case chf unila

43
Case Report Session GAGAL JANTUNG KONGESTIF Oleh : Melisha L. Gaya 07120022 Preseptor: dr. Djunianto, SpPD BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR M. DJAMIL PADANG 2011

Upload: meta-sakina

Post on 18-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalallalalalalallalalalalalalalalal

TRANSCRIPT

Case Report SessionGAGAL JANTUNG KONGESTIF

Oleh :

Melisha L. Gaya

07120022Preseptor:

dr. Djunianto, SpPDBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR M. DJAMIL PADANG2011BAB ITINJAUAN PUSTAKA1.1 Pendahuluan

Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia. Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Di antara 10 penyakit terbanyak pada sistem sirkulasi darah, stroke tidak berdarah atau infark menduduki urutan penyebab kematian utama, yaitu sebesar 27 % (2002), 30%( 2003) , dan 23,2%( 2004). Gagal jantung menempati urutan ke-5 sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada sistim sirkulasi pada tahun 2005.Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan faktor risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL kurang dari 35mg%, perokok aktif dan hipertensi.Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75% yang termasuk didalamnya bersamaan dengan penyakit jantung koroner. Gagal jantung dengan sebab yang tidak diketahui sebanyak 20 30% kasus.

Penegakan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal jantung meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan modal dasar untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang terdiri dari foto thoraks, elektrokardiografi, laboratorium, echocardiografi, pemeriksaan radionuklir juga pemeriksaan angiografi koroner. Perkembangan teknologi canggih dalam pencitraan dan biomarker dapat menolong klinisi untuk menegakkan diagnosis yang lebih baik untuk menangani penderita dengan gagal jantung.

Penatalaksanaan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara umum/ non farmakologi, farmakologi, dan penatalaksanaan intervensi. Penatalaksanaan ini tergantung penyebab gagal jantung yang terjadi, dan fasilitas yang tersedia. Dengan penatalaksanaan yang baik diharapkan akan terwujud pengurangan angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan gagal jantung.1.1 Definisi Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Sedangkan gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.

1.2 Etiologi Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di Negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di Negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Secara garis besar penyebab terbanyak gagal jantung adalah penyakit jantung koroner 60-75%, dengan penyebab penyakit jantung hipertensi 75%, penyakit katup (10%) serta kardiomiopati dan sebab lain (10%).

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Gangguan fungsi mekanis jantung dipengaruhi oleh tiga penentu utama dari fungsi miokardium: yaitu preload (beban awal), kontraktilitas, afterload (beban akhir). Preload (beban awal) adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Kontraktilitas mrnunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung serta kadar kalsium.

Afterload (beban akhir) adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai untuk mengejeksi darah sewaktu sistolik.Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih dari factor ini terganggu, maka curah jantung akan berkurang. Keadaan keadaan yang meningkatkan preload meliputi regurgitasi aorta dan defek pada septum ventrikel. Kontraktilitas miokard dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Afterload meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. 1.3 Patofisiologi Kelainan intrinsik pada kontraktilitas niokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure). Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kekuatan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan LAP (Left Atrium Pressure) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena pulmonal, jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru-paru.Tekanan arteri pulmonal dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena pulmonal. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan tergadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendine yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.Terdapat 3 mekanisme respon kompensatorik utama terhadap gagal jantung :

1. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatik

Menurunnya curah sekuncup membangkitkan respon aktivitas adrenergic simpatik yang merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.

Lama kelamaan jantung akan semakin bergantung dengan keberadaan katekolamin dalam peredaran darah untuk mempertahankan kerja ventrikel, sampai akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatik akan menurun, katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 2. Peningkatan Preload Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-AldosteronPenurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa sebagai berikut :(1) Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus

(2) Pelepasan renin dari apparatus jugstaglomerulus

(3) Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I

(4) Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

(5) Perangsangan sekresi aldosterone dari kelenjar adrenal

(6) Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

(7) Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang ikut meningkatkan tekanan darah

Selain itu, pada gagal jantung yang berat, gabungan kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolism aldosterone di hati sehingga kadarnya akan menigkat dalam darah. Hal ini akan semakin meningkatkan retensi air dan natrium sehingga memperberat edema.3. Hipertrofi Ventrikel

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding jantung. Hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel. Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta, akan disertai pertambahan tebal dinding tanpa menambah ukuran ruang dalam, atau yang disebut sebagai hipertrofi konsentris. Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume ventrikel, maka akan terjadi peningkatan tekanan pada diastolik, seperti pada regurgitasi aorta, maka yang akan terjadi adalah dilatasi dan bertambahnya tebal dinding, atau yang dikenal dengan nama hipertrofi eksentris. 1.4 Beberapa Istilah dalam Gagal Jantung Kongestif Gagal Jantung KiriGagal jantung kiri merupakan akibat dari kelemahan ventrikel kiri berupa peningkatan tekanan vena pulmonalis dan kapiler-kapiler paru sehingga menyebabkan pasien sesak nafas dan ortopnea. Jika terus berlanjut, kegagalan jantung kiri dapat menyebabkan edema paru.

Gagal Jantung Kanan Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongestif vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jungularis.

Gagal Ke DepanIstilah ini menggambarkan gejala-gejala akibat curah jantung yang tidak memadai dan menyebabkan hipoperfusi jaringan. Gagal Ke BelakangIstilah ini menggambarkan gejala-gejala akibat bendungan darah di belakang ventrikel yang gagal, seperti pada terjadinya bendungan paru dan edema.1.5 KlasifikasiUntuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional dari gagal jantung, pertama kali diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994, yang membagi gagal jantung menjadi 4 klasifikasi sebagai berikut : Gagal jantung kelas I : sesak napas terjadi saat beraktivitas berat atau berlebihan .

Gagal jantung kelas II : sesak napas terjadi saat beraktivitas sedang

Gagal jantung kelas III : sesak napas terjadi saat beraktivitas ringan

Gagal jantung kelas IV : sesak napas terjadi saat beristirahat

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology / American Heart Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 menekannkan pembagian gagal jantung berdasarkan progesivitas kelainan structural dari jantung dan perkembangan status fungsional. Pada klasifikasi dari ACC/AHA ini, perkembangan gagal jantung dibagi juga menjadi 4 stages sebagai berikut : Stage A dan B : Jelas belum gagal jantung, tapi memiliki risiko untuk berkembang menjadi gagal jantung. A : Ada factor risiko gagal jantung (seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung coroner) tapi belum ada kelainan structural jantung (seperti kardiomegali, LVH, dan sebagainya) maupun kelainan fungsional.

B : Ada factor risiko dan ada kelainan structural dengan atau tanpa kelainan fungsional, namun asimptomatik.

Stage C : Sedang dalam dekompensasi dan atau pernah gagal jantung sebelumnya, dan didasari oleh kelainan structural jantung.

Stage D : Gagal jantung yang refrakter.

Berdasarkan klasifikasi NYHA, pasien yang dapat berjalan beberapa ratus meter tanpa gejala namun kesulitan menaiki tangga 2 lantai memiliki gagal jantung kelas II, sementara pasien yang tidak mampu berjalan jauh atau kesulitan saat menaiki beberapa anak tangga dapat dimasukan kedalam kelas III. Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut NYHA tidak dapat dicampur-adukkan dengan stadium gagal jantung menurut ACC/AHA. Klasifikasi NYHA didasarkan pada limitasi fungsional, sementara stadium gagal jantung menurut ACC/AHA didasarkan pada progresi gagal jantung, terlepas dari status fungsionalnya. Secara ringkas, perbandingan antara kedua jenis klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Kelainan Struktural (ACC/AHA) atau Berdasarkan Gejala dan Kelas Fungsionalnya (NYHA)

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan struktural dan kerusakan otot jantung (ACC/AHA)Beratnya gagal jantung berdasarkan gejala dan aktivitas fisik (NYHA)

Stage AMemiliki risiko tinggi mengembangkan gagal jantung. Tidak ditemukan kelainan struktural atau fungsional, tidak terdapat tanda/gejala.Kelas IAktivitas fisik tidak terganggu, aktivitas yang umum dilakukan tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas.

Stage BSecara struktural terdapat kelainan jantung yang dihubungkan dengan gagal jantung, tapi tanpa tanda/gejala gagal jantung.Kelas IIAktivitas fisik sedikit terbatasi. Saat istirahat tidak ada keluhan. Tapi aktivitas fisik yang umum dilakukan mengakibatkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Stage CGagal jantung bergejala dengan kelainan struktural jantung.Kelas IIIAktivitas fisik sangat terbatasi. Saat istirahat tidak ada keluhan. Tapi aktivitas ringan menimbulkan rasa lelah, palpitasi, atau sesak nafas.

Stage DSecara struktural jantung telah mengalami kelainan berat, gejala gagal jantung terasa saat istirahat walau telah mendapatkan pengobatan.Kelas IVTidak dapat beraktivitas tanpa menimbulkan keluhan. Saat istirahat bergejala. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan bertambah berat.

1.6 Manifestasi Klinis Gagal ke Belakang pada Gagal Jantung Kiri1. Dispnea atau perasaan sulit bernapasAdalah manifestasi yang paling umum dari gagal jantung. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskuler paru yang mengurangi kelenturan paru. Dyspnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.

2. OrtopneaAdalah dyspnea yang dirasakan pada saat posisi berbaring, terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.

3. PND (Paroxysmal Nocturnal Dyspnea)Adalah dyspnea yang dirasakan pada waktu malam hari saat tidur sehingga menyebabkan penderita terbangun dari tidurnya, dipicu karena perkembangan edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri daripada dyspnea atau ortopnea.

4. Asma kardialAdalah mengi akibat bronkospasme dan terjadi pada wakt malam atau akibat aktivitas fisik.

5. Batuk non-produktifTerjadi karena sekunder dari kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.

6. RonkhiTerjadi akibat adanya transudasi cairan paru. Awalnya terdengar di bagian bawah paru sesuai pengaruh gaya gravitasi, tapi lama kelamaan ronkhi akan terdengar pada seluruh lapangan paru bila telah terjadi edema paru.7. HemoptisisDisebabkan karena perdarahan vena bronchial sekunder dari distensi vena.

8. Disfagia atau kesulitan menelanTerjadi karena adanya penekanan esophagus oleh distensi atrium atau vena pulmonalis.

Gagal ke Belakang pada Gagal Jantung KananMenimbulkan tanda dan gejala pembendungan vena sistemik, sehingga dapat diamati :

1. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)Vena-vena leher meninggi dan terbendung karena adanya kegagalan jantung kanan.

2. Uji refluks hepatojugularis positifDengan cara melakukan kompresi manual pada kuadran kanan atas abdomen akan mengakibatkan peningkatan tekanan vena jugularis karena jantung kanan yang gagal tidak mampu menyesuaikan dengan aliran balik vena.

3. HepatomegaliTerjadi karena lobus-lobus hepar terisi oleh transudasi darah vena.4. Nyeri tekan hatiKarena adanya pelebaran dari kapsula hati

5. Gejala-gejala saluran cerna lainnyaSeperti anoreksia, rasa penuh, mual yang disebabkan pembendungan hati dan usus.

6. Edema periferTerjadi sekunder karena penimbunan cairan pada ruang-ruang interstisial. Mula-mula tampak pada daerah yang tergantung, lama kelamaan dapat berlanjut menjadi asites atau edema anasarka. Meskipun tanda dan gejala dari penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap sebagai akibat sekunder dari gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.

7. Nokturia

Disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal ke Depan pada Gagal Jantung KiriMenimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ non vital demi memperthankan perfusi ke jantung dan otak, sehingga dapat diamati :

1. Kulit yang pucat dan dingin

Diakibatkan adanya vasokonstriksi perifer. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar haemoglobin tereduksi akan menyebabkan sianosis.

2. Demam ringan dan keringat yang berlebihan

Terjadi karena vasokonstriksi pada kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas.

3. Kelemahan dan keletihan

Terjadi karena hipoperfusi pada otot-otot rangka.

4. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan, atau kebingungan. Pada gagal jantung kronik yang berat, kehilangan berat badan yang progresif atau kakeksia kardia dapat terjadi.

5. Denyut nadi cepat dan lemah

Denyut yang cepat (takikardi) merupakan respon terhadap perangsangan saraf simpatik. Sedangkan nadi yang lemah terjadi karena adanya penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer Gagal Ventrikel Kiri

Juga dapat ditemukan adanya gallop ventrikel atau S3. Terdengarnya S3 pada auskultasi merupakan ciri khas dari gagal ventrikel kiri. Gallop ventrikel terjadi selama diastolic awal dan disebabkan oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau yang terdistensi. Gagal Ventrikel Kanan

Kuat angkat substernal atau terangkatnya sternum pada waktu sistolik dapat disebabkan oleh pembesaran ventrikel kanan. Perubahan pada kimia darah yang dapat ditemui pada gagal jantung misalnya hiponatremia; kadar kalium dapat normal atau menurun sekunder terhadap terapi diuretic; hyperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut gagal jantung karena gangguan ginjal. Demikian pula kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin dapat meningkat sekunder terhadap perubahan laju filtrasi glomerulus. Kelainanpada fungsi hati dapat mengakibatkan pemanjangan masa protrombin yang ringan.1.7 Diagnosis

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif, seperti yang tampak pada tabel berikut :NoKriteria MayorNo.Kriteria Minor

1.Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau ortopnea1.Edema ekstremitas

2.Distensi vena leher2.Batuk malam hari

3.Ronkhi paru basah tidak nyaring3.Dispnea d effort

4.Kardiomegali4.Hepatomegali

5.Edema paru akut5.Efusi pleura

6. Gallop S36.Takikardi (>120x/menit)

7. Penigkatan tekanan vena jugularis7. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

8.Refluks hepatojugular

Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan: 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor yang ditemukan pada saat yang bersamaan.

1.8 Pemeriksaan Penunjang1.8.1 Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari gagal jantung akut. Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI. Gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan. 1.8.2 Pemeriksaan Foto Thoraks

Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua pasien yang diduga gagal jantung, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.1.8.3 Pemeriksaan Laboratorium A. Pemeriksaan Darah Rutin

Lebih dari setengah pasien yang masuk karena gagal jantung memiliki anemia (Hb