case report-chf (autosaved)

33
I. Identitas Pasien Nama : Tn. N Nomor CM : 6793xx Umur : 40 th Alamat : Kp. Sukasirna Agama : Islam Suku Bangsa : Sunda Status Pernikahan : Sudah menikah Status Pekerjaan : Pedagang Tanggal Masuk : 06 / 07 / 2014 Tanggal Keluar : 10 / 07 / 2014 Jam Masuk : 23.50 WIB. Ruangan : Ruby II. Anamnesis (Autoanamnesis) A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS. B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan ketika beraktivitas. Sesak membaik ketika pasien dalam posisi duduk dan merasa kurang nyaman apabila dalam posisi berbaring. Pasien juga mengaku sering merasa cepat lelah walau hanya 1

Upload: debby-astasya-annisa

Post on 19-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

med

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report-chf (Autosaved)

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. N

Nomor CM : 6793xx

Umur : 40 th

Alamat : Kp. Sukasirna

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

Status Pernikahan : Sudah menikah

Status Pekerjaan : Pedagang

Tanggal Masuk : 06 / 07 / 2014

Tanggal Keluar : 10 / 07 / 2014

Jam Masuk : 23.50 WIB.

Ruangan : Ruby

II. Anamnesis

(Autoanamnesis)

A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak

7 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan ketika

beraktivitas. Sesak membaik ketika pasien dalam posisi

duduk dan merasa kurang nyaman apabila dalam posisi

berbaring. Pasien juga mengaku sering merasa cepat lelah

walau hanya jalan ke kamar mandi. Pasien mengatakan

sering terbangun pada malam hari akibat sesak tersebut.

Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan terasa mual.

Riwayat muntah disangkal oleh pasien. Kedua kaki pasien

terlihat bengkak. Gangguan pada buang air besar dan buang

air kecil disangkal pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku memiliki riwayat sakit jantung sejak 5

bulan yang lalu dan rajin kontrol selama satu bulan sekali

ke poli jantung RSUD dr. Slamet. Pasien juga mengaku

1

Page 2: Case Report-chf (Autosaved)

sedang dalam pengobatan OAT sejak 1 bulan yang lalu,

namun pasien mengaku berhenti minum obat karena

merasa sesak.

D. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit jantung pada orang tua pasien

disangkal.

E. Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat

F. Keadaan Sosial – Ekonomi : Pasien tinggal bersama istri dan keempat orang anaknya.

Pasien sehari hari bekerja sebagai pedagang keliling.

G. Anamnesis Sistem :

Kulit : Tidak ada kelainan

Kepala : Tidak ada kelainan

Mata : Tidak ada kelainan

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Mulut : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada kelainan

Thoraks : Sesak (+)

Abdomen : Nyeri perut (+)

Saluran Kemih : Tidak ada kelainan

Kelamin : Tidak ada kelainan

Saraf dan Otot : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Bengkak (+)

H. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : Sakit sedang

Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Respirasi : 30 x / menit

Suhu : 36,5 o C

Keadaan Gizi : Tampak baik, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk

Sianosis : Tidak tampak sianosis

2

Page 3: Case Report-chf (Autosaved)

Edema : Ascites (-), ekstremitas bawah (+), ektremitas atas (-)

Cara Berjalan : Tidak diperiksa (Pasien sesak)

Mobilitas : Pasif (Pasien tidak banyak bergerak di tempat tidur)

Aspek Kejiwaan : Tingakah laku : Wajar

: Alam Perasaan : Biasa

: Proses Berpikir : Wajar

Kulit : Warna : Sawo matang

: Jaringan Parut : Tidak ditemukan

: Pembuluh Darah : Tidak tampak melebar

: Keringat : Tampak umum

: Lapisan Lemak : Cukup

: Efloresensi : Tidak ditemukan

: Pigmentasi : Tidak ditemukan

: Suhu Raba : Hangat

: Kelembapan : Biasa

: Turgor : Baik

Kepala : Normocephal

: Ekspresi Wajah : Wajar

: Simetrisitas Muka : Simetris

: Rambut : Hitam sebagian beruban. Tidak mudah

dicabut

Mata : Exophthalmus : - / -

: Endophtalmus : - / -

: Kelopak : Tidak ada kelainan

: Conjungtiva Anemis : - / -

: Sklere Ikterik : - / -

: Lapang Penglihatan : Tidak diperiksa

: Deviatio Konjugae : Tidak diperiksa

: Lensa : Normal

: Visus : Tidak diperiksa

: Tekanan Bola Mata : Tidak diperiksa

3

Page 4: Case Report-chf (Autosaved)

Telinga : Lubang : Normal

: Serumen : Tidak diperiksa

: Selaput Pendengaran : Tidak diperiksa

: Cairan : Tidak tampak ada cairan

: Penyumbatan : Tidak tampak

: Perdarahan : Tidak tampak ada darah

Hidung : Pernafasan cuping hidung : Tidak tampak

Mulut : Bibir : Lembab

: Langit – Langit : Normal

: Faring : Tidak hiperemis

: Sianosis peroral : Tidak tampak

: Tonsil : T1 – T1

Leher : Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran

: Trakea : Berada di tengah, tidak ada deviasi

: Tiroid : Tidak teraba pembesaran

: JVP : 5+2 cm

Cardio : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

: Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5

sebelah medial garis midclavicula kiri

: Perkusi : Batas jantung kanan pada linea

midclavicula sela iga ke 5 kanan

: Batas jantung kiri pada sisi medial linea

midclavicula kiri sela iga ke 5

: Batas pinggang jantung pada parastenum

kiri sela iga ke 3

: Auskultasi : Bunyi jantung S1 = S2 murni regular

: Murmur ( + ) Gallop ( - )

Pulmo (depan) : Inspeksi : Hemitoraks simetris, tidak tampak adanya

sikatrik, massa dan fraktur pada kedua

hemitoraks.

4

Page 5: Case Report-chf (Autosaved)

: Palpasi : Fremitus taktil simetris dan fremitus vocal

kanan < kiri.

: Perkusi : Sonor di lapang paru sebelah kiri, redup

pada lapang paru sebelah kanan mulai ICS

V

: Auskultasi : VBS kanan < kiri

: Ronkhi ( + / + ) Wheezing ( - / - )

Pulmo (belakang) : Inspeksi : Hemitoraks simetris, tidak tampak adanya

sikatrik, massa dan fraktur pada kedua

hemitoraks.

: Palpasi : Fremitus taktil simetris dan fremitus vocal

kanan < kiri

: Perkusi : Sonor di lapang paru sebelah kiri, redup

pada lapang paru sebelah kanan mulai dari

ICS V

: Auskultasi : VBS kanan < kiri

: Ronkhi ( + / + ) Wheezing ( - / - )

Pembuluh darah : Arteri Temporalis : Teraba

: Arteri Karotis : Teraba

: Arteri Brakhialis : Teraba

: Arteri Radialis : Teraba

: Arteri Femoralis : Tidak Diperiksa

: Arteri Poplitea : Tidak Diperiksa

: Arteri Tibialis Posterior : Tidak Diperiksa

Abdomen : Inspeksi : Datar normal

: Auskultasi : BU ( + ) 10 x / menit di 4 kuadran

: Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

: Palpasi : Nyeri tekan di epigastrium. Pembesaran

hepar tidak teraba, pembesaran lien tidak

teraba

Ekstremitas : Purpura : Tidak ditemukan

5

Page 6: Case Report-chf (Autosaved)

: Petechie : Tidak ditemukan

: Hematom : Tidak ditemukan

: Kelenjar getah bening : Axila : Tidak teraba pembesaran

: Inguinal : Tidak teraba pembesaran

: Edema : Tampak edema pada kedua ekstremitas

bawah. Edema pretibia (+)

: Varises : Tidak tampak varises pada ekstremitas

: Akral : Hangat

I. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien ini dilakukan:

1. Lab darah rutin

a. Hematologi rutin

Haemoglobin : 15 gr/dl

Hematokrit : 46 %

Leukosit : 10.000 /mm3

Trombosit : 256.000 /mm

Eritrosit : 4.74 juta/mm3

b. Kimia Klinik

AST (SGOT) : 25 U/L

ALT (SGPT) : 10 U/L

Ureum : 32 mg/dL

Kreatinin : 0,8 mg/dL

Gula darah sewaktu : 129 mg/dl

2. Pemeriksaan EKG

6

Page 7: Case Report-chf (Autosaved)

J. Ringkasan Permasalahan

Laki - laki berusia 40 tahun, sesak nafas sejak 7 hari SMRS, sesak dirasakan saat beraktivitas dan

sering terbangun akibat sesak. Keluhan disertai nyeri ulu hati dan mual, terdapat murmur (+) dan

nyeri epigastrium (+).

K. Daftar Permasalahan

CHF fc II- III ec. PJK

Suspect Efusi Pleura

TB paru dalam pengobatan (namun DO)

L. Perencanaan

- O2 3L/menit

- Infus RL 500 cc 20 tpm

- Furosemid 2x1 amp IV

7

Page 8: Case Report-chf (Autosaved)

- KSR 1x1 PO

- Digoxin 1x1/2 PO

- Omeperazole 1x1 IV

M. Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Fungsional : dubia ad malam

Quo ad Sanationam : ad malam

N. Follow Up

Tanggal S O A P

08/07/1

4

-Sesak

-Batuk

-Demam

malam hari

KU: SS KS: CM

T: 100/60 mmHg

N: 72 x/menit

R: 24 x/menit

S : Afebris

Mata: CA - / - SI - / -

PCH (-) SPO (-)

Cardio: BJ I - II reg.

M (-) G (+)

Pulmo: VBs ki=ka

Rh +/+ Wh -/-

Abdomen: BU (+) NT (-)

Edema: atas -/- bawah +/+

Akral: Hangat

-CHF grade

II-III

-Pneumonia

D:

-Thorax PA

T:

-Infus RL 500 cc 20

tpm.

-Furosemid 1x1 IV

-KSR 1x1 tab

-Digoxin 1x1/2 tab

-Ceftriaxone 1x2 IV

-Ambroxol 2x1

Tanggal. S O A P

8

Page 9: Case Report-chf (Autosaved)

09/07/1

4

-Sesak

perbaikan

-Batuk

perbaikan

-Riwayat

OAT DO 10

hari

KU: SS KS: CM

T: 100/70 mmHg

N: 72 x/menit.

R: 20 x/menit.

S: Afebris

Mata: CA - / - SI - / -

Cardio: BJ I - II reg.

M (-) G (-)

Pulmo: VBs ki = ka

Rh +/- Wh -/-

Abdomen: BU (+) NT (-)

Edema: atas -/- bawah +/+

Akral: Hangat

- CHF grade

II-III

- Pneumonia

D:

Thorax PA

T:

-Infus RL 500cc 20

tpm.

-Furosemid 1x1 IV

-Omeperazole 1x1

-KSR 1x1 tab

-Digoxin 1x1/2 tab

-Ceftriaxone 1x2gr

-Ambroxol 2x1 tab

Konsul dr. Fikri

Sp.P

09/07/2014

Kepada Yth dr ahli paru

Di Tempat

Mohon konsul untuk tindakan atas pasien oleh karena riwayat OAT DO.

Atas bantuannya, BTK

Dr. Hj. Shelvy SpPD

09/07/2014

BTK atas konsulannya,

Perencanaan Diagnostik:

- Thorax PA

- Sputum BTA

Perencanaan Terapi:

- OAT teruskan

- BLPL, kontrol poli DOTS

dr. Fikri Faisal, Sp.P

9

Page 10: Case Report-chf (Autosaved)

10

Page 11: Case Report-chf (Autosaved)

PERTANYAAN KASUS

1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini ?

2. Bagaimana tata laksana pada pasien ini?

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)

Definisi dan Klasifikasi CHF

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Secara klinis

keadaan pasien sesak napas disertai dengan adanya bendungan vena jugularis, hepatomegali,

asites dan edema perifer. Gagal jantung kongestif biasanya diawali lebih dulu oleh gagal jantung

kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.

CHF menurut New York Heart Assosiation (NYHA) dibagi menjadi :

a. Grade 1 :  Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.

b. Grade 2 :  Sesak nafas saat aktivitas berat

c. Grade 3 :  Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.

d. Grade 4 :  Sesak nafas saat sedang istirahat.

Etiologi dan Faktor Resiko

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung

kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis  yang menyebabkan gagal jantung mencakup

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas

miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi: regurgitasi aorta dan

cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta 

dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan

kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana

sirkulasi yang mendadak dapat berupa: aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan

emboli paru-paru.

Patofisiologi

11

Page 12: Case Report-chf (Autosaved)

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat

penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.

Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan

volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis

tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.

Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,

dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh

regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi

fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-

perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi

ruang.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;

meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal  akibat aktivasi istem

rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha

untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk

mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini,

pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel  dan menurunnya curah jantung

biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung  maka kompensasi

akan menjadi semakin luring efektif.

Gambaran Klinis

Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan merasakan lelah dan lemah jika

melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup.

Pembengkakan juga menyebabkan berbagai gejala. Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi, lokasi

dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi jantung yang mengalami gangguan.

Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke

bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai,

hati dan perut.

12

Page 13: Case Report-chf (Autosaved)

Gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner),

yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat

melakukan aktivitas; tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan timbul

pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.

Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,

elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Diagnosis gagal jantung

kongestif dapat pula ditegakkan menggunakan kriteria Framingham dibawah ini :

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

Paroxysmal Nocturnal Dyspneu

Distensi Vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan Vena Jugularis

Refluks hepatojugular

Edema ekstremitas

Batuk Malam Hari

Dyspnea d’effort

Hepatomegali

Efusi Pleura

Penurunan Kapasitas Vital 1/3 dari

normal

Takikardia

*Diagnosis gagal jantung kongestif tegak apabila memenuhi minimal 1 kriteria mayor dan 2

kriteria minor.

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Polos

Foto polos dada dapat menunjukkan adanya hipertensi vena paru, sembab paru atau

kardiomegali. Edema paru dan hipertensi vena pulmonal: tanda awal adanya hipertensi

vena pulmonal ialah adanya peningkatan aliran darah ke daerah paru atas dan

peningkatan kaliber vena (flow redistribution). Jika tekanan paru makin tinggi, maka

sembab paru mulai timbul, dan terdapat garis Kerley B. Akhirnya sembab alveolar timbul

dan tampak berupa perkabutan di daerah hilus. Efusi pleura seringkali terjadi terutama di

sebelah kanan.

13

Page 14: Case Report-chf (Autosaved)

Kardiomegali: dapat ditunjukkan dengan peningkatan diameter transversal lebih dari 15,5

cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita. Atau peningkatan CTR (cardio thoracic

ratio) lebih dari 50%.

2. EKG

Kelainan EKG dibawah ini dapat ditemukan pada GJA:

a) Gelombang Q (menunjukkan adanya infark miokard lama) dan kelainan gelombang

ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.

b) LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kin

menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri.

c) LVH (left ventricular hypertrophy) dan inversi gelombang T menunjukkan adanya

stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.

d) Aritmia jantung.

PNEUMONIA

Definisi dan Etiologi Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi pada organ paru, merupakan penyakit menular. Penyebab

infeksi bisa virus, bakteri dan jamur. Gejala klinik yang dikeluhkan pasien pada awalnya adalah

panas dan batuk dan bila berlanjut akan terjadi sesak napas, nyeri dada, panas tinggi dan

penurunan kesadaran. Penundaan penanganan pneumonia adalah fatal karena organ paru yang

terkena tidak lagi dapat melakukan fungsi dengan baik karena elemen terkecil tempat pertukaran

gas di paru yang disebut alveoli sudah terisi oleh infiltrat (cairan) sehingga oksigen yang

dibutuhkan tubuh tidak lagi dapat diambil oleh alveoli. Kejadian ini disebut sebagai gagal

napas yang menyebabkan pasien harus dibantu dengan mesin pompa napas (ventilator) untuk

menyelamatkan jiwanya.

Pneumonia bakterialis adalah yang paling sering terjadi. Bakteri yang paling sering

menjadi penyebab adalah Streptococcus pneumonia dan Haemofilus. Di Indonesia sering

disebabakan oleh golongan Klebsiella dan Acinetobacter yaitu kuman dengan kekerapan yang

tinggi dan kebal terhadap banyak antibiotik. Pneumonia sebenarnya pada keadaan awal mirip

dengan infeksi saluran napas, karena kemiripannya ini yang menyebabkan pasien menunda untuk

berkonsultasi dengan dokter dan akhirnya menyebabkan kegawatan. 

14

Page 15: Case Report-chf (Autosaved)

Klasifikasi

Jenis jenis pneumonia berdasarkan lokasi didapatnya bisa dibagi sebagai berikut:

1) Pneumonia yang didapat di masyarakat (Community Acquired), kuman kuman

penyebabnya bermacam macam, dengan daya infeksius yang menengah sampai kuat.

Dapat diatasi dengan antibiotika umum

2) Pneumonia yang didapat di Rumah Sakit (Hospital Acquired), biasanya pneumonia ini

dialami oleh mereka yang dirawat di RS lebih dari 72 jam dengan penyakit lain yang

berat dan jangka perawatan yang lama. Kuman yang menginfeksi bisanya kuman yang

daya infeksi nya tinggi dan kebal (resisten) terhadap sebagian antibiotika. Pemakaian

infus yang lama, pemakaian alat alat kesehatan di rumah sakit misalnya selang kencing

(kateter), selang makan (sonde) bahkan pemasangan infus dan tindakan lain yang kurang

steril memberi andil dalam terjadinya infeksi ini (disebut juga pneumonia nosokomial)

3) Pneumonia yang didapat pada pemakaian alat bantu napas ventilator (Ventilator

Acquired) yang terjadi pada pasien dengan penyakit gawat mengancam jiwa dan

memerlukan alat bantu pompa napas (ventilator) lebih dari 48 jam yang disebabkan oleh

penyakit lain selain pneumonia. Kuman di ICU adalah kuman dengan tingkat kekebalan

yang tinggi dan daya infeksi yang kuat pada pasien yang klinisnya lemah. Kuman kuman

ini kadang menyulitkan dan menyebabkan angka kematian yang tinggi pada pasien.

Manifestasi Klinis:

sesak dengan nafas yang dangkal dan cepat (rapid or difficult breathing)

batuk produktif dengan pengeluaran dahak yang kuning kehijauan (purulent sputum

cough)

demam >38 derajat Celcius diserta menggigil

hilang selera makan (loss of appetite)

nyeri dada tidak spesifik biasanya karena keterlibatan pleura/selaput paru

(pleuropneumonia)

mengigau sampai kesadaran menurun (delirium)

gagal napas yang tampak dari bibir kebiruan (sianosis) menunjukkan pneumonia berat

dan mengancam

foto rontgen tampak perselubungan infiltrat pada satu atau kedua paru

15

Page 16: Case Report-chf (Autosaved)

pemeriksaan darah nampak penurunan leukosit < 4000 (pneumonia virus) atau

peningkatan >12.000 (pneumonia bakterial)

Diagnosis

a. Anamnesis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat

melebihi 400, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak

napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat

bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada

perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang

mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium

resolusi.

c. Pemeriksaan penunjang

- Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan

diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air

broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks

saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan

petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering

disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela

16

Page 17: Case Report-chf (Autosaved)

pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun

dapat mengenai beberapa lobus.

- Pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari

10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi

diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada

20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan

hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien ini?

Pada pasien ini, pasien mengeluhkan sesak yang dirasakan saat beraktivitas dan pasien

mengaku sering terbangun malam akibat sesak tersebut. Selain itu, pada pemeriksaan fisik

ditemukan ronki pada kedua hemitoraks serta gallop yang positif. Pasien juga mengeluhkan

bengkak pada kedua ekstremitas bawah. Dari beberapa keluhan dan pemeriksaan yang

dilakukan, memenuhi kriteria Framingham sehingga diagnosis CHF dapat ditegakkan pada

pasien ini. Berdasarkan klasifikasi NYHA, pasien ini termasuk pada CHF grade III karena sesak

dirasakan saat beraktifitas sehari-hari.

Sejalan dengan perawatan pada pasien di rumah sakit, pada hari ketiga didapatkan adanya

batuk dan riwayat demam. Selain itu masih ditemukan adanya ronki dan sesak pada pasien saat

batuk. Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya retraksi saat bernapas. Dari beberapa

keluhan dan pemeriksaan yang dilakukan, memenuhi kriteria diagnosis Pneumonia, sehingga

dapat ditegakkan pada pasien ini.

CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)

Tata Laksana CHF

Tujuan primer dari pengobatan gagal jantung adalah mencegah terjadinya gagal jantung

dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung , terutama

hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika terjadi disfungsi miokard, pengobatan ditujukan

untuk menghilangkan penyebab. Namun, bila hal tersebut tidak dapat dikoreksi, pengobatan

ditujukan untuk:

17

Page 18: Case Report-chf (Autosaved)

a) Mencegah memburuknya fungsi Jantung

Hal ini dilakukan dengan cara memperlambat remodelling miokard, sehingga dapat

mengurangi mortalitas dan merupakan tujuan utama dari pengobatan gagal jantung

kronik. Obat yang sesuai adalah ACE inhibitor dan beta blocker, yang dapat mengurangi

beban jantung.

b) Mengurangi gejala-gejala gagal jantung

Hal ini merupakan tujuan dari pengobatan gagal jantung akut dan dilakukan dengan

pemberian vasodilator untuk menurunkan resistensi perifer, obat diuretik untuk

mengurangi overload cairan dan obat inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas

miokardium. Menurut Eugene Braunwald (Isselbacher, et al., 2000), terapi gagal jantung

secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen:

(1) menghilangkan factor pemicu

(2) memperbaiki penyebab yang mendasari

(3) mengendalikan keadaan gagal jantung kongestif.

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung

dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium, baik secara

sendiri-sendiri ataupun gabungan dari beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.

Penanganan dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA fungsional II).

Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang

diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung

berat dapat menjadi alasan untuk perawatan dirumah sakit dan penanganan yang lebih

agresif.

c) Pengurangan Beban Awal

Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban awal dengan

menurunkan retensi cairan yang terjadi. Apabila gejala-gejala menetap dengan

pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi

retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen diuretik maksimum sebelum

dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat, diet yang tidak mempunyai rasa dapat

menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi buruk.

Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui distribusi darah dan sentral ke

sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan menaglirnya darah kapiler dan mengurangi

18

Page 19: Case Report-chf (Autosaved)

aliran darah balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan

pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk menunjang fungsi miokoardium.

Ventrikel yang gagal bekerja dapat meningkatkan End Diastolic Volume (EDV). Hal ini

dapat diturunkan dengan penggunaan diuretik dan pembatasan natrium. Penurunan EDV

dapat menurunkan gejala-gejala kongesti yang muncul.

d) Peningkatan Kontraktilitas

Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme pasti

yang menghasilkan efek inotropik psoitif masih belum jelas. Namun, tampaknya

merupakan meningkatnya persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil,

aktin, dan miosin. Ion kalsium sangan berperan dalam pembentukan jembatan

penghubung antara protein kontraktil dan kontraksi otot.

Dua golongan obat inotropik yang dapat dipakai adalah glikosida digitalis dan obat non-

glikosida. Obat non-glikosida meliputi amin simpatomimetik seperti epinefrin dan

nirepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase, seperti amrinon dan enoksimon. Amin

simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang

reseptor beta adrenergik pada miokardium dan secara tidak langsung dengan melepaskan

norepinefrin dari medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang

menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang

memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat.

Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP dalam darah sehingga meningkatkan

kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.

Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih besar pada

volume dan tekanan akhir sistolik. Peningkatan aliran ke depan mengakibatkan

menurunnya volume ventrikel residu. Dengan menurunnya EDV, akan tercapai titik

optimal sehingga gejala mereda dan curah jantung dipertahankan.

e) Pengurangan Beban Akhir

Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (Aktivasi sistem saraf simpatis dan

sistem RAA) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tahanan

terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya beban akhir, kerja

jantung bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek

19

Page 20: Case Report-chf (Autosaved)

efek negatif tersebut. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman

vaskular melalui dua cara, yaitu :

- Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah

- Hambatan enzim konversi angiotensin.

Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat. Supaya efektif,

pemberian hidralazin harus dikombinasikan dengan terapi nitrat. Kombinasi obat yang

paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbid dinitrat yang dapat dikombinasikan

dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan tersendiri apabila

penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat ditoleransi.

Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE Inhibitor) menghambat konversi

angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek ini dapat mencegah vasokontriksi yang

diinduksi oleh angiotensin dan menghambat produksi aldostereon dan retensi cairan.

ACE inhibitor memberikan harapan besar dalam penanganan gagal jantung sehingga

penggunaan vasodilator oral diberikan lebih awal yaitu untuk gagal jantung NYHA kelas

II.

Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel, sehingga dapat

memudahkan ejeksi ventrikel dan beban jantung berkurang serta curah jantung dapat

meningkat. Dengan penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak

bermakna karena peningkatan curah jantung menghilangkan kemungkinan penurunan

tekanan yang biasanya timbul jika pasien hanya diberi vasodilator.

Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa obat beta blocker efektif menurunkan

morbilitas dan mortalitas pada gagal jantung. Carvedilol merupakan satu-satunya obat

beta blocker yang disetujui oleh FDA sebagai penggunaan pada gagal jantung dan terpilih

sebagai pengobatan bagi gagal jantung ringan hingga sedang. Propanolol , metoprolol

dan timolol dapat digunakan pada pasien asimtomatis tanpa disfungsi ventrikel kiri yang

menyertai infark miokardium.

PNEUMONIA

Tata Laksana Pneumonia

Pengobatan pneumonia khususnya bakterial bila ditemukan pada keadaan dini bisa dengan

pemberian antibiotika secara rawat jalan, namun bila sudah ditemukan gejala di atas sebaiknya

20

Page 21: Case Report-chf (Autosaved)

dilakukan rawat inap. Pneumonia virus dapat menggunakan antivirus, hanya ada keterbatasan

tersedianya obat ini secara injeksi atau suntikan yang menyebabkan kesulitan untuk

memberikannya pada keadaaan berat. Angka kematian Pneumonia virus lebih tinggi, klinisnya

lebih berat dan cepat dan mudah berubahnya sifat virus (mutasi) sehingga lebih sulit memberikan

antivirus. Semakin dini memberikan perawatan pada kasus pneumonia maka lebih mudah

mendapat kesembuhan. Bila terlambat, bisa menjadi pembunuh karena gagal napas yang

ditimbulkan.

Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?

Pada pasien ini sudah dilakukan tata laksana yang benar. Pasien ini mendapatkan terapi :

1) Farsix 10 mg 1x1 amp iv

Farsix merupakan salah satu obat diuretik kuat (furosemid), yang diberikan pada pasien gagal

jantung yang disertai dengan kelebihan beban cairan. Diuretik dapat mengurangi retensi air

dan natrium sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, aliran balik venda dan tekanan

pengisian ventrikel, tanpa mengurangi volume curah jantung. Efek samping dari pemberian

diuretik kuat adalah hipokalemi dan hipomagnesemia yang dpaat menimbulkan aritmia oleh

digitalis.

2) KSR 600 mg 1x1 p.o

Kalium klorida adalah suatu suplemen yang biasa diberikan untuk mencegah terjadinya

hipokalemia. Kalium klorida diberikan secara berhati-hati pada keadaan gagal ginjal,

penyakit addison tidak diobati, dehidrasi akut, hyperkalemia dan gangguan saluran cerna.

Efek samping nya adalah mual, muntah, sakit pinggang, dan diare.

3) Digoxin 1x1/2 po

Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Obat inotropik

memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih besar pada volume dan tekanan

akhir sistolik. Peningkatan aliran ke depan mengakibatkan menurunnya volume ventrikel

residu. Dengan menurunnya EDV, akan tercapai titik optimal sehingga gejala mereda dan

curah jantung dipertahankan.

4) Ambroxol syr 3x1 Cth p.o

21

Page 22: Case Report-chf (Autosaved)

Ambroxol adalah suatu obat mukolitik yang mengencerkan sekret pada saluran nafas dengan

jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Pemberian

ambroxol harus berhati-hati pada kasus asma.

5) Ceftriaxone 1x2 gr iv

Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Ceftriaxone

bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Golongan sefalosporin ini mempunyai

spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram

positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang

dihasilkan oleh bakteri.

6) Omeperazole 1x1

Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole, yang bekerja menekan sekresi

asam lambung dengan menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) pada permukaan

kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4. Omeprazole yang berikatan dengan proton (H+)

secara cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu penghambat pompa proton yang aktif.

Penggunaan omeprazole secara oral menghambat sekresi asam lambung basal dan stimulasi

pentagastrik.

Bagaimana prognosis pada pasien ini ?

1. Quo ad vitam: ad bonam

Karena keadaan klinik pasien dari hari ke hari menjadi lebih baik dibandingkan

dengan saat pertama kali datang ke rumah sakit.

2. Quo ad functionam: ad malam (CHF) ad bonam (Pneumonia)

Karena pada penyakit gagal jantung kongestif, keadaan jantung sudah tidak dapat

dikembalikan seperti semula, sehingga seumur hidup pasien akan memiliki penyakit

tersebut. Pemberian obat-obatan hanya dapat memperbaiki keadaan klinis.

Sedangkan pada pneumonia, keadaan paru dapat kembali normal apabila penanganan

dilakukan dengan tepat.

3. Quo ad sanationam: ad bonam

Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan sebelumnya,

yaitu pedagang, walaupun dengan keadaan jantung yang demikian.

22

Page 23: Case Report-chf (Autosaved)

DAFTAR PUSTAKA

Kurt, J et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media

Aesculapius.

Noer, S et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:

EGC.

Unnamed. 2013. Pneumonia Overview. Dalam http://www.webmd.com/lung/tc/pneumonia-

topic-overview. Diakses pada 17-07-2014.

Unnamed. 2012. Pneumonia. Dalam http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/pnu/.

Diakses pada 17-07-2014.

23