crs anak dhf

46
CASE REPORT Dengue Haemorrhagic Fever Oleh : Dionisius Panji W. 1301 1209 0087 Karthika 1301 1209 3025 BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Upload: ajiagus23

Post on 27-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Crs Anak Dhf

TRANSCRIPT

Page 1: Crs Anak Dhf

CASE REPORT

Dengue Haemorrhagic Fever

Oleh :

Dionisius Panji W. 1301 1209 0087

Karthika 1301 1209 3025

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

BANDUNG

2010

Page 2: Crs Anak Dhf

Nama : By G, perempuanUmur : 8 bulanNama ibu : Ny. AUmur : 33 tahunAlamat : CibereumPekerjaan ibu : IRTTanggal masuk RS : 10 Mei 2010

Alloanamnesa dari ibu pasien ( 11 Mei 20 10 )

Keluhan utama: Panas badan

Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien menderita panas badan yang mendadak tinggi, terus menerus, siang sama dengan malam. Keluhan disertai menggigil, gelisah dan kemerahan di muka. Pada badan pasien juga terdapat bercak-bercak merah di kedua belah tungkai. Sejak 1 minggu yang lalu, pasien juga menderita batuk yang berdahak serta pilek dan disertai penurunan berat badan. Keringat malam, dan munculnya benjolan pada leher pasien disangkal. Perdarahan dari hidung, gusi dan dari tempat lain disangkal. Keluhan juga tidak disertai mual muntah, sesak nafas, kejang ataupun penurunan kesadaran. . Buang air besar dan buang air kecil dikatakan tidak ada kelainan. Ibu pasien berusaha mengobati demam pasien dengan memberikan parasetamol, akan tetapi panas badan hanya menurun sesaat setelah minum obat. Lalu pasien dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dan dianjurkan oleh dokter agar dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium terdekat dan pada hasil laboratorium darah terdapat penurunan trombosit. Kemudian pasien dirujuk dan segera dibawa ke RSHS.

Linkungan rumah pasien dikatakan banyak nyamuk pada pagi maupun sore hari. 2 bulan yang lalu, rumah pasien pernah diasapi yang dikatakan untuk mengusir nyamuk. Pasien juga sering tidur siang dari jam 2 sampai 5 sore.Tetangga pasien ada yang dirawat di rumah sakit dan dikatakan menderita penyakit demam berdarah. Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain disangkal. Ibu pasien tidak sering menguras bak air.Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat pengobatan lama juga disangkal.

Page 3: Crs Anak Dhf

Penyakit yang pernah dialami:Cacar air (-) Campak (-)

TBC (-) Batuk (-)

Difteri (-) Tetanus (-)

Diare (-) DHF (-)

Demam tifoid (-) Kuning (-)

Sakit tenggorokan (-) Bengek (-)

Riwayat Nutrisi:

0- 6 bulan : ASI eksklusif6- samapi sekarang : ASI + PASI ( bubur nestle)

Riwayat Imunisasi:

BCG 1 kaliDPT 3 kaliPolio 4 kaliHep B 3 kaliCampak belum dilakukan

Riwayat PerkembanganTengkurup - 6 bulanDuduk - 7 bulanBerdiri - 8 bulan

Page 4: Crs Anak Dhf

PEMERIKSAAN FISIK:

Keadaan umum: Compos mentis, tampak sakit sedangTinggi badan: 64cmBerat badan: 6 kgStatus gizi : BB/U : 0 < sd < -2

PB/ U : -1 < sd < -2 BB/TB : 0 < sd < -1 BMI/U : -1 < sd < -2

Tanda vital: Tekanan darah: Nadi : 120 x/menit, regular, equal, isi cukupRespirasi : 42x/menit, abdomino-thoracalSuhu : 36.3°C

Kepala: Muka : Facial flushing (-)Mata : Konjunktiva tidak anemis

Sklera tidak ikterikHidung : Pernafasan cuping hidung (-), epistaksis (-)Mulut : tidak sianosis, pendarahan gusi (-)Tonsil : Sulit dinilaiPharynx : sulit dinilaiTelinga: Sekret (-)

Leher:KGB : tidak terabaTrakea : tidak terdeviasi

Thorax:Bentuk dan gerak simetrisICS ka=kiTF sulit dinilai VF sulit dinilaiVBS ka=kiWheezing -/- Crackles -/-

Cor: Bunyi jantung : S1 , S2 murni, reguler, S3 (-), S4 (-), murmur (-)

Abdomen:Datar, lembutHepar dan lien tidak terabaBising usus (+), normal

Page 5: Crs Anak Dhf

Ekstremitas:Capillary refill : < 2 detikSianosis (-)Edema (-)Rumple Leed (+)

Usul Pemeriksaan Penunjang- Lab darah rutin ( Hb, Ht, Lk, Tr, diff count)- Foto toraks- Ig G, Ig M

DD/- Demam dengue- Demam Berdarah Dengue gr II- Demam Chikungunya

Diagnosis- Demam Berdarah Dengue gr II

PenatalaksanaanUMUM

- Tirah baring- Banyak minum 1- 2 l air/ hari- Monitor gejala klinis dan tanda vital setiap 6 jam- Pemerikasaan Hb, Ht dan Tr setiap 6 jam- Monitor ketat volume input dan output- Perhatikan kalau ada tanda tanda syok

KHUSUS- Infus RL 6 ml/ kgbb/ jam- Paracetamol bila suhu >38˚C

Prognosis- Quo ad vitam : ad bonam- Quo ad fuctionam : ad bonam

Indikasi Rawat pada Pasien DHF

Takikardi

Peningkatan capillary refill >2 detik

Kulit dingin belang atau pucat

Penurunan Nadi Perifer

Page 6: Crs Anak Dhf

Perubahan status mental

Oliguri

Peningkatan tiba-tiba hematokrit atau peningkatan hematokrit secara kontinu

meskipun dengan pemberian cairan

Penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg)

Hipotensi

Indikasi Pulang

Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi

antidemam

Kembalinya nafsu makan

Perbaikan klinis yang dapat terlihat

Keluaran urin baik

Hematokrit stabil

Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan syok

Tidak ada distress pernapasan dari efusi pleura atau asites

Jumlah trombosit > 50.000/mm3

Page 7: Crs Anak Dhf

Pembahasan

I.Definisi

Demam dengue(dengue fever) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak

dan remaja atau orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot,

dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam, dan limfadenopati,

demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa

mengecap, trombositopenia ringan dan petekie spontan.

Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever) adalah penyakit yang

terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang

biasanya memburuk setelah dua hari pertama.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah penyakit demam

berdarah dengue yang disertai renjatan.

II. Epidemiologi

Demam dengue atau demam berdarah dengue adalah penyakit viral arthropod-

borne yang paling sering, dapat mengenai berbagai dekade kehidupan. Penyakit ini

tersebar di seluruh dunia dengan interval epidemik 3-5 tahun. 50-100 juta kasus demam

dengue dan 250-500 ribu kasus demam berdarah dengue terjadi tiap tahunnya.

Di Indonesia, hampir semua propinsi pernah mengalami wabah. Wabah terakhir

terjadi tahun 1996-1997. Di RSHS, bulan Januari sampai pertengahan Februari 2001,

tercatat 112 kasus demam berdarah dengue ataupun demam dengue, dan 27 kasus dengue

shock syndrome.

III. Etiologi

Virus dengue adalah golongan arthropod borne virus grup B, yang termasuk kelas

flavivirus, famili flaviviridae. Memiliki RNA rantai tunggal, nukleokapsid akosashedral

dan lipid envelope. Ukuran diameter virion 50 nm. Virus dengue memiliki 4 serotipe,

Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.

Virus dengue memiliki struktur protein : core (C), membran-associated (M),

envelope (E), dan nonstructural protein.

Page 8: Crs Anak Dhf

Transmisi virus dengue dapat melalui vektor, transovarial dan vertikal. Transmisi

virus melalui vektor,ditularkan oleh gigitan banyak spesies nyamuk aedes, diantaranya,

Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris complex.

Spesies-spesies tersebut termasuk antropofilik, hidup dekat dengan manusia, sering

dalam ruangan, pada daerah tropis dan subtropis, biasanya betina (multiple biters).

IV. Derajat Penyakit

Menurut WHO, 1997, derajat penyakit oleh virus dengue dibagi menjadi :

Derajat I : Terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis

lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji tourniquet

positif.

Derajat II : Terdapat demam dengan disertai perdarahan spontan, pada

umumnya di kulit dan/atau perdarahan di tempat lain.

Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat

dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi

dengan kulit dingin, lembab, dan gelisah.

Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak dapat

diukur.

V. Patofisiologi

Patofisiologi utama yang terjadi pada penyakit ini adalah adanya kebocoran

plasma dan gangguan hemostasis. Kebocoran plasma dikarenakan pelepasan zat

anafilaktosin, histamin, serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat

ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma

sehingga terjadi hipotensi, peningkatan hematokrit, efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

bahkan sampai syok hipovolemik. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai

dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat syok. Pada pasien dengan

syok berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan

ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan

Page 9: Crs Anak Dhf

perikardium. Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, dan bila tidak

segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Sementara kelainan hemostasis ditandai dengan adanya vaskulopati, trombopati dan

koagulopati. Trombositopenia dihubungkan dengan mningkatnya megakariosit muda

dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan

meningkatnya destruksi trombosit. Penghancuran trombosit ini terjadi di sistem

retikuloendotelial. Sementara fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan

proses imunologis trbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.

Secara ringkas dapat diterangkan sebagai berikut :

a. Permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga menyebabkan volume plasma

menurun sehingga terjadilah syok.

b. Trombositopenia dan diatesis hemoragika menyebabkan perdarahan.

Page 10: Crs Anak Dhf

Demam, anoreksia,

muntah

Hipovolemia

Kompleks Ag-Ab-

KomplemenDehidrasiKebocoran

plasma:Hemokonsentrasi, hipoproteinemia,

efusi pleura, asites

Manifestasi perdarahan

Permeabilitas vaskuler naik

Hepatomegali

Asidosis

Derajat

Perdarahan Sluran Cerna

III

Demam Dengue

Meninggal

Anoksia

SyokDIC

IV

trombositopenia

I

Infeksi Virus Dengue

Patofisiologi Infeksi Dengue

Page 11: Crs Anak Dhf

VI. Patogenesis

Sampai saat ini patogenesis penyakit Demam Berdarah ini masih belum diketahui

dengan pasti. Berikut adalah beberapa teori yang berlaku saat ini :

1. Teori Virulensi Virus

Teori ini menerangkan bahwa serotipe tertentu virus dengue mempunyai virulensi

yang berbeda untuk menimbulkan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan

serotipe lainnya. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian dengan menggunakan

sukarelawan yang sehat untuk digidit oleh nyamuk yang terinfekai. Hasilnya adalah

ada sukarelawan yang sakit ada juga yang tidak. Belum ada keterangan yang jelas

mengapa hal ini terjadi. Teori ini juga menyatakan bahwa timbulnya DBD tidak prlu

dua kali infeksi, namun satu kali saja sudah cukup apabila virus mempunyai virulensi

yang tinggi. Pendapat ini dibuktikan dengan adanya seorang anak dengan infeksi

primer di Jakarta.

Penelitian lain menyebutkan bahwa Den-2 Asia menyebabkan manifestasi klinis

yang lebih berat pada orang Amerika Latin, sedangkan Den-2 lokan tidak. Sementara

penelitian di Indonesia melaporkan bahwa Den-3 biasanya menyebabkan infeksi

dengua yang lebih berat dari yang lain. Penelitian terus dilakukan, namun

keterbatasan dengan belum ditemukannya binatang yang tepat untuk percobaan

laboratorium.

2. Teori Antibodi Dependent Enhanchement (ADE theory)

Teori ini menjelaskan bahwa pada individu yang terinfekasi oleh virus dengue

serotipe tertentu akan timbul kekebalan terhadap serotipe tersebut, namun tidak untuk

serotipe lainnya dan akan terbentuk antibodi “non neutralizing”.

Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, dan sel Kupffer merupakan sel

target pada infeksi primer. Selanjutnya antibodi yang dibentuk pada infeksi primer

berfungsi membawa virus kedalam sel fagosit mononuklear pada infeksi sekunder.

Antibodi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks imun

pada infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berlainan akan

cenderung menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Jika kompleks antibodi non

Page 12: Crs Anak Dhf

neutralizing dengan virus dengue ditambahkan pada monosit, maka akan terjadi

opsonisasi, internalisasi, dan akhirnya sel terinfeksi, sedangkan virus tetap dapat

hidup dan berkembang biak di dalamnya. Sehingga apabila orang tersebut selanjutnya

terinfeksi oleh serotipe yang berbeda dengan pertama, antibodi tersebut akan

mempermudah terjadinya infeksi dan mempercepat replikasi virus dalam sel

mononuclear sehingga akan meningkatkan “viral load”. Selain itu akan mengaktivasi

sitem komplemen dan kinin, serta melepaskan berbagai mediator (sitokin) yang

mengakibatkan meningkatnya permeabilitas kapiler dan gangguan sisten koagulasi

dan perdarahan.

Teori ini menerangkan tiga mekanisme meningkatnya infeksi. Pertama, virus

beredar di sirkulasi dan diikat oleh antibodi yang berada di permukaan monosit dan

kmudian masuk ke dalamnya. Mekanisme pertama ini disebut mkanisme aferen.

Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun menyebar ke usus , hati,

limpa, sumsum tulang dan akan terjadi viremia. Mekanisme kedua ini disebut

mekanisme eferen. Pada saat itu pula sel monosit yang telah teraktivasi akan

mengadakan interaksi dengan berbagai sistem humoral, seperti sistem komplemen,

yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran sitokin dan tromboplastin

yang akan mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor koagulasi.

Mekanisme terakhir ini disebut mekanisme efektor.

3. Teori Imunopatologi

Kedua hipotesis diatas ternyata belum dapat menerangkan semua patofisiologis

yang terjadi pada infeksi virus dengue, khususnya mengenai trombositopenia dan

hemokonsentrasi. Respon imun terhadap infeksi virus dengue telah diteliti pada

manusia, kera dan mencit. Didapatkan bahwa reaksi imun yang terjadi terdiri dari dua

aspek yaitu respon kekebalan atau respon terinfeksi. Pada penelitian dilaporkan

bahwa apabila seseorang terinfeksi satu serotipe virus dengue, maka akan terjadi

kekebalan tubuh terhadap serotipe tersebut Namur tidak pada serotipe yang lain.

Page 13: Crs Anak Dhf

4. Faktor Host

Selain faktor virus dan lingkungan, faktor pejamu juga diduga mempunyai peran

yang penting. Menurut kasus yang dilaporkan, faktor yang dianggap berhubungan

dengan infeksi virus dengue yang berat misalnya :

a. Usia : anak > dewasa

b. Sex : perempuan > laki-laki

c. Gizi : status gizi baik > status gizi buruk

VII. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi Klinis dari infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :

Manifestasi Klinik dari Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut :

a. Biasanya ditandai oleh 4 manifestasi klinik utama yaitu demam tinggi, fenomena

perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi

b. Trombositopenia ringan sampai nyata bersamaan dengan hemokonsentrasi adalah

gejala laboratoris yang spesifik

c. Perbedaan utama dengan demam dengue adalah adanya kebocoran plasma yang

ditandai dengan peningkatan hematokrit, efusi paru atau hipoproteinemia.

Infeksi Virus Dengue

Demam Berdarah Dengue

DSSDengan perdarahan

Sindroma virus

Tanpa Syok

Simptomatis

Demam Berdarah Dengue

Asimptomatis

Sindroma Demam Dengue

Demam Dengue

Tanpa Perdarahan

Page 14: Crs Anak Dhf

d. DBD pada anak biasanya ditandai dengan adanya kenaikan suhu mendadak,

disertai facial flush dan tanda lain yang menyerupai DD (anoreksia, muntah, sakit

kepala, serta nyeri tulang/otot). Selain itu nyeri epigastrium, ketegangan pada

kosta kanan dan nyeri abdomen menyeluruh juga sering diketemukan.

e. Suhu biasanya > 39ºC

f. Fenomena perdarahan yang sering terjadi adalah uji torniquet (+), petekia,

ekimosis pada ekstremitas dan palatum. Selain itu epistaksis dan perdarahan gusi

juga sering terjadi.

g. Hepar biasanya teraba pada fase demam, lebih sering diketemukan pada kasus

DBD dengan syok.

h. Pada akhir fase demam, kewaspadaan akan terjadi perburukan harus dipikirkan,

antara lain gangguan sirkulasi yang ditandai oleh keringat banyak, gelisah, akral

teraba dingin, perubahan nilai tekanan nadi/darah

i. Trombositopenia dan hemokonsentrasi sering ditemukan saat penurunan suhu dan

terjadinya renjata.

Kriteria Diagnostik

Dalam menegakkan penyakit ini harus diperhatikan adanya :

Berdasarkan kriteria WHO

1. Gejala Klinis :

a. Demam tinggi mendadak 2-7 hari

b. Manifestasi perdarahan : uji tornniquet (+) atau adanya perdarahan

spontan seperti petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,

hematemesis, dan melena.

2. Hepatomegali

3. Tanpa atau dengan adanya gejala syok :

a. Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba

b. Tekanan nadi < 20 mmHg

c. penurunan tekanan darah

Page 15: Crs Anak Dhf

d. Kulit teraba dingin dan lembab, terutama daerah akral (ujung hidung, jari

dan kaki)

e. Sianosis di daerah sekitar mulut

4. Laboratorium

a. Trombositopenia (< 100.000/mm3)

b. Hemokonsentrasi (Ht ≥ 20%

Diagnosa klinis ditegakkan bila didapatkan > 2 gejala klinis dengan trombositopenia dan

hemokonsetrasi.

Selain menurut WHO, kriteria diagnostik yang biasa dipergunakan adalah :

Tanda dini DBD : demam tinggi, facial flushing, tidak ada tanda ISPA, tidak

tampak lokal infeksi, uji torniquet (+), trombositopenia, hematokrit meningkat.

Tanda fase syok : Hari sakit ke 4-5, suhu turun, nadi cepat tanpa demam, tekanan

nadi turun/hipotensi, leukopenia (< 5000/mm3)

Untuk membedakan antara Demam Dengue dan Chikungunya dengan Demam

Berdarah Dengue dapat digunakan indikator sebagai berikut :

Demam Dengue

Keadaan klinis dari Demam Dengue biasanya tergantung umur pasien. Pada bayi dan

balita bisa berupa penyakit demam yang tidak jelas atau disebut juga sindroma virus,

sering timbul dengan ruam makulopapular. Pada anak yang lebih tua dan dewsa bisa

terjadi suatu sindroma demam sedang atau penyakit yang tidak klasik ditandai dengan

demam tinggi yang mendadak, kadang dengan dua puncak (Saddle back), sakit kepala

yang hebat, nyeri di belakang mata, nyeri otot, tulang dan sendi, nausea atau vomitus, dan

ruam. Leukopenia dan trombositopenia bisa terjadi. Dapat juga disertai dengan

perdarahan gusi, epistaksis, prdarahan saluran cerna, hematuria, dan menorrhagia. Hal

yang bisa membedakan dengan Demam Berdarah Dengue adalah tidak adanya

peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai dengan hemokonsentrasi.

Pasien didiagnosis menderita Demam Dengue jika mempunyai episode demam

dengan sekurang-kurangnya gejala berikut :

Page 16: Crs Anak Dhf

a. Sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, rash, manifestasi perdarahan,

atau leukopenia

b. Ditunjang laboratorium laboratorium serologis IgM-IgG, atau adanya kasus lain

yang terbukti demam dengue di sekitarnya.

c. Terbukti secara laboratorium

Sementara untuk membedakan dengan Demam Chikungunya, menurut sebuah penelitian

adalah :

Gejala Demam Dengue Klasik (Dewasa)

Demam Chikungunya

DBD pada anak

Demam ++++ ++++ ++++Uji Torniquet ++ +++ ++++Petekia/ekimosis + ++ ++Ruam petekia 0 0 +Hepatomegali 0 +++ ++++Ruam Makulopapular

++ ++ +

Mialgia/atralgia +++ ++ +Limfadenopati ++ ++ ++Leukopenia ++++ ++++ ++Trombositopenia ++ + ++++Syok 0 0 ++Perdarahan saluran cerna

+ 0 +

Derajat Penyakit DBD

Derajat I

Panas diikutii dengan gejala tambahan yang tidak spesifik. Manifestasi

perdarahan hanya ditunjukkan dengan uji tourniquet positif.

Derajat II

Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah

kulit seperti petekie, hematom, dan perdarahan dari lain tempat.

Page 17: Crs Anak Dhf

Derajat III

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi

kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan

nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi dengan kulit yang lembab dingin dan

penderita gelisah.

Derajat IV

Manifestasi klinik pada derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi

renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

Manifestasi yang tidak biasa/Komplikasi

Gangguan pada SSP seperti kejang, spastisitas, penurunan kesadaran dan parese

sementara.

Terapi cairan yang brlebih dapat menybabkan efusi, asites, dll.

Kerusakan hati pada pasien DBD. Hal ini mungkin terjadi karena kegagalan sirkulasi

yang berat.

Pada pasien dengan keadaan G6PD dan hemoglobinopati dapat menyebabkan gagal

ginjal akut dan sindroma hemolitik uremia. Mekanisme terjadinya belum diketahui.

VIII. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis definitif infeksi virus Dengue hanya dapat dilakukan di laboratorium

dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan

tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien.

Diagnosis serologis

Dikenal 5 jenis uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi

virus dengue, yaitu :

1. Uji hambatan hemaglutinasi (Haemagglutination Inhibition Test = HI Test)

2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF Test)

3. Uji neutralisasi (Neutralization Test = NT Test)

4. IgM Elisa (Mac Elisa)

Page 18: Crs Anak Dhf

5. IgG Elisa

Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase

konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).

1. Uji hambatan hemaglutinasi (Haemagglutination Inhibition Test = HI Test)

Di antara uji serologis yang tersebut di atas, uji HI adalah uji serologis yang paling

sering dipakai dan dipergunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini.

a. Uji HI ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat

menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.

b. Antibodi HI bertahan dalam tubuh sampai lama sekali (> 48 tahun), maka uji ini

baik dipergunakan pada studi seroepidemiologi.

c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum

akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap

sebagai presumptive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru

terjadi (recent dengue infection).

2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF Test)

Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh

karena selain cara pemeriksaan agak ruwet prosedurnya juga memerlukan tenaga

pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen

fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2 sampai 3 tahun).

3. Uji neutralisasi (Neutralization Test = NT Test)

Uji neutralisasi (NT) adalah uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut plaque reduction

neutralization test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.

Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI

antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>48

Page 19: Crs Anak Dhf

tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak

dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa (Mac Elisa) & IgG Elisa

Mac elisa pada tahun terakhir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.

Mac Elisa adalah singkatan dari IgM captured Elisa. Sesuai namanya, tes tersebut akan

mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien.

Hal-hal yang pelu diperhatikan pada uji Mac Elisa, yaitu :

a. Pada perjalanan penyakit hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang

kemudian diikuti dengan IgG.

b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan

diagnosis yang tepat.

c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal seperti ini

pemeriksaan perlu diulang

d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif

e. Perlu dijelaskan di sini bahwa IgM dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3

bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelas hasil uji IgM dapat pula

dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak

boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnositik untuk pengelolaan kasus.

f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan

uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifisitas yang

sama denga uji HI.

Pada saat ini juga telah beredar uji IgG Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya sedikit

lebih spesifik. Beberapa merek dagang kit uji untuk infeksi dengue seperti IgM/IgG

dengue blot, dengue rapid IgM/IgG, IgM Elisa, IgG Elisa, yang telah beredar di pasaran.

Isolasi virus

Ada beberpa cara isolasi dikembangkan, yaitu :

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A. albopictus.

Page 20: Crs Anak Dhf

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratoraksik/intraserebral pada larva

IX. Penatalaksanaan

1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan

Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan minum masih

baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan obat

panas paracetamol 10-15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika symptom panas masih

nyata di atas 38,5° C. Obat panas salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai resiko

terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang berobat

jalan ini adalah kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari

kedua tanpa menunjukkan penyulit lainnya.

Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan

konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan untuk dirawat inap.

Kasus DBD derajat I dan II

Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini

mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,

penderita ini disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan 7, 5,

3. Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang

biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hemtokrit meningkat lebih dari 20% dari

harga normal merupakan indicator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita

dirawat di ruang observasu di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.

Penderita DBD yang gelisah denga ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri

perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita

dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah sakit

untuk memperoleh cairan pengganti segera.

Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama seperti yang

digunakan pada kasus diare denga dehidrasi sedang (6-10% kekurangan cairan) tetapi

tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan dalam waktu 2-3 jam

pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran

plasma terjadi.

Page 21: Crs Anak Dhf

Pemeriksaan hematokrit secara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat data

vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar meperoleh jumlah

cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian transfuse beruang. Petunjuk

pemberian cairan jumlah tetsan harus jelas.

Perhitungan secara kasar sebagai berikut:

(ml/jam) = (tetesan/menit) x 3

Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang

cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran (24-48

jam) pemberian cairan yangf berlebihan akan menyebabkan kegagalan faalk pernafasan

(efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan

edema.

Jenis Cairan

1. Kristaloid

Ringer laktat

5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat

5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Asetat

5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali)

5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)

2. Koloidal

Plasma expander denga berat molekul rendah (Dekstran 40)

Plasma

Kebutuhan cairan

Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg BB per hari

<7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Page 22: Crs Anak Dhf

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan beraty

badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi

yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan

ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari table

berikut.

Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10-20 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg)

>20 1500 + 20 x kg ( di atas 20 kg)

3. Penatalaksanaan DBD derajat III & IV

“Dengue Shock Syndrome” (sindrom renjatan dengue) termasuk kasus kegawatan

yang membutuhkan penanganan secara cepat. Dan perlu memperoleh cairan pengganti

secara cepat. Biasanya dijumpai kelainan asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam

hal ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah

mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan

renjatan yang sukar diatasi.

Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonic

(Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan ringer laktat atau 5% Dekstrose dalam

larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam.

Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau

2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal

(dekstran) dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma)

dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

Selanjutnya pemberian cairan infuse dilanjutkan dengan tetesan yang diatur sesuai

dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga hematokrit dan tanda-

tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam. Pemasangan central venous

pressure dan kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat

Page 23: Crs Anak Dhf

berat dan sukar diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran

plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.

Pada kasus bayi dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal garam

faali (5% dekstrose ½ NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan penderita dan 5%

dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh diberikan pada bayi di bawah 1

tahun, jika kadar natrium dalam darah normal. Infus dapat dihentikan bila hematokrit

turun sampai 40% dengan tanda vital stabil dan normal. Produksi urin baik merupakan

indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal

dan produksi urin yang cukup merupakan tanda penyembuhan.

Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi

membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dan pembuluh darah

membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian airan berkelebihan dapat

terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema paru. Dalam hal ini hematokrit

yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diinterpretasikan sebagai perdarahan dalam

organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg) dan produksi urin cukup

dengan tanda-tanda vital yang baik.

Koreksi elektrolit dan kelainan metabolik

Pada kasus yang berat hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai; oleh karena

itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara teratur terutama

pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat

biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup banyak.

Kadang-kadang terjadi hipoglikemia.

Obat penenang

Pada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang

sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat oral atau

Page 24: Crs Anak Dhf

rectal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi janga lebih 1 jam) digunakan

sebagai satu macam obat hipnotik.

Terapi oksigen

Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen

Transfusi darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan melena

diindikasikan untuk memperoleh transfuse darah. Darah segar sangat berguna untuk

mengganti volume massa sel darah merah agar menjadi normal.

Kelainan Ginjal

Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah

benar-0benar terpenuhi dengan baik/ Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam

sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furasemid

1mg/kgBB dapat diberikan., Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar

ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya

syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan central venous pressure

(CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutrnya.

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk

menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature harus dicatat setiap 15-30 menit

atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,

jumlah dan tetesan untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah

mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis

Page 25: Crs Anak Dhf

Kriteria memulangkan pasien

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit >50.000/µl

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan efusi pleura atau asidosis)

Penatalaksanan penderita DBD dengan penyulit

1. Sepsis

Patogenesis sepsis masih belum jelas benar. Diagnosis sepsis ditegakkan dengan

ditemukannya dua atau lebih dari manifestasi respon inflamasi sistemik dan

kecurigaan terdapatnya infeksi.

Penderita yang termasuk rentan terhadap sepsis : usia lanjut, malnutrisi,

imunodefisisensi, kanker, penyakit kronik, trauma, luka baker, diabetes mellitus,

prosedur invasive, pemakaian imunosupresan dan transplantasi.

Penatalaksanaan sepsis mempunyai tujuan utama menghilangkan sumber infeksi,

memperbaiki dan mengembalikan perfusi, memperbaiki dan mempertahankan fungsi

ventrikel dan upaya suportif lain. Penanganan renjatan septic dapat dibagi 3 kategori

yaitu; (1) Baku, (2) controversial, (3) masa depan (emerging).

Pengobatan Baku

a. Resusitasi cairan

Cairan yang dapat digunakan adalah kristaloid atau koloid, namun kristaloid

memerlukan jumlah cairan yang lebih banyak (2-3x) daripada koloid dalam

memberikan efek hemodinamik dan dapat menyebabkan edema perifer.

Tahap pertama dapat diberikan 10-20 ml/kg BB/ cairan kristaloid atau koloid dalam

30 menit. Diharapkan tekanan darah dapat mencapai lebih dari 90 mmHg dan

sebaiknya pemantauan dilakukan dengan tekanan vena sentral (CVP). Apabila

tekanan vena sentral sudah mencapai 12-15 mmHg tetepai keadaan belum membaik

Page 26: Crs Anak Dhf

maka pemberian cairan harus dhati-hati karena dapat terjadi edema paru. Pada saat

ini dipertimbangkan untuk memasang kateter arteri pulmonalis.

b. Oksigenasi dan Bantuan Ventilasi

Oksigen harus diberikan pada penderita sepsis terutama renjatan septic. Bila

renjatan septic menetap selama 24-48 jam perlu dipertimbangkan intubasi

endotrakeal dan ventilasi mekanik.

c. Antibiotika

Semua sumber infeksi harus dihilangkan. Pemilihan antibiotik tidak perlu

menunggu hasil biakan kuman dan pada awalnya diberikan antibiotik spectrum

luas. Pemilihan antibiotika ditentukan oleh lokasi dan hasil yang terbaik secara

empiric dari dugaan kuman penyebab (best guess). Bila sumber infeksi tak jelas,

semua dugaaan bakteri yang dapat menimbulkan sepsis harus dilenyapkan: bakteri

gram negatif, gram positif, anaerob dan pada hal tertentu dipikirkan pula jamur

sistemik.

d. Vasoaktif dan Inotropik

Vasoaktif dan inotropik diberikan pada renjatan septic setelah resusitasi cairan

adekuat. Noradrenalin (Norepinefrin) dosis 0,1 – 2,0 µg/kg BB/mm dan dopamine

dosis 2-30 µg/kgBB/mm dapat diberikan dan perlu dipertimbangkan ditambah

dengan dobutamin dosis 2-20 µg/kgBB/mm.

e. Nutrisi

Dukungan nutrisi diperlukan pada penderita sepsis karena mempunyai kebutuhan

kaori dan protein yang tinggi. Saat ini masih terjadi perdebatan mengenai kapan

dimulainya nutrisi enteral, komposisi dan jumlah yang diberikan.

f. Bantuan Suportif lainnya

Transfusi darah harus dipertimbangkan pada Hb ,8,0 g/dl dan diusahakan

dipertahankan antara 8,0-10,0 g/dl. Belum didapatkan bukti bahwa Hb>10 g/dl akan

memperbaiki konsumsi oksigen pada penderita dengan renjatan septic.

Page 27: Crs Anak Dhf

Koreksi gangguan asam asa dan regulasi gula darah perlu dipertimbangkan

terutama bila terdapat gangguan asam basa yang berat dan hiperglikemia/ hipoglikemia.

Pemberian profilaksis terhadap stress ulcer dengan antagonis reseptor H2 atau

penghambat pompa proton diindikasikan pada penderita dengan resiko tinggi seperti

dalam ventilator dan tidak dapat diberikan nutrisi secara enteral. Heparin biasa dan

heparin dosis rendah dapat diberikan bila tidak terdapat kontra indikasi untuk pencegahan

terjadinya trombosis dalam vena.

Pengobatan Kontroversial

1. Kortikosteroid

2. Nalokson

3. Anti Inflamasi Non Steroid

Pengobatan Masa Depan (emerging)

a. Anti Trombin III

b. Imunoglobulin

c. Anti endotoksin

d. Anti Tumor Necrosis Factor (TNF)

e. Antagonis Reseptor Interleukin-1

f. Anti Nitric Oxide (NO)

2. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Yang penting adalah mengatasi proses yang memicu terjadinya DIC

seperti: Infeksi syok, asidosis dan hipoksia. Jika hasil pemeriksaan darah

menunjukkan kekurangan komponen darah dan factor-faktor pembekuan darah

maka untuk mengatasi masalah penderita diinfus dengan komponen trombosit.

Apabila penderita menunjukkan gejala trombositopenia berat, diberikan

cryopresipitat. Apabila penderita menunjukkan hiperfibrinogenemia dan atau

fresh frozen plasma untuk mengganti factor-faktor koagulasi dan inhibitor natural

lainnya.

Page 28: Crs Anak Dhf

Pada beberapa penderita pengobatan primer pada penyakitnya tidak

memadai/tidak tuntas atau pengobatn pengganti tidak efektif untuk mencegah

perdarahan, DIC dapat diobati dengan heparin, dan dapat ditambah dengan factor

pembekuan dan trombosit. Heparin biasanya dipakai berkelanjutan dengan dosis

rendah 5-10 µ/kgBB/jam

3. Ensefalopati

Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila

syok telah teratasi, selanjutnya cairan diganti dengan cairan yang tidak

mengandung H2CO3 dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat

ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan NaCl 0,9%:glukosa 5%=3:1. Untuk

mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi sebaiknya tidak diberikan

bila terdapat perdarahan saluran cerna. Bila terdapat disfungsi hati, maka

diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah

diusahakan > 60 mg, mencegah terjadinya peningkatan intrakranial dengan

mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretic), koreksi asidosis dan

elektrolit. Perawatan jalan napas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk

mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada

ensefalopati DBD mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk pencegahan

dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgBB/hari) +

kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Apabila obat-obat tersebut sudah menunjukkan

tanda resisten maka obat ini dapat diganti dengan obat yang masih sensitive

dengan kuman infeksi sekunder seperti cefotaxime, ceftriaxone, ampisilin +

clavulanat, amoksisilin + klavulanat, dan kadang-kadang dapat dikombinasikan

dengan aminoglikosid. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak

diperlukan (nisalnya antacid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi

obat dalam hati.

Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang

tepat. Bilaperlu dilakukan transfuse tukar. Pada masa penyembuhan dapat

diberikan asam amino rantai pendek.

Page 29: Crs Anak Dhf

X. Pencegahan

Upaya pencegahan difokuskan kepada upaya pemberantasan vektor utama

virus Dengue, yaitu nyamuk Aedes aegypti.

1. Upaya pemberantasan vektor pada saat epidemi

Tujuan pemberantasan vektor selama epidemi adalah membunuh vektor

sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya sehingga dapat menekan

kepadatan nyamuk dan memutuskan rantai penularan virus. Sasarannya

adalah nyamuk dewsa, dan di Indonesia dilakukan dengan upaya

penyemprotran udara.

2. Upaya pemberantasan vektor pada periode di antara epidemi

Tujuan pengendalian adalah menekan sumber vektor, untuk mencapai

tujuan ini dibutuhkan motivasi, pendidikan kesehatan, legalisasi dukungan

masyarakat, serta peran aktif dan masyarakat sendiri. Di Indonesia populer

dengan “3M”, yaitu:

Menghilangkan tempat genangan air

Menutup rapat tempat air minum agar nyamuk betina Aedes

aegypti tidak dapat masuk

Membersihkan dan mengganti air mandi atau air minum

seminggu sekali

3. Upaya pemberantasan larva vektor penyakit DBD

a. Metode kimiawi : Temphos atau methoprene

b. Metode biologik : mempergunakan organisme lain, yaitu:

Baccilus thuringiensis.

Ikan omnivora clorisficus dan tilapia nilotica.

Ikan laut lorvivarius, kuhlia-taeniurus, cattapulhi.

Page 30: Crs Anak Dhf

Jamur Coelomonyces

Larva Toxorhyncites spp.

Nematoda dari grup mermithid

c. Metode autocidal : perangkap nyamuk

d. Metode perbaikan lingkungan: promosi kesehatan masyarakat dengan

menganjurkan hidup bersih

4. Penyemprotan udara sebagai upaya pemberantasan vektor nyamuk DBD

Penyemprotan udara adalah suatu tindakan sementara,s ebagai upaya

pemberantasan dalam kurun waktu singkat dengan pengasapan pestisida,

aerosol dan mists yang dilakukan dengan lata yang dapat dibawa atau

diangkut dengan kendaraan yang memuat generataor atau disemprotkan

dari pesawat udara. Metode ini dirancang tidak menimbulkan efek

samping, tetapi membuat sejumlah kecil zat pestisida yang memiliki berat

jenis tinggi, dengan aliran angina ke bawah, udara menjadi jenuh dan

masuk menyebar ke dinding gesung serya dapat mencapai nyamuk yang

sednag hinggap atau terbang.

5. Upaya pemberantasan vektor dalam kurun waktu yang lama

a. Organisasi

Penggalakan pemberantasan dilaksanakan dengan peran aktif

masyarakat, didukung oleh pemerintah. Organisasi yang berperan

adalah organisasi pemerintahan, organisasi pemuda, kesehatan,

ekonomi, keagamaan, yang semuanya dikoordinasikan oleh

pemerintah dibantu oleh Dinas Kesehatan.

b. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, juga lingkungan sekolah

diberikan dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan akhirnya

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat di lingkungan

yang bersih, dengan focus gerakan pemberantasan sarang nyamuk.

Page 31: Crs Anak Dhf

XI. Kesimpulan

Demam Berdarah Dengue adalah salah satu masalah kesehatan yang penting di

dunia, terutama di negara-negara endemis, salah satunya Indonesia. Penyelidikan dan

penelitian masih dilakukan untuk mengenali virus Dengue beserta patofisiologi dan

patogenesis penyakit yang dapat ditimbulkannya. Karena virus ini ditularkan dengan

vektor, maka pengetahuan mengenai vektor menjadi sangat penting.

Manifestasi klinis penyakit harus diketahui, sehingga dapat terdeteksi secara dini

dibantu dengan pemeriksaan penunjang sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan

sempurna. Setelah diagnosis tegak, penatalaksanaan yang tepat dapat diberikan untuk

menyelamatkan nyawa, juga meningkatkan kesembuhan dan mengurangi komplikasi dan

kecacatan.

Namun, upaya pencegahan tetap merupakan upaya yang terbaik. Di samping

mudah, murah, dapat dilakukan oleh semua orang juga memiliki efek yang besar untuk

mengurangi tingkat kesakitan dan kematian yang ditimbulkan oleh virus Dengue. Di

sinilah upaya dari seluruh komponen masyarakat dan pemerintah sebaiknya difokuskan.