css tetanus

45
CLINICAL SCIENCE SESSION TETANUS Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Al-Ihsan Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung Presentan: Serly Sri Wahyuni 12100114001 Galih Trissekti 12100114002 Partisipan: Adjie Kurnia M. 121001140xx Adhitya Rizky P. 1210011400xx Iva Reina 1210011400xx Sekar Asmara D 1210011400xx Fauziyah Karimah 1210011400xx Ayu Niendar 1210011400xx Preseptor: Asep Saefulloh, dr. Sp.S

Upload: adhityarizkypratama

Post on 15-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

sip

TRANSCRIPT

Page 1: CSS Tetanus

CLINICAL SCIENCE SESSIONTETANUS

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Al-Ihsan

Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung

Presentan:Serly Sri Wahyuni 12100114001Galih Trissekti 12100114002

Partisipan:Adjie Kurnia M. 121001140xxAdhitya Rizky P. 1210011400xxIva Reina 1210011400xxSekar Asmara D 1210011400xxFauziyah Karimah 1210011400xxAyu Niendar 1210011400xx

Preseptor:Asep Saefulloh, dr. Sp.S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RS ISLAM AL IHSAN BANDUNG2014

Page 2: CSS Tetanus

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus merupakan masalah serius bagi manusia tetapi dapat dicegah. Tetanus

menjadi masalah serius pada masa industrial, terlebih akibat manifestasi klinisnya

yang mengerikan dan dapat menimbulkan kematian.

Secara klinis tetanus merupakan suatu gangguan neurologis, dikarakteristikan

oleh adanya peningkatan tonus otot dan spasme otot, yang disebabkan oleh

tetanospasmin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani. Sifatnya akut dan seringkali

fatal. Kekakuan otot biasanya dimulai pada rahang (lock jaw), dan leher, kemudian

menjadi umum.

Deskripsi tentang tetanus telah dikenal sejak abad ke-5 sebelum masehi, yang

kemudian lebih jelas dideskripsikan oleh Hippocrates pada laporan kontemporernya

Aretaeus. Sejak tahun 1903, Morax dan Marie menyatakan teorinya bahwa migrasi

toksin tetanus menyebar ke sistem saraf melalui sisten saraf perifer, sifatnya naik pada

aksis lembar perineural. Studi modern menunjukkan toksinnya juga disebarkan

melalui darah dan aliran limfe, yang memungkinkan terjadinya tetanus secara umum.

Pada tahun 1884 Carle dan Ratton menyatakan menemukan pertama kali tetanus pada

hewan.

Page 3: CSS Tetanus

BAB II

NEUROMUSCULAR JUNCTION

Anatomi Sinaps

Neuron motorik terdiri atas 3 bagian utama, yaitu soma, akson tunggal, dan

dendrite. Di permukaan dendrite dan soma neuron motorik terdapat sebanyak 10.000

sampai 200.000 tombol sinaps kecil yang disebut terminal presinaps. Daerah inilah

yang menjadi pusat apakah akan mudah dirangsang (artinya, suatu transmitter yang

merangsang neuron postsinaps), atau apakah nantinya menghambat (suatu transmitter

yang dapat menghambat neuron postsinaps).

Penelitian menggunakan mikroskop elektron memperlihatkan pada ujung

presinaps memiliki bermacam-macam bentuk anatominya, namun kebanyakan

Page 4: CSS Tetanus

bentuknya menyerupai tombol bulat atau bujur telur sehingga kadang disebut sebagai

tombol ujung (terminal knobs), atau tombol sinaps (synaptic knobs).

Mekanisme aksi potensial yang menyebabkan pelepasan neurotransmitter

(peran ion Ca2+)

Mekanisme yang dipakai oleh ion Ca2+ untuk terjadinya pelepasan

neurotransmitter adalah sebagai berikut:

Ion Ca2+ masuk ujung presinaps pada bagian membrane plasma-nya

Menyebabkan vesikel (biasanya berisikan 2000-10.000 asetilcholine) yang

berisi transmitter akan melakukan eksositosis karena ada aksi potensial akibat

kalsium tadi.

Eksositosis neurotransmitter ini memasuki synaptic cleft dan berikatan dengan

reseptornya

Ikatan ini menyebabkan gerbang Na+ channel terbuka dan masuknya Na+

tersebut kedalam postsynaps untuk menghasilkan depolarisasi sampai

terbentuknya aksi dari postsynaps-nya

Pengaturan Kanal Ion setelah dihasilkannya transmitter

Kanal ion membrane postsinaps terdiri atas dua jenis

Kanal kation, sebagian besar memungkinkan ion natrium lewat ketika terbuka.

Hal ini akan menghasilkan eksitasi sehingga disebut kanal eksitasi atau

transmitter eksitator.

Eksitasi meliputi:

Pembukaan kanal natrium, natrium masuk ke intracellular

Penekanan hantaran kanal klorida atau kalium, atau keduanya

Page 5: CSS Tetanus

Membentuk potensial aksi

Perubahan metabolisme sel

Kanal anion, memungkinkan ion klorida untuk lewat dan juga sedikit sekali

anion yang lain. Kanal ini menyebabkan masuknya muatan listrik negative

yang menghambat neuron sehingga disebut kanal inhibitor atau transmitter

inhibitor.

Inhibisi meliputi:

Pembukaan kanal ion klorida di postsinaps

Meningkatkan hantaran ion kalium yang keluar dari neuron

Ion kalium berdifusi kebagian eksterior yang menyebabkan peningkatan

kenegatifan di dalam neuron, yang bersifat inhibisi

Aktivasi enzim reseptor hambat aktivitas metabolik selular dan

menurunkan jumlah reseptor eksitasi

Page 6: CSS Tetanus

BAB III

TETANUS

I. Definisi

Tetanus adalah suatu gangguan neurologis yang dikarakteristikan oleh adanya

peningkatan tonus otot dan spasme otot, yang disebabkan oleh tetanospasmin yang

dikeluarkan oleh Clostridium tetani. Gejala khas tetanus adalah spasme tonik

persisten yang berulang. Spasme yang terjadi di leher, rahang menyebabkan rahang

yang terkunci (trismus, atau lockjaw), kemudian ke otot tubuh dan ekstremitas. Selalu

bersifat akut dan sering menyebabkan kematian.

II. Epidemiologi

Tetanus sering didapatkan pada negara sedang berkembang (banyak

kemiskinan, kurang pendidikan, buruknya sanitasi, pelayanan kesehatan yang

kurang). Insidensi berdasarkan jenis kelamin, antara laki-laki dan perempuan adalah

3-4:1. Pada negara berkembang, tetanus sering mengenai neonatus, anak-anak, dan

dewasa muda, sedangkan pada negara maju, tetanus lebih banyak mengenai usia tua.

Dilaporkan bahwa pada beberapa negara di dunia untuk kasus tetanus adalah

di Afrika Selatan terdapat 300 kasus setiap tahun, di Inggris terdapat 12-15 kasus tiap

tahun, di Amerika terdapat 50-70 kasus tiap tahun. Menurut WHO pada tahun 1992,

terdapat 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia. Angka ini meliputi

580.000 kematian dari tetanus neonatorum, 210.000 di Asia Tenggara, dan 152.000 di

Afrika.

Page 7: CSS Tetanus

III. Faktor Risiko

a. Luka terbuka ataupun riwayat luka sebelum

b. Luka yang terkontaminasi oleh tanah (pada petani)

c. Terluka oleh benda berkarat

IV. Etiologi

Disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini mempunyai sifat

anerobik, motil, batang gram positif. Bentuknya oval dan tidak berwarna. Mempunyai

terminal berisi spora like ‘drumstick'. Pada umumnya banyak ditemukan di tanah,

feses hewan (kuda), dan feses manusia. Dalam keadaan anerob bakteri ini berubah

menjadi bentuk vegetatif. Spora dapat hidup dalam bentuk vegetatif beberapa tahun.

Bakteri ini memiliki resistensi terhadap desinfektan. Clostridium tetani menghasilkan

2 jenis eksotoksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Eksotosin tetanolisin dapat

merusak jaringan sekitar infeksi dan mengoptimalkan kondisi untuk multiplikasi.

Eksotosin tetanospasmin sebagai inhibisi pembebasan neurotransmiter dan bakterial

protease akan menyebabkan tetanospasmin membentuk 2 rantai yang dihubungkan

oleh ikatan disulfida:

a) Rantai ringan (50kDa) - inhibisi transmisi sinaps

b) Rantai berat (100kDa) - mediator internalisasi intraneuronal

Page 8: CSS Tetanus

V. Patogenesis

Clostridium tetani memasuki tubuh melalui luka.

Spora dapat tumbuh pada keadaan yang anaerob. Jaringan nekrosis, benda asing,

infeksi aktif juga merupakan tempat yang baik untuk perkembangan spora &

perlepasan toksin.

Tetanospasmin merupakan substansi asam amino rantai polipeptida yang

dilepaskan didalam luka. Toksin terikat pada ujung terminal motor neuron

perifer, kemudian memasuki akson & ditransport secara retrograd secara

intraneural. Toksin ini berkerja pada sistem saraf, termasuk motor end plate

perifer, medula spinalis, otak, dan sistem saraf otonom. Toksin juga dapat

menyebar secara hematogen.

Tetanospasmin menghambat perlepasan neuron inhibitor yang berfungsi

mengatur kontraksi otot yaitu GABA & glisin sehingga terjadi kegagalan inhibisi.

Penghambatan ini disebabkan karena pemecahan protein yang berfungsi pada

perlepasan vesikel, yaitu synaptobrevin. Hal ini mengurangi fungsi inhibisi &

meningkatkan kecepatan istirahat pada motor neuron serta bertanggungjawab

pada rigiditas otot sehingga pada saraf perifer terpendek.

Menimbulkan gejala awal berupa gangguan pada wajah, kekakuan punggung, dan

leher. Hal ini merupakan manifestasi klinis khas yang terjadi ketika toxin tetanus

menganggu perlepasan neurotransmitter dan menghambat impuls inhibitor.

Keadaan ini mengakibatkan kontraksi dan spasme otot, juga dapat terjadi kejang

bahkan mengenai sisten saraf otonom yang disebabkan inhibisi pada neuron

preganglion simpatis di substantia grisea lateral medualla spinalis.

Tetanospasmin dapat menghambat perlepasan neurotransmitter pada

neuromuscular junction yang akan mengakibatkan kelemahan dan paralisis.

Page 9: CSS Tetanus

VI. Patofisiologi

Luka yang nekrosis, terkontaminasi oleh tanah, terluka oleh benda berkarat

benda asing menjadi tempat yang baik untuk masuknya bakteri Clostridium tetani.

Bakteri ini akan menghasilkan toksin tetanus yaitu, tetanolisin dan tetanospasmin.

Toksin tersebut akan berikatan pada reseptor saraf terminal di otot, kemudian toksin

akan berjalan mengikuti serabut saraf secara asending melalui axon sampai ke badan

sel alpha motor neuron ke dalam medula spinalis dan batang otak.

Page 10: CSS Tetanus

Toksin tetanus tersebut melewati celah sinaps dan mencapai terminal saraf

inhibisi, selanjutnya toksin akan terikat pada reseptor membran presinaptik dan

menginhibisi neurotransmitter Gama Amino Butiric Acid (GABA) dan glycine. Hal ini

mengakibatkan kontraksi otot agonis dan antagonis terjadi secara bersamaan,

akibatnya akan terjadi spasme otot dan akan mengakibatkan rigiditas. Pada

preganglion simpatetik neuron di lateral greymatter pada medula spinalis akan

menyebabkan simpatis hiperaktivitas dan peningkatan sirkulasi katekolamin.

Page 11: CSS Tetanus

SPASME

Bisa efek preganglionic lateral gray matter pada

Medulla spinalis↓

peningkatan sirkulasi catecholamine

RIGIDITY

Skema Patofisiologi

Luka yang nekrosis, terkontaminasi oleh tanah, terlukaoleh benda berkarat; benda asing

↓Clostridium tetani masuk melalui reseptor saraf terminal pada neuromuscular junction

via non-coated vesicle↓

Tetanospasmin; tetanolysin growth, disrupt channel& lipid.↓

Toksin menyebar secara ascending melalui axon (retrograde transport to cell body)ke badan sel alpha motor neuron lalu ke medula spinalis dan batang otak

↓Transinaps dan mencapai terminal saraf inhibitor

↓Toksin terikat pada reseptor membran terminal presinaps inhibitor

↓Inhibisi neurotransmiter GABA dan glycine

kontraksi otot agonis dan resting firing rate antagonis secara bersamaan pada alpha motor(seharusnya inhibisi) neuron

↓ ↓

VII. Manifestasi Klinis

Muncul setelah ada riwayat luka sebelumnya (luka yg nekrosis, terkontaminasi

oleh tanah, terluka oleh benda berkarat atau benda asing). Masa inkubasi 6-14 hari.

Gejala umum:

Kekakuan otot (rigiditas)

. Trismus (lockjaw): kekakuan otot masseter, biasanya manifestasi pertama.

. Risus sardonicus: kontraksi berterusan dari otot wajah (grimace/sneer).

. Kekakuan otot-otot leher yang menimbulkan retraksi kepala.

. Kekakuan otot-otot faring dan laring sehingga timbul disfagia dan vocal cord

paralysis.

Page 12: CSS Tetanus

. Kekakuan otot-otot pernafasan dapat menyebabkan sianosis dan threatening

ventilation, bahkan apnea.

. Abdominal rigidity: Kaku otot-otot abdomen.

. Opisthotonus : kontraksi otot-otot punggung.

Pasien dapat febris

Spasme (kejang)

. Kejang tonik yang timbul secara episodik, bisa didapatkan retraksi kepala,

opistotonus yang menghebat dan fleksi dari lengan. Pasien sadar dan

merasakan sangat nyeri.

. Timbul spontan atau dipicu oleh rangsangan berupa rangsangan sentuhan,

auditori, visual, atau emosional

Gangguan otonom (sering didapatkan pada tetanus derajat berat)

. Peningkatan aktivitas simpatis: sinus takikardi >150x/min, keringat yang

berlebihan, peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik aritmia

supraventrikuler transient.

. Peningkatan aktivitas parasimpatis : salivasi berlebihan, peningkatan tonus

vagal yang berefek ke sistem kardiovaskuler

Page 13: CSS Tetanus

Klasifikasi tetanus

Tetanus local (localized tetanus)

Merupakan tetanus yang paling ringan. Gejala awal berupa kekakuan,

pengencangan dan nyeri pada otot-otot disekitar luka diikuti dengan "twitching" dan

spasme singkat. Tetanus lokal terjadi terutama akibat luka pada lengan dan tangan

atau pada otot-otot abdominal atau paravertebral dan berhubungan dengan luka

sesudah operasi. Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut terjadi spasme terus-

menerus involunter (disebut sebagai rigiditas) dan kontraksi hipertonik atau tetanik.

Trismus ringan dapat terjadi pada tetanus lokal yang ringan sekalipun dan ini

dapat membantu menegakkan diagnosis. Gejala tetanus lokal dapat menetap sampai

beberapa minggu atau bulan dan dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa.

Tetanus sefalik (cephalic tetanus)

Merupakan bentuk tetanus lokal akibat adanya luka pada wajah dan kepala

terutama telinga. Periode inkubasinya singkat, 1 sampai 2 hari. Otot-otot yang terkena

(biasanya okuler dan fasial) menjadi lemah atau paralisis. Walaupun demikian, jika

terjadi spasme umum, otot yang paralisis ini ikut berkontraksi. Kontraksi otot lidah

dan tenggorokan mengakibatkan disartria, disfonia dan disfagia. Gejala berupa

trismus dan opthalmoplegic tetanus. Tetanus sefalik dapat menjadi tetanus general

dan pada keadaan ini banyak kasus terbukti fatal.

Tetanus neonatorum (neonatal tetanus)

Merupakan tetanus yang sangat berat dengan angka mortalitas yang sangat

tinggi. Didapat riwayat tindakan teknik obstetrik yang tidak steril dan kotor di mana

potongan umbilikus terkontaminasi dengan spora tetanus. Masa inkubasi bervariasi

Page 14: CSS Tetanus

antara 1 hari sampai 3-4 minggu. Pada umumnya gejala pertama timbul pada minggu

pertama kehidupan anak. Gejala dini berupa kesulitan menelan akibat kekakuan pada

bibir, otot rahang serta faring. Trismus jelas dengan sisi badan opistotonus berat,

fleksi ekstremitas atas dengan hiperekstensi anggota badan bawah. Kesulitan

pernafasan diikuti sianosis. Kematian akibat kegagalan pernafasan, hipoksia dan

pneumonia baik akibat aspirasi maupun infeksi bakteri. Gangguan otonom hampir

selalu dijumpai dengan akibat kegagalan fungsi kardiorespirasi

Tetanus umum (generalized tetanus)

Merupakan jenis tetanus tersering, dapat mulai sebagai tetanus lokal yang

setelah beberapa hari menjadi umum. Gejala yang dapat ditemukan antara lain:

Trismus.

Risus sardonicus.

Rigiditas otot-otot rahang dan leher kemudian secara gradual ke otot-otot aksial

(opisthotonus), spasme otot-otot abdomen dan anggota badan.

Spasme tonik otot-otot dapat terjadi spontan atau karena rangsangan.

Spasme otot-otot faring, laring dan otot-otot pernapasan merupakan ancaman

terjadinya gagal napas.

Kesadaran pasien tetap baik kecuali jika terjadi hipoksia serebral akibat gagal napas.

Peningkatan suhu tubuh biasanya terjadi oleh karena komplikasi infeksi.

Kematian biasanya terjadi oleh karena gagal napas akibat spasme berat yang

mengarah kepada obstruksi jalan nafas, atau karena gagal jantung akibat gangguan

sirkulasi.

VIII. Diagnosis

Page 15: CSS Tetanus

1. Anamnesa

2. Pemeriksaan Fisik

3. Penunjang

IX. Diagnosis Banding

X. Penatalaksanaan

XI. Prognosis

XII. Pencegahan

XIII.

ANAMNESA :

Riwayat luka sebelumnya. Luka (punctum, laserasi & abrasi) mengalami nekrosis,

terkontaminasi oleh tanah, terluka oleh benda berkarat/benda asing.

GEJALA KLINIS :

Kekakuan otot (rigiditas)

Trismus

Risus sardonicus

Kekakuan otot leher

Kekakuan otot faring

Page 16: CSS Tetanus

Kekakuan otot dada

Perut papan

Opitotonus

Spasme

Gangguan otonom

XIII. DERAJAT TETANUS

(Berat ringannya derajat penyakit tetanus dapat ditentukan dengan beberapa criteria)

DERAJAT TETANUS MENURUT PATEL & JOAG

KRITERIA 1 : trismus

KRITERIA 2 : spasme

KRITERIA 3 : masa inkubasi 7 hari/ kurang

KRITERIA 4 : periode onset 48 jam / kurang

KRITERIA 5 : kenaikan suhu rectal sampai 100oF / aksila sampai 99oF (37,6oC) pada

saat ≤ 24 jam MRS

BERDASARKAN KRITERIA DIATAS DIBUAT SUATU GRADASI PENYAKIT :

DERAJAT 1 : didapatkan 1 dari 5 kriteria

DERAJAT 2 : didapatkan 2 dari 5 kriteria, mortalitas 10%

DERAJAT 3 : didapatkan 3 dari 5 kriteria, mortalitas 32%

DERAJAT 4 : didapatkan 4 dari 5 kriteria, mortalitas 60%

DERAJAT 5 : didapatkan 5 kriteria, mortalitas 84%

Sebagian besar tetanus neonatorum & tetanus puerperium

DERAJAT TETANUS MENURUT ABIETT'S yg dimodifikasi:

Page 17: CSS Tetanus

DERAJAT 1 : MILD

Trismus ringan sampai sedang

Spastisitas umum

Tidak ada gangguan pernafasan

Tidak ada kejang

Tanpa disfagia atau disfagia minimal

DERAJAT 2 : MODERATE

Trismus sedang

Rigiditas jelas

Gangguan pernafasan sednag dengan tachypnea 30-35x/menit

Spasme otot atau kejang ringan-sedang tapi singkat

Disfagia ringan

DERAJAT 3 : SEVERE

Trismus berat

Spastisitas umum

Gangguan pernafasan dengan tachypnea >40x/menit, dengan fase apneustik

Spasme atau kejang rangsang tapi sering disertai kejang spontan dan memanjang

Disfagia berat

Takikardia > 120x/menit

Disotonomi sedang dan meningkat

DERAJAT 4 : VERY SEVERE

grade 3 dan gangguan saraf otonom sangat berat (autonomic storms): hipertensi dan

takikardi kemudian diselingi hipotensi dan bradikardi, atau dapat terjadi hipertensi

Page 18: CSS Tetanus

berat persisten atau hipotensi berat persisten. Hipotensi tidak disebabkan karena

hipovolemi, sepsis, atau iatrogenik.

XIII. DIAGNOSIS BANDING

Trismus : Dental abscess, peritonsilar abscess, pharyngeal diphtheria, fraktur

mandibula, dan mumps

Bakterial meningitis

Subarachnoid haemorrhaging

Epilepsi

Cerebral malaria

Rabies

* Keterangan :

2 & 3 - Memiliki kekakuan otot leher tapi gejala lain tidak ada.

4 - Pasien tidak sadar saat kejang,

ada riwayat kejang berulang

5 - Ada gejala demam yang khas

6 - Hidrofobia,

gejala gangguan batang otak,

saraf kranial dapat terganggu juga

XIII. MANAGEMENT

Page 19: CSS Tetanus

Prinsip terapi untuk tetanus :

- Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin

lebih lanjut

- Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat

dengan sistem saraf pusat)

- Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem

saraf pusat

- Mengobati spasme otot

Terapi umum untuk tetanus :

Dirawat di ruangan tenang & dimonitor ketat.

Cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi

Debridement luka.

Berikan hTIG dan terapi antibiotika.

Oksigenasi

Diet tinggi kalori tinggi protein

Terapi Khusus untuk tetanus :

Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk menetralisir

tetanospasmin bebas. Diberikan secepat mungkin setelah diagnosis klinis tetanus

ditegakkan. Dosis efektif yang direkomendasikan adalah 3000-10.000 IU iv/im,

dengan kadar puncak dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan

secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di Indonesia umumnya

masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk juga di RSHS. HTIG dianggap lebih

Page 20: CSS Tetanus

baik daripada equine antiserum karena lebih sedikit menimbulkan reaksi

hipersentivitas.

Serum ATS yang dianjurkan 10.000 U i.v satu kali. Sebelum pemberian harus

dilakukan skin tes. Untuk imunisasi aktif dipakai TT. Apabila luka kecil, tidak

terinfeksi, tetapi riwayat imunisasi tidak jelas, diberikan dosis TT 0,5 ml. Dosis yang

sama mutlak diberikan apabila luka besar, terinfeksi, dan riwayat imunisasi terakhir

lewat 5 tahun.

Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin.

DOC :

Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama 10-14

hari, aktif menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.

Penicillin prokain 1,2 juta unit i.m/6 jam selama 10 hari.(bila alergi

terhadap penicillin dapat diberikan eritromisin dan tetrasiklin.)

Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas karena bersifat

GABA enhancer.

DOC :

*Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan sedasi dan

relaksasi otot. Dosis pemberian berdasarkan derajat keparahan spasme

otot.

Pada orang dewasa :

Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam

Spasme sedang : 5-10 mg i.v

Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-15

mg/jam

Page 21: CSS Tetanus

Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular blocking agents

(vecuronium)

*Magnesium sulfat: digunakan untuk mengontrol spasme dan mengurangi

gangguan otonom. Obat ini memiliki efek pelemas otot yang poten,

memiliki kemampuan menghambat pelepasan katekolamin neuronal dan

adrenal, menurunkan respon reseptor terhadap katekolamin, memiliki efek

antikonvulsan dan bersifat vasodilator.Dosis pemberian:

dosis muatan 70mg/kgbb selama 30 menit dilanjutkan dosis pemeliharaaan 2 gr/jam

(usia < 60th) atau 1gr/jam (usia > 60th).

Dosis titrasi sesuai kebutuhan: 0,5gr/jam (usia <60th) atau 0,25gr/jam (usia

>60th)hingga tercapai dosis efektif minimum.

ß-adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah

dititrasi) untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas simpatis,

yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi.

Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV) untuk atasi

gangguan napas. Hendaknya trakeostomi dilakukan pada pasien yang memerlukan

intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi juga direkomendasikan setelah

onset kejang umum yang pertama.

Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif mencegah tetanus, namun imunisasi

tetanus telah memperlihatkan sebagai salah satu yang paling efektif sebagai

pencegahan terhadap kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan penanganan luka

yang baik diketahui merupakan komponen yang penting dalam mencegah penyakit

ini. Pada pasien dengan tetanus, imunisasi aktif dengan TT harus mulai diberikan atau

dilanjutkan sesegera mungkin setelah kondisi pasien stabil. Vaksinasi tetanus dengan

Page 22: CSS Tetanus

tetanus toxoid diberikan pada semua pasien pada masa penyembuhan.booster

diberikan 4-6 minggu sesudahnya, dosis ketiga diberikan 4 minggu sesudah dosis

kedua.

Induksi paralysis (pancuronium 24mg atau vencuronium 6-8mg/jam) disertai

penggunaan ventilator di ICU.

Terapi standar pasien tetanus di RSHS:

- ATS 10.000 IU i.m

- TT 0,5 cc i.m diulang 1 bulan kemudian

- Tetrasiklin 2 g/hari dan metronidazole 1500 mg/hr

- Diazepam 10 mg i.v

- Pemasangan NGT, trakeostomi, perawatan luka, dll

- Masuk ICU atas indikasi: apabila spasme tidak dapat diatasi atau terjadi

disotonomia

XIII. KOMPLIKASI

Pada pasien tetanus, komplikasi yang terjadi dapat mengenai hampir semua

organ tubuh, dengan yang paling sering mengenai sistem respirasi, kardiovaskular,

dan sistem otonom, serta komplikasi sistemik lain.

Body system Complication

Page 23: CSS Tetanus

Airway

Respiratory

Aspiration*

Laryngospasm/obstruction*

Sedative associated obstruction*

Apnoea*

Hypoxia*

Type I* (atelectasis, aspiration, pneumonia) and

Type II* respiratory failure (laryngeal spasm, prolonged

Page 24: CSS Tetanus

Cardiovascular

Renal

Gastrointestinal

Miscellaneous

truncal spasm, excessive sedation)

ARDS*

Complication of prolonged assisted ventilation (e.g.

pneumonia)

Tachycardia*, hypertension*, ischaemia*

Hypotension*, bradycardia*

Tachyarrhythmias, bradyarrhythmias*

Asystole*

Cardiac failure*

High output renal failure*

Oliguric renal failure*

Urinary stasis and infection

Gastric stasis

Ileus

Diarrhoea

Haemorrhage*

Weight loss*

Thromboembolus*

Sepsis and mutiple organ failure*

Fractures of vertebrae during spasms

Tendon avulsions during spasms

Page 25: CSS Tetanus

* Komplikasi yang mengancam jiwa

XIV. PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

Komplikasi Respirasi

Keadaan hipoksia, hipoventilasi dapat dicegah dan diatasi dengan pemberian

oksigen dan penggunaan ventilator. Di tempat yang tidak memiliki ventilator,

harus diberikan O2 sebanyak 6-8 liter/menit. Bila adanya pneumonia akibat

aspirasi sekret dapat diatasi dengan antibiotika yang tepat, dan bila ada spasme

laring dapat diatasi dengan pemberian chlorpromazine 50 mg iv atau diazepam

10-20 mg iv.

Komplikasi Kardiovaskular otonom

Untuk keadaan hipersimpatis dapat dipergunakan penghambat α dan β, yaitu

labetolol, atau penghambat β (propanolo dan esmolol) dan magnesium sulfat

Komplikasi otonom lain

Aktivitas parasimpatis yang berlebihan (sekresi saliva, trakeobronkial berlebihan

atau brokospasme) dapat dikontrol dengan bolus atropin intravena namun harus

dipantau agar denyut janutng tidak melebihi 150-170x/menit pada anak-anak atau

120-130x.menit pada dewasa

Komplikasi sistemik lain

Page 26: CSS Tetanus

Sepsis, dapat diberikan antibiotik kombinasi sefalosporin generasi ke-3,

aminoglikosid, vankomisin, dan metronidazol

Rhobdomiolisis, dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut, bila kadar CK >

5000 U/lt atau dideteksi mioglobin dalam urin, harus dilakukan hidrasi dengan

NaCl 0,9% dan alkalinisasi urin dengan Na bikarbonat

Komplikasi saluran cerna, sering dijumpai perdarahan saluran cerna bagian atas

sehingga dianjurkan pemberian antasida secara reguler atau dapat diberikan

antihistamin 2 antagonis.

XV. PENCEGAHAN TETANUS

Imunisasi aktif :

- Imunisasi aktif ini perlu diberikan pada ank-anak sejak dini dan juga pada ibu

hamil.

Sejak bayi sebaiknya sudah diberikan imunisasi dengan jadwal seperti pada tabel 1.

Namun jika belum diimunisasi, anak-anak ≥ 7 tahun dapat pula diimunisasi

dengan interval seperti pada tabel 2.

TABEL 1:

Imunisasi Usia /Interval pemberian Produk

Primer 1

Primer 2

Primer 3

Primer 4

Booster

≥ 6 minggu

4-8 minggu setelah primer 1

4-8 minggu setelah primer 2

6-12 minggu setelah primer 3

4-6 tahun

DPT

DPT

DPT

DPT

DPT

Page 27: CSS Tetanus

Booster

Tambahan

Setiap 10 tahun setelah booster terakhir Td

TABEL 2:

Imunisasi Interal Pemberian Produk

Primer 1

Primer 2

Primer 3

Booster

-

4 minggu

6-12 minggu

Setiap 10 tahun setelah booster terakhir

Td

Td

Td

Td

Pada ibu hamil dapat diberikan 2 kali injeksi Td toxoid pada trimester ke-2 atau ke-3.

Imunisasi Td toxoid pada ibu hamil ini diperlukan untuk mencegah terjadinya tetanus

neonatorum. Selain itu persalinan yang bersih juga berperan penting dalam

pencegahan tetanus neonatorum.

Imunisasi setelah mengalami luka :

- Pada seseorang yang mengalami luka, dapat dilakukan pencegahan tetanus dengan

membersihkan luka (irigasi), menghilangkan benda asing yang ada, debridement,

penggunaan antibiotik jika diperlukan.

(a) Pada luka minor, tidak terinfeksi

-Diberikan TT dengan dosis 5 Lf (0,5 cc) pada penderita dengan indikasi: status

imunisasi yang tidak diketahui, belum pernah diimunisasi atau terimunisasi

parsial,

lebih dari 10 tahun tidak mendapat booster.

Page 28: CSS Tetanus

(b) Pada luka mayor, terinfeksi

-Indikasi pemberian TT sama seperti pada luka minor, namun dengan dosis

booster

TT. Diberikan imunisasi pasif pada penderita tersebut, baik dengan HTIG 250-

500

U i.m ataupun dengan ATS 5000 U.

TABEL 3:

Luka Rentan Tetanus Luka Tidak Rentan Tetanus

> 6 jam

Kedalaman (> 1 cm)

Terkontaminasi

Stellate, avulsi, remuk

Denervasi, iskemik

Infeksi sekunder (+)

< 6 jam

Superfisial (< 1 cm)

Bersih

Liner, tapi tajam

Saraf/vaskuler intak

Infeksi sekunder (-)

Diambil dari Udwadia F.E., Tetanus, Bombay 1994

XVI. PROGNOSIS

Prognosis & mortalitas tergantung dari beratnya gejala klinik. Penggunaan cara

induksi paralisis dengan pemakaian Vt disertai penanganan intensive care yang

prima terbukti lebih unggul dibanding pemakaian sedative & obat relaksasi otot

dalam penurunan angka kematian. Faktor2 yang mempengaruhi angka kematian

adalah :

(a) masa inkubasi & waktu onset - semakin pendek masa inkubasi dan period onset,

Page 29: CSS Tetanus

semakin tinggi angka kematian

(b) berat gejala klinik - angka kematian tinggi pada penderita tetanus berat. 2 gejala

klinik yang berperan dalam prognosis adalah spasme & disotonomia. Semakin

berat dan kuat spasme otot dan disotonomia, semakin buruk prognosis.

(c) usia - prognosis buruk dan angka kematian tinggi pada neonatus dan penderita

yang berusia >50 tahun.

(d) gizi buruk - prognosis kurang baik pada penderita tetanus dgn gizi buruk.

Penyembuhan akan lebih baik dan cepat apabila diberi diet kalori tinggi (3500-

4000kal/hari)

(e) Penanganan komplikasi - apabila komplikasi tetanus yang timbul ditangani dengan

optimal, maka angka kematian rendah.

Page 30: CSS Tetanus

DAFTAR PUSTAKA

Seymour I. Schwartz, MD., F.A.C.S. Schwartz's, Principles of Surgery. 8 th Edition.

McGraw-Hill. 2005.

Sjamsuhidajat, R.,De Jong, Wim.1997. "Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi". Penerbit

EGC : Jakarta.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani Wi, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 2

ed. Jakarta: Media Aesculapius Universitas Indonesia; 2000.