0,100
3 4 Juli 07 6,8 6,8 6,8 7 7 7,1 6,917 7,100 6,800 0,300
4 5 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000
5 6 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000
6 7 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000
7 8 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000
8 15 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
9 16 Juli 07 6,8 6,8 6,9 6,9 6,9 6,9 6,867 6,900 6,800 0,100
10 17 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
11 18 Juli 07 6,9 6,9 6,9 6,9 6,8 6,8 6,867 6,900 6,800 0,100
12 19 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 7 6,833 7,000 6,800 0,200
13 24 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
14 25 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
15 26 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
16 27 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
17 30 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,8 6,717 6,800 6,700 0,100
18 31 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
x = 6,879 6,917 6,850 R = 0,067
Lampiran 16. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Nilai pH Base Powder ex Dryer
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 07 7,2 7,2 7,1 7,1 7,2 7,2 7,167 7,200 7,100 0,100
2 5 Juli 07 7 7 7 7 7,1 7 7,017 7,100 7,000 0,100
3 6 Juli 07 7 7 7 7 7 7 7,000 7,000 7,000 0,000
4 7 Juli 07 7 6,9 7 7 7 7 6,983 7,000 6,900 0,100
5 8 Juli 07 7 7 7 7 7 6,9 6,983 7,000 6,900 0,100
6 15 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
7 16 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
8 17 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
9 18 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,9 6,8 6,817 6,900 6,800 0,100
10 19 Juli 07 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,900 6,900 6,900 0,000
157
11 25 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
12 26 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
13 27 Juli 07 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,9 6,900 6,900 6,900 0,000
x = 6,905 6,923 6,885 R = 0,038
Lampiran 17. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100
2 4 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
3 5 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
4 6 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
5 7 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
6 8 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
7 10 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
8 11 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100
9 13 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
10 15 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100
11 16 Juli 07 6,7 6,8 6,8 6,767 6,800 6,700 0,100
12 17 Juli 07 6,8 6,8 6,8 6,800 6,800 6,800 0,000
13 29 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,700 6,700 6,700 0,000
14 30 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,700 6,700 6,700 0,000
15 31 Juli 07 6,7 6,7 6,7 6,700 6,700 6,700 0,000
x = 6,771 6,780 6,753 R = 0,027
Lampiran 18. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Kadar Lemak Liquid MST (%)
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2
1 15 Juli 07 14,84 14,68 14,760 14,840 14,680 0,160
2 24 Juli 07 14,59 14,86 14,725 14,590 14,590 0,000
3 30 Juli 07 15,09 15,55 15,320 15,550 15,090 0,460
x = 14,935 14,993 14,787 R = 0,207
158
Lampiran 19. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Kadar Lemak Base Powder ex Dryer (%)
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 07 37,54 37,22 36,81 37,01 37,18 37,46 37,203 37,540 36,810 0,730
2 5 Juli 07 38,11 38,25 38,21 38,02 39,91 40,58 38,847 40,580 38,020 2,560
3 6 Juli 07 38,23 37,9 38,26 37,1 37,28 37,6 37,728 38,260 37,100 1,160
4 7 Juli 07 38,11 37,86 37,6 37,15 38,07 37,86 37,775 38,110 37,150 0,960
5 8 Juli 07 37,91 37,2 37,1 37,12 37,1 37,21 37,273 37,910 37,100 0,810
6 15 Juli 07 38,33 37,94 37,96 37,9 38 37,81 37,990 38,330 37,810 0,520
7 16 Juli 07 38,25 38,11 37,91 37,74 37,31 36,98 37,717 38,250 36,980 1,270
8 17 Juli 07 37,41 37,69 37,4 37,25 34,1 37,39 36,873 37,690 34,100 3,590
9 18 Juli 07 37,34 37,85 37,81 37,84 37,28 37,71 37,638 37,850 37,280 0,570
10 19 Juli 07 37,6 37,33 37,46 37,85 37,41 37,66 37,552 37,850 37,330 0,520
11 25 Juli 07 38,31 38,65 38,27 38,4 38,2 39,1 38,488 39,100 38,200 0,900
12 26 Juli 07 38,66 38,39 38,1 38,42 38,39 38,2 38,360 38,660 38,100 0,560
13 27 Juli 07 37,67 38 37,92 37,96 38,1 38,25 37,983 38,250 37,670 0,580
x = 37,802 38,337 37,204 R = 1,133
Lampiran 20. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk
Mutu Kadar Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin
Filling (%)
No. Tanggal PrO No.
x .maksx min.x R 1 2 3
1 3 Juli 07 18,22 18,9 19,56 18,893 19,560 18,220 1,340
2 4 Juli 07 18,76 18,56 18,46 18,593 18,760 18,460 0,300
3 5 Juli 07 18,25 18,31 18,27 18,277 18,310 18,250 0,060
4 6 Juli 07 18,47 18 18,01 18,160 18,470 18,000 0,470
5 7 Juli 07 18,21 18,15 18,11 18,157 18,210 18,110 0,100
6 8 Juli 07 18,2 18,23 18,2 18,210 18,230 18,200 0,030
7 10 Juli 07 18,12 18,05 18,1 18,090 18,120 18,050 0,070
8 11 Juli 07 18,21 18,31 18,05 18,190 18,310 18,050 0,260
9 13 Juli 07 19,01 18,96 17,98 18,650 19,010 17,980 1,030
10 15 Juli 07 17,96 19,36 19,47 18,930 19,470 17,960 1,510
11 16 Juli 07 17,98 19,26 19,08 18,773 19,260 17,980 1,280
12 17 Juli 07 18,9 18,96 18,79 18,883 18,960 18,790 0,170
13 29 Juli 07 18,3 18,29 18,27 18,287 18,300 18,270 0,030
159
14 30 Juli 07 18,2 18,21 18,47 18,293 18,470 18,200 0,270
15 31 Juli 07 18,4 18,12 18,25 18,257 18,400 18,120 0,280
x = 18,443 18,656 18,176 R = 0,480
Lampiran 21. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik
Liquid MST
No. Tanggal PrO No.
Cacat (c) 1 2 3 4 5 6
1 2 Juli 2007 N N N N N N 0
2 3 Juli 2007 N N N N N N 0
3 4 Juli 2007 N N N N N N 0
4 5 Juli 2007 N N N N N N 0
5 6 Juli 2007 N N N N N N 0
6 7 Juli 2007 N N N N N N 0
7 8 Juli 2007 N N N N N N 0
8 15 Juli 2007 N N N N N N 0
9 16 Juli 2007 N N N N N N 0
10 17 Juli 2007 N N N N N N 0
11 18 Juli 2007 N N N N N N 0
12 19 Juli 2007 N N N N N N 0
13 24 Juli 2007 N N N N N N 0
14 25 Juli 2007 N N N N N N 0
15 26 Juli 2007 N N N N N N 0
16 27 Juli 2007 N N N N N N 0
17 30 Juli 2007 N N N N N N 0
18 31 Juli 2007 N N N N N N 0
k =18 c = 0 Keterangan: N = Normal
160
Lampiran 22. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik
Base Powder ex Dryer
No. Tanggal PrO No.
Cacat (c) 1 2 3 4 5 6
1 3 Juli 2007 N N N N N N 0
2 5 Juli 2007 N N N N N N 0
3 6 Juli 2007 N N N N N N 0
4 7 Juli 2007 N N N N N N 0
5 8 Juli 2007 N N N N N N 0
6 15 Juli 2007 N N N N N N 0
7 16 Juli 2007 N N N N N N 0
8 17 Juli 2007 N N N N N N 0
9 18 Juli 2007 N N N N N N 0
10 19 Juli 2007 N N N N N N 0
11 25 Juli 2007 N N N N N N 0
12 26 Juli 2007 N N N N N N 0
13 27 Juli 2007 N N N N N N 0
k = 13 c = 0 Keterangan: N = Normal
Lampiran 23. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik
Finish Powder ex Blending atau Bin Filling
No. Tanggal PrO No.
Cacat (c) 1 2 3
1 3 Juli 2007 N N N 0
2 4 Juli 2007 N N N 0
3 5 Juli 2007 N N N 0
4 6 Juli 2007 N N N 0
5 7 Juli 2007 N N N 0
6 8 Juli 2007 N N N 0
7 10 Juli 2007 N N N 0
8 11 Juli 2007 N N N 0
9 13 Juli 2007 N N N 0
10 15 Juli 2007 N N N 0
161
11 16 Juli 2007 N N N 0
12 17 Juli 2007 N N N 0
13 29 Juli 2007 N N N 0
14 30 Juli 2007 N N N 0
15 31 Juli 2007 N N N 0
k =15 c = 0 Keterangan: N = Normal
Lampiran 24. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian dan Deviasi Standar
(σ) untuk Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer
1. Bagan Kendali x
a. GT = x = 0,444
b. BPA = x 2BA = x+A R
Diketahui :
R = 0,024
A2 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6
= 0,483 (lampiran 25)
Jadi :
BPA = 0,444 + (0,483 x 0,024)
= 0,455
c. BPB = x 2BB = x-A R
= 40,238 + (0,483 x 5,653)
= 0,432
2. Bagan Kendali R
a. GTR = R = 0,024
b. BPA=BAR = D4 R
Diketahui :
D4 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6
= 2,004 (lampiran 25)
Jadi :
BPA=BAR = 2,004 x 0,024
= 0,048
c. BPB=BBR = D3 R
Diketahui :
162
D3 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6
= 0 (lampiran 17)
Jadi :
BPB=BBR = 0 x 0,024
= 0
Lampiran 24. Lanjutan
3. Standar Deviasi (σ)
σ = R /d2
Diketahui :
d2 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6
= 2,534 (lampiran 25)
Jadi :
= 0,024 / 2,534
= 0,009
Lampiran 25. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian Baga Kendali c untuk
Organoleptik Liquid MST
1. GTc =
n
i=1
c
c=k
= 0
2. BAc = BPA=c+3 c
= 0 + 3 0
= 0
3. BBc = BPB=c-3 c
= 0 - 3 0
= 0
163
Lampiran 26. Tabel Shewhart