cedera kepala sedang kasus emergency anak

39
CEDERA KEPALA SEDANG A. Definisi Komosio serebri ( gegar otak ) merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan ( kurang dari 10 menit ). Gejala yang lain mungkin termasuk noda - noda didepan mata dan linglung. Komosio serebri tidak meninggalkan gejala sisa atau tidak menyebabkan kerusakan struktur otak ( Pahria, 1996 : 48 ). Kromosio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepaly yang tidak disertai dengan kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah, tampak pucat ( Harsono, 2000 : 310 ). Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS (Glasgow Coma Scale) antara 9 sampai 13 ( Mansjoer, Arif, 2000 : 3). Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan Skala Koma Glasgow ( SKG ) antara 9 - 12 dengan kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat mengalami fraktur tengkorak ( Hudak dan Gallo, 1996 : 226 ). Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa cedera kepala sedang merupakan cedera kepala yang mengakibatkan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat disertai fraktur

Upload: alvarez-octorian-jefferson-ticoalu

Post on 24-Jul-2015

313 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

CEDERA KEPALA SEDANG

A. Definisi

Komosio serebri ( gegar otak ) merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi

pingsan ( kurang dari 10 menit ). Gejala yang lain mungkin termasuk noda - noda didepan

mata dan linglung. Komosio serebri tidak meninggalkan gejala sisa atau tidak menyebabkan

kerusakan struktur otak ( Pahria, 1996 : 48 ).

Kromosio serebri atau gegar otak adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari

10 menit akibat trauma kepaly yang tidak disertai dengan kerusakan jaringan otak. Pasien

mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah, tampak pucat ( Harsono, 2000 :

310 ).

Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS (Glasgow Coma Scale) antara 9

sampai 13 ( Mansjoer, Arif, 2000 : 3).

Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan Skala Koma Glasgow ( SKG ) antara 9 -

12 dengan kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24

jam serta dapat mengalami fraktur tengkorak ( Hudak dan Gallo, 1996 : 226 ).

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa cedera kepala sedang

merupakan cedera kepala yang mengakibatkan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari

30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat disertai fraktur tengkorak dan kerusakan

struktur dan jaringan otak dengan Skala Koma Glasgow antara 9 - 13.

B. Etiologi

Penyebab dari cedera kepala antara lain :

1. Kecelakaan sepeda motor atau lalu lintas.

2. Jatuh, benturan dengan benda keras.

3. Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan perkelahian

4. Cedera karena olahraga

( Corwin, 2000 : 175 ).

Page 2: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

Berbagai macam penyebab dari cidera kepala diantaranya karena adanya percepatan

mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak

yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak yang bisa

terjadi pada titikbenturan pada sisi yang berlawanan, cedera percepatan - perlambatan

kadang disebut Coup countrecoup ( Adelina, 2000, htttp://.medicastore.com/ =687.

Accessed 16 Agustus 2006 ).

C. Manifestasi Klinis

Gejala klinik pada cedera kepala berbeda - beda sesuai dengan jenis dan macam-macam

dari trauma kepala itu sendiri. Jenis trauma kepala ada dua yaitu :

1. Trauma Kepala Terbuka

a. Komosio Serebri

Adalah suatu kehilangan fungsi neural akut yang berlangsung sebentar saja. Penderita

mengalami amnesia retrograd tanpa ditemukannya kelainan neurologis. Sepertiga kasus

mengalami fraktur linear yang tidak mengubah perjalanan penyakit sehingga tidak perlu

rawat inap. Bila terjadi fraktur yang melintasi arteri meningea media, sutura labdoidal atau

sutura sagitalis sebaiknya dilakukan perawatan karena kemungkinan akan terjadi hematoma

epidural.

Tanda dan gejala klinik :

1) Pingsan tidak lebih dari 10 menit.

2) Tanda - tanda vital tidak normal atau menurun.

3) Setelah sadar mungkin terdapat gejala subyektif seperti nyeri kepala, pusing, muntah.

4) Terdapat amnesia retrograd (singkat) dan pada pemeriksaan tidak terdapat kelainan

neurologik lainnya.

Page 3: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

b. Kontusio Serebri

Tanda dan gejala :

1) Pingsan berlangsung lama, lebih dari 1 jam dan dapat berhari-hari bahkan beminggu -

minggu.

2) Kelainan neurologik. Kelainan ini timbul tergantung pada lokasi dan luasnya lesi. Lesi

pada batang otak dapat berakibat fatal.

a) Pada gangguan diensefalon : pernafasan biasa ( Chyne Stokes ) Pupil mengecil dan

reflek cahaya baik. Gerakan mata tetap ditengah pada gerakan kepala. Pada susunan

motorik terdapat rigiditas debortikalis.

b) Pada Gangguan Mesensefalons dan Pons : penurunan kesadaran hingga koma,

hiperventilasi, pupil melebar dan reflek cahaya tidak ada, pergerakan cahaya tidak teratur,

sikap desorebrasi tungkai dan lengan ( ekstensi ).

c) Pada medula oblongata : nafas tersengal - sengal, tidak teratur kemudian berhenti. Pada

pemeriksaan fungsi lumbal, cairan serebrospinal berdarah.

c. Hemutoma Epidural

Adalah pengumpulan darah diantara tulang kepala dan durameter. Lokasi yang sering

terjadi adalah didaerah .frontal dan temporal. Perdarahan ini terjadi karena robeknya arteri

meningea media atau cabang - cabangnya atau robeknya vena meningea media.

Gejala klinik :

1) Penurunan kesadaran ( nyeri kepala sebentar lalu mcmbaik ).

2) Anisokor sesisis

3) Hemiparasi kontralateral.

Page 4: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

4) Beberapa jam kemudian timbul gejala yang berat dan progresif (nyeri kepala hebat,

pusing dengan penurunan kesadaran ).

d. Hematoma Subdural

Adalah pengumpulan darah diantara durameter dun arakhnoid. Perdarahan disebabkan oleh

robeknya vena yang melintasi dari korteks serebri ke sinus dural ( Bridging Veins ) atau

laserasi durameter. Perdarahan ini dapat dibedakan menjadi perdarahan akut, sub akut dan

kronis.

Perdarahan akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar atau batang otak dengan

tanda nyeri kepala, perasaan ngantuk, bingung, gelisah dan respon lambat.

Perdarahan sub akut biasanya berkembang antara 7 - 10 hari setelah cedera dan

dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Hal ini menyebabkan tekanan yang

terus menerus yang dapat menyebabkah penurunan tingkat kesadaran yang dalam.

Perdarahan subdural kronis terjadi karena luka yang ringan. Pada mulanya perdarahan yang

memasuki ruang subdural, kemudian beberapa minggu menumpuk disekitar membran

vaskuler dan pelan - pelan meluas dan menimbulkan gejala sampai beberapa minggu atau

bulan sehingga terjadi penurunan tingkat kesadaran.

Gejala klinik :

1) Nyeri kepala hebat dan muntah.

2) Ubun - ubun besar menonjol dan lingkar kepala membesar.

3) Kejang - kejang.

4) Perdarahan retina.

5) Peningkatan tekanan intra cranial yang timbul dalam waktu 1 sampai 2 hari.

e. Hemutoma Intra Serebral

Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Hal ini banyak dihubungkan dengan

kontusio dan terjadi di daerah frontal dan temporal. Akibat adanya substansi darah dalam

jaringan otak maka akan menimbulkan edema otak dan gejala neurologiknya tergantung

Page 5: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

dari ukuran dan lokasi perdarahan.

Gejala klinik :

1) Terjadi bersatna kontusio

2) Lebih buruk dari kontusio

3) Adanya bekuan darah diotak.

4) Edema local yang hebat.

f. Fraktur Tengkorak

Fraktur tengkorak terdiri dari fraktur linear, diastatik, growing basilar, impresi dan terbuka.

Fraktur linear tengkorak yang imatur dapat menahan deformasi yang lebih besar sebelum

terjadi fraktur, dan bentuk fraktur yang terjadi biasanya fraktur linier. Pada anak kecil garis

fraktur tidak rata sehingga sulit dibedakan dengan sutura yang masih terbuka. Fraktur linier

terjadi akibat pukulan benda keras, oleh karena itu perlu observasi kemungkinan terjadinya

hematoma epidural dan subdural. Fraktur ditemporal atau meluas ke foramen magnum

dapat disertai timbulnya hematoma epidural, demikian juga apabila garis fraktur menyilang

pembuluh darah besar.

Fraktur diastatik adalah satu sutura atau lebih karena trauma kepala. Terjadi karena

robeknya sambungan sutura yang fibrus. Sering terjadi pada sutura lamdoidal dalam usia 4

tahun pertama. Keadaan ini harus dipantau secara cepat sebab dapat menjadi fraktur

growing yaitu heniasi jaringan otak melalui durameter yang robek. Fraktur basilar adalah

keadaan ini dicurigai apabila terlihat perdarahan nasofarings, telinga tengah, keluamya

cairan serebrospinal dari telinga (otorea), keluarnya cairan serebrospinal dari hidung

( rinorea ), ekimosis retroarikuler dan sekitar mata (battle sign) dan paresis nervus VII dan

VIII. Fraktur didasar fosa anterior dapat terjadi perdarahan kedalam orbita dengan gejala

eksoftalamos dan perdarahan konjungtiva, sedangkan fraktur dibagian temporalis bagian

mastoid menyebabkan ekimosis retroarikulur.

Page 6: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

g. Sindroma Pasca Trauma

Gejala klinik :

1) Palpitasi (berdebar - debar ).

2) Konsentrasi menurun.

3) Dimensia ringan.

4) Mudah tersinggung.

5) Gangguan seksual.

6) Berkeringat.

7) Cepat lelah.

8) Lesi - lesi kecil diaerah temporofrontal.

2. Trauma Kepala Tertutup ( Trauma Spinal )

Gejala klinik :

Avulsi radiks terutama regio fleksus brakialis

a. Nyeri berat.

b. Mengakibatkan paresis anggota badan terkait.

c. Lesi servikal atas.

Secara spesifik manifestasi klinis dari cedera kepala sedang adalah :

1. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

2. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Skala Koma Glasgow ( SKG ) antara 9 - 13 ( Hudak dan Gallo, 1996 : 226)

4. Terjadi konvusi.

Page 7: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

5. Muntah

6. Tanda kemungkinan terjadi fraktur kranium ( mata rabun, hemotimpanium, ortorea atau

rinorea cairan serebrospinal ) dan terdapat lesi - lesi kecil didaerah lemporofrontal.

7. Kejang ( Manjoer, Arief, 2000 : 4 ).

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakan diagnosa medis cidera kepala

sedang adalah X - Ray tengkorak, CT Scan, Angiografi.

D. Patofisiologi

Cedera kepala dapat terjadi karena cidera kulit, kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik

terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah lokasi

dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan dari

kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.

Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurika, suatu jaringan .fibrosa, padat, dapat

digerakan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara

kulit dan galea terdapat lapisan lemak dan membran dalam yang mengandung pembuiuh -

pembuluh besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi. Tengkorak

merupakan ruangan keras sebagai pelindung otak atau rangka otak. Pelindung lain adalah

meningen yang merupakan selaput yang menutupi otak ( Price dan Wilson, 1995 : 1014 ).

Cedera kepala dapat bersifat terbuka ( menembus durameter ) atau trauma tertutup ( trauma

tumpul tanpa penetrasi menembus durameter ). Cedera kepala terbuka memungkinkan

patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Pada kedua jenis cidera kepala akan

terjadi kerusakan apabila pembuluh darah sel glia dan neuron hancur. Kerusakan otak akan

timbul setelah cedera berat, apabila terjadi perdarahan dan peradangan yang menyebabkan

peningkatan Tekanan Intra Kranial ( Corwin, 2001 : 175 ). Mekanisme cedera kepala

memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi

patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepatan ( aselerasi ) terjadi bila benda yang

sedang bergerak membentur kepala yang diam, sedangkan perlambatan ( deselerasi )

adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak ( Hudak dan Gallo,

Page 8: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

1996 : 226). Kedua kekuatan ini memungkinkan terjadi secara bersamaan bila terdapat

gerakan kepala tiba - tiba tanpa kontak langsung seperti yang terjadi bila posisi badan

diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasikan dengan pengubahan

posisi rotasi pada kepala yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substantia

alba dan batang otak. Cidera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena

memar pada permukaan otak, laserasi substantia alba cedera robekan atau hemoragi.

Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral

dikurangi atau tidak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hyperemia

( peningkatan volume darah ) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta

vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya

peningkatan Tekanan Intra Kranial ( TIK ). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi ( Hudak dan Gallo, 1996

: 226 ).

Trauma dengan disertai edema dapat menyumbat CSF ( Cerebro Spinal Fluid ) baik

langsung maupun tidak langsung yang berakibat tekanan intra cranial meningkat ( Long,

1996 : 2004 ). Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat,

disebabkan oleh reaksi jaringan terhadap cedera setiap kali, jaringan mengalami cedera,

respon dapat diperkirakan sebelumnya dengan perubahan cairan intrasel dan ekstrasel yang

mengakibatkan edema otak, mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif yang

menimbulkan peningkatan TIK yang dapat mengurangi aliran darah otak dan

meningkatkan retensi CO, yang meningkat mengakibatkan vasodilatasi otak yang

membantu meningkatkan TIK sehingga otak akan mengalami penurunan O2 dan glukosa,

sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh berkurang karena akan menimbulkan

koma ( Pahria, Tuti, 1996 : 50). Pada kontusio serebri yang berat akan terjadi penimbunan

asam laktat dan penambahan asam laktat, hal ini terjadi karena metabolisme anaerobic dari

glukosa akibat hipoksia atau kerusakan akibat trauma. Bila otak mengalami hipoksia maka

metabolisme glukosa anaerob akan terjadi dan pada proses ini menyebabkan dilatasi

pembuluh darah, hal ini terjadi agar kebutuhan oksigen otak terpenuhi.

Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, bila terjadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar maka akan mengakibatkan gangguan fungsi. Sedangkan bahan bakar

utama otak adalah glukosa. Bila kadar glukosa kurang dari 20 mg% maka akan terjadi

Page 9: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

koma.

Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow yaitu 60 - 70 ml/ menit 100 gram jaringan

otak, yang berarti 20 % dari CO. Pembuluh darah akan berkontriksi bila tekanan menurun

sedangkan pengaruh saraf simpatis dan para simpatis pada pembuluh darah arteri tidak

begitu besar. Sedangkan konsentrasi O2 dan CO2 dalam arteri sangat mempengaruhi aliran

darah. Bila PO rendah maka aliran darah akan bertambah secara nyata karena terjadi

vasodilatasi, sebaliknya bila terjadi penurunan PCO2 akan terjadi alkalosis yang

menyebabkan konstriksi arteri kecil dan penurunan CSF. Penambahan jumlah darah dalam

intra cranial akan menyebabkan terjadinya tekanan intra kranial ( TIK ).

Edema otak disebabkan karena adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan

otak. Pada pasien kontusio serebri pembuluh kapiler sobek, cairan traumatic mengandung

protein eksudat yang berisi albumin dan cairan intersisial. Otak pada kondisi normal tidak

mengalami edema otak sehingga bila terjadi penekanan terhadap pembuluh darah dan

jaringan sekitarnya akan menimbulkan kematian jaringan otak. Edema jaringan otak akan

mengakibatkan peningkatan TIK yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang

otak.

Banyak energi diserap oleh lapisan pelindung ( rambut, kulit, kepala, tengkorak ) tetapi

pada trauma hebat penyerapannya ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi

diteruskan ke otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang

dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.

Efek sekunder trauma yang menyebabkan neurologik berat, disebabkan oleh reaksi jaringan

terhadap cedera. Setiap kali jaringan mengalami cedera dan ekstrasel, ekstravasasi darah,

pcningkatan suplai darah ketempat itu dan mobilisasi sel - sel untuk memperbaiki dan

membuang debris seluler. Neuron atau sel - sel fungsional dalam otak bergantung dari

menit ke menit pada suplai nutrisi yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen serta

sangat peka terhadap cedera metabolik apabila suplai terhenti sebagai akibat dari cedera,

sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume darah, beredar

yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak ( Price,

1995 : 1016 ).

Page 10: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

E. Fokus Pengkajian

1. Aktifitas atau istirahat

a. Data Subyektif : adanya kelelahan atau kelemahan.

b. Data Obyektif : kesadaran menurun, lethargi, hemiparase, hilang keseimbangan,

adanya trauma tulang dan spasme.

2. Peredaran Darah

Data Obyektif : tekanan darah tinggi, denyut nadi (Brachialis, tachycardy, Disritmia ).

3. Eliminasi

Data Subyektif : verbal tidak dapat membuang air kecil dan air besar.

Data Obyektif : Bladder dan Bowel lncontinensia.

4. Makanan atau Cairan

Data Subyektif : mual, muntah.

Data Obyektif : muntah yang memancar atau proyektil, masalah kesukaran menelan

( airliur yang berlebihan, batuk, sukar makan makanan ).

5. Persyarafan

Data Subyektif : pusing, adanya hilrng kcsadaran, kejang, masalah penglihatan, bunyi

berdengung di telinga.

Data Obyektif : kesadaran menurun, koma, perubahan status mental, perubahan

penglihatan, kehilangan sensitifitas, wajah tidak simetris, tidak ada reflek tendon,

hemiparase, adanya perdarahan mata, hidung, telinga, kejang.

6. Kenyamanan atau Nyeri

Data Subyektif : nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasinya.

Data Obycktif : respon menarik diri terhadap rangsangan.

7. Pernafasan

Data Subyektif : perubahan pola nafas, wheezing, stridor, ronchi

8. Keamanan

Data Subyektif : ada riwayat kecelakaan.

Data Obyektif : terdapat trauma, fraktur, dislokasi, perubahan penglihatan, kulit, keluar

darah dari telinga atau hidung. Ketidaktahuan tentang keadaanya, kelemahan otot,

paralise, demam, gangguan perubahan temperatur.

Page 11: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

9. Konsep Diri

Data Subyektif : adanya perubahan tingkah laku

Data Obyektif : kecemasan, berdebar - debar, bingung, delirium.

10. Interaksi Sosial

Data Subyektif : Afasia atau disatria ( gangguan dalam mengartikan kata orang lain ).

F. Fokus Intervensi

Intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan

codera kepala adalah :

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, hemutoa atau

edema serebral. Dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,

perubahan respon motorik atau sensorik, perubahan tanda - tanda vital.

- Kriteri hasil yang diharapkan adalah mempertahankan tingkat kesadaran biasa

atau perbaikan, kognisi dan fungsi mototrik atau sensorik, mendemonstrasikan

tanda - tanda vital stabil, tidak ada peningkatan tekanan intra cranial

- Intervensinya

pantau atau cacat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan

nilai standar ( misalnya Skala Coma Glasacow ) untuk mengetahui

adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

tekanan intra kranial dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,

perluasan dan perkembangan kerusakan sistem saraf pusat.

Pantau tekanan darah, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak

yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik, kehilangan

autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau

menyeluruh, peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh

penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda terjadinya

peningkatan tekanan intra kranial jika diikuti oleh penurunan tingkat

kesadaran.

Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri

dan kanan dan reaksi terhadap cahaya untuk mengetahui keadaan otak

apakah masih bagus atau tidak sedangkan respons terhadap cahaya

Page 12: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus ( II )

dan okulomotor ( III ).

Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi adanya demam

dapat mencerminkan kerusakan pada hipotulamus, peningkatan

kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi ( terutama pada

saat demam dan menggigil ) yang selanjutnya dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intra kranial. Pertahankan kepala atau leher pada

posisi netral, kepala yang miring, pada salah satu sisi menekan vena

jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan

meningkatkan tekanan intra kranial.

Berikan waktu istirahat diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan

dan batasi waktu dari setiap prosedur tersebut, aktivitas yang terus

menerus dapat meningkatkan tekanan inta kranial dengan menimbulkan

efek stimulasi kumulatif.

Tinggikan kepala pasien 15 sampai 45 derajat sesuai indikasi yang

ditoleransi untuk meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga

akan mengurangi kongesti dan edema atau risiko terjadinya peningkatan

tekanan intra kranial. Pemberian obat diuretik sesuai program untuk

menurukkan edema otak dan tekanan intra kranial ( Doenges, 2000 :

273 ).

2. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler ( cedera pada pusat pernalasan otak ). obstruksi trakheobronkial.

- Kriteria hasilnya adalah mempertahankan pola pernafasan normal ( efektif, bebas

sianosis, analisa gas darah normal ).

- Intervensinya

pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan adanya perubahan dapat

menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi atau

luasnva keterlibatan otak, pernafasan lambat., periode apnea dapat

menandakan perlunya ventilasi mekanis.

Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai

indikasi untuk mempermudah ekspansi paru atau ventilasi paru dan

Page 13: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan

nafas.

Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien

sadar untuk mencegah atau menurunkan atelaktasis.

Lakukan penghisapan dengan ekstra hati - hati jangan lebih dari 10 - 15

detik, catat karakter, warna dau kekeruhan secret untuk membersihkan

plan nafas pada pasien koma dalam keadaan imobilisasi dan dalam

melakukan tindakan ini harus dengan hati - hati karena penghisapan pada

trakea yang terlalu dalam dapat menyebabkan hipoksia yang

mcnimbulkan vasokonstriksi yang akhirnya akan berpengaruh cukup

bcsar pada perfusi serebral.

Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventiasi untuk

mengidentifikasikan adanya masalah paru seperti atelaktasis, kongesti

atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau

menandakan terjadinya infeksi paru.

Pantu penggunaan obat - obat depresan pernafasan untuk mengetahui ada

tidaknya gangguan atau komplikasi pernafasan.

Pantau ananlisa gas darah, tekanan oksimetri untuk menentukan

kecvkupan pernafasan, keseimbangan asam hasa dan kebutuhan akan

terapi.

Berikan oksigen sesuai program untuk mencegah terjadinya hipakria

( Doenges, 2000 : 277 ).

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi, penurumo

kekuatan. Dibuktikan oleh ketidakmampuan bergerak sesuai tujuan dalam

lingkungan fisik termasuk mobilitas fisik ditcmpat tidur, pemindahan ambulasi.

Kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot.

- Kriteria hasil yang diharapkan adalah melakukan kembali atau mempertahankan

pososi fungsi optimal, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi

bagian tubuh yang sakit, mendemontrasikan teknik atau perilaku yang

memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas, mcmpertanankan integritas kulit,

kandung kemih dan fungsi usus.

Page 14: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

- Intervensinya

kaji derajat immoblisasi ( skala 0 - 4 ), pasien mampu mandiri ( nilai 0 )

atau memerlukan bantuan atau pcralatan yang minimal ( nilai l ),

memerlukan bantuan sedang atau dengan pengawasan atau diajarkan

( nilai 2 ), memerlukan bantuan atau peralatan terus menerus dan alat

khusus ( nilai 3 ), atau tergantung total pada pemberian asuhan ( nilai 4 ),

seseorang dalam kategori sama - sama mempunyai risiko kecelakaan

namun kategori dengan nilai 2 sampai 4 mempunyai risiko terbesar untuk

terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.

Ubah posisi pasien secara teratur untuk meningkatkan sirkulasi pada

seluruh bagian tubuh. Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional

seperti pantat, kaki, tangan penggunaan sepatu tenis hak tinggi sapce

boots dan kulit domba T - bar dapat membantuu mencegah footdrop,

bidai tangan bervariasin dan desain untuk mencegah detimal, penggunaan

bantal, gulungan alas tidur dan bantal pasir dapat membantu mencegah

terjadinya rotasi abnormal pada pantat.

Berikan atau bantu untuk melakukan latihan rentang gerak untuk

mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi atau posisi normal

ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis. Tingkatkan

aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai dengan

kemampuan untuk meningkatkan kerjasama pasien atau keberhasilan dari

suatu program tcrsebut.

Berikan perawatan kulit cermat, masase dengan pclembab dan ganti linen

atau pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih

untuk meningkatkan sirkulasi dan elasilitas kulit dan menurunkan risiko

terjadinya ekskrosiasi kulit. Pantau pola eliminasi untuk mengetahui

apakah terjadi komplikasi atau tidak, defekasi yang teratur merupakan

kebutuhan yang sederhana tetapi merupakan tindakan yang amat penting

untuk mencegah terjadinya komplikasi ( Doenges, 2000 : 282).

Page 15: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entry mikroorganisme.

- Kriteria hasilnya adalah tidak ada tanda - tanda infeksi ( rubor, calor, dolor,

tumor dan penurunan fungsi ), mcncapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada.

- Intervensinya

berikan perawatan antiseptik dan aseptik untuk menghindari terjadinya

infeksi nosokomial.

Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang

terpasang alat invasisve deteksi dint perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan

pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

Pantau suhu tubuh secara teratur dapat mengindikasiakan

perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau

tindakan dengan segera. Anjurkan untuk nafas dalam untuk

meningkatkan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk

menurunkan risiko terjadinya pneumonia dan atelektasis. Kolaborasi

pemberian antibiotik sesuai indikasi untuk terapi profilaktik dapat

digunakan pada pasien yang mengalami trauma ( Doenges, 2000 :

284 ).

5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrisi, kelemahan otot untuk

mengunyah, menelan.

- Kritera hasilnya adalah kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan, tidak

mengalami tanda - tanda mal nutrisi.

- Intervensinya

kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi

sekresi rasionalnya faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis

makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.

Auskultasi bising usus rasionalnya yaitu fungsi saluran pencernaan

biasanya tetap baik pada kasus cedera kepala dan bising usus membantu

dalam menentukan respon makan untuk makan atau berkembangnya

komplikasi seperti paralitik illeus.

Page 16: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

Timbang berat badan sesuai indikasi untuk mengevaluasi keefektifan atau

kebutuhan mengubah pemberian nutrisi. Jaga keamanan saat memberikan

makan pada pasien untuk menurunkan risiko regurgitasi dan atau

terjadinya aspirasi.

Tinggikan kepala tempat tidur untuk mempermudah makanan masuk

kelambung dan mencegah terjadinya refluk lambung.

Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan

teratur untuk meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien

terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien

saat makan.

Kolaborasi yaitu konsultasi dengan ahli gizi untuk mengidentifikasi

kebutuhan kalori atau nutrisi tergantung pada usia, berat badan, keadaan

penyakit sekarang. Pantau pemeriks,um laboratorium untuk

mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ dan respons terhadap

nutrisi tersebut ( Doenges, 2000 : 286 ).

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, penyakit dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan tidak mengenal informasi atau sumber.

- Kriteria hasilnya adalah bcrpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan

pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, melakukan prosedur yang

diperlukan dengan benar.

- Intervensinya

evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga

keluarganya rasionalnya yaitu memungkinkan untuk menyampaikan

bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual.

Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses dan

pengaruh sesudahnya untuk membantu dalam menciptakan harapan yang

realistis dan meningkatkan pemahaman pada saat ini dan kebutuhannya.

Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

rasionalnya untuk berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan

yang didasarkan atas kebutuhan yang bersirat individual. Berikan

instruksi dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai aktititas obat dan

Page 17: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

faktor penting rasionalnya memberikan penguatan visual dan rujukan

setelah sembuh.

Identifikasi sumber - sumber yang berada dimasyarakat rasionalnya

diperlukan untuk memberikan bantuan perawatan secara fisik,

penanganan di rumah, perubahan gaya hidup ( Doenges, 2000 : 289 ).

7. Defisit perawatan diri hygiene berhubungan dengan kelemahan fisik.

- Kriteria hasilnya adalah pasien dapat mclakukan perawatan diri mandiri.

- Intervensinya

kaji kemampuan pasien rasionalnya mengidentifikasi kebutuhan

intervensi yanmg dibutuhkan.

Ikut sertakan pasien dalam rencana kegiatan rasionalnya meningkatkan

perasaan control dan meningkatkan, kerjasama dan perkembangan

kemandirian.

Dorong perawatan diri beketja sama dengan kemampuan yang sekarang

rasionalnya melakukan untuk dirinya sendiri akan meningkatkan

perasaan harga diri.

Bantu dalam perawatan diri rasionalnya membantu kebutuhan personal

hygiene pasien ( Doenges, 2000 : 932 ).

8. Gangguan rasa nyaman nyeri lokal berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial dan penurunan suplai oksigen ke otak ( hipoksia ).

- Kriteria hasilnya adalah pasien tidak mengeluh nyeri, hematoma atau

pembengkakan hilang atau berkurang, pasien dapat beristirahat dengan tenang.

- Intervensinya

kaji tipe, lokasi dan durasi nyeri untuk membantu dalam menentukan

diagnosa keperawatan dan kebutuhan terapinya.

Jelaskan patologis terjadinya nyeri akibat dari pada cedera untuk

mengurangi perasaan cemas pada pasien.

Batasi daerah yang cedera untuk mengantisipasi perluasan area cedera.

Observasi tanda - tanda vital rasioanalnya unluk mengetahui

perkembangan pasien secara umum.

Page 18: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

Ajarkan tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri. Kolaborasi pemberian

analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pasien ( Wahidi, & Aryati, 1996 :

54).

9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.

- Kriteria hasilnya adalah pasien dapat beristirahat atau tidur dengan tenang, tidak

ada gangguan tidur, mata tidak tampak sayu dan wajah tidak tampak kusam.

- intervensi

kaji pola tidur pasien untuk mengetahui pasien apakah pasien mengalami

gangguan pola tidur atau tidak.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman agar pasien dapat beristirahat

tampa adanya gangguan.

Berikan posisi yang nyaman, anjurkan untuk melakukan tehnik distraksi dan

relaksasi jika nyeri timbul untuk mengurangi rasa nyeri ( Doenges, 2000 :

493 ).

Page 19: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

RESUME

INSATALASI GAWAT DARURAT

A. IDENTITAS

- Nama : An. Diki darmawan

- Umur : 11 tahun

- Agama : Muslim

- Alamat : depok

- Pekerjaan :

- Status perkawinan : belum menikah

- Sumber informasi : keluarga

- Sumber biaya : cash

- Tanggal masuk : 19 – 10 – 2010. Pukul 13.45

B. Riwayat kesehatan

- Keluhan utama

Klien jatuh dari pohon kurang lebih tingginya 3 meter, 1 ½ jam yang lalu klien tidak

sadar, muntah 2 x dan kejang di perjalanan, dan ada perdarahan dari hidung.

- Riwayat kesehatan yang lalu dan kebiasaan hidup terkait penyakit

Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelunya.

C. Pengkajian ( primery )

- Airway

Adanya sumbatan jalan nafas berupa sekret. Terdengar suara nafas.klien di suction

dan terpasang gudel ( opa)

- Breathing

Terlihat pengembangan dada, terdenga suara nafas cepat, terasa hembusan nafas

frekwansi nafas 42x/menit

- Circulation

Adanya sianosi, akral dingin, kapilari refill kurang dari 3 detik, frekwansi nafas

42x/menit, nadi 133, tekanan darah 153/90.

Page 20: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

- Disability

Pasien dalam keadaan tidak sadar ( koma )

- Exposure

Terlihat tada cedera di kepala, tangan dan kaki. Dan ada jejas di baian dada.

D. Pengkajian Head to toe (secondary )

Kepala: adanya luka di kepala kiri, kounjungtuva anemis, skelra tidak ikterik, kepala

tidak simetris

Thorak: ada jejas,

Abdominal: tidak ada jejas, tidak ada lesi, umbilicus di tengah

Ekstrimitas: tidak ada laserasi, kaki simetris, edema tidak ada

- Pemeriksaan penunjang

Hb = 11,8

L = 20, 6

Ht = 36

Tr = 458

Pemeriksaan

CT-scan

Ronsen torax, cervical, pelvis.

E. Diagnose medis

Cidera kepala sedang ( CKS )

F. Asuhan keperawatan

Analisa data.

No Data Fokus Problem Etiologi

1 Ds:

Do: . kesadaran klien koma, TD =

153/90, N = 133, RR = 42, S = 35,

8.

Perubahan perfusi

jaringan serebral

hemoragi, hemutoa

atau edema

serebral

Page 21: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

2 Ds =

Do = terdengar suara nafas seperti

ngorok, dan RR = 42, klien di

suction dan terpasang gudel.

Resiko tinggi

terhadap pola nafas

tidak efektif

Adanya sumbatan

jalan nafas.

Intervensi.

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, hemutoa atau edema

serebral

Tujuan dan kriteri hasil INTERVENSI KEPERAWATAN

Setelah Dilkukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam masalah teratasidengan Kriteri hasil yang diharapkan adalah mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, kognisi dan fungsi mototrik atau sensorik, mendemonstrasikan tanda - tanda vital stabil, tidak ada peningkatan tekanan intra cranial

- pantau atau cacat status neurologis secara teratur

dan bandingkan dengan nilai standar ( misalnya

Skala Coma Glasacow ) untuk mengetahui

adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran

dan potensial peningkatan tekanan intra kranial

dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,

perluasan dan perkembangan kerusakan sistem

saraf pusat.

- Pantau tekanan darah, autoregulasi

mempertahankan aliran darah otak yang konstan

pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik,

kehilangan autoregulasi dapat mengikuti

kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau

menyeluruh, peningkatan tekanan darah sistemik

yang diikuti oleh penurunan tekanan darah

diastolik merupakan tanda terjadinya

peningkatan tekanan intra kranial jika diikuti

oleh penurunan tingkat kesadaran.

- Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman,

kesamaan antara kiri dan kanan dan reaksi

Page 22: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

terhadap cahaya untuk mengetahui keadaan otak

apakah masih bagus atau tidak sedangkan

respons terhadap cahaya mencerminkan fungsi

yang terkombinasi dari saraf kranial optikus ( II )

dan okulomotor ( III ).

- Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai

indikasi adanya demam dapat mencerminkan

kerusakan pada hipotulamus, peningkatan

kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen

terjadi ( terutama pada saat demam dan

menggigil ) yang selanjutnya dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.

Pertahankan kepala atau leher pada posisi netral,

kepala yang miring, pada salah satu sisi menekan

vena jugularis dan menghambat aliran darah

vena yang selanjutnya akan meningkatkan

tekanan intra kranial.

- Berikan waktu istirahat diantara aktivitas

keperawatan yang dilakukan dan batasi waktu

dari setiap prosedur tersebut, aktivitas yang terus

menerus dapat meningkatkan tekanan inta

kranial dengan menimbulkan efek stimulasi

kumulatif.

- Tinggikan kepala pasien 15 sampai 45 derajat

sesuai indikasi yang ditoleransi untuk

meningkatkan aliran balik vena dari kepala

sehingga akan mengurangi kongesti dan edema

atau risiko terjadinya peningkatan tekanan intra

kranial. Pemberian obat diuretik sesuai program

untuk menurukkan edema otak dan tekanan intra

Page 23: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

kranial

2. Resiko tinggi terhadap pola nafas adanya sumbatan

Tujuan dan kriteri hasil INTERVENSI KEPERAWATAN

Setelah Dilkukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam masalah teratasi dengan Kriteria hasilnya adalah mempertahankan pola pernafasan normal ( efektif, bebas sianosis, analisa gas darah normal )

- pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan

adanya perubahan dapat menandakan awitan

komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi

atau luasnva keterlibatan otak, pernafasan

lambat., periode apnea dapat menandakan

perlunya ventilasi mekanis.

- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya,

posisi miring sesuai indikasi untuk

mempermudah ekspansi paru atau ventilasi paru

dan menurunkan adanya kemungkinan lidah

jatuh yang menyumbat jalan nafas.

- Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam

yang efektif jika pasien sadar untuk mencegah

atau menurunkan atelaktasis.

- Lakukan penghisapan dengan ekstra hati - hati

jangan lebih dari 10 - 15 detik, catat karakter,

warna dau kekeruhan secret untuk membersihkan

plan nafas pada pasien koma dalam keadaan

imobilisasi dan dalam melakukan tindakan ini

harus dengan hati - hati karena penghisapan pada

trakea yang terlalu dalam dapat menyebabkan

hipoksia yang mcnimbulkan vasokonstriksi yang

akhirnya akan berpengaruh cukup bcsar pada

Page 24: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

perfusi serebral.

- Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah

hipoventiasi untuk mengidentifikasikan adanya

masalah paru seperti atelaktasis, kongesti atau

obstruksi jalan nafas yang membahayakan

oksigenasi serebral atau menandakan terjadinya

infeksi paru.

- Pantu penggunaan obat - obat depresan

pernafasan untuk mengetahui ada tidaknya

gangguan atau komplikasi pernafasan.

- Pantau ananlisa gas darah, tekanan oksimetri

untuk menentukan kecvkupan pernafasan,

keseimbangan asam hasa dan kebutuhan akan

terapi.

- Berikan oksigen sesuai program untuk mencegah

terjadinya hipakria

Implementasi

Waktu No Dx Implementasi Evaluasi.

13 ; 30 1 Observasi TTV

TD = 153/90

N = 133

RR = 42

S = 35, 8

SpO2 = 95 %

S=

O = klien terlihat

tenag dan kesadaran

CM

A = masalah

keperawatan belum

terasi

Page 25: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

13 ; 30

13:35

13:40

14.00

GCS = 10

Memasang infus

Infus terpasang asserig loading 250 cc/menit

Injek diasepam

Manitol 100 cc

Injec nicolin 250 mg

P =

Lanjutkan intervensi

keperawatn dan

kolaborasi

13 : 45 2 Menberikan O2 pada klien 8 liter.

Mengsuction

Memasang gudel

RR = 42

S =

O = klien terlihat

lebih tenang

RR= 30

A = masalah

keparawatan belum

teratasi.

P = lanjutkan

intervensi.

Page 26: Cedera Kepala Sedang Kasus Emergency Anak

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J, 2003, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Ester, M, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E ; Moorhouse, M.F ; Geissler, A. C, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman

untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Alih Bahasa Karisa dan

Sumarwati, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI Volume II, EGC

Jakarta.

Long, B. C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa YIA PKT, Yayasan IAPK Padjajaran,

Bandung.

Mansjoer, A ; Suprohita ; Wardhani, W. I ; Setiowulan, 2000, Kapita Selekta Kedokeran, Media

Aesculapius, Jakarta.

Price, S. A & Wilson, L. M, 1995, Fisiologi Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Alih Bahasa Peter

Anugrah, EGC, .lakarta.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.

Aiih Bahasa Kuncara, H. Y, dkk, EGC Jakarta.

Syaifudin, 1997, Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2, EGC, Jakarta.