css surfaktan

33
1 KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena rahmat-Nya  penyusun diberikan jalan dalam menyelesaikan referat mengenai Penggunaan Surfaktan untuk Pengembangan Paru Janin pada Kasus Kehamilan Kurang Bulan dengan Ketuban Pecah Dini Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapakan terima kasih kepada dr. Wahdi Sirajudin SpOG, serta dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian  penyusunan referat ini. Tugas referat disusun dalam rangka mernenuhi persyaratan kepaniteraan Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUD Ahmad Yani Metro Penyusun berharap referat ini dapat memberikan masukan khususnya kepada  penyusun sendiri dan juga rekan-rekan sejawat lainnya. Dalam penyusunan referat ini tentu saja masih terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu penyusun berharap masukan dan kriti k yang membangun demi  perbaikan dimasa yang akan datang. Metro, November 2013

Upload: shinta-trilusiani

Post on 13-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena rahmat-Nya penyusun diberikan jalan dalam menyelesaikan referat mengenai Penggunaan Surfaktan untuk Pengembangan Paru Janin pada Kasus Kehamilan Kurang Bulan dengan Ketuban Pecah Dini Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapakan terima kasih kepada dr. Wahdi Sirajudin SpOG, serta dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan referat ini.Tugas referat disusun dalam rangka mernenuhi persyaratan kepaniteraan Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUD Ahmad Yani MetroPenyusun berharap referat ini dapat memberikan masukan khususnya kepada penyusun sendiri dan juga rekan-rekan sejawat lainnya. Dalam penyusunan referat ini tentu saja masih terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu penyusun berharap masukan dan kritik yang membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Metro, November 2013

BAB IPENDAHULUAN

Ketuban pecah sebelum waktunya atau premature rupture of membrane (PROM) merupakan ruptur membran fetal sebelum onset persalinan.Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu, maka disebut premature rupture of membrane(PPROM) atau ketuban pecah dini preterm.1Ketuban pecah sebelum waktunya berpengaruh terhadap keadaan janin dan ibu. Walaupun ibu belum menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi, tetapi mungkin janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dulu terjadi sebelum gejala pada ibu dirasakan sehingga akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Adanya pembukaan jalan lahir akan dapat menyebabkan infeksi intrapartal, apalagi jika terlalu sering dilakukan pemeriksaan dalam. Selain itu dapat pula dijumpai infeksi nifas, peritonitis dan septikemia.1Likuor amnii atau yang disebut dengan air ketuban adalah cairan yang terdapat di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion. Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan 1000 - 1500 ml, warna putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak manis dan amis. Cairan ini dengan berat jenis 1,008 terdiri dari 98% air.Sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan organic dan bila diteliti benar terdapat rambut lanugo, sel-sel epitel serta vernik caseosa.Protein ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter sebagian besar sebagai albumin.2Reaksi inflamasi dan infeksi atau belum sempurnanya fungsi paru janin setelah terjadinya ketuban pecah dini atau ketuban pecah dini prematur merupakan predisposisi terjadinya Respiratory Distress Syndrome (RDS), Bronchopulmonary Displasia (BPD), atau Hipoplasia Pulmoner. Penyakit-penyakit pulmoner tersebur merupakan faktor mayor yang mencetuskan kematian janin atau neonatus. Kemudian mortalitas janin dan neonatus dengan PROM maupun PPROM secara signifikan dapat diturunkan apabila pemeriksaan antenatal dilaksanakan dengan baik. Penelitian mengenai pemberian surfaktan pulmoner antenatal untuk mencegah RDS telah banyak dilakukan baik pada hewan maupun manusia, dan hasilnya menunjukan penurunan kejadian RDS yang signifikan.2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PERKEMBANGAN PARU JANINPertumbuhan paru janin memerlukan kemampuan interaksi yang sempurna antara pertumbuhan anatomi, fisiologi, dan biokimia sehingga organ ini mempunyai permukaan yang luas, sistem pembuluh darah yang cukup, dan kemampuan metabolisme yang mendukung pertukaran CO2 dan O2 dengan ventilasi yang baik.Terdapat lima tahap pertumbuhan paru janin:1. Masa embriologi sejak konsepsi sampai umur 7 minggu2. Masa pseudoglandular mulai umur 8-16 minggu3. Masa kanalisasi mulai umur 17-27 minggu4. Masa sakulasi sejak umur 28-35 minggu5. Masa pembentukan alveolus setelah umur janin 36 mingguCikal bakal pertumbuhan paru berasal dari tonjolan depan rancangan pembentukan sIstem gastrointestinal janin, yang muncul pada umur janin 4 minggu. Selanjutnya paru bertumbuhkembang dan bercabang-cabang laksana batang pohon sampai ke ranting serta daunnya.Alveolus saat lahir berjumlah sekitar 20 juta dan pada umur 8 tahun menjadi 300 juta.3

Masa TumbuhYang TerjadiKeterangan

Embrional Tinjolan merupakan saluran tertutup epitel kolumnus Bercabang terus sehingga epitel menjadi tipis sejak umur hamil 5 bulan tipe I dan IISejalan dengan pertumbuhan sistem tracheobronchial tree yang terus tumbuh kembang sampai pada asinusnya, diikuti oleh pertumbuhan pembuluh darahnya. Pada pembentukan kapiler yang mengelilingi alveolus, pembuluh darah semakin menyisihkan jaringan mesenkim paru, sehingga makin dekat dengan permukaan alveolus.

Untuk pertukaran gas makin tipis Pembentukan surfaktan protein terjadi pada epitel paru tipe II, dengan proses yang kompleks, surfaktan protein A: koordinasi kerja dengan protein lain, lipids, meningkatkan fungsi kerja surfaktan mengatur sekresi surfaktan dan pengambilan kembali

surfaktan protein B dan C: protein lipophilik, yang memberi peluang melekat dan melebarnya lipid, sehingga terbentuk lapisan tunggal surfaktan

surfaktan protein D: Hampir sama dengan surfaktan Fungsi surfaktan protein D untuk pertahanan paruLapisan tunggal surfaktan yang merupakan protein lipid akan memudahkan terbukanya alveoli saat pernapasan, tidak menimbulkan atelektasis.Lapisan tunggal dimaksudkan untuk tidak mengganggu jalan pertukaran gas sehingga paru dapat berfungsi sempurna Alveoli saaat lahir sekitar 20 juta, sedang umur 8 tahu sekitar 300 juta.

Pseudoglandular Tracheobronchial tree terbentuk sempurna Rancangan bronchial sudah tampak

Kanalisasi Terjadi dengan jalan makin melebarnya jalan napas pada saluran Terjaadi penipisan epitelya Primitive respirasi bronchial terbentuk, sebagai bakal pertukaran gas

Sakulasi Terbentuk pada ujung tracheobronchial tree, dengan penggelembunngan (lebar) sehingga membentuk asinusnya. Terbentuk juga duktus alveolus dan akhirnya alveolus

Alveolisasi Terbentuk sekundr septum alveolus dan penataan kapiler Epitel alveolus terdiri dari dua tipe I dan II

1. PERKEMBANGAN PRENATALPada manusia dan mamalia lain, morfogenesis sistem pernapasan dibagi menjadi lima periode. Periode pertama, atau periode embrional, mulai pada sekitar 4 minggu kehamilan, ketika jalan napas primitive muncul sebagai kantong ventral yang menonjol keluar dari epitel endoderm usus depan. Pengantongan ini segera membagi menjadi dua batang tunas bronkus, yang mencekung ke dalam mesenkim dengan cepat dan memisahkan usus depan dari rongga soelom. Tunas bronkus mulai bercabang , mula-mula dengan pertumbuhan keluar monopoda (percabangan sekunder tumbuh keluar dari cabang utama) dan kemudian dikotomi asimetri (dua percabngan sekunder berasal dari satu cabang utama).3

Mesenkim peribronkial atau splanknopleura memainkan peran esensial dalam pembentukan paru selama embrional. Kontak erat antara mesenkim ini dan epitel tunas bronkus sangat penting untuk kelanjutan percabangan jalan napas. Walaupun faktor-faktor yang mendorong pembelahan bronkus tidak seluruhnya teridentifikasi, sekresi faktor pertumbuhan akibat-steroid oleh fibroblast mesenkim, interaksi spesifik dengan komponen mesenkim aselular, dan bahkan komunikasi molecular langsung antara sel fibroblast dan endoderm yang melewati celah pada membran basalis telah dianggap sebagai mekanismee pemberi isyarat.Interaksi antara mesenkim dan tuas endoderm bronkus adalah spesifik organ.

Vaskularisasi paru berasal dari mesenkim. Segera sesudah kemunculannya, tunas bronkus dikelilingi oleh pleksus vaskuler, yang berasal dari aorta dan mengalir ke dalam vena somatic utama. Pleksus vascular ini bersambung dengan arteri dan vena pulmonalis untuk menyempurnakan sirkulasi paru pada minggu ke-7 kehamilan tetapi mempertahankan beberapa sambungan aorta yang membentuk arteri bronkialis.Semua struktur pendukung paru, termasuk pleura, anyaman sekat paru, dan otot plos, kartilago, dan jaringan ikat yang meliputi jalan napas, berasal dari mesenkim.3

Kearah minggu ke-6 kehamilan, pada permulaan periode kedua atau periode pseudoglanduler, paru-paru menyerupai kelenjar eksokrin dengan stroma tebal dilewati oleh duktus sempit yang dibatasi oleh sel tinggi yang hampir mengisi lumen.Jalan napas besar telah ada dan berhubugan erat dengan arteri dan vena pulmonalis. Trakea dan usus depan sekarang dipisahkan sesudah fusi yang progresif dari rigi-rigi epitel yang tumbuhh dari jalan napas primitive. Fusi yang tidak sempurna dari rigi-rigi ini menghasilkan fistula trakeoesofagus, malformasi kongenital. Selama masa pseudoglandular, jalan napas terus bercabang sampai seluruh sistem penghantar udara dibentuk, termasuk bronkiolus primitive yang akhirnya tumbuh menjadi bagian paruparu yang mengatur pertukaran udara. Secara simultan, sel pluripotensial yang melapisi saluran napas berdiferensiasi mulai dari trakea dan bronkus utama dalam sebuah proses yang agaknya juga berada dibawah beberapa tingkat kendali mesenkim. Mereka segera membentuk epitel pseudoskuamosa tipis yang mengandung sel neuroendokrin (Kilehitsky) dan globuler, bersilia, sekretorik (Clara).Kelenjar mukosa, kartilago, dan otot polos dapat dengan mudah dibedakan pada minggu ke-16 kehamilan.

Diafragma dibentuk selama masa ini.Tendo sentralnya berasal dari sekat tranversal, lempengan jaringan mesodermal terletak diantara pericardium dan tangkai kantong yolk.Bagian lateralnya dibentuk oleh lipatan pleuriperitoneum, yang tumbuh dari dinding tubuh sampai mereka berfusi dengan mesenterium esofafus dan melintasi sekat.Fusi ini menghilangkan hubungan antara toraks dan abdomen serta membentuk perintang terhadap pertumbuhan kaudal paru.Kegagalannya, biasanya pada sisi kiri, menyebabkan hernia diafragmatika bochladek.Defek ini, yang merupakan tipe hernia diafragmatika paling sering, yang memungkinkan organ abdomen masuk rongga pleura primitive dan saluran napas dan percabangan vascular pulmonal.Hasilnya adalah hipoplasia paru berat, terutama pada sisi hernia.Pada mulanya, diafragma membranosa normal, akhirnya diinvasi oleh otot lurik yang berasal dari miotom servikal.

Selama periode ketiga atau periode kanalikuler, antara minggu ke 26-28, pertumbuhan epitel mendominasi pertumbuhan mesenkim.Sebagai akibatnya, percabangan bronkus mengembangkan gambaran yang lebih tubuler, sedangkan daerah distalnya membagi lebih lanjut dan membangun fondasi structural asinus pulmonal.Sel epitel pada daerah ini menjadi lebih kuboid dan mulai mengekspresikan beberapa penanda anigen yang menandai sel sebagai pneumosit tipe II.Beberapa sel menjadi lebih pipih dan dapat dididentifikasi berpotensi sebagai pneumosit tipe I dengan adanya reticulum endoplasmic yang jarang dan glikogen sitoplasmik yang banyak.Kapiler yang terdapat pada bagian distal mesenkim bronkus membentuk anyaman yang lebih padat dan tumbuh lebih ekat pada ruang udara potensial, memungkinkan pertukaran gas yang terbatas pada kehamilan 22 minggu.3

Antara kehamilan minggu ke 26 dan ke-28, morfogenesis paru memasuki periode sakulernya, selam itu terminal jalan napas berlanjut melebar dan membentuk struktur silindris yang dikenal sebagai sakulus.Pada mulanya permukaan halus di sebelah dalam sakulus segera berkembang menjadi rigi-rigi atau Krista-krista sekunder, yang bermula sebagai lipatan epithelium dan mesenkim peribronkus serta mengandung lapisan kapiler ganda. Jarak antara kapiler dan ruang udara potensial menyempit lebih lanjut sampai akhirnnya hanya dipisahkan oleh membrane basalis yang tipis.Persisnya, saat periode sakuler berakhir dan periode alveolar mulai, terantung pada batasan yaitu apa yang menyususn alveolus. Pembentukan alveolus sebelum lahir tidak diperlukan untuk hidup, seperti yang terlihat dari pengamatan dimana, pada spesies burung yang masih kecil atau spesies yang tidak dewasa sebelum waktunya (nonprecocious), seperti tikus atau kelinci, alveolus tidak ada sampai beberapa hari sesudah lahir. Pada janin manusia, pemisahan sakuler dimulai dengan pemunculan Krista sekunder yang berlanjut dengan kecepatan yang tinggi, sehingga struktur dengan permukaan banyak yang analog dengan alveols paru-paru matur dapat ditemukan pada kehamilan 32 minggu.Ada banyak bukti bahwa waktu dan kemajuan pembentukan sekat (septasi) alveolus berada dibawah pengaturan endokrin.Hormon tiroid merangsang penyekatan, sedangkan glukokortikoid mengganggu penyekatan dengan cara yang tidak dapat dibatalkan (walaupun mereka mempercepat penipisan m embran kapiler alveolus). Peregangan oleh cairan yang dikandung dalam paru janin dan pengembangan periodic yang terjadi karena kerja otot pernapasan selama pernapasan janin misalnya, tampaknya diperlukan untuk perkembangan asinus.Apabila hal-hal ini tidak ada. Ketika paru atau dada dikomprei (seperti pada kasus hernia diafragmatika atau oligohidramnion) atau ketika pernapasan janin berhenti (misalnya, karena lesi pada medulla spinalis), akan mengakibatkan hipoplasia paru dengan berkurangnya jumlah alveoli.3

2. PEMBENTUKAN SURFAKTANEpitel alveoli merupakan perubahan transisi dari epitel kolumner menjadi epitel selapis gepeng yang berlangsung sejak umur kehamilan 5 bulan.Lapisan epitel alveoli terdiri dari dua tipe; tipe 1 dan II.Tipe I merupakan subselullar organella.Tipe II banyak mitokondria, reticulum endoplasmic, organ golgi.Tipe II merupakan badan berlapis yang mengandung surfaktan.Surfaktan paru mengandung komponen penting:1. 80% phospholipids:a. Unsaturated phosphatidylcholin 25%b. Saturated phosphatidylcholin 45 %c. Dengan komponen dipalmitoyld. Phosphatidylcholin 80%e. Phosphatidylethanolamine 3%f. Phosphatidylglyceral 5%g. Phosphatidyl lainnya 2%2. 10% protein spesifik surfaktan:a. Surfaktan protein Ab. Surfaktan protein Bc. Surfaktan protein Cd. Surfaktan protein De. 10% lipids netralSemua komponen tersebut dibuat di alveolar sel tipe II.Protein surfaktan dibentuk di poliribosom, yang bersumber dari inti sel tipe II.Modifikasi dilakukan di reticulum endoplasmic menjadi badan multi reticular. Melalui kerja organ golgi, badan multivesikular akan berubah menjadi badan berlapis sebagai tempat penyimpanan protein dan lipids surfaktan. Badan berlapis tempat penyimpanan surfaktan akan dirubah menjadi atau diorganisir menjadi tubulus myielin, yang merupakan jaringan longgar fosfo lipids dan protein. Selanjutnya surfaktan akan disebarkan untuk menutupi dan melekat sebagai lapisan tunggal pada alveolus paru. Lapisan tunggal ini merupakan media interaksi udara dan cairan paru.Lapisan tunggal surfaktan sangat penting artinya sehingga tekanan permukaan paru menjadi rendah dan paru mudah mengembang. Dengan kembang kempisnya paru, surfaktan akan terlempar keluar tetapi dapat terjadi hal berikut:1. Surfaktan akan dibersihkan oleh makrofag, melalui jalan endokytik2. Atau didaur ulang yang akhirnya tertimbun pada badan berlapis.Keberadaan surfaktan pada alveoli, sangat penting artinya, khususnya saat pernapasan pertama. Turunnya tekanan permukaan alveoli, akan memberikan kepada paru kesempatan untuk berkembang sehingga tidak terjadi atelektasis. Mengenai perkembangan alveoli hokum La Place menekankan bahwa:1. Tinggi tekanan dalam gelembung.a. Sesuai dengan tegangan permukaanb. Berbanding terbalik dengan panjang radiusnya.

2. P=2T/r3. Karena surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan (T), dengan sendirinya tekanan dalam gelembung akan menurun.4. Dengan turunnya tekanan dalam gelembung, pembukaan alveoli akan mudah terjadi hanya dengan kekuatan sebesar 25 mm H2OSekalipun panjang radius alveoli mengecil, karena surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan, dapat terhindar kolap alveoli yang akan menimbulkan atelektasis paru.33. METABOLISME SURFAKTANSurfaktan dibuat oleh endoplasmic reticulum, dikirimkan menuju badan multivesikel dengan perantaraan badan golgi dan selanjutnya disimpan di badan lamellar. Setelah dikeluarkan dari badan lamellar, fosfolipid diatur dalam bentuk tubulomielin, sebeum dipaparkan sebagai lapisan tunggal pada alveoli yang langsung mengadakan interaksi antara cairan dan udara.Surfaktan dan proteinnya diambil oleh sel tipe II, untuk dilakukan katabolisme atau digunakan kembali. Protein surfaktan dibuat polyribosome, mengalami modifikasi dalam endoplasmic reticulum, dalam badan golgi dan badan multivesikular.

Masing-masing komponen surfaktan mempunyai fungsi khusus sebagai berikut.1. Saturated phosphatidylcholine, terutama; dipalmitoyl phosphatidylcholine (DPPC), berfungsi menurunkan ketegangan antara udara-caairan pada alveoli sehingga memberikan peluang kepada paru untuk berkembang/mengembung,2. Protein surfaktan (SP) A berfungsi :a. Mengoordinasikan protein surfaktan lainnya dan lipidsb. Memperbaikisifat-sifat alveolic. Mengatur dan pengambilan kembali surfaktan sehinga dapat dilakukan daur ulang.3. Protein surfaktan B dan C merupakan lipophilic protein untuk memfasilitasi pelekatan dan penyebaran lipid untuk membentuk lapisan surfaktan tunggal.4. Protein surfaktan D merupakan kesamaan protein surfaktan dan berfungsi sebagai pertahanan paru.Faktor-faktor yang ikut serta dalam pembentukan surfaktan adalah beberapa hormon metabolism fosfolipid paru.Diantaranya adalah glucocorticoids, hormon thyroid, cyclic adenosine monophosphat (CAMP), transforming growth factor betha (TGF betha).Diketahui bahwa glucocorticoid dapat meningkatkan pembentukan surfaktan dalam bentuk lipid dan proteinnya. Demikianlah, persalinan premature, sejak tahun 1972, mendapatkan tambahan kortikosteroid dengan tujuan untuk:1. Meningkatkan kematangan beberapa organ vital.a. Sistem kardiovaskularb. Sistem ginjalc. Gastrointestinald. Sistem saraf pusat2. Mematangkan paru dan ternyata dapat menurunkan timbulnya RDS (respiratory distress syndrome). Terapi kortokisteroid akan lebih berhasil jika ketuban masih intak.3. Menurunkan kejadian yang dapat membahayakan janin:a. Perdarahan peri dan intra ventrikulerb. Enterokolitis nekrotisc. Gangguan perkembangan intelektualnyad. Gangguan perkembangan motoriknya.Sejak diperkenalkan bahwa pemberian kortikosteroid bayi premature dapat menurunkan kejadian respiratory distress syndrome, telah dicoba beberapa terapi untuk semakin menurunkan kejadian kesakitan dan kematian neonates.1. Thyroid reeasing hormon (TRH)a. Ternyata TRH dapat melalui plasenta sehingga dapat merangsang pengeluaran Thyroid reeasing hormon janin, untuk mempercepat maturitas paru janin.b. Pemberian hormon thyroid dapat meningkatkan pembentukan phosphatidylcholine sehingga bersifat sinergis denan pemberian kortikosteroid, bersama dengan prolaktine untuk meningkatkan maturitas paru janin.2. Bethamethasone dapat menurunkan kejadian gangguan parua. Pemberian bethamethasone dianjurkan 12,5 mg, inisial dosisb. Diberikan kembali selang 24 jamc. Pemberian dilakukan antara 24 jam sampai dengan 7 hari menjelang perkiraan persalinan.

4. MEKANISME PERNAPASAN BAYI BARU LAHIRMasa yang paling kritis neonates adalah ketika harus mengatasi resistensi paru pada saat pernapasan janin atau bayi pertama. Sedah terdeteksi pernapasan janin bukanlah kejadian mendadak, tetapi berlangsung lama sejak intrauteri.Gerak napas janin sejak umur 67 bulan dengan jumlah sebanyak antara 60120 kali/menit.Kepentingan gerak pernapasan janin adalah meningkatkan tumbuh kembangnya otot pernapasan/toraks dan mengatur pertukaran cairan dalam paru. Pernapasan pertama bayi harus dapat mengatasi sejumlah resisten paru yang disebabkan oleh:1. Viskositas cairan paru2. Resistensi jaringan paru3. Tekanan-tegangan permukaan paru antara udara dan cairannya.Besarnya kekuatan yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan permukaan adalah sekitar 25 cm air untuk seluruh tegangan alveolus.Apa yang terjadi pada saat persalinan dan mulai pernapasan pertama dijabarkan sebagai berikut.1. Persalinan kepala bayi menyebabkan badankhususnya toraksberada dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam percangan tracheobronchial keluar sebanyak 1028 cc.2. Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan terjadi mekanisme balik yang menyebabkan terjadinya beberapa hal sebagai berikut.a. Inspirasi pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahirb. Perluasan permukaan paru sehingga terjadi perubahan penting, yaitu: Pembuuh darah kapiler paru makin terbuka untuk persiapan pertukaran O2CO2 Surfaktan menyebar sehingga memudahkan melebar menggelembungnya alveoli paru Resistensi pembuluh darah paru makin menurun sehingga dapat meningkatkan aliran darah menuju paru serta selanjutnya terjadi perubahan total hemodinamika kardiovaskular intrauteri menjadi sirkulasi dewasa Pelebaran toraks secara pasif mungkin sudah cukup tinggi untuk menggelembungkan seluruh alveoli yang memerlukan tekanan sekitar 25 mm air.3. Saat toraks bebas dan terjadi inspirasi pasif selanjutya terjadi dengan ekspirasi yang berlansung lebih panjang, guna meningkatkan pengeluaran lender. Volume inspirasi diperkirakan sebesar 3065 ml.Diketahui pula bahwa intrauteri, alveoli terbuka dan diisi oleh cairan yang akan dikeluarkan saat toraks masuk jalan lahir.Sekalipun ekspirasi lebih panjang dari inspirasi, tidak seluruh cairan dapat dikeluarkan dari dalam paru. Cairan lendir dikeluarkan dengan mekanisme berikut:1. Perasan dinding toraks2. Sekresinya menurun.3. Resorbsi oleh jaringan paru melalui pembuluh limfe.Makin sering bernapas sejak kelahiran akan makin meningkatkan functional residual capacity (FRC). Kondisi ini stabil setelah 6 jam.5

5.TES KEMATANGAN PARU

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes Kematangan Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS).Tes tersebut diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika6

a. Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio)

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion. tes ini pertama kali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes lain. Rasio lesihin dibandingkan sfingomyelin ditentukan dengan thinlayer chromatography (TLC).Cairan amnion disemntrifus dan dipisahkan dengan pelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi, titik lipid dapat dilihat dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine.Kemudian dihitung rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organik dari lesithin dan sfingomyelin.

Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usiagestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut dimana rasio L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan

Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini.Pada studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin, sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.6

b. Test Biofisika

1. Shake test diperkenalkan pertamakali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung tetap stabil . Dengan mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS

2. TDX- Maturasi paru janin (FLM II) tes lainnya yang berdasarkan prinsip tehnologi polarisasi fluoresen dengan menggunakan viscosimeter, yang mengukur mikroviskositas dari agregasi lipid dalam cairan amnion yaitu mengukur rasio surfaktan-albumin. Tes ini memanfaatkan ikatan kompetitif fluoresen pada albumin dan surfaktan dalam cairan amnion. Bila lompatan fluoresen kearah albumin maka jaring polarisasi nilainya tinggi, tetapi bila mengarah ke surfaktan maka nilainya rendah. Dalamcairan amnion, polarisasi fluoresen mengukur analisa pantulan secara otomatis rasio antara surfaktan dan albumin, yang mana hasilnya berhubungan dengan maturasi paru janin. Menurut referensi yang digunakan oleh Brigham and Womens Hospital, dikatakan immatur bila rasio < 40 mg/dl; intermediet 40-59 mg/dl; dan matur bila lebih atau sama dengan 60 mg/dl. Bila terkontaminasi dengan darah atau mekonium dapat menggangu interpretasi hasil tes.6

B. JENIS-JENIS SURFAKTAN

Terdapat 2 jenis surfaktan yaitu :1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, diddapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan2. Surfaktan eksogen berasal dari sintetik dan biologic Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmytoilphospathidilcoline (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuaat dari DPPC 70% dan Phospatidylglicerol 30% kedua surfaktan tersebut tidak lama dipasarkan di amerika dan eropa. Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (venticute). Surfaktan eksogen semisintetik berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoylphospatidylcoline (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya surfaktan TA, survanta. Surfaktan eksogen biologic yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi misalnya infasur dan curosurf.6

C. JALUR PEMBERIAN SURFAKTAN

1. Inutero2. Intraamniotic3. Oral administrationMenurut penelitian adam, 2006 menyatakan bahwa intrautero dan pemberian secra oral telah terbukti dapat mencegah terjadinya RDS, walaupun mekanisme absorbsi dari sistem gastrointestinalnya belum bias dijelaskan, sedangkan berdasarkan penelitian Zhang-Jian Ping dalam penelitiannya Prophylaxis of Neonatal Respiratiry Distress Syndrome by Intra-amniotic Administrasion of Pulmonary Surfactant didapatkan bahwa pemberian surfaktan secara intra-amnion menunjukan hasil yang signifikan dalam menurunkan kejadian RDS pada neonates preterm.7Berdasarkan penelitian Zhan-Jiang Ping (2000) pemberian dengan rute intraamnion menunjukan hasil yang signifikan dalam menurunkan angka kejadian RDS.Pada penelitian ini surfaktan diberikan secara intraamnion. USG digunakan untuk monitor pemberian surfaktan agar tepat masuk ka bagian nares anterior fetus.D. KETUBAN PECAH DINI

1. DEFINISIKetuban pecah sebelum waktunya adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset persalinan berlangsung)dibedakan: PPROM (pre term premature rupture of membranes)Ketuban pecah pada saat usia kehamilan < 37 minggu PROM (premature rupture of membranes) Ketuban pecah pada saat usia > 37 mingguDalam beberapa literatur Ketuban pecah sebelum waktunyadidefinisikan sebagai pecahnya ketuban baik dalam kehamilan maupun persalinan sebelum pembukaan 3cm atau sebelum fase aktif berlangsung, KPSW yang memanjang adalah KPSW yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. KPSW akan membuat volume likour amni menurun bila berlangsung terus menerus. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, sehingga dapat menimbulkan gangguan fungsi baik pada janin itu sendiri ataupun terhadap ibu.8

2. ANATOMI DAN STRUKTUR MEMBRAN FETALAmnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan amnion.Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epithelium amniotik. Epitel amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen (laminin , nidogen dan fibronectin ) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya.Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini membentuk skeleton fibrosa dari amnion.Kolagen dari lapisan kompakta disekresikan oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial ( tipe I dan III ) mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan integritas mekanikan amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi filamentosa antara kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial.Tidak ada interposisi dari materi yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotic sehingga amnion dapat mempertahankan tensile strength selama stadium akhir kehamilan normal.Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari sel mesenkimal dan makrofag diantara matriks seluler.Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa.Lapisan intermediate ( spongy layer atau zona spongiosa ) terletak diantara amnion dan korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein yang memberikan sifat spongy pada gambaran histology. Lapisan ini juga mengandung nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan intermediate ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength yang lebih besar.Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas langsung menunu desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara lapisan korionik dari membrane fetal ( bebas plasenta ) mengalami regresi. Dibawah lapisan sitotrofoblas ( dekat janin ) merupakan membrane basalis dan jaringan knektif korionik yang kaya akan serat kolagen.Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang menunjukan adanya titik lemah dimana membrane akan pecah, observasi harus dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membrane yang memicu terjadinya ketuban pecah dini.Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung materi bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan penurunan volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam menghadapi infeksi. Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa pasien dengan oligohidramnion memiliki risiko tinggi menderita korioamnionitis dan sepsis pada neonatus.Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan dengan proses biokimia meliputi rusaknya kolagen antarmatriks ekstraseluler amnion dan korion dan programmed death of cell pada membrane janin dan lapisan uteri maternal ( desidua ) sebagai respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan membrane ( membrane stretching ) dan infeksi saluran reproduksi , yang menghasilkan mediator seperti prostaglandin, sitokin dan hormone protein yang mengatur aktivitas enzim degradasi matriks.

3. ETIOLOGIEtiologi dari KPSW belum diketahui secara pasti. Tetapi ada beberapa faktor predisposisi antara lain: Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) Riwayat persalinan dengan kpsw sebelumnya : risiko 2 - 4x Tindakan senggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x) Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%) Ph vagina di atas 4.5 : risiko 32% Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% Menjelang aterm kelemahan fokal terjadi pada selaput janin di atas os serviks internal yang memicu robekan selaput. Sosio-ekonomi rendah : def gizi & vit c Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) Inkompetensi servik ( leher rahim ) yang pendek < 25mm pada usia kehamilan 23 minggu. Kadar CRH (corticotropin releasing hormon) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

4. PATOFISIOLOGIKetuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek fokal disbanding kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat pecahnya membrane ini disebut restricted zone of extreme altered morphology yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast maupun spongiosa. 10

Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ilalah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi.

5. MANIFESTASI KLINISSetelah ketuban pecah dini pada kondisi term, sekitar 70% pasien akan memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm, periode latensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional, misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi sekitar 12 hari. Pada kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi berkisar hanya 4 hari.

Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit.Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah.Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan.Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen.

6. DIAGNOSIS

Anamnesis Pasien mengaku keluar cairan secara terus menerus dari vagina pada kehamilanPemeriksaan fisikAdanya kumpulan cairan di vagina yang keluar dari OUE, pemeriksaan inspekulo terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum

Pemeriksaan penunjang a. tes dengan kertas nitrazin merah akan berubah menjadi biru .Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.b. Ferning mikroskopik pada cairan vagina ( yaitu kristalisasi cairan amnion sangat mengering berbentuk daun pakis ) atau yang disebut tes Arborisasi krisatalisasi.

Tabel Diagnosis Cairan VaginaGejala dan tandaSelalu adaGejala dan tandaKadang kadang adaDiaganosis Kemungkinan

- Keluar cairan ketuban

- Cairan vagina berbau- Demam /menggigil- Nyeri perut

- Cairan vagina berbau- tidak ada riwayat

- cairan vagina berdarah

- Cairan berupa darah Linder Ketuban pecah tiba-tiba Cairan tampak di introitus Tidak ada his dalam 1 jam

- Riwayat keluar cairan- Uterus nyeri- Denyut jantung janin cepat

- Gatal- Keputihan- Nyeri perut- Disuria

- Nyeri perut- Gerak janin berkurang- Perdarahan banyak

- Pembukaan dan pendaftaran serviks- Ada his- Ketuban pecah dini

- Amnionitis

- Vaginitis/serviks

- Perdarahan antepartum

- Awal persalinan aterm atau preterm

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan leukosit darah : > 15.000/ul bila terjadi infeksi Tes lakmus Amniosintesis USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang

7. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.

1. Medikasi Kortikosteroid.Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 15,9% ), enterokolitis nekrotikans ( 0,8 4,6% ). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason ( celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 32 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik.

Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan Amniosentesis. AntibiotikPemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari. Agen TokolitikPemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal.TIdak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini.Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.

2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi Masa gestasi dibawah 24 minggu.Sebagian besar pasien akan mengalami persalinan dalam 1 minggu bila terjadi ketuban pecah dini dengan periode latensi sekitar 6 hari , dan sebagian besar yang lahir biasanya mengalami banyak masalah seperti penyakit paru kronik, gangguan neurology dan perkembangan, hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar 50% janin dengan ketuban pecah dini pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom Potter, 25% pada mereka yang lahir di minggu ke 22 dan 10% pada mereka yang lahir setelah maa gestasi 26 mingu. Pasien harus mendapat konseling mengenai manfaat dan risiko penatalaksanaan akan kemungkinan bayi tidak dapat bertahan secara normal.

Masa gestasi 24 31 mingguPersalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat.Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34 minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi.Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak bermanfaat.

Masa gestasi 32 33 mingguBiasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal. Masa gestasi 34 36 mingguBiasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus disiapkan segera.Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam.Nilai serviks, jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin( misoprostol ) dan infuse oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesaria. Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa faktor, hendaknya serviks sudah mendatar dan menipis serta sudah dapat dilalui sedikitnya satu jari dan posisis sumbu serviks mengarah ke depan, selanjutnya tidak ada disproporsi sefalo pelvik, kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan, dan kepala bayi sudah mulai turun melewati rongga panggul. Kemungkinan induksi persalinan akan berhasil bila skor bishop lebih dari 8.

Nilai pelvik menurut Bishop :SKOR0123

Pembukaan01-23-45-6

Pendataran