case report osteogenesis imperfecta
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Osteogenesis imperfecta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan kongenital pada
pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh dan diturunkan
secara autosomal dominan, umumnya ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta
kecenderungan mengalami fraktur multiple akibat trauma ringan.1, 2
Kejadian osteogenesis imperfecta diperkirakan 1 per 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada
perbedaan menurut ras dan jenis kelamin. Usia penderita saat gejala muncul, terutama gejala
mudah patahnya tulang, sangat bervariasi. Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak
mengalami patah tulang sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah
tulang dapat dialami sejak dalam uterus/ prenatal.1, 2
Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi dominan gen COL1α1
(collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode sintesis kolagen tipe I
serta yang lebih jarang terjadi melalui mutasi resesif gen LEPRE1 (leucine proline-enrich
proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau gen
pengkode protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein). Mutasi genetik
yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai kerapuhan tulang, tetapi juga berupa
penipisan kulit, deviasi struktur tulang, hipermobilitas sendi, kehilangan pendengaran,
kerapuhan gigi, dan sklera biru. Osteogenesis imperfecta dengan spektrum kelainan yang luas
tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan manifestasi klinis dan histologis
yang ditemukan serta mekanisme pewarisan mutasi genetik, secara autosomal dominan atau
autosomal resesif.1, 3
Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan diagnosis osteogenesis
imperfecta diantaranya pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan foto rontgen dapat menilai
fraktur tulang kortikal, kompresi vertebra, dan kelainan osifikasi tulang pada osteogenesis
imperfecta. Pemeriksaan foto rontgen juga dapat menilai penyembuhan fraktur pasca terapi
medikamentosa. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat pada masa
intrauterin. Selain itu, pemeriksaan radiologi lain seperti computed tomography (CT Scan),
magnetic resonance imaging (MRI), dan bone mass densitometry (BMD) juga berperan
dalam mendiagnosis osteogenesis imperfecta.1, 4
1
Anak dengan osteogenesis imperfecta sering mengalami permasalahan pernapasan yaitu
berkurangnya kapasitas paru yang disebabkan karena abnormalitas dari struktur dinding dada
(ukuran dan bentuk rongga dada) dan abnormalitas kolagen paru. Kelainan ini menyebabkan
anak dengan OI tidak efektif ketika batuk, sehingga mempermudah timbulnya infeksi saluran
pernapasan (pneumonia). 5
Anak dengan osteogenesis imperfecta beserta keluarga yang membesarkannya akan
menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait kelainan ini, diantaranya masalah
anatomis, medis, keterbatasan gerak, dan sosial. Tidak semua masalah tersebut dapat
ditanggulangi dengan baik. Osteogenesis imperfecta tidak dapat disembuhkan, tetapi
beberapa modalitas terapi paliatif dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan klinis
penderita. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengenalan dini manifestasi klinis osteogenesis
imperfecta serta pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.1, 6
Tujuan presentasi kasus ini adalah untuk membahas diagnosis dan penatalaksanaan
osteogenesis imperfect dengan bronchopneumonia.
2
KASUS
I. DATA DASAR
IDENTITAS PENDERITA
Seorang anak laki-laki, usia 6 bulan, berat badan 4,3 kg, panjang badan 57 cm, LK 42 cm,
tempat tinggal luar kota. Dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH sejak tanggal 23
Desember 2013 pukul 11.12 WIB.
ANAMNESIS
Keluhan utama: sesak napas
Keluhan tambahan : demam
Riwayat Perjalanan Penyakit
Satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) anak batuk berdahak, pilek, dan
demam tidak terlalu tinggi, tidak sesak napas, tidak mual, tidak muntah, tidak kejang,
BAB dan dan BAK biasa, penderita belum dibawa berobat, hanya diberi penurun panas
(paracetamol), anak masih demam.
Satu hari SMRS batuk penderita semakin sering, ada demam tinggi dan penderita
tampak sesak napas yang tidak dipengaruhi oleh aktifitas, cuaca dan posisi, tidak ada
biru-biru di sekitar mulut, tidak ada riwayat tersedak makanan sebelumnya. Penderita di
bawa berobat ke RS Lahat (dipasang infus dan oksigen) dan dirujuk ke RS M Hoesen
karena sekalian untuk pemberian obat bisposponat.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Penderita telah terdiagnosa Osteogenesis imperfecta sejak usia 3 bulan, telah
dilakukan bone survey saat usia 3 bulan dengan hasil kesan sesuai gambaran
osteogenesis imperfecta sugestif type III, dan direncanakan pemberian bisposponat.
- Riwayat batuk lama disangkal
- Riwayat mengik disangkal
- Riwayat sesak napas sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
- Riwayat kontak TB di keluarga disangkal.
3
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kehamilan merupakan kehamilan
yang diinginkan. Selama hamil ibu sehat, kontrol teratur ke bidan. Riwayat ibu
merokok, abortus, minum jamu, alkohol, obat-obatan selama kehamilan disangkal.
Asupan nutrisi selama kehamilan cukup. Penderita lahir cukup bulan, spontan, ditolong
bidan, lahir langsung menangis, A/S tidak diketahui, berat lahir 2100 gram, Injeksi vit
K (+). Riwayat ibu demam saat hamil (-), KPSW (-), ketuban kental hijau, bau (-).
Kesan : riwayat kehamilan tidak ada kelainan dan kelahiran : NCB-KMK + BBLR.
Riwayat Imunisasi
BCG (+) (Skar (+) di lengan kanan), DPT (-), Hepatitis B-0(+) , Polio (-).
Kesan : imunisasi dasar belum lengkap sesuai umur
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan
Anak tidak rutin di timbang diposyandu, berat badan saat ini 4,3 kg, panjang badan 57
cm, lingkar kepala 42 cm. Menurut ibu pertumbuhan penderita termasuk baik jika
dibanding anak seusianya.
Kesan : pertumbuhan tidak sesuai usia kronologis.
Perkembangan
Tes daya dengar: penderita terbangun dari tidurnya jika mendengar kegaduhan/suara
nyaring dan bereaksi (terkejut atau mengedipkan mata).
KPSP:
1. Pada posisi terlentang, penderita dapat mengikuti gerakan ibu dengan
menggerakkan kepala dari satu sisi ke sisi lain.
2. Penderita tidak dapat mempertahankan posisi kepala dalam keadaan tegak.
3. Penderita dapat menggenggam pensil beberapa detik.
4. Penderita belum dapat tengkurap dan mengangkat dada dengan kedua lengannya.
5. Penderita belum dapat berbalik dari terlentang ke telungkup atau sebaliknya.
6. Dapat melihat dan menatap wajah dan membalas senyuman atau tawa
7. Penderita dapat memekik atau mengeluarkan suara gembira bernada tinggi
Kesan: kemungkinan ada penyimpangan pada gerak kasar.
Riwayat Nutrisi
Sejak bayi penderita mendapatkan ASI sesuka anak, dan usia 5 bulan mendapatkan
tambahan susu formula 5-6 x 30 cc dan belum diberi tambahan bubur susu.
4
Kesan: asupan nutrisi kurang secara kualitas dan kuantitas.
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan anak kedua dari dua saudara. Ayah penderita bekerja swasta (guru
di pesantren). Ibu penderita ibu rumah tangga. Keluarga berpenghasilan tidak menentu
setiap bulannya ± Rp. 1.000.000,- per bulan. Rawat inap penderita ditanggung oleh
pemerintah melalui JAMKESMAS
Kesan : soosioekonomi kurang
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 128 kali/menit (isi dan tegangan cukup)
Pernapasan : 60 kali/menit (reguler)
SpO2 tanpa O2 : 89%, SpO2 dengan O2 nasal 1L/menit 96%
Suhu aksila : 38,00 C
Berat badan : 4,3 Kg
Panjang badan : 57 cm
Lingkar kepala : 42 cm
Status gizi : BB/U= < -3 SD severely underweight
PB/U= < -3SD severely stunted
BB/PB= -2SD s/d -3SD wasted
Kesan : severely underweight + severely stunted + wasted
Keadaan spesifik
- Kepala : normocephali, wajah berbentuk segi tiga, ubun-ubun besar tidak
membonjol dan tidak tegang, terdapat conjungtiva pucat, terdapat sklera biru, pupil
bulat isokor, Ø 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+ normal, terdapat napas cuping
hidung, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, bibir tidak sianosis,
pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.
- Thoraks : bentuk dan gerakan simetris, terdapat retraksi intercosta dan subcosta.
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising.
Paru : suara vesikuler meningkat di kedua lapangan paru, ada ronkhi basah halus
nyaring, tidak ada wheezing
- Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
5
- Ekstremitas : terdapat deformitas pada kedua tungkai bawah berbentuk ‘O’, akral
hangat, capillary refill time 2 detik, pitting edema tidak ada.
- Genitalia : tidak ada kelainan
Status neurologis:
Fungsi MotorikEkstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Lengan Kanan Lengan Kiri Tungkai Kanan Tungkai Kiri
Gerakan Luas Luas Terbatas Terbatas
Kekuatan 5 5 3 3
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-)
Refleks fisiologis (+)N (+)N (+)N (+)N
Refleks patologis Babinsky (+)
Fungsi sensorik : belum dapat dinilai
Fungsi otonom : belum dapat dinilai
Nervi cranialis : tidak ada kelainan
Gejala Rangsang Meningeal
: belum dapat dinilai
Refleks moro, suspensi vertikal, suspensi horizontal sulit dinilai (kondisi multiple fraktur)
II. RINGKASAN DATA DASAR
Seorang anak laki-laki, usia 6 bulan dengan status gizi kurang, bertempat tinggal di luar kota,
datang ke bagian IKA RSMH dengan keluhan utama sesak nafas.
Satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) anak batuk berdahak, pilek, dan demam
tidak terlalu tinggi, tidak sesak napas, tidak mual, tidak muntah, tidak kejang, BAB dan dan
BAK biasa, penderita belum dibawa berobat, hanya diberi penurun panas (paracetamol), anak
masih demam.
Satu hari SMRS batuk penderita semakin sering, ada demam tinggi dan penderita tampak
sesak napas yang tidak dipengaruhi oleh aktifitas, cuaca dan posisi, tidak ada biru-biru
disekitar mulut, tidak ada riwayat tersedak sebelumnya. Penderita di bawa berobat ke RS
Lahat (dipasang infus dan oksigen), dan dirujuk ke RS M Hoesen karena sekalian untuk
pemberian obat bisposponat.
Penderita telah terdiagnosis osteogenesis imperfecta sejak usia 3 bulan, telah dilakukan
pemeriksaan bone survey saat usia 3 bulan dengan hasil kesan sesuai gambaran osteogenesis
imperfecta sugestif type III.
6
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, Nadi 128 kali/menit (isi dan
tegangan cukup), respirasi 60 kali/menit (reguler), SpO2 tanpa O2 (89%), SpO2 dengan O2
nasal 1 L/mnt (96%), suhu 38,00 C. Tanda hemodinamik stabil. Keadaan spesifik : kepala
normocefali, terdapat napas cuping hidung, muka berbentuk segi tiga, tidak dijumpai ubun-
ubun besar membonjol dan tegang, terdapat conjungtiva pucat, terdapat sklera biru. Thoraks
terdapat retraksi intercosta dan subcosta, jantung normal, paru terdapat suara vesikuler
meningkat di kedua lapangan paru, terdapat ronkhi basah halus nyaring, tidak ada wheezing.
Abdomen dalam batas normal. Ekstrimitas deformitas pada kedua tungkai bawah berbentuk
’O’, hangat, capillary refill time 2 detik. Status neurologis terdapat keterbatasan gerakan pada
kedua tungkai bawah, kekuatan pada kedua tungkai bawah yang menurun.
III. ANALISIS AWAL
Dari data dasar didapatkan seorang anak laki-laki berusia 6 Bulan, dengan keluhan utama
sesak napas yang telah berlangsung sejak 1 hari SMRS, sesak napas tidak dipengaruhi
aktifitas, cuaca dan posisi, dan disertai demam. Penderita telah terdiagnosis osteogenesis
imperfecta sejak usia 3 bulan dan direncanakan pemberian bisposponat. Dari pemeriksaan
fisik dijumpai peningkatan respiratory rate, dan demam. Keadaan spesifik didapatkan
normocefali, muka berbentuk segi tiga, conjungtiva pucat, dan terdapat sklera biru. Thoraks
didapatkan retraksi intercosta dan subcosta, paru terdapat suara vesikuler meningkat di kedua
lapangan paru, terdapat ronkhi basah halus nyaring. Status neurologis terdapat keterbatasan
gerakan pada kedua tungkai bawah, kekuatan pada kedua tungkai bawah yang menurun.
DAFTAR MASALAH
1. Sesak napas
2. Demam
3. Osteogenesis imperfecta tipe III
4. Anemia ec penyakit kronis dd/ defisiensi Fe
5. Gizi kurang
6. Kemungkinan ada penyimpangan pada gerak kasar
7. Imunisasi dasar belum lengkap sesuai umur
7
DIAGNOSIS KERJA : Bronchopneumonia + Osteogenesisi imperfecta tipe III + Anemia ec
penyakit kronis + Gizi kurang + Kemungkinan ada penyimpangan pada gerak kasar +
Imunisasi dasar belum lengkap sesuai umur.
TATALAKSANA AWAL
1. Bronchopneumonia (J.18.0)
Rencana diagnostik :
Pemeriksaan darah rutin, CRP, rontgen thoraks
Rencana pengobatan :
Suportif: Oksigen nasal 1 liter/menit, IVFD D5 ¼ NS gtt 5 mikro/menit
Kausatif : Ampisilin 3x 150 mg (iv) + Gentamicin 2 x 10 mg (iv)
Simptomatis : Parasetamol 60 mg bila suhu aksila diatas 38,50C
Rencana edukasi :
Penjelasan kepada orang tua mengenai penyebab sesak, rencana pemeriksaan dan
berapa lama tatalaksananya, efek samping, komplikasi dan prognosis.
2. Osteogenesis imperfecta tipe III (Q78.0)
Rencana diagnostik : -
Rencana pengobatan : Pemberian Bisposponat (bila sesak napas teratasi) dan konsul bedah
ortopedi.
Rencana edukasi : Menjelaskan kepada orang tua tentang penyakit penderita dan
pemeriksaan yang akan dilakukan, kemungkinan keadaan dan komplikasi yang akan
terjadi.
3. Anemia ec penyakit kronis dd/ defisiensi Fe (D63)
Rencana diagnostik : Pemeriksaan darah perifer lengkap, SI, TIBC
Rencana pengobatan : Rencana transfusi PRC 50 cc
Rencana edukasi : Penjelasan kepada orang tua mengenai penyebab timbulnya pucat, rencana pemeriksaan, tatalaksananya, efek samping dan komplikasinya.
4. Gizi kurang (E44)
Rencana diagnostik : Analisa kebutuhan kalori
Rencana pengobatan : Diet 500 kkal, Protein 5 gr (dalam bentuk ASI 8 x 90 cc), diberikan
via NGT selama penderita masih sesak napas
Rencana edukasi : Penjelasan kepada orang tua mengenai gizi anak, tatalaksananya,
dan komplikasinya
8
5. Kemungkinan penyimpangan pada gerak kasar (M89.29)
Rencana diagnostik : Pemeriksaan DENVER (dilakukan bila penderita telah sehat)
Rencana pengobatan : Konsul rehabilitasi medik (untuk dilakukan fisioterapi bila sesak napas teratasi)
Rencana edukasi : Penjelasan kepada orang tua mengenai keterlambatan perkembangan penderita dan tatalaksananya.
5. Imunisasi dasar belum lengkap sesuai umur (Z28.29)
Rencana diagnostik : -
Rencana pengobatan : Catch up imunisasi, dengan rencana jadwal pemberian imunisasi :
Usia 7 bulan : DPT-1+Hep-B-1 + polio (1)
Usia 8 bulan : DPT-2+Hep-B-2 + polio (2)
Usia 9 bulan : DPT-3+Hep-B-3 + campak + polio (3)
Rencana edukasi : penjelasan kepada orang tua mengenai perlunya diberikan imunisasi
dasar seperti Hepatitis B, DPT, Polio dan campak serta efek samping dan
komplikasinya.
CATATAN PERAWATAN PENDERITA
23 Desember 2013 (hari rawat ke-1)M Bronchopneumonia
Osteogenesis imperfecta tipe 3Anemia Gizi kurangKemungkinan ada penyimpangan gerak kasarImunisasi dasar belum lengkap
S Sesak napas (+), demam (+)O KU : Sens : CM, Nadi : 128 x/menit ( isi dan tegangan cukup), SpO2 : 89% (tanpa O2), SpO2 :
96% (dengan O2 1 L/mnt), RR : 60 x/menit, T : 38 oCKS :Kepala Normoocephali (LK : 42 cm), muka berbentuk segi tiga (+),
UUB membonjol (-), konjungtiva pucat, sklera biru, pupil bulat isokor,diameter 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, NCH (+), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks Simetris, retraksi (+) intercosta, subcostaParu Vesikuler meningkat, ronchi basah halus nyaring, wheezing (-).Jantung Bunyi jantung I dan II normal, wheezing (-), gallop (-).Abdomen Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N.Genitalia Laki-laki belum disirkumsisi, kedua testis berada di skrotum,
rambut pubis tidak ada.Ekstremitas Kedua tungkai bawah deformitas (+) berbentuk huruf ‘O’,
akral hangat, pucat, CRT < 2 detik, ruam kulit (-).
9
Status neurologis Fungsi motorik Lengan kanan
Lengan kiri Tungkai kanan
Tungkai kiri
Gerakan KekuatanTonus KlonusR.fisiologisR.patologis
Luas5Eutoni
(+)N
Luas5Eutoni
(+)N
Terbatas3Eutoni(-)(+)N
Terbatas 3Eutoni(-)(+)N
Fungsi sensorik : belum dapat dinilaiFungsi otonom : belum dapat dinilaiN.craniales : tak ada kelainanGejala rangsang meningeal : belum dapat dinilaiRefleks moro, suspensi vertikal, suspensi horizontalsulit dinilai (kondisi multiple fraktur)
Laboratorium : Darah perifer lengkap :Hb : 9,1 gr/dl, Ht : 29 vol%, leukosit : 16.600/mm3, trombosit : 525.000/mm3, MCV : 66,1 fL, MCH : 20 pg, MCHC : 31 g/dl, LED : 6 mm/jam, DC : 0/2/1/20/66/10, CRP : <5 mg/L Gambaran darah tepi :Eritrosit : normositik, normokromikLeukosit : jumlah normalTrombosit : jumlah normalKesan : anemia normositik normokromik Rontgen Thorax :Infiltrat di kedua lapangan paru.Kesan : Bronchopneumonia
A Hasil laboratorium menunjukkan anemia dengan gambaran darah tepi anemia normositik normokromik yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi kronis, direncanakan pemeriksaan laboratorium ferritin, Fe, TIBC.
P O2 nasal 1 L/menitIVFD D5 ¼ NS gtt 5 mikro/menitAmpisilin 3x 140 mg (iv) (1)Gentamicin 2 x 10 mg (iv) (1)Paracetamol 3 x 60 mg (bila T > 38,50 C)ASI 8 x 90 cc (NGT)R/ - Transfusi PRC 50 cc - R/ pemberian Bisposponat (bila sesak napas teratasi)Rawat bersama sub divisi Respirologi dan Endokrinologi
24 Desember 2013 (hari rawat ke-2)M Bronchopneumonia
Osteogenesis imperfecta tipe 3AnemiaGizi kurang Kemungkinan ada penyimpangan gerak kasarImunisasi belum lengkap
S Sesak napas (+), demam (+) sub febrisO KU : Sens : CM, Nadi : 128 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 50 x/menit SpO2 : 97%
(dengan O2 nasal 1 L/mnt), T : 37,5 oCBB : 4,3 KgKS :Kepala Normoocephali (LK : 42 cm), muka berbentuk segi tiga (+),
10
Babinsky (+)
UUB membonjol (-), konjungtiva tidak pucat, skelera biru, pupil bulat isokor,diameter 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, NCH (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks Simetris, retraksi (+) intercostaParu Vesikuler meningkat, ronchi basah halus nyaring, wheezing (-).Jantung Bunyi jantung I dan II normal, wheezing (-), gallop (-).Abdomen Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N.Genitalia Laki-laki belum disirkumsisi, kedua testis berada di skrotum,
rambut pubis tidak ada.Ekstremitas Kedua tungkai bawah deformitas (+) berbentuk huruf ‘O’,
akral hangat, pucat, CRT < 2 detik.Status neurologis terdapat keterbatasan gerakan pada kedua tungkai bawah,
kekuatan pada kedua tungkai bawah 3Laboratorium : Kimia klinik :Ferritin : 145,5 ng/ml, Besi (FE/iron) : 65 µg/dl, TIBC : 228 µg/dl, saturasi transferin : 28,5%
A Post transfusi PRC 50 CCHasil laboratorium Fe >50 µg/dl, TIBC normal dan saturasi transferin >15% yang menandakan bahwa anemia pada penderita ini tidak disebabkan oleh defisiensi besi.
P O2 nasal 1 L/menitIVFD D5 ¼ NS gtt 5 mikro/menitAmpisilin 3x 140 mg (iv) (2)Gentamicin 2 x 10 mg (iv) (2)Paracetamol 3 x 60 mg (bila T > 38,50 C)ASI 8 x 90 cc (NGT)R/ Pemberian Bisposponat(bila sesak teratasi)
1 Januari 2014 (hari rawat ke-10)M Bronchopneumonia
Osteogenesis imperfecta tipe 3Anemia ec penyakit kronisGizi kurangKemungkinan ada penyimpangan gerak kasarImunisasi belum lengkap
S Sesak napas (-), demam (-)O KU : Sens : CM, Nadi : 128 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 30 x/menit SpO2 : 98%
(tanpa O2), T : 36,8 oCKS :Kepala Normoocephali (LK : 42 cm), muka berbentuk segi tiga (+),
UUB membonjol (-), konjungtiva tidak pucat, sklera biru, pupil bulat isokor,diameter 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, NCH (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks Simetris, retraksi (+) intercosta, subcostaParu Vesikuler normal, ronchi basah halus nyaring (-), wheezing (-).Jantung Bunyi jantung I dan II normal, wheezing (-), gallop (-).Abdomen Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N.Genitalia Laki-laki belum disirkumsisi, kedua testis berada di skrotum,
rambut pubis tidak ada.Ekstremitas Kedua tungkai bawah deformitas (+) berbentuk huruf ‘O’,
akral hangat, pucat, CRT < 2 detik.Status neurologis terdapat keterbatasan gerakan pada kedua tungkai bawah,
kekuatan pada kedua tungkai bawah 3
11
A Bronchopneumonia selesaiP Ampisilin 3x 140 mg (iv) (10)hari terakhir
Gentamicin 2 x 10 mg (iv) (10)hari terakhirPamidronat 1 mg/kgbb/hari ( 0,4 cc) dalam NaCl 50 cc diberikan selama 4 jam (3 hari berturut-turut)Hari 1ASI on demand + F100 4 x 50 ccR/- Periksa darah rutin - Alih rawat sub divisi Endokrinologi
2 Januari 2014 (hari rawat ke-11)M Osteogenesis imperfecta tipe 3
Anemia ec penyakit kronisGizi kurangKemungkinan ada penyimpangan gerak kasarImunisasi belum lengkap
S -O KU : Sens : CM, Nadi : 128 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 30 x/menit, T : 36,8 oC
KS :Kepala Normoocephali (LK : 42 cm), muka berbentuk segi tiga (+),
UUB membonjol (-), konjungtiva tidak pucat, sklera biru, pupil bulat isokor,diameter 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, NCH (-/-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks Simetris, retraksi (+) intercosta, subcostaParu Vesikuler normal, ronchi basah halus nyaring (-), wheezing (-).Jantung Bunyi jantung I dan II normal, wheezing (-), gallop (-).Abdomen Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N.Genitalia Laki-laki belum disirkumsisi, kedua testis berada di skrotum,
rambut pubis tidak ada.Ekstremitas Kedua tungkai bawah deformitas (+) berbentuk huruf ‘O’,
akral hangat, pucat, CRT < 2 detik.Status neurologis terdapat keterbatasan gerakan pada kedua tungkai bawah,
kekuatan pada kedua tungkai bawah 3Laboratorium :Darah rutin : Hb : 12,1 gr/dl, Ht : 37 vol%, leukosit : 12.300/mm3, trombosit : 485.000/mm3, LED : 3 mm/jam, DC : 0/2/2/52/36/8, CRP : <5 mg/L
A AnemiaselesaiP Pamidronat1 mg/kgbb/hari ( 0,4 cc) dalam NaCl 50 cc diberikan selama 4 jam (3 hari berturut-
turut)Hari 2ASI on demand + F100 4 x 50 cc
3 Januari 2014 (hari rawat ke-12)M Osteogenesis imperfecta tipe 3
Gizi kurangKemungkinan ada penyimpangan gerak kasarImunisasi belum lengkap
S -O KU : Sens : CM, Nadi : 128 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 30 x/menit, T : 36,8 oC
BB : 4,5 kg PB : 57 cm BB/U : <-3 SD (severly underweight, PB/U : <-3 SD (severely stunted), BB/PB : -1 SD (Gizi baik)KS :Kepala Normoocephali (LK : 42 cm), muka berbentuk segi tiga (+),
UUB membonjol (-), konjungtiva tidak pucat, sklera biru, pupil
12
bulat isokor,diameter 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, NCH (-/-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-)
Thoraks Simetris, retraksi (+) intercosta, subcostaParu Vesikuler (+) normal, ronchi basah halus nyaring (-), wheezing
(-).Jantung Bunyi jantung I dan II normal, wheezing (-), gallop (-).Abdomen Cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) N.Genitalia Laki-laki belum disirkumsisi, kedua testis berada di skrotum,
rambut pubis tidak ada.Ekstremitas Kedua tungkai bawah deformitas (+) berbentuk huruf ‘O’,
akral hangat, pucat, CRT < 2 detik.Status neurologis terdapat keterbatasan gerakan pada kedua tungkai bawah,
kekuatan pada kedua tungkai bawah 3A -P Pamidronat 1 mg/kgbb/hari (0,4 cc) dalam NaCl 50 cc diberikan selama 4 jam Hari ke-3
ASI on demand + F100 4 x 50 ccPenderita diperbolehkan rawat jalan dengan rencana : - Kontrol ke poliklinik endokrin dan poliklinik bedah orthopedi - Evaluasi tes pendengaran di poliklinik THT
13
ANALISA KASUS
Penderita anak laki-laki berusia 6 Bulan, datang dengan keluhan utama sesak napas dan telah
terdiagnosis osteogenesis imperfecta tipe III sejak usia 3 bulan. Penderita didiagnosis
bronchopneumonia + osteogenesis imperfecta tipe III + anemia ec penyakit kronis dd/
defisiensi Fe + gizi kurang + Kemungkinan ada penyimpangan pada gerak kasar + imunisasi
dasar belum lengkap sesuai umur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (laboratorium, dan radiologi).
Bronchopenumonia merupakan masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara
berkembang dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di
bawah lima tahun. Sebagian besar penyebabnya adalah mikroorganisme seperti virus maupun
bakteri, dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi. Secara klinis
sangat sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral (level of evidence
III).14, 15 Penderita ini diperkirakan pneumonia bakterial (leukosit 16.600/mm3).
Pneumonia pada penderita ini merupakan community-aquired. Community-acquired
pneumonia (CAP) adalah pneumonia yang infeksinya diperoleh dari infeksi yang berlangsung
di masyarakat. Pemerilksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia pada anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada kasus-kasus pneumonia berat yang disertai dengan tanda-tanda gagal
napas (distress respirasi) maupun pada CAP yang disertai dengan komplikasi.14
Pedoman diagnosis yang dikembangkan WHO menggunakan gejala klinis sederhana berupa
napas cepat dan tarikan dinding dada. Kriteria WHO berupa napas cepat untuk diagnosis
pneumonia merniliki sensitifitas 74% dan spesifisitas 67%. Pada pasien ini selain temuan
napas cepat, napas cuping hidung dan retraksi dinding dada, ditemukan juga adanya ronkhi
pada kedua lapangan paru yang semakin memperkuat diagnosis pneumonia.14
Penderita telah terdiagnosis osteogenesis imperfecta sejak usia 3 bulan. Anak dengan OI
sering mengalami permasalahan pernapasan yaitu berkurangnya kapasitas paru yang
disebabkan karena abnormalitas dari struktur dinding dada (ukuran dan bentuk rongga dada)
dan abnormalitas kolagen paru. Kelainan dinding dada dan spinal pada penderita osteogenesis
imperfecta disebabkan karena fraktur costae, kelainan bentuk tulang belakang (skoliosis dan
kiposkoliosis) dan bentuk dada yang menonjol yang membatasi ruang untuk mengembangnya
paru. Sedangkan peranan kolagen paru yang abnormal belum diteliti secara mendalam dan
belum begitu dipahami, namun seperti diketahui kolagen tipe I adalah komponen utama dari
14
paru dan jaringan ikat yang merupakan bagian utama dari tulang dan jaringan ikat lainnya.
Kelainan ini menyebabkan anak dengan OI tidak efektif ketika batuk, yang mempermudah
timbulnya infeksi saluran pernapasan. Penelitian Widmann dkk menjelaskan bahwa penderita
dengan OI yang relatif ringan memiliki kemungkinan besar menderita pneumonia dan asma
dari pada penderita yang tidak memiliki OI (level of evidence III).16
Semua anak dengan diagnosis pneumonia sebaiknya mendapatkan terapi dengan antibiotik
mengingat pneumonia bakterial sangat sulit dibedakan dari viral. Pengobatan antibiotika
untuk pneumonia (community acquired pneumonia) dengan antibiotika polifagmasi selama
10-15 hari, yaitu Ampisillin 100 mg/kgbb/hari dalam 3-4 dosis, dikombinasi dengan
klorampenikol 25-50 mg/kgbb/hari (usia < 6 bulan) atau 50-75 mg/kgbb/hari (usia >6 bulan)
terbagi 3 dosis atau gentamisin 3-5 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 dosis. Pada kasus ini
penderita mendapatkan terapi antibiotik berupa ampisillin injeksi 100 mg/kgBB/hari
intravena dalam 3 dosis dan Gentamicin 5 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis. Pemberian antibiotik
pada penderita ini diberikan sampai 10 hari karena terjadi perbaikan klinis.14
Diagnosis osteogenesis imperfecta pada penderita ini ditegakkan berdasarkan manifestasi
klinis yang tampak yaitu terdapat muka berbentuk segi tiga (triangular face), sklera biru,
terdapat deformitas pada kedua tungkai bawah berbentuk huruf ‘O’, dan dari pemeriksaan
bone survey saat usia 3 bulan didapatkan hasil pada foto schaedel : tampak diameter
biparietal yang melebar tidak proporsional dengan tulang wajah, tulang wajah tidak
berkembang sempurna, menggambarkan triangular shape. Foto thorax : tampak multiple
faktur pada tulang costa 7 posterior kanan, 2, 3, 4 lateral kiri dan 7 posterior kiri memberikan
gambaran Rosario costa. Foto ekstrimitas superior et inferior : tampak fraktur lama di 1/3
bagian tengah os femur sinistra. Foto vertebra thorakal dan lumbosakral : tampak densitas
tulang menurun dan osteopeni. Kesan sesuai gambaran osteogenesis imperfecta sugestif type
III.
Osteogenesis imperfecta tipe III merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan
menyebabkan disabilitas fisik yang berarti. Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan
sembuh dengan meninggalkan deformitas (level of evidence II).1, 2
Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta, penatalaksanaan
difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk mengkorekasi deformitas,
menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan densitas massa tulang, dan fungsi
independen.1, 2
15
Penderita ini direncanakan untuk pemberian bisposponat intravena. Pengobatan dengan
bisposponat intravena (pamidronat atau asam zolendronat) memiliki beberapa keuntungan.
Bisposponat menurunkan resorpsi oleh osteoklas. Dosis Pamidronate yang digunakan untuk
pengobatan osteogenesis imperfecta yaitu 1-3 mg/kgbb/hari di larutkan dalam NaCl 0,9 % 50
cc dan diberikan dalam jangka waktu 4 jam, selama 3 hari berturut turut setiap 4 bulan,
sedangkan dosis pemberian asam zolendronat untuk anak usia <3 tahun adalah 0,0125-0,025
mg/kgbb (maksimal 2 mg) yang dilarutkan dengan 50 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam 30-
45 menit. Sedangkan untuk anak usia 3-17 tahun adalah 0,05 mg/kgbb (maksimal 4 mg) yang
dilarutkan dalam 100 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam 30 menit. Pada penderita ini
diberikan Pamidronate 4 mg selama 3 hari berturut-turut yang pemberiannya dengan
dilarutkan dalam NaCl 0,9% 50 cc selam 4 jam.8, 11
Penggunaan bisposponat dapat mencegah atau memperlambat skoliosis pada osteogenesis
imperfecta dan menurunkan risiko fraktur pada tulang panjang. Bisposponat tidak memiliki
efek terhadap nilai mobilitas, kekuatan otot, dan nyeri tulang. Salah satu efek samping
penggunaan bisposponat jangka pendek adalah sindrom seperti flu, demam tinggi pada hari
pertama pengobatan, sakit kepala, menggigil, sakit tenggorokan, lelah, mual, demam, dan
nyeri.8, 10, 12
Salah satu penelitian oleh Glorieux dkk pada 30 anak OI tipe III dan IV, berusia 3-16 tahun
yang diterapi dengan pamidronat dosis 1,5-3 mg/kg berat badan/hari selama 3 hari berturut-
turut, diulang tiap 4-6 bulan selama 1,5 tahun. Penelitian ini melaporkan pemakaian
pamidronat menyebabkan densitas mineral tulang dan penebalan korteks metakarpal
meningkat, penurunan insiden fraktur yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis,
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kualitas hidup.10
Penggunaan bisposponat oral (alendronat) pada anak OI masih terus diteliti. Laporan kasus di
Turki setelah pemakaian alendronat 5 mg tiap hari selama 36 bulan pada anak laki-laki
berusia 8 tahun menunjukkan peningkatan densitas mineral tulang dan menurunkan insiden
fraktur secara signifikan.12, 13
Terapi potensial lain yang sampai saat ini masih dalam taraf penelitian adalah terapi sel dan
gen. Ada dua alternatif pendekatan yang sedang diteliti, pertama mengganti gen mutan
dengan sel normal melalui transplantasi sumsum tulang, dan kedua memasukkan ribozim ke
dalam sel untuk memecah gen mutan.12, 13
16
Untuk beberapa bentuk nonletal, rehabilitasi fisik aktif pada tahun-tahun awal
memungkinkan anak mencapai level fungsi muskuloskeletal yang lebih tinggi. Anak dengan
osteogenesis imperfecta tipe III dan tipe IV yang parah diperlukan memakai penyangga kaki
plastik atau alat bantu jalan. Penderita rencana dikonsulkan ke bagian bedah ortopedi
bertujuan untuk mengendalikan fraktur dan mengkoreksi deformitas menuju fungsi normal.
Fraktur harus segera diimobilisasi dengan bidai. Fraktur osteogenesis imperfecta dapat
sembuh dengan baik.1, 2, 3
Anak dengan osteogenesis imperfecta beserta keluarga yang membesarkannya akan
menghadapi berbagai masalah yang kompleks terkait kelainan ini, diantaranya masalah medis
(ketersedian obat dan harga obat yang mahal), keterbatasan gerak (karena terdapat fraktur
diberbagai tempat), dan sosial (penderita tidak dapat melakukan aktifitas seperti anak-anak
normal lainnya). Konseling genetik penderita dan keluarga juga perlu dilakukan, sebaiknya
dijelaskan mengenai kemungkinan diturunkannya penyakit ini pada keturunannya.
Osteogenesis imperfecta adalah penyakit autosomal dominan, sehingga penderita mempunyai
resiko 50% untuk menurunkan pada turunannya. Namun, tidak semua masalah tersebut dapat
ditanggulangi dengan baik. Osteogenesis imperfecta tidak dapat disembuhkan, tetapi
beberapa modalitas terapi paliatif dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan klinis
penderita.1, 2, 3
Hasil pemeriksaan laboratorium penderita memperlihatkan bahwa terdapat anemia. Penyebab
anemia yang paling sering ditemukan adalah anemia defisiensi besi dan anemia infeksi
kronis. nilai MCV, MCH, dan MCHC penderita normal, gambaran darah tepi anemia
normositik, normokromik dan kadar Fe >50 µg/dl, TIBC normal dan saturasi transferin
>15%, ini memperlihatkan bahwa anemia pada penderita ini bukan disebabkan oleh defisiensi
zat besi tetapi kemungkinan disebabkan oleh infeksi kronis.17
Penderita juga mengalami gangguan pertumbuhan, dimana dengan BB : 4,3 kg dan PB : 57
cm, didapatkan kesan severely underweight + severely stunted+ wasted. Setiap anak yang
sakit akan mengalami perubahan metabolik. Perubahan tersebut meliputi perubahan pada
energi yaitu hipermetabolisme, serta peningkatan konsumsi oksigen dan glukoneogenesis.
Anak yang sakit akan mengalami stress dengan akibat umum adalah terjadi anoreksia, asupan
makan berkurang, kadang terjadi starvasi, dan peningkatan kadar hormon antagonis insulin.
Data di luar negeri antara lain di Eropa dan Amerika Utara menyebutkan malnutrisi terjadi
pada 40-50% anak yang dirawat di Rumah Sakit dan 20-70% diantaranya terjadi pada pasien
17
yang sedang dalam keadaan kritis. Perubahan metabolisme yang terjadi sebagai akibat
penyakit termasuk manifestasi yang unik dari hormon dan sitokin ditandai dengan
meningkatnya kadar serum insulin, glukagon, kortisol, katekolamine dan sitokin
proinflamasi. Meningkatnya kadar counterregulatory hormone akan menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan hormon pertumbuhan yang berakibat pada katabolisme protein,
karbohidrat dan lemak endogen untuk memperoleh substrat esensial dan energi antara yang
diperlukan untuk mendukung tersedianya kebutuhan energi dan mikronutrien tambahan
selama respon metabolik akibat stres masih berlangsung. Kombinasi pemberian glukosa dan
protein akan memperbaiki kesimbangan protein pada saat penyakit kritis melalui peningkatan
sintesis protein. Bayi menunjukan pemecahan protein 25% lebih tinggi pada sepsis
bakterialis. Rekomendasi kebutuhan protein menurut kelompok usia 0-2 tahun adalah 2-3
g/kgbb/hari. Pada penderita ini dukungan nutrisi diberikan secara enteral dengan ASI . Pada
hari-hari pertama perawatan karena frekuensi nafas yang cepat diet cair diberikan via NGT 8
x 90 cc selama 2 hari (selama penderita sesak napas), kemudian dilanjutkan secara oral ASI
on demand + F100 (bahan dasar SGM 1) 4 x 50 cc. Diakhir perawatan terjadi kenaikkan BB
menjadi 4,5 kg pada penderita ini.18
Kemungkinan penderita terdapat penyimpangan pada gerak kasar (dari pemeriksaan KPSP),
hal ini disebabkan karena penderita OI sering memiliki kelemahan otot, kelemahan sendi, dan
kelainan bentuk tulang yang dapat mengganggu keterampilan motorik dan fungsi sehari-hari.
Penderita direncanakan pemeriksaan Denver yang dilakukan dalam keadaan penderita sehat.
Pemeriksaan Denver meupakan salah satu alat skrining perkembangan yang dapat
mengetahui sedini mungkin penyimpangan perkembangan pada anak sejak lahir sampai
berusia 6 tahun. Terapis fisik dan okupasi dapat membantu orang dengan OI memaksimalkan
kekuatan dan mengatasi keterbatasan fungsional dengan mengajarkan mereka dan keluarga
mereka tentang penanganan pelindung untuk menghindari cedera, posisi pelindung dan
gerakan untuk memperkuat otot dan mengembangkan keterampilan motorik, dan penggunaan
alat bantu yang tepat.19
Imunisasi penderita belum lengkap sesuai umur. Imunisasi merupakan cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan
pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Tujuan pemberian imunisasi yaitu untuk
mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut
pada masyarakat. Pemerintah melalui Pengembangan Program Imunisasi (PPI) melakukan
program dalam bidang imunisasi guna mencapai universal child immunization, yaitu dengan
18
cakupan pemberian vaksin DTP, Polio 3, dan campak minimal 80% sebelum usia 1 tahun20.
Penderita direncanakan catch up imunisasi, dengan rencana jadwal pemberian imunisasi :
usia 7 bulan : DPT-1+Hep-B-1 + polio (1); usia 8 bulan : DPT-2+Hep-B-2 + polio (2); usia 9
bulan : DPT-3+Hep-B-3 + campak + polio (3).
PENUTUP
Terima kasih saya ucapkan kepada Kepala Bagian IKA FK Unsri, Ketua Program
Studi IKA FK Unsri yang telah memberi kesempatan untuk mengajukan kasus ini. Terima
kasih saya sampaikan kepada pembimbing dr. Aditiawati, SpA(K), dr. KH Yangtjik, SpA(K),
dan dr. Fifi Sofia, SpA, dr. RM Faisal, SpRad(K) yang telah banyak membimbing dan
memberikan masukan kepada saya untuk mengajukan laporan kasus ini.
19
TINJAUAN PUSTAKA
A. OSTEOGENESIS IMPERFECTA
1. Definisi
Osteogenesis imperfecta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan kongenital pada
jaringan ikat, yaitu kolagen tipe 1, yang secara klasik ditandai dengan kerapuhan tulang
menyeluruh serta fraktur multiple tulang kortikal, dan kompresi vertebra akibat trauma
ringan. Osteogenesis imperfecta memiliki spektrum klinis yang luas, dari bentuk nonletal
dengan perawakan normal, tanpa deformitas, dan jarang mengalami fraktur sampai bentuk
letal yang teridentifikasi pada masa perinatal.1, 2
2. Insiden
Insiden osteogenesis imperfecta diperkirakan 1 : 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada
perbedaan menurut ras dan jenis kelamin.1, 2
3. Etiologi
Osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi gen COL1α1 (collagen 1 alpha 1) dan
COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode sintesis kolagen tipe 1. Mutasi ini diturunkan
secara autosomal dominan. Sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan secara
autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang
mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen,
CRTAP (cartilage associated protein).1, 3
4. Patogenesis
Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks tulang dan jaringan
fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, selaput otak dan dermis.
Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari prokolagen tipe I. Secara struktural, molekul
prokolagen tipe I berbentuk triple helix, terdiri dari 2 rantai proα1(I) (disebut COL1α1,
dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai proα2(I) (disebut COL1α2, dikode pada kromosom.
Lebih dari 90% penderita osteogenesis imperfecta memiliki sejumlah mutasi dominan dalam
gen COL1α1 pada lengan panjang kromosom 17 posisi 21.3-22.1 dan COL1α2 pada lengan
panjang kromosom 7 posisi 22. Gen COL1α1 dan COL1α2 masing-masing mengkode
20
proα1(I) dan proα2(I). Mutasi yang paling banyak terjadi yaitu penghapusan gen parsial serta
duplikasinya. Mutasi lain yang terjadi mempengaruhi penyambungan RNA. Umumnya
mutasi akan mengakibatkan penurunan ekspresi kolagen atau rantai proα yang strukturnya
abnormal, membentuk fibril abnormal, sehingga melemahkan keseluruhan struktur tulang.
Jika terdapat satu rantai yang abnormal, rantai ini dapat berinteraksi dengan dua rantai yang
normal, tetapi pelipatan dapat dicegah, sehingga mengakibatkan penguraian enzimatik
seluruh rantai yang disebut procollagen suicide, yang bermanifestasi sebagai osteogenesis
imperfecta nonletal. Jika kedua rantai yang abnormal, kelainan akan muncul secara genotif
dan fenotif. Sementara itu, jika ketiga rantai yang abnormal, akan bermanifestasi sebagai
osteogenesis imperfecta letal.1, 3
Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan secara autosomal resesif
akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang mengkode enzim
pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago
associated protein).1, 3
5. Manifestasi klinis
Osteogenesis imperfecta dibedakan menjadi osteogenesis imperfecta kongenital yang
dideteksi pada perinatal dan osteogenesis imperfecta tarda yang dideteksi lebih lambat pada
masa anak-anak. David Sillence pada tahun 1979 membagi osteogenesis imperfecta menjadi
empat tipe berdasarkan cara pewarisan gen, manifestasi klinis, dan kesan radiografi.
Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan histologi.1, 2, 6
Pembagian osteogenesis imperfecta adalah sebagai berikut:1, 2
1. Osteogenesis Imperfecta Tipe I
Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan paling tinggi insidennya.
Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan,
sedikit deformitas kaki, dan kompresi vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi
panggul bisa ditemukan. Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan berkurang
setelah pubertas. Sklera biasanya biru. Kehilangan pendengaran dini terjadi pada 30-60%
penderita. Tipe I bersama tipe IV dibagi menjadi subtipe A dan B, berdasarkan disertai (A)
atau tidak (B) dentinogenesis imperfecta. Kelainan jaringan ikat lain yang mungkin terjadi
yaitu kulit tipis dan mudah memar, kelenturan sendi, dan perawakan pendek yang
berhubungan dengan anggota keluarga lain.
21
2. Osteogenesis Imperfecta Tipe II
Tipe ini merupakan tipe dengan tingkat keparahan tertinggi sehingga disebut dengan tipe letal
perinatal. Bayi sering mengalami kematian selama persalinan akibat perdarahan intakranial
yang disebabkan trauma multipel. Bayi lahir dengan panjang dan berat badan lahir sangat
kecil untuk masa kehamilan. Terdapat fraktur multipel tulang panjang intrauterin yang
terlihat sebagai crumpled appearance pada radiografi, serta kerapuhan hebat tulang dan
jaringan ikat lainnya. Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg
position. Terdapat multipel fraktur kosta membentuk gambaran manik-manik (beaded
appearance) dan ronggga toraks yang sempit sehingga terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala
besar untuk ukuran tubuh dengan pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna
biru atau kelabu gelap.
3. Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan Progresif)
Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan menyebabkan disabilitas
fisik yang berarti. Fraktur biasanya juga terjadi intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus
dan berbentuk segitiga (triangular). Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh
dengan meninggalkan deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk dada
mengalami deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi vertebra. Kurva pertumbuhan
di bawah normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien memiliki perawakan pendek
yang ekstrim. Sklera berwarna putih sampai biru. Sering dijumpai dentinogenesis imperfecta
(80% pada anak usia < 10 tahun).
Gambar 1. Bayi osteogenesis imperfecta tipe III dengan ekstremitas pendek dan
bengkok,deformitas toraks, serta relatif makrosefalus
22
4. Osteogenesis Imperfecta Tipe IV (Cukup Berat)
Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang panjang bawah yang bengkok. Fraktur
berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki perawakan cukup pendek. Sklera bisa biru atau
putih.
5. Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia Kallus), Tipe VI (Defek Mineralisasi), dan
Tipe VII (Autosomal Resesif)
Ketiga tipe ini didapatkan melalui biopsi tulang dari tipe IV. Ketiganya tidak mengalami
kelainan pada kolagen tipe I. Tipe V ditandai dengan hiperplasia kalus, kalsifikasi membran
interosesus humeri, dan radiodens garis metafisis. Tipe VII mengarahkan ke kromosom 3p22-
24 dan kelainan hipomorfik CRTAP.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis osteogenesis
imperfecta antara lain sebagai berikut :1, 4
1. Pemeriksaan Foto Rontgen
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang yang menurun yang
mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru, subklinis, atau sudah sembuh, bengkok pada
tulang kortikal, kompresi vertebra, dan tulang Wormian pada sutura tulang kranial. Tulang
Wormian adalah gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial yang pada bayi normal
tidak ada, ditemukan pada 60% penderita osteogenesis imperfecta.
Gambar 2. Bayi baru lahir dengan osteogenesis imperfecta. Tampakgambaran fraktur multipel dan deformitas pada seluruh tulang.
23
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal dominan maupun resesif,
terdiri dari:
a. Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen COL1α1 dan COL1α2
yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.
b. Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur dari fibroblas dari
biopsi kulit. Pada osteogenesis imperfecta tipe I, jumlah kolagen tipe I yang berkurang
menyebabkan peningkatan rasio kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I. Mutasi pada rantai
ketiga kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia kolagen karena tidak
menyebabkan over modifikasi rantai yang berarti.
Pada masa intrauterin, biopsi villi korion dapat digunakan untuk studi biokimia atau
molekular studi, sedangkan amniosintesis akan memberikan hasil positif palsu.
3. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy X-ray Absorptiometry (DEXA).
Pasien dengan osteogenesis imperfecta memiliki densitas massa tulang yang lebih rendah
dibandingkan normal.
4. Biopsi Tulang
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe. Prosedur pemeriksaan invasif,
memerlukan anestesi umum sebelum melalukan biopsi pada tulang iliaka, dan hanya boleh
dilakukan oleh dokter bedah.
7. Diagnosis
Diagnosis osteogenesis imperfecta ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang tampak,
riwayat keluarga, dan pemeriksaan penunjang, minimal pemeriksaan foto Rontgen dan
pemeriksaan laboratorium.1, 2, 3
8. Diagnosis Banding
Beberapa keadaan klinis yang memiliki gejala mirip osteogenesis imperfecta yaitu Perlakuan
salah dan penelantaran pada anak (child abuse & neglect), achondroplasia, riketsia,
24
osteoporosis juvenil idiopatik, defek metabolism vitamin D, penyakit Cushing, serta
defisiensi dan malabsoprsi kalsium.1, 2
9. Penatalaksanaan
Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta, penatalaksanaan
difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk mengkorekasi deformitas,
menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan densitas massa tulang, dan fungsi
independen. Berikut langkah-langkah penatalaksanaan osteogenesis imperfecta:
1. Modifikasi Perilaku dan Gaya Hidup
Penderita diajarkan teknik berdiri, duduk, dan berbaring untuk memproteksi vertebra.
Keadaan lingkungan harus dikondisikan seaman mungkin seperti tidak membiarkan lantai
yang licin sehingga penderita akan mudah jatuh.1, 2
2. Manajemen Ortopedi
Untuk beberapa bentuk nonletal, rehabilitasi fisik aktif pada tahun-tahun awal
memungkinkan anak mencapai level fungsi muskuloskeletal yang lebih tinggi. Anak dengan
osteogenesis imperfecta tipe I dan beberapa tipe IV secara spontan dapat berlatih berjalan.
Anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III dan tipe IV yang parah memakai penyangga
kaki plastik atau alat bantu jalan. Sebagian penderita butuh kursi bantu tapi sebagian lainnya
dapat berjalan sendiri. Penderita dengan osteogenesis imperfecta membutuhkan dukungan
psikis dari keluarga.1, 2
Manajemen ortopedi osteogenesis imperfecta bertujuan untuk mengendalikan fraktur dan
mengkoreksi deformitas menuju fungsi normal. Fraktur harus segera diimobilisasi dengan
bidai. Fraktur osteogenesis imperfecta dapat sembuh dengan baik.
3. Medikamentosa
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bisposponat intravena memberikan perbaikan bagi
anak dengan OI. Pengobatan dengan bisposponat memiliki beberapa keuntungan, antara lain
bisposponat menurunkan resorpsi oleh osteoklas. Bisposponat lebih menguntungkan untuk
vertebra (tulang trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Adapun sediaan bisposponat dapat
diberikan secara intravena, yaitu pamidronate dan asam zolendronat. Namun saat ini
pamidronat masih belum beredar di Indonesia. Zolendronat dengan harga yang lebih mahal
dapat dengan mudah diperoleh di Indonesia dengan nama dagang Aclasta dan Zometa.7-13
Asam zolendronat merupakan salah satu keluarga bisposponat generasi ketiga yang
mengandung nitrogen, yang bekerja dengan menghambat prenilasi dan fungsi GTP-binding
protein yang dibutuhkan untuk pembentukan, fungsi, dan kelangsungan hidup osteoklas.7-13
25
Dosis pemberian asam zolendronat untuk anak usia <3 tahun adalah 0,0125-0,025 mg/kgbb
(maksimal 2 mg) yang dilarutkan dengan 50 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam 30-45 menit.
Sedangkan untuk anak usia 3-17 tahun adalah 0,05 mg/kgbb (maksimal 4 mg) yang
dilarutkan dalam 100 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam 30 menit. Obat ini dapat diberikan
ulang tiap 3-6 bulan, namun pada beberapa kasus bisa diberikan setiap 6 bulan. Sedangkan
dosis pamidronate yang digunakan untuk pengobatan osteogenesis imperfecta yaitu 1-3
mg/kgbb/hari di larutkan dalam NaCl 0,9 % 50 cc dan diberikan dalam jangka waktu 4 jam,
selama 3 hari berturut turut setiap 4 bulan.7-13
Adapun efek samping yang dapat timbul setelah pemberian bisposponat antara lain sakit
kepala, menggigil, sakit tenggorokan, lelah, mual, demam, dan nyeri. Keluhan tesebut dapat
diatasi dengan pemberian paracetamol.
Lamanya pengobatan dengan bisposponat berbeda antara setiap individu, tergantung usia
penderita, tipe osteogenesis imperfecta, dan usia ketika memulai pemberian serta respon
penderita terhadap pengobatan tersebut (secara klinik, biomekanik, dan densitas tulang).
Beberapa penelitian mempercayai setelah pengobatan 2-3 tahun dan lebih dari 5 tahun akan
mendapatkan efek menyeluruh bisposponat. Pengobatan selama 1-2 tahun menghasilkan
peningkatan L1-4 DXA dan memperbaiki kompresi vertebra dengan mencegah atau
memperlambat skoliosis pada osteogenesis imperfecta. Risiko fraktur pada tulang panjang
menurun. Akan tetapi, matriks tulang panjang akan melemah dengan pemanjangan waktu
pengobatan dan nonunion pascaosteostomi meningkat. Selain itu, tidak ada efek bispospoonat
terhadap nilai mobilitas, kekuatan otot, dan nyeri tulang. Efek samping pengobatan lainnya
termasuk remodeling tulang panjang abnormal, osteonekrosis rahang, dan kerusakan tulang
mirip osteopetrosis. Pembatasan pengobatan selama 2-3 tahun pada pertengahan masa anak-
anak memungkinkan maksimalisasi keuntungan dan mengurangi kerusakan material tulang
kortikal. Keuntungan muncul beberapa tahun setelah interval pengobatan.7-13
Penderita OI rentan terhadap trauma dan memerlukan imobilisasi jangka lama akibat
frakturnya sehingga sering menyebabkan defisiensi vitamin D dan kalsium. Karena itu
diperlukan suplementasi vitamin D 400-800 IU dan kalsium 500-1000 mg sebagai profilaktik
walaupun tidak memperbaiki penyakit osteogenesis imperfecta.
10. Prognosis
Osteogenesis imperfecta merupakan keadaan kronik yang membatasi harapan hidup dan
tingkatan fungsional. Bayi dengan osteogenesis imperfecta tipe II biasanya meninggal pada
26
hitungan bulan sampai satu tahun kehidupan. Anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III
mengalami penurunan harapan hidup dengan sebab pulmonal pada masa anak awal, remaja,
dan 40-an tahun. Osteogenesis imperfecta tipe I dan IV memiliki harapan hidup penuh.1, 2
B. BRONCHOPNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia hingga saat ini masih
tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang.14
2. Insiden
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima
tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2
juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi
dan 22,8% kematian balita di Indonesis disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama
pneumonia.14
3. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak. Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh
virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Bakteri yang terbanyak adalah
Streptoococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Mycoplasma pneumonia.
Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak
daripada anak berusia di bawah 2 tahun.14
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia dapat dilihat tabel berikut
ini :
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. Colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria Monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
27
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Virus Morexella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo
4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Morexella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides
Virus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophiillus influennzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
28
4. Patogenesis
Mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran pernapasan. Mula-
mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman di alveoli (stadium
hepatisasi merah). Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat (stadium hepatisasi kelabu).
Kemudian jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang (stadium resolusi).14
5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
yang secara umum sebagai berikut :
- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung, retraksi dinding toraks, suara nafas vesikuler meningkat
sampai bronkial, dan bising tambahan ronkhi basah halus nyaring.14
6. Pemeriksaan penunjang
a. Darah perifer lengkap
Pneumonia virus dan pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas
normal atau sedikit meningkat. Namun pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
dan leukositosis (>30.000/mm3) menunjukkan adanya infeksi bakteremi dan risiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi. Kadang-kadang disertai anemia ringan dan leju endap darah (LED)
yang meningkat.14
b. C-Reactive Protein (CRP)
29
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara factor infeksi dan noninfeksi dan untuk mengevaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji Serologis
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik.
Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta
beberapa virus seperti Sitomegalo, campak, parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B dan
Adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali
pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Spesimen dapat berasal dari usapan tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pada pneumonia
anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah.
e. Pemeriksaan rontgen thorax
Foto rontgen thorax pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang dirawat. Ulangan foto rontgen thorax dilakukan bila gejala klinis
menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut. Secara umum pada foto thorax
bronkopneumonia akan didapatkan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak
infiltratt yang dapat neluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.14
7. Tatalaksana
Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10-15 hari yaitu : ampicillin 100 mg/kgbb/hari
dalam 3-4 dosis dan klorampenikol dengan dosis : umur < 6 bulan (25-50 mg/kgbb/hari),
umur > 6 bulan (50-75 mg/kgbb/hari) dosis dibagi dalam 3 dosis atau Gentamisin dengan
dosis 3 – 5 mg/kgb/hari diberikan dalam 2 dosis. Selain itu diberikan juga terapi suportif,
yaitu IVFD, oksigen dan pembersih jalan nafas.
8. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta, miokarditis.
30