sintesis dan karakterisasi surfaktan nonionik …

89
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK BERBASIS ASAM STEARAT MELALUI REAKSI PROPOKSILASI SKRIPSI ADE RACHMAWATI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

SURFAKTAN NONIONIK BERBASIS ASAM STEARAT

MELALUI REAKSI PROPOKSILASI

SKRIPSI

ADE RACHMAWATI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1441 H

Page 2: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

SINTESIS DAN KARAKTERISASI

SURFAKTAN NONIONIK BERBASIS ASAM STEARAT

MELALUI REAKSI PROPOKSILASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

ADE RACHMAWATI

NIM: 11150960000027

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1441 H

Page 3: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …
Page 4: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …
Page 5: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …
Page 6: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

©Hak Cipta Milik UIN, Tahun 2019

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan UIN.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin UIN dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Kimia (LIPI Kimia), Serpong.

Page 7: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

ABSTRAK

ADE RACHMAWATI. Sintesis dan Karakterisasi Surfaktan Nonionik Berbasis

Asam Stearat Melalui Reaksi Propoksilasi. Dibimbing oleh YAN IRAWAN dan

SITI NURBAYTI

Surfaktan merupakan salah satu produk berbasis turunan minyak kelapa

sawit yang belakangan ini berkembang dengan pesat. Salah satunya surfaktan

nonionik, yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki kestabilan

emulsi dan termal yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mensintesis

surfaktan nonionik asam stearat propoksilat (ASP) dari reaksi propoksilasi antara

asam stearat dengan senyawa propilen oksida. Sintesis ASP dilakukan dengan

perbandingan asam stearat dengan propilen oksida 1:2; 1:4; 1:6; 1:8; dan 1:10.

Identifikasi senyawa dilakukan dengan menentukan bilangan asam dan bilangan

ester dan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) serta Nuclear

Magnetic Resonance (NMR). Karakterisasi surfaktan dilakukan dengan pengujian

kestabilan emulsi dengan Particle Size Analyzer (PSA) dan Zeta Potential,

tegangan antarmuka dengan Spinning Drop Tensiometer, dan Hydrophilic and

Lipophilic Balance (HLB) dengan Gel Permeation Chromatography (GPC).

Berdasarkan hasil identifikasi, reaksi propoksilasi telah terjadi dan menghasilkan

polimerisasi optimal pada ASP 1:4 (BM: 517 g/mol). Hasil karakterisasi

menunjukkan semua ASP kecuali ASP 1:2 memenuhi standar ukuran partikel

surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) (147,13-168,9 nm). ASP 1:10

menunjukkan pembentukan emulsi yang stabil (zeta potential: -27 mV) serta

merupakan surfaktan yang bersifat paling hidrofilik (HLB 7,57).

Kata Kunci: Asam stearat, asam stearat propoksilat (ASP), propilen oksida,

propoksilasi, surfaktan nonionik

Page 8: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

ABSTRACT

ADE RACHMAWATI. Synthesis and Characterization of Nonionic Surfactant

Based on Stearic Acid Through Propoxilation Reactions. Under Guidance of YAN

IRAWAN and SITI NURBAYTI

Surfactant is a palm oil based product that was developed quickly. One kind

of surfactant that which has several advantages is nonionic surfactants, it has good

emulsion and thermal stability. The purpose of this research is to produce a nonionic

surfactant, propoxylated stearic acid (ASP), from the propoxylation reaction

between stearic acid and propylene. ASP synthesis is carried out by involving

stearic acid with propylene oxide 1: 2; 1: 4; 1: 6; 1: 8; and 1:10. Identification of

the composition is done by determining the acid number and ester number and using

Fourier Transform Infra Red (FTIR) and Nuclear Magnetic Resonance (NMR).

Surfactant characterization was performed by testing the stability of the emulsion

with Particle Size Analyzer (PSA) and Zeta Potential, the interface tension with

Spinning Drop Tensiometer, and Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB) with

Gel Permeation Chromatography (GPC). Based on the results of the reaction, the

propoxylation reaction has occurred and the optimal polymerization result is at ASP

1: 4 (BM: 517 g / mol). Characterization results showed that all ASPs except ASP

1: 2 met the surfactant particle size standard for Enhanced Oil Recovery (EOR)

(147.13-168.9 nm). ASP 1:10 showed the formation of a stable emulsion at (-27

mV) and is the most hydrophilic active surfactant (HLB 7.57).

Keywords: Nonionic surfactant, propoxilation, propoxilated stearic acid (ASP),

propylene oxide, stearic acid

Page 9: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

vi

KATA PENGANTAR

وبركات ه الله ورحمة عليك م السلام

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Solawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabatnya atas tauladannya sehingga penulis serta pembaca

sekalian selaku umatnya dapat melanjutkan perjuangannya dalam menegakkan

syi’ar islam.

Skripsi yang berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Surfaktan Nonionik

Berbasis Asam Stearat Melalui Reaksi Propoksilasi” ini disusun untuk

memenuhi syarat kelulusan di Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Yan Irawan, S.T., M.Si. selaku pembimbing I yang telah memberikan banyak

masukan dan saran untuk kemajuan penelitian penulis serta penulisan skripsi ini;

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si. selaku pembimbing II yang membantu membimbing

penulis dalam penulisan skripsi ini;

3. Tarso Rudiana, M. Si selaku penguji I dan Nurmaya Arofah, S.ST., M.Eng

selaku penguji II yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang

bermanfaat;

4. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si. selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

Page 10: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

vii

5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

6. Ika Juliana, S.Si. selaku Asisten riset di LIPI Kimia Serpong yang membimbing

penulis langsung di laboratorium selama penelitian;

7. Seluruh dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan;

8. Mamah, Bapak dan Keluarga tersayang yang selalu mendoakan dan memberikan

dukungan, baik dukungan moril dan juga dukungan materil pada penulis;

9. Teman-teman Kimia 2015 yang telah menjalani hampir 4 tahun bersama penulis,

berjuang bersama sampai saat penelitian dan menyelesaikan tugas akhir ini;

10. Semua pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu

persatu, tanpa mengurangi rasa hormat dan syukur penulis.

Melalui penyusunan skripsi ini penulis sadar akan banyak ditemukannya

kekurangan pada skripsi ini, baik dari segi kualitas penulisan serta kuantitas

referensi yang penulis tampilkan. Oleh sebab itu penulis memerlukan saran serta

kritik yang dapat menjadikan skripsi ini lebih baik. Penulis berharap skripsi ini

sedikitnya dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan juga untuk pengembangan

ilmu pengetahuan kedepannya.

وبركات ه الله ورحمة عليك م وسلام

Ciputat, November 2019

Penulis

Page 11: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Hipotesis ....................................................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6

2.1 Surfaktan ...................................................................................................... 6

2.1.1 Klasifikasi Surfaktan.......................................................................... 8

2.1.2 Aplikasi Surfaktan ...........................................................................14

2.2 Asam stearat ............................................................................................... 15

2.3 Propoksilasi ................................................................................................ 17

2.4 Karakterisasi Surfaktan ............................................................................... 20

2.4.1 Kestabilan Emulsi dan Zeta Potential .............................................. 20

2.4.2 Nilai Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB)............................. 22

2.4.3 Interfacial Tension (IFT) ................................................................. 23

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 24

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................... 24

3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 24

3.2.1 Alat ................................................................................................. 24

3.2.2 Bahan .............................................................................................. 24

3.3 Skema Kerja ............................................................................................... 25

3.4 Prosedur Kerja ............................................................................................ 26

3.4.1 Sintesis Surfaktan Asam Stearat Propoksilat .................................... 26

Page 12: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

ix

3.4.2 Identifikasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat ............................... 26

3.4.2.1 Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Ester ................................. 26

3.4.2.2 Identifikasi Bobot Molekul dengan menggunakan Gas Permeation

Chromatography (GPC) ...................................................................27

3.4.2.3 Identifikasi Gugus Fungsi dengan menggunakan Fourier Transform

Infrared (FTIR) ..............................................................................28

3.4.2.4 Identifikasi Struktur Kimia dengan menggunakan Nuclear Magnetic

Resonance (NMR) ..........................................................................28

3.4.3 Karakterisasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat ............................ 28

3.4.3.1 Penentuan Kestabilan Emulsi dengan menggunakan Particle Size

Analyzer (PSA) dan Zeta Potential ..................................................28

3.4.3.2 Penentuan Nilai Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB)

dengan menggunakan Gel Permeation Chromatography (GPC).......29

3.4.3.3 Penentuan Tegangan Antar Muka (Interfacial Tension) dengan

menggunakan Spinning Drop Tensiometer .......................................29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 31

4.1 Sintesis Surfaktan Asam Stearat Propoksilat (ASP) ..................................... 31

4.2 Identifikasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat .......................................... 33

4.2.1 Bilangan Asam dan Bilangan Ester Asam Stearat Propoksilat .......... 33

4.2.2 Bobot Molekul Asam Stearat Propoksilat ......................................... 35

4.2.3 Gugus Fungsi Asam Stearat Propoksilat........................................... 36

4.2.4 Struktur Kimia Asam Stearat Propoksilat ......................................... 39

4.3 Karakterisasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat ....................................... 41

4.3.1 Kestabilan Emulsi Asam Stearat Propoksilat………………………. 41

4.3.2 Nilai Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB) Asam Stearat

Propoksilat....................................................................................... 45

4.3.3 Nilai Tegangan Antar Muka Asam Stearat Propoksilat..................... 47

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 50

5.1 Simpulan ..................................................................................................... 50

5.2 Saran…………………………………………………………………………50

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 51

LAMPIRAN ..................................................................................................... 56

Page 13: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Asam lemak alami: struktur, sifat, dan nomenklatur ............................. 16

Tabel 2. Aplikasi dari nilai HLB ........................................................................ 23

Tabel 3. Karakteristik hasil propoksilasi ............................................................ 32

Tabel 4. Bobot molekul asam serat propoksilat .................................................. 35

Tabel 5. Ukuran partikel ASP rata-rata .............................................................. 41

Tabel 6. Polydispersity index surfaktan ............................................................. 43

Tabel 7. Zeta potential dan konduktivitas surfaktan ........................................... 44

Tabel 8. Nilai HLB pada surfaktan ASP ............................................................ 45

Tabel 9. Nilai IFT pada ASP ............................................................................. 47

Page 14: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur dasar surfaktan ..................................................................... 6

Gambar 2. Jenis konfigurasi misel: (a) silindris; (b) lamela; (c) bulat .................. 8

Gambar 3. Sodium lauril sulfat ........................................................................... 9

Gambar 4. Dihydrogenated tallow dimethyl ammonium chloride ...................... 10

Gambar 5. Sorbitan monostearat ....................................................................... 11

Gambar 6. Struktur etilen oksida ...................................................................... 12

Gambar 7. Cocamidopropyl betaine ................................................................. 13

Gambar 8. Beberapa aplikasi penting surfaktan dalam berbagai bidang ............ 14

Gambar 9. Struktur kimia asam stearat ............................................................. 15

Gambar 10. Mekanisme reaksi sintesis surfaktan polimerik .............................. 18

Gambar 11. Pembukaan cincin asimetris dengan nukleofilik ............................. 19

Gambar 12. Skema kerja sintesis dan karakterisasi surfaktan nonionik ............. 25

Gambar 13. Reaksi propoksilasi asam stearat.................................................... 31

Gambar 14. Bentuk fisik ASP ........................................................................... 33

Gambar 15. Grafik bilangan asam dan bilangan ester asam stearat dan ASP. .... 34

Gambar 16. Spektrum FTIR asam stearat.......................................................... 36

Gambar 17. Spektrum FTIR ASP ..................................................................... 37

Gambar 18. Analisis 13C-NMR asam stearat .................................................... 39

Gambar 19. Analisis 13C-NMR ASP 1:2 ........................................................... 40

Page 15: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skema kerja sintesis dan karakterisasi surfaktan nonionik............. 56

Lampiran 2. Perhitungan berat asam stearat dan propilen oksida ...................... 57

Lampiran 3. Perhitungan pembuatan KOH 1% (b/b Asam Stearat) ................... 58

Lampiran 4. Perhitungan bilangan asam dan ester ............................................ 59

Lampiran 5. Karakteristik ASP ......................................................................... 59

Lampiran 6. Prediksi puncak serapan FTIR asam stearat dan ASP .................... 59

Lampiran 7. Ukuran partikel ASP rata-rata ....................................................... 60

Lampiran 8. Polydispersity index ASP ............................................................. 60

Lampiran 9. Zeta potential dan konduktivitas ASP ........................................... 60

Lampiran 10. Nilai IFT pada ASP .................................................................... 61

Lampiran 11. Proses sintesis ASP .................................................................... 62

Lampiran 12. Karakterisasi dan identifikasi ASP .............................................. 63

Lampiran 13. Kromatogram GPC ASP ............................................................. 64

Lampiran 14. Grafik bilangan asam dan bilangan ester asam stearat dan ASP .. 66

Lampiran 15. Spektrum FTIR asam stearat dan ASP ........................................ 67

Lampiran 16. Hasil analisis 13C-NMR asam stearat dan ASP ........................... 70

Page 16: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surfaktan merupakan salah satu produk berbasis turunan minyak kelapa

sawit yang belakangan ini berkembang dengan pesat. Surfaktan digunakan sebagai

permukaan aktif yang dapat menurunkan tegangan permukaan cairan. Surfaktan

dapat menurunkan tegangan permukaan karena mempunyai gugus hidrofilik dan

hidrofobik. Gugus polar dan gugus nonpolar tersebut yang menyebabkan surfaktan

dapat mencampurkan air dan minyak dengan baik (Fessenden dan Fessenden,

1989).

Perbedaan kepadatan (densitas) merupakan faktor yang membuat air dan

minyak tidak dapat bercampur. Air yang memiliki densitas lebih besar akan berada

di fase bagian bawah sementara minyak yang memiliki densitas lebih kecil akan

berada di fase bagian atas. Salah satu contoh lain dari pengaruh densitas terhadap

pencampuran suatu larutan telah dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Furqan ayat

53:

لح أ جاج وجعل ذا مه ذا عذب ف رات وه وه و ٱلذهى مرج ٱلبحرينه ه

ورا حج جرا م ما برزخا وحه بينه

Artinya: “Dan Dia-lah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan);

yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan

antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi” (QS. Al-Furqan

[25]: 53).

Page 17: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

2

Terjadinya pemisahan antara air tawar dengan air laut tersebut disebabkan

oleh fenomena Halocline, dimana kedalaman zona laut akan mempengaruhi kadar

garamnya. Kadar garam bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman, hal

ini menyebabkan adanya perbedaan kepadatan (densitas) diantara kedua jenis air

tersebut sehingga keduanya tidak saling campur. Fenomena tersebut merupakan

salah satu contoh dari pengaruh densitas terhadap pencampuran suatu larutan.

Salah satu bahan alami yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai

bahan baku pembuatan surfaktan adalah minyak kelapa. Kandungan minyak kelapa

berupa asam lemak, diantaranya asam laurat, asam oleat, asam stearat, dan

sebagainya (Novilla, 2017). Penelitian Sukmawati (2017) menyatakan bahwa

surfaktan yang disintesis dengan bahan baku kelapa sawit memiliki karakteristik

yang hampir serupa dengan surfaktan standar yang dijual di pasaran, yaitu alkyl

benzene sulfonate (ABS) dalam kualifikasi bau, warna, temperatur, pH, dan

kelarutan dalam air.

Perkembangan sintesis surfaktan berdasarkan bahan alami ditunjukkan

dengan berbagai reaksi kimia diantaranya etoksilasi, esterifikasi, atau amidasi. Pada

beberapa kasus, reaksi etoksilasi membutuhkan katalis alkali, seperti kalium

hidroksida (KOH) atau natrium hidroksida (NaOH), dan senyawa yang

menginisiasi (monomer awal) (Hermann et al., 2016).

Sintesis dengan reaksi epoksilasi biasanya menggunakan senyawa epoksida,

seperti etilen oksida, propilen oksida, butilen oksida dan sebagainya. Etoksilasi

menghasilkan polimer surfaktan dengan memperpanjang rantai hidrofilik

(Laksmono et al., 2008). Bahan baku sintesis surfaktan nonionik dapat berupa

Page 18: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

3

alkohol lemak, alkil fenol atau asam lemak yang molekul hidrofobiknya

mengandung gugus polar dengan sebuah hidrogen aktif (Adilina et al., 2015).

Sintesis surfaktan nonionik dari asam lemak melalui reaksi propoksilasi

telah dilakukan sebelumnya oleh Alsabagh et al. (2016), namun bahan baku yang

digunakan adalah asam oleat dan katalis yang digunakan adalah logam Na 0,3%.

Penelitian tersebut menggunakan reaksi polimerisasi pembukaan cincin epoksida,

yaitu asam oleat dengan polietilen oksida dan polipropilen oksida (dengan bobot

molekul yang berbeda). Karakterisasi hasil yang telah dilakukan menunjukkan

produk polimer, yaitu polypropylene oxide oleate dengan kestabilan termal yang

baik sehingga dapat digunakan sebagai surfaktan pada kondisi reservoir yang

buruk.

Laksmono et al. (2008) telah melakukan sintesis surfaktan nonionik dari

gliserol monooleat melalui reaksi etoksilasi dengan menggunakan variasi

konsentrasi katalis KOH 1-5%. Sementara rasio molar etilen oksida:gliserol mono

oleat dan waktu reaksi dibuat tetap, yaitu 1:1 dengan waktu reaksi 5 jam. Hasil

penelitian menunjukkan bertambahnya densitas dan viskositas produk seiring

dengan bertambahnya konsentrasi katalis yang digunakan.

Penelitian lain oleh Adilina et al. (2015) juga melakukan sintesis surfaktan

nonionik yang sama, yaitu ethoxylated glycerol monooleate (EGMO) dari bahan

baku minyak sawit. Katalis yang digunakan adalah kalium hidroksida dengan

konsentrasi 1%. Pada penelitiannya, Adilina et al. (2015) melakukan variasi rasio

molekul asam oleat dengan etilen oksida (1:2; 1:6; dan 1:10) untuk mengetahui

pengaruh penambahan jumlah etilen oksida terhadap produk surfaktan. Hasil

Page 19: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

4

analisis menunjukkan EGMO larut dalam air dan berpotensi untuk digunakan

sebagai surfaktan dalam produk kosmetik.

Asam stearat telah banyak digunakan sebagai coating karena sifat

hidrofobiknya sehingga dapat membentuk misel pada larutan berair (Cao et al.,

2018), tetapi belum banyak yang memanfaatkannya sebagai bahan baku surfaktan,

selama ini yang banyak digunakan adalah asam oleat. Hal tersebut melatarbelakangi

dilakukannya penelitian sintesis surfaktan berbasis asam stearat.

Penelitian ini menerapkan reaksi propoksilasi dalam menghasilkan

surfaktan dari turunan kelapa sawit, yaitu asam stearat dengan variasi perbandingan

asam stearat dengan propilen oksida 1:2; 1:4; 1:6; 1:8; dan 1:10 guna mengetahui

kondisi sintesis yang optimal. Reaksi propoksilasi telah banyak digunakan dalam

produksi komersil, mencangkup juga bahan aditif dalam pelumas, co-stabilizer dan

co-plastizer dalam polimer, stabilisator dalam resin yang mengandung klorin,

bidang farmasi dan aditif dalam biofuel (Wu et al., 2018).

Jenis surfaktan yang dihasilkan adalah surfaktan nonionik, yaitu surfaktan

yang alkilnya tidak bermuatan, tahan terhadap suhu tinggi dan stabil pada keadaan

sadah. Berdasarkan karakteristik tersebut maka surfaktan nonionik mempunyai

kemampuan untuk digunakan sebagai surfaktan dalam proses Enhanced Oil

Recovery (EOR) (Hambali et al., 2006).

Hasil sintesis diidentifikasi dengan Gel Permeation Chromatography

(GPC), Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Nuclear Magnetic Resonance

(NMR) dan dikarakterisasikan kestabilan emulsi dengan Particle Size Analyzer

(PSA) dan Zeta Potential, tegangan antarmuka dengan Interfacial Tension (IFT)

serta Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB).

Page 20: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana rasio asam stearat dan propilen oksida yang optimal dalam sintesis

surfaktan dengan reaksi propoksilasi?

2. Bagaimana karakter surfaktan yang dihasilkan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Surfaktan dengan reaksi polimerisasi optimal dihasilkan dari perbandingan

asam stearat dengan propilen oksida terkecil (1:2).

2. Surfaktan nonionik yang dihasilkan memiliki kemampuan pembentukan

emulsi yang stabil dan lebih cenderung hidrofobik.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan rasio asam stearat dengan propilen oksida yang optimal.

2. Menghasilkan surfaktan dengan kestabilan emulsi yang baik dan cenderung

hidrofobik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan pengetahuan bahwa

surfaktan nonionik dengan kestabilan emulsi yang baik dan cenderung hidrofobik

dapat dihasilkan dengan reaksi propoksilasi dari bahan baku asam stearat yang

merupakan turunan minyak kelapa sawit.

Page 21: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu senyawa yang memiliki kemampuan untuk

menurunkan tegangan permukaan suatu media. Surfaktan dapat diproduksi secara

biokimia atau dengan melalui sintesis secara kimiawi. Surfaktan dapat menurunkan

tegangan permukaan karena surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan gugus

hidrofobik. Kedua gugus polar dan nonpolar tersebut yang membuat air dan minyak

dapat bercampur dengan baik (Nisya et al., 2017).

Beberapa senyawa, seperti asam lemak rantai pendek, bersifat amphiphilic

atau amphipathic yaitu memiliki satu bagian yang memiliki afinitas terhadap media

nonpolar dan satu bagian yang memiliki afinitas untuk media polar. Molekul

tersebut membentuk lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan dan

menunjukkan aktivitas permukaan (misalnya dengan menurunkan tegangan

antarmuka pada media serapnya) (Schramm et al., 2003).

Gambar 1. Struktur dasar surfaktan (Farn, 2006)

Struktur dasar surfaktan ditampilkan dalam Gambar 1. Ekor dari surfaktan

bersifat hidrofobik, biasanya rantai panjang dari hidrokarbon. Kepala dari surfaktan

Page 22: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

7

bersifat hidrofilik membantu molekul surfaktan untuk larut dalam air. Sifat

hidrofilik merupakan kunci utama klasifikasi dari surfaktan dan beberapa kelompok

yang dikategorikan berdasarkan hidrofobisitasnya (Myers, 2006).

Dua fenomena yang dapat dihasilkan dari kedua gugus dengan kekuatan

berlawanan pada molekul yang sama adalah adsorpsi dan agregasi. Sebagai contoh,

pada media berair, molekul surfaktan akan bermigrasi ke permukaan udara/air dan

solid/air dan berorientasi sedemikian rupa untuk meminimalkan kontak antara

gugus hidrofobiknya dengan air. Proses ini disebut sebagai adsorpsi dan

menghasilkan perubahan pada sifat antarmukanya (Farn, 2006).

Demikian juga, dengan meminimalkan kontak antara gugus hidrofobik

dengan air adalah agar molekul surfaktan beragregasi pada larutan dengan gugus

kepala (hidrofilik) berorientasi pada fase air. Agregat surfaktan ini memiliki bentuk

molekul bervariasi tergantung pada konsentrasi dan kisaran bentuk dari lapisannya.

Proses agregasi dikenal dengan “micellisation” dan agregatnya dikenal sebagai

micelles/misel. Misel mulai terbentuk pada waktu yang berbeda dan seringkali pada

konsentrasi yang sangat rendah dikenal sebagai critical micelle concentration

(CMC). Gambar 2 menunjukkan bermacam-macam tipe misel. Singkatnya, pada

media berair misel dengan bagian hidrofobik, di dalamnya surfaktan dapat

melarutkan atau mengemulsi zat terlarut tertentu. Surfaktan akan mengubah sifat

larutan baik di dalam sebagian larutan maupun pada antarmuka (Farn, 2006).

Page 23: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

8

Gambar 2. Jenis konfigurasi misel: (a) silindris; (b) lamela; (c) bulat (Farn,

2006)

Hidrofobisitas dan hidrofilitas dalam molekul surfaktan berubah seiring

dengan adanya perubahan komposisi molekul dan struktur. Saat hidrofilik lebih

kuat dari hidrofobik surfaktan disebut water-soluble surfactant. Saat hidrofobik

lebih kuat dari hidrofilik surfaktan disebut oil-soluble surfactant. Perbedaan kedua

jenis surfaktan tersebut menunjukkan parameter fisika dan kimia dalam aplikasi

surfaktan dan merupakan dasar dalam pemilihan jenis surfaktan (Yuan et al., 2014).

2.1.1 Klasifikasi Surfaktan

Surfaktan dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara, bergantung kepada

keperluan serta tujuan yang ingin dicapai oleh orang yang terlibat. Salah satu skema

umum yang digunakan dalam klasifikasi surfaktan adalah berdasarkan aplikasinya.

Surfaktan dapat dibedakan menjadi agen pengemulsi, agen pembuih, agen

pembasah, dispersan dan sejenisnya. Klasifikasi berdasarkan aplikasi dapat

memudahkan pengguna surfaktan untuk menentukan jenis surfaktan mana yang

sesuai untuk digunakan. Surfaktan juga dapat diklasifikasikan secara umum

berdasarkan beberapa karakteristik fisik seperti kelarutannya dalam minyak atau

kestabilannya terhadap kondisi lingkungan (Myers, 2006).

Selain itu, surfaktan diklasifikasikan berdasarkan sifat alami dari gugus

pelarutannya (hidrofilik dan hidrofobik). Berdasarkan kelarutannya, surfaktan

Page 24: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

9

dapat diklasifikasikan menjadi surfaktan ionik dan surfaktan nonionik. Surfaktan

nonionik dapat dibagi lagi menjadi surfaktan anionik, kationik dan amfoterik.

1. Surfaktan anionik

Surfaktan anionik adalah kelas terbesar dari surfaktan yang saat ini

digunakan, yaitu 70-75% dari total penggunaan surfaktan di dunia. Surfaktan

anionik merupakan surfaktan yang larut dalam air dan permukaan aktifnya

memiliki gugus bermuatan negatif dalam larutan berair yang netral atau basa

(Myers, 2006).

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan anionik dapat dibedakan

menjadi lima kondensat peptida, yaitu tipe garam asam karboksilat, garam sulfat,

sulfonat, ester fosfat dan garam asam lemak. Surfaktan anionik memiliki kegunaan

yang luas sebagai detergen, pembuih, pengemulsi, agen antistatis dan stabilisator

(Yuan et al., 2014). Salah satu contoh dari surfaktan anionik adalah sodium lauril

sulfat (Gambar 3).

Gambar 3. Sodium lauril sulfat (Schramm et al., 2003)

Sebagian besar surfaktan anionik menghasilkan larutan berbusa yang

signifikan di atas konsentrasi misel kritis (CMC) yang merupakan atribut yang

diinginkan di sebagian besar industri agen pembersih, tetapi hal ini juga dapat

membatasi penggunaannya pada area aplikasi yang tidak menghendaki adanya busa

(Farn, 2006).

Page 25: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

10

2. Surfaktan kationik

Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang larut dalam air dan

permukaan aktifnya memiliki gugus bermuatan positif. Surfaktan kationik memiliki

aktivitas permukaan yang baik dalam media asam dan cenderung mengendap serta

kehilangan aktivitas permukaan dalam media basa. Berdasarkan stuktur rantainya

surfaktan kationik terbagi menjadi surfaktan kationik rantai terbuka, surfaktan

kationik dengan gugus heterosiklik dan surfaktan kationik dengan ikatan

intermediet. Surfaktan kationik memiliki kegunaan yang luas untuk sterilisasi,

korosi dan pemisahan mineral (Yuan et al., 2014).

Gambar 4. Dihydrogenated tallow dimethyl ammonium chloride (Farn, 2006)

Produk surfaktan kationik pertama adalah dihydrogenated tallow dimethyl

ammonium chloride (Gambar 4) yang saat ini masih ditemukan penggunaannya

dalam berbagai aplikasi saat muatan positif dan hidrofobisitas diperlukan. Industri

terbesar pengguna surfaktan kationik adalah sebagai bahan aktif dalam pelembut

pakaian. Penggunaan surfaktan kationik dalam industri pelembut pakaian mulai

tergeser seiring dengan munculnya detergen anionik sintetis yang performanya

lebih tinggi, salah satunya adalah alkil benzen sulfonat (Farn, 2006).

Sumber gugus hidrofobik surfaktan kationik adalah asam lemak alami

seperti minyak kelapa atau lemak hewan (tallow), kemungkinan dapat terjadi

variasi yang signifikan baik pada panjang rantai maupun derajat

ketidakjenuhannya. Ketika gugus alkil berasal dari sumber petrokimia, dapat

Page 26: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

11

ditemukan komponen dengan variasi bobot molekul, cabang, keberadaan isomer

siklik dan lokasi substitusi cincin pada turunan aromatiknya (Myers, 2006).

3. Surfaktan nonionik

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak mengionisasi semua ion

yang terdapat dalam larutan dan gugus yang mengandung oksigen membentuk

hidrofilik, melarut dengan adanya ikatan hidrogen dengan air (Im et al., 2008).

Salah satu contoh surfaktan noionik yang telah dikomersilkan adalah sorbitan

monostearat (Gambar 5).

Gambar 5. Sorbitan monostearat (Schramm et al., 2003)

Sebagian besar surfaktan nonionik berada dalam bentuk cairan dan slurry.

Kelarutannya dalam air menurun dengan adanya peningkatan temperatur. Surfaktan

nonionik memiliki kegunaan yang luas dalam industri tekstil, kertas, makanan,

plastik, kaca, fiber, obat-obatan, pestisida, zat warna dan banyak industri lainnya

(Yuan et al., 2014).

Karakteristik yang menarik dari banyak surfaktan nonionik, terutama jenis

polioksietilen (POE), adalah bahwa surfaktan ini dapat menunjukkan hubungan

suhu-kelarutan yang terbalik yaitu ketika suhu larutan meningkat maka

kelarutannya dalam air berkurang. Fenomena ini dikaitkan dengan gangguan

interaksi tertentu (dalam hal ini ikatan hidrogen) antara air dan unit POE di molekul.

Suhu dimana komponen surfaktan POE mulai mengendap didefinisikan sebagai

“cloud point”, yang secara umum nilainya akan meningkat seiring dengan jumlah

rata-rata gugus OE (Myers, 2006).

Page 27: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

12

Surfaktan nonionik dibagi menjadi surfaktan berbasis polioksietilen (POE),

derivat dari poligliserol dan poliol lainnya, surfaktan nonionik blok co-polimer dan

surfaktan nonionik miscellaneous. Klasifikasi surfaktan nonionik yang sampai saat

ini masih terus berkembang, jenis surfaktan berbasis POE merupakan jenis yang

paling banyak dan dapat dikatakan paling penting secara teknis. Rumus dasar

surfaktan nonionik berbasis POE adalah RX(CH2CH2O)nH dimana umumnya R

merupakan tipikal gugus hidrofobik tetapi juga dapat berupa polieter hidrofobik

seperti polioksipropilen dan X merupakan O, N atau gugus fungsi lain yang dapat

mengikat rantai POE ke gugus hidrofobik. Secara teoritis dapat digunakan di-, tri-

bahkan tetra- oksida tersubstitusi, baik simetris maupun tidak, tetapi jarang

digunakan karena harganya yang mahal dan reaktivitasnya yang buruk (Myers,

2006). Struktur alkilen oksida dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6. Struktur etilen oksida (Deffieux et al., 2012)

Surfaktan jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan inisiator yang

digunakan dalam pembentukan blok polimer, dengan sub-kelas ditentukan

berdasarkan ragam komposisi blok. Menurut Deffieux et al. (2012), inisiator umum

dapat berupa alkohol monohidrat seperti butanol dan material dihidrat (glikol,

gliserol dan poliol lain, etilen diamin, dan lain-lain).

4. Surfaktan amfoterik

Surfaktan amfoterik memiliki ion bermuatan positif dan negatif. Dapat

dibagi menjadi imidazoline, betaine, lecitin, dan tipe asam-asam amino yang sesuai

dengan anionnya. Toksisitas surfaktan amfoter sangat rendah dan memiliki

Keterangan:

R=H : etilen oksida

R=CH3: propilen oksida dan

seterusnya

Page 28: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

13

kemampuan biodegradasi yang baik. Surfaktan amfoter memiliki kegunaan yang

luas dalam bidang hygiene seperti sampo, sabun dan kosmetik, juga dapat

digunakan dalam industri pewangi dan agen antistatik (Yuan et al., 2014). Salah

satu surfaktan amfoterik jenis betaine adalah Cocamidopropyl betaine (Gambar 7).

Gambar 7. Cocamidopropyl betaine (Schramm et al., 2003)

Surfaktan amfoter umumnya lebih lembut pada kulit dan mata daripada

anionik, kationik dan beberapa surfaktan nonionik. Biasanya memiliki 'gugus

kepala' yang besar, bagian hidrofilik dari molekul ini yang menunjukkan afinitas

untuk fase berair. Karakteristik tersebut membuat surfaktan ini dimanfaatkan

sebagai surfaktan sekunder karena memiliki kemampuan untuk memodifikasi

struktur misel. Surfaktan amfoter umumnya digunakan dalam formulasi dengan

surfaktan anionik atau nonionik untuk memodifikasi kelarutan, ukuran misel,

stabilitas busa, deterjensi dan viskositas berbagai sistem pembersihan dan emulsi

(Farn, 2006).

Meskipun surfaktan amfoter hanya mewakili sebagian kecil dari total

produksi surfaktan di dunia, posisi pasar surfaktan amfoter meningkat secara

signifikan karena sifat uniknya yang dapat membantu formulasi. Bagian pentingnya

terutama adalah surfaktan amfoterik menunjukkan sinergisme yang cukup besar

ketika bekerja dengan jenis surfaktan lainnya. Sifat surfaktan amfoterik ini sangat

berguna dalam aplikasi yang memerlukan kontak biologis seperti pada sampo bayi

yang tidak pedih di mata (Myers, 2006).

Page 29: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

14

Surfaktan amfoter terdiri dari beberapa jenis, yaitu aminopropionat dan

iminodipropionat, surfaktan amfoter berbasis imidazol, surfaktan betaine atau

trimetil glisin, dan beberapa jenis lainnya seperti fosfobetain dan fosfoamfoterik.

Sampai saat ini surfaktan amfoter masih memegang peranan penting dalam industri,

untuk formulasi produk perawatan diri dan untuk produk yang membutuhkan

potensi iritasi paling sedikit seperti untuk pembersihan wajah, feminine hygiene,

tisu bayi, produk geriatik dan lain sebagainya (Farn, 2006).

2.1.2 Aplikasi Surfaktan

Aplikasi surfaktan dalam bidang sains dan industri, mulai dari untuk

pemurnian bahan baku dalam proses produksi di industri pertambangan dan

perminyakan, untuk meningkatkan kualitas produk-produk seperti cat, kosmetik,

farmasi, dan makanan. Aplikasi surfaktan tersebut ditentukan berdasarkan

keseimbangan komposisi antara bagian hidrofobik dan hidrofilik dalam molekul.

Sifat yang diinginkan akan berbeda-beda untuk banyak aplikasi, seperti yang

ditampilkan dalam Gambar 8 (Myers, 2006).

Gambar 8. Beberapa aplikasi penting surfaktan dalam berbagai bidang (Myers,

2006)

Page 30: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

15

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, karakteristik seperti kelarutan,

kemampuan dalam menurunkan tegangan permukaan, konsentrasi kritis

misel/critical micelle concentration (CMC), kemampuan detergenitas, wetting

control, dan kemampuan dalam pembusahan membuat surfaktan dapat bekerja

dengan baik di beberapa aplikasi dan bekerja dengan buruk di aplikasi lainnya

(Myers, 2006).

2.2 Asam Stearat

Asam stearat (C18:0) atau octadecanoic acid memiliki struktur seperti yang

ditampilkan pada Gambar 9. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dengan 18

rantai karbon, memiliki bobot molekul 284,484 g/mol serta banyak ditemukan pada

lemak dan minyak hewan serta tumbuhan (Sauthier et al., 2014).

Gambar 9. Struktur kimia asam stearat

Asam lemak adalah asam karboksilat dengan rantai hidrokarbon dengan

rentang panjang rantai karbon 4-36 (C4 sampai C36). Pada beberapa asam lemak,

rantai ini tidak bercabang dan sepenuhnya jenuh (tidak memiliki ikatan rangkap),

sementara beberapa yang lain memiliki satu atau lebih ikatan rangkap (Tabel 1).

Beberapa memiliki tiga jenis cabang, yaitu cincin karbon, gugus hidroksil atau

gugus metil (Nelson dan Michael, 2004).

Page 31: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

16

Tabel 1. Asam lemak alami: struktur, sifat, dan nomenklatur

Rangka

Karbon Struktur Nama Sistematik

Nama

Umum

Titik

Leleh

(ºC)

Kelarutan pada 30 ºC

(mg/g pelarut)

Air Benzen

12:0 CH3(CH2)10COOH Asam n-

Dodekanoat

Asam

laurat

44,2 0,063 2600

14:0 CH3(CH2)12COOH Asam n-

Tetradekanoat

Asam

miristat

53,9 0,024 874

16:0 CH3(CH2)14COOH Asam n-

Heksadekanoat

Asam

palmitat

63,1 0,0083 348

18:0 CH3(CH2)16COOH Asam n-

Oktadekanoat

Asam

stearat

69,6 0,0034 124

20:0 CH3(CH2)18COOH Asam n-

Elkosanoat

Asam

arakidat

76,5 - -

24:0 CH3(CH2)22COOH Asam n-

Tetrakosanoat

Asam

arakidat

86,0 - -

16:1 (Δ9) CH3(CH2)5CH=CH

(CH2)7COOH

Asam cis-9-

Heksadekenoat

Asam

lignoserat

1 – 0,5 - -

18:1 (Δ9) CH3(CH2)7CH=CH

(CH2)7COOH

Asam cis-9-

Oktadekenoat

Asam

palmitoleat

13,4 - -

18:2

(Δ9, 12)

CH3(CH2)4CH=CH

CH2CH=CH(CH2)7

COOH

Asam cis-cis-9,

12-

Oktadekadienoat

Asam

linoleat

1 – 5 - -

18:3

(Δ9, 12, 15)

CH3CH2CH=CHC

H2CH=CHCH2CH

=CH(CH2)7COOH

Asam cis-,cis-cis-

9, 12, 15-

Oktadekatrienoat

Asam α-

linoleat

-11 - -

20:4

(Δ5, 8, 11, 14)

CH3(CH2)4CH=CH

CH2CH=CHCH2

CH=CHCH2CH

=CH(CH2)3COOH

Asam cis-,cis-cis-

cis-5, 8, 11, 14-

Ikosatetranoat

Asam

arakidonat

-49,5 - -

Sumber: Nelson dan Michael (2004)

Asam stearat digunakan secara luas sebagai coating karena sifatnya yang

nontoksik, mudah diperoleh dan hidrofobik. Meski asam stearat memiliki banyak

manfaat, asam stearat tidak larut dalam larutan asam encer. Hal ini dapat diatasi

karena surfaktan dapat membuat molekul yang tidak larut masuk ke dalam misel

yang dibentuk oleh dirinya sendiri sehingga kelarutan dapat dicapai (Cao et al.,

2018).

Sifat fisik asam lemak dan senyawa yang mengandung asam lemak sangat

ditentukan oleh panjang dan derajat kejenuhan rantai hidrokarbonnya. Rantai

hidrokarbon nonpolar memiliki kelarutan yang buruk dalam air, contohnya asam

laurat (12:0, Mr 200), memiliki kelarutan dalam air 0,063 mg/g, lebih kecil daripada

Page 32: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

17

glukosa (Mr 180) yaitu 1,100 mg/g. Semakin panjang rantai asam lemak dan

semakin sedikit ikatan rangkap, maka kelarutan dalam airnya semakin kecil. Gugus

karboksilat merupakan gugus polar (terionisasi pada pH netral) dan merupakan

rantai asam lemak yang sedikit larut dalam air (Nelson dan Michael, 2004).

Titik leleh juga sangat dipengaruhi oleh panjang serta derajat kejenuhan

rantai hidrokarbon. Pada temperatur ruang (25ºC), asam lemak jenuh mulai dari

12:0 hingga 24:0 memiliki wujud lilin, sementara asam lemak tidak jenuh dengan

panjang rantai yang sama memiliki wujud cairan berminyak (Nelson dan Michael,

2004).

2.3 Propoksilasi

Reaksi propoksilasi dihasilkan melalui interaksi antara propilen oksida

dengan propilen oksida lainnya. Surfaktan polimerik yang mengandung

polihidrofilik etilen oksida (PEO) atau polihidrofobik propilen oksida (PPO) telah

dikomersilkan dan digunakan secara luas. Variasi dari karakteristik molekul (rasio

komposisi dan bobot molekul PPO atau PEO) dari polimer saat sintesis

menyebabkan produksi molekul surfaktan dengan sifat-sifat optimum yang dapat

memenuhi standar spesifik dari aplikasi-aplikasi yang berbeda (Alsabagh et al.,

2016).

Sintesis surfaktan dari asam lemak dengan senyawa epoksida dilakukan

dengan menggunakan prinsip polimerisasi melalui Ring Opening Polimerization

(ROP). Polimerisasi rantai terjadi dimana cincin epoksida diinisiasi oleh katalis

basa membentuk rantai terbuka yang akan bereaksi dengan senyawa lain. Monomer

siklik yang mengalami polimerisasi minimal mengandung heteroatom pada

Page 33: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

18

cincinnya, seperti oksigen, nitrogen, fosfor, belerang, maupun silikon (Deffieux et

al., 2012).

Sifat-sifat karakteristik polieter dipengaruhi oleh rantainya yang unik,

seperti sifat hidrofilisitasnya yang diakibatkan karena ikatan C-O-C. Senyawa

epoksida merupakan kelas monomer yang paling banyak digunakan dalam

pembentukan polieter, hal ini disebabkan karena etilen oksida dan propilen oksida

dapat dipolimerisasi melalui beberapa mekanisme dan tersedia dalam jumlah besar

dalam industri (Herzberger et al., 2016).

Polimerisasi propilen oksida berdasarkan dari nukleofil sebagai inisiator.

Metode standar yang banyak digunakan untuk sintesis surfaktan polimerik adalah

dengan adisi terkontrol dari propilen oksida terhadap air atau alkohol sebagai

inisiator, dengan adanya basa sebagai katalis (Herzberger et al., 2016). Reaksi yang

terjadi dalam sintesis surfaktan polimerik ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Mekanisme reaksi sintesis surfaktan polimerik (Alsabagh et al.,

2016)

Inisiasi dapat terjadi dengan basa organik, carbanion, alcoholate,

silanolate, carboxylate, dan sebagainya. Polimerisasi pembukaan cincin tidak

Page 34: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

19

simetris biasanya melewati dua tahapan reaksi seperti yang dapat dilihat pada

Gambar 11.

Gambar 11. Pembukaan cincin asimetris dengan nukleofilik (Nuyken dan Pask,

2013)

Pada pembukaan cincin epoksi, rute β lebih disukai karena selain dari

jumlah produk yang dihasilkan maksimal, penentuan stabilitas dari reaksi

intermediet sangat membantu (Nuyken dan Pask, 2013). Berdasarkan penelitian

Childers et al. (2014), pembukaan cincin epoksi cenderung berdasarkan rute β

karena nukleofilik lebih memilih posisi yang tidak mengalami halangan sterik.

Propagasi terjadi apabila kesediaan monomer masih ada, apabila monomer

telah habis maka akan terjadi terminasi. Situs aktif seperti gugus alkohol atau

karboksilat tidak hanya berperan sebagai nukleofil, tetapi juga bertindak sebagai

basa sehingga dapat menarik proton dari monomer sehingga menginisiasi rantai

baru (Kamigaito et al., 2018).

Gabungan alkoksida dengan senyawa hidroksi induk digunakan untuk

memulai polimerisasi propilen oksida dalam berbagai media seperti THF atau

DMSO. Biasanya, senyawa polihidroksi sebagian dideprotonisasi dengan

penambahan logam alkali sebanyak 0,2-0,8 molar yang digunakan sebagai inisiator

multifungsi. Selain itu, logam alkali juga membatasi agregasi antara spesies

alkoksida dan menjaga kelarutan, sehingga memungkinkan kontrol inisiasi dan

propagasi yang baik dalam reaksi polimerisasi (Brocas et al.,2013).

Adanya alkohol dalam media mengarahkan pada penurunan laju reaksi

polimerisasi, semakin besar jumlah alkohol yang dimasukkan ke dalam media

Page 35: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

20

reaksi maka semakin rendah laju polimerisasi senyawa alkoksida. Penghentian

reaksi polimerisasi rantai hidroksi dipengaruhi oleh interaksi ikatan hidrogen

dengan ujung alkoksida (Deffieux et al., 2012).

Reaksi terminasi lebih tepat diartikan sebagai reaksi pemindahan, sepanjang

masih tersedianya monomer. Pusat aktif seperti alkoholat atau karboksilat tidak

hanya bertindak sebagai nukleofil, tetapi juga berperan sebagai basa dan dapat

menyebabkan terjadinya inisiasi membentuk rantai baru. Polimerisasi propilen

oksida yang diinisiasi dengan alkali garam logam tidak menghasilkan polimer

dengan bobot molekul yang tinggi (Vide supra). Langkah yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan bobot molekul polimernya adalah dengan menambahkan

Crown Ethers sebagai agen pengompleks untuk counter ion dalam sistem

polimerisasi (Nuyken dan Pask, 2013).

2.4 Karakterisasi Surfaktan

Menurut Alsabagh et al. (2016), beberapa aspek dari gugus fungsi dan

struktur dari surfaktan polimerik dapat ditentukan dengan penentuan bilangan asam

dan bilangan ester serta beberapa instrumen meliputi GPC, FTIR dan NMR. Selain

itu, karakterisasi surfaktan juga dapat dilakukan dengan menghitung nilai HLB

menggunakan GPC, stabilitas emulsi menggunakan PSA dan Zeta Potential serta

IFT dengan spinning drop tensiometer (Irawan et al., 2017).

2.4.1 Kestabilan Emulsi dan Zeta Potential

Penentuan ukuran partikel merupakan faktor yang penting dalam proses

pembuatan surfaktan. Ukuran partikel ini secara unik hanya terdefinisi untuk bentuk

bola yang dinyatakan dalam satuan diameter. Ukuran diameter mempengaruhi sifat

suatu emulsi, misalnya emulsi dengan ukuran nano memiliki kestabilan fisik dalam

Page 36: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

21

jangka waktu yang lama dimana tidak terjadi fenomena flokulasi dan koalisi

(Septiyanti et al., 2016).

Menurut standar ISO 1320 dan USP<429>, sampel harus diukur paling

sedikit tiga kali. Ketiga pengukuran ini bersifat independen, yaitu dilakukan tiga

kali pengulangan dari preparasi sampel, pengukuran sampel, sampai sampel

dikeluarkan dari instrumen. Pengukuran dinilai baik apabila memiliki nilai COV

(Coeficient of variation) lebih kecil dari 3% (Septiyanti et al., 2016).

Nilai yang tidak kalah pentingnya dalam pengukuran ukuran partikel adalah

polydispersity index (PI/PdI) yang menggambarkan rentang distribusi suatu ukuran

partikel. Nilai polydispersity kurang dari 0,1 menggambarkan bahwa sifat dari

sampel yang dianalisis adalah monodisperse, yaitu memiliki ukuran partikel yang

seragam (Nano Composix, 2012). Sampel dengan nilai polydispersity index 0,1-0,4

diklasifikasikan sebagai jenis distribusi polidispersi sedang (moderate). Sampel

dengan distribusi partikel yang terlalu lebar tidak cocok dianalisis menggunakan

Dynamic Light Scattering (DLS) (Malvern Instruments, 2011).

Zeta potential diukur untuk mengetahui hubungan antara sistem dispersi

partikel dengan koloid serta menentukan stabilisas dispersi sampel. Semakin besar

zeta potential maka semakin stabil sistem larutan dan semakin kecil kecenderungan

terjadinya flokulasi (Septiyanti et al., 2016).

Nilai zeta potential berhubungan dengan muatan pemukaan dari surfaktan.

Zeta potential dikenal juga sebagai electrokinetic potential, yang merupakan nilai

pada slipping shear plane dari partikel koloid yang bergerak di bawah pengaruh

medan listrik (Kaszuba et al., 2010). Salah satu fungsi dari data zeta potential yang

sering digunakan adalah untuk menentukan kestabilan koloid. Pedoman dalam

Page 37: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

22

mengklasifikasikan dispersi nanopartikel dengan nilai zeta potential adalah 0–10

mV, ± 10–20 mV, ± 20–30 mV, dan > ± 30 mV, yaitu berturut-turut sangat tidak

stabil, relatif stabil, stabil dan sangat stabil (Patel et al., 2011).

Penentuan stabilitas emulsi dilakukan dengan mengukur ukuran droplet

terhadap fungsi waktu dengan menggunaan PSA pada suhu 25ºC. Begitu pula

dengan penentuan zeta potential, ditentukan dengan menggunakan PSA dalam

larutan elektrolit (Irawan et al., 2017).

2.4.2 Nilai Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB)

Nilai HLB ditentukan dengan menghitung nilai dari beberapa bagian

molekul seperti yang dijelaskan dalam Griffin (1953). HLB sering kali dijadikan

kriteria dalam pemilihan surfaktan sebagai pengemulsi. Nilai dari HLB

menunjukkan kecenderungan untuk larut dalam air maupun dalam minyak dan

kecenderungan untuk membentuk emulsi minyak dalam air, maupun sebaliknya.

Tingginya nilai HLB menunjukkan surfaktan larut dalam air dan

membentuk emulsi dalam minyak. Nilai HLB 0 menunjukkan suatu molekul

bersifat hidrofobik sepenuhnya, dan nilai 20 menunjukkan suatu molekul bersifat

hidrofilik sepenuhnya. Nilai HLB dapat digunakan untukmemprediksi kegunaan

dari surfaktan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

Page 38: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

23

Tabel 2. Aplikasi dari nilai HLB

Nilai HLB Aplikasi

0 – 3 Antifoaming Agent

4 – 6 Emulsi W/O (water in oil)

7 – 9 Pembasah

8 – 18 Emulsi O/W (oil in water)

13 – 15 Deterjen

10 – 18 Pelarut

Sumber: Myers (2006)

2.4.3 Interfacial Tension (IFT)

Tegangan antar muka atau interfacial tension (IFT) merupakan salah satu

sifat fisika terpenting pada antarmuka fluida-fluida. Tanpa adanya penambahan

surfaktan, IFT antara dua cairan yang tidak bercampur adalah suatu sifat intrinsik

yang tidak bergantung pada ukuran atau geometri dari permukaan. Pada

penambahan surfaktan, hal tersebut tidak terjadi. Telah dibuktikan secara teoritis

dan eksperimental bahwa IFT bergantung pada partisi surfaktan antara bulk phases

dan antarmuka. Distribusi surfaktan ditentukan oleh faktor geometris seperti fraksi

volume dan area antarmuka spesifik kedua cairan (Tothova et al., 2004).

Pada permukaan molekul minyak-air terjadi ketidakseimbangan tegangan

daya tarik menarik. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan kenaikan pada

tegangan permukaan. Menurut penelitian Saxena et al. (2017), tegangan antar fase

minyak-air dihitung antara minyak mentah dengan surfaktan asam stearat

propoksilat pada konsentrasi yang berbeda, diukur mengunakan spinning drop

tensiometer TX 500. Spinning drop tensiometer merupakan instrumen yang dapat

dikontrol secara independen melalui panel kontrol atau dikendalikan oleh perangkat

lunak. Instrumen ini dapat mengukur tegangan antarmuka hingga 10-6mN/m untuk

analisis teganan antarmuka dinamis, viskositas antarmuka dan elastisitas

permukaan (USA KINO Industry, 2009).

Page 39: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang beralamat di Jl. Kawasan Puspiptek, Serpong,

Banten pada bulan Desember 2018 sampai Maret 2019.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor autoclave,

magnetic stirrer, sonicator (Elmasonic E 15H), GPC (Shimadzu LabSolutions),

FTIR (Shimadzu, IR Prestige-21), 13C-NMR 125 MHz (JEOL, JNM ECA 500),

PSA (HORIBA, SZ-100), dan Spinning Drop Tensiometer (TX 500).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat dari

(Merck), propilen oksida (Merck), kalium hidroksida (Merck), gas nitrogen, asam

asetat glasial (Merck), larutan garam jenuh, etanol pro analysis (Merck), metanol

pro analysis (Merck), asam oksalat (Merck), indikator fenolftalein, asam sulfat

(Merck), asam klorida (Merck), 2-propanol (Merck) dan akuades.

Page 40: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

25

3.3 Skema Kerja

Gambar 12. Skema kerja sintesis dan karakterisasi surfaktan nonionik

Asam stearat dalam 50 mL etanol +

propilen oksida (1:2; 1:4; 1:6; 1:8; 1:10)

+ katalis KOH 1% (b/b)

Dimasukkan ke dalam autoclave, diaduk dengan stirrer bar,

ditutup dengan rapat dan dialiri gas N2 sebanyak 5 kali

Direaksikan selama 5 jam setelah suhu

reaksi konstan (antara 120 sampai 140℃)

Hasil reaksi

Dinetralkan dengan asam asetat glasial

Diekstraksi menggunakan kloroform : air (1:1)

Fraksi kloroform Fraksi air

Surfaktan nonionik

Karakterisasi:

1. Kestabilan emulsi menggunakan

PSA dan Zeta Potential

2. Nilai Hydrophilic and Lipophilic

Balance dengan GPC

3. Tegangan antarmuka dengan

Spinning Drop Tensiometer

Disaring dengan karbon aktif

dan dievaporasi

Identifikasi:

1. Bilangan asam dan bilangan ester

2. Bobot molekul dengan GPC 3. Gugus fungsi dengan FTIR

4. Struktur kimia dengan NMR

Page 41: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

26

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Sintesis Surfaktan Asam Stearat Propoksilat

Reaksi propoksilasi dilakukan dengan menggunakan KOH sebagai katalis.

Sebanyak 28,4483 g (0,1 mol) asam stearat dilarutkan dalam 50 mL etanol,

kemudian ditambahkan KOH 1% (0,056 g, 0,1 mol) dan 11,616 g propilen oksida

(0,2 mol) dalam reaktor autoclave 200 mL. Reaktor dialiri gas N2 sebanyak 5 kali

untuk mencegah adanya udara. Pengadukan dengan stirrer bar dilakukan pada suhu

pemanasan 250°C selama 30-60 menit untuk menghilangkan kandungan air.

Pemanasan dilakukan selama 5 jam dengan pengadukan pada suhu konstan (antara

120 sampai 140°C, dengan suhu penangas 180°C). Autoclave didinginkan hingga

80-90°C guna mengeluarkan produk dari reaktor (Laksmono et al., 2008).

Campuran reaksi dinetralkan dengan asam asetat glasial kemudian dicuci

dengan air untuk menghilangkan garam pengotor dan diekstraksi dengan kloroform

(1:1) untuk memisahkan air pencucian. Kemudian difiltrasi dengan karbon aktif dan

dievaporasi untuk menghilangkan pelarut. Hal yang sama dilakukan juga untuk

asam stearat dan propilen oksida dengan perbandingan mol berturut-turut sebagai

berikut: 1:4; 1:6; 1:8; dan 1:10. Produk yang dihasilkan kemudian diidentifikasi dan

dikarakterisasi (Adilina et al., 2015).

3.4.2 Identifikasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat

3.4.2.1 Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Ester

Pada penentuan bilangan asam, sampel ditimbang sebanyak 1 g dalam labu

Erlenmeyer 100 mL. Etanol 95% sebanyak 50 mL ditambahkan pada sampel dan

dipanaskan hingga larut dengan temperatur ±60ºC, ditambahkan 3 tetes indikator

fenolftalein dan dititrasi dengan KOH-etanol 0,1 N yang sudah dibakukan sampai

Page 42: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

27

terjadi perubahan warna menjadi merah muda seulas. Bilangan asam dapat dihitung

dengan menggunakan rumus pada Persamaan 1 (ASTM D974-14e2, 2014).

𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 =(𝑉𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑜𝑙.𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥56,1

𝐺𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙………..…….…(1)

Pada penentuan bilangan ester, sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam labu

Erlenmeyer 100 mL. Kemudian dilarutkan dalam 5 mL etanol 95% dan

ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein. KOH-etanol 0,1 N ditambahkan sampai

warna merah muda untuk menetralkan campuran. KOH-etanol 0,5 N sebanyak 25

mL ditambahkan dengan teliti dan ditambahkan sedikit batu didih. Campuran

dididihkan selama 1,5 jam dengan pendingin tegak lalu didinginkan. Campuran

kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan HCl

sampai jenih. Bilangan ester dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada

Persamaan 2 (ASTM D1617-07, 2012).

𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟 =(𝑉𝑜𝑙.𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥56,1

𝐺𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙……………..……(2)

3.4.2.2 Identifikasi Bobot Molekul dengan menggunakan Gas Permeation

Chromatography (GPC)

Surfaktan hasil sintesis sebanyak 0,1 g dilarutkan dalam isopropil alkohol

sebelum diinjeksikan. Bobot molekul sampel diukur dengan GPC menggunakan

air, detektor indeks refraktif dan kolom ultrahydrogel. Sampel dilarutkan dalam

THF pada suhu 40℃ dan diinjeksikan ke dalam sistem. Volume larutan sampel

yang diinjeksi adalah 20 µL dengan waktu operasi 20 menit untuk setiap sampel

(Alsabagh et al., 2016).

Page 43: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

28

3.4.2.3 Identifikasi Gugus Fungsi dengan menggunakan Fourier Transform

Infrared (FTIR)

Surfaktan hasil sintesis ditimbang sebanyak 5 mg dan ditambahkan serbuk

KBr, kemudian digerus menggunakan mortar hingga homogen. Setelah homogen,

campuran dipadatkan sampai menjadi pellet dengan ketebalan 1 mm menggunakan

alat handy press. Pellet tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat

spektrofotometer FTIR dan dianalisis pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1

dengan resolusi scanning 1 cm-1 (Laksmono et al., 2008).

3.4.2.4 Identifikasi Struktur Kimia dengan menggunakan Nuclear Magnetic

Resonance (NMR)

Sampel dianalisis menggunakan 13C-NMR JEOL, JNM ECA 500 (125

MHz). Sejumlah surfaktan hasil sintesis dilarutkan dalam CDCl3. Larutan surfaktan

dimasukkan dalam tabung injection kemudian diletakkan dalam alat NMR untuk

mengukur 13C-NMR (Laksmono et al., 2008).

3.4.3 Karakterisasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat

3.4.3.1 Penentuan Kestabilan Emulsi dengan Particle Size Analyzer (PSA) dan

Zeta Potential

Ukuran partikel surfaktan dianalisis dengan menggunakan Particle Size

Analyzer pada suhu 25°C. Semua sampel dipreparasi dengan menggunakan

pendispersi 2-propanol dan air yang telah diukur nilai indeks biasnya dan

dihilangkan kandungan ionnya, kemudian disonikasi dengan menggunakan

sonicator selama 10 menit (Sampora et al., 2017).

Pengukuran zeta potential pada surfaktan ditentukan dengan menggunakan

Nano Particle Analyzer dengan rentang zeta potential -200 mV sampai +200 mV.

Zeta Potential diukur dalam larutan air : isopropil alkohol (2:5), sel kapiler diisi

larutan surfaktan (asam stearat propoksilat) 1:2; 1:4; 1:6; 1:8; dan 1:10 lalu

Page 44: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

29

ditempatkan ke dalam instrumen untuk diukur zeta potential-nya pada temperatur

20oC (Irawan et al., 2017).

3.4.3.2 Penentuan Nilai Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB) dengan Gel

Permeation Chromatography (GPC)

Surfaktan hasil sintesis dilarutkan dalam isopropil alkohol sebelum

diinjeksikan. Bobot molekul sampel diukur dengan GPC menggunakan air, detektor

indeks refraktif dan kolom ultrahydrogel. Sampel dilarutkan dalam THF pada suhu

40℃ dan diinjeksikan ke dalam sistem. Volume larutan sampel yang diinjeksi

adalah 20 µL dengan waktu operasi 20 menit untuk setiap sampel (Alsabagh et al.,

2016).

Persamaan Griffin untuk menghitung nilai HLB pada surfaktan nonionik

ditunjukkan pada Persamaan 3.

𝐻𝐿𝐵 = 20𝑥𝑀𝑊ℎ

𝑀𝑊…………..……………………..(3)

MWh adalah massa molekul dari bagian hidrofilik pada molekul dan MW adalah

massa molekul dari keseluruhan molekul, memberikan hasil dengan skala 0-20

(Sheng, 2011).

3.4.3.3 Penentuan Tegangan Antar Muka (Interfacial Tension) dengan

menggunakan Spinning Drop Tensiometer

Tegangan antar fase minyak-air dihitung antara 2µL minyak Wonocolo

dengan surfaktan asam stearat propoksilat pada variasi konsentrasi 0,1, 0,3, 0,5 dan

1%, diukur mengunakan spinning drop tensiometer. Larutan surfaktan diaduk

dengan kecepatan 6.000 rpm pada suhu 60oC. Perbedaan densitas antara kedua

cairan digunakan sebagai data untuk menghitung nilai tegangan antarmuka.

Kesetimbangan tegangan antar fase dari larutan surfaktan diperoleh dengan

persamaan sebagai berikut:

Page 45: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

30

σ = ω2R3 ∆ρ

4…………………………...…...... (4)

ω menunjukkan kecepatan sudut pada sistem, R menunjukkan jari-jari dari tetesan

minyak yang jatuh, σ merupakan tegangan antar fase dua cairan yang kondisinya

sudah ditetapkan, ∆ρ merupakan perbedaan kerapatan antara minyak rantau dan

larutan surfaktan. Tegangan antar muka antara minyak dengan akuades adalah 18.0

mN/m pada suhu 27oC (Saxena et al., 2017).

Page 46: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Surfaktan Asam Stearat Propoksilat (ASP)

Sintesis surfaktan nonionik berbasis asam stearat melalui tiga tahap, yaitu

tahap inisiasi, propagasi dan terminasi (Deffieux et al., 2012). Tahapan-tahapan

reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Reaksi propoksilasi asam stearat (Alsabagh et al., 2016)

Pada tahap inisiasi, digunakan alkali metal yang konsentrasinya dibuat tetap

yaitu 1% kalium hidroksida (KOH) (b/b) sebagai inisiator pada polimerisasi

propilen oksida. KOH akan menginisiasikan pembukaan cincin propilen oksida

sehingga dapat bereaksi dengan asam stearat. Pada tahap propagasi terjadi

pemanjangan rantai asam stearat oleh propilen oksida, proses ini berjalan seiring

masih tersedianya molekul propilen oksida. Saat molekul propilen oksida telah

habis bereaksi maka terjadi proses terminasi dimana pemanjangan rantai akan

berhenti (Deffieux et al., 2012).

Page 47: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

32

Reaksi propoksilasi asam stearat dikatalisasi dengan katalis kalium

hidroksida (KOH) 1% dengan suhu reaksi 120℃ sampai 140℃ untuk

menghasilkan surfaktan nonionik. Panjangnya rantai polimer yang dihasilkan

ditentukan berdasarkan rasio propilen oksida yang ditambahkan (Alsabagh et al.,

2016).

Produk hasil propoksilasi mengandung 2 bagian, yaitu bagian hidrofobik

dari asam stearat (AS) dan bagian hidrofilik dari propilen oksida (PO). Proses

sintesis menghasilkan produk asam sterat propoksilat (ASP) berdasarkan

perbandingan rasio AS : PO, yaitu ASP 1:2; 1:4; 1:6; 1:8 dan 1:10 (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik hasil propoksilasi

AS : PO

(mol)

KOH

(% wt/wt)

Waktu

(jam)

Bobot Molekul ASP

(g/mol)

Bentuk Fisik

ASP

1:2 1 5 511 Padat

1:4 1 5 517 Padat

1:6 1 5 484 Padat

1:8 1 5 505 Cairan

1:10 1 5 453 Cairan ASP= asam stearat propoksilat; AS=asam stearat; PO=propilen oksida.

Hasil reaksi dicuci dengan menggunakan akuades untuk menghilangkan

garam pengotor dan diekstraksi dengan menggunakan pelarut organik yang sesuai,

yaitu kloroform. Berdasarkan hasil percobaan, pelarut yang kompatibel untuk

mengekstraksi ASP adalah kloroform. Pemurnian dilakukan dengan menambahkan

asam asetat glasial dan karbon aktif, pemurnian perlu dilakukan untuk memisahkan

katalis dengan produk. Saat asam asetat glasial ditambahkan, garam asetat dan air

yang terbentuk dihilangkan dengan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben.

Sementara itu, propilen oksida yang tidak bereaksi tetap dalam bentuk gas setelah

reaksi dikeluarkan dari reaktor (Adilina et al., 2015).

Page 48: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

33

ASP hasil sintesis memiliki bentuk fisik yang berbeda-beda (Gambar 14)

tiap rasio mol penambahan PO. Asam stearat merupakan asam lemak yang

berwujud padat pada suhu ruang (Sauthier et al., 2014). Semakin banyak PO yang

ditambahkan, semakin lunak padatan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan padatan

asam stearat pada produk sudah habis bereaksi dengan PO sehingga kepadatannya

akan terus berkurang akibat jumlah asam stearatnya yang juga semakin berkurang

(Sampora et al., 2017).

Gambar 14. Bentuk fisik ASP

Keberhasilan terjadinya polimerisasi dapat dibuktikan dengan analisis bobot

molekul ASP dengan menggunakan GPC. Asam stearat memiliki bobot molekul

248,484 g/mol (Pubchem, 2019), sementara ASP memiliki bobot molekul seperti

yang terdapat pada Tabel 3. Terjadi kenaikan bobot molekul dari asam stearat

menjadi ASP menunjukkan telah terbentuknya polimer asam stearat propoksilat.

4.2 Identifikasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat

4.2.1 Bilangan Asam dan Bilangan Ester Asam Stearat Propoksilat

Bilangan asam merupakan indikasi banyaknya asam lemak bebas yang

terdapat pada senyawa. Sementara bilangan ester merupakan indikasi dari adanya

gugus ester pada senyawa (Sampora et al., 2017). Bilangan asam dan bilangan ester

Page 49: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

34

dari asam stearat dan ASP dapat dilihat pada Gambar 15. Asam stearat secara

teoritis memiliki bilangan asam 204-213 mgKOH/g dan bilangan ester 0 (Chempri,

2019).

Gambar 15. Grafik bilangan asam dan bilangan ester asam stearat dan ASP.

Bilangan asam ditentukan untuk mengetahui perkembangan pada sintesis

yang dilakukan. Bilangan asam pada asam stearat dan ASP, terjadi penurunan yang

sangat signifikan. Pada hasil sintesis asam stearat etoksilat oleh Shree Vallabs

Chemicals (2019), hal yang sama terjadi yaitu penurunan bilangan asam pada

produk asam stearat etoksilat (ASE) seiring dengan bertambahnya rantai etoksi.

Penurunan nilai bilangan asam dari asam stearat saat menjadi ASP terjadi

karena pemanjangan rantai (polimerisasi) karboksil yang reaktif dari asam stearat

membentuk surfaktan nonionik. Penurunan bilangan asam juga disebabkan oleh

digunakannya KOH pada reaksi (Laksmono et al., 2008).

Hal yang berkebalikan terjadi pada bilangan ester yang justru mengalami

peningkatan yang sangat signifikan antara asam stearat dengan ASP. Peningkatan

0

50

100

150

200

250

0 1 2 3 4 5 6 7

mg

KO

H/g

Series1

Series2

Bilangan asam

Bilangan ester

1:0 1:2 1:4 1:6 1:8 1:10

AS:PO (mol)

Page 50: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

35

nilai bilangan ester ini terjadi akibat pemanjangan rantai (polimerisasi) karboksil

yang reaktif dari asam stearat, bereaksi dengan propilen oksida yang kemudian

membentuk surfaktan nonionik yang pada strukturnya memiliki gugus ester.

Sehingga semakin banyak propilen oksida yang ditambahkan maka semakin banyak

ester yang terbentuk pada struktur ASP (Sampora et al., 2017).

4.2.2 Bobot Molekul Asam Stearat Propoksilat

Hasil pengukuran bobot molekul ASP dengan metode Griffin (Persamaan

3) yang telah dilakukan ditampilkan pada Tabel 4. Asam stearat memiliki bobot

molekul 248,84 g/mol, sehingga dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan bobot

molekul yang signifikan setelah reaksi propoksilasi berlangsung. Peningkatan

bobot molekul ini menunjukkan telah terjadinya reaksi polimerisasi pada asam

stearat oleh propilen oksida (Alsabagh et al., 2016).

Tabel 4. Bobot molekul asam stearat propoksilat

AS:PO PO (molekul)

1:2 3,9

1:4 4

1:6 3,4

1:8 3,8

1:10 3

Hasil dari reaksi propoksilasi memiliki dua bagian, yaitu bagian hidrofobik

dari asam stearat dan bagian hidrofilik dari propilen oksida. Bobot propilen oksida

yang masuk pada sampel menunjukkan banyaknya mol propilen oksida yang

berhasil bereaksi dengan asam stearat (Adilina et al., 2015).

Pada ASP, terlihat bahwa molekul propilen oksida yang masuk maksimal

adalah 4 molekul, yaitu pada polimer ASP 1:4 (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh

perbandingan asam stearatnya dibuat tetap sehingga asam stearat yang digunakan

Page 51: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

36

telah jenuh atau habis bereaksi dengan propilen oksida yang ditambahkan.

Polimerisasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi katalis yang digunakan. Menurut

Laksmono et al., 2008, pada penggunaan katalis 1-5% polimerisasi lebih banyak

terjadi pada reaksi dengan katalis 5%. Hal ini terjadi karena katalis KOH pada

reaksi polimerisasi dengan pembukaan cincin epoksi berperan juga sebagai

inisiator.

4.2.3 Gugus Fungsi Asam Stearat Propoksilat

Karakterisasi surfaktan nonionik hasil sintesis dilakukan dengan

spektrofotometer FTIR. Analisis FTIR dilakukan dengan menggunakan rentang

4000-500 cm-1 dengan resolusi scanning 1 cm-1 (Laksmono et al., 2008).

Gambar 16. Spektrum FTIR asam stearat

Pada spektrum FTIR asam stearat (Gambar 16) terdapat vibrasi stretching -

-OH pada 3620,39 cm-1. Vibrasi stretching C-H dari -CH3 dan -CH2- pada senyawa

Page 52: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

37

alifatik pada puncak serapan 2964,29-2924,09 cm-1. Pada spektrum asam stearat

tidak muncul puncak serapan gugus eter (1382-1036 cm-1). Puncak serapan terdapat

pada 1440,83 cm-1 merupakan daerah serapan -CH3 yang khas pada senyawa

alifatik dan 1294,24-1209,37 cm-1 yang merupakan serapan dari -C-O. Selain itu,

terdapat juga serapan pada 707,88 cm-1 yang merupakan serapan khas rocking –

(CH2)n- pada hidrokarbon yang intensitasnya tergantung pada panjang rantai, serta

serapan pada 555,50 cm-1 yang merupakan serapan khas -C-C=O pada asam

karboksilat (Robert et al., 2011).

Gambar 17. Spektrum FTIR ASP

Terbentuknya ASP dapat dilihat dari munculnya puncak khas gugus ester

pada spektrum FTIR, yaitu pada 1300-1060 cm-1 (Gambar 17). Gugus ester pada

ASP terbentuk akibat adanya penambahan propilen oksida yang digunakan,

Page 53: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

38

sehingga panjang gugus ester yang dimiliki ASP bergantung kepada perbandingan

rasio propilen oksida yang ditambahkan (Alsabagh et al., 2016).

Spektrum FTIR dari ASP menunjukkan adanya puncak serapan pada

3414,00 cm-1 muncul karena adanya vibrasi stretching ikatan -OH, pada 2858,58-

2914,44 cm-1 yang merupakan puncak serapan stretching C-H dari -CH3 dan -CH2-

pada senyawa alifatik. Serapan kuat terdapat pada 1726,29 cm-1 yang

mengindikasikan

-C=O dari gugus ester yang terbentuk, sedangkan pada puncak 1280,73-1060,85

cm-1 terdapat serapan lemah disebabkan oleh serapan ikatan C-O-C stretching dari

gugus eter yang berasal dari senyawa propilen oksida yang ditambahkan pada

sintesis asam stearat propoksilat. Selain itu, terdapat juga puncak serapan pada

729,09 cm-1 yang merupakan serapan rocking –(CH2)n- pada hidrokarbon yang

intensitasnya tergantung pada panjang rantai hidrokarbonnya. Semua puncak khas

tersebut terdapat pada kelima ASP yang dihasilkan (Zaky et al., 2014).

Alsabagh et al. (2016) juga telah melakukan sintesis dan karakterisasi

surfaktan melalui propoksilasi pada asam oleat. Terbentuknya hasil sintesis,

polipropilen oksida monooleat ditunjukkan dengan adanya puncak serapan pada

1253 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus eter (C-O-C) dan stretching band pada

3300-3400 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus OH serta stretching band pada

1600-1700 cm-1 untuk C=O. Serapan-serapan tersebut muncul akibat dari adanya

pembentukan ester (Alsabagh et al., 2016).

Page 54: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

39

4.2.4 Struktur Kimia Asam Stearat Propoksilat

Hasil analisis 13C-NMR asam stearat (Gambar 18), muncul 18 sinyal

karbon. Puncak dengan geseran kimia (δ) 182,77 ppm mengindikasikan adanya

karbonil asam karboksilat. Sebanyak 16 sinyal terdapat pada (δ) 29-36 ppm

mengindikasikan adanya 12 karbon metilen (-CH2) alifatik dan sinyal pada geseran

kimia (δ) 16,77 ppm untuk gugus metil (-CH3) hidrokarbon asiklik (Biological

Magnetic Resonance Data Bank, 2019).

Gambar 18. Spektrum 13C-NMR asam stearat

Penentuan struktur lebih lanjut pada produk hasil propoksilasi asam stearat

dilakukan dengan menggunakan 13C-NMR. Gambar 19 menunjukkan spektrum

hasil analisis 13C-NMR pada ASP 1:2.

Page 55: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

40

Gambar 19. Spektrum 13C-NMR ASP 1:2

Hasil analisis 13C-NMR pada ASP 1:2 terdapat sinyal yang tidak ditemui

pada hasil analisis 13C-NMR asam stearat yaitu pada geseran kimia 174 ppm yang

mengindikasikan adanya karboksil ester (-C=O). Pada ASP 1:2 dan 1:4 (Lampiran

16) terdapat juga sinyal karboksil karboksilat (-C=O) dari asam stearat yang tidak

bereaksi, yaitu pada 177 ppm.

Terdapat nilai geseran kimia pada (δ) 22-32 ppm yang mengindikasikan

adanya karbon metilen (-CH2-) alifatik. Nilai geseran kimia lainnya muncul pada

(δ) 58-77 ppm yang mengindikasikan adanya metin oksi (-CH-O-) dan metilen oksi

(-CH2-O-) yang sebelumnya tidak muncul pada hasil 13C-NMR asam stearat. Sinyal

geseran kimia lainnya yang muncul adalah pada 18,437 ppm, mengidentifikasikan

adanya karbon -CH3 alifatik (Robert et al., 2011). Sinyal pada geseran kimia yang

sama juga terdapat pada hasil 13C-NMR ASP lainnya.

Page 56: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

41

4.3 Karakterisasi Surfaktan Asam Stearat Propoksilat

4.3.1 Kestabilan Emulsi Asam Stearat Propoksilat

Pengukuran ukuran partikel dan polydipesity index (PI) pada surfaktan hasil

sintesis, yaitu asam stearat propoksilat (ASP) ditunjukkan pada Tabel 5. Data yang

diperoleh digunakan untuk menghitung nilai koefisien variasi atau Coefficient of

Variation (COV) (Lampiran 7). Pada hasil perhitungan, didapatkan nilai COV

antara 0,51 sampai 2,93%, pengukuran dianggap cukup baik ketika nilai COV di

bawah 3% (Horiba, 2014).

Tabel 5. Ukuran partikel ASP rata-rata

Pengukuran Rata-rata Diameter Hydrodynamic Z (nm)

ASP 1:2 ASP 1:4 ASP 1:6 ASP 1:8 ASP 1:10

1 420,4 142,6 155,3 166,2 153,6

2 416,3 147,6 153,6 167,8 160,3

3 419,4 151,2 158,8 172,7 156,4

Standar Deviasi 2,13 4,31 2,65 3,38 3,36

Rata-rata (nm) 418,7 147,13 155,9 168,9 156,76

COV (%) 0,51 2,93 1,70 2,00 2,14

Pendispersi yang digunakan dalam analisis kestabilan emulsi ini adalah air.

Sebelumnya ASP perlu dilarutkan terlebih dahulu dalam isopropil alkohol (IPA)

sebelum didispersi menggunakan air. Hal ini perlu dilakukan karena ASP

merupakan surfaktan nonionik yang tidak larut air. Rasio air dengan IPA yang

digunakan adalah 2:5, indeks bias pendispersi digunakan sebagai input dalam

pengukuran. Indeks bias air (2) : IPA (5) diukur menggunakan metode Ostwald,

didapatkan nilai indeks bias 1,19 g/cm3 (Irawan et al., 2017).

Preparasi sampel sebelum dilakukan pengukuran sangatlah penting untuk

mendapatkan hasil yang akurat. Sebagian besar masalah yang ditemui dalam

pengukuran berbagai sampel adalah preparasi sampel yang buruk. Ketika kondisi

optimum preparasi sampel telah didapatkan, maka proses pengukuran dapat

Page 57: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

42

dilakukan serta hasilnya dapat digunakan. Sampel dipreparasi dengan cara

didispersikan dengan konsentrasi yang cukup. Apabila sampel tidak terdispersi

dengan baik, maka pengukurannya tidak akan akurat dan analisis yang dilakukan

tidak akan menghasilkan data yang benar (Markovic dan Zoran, 2012).

Tabel 5 menunjukkan bahwa ASP 1:2 menghasilkan ukuran yang paling

besar dibandingkan dengan ASP yang lainnya. Ukuran partikel pada ASP 1:2 lebih

besar dari ASP lain karena masih terlalu banyak asam stearat yang digunakan dalam

perbandingan tersebut sehingga tidak dapat bereaksi sempurna dengan propilen

oksida. Pada empat ASP lainnya, dihasilkan ukuran partikel yang tidak jauh

berbeda yaitu pada rentang 147,13-168,9 nm. Pada ketiga pengulangan pengukuran

yang dilakukan terhadap tiap ASP menunjukkan data yang relatif seragam,

sehingga menghasilkan standar deviasi yang baik, yaitu di bawah 3% (Septiyanti et

al., 2016).

Ukuran partikel surfaktan dapat mempengaruhi kegunaannya. Menurut

hasil penelitian Iglauer et al. (2010), efek dari absorbsi surfaktan untuk enchanced

oil recovery (EOR) pada batu pasir kuarsa dengan standar ukuran untuk batu pasir

yaitu 74-250 nm. Hasil analisis pada ASP menunjukkan bahwa ASP 1:4 hingga

1:10 memenuhi standar untuk digunakan sebagai surfaktan dalam EOR, sementara

ASP 1:2 tidak memenuhi standar karena memiliki ukuran partikel yang melebihi

batas maksimum yaitu 250 nm.

Sampel disonikasi terlebih dahulu dengan tujuan untuk meningkatkan

kemampuan dispersi antara zat terdispersi dan pendispersinya dengan mengurangi

penghalang fisik. Selain itu, sonikasi juga dapat mencegah aglomerasi pada sampel.

Sonikasi dilakukan dengan menggunakan sonication bath dimana yang terjadi

Page 58: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

43

adalah sonikasi tidak langsung. Sampel yang berada pada sonication bath yang

telah berisi cairan akan dilewati gelombang ultrasonik (Taurozzi et al., 2010).

Polydispersity index merupakan perkiraan dari lebar distribusi. Kisaran

angka 0,05 yang merupakan standar monodispersi, sedangkan kisaran lebih besar

dari 0,7 mengindikasikan bahwa sampel yang dianalisis memiliki ukuran distribusi

partikel yang sangat lebar (broad) (Septiyanti et al., 2016). Sampel dengan nilai

polydispersity index 0,1-0,4 diklasifikasikan sebagai jenis distribusi polidispersi

sedang (moderate) (Malvern Instruments, 2011).

Tabel 6. Polydispersity index surfaktan

Sampel Pengukuran Z-Average (nm) Polydispersity Index

ASP 1:2

1 420,4 1,016

1,217 2 416,3 1,545

3 419,4 1,092

ASP 1:4

1 142,6 0,42

0,372 2 147,6 0,372

3 151,2 0,326

ASP 1:6

1 155,3 0,346

0,358 2 153,6 0,409

3 158,8 0,32

ASP 1:8

1 166,2 0,447

0,380 2 167,8 0,325

3 172,7 0,37

ASP 1:10

1 153,6 0,359

0,339 2 160,3 0,263

3 156,4 0,397

Hasil pengukuran pada Tabel 6 menunjukkan nilai PI di atas 0,7 pada ASP

1:2, yaitu 1,217, mengindikasikan bahwa sampel yang dianalisis memiliki distribusi

ukuran yang sangat lebar dan kemungkinan DLS bukan metode yang cocok untuk

menganalisis sampel tersebut. Sementara pada ASP lain nilai PI diperoleh pada

rentang 0,339-0,380, menunjukkan bahwa sampel diklasifikasikan sebagai jenis

distribusi polidispersi sedang (moderate) (Septiyanti et al., 2016).

Page 59: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

44

Surfaktan yang tidak terdispersi secara sempurna terjadi karena aglomerasi

yang mengarah pada terjadinya ukuran partikel yang beragam dan menyebabkan

meningkatnya nilai PI (Irawan et al., 2017). Dapat dilihat dari hasil pengukuran

yang telah dijelaskan sebelumnya pada Tabel 5 dan Tabel 6, kondisi optimum yang

presisi untuk hasil yang memenuhi standar yaitu pada ASP semua rasio karena

memiliki nilai COV di bawah 3%. Sehingga hasil pengukuran yang diperoleh

merupakan hasil pengukuran yang presisi.

Tabel 7. Zeta potential dan konduktivitas surfaktan

Sampel Pengukuran Zeta Potential

(mV)

Konduktivitas

(mS/cm)

ASP 1:2 1 -29,1 0,078

ASP 1:4 1 -46,1 0,054

ASP 1:6 1 -24,9 0,052

ASP 1:8 1 -25,1 0,05

ASP 1:10 1 -27 0,053

Patel et al., (2011) menyatakan bahwa, zeta potential 0–10 mV membentuk

emulsi yang sangat tidak stabil, ± 10–20 mV membentuk emulsi yang relatif stabil,

± 20–30 mV membentuk emulsi yang stabil, dan > ± 30 mV membentuk emulsi

yang sangat stabil. Hasil pengukuran zeta potential pada ASP ditampilkan pada

Tabel 7. Dapat terlihat bahwa pada ASP 1:4 memiliki nilai zeta potential -46,1 mV

yang artinya akan membentuk emulsi yang sangat stabil. Sementara pada sampel

ASP lainnya memiliki nilai zeta potential, yaitu di atas (+)/(-)20 mV (-29,1 sampai

dengan -24,9 mV) yang artinya akan membentuk emulsi yang stabil (Irawan et al.,

2017).

Nilai zeta potential yang tinggi menunjukkan kemungkinan terbentuknya

emulsi yang stabil. Sebaliknya, nilai zeta potential yang rendah berarti suspensi

yang terbentuk akan teragregasi. Ini terjadi karena pengukuran zeta potential

Page 60: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

45

dilakukan pada sistem diam. Selama tahap formulasi dan produksi, suspensi banyak

mengalami pergerakan (akibat pengadukan atau pumping) atau akibat panas dan

energi mekanik atau panas tambahan ini cukup untuk mendorong terjadinya

agregasi (Fairhurst, 2013).

Nilai zeta potential merupakan parameter yang mengontrol interaksi

elektrostatik pada partikel-partikel dispersi (Sampora et al., 2017). Selain

didapatkan nilai zeta potential, dari pengukuran ini diperoleh juga hasil berupa nilai

konduktivitas. Koloid kehilangan stabilitas dan menggumpal (flokulasi) ketika pH

mendekati titik isoelektrik (Point of Zero Charge), maka semakin besar nilai

konduktivitasnya baik dengan muatan (–) maupun (+) maka koloid yang dihasilkan

akan semakin stabil. Variasi hasil dengan nilai (–) maupun (+) merupakan pengaruh

dari pH, terutama pada dispersi cairan. Zeta potential dengan bervariasinya pH akan

menghasilkan nilai konduktivitas yang lebih positif dan lebih negatif berdasarkan

pH asam dan basa masing-masing. Pada dispersi cairan, dimana H+ dan OH- adalah

konstituen ionik utama (Bhattacharjee, 2016).

4.3.2 Nilai Hydrophilic and Lipophilic Balance (HLB) Asam Stearat

Propoksilat

Nilai HLB sangat berguna untuk menentukan aplikasi yang sesuai dari

surfaktan. Efektivitas yang dihasilkan surfaktan pada stabilisasi bagian dari sistem

emulsi bergantung kepada keseimbangan antara HLB surfaktan dan HLB fase

minyak yang terlibat (Myers, 2006).

Tabel 8. Nilai HLB pada surfaktan ASP

AS:PO BM (g/mol) PO (molekul) HLB

1:2 511

517

484

505

458

3,9 8,86

1:4 4 8,99

1:6 3,4 8,24

1:8 3,8 8,73

1:10 3 7,57

Page 61: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

46

Jumlah bagian hidrofilik pada molekul yang merupakan jumlah PO yang

ditambahkan pada struktur dianalisa dengan GPC dan dihitung dengan Persamaan

3, hasilnya dapat terlihat pada Tabel 8. Nilai bobot molekul tertinggi pada sampel

adalah 517 g/mol dengan jumlah molekul PO yang terdeteksi pada produk ASP 1:4

sebanyak 4 molekul PO dan HLB 8,99, bobot molekul ini jauh lebih besar jika

dibandingkan dengan bobot molekul asam stearat (284,484 g/mol) (Adilina et al.,

2015).

Prosedur penentuan nilai HLB pada surfaktan telah banyak berkembang.

Pada metode yang digunakan yaitu metode Griffin, nilai HLB dapat diperoleh

dengan menentukan bobot molekul (BM) dari surfaktan dan bobot molekul dari PO

yang ditambahkan. Nilai HLB akan meningkat dengan meningkatnya bobot

molekul dan jumlah mol PO yang ditambahkan pada struktur surfaktan (Adilina et

al., 2015).

Hasil perhitungan (Tabel 8) menunjukkan bahwa ASP memiliki nilai HLB

7-9 yang merupakan karakteristik surfaktan hidrofobik yang berfungsi sebagai

pengemulsi oil in water (o/w) (Wulan et al., 2012). Emulsi o/w terbentuk saat fase

dispersi adalah minyak dan fase kontinyunya adalah air. Salah satu aplikasi penting

surfaktan oil in water adalah mengurangi air limbah hasil produksi minyak mentah

sehingga dapat meningkatkan perolehan hasil minyak. Hal ini dapat terjadi karena

air limbah hasil produksi membentuk tipe emulsi o/w juga sehingga dapat

bersinergis dengan surfaktan (Zolfaghari et al., 2016).

Lapisan antarmuka memberikan pengaruh pada kestabilan emulsi. Hal

tersebut menyebabkan campuran dari surfaktan dengan perbedaan sifat kelarutan

yang besar akan lebih sering ditemui membentuk emulsi dengan kestabilan yang

Page 62: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

47

baik dibandingkan dengan konsentrasi ekuivalen material itu sendiri. Fasa oil yang

lebih polar membutuhkan surfaktan yang bersifat lebih polar juga untuk

menghasilkan emulsi yang optimum dan stabil (Myers, 2006).

4.3.3 Nilai Tegangan Antar Muka Asam Stearat Propoksilat

Surfaktan diuji terhadap minyak Wonocolo dengan variasi konsentrasi ASP

0,1, 0,3, 0,5 dan 1% dengan menggunakan air yang mempunyai salinitas 1800 ppm

pada kondisi temperatur 60℃ (Irawan et al., 2017). Hasil pengukuran IFT pada

ASP dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai IFT pada ASP

No. ASP (%) Salinitas (ppm) Temperatur (℃) IFT

(dyne/cm)

1. 1:2

0,1

1.800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

2. 1:4

0,1

1.800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

3. 1:6

0,1

1.800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

4. 1:8

0,1

1.800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

5. 1:10

0,1

1.800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

Tidak terukurnya nilai IFT pada sampel ASP disebabkan oleh tidak

cocoknya jenis minyak yang digunakan, dalam pengujian ini digunakan minyak

Wonocolo yang merupakan salah satu jenis minyak ringan dengan yang

kandungannya didominasi oleh n-alkana dengan bobot molekul rendah (C15-C21)

Page 63: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

48

(Burhan et al., 2019). Pada pengukuran IFT perlu diketahui terlebih dahulu

kecocokan surfaktan dengan fraksi minyak yang digunakan, oleh karena itu perlu

dilakukan pengujian nilai IFT dengan menggunakan fraksi minyak lainnya.

Saat molekul surfaktan teradsorbsi pada sebuah antarmuka, mereka akan

memberikan expanding force dan menyebabkan menurunnya tegangan antarmuka

(paling tidak sampai pada nilai CMC) (Schramm et al., 2003). Menurut Saxena et

al. (2017), seiring dengan fase cairan berinteraksi dengan fase minyak, molekul

surfaktan menunjukkan fenomena difusi dari bulk ke antarmuka dan pada

antarmuka adsorpsi fase minyak dan air terjadi.

Nilai IFT penting diketahui dalam penggunakan surfaktan pada aplikasi

Enhanced Oil Recovery (EOR). Surfaktan memiliki peran penting dalam chemical

flooding pada EOR dengan menurunkan tegangan antarmuka dan untuk mengubah

wettability pada permukaan batuan reservoir untuk memfasilitasi mobilitas minyak

yang terperangkap pada reservoir alami (Bera et al., 2017). Sampora et al. (2017)

pada proses EOR, diharapkan surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka

berkisar 10-3 mN/m (-3 dyne/cm) atau dapat disebut juga ultralow IFT.

Menurut Negin et al. (2017), nilai IFT minimum pada kondisi lingkungan

yang buruk dapat diperoleh dengan menambahkan gugus etilen oksida atau propilen

oksida pada formulasi kimia dari surfaktan. Ikatan hidrogen antara etilen oksida

atau propilen oksida dengan air akan meningkatkan interaksi energi antara brine

dengan minyak. Selain itu, akan membantu surfaktan untuk lebih mudah teradsorbsi

pada antarmuka air-minyak dan mengatasi efek salting out yang dihasilkan pada

IFT yang lebih rendah.

Page 64: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

49

Hasil pengukuran IFT dapat digunakan untuk mengetahui nilai CMC dari

surfaktan. Secara umum, CMC atau critical micelle concentration mengindikasikan

konsentrasi saat misel yang merupakan hasil agregasi molekul surfaktan mulai

terbentuk (Negin et al., 2017). Karakteristik misel yang terbentuk dapat dikontrol

dengan perubahan kecil pada struktur kimia molekul surfaktan atau dengan

memvariasikan kondisi fase dispersinya dengan merubah pH, kekuatan ionik, dan

temperaturnya (Irawan et al., 2017).

Hasil pengukuran nilai IFT pada surfaktan ASP pada larutan berair dan

minyak mentah (minyak Wonocolo) belum dapat diketahui. Nilai IFT dan nilai

CMC dari surfaktan ASP dapat diketahui dengan dilakukan pengukuran IFT lebih

lanjut dengan menggunakan beberapa jenis fraksi minyak. Selain itu agar

penurunan nilai IFT yang dihasilkan optimal, dapat juga dilakukan formulasi

terhadap surfaktan yang digunakan (ASP) (Iglauer et al., 2010).

Page 65: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

50

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Reaksi polimerisasi pembentukan ASP telah terjadi, dibuktikan dengan hasil

penentuan bilangan asam dan bilangan ester serta menggunakan instrumentasi

FTIR dan 13C-NMR. Reaksi polimerisasi paling optimal diperoleh pada ASP

1:4 dengan bobot molekul 517 g/mol dan PO yang masuk sebanyak 4 molekul.

2. ASP dengan karakteristik ukuran partikel yang memenuhi standar untuk

digunakan pada EOR adalah ASP 1:4; 1:6; 1:8 dan 1:10 dengan ukuran partikel

pada kisaran 147,13-168,9 nm. ASP 1:10 memiliki distribusi partikel terbaik

dan pembentukan emulsi yang stabil dengan nilai PI 0,339 dan nilai zeta

potential -27 mV serta bersifat paling hidrofobik dengan nilai HLB 7,57.

5.2 Saran

Asam stearat merupakan asam lemak yang tidak larut air, sehingga perlu

diketahui terlebih dahulu pelarut-pelarut yang sesuai untuk surfaktan dari asam

stearat untuk memudahkan identifikasi dan karakterisasi. Penelitian lebih lanjut

dengan memvariasikan rasio asam stearat dan konsentrasi katalis yang digunakan

perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh rasio propilen oksida terhasdap

polimer ASP. Selain itu pengukuran IFT juga perlu dilakukan dengan

memvariasikan minyak yang digunakan untuk mengetahui nilai IFT dan nilai

critical micelle concentration dari surfaktan ASP.

Page 66: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

51

DAFTAR PUSTAKA

Adilina, I. B., Agustian, E., Meliana, Y., & Sulaswatty, A. 2013. Synthesis and

Properties of Ethoxylated Glycerol Monooleate As Palm Oil Based Nonionic

Surfactants, 17(1), 60–69.

Alsabagh, A. M., Hassan, M. E., Dosouky, S. D. M., Nasser, N. M., Elsharaky, E.

A., & Abdelhamid, M. M. 2016. Preparation of Some Thermal Stable

Polymers Based on Diesters of Polyethylene and Polypropylene Oxides Macro

Monomers to Use as Surfactants at High Temperature and Pressure. Egyptian

Journal of Petroleum, 25(3), 355–366.

ASTM D1617-07. 2012. Standard Test Method for Ester Value of Solvents and

Thinners. West Conshohocken: ASTM International. www.astm.org

ASTM D974-14e2. 2014 Standard Test Method for Acid and Base Number by Col

or-Indicator Titration. West Conshohocken: ASTM

International. www.astm.org

Bera, A., Mandal, A., Belhaj, H., & Kumar, T. 2017. Enhanced Oil Recovery by

Nonionic Surfactants Considering Micellization, Surface, and Foaming

Properties. Petroleum Science

Bhattacharjee, S. 2016. Review Article DLS and Zeta Potential – What They are

and What They are Not ? Journal of Controlled Release, 235, 337–351.

Biological Magnetic Resonance Data Bank. 2019. Stearic Acid (C18 H36 O2). A

Respository for Data from NMR Spectroscopy on Proteins, Peptides, Nucleic

Acids, and other Biomoleculs. www.bmrb.wisc.edu

Brocas, A. L., Mantzaridis, C., Tunc, D., & Carlotti, S. 2013. Polyether Synthesis:

from Activated or Metal-Free Anionic Ring-Opening Polymerization of

Epoxides to Functionalization. Progress in Polymer Science, 38(6), 845–873.

Burhan, R.Y. Perrya, b, Zetra, Y, Pusparatu, Nugraheni, Z. . 2019. Upaya re-

Produksi Sumur Tua Cekungan Wonocolo Melalui Karakterisasi Geokimia

Organik. Akta Kimia Indonesia, 4(1), 1–14.

Cao, Z. Fang, Lu, F., Qiu, P., Yang, F., Liu, G., Wang, S., & Zhong, H. 2018.

formation of a Hydrophobic and Corrosion Resistant Coating on Manganese

Surface Via Stearic Acid and Oleic Acid Diethanolamide. Colloids and

Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 555(July), 372–380.

Chempri Oleochemicals. 2019. Stearic Acid Sapo. Chempri Oleochemicals B.V.

http://www.chempri.com

Page 67: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

52

Childers, M. I., Longo, J. M., Van Zee, N. J., Lapointe, A. M., & Coates, G. W.

2014. Stereoselective Epoxide Polymerization and Copolymerization.

Chemical Reviews, 114(16), 8129–8152.

Deffieux, A., Carlotti, S., & Barrère, A. 2012. Anionic Ring-Opening

Polymerization of Epoxides and Related Nucleophilic Polymerization

Processes. Polymer Science: a Comprehensive Reference, 10 Volume Set (Vol.

4). Elsevier B.V.

Fairhurst, D., 2013. An Overview of the Zeta Potential Part 3: Uses and

Applications. Particle Sciences, Inc. American Pharmaceutical Review

Farn J., R. 2006. Chemistry and Technology of Surfactants. Oxford: Blackwell

Publishing Ltd.

Fessenden, R. J. & Fessenden J. S. 1989. Kimia Organik. (H. Pakpahan, M.; Basani)

(Edisi Ketiga). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Horiba Instrument Catalog, 2014. A Guidebook to Particle Size Analysis. Horiba

Instrument. Cat. 1–32

Griffin, W. C. 1953. Classification of Surface-Active Agents By HLB. Journal Od

The Society of Cosmetic Chemist, 311–326.

Hambali, E., Suryani, A., Pratomo, A., Permadi, P., Purnomo, H., & Mujdalipah,

S. 2006. Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Sebagai Oil Well

Stimulation Agent Akibat Pengaruh Suhu, Lama Pemanasan, & Konsentrasi

Asam (HCl). Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 16, 9–17.

Hermann, P. D., Cents, T., Klemm, E., & Ziegenbalg, D. 2016. Simulation Study

of The Ethoxylation of Octanol in a Microstructured Reactor. Industrial and

Engineering Chemistry Research, 55(49), 12675–12686.

Herzberger, J., Niederer, K., Pohlit, H., Seiwert, J., Worm, M., Wurm, F. R., &

Frey, H. 2016. Polymerization of Ethylene Oxide, Propylene Oxide, and Other

Alkylene Oxides: Synthesis, Novel Polymer Architectures, and

Bioconjugation. Chemical Reviews, 116(4), 2170–2243.

Iglauer, S., Wu, Y., Shuler, P., Tang, Y., & Iii, W. A. G. 2010. Journal of Petroleum

Science and Engineering New Surfactant Classes for Enhanced Oil Recovery

and Their Tertiary Oil Recovery Potential. Journal of Petroleum Science and

Engineering, 71(1–2), 23–29.

Im, S. H., Jeong, Y. H., & Ryoo, J. J. 2008. Simultaneous Analysis of Anionic,

Amphoteric, Nonionic and Cationic Surfactant Mixtures in Shampoo and Hair

Conditioner By RP-HPLC/ELSD and LC/MS. Analytica Chimica Acta,

619(1), 129–136.

Page 68: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

53

Irawan, Y., Juliana, I., Alli, Y. F., & Adilina, I. B. 2017. Aqueous Stability Studies

of Polyethylene Glycol and Oleic Acid-Based Anionic Surfactants for

Application in Enhanced Oil Recovery Through Dynamic Light Scattering.

International Journal of Technology, 8(8), 1414.

Kamigaito, M., Satoh, K., & Uchiyama, M. 2018. Degenerative Chain-Transfer

Process: Controlling All Chain-Growth Polymerizations and Enabling Novel

Monomer Sequences. Journal of Polymer Science, Part A: Polymer

Chemistry, 1–12.

Laksmono, J., Badria Adilina, I., & Egi Agustian, D. 2008. Direct Ethoxylation of

Glycerol Mono Oleate from Palm Oil Derivate as a Novel Non-Ionic

Polymeric Surfactant. Reaktor, 12(2), 102–106.

Malvern Instruments. 2011. Inform White Paper Dynamic Light Scattering, 1–6.

Markovic, S & Stojanovic, Z. 2012. Determination of Particle Size Distribution

by Laser Diffraction. Tech. Mater., vol. 21. 11–20.

Myers, D. 2006. Surfactant Science and Technology (3rd Edition). Ney Jersey: John

Wiley & Sons, Inc. Igarss

Nano Composix. 2012. Nano Composix’s Guide to Dynamic Light Scattering

Measurement and Analysis, 1.3, 1–7.

Negin, C., Ali, S., & Xie, Q. 2017. Most Common Surfactants Employed in

Chemical Enhanced Oil Recovery. Petroleum, 3(2), 197–211.

Nelson, D. L. & Michael, M. C. 2004. Lehninger: Principles of Biochemistry (4th

Edition). New York: W. H. Freeman.

Nisya, F. N., Prijono, D., & Nurkania, A. 2017. Application of Diethanolamide

Surfactant Derived from Palm Oil to Improve The Performance of

Biopesticide from Neem Oil. IOP Conference Series: Earth and

Environmental Science, 65(1).

Novilla, A. 2017. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut

Oil) yang Berpotensi Sebagai Anti Kandidiasis. EduChemia, 2(2), 161-173.

Nuyken, O., & Pask, S. D. 2013. Ring-Opening Polymerization-An Introductory

Review. Polymers, 5(2), 361–403.

Patel, P.R, Agrawal, Y.K. 2011. Nanosuspension: An Approach to Enhance

Solubility of Drugs. Journal of Advance Pharmaceutical Technology &

Research, Volume 2(2). 81–87

Pubchem. 2019. Compound Summary: Stearic Acid. US National Library of

Medicine. www.pubchem.ncbi.nlm.nih.gov

Page 69: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

54

Robert, M., Francis, X., Identification, D. J. S., Joseph, F., & Structural, R. G. O.

2011. Spectrometric Identification of Organic Compounds , 7.

Sampora, Y., Juwono, A. L., Haryono, A., & Irawan, Y. 2017. Study of Synthesis

Polyethylene Glycol Oleate Sulfonated as An Anionic Surfactant for Enhanced

Oil Recovery (EOR). Journal of Physics: Conference Series, 909(1), 0–7.

Sauthier, G., Segura, J. J., Fraxedas, J., & Verdaguer, A. 2014. Hydrophobic

Coating of Mica by Stearic Acid Vapor Deposition. Colloids and Surfaces A:

Physicochemical and Engineering Aspects, 443, 331–337.

Saxena, N., Pal, N., Dey, S., & Mandal, A. 2017. Characterizations of Surfactant

Synthesized from Palm Oil and Its Application in Enhanced Oil Recovery.

Journal of The Taiwan Institute of Chemical Engineers, 0, 1–13.

Schramm, L. L., Stasiuk, N., & Marangoni, D. G. 2003. Surfactants and Their

Applications, (2), 3–48.

Septiyanti, M. Sri, F., & Yenny, M. 2016. Pengaruh Konsentrasi Sampel Terhadap

Akurasi Pengukuran Diameter Partikel Nanoemulsi, 11(Annual Meeting on

Testing and Quality), 121–127.

Sheng, J. J. 2011. Surfactant Flooding. in Modern Chemical Enhanced Oil

Recovery (Pp. 239–335).

Shree Vallabh Chemicals. 2019. Fatty Acid Ethoxylate. Shree Vallabh Chemicals

Product Directory.

Sukmawati. 2017. Pengaruh Temperatur & Rasio Bahan Baku Pada Pembuatan

Surfaktan dari Pelepah Sawit. journal of Animal Science and Argonomy Panca

Budi, 2(02).

Taurozzi, J. S., Hackley, V. A., & Wiesner, M. R. 2012. Preparation of Nanoparticle

Dispersions from Powdered Material Using Ultrasonic Disruption Preparation

of Nanoparticle Dispersions from Powdered Material Using Ultrasonic

Disruption.

Tothova, J., Richterova, M., & Lisy, V. 2004. on Two Direct Methods for

Measurement of Interfacial Tension At Microdroplet Surfaces, (2), 3–5.

USA KINO Industry Co. Ltd. 2009. Spinning Drop Interfacial Tensiometer or

Interface Tension Measurement Instrument.

Vert, M., Doi, Y., Hellwich, K.-H., Hess, M., Hodge, P., Kubisa, P., Rinaudo, M.

& Schué, F. 2012. Terminology for Biorelated Polymers and Applications

(IUPAC Recommendations 2012). Pure and Applied Chemistry, Volume

84(2). 377–410

Page 70: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

55

Wu, Z., Fang, J., Xie, Q., Zheng, T., Wu, L., Lu, M., & Ji, J. 2018. Macroscopic

Kinetics Modelling of Liquid–Liquid Reaction System: Epoxidation of Fatty

Acid Methyl Esters. Industrial Crops and Products, 122(June), 266–276.

Wulan, Anatasia; Putri, Dei; Zuhrina, M. 2012. Sintesis Surfaktan Alkil

Poliglikosida Dari Glukosa & Dodekanol Dengan Katalis Asam. Jurnal Teknik

Kimia USU, 1(1), 5–9.

Yuan, C. L., Xu, Z. Z., Fan, M. X., Liu, H. Y., Xie, Y. H., & Zhu, T. 2014. Study

on Characteristics and Harm of Surfactants. Journal of Chemical and

Pharmaceutical Research, 6(7), 2233–2237.

Zaky, F., Aiad, I. A., & Tawfik, S. M. 2014. Journal of Industrial and Engineering

Chemistry Synthesis, Characterization, Surface and Biocidal Effect of Some

Germinate Nonionic Surfactants. Journal of Industrial and Engineering

Chemistry, 1–9.

Page 71: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

56

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema kerja sintesis dan karakterisasi surfaktan nonionik

Asam stearat dalam 50 mL etanol +

propilen oksida (1:2; 1:4; 1:6; 1:8; 1:10)

+ katalis KOH 1% (b/b)

Dimasukkan ke dalam autoclave, diaduk dengan stirrer bar,

ditutup dengan rapat dan dialiri gas N2 sebanyak 5 kali

Direaksikan selama 5 jam setelah suhu

reaksi konstan (antara 120 sampai 140℃)

Hasil reaksi

Dinetralkan dengan asam asetat glasial

Diekstraksi menggunakan kloroform : air (1:1)

Fraksi kloroform Fraksi air

Surfaktan nonionik

Karakterisasi:

1. Kestabilan emulsi menggunakan

PSA dan Zeta Potential

2. Hydrophilic and Lipophilic

Balance dengan GPC

3. Tegangan antarmuka dengan

Spinning Drop Tensiometer

Disaring dengan karbon aktif

dan dievaporasi

Identifikasi:

1. Bilangan asam dan bilangan ester

2. GPC

3. FTIR

4. NMR

Page 72: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

57

Lampiran 2. Perhitungan berat asam stearat & propilen oksida

𝑔𝑟𝑎𝑚 =𝑚𝑜𝑙 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠

1. Asam stearat

0,1 𝑚𝑜𝑙 𝑥 284,484 𝑔/𝑚𝑜𝑙

0,9408 𝑔/𝑚𝑙= 32,2385 𝑚𝑙 ≈ 28,4483 𝑔

2. Propilen oksida

- 0,2 mol 0,2 𝑚𝑜𝑙 𝑥 58,089

𝑔

𝑚𝑜𝑙

0,8304𝑔

𝑚𝑙

= 13,9884 𝑚𝑙 ≈ 11,616 𝑔

- 0,4 mol 0,4 𝑚𝑜𝑙 𝑥 58,089 𝑔/𝑚𝑜𝑙

0,8304 𝑔/𝑚𝑙= 27,9624 𝑚𝑙 ≈ 23,22 𝑔

- 0,6 mol 0,6 𝑚𝑜𝑙 𝑥 58,089 𝑔/𝑚𝑜𝑙

0,8304 𝑔/𝑚𝑙= 41,9653 𝑚𝑙 ≈ 34,848 𝑔

- 0,8 mol 0,8 𝑚𝑜𝑙 𝑥 58,089 𝑔/𝑚𝑜𝑙

0,8304 𝑔/𝑚𝑙= 55,9537 𝑚𝑙 ≈ 46,464 𝑔

- 1,0 mol 1,0 𝑚𝑜𝑙 𝑥 58,089 𝑔/𝑚𝑜𝑙

0,8304 𝑔/𝑚𝑙= 69,9421 𝑚𝑙 ≈ 58,08 𝑔

Page 73: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

58

Lampiran 3. Perhitungan pembuatan KOH 1% (b/b Asam Stearat)

0,1 𝑚𝑜𝑙 𝑥 1

100= 0,001 𝑚𝑜𝑙

0,001 𝑚𝑜𝑙 𝑥 56𝑔

𝑚𝑜𝑙= 0,056 𝑔 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 2 𝑚𝑙 𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙)

Perhitungan viskositas pendispersi PSA (air : 2-propanol)

𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

=(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑖𝑟 ∶ 2 − 𝑝𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙) − (𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

24,6 𝑔−15,27 𝑔

10 𝑚𝑙= 0,9321 𝑔/𝑚𝑙

𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝜂) = 𝜂𝑎𝑖𝑟

𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝜌𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑡𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌𝑎𝑖𝑟

0,995994𝑔

𝑐𝑚3𝑥

1452 𝑠 𝑥 0,93211𝑔

𝑚𝑙

1125 𝑠 𝑥 1𝑔

𝑚𝑙

= 1,1982 𝑔/𝑐𝑚3

Page 74: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

59

Lampiran 4. Perhitungan bilangan asam & ester

No. Sampel Bilangan Asam Bilangan Ester

1 Asam stearat 205,19 0

2 ASP 1:2 21,53 220,97

3 ASP 1:4 27,01 133,91

4 ASP 1:6 0,74 214,10

5 ASP 1:8 0,49 191,11

6 ASP 1:10 0,49 166,39

Lampiran 5. Karakteristik ASP

ASP AS : PO (mol) KOH

(% wt/wt)

Waktu

(jam) Bentuk Fisik

1 1:2 1 5 Padat

2 1:4 1 5 Padat

3 1:6 1 5 Padat

4 1:8 1 5 Cairan/minyak

5 1:10 1 5 Cairan/minyak

ASP= produk propoksilasi asam stearat; AS : PO= rasio molar AS & PO

Lampiran 6. Prediksi puncak serapan FTIR asam stearat & ASP

No. Sampel -C-H -OH -CH2 -CH3 -C-O-C- -C=O

1. Asam

Stearat

1209,37

1294,24

1440,83

3620,39 2924,09

707,88

2864,29 - 1697,38

2. ASP 1:2 - 3414,00 2914,44

729,09

2856,58 1060,85

1280,73

1726,29

3. ASP 1:4 - 3317,57

3408,22

2916,37

721,38

2856,58 1060,85

1273,02

1728,22

4. ASP 1:6 - 3460,30 2918,30

719,45

2858,51 1112,93

1251,80

1743,65

5. ASP 1:8 - 3458,37 2918,30

719,45

2858,51 1043,49

1242,16

1734,01

6. ASP 1:10 - 3381,21 2916,37

719,45

2860,43 1049,28

1170,79

1734,01

Page 75: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

60

Lampiran 7. Ukuran partikel ASP rata-rata

𝐶𝑜𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑡 𝑂𝑓 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 (%) =𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎𝑥100

Pengukuran Rata-rata Diameter Hydrodynamic Z (nm)

ASP 1:2 ASP 1:4 ASP 1:6 ASP 1:8 ASP 1:10

1 420,4 142,6 155,3 166,2 153,6

2 416,3 147,6 153,6 167,8 160,3

3 419,4 151,2 158,8 172,7 156,4

Standar

Deviasi 2,13 4,31 2,65 3,38 3,36

Rata-rata

(nm) 418,7 147,13 155,9 168,9 156,76

COV (%) 0,51 2,93 1,70 2,00 2,14

Lampiran 8. Polydispersity index ASP

Sampel Pengukuran Z-Average (nm) Polydispersity Index

ASP 1:2

1 420,4 1,016

1,217 2 416,3 1,545

3 419,4 1,092

ASP 1:4

1 142,6 0,42

0,372 2 147,6 0,372

3 151,2 0,326

ASP 1:6

1 155,3 0,346

0,358 2 153,6 0,409

3 158,8 0,32

ASP 1:8

1 166,2 0,447

0,380 2 167,8 0,325

3 172,7 0,37

ASP 1:10

1 153,6 0,359

0,339 2 160,3 0,263

3 156,4 0,397

Lampiran 9. Zeta potential & konduktivitas ASP

Sampel Pengukuran Zeta Potential

(mV)

Konduktivitas

(mS/cm)

ASP 1:2 1 -29.1 0,078

ASP 1:4 1 -46.1 0,054

ASP 1:6 1 -24.9 0,052

ASP 1:8 1 -25.1 0,05

ASP 1:10 1 -27 0,053

Page 76: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

61

Lampiran 10. Nilai IFT pada ASP

No. ASP (%) Salinitas (ppm) Temperatur (℃) IFT

(dyne/cm)

1. 1:2

0,1

1800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

2. 1:4

0,1

1800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

3. 1:6

0,1

1800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

4. 1:8

0,1

1800 60 Tidak terukur 0,3

0,5

1

5. 1:10 0,1 1800 60 Tidak terukur

Page 77: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

62

Lampiran 11. Proses sintesis ASP

Proses reaksi pada Ekstraksi menggunakan

reactor autoclave kloroform

Penyaringan hasil sintesis Proses evaporasi

dengan karbon aktif

Hasil sintesis (ASP 1:2; 1:4; 1:6; 1:8; & 1:10)

Page 78: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

63

Lampiran 12. Karakterisasi & identifikasi ASP

Sonicator Penentuan viskositas pendispersi

Particle size analyzer (PSA) Spinning drop tensiometer

Titrasi bilangan asam & bilangan ester

Page 79: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

64

Lampiran 13. Kromatogram GPC ASP

Kromatogram GPC ASP 1:2

Kromatogram GPC ASP 1:4

Kromatogram GPC ASP 1:6

Page 80: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

65

Kromatogram GPC ASP 1:8

Kromatogram GPC ASP 1:10

Page 81: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

66

Lampiran 14. Grafik bilangan asam & bilangan ester asam stearat & ASP

0

50

100

150

200

250

0 1 2 3 4 5 6 7

mg

KO

H/g

Series1

Series2

1:0 1:2 1:4 1:6 1:8 1:10

AS:PO (mol)

Bilangan asam

Bilangan ester

Page 82: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

67

Lampiran 15. Spektrum FTIR asam stearat & ASP

Spektrum FTIR asam stearat Spektrum FTIR ASP 1:2

Page 83: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

68

Spektrum FTIR ASP 1:4 Spektrum FTIR ASP 1:6

Page 84: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

69

Spektrum FTIR ASP 1:8 Spektrum FTIR ASP 1:10

Page 85: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

70

Lampiran 16. Hasil analisis 13C-NMR asam stearat & ASP

Spektrum 13C-NMR asam stearat

Atom ID Chemical shift

C9 31.929

C10 29.689

C8 29.433

C11 29.365

C7 29.240

C12 29.061

C6 31.929

C13 29.689

C5 29.433

C14 29.365

C4 29.240

C15 29.061

C3 31.929

C16 27.334

C2 25.357

C17 36.697

C1 16.779

C18 182.777

Page 86: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

71

Spektrum 13C-NMR ASP 1:2 Spektrum 13C-NMR ASP 1:4

Page 87: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

72

Spektrum 13C-NMR ASP 1:6 Spektrum 13C-NMR ASP 1:8

Page 88: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

73

Spektrum 13C-NMR ASP 1:1

Page 89: SINTESIS DAN KARAKTERISASI SURFAKTAN NONIONIK …

74