case igd

30
LAPORAN KASUS RSUD DR. AGOESDJAM KETAPANG Dokter Pembimbing : dr. Feria Kowira Nama : dr. Johan Yap IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.An Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 48 tahun Alamat : Tanjung Belitung Agama : Islam No RM : 218089 Pendidikan : SD ANAMNESIS Diambil dari : Autoanamnesis dengan pasien Tanggal : 04 Desember 2015 Jam: 11.00 WIB Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri sejak 1 minggu. Keluhan tambahan : - Riwayat Penyakit Sekarang Os dating ke IGD RSU Agoesdjam dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri sejak 1 minggu smrs. Nyeri tersebut dirasakan hilang timbul dengan durasi kurang dari 1 menit. Nyeri tersebut dirasakan pasien seperti tertusuk-tusuk dan juga terasa menjalar 1

Upload: johan-yap

Post on 27-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case IGD

TRANSCRIPT

Page 1: case IGD

LAPORAN KASUS

RSUD DR. AGOESDJAM KETAPANG

Dokter Pembimbing : dr. Feria Kowira

Nama : dr. Johan Yap

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.An Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 48 tahun Alamat : Tanjung Belitung

Agama : Islam No RM : 218089

Pendidikan : SD

ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis dengan pasien

Tanggal : 04 Desember 2015 Jam: 11.00 WIB

Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri sejak 1 minggu.

Keluhan tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang

Os dating ke IGD RSU Agoesdjam dengan keluhan nyeri pinggang sebelah kiri sejak 1

minggu smrs. Nyeri tersebut dirasakan hilang timbul dengan durasi kurang dari 1 menit. Nyeri

tersebut dirasakan pasien seperti tertusuk-tusuk dan juga terasa menjalar ke kaki kiri sampai

telapak kaki kiri menimbulkan rasa seperti tersetrum dan kesemutan. Pasien mengaku nyeri

bertambah saat pasien berdiri atau membungkuk dan menjadi berkurang jika pasien berbaring

miring. Pasien mengaku pernah terjatuh dalam posisi duduk kurang lebih 2 minggu smrs. Sejak

saat itu mulai timbul rasa sakit pinggang yang semakin lama semakin berat sehingga sekarang

pasien sudah tidak dapat berdiri.

Os mengaku tidak pernah merasakan nyeri pinggang serupa sebelumnya.

1

Page 2: case IGD

Tidak ada keluhan pada BAK . Nyeri saat berkemih disangkal. Keluhan kencing berpasir

atau warna merah disangkal.

Keluhan lain seperti demam atau batuk lama disangkal oleh pasien. Riwayat TBC

disangkal.

Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada

TBC disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada

Riwayat pengobatan :

Diurut di tukang urut

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 x/menit

Frekuensi Napas : 24 x/menit

Suhu tubuh : 36,5oC

Assesment Nyeri

VAS : 7-8

Karakteristik : Tertusuk, tersetrum

Lokasi : Pinggang kiri, menjalar ke kaki kiri sampai telapak kaki kiri

Durasi : <1 menit

Frekuensi : Irreguler

Kepala

Bentuk dan ukuran : normocephali

2

Page 3: case IGD

Rambut & kulit kepala: rambut hitam, distribusi merata

Mata : CA (-/-), SI(-/-), tidak cekung, pupil isokor Ø 3 mm,

refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak lansung +/+

Telinga : Normotia, vestibulum lapang, tidak terdapat sekret

Hidung : Normosepta, tidak terdapat sekret

Mulut : Bibir tidak terlihat kering, sianosis (-),

Leher : Kelenjar Getah Bening dan tiroid tidak tampak membesar

Thoraks

Inspeksi : Bentuk dada normal, tidak terdapat retraksi intercostal, simetris dalam

keadaan statis maupun dinamis, pernafasan abdominothorakal,

iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Sela iga normal, tidak teraba massa, iktus cordis teraba pada sela iga IV

linea midklavikularis kiri

Paru-paru

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-) , wheezing (-/-).

Jantung

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : datar, bekas operasi (-)

Palpasi : supel, distensi (-), NT (+) epigastrium

Hati : tidak teraba pembesaran

Limpa : tidak teraba pembesaran

Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Rektum : Tidak dilakukan

Genitalia : Tidak dilakukan

Status Lokalis :

Vertebrae : jejas ( - ), hematom ( - ), gibus ( - ), krepitasi ( - ), NT ( + ) setinggi SIPS

3

Page 4: case IGD

Extremitas :

Laseque Kernig

- + - -

Refleks Fisiologis Refleks Patologis

+ + - -

- - - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak Tersedia

RESUME

Anamnesis:

Ny An, 48 tahun, datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 1 minggu SMRS. Nyeri

hilang timbul, seperti tertusuk dan tersetrum, nyeri alih ( + ) ke kaki kiri. Hal yang memperberat :

berdiri, membungkuk,. Hal yang memperingan : Berbaring miring. Riwayat jatuh (+). Nyeri

bersifat progressif.

Riwayat penyakit dahulu dan keluarga ( - ) , TB disangkal

Riwayat pengobatan ( - )

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital, HR: 88 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 36,5oC

Assesment Nyeri

VAS : 7-8

Karakteristik : Tertusuk, tersetrum

Lokasi : Pinggang kiri, menjalar ke kaki kiri sampai telapak kaki kiri

Durasi : <1 menit

Frekuensi : Irreguler

Status Lokalis :

Vertebrae : jejas ( - ), hematom ( - ), gibus ( - ), krepitasi ( - ), NT ( + ) setinggi SIPS

4

Page 5: case IGD

Extremitas :

Laseque Kernig

- + - -

Refleks Fisiologis Refleks Patologis

+ + - -

- - - -

Pemeriksaan Penunjang : -

DIAGNOSIS KERJA

Low Back Pain Susp. Fr Kompresi Vertebrae Lumbal

Dasar Diagnosis :

Nyeri pinggang hilang timbul dengan karakteristik tertusuk dan tersetrum , diperberat dengan

pemberian beban, disertai nyeri alih ke kaki yang timbul setelah riwayat jatuh terduduk. Nyeri

bersifat akut progressive. Nyeri tekan vertebrae setinggi SIPS, Laseque sign (- / + ) , Refleks

fisiologis kedua kaki negative.

DIAGNOSIS BANDING

1. Demam Berdarah Dengue

Dasar yang tidak mendukung :

Pada DBD ditemukan :

- Demam tinggi mendadak 2-7 hari dimana pada hari ke 3-4, demam turun sampai mencapai

suhu normal, kemudian naik kembali.

- Adanya nyeri belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual, muntah, dapat ditemukan

hepatomegali.

- Di lingkungan tempat tinggal, sekolah ada yang sedang menderita penyakit DBD.

- Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan uji torniquet positip, petekie,

ekimosis, purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain, hematemesis dan atau melena.

5

Page 6: case IGD

- Dapat ditemukan syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

- Pada hasil lab ditemukan trombositopenia ( 100.000 / ml atau kurang ), adanya kebocoran

plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi

peningkatan hematokrit ≥ 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin.

PENATALAKSANAAN

Diagnostik :

- Darah Rutin

- Foto Rontgen Lumbo Sacral AP / Lateral

Terapeutik :

- Bed rest total

- IVFD RL 20 tpm makro

- DC Catheter

- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj Ranitidin 50 mg/12 jam

- Oral Gabapentin 100mg /8 jam

FOLLOW UP

04 Desember 2015 , 12.00 WIBS : Nyeri masih (+), berkurang.

O : HR = 80 x/mnt T = 36,2°C RR = 20x/mnt Darah Rutin :

Hb : 12.7 g/dl

Eritrosit : 5.21 juta/µl

Lekosit : 26020/µl

6

Page 7: case IGD

Trombosit: 461000/µl

Hematokrit : 37.2%

Rontgen Lumbosacral AP / Lateral :

7

Page 8: case IGD

A : Fraktur Kompresi Vertebrae L VP :

- IVFD RL 20 tpm makro

- DC Catheter

- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam

8

Page 9: case IGD

- Inj Ranitidin 50 mg/12 jam

- Inj Ceftriaxone 1000mg / 24 jam

- Oral Gabapentin 100mg /8 jam

- Rujuk DR. Sp. OT

Edukasi

1. Motivasi pasien dan keluarga agar dapat mau menerima rujukan

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad santionam : ad bonam

Tinjauan Pustaka

A. Definisi dan Epidemiologi

9

Page 10: case IGD

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi

kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphii yang masih dijumpai secara luas di

berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit

ini hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan

penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah. 1,2

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena

penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World

Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.3 Di

negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%

merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih

besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata

di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di

daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per

tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%

kasus. 3,4

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi

pada anak. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas

(40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).

B. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi

A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang

disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi

salmonella yng lain.(5) Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat

motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakan strain meragikan glukosa,

manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan

sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob

fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan

pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60º C (140º F) selama 15 menit.

10

Page 11: case IGD

Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari

dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering,

dan bahan tinja. 5

Gambar 2.1. Strukur Salmonella typhi (5)

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah

komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H

adalah protein labil panas. 5

1. Antigen O

Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur

kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C

selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer. 6

2. Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan

berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga

dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu

60°C dan pada pemberian alkohol atau asam. 6

3. Antigen Vi

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari

fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam

pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk

mengetahui adanya karier. 6

4. Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran

sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya.

OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan

komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan

saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten

terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin terdiri atas

protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi

11

Page 12: case IGD

fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen

OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa. 6

C. Patofisiologi

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya

Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan,

maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme

penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi

pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus

penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam

lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih

banyak Salmonella spp. 5

Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran

darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-

kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-

kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut

disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya

yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi

yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam

tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia

yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik

yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa

dan sumsum tulang. 5

Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial

yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan

pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa

yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga

terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus

sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika

submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat

mencapai membran serosa.5

12

Page 13: case IGD

Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka

perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut

yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan

kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid

tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan

demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan

bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi

menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang

ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.5

Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap

mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita

merupakan urinary karier penyakit tersebut.5

Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-

anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis,

periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat

terjadi pada demam tifoid.5

13

Masuk kekantung empeduDi ogran RE S.Typhi

Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen

Tejadi bakterima I (asymptomatik)

Masuk ke sirkulasi darah

Dibawah ke plaque peyeri ileum distal

Kuman hidup dan berkembang biak

Menembus sampai lamina propira

Berkembang biak & difagosit oleh sel’fagosit terutama makrofag

Nembus sel, epitel terutama sel M

Berkembang Biak

Dimusnahkan dilambung oleh HCL

Lolos dan masuk ke ususBila respon imunitas humukral mucosa (IgA)

Kuman masuk bersama makanan & minuman yang terkontaminasi

Page 14: case IGD

D. Gejala Klinis

Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas (kematian)

demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa. Risiko terjadinya

komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala klinis berat, yang

menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau

lebih dan mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik).7

Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60

hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum

atau status gizi serta status imunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi

namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain :

- Demam satu minggu atau lebih;

- Gangguan pencernaan; dan

- Gangguan kesadaran.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada umumnya,

seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Pada

pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua

maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran

hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan

sampai dengan yang berat.7,8

Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa,

kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak

tinggi dan remiten (39-41◦C) serta dapat juga bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid

kongenital. Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda

antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat,

di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi

deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem.7

Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.

Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah pucat, serta

hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya

mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-

kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas.8

14

Di ogran RE S.Typhi

Page 15: case IGD

Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu

pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa

pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak.8

Tifoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita demam tifoid dan

menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya besifat fatal namun pernah dilaporkan

tifoid kongenital dapat hidup dengan gejala tidak khas dan menyerupai sepsis neonatorum.

Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta kelainan

patologis pada usus tidak didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada tifoid kongenital

penularannya lewat darah dan secara cepat menimbulkan gejala-gejala tifoid sepsis pada

janin. Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi biasanya

gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering mendadak

disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda perangsangan

meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.000-25.000/mm3), limpa

sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan fisiknya lebih pendek, lebih variasi, sering

tidak melebihi minggu, angka kematian yang tinggi (12,5%).7

E. Penegakan Diagnosis

Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap

(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala,

nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

Pemeriksaan Fisis : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1°C

tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan

ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada

orang Indonesia).

Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia,

limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur

darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal ≥4 kali lipat setelah satu minggu

memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal

dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat

oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu

15

Page 16: case IGD

menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil

pengobatan serta timbulnya penyulit.8

1. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau

perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau

tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED (Laju

Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

2. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai

hepatitis Akut.

3. Imunologi

Tes Widal

Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam

darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji ini

merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di

negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test)

hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.

Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.

Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil

positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor,

antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain

(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid

(RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah

mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,

keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

Diagnosis Demam tifoid atau paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160, bahkan

mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid

ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di

atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa

hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan

oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.

16

Page 17: case IGD

4. Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid

atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam

Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid

atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera

dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman

terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama

sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.5,6

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu

waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila belum ada

pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan

pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin

dan tinja.

F. Diagnosis Banding

1) DBD (Demam Berdarah Dengue)

Diagnosa demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997.WHO telah

membuat penuntun untuk menegakkan diagnosis klinis DBD :7

A. Kriteria klinis :7

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2 – 7 hari.

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :

a. Uji torniquet positip

b. Petekie, ekimosis, purpura.

c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain

d. Hematemesis dan atau melena.

17

Page 18: case IGD

3. Pembesaran hati ( hepatomegali ).

4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah

B.Kriteria laboratorium :7

1. Trombositopenia ( 100.000 / ml atau kurang )

2.Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas kapiler

dengan manifestasi :

- peningkatan hematokrit ≥ 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

jenis kelamin.

- penurunan hematokrit ≤ 20 % setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

- tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, ascites atau hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah salah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya

peningkatan hematokrit) sudah dapat menegakkan diagnosis klinis DBD.7

G. Komplikasi

Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang

ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid

adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari

demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid

mengalami komplikasi ini.8

Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri pada

perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya syok, diikuti

dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama

tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti

sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini

terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera.8

Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :

1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare. Sehingga dapat

terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.

2. Kejang Demam

3. Gangguan Kesadaran

18

Page 19: case IGD

4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).

5. Pneumonia.

6. Peradangan pankreas (pankreatitis).

7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.

8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).

9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.

H. Penatalaksanaan

1. Pengobatan kausal

a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4

dosis selama 10-14 hari.

b. kotrimoksasol dengan dasar trimetoprim 8-10 mg/kgBB/ hari atau sulfametoksazol

40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari

c. amoksisilin 30-50 mg/kgBB/hari peroral dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari

d. ceftriakson 50 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari

e. cefixim 8-10 mg/kgBB/hari peroral dibagi 2 dosis selama 5 – 10 hari

2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-

3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.

3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi

4. Pengobatan suportif : roboransia

5. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair mudah

6. dicerna tinggi kalori dan protein

7. Tirah baring bila perlu isolasi penderita

8. Transfusi darah sesuai keperluan

9. Tindakan diperlukan pada penyulit perforasi usus

10. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat diberikan

makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.4

19

Page 20: case IGD

DAFTAR PUSTAKA

1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson

Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-8.

2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003 : 53; 59.

3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak. Available at

http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf. Accessed at 13 September 2013.

4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid. Dalam : Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 : 1774.

5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Muslim Indonesia. 2008.

6. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan

Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical and Medical Labolatory.

12. 1. 2005 : 31-7

7. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC. 2008: 53-72.

8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI,

2002:367-75.

20

Page 21: case IGD

21