css obat psikodepresan
TRANSCRIPT
CLINICAL SCIENCE SESSIONOBAT ANTIPSIKOTIK DAN ANTIDEPRESAN
Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Disusun oleh:
Dony Septriana Rosady 12100111035Tito Muhammad Taufik 12100111021
Partisipan :
Ibnu Abdillah 12100111003 Tri Suci Lestari 12100111029Erwin Oktaviadi R. 12100111070Imania 12100111022Rahmi Fathonah 12100111063
Preseptor:dr.Lelly ,Sp.KJ (K)
SMF ILMU KESEHATAN JIWAPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT2011
1
B A B I
P E N D A H U L U A N
Psikosis adalah istilah umum untuk setiap kelainan jiwa dengan penyebab
organik dan atau kejiwaan yang ditandai oleh gangguan kepribadian dan
kehilangan kontak dengan kenyataan. Pada keadaan psikosis ini sering pula
timbul waham, halusinasi ataupun ilusi. Diantara kelainan psikosis adalah,
skizofrenia, episode manik, gangguan psikotik idiopatik akut, dan gangguan-
gangguan lain yang disertai dengan agitasi. Antipsikotik adalah antagonis
dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat
antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki efek samping yang
perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan proporsi dan
tentunya agar mencapai target terapi.
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan gejala
utama berupa rasa hati yang murung (afek depresif), kehilangan minat dan
kegembiraan, serta berkurangnya energi yang menyebabkan penderita mudah
lelah dan menurun aktivitasnya. Gejala lain yang menyertai dapat berupa
penurunan konsentrasi dan perhatian, pengurangan rasa harga diri dan percaya
diri, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan
yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri / bunuh
diri, gangguan tidur, atau berkurangnya nafsu makan. Sindrom depresi di atas
mengakibatkan penderita terganggu dalam menjalankan fungsinya, tampak dalam
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan dalam aktivitas rutin sehari-
hari.
Antidepresan merupakan obat yang digunakan untuk menangani depresi.
Tiga kelompok utama antidepresan adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI),
Selective serotonin re-uptake inhibitor(SSRI) dan antidepresan trisiklik.
2
B A B I I
T I N J A U A N P U S T A K A
ANTIPSIKOSIS
Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome) : Sindrom Psikosis
Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis 4
Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing
ability), bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang
terganggu, daya nilai norma sosial (judgment) terganggu, dan daya tilikan
diri (insight) terganggu.
Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala
positif: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak
sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali
(disorganized), dan gejala negatif: gangguan perasaan (afek tumpul,
respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,
apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang
stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia).
Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam
gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin.
Profil Efek Samping
Efek samping pada obat anti-psikosis dapat berupa:
Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
3
Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut
kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, pandangan mata
kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson:
tremor, bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada
yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan
pasien. Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal
response with minimal side effect”.
Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada
waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka
panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak
berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related). Bila terjadi gejala
tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian
obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat anti
parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan.
Obat pengganti anti-psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-
psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akinat overdosis
atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang
menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.
Interaksi Obat
Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada
bukti lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis).
Misalnya, Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.
4
Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik
meningkat (hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma,
ileus, penyakit jantung).
Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk
kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive
therapy).
Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis
pada pagi hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena
angka mortalitas yang tinggi.
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus
lebih besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang
kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.
Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun
disebabkan gangguan absorpsi.
Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ;
sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam
riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-psikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-nya,
dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)
lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis – atipikal perlu
5
dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat
mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan
adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.
Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien. Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan
“dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai
timbul peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan
tiap 2-4 minggu) stop.
Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali. Efek
obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian
baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan
metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih
mempunyai keaktifan anti-psikosis. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis
sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala
psikosis mereda sama sekali.
6
Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat anti psikosis tidak
menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka
waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian
yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic Rebound” : gangguan lambung,
mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lainlain. Keadaan ini akan mereda
dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im),
tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan bersama
obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat
antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.
Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau
Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan
secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek
hipersensitivitas. Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama
kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat anti
psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan
(maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 % kasus menunjukkan
toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.
Perhatian Khusus
Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya : Penggunaan
Chlorpromazine injeksi (im) :
Sering menimbulkan Hipotensi Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh
(efek alfa adrenergic blockade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi
Noradrenaline (Nor-epinephrine) sebagai “alfa adrenergic stimulator”. Dalam
keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa dan beta
adrenergic stimulator” sehingga efek beta-adrenergic tetap ada dan dapat terjadi
Shock. Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung
7
bangun setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5- 10
menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (Levophed – Abbot
atau Raivas – Dexa Medica atau Vascon – Fahrenheit) ampul 4 mg/4cc dalam
infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3cc/menit. Obat anti-
psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejalan
Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet
Trihexyphenidyl (Artane) 3-4x 2 mg/hari, Sulfas Atropin 0,50-0,75 mg (im).
Apabila Sindrom Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara
bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat
antiparkinson. Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak
lebih lama dari 3 bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak
dianjurkan pemberian “antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat
mempengaruhi penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam
plasma rendah, dan dapt menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang
dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat antipsikosis agar tercapai dosis efektif.
“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapt diulangi setiap 2
jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah
dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi, hiperaktivitas
psikomotorm impulsif, menyerang, gaduhgelisah, perilaku destruktif dll).
Kontraindikasi
Penyakit hati (hepato-toksik)
Penyakit darah (hemato-toksik)
Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
Febris yang tinggai (thermoregulator di SSP)
Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)
Penyakit SSP (parkinson, tumor otak dll)
Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant” (kesadaran makin
memburuk)
8
Jenis-Jenis Antipsikotik
Antipsikotik Generasi Pertama (APG I)
Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik
generasi kedua (APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja
dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh
karena itu sering disebut juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau
antipsikotik konvensional atau tipikal.
Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin di jalur mesolimbik
sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG I tidak hanya
memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok reseptor D2 di tempat
lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila
APG I memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal dapat memperberat gejala
negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. blokade
reseptor D2 di nigrostriatal secara kronik dengan menggunakan APG I
menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade
reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan kadar prolaktin
sehingga dapat menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan berat badan.
APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif seperti
halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah
penghentian pemberian APG I.
Kerugian pemberian APG I:
1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia
2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif
3. Peningkatan kadar prolaktin
4. Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan Keuntungan pemberian APG I
adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom Neuroleptik Malignant (SNM)
dan cepat menurunkan gejala negatif.
9
APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian
berdasarkan potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan
pembagian berdasarkan rumus kimia adalah phenotiazine dan non-phenotiazine.
Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg. APG I
potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol, fluphenazine, trifluoperazine dan
thiothixine. Potensi anti dopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi
seperti distonia, akatisia, dan parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan
darah rendah.
Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10-50 mg. APG I potensi
sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan molindone. Digunakan untuk
penderita yang sulit terhadap toleransi efek samping APG I potensi tinggi dan
potensi rendah. Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg.
APG I potensi rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine, dan
mesoridazine. Mempunyai efek samping sedasi, hipotensi ortostatik, lethargi dan
gejala antikolinergik meningkat berupa mulut kering retensi urine, pandangan
kabur dan konstipasi.
Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia
1. Phenotiazine
Rantai Aliphatic: Clorpromazine
Rantai piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, fluphenazine.
Rantai Piperidine: Thioridazine
2. Butyrophenoone: Haloperidol
3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide
Obat-obat APG I yang masih sering digunakan adalah Haloperidol, Fluphenazine,
Trifluoperazine dan Clorpromazine. Cara pemberian APG I dapat secara per oral,
injeksi short acting maupun injeksi long acting (depot). Injeksi shot acting
pemberiannya secara intramuscular (IM), biasanya digunakan untuk pasien yang
agitasi atau menolak minum obat.efek klinis cepat diperoleh setelah pemberian.
Antipsikotik Generasi Kedua (APG II)
10
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antar
serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang
menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi
gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat
memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor
serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah
clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole.
Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. Kerja obat
antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways
1. Mesokortikal Pathways
Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade
terhadap antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas. dopamin
pathways sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin
dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A
dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas
menang daripada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan
berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur
mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki. APG II dapat
memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di jalur
mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG
II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok
reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu
defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan
gejala negatif skizofrenia.
2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan
antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi
blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal
11
ini yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada
keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat
mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin
dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin
dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan
serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi
akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin
menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi
hiperprolaktinemia.
4. Nigrostriatal Pathways
APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:
APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya
pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.
APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak
memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.
APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan
untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit
Alzheimer.
Antipsikotik generasi kedua yang digunakan
First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole
Second line: Clozapine.
Obat antipsikotik yang sering digunakan ada 21 jenis yaitu 15 jenis berasal dari
APG I dan 6 jenis berasal dari APG II. Keuntungan yang didapatkan dari
pemakaian APG II selain efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki
gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan
12
ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik. Pemakaian APG II
dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup penderita
skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas
hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction,
social dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living.
ANTIDEPRESAN
Indikasi
Gejala Sasaran(tarfet syndrome) : Sindrom Depresi
Butir-butir diagnostik Sindrom Depresi :
Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami rasa
hati yang murung,kurang minat/kehilangan rasa senang dan kurang tenaga
hinga mudah lelah serta kendur
Keadaan diatas disertai gejala-gejala :
1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian
2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri
3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi
4. Pandangan suram dan persimistik terhadap masa depan
5. Gagasan atau tindakan mencederai diri / bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Pengurangan nafsu makan
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala : penurunan kemampuan berkerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Mekanisme Kerja
Sindrom depresi diyakini timbul akibat adanya defisiensi relatif salah satu atau
beberapa neurotransmiter aminergik (noradrenalin, serotonin, dopamine) pada
sinaps neuron di SSP, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu, semua obat
antidepresi bekerja untuk meningkatkan jumlah neurotransmiter aminergik pada
13
sinaps neuron di SSP, baik dengan menghambat reuptake oleh neuron prasinaptik
maupun dengan menghambat penghancurannya oleh enzim monoamine oxydase.
Klasifikasi
Obat-obat antidepresi dikelompokkan dalam 5 golongan, yaitu :
1. Obat antidepresi Trisiklik
2. Obat antidepresi Tetrasiklik
3. Obat antidepresi RIMA ( Reversible Inhibitor Of Monoamine Oxydase-A)
4. Obat antidepresi Atypical
5. Obat antidepresi SSRI ( Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
1. Obat Antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik
Imipramine, Desipramine, Trimipramine, Amitriptyline, Nortriptyline,
Protriptyline, Amoxapine, Doxepine, Maprotiline, Clomipramine. Kedua jenis
obat antidepresi ini kadang dimasukkan dalam kelompok obat heterosiklik.
Penamaannya sesuai dengan jumlah cincin sebagai inti struktur molekularnya.
Farmakokinetik
Absorpsi per oral tidak lengkap
Waktu paruh panjang (10-70 jam) → pemberian obat bisa 1x/hari.
Metabolisme obat terjadi di hati oleh enzim sitokrom P450IID6.
Pemakaian bersama obat-obat yang bersifat menghambat P450IID6
( quinidine, cimetidine, SSRI, phenothiazine, carbamazepine, antiaritmik
propafenone dan flecainide) akan menyebabkan intoksikasi obat
antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik → dosis harus diturunkan.
Farmakodinamik
Menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan serotonin ke
terminal saraf prasinaptik → ↑ konsentrasi monoamin dalam celah
sinaptik → efek antidepresan
Menghambat reseptor asetilkolin histamin dan muskarinik, α-adrenergik
→ menimbulkan efek samping
14
Indikasi Terapetik
Gangguan Depresif Berat
Gangguan Mood Karena Kondisi Medis Umum dengan Ciri Depresif
Gangguan Panik dengan Agorafobia
Gangguan Kecemasan Umum
Gangguan Obsesif-Kompulsif (Clomipramine dan SSRI)
Gangguan Makan
Gangguan Nyeri, dll.
Efek Samping Merugikan
Efek Psikiatrik, yaitu dapat menginduksi episode manik pada pasien
gangguan bipolar I. Hal ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau
menggantinya dengan Fluoxetine atau Bupropion.
Efek Antikolinergik (esp. amytriptiline, imipramine, trimipramine dan
doxepine) berupa mulut kering ( atasi dengan permen karet tanpa gula,
kembang gula atau isap mulut fluoride), konstipasi, pandangan kabur dan
retensi urin. Selain itu, juga dapat memperberat kondisi pasien dengan
glaukoma sudut sempit ( atasi dengan pemberian tetes mata pilocarpine
secara bersamaan).Bethanecol dapat membantu mengatasi efek
antikolinergik lainnya.
Sedasi (esp. amytriptiline, trimipramine dan doxepine)
Efek Otonomik berupa hipotensi ortostatik (inhibisi α1-adrenergik),
keringat berlebihan, palpitasi, penngkatan tekanan darah
Efek pada Jantung berupa takikardi, gangguan EKG dan aritmogenik
(overdosis)
Efek Neurologis : kedutan mioklonik dan tremor lidah ( desipramine dan
protriptyline) parkinsonisme, akathisia, diskinesia (amoxapine)
Efek Alergi dan Hematologi, jarang terjadi
Efek lainnya : penambahan berat badan (inhibisi reseptor histamine H2),
impotensi (inhibisi reseptor dopamine dalam traktus uberoinfundibular)
dan disfungsi seksual (gangguan ejakulasi, anorgasme, galaktorea,
hiperprolaktinemia) karena penggunaan amoxapine
15
Interaksi Obat
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + antihipertensi : inhibisi efek
obat antihipertensi, bahkan pemberian bersama dengan methyldopa
menyebabkan agitasi perilaku
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + antipsikotik : peningkatan
kadar plasma masing-masing obat dan efek samping antikolinergik dan
sedasi dari obat antidepresi
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + CNS depressant (opiate,
opioid, ansiolitik, hipnotik dan obat flu) : potensiasi depresi SSP
Obat antidepresi Trisiklik + Simpatomimetik : efek merugikan pada
system kardiovaskuler yang berat
Obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik + Kontrasepsi oral, asam
askorbat, NH4Cl, barbiturate, merokok, lithium : penurunan kadar plasma
obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat antidepresi Trisiklik
dan Tetrasiklik :
Hindari penggunaannya selama kehamilan dan pada ibu menyusui ( bisa
diekskresikan lewat ASI)
Monitor dengan ketat penggunaannya pada pasien hepatitis dan penyakit
ginjal
Tidak boleh diberikan selama terapi ECT (efek pada jantung)
Pemeriksaan hitung darah lengkap, differential count leukosit, elektrolit
serum, tes fungsi hati, EKG perlu dilakukan terutama pada pasien lanjut
usia dan anak-anak.
Efek obat antidepresi Trisiklik dan Tetrasiklik yang bermakna baru terlihat
setelah empat minggu
Penghentian terapi harus dilakukan dengan penurunan dosis secara
bertahap untuk menghindari timbulnya ‘rebound’ kolinergik (mual,
gangguan lambung, berkeringat, nyeri kepala, nyeri leher dan muntah)
16
2. Obat Antidepresi RIMA ( Reversible Inhibitor Of Monoamine Oxydase-A)
Mis. Moclobemide, Brofaromine
Farmakokinetik
Mudah diabsorpsi per oral
Mengalami asetilasi
Efek antidepresi tampak setelah 2-4 minggu pengobatan
Farmakodinamik
Monoamin oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria yang
terdistribusi luas di seluruh tubuh. Konsentrasi MAO tertinggi ditemukan di hati,
saluran gastrointestinal, SSP dan system saraf simpatis. Dalam neuron, MAO
berperan dalam me-nonaktifkan neurotransmitter (norepinefrin, serotonin,
dopamine) yang berlebih dan bocor keluar vesikel sinaptik ketika neuron istirahat.
Inhibitor MAO dapat me-nonaktifkan enzim ini secara irreversible
(Isokarboksazid, Phenelzine, Tranylcypromine, Selegiline) atau reversible
(Moclobemide, Brofaromine), sehingga molekul neurotransmitter tidak
mengalami degradasi, menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke ruang
sinaptik. Hal ini menyebabkan aktivasi reseptor norepinefrin dan serotonin.
Akibatnya, timbullah efek antidepresi obat.
Monoamin oksidase tipe A(MAO-A) dalam saluran gastrointestinal
bertanggung jawab terhadap metabolisme tiramin yang terkandung dalam
makanan yang dikonsumsi. Inhibitor MAO akan mengakibatkan tiramin masuk ke
dalam sirkulasi tanpa mengalami metabolisme terlebih dahulu. Selanjutnya,
tiramin akan menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar, yang
tersimpan di ujung terminal saraf, menginduksi timbulnya sakit kepala, takikardi,
mual, hipertensi, aritmia jantung dan stroke. Pasien yang menggunakan MAOI
reversible ( RIMA) sebagai antidepresi hanya memerlukan waktu 2-5 hari setelah
dosis obat terakhir untuk mensintesis ulang MAO dalam jumlah yang cukup untuk
menggantikan MAO yang telah diinhibisi dan dihancurkan oleh MAO Inhibitor.
Hal ini berarti pasien dapat mengkonsumsi kembali makanan yang mengandung
tiramin sesudahnya. Sedangkan, pasien pengguna MAOI irreversible
17
membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu sekurang-kurangnya dua minggu
setelah dosis obat terakhir.
Indikasi Terapetik
Gangguan Depresif Berat
Gangguan Mood Karena Kondisi Medis Umum dengan Ciri Depresif
Gangguan Panik dengan Agorafobia
Gangguan Stres Pascatraumatik
Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gangguan Makan
Fobia Sosial
Gangguan Nyeri
Efek Samping Merugikan
Hipotensi ortostatik (Isokarboksazid, Phenelzine), dapat diatasi dengan
fludrocortisone 0,1-0,2 mg/hari, kaus kaki elastik (support stocking),
hidrasi dan peningkatan asupan garam
Penambahan berat badan
Edema
Disfungsi seksual
Insomnia
Parathesia (defisiensi pyridoxine akibat MAOI), atasi dengan suplemen
pyridoxine 50-150 mg/hari
Efek psikiatrik : menyebabkan pasien depresi gangguan bipolar I berubah
menjadi episode manik dan menyebabkan pasien skizofrenia menjadi
memiliki dekompensasi psikotik
Krisis hipertensi akibat mengkonsumsi MAOI bersama dengan makan
yang mengandung tiramin, juga bisa terjadi bila mendapat gigitan lebah
saat mengkonsumsi MAOI. Hal ini dapat diatasi dengan 100 mg kapsul
nifedipine, α-adrenergik ( phentolamine) atau chlorpromazine. Risiko
krisis hipertensi akibat tiramin menurun pada pasien yang menggunakan
RIMA.
18
Interaksi Obat
MAOI + CNS depresan : potensiasi efek depresi SSP
MAOI + Obat serotonergik (SSRI, clomipramine) : Sindrom Serotonin
Maligna dengan gejala awal berupa hipertonisitas, mioklonus, dan
gangguan otonom, selanjutnya timbul halusinasi, hipertermi, bahkan
kematian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat antidepresi MAOI
Monitor ketat penggunaan MAOI pada pasien dengan penyakit ginjal,
gangguan kejang, penyakit kardiovaskular atau hipertiroid
MAOI dapat mengubah kadar obat oral hipoglikemik
MAOI dikontraidikasikan penggunaannya pada ibu hamil dan menyusui
3. Obat Antidepresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Mis. Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, Sertraline)
Farmakokinetik
Waktu paruh Fluoxetine terpanjang (2-3 hari)
Absorpsi per oral baik
Metabolisme terjadi di hati oleh P450IID6 (Paroxetine)
Pemberian SSRI dengan makanan sering menurunkan insidensi gejala efek
samping SSRI yakni mual dan diare
Farmakodinamik
Menghambat reuptake serotonin secara spesifik ke terminal saraf
prasinaptik
Tidak terdapat aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistamin, dan
anti-adrenergik-α1 sehingga efek samping yang timbul sangat rendah
Indikasi Terapetik
Gangguan depresi berat
Episode depresi dari gangguan bipolar I
19
Gangguan makan
Gangguan panik
Gangguan obsesif-kompulsif
Gangguan distimik
Gangguan kepribadian ambang
Efek Samping Merugikan
Efek SSP : nyeri kepala, ketegangan, insomnia, mengantuk, dan
kecemasan
Efek sistem gastrointestinal : mual, diare, mulut kering, anoreksia, dan
dyspepsia
Gangguan fungsi seksual (jarang terjadi) : anorgasme, ejakulasi terlambat,
impotensi, dapat diterapi dengan Yohimbine atau Cyproheptadine
Gangguan pada kulit berupa ruam (jarang terjadi)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat antidepresi
SSRI :
Pemberian Fluoxetine disertai dengan penurunan konsentrasi glukosa,
dengan demikian dosis obat hipoglikemik perlu diturunkan
SSRI merupakan obat yang paling aman meski digunakan secara overdosis
Monitor penggunaan SSRI pada pasien dengan penyakit hati
SSRI dikontraidikasikan penggunaannya pada ibu hamil ( drug of choice
bila diharuskan memberikan antidepresi pada ibu hamil) dan menyusui
Profil Efek Samping
Efek Samping Obat Anti depresi dapat berupa:
Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun)
Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,
konstipasi)
Efek Anti adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
Efek Neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)
20
Efek Samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita),
biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan pada dosis
yang sama.
Pada keadaan Overdosis/ Intoksikasi Trisiklik dapat timbul: “Atropine
Toxic Syndrome” dengan gejala : eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia,
konvulsi, toxic confusional state(confusion, delirium, disorientation )
Interaksi Obat
SSRI + L-tryptophan/MAOI : Sindrom Serotonin Maligna
Pemberian SSRI sebelum maupun sesudah pemberian MAOI memerlukan
periode pencucian selama 6 minggu sebelum digunakan.
Paroxetine + cimetidine : peningkatan konsentrasi Paroxetine
Paroxetine + Phenobarbital/Phenytoin : penurunan konsentrasi Paroxetine
Paroxetine memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami interaksi obat
karena jalur metaboliknya melalui enzim hati P450IID6
Trisklik+ Haloperidol/Phenotiazine = mengurangi eksresi dari
Trisiklik( kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensiasi efek
antikolinergik(ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi).
SSRI/TCA+MAOI= Serotonin Malignant Syndrome dengan gejala-gejala:
gastrointestinal distress(mula, muntah,diare), agitasi(mudah marah, ganas),
restlessness(gelisah).
MAOI + “sympathomimetic drugs” (phenypropanolamine,
pseudoephedrine pada obat flu/ asma, noradrenaline pada anastesi
lokal,derivat amfetamine, L-dopa) + efek potensiasi yang dapat menjurus
ke Krisis Hipertensi (acute paroxysmal hypertension), dimana ada resiko
terjadinya serangan stroke.
MAOI+ Senyawaan mengandung “tyramine”(keju, anggur) = dapat terjadi
krisis Hipertensi(“Hypertensive Crisis”) dengan resiko serangan stroke
pada usia lanjut.
Obat anti depresi + CNS Depressant (morphine,benzodiazepine,alcohol) =
potensiasi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat nafas, resiko
timbulnya “respiratory failure”.
21
Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti depressan mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek
samping).
Pemilihan jenis obat anti depresi
Tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek
samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi)
Misalnya:
Trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) → efek samping sedatif, otonomik,
kardiologik lebih besar→ diberikan pada pasien muda (young healthy)
yang lebih besar toleransi terhadap efek samping tersebut dan bermanfaat
untuk meredakan ‘agitated depression’.
Tetrasiklik (Maprotiline, Mianserin) dan Atipikal (Tazodone, Mirtazapine)
→ efek samping otonomik, kardiologik relatif lebih kecil, efek sedasi lebih
kuat → diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek
otonomik dan kardiologik(usia lanjut) dan sindrom depresi dengna gejala
anxietasdari insomnia yang menonjol.
SSRI (Fluoxetine, Setraline) → efek sedasi, otonomik,hipotensi sangat
minimal→ untuk pasien ‘retarded depression’ pada usia dewasa dan usia
lanjut, atau yang dengan gangguan jantung, berat badan lebih, dan keadaan
lain dimana manfaat efek samping yang minimal tersebut.
MAOI-Reversible (Meclobemide) → efek samping hipotensi ortostatik
(relatif sering) → pasien usia lanjut mendadak bangunmalam hari ingin
miksi→ resiko jatuh dan dan trauma lebih besar. Perubahan posis tubuh
dianjurkan tidak mendadak, dengan tenggang waktu dan gradual.
Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada Sindrom Depresi
ringan dan Sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas kesehatan, pemilihan
obat anti depresi sebaiknya mengikuti urutan(step core)
22
o Step 1 = Gol SSRI (Fluoxetine, Sertraline)
o Step 2 = Gol Trisiklik (Amitriptyline)
o Step 3 = Gol Tetrasiklik (Maprotiline)
Pertama gunakan golongan SSRI yg efek sampingnya sangat minimal, spectrum
antidepresi luas, gejala putus obat minimal & lethal dose yang tinggi (>6000mg)
sehingga relatif aman. Bila telah diberikan dosis yang adekuat dalam jangkawaktu
yang cukup (sekitar 3 bulan)tidak efektif, dapat beralih ke golongan kedua,
golongan Trisiklik, yang spectrumnya luas namun efek sampingnya lebih berat.
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spectrum anti
depresi yang lebih sempit dan juga efek samping lebih ringan dibanding Trisiklik,
yang terringan yaitu golongan MAOI Reversible. Disamping itu juga
dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI membutuhkan waktu 2-4
minggu istirahat untuk ‘wash out period’ guna mencegah timbulnya ‘Serotonin
Malignant Syndrome’.
Lithium digunakan pada ‘Unipolar Recurrent Depression’ yaituuntuk mencegah
kekambuhan sebagai ‘Mood stabilizers’ dibutuhkan kadar serum lithium 0,4-0,8
mEq/L. Untuk efek Mania, kadar serum lithium 0,8-1,2 mEq/L (kadar teraupetik).
Kadar toksik adalah >1,5 mEq/L. Rentang kadar serum terapeutik dan toksis
sempit sehingga membutuhkan monitoring kadar serum lithium untuk deteksi dini
intoksikasi. Dosis obat Lithium sekitar 250-500 mg/h untuk mencapai kadar
serum Lithium profilaksis.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer: sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder : sekitar12-24 jam
Waktu paruh: 12-48 jam (pemberian 1-2 kali/ hari)
Proses dalam pengaturan dosis:
1.Initiating dosage (test dose) → untuk mencapai dosis anjuran selama minggu 1.
Misalnya: dosis Amitriptyline 25 mg/h = hari 1 dan 2, 50 mg/h = hari 3 dan 4
23
2.Titrating dosage (optimal dose) → mulai dari anjuran sampai mencapai dosis
efektif→ dosis optimal.
Misal: dosis Amitriptyline 150 mg/h=hari 7 s/d 14 hari (Minggu II), Minggu
III:200mg/h→Minggu IV:300mg/h
3.Stabilizing Dosage(stabilization dose)→dosis optimal dipertahankan slma 2-3
bln
4.Maintaining Dosage(maintenance dose) →selama 3-6 bulan. Biasanya dosis
pemeliharaan =1/2 dosis optimal
5.Tapering Dosage(tapering dose) selama 1 bulan. Kebalikan pada proses
‘Initiating dosage’.
Dengan demikian obat anti depresi dapat diberhentikan total. Kalau Sindrom
Depresi kambuh lagi, proses dimulai dari awal dan seterusnya. Pada dosis
pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one hour
before sleep) untuk golongan Trisiklik dan Tetrasiklik. Untuk golongan SSRI
diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi.
Lama pemberian
Pemberian obat anti depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh karena
’addiction potential’-nya sangat minimal.
Kontra indikasi:
Penyakit jantung Koroner khusunya pada usia lanjut.
Glaukoma, Retensi urin, hipertrofi proistas, gangguan fungsi hati, epilepsi.
Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung,ginjal dan kelenjar
tiroid.
Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan TCA, resiko
teratogenik besar (khususnya trimester 1) dan TCA dieksresi melalui ASI.
Anti Depresi Trisiklik
Kerja TCA meningkatkan pikiran, memperbaiki kewaspadaan mentalm
meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi angka kesakitan pada depresi utama
sampai 50-70%. Obat-obat ini tidak menyebabkan stimulasi SSP atau peningkatan
24
pikiran pada orang normal. Obat dapat digunakan untuk memperpanjang
pengobatan depresi tanpa kehilangan efektivitas.
Penggunaan dalam terapi Antidepresan trisiklik efektif mengobati depresi mayor
yang berat dan beberapa gangguan panik.Imipramin telah digunakan dalam
mengontrol ngompol pada anak-anak karena menyebabkan kontraksi sfingter
interna kandung kencing.
Efek Samping
1.Efek antimuskarinik: Penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan
penglihatan kabur, mulut kering, retensi urine, konstipasi dan epilepsi.
2.Kardiovaskular: Peningkatan aktivitas katekolamin dapat menyebabkan
stimulasi jantung berlebihan yang dapat membahayakan.
3.Hipotensi ortostatik: TCA menghambat reseptor alfa adrenergik sehingga
menyebabkan hipotensi ortostatik dan takikardia yang refleks.
4.Sedasi
5.Perhatian: TCA dapat menutupi tingkah mania depresi.
Inhibitor ambilan kembali serotonin selektif
Fluoksetin
Penggunaan dalam terapi Indikasi utama fluoksetin adalah depresi. Digunakan
pula untuk bulimia dan anoreksia nervosa dan gangguan obsesif kompulsif. Efek
Samping hilangnya libido, ejakulasi terhambat, anorgasme, menyebabkan kejang.
Penyekat monoamine oksidase
Penggunaan dalam terapi MAOI digunakan pada pasien depresi yang tidak
responsif dan alergi terhadap antidepresan trisiklik atau menderita ansietas berat.
Obat ini dapat menstimulasi pada pasien dengan aktivitas motorik lemah. Obat ini
dapat digunakan pada fobia dan pada depresi atipikal( yaitu pikiran labil,menolak
kebenaran dan gangguan nafsu makan). Efek Samping MAOI dapat menghambat
penguraian tiramin yang terdapat pada keju, hati ayam dan anggur merah. Tiramin
menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar sehingga terjadi sakit
kepala, takikardia, mual, hipertensi, aritmia jantung dan stroke. Efek samping lain
25
yaitu mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering,disuria dan
konstipasi.
26