case igd
DESCRIPTION
case IGDTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
RSUD DR. AGOESDJAM KETAPANG
Dokter Pembimbing : dr. Feria Kowira
Nama : dr. Johan Yap
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.An Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun Alamat : Tanjung Belitung
Agama : Islam No RM : 218089
Pendidikan : SD
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dengan pasien
Tanggal : 04 Desember 2015 Jam: 11.00 WIB
Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri sejak 1 minggu.
Keluhan tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Os dating ke IGD RSU Agoesdjam dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri sejak 1
minggu smrs. Nyeri tersebut dirasakan hilang timbul dengan durasi kurang dari 1 menit. Nyeri
tersebut dirasakan pasien seperti tertusuk-tusuk dan juga terasa menjalar ke kaki kiri sampai
telapak kaki kiri menimbulkan rasa seperti tersetrum dan kesemutan. Pasien mengaku nyeri
bertambah saat pasien berdiri atau membungkuk dan menjadi berkurang jika pasien berbaring
miring. Pasien mengaku pernah terjatuh dalam posisi duduk kurang lebih 2 minggu smrs. Sejak
saat itu mulai timbul rasa sakit pinggang yang semakin lama semakin berat sehingga sekarang
pasien sudah tidak dapat berdiri.
Os mengaku tidak pernah merasakan nyeri pinggang serupa sebelumnya.
1
Tidak ada keluhan pada BAK . Nyeri saat berkemih disangkal. Keluhan kencing berpasir
atau warna merah disangkal.
Keluhan lain seperti demam atau batuk lama disangkal oleh pasien. Riwayat TBC
disangkal.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
TBC disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
Riwayat pengobatan :
Diurut di tukang urut
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Napas : 24 x/menit
Suhu tubuh : 36,5oC
Assesment Nyeri
VAS : 7-8
Karakteristik : Tertusuk, tersetrum
Lokasi : Pinggang kiri, menjalar ke kaki kiri sampai telapak kaki kiri
Durasi : <1 menit
Frekuensi : Irreguler
Kepala
Bentuk dan ukuran : normocephali
2
Rambut & kulit kepala: rambut hitam, distribusi merata
Mata : CA (-/-), SI(-/-), tidak cekung, pupil isokor Ø 3 mm,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak lansung +/+
Telinga : Normotia, vestibulum lapang, tidak terdapat sekret
Hidung : Normosepta, tidak terdapat sekret
Mulut : Bibir tidak terlihat kering, sianosis (-),
Leher : Kelenjar Getah Bening dan tiroid tidak tampak membesar
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada normal, tidak terdapat retraksi intercostal, simetris dalam
keadaan statis maupun dinamis, pernafasan abdominothorakal,
iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Sela iga normal, tidak teraba massa, iktus cordis teraba pada sela iga IV
linea midklavikularis kiri
Paru-paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-) , wheezing (-/-).
Jantung
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : datar, bekas operasi (-)
Palpasi : supel, distensi (-), NT (+) epigastrium
Hati : tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Rektum : Tidak dilakukan
Genitalia : Tidak dilakukan
Status Lokalis :
Vertebrae : jejas ( - ), hematom ( - ), gibus ( - ), krepitasi ( - ), NT ( + ) setinggi SIPS
3
Extremitas :
Laseque Kernig
- + - -
Refleks Fisiologis Refleks Patologis
+ + - -
- - - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak Tersedia
RESUME
Anamnesis:
Ny An, 48 tahun, datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 1 minggu SMRS. Nyeri
hilang timbul, seperti tertusuk dan tersetrum, nyeri alih ( + ) ke kaki kiri. Hal yang memperberat :
berdiri, membungkuk,. Hal yang memperingan : Berbaring miring. Riwayat jatuh (+). Nyeri
bersifat progressif.
Riwayat penyakit dahulu dan keluarga ( - ) , TB disangkal
Riwayat pengobatan ( - )
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital, HR: 88 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 36,5oC
Assesment Nyeri
VAS : 7-8
Karakteristik : Tertusuk, tersetrum
Lokasi : Pinggang kiri, menjalar ke kaki kiri sampai telapak kaki kiri
Durasi : <1 menit
Frekuensi : Irreguler
Status Lokalis :
Vertebrae : jejas ( - ), hematom ( - ), gibus ( - ), krepitasi ( - ), NT ( + ) setinggi SIPS
4
Extremitas :
Laseque Kernig
- + - -
Refleks Fisiologis Refleks Patologis
+ + - -
- - - -
Pemeriksaan Penunjang : -
DIAGNOSIS KERJA
Low Back Pain Susp. Fr Kompresi Vertebrae Lumbal
Dasar Diagnosis :
Nyeri pinggang hilang timbul dengan karakteristik tertusuk dan tersetrum , diperberat dengan
pemberian beban, disertai nyeri alih ke kaki yang timbul setelah riwayat jatuh terduduk. Nyeri
bersifat akut progressive. Nyeri tekan vertebrae setinggi SIPS, Laseque sign (- / + ) , Refleks
fisiologis kedua kaki negative.
DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Berdarah Dengue
Dasar yang tidak mendukung :
Pada DBD ditemukan :
- Demam tinggi mendadak 2-7 hari dimana pada hari ke 3-4, demam turun sampai mencapai
suhu normal, kemudian naik kembali.
- Adanya nyeri belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual, muntah, dapat ditemukan
hepatomegali.
- Di lingkungan tempat tinggal, sekolah ada yang sedang menderita penyakit DBD.
- Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji torniquet positip, petekie,
ekimosis, purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain, hematemesis dan atau melena.
5
- Dapat ditemukan syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
- Pada hasil lab ditemukan trombositopenia ( 100.000 / ml atau kurang ), adanya kebocoran
plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi
peningkatan hematokrit ≥ 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
PENATALAKSANAAN
Diagnostik :
- Darah Rutin
- Foto Rontgen Lumbo Sacral AP / Lateral
Terapeutik :
- Bed rest total
- IVFD RL 20 tpm makro
- DC Catheter
- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
- Oral Gabapentin 100mg /8 jam
FOLLOW UP
04 Desember 2015 , 12.00 WIBS : Nyeri masih (+), berkurang.
O : HR = 80 x/mnt T = 36,2°C RR = 20x/mnt Darah Rutin :
Hb : 12.7 g/dl
Eritrosit : 5.21 juta/µl
Lekosit : 26020/µl
6
Trombosit: 461000/µl
Hematokrit : 37.2%
Rontgen Lumbosacral AP / Lateral :
7
A : Fraktur Kompresi Vertebrae L VP :
- IVFD RL 20 tpm makro
- DC Catheter
- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
8
- Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
- Inj Ceftriaxone 1000mg / 24 jam
- Oral Gabapentin 100mg /8 jam
- Rujuk DR. Sp. OT
Edukasi
1. Motivasi pasien dan keluarga agar dapat mau menerima rujukan
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad santionam : ad bonam
Tinjauan Pustaka
A. Definisi dan Epidemiologi
9
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphii yang masih dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit
ini hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan
penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah. 1,2
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World
Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus
demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.3 Di
negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih
besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata
di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di
daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per
tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%
kasus. 3,4
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas
(40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi
A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang
disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi
salmonella yng lain.(5) Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat
motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakan strain meragikan glukosa,
manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan
sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob
fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan
pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60º C (140º F) selama 15 menit.
10
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari
dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering,
dan bahan tinja. 5
Gambar 2.1. Strukur Salmonella typhi (5)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah
komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H
adalah protein labil panas. 5
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur
kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C
selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer. 6
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan
berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga
dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu
60°C dan pada pemberian alkohol atau asam. 6
3. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari
fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam
pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk
mengetahui adanya karier. 6
4. Outer Membrane Protein (OMP)
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya.
OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan
komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan
saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten
terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin terdiri atas
protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi
11
fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen
OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa. 6
C. Patofisiologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan,
maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme
penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi
pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus
penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam
lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih
banyak Salmonella spp. 5
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran
darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-
kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-
kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut
disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya
yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi
yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam
tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia
yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik
yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa
dan sumsum tulang. 5
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial
yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan
pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa
yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga
terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus
sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika
submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat
mencapai membran serosa.5
12
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut
yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan
kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid
tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan
demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan
bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi
menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang
ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.5
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut.5
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-
anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis,
periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat
terjadi pada demam tifoid.5
13
Masuk kekantung empeduDi ogran RE S.Typhi
Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen
Tejadi bakterima I (asymptomatik)
Masuk ke sirkulasi darah
Dibawah ke plaque peyeri ileum distal
Kuman hidup dan berkembang biak
Menembus sampai lamina propira
Berkembang biak & difagosit oleh sel’fagosit terutama makrofag
Nembus sel, epitel terutama sel M
Berkembang Biak
Dimusnahkan dilambung oleh HCL
Lolos dan masuk ke ususBila respon imunitas humukral mucosa (IgA)
Kuman masuk bersama makanan & minuman yang terkontaminasi
D. Gejala Klinis
Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas (kematian)
demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa. Risiko terjadinya
komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala klinis berat, yang
menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau
lebih dan mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik).7
Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60
hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum
atau status gizi serta status imunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi
namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain :
- Demam satu minggu atau lebih;
- Gangguan pencernaan; dan
- Gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada umumnya,
seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua
maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran
hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan
sampai dengan yang berat.7,8
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa,
kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak
tinggi dan remiten (39-41◦C) serta dapat juga bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid
kongenital. Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda
antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat,
di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi
deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem.7
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.
Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah pucat, serta
hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-
kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas.8
14
Di ogran RE S.Typhi
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu
pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa
pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak.8
Tifoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita demam tifoid dan
menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya besifat fatal namun pernah dilaporkan
tifoid kongenital dapat hidup dengan gejala tidak khas dan menyerupai sepsis neonatorum.
Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta kelainan
patologis pada usus tidak didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada tifoid kongenital
penularannya lewat darah dan secara cepat menimbulkan gejala-gejala tifoid sepsis pada
janin. Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi biasanya
gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering mendadak
disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda perangsangan
meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.000-25.000/mm3), limpa
sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan fisiknya lebih pendek, lebih variasi, sering
tidak melebihi minggu, angka kematian yang tinggi (12,5%).7
E. Penegakan Diagnosis
Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.
Pemeriksaan Fisis : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1°C
tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada
orang Indonesia).
Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia,
limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur
darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal ≥4 kali lipat setelah satu minggu
memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal
dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu
15
menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil
pengobatan serta timbulnya penyulit.8
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau
tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED (Laju
Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis Akut.
3. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam
darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji ini
merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di
negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test)
hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.
Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor,
antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid
(RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Diagnosis Demam tifoid atau paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160, bahkan
mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid
ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di
atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa
hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan
oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.
16
4. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid
atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam
Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid
atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera
dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman
terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama
sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.5,6
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin
dan tinja.
F. Diagnosis Banding
1) DBD (Demam Berdarah Dengue)
Diagnosa demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997.WHO telah
membuat penuntun untuk menegakkan diagnosis klinis DBD :7
A. Kriteria klinis :7
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 – 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
a. Uji torniquet positip
b. Petekie, ekimosis, purpura.
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain
d. Hematemesis dan atau melena.
17
3. Pembesaran hati ( hepatomegali ).
4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
B.Kriteria laboratorium :7
1. Trombositopenia ( 100.000 / ml atau kurang )
2.Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas kapiler
dengan manifestasi :
- peningkatan hematokrit ≥ 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
- penurunan hematokrit ≤ 20 % setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, ascites atau hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah salah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya
peningkatan hematokrit) sudah dapat menegakkan diagnosis klinis DBD.7
G. Komplikasi
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang
ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid
adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari
demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid
mengalami komplikasi ini.8
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri pada
perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya syok, diikuti
dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama
tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti
sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini
terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera.8
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare. Sehingga dapat
terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
18
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari.
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetoprim 8-10 mg/kgBB/ hari atau sulfametoksazol
40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 30-50 mg/kgBB/hari peroral dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari
d. ceftriakson 50 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari
e. cefixim 8-10 mg/kgBB/hari peroral dibagi 2 dosis selama 5 – 10 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-
3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
4. Pengobatan suportif : roboransia
5. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair mudah
6. dicerna tinggi kalori dan protein
7. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
8. Transfusi darah sesuai keperluan
9. Tindakan diperlukan pada penyulit perforasi usus
10. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat diberikan
makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.4
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-8.
2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003 : 53; 59.
3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak. Available at
http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf. Accessed at 13 September 2013.
4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 : 1774.
5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia. 2008.
6. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan
Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical and Medical Labolatory.
12. 1. 2005 : 31-7
7. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC. 2008: 53-72.
8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI,
2002:367-75.
20
21