case sgb

23
Case Report Section SINDROM GUILLAIN BARRE Oleh Ervan Arditya K 0910312107 Pembimbing : Dr. Hj Meiti Frida SpS (K) BAGIAN NEUROLOGI RSUP DR.DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: ramaraajenarumugam

Post on 22-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: case sgb

Case Report Section

SINDROM GUILLAIN BARRE

Oleh

Ervan Arditya K 0910312107

Pembimbing :

Dr. Hj Meiti Frida SpS (K)

BAGIAN NEUROLOGI

RSUP DR.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

Page 2: case sgb

SINDROMA GUILLAIN-BARRE

PendahuluanSindroma Guillain-barre (SGB) adalah suatu jenis poliradikuloneuropati yang

progesif dan akut dengan gejala kelemahan, parestesia dan hiporefleksia, yang biasanya terjadi setelah suatu febris atau infeksi virus. Penyakit ini digambarkan dengan kelumpuhan motorik yang progesif dan berjalan asenden, disertai protein yang meninggi dan sel yang normal (disosiasi sitoalbuminik) pada likuor serebrospinalis.

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukupsering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderitadan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaandapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yangbaik.

Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathicpolyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post InfectiousPolyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, GuillainBarre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain BarreSyndrome.

DefinisiParry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang

bersifatascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksiakut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanyaparalisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimundimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.

SejarahPada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry

pertamakali menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysisdiperkenalkan oleh Westphal.Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengankejadian infeksi akut.Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskantentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal(CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasisitoalbuminik.Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian.MenurutLambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selainberdasarkan gejala klinis,pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaanEMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatanhantar saraf pada EMG.

EpidemiologiPenyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua

musim.Dowlingdkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugurdimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao

Page 3: case sgb

Baoxundidapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulandalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulanJuli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.

Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinicmelakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang.

Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun.Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Daripengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulithitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. PenelitianChandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-lakidan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan Aprils/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

EtiologiEtiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pastipenyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakityang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antaralain:

Infeksi Vaksinasi Pembedahan Penyakit sistematik:

o keganasano systemic lupus erythematosuso tiroiditiso penyakit Addison

Kehamilan atau dalam masa nifasSGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensikasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasanatas atau infeksi gastrointestinal.

Page 4: case sgb

Infeksi Akut yang Berhubungan dengan SGB

Infeksi Definite Probable Possible

Virus CMV

EBV

HIV

Varicella- Zoster

Vaccinia/Smallpox

Influenza

Measles

Mumps

Rubella

Hepatitis

Coxsackie

Echo

Bakteri Campylobacter

Jejeni

Mycoplasma

Pneumonia

Typhoid Borreila B

Paratyphoid

Brucellosis

Chlamydia

Legionella

Listeria

PatogenesaMekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yangmempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahuidengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadipada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yangmenimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediatedimmunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

padapembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon

Page 5: case sgb

imunitasseluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yangpaling sering adalah infeksi virus.

Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB

Peran imunitas seluler

Page 6: case sgb

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan pentingdisamping peran makrofag.Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bonemarrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalamjaringan limfoid danperedaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harusdikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akanmemproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).Kemudian antigen tersebut akandikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itulimposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF.

Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasisel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untukmengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akanmensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disampingmenghasilkan TNF dan komplemen.

PatologiPada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran

pembengkakansaraf tepi.Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahanpertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudiantimbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihatbeberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, danselubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam,sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur.

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalahinfiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo danepineural.Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannyaberat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkanmakrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin darisel schwan dan akson.

KlasifikasiSindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis

paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom

tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal

dibanding distal.Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus

Page 7: case sgb

facialis.Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik

saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.

Acute Motor Axonal Neuropathy

Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas

SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari

pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak,

dengan ciri khas degenerasi motor axon.Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang

berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun

pasien biasanya memiliki prognosis yang baik.Sepertiga dari pasien dengan AMAN

dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas.Disfungsi sistem penghambatan

melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang

berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien

biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk

dari AMAN.

Miller Fisher Syndrome

Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan

oftalmoplegia.Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy

mungkin terjadi pada beberapa pasien.Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi

terhadap ganglioside GQ1b.Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal

pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

Acute Neuropatic panautonomic

Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada

SGB.Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati.Hal ini terkait dengan tingkat

kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan

berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat

pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala

nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan

Page 8: case sgb

diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan.Gejala yang paling umum

saat onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.

Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)

Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB.Hal ini ditandai dengan onset akut

oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky

sign.Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan

medula.BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik.MRI

memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah

dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait

dan membentuk spectrum lanjutan.5

Gejala klinis dan kriteria diagnose

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis.SBG ditandai dengantimbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dandidahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasisitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute ofNeurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

Terjadinya kelemahan yang progresif Hiporefleksi

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:a. Ciri-ciri klinis:

Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

Relatif simetris Gejala gangguan sensibilitas ringan Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan seringbilateral. Saraf otak

lain dapat terkena khususnya yangmempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasusneuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,dapat memanjang sampai beberapa bulan.

Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,hipertensi dan gejala vasomotor.

Tidak ada demam saat onset gejala neurologisb. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

Page 9: case sgb

Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadipeningkatan pada LP serial

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3 Varian:

o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggugejala

o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.

Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal

Diagnosa

Anamnesis1. Merasa mati rasa (parestesi) pada ujung-ujung anggota gerak tubuh (ekstremitas),

seperti tangan dan atau kaki2. Kelumpuhan anggota gerak tubuh, biasanya dimulai dari anggota gerak bawah,

menjalar ke badan, anggota gerak atas3. Riwayat infeksi virus 2-4 minggu sebelumnya4. Nyeri setelah aktivitas fisik

Pemeriksaan Fisik1. Penurunan kekuatan hingga kelumpuhan anggota gerak. Dimulai dari distal ke

proximal. Refleks fisiologis menurun.2. Gloves and stocking signs. Pemeriksaan sensibiltas terdapat gangguan.3. Abnormalitas nervi kranialis terutama N.VII yaitu kelemahan otot wajah.4. Gangguan saraf otonom seperti takikardi, aritmia jantung, hipotensi postural serta

sekresi keringat yang abnormal

Pemeriksaan Laboratorium:- Punksi Lumbal

Hasil analisa CSS normal dalam 48 jam pertama, kemudian diikuti kenaikan kadar protein CSS pada minggu II tanpa atau disertai sedikit kenaikan lekosit (albuminocytologic dissociation).

Pemeriksaan Elektrofisiologi:- EMG dan Kecepatan Hantaran Saraf (KHS):

Minggu I: terjadi pemanjangan atau hilangnya F-response (88%), prolong distal latencies (75%), blok pada konduksi (58%) dan penurunan kecepatan konduksi (50%). Minggu II: terjadi penurunan potensial aksi otot (100%), prolong distal latencies (92%) dan penurunan kecepatan konduksi (84%).

Pemeriksaan Radiologi:

Page 10: case sgb

- MRI: Sebaiknya MRI dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala SGB. Pemeriksaan MRI dengan menggunakan kontras gadolinium memberikan gambaran peningkatan penyerapan kontras di daerah lumbosakral terutama di kauda equina. Sensitivitas pemeriksaan ini pada SGB adalah 83%.

Diagnosa BandingGejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan criteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakandengan keadaan lain, seperti:

Mielitis akuta Poliomyelitis anterior akuta Porphyria intermitten akuta Polineuropati post difteri

TerapiPada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir.Pengobatan secara umum bersifat simtomatik.Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuhsendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan(gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.Tujuan terapikhusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhanmelalui sistem imunitas (imunoterapi).

KortikosteroidKebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidakmempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

PlasmaparesisPlasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasilyang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafasyang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukandengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.Plasmaparesis lebihbermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

Pengobatan imunosupresan:1. Imunoglobulin IVPengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkandibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosismaintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosismaintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.2. Obat sitotoksikPemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

Page 11: case sgb

6 merkaptopurin (6-MP) azathioprine cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakitkepala.

PrognosaPada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi padasebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadipenyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara lain:

pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset progresifitas penyakit lambat dan pendek pada penderita berusia 30-60 tahun

ILUSTRASI KASUS

Page 12: case sgb

Seorang pasien laki-laki berusia 17 tahun dirawat di bangsal Saraf RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan

Keluhan UtamaKelemahan keempat anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang- Kelemahan keempat anggota gerak sejak 12 hari yang lalu. Yang terjadi

perlahan-lahan dimana kelemahan dimulai dari telapak kaki dan naik ke atas dan bersamaan pada kedua tungkai sehingga pasien jika berjalan harus dipapah.

- Selang 2 hari kemudian kelemahan dirasakan pada kedua lengan dengan pola yang sama dimana jika pasien memegang benda mudah terlepas

- Kelemahan juga disertai rasa kebas di kedua kaki dan tangan

Riwayat Penyakit Dahulu- 15 hari yang lalu pasien menderita batuk, pilek, dan demam

- Penderita dikenal menderita epilepsi sejak 2 tahun yang lalu

- Riwayat trauma dileher (-)

- Pasien belum pernah menderita kelemahan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama

Riwayat Sosial EkonomiPasien tidak tamat SD, tidak merokok, prestasi sekolah dibawah rata-rata

PEMERIKSAAN FISIK

Vital SignKeadaan Umum : Tampak sakit sedang Tinggi Badan : 156 cmKesadaran : Compos mentis Cooperative

GCS15 (E4V 6M5) Berat Badan : 56 kgTekanan darah : 120 / 80 mmHgFrekuensi nadi : 91x/menit, teraturFrekuensi nafas : 20x/menitSuhu : 370C

Status InternusKulit : Tidak ada kelainanRambut : Hitam, tidak mudah dicabutKepala : Wajah simetrisKGB : Tidak ada pembesaran KGB

Page 13: case sgb

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikTelinga : Tidak ada kelainanHidung : Tidak ada kelainanTenggorokan : Tidak hiperemisMulut : caries tidak adaLeher : Jugular Venous Pressure 5-2 cmH2OThorax

Paru : Inspeksi : Simetris sama kiri dan kanan Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan Perkusi : Sonor

Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidakada

Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihatPalpasi : Iktus teraba pada 1 jari medial linea midklavikularis

sinistra RIC V Perkusi : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : 1 jari medial linea midklavikularis RIC V

Batas jantung atas : Linea parasternalis RIC II Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

Abdomen : Inspeksi : Perut tidak membuncit Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Timpani Auskultasi: Bising usus (+) normal

Punggung : deformitas tidak ada

Status Neurologikus Tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk : - Brudzinsky II : -Brudzinsky I : - Kernig : -

Tanda peningkatan Tekanan Intra KranialMuntah proyektil (-)Sakit kepala progresif (-)Pupil isokor Ø ukuran 3 mm/3mm

Nervi KranialisN.I : Penciuman baikN.II : Penglihatan baikN.III, IV, VI : Bentuk bulat, RC +/+ Bola mata baik dan bisa

digerakkan ke segala arahN.V : Membuka mulut (+), mengunyah (+), mengigit (+),

refleks kornea +/+

Page 14: case sgb

N.VII : Bisa menutup mata sempurna, menggerakkan dahi dan bersiul

N.VIII : Pendengaran baikN.IX : Refleks muntah (+)N.X : Bisa menelan, artikulasi baikN.XI : Bisa menoleh dan mengangkat bahu kanan dan kiriN.XII : Kedudukan lidah normal, deviasi lidah (-), tremor (-)

MotorikKekuatan 344/443

344/443Tonus : hipotonusTrofi : eutrofi

SensorikStocking and gloves phenomenon (+)Sensibilitas : tidak ditemukan kelainan

Fungsi OtonomMiksi : baikDefekasi : baikSekresi keringat: baik

Refleks fisiologisBiseps : +/+Triseps: +/+KPR : +/+APR : +/+

Reflex patologisBabinsky : -/- Chadok : -/-Opppenheim : -/- Gordon : -/-Schaefer : -/- Hoffman : -/-

Fungsi luhur: baik

Pemeriksaan LaboratoriumHb : 13,5 gr/dl Ureum : 19 mg/dlHt : 40% Creatinin : 0,6 mg/dlLeukosit : 6.300/mm3 GDS : 153 mg/dlTrombosit : 300.000/mm3

DIAGNOSADiagnosis Klinik : Tetraparesis tipe LMN suspek Sindroma Guillain-BarreDiagnosis Topik : Radiks Diagnosis Etiologi : AutoimunDiagnosis Sekunder : ISPA

Page 15: case sgb

PENATALAKSANAAN Umum : Diet Makanan Biasa kkal 1800/hr

Khusus: Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off Ranitidin 2x50 mg (iv) Metylcobalamin 1x1 amp (iv)

RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYADarah : rutin : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit

: kimia klinik : Gula darah, Total kolesterol, HDL, LDL, Trigliserida, Asam urat, ureum,kreatinin

Lumbal PunksiElektromyografi (EMG)

PROGNOSISQuo Ad Sanam : dubia et bonamQuo Ad Vitam : dubia et bonamQuo Ad Functionam : dubia et bonam

Follow Up

Selasa 31 Desember 2013

S/ Lemah keempat anggota gerak (+), Sesak nafas (+)O/Keadaan Umum : Sedang Kesadaran : Compos Mentis Cooperative Tekanan darah : 130/70 mmHg Frek Nadi : 90x/menit Frek Nafas : 30x/menit Suhu : 36,6oC Status Internus : dalam batas normal Status neurologis : GCS 15, TRM (-), TIK (-)

N. Cranialis : tidak ada kelainanMotorik :344/443 eutonus, eutrofi

333/333Otonom : Neurogenic bladder (-)

Rf. Fisiologi :+/+ Rf. Patologi : -/- +/+ -/-

Sensorik : Eksterospetif dan propriosetif baikOtonom : Neurogenic bladder (-)

A/ Sindrom Guillan Barre

Page 16: case sgb

Terapi/ Umum : Diet MB 1800 kkal/hari

Khusus : Metilprednisolon 3x250 mg (iv) Ranitidin 2x10 mg (iv) Metylcobalamin 1x1 amp (iv) Ceftriaxon 2x1 gr (iv)

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 17 tahun dirawat di bangsal Saraf RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis klinik Sindroma Guillain Barre, diagnosis topik di radiks dan diagnosis etiologi autoimun.

Page 17: case sgb

Diagnosis Sindroma Guillain Barre ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis diketahui pasien merasakan kelemahan pada kedua lengan dan tungkai sejak 12 hari yang lalu. Kelemahan bersifat ascendens dimana kelemahan dirasakan lebih dulu pada tungkai kemudian dalam 24 jam berikutnya kelemahan dirasakan di kedua lengan. Bagian tangan dan kaki dirasakan lebih lemah dibandingkan lengan maupun tungkai. Kelemahan yang dialami tanpa disertai penurunan kesadaran. Kelemahan disertai rasa baal dan kesemutan di ujung tangan dan kaki. Sebelum kelemahan terjadi, pasien mengalami demam, batuk dan pilek sejak 15 hari yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan tungkai kanan dari proksimal 3, medial 4 dan distal 4 dan tungkai kiri dari proksimal 4, medial 4 dan distal 3 Kekuatan kedua lengan kanan dari proximal 3, media 4 dan distal 4 dan lengan kiri dari proksimal 4, medial 4 dan distal 3 yang hipotonus dan eutrofi. Sedangkan untuk gangguan sensorik, Stocking and gloves phenomenon (+) dan otonom tidak ada kelainan pada pasien ini.

Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah fisioterapi untuk memperbaiki activities daily living (ADL). Penatalaksanaan secara khusus adalah dengan pemberian kortikosteroid untuk mendapatkan efek anti inflamasi pada mielin. Kemudian pemberian AH-2 bloker untuk mengurangi efek samping gastrointestinal pada pemberian kortikosteroid. Obat berikutnya adalah neurotropik untuk nutrisi dan pertumbuhan jaringan saraf seperti metycobalamin.