craniotomi (icu) 2

23
A. PENGERTIAN Cedera kepala merupakan jumlah deformitas jaringan di kepala yang diakibatkan oleh suatu kekuatan mekanis. Cedera kepala sedang ialah suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12 dan tingkat kesadaran lethargi, obtunded atau stupor (Hudak & Gallo, 2007). Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Menurut Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI, Craniectomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Sedangkan menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, Craniotomi adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomi adalah Operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantaralapisan duramater dengan araknoidea (Brunner & Suddart, 2008). Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk 1

Upload: arie

Post on 24-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Craniotomi (ICU) 2

TRANSCRIPT

A. PENGERTIAN Cedera kepala merupakan jumlah deformitas jaringan di kepala yang diakibatkan oleh suatu kekuatan mekanis. Cedera kepala sedang ialah suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12 dan tingkat kesadaran lethargi, obtunded atau stupor (Hudak & Gallo, 2007). Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Menurut Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI, Craniectomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Sedangkan menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, Craniotomi adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomi adalah Operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak. Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantaralapisan duramater dengan araknoidea (Brunner & Suddart, 2008). Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak (Ahmad Ramali, 2007).

B. ETIOLOGI Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua mekanisme dasar yaitu (Carpenito, 2009) :1. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu obyek atau sebaliknya. 2. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan. 3. Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak. Misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul. 4. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya membentur tanah atau mobil. 5. Kombinasi keduanya.

C. KLASIFIKASI 1. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan (Hudak and Gallo, 2007) adalah sebagai berikut : a) Cedera kepala ringan (mild HI)Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif. Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala. b) Cedera kepala sedang (moderat HI) Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat kejang.c) Cedera kepala berat (severe HI) Cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Mengalami amnesia > 24 jam, juga meliputi kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.

2. Klasifikasi perdarahan intrakranial berdasarkan lokasi akibat cedera kepala menurut (Smeltzer, 2010) adalah sebagai berikut : a) Hematoma epiduralAdalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas, disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontra lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.

b) Hematoma subduralAdalah pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena. Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut atau kronik, tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.

1) Hematoma subdural akut, sering dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan/ atau tanda gejala klinis: sakit kepala, perasaan kantuk dan kebingungan, respon yang lambat dan gelisah. Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.2) Hematoma subdural sub akut, biasanya berkembang 7-10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan gejala sama seperti pada hematoma subdural akut. Tekanan serebral yang terus menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam. Angka kematian pasien hematoma subdural akut dan subakut tinggi, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak.3) Hematoma subdural kronik, terjadi karena cedera kepala minor. Mulanya perdarahan kecil memasuki di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala klinis mungkin tidak terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik, lansia cenderung yang paling sering mengalami cedera kepala tipe ini sekunder akibat atropi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan. Cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negatif.

c) Hematoma intraserebral Adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak, cedera tumpul). Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantung aneurisma, anomali vaskuler, tumor intrakranial. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.

D. MANIFESTASI KLINIK 1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).a) Sakit kepala b) Nausea atau muntah proyektil c) Pusing d) Perubahan mental e) Kejang

2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) : a) Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema.b) Perubahan bicara, msalnya: aphasia c) Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. d) Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis. e) Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. f) Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. g) Perubahan dalam seksual Menurut Brunner dan Suddarth (2008) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan craniotomy antara lain : Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusing Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda vital dan fungsi pernafasan Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah proyektil, pusing dan peningkatan tanda-tanda vital.

E. PATHOFISIOLOGI Pada trauma kepala dimana kepala mengalami benturan yang kuat dan cepat akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya secara mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan cedera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya berbeda arahnya saja. Efek akselerasi kepala pada bidang sagital dari posterior ke anterior adalah serupa dengan deselerasi kepala anterior-posterior.Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi, robekan atau memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan, memar tersebut akan mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-tandanya adalah penurunan kesadaran yang progresif, reflek Babinski yang positif, kelumpuhan dan bila kesadaran pulih kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak organik. Pada trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal ini terjadi karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan interstisial. Akibat cedera kepala, otak akan relatif bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya, terutama pada vena-vena gantung (bridging veins). Robeknya vena yang menyilang dari kortex ke sinus-sinus venosus dapat menyebabkan subdural hematoma, karena terjadi pengisian cairan pada ruang subdural akibat dari vena yang pecah. Selanjutnya pergeseran otak juga menimbulkan daerah-daerah yang bertekanan rendah (cedera regangan) dan bila hebat sekali dapat menimbulkan kontusi kontra-kup. Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan mengalami penekanan yang berakibat aliran darah ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia dan menimbulkan iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan asidosis respiratorik (Penurunan PH dan peningkatan PCO2 ). Akibat lain dari adanya perdarahan otak dan edema serebri yang paling berbahaya adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul karena adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan yang bertumpuk di dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema yang bertambah secara progresif, akan menyebabkan koma dengan TTIK yang terjadi karena kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak berfungsi (Carpenito, 2009. Hudak & Gallo, 2007. Long BC, 2007).

F. PATHWAYS

G. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien post operasi craniotomi antara lain :1. Edema cerebral2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral3. Hypovolemik syok4. Hydrocephalus5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.7. Infeksi.Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.8. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial.11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Penatalaksanaan PerawatanPenatalaksanaan Perawatan pada pasien post operasi Craniotomi adalah a) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.b) Mempercepat penyembuhan.c) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.d) Mempertahankan konsep diri pasien.e) Mempersiapkan pasien pulang.

2. Penatalaksanaan medisPenatalaksanaan medis pada pasien post craniotomy antara laina) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.b) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.c) Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.d) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.e) Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.f) Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.g) Pembedahan.

3. Penatalaksanaan konservatifPenatalaksanaan konservatif pada pasien post craniotomy antara laina) Bedrest total b) Pemberian obat-obatanc) Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

J. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Primary Survey a) Airway Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung. Auscultasi paru, keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.b) Breathing Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.c) Circulating Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia). Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.d) Disability : berfokus pada status neurologi Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.e) Exposure Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

2. Secondary Survey : Pemeriksaan Fisik Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.a) Abdomen.Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada gastrointestinal.b) Ekstremitas Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.c) Integumen. Kulit keriput, pucat. Turgor sedangd) Pemeriksaan neurologis Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

3. Tersiery Survey a) Kardiovaskuler Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.b) Brain Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks dalam batas normal.c) Blader Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning kecoklatan.

Diagnosa Keperawatan 1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

Intervensi Keperawatan No.Diagnosa KeperawatanKriteria Hasil/ TujuanIntervensi KeperawatanRasionalisasi

1.Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat teratasi atau tertangani dengan baik.Kriteria hasil: Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol. Mengungkapkan metode pemberian menghilang rasa nyeri. Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi penghilang rasa nyeri.1.Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala (0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.2.Pertahankan posisi istirahat semi fowler.3.Dorong ambulasi dini.4.Berikan kantong es pada abdomen.5.Berikan analesik sesuai indikasi.1.Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses.2.Mengurangi tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.3.Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen.4.menghilangkan dan mengurangi nyeri melelui penghilangan ujung saraf. catatan:jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan.5.menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain.

2.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.Tujuan:Setelah diberikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit.Kriteria hasil: Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu. pasien menukjukkan Pasien menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi1.Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan luka, dan kondisi sekitar luka.2.lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.3.lakukan perawatan luka dan hygiene sesudah mandi, lalu keringkan kulit dengan hati hati.4.berikan priopritas untuk meningkatkan kenyamanan dan kehilanan pasien.1.Mengidentifikasi terjadinya komplikasi.2.merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri.3.Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan pasien.4.mempercepat proses penyembuhan dan rehabilitasi pasien,

3.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan tidak mengalami infeksi.Kriteria hasil: Tidak menunjukkan adanya tanda infeksi. Tidak terjadi infeksi.1.awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat dan perubahan mental dan peningkatan nyeri abdomen.2.Lihat lika insisi dan balutan. catat karakteristik, drainase luka.3.Lakukan cuci tangan yang baik dan lakukan perawatan luka aseptik.4.Berikan antibiotik sesuai indikasi.1.Deteksi dini adanya infeksi.2.Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.3.Menurunkan penyebaran bakteri4.Mungkin diberikan secara profilaktif untuk menurunkan jumlah organisme, dan untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya.

4.Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.Tujuan: Setelah dilakukan perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan.Kriteria hasil: Tanda-tanda vital stabil. Kulit klien hangat dan kering Nadi perifer ada dan kuat. Masukan atau haluaran seimbang.1.Observasi ekstermitas terhadap pembengkakan, dan eritema.2.Evaluasi status mental. perhatikan terjadinya hemaparalis, afasia, kejang, muntah dan peningkatan TD.1.Tirah baring lama dapat mencetuskan statis venadan meningkatkan resiko pembentukan trombosis.2.Indikasi yang menunjukkan embolisasi sistemik pada otak.

5.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat. Tanda-tanda vital stabil. Mukosa lembab Turgor kulit/ pengisian kapiler baik. Haluaran urine baik.1.awasi intake dan out put cairan.2.Awasi TTV, kaji membrane mukosa, turgor kulit, membrane mukosa, nadi perifer dan pengisian kapiler.3.Awasi pemeriksaan laboratorium.4.Berikan cairan IV atau produk darah sesuai indikasi1.memberikan informasi tentang penggantian kebutuhan dan fungsi organ.2.indicator keadekuatan volume sirkulasi/ perfusi.3.Memberikan informasi tentang volume sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit.4.Mempertahankan volume sirkulasi.

6.Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.Tujuan:setelah dilakukan tindakan perawatan pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.Kriteria hasil: volume nafas adekuat. klien dapat mempertahankan pola nafas normal dan efektif dan tidak ada tanda hipoksia.1.Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.2.Auskultasi bunyi nafas.3.Lihat kulit dan membran mukosa untuk melihat adanya sianosis.4.Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.1.Kecepatan dan upayamungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi darah dan akumulasi secretatau juga hipoksia.2.Bunyi nafas sering menurun pada dasar paru selama periode waktu setelah pembedahan sehubungan dengan terjadinya atelektasis.3.Sianosis menunjukkan adanya hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru.4.Untuk memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anestesidan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat instalasi

7.Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan bunyi nafas yang jelas.Kriteria hasil: frekuensi nafas dalam rentang normal. bebas dipsnea.1.Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.2.Auskultasi paru, perhatikan stridordan penurunan bunyi nafas.3.Dorong batuk atau latihan pernafasan.4.Perhatikan adanya warna pucat atau merah pada luka.1.Perubaahan sputum menunjukkan terjadi distres pernafasan.2.Deteksi adanya obstruksi.3.Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan.4.Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.

8.Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan aliran urine yang lancar.Kriteria hasil: Haluaran urine adekuat.1.Catat keluaran urine, selidiki penurunan aliran urine secara tiba-tiba.2.Awasi TTV, kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler.3.Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat.1.Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya obstruksi atau juga karena dehidrasi.2.Indikator keseimbangan cairan.3.Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik.

9.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan berat badan.Kriteria hasil: Berat badan klien tetap seimbang.1.Timbang BB secara teratur.2.Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif.3.Tambahkan diet sesuai toleransi.1.kehilangan atau peningkatan menunjukkan perubahan hidrasi, tapi kehilangan lanjut juga menunjukkan defisit nutrisi.2.Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus dapat menyertai hiperaktifitas usus, penurunan absorbsi air atau juga diare.3.Kemajuan diet yang hati-hati saat memasukkan nutrisi dimulai lagi dapat menurunkan iritasi gaster.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner And Suddart. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia

Doenges, Marilynn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC

Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo. 2007. Keperawatan Kritis; Pedekatan. Jakarta EGC

Ramali Ahmad. 2007. Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi. Surabaya

Brown CV, Weng J, Oh D, et al. Does routine serial computed tomography of the head influence management of traumatic brain injury? A prospective evaluation. J Trauma. Nov 2004

Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location. Neurosurgery. May 2005

Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI. Chronic subdural hematoma: the role for craniotomy reevaluated. Neurosurgery. Jul 2005

Long; BC and Phipps WJ. 2007. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Carpenito L. 2009. Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practice. J.B. Lippincott Company: Phildelphia 16